Akuntansi Pajak {akuntansi Persediaan)

  • Uploaded by: surya rizky oktovan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akuntansi Pajak {akuntansi Persediaan) as PDF for free.

More details

  • Words: 4,574
  • Pages: 23
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun-tahun terakhir ini penilaian persediaan mendapat perhatian lebih besar karena laju inflasi yang tinggi.Pemilihan prinsip atau metode penilaian persediaan mempunyai suatu pengaruh penting pada pendapatan yang dilaporkan dan posisi keuangan perusahaan tertentu.Oleh karena persediaan biasanya merupakan harta lancar yang terpenting, maka metode penilaian persediaan merupakan suatu faktor yang penting dalam menetapkan hasil operasi dan kondisi keuangan. Salah satu tujuan dari akuntansi persediaan, termasuk penilaian persediaan adalah untuk menetapkan penghasilan yang wajar dengan membebankan biaya yang bersangkutan terhadap penghasilan perusahaan. Dalam proses penjualan dan pembelian dapat dilihat bahwa persediaan merupakan nilai yang tersisa setelah jumlah biaya telah dibebankan terhadap penjualan atau sebagai jumlah biaya yang tersisa untuk dibebankan terhadap penjualan di masa yang akan datang. Tujuan dari penilaian persediaan adalah untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan perusahaan sebagai suatu going concern dan bukan sebagai perusahaan yang sedang menuju pembubaran atau dalam kondisi likuidasi. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa pengetian persediaan ? 2.Apa fungsi dan jenis-jenis persediaan? 3.Bagaimanakah metode pencatatan persediaan ? 4.Bagaimana metode manajemen persediaan? 5.Bagaimanakah penilaian persediaan itu ? 6.Bagaimana cara menghitung nilai persediaan akhir dengan sistem periodik dan perpetual? C. Tujuan Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut : 1.Menjelaskan pengertian persediaan. 2.Menjelaskan fungsi dan jenis-jenis persediaan. 3.Menjelaskan bagaimana pencatatan persediaan. 1

4.Menjelaskan bagaimana metode manajemen persediaan. 5.Menjelaskan bagaimana persediaan dinilai. 6.Menghitung nilai persediaan akhir sistem periodik dan sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan rata-rata (average).

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERSEDIAAN Untuk menetapkan persediaan perlu ditetapkan atau dirumuskan perlakuan akuntansi untuk persediaan menurut sistem biaya historis (historical cost) atau dinyatakan sebagai harga pokok atau perolehannya, sesuai PSAK no 14 (revisi 2008).Selanjutnya yang menjadi masalah dalam persediaan adalah penetapan jumlah biaya yang harus diakui sebagai aset dan konversi sampai pendapatan yang bersangkutan diakui. Pada umumnya persediaan mencakup barang jadi yang telah diproduksi atau barang dalam penyelesaian, termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Dalam perusahaan dagang, persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, sedang dalam perusahaan jasa, persediaan termasuk biaya jasa seperti upah dan biaya personalia lainnya yang berhubungan langsung dengan pemberian jasa. Dengan demikian, pengertian persediaan menurut PSAK (revisi 2008) digunakan untuk menyatakan aset yang : 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal 2. Dalam proses produksi dan/atau dalam perjalanan 3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Sedangkan bab 11 tentang persediaan SAK ETAP memberikan batasan persediaan adalah aset : 1. Untuk dijual dalam kegiatan usaha normal 2. Dalam proses produksi untuk kemudian dijual 3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa Batasan dimaksud diterapkan untuk semua jenis persediaan tetapi dikecualikan untuk : 1. Persediaan dalam proses dalam kontrak konstruksi termasuk jasa yang terkait secara langsung 2. Efek tertentu

3

Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilikan barang sesuai syarat penyerahan pada saat transaksi yang meliputi : 1. Barang dalam perjalanan (in transit) Pemilikan barang ini sangat bergantung pada syarat penyerahannya. Kemungkinan biaya pengangkutan dtanggung pembeli, maka barang tersebut menjadi milik pembelian, demikian pula sebaliknya. 2. Barang titipan (barang komisi) Barang komisi yang belum terjual jelas milik pihak yang menitipkan barang. Ditinjau dari pihak yang menitipkan, barang tersebut sering disebut barang konsinyasi. Pembagian tersebut merupakan kebiasaan yang terjadi pada praktik akuntansi komersial dan persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (lower of cost and net realizable value). Dengan demikian, biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan tersebut berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Seperti telah dijelaskan, selain berupa barang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, persediaan dapat pula berupa pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 14 revisi 2008 bertujuan mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan. Selanjutnya permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan ini yaitu

menentukan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan perlakuan

akuntansi berikutnya atas aset tersebut berkaitan dengan pendapatan yang akan diakui. Pernyataan ini tidak berlaku untuk pengukuran persediaan bagi pialang pedagang komoditas, yang pengukuran persediaannya diakui pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual yang sesuai dengan praktik yang berlaku pada industry.Dalam perubahan industri (usaha manufaktur).

