Abses Submandibula

  • Uploaded by: Anin Dita
  • 0
  • 0
  • August 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Abses Submandibula as PDF for free.

More details

  • Words: 3,220
  • Pages: 24
Loading documents preview...
REFERAT

ABSES SUBMANDIBULA

Oleh :

Claudia Joy Hotmaulina Hutauruk 1618012149

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Abses Submandibula” dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada konsulen spesialis THT sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan referat ini yang telah memberikan bantuan, saran serta kerjasama sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga setiap kritik dan saran untuk pengembangan makalah ini sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini dan sebagai bekal penulis di masa yang akan datang. Penulis berharap kiranya referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi mahasiswa dan semua pihak yang membutuhkannya.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................ i Daftar Isi ...................................................................................................... ii Daftar Tabel ................................................................................................. iii Daftar Gambar ............................................................................................. iv I. Pendahuluan ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................. 1 II. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 2 2.1 Anatomi Leher ................................................................................. 2 2.2 Ruang Submandibula ....................................................................... 5 2.3 Abses Mandibula .............................................................................. 6 2.3.1

Etiologi ................................................................................. 6

2.3.2

Patofisiologi ......................................................................... 7

2.3.3

Diagnosis .............................................................................. 9

2.3.4

Diagnosis Banding .............................................................. 10

2.3.5

Penatalaksanaan ................................................................... 11

2.3.6

Komplikasi ........................................................................... 13

2.3.7

Prognosis .............................................................................. 15

III .Kesimpulan ............................................................................................ 16 Daftar Pustaka

ii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pola Kepekaan Kuman Anerob Terhadap Antibiotik ....................... 11

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Segitiga leher ................................................................................... 2 2. Pembagian segitiga leher ................................................................. 3 3. Ruang potensial leher dalam ............................................................ 4 4. Ruang submandibula ....................................................................... 5 5. Abses submandibula pada anak ....................................................... 8 6. Abses submandibula pada dewasa .................................................. 8 7. CT-scan axial ................................................................................... 9 8. Algoritma pemeriksaan benjolan di leher ........................................ 10 9. Insisi dan drainase abses .................................................................. 13

iv

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula (Soepardi, 2007; Rizzo, 2009). Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya, sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain (Soepardi, 2007).

Kejadian abses leher bagian dalam sudah semakin jarang dijumpai, karena saat ini terjadi penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan (Rizzo, 2009; Ariji, 2002).

Gejala nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai sebagai abses leher dalam. Anatomi dari abses leher dalam sangat komplek, sehingga sulit untuk menentukan lokasi infeksi. Untuk membuat diagnosis dari abses leher dalam cukup sulit karena abses ini ditutupi oleh beberapa jaringan lunak yang ada pada leher dan juga sulit untuk mempalpasi serta menginspeksi dari luar (Soepardi, 2007; Rizzo, 2009).

1. 2 Tujuan Penulisan

Referat ini disusun dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang diagnosis dan penatalaksanaan abses submandibula.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Leher

Struktur superfisial leher terdiri atas otot sternocleidomastoideus dan trapezius serta triangle. Otot sternomastoid membagi empat area dari sisi leher menjadi segitiga anterior dan posterior. Segitiga posterior terdiri atas sternomastoid, trapezius dan klavikula sedangkan segitiga anterior terdiri atas sternomastoid, garis medial bagian anterior leher dan batas inferior mandibula.

Gambar 1. Segitiga leher. A menunjukkan platysma, yang merupakan bagian atap segitiga anterior dan posterior. B menunjukkan pembagian leher oleh sternomastoid menjadi segitiga anterior dan posterior. C dan D menunjukkan subdivisi dari segitiga

2

Segitiga posterior dibagi oleh otot omohyoid inferior menjadi segitiga oksipital superior dan segitiga supraklavikula inferior. Atap segitiga posterior terdiri atas fasia dan otot platysma. Bagian bawah dibentuk oleh serangkaian otot memanjang - capitis splenius, levator skapula dan scalenes tengah dan posterior - semua ditutupi oleh fascia prevertebral. Isi terpenting dari segitiga posterior adalah saraf aksesorius (saraf kranial XI), pleksus brakhialis, bagian ketiga dari arteri subklavia dan kelenjar getah bening.

