01. Makalah Industri Gula

  • Uploaded by: aya
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 01. Makalah Industri Gula as PDF for free.

More details

  • Words: 5,326
  • Pages: 25
Loading documents preview...
PENDAHULUAN Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumbersumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa sebagai komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) pernah menjadi produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah

9

Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

Pabrik gula tebu di Hindia Belanda sekitar tahun 1930-an Lain halnya dengan gula bit yang diproduksi di tempat dengan iklim yang lebih sejuk seperti Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan beberapa daerah di Amerika Serikat, musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya di bulan September. Pemanenan dan pemrosesan berlanjut sampai Maret di beberapa kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan dipengaruhi dari ketersediaan tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan untuk di proses lebih lanjut, namum bit yang membeku tidak bisa lagi diproses. Pengimpor gula terbesar adalah Uni Eropa (UE). Peraturan pertanian di UE menetapkan kuota maksimum produksi dari setiap anggota sesuai dengan permintaan, penawaran, dan harga. Sebagian dari gula ini adalah gula "kuota" dari industry levies, sisanya adalah gula "kuota c" yang dijual pada harga pasar tanpa subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi membuat negara lain susah untuk mengekspor ke negara negara UE, atau bersaing dengannya di pasar dunia. Amerika Serikat menetapkan harga gula tinggi untuk mendukung pembuatnya, hal ini mempunyai efek samping namun, banyak para konsumen beralih ke sirup jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat permen) Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut di produksi dari jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan pemanis buatan pembuat minuman dapat memproduksi barang dengan harga yang

9

sangat murah.

PENGENALAN Tak lengkap rasanya apabila membahas gula tanpa membahas tanaman yang menjadi bahan bakunya, yaitu tebu. Tebu yang memiliki nama Latin Saccharum officinarum L. ini merupakan tanaman yang berasal dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India. Dari waktu ke waktu perkembangan industri gula di Indonesia selalu menarik untuk dibahas, mulai masa kejayaan Indonesia sebagai negara pengekspor gula terbesar hingga keterpurukan produksi gula yang mengharuskan Indonesia menjadi negara pengimpor gula sejak awal tahun 1990 hingga saat ini dengan jumlah permintaan yang semakin tinggi. Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8% dan rendemen mencapai 11.0%-13.8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula pernah mencapai sekitar 2.4 juta ton, didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi (Simatupang et al., 1999; Tjokrodirdjo, et al., 1999; Sudana et al.,2000). Hal ini merupakan sebuah prestasi karena menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil gula terbesar didunia bersaing dengan Cuba (Wahyu Mulyana, 1995). Setelah mengalami berbagai pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang setidaknya hanya didukung oleh 58 pabrik gula (PG) yang aktif (Jawa Pos, 8 Juni 2009). Maka secara umum dijelaskan faktor yang menyebabkan turunnya produksi 1.

Masalah Struktural

a.

Lahan pertanian tebu yang semakin sempit.

9

gula dalam negeri yaitu :

Lahan pertanian tebu yang semakin sempit ini merupakan dampak langsung yang timbul dari kenyataan tebu tidak lagi mampu bersaing dengan tanaman alternatifnya khususnya padi. Tanaman tebu semakin tersingkir dari lahan sawah berpengairan teknis. Sebagai akibatnya, di Jawa saat ini pertanaman tebu hampir seluruhnya berada di lahan sawah tadah hujan dan lahan tegalan. Sementara di luar Jawa seluruhnya diusahakan di lahan tegalan. b.

Kebijakan pemerintah. Pada tahun 1998 pemerintah membebaskan impor gula. Dengan melakukan

impor gula, sebenarnya pemerintah berharap dapat memecahkan permasalahan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan kestabilan harga gula karena gula merupakan salah satu kebutuhan pokok di Indonesia. Tetapi kenyataannya timbul permasalahan lain yang lebih kompleks dimana harga gula impor yang lebih murah dari gula lokal dan ditunjang dengan kualitas yang lebih baik ternyata justru menyebabkan keterpurukan industri gula nasional. Akibat dari fenomena ini adalah semakin banyak pabrik gula yang terpaksa ditutup atau digabungkan (Surya, 26 April 2001). c.

