41911_seminar Agt 20 Part 1 1-150.pdf

  • Uploaded by: iza
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 41911_seminar Agt 20 Part 1 1-150.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 61,628
  • Pages: 1,216
Loading documents preview...
OPTIMA PREPARATION

SEMINAR BATCH III 2020 PA R T I | DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA | | DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |

ILMU KESEHATAN ANAK

1

• Bayi usia gestasi 28 minggu lahir secara SC • Dua jam pasca dilahirkan, bayi mengalami asfiksia berat. • Pemeriksaan foto dada menunjukkan gambaran granular, reticular, dan air bronkogram. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  HYALINE MEMBRANE DISEASE JAWABAN:

C. HYALINE MEMBRANE DISEASE

• Pada soal bayi dgn usia gestasi 28 minggu (<34 minggu)  risiko imaturitas paru dan defisiensi surfaktan

• Bayi mengalami asfiksia berat + gambaran Ro thoraks  retikulogranular (dengan kata lain groundglass) + air bronkogram  dari Faktor risiko, gejala, dan PX radiologi menunjang diagnosis Hyaline Membran Disease

• Sudden infant death syndrome  istilah yang digunakan untuk menggambarkan kematian bayi yang tiba-tiba dan tidak terduga di bawah 1 tahun yang penyebabnya tidak jelas (meskipun setelah dilakukan autopsy, review Riwayat klinis, dan penyelidikan di tempat kejadian). Kematian ini sering terjadi selama tidur atau di area tidur bayi. • Pneumonia neonatal  biasanya terdapat risiko infeksi perinatal, misalnya korioamnionitis. Biasanya memiliki gejala ke arah distress pernapasan dan sepsis • Tuberkulosis kongenital  TB pada neonatus dengan penularan yang dialami secara hematogen via vena umbilical, atau saat persalinan akibat menelan cairan amnion/ secret servikovaginal, biasanya memiliki gejala sepsis, distress napas, hepatomegaly, dan BBLR • Penyakit jantung kongenital  biasanya memiliki onset gejala > 6 jam setelah lahir, banyak diantaranya memiliki murmur, atau kelainan jantung lainnya seperti gallop, perbedaan TD di keempat ekstrimitas

HMD • Gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia gestasi<34 minggu atau berat lahir <1500 gram • Gejala Klinis – Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan. – Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat disingkirkan. • Sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit tipe II menghasilkan surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus • Terapi: • • • •

Endotracheal (ET) tube Continuous positive airway pressure (CPAP) Surfactant replacement Broad spectrum antibiotic (Ampicillin) stop if there is no proof of infection

KLASIFIKASI HMD

Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air bronchogram

Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan air bronchogram

Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Gambaran jantung menjadi kabur.

Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak), Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat, disebut juga “White lung”

Distres Pernapasan pada Neonatus KELAINAN

GEJALA

Sindrom aspirasi mekonium

Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.

Respiratory distress syndrome (penyakit membran hyalin)

Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.

Transient tachypnea of newboorn

Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.

Pneumonia neonatal Asfiksia perinatal (hypoxic ischemic encephalopathy)

Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous infiltrates Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah, terdapat kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan

2

• Anak laki-laki berusia 4 tahun dengan keluhan bercak biru yang terjadi secara spontan pada sendi lutut kiri. • Pernah mengalami perdarahan yang lama berhenti ketika suntik imunisasi. • Pada pemeriksaan diperoleh hemarthrosis, tanpa perdarahan yang jelas. • Laboratorium darah Hb 14 g/dL, leukosit 8,000/mL, trombosit 225,000/mL.

JENIS KELAINAN…

DIAGNOSIS  SUSPEK HEMOFILIA JAWABAN:

C. KOAGULASI

• Pernah mengalami perdarahan yang lama berhenti ketika suntik imunisasi  Riwayat perdarahan sebelumnya • Keluhan bercak biru spontan sendi lutut kiri hemarthrosis  tanda perdarahan profunda. • Perdarahan profunda lebih mengarahkan kecurigaan pada gangguan koagulasi, sedangkan perdarahan superfisial seperti ekimosis lebih mengarah pada gangguan hemostasis primer (agregasi platelet) • Jenis kelamin laki-laki  ada kemungkinan gangguan koagulasinya berupa hemofilia • Trombosit 225,000/mL  normal, bukan merupakan gangguan kuantitatif trombosit

• Kuantitatif trombosit (misalnya pada kelainan liver, uremia, platelet release disorder) dan kualitatif trombosit (kelainan dalam jumlah trombosit, misalnya ITP) merupakan gangguan pada hemostasis primer (proses agregasi platelet) dengan manifestasi perdarahan superfisial • Trombosis  proses pembentukan thrombus dalam pembuluh darah, misalnya pada kasus DVT, STEMI • Pembuluh darah  gangguan hemostasis akibat patensi pembuluh darah contohnya pada kasus scurvy dan

Spontaneous bleeding (without injury)

DEEP, SOLITARY

SUPERFICIAL, MULTIPLE petechiae, purpura, ecchymoses

platelet disorder

hematoma, hemarthrosis

coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.

Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.

Finding

Disorders of Coagulation

Disorders of Platelets or Vessels

Petechiae

Rare

Characteristic

Deep dissecting hematomas

Characteristic

Rare

Superficial ecchymoses

Common; usually large and solitary

Characteristic; usually small and multiple

Hemarthrosis

Characteristic

Rare

Delayed bleeding

Common

Rare

Sex of patient

80–90% of inherited forms Relatively more common occur only in male patients in females

Positive family history

Common

Rare (exc. vWF , hereditary hemorr. telangiectasia)

3

• Seorang bayi usia 20 bulan mengalami muntah dan berak lebih dari 10 kali per hari sejak 2 hari yang lalu, tanpa ada lendir maupun darah. • Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung, turgor menurun, anak tampak malas minum, dan terlihat letargi. TEMUAN YANG SESUAI…

DIAGNOSIS  DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT JAWABAN:

A. PENINGKATAN VISKOSITAS DARAH

• Pasien 20 bulan muntah dan BAB lebih dari 10 kali per hari 2 hari yll  diare akut • Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung, turgor menurun, anak tampak malas minum, dan terlihat letargi  dehidrasi berat • Pada diare akut dengan dehidrasi berat terjadi hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) terutama jika berlanjut pada syok hipovolemik karena berkurangnya cairan dalam pembuluh darah  menyebabkan peningkatan viskositas darah

• Penurunan viskositas bisa terjadi pada kasus penurunan hematokrit, berkebalikan dengan peningkatan hematokrit yang menyebabkan kenaikan viskositas darah • Penurunan tekanan onkotik plasma biasanya terjadi akibat penurunan kadar albumin dalam darah

Viskositas Darah • Viskositas dapat didefinisikan sebagai resistensi dari suatu cairan terhadap aliran/flow. • Resistensi yang ada dlm sirkulasi darah timbul akibat gesekan antara elemen darah itu sendiri maupun antara lumen pembuluh darah dengan darah. • Viskositas darah bervariasi secara fisiologis karena perbedaan hereditas, jenis kelamin, dan geografi. • Viskositas darah terutama ditentukan oleh kadar hematokrit, viskositas plasma, dan deformabilitas dan agregasi sel darah merah. • Hemokonsentrasi akibat pergeseran cairan yang keluar dari pembuluh darah bisa menyebabkan peningkatan viskositas darah

Viskositas Darah • Blood viscosity primarily determined by hematocrit levels and plasma viscosity (plasma viscosity is determined mainly by the concentration of plasma proteins). • The deformability and aggregation of erythrocytes and the interaction between blood cells are also important contributing factors (increased erythrocyte deformability, decreased erythrocyte aggregation caused decrease in blodd viscosity) • Cholesterol and triglyceride levels were positively related to blood viscosity; obesity, high sodium intake and aging also increased blood viscosity.

https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11434-012-5165-4.pdf

Viskositas Darah • Men have a significantly higher blood viscosity than women due to differences in hematocrit and the deormability and aggregation of erythrocytes • Geographical factors also affect blood viscosity. Compared with low-altitude residents, high altitude-residents have higher levels of hematocrit, blood viscosity, blood flow, and circulating nitric oxide (NO) products • Another factor that influences blood viscosity is temperature. When blood gets cold, it becomes "thicker" and flows more slowly. Therefore, there is an inverse relationship between temperature and viscosity.

https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11434-012-5165-4.pdf

4

• Seorang anak perempuan 9 tahun mengalami gusi sering bengkak dan mudah berdarah disertai dengan luka yang lama sembuh. • Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperkeratosis dan ekimosis perifolikular dan corkscrew hair pada bulu tubuh. DEFISIENSI VITAMIN…

DIAGNOSIS  SCURVY JAWABAN:

B. VITAMIN C

• Keluhan gusi bengkak + mudah berdarah disertai dengan luka yang lama sembuh + hiperkeratosis dan ekimosis perifolikular + corkscrew hair pada bulu tubuh  gejala klinis defisiensi vitamin C, yang disebut dengan scurvy

• Luka lama sembuh disebabkan karena defisiensi Vitamin C mengganggu sintesis dari kolagen dan jaringan ikat

• Defisiensi Vitamin A  menyebabkan xeroftalmia • Defisiensi Vitamin E  menyebabkan gangguan neurologis (degenerasi spinocerebellar) • Defisiensi vitamin B  tergantung dari jenis vitamin B, misa defisiensi B1 menyebabkan beri-beri, defisiensi vitamin B3 menyebabkan pellagra • Defisiensi Vitamin D  pada anak-anak menyebabkan rakhitis

Scurvy • Diakibatkan oleh defisiensi vitamin C • Vit. C  Redox agent  mereduksi ion metal dan membuang radikal bebas  memproteksi DNA, protein, dan pembuluh darah dari radikal bebas • Vit. C  triple helix formation dari kolagen  defisiensi vit. C  gangguan sintesis kolagen • Sintesis kolagen terganggu  poor wound healing  area yang terkena: dentin, kulit, kartilago, osteoid, dan pembuluh darah kapiler

Scurvy: Gejala Klinis - follicular hyperkeratosis and perifollicular hemorrhage, with petechiae and coiled hairs - Generalized systemic symptoms are weakness, malaise, joint swelling, arthralgias, anorexia, depression, neuropathy, and vasomotor instability - Anemia - impaired wound healing - Ptekiae & ecchymoses - gingivitis (with bleeding and receding gums and dental caries)

Cardiorespiratory symptoms, including dyspnea, hypotension, and sudden death have been reported Characteristic findings on magnetic resonance imaging (MRI) are sclerotic and lucent metaphyseal bands, with periosteal reaction and adjacent soft-tissue edema

The gingival swelling and dusky color just above two of the teeth indicate hemorrhage into the gums of this patient with poor dentition. The gingival abnormalities of scurvy occur only in the presence of teeth, which presumably provide portals of entry for microbes into the gums. One hypothesis suggests that vitamin C deficiency impairs neutrophil-mediated killing of bacteria, leading to chronic gingivitis, which is then complicated by bleeding from the fragile vessels characteristic of scurvy.

Periodontal images of the patient taken before periodontal treatment. Extensive gingival overgrowth with severe periodontal inflammation was observed in the maxillary and mandibular arches at the first visit (July, 2008). Image from open access article Omori K, Hanayama Y, Naruishi K, Akiyama K, Maeda

Hair shaft abnormalities in scurvy. Some hairs are bent in one or more places, creating the “swanneck” deformity. Some are coiled into “corkscrew” hairs. These abnormalities probably result from increased disulfide cross-linking of hair keratins.

Anteroposterior radiograph of the lower extremities shows ground-glass osteopenia, a characteristic of scurvy.

In this example, the perifollicular hyperkeratotic papules are quite prominent, with surrounding hemorrhage. These lesions have been misinterpreted as "palpable purpura," leading to the mistaken clinical diagnosis of vasculitis.

Perifollicular hemorrhage

Tatalaksana Scurvy - Jus jeruk setiap hari selama 7 hari - Asam askorbat 3-5x100 mg/ hari sampai tercapai dosis total 4 gram - Asam askorbat sekali minum hanya boleh 100 mg karena kemampuan usus dalam menyerap hanya 100 mg dalam satu waktu - Diet dengan kandungan vitamin C yang cukup    

Bayi 0-6 bulan: 40 mg/hari Bayi 7-12 bulan: 50 mg/hari Anak 1-3 tahun: 15 mg/hari Anak 4-8 tahun 25 mg/hari

5

• Anak 3 tahun keluhan lemas dan tampak pucat. • PF ditemukan hepatomegali, splenomegali. • Pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran anemia mikrositik hipokrom. • Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang. • Foto Rontgen didapatkan hair on end.

PX YG MENDUKUNG DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  THALASSEMIA JAWABAN:

C. KADAR BILIRUBIN INDIREK DLM DARAH MENINGKAT

• Anak 3 tahun lemas pucat + PF ditemukan hepatomegali, splenomegaly (organomegali) + lab anemia mikrositik hipokrom + Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang + Ro hair on end  curiga Thalassemia • Thalasemia termasuk ke dalam anemia hemolisis sehingga akan ditemukan peningkatan bilirubin indirek dalam darah

• Peningkatan kadar B2  tidak ditemukan pada thalasemia • Kadar urobilinogen urin menurun  karena merupakan ikterik prehepatik, kadar urobilinogen urin seharusnya meningkat • Penurunan kadar B1  tidak ditemukan pada thalasemia • Peningkatan leukosit  Talasemia tidak secara langsung memengaruhi leukosit dan. Jika terdapat temuan leukositosis pd thalassemia, bisa dipikirkan 3 hal: 1. terdapat infeksi; 2. Peningkatan jumlah neutrofil secara kronis, karena alasan yang tidak selalu jelas (biasanya pada thalassemia mayor); 3. Alat penghitung sel laboratorium mungkin salah mengklasifikasikan eritrosit berinti (eritrosit muda) sebagai leukosit

Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.

Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.

ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS • • • • • •

• • • • •

Pucat kronik Hepatosplenomegali Ikterik Perubahan penulangan Perubahan bentuk wajah  facies cooley Hiperpigmentasi kulit akibat penimbunan besi Riwayat keluarga + Riwayat transfusi Ruang traube terisi Osteoporosis “Hair on end” pd foto kepala

Diagnosis thalassemia (cont’d) •

Pemeriksaan darah



Analisis Hb

– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW   – Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +, nucleated RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling – Hiperbilirubinemia – Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn overload Fe) – Tes fungsi tiroid abnormal (late findings krn overload Fe) – Hiperglikemia (late findings krn overload Fe)

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb kualitatif

peripheral blood smear of patient with homozygous beta thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)

6

• Anak 3 tahun keluhan lemas dan tampak pucat. • PF ditemukan hepatomegali, splenomegali. • Pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran anemia mikrositik hipokrom. • Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang. • Foto Rontgen didapatkan hair on end.

PENYEBAB HAIR ON END… DIAGNOSIS  THALASSEMIA JAWABAN:

A. HIPERPLASIA DARI SUMSUM TULANG KRANIAL YANG BERLEBIHAN UNTUK MEMPRODUKSI ERITROSIT

• Anak 3 tahun lemas pucat + PF ditemukan hepatomegali, splenomegaly (organomegali) + lab anemia mikrositik hipokrom + Riwayat mendapatkan transfusi darah berulang + Ro hair on end  curiga Thalassemia • Foto Rontgen didapatkan hair on end  ditemukan pada thalassemia akibat: hemolisis kronik  hyperplasia sumsum tulang dari tulang kranial  ruang diploic menebal, destruksi trabekula dengan penebalan trabekula yang tersisa long, thin vertical striations that resemble hairs standing on end

• Hemolisis kronik menyebabkan meningkatnya aktivitas osteoblast  tidak ada hubungannya, justru thalassemia bisa menyebabkan osteoporosis • Kerusakan tulang akibat deposit rantai alfa globin  tidak tepat, kelainan tulang pada thalassemia bisa disebabkan hyperplasia sumsum tulang (menyebabkan hair on end, facies cooley, dan osteoporosis) • Penurunan kadar vitamin D  tidak menyebabkan hair on end • Peningkatan bilirubin indirek  tidak menyebabkan gambaran hair on end

Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation

Hair on End Appearance •

The radiographic features are due to marrow hyperplasia in response to anaemia. • The hair‐on‐end sign is a finding seen in the diploic space on skull radiographs and has the appearance of long, thin vertical striations that resemble hairs standing on end. • The bony alterations are due to overactivity of the red marrow This marrow hyperplasia widens the diploic space and thins the outer table. • There is trabecular destruction with thickening of the residual trabeculae. • The trabecular pattern within the diploe is sometimes perpendicular to the curvature of the cranial vault. • The alternating opaque, thickened trabeculae and radiolucent hyperplastic marrow produce the hair‐on‐end appearance.

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1365-2141.2008.07404.x

Diploic Space • The diploic space is the medullary cavity of the skull (marrowcontaining area in the skull vault between the inner and outer layers of compact/dense bone) and a location of normal physiologic hematopoiesis in adults. • Thus, expansion of this structure most commonly occurs in the setting of chronically increased intramedullary hematopoiesis. The widened appearance is most commonly bilateral.

Hair‐on‐end appearance of the skull is a characteristic feature of chronic haemolysis usually seen in patients with thalassaemia and sickle cell anaemia. It results from accentuated vertical trabeculae between the inner and outer tables of the skull because of excessive bone marrow hyperplasia.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2082904/

7

• Anak laki-laki 5 tahun dgn pemeriksaan fisik ditemukan thrill sistolik pada perabaan di parasternal kiri bawah dan terdapat murmur pansistolik. • Hasil pemeriksaan foto dada tampak pembesaran ruang ventrikel kiri dan kanan, serta atrium kiri. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  VSD JAWABAN:

C. VSD

• Anak dengan thrill sistolik + murmur pansistolik pada perabaan di parasternal kiri bawah  Pemeriksaan fisik sesuai dengan PJV ventricular septal defect (VSD) • Foto dada RVH + LVH + LAE  mendukung pembesaran ruangan jantung sesuai VSD • Dari PF dan RO, dapat disimpulkan jika ps mengalami VSD

• Tetralogi fallot  murmur ejeksi sistolik, RO sepatu boot • ASD  wide fixed splitting S2, RO berupa RAE + LAE + RVH • Insufisiensi katup aorta  murmur diastolik ICS 2 sebelah kanan • Stenosis katup mitral  murmur diastolik pada apeks

Ventricular Septal Defect

VSD: Pathophysiology & Clinical Findings Flow across VSD

Pansystolic murmur & thrill over left lower sternum.

Over flow across mitral valve

If defect is large  3rd heart sound & mid diastolic rumble at the apex.

LA, LV, RV volume overload

ECG: Left ventricular hypertrophy or biventricular hypertrophy, peaked/notched P wave Ro: gross cardiomegaly

High systolic pressure & high flow to the lungs  pulmonary hypertension

Dyspnea, feeding difficulties, poor growth, profuse perspiration, pneumonia, heart failure. Duskiness during crying or infection Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.

VSD • Pada VSD akan terlihat kardiomegali terutama pembesaran kedua ventrikel, atrium kiri dan artery pulmoner • Juga peningkatan corak bronkovaskular Nelson’s textbook of pediatrics. 19th ed

8

• Anak perempuan 6 bulan dikeluhkan 2 bulan menderita diare yang tak kunjung sembuh. • Feses tidak disertai lender dan darah. • Diare mulai ketika anak mendapatkan makanan pendamping ASI dan susu formula. • Feses bersifat asam dan reaksi benedict (+). PENYEBAB DIARE…

DIAGNOSIS  DIARE AKUT JAWABAN:

D. INTOLERANSI LAKTORA

• Anak 6 bulan diare kronik 2 bulan • Feses tidak disertai lender dan darah  bukan disentri • Diare mulai ketika anak mendapatkan makanan pendamping ASI dan susu formula  makanan mengandung laktosa • Feses bersifat asam  karena laktosa difermentasi oleh bakteri kolon menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat • Reaksi benedict (+)  menunjukkan adanya gula pereduksi termasuk laktosa, glukosa, maupun galaktosa • Jadi, penyebab diare yang paling mungkin ialah intoleransi laktosa

• Virus  biasanya bersifat akut, bukan kronik • Shigella  disentri (berdarah) • Salmonella  Salmonella nontyphosa bisa menyebabkan diare berdarah • Keganasan  pada soal tidak terdapat tanda keganasan

Patogenesis Intoleransi Laktosa • Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida, tetapi harus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase di usus halus. • Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon  menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat  Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum). • Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon  menghasilkan beberapa gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida  distensi abdomen, nyeri perut, dan flatus. • Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan melalui sistem pernapasan. • Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga berbau busuk.

Pemeriksaan Penunjang • Analisis tinja, prinsipnya ditemukan asam dan bahan pereduksi dalam tinja setelah makan yg mengandung laktosa, ada 3 metode: – Metode klini test (detects all reducing substances in stool; of primary interest are glucose, lactose, fructose, galactose, maltose, and pentose) – Kromatografi tinja – pH tinja  tinja bersifat asam

• Uji toleransi laktosa: merupakan uji kuantitatif; memeriksa kadar gula darah setelah konsumsi laktosa • Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal • Ekskresi galaktos pada urin • Uji hidrogen napas  metode pilihan pada intoleransi laktosa karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas dan efektivitas yang tinggi • Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase

Uji Benedict • Uji kualitatif Benedict digunakan untuk menunjukkan adanya monosakarida dan gula pereduksi. • Gula pereduksi yang dapat diuji berupa monosakarida, disakarida kecuali sukrosa • Beberapa gula seperti glukosa disebut gula pereduksi karena mereka mampu mentransfer hidrogen (elektron) ke senyawa lain, proses yang disebut reduksi. • Ketika gula pereduksi dicampur dengan larutan Benedict dan dipanaskan, reaksi reduksi menyebabkan larutan Benedicts berubah warna. • Warna bervariasi dari hijau ke merah tua (bata) atau berkaratcoklat, tergantung pada jumlah dan jenis gula.

9

• Anak 10 tahun demam selama lebih dari seminggu. • Demam awalnya sore hari saja, tetapi sekarang demam terus menerus. • Mual dan nyeri perut serta sulit BAB. • Widal titer O S. Typhii 1/640. • Dokter puskesmas memberikan kloramfenikol selama 14 hari.

EFEK SAMPING KLORAMFENIKOL…

DIAGNOSIS  DEMAM TIFOID JAWABAN:

B. ANEMIA

• Anak 10 tahun demam selama lebih dari seminggu awalnya sore hari, sekarang demam terus-menerus + Mual dan nyeri perut serta sulit BAB + Widal titer O S. Typhii 1/640  curiga demam tifoid • Dokter puskesmas memberikan kloramfenikol selama 14 hari  obat ini memiliki ES Aplastic anemia, bone marrow depression, granulocytopenia, hypoplastic anemia, pancytopenia, thrombocytopenia

Chloramphenicol Adverse Reactions • Central nervous system: Confusion, delirium, depression, headache • Dermatologic: Skin rash, urticaria • Gastrointestinal: Diarrhea, enterocolitis, glossitis, nausea, stomatitis, vomiting • Hematologic & oncologic: Aplastic anemia, bone marrow depression, granulocytopenia, hypoplastic anemia, pancytopenia, thrombocytopenia • Hypersensitivity: Anaphylaxis, angioedema, hypersensitivity reaction • Ophthalmic: Optic neuritis • Miscellaneous: Drug toxicity (Gray syndrome), fever

Chloramphenicol Adverse Reactions • Gray syndrome: Characterized by cyanosis, abdominal distention, vasomotor collapse (often with irregular respiration), and death. Reaction appears to be associated with serum levels ≥50 mcg/mL (Powell 1982). • Superinfection: Prolonged use may result in fungal or bacterial superinfection, including C. difficileassociated diarrhea (CDAD) and pseudomembranous colitis; CDAD has been observed >2 months postantibiotic treatment

10

• Anak 1 bulan dilakukan pemeriksaan kesehatan ruti. • Anak merupakan anak kedua dengan BBL 3.100 gram, anak sehat, tidak ada keluhan saaat ini. • Riwayat ibu saat hamil mengalami anemia defisiensi besi (+). MULAI SKRINING ANEMIA…

DIAGNOSIS  BAYI SEHAT SKRINING ADB JAWABAN:

D. 9-12 BULAN

• Anak 1 bulan dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin. • Anak 1 bulan dengan BBL 3.100 gram, anak sehat, tidak ada keluhn + riwayat ibu saat hamil mengalami anemia defisiensi besi (+)  bayi termasuk populasi berisiko terkena ADB • The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika menganjurkan melakukan pemeriksaan (Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 1518 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2- 5 tahun.

Skrining Anemia Defisiensi Besi • Setiap anak rentan terhadap defisiensi besi dengan kelompok paling beresiko usia balita (0-5 tahun) • Kekurangan besi pada anak  mengganggu tumbang, gangguan imunitas, dan gangguan perkembangan otak • Rekomendasi : suplementasi besi sebaiknya diberikan pada anak balita, terutama usi 0-2 tahun

Skrining •

The American Academyof Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika menganjurkanmelakukan pemeriksaan (Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2- 5 tahun.



Pada bayi prematur ataudengan berat lahir rendah yang tidak mendapat formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan



Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi, misalnya: – Ibu ADB saat hamil – kondisi prematur – berat lahir rendah – anak dengan riwayatperdarahan – infeksi kronis – etnik tertentu dengan prevalens anemia yang tinggi – mendapat asi ekslusif tanpa suplementasi – mendapat susu sapi segar pada usia dini – dan faktor risiko lain

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Skrining Anemia Defisiensi Besi • Pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dan remaja laki – laki  pemeriksaan hanya dilakukan pada anak yang memiliki riwayat ADB • Usia remaja, skrining dilakukan satu kali antara usia 11-21 tahun ; diulang tiap 5-10 tahun sekali

Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia

11

• Bayi perempuan 9 bulan dgn ibu mengidap Hepatitis B saat hamil. • Saat lahir bayi sudah mendapatkan suntikan profilaksis. • Dari pemeriksaan didapatkan berat 3,5 kg, ikterus (-), afebris. • Dari pemeriksaan lab didapatkan Hb 12gr/dl, leukosit 5200/mm3, trombosit 250.000, bilirubin urin (-), anti Hbs (+), HbsAg (-).

STATUS IMUNOLOGIS BAYI…

DIAGNOSIS  BAYI LAHIR DGN IBU HEPATITIS B JAWABAN:

C. SUDAH MEMILIKI KEKEBALAN

• Bayi perempuan 9 bulan dgn ibu mengidap Hepatitis B saat hamil + Saat lahir os sudah mendapatkan suntikan profilaksis  berarti sudah mendapatkan Vaksin Hep B dan HBIG saat lahir • Dari pemeriksaan didapatkan berat 3,5 kg, ikterus (), afebris  tidak terdapat gejala hepatitis • Usia 9 bulan  sudah mendapatkan vaksin Hep B setidaknya 3 kali • Dilakukan serologi post vaksin Anti Hbs (+), HbsAg ()  sudah terbentuk kekebalan tubuh terhadap virus Hepatitis B

• Terinfeksi hepatitis B  HbsAg harusnya positif • Belum terinfeksi hepatitis B  pernyataan ini benar, tetapi tidak menjelaskan status kekebalan pasien pada soal • Menderita hepatitis B akut  HbsAg harusnya positif IgM anti Hbc (+) • Menderita hepatitis B kronik  HbsAg harusnya positif, IgG anti Hbc (+)

Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui : • Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir. • Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan (jika monovalen). • Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml imunoglobulin anti hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).

Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif: • Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. • Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan (jika monovalen)

POSTVACCINATION SEROLOGY • Postvaccination serology should be obtained in infants born to: – Women who are HBsAg-positive – Women whose prenatal HBsAg results were not available at the time of delivery but who have other evidence suggestive of hepatitis B infection (eg, presence of hepatitis B deoxyribonucleic acid, positive hepatitis B e antigen, known to have chronic hepatitis B) – Women whose HBsAg-status cannot be determined (eg, infants who were abandoned or safely surrendered shortly after birth)

POSTVACCINATION SEROLOGY • Postvaccination serology (both HBsAg and antibody to HBsAg [anti-HBs]) should be obtained after receiving ≥3 doses of HepB vaccine, usually at 9 to 12 months of age or one to two months after the last dose of HepB vaccine if immunization is delayed. • Serology should not be performed before nine months of age because hepatitis B immune globulin (HBIG) may still be present; it should not be performed sooner than four weeks after the last dose of HepB vaccine because of the possibility of transient (<21 days) HBsAg-positivity related to the vaccine

12

• Bayi 9 bulan datang untuk jadwal imunisasi campak. • Menurut ibunya pada usia 7 bulan bayi pernah demam 3 hari dan muncul ruam-ruam merah di muka dan wajah setelah demam turun. TINDAKAN YG HARUS DDILAKUKAN…

DIAGNOSIS  VAKSINASI BAYI SEHAT JAWABAN: C. DILAKUKAN IMUNISASI WALAUPUN SUDAH TERKENA CAMPAK

• Bayi 9 bulan datang untuk jadwal imunisasi campak. • Menurut ibunya pada usia 7 bulan bayi pernah demam 3 hari dan muncul ruam-ruam merah di muka dan wajah setelah demam turun. • Vaksin campak tetap diberikan, karena: – Beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip campak, sehingga bisa saja riwayat penyakit saat 7 bulan lalu bukan campak – Seandainya benar pernah menderita campak, pemberian vaksin campak dapat memperkuat kekebalan terhadap penyakit tersebut

Vaksin Campak • Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak – Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B) – Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium)

• Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. • Pemberian yang dianjurkan secara subkutan/ intramuskular.

Vaksin Campak • Pada anak-anak di negara berkembang, antibodi maternal akan hilang pada usia 9 bulan, dan pada anak-anak di negara maju setelah 15 bulan. • WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan di negara berkembang. • Untuk negara maju imunisasi dianjurkan pada anak berumur 12-15 bulan • Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV.

Reaksi KIPI Campak • demam yang lebih dari 39,50C (5%-15%) kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. • Ruam dapat dijumpai pada 5% resipen, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. • Reaksi KIPI berat : ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi (1:1 milyar dosis vaksin.)

Bayi yang pernah sakit campak apakah perlu divaksin campak pada umur 9 bulan ? • Boleh. Karena beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip campak, sehingga orangtua bahkan dokter keliru, bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus lain dianggap sebagaicampak. • Seandainya benar-benar pernah menderita campak, bayi tetap boleh diberikan vaksin campak, tidak merugikan bayi, karena kekebalannya hanya bertahan beberapa tahun. • Oleh karena itu semua anak balita dan usia sekolah di daerah yang banyak kasus campak dan cakupan imunisasinya masih rendah harus mendapat imunisasi campak ulangan (penguat) agar kekebalannya bisa berlangsung lama. Soedjatmiko, Alan R. Tumbelaka. Buku Pedoman Imunisasi di Indonesia

13

• •

• • •

Anak usia 8 bulan diantar ke IGD karena mengalami muntah dan diare sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengalami diare 10 kali dalam 1 sehari dengan volume 2-3 sendok teh, feses cair, berbuih, darah dan lendir tidak ada. Tidak sanggup makan dan minum. Keadaan pasien apatis, nadi lemah, RR 36x/menit, T 36,9°C, akral hangat. Ubun-ubun sangat cekung, turgor kulit kembali sangat lambat serta bibir kering.

TATALAKSANA AWAL… DIAGNOSIS  DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT JAWABAN: C. PEMBERIAN CAIRAN ISOTONIK IV 30 ML/KGBB SELAMA 1 JAM

• Anak usia 8 bulan muntah dan diare sejak 3 hari 10 kali/ hari + tidak sanggup makan dan minum + apatis + Ubun-ubun sangat cekung, turgor kulit kembali sangat lambat  diare akut dehidrasi berat • Terpi yang diberikan adalah terapi C  Pemberian cairan isotonik (RL) IV 30 ml/kgBB selama 1 jam dilanjutkan dengan 70 ml/kgBB selama 5 jam

Gejala dan tanda dehidrasi

14

• Anak 18 bulan ke IGD RS setelah mengalami sesak napas setelah bermain dengan kacang goreng kurang lebih 30 menit yang lalu. • Dari pemeriksaan didapatkan anak kompos mentis, sianosis, respirasi 52x/menit. PENANGANAN AWAL…

DIAGNOSIS  CHOKING JAWABAN:

C. HEIMLICH MANUVER

• Anak 18 bulan ksesak napas setelah bermain dengan kacang goreng kurang + kompos mentis, sianosis  choking • Pertolongan awal yang bisa dilakukan pada pasien tersedak masih sadar usia > 1 tahun adalah Heimlich manuver

• Back blow  pertolongan awal choking pada usia < 1 tahun • Trakeostomi  Langkah akhir yang dilakukan pada foreign body aspiration jika benda asing tidak bisa keluar dengan manuver, dan berloka di saluran napas atas • Triple airway maneuver  manajemen airway pada kasus trauma • Pemasangan nasopharyngeal airway  manajemen airway pada kasus trauma pada pasien yang tidak mampu mempertahankan patensi jalan napas

Tatalaksana

15

• Anak laki-laki 5 tahun keluhan pembengkakan seluruh tubuh. • Pembengkakan ini terjadi untuk kedua kalinya. Pembengkakan pertama terjadi tahun lalu dan sempat diberikan obat selam 8 minggu oleh dokter. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  SINDROM NEFROTIK JAWABAN:

C. SINDROM NEFROTIK RELAPS JARANG

• Anak laki-laki 5 tahun keluhan pembengkakan seluruh tubuh yang terjadi untuk kedua kalinya. • Pembengkakan pertama terjadi tahun lalu dan sempat diberikan obat selam 8 minggu oleh dokter  frekuensi relaps < 4 kali dalam 1 tahun  sindrom nefrotik relaps jarang

• Sindroma nefrotik idiopatik = sindrom nefrotik primer (muncul bukan karena kelainan sekunder maupun kongenital) • Sindroma nefrotik resisten kortikosteroid  tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu. • Sindroma nefrotik relaps sering  relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun • Sindroma nefrotik sensitive kortikosteroid  sindrom nefrotik yang tertangani dengan pemberian steroid

Sindrom Nefrotik • Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala: – Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) – Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL – Edema – Dapat disertai hiperkolesterolemia

• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein) KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Definisi pada Sindrom Nefrotik • Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan • Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun

Definisi pada Sindrom Nefrotik • Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut • Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

16

• • • • •



Anak 2 tahun rewel dan menangis kesakitan sejak kemarin, tidak mau makan dan minum Pasien demam tinggi dan keluar cairan kehijauan dari telinganya. Imunisasi tidak lengkap. Pada pemeriksaan fisik N: 115x/menit, suhu: 39°C. Pada pemeriksaan neurologis GCS: 11, kaku kuduk (+), tonus otot meningkat, tes babinsky (+/+) . Pada pemeriksaan LCS warna keruh sel 1100, protein meningkat, pada kultur kuman ditemukan H. influenza

VAKSIN YANG BISA MENCEGAH PENYAKIT TSB…

DIAGNOSIS  MENINGITIS BAKTERIAL EC HIB JAWABAN:

D. HIB

• Anak 2 tahun demam tinggi dan keluar cairan kehijauan dari telinganya  otitis media • Imunisasi tidak lengkap. • Pada PF suhu: 39°C, GCS: 11, kaku kuduk (+), tonus otot meningkat, tes babinsky (+/+)  meningoensefalitis. • LCS warna keruh sel 1100, protein meningkat, pada kultur ditemukan H. influenza  meningoensefalitis bakterial ec Haemophilus influenza tipe B (Hib) • Jadi, vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit tersebut adah vaksin Hib

• Vaksin influenza memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza. Bentuk “quadrivalent” memberikan perlindungan terhadap virus influenza A (H1N1), virus influenza A (H3N2), dan 2 jenis virus influenza B.

Meningitis & ensefalitis • Meningitis – Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, N. meningitidis (anak lebih besar) – Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun. Penyebab tersering: enterovirus – Meningitis fungal: pada imunokompromais – Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal (+). – Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah, fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang

• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak – Penyebab tersering: ensefalitis viral – Gejala: demam, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan defisit neurologis lainnya (gejala fokal, kejang) Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis. http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview

Cairan serebrospinal pada infeksi SSP Bact.men

Viral men

Tekanan



Normal/

Makros.

Keruh

Lekosit

Encephali tis

Encephal opathy







Jernih

Xantokrom

Jernih

Jernih

> 1000

10-1000

500-1000

10-500

< 10

+++

+

+

+

+

MN (%)

+

+++

+++

++

-

Protein



Normal/



Normal

Normal

Glukosa



Normal



Normal

Normal

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

PMN (%)

Gram /Rapid T.

TBC men

Haemophilus Meningitis Haemophilus influenzae is a nonmotile, • Gram-negative, rod-shaped bacterium (coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres).



History: From 60-80% of children who develop Hib meningitis have had otitis media or an upper respiratory illness immediately before the onset of meningitis Symptoms – – – – – – – – – –

Altered cry Lethargy Nausea or vomiting Fever Headache Photophobia Meningismus Irritability Anorexia Seizures

Pediatric Bacterial Meningitis Treatment • Treatment: – Supportive therapy: Fluid and electrolyte management – Antimicrobial therapy – Dexamethasone may help decrease the inflammatory response & prevent hearing loss. – Increased intracranial pressure (ICP) can be treated with mannitol. – Anticonvulsant

• Prophylaxis: – Hib Vaccine  prevention of Hemophilus Influenza type b meningitis – PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine)  prevention of S. Pneumonia meningitis – Meningococcal vaccine  prevention of N. meningitidis meningitis

Haemophilus Meningitis Specific Therapy • Ceftriaxone or cefotaxime is the treatment of choice for ampicillin-resistant H. influenzae type b (Hib) meningitis – Ceftriaxone 100 mg/kg per day IV (maximum dose 4 g/day) in 1 or 2 divided doses, or – Cefotaxime (if available) 200 mg/kg per day IV (maximum dose 12 g/day) in 3 or 4 divided doses

• Patients with Hib meningitis should be treated for 7 to 10 days. Emedicine | Uptodate 2018.

17

• Bayi laki-laki 1 bulan dibawa ke PKM guna imunisasi dan penilaian tumbuh kembang. • Hasil pemeriksaan kesadaran kompos mentis, tumbuh kembang baik, vital sign dalam batas normal, auskultasi dada didapatkan wide fixed splitting S2. PX KONFIRMASI DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  ASD JAWABAN:

B. ECHOCARDIOGRAPHY

• Bayi laki-laki 1 bulan dengan auskultasi dada didapatkan wide fixed splitting S2  Atrial Septal Defect • Pemeriksaan penunjang yg baik untuk konfirmasi diagnosis ASD ialah echocardiography biasanya mengunakan Transthoracic echocardiography (TTE)

• Elektrokardiografi dan foto thoraks  tidak selalu dilakukan untuk menegakkan diagnosis ASD, tetapi sering dilakukan sebagai evaluasi awal pada suspek penyakit jantung • Kateterisasi jantung  biasanya dilakukan jika ASD sudah menimbulkan hipertensi pulmonal, untuk menentukan strategi tatalaksana terbaik • Gambaran darah tepi  tidak dipakai dlm penegakan diagnosis PJB

Postnatal Diagnosis of ASD • An isolated ASD may be clinically suspected based upon findings on physical examination (midsystolic pulmonary flow or ejection murmur and fixed splitting of the second heart sound) and electrocardiogram (incomplete right bundle branch block. The diagnosis is confirmed by echocardiography. • Echocardiography — Echocardiography is the test of choice for the diagnosis of ASD. – Transthoracic echocardiography (TTE) is usually definitive in diagnosing secundum ASDs. – Shunt volume, shunt ratios, and pulmonary artery pressures can be estimated with Doppler flow echocardiography. – Transesophageal echocardiography (TEE) is often necessary to precisely measure ASD margins. TEE is generally superior to TTE in measuring the size and position of ASDs, diagnosing sinus venosus defects, assessing for other abnormalities.

Examination • Magnetic resonance imaging – Can be helpful in selected cases with suspected associated defects or in patients in whom there are inconclusive echocardiographic findings.

• Electrocardiogram findings – Though not necessary to make the diagnosis of ASD, many patients undergo electrocardiogram (ECG) as part of the initial evaluation for suspected heart disease. – May be normal in small shunt. Moderate to large shunting  prolonged QRS complex, incomplete right bundle branch block), right axis deviation

• Chest radiograph findings – Though not necessary to make the diagnosis of ASD, many patients have a chest radiograph performed as part of the initial evaluation for suspected heart disease or to evaluate pulmonary symptoms. – The heart often has a characteristic triangular appearance. – The right atrium and ventricle are usually enlarged, while the left atrium and left ventricle are normal.

18

• Laki-laki usia 6 tahun dengan keluhan nyeri otot sejak 1 minggu yang lalu. • Sudah 1 bulan terakhir ibunya memberikan telur setengah matang. • Pada pemeriksaan fisik dijumpai kulit kering, rambut jarang dan mudah rontok. DEFISIENSI VITAMIN…

DIAGNOSIS  DEFISIENSI VITAMIN B7 JAWABAN:

E. BIOTIN

• Laki-laki usia 6 tahun dengan keluhan nyeri otot sejak 1 minggu yang lalu + PF kulit kering, rambut jarang dan mudah rontok  gejala defisiensi vitamin B7 (biotin) • Sudah 1 bulan terakhir ibunya memberikan telur setengah matang  protein dari putih telur (avidin) berikatan secara ireversibel dengan biotin, sehingga vitamin tersebut tidak dapat diserap  egg white injury syndrome

• Tiamin  menyebabkan beri-beri (gejala kardiovaskular dan/atau saraf) • Niasin  menyebabkan pellagra (4D: diare, dermatitis, demensia, death) • Piridoksin  Anemia, weakness, insomnia, difficulty walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis, stomatitis • Riboflavin  Nonspecific symptoms including edema of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis, and seborrheic dermatitis (eg, nose, scrotum)

Biotin Deficiency

Defisiensi Biotin (Vitamin B7) • Defisiensi biotin (Vitamin B7) jarang terjadi karena : – Kebutuhan harian yang sedikit (150-300 μg) – biotin terdapat hampir di semua jenis makanan – Flora normal usus mensintesis biotin – Biotin mengalami proses recycle. • Penyebab defisiensi Biotin : – Konsumsi antikonvulsan tertentu (phenytoin, primidone, carbamazepine) – Penggunaan antibiotik spektrum luas – Konsumsi putih-telur mentah dalam jumlah cukup banyak (Egg-white injury syndrome). putih telur mentah berisi glycoprotein avidin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap biotin  berikatan secara ireversibel  tidak bisa diserap usus  defisiensi – Defisiensi enzim biotinidase (defek genetik) Scheinfeld, NS. Biotin Deficiency. http://emedicine.medscape.com/article/984803-overview

Manifestasi Klinik Timbul 3-5 minggu setelah onset defisiensi biotin: • Kulit Kering • Dermatitis seboroik • Infeksi jamur • Rash • Brittle hair (mudah patah), rambut rontok, alopecia • Gejala traktus gastrointestinal (Mual, muntah, anoreksia) Dalam 1-2 minggu kemudian, timbul gejala neurologis : • Depresi ringan • Perubahan status mental • Generalized Myalgia • Hyperesthesia, paresthesia

Penatalaksanaan • Deteksi dini dan pengobatan dengan biotin • Dosis biotin terdapat dua pendapat : – Injeksi Biotin IM 150 μg per hari gejala mulai hilang dlm 3-5 hari, sembuh total dalam 3-5 bulan – Dosis lebih tinggi 5-20 mg per hari IM. Gejala lebih cepat tertangani

• Makanan kaya biotin : swiss chard, kuning-telur mentah, hati, saskatoon berries, sayuran hijau, dan kacang-kacangan • Hentikan konsumsi telur setengah matang

Vitamin

Deficiency syndrome

Water-soluble vitamins Vitamin B1 (thiamine)

Beriberi – Congestive heart failure (wet beriberi), aphonia, peripheral neuropathy, Wernicke encephalopathy (nystagmus, ophthalmoplegia, ataxia), confusion, or coma

Vitamin B2 (riboflavin)

Nonspecific symptoms including edema of mucous membranes, angular stomatitis, glossitis, and seborrheic dermatitis (eg, nose, scrotum)

Vitamin B3 (Niacin)

Pellagra – Dermatitis on areas exposed to sunlight; diarrhea with vomiting, dysphagia, mouth inflammation (glossitis, angular stomatitis, cheilitis); headache, dementia, peripheral neuropathy, loss of memory, psychosis, delirium, catatonia

Vitamin B6 (pyridoxine)

Anemia, weakness, insomnia, difficulty walking, nasolabial seborrheic dermatitis, cheilosis, stomatitis

Vitamin B12 (cobalamin)

Megaloblastic anemia (pernicious anemia), peripheral neuropathy with impaired proprioception and slowed mentation

Folate (Vitamin B9)

Megaloblastic anemia

Biotin (Vitamin B7)

Nonspecific symptoms including altered mental status, myalgia, dysesthesias, anorexia, maculosquamous dermatitis

Pantothenate (Vit. B5)

Nonspecific symptoms including paresthesias, dysesthesias ("burning feet"), anemia, gastrointestinal symptoms

Vitamin C (ascorbate)

Scurvy – fatigue, petechiae, ecchymoses, bleeding gums, depression, dry skin, impaired wound healing

Fat-soluble vitamins

Vitamin A

Night blindness, xerophthalmia, keratomalacia, Bitot spot, follicular hyperkeratosis

Vitamin D Vitamin E Vitamin K

Rickets, osteomalacia, craniotabes, rachitic rosary Sensory and motor neuropathy, ataxia, retinal degeneration, hemolytic anemia Hemorrhagic disease

19

• Anak lak-laki usia 2 tahun BB 15 kg dalam perawatan di RS atas indikasi diare akut dehidrasi berat. • Di IGD, ps diberikan terapi cairan C untuk dehidrasi berat tersebut, zinc, dan probiotik. • Keesokan harinya, kondisi pasien membaik, tidak lagi mengalami diare ataupun muntah. • Saat ini cairan infus pasien dalam hitungan maintenance.

CAIRAN MAINTENANCE (HOLIDAY SEGAR) SLM 1 HARI…

DIAGNOSIS  DIARE AKUT JAWABAN:

D. 1.250 CC

• Anak lak-laki usia 2 tahun BB 15 kg  cairan maintenance selama 1 hari :

• (10 kg x 100 cc/kgBB) + ( 5 kg x 50 cc/kgBB) = 1.000 cc + 250 cc = 1.250 cc

Maintenance: Holiday-Segar Method (Berlaku utk usia>4 minggu) • Kebutuhan selama 24 jam: 10 kg pertama x 100 mL + 10 kg kedua + x 50 mL + sisanya x 20 mL • ATAU kebutuhan per jam: 10 kg pertama x 4 mL + 10 kg kedua x 2 mL + sisanya x 1 mL

20

• Anak 6 tahun keluhan utama sakit tenggorokkan yang sering kambuh dan saat ini kencing berwarna seperti cucian daging. • Dari pemeriksaan fisik didapatkan oedema periorbita +/+. • Dari pemeriksaan urin didapatkan gross hematuria dan proteinuria +1. • Dari biopsy ginjal ditemukan epithelial crescent pada glomerulus.

