Asbabun Nujul Imam As-suyuti.indd

  • Uploaded by: Cj Adit
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asbabun Nujul Imam As-suyuti.indd as PDF for free.

More details

  • Words: 76,996
  • Pages: 245
Loading documents preview...
Imam As Suyuti

Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul

Lubab an-Nuqul fi Asbab al-Nuzul Penerjemah: Tim Konten Cordoba Internasional Editor: Tim Cordoba Pemeriksa Aksara Topik Mulyana, M.Pd. Layout: Tim Cordoba Desain Cover: Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengcopi atau menggandakan isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit All rights reserved

Penerbit:

Jl. Setrasari Indah No. 33, Bandung 40152 Telp. 022-2008776/Fax. 022-2013097 Email: @yahoo.com.

ii

ASBABUN NUZUL

‫ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﲓ‬ Ini adalah kitab “Lubaab an-Nuquul fi Asbaab al-Nuzuul SURAT AL-BAQARAH Al-Faryabi dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Empat ayat di awal surat al-Baqarah turun berkenaan dengan orang-orang beriman, dua ayat turun berkenaan dengan orang-orang kafir, dan tiga belas ayat turun berkenaan dengan orang-orang munafik.” Ayat 6-7: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa kedua ayat tersebut turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi di Madinah. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Anas, dia berkata, “Dua ayat turun berkenaan dengan perang Ahzab yaitu, ‘Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,…’ sampai, ‘…, dan mereka akan mendapat siksaan yang berat.’” (Al-Baqarah: 6-7) Ayat 14: Al-Wahidi dan ats-Tsa’labi meriwayatkan dari Muhammad bin Marwan asSuddi as-Shagir, dari al-Kalabi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat tersebut turun berkenaan dengan Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya. Pada suatu hari mereka bertemu dengan sekelompok sahabat Rasulullah Saw. Maka Abdullah bin Ubay berkata, ‘Lihatlah bagaimana aku menjauhkan orang-orang bodoh ini dari kalian.’ Kemudian dia pergi menghampiri Abu Bakar dan memegang tangannya, lalu berkata, ‘Selamat datang ash-Shiddiiq, tuan Bani Tamim, syaikhul Islam, orang kedua setelah Rasulullah saat berada dalam gua, juga orang yang mencurahkan diri dan hartanya demi Rasulullah.’ Kemudian dia memegang tangan Umar dan berkata, ‘Selamat datang tuan Bani ‘Addi bin Ka’ab, al-Faruuq yang kokoh di dalam agama Allah, juga orang yang mencurahkan diri dan hartanya demi Rasulullah.’ Kemudian dia memegang tangan Ali dan berkata, ‘Selamat datang sepupu Rasulullah dan menantu beliau, tuan Bani Hasyim setelah Rasulullah.’ Kemudian mereka pergi secara terpisah. 1

Lalu Abdullah bin Ubay berkata kepada kawan-kawannya, ‘Bagaimana pendapat kalian tentang yang telah aku lakukan tadi? Jika kalian melihat mereka, maka lakukanlah seperti apa yang aku lakukan.’ Maka mereka memujinya. Kemudian orang-orang muslim menemui Nabi dan menceritakan hal tersebut, maka turunlah ayat ini.” Isnad riwayat ini sangat lemah. Karena as-Suddi ash-Shaghir dan al-Kalabi adalah pendusta. Dan Abu Shalih sendiri adalah orang yang lemah. Ayat 19: Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi al-Kabiir, dari Abu Malik dan Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok sahabat, mereka berkata, “Dulu ada dua orang munafik penduduk Madinah yang melarikan diri dari Rasulullah menuju tempat orang-orang musyrik. Kemudian mereka ditimpa hujan yang Allah sebutkan ini. Hujan tersebut disertai dengan guruh yang dahsyat, petir dan kilat. Setiap kali petir menyambar mereka menutup telinga karena takut petir tersebut memekakan telinga sehingga dapat membunuh mereka. Jika ada kilat berkelebat, mereka berjalan menuju cahayanya. Namun jika tidak ada cahaya kilat, mereka berdua tidak dapat melihat. Maka mereka pulang kembali ke tempat mereka. Mereka berkata, ‘Andai saja sekarang telah pagi, niscaya kita mendatangi Muhammad kemudian berbai’at kepadanya.’ Kemudian mereka berdua mendatangi beliau dan masuk Islam. Mereka menjadi muslim yang baik. Maka Allah menjadikan keadaan kedua orang ini sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik di Madinah. Setiap orang-orang munafik Madinah menghadiri majelis Nabi mereka menutup telinga karena takut mendengar jika ada wahyu yang turun berkenaan dengan mereka atau mereka diingatkan dengan sesuatu yang dapat membuat mereka mati ketakutan. Hal ini seperti dua orang munafik yang menutupi telinganya. ‘…Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawahnya…’ (Al-Baqarah: 19). Jika orang-orang muslim memiliki harta dan anak yang banyak juga mendapatkan ghanimah atau kemenangan, mereka ikut di dalamnya dan berkata, ‘Sesungguhnya agama Muhammad kali ini benar.’ Maka mereka istiqamah di dalamnya seperti dua orang munafik yang berjalan jika kilat menyinari mereka tadi.‘…Dan jika gelap menimpa mereka, mereka berhenti…’ (Al-Baqarah: 19). Maka jika harta dan anak orang-orang muslim sedikit serta ditimpa kesulitan, mereka berkata, ‘Ini karena agama Muhammad.’ Mereka pun murtad dan kembali kafir. Hal ini seperti yang dikatakan dua orang munafik tersebut ketika mereka kilat tidak menyinari mereka.”

2

Ayat 26: Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi dengan sanad-sanadnya, bahwa ketika ketika Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang munafik. Yaitu firman-Nya, ‘Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api…’ (Al-Baqarah: 17) dan firman-Nya, ‘Atau bagaikan orang yang ditimpa hujan lebat dari langit…’(AlBaqarah: 19). Orang-orang munafik itu berkata, ‘Allah terlalu agung dan mulia untuk membuat perumpamaan-perumpamaan ini.’ Maka Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Allah tidak segan untuk membuat perumpamaan…’ sampai firman-Nya, ‘…Mereka adalah oran-orang yang merugi.’ (Al-Baqarah: 26-27). Al-Wahidi meriwayatkan melalui jalur Abdul Ghani bin Sa’id ats-Tsaqafi, dari Musa bin Abdul Rahman, dari Juraij, dari ‘Atha, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Allah menceritakan tentang tuhan-tuhan orang-orang musyrik. Dia berfirman, ‘…Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka…’ (Al-Hajj: 73). Dan Dia menyebutkan tipu daya tuhan-tuhan itu, Dia mengumpamakannya dengan rumah laba-laba. Maka orang-orang musyrik berkata, ‘Tidakkah kalian perhatikan Allah menyebutkan lalat dan laba-laba dalam Al-Quran yang diturunkan kepada Muhammad, apa yang dapat Dia lakukan dengan keduanya?’ maka Allah menurunkan ayat ini. Akan tetapi Abdul Ghani sangat lemah.” Abdul Razzaaq berkata dalam tafsirnya, “Mua’ammar memberitahukan kami dari Qatadah, ketika Allah menyebutkan laba-laba dan lalat, orang-orang musyrik berkata, ‘Untuk apa laba-laba dan lalat disebutkan?’ Maka Allah menurunkan ayat ini.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan, dia berkata, “Ketika ayat ‘Wahai manusia, telah dibuat suatu perumpamaan…’ (Al-Hajj: 73) turun, orang-orang musyrik berkata, ‘Ini tidak termasuk perumpamaan-perumpamaan.’ Atau, ‘Ini tidak menyerupai perumpamaan-perumpamaan.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sesungguhnya tidak merasa segan untuk membuat perumpamaan…’ (Al-Baqarah: 26).” Pendapat pertama sanadnya lebih benar dan lebih sesua dengan awal surat. Penyuebutan orang-orang musyrik tidak cocok dengan ayat ini sebagai ayat Madaniyyah. Riwayat yang kami sebutkan dari Qatadah dan al-Hasan, disebutkan oleh al-Wahidi dari mereka berdua tanpa sanad, dengan lafal, “Orang-orang Yahudi berkata…”, dan ini lebih sesuai. Ayat 44: Al-Wahidi dan ats-Tsa’labi meriwayatkan dari jalur al-Kalabi, dari Abu Shalih,

3

dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi Madinah. Salah seorang dari mereka berkata kepada keluarga menantu, para kerabat dan orang-orang muslim yang sesusu dengannya, ‘Tetaplah berada dalam agamamu dan pada apa yang laki-laki itu (Muhammad) perintahkan karena apa yang dia perintahkan adalah benar.” Ketika itu, orang-orang Yahudi selalu memerintahkan orang-orang hal itu, namun mereka sendiri tidak melakukannya.” Ayat 62: Ibnu Abi Hatim dan al-‘Adni dalam musnadnya meriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Nujaih, dari Mujahid, dia berkata, “Salman berkata, ‘Saya bertanya kepada Nabi tentang para pemeluk agama yang dulu saya anut. Lalu aku ceritakan tentang shalat dan ibadah mereka. Maka turunlah ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang Yahudi…’ (Al-Baqarah: 62).’” Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur Abdullah bin Katsir, dari Mujahid, dia berkata, “Ketika Salman menceritakan kepada Rasulullah tetntang kawan-kawannya dulu beliau berkata, ‘Mereka masuk neraka.’ Salman berkata, ‘Maka bumi terasa gelap bagiku.’ Kemudian turunlah ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang Yahudi…’ sampai firman-Nya, ‘…Mereka tidak bersedih hati.’ (AlBaqarah: 62). Dia berkata, ‘Seakan-akan sebuah gunung telah disingkirkan dari atas tubuhku.’” Ibnu Jariri dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur as-Suddi, dia berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kawan-kawan Salman al-Farisi dulu.” Ayat 76: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Ketika perang Bani Quraizhah, Nabi berdiri di bawah benteng mereka seraya berkata, ‘Wahai saudarasaudara kera, wahai saudara-saudara babi, wahai para penyembah thaghut!’ Maka mereka berkata, ‘siapa yang memberitahukan Muhammad tentang ini? Hal ini pasti berasal dari kalian. Apakah kalian mengatakan kepada mereka apa yang Allah terangkan kepada kalian agar mereka memiliki hujah untuk mengalahkan kalian?’ Maka turunlah ayat tersebut.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Jika mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata, ‘Kami percaya bahwa kawan kalian itu adalah utusan Allah. Akan tetapi khusus bagi kalian.’ Dan jika mereka mereka kembali kepada kawan-kawan mereka, mereka berkata, ‘Apakah dia memberitahukan orang-orang Arab dengan hal ini? Karena sesungguhnya dulu kalian meminta bantuan kepadanya untuk mengalahkan mereka padahal dia adalah 4

bagian dari mereka.’ Maka turunlah firman Allah, ‘Dan jika mereka bertemu…’ (AlBaqarah: 76).” Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi, dia berkata, “Ayat tersebut turun berkenaan dengan segolongan orang Yahudi yang beriman, kemudian mereka menjadi munafik dan berkata kepada orang-orang Arab yang beriman tentang siksaan yang dulu menimpa golongan mereka. Maka orang-orang Yahudi itu berkata kepada sebagian yang lain, ‘Apakah kalian menceritakan kepada mereka tentang siksaan yang Allah hilangkan dari kalian agar mereka berkata, ‘Kami lebih Allah cintai dan lebih Allah muliakan daripada kalian.’’” Ayat 79: An-Nasai meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turn berkenaan dengan Ahli Kitab.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan para pendeta Yahudi. Mereka mendapati ciri-ciri Nabi tertulis dalam kitab Taurat, yaitu bahwa pelupuk di sekeliling matanya berwarna hitam, bertubuh sedang, berambut ikal dan berwajah tampan. Namun kemudian mereka menghapusnya dikarenakan kedengkian dan kezaliman mereka. Atau mereka berkata, ‘Kami mendapatinya bertubuh tinggi, berkulit biru dan berambut lurus.’” Ayat 80: Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabiir, begitu pula dengan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari jalur Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah tiba di Madinah dan ketika itu orang-orang Yahudi berkata, ‘Sesungguhnya usia dunia adalah tujuh ribu tahun. Dan sesungguhnya manusia disiksa dalam neraka selama satu hari menurut perhitungan akhirat yang sama dengan seribu tahun dalam hitungan dunia. Maka siksaan itu hanyalah tujuh hari. Kemudian siksaan pun berhenti.’ Maka Allah berfirman berkenaan dengan hal itu, ‘Dan mereka berkata, ‘Api neraka tidak akan menyentuh kami…’ sampai firmanNya. ‘…Mereka kekal di dalamnya.’ (Al-Baqarah: 80).” Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur adh-Dhahhaak, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Kami tidak akan masuk neraka kecuali hanya memenuhi sumpah Allah. Yaitu selama empat puluh hari, sesua dengan waktu ketika kami menyembah patung sapi. Setelah itu siksaan pun berhenti.” Maka turunlah ayat tersebut. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ikrimah dan lainnya 5

Ayat 89: Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab al-Mustadrak, begitu pula al-Baihaqi dalam kitab Dalaail an-Nubuwwah dengan sanad yang lemah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Yahudi Khaibar selalu berperang dengan suku Ghathafan. Yahudi selalu mengalami kekalahan. Karena itu mereka berdoa, ‘Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dengan kebenaran Muhammad, Nabi yang ummi, yang Kau janjikan akan diutus kepada kami, tolonglah kami untuk mengalahkan mereka.’Setiap kali berperang, mereka membaca doa tersebut. Maka mereka berhasil mengalahkan orang-orang Ghathafan. Namun ketika Nabi diutus kepada mereka, mereka mengingkarinya. Maka Allah berfirman, ‘…Sedangkan dulu mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir…’ (Al-Baqarah: 89)” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi dulu mereka memohon kemenangan atas Aus dan Khazraj dengan bertawasul kapada Rasulullah sebelum beliau diutus. Namun ketika Allah telah mengutusnya berasal dari golongan Arab, mereka mengingkarinya dan melanggar apa yang telah mereka katakan. Maka Mu’adz bijn Jabal, Basyar bin al-Barra’ dan Daud bin Salamah berkata kepada mereka, ‘Wahai orang-orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah dan masuk Islamlah. Karena sesunggunhya kalian dulu memohon agar dapat mengalahkan kami dengan bertawasul dengan Nabi Muhammad ketika kami masih musyrik. Dan kalian memberitahukan kami bahwa beliau akan diutus dan kalian menyebutkan sifat-sifatnya sesuai dengan sifat-sifatnya saat ini.’ Maka Salam bin Misykam, salah seorang Yahudi Bani an-Nadhiir berkata, ‘Dia tidak datang kepada kami dengan membawa sesuatu yang kami kenal. Maka dia bukanlah orang yang kami sebutkan kepada kalian.’ Karen itu Allah berfirman, ‘Dan ketika kitab dari sisi Allah telah sampai kepada mereka…’ (Al-Baqarah: 89).” Ayat 94: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu al-‘Aaliyah, dia berkata, “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Yang akan masuk surga hanyalah orang-orang Yahudi.’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 97: Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Abdullah bin Salam mendengar kedatangan Rasulullah ketika dia sedang berada di kebunnya saai musim panen. Maka dia mendatangi Nabi dan berkata, ‘Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang tiga perkara yang hanya diketahui oleh seorang nabi. 6

Apa tanda-tanda awal terjadinya kiamat? Apa makanan pertama para penghuni surga? Apa yang menyebabkan seorang anak mirip ayah atau ibunya?’ Rasulullah bersabda, ‘Baru saja Jibril memberitahukanku tentang semua itu.’ Dia berkata, ‘Dia adalah musuh orang-orang Yahudi dari kalangan malaikat.’ Maka beliau membacakan ayat ini. Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, “Secara zhahir dari konteks tersebut, bahwa Nabi membacakan ayat tersebut sebagai sanggahan bagi ucapan orang Yahudi itu. Hal itu tidak berarti bahwa ayat tersebut turun ketika itu.” Dia berkata kembali, “Dan inilah yang paling kuat.” Terdapat kisah lain yang shahih mengenai sebab turunnya ayat tersebut. Ahmad, Tirmidzi dan an-Nasai meriwayatkan dari jalur Bakir bin Syihab, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Abu al-Qasim, sesungguhnya kami hendak bertanya kepadamu tentang lima perkara. Jika kau memberitahukan kami hal tesebut, maka kami tahu bahwa kau adalah seorang nabi.’” Lalu Ibnu Abbas menyebutkan hadits tersebut. Di antaranya, mereka bertanya kepada beliau mengenai apa yang diharamkan Israil (Ya’qub) kepada dirinya sendiri, tentang ciri kenabian, tentang petir dan suaranya, tentang bagaimana wanita dijadikan laki-laki atau perempuan dan tentang siapa yang memberitahukannya mengenai berita langit, sampai mereka berkata, ‘Maka beritahukanlah kami siapa yang menyertaimu?’ beliau bersabda, ‘Jibril.’ Salah seorang dari mereka berkata, ‘Jibril adalah yang turun membawa peperangan, pembunuhan dan siksaan. Dia adalah musuh kami. Kalaulah kau mengatakan Mikail yang turun membawa rahmat, tumbuhan dan hujan, niscaya itu lebih baik.’ Maka turunlah ayat tersebut. Ishaq bin Rahawaih meriwayatan dalam musnadnya, begitu pula dengan Ibnu Jarir dari jalur as-Sya’bi, bahwa Umar mendatangi orang-orang Yahudi kemudian mendengar bacaan Taurat. Maka dia merasa takjub karena kitab tersebut membenarkan isi Al-Quran. Kemudian Nabi lewat di depan mereka. Maka aku (Umar) berkata, ‘Demi Allah, tidakkah kalian tahu bahwa dia adalah utusan Allah?’ seorang pendeta mereka menjawab, ‘Ya, kami tahu bahwa dia adalah utusan Allah. Aku bertanya, ‘Lantas mengapa kalian tidak mengikutinya?’ mereka berkata, ‘Kami telah bertanya kepadanya tentang siapa yang membawa berita kenabian kepadanya. Maka dia mengatakan musuh kami, Jibril. Karena dia turun membawa kebencian, kesusahan, peperangan dan kebinasaan.’ Aku bertanya, ‘Lantas siapakah malaikat yang menjadi utusan Allah untuk kalian?’ mereka menjawab, ‘Mikail, dia turun membawa hujan dan rahmat.’ Aku kembali bertanya, ‘Bagaimana posisi 7

keduanya di sisi Allah?’ mereka menjawab, ‘Salah satunya berada di sisi kanan-Nya dan yang lainnya berada di sisi kiri-Nya.’ Aku berkata, ‘Sesungguhnya Jibril tidak mungkin memusuhi Mikail. Dan Mikail tidak mungkin berdamai dengan musuh Jibril. Aku bersaksi bahwa keduanya dan Tuhan keduanya berdamai dengan siapa saja yang berdamai dengan mereka. Dan memerangi siapa saja yang memerangi mereka.’ Kemudian aku mendatangi Nabi karena ingin memberitahukannya tentang hal ini. Maka ketika aku berjumpa dengannya, beliau berkata, ‘Inginkah kau kuberitahukan tentang ayat yang turun kepadaku?’ Aku berkata, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Maka beliau membaca, ‘Katakanlah (Muhammad), barang siapa menjadi musuh Jibril…’ sampai firmanNya, ‘…bagi orang-orang kafir.’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, aku datang dari tempat orang-orang Yahudi untuk memberitahukanmu tentang apa yang mereka katakan dan apa yang aku katakan kepada mereka. Namun Allah telah mendahuluiku.’ Sanad riwayat ini shahih hingga asy-Sya’bi. Namun dia tidak bertemu langsung dengan Umar. Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkannya dari jalur lain dari asy-Sya’bi. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari jalur as-Suddi dari Umar. Juga dari jalur Qatadah dari Umar. Kedua riwayat tersebut juga terputus sanadnya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdul Rahman bin Abi Laila, bahwa seorang Yahudi bertemu dengan Umar bin Khathab, maka dia berkata, “Sesungguhnya Jibril yang disebutkan oleh kawanmu adalah musuh kami.” Maka Umar menjawab, “Barang siapa yang menjadi musuh bagi Allah, para malaikat-Nya, para rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah menjadi musuh bagi orang-orang kafir.” Maka ayat tersebut turun melalui lisan Umar. Maka riwayat-riwayat ini saling menguatkan. Ibnu Jarir menyatakan ijma’ bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah hal itu. Ayat 99-100: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ibnu Shuriya berkata kepada Nabi, ‘Wahai Muhammad, kau tidak datang kepada kami dengan membawa sesuatu yang kami kenal. Dan Allah tidak menurunkan ayat yang nyata kepadamu.’ Maka Allah berfirman berkenaan dengan hal tersebut, ‘Dan sungguh Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas kepadamu…’ (Al-Baqarah: 99). Malik bin ash-Shaif berkata ketika Rasulullah diutus dan menyebutkan perjanjian yang diambil dari mereka juga kewajiban atas mereka

