162393038-makalah-minggu-2

  • Uploaded by: fidelisboymanurung
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 162393038-makalah-minggu-2 as PDF for free.

More details

  • Words: 11,510
  • Pages: 65
Loading documents preview...
DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………..……………………i Daftar Isi………………………………………………………………...…………ii BUTADIENA…………………………………………………………..………….1 ISOBUTENE............................................................................................................9 STYREN................................................................................................................15 CHLOROPENE.....................................................................................................29 ETILEN OKSIDA..................................................................................................36 PROPILEN OKSIDA.............................................................................................48 ETILEN GLIKOL..................................................................................................60 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................66

ii

BUTADIENA Pada tahun 1863, seorang ahli kimia Perancis terisolasi yang tidak diketahui sebelumnya hidrokarbon dari pirolisis dari amyl alkohol . hidrokarbon ini diidentifikasi sebagai butadiena pada tahun 1886, setelah Henry Edward Armstrong terisolasi dari antara produk pirolisis dari minyak bumi .1910, di Rusia kimiawan Sergei Lebedev polimerisasi butadiena, dan memperoleh materi dengan sifat seperti karet. polimer ini, Namun, terlalu lunak untuk menggantikan peran karet alam di banyak, terutama ban mobil. Di Amerika Serikat , barat Eropa , dan Jepang , butadiena diproduksi sebagai produk sampingan dari uap , Proses yang digunakan untuk memproduksi etilen dan juga olefin . Ketika dicampur dengan uap dengan suhu yang sangat tinggi (sering lebih dari 900 ° C), hidrokarbon alifatik bereaksi dengan hidrogen untuk menghasilkan campuran kompleks hidrokarbon tak jenuh, termasuk butadiena. Jumlah butadiena dihasilkan tergantung pada hidrokarbon yang digunakan sebagai umpan. Light feed, seperti etana , terutama etilen saat retak, tapi lebih berat mendukung pembentukan olefin berat, butadiena, serta hidrokarbon aromatik . Butadiena biasanya terisolasi dari karbon lainnya empat- hidrokarbon yang diproduksi pada steam cracking oleh ekstraksi menjadi aprotic pelarut polar seperti asetonitril atau dimetilformamida , dari yang kemudian dilucuti oleh distilasi .Butadiena juga dapat diproduksi oleh katalitik dehidrogenasi dari butana normal. Tanaman komersial seperti pertama, memproduksi 65.000 ton per tahun butadiena, mulai beroperasi pada 1957 di Houston Texas

A. Sintesis Butadiena Butadiena (C4H6) atau biethylene adalah bahan baku pembuatan karet sintetis untuk produksi ban kendaraan. Produk karet sintetis yang bisa dibuat antara lain BR (Styrene Butadiene Rubber), SBL (Styrene Butadiene Latex) dan ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene). Bahan baku pembuatan butadiena adalah hidrocarbon C4.

iii

Pabrik butadiena pertama di Indonesia akan segera dibangun di Cilegon, Banten, oleh PT. Petrokimia Butadiena Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT. Chandra Asri, dengan kapasitas produksi 100.000 ton per tahun. Pabrik tersebut akan dibangun dengan biaya investasi mencapai 100 juta dolar AS, yang berasal dari dana internal perusahaan. Sementara itu, lisensi teknologi proses telah diperoleh oleh PT. Petrokimia Butadiena Indonesia dari pihak BASF. Proyek pembangunan pabrik butadiena ini diperkirakan akan memakan waktu 2 tahun. Apabila sesuai rencana, maka ground breaking akan dimulai per Juni 2011 yang akan datang. Sementara itu, pabrik akan mulai beroperasi secara komersil mulai kuartal kedua tahun 2013. 2.1 Proses Sintesis Butadiena Untuk menghasilkan butadiene dapat dilakukan dengan proses berikut: a. Dehidrogenasi langsung 1. Dehidrogenasi katalis butena 2. Dehidrogenasi katalis butana b. Dehidrogenasi dengan agent pengoksida c. Ekstraksi C4 a) Dehidrogenasi Lansung Butadiene yang diperoleh dengan dehydrogenation masih paling banyak digunakan pada tahun 1981, tetapi pada tahun 1990 metode ini semakin menghilang. Kondisi Operasi Butena hanya diperoleh dalam campuran C4 sebesar 24-45 % dimana C4 mengandung n-butena, Isobutena, n-butana dan isobutana. Konsentrasi n-butena dari fraksi umpan harus dari 70% dan biasanya 80-95%. Ini karena konversi butena menjadi butadiena hanya sebagian yang terkonversi oleh katalis sedangkan yang sebagian lagi harus di recycle karena hidrokarbon C4 lainnya harus dikurangi untuk mencegah kehilangan butena yang tidak terkonversi pada purge.

Reaksi: iv

Catalyst

Shell 105

Shell 205

Dow B Ni and Phillips

Fe2O3 / Cr2O3 Temperature ( C) 620 – 680 Pressure (106 Pa -

Fe2O3 / Cr2O3 620 - 680 0.15 – 0.18

Ca Phosphate 600 - 680 0.16 – 0.20

Fe2O3 / bauxite 620 -680 0.15 – 0.18

absolute) Steam

8/1

20 / 1

9 – 12 / 1

= 500

125 - 175

300 – 400

(VHSH) % Conversion per 20 -30

26 - 28

Up to 45

27 – 33

pass %

75 - 73

90

76 - 69

1 – 24h

15 – 30 min

None

0

velocity 10 – 18 / 1

( mol/ mol ) Space velocity

-

Butadiene 80 – 70

selectivity Regeneration

time 1h – 7 days

and frequency Proses Dehidrogenasi butena dengan steam pertama kali dikembangkan oleh Esso, shell dan phillips. Umpan yang telah dipanaskan dicampur dengan superheated steam dan kemudian dikirim ke reaktor adiabatis Quenc Air preheater yang mengandung katalis beds dengan ketebalan 80-90 cm. Suhu awal h C4 cut

o 620 Feed C harus dicapai karena aktivitas katalis selalu meningkat. Tekanan

reaksi 0,1 Butena - 0,2 x preparation heating

Compressor

106 Pa dan mencapai 0,5 x 106 Pa selama regenerasi.

Keluaran reaktor dipisahkanReakto dengan injeksi air dan kemudian Reakto

r r dilewatkan pada alat perpindah panas dimana steam dihasilkan, Heat

kemudian didinginkan exchange dengan pemisahan air kedua. kondensat rs

dipisahkan dan gas dikirim pada kolom distilasi untuk memisahkan Steam

Flue

hidrokarbon ringan, hidrogen dan karbondioksida. Untuk mengekstrak gas Purge

Steam dan memurnikan butadiena dan merecycle butadiena yang tidak superhea

terkonversi. ter Proses ini memerlukan waktu 30 menit, dimana 15 menit Butena recycle Butadien a

H2 – C3

Butadiena

Recovery

purification

of light products Polymers

Gambar 1: proses Butadiena dari

v

1490

untuk reaksi, 11 menit untuk regenerasi, dan 2 menit untuk purging sebelum dan sesudah regenerasi. Que nch

Air preheater C4 cut

Feed preparati on

Bute na heat ing

Compre ssor

Reak tor

Reak tor Heat excha ngers

Steam Purg e

Butadi ena

Flue gas Steam super heater

Buten a recycl Butadien e a purificatio n

H2 – C3 Recovery of light products Polym ers

Gambar 1: proses Butadiena dari dehidrogenasi butena

1. Dehidrogenasi katalis n-butane Mencapai konversi n-butane ke butadiene dalam satu atau dua langkah, dengan formasi intermediate pembentukan n-butenes itu boleh atau tidak mungkin terisolasi. Kondisi operasi Proses berlangsung menurut reaksi berikut: CH3-CH=CH-CH3↔ CH2=CH-CH2-CH3 +H2 ∆HO298=127kJ/mol CH3-CH=CH-CH3 CH2=CH-CH2-CH3 ↔ CH2=CH-CH=CH2+H2 ∆HO298=124kJ/mo vi

CH3-CH=CH-CH3 Katalis memungkinkan

dehidrogenasi waktu

kontak

harus yang

cukup

aktif

sangat

pendek

untuk dan

menggunakan temperatur rendah, untuk memperkecil panas reaksi. Katalis yang baik berisi aluminium dan chromium oxide, tetapi ini tidak bisa dipekerjakan dengan steam. Operasi dilakukan pada temperatur antara 550 dan 7000C, dan tekanan rendah, lebih kurang 0,1x 106 Pa absolut. Proses  Proses UOP Pabrik industri pertama dehidrogenasi sejenis gas hidrokarbon ke butenes dibangun oleh UOP (Universal Oil Product). Proses UOP menonjolkan suatu multitube reaktor yang beroperasi dengan katalis chromium oksida/alumina, pada 570 0

C dan 0,8 x 106 Pa absolut pada inletnya, dengan pressure

dropnya 0,5x106 Pa absolut dalam tube (panjang 5m, diameter 7,5 cm). ketika konversi sampai konversi 22.5 % dengan selektifitas molar pada 80 sampai 90 persen. Versi modern dari oleflex technology, called Oleflex, dikombinasikan dengan suatu olex unit untuk

pemisahan

olefins pada sieves molekular, digunakan untuk membuat kaya akan n-butenes  Proses Phillips Dalam versi paling awal proses ini mengikuti langkahlangkah berikut : 1. Dehidrogenasi n-butane ke butanes 2. Pemisahan butanes, nonkonversi butane dengan produk lainnya dengan fraksional dan ekstraktif distilasi dalam larutan yang mengandung air furfural, dan kemudian nbutane direcycle 3. Dehidrogenasi butanes ke butadiene vii

4. Pemisahan dan pemurnian butadiene dengan ekstraktif distilasi dengan fyltural , kemudian butanes di recycle. Butane dapat didehirogenasi dengan suatu teknik baru, telah menghidrogenasikan propane juga di dalam pembuatan isobutane .  Houndry ( air product) proses catadiena Proses ini dahulu secara luas digunakan untuk pembuatan butadiene dengan dehidrogenasi. Menggunakan umpan yang mengandung 95 % atau lebih n-C4 menghasilkan campuran butenes dan butadiene didalam langkah tunggal. butadiene dipisahkan, dan yang tidak dikonversi butenes dan sejenis gas hidrokarbon direcyle. Katalis, alumina teraktivasi mengandung 18 sampai 20 % berat chromium oxide. memiliki keaktivan lebih dari enam bulan, ini ditempatkan dalam reaktor horisontal

yang

dilapisi

dengan

bricks. Inert

alumina

dicampurkan dengan katalis untuk mencapai keseragaman distribusi dari

panas yang diperlukan untuk reaksi dan

kapasitas panas tinggi pada katalis bed. Proses adalah cyclic. Feedstock dan C4 recycle dipanaskan dulu pada 600 oC dan dikirim ke katalis bed, membentuk butadiene, butenes, jumlah produk samping berupa gas dan coke. Setelah reaksi selama 5-10 min, tergantung pada banyaknya reaktor didalam unit, temperatur turun dari 15-20 o

C.

Regenerasi

yang

dikeluarkan,

selama

5-10

min.

Pembersihan reaktor dengan steam, dan udara pada 600 oC kemudian dimulai untuk dibakar membentuk deposit karbon. Panas pembebasan menaikkan temperatur dari katalis bed. Regenerasi pada tekanan atmosperik dan stoppage pipa saluran udara, pembakaran gas dimulai untuk memindahkan kelebihan oksigen dan untuk membuat berkurangnya katalis. waktu transisi ini 3-5 min. waktu total komplit 15-30 min .

viii

Dengan menyesuaikan panjang periode transisi, operasi secara kontinue dapat dicapai dengan operasi sedikitnya tiga reaktor (reaksi, regenerasi,dan pembersihan). Ketika kenaikan kapasitas, lebih menguntungkan untuk menggunakan lima reaktor, dengan hanya satu unit pembersihan, diatas jumlah ini, mustahil untuk menggunakan reaktor pembersihan tunggal, sebab periode transisi menjadi terlalu pendek. Aplikasi dari teknik ini untuk menhirogenasikan light paraffin kenal sebagai proses catofin proses

Gambar 2: Proses Houdry

b) Dehirgogenasi dengan agent pengoksida Berlangsung antara 400 dan 600oC, Pada 0.15x106 Pa absolut. di hadapan katalis berdasar pada bismuth molybdate dan phosphate, dengan berbagai transisi logam. operasi dilakukan dengan oksigen perbandingan mole butanes sekitar 1 dan

ix

perbandingan staem ke butenes 30-50. Ketika konversi mencapai 60% dan selektifitas molar butadiene 95%. Jika proses ini dibandingkan dengan dehidrogenasi langsung, penambahan 10-20% volum oksigen kefeedstocks untuk menaikkan kapasitas produksi dengan sedikitnya 25%, dengan peningkatan mencapai yield.