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  SINDROM NEFRITIK JAWABAN: D. RPGN (RAPIDLY PROGRESSING GLOMERULONEPHRITIS)

• Anak 6 tahun sakit tenggorokan yang sering kambuh + gross hematuria + edema periorbita +/+; urinalisis gross hematuria dan proteinuria +1  sindrom nefritik ec suspek GNAPS • Dari biopsy ginjal ditemukan epithelial crescent pada glomerulus  temuan biopsi sesuai dengan Rapidly Progressing Glomerulonephritis (RPGN) • Sebagian Glomerulonefritis post streptokokal bisa berkembang menjadi RPGN

• Glomerulonefritis membranoproliferative  GNAPS memiliki gambaran patologis ini • Lipoid nefrosis  nama lain minimal change nephropathy, merupakan patologi tersering dari sindrom nefrotik idiopatik di anak • Glomerulosklerosis fokal segmental  gambaran patologi tersering sindrom nefrotik pada dewasa • Minimal Change Nefropathy  merupakan patologi tersering dari sindrom nefrotik idiopatik di anak

Rapidly progressive GN • Clinical syndrome manifested by features of glomerular disease in the urine and by progressive loss of renal function over a comparatively short period of time (days, weeks or months). • It is most commonly characterized morphologically by extensive crescent formation • RPGN occurs rarely in children. • Causes of pediatric RPGN include: – Primary GN − IgA nephropathy, MPGN, and anti-glomerular basement membrane (GBM) disease – Secondary GN − Granulomatosis with polyangiitis, lupus nephritis, poststreptococcal GN, IgAV (HSP) nephritis, and microscopic polyangiitis UPTODATE. 2018

Glomerulonephritis, crescentic (RPGN). Compression of the glomerular tuft with a circumferential cellular crescent that occupies most of the Bowman space. Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN) is defined as any glomerular disease characterized by extensive crescents (usually >50%) as the principal histologic finding and by a rapid loss of renal function (usually a 50% decline in the glomerular filtration rate [GFR] within 3 mo) as the clinical correlate. Image courtesy of Madeleine Moussa, MD, FRCPC, Department of Pathology, London Health Sciences Centre, London, Ontario, Canada.

Rapidly progressive GN • The presenting complaints in RPGN may be similar to those in severe postinfectious glomerulonephritis: the acute onset of macroscopic hematuria, decreased urine output, hypertension, and edema. • More commonly, however, RPGN has an insidious onset with the initial symptoms being fatigue or edema UPTODATE. 2018

RPGN Types • Types — RPGN is usually due to one of three disorders, which reflect different mechanisms of glomerular injury: – Immune complex: refers to glomerulonephritis associated with deposition of immune complexes in the glomeruli. • In most cases, the serologic and histologic findings will point to the underlying disease, such as mesangial IgA deposits in IgA nephropathy, antistreptococcal antibodies and subepithelial humps in postinfectious glomerulonephritis, antinuclear antibodies,

– Pauci-immune: a necrotizing glomerulonephritis with few or no immune deposits by immunofluorescence and electron microscopy. – Anti-GBM antibody disease glomerular disease caused by anti-GBM antibodies.

Treatment of RPGN in Post Strep GN • Patients with poststreptococcal glomerulonephritis typically recover spontaneously, although recovery may not be complete, particularly in adults. • Although there is no evidence that aggressive immunosuppressive therapy has a beneficial effect in patients with rapidly progressive crescentic disease, patients with more than 30 percent crescents on renal biopsy are often treated with methylprednisolone pulses. • Empiric initial therapy consists of intravenous pulse methylprednisolone (500 to 1000 mg/day for three days) and consideration of plasmapheresis, especially if the patient has hemoptysis. • Plasmapheresis may be a beneficial addition to therapy for patients who present with severe renal failure (serum creatinine >6 mg/dL) or those who progress despite treatment. • However, despite aggressive treatment, approximately half of the affected children will develop end-stage renal disease (ESRD). UPTODATE. 2018

21

• Bayi lahir secara SC dengan usia gestasi aterm tidak langsung menangis dan tidak bernapas. • Sudah dilakukan tindakan resusitasi lengkap hingga pemberian epinefrin namun bayi tetap tidak bernapas dan tidak terdapat denyut jantung spontan selama 10 menit.

TINDAKAN SELANJUTNYA…

DIAGNOSIS  RESUSITASI NEONATUS JAWABAN:

A. MENGHENTIKAN RESUSITASI

• Bayi lahir secara SC dengan usia gestasi aterm tidak langsung menangis dan tidak bernapas. • Sudah dilakukan tindakan resusitasi lengkap hingga pemberian epinefrin namun bayi tetap tidak bernapas dan tidak terdapat denyut jantung spontan selama 10 menit dianggap layak untuk menghentikan resusitasi

Resusitasi Neonatus

Kapan menghentikan resusitasi? • Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut jantung, dianggap layak untuk menghentikan resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit (kelas IIb, LOE C). • Keputusan untuk tetap meneruskan usaha resusitasi bisa dipertimbangkan setelah memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua mengenai risiko morbiditas.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.

22

• Anak perempuan 9 bulan dengan keluhan belum bisa tengkurap. • Pasien sering memuntahkan susu yang diminumnya tetapi nafsu makan pasien masih baik. • Pada pemeriksaan ditemukan makroglosus, anak menangis keras, hernia umbilikal, dan gerakan anak yang menurun.

PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN…

DIAGNOSIS  HIPOTIROID KONGENITAL JAWABAN:

B. TSH, FT3, FT4

• Anak perempuan 9 bulan belum bisa tengkurap + sulit menyusu + makroglosus, anak menangis keras, hernia umbilikal, dan gerakan anak yang menurun  bisa ditemukan pada kasus hipotiroid kongenital • Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah TSH, fT3, dan fT4

Hipotiroid Kongenital • Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. • Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium. • Thyroid Releasing Hormone (TRH), iodium dan hormone tiroksin (T4) bisa melewati plasenta • Namun, antibodi (TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Akan tetapi TSH dari ibu, tidak bisa melewati plasenta. Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Gambaran klinis





Most affected infants have few or no symptoms, because their thyroid hormone level is only slightly low. However, infants with severe hypothyroidism often have a unique appearance, including: – Dull look – Puffy face – Thick tongue that sticks out This appearance usually develops as the disease gets worse. The child may also have: – Choking episodes – Constipation – Dry, brittle hair – Jaundice – Lack of muscle tone (floppy infant) – Low hairline – Poor feeding – Short height (failure to thrive) – Sleepiness – Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/

Skrining • Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. • Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa). • Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). • Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72 jam • Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di laboratorium • Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Skrining Hipotiroid (Kemenkes) • Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal – Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau pemeriksaan sampel sekali lagi (DUPLO)

• Bila pada hasil ulang didapatkan: – Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal. – Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4 serum

• Jika kadar serum neonatus TSH tinggi disertai kadar T4 atau FT4 rendah, maka dapat ditegakkan diagnosis hipotiroid (kongenital) primer. • Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi di atas. • Pemberian tiroksin dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak konsultan endokrin. Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

23

• Bayi usia 23 bulan dgn keluhan muntah dan mencret sejak 4 hari. • Didapatkan BB 6,1 kg dan PB 78 cm, muka seperti orang tua, hipotrofi otot dan subkutan tipis, serta terdapat edema pada dorsum pedis. KALORI PADA FASE TRANSISI…

DIAGNOSIS  GIZI BURUK MARASMIK-KWASHIORKOR JAWABAN:

A. 120-150 KKAL/KGBB/HARI

• Bayi usia 23 bulan dgn keluhan muntah dan mencret sejak 4 hari, BB 6,1 kg dan PB 78 cm, muka seperti orang tua, hipotrofi otot dan subkutan tipis, serta terdapat edema pada dorsum pedis  diagnosis marasmik – kwashiorkor • Kebutuhan kalori pada fase transisi dari tatalaksana gizi buruk adalah 100-150 kkal/kgBB/hari  jawaban yang paling tepat ialah A. 120-150 kkal/kgBB/hari

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan

Stabilisasi H 1-2 H 3-7

Transisi H 8-14

Rehabilitasi Tindaklanjut mg 3-6 mg 7-26

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans 8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi 10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

KETENTUAN PEMBERIAN MAKAN • Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas serta rendah laktosa • Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian parenteral • Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi • Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi • Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan minimal, berikan sisanya melalui NGT • Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F-100 Fase stabilisasi – Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa  F75 – Peroral/NGT – Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari – Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari – Cairan: 130 mL/kgbb/hari – Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan

Pemberian Makanan • Fase stabilisasi (Inisiasi) – Energi: 80-100 kal/kg/hari – Protein: 1-1,5 gram/kg/hari – Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)

• Fase transisi – Energi: 100-150 kal/kg/hari – Protein: 2-3 gram/kg/hari

• Fase rehabilitasi – Energi: 150-220 kal/kg/hari – Protein: 3-4 gram/kg/hari

8.

Mencapai kejar-tumbuh – Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari

Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi

24

• Anak laki-laki 4 tahun, berat badan 15 kg, keluhan benjolan diperut sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. • Benjolan makin membesar sejak 8 bulan yang lalu disertai penurunan nafsu makan, berat badan yang menurun, tidak terdapat nyeri kadang kencing campur darah. • Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan diperut sebelah kanan terabamassa keras yang terfiksir.

PX RADIOLOGIS AWAL…

DIAGNOSIS  TUMOR WILMS JAWABAN:

A. ULTRASONOGRAFI ABDOMEN

• Anak laki-laki 4 tahun, dgn massa abdomen kanan keras terfiksir sejak 1 tahun bertambah besar 8 bulan + penurunan nafsu makan + BB menurun + hematuria  tumor ganas di ginjal  pada anak tumor ganas tersering adalah nefroblastoma (Wilms tumor) • Pemeriksaan radiologis awal untuk assessment massa tumor intrabdomen adalah USG

• Intravenous pielografi  pemeriksaan yang biasanya digunakan untuk melihat bagtu saluran kemih • Angiografi ginjal  jarang digunakan untuk diagnosis dan staging wilms tumor • CT scan tanpa kontras  melihat ekstensi tumor wilms, terutama dengan menggunakan kontras • CT scan dengan kontras  melihat ekstensi tumor

Wilms tumor • Wilms tumor Tumor ganas ginjal yang terjadi pada anak, yang terdiri dari sel spindel dan jaringan lain. Disebut juga adenomyosarcoma, embryoma of kidney, nephroblastoma, renal carcinosarcoma .

The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.

• Merupakan tumor solid pada renal terbanyak pada masa kanak-kanak, 5% dari jumlah kanker pada anak. (smith urology) • Puncak usia adalah pada usia 3 tahun • Lebih sering unilateral ginjal • Etiologi – Non familial: 2 postzygotic mutation pada single cell – Familial : 1 preygotic mutation dan subsequent post zygotic event – Mutasi ini terjadi pada lengan pendek kromosom 11 (11p13)

Patogenesis & Pathology Prekurson wilms tumor (nephrogenic rest-NR) • Perilobar NR dan intralobar NR

NR dormant untuk beberapa tahun

Renal mengalami involusi dan sclerosis

Wilms tumor

Histopatology : Blastemal, epithelial, dan stromal element, tanpa anaplasia

Karakteristik tumor • Wilms tumor : large, multi lobular, gray or tan in color, focal area of hemorrhage and necrosis, biasanya terdapat fibrous pseudocapsule • Penyebarannya : 1. Direct extension  renal capsule 2. Hematogenously  renal vein atau vena cava 3. Lymphatic • Metastasis : 85-95% ke paru, 1015% ke liver, 25% ke limf node regional

Wilms tumor Gejala Klinis

Pemeriksaan penunjang

• Massa dan rasa sakit pada abdominal • Macroscopic haematuria • Hypertension • Anorexia, nausea, vomit



• •

Lab : Urinalisis : hematuria, anemia, subcapsular hemorrhage. Jika sudah metastasis ke liver terdapat peningkatan creatinin USG Abdomen  evaluasi awal masa abdomen pada anak CT abdominal/ MRI  lihat ekstensi tumor – Contrast-enhanced CT or magnetic resonance imaging (MRI) is recommended to further evaluate the nature and extent of the mass, including evidence of preoperative rupture or ascites. – CT or MRI also may detect small lesions of tumor or nephrogenic rests in the opposite kidney, which were not detected by ultrasonography.

• •

Chest xray  lihat metastasis ke paru Histologis dari jaringan Biopsi surgical excision  diagnosis pasti nefroblastoma

• CT scan in a patient with a right-sided Wilms tumor with favorable histology.



Gross nephrectomy specimen shows a Wilms tumor pushing the normal renal parenchyma to the side.

25

• Bayi perempuan berusia 4 keluhan BAB 1x berdarah dan muntah darah berwarna merah segar tadi pagi. • Riwayat persalinan cukup bulan, ditolong dukun di desa, BB 2850 g, TB 49 cm. • Pada pemeriksaan fisik ditemukan petekie (+). TERAPI YG DIBERIKAN…

DIAGNOSIS  VITAMIN K DEFICIENCY BLEEDING JAWABAN:

C. VITAMIN K

• Bayi perempuan berusia 4 hari keluhan BAB 1x berdarah dan muntah darah berwarna merah segar tadi pagi + PF terdapat petekie  manifestasi perdarahan pada bayi baru lahir • Riwayat persalinan cukup bulan, ditolong dukun di desa ada kemungkinan tidak diberikan suntikan vitamin K1 IM • Dari faktor risiko dan temuan klinis, diagnosis kerja dari kasus ini adalah classic vitamin K deficiency bleeding • Terapi yang diberikan ialah injeksi vitamin K, transfusi FFP

• Asam traneksamat  obat antifibrinolisis • Vit. C  diberikan pada scurvy • Kriopresipitate  Hanya mengandung faktor pembekuan VIII, XIII, von Willebrand factor, dan fibrinogen • Carbazochrome  obat yang meningkatkan agregasi platelet dan juga adhesi platelet membentukplatelet plug dengan cara beriteraksi dgn α-adrenoreceptors pada permukaan platelet

Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB) Stadium

Characteristic

Early-onset VKDB

usually occurs during first 24 hours after birth. Baby born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant, antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.

Classic VKDB

Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex is low. It was found in babies who do not received VKP or VK supplemented. Bleeding commonly occurs in the umbilicus, gastrointestinal (GI) tract (ie, melena), skin, nose, surgical sites (ie, circumcision) and, uncommonly, in the brain.

Late-onset VKDB / APCD (acquired prothrombin complex disorder)

Late-onset vitamin K deficiency bleeding usually occurs between age 2-12 weeks; however, it can be seen as long as 6 months after birth. This disease is most common in breastfed infants who did not receive vitamin K prophylaxis at birth. More than half of these infants present with acute intracranial hemorrhages

Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD) dengan Perdarahan Intrakranial • Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD) dengan Perdarahan Intrakranial merupakan kelanjutan dari VKDB (late onset VKDB) • Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin K1 pada saat baru lahir • Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8 minggu • 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan intrakranial Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

APCD • Diagnosis



– Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal – PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis fokal – Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT Scan kepala : perdarahan intrakranial – Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan

Tatalaksana APCD – Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol, berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan – Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut – Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut – Transfusi PRC sesuai Hb – Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial (Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali) – Konsultasi bedah syaraf



Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi baru lahir

Buku PPM Anak IDAI

26

• • • •

Laki-laki usia 5 thn demam, batuk, pilek, dan timbul bercak kemerahan sejak 3 hari SMRS muncul dari wajah ke badan dan punggung. Pasien belum pernah divaksinasi. Suhu 380C, kemerahan pada konjungtiva bilateral, dan sekret cair bening dari mata dan hidung. Makulopapular rash (+) kemerahan superfisial. Pada pemeriksaan penunjang Hb 11 g/dL, Ht 36 %, leukosit 3.000/mm3, trombosit 150.000/ mm3, basofil= 0%, eosinofil= 2%, batang= 3%, segmen= 40%, limfosit= 50%, monosit=5%.

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  MORBILI JAWABAN:

A. MORBILI

• Laki-laki usia 5 thn demam, batuk, pilek, Suhu 380C, kemerahan pada konjungtiva bilateral, dan sekret cair bening dari mata dan hidung Demam + Cough, Coryzae, Conjunctivitis • Tmbul bercak kemerahan dari wajah ke badan dan punggung  eksantema akut • Pasien belum pernah divaksinasi  faktor risiko • Leukosit 3.000/mm3, limfosit= 50%  leukopenia dengan limfositosis relative  infeksi virus • Infeksi virus dengan gejala demam + 3C + FR belum imunisasi  morbili

• Varicella  lesi kulit polimorfik mulai dari papul kemerahan, vesikel jernih, vesikel isi pus, hingga pecah dan meninggalkan krusta • Rubella  asimtomatik, demam tidak tinggi, limfadenopati postaurikula/ suboksipital • Herpes simplek  lesi vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan • Roseola infantum  demam tinggi mendadak, turun mendadak, kemudia baru timbul rash

Morbili Species: Measles morbillivirus Genus: Morbillivirus Family: Paramyxoviridae Order: Mononegavirales Single-stranded, negative-sense, enveloped (non-segmented) RNA virus

• Kel yg rentan: – Anak usia prasekolah yg blm divaksinasi – Anak usia sekolah yang gagal imunisasi

• Musin: akhir musim dingin/ musim semi • Inkubasi: 8-12 hari

• Masa infeksius: 1-2 hari sblm prodromal s.d. 4 hari setelah muncul ruam • Prodromal – Hari 7-11 setelah eksposure – Demam, batuk, konjungtivitis,sekret hidung. (cough, coryza, conjunctivitis  3C)

• Enanthem  ruam kemerahan • Koplik’s spots muncul 2 hari sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari.

Morbili KOMPLIKASI • • • •

• •

Otitis Media (1 dari 10 penderita campak pada anak) Diare (1 dari 10 penderita campak) Bronchopneumonia (komplikasi berat; 1 dari 20 anak penderita campak) Encephalitis (komplikasi berat; 1 dari 1000 anak penderita campak) Pericarditis Subacute sclerosing panencephalitis – late sequellae due to persistent infection of the CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: 100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI • Diagnosis: – manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik – isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring – pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit

27

• Anak laki-laki 8 thn dengan keluhan nyeri saat menelan 2 hari yang lalu. • Pasien juga demam suhu 390C , tonsil membesar, hiperemis. Apusan tenggorok coccus berderat gram (+). • Pemeriksaan darah hemolisis sempurna. KOMPLIKASI YANG BISA MUNCUL 2-3 MINGGU KMDN… DIAGNOSIS  STREPTOCOCCAL (GABHS) TONSILITIS JAWABAN: C. DEMAM RHEUMATIK

• Anak laki-laki 8 thn dengan keluhan nyeri saat menelan 2 hari + suhu 390C, tonsil membesar, hiperemis  tonsillitis akut • Apusan tenggorok coccus berderat gram (+)  streptococcus • Pemeriksaan darah hemolisis sempurna  streptococcus beta hemolitikus • streptococcus beta hemolitikus grup A bisa menyebabkan komplikasi nonsupuratif berupa demam rematik yang biasanya muncul 2-3 minggu setelah

• Syok septik  bisa disebabkan oleh golongan streptokokus, terjadi ketika patogen masuk ke dalam peredaran darah sistemik dan menyebabkan berbagai gangguan organ termasuk kardiovaskular sehingga membutuhkan vasopressor • Demam skarlatina  salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada GABHS, tetapi biasanya muncul dalam beberapa hari setelah timbul gejala infeksi • Penyakit jantung rematik  komplikasi lanjut dari demam rematik, dimana kerusakan katup sudah menetap • Infeksi sistem saraf pusat  bisa disebabkan oleh GABHS dengan penyebaran kontinu dr infeksi telinga atau secara hematogen, biasanya gejala bersifat akut

Streptococcus • Streptococci are Gram-positive, nonmotile, nonsporeforming, catalase-negative cocci that occur in pairs or chains. • Most require enriched media (blood agar). • They are divided into three groups by the type of hemolysis on blood agar: – β-hemolytic (clear, complete lysis of red cells), – α hemolytic (incomplete, green hemolysis), – γ hemolytic (no hemolysis).

• Bacitracin sensitivity presumptively differentiates group A from other β-hemolytic streptococci (B, C, G)

Suppurative Complication of GAS Tonsilopharyngitis • Tonsillopharyngeal cellulitis or abscess

• Streptococcal bacteremia

• Impetigo - Purulent, honeycolored, crusted skin lesions

• Otitis media

• Necrotizing fasciitis

• Meningitis or brain abscess (a rare complication resulting from direct extension of an ear or sinus infection or from hematogenous spread)

• Cellulitis

• Osteomyelitis • Sinusitis

The nonsuppurative complication of GAS Tonsillopharyngitis • Acute Rheumatic Fever - Defined by Jones criteria – Acute rheumatic fever (ARF) is a sequela of streptococcal infection—typically following 2 to 3 weeks after group A streptococcal pharyngitis—that occurs most commonly in children and has rheumatologic, cardiac, and neurologic manifestations.

• Rheumatic heart disease - Chronic valvular damage, predominantly the mitral valve • Acute glomerulonephritis • Scarlet fever • Streptococcal toxic shock syndrome Emedicine

28

• • • • • •

Anak perempuan usia 2 tahun muntah dan diare sejak 3 hari. Diare 4 kali dalam 1 sehari dengan volume 1/5 gelas, feses cair, berbuih, darah dan lendir tidak ada. Anak tampak sakit sedang, nadi 100x/menit, RR 30x/menit, T 36,9°C, akral hangat. Ubun-ubun kecil cekung, anak tampak haus, rewel, tapi masih mau minum. Dokter memberikan oralit untuk terapi cairannya. Sejak dari 10 tahun yang lalu didalam garam oralit ditambahkan glukosa dan asam amino.

TUJUAN PENAMBAHAN GULA & GARAM PADA ORALIT…

DIAGNOSIS  DIARE AKUT JAWABAN:

C. MENINGKATKAN PENYERAPAN NATRIUM & AIR





Anak perempuan usia 2 tahun muntah dan diare sejak 3 hari dengan Ubun-ubun kecil cekung, anak tampak haus, rewel, tapi masih mau minum  diare akut dehidrasi ringan-sedang Dalam garam oralit ditambahkan glukosa tujuannya ialah meningkatkan absorbsi dari natrium dan air. – Na + / glukosa cotransporter 1 (SGLT1)  salah satu sistem yang memungkinkan penyerapan natrium dan air di dalam usus. – Transporter SGLT1 di sel vili usus ini fungsinya tidak terganggu dalam diare (terutama jenis sekretorik, dimana peningkatan cAMP akan meningkatkan sekresi Cl- dan H2O ke dalam lumen serta menghambat absorbsi Na+ dan Cl-)  Kerja SGLT1 inilah yang digunakan oleh ORS – Glukosa yang ada dalam ORS akan diterima masuk oleh SGLT-1 dan dengan mekanisme co-transport coupling akan turut serta memasukkan H2O  dengan kata lain, larutan ORS akan menstimulasi penyerapan Na+ via transport glukosa di SGLT-1 – Komposisi glukosa : Natrium yang terbaik di ORS adalah 1 : 1

• Pengganti makanan  glukosa dalam ORS bukan bertujuan sebagai pengganti makanan • Menambah osmolaritas peningkatan osmolaritas di lumen usus malah akan menyebabkan diare osmotik • Mempercepat penyembuhan luka  ORS tidak bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka di saluran cerna • Memicu aktifitas glut-4  Transporter Na + / glukosa cotransporter 1 (SGLT1) yang memungkinkan penyerapan natrium dan air di dalam usus, bukan Glut4

Oral Rehydration Solution • In children with diarrhea due to gastroenteritis, the sodium-coupled co-transport with glucose and other carrier organic solutes remains intact • ORS is an orally ingested solution that stimulates intestinal Na+ absorption by Na+/glucose cotransporter 1 (SGLT1 [SLC5A1]) and Na+-coupled amino acid transporters. – SGLT1 transport is preserved in electrolyte transportrelated (secretory) diarrheas such as those caused by bacterial enterotoxins.

• The World Health Organization (WHO)recommended ORS is hypoosmolar (245 mOsm/L), with optimized glucose-to-Na+ ratios to increase water absorption.

Composition of presently WHO-UNICEF recommended oral rehydration solution

ORS Mechanism • Simply giving a saline solution (water plus Na+) by mouth has no beneficial effect because the normal mechanism by which Na+ is absorbed by the healthy intestinal wall is impaired in the diarrhoeal state and if the Na+ is not absorbed neither can the water be absorbed. • In fact, excess Na+ in the lumen of the intestine causes increased secretion of water and the diarrhoea worsens. • If glucose (also called dextrose) is added to a saline solution a new mechanism comes into play. • The glucose molecules are absorbed through the intestinal wall unaffected by the diarrhoeal disease state - and in conjunction sodium is carried through by a co-transport coupling mechanism. • This occurs in a 1:1 ratio, one molecule of glucose co-transporting one sodium ion (Na+).

Oral Rehydration Therapy • Fluids with a molar ratio of glucose in excess of sodium (eg, fruit juices, soda, or sports beverages) have the theoretical potential of increasing diarrheal losses because the higher unabsorbed glucose load will increase the osmolality in the lumen, resulting in decreased water absorption. • Fluids with excess sodium concentration compared with glucose (eg, chicken broth) may also increase diarrheal losses, as there are no organic solute to facilitate the transport of sodium. Fluids with high sodium concentration also may result in hypernatremia.

29

• • • • • • •

Anak laki-laki 5 tahun mengalami panas tidak tinggi selama 3 hari. Suhu badan 37,80C, tekanan darah 100/70, nadi 100 kali/menit. Rumple leede (-) pembesaran kelenjar di retro aurikular dan servikal. Rash eritromakulopapular di seluruh tubuh. Terdapat petekie di area palatum. Pemeriksaan laboratorium Hb : 12,3 g/dl, Lekosit : 4.500 /µl, Hematokrit : 36%, Trombosit : 120.000/µl.

DIAGNOSIS YANG TEPAT…

DIAGNOSIS  RUBELLA JAWABAN:

D. RUBELLA

• Anak laki-laki 5 tahun mengalami panas tidak tinggi selama 3 hari + Suhu badan 37,80C  subfebris • PF: – Rumple leede (-)  bukan infeksi dengue – Pembesaran kelenjar di retro aurikular dan servikal – Rash eritromakulopapular di seluruh tubuh  eksantema akut – Terdapat petekie di area palatum  kemungkinan forchheimer spot

• Eksantema akut dgn demam subfebris, limfadenopati, forchheimer spot  sesuai dengan gejala rubela

• Dengue Fever dan DBD  demam bifasik, mialgia, nyeri kepala/retroorbita, petekie, manifestasi perdarahan lainnya, rumple leede (+) • Morbili  demam, 3C, koplik spot, ruam makulopapular • Exanthema Subitum

Rubella • Togavirus • Yg rentan: orang dewasa yang belum divaksinasi • Musim: akhir musim dingin/ awal musim semi. • Inkubasi 14-21 hari • Masa infeksius: 5-7 hari sblm ruam s.d. 3-5 hari setelah ruam muncul

• Asymptomatik hingga 50% • Prodromal – Anak-anak: tidak bergejala s.d. gejala ringan – Dewasa: demam, malaside, nyeri tenggorokan, mual, anoreksia, limfadenitis oksipital yg nyeri.

• Enanthem – Forschheimer’s spots petekie pada hard palate

Rubella - komplikasi • Arthralgias/arthritis pada org dewasa • Peripheral neuritis • encephalitis • thrombocytopenic purpura (jarang) • Congenital rubella syndrome – Infeksi pada trimester pertama – IUGR, kelainan mata, tuli, kelainan jantung, anemia, trombositopenia, nodul kulit.

30

• • • •



Anak laki-laki 3 tahun, mengalami hambatan pertumbuhan, berat badan selalu di bawah normal. Anak tampak lemah dan kurang aktif. Sejak bayi, anak tersebut tidak menyusu lama, saat menangis wajahnya akan berubah menjadi biru. Setelah mulai bisa berjalan dan berlari pasien sering terlihat sesak dan menjadi biru, serta langsung meringkuk. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan gambaran jantung seperti sepatu bot

KELAINAN YG TIDAK TERMASUK PD PENYAKIT INI…

DIAGNOSIS  TETRALLOGY OF FALLOT JAWABAN:

E. COARCTASIO AORTA

• Anak laki-laki 3 tahun saat bayi tidak bisa menyusu lama + gangguan pertumbuhan + sianosis Ketika menangis  PJG sianotik • Setelah mulai bisa berjalan dan berlari pasien sering terlihat sesak dan menjadi biru, serta langsung meringkuk  tet spell pada tetralogy of fallot • Rontgen didapatkan gambaran jantung sepatu bot  Tetrallogy of Fallot • ToF terdiri dari: VSD, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan RVH • Jadi, yang tidak termasuk ke dalam kelainan ToF ialah Coarctasio aorta

Penyakit Jantung Kongenital Sianotik: R-L shunt TOF (Tetralogy of Fallot): • Stenosis Katup Pulmonal, VSD, overriding aorta, RVH. • Boot like heart pada foto radiografi. • Gejala klinis Sesak + Sianotik, gangguan pertumbuhan, dengan TET Spell (Berjongkok bila sesak untuk meningkatkan aliran darah ke paru) • Murmur bersifat Systolic ejection murmur di area kanan atas border sternal karena Stenosis katup pulmonal Nelson’s textbook of pediatrics. 19th ed

Tetralogi Fallot

31

• Anak laki-laki 3 tahun lebih kecil dan kurus dibanding teman-teman seusianya. • Untuk memastikan keadaan gizinya dilakukan pemeriksaan status gizi. PEMERIKSAAN YG PALING BAIK…

DIAGNOSIS  PENGUKURAN STATUS GIZI JAWABAN:

C. BERAT BADAN TERHADAP TINGGI BADAN

• Dalam keadaan normal, perkembangan BB akan searah dg pertumbuhan TB dg kecepatan tertentu. • Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur.

• Indeks BB/TB mrp indikator yang baik u/ menilai status gizi saat ini (sekarang). • Berdasarkan Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik dari IDAI, Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB).





• •

Tinggi badan terhadap usia  Lingkar lengan atas Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada kondisi normal, TB tumbuh seiring pertambahan umur. Maka indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Berat badan terhadap usia  Indikator ini digunakan untuk menilai apakah seorang anak beratnya kurang atau sangat kurang, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami kelebihan berat badan atau sangat gemuk. Anak dengan BB/U rendah dapat disebabkan oleh pendek (stunting) atau kurus (thinness) atau keduanya Tebal lipatan kulit  Sebagai cadangan sumber energi, lemak tubuh diukur melalui tebal lemak bawah kulit (TLBK) atau skinfold. Lingkar lengan atas  Ukuran yang menggambarkan persediaan cadangan lemak tubuh  parameter yg labil  baik untuk menilai status gizi masa kini tapi kekurangannya: a) Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat, b) Sulit menemukan ambang batas, dan c) Sulit untuk melihat pertumbuhan anak 2-5 tahun.

Penentuan Status Gizi •

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). • Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. • Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. – Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal.



Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981. • Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5 tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.

1. Penilaian status Gizi

Algoritme penggunaan grafik pertumbuhan Tentukan Usia pasien 0-5 tahun

>5-18 tahun

Gunakan grafik BB/TB WHO 2006 Z score >+1 Usia <2 tahun

Grafik IMT WHO 2006

Gunakan grafik BB/TB CDC 2000

BB/TB >110%

Usia 2-5 tahun

Grafik IMT CDC 2000

Grafik IMT CDC 2000

32

• Seorang anak laki-laki 2 tahun mengalami ISPA dan diare sejak usia 11-12 bulan. • Pasien sampai sekarang masih mengkonsumsi ASI. • Usia 1 bulan pasien mengkonsumsi pisang lumat, usia 4 bulan diberi nasi bubur, usia 7 bulan diberi nasi tim, usia 10 bulan diberi nasi lengkap dewasa. PERNYATAAN YANG SESUAI DENGAN KONDISI DI ATAS…

DIAGNOSIS  PEMBERIAN MPASI JAWABAN:

D. PEMBERIAN MP ASI TIDAK TEPAT

• Seorang anak laki-laki 2 tahun mengalami ISPA dan diare sejak usia 11-12 bulan  anak mudah infeksi • Pasien sampai sekarang masih mengkonsumsi ASI  baik • Pemberian MP-ASI di soal tidak tepat karena terlalu cepat: – Usia 1 bulan pasien mengkonsumsi pisang lumat , usia 4 bulan diberi nasi bubur,  sebaiknya hanya ASI eksklusif hingga 6 bulan – usia 7 bulan diberi nasi tim  harusnya 9-12 bulan – usia 10 bulan diberi nasi lengkap dewasa  harusnya > 12 bulan

Infant Feeding Practice Rekomendasi WHO dan UNICEF, 2002, dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding : • Memberikan ASI segera setelah lahir-1jam pertama • Memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan • Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan • Diberikan karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan zat gizi • Pengaturan MP-ASI agar tidak diberikan terlalu dini/terlambat/terlalu sedikit/kurang nilai gizi • Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih

Tahap Penyapihan

Panduan praktis mengenai kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dianjurkan untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan yang diberi ASI on demand Usia

6-8 bulan

9-11 bulan

Energi yang Tekstur Dibutuhkan

Frekuensi

Jumlah ratarata makanan

200 kkal/hari

Mulai dengan bubur kental/makanan yang dihaluskan. Buah dapat diberikan

2-3 kali/hari Plus 1-2 kali snack

2-3 sendok makan, tingkatkan bertahap sampai 125 ml

300 kkal/hari

Makanan yang dicincang halus dan makanan yang dapat diambil sendiri oleh bayi

3-4 kali/hari Plus 1-2 kali snack

125 ml

Makanan keluarga

3-4 kali/hari Plus 1-2 kali snack

Tiga perempat sampai satu cangkir 250 m

12-23 550 kkal/hari bulan

• Makanan lumat adalah jenis makanan yang konsistensinya paling halus seperti bubur susu dan nasi tim/bubur saring. • Pada usia 9 bulan jenis buah yang boleh diberikan: pisang, jeruk, alpukat, apel, mangga harum manis, papaya, melon. • Bubur Susu: • Campurkan tepung beras 1-2 sdm dan gula pasir 1-2 sdm menjadi satu , tambahkan susu/santan 5 sdm yang sudah dicairkan dengan air 200 cc sedikit-sedikit aduk sampai rata , kemudian masak di atas api kecil sambil diaduk-aduk sampai matang.

33

• • • •

Anak perempuan 1 tahun Caucasian keluhan demam dan batuk berulang sejak kelahirannya. Selama ini ia mendapat pengobatan antibiotika dari dokter. BAB anak berbau khas dan lebih banyak dari ukuran normal, serta berat badannya tidak meningkat. Dari hasil pemeriksaan X-ray didapatkan bronkopneumonia, peningkatan lemak pada feses dan peningkatan serum CI dengan pemeriksaan kuantitatif pilocarpine iontophoresis sweat test.

PROTEIN YG GEN-NYA ALAMI MUTASI PD KASUS… DIAGNOSIS  CYSTIC FIBROSIS

JAWABAN: E. CFTR

• Anak perempuan 1 tahun demam dan batuk berulang sejak kelahirannya, Ro sekarang BP  ISPA berulang • BAB anak berbau khas dan lebih banyak dari ukuran normal, serta berat badannya tidak meningkat, Peningkatan lemak pada feses  gejala gastrointestinal, terjadi malabsorbsi, insufisensi pankreas • Peningkatan serum CI dengan pemeriksaan kuantitatif pilocarpine iontophoresis sweat test  Kriteria diagnosis Cystic fibrosis

• Pasien dengan CF memiliki transportasi klorida dan natrium yang abnormal pada epitel, menghasilkan sekresi kental di bronkus, saluran empedu, pankreas, usus, dan sistem reproduksi  gejala pernapasan (ISPA berulang) dan pencernaan (malabsorbsi, defisiensi vitamin, insufisiensi pancreas, dll) • CF disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal besar pada kromosom 7 yang mengkode protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) protein

• Mutasi dari Tyrosine kinase receptor (RTK)  kelainan developmental seperti akondroplasia dan keganasan • GPCR  mutasi pada gen ini biasanya terkait dengan penyakit endokrin, misalnya hipo/hiperparatiroid, diabetes insipidus, kelainan paratiroid, dll • Glycine receptor  mutasi pada reseptor ini bisa menyebabkan Hyperekplexia (stiff baby syndrome or startle disease): triad of generalized stiffness while awake, nocturnal myoclonus, and an exaggerated startle reflex  often apparent at birth) • ABC transporter  ATP-binding cassette transporters merupakan golongan transporter superfamili yang memiliki 5 subfamili, salah satunya ialah ABCC, dimana CFTR berada dalam kelompok subfamili ini (nama lain gen CFTR ialah ABCC7)

Cystic Fibrosis •

Cystic fibrosis (CF) is a an autosomal recessive disorder resulting in multisystem disease affecting the lungs, digestive system, sweat glands, and the reproductive tract. • Patients with CF have abnormal transport of chloride and sodium across secretory epithelia, resulting in thickened, viscous secretions in the bronchi, biliary tract, pancreas, intestines, and reproductive system • CF is caused by pathogenic variants in a single large gene on chromosome 7 that encodes the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) protein • CFTR functions as a regulated chloride channel, which, in turn, may regulate the activity of other chloride and sodium channels at the cell surface. • An associated finding is an increased concentration of chloride in sweat secretions, which constitutes one of the methods of diagnosis of CF. • Progressive lung disease continues to be the major cause of morbidity and mortality for most patients.

Cystic Fibrosis • Gastrointestinal effects — – Thickened secretions caused by CFTR malfunction cause the gastrointestinal complications of CF. – Impaired flow of bile and pancreatic secretions cause maldigestion and malabsorption, as well as progressive liver and pancreatic disease, leading to CF-related diabetes. – Because of thickened intestinal secretions and maldigestion, CF patients are prone to intestinal obstruction (distal intestinal obstruction syndrome or intussusception) and to rectal prolapse. – Constipation — Constipation is a common problem in individuals with CF, occurring in 25 to 50 percent of patients, and is a common reason for flatulence and abdominal pain – Meconium ileus — Meconium ileus (MI) is a disorder of the neonate caused by the obstruction of the small intestines at the level of the terminal ileum with inspissated meconium. Infants with MI generally present during the first three days of life with abdominal distension and failure to pass meconium, with or without vomiting. Approximately 10 percent of patients with CF present as neonates with MI. All infants with MI should have a definitive diagnostic test for CF

Cystic Fibrosis • Respiratory effects — – CFTR malfunction in the respiratory epithelium is associated with a variety of changes in electrolyte and water transport. – The net result of these changes is an alteration in the rheology of airway secretions, which become thick and difficult to clear.

• Chronic lung infection — The chronic airway obstruction caused by viscous secretions is followed by progressive pulmonary colonization with pathogenic bacteria, including Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, and eventually P. aeruginosa and/or B. cepacia complex bacteria.

Respiratory manifestations

Gastrointestinal manifestations

Genitourinary

Chronic productive cough

Pancreatic insufficiency

Bilateral absence of vas deferens

Sinusitis

Distal intestinal obstruction syndrome (DIOS)

Male infertility

Meconium ileus

Reduced female fertility

Cystic fibrosis-related diabetes (CFRD)

Other

Nasal polyposis Bronchiolitis/asthma Pseudomonas aeruginosa infection of the respiratory tract Staphylococcal infection of the respiratory tract Bronchiectasis Digital clubbing Atypical mycobacterial infection

Allergic bronchopulmonary aspergillosis

Vitamin deficiencies

Hypochloremic, hyponatremic alkalosis

Recurrent pancreatitis

Pseudotumor cerebri

Prolonged neonatal jaundice

Osteoporosis

Biliary cirrhosis with portal hypertension Dermatitis resembling acrodermatitis enteropathica, with fatty acid and zinc deficiency Rectal prolapse Volvulus in fetal life

CF Clinical Manifestation

Cystic Fibrosis Diagnostic Criteria At least one of the following:



One or more typical phenotypic features of CF: o

Chronic pulmonary disease

o

Chronic sinusitis

o

Characteristic gastrointestinal and nutritional abnormalities

o

Salt loss syndromes

o

Obstructive azoospermia



History of cystic fibrosis in a sibling



Positive newborn screening test

PLUS at least one: 

Elevated sweat chloride concentration



Two CFTR variants known to cause CF on separate alleles*



Abnormalities in nasal potential difference (NPD) testing that are typical for CF (NPD testing measures abnormalities in ion transport across the nasal epithelium)

Pemeriksaan Lab • Pilocarpine iontophoresis (sweat chloride test)  diagnostic of CF if sweat chloride is >= 60 mmol/L on two separate tests on consecutive days. • DNA testing may be useful for confirming the diagnosis and providing genetic information for family members. • Nasal potential difference/ NPD testing measures abnormalities in ion transport across the nasal epithelium  Abnormalities in NPD testing that are typical for CF [Patients with CFTR dysfunction have a high potential difference in the basal state, a greater decline than controls following amiloride, and minimal response to low chlorideisoproterenol perfusion ]

Pemeriksaan Imaging • Chest x-ray  focal atelectasis, peribronchial cuffing, bronchiectasis, increased interstitial markings, hyperinflation • High-resolution chest CT scan: bronchial wall thickening, cystic lesions, ring shadows (bronchiectasis)

Tatalaksana • Non Farmakologi – Mucus clearance (using postural drainage techniques, chest percussion) – Encouragement of regular exercise and proper nutrition – Psychosocial evaluation and counseling of patient and family members.

• Farmakologis – Antibiotic therapy based on results of Gram stain and culture and sensitivity of sputum. – Bronchodilators for patients with airflow obstruction. – Long-term pancreatic enzyme replacement

34

• Anak laki-laki 2 tahun demam dan batuk “menyalak”. Batuk dimulai tiba-tiba di tengah malam. • Temperatur 37,9oC dan tampak cemas. • Denyut jantung 160x/menit dan laju pernapasan 32x/menit. • Nafas tampak kesulitan dan menggunakan bantuan otot bantu pernapasan. • Terdengar suara stridor yang cukup jelas. • Pemeriksaan auskultasi paru tidak menunjukkan kelainan apapun.

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  CROUP JAWABAN:

C. CROUP

• Anak laki-laki 2 tahun demam dan batuk “menyalak”  infeksi dengan gejala barking cough • Sulit bernapas + otot bantu pernapasan + stridor  sumbatan jalan napas atas • Pemeriksaan auskultasi paru tidak menunjukkan kelainan apapun  tidak ada wheezing/rhoki  bukan kelainan saluran napas bawah • Infeksi saluran napas atas akut yang menyebabkan barking cough dan stridor ialah croup

• Epiglotitis  distress napas, drooling, dysfagia, stridor • Abses peritonsilar  hot potato voice, trismus, uvula terdorong kontralateral • Asma terdapat pencetus, riwayat atopi, wheezing • Bronkiolitis  < 2 tahun dengan wheezing, ekspirasi memanjang

Croup • Croup (laringotrakeobronkitis viral) adalah infeksi virus di saluran nafas atas yang menyebabkan penyumbatan • Croup generally affects the larynx and trachea, although this illness may also extend to the bronchi. • Merupakan penyebab stridor tersering pada anak • Gejala: batuk menggonggong (barking cough), stridor, demam, suara serak, nafas cepat disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam • Penyebab tersering ialah virus Parainfluenza tipe 1, 2, dan 3 – Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1)

Steeple sign

Pemeriksaan • Croup is primarily a clinical diagnosis • Laboratory test results rarely contribute to confirming this diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral cause with lymphocytosis • Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other disorders causing stridor. – The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign or wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing – Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning) during inspiration

• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest an underlying anatomic or congenital disorder)

Klasifikasi dan Penatalaksanaan Ringan • Gejala: – – – –

Demam Suara serak Batuk menggonggong Stridor bila anak gelisah

• Terapi: – Rawat jalan – Pemberian cairan oral, ASI/makanan yang sesuai – Simtomatik

Berat • Gejala: – Stridor saat istirahat – Takipnea – Retraksi dinding dada bagian bawah

• Terapi: – Steroid (dexamethasone) dosis tunggal (0,6 mg/kg IM/PO) dapat diulang dalam 6-24 jam – Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 23 mL NS, nebulisasi selama 20 menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.

35

• Anak laki-laki 11 tahun datang dengan keluhan pembengkakan di daerah rahang bawah kanan dan kiri sampai ke pipi sehingga telinga pasien tampak terangkat, • Disertai malaise, demam, dan penurunan nafsu makan. • Teman-teman di sekolahnya juga ada yang menderita keluhan yang sama. • Sakit gigi (-).

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  MUMPS JAWABAN:

B. PAROTITIS EPIDEMIKA

• Anak laki-laki 11 tahun datang dengan keluhan pembengkakan di daerah rahang bawah kanan dan kiri sampai ke pipi sehingga telinga pasien tampak terangkat  lokasi area kelenjar parotis • Disertai malaise, demam, dan penurunan nafsu makan  tanda infeksi • Teman-teman di sekolahnya juga ada yang menderita keluhan yang sama  menyebabkan outbreak  infeksi virus • Sakit gigi (-)  menyingkirkan bengkak akibat karies dentis • Infeksi kelenjar parotis yang menyebabkan outbreak (karena mudah menular) adalah mumps (parotitis epidemika)

Mumps (Parotitis Epidemica) • Acute, self-limited, systemic viral illness characterized by the swelling of one or more of the salivary glands, typically the parotid glands. • Highly infectious to nonimmune individuals and is the only cause of epidemic parotitis. • Taksonomi: – – – –

Species: Mumps rubulavirus Genus: Rubulavirus Family: Paramyxoviridae Order: Mononegavirales

Mumps • Salah satu penyebab parotitis • Satu-satunya penyebab parotitis yang mengakibatkan “occasional outbreak” • Disebabkan oleh paramyxovirus, dengan predileksi pada kelenjar dan jaringan syaraf. • The transmission mode is person to person via respiratory droplets and saliva, direct contact, or fomites. • Insidens puncak pada usia 5-9 tahun. • Imunisasi dengan live attenuated vaccine sangat berhasil (98%)

• Penularan terjadi sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan parotis sampai 9 hari kemudian. • Bisa tanpa gejala • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala prodromal tidak spesifik ditandai dengan mialgia, anoreksia, malaise, sakit kepala dan demam ringan  Setelah itu timbul pembengkakan unilateral/bilateral kelejar parotis. • Gejala ini akan berkurang setelah 1 minggu dan biasanya menghilang setelah 10 hari.

Mumps • Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia postpubertal) • Approximately one third of postpubertal male patients develop unilateral orchitis. • Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12 bulan

Mumps Treatment • Conservative, supportive medical care is indicated for patients with mumps. • No antiviral agent is indicated, as mumps is a selflimited disease. • Encouraging oral fluid intake • Refrain from acidic foods and liquids as they may cause swallowing difficulty, as well as gastric irritation. • Analgesics (acetaminophen, ibuprofen) • Topical application of warm or cold packs to the swollen parotid may soothe the area.

NEUROLOGI

36

• Laki-laki 18 thn sesak sejak 3 jam yang lalu. RR 32 x/menit. • Sebelumnya pasien mengalami kebas dan kesemutan pada kedua tangan dan kaki. Sejak 3 hari sebelumnya pasien mengalami kelemahan pada kedua tungkai yang menjalar ke kedua lengan. • Terdapat riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu sebelumnya. • Kesadaran compos mentis, pemeriksaan motorik terdapat kelumpuhan keempat anggota gerak tanpa peningkatan reflex.