8

terhadap Nabi, ‘Demi Allah, kami tidak dibebani kewajiban apapun terhadap Muhammad. Dan tidak ada perjanjian yang ditetapkan atas kami.’ Maka Allah berfirman berkenaan dengan hal itu, ‘Apakah setiap kali mereka berjanji…’ (AlBaqarah: 100).’” Ayat 102: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Lihatlah kalian kepada Muhammad, dia mencampuradukkan antara yang benar dan yang salah. Dia berkata bahwa Sulaiman termasuk para nabi. Padahal dia hanyalah seorang penyihir yang mengendarai angin.’ Maka Allah berfirman, ‘Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan…’” Ayat 104: Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari as-Suddi, dia berkata, “Ada dua orang Yahudi, yaitu Malik bin ash-Shaif dan Rifa’ah bin Zaid. Jika mereka berjumpa dengan Nabi, mereka berkata, ‘Raa’inaa (perhatikanlah kami) dan dengarlah apa yang tidak didengar.’ Maka orang-orang muslim mengira hal tersebut adalah suatu ungkapan bagi Ahli Kitab untuk menghormati para nabi mereka. Karena itu mereka pun mengatakan hal tersebut kepada Nabi. Maka Allah berfirman, ‘Wahai orangorang beriman, janganlah kalian berkata, ‘Raa’inaa.’ Namun katakanlah ‘Unzhurnaa (perhatikanlah kami) dan dengarkanlah oleh kalian…’ Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitab Dalaail an-Nubuwwah dari jalur asSuddi ash-Shaghir, dari al-Kalabi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Kata raa’inaa dalam bahasa Yahudi adalah sebuah celaan yang buruk. Ketika orang-orang Yahudi mendengar para sahabat beliau berkata, ‘Nyatakanlah hal tersebut kepada beliau.’ Maka orang-orang Yahudi itu mengatakannya dengan tertawa. Lalu turunlah firman Allah tersebut. Ketika Sa’ad bin Mu’adz mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut orang-orang Yahudi, dia berkata, ‘Wahai musuhmusuh Allah, jika aku mendengar kalimat tersebut dari salah seorang diantara kalian setelah majelis ini, niscaya aku akan memenggal kepalanya.’ Ibnu Jarir meriwayatkan dari adh-Dhahhak, dia berkata,” dulu seseorang dari kalangan Yahudi berkata, ‘ar’ini sam’ak.’ Maka Allah swt menurunkan ayat ini. Beliau juga meriwayatkan dari Athiyyah, dia berkata, “ beberap orang Yahudi selalu berkata kepada Nabi saw, ‘ar’inaa sam’ak’, hingga beberapa orang Muslim ikut mengucapkannya. Sedangkan hal itu tidak disukai Allah. Beliau juga meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata “ dulu orang-orang berkata Raa’inaa sam’ak, lalu orang Yahudi datang kepada Rasulullah saw dan mengatakan hal itu. Dan diriawayatkan 9

dari Atha’, dia berkata, “ kalimat Raa’inaa adalah bahasa bahasa orang Anshar di masa Jahiliyah. Dan diriwayatkan dari Abul Aliyah, dia berkata, “ kebiasaan orang Arab apabila bicara dengan temannya mengucapkan Ar’ini sam’ak, lalu mereka pun dilarang mengatakannya. Ayat 106 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari ikrimah dari ibnu Abbas, dia berkata, “ terkadang turun wahyu kepada Nabi saw pada malam hari namun siang tiba beliau lupa. Maka Allah menuunkan ayat ini Ayat 108 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rafi bin Huraimalah dan wahab bin zaid berkata kepada Rasulullah: wahai Muhammad datangkanlah kitab yang kau turunkan kepada kami dari langit dan bias kami baca atau pancarkanlah sungai-sungai untuk kami, maka kami akan mengikuti dan membenarnkanmu. Maka Allah menurunkan ayat ini. Huyay bin Akhthab dan Abu yasir bin Akhthan adalah dua orang yahudi yang iri kepada orang-orang arab karena karena Allah mengutus Rasul-Nya kepada mereka. Keduanya sekuat tenaga untuk membuat orang-orang meninggalkan Islam. Maka allah menurunkan ayat 109. Ibnu jarir meriwayatkan dari mujahid, dia berkata, “ orang-orang Quraisy meminta Nabi saw untuk mengubah bukit shafa menjadi emas, maka Nabi saw menjawab, “saya akan melakukannya dan ia akan menjadi seperti makanan yang diturunkan dari langit kepada bani israil jika kalian menjadi kafir. Mereka pun tidak menyanggupi syarat tersebut dan menarik kembali permintaan itu. Beliau juga meriwayatkan dari as-suddi, dia berkata,” orang-orang arab meminta Nabi saw untuk mendatangkan Allah sehingga mereka dapat melihat-Nya dengan jelas. Maka turunlah ayat ini. Dan dari Abul Aliyah, dia berkata, seseorang berkat kepada Nabi saw, ‘ya Rasulullah andai saja kifarat kami seperti kifaratnya bani israil.” Maka rasul saw pun berkata, “ apa yang Allah berikan kepada kalian itu lebih baik. Dulu jika salah seorang dari mereka melakukan sebuah dosa, maka dia akan menemukan dosa itu tertulis di daun pintu rumahnya dengan kafaratnya. Apabila ia menebusnya, maka itu akan menjadi kehinaan baginya di Akhirat. Sungguh Allah telah memberi kalian hal yang lebih baik dari itu. Allah berfirman dalam surat annisa110. Dan shalat lima waktu serta hari jumat ke jumat adalah kafarat untuk dosa yang dilakukan diantara keduanya. Maka turunlah ayat ini. Ayat 113 10

Ibnu Abi hatim dari jalur said atau ikrimah dari ibnu abbas, dia berkata, “ ketika orang-orang nasrani najran mendatangi Rasulullah, para pendeta yahudi mendatangi merkla dan mereka pun berdebat. Rabi bin huraimalah berkata, ‘ kalian tidak mempunyai landasan apa-apa’. Dan dia mengikari kenabian Isa dan kebenaran injil. Lalu diantara mereka berkata,’ kalian tidak mempunyai landasan apa-apa’ maka diapun mengingkari kenabian musa dan kebenaran taurat Ayat 114 Ibnu Abi hatim dari jalur said atau ikrimah dari ibnu abbas bahwa orang Quraisy melarang Rasul saw shalat di Ka’bah. Maka turunlah ayat ini. Menurut Ibnu jarir dari ibnu zaid, bahwa ayat ini turun pada orang-orang musyrik ketika merka melarang Rasulullah datang ke Makkah pada masa Hudaibiyyah. Ayat 115 Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasai meriwayatkan dari ibnu umar dia berkata, “ dulu Nabi saw shalat sunnah diatas unta beliau kemanapun arah unta itu . suatu ketika beliau datang dari Makah ke Madinah, lalu ibnu umar membaca ayat ini. Dan dia mengatakan ayat ini turun pada masalah tersebut. Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “ ayat ini maksudnya engkau boleh shalat sunnah kemanapun arah unta yang engkau tunggangi. Dia berkata hadits ini shahih sesuai syarat muslim. Ini adalaah riwayat yang sanadnya paling shahih tentang sebab turunnya ayat di atas. Sejumlah ulama pun menguatkannya. Akan tetapi tidak ada penjelasan yang sharih bahwa itu adalah sebab turunnya ayat ini. Namun dia berkata, ayat ini turun pada masalah ini. Ibnu jarir dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari ali bin abi thalhah dari ibnu abbas bahwa Rasulullah ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat, maka orang Yahudi pun senang. Maka beliau berkiblat selam 16 bulan ke Baitulmaqdis sedangkan beliau senang dengan kiblatnya Ibrahim. Karenanya beliau sering berdoa dengan melihat ke arah langit. Maka turunlah ayat “maka hadapkanlah wajahmu kearah masjidil haram (2:144). Orang yahudi pun meragukan perubahan kiblat itu, mereka berkata, ‘apa yang membuat mereka berpaling dari kiblat mereka yang dulu? Maka Allah swt berfirman “dan milik Allah timur dan barat” dan firman-Nya “kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah”. Terdapat beberapa riwayat lemah mengenai sebab turunnya ayat ini. Pertama, at-Tirmidzi, ibnu majah dan ad-Daruquthny meriwayatkan dari jalur Asy’ats as-saman dari Ashim bin Abdillah bin amir bin rabiah dari ayahnya dia 11

berkata, “ pada suatu malam kami bersama Nabi saw dalam perjalanan yang gelap dan kami tidak tahu arah kiblat. Maka masing-nasing dari kami shalat dengan menghadap ke arah depannya. Ketika pagi tiba kami menceritakan hal itu kepada Rasulullah, maka turunlah ayat ini. At-Tirmidzi berkata, “ riwayat ini gharib. Dan Asy’ats dilemahkan dalam hadits. Kedua, ad-Daruqutny dan ibnu mardawaih meriwayatkan dari jalur al-arzami dari atha’ dari jabir, dia berkata, “ suatu ketika rasulullah mengutus satu pasukan dan saya termasuk didalamnya. Lalu kami terjebak dalam kegelapan sehingga kami tidak tahu arah kiblat, yaitu kearah utara dari sini. Lalu mereka pun melakukan shalat dan membuat garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Namun sebagian yang lain berkata, ‘arah kiblat disini adalah ke selatan’, maka mereka pun membuat garis kea rah yang mereka yakini sebagai kiblat. Ketika pagi tiba dan matahari menyinari bumi, tampak bahwa garis-garis yang kami buat tidak mengarah kea rah kiblat. Maka ketika kami kembali dari perjalanan, kami pun bertanya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ini. Ketiga, ibnu mardawaih meriwayatkan dari al-Kalbi dari abu shaleh dari ibnu abbas bahwa pada suatu ketika rasulullah mengutus pasukan. Ketika dalam perjalanan, kabut membuat sekeliling mereka menjadi gelap sehingga mereka tidak mengetahui arah kiblat. Lalu mereka shalat. Setelah matahari terbit, mereka baru tahu bahwa shalat mereka tidak menghadap kiblat. Setelah kembali, mereka menghadap Rasulullah dan memberitahukan hal itu. Maka turunlah ayat ini. Keempat, ibnu jarir meriwayatkan dari qatadah bahwa Nabi saw bersabda, “sesungguhnya seorang saudara kalian (raja najasy) telah meninggal dunia, maka shalatilah dia.” Mereka berkata, ‘apakah kami menshalati orang yang bukan muslim? Maka turunlah firman-Nya, “dan diantara ahlu kitab ada yang beriman kepada allah…(ali imran:199. Lalu mereka berkat lagi, ‘sesungguhnay ketika masih hidup dia tidak shalat menghadap arah kiblat.’ Maka turunlah ayat ini. Riwayat ini sangat gharib dan mursal atau mu’dhal. Kelima, ibnu jarir meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, ketika turun firman Allah, “….berdoalah kepadaku niscaya aku aka perkenankan bagimu…( almu’min: 60). Mereka berkata, ke arah mana? Maka turunlah ayat ini. Ayat 118 Ibnu jarir dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari said atau ikrimah dari ibnu abbas, dia berkata, “Rafi’ bin huraimalah berkata kepada Rasulullah, jika benar engkau adalah utusan Allah seperti yang engkau katakan, maka samapaikanlah

12

kepada Allah agar Dia berbicara kepada kami hingga kami mendengar kata-kataNya. Maka turunlah ayat ini. Ayat 119 Abdurrazaq berkata, At-Tsauri memberitahu kami dari musa bin ubaidillah dari Muhammad bin ka’ab al-Qarzhi bahwa Rasulullah bersabda,’ duhai apakah yang terjadidengan kedua orang tuaku? Maka turunlah ayat ini. Allah tidak menyebutkan tentang kedua orang tuanya hingga beliau meninggal. Hadits ini mursal. Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu Juraij, dia berkata, “ daud bin abi ashim memberitahu saya bahwa pada suatu hari Nabi saw berkata, ‘dimanakah kedua orang tuaku? Maka turunlah ayat ini. Riwayat ini juga mursal. Ayat 120 Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ orang yahudi madinah dan nasrani najran berharap agar Rasulullah shalat menghadap kea rah kiblat mereka. Ketika Allah mengubah kiblat ke ka’bah mereka pun tidak suka dan putus asa untuk membuat beliau mengikuti agama mereka. Maka turunlah ayat ini. Ayat 125 Al-bukhary dan yang lainnya meriwayatkan dari Umar, dia berkata, “ tiga hal yang saya katakan sesuai dengan firman Allah. Pertama, saya berkata, ‘ya Rasulullah, sekiranya engkau jadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Maka turunlah ayat ini. Kedua, saya berkata, ‘ya Rasulallah, sesungguhnya yang mendatangi para istrimu ada orang yang baik dan ada yang jahat. Seandainya engkau perintahkan mereka untuk berhijab. Maka turunlah ayat hijab. Ketiga, suatu ketika para istti Rasulullah melampiaskan rasa cemburu kepada beliau. Maka saya katakan kepada mereka, ‘mudah-mudahan Allah akan member ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kalian. Maka turunlah firman Allah dalam hal ini. Riwayat diatas mempunyai jalan periwayatan yang banyak: Pertama, diriwayatkan oleh ibnu abi hatim dan ibnu mardawaih dari jabir, dia berkata, ‘ ketika Nabi saw melakukan tawaf (pada hari fathul Makkah) , umar berkata kepada beliau. ‘ inikah maqam ayah kami Ibrahim? Beliau menjawab: ya. Umar bertanya, ‘mengapa kita tidak jadikannya sebagai tempat shalat? Maka Allah menurunkan ayat ini. Kedua, ibnu mardawaih meriwayatkan dari ‘amr bin maimun dari umar bin Khaththab bahwa dia melewati Maqam Ibrahim, lalu ia berkata, ya Rasulallah bukankah kita sedang berdiri di Maqam kekasih Tuhan kita? Rasul saw menjawab: ya. Umar berkata : mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat shalat. Tidak

13

lama dari itu turunlah ayat ini. Secara zahir riwayat ini dan riwayat sebelumnnya, ayat ini diturunkan pada haji wada’. Ayat 130 Ibnu uyainah berkata, “diriwayatkan bahwa Abdullah bin salam mengajak kedua keponakannya, salamah dan muhajir, untuk masuk Islam. Dia berkata, “ telah kalian ketahui bahwa Allah berfirman dalam Taurat, ‘sesungguhnya Aku akan mengutus seorang Nabi yang bernama Ahmad dari keturunan Ismail. Siapa yang beriman kepadanya, maka dia mendapat petunjuk dan berada dalam kebenaran. Dan siapa yang tidak beriman, maka dia akan terlaknat”. Maka salamah pun masuk Islam, namun muhajir tidak mengikuti jejaknya. Lalu turunlah ayat ini. Ayat 135 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari Sa’id atau ikrimah dari ibnu Abbas, dia berkata, “ibnu shuriya berkata kepada Nabi saw ‘petunjuk itu hanyalah apa yang kami ikuti. Karena itu ikutilah kami hai Muhammad agar engkau juga mendapat petunjuk’. Orang-orang Nashrani juga mengatakan hal yang serupa. Maka Allah menurukna ayat ini. Ayat 142 Ibnu ishaq berkata, “Ismail bin khalid memberitahu saya dari abu ishaq dari al-barra’, dia berkata,’ Dulu Rasulullah shalat menghadap ke arah Baitulmaqdis. Ketika itu beliau sering melihat ke langit menantikan perintah Allah. Maka turunlah ayat 144. Lalu seorang muslim berkata, kami ingin mengetahui tentang orang yang meninggal sebelum arah kiblat berubah dan bagaimana shalat kita ketika masih menghadap ke Baitulmaqdis? Maka Allah menurunkan ayat 143. Namun orang-orang yang akalnya kurang berkata,’ apa yang membuat mereka meninggalkan kiblat mereka sebelumnya? Maka Allah menurunkan ayat 142. Terdapat beberapa riwayat lain yang sejenis. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Barra’, dia berkata,” beberapa orang meninggal dan terbunuh sebelum arah kiblat diubah sehingga kami tidak tahu apa yang kami katakan tentang mereka. Maka Allah menurunkan ‘……dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu…(143) Ibnu jarir meriwayatkan dari as-suddi dengan sanad-sanadnya, dia berkata,”ketika kiblat shalat Rasulullah dipindahkan ke arah ka’bah yang sebelumnya ke Baitulmaqdis, Musyrikin Mekah berkata, ‘Muhammad bingung dengan agamanya