PENGUKURAN PERSEDIAAN

4

Dalam pengukuran persediaan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan dimaksud dalam PSAK no 14 meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Untuk lebih menjelaskan pengertian biaya persediaan perlu dipahami : 1. Biaya pembelian Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian. 2. Biaya konversi Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variable yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi. 3. Biaya-biaya lain Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Sedangkan nilai realisasi neto dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali bila persediaan rusak seluruhnya atau sebagian persediaan telah using, atau harga jualnya telah menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali bila estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya untuk membuat penjualan telah meningkat. Dalam praktik penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan atas penggunaannya.Khususnya dalam SAK ETAP bahwa entitas harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.Dengan demikian biaya persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang. 2.3 PENGAKUAN SEBAGAI BEBAN

5

Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban pada saat persediaan di jual dan pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut.Demikian bila terjadi penurunan nilai di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto, seluruh kerugian persediaan tersebut diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut.Demikian pada SAK ETAP menyatkan bila persediaan dijual maka jumlah tercatatnya diakui sebagai beban periode saat pendapatan yang terkait diakui. Untuk beberapa persediaan dapat dialokasikan ke aset lain. Sebagai contoh, persediaan yang digunakan sebagai komponen aset tetap yang dibangun sendiri. Sedangkan untuk alokasi persediaan ke aset lain diakuinya sebagai beban selama umur manfaat aset tersebut. 2.4 PENCATATAN PERSEDIAAN Dalam akuntansi terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu : 1. Sistem Perpetual Dalam sistem perpetual ini persediaan biasanya dapat diketahui secara terus-menerus tanpa melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Oleh karena itu, setiap jenis barang dibuat kartu, dan setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu, baik harga maupun jumlah barang (kuantitas), sehingga pengendalian persediaan menjadi sangat mudah, yaitu dengan melakukan pencocokan antara kartu persediaan dan hasil inventarisasi fisik. Pencatatan persediaan menggunakan sistem perpetual menjadi rumit bila ternyata jenis barang yang dicatatnya cukup banyak, kecuali jika sistem informasi yang memanfaatkan teknologi computer telah diaplikasikan. Sebagai contoh : a. Pada tanggal 2 Januari 2011 Tuan Yahya membeli 4.000 karung semen @ Rp 40.000 per karung dari PT Semen Cibinong b. Pada tanggal 5 Januari 2011 Tuan Yahya menjual 3.000 karung semen @ Rp 45.000 kepada PT Maju

Ayat Jurnal yang dibuat : a. Pada saat pembelian 6

Tgl

Akun Persediaan Utang Dagang

Debit 160.000.000

Kredit 160.000.000

b. Pada saat penjualan Tgl

Tgl

Akun Piutang Dagang Penjualan

Debit 135.000.000

Akun Harga Pokok Penjualan

Debit 120.000.000

Kredit 135.000.000

Persediaan

Kredit 120.000.000

2. Sistem Periodik Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada akhir periode.Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung Harga Pokok Penjualan.Pada sistem periodik, setiap mutasi persediaan tidak dibuatkan pencatatan dan penghitungan persediannya, seperti telah disebutkan dan tetap dilakukan pengendalian persediaan. Contoh sebagaimana disebutkan tersebut selanjutnya dapat dibuat ayat jurnal sebagai berikut : a. Pada saat pembelian Tgl