PENYEBAB TERSERING… DIAGNOSIS GBS

JAWABAN: E. LESI RADIX ANTERIOR DAN POSTERIOR

• Pasien mengalami kebas dan kesemutan pada kedua tangan dan kaki serta kelemahan pada kedua tungkai yang menjalar ke kedua lengan  pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang berjalan secara ascenden. • Pemeriksaan motorik terdapat kelumpuhan keempat anggota gerak tanpa peningkatan reflex  kelumpuhan tipe LMN  neuropati perifer. • Riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu sebelumnya  mengarahkan diagnosis GBS. • Sesak napas  salah satu komplikasi GBS. • Patomekanisme yang tepat  lesi radix anterior dan posterior.

• Lesi vaskuler hemisfer serebri  defisit neurologi yang dialami biasanya datang secara tiba-tiba  misal pada stroke. • Lesi sentral medulla spinalis  memberikan gejala kelumpuhan motorik tipe UMN. • Infeksi intrakranial  tidak dijelaskan adanya ciri infeksi dari intrakranial, misal kejang/ penurunan kesadaran. • Infeksi meningens  pasien akan mengalami gejala demam, kaku kuduk, dsb.

SINDROMA GUILLAIN-BARRE (GBS) • Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna. • Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy. • Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak berhubungan dengan GBS. • Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati normal • Ciri: – Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari ekstremitas distal ke proksimal) – Arefleksia atau reflex menurun – Diplegia fasial – Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan ventilasi mekanik – Parestesia pada tangan dan kaki – 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian dengan hipotensi, ileus, retensi urin – Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018. PPK neurologi 2017

pencetus

Pemeriksaan Penunjang • Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klini dan pemeriksaan fisik • Lumbal pungsi dan analisis CSF – disosiasi albuminositologi (peningkatan protein tanpa pleocytosis) – Jumlah sel <10 mononuclear cell/mm3

• Pemeriksaan lain untuk singkirkan diagnosis banding: – Lab lengkap: DPL, OT, PT, GDS, Elektrolit, Ur, Cr, antibody glikolipid, serologi CMV/EBV/Mycoplasma, kadar kreatin kinase – MRI – EMGadanya tanda demyelinisasi dari perlambatan konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan gelombang F, Blok konduksi atau berkurangnya respon terhadap rangsang

Tatalaksana • Perawatan intensif diperlukan bila terdapat – – – –

gejala disoutonomia, berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg) Kelemahan otot bulbar Berkurangnya trigger napas

• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan 1-2 minggu pertama onset) – IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari

• Plasmapheresis/ plasma exchange • Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupaso dan wicara Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018. PPK neurologi 2017

37

• Pria, 23 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. • Pasien terlempar dari sepeda motornya dan yang terkena aspal pertama adalah tungkai. Kedua tangan pasien menjauhi kepala agar menahan kepala tidak terkena aspal sehingga kedua tangannya yang terkena aspal. • Pada pemeriksaan tidak didapatkan luka pada lengan atas dan bawah, terdapat luka robek pada telapak tangan. • Kini pasien tidak dapat melakukan abduksi sendi bahu kiri.

LETAK LESI?

DIAGNOSIS  CEDERA AKSILARIS JAWABAN:

A. AKSILARIS

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas  Kedua tangan pasien menjauhi kepala agar menahan kepala tidak terkena aspal sehingga kedua tangannya yang terkena aspal  tidak dapat melakukan abduksi sendi bahu kiri saraf yang paling mungkin cedera  N. Axillaris Sinistra.

• Radial  mempersarafi lengan bawah bagian lateral. • Ulna  mempersarafi lengan bawah dan tangan bagian medial. • Medianus  mempersarafi otot flexor lengan bawah dan 3 ½ jari bagian lateral. • Plexus Brachialis  terdapat 3 tipe  total paralisis, erb’s palsy, klumpke palsy.

INJURY TO AXILLARY NERVE

• Etiologi tersering  dislokasi bahu anterior. • Lesi N. Axillaris  tidak ada innervasi ke m. deltoid  tidak bisa abduksi sendi bahu.

38

• Pria 58 thn dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak 6 jam SMRS setelah pasien mendorong truk-nya. • Nyeri hebat menjalar ke kaki kanan disertai jari kanan hilang rasa. Nyeri semakin berat saat bersin dan batuk. • PF: tes laseque < 70/ >70. Punggung kesan skoliosis dan perabaan keras. • MRI ditemukan bulging nucleus vertebrae L5.

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS HNP

JAWABAN: C. HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

• Diagnosis HNP ditegakkan atas dasar: – Adanya keluhan nyeri pinggang kanan yang menjalar hingga kaki kanan, disertai hilang rasa – Nyeri memberat saat bersin/ batuk dan muncul setelah pasien kerja berat (mendorong truk) – Pemeriksaan lasegue tungkai kanan (+) – MRI ditemukan buldging nucleus di L5

• Fraktur vertebrae L5  tidak ada tanda-tanda fraktur, seperti krepitasi. Pada MRI juga tidak terlihat fraktur. • Spondilitis ankilosis  peradangan kronis yang menyerang tulang belakang yang menyebabkan hilangnya kelenturan/ fleksibilitas dari struktur tersebut. • Rheumatoid arthritis  peradangan kronis sendi multiple simetris yang disebabkan rheumatoid antibody. • Stenosis spinal  penyempitan ruang medulla spinalis yang disebabkan berbagai etiologi, misalnya spondylosis, trauma.

Hernia Nukleus Pulposus • Keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus – Keluar ke belakang/dorsal  menekan medulla spinalis – Mengarah ke dorsolateral  menekan saraf spinalis

• Common causes: – Heavy lifting – Trauma – Poor sitting posture – Frequent bending forward – Degenerative

Gejala Klinis • Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang. 1. 2.

3. 4.

Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Pemeriksaan • Motoris – –



Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.

Sensoris – –

Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus 1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) – Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5). Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1). Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi untuk segera operasi. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Straight leg raise test • The knee is extended and the hip is flexed until a complaint of pain or tightness is reached. • The leg is then carefully returned to the table and the contralateral leg is tested in a similar fashion • A positive test is demonstrated when reproduction of symptoms radiating down the leg is produced at 30-70° of leg elevation • Sensitivity of 91% and specificity of 26% • If pain radiates below the knee, L4-S1 nerve root impingement has been identified

• Reproduction of symptoms in the opposite leg being tested is termed crossed straight leg and indicates a large central lumbar disc herniation • Sensitivity of 28%-29% and a specificity of 88%-90% for nerve root impingement

Pemeriksaan Penunjang • Radiologi – Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra. – Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus. – CT scan untuk melihat lokasi HNP – Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.

• EMG – Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

X-Ray AP & Lateral View

MRI

39

• Pria 45 thn dengan keluhan nyeri pada daerah pipi kanan sejak 3 hari yang lalu disertai rasa seperti ditusuk, tersetrum dan terbakar selama beberapa detik sampai 4 menit. • Keluhan bertambah berat bila pasien membasuh wajah dan menggosok gigi.

LETAK LESI?

DIAGNOSIS  NEURALGIA TRIGEMINAL JAWABAN: E. TRIGEMINAL

• Keluhan nyeri pada daerah pipi kanan sejak seperti ditusuk, tersetrum dan terbakar serta bertambah berat bila pasien membasuh wajah dan menggosok gigi  neuralgia trigeminal. • Saraf yang mengalami gangguan  N. Trigeminalis.

• Fasialis  memiliki jaras motorik yang mempersarafi otot-otot wajah dan kelopak mata. • Optikus  berperan dalam indera penglihatan. • Okulomotorius  memiliki jaras motorik yang mempersarafi otot-otot bola mata. • Abdusens  kerusakan menyebabkan pasien tidak dapat melirik ke arah lateral.

Neuralgia Trigeminal (Tic Douloureux)

40

• • • • •

Wanita 55 thn dengan kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 3 bulan yang lalu disertai tidak dapat BAK, rasa kebas dimulai dari ujung jari kaki sampai pusar. Keluhan diawali dengan nyeri punggung bawah. Riwayat batuk lama hingga 3 bulan dialami pasien dan telah meminum obat yang salah satunya dapat menyebabkan urin berwarna merah sejak 2 bulan yang lalu. KU sakit sedang, terdapat benjolan pada vertebra thoracal IX (9) yang teraba keras. Pemeriksaan neurologis kekuatan motorik ektremitas atas 5/5, bawah 3/3. Reflex patologis +/+, hipestesia setinggi thoracal 10 kebawah.

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  SPONDILITIS TB

JAWABAN:

C. SPONDILITIS TB

• Pemeriksaan neurologis kekuatan motorik ektremitas atas 5/5, bawah 3/3. Reflex patologis +/+, hipestesia setinggi thoracal 10 kebawah  adanya defisit neurologis setinggi T-10. • Benjolan pada vertebra thoracal IX (9) yang teraba keras  gibbus • Riwayat batuk lama hingga 3 bulan dan minum OAT. • Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah spondilitis TB.

• Trauma medulla spinalis  tidak dijelaskan adanya riwayat trauma. • Myelitis transversalis  peradangan pada satu bagian saraf tulang belakang. Kondisi ini ditandai dengan rasa nyeri, kebas atau mati rasa, tungkai atau lengan terasa lemah, serta gangguan buang air kecil dan buang air besar  idiopatik. • Abses medulla spinalis  abses pada medulla spinalis biasanya disebabkan secara hematogen, penyebab tersering adalah Staphylococcus dan Streptococcus sp. • Tumor metastasis  tidak ada riwayat keganasan.

SPONDILITIS TB •

Spondilitis TB dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Bersifat kronis destruktif yang mengenai tulang vertebra.

Gejala: • Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri • Terdapat Gejala – gejala TB • Paraparesis, rasa kebas, baal, gangguan defekasi dan miksi

298

Pemeriksaan Fisik • • •







Kelainan bentuk tulang belakang Pernapasan cepat Infiltrat paru akan terdengar sebagai ronkhi, kavitas akan terdengar sebagai suara amforik atau bronkial dengan predileksi di apeks paru Terdapat abses paravertebra yang dapat teraba, bahkan terlihat dari luar punggung berupa pembengkakan Pada pemeriksaan neurologis bisa didapatkan gangguan fungsi motorik, sensorik, dan autonom Jika kelumpuhan sudah lama, otot akan atrofi , yang biasanya bilateral

Pemeriksaan Laboratorium • Hitung-jumlah lekosit dapat normal atau meningkat sedikit, pada hitung jenis ditemukan monositosis • Laju Endap Darah (LED) biasanya meningkat • Peningkatan kadar Creactive protein (CRP) • Uji Mantoux positif pada sebagian besar pasien

PEMERIKSAAN RADIOLOGI • Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan yang paling menunjang untuk diagnosis dini spondilitis TB karena memvisualisasi langsung kelainan fisik pada tulang belakang. • Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan penyempitan jarak antar diskus intervertebralis, erosi dan iregularitas dari badan vertebra, serta massa paravertebral.

X-Ray

Terlihat lesi litik pada anterolateral korpus vertebra yang menunjukan tanda awal kerusakan karena Spondylitis TB (panah putih)

302

303

Foto polos tulang vertebra menunjukkan erosi end plate vertebra

Foto vertebra AP menunjukkan adanya abses paravertebral

304

Foto polos lateral menunjukkan terbentuknya gibbus oleh karena kifosis torakolumbal

Foto lateral vertebra menunjukkan adanya penyempitan diskus intervertebralis dan erosi corpus vertebra anterior

CT Scan

Gambaran CT scan tulang belakang dan toraks. (A) Terlihat fraktur kompresi pada vertebra torakal 3 dengan destruksi litik.

Gambaran CT scan non kontras vertebra potongan aksial tampak abses pada m. psoas kiri dengan kalsifikasi di tengah

MRI

Gambaran MRI vertebra terlihat adanya fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan abses paravertebral.

Gambaran MRI terlihat akumulasi cairan di daerah dorsal yang menggambarkan abses paravertebral

Foto MRI menunjukkan destruksi korpus vertebra dan diskus intervertebralis, serta abses paravertebral

Pemeriksaan Bakteriologi dan Histopatologi • Diperlukan pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi. Biopsi dapat dilakukan dengan cara fine needle aspiration dengan tuntunan CT atau video assisted thoracoscopy. • Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan Ziehl Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet atau dengan metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan rhodamine. • Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan tuberkulosis paru. • Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran granuloma epiteloid yang khas dan sel datia langerhans , suatu giant cell multinukleotid yang khas.

Pemeriksaan dengan Kultur • Semua spesimen yang mengandung mikobakteria harus di inokulasi melalui media kultur, karena : kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan mikroskopis. • Kultur dapat melihat perkembangan organisme yang diperlukan untuk identifikasi yang akurat dan dengan pembiakan kuman dapat dilakukan resistensi tes terhadap obat-obat anti tuberkulosa

TATALAKSANA Penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yang berjalan dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan. Tujuan penatalaksanaan : • mengeradikasi kuman TB • mencegah dan mengobati defisit neurologis • memperbaiki kifosis

Tatalaksana Medikamentosa • The United States Centers for Disease Control merekomendasikan pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak setidaknya harus selama 12 bulan. • Regimen terapi OAT untuk pasien TB : ⁻ Kategori I : kasus baru TB paru / kasus baru dengan TB ekstraparu  2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan atau 2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau 2RHZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 6HE fase lanjutan ⁻ Kategori II : kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out, diberikan 2RHZES fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan. • Terapi medikamentosa dikatakan gagal jika dalam 3–4 minggu, nyeri dan atau defisit neurologis masih belum menunjukkan perbaikan setelah pemberian OAT yang sesuai.

Penggunaan Steroid pada Spondilitis TB • Pada PPK Neurologi 2016 penggunaan steroid termasuk ke dalam tatalaksana spondilitis TB. Regimen dalam PPK Neurologi 2016: – – – –

Obat anti TB oral Steriod: dexamethasone iv, dilanjut po Edukasi: pengobatan jangka panjang, perawatan di rumah, Diet:tinggi kalori dan protein

• Pada beberapa jurnal disebutkan peran steroid dalam terapi TB. Penggunaan steroid bermanfaat pada infeksi TB di Sistem Saraf Pusat dan perikarditis TB. • Tidak ada anjuran mengenai penggunaan neurotropik, seperti: citicolin, piracetam, meticobal, dsb; untuk terapi spondilitis TB.

1. 2. 3.

Chhabra N, Dixit R, Aseri ML. Adjunctive Corticosteroid Therapy in Tuberculosis Management: A Critical Reappraisal. IJPSR/Vol. II/ Issue I/January- March, 2011/10-15. Khadiravan T & Dee[anjali S. Role of Corticosteroids in the Treatment of Tuberculosis: An Evidence-based Update. JIPMER. 2010. PPK Neurologis 2016

Pembedahan Pada pasien yang direncanakan dioperasi, minimal 10 hari sebelum operasi OAT harus sudah diberikan. Indikasi pembedahan spondilitis TB : 1. Defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia 2. Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri, dalam hal ini kifosis progresif (30º untuk dewasa, 15º untuk anak-anak) 3. Tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu 4. Abses luas 5. Biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis 6. Nyeri berat karena kompresi abses

41

• Pria 67 thn dengan keluhan kedua tangan sering gemetar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan tangan gemetar terutama saat istirahat serta gerak menjadi lambat. • Kemudian pada pemeriksaan neurologis ditemukan hipomimia, ayunan tangan menghilang saat berjalan, serta rigiditas pada lengan.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  PARKINSON JAWABAN:

B. PARKINSON

• Diagnosis parkinson ditegakkan atas dasar: – Adanya keluhan tremor dan gerak menjadi lambat sejak 2 bulan yang lalu. – PF: ditemukan hipomimia, ayunan tangan menghilang saat berjalan, serta rigiditas pada lengan.

• Tremor esensial  jenis tremor yang paling sering terjadi. Belum diketahui secara pasti penyebab dari tremor ini, namun umumnya tremor berkaitan dengan faktor keturunan. Seseorang dengan orang tua yang menderita tremor esensial lebih berisiko mengalami kondisi yang sama. • Atetosis  kelainan gerak tubuh yang ditandai dengan gerakan menggeliat atau meliuk yang lambat, berulang, dan tak sadar, terutama di tangan, leher, jari, lengan, dan kaki. • Korea  kelainan saraf otot yang menyebabkan pergerakan tubuh yang tidak disadari dan tidak dapat diprediksi. Kelainan ini berhubungan dengan gerak cepat dan tak terkoordinasi, yang umumnya terjadi di bagian wajah, tangan, dan kaki. • Balismus  gerakan otot yang datang secara kasar dan cepat, terutama mengenai otot proksimal (berbeda dengan khorea yang mengenai otot distal).

Parkinson • Parkinson: – Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus. – Gangguan kronik progresif: • Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga bibir & slrh kepala • Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus • Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka topeng, bicara lambat, hipofonia • Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri

Parkinson Disease Gejala dan Tanda Parkinson Gejala awal tidak spesifik • Nyeri • Gangguan tidur •Ansietas dan depresi •Berpakaian menjadi lambat •Berjalan lambat

Gejala Spesifik • Tremor • Sulit untuk berbalik badan di kasur •Berjalan menyeret •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson : 1. Rigiditas 2. Bradykinesia

: peningkatan tonus otot : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif 3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan saat mata agak menutup 4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk

Penatalaksanaan Parkinson •

Prinsip pengobatan parkinson adalah meningkatkan aktivitas dopaminergik di jalur nigrostriatal dengan memberikan : – Levodopa  diubah menjadi dopamine di substansia nigra – Agonis dopamine – Menghambat metabolisme dopamine oleh monoamine oxydase dan cathecolO-methyltransferase – Obat- obatan yang memodifikasi neurotransmiter di striatum seperti amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005

42

• Pria 55 thn selalu melakukan pekerjaan berulang-ulang seperti mengunci pintu berulang-ulang sejak 4 bulan yang lalu hal ini terus terjadi dan semakin memburuk. • Aktivitas sehari-hari baik masih bisa memimpin perusahaan. Sejak 1 bulan yang lalu pasien kadang tidak bisa mengucapkan beberapa kata dan hal ini membuatnya kesal. • Pemeriksaan fisik tidak ditemukan defisit neurologis. MMSE skor 22. Pada pemeriksaan CT scan tidak ditemukan lesi patologis.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  MILD COGNITIVE IMPAIRMENT JAWABAN: E. MILD COGNITIVE IMPAIRMENT

• Diagnosis mild cognitive impairment ditegakkan atas dasar: – Adanya gangguan kognitif  sering lupa mengucapkan beberapa kata dan melakukan pekerjaan yang berulang-ulang. – Pemeriksaan fisik tidak ditemukan defisit neurologis. MMSE skor 22. Pada pemeriksaan CT scan tidak ditemukan lesi patologis. – Aktivitas sehari-hari baik, masih bisa memimpin perusahaan.

• Delirium  gangguan mental serius dengan onset akut, biasanya pada pasien dgn penyakit berat (misalnya infeksi SSP, tifoid toksik) yang menyebabkan penderita mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar. • Demensia  penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Berbeda dengan MCI, pada demensia pasien tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa bantuan orang lain. • Alzheimer  salah satu jenis dementia yang mengakibatkan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan bicara, serta perubahan perilaku secara bertahap. Kondisi ini banyak ditemukan pada orang-orang di atas 65 tahun. • Space occupying lesion (SOL)  merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intrakranial, khususnya yang mengenai otak. Penyebabnya meliputi hematoma, abses otak dan tumor otak.

Mild Cognitive Impairment • Definition: clinically defined by an impairment in one or more cognitive domains for age, but do not meet criteria for dementia (Petersen et al., 1999) • Significance: Mild Cognitive Impairment (MCI) is clinically identifiable precursor of dementia, particularly Alzheimer’s disease (AD)

Mild Cognitive Impairment • Prevalence-population studies (Panza et al., 2005) – ~3-5% for age 60 and older – ~15% for age 75 and older • Incidence (Bischkopf et al., 2002) – Slightly higher for men than women – Higher in older or with less education • ~12-15 per 1000 person-years for 65 and older • ~54 per 1000 person-years for age 75 and older

Mild Cognitive Impairment • Established clinical consensus criteria (Winblad et al., 2004)

1. Patient is not normal, but not demented (DSM-IV) 2. Evidence of cognitive deterioration for age • Objective measured decline over time in cognitive task performance, and/or • Subjective report of decline by patient and/or informant and objective cognitive deficits 3. Preserved activities of daily living and minimal to no impairment on complex instrumental functions

Mild Cognitive Impairment • Rate of progression to dementia: – Mayo Study: 220 followed for 3-6 years • ~12% per year (~1-2% for population) – Religious Study: 211 followed for ~4.5 years • 30% deceased (1.7x higher than w/o MCI) • 34% converted to AD (3.1x higher than w/o MCI) (Bennett et al., 2002) • Can progress to AD, vascular dementia (Solfrizzi et al., 2004), Lewy Body Dementia (Bennett et al., 2005)

Mild Cognitive Impairment • Neuropsychological impairments initially described for verbal and visual memory – amnestic MCI (Petersen et al., 1999) • Deficits now described in single or multiple cognitive domains (e.g., language, visuospatial) yielding (Petersen, 2004; Winblad et al., 2004; Lopez et al., 2005) – Multidomain amnestic (multiple cognitive domains including memory) – Multidomain nonamnestic – Single domain nonmemory

Pathology • Possible etiologies are – Degenerative, vascular, metabolic, traumatic, psychiatric, or combination

• Pathology reflects condition as progresses • If deceased prior to conversion to dementia, pathology is intermediate between normal and AD pathology

Deteksi Dini Demensia • Dengan menggunakan mini mental state examination (MMSE)/ Folstein test. • Interpretasi skor MMSE: – 24-30: kognitif normal – 19-23: mild cognitive impairment – 10-18: moderate cognitive impairment – <=9: severe cognitive impairment

Demensia

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia, J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382

43

• Pria 25 tahun, tidak bisa membuka mulut sejak 3 hari SMRS. • Pasien dikatakan sering mengorek gigi berlubang juga dengan peniti. • PF: ditemukan adanya trismus serta adanya rhesus sardonicus. DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  TETANUS JAWABAN: B. TETANUS

• Diagnosis tetanus ditegakkan atas dasar: – Adanya keluhan tidak bisa membuka mulut sejak 3 hari SMRS. – Adanya riwayat sering mengorek gigi berlubang juga dengan peniti. – PF: ditemukan adanya trismus serta adanya rhesus sardonicus.

• Artritis mandibula  radang persendian pada TMJ, biasanya diakibatkan penyakit rematik. • Temporomandibular disorders  disfungsi sendi TMJ, dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Rasa sakit di rahang, kesulitan mengunyah, dan suara di sendi rahang adalah beberapa gejala. • Abses retrofaring  terkumpulnya nanah di ruang retrofaring yang merupakan salah satu daerah potensial di leher dalam. • Malingering  penyimpangan perilaku yang menyebabkan pelakunya mengaku sakit meski ia sebenarnya dalam keadaan sehat, atau bertindak seolaholah penyakitnya lebih parah dari yang sesungguhnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi.

Tetanus • Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik Clostridium tetani. • Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.  tetanus prone wound

Tanda dan gejala • Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12 hari. • Suhu tubuh normal hingga subfebris • Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku • Tetanus generalisata – – – – –

Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut Rhesus sardonicus Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak Sukar menelan Opistotonus

• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat. • Sekujur tubuh berkeringat.

Stadium klinis Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s : 1. Grade 1 (ringan) – Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

2.

Grade 2 (sedang) – Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

3.

Grade 3 (berat) – Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.

4.

Grade 4 (sangat berat) – Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.

Diagnosis dan Komplikasi • Diagnosis – Klinis – Pewarnaan gram

• Komplikasi – – – – – –

Anoksia otak fraktur vertebra Aspirasi, penumonia Low intake, Dehidrasi Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis Kematian

44

• Perempuan 16 thn dengan keluhan kehilangan kesadaran yang biasanya terjadi selama 15 detik, tetapi kemudian pasien akan sadar kembali serta dapat melakukan aktivitas seperti biasa. • Keluhan tidak disertai mulut mengecap. TATALAKSANA?

DIAGNOSIS  KEJANG ABSANS JAWABAN: C. OBAT UNTUK HAMBAT KANAL KASLIUM TIPE T

• Keluhan kehilangan kesadaran yang biasanya terjadi selama 15 detik, tetapi kemudian pasien akan sadar kembali serta dapat melakukan aktivitas seperti biasa  kejang absans. • Obat antiepilepsi yang efektif untuk kejang absans antara lain etosuksimid yang bekerja menghambat kanal kalsium tipe T.

• Obat untuk hambat kanal natrium  fenitoin, gabapentin, pregabalin  memperburuk bangkitan kejang absans. • Obat untuk hambat kanal kalium  tidak diketahui OAE yang memilki mekanisme ini. • Obat yang berikatan dengan reseptor GABA  benzodiazepine dan barbiturates  memperburuk bangkitan kejang absans. • Obat yang menurunkan kadar GABA  efek kebalikan dari asam valproat. Asam valproat efektif juga dalam pengobatan kejang absans, mekanisme kerjanya dengan meningkatkan neurotransmitter GABA.

Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi

Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence: A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi

Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014

45

• • • •

Laki-laki 25 tahun penurunan kesadaran 2 jam SMRS kecelakaan, tidak memakai helm Pingsan sebentar kemudian siuman lagi 1 jam di rumah pasien mengeluh pusing, muntah-muntah dan akhirnya tak sadarkan diri • GCS E3V3M5, pupil anisokor, dan terdapat vulnus ekskoriasi pada regio temporal kiri

KEMUNGKINAN PERDARAHAN… DIAGNOSIS  PERDARAHAN EPIRDURAL JAWABAN:

A. EPIDURAL

• Laki-laki dengan kondisi terdapat cedera kepala setelah kecelakaan motor, ditemukan adanya: – Penurunan kesadaran  GCS 11 – Ada lucid interval  pingsan kemudian siuman dan kembali penurunan kesadaran dalam 2 jam – Pupil anisokor – Cedera daerah temporal (ada luka temporal)

• Kondisi mengarah pada perdarahan epidural • Biasanya sering akibat rupture arteri meningea media

• Subdural  perdarahan antara korteks serebri dan duramater, rupture bridging vein, gejala klinis biasanya tidak terlalu hebat kecuali ada efek massa bisa sebabkan nyeri kepala, muntah, kejang, dan penurunan kesadaran • Subarachnoid  bisa ditemukan penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, tanda rangsang meningeal • Intraserebral  terdapat penurunan kesadaran gradual, muntah, nyeri kepala gradual • Intraventrikuler  bisa ditemukan penurunan kesadaran gradual, nyeri kepala, kejang

Hematoma Intrakranial • Jenis: – Hematoma ekstradural (hematoma epidural) – Hematoma subdural – Hematoma intraparenkimal: • Hematoma subarakhnoid • Hematoma intraserebral • Hematoma intraserebellar

Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006.

EPIDURAL HEMATOM • •

Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramaterantara tabula interna – duramater Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada fraktur atau robekan langsung. – Ruptur arteri meningeal media, arteri meningeal anterior atau sinus venosus



Gejala (trias klasik) : 1. Interval lusid. 2. Hemiparesis/plegia. 3. Pupil anisokor.

 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan bikonveks atau lentikuler di daerah epidural. PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

EPIDURAL HEMATOM Epidural

Pemeriksaan: • CT Scan: gambaran hiperdens antara tulang tengkorak dan duramater, umumnya daerah temporal, bikonveks

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• SDH akut : kurang dari 7 hari • SDH subakut : 7-21 hr pasca trauma. • SDH khronis : > 21 hari. • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

46

• • • • •

Laki-laki 26 tahun jatuh dari sepeda motor 1 hari yang lalu Penurunan kesadaran Ada hematom disekitar kedua mata (racoon eyes) Battle sign pada belakang telinga Muntah 3 kali

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  FRAKTUR BASIS CRANII JAWABAN:

A. FRAKTUR BASIS CRANII

• Pada pasien 1 hari setelah kecelakaan tampak ada kondisi cedera kepala dengan ditemukan: – Racoon eyes – Battle sign – Penurunan kesadaran dan muntah  tanda peningkatan TIK

• Kondisi diatas sesuai  fraktur basis craniii

• Perdarahan epidural  ada lucid interval, pupil anisokor, hemiparesis/plegia • Perdarahan subdural  gejala klinis biasanya tidak terlalu hebat kecuali ada efek massa bisa sebabkan nyeri kepala, muntah, kejang, dan penurunan kesadaran • Fraktur calvaria cranii  jenis fraktur cranium, terdapat fraktur os calvaria (termasuk parietal bone, squamosal temporal bone, calvarial sphenoid, calvarial occipital, frontal bone) • Perdarahan subarchnoid  bisa ditemukan penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, tanda rangsang meningeal

Fraktur basis cranii • Fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar tengkorak • Terbagi atas: – fossa anterior – fossa media – fossa posterior

• Fraktur pada masingmasing fossa akan memberikan manifestasi yang berbeda

Skull Base Anatomy

Fraktur basis cranii (fossa anterior) • Dibatasi oleh – os.spenoid, procesus clinoidalis anterior, dan jagum spenoidalis

• Manifestasi / tanda gejalanya terjadi perlahan 12-24 jam • Tanda dan gejala: – Ekimosis periorbital (Racoon Eyes/brill hematome) – Tidak disertai cedera local – Hematome subconjungtiva – Anosmia (Gangguan N.Olfactorius) – Rhinorea (Kebocoran CSS)  terdapat `Halo - sign` – Gangguan Visus (Gg.N.optikus)

Fraktur basis cranii (fossa media) • Dibatasi oleh: – os.temporalis, procesus clinoidalis posterior, dan dorsum sella

• Tanda-gejala – – – – –

Echymosis mastoid (battle sign) Otorrhea Hematotimpanum Sakit kepala Gangguan visus dan gerak bola mata

• 25% Gangguan N.VII dan N.VIII

Fraktur basis cranii (fossa posterior) • Merupakan dasar kompartemen infratentorial • Sering tidak disertai tanda yang jelas namun segera menimbulkan kematian Penekanan batang otak

47

• • • • •

Laki-laki 32 tahun kecelakaan motor 30 menit Kondisi penurunan kesadaran Rangsang nyeri dapat membuka mata Mengerang bila diberikan rangsang nyeri Ekstremitas dalam posisi ekstensi dengan rangsang nyeri

BERAPA GCS PASIEN… DIAGNOSIS  CEDERA KEPALA BERAT JAWABAN:

C. E2V2M2

• Kondisi penurunan kesadaran setelah kecelakaan  hitung GCS – Membuka mata dengan rangsang nyeri  2 poin – Mengerang dengan rangsang nyeri  2 poin

– Posisi deserebrasi  2 poin

• GCS pasien E2 M2 V2

Glasgow Coma Scale • Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan Respon buka mata (Eye Opening, E) · Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) · Respon terhadap suara (suruh buka mata) · Respon terhadap nyeri (dicubit) · Tida ada respon (meski dicubit) Respon verbal (V) • Berorientasi baik • Berbicara mengacau (bingung) • Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”) • Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) • Tidak ada suara

Respon motorik terbaik (M) • Ikut perintah • Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) • Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) • Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Tidak ada (flasid)

Nilai 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3

2 1

48

• Pria 25 tahun tidak sadarkan diri sejak kecelakaan 2 hari yang lalu • Nyeri kepala hebat dan muntah sejak 1 hari yang lalu • KU TSB, TD 190/110mmHg, RR 24x/mnt, GCS E3M4V3 • Pupil ka/ki 3mm/3mm • Kaku kuduk (+)

PENYEBAB…

DIAGNOSIS  CEDERA KEPALA JAWABAN:

D. PERDARAHAN SUBARACHNOID

• Pasien kondisi penurunan kesadaran gradual + nyeri kepala hebat + muntah  curiga adanya peningkatan TIK  terjadi setelah kecelakaan  curiga traumatic brain injury seperti perdarahan • Ada kaku kuduk  tanda ditemukan pada perdarahan subarachnoid

Hematoma Subarakhnoid Traumatik • Perdarahan di rongga subarakhnoid antara arakhnoid dan piamater yang normalnya terisi CSF • CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus serebri daerah yang berdekatan dengan hematom. • Gejala dan tanda: – – – – –

Tanda rangsang meningeal +, ex: Kaku kuduk Muntah Nyeri kepala hebat tiba-tiba  thunderclap Penurunan kesadaran secara cepat Fotofobia

• Penyebab tersering malformasi arteri vena, aneurisma Berry • Penatalaksanaan : – perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006. Siddiq F. subarachnoid hemorrhage. Uptodate. 2018

CT Scan non-contrast showing blood in basal cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery 8/5/2020© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

49

• Laki-laki 21 tahun alami episode hilang kesadaran dalam 2 tahun terakhir • Tidak ada tanda-tanda yang mendahului sebelum pasien hilang kesadaran, sering terluka karena episode ini • Tiba-tiba berhenti mengerjakan pekerjaannya, memandang dengan pandangan kosong, tubuhnya mengencang kemudian kelojotan keempat anggota gerak • Lidah pasien tergigit saat kejang, kadang mengompol

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  EPILEPSI JAWABAN:

D. KEJANG EPILEPSI

• Pasien episode hilang kesadaran dalam 2 tahun terakhir, berulang  ada kejang grand mal – Tatapan kosong terpaku  tubuh mengencang (tonik)  kelojotan keempat ekstremitas (klonik)

• Bangkitan/kejang berulang  sesuai kondisi kejang epilepsi

• Syncope  pingsan, hilang kesadaran sementara • Tetanus  gangguan neuromuscular akut, terdapat kaku dan kejang otot • Stroke  biasanya akan ada deficit neurologis selain kejang dialami

Epilepsi • Definisi: – suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

Epilepsy - Classification • Focal seizures – account for 80% of adult epilepsies -

Simple partial seizures Complex partial seizures Partial seizures secondarilly generalised

• Generalised seizures (include absance type) • Unclassified seizures

Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) KEJANG FOKAL KEJANG PARSIAL SEDERHANA

KEJANG PARSIAL KOMPLEKS

KEJANG PARSIAL MENJADI KEJANG GENERALISATA SEKUNDER

• Kesadaran tidak terganggu , dengan gangguan salah satu atau lebih dari : 1. Gejala motorik : kedutan wajah atau salah satu sisi 2. Gejala somatosensorik : mendengar musik, parestesia 3. Gejala psikis : rasa takut, visi panoramik 4. Gejala otonom : muntah, berkeringat, dilatasi pupil 5. Kejang tubuh (gerakan

• Terdapat gangguan kesadaran walaupun diawali kejarng parsial sederhana • Bisa disertai otomatisme : - Mengecap-ngecap bibir - Mengunyah - Gerakan berulang pada tangan • Bisa tanpa otomatisme : - Tatapan terpaku

• Kejang parsial sederhana atau kompels yang menjadi kejang umum

Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) KEJANG UMUM

Kejang Absans (Petit mal) • Hilangnya kesadaran sesaat disertai amnesia • Bisa disertai atau tanpa aura dan halusinasi

Kejang Atonik • Hilangnya tonus mendadak pada otot leher, badan, dan anggota badan

Kejang Tonik-Klonik (Grand mal) • Kejang diawali oleh hilangnya kesadaran lalu terjadi fase tonik (kekakuan umum) diikuti fase klonik (kelojotan) • Terdapat gangguan fungsi otonom (air liur, dilatasi pupil, disfugsi kandung kemih dan usus

Kejang Mioklnik • Kejang yang terjadi pada sekelompok otot bilateral involunter secara mendadak • Kedutan pada bahu, leher, lengan atas dan kaki

50

• Wanita usia 27 tahun mata kiri tidak dapat membuka sejak 1 minggu yang lalu • Pandangan ganda • Pupil ka/ki: 2 mm/3 mm • Refleks cahaya langsung (RCL) ka/ki: +/-, refleks konsesual ka/ki +/• Tes akomodasi terganggu

PENYEBAB KELUHAN…

DIAGNOSIS  PARESIS N. III KIRI JAWABAN:

B. PARESIS N. III KIRI

• Wanita usia 27 tahun terdapat: – Lagoftalmus: mata kiri tidak dapat membuka sejak 1 minggu yang lalu  terjadi bila ada paresis N. III – Diplopia + Gangguan akomodasi  gangguan saraf menginervasi otot ekstraokuler – Pupil ka/ki: 2 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (RCL) ka/ki: +/-, refleks konsesual ka/ki +/-  paresis N. III sinistra

• Kondisi sesuai dengan paresis N. III sinistra

Cranial Nerve

Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD) • The physiological basis of the RAPD test is that, in healthy eyes, the reaction of the pupils in the right and left eyes are linked  consensual light reflex. • light reflex pathway has two parts : 1. The afferent part of the pathway (red) refers to the nerve impulse/message sent from the pupil to the brain along the optic nerve when a light is shone in that eye. 2. The efferent part of the pathway (blue) is the impulse/message that is sent from the mid-brain back to both pupils via the ciliary ganglion and the third cranial nerve (the oculomotor nerve), causing both pupils to constrict, even though only one eye is being stimulated by the light Broadway DC. Relative Afferent Pupillary Defect. Community Eye Health Journal | VolUME 25 ISSUES 79 & 80 | 2012

Pemeriksaan refleks cahaya pada Paresis N. III Sinsitra: • Pupil OD: RCL (+); RCTL (+) • Pupil OS: RCL (-); RCTL (-)

51

• Wanita 40 tahun mulutnya mencong sejak 3 jam yang lalu • Setelah mengendarai sepeda motor • Sudut mulut tertarik ke arah kanan saat tersenyum, mata kiri tidak dapat menutup sempurna, tidak ada kerutan pada dahi kiri

SARAF MUNGKIN TERKENA… DIAGNOSIS  PARESIS N. VII FASIALIS SINISTRA PERIFER JAWABAN:

C. PARESIS N. VII FASIALIS SINISTRA PERIFER

• Pasien dengan keluhan adanya mulut mencong mendadak 3 jam SMRS, gambaran keluhan: – Sudut mulut tertarik ke kanan saat senyum  mulut sisi kiri lumpuh karena tidak tertarik saat senyum – Mata kiri tidak dapat menutup sempurna  gangguan otot orbicularis oculi dipersarafi N. fascialis – Tidak ada kerutan pada dahi kiri  menunjukkan lesi perifer, kalau sentral akan ada kerutan dahi

• Pada kasus ditanyakan adalah saraf yang terkena  diagnosis topis kasus • Keluhan tampak mengarah pada lesi perifer (tidak ada kerutan dahi kiri dan mulut sisi kiri lumpuh ) lesi ipsilateral dari klinis  mengarahkan pada paresis N. fascialis sinistra perifer

N. VII (Facialis) Motorik

Sensorik

• Mempersa • Pengecap rafi otot pada 2/3 frontalis, anterior orbikularis lidah okuli, • Mempersa orbikularis rafi oris sensoris • Mempersa palatum rafi otot mole dan stapedius durum • Mempersa rafi sensoris pada kulit aurikula

Otonom Mempersarafi Kelenjar lakrimal, submandibula , submaksila

Manifestasi Klinis

• Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (kontralateral)

Lesi sentral dan perifer a) Lesi pada bagian sentral, yang lumpuh adalah bagian bawah dari wajah b) Lesi bagian perifer, yang lumpuh adalah semua otot sesisi wajah dan mungkin juga termasuk saraf yang mengurus pengecapan dan salivasi

52

• Wanita 50 tahun keluhan nyeri kepala terutama sekitar mata sebelah kanan hilang timbul sejak 1 minggu • Timbul malam hari, nyeri kepala sebelah hebat, terutama sekitar bola mata dan pelipis • Mata merah, berair, dan hidung berair

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  CLUSTER TYPE HEADACHE JAWABAN:

D. CLUSTER TYPE HEADACHE

• Pasien dengan nyeri kepala ciri: – Nyeri kepala sebelah kanan hebat

– Hilang timbul, muncul malam hari  ada periodesitas – Sekitar bola mata dan pelipis  lokasi nyeri pada kluster – Disertai injeksi konjungtiva, rinorea ipsilateral

• Sesuai dengan nyeri kepala kluster (Cluster type headache)

• Migren dengan aura  karakteristik nyeri migraine berdenyut, namun ada gejala aura (visual, sensory, motoric, brainstem, retinal) • Migren tanpa aura  nyeri kepala primer kualitas vascular (berdenyut), unilateral, bisa disertai fotofobia atau fonofobia selama nyeri kepala • Neuralgia trigeminal  nyeri wajah akibat rangsangan stimulus yang umumnya tidak sebabkan nyeri • Tension Type Headache  nyeri kepala primer, nyeri bilateral atau terasa menekan atau mengikat

Sumber: . PPK neurologi 2017

Cluster Type Headache (Klaster)

• Periodesitas (sering pada malam hari, berulang setiap hari pada waktu tertentu yang sama, selama minguan atau bulanan) • Bila ada deficit neurologis atau tidak membaik denga pengobatan 3 bulan lebih, bisa diindikasikan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala + kontras.

53

• Laki-laki 65 tahun mendadak mengalami kelemahan pada tubuh bagian kiri, mulut mencong, bicara pelo (dysartria) sejak 3,5 jam yang lalu • Hemiparese sinistra, parese N VII dan XII sentral, reflex babinski +, TD 140/100 mmHg, kesadaran compos mentis • Riwayat perokok berat • Hendak berikan trombolitik

DASAR PERTIMBANGAN TROMBOLITIK…

DIAGNOSIS  STROKE ISKEMIK JAWABAN:

B. GOLDEN PERIODE TERAPI KURANG DARI 6 JAM

• Pada pasien dengan stroke iskemik: – CT scan tidak ada perdarahan

– Onset kelemahan tubuh mendadak + paresis N VII dan XII sentral 3,5 jam lalu  fase akut

• Dilakukan trombolitik mengingat golden periode terapi kurang dari 6 jam  diberikan alteplase 0,6-0,9 mg/kgBB

Stroke

Manajemen Umum Stroke Akut (PPK Neurologi, 2016) A.

Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan – Bebaskan jalan nafas: •

Triple maneuver.



Pasang pipa orofaring.



Suction (hati-hati pada peninggian TIK)



Pertimbangkan intubasi atau pasang LMA bila SKG ≤ 8

– Terapi oksigen  Nilai oksigenasi  Target O2 Sat > 95%.

B.

Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid) – Stroke  datang terlambat  dehidrasi??. – Lakukan rehidrasi IV 50 – 150 cc/jam – Pilih cairan isotonik, jangan berikan cairan hipotonik karena akan menyebabkan/memperberat edema otak – Bila TIK ↑, hati-hati kelebihan cairan. – Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan.

C.

Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan) • • • • • •

Tinggikan posisi kepala 300 Leher dalam posisi lurus Hindari cairan hipotonik Hindari demam. Jaga normovolemia Rapid sequence intubation

D. E.

Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan) Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan

F. G.

Gastroprotektor, jika diperlukan Manajemen nutrisi

H.

Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH

Tatalaksana Spesifik Stroke Iskemik A. Trombolisis intravena : • alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik onset <6 jam

B. Terapi endovascular : • trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8 jam

C. Manajemen hipertensi • Stroke iskemik TDS > 220 mmHg atau TDD > 120 mmHg; dan stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, berikan obat antihipertensi,. • Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 % dalam 1 hari pertama pada Stroke iskemik kecuali akan dilakukan trombilisis). • Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem) • Pantau TD secara berkala.

D. Manajemen gula darah insulin • • •

E.

Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif). Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk. Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin

Pencegahan stroke sekunder • antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol • atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban

F. Neroprotektor • citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033

G. Perawatan di Unit Stroke H. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi

54

• Pria 18 tahun keluhan sesak nafas sejak 3 jam yang lalu • Kesemutan dan kebas pada kedua lengan dan kaki disertai kelemahan dimulai dari tungkai menjalar ke lengan sejak 3 hari yang lalu • Infeksi saluran pernapasan 2 minggu yang lalu • Kelemahan motorik pada keempat anggota gerak, reflex fisiologis menurun

TERAPI YANG SESUAI…

DIAGNOSIS  GUILLAIN-BARRE SYNDROME JAWABAN:

C. IMUNOGLOBULIN

• Pada pasien terdapat: – Paralisis ascendens progresif

– Arefleksia/ Refleks menurun – Sesak nafas  curiga paralisis otot pernapasan – Riwayat infeksi saluran pernapasan 2 minggu lalu

• Sesuai dengan kondisi Guillain-Barre Syndrome • Tatalaksana  pemberian IVIG atau immunoglobulin

• Antikolinesterase  inhibitor asetilkolinesterase diberikan pada kondisi misalnya myasthenia gravis • Antibiotik  pada GBS bukan disebabkan infeksi bacterial

Sindroma Guillain-Barre (GBS) • Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna. • Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy. • Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak berhubungan dengan GBS. • Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati normal • Ciri: – Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari ekstremitas distal ke proksimal) – Arefleksia atau reflex menurun – Diplegia fasial – Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan ventilasi mekanik – Parestesia pada tangan dan kaki – 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian dengan hipotensi, ileus, retensi urin – Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018. PPK neurologi 2017

Tatalaksana • Perawatan intensif diperlukan bila terdapat – – – –

gejala disoutonomia, berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg) Kelemahan otot bulbar Berkurangnya trigger napas

• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan 1-2 minggu pertama onset) – IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari

• Plasmapheresis/ plasma exchange • Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupaso dan wicara Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018. PPK neurologi 2017

55

• Pria 40 tahun nyeri pada pergelangan tangan kanan • Sulit menggerakkan ibu jari tangan kanan dan kesemutan pada ibu jari dan telunjuk tangan kanan • Tukang ukir selama 10 tahun • Atrofi otot tenar tangan kanan DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  CTS JAWABAN:

E. CARPAL TUNNEL SYNDROME

• Pasien dengan nyeri pergelangan tangan kanan: – Sulit gerakkan ibu jari dan kesemutan ibu jari serta telunjuk tangan kanan  sesuai persarafan nervus medianus – Atrofi otot thenar

• Faktor resiko  pekerjaan tukang ukir • Diagnosis sesuai dengan Carpal Tunnel Syndrome

• Poliartritis nodosa  vaskulitis sistemik, bisa ada keluhan demam, malaise, myalgia, arthralgia di sendi besar (tidak ada keluhan ini pada kasus) • Osteoarthritis  degenerasi sendi, ada nyeri sendi, kekakuan sendi kurang dari 30 menit, biasanya sendi wight bearing  tidak dipilih pada kasus mengingat • Penyakit gout  nyeri sendi disertai kemerahan, bengkak, panas di sendi (tidak ada tanda radang sendi di kasus) • Reumatoid artritis  penyakit sistemik inflamasi kronik, ada demam ,lemas, poliartritis perifer simetrik terutama PIP dan MCP, sendi merah dan bengkak, serta deformitas sendi

Carpal Tunnel Syndrome

Gejala • Nyeri, kesemutan dan perasaan geli pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus • Nyeri memberat pada malam hari dan dapat membangunkan pasien dari tidur. • Nyeri dan parastesi dapat menjalar ke lengan bawah, siku hingga bahu • Kekuatan menggenggam berkurang • Atrofi otot tenar • Untuk mengurangi gejala biasanya pasien akan mengguncang – guncang kan tangannya seperti saat memegang termometer (flicktest)

Pemeriksaan fisik • Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. • Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. • Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot • Wrist extension test/ prayer test. • Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.

ILMU BEDAH

56

• Wanita, 30 tahun, mengalami luka bakar 2,5 jam yang lalu. • Pasien tampak agitasi, TD 90/40 mmHg, nadi 112x/menit, BB 40 kg, seluruh akral dingin dan parestesia pada tangan kanan. • Selain itu, terdapat jelaga di lubang hidung dan sputum, lepuh dan eritema pada kulit muka, leher bagian depan, kedua lengan atas, terdapat luka pucat dan kering pada seluruh lengan bawah kanan dan kedua paha.

TX AWAL?