14

sehingga kiblatnya mengarah kepada kalian. Dia tahu bahwa kalian lebih benar dan dia pun akan masuk ke dalam agama kalian.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 154 Ibnu Mandah meriwayatkan dalam shahabah dari as-Suddi ash-Shagir dari alKalbi dari Abu shaleh dari ibnu abbas, dia berkata,”Tamim ibnul Hammam terbunuh pada perang Badar, maka ayat ini diturunkan tentangnya dan yang lainnya yang syahid. Abu nu’aim berkata,’ para ulama sepakat bahwa yang terbunuh itu Umair ibnul Hammam dan as-Suddi melakukan kesalahan ketika menuliskan namanya. Ayat 158 Imam Bukhari, imam muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari urwah, dia berkata,” saya katakan kepada Aisyah istri Nabi saw, perhatikanlah firman Allah ayat 158. Saya kira tidak ada dosa bagi orang yang tidak melakukan sai di antara keduanya. Maka Aisyah berkata,’ buruk sekali yang kamu katakan itu wahai anak saudariku. Seandainya makana ayat itu seperti yang engkau pahami, maka artinya, tidak ada dosa baginya utnuk tidak melakukan sai daiantara keduanya.’ Akan tetapi ayat itu turun karena orang Anshar belum masuk Islam, melakukan sai diantara keduanya sambil menyebut-nyebut nama patung Manat sebagai sebuah prosesi ritual. Setlah masuk Islam, mereka merasa keberatan untuk melakukan sai antara shafa dan marwah. Maka mereka bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulallah, sesungguhnya kami tidak suka untuk melakukan sai antara shafa dan marwah pada masa jahiliah. Maka allah menurunkan ayat ini. Imam Bukhari meriwayatkan dari ashim bin sulaiman, dia berkata,” saya bertanya kepada anas tentang shafa dan marwah. Maka dia menjawab, ‘dulu keduanya bagian dari ritual jahiliah, ketika Islam datang, kami pun tidak melakukanya lagi. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Al-Hakim meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata,” pada masa jahiliah, setan-setan bernyanyi sepanjang malam di antara shafa dan marwah . dan dulu diantara keduanya terdapat sejumlah berhala yang disembah oleh orang Musyrik. Ketikla Islam datang, orang-orang muslim berkata kepada Rasulullah,’ Ya Rasulullah, kami tidak akan melakukan sai antata shafa dan marwah karena kami melakukan hal itu pada masa jahiliah. Maka turunlah ayat ini. Ayat 159 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang

15

bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Mu’adz bin Jabal, Sa’d bin Mu’adz dan Kharijah bin Zaid bertanya kepada segolongan Pendeta Yahudi tentang beberapa hal yang terdapat di dalam Taurat. Para pendeta menyembunyikan hal tersebut dan enggan memberitahukannya. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 164 Sa’id bin Manshur di dalam Sunannya, al-Faryabi di dalam Tafsirnya, dan alBaihaqi dalam Kitab Syu’bul Iman meriwayatkan dari Abudh-Dhuha, dia berkata, ketika turun ayat “ dan tuhan kamu adalah tuhan yang maha esa, tidak ada tuhan selain dia….”(2: 163), kaum musyrikin kaget dan bertanya-tanya. “Apakah benar Tuhan itu tunggal? Jika benar demikian, berikanlah kepada kami bukti-buktinya!” Maka turunlah ayat ini. Saya berpendapat bahwa Hadits ini mu’dlal, tetapi ada syahid (penguat) yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu-Syaikh di dalam kitab al-’Izhmah yang bersumber dari ‘Atha’, bahwa setelah turun ayat “ dan tuhan kamu adalah tuhan yang maha esa, tidak ada tuhan selain dia….”(2: 163), kepada Nabi SAW di Madinah, kafir Quraisy di Mekah bertanya. “Bagaimana Tuhan Yang Tunggal dapat mendengar manusia yang banyak?” Maka turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang baik dan bersambung dari ibnu abbas, dia berkata, “kaum Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad SAW. “Berdoalah kepada Allah untuk mengubah bukit shafa dan marwah meenjadi emas untuk kita jadikan bekal menghadapi musuh”. Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya (S. 5: 115) untuk menyanggupi permintaan mereka dengan syarat apabila mereka kufur setelah dipenuhi permintaan mereka, Allah akan memberikan siksaan yang belum pernah diberikan kepada yang lain di alam ini. Maka Nabi saw berdoa: “biarlah aku berdakwah kepada kaumku hari demi hari secara perlahan.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Bagaimana mereka memintamu mengubah shafa dan marwah menjadi emas, sedangkan mereka telah melihat bukti-bukti kebesaran Allah yang lebih besar? Ayat 170 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari jalur said atau ikrimah dari ibnu abbas, dia berkata,” Rasulullah mengajak dan mendorong orang-orang Yahudi masuk Islam. Beliau juga memperingatkan mereka akan siksa Allah. Maka Rafi bin Huraimalah dan malik bin auf berkata, ‘kami hanya akan mengikuti apa yang dianut nenek moyang kami karena mereka lebih tahu dan lebih baik dari kami. Maka Allah menurunkan ayat ini.

16

Ayat 174 Ibnu jarir meriwayatka dari ikrimah tentang ayat ini dan ayat dalam surat ali imran: 77. Keduanya turun pada orang Yahudi. Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari al-kalbi dari abu shaleh dari ibnu abbas. Ayat di atas turun kepada para pemimpin dan pendeta Yahudi, mereka mengambil hadiah dan pemberian dari rakyat mereka. Mereka berharap agar Nabi yang akan diutus dari kalangan mereka. Ketika Rasulullah diutus bukan dari mereka, mereka pun takut kedudukan dan sumber kehidupan mereka hilang. Maka mereka mengubah isi taurat yang menyebutkan ciri-ciri Nabi Muhammad. Kemudian mereka memperlihatkan isi Taurat yang sudah diubah itu kepada orang Yahudi lainnya dan mereka berkata,’sifat nabi yang turun di akhir zaman tidak sesuai dengan sifat orang yang mengaku nabi itu. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 177 Abdurraazaq berkata,” Muammar memberitahu kami dari Qatadah. Orang Yahudi beribadah menghadap ke barat. Sedangkan orang Nasrani menghadap ke timur. Maka allah menurunkan ayat ini. Ibnu abi hatim juga meriwayatkan dari abul aliyah seperti riwayat ini. Ibnu jarir dan ibnul mundzir meriwayatkan dari qatadah. Kami diberitahu bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Nabi saw tentang kebajikan. Maka Allah menurunkan ayat ini. Kemudian Beliau memanggil orang yang bertanya tadi dan beliau membacakannya. Ketika orang itu bersyahadat, kewajiban menunaikan ibadah fardu belum turun, kemudian orang itu meninggal dunia. Rasulullah pun mengharapkan kebaikan untuknya. Ketika itu orang yahudi beribadah menghadap barat dan Nasrani ke timur. Ayat 178 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari sa’ad ibn zubair. Pada masa jahiliyah, penduduk dua perkampungan arab pernah berperang karena sebab yang sepele, diantara mereka banyak yang mati dan terluka, sampai budak dan wanita pun terbunuh, mereka tidak mempermasalahkannya hingga mereka masuk Islam. Ketika itu salah satu perkampungan mempunyai persenjataan dan harta yang lebih banyak. Mereka bersumpah apabila seorang budak terbunuh, maka balasannya orang merdeka dibunuh lagi, dan bila seorang wanita yang terbunuh, maka dengan laki-laki. Maka allah menurunkan ayat ini. Ayat 184

17

Ibnu sa’ad dalam at-Thabaqat meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata.” Ayat ini turun pada tuan saya, Qais ibnus-saaib. Lalu diapun tidak berpuasa dan memberi makan kepada orang miskin untuk setiap harinya. Ayat 186 Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, Abussyaikh dan lain-lainnya meriwayatkan dari beberapa jalan, dari Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah asSajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu’awiyah bin Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya. Suatu hari seorang Arab Badui mendatangi Nabi SAW lalu bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat bermunajat kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus berteriak menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini ‘Abdurrazzaq meriwayatkan dari Hasan al-Bashri, beberapa shahabat bertanya kepada Nabi SAW: “Dimanakah Tuhan kita?” maka turunlah ayat ini. Riwayat ini mursal, tapi ada sumber-sumber lain yang memperkuatnya. Pertama, Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Ali. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman “… berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya.. (al-Mu’min: 60)”. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” maka turunlah ayat ini. Kedua, Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Atha bin abi Rabah, bahwa ketika turun ayat “… berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya.. (al-Mu’min: 60)”. para shahabat tidak mengetahui waktu yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini. Ayat 187 Imam Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal Para sahabat menganggap bahwa makan, minum dan menggauli istrinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sebelum mereka tidur. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khaththab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya ia menghadap kepada Nabi SAW untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat ini. Ini adalah hadits masyhur dari abu laila, akan tetapi ia tidak pernah mendengar dari muadz secara langsung, dan riwayat ini mempunyai sejumlah penguat. Imam Bukhari meriwayatkan dari al-Barra. Seorang shahabat Nabi SAW tidak 18

makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia berpuasa lagi. Seorang shahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tiba waktu berbuka puasa, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: “Wahai, celakalah engkau.” (Pada waktu itu ada anggapan bahwa apabila seseorang sudah tidur pada malam hari bulan puasa, tidak dibolehkan makan). Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut ini. sehingga gembiralah kaum Muslimin. imam Bukhari meriwayatkan juga dari al-Barra. Para shahabat Nabi SAW apabila tiba bulan Ramadhan tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat ini Imam Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Ka’b bin Malik, dari bapaknya. Pada waktu itu para sahabat beranggapan bahwa pada bulan Ramadhan haram bagi yang shaum untuk makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka puasa keesokan harinya. Pada suatu ketika ‘umar bin Khaththab pulang dari rumah Nabi SAW setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata: “Saya sudah tidur.” ‘Umar berkata: “Kau tidak tidur”, dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka’b berbuat seperti itu. Keesokan harinya ‘umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat ini. Firman-Nya :

. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa’id. Diturunkan ayat ‘…dan makan minumlah hingga terang bagimu benar putih dari benang hitam…’ tanpa Kata “minal fajri”. Ketika itu, jika orang-orang ingin berpuasa mereka mengikat kaki dengan tali putih dan tali hitam. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara ke dua tali itu, Maka turunlah ayat “minal fajri”. Kemudian mereka mengerti bahwa khaithul abydlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam. ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah. Apabila seseorang sedang beritikaf, lalu ia keluar dari masjid dan pulang ke rumah jika dia mau menggauli istrinya. Maka turunlah ayat ‘…dan janganlah kalian campuri mereka (istri) ketika kamu sedang beritikaf di masjid..’ Ayat 188

19

Ibnu hatim meriwayatkan dari said bin zubair, dia berkata, “Umru’ul Qais bin abis dan abdan bin asywa’ al-hadhrami memperebutkan sebidang tanah. Lalu Umru’ul Qais ingin bersumpah. Maka turunlah ayat ini. Ayat 189 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Ufi dari Ibnu Abbas. Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang hilal. Lalu tuurnlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abil ‘Aliah. Kami mendengar bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Untuk apa diciptakan hilal?” Maka turun ayat ini Abu Na’im dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam tarikh Dimasyqa, dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi dari Abi Shaleh dari Ibnu Abbas bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghunamah bertanya kepada Nabi saw. “Ya Rasulullah! Mengapa hilal itu tampak kecil sehalus benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula, tiada tetap bentuknya?” maka turunlah ayat ini. al-Bukhari meriwayatkan dari al-Barra. kebiasaan orang jahiliyyah sepulangnya menunaikan ihram di Baitullah memasuki rumahnya dari pintu belakang. Maka turunlah ayat ini Ibnu Abi Hatim dan al-Hakim meriwayatkan dari Jabir dan al-hakim menshahikannya, orang-orang Quraisy yang diberi jukukan al-Hams (Ksatria), mereka memasuki rumah melalui pintunya ketika ihram, akan tetapi kaum Anshar dan orang-orang Arab lainnya masuk dan keluar tidak melalui pintunya. Suatu ketika, Rasulullah berada di sebuah kebun lalu beliau keluar melalui pintunya.ketika itu Quthbah bin Amir al-anshary keluar melalui pintu mengikuti beliau. Serempaklah mereka mengadu atas pelanggaran tersebut, sehingga Rasulullah SAW segera menegurnya. Quthbah menjawab: “Saya hanya mengikuti apa yang engkau lakukan.” Rasulullah SAW bersabda: “Aku ini seorang Ahmas.” Quthbah menjawab: “Saya pun penganut agamamu.” Maka turunlah ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-aufi dari Ibnu Abbas riwayat yang serupa dengan ini. at-Thayalisi meriwayatkan dalam musnadnya dari al-Barra, kaum Anshar yang apabila pulang dari perjalanan, tidak masuk rumah melalui pintunya. Maka turunlah ayat ini. ‘abdu bin Hamid meriwayatkan dari Qais bin Habtar an-Nahsyali,. Orangorang apabila hendak berihram di Baitullah tidak masuk melalui pintunya, kecuali golongan ksatria (al-Hams). Rasulullah SAW masuk dan keluar halaman Baitullah melalui pintunya. rifa’ah bin Tabut mengikutinya, padahal dia bukan Ahmas. Maka mengadulah orang-orang yang melihatnya: “Wahai Rasulullah, Rifa’ah melanggar.”

20

Rasulullah SAW bersabda kepada Rifa’ah: “Mengapa kamu berbuat demikian?” Ia berkata: “Saya mengikuti tuan.” Nabi bersabda: “Aku ini Ksatria.” Ia menjawab: “Agama kita satu,” Maka turunlah ayat ini. Ayat 190 al-Wahidi meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abi Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ ayat ini turun pada Perjanjian Hudaibiyah yaitu ketika Rasulullah SAW dihalangi untuk memasuki Baitullah. Adapun isi perdamaian tersebut antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrahnya pada tahun berikutnya. Ketika Rasulullah SAW beserta shahabatnya mempersiapkan diri untuk melaksanakan umrah sesuai dengan perjanjian, para shahabat khawatir kalau-kalau orang-orang Quraisy tidak menepati janjinya, bahkan memerangi dan menghalangi mereka masuk di Masjidil Haram, padahal kaum Muslimin enggan berperang pada bulan haram. Maka turunlah ayat ini. Ayat 194 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah. Pada bulan Dzulqaidah Nabi SAW dengan para shahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dengan membawa qurban. Setibanya di Hudaibiah, dicegat oleh kaum Musyrikin, dan dibuatlah perjanjian yang isinya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrahnya pada tahun berikutnya. Pada bulan Dzulqaidah tahun berikutnya berangkatlah Nabi SAW beserta shahabatnya ke Mekah, dan tinggal di sana selama tiga malam. Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi SAW untuk umrah pada tahun yang lalu. Allah SWT membalasnya dengan meluluskan maksud umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Lalu turunlah ayat ini. Ayat 195 al-Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah. ayat ini turun pada masalah sedekah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Abi Ayub al-Anshari. Menurut Tirmidzi hadits ini shahih. Ketika Islam telah berjaya dan berlimpah pengikutnya, kaum Anshar berbisik kepada sesamanya: “Harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali?” Maka turunlah ayat ini. Maka kebinasaan adalah menjaga dan merawat harta dengan meninggalkan perang. at-Thabarani meriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Jabir an-Nu’man

21

bin Basyir . ada orang yang melakukan perbuatan dosa, lalu karena putus asa dia berkata ‘Allah tidak akan mengampuniku. Maka turunlah ayat ini. Hadits ini diperkuat oleh al-Hakim yang bersumber dari al-Barra Ayat 196 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Shafwan bin Umayyah. Seorang lakilaki berjubah yang semerbak dengan minyak za’faran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. “Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?” Maka turunlah “Wa atimmulhajja wal ‘umrata lillah.” Rasulullah bersabda: “Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya ya Rasulullah.” Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda. “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin ‘Ujrah. Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah SAW melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah “fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk” khusus tentang aku dan berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: “Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin. Tiap orang setengah sha’ makanan, dan bercukurlah kamu Diriwayatkan oleh Ahmad dari Ka’b. ketika Rasulullah SAW beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka’b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW lewat di hadapannya dan melihat Ka’b bin ‘Ujrah kepayahan. lalu Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kutu-kutu itu mengganggu?” Rasulullah menyuruh agar orang itu bercukur dan membayar fidyah. Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari ‘Atha dari Ibnu Abbas. Ketika Rasulullah SAW dan para shahabat berhenti di Hudaibiahdatanglah Ka’ab bin ‘Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena banyaknya. Ia berkata: “Ya Rasulullah, kutukutu ini sangat menyakitkanku.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 197 Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata, “ orang yaman selalumenunaikan haji tanpa membawa bekal. Dan mereka berkata, ‘kami bertawakkal kepada Allah’. Maka turunlah ayat ini. 22

Ayat 198 Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas. pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu. Maka turunlah ayat ini. Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya dari Abi Umamah at-Taimi. Dia bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: “Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah SAW yang seketika itu juga turun “Laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum”. Rasulullah SAW memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji.” Ayat 199 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas. orang-orang Arab wuquf di ‘Arafah, sedang orang-orang Quraisy wuquf di Muzdalifah, Maka turunlah ayat ini Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Asma binti Abi Bakar. orang-orang Quraisy wuquf di dataran rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wuquf di dataran tinggi ‘Arafah kecuali Syaibah bin Rabi’ah. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 200 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas. orang-orang Jahiliyyah wuquf di musim pasar. Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagi makanan, meringankan beban, serta membayarkan diat. Dengan kata lain, di saat wuquf itu, mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyangnya. Maka turunlah ayat ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. orang-orang di masa itu apabila telah melakukan manasik, berdiri di sisi jumrah menyebut-nyebut jasa-jasa nenek moyang di zaman jahiliyyah. Maka turunlah ayat ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. salah satu suku bangsa Arab sesampainya ke tempat wuquf berdoa: “Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujannya, tahun makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan. Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat ini. Setelah itu kaum Muslimin berdoa sesuai petunjuk dalam ayat 201. yang kemudian ditegaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya ayat berikutnya Ayat 204