Akun Pembelian Utang Dagang

Debit 160.000.000

Kredit 160.000.000

b. Pada saat Penjualan Tgl

Akun Piutang Dagang Penjualan

Debit 135.000.000

Kredit 135.000.000

Untuk sistem periodik, ayat jurnal yang berhubungan dengan Harga Pokok tidak dibuat karena Harga Pokok Penjualan dihitung secara periodic pada akhir periode akuntansi. 2.5PENETAPAN PERSEDIAAN DAN PELAPORAN DALAM LAPORAN KEUANGAN Harga pokok penjualan terdiri atas seluruh pengeluaran, baik langsung atau tidak langsung, untuk memperoleh persediaan tersebut, dalam hal tertentu sebagai contoh dalam 7

perusahaan industri, persediaan dapat dikategorikan sebagai persediaan bahan baku atau persediaan barang jadi. Selanjutnya dalam laporan keuangan, persediaan disajikan dineraca atau di laporan laba rugi. Persediaan di neraca mnggambarkan nilai persediaan pada tanggal penyusunan neraca, sedangkan dilaporan laba rugi persediaan akan muncul dalam perhitung Harga Pokok Penjualan. Namun pada umumnya, nilai persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehannya.Harga perolehan meliputi seluruh biaya yang secara atau tidak langsung terjadi, sebagai contoh biaya pengangkutan dan premi asuransi.Nilai persediaan di neraca dan di laporan laba rugi tersebut saling berhubungan. Hal ini dapat di tunjukan yaitu apabila persediaan dinilai terlalu rendah pada akhir periode, maka laba pada akhir periode juga akan menjadi lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Gambaran hubungan dan pengaruh keduanya terlihat seperti perhitungan berikut: (dalam jutaan rupiah)

I.

Neraca ASET Kas…………………………………. Piutang……………………………... Persediaan………………………….. Aset lainnya…………………………

LIABILITAS & EKUITAS Liabilitas…………………………… Ekuitas Saham………………......... Saldo Laba…………………………

Th. 2011

Th.2012

Rp 22.000,00 Rp 30.000,00 Rp 40.000,00 Rp 290.000,00 Rp 382.000,00

Rp 25.000,00 Rp 30.000,00 Rp 60.000,00 Rp 302.000,00 Rp 417.000,00

Th. 2011

Th. 2012

Rp 50.000,00 Rp 262.000,00 Rp 70.000,00 Rp 382.000,00

Rp 50.000,00 Rp 262.000,00 Rp 105.000,00 Rp 417.000,00

II. Laporan Laba Rugi 2011 Penjualan

2012

300.000,00

300.000,00

Harga Pokok Penjualan Persediaan Awal

30.000,00

40.000,00

8

Pembelian

140.000,00+

165.000,00+

Jumlah barang tersedia

170.000,00

205.000,00

40.000,00

60.000,00

Persediaan Akhir HPP

130.000,00 -

145.000,00 -

Laba Bruto

170.000,00

155.000,00

Biaya Operasional

120.000,00 -

120.000,00 -

Laba Bersih

50.000,00

35.000,00

Saldo Laba Awal

20.000,00+

70.000,00+

Saldo Laba Akhir

70.000,00

105.000,00

2.6 METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Dalam kegiatan perusahaan, terutama pada perusahaan dagang atau industri, terdapat pergerakan atau arus masuk atau keluar barang, baik itu barang dagangan atau bahan baku. Untuk kepentingan analisis , pengendalian, atau penilaian persediaan, arus pergerakan tersebut harus dinilai dengan metode yang sama. Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan dapat menggunakan metode : 1. Berdasarkan Harga Perolehan a. Metode Identifikasi Khusus Metode ini berasumsi bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya, sehingga setiap kelompok barang diberi identifikasi dan dibuat kartu. Dengan demikian, harga pokok unuk setiap barang dapat diketahui, sehingga harga pokok penjualan terdiri atas harga pokok barang yang dijual dan sisanya sebagai persediaan akhir.Metode identifikasi khusus umumnya digunakan untuk perusahaan yang mempunyai persediaan barang relatif sedikit tetapi harga per unitnya besar.Sebagai akibat persediaan barangnya dapat diidentifikasi secara khusus, perhitungan harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan menggunakan arus harga pokok sebenarnya (actual) dari persediaan. b. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO) 9

Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang masuk pertama akan dikeluarkan pertama. Contoh lebih rinci dapat terlihat pada bagan berikut : (dalam ribuan rupiah) Tgl

Uraian

Pembelian Kuant HS (Unit) (Rp) 400 11.500

Pemakaian / Hpp Kuant HS Jumlah (Unit) (Rp) (Rp) -

2/1 10/1

Saldo Pembelian

15/1

Pemakaian

-

-

200 100

10.000 11.500

3.150.000

18/1

Pembelian

100

12.500

-

-

-

24/1

Pembelian

200

12.000

-

-

-

30/1

Pemakaian

-

-

300 11.500 100 12.500 4.700.000 Berdasarkan rincian di atas dapat ditetapkan:

Kuant (Unit) 200 200 400 300 300 100 300 100 200 200

Saldo HS Jumlah (Rp) (Rp) 10.000 2.000.000 10.000 11.500 6.600.000 11.500 3.450.000 11.500 12.500 11.500 12.500 12.000 12.000

 Total pemakaian atau Harga Pokok Penjualan (Rp 3.150.000.000,0000/ Rp 4.700.000.000,00)

Rp 7.850.000.000,00

 Persediaan Akhir (200 unit x Rp 12.000.000,00)

Rp2.400.000.000,00

4.700.000 7.100.000 2.400.000

C. Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out- LIFO) Cara ini digunakan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa arus pembebanan ke Harga Pokok Penjualan Berdasarkan pada harga pembelian terakhir.Contoh lebih terperinci dapat terlihat pada penghitungan berikut: Tgl

Uriaan

Pembelian Kuant (unit)

02/01

HS (Rp)

Pemakaian/HPP Kuant (unit)

HS (RP)

Jumlah

Saldo

10/01 Pembelian

400

11.500

15/01 Pemakaian

18/01 Pembelian

300

100

12.500

11.500 3.450.000

Saldo Kuant (unit)

HS (Rp)

Jumlah

200

10.000 2.000.000

200 400

10.000 11.500 6.600.000

200 100

10.000 11.500 3.150.000

200 100 100

10.000 11.500 12.500 4.400.000 10

24/01 Pembelian

200

12.000

30/03 Pemakaian

100 100 200

11.500 12.500 12.000

200 100 100 200

10.000 11.500 12.500 12.500 6.800.000

200

10.000 2.000.000

4.800.000 Dari data diatas dapat ditetapkan:  Harga Pokok Pemakaian atau Penjualan Bulan Januari Per 18 januari Rp 3.450.000.000,00 Per 24 Januari

Rp 4.800.000.000,00

Total

Rp 8.250.000.000,00

D. Metode Rata-rata (Average) Dengan metode rata-rata pebebanan keharga pokok untuk barang yang dijual atau untuk persediaan akhir menggunakan harga rata-rata.Metode harga rata-rata terdiri diatas: 1) Rata-rata Sederhana (simpel Average) Harga rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan harga pokok per unit(tanpa mengalikan jumlah barang ) dibagi dengan banyaknya harga. Contoh: 2 Januari Persediaan Awal 200 unit @ Rp10.000.000

= Rp 2.000.000.000

10 Januari Pembelian 400 unit @ Rp 11.500

= Rp 4.600.000.000

18 Januari Pembelian 100unit @ Rp 12.500

= Rp 1.250.000.000

24 Januari Pembelian 200 unit @ Rp 12.000.000

= Rp 2.400.000.000

Persediaan per 31 januari diketahui sebesar 200 unit. Rata-rata pesediaan=Rp(10.000.000+11.500.000+12.500.000+12.000.000)/4 =Rp46.000.000/4 =Rp 11.500.000 Nilai Persediaan Per 31 Januari = 200x Rp 11.500.000 = Rp 2.300.000.000

11

2) Rata-rata Bergerak (Moving Average) Seperti pada penghitungan rata-rata tertimbang ,pembebananke harga pokok penjualan dilakukan setiap terjadi pembelian. Metode ini digunakan pada perpetual. Untuk lebih jelasnya dapat diikuti pada contoh berikut: Tgl

Urian

Pembelian Kuant. (unit)

HS (Rp)

Pemakaian Kua nt. (unit )

HS (Rp)

Jumlah

02/1 Saldo 10/1 Pembelian

400

11.500

15/1 Pemakaian

300

11.000

3.300.000

Saldo Kuant. (unit)

HS (Rp)

Jumlah

200

10.000

2.000.000

600

11.000

6.600.000

300

11.000

3.300.000

18/1 Pembelian

100

12.500

400

11.375

4.550.000

24/1 Pembelian

200

12.000

600

11.583,33

6.950.000

200

11.583,33 2.316.666,67

30/1 Pemakaian

400 11.583,33 4.633.333,33

Harga Pokok Penjualan bulan januari adalah Rp 7.933.333,33 12

Persediaan Akhir (200 unit x Rp 11.583,33) Rp 2.316.666,67 2.

