Arsitektur Bali 3 Revisi

  • Uploaded by: desak awatari
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Arsitektur Bali 3 Revisi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,331
  • Pages: 21
Loading documents preview...
ARSITEKTUR BALI 3

OLEH : DESAK AYU AWATARI WIDI 1504205014

DOSEN : Ir. A. A. GDE DJAJA BHARUNA S, MT

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2017

KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karuniaNyalah, tugas makalah mata kuliah Arsitektur Bali 3 ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang diharapkan. Makalah ini kami susun guna melaksanakan kewajiban yang telah diberikan kepada mahasiswa semester genap tahun 2017 dalam mata kuliah Arsitektur Bali 3. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas peran serta yang telah mendukung kami baik saran, bimbingan maupun informasi yang sangat membantu makalah ini. Oleh karena adanya keterbatasan waktu dalam penyusunan makalah ini serta keterbatasan pengetahuan, kami hanya dapat menuangkan secara garis besar. Kami sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kami harapkan segala kritik & saran yang sifatnya mendukung atau membangun guna menyempurnakan makalah ini. Demikianlah, semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya mengenai pengetahuan tentang arsitektur bali. Om Santhi, Santhi, Santhi Om.

Denpasar, 12 Maret 2017

Tim Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................. iii BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1.2 Rumusan Masalah............................................................... 1.3 Tujuan ................................................................................ 1.4 Manfaat .............................................................................. 1.5 Metode Penelitian............................................................... 1.6 Metode Pembahasan...........................................................

1 2 2 3 3 3

METODE PENULISAN 2.1 Definisi................................................................................ 2.2 Tinjauan Terhadap Penelitian yang Ada ............................ 2.3 Landasan Teori.................................................................... 2.4 Metode Pengembangan…………………………………...

4 5 6 7

LINGKUP KAJIAN DAN OBJEK PENELITIAN 3.1 3.2

BAB IV

BAB IV

Lingkup Kajian .................................................................. Objek Kasus Penelitian.......................................................

8 8

PEMBAHASAN 4.1 Permasalahan Terhadap ATB yang Terjadi pada Objek Bangunan.................................... 4.2 Arsitektur Masa Kini............................................................ 4.3 Syarat dan Ketentuan Mendapatkan Ijin Membangun.........

11 15 16

PENUTUP 5.1 Kesimpulan.......................................................................... 5.2 Saran....................................................................................

21 21

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... LAMPIRAN

22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Arsitektur Tradisional Bali telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya. Arsitektur Tradisional Bali juga dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali. Perkembangan arsitektur tradisional Bali secara turun temurun ini membentuk suatu sejarah arsitektur tradisional Bali. Suatu sejarah arsitektur dipengaruhi oleh adat/istiadat kebudayaan yang berkembang pada daerah setempat. Adat/istiadat

kebudayaan

suatu

daerah

berasal

dari

kebiasaan-

kebiasaan/perilaku hingga norma-norma masyarakat yang berlaku pada daerah setempat sesuai dengan perkembangan teknologi pada zaman itu. Kebiasaankebiasaan, perilaku, dan norma masyarakat inilah yang nantinya akan membentuk suatu pola arsitektur tradisional yang berkembang pada daerah setempat. Seiring perkembangan jaman, kebiasaan dan perilaku masyarakat yang mengalami perubahan akibat adanya pengaruh-pengaruh budaya dari daerah lain maupun akibat timbulnya permasalahan-permasalahan serta penemuan alternatif baru dalam proses perkembangan teknologi yang pesat ini. Begitu pula dengan arsitektur tradisional daerah setempat akan mengalami perubahan sesuai dengan adat/istiadat kebudayaan masyarakat yang berubah secara perlahan dan membentuk suatu kebudayaan baru yang disebut dengan “Arsitektur Masa Kini”. Arsitektur masa kini mencerminkan teknologi di era modern, dimana teknologi pada jaman ini telah berkembang pesat dan membawa berbagai dampak pada pola kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, pada arsitektur masa kini ini bangunan-bangunan khususnya di daerah Bali yang dulunya memiliki unsur-unsur bentuk, pola gaya, karakter, filosofi tentang arsitektur tradisional Bali, kini menjadi memprihatinkan akibat perkembangan arsitektur yang masuk dari luar daerah Bali. Perkembangan dan perubahan yang