23

Ibnu abi hatim meriwayatkan dari said atau ikrimah dari ibnu abbas, dia berkata, “ketika rombongan pasukan yang di dalamnya terdapat ashim dan martsad kalah perang, dua orang munafiq berkata,’rugilah orang-orang yang tertipu dan binasa seperti itu. Mereka tidak duduk bersama keluarga, tidak juga menunaikan tugas pemimpinnya. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan dari as-suddi, dia berkata, “ ayat ini turun mengenai al-akhnas bin syariq. Dia pernah mendatangi Nabi saw dan menampakkan keislamannya, hal itu membuat Nabi takjub. Kemudian dia pergi dari hadapan nabi saw. Diperjalanan dia melihat tanaman milik orang Muslim dan beberapa ekor keledai. Lalu dia membakar kebun itu dan membunuh keledainya. Maka allah menurunkan ayat ini. Ayat 207 Al-harit bin abi usamah dalam musnadnya dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari said ibn al-Musayyab, dia berkata ,” ketika suhaib hijrah ke madinah, dia diikuti beberapa orang quraisy. Kemudaian shuhaib turun dari tunggangannya dan mengambil anak panah dari tempatnya. Kemudian dia berkata,’wahai orang quraisy, kalian tahu bahwa aku paling pandai memanah, demi Allah kalian tidak akan sampai padaku hingga aku menggunakan seluruh anak panahku untuk membunuh kalian, kemudian aku akan menggunakan pedangku selama masih ada di tanganku. Setelah itu lakukan apa yang ingin lakukan terhadapku. Jika kalian mau, maka kau serahkan hartaku yang ada di mekah dan biarkan akau melanjutkan perjalanan. Maka orang quraisy itu setuju. Ketika sampai di madinah, Rasulullah berkata kepada shuhaib, ‘beruntunglah jual belimu hai abu yahya, abu yahya telah beruntung dalam jual belinya’. Maka allah turunkan ayat ini. Al-hakim meriwayatkan dalam al-mustadrak riwayat yang sejenis dengan riwayat diatas dari ibnu al-musayyab dari shuhaib dengan sanad yang mausul. Alhakim juga meriwayatkan hadis yang serupa dengannya dari mursal ikrimah. Al-Hakim juga meriwayatkan dari hamad bin salmah dari tsabit dari anas. Di dalam riwayat ini terdapat penjelasan tentang turunnya ayat di atas. Dan al-Hakim berkata ‘ riwayat ini shahih sesuai syarat muslim. Ibnu jarir meriwayatkan dari ikrimah, dia berkata, “ ayat diatas turun pad shuhaib, abu dzar dan jundub ibnus-sakan, kerabat abu dzar. Ayat 208 Ibnu jarir meriwayatkan dari ikrimah, dia berkata, “ abdulah bin salam, Tsa’labah, ibnu yamin, asad bin kaab, usaid bin ka’ab, saad bin amir dan qais bin zaid, 24

mereka adalah orang Yahudi. Pada suatu ahri mereka berkata kepada Rasulullah,’ ya Rasulallah, hari sabtu adalah hari yang kami agungkan. Maka biarkanlah kami melakukan ibadah pada hari itu.dan Taurat adalah kitab Allah, maka biarkanlah kami bangun malam dengannya’. Maka turunlah ayat ini. Ayat 214 Abdurrazaq berkata, :”Muammar memberitahu kami dari qatadah, dia berkata,’ayat ini turun pada saat terjadinya perang Ahzab. Ketika Nabi saw diserang dan dikepung musuh-musuh Islam. Ayat 215 Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu juraij, dia berkata, “orang-orang mukmin bertanya kepada Rasulullah, kepada siapakah mereka harus sedekah, maka turunlah ayat ini. Ibnul mundzir meriwayatkan dari abu hayyan bahwa amr bin jamuh bertanya kepada Nabi saw, “ apa yang kami sedekahkan dari harta kami dan kepada siapa kami memberikannya? Maka turunlah ayat ini. Ayat 217 Ibnu jarir, ibnu abi hatim, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul kabir dan alBaihaqi dalam sunannya, meriwayatkan dari Jundub bin Abdillah bahwa Rasulullah mengutus beberapa orang yang dipimpin oleh Abdullah bin jahsy. Ketika dalam perjalanan mereka bertemu dengan ibnu al-Hadhrami. Lalu mereka membunuhnya dan mereka tidak tahu bahwa ketika itu adalah bulan Rajab atau bulan Jumadi Tsani. Maka orang musyrik berkata kepad orang muslim,’kalian membunuh pada bulan haram’. Maka turunlah ayat ini. Sebagian mereka berkata,”jika mereka tidak mendapatkan dosa karena yang mereka lakukan itu, maka mereka tidak mendapatkan pahala”. Maka Allah menurunkan ayat berikutnya. Ibnu mundih juga meriwayatkannya dalam kitab as-Shahabah dari Utsman bin Atha dari Ayahnya dari Ibnu Abbas. Ayat 219 Firman Allah Ta’ala, “mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.” Sebab turunnya ayat ini akan dijelaskan pada surah al-maidah. Firman Allah Ta’ala, “…dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan…”. Ibnu abi hatim meriwayatkan dari said atau ikrimah dari ibnu abbas bahwa ketika turun perintah untuk memberikan sedekah fi sabilillah, beberapa sahabat mendatangi Nabi saw, lalu mereka berkata, ‘sungguh kami tidak tahu tentang sedekah yang engkau perintahkan kepada kami, apa yang kami sedekahkan 25

darinya? Maka turunlah ayat ini. Ibnu hatim juga meriwayatkan dari yahya bahwa dia mendengar muadz bin jabal dan Tsa’labah mendatangi Rasul saw dan berkata,’Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai budak dan keluarga, maka apa yang kami sedekahkan dari harta kami? Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 220 Abu dawud, an-Nasai, al-Hakim dan lainnya meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata,’ ketika turun ayat, ‘dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat)…(al-isra:34)’ dan ayat ‘sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim…(an-Nisa:10). Orang yang merawat anak yatim memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak yatim. Sehinga terkadang makanan anak yatim itu tersisa dan dibiarkan saja hingga dimakan lagi oleh dia atau sampai rusak. Maka hal itu membuat mereka susah. Lalu mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 221 Ibnul munzir, ibnu abi hatim dan al-wahidi meriwayatkan dari muqatil, dia berkata,’ ayat ini turun pada ibnu abi Martsad al-ghanawi ketika dia meminta izin kepada Nabi saw untuk menikahi seorang wanita muda musyrik yang memiliki kekayaan dan kecantikan. Al-wahidi meriwayatkan dari as-suddi dari abu malik dari ibnu abbas, dia berkata,”ayat ini turun pada Abdullah bin rahawah, ketika itu ia memiliki seorang budak wanita berkulit hitam. Suatu hari dia marah kepada budaknya dan menamparnya. Kemudian ia mendatangi Nabi saw dan memberitahu beliau perkara itu, lalu dia berkata,’sungguh saya akan memerdekakannya dan menikahinya’. Lalu dia melakukan apa yang dikatakannya itu. Melihat apa yang dilakukannya, sebagian muslimin mencelanya, mereka berkata,’ dia menikahi seorang budak wanita. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 222 Imam muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari anas bahwa orang-orang yahudi, ketika istri mereka haid, mereka tidak memberinya makan dan tidak menggaulinya di rumah. Pada sahabat menanyakan kepda Nabi saw tentang hal itu. Lalu turunlah ayat ini. Maka Rasul saw bersabda “lakukanlah apa saja terhadapnya kecuali jima’…”

26

Al-Barudi meriwayatkan dalam kitab ash-Shahaabah dari ibnu ishaq dari Muhammad bin abi Muhammad dari ikrimah atau said dari ibnu abbas bahwa Tsabit bin ad-dahdah bertanya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ini. Ibnu jarir juga meriwayatkan dari as-suddi hadis yang serupa. Ayat 223 Imam bukhari, imam muslim, abu daud dan at-tirmidzi meriwayatkan dari jabir, dia berkata,”orang-orang yahudi berkata bahwa jika seseorang menggauli istrinya dari bekalang maka anaknya akan bermata juling”. Maka turunlah ayat ini. Imam ahmad dan at-tirmidzi meriwayatkan dari ibnu abbas, dai berkata, “suatu hari umar mendatangi Rasulullah sambil berkata, ‘celaka saya ya Rasulullah” Rasul pun bertanya,’apa yang membuatmu celaka? Umar menjawab,’ semalam saya menggauli istri saya dari belakang,’ namun Rasulullah tidak menjawab. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Rasulullah bersabda,’gaulilah istrimu dari arah depan atau dari belakang dan hindari menjima’ istri pada duburnya dan ketika sedang haidh”. Abu daud dan hakim meriwayatkan dari ibnu abbas, “sesungguhnya ibnu umar-semoga Allah mengampuninya dan sahabat lainnya-. orang anshar, penduduk perkampungan ini, mereka penyembah berhala, berdampingan dengan perkampungan yahudi. Orang yahudi itu merasa mempunyai keutamaan ilmu melebihi orang anshar, dan orang anshar banyak meniru kebiasaan orang yahudi tersebut. Diantara kebiasaan orang yahudi tersebut adalah menggauli istrinya dari arah samping, dengan itu wanita lebih tertutupi. Orang anshar pun banyak menirunya. Sedangkan orang quraisy menjima’ istrinya dalam keadaan terlentang. Ketika muhajirin datang ke Madinah, salah seorang dari mereka menikahi wanita anshar, lalu dia menjimanya seperti cara orang quarisy. Sang istri pun menyalahkannya dan berkata,’ kami hanya dijima’ dari samping.’ Lalu mereka mendiamkan masalah tersebut, namun Rasulullah mendengar hal itu. Maka turunlah ayat ini. Maknanya, gauli-lah istrimu dari arah depan, dari belakang ataupun dalam keadaan terlentang, selama pada kemaluannya. Al-Hafizh ibnu hajar dalam syarah bukhari berkata sebab turunnya ayat yang disebutkan ibnu umar itu terkenal. Dan seakan-akan hadis dari abu said tidak sampai kepada ibnu abbas. Sedangkan yang sampai kepadanya adalah riwayat dari ibnu umar, maka dia pun meragukan ibnu umar tentang sebab turunya ayat ini. Ayat 224 Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu juraij, dia berkata,” saya diberitahu ayat ini 27

turun pada abu bakar, berkaitan dengan sumpahnya terhadap Misthah. Ayat 228 Abu daud dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari asma binti yazid bin sakan al-anshariah, dia berkata,” saya dicerai pad zaman Rasulullah dan ketika itu belum ditetapkan iddah untuk para wanita yang dicerai. Maka Allah menurunka ayat ini. Ats-Tsa’labi, Hibbatullah bin salamah dalam kitab an-Naasikh meriwayatkan dari al-Kalbi dan Muqatil bahwa pada masa Rasulullah, Ismail bin Abdullah al-ghifari mencerai istrinya, qatilah, dan dia tidak tahu bahaw istrinya sedang hamil, maka diapun merujuknya kembali. Lalu istrinya melahirkan, namun keduanya meninggal. Maka turunlah ayat ini. Ayat 229 Firman-Nya :” Talaq( yang dapat dirujuk ) itu dua kali…..(2:229)”. At-tirmidzi, al-hakim dan lainya meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata,” dulu laki-laki bebas mencerai istrinya dan menjadi suaminya kembali jika merujuknya, walaupun setelah mencerainya seratu kali. Hingga suatu ketika ada seorang laki-laki berkata kepada istrinya,’ demi Allah, aku tidak akan menceraikanmu sehingga engkau berpisah denganku. Dan aku tidak akan menaungimu selamanya.’ Dengan heran sang istri pun bertanya, ‘bagaimana hal itu bisa terjadi?sang suami menjawab,’ aku akan menceraimu dan setiap masa iddahmu akan habis, aku merujukmu kembali.’ Maka sang istri mengadu kepada Rasulullah perihal suaminya. Beberapa saat rasulullah terdiam, hingga turunlah ayat ini. Firmannya : “ dan tidak halal bagi kamu…(2:229)”. Abu dawud dalam annasikh wal mansukh mereiwayatkan dari ibnu abbas. Dulu seorang suami memakan dari pemberian yang telah ia berikan pada istrinya dan yang lainya tanpa meresa dosa akan hal itu. Maka allah menurunkan ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu jauraij, dia berkata,” ayat ini turun pad Tsabit bin qais dan habibah istrinya. Habibah mengadukan suaminya kepada Rasulullah untuk kemudian minta diceraikan. Maka rasulullah berkata pada habibah,’apakah engkau mau mengembalikan kebun yang dia jadikan mahar untukmu?. Dia menjawab.’ Ya, saya mau’. Lalu Rasul memanggil Tsabit bin qais dan memberitahukannya tentang apa yang dilakukan istrinya. Maka Tsabit berkata,’ apakah dia rela melakukannya? Rasulullah menajawab,’Ya, dia rela.’ Istrinya pun berkata,’ saya benar-benar telah melakukannya.’ Maka turunlah ayat ini. Ayat 230

28

Ibnul munzir meriwayatkan dari muqatil bin hayyan, dia berkata,” ayat ini turun untuk Aisyah binti Abdurrahman bin atik, ketika ia menjadi istri Rifa’ah bin wahab bin atik. Suatu ketika Rifa’ah mencerai Aisyah dengan talaq bain. Setelah itu aisyah menikah dengan Abdurrahman bin zubair al-qarzhi, lalu ia mencerainya lagi. Maka aisyah mendatangi Nabi saw dan berkata, “Ya Rasulullah, Abdurrahman menceraikan saya sebelum menggauli saya. Bolehkan saya kembali kepada suami pertama? Rasulullah menjawab, “Tidak, hingga ia menggaulimu. Maka turunlah firman Allah pad aisyah: “jika suami mentalaqnya, maka wanita itu tidak halal baginya kecuali setelah menikah dengan laki-laki lain”. Dan dia menjima’nya. Jika dia menceraikannya setelah menjima’nya maka tidak berdosa bagi suami pertama untuk merujuknya kembali. Ayat 231 Ibnu jarir meriwayatkan dari al-aufi dari ibnu abbas, dia berkata ,”dulu seorang suami mencerai istrinya kemudian merujuk kembali sebelum habis masa iddahnya, setelah itu menceraikannya lagi. Hal itu dilakukan untuk mempersulit istri dan menghalanginya menikah dengan yang lain. Maka turunlah ayat ini. Ibnu jarir juga meriwayatkan dari as-suddi. Ayat ini turun pada seorang laki-laki anshar bernama Tsabit bin Yassar. Suatu ketika dia menceraikan istrinya, ketika 2-3 hari menjelang habis masa iddah, dia merujuknya kembali. Setelah itu menceraikan lagi istrinya. Hal ini membuat madharat pada istrinya. Maka allah menurunkan ayat ini. Ibnu abi Umar dalam musnadnya dan ibnu mardawaih meriwayatkan dari abu darda’, dia berkata,”ada seorang suami mencerai istrinya, lalu berkata, ‘saya mainmain saja’ dan dia menceraikannya lagi, kemudian berkata lagi,’ saya hanya mainmain saja. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu munzir meriwayatkan hadits serupa dari uabadah bin shamit. Begitu juga ibnu mardawih dari ibnu abbas dan ibnu jarir dari mursal alhasan. Ayat 232 Al-Bukhari, abu dawud, at-tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Ma’qil bin yasar bahwa ma’qil mengawinkan saudarinya dengan seorang muslim. Kemudian sang suami menceraikan adik wanitanya dan tidak merujuknya kembali hingga habis masa iddahnya. Namun dia ingin kembali menikahinya begitu juga sebaliknya. Maka dia pun melamarnya. Ma’qil berkata dengan marah,”wahai bodoh, dulu aku telah memuliakanmu dan menikahkanmu dengan adikku, namum kemudian engkau menceraikannya. Demi allah, dia tak akan kembali lagi padamu”. Allah 29

maha tahu keperluan suami itu begitu juga sebaliknya. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ketika m a’qil mendengar ayat ini, ia pun berkata, “aku mendengar dan taat kepada tuhanku”. Kemudian dia memanggil lelaki itu dan berkata,” kini aku menikahkanmu dengan adikku dan memuliakanmu”. Ibnu mardawaih meriwayatkan dari as-suddi, dia berkata,” ayat ini turun pada jabir bin abdululllah al-anshari. Ada seorng anak pamannya yang tinggal bersamanya. Setelah menikah, suaminya mencerainya sampai habis masa iddah, kemudian suami itu ingin kembali menikahinya. Namun jabir menolaknya dan mengatakan,’ engkau telah menceraikan anak paman kami dan kini engkau ingin menikah lagi? Sedangkan keponakannya telah memaafkannya dan ingin kembali kepadanya. Maka turunlah ayat ini. Ayat 238 Diriwayatkan oleh ahmad, bukhari dalam tarikhnya, abu dawud, albaihaqi dan ibnu jarir dari zaid bin tsabit bahwa nabi saw melakukan shalat zuhur ketika siang hari, ketika itu shalat zuhur adalah shalat yang paling berat bagi para sahabat. Maka turunlah ayat ini. Ahmad, annasai dan ibnu jarir meriwayatkan dari zaid bin tsabit bahwa Nabi saw shalat zuhur pada siang hari, ketika itu makmum dibelakang beliau hanya satu atau dua shaf saja. Karena pada saat-saat itu orang tidur siang atau berniaga. Maka allah menurunkan ayat ini. Imam yang enam (Bukhari, muslim, abu daud, tirmidzi, nasai, ibnu majah) dan lainnya meriwayatkan dari zaid bin aslam, dia berkata,”pada zaman Rasulullah, ketika sedang shalat kami boleh berbicara sengan sahabat yang lain yang juga sedang shalat. Hingga turunlah ayat ini. Maka kami diperintahkan untuk khusyu dan kami dilarang berbicara ketika shalat. Ibnu jarir meriwayatkan dari mujahid, dia berkata,”dulu orang-orang berbincang ketika shalat. Mereka juga menyuruh saudaranya untuk suatu keperluan. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 240 Ishaq bin Rahawaih dalam tafsirnya meriwayatkan dari muqatil bin hayyan bahwa seorang laki-laki dari thaif datang ke madinah dengan anak-anaknya, juga membawa orang tua dan istrinya. Lalu dia wafat di madinah. Hal tersebut disampaikan kepad Nabi saw. Maka beliau memberikan bagian warisan kepad kedua orangtuanya dan memberikan anak-anaknya dengan bagian yang baik, namun beliau tidak memberi apa-apa kepada istrinya. Hanya saja merka diperintahkan 30

