12.laporan Praktikum Pestisida (1)

  • Uploaded by: Fitri Wulandari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 12.laporan Praktikum Pestisida (1) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,541
  • Pages: 16
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sayur dan buah merupakan komoditas hortikultura yang banyak mengandung vitamin dan mineral, selain itu juga memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber pendapatan petani bahkan sumber devisa negara. Konsumsi sayur dan buah pada saat ini sudah mulai meningkat, karena mulai adanya kesadaran bahwa dengan mengkonsumsi sayur dan buah berarti hidup akan bertambah sehat. Namun sayangnya, dalam kegiatan produksi sayur dan buah sering menghadapi kendala serangan hama dan penyakit yang menyebabkan gagal panen atau minimal hasilnya berkurang. Salah satu cara yang selama ini digunakan untuk mengatasinya adalah penggunaan pestisida. Di sisi lain pestisida merupakan bahan kimia, sehingga pemakaian yang berlebihan dapat menjadi sumber pencemar pada bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Masalah utama bagi kesehatan masyarakat adalah adanya residu pestisida dalam makanan, termasuk dalam sayur dan buah. Residu yang ditinggalkan dapat secara langsung maupun tidak langsung sampai ke manusia. Residu pestisida dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang dapat ditunjukkan dengan adanya gejala akut (sakit kepala, mual, muntah, dan lainlain) dan gejala kronis (kehilangan nafsu makan, tremor, kejang otot, dan lain-lain) (Isnawati, 2005). Residu pestisida yang terkandung dalam makanan akan tertimbun dalam tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi berbahaya yang secara perlahan-lahan menggerogoti dan merusak sel-sel tubuh. Setelah tiba waktunya, muncullah berbagai jenis penyakit berbahaya, seperti kanker, ginjal, hati, jantung, stroke, gangguan saluran pencernaan, susunan syaraf pusat, gangguan otak, limpa, atau pankreas. Penyakit ini bisa timbul beberapa tahun kemudian setelah seseorang mengkonsumsi sayur atau buah yang mengandung zat berbahaya tersebut.

1

Melihat berbagai fenomena di atas, maka perlu dilakukan pengujian residu pestisida pada buah dan sayur yang beredar demi keamanan masyarakat yang mengkonsumsi. Disini, kelompok kami akan melakukan uji residu pestisida pada buah melon dan sayur sawi yang dijual di Pasar Karangmenjangan dan Superindo, dengan harapan hasil pengujian kami ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, sehingga masyarakat dapat lebih waspada dalam memilih buah dan sayur yang dijual.

1.2 Rumusan Masalah a. Apakah sampel sawi dan melon yang dijual di Pasar Karangmenjangan mengandung residu pestisida organofosfat? b. Apakah sampel sawi dan melon yang dijual di Superindo mengandung residu pestisida organofosfat?

1.3 Tujuan Praktikum 1. Tujuan Umum Memeriksa ada tidaknya residu pestisida organofosfat pada sawi dan melon di Pasar Karangmenjangan dan Superindo dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. 2. Tujuan Khusus a. Mempraktekkan prosedur pengujian residu pestisida organofosfat pada sawi dan melon dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. b. Menginterpretasikan hasil uji residu pestisida organofosfat yang terdapat pada sawi dan melon yang diteliti.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida dan Residu Pestisida 2.1.1 Pengertian Pestisida Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia (Nurosid, 2011). Pestisida menurut PP RI No. 6 tahun 1995 didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (Nurosid, 2011). Sedangkan menurut The United State Federal Environmental Pesticide Control Act, Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Yuantari, 2009). Berdasarkan Permentan tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tatacara Pendaftaran Pestisida, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: 1. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, 2. memberantas rerumputan, 3. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, 4. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman tidak termasuk pupuk,

3

5. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak, 6. memberantas atau mencegah hama-hama air, 7. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan, dan atau 8. memberantas

atau

mencegah

binatang-binatang

yang

dapat

menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman dan air (Deptan, 2011).

2.1.2 Pengertian Residu Pestisida Menurut Deptan tahun 2007, residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau tanah (Deptan, 2011). Selain itu, residu pestisida juga diartikan sebagai sisa pestisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi (Martono, 2009). Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan pada tanaman. Residu pestisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau dimasak, residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan (Zulkarnain, 2010).