menyangkut selera arsitektur tersebut mempengaruhi suasana lingkungan hidup serta mengubah perilaku masyarakat sekitarnya. Berbagai permasalahan yang timbul contohnya perbedaan sistem organisasi sosial (kasta) menjadi salah satu unsur pembentuk pola arsitektur yang ada pada lingkungan masyarakat setempat. Di Bali, pemikiran masyarakat akan perbedaan strata sosial ini menciptakan keanekaragaman pola arsitektur tradisional yang berkembang di suatu desa. Sehingga arsitektur tradisional Bali di tiap desa memiliki perbedaan yang mempengaruhi pola hidup masyarakatnya. Hal ini dikarenakan arsitektur tradisional Bali bersifat flexible atau dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Selain itu, bangunan-bangunan yang letaknya di pusat kota kini seakan-akan kehilangan identitasnya seperti contoh bangunan kantor Kementrian Hukum dan HAM provinsi Bali. Walaupun masih terdapat nilai-nilai arsitektur Bali, bangunan utama kantor ini memiliki bentuk yang sangat mencolok yang tidak sesuai dengan nilai-nilai arsitektur Bali, maka dari itu, penulis menggunakan objek tersebut untuk diredesain setelah melalui tahap identifikasi nilai-nilai arsitektur Bali sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dijabarkan adalah, sebagai berikut: 1. Bagaimana permasalahan terhadap ATB yang terjadi pada objek bangunan? 2. Bagaimana bangunan tersebut dapat diijinkan dibangun di Bali? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah, sebagai berikut: 1. Mengetahui permasalahan terhadap ATB yang terjadi pada objek 2.

bangunan. Mengetahui syarat dan ketentuan mendapatkan ijin membangun bangunan di Bali

1.4 Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Untuk Mahasiswa

Penulis dapat menambah wawasan mengenai

pengaplikasian teori dan metode analogi dalam Arsitektur Bali, dalam hal

ini adalah redesain terhadap nilai-nilai yang menyimpang dari filosofi b.

ATB. Untuk Kampus Kampus dapat menjalankan tugasnya dalam mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pembelajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat). Selain itu, kampus dapat menambah sarana pembelajaran bagi mahasiswa atau sebagai pembanding dalam

pelaksanaan mata kuliah lain. c. Untuk Umum 1. Tersusunnya rumusan reformasi dapat dipakai sebagai masukan atau rekomendasi pada Perda. dan konsep rancangan arsitektur. 2. Merupakan upaya pelestarian dan pengembangan ATB sebagai bagian arsitektur Nusantara dalam skala desa, kala dan patra. 1.5 Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan adalah, sebagai berikut: 1. Metode Analisis Dengan cara mengumpulkan data yang didapat di lapangan

yang

selanjutnya

akan

dianalisis

dengan

cara

membandingkannya dengan teori yang didapat dari litelatur- litelatur maupun di buku. 1.6 Metode Pembahasan Pembahasan dilakukan dengan menggunakan studi banding yakni membandingkan antara teori dan hasil observasi di lapangan, apakah sesuai atau menyimpang dari teori yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi atau Pengertian Menurut Gomudha (2016) pada bahan ajar perkuliahan AB 3, menyebutkan definisi dari kata-kata di bawah ini, sebagai berikut:  Nilai-Nilai : konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap buruk (harus dihindari) dan apa yang dianggap baik (dipakai sebagai pedoman).