untuk memberi nafkah kepadanya dari warisan selama satu tahun. Pada peristiwa inilah turun ayat ini. Ayat 241 Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu zaid, dia berkata,”ketika turun firman Allah… (2:236). Seseorang berkata,’jika saya mau berbuat baik, saya akan melakukannya. Namun jika saya tidak mau, maka saya pun tidak akan melakukannya. Maka turunlah ayat ini. Ayat 245 Ibnu hibban dalam shahihnya dan ibnu mardawaih meriwayatkan dari ibnu umar, dia berkata, ketika turun ayat 261. Rasulullah berdoa,”ya Allah, berilah tambahn untuk ummatku’ . maka turunlah ayat ini Ayat 256 Abu dawud dan ibnu hibban meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata,”dulu ada seorang wanita yng setiap kali melahirkan anaknya selalu mati. Lalu dia bernazar jika anaknya hidup dia akan menjadikannya yahudi. Ketika bani Nadhir diusir dari madinah, diantar mereka terdapat anak-anak anshar, mereka pun berkata,’kita tidak bisa membiarkan anak-anak kita.’ Maka turunlah ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan dari said atau ikrimah dari ibnu abbas, dia berkata, firman-Nya…tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam… turun pada seorang laki-laki dari bani salim bin auf bernama al-hushain. Dia mempunyai dua anak yang Nasrani, sedangkan dia sendiri muslim. Maka dia pun mengadu kepad Rasulullah, “apakah perlu saya paksa mereka berdua untuk masuk islam?’ maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 257 Ibnu jarir meriwayatkan dari abduh bin abi lubabah tentang firma Allah… Allah pelindung orang beriman..’ dia berkata,”mereka adalah yang beriman kepada Isa. Ketika Muhammad saw datang, mereka pun beriman kepada kerasulan beliau. Ayat ini turun pada mereka. Dalam riwayat lain dari Mujahid , dia berkata,”dulu ada orang yang beriman kepada Isa dan ada yang kafir terhadapnya. Ketika Rasulullah diutus, orang yang tidak beriman kepada Isa beriman kepada beliau, sedangkan yang beriman kepada Isa tidak beriman kepada beliau. Maka allah menurunkan ayat ini. Ayat 267 alHakim, tirmidzi, ibnu majah dan lainnya meriwayatkan dari al-Barra’, dia 31

berkata,”ayat ini turun pada kami, orang Anshar. Kami adalah pemilik kebun kurma. Dulu seseorang menyedekahkan sebagian hasil kebunnya sesuai dengan jumlah yang dimiliki. Dan ahlus shuffah tidak mengharapkan yang baik-baik. Maka ada yang memberikan tandan kurma yang terdiri dari kurma jelek yang tidak keras bijinya dan kurma basah yang sudah rusak serta tandan yang telah patah. Maka Allah menurunkan ayat ini. Abu daud, an-Nasai dan al-hakim meriwayatkan dari sahl bin hanif, dia berkata,”dulu orang-orang memilih kurma yang jelek dari kebunnya untuk disedekahkan. Maka Allah menurunkan ayat ini Alhakim meriwayatkan dari jabir. Nabi saw diperintahkan untuk membayar zakat fitrah dengan satu sha’ kurma. Lalu seseorang datang dengan membawa kurma yang jelek. Maka turunlah ayat ini. Ibnu abi hatim meriwayatkan dari ibnu Abbas. Dulu para sahabat membeli bahan makanan yang murah, lalu mereka menyedekahkannya. Maka turunlah ayat ini. Ayat 272 An-Nasai,al-hakim,al-Bazzar, at-Thabrani dan lainya meriwayatkan dari ibnu abbas. Dulu orang-orang tidak rela dinasab mereka terdapat orang musyrik. Mereka bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu. Maka Rasul saw memberi kemudahan tentang hal itu. lalu turunlah ayat ini. Ayat 274 At-Thabrani dan ibni abi hatim meriwayatkan dari yazid bin abdillah bin arib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi saw, beliau besabda, “ayat..orang-orang yang menafkahkan hartanya..(2:274) turun kepada para pemilik kuda”. Yazid dan ayahnya adalah Majhul. Abdurrazaq, ibnu jarir, ibnu abi hatim dan at-Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari ibnu abbas. Ayat ini turun pada ali bin abi tahlib. Ia mempunyai emapt dirham. Lalu dia menginfakkan satu dirham di malam hari, satu dirham di siang hari, satu dirham secara diam-diam dan satu dirham secara terangterangan. Ibnul munzir meriwayatkan dari ibnul musayyab. Ayat ini turun pada Abdurrahman bin auf dan usman bin affan yang menyedekahkan harta mereka pada perang tabuk. Ayat 278

32

Abu ya’la dalam musnadnya dan ibnu mandah meriwayatkan dari al-kalbi dari abu shaleh dari ibnu abbas, dia berkata,”sampai kepada kami, ayat ini turun pada bani amr bin auf yang berasal dari tsaqif dan bani al-mughirah. Ketika itu bani mughirah mempunyai hutang dari hasil riba kepada orang-orang tsaqif. Ketika allah menaklukkan Mekah untuk Rasul-Nya maka allah membatalkan semua bentuk riba. Kemudian keduanya berselisih dalam masalah pembayaran utang karena hasil riba mereka. Lalu mereka mendatangi attab bin usaid yang ketika itu menjadi Gubernur mekah. Orang Banil mughirah berkata,”kami menjadi orang yang paling sengsara karena riba. Sedangkan Rasulullah telah membatalkan riba dari selain kami”. Bani Amr pun menyahut.’ Kami telah berdamai dengannya (Muhammad) dan telah sepakat bahwa riba kami dan orang selain muslim adalah hak kami. Lalu attab mengabarkan hal itu kepada Rasulullah. Lalu turunlah ayat ini dan ayat setelahnya. Ibnu jarir meriuwayatkan dari ikrimah. Ayat ini turun pada orang-orang tsaqif. Diantara mereka terdapat mas’ud, Habib, rabi’ah dan abdul yala’il, mereka adalah bani Amr dan bani Umair. Ayat 285 Ahmad, muslim dan lainya meriwayatkan dari abu hurairah. Ketika turun ayat … jika kamu nyatakan apa yang ada dalam hatimu…(2:284). Para sahabat pun merasa sedih. Lalu mereka mendatangi rasulullah dan berlutut dihadapan beliau, lalu berkata, ‘telah turun kepadamu ayat ini, sedangkan kami tidak mampu menanggungnya. Maka Rasul saw bersabda, ‘apakah kalian ingin mengatakan seperti perkataan dua ahli kitab sebelum kalian, kami mendengar dan kami melanggarnya? Bahkan katakanlah, kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya tuhan kami, kepadamulah tempat kembali (2:285). “ ketika mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan mudah, Allah menurunkan ayat berikutnya (2:286). Muslim dan lainnya meriwayatkan dari ibnu abbas dengan riwayat yang sama. SURAH ALI IMRAN Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dan ar-Rabi’ bahwa pada suatu hari orangorang Nasrani mendatangi Rasulullah, lalu mereka mendebat beliau dalam masalah Nabi Isa as.. Maka Allah rnenurunkan firman-Nya, “Alif laam miim. Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil.” (Ali Imran: 1-3) Hingga ayat kedelapan puluhan. diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Dalaailun Nubuwwah. Ibnu Ishaq 33

berkata, “Muhammad bin Sahl bin Abi Umamah berkata, ‘Ketika orang-orang Najran mendatangi Rasulullah, mereka menanyakan tentang Isa Ibnu Maryam. Maka turun pada mereka pembukaan surah Ali Imran hingga awal ayat kedelapan puluh.’ Ayat 12 Abu Dawud dalam sunannya dan al-Baihaqi dalam Dalaailun Nubuwwah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa setelah mengalahkan orang-orang Quraisy pada Perang Badar, Rasulullah kembali ke Madinah lalu mengumpulkan orangorang Yahudi di pasar Bani Qainuqa’. Lalu beliau bersabda, “Wahai orang-orang Yahudi, masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan kepada kalian apa yang menimpa orang-orang Quraisy.” Lalu orang-orang Yahudi itu menyahut, “Wahai Muhammad, jangan engkau merasa sombong karena telah membunuh beberapa orang Quraisy yang tidak berpengalaman dalam beperang. Demi Allah, jika engkau berperang melawan kami, niscaya engkau akan tahu bahwa kami adalah orang-orang yang ahli perang dan engkau tidak pemah bertemu dengan orang-orang seperti kami.” Maka Allah menurunkan ayat ini dan ayat berikutnya Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Pada Perang Badar, Fankhash, seorang Yahudi, berkata, ‘Jangan sampai Muhammad merasa sombong karena telah membunuh dan mengalahkan orang-orang Quraisy. Karena orangorang Quraisy itu tidak bisa berperang.’ Maka turunlah ayat 12 surah Ali Imran.” Ayat 23 Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah masuk ke rumah Midras yang di dalamnya terdapat orang-orang Yahudi. Lalu beliau mengajak mereka kepada Allah. Lalu Nu’aim bin Amr dan al-Harits bin Zaid berkata,”Engkau sendiri beragama apa wahai Muhammad?’ Beliau menjawab, ‘Agama Ibrahim.’ Mereka berkata, “Sesungguhnya Ibrahim beragama Yahudi.’ Maka Rasulullah bersabda kepada mereka, ”Mari kita membaca Taurat karena ia ada bersama kita saat ini.’ Namun mereka tidak mau melakukannya. Maka Allah menurunkan ayat ini dan ayat berikutnya. Ayat 26 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami diberi tahu bahwa Rasulullah meminta kepada Allah untuk menjadikan Raja Romawi dan Persia

34

sebagai umat beliau. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 28 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id atau lkrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, “al-Hajjaj bin Amr- sekutu Ka’ab ibnul Asyraf-, lbnu Abil Haqiq dan Qais bin Zaid tinggal berbaur dengan beberapa orang Anshar untuk mengganggu keislaman mereka dan menjadi murtad kembali. Maka Rifa’ah ibnul-Mundzir, Abdullah ibnuz-Zubair dan Sa’id bin Hatsmah berkata kepada orang-orang itu, ‘Jauhilah orang-orang Yahudi itu dan jangan tinggal bersama mereka agar mereka tidak membuat kalian keluar dari agama kalian.’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 31 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Hasan al-Bashri, dia berkata, “Beberapa kaum pada masa Nabi kita berkata, ‘Wahai Muhammad, demi Allah kami sungguh mencintai Allah.’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 58 lbnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hasan, dia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah didatangi dua orang pendeta dari Najran. Lalu salah satu dari keduanya bertanya kepada beliau, ‘Siapakah isa?’ Rasulullah tidak menjawab langsung pertanyaan itu untuk menunggu perintah Allah. Lalu turunlah firman Allah, ‘Demikianlah Kami bacakan kepadamu (Muhammad) sebagian ayat-ayat dan peringatan yang penuh hikmah. Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Jadilah!’Maka jadilah sesuatu itu.” (Ali Imran: 58-59) Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari al-Aufi dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Beberapa orang Najran yang di antara mereka terdapat orang-orang terhormat dan orang-orang bawahan mendatangi Rasulullah. Lalu mereka berkata, ‘Apa urusanmu menyebut-nyebut Shahib kami.’ Beliau balik bertanya, ‘Siapa dia?’ Mereka menjawab, ‘isa. Bukankah engkau katakan dia adalah hamba Allah.’ Rasulullah menjawab, ‘Ya.’ Lalu mereka berkata, ‘Apakah engkau pernah melihat orang seperti isa atau engkau diberi tahu tentang-Nya?’ Kemudian mereka pergi meninggalkan beliau. Lalu Rasulullah didatangi Jibril dan berkata,”Jika mereka datang lagi kepadamu, katakan kepada

35

mereka,”Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam... agar Iaknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Ali Imran: 59-61) Al-Baihaqi juga meriwayatkan dalam Dalaailun Nubuwwah dari Salamah bin Abdi Yasyu’ dari ayahnya dari kakeknya bahwa sebelum turun firman Allah, “Thaasiin Sulaimaan,” Rasulullah menulis surat untuk orang-orang Kristen Najran, “Dengan nama Tuhan Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Muhammad, seorang Nabi. . ., dan seterusnya. Di antara isi hadits tersebut adalah mereka mengutus Syarahbil bin Wada’ah al-Hamadani, Abdullah bin Syarahbil al-Ashbahi dan Jabbar al-Haritsi. Lalu ketiga orang itu mendatangi Nabi saw.. Kemudian Rasulullah berdiskusi dengan mereka. Ketiga orang itu bertanya kepada Rasulullah, “Apa yang kau katakan tentang Isa?” Beliau menjawab, “Saya tidak mempunyai jawaban untuk itu hari ini. Tinggallah kalian di sini hingga saya memberi tahu kalian tentang jawabannya.” Keesokan harinya, Allah telah menurunkan kepada beliau firman-Nya, “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam... agar Iaknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Ali lmran: 59-61) Ibnu Sa’ad meriwayatkan dalam kitab ath-Thabaqat dari al-Azraq bin Qais, dia berkata, “Pada suatu hari Uskup Najran dan bawahannya mendatangi Nabi saw.. Lalu Nabi saw. mengajak mereka masuk Islam. Maka keduanya menjawab ‘Kami adalah orang-orang muslim sebelum kamu.’ Rasulullah bersabda, ‘Kalian bohong. Sesungguhnya ada tiga hal yang membuat kalian tidak dalam Islam. Yaitu keyakinan kalian bahwa Allah mempunyai seorang anak, makannya kalian daging babi, dan sujud kalian terhadap patung.” Maka keduanya bertanya kepada beliau, “Kalau demikian, siapa ayah Isa?” Rasulullah tidak menjawab pertanyaan mereka hingga Allah menurunkan firmanNya,‘Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘Isa bagi Allah,...’ hingga firmanNya, ‘dan sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.’(Ali Imran: 59-62) Lalu beliau mengajak mereka untuk mula’anah. Namun keduanya menolak dan lebih memilih untuk membayar jizyah, lalu keduanya kembali.” Ayat 65 Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya yang berulang-ulang dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada suatu ketika orang-orang Nasrani dari Najran dan para pendeta Yahudi berkumpul di tempat Rasulullah. Lalu mereka berdebat di sisi beliau. Para pendeta Yahudi berkata, ‘Ibrahim tidak lain adalah seorang Yahudi.’

36

Orang-orang Nasrani membalas, ‘Ibrahim tidak lain adalah orang Nasrani.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu berbantahbantahan...” Riwayat ini diriwayatkan al-Baihaqi dalam Dalaa’ilun Nubuwwah. Ayat 72 Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Abdullah ibnush-Shaif, Adi bin Zaid, dan al-Harits bin Auf saling mengajak, ‘Mari kita beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad dan para sahabatnya di pagi hari, lalu kita kafir kepadanya di malam hari. Hingga kita merancukan agama mereka. Semoga mereka juga melakukan hal yang sama dengan apa yang kita lakukan sehingga mereka meninggalkan agama mereka itu.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya atas mereka, ‘Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan,.. ‘hingga firman-Nya, ‘...Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (Ali lmran: 71-73) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari as-Suddi dari Abu Malik, dia berkata, “Dulu para pendeta Yahudi berkata kepada orang-orang yang mengikuti mereka, ‘Jangan kalian beriman kecuali dengan orang yang mengikuti agama kalian.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘...Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya petunjuk itu hanyalah petunjuk Allah... .“ (Ali Imran: 73) Ayat 77 Imam Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnya meniwayatkan bahwa alAsy’ats berkata, “saya dan seorang Yahudi pernah mempunyai sebidang tanah milik bersama. Lalu dia mengkhianatiku, maka saya mengadu kepada Rasulullah. Lalu beliau bertanya kepadaku, ‘Apakah engkau mempunyai bukti?’ Saya jawab,”Tidak.’ Beliau berkata kepada orang Yahudi itu,”Bersumpahlah engkau.’ Maka saya langsung katakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah. Jika dia bersumpah, tentu dia akan membawa harta milik saya.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harga murah, hingga akhir ayat. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa seorang lelaki menjual barang dagangannya di pasar. Lalu dia bersumpah atas nama Allah bahwa dia telah menerima barang dagangan tersebut dengan harga di atas harga yang dia tawarkan untuk membujuk seorang lelaki muslim. Maka turunlah firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang rnemperjualbelikan janji Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harga murah,” hingga akhir ayat. 37

