2. Penemuan Hukum.ppt

  • Uploaded by: Salju Hot
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2. Penemuan Hukum.ppt as PDF for free.

More details

  • Words: 10,543
  • Pages: 121
Loading documents preview...
PENEMUAN HUKUM (Rechtsvinding)

Penemuan Hk

1

Peristilahan Beberapa istilah dalam penemuan hukum: 

Rechtsvinding (Penemuan Hukum atau law making) dalam arti bahwa bukan hukumnya tidak ada tetapi hukumnya sudah ada, namun masih perlu digali dan diketemukan.



Rechtshandhaving (Pelaksanaan hk) dapat berarti menjalankan

hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran. Ini meliputi: • Pelaksanaan hukum oleh setiap warga negara setiap hari yang sering tidak disadarinya dan juga oleh aparat negara, seperti misalnya oleh seorang polisi yang berdiri di perempatan jalan mengatur lalu lintas (law enforcement). • Di samping itu pelaksanaan hukum dapat terjadi kalau ada sengketa, yaitu yang dilaksanakan oleh hakim. Ini sekaligus merupakan penegakan hukum (Law Enforcement). Penemuan Hk

2

Beberapa istilah dalam penemuan hukum: 

Rechtstoepassing (penerapan hukum) tidak lain

berarti menerapkan (peraturan) hukum yang abstrak sifatnya pada peristiwanya. • Menerapkan (peraturan) hukum pada peristiwa konkrit secara langsung tidak mungkin. Peristiwa konkrit itu harus dijadikan peristiwa hukum terlebih dahulu agar peraturan hukumnya dapat diterapkan. •

Di waktu yang lampau dapat dikatakan bahwa hakim adalah corong undang-undang, karena kewajibannya hanyalah menerapkan undang-undang, ia adalah subsumptie automaat.

Penemuan Hk/Dok/

3



Rechtsvorming (pembentukan hukum) adalah

merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum, bagi setiap orang. •

Kalau lazimnya pembentukan hukum dilakukan oleh pembentuk undang-undang, maka hakim dimungkinkan pula membentuk hukum, kalau hasil penemuan hukumnya itu kemudian merupakan yurisprudensi tetap yang diikuti oleh para hakim dan merupakan pedoman bagi masyarakat, yaitu putusan yang mengandung asas-asas hukum yang dirumuskan dalam peristiwa konkrit, tetapi memperoleh kekuatan berlaku umum.



Jadi, satu putusan dapat sekaligus mengandung 2 (dua)

unsur, yaitu di satu pihak putusan merupakan penyelesaian atau pemecahan suatu peristiwa konkrit dan di pihak lain merupakan peraturan hukum untuk waktu mendatang. Penemuan Hk/

4





Algra dan K. van Duyvendijk, sebenarnya lebih menyukai menggunakan istilah pembentukan hukum (rechtsvorming) namun keduanya masih menggunakan istilah penemuan hukum, karena istilah penemuan hukum itu telah lazim digunakan oleh hakim, sedangkan istilah pembentukan hukum biasanya ditujukan bagi penciptaan hukum oleh pembuat undangundang.

Rechtschepping (penciptaan hukum) penciptaan hukum

kiranya kurang tepat karena memberi kesan bahwa hukumnya itu sama sekali tidak ada, kemudian diciptakan, dari tidak ada menjadi ada. • Hukum bukanlah selalu berupa kaedah baik tertulis maupun tidak tertulis, tetapi dapat juga berupa perilaku atau peristiwa. • Di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya. Dari perilaku itulah harus diketemukan atau digali kaedah atau hukumnya.

Penemuan Hk/Dok/

5

Peristilahan 

Paul Scholten yang memberi dasar teoritis pada istilah “penemuan hukum” dalam karangannya Algemeen Deel yang oleh G.J. Wiarda disebut sebagai suatu karya ilmiah yang tidak terjangkau oleh waktu.



Istilah penemuan hukum kemudian digunakan baik untuk penerapan undang-undang secara murni atau melalui interpretasi maupun untuk penentuan hukum berdasarkan fakta sebagai kebiasaan atau yang sesuai dengan kepatutan, suatu terminologi yang secara kebetulan dibutuhkan ketika undang-undang kehilangan posisi monopolinya terhadap peradilan.

Penemuan Hk/Dok/

6



Menurut Paul Scholten istilah penemuan hukum atau rechtsvinding lebih tepat daripada istilah penerapan hukum dan penciptaan hukum, kemudian menyusul kata-katanya yang mencerminkan apa yang dipikirkan, yaitu: “Hukum itu ada, tetapi ia

masih harus ditemukan, dalam penemuan itulah terdapat yang baru”. 

Dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 menyebutkan bahwa: “hakim dan hakim

konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilainilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. 

Dari kata “hakim dan hakim konstitusi wajib menggali hukum” maka istilah “menemukan” dari penggaliannya adalah lebih tepat dari pada menerapkan hukum ataupun menciptakan hukum.

Maka kiranya istilah penemuan hukum lebih tepat daripada istilah yang lain. Penemuan Hk/Dok/

7

PENEMUAN HUKUM (Rechtsvinding) 

Penemuan hk bukanlah mrp ilmu, tetapi tlh lama dikenal dan dipraktikkan selama ini oleh hakim, pembentuk UU, dan para sarjana hk yg tugasnya memecahkan mslh2 hk. Tidak jarang sarjana hk melakukan penemuan hk sec reflektif tanpa disadari.



Penemuan hk pd dasarnya mrp kegiatan dlm praktik hk (hakim, pembentuk UU, dsb). Akan tetapi, penemuan hk tdk dpt dipisahkan dari ilmu (teori) hk.



Sec historis teoritis praktik hk itu lahirnya lbh dahulu dr ilmu hk, tetapi dlm perkembangannya praktik hk memerlukan landasan teoritis dr ilmu hk. Sebaliknya ilmu hk memerlukan materialnya dr praktik hk.

Penemuan Hk

8

PENEMUAN HUKUM (Rechtsvinding) 

Masyarakat dengan segala kepentingannya selalu mengalami perubahan dan perkembangan.



Perubahan dan perkembangan masyarakat tersebut, hukum (dalam artian peraturan perundang-undangan) yang sifatnya statis, kaku dan lamban selalu tertinggal dengan perkembangan masyarakat.



Karena itu, hukum harus selalu dilengkapi dengan “penemuan hukum” oleh hakim atau penegak hukum lainnya untuk mengatasi ketertinggalan hukum.



Ada kalanya perat perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas. Karena itu, harus dilengkapi dan dijelaskan dengan jalan penemuan hukum.



Secara sederhana, penemuan hk dapat dikatakan menemukan hknya krn hknya tdk lengkap atau tidak jelas.

Penemuan Hk/Dok/

9

Pengertian Penemuan Hk Apakah yang dimaksud dengan penemuan hk?  Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai sebuah proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yg ditugaskan utk penerapan perat hk umum pada peristiwaperistiwa hukum yang konkret.  Atau dgn arti lain penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.  Hakim selalu dihadapkan pd peristiwa konkrit, konflik, atau kasus yg hrs diselesaikan atau dipecahkannya dan utk itu perlu dicarikan hknya  Maka, hakim harus menyesuaikan UU dengan hal-hal yang konkret, karena peraturan-peraturan yang ada tidak dapat mencakup segala peristiwa yang timbul dalam masyarakat. Jadi dlm penemuan hk yg penting adalah bgm mencarikan atau menemukan hknya utk peristiwa konkret. Penemuan Hk/Dok/

10

PENEMUAN HUKUM

Proses Konkritisasi dan Individualisasi

Peraturan Hk yang umum

Peristiwa Hk yang konkrit

Penemuan Hk/Dok

11

Definisi PH Menurut Ahli • Istilah penemuan hukum (rechtsvinding) telah lama dikenal, tetapi Paul Scholten adalah seorang ahli hukum Belanda yang memberikan pemahaman baru dan menguraikan metodemetode secara jelas. • Menurut Scholten penemuan hukum adalah “toepassing van regels op feiten en de regels geeft alleen de wet” (penerapan peraturan terhadap fakta-fakta dan peraturan-peraturan tersebut hanyalah yang diberikan oleh undang-undang). Kadang-kadang dan bahkan sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtsverfijning.

Penemuan Hk/Dok/

12

• Menurut Algra dan van Duyvendijk, Penemuan hukum sebagai menemukan hukum untuk suatu kajian konkret, untuk mana oleh hakim atau oleh seorang pemutus yuridis lainnya harus diberikan penyelesaian yuridis. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa penemuan hukum sebagai kegiatan hakim untuk mempergunakan berbagai macam teknik penafsiran dan cara menguraikan dengan mempergunakan berbagai macam alasan yang tidak terdapat di dalam aturan hukum yang ada pada kejadian yang disampaikan kepadanya. Ia juga tidak hanya membuat hukum untuk persoalan yang ada di depannya, tetapi juga untuk kejadian yang sama, yang akan datang. • Utrecht, mengatakan bilamana undang-undang tidak menyebut suatu perkara, maka hakim harus bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam hal ini hakim harus bertindak untuk menentukan mana yang merupakan hukum mana yang tidak, sekalipun undan-undang diam saja. Tindakan hakim inilah yang dinamakan sebagai pembentuk hukum. Penemuan Hk/Dok

13

• Menurut Muhammad Busyro Muqoddas, Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim ada 2 (dua) macam: 1.

