Asas Ekstradisi.docx

  • Uploaded by: Kang Wahab
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asas Ekstradisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,177
  • Pages: 5
Loading documents preview...
A. Asas-asas Ekstradisi Untuk memahami lebih jauh tentang ekstradisi, berikut akan diuraikan secara singkat tentang asas-asas dalam ekstradisi. Asas ini merupakan asas pokok yang harus ditaati dan harus selalu dicantumkan dalam perjanjianperjanjian ekstradisi serta ditaati oleh para pihak dalam setiap kasus yang menyangkut ekstradisi. Asas-asas tersebut antara lain:1 1) Asas kejahatan ganda (double criminality principle), yaitu bahwa kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, haruslah merupakan kejahatan (tindak pidana) baik menurut hukum Negara peminta maupun hukum Negara diminta. Dalam hal ini tidaklah perlu nama ataupun unsur-unsurnya semuanya harus sama, mengingat sistem hukum masing-masing Negara berbeda-beda. Sudah cukup apabila hukum kedua Negara sama-sama mengklasifikasikan perbuatan itu sebagai suatu kejahatan atau tindak pidana. Setidaknya ada tiga puluh dua jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.2 2) Asas kekhususan (principle of speciality), yaitu apabila orang yang diminta telah diserahkan, negara-peminta hanya boleh mengadili dan atau menghukum orang yang diminta, hanyalah berdasarkan pada kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisinya. Jadi dia tidak boleh diadili atau dihukum atas kejahatan lain, selain daripada kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisinya. 3) Asas ne bis in idem atau non bis in idem, yaitu jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, ternyata sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang telah memiliki kekuatan mengikat dan pasti, maka permintaan Negara-peminta harus ditolak oleh Negara-diminta.3 1 Ibid., Hal. 130. 2 Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung: Refika Aditama, 2000, Hal. 229-230.

3 Untuk mengetahui pengecualian asas ini dalam praktek Hukum Pidana Internasional, lihat ketentuan Pasal 20 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional.

4) Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik (non extradition of political criminal). Jika Negara-diminta berpendapat bahwa kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi oleh Negarapeminta adalah tergolong sebagai kejahatan politik, maka negara diminta harus menolak permintaan tersebut. Tentang apa yang disebut kejahatan politik, serta apa kriterianya, hingga saat ini belum ada kesatuan pendapat, baik di kalangan para ahli maupun dalam praktek negara-negara. Apakah suatu kejahatan digolongkan sebagai kejahatan politik atau tidak, memang merupakan masalah politik yang didasarkan pada pertimbanganpertimbangan politik yang tentu saja sangat subyektif. Karena sukarnya menentukan kriteria obyektif tentang kejahatan politik tersebut, maka dalam perkembangan dari lembaga ekstradisi ini, Negara-negara baik dalam perjanjian ataupun dalam perundang-undangan ekstradisinya, menggunakan sistem negatif, yaitu dengan menyatakan secara tegas bahwa kejahatan-kejahatan tertentu dinyatakan sebagai bukan kejahatan politik, atau dinyatakan sebagai kejahatan yang dapat dijadikan alasan untuk meminta maupun mengekstradisikan orang yang diminta (extraditable crime). Dengan demikian, dapat dimasukkan sebagai kejahatan yang dapat dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi ataupun mengekstradisikan orang yang diminta di dalam perjanjian ataupun peraturan perundangundangan tentang ekstradisi. 5) Asas tidak menyerahkan warga negara (non extradition of nationals). Jika orang yang diminta ternyata adalah warga negara dari negara diminta, maka negara diminta “dapat” menolak permintaan dari negara peminta. Asas ini berlandaskan pada suatu pemikiran, bahwa Negara berkewajiban melindungi warga negaranya dan sebaliknya warga Negara memang berhak untuk memperoleh perlindungan dari negaranya. Tetapi jika negara diminta menolak permintaan negara peminta, negara diminta tersebut berkewajiban untuk mengadili dan atau menghukum warga negaranya itu berdasarkan pada hukum nasionalnya sendiri.