Ibnu Hajjar dalam syarah Bukhari berkata, “Tidak ada kontradiksi antara dua hadits ini, tetapi dapat dipahami bahwa sebab turun ayat ini adalah dua peristiwa.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ayat ini turun pada Huyai bin Akhthab, Ka’ab ibnul-Asyraf, dan orang-orang Yahudi lainnya yang menyembunyikan Taurat asli yang diturunkan oleh Allah. Lalu mereka mengubahnya dan bersumpah bahwa itu adalah dari Allah. Al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Ayat ini mempunyai kemungkinan beberapa sebab, akan tetapi yang menjadi sandaran adalah yang disebutkan dalam Kitab Shahih.” Ayat 79 Ibnu Ishaq dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Abu Rafi’ al-Qarzhi berkata, ‘Ketika para pendeta Yahudi dan pendeta Nasrani dan Najran berkumpul di tempat Rasulullah dan beliau mengajak mereka untuk masuk Islam, mereka berkata, ‘Apakah engkau ingin agar kami menyembahmu sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa?’ Maka Rasulullah menjawab, ‘Na’udzu billah (Kami berlindung kepada Allah dari hal itu).” Maka Allah menurunkan firmanNya pada peristiwa itu, ‘Tidak murigkin bagi seseorang...,’ hingga firman-Nya, ‘... setelah kamu menjadi muslim?” (Ali Imran: 79-80) Abdurrazzaq dalam tafsirnya meriwayatkan dari Hasan al-Bashri, dia berkata, “datang kepada saya bahwa seorang lelaki berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, kami akan mengucapkan salam kepadamu sebagaimana kami .mengucapkan salam kepada sesama kami. Lalu apakah kami perlu bersujud kepadamu?’ Rasulullah menjawab, ‘Tidak, akan tetapi muliakan Nabi kalian dan ketahuilah hak keluarganya. Karena sesungguhnya tidak sepantasnya seseorang sujud kepada selain Allah.’Lalu Allah menurunkan ayat ini. Ayat 86 An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu ada seorang lelaki dari Anshar yang masuk Islam lalu dia murtad. Kemudian dia menyesal dan mengirim pesan kepada kaumnya yang isinya, ‘Tanyakan kepada Rasulullah apakah saya masih bisa bertobat?’ Maka turunlah ayat ini hingga ayat 89. Setelah itu kaumnya mengirimkan berita gembira itu kepadanya, lalu dia masuk Islam lagi.” Musaddad dalam musnadnya dan Abdurrazzaq meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Al-Harits bin Suwaid mendatangi Rasulullah dan masuk Islam. Kemudian dia kafir lagi dan kembali kepada kaumnya. Lalu Allah menurunkan 38

firman-Nya atasnya, ‘Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman,...’ hingga firman-Nya, ‘... maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. “(Ali Imran: 86-89) Lalu seseorang dari kaumnya menyampaikan tentang ayat tersebut kepadanya dan membacakannya kepadanya. Maka al-Harits berkata, ‘Demi Allah, sungguh engkau adalah orang yang sangat jujur. Sesungguhnya Rasulullah lebih jujur darimu. Dan sesungguhnya Allah paling jujur.’ Lalu dia masuk Islam lagi dan berislam dengan baik.” Ayat 97 Sa’id bin Manshur meriwayatkan dari lkrimah. Ketika turun firman Allah, ‘Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.”(Ali Imran: 85) Orang-orang Yahudi berkata, ‘Kalau demikian kami juga orang muslim.’ Rasulullah berkata, ”Sesungguhnya Allah mewajibkan atas orang-orang muslim untuk menunaikan haji.’ Orang-orang Yahudi menjawab, ‘Haji tidak diwajibkan atas kami.’ Dan, mereka pun enggan menunaikan haji. Maka Allah menurunkan firman-Nya,‘.. .Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya dari seluruh alam.” Ayat 100 AI-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada masa jahiliah orang-orang Aus dan al-Khazraj saling bermusuhan. Pada suatu ketika, setelah kedatangan Islam, mereka berkumpul dan berbincangbincang tentang apa yang pemah terjadi di antara mereka sebelum kedatangan Islam. Hingga akhirnya mereka sama-sama naik pitam dan sebagian mereka saling menghunus senjata. Lalu turunlah firman Allah ta’ala, ‘Dan bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir..” (Ali Imran: 101) Dan dua ayat setelahnya. Ibnu Ishaq dan Abusy Syekh meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata, “suatu hari Syas bin Qais, seorang Yahudi, melintasi orang-orang dari kabilah Aus dan Khazraj yang sedang berbincang-bincang. Syas sangat tidak suka dengan keakraban kedua kabilah tersebut setelah permusuhan yang sekian lama terjadi antar mereka. Maka dia menyuruh seorang pemuda Yahudi yang bersamanya untuk ikut bergabung bersama orang-orang Aus dan Khazraj tersebut, lalu mengingatkan mereka tentang Hari Bi’ats. Pemuda itu pun melakukan perintah Syas. Akibatnya orang-orang Aus dan Khazraj pun saling berselisih dan saling membanggabanggakan kabilah mereka. Hingga seorang dari Aus yang bemama Aus bin Qaizhi dan seorang dari Khazraj yang bemama Jabbar bin Shakar melompat berdiri dan 39

keduanya saling mencela. Amarah kedua kabilah tersebut pun memuncak dan mereka sudah bersiap-siap untuk berperang. Lalu kejadian itu sampai kepada Rasulullah. Maka beliau mendatangi mereka, lalu menyampaikan nasihat kepada mereka dan memperbaiki kembali hubungan mereka. Mereka pun mendengarkan dan menaati nasihat Rasulullah tersebut. Lalu Allah menurunkan firman-Nya pada Aus dan Jabbar serta orang-orang yang bersama mereka, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengikuti sebagian dari orang yang diberi Kitab…” (Ali Imran: 100) Dan Allah menurunkan kepada Syas bin Qais firman-Nya, ‘Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu menghalang-halangi …..”(Ali Imran: 99) Ayat 113 Ibnu Abi Hatim, ath-Thabrani, dan lbnu Mandah dalam ash-Shahabah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ketika Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’iyyah, Usaid bin Sa’iyyah, Asad bin Abd, dan orang-orang Yahudi lainnya masuk Islam serta beriman, membenarkan Islam dan senang dengan Islam, para pendeta Yahudi dan orang-orang kafir dari mereka berkata,”Hanya orang-orang yang tidak baik dari golongan kami yang beriman kepada Muhammad dan mengikutinya. Seandainya mereka itu orang-orang yang baik, tentunya mereka tidak akan meninggalkan agama nenek moyang mereka dan mengikuti yang lain.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya pada peristiwa itu,’Mereka itu tidak sama...”. Ahmad, an-Nasai dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah mengakhirkan shalat isya. Ketika beliau datang ke masjid, orang-orang masih menunggu shalat. Lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tidak seorang pun dari pengikut agama-agama yang ada ini yang berzikir kepada Allah pada waktu ini kecuali kalian.’Lalu turun firman Allah, ‘Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (shalat).... Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 113-115) Ayat 118 Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu orang-orang muslim menjalin hubungan baik dengan orang-orang Yahudi karena ketika masa jahiliah mereka membuat janji setia untuk saling membela. Lalu Allah menurunkan firman-Nya kepada mereka yang melarang mereka menjadikan orangorang Yahudi itu sebagai teman kepercayaan demi menghindari keburukan.

40

Ayat 121 Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya’la meriwayatkan dari al-Miswar bin Makhramah, dia berkata, “Saya katakan kepada Abdurrahman bin Auf, ‘Beri tahu saya tentang kisah kalian pada Peperangan Uhud.’ Ibnu Mas’ud menjawab,”Bacalah ayat setelah 120 dari surah Ali Imran, maka engkau akan mendapati kisah kami, ‘Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari…” Hingga ayat, ‘Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut,...”(Ali Imran: 122) lbnu Mas’ud berkata lagi, ‘Mereka adalah orang-orang yang meminta jaminan keamanan kepada orang-orang musyrik, hingga firman-Nya, ‘Dan kamu benar-benar mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; maka (sekarang) kamu sungguh, telah melihatnya dan kamu menyaksikannya.” (Al i Imran: 143) Ibnu Mas’ud berkata, ‘ltu adalah angan-angan para orang mukmin untuk bertemu musuh, hingga firman-Nya, “Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)?...” (Ali Imran: 144) Ibnu Mas’ud berkata lagi, ‘ltu adalah teriakan setan pada Perang Uhud, yaitu, ‘Muhammad telah terbunuh.’Hingga firman-Nya, ‘.. . Keamanan (berupa) kantuk...’, maksudnya adalah membuat mereka merasa mengantuk.” Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Firman Allah, ‘Ketika dua golongan dari kamu ingin (mundur) karena takut....” (3: 122) Ayat itu turun kepada kami, Bani Salamah dan Bani Haritsah. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari asy-Sya’bi bahwa pada Perang Badar orang-orang muslim mendengar bahwa Kirz bin Jabir al-Muharibi memberi bantuan kepada orang-orang musyrik. Hal itu membuat mereka gelisah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “…Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu..” hingga ayat “..memakai tanda.” (Ali Imran: 124-125) Kemudian Kirz mendengar berita kekalahan orang-orang musyrik. Maka dia pun tidak jadi memberi bantuan kepada orang-orang musyrik dan Allah pun tidak memberi bantuan pasukan lima ribu malaikat kepada orang-orang muslim. Ayat 128 Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa pada Perang Uhud, gigi Nabi saw. patah, wajah beliau terluka hingga darah mengalir di wajah beliau. Lalu beliau bersabda, “Bagaimana satu kaum akan beruntung jika mereka melakukan hal ini terhadap nabi mereka yang mengajak mereka kepada Tuhan mereka?” Lalu Allah menurunkan ayat ini

41

Ahmad dan al-Bukhari meniwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah berdoa, ‘Ya Allah laknatlah si Fulan. Ya Allah laknatlah alHarits bin Hisyam. Ya Allah laknatlah Suhail bin ‘Amr. Ya Allah laknatlah Shafwan bin Umayyah.’ Maka turunlah ayat ini. Lalu mereka semua diampuni. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah hadits yang semisal dengan di atas. Al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Cara menggabungkan kedua hadits di atas adalah ketika shalat, Rasulullah mendoakan keburukan atas orang-orang yang disebutkan tersebut setelah apa yang menimpa beliau pada Perang Uhud. Lalu turunlah firman Allah pada dua hal tersebut secara bersamaan, tentang apa yang menimpa beliau dan doa beliau karena hal itu.” Selanjutnya al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Akan tetapi sebuah riwayat di dalam Shahih Muslim membuat penggabungan tersebut menjadi rancu. hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah di waktu fajar ketika shalat berdoa, ‘Ya Allah laknatlah Ra’al, Dzikwan, dan Ashiyyah.’ Hingga Allah menurunkan, ‘Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)....”. Bentuk kerancuan yang ditimbulkannya adalah ayat di atas turun pada kisah Perang Uhud, sedangkan kisah Ra’al dan Dzikwan terjadi setelahnya. Kemudian saya melihat ada ’illah (cacat) pada hadits ini, yaitu terjadi idraj (kata-kata perawi yang masuk ke dalam hadits) di dalamnya. Karena kata-kata, ‘Hingga Allah menurunkan,’ adalah munqathi’ dari riwayat az-Zuhri dari orang yang menyampaikannya kepada az-Zuhri. Hal itu dijelaskan Muslim. Model balaagh (yaitu kata-kata seorang perawi, ‘Telah sampai kepada saya’) seperti ini tidak bisa diterima dari orang yang saya sebutkan itu.” Al-Hafizh Ibnu Hajjar juga berkata, “Kemungkinan juga bisa dikatakan bahwa kisah Ra’al dan Dzakwan terjadi setelah Perang Uhud dan ayat di atas turun belakangan dari sebab turunnya. Kemudian ayat di atas turun pada semua peristiwa itu.” Terdapat riwayat tentang sebab turun ayat di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam tarikhnya dan oleh Ibnu lshaq dan Salim bin Abdillah bin Umar, dia berkata, ‘Seorang lelaki dari Quraisy mendatangi Rasulullah lalu berkata, ‘Sesungguhnya engkau melarang kami untuk mencaci.’ Kemudian dia membalikkan badannya dan membelakangi Rasulullah lalu membuka pakaiannya sehingga pantatnya kelihatan. Maka Rasulullah melaknatnya dan mendoakan keburukan atasnya. Maka Allah menurunkan firmanNya, ‘Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)..” Kemudian lelaki itu masuk Islam dan dia pun berislam dengan haik.” Hadits ini Mursal ghariib.

42

Ayat 130 Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Dulu orang-orang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran namun si pembeli belum juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan tenggang waktunya. Lalu turunlah ayat ini. Al-Faryabi juga meriwayatkan dari Atha’, dia berkata, “Pada masa jahiliah, Tsaqif memberi utang kepada Bani Nadhir. Ketika tiba waktu pembayaran, mereka berkata, ‘Kami akan mengambil riba darinya dan kalian undur pelunasannya.’Maka turunlah ayat ini. Ayat 140 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Ketika berita tentang Perang Uhud tidak kunjung tiba kepada para wanita, mereka pun keluar untuk mencari informasi. Ketika di jalan mereka berpapasan dengan dua orang lelaki yang sedang menunggang unta, lalu salah seorang wanita tersebut bertanya kepada keduanya, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah?’ Keduanya menjawab, ‘Beliau masih hidup.’ Wanita tadi berkata, ‘Jika demikian, saya tidak peduli jika Allah menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai syuhada.’ Dan turun firman Allah seperti kata-kata wanita tadi, “...dan agar sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada...” Ayat 143 lbnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Aufi dari lbnu Abbas bahwa beberapa orang sahabat berkata, “seandainya kita terbunuh sebagaimana mereka yang terbunuh di Perang Badar.” Atau mereka berkata, “Seandainya ada peperangan lagi seperti Peperangan Badar yang bisa kita ikuti, kita akan memerangi orang-orang musyrik dan kita mendapatkan kemenangan. Atau kita mencari syahaadah dari surga, atau bertahan hidup dan mendapatkan rezeki (ghanimah).” Lalu saat Perang Uhud pun tiba, dan Allah menakdirkan mereka masih hidup, yang ikut berperang ternyata hanya orang-orang yang dikehendaki Allah saja. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Dan kamu benar-benar mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu ,nenghadapinya” Ayat 144 lbnul Mundzir meriwayatkan dari Umar, dia berkata, “Ketika peperangan Uhud, kami berpisah dengan Rasulullah. Lalu aku mendaki Gunung Uhud dan

43

mendengar orang-orang berkata, ‘Muhammad telah terbunuh.’ Maka saya berkata,”Tak seorang pun yang mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh, kecuali akan saya bunuh.’ Ketika saya perhatikan ke bawah Gunung Uhud, saya melihat Rasulullah dengan orang-orang sedang kembali. Lalu turun firman Allah, ‘Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ar-Rabi’, dia berkata, “Ketika kekalahan menimpa muslimin dan mereka berteriak-teriak memanggil Rasulullah, orangorang berkata, ‘Rasulullah telah terbunuh.’ Maka sekelompok orang berkata, ‘Seandainya dia seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.’ Dan sekelompok orang lainnya berkata, ‘Berperanglah demi sesuatu yang untuknya Nabi kalian berperang, hingga Allah memenangkan kalian atau kalian menyusul beliau.’ Lalu Allah menurunkan ayat ini. Al-Baihaqi meriwayatkan dalam Dalaa’ilun Nubuwwah dari Abu Najih bahwa seorang dari Muhajirin berpapasan dengan seorang Anshar yang berlumuran darah. Lalu dia berkata, “Apakah engkau merasa bahwa Muhammad telah terbunuh?” Maka orang Muhajir tadi menjawab, “Jika beliau telah terbunuh, maka beliau telah menyampaikan risalahnya. Maka berperanglah kalian demi agama kalian.” Lalu turunlah firman Allah di atas. Ibnu Rahawaih meriwayatkan dalam musnadnya dari az-Zuhri bahwa ketika Peperangan Uhud setan meneriakkan bahwa Rasulullah telah terbunuh. Ka’ab bin Malik berkata, “Saya orang pertama yang mengetahui kondisi Rasulullah sebenarnya. Saya melihat beliau memakai topi baja, lalu saya berteriak, ‘Itu Rasulullah.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan Muhammad hanyalah seorang rasul...” Ayat 154: Ibnu Rahawaih meriwayatkan dari az-Zubair, dia berkata, “Ketika ketakutan sangat menghantui kami pada Perang Uhud dan Allah menurunkan rasa kantuk kepada kami hingga setiap orang dan kami kepalanya tertunduk sampai dagunya menempel di dadanya karena tidur, saya seperti bermimpi mendengar kata-kata Mu’tab bin Qusyair, ‘Sekiranya kita memiliki hak campur tangan dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan terbunuh di sini.’ Lalu Allah menurunkan ayat ini. Ayat 161: Abu Dawud dan at-Tirmidzi (menghasankannya) meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat di atas turun pada sebuah kain merah yang hilang pada Peperangan Uhud. Maka beberapa orang berkata,”Mungkin Rasulullah telah mengambilnya.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan tidak mungkin seorang 44

nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).“ Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir meriwayatkan dengan sanad yang para perawinya tsiqah dan Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada suatu ketika Rasulullah mengirim satu tentara. Kemudian panjinya kembali. Lalu beliau mengirim kembali, namun panjinya kembali juga. Kemudian beliau mengutus kembali, lalu panjinya dikembalikan dengan emas sebesar kepala kijang. Maka turunlah firman Allah, “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang)..” Ayat 165 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Umar ibnul-Khaththab, dia berkata, “Pada Perang Uhud, orang-orang muslim dihukum karena apa yang mereka lakukan pada Perang Badar, yaitu karena mereka mengambil tebusan dari musuh untuk membebaskan tawanan. Sehingga pada Perang Uhud tujuh puluh orang terbunuh, para sahabat melarikan diri, gigi Rasulullah patah, topi baja beliau pecah, dan darah mengalir di wajah beliau. Maka Allah menurunkan firmanNya, ‘Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud),...” Ayat 169 : Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Ketika saudara-saudara kalian terbunuh pada Perang Uhud,Allah menjadikan ruh-ruh mereka di dalam tubuh burung-burung hijau yang minum dari sungai-sungai surga dan makan dari buahnya. Lalu burung-burung itu terbang keperaduan di dalam lampu yang terbuat dari emas di bawah naungan Arasy. Ketika mereka mendapati makanan dan minuman mereka yang nikmat serta tempat istirahat yang bagus, mereka berkata, ‘Seandainya saudara-saudara kami tahu apa yang diberikan Allah kepada kami sehingga mereka tidak enggan untuk berjihad dan tidak mundur dari peperangan.’Maka Allah berfirman kepada mereka, ‘Aku menyampaikan hal itu kepada saudara-saudara kalian.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati....’ Dan ayat setelahnya.” At-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Jabir riwayat yang semisal di atas. Ayat 172 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Aufi dari Ibni Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah membuat hati Abu Sufyan merasa takut pada Perang Uhud setelah apa yang dia lakukan. Lalu dia kembali ke Mekah. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Abu Sufyan telah menang sedikit atas kalian. Dia telah kembali dan