Gambar 3: Dehirgogenasi dengan agent pengoksida

ISOBUTENE

x

Isobutylene atau isobutene adalah bahan baku untuk produksi polybutene (karet butil). Isobutene adalah bahan menengah dalam pembuatan terbuthyl metil eter (MTBE) Isobutena pada bidang elastomer, sebagian besar digunakan untuk membuat karet khusus, karet butyl oleh kopolimerisasi dengan isoprena dalam jumlah yang kecil. Hal ini sangat penting untuk pembuatan bagian dalam tabung, tetapi sisa produksinya rendah dan meliputi hampir tidak 10 persen dari SBR (Stirene butadiene Rubber). Isobutena juga digunakan untuk memproduksi bahan aditif untuk oli-oli (polyisobutena), detergen (di- and triisobutylenes) dan pada saat sekarang ini untuk pembuatan MTBE.

A. Pembuatan Isobutene Isobutene didapat dari : 

Ekstraksi pemotongan C4 dari pemecahan uap atau pemecahan katalitik



Teknik Reaksi dehidrogenasi isobutana yang serupa dengan propilena atau n-butena di dalam kondisi operasi yang tersubstansi serupa, pengembangan produk tertentu oleh Air product (Proses houdry catofin), phillips (proses star) dan UOP ( proses oleflex)



Catofin Process

1) Ekstraksi pemotongan C4 dari pemecahan uap atau pemecahan

katalitik Di dalam hal ini, penambahan persediaan isobutene bisa diperoleh dari isomerisasi n-butana,dimana operasinya menggunakan dua varian, satu diantaranya mencakup pendaur ulangan dari n-butana yang tidak dikonversi setelah proses pemisahan.lazimnya,isomerisasi belangsung pada fasa gas sekitar 150-200oC, dibawah tekanan hidrogen sekitar 1,5 sampai 2,5 x 106 Pa absolut. Adanya katalis pada pembentukan ulang, didasarkan platinum (0,35 persen berat) yang disimpan pada alumina oleh klorida organik. Salah satunya dengan mengkonversinya dari 40 menjadi 50 persen dan dengan selektivitas molar adalah 95 sampai 100 persen,

xi

untuk LHSV 3 hingga 5 h-1, masa aktif katalis selama 3 tahun dan perbandingan molar hidrogen 0,1 sampai 0,5. Proses komersial yang utama dari ini adalah pengembangannya yang dilakukan oleh BP (British petroleum),

IFP

(Institut

Francais

du

Petrole),

Union

Oil

(butomerate),UOP (Butamer),etc. Dengan proses shell, pada fasa cair,operasinya akan mengeluarkan AlCl3 (3 sampai 10 persen berat) dari dalam SbCl3 dan asam hidrokloric (5 persen berat dari umpan) pada 2.106 Pa absolute, dan antara 65 sampai 100oC.salah satunya dengan mengkonversinya diatas 60 persen. Di dalam industri untuk isobutene dapat dipisah dengan memakai dua metoda, yaitu hidrasi dan eterifikasi. Pada bab ini hanya kan dibahas tentang hidrasi isobutene. Hidrasi Proses hidrasi dari pemotongan C4 untuk memperoleh isobutene menggunakan t-butanol dengan H2O mengikuti reaksi ekotermik pada medium asam.

Proses ini berdasarkan stabilitas yang paling besar dari ion karbon tersier yang dibandingkan dengan ion pertama dan kedua, mengikuti konversi pemilihan ari isonutene pada campuran di pemotongan C4. Proses juga dikembangkan menggunakan 40 sampai 50 % berat pelarut dan beroperasi pada temperatur rendah (CFR,BASF, dll) dengan yield antara 90 dan 95 % dan kemurnian diatas 99%. Pada kenyataan ditunjukkan proses terjadi 30oC, dan dengan 45 % berat asam sulfur, hidrasi isobutene 1500 kali lebih cepat dari n-butene dan 300 kali lebih cepat dari 1,3-butadiena. Sebagai contoh di indusri, kita memakai proses CFR. Teknik ini mempunyai tiga langkah, yaitu : a. Absopsi : di proses ini menggunakan tiga absorber/settler carbon-steel. Umpan masuk mengalirpada aliran berlawanan dengan 50% berat asam sulfur. Pada temperatur 50oC dan 0,4 sampai 0,5x106 Pa. Sirkulasi xii

eksternal medium reaksi menggunakan agitasi dan pendingin. Fasa hidrokarbon (raffinat) dibusakan dengan kaustik dicampur dengan air dan kemudian dikirim ke batas battery. b. Regenerasi : fasa aqeuous (eksrak) peratama diflashkan dibaeah hampa udara di stage pembakaran untuk mencabut hidrokarbon. Fasa ini dalam bentuk bagian sulfat dihidrolisa menjadi t-butyl alkohol. Kemudian, dikirim untuk kolom regenerasi carbon-steel, yang mana terbentuk 3 bentuk, dilusi asam, regenerasi isobutene, dan konsentrasi asam yang dioperasikan pada temperatur sekitar 120oC. c. Purifikasi : gas effluent dari regenerator mengandung isobutene, tidak dikonversi dengan akohol, polymer dan air. Isobutene ini dibusakan dengan kaustik untuk mengembunkan polymer dan bagian t-butanol. Sisa alkohol dan isobutene direcover dengan didinginkan dan dipissahkan dengan distilasi. T-butil polimer bebasdidistilasi di dalam bentuk pada keadaan azeotrop dengan air dan direcycle ke regenerasi. Di proses ini, 87 sampai 93 % dari umpan isobutene direcover di kemurnian 99 samapai 99,8 % dan 5% di polimerisasi denagn produk digunakan dalam gasolin.

xiii

Gambar 2.1 Pemisahan hidrasi isobutene dengan CFR proses. Eterifikasi Reaksi : Eksotermik Katalis: Asam Cuka Bahan baku: MTBE Hasil samping : Dimethil eter Kondisi operasi: Tekanan : 0,6 106 Pa abs Suhu

: 150-300 oC( terutama 275 oC )

Yield

: 99,9 %

Catofin Process

xiv

Turunan Isobutene 

Methyl tert-Butyl Ether Methyl tert-Butyl Ether dibuat hampir sama dari isobutene yang diisolasikan bereaksi dengan metanol dengan bantuan katalis asam, biasanya ion asam diganti resin.



Butyl Rubber Butyl Rubber adalah sebuah copolymer dari isobutene dengan 2 - 5% isoprene. Butyl rubber digunakan untuk ban dalam untuk ban tubeless karena impermeabilitas di udara.



Tert-Butanol tert-Butanol merupakan isobuten yang dihidratkan dengan bantuan sebuah katalis asam seperti 60 % asam sulfur pada temperatur rendah diantara 1030oC. tert-Butanol dapat digunakan untuk octane improver dan menjadi bahan pembuat MTBE.



Methallyl chloride xv

Methallyl chloride merupakan hasil dari proses klorinisasi dari isobuten. Kondisi proses nya pada temperatur antara 400-500oC. Reaksi dari proses ini :



Triisobutylaluminum Triisobutylaluminum merupakan hasil dari reaksi isobuten dengan penambahan aluminium dan gas hidrogen. Hasil samping dari proses ini ialah diisobtylaminum hydrida. Reaksinya sebagai berikut.

STYREN xvi

Semua monomers styrene (bp1.013 = 145.2 °C, d420 = 0.906(3)) yang diproduksi diseluruh dunia diperoleh baik langsung atau tidak langsung dari ethylbenzene. Sebagian diproduksi dengan dehydrogenation, sementara sisanya juga dikenal sebagai co-product buatan pabrik dari propylene oxide. Beberapa usaha telah dicoba untuk memisahkan styren dari pyrolisis C5+ bensin (stex proses oleh Toray), tapi mereka belum membuat tingkatan dalam skala pabrik. 99% dari ethylenbenzene digunakan untuk pembuatan pabrik dari styren. Sekitar 95% diperoleh oleh alkylation of benzene dengan ethylene, dan yang tersisa oleh superfractionation dari pemecahan aromatik C8 dari catalytic reforming. Styren dibuat dengan cara dehidrogenasi ethylenbenzene secara langsung. Sebagian kecil dihasilkan secara tidak langsung sebagai produk samping dari produksi propylen oksida dan Oxyren dan teknologi kerang, seperti perindustrian di Amerika Serikat, Belanda dan Spanyol.

A. Proses Proses dibagi menjadi dua kategori utama, berdasarkan apakah reaktor adalah dalam keadaan operasi isotermis atau adiabatik (atau dengan tepat pseudo-isothermal). 1. Dehydrogenasi Adiabatik Dalam perawatan jenis ini , yang menunjukkan pertumbuhan industri yang paling bagus, tiga proses generasi secara berurut dapat diidentifikasi, dengan perbedaan yang berhubungan dengan disain dan aksi dari alat reaksi, menawarkan alternatif berikut : a) Reaktor tunggal dengan konversi once-through sedikitnya 40 persen dan beroperasi antara 0.15 dan 0.2. 106 Pa absolute. b) Dua reaktor secara urut dirancang untuk mengoptimalkan pemilihan rasion konversi, pada suatu tekanan yang dapat diperbandingkan

untuk

digunakan

dalam

generasi

yang

xvii

sebelumnya: dalam hal ini konversi-1 langkah meningkat menjadi 45 sampai 55 persen. c) Operasi Tekanan-Negatif pada sistem reaksi dengan konversi 1 langkah yang lebih besar dari 60 persen. Pengembangan ini dihubungkan dengan pencarian untuk kompromi sebaik mungkin antara konversi 1 langkah, Pemilihan, dan jumlah uap air yang

dapat

diperkenalkan.

Melalui

alas

katalis,

sesungguhnya,

exothermicas dari reaksi mengakibatkan suatu penurunan 1oC konversi. Karenanya, untuk memperoleh suatu konversi tinggi, uap air substansiil harus ditambahkan pada temperatur tinggi. Di atas 6100C, bagaimanapun. benzen etil dan bentuk styrene adalah masih mudah pecah. Satu solusi yang terdiri dari penggunaan beberapa reaktor secara berurut dengan intermediate panas. atau yang beroperasi dalam tekanan negatif untuk menggeser

reaksi

kearah

yang

diinginkan.