Tradisi : adat kebiasaan turun-temurun dan apa yang telah ada



merupakan cara yang paling baik dan benar. Tradisional : sikap dan cara berpikir yang selalu berpegang teguh pada norma dan kebiasaan, berevolusi sesuai perkembangan



masyarakat. Kontemporer : jaman sekarang yang bersifat kekinian, masa kini, jaman modern yang bersifat ke-baru-an. Dalam konteks arsitektur yang berkembang saat ini di Bali tidak terlepas dari inspirasi dan



pengaruh arsitektur modern dari dunia Barat. Arsitektur Modern : arsitektur yang melahirkan baru/kontemporer

(fungsionalisme,

rasionalisme)

nilai-nilai

dalam

upaya

memenuhi tuntutan pewadahan aktivitas masyarakat yang selalu tumbuh 

dan

berkembang,

didukung

IPTEK

sejalan

dengan

berjalannya waktu. Reformasi : upaya menyatukan dan menyusun kembali serta mengadakan ubah-suai/adaptasi atas wujud/bentuk (form) dan bentukan (formation) nilai- nilai nirupa dan rinupa dari faktor-faktor dan unsur-unsur utama rancangan (ekspresi atau pembentuk arsitektur).

2.2 Tinjauan terhadap Penelitian yang Ada Pada bahan ajar perkuliahan AB 3 (Gomudha, 2016) dicantumkan mengenai tinjauan-tinjauan terhadap penelitian-penelitian mengenai arsitektur tradisional Bali yang sudah dilaksanakan lebih dahulu. Penelitian tersebut antara lain: a. Meaning in Balinese Traditional Architekture, oleh Mauro P. Rahardjo [1989]: Makna dalam ATB dapat dipahami melalui: physical attribute, conception dan activities. Semua elemen arsitektur saling memberi nilai tambah namun prinsip-prinsip desain ATB tidak dapat diterapkan dalam bangunan modern. Masyarakat Bali memiliki kemampuan mengadaptasi pengaruh luar (desa, kala dan patra). b. Transformasi Nilai-nilai ATB pada Arsitektur Modern, oleh N K A Siwalatri [1997]: Variabel axis dan orientasi bangunan monolit tidak dapat berterima, sedang untuk bangunan majemuk masih dapat berterima.

Ornamen dan dekorasi sama sekali tidak dapat berterima dalam arsitektur modern. Wujud dan sosok bangunan modern dapat menerima konsep Triangga. ATB dan AMK sama-sama memiliki rasionalitas, namun dalam konteks yang berbeda (agama-iptek). Pengembangan dapat dilakukan: 1) mempertahankan aspek nirupa dan memberi aspek rinupa berbeda-beda, 2) mempertahankan aspek rinupa, namun diberi nilai nirupa sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dan 3) melakukan konservasi dan preservasi obyekobyek ATB sebagai sumber pengetahuan. b. Balinese Traditional Architectural Principles in Hotel Building, oleh Sulistyawati.A [1995]: Variabel yang dipakai dalam penilaian pengembangan Hotel Melati: Tri-angga, ragam-hias, bahan alami lokal, warna alami lokal dan kejelasan struktur. Hasil: 1) tidak ada rekaman dampak terhadap lingkungan-buatan, 2) sistem monitor dan kemampuan staf pengelola pembangunan sangat lemah, 3) Perda tidak jelas dan mendetail, 4) kurangnya pengetahuan pelaku pembangunan terhadap prinsip-prinsip ATB.

2.3 Landasan Teori Pada bahan ajar perkuliahan AB 3 (Gomudha, 2016) juga dicantumkan teoriteori yang bisa membantu memecahkan permasalahan ATB dan AMK yang ada saat ini. Teori-teori tersebut adalah, sebagai berikut: 1. Teori Semiotika Paras Dua (dyadic) Hjemslev:

Gambar 2.1 Skema Teori Semiotika Paras Dua Sumber: Bahan Ajar Perkuliahan AB 3 (oleh Bapak Gomudha)