45

Allah telah membuatnya ketakutan.” Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal, dan para pedagang datang ke Madinah pada bulan Dzul Qa’idah. Lalu mereka singgah di Badar Shughra. Mereka datang setelah Perang Uhud terjadi. Ketika itu orangorang mukmin banyak yang masih terluka dan belum sembuh. Lalu Rasulullah mengajak orang-orang untuk berangkat bersama beliau. Lalu setan pun datang dan menakut-nakuti anak buahnya dengan berkata, “Sesungguhnya para musuh telah berkumpul untuk menyerbu kalian.” Maka mereka yidak mengikutinya dan berkata, “Sesungguhnya aku tetap pergi berperang, walaupun tidak ada seorang pun yang mengikutiku.” Rasulullah pun mengajak Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, az-Zubair, Sa’ad, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah ibnul-Yaman, dan Abu Ubaidah ibnulJarrah dalam pasukan yang berjumlah tujuh puluh orang. Lalu mereka bergerak mencari Abu Sufyan hingga sampai di Shafra’. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “(Yaitu) orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul...” Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ketika orang-orang musyrik kembali dari Uhud, mereka berkata, ‘Kalian tidak membunuh Muhammad, tidak pula membawa gadis-gadis yang muda. Sungguh buruk apa yang kalian lakukan ini. Kembalilah!’ Rasulullah mendengar hal itu. Lalu beliau mengutus beberapa orang muslim hingga sampai Hamraa’ul Asad atau sumur Abu Utaibah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,“(Yaitu) orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul..” Ketika itu Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah, ‘Kita akan ketemu lagi di Badar karena di sana kalian telah membunuh teman-teman kami.’ Mendengar hal itu, para pengecut segera kembali, sedangkan para pemberani mempersiapkan peralatan perang dan keperluan untuk berdagang. Lalu mereka mendatangi Badar, namun mereka tidak menemukan seorang pun di sana. Maka mereka pun berdagang. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,‘Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah,..’ (Ali Imran: 174) Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Rafi’ bahwa Nabi saw. mengutus Ali bersama sejumlah orang untuk mencari Abu Sufyan. Di perjalanan mereka bertemu dengan seorang Arab pedalaman yang berasal dan Khuza’ah. Dia berkata, “Orangorang itu telah berkumpul untuk menyerang kalian.” Ali dan rombongannya berkata, “Cukuplah Allah bagi kami dan Dialah sebaik-baik pembela.” Maka turunlah pada mereka ayat ini. Ayat 181:

46

Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada suatu hari Abu Bakar mendatangi rumah Madras. Di sana dia mendapati orang-orang Yahudi sedang berkumpul bersama seorang lelaki benama Fanhash. dia berkata kepada Abu Bakar, ‘Wahai Abu Bakar, demi Allah, kita sungguh tidak mempunyai kebutuhan kepada Allah, Dialah yang faqir. Seandainya Dia kaya, tentu Dia tidak akan meminta pinjaman kepada kita, sebagaimana dikatakan temanmu itu.’ Mendengar itu, Abu Bakar pun marah, dan memukul wajah lelaki Yahudi itu. Fanhash pun segera pergi menemui Rasulullah untuk mengadukan apa yang dilakukan Abu Bakar terhadapnya. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, lihatlah apa yang dilakukan temanmu ini terhadapku!’ Rasulullah pun bertanya, ‘Wahai Abu Bakar, apa yang membuatmu melakukannya?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, dia telah mengatakan kata-kata yang sangat buruk. Dia berkata bahwa Allah itu fakir dan mereka tidak membutuhkan-Nya.’ Namun Fanhash tidak mengakuinya. maka Allah menurunkan, “Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan,...” Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ketika turun firman Allah, ‘Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik (2: 245) Orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah lalu mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, apakah Tuhanmu menjadi fakir sehingga Dia meminta-minta kepada hamba-Nya?’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 186 : Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad yang baik bahwa ayat tersebut turun terhadap apa yang terjadi antara Abu Bakar dan Fanhash, karena kata-katanya, “Sesungguhnya Allah fakir dan kamilah yang kaya.” Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar dari az-Zuhri, dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik bahwa ayat ini turun pada Ka’ab ibnul-Asyraf yang mengejek Nabi saw. dan para sahabat beliau dengan syairnya. Ayat 188: Imam Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari humaid bin Abdurrahman bin Auf bahwa Marwan berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Wahai Rafi’, temuilah Ibnu Abbas. Katakan kepadanya,”Jika setiap orang dari kita yang senang dengan apa yang didapatkannya dan suka dipuji karena apa yang tidak dilakukannya akan diazab, tentu kita semua akan diazab.’ Ketika ditemui dan mendengar pertanyaan itu, lbnu Abbas berkata, ‘Ayat ini 47

turun pada Ahli Kitab yang ditanya oleh Nabi saw. tentang sesuatu, lalu mereka menyembunyikan jawabannya dan tidak mau menyampaikannya kepada beliau. Dan mereka memberi tahu beliau dengan jawaban yang tidak henar. Lalu mereka pergi setelah berkata kepada beliau bahwa mereka telah menjawab pertanyaan beliau dengan sebenamya Mereka juga meminta pujian karenanya dan mereka berbahagia karena apa yang mereka lakukan, yaitu menyembunyikan apa yang ditanya Rasulullah.” Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa ketika Rasulullah berangkat untuk berperang, orang-orang munafik selalu tidak ikut berangkat. Mereka bahagia dengan ketidakberangkatan mereka itu. Ketika Rasulullah kembali, mereka meminta maaf kepada beliau sembari bersumpah, dan mereka ingin dipuji karena apa yang sebenamya tidak mereka lakukan. Maka turunlah firman Allah, “Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan...” Abdurrazzaq dalam tafsirnya meriwayatkan dari Zaid bin Aslam bahwa pada suatu ketika Rafi’ bin Khudaij dan Zaid bin Tsabit berada di tempat Marwan. Lalu Marwan bertanya, “Wahai Rafi’, pada peristiwa apa turun ayat, ‘Jangan sekali-kali kamu mengira…”. Rafi’ menjawab, “Ayat ini turun pada orang-orang munafik yang selalu meminta uzur karena tidak ikut berperang. Mereka berkata, ‘Tidak ada yang menghalangi kami untuk berangkat bersama kalian, kecuali kesibukan kami. Sebenamya kami ingin sekali berangkat bersama kalian.’ Maka Allah menurunkan ayat itu.” Tapi Marwan tampak tidak setuju dengan apa yang dikatakan Rafi’ tersebut. Maka Rafi’ terkejut dengan sikap Marwan dan dia segera bertanya kepada Zaid bin Tsabit, “Demi Allah, apakah engkau tahu apa yang saya katakan?” Zaid menjawab, “Ya, saya mengetahuinya.” Al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “riwayat ini dan riwayat dari Ibnu Abbas dapat digabungkan dengan menyatakan bahwa ayat ini kemungkinan turun pada dua kelompok tersebut.” Ibnu Hajjar berkata juga, “Al-Farra’ meriwayatkan bahwa ayat ini turun pada kata-kata orang-orang Yahudi, ‘Kami adalah Ahli Kitab yang pertama, umat yang pertama melakukan shalat, dan umat yang pertama taat kepada Tuhan.’ Namun, mereka tetap tidak mengakui Muhammad. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari beberapa dan beberapa orang tabi’in riwayat yang serupa dan dipilih oleh lbnu Jarir. Dan tidak masalah ayat ini turun pada semua itu.” 48

Ayat 190 : Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang-orang Yahudi itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya.’ Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Dia dulu menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi saw. lalu mereka berkata kepada beliau,”Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Shafa dan Marwah menjadi emas untuk kami.’ Lalu beliau berdoa, maka turunlah ayat ini Ayat 195 : Abdurrazzaq, Sa’id bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebutkan para wanita yang melakukan hijrah.”Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 199 : An-Nasa’i meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Ketika berita tentang meninggalnya an-Najasyi sampai kepada Rasulullah, beliau bersabda,”Mari shalati dia.’ Para sahabat menjawab, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan shalat atas seorang budak dari Ethiopia?’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah,.. Ibnu Jarir juga meriwayatkan yang serupa dengannya dan Jabir. Dan dalam alMustadrak, al-Hakim meriwayatkan dari Abdullah ibnuz-Zubair, dia berkata, “Turun pada an-Najasyi firman Allah, ‘Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah,...’. SURAT AN-NISA Ayat 4 : Ibnu abi Hatim meriwayatkan bahwa Abu Shaleh berkata, “Dulu jika seseorang menikahkan anaknya, maka dia mengambil mahar yang diberikan suaminya untuk anaknya. Lalu Allah melarang hal itu dan menurunkan ayat ini. Ayat 7: Abusy Syekh dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam Kitab al-Faraa’idh dari al49

Kalbi dari Abu Shaleh bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu orang-orang jahiliah tidak memberi warisan kepada anak-anak perempuan dan anak-anak mereka yang masih kecil hingga mereka remaja. suatu ketika seorang Anshar yang bernama Aus bin Tsabit wafat dan meninggalkan dua orang anak perempuan serta dua orang anak lelaki yang masih kecil. Lalu dua orang anak pamannya, Khalid dan Arthafah yang status keduanya adalah ashabah, datang mengambil semua warisannya. Maka, bekas istrinya pun mendatangi Rasulullah saw. dan menyampaikan hal itu kepada beliau. Lalu beliau menjawab, “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan.” Lalu turunlah, ‘Bagi laki-laki ada hak bagian dan harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya,..” (an-Nisaa’: 7) Ayat 11: Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah berkata, “Ketika saya sakit, dengan berjalan kaki Rasulullah saw. dan Abu Bakar menjenguk saya di tempat Bani Salamah. Ketika sampai, mereka mendapati saya pingsan. Lalu Rasulullah saw. minta diambilkan air kemudian berwudhu lalu memercikkan air di wajah saya. Saya pun tersadarkan diri. Lalu saya bertanya kepada beliau, ‘Apa yang harus saya lakukan terhadap hartaku?’ Maka turunlah firman Allah, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan..” Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Jabir berkata, “Pada suatu hari istri Sa’ad bin Rabi’ mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad. Dan Saad syahid pada Perang Uhud ketika bersamamu. Paman mereka telah mengambil semua harta mereka tanpa meninggalkan sedikit pun, sedangkan keduanya tidak mungkin dinikahkan kecuali jika mempunyai harta.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Allah akan memutuskan hal ini.’ Maka turunlah ayat tentang warisan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Orang-orang yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada kisah dua orang anak perempuan Sa’ad dan tidak turun pada kisah Jabir berpegang pada cerita ini, apalagi ketika itu Jabir belum mempunyai anak. Jawaban bagi mereka adalah ayat ini turun pada dua kisah tersebut. Kemungkinan ia turun pertama kali pada kisah dua anak perempuan itu, sedangkan akhir ayat itu, ‘Jika seseorang meninggal, baik laki-laki mau pun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,...”(an-Nisaa’: 12) turun pada kisah Jabir. Adapun yang dimaksud Jabir dalam kata-kata, ‘Lalu turun ayat,”Allah

50

mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anakanakmu... “(an-Nisaa’: 11), adalah ayat tentang Kalalah yang bersambung dengan ayat ini.” Ada juga sebab ketiga dari turunnya ayat ini, yaitu yang diriwayatkan Ibnu Jarir bahwa as-Suddi berkata, “Dulu orang-orang jahiliah tidak memberi warisan kepada anak-anak perempuan mereka dan anak-anak lelaki mereka yang masih kecil. Mereka hanya memberikan warisan kepada anak-anak mereka yang sudah mampu berperang. Pada suatu ketika, Abdurrahman, saudara Hassan sang penyair, meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri yang bernama Ummu Kuhhah dan lima orang anak perempuan. Lalu para ahli waris laki-lakinya mengambil harta warisannya. Maka Ummu Kuhhah mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw.. Turunlah ayat, ‘...Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan....” (an-Nisaa’: 11)’ Kemudian Allah berfirman kepada Ummu Kuhhah,”.. .Para istri memproleh seperti seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kami mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (an-Nisaa’: 12). Ada versi lain dalam kisah Sa’ad ibnur Rabi’ ini. Al-Qadhi IsmaiI meriwayatkan dalam Ahkaamul Qur’an dari Abdul Malik bin Muhammad bin Hazm bahwa dulu Umrah binti Hizam adalah istri Sa’ad ibnur Rabi’. Sa’ad terbunuh pada Perang Uhud dan meninggalkan seorang anak perempuan. Lalu Umrah binti Hazm mendatangi Rasulullah saw. meminta warisan untuk anaknya. Tentang kasusnya turun firman Allah ta’ala, “Dan mereka meminta fatwa kepadarnu tentang perempuan (anNisaa’: 127) Ayat 19 : Al-Bukhari, Abu Dawud, dan an-Nasa’i meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu jika seseorang meninggal dunia maka para walinya melupakan orang-orang yang lebih berhak terhadap bekas istri-istri mereka dari pada keluarga para wanita itu sendiri. Sebagian mereka ada yang menikahinya, ada juga yang menikahkannya dengan orang lain. Lalu turunlah firman Allah ini.” Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan sanad hasan bahwa Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif berkata, “Ketika Abu Qais ibnul Aslat meninggal dunia, anaknya ingin menikahi bekas istrinya. Hal ini memang kebiasaan orang-orang

51

pada masa jahiliah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘.. . Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa (an-Nisaa’: 19)’ Riwayat ini mempunyai penguat dari Ikrimah dari Ibnu Jarir. Ibnu Abi Hatim, al-Faryabi, dan ath-Thabrani meriwayatkan dari Adi bin Tsabit bahwa seorang Anshar berkata, “Abu Qais adalah salah seorang Anshar yang shaleh. Ketika dia meninggal dunia, anaknya melamar bekas istrinya. Wanita itu berkata, ‘Saya menganggapmu sebagai anak sendiri dan di kaummu engkau termasuk orang yang saleh.’ Lalu wanita itu mendatangi Nabi saw. dan memberi tahu beliau tentang hal itu. Lalu Rasululiah saw. memerintahkannya untuk kembali ke rumahnya. Lalu turunlah firman Allah, ‘Dan janganlah kamu menikahi perempuanperempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau....” (an-Nisaa”: 22) Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Muhammad bin Ka’b al-Qarzhi berkata, “Dulu, jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, maka anaknya lebih berhak untuk menikahi bekas istrinya itu jika bukan ibunya sendiri, atau jika dia mau dia bisa menikahkannya dengan orang lain. Ketika Abu Qais meninggal dunia, anaknya, Muhshan, mewarisi hak untuk menikahi bekas istrinya dan tidak memberikan warisan harta kepada bekas istri ayahnya itu. Lalu wanita itu mendatangi Nabi saw. dan menyampaikan kepada beliau tentang hal itu. Maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya kembalilah ke rumahmu, semoga Allah menurunkan sesuatu padamu.’ Lalu turunlah firman Allah ta’ala, ‘Dan janganlah kamu menikahi perempuan-Perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah Iampau.” (an-Nisaa’: 22) Dan turun juga, “Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan paksa.” (an-Nisaa’: 19) Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan bahwa az-Zuhri berkata, “Ayat ini turun pada beberapa orang Anshar. Ketika itu jika seseorang dari mereka meninggal dunia, orang yang paling berhak terhadap bekas istrinya adalah walinya. Lain walinya itu menjadikan bekas istrinya tersebut ikut dengannya hingga meninggal dunia.” lbnu Jarir juga meriwayatkan bahwa Ibnu Juraij berkata, “Pada suatu hari saya bertanya kepada Atha’ tentang firman Allah, ‘...(dan diharamkan bagimu) istriistri anak kandungrnu (menantu),...” (an-Nisaa’: 23). Dia menjawab, “Kami pernah berbincang-bincang bahwa ayat ini turun pada Nabi Muhammad saw. ketika menikahi istri Zaid bin Haritsah.” Ketika itu orang-orang musyrik mengejek beliau karena hal itu. Maka turun firman Allah, ‘.. . (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu),...” (an-Nisaa’: 23) Dan turun juga, “...dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)...” (al-Ahzaab : 4) 52

Dan turun pula, ‘Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu,...” (al-Ahzaab: 40) Ayat 24: Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i meriwayatkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Kami mendapatkan para tawanan wanita dari Authas yang mempunyai suami. Dan kami merasa tidak enak untuk menggauli mereka karena status mereka tersebut. Kami pun bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Lalu turunlah firman Allah, ‘Dan (dihararnkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki..” Maksudnya, ‘Kecuali para wanita yang kalian peroleh dari berperang.’ Dengan itu mereka pun menjadi halal untuk kami gauli.” Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini turun ketika perang hunain. Ketika itu muslimin mendapatkan tawanan para wanita Ahli Kitab yang masih mempunyai suami. Ketika mereka akan didatangi, mereka berkata,”Saya masih bersuami.’ Rasulullah saw. pun ditanya tentang hal itu. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ma’mar bin Sulaiman bahwa ayahnya berkata, “Seorang Hadhrami mengatakan bahwa para lelaki dulu menetapkan atas dirinya untuk membayar mahar dalam jumlah tertentu. kemudian terkadang ia kesulitan untuk membayarnya. Maka turunlah firman Allah, ‘...dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.” (an-Nisaa’: 24) Ayat 32 : At-Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata, “Para lelaki berangkat berperang, sedangkan para wanita tidak. Dan kami juga hanya mendapatkan setengah bagian dan warisan.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.” Dan Allah menurunkan pada Ummu Salamah, “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim….” (al-Ahzaab: 35) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Pada suatu hari seorang wanita mendatangi Nabi saw.. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, seorang lelaki mendapatkan bagian dua orang perempuan dan kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian satu orang lelaki. Apakah dalam amal ibadah juga nasib kami demikian? Jika seorang wanita melakukan kebajikan maka dia mendapatkan setengah pahala kebajikan?’ Maka Allah menurunkan, ‘Dan janganlah 53

kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain ...,“hingga akhir ayat.” Ayat 33 : Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya dari ibnu Ishaq bahwa Dawud ibnul Hushain berkata, “Dulu saya membacakan Al-Qur’an pada Ummu Sa’ad bintur Rabi’. Dulunya dia adalah anak yatim yang tinggal bersama Abu Bakar. Pada suatu hari saya membaca ayat, ‘Walladziina ‘aaqadat aimaanukum...,” (dengan ‘ain ber-mad). Dia berkata, ‘Bukan demikian, akan tetapi, ‘Walladziina ‘aqadat aimaanukum...,” (dengan ‘ain tidak ber-mad ). Ayat ini turun pada Abu Bakar dan anaknya, Abdurrahman, ketika dia tidak mau masuk Islam. Lalu Abu Bakar bersumpah bahwa dia tidak akan memberinya warisan. Maka ketika Abdurrahman masuk Islam, Abu Bakar diperintahkan untuk memberikan bagian warisan kepadanya.” Ayat 34 : Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Hasan aI-Bashri berkata, “Seorang wanita mendatangi Nabi saw. dan mengadu bahwa suaminya telah menamparnya. Beliau bersabda, ‘Balaslah sebagai ’qishash-nya.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Lakilaki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri),...’ Maka wanita itu kembali ke rumah, tanpa meng-qishash-nya.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari berbagai dari Hasan al-Bashri, dan di sebagian disebutkan, “Pada suatu ketika seorang lelaki Anshar menampar istrinya. Lalu istrinya mendatangi Nabi saw. untuk meminta diperbolehkan qishash. Lalu Nabi saw. menetapkan suaminya harus diqishas. Maka turunlah, ‘...Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (menbaca)Al-Quran sebelum selesai diwahyukan kepadamu,...” (Thaahaa: 114) Dan turun, ‘Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri),...”(an-Nisaa’ : 34) Ibnu Jarir juga meriwayatkan semisalnya dari Ibnu Juraij dan as-Suddi. Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Seorang lelaki dari Anshar mendatangi Nabi saw. dengan istrinya. Lalu istrinya berkata, ‘Wahai Rasulullah, suami saya ini telah memukul wajah saya hingga membekas.’ Rasulullah saw. pun bersabda, ‘Seharusnya dia tidak perlu melakukannya.’ Lalu Allah menurunkan ayat ini. Riwayat-riwayat ini menjadi syahid dan saling menguatkan. Ayat 37 : Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “Para ulama Bani