Kasus

selanjutnya,

bagaimanapun. tekanan yang jatuh berkaitan dengan ketebalan dari alas katalisator yang diasumsikan memiliki arti penting. sedemikian sehingga reaktor harus menonjolkan suatu disain khusus, sebagai contoh dengan radial sebagai ganti arus di sekitar axis. Pada prinsipnya, arus ( Gambar. 6.9) dalam penguapan yang dibuat dan daur ulang benzen etil melalui tekanan menengah uap air, yang diikuti oleh pemanasan dari effluent, untuk 10 persen total jumlah uap air yang diperlukan untuk konversi telah ditambahkan, sekitar 530 sampai 550oC, dengan jalan lintasan melalui perapian. Temperatur 650OC, di mana dehydrogenation mulai dilakukan, dicapai dengan

menambahkan 90

persen dari uap air di dalam reaktor dengan sendiri, pada tingkatan katalisator, setelah peningkatan pertama, maka suhu dapat mencapai diatas 800OC dengan melewati sampai ethylbenzene yang akan memanaskan lebih dulu tungku perapian. Dalam hal ini. gas mengalir secara radial melalui alas katalisator dan dalam

aliran bawah pada ruang yang

berbentuk gelang. Effluent akan meningkat dari suhu sekitar 590 sampai 600OC dan dengan cepat didinginkan dalam ketel uap dimana tekanan xviii

medium uap air diproduksi, dan kemudian melalui lintasan pendingin udara exchanger, yang pada kondisi-kondisi operasi optimal mencapi lebih dulu injeksi dari water spray. Gas radial dipindahkan dengan katalisator adalah sangat dibutuhkan dalam merancang kapasitas unit besar. Ini disebabkan operasi di sekitar axis tidak mempertimbangkan garis tengah reaktor yang lebih besar dibanding 6.3 sampai 6.5 m. Produk didinginkan dan sebagian dipadatkan, dengan pembentukan tiga fasa: a) Suatu tahap gas yang kaya hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida dan cahaya hydro-carbons ( gas metana, ethylene, dll.): setelah kompressi dan dan likuifasi dari fraksi yang lebih berat, ini dapat digunakan sebagai bahan bakar. b) Suatu tahap air yang banyak mengandung aromatik yang dipisahkan dengan

pengulitan: benzen dan toluene bertindak

sebagai pengaliran kembali selama operasi ini berlangsun . c) Suatu tahap organik yang sebagian besar terdiri dari styrene dan ethylbenzene,

dimana

hidrokarbon

recovered

dari

tahap

penambahan banyak air.

xix

2. Dehydrogenation isotermis Proses ini secara teknologi lebih sukar untuk diterapkan, sebab memerlukan penggunaan sistem multitube reaksi dengan pemindahan kalor aliran fluida di luar tabung itu . Bagaimanapun, itu dapat dilakukan melalui penambahan energi dan makin pencapaian performa yang terbaik melalui operasi pada suatu reaktor feed inlet temperatur yang lebih rendah, dan sebagai konsekwensinya dibutuhkan suatu perbandingan uap air yang lebih rendah dibanding dengan operasi adiabatik. Teknik ini, sangat terindustrialisasi oleh BASF, secara ekonomis sangat kompetitif sampai ditemukannya yang disebut generasi ketiga dari proses adiabatik yang memanfaatkan katalisator yang sangat selektip. kondisi-kondisi Operasi dan rata-rata perrforma dehydrogenation jenis ini sebagai berikut: temperatur yang dibutuhkan reactor.......................580oC Pemindahan aliran temperatur cairan...................... Pada inlet.................................................................750oC Pada outlet...............................................................630oC Rasio uap air ...........................................................1.1 sampai 1.2 konversi satu langkah..............................................60 persen Selektivitas .............................................................92 sampai

94 mole

persen

xx

Proses BASF ( Gambar. 6. 10) mengusulkan penggunaan corong gas sebagai pemindah aliran kalor. Ethylbenzene dan proses air diuapkan dalam hal ini dan superheated oleh penukaran panas dengan effluent reaktor dan dengan corong gas. Kemudian didinginkan menjadi 375 OC dan kemudian dipanaskan dalam pembakar. Reaktor mempunyai tabung dengan panjang 2.5 sampai 4 m dan diamter 10 sampai 20 cm yang berisi katalisator. Katalisator, dibuat oleh grid, kelebihan aliran yang berada di puncak dan alas pada zone berbentuk pipa. prinsip Operasi peralatan jenis ini menyiratkan pembatasan dalam kaitan dengan kapasitas unit produksi maksimum.

xxi

Gambar 6.10. pembuatan Styrene melalui dehydrogenation ethylbenzene isotermis. BASF proses. 3. Perawatan dari effluent Organik yang diproduksi oleh dehydrogenation (Gambar. 6.9) Perawatan ini secara normal meliputi empat operasi penyulingan: a) Produksi dari styrene kasar pada dasar dari kolom dari feedstock yang berisi sekitar 50 persen dari styrene. b) Penyesuaian dan Pemurnian dari styrene ini untuk menemukan spesifikasi komersil. c) Recovery dari ethylbenzene tidak dikonversi dan daur ulangnya pada langkah dehydrogenation. d) Perawatan pada recovered cahaya fraksi, dengan sebagian benzen, dikembalikan pada langkah alkylation, dan toluene.

xxii

Operasi pertama adalah betul-betul paling bagus diberi diferensial yang kecil antara poin-poin ethylbenzene dan styrene ( 90OC pada tekanan atmosfir) dan kecenderungan styrene ke polymerize jadi mudah, bahkan di bawah ruang hampa. Karenanya itu memerlukan kondisi-kondisi operasi khusus yang mencakup: a) Sejumlah besar trays (60 sampai 70) dan Rasio reflux tinggi (> 6). b) Tekanan hampa (7 sampai 30 kPa absolute) yang dirancang untuk membatasi temperatur pada dasar kolom kurang dari 108 OC dan untuk meningkatkan volatilities relatif. c) Perlunya

polymerisasi

penghambat,

seperti

belerang

atau

dinitrophenols. d) Meminimalkan jatuhnya tekanan didalam kondenser dan trays. Dalam praktek, suatu pembedaan harus dibuat antara sistem awal, yang dilakukan pembatasan melalui set dua kolom seri , dan sistem penyulingan arus yang menggunakan high-performance kolom tunggal. Pada awalnya, dalam teknik yang mengkomersialisasikan untuk pertama kali adalah Dow pada tahun 1937, konfiguras trays mendorong pada turunnya tekanan total lebih dari 35 kPa. Dengan sedikit inhibisi melalui belerang, temperatur alas kolom tidak bisa melebihi 980 OC, yang mendorong maksimum jatuhnya tekanan pada 20 kPa per unit. Dalam teknologi modern, jatuh tekanan per trays kurang dari 350 Pa (Union Karbit, Lummus, Glitsch dll.) dan belerang diperkenalkan lebih teratur, yang membuat temperatur suhu alas menjadi lebih tinggi, dengan jumlah trays per Shell yang lebih besar, dan akhirnya penggunaan melalui suatu kolom tunggal. Pemisahan

dapat

juga

dilaksanakan

dengan

penggunaan

pengepakan seperti Intalox oleh Norton, Mellapak oleh Sulzer, dll., menawarkan efisiensi tinggi dan tekanan rendah, walaupun biaya lebih tinggi, untuk mengganti tray. Perkembangan teknologi ini telah menuju kekekalan energi substansiil, dengan mengorbankan hilangnya fleksibilitas instalasi, sebab faktor pemanfaatan teknis harus melebihi 70 persen. perlu xxiii

juga dicatat bahwa garis tengah maksimum kolom tidak bisa melebihi 12 m, sesuai dengan produksi 450,000 t/tahun styrene. Pemurnian dari styrene kasar, yang berisi 300 sampai 400 ppm ethylbenzene dan hidrokarbon berat, memerlukan lebih sedikit kondisikondisi operasi: sekitar

20 trays, temperatur alas dan puncak sekitar 50

dan 105OC yang berturut-turut menyesuaikan sesuai dengan tekanan sekitar 10 dan 20 kPa Absolute. Polymerisasi penghambat harus pula disuntik. produk Styrene mempunyai minimum kemurnian 99.7 sampai 99.8 persen. Recovery ethylbenzene tidak dikonversi oleh dehydrogenation, dari suatu effluent terdiri dari benzen, toluene dan 1.5 sampai 2 berat persen dari styrene, berlangsung di puncak dari suatu kolom atmosfir dengan suatu temperatur alas sekitar 1400C. itu memerlukan hampir 50 tray. Dalam teknik yang lebih awal dengan low-selective katalisator, kebutuhan benzen dan toluene dengan jumlah yang signifikan meningkatkan permasalahan

recovery

dalam

kondenser,

dalam

kaitan

dengan

pembentukan azeotropes dengan air. Perawatan hasil penyulingan dari kolom yang sebelumnya ada didalam dipisahkan dengan benzen pada puncak tekanan udara, beroperasi di sekitar 115OC pada dasar, dan unit berisi sekitar 20 tray. Sedang

belerang

dan

nitrophenols;

dipekerjakan

sebagai

penghambat di dalam penyulingan styrene di bawah tekanan hampa, aditip lain, dengan oksigen aktif, adalah juga diperlukan untuk mencegah polymerisasi pada penyimpanan. Ini secara normal ter butyl 4-catechol atau hydroquinone, ditambahkan pada tingkatan 10 sampai 100 ppm, tergantung pada waktu residen dan temperatur.

B. Co-Produksi Propylene oksida dan styrene Metoda ini, diharapkan untuk produksi propylene yang selektip diperdagangkan oleh ARCO Chemical ( yang dahulunya Oxirane), dan Atlantik Richfield Co subsidary, dan oleh Shell. Pabrik industri yang pertama xxiv

dibangun pada tahun 1973 oleh Montoro, suatu gabungan perusahaan Oxirane dan Empetrol, di Alcudia, Spanyol. pabrik ini sekarang dapat membuat 100,000 t styrene dan 40,000 t/tahun propylene oksida. Dua fasilitas lain berdasar pada teknologi ini adalah juga sedang dikerjakan, satu di Channelview, Texas, dan yang kedua di Jepang; yang dimiliki bersama oleh Sumitomo dan Showa Denka ( Nippon Oxirane), yang mampu memproduksi berturut-turut 455,000 dan 225,000 t/tahun styrene, seperti halnya pada perusahaan kedua sekitar 180,000 dan 90,000t/tahun propylene oksida. Shell juga telah membangun kapasitas produksi 330,000 dan 125,000 t/tahun. Dua produk ini terletak pada Moerdijk kompleks di Netherlands. 1. Karakteristik konversi Umum Konversi ini meliputi empat langkah-langkah utama: a) fasa-cair

Oksidasi

ethylbenzene

ke

hydroperoxide,

dengan

acetophenone phenyl-I ethanol sebagai hasil sampingan: C6H5- CH2 - CH3+ 02

C6H5- CHOOH- CH3

b) fasa-cair Epoxidation pada propylene dengan menggunakan katalisator homogen ( Oxirane) atau katalisator heterogen (Shell): C6H5- CHOOH- CH3+ CH3- CH= CH2 C6H5- CHOH- CH3+ CH3- CH-CH2 O c) Hydrogenation dari residual hydroperoxide dan acetophenone hasil sampingan untuk nyl-1 ethanol: C6H5- CO- CH3+ H2

C6H5- CHOH- CH3

d) Dehidrasi phenyl-1 ethanol ke styrene: C6H5-CHOH-CH3 

C6H5-CH=CH2+H2O

Oksidasi. Ini reaksi eksotermik tingkat tinggi yang berlangsung tanpa kehadiran katalis, Bagaimanapun, itu memerlukan adanya campuran dasar ( zat kapur atau magnesium karbon untuk menetralkan asam dan karenanya untuk mencegah dekomposisi yang tidak diinginkan dari hydroperoxide, seperti sodium pyrophosphate atau asam citric,

xxv

dirancang untuk menghitung efek destabilisasi yang digunakan oleh ion metalik dari dinding. Lebih dari itu, untuk memperkecil pengaruh panas dan kemajuan reaksi yang serupa, temperatur harus dikendalikan dan terbatas antara 125 dan 155OC, dan melalui konversi harus tidak melebihi 15 sampai 17 persen, atau 12 sampai 13 persen pada prakteknya. Pada kondisi-kondisi ini, selektivitas hydroperoxide melebihi 87 berat persen dan itu adalah styrene pendahuluan pada 98 berat persen. Tekanan yang hanya mempunyai efek dengan menjaga medium cairan, dan itu berada pada 1.5x106 Pa absolute. 

Epoxidation. Pada teknik tahap Oxirane homogen, epoxidation adalah katalisator melalui molibdenum naphthenate, diperkenalkan untuk solusi pada fenil-1 ethanol pada tingkat 1 sampai 5.10-3 mol per mol hydroperoxide. Kehadiran sodium naphthenate, melalui pencegahan reaksi sisi, membantu mengurangi kelebihan propylene yang diperlukan (dari 10/1 sampai 2/1 pada moles). Pada Teknologi Shell, epoxidation dikatalisasi oleh logam-oksid (molibdenum, vanadium, titanium, dll.) yang didukung silica. reaksi eksotermik berlangsung di sekitar 100 sampai 130OC, pada 3.5. 106 Pa absolute. konversi Hydroperoxide sangat tinggi (> 97 persen). Propylene oksida molar melebihi 70 persen dan styrene pendahuluan, tandanya 93 persen. Pada propylene, konversi satu langkahnya adalah sekitar 15 persen, karena suatu selektivitas kelebihan oksida yang lebih besar dari 90 persen, dan hasil sampingan utama adalah dimers dan hidrokarbon lebih berat.



Hydrogenation. Residu hydroperoxide dan hasil sampingan acetophenone adalah hydrogenated untuk fenil- 1 ethanol pada sekitar 120 sampai 150OC dan 1. 106 Pa absolute, pada suatu tahap heterogen, di hadapan katalisator berdasar pada unsur logam

xxvi

pelapis Copper dan Chromium atau nikel oksida dan tembaga pada kieselguhr. 