Berdasarkan Estimasi Penetapan besarnya nilai persediaan akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan estimasi pada a. Metode Laba Kotor Pada metode ini nilai persediaan akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan dalam eadaan khusus.Sebagai contoh, perusahaan dalam kondisiterbakar, sehingga sulit menetapkan secara fisik nilai persediaan akhir.

Contoh : Data yang diperoleh dari buku perusahaan yang dapat diselamatkan : Total Penjualan Pembelian Persediaan Awal Barang Laba Kotor Penjualan 40% dari harga jual

Rp 20.000.000,00 RP 10.000.000,00 Rp 16.000.000,00

Besarnya Nilai Persediaan Akhir dihitung sebagai berikut : Total Penjualan Rp 20.000.000,00 Laba Kotor (40% x Rp 20.000.000,00) Rp 8.000.000,00 Harga Pokok Penjualan Rp 12.000.000,00 Barang Tersedia untuk Dijual (Rp 16.000.000 + Rp 10.000.000) Taksiran Nilai Persediaan Akhir (Rp 26.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)

Rp 26.000.000,00 Rp 14.000.000,00

b. Metode Eceran (Ritel) Dalam metode eceran, penetapan nilai persediaan akhir berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar (market value). Harga pokok persediaan diestimasi atas dasar hubungan antara harga pokok dengan harga jual eceran untuk persediaan yang sama dengan cara mengakumulasi semua harga eceran dari persediaan yang dijual. Demikian halnya, persediaan pada harga eceran diperoleh dengan menggunakan penjualan dengan harga eceran persediaan yang tersedia untuk dijual pada periode yang sama. Metode ini pada umumnya digunakan oleh perusahaan dagang eceran, sebagai contoh supermarket ( toko serba ada), dan perusahaan harus mempunyai catatan Harga Jual Barang. 13

Contoh : Harga Pokok

Harga Jual

Persediaan Awal

Rp 30.000.000,00

Rp. 50.000.000,00

Pembelian

Rp 390.000.000,00 + Rp550.000.000,00 +

Barang Tersedia Dijual

Rp 420.000.000,00

Rp 600.000.000,00

Presentase Harga Pokok terhadap Harga Jual ( Cost to Retail Ratio ) : 420.000.000

x 100% = 70%

600.000.000 Taksiran persediaan barang akhir dapat dihitung sebagai berikut : Barang Tersedia Dijual

Rp 600.000.000,00

Penjualan

Rp 520.000.000,00

Persediaan Barang Akhir (Dasar Harga Jual)

Rp 80.000.000.00

Taksiran Persediaan Barang Akhir 70% x Rp 80.000.000,00

Rp 56.000.000,00

Perhitungan Harga Pokok Penjualan : Persediaan Awal

Rp 30.000.000,00

Pembelian

Rp 390.000.000,00 +

Barang Tersedia Dijual

Rp 420.000.000,00

Persediaan Akhir

Rp 56.000.000,00 -

Harga Pokok Penjualan

Rp 364.000.000,00

Apabila dua metode tersebut dibandingkan, terlihat bahwa metode Laba kotor menggunakan Current Period Ratio. 2.7 METODE PENILAIAN LAINNYA 14

Sebagaimana telah dijelaskan, menetapkan nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan tidak didasarkan pada harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata manfaat persediaan tidak sepadan dengan harga pokoknya, sebagai contoh akibat kerusakan fisik barang atau sebab lainnya, oleh karena itu dalam menetapkan persediaan akhir atau harga pokok penjualan digunakan : a. Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar ( Lower of cost or market whichever is lower – LOCOM) Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa persediaan barang digudang secara fisik mengalami kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok atau akibat lainnya seperti perubahan tingkat harga.Oleh karena itulah pada umumnya, persediaan dan harga pasarnya, selisih penurunan tersebut diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya. Sebagai gambaran di contohkan pada perhitungan berikut ini : (dalam ribuan rupiah)

No

1 2 3 4

Jenis Barang A B C D

Jumlah Unit 500 400 200 300

Harga

Harga

Pokok

pokok

Total Harga

Harga

per unit

pasar per

Pokok

(Rp)

unit (Rp)

(Rp) 5.000.000 6.000.000 1.600.000 3.600.000 16.200.00

4.500.000 8.000.000 1.800.000 2.100.000 16.400.00

0

0

10.000 15.000 8.000 12.000

9.000 20.000 9.000 7.000

LOCOM (Rp)

Pasar (Rp) 4.500.000 6.000.000 1.600.000 2.100.000 14.200.000

Besar nilai persediaan akhir dengan menggunakan LOCOM sebesar Rp 14.200.000,00 b. Nilai Jual Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti.Tetapi harga perolehannya sulit ditetapkan, maka nilai persediaan ditetapkan sebagai harga jual dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan yang dapat terjadi.Metode ini digunakan untuk menetapkan persediaan produk pertanian atau logam mulia.