2.

Penemuan hukum dalam arti penerapan suatu peraturan pada suatu peristiwa konkret, untuk peristiwa mana telah tersedia peraturannya secara jelas. Hal ini menunjukkan suatu metode yang lebih bersifat sederhana, dalam arti bahwa hakim hanya terbatas pada menerapkan suatu aturan hukum (undang-undang) yang sesuai dengan faktanya atau peristiwa konkretnya; Penemuan hukum dalam arti pembentukan hukum, di mana untuk suatu peristiwa konkret tidak tersedia suatu peraturannya yang jelas/lengkap untuk diterapkan. Dalam hal ini hakim tidak menemukan aturan hukumnya (undang-undangnya) yang sesuai dengan fakta atau peristiwa konkretnya, sehingga ia harus membentuknya melalui suatu metode tertentu.

Penemuan Hk/Dok/

14

• Sudikno Mertokusumo, mengatakan bahwa Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapkan peraturan hukum pada peristiwa hukum konkrit.  Dengan perkataan lain adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das Sein) tertentu. Jadi yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit.  Hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum karena dituangkan dalam bentuk putusan. Di samping itu hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan sumber hukum juga.

Penemuan Hk/Dok

15

Sudikno Mertokusumo, mengatakan bahwa: • Penemuan hukum dalam arti sempit adalah suatu penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. • Penemuan hukum dalam arti luas adalah bahwa hakim bukan sekedar menerapkan peraturan hukum yang sudah jelas dengan mencocokkan dengan kasus yang ditangani, melainkan sudah lebih luas. Hakim dalam membuat putusan sudah memperluas makna suatu ketentuan undang-undang.

Penemuan Hk

16

• Sudikno Mertokusumo, menyebutkan bahwa penemuan hukum adalah tugas para pemangku hukum, untuk penerapkan peraturan hukum pada peristiwa hukum konkrit. • Tindakan yuris dalam situasi demikianlah yang dimaksud dengan penemuan hukum (rechtsvinding), yang dalam proses pengambilan keputusan, yuris pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan 2 (dua) atau fungsi utamanya, yaitu: 1. Yuris senantiasa harus mampu menyesuaikan norma-norma hukum yang konkrit (peraturan perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan, pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup dalam masyarakat, kearifan lokal serta perasaannya keadilannya sendiri. 2. Yuris senantiasa harus mampu memberikan penjelasan, penambahan atau melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal demikian perlu dijalankan sebab ada kalanya pembuat undang-undang (wetgever) tertinggal oleh perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Penemuan Hk/Dok

17

Subyek Penemuan Hukum  Menemukan hk mrp karya manusia dan ini berarti antara lain, bahwa setiap penerapan hk selalu didahului oleh seleksi subyektif mengenai peristiwa2 dan perat2 yg relevan.  Problematika yg berhub dgn penemuan hk pd umumnya dipusatkan sekitar hakim dan pembentuk UU.  Akan tetapi, di dlm kenyataannya problematik penemuan hk ini tdk hanya berperan pd kegiatan hakim dan pembentuk UU saja. Berbagai pihak melakukan penemuan hk.  Penemuan hukum pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum yang luas cakupannya. Penemuan hukum dapat dilakukan oleh orang perorang, yuris, Pembentuk UU, peneliti hukum, para pemangku hukum (polisi, jaksa, advokat, hakim, notaris), bahkan dapat juga dilakukan oleh direktur perusahaan BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.  Namun dalam diskursus penemuan hukum lebih banyak dibicarakan pada upaya penemuan hukum oleh hakim, pembentuk undang-undang, Notaris dan peneliti hukum. 18

HAKIM • Penemuan hukum oleh hakim tidak semata-mata menyangkut penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, namun juga penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya sekaligus. • Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. • Seorang hakim harus berusaha menemukan hukumnya atau harus melakukan penemuan hukum (rechtsvinding). • Hakim, krn tiap harinya ia dihadapkan pd peristiwa yg konkrit atau konflik utk diselesaikannya, jadi sifatnya konfliktif. Hasil penemuan hk oleh hakim itu mrp hk krn mempunyai kekuatan mengikat sebagai hk krn dituangkan dlm bentuk putusan. • Di samping itu hasil penemuan hk oleh hakim itu mrp sumber hk jg.

Penemuan Hk/Dok

19

Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk • Pembentuk undang-undang melakukan penemuan hukum – meskipun tidak menghadapi peristiwa konkret atau konflik seperti hakim- untuk menyelesaikan atau memecahkan peristiwa abstrak tertentu (belum terjadi, namun besar kemungkinan akan terjadi pada masa mendatang), jadi sifatnya preskriptif. • Hasil penemuan hukumnya merupakan hukum karena dituangkan dalam bentuk undang-undang dansekaligus merupakan sumber hukum. • Bedanya dgn penemuan hk oleh hakim adalah bahwa hakim menghadapi peristiwa konkrit atau konflik, sedangkan pembentuk UU tdk. • Yg dihadapi oleh pembentuk UU bukanlah pertanyaan “Bagaimanakah saya memecahkan konflik konkrit ini?” melainkan pertanyaan “Bagaimanakah saya seyogianya menyelesaikan atau memecahkan peristiwa abstrak tertentu (yg blm terjd, tetapi besar kemungkinannya akan terjd) di waktu mendatang?”. Jd sifatnya, adalah preskriptif.

Penemuan Hk/Dok

20

• Preskriptif adalah suatu sistem ajaran yang menentukan apa yang seyogianya harus dilakukan dalam menghadapi kenyataan-kenyataan yang dihadapi. Contohnya: peraturan perundang-undangan. • Hasil penemuan hk oleh pembentuk UU inipun mrp hk krn mempunyai kekuatan mengikat sebagai hk sebab dituangkan dlm bentuk uu yg mrp sumber hk.

Penemuan Hk/Dok

21

NOTARIS • Notaris jg melakukan penemuan hk. Notaris menghadapi masalah hk yg diajukan oleh kliennya utk membuatkan Akta. • Notaris harus menemukan hknya dari peristiwa konkrit yg diajukan oleh kliennya utk membuatkan aktanya.

• Hasil penemuan hk oleh notaris adalah hk, krn berbentuk akta yg berisi kaidah2 hk dan mempunyai kekuatan mengikat serta sekaligus mrp sumber hk.

Penemuan Hk/Dok

22

DOSEN serta PENELITI HK • Dosen serta peneliti hk di dlm penulisan dan pembahasannya melakukan penemuan hk yg sifatnya teoritis, sehingga hasil penemuan hknya bukan mrp hk, krn tdk mempunyai kekuatan mengikat, melainkan mrp sumber hk (doktrin).

Penemuan Hk/Dok

23

Penemuan Hukum

Pengembanan Hukum

Secara Ilmiah

Secara Praktis

Ilmuwan Hukum

Praktisi Hukum (antara lain Hakim)

Penemuan Hk/Dok

24

Sistem Penemuan Hukum • Sistem merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu norma atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem yang normatif. • Sedangkan sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan. • Masing-masing bagian atau unsur harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-bagian atau unsur-unsur lain dan dengan keseluruhannya seperti mozaik atau legpuzzle. Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas satu sama lain namun berkaitan. Arti pentingnya tiap bagian terletak justru dalam ikatan sistem, dalam kesatuan karena hubungannya yang sistematis dengan aturan-aturan hukum lainnya. Penemuan Hk/Dok/

25

• Pada dasarnya penemuan hukum tetap harus mendasarkan pada sistem hukum yang ada. • Penemuan hukum yang semata-mata mendasarkan pada undang-undang disebut oriented system, namun apabila oriented system tidak memberikan solusi maka harus ditinggalkan dan menuju ke problem oriented yang dilatarbelakangi adanya kecenderungan masyarakat pada umumnya yang membuat undang-undang lebih umum, sehingga dengan sifat umum itu hakim mendapat kebebasan yang lebih luas. • Penemuan hukum pada awalnya hanya dikenal dalam hukum perdata karena hukum perdata lebih luas ruang geraknya, tetapi sekarang penemuan hukum juga dikenal dalam berbagai bidang hukum yang lain. • Hakim apabila menghadapi peristiwa konkrit, kasus atau konflik, pada hakekatnya harus memecahkan atau menyelesaikannya dan untuk itu harus mengetahui dengan cara mencari dan menemukan hukumnya untuk diterapkan pada peristiwa konkrit, kasus atau konflik tersebut.