Pengeringan. Reaksi ini berlangsung didalam tahap Vapor pada sekitar 250oC, antara 0.2 dan 03. 106 Pa absolute, memerlukan suatu katalisator asam (10 sampai 15 berat persen dari TiO 2 pada aluminia). konversi satu langkah sampai dengan 85 persen dan selektivitas styrene molar melebihi 95 persen.

2. Memproses Proses utama yang dikembangkan oleh Oxirane dan Shell. Lazimnya, adalah Flow Sheet (Gambar. 6.11) meliputi empat bagian sesuai dengan operasi yang uraikan di atas: 

Oksidasi. Ethylbenzene dioksidasi ke hydroperoxide dengan injeksi udara pada fasa-cair. Ini berlangsung secara serempak pada beberapa rangkaian reaktor secara paralel, masing-masing berisi tiga unsurunsur. Ini adalah vassel kosong, yang biasanya titanium, dimana waktu pembuatan sekitar jam. Pada setiap rangkaian, unit ini beroperasi pada suhu menurun sebagai reaksi advance. Panas yang dibebaskan oleh reaksi dihapuskan oleh penguapan dari suatu fraksi dari fasa-cair, yang kemudian dipadatkan kembali dan didaur ulang. effluent yang diperoleh berisi sekitar 10 sampai 12 berat persen hydroperoxide. kadang-kadang dipusatkan 17 berat persen dalam evaporator, dan ethylbenzene direcovery ke zone konversi.

 Epoxidation. Itu juga berlangsung pada beberapa rangkaian reaktor,

masing-masing dengan empat unsur, di hadapan chemical-grade propylene, disuntikkan pada inlet pada masing-masing reaktor. Penukar intermediate panas membuang panas. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 1 1/4 jam. kelebihan Propylene direcovery di bawah tekanan dalam deretan dua depropanizers. Pembersihan berlangsung pada sepertiga kolom, memisahkan bagian dari sejenis metan yang dikenal dengan propylene feedstock.

xxvii

Campuran

Oxygenated

dan

ethylbenzene

tidak

dikonversi,

dikumpulkan pada dasar kedua depropanizer, yang disaring pertama di bawah ruang hampa untuk memulihkan propylene oksida dan komponen lighter pada puncak. Effluent ini membersihkan berturutturut acetaldehyde dan propionaldehyde yang diisi dengan penyulingan sederhana, dan kemudian format metil oleh penyulingan digali dengan ethylbenzene. kemudian adalah membersihkan dan mendaur ulang. Operasi diakhiri oleh suatu kolom terakhir yang menghasilkan propylene oksida ke spesifikasi komersil. 

Hydrogenation. Arus penarikan dari destilasi dalam vakum pada hydrogenated

memindahkan residu hydroperoxide dan untuk

mengkonversi acetophenone. memindahkan fraksinasi ethylbenzene dan kemudian phenyl-I ethanol dari hydrogenation effluent. Pemisahan ethylbenzene harus secara hati-hati diakibatkan untuk menghindari superfractionasi yang ada pada styrene. 

Pengeringan. Alkohol diperoleh dari pengeringan dalam beberapa reaktor berbentuk pipa yang dipersiapkan secara paralel. Air diproduksi dipadatkan, dituang, dan tidak dikonversi phenyl-I ethanol melalui pengulitan. tahap organik disaring dalam dua langkah, yang pertama untuk memindahkan alkohol dan ketone dan untuk mendaur ulang mereka ke hydrogenation, dan yang kedua

dalam rangka

menghasilkan styrene untuk menemukan spesifikasi komersil.

xxviii

C. Metoda Industri Lain Untuk Memproduksi Styrene Di antara metoda yang berbeda untuk memproduksi styrene, selain dari yang telah diuji, dan yang mungkin dapat menuju ke arah produksi industri, adalah sebagai berikut: a) Dehydrogenation ethylbenzene melalui atmosferik oksigen atau oleh oxidants seperti S02. Telah diterapkan oleh Phillips pada pembuatan butadiene dari butenes, ini juga yang sedang dipertimbangkan oleh BASF, Esso, Monsanto, Scientific Design, Shell, SNPA (Societe nationale des petroles d'Aquitaine), dll. b) Alkylation toluene dengan metanol pada sekitar 450OC, yang memerlukan dimodifikasi

molekular.

Styrene/Ethyl

benzen

campuran,

setelah

pemisahan dan pendauran ulang kelebihan metanol dan toluene, adalah dan fractionated hydrogenated. Metoda Ini sebagian besar sedang diselidiki oleh Monsanto. c) Dimerisasi toluene ke stilbene pada sekitar 600OC, yang memerlukan sistem redox katalisator berdasar pada Pb/Pbo, dan dismutasinya yang menuju ethylene, Pada 500OC, pada suatu katalisator yang berisi oksida tungsten. Monsanto juga menguji kemungkinan ini untuk menghasilkan styrene dengan murah. xxix

d) Dimerisasi butadiene ke vinylcyclohexene pada tahap homogen di sekitar 60oC, memerlukan katalisator organometallic, dengan reaksi Diels-Alder, yang diikuti oleh konversinya ke ethylbenzene, yang kemudian di hydrogenated pada 400OC dengan suatu sistem katalisator berdasar pada platinum deposit pada alumina. pemilik lisensi utama terkait oleh metoda ini adalah ARCO, Cdf-Chimie, IFP, Maruzen, Montedison, Phillips dan SNEA

(Sosiete Nationale Elf Aquitaine).

xxx

CHLOROPENE Chloroprene atau 2-chloro-1,3-butadiena merupakan monomer dari polycloroprene yang sering dikenal dengan sebutan Neoprene. Polymer ini di produksi sejak tahun 1930 dengan metode Du Pont de Nemours yang ditemukan oleh Carothers dan Collins selama mereka bekerja dalam pembuatan vinylacetylene,metode ini melibatkan acetylene sebagai bahan mentah, lalu pada tahun 1936 ditemukan metode Distugil yang melibatkan butadiene sebagai bahan mentah. Chloroprene memiliki sifat – sifat sbb : 1. anti korosi 2. tidak dapat menyala 3. adesif

A.

Produksi Chloroprene dari Acetylen Pruduksi ini dibagi menjadi dua tahap yaitu : 

Dimerisasi Acetylene menjadi Monovinylacetylen. 2HC  CH  HC  C - CH  CH 2

Suhu antara 50oC - 100oC ( suhu optimal antara 65 oC - 70oC), pada tekanan absolute 0.1 - 0.4 . 106 Pa, gas acetylene kering ( 99 % volume ) dimasukan pada pelarut non air yang mengandung katalis (cuprous chloride). Medium reaksi dibuat dari campuran pelarut, terutama untuk pembentukan dua fasa : fasa berat mengandung senyawa amina ( Dimethylamine atau Methylamine Hydrochloride ) dan Dimethylformamide, keduanya mampu melarutkan cuprous chloride. Fasa ringannya

umumnya mengandung

senyawa Hidrokarbon (heksane) yang dibiarkan pada produk reaksi hasil ekstraksi, untuk pencegahan pembentukan Divinylacetylene atau ter. Dalam kondisi ini, selektivitas operasi mendekati 100 % untuk konversi melebihi 50%.

xxxi



Penambahan asam hidrokloric pada monovinylacetylene : HC  C  CH  CH 2  HCl  H 2 C  CCl  CH  CH 2

Pada tahap kedua ini gas Vinylacetylene di masukkan kedalam campuran yang mengandung ( % berat) air 70.5%, asam hidrocloric 19.5 % dan cuprous chloride 10% pada suhu sekitar 50 oC dan tekanan absolute 0.2 . 106.

Selektivitas

mendekati

monovinylacetylene.

90

Produk

%

mol

utamanya

untuk adalah

konversi

15%

Dichlorobutenes,

Methilvinylketone dan lain – lain.

B.

Produksi Chloroprene dari Butadiene Ini berlangsung pada tiga tahap berurutan sebagai berikut: 1) Chlorinasi Butadiene CH 2  CH  CH  CH 2  Cl 2  ClCH 2  CH  CH  CH 2 Cl + ClCH 2  CHCl  CH  CH 2

Ini memproduksi dua isomer dichlorinat yaitu 1,4-dicholro 2-butena dan 3,4-dicholoro 1-butena. 2) Isomerisasi 1,4-dichloro 2-butena. ClCH 2  CH  CH  CH 2 Cl  CH 2 Cl  CHCl  CH  CH 2

Operasi ini ditujukan pada konversi 1,4-dichloro cis dan trans 2-butene yang mana bukan tanda chloroprene pada 3,4-isomer. 3) Dehydrochlorinasi 3,4-dichloro 1- butene pada soda kaustik. CH 2  CH  CHCl  CH 2Cl  NaOH  CH 2  CH  CCl  CH 2  NaCl  H 2 O

Antaran ini pada chloroprene dan sodium choliride.

C.

Kondisi Operasi 1. Chlorinasi Tahap ini dapat dilakukan dalam fasa cair tetapi di industri biasanya dilakukan dalam fasa gas dengan kondisi pada suhu antara 250 3500C (optimum sekitar 3000C) dengan tekanan atmosfir untuk memperoleh beberapa produk dan lebih tinggi yield nya. Reaksi xxxii

berlangsung dengan butadiene yang akses besar (3 - 6 per 1 mol chlorine). Reaksi memproduksi fasa ringan (1-chloro dan 2-chloro butadiene) dan fasa berat (trichlorobutene, tetreachlorobutene, telomere, tar). Selektivitas dengan recpek pada butadiene yang akses 90 % molar, untuk tiap konversi mendekati 15 % dan kecepatan 1000 h-1. 2. Isomerisasi Kondisi ini berlangsung pada fasa cair pada temperatur 100 0C dan tekanan 0.1 . 100Pa absolute dengan komposisi ( % molar ) 21 % 3,4dichloro 1-butene , 7% cis-1,4-dichloro 2-butene dan 72% trans -1,4dichloro 2-butene. Ketiga komponen ini berbeda titik didihnya yaitu berturut – turut 123, 154, dan 1580C sehingga dalam kesetimbangan uap dengan cairnya jauh lebih kaya 3.4-dichloro 1-butene (52 %) , yang merupakan awal pempentukan chloroprene. Operasi dapat dipercepat dengan melibatkan katalis ( cuprous chloride ) dalam larutan pada pelarut organic ( seperti α-picoline), dan dengan peningkatan temperature diatas 1600C, sehingga sejumlah besar produk dibentuk: 1-chlorobutadien, asam hidroklorik, dan khususnya polymer. Begitu juga untuk pencegahan terjadinya reaksi samping lebih baik mempertahankan level termal rendah, 105-1250C dan penguapan dibawah tekanan vakum ( kira – kira 20 kPa absolute ) , di dalam itu juga ada sebuah inhibitor dimasukan untuk mencegah polymerisasi dari pengembang (phenothiazine). Untuk konversi 1,4-dichloro 2-butene sekitar 80 % selektivitas molar 3,4-ispmer akses 75%. 3. Dehidrochlorinasi 3,4- dichloro 1-butenea biasanya dehidrochlorinasi dengan pemanasan sederhana dalam fasa cair, pada suhu sekitar 80 0C – 1100C dan tekanan atmosfir. Dalam sebuah larutan yang mengandung air untuk melemahkan caustic soda ( 5 – 15% ) dan sebuah inhibitor ( seperti asam picric ). Kefektifan agitasi secara mekanik perlu pada keseluruhan campuran yang mengandung air ( caustic ) dan fasa organic (dichlorobutene). xxxiii

Produk utama adalah 1-chlorobuatadiene, diproduksi dari residu dichloro 2-butene atau dibentuk selama reaksi, polymer, sodium chloride dan monochloro butene (1-chloro 1-butene, 2-chloro 1-butene dll). Untuk mengontrol polimerisasi yang tidak di inginkan, reaksi berlangsung pada lingkungan bebas oksigen, pada temperature terendah yang mungkin dan dengan sebuah inhibitor. Efektif juga bila ditambahkan sebuah pelarut ( methanol, ethanol )atau sebuah katalis. Dalam hal ini bagaimanapun perlu ditingkatkan konsentrasi caustic soda ( 30 % ) atau melibatkan basa lainnya ( cairan ammoniak, resin penukar ion dll ). Ketiadaan katalis residen waktu adalah 3 -5 jam dan selektivitas lebih 95 % molar untuk setiap konversi mendekati 95 %.