2.2 Pestisida Organofosfat Pestisida Organofosfat adalah pestisida dengan senyawa organofosfat sebagai komponen utamanya. Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. Struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf.

4

Organofosfat

dapat

menurunkan

populasi

serangga

dengan

cepat,

persistensinya di lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos, fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya (Zulkarnain, 2010). Meskipun demikian, senyawa organofosfat ini lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang jika dibandingkan senyawa organoklorin. Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa (Zulkarnain, 2010). Berikut

adalah

batas

maksimum

residu

pestisida

golongan

organofosfat pada sawi dan melon berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor 881/MENKES/SKB/VIII/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian : Tabel 1. Batas Maksimum Residu Pestisida Organofosfat pada Sawi No

Golongan Pestisida Organofosfat

Batas Maksimum Residu (mg/kg)

1.

Azinphos methyl

0,5

2.

Chlorpyrifos methyl

0,1

3.

Diazinon

0,5

4.

Dichlorvos

0,5

5.

Disulfoton

0,5

Tabel 2. Batas Maksimum Residu Pestisida Organofosfat pada Melon No

Golongan Pestisida Organofosfat

1.

Azinphos methyl

2.

Dichlorvos

3.

Ethion

4.

Ethoprophos

Batas Maksimum Residu (mg/kg) 2 0,1 2 0,2

5

5.

Fenamiphos

0,05

6.

Menfiphos

0,05

7.

Metamidophos

0,5

8.

Phosphamidon

0,1

2.3 Dampak Residu Pestisida Organofosfat Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut, dan saluran pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida organofosfat akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan (Deptan, 2011). Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-otot tertentu, tanda dan gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan (Deptan, 2011). Kematian disebabkan kelumpuhan otototot pernafasan. Kematian dapat terjadi dalam waktu lima menit sampai beberapa hari karena itu pengobatan harus secepat mungkin dilakukan (Yuantari, 2009).

Tabel 3. Efek Muskarinik, Nikotinik dan Saraf Pusat pada Toksisitas Organofosfat Efek

Gejala

1. Muskarinik( reseptor yang -

Salivasi, lakrimasi (mengeluarkan air

ada di otot jantung)

mata), urinasi dan diare (SLUD) -

Kejang perut

-

Nausea (mual) dan vomitus (muntah)

-

Bradicardia (denyut nadi lemah <60

6

kali /menit) -

Miosis

-

Berkeringat

2. Nikotinik( reseptor yang -

Pegal-pegal, lemah

mempengaruhi otot rangka)

-

Tremor

-

Paralysis (kehilangan fungsi otot)

-

Dyspnea (sesak napas)

-

Tachicardia (denyut nadi cepat)

-

Bingung, gelisah, insomnia, neurosis

-

Sakit kepala

-

Emosi tidak stabil

-

Bicara terbata-bata

-

Kelemahan umum

-

Convulsi

-

Depresi respirasi dan gangguan jantung

-

Koma

3. sistem saraf pusat(SSP)

Sumber : Afriyanto, 2008.

2.4 Metode Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa dalam suatu campurannya secara fisik dimana campuran tersebut dipisahkan berdasarkan distribusi senyawa-senyawanya diantara dua fase, yaitu fase diam (stasioner) dan fase gerak (mobile). Fase diam adalah fase yang lebih besar jumlahnya pada kromatografi dan memiliki permukaan kontak yang lebih luas. Sedangkan fase gerak adalah fase yang mengalir bersama fase diam. Fase gerak bisa berupa cairan ataupun gas (Setiawandi, 2010). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen

sampel

berdasarkan

perbedaan

kepolaran.

Kromatografi lapis tipis menggunakan prinsip dasar pada kromatografi dasar yaitu pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi senyawa pada

7

dua fase yang berbeda. Pada KLT, fase diamnya berupa silika yang terbalut oleh cairan. Sedangkan eluen digunakan pelarut baik yang polar maupun yang non-polar. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil (misal menentukan jumlah kumpulan dalam campuran), dan juga untuk mengidentifikasi komponen penyusun campuran melalui perbandingan dengan senyawa yang diketahui strukturnya (Setiawandi, 2010).