DIAGNOSIS  LUKA BAKAR DGN TRAUMA INHALASI JAWABAN: E. INTUBASI

• Pasien pada kasus ini mengalami luka bakar (tidak disebutkan penyebabnya) 2,5 jam yang lalu. • Pasien tampak agitasi, TD 90/40 mmHg, nadi 112x/menit, BB 40 kg, seluruh akral dingin dan parestesia pada tangan kanan. • Terdapat jelaga di lubang hidung dan sputum, lepuh dan eritema pada kulit muka, leher bagian depan  dapat disimpulkan pasien mengalami trauma inhalasi. • Disertai lepuh pada kedua lengan atas, terdapat luka pucat dan kering pada seluruh lengan bawah kanan dan kedua paha  luka bakar derajat II - III. • Dapat disimpulkan pasien mengalami trauma inhalasi disertai dengan luka bakar derajat II – III di lengan dan paha. Tindakan yang pertama kali harus dilakukan pada kasus ini adalah intubasi umtuk mengamankan jalan napas.

• Oksigen 6-8 lpm  pemberian oksigen diawali dengan mengamankan jalan napas terlebih dahulu agar efektif. • Eskarotomi lengan kanan  dilakukan setelah primary survey selesai dilakukan. • IVFD 1000-2000 cc secepatnya  pada luka bakar pemberian cairan diberikan dengan rumas tertentu misal formula Baxter dan dapat ditambahkan perkiraan kekurangan cairan pada pasien dengan pertimbangan beberapa indikator antara lain nadi dan tekanan darah. • Formula Baxter secepatnya  kebutuhan cairan dengan rumus Baxter diberikan 50% pada 6 jam pertama dan 50% pada 18 jam berikutnya.

Tindakan Penyelamatan Segera pada Luka Bakar • Kontrol Airway • Menghentikan proses luka bakar • Pemsangan akses intravena

Tatalaksana Emergency luka Bakar

Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013 Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996

Inhalation Injury • Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang memiliki luka di : – Kepala, wajah, atau dada – Rambut hidung, atau alis terbakar – Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien kesulitan untuk menelan air liur) – Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian – Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering – Jelaga pada mulut atau hidung – Batuk dengan sputum kehitaman – Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap

• Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia

Inhalation Injury Management • • • • • •

Airway Control Ventilator Chest physiotherapy Suctioning Therapeutic bronchoscopy Pharmacologic adjuncts



Airway, Oxygenation and Ventilation – Penilaian awal karena sering terhadap edema jalan napas – Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid sequence intubation)Ventilator • Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi • After intubated, patients with inhalation injury should receive mechanical ventilation – Recommended HFPV (High frequency percussion ventilation) – Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation

– Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and ventilate – Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila terdapat bronkospasm – Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema



Circulation – Tatalaksana syok – IV Access • LR/NS large bore, multiple IVs • Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion

– Avoid MAST/PASG

57

• Perempuan, berusia 20 tahun, dengan keluhan adanya benjolan pada payudara kanan, tidak ada nyeri. Pasien tidak sadar kalau benjolannya membesar. • Pada pemeriksaan benjolan ada di mamae dextra kuadran laterosuperior, diameter 2 cm, padat, kenyal, rata, mobile, dan berbatas tegas. KGB axilla tidak membesar.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  FAM JAWABAN: B. FAM

• Diagnosis FAM pada kasus ini, ditegakkan atas dasar: – Usia pasien yang masih 20 tahun. – Benjolan soliter yang bersifat jinak, hal tersebut dilihat dari PF yang menunjukkan: benjolan ada di mamae dextra kuadran laterosuperior, diameter 2 cm, padat, kenyal, rata, mobile, KGB axilla tidak membesar.









Nekrosis lemak  suatu kondisi timbulnya kerusakan pada jaringan lemak payudara yang terjadi secara spontan, akibat trauma / cedera pada payudara, atau karena terapi radiasi. Gejala nekrosis lemak di payudara, diantaranya: muncul massa / benjolan yang teraba keras, tidak membesar, terkadang nyeri, dan bisa disertai perubahan kulit disekitar benjolan misalnya kulit tertarik atau keriput. Fibrokistik mamae  pertumbuhan jaringan fibrosa yang abnormal, sehingga lebih menonjol dibanding jaringan lemak. Jaringan fibrosa juga membentuk jaringan parut dan jaringan ikat. Biasanya menimpa wanita dalam rentang usia 30-50 tahun. Papiloma interduktal  tumor jinak yang terbentuk di duktus, yaitu saluran yang membawa susu dari kelenjar susu (lobulus) ke puting payudara. Tumor ini terbentuk dari jaringan fibrosa, kelenjar, dan pembuluh darah. Paling sering menimpa wanita usia 35-55 tahun. Karsinoma interduktal pertumbuhan sel abnormal pada jaringan yang melapisi suatu organ. Pertumbuhan ini umumnya terbatas pada jaringan tersebut. Namun bila dibiarkan, kumpulan sel abnormal ini bisa tumbuh dan berkembang menjadi kanker, lalu menyebar ke jaringan normal yang ada di sekitarnya.

Fibroadenoma • Most common benign tumor of breast. • Benign tumors that represent a hyperplastic or proliferative process in a single terminal ductal unit. • Young females:15 -25yrs of age. • Aberration in normal development of a lobule. • Cause -unknown. • 10% of disappear spontaneously each year. • Most stop growing after they reach 23 cm.

• Clinical features – Painless swelling – Smooth, firm, nontender – Well-localized – Moves freely within the breast tissue- breast mouse. – Axillary LN not enlarged.



Treatment • Watchfull waiting • Excision of the lump • In pericanalicular type periareolar incision • Intracanalicularsubmammary incision

THE BREAST LUMP Tumors

Onset

Feature

Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass

Breast cancer

30-menopause

Fibroadenoma mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides Tumors

30-55 years

intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge

58

• Pria, 20 tahun dengan lengan kiri atas terpasang gips. Gips dipasang 2 hari yang lalu akibat fraktur pada daerah tersebut. • Gips dipasang oleh dukun urut patah tulang. • Sekarang pasien mengeluh nyeri pada lengan kirinya yang semakin bertambah kuat dan terasa terutama bila digerakkan, jari-jari tangan tampak pucat dan capillary refill memanjang.

TINDAKAN SEGERA?

DIAGNOSIS  SINDROM KOMPARTEMEN JAWABAN:

A. MEMBUKA GIPS

• Pasien dengan riwayat fraktur pada lengan kiri atas dan sudah dipasang gips. • Pada pasien ditemukan gejala sindrom kompartemen yaitu nyeri dan pucat pada daerah distal. Terdapat gejala yaitu 5P (Pain, Pallor, Parestesia, Paralisis, dan Pulselessness). • Dapat disimpulkan diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah sindrom kompartemen. Yang harus dilakukan membuka gips yang menyebabkan tekanan intrakompartemen meningkat.

• Mengganti gips  dilakukan apabila sindrom kompartemen teratasi dan jenis fraktur yang dialami merupakan hairline fractured. • Memberikan pain-killer  terapi supportif  kurang tepat. • Fasiotomi  dilakukan apabila setelah membuka gips gejala tidak kunjung berkurang. • Eskarotomi  dilakukan pada kasus luka bakar derajat 3.

Compartment Syndrome

59

• Laki-laki, 20 tahun tidak sadarkan diri karena kecelakaan lalu lintas. • Kesadaran GCS 3 (E1V1M1) dan adanya trauma pada daerah wajah terutama hidung dan mulut. • Airway tidak clear, terdapat banyak darah pada rongga mulut. • Breathing spontan, frekuensi napas 40X/ menit, gurgling (+). • Tekanan darah 70X/ palpasi, Nadi 120X/ menit, tekanan dan isi kurang penuh. Akral dingin.

PENYEBAB OBSTRUKSI LANGSUNG JALAN NAPAS?

DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA DAN WAJAH JAWABAN: B. PERDARAHAN JALAN NAPAS

• Laki-laki, 20 tahun tidak sadarkan diri karena kecelakaan lalu lintas. – Didapatkan kesadaran GCS 3 (E1V1M1) dan adanya trauma pada daerah wajah terutama hidung dan mulut. – Airway tidak clear, terdapat banyak darah pada rongga mulut.

• Melihat kondisi pasien seperti di atas, penyebab obstruksi jalan napas langsung adalah perdarahan jalan napas.

• Hilangnya tonus otot lidah akibat cedera cervical  tidak disebutkan adanya tan-tanda cedera cervical pada soal. • Penurunan tekanan darah  tidak tepat. • Cedera kepala berat  tidak secara langsung menyebabkan obstruksi jalan napas. Pada cedera kepala berat, pasien tidak sadar sehingga lidah jatuh ke belakang dan dapat menyumbat jalan napas. • Lidah tergigit  tidak tepat.

ATLS Coursed 9th Edition

Cervical in-line immobilization

Indikasi Airway definitif

60

• Laki-laki, 23 tahun, datang mengalami kecelakaan lalu lintas. • Didapatkan kesadaran alert, cemas, sesak napas tidak stridor. TD 110/70 mmHg, nadi 110X/ menit, frekuensi napas 32X/ menit. • PF: dari inspeksi terdapat memar dan ketinggalan gerak pada hemitoraks kanan, perkusi hipersonor/ sonor, auskultasi vesikuler (-)/ (+).

MASALAH UTAMA?

DIAGNOSIS  PNEUMOTHORAX JAWABAN: B. BREATHING

• Diagnosis pneumothorax ditegakkan atas dasar: – Adanya riwayat trauma akibat lalu lintas. – Pasien tampak sesak, laju napas 32x/ menit. – PF: dari inspeksi terdapat memar dan ketinggalan gerak pada hemitoraks kanan, perkusi hipersonor/ sonor, auskultasi vesikuler (-)/ (+).

• Pneumothorax menyebabkan gangguan ventilasi. Gangguan ventilasi termasuk ke dalam gangguan breathing.

• • • •

Airway Circulation Disability Environment

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Management of Trauma Patient

Initial Assessment Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik ATLS Coursed 9th Edition

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e) Auskultasi thoraks bilateral

2.

Pengelolaan a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask c) Menghilangkan tension pneumothorax d) Menutup open pneumothorax e) Memasang pulse oxymeter

3.

Evaluasi ATLS Coursed 9th Edition

61

• Laki-laki, 60 tahun, dengan keluhan nyeri seluruh bagian perutnya yang disertai dengan mual dan muntah. • Sebelumnya 2 hari yang lalu, ia mengalami nyeri ulu hati. • Diketahui memiliki riwayat minum obat anti nyeri lututnya. • PF: ditemukan febris, defans muscular umum di seluruh lapang perut. Dan dari laboratorium ditemukan leukositosis. • Ro Abdomen: free air abdomen pada sub diafragma kanan.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  PERITONITIS JAWABAN: E. PERITONITIS SEKUNDER EC PERFORASI ULKUS LAMBUNG

• Peritonitis merupakan reaksi radang pada rongga peritoneum, yang diakibatkan reaksi pada intraabdomen seperti kebocoran viscus ataupun reaksi radang akibat infeksi sistemik seperti peritonitis TB. • Pada pasien ditemukan defans muskluar umum dan ditemukan free air abdomen pada sub diafragma kanan dipikirkan terjadinya kebocoran viscus pada ulkus peptikum yang perforasi. • Pada pasin juga ditemukan factor resiko yaitu meminum obat-obatan anti nyeri yang biasanya golongan NSAID, yang memiliki efek samping menghambat prostaglanding lambung, yang efeknya mengurangi sekresi mucus lambung. • Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah peritonitis sekunder ec perforasi ulkus lambung.

• Peritonitis primer  peritonitis yang bermula memang akibat infeksi pada peritoneum. • Peritonitis tersier  infeksi intra abdominal yang persisten atau rekuren walaupun sudah dilakukan tatalaksana adekuat. • Perforasi appendix  tidak ada gejala appendisitis yang dijelaskan pada pasien. • Peritonitis sekunder ec perforasi appendix  tidak ada gejala appendisitis yang dijelaskan pada pasien.

PERITONITIS • Peritonitis – Peradangan dari peritoneum – Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)

• Jenis: – Peritonitis Primer • Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati • Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri • Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis

– Peritonitis Sekunder • Lebih sering terjadi • Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG

PERITONITIS • Peritonitis Sekunder – Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari traktus bilier atau GIT – Robekan tersebut dapat disebabkan oleh: • • • • • •

Pancreatitis Perforasi appendiks Ulkus gaster Crohn's disease Diverticulitis Komplikasi Tifoid

Gejala dan Tanda • Distensi dan nyeri pada abdomen • Demam, menggigil • Nafsu makan berkurang • Mual dan muntah • Peningkatan frekuensi napas dan nadi • Nafas pendek • Hipotensi • Produksi urin berkurang • Tidak dapat kentut atau BAB

Tanda • BU berkurang atau absenusus tidak dapat berfungsi • Perut seperti papan • Peritonitis primerasites

X-Ray Normal

Gambaran radiologis pada peritonitis: a. b. c. d.

Adanya kekaburan pada cavum abdomen Preperitonial fat dan psoas line menghilang Adanya udara bebas subdiafragma atau Adanya udara bebas intra peritoneal

62

• Bayi laki-laki usia 10 hari, dengan keluhan kembung perut sejak 5 hari yang lalu. • Diketahui pasien pertama kali BAB saat usia 3 hari dengan BAB berwarna kehijauan dan lengket. Pasien sudah tidak bisa BAB selama 4 hari. • Dari pemeriksaan radiologis barium enema ditemukan penyempitan segmen distal colon.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  HIRSCHSPRUNG DISEASE JAWABAN: D. HIRSCHSPRUNG DISEASE

• Diagnosis Hirschsprung Disease ditegakkan atas dasar: – Bayi usia 10 hari dengan keluhan kembung dan tidak bisa BAB – Adanya keterlambatan keluar mekonium – Dari pemeriksaan radiologis barium enema ditemukan penyempitan segmen distal colon.

• Divertikel  kantung kecil yang terdapat pada dinding usus, salah satu bagian dari sistem pencernaan. Menimbulkan gejala apabila mengalami peradangan, antara lain: nyeri perut, feses bercampur darah, mual dan muntah. • Involusi colon  ukuran colon lebih kecil dari yang seharusnya  biasa akibat proses peradangan kronis, misal pada IBD. • Involusi anorektal  ukuran anus rectum lebih kecil dari ukurang yang seharusnya. • Invaginasi  suatu keadaan darurat medis yang melibatkan obstruksi usus. Dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Hal ini terjadi paling sering pada anak-anak. Gejala berupa menangis keras tiba-tiba, yang terjadi setiap 15-20 menit, muntah, dan tinja bercampur darah dan lendir.

HISRCHSPRUNG DISEASE • Tanda – tanda klinis: – Keterlambatan mekonium – Tanda obstruksi letak rendah – Mekonium keluar, tanda obstruksi menghilang  obstruksi berulang obstipasikronik. – Mutlak dilakukan colok dubur --> jika tidak ada hambatan mekanik

Hirschsprung • Suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinchter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus. • Tidak terdapat ganglion Meisner dan Auerbach

CLINICAL FEATURES 1.

Failure to pass meconium in the 1st 24h of life – 98% of neonates pass meconium in the first 24 hours of age.. Any newborn who fails to pass meconium in the first 24-48 hours of life should be evaluated for possible Hirschsprung's disease.

2.

Neonatal Intestinal obstruction – symptoms include bilious vomiting, abdominal distension and refusal to feed.

3.

Recurrent Enterocolitis – mainly in the 1st three months of life.

4.

5. 6.

TOXIC MEGACOLON : Fever, Abdominal distension, Bile stained vomitous, Explosive diarrhoea, Dehydration, Shock. Spontanous perforation occurs in 3%,specially if long segment aganglionosis. Chronic constipation patients may have chronic constipation in response to changes in feeding. And may have Growth retardation. Multiple fecal masses on abdominal examination.

63

• Laki-laki usia 61 tahun dengan keluhan nyeri pinggang kanan bawah sejak 2 hari yang lalu, disertai mual dan muntah. • Pasien jarang minum dan tiap buang air kecil sering merasa tidak tuntas. • PF: TD 140/90 mmHg, nyeri ketok CVA kanan (+). Lab urin didapatkan Ca Oksalat (+++), kreatinin 2,31 mg/dL.

PX PENUNJANG?

DIAGNOSIS  BATU SALURAN KEMIH JAWABAN: C. CT NON-CONTRAST

• Adanya nyeri pinggang kanan disertai mual dan muntah, adanya riwayat jarang minum, pada pemeriksaan nyeri ketok CVA kanan (+), lab urin didapatkan Ca Oksalat (+++) mengarahkan diagnosis pada batu saluran kemih/ urolithiasis. • Pemeriksaan penunjang yang paling tepat adalah CT Non-Contrast yang memiliki tingkat akurasi tinggi tanpa membebani ginjal. • Batasan penggunaan cairan kontras intravena: nilai ureum <50 mg/dL dan/ atau creatinine <1,2 mg/dL.

• USG  sangat bergantung pada operator. • CT Urografi  gold standard, namun perlu dipertimbangkan fungsi ginjal pasien. • BNO IVP  butuh persiapan, dan mengingat fungsi ginjal dari pasien yang sudah geriatri, dengan riwayat hipertensi, dan kreatinin 2,31. • Cystografi  tidak tepat.

Urolithiasis • Urolitiasis  pembentukan batu didalam sistem traktus urinarius sehingga menimbulkan manifestasi sesuai dengan derajat penyumbatan yang terjadi ginjal, ureter, kandung kemih atau uretra. • Gejala umum: – – – –

Nyeri pada area flank Gejala iritatif saat BAK Nausea Hematuria  bila terjadi obstruksi

• Jenis batu saluran kemih: – – – – –

Kalsium Oksalat (56,3%), Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran.

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

Modalitas radiologi dalam diagnosis Modalitas USG

Sensitivitas (%)

Spesifisitas (%)

Kelebihan

Kekurangan

19

97

Terjangkau

Kurang baik dalam visualisasi batu ureter

Baik untuk melihat hidronefrosis Tidak meradiasi BNO

45-59

71-77

Terjangkau dan murah Digunakan sebagai pemeriksaan awal

IVP

64-87

92-94

Terjangkau

Kurang baik untuk melihat batu di ureter media dan batu radiolusen Kualitas foto bervariasi

Memberikan informasi yang adekuat Butuh persiapan dan penggunaan tentang batu (lokasi, radiodensitas, & kontras ukuran), anatomi, dan fungsi kedua ginjal CT non-kontras

95-100

94-96

Paling definitif dan spesifik

Mahal dan kurang terjangkau

Tidak menunjukkan derajat obstruksi dengan jelas

Tidak mengukur fungsi ginjal

Memberikan informasi tentang kondisi selain sistem genitourinari CT-urografi dengan kontras

100

100

Paling sensitif dan spesifik, dengan mengevaluasi fungsi ginjal

Mahal dan kurang terjangkau

cairan kontras intravena Batasan penggunaan cairan kontras intravena: • Nilai ureum <50 mg/dL dan/ atau • Creatinine <1,2 mg/dL.

https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-and-acute-management-of-suspectednephrolithiasis-in-adults

CT Scan tanpa kontras • Diagnostik yang akurat • 99% batu termasuk batu radiolusen akan terlihat • Membedakan komposisi batu • Mengenal secondary sign • Mahal dan tidak tersedia pada setiap daerah

CT Scan normal

batu pelvis renal

batu ureter

staghorn stone pelvocalic ginjal kiri.

dilatasi ureter ,pelvocalic proximal ureter

64

• Laki-laki 24 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. • Pasien mengeluh nyeri saat menarik napas di bagian dada kanan. • PF: nampak jejas di dada kanan. Pada pergerakan dada kanan tertinggal. • Pada pemeriksaan radiologis, tampak bayangan berkabut (opak) merata di lapangan paru kanan dan gambaran paru kiri normal.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  HEMATOTHORAX DEXTRA JAWABAN:

B. HEMATOTHORAX DEXTRA

• Diagnosis hematothorax dextra ditegakkan atas dasar: – Adanya riwayat trauma dada akibat kecelakaan lalu lintas. – PF: nampak jejas di dada kanan. Pada pergerakan dada kanan tertinggal. – Pada pemeriksaan radiologis, tampak bayangan berkabut (opak) merata di lapangan paru kanan dan gambaran paru kiri normal.

• Pneumothorax dextra  pasien mengeluhkan sesak, pada perkusi didapatkan hipersonor, dan Ro Paru menunjukkan gambaran radiolusen avaskular pada lapang paru yang terkena. • Efusi pleura dextra  biasanya bukan akibat trauma. Etilogi tersering adalah TB paru atau kanker paru. • Flail chest dextra  pernapasan paradoksal, terdapat fraktur segmental pada tulang iga multipel. • Tension pneumothorax dextra  kondisi yang mengancam, pasien mengalami sesak berat, hipitensi, JVP meningkat, dan trakea terdorong ke sisi yang sehat.

HEMATOTHORAX

65

• Laki-laki 30 tahun ddalam kondisi tidak sadar. • Dikatakan bahwa pasien telah menjadi korban tabrak lari satu jam yang lalu. • PF: didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi >120x/menit, laju napas 30x/ menit. Didapatkan fraktur terbuka di kedua femur. Perkiraan kehilangan darah 30-40%.

KLASIFIKASI SYOK PERDARAHAN?

DIAGNOSIS  SYOK HIPOVOLEMIK JAWABAN: C. III

• Pasien dalam kondisi tidak sadar, dengan PF: didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi >120x/menit, laju napas 30x/ menit, didapatkan fraktur terbuka di kedua femur, dan perkiraan kehilangan darah 3040%. • Dapat disimpulkan pasien dalam kondisi syok akibat kehilangan darah grade III.

• • • •

I II IV V

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah (Syok Hemoragik)

Volume Perdarahan Fraktur Femur

66

• Anak laki – laki 10 tahun dengan keluhan luka yang cukup dalam pada tumit kaki kanannya akibat terjatuh dari sepeda motor. • Diketahui status imunisasi pasien telah mendapatkan imunisasi DPT lengkap pada saat bayi dengan booster pada waktu sekolah 4 tahun yang lalu. • Diketahui juga pasien telah mendapat imunisasi tetanus boster 6 bulan yang lalu.

TATALAKSANA?

DIAGNOSIS  VULNUS LACERATUM JAWABAN:

E. TIDAK DIBERIKAN IMUNISASI

• Anak laki – laki 10 tahun dengan keluhan luka yang cukup dalam pada tumit kaki kanannya akibat terjatuh dari sepeda motor. • Diketahui pasien mendapatkan imunisasi lengkap DPT dan baru mendapatkan booster tetanus 6 bulan yang lalu. • Berarti pasien memiliki luka “kotor” dengan status imunisasi lengkap (booster<5 tahun yll)  sehingga pilihan jawaban yang tepat untuk kasus ini adalah tidak diberikan imunisasi.

• Tetanus toxoid  jika status imunisasi buruk dengan luka bersih, atau status imunisasi baik tapi booster >10 thn dengan luka bersih, atau status imunisasi baik tapi booster > 5 tahun dengan luka kotor • Tetanus immune globulin (equine) • Tetanus immune globulin (human) • Tetanus toxoid dan tetanus immune globulin (human) pada tempat yang berbeda  pada kasus status imunisasi buruk dengan luka kotor PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Manajemen Luka Tetanus

Dosis Profilaksis: • HTIG250-500 IU • ATS  1500 IU

67

• Wanita usia 65 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan pergelangan tangan kanan bengkak dan nyeri. Pasien mempunyai riwayat tersandung, dan terjatuh dengan menahan tubuh dengan tangan. • Pasien mengalami kejadian tersebut 3 hari yang lalu. • Pemeriksaan fisik didapatkan angulasi ke arah dorsal, bengkak pada pergelangan tangan, lengan kanan lebih pendek, pergerakan terbatas.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  FRAKTUR COLLES JAWABAN:

A. FRAKTUR COLLES

• Pada pasien ditegakkan fr. Colles karena ditemukan usia tua  osteoporosis, fraktur pada distal radioulnar dan terdapat angulasi ke dorsal, pasien terjatuh pada posisi telapak tangan dorsofleksi.

• Fr. Galleazi  fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal. • Fr. Montegia  fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius. • Dislokasi sendi radiocarpal  tidak tepat, pada soal sudah dijelaskan terdapat angulasi, pilihan lebih mengarah pada fraktur. • Dislokasi sendi distal radioulnar  tidak tepat, pada soal sudah dijelaskan terdapat angulasi, pilihan lebih mengarah pada fraktur.

FRAKTUR ANTEBRACHII • Fraktur Galeazzi – fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.

• Fraktur Monteggia – fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius.

• Fraktur Colles: – fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal.

• Fraktur Smith: – Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.

Fraktur Monteggia Fraktur Galeazzi

Fraktur Smith

Fraktur Colles

68

• Laki-laki 78 tahun datang ke poliklinik mengeluh bila berjalan kaki terasa sakit hingga sulit untuk melangkah. Kadang-kadang terjatuh. • Keluhan yang lain adalah kalau mau buang air kecil tercecer sebelum sampai ke toilet. Keluhan sudah berlangsung sejak 2 tahun yang lalu. • RT: TSA baik, ampula tidak kolaps, nyeri tekan tidak ada, protat teraba kenyal, nyeri tidak ada. Sarung tangan: feses ada, darah dan lender tidak ada.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  INKONTINENSIA FUNGSIONAL JAWABAN:

D. FUNGSIONAL

• Masalah utama pada pasien adalah ketika ingin BAK selalu tercecer sebelum sampai di toilet  inkontinensia urin. • Pada soal dijelaskan bahwa pasien memiliki ganguan muskuloskeletal  kaki terasa sakit hingga sulit berjalan dan terkadang jatuh. • Hasil pemeriksaan RT dalam batas normal. • Dari 3 poin di atas dapat disimpulkan jenis inkontinensia yang dialami pasien adalah inkontinensia fungsional akibat gangguan muskolskeletal.

• Stres  Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul. • Urgensi  Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. • Overflow  Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obatobatan. • Campuran  memiliki lebih dari satu etiologi.

Inkontinensia Urin • Kondisi kesehatan dimana pasien tidak dapat mengendalikan kandung kemihnya dan seringkali buang air kecil tanpa disengaja atau urin yang terus keluar. • Faktor risiko: – Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih berat akan menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otototot sekitarnya. Pada gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya ketika batuk atau bersin. – Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada dinding kandung kemih. – Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi dengan cepat dan memicu keinginan untuk sering buang air kecil.

Urinary Incontinence

Acute

chronic • Stress UI • Overflow UI • Urgency UI --- OAB • Functional UI • Mixed UI

BASICS MECHANISMS Three basic mechanisms serves as “final common pathways” in nearly all causes of incontinence : • Urge incontinence  Hyperactive / irritable bladdder • Stress incontinence  Urethral incompetence • Overflow bladder

INKONTINENSIA URGENSI

Urodynamics Made Easy – third

INKONTINENSIA STRESS

Urodynamics Made Easy – third

INKONTINENSIA STRESS

Urodynamics Made Easy – third edition

Inkontinensia Fungsional • Tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. • Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.

Inkontinensia

Keterangan

Stress

Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.

Urgensi

Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.

Overflow

Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

Fungsional

Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.

69

• Laki-laki berusia 20 tahun, dengan riwayat trauma akibat kecelakaan sepeda motor. • Pasien mengeluh tidak bisa BAK. • PF: didapatkan darah keluar dari OUE disertai dengan pembengkakan skrotum dan terdapat gambaran butterfly appreance pada daerah perineum pasien, buli pasien juga teraba penuh. Pemeriksaan RT dalam batas normal.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  RUPTUR URETRA ANTERIOR JAWABAN:

A. RUPTUR URETRA ANTERIOR

• Diagnosis ruptur uretra uretra anterior, ditegakkan atas dasar: – Adanya riwayat trauma akibat KLL. – Ada keluhan retensio urin. – Didapatkan darah keluar dari OUE disertai dengan pembengkakan skrotum dan terdapat gambaran butterfly appreance pada daerah perineum pasien, buli pasien juga teraba penuh. – Pemeriksaan RT dalam batas normal.

• Ruptur uretra posterior  jarang terjadi butterfly hematom. Pemeriksaan RT didapatkan prostat melayang. • Torsio testis  keluhan nyeri pada testis secara tiba-tiba, phren sign (-). • Ruptur buli  jejas di area suprapubik, hematuria. Perlu dipastikan dengan pemeriksaan systogram. • Hidrokel  pembesaran di area skrotum, tidak nyeri, tes transluminasi (+).

http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

Trauma Uretra • Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah, bila: – Terdapat trauma disekitar traktus urinarius terutama fraktur pelvis – Retensi urin setelah kecelakaan – Darah pada muara OUE – Ekimosis dan hematom perineal

Uretra Anterior: • Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis

• Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis



– Prostatic urethra – Membranous urethra



Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair

Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis

• Gejala klinis: – – – –

Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum



Uretra Posterior : • Anatomy



Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang

Radiologi: – Pelvic photo – Urethrogram



Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair

• Don't pass a diagnostic catheter up the patient's urethra because:

• Retrograde urethrography

– The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary

– Modalitas pencitraan yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra

70

• Laki-laki umur 40 tahun dalam kondisi setengah sadar akibat trauma dada yang dialami saat KLL. • Dari pemeriksaan didapat TD 80/50 mmHg, nafas 32x/menit, bunyi jantung terdengar jauh, JVP 5 + 5 cm H2O, dan pulsus paradoksus. DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  CARDIAC TAMPONADE JAWABAN: E. CARDIAC TAMPONADE

• Pada pasien didapatkan adanya trauma dada akibat KLL dan ditemukan gejala trias beck (hipotensi, JVP meningkat, dan suara jantung menjauh), sehingga tamponade jantung dapat ditegakkan.

• Congestive heart failure  merupakan penyakit kronis, etiologi bukan dari trauma dada. • Ruptur aorta thoracalis  jarang terjadi, tidak ditemuakn trias beck. • Pleural effusion  penyebab tersering TB paru ataupun Ca Paru. • Pericarditis  tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada pasien ataupun faktor risiko yang sesuao untuk perikarditis.

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview

Cardiac Tamponade Gejala • Takipnea dan DOE, rest air hunger • Weakness • Presyncope • Dysphagia • Batu • Anorexia • (Chest pain)

Pemeriksaan Fisik • Takikardi • Hypotension shock • Elevated JVP with blunted y descent • Muffled heart sounds • Pulsus paradoxus – Bunyi jantung masih terdengar namun nadi radialis tidak teraba saat inspirasi

• (Pericardial friction rub)

http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration" bayangan pembesaran jantung yang simetris

• Dicurigai Tamponade jantung: – Echocardiography – Pericardiocentesis • Dilakukan segera untuk diagnosis dan terapi

• Needle pericardiocentesis – Sering kali merupakan pilihan terbaik saat terdapat kecurigaan adanya tamponade jantung atau terdapat penyebab yang diketahui untuk timbulnya tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview

71

• Bayi laki-laki berusia 10 bulan dengan keluhan penis terlihat abnormal. • PF: ditemukan, dorsal penis hampir menempel ke kulit abdomen, tampak mukosa uretra pada dorsal penis dengan efek meluas dari skrotum sampai dengan gland penis, dan celah tulang pubis tampak melebar.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  EPISPADIA JAWABAN:

E. EPISPADIA

• OUE terletak di dorsal penis  epispadia. • Pepispadia serin disertai gangguan struktur yang lain, seperti dorsal penis hampir menempel ke kulit abdomen dan celah tulang pubis tampak melebar.

• • • •

Hipospadia panesratal Hipospadia penile shaft Hipospadia penoscrotal Hipospadia perineal

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Epispadia EpispadiaOUE berada di dorsum penis • Penis lebar, pendek dan melengkung keatas (dorsal chordee) • Penis menempel pada tulang pelvis • Tulang pelvis terpisah lebar • Classification: • the glans (glanular) • along the shaft of the penis (penile) • near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery _detail.php?Epispadias-4

http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hypospadia • OUE berada pada ventral penis • Three anatomical characteristics • An ectopic urethral meatus • An incomplete prepuce • Chordee ventral shortening and curvature

72

• Laki-laki berusia 45 tahun dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan dan tidak dapat diluruskan. Tiga puluh menit yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. • Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai kanan tidak dapat diluruskan, sendi panggul flexi, adduksi dan endorotasi.

DIAGNOSISI?

DIAGNOSIS  DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR JAWABAN: B. DISLOKASI PANGGUL KE POSTERIOR

• Pasien mengalami KLL. • Pemeriksaan fisik didapatkan tungkai kanan tidak dapat diluruskan, sendi panggul flexi, adduksi dan endorotasi  dislokasi panggul ke arah posterior.

• Dislokasi sendi panggul ke anterior  sangat jarang terjadi. Ekstensi panggul, posisi tungkai abduksi dan eksorotasi. • Fraktur collum femoris  tidak ditemukan tanda-tanda fraktur. • Fraktur femur 1/3 proksimal  tidak ditemukan tanda-tanda fraktur. • Fraktur intertronkanter  tidak ditemukan tanda-tanda fraktur.

DISLOKASI SENDI PANGGUL

Posterior Hip Dislocation

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip

netterimages.com

Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul: Reposisi • Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain: – Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi tulang sehingga kembali pada posisi yang seharusnya reduction/reposisi

• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan di OK dan diperlukan pembedahan • Setelah tindakan, harus dilakukan pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan untuk mengetahui posisi dari sendi.

73

• Laki-laki 45 tahun, dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan sepeda motor tunggal. • Pada pemeriksaan didapatkan cephal hematom pada regio temporal kiri 15cm. • Pemeriksaan neurologis: GCS 7, hemiparesis dextra, pupil anisokor 5mm/3mm. • TD :170/80mmHg, nadi 60 x/menit, RR 26 x/menit irregular.

TX AWAL?

DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA JAWABAN: B. INTUBASI ENDOTRAKEAL

• Pasien mengalami trauma kepala pasca kecelakaan sepeda motor. • Dari penjelasan dapat disimpulkan pasien mengalami cedera kepala berat yang ditunjukkan dari GCS 7 disertai tanda-tanda peningkatan TIK (pupil anisokor, trias cushing  tensi meningkat, bradikardia, dan pernapasan irregular). • Pada kondisi tersebut pasien tidak dapat mempertahankan patensi jalan napas, seringkali lidah jatuh ke belakang menutupi jalan napas. Sehingga tatalaksana awal yang tepat adalah intubasi endotracheal.

• Pasang iv line  setelah Airway dan Breathing dievaluasi. • Ventilator  dapat diberikan setelah ETT terpasang. • Antihipertensi  tangani dulu penyebab tekanan TIK. • Observasi neurologi  diperlukan, dilakukan setelah ABC selesai dievaluasi.

ATLS Coursed 9th Edition

Cervical in-line immobilization

Indikasi Airway definitif

74

• Saat ini anda adalah seorang dokter jaga IGD Rumah Sakit di sebuah tempat terpencil. Ada sebuah musibah didaerah tsb. • Anda sedang melayani 5 pasien dibantu seorang perawat. Terdapat kabar bahwa akan ada 5 orang pasien lagi yang sedang dlm perjalanan menuju UGD tersebut. • Kemudian anda menghubungi dokter specialis yang saat itu kebetulan sedang tidak bertugas.

APA YG ANDA LAKUKAN?

DIAGNOSIS  TRIAGE JAWABAN: C. MELAKUKAN TRIAGE KEGAWATDARURATAN

• Pada soal dijelaskan banyak pasien yang datang bersamaan dan kekurangan tenaga medis, sementara berada tempat terpencil. • Pada kondisi tersebut untuk efisiensi dan meningkatkan angka keberhasilan perawatan maka tindakan yang perlu dilakukan adalah triage.

• • • •

Memberi oksigen dan resusitasi cairan Memberi infus cairan kristaloid Merujuk pasien ke ICU Merujuk pasien ke specialis terdekat

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Triage Triage Priorities 1. Red- prioritas utama – memerlukan penanganan segeraberkaitan dengan kondisi sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua – Dapat menunggu lebih lama, sebelum transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan – Dapat menunggu beberapa jam untuk transport

4. Black- Meninggal – Akan meninggal dalam penanganan emergensi memiliki luka yang mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red • Red (Highest) Priority: Pasien yang memerlukan penanganan segera dan transport secepatcepatnya

• Gangguan Airway dan breathing • Perdarahan banyak dan tidak terkontrol • Decreased level of consciousness • Severe medical problems • Shock (hypoperfusion) • Severe burns

Yellow • Yellow (Second) Priority: Pasien yang penanganan dan traportnya dapat ditunda sementara waktu • Luka bakar tanpa gangguan airway • Trauma tulang atau sendi besar atau trauma multiple tulang • Trauma tulang belakang dengan atau tanpa kerusakan medula spinalis

Green • Green (Low) Priority: Pasien yang penanganan dan transportnya dapat ditunda sampai yang terakhir • Fraktur Minor • Trauma jaringan lunak Minor

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START

Simple Triage And Rapid Treatment

• It is a simple step-by-step• triage and treatment method to be used by the first rescuers responding • to a multi casualty incident. It allows these rescuers to identify victims at greatest risk for early • death and to provide basic stabilization maneuvers

If you can walk, go stand over there! All of Ya’ll, go over there! (Texas version ) Mark green

START Algorithm (Airway/Breathing) RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE

YES

REPOSITION AIRWAY ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE

DECEASED Immediate

Patients

Delayed

Deceased

YES

> 30/MINUTE

IMMEDIATE

IMMEDIATE

<30/MINUTE ASSESS PERFUSION

START Algorithm (Circulation) PERFUSION

<2 SECONDS ASSESS MENTAL STATUS

> 2 SECONDS CONTROL BLEEDING IMMEDIATE

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START Algorithm (Disability) MENTAL STATUS

FOLLOWS SIMPLE COMMANDS DELAYED

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

FAILS TO FOLLOW SIMPLE COMMANDS IMMEDIATE

75

• Pasien bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan keluhan mual-muntah setiap diteteki beberapa jam, menurut ibunya sejak lahir perut bayi sudah besar dan makin kembung sampai saat ini, pasien pernah BAB, terdapat retensi kehijauan. DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  ATRESIA DUODENAL JAWABAN: E. ATRESIA DUODENAL

• Diagnosis atresia duodenal ditegakkan atas dasar: – Usia bayi yang baru 3 hari. – Terdapat muntah kehijauan setelah beberapa jam diberi ASI. – Gambaran Ro Abdomen  Double Bubble.

• Ileal atresia  gambaran Ro Abdomen: Triple Bubble. • Ileus obstruksi  perut kembung, mual dan muntah. Ro Abdomen: Hearing Bone + Step Ladder. • Hypertrophic piloric stenosis  Single Bubble Sign. • Annular pancreas  perut kembung dan biilous vomitting. Sulit dinilai dengan Ro Abdomen.

Atresia Duodenum

GIT Congenital Malformation Disorder

Clinical Presentation

Hirschprung

Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus) Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention, poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis. RT:Explosive stools . Criterion standardfull-thickness rectal biopsy. Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or without an initial diversion)

Anal Atresia

Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler). Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the rectum ending in a blind pouch. High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula

Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus Pyloric functional gastric outlet obstruction Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive

Disorder

Clinical Presentation

Oesophagus Atresia

Congenitally interrupted esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding

Intestine Atresia

Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the intestine Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting

http://en.wikipedia.org/wiki/

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth

Duodenal atresia. Doble buble sign

Ileal atresia. Upright radiograph of the abdomen demonstrates many dilated loops of bowel and air-fluid levels

Jejunal atresia: The “triple bubble” sign on the erect plain abdominal radiograph.

76

• Laki-laki 18 tahun, dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah setelah 1 jam SMRS. • Pasien baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas. • Pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas pada tungkai bawah, krepitasi (+), dan nyeri sumbu 1/3 proksimal. Arteri dorsalis pedis teraba lemah.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  FRAKTUR CRURIS JAWABAN: C. FRAKTUR CRURIS DGN RUPTUR A. TIBIALIS

• Adanya riwayat KLL, pemeriksaan fisik didapatkan deformitas pada tungkai bawah, krepitasi (+), dan nyeri sumbu 1/3 proksimal  fraktur cruris. • Arteri dorsalis pedis teraba lemah  ada kemungkinan ruptur arteri tibialis anterior.

• Fraktur kruris dengan instabilitas sendi pergelangan kaki  tidak didapatkan tanda instabilitas pergelangan kaki. • Fraktur kruris dengan instabilitas sendi genu  tidak ada tandatanda instabilitas genu • Fraktur kruris dengan ruptur tendon achiles  harus dinilai lebih lanjut, misal pemeriksaan thompson, dsb. • Fraktur kruris dengan kompartemen sindrom  tidak dijelaskan tanda 5P.

FRAKTUR CRURIS • Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula. • Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki

FRAKTUR TIBIA

FRAKTUR FIBULA • Lokasi tersering adalah 2-5 cm dari bagian distal malleolus lateral. • Biasanya berkaitan dengan fraktur dislokasi ankle joint.

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

77

• Laki-laki usia 35 tahun, dengan keluhan nyeri hebat di ujung jari kaki kanan dan kiri sejak 3 bulan terakhir. Nyeri diperberat dengan aktivitas dan hilang jika istirahat. • Diketahui pasien merokok 2 bungkus sehari sejak usia 14 tahun. • Pada pemeriksaan fisik terlihat ujung jari berwarna kehitaman, teraba dingin. Riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi disangkal.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  THROMBOANGITIS OBLITERANS JAWABAN:

A. THROMBOANGITIS OBLITERANS

• Diagnosis Thromboangitis Obliterans, ditegakkan atas dasar: – Keluhan nyeri hebat di ujung jari kaki kanan dan kiri sejak 3 bulan terakhir, diperberat dengan aktivitas dan hilang jika istirahat. – Diketahui pasien merokok 2 bungkus sehari sejak usia 14 tahun. – Pada pemeriksaan fisik terlihat ujung jari berwarna kehitaman, teraba dingin. – Riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi disangkal  bukan akibat aterosklerosis

• Raynaud phenomenon arteri yang lebih kecil yang memasok darah ke kulit mengerut berlebihan akibat dingin, sehingga membatasi suplai darah ke daerah yang terkena. Jari tangan, jari kaki, telinga, atau ujung hidung mati rasa dan terasa dingin sejuk saat suhu dingin atau stres. Kondisi ini sering disertai dengan perubahan warna kulit. • Acute limb ischimia  gejala klaudikasio intermiten disertai 6P. • Critical limb ischemia  kondisi penyakit arteri perifer (PAP) tungkai bawah yang paling berat dimana didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, dan ulserasi akibat insufisiensi arteri atau gangren. • Compartement syndrome  Tekanan mengurangi aliran darah sehingga otot dan saraf kekurangan nutrisi.

2. Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans) • Secara khusus dihubungkan dengan merokok • Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada pembuluh darah tibial • Presentation – Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas – Gangrene – Ulceration

• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”) • Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko aterosklerosis yang lain • Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels • Progresivitas – dari distal ke proximal • Remisi klinis dengan penghentian merokok

Buerger’s treatment • Rawat RS • Memastikan diagnosis dan arterial imaging. • Vasoactive dilation is done during initial admission to hospital, along with debridement of any gangrenous tissue. • Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung keparahan dan derajat nyeri • Penghentian rokok menurunkan insidens amputasi dan meningkatkan patensi dan limb salvage pada pasien yang melalui surgical revascularisation

CT-angiografi menunjukan stenosis segmental arteri tungkai bawah

Vasoactive drugs • Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan aliran darah distal – Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok, antibiotik dan iloprost

• Pentoxifylline and cilostazol have had good effects, although there are few supportive data. Pentoxifylline has been shown to improve pain and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could be tried in conjunction with or following failure of other medical therapies (e.g., nifedipine). http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-bystep.html

Disease

Pathophysiology

Symptoms

Peripheral Artery Occlusive Disease

Arterial narrowing Claudication with exertion, in  Decreased blood flow = Pain severe occlusion ischemic pain at Pain results from rest. an imbalance Pain reproduced between supply by elevating the and demand of leg. blood flow

Buerger

Combination of acute inflammation and thrombosis of the arteries and veins in the hands and feet

Pain or tenderness not affected by exercise Numbness and tingling in the limbs. Skin ulcers or gangrene of the digits.

Physical

Workup

Abnormal lower extremity pulse mottling & cyanosis

Ankle Brachial Index. Duplex Ultrasound. Digital Subtraction Angiography Buerger Test: Gold Elevate the leg Standard to 45° - and Intervention look for pallor at the same time

Enlarged, red, tender cordlike veins. Discoloration Two or more limbs affected

An angiogram or arteriogram of the extremities. A Doppler ultrasound.

Disorder

Onset

Etiology

Buerger Disease

chronic

Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking inflammation

Polyarteritis nodosa

acute

immune complex– induced disease

Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia, weight loss,Myalgia,Arthralgia in large joints,polyneuropathy, cerebral ischemia, rash, purpura, gangrene, Abdominal pain, does not involve the lungs

Vasculitis hypersensitif

Acute/ chronic

Circulating immune complexes → drugs,food,other unknown cause

a small vessel vasculitis,usually affect skin, but can also affect joints, gastrointestinal tract, and the kidneys → itching, a burning sensation, or pain, purpura

Wegener granulomatosis

chronic

autoimmune

tissue destruction of upper respiratory tract (sinuses, nose, ears, and trachea [the “windpipe”]), the lungs, and the kidneys

Takayasu arteritis

chronic

unknown of inflammatory proscess

systolic blood pressure difference (>10 mm Hg) between arms, pulselessness,bruit a.carotid

necrotizing inflammatory lesions small and mediumsized arteries

Clinical Feat.

Fixed mottling & cyanosis

Discoloration and necrosis of finger tips

78

• Pria 50 thn dengan keluhan keluar darah segar yang menetes saat buang air besar. • Keluhan disertai dengan keluarnya benjolan saat BAB yang dapat dimasukkan kembali dengan jari pasien. • Pada colok dubur teraba massa lunak yang dapat digerakkan didalam lumen anal

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  HEMORRHOID INTERNA GRADE III JAWABAN: C. HEMORRHOID INTERNA GRADE III

• Keluhan keluar darah segar yang menetes saat buang air besar disertai dengan keluarnya benjolan saat BAB yang dapat dimasukkan kembali dengan jari pasien  hemorrhoid interna grade III.

• Hemorrhoid interna grade I  tidak ada benjolan yang keluar dari anus, biasanya hanya keluar darah segar yang menetes, jarang disertai nyeri. • Hemorrhoid interna grade II  benjolan keluar dari anus namun dapat masuk sendiri secara spontan. • Hemorrhoid interna grade IV  benjolan terasa nyeri akibat adanya trombus. • Hemorrhoid eksterna  benjolan terletak dibawah linea dentata.

Hemoroid

Grading Hemoroid Interna (Banov, 1985) • Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do not prolapse • Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return to their resting point by themselves) • Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into the anal canal) • Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these lesions usually contain both internal and external components and may present with acute thrombosis or strangulation

79

• Laki-laki umur 50 tahun dengan keluhan terdapat benjolan pada perut kanan bawah sebesar telor ayam, benjolan dirasakan terutama saat melompat lompat dan sakit pada perabaan. • Benjolan dirasakan sudah ada sejak 6 bulan yang lalu. • Pada pemeriksaan teraba benjolan di atas ligamentum inguinale.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  HERNIA INGUINALIS JAWABAN: B. HERNIA INGUINALIS

• Diagnosis Hernia Inguinalis ditegakkan, atas dasar: – Terdapat benjolan pada perut kanan bawah sebesar telor ayam, benjolan dirasakan terutama saat melompat dan sakit pada perabaan sejak 6 bulan yang lalu. – Pada pemeriksaan teraba benjolan di atas ligamentum inguinale.