D. Proses 1. Chlorinasi Butadiene mula – mula diuapkan dan dikeringkan pada ayakan molecular. Umpan kering yang tidak terkonversi menjadi gas di recycle, suhunya dinaikkan sampai 1500C lalu dicampurkan dengan chlorine. Campuran ini lalu dimasukkan ke dalam alat reactor Chlorinasi. Produk di alirkan keluar pada temperature 3400C, lalu didinginkan sampai suhu 1050C dan distabilkan dengan destilasi pada tekanan atmosferik ( 10 baki, 50C , 0.12 . 10

6

Pa absolute pada puncak ). Gas murni yang dibentuk

diberi tekanan ulang sebesar 0.2. 106 Pa absolute menggunakan blower dan sebagian besar di recycle ke reactor clorinasi. Sisanya dijadikan sebagai pembersih, di kirimkan melalui sebuah adsorber. Operasi itu terus – menerus dilakukan lalu dichlorobutene didinginkan sampai -500C dan lalu dimurnikan,

kembali

dimasukkan

pada

kolom

stabilizing. Asam

hidroklorik tinggal di puncak adsorber yang mungkin dikonsentrasikan atau dinetralkan setelah penyerapan dalam air. Aliran bawah dari stabilisasi di fraksionasi kedalam vakum

(5 baki, 20 kPa absolute, 95 0C dipuncak)

untuk memisahkan sebagian besar dichlorobutene yang di produksi dalam destilat, sisanya dibawah mengandung komponen berat dalam larutan. xxxiv

Larutan ini dikirim ke sebuah falling film evaporator untuk memurnikan residu dichlorobutene yang di recycle ke fraksionasi sebelumnya. 2. Isomerisasi Tahap kedua yaitu isomerisasi dari 1.4-dichloro 2-butene dalam sebuah ecxanger/reactor dari jenis boiler, rekaan dengan operasi kolom destilasi di bawah vakum (20 baki, 20 kPa absolute, 750C pada puncak) dan lalu di murnikan didalam destilat. Cuprous chloride dalam larutan α-picoline pertama ditambahkan pada umpan dichlorobutene dari chlorinasi dan suhu campuran dinaikkan mendekati 1150C dalam boiler dengan steam tekanan rendah, sidestream dimasukkan kedalam falling film evaporator pada tahap sebelumnya, untuk pencegahan akumulasi produk berat dan pencemaran peralatan dan memurnikan dichlorobutene yang dihasilkan. Destilasi itu berlangsung dengan adanya phenothiazine di pompakan pada level condenser. Destilat dengan 3.4-dichloro 1-butene direcycle dari tahap separasi, merupakan dehydrochlorinasi dalam sebuah seri reactor agitasi yang dioperasikan pada 900C dan dibawah tekanan rendah ( 0.5. 10

6

Pa

absolute ) untuk menjaga sebagian medium dalam fasa cair, jumlahnya 10 % larutan caustic, dengan preheated 650C dan asam picric digunakan sebagai penghambat (inhibitor) polymerisasi. 3. Dehydrochlorinasi Pembagian produk dan pemurnian merupakan bagian proses penanganan akhir yang berlangsung pada fasa aliran uap, sebelumnya didinginkan dan diberikan tekanan sekitar 40 sampai 50 0C dari reactor dehydrochlorinasi akhir. Perlakuan pertama melibatkan pengendapan fasa cairan yang dibutuhkan dan pemindahan membentuk fasa larutan yang mengandung air. Fraksi organic dipisahkan dengan steam melalui sebuah packing yang didisain untuk membagi ( separate ) chloroprene

pada

bagian puncak. 3,4-dichloro 1-butene yang tidak terkonversi tinggal pada bagian bawah dipisahkan dari air dengan pengendapan dan pengeringan, lalu dimurnikan dari komponen berat dengan penguapan didalam sebuah xxxv

kolom, yang berada pada bagian bawah. Sekali lagi diendapkan dan dikeringkan lalu di recycle ke dehydrochlorinasi. Setelah pendinginan air/chloroprene heteroazeotrope ditinggalkan pada bagian puncak untuk pembentukan dua fasa, fraksi yang lebih rendah dipindahkan sebagai sebuah pengaliran kembali (reflux). Aliran ini dikirimkan pada kolom pemurnian akhir ( 65 baki, tekanan atmosferik, suhu -600C pada puncak ), operasi melibatkan sebuah inhibitor polymerisasi ( phenothiazine nitrosodiphenylamin ) dipompakan pada level condenser. Kandunagn 1chlorobutadiena dipindahkan dalam sebuah withdrawal yang berisi chloropriene murni, dipisahkan dalam destilasi, dikeringkan dan disimpan dibawah atmosfer nitrogen, pada suhu kurang dari 00C menggunakan pendingin.

E. Metode Lain dalam Memproduksi Chloroprene Metode lain yang dapat digunakan untuk pembuatan cloroprene adalah: 

Metode Distiller dengan bahan butena ( biasanya 2-butena ) dicampurkan dengan butadiene lalu di chlorinasi menjadi chlorobutena dan chlorobutana yang selanjutnya dapat dikonversikan menjadi chloroprene



Metode Monsanto, Shell, ICI dengan menggantikan chlorine dengan asam hidroklorik dan oxychlorinasi butadiene pada temperature sekitar 260 sampai 2900C dan tekanan atmosferik, didalam cupric chloride yang disimpan dalam sebuah support yang didasarkan pada alumina dan batu apung dan operasi didalam sebuah fluidized bed.

xxxvi

F. Kesimpulan 

Chloroprene dapat dimanfaatkan dalam aplikasi – aplikasi yang melibatkan bahan pelarut (seperti gasket, manifold, permukaan mantel dll), kondisi operasi yang sulit ( sepatu, sabuk transmisi ), dan untuk pembuatan lem.



Chloroprene dapat dibuat dengan berbagai metoda yaitu Du Pont de Nemours, Distugil, Distiller dan Metode Monsanto, Shell, ICI



Metoda yang pertama kali ditemukan ialah metoda Du Pont de Nemours dengan bahan acetylene, dan metoda yang sering digunakan pada saat sekarang ini ialah metoda Distugil dengan bahan butadiene.



Proses Chloroprene ada 3 tahap yaitu:  Chlorinasi  Isomerisasi  Dehidrochlorinasi

xxxvii

ETILEN OKSIDA Etilen oksida (d204 = 0.8697(1), bp = 1.013) dapat dibuat dengan cara: 1. Oksidasi tidak langsung dari etilen, dengan chlorohidrin sebagai intermediet. 2. Oksidasi langsung oleh udara / oksigen. Etilen oksida digunakan sebagai bahan baku pembuatan : 1. Etanolamina 2. Etilen glikol 3. Eter-eter glikol 4. Surfaktan (non-ionik)

A. Proses Oksidasi Tidak Langsung/Chlorohidrin Metode ini sekarang jarang digunakan untuk sintesa etilen oksida. Reaksi-reaksi utama yang dilibatkan pada proses ini adalah sebagai berikut : Cl2 + H2O CH2=CH2 + ClOH

ClOH + HCl CH2OH-CH2Cl

HOCH2-CH2Cl + Ca(OH)2

2CH2-CH2 + CaCl2 + 2H2O O

Asam hipoklorit ClOH dihasilkan oleh reaksi klorin dengan air yang ditambahkan ke etilen. Chlorohidrin yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan kapur Ca(OH)2 untuk membentuk etilen oksida. Proses ini menghasilkan yield molar yang tinggi yaitu 80% dan investasi yang relatif kecil. Kelemahan proses ini adalah : a. Adanya korosi dalam penggunaan klorin, sehingga biaya pemeliharaan yang tinggi. b. Harga-harga operasi yang tinggi, karena harga klorin yang mahal. c. Produksinya menghasilkan produk samping yang tidak atau kurang berguna yaitu CaCl2 dan1,2 etilen diklorida.

xxxviii

B. Proses Oksidasi Langsung Etilen oksida pertama kali dihasilkan secara industri pada tahun 1938 oleh union carbit yang memperoleh hak paten diterbitkan oleh Lefort pada tahun 1931 mengenai sintesa etilen oksida secara oksidasi langsung. Pertimbangan Teoritis Reaksi-reaksi utama yang terlibat adalah sebagai berikut : CH2=CH2 + 1/2O2

CH2-CH2 O

CH2=CH2 + 3O2 CH2-CH2 + 5/2O2

2CO2 + 2H2O 2CO2 + 2H2O O

Semua reaksi diatas terutama dua reaksi yang terakhir adalah reaksi pembakaran sempurna etilen dan etilen oksida sangat eksoterm. Untuk mengoptimalkan ke reaksi pertama diperlukan adanya katalis logam. 

Katalis Dalam industri sistem katalis digunakan sebagai dasar pembuatan silver yang memiliki rongga yang sederhana. Untuk membantu, yang sering digunakan adalah ά-alumina, tetapi silika alumina dan karbon rundum juga dapat digunakan. Area permukaan spesifik juga mendukung, porositasnya,

dan

menggunakan

ukuran

poros

sebuah

pengaruh

pertimbangan pada distribusi metal dari permukaan dan berakibat pada aktivitas katalitik. Beberapa teknik juga disediakan untuk menetapkan kesulitan pada perak, salah satunya dengan impregnasi oleh larutan atau oleh pemecahan dari suspensi, biasanya terdiri dari alkaline bumi atau metal-metal alkalin. Pada katalis biasanya ditambahkan inisiator berupa logam alkali atau alkali tanah. Disamping variasi katalis, tak satupun yang menawarkan selektifitas molar etilen oksida yang lebih baik dari 70% dengan pembebasan panas 500 kJ/mol dari etilen yang dikonversi.

xxxix

Reaksinya

Ag/α-Al2O3

5CH2=CH2 + 5O2

4CH2-CH2 +2CO2 + 2H2O O



Bahan Baku Derajat kemurnian umpan etilen tidak memaksakan batasan tertentu, selama muatan asetilen, sulfur, dan karbon monoksida masingmasing tidak melebihi 2 ppm. Udara atau oksigen bisa digunakan untuk mengoksidasi agent, tetapi dilihat dari keuntungan ekonomis, bisa diperoleh dengan oksigen murni, dengan begitu menghindarkan seringnya bahan yang hilang, sehingga hampir semua pabrik modern memakai oksigen murni.



Kondisi Operasi Temperatur harus dijaga antara 260 dan 2900C untuk memperoleh hasil yang optimal, nilai ini tidak melebihi untuk menghindari pembakaran reaksi yang jauh dari keadaan eksotermik. Temperatur yang lebih tinggi dengan 20 sampai 40oC yang disimpan pada permukaan katalis. Umpan yang digunakan adalah oksigen dengan hold-up metana. Meskipun

perghitungan

termodinamik

menunjukkan

bahwa

tekanan tidak memberikan efek pada konversi temperatur reaksi, namun operasi diselenggarakan pada 1 – 3.106 Pa abs untuk melengkapi adsorpsi berikutnya dari etilen oksida dalam air. Etilen oksida memiliki konsentrasi oksigen yang proporsional. Maksudnya bahwa perbandingan udara dan etilen mempunyai pengaruh utama pada konversi dan hasil. Untuk tujuan praktis, bagaimanapun konsentrasi etilen yang optimal ditentukan dengan batas flammabilas dari campuran dengan oksigen atau udara. Campuran udara atau etilen pada suatu range auto-ignition antara 2 dan 28,6% volum etilen. Batas yang lebih rendah pada hakikatnya sama dengan kenaikan temperatur ketika batas atas ditingkatkan. Untuk campuran udara dan etilen oksida batas yang lebih rendah adalah 2,5 sampai3% volum oksida dan batas atas mencapai 100%. Kehadiran karbon dioksida yang bisa juga

xl

hasil daur ulang produk dari reaksi pembakaran, dapat membantu mengurangi daerah flammabilas.