8

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum a. Lokasi 1. Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel sawi dan melon dilakukan di Pasar Karangmenjangan dan Superindo secara acak. 2. Lokasi Praktikum Pengujian residu pestisida organofosfat ini dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya. 3. Waktu Praktikum Sampel sawi dan melon dikirim ke BBLK Surabaya untuk diuji pada tanggal 20 April 2012.

3.2 Pengujian Residu Pestisida Organofosfat dengan Kromatografi Lapis Tipis 3.2.1 Alat dan Bahan a. Alat 1. Pelat Silika 2. Kapiler 3. Chamber (bejana) 4. Erlenmeyer 5. Lampu Ultraviolet (UV) 6. Soxhlet 7. Spray box b. Bahan 1. Melon 2. Sawi 3. Larutan standart organofosfat murni 4. Chloroform (CHCl3) 5. n Hexan (sebagai eluen)

9

6. Brom Phenol Blue 7. Asam Asetat 5%

Gambar 1. Chamber dengan pelat silika

Gambar 3. Piper Kapiler

Gambar 2. Erlenmeyer

Gambar 4. Soxhlet

3.2.2 Langkah Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 2. Melakukan preparasi sampel dengan cara : a. Mengambil sampel masing-masing sebanyak 500 gram. Ada 4 sampel yang harus ada, yaitu sampel sawi dan melon di pasar Karangmenjangan dan sampel sawi dan melon di Superindo. b. Memberi label pada tabung erlenmenyer di masing-masing sampel. A : untuk sawi Superindo

10

B : untuk melon Superindo C : untuk sawi pasar Karangmenjangan D : untuk melon pasar Karangmenjangan c. Kemudian, menambahkan masing-masing sampel tersebut dengan air bersuhu 100oC sampai menjadi suspensi. d. Setelah itu, mendiamkan dan menyaring campuran tersebut sampai menjadi jernih. e. Filtrat yang sudah jernih siap untuk diekstraksi. 3. Melakukan ekstraksi sampel, dengan cara : a. Melarutkan filtrat dengan chloroform (CHCl3). b. Campuran tersebut kemudian di ekstraksi dengan alat Soxhlet sehingga diperoleh ekstrak dari masing-masing sampel. 4. Melakukan Elusi, dengan cara : a. Mengisi chamber dengan larutan n Hexan (eluen) sebanyak 100 ml dan menunggu selama 1 jam sebelum digunakan agar chamber tersebut jenuh dengan eluen. b. Menyiapkan pelat silika yang cukup untuk 5 sampel (sampel larutan standart organofosfat, sampel A, sampel B, sampel C, dan sampel D). c. Menotolkan masing-masing sampel menggunakan kapiler pada pelat silika dengan titik awal penotolan yang sama. d. Memasukkan pelat silika ke dalam chamber yang telah berisi eluen tadi dengan bagian yang ditotoli berada di bagian bawah. e. Setelah eluen mencapai garis akhir elusi, pelat silika dikeluarkan dari chamber dan ditempatkan pada spray box untuk dilakukan penyemprotan (spray). 5. Melakukan penyemprotan menggunakan larutan Brom Phenol Blue dan asam asetat 5%. 6. Setelah itu, menguapkan dan memanaskan pelat silika dengan Sinar Ultraviolet sehingga terlihat spot-spot. 7. Menghitung jarak masing-masing spot (sampel) dari titik awal penotolan sampai titik akhir yang dicapai (jarak tempuh).

11

8. Menghitung Rf tiap sampel. 9. Membandingkannya dengan Rf Organofosfat. 10. Membuat laporan hasil praktikum.

12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Residu Pestisida No

Sampel

Residu Pestisida Organofosfat

1.

Sampel A (Sawi Superindo)

Negatif

2.

Sampel B (Melon Superindo)

Negatif

3.

Sampel C (Sawi Pasar Karangmenjangan)

Negatif

4.