• Hernia Femoralis  benjolan berada di bawah ligamentum inguinal. • Hernia scrotalis  merupakan perpanjang dari hernia inguinalis lateral. • Hernia umbilicalis  berada di area umbilikal. • Hernia hiatal  Hiatal hernia dapat tidak memiliki gejala. Dalam beberapa kasus, mungkin terkait dengan heartburn dan rasa tidak nyaman di perut.

HERNIA HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA

INGUINAL HERNIA • • • •

Most common Most difficult to understand Congenital ~ indirect Acquired ~ direct or indirect

• Direk • usually no peritoneal sac • medial to epigastric vessels • Timbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach • segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh • Inferior : ligamentum inguinale, • Lateral: pembuluh darah epigastrika inferior • Medial : tepi otot rectus

• Indirek • • • • •

has peritoneal sac lateral to epigastric vessels mengikuti kanalis inguinalis Karena adanya prosesus vaginalis persistent The processus vaginalis outpouching of peritoneum attached to the testicle that trails behind as it descends retroperitoneally into the scrotum.

Hernia Inguinalis vs Hernia Femoralis Hernia Femoralis

Hernia Inguinalis

Terletak di inferolateral ligamentum inguinal dan tuberculum pubicum

Terletak di supero-medial dari ligamentum inguinal & tuberculum pubicum

Lebih banyak dialami perempuan

Lebih banyak dialami laki-laki

Isi kantong hernia: omentum

Isi kantong hernia: usus

Lebih sering mengalami strangulasi

Lebih jarang mengalami strangulasi

80

• Wanita umur 50 tahun datang ke tempat Praktek Anda dengan keluhan keluar cairan dari putting susu disertai darah. • Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan siklus menstruasi normal. • Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan benjolan, tidak ada retraksi papil, tidak ada pembesaran kelenjar.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  PAPILLOMA INTRADUKTAL JAWABAN: A. PAPILLOMA INTRADUKTAL

• Diagnosis Papilloma Intraduktal ditegakkan atas dasar: – Adanya keluhan keluar cairan dari putting susu disertai darah. – Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan siklus menstruasi normal. – Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan benjolan, tidak ada retraksi papil, tidak ada pembesaran kelenjar.

• Fibrokistik  pertumbuhan jaringan fibrosa yang abnormal, sehingga lebih menonjol dibanding jaringan lemak. Jaringan fibrosa juga membentuk jaringan parut dan jaringan ikat. Biasanya menimpa wanita dalam rentang usia 30-50 tahun. • FAM  usia 20-30 tahun, benjolan biasanya soliter, massa kenyal padat, berbatas tegas, mobile. • Tumor Phyloides  jenis tumor payudara yang langka. Pola sel mereka menyerupai daun, dan nama “phyllodes” berasal dari kata Yunani yang berarti “seperti daun.” Tumor phyllodes dapat tumbuh dengan cepat, tetapi mereka tidak selalu menyebar di luar payudara. • Mastitis  peradangan payudara.

Papilloma Intraduktal • Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular. • Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia rerata 48 tahun.

http://radiopaedia.org/

Gejala dan Tanda • Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. • Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. • Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi. • Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus multiple adalah bilateral.

http://radiopaedia.org/

Etiologi dan Patogenesis • Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. • There are associated predisposing risk factors: – Genderwith women having a higher risk than men – Obesity – alcohol consumption – contraceptive use – lifetime estrogen exposure – physical inactivity – the patient's reproductive history • Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia. • Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. • Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami obstruksi. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519539/

Pemeriksaan Radiologis • Mammografi • Biasanya gambaran normal • Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau kalsifikasi.

• Galactography • Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi, atau irregularitas. Tidak spesifik • Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.

• USG • Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus. • Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi. http://radiopaedia.org/

• Galactogram

USG • Atas: nodul solid dalam duktus • Bawah: nodul bertangkai dengan dilatasi duktus

Tatalaksana dan Prognosis • Papilloma intraduktal solitereksisi • Menurut komuniti dari College of American Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma mammae.

81

• Laki-laki usia 49 tahun mengeluhkan rasa nyeri di bawah kemaluan dan BAK menjadi sering sejak 5 bulan terakhir. • Suhu afebris. Pada pemeriksaan fiisk ditemukan pemeriksaan rectal toucher nodul (-), pembesaran prostat (+) difus, nyeri tekan ringan. • Lab. cairan prostat 28 leukosit/ LPB.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  CHRONIC BACTERIAL PROSTATITIS JAWABAN: C. CHRONIC BACTERIAL PROSTATITIS

• Diagnosis chronic bacterial prostatitis ditegakkan atas dasar: – Keluhan rasa nyeri di bawah kemaluan dan BAK menjadi sering sejak 5 bulan terakhir. – Suhu afebris. Pada pemeriksaan fiisk ditemukan pemeriksaan rectal toucher nodul (), pembesaran prostat (+) difus, nyeri tekan ringan. – Lab. cairan prostat 28 leukosit/ LPB.

• Siphilis  Sifilis terjadi dalam beberapa bertahap, dan gejalanya bervariasi pada setiap tahap. Tahap pertama melibatkan luka tanpa rasa sakit pada alat kelamin, dubur, atau mulut. Setelah sakit awal sembuh, tahap kedua ditandai dengan ruam. Kemudian, tidak ada gejala sampai tahap akhir yang mungkin terjadi beberapa tahun kemudian. Tahap akhir ini dapat mengakibatkan kerusakan otak, saraf, mata, atau jantung. • Acute bacterial prostatitis  gejala inflamasi sangat jelas. • BPH  gejala LUTS, RT: pool atas prostat tidak teraba. • Adenoma prostat  hematuria. RT: prostat bernodul.

Prostatitis • • • • • • • •

Incidence/prevalence: 4% -11% 8-12% of urologist office visits Life time prevalence 14.8% most common urological diagnosis in men <50 Quality of Life is dismal (depressing) ! Sukar disembuhkan  masalah rumit Prostat  sekretnya memiliki anti bakteriel Drach, fair, Meares & Stamey (1978)  Klasifikasi Sindroma Prostatitis 1. Prostatitis akut bakteriel 2. Prostatitis kronis bakteriel 3. Prostatitis non bakteriel 4. Prostatodinia

Aetiology • Gram –ve enterobacteria account for 90% of acute bacterial prostatitis – E. coli, Klebsiella, Serratia, Pseudomonas

• Enterococcus (gram +ve) 5 – 10%, and Staphs. • Role of anaerobes are unknown. • Anti-Chlamydial antibodies in 30% of chronic prostatitis, but < 1% culture organism.

Aetiology • Altered Prostatic Host Defence - phimosis; unprotected penetrative anal rectal intercourse; acute epididymitis; indwelling urethral catheters and condom catheter drainage. • Dysfunctional Voiding. • Intraprostatic Ductal Reflux – stones, carbon particles (Kirby et al 1982). • Pelvic Floor Musculature Abnormalities. • Interstitial Cystitis. • Psychological Cause

Investigation • Physical – Signs of infection – abdomen tenderness – DRE (anal tone, prostate, pain). • Examination of Urine. • Urodynamics (Video) – Rule out other cause – obstruction, OAB, dyssynergia. • Cystoscopy? • TRUS – Abscess, medial cysts, SV obstruction. – Not diagnostic for Chronic Prostatitis. – Biopsy of no clinical benefit to management.

Classification

Category II – Chronic Bacterial Prostatitis. • 5 – 15% of Prostatitis • Recurrent UTI’s in 25 – 40% • May be asymptomatic between episodes or have a long history of CPPS. • Treat with Antibiotics • • • • •

sesuai hasil kultur Fluoroquinolones (Cipro- Levo- and Ofloxacine) most effective. 12 weeks of treatment. 60 – 85% bacteriological cure. 40% symptom cure.

PROSTATITIS KRONIS BAKTERIEL

• Lanjutan Prostatitis akut yang tidak tersembuhkan, kadang-kadang tanpa riwayat akut. • Gejala & tanda-tanda klinis - bervariasi - sebagian asymptomatik - umumnya mengalami urgensi, frekwensi, nokturi & disuri + nyeri perineal - RT : Prostat bisa boggy, indurasi atau normal - hematuri terminal, hemospermi & discharge urethra kadang-kadang ditemukan

Laboratorium • Pada yang kronis – sukar dibedakan dengan prostatitis non bakteriel & prostatodinia – kultur urin D/ pasti. • Cara pengambilan sampel urin (STAMEY) – 4 macam spesimen • VB1 : 10 ml urin pertama • VB2 : 200 ml urin berikutnya  ambil 10ml • EPS : sekret prostat setelah massage • VB3 : 10 ml urin pertama setelah • EPSVB3  kultur – bakteri (+) Prostatitis – kultur (-)  Prostatitis non bakteriel atau Prostatodinia

Examination of Urine CLASSIC STAMEY 4 GLASS TEST

Wagenlehner, F M E; Naber, K G; Bschleipfer, T; Brähler, E; Weidner, W Prostatitis and Male Pelvic Pain Syndrome: Diagnosis and Treatment Dtsch Arztebl Int 2009; 106(11): 175-83; DOI: 10.3238/arztebl.2009.0175

http://www.aafp.org/afp/2010/0815/p397.html

82

• laki-laki berusia 20 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan buah zakar sebelah kanan nyeri mendadak saat bangun tidur. Nyeri dirasakan kurang lebih sudah 4 jam. • Riwayat trauma di area pelvis maupun nyeri saat kencing disangkal. • Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada skrotum kanan, nyeri juga tidak berkurang saat skrotum diangkat ke cranial.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  TORSIO TESTIS DEXTRA JAWABAN: A. TORSIO TESTIS DEXTRA

• Diagnosis torsios testis ditegakkan atas dasar: – Keluhan buah zakar sebelah kanan nyeri mendadak saat bangun tidur. Nyeri dirasakan kurang lebih sudah 4 jam. – Riwayat trauma di area pelvis maupun nyeri saat kencing disangkal. – Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada skrotum kanan, nyeri juga tidak berkurang saat skrotum diangkat ke cranial (Phren sign negatif).

• Varicocele dextra  massa seperti cacing di area skrotum, biasanya tidak terasa nyeri. • Hernia scrotalis dextra  merupakan bagian dari hernia inguinalis lateral, tidak menimbulkan gejala apabila tidak terjadi strangulata. • Epididimoorchitis dextra  phren sign (+). • Varicocele terinfeksi dextra  tanda peradangan sangat jelas, terjadi pembengkakan, merah, nyeri, dan suhu teraba lebih hangat dibangingkan kulit sekitar.

Torsio Testis Gejala dan tanda: • Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak • Pembengkakan skrotum • Nyeri abdomen • Mual dan muntah • Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau pada posisi yang tidak biasa

Phren Sign

RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html

Ultrasound

• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: hypoechoic

Early ischemia: enlargement, no Δ echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas in an infarcted testis, heterogenous, extra testicular fluids • Penurunan Vaskularisasi

http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis

• Manual detorsion

– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi sementara – Cara manual detorsion • Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien • Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral • Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat • Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi terpenuhi

– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala yang membaik)  terapi definitif masih harus dilakukan sebelum keluar dari RS

• Surgical detorsion  Terapi definitif • • • •

Untuk memfiksasi testis Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis masih hidup atau tidak

• Orchiectomy  Bila testis telah nekrosis

83

• Anak laki-laki 6 tahun dengan keluhan utama bengkak pada ujung penis sejak satu hari yang lalu. • Pada pemeriksaan fisik didapat ujung kulit penis terlipat ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan, glan penis tampak membengkak, berwarna merah kebiruan. DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  PARAFIMOSIS JAWABAN: C. PARAFIMOSIS

• Pada pemeriksaan fisik didapat ujung kulit penis terlipat ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan, glan penis tampak membengkak, berwarna merah kebiruan  parafimosis.

• Epispadia  OUE di dorsal. • Hipospadia  OUE di ventral penis. • Tumor penis  jarang terjadi, keluhan berupa benjolan/ massa yang ada di penis. • Fimosis  preputium menguncup tidak dapat ditarik ke arah proksimal.

Phimosis vs Paraphimosis Phimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal • Fisiologis pada neonatus • Komplikasiinfeksi – Balanitis – Postitis – Balanopostitis

• Treatment – Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction – Dorsum incisionbila telah ada komplikasi

Paraphimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius • Gawat darurat bila – Obstruksi vena superfisial  edema dan nyeri  Nekrosis glans penis

• Treatment – Manual reposition – Dorsum incision

Parafimosis • Prepusium yang diretraksi hingga sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada posisi semula. • Retraksi prepusium ke prox secara berlebihan  tidak dapat dikembalikan seperti semula  menjepit penis  obstruksi aliran balik vena superfisial  edema, nyeri  nekrosis glans penis.

Tatalaksana Parafimosis • Mengembalikan prepusium secara manual dengan memijat glans penis selama 3-5 menit untuk mengurangi edema. • Bila tidak berhasil, perlu dilakukan dorsum insisi. • Setelah edema dan reaksi inflamasi hilang  sirkumsisi.

Paraphimosis • Tight preputial ring is trapped behind the glans after retraction – Very painful – Edematous preputial skin and glans – Urinary retention

• Requires immediate attention – Pain – Possible necrosis

• Management – Compression – Dorsal slit

84

• Anak laki-laki berusia 3 tahun dengan kantung buah zakar sebelah kiri kosong. • Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri di daerah inguinal. DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  KRIPTORKISMUS JAWABAN: E. KRIPTORKISMUS

• Kantung buah zakar sebelah kiri kosong. • Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri di daerah inguinal  kriptorkismus.

• Fimosis  preputium menguncup tidak dapat ditarik ke arah proksimal. • Hidrokel  pembesaran di area skrotum, tidak nyeri, tes transluminasi (+). • Hernia Skrotalis  merupakan perpanjang dari hernia inguinalis lateral. • Varikokel  massa seperti cacing di area skrotum, biasanya tidak terasa nyeri.

Kriptorkismus • Undesensus testis adalah suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur desensus normal. • Kriptorkismus : cryptos (Yunani)  tersembunyi Dan orchis (latin)  testis

Klasifikasi • Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended) : • testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. • Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba ( impalpable)

• Testis ektopik : • testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.

• Testis retractile: • testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

686

Komplikasi 1. Hernia. Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral yang disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis. 2. Torsi. Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus dan tingginya mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah pubertas. 3. Trauma. Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma. 4. Neoplasma. Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42, mempunyai kemungkinan keganasan 20–30 kali lebih besar daripada testis yang normal. – Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular. – Neoplasma umumnya jenis seminoma. – Namun, ada laporan bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.

5. Infertilitas. Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus, sedangkan yang unilateral 50% kasus. Testis yang berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi spermatogenik, merusak epitel germinal. 6. Psikologis. Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di skrotum

85

• Laki-laki 28 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas, posisinya terjepit antara jok dan bangku. • Pasien mengeluh nyeri di perut bagian bawah. Dari lubang penis keluar darah. • Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80, HR 100x/menit, RR 20x/menit, buli-buli penuh, dan terdapat nyeri ketok suprapubik. • Hasil pemeriksaan X-Ray menunjukkan fraktur pada regio pelvis.

TINDAKAN?

DIAGNOSIS  RUPTUR URETRA JAWABAN: A. PUNKSI SUPRAPUBIS DAN URETROGRAFI

• Dengan adanya darah yang menetes dari OUE, perlu dipikirkan adanya suatu ruptur uretra. Hal ini didukung dengan adanya trauma di area pelvis akibat KLL dan hasil Rontgen menunjukkan fraktur pelvis. • Dari soal dijelaskan bahwa buli-buli pasien penuh, sehingga tindakan yang harus segera dilakukan pada pasien ini adalah punksi suprapubis dan uretrografi. • Dari pemeriksaan didapatkan testis sisi kiri di daerah inguinal  kriptorkismus.

• Pemeriksaan urografi intravena  lebih tepat urografi retrograde. • USG kandung kemih  tidak begitu sensitif pada kasus trauma buli, dan pada kasus ini kecurigaan besar pada ruptur uretra. • Pemeriksaan fungsi ginjal  kurang diperlukan. • Kateterisasi uretra  kontraindikasi.

http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

Trauma Uretra • Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah, bila: – Terdapat trauma disekitar traktus urinarius terutama fraktur pelvis – Retensi urin setelah kecelakaan – Darah pada muara OUE – Ekimosis dan hematom perineal

Uretra Anterior: • Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis

• Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis



– Prostatic urethra – Membranous urethra



Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair

Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis

• Gejala klinis: – – – –

Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum



Uretra Posterior : • Anatomy



Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang

Radiologi: – Pelvic photo – Urethrogram



Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair

• Don't pass a diagnostic catheter up the patient's urethra because:

• Retrograde urethrography

– The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary

– Modalitas pencitraan yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra

Uretrografi

Ruptur Parsial

Ruptur total

86

• Seorang pria usia kira-kira 30an, sedang dalam perjamuan makan dan tiba-tiba ia tersedak. • Kebetulan ada seorang dokter disana, dokter menyuruh pria itu untuk batuk sekeras kerasnya dan telah dilakukan Heimlich maneuver 5 kali, tetapi tidak berhasil. • Lalu pria itu tidak sadarkan diri dan tampak tidak bernapas.

TINDAKAN?

DIAGNOSIS  CHOKING JAWABAN:

E. MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU

• Pasien tersedak di suatu perjamuan makan. • Telah dilakukan Heimlich maneuver 5 kali, tetapi tidak berhasil. • Lalu pasien tidak sadarkan diri dan tampak tidak bernapas. • Tindakan yang harus dilakukan dalam kondisi tersebut adalah melakukan resusitasi jantung paru.

• Merogoh semampunya dengan jari  hanya jika benda asing dapat terlihat. • Heimlich maneuver  tidak tepat. • Pemasangan ETT  kondisi di lapangan tanpa alat yang memadai. • Memberikan bantuan napas  kurang tepat, sebaiknya dilakukan resusitasi jantung paru.

Tatalaksana

87

• Wanita 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas satu jam yang lalu. • Pasien mengalami trauma di area wajah. Wajah pasien penuh dengan darah hingga hidung dan mulut. • Pada pemeriksaan didapatkan penurunan kesadaran GCS E3M4V1, TD 110/70mmHg, nadi 94x/ menit, laju napas 30x/ menit, ditemukan suara seperti berkumur.

TINDAKAN?

DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA DAN WAJAH JAWABAN: E. SUCTION DAN PASANG COLLAR NECK

• Pasien mengalami trauma kepala dan trauma wajah akibat kecelakaan lalu lintas. • Kesadaran pasien menurun GCS E3M4V1, wajah pasien hingga hidung dan mulut penuh darah, terdengar suara berkumur, laju napas 30x/ menit. • Pada pasien yang mengalami trauma kepala perlu dipasang collar neck karena dicurigai disertai dengan cedera cervical. • Hidung dan mulut pasien yang penuh darah serta didapatkan suara seperti berkumur  menunjukkan adanya obstruksi jalan napas  dalam hal ini diperlukan suction untuk membebaskan jalan napas.

• Resusitasi cairan  nadi dan tekanan darah dalam batas normal. • ETT sulit dipasang apabila rongga mulut pasien penuh darah, perlu suction terlebih dahulu. • NGT  tidak tepat. • Rujuk segera ke Sp. Bedah  tidak tepat.

ATLS Coursed 9th Edition

Cervical in-line immobilization

Indikasi Airway definitif

88

• Laki-laki usia 25 tahun tertabrak sepeda motor saat jalan sore. • Keadaan umum pasien tampak kesakitan, kesadaran komposmentis. • Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan hematom dan deformitas di paha kanan, krepitasi (+), nyeri tekan (+), dan nyeri sumbu (+).

PX PENUNJANG?

DIAGNOSIS  FRAKTUR FEMUR JAWABAN: B. RONTGEN 2 SISI

• Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan hematom dan deformitas di paha kanan, krepitasi (+), nyeri tekan (+), dan nyeri sumbu (+)  fraktur femur. • Pemeriksaan rontgen pada fraktur ekstrimitas dianjurkan mengambil dari 2 arah yang berbeda, sehingga pemeriksaan yang tepat adalah Rontgen 2 sisi.

• • • •

Rontgen 1 sisi Rontgen lateral Rontgen anterior Rontgen posterior

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

X-Ray Yang Adekuat • •

Pemeriksaan Penunjang: pencitraan radiologi (foto X-Ray, CT-Scan, dan sebagainya) Syarat suatu X-Ray yang baik/ adekuat untuk diagnosis fraktur: – Two Views: dilakukan foto dengan setidaknya 2 proyeksi, misal AP dan lateral. – Two Joints: meliputi 1 sendi di bagian proksimal dan 1 sendi di bagian distal deformitas. – Two Limbs: dilakukan pada dua ekstremitas sebagai perbandingan (terutama pada anak-anak). – Two Injuries: dilakukan pemeriksaan x-ray pada tulang lain yang berkaitan dengan mekanisme cedera (misal cedera parah pada femur sebaiknya juga memeriksa coxae dan sakrum). – Two Occasions: pada jenis fraktur biasanya sulit dideteksi pada awal cedera, justru menjadi jelas setelah beberapa minggu.

(a,b) two views; (c,d) two occasions; (e,f ) two joints; (g,h) two limbs -Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition-

89

• Laki-laki usia 21 tahun dengan keluhan bengkak pada tungkai kanan disertai dengan nyeri dan tungkai kanan sulit untuk digerakkan. • Dua minggu yang lalu, pasien mengalami fraktur di tungkai kanan akibat kecelakaan dan datang ke dukun urut untuk berobat. • Pada foto rontgen didapatkan reaksi periosteal menipis, fokus litik dikelilingi tepi yang sklerotik, dan tampak osteolitik.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  OSTEOMIELITIS JAWABAN: A. OSTEOMIELITIS PASCA FRAKTUR

• Pada foto rontgen didapatkan reaksi periosteal menipis, fokus litik dikelilingi tepi yang sklerotik, dan tampak osteolitik  merupakan gambaran rontgen dari Abses Brodie • Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan bengkak pada tungkai kanan disertai nyeri dan sulit untuk digerakkan serta adanya riwayat fraktur dua minggu yang lalu. • Dengan gambaran tersebut diatas diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah osteomyelitis subakut. Namun pilihan tersebut tidak ada pada pilihan jawaban, sehingga jawaban yang dipilih adalah osteomyelitis pada fraktur oleh karena pertanyaan yang ditanyakan adalah diagnosis bukan suatu temuan rontgen. • Abses brodie merupakan slah satu bentuk gambaran radiologis dari osteomyelitis subakut, bukan suatu diagnosis.

• Ostesarkoma pasca fraktur  gambarab rontgen  sunburst appearance. • Abses Brodie  pertanyaan mengenai diagnosis, bukan temuan dari rontgen. • Sarkoma Ewing  gejala berupa nyeri tulang, pembengkakan lokal, dan nyeri. Rontgen  codman triangle. • Fibrosarkoma  tumor langka yang bersifat maligna dan berasal dari sel mesenkim.

Osteomyelitis • Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an infecting organism. • It may remain localized, or it may spread through the bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and soft tissue surrounding the bone. • Based on the duration and type of symptoms:

Local signs (Acute) • Calor, rubor, dolor, tumor • Heat, red, pain or tenderness, swelling • Initially, the lesion is within the medually cavity, there is no swelling, soft tissue is also normal. • The merely sign is deep tenderness. • Localized finger-tip tenderness is felt over or around the metaphysis. • It is necessary to palpate carefully all metaphysic areas to determine local tenderness, pseudoparalysis

SUBACUTE HEMATOGENOUS OSTEOMYELITIS • More insidious onset and lacks the severity of symptoms • Diagnosis typically is delayed for more than 2 weeks. • a pathogen is identified only 60% of the time • S. aureus and Staphylococcus epidermidis • The diagnosis often must be established by an open biopsy and culture

Brodie’s abcess

• Bone abscess containing pus or jelly like granulation tissue surrounded by a zone of sclerosis • Age 11-20 yrs, metaphyseal area, usually upper tibia or lower femur • Deep boring pain, worse at night, relieved by rest • Circular or oval luscency surrounded by zone of sclerosis • Treatment:

– Conservative if no doubt - rest + antibiotic for 6 wks. – if no response – surgical evacuation & curettage, if large cavity - packed with cancellous bone graft

Chronic osteomyelitis • If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract or cloaca is present. (Dead bone is present) • Hematogenous infection with an organism of low virulence may be present by chronic onset. – Infection introduced through an external wound usually causing a chronic osteomyelitis. – It is due to the fact that the causative organism can lie dormant in – avascular necrotic areas occasionally becoming reactive from a flare up.

90

• Laki-laki, berusia 20 tahun, dengan keluhan nyeri pinggan sejak 1 minggu yang lalu. • Pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 bulan yang lalu. • Dari pemeriksaan rongent didapatkan : gambar foto lateral lumbosakral didapatkan fraktur Proc. Spinosus L5.

DIAGNOSIS?

DIAGNOSIS  SPONDILISIS JAWABAN: D. SPONDILISIS

• Dari pemeriksaan rongent didapatkan : gambar foto lateral lumbosakral didapatkan fraktur Proc. Spinosus L5  spondilisis.

• Spondilosis = spondiloarthrosis  proses degeneratif pada tulang belakang. • Spondilitis  peradangan pada tulang belakang. • Spondilolistesis  pergeseran suatu segmen vertebrae terhadap segmen di atasnya, biasanya akibat dari spondilisis.

Spondylolysis • Spondylolysis – Also known as pars defect – Also known as pars fracture – Dengan atau tanpa spondylolisthesis – Fraktur atau defek pada vertebra, biasanya pada bag.posterior, paling sering pada pars interarticularis

• Spondylolisthesis • pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis.

• Spondylolisy • interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis, namun dapat terjadi juga dibagian lateral.

• Spondilitis • Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis

• Nyeri radikuler, seperti tersengat listrik yang menjalar dari punggung ke tungkai. • Baal, kesemutan • Kelemahan otot tungkai bawah • Inkontinensia urin/ alvi, dapat merupakan gejala cauda equina syndrome • Lower back pain • Muscle tightness (tight hamstring muscle) • Stiffness • Tenderness in the area of the slipped disc

Gejala

Spondylolisthesis

ILMU PENYAKIT MATA

91

• Laki-laki 15 tahun mata merah sejak 3 hari lalu • Banyak kotoran mata • Tidak terdapat penurunan tajam penglihatan, tidak terdapat mual dan muntah, tidak ada riwayat trauma mata • Keluhan yang sama di Sekolah

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS JAWABAN:

D. KONJUNGTIVITIS

• Pada pasien terdapat mata merah tanpa penurunan visus (visus normal) + secret mata banyak + keluhan serupa di Sekolah  sesuai dengan kondisi infeksi pada mata • Paling mungkin  konjungtivitis dari opsi  mata merah visus normal

• Opsi lain (uveitis, iritis, keratitis, iridoskilitis) akan ada penurunan visus

• Uveitis  mata merah, dapat ditemukan penurunan visus, nyeri mata, terdapat fotofobia • Iritis  uveitis anterior, nyeri mata, ada fotofobia • Keratitis  mata merah, nyeri mata, penurunan visus • Iridosiklitis  uveitis anterior, inflamasi pada iris (iritis) dan badan siliar (siklitis)

MATA MERAH ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL

MATA MERAH VISUS TURUN

• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis

mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •

Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • •

• •

uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak

MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi

Conjunctivitis • •





Inflammationor infection of the conjunctiva  conjunctivitis Characterized by : dilatation of the conjunctival vessels, resulting in hyperemia and edema of the conjunctiva, typically with associated discharge Viral conjunctivitis is the most common cause of infectious conjunctivitis both overall and in the adult population Bacterial conjunctivitis is the second most common cause and is responsible for the majority (50%-75%) of cases in children The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera (bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the inside of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled with blue

Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013

Classification • infectious and noninfectious causes. – Infectious : Viruses, bacteria  the most common infectious causes. – Noninfectious conjunctivitis : allergic, toxic, and cicatricial conjunctivitis, as well as inflammation secondary to immunemediated diseases and neoplastic processes.1





Acute, hyperacute, and chronic according to the mode of onset and the severity of the clinical response. Primary or secondary to systemic diseases such graft-vs-host disease, and Reiter syndrome,

Konjungtivitis Pathology

Etiology

Feature

Bacterial

staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains

Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics burning sensation, usually bilateral Artificial tears eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)

Viral

Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus

Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html

Treatment

Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus

Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Fungal

Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii

Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye

Topical antifungal

Vernal

Allergy

Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, cobblestone pappilae, Hornertrantas dots

Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors

Inclusion

Chlamydia trachomatis

several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles

Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics

92

• Anak perempuan 5 tahun keluhan mata kanan bengkak dan tampak merah sejak 1 minggu lalu • Kelopak mata merah, kotoran mata serta adanya eksudat lengket menempel ke bulu mata • Konjungtiva hiperemis DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  BLEPHARITIS JAWABAN:

E. BLEPHARITIS

• Anak dengan mata kanan bengkak + kelopak mata merah  radang pada kelopak mata

• Terdapat kotoran mata serta eksudat lengket menempel di bulu mata + konjungtiva hiperemis  sesuai dengan kondisi blepharitis

• Blepharospasm  dystonia fokal, ada gerakan repetitive/kontraksi orbicularis oculi dan otot frontalis • Blepharoptosis  ptosis, abnormal low-lying upper eyelid margin with the eye in primary gaze • Blepharochalasis  rare syndrome consisting of recurrent bouts of upper eyelid edema associated with thinning, stretching, and fine wrinkling of the involved skin

Blepharitis • •

Inflammation of the eyelids Signs and symptoms: – Redness/irritation – Burning/tearing – Itching – Crusting of eyelashes – Loss of eyelashes (madarosis_ – Eyelid sticking – Blurring/fluctuating vision – Contact lens intolerance – Photophobia – Increased frequency of blinking

Physical examination: • Skin  erythema, papules, pustules (rosacea) • Eyelids  abnormal eyelid position, hyperemia, ulceration, scaling, scarring • Eyelashes  malposition/ misdirection, loss, pediculosis nits, cylindrical sleeves, collarettes • Tarsal conjunctiva  dilation/inflammation of meibomian glands, capping of meibomian orifices, papillary/folicular reaction • Bulbar conjunctiva  hyperemia, phylctenules, follicles • Cornea  epithelial defect, edema, infiltrates

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.

Blepharitis • Terdiri dari blefaritis anterior dan posterior • Blefaritis anterior: radang bilateral kronik di tepi palpebra – Blefaritis stafilokokus: sisik kering, palpebra merah, terdapat ulkus-ulkus kecil sepanjang tepi palpebra, bulu mata cenderung rontok  antibiotik stafilokokus – Blefaritis seboroik: sisik berminyak, tidak terjadi ulserasi, tepi palpebra tidak begitu merah – Blefaritis tipe campuran





Tx blefaritis seboroik: perbaikan hygiene mata dengan cara: – kompres hangat untuk evakuasi dan melancarkan sekresi kelenjar – tepi palpebra dicuci + digosok perlahan dengan shampoo bayi untuk membersihkan skuama – pemberian salep antibiotik eritromisin (bisa digunakan kombinasi antibioti-KS) Blefaritis posterior: •

• •

peradangan palpebra akibat difungsi kelenjar meibom bersifat kronik dan bilateral Kolonisasi stafilokokus Terdapat peradangan muara meibom, sumbatan muara oleh sekret kental

93

• Wanita 38 tahun keluhan bengkak berulang pada kelopak mata kirinya sejak 3 bulan yang lalu • Tidak nyeri • Biopsi lesi didapatkan sel radang kronis dan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  KALAZION JAWABAN:

D. KALAZION

• Terdapat bengkak kelopak mata 3 bulan + tidak nyeri + temuan biopsy sel radang kronis dan peradangan granulomatosa kelejar meibom  khas ditemukan pada Kalazion • Pada hordeolum, benjolan akan disertai tanda inflamasi

• Hordeolum  radang supuratif kelenjar kelopak mata akibat infeksi Staphylococcus pada kelenjar sebasea, bisa nyeri, merah, mengenai kelenjar Meibom (hordeolum interna) dan kelenjar Zeiss/Moll (hordeolum ekstrena) • Xanthelasma  ada plak kekuningan pada daerah sekitar kelopak mata atas dan bawah, simetris • Dakrioadenitis  peradangan kelenjar lakrimalis di supratemporal orbita dan lobus palpebra, biasanya nyeri dan ada bengkak 1/3 lateral kelopak mata

Kalazion • Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom • Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul bermingguminggu. • Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut. • Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom • Tanda dan gejala: – Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah. Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan astigmatisma.

• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi (pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar) Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

94

• Wanita 40 tahun nyeri mata kanan disertai mual dan muntah • Penglihatan buram tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya seperti melihat pelangi di sekitar lampu • Visus OD 1/300, OS 6/6 • Injeksi siliar, kornea oedema, bilik mata depan dangkal dan pupil mid-dilatasi

PEMERIKSAAN TEPAT PERTAMA KALI… DIAGNOSIS  GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP JAWABAN:

A. TEKANAN BOLA MATA

• Penurunan visus mendadak + mata merah terdapat injeksi siliar  mata merah visus turun mendadak • Didahului melihat halo + visus turun 1/300 + temuan edema kornea + bilik mata depan dangkal + pupil mid dilatasi  sesuai kondisi glaucoma akut sudut tertutup • Pemeriksaan pertama dilakukan  ukur TIO (tekanan bola mata) untuk menegakkan diagnosis glaucoma • Pada pasien  tidak jelas adanya gangguan lapang pandang  tidak dipilih opsi C sebagai pemeriksaan pertama • Funduskopi dapat dilakukan setelah pemeriksaan TIO pertama

• Lapang pandang  dilakukan juga pada kondisi glaucoma  akan ada penurunan lapang pandang akibat peningkatan TIO sebabkan penekanan aliran darah ke saraf optic dan retina. Pada kasus curiga glaucoma akut, pemeriksaan pertama yang tepat, adalah memastikan dulu bahwa TIO benar meningkat, setelahnya dilanjutkan pemeriksaan tes lapang pandang bila ada gejala gangguan lapang pandang • Funduskopi  penting dilakukan setelah lakukan tonometry untuk nilai diskus optikus pada kondisi glaucoma (tetap pemeriksaan pertama TIO dulu) • Shadow test  dilakukan pada kondisi curiga katarak serta pada glaucoma dimana bisa nilai COA dangkal pada glaucoma sudut tertutup • Gerakan bola mata  terjadi keterbatasan gerak bola mata pada kondisi paralisis otot mata hingga thyroid opthlalmopathy, tidak rutin dilakukan pada glaukoma

Glaukoma • Glaukoma adalah penyakit saraf mata yang berhubungan dengan peningkatan tekanan bola mata (TIO Normal : 10-21 mmHg) • Ditandai : meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang • TIO tidak harus selalu tinggi, Tetapi TIO relatif tinggi untuk individu tersebut.

Mekanisme Penurunan Visus Dan Lapang Pandang •



• •



Peningkatan TIO akan menekan aliran darah ke saraf optik dan retina sehingga serabut saraf optik menjadi iskemik dan mati. Mekanisme utama penurunan penglihatan dan gangguan lapang pandangpada glaukoma adalah • Apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisanserat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Kerusakan jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal. Discus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optik.

Jenis-jenis Glaukoma • Berdasarkan mekanisme : – Sudut terbuka – Terjadinya peningkatan aquas humor dan gangguan akses aquas humor ke system drainase. – Pada genioskopi tampak COA sedang – Sudut tertutup – gangguan aliran keluar aquas humor akibat kelainan system drainase. – Pada genioskopi tampak COA dangkal, injeksi kornea, injeksi silier

Glaukoma • Pemeriksaan – Tonometri: mengukur tekanan Intraokuler (TIO) – Funduskopi untuk menilai diskus optikus: pembesaran cekungan diskus optikus dan pemucatan diskus – Lapang pandang – Gonioskopi: menilai sudut kamera anterior

95

• Laki-laki 60 tahun penglihatan mata kiri kabur sejak 6 jam yang lalu • Nyeri mata dan nyeri kepala, serta mual dan muntah • Pernah di diagnosa katarak immature pada kedua mata • Dilatasi pembuluh darah pericorneal, corneal edema, serta bilik depan dangkal

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  GLAUCOMA SEKUNDER JAWABAN:

E. GLAUCOMA SEKUNDER

• Pasien laki-laki usia 60 tahun  mengalami penurunan tajam penglihatan mendadak + nyeri kepala + nyeri mata + mual dan muntah  curiga glaucoma • Didukung temuan dilates pembuluh darah pericorneal, edema kornea, dan bilik depan dangkal  glaucoma sudut tertutup • Pada pasien ada riwayat katarak immature  lensa mencembung  sebabkan penutupan bilik mata  terjadi glaucoma sekunder

• Scleritis  ada injeksi sklera, namun mata merah tidak disertai penurunan visus mendadak • Keratitis  ada penurunan visus dan mata merah serta nyeri, namun akan ditemukan adanya infiltrate pada kornea • Corneal ulcer  ditemukan ada defek berupa ulkus pada kornea • Anterior uveitis  mata merah disertai penurunan visus dan nyeri, namun biasanya akana da fotofobia

GLAUKOMA SEKUNDER • Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor, penyakit sistemik) • Glaukoma sekunder bisa terjadi akibat lensa seperti :  Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata, COA dangkal  Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata, COA dangkal (glaukoma fakomorfik)  Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan mata, COA normal/dalam (glaukoma fakolitik)  Phacoanaphylactic glaucoma, COA dalam  Lens particle glaucoma, COA dalam Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

GLAUCOMA PHACOMORPHIC • Cataract maturation is associated with anteroposterior lens diameter increase  Progressive enlargement of the lens  peripheral iridotrabecular apposition. • When the iridotrabecular apposition raises the intraocular pressure (IOP) enough to cause the signs and symptoms of an acute attack of secondary angleclosure glaucoma  acute phacomorphic angleclosure/phacomorhpic glaucoma

Glaukoma Fakolitik • Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, • Pasien mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. • Examination reveals a markedly elevated IOP, microcystic corneal edema, prominent cell and flare reaction without keratic precipitates (KP), and an open anterior chamber angle. • The lack of KP (keratic Precipitate) helps distinguish phacolytic glaucoma from phacoantigenic glaucoma. • Management Patients with phacolytic glaucoma should be treated initially with topical cycloplegia, topical steroids (to reduce inflammation), and aqueous suppressants (to reduce intraocular presure). • Cataract extraction is the definitive treatment for phacolytic glaucoma

96

• Pria 68 tahun keluhan penglihatan silau semakin memberat sejak 1 tahun terakhir, pada mata kanannya • Tidak sakit maupun merah • Sulit membedakan terang gelap, penglihatan berkabut • Kekeruhan lensa • Shadow test (-)

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  KATARAK JAWABAN:

B. KATARAK

• Pasien usia lanjut 68 tahun keluhan terutama mata kanan  penglihatan silau + sulit membedakan terang gelap + penglihatan seperti berkabut  curiga kondisi katarak senilis • Pada pasien shadow test negative + tampak kekeruhan lensa  katarak matur

• Glaucoma  peningkatan TIO, sebabkan penurunan tajam penglihatan dan lapang pandang • Diabetes retinopati  mata tenang, visus turun perlahan, kerusakan retina karena komplikasi diabetes, gejala floaters, penglihatan kabur, sulit melihat di malam hari • Macula distrofi  kondisi autosomal resesif sebabkan distrofi stroma kornea, sehingga tampak opasitas pada stroma kornea, fotosensitivitas • Retinitis pigmentosa  mata tenang visus turun perlahan, bisa ada temuan deposit bercak hitam pada retina, spikula (+)

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS •

• •

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pasti  multifaktorial:  Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik  Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.  Faktor imunologik  Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.  Gangguan metabolisme umum



• • •

4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)

97

• Pria berusia 35 tahun riwayat DM diketahui sejak 10 tahun yang lalu • Funduskopi: media jernih, papil normal, retina datar, tidak ada neovascularization, dot haemorrhages (+), hard exudates (+), macula edema (-), foveal reflex normal

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  DIABETIC RETINOPATHY JAWABAN:

B. NONPROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY

• Pasien usia 35 tahun dengan Riwayat DM  rentan alami komplikasi DM pada mata

• Temuan funduskopi : – Dot hemorrhage  perdarahan bentuk titik, garis, bercak dekat mikroaneurisma

– Hard exudate  deposit lipoprotein akibat edema jaringan retina – Edema macula (-)  tidak sebabkan gangguan penglihatan pada pasien

• Sesuai dengan retinopati DM non-proliferatif

• Retinopati DM proliferative  umumnya ada neovaskularisasi (pada kasus tidak ada), hingga perdarahan vitreous, serta penurunan tajam penglihatan dan floaters • Retinal detachment  akan ada penurunan tajam penglihatan mendadak, fotopsia, defek lapang pandang, serta floater, disertai funduskopi ditemukan ada robekan retina • CRVO  kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral, ada penglihatan hilang mendadak, vena dilatasi dan berkelok, perdarahan dot dan flame shaped, cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil • CRAO  kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina sentral, penglihatan mendadak, ditemukan pada funduskopi cherry red spot

RETINOPATI DIABETIK Signs and Symptoms • Seeing spots or floaters in the field of vision • Blurred vision • Having a dark or empty spot in the center of the vision • Difficulty seeing well at night • On funduscopic exam : cotton wool spot, flame hemorrhages, dot-blot hemorrhages, hard exudates

Pemeriksaan : • Tajam penglihatan • Funduskopi dalam keadaan pupil dilatasi : direk/indirek • Foto Fundus • USG bila ada perdarahan vitreus

Tatalaksana : • Fotokoagulasi laser

RETINOPATI DIABETIK • Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun • Mata tenang visus turun perlahan • Pemeriksaan Oftalmoskop – Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler) – Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage) – Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok – Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan permeabiitas kapiler), warna kekuningan – Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih – Neovaskularisasi – Edema retina

KLASIFIKASI: 1. RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF • ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada pembuluh darah kapiler • menyebabkan edema jaringan retina dan terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates) • Tidak menyebabkan gangguan penglihatan  mengenai makula • Edema makula  penebalan daerah makula sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal

Nonproliferative Diabetic Retinopathy • Retinal vascular related abnormalities such as microaneurysms, intraretinal hemorrhages, venous dilatation, and cotton wool spot • Increased retinal vascular permeability  result in retinal thickening (edema) and lipid deposits (hard exudate) • Severe NPDR : – Venous abnormalities (dilatation, beading and loops), more severe and extensive vascular leackage (increased retinal hemorrhage and exudation) – This patient should be considered candidates for treatment with panretinal photocoagulation American Academy of Ophtalmology. Diabetic retinopathy. 2014

KLASIFIKASI: 2. RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF • ditandai dengan adanya proliferasi jaringan fibrovaskular atau neovaskularisasi pada permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus • Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia retina • menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan melalui mekanisme; – Perdarahan vitreus – Tractional retinal detachment – Glaukoma neovaskular

98

• Laki-laki 45 tahun penglihatan mata menurun ketika membaca • Nyeri mata maupun kondisi mata merah disangkal • Pada pemeriksaan mata bagian anterior hingga posterior tidak ditemukan adanya kelainan KOREKSI LENSA…

DIAGNOSIS  PRESBIOPIA JAWABAN:

B. +1.50 SD

• Pada pasien usia 45 tahun  mata tenang visus turun perlahan + tidak ditemukan ada kelainan  curiga presbyopia

• Presbiopia akibat berkurangnya daya akomodasi seiring pertambahan usia • Koreksi dengan kacamata baca  usia 45 tahun  kekuatan lensa +1.50 Dioptri

Presbiopia • Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut • Penyebab: – Kelemahan otot akomodasi – Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

• Diperlukan kacamata baca atau adisi : – + 1.0 D : 40 thn – + 1.5 D : 45 thn – + 2.0 D : 50 thn – + 2.5 D : 55 thn – + 3 .0 D : 60 thn Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.

Presbiopia Pemeriksaan dengan kartu Jaeger untuk melihat ketajaman penglihatan jarak dekat.

• Koreksi→ lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia • Kekuatan lensa yang biasa digunakan: + 1.0 D → usia 40 tahun + 1.5 D → usia 45 tahun + 2.0 D → usia 50 tahun + 2.5 D → usia 55 tahun + 3.0 D → usia 60 tahun

– The card is held 14 inches (356 mm) from the persons's eye for the test. A result of 14/20 means that the person can read at 14 inches what someone with normal vision can read at 20 inches.

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

99

• • • •

Laki-laki 30 tahun melakukan pemeriksaan mata Sakit kepala dan pandangan kabur Visus 6/15, dengan pinhole membaik Lensa spheris positif visus jadi 6/6

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  HIPERMETROPIA JAWABAN:

D. HIPERMETROPIA

• Pasien dengan penurunan tajam penglihatan (visus 6/15) + sakit kepala + dengan pinhole membaik  gangguan refraksi • Koresi dengan lensa sferis positif visus jadi 6/6  ditemukan pada kondisi hipermetropia

• Astigmatisme  cahaya masuk kedalam mata secara parallel tidak difokuskan pada satu titik di retina, kornea berbentuk seperti bola rugby, kekuatan refraksi di kedua meridian berbeda • Anisometropia  kondisi perbedaan gangguan refraksi kedua mata belum terkoreksi, memiliki risiko jadi amblyopia • Presbiopia  kurangnya daya akomodasi mata pada usia lanjut, membutuhkan koreksi lensa positif • Miopia  near-sightedness, cahaya masuk difokuskan di depan retina, butuh koreksi lensa sferis negatif

HIPERMETROPIA • Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina (di belakang makula lutea) • Etiologi : – sumbu mata pendek (hipermetropia aksial), – kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia kurvatur), – indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia refraktif)

• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala, silau, rasa juling atau diplopia Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas

HIPERMETROPIA •







Pengobatan : Pemberian lensa sferis positif akan meningkatkan kekuatan refraksi mata sehingga bayangan akan jatuh di retina koreksi dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6), hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Jika diberikan dioptri yg lebih kecil, berkas cahaya berkonvergen namun tidak cukup kuat sehingga bayangan msh jatuh dibelakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh tepat di retina. Contoh bila pasien dengan +3.0 atau dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25 Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

100

• Wanita 25 tahun nyeri kepala selama 3 bulan terakhir • Mata pasien dapat dikoreksi dengan lensa -8.00 D untuk mata kiri dan lensa -2.00 D untuk mata kanan DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  ANISOMETROPIA JAWABAN:

B. ANISOMETROPIA

• Keluhan nyeri kepala akibat gangguan refraksi  pada mata ditemukan perbedaan gangguan refraksi: – OS: koreksi lensa - 8.00 D – OD: koreksi lensa - 2.00 D

• Sesuai dengan definisi kondisi anisometropia

• Astigmatisme  cahaya masuk kedalam mata secara parallel tidak difokuskan pada satu titik di retina, kornea berbentuk seperti bola rugby, kekuatan refraksi di kedua meridian berbeda • Hemeralopia  night blindness pada xeroftalmia • Heterotropia  strabismus, yakni adanya deviasi mata sebabkan mata tidak segaris satu sama lain, karena ganguan koordinasi otot ekstraokular

Anisometropia • Definition: a difference in refractive error between their two eyes • Children who have anisometropia are known to be at risk of amblyopia. • However there is considerable variability among professional groups and clinician investigators as to which aspects of refractive error should be used to define anisometropia Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436

Anisometropic & Amblyopia • When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D, the more myopic eye was almost always the sighting dominant eye. • Anisometropic amblyopia is the second most common cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases and present concomitantly with strabismus in an additional 24% of clinical populations.) • Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus between the two eyes causes chronic blur on one retina. • Anisometropic amblyopia can occur with relatively small amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism. • Larger amounts of anisomyopia are necessary for amblyopia to develop. Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology & http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology 2006;113:895–903

Antimetropia No.