C. Proses Pembuatan Secara Umum di Industri Sesuai aturan, industri pembuatan meliputi 2 sesion utama, sintesis etilen oksida dan pemurnian. Proses paling awal yang dikerjakan udara sebagai oksidan. Pabrik modern hampir semua disuplai dengan oksigen. Ini dicapai oleh operasi dengan konversi etilen yang rendah, daur ulang produk, dan pendinginan eksternal dari katalis bed. Pabrik industri beroperasi menggunakan katalis perak dalam fixedbed, dan me-recycle etilen yang tidak terkonversi. Terdisi atas 2 proses utama, sintesis etilen oksida dan pemurniannya. Campuran umpan (etilen, oksigen, dan inert) dimasukkan ke dalam rangkaian reaktor tubular yang telah dipanaskan terlebih dahulu oleh HE dengan panas dari gas keluaran. Tube-tube dalam tiap shell berjumlah beberapa ribu tube terbuat dari stainless steel dengan dimensi diameter dalam 12-50 mm dan panjang hingga 12 m. Kerosin atau tetralin mengalir diantaranya dan menyerap panas yang dibebaskan reaksi. Kondensasi uap dari

fluida

pendingin

dan

pemanas

eksternal

membantu

untuk

memaksimumkan penggunaan panas yang ditimbulkan dengan produksi uap. Keluaran reaktor berupa gas pendingin pada pertukaran panas dan mengalami perawatan countercurrent pada kolom adsorpsi dengan air deonized yang diisi dengan rasching dan beroperasi dibawah tekanan. Gas keluaran reaktor didinginkan dalam HE dan dialirkan berlawanan arah ke dalam kolom absorpsi dengan air yang terdeionisasi. Sebagian besar gas keluar dari top kolom reboiler, mengandung etilen yang belum terkonversi, di-recycle. Larutan yang kaya akan air dalam etilen oksida dikirim untuk pemurnian, melalui kolom stripping yang beroperasi dibawah vakum dan memisahklan etilen oksida dari atas. Etilen oksida dan air terpisah, etilen oksida pada top kolom, sedangkan air meninggalkan kolom pada bagian xli

bottom dan di-recycle ke kolom absorpsi. Air ini dapat diolah lebih lanjut dengan alat tambahan untuk mendapatkan glikol di dalamnya. Effluent yang mengandung air meninggalkan bagian bawah

dan didaur ulang untuk

langkah adsorpsi. Aliran etilen oksida (masih mengandung CO2, asetaldehid, dan sisa hidrokarbon) dialirkan ke dua kolom distilasi seri, satu kolom untuk dehidrasi (20 sekat) dan kolom satunya untuk pemurnian lebih lanjut (50 sekat). Kolom yang terakhir menghasilkan etilen oksida kemurnian tinggi dengan kandungan asetaldehid yang sangat rendah. Produk disimpan dalam bentuk cair dalam tangki pada tekanan nitrogen.

D. Proses Shell (gambar 1) Teknik ini menggunakan bahan baku oksigen dengan kemurnian 95100% volum dan etilen yang mengandung hingga 10% volum metan. Rasio molar antara kedua komponen ini bervariasi dari 7/1 hingga1/1, dan umpan terdiri dari 10-40% etilen. Proses dilangsungkan pada suhu 250-270 oC dan tekanan sekitar 1,2 .106 Pa absolut. Selektivitas molar mencapai 72%, laju konversi sekali jalan 18%, dan total yield molar sekitar 65%. Reaktor disuplai dengan campuran etilen, oksigen, dan gas recycle. Aliran gas recycle dilarutkan dalam larutan kalium karbonat untuk mengurangi kandungan CO2. proses ini hanya menimbulkan kehilangan etilen sekitar 0,5%. Sekitar 35% pabrik etilen oksida menggunakan teknologi ini.

xlii

E. Proses Scientific Design (gambar 2) Temperatur reaktor dari 200 sampai 315oC dan tekanan dari 0.85 sampai 1,2.106 Pa abs. Total molar yield adalah 60 sampai 65%. Desain ilmiah juga menawarkan beberapa versi proses penggunaan oksigen, yang sama dengan proses shell diatas. Proses ini menggunakan udara sebagai oksidan. Namun setelah tahap reaksi, semua inerts yang terbawa harus dibebaskan pada purge, menyababkan banyak etilen tidak terkonversi yang terbuang (4-4,5%). Untuk mengurangi bahan tidak berguna dalam bahan baku (udara), scientific design menerapkan proses oksidasi dalam dua reaktor, reaktor-reaktor tersebut diletakkan paralel satu sama lain. Reaktor pertama diumpankan campuran udara dan etilen dengan rasio molar 10/1, dan gas recycle yang bagian udaranya lebih rendah terhadap etilen xliii

plus inerts dalam umpan yaitu 7/1 hingga 8/1. Reaktor-reaktor beroperasi dengan laju konversi yang rendah (25-30%), oleh karenanya selektivitas molarnya tinggi (70%). Keluaran, mengandung etilen oksida hingga 2% volum dan 2-3% etilen, didinginkan menjadi 40 oC. Setelah melewati primary absorber, 60% keluaran reaktor direcycle. Sisanya (dengan rasio udara/etilen 8/1) dialirkan ke reaktor kedua yang beroperasi dengan laju konversi yang tinggi (75-80%) dan selektivitas molar rendah (50%). Absorber kedua digunakan untuk mengekstrak etilen oksida dengan air. Suhu reaktor antara 200-315 oC dan tekanan 0,85-1,2 . 106 Pa absolut. Total yield molar adalah 60-65%. Teknologi ini digunakan sekitar 55% pabrik etilen oksida saat ini. Scientific design juga memiliki teknologi versi lain, yaitu menggunakan oksigen, mirip dengan teknologi shell.

F. Pembuatan Etilen Oksida Dengan Proses Celaness xliv

Kondisi Operasi Proses pembentukan etilen oksida merupakan reaksi eksotermis yang berlangsung pada fase gas dalam sebuah reaktor fixed bed multi tube pada suhu reaksi 132,2 - 254,4 °C dan tekanan 15,7 atm menggunakan katalis perak dengan penyangga alumina. Konversi reaksi mencapai 80,9 % dan selektivitasnya mencapai 82,6 %, dimana produk samping yang dihasilkan adalah karbon dioksida dan air. Untuk mencegah terjadinya eksplosivitas reaktan, ditambahkan gas inert berupa metana. Reaktor dilengkapi dengan pendingin agar reaksi berjalan sesuai dengan range reaksi yang diinginkan. Langkah Proses Proses pembuatan etilen oksida dari etilen dan oksigen ini secara umum dapat dibagi menjadi 4 seksi/tahapan, yaitu : 1. Seksi Penyiapan Bahan Baku 2. Seksi Sintesa Etilen Oksida 3. Seksi Pemurnian Produk 4. Seksi Pemisahan Produk Samping Urutan proses secara lengkap adalah sebagai berikut : Seksi Penyiapan Bahan Baku Seksi penyiapan bahan baku bertujuan untuk: 

Mengubah fase reaktan yang disimpan dalam bentuk cair menjadi gas. Etilen yang disimpan di tangki (T-01) dalam bentuk cair pada temperatur – 39 °C, dan tekanan 15 atm dipompa masuk ke dalam vaporizer (V-01) untuk diubah fasenya menjadi gas pada tekanan 16 atm. Uap etilen keluar dari vaporizer pada suhu -36,8oC. Oksigen yang disimpan dalam kondisi gas pada temperatur 30 oC, dan tekanan 1 atm dikompresi menggunakan kompresor oksigen (K-01) hingga tekanannya mencapai 16 atm serta suhunya naik menjadi 208oC.. Metana cair yang disimpan pada temperatur –115,7 °C dan tekanan 14,3 atm pada tangki (T-02) langsung diinjeksikan ke aliran keluaran reaktor

xlv



Menyesuaikan kondisi reaktan, terutama suhu maupun tekanan agar sesuai dengan kondisi reaktor. Uap etilen yang memiliki suhu -36,8 °C dipanaskan menggunakan steam di Heat Exchanger Etilen (HE-02) hingga mencapai suhu 40 °C. Kemudian uap etilen dipanaskan lagi dengan memanfaatkan aliran keluaran reaktor yang bersuhu 254,4 °C di Feed Product Heat Exchanger (HE-03) sehingga suhu etilen mencapai 132,2°C. Oksigen yang telah dikompresi menjadi 16 atm juga diturunkan suhunya dari 208oC menjadi 132,2 °C melalui Heat Exchanger Oksigen (HE-01). Selanjutnya reaktan siap masuk dalam reaktor. Reaktan masuk bersama dengan gas recycle yang telah dipanaskan hingga 132,2°C.

Seksi Sintesa Etilen Oksida Seksi sintesa etilen oksida ini bertujuan untuk mereaksikan reaktan membentuk etilen oksida. Reaksi berlangsung dalam sebuah reaktor (R-01) jenis fixed bed multitube yang berisi katalis perak dengan penyangga alumina. Reaksi berlangsung pada fase gas pada suhu 132,2 – 254,4 °C dan tekanan 15,7 atm. Konversi reaksi sebesar 80,9 % dengan selektivitas 82,6 %. Reaksi utama yang terjadi di reaktor : C2H4 (g) + ½O2 (g) → C2H4O(g) + Q Reaksi samping : C2H4(g) + 3O2(g) → 2CO2(g) + 2 H2O(g) + Q Karena reaksi bersifat eksotermis, maka digunakan pendingin berupa saturated water untuk mencegah reaksi melewati range suhu yang diijinkan. Pendingin masuk berupa cair jenuh pada suhu 131,7°C tekanan 2,8 atm dan keluar sebagai saturated steam pada suhu 131,7°C. Produk keluar reaktor pada suhu 254,4 °C dan tekanan 14,3 atm lalu dicampur dengan metana bertujuan untuk mencegah exploivitas produk etilen oksida dengan oksigen. Campuran tersebut kemudian diturunkan suhunya menjadi 232 oC di Feed Product Heat Exchanger (HE-03) dimana panas yang dibawa produk reaktor dimanfaatkan untuk memanaskan uap etilen yang akan masuk reaktor. Selanjutnya produk reaktor tersebut didinginkan lagi di Water Absorber Heat Exchanger (HE-04) xlvi

sehingga suhunya turun menjadi 90°C serta siap untuk dimurnikan di Water Absorber (A-01). Seksi Pemurnian Produk Seksi ini bertujuan untuk memisahkan etilen oksida dari campuran gas berupa etilen dan oksigen yang tidak bereaksi, gas CO2 serta metana. Gas keluaran reaktor yang telah didinginkan akan masuk ke water absorber (A-01) lewat bagian bawah kolom sedangkan sebagai penyerapnya adalah air pada suhu 30oC serta tekanannya 14 atm masuk lewat bagian atas kolom. Di kolom absorber ini, etilen oksida akan terserap sempurna oleh air dan keluar sebagai hasil bawah pada suhu 59oC dan tekanannya 14 atm. Hasil bawah berupa larutan etilen oksida 30 % sedangkan hasil atas berupa gas sisa reaktan, metana dan. CO2. Larutan etilen oksida tersebut dimasukkan ke dalam sebuah menara distilasi untuk dimurnikan. Hasil atas menara distilasi (D-01) adalah produk etilen oksida dengan kemurniaan 99,7 % sedangkan hasil bawah sebagian besar air. Sebagian destilat akan dikembalikan ke menara distilasi (D-01) sebagai refluk sedangkan lainnya akan disimpan di tangki produk etilen oksida (T-03) pada suhu 28 °C, dan tekanan 1,9 atm. Hasil atas kolom absorber dimasukkan ke kolom CO2 Absorber (A-02) untuk dihilangkan kandungan gas CO2-nya sebelum direcycle kembali ke reaktor. Seksi Pemisahan Produk Samping Produk samping, terutama CO2 harus dihilangkan dari sistem agar tidak terjadi akumulasi. Sistem removal yang dipilih adalah sistem benfield, dimana gas dimasukkan dalam sebuah kolom CO2 absorber (A-02) yang beroperasi pada tekanan tinggi 14 atm dan suhu 80°C. Disini CO2 yang ada dalam gas akan bereaksi dengan larutan benfield membentuk potassium bikarbonat pada reaksi: K2CO3 + CO2 + H2O → 2KHCO3 CO2 yang terserap pada CO2 absorber (A-02) diharapkan sekitar 99,9 %. Potassium bikarbonat kemudian turun sebagai hasil bawah dipanaskan hingga 180oC di CO2 absorber heat exchanger (HE-06) lalu dialirkan ke kolom stripper (S-01). xlvii

Stripper (S-01) berfungsi untuk melucutkan CO2 dalam larutan benfield menggunakan steam sebagai tenaga pemisah, sehingga larutan benfield dapat diregenerasi dan CO2 dapat dipisahkan. CO2 kemudian dikeluarkan dari bagian atas stripper (S-01) sementara larutan benfield yang telah diregenerasi (lean benfield) dikembalikan ke CO2 absorber (A-02) setelah didinginkan hingga suhu 80 °C menggunakan stripper heat exchanger (HE-07) M13