Rusaknya relasi fungsional antar komponen sistem agrobisnis gula. Sebagaimana diketahui, integrasi antara usaha perkebunan tebu dan pabrik

gula pengolah tebu merupakan faktor kunci efisiensi industri gula. Pada jaman kolonial, integrasi sistem agrobisnis gula dapat dijamin melalui organisasi yang melibatkan kekuasaan dari pemerintah sehingga menanam tebu merupakan prioritas dan diwajibkan bagi petani. Prioritas peruntukan lahanpun adalah untuk perkebunan tebu, bukan untuk lahan tanam padi. Dengan begitu maka pabrik gula memiliki jaminan pasokan bahan baku yang cukup untuk sepanjang musim giling. Hal ini berubah ketika pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, yang berisi pembebasan petani dalam mengusahakan penggunaan lahannya, sehingga menanam tebu tidak lagi menjadi wajib bagi petani namun merupakan pilihan bebas berdasarkan rasional ekonomi.

9

Dampaknya banyak petani yang memilih beralih untuk menanam padi sehingga

pabrik gula mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan bahan baku, sehingga industri gula semakin tidak efisien. 2.

Masalah Non-struktural

a.

Mutu tanaman tebu yang rendah. Tanaman tebu masih didominasi oleh varietas lama karena rehabilitasi

tanaman dengan menanam varietas unggul baru terhambat. Tanaman tebu kurang terpelihara dengan baik sehingga tanaman mudah terserang hama penyakit seperti RSD (Ratoon Stunting Disease) dan PLA (Penyakit Luka Api). b.

Biaya operasional yang dikeluarkan petani semakin mahal. Produksi gula nyatanya tidak hanya bicara masalah harga gula yang

ditetapkan bagi petani. Namun dari harga gula pada tingkat petani tersebut akan didapat keuntungan bersih bagi petani setelah memperhitungkan biaya-biaya yang muncul saat tanam dan panen tebu, seperti biaya penggunaan pupuk, biaya penggunaan pestisida, biaya tenaga kerja, dan biaya sewa lahan. Dari uraian diatas maka dapat dilihat permasalahan perindustrian gula di Indonesia bukan hanya masalah teknis tentang bagaimana menekan biaya produksi namun juga terkait dengan masalah kebijakan atau policy yang ditetapkan oleh pemerintah yang belum mampu mengcover perkembangan perindustrian gula secara keseluruhan. Sejarah singkat pergulaan di Indonesia Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian timur. Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebunkebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur. Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-

9

an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun.

Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir netto. Pada tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula. Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan teknologi, tingginya tingkat konsumsi (termasuk untuk industri minuman ringan), serta kurangnya investor untuk pembukaan lahan tebu di luar Jawa menjadi penyebab sulitnya swasembada gula. Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007. Untuk mendukungnya dibentuk Dewan Gula Indonesia pada tahun 2003 (berdasarkan Kepres RI no. 63/2003 tentang Dewan Gula Indonesia). Target ini kemudian diundur terus-menerus.

Karakteristik Gula Gula memiliki karakteristik seperti berikut : 1. Nama senyawa : Sukrosa 2. Rumus molekul : C12H22O11 3. Berat molekul : 342,3 g/mol 4. Bentuk : Padatan 5. Warna : Putih 6. Bau : Khas karamel 7. Densitas : 1,587 g/cm3 8. Kelarutan, 25oC : 2000 g/L air 9. Titik leleh, 1 atm : 1860C

Macam-macam gula 1) Gula merah Gula merah adalah jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang

9

dikeluarkan dari bunga pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan.

Gula merah yang dipasarkan dalam bentuk cetakan batangan silinder, cetakan setengah bola dan bubuk curah disebut sebagai gula semut.