15

2.8 AKUNTANSI PAJAK Sebagaimana dijalaskan, berfluktuasi barang jadi atau bahan baku sebagai arus masuk dan arus keluar menimbulkan harga juga yang berfluktuasi, sehingga menimbulkan juga persoalan penilaian persediaan di dalam harga pokok penjualan. Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan prinsip dalam metode pencatatannya, sehingga metode pencatatan yang dapat digunakan adalah sistem perpetual, baik rata-rata maupun FIFO, atau metode pencatatan fiskal (kolektif) yang telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 10 ayat (6) undang-undang pajak penghasilan, namun demekian mengacu pada batang tubuh pasal 10 ayat (6) undang-undang pajak penghaslan tersebut bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan : 1. Dilakukan secara rata-rata; atau 2. Dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Menetapkan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian persediaan menurut praktek akuntansi pajak dengan tegas hanya dua pilihan yang diperkenankan dibandingkan dengan praktik akuntansi komersial yang mempunyai lebih banyak pilihan.Dalam hal penggunaan metode penilaian persediaan juga disyaratkan adanya taat asas. Perhitungan menggunakan metode rata-rata atau FIFO dapat dipelajari pada contoh penghitungan sebagai mana telah disampaikan pada Praktik Akuntansi Komersial. Masalah pelaporan persediaan, sebagaimana telah diatur dalam PSAK No. 14 Tahun 2009 bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebagai harga pokok atau perolehan ( at cost) atau dinyatakan berdasarkan : 1. Harga terendah antara harga pokok dan harga pasar ; atau 2. Harga jual. Untuk kepentingan Penghitungan Pajak Penghasilan, Pasal 10 ayat (6) UndangUndang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak melakukan penilaian berdasarkan metode selain harga perolehan, maka diperlakukan penyesuaian ( Adjusment). Dengan demikian Wajib Pajak yang melakukan penilaian berdasarkan Harga Jual Produk tidak sesuai dengan Undang-Undang pajak, harus mengacu kembali pada ketentuan Undang-Undang pajak, yaitu : harga perolehan sebagai dasar penilaian persediaan. Selanjutnya karena undangundang Pajak Penghasilan mengatur pula hubungan istimewa antara pihak penjual dan pembeli, sehingga apabila ternyata terdapat hubungan istimewa, maka perlu disesuaikan

16

dengan kewajaran dan kelaziman yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagai mana yang diamanatkan dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penetapan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian menjadi sangat penting, karena berpengaruh ke harga pokok produksi. Cara penilaian persediaan yang berbeda pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya penghasilan kena pajak. Beberapa kebiasaan bisnis yang dapat terjadi bahwa wajib pajak membuat perjanjian pembelian dengan hrga tetap, walaupun kenyataannya muncul perubahan harga.Perubahan yang terjadi, berupa penurunan harga pasar, sehingga kerugian diakui pada saat terjadinya penurunan harga, walaupun barnag tersebut belum diserahkan.Sebagai contoh, pada bulan Desember 2011 PT Baruna telah melakukan pembelian barang dengan perjanjian seperti di atas dengan harga pembelian Rp 300.000.000. Barang tersebut diterima pada bulan Maret tahun 2012 dan pada bulan Desember tahun 2011 harga turun menjadi Rp 100.000.000. Sesuai praktik akuntansi komersial, kerugian sebesar Rp 200.000.000 dibebankan sebagai kerugian tahun 2012 dengan ayat jurnal : Tgl

Akun Kerugian Persediaan

Debit 200.000.000

Kredit 200.000.000

Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar Rp 200.000.000 karena pajak melihat fakta riil (nyata-nyata) dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan mengakui sebagai kerugian apabila barang yang dijual tersebut yang memang benar-benar mengalami kerugian. Perbedaan harga pokok karena dasar penilaian persediaan dan pengukuran harga pokok barang yang dijual akan mengakibatkan perbedaan nilai persediaan pada aset lancer dan harga pokok barang yang ditetapkan sebagai pengurang penghasilan. Kedua bagian inilah, yaitu persediaan dan harga pokok barang, menjadi penyebab terjadinya perbedaan waktu (time difference) yang memunculkan beban dan/atau kewajiban pajak tangguhan ataupun memunculkan adanya manfaat dan/atau aset pajak tangguhan.Kejadian yang lebih mencolok apabila harga pokok persediaan selalu mengalami perubahan.Dari sisi undangundang pajak penghasilan juga berbeda dalam metode penilain persediaan yang digunakan disbanding Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Perbedaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 17