M15

M11 M1

A-02

M12

M2

S-01 M16

M9

M3 M7

R-01

M10

M14 M17

A-01 M6

M5

M4

M8

D-01

M18

R-01

: Reaktor

A-01

: Water Absorber

A-02

: CO2 Absorber

D-01

: Menara Destilasi

S-01

: Stripper

xlviii

G. Perbedaan Antara Proses Oksidasi Tidak Langsung Dengan Proses Oksidasi Langsung Proses Oksidasi Langsung Shell Proses

Reaksi

Scientific Design Proses

Proses Oksidasi Tidak Langsung

Melalui reaksi

Melalui reaksi

Tidak melalui

pembakaran

pembakaran

reaksi pembakaran

Menggunakan Ag Menggunakan Ag Katalis

Tidak menggunakan katalis

Bahan baku

Hasil samping

Menggunakan

Menggunakan

Menggunakan Cl2

oksigen murni

udara

dan Ca(OH)2

Asetaldehid

Asetaldehid

1,2 etilen diklorida

Tekanan :1,2.106

Tekanan : 0,85-

Temperatur dan

Pa abs

1,2.106 Pa abs

tekanan tidak

Kondisi operasi Suhu

: 250-

270 oC Sintesis

Suhu

: 200-

315 oC :1

Sintesis

:2

Peralatan

reaktor tubular

reaktor tubular

Utama

Recovery : 1

Recovery : 2

absorber

absorber

65%

60-65%

Yield

diperhitungkan

80%

PROPILEN OKSIDA A. Proses Propilen Klorohidrin xlix

Proses ini adalah hampir sama prinsipnya pada proses sintesa eyhylene oksida. Propilen dibentuk dari 1,2 diloropropan (4-5% molar) dan klorinat diisopropil eter dengan reaksi sebagai berikut: CH3 – CH – O – CH – CH3 CH2 – Cl CH2 - Cl

(1 atau 2 molar percent)

Klorin diproduksi langsung dengan sel elektrolisis, yang ditambahkan pada recycle chlorohidrin, di mana dipecahkan sebelum di injeksikan air yang didinginkan. Propilen terdiri dari 8% volume propan yang ditambahkan ke klorohidrin/klorin/campuran dengan air sebelum dimasukkan ke reaktor. Raektor yang digunakan yaitu reaktor terbuka dimana asam hipoclorous ditambahkan dengan suhu sekitar 40oC. Konversi klorin berlangsung komplet. Sebuah fasa gas dan fraksi liquid yang terbentuk dipisahkan melalui saluran keluar reaktor melalui bagian yang menuju ke kolom absorpsi. Fase gas di recycle setelah pemurnian yang dirancang untuk memindahkan propan , yang di adsorpsi pengganti menggunakan untuk jejak campuran chlorinated. Larutan yang mengandung air, yang berisi 4-5 % berat chlorohydrin, dikirim kepada reaktor dehydrochlorination,yang bereaksi dengan suatu larutan dasar dari sel elektrolisis, NaOH dan NaCl mengandung 13 % berat untuk masingmasing dua komponen ini. Propylene oksida dilepaskan pada hydrolyser. Konversi klorohidrin adalah 99% dan yield propilen oksida 96%. Larutan yang tersisa adalah suatu air garam yang di recycle pada unit elektrolisis. Penurunan unit instalasi seperti itu menghapuskan semua permasalahan yang disebabkan karena penggunaan limau/kapur perekat ke hydrolyse chlorohidrin. Tiap ton propylene oksida diproduksi sekitar 40 ton suatu larutan yang mengandung 5-6 % berat khloridkalsium. Hidrolyser effluent

merupakan tahap pemurnian. Operasi ini

dilakukan dalam sebuah rangkaian yang terdiri dari tiga kolom distilasi, untuk komponen berat ke kolom separasi (25 trays), komponen ringan ke kolom separasi (15 trays) dan kolom ketiga untuk menghasilkan produk seesuai

l

spesifikasi (35 trays). Produk akhirnya adalah propilen oksida dengan kemurnian 99.9% berat. Suatu varian metoda pembuatan chlorohydrin terkandung dalam caustic soda untuk bereaksi secara bersama dengan t-butyl alkohol dan t-butyl hipoklorit, yang dapat membantu propylene untuk memperbaharui t-butyl alkohol dan hasil chlorohydrin. Ini adalah kemudian dihydrolysa dengan caustic soda untuk menghasilkan propylene oksida yang akhir ( Lummus Proses ).

Gambar I. Propylene Oxide production. Chlorohydrin process

B. Proses Elektrokimia Penggunaan elektrokimia untuk mengkonversi propilen menjadi oksida telah diteliti oleh Bayer dan kelloge. Dalam metoda ini, propilen di injeksikan kedalam anode dari sel elektrolisis. Asam hipoklorous dibentuk dengan

li

melepaskan klorin dari anode yang telah ditambahkan propilen tadi. Sedangkan klorohidrin diperoleh dari hidrolisa katoda dengan causatic soda. Propilen oksida dipisahkan dari campuran dengan pemecahan. Reaksi keseluruhannya yaitu: CH3 – CH = CH2 + H2O → CH3 – CH – CH2 + H2 ∆H

O 298

≡ -225 Kj/mol

O Di samping variasi sistem yang telah ada. Proses ini tidak disukai oleh perkembangan dunia industri, karena pengeluaran biaya yang tinggi dan konsumsi energi yang besar, yang dihubungkan dengan rendemen elektris yang rendah dan mahal untuk mengembalikan propylene oksida dari larutan yang melemahkan.

C. Proses Oksidasi Langsung Oksidasi langsung dari propilen dengan molekul oksigen merupakan reaksi dengan konversi yang rendah. Yield propilen oksida bisa ditingkatkan dengan membatasi perubahan rata-rata sehingga bernilai rendah, sekitar 1015% dengan menggunakan katalis yang lebih selektif, atau dengan mencapai ko-oksidasi dengan komposisi yang lebih mengoksidasi dari pada propilen (asetaldehid, isobutyraldehid, dll). Banyak hal yang telah diketahui mengenai proses ini, tetapi tanpa implementasi industri. Diantara adalah oksidasi fasacair propylene pada suatu katalisator rare earth oxide yang jarang menyimpan silica 'gel' ( USSR ), atau molybdenum kompleks chlorobenzene atau benzen, oksidasi pada fase vapor pada silver catalyst atau gold yang diperoleh dari cetenides. Co-Oxidation pada acetaldehyd telah diusulkan oleh Union Carbide dan USSR. Pada proses Union Carbide, oksigen di masukkan kedalam campuran propilen dan asetaldehid dalam campurannya dengan asetonitril dan xylenes. Proses ini beroperasi pada 110oC dan 2,7 . 106 Pa absolute. Konversinya 10%, molar selectivity dari propilen oksida adalah 92%, dan 0.7 mol asam asetat adalah co-produkper mol propilen oksida.

lii

D. Proses Oksidasi Menggunakan Campuran Peroksida 1. Mekanisme aksi dari campuran Berbagai kesulitan dalam memperoleh propylene oksida oleh oksidasi langsung, dengan hasil yang tinggi dan kemurnian baik , untuk mencari selektivitas oksigen yang masuk.Metoda ini menggunakan hiperoksida dan peracid dengan yield yang lebih baik. Untuk membuat peroksida

dapat

menggunakan

ko-reaktan,

di

dalam

sejumlah

stoichiometry, menyebabkan produksi yang bersama suatu co-product ( alcohol-acid) perlu tinggi. Banyak campuran peroksida cocok untuk reaksi ini, karena alasan ekonomi pilihan mereka terbatas ke

t-butyl dan etyl benzen

hidroperoksida untuk tipe pertama ko-reaktan, dan untuk parasetik dan propionik untuk ke dua. Hidroperoksida diperoleh dari hidrokarbon yang sama dan hasil dari sebuah rantai atuto-oksidasi meliputi 3 radikal menurut mekanisme dibawah ini:  Inisiasi

RH + A → R. + AH

 Propagasi

R. + O2 → RO2. RO2. + RH → ROOH + R.

 Recombinasi

R. + R. → R – R R. + RO2. → ROOR RO2. + RO2. → inactive products

Dimana A adalah initiator. Reaksi adalah eksotermik dan di (dalam) kasus isobutane, Peracid diperoleh dari oksidasi yang sama antara asam atau aldehid dengan hidrogen peroksida.

liii

Gambar 2. Propylene oxide production by oxidation with peroxide compounds ARCO chemical (oxirane) process, isobutene version 2. Teknik pengerjaan menggunakan hidrokarbon Teknik ini bisa digunakan untuk oksidasi propilen dengan tbutylhidroperoksid. 

Oksidasi isobutan menjadi t-butyl hydroperoxide dan t-butyl alcohol



Reaksi menggunakan oksigen (dalam fase liquid). Reaksinya tanpa menggunakan katalis tetapi injeksi asam sitrat dilakukan secara kontinu dalam jumlah kecil sehingga dapat membantu operasi. liv

Suhunya berkisar antara 110-130oC, tekanan 3-3.5.106 Pa absolute dan resident time 7 jam sampai perubahan atau konversi isobutan selesai yaitu mencapai 35%. Total yield hidroperoksida dan alkohol adalah 94% molar, dan molar rasio dari dua produk ini kira-kira 1:2. 

Metoda ini digunakan untuk konsentrasi reaksi aliran dengan minimasi panas dekomposisi/perombakan dari komponen peroksida. Metoda ini juga membutuhkan modal besar dan konsumsi energi yang besar.



Epoksidasi dari propilen



Epoksidasi berlangsung pada fase liquid. Katalis yang digunakan berupa larutan molybdenum naphthenat berupa campuran t-butyl hidroperoksida dan alkohol. Concentration metal di dalam medium reaksi adalah sekitar 0.05 %berat .Kondisi operasinya yaitu pada suhu 80-100oC, pada tekanan 3-4.106 Pa absolut. Dalam deretan reaktor dijadwalkan, pada kelebihan propylene ( peroxide/alcoho/propylene perbandingan molar 1/1/3). Residence time

dari 0.5 sampai 1

Jam/stage. Dan total waktu Residence time adalah sekitar 2.5 Jam. Sekitar 1 jam di langkah yang pertama dan 50 % hydroperoxide yang bereaksi. Resident timenya yaitu mencapai 2.5 jam. Konversi selesai ketika propilen mencapai 15% dan hidroperoksida 90-95%. Molar selektivity dari propilen oksida dan alkohol mencapai 85 -95 % berturut-turut H

0

298

membentuk

peroksida.