Pembuatan Gula Merah Untuk nira sendiri merupakan cairan kental manis yang berasal dari pohon aren, sengaja disadap oleh para petani untuk dijadikan gula (nama lain gula aren). Sedangkan Legen itu cairan manis yang keluar dari pucuk manggar yang masih dalam kuncup, dengan cara diiris bagian ujung manggarnya dan dipasang ember guna menampung cairan legen yang keluar. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

9

Legen Terkumpul Langsung dimasak Memakai Api Panas Hingga Bergemulak

Masak Legen Hingga Bergemulak dan Menguning Berbusa

Bila Mulai Kecoklatan dan Keluar Letupan Laksana Magma Tanda Sudah Matang

9

Aduk Gula Cairnya Hingga Benar-Benar Kental

Bersihkan Gula Kering di Pinggiran Kwali

Siram Gula Kental ke dalam Papan Cetak Berbentuk Lingkaran

Tiriskan Gula ke Tempat Terpisah Itulah serangkaian proses pembuatan gula merah kelapa, dan selanjutnya

9

tinggal packing untuk dikirim ke berbagai penjuru tanah air termasuk

mancanegara. Bagi anda yang merasakan manisnya gula merah kelapa, itu rasa manisnya alami dan legit. 2) Gula tebu Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi. Gula batu adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak/blok adalah gula kristal lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecoklatan karena masih mengandung molase.

Pembuatan gula tebu Pemanenan

9

1.

Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak. Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat. Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena CO2 yang dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat melalui fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia. Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan. Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja. 2.

Ekstraksi Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan

9

pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran

besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Ekstraksi gula Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula. 3.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming) Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan

semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang

9

rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus

yang jernih. Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses. 4.

Penguapan (Evaporasi) Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara

menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi). 5.

Pendidihan/ Kristalisasi Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat

besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut

9

kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

6.

Sentifugasi gula Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung

sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan. Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi.

9

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya,

maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu. 7.

Penyimpanan Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama

penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna. 8.

Afinasi (Affination) Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan

pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi). Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses. 9.

Karbonatasi Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk

membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari

9

dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat

diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikelpartikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas. 10. Penghilangan warna Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi

granular

[granular

activated

carbon,GAC]

yang

mampu

menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang

menghilangkan

lebih

sedikit

warna

daripada

GAC

tetapi

juga

menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

9

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi

kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

11. Pendidihan Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan. 12. Pengolahan sisa (Recovery) Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol. 3) Gula bit Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah

9

penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang

tersisa hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan kristal gula dengan molasses. Upaya agar sentrifugasi berlangsung secara optimal adalah dengan pengaturan kecepatan putaran. Kecepatan putaran sangat mempengaruhi kekuatan mesin tersebut dalam melepaskan lapisan molasses dari kristal gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.

Cara Membuat Gula Bit Cara mengolah Bit menjadi Gula hampir sama dengan pembuatan gula tebu. Hanya saja prosesnya lebih singkat karena merupakan proses tunggal. Gula bit merupakan gula yang di hasilkan dari umbi tanaman bit atau beetroot. Tanaman ini merupakan tanaman langkah yang belum bisa di kembangbiakan di Indonesia. Tanaman ini berkembang biak dengan biji, namun setelah di budidayakan di Indonesia, beetroot ternyata tidak mengeluarkan biji. Sehingga akhirnya di perlukan suplai dari negara luar untuk mendapatkan biji beetroot. Karena itu tanaman ini jarang di temui di pasar-pasar tradisional Indonesia.

9

Namun sebagai salah satu tanaman penghasil gula, beetroot mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi. Selain di olah menjadi gula bit, beetroot juga dapat di masak dan diolah menjadi bentuk hidangan lain.

1.

Persiapan Bahan Umbi bit biasanya di panen di musim gugur atau awal musim dingin.

Sebelum di olah menjadi gula, bit-bit tersebut harus di bersihkan dari kotoran dan dari daun-daunnya. Karena umbinya terletak di dalam tanah, otomatis umbi bit lebih kotor daripada batang tebu. Karena itu harus di cuci bersih untuk menjaga kebersihannya. Setelah yakin tidak ada lagi kotoran atau daun yang menempel, umbi bit lalu di potong menjadi irisan-irisan tipis untuk memudahkan proses ekstraksi. 2.

Ekstraksi umbi Bit Ekstraksi umbi bit berlangsung dalam sebuah alat yang di sebut diffuser.