Eratnya hubungan agama, adat (budaya) dengan ATB yang diturunkan secara gugon-tuwon sehingga memerlukan interpretasi

menyeluruh untuk dapat mengelar nilai-nilainya, dalam hal ini teori semiotik dyadic dipandang memadai memecahkan kesulitan ini. 2. Teori Analogi: Sesuatu yang mempunyai kesamaan, persesuaian, kemiripan, keserupaan, kesejajaran, kesejalanan antara dua benda atau hal yang berlainan dalam bentuk, susunan atau fungsi, tetapi berlainan asalusulnya. Terdiri atas teori: Analogi Induktif, Deduktif, Figuratif dan Ilustratif. Teori ini dipakai dalam memilah dan memilih nilai-nilai setara, tak setara dan nilai lebih yang dimiliki oleh ATB dan AMK. 3. Teori Langgam : Langgam memiliki potensi dan fungsi: 1) menunjukkan identitas/ lokalitas, 2) menunjukkan periodisasi kesejarahan, 3) sebagai faktor pengajeg dari upaya penggubahan tampilan arsitektur dan 4) sebagai sumber gagasan atau tema dalam melakukan penghadiran dan pengaturan arsitektur. Teori ini dipakai dalam melakukan reformasi. 4. Teori Ornamen dan Dekorasi sebagai Ragam-hias Arsitektur: Fungsinya dapat sebagai pembentuk suasana, identitas dan tatarupa arsitektur. Ragam-hias ini merupakan isu kontroversial antara ATB dan AMK, sehingga teori ini dipakai untuk menetapkan suatu formulasi yang berimbang antara rasionalitas dan rasa dalam melakukan reformasi. 2.4 Metode Pengembangan 1. Perkembangan ATB dalam Tautan Sejarah Bali

Gambar 2.2 Diagram Perkembangan ATB dalam Tautan Sejarah Bali Sumber: Bahan Ajar Perkuliahan AB 3 (oleh Bapak Gomudha)

BAB III LINGKUP KAJIAN DAN OBJEK PENELITIAN 3.1 Lingkup Kajian ATB sangat menyatu dengan agama dan adat istiadat, sehingga lingkup bahasan difokuskan pada nilai-nilai yang terkait langsung dengan arsitektur yaitu: a. Nilai nilai nirupa Nilai nirupa merupakan salah satu factor utama dari perancangan, nilai nirupa juga sering disebut dengan paras isi, content, dan tertib langgam. Factor – factor utama dalam nilai ini yaitu : 1. Filosofi/ide yang menurunkan norma 2. Konsep 3. Prinsip b. Nilai nilai rinupa

Nilai rinupa merupakan salah satu unsur dari perancangan, ada beberapa unsur utama dalam perancangan yaitu : 1. Tata ruang (tata ruang dan orientasi, tata letak atau setting massa) 2. Tata bangunan a. Sosok atau bentuk b. Skala dan proporsi c. Ornamen dan dekorasi d. Struktur dan bahan 3.2 Objek Kasus Penelitian Objek observasi yang digunakan adalah Harper Kuta Hotel. Harper Kuta Hotel merupakan salah satu hotel berbintang 4 di Bali. Hotel ini berlokasi di Jl. Legian No. 73, Legian, Kabupaten Badung, Bali. Hotel ini juga terletak sangat strategis yakni dekat dengan Beachwalk Shopping Centre

Kuta Bali dan pantai Kuta. Dari Hotel ini hanya dibutuhkan 15 menit berkendara untuk menuju Bandara Internasional Ngurah Rai.

Harper Kuta Hotel memiliki nuansa ruang interior yang bergaya modern minimalis. Beberapa ruang interior yang terdapat dalam Harper Kuta