54

Israel dulu sangat kikir untuk mengajarkan ilmu mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘(Yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.” Ibnu Abi Jarir meriwayatkan melalui Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah atau Sa’id dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Kardum bin Zaid-sekutu Ka’b ibnul Asyraf, bersama Usamah bin Habib, Nafi’ bin Abi Nafi’, Bahri bin Amr, Huyay bin Akhthab, dan Rifa’ah bin Zaid ibnut Tabut mendatangi beberapa orang Anshar dan memberi nasihat kepada mereka, ‘Janganlah kalian sedekahkan harta kalian. Karena kami khawatir kalian akan menjadi fakir dengan hilangnya harta itu. Dan jangan terburu-buru kalian menyedekahkannya karena kalian tidak tahu apa yang akan terjadi.’ Maka Allah menurunkan ayat ini dan ayat selanjutnya. Ayat 43 : Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Ali berkata,” suatu hari Abdurrahman bin Auf membuatkan makanan untuk kami. Lalu dia mengundang kami untuk makan dan menyediakan khamar sebagai minumannya. Lalu saya meminum khamar itu. Kemudian tiba waktu shalat dan orang-orang menyuruhku untuk menjadi imam. Lalu saya membaca ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kami menyembah apa yang kalian sembah.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan,... Al-Faryabi, lbnu Abi Hatim, dan Ibnul Mundzir meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Firman Allah, ‘…dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati jalan saja…“(an-Nisaa’: 43), turun pada seseorang yang melakukan perjalanan kemudian dia junub lalu tayammum dan shalat setelahnya.” Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa al-Asla’ bin Syuraik berkata, “Saya dulu sering mempersiapkan unta Nabi saw. sebelum beliau bepergian dengannya. Lalu pada malam hari yang dingin saya junub. Saya pun tidak berani mandi karena takut mati kedinginan atau sakit. Maka saya pun menanyakan hal itu kepada Nabi saw.. Lalu turunlah firman Allah, “Hal orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk. . . (sampai akhir ayat).” Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Asla’ berkata, “Dulu saya membantu Nabi saw. dan menemani beliau jika melakukan perjalanan. Pada suatu hari beliau berkata kepada saya, ‘Wahai Asla’, siapkanlah untaku.’ Lalu saya berkata kepada

55

beliau, ‘Wahai Rasulullah saya junub.’ Beliau pun terdiam. Kemudian beliau didatangi Jibril dengan ayat tentang tayamum Lalu Rasululiah saw. bersabda, ‘Wahai Asla’, bertayamumlah’ Lalu beliau memperlihatkan cara bertayamum yaitu dengan satu sentuhan di tanah untukk mengusap wajah dan satu sentuhan lagi untuk mengusap kedua tangan hingga kedua siku. Lalu saya pun bertayamum. Setelah itu saya pergi menemani beliau.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa dulu jalan ke pintu rumah beberapa orang Anshar berada langsung di dalam masjid. Dan terkadang mereka junub ketika mereka tidak mempunyai air di rumah. Ketika mereka ingin mengambil air, tidak ada jalan kecuali melalui masjid. Maka Allah menurunkan, “dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati jalan saja,...” (an-Nisaa’ : 43) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Mujahid berkata, “ayat ini turun pada seorang lelaki dari Anshar yang sedang sakit dan tidak mampu berdiri untuk berwudhu. Sedangkan dia juga tidak mempunyai pembantu yang mengambil air untuknya. Lalu hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah, “Adapun jika kamu sakit (an-Nisaa’: 43) Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibrahim an-Nakha’i berkata, “Para shahabat Nabi saw. terluka kemudian mereka junub. Lalu mereka mengadukan hal itu kepada Nabi saw.. Maka turunlah ayat ini. Ayat 44: lbnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu Rifa’ah bin Zaid ibnut Tabut adalah salah seorang pembesar di kalangan orang-orang Yahudi. Setiap kali Rasulullah saw. menyampaikan sabdanya, dia selalu berkata, ‘Ar’ina sam’ak ya Rasulullah hingga kami dapat memahamkan kamu.’ Kemudian dia menjelekjelekkan Islam dengan pengakuan palsunya. Maka Allah menurunkan firman-Nya padanya, ‘Tidakkah kamu memperhatikan orang yang telah diberi bagian Kitab (Taurat)? Mereka membeli kesesatan (dengan petunjuk)...’ Ayat 47 : Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “suatu hari Rasulullah saw. berbicara kepada para pendeta Yahudi. Di antara mereka terdapat Abdullah bin Shuriya dan Ka’b bin Usaid. Beliau bersabda, ‘Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah dan masuk Islamlah Demi Allah, kalian benar-benar tahu bahwa apa yang aku sampaikan adalah benar.’ Mereka berkata,”Tidak kami tidak tahu akan hal itu wahai Muhammad.’ Turunlah firman Allah pada mereka, ‘Wahai 56

orang-orang yang telah diberi Kitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an)....’ Ayat 48: Ibnu Abi Hatim dan ath-Thabrani meriwayatkan dari Abu Ayub al-Anshari bahwa pada suatu hari seseorang mengadu kepada Nabi saw., “Wahai Rasulullah, seorang keponakan lelaki saya tinggal bersama saya. Dia selalu melakukan hal-hal yang diharamkan dan tidak mau meninggalkannya” Rasulullah saw. kemudian bertanya, “Apa agamanya?” Dia menjawab, “Dia melakukan shalat dan mengesakan Allah.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Mintalah agamanya darinya. Jika dia enggan melakukannya, belilah agamanya.” Lalu lelaki itu melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.. Namun keponakannya enggan melakukannya. Kemudian lelaki itu mendatangi Rasulullah saw. kembali dan memberitahukan tentang hal itu, “Wahai Rasulullah, dia sangat mencintai agamanya.” Maka turunlah firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki..” (an-Nisaa’: 48) Ayat 49: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “orang-orang Yahudi menyuruh maju anak-anak mereka untuk memimpin sembahyang mereka dan mempersembahkan kurban-kurban mereka. Mereka mengira bahwa dengan itu mereka tidak mempunyai kesalahan dan dosa. Maka Allah menurunkan firmanNya, “Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan Nasrani)?...” Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits serupa dari Ikrimah, Mujahid, Abu Malik, dan yang lain. Ayat 51-54: Ahmad dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ketika Ka’b ibnul Asyraf datang ke Mekah, orang-orang Quraisy berkata, ‘Tidakkah kalian melihat orang yang bertahan terpisah dari kaunmya itu. Dia kira dia lebih baik dari kita, padahal kita adalah orang-orang yang selalu menunaikan haji, para pengabdi dan pemberi minum orang-orang yang melaksanakan haji.’ Ka’b ibnul Asyraf menjawab,”ya, kalian lebih baik darinya.’ Lalu turunlah ayat, ‘Sungguh, orangorang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (al-Kautsar: 3) Dan ayat, ‘Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)?” hingga ‘...niscaya engkau tidak akan mendapatkan penolong

57

baginya.” (an-Nisaa’: 51-52) Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Orang-orang yang menghasut Bani Quraisy, Ghathfan, dan Bani Quraizhah untuk memerangi Nabi saw. pada Perang Ahzab adalah Huyai bin Akhthab, Salam bin Abil Huqaiq, Abu Rafi ar-Rabi bin Abil Huqaiq, Abu Amir, dan Haudzah bin Qais Mereka semua adalah dari Bani Nadhir Ketika mereka mendatangi orang-orang Quraisy, orangorang Quraisy berkata, ‘Para pendeta Yahudi itu adalah yang tahu tentang kitabkitab yang lebih dulu diturunkan. Tanyalah mereka apakah agama kalian lebih baik ataukah agama Muhammad? Ketika ditanya tentang hal itu, para pendeta Yahudi tersebut menjawab Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad Dan kalian lebih mendapatkan petunjuk daripada dia dan para pengikutnya.’ Maka Allah menurunkan, ‘Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)’ hingga ‘..dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (kekuasaan) yang besar.” (an-Nisaa’: 51-54) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Aufi, dia berkata, “Ahli Kitab berkata, ‘Muhammad mengatakan bahwa dia diberi apa yang dia dapatkan adalah karena ketawadhuan, sedangkan dia mempunyai sembilan istri. Dan keinginannya hanyalah menikah saja Maka raja mana yang lebih utama dari dia. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘...ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) (an-Nisaa’: 54) Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan di atas dari Umar dan maula Afrah, tapi isinya lebih ringkas. Ayat 58 : Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abu Shaleh bahwa Ibnu Abbas berkata, ”Ketika Rasulullah saw. menaklukkan Mekah, beliau memanggil Utsman bin Thathah. Ketika Utsman bin Thalhah datang, Rasulullah saw. bersabda, ‘ Tunjukkanlah kunci Ka’bah kepadaku.’ Lalu dia datang kembali dengan membawa kunci Ka’bah dan menjulurkan tangannya kepada Rasulullah saw. sembari membuka telapaknya. Ketika itu juga al-Abbas bangkit lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, berikan kunci itu kepada saya agar tugas memberi minum dan kunci Ka’bah saya pegang sekaligus.’ Maka Utsman menggenggam kembali kunci itu. Rasulullah saw. pun bersabda, ‘Berikan kepadaku kunci itu, wahai Utsman.’ Maka Utsman berkata, ‘Terimalah dengan amanah Allah.’ Lalu Rasulullah saw. bangkit dan membuka pintu Ka’bah. Kemudian beliau melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah. Kemudian Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah saw. agar

58

beliau mengembalikan kunci itu kepada Utsman bin Thathah. Beliau pun memanggil Utsman dan memberikan kunci itu kepadanya. Kemudian beliau membaca firman Allah, ”Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,...” (an-Nisaa’: 58), hingga akhir ayat.” Syu’bah meriwayatkan dalam tafsirnya dari Hajjaj dari lbnu Juraij, dia berkata, “Ayat ini turun pada Utsman bin Thalhah ketika Fathul Makkah. Setelah Rasulullah saw. mengambil kunci Ka’bah darinya, beliau masuk ke Ka’bah bersamanya. Setelah keluar dari Ka’bah dan membaca ayat di atas, beliau memanggil Utsman dan memberikan kunci Ka’bah kepadanya. Ketika itu Umar ibnul Khaththab berkata, ‘Sungguh saya tidak pernah mendengar beliau membaca ayat itu sebelumnya.’ Dan kata-kata Umar ini, tampak bahwa ayat ini turun di dalam Ka’bah.” Ayat 59 : Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini turun pada Abdullah bin Hudzafah bin Qais ketika dia diutus oleh Nabi saw. bersama satu pasukan.” Al-Bukhari meriwayatkan secara ringkas seperti di atas. Ad-Dawudi berkata, “ini adalah kebohongan yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas. Karena sesunggguhnya Abdullah bin Hudzafah memimpin serombongan pasukan. Dia marah dan memulai peperangan dengan berkata, ‘Serang!’ Sebagian dari pasukannya tidak mau melakukan perintahnya dan sebagian lagi ingin melaksanakannya” dia berkata lagi, “Jika ayat ini turun sebelum peristiwa ini, bagaimana mungkin ia mengkhususkan ketaatan kepada Abdullah bin Hudzafah dan tidak kepada yang lain? Dan jika ayat ini turun setelah peristiwa itu seharusnya hanya dikatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya ketaatan hanyalah dalam kebaikan,’ dan bukan, ‘Mengapa kalian tidak menaatinya?” Al-Hafizh Ibnu Hajar menjawab pertanyaan ini bahwa maksud dari kisah ayat, “Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu.... “ adalah mereka berselisih dalam menunaikan perintah untuk taat dan tidak melaksanakan perintah itu karena menghindari api peperangan. Jadi, ayat ini sesuai jika turun pada mereka untuk memberitahukan mereka apa yang hendaknya mereka lakukan ketika berselisih, yaitu mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada Allah dan Rasulullah saw.. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa ayat ini turun pada peristiwa yang terjadi pada Ammar bin Yasir bersama Khalid bin Walid. Ketika itu Khalid bin Walid adalah gubernur. Pada suatu hari Ammar mengupah seseorang tanpa perintah Khalid,

59

maka keduanya pun bertengkar. Lalu turunlah firman Allah di atas. Ayat 60: Ibnu Abi Hatim dan ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa lbnu Abbas berkata, “Dulu Abu Barzah al-Aslami adalah seorang dukun, yang memutuskan perselisihan antara orang-orang Yahudi. Lalu beberapa orang muslim datang kepadanya untuk keperluan tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini dan dua ayat berikutnya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah atau Sa’id bahwa Ibnu Abbas berkata, “Al-Jullas ibnush Shamit, Mu’tab bin Qusyair, Rafi’ bin Zaid, dan Bisyr mengaku-ngaku sebagai orang Islam. Lalu orang-orang muslim dari kaum mereka mengajak mereka untuk menyelesaikan persengketaan antar mereka dengan menyerahkannya kepada Rasulullah saw.. Namun mereka mengajak orang-orang muslim tersebut untuk mendatangi dukun. Maka pada mereka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa asy-Sya’bi. seorang Yahudi berselisih dengan seorang munafik. Orang Yahudi itu berkata, ”Saya akan menuntutmu kepada orang yang satu agama denganmu,’ atau dia berkata, ‘kepada Nabi Muhammad.’ Dia mengatakan hal itu karena tahu bahwa beliau tidak mengambil suap dalam memutuskan perkara. Keduanya terus berselisih dan akhimya mereka sepakat untuk mendatangi seorang dukun dari daerah Juhainah. Lalu turunlah firman Allah di atas.” Ayat 65: Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Abdullah bin Zubair berkata, “Saya berselisih dengan seseorang dari Anshar dalam masalah aliran air di Harrah. Kemudian kami mengadukannnya kepada Rasulullah saw.. Lalu Rasulullah saw. bersabda, ‘Siramlah kebunmu terlebih dahulu wahai Jubair. Lalu alirkanlah airnya kepada tetanggamu.’ Mendengar keputusan itu, orang Anshar tersebut tidak terima lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah karena dia itu anak bibimu lalu engkau memutuskan demikian?’ Wajah Rasulullah saw. pun memerah karena marah. Beliau pun bersabda, ‘ Wahai Jubair, alirkanlah ke kebunmu. Lalu tahanlah airnya hingga memenuhi batasbatas di sekeliling pohon-pohon kurma kebunmu. Setelah itu alirkanlah ke kebun tetanggamu.” Rasulullah saw. memberikan hak Zubair sepenuhnya, padahal sebelumnya beliau mengusulkan hal yang lebih baik untuk keduanya. Zubair berkata, “Menurut 60

saya pada peristiwa itulah turun ayat , ‘Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,... “ Ath-Thabrani dalam aI-Mu’jainul Kabiir dan al-Humaidi dalam Musnadnya meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata, “Zubair mengadukan kepada Rasulullah saw. perselisihannya dengan seorang lelaki. Lalu Rasulullah saw. memutuskan untuk Zubair. Maka lelaki itu berkata, ‘Rasulullah memutuskan demikian karena Zubair itu anak bibinya.’ Maka turun firman Allah, ‘Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,...” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id ibnul Musayyib, tentang firman Allah, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman...,” hingga akhir ayat. Sa’id ibnul Musayyib berkata, “Ayat ini turun pada Zubair bin Awwam dan Hathib bin Balta’ah. Ketika keduanya berselisih tentang aliran air dan mengadukannya kepada Rasulullah saw. untuk meminta keputusan. Lalu Nabi saw. memutuskan agar air itu lebih dulu dialirkan pada tanah yang lebih tinggi setelah itu dialirkan pada tanah yang posisinya lebih rendah.” Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa Abul Aswad berkata, “Dua orang mengadukan perselisihan mereka kepada Rasulullah saw. agar diberi keputusan. Lalu Rasulullah saw. memutuskan perselisihan mereka tersebut. Setelah itu, orang yang kalah berkata, ‘Kita adukan hal ini kepada Umar agar diputuskan olehnya.’ Lalu keduanya menemui Umar. Kemudian pihak yang menang berkata, ”Rasulullah saw. memenangkan saya atas orang ini, Lalu dia mengajak saya untuk menyerahkannya kepadamu agar engkau memutuskannya.’ Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, “Apakah benar demikian?’ Dia menjawab, ‘Ya, benar.’ Maka Umar berkata,”Tunggulah di sini hingga saya datang untuk memutuskan perselisihan kalian ini.’ Kemudian Umar masuk ke rumah. Tidak lama kemudian dia keluar dengan menghunus pedang nya. Lalu dia langsung menebas orang yang mengajak untuk menyerahkan perkara itu kepadanya hingga mati Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman ...“ hingga akhir ayat. Hadits ini mursal dan ghariib. Di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah. Namun hadits ini mempunyai penguat yang diriwayatkan oleh Rahim dalam tafsirnya dan Utbah bin Dhamrah dan ayahnya. Ayat 66:

61

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa as-Suddi berkata, “Ketika turun firman Allah, Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka”. Tsabit bin Qais bin Syimas dan seorang lelaki Yahudi berdebat. Lelaki Yahudi itu berkata, ‘Demi Allah, Allah telah menetapkan kepada kami untuk membunuh diri kami, maka kami pun membunuh