Dalam diffuser, irisan umbi bit akan diaduk secara perlahan dalam air panas selama kurang lebih 1 jam hingga kandungan gula dalam umbi bit larut dalam air. Diffuser merupakan tangki pengaduk berukuran besar dengan posisi horisontal ataupun vertikal, di dalamnya irisan-irisan bit digerakkan dengan pelan dari ujung satu ke ujung yang lain dan air panas bergerak dari arah berlawanan. Ini dinamakan dengan aliran berlawanan (counter-current flow), pelan namun pasti air pengekstrak akan menjadi larutan gula yang kental dan dinamakan jus. Jus dari proses diffuse yang masih mentah ini mengandung sekitar 14% gula dan bubur residu yang biasanya masih mengandung 1 hingga 2% gula. Untuk mendapatkan hasil ekstraksi jus bit, maka larutan bit harus di pisahkan dari

9

ampasnya.

3.

Pengepresan residu Ampas yang merupakan irisan-irisan bit yang telah di ekstraksi biasanya

masih memiliki kandungan gula yang walapun sedikit tapi masih bisa di manfaatkan. Untuk mengeluarkan gula tersebut, maka ampas bit harus di peras dalam kempa-kempa ulir hingga jus nya keluar semua dan yang tertinggal hanya bubur bit. Bubur bit ini biasanya di olah menjadi produk sampingan sebagai bahan pakan ternak. 4.

Karbonatasi Karbonatasi adalah proses pengolahan jus bit atau cairan gula bit (liquor)

dengan menambahkan kapur / lime dalam bentuk Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) dan gas CO2 (karbondioksida). Karbonatasi ini bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh serta untuk memngurangi beberapa komponen warna yang tidak di inginkan. Prosesnya sangat sederhana. Gas karbondioksida akan bereaksi dengan limemembentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang mengikat berbagai padatan sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kapur beserta kotoran. Saat di lakukan penyaringan, kotoran ini akan terangkat meninggalkan cairan gula yang siap untuk proses selanjutnya. 5.

Pendidihan/Kristalisasi Pendidihan atau pemanasan dengan suhu tinggi merupakan proses akhir

dalam pembuatan gula bit. Dalam proses ini, cairan gula di didihkan hingga menguap dan terbentuk kristal gula. Untuk memicu terbentuknya kristal, biasanya di tambahkan serbuk gula kedalam cairan lalu di sentrifugasi/diputar untuk memisahkan kristal dari cairan induk. Kristal yang terbentuk kemudian di keringkan dengan udara panas sampai kering sebelum akhirnya di kemas dan disimpan. Sedangkan cairan induk yang masih mengandung gula mengulang proses kristalisasi sampai tidak ada lagi kristal gula yang terbentuk.

9

Gula yang di hasilkan dari tanaman bit ini di sebut gula bit. Bentuk dan

strukturnya hampir sama dengan gula tebu, yaitu sama-sama berupa sukrosa, berbentuk kristal, berwarna putih dan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri. Cara pembuatan gula bit ini lebih cepat prosesnya dari pada pembuatan gula tebu. Dengan biaya produksi yang juga lebih rendah. Karena prosesnya tunggal, tanpa ada tahap pemurnian. Adapun macam-macam gula yang lain seperti: a.

Gula Kastor (Castor Sugar) Gula ini bewarna putih dan pilihan yang paling ideal untuk membuat cake,

biskut, pastri, roti dan lain-lain. Butir-butir gulanya lebih halus dari gula halus dan ia mudah cair apabila dipukul bersama mentega atau telur. Sekiranya gula ini tiada , boleh gunakan gula halus.

b.

Gula Aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar) Gula ini adalah yang paling halus dalam kategori gula putih. Ia bukan 100

peratus gula kerana telah dicampur dengan sedikit tepung jagung. Ia jarang digunakan dalam pembuatan kek tetapi ada digunakan dalam pembuatan biskut jenis piping untuk mendapatkan tekstur yang lembut supaya mudah dipicit keluar. Gula ini biasa digunakan untuk membuat aising mentega dan membuat fondant atau pes gula (sugarpaste). c.