Kalor

reaksi

(

  225 kJ / mol ) dipindahkan untuk reaktor yang pertama,

dengan mendinginkan suatu sidedrawal arus yang di recycle dan yang sisa 4 reaktor, yang dikombinasikan dalam sebuah single shell , dengan intermediate yang dingin, pada setiap langkah, temperatur adalah 80

0

C masukan dan 100 0 C di keluaran. Arus dari bagian reaksi yang yang pertama disaring untuk memindahkan propylene

yang tidak dikonversi, di recycle dan,

ditambahkan kepada make-up, menghasilkan epoxidation langkah yang pertama. Kelebihan propane juga dipindahkan oleh penyulingan (

lv

50-60 trays) untuk mencegahnya buildup di dalam sintesis loop. Akhir coloumn yang pertama dikirim kepada colom pemurnian untuk produk di mana temperatur tidak bisa melebihi 100

0

C untuk menghindari

penurunan ,derajad yang tidak diinginkan. Oleh karena digunakan boiling point pada tekanan standar, dan proses ini harus berlangsung di bawah ruang hampa . Propylene kasar Oksida dikumpulkan di puncak distilalation coloumn yang pertama ( 50 trays), dan t-butyl alkohol pada bottom, dengan beberapa hydroperoxide, katalisator, propylene glycol, aldehid, esters, dan lain lain. Bahan ini dikirim untuk suatu coloumn separasi t-butyl alcohol ( 35-40 Trays), di mana alkohol berada di puncak. Crude propilen oksida di ekstrak melalui distilasi dengan memakai hidrokarbon (seperti oktan) yang di set dalam 2 kolom, yang pertama untuk ekstraksi (30 trays) dan yang kedua untuk regenerasi pelarut (15 trays). Ekstrak akhirnya adalah produk ringan dan produk berat (75-80 trays) dengan yield propilen oksida sesuai dengan spesifikasi perdagangan. t-butyl alkohol, co-product memproduksi sebanyak 2.5 propylene oksida, tergantung pada ya atau tidaknya suatu pasar yang tersedia, digunakan atau dindehydration ke isobutane

( 200 0 C, pada

tekanan atmospher, katalisator oksida titanium). Jika isobutene tidak dapat dipakai secara tunggal, dapat hydrogenated ke isobutene, yang mana di recycle. Dimana kandungan t-butyl alkohol yang anti detonasi baik digunakan dan saat ini menjadi suatu yang sangat populer untuk bensin permobilan. Sebagai tambahan, recent proses tertentu dapat digunakan untuk mengkonversi t-butyl alkohol ke cuka methaclyric.

lvi

Gambar 3.. Teknik pengerjaan dengan peracids dan hidrogen peroksida. Daicel Process 3. Teknik pengerjaan dengan peracids dan hidrogen peroksida Ada dua macam perasid yang dianjurkan yaitu asam perasetik dan asam perpropionik.  Daisel proses Operasinya terdiri dari dua tahap. Yang pertama terdiri dari produksi peracetic acid oleh oksidasai langsung dengan oksigen dari asetaldehid dalam larutan etil asetat, pada suhu kamar dan tekanan antara 2.5-4.106 Pa absolut, dengan memberikan katalis asam. Peracetic dibuat dengan konsentrasi mencapai 30% berat. lvii

Pada tahap kedua, propilen, peracetic acid dan larutan dengan 10-15% berat asam asetat ditambahkan etil asetat yang dimasukkan teru menerus. Epoksidasi dilakukan pada suhu 50-80oC dan 0.9-1.2 . 106 Pa absolut. Dengan resident time 2-3 jam, sampai konversi peracetic mencapai 97-98%, dan yieldnya mencapai 90-92%. Dimana produk propilen pada bagian atas menara distilasi di recycle ke reaktor pertama setelah separasi propan (jika diperlukan). Crude propilen oksida diperoleh pada bagian bawah terutama untuk light end separation dan heavy and separation untuk memenuhi spesifikasi perdagangan. Kemurnian ini bisa juga ditingkatkan dengan distilasi ekstraksi. Produk didistilasi dengan tekanan antara 0.15 dan 0.5 . 106 Pa absolut. Etil asetat atau asam asetat dihilangkan dan propilen oxide heavy end pada bagian bawah kolom separasi. Etil asetat dan asam asetat diseparasi dalam succession. Asetat di recycle ke reaktor sintesis peracetic acid. 4. Teknik industri lainnya a. Dalam proses propilox yang dikembangkan di Belgia, peracetic acid diperoleh dari reaksi hidrogen peroksida dalam keadaan asam pada suhu 40oC dengan menambahkan sedikit katalis asam sulfur. Air yang terbentuk dari reaksi dihilangkan dengan stripping atau distilasi azeotropic dengan etil asetat. b. Menggunakan perpripionic acid sebagai agen epoksidasi untuk propilen yang telah di anjurkan oleh Bayer Degussa, Interx and Ugine Kuhlmann. Prepropionic acid ini diproduksi dengan oksidasi asam propionik dengan hidrogen peroksida dengan menambahkan asam sulfur. Dalam proses Bayer/Degussa propilen di oksidasi pada tekanan 0.5-1.4.106 Pa absolut. Pada suhu 60-80oC. Dalam proses interox, operasi menggunakan katalis

benzen dan suhu 100 oC yang

menggunakan 1,2 dikloropropan sebagai pelarut. c. Proses lain yang menggunakan peracid yaitu, Asahi Chemical menggunakan perisobutyric acid, Methallgesellschaft menggunakan lviii

perbenzoic acid, dan Mitsubishi menggunakan perparatoluic acid, diperoleh dengan oksidasi paratoluic aldehid, sedangkan paratolui acid itu sendiri diproduksi dengan carbonilation dari toluen. Pada bagian ini, produk asam paratoluic kemudian bisa di oksidasi menjadi asam terephthalic. d. Epoksidasi langsung dengan hidrogen peroksida dan sistem katalis (terdiri dari molybdenum, tungsten dan arsenik), konversi tidak pernah lebih dari 50%, pembuatannya tidak ekonomis (menggunakan reaktor dengan volum besar, biaya recycle dan harga hidrogen peroksida yang tinggi).

lix

Kesimpulan

E.

Dari keempat proses di atas yang paling baik digunakan adalah Proses Propilen Klorohidrin yang telah dibandingkan menurut tabel di bawah ini : Keterang

Proses

Proses

Proses

an

propilen

Elektro

oksidasi

klorihidrin

kimia

langsung

Proses oksidasi menggunakan campuran peroksida Mekanisme Teknik pengerjaan menggunakan Teknik aksi dari campuran

hidrokarbon Oksidasi isobutan Epoksidasi dari menjadi t-butyl

propilen

pengerjaan dengan parasit dan

hydroperoxide

hidrogen

dan t-butyl Bahan

tekanan suhu konversi

Propylene

Propile

Propilen

Hiperoksid

Water

n

dan

a

Chlorin

Klorohi

asetaldehi

peracid

drin

d 2,7.106 Pa 1100C 10%

0

40 C 99%

alcohol hidhydroperoksid

dan a dan alkohol

peroksida Propilen

dan Propilen

hidroperoksida

Peracetic acid

3-3,5.106 Pa 110-1300C 35%

3-4.106 Pa 80-1000C Propilen=15%

2,5.106Pa 50-800C 97-98%

hidroperoksida =90-95% yield kemurnia

96% 99,9%

n katalis

Asam

Asam

hipoclorous hipoclo

10-15%

94%

Dengan

Tanpa Katalis

Larutan

katalis

molybdenum

92%

naphthenat 85-95%

rous Molar

90-92%

Katalis asam

selectivit y rasio Resident

1;2 7 jam

2.5 jam

2-3 jam

Time

lx

ETILEN GLIKOL Etilen glycol dengan rumus molekul OHCH2 – CH2OH yang merupakan hasil dari etylen oxide dari proses hidrasi. Pada ssat sekarang ini telah banyak

lxi

dikembangkan cara lain untuk memperoleh etilen glikol baik itu dari etilen ataupun sintesa gas, yang metoda ini telah diterapkan di industri.

A. Metoda Pembuatan Ethylen Glykol 1. Sintesa etilen glycol dengan cara hidrasi ethilen oxida Reaksinya adalah : CH2 – CH2

+ H2O

HOCH2 – CH2OH

H 0298

=

-75

kj/mol O Etilen oxida

air

etilen glikol

Treatment : a) Etilen oxsida dialirkan ke proses dilute (pencairan) yakni dengan pemberian air dengan kuantitas molar rasio (air : oxsida = 20 - 25:1). Dengan suhu 1500C menggunakan condenser dari stage akhir. Kondisi operasi P abs = 1,5x106 Pa. range suhu dari 1500C pada inlet antara 200 dan 2100C pada outlet. Tanpa katalis, waktu reaksi antara 45 menit sampai 1 jam. Pada condisi ini selektifitas molar yakni 88,5% etilen glikol dan 10,5% dietilen glikol, dan 0,5% trietilen glikol. b) Solution dari crude glikol dari proses treatment diatas dialirkan ke 4 buah evaporasi dengan P abs dari 0,6 sampai 0,01x106 Pa, steam dialirkan dari atas stage yang berasal dari stage berikutnya. Sedangkan aliran condenser berasal dari stage

sebelumnya. Glikol yang

dihasilkan dari proses ini dialirkan ke proses dehidrasi lalu ke destilasi vacuum, (P = 10 kPa, 10 – 15 tray). Lalu dialirkan ke proses fraksinasi pada 3 colom separation yang operasinya juga under vacum. 3 colom separation ini terdiri dari colom monoetilen glikol ( P = 3 – 4 kPa, 15 – 20 tray ), dietilen glikol ( P = 3 kPa 15 – 20 tray ), dan trietilen glikol ( P = 1 kPa, 12 -15 trays )

lxii

B. Proses Lain Untuk Menghasilkan Etilen Glikol 1. Proses lama oleh sodium bicarbonate menggunakan proses hidrolisis clorodirin yang merupakan reaksi dari asam hipocloros dan etilen. Reaksinya : CH2 = CH2 + HClO Etilen

HOCH2 – CH2Cl + NaHCO3 + H2O

as.hiploros

Sodium bicarbonat

HOCH2 – CH2OH + CO2 + H2O + NaCl Etilen glikol 2. Dengan cara yang sama : proses hidrogenolisis HCHO + CO + H2O HOCH2 – COOH + CH3OH HOCH2 – COOCH3 + 2H2

HOCH2 – COOH HOCH2 – COOCH3 + H2O HOCH2 – CH2OH + CH3OH

3. Asetoxylasi etilen dan hidrolisis Selektifitas molar diatas 98% Reaksinya : H2C = CH2 + 2CH3COOH + ½ O2 CH3COOCH2- CH2COOCH3 + H2O H 0298 = -125kJ/mol lxiii

CH3COOCH2 – CH2COOCH3 + 2H2O

HOCH 2–CH2OH +

2CH3COOH H o 298 = -17 kJ/mol Metoda ini dikembangkan oleh Halcon Internasional & ARCO Chemical. Menggunakan catalis tellium & bromine atau manganese acetate dan potassium iodide. 4. Sintesa glikol pada single step dari etilen H2C = CH2 + H2O + ½ O2

HOCH2 – CH2OH

Katalis yang digunakan : 

thallic ions



copper iodide



palladium nitrate

5. Teknologi yang ditawarkan oleh Union Carbide, yakni sintesa gas dan catalis nya adalah rodium corbonil. 2CO + 3H2

HOCH2 – CH2OH

Proses ini dengan tekanan tinggi ( 140 – 340 x 10 6 Pa abs ) dan T antara 125 – 130o C. total molar yield 65% 6. Hidrogenasi butyl oxida catalis : palladium T = 70oC P abs = 6 x 106 Pa Reaksinya : 2n – C4H9OH + 2CO + ½ O2 ( nC4C9-COO )2 + 4H2

( nC4C9-COO )2 + H2O HOCH2 – CH2OH + 2n – C4H9OH

catalis : coopper chromite Fasa liquid T = 200oC P = 3x106 Pa abs

C. Perbedaan Kondisi Operasi N O

Kondisi

Proses Hidrolisis

Proses Hidrogen

Asetoxylasi

Single Step dari

Sintesa gas dan

Hidrogenasi

lxiv

Proses Hidrasi

1.

Umpan

2.

Kondisi Operasi

Clorodin

olisis

etilen

etilen

Etilen + as.hiploros + sodium bicarbonat

HCHO + CO + H2O

H2C = CH2 + 2CH3COOH + ½ O2

H2C = CH2 + H2O + ½ O2

Catalis:tellium

catalis rodium carbonil 2CO + 3H2

Katalis yang Proses

& bromine atau digunakan

dengan

manganese

tekanan

acetate dan potassium iodide.

:thallic ions, copper iodide

ini

– 340 x 106 dan

2n – C4H9OH + 2CO + ½ O2

Etilen oxide + air

catalis:

P = 1,5x106 Pa T = 1500C

T = 70oC

Tanpa katalis P abs = 6 x

T 106 Pa dan

palladium

antara 125 –

nitrate

130o C. total molar yield 65%

etilen oxide

palladium

tinggi (140 Pa

butyl oxida

catalis: coopper chromite Pasa liquid

molar rasio (air : oxsida = 20 -25:1) waktu reaksi antara 45 mnt - 1 jam

T = 200oC P = 3x106Pa

DAFTAR PUSTAKA Chauvel, Alain and Gilles Lefebvre. 1989. Petrochemical Processes, jilid I. France. Institute Francais du Petrole Publications. lxv

Nurdin, Ardianto, Muhammad, dkk. 2004. Pra Rancangan Pabrik Etilen Oksida Proses Celanese Kapasitas 100.000 ton/tahun. Diakses Tanggal 13 Maret 2011. Pratiwi, Wulan. 2009. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Etilen Glikol Dari Etilen Oksida Dengan Proses Karbonasi Dengan Kapasitas 80.000 Ton/Tahun. Diakses Tanggal 13 Maret 2011.

lxvi

More Documents from "fidelisboymanurung"