Hotel ini adalah 2 tipe ruang pertemuan yang dapat menampung hingga 165 orang, Harper Kuta Bali Hotel dikenal untuk keahlian dalam mengatur kebutuhan pertemuan bisnis dan kegiatan acara. Semua ruang pertemuan ditunjang oleh perlengkapan fasilitas meeting, dengan mengkombinasikan disain modern rustik untuk menciptakan suasana yang menginspirasi. Selain itu juga terdapat Restoran utama dengan nama Rustik Bistro & Bar yang menawarkan sajian menu khas masakan rumah yang digabungkan dengan minuman wine, cocktail hingga mocktail yang dapat dinikmati sambil bersantai di tepi kolam renang. Rasakan suasana pedesaan tropis saat menikmati makanan & minuman dalam nikmatnya hidangan khas Indonesia dan Internasional spesial disajikan oleh Chef untuk memuaskan selera pengunjungnya dari sarapan hingga makan malam. Terdapat juga Ruang Spa yakni ruangan yang di desain minimalis dengan nuansa aroma tubuh yang akan memanjakan tubuh pengunjunh dengan beragam perawatan spa ala Bali di The Spa. The Spa merupakan fasilitas spa yang memberikan kemudahan bagi para tamu hotel untuk mendapatkan rileksasi tubuh dan ketenangan pikiran dengan berbagai pilihan perawatan spa khas Bali. Rasa lelah setelah perjalanan jauh, atau setelah menikmati hiburan Kuta di malam hari, maupun hanya untuk sekedar beristirahat.

Alasan Pemilihan Kantor Kementrian Hukum dan HAM RI Wilayah Bali: Karena letaknya yang strategis yakni dekat dengan Beachwalk Shopping Centre Kuta Bali dan pantai Kuta, sehingga mudah dicapai dan dilihat baik dilihat oleh masyarakat yang tinggal di Bali maupun tamu mancanegara. Selain itu, bentuk bangunan utama kantor ini terlihat menonjol, menjulang tinggi dan berbentuk kubus kotak kotak.. Menurut saya bangunan Harper Kuta Hotel ini dapat dijadikan salah satu objek penelitian karena sesuai dengan tujuan tugas yaitu menilai dan menemukan Ornamen Bali dalam bangunan arsitektur di Bali dan membandingkannya dengan arsitektur masa kini. Meskipun dari eksterior,

bangunan ini tidak terlihat adanya Arsitektur Balinya terlihat dari tidak adanya ornamen atau patung patung yang menunjukkan Arsitektur Bali. Selain itu, konsep Tri Angga (kepala, badan dan kaki) sudah diterapkan meskipun beberapa tidak sesuai atau menyimpang. Sehingga saya mengambil kesimpulan untuk menjadikan bangunan Harper Kuta Hotel ini sebagai objek untuk penelitian lebih lanjut sesuai dengan tujuan dari mata kuliah Arsitektur Bali 3.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Permasalahan Terhadap ATB yang Terjadi pada Objek Bangunan Permasalahan yang terjadi di Harper Kuta Hotel Bali adalah karena adanya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ATB menurut penilaian dan kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Nilai-nilai tersebut adalah, sebagai berikut: 4.1.1. Nilai-nilai ATB dan AMK yang ada pada Objek Bangunan A. Nilai ATB Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam nilai arsitektur tradisional Bali ini ada yang bersifat setara dan ada yang tidak setara, berikut bahasan mengenai nilai-nilai tersebut: 1.

Nilai Setara Nilai setara berarti bangunan yang kita identifikasi sudah menggunakan nilai- nilai yang ada dalam nilai-nilai Arsitektur Bali. Nilai setara ini dapat tetap digunakan.

a. Aspek Tata Ruang 



Sanga Mandala Penerapan konsep Sanga Mandala sangat tidak diterapkan pada bangunan ini. Tri Mandala Konsep Tri Mandala juga belum diterapkan

pada bangunan ini. b. Aspek Tata Letak (Setting Massa)  Simetris Tata letak/setting massa merupakan susunan massa jamak, dengan poros simetris terlihat dari tampak bangunan utama yakni simetris berbentuk segi empat.

c. Aspek Tata Bangunan  Sosok dan Bentuk  Tri Angga Sosok dan bentuk wujud fisik ruang dan bangunan Hotel yang ingin diwujudkan oleh arsiteknya

yakni

keharmonisan

antara

menyeimbangkan manusia

(bhuana alit) dengan ruang

dan

selaku

isi

bangunan

selaku wadah (bhuana agung). Sosok dan bentuk dianalogikan sebagai proporsi fisik/angga manusia yakni Angga