Gula Perang (Brown Sugar) Terbahagi kepada dua jenis iaitu light/dark brown.Biasanya warna yang lebih

gelap mempunyai rasa gula perang yang lebih kuat. Gula perang ini selalunya kasar dan saya selalu kisar supaya ia lebih halus dan mudah dipukul bersama mentega. Gula perang ini selalunya digunakan untuk membuat biskut seperti cip coklat, biskut halia, kek buah-buahan dan lain-lain yang memerlukan rasa gula yang lebih kuat. Sirap Emas (Golden Syrup)

9

d.

Ia bewarna keemasan dan rasanya seakan rasa gula hangus tetapi tidak sekuat rasa gula hangus yang asli. Ia adalah bahan sampingan dari pemprosesan gula. Ia selalunya menjadi bahan penambah rasa untuk biskut, kek atau pencuci mulut. e.

Gula Hitam Bahan sampingan dari pemprosesan gula dan ia bewarna gelap seakan

kehitaman. Digunakan sebagai bahan penambah rasa untuk kek dan pencuci mulut ala barat. f.

Sirap Gula (Corn Syrup/Glucose Syrup) Cecair jernih yang pekat. Dihasilkan secara komersil untuk memudahkan

tugas membuat aising krim mentega atau fondant tanpa perlu membuat sendiri sirap gula. Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal. Limbah Bagasse (Ampas) Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah. Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu

9

a.

mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O. Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha. Limbah Blotong (Padat) Salah satu limbah yang dihasilkan Pabrik Gula dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, lilin dan lemak kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu pabrik gula dengan pabrik gula lainnya, bergantung pada pola produksi dan asal tebu. Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar yaitu dalam bentuk briket blotong. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi cuaca. Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar 0,5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7,4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91,5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan

9

b.

demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet. c.

Limbah Tetes (Cair) Tetes atau molasses merupakan produk sisa pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pengkriatalan nira kental, dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi

karena

mengandung

kotoran-kotoran

bukan

gula

yang

membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dan lain-lain. Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya.

KESIMPULAN 1. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. 2. Sukrosa memiliki rumus molekul C12H22O11, dengan berat molekul 342,3 g/mol, memiliki bentuk padatan dan berwarna putih. Sukrosa berbau khas karamel dengan densitas 1,587 g/cm3 kelarutan, 25oC 2000 g/L air serta titik leleh 1 atm 1860C. 3. Faktor yang menyebabkan turunnya produksi gula dalam negeri yaitu : a. Masalah struktural seperti lahan pertanian tebu yang semakin sempit,

9

kebijakan pemerintah, rusaknya relasi fungsional antar komponen

sistem agrobisnis gula. b. Masalah Non-struktural seperti mutu tanaman tebu yang rendah dan biaya operasional yang dikeluarkan petani semakin mahal. 4. Macam-macam gula yaitu gula merah, gula tebu, gula bit, gula Kastor (Castor Sugar), gula aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar), gula Perang (Brown Sugar), Sirap Emas (Golden Syrup), gula Hitam, Sirap Gula (Corn Syrup/Glucose Syrup). 5. Pembuatan gula merah dari nira merupakan cairan kental manis yang berasal dari pohon aren, sengaja disadap oleh para petani untuk dijadikan gula (nama lain gula aren). Sedangkan Legen cairan manis yang keluar dari pucuk manggar yang masih dalam kuncup, dengan cara diiris bagian ujung manggarnya dan dipasang ember guna menampung cairan legen yang keluar. 6. Pembuatan gula tebu melalui proses seperti pemanenan, ekstraksi pengendapan kotoran dengan kapur (Liming), penguapan (Evaporasi), pendidihan/

Kristalisasi,

sentifugasi

gula,

penyimpanan,

afinasi

(Affination), karbonatasi, penghilangan warna, pendidihan, pengolahan sisa (Recovery). 7. Pembuatan gula bit yaitu proses persiapan bahan, ekstraksi umbi Bit, pengepresan residu, karbonatasi, pendidihan/Kristalisasi. 8. Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes yang dapat digunakan sebagai pakan

9

ternak, pupuk, dan pulp.

Related Documents


More Documents from "Abdul Wahid Erlangga"

01. Makalah Industri Gula
January 2021 2
Isi Makalah
February 2021 1
Makalah Resep Obat
February 2021 1
January 2021 2
2019 Civ Bar Q.docx
February 2021 0