Sampel D (Melon Pasar Karangmenjangan)

Negatif

4.2 Pembahasan 1. Pengujian residu pestisida pada buah melon, yang diuji adalah daging buahnya tanpa kulit. 2. Pengiriman sampel ke BBLK dilakukan segera setelah sampel diambil, sehingga kemungkinan untuk terjadi kontaminasi atau bahkan hilangnya residu dapat diminimalisir, dengan harapan hasil yang diperoleh benarbenar akurat. 3. Sampel sawi pasar Karangmenjangan berdasarkan hasil wawancara pada pedagang merupakan sawi asal Batu, Malang. 4. Sampel melon pasar Karangmenjangan berdasarkan hasil wawancara pada pedagang merupakan melon asal daerah Tanjungsari, Sukomanunggal Surabaya. 5. Sampel sawi dan melon Superindo berdasarkan hasil wawancara pada petugas pengangkut barang dari truk merupakan sawi dan melon asal Batu, Malang. 6. Dari hasil pengujian residu pestisida organofosfat secara kualitatif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis pada sampel yang diuji, didapatkan bahwa semua sampel menunjukkan hasil negatif, yang berarti bahwa semua sampel yang diuji tidak mengandung residu pestisida organofosfat. Dengan demikian sampel tersebut aman untuk dikonsumsi.

13

4.3 Rincian Biaya Sayur

Rp 6.000,-

Buah

Rp 19.000,-

Uji Lab untuk residu pestisida 4 sampel @Rp 75.000,-

Rp 300.000,- +

TOTAL

Rp 325.000,-

14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 1. Sampel sawi dan melon dari Pasar Karangmenjangan tidak mengandung residu pestisida organofosfat dari pengujian kualitatif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. 2. Sampel sawi dan melon dari Superindo tidak mengandung residu pestisida organofosfat dari pengujian kualitatif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. 3. Sampel sawi dari pasar Karangmenjangan dan Superindo keduanya berasal dari Batu, Malang. Sehingga dimungkinkan sawi yang dijual di kedua tempat tersebut berasal dari daerah yang sama.

5.2 Saran 1. Perlu dilakukan pengujian secara kuantitatif pada sampel untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 2. Perlu dilakukan pengujian dengan membandingkan perlakuan, yakni sawi yang tidak dicuci dengan sawi yang dicuci terlebih dahulu, serta melon yang diuji tanpa dikupas dan melon yang dikupas (tanpa kulit) untuk mengetahui apakah perbedaan perlakuan tersebut dapat mempengaruhi hasil pengujian. 3. Untuk membandingkan antara keamanan sayur dan buah yang dijual di pasar dan supermarket dari residu pestisida, perlu ditambah jumlah sampel pada masing-masing tempat sehingga lebih representatif dan hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbandingan .

15

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandung Kabupaten Semarang. http://eprints.undip.ac.id/16405/1/AFRIYANTO.pdf. Sitasi tanggal 12 Maret 2012. Deptan. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. http://pla.deptan.go.id/pdf/Pembinaan_Penggunaan_Pestisida.pdf. Sitasi tanggal 15 Maret 2012. Isnawati A, Mutiatikum D. 2005. Penetapan Kadar Residu Organoklorin dan Taksiran Resiko Kesehatan Masyarakat terhadap Residu Pestisida Organoklorin pada 10 Komoditi Pangan. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/152053238_0853-9987.pdf. Sitasi tanggal 10 Maret 2012. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor 881/MENKES/SKB/VIII/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian. http://perundangan.deptan.go.id/admin/km_terkait/KepmenTerkait-71196.pdf. Sitasi tanggal 15 Maret 2012. Martono, Edhi. 2009. Topik VI. http://www.edmart.staff.ugm.ac.id/?satoewarna=index&winoto=base&actio n=listmenu&skins=2&id=372&tkt=4. Sitasi tanggal 13 Maret 2012. Nurosid. 2011. Bioremediasi Pestisida Organofosfat. http://tijii.wordpress.com/2011/05/20/bioremediasi-pestisida/. Sitasi tanggal 15 Maret 2012. Setiawandi. 2010. Kromatografi dan HPLC. http://setiawandi3052.blogspot.com/. Sitasi tanggal 15 Maret 2012. Yuantari, Maria G C. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. http://eprints.undip.ac.id/18103/1/MARIA_GORETTI_CATUR_YUANTA RI.pdf. Sitasi tanggal 13 Maret 2012. Zulkarnain, Iskandar. 2010. Aplikasi Pestisida dan Analisa Residu Pestisida Golongan Organofosfat pada Beras di Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16894/5/Chapter%20I.pdf. Sitasi tanggal 10 Maret 2012.

16

Related Documents


More Documents from "intaninf"