Segitiga anterior disusun oleh sternomastoid, garis median anterior leher dan batas inferior mandibula. Segitiga anterior dilintasi oleh otot digastrikus dan stylohyoid dan oleh superior omohyoid. Otot-otot ini memungkinkan pembagian lebih lanjut dari segitiga anterior, seperti segitiga karotis. Segitiga karotis berisi sebagian dari arteri karotis eksternal dan cabang-cabangnya. Arteri karotid umum dan internal dan vena jugularis interna cenderung tumpang tindih dengan perbatasan anterior dari sternomastoid.

Gambar 2. Pembagian segitiga leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher 3

menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Fasia servikalis superfisialis Terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. 2. Fasia servikalis profunda Terdiri dari tiga lapisan yaitu: a. Lapisan superfisial Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. b. Lapisan media Lapisan ini dibagi atas divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan musculus buccinator. c. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu

4

dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra.

Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks (Calhoun, 2001).

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. 1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher, terdiri atas: a. ruang retrofaring b. ruang bahaya (danger space) c. ruang prevertebra 2. Ruang suprahioid, terdiri atas: a. ruang submandibula b. ruang parafaring c. ruang parotis d. ruang mastikor e. ruang peritonsil f. ruang temporalis 3. Ruang infrahioid Terdiri atas ruang pretrakeal.

5

Gambar 3. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle (Ariji, 2002). 2.2 Ruang Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior (Soepardi, 2007).

Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh

6

ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes (Calhoun, 2001). Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya, oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya (Ariji, 2002).

Gambar 4. Ruang submandibula

2.3 Abses Submandibula

2.3.1 Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi (Soepardi, 2007; Calhoun, 2001).

Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid. Infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, 7

posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor (Huang, 2004; Ariji, 2002).

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus

influenza,

Streptococcus

Pneumonia,

Moraxtella

catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium (Rosen, 2002).

2.3.2 Patofisiologi

Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui beberapa proses, antara lain: 1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut, wajah atau infeksi leher superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik. 2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi abses fokal. 3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang leher dalam 4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.

Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah sekeliling batas posterior muskulus mielohioideus dan dalamnya akar-akar gigi molar dibawah mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul di trigonum submandibularis. Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang

8

mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya (Ariji, 2002; Rosen, 2002).

2.3.3 Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus (akibat keterlibatan musculus pterygoid), disfagia dan sesak nafas (akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang). 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent. Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang (Soepardi, 2007; Ariji, 2002; Ballenger, 1994).

Gambar 5. Abses submandibula pada anak

9

Gambar 6. Abses submandibula pada dewasa

3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang purulen dibiakkan guna uji resistensi antibiotik. b. Radiologis - Rontgen jaringan lunak kepala AP - Rontgen panoramik Dilakukan apabila penyebab abses submandibula berasal dari gigi. - Rontgen thoraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. c. Tomografi Komputer (CT-scan) CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan gold standar pada abses leher dalam. Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level.

10

Gambar 7. CT-scan axial, menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).

Gambar 8. Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher

11

2.3.4 Diagnosis Banding

Diagnosis banding penyakit abses submandibula, antara lain : 1. Parotitis Parotitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus mumps, bersifat self limitting disease. Gejala klinis meliputi pembengkakan dan rasa nyeri pada kelenjar saliva terutama kelenjar parotid disertai adanya demam, sakit kepala, malaise dan anoreksia. Pada abses submandibula ini tidak didapatkan pembengkakan pada kelenjar parotis dan tidak didapatkan riwayat kontak dengan pasien parotitis sebelumnya. 2. Angina Ludwig Angina ludwig atau angina ludovici merupakan infeksi ruang submandibula

berupa

selulitis

dengan

tanda

khas

berupa

pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada pembesaran submandibula. Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher disertai pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dan keras pada perabaan, dasar mulut yang membengkak dapat mendorong lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan sesak napas. Pada abses submandibula tidak teraba fluktuasi dan tidak mendorong lidah ke belakang. 3. Abses parafaring Diagnosis abses parafaring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis berupa demam,

nyeri

pembengkakan

disekitar

angulus

mandibula,

pembengkakan dinding lateral faring hingga menonjol kearah medial. Pemeriksaan penunjang berupa foto polos jaringan lunak leher dan tomografi komputer. Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh gambaran deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan didalam jaringan lunak dan pembengkakan

12

daerah jaringan lunak leher. Keterbatasan pemerikasaan foto polos leher adalah tidak dapat membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. Pemeriksaan foto toraks dapat digunakan untuk mendiagnosis

adanya

pneumomediastinum

atau

edema

paru,

pembesaran

kelenjar

pneumotoraks, getah

hilus.