6) Asas daluwarsa, yaitu bahwa permintaan negara peminta harus ditolak apabila penuntutan atau pelaksanaan hukuman terhadap kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, sudah daluwarsa menurut hukum dari salah satu atau kedua belah pihak. Di dalam ekstradisi, juga diakui asas resiprositas atau prinsip timbal balik. Jika suatu negara menginginkan suatu perlakuan yang baik dari Negara lain, maka Negara tersebut juga harus memberikan perlakuan yang baik terhadap Negara yang bersangkutan. Dalam konteks ekstradisi, jika kita mengharapkan Negara lain akan menyerahkan tersangka, terdakwa atau terpidana yang diminta untuk diproses atau dieksekusi menurut hukum nasional Negara kita, maka harus ada jaminan yang seimbang bahwa Negara kita pada suatu saat diminta oleh Negara tersebut untuk menyerahkan tersangka, terdakwa, atau terpidana untuk diproses atau dieksekusi menurut hukum nasional Negara tersebut.4 Selain daripada asas-asas tersebut di atas, terdapat juga ketentuan-ketentuan yang belum atau tidak merupakan asas-asas dalam ekstradisi, tetapi secara umum (meskipun ada pengecualiannya) dicantumkan di dalam perjanjian ataupun peraturan perundang-undangan ekstradisi nasional Negara-negara. Ketentuan-ketentuan tersebut, misalnya: a. Tentang kejahatan yang diancam dengan hukuman mati. Di dalam perjanjian ekstradisi internasional ataupun perundangundangan tentang ekstradisi, terdapat suatu pasal yang mengatur tentang kejahatan yang diancam dengan hukuman mati dengan menyatakan, jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta diancam dengan hukuman mati menurut hukum Negara-peminta, tetapi tidak diancam hukuman mati menurut hukum Negara-diminta, atau hukuman mati itu dapat ditolak, kecuali jika Negara-peminta memberikan jaminan yang dipandang cukup, bahwa hukuman mati tidak akan diancamkan ataupun tidak akan dilaksanakan. Dengan adanya ketentuan 4 Jan Remmelink, Op.Cit., Hal. 401.

seperti ini, maka orang yang diminta benar-benar menikmati keuntungan yang tak ternilai, karena jiwanya terselamatkan dari ancaman ataupun pelaksanaan hukuman mati. Adanya ketentuan ini dilatarbelakangi oleh terdapatnya praktek Negara-negara yang berbeda-beda tentang hukuman mati ini, baik antara Negara-negara yang menganut hukuman mati pada satu pihak dengan Negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati di lain pihak, maupun antara sesama Negara-negara yang masih menganut hukuman mati, khususnya dalam pelaksanaan hukuman mati itu sendiri. Sudah tentu pula masuknya ketentuan ini di dalam perjanjian ataupun perundang-undangan tentang ekstradisi, disebabkan karena gencarnya pengaruh dari paham penghormatan atas hak-hak asasi manusia yang memandang hukuman mati sebagai tidak manusiawi atau bertentangan dengan hak asasi manusia. b. Tentang permintaan dari dua Negara atau lebih. Dalam praktek kadangkadang terjadi dua Negara atau lebih mengajukan permintaan ekstradisi atas diri seseorang yang diminta kepada Negara-diminta. Dalam hal seperti ini, Negara-diminta dalam mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan

dari

salah

satu

Negara-peminta

tersebut,

dengan

memperhatikan beberapa faktor, antara lain; 1) Tentang waktu pengajuan permintaan (permintaan Negara manakah yang diterima terlebih dahulu); 2) Berat ringannya kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi; 3) Kewarganegaraan dari orang yang diminta; 4) Tempat dilakukannya kejahatan; 5) Ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Negara-diminta dengan Negara-negara peminta, dan ketentuan-ketentuan lain dari peraturan perundang-undangan maupun perjanjian ekstradisi tersebut. c. Tentang permohonan untuk menahan sementara Apabila Negara-peminta mengajukan permohonan untuk melakukan penahanan sementara atas diri orang yang diminta, permohonan itu harus diajukan sesuai dengan

prosedur yang ditentukan di dalam perjanjian ekstradisi itu sendiri (kalau ada), atau diajukan sesuai dengan praktek yang sudah umum berlaku (jika antara para pihak belum terikat pada perjanjian ekstradisi). Demikian pula jika Negara-peminta dalam mengambil keputusan untuk mengabulkan ataupun menolak permohonan tersebut, harus berdasarkan pada ketentuan yang sama dan di samping itu juga dengan tetap berdasarkan pada ketentuan hukum nasionalnya sendiri. d. Tentang tempat dilakukannya kejahatan Dalam beberapa perjanjian ekstradisi, ada ketentuan yang menegaskan tentang tempat atau wilayah dilakukannya kejahatan, yaitu jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta penyerahan atas diri orang yang diminta, ternyata dilakukan diwilayahnya atau di suatu tempat yang diperlakukan sebagai wilayahnya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian, maka Negara-diminta “dapat” menolak permintaan Negarapeminta tersebut. Hal ini berkaitan dengan yurisdiksi teritorial yang dimiliki oleh suatu Negara yang memang diakui dalam hukum internasional atau berkaitan dengan asas atau prinsip tertorialitas dalam hukum pidana nasional. Jika Negara yang bersangkutan menolak permintaan ekstradisi dari Negara-peminta, Negara-diminta berkewajiban untuk mengadili dan atau menghukum sendiri orang yang diminta itu berdasarkan hukum nasionalnya.

Related Documents


More Documents from "Ummi Kalthom Ag Teh"