1. No

Data mutasi barang dagangan PT Maju tahun 2010, 2011, dan 2012 secara rinci : Keterangan

1 2 3 4 5 6

Tahun 2010 Unit Harga/Unit

Persediaan Awal Pembelian ke-1 Pembelian ke-2 Pembelian ke-1 Pembelian ke-2 Persediaan akhir

(Rp) 10.000 15.000

4.000 4.000 3.000 2.000 3.000

Tahun 2011 Unit Harga/Unit

Tahun 2012 Unit Harga/Unit

(Rp) 3.000 2.000 3.000 2.000 2.000 4.000

17.000 20.000

(Rp) 4.000 3.500 2.000 2.500 4.000 3.000

20.000 25.000

Persediaan menggunakan metode LIFO dalam penilaian persediaan dan memilih menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan untuk kepentingan fiskal. Harga jual setiap unit sebesar Rp. 30.000,00 untuk tahun 2010, Rp. 40.000,00 untuk tahun 2011, dan Rp. 50.000,00 untuk tahun 2012. 2.

Perhitungan Harga Pokok Barang yang dijual a.

Menggunakan Metode LIFO No

Keterangan

(dalam ribuan) Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

1

Persediaan Awal

(Rp) -

(Rp) 30.000

(Rp) 47.000

2

Pembelian Ke-1

40.000

34.000

70.000

3

Pembelian Ke-2

60.000

60.000

50.000

4

Barang

100.000

124.000

167.000

(30.000)

(47.000)

(30.000)

70.000

77.000

137.000

Tersedia

untuk

Dijual 5

Persediaan Akhir

6

Harga Pokok Barang Dijual

Perhitungan persediaan akhir: 1) Persediaan akhir tahun 2010 = 3.000 x Rp 10.000,00 = Rp 30.000.000,00 18

2) Persediaan akhir tahun 2011 = 3.000 x Rp. 10.000,00 = Rp 30.000.000,00 1.000 x Rp 17.000,00 = Rp 17.000.000,00 + = Rp 47.000.000,00 3) Persediaan akhir tahun 2012 = 3.000 x Rp 10.000,00 = Rp 30.000.000,00

b.

Menggunakan Metode FIFO No

(dalam ribuan)

Keterangan

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

(Rp) 45.000 34.000 60.000

(Rp) 62.000 70.000 50.000

1

Persediaan Awal

(Rp) -

2

Pembelian Ke-1

40.000

3

Pembelian Ke-2

4

Barang

60.000 100.000

139.000

182.000

(45.000)

(77.000)

(70.000)

55.000

62.000

112.000

Tersedia

untuk

Dijual 5

Persediaan Akhir

6

Harga Pokok Barang Dijual

Perhitungan persediaan akhir: 1. Persediaan akhir tahun 2010 = 3.000 x Rp 15.000,00 = Rp 45.000.000,00 2. Persediaan akhir tahun 2011 = 1.000 x Rp. 17.000,00 = Rp 17.000.000,00 3.000 x Rp 20.000,00 = Rp 60.000.000,00 + = Rp 77.000.000,00 3. Persediaan akhir tahun 2012 = 1.000 x Rp 20.000,00 = Rp 20.000.000,00 2.000 x Rp 25.000,00 = Rp 50.000.000,00 + = Rp 70.000.000,00

c. Penghitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan komersial (dalam ribuan) No 1 2 3

Keterangan Hasil Penjualan Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor

Tahun

Tahun 2011

Tahun

Total (Rp)

2010 (Rp) 150.000

(Rp) 160.000

2012 (Rp) 325.000

635.000

(70.000)

(77.000)

(137.000)

(284.000)

80.000

83.000

188.000

351.000 19

d. Penghitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan fiskal (dalam ribuan) No 1 2 3

Keterangan Hasil Penjualan Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor

Tahun

Tahun 2011

Tahun

Total (Rp)

2010 (Rp) 150.000

(Rp) 160.000

2012 (Rp) 325.000

635.000

(55.000)

(62.000)

(112.000)

(229.000)