Penemuan Hk/Do

26

• Montesquieu dan Imanuel Kant yang berpandangan klasik, memandang bahwa hakim dalam menerapkan undang-undang terhadap peristiwa hukum sesungguhnya tidak menjalankan peranannya secara mandiri. • Hakim hanyalah penyambung lidah/corong undang-undang atau bouche de la loi, sehingga tidak dapat mengubah, tidak dapat menambah dan tidak dapat pula mengurangi kekuatan hukum undang-undang. Hal demikian karena Montesquieu berpandangan bahwa undang-undang adalah satu-satunya sumber hukum positif. • Oleh karena itulah demi kepastian hukum, kesatuan hukum serta kebebasan warga negara -yang terancam oleh kebebasan (tindakan sewenang-wenang) dari tindakan hakim- maka hakim harus tunduk/berada di bawah undang-undang. • Maka, berdasarkan pandangan Montesquieu ini, peradilan hanyalah bentuk berpikir silogisme/subsumptie. • Pasal 20 AB dan Pasal 21 AB berasal dari pandangan klasik, isi pasal tersebut adalah hakim harus mengadili menurut undang-undang. Penemuan Hk/Dok/BONS

27

• (Hakim harus mengadili menurut undang-undang. Kecuali yang ditentukan dalam Pasal 11 hakim sama sekali tidak diperkenankan menilai bertentangan tidaknya isi undang-undang itu dengan rasa keadilan). • Menurut pandangan klasik yang dipelopori oleh Montesquieu dan Imanuel Kant ini, semua hukum terdapat secara lengkap dan sistematis dalam undang-undang. Tugas hakim adalah mengadili sesuai atau menurut bunyi undang-undang. Oleh karena itulah dapat dipahami Pasal 15 A B yang menyatakan, bahwa kebiasaan hanya dapat membentuk hukum apabila undang-undang menyebutnya. • Metode yang seharusnya digunakan dalam menerapkan undang-undang adalah metode berpikir deduksi/subsumptie logis. Teori ini disebut legisme atau positivisme undang-undang. Penemuan hukum di sini dianggap sebagai “kejadian yang teknis dan kognitif/pengertian” yang mengutamakan undang-undang dan tidak memberi tempat pada pengakuan subyektivitas atau penilaian. Hakim tidak diberi kesempatan untuk berkreasi.

Penemuan Hk/Dok/

28

• Positivisme undang-undang ini didasarkan pada jalan pikiran: Apa yang mempunyai bentuk lahir sebagai hukum adalah legitim sebagai hukum, tidak peduli nilai isinya. Di sini aspek logis analitis (mendasarkan aspek logis analitis yang dimutlakkan). • van Eikema Hommes, memandang sebagai peradilan yang typis logicistis. • Wiarda, menyebutnya sebagai Penemuan hukum heteronom. Karena hakim mendasarkan pada peraturan-peraturan di luar dirinya, hakim tidak mandiri karena harus tunduk pada undang-undang. Pandangan klasik yang logicistis ini didorong oleh usaha kodifikasi dan asas pembagian kekuasaan dari Montesquieu ini tidak dapat dipertahankan. Penemuan Hk/Dok

29

• Pada tahun 1804 Etienee Portalis perencana Code Civil (Kitab UndangUndang Hukum Perdata Perancis) berpandangan materialisme yuridis atau otonom berpendapat bahwa kitab undang-undang meskipun tampaknya lengkap, tetapi tidak pernah rampung, sebab ribuan permasalahan yang tidak terduga akan diajukan kepada hakim. • Undang-undang yang sudah ditetapkan itu tidak akan berubah, sedangkan manusia tidak akan berhenti dan perkembangan itu selalu akan menimbulkan peristiwa baru. Oleh karena itulah, permasalahannya diserahkan kepadaa kebiasaan, yuris dan pendapat hakim, sebab undangundang ternyata tidak lengkap dan sering tidak jelas. • Dari hakim diharapkan dapat menyesuaikan undang-undang dengan keadaan. Peradilan mempunyai peranan yang penting dan yurisprudensi makin bertambah kewibawaannya. Pandangan Etienne Portalis dewasa ini banyak penganutnya.

Penemuan Hk/Dok/

30

• Sekitar tahun 1850 bergeserlah dari pandangan penemuan hukum yang typis logicistis (heteronom) condong ke arah pandangan – yang oleh van Eikema Hommes disebut sebagaimaterial yuridis (otonom) yang ditujukan pada peran penemuan hukum yang mandiri. • Hakim tidak lagi dipandang sebagai corong undang-undang, namun sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan-kebutuhan. • Di Jerman dipertahankan oleh Oskar Bollow dan Eugen Erlich, di Perancis dikembangkan oleh Francois Geny, di Amerika dikembangkan oleh Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan Paul Scholten. Penemuan Hk/Dok

31

• Sebagai prototype (bentuk dasar) penemuan hukum heteronom terdapat dalam sistem peradilan negara-negara Kontinental, hakim bebas tidak terikat pada putusan hakim lain yang pernah dijatuhkan mengenai perkara yang sejenis, namun hakim mengutamakan undang-undang. • Penemuan hukum di sini dianggap sebagai kejadian teknis dan kogniti. Dalam penemuan hukum yang typis logicistisch atau legisme (heteronom) hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara berdasarkan atau dipengaruhi faktor-faktor di luar dirinya. • Misalnya dipengaruhi oleh undang-undang, sistem pemerintahan, ekonomi, politik dan sebagainya. • Penemuannya sesuai dengan pandangan klasik oleh Montesquieu dan Imanuel Kant. Undang-undang adalah satu-satunya sumber hukum positif, oleh karena itu demi kepastian hukum dan kesatuan hukum, hakim harus di bawah undang-undang. • Peradilannya berbentuk silogisme, yaitu bentuk berpikir logis belaka melalui subsumptie automaat.

Penemuan Hk/Dok/

32

 Penemuan Hukum Otonom atau Materiel juridisch.  Sebagai prototype penemuan hukum yang materiel logicitisch (otonom) terdapat dalam sistem peradilan Anglo Saxon. Hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompet undang-undang, namun sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undangundang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau perkembangan masyarakat.  Peradilan Anglo Saxon, menganut asas the binding force of precedent atau stare decisis et quita non movere. Hakim terikat pada putusan hakim yang telah dijatuhkan mengenai perkara sejenis dengan perkara yang akan diputus hakim yang bersangkutan.  Memang di sini putusan hakim terdahulu mengikatnya, sehingga merupakan faktor di luar diri hakim yang akan memutuskan, namun hakim yang akan memutuskan itu “menyatu” dengan hakim terdahulu yang telah menjatuhkan putusan mengenai perkara yang sejenis dan dengan demikian putusan hakim terdahulu dianggapnya sebagai putusannya sendiri, sehingga bukan faktor di luar dirinya namun bersumber dari hati nuraninya sendiri. Penemuan Hk/Dok/

33

 Hakim Anglo Saxon berpikir secara induktif, berpikir dari peristiwa khusus yang satu (putusan hakim terdahulu) ke peristiwa khusus yang lain (peristiwa konkrit yang dihadapinya) akhirnya sampai pada peristiiwa khusus yang lain (putusan), hakim mengadakan reasoning analogy.  Pada penemuan hukum yang material yuridis (otonom) hakim memeriksa, mengadili dan memutus perkara menurut apresiasi pribadinya. Hakim dibimbing oleh pandanganpandangan atau pikirannya sendiri.

Penemuan Hk/Dok/

34

 Penemuan Hukum Campuran  Dalam perkembangannya 2 (dua) sistem penemuan hukum itu saling mempengaruhi atau convergence, sehingga penemuan hukum tidak lagi murni otonom ataukah murni heteronom namun menjadi tipe campuran.  Bahkan ada kecenderungan bergeser ke arah penemuan hukum otonom (material yuridis).  Dewasa ini pembentukan undang-undang mendorong ke arah penemuan hukum otonom, dan ada kecenderungan dalam pembentukan undang-undang tidak kasuistis namun bersifat umum (Flucht in die Generalklausel), ini dalam pembentukan undang-undang merupakan gejala umum.

Penemuan Hk/Dok/

35

 Akibatnya ialah terjadi pergeseran dari hakim terikat ke arah hakim bebas, dari Normgerechtigkeit (keadilan menurut undang-undang) ke arah Einzelfallgerechtigkeit (keadilan menurut hakim seperti yang tertuang dalam putusannya), dari systeemdenken (berpikir dengan mengacu kepada sistem: system oriented) ke arah probleemdenken (berpikir dengan mengacu kepada masalahnya: problem oriented).  Bukan hanya hakim yang menyebabkan pergeseran dari bentuk penemuan hukum heteronom ke arah penemuan hukum otonom, namun juga pembentuk undang-undang.  Antara penemuan hukum yang heteronom dengan penemuan hukum yang otonom tidak ada batasan yang tajam.  Dalam praktek, penemuan hukum dapat dijumpai kedua unsur tersebut (unsur heteronom dan unsur otonom). Penemuan Hk/Dok/

36

 Putusan pengadilan di negara-negara Anglo Saxon merupakan hasil penemuan hukum otonom sepanjang pembentukan peraaturan dan penerapan peraturan itu dilakukan oleh hakim berdasarkan hati nuraninya, tetapi sekaligus juga bersifat heteronom karena hakim terikat pada putusan-putusan sebelumnya (faktor di luar diri hakim).  Hukum di Indonesia menganut penemuan hukum heteronom sepanjang hakim terikat pada undang-undang, namun penemuan hukum ini juga mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat, karena hakim sering kali harus menjelaskan atau melengkapi undang-undang menurut pandangannya sendiri.  Asas peradilan yang berlaku di Indonesia ialah bahwa hakim tidak terikat pada putusan hakim terdahulu mengenai perkara yang sejenis, maka belakangan ini tidak sedikit hakim yang menjatuhka putusannya, berkiblat/mengacu pada putusan pengadilan yang lebih tinggi mengenai perkara yang serupa dengan yang dihadapinya.