(kepala

Tri

nilai utama, badan nilai

madya dan kaki nilai nista). Konsep Tri Angga pada bangunan Hotel ini dapat dijumpai pada pembagian bentuk/wujud fisik bangunan yang 

dianalogikan seperti tubuh penghuninya. Skala dan Proporsi  Human Scale Skala manusia (Human Scale) pada bangunan terlihat dari ukuran pintu masuk atau

ukuran yang lainnya sangat menyesuaikan 

skala manusia. Proporsi Berdasarkan

proporsi

Bali,

proporsi

bangunan Hotel ini cukup baik karena berdasarkan pengamatan lapangan, semua ukuran baik ukuran struktur badan, dan atapnya masih terlihat rapi dan berkaitan satu 

dengan yang lainnya. Ornamen dan Dekorasi  Pemakaian ornamen dan dekorasi Penggunaan ornamen pada Hotel ini belum

terlihat,

hampir

keseluruhan

dari

bangunan ini tedak menggunakan ornamen 

bali. Struktur dan Bahan  Struktur Konvensional / Tradisi Struktur dan bahan yang digunakan pada bank

ini

bersifat

natural,

sangat

menghormati alam dan lingkungan, sebagian besar

bahan

merupakan

material

ramah

lingkungan seperti kayu, batu paras, dan batu sikat. Dimana bahan-bahan tersebut berasal dari Bali, sehingga muncul nilai-nilai tradisi. Namun, pada finishing menggunakan bahan modern/hasil olahan fabrikasi seperti cat dinding.

Struktur konvensional terlihat dari

penyusunan berkarakter

bahan berat

dari makin

bawah keatas

yang makin

berkarakter ringan, hal ini sejalan dengan logika pembebanan yang memberikan tingkat keamanan bangunan yang lebih dari satu lantai.

4.1.2 Nilai Tidak Setara Nilai tidak setara berarti bangunan yang kita identifikasi belum menggunakan atau menggunakan nilai yang berbeda dengan nilai-nilai dalam Arsitektur Bali. Nilai-nilai yang tidak setara ini yang perlu dicarikan solusinya.

4.2 Arsitektur Masa Kini Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam nilai arsitektur masa kini ini ada yang bersifat

setara

dan

ada

yang

tidak

setara,

berikut

bahasan

mengenai nilai-nilai tersebut: 1. Nilai Setara Nilai setara berarti bangunan yang kita identifikasi sudah menggunakan nilai- nilai yang ada dalam nilai-nilai Arsitektur Masa Kini. Nilai setara ini dapat tetap digunakan. a. Aspek Tata Ruang 

Hirarki Pembagian Ruang (Publik – Semi – Privat) Harper Kuta Hotel ini dikatakan memenuhi konsep hirarki ruang publik – semi - private. Ruang-ruang pada bangunan kantor ini

dibagi

secara horizontal dan vertikal dimana pada

pembagian horizontalnya terdapat drop off area dan halaman yang merupakan ruang publik, kemudian lobby yang merupakan peralihan dari ruang luar ke ruang dalam, dan ruang-ruang kerja yang merupakan area privat. Secara vertikal pembagian dilakukan dengan ruang yang berada di lantai yang paling atas merupakan ruang privat, begitupun selanjutnya ke lantai yang lebih di bawah. b. Aspek Tata Letak (Setting Massa)



Tata Letak dan Orientasi Tata letak bangunan Hotel ini berada di pinggir jalan dan orientasi bangunan mengarah ke luar jalan dengan tujuan mengutamakan ekspresi massa terhadap lingkungan sehingg dapat tampil menonjol. Ini merupakan salah satu identitas dari

arsitektur masa kini yang lebih mengutamakan keterbukaan. c. Aspek Tata Bangunan  Ornamen dan Dekorasi Terdapat beberapa bentuk-bentuk dan desain interior yang memang menjadi salah satu bagian dari arsitektur masa kini seperti permainan bentuk-bentuk yang dinamis seperti pada gambar di bawah ini.