95.000

98.000

123.000

406.000

e. Gambaran aset pajak tangguhannya tampak tahun 2010 (dalam ribuan) No 1

Keterangan Laba Sebelum Pajak

2

Pajak Penghasilan Kini

3

Laba Komersial 80.000

Laba Fiskal 95.000

Selisih (15.000)

11.750

11.750

0

Manfaat Pajak Tangguhan

1.500

0

1.500

4

Beban Pajak Penghasilan

10.250

11.750

(1.500)

5

Laba Bersih

69.750

83.250

(13.500)

6

PPh Terutang

11.750

11.750

0

7

Aset Pajak Tangguhan

1.500

0

1.500

Apabila diperhatikan, laba kotor sesuai laporan keuangan fiskal lebih besar dibanding laba kotor sesuai laporan keuangan komersial berturut ditahun 2010, 2011, dan 2012.Beban Pajak Penghasilan juga menjadi lebih besar.Perbedaan-perbedaan sebagai waktu perbedaan waktu dapat dikurangkan yang diakuinya sebagai aset pajak tangguhan dalam masa-masa tersebut seperti yang digambarkan pada tahun 2010 dan tahun 2011 dan seterusnya. Aset pajak tangguhan = 10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00 pengakuannya pada akhir tahun 2010 dengan ayat jurnal: Tanggal 31 Des 2010

Keterangan Beban Pajak Penghasilan

Debit (Rp) 10.250.000

Aset Pajak Tangguhan

1.500.000

Pajak Penghasilan Kini

Kredit (Rp)

11.750.000

20

Uraian tersebut dalam cara yang sama pada butir “e” akan menghasilkan perhitungan untuk tahun 2010 dan tahun 2011 sebagai berikut: (dalam ribuan) No

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7

Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Kini Pajak Tangguhan Beban Pajak Penghasilan Laba Bersih PPh Terutang Aset Pajak Tangguhan

Tahun 2010 Akuntansi Fiskal 83.000 98.000 12.200 12.200 1.500 0 10.700 12.200 72.300 85.800 12.200 12.200 1.500 0

Tahun 2011 Akuntansi Fiskal 188.000 213.000 46.400 46.400 2.500 0 43.900 46.400 144.100 0 46.400 46.400 2.500 0

Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan akuntansi komresial berlaku untuk kepentingan fiskal.Undang-udang Pajak Penghasilan tidak mewajibkan menggunakan metode fisik sebagai dasar perhitungannya, tetapi menyarankan untuk menggunakan metode perpetual. Sebagian telah dijelaskan sebelumnya bahwa Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberlakukan alternatif dasar penilaian persediaan, yaitu metode harga perolehan (cost method) dan metode harga yang terendah antara harga perolehan dan harga pasar.Undangudang Pajak Penghasilan memberlakukan satu metode, yaitu nilai perolehan.Dasar ini menimbulkan perbedaan waktu yang memunculkan pajak tangguhan pada neraca komersial. Dalam perusahaan industri alokasi biaya dapat digunakan metode harga pokok penuh (full costing) atau menggunakan variabel costing. Penggunaan metode harga pokok penuh dapat digunakan biaya standar setiap terjadi penyimpangan akan teralokasi ke harga pokok penjualan. Namun, udang-udang Pajak Penghasilan ini tidak memperkenakan biaya produksi tidak langsung sebagai beban periode.Demikian halnya menghapuskan nilai persediaan tidak diperkenakan, kecuali apabila nilai persediaan tersebut nyata-nyata secara fisik tidak dapat dijual atau digunakan dalam kegiatan perusahaan (defect) yang biasa dikategorikan rusak, cacat, atau usang.

21

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu: Metode Periodik dan Metode Perpetual.Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan sistem ini persediaan ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan. Penghitungan fisik persediaan dilakukan secara periodik.Dalam sistem ini pencatatan terhadap mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan fisik persediaan pada akhir periode harus dilakukan (mandatory procedure) untuk dapat menentukan fisik persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan. Hasil perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai persediaan.Yang kedua, sistem perpetual (perpetual inventory system), Pencatatan terhadap mutasi persediaan selalu diikuti 22

secara konsisten, dengan mencatat semua transaksi yang menyebabkan berkurang atau bertambahnya persediaan.

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.

23

Related Documents

Akuntansi Pajak Excel
January 2021 0
Akuntansi
February 2021 0
Akuntansi Desa
February 2021 0
Paper Akuntansi
January 2021 1
Akuntansi Manajemen
January 2021 0

More Documents from "Linda Tan"