Terms

Definition

1

Antimetropia

a sub‐classification of anisometropia, is a rare refractive condition in which one eye is myopic and the fellow eye is hyperopic

2

Anisometropia

unequal, uncorrected refractive error (e.g., astigmatism > 1.50 D; hyperopia > 1.00 D; myopia > than 3.00 D

3

Anisekonia (unequal images)

It is a binocular condition, so the image in one eye is perceived as different in size compared to the image in the other eye.

4

Myopia

Near-sightedness, also known as short-sightedness and myopia, is a condition of the eye where light focuses in front of, instead of on, the retina.

5

Amblyopia

The medical term used when the vision in one of the eyes is reduced because the eye and the brain are not working together properly. The eye itself looks normal, but it is not being used normally because the brain is favoring the other eye. This condition is also sometimes called lazy eye

101

• Laki-laki 50 tahun mata terdapat selaput berwarna merah hingga tepi anak matanya • Bekerja sebagai tukang kebun, sering terpapar matahari • Matanya sering berair dan mengganjal • Jaringan fibrovascular berbentuk segitiga dari bagian nasal hingga melewati limbus kornea ke tepi pupil mata

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  PTERIGIUM JAWABAN:

C. PTERIGIUM GRADE III

• Pasien laki-laki terdapat: – Mata berair dan mengganjal

– Jaringan fibrovascular berbentuk segitiga dari bagian nasal hingga lewati limbus ke tepi pupil mata

• Sesuai kondisi pterygium derajat III • Faktor resiko: paparan radiasi sinar UV

• Pada pterygium grade II melewati limbus kornea namun tidak lebih dari 2 mm (tidak melewati tepi pupil)

• Pinguecula  benjolan berwarna kekuningan pada konjungtiva, namun tidak tumbuh melewati kornea • Pseudopterigium  pelekatan konjungtiva ke korena perifer, biasanya karena inflamasi sebelumnya, bisa di berbagai kuadran kornea

Pterigium • Berasal dari Bahasa Yunani, yaitu pterygos yang artinya sayap kecil. • Pertumbuhan fibrovaskular yang bersifat degenerative dan invasive – biasanya berbentuk segitiga, tumbuh dari bagian nasal atau temporal konjungtiva yang meluas hingga ke area kornea sehingga puncak segitiga berada di kornea. • Mudah meradang • Etiologi: – iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas

• Faktor risiko: – Radiasi ultraviolet (terutama UV-B) – Genetik – Pajanan debu atau iritan

Pterigium: Tanda dan Gejala • Pada tahap awal biasanya asimtomatik, namun bisa juga teradapat tanda-tanda dry eye: – mata iritatif, – mata merah, – perasaan mengganjal pada mata

• Progresif – jaringan fibrovaskular semakin besar, terlihat jelas, – Astigmatisma (akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium), – tajam penglihatan menurun

• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan pterigium

DERAJAT PTERIGIUM • Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea • Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea • Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak • melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) • Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan

102

• Bayi laki-laki berusia 7 hari keluhan mata merah dan bernanah sejak 2 hari yang lalu • Konjungtiva hiperemis, secret mukopurulen, dan adanya follicular hipertrofi • Pewarnaan Giemsa ada inocular bodies yang berwarna ungu

ETIOLOGI PENYAKIT MATA… DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS NEONATORUM JAWABAN:

C. CHLAMYDIA TRACHOMATIS

• Neonatus usia 7 hari  mata merah bernanah + konjungtiva hiperemis + secret mukopurulen + folikular hipertrofi  konjungtivitis neonatorum curiga infeksi bakterial • Pewarnaan Giemsa pada secret  badan inklusi warna ungu  ditemukan pada konjungtivitis oleh Chlamydia trachomatis

• Neisseria gonorrhoeae  biasanya muncul 5 hari pertama, secret purulent bilateral, ditemuakn adanya diplokokkus Gram negative intraseluler • Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Haemophilus sp  onset 2-5 hari, biasanya unilateral, secret purulent, krusta

KONJUNGTIVITIS NEONATAL • Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery • Cause: – Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari) – Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari) – S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari) • Mucopurulent discharge • Chlamydial  less inflamed  eyelid swelling, chemosis, and pseudomembrane formation • Complication in chlamydia infection  pneumonia (10-20% kasus) • Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than gonococcal  caused by eyelid scarring and pannus • Terapi konj. Klamidial  oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid) for 14 days (because of the significant risk for life-threatening pneumonia) http://emedicine.medscape.com/article

Neisseria gonorrhoeae

Chlamydia trachomatis

• • • • • •

• • •

• •

manifests in the first five days of life marked bilateral purulent discharge local inflammation  palpebral edema Complication  diffuse epithelial edema and ulceration, perforation of the cornea and endophthalmitis Gram-negative intracellular diplococci on Gram stain Culture  Thayer-Martin agar

• •



5 to 12 days after birth Mucopurulent discharge less inflamed  eyelid swelling, chemosis, and pseudomembrane formation Complication  pneumonitis (range 2 weeks – 19 weeks after delivery) Blindness rare and much slower to menifest caused by eyelid scarring and pannus

Konjungtivitis Inklusi/Klamidia • Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis. • Gejala dan tanda : – Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari) – Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior) – Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang

Pemeriksaan Mikroskopis • Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa • Tidak selalu ditemukan • Pada sediaan pulasan Giemsa, inklusi tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti sel epitel.

103

• Wanita 50 tahun keluhan mata kanan terasa nyeri dan perih, kemerahan • Konjungtiva hiperemis serta infiltrate kornea abu-abu, tepi tidak rata, disertai lesi satelit (+) • Hipopion PENYEBAB…

DIAGNOSIS  KERATITIS FUNGAL JAWABAN:

B. INFEKSI JAMUR

• Pada pasien terdapat keluhan mata merah dan nyeri, dengan gambaran: – Infiltrat kornea abu-abu, tepi tidak rata – Lesi satelit  khas di jamur – Hipopion

• Sesuai dengan kondisi keratitis/ulkus fungal  disebabkan infeksi jamur

• Infeksi virus  secret serous, pada HSV (etiologic tersering) bisa ada lesi dendritik • Infeksi streptokokus, stafilokokus  secret mukopurulen, kelopak mata menempel, destruksi cepat kornea dalam 24-48 jam

KERATITIS/ULKUS FUNGAL (ULKUS JAMUR) • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang karena saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

104

• Wanita 33 tahun mata merah serta nyeri • Konjungtiva hiperemis • Pemeriksaan fluorescein didapatkan ulkus bergaung serta infiltrat berbentuk dendritik (+) PENYEBAB… DIAGNOSIS  KERATITIS HERPES SIMPLEKS JAWABAN:

A. INFEKSI HSV

• Keluhan mata merah dan nyeri  konjungtiva hiperemis + pemeriksaan fluorescein ditemukan ulkus bergaung  keratitis • Temuan infiltrate dendritic  khas pada keratitis herpes simpleks

• Pada keratitis herpes simplex bisa dirasakan nyeri pada mata. Namun bila terjadi rekurensi (cukup umum), bisa sebabkan hypoesthesia kornea • Penyebab  infeksi HSV

• Infeksi bakteri Streptococcus  secret mukopurulen dan kelopak mata menempelm destruksi kornea cepat • Alergi  biasanya sebabkan konjungtivitis, ada mata merah, secret mucoid, dapat ditemukan giant papilla pada konjungtivitis atopi • Infeksi chlamydia  secret mukopurulen lengket, bisa sebabkan trakoma (awalnya konjungtivitis folikular kronik, berkembang jadi bentuk parut konjungtiva hingga parut kornea), ada Herbert’s pits patognomonik pada trakoma • Acanthamoeba  secret mukopurulen lengket, biasanya berkaitan dengan pengguna lensa kontak yang berenang di kolam renang umum, bisa ditemukan lesi pseudodendritik multiple, bisa ada ring infiltrate di kornea

Keratitis Herpes Simpleks •

Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren. • Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan. • Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti banyak. • Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa . • Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR • Patients with herpes simplex virus (HSV) keratitis may report the following: Pain, Photophobia, Blurred vision, Tearing, Redness

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007 https://emedicine.medscape.com/article/1194268-clinical

• Tanda dan gejala: – Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang signifikan. – Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata, penurunan penglihatan, demam. – Multiple recurrences may result in corneal hypoesthesia or anesthesia, ulceration, permanent scarring, and decreased vision. – Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat bilateral – Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion -dendritic ulcer -- Geographic ulcer • Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi. • Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007

105

• Pria 25 tahun penurunan tajam penglihatan kiri setelah terkena bola tenis 1 hari yang lalu • Mata merah dan pegal • Visus mata kiri 6/48 • Hematoma palpebral, perdarahan subkonjungtiva, khemosis, peningkatan TIO, perdarahan setinggi ½ tinggi COA, reflex pupil positif, lensa jernih

PENYEBAB PENURUNAN VISUS… DIAGNOSIS  TRAUMA MEKANIK BOLA MATA JAWABAN:

E. HIFEMA

• Pada pasien  kejadian trauma pada bola mata setelah terkena bola tenis  penurunan tajam penglihatan • Pada pasien terdapat: – Hematoma palpebra – Perdarahan subkonjungtiva  umumnya tidak sebabkan penurunan visus, tapi harus evaluasi funduskopi lanjut – Khemosis konjungtiva  inflamasi pada konjungtiva, sebabkan khemosis, namun tidak berperan dalam penurunan visus – Peningatan TIO  bisa efek dari perdarahan COA atau hifema – Perdarahan setinggi ½ COA  Hifema grade 2  menutupi pupil pada aksis penglihatan  penurunan visus

• Sesuai dengan kondisi penurunan visus akibat Hifema

Hifema • Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata depan, antara kornea dan iris • Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau badan siliaris anterior • Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada pembuluh darah • Diagnosis: 1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema 2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit lamp 3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase akut 5 hari

Hifema Gejala&Tanda: • + darah COA dan peningkatan TIO • Penurunan visus • Nyeri mata dengan konstriksi pupil pada penyinaran cahaya langsung dan konsensual  fotofobia • Tanda ruptur bola mata  emergency!!! – Penurunan visus signifikan – Pupil eksentrik – Penurunan/Peningkatan kedalaman bilik mata depan signifikan – Keluarnya vitreous – Prolaps eksternal uvea atau struktur internal lainnya – Perdarahan subkonjungtiva luas – Seidel’s sign  menilai kebocoran COA dengan fluoresensi

• Kerusakan struktur sekitar:  Abrasi kornea  Anisokoria dan iridodialisis  Subluksasi lensa & gangguan mobilitas lensa (fakodonesis)  Gangguan sudut mata  glaukoma sudut terbuka/tertutup  Sinekia • Diagnostik • Inspeksi visual  penlight dan slit lamp • Cek Faktor predisposisi: sickle cell hemoglobinopathy, gangguan pembekuan darah, dll • Imaging: • CT orbital  curiga open globe, benda asing, fraktur orbita • Ultrasound biomicroscopy Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.

Penyebab Hifema Traumatik • Trauma tumpul  peningkatan TIO, stretching bola mata & tekanan dari posterior disalurkan ke sekitar iris  “robekan” stuktur pada sudut COA  perdarahan badan siliar atau iris • Trauma Penetrasi  kerusakan langsung daerah iris



Hifema spontan  bisa perdarahan spontan atau trauma minor pada pasien risiko perdarahan, seperti: • Rubeosis iridis (penderita retinopati diabetes, central retinal vein occlusion, carotid occlusive disease) • Tumor intra ocular • Tumor iris (juvenile xanthogranuloma) • Keratouveitis (herpes zoster) • Leukemia • Gangguan pembekuan darahHemofilia • Penggunaan anti platelet (aspirin, warfarin). • Melanoma iris, retinoblastoma, tumor lainnya

Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.

106

• Laki-laki 32 tahun penglihatan kabur pada mata sebelah kanan sejak 1 hari yang lalu secara tiba-tiba • Seperti melihat tirai bambu yang melayang-layang • Tidak ada nyeri maupun mata merah. • OD 1/300 tidak terkoreksi, OS 1/60 terkoreksi dgn S -7,00 = 6/6

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  ABLASIO RETINA JAWABAN:

D. ABLASIO RETINA

• Pasien dengan visus turun mendadak, mata tenang  keluhan seperti melihat tirai bamboo melayang-layang, tanpa nyeri  curiga ablasio retina • Kondisi visus OD 1/300 tidak terkoreksi  bukan gangguan refraktif • Ada factor resiko myopia tinggi  kelengkungan bola mata ekstrem  terjadi retinal detachment • Klinis dan factor resiko  sesuai kondisi Ablasio Retina

• Ulkus kornea  adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea • Retinitis Pigmentosa  pada funduskopi dapat ditemukan deposit bercak kehitaman, penurunan visus perlahan • Episkleritik  inflamasi episklera, ada rasa nyeri ringan-sedang, keluar air mata, tidak pengaruhi visus

Ablasio Retina • Definition : – Multilayer neurosensory retina separates from the underlying retinal pigment epithelium and choroid.

• This separation can occur passively due to accumulation of fluid between these two layers, or it may occur actively due to vitreous traction on the retina, such as with diabetic traction retinal detachment. • Separation between the neurosensory retina and the underlying choroidal circulation results in ischemia and rapid and progressive photoreceptor degeneration • Retinal detachments can be : – Rhegmatogenous (caused by a break in the retina; “rhegma” is Greek for tear) – Nonrhegmatogenous (caused by leakage or exudation from beneath the retina [exudative retinal detachment] – Vitreous traction pulling on the retina [traction retinal detachment]).

Ablasio Retina • Anamnesis: – Riwayat trauma – Riwayat operasi mata – Riwayat kondisi mata sebelumnya (cth: uveitis, perdarahan vitreus, miopia berat) – Durasi gejala visual & penurunan penglihatan

• Gejala & Tanda: – Fotopsia (kilatan cahaya)  gejala awal yang sering – Defek lapang pandang  bertambah seiring waktu – Floaters

• Funduskopi : adanya robekan retina, retina yang terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis vitreous atau fibrosis preretinal bila ada traksi. Bila tidak ditemukan robekan kemungkinan suatu ablasio nonregmatogen

Pathogenesis Myopia Tinggi menjadi Retinal Detachment

Myopia yang tinggi menyebabkan kelengkungan bola mata yang ekstrim sehingga menyebabkan Robekan di retina, robekan tersebut terisi oleh cairan vitreous yang terus menerus yang menggese Lapisan retina dan membuat robekan semakin luas Shroff Eye Centre. 2012

107

• Bayi laki-laki berusia 6 bulan mata kanannya berair terus dan keluar sekret berwarna kekuningan • Tampak secret berwarna kekuningan pada punctum ductus nasolakrimalis kanan, bengkak kemerahan di regio inframedial DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  DAKRIOSISTITIS JAWABAN:

A. DAKRIOSISTITIS

• Bayi laki-laki dengan epifora OD + keluar secret kekuningan pada punctum ductus nasolakrimalis kanan (pus punctum lacrimal) + tanda radang (bengkak dan kemeraha) di inferomedial  sesuai dengan kondisi dakriosistitis

• Dakrioadenitis  biasanya ada pembengkakan di supratemporal orbita dan lobus palpebral • Obstruksi ductus nasolakrimalis  epifora saja, namun tidak sampai keluar secret kekuningan atau pus dan punctum nasolakrimalis

DAKRIOSISTITIS •



Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies, after trauma or due to granulomatous diseases. Clinical features : – epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth



Diagnosis : – Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin abcess; – Anel test (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. – Swab and culture



Treatment : – Systemic and topical antibiotic, irrigation of lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy

Dakriosistitis

108

• Laki-laki 50 tahun penglihatan mata kiri kabur mendada • Riwayat hipertensi tidak terkontrol dan hiperkolesterolemia • Visus OS 1/60, pinhole tetap • Funduskopi didapatkan flame hemorrhage (+) di keempat kuadran, hard exudate (+), cotton wool spot (+)

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  CENTRAL RETINAL VEIN OCCLUSION JAWABAN:

B. CENTRAL RETINAL VEIN OCCLUSION

• Mata tenang visus turun mendadak dengan temuan mengarah pada CRVO, yakni – Visus OS 1/60 pinhole tetap – Flame hemorrhage di ke-4 kuadran – Hard exudate – Cotton wool spot

• Usia 50 tahun + Riwayat HT tidak terkontrol serta hiperkolesterolemia  factor resiko CRVO

• Amaurosis fugax  kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular • Central retinal artery occlusion  penurunan visus mendadak, amaurosis fugax, bisa ada cherry red spot hingga berlanjut temuan appil atrofi kemudian • Ablasio retina  seperti tertutup tirai, gejala fotopsia dan floaters diawal • Retinopati hipertensif  mata tenang visus turun perlahan, tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema papil, copperwire, silverwire

OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION) • Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak.

• Predisposisi : – – – – –

Usia diatas 50 thn Hipertensi sistemik 61% DM 7% -Kolestrolemia TIO meningkat Periphlebitis (Sarcouidosis, Behset disease) – Sumbatan trombus vena retina sentralis pada daerah posterior lamina cribrosa)

Central Retinal Vein Occlusion • Findings – Dilated and tortuous retinal veins – Swollen optic disc – Intra-retinal hemorrhages – Retinal edema

All four quadrants

Central Retinal Vein Occlusion

• Non-ischemic CRVO – Less dilation and vascular tortuosity – Dot and flame hemorrhages in all quadrants – Less or no disk swelling – Angiogram shows • Delayed A-V transit time • Leakage • Minimal capillary dropout

– Neovascularization is rare

Central Retinal Vein Occlusion

• Ischemic CRVO – – – –

Extensive hemorrhage Retinal edema Marked venous dilation Cotton-wool spots

– Angiogram show

• Widespread capillary nonprofusion

– Visual prognosis poor

• Only 10% have >20/400 vision

– NVI (neovascularization of iris)

• As high as 60% of eyes • Occurs 3-5 months post occlusion – “the three month glaucoma”

Defini dan gejala Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli Oklusi vena sentral retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak. Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio retina

suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters, photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati hipertensi

suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire

Amaurosis Fugax

Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular

109

• Anak perempuan 2 tahun mata kanannya terlihat warna putih ketika anak di foto dengan kamera • Pada pemeriksaan mata didapatkan cat’s eye reflex DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  RETINOBLASTOMA JAWABAN:

B. RETINOBLASTOMA

• Anak usia 2 tahun dengan warna putih di mata kanan  cat’s eye reflex/ leukocoria  sering ditemukan pada kondisi retinoblastoma • Retinoblastoma  kondisi keganasan intraocular paling sering

• Katarak congenital  perubahan pada kebeningan struktur lensa mata, pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir, tampak keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang • Macula kornea  kondisi autosomal resesif, ada distrofi stroma kornea sehingga bisa tampak opasitas putih keabuan pada stroma kornea • Korpus alienum  benda asing pada mata, biasanya ada riwayat trauma • Strabismus  juling/ kondisi mata tidak sejajar satu sama lain

Retinoblastoma • • •

• •

Tumor ganas intraokular masa kanak yg paling sering Puncak insidens antara usia 1-2 tahun Berasal dari retinoblas yang kehilangan fungsi gen supresor tumor Rb. Lebih dari 90% kasus merupakan sporadik. Gambaran histologis: pola abnormal retinoblasts : Flexner– Wintersteiner rosettes, HomerWright rosettes, dan fleurettes.

Clinical features •

• •

• • • •

Leukocoria (60%): The pupil of the eye appears white instead of red when light shines into it (known as "cat's eye reflex" or "white eye"). strabismus (20%) White, round retinal mass with endophytic (towards vitreous), exophytic (toward RPE/choroid), mixed, or diffuse infiltrating growth pattern. Pain or redness in the eye. An enlarged or dilated pupil Blurred vision or poor vision Different colored irises

Retinoblastoma

110

• Wanita 40 tahun mengalami penurunan penglihatan sejak 3 hari, nyeri dan mata merah berair • Didiagnosis alami lepra • Injeksi siliar, flare bilik mata depan (+), dan keratic presipitat (+) DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  UVEITIS ANTERIOR JAWABAN:

A. UVEITIS AKUT

• Pasien 40 tahun dengan mata merah visus turun dengan ciri sesuai pada kondisi uveitis anterior – Mata merah berair + nyeri – Injeksi siliar – Bilik mata depan: flare dan ada keratic presipitat

• Onset gejala 3 hari lalu  sesuai dengan kondisi uveitis akut • Faktor resiko  kelainan sistemik berupa lepra • Pada kasus, gejala mengarah ke uveitis anterior  tidak dipilih opsi B (uveitis posterior), opsi C (uveitis intermediate), dan opsi D (uveitis posterior dan intermediate)

• Choroiditis dan vitritis  posterior uveitis, penglihatan kabur tanpa nyeri dan mata merah • Pars planitis  peradangan pars plana termasuk dalam intermediate uveitis dimana inflamasi pada vitreous, bisa diikuti vitritis. Gejala penurunan visus tanpa nyeri dan mata merah, ditemukan bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jar. fibrovaskular (snowbank) • Endophtalmitis  mata merah visus turun, inflamasi pada uvea dan retina, bisa ada hipopion dan edema konjungtiva

UVEITIS •Uveitis : –inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang dapat menimbulkan kebutaan. –Di negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif adalah akibat uveitis

Klasifikasi • The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis Nomenclatur (SUN) membagi uveitis berdasarkan anatomi, etiologi, dan perjalanan penyakit • Anatomi : – uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan panuveitis

• Etiologi: – infeksi (bakteri, virus, jamur, dan parasit), non-infeksi, dan idiopatik.

• Perjalanan penyakit – Akut (onset mendadak dan durasi kurang dari empat minggu), – Rekuren (episode uveitis berulang), – Kronik (uveitis persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah pengobatan dihentikan), dan – Remisi (tidak ada gejala uveitis selama tiga bulan atau lebih)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Uveitis Anterior • Inflamasi pada iris (iritis) dan badan siliar (siklitis). Bila dua-duanya disebut iridosiklitis Etiologi: • Kelainan Sistemik – Lepra, Rheumatoid Arthritis, spondiloartropati, artritis idiopatik juvenil, kolitis ulseratif, penyakit chron, penyakit whipple

• Infeksi – virus herpes simpleks (VHS), virus varisela zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

Diagnosis Uveitis Anterior • Gejala Klinis : – mata merah – visus turun akibat kekeruhan cairan akuos dan edema kornea walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edema kornea – Nyeri tumpul berdenyut, dan fotofobia akibat spasme otot siliar dan sfingter pupil – Jika disertai nyeri hebat, perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. – Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis dan memicu sinekia posterior.

• Tanda – injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris posterior longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahi iris serta badan siliar. – Bilik mata depan : pelepasan sel radang, pengeluaran protein (cells and flare) dan endapan sel radang di endotel kornea (presipitat keratik). – Presipitat keratik halus  inflamasi nongranulomatosa; – Presipitat keratik kasar  inflamasi granulomatosa

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016

KULIT & PARASIT

111

• Perempuan, 25 tahun, keluhan gatal-gatal dan kemerahan di siku, lutut dan pantatnya sejak 5 bulan ini • Disertai ketombe yang muncul bersamaan dengan gatal-gatal dan kemerahan di tubuhnya. • PF: skuama tebal berlapis DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS JAWABAN:

C. PSORIASIS VULGARIS

• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis vulgaris karena terdapat gejala: – Perempuan, 25 tahun – gatal-gatal dan kemerahan di ekstremitas ekstensor (siku, lutut), lumbosacral (pantat) dan scalp (ketombe) sejak 5 bulan ini – PF: skuama tebal berlapis

• Dermatitis seboroikPada dermatitis seboroik, skuama yang ditemukan berupa skuama kuning dan beminyak • Tinea korporis tanda khasnya adalah adanya central healing dgn bagian tepi lebih aktif • Liken planus kelainan inflamatorik kronik pada kulit, mukosa, kuku, dan rambut dgn ciri 4P  Pruritic, Purple, Polygonal, Papules or plaques, dgn ada garis putih (Wickhams striae), tanpa adanya skuama • Dermatitis atopixerosis hingga likenifikasi pada daerah predileksi yakni lipatan fleksura terutama antecubiti dan fossa poplitea serta bokong dan paha.

Psoriasis Vulgaris • Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan • Predileksi  Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral • Patofisiologi: – Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

Psoriasis Vulgaris Tanda dan Gejala: • Perburukan lesi skuama kronik • Onset cepat pada banyak area kecil dengan skuama dan kemerahan • Baru terinfeksi radang tenggorokan (streps), virus, imunisasi, obat antimalaria, trauma • Nyeri (terutama pada kasus psoriasis eritrodermis atau pada sendi yang terkena arthritis psoriasis) • Pruritus • Afebril • Kuku distrofikpitting nail • Ruam yang responsif terhadap steroid • Konjungtivitis atau blepharitis • Geographic tongue Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas Tanda

Penjelasan

Fenomena tetesan lilin

Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.

Fenomena Auspitz

Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kobner

Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.

Tipe Psoriasis Tipe • Bentuk paling umum Plak Psoriasis • Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati) • •

Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering terkena trauma Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah

Psoriasis • Tersering kedua • Lesi berbentuk titik/ plak kecil seperti tetesan air Gutata •

Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan dari infeksi streptokokus.

Inverse • Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit Psoriasis • Tampak licin dan mengkilat •

Dapat muncul bersama tipe lain

Psoriasis • Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan Pustular • Isi pus adalah sel darah putih • •

Tidak menular Paling sering muncul di tangan dan kaki

• Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi Nail tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel) Psoriasis

112

• Laki-laki, 30 tahun, keluhan bercak merah bersisik tebal bentuk oval pada daerah siku dan lutut • PF: pitting nail (+) • Dermatologi: adanya plak eritema disertai skuama tebal yang berlapis-lapis seperti mika KELAINAN PADA STATUS GENERALISATA YANG DAPAT DITEMUKAN…

DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS JAWABAN:

C. GEOGRAPHIC TINGUE

• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis vulgaris karena terdapat gejala: – Laki-laki, 30 tahun, bercak merah bersisik tebal bentuk oval pada daerah siku dan lutut – PF: pitting nail (+) – Dermatologi: adanya plak eritema disertai skuama tebal yang berlapis-lapis seperti mika

• Pada psoriasis, manifestasi ekstra kutan yang dapat ditemukan adalah adanya Geographical Tongue

• Cradle cap manifestasi dermatitis seboroik yang berat pada bayi, biasanya pada bayi baru lahir • Fascies leonina, Claw hand, Drop footkomplikasi pada lepra

Psoriasis Vulgaris Tanda dan Gejala: • Perburukan lesi skuama kronik • Onset cepat pada banyak area kecil dengan skuama dan kemerahan • Baru terinfeksi radang tenggorokan (streps), virus, imunisasi, obat antimalaria, trauma • Nyeri (terutama pada kasus psoriasis eritrodermis atau pada sendi yang terkena arthritis psoriasis) • Pruritus • Afebril • Kuku distrofikpitting nail • Ruam yang responsif terhadap steroid • Konjungtivitis atau blepharitis • Geographic tongue Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

113

• Wanita 25 tahun, keluhan kulit kering dan terkelupas pada daerah perut, dan punggung sejak 6 bulan yang lalu. • PF: adanya lesi berupa makula eritem, plak dengan ukuran multipel dengan lesi skuama berwarna keputihan yang berlapis SEDIAAN OBAT…

DIAGNOSIS  PSORIASIS VULGARIS JAWABAN:

C. SALEP

• Diagnosis pasien ini adalah Psoriasis vulgaris karena terdapat gejala: – Keluhan kulit kering dan terkelupas pada daerah perut, dan punggung sejak 6 bulan yang lalu. – PF: adanya lesi berupa makula eritem, plak dengan ukuran multipel dengan lesi skuama berwarna keputihan yang berlapis

• Pada pasien ini, tampak terdapat kulit kering, terkelupas dengan skuama yang tebal (berlapis) di bagian perut dan punggung (tidak daerah lipatan atau daerah yang berambut) • Pada kulit seperti ini, maka sediaan obat yang tepat adalah Salep, karena memiliki efek emolien yang lebih baik daripada krim, dan daya penetrasi yang kuat • Salah satu bahan dasar salep adalah senyawa hidrokarbon, contohnya petrolatum

• Gel tidak dipilih karena tidak memiliki efek emolien, bahkan sebaliknya dapat menyebabkan makin kering • Krimtidak dipilih karena efek emolien tidak sekuat salep • Bedak dan Bedak kocok tidak dipilih krn daya penetrasinya lemah, cocok untuk kelainan kulit yang superfisial

Treatment of Psoriasis (Fitzpatrick) • Avoid environmental trigger: stress, alcohol, drugs. • Treatments extensive, include emollients, salicylic acid, coal tar, anthralin, corticosteroids, methotrexate • emollient creams, parafin, petrolatum, hydrogenated oils reduce scaling, best applied after bathing • Salicyclic acid is a keratinolytic, softens scales. • Coal tar and corticisteroids are anti-inflammatory and reduce proliferation • Used in combination with UV light (Goekerman regimen)

Vehikulum Topikal • Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. • Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok: cairan, bedak, dan salep. • Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. • Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. | MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

Salep • Sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun mukosa. • Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk likeni kasi, hiperkeratosis, dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih. • memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama tanpa mengering. • Penetrasi paling kuat • Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.

Bedak • vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan, menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi • Bedak memberikan efek sangat superfisial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi. • Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan. • Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial • Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. | MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012

Zat Pembawa Bifasik • Krim – Sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk emulsi. – Krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-oil. – Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak sebagai medium pendispersi. – Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Bentuk yang paling sering dipilih dalam dermatoterapi. – Sediaan ini dapat dengan mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan bila mengenai pakaian. – Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa. Bisa dipakai untuk lesi yang luas – Kontaindikasi: dermatitis madidans

Vehikulum Lainnya • Gel – Sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil maupun besar yang terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent. – Bahan dasar tmsk bahan yang larut air (water soluble based) dan tidak mengandung minyak.  sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian, tidak memerlukan pengawet, dan kurang oklusif – Konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal. – sediaan gel memilliki keistimewaan mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim, Sangat baik dipakai untuk area berambut, Disukai secara kosmetika. – Kekurangan: efek protektifnya yang rendah  bukan untuk emolien, dapat menyebabkan kulit kering + panas bila kandungan alkoholnya tinggi.

• Linimen/ pasta pendingin (campuran cairan, bedak, salep) – Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.

Jenis Vehikulum Topikal Vehikulum

Keterangan

Solusio



Bedak kocok (Losio)

Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta dermatosis pada keadaan sub akut

Bedak

pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial, mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah

Salep/ointment

dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih

Krim

indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan tidak mengotori baju), dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh digunakan di daerah yang berambut

membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai • tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih

114

• Anak, 10 tahun, keluhan gatal di anusnya, sudah 2 minggu yang lalu • gatal memberat dan mengganggu tidur kalau malam hari • PF Anal: eksoriasis dan didapatkan sesuatu berwarna putih berbentuk silinder ukuran ± 1 cm dan bergerakgerak

PEMERIKSAAN PENUNJANG…

DIAGNOSIS  OXYURIASIS JAWABAN:

B. GRAHAM SCOTCH ADDESIVE TAPE

• Diagnosis pasien ini adalah Oxyuriasis karena terdapat gejala: – Anak, 10 tahun, keluhan gatal di anusnya, sudah 2 minggu yang lalu – gatal memberat dan mengganggu tidur kalau malam hari – PF Anal: eksoriasis dan didapatkan sesuatu berwarna putih berbentuk silinder ukuran ± 1 cm dan bergerak-gerak

• Pada oxyuriasis, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Graham scotch addesive tape, untuk mendapatkan telur Oxyuris vermicularis

• Direct smear pemeriksaan langsung feses untuk melihat adanya trofozoit yang motil dan kista • Concentrate tidak ada pemeriksaan ini • Floating  tidak ada pemeriksaan ini • Harada mori pemeriksaan untuk menemukan Strongyloidosis stercoralis

Oksiuriasis (Cacing Kremi) • Nama lain: Enterobius vermicularis • Gejala – Gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur – Pemeriksaan: perianal swab dengan Scotch adhesive tape – Telur lonjong dan datar pada satu sisi, bening DOC: Mebendazole 500 mg SD Alternatif: Albendazole 400 mg SD Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB 2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama

Nama cacing Ascaris lumbricoides

Cacing dewasa

Telur Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi, berisi unsegmented ovum

Taenia solium

kulit radial dan mempunyai 6 kait didalamnya, berisi onkosfer dan embriofor

Enterobius vermicularis

ovale biconcave dengan dinding asimetris berisi larva cacing

Ancylostoma duodenale Necator americanus

ovale dengan sitoplasma jernih berisi segmented ovum/ lobus 4-8 mengandung larva

Schistosoma haematobium

coklat kekuningan, duri terminal, transparan, ukuran 112-170 x 40-70 µm

Trichuris trichiura

Tempayan dengan 2 operkulum atasbawah

DOC Antihelmintik JENIS CACING

DOC ANTIHELMINTIK

Keterangan

Ascaris lumbricoides

1. Albendazol 400 mg PO SD 2. Mebendazol 2x100 mg selama 3 hari atau 500 mg PO SD 3. Pyrantel Pamoat 10 mg/kg PO

Pada infeksi gabungan askaris dan cacing tambang  DOC: Albendazol

Cacing Tambang (ancylostoma Duodenale & Necator Americanus)

1. Albendazol 400 mg PO SD 2. Mebendazole 2x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg SD PO

Trichuris Trichiura

1. Mebendazol 500 mg PO SD atau 2x100 selama 3 hari 2. Albendazole 400 mg PO qDay x 3 days

Schistosoma japonicum, S. mekongi • • Schistosoma mansoni, S. hematobium, S intercalatum

Prazikuantel 60 mg/kg PO dibagi 3 dosis selama satu hari Prazikuantel 40 mg/kg PO dibagi 2 dosis selama satu hari

Enterobius vermicularis

Semua rejimen diulang dalam waktu 2 minggu 1. Mebendazol 100 mg PO SD 2. Albendazol 400 mg PO SD 3. Pyrantel Pamoat 11 mg/kg PO

Taeniasis (T. Solium & Saginata)

1. Prazikuantel 5-10 mg/kg SD 2. Niclosamide 2 g PO SD (adults) and 50 mg/kg orally PO SD (children).

Cysticercosis (T. Solium)

Albendazole 15 mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10-14 hari ± Prazikuantel 50-100 mg/kg/d divided q8hr PO for 14 days

115

• Wanita, 27 tahun, keluhan pada ketiaknya benjolan yang lama-kelamaan mengeluarkan nanah • PF: nodus yang kemudian melunak menjadi abses dan memecah membentuk fistel dan sinus yang multiple. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  HIDRAADENITIS SUPURATIVA JAWABAN:

D. HIDRAADENITIS SUPURATIVA

• Diagnosis pasien ini adalah Hidraadenitis Supurativa karena terdapat gejala: – Adanya benjolan pada ketiak yang mengeluarkan nanah – PF: nodus yang kemudian melunak menjadi abses dan memecah membentuk fistel dan sinus yang multiple.

• Karbunkel kumpulan dari beberapa furunkel, tidak membentuk fistel • Eriseplas ditandai dengan adanya eritema berwarna merah cerah, berbatas tegas. Predileksi: tungkai bawah, terdapat gejala konstitusi: demam, malaise, dan ada keterlibatan limfatik • Furunkel peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul • SelulitisInfiltrat difus kemerahan dengan batas tidak tegas

Hidradenitis suppurativa • Infeksi kelenjar apokrin kronik (dahulu), sekarang diperkirakan sebagai chronic follicular occlusive disease involving the follicular portion of folliculopilosebaceous units • Lokasi area aksila (tersering), perianal, perineal, inguinal,bokong, mammae, inframammae • Patogenesis: belum jelas, terkait follicular occlusion, follicular rupture, and an associated immune response • Faktor yang terkait: trauma mekanik, genetik, merokok, obesitas • Perlu dilakukan klasifikasi Hurley dan PA Scale (Hidradenitis Suppurativa Physician global asessment scale) untuk menentukan terapi Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62 | Uptodate 2019

Hidradenitis suppurativa •

Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi yang nyeri (+) lalu melunak menjadi abses, pecah membentuk fistel dan sinus yang multiple, hingga jaringan sikatriks • Tiga gambaran klinis utama yang mendukung diagnosis: – Lesi yang khas (beberapa nodul yang meradang yang dalam, tombstone comedo, saluran sinus, abses dan / atau skar fibrotik) – Lokasi khas (khususnya, aksila, pangkal paha, daerah inframammae; seringkali distribusi bilateral) – Relaps dan kronik



Pilihan Terapi: – antibiotik topikal dan/atau sistemik • Clindamycin 1% solution/gel 2x/hari selama 12 minggu dan/atau • Tetracycline 2x500 mg p.o untuk 4 bulan atau • Clindamycin 2x300 mg p.o dengan Rifampin 2x600 mg p.o selama 10 minggu

– – – –

TNF-alpha inhibitors: Adalimumab atau infliximab Zinc gluconate Kortikosteroid intralesi Intervensi bedah

Typical hidradenitis lesions. Inflammatory nodules in the right axillary region (A). Sinus tract on the left arm (B). Abscess and draining fistula on the right axilla (C). Tombstone comedone on the abdominal area (D). Fistula without drainage in the inguinal and proximal lower left leg regions (E). Inguinal, vulvar, and proximal lower legs severe retracting scars (F).

116

• Wanita ,usia 30 tahun keluhan keluar lendir berwarna kuning kehijauan dari kemaluannya, disertai rasa gatal dan perih sejak 3 hari yang lalu • Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan strawberry appearance pada portio dan lendir kuning kehijauan KUMAN PENYEBAB…

DIAGNOSIS  TRIKOMONIASIS JAWABAN:

A. TRICHOMONA VAGINALIS

• Diagnosis pasien ini adalah Trikomoniasis karena terdapat gejala: – keluar lendir berwarna kuning kehijauan dari kemaluannya, disertai rasa gatal dan perih sejak 3 hari yang lalu – Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan strawberry appearance pada portio

• Kuman penyebab trikomoniasis adalah Trichomona vaginalis

• Chlamydia Trachomatis menyebabkan limfogranuloma venereum yang ditandai adanya pembesaran KGB inguinal yang disebut bubo bertingkat • Oxyluris Vermicularistdk menyebabkan adanya vaginal discharge • Neisseria Gonnorhea ditandai dgn adanya duh tubuh purulent dgn pemeriksaan mikroskpik dapat ditemukan diplokokus gram negatif • Candida Albicanskeluhan gatal yang amat sangat, bau duh tubuh asam dan tampak berwarnaputih kekuningan spt susu basi

Trikomoniasis •



Infeksi saluran urogenital bagian bawah oleh Trichomonas vaginalis, bisa bersifat akut/kronik, penularan biasanya melalui hubungan seksual (dapat juga melalui pakaian atau karena berenang) Gejala klinis: – Pada wanita: • Sekret vagina seropurulen berwana kekuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak, berbusa • Dinding vagina kemerahan, terdapat abses yang tampak sebagai granulasi berwarna merah (strawberry appearance), dispareunia, perdarahan pascakoitus, perdarahan intermenstrual

– Pada laki-laki: gambaran klinis lebih ringan, mirip uretritis nongonore



Pemeriksaan: – Sediaan basah : tropozoit bergerak aktif – Pemeriksaan pewarnaan Giemsa

• Pengobatan: – Topikal: cairan irigasi (H2O, asam laktat), supositoria/gel trikomoniasudal – Sistemik: metronidazol (2x 500 mg selama 7 hari atau 2 g single dose), tinidazol Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

TRIKOMONIASIS •

Oval, panjang 4-32 μm dan lebar 2,4-14,4 μm, memiliki flagella; Tidak memiliki bentuk kista • Discharge: Keputihan kuning-kehijauan, berbusa, berbau busuk • Gejala: Gatal, Dispareunia, Disuria • Pemeriksaan mikroskopik: motile trichomonads dan leukosit • Kultur: media Diamond • Ph 5-6 • Tanda khas: Strawberry cervix • Terapi Metronidazole (PPK Perdoski 2017) – 2 gram, dosis sekali minum (single dose; DOC CDC 2015) – 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari – Dapat digunakan untuk kehamilan trimester berapapun

Vaginal Discharge Patologi Candida

Trikomonas

BV

Gonorre

Chlamydia

Warna

Putih seperti santan

Kuning kehijauan

keabuan

Kuning keruh (pus)

Non spesifik, ada darah

Bau

Asam

Seperti ikan

Amis, ikan busuk

Purulen

mukopurulen

Serviks

Bercak putih menempel pada serviks

Strawberry cervix

Putih homogen, Edema melekat serviks

Edema serviks, rapuh

Px/

Pseudohifa, blastospora

Parasit berflagel

Clue cell

PMN > 30/LPB

Diplokokus gram (-) intrasel

Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016

117

• Pasien laki-laki usia 20 tahun, keluhan utama keluar nanah dari kemaluan • Tidak ada nyeri tekan perut bagian bawah • Pemeriksaan mikroskopis  banyak leukosit dan neutrofil, tidak ditemukan bakteri. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  URETRITIS NON GONOKOK JAWABAN:

A. URETRITIS NON GONOKOK

• Diagnosis pasien ini adalah Uretritis Non Gonokok karena terdapat gejala: – Pasien laki-laki keluar nanah dari kemaluan – Tidak ada nyeri tekan perut bagian bawah – Pemeriksaan mikroskopis  banyak leukosit dan neutrofil, tidak ditemukan bakteri.

• Sistitis akut dan sistitis intersisialtidak dipilih krn tidak terdapat keluhan saat BAK (dysuria,anyang2an) dan pada PF tidak ditemukan nyeri tekan perut bawah • Uretritis gonokok  tidak dipilih karena pada pemeriksaan tidak ditemukan bakteri • Prostatitis akut terdapat keluhan nyeri pada pelvis, dan keluhan saat berkemih, seperti dysuria, frekuensi, retensi urin disertai dgn gejala sistemik

Uretritis Non GO • Merupakan inflamasi pada uretra yang disebabkan oleh etiologi non-spesifik • Sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, Mycoplasma genitalium, Ureaplasma urealyticum, Trichomonas vaginalis, anaerobes, Herpes simplex virus (HSV) dan adenovirus • Gejalanya berupa discharge, dysuria dan atau nyeri pada uretra.

Diagnosis Uretritis Non GO • Diagnosis pada kasus ini dibuat berdasarkan temuan duh tubuh uretra yang mengindikasikan inflamasi namun pemeriksaan gram tidak menunjukkan adanya kuman gram negatif atau diplococcus • Semua laki-laki yang terkonfirmasi memiliki penyakit ini harus diuji untuk chlamydia dan gonorrhea • Temuan lain yang menyokong diagnosis adalah ditemukannya sel PMN pada urin atau MN jika penyebabnya infeksi virus • Pewarnaan Gram:

 Tidak dijumpai kuman gram negatif atau diplococcus

Urethritis NonGO (NGU) • Anamnesis Laki-laki: – Nyeri saat buang air kecil – Keluar duh tubuh uretra – Bisa asimtomatik



Perempuan: – Keputihan – 70-95% asimtomatik



Dapat terjadi komplikasi pada lakilaki yaitu epididimitis, orkitis, dan infertilitas serta komplikasi pada perempuan yaitu penyakit radang panggul, bartolinitis, infertilitas, perihepatitis (inflammation of the liver capsule and adjacent peritoneal surfaces).

• Pemeriksaan klinis Laki-laki: – Duh tubuh uretra spontan, atau diperoleh dengan pengurutan/massage uretra – Disuria – Dapat asimtomatik

• Perempuan: – Duh tubuh vagina – Duh tubuh endoserviks mukopurulen – Ektopia serviks disertai edema, serviks rapuh, mudah berdarah – Disuria, bila mengenai uretra – 70-95% asimtomatik

PPK Perdoski. 2017

Pemeriksaan Penunjang • Spesimen dari duh tubuh genital: – Sediaan apus Gram: • Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB (perempuan) • Tidak ditemukan etiologi spesifik

– Sediaanbasah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis – Tambahan: Pada infeksi chlamydia trachomatis, dengan pewarnaan giemsa bisa didapatkan badan inklusi intrasitoplasmik berwarna basofilik

• Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan cara: – Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) PPK Perdoski. 2017

neutrophilic conjunctivitis and epithelial cells with intra-cytoplasmic inclusion bodies (marked with arrow) characteristic of chlamydial infection.

Tatalaksana • Obat pilihan: – Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal (A,1) atau – Doksisiklin 2x100 mg/hari, peroral selama 7 hari (A,1)

• Obat alternatif – Eritromisin 4x500 mg/hari peroral selama 7 hari (A,1)

• Catatan: Doksisiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui, atau anak dibawah 12 tahun

PPK Perdoski. 2017

PPK PERDOSKI 2017

118

• Perempuan 25 tahun, keluhan tedapat banyak keluar cairan dari kemaluan • Laboratorium hasil gram negative, diplococcus

MEDIA PERTUMBUHAN…

DIAGNOSIS  URETRITIS GONOKOK JAWABAN:

B. AGAR THAYER MARTIN

• Diagnosis pasien ini adalah Uretritis Gonokok karena terdapat gejala: – Perempuan 25 tahun, keluhan tedapat banyak keluar cairan dari kemaluan – Laboratorium hasil gram negative, diplococcus

• Penyebab dari urethritis Gonokok adalah Neisseria gonorrhea • Media pertumbuhan untuk Neisseria gonorrhea adalah agar Thayer martin lebih spesifik untuk N. gonorrhea

• agar darah digunakan pada membedakan bakteri yang dapat menghemolisis darah • agar coklat dapat digunakan untuk menumbuhkan N. gonorrhoea, namun tidak spesifik, bakteri gram negative lain dapat tumbuh juga, sehingga lebih dipilih agar Thayer martin yang lebih spesifik • agar Lowenstein-Jensendigunakan untuk menumbuhkan Mycobacterium Tb • agar Saborauduntuk menumbuhkan jamur

Gonorrhea • Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji kopi, terletak intrasel Gejala klinis • Laki-laki:  Gatal pada ujung kemaluan  Nyeri saat kencing  Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan kental dari uretra • Perempuan:  Keputihan  Atau asimtomatik • Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual sebelumnya (coitus suspectus). PPK PERDOSKI 2017

Pemeriksaan Fisik Gonorrhea • Laki-laki:  Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria  Duh tubuh uretra mukopurulen  Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal  Infeksi pada faring biasanya asimtomatik • Perempuan:  Seringkali asimtomatik  Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion  Duh tubuh endoserviks mukopurulen  Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah  Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria • Komplikasi  Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas  Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas. PPK PERDOSKI 2017



Diagnosis : – NAAT (nucleic acid amplification testing)  pemeriksaan pilihan untuk diagnosis mikrobiologi – Pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram  diplokokus gram negatif intra/ekstraselular – Kultur dengan Agar Thayer Martin  tetap penting periksa terutama untuk kecurigaan resistensi – Tes oksidase  oksidase (+)

Media Kultur

Kegunaan

Mc-Conkey

Bersifat selektif dan diferensiasi. Untuk menumbuhkan bakteri gram negatif dan membedakan bakteri gram negatif yang dapat memfermentasi laktosa dengan yang tidak. Bakteri yang dapat memfermentasi laktosamemunculkan warna pink

TCBS (Thiosulfatecitrate-bile saltssucrose)

Media selektif untuk menumbuhkan Vibrio cholera dan jenis vibrio lainnya

Agar Darah

Untuk membedakan bakteri berdasarkan kemampuan menghemolisis darah

Saboroud Agar

Menumbuhkan jamur dermatofita dan jenis jamur lainnya

Thayer-Martin agar Untuk menumbuhkan Neisseria, yaitu Neisseria gonorrhoe dan Neisseria meningitidis

Tatalaksana Gonorrhea • • • • •

DOC: sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal Obat alternatif: Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal Jika sudah komplikasi bartolinitis, prostatitis:  DOC: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari  Obat alternatif:  Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari  Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari  Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari • Infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu bersamaan  sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk infeksi Chlamydia. PPK PERDOSKI 2017

119

• Pria, 20 tahun, keluhan bintik-bintik berair pada wajah, sejak 2 hari yang lalu disertai demam. • Awalnya pada daerah badan lalu ke tangan dan wajah • PF: papul dan vesikel diseluruh tubuh DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  VARISELLA JAWABAN:

A. VARISELLA

• Diagnosis pasien ini adalah Varisella karena terdapat gejala: – Pria, 20 tahun, keluhan bintik-bintik berair pada wajah, sejak 2 hari yang lalu disertai demam. – Awalnya pada daerah badan lalu ke tangan dan wajah – PF: papul dan vesikel diseluruh tubuh

• Herpes zoster vesikel hanya pada 1 sisi tubuh dan sesuai dermatome, dgn keluhan sangat nyeri dan panas • Impetigo bullosagambaran berupa vesikobulosa dgn lesi bula hipopion(bula kendur), diakibatkan oleh infeksi S. aureus • Dermatitis kontakdisebabkan adanya kontak dgn benda iritan atau allergen, lesi terbatas pada daerah yang terkena kontak (tidak seluruh tubuh) • Veruka vulgariskelainan berupa papul berjonjot

Varicella (Chicken Pox) •

• •

Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa Transmisi secara aerogen Gejala





Antivirus dapat diberikan pada: anak, dewasa, pasien yang tertular orang serumah, neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah melahirkan. – Bermanfaat terutama bila diberikan <24 jam setelah timbulnya erupsi kulit. – Asiklovir: dosis bayi/anak 4x10-20 mg/kg (maksimal 800 mg/hari) selama 7 hari, dewasa: 5x800 mg/hari selama 7 hari5 (A,1), atau – Valasiklovir: untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari.