(Sumber : https://www.harperhotels.com)

(Sumber : https://www.harperhotels.com)

Sumber : https://www.harperhotels.com) 

Struktur dan Bahan Struktur modern Konsep struktur dan bahan pada bangunan Hotel ini menggunakan Batu Bada sebagai dindingnya. Fungsional Penggunaan struktur dan bahan pada bangunan ini dapat dikatakan fungsional seperti penggunaan kolom yang besar, berfungsi untuk menyalurkan beban dari bangunan ke pondasi.

4.4 Syarat dan Ketentuan Mendapatkan Ijin Membangun Bangunan Harper Kuta Hotel Dapat diketaui secara umum bahwa terdapat PERDA NO.16 TH 2009, Tentang RTRW Bali. Yakni di dalamnya mengatur bahwa semua bangunan yang berlokasi atau berada di Bali yang boleh di bangun adalah bangunan yang harus memiliki unsur Arsitektur Bali atau memiliki unsur-usur Bali didalamnya, beberapa hal seperti ornament yang menghiasi bangunan dapat di terapkan di

bangunan yang akan di bangun di Bali, yang terpenting sebuah bangunan yang di bangun di Bali harus menunjukan unsur Bali. Namun tidak sedikit dapat di lihat sebagian besar bangunan komersil seperti hotel, villa, rumah sakit, mall yang berada di Bali tidak terlalu banyak di gunakan unsur Bangunan Bali., hanya saja ada beberapa aturan-aturan (konseo) yang digunakan seperti kondep Tri Angga yang dijadikan sebagai tolak ukur utama sebuah perbandingan suatu kelengkapan bagian pada bangunan. Dimana konsep Tri Angga merupakan sebuah konsep yang membagi bangunan atas 3 bagian yaitu; kepala, badan, dan kaki, kepala diumpamakan sebagai atap, badan diumpakan sebagai dinding dan kaki diutamakan sebagau bagian bawah ( bataran ). Bangunan yang dapat dikatakan memiliki ciri khas tradisional Bali setidaknya menerapkan unsur tersebut, tetapi pada beberapa massa bangunan Harper Hotel Bali ini tidak menunjukan hal tersebut. Selain itu sesuai aturan PERDA, bangunan ini tidak memenuhi perda bagian bentuk dan rupa bangunan karena bangunan ini seharusnya menerapkan setidaknya beberapaa unsur Bali didalamnya. Namun bangunan ini sepenuhnya berdiri dengan desain modern minimalis. Beberapa interior di padukan antara bali dan eropa namun tetap saja tidak terlihat unsur Bali di dalamnya. Lalu mengapa bangunan Harper Kuta Hotel ini dapat di bangun di Bali? Jawabannya adalah karena bahan dan struktur dari bangunan Hotel ini menggunakan Batu Bata. Bahan lain seperti batu paras, dan batu sikat merupakan bahan bangunan yang berasal dari Bali, meskipun tidak banyak terlihat, namun bahan bahan ini menjadikan bangunan ini dapat di bangun di Bali.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bangunan Harper Kuta Hotel Bali ini memang tidak menghadirkan nilai nilai ATB di dalamnya, baik dalam segi interir maupun eksterior bangunan. Dari segi tata ruang yang ada di dalam hotel ini pun juga tidak mencerminkan adanya ornamen bangunan Bali. Namun, di sisi lain terdapat bahan dan struktur dari bangunan Hotel ini menggunakan Batu Bata. Selain itu Hotel ini juga menggunakan bahan lain yang berasal dari Bali seperti batu paras, dan batu sikat. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, diperlukan peraturan yang tegas dalam membangun bangunan di Bali yang nantinya akan dapat meluruskan nilainilai ATB yang telah menyimpang seperti pada bangunan Harper Kuta Hotel Bali ini.

DAFTAR PUSTAKA

Gomudha, I Wayan. 2016. Bahan Ajar Perkuliahan. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana: Denpasar. Https://www.harperhotels.com

Related Documents


More Documents from "Vitafahrezy"