Pemeriksaan tomografi komputer dapat membantu menggambarkan lokasi dan perluasan abses. Dapat ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses. 4. Abses retrofaring Gambaran klinis berupa gejala infeksi umum seperti demam, lekositosis, nyeri tenggorok dan nyeri menelan, nyeri dan bengkak pada

leher

di

belakang

angulus

mandibula,

trismus

dan

pembengkakan dinding lateral faring sehingga terdorong atau menonjol ke arah medial. Mungkin terdapat juga edema pada uvula, pilar tonsil dan palatum. Pada foto leher jaringan lunak, terlihat penebalan jaringan lunak parafaring. Mungkin terlihat pendorongan trakhea ke samping depan. Dengan tomografi komputer abses dan penjalarannya dapat terlihat jelas. 5. Abses peritonsil Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation). Dari CT scan biasanya tampak kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi dengan “peripheral rim enhancement”.

13

2.3.5 Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah: 1. Antibiotik (parenteral) Antibiotik kombinasi adalah pilihan terbaik karena mikroorganisme penyebabnya adalah campuran. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat, pemberian antibiotik dapat disesuaikan. Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas >70%

terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine,

ceforazone, ceftriaxone. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk bakteri anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari (Soepardi, 2007; Huang, 2004).

Tabel 1. Pola Kepekaan Kuman Anerob Terhadap Antibiotik (Boyanova, 2006) Antibiotik Bacteroides fragilis

Provotella

Fusobacterium sp Gram negatif lain Gram positif lain Gram positif non spora

Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam S= sensitif

R

I

S



7 0 1 6 11 0 2 0 1 0 1 0 2 2 0 0 1 0 0 40 3 0

0 0 3 0 1 0 3 1 3 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 2 0

0 7 2 0 37 49 32 42 11 15 13 15 5 5 7 5 13 11 14 17 48 56

7 7 6 6 49 49 37 43 15 15 14 15 7 8 7 5 14 12 14 57 53 56

I= intermediate R= resisiten

14

2. Evakuasi abses Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses (Soepardi,

2007).

Bila

abses

belum

terbentuk,

dilakukan

penatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam), maka evakuasi abses dapat dilakukan (Gomez, 2007).

Gambar 9. Insisi dan drainase abses

2.3.6 Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.

Penjalaran

intrakranial,

ke

ke

bawah

atas

dapat

menyusuri

mengakibatkan selubung

karotis

peradangan mencapai

mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami

15

nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.

2.3.7 Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60% (Gomez, 2007; Brook, 2002).

16

BAB III KESIMPULAN

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula, salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula dan dapat juga sebagai kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Terapi yang diberikan adalah pemberian antibiotik dan evakuasi abses.

17

DAFTAR PUSTAKA

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et al. Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int J Oral Maxillofac Surg. 2002. 31: 165–9. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. 295-304. Boyanova L, et al. Anaerobic bacteria in 118 patient with deep space head and neck infections from the university of hospital of maxillofacial surgery, sofia, bulgaria. J Med Micribol. 2006. 55: 1285-89. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy. J Antimicrob Chemother. 2002. 50: 805-10. Calhoun KH. Head and neck surgery-otolaryngology. Volume 2. 3nd Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the submandibular region secondary to odontogenic infection. Emergencias. 2007. 19: 52-3. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. 2004. 860-4. Lalwani AK. Neck Masses. Current Diagnosis & Treatment. Otolaryngology Head and Neck Surgery Second Edition. New York: Mc Graw Hill Lange. 2007. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam. Dalam: Fachruddin D, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI. 2007. 226. Standring S. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. Churcill LivingStone: Elsevier. 2004. Rahilly RO, Muller F, Carpenter S, Swenson R. 2009. Basic Human Anatomy: A Regional Study of Human Structure. [online version]. Tersedia di http://www.darmouth.edu. Diakses pada 1 Januari 2017. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal infection. Int J Infectious Dis. 2009. 13:327-33.

18

Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds presentation, UTMB, Dept. Of Otolaryngology. 2002. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics. Infection and Drug Resistance. 2008. 1:1-8.

19

Related Documents

Abses
February 2021 2
Abses Pelvik.ppt
January 2021 0
Abses Peritonsil
March 2021 0
Referat Abses Otak
January 2021 0
Lp Abses Kornea Fix
March 2021 0
Referat Abses Cerebri
January 2021 0

More Documents from "kevin andrew"