– Masa inkubasi 14-21 hari – Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala – Disusul erupsi berupa papul eritematosa  vesikel tetesan air (tear drops)  pustul  krusta – Predileksi: badan  menyebar secara sentrifugal



Pemeriksaan – Percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak



Terapi Topikal –

Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah, dapat ditambahkan mentol 2% atau antipruritus lain4 – Vesikel yang sudah pecah/krusta: salep antibiotik

Terapi Antivirus sistemik:



Simtomatik: Antipiretik bila demam dan Antipruritus: antihistamin yang mempunyai efek sedatif9

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

120

• Laki-laki 28 tahun, keluhan luka di kemaluan sejak seminggu. • PF: luka dengan dasar bersih, dinding tidak menggaung, kulit sekitar tidak terdapat tanda peradangan akut KUMAN PENYEBAB…

DIAGNOSIS  ULKUS DURUM JAWABAN:

A. TREPONEMA PALLIDUM

• Diagnosis pasien ini adalah Ulkus durum karena terdapat gejala: – luka di kemaluan sejak seminggu. – PF: luka dengan dasar bersih, dinding tidak menggaung, kulit sekitar tidak terdapat tanda peradangan akut

• Kuman penyebab ulkus durum adalah Treponema pallidum

• Nisseria gonorheapenyebab dari GO, ditandai dengan duh tubuh purulent, dan ditemukan diplokokus gram negatif • Trichomonas vaginalis penyebab trikomoniasus, ditandai dgn duh tubuh berwarna kuning kehijauan, perih dan menyebabkan servisitis dgn penampakan strawberry appearance • Clamidya trachomatispenyebab dari limfogranuloma venereum, ditandai dgn adanya pembesaran KGB inguinal yang disebut dgn bubo bertingkat • Gardnella vaginalis penyebab dari bacterial vaginosis, ditandai dgn adanya duh tubuh yang basa, whiff test positif dan ditemukan clue cell

Treponema palidum • Stadium: – Primary Syphilis: ulkus durum (dasar bersih dan tidak nyeri) – Secondary Syphilis : Lesi kulit (luka yang muncul selain pada alat kelamin juga ditemukan pada tangan, kaki dan muka). Selain luka, penderita juga mengalami demam, perasaan lelah dan pembengkakan alat kelamin. – Latent Syphilis: tidak ditemukan gejala fisik sama sekali. – Late Syphilis: Syphilis telah menyerang organ-organ dalam tubuh manusia seperti jantung, otak, dan sumsum tulang belakang.

• Pemeriksaan : VDRL TPHA • Pemeriksaan mikroskop – mikroskop lapangan gelap melihat pergerakkan Treponema – Pewarnaan Burri (tinta hitam)  tidak adanya pergerakan Treponema (T. pallidum telah mati)  kuman berwarna jernih dikelilingi oleh lapangan yang berwarna hitam.

Ulkus Genital pada IMS Ulkus Durum • Treponema pallidum (spiral) • Dasar bersih • Tidak nyeri (indolen) • Sekitar ulkus keras (indurasi) • Soliter

Ulkus Mole (Chancroid) • Haemophilus ducreyi (kokobasil, gram negatif) • Dasar kotor, mudah berdarah • Nyeri tekan • Lunak • Multipel • Tepi ulkus menggaung

Pemeriksaan Penunjang Ulkus Kelamin SIFILIS • Lapang pandang gelap  bakteri berbentuk spiral • TSS (Tes serologis Sifilis): VDRL & TPHA

CANCHROID • Pewarnaan Gram: kokobasil, gram negatif, “school of fish”)

121

• Perempuan, 25 tahun, keluhan adanya benjolan di kemaluan seperti jengger ayam • PF: benjolan dengan ukuran lentikuler, numular, tidak gatal dan tidak nyeri, bertangkai di labia mayor dan minor PENYEBAB…

DIAGNOSIS  KONDILOMA AKUMINATA JAWABAN:

D. HPV

• Diagnosis pasien ini adalah Kondiloma akuminata karena terdapat gejala: – keluhan adanya benjolan di kemaluan seperti jengger ayam – PF: benjolan dengan ukuran lentikuler, numular, tidak gatal dan tidak nyeri, bertangkai di labia mayor dan minor

• Penyebab Kondiloma akuminata adalah HPV

• Nisseria gonorheapenyebab dari GO, ditandai dengan duh tubuh purulent, dan ditemukan diplokokus gram negatif • Trichomonas vaginalis penyebab trikomoniasus, ditandai dgn duh tubuh berwarna kuning kehijauan, perih dan menyebabkan servisitis dgn penampakan strawberry appearance • Clamidya trachomatispenyebab dari limfogranuloma venereum, ditandai dgn adanya pembesaran KGB inguinal yang disebut dgn bubo bertingkat • Gardnella vaginalis penyebab dari bacterial vaginosis, ditandai dgn adanya duh tubuh yang basa, whiff test positif dan ditemukan clue cell

Kondiloma Akuminata • Genital warts / “jengger ayam” • Infeksi HPV  fibroepitelioma kulit dan mukosa  berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot tersebar kosmopolit. • Penularan kontak kulit • Faktor risiko: Fluor albus, laki-laki tidak disirkumsisi, higienitas kurang • Predileksi: – Laki-laki: perineum, sekitar anus, sulkus koronarius, glans, OUR, frenulum, korpus – Perempuan: vulva, vagina, porsio uteri Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.

Kondiloma Akuminata Manifestasi KA • Bentuk akuminata  daerah lipatan lembab, vegetasi bertangkai dan papilomatosa (berjonjot), awalnya kemerahan lalu kehitaman, kutil bersatu seperti kembang kol • Bentuk papul  daerah keratinisasi sempurna (korpus penis, vulva lateral, perianal, perineum), papul halus licin tersebar diskret • Bentuk datar  makula atau tak tampak kelainan, baru tampak dengan asam asetat atau kolposkopi • Keganasan: – Giant condyloma Buschke-Lowenstein  vegetasi besar – Papulosis Bowenoid  likenoid warna D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. coklat kemerahan Ghadishah Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.

Pemeriksaan Penunjang IMS ec Penyakit Pemeriksaan Gambaran Virus Herpes Simpleks

• Tzank Test: Multinucleated giant cells • Cytopathiceffect (+)

Genital Warts

• Tzank Test: Koilosit • Cytopathic effect (+)

MolluskumKontagiosum

• Tzank Test: Badan inklusi intrasitoplasma • Cytopathiceffect (+)

Kondiloma Akuminata • Pemeriksaan: – Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite – Kolposkopi – Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis

• Tata Laksana: – Kemoterapi: • podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada hamil&menyusui serta lesi luas • podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil • asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam anus, boleh hamil

– Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra, dan di dalam anus – Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten – Pembedahan: • Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar • Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Kutil Anogenital. Perdoski. • Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar 2017.

122

• Bayi laki-laki berusia 4 bulan, keluhan di kulit pasien muncul bintik-bintik kemerahan di lipat leher, dada dan punggung. • Bayi menjadi rewel dan ingin menggaruk. • PF: lesi multipel berupa papul milier kemerahan DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  MILIARIA JAWABAN:

C. MILIARIA

• Diagnosis pasien ini adalah Miliaria karena terdapat gejala: – Bayi laki-laki berusia 4 bulan, keluhan di kulit pasien muncul bintik-bintik kemerahan di lipat leher, dada dan punggung. – Bayi menjadi rewel dan ingin menggaruk. – PF: lesi multipel berupa papul milier kemerahan

• Folikulitis pioderma pada folikel rambut • Milia Bintik-bitnik putih yang muncul akibat adanya keratin yang terjebak dibawah permukaan kulit, biasanya pada wajah dan pada bayi baru lahir • Steatokistomaditandai dengan munculnya banyak kista dermal yang berasal dari kelenjar sebum, biasanya pada saat pubertas • Trikoepiteliomatumor jinak dari folikel rambut, dapat muncul single atau multiple, di wajah dan setelah pubertas

Miliaria • Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas serta oklusi kulit MILIARIA

PATOFISIOLOGI

Miliaria • penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial) kristalina • vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda radang, (sudamina) mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari. • Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam Miliaria rubra (prickly heat)

• penyumbatan di epidermis (stratum spinosum/midepidermis)  papul eritematosa yang gatal • merupakan jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar eritematosa, tersebar diskret. • Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa • Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab

Miliaria profunda

• Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction  papul sewarna kulit • merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul putih, tanpa tanda radang • Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang

Miliaria pustulosa

• Di Stratum spinosum/mid-epidermis • Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul

KLINIS

Miliaria Kristalina • Pada miliaria kristallina, obstruksi bersifat sangat superfisial di stratum korneum, menghasilkan vesikel jernih kecil yang mudah pecah. Biasa tidak gatal. Lebih sering pada bayi

Textbook of Dermatology. 6th ed Medline.Gov

Miliaria Rubra • Pada miliaria rubra, terjadi obstruksi epidermis bagian dalam dan menghasilkan papul eritematosa yang sangat gatal. Miliaria Rubra dapat menjadi Miliaria Pustulosa

Miliaria Rubra

Miliaria Pustulosa Textbook of Dermatology. 6th ed Medline.Gov

Miliaria Profunda • Pada miliaria profunda, obstruksi ductus terjadi pada perbatasan dermis dan epidermis. Keringat masuk ke dermis papiler dan menghasilkan papul sewarna kulit dan dapat bersifat asimptomatik.

Textbook of Dermatology. 6th ed Medline.Gov

123

• Laki-laki, tidak sadar, panas tinggi bersifat naik turun, disertai keringat dingin dan menggigil. • Hb 9, leukosit 13.000. • Pemeriksaan darah tepi: Plasmodium dengan ‘’Sausage Shape’’ JENIS MALARIA…

DIAGNOSIS  MALARIA BERAT JAWABAN:

A. MALARIA FALSIPARUM

• Diagnosis pasien ini adalah Malaria berat karena terdapat gejala: – Penurunan kesadaran, panas tinggi bersifat naik turun, disertai keringat dingin dan menggigil. – Anemia (Hb 9), leukosit 13.000. – Pemeriksaan darah tepi: Plasmodium dengan ‘’Sausage Shape’’

• Malaria yang dapatr menyebabkan malaria berat dan plasmodium sausage shape adalah Malaria falsiparum

• Malaria ovale dan malaria vivax tidak menyebabkan malaria berat, morfologi: terdapat schuffner dots • Malaria duplextidak ada istilah ini • Malaria MalariaeMorfologi: band form

Klasifikasi Malaria Jenis Malaria

Etiologi

Keterangan

Malaria Falciparum / malaria tropikana

Plasmodium falciparum Periode tidak panas tiap 12 jam, demam muncul tiap 24, 36 atau 48 jam

Malaria ovale / tertiana

Plasmodium ovale

• Terutama di daerah Afrika, sifatnya ringan dan self limiting • Tidak panas tiap 36 jam, demam muncul tiap 48 jam

Malaria vivax / tertiana

Plasmodium vivax

Tidak panas tiap 36 jam, demam muncul tiap 48 jam

Malaria malariae / quartana

Plasmodium malariae

Tidak panas selama 60 jam, demam muncul tiap 72 jam

Malaria knowlesi

Plasmodium knowlesi

Parasit malaria terutama di monyet, dapat menginfeksi manusia juga

Malaria Berat Kriteria laboratorium malaria berat: • Hipoglikemi (gula darah <40 mg%) • Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L). • Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis sedang-rendah), pada dewasa, Hb<7gr% atau hematokrit <15%) • Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah endemis tinggi) 5 • Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L) • Hemoglobinuria • Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

Cerebral Malaria • Possible cause: • Binding of parasitized red cells in cerebral capillaries → sekuestrasi → severe malaria •  permeability of the blood brain barrier • Excessive induction ofcytokines http://www.microbiol.unimelb.edu.au

Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat • Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan kina drip. • Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. • Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan. • Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat.

124

• Laki-laki, keluhan kulit melepuh yang dialami setelah minum obat. • PF: tampak vesikel dan bula berukuran 2-3 cm yang mudah pecah dan erosi yang meliputi >30% luas permukaan tubuh, disertai bibir erosi kehitaman DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  NET JAWABAN:

C. NET

• Diagnosis pasien ini adalah NET karena terdapat gejala: – Laki-laki, keluhan kulit melepuh yang dialami setelah minum obat. – PF: tampak vesikel dan bula berukuran 2-3 cm yang mudah pecah dan erosi (epidermolysis) yang meliputi >30% luas permukaan tubuh, disertai bibir erosi kehitaman

• Dermatitis kontak iritan, Dermatitis kontak alergi, Pemfigustidak berhubungan minum obat • SJS epidermolysis yang terjadi < dari 10% luas permukaan tubuh

Erupsi Obat Alergi: Klasifikasi • EOA ringan

• EOA berat

– Urtikaria dengan atau tanpa angioedema – Erupsi eksantematosa – Dermatitis medikamentosa – Erupsi purpurik – Eksantema fikstum (fixed drug eruption/FDE) – Eritema nodosum – Eritema multiforme – Lupus eritematosus – Erupsi likenoid

– Pustular eksantema generalisata akut (PEGA) – Eritroderma – Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) – Nekrolisis epidermal toksik (NET) atau sindrom Lyell – Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)

PPK PERDOSKI 2017

Nekrolisis epidermal • Nekrolisis epidermal mencakup Sindrom StevensJohnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET). • Merupakan reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa. • Ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang ekstensif. • Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang serupa, karena adanya kesamaan temuan klinis dan histopatologis. • Perbedaan terdapat pada keparahan yang ditentukan berdasarkan luas area permukaan kulit yang terkena PPK Perdoski 2017

Nekrolisis epidermal • Penyebab terpenting adalah penggunaan obat. • Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul kelainan kulit: segera, beberapa saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu. • SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa. PPK Perdoski 2017

Kriteria: - SSJ (<10% luas permukaan tubuh), - SSJ overlap NET (1030%) - NET (>30%)

Nekrolisis epidermal • Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura, dan epidermolisis. • Tanda Nikolsky positif pada kedua tipe ini. • Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital. • Kelainan mata berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau ulkus. • Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta. • Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia (perlekatan). • Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan, keterlibatan organ dalam PPK Perdoski 2017

Manifestasi Klinis A. Early eruption. Erythematous dusky red macules (flat atypical target lesions) that progressively coalesce and show epidermal detachment. B. Early presentation with vesicles and blisters, note the dusky color of blister roofs, strongly suggesting necrosis of the epidermis. C. Advanced eruption. Blisters and epidermal detachment have led to large confluent erosions. D. Full-blown epidermal necrolysis characterized by large erosive areas reminiscent of scalding.

SSJ vs TEN Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.

Clinical entitiy

SJS

SJS-TEN overlap

TEN

Primary lesions

• Dusky red lesion • Flat atypical targets

• Dusky red lesions • Flat atypical targets

• Poorly delineated erythematous plaques • Epidermal detachment • Dusky red lesions • Flat atypical targets

Distribution

• Isolated lesions • Confluenc e (+) on face and trunk

• Isolated lesions • Confluence (++) on face and trunk

• Isolated lesions (rare) • Confluence (+++) on face, trunk, and elsewhere

Mucosal involvement

Yes

Yes

Yes

Systemic symptoms

Usually

Always

Always

Detachment (% body surface area)

< 10

10-30

>30

Tatalaksana • Topikal – mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi: • Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan parafin.

• Sistemik: - Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara prednisone  1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.  3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET  4-6 mg/kgBB/hari untuk NET. - Analgesik • Pilihan lain: - Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari • Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas. • Antibiotik sistemik sesuai indikasi PPK Perdoski 2017

Tatalaksana

PPK Perdoski 2017

125

• Laki-laki,14 tahun, gatal disela jari tangan, terutama malam hari • Ada 3 saudara serumah yang memiliki sakit yang sama • Pemeriksaan dermatologi: papul, eritem, hiperpigmentasi disela jari tangan, pergelangan dan penis.

TINDAKAN PENCEGAHAN KEKAMBUHAN…

DIAGNOSIS  SKABIES JAWABAN:

C. MENGOBATI SAUDARA PASIEN SEKALIAN

• Diagnosis pasien ini adalah Skabies karena terdapat gejala cardinal skabies: – Gatal di malam hari – Ada 3 saudara serumah yang memiliki sakit yang sama – Pemeriksaan dermatologi: papul, eritem, hiperpigmentasi disela jari tangan, pergelangan dan penis (predileksi scabies)

• Untuk mencegah kekambuhan dari scabies, maka 3 saudara yang serumah harus diobati di saat yang sama

• PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT

Scabies • Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis • Termasuk dalam infeksi menular seksual • Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung • Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:  Lesi kulit pada daerah predileksi. • Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul. • Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.

 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).  Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.

• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis). • Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies PERDOSKI 2017

Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei

Prinsip Tatalaksana • Classic Scabies - DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan pada kulit dan didiamkan selama 8 jam. - Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil. - Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut. - Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8. - Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh

PPK PERDOSKI 2017

Algoritma Skabies (PERDOSKI 2017)

126

• Perempuan 30 tahun keluhan bercak merah di dada, perut dan punggung dan gatal dijumpai. • PF: makula eritem oval dengan sumbu panjang sesuai garis kulit dan dijumpai skuama kolerat pada permukaan lesi DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  PTIRIASIS ROSEA JAWABAN:

D. PTIRIASIS ROSEA

• Diagnosis pasien ini adalah Ptiriasis Rosea karena terdapat gejala : – Perempuan 30 tahun keluhan bercak merah di dada, perut dan punggung dan gatal dijumpai. – PF: makula eritem oval dengan sumbu panjang sesuai garis kulit (pola pohon Cemara terbalik) dan dijumpai skuama kolerat pada permukaan lesi

• Dermatitis seborrhoikKelainan yang terjadi pada area kulit yang banyak kelenjar sebasea, manifestasi berupa lesi eritematosa, berbatas tegas, dengan skuama berminyak • Ptiriasis versicoloradanya macula hipopigmentasi dgn skuama halus, dapat disertai gatal, disebabkan oleh Malasezzia furfur. • Ptiriasis vulgaristidak ada istilah ini • Psoriasi pustulosa salah satu jenis Psoriasis yang ditandai dgn adanya pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan, paling sering muncul di tangan dan kaki

Pitiriasis Rosea • • 1. 2. 3.

Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting Gejala klinis: Gatal ringan Pitiriasis (skuama halus) pertama muncul: Lesi khas Lesi yang Herald Patch • • • • •

• • • •

Lokasi di badan Soliter Oval dan annular Diameter ± 3 cm Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya (skuama kolaret)

Gambaran lesi seperti lesi pertama hanya lebih kecil dan semakin banyak Susunan sejajar costae seperti pohon cemara terbalik Timbul serentak atau dalam beberapa hari Predileksi: badan, lengan atas proksimal, dan paha atasseperti pakaian renang wanita jaman dahulu

4-10 hari setelah lesi pertama: Pohon cemara terbalik Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

Ptiriasis Rosea: Tatalaksana • Umumnya dapat sembuh spontan • Topikal (bila gatal mengganggu): – Larutan anti pruritus seperti calamine lotion (B1) – Kortikosteroid topikal (C3)

• Sistemik: – Apabila gatal mengganggu: antihistamin misalnya setirizin 1x10 mg p.o (B1) – Kortikosteroid sistemik (C3) – Eritromisin oral 4x250 mg selama 14 hari (A1)  walau grade A1 berdasarkan 1 systematic review dan 1 RCT (subyek sedikit), penelitian lanjutan (clinical trial tanpa blinding dengan subyek yang lebih banyak) tidak menemukan adanya perbedaan  conflicting findings, – Asiklovir 3x400 mg p.o selama 7 hari (indikasi bila awal perjalanan penyakit disertai flu-like symptoms atau keterlibatan kulit yang luas) (B1)  tidak rutin disarankan dan data penelitian terbatas – Fototerapi: narrowband UV-B dengan dosis tetap sebesar 250 mJ/cm3 (B1)  tidak rutin disarankan dan data penelitian terbatas

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91 http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8 | Uptodate 2019

127

• Perempuan berusia 35 tahun, keluhan rambut berketombe dan dijumpai bercak putih disertai gatal pada ketiak, lipat paha dan lipat dada • PF: lesi makula eritem dan skuama piriformis kekuningan pemeriksaan dengan kertas sigaret hasil (+).

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  DERMATITIS SEBOROIK JAWABAN:

E. DERMATITIS SEBOROIK

• Diagnosis pasien ini adalah Dermatitis Seboroik karena terdapat gejala : – rambut berketombe dan dijumpai bercak putih disertai gatal pada ketiak, lipat paha dan lipat dada – PF: lesi makula eritem dan skuama piriformis kekuningan pemeriksaan dengan kertas sigaret hasil (+)menandakan bahwa skuamanya berminyak

• Eritroderma  Penyakit inflamasi kulit yang ditandai dgn adanya kemerahan (eritema)dan skuama pada hampir seluruh kulit • Psoriasis inversa  Jenis psoriasis yang ditandai dgn Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit, Tampak licin dan mengkilat • Psoriasis Vulgaris  sebabkan kondisi plak disertai skuama berlapis lapis serta lesi kronik. • Pityriasis rosea  gatal pada lesi dengan skuama halus, serta lesi khas awal Herald Patch

Dermatitis seboroik • Definisi: Kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai pada anak dan dewasa • Kondisi kulit kronik, bisa terjadi pada semua usia, ada kecenderungan kambuh dan hilang spontan • Terjadi pada area kulit yang banyak kelenjar sebasea, manifestasi berupa lesi eritematosa, berbatas tegas, dengan skuama berminyak • Seborrhoeic dermatitis has been reported to be associated with several conditions, including HIV (Gupta & Bluhm, 2004; Mastrolonardo et al., 2003; Maietta et al., 1990). In HIVinfected patients the prevalence is much higher and occurs early in the course of HIV disease (Wiwanitkit, 2004), with a mean CD4 count at presentation of higher than 400. The presentation can also be much more severe and/or diffuse

Manifestasi Klinis Predileksi: ditemukan pada area kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal, inframammae, dan aksila) • Klinis: – Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak dan umumnya tidak gatal. – Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post aurikula, dahi dan dada. Area kulit yang kemerahan biasanya gatal. – Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.

• Untuk singkirkan infeksi jamur bila ragu  kerokan kulit dengan pewarnaan KOH

PERDOSKI 2017

Dermatitis Seboroik Fakto Risiko • • • •

Hormonal Malassezia sp. pada kulit Kekurangan nutrisi Genetik

128

• Perempuan, 30 tahun, keluhan gatal pada kulit punggung tangan sejak 6 hari yang lalu • Pasien berkebun tanpa menggunakan sarung tangan • PF: papul eritema berkonfluen dengan gambaran linear dan berkelok-kelok sepanjang 5 cm. ORGANISME PENYEBAB…

DIAGNOSIS  CREEPING ERUPTION JAWABAN:

A. ANCYLOSTOMA BRAZILIENSIS

• Diagnosis pasien ini adalah Creeping eruption karena terdapat gejala : – gatal pada kulit punggung tangan setelahberkebun tanpa menggunakan sarung tangan – PF: papul eritema berkonfluen dengan gambaran linear dan berkelok-kelok sepanjang 5 cm.

• Creeping eruption disebabkan oleh Ancylostoma caninum dan Ancylostoma braziliensis • Yang terdapat di pilihan jawaban adalah A. Ancylostoma braziliensis

• Oxyuris vermicularisditandai dgn gatal perianal terutama saat malah hari • Trichuris trichiuradapat menyebabkan prolapse rekti • Toxocara canissebagian besar asimptomatik, namun dapat menyebabkan visceral larva migrans dan ocular larva migrans • Necator americanusmenyebabkan anemia, factor risikonya adalah tidak memakai alas kaki saat berkebun atau bertani

Cutaneus larva migrans

Etiologi: Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Dalam 5-10 hari jadi filariform

Ke manusia hanya bisa menginfeksi kulit

Berkembangbiaknya di hewan

Menetas dalam 1-2 hari

Telur di tanah

Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara, petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)

A. caninum dan A. braziliense •

Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. • Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat A. duodenale maupun necator. • Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi kulit serpiginosa. • Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral • A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute neuroretinitis. • Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing – sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara, Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia

Manifestasi klinis – Lesi kulit biasanya muncul dalam 1-5 hari setelah pajanan berupa plak eritematosa, vesikular berbentuk linear dan serpiginosa. – Lebar lesi kira-kira 3 mm dengan panjang 15-20 cm. Lesi dapat tunggal atau multipel yang terasa gatal bahkan nyeri. – Predileksi kelainan ini pada kaki dan bokong. – Karena infeksi ini memicu reaksi inflamasi eosinofilik, pada beberapa pasien dapat disertai dengan wheezing, urtikaria, dan batuk kering PPK PERDOSKI 2017

Gejala dan temuan klinis Larva masuk ke kulit

Gejala: 1. Peradangan berbentuk - linear - berkelok-kelok - menimbul - Progresif 2. Gatal di malam hari

• • •

Lesi serpiginosa

Terapi DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126

PPK PERDOSKI 2017

129

• Laki-laki berusia 15 tahun, keluhan gatal pada paha kanan dan kiri sejak 2 minggu yang lalu • malas ganti baju • PF: lesi berdiameter 2 cm pada paha dalam, tepi eritem, tengah tenang. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  TINEA CRURIS JAWABAN:

B. TINEA CRURIS

• Diagnosis pasien ini adalah Tinea Cruris karena terdapat gejala : – gatal pada paha kanan dan kiri sejak 2 minggu yang lalu – Higiene buruk – PF: lesi berdiameter 2 cm pada paha dalam, tepi eritem, tengah tenang (central healing)

• Psoriasis sebabkan kondisi plak disertai skuama berlapis lapis serta lesi kronik • Ptiriasis versicolor adanya macula hipopigmentasi dgn skuama halus, dapat disertai gatal, disebabkan oleh Malasezzia furfur. • Dermatitis kontakdisebabkan adanya kontak dgn benda iritan (DKI) atau allergen (DKA), lesi terbatas pada daerah yang terkena kontak (tidak seluruh tubuh)

Tinea Kruris • Penyebab tersering: T. rubrum. • Sedangkan untuk spesies lain yang juga sering menjadi penyebab adalah E.floccosum and T.interdigitale (dulu dikenal sebagai T. mentagrophytes) • Gejala : Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal. • Pemeriksaan fisik : Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Predileksi: inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong. Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder • Pemeriksaan KOH akan menunjukkan adanya hifa yang bersegmentasi PPK Perdoski 2017

Tinea Korporis • Penyebab tersering: T. rubrum. • Gejala : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah. • Pemeriksaan fisik :  Mengenai kulit berambut halus  Keluhan gatal terutama bila berkeringat  Klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing) PPK Perdoski 2017

Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris (PERDOSKI 2017) • Topikal:  Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu. • Alternatif:  Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan:  Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu. • Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas) 1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu. 2. Ketokonazol 200 mg/hari 3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu. PPK Perdoski 2017

130

• Laki-laki, 50 tahun, keluhan gatal di punggung kaki, hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu, semakin memberat 2 bulan ini. • Pasien adalah seorang bankir yang memiliki masalah dalam pekerjaannya. PENGOBATAN…

DIAGNOSIS  NEURODERMATITIS JAWABAN:

A. EMOLIEN DAN KORTIKOSTEROID TOPIKAL

• Diagnosis pasien ini adalah Neurodermatitis karena terdapat gejala : – Laki-laki, 50 tahun, keluhan gatal di punggung kaki, hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu, semakin memberat 2 bulan ini. – Pasien adalah seorang bankir yang memiliki masalah dalam pekerjaannya (stress pekerjaan)

• Terapi yang diberikan pada neurodermatitis adalah emolien dan kortikosteroid topikal

• Pada kasus neurodermatitis, tidak diperlukan pemberian antibiotic baik topical maupun oral, kecuali bila memang ada tanda-tanda infeksi sekunder sebagai akibat dari garukan • Pada kasus ini, tidak ditemukan tandatanda infeksi sekunder

Liken Simpleks Kronikus • Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis sirkumskripta • Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang • Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi • Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun. • Etiologi – Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

Gambaran klinis



Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran lentikular hingga plakat. • Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok. • Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. • Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi hiperpigmentasi.

PPK Perdoski. 2017

Tatalaksana • Topikal – Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien (C,4) – Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari (C,4) – Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4) Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)

• Sistemik – Antihistamin sedatif (A,1) efek sedatif agar mengurangi sifat

menggaruk – Antidepresan trisiklik (A,1)

• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) (C,4) • Menghindari menggaruk lesi PPK Perdoski. 2017

ILMU PSIKIATRI

131

• Wanita, 19 tahun, dibawa oleh teman-temannya karena dikatakan kesurupan. • Saat sedang menjalani ujian, pasien tiba-tiba berteriakteriak dan kemudian berbicara dengan suara pria dewasa yang mengaku penunggu gedung kampus. • Pasien kemudian berbicara memberi nasehat tentang pembangunan sekolah.

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  TRANS DISOSIATIF JAWABAN: D. TRANS DISOSIATIF

• Pasien dibawa oleh teman-temannya karena dikatakan kesurupan saat sedang ujian, tiba-tiba berteriak, berbicara dan bersikap menjadi orang lain  mengarah pada gangguan disosiasi yaitu trans disosiatif

• Pilihan A  pasien tidak dapat mengingat kejadian atau pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis • Pilihan B  Konversi histeri • Pilihan C  pasien kehilangan perasaan mengenai realitas diri sendiri • Pilihan E  mendadak kehilangan seluruh ingatan, pergi dari rumah dan menjadi identitas baru

Dissociative (Conversion) Disorder • Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti: – Identitas diri – Memori – Fungsi sensorik dan motoric

• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress berlebih  salah satu bentuk denial. • Didahului oleh stressor/trauma. • DSM-V: 1. 2. 3. 4. 5.

Gangguan depersonalisasi/derealisasi Amnesia disosiatif Fugue disosiatif Gangguan identitas disosiatif Gangguan disosiatif lainnya

Gangguan Disosiatif (Gangguan Konversi) PPDGJ III • Kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal (di bawah kendali kesadaran) dari hal-hal berikut: – Ingatan masa lalu – Awareness of identity and immediate sensations – Kontrol gerakan tubuh



Klasifikasi: – – – – – – – – –

Amnesia disosiatif Fugue disosiatif Stupor disosiatif Gangguan trans dan kesurupan Gangguan motorik disosiatif Konvulsi disosiatif Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif Gangguan disosiatif campuran Gangguan disosiatif lainnya: sindrom Ganser, kepribadian ganda, YDT

Conversion Disorder Diagnostic Criteria • One or more symptoms of altered voluntary motor or sensory function • Clinical findings provide evidence of incompatibility between the symptom and recognized neurological or medical conditions • The symptom/deficit is not better explained by another medical or mental disorder • The symptom/deficit causes clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning or warrants medical evaluation.

Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.

Amnesia disosiatif • Hilangnya daya ingat biasanya tentang hal penting yang baru terjadi, tanpa gangguan mental organik • Membedakan dengan malingering amnesia buatan biasanya tentang problem yang jelas (keuangan, proses hukum, dll) Fugue disosiatif • Terdapat ciri-ciri amnesia disosiatif • Melakukan perjalanan tertentu lebih dari yang umum dilakukan sehari-hari

Stupor disosiatif • Sangat berkurang/hilangnya gerakan-gerakan volunter dan respon normal terhadap rangsangan luar • Tidak ada gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain

Gangguan trans dan kesurupan • Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungan • Individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, atau kekuatan lain • Gangguan trans involunter dan bukan merupakan aktivitas biasa Gangguan motorik disosiatif • Ketidak mampuan untuk menggerakan seluruh atau sebagian dari anggota gerak Konvulsi disosiatif • Gerakan-gerakan seperti kejang, tanpa kehilangan kesadaran, sangat jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena terjatuh, dll. Tanpa kelainan organik. Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif • Anestesi batas tegas • Kehilangan sensorik yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis • Penglihatangangguan visus atau tunnel vision. Tuli atau anosmia sangat jarang

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar. Amnesia disosiatif

Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab organik.

Fugue disosiatif

“Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan identitas disosiatif

Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan disosiatif lainnya

1.

2. 3.

4.

5. 6.

Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau “kekuatan lain”. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan seluruh atau sebagian anggota gerak. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi klinis sebenarnya. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguangangguan disosiatif Stupor Disosiatif

Tatalaksana Gangguan Konversi • Psikoterapi – Hargai keluhan pasien seakan keluhan tersebut benarbenar ada – Pendampingan kepada pasien, eksplorasi stresor yang dihadapi dan coping mechanism yang sesuai – Dapat bersifat individual saja, atau bisa juga melibatkan keluarga

• Hipnosis – Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi pikiran pasien dan mengurangi gejala – Beberapa penelitian eksperimental menemukan bahwa tidak ada perbedaan outcome antara pasien yang dilakukan hipnosis dan yang tidak dilakukan hipnosis Advances in Psychiatric Treatment (2006), vol. 12, 152–157

Tatalaksana Gangguan Konversi • Tatalaksana medikamentosa meliputi: – Antidepresan – Haloperidol – Electroconvulsive therapy (ECT)

http://emedicine.medscape.com/article/287464-medication

132

• Anak laki-laki 3 tahun, di bawa ibunya karena belum bisa bicara, bila ditinggal sendiri tidak menangis • Tidak ada komunikasi dengan orang lain, tidak respon saat dipanggil dan tidak ada kontak mata • Anaknya lebih suka main sendiri dan melakukan hal yang sama berulang-ulang DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  AUTISME JAWABAN: A. AUTISME

• Pasien usia 3 tahun, mengalami gangguan komunikasi (belum bisa bicara), gangguan interaksi sosial (tidak ada komunikasi dengan orang lain, tidak respon saat dipanggil), dan perilaku repetitive (melakukan hal yang sama berulang)  sesuai dengan gejala autisme

• Pilihan B  ditandai dengan adanya penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan. • Pilihan C  terdapat gangguan interaksi sosial dan perilaku repetitif tetapi tidak ada masalah komunikasi (tidak ada keterlambatan bicara) • Pilihan D  gangguan yang ditandai keterlambatan perkembangan di satu area tertentu, contoh gangguan belajar (gangguan membaca, gangguan matematika) • Pilihan E  perkembangan normal dalam 2 tahun pertama, kemudian akan terjadi kemunduran dari berbagai kemampuan di berbagai bidang seperti Bahasa dan komunikasi, social, play motorik, bowel & bladder function, serta munculnya Gerakan stereotipi

Autism Spectrum Disorder (ASD)

Asperger, PDD-NOS, Autism PDD-NOS

Autism

Asperger

Impaired social interaction

Impaired social interaction

Impaired social interaction

OR

AND

AND

Impaired communication

Impaired communication

Normal communication/ language development

OR

AND AND

Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

Restricted repetitive and stereotyped patterns or behaviors

Gejala Autisme Gangguan Komunikasi

Gangguan Interaksi Sosial

• Keterlambatan perkembangan bicara tanpa usaha komunikasi non verbal • Yang bisa bicara  sulit memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain • Bahasa stereotipik, pengulangan, aneh • Tidak memahami pembicaraan orang lain • Kurang variasi dan spontanitas dalam permainan role play



Hendaya perilaku nonverbal: – Tidak respon saat dipanggil – Tidak ada kontak mata – Eksprsi wajah dan postur tubuh kaku

• • • •

Asyik sendiri Tidak ada keinginan berbagi kesenangan dengan orang lain Tidak ingin mengadakan hubungan emosional dan sosial timbal balik Tidak dapat merasakan yang dirasakan orang lain

Gejala Autisme Gangguan Perilaku • Acuh tak acuh terhadap lingkungan • Preokupasi dengan 1 pola perilaku atau minat stereotipik (misal tertarik dengan benda bergerak, kelekatan pada benda tertentu) • Manerisme motorik stereotipik repetitif (jalan mondar-mandir, berlarian, berlompatan, dll) • Perilaku agresif atau menyakiti diri sendiri • Melamun atau bengong

Gangguan Emosi •

• •

Tertawa, menangis, marah tanpa sebab Emosi tak terkendali: temper tantrum Rasa takut yang tidak wajar

Autisme – Gangguan Sensoris • Menjilat atau mencium benda, tidak mau mengunyah • Menutup telinga bila menengar suara tertentu • Tidak suka memakai baju dengan tekstur kasar • Sensitif terhadap sentuhan tertentu • Tahan terhadap rasa sakit • Melirik-lirik • Keseimbangan terganggu

Tatalaksana • Multidisipliner: – psikiater, dokter anak, dokter rehabilitas medik, psikolog, pedagog, terapis okupasi, terapis wicara

• Tujuan terapi: – Mengurangi, mengubah perilaku yang tidak dikehendaki – Meningkatkan kemampuan belajar, berkomunikasi, kemampuan membantu diri

Tatalaksana Psikofarmaka • Untuk gejala iritabilitas • Risperidon 0.01 mg/kgBB 2x sehari, tappering up sesuai kebutuhan • Aripiprazole 2,5-10 mg dosis tunggal

Non farmakologi • Terapi perilaku – Membantu mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah

• Terapi okupasi – Melatih koordinasi dan kekuatan motorik halus

• Terapi wicara – Melatih bahasa reseptif dan ekspresi – Memperbaiki artikulasi – Berdialog dan berkomunikasi verbal

133

• Seorang pria, 48 tahun, minum alkohol lebih dari 4 botol satu malam dan konsumsi hingga 10 botol pada akhir pekan. • Satu tahun yang lalu surat ijin mengemudinya telah ditahan akibat mabuk saat mengemudi. Ia mengaku coba henti minum pada beberapa kesempatan tapi tidak bisa. • Pasien telah didiagnosa alami ulkus gaster karena banyak minum alkohol. Pasien merasa dirinya tidak bisa tidur malam jika tidak minum lebih dari 3 botol sehari. GAMBARAN YANG MENGARAHKAN PADA KETERGANTUNGAN ALKOHOL…

DIAGNOSIS  KETERGANTUNGAN ALKOHOL JAWABAN: A. PASIEN TIDAK MAMPU HENTI KEBIASAAN MINUM MESKI KEINGINAN YANG BESAR UNTUK HENTI MINUM

• Pasien 48 tahun minum alkohol lebih dari 4 botol satu malam dan konsumsi hingga 10 botol pada akhir pekan. – Satu tahun yang lalu surat ijin mengemudinya telah ditahan akibat mabuk saat mengemudi. – Ia mengaku coba henti minum pada beberapa kesempatan tapi tidak bisa. – Pasien telah didiagnosa alami ulkus gaster karena banyak minum alkohol – Pasien merasa dirinya tidak bisa tidur malam jika tidak minum lebih dari 3 botol sehari.

• Di antara beberapa gejala tersebut yang merupakan gambaran bahwa pasien mengalami ketergantungan alkohol adalah adanya keinginan dan usaha untuk berhenti minum tetapi tidak bisa.

Substance Abuse (Penyalahgunaan Obat) WHO •

Substance abuse: Non-medical or unsactioned patterns of use of psychoactive substances, irrespective of consequences.



Polysubstance abuse: Abuse of more than one psychoactive substance



Psychoactive substance: Substances that when taken in or administered into one’s system, affect mental processes, e.g. Cognition or affect.



Substance misuse: Use of a substance for a purpose (usually medical purpose), but not consistent with legal or medical guidelines

DSM IV

Substance Abuse vs Dependence (DSM IV) SUBSTANCE ABUSE • Leading to clinically significant impairment or distress • failure to fulfill major role obligations at work, school, or home • Recurrent substance-related legal problems • Continued substance use despite having persistent or recurrent social or interpersonal problems

SUBSTANCE DEPENDENCE • Leading to clinically significant impairment or distress • Criteria substance abuse + • Tolerance (increased amounts of the substance to achieve intoxication or desired effect) • Withdrawal

Tolerance vs Dependence vs Addiction Category

Description

Tolerance

• Diminished response to a drug that is the result of repeated use • People can develop tolerance to both illicit drugs and prescription medications (not necessarily a sign of addiction) • For example, patients with chronic pain frequently develop tolerance to some effects of prescription pain medications without developing an addiction to them.

Dependence

• A physical condition in which the body has adapted to the presence of a drug • If an individual with drug dependence stops taking that drug suddenly, that person will experience withdrawal syndrome

Addiction

• Chronic, relapsing brain disease that is characterized by compulsive drug seeking and use, despite harmful consequences • an uncontrollable or overwhelming need to use a drug, and this compulsion is long-lasting and can return unexpectedly after a period of improvement

Intoksikasi Vs Putus Obat Vs Toleransi

Intoksikasi Putus Obat Toleransi

• Gejala yang timbul akibat mengkonsumsi NAPZA dalam jumlah yang menimbulkan tanda dan gejala.

• Gejala yang timbul akibat mengurangi atau menghentikan konsumsi NAPZA.

• Kebutuhan dosis zat NAPZA lebih besar untuk menimbulkan gejala.

TINGKAT PENGGUNAAN NAPZA (Schaeffer’s Model)

Experimental: Curiousity, social events, often not repeated Recreational/ Social: Rebellion, being social, having fun, confidence

Intense/ Abuse: High dose over time,dependence developing

Situational: Certain activities, used for coping

Compulsive/ Dependence: Out of control, dependence, interferes with family and work

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3625617/

5 steps of drug abuse • Experimental use - Masih mencoba-coba dengan motif ingin tahu/penasaran • Recreational use - Menggunakan obat bersama-sama dengan teman, motifnya adalah kesetiakawanan • Situational use - Hanya pada situasi tertentu, yaitu jika gagal ujian, stres emosional akibat masalah keluarga • Abuse - Digunakan untuk jangka waktu lama untuk mengurangi kecemasan, kekecewaan, kesedihan, dll • Addiction - Penderita sulit menghentikan penggunaan karena sudah terjadi ketergantungan

134

• Pasien 50 tahun, sering marah tak menentu, bicara lebih banyak dan cepat, tetapi sulit dimengerti oleh keluarganya. • melihat arwah tetangganya yang telah meninggal. • TD 160/100 dan denyut nadi 128x/menit, injeksi konjungtiva (+). PENYEBAB KONDISI PASIEN… DIAGNOSIS  INTOKSIKASI KANABIS JAWABAN: A. INTOKSIKASI KANABIS

• Pasien dibawa dengan gejala sering marah, bicara lebih banyak dan cepat tetapi sulit dimengerti (asosiasi longgar), melihat arwah tetangganya (halusinasi), dengan masalah pada tanda vital (tekanan darah meningkat, takikardi), dan tampak injeksi konjungtiva  mengarah pada intoksikasi kanabis.

• Pilihan B  agitasi, miosis, bicara tidak jelas, terjadi setelah pemakaian zat • Pilihan C  flu-like symptoms (rhinorrhea, diaphoresis), nyeri perut, diare, mual dan muntah, midriasis, hipertensi ringan dan takikardi, insomnia, restless leg syndrome • Pilihan D  bicara tidak jelas, inkoordinasi, nystagmus, penurunan kesadaran • Pilihan E  tidak dipilih, karena pada withdrawal alcohol tipe halusinosis, tanda vital umumnya normal  berbeda dengan soal, dimana terdapat peningkatan TD dan takikardi.

Toxidrome

Mental status

Hyperalert, SYMPATHO agitation, -MIMETIC/ hallucinations, STIMULANT paranoia Hallucinations, perceptual distortions, HALLUCINO depersonalizaGENIC tion, synesthesia, agitation

OPIOID

SEDATIVEHYPNOTIC

CNS depression, coma

CNS depression, confusion, stupor, coma

Pupils

Mydriasis

Vital signs Hyperthermia, tachycardia, hypertension, widened pulse pressure, tachypnea, hyperpnea

Other sign & Symptoms

Examples of toxic agents

Diaphoresis, tremors, hyperreflexia, seizures

Cocaine, amphetamines, ephedrine, pseudoephedrine, phenylpropanolamine, theophylline, caffeine

Mydriasis (usually)

Hyperthermia, tachycardia, Nystagmus hypertension, tachypnea

Cannabis, Phencyclidine, LSD, mescaline, psilocybin, designer amphetamines (eg, MDMA ["Ecstasy"], MDEA)

Miosis

Bradypnea, apnea characteristic; may develop: hypothermia, bradycardia, hypotension

Hyporeflexia, pulmonary edema, needle marks

Opioids (eg, heroin, morphine, methadone, oxycodone, hydromorphone),

Variable

Often normal, but may develop: hypothermia, bradycardia, hypotension, apnea, bradypnea

Hyporeflexia

Benzodiazepines, barbiturates, alcohols, zolpidem

Zat

Withdrawal Syndrome (Putus Obat) 

 Alkohol 



Opioid

  



Minor withdrawal symptoms — CNS hyperactivity: insomnia, tremulousnes, mild anxiety, Gastrointestinal upset, anorexia, headache, diaphoresis, palpitations (onset 6 to 36 hours after last drink) Withdrawal seizures — Single or brief flurry of generalized tonic-clonic seizures, short postictal period; status epilepticus rare (onset 6 to 48 hours after last drink) Alcoholic hallucinosis — Visual, auditory, and/or tactile hallucinations with intact orientation and normal vital signs (onset 12 to 48 hours after last drink) Delirium tremens — Delirium, agitation, tachycardia, hypertension, fever, diaphoresis (onset 48 to 96 hours after last drink) Gastrointestinal distress – Abdominal cramps, diarrhea, nausea, and/or vomiting Flu-like symptoms – Lacrimation, rhinorrhea, diaphoresis, shivering, and piloerection (goosebumps) Sympathetic nerve and central nervous system arousal – Mydriasis, mild hypertension and tachycardia, anxiety and irritability, insomnia, agitation, restless leg syndrome, general restlessness, tremor, and, less frequently, low grade temperature and tactile sensitivit Other – Yawning, sneezing, anorexia, dizziness, myalgias/arthralgias, and leg cramps

Benzodiazepin

Tremors, anxiety, perceptual disturbances, dysphoria, psychosis, seizures

Kanabis/ ganja/ marijuana

Irritability, anger, anxiety, depression, restlessness, sleep difficulty (eg, insomnia, vivid or disturbing dreams), decreased appetite or weight loss, abdominal pain, shakiness or tremors, sweating, fever or chills, headache

Kokain amfetamin

 

Prominent psychological features, but is rarely medically serious. Symptoms include dysphoric mood, depression, suicidal thoughts, anxiety, fatigue, difficulty concentrating, anhedonia, craving, increased appetite, increased sleep, insomnia, and increased dreaming.