Penemuan Hk/Dok/

37

 Sebagai contoh, apabila ada hakim Pengadilan Negeri yang mengacu kepada keputusan hakim di atasnya - Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung- hal demikian tidak berarti bahwa asasnya berubah dari tidak terikat pada putusan hakim terdahulu menjadi the binding force of precedent (terikat pada putusan hakim terdahulu), seperti yang dianut oleh negara-negara Anglo Saxon, tetapi terikatnya atau mengacu/berkiblatnya hakim pada putusan hakim terdahulu itu karena the persuasive force of precedent, yang disebabkan karena putusan yang diikuti mengikat secara meyakinkan untuk diikuti.

Penemuan Hk/Dok/BONS

38

Alasan Penemuan Hukum • Oliver Wendell Holmes dan Jerome Frank, menentang pendapat bahwa hukum yang ada itu lengkap yang dapat dijadikan sumber bagi hakim untuk memutuskan dalam peristiwa yang konkret. Pelaksanaan undangundang oleh hakim bukan semata-mata merupakan persoalan logika dan penggunaan pikiran yang tepat saja, namun lebih merupakan pemberian bentuk yuridis kepada asas-asas hukum substansial yang menurut sifatnya tidak logis dan lebih mendasarkan kepada pengalaman dan penilaian yuridis daripada mendasarkan pada akal yang abstrak. • Ketentuan undang-undang yang berlaku umum dan bersifat abstrak, tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwa konkret, oleh karena itu ketentuan undang-undang harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan disesuaikan dengan peristiwanya untuk diterapkan pada peristiwa itu. Peristiwa hukum harus dicari lebih dahulu dari perisiwa konkretnya, kemudian undang-undangnya ditafsirkan untuk dapat diterapkan. Penemuan Hk/Dok

39

• Setiap undang-undang bersifat statis dan tidak dapat mengikuti perkembangan kemasyarakat, sehingga menimbulkan ruang kosong yang perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah dibebankan kepada hakim dengan melakukan penemuan hukum melalui metode interpretasi dan metode argumentasi, dengan syarat bahwa dalam menjalankan tugasnya tersebut, hakim tidak boleh memaksa maksud dan jiwa undang-undang atau tidak boleh bersikap sewenang-wenang. • Undang-undang sebagaimana norma pada umumnya, berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia, sehingga harus dilaksanakan atau ditegakkan. Undang-undang harus diketahui oleh umum, tersebar luas dan harus jelas. Kejelasan undang-undang sangatlah penting. Oleh karena itu setiap undang-undang selalu dilengkapi dengan penjelasan yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara. Sekalipun nama dan maksudnya sebagai penjelasan, namun sering terjadi penjelasan tersebut, tidak juga memberi kejelasan karena hanya dinyatakan cukup jelas, padahal teks undang-undang tidak jelas dan masih memerlukan penjelasan. Mungkin saja pembentuk undang-undang bermaksud hendak memberi kebebasan yang lebih besarHk/Dok kepada hakim. Penemuan 40

• Karena undang-undang tidak lengkap dan tidak jelas, maka harus dicari dan diketemukan hukumnya, dengan memberikan penjelasan, penafsiran atau melengkapi peraturan perundang-undangannya. Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadanya harus menggunakan hukum tertulis terlebih dulu yaitu peraturan perundang-undangan, namun apabila peraturan perundangundangan tersebut ternyata tidak cukup atau tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim akan mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumbersumber hukum yang lain

Penemuan Hk/Dok/

41

Kegunaan Penemuan Hukum Kegunaan penemuan hukum adalah untuk memberikan keputusan yang tepat dan benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum dalam masyarakat, sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa; a. Adakalanya pembuat peruturan perundang-undangan baik sengaja maupun tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertianpengertian yang bersifat umum, sehingga berakibat dapat diberi lebih dari satu pemaknaan; b. Adakalanya istilah yang digunakan dalam peraturan perundangundangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan dalam kenyataan masyarakat yang telah mengalami perkembangan atau perubahan. c. Adakalanya dapat ditemukan permasalahan di dalam masyarakat namun tidak ada atau belum diatur dalam peraturan perundangundangan 42

Penemuan Hukum  Umum: suatu reaksi thd situasi2 problematika yg dipaparkan org dlm peristilahan hukum  Sesuatu yg berkenaan dgn pertanyaan2 hk, konflik2 hk atau sengketa yuridis.  Diarahkan pd pemberian jawaban thd pertanyaan2 ttg hk dan mengenai pencarian penyelesaian thd sengketa-sengketa konkrit.

Penemuan Hk/Dok

43

Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk • Dlm merencanakan atau membentuk UU, pembentuk UU tdk lepas dr kegiatan menemukan hk. • Hasil penemuan hk oleh pembentuk UU antara lain berupa interprestasi otentik yg pd umumnya dituangkan dlm Bab ttg Ketentuan Umum Pasal I dlm UU. • Bedanya dgn penemuan hk oleh hakim adalah bahwa hakim menghadapi peristiwa konkrit atau konflik, sedangkan pembentuk UU tdk. • Yg dihadapi oleh pembentuk UU bukanlah pertanyaan “Bagaimanakah saya memecahkan konflik konkrit ini?” melainkan pertanyaan “Bagaimanakah saya seyogianya menyelesaikan atau memecahkan peristiwa abstrak tertentu (yg blm terjd, tetapi besar kemungkinannya akan terjd) di waktu mendatang?”. Jd sifatnya, adalah preskriptif. • Hasil penemuan hk oleh pembentuk UU inipun mrp hk krn mempunyai kekuatan mengikat sebagai hk sebab dituangkan dlm bentuk uu yg mrp sumber hk.

Penemuan Hk/Dok

44

Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk • Hukum dalam suatu negara dapat menjelma dalam berbagai wujud, antara lain dalam bentuk hukum tertulis berupa peraturan perundangundangan dan bentuk hukum tidak tertulis. • Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibentuk, dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. • Kata pembentukan artinya adalah suatu perbuatan (hal, cara) membentuk. Pembentukan undang-undang berarti perbuatan (hal, cara) membentuk undang-undang.

Penemuan Hk/Dok

45

 Peraturan perundang-undangan merupakan himpunan peraturan menurut jenisnya atau tingkatannya yang tersusun secara hirarkhis, dikeluarkan dan ditetapkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku  Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 disebutkan jenis dan hirarkhi peraturan peraturan perundang-undangan terdiri dari: - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Ketetapan MPR; - Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; - Peraturan Pemerintah; - Peraturan Presiden; - Peraturan Daerah Propinsi; - Perda Kab/Kota.

Penemuan Hk/Dok/

46

• A.Hamid S. Attamimi dalam disertasinya, menunjukkan tentang betapa pentingnya peraturan perundang – undangan sebagai sumber hukum, baik secara materiel maupun formal. • Umumnya pembentukan UU memenuhi 2 syarat utama yakni segi-segi yang bersifat formal dan material. 1. Secara formal pembentukan undang-undang harus memenuhi syarat seperti wewenang pembuatan, prosedur pembuatan atau syarat lainnya yang bersifat formalitas. 2. Secara material yaitu menyangkut isi undang-undang itu sendiri. Setiap peraturan perundang-undangan idialnya memiliki konsistensi normatif secara berjenjang terhadap norma yang lebih tinggi, merumuskan terminologi dan sistematika yang benar, isinya dapat dikenali, perlakuan yang diberikan oleh hukum tersebut harus merata, menjamin kepastian dan pelaksanaannya sesuai dengan keadaan individual

Penemuan Hk/Dok

47

Kekuasaan Membentuk Peraturan Perundang-Undangan • Membentuk peraturan perundang-undangan merupakan kekuasaan yang selalu melekat atau dilekatkan pada negara atau pemerintah. Kekuasaan membentuk peraturan perundang-undangan hanya ada pada negara atau pemerintah. • Dalam suatu masyarakat yang tersusun dalam susunan organisasi negara, hanya negara atau pemerintah yang berhak membentuk perturan perundang-undangan. • Kekuasaan membentuk peraturan-perundang-undangan tidak dapat dan tidak akan pernah dapat dialihkan pada badan-badan kekuasaan yang bukan negara atau bukan pemerintah

Penemuan Hk/Dok/

48

Bagir Manan, mengatakan bahwa: “Kekuasaan membentuk peraturan perundang-undangan merupakan salah satu kekusaan negara untuk membuat keputusan. Negara melalui alat-alat perlengkapan atau jabatan negara dapat membuat berbagai macam keputusan, yaitu:  Pengadilan sebagai peradilan negara membuat keputusan baik dalam bentuk putusan (vonis) untuk menyelesaikan suatu sengketa hukum maupun ketetapan untuk memberi ketetapan hukum suatu permohonan yang bukan sengketa hukum (seperti penetapan ahli waris).  Majelis Permusyawaratan Rakyat membuat ketetapan baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun yang tidak berupa peraturan perundang-undangan (seperti Ketetapan).  Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama Presiden membuat keputusan dalam bentuk Undang-Undang (dalam arti formal).  Presiden juga membuat keputusan sebagai keputusan negara, keputusan mengenai Grasi, Amnesti, dan Abolisi, dsb.

Penemuan Hk/Dok

49

Undang-Undang • Sebagaimana diketahui, bahwa konstitusi hanya memuat ketentuanketentuan pokok saja. • Sedangkan pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan pokok tersebut dilaksanakan dan atau dijelmakan dalam peraturan yang lebih rendah, misalnya dengan undang-undang. • Bagir Manan, mengatakan undang-undang merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauan materi muatannya. Dapatlah dikatakan, tidak ada lapangan kehidupan dan kegiatan ketatanegaraan, pemerintahan, masyarakat dan individu yang tidak dapat menjadi jangkauan untuk diatur oleh Undang-undang. • Bagir Manan, mengemukakan tentang tolok ukur materi muatan undangundang sebagai berikut: 1. Ditetapkan dalam UUD. 2. Ditetapkan dalam Undang-undang terdahulu.

Penemuan Hk/Dok

50

3. Ditetapkan dalam rangka mencabut, menambah atau mengganti Undangundang yang lama. 4. Materi muatan menyangkut hak dasar atau hak asasi. 5. Materi muatan menyangkut kepentingan atau kewajiban rakyat banyak.

Penemuan Hk/Dok

51

Undang-Undang  C.S.T. Kansil, menyatakan bahwa undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.  Menurut Buys, dalam ilmu pengetahuan hukum, undang-undang dapat dibedakan dalam 2 (dua) arti yaitu; 1. UU dalam arti materiil yang dinamakan UU merupakan keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum. 2. Undang-undang dalam arti formal ialah keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang-undang. Jadi, undang-undang dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan “undang-undang” karena cara pembentukannya. Di Indonesia, undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).

52

• Di Indonesia yang disebut undang-undang ialah peraturan yang dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).

• Dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menentukan; bahwa pembentukan undang-undang dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, tetapi tentang cara pembentukannya selanjutnya tidak diatur dalam UUD 1945. • Sementara Undang-undang itu sendiri dilihat dari segi formil merupakan produk bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, akan tetapi menurut Pasal 20 ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-undang berada pada DPR.

53

• Undang-undang mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau untuk mempunyai kekuatan berlaku. Ada tiga macam kekuatan berlaku, yaitu: 1. Kekuatan Berlaku Yuridis (Juristische Geltung) Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi. Menurut Hans Kelsen kaedah hukum mempunyai kekuasaan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu kaedah hukum merupakan sistem kaedah secara hierarchies. Di dalam Grundnorm (norma dasar) terdapat dasar berlakunya semua kaedah yang berasal dari satu tata hukum. Dari Grundnorm itu hanya dapat dijabarkan berlakunya kaedah hukum dan bukan isinya. Pertanyaan mengenai berlakunya hukum itu berhubungan dengan das Sollen, sedangkan das Sein itu berhubungan dengan pengertian hukum.

Penemuan Hk/Dok

54

2. Kekuatan Berlaku Sosiologis (Soziologische Geltung) Di sini intinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum di dalam kehidupan bersama. Yang dimaksudkan, bahwa berlakunya atau diterimanya hukum di dalam masyarakat itu lepas dari kenyataan apakah peraturan hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak. Jadi, di sini berlakunya hukum merupakan kenyataan di dalam masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat ini ada dua macam, yaitu: a. Menurut Teori Kekuasaan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari diterima ataupun tidak oleh warga masyarakat. b. Menurut Teori Pengakuan (Anerkennungstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat.

Penemuan Hk

55

3. Kekuatan Berlaku Filosofis (Filosofische Geltung) Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi (uberpositiven Werte: Pancasila, masyarakat adil dan makmur).

Penemuan Hk

56

Pemahaman terhadap Pembentukan UU • Proses pembentukan undang-undang lebih tepat disebut dengan teknik pembuatan/penyusunan undang-undang.

• Van Apeldorn, merumuskan teknik perundang-undang sebagai cara merumuskan peraturan-peraturan tersebut sedemikian rupa hingga maksud yang dikandung oleh pembentuk undang-undang jelas ternyata di dalamnya. • Bagir Manan, berpendapat bahwa pengetahuan tentang cara merumuskan termasuk bagian yang sangat penting dalam teknik pembentukan undang-undang. Tanpa pengetahuan yang cukup mengenai cara merumuskan, perancang akan menemui kesulitan dalam mewujudkan kehendak pembentuk undang-undang dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu undang-undang.

Penemuan Hk/Dok

57

Pembentuk undang-undang dituntut mengetahui beberapa hal, seperti: 1. Tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan (seperti dalam rangka pembinaan hukum nasional). 2. Fungsi peraturan perundang-undangan (seperti fungsi ketertiban, fungsi keadilan, fungsi penunjang pembangunan, fungsi mendorong perubahan sosial). 3. Benar-benar menguasai materi yang hendak diatur. Disini termasuk pengetahuan tentang apakah materi tersebut pernah diatur. Mengapa perlu diatur. Jenis perundang-undangan yang bagaimanakah yang tepat untuk mengatur perundang-undangan yang dirancang. Jangan sampai terjadi suatu peraturan perundang-undangan yang baru ditetapkan atau disyaratkan sudah ada pendapat yang menyatakan bahwa peraturan tersebut sudah tidak cocok, bahkan sampai tidak bisa dilaksanakan karena ditolak oleh masyarakat.

Penemuan Hk/Dok

58

4. Memahami tentang keterkaitan undang-undang yang akan dibentuk itu dengan undang-undang yang lain. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan pluralisme hukum, apalagi sampai undang-undang yang akan dibentuk itu bertentangan dengan salah satu undang-undang yang sudah ada. Sebagai contoh dapat dikemukan tentang adalah polemik yang ditimbulkan oleh UU. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo UU. No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan UU. No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana terjadi di Jawa Barat. Menurut Pemerintah Daerah Jawa Barat berdasarkan UU. No. 22 Tahun 1999 jo UU. No.25 Tahun 1999 masalah pengelolaan hutan adalah merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, sedangkan menurut Perum Perhutani, berdasarkan UU. No. 41 Tahun 1999 masalah pengelolaan hutan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Hal ini terjadi akibat dari kecerobohan pembentuk undang-undang yang berakibat terjadinya polemik dalam melaksanakannya.

Penemuan Hk/Dok

59

5. Memahami tentang asas-asas dalam pembentukan peraturan perundangundangan.

 Maka, membentuk undang-undang harus dilakukan dengan cermat dan terencana, agar undang-undang yang dibentuk tersebut dapat menjelmakan isi dan makna yang terkandung di dalam ketentuan UUD 1945.  Di samping itu undang-undang yang dibentuk mampu menjelmakan isi dan makna yang terkandung di dalam UUD 1945, undang-undang juga harus mampu menjelmakan nilai-nilai kehidupan yang dalam masyarakat dan negara, serta berbagai persoalan dan perubahan yang terjadi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penemuan Hk/Dok/

60

• Pokok pikiran pada konsiderans Undang–Undang, memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secaraberurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. a. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun1945. b. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Penemuan Hk/Dok

61

Asas-asas Dalam Membentuk dan Mengubah UU • Membentuk dan mengubah undang-undang adalah merupakan serangkaian perbuatan. Perbuatan yang dimaksud dimulai dari tahap persiapan, perancangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. • Khusus dalam tahap persiapan, perancangan, dan pembahasan diperlukan petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu. Petunjuk tersebut ada yang bersifat yuridis dan non juridis. • Petunjuk yang bersifat yuridis adalah seperangkat peraturan perundangundangan yang dijadikan dasar bagi penerbitan undang-undang. • Petunjuk yang bersifat non-yuridis adalah petunjuk yang memberikan arah kepada pembentukan undang-undang yang diakui dan dianggap sangat penting, yang dikenal dengan asas hukum.

Penemuan Hk/Dok

62

• asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu. • Asas hukum menurut Satjipto Rahadjoa, adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum, dan merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa melalui asas hukum itu peraturanperaturan berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis.

Penemuan Hk/Dok

63

• Dalam praktek di Indonesia, bagi pembentukan peraturan perundangundangan, A.Hamid S. Attamimi, menyarankan tiga asas yang secara berurutan disusun sebagai berikut: 1. Cita Hukum Indonesia; 2. Asas Negara Berdasarkan Atas Hukum dan Asas Pemerintahan Berdasarkan Sistem Konstitusi; 3. Asas-asas lainnya.

• Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik itu meliputi juga : 1. asas tujuan yang jelas; 2. asas perlunya pengaturan; 3. asas organ/lembaga dan materi dan materi muatan yang tepat; 4. asas dapatnya dilaksanakan; 5. asas dapatnya dikenali; Penemuan Hk/Dok

64

6. asas perlakuan yang sama dalam hukum; 7. asas kepastia hukum; 8. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.

Penemuan Hk/Dok

65

PENEMUAN HK OLEH NOTARIS 1. Pengertian Penemuan Hk • Penemuan hukum atau yang dalam bahasa asing dikenal dengan rechtsvinding dan law making adalah menemukannya hukum karena hukum itu tidak lengkap atau tidak jelas. • Penemuan hukum pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ilmiah dan secara praktikal. •

Penemuan hukum ihwalnya adalah berkenaan dengan hal mengkonkretisasi produk pembentukan hukum.

• Pengertian Penemuan hukum adalah proses kegiatan pengambilan keputusan yuridis konkrit yang secara langsung menimbulkan akibat hukum bagi suatu situasi individual (putusan-putusan hakim, ketetapan, pembuatan akte oleh notaris dan sebagainya). Penemuan Hk/Dok

66

• Sudikno Mertokusumo, mengatakan bahwa Penemuan adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum pada peristiwa hukum konkrit. Dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das sein) tertentu.

• Sumber utama penemuan hukum adalah peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasiona, dan doktrin.

Penemuan Hk/Dok

67

• Peraturan perundang-undangan tidak semua yang sifatnya lengkap selangkap-lengkapnya serta jelas sejelas-jelasnya. Oleh karena tidak lengkap dan tidak jelas maka harus dilengkapi dan dijelaskan dengan jalan “penemuan hukum”. Secara sederhana penemuan hukum dapat dikatakan menemukan hukumnya karena hukum masih tidak lengkap dan tidak jelas • Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan dalam peristilahan hukum berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum atau rechtsvragen, konflik-konflik hukum dan sengketa hukum.  Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaianpenyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkrit.

Penemuan Hk/Dok

68

• Terkait padanya antara lain pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta hukum yang diterapkan padanya. • Penemuan hukum berkaitan dengan hal menemukan penyelesaianpenyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan norma-norma hukum.

• Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para yuris dan terjadi pada semua bidang hukum, yang merupakan aspek penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum.

Penemuan Hk/Dok

69

• Yuris dalam menjalankan profesinya, pada dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum berdasarkan analisisnya terhadap fakta-fakta yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan normanorma hukum positif. • Penemuan hukum itu sendiri dilakukan dengan proses : 1. perumusan masalah hukum 2. pemecahan masalah hukum 3. pengambilan keputusan bersadarkan penemuan hukum

Penemuan Hk/Dok

70

NOTARIS 2. Pengertian Notaris  Jabatan Notaris telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) kemudian beberapa pasalnya dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P).  Notaris merupakan profesi hukum dan dengan demikian profesi notaris adalah suatu profesi mulia (nobile officium).  Disebut sebagai nobile officium dikarenakan profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang.  Kekeliruan atas akta notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.

Penemuan Hk/Dok

71

 Jabatan Notaris merupakan jabatan tertentu, yang menjalankan profesi dalam pelayanan bidang hukum kepada masyarakat, dengan memberikan jasa dalam pembuatan akta, yang mengikuti peraturan dan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. • Sebagai profesi maka notaris merupakan seorang insan yang profesional dalam bidangnya yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, adapun unsur-unsur dari profesionalisme tersebut adalah: 1. Suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian; 2. Untuk itu perlu mendapatkan latihan khusus; 3. Memperoleh penghasilan daripadanya.

Penemuan Hk/Dok/

72

• Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain (Lumban Tobing).

Penemuan Hk/Dok

73

• Dalam Pasal 1 angka (1) UUJN-P menyebutkan, bahwa Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. • Terminologi berwenang (bevoegd) dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diperlukan karena berhubungan dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa suatu akta otentik adalah yang sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat akta itu dibuat.

Penemuan Hk/Dok

74

• Dalam prakteknya, Notaris lebih banyak membuat akta dalam bentuk akta baku yang bentuknya telah ditentukan oleh pemerintah dalam Undang – Undang, yaitu akta – akta otentik pada umumnya, seperti pada Akta Hibah, Akta Inbreng, Akta - Akta Perseroan Terbatas, serta akta – akta lain yang dibuat oleh Notaris, namun pada saat – saat tertentu. Notaris juga dituntut untuk dapat melakukan penemuan hukum, dalam perjanjian atau kontrak tertentu karena ketidaksempurnaan hukum yang tersedia

• Pelaksanaan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut pembuat undang-undang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk menunjuk para pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan oleh karena itulah para notaris ditunjuk sebagai pejabat yang sedemikian berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris.

Penemuan Hk/Dok

75

• Pelaksanaan jabatan Notaris juga berwenang memberikan nasehat hukum dan penjelasan kepada pihak-pihak sehubungan dengan pembuatan akta yang akan, sedang dan/atau dibuat oleh para pihak tersebut, hal ini untuk menjamin bahwa para pihak mengetahui apa yang menjadi keinginannya tertuang ke dalam akta. • Oleh karena itu, Notaris dalam memberikan nasehat dan penjelasanpenjelasan informasi serta pengetahuan hukum untuk menemukan hukum kepada para pihak harus akurat. • Penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris, dituangkan ke dalam suatu akta yang pada dasarnya akta yang dibuat tersebut harus dapat dimengerti dan dipahami isinya oleh para pihak yang ada dalam akta tersebut. Sumber hukum dari isi akta autentik yang akan dibuat sering terdapat kekosongan hukum dan/atau belum ada peraturan perundangundangannya.

Penemuan Hk/Dok

76

• Menurut Sudikno Mertokusumo, Notaris harus melakukan penemuan hukum, Notaris menghadapi masalah hukum yang diajukan oleh kliennya untuk dibuatkan akta. Notaris harus menemukan hukumnya dari peristiwa konkret yang diajukan oleh klien untuk kemudian dibuatkan aktanya. • Hasil penemuan hukum oleh Notaris adalah hukum karena berbentuk akta yang berisi kaedah-kaedah hukum dan mempunyai kekuatan mengikat serta sekaligus merupakan sumber hukum.

• Sudikno menyebutkan, bahwa penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris disebut penemuan hukum problematis karena dihadapkan pada suatu masalah. Penemuan hukum bukan semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit, tetapi sekaligus juga penciptaan dan pembentukan hukum.

Penemuan Hk/Dok

77

• Pada saat notaris melakukan penemuan hukum terhadap undang-undang yang ternyata tidak lengkap, Notaris harus berdasarkan pada asas-asas hukum dimana pada setiap peristiwa dapat diterapkan kaidah yang ideal. • Menurut Savigny, hukum itu berdasarkan sistem asas-asas hukum dan pengertian dasar darimana untuk setiap peristiwa dapat diterapkan kaidah yang cocok (Begriffsjurisprudenz). • Notaris dihadapkan kepada suatu masalah atau suatu kasus yang diajukan oleh klien untuk membuat akta. Masalah hukum konkret atau peristiwa yang diajukan oleh klien merupakan peristiwa konkret yang masih harus dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas notaris yang tidak selalu mudah. Disini notaris melakukan penemuan hukum.

Penemuan Hk/Dok

78

• Penemuan hukum itu mempunyai aturan permainan, di samping metodemetode penemuan hukum harus dikuasai juga perkembangan ilmu hukum dan sistem hukum, supaya hasil penemuan hukum lebih memuaskan. Kejujuran dan keberanian tidak boleh dilupakan. • Dalam melakukan penemuan hukum, Notaris dituntut sebuah tanggung jawab yang ditegaskan dalam pasal 16 Undang – Undang Jabatan Notaris mengenai sikap netral yang harus diambil oleh seorang Notaris. • Berbeda dengan seorang pengacara yang dapat melakukan pembelaan terhadap kliennya yang benar secara sepihak, seorang Notaris dalam membuat keputusan dan mencanangkan pasal – pasal dalam aktanya harus dapat melakukan tugasnya itu dengan tidak berpihak pada salah satu kepentingan klien saja.

Penemuan Hk/Dok

79

• Dengan posisi netral, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalam hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah. • UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 16 ayat (1) a mengatakan, “Dalam melaksanakan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. • Penemuan hukum merupakan sarana untuk penegakan hukum sedangkan untuk penegakan hukum diperlukan kejujuran dan keberanian.

Penemuan Hk/Dok

80

• Berkenaan dengan penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris, maka landasan hukum yang digunakan adalah Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJNP) menyebutkan bahwa: “”Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Penemuan Hk/Dok

81

• Notaris dalam melakukan penemuan hukum bersifat problematis, dan hasil dari penemuan hukum oleh Notaris adalah hukum, karena berbentuk akta yang berisi kaidah-kaidah hukum dan mempunyai kekuatan hukum mengikat serta merupakan sumber hukum bagi para pihak yang membuatnya. • Adapun alasan dipergunakanya ajaran penemuan hukum adalah karena terjadi kekaburan bunyi undang-undang sehingga diperlukan suatu penemuan hukum dalam artian hukum itu ada namun tidak diatur secara jelas.

Penemuan Hk/Dok

82

3. Tanggungjawab Notaris  Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya: A. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu pebuatan tidak saja melanggar undang-undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian.

Penemuan Hk/Dok

83

• Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut: 1). Melanggar hak orang lain; 2). Bertentangan dengan aturan hukum; 3). Bertentangan dengan kesusilaan; 4). Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Penemuan Hk/Dok

84

B. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya.  Unsur-unsur dalam perbuatan pidana meliputi: 1). Perbuatan manusia; 2). Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya berlaku asas legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam undang-undang);

Penemuan Hk/Dok

85

3). Bersifat melawan hukum. 4). Tanggung jawab notaris berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN). 5). Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam pasal 4 UUJN tentang sumpah jabatan notaris.

 Notaris harus menjalankan jabatannya sesuai dengan Kode Etik Notaris, yang mana dalam melaksanakan tugasnya Notaris itu diwajibkan: a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatannya. b. Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan negara.

Penemuan Hk/Dok

86

• Sedangkan Tindakan seorang ahli hukum dalam suatu situasi tertentu untuk mengakomodir kebutuhan tertentu itulah yang dimaksudkan dengan pengertian penemuan hukum atau rechtsvinding. Dalam proses pengambilan keputusan hukum, seorang ahli hukum pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan dua tugas atau fungsi utama, yaitu: 1. Ia senantiasa harus mampu menyesuaikan kaidah-kaidah hukum yang konkrit (perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada di dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan, pandanganpandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup di dalam masyarakat, serta perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang ahli hukum karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak selalu dapat ditetapkan untuk mengatur semua kejadian yang ada didalam masyarakat. Perundang-undangan hanya dibuat untuk mengatur hal-hal tertentu secara umum saja.

Penemuan Hk/Dok

87

2. Seorang ahli hukum senantiasa harus dapat memberikan penjelasan, penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat Undang-undang (wetgever) tertinggal oleh perkembangan perkembangan di dalam masyarakat

Penemuan Hk/Dok

88

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM

Penemuan Hk/Dok

89

HAKIM • Masyarakat dengan segala kepentingannya selalu mengalami perubahanperubahan dan perkembangan.

• Dalam kaitannya dengan perubahan2 dan perkembangan masyarakat tersebut, hukum (dalam artian peraturan perundang- undangan) yang sifatnya statis, kaku dan lamban selalu tertinggal dengan perkembangan dan perubahan2 yg terjadi di masyarakat. • Karena itu, maka hukum harus selalu dilengkapi dengan “penemuan hukum” oleh hakim atau penegak hukum lainnya untuk mengatasi ketertinggalan hukum.

Penemuan Hk/Dok

90

 Sedangkan dalam hal terjadinya pelanggaran undang-undang, penegak hukum (hakim) harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang.  Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas.  Hakim dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih tidak sempurnanya undang-undang.  Karena undang-undang yang mengatur peristiwa konkrit tidak lengkap ataupun tidak jelas, maka dalam hal ini penegak hukum (hakim) haruslah mencari, menggali dan mengkaji hukumnya, hakim harus menemukan hukumnya dengan jalan melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).

Penemuan Hk/Dok

91

• Hakim dipaksa atau wajib turut serta menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum, apabila peraturan perundangundangan tidak menyebut suatu perkara maka hakim harus betindak atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, bilamana undang-undang atau kebiasaan tidak memberikan peraturan yang dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu perkara, maka hakim harus membuat peraturan atau hukum sendiri. Hal ini perlu karena perkara yang telah dibawa ke muka hakim harus diselesaikan. • van Apeldorn, berpendapat bahwa hakim harus: a. Menyesuaikan undang-undang dengan fakta-fakta konkrit, kejadiankejadian konkrit dalam masyarakat; b. menambah undang-undang apabila perlu. Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan kejadian-kejadian konkrit. Karena undangundang tidak dapat mencakup segala kejadian yang ada atau timbul dan berlaku di dalam masyarakat. Penemuan Hk/Dok/

92

HAKIM • Secara yuridis hakim tidak boleh untuk menolak suatu kasus atau perkara dengan alasan tidak ada hukum, dengan kata lain hakim harus menerima semua kasus atau perkara meskipun belum ada hukumnya dan di sini hakim berperan untuk mengisi kekosongan hukum, berusaha untuk menafsirkan suatu ketentuan hukum atau kaedah perundang-undangan yang tidak ada atau kurang jelas (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). • Ketentuan semacam ini juga terdpt dalam Pasal 22 AB, maka hakim dipaksa, wajib turut serta menentukan mana yang merupakan hukum, mana yang tidak. Hakim wajib membuat penyelesaian setiap perkara.

Penemuan Hk/Dok

93

Pengertian Penemuan Hk • Penemuan hukum menurut Sudikno Mertokusumo, adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang diberi tugas untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah suatu proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.

• Penemuan hukum menurut Paul Scholten, adalah sesuatu yang lain daripada hanya penerapan peraturan-peraturan pada peristiwanya. Kadang-kadang dan bahkan sangat sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan analogi ataupun rechtsvervijning.

Penemuan Hk/Dok/

94

Hakekat dan Kegunaan Penemuan Hukum Hakekat Penemuan Hukum • Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. • Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaianpenyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkrit. Sehingga diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum.

Penemuan Hk/Dok

95

Kegunaan Penemuan Hukum Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan menemukan kaidah hukum yang dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga di dalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa: 1. Adakalanya pembuat undang-undang sengaja atau tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau pemaknaan; 2. Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat adanya perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat; 3. Adakalanya terjadi suatu masalah yang tidak ada peraturan perudangundangan yang mengatur masalah tersebut.

Penemuan Hk/Dok

96

Ketentuan yang dijadikan sebagai dasar hukum penemuan hukum di Indonesia adalah:  Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.  Pasal 4 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman  Pasal 10 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan ini sesuai dengan asas ius Curia Novit, bahwa hakim dianggap mengetahui hukum.  Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Ini berarti hakim dalam menjatuhkan putusannya wajib memperhatikan dan menghormati nilai – nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Penemuan Hk/Dok/

97





Untuk mengisi kekosongan hukum. Untuk itu suatu perkara yang tidak ada aturannya, hakim tetap wajib untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan menggunakan metode analogi terhadap suatu peraturan yang mirip dengan perkara yang diperiksa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cetakan kedua tahun 1989, “Kekosongan hukum” atau rechts vacuum dapat diartikan sebagai “suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur tata tertib (tertentu) dalam masyarakat”, sehingga kekosongan hukum dalam hukum positif lebih tepat dikatakan sebagai “kekosongan undangundang/peraturan perundang-undangan”.

Penemuan Hk/Dok/

98

Ada 3 dasar pemikiran atau alasan untuk melakukan penemuan hukum oleh hakim, yaitu: 1. Karena peraturannya tidak ada, tetapi essensi perkaranya sama atau mirip dengan suatu perkara lain sehingga dapat diterapkan dalam perkara tersebut. 2. Peraturannya memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu menafsirkannya. 3. Peraturan juga sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan warga masyarakat. 

Fungsi membentuk hukum (baru) oleh pengadilan/hakim dilakukan olehnya untuk mengisi kekosongan dalam hukum dan mencegah tidak ditanganinya suatu perkara karena hukum (tertulis) tidak jelas atau tidak ada. Fungsi yang sangat penting ini dilakukan hakim/pengadilan dengan jalan atau bentuk, yaitu interprestasi hukum dan konstruksi hukum.

Penemuan Hk/Dok/

99



Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.



Interpretasi hukum adalah penafsiran perkataan dalam undangundang dengan tetap berpegang pada kata-kata atau bunyi.



Konstruksi hukum adalah penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.

Penemuan Hk/Dok/

100

R. Soeroso, menyebutkan ada 2 cara penafsiran, yaitu penafsiran dalam pengertian subyektif dan obyektif, dan penafsiran dalam pengertian sempit dan luas. 1. Dalam pengertian subyektif dan obyektif. a. Dalam pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang. b. Dalam pengertian penafsiran obyektif, apabila penafsirannya terlepas dari apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang, tetapi sesuai dengan adat atau bahasa sehari-hari.

Penemuan Hk/Dok/

101

2. Dalam pengertian sempit dan luas a. Dalam pengertian sempit, yakni apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian yang sangat dibatasi. Misalnya: Mata Uang, pengertiannya hanya mata uang logam saja. Barang: diartikan hanya benda yang dapat dilihat dan diraba saja. b. Penafsiran dalam pengertian yang luas, apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian seluas-luasnya. Contoh:  Pasal 1756 KUH Perdata alinea ke-2 tentang mata uang diartikan juga dengan uang kertas.  Barang (Pasal 362 KUH Pidana) yang dulu hanya diartikan sebagai benda yang dapat dilihat dan diraba, sekarang juga termasuk aliran listrik (Arrest Hoge Raad Belanda, tanggal 23 Mei 1931). Yang termasuk penafsiran dalam arti luas adalah penafsiran analogis. Penemuan Hk/Dok

102

METODE PENEMUAN HUKUM Dalam literatur ada 2 metode penemuan hukum yaitu: 1. Metode Penafsiran, dan 2. Metode Argumentasi A. Metode Penafsiran: Alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang sering digunakan oleh hakim dalam menemukan hukumnya dapat disimpulkan adanya metode interprestasi: menurut tata bahasa (gramatikal), historis, sistematis, teleologis atau sosiologis, perbandingan hukum, futuristis, restriktif dan ekstensif. Penemuan Hk/Dok/

103

1. Interpretasi Menurut Tata Bahasa (Gramatikal) -

-

-



Bahasa merupakan sarana yang sangat penting bagi hukum. Karena itu hukum terikat kepada bahasa. Penafsiran undang-undang itu pada dasarnya selalu akan merupakan penjelasan dari segi bahasa. Metode interpretasi ini yang disebut interpretasi gramatikal merupakan penafsiran atau penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata dan bunyinya. Di sini arti atau makna ketentuan undang-undang dijelaskan menurut bahasa sehari-hari yang umum. Ini tidak berarti bahwa hakim terikat erat pada bunyi kata-kata dari undang-undang. Interpretasi bahasa ini harus logis. Misalnya: Istilah “menggelapkan” dari Pasal 372 KUHP ada kalanya ditafsirkan sbg “menghilangkan”.

Penemuan Hk/Dok/

104

2.

Interpretasi menurut sejarah (historis)

-

Setiap ketentuan undang-undang mempunyai sejarahnya. Dari sejarah riwayatnya suatu peraturan perundangundangan yang bersangkutan, maka hakim dapat mengetahui maksud pembuatannya.

Ada dua jenis interpretasi menurut sejarah, yaitu: a. penafsiran menurut sejarah hukum b. penafsiran menurut sejarah undang-undang.

Penemuan Hk/Dok/

105

ad.a. Penafsiran menurut sejarah hukum, yang hendak memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum. Misalnya: kalau kita hendak menjelaskan ketentuan dalam BW dan KUHP, dengan meneliti sejarahnya yang tidak terbatas sampai pada terbentuknya BW dan KUHP saja, tetapi masih mundur ke belakang sampai pada hukum Romawi. ad.b. Penafsiran menurut sejarah undang-undang hendak dicari maksud ketentuan undang-undang pada waktu pembentukannya oleh pembuat undang-undang.

Penemuan Hk/Dok/

106

3.

Interpretasi Sistematis

-

Terjadinya suatu undang-undang selalu berkaitan dan berhubungan dengan peraturan perundang-undangan lain, dan tidak ada undang-undang yang berdiri sendiri lepas sama sekali dari keseluruhan perundangundangan. Setiap undang-undang merupakan bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan.

-

Menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan menghubungkannya dengan undang-undang lain, inilah yang disebut interpretasi sistematis.

Penemuan Hk/Dok/

107



Contoh: klu hendak mengetahui ttg sifat pengakuan anak yg dilahirkan di luar perkawinan oleh orangtuanya tdk cukup hanya mencari ketentuan dlm KUHPer saja, tetapi hrs dihubungkan dgn Pasal 278 KUHP, yg berbunyi: “Barangsiap mengaku seorg anak sbg anaknya menurut KUHPer, pd hal diketahui bahwa ia bukan bapak dari anak tersebut, diancam krn melakukan pengakuan anak palsu dgn pidana penjara paling lama tiga tahun”.

Penemuan Hk/Dok/

108

4. Interpretasi Teleologis atau Sosiologis

-

Metode interpretasi teleologis yaitu apabila makna undang-undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan.

- Dengan interprestasi teleologis ini undang-undang yang masih berlaku tetapi sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi, diterapkan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan masa kini, tidak peduli apakah hal ini semuanya pada waktu diundangkannya undang-undang tersebut dikenal atau tidak.

- Di sini peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru, peraturan lama itu dibuat aktual. Penemuan Hk/Dok/

109

5. Interpretasi Komparatif Interpretasi Komparatif atau penafsiran dengan jalan memperbandingkan adalah penjelasan berdasarkan perbandingan hukum. - Dengan memperbandingkan hendak dicari kejelasan mengenai suatu ketentuan undang-undang. - Terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional ini penting, karena dengan pelaksanaan yang seragam direaliser kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai hukum obyektif atau keadaan hukum untuk beberapa negara. - Di luar hukum perjanjian internasional kegunaan metode ini terbatas. -

Penemuan Hk/Dok/

110

6. Interpretasi Futuristis -

-

-

Interprestasi futuristis atau metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi adalah penjelasan ketentuan undang-undang yang berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum. Pada Interprestasi Futuristis maka dicari pemecahannya dlm peraturan2 yg blm mempunyai kekuatan berlaku yaitu dlm RUU. Contoh: Dijumpai dlm Putusan mengenai pencurian aliran listrik. Pada waktu HR pd tanggal 23 mei 1921 memutuskan bahhwa listrik termasuk barang yg dpt dicari (Pasal 362 KUHP) sdh direncanakan suatu UU yg menyatakan perbuatan itu dinyatakan diancam dgn pidana.

Penemuan Hk/Dok/

111

7. Interpretasi Restriktif dan Ekstensif

Dilihat dari hasil penemuan hukum dibedakan antara interprestasi restriktif dan ekstensif. 

Interpretasi restriktif adalah penjelasan atau penafsiran yang bersifat membatasi. Untuk menjelaskan suatu ketentuan undangundang ruang lingkup ketentuan itu dibatasi.



Menurut interpretasi gramatikal “tetangga” menurut Pasal 666 KUHPerdata dapat diartikan setiap tetangga termasuk seorang penyewa dari pekarangan sebelahnya. Kalau tetangga ditafsirkan tidak termasuk tetangga penyewa, ini merupakan penafsiran restriktif.

Penemuan Hk/Dok/

112

- Dalam interpretasi ektensif dilampau batas-batas yang ditetapkan oleh interpretasi gramatikal. Sebagai contoh dapat disebut kata “menjual” dalam Pasal 1576 KUHPerdata. Sudah sejak tahun 1906 kata menjual dalam Pasal 1612 BW Nederland (Pasal 1576 KUHPerdata) oleh HR ditafsirkan luas yaitu bukan semata-mata hanya berarti jual beli saja, tetapi juga “peralihan” atau pengasingan.

Penemuan Hk/Dok/

113

B. Metode Argumentasi 

Metode interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi kurang jelas atau tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya.



Sebaliknya dapat terjadi hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturannya yang khusus.



Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidak lengkapan undang-undang yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu perkara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya (lihat Pasal 22 AB jo Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004 jo Pasal 10 (1) UU No. 48 Tahun 2009). Penemuan Hk/Dok/

114

Dalam hal yang demikian apa yang harus dilakukan oleh hakim untuk menemukan hukumnya? Untuk mengisi kekosongan hukum itu digunakan metode berfikir : a. analogi, b. penyempitan hukum, dan c. Argumentum a contrario.

Penemuan Hk/Dok/

115

a. Analogi



Penemuan hukum dengan jalan analogi terjadi dengan mencari peraturan umumnya dari peraturan khusus dan akhirnya menggali asas yang terdapat didalamnya.



Di sini akhirnya perundang-undangan yang dijadikan peraturan yang bersifat umum yang tidak tertulis dalam undang-undang, diterapkan terhadap suatu peristiwa khusus, sedangkan peraturan perundang-undangan tersebut sesungguhnya tidak meliputi peristiwa khusus itu, tetapi peristiwa khusus itu hanyalah mirip dengan peristiwa yang diatur oleh peraturan perundangundangan.

Penemuan Hk/Dok/

116

b. Penyempitan hukum/penghalusan hukum



Perundang-undangan ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu ini biasa disebut penyempitan hukum atau penghalusan hukum (rechtvinding).



Dalam penyempitan hukum dibentuklah pengecualian hukum, atau penyimpangan-penyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang bersifat umum.

Penemuan Hk/Dok/

118





Kadang-kadang hakim menerapkan hukum terhadap suatu perkara tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang umum, tetapi menerapkan perundang-undangan tersebut dalam penafsiran tertentu dalam kasus tertentu tadi, kemudian diselesaikan menurut kaidah yang dibuat sendiri.

Di sini peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri.

Penemuan Hk/Dok/

119

c. Argumentum a contrario 

Adakalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang, tetapi kebalikan peristiwa tersebut diatur oleh undang-undang. Bagaimanakah menemukan hukumnya ?



Cara menemukan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila ada undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa diluarnya berlaku kebalikannya, ini merupakan metode argumentum a contrario.

Penemuan Hk/Dok/

120

 Ini merupakan penjelasan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.  Pada argumentum a contrario titikberat diletakkan pada ketidaksamaan peristiwanya. Di sini diperlakukan segi negatifnya dari undang-undang, dengan kata lain peristiwa yang tidak sama tidak diperlakukan sama (a contrario).

Penemuan Hk/Dok/

121

Gambar untuk menjelaskan Argumentum a contario Pasal 39 PP. No.9/1975

Pasal 39 PP.No.9/1975 a contrario

Istri yang cerai boleh Kawin lagi setelah Masa idah

Ditetapkan secara kebalikannya

Diterapkan terhadap Peristiwa khusus (istri yang cerai)

Diterapkan terhadap Peristiwa khusus lain (suami yang cerai hendak Kawin lagi.

Penemuan Hk/Dok/

122

Related Documents

2. Penemuan Hukum.ppt
March 2021 0
2
March 2021 0
2
February 2021 0
2
January 2021 3
2
January 2021 3
2
February 2021 2

More Documents from ""

2. Penemuan Hukum.ppt
March 2021 0