Signs Of Cannabis Intoxication In Adolescents And Adults • Tachycardia • Increased blood pressure or, especially in the elderly, orthostatic hypotension • Increased respiratory rate • Conjunctival injection (red eye) • Dry mouth • Increased appetite • Nystagmus • Ataxia • Slurred speech

uptodate

Cannabis Intoxication Management • The management of cannabis (marijuana) intoxication consists of supportive care. • Gastrointestinal decontamination not recommended • Mild intoxication – Mild intoxication with dysphoria can be a common presentation in either naïve or chronic marijuana users after ingestion or inhalation of a highpotency product such as an edible or concentrate. – Most patients can be managed: • with a dimly lit room, reassurance, and decreased stimulation. • Short-acting benzodiazepines (eg, lorazepam) can be helpful in controlling symptoms of anxiety and have a low side effect profile.

• Severe intoxication – Severe physiologic effects are rare after cannabis use and their presence should prompt the clinician to consider coingestion of other recreational drugs including cocaine, amphetamines, and phencyclidine or coexisting mental illness. – Marked agitation or combativeness not responsive to reassurance and benzodiazepines may necessitate the use of other medications, depending upon the cause, and is rarely encountered with intoxication from cannabis alone.

• Most symptoms after acute marijuana use in adults and adolescents resolve within a few hours and will not require hospital admission.

135

• Pria berusia 35 tahun, seorang petugas keamanan, mengaku bahwa saat ini ia sedang berpacaran dengan istri atasannya, mengaku setiap malam bermimpi didatangi oleh wanita tersebut dan mengatakan ingin menikah dengannya. • setiap pagi ia selalu menaruh bunga mawar untuk istri atasannya tersebut. GEJALA YANG PALING MENONJOL…

DIAGNOSIS  JAWABAN: D. WAHAM EROTOMANIA

• Pasien petugas keamanan, mengaku sedang berpacaran dengan istri atasannya, setiap malam mengaku didatangi oleh wanita tersebut dan ingin menikah dengannya, setiap pagi selalu menaruh bunga mawar  ada keyakinan bahwa seseorang sangat mencintainya  waham erotomania

Jenis Waham Waham

Karakteristik

Bizzare

keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh

Sistematik

keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian.

Nihilistik

perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju kiamat.

Somatik

perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.

Paranoid

termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik, waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.

Kebesaran/ grandiosity

keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.

Kejar/ persekutorik

mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.

Rujukan/ delusion of reference

selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan dengan dirinya

Jenis Waham Waham

Karakteristik

Kendali

keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya: thought of withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion.

Thought of withdrawal

waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau kekurangannya.

Thought of insertion/ sisip pikir

waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain.

Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar broadcasting/ siar pikir di udara.

Cemburu

keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang pasangan yang tidak setia.

Erotomania

keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang sangat mencintainya.

Waham Bizzare

Waham non-bizzare

• Keyakinan yang mustahil, aneh tidak dapat dimegerti bukan berasal dari pengalama hidup. • Bersifat non-sensical • Inkomprehensif • Contoh : “thought broadcasting” dan dikontrol oleh orang mati, merasa seseorang memindahkan organ tubuhnya dengan organ tubuh orang lain tanpa meninggalkan bekas, dapat mengontrol cuaca, dapat berkomunikasi dengan alien.









Keyakinan yang salah dan gigih dipertahankan , tapi dapat diterima pada budaya tertentu. Contoh : Seseorang yakin ada orang yang berniat membunuh presiden. Bersifat sistematis dan koheren, bisa diterima oleh logika. Kejadian tertentu dapat dihubung-hubungkan dan digunakan sebagai bukti.

Cermolacce, M., Sass, L., & Parnas, J. (2010). What is Bizarre in Bizarre Delusions? A Critical Review. Schizophrenia Bulletin, 36, 667–679. Nakaya M. et al. Bizzare Delusions and DSM IV Skizofenia. Psychiatry and Clinical Neurosciences (2002), 56, 391–395

Hagen E. Non-bizarre Delusions as Strategic Deception.

136

• Pasien 45 tahun keluhan dadanya terasa seperti tertekan dan terikat, terkadang timbul perasaan nyeri di dada sebelah kiri, nyeri kepala hingga tengkuk bahkan ke perut. • Pasien sering merasa gelisah, jantung berdebar dan sering mengeluarkan keringat dingin. • Pada pemeriksaan penyakit dalam, neurologik, EEG, EKG dan rontgen paru-paru, dokter tidak menemukan adanya kelainan.

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  GANGGUAN SOMATOFORM JAWABAN: D. GANGGUAN SOMATOFORM

• Pasien merasa dadanya seperti tertekan dan terikat, nyeri di dada kiri, nyeri kepala tengkuk, hingga perut

• Sering gelisah, jantung berdebar, keringat dingin • Hasil pemeriksaan tidak ada kelainan  sesuai dengan kondisi gangguan somatoform

• Pilihan A, B, E  pada pemeriksaan oleh dokter menunjukkan tidak ada kelainan, sehingga pilihan ini tidak dipilih.

GANGGUAN SOMATOFORM CHARACTERISTIC • Somatoform disorders are characterized by the occurrence of one or more physical complaints for which appropriate medical evaluation reveals no explanatory physical pathology or pathophysiologic mechanism, or, when pathology is present, the physical complaints or resulting impairment are grossly in excess of what would be expected from the physical findings. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV)

GANGGUAN SOMATOFORM (F45) Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya. DIAGNOSIS Gangguan somatisasi Hipokondriasis

KARAKTERISTIK Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis). Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius

Disfungsi otonomik somatoform

Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.

Nyeri somatoform

Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Tubuh

Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan

PPDGJ

Somatoform Disorders Management • The initial steps in treating somatoform disorders: – Discuss the possibility of the disorder with the patient early in the work-up – Rule out organic pathology  confirm the psychiatric diagnosis

• Cognitive behavior therapy has been found to be an effective treatment of somatoform disorders. – Focuses on cognitive distortions, unrealistic beliefs, worry, and behaviors that promulgate health anxiety and somatic symptoms

• Antidepressants are commonly used to treat depressive or anxiety disorders and may be part of the approach to treating the comorbidities of somatoform disorders.

137

• Pasien 28 tahun, selalu berbohong kepada orang lain, barubaru ini melakukan tindak penipuan pada kakak ibunya. • Sejak SMA  melakukan perbuatan yang melanggar hukum. • Afeknya: datar dan bersikap tidak peduli pada lingkungannya • Pemeriksaan fisik: tidak didapatkan gejala psikosis maupun depresi.

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  GANGGUAN KEPRIBADIAN TIPE ANTISOSIAL

JAWABAN: D. GANGGUAN KEPRIBADIAN TIPE ANTISOSIAL

• Pasien 28 tahun, selalu berbohong, melakukan tindak penipuan, sejak SMA sering melanggar hukum, afek datar dan tidak peduli  mengarah pada gangguan kepribadian tipa antisosial

• Pilihan B  Introvert, suka menyendir, afek terbatas • Pilihan C  mudah curiga dan sering berpikiran buruk

Gangguan Kepribadian Dissosial (F60.2) • Pedoman diagnostik (PPDGJ III)  dibutuhkan paling sedikit 3 dari hal berikut: – Bersikap tidak peduli dengan perasan orang lain – Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (persisten) serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial – Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan mengembangkannya – Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan – Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman – Sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang msauk akal untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.

Gangguan Kepribadian Antisosial (DSM IV)

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik): • Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk • Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis • Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional): • Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah • Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive • Histrionik: ‘drama-queen’ • Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas): • Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain • Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain • Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan

Diagnosing Personality Disorder • Personality disorder is an enduring pattern of thinking, feeling, and behaving that is relatively stable over time. • The features of a personality disorder usually become recognizable during adolescence or early adult life, 18 years of age. • Personality disorder categories may be applied with children or adolescents in those relatively unusual instances in which the individual's particular maladaptive personality traits appear to be pervasive, persistent, and unlikely to be limited to a particular developmental stage or another mental disorder. • For a personality disorder to be diagnosed in an individual younger than 18 years, the features must have been present for at least 1 year. • Exception for above rule is antisocial personality disorder which cannot be diagnosed in individuals younger than 18 years. DSM 5

Skizoid/ Paranoid/ Skizotipal

138

• Pria 20 tahun, dilaporkan warga suka menunjukan penisnya didepan siswi-siswi SMU • Pria ini mengatakan memperoleh gairah seksual bila memamerkan alat kelaminnya ke orang lain. Namun ia tidak punya keinginan memperkosa lebih jauh. DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  GANGGUAN EKSHIBISIONISME JAWABAN: E. GANGGUAN EKSHIBISIONISME

• Pasien ada gairah seksual ketka memperlihatkan atau memamerkan alat kelamin kepada orang lain (memamerkan penis ke siswi SMU) tanpa ajakan untuk berhubungan  sesuai dengan gangguan ekshibisionisme

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA) Diagnosis

Karakteristik

Fetishism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the use of nonliving objects (e.g., female undergarments).

Frotteurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving touching and rubbing against a nonconsenting person.

Masochism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or otherwise made to suffer.

Sadism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts (real, not simulated) in which the psychological or physical suffering (including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.

Voyeurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process of disrobing, or engaging in sexual activity.

Necrophilia

Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from cadavers.

Diagnosis

Karakteristik

Pedophilia

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at least 5 years older than the child

Eksibisionis

Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan kepuasan seksual

Troilisme

Kepuasan seksual didapatkan dengan menyaksikan seseorang yang sedang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain, orang yang ditonton mengetahui hal tersebut

Zoophilia

Preferensi seksual/keinginan untuk melakukan hubungan seksual pada hewan Bestiality: hubungan seksual dengan hewan (sudah melakukan)

Pedoman Diagnosis Ekshibisionisme (DSM-IV)

Gangguan parafilia • Gangguan parafilia: – kondisi gangguan/penyimpangan seksual menyangkut dorongan seksual yang intens melibatkan objek hingga aktivitas tidak lazim yang diperlukan untuk mengalami gairah seksual dan orgasme

• Fetishistic disorder/Fetishisme – Mengandalkan objek benda mati sebagai rangsangan untuk bangkitkan keinginan seksual dan berikan kepuasan seksual – Kebanyakan benda atau objek fetish adalah ekstensi tubuh manusia: pakaian, sepatu, dll – Objek fetish sumber utama yang penting sekali untuk respon seksual yang memuaskan atau untuk memperoleh gairah seksual

• Transfetisism/Transvestisme fetishistik – Munculnya gairah seksual dengan melakukan cross-dressing – Pakaian lawan jenis tidak hanya untuk dipakai, namun untuk ciptakan penampilan lawan jenis (biasanya lebih dari satu barang, termasuk rambut palsu dan make up, beda dengan fetishisme)

Fetishism and Transvestic Fetishism • Fetishism – Mendapatkan kepuasaan seksual dari benda-benda mati (i.e., inanimate and/or tactile) – Numerous targets of fetishistic arousal, fantasy, urges, and desires

• Transvestic Fetishism – Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai pakaian dari lawan jenis – Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi – Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi – Many are married and the behavior is known to spouse

Transvestic Fetishism • Juga dikenal sebagai transvestism atau cross-dressing • Karakteristik: – Fantasi, kebutuhan (urges), atau perilaku yang melibatkan memakai baju dari lawan jenis untuk mendapatkan rangsangan atau kepuasaan seksual

• Tipikal pasien dengan transvestism laki-laki heteroseksual yang mulai memakai baju lawan jenis saat anak-anak atau remaja • Sering salah diagnosis dengan gangguan identitas gender (transsexualism)keduanya memiliki pola yang berbeda • The development of the disorder seems to follow the behavioral principles of operant conditioning

1122

Comer, Abnormal Psychology, 7e

Gangguan parafilia • Voyeuristic disorder/ Voyeurisme – Kecenderungan berulang atau menetap untuk mengintip/melihat orang yang lakukan hubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang membuka pakaian, tanpa disadari orang bersangkutan (yang diintip)

• Ekshibisionisme – Memperoleh gairah seksual dengan memperlihatkan atau memamerkan alat kelamin kepada orang asing atau banyak orang di tempat umum tanpa ajakan atau niat berhubungan lebih akrab

• Frotteuristic – Memperoleh gairah seksual dengan menyentuh atau menggesekkan genital pada orang lain tanpa persetujuan

Gangguan parafilia • Sexual masochism disorder – Muncul gairah seksual intens bila disakiti, dipermalukan, diikat, dipukuli

• Sexual sadism disorder – Muncul gairah seksual intens bila melihat orang lain menderita atau menyakiti orang lain

• Pedofilia – Muncul gairah seksual intens melibatkan aktivitas seksual dengan anak anak (usia ≤13 tahun)

139

• Pasien 22 tahun, sering merasa pusing dan rasa cemas disertai keluhan dada berdebar, merasa sesak, berkeringat, dialami jika berada di ruangan tertutup. • Gangguan ini muncul selama 6 bulan terakhir. JENIS GANGGUAN PADA PASIEN…

DIAGNOSIS  GANGGUAN FOBIA JAWABAN: B. GANGGUAN FOBIA

• Pasien 22 tahun, sering pusing dan cemas disertai keluhan dada berdebar, merasa sesak, berkeringat, terutama di ruangan tertutup  ada ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap situasi spesifik (di ruangan tertutup)  sesuai dengan gangguan fobia

• Pilihan A  tidak dipilih karena tidak ada gejala psikotik seperti halusinasi, waham, perilaku aneh. • Pilihan C  adanya tanda depresi seperti anergi, anhedonia, afek depresi • Pilihan D  muncul serangan panik tanpa ada provokasi dari stimulus apapun, gejala takikardia, palpitasi, dispnea, berlangsung selama 20-30 menit. • Pilihan E  kecemasan yang berlangsung terus menerus setiap hari, disertai khawatir akan nasib buruk, ketegangan motork, dsb.

Ansietas Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik. Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat. Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam. Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.

Gangguan penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

FOBIA • Fobia adalah penolakan berdasarkan ketakutan terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak ada dasarnya (DSM IV-TR). • Terdapat 3 jenis fobia: Agorafobia, fobia sosial, dan fobia khas/ spesifik.

Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik • Ketakutan yang jelas, persisten, berlebihan dan tidak beralasan ketika terdapat objek/situasi yang ditakutkan atau mengantisipasi objek/situasi tersebut. • Paparan terhadap stimulus akan mencetuskan respon ansietas segera—dapat berupa serangan panik. • Individu menyadari bahwa ketakutannya berlebihan dan tidak beralasan. • Situasi yang menakutkan akan dihindari atau dihadapi dengan merasa sangat cemas/stress. • Tindakan menghindar, cemas, dan distress dalam situasi tersebut secara signifikan mengganggu rutinitas individu, pekerjaan/Pendidikan, aktivitas social atau hubungan, atau terdapat distress karena memiliki fobia tersebut. • Pada individu berusia < 18 tahun, gejala berlangsung selama minimal 6 bulan. DSM-IV-TR

Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering Ditemui FOBIA

FOBIA TERHADAP:

Arachnofobia

Laba-laba

Aviatofobia

Terbang

Klaustrofobia

Ruang tertutup

Akrofobia

Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia

Badai-Petir

Nekrofobia

Kematian

Aichmofobia

Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia

Laki-laki

Ginofobia

Perempuan

Latrofobia

Tenaga Medis (dokter/perawat)

Iatrofobia

Takut untuk pergi berobat

Tatalaksana Fobia Spesifik • Medikamentosa – Tidak terlalu berperan – Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia. Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.

• Cognitive Behavior Therapy – Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan pikiran negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya dan dibantu melihat situasi sesuai dengan realita. – Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi  Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan efektif untuk fobia spesifik.

Terapi Desensitisasi • Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas pasien dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai pasien tidak takut atau cemas lagi. • Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu respons yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang.

Jenis Fobia

Karakteristik

Agorafobia

Kecemasan berada di dalam situasi di mana ia kemungkinan sulit meloloskan diri atau di mana ia mungkin tidak terdapat pertolongan jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan. Biasanya situasi yang membuat cemas seperti berada di luar rumah sendirian, berada di keramaian.

Fobia sosial

Ketakutan yang jelas dan menetap situasi sosial atau tampil didepan orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.

Fobia khas/ spesifik

Ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia), atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus, ulat, dan lain-lain.

140

• Laki-laki 45 tahun sudah 1 bulan tidak mau makan • Sejak 4 bulan merasa ketakutan bahwa istri dan anakanaknya akan membunuh pasien • Mendengar suara yang mengancam akan menyakiti • Yakin akan dibunuh meski disangkal orang sekitar • Tidak bekerja sejak alami gangguan

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA PARANOID JAWABAN:

A. SKIZOFRENIA PARANOID

• Pasien usia 45 tahun  kondisi terdapat: – Waham kejar: yakin bahwa istri dan anaknya akan membunuh dirinya, meski dikonfrontasi (orang sekitar memberi penyangkalan)

– Halusinasi: mendengar suara ingin sakiti dirinya – Gangguan fungsi sosial: tidak bekerja

• Kondisi waham + halusinasi dialami > 1 bulan  kriteria A diagnosis skizofrenia

• Diagnosis sesuai pada skizofrenia tipe paranoid

• Skizofrenia undifferentiated  terdapat gejala psikotik, tidak memenuhi kriteria paranoid, hebefrenik, maupun katatonik • Gangguan waham menetap  biasanya delusi bersifat non-bizarre setidaknya durasi 1 bulan dan tidak ada kondisi memenuhi kriteria A diagnosis skizofrenia • Gangguan waham induksi  ada dua orang atau lebih alami waham/sistem waham yang sama, saling dukung dalam keyakinan waham • Gangguan kepribadian paranoid  gangguan kepribadian (pola berpikir hingga perilaku relative stabil sepanjang waktu), dimana mudah curiga dan sering berpikiran buruk, biasanya mulai ada sejak dewasa muda

Skizofrenia (DSM 5) Kriteria Diagnosis A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3: 1. 2. 3. 4. 5.

Waham Halusinasi Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb) Perilaku aneh atau katatonik Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)

B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1 bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak terlalu berat. D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena: 1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul 2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain. F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak, diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.

Klasifikasi Skizofrenia (DSM V) • Paranoid: Terdapat waham dan halusinasi auditori, namun tidak terdapat perilaku aneh atau afek yang datar/tidak sesuai. Tema waham umumnya waham rujukan atau waham kebesaran, tetapi dapat juga berupa waham cemburu atau yang bersifat somatisasi. • Disorganized: disebut juga skizofrenia hebefrenik. Terdapat gangguan pikiran dan afek yang datar. • Katatonik: pasien dapat tidak bergerak dalam waktu yang lama atau menunjukkan gerakan yang tidak bertujuan. Gejala meliputi stupor dan fleksibilitas serea. • Tidak terdiferensiasi: terdapat gejala psikotik namun belum memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, hebefrenik, atau katatonik. • Residual: terdapat gejala positif dengan intensitas yang rendah.

141

• Perempuan 20 tahun mengurung diri di dalam kamar dan sudah 2 bulan tidak pergi untuk kuliah • Sering berbicara sendiri dan bicara tidak nyambung • Halusinasi auditorik,waham, afek inappropriate, serta produksi miskin isi pikir PENGOBATAN TEPAT…

DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA JAWABAN:

C. RISPERIDON

• Pasien terdapat: – Halusinasi auditorik: sering bicara sendiri – Waham – Inkoheren – Gejala negative: afek inappropriate, malas aktivitas/tidak minat lakukan apapun, produksi miskin isi pikir

• Sesuai dengan kriteria A diagnosis skizofrenia dan berlangsung >1 bulan  diagnosis skizofrenia • Pemberian antipsikotik  pilihan pertama  antipsikotik atipikal/ generasi kedua  Risperidon

• Haloperidol dan chlorpromazine  antipsikotik gen 1st dengan efek samping ekstrapiramidal lebih besar  alternative bila tidak bisa gunakan antipsikotik gen 2nd • Amitriptilin  antidepresan golongan trisiklik • Fluoxetin  antidepresan golongan SSRI

Skizofrenia (DSM 5) Kriteria Diagnosis A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3: 1. 2. 3. 4. 5.

Waham Halusinasi Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb) Perilaku aneh atau katatonik Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)

B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1 bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak terlalu berat. D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena: 1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul 2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain. F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak, diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.

GEJALA POSITIF DAN NEGATIF PADA SKIZOFRENIA GEJALA POSITIF

GEJALA NEGATIF

• Halusinasi • Waham • Disorganisasi pikiran • Gangguan psikomotor

• Afek datar • Alogia (minim bicara meskipun sudah diajak berkomunikasi) • Anhedonia • Malas beraktivitas (avolition) • Tidak mau bergaul (asociality)

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia-booklet-12-2015/index.shtml

Terapi Antipsikotik • Antipsikotik generasi pertama (tipikal)

• antagonis reseptor dopamin D2 • Contoh: haloperidol dan chlorpromazine • Efek samping: lebih sering menyebabkan gejala ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome • Sebagai alternatif jika antipsikotik generasi kedua tidak bisa digunakan

• Antipsikotik generasi kedua (atipikal)

• afinitas rendah terhadap reseptor D2, afinitas tinggi terhadap reseptor 5HT • Contoh: risperidone, clozapine, dan olanzapine • Efek samping neurologis (-) • Efek samping metabolik (+) • Obat pilihan pertama

142

• Wanita 30 tahun selalu ingin keluar jalan-jalan dan berbelanja, berbicara banyak, bisa tidak tidur berhari-hari • Sudah selama 2 minggu terakhir • Tidak dapat bekerja • Ada periode sedih berkepanjangan hingga disertai keinginan bunuh diri beberapa bulan yang lalu • Datang dengan dandanan tebal dan lipstick merah

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  BIPOLAR DENGAN EPISODE KINI MANIK JAWABAN:

D. BIPOLAR DENGAN EPISODE KINI MANIK

• Pasien wanita datang dengan: – Manik: kebutuhan tidur berkurang, bicara banyak, peningkatan aktivitas, banyak belanja – Menimbulkan disfungsi sosial: tidak bekerja – Mood meningkat selama >1 minggu

– Ada periode depresi mayor sebelumnya:sedih, keinginan bunuh diri

• Sesuai dengan diagnosis gangguan afektif bipolar, kini episode manik  bipolar tipe 1

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Gangguan mood

1 atau lebih episode mania atau hipomania

1 atau lebih episode depresi

Dengan/ tanpa psikosis?

Gangguan afektif bipolar

Episode kini manik/ depresi?

Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar (PPDGJ-III) • Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu lain berupa penurunan mood dan energi (depresi). • Ada periode penyembuhan sempurna antar episode. • Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-5 bulan. • Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.

Bipolar Tipe I (DSM 5) Minimal 1 episode yang memenuhi kriteria manik

Bipolar Tipe II (DSM 5) Minimal terdapat 1 episode yang memenuhi kriteria hipomanik dan minimal satu episode depresi mayor

Dapat diikuti atau diawali oleh episode Tidak pernah mengalami episode hipomanik atau depresi mayor manik Bukan merupakan kelainan skizoafektif, skizofrenia, gangguan waham, atau kelainan psikotik lainnya

Bukan merupakan kelainan skizoafektif, skizofrenia, gangguan waham, atau kelainan psikotik lainnya

Gejala depresi dan afek yang tidak dapat diprediksi akibat alterasi antara periode depresi dan hipomania menyebabkan distres sosial, pekerjaan, dan area fungsional lain.

Episode Manik (DSM 5) A. Mood meningkat secara abnormal dan persisten, iritabel, disertai peningkatan aktivitas atau energi, berlangsung selama minimal 1 minggu dan terjadi sepanjang hari, hampir setiap hari. B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi, terdapat min. 3 gejala (4 jika hanya terdapat mood iritabel): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Percaya diri meningkat/grandiositas Kebutuhan tidur berkurang Bicara banyak Flight of ideas Mudah terdistraksi Peningkatan aktivitas bertujuan atau agitasi psikomotor Keterlibatan berlebihan pada aktivitas yang berpotensi memiliki konsekuensi (banyak belanja, investasi, dll)

C. Gangguan menyebabkan disfungsi sosial D. Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.

Episode Hipomanik (DSM 5) A. Mood meningkat secara abnormal dan persisten, iritabel, disertai peningkatan aktivitas atau energi, berlangsung selama minimal 1 minggu dan terjadi sepanjang hari, hampir setiap hari. B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi, terdapat min. 3 gejala (4 jika hanya terdapat mood iritabel): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Percaya diri meningkat/grandiositas Kebutuhan tidur berkurang Bicara banyak Flight of ideas Mudah terdistraksi Peningkatan aktivitas bertujuan atau agitasi psikomotor Keterlibatan berlebihan pada aktivitas yang berpotensi memiliki konsekuensi (banyak belanja, investasi, dll)

C. Gangguan tidak menimbulkan perubahan fungsional individu D. Gangguan mood dapat diobservasi oleh orang lain E. Gangguan tidak menimbulkan disfungsi sosial atau pekerjaan dan tidak membutuhkan hospitalisasi. Jika ada gejala psikotik  manik F. Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.

Episode Depresi Mayor (DSM 5) A.

Terdapat minimal lima dari gejala-gejala berikut yang timbul selama 2 minggu dan menimbulkan perubahan fungsional individu: 1. Afek depresi sepanjang hari 2. Kehilangan minat untuk beraktivitas 3. Penurunan berat badan tanpa diet, peningkatan berat badan, atau perubahan pola makan 4. Insomnia atau hipersomnia 5. Agitasi psikomotor atau retardasi 6. Fatigue/merasa tidak berenergi 7. Merasa tidak berguna/merasa bersalah 8. Gangguan konsentrasi 9. Pikiran berulang tentang kematian, ide atau percobaan bunuh diri Gejala yg harus ada adalah salah satu dari: afek depresi atau kehilangan minat

B.

Gejala menimbulkan distres sosial, pekerjaan, area fungsional lain secara signifikan

C.

Bukan akibat efek obat-obatan atau kondisi medis lain.

143

• Laki-laki 21 tahun selalu melakukan hal berulang ulang • Selama 3 bulan terakhir mencuci tangan berulang-ulang sebelum makan karena cemas kuman tertelan • Menghabiskan waktu hingga 1 jam lebih • Apabila tidak dilakukan, muncul perasaan tidak tenang yang sangat mengganggu

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF JAWABAN:

B. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

• Pada pasien usia 21 tahun terdapat: – Obsesif: pemikiran berlebihan berupa takut akan kotor, takut kuman tertelan – Kompulsi: perilaku berulang-ulang, misalnya mencuci tangan berulang – Bertujuan mengurangi kecemasan/kekhawatiran

• Kondisi bila dilakukan menyebabkan perasaan tidak tenang dan mengganggu  gangguan obsesif kompulsif (OCD)

• Gangguan cemas menyeluruh  free floating anxiety • Gangguan waham menetap  delusi bersifat non-bizarre setidaknya durasi 1 bulan dan tidak ada kondisi memenuhi kriteria A diagnosis skizofrenia • Gangguan stress pasca trauma  ada flashback kejadian traumatic persisten, gejala dialami selama 1-6 bulan setelah kejadian trauma berat • Gangguan afektif  berupa gangguan mood pada pasien

DSM-5 Diagnostic Criteria for ObsessiveCompulsive Disorder (300.3) A. Presence of obsessions, compulsions, or both: Obsessions are defined by (1) and (2): 1. Recurrent and persistent thoughts, urges, or impulses that are experienced, at some time during the disturbance, as intrusive and unwanted, and that in most individuals cause marked anxiety or distress. 2. The individual attempts to ignore or suppress such thoughts, urges, or images, or to neutralize them with some other thought or action (i.e., by performing a compulsion). Compulsions are defined by (1) and (2): 1. Repetitive behaviors (e.g., hand washing, ordering, checking) or mental acts (e.g., praying, counting, repeating words silently) that the individual feels driven to perform in response to an obsession or according to rules that must be applied rigidly. 2. The behaviors or mental acts are aimed at preventing or reducing anxiety or distress, or preventing some dreaded event or situation; however, these behaviors or mental acts are not connected in a realistic way with what they are designed to neutralize or prevent, or are clearly excessive. • Note: Young children may not be able to articulate the aims of these behaviors or mental acts.

DSM-5 Diagnostic Criteria for ObsessiveCompulsive Disorder (300.3) B. The obsessions or compulsions are time-consuming (e.g., take more than 1 hour per day) or cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning. C. The obsessive-compulsive symptoms are not attributable to the physiological effects of a substance (e.g., a drug of abuse, a medication) or another medical condition. D. The disturbance is not better explained by the symptoms of another mental disorder

Contoh pikiran dan perilaku OCD • Contoh obsesi: • Etiologi – Genetik – Lingkungan – Abnormalitas neurotransmisi serotonin (5-HT) pada otak

– Ketakutan akan kotor – Keraguan berlebihan terhadap agama/kepercayaan – Pemikiran berlebihan tentang seksExcessive doubts about religion – Pemikiran untuk merorganisir barang dengan cara tertentu – Imajinasi akan menyakiti diri sendiri/ agresi

• Contoh kompulsi

https://www.psychguides.com/guides/ocd-obsessivecompulsive-disorder/ https://www.medscape.com/answers/193413993611/what-are-the-etiologies-of-obsessive-compulsivedisorder-ocd

– – – – – –

Berdoa terus menerus Memegang barang terus menerus Menata barang terus menerus Menghitung terus menerus Mengecek sesuatu terus menerus Mencuci terus menerus

144

• Wanita 23 tahun merasa cemas sejak 6 bulan, terjadi setiap hari dan tanpa sebab jelas • Sulit tidur, keringat dingin, tangan dan kaki dingin, serta mudah lelah • Cemasnya tidak beralasan, tapi sulit sekali menghilangkan

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  GANGGUAN CEMAS MENYELURUH JAWABAN:

D. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

• Pada pasien tampak adanya ansietas dengan gejala fisik  insomnia, keringat dingin, tangan dan kaki dingin, mudah lelah

• Cemas tidak beralasan/tanpa sebab jelas + sulit dikontrol  dialami sejak 6 bulan  kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh

• Gangguan penyesuaian  gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor • Gangguan somatoform  ada gejala gangguan fisik, tidak ada abnormalitas organik • Anxietas phobic  rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi • Gangguan panik  serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.

Gangguan Ansietas • Ansietas • suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi

• Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti: • • • • • • • •

kecemasan (khawatir akan nasib buruk), Sulit konsentrasi ketegangan motorik, gelisah, gemetar, renjatan rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala ketegangan otot, mudah lelah berkeringat, tangan terasa dingin Insomnia

Gejala Umum Gejala Psikologis

Gejala Fisik

145

• Pria 35 tahun merasa cemas, serta berkeringat dingin setiap kali akan memimpin suatu rapat rutin sejak 1 bulan • Baru diangkat sebagai pemimpin perusahaan cabang 2,5 bulan lalu • Merasa menjadi pusat perhatian • Sadar kecemasannya berlebihan dan tidak beralasan • Tetap dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  GANGGUAN PENYESUAIAN JAWABAN:

C. GANGGUAN PENYESUAIAN

• Pasien cemas + keringat dingin + merasa jadi pusat perhatian  muncul setiap situasi memimpin rapat sejak 1 bulan terakhir • Didahului kejadian baru yang stressful  pasien ditunjuk sebagai pemimpin di tempat baru + belum kenal karyawan baru 2,5 bulan yang lalu • 1,5 bulan setelah stressor (<3 bulan)  kemudian muncul gejala • Sesuai dengan gangguan penyesuaian dengan ansietas

• Gangguan panik  serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan • Gangguan fobik  rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi  tidak dipilih karena pada soal muncul gejala maladaptive setelah terdapat stressor (pemimpin di tempat baru + belum kenal karyawan ) • Reaksi stress akut  terjadi setelah peristiwa traumatic (gejala mirip PTSD), namun terjadinya beberapa jam setelah kejadian traumatic hingga 1 bulan

GANGGUAN PENYESUAIAN (F43) (DSM-IV)

Afek Depresi vs Ansietas Anxiety • • • • •

Characterized by a sense of doubt and vulnerability about future events. Fear that those future prospects will be bad. Anxious thoughts Unexplained physical sensations (sweating, trembling, palpitation, dyspnea, etc) Avoidant or self protective behaviors

Depression  Feeling sad, and/or hopeless  Lack of interest and enjoyment in activities that used to be fun and interesting  Physical aches and pains without physical cause; lack of energy  Difficulty concentrating, remembering, and/or making decisions  Changes in appetite and weight  Unwelcome changes in usual sleep pattern  Thoughts of death and suicide

Adjustment Disorder with Depressed Mood • The predominant manifestation are depressed mood, tearfulness and hopelessness • Must be differentiated from MDD and uncomplicated bereavement Adjustment Disorder with Anxiety • Symptoms pf anxiety – palpitations, jitteriness, agitation • Must be differentiated from anxiety disorder

Adjustment Disorder with Mixed Anxiety and Depressed Mood • Features of both anxiety and depression that do not meet the criteria for an already established anxiety disorder or depressive disorder Adjustment Disorder with Disturbance of Conduct • Violations of other’s rights • Disregarding norms and rules • Must be differentiated from antisocial personality disorder Adjustment Disorder Unspecified • A residual category for atypical maladaptive reactions to stress

146

• Laki-laki 45 tahun satu bulan terakhir selalu marah-marah • 4 bulan terakhir pasien selalu yakin dan menuduh keluarganya ingin membunuhnya untuk mendapatkan semua hartanya • Tidak ada psikosis sebelumnya, menurut keluarga pasien sering bicara sendiri

DIAGNOSIS…

DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA JAWABAN:

A. SKIZOFRENIA

• Pada pasien terdapat kondisi: – Waham rujukan: yakin keluarga ingin membunuhnya – Tidak ada psikosis sebelumnya

– Ada halusinasi: ada bicara sendiri

• Berlangsung waham dan halusinasi selama 4 bulan  kriteria A skizofrenia

• Pasien marah-marah  sebabkan gangguan interpersonal • Sesuai dengan diagnosis  Skizofrenia

• Waham organic  waham disebabkan penyebab organic misalnya kondisi medis lainnya (seperti ensefalopati dan lainnya) • Gangguan kepribadian paranoid  gangguan kepribadian, pasien mudah curiga, sering berpikiran buruk, biasanya dikenali saat remaja atau dewasa muda • Skizotipal  perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang • Waham menetap  ada satu atau lebih waham, lebih dari 1 bulan, tidak memenuhi kriteria A

Skizofrenia (DSM 5) Kriteria Diagnosis A. Terdapat 2 atau lebih gejala berikut yang berlangsung selama 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati). Salah satu gejala harus merupakan gejala no 1, 2, atau 3: 1. 2. 3. 4. 5.

Waham Halusinasi Bicara tidak terorganisasi (inkoherensia, dsb) Perilaku aneh atau katatonik Gejala negatif (ekspresi/emosi datar, tidak berminat melakukan apapun)

B. Terdapat gangguan fungsi sosial dalam pekerjaan, hubungan interpersonal atau kemampuan mengurus diri berkurang dibandingkan dengan sebelum onset gejala C. Gejala bertahan selama minimal 6 bulan, dalam 6 bulan tersebut sudah meliputi 1 bulan gejala yang memenuhi kriteria A dan fase prodromal. Fase prodromal dapat berupa gejala negatif atau beberapa gejala pada kriteria A dalam level yang tidak terlalu berat. D. Bukan merupakan gangguan skizoafektif atau bipolar dengan ciri psikotik, karena: 1. Tidak terdapat episode depresi mayor atau manik pada saat gejala timbul 2. Jika terdapat gangguan mood, hanya terjadi singkat selama periode sakit

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek obat-obatan atau kondisi medis lain. F. Jika terdapat riwayat spektrum autism atau gangguan komunikasi masa kanak, diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi yang jelas ditambah gejala pada kriteria A lainnya sudah berlangsung selama 1 bulan.

147

• Wanita 18 tahun mengeluh nyeri dada dan buta mendadak • Muncul tiba-tiba setelah melihat kedua orang tuanya bertengkar • Pada pemeriksaan fisik, neurologi, dan laboratorium normal

DIAGNOSIS… DIAGNOSIS  GANGGUAN KONVERSI JAWABAN:

D. GANGGUAN KONVERSI

• Pasien keluhan nyeri dada dan buta mendadak  tanpa dapat dijelaskan pemeriksaan medis maupun neurologis • Ada stress akut sebelumnya  keluhan dipicu habis saksikan pertengkaran orangtuanya • Sesuai diagnosis gangguan konversi atau disosiasi  sesuai dengan tipe gangguan kehilangan sensorik disosiatif • Tidak dipilih malingering karena pada kasus tidak jelas apa tujuan/motivasi eksternal/kompensasi tertentu

• Gangguan factitious  atau Munchhausen syndrome  berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit, dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari orang lain saja • Gangguan psikosomatis  terdapat sakit fisik nyata yang disebabkan faktor psikologis • Gangguan somatisasi  akan ada banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis) • Malingering  berpura-pura sakit atau melebihlebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja)

Dissociative (Conversion) Disorder • Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti: – Identitas diri – Memori – Fungsi sensorik dan motoric

• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress berlebih  salah satu bentuk denial. • Didahului oleh stressor/trauma. • DSM-V: 1. 2. 3. 4. 5.

Gangguan depersonalisasi/derealisasi Amnesia disosiatif Fugue disosiatif Gangguan identitas disosiatif Gangguan disosiatif lainnya

Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar. Amnesia disosiatif

Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab organik.

Fugue disosiatif

“Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan identitas disosiatif

Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan disosiatif lainnya

1.

2. 3.

4.

5. 6.

Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau “kekuatan lain”. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan seluruh atau sebagian anggota gerak. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi klinis sebenarnya. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguangangguan disosiatif Stupor Disosiatif

148

• Pasien 45 tahun alami tremor • Tampak adanya rigiditas dan kelambatan bergerak yang melibatkan batang tubuh dan ekstremitas, tampak kesulitan berdiri dari posisi duduk serta postur tidak seimbang • Menjalani terapi antipsikotik

OBAT SEBABKAN KELUHAN… DIAGNOSIS  GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL JAWABAN:

C. HALOPERIDOL

• Pasien usia 45 tahun alami kondisi mengarah pada pseudoparkinsonisme: – Tremor – Rigiditas

– Bradikinesia (lambat gerak) – Postural instability

• Pseudoparkinsonisme bagian dari gejala ekstrapiramidal • Penyebab  penggunaan obat antipsikotik gen 1st atau tipikal  haloperidol

• Chlopromazin  golongan antipsikotik tipikal  efek samping gejala ekstrapiramidal lebih jarang dibanding haloperidol. Lebih sering keluhan hipotensi ortostatik pada penggunaan CPZ • Risperidon  golongan antipsikotik atipikal, lebih jarang efek samping ekstrapiramidal dibandingkan golongan tipikal seperti haloperidol

Efek Samping ANTIPSIKOTIK: GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Efek Samping Obat Antipsikotik

CPZ vs Haloperidol

http://www.cochrane.org/CD004278/SCHIZ_haloperidol-versus-chlorpromazine-for-schizophrenia

CPZ vs Haloperidol

Haloperidol Versus Chlorpromazine for Treatment of Schizophrenia C. Leucht; M. Kitzmantel; L. Chua; J. Kane; S. Leucht http://www.medscape.com/viewarticle/579942_8

149

• Wanita 26 tahun sudah 3 minggu diam mematung serta sulit diajak komunikasi • Merasa sudah kiamat dan sekarang ada di akhirat, merasa sedih dan ingin dihukum atas dosa-dosa • Tidak memakai obat-obatan narkotika • Reposisi postur, terdapat resistensi

TERAPI…

DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA KATATONIK JAWABAN:

B. LORAZEPAM

• Wanita 26 tahun kondisi: – Ada waham: merasa kiamat dan ada di akhirat

– Sulit diajak komunikasi  mutism – Imobilitas motoric  pasien mematung + reposisi postur terdapat resistensi (waxy flexibility)

• Sesuai dengan kondisi skizofrenia katatonik • Terapi utama: pemberian benzodiazepine  umumnya sering digunakan lorazepam

• Skizofrenia katatonik  tidak diberikan antipsikotik atau obat lain yang hambat reseptor dopamine seperti antiemetic  bisa perberat gejala katatonia (opsi chlorpromazine dan haloperidol tidak tepat) • Amitriptilin  antidepresan golongan trisiklik • Carbamazepin  mood stabilizer, bisa digunakan pada kondisi bipolar

Skizofrenia katatonik (DSM V) A. Criteria for catatonia are the same throughout the manual, independent from the initial diagnosis: psychotic, bipolar, depressive, medical disorders or an unidentified medical condition. In order to facilitate the recognition, catatonia is defined by the presence of at least 3 symptoms from a list of 12. B. The catatonic subtype of schizophrenia is deleted (along with all other schizophrenia subtypes) and catatonia becomes a specifier for schizophrenia as for major mood disorders. C. Catatonia becomes a specifier for four additional psychotic disorders: 1. Brief psychotic disorder; 2. Schizo phreniform disorder; 3. Schizoaffective disorder; 4. Substance-induced psychotic disorder. D. A new residual diagnostic category: “Catatonia not otherwise specified-NOS” is added, to facilitate the diagnosis in patients with psychiatric conditions other than schizophrenia and mood disorders or when the underlying general medical condition is not immediately recognized.

Prinsip Tatalaksana Katatonik • Cegah dehidrasi dan malnutrisi: pasien yang menolak makan minum dapat diberikan cairan dan nutrisi parenteral. • Cegah DVT dan emboli paru: dilakukan dengan cara memberikan compression stocking dan antikoagulan. • Cegah kontraktur: dengan cara dilakukan pergerakan pasif dari sendi-sendi • Cegah ulkus dekubitus dengan memindahkan posisi pasien dengan teratur (tiap 2 jam) • Tatalaksana penyakit yang mendasari perilaku katatonik

Tatalaksana Skizofrenia Katatonik • Meskipun termasuk dalam jenis gangguan psikotik, pemberian antipsikotik dan obat lain yang menghambat reseptor dopamin (misalnya obat antiemetik) harus dihindari karena dapat memberberat gejala katatonia. • Tatalaksana medikamentosa yang utama adalah obat golongan Benzodiazepine (obat yang paling sering digunakan adalah Lorazepam). • Bila tidak respons dengan Benzodiazepine, maka pasien ditatalaksana dengan Electroconvulsive therapy (ECT). Coffey Justin. Catatonia in adults: Treatment and prognosis. 2012. UpToDate 19.3.

150

• Pria 38 tahun kondisi gaduh gelisah sejak 4 jam yang lalu • Tindakannya sangat berbahaya, suka melemparkan barang yang ada di sekitarnya serta berteriak-teriak • Melakukan restrain fisik pada pasien (diikat dan difiksasi)

TATALAKSANA…

DIAGNOSIS  AGITASI BERAT JAWABAN:

E. HALOPERIDOL 5 MG IM

• Pasien kondisi gaduh gelisah  tampak ada agitasi – Tindakan berbahaya – Melempar barang – Berteriak-teriak

• Tatalaksana medikamentosa untuk restrain kimiawi  antipsikotik tipikal kerja cepat  Haloperidol 5 mg IM • Bila agitasi berat, bahkan dapat kombinasi diberikan haloperidol IM dengan benzodiazepine (pada PANSS-EC 6-7)

GADUH GELISAH dan AGITASI • Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang berlebih yang sifatnya tidak bertujuan. • Agresi: bagian dari gaduh gelisah seperti agitasi, namun biasanya akan ada tindakan/perilaki fisik maupun verbal sengaja/terencana untuk menyakiti atau merusak • Dapat berupa: • • • • • • •

Hiperaktivitas Menyerang Verbal abuse, memaki-maki Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam Merusak barang Berteriak-teriak Gelisah, bicara berlebih

• Kondisi Berat Agitasi

• Tindakan kekerasan atau merusak • Distres berat • Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain

Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS-EC) • Consists of 5 items: • • • • •

excitement, tension, hostility, uncooperativeness, and poor impulse control.

• rated from 1 (not present) to 7 (extremely severe); • scores range from 5 to 35; • mean scores ≥ 20 clinically correspond to severe agitation. http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2

Tatalaksana Agitasi • Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka dilakukan persuasi dan medikasi oral. • Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa • Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan dengan pemberian: • Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa • 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas • Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja

Tatalaksana Agitasi • Pilihan lain: injeksi Olanzapine 10 mg IM, dapat diulang dalam selang 2 jam sampai dosis maksimal 30 mg/hari.

• Dapat menggunakan injeksi Aripriprazole 9,75 mg IM. • Bila hanya tersedia Diazepam injeksi, maka dapat diberikan 10 mg iv atau IM perlahan dalam 2 menit. Dapat diulang tiap 30 menit dengan dosis max 20 mg/hari.

Emergency Management Of The Severely Agitated Or Violent Patient

uptodate

Summary

• For severely violent patients requiring immediate sedation, give: • a rapidly acting first generation (typical) antipsychotic (eg, droperidol) or • should be avoided in cases of alcohol withdrawal, benzodiazepine withdrawal, other withdrawal syndromes, anticholinergic toxicity, and patients with seizures

• benzodiazepine alone (eg, midazolam) or • retain efficacy in acute psychosis

• a combination of a first generation antipsychotic and a benzodiazepine (eg, droperidol and midazolam, or haloperidol and lorazepam). • These combinations achieve more rapid sedation than either drug alone and may reduce side effects • Midazolam (5 mg IV or IM) and droperidol (5 mg IV or IM) • Lorazepam (2 mg IV or IM) and haloperidol (5 mg IV or IM)

• For patients with agitation from drug intoxication or withdrawal • give a benzodiazepine. • For patients with undifferentiated agitation • we prefer benzodiazepines, but first generation antipsychotics are a reasonable choice. • For agitated patients with a known psychotic or psychiatric disorder • we prefer first generation antipsychotic agents, but second generation antipsychotics are a reasonable choice.

“We Build Doctors”

Related Documents

Nakamura 1 20
January 2021 0
M10_u2_s4_virm%20(1)
February 2021 0
1-20-cocinadiez
February 2021 0
Scp 1-20
February 2021 2

More Documents from "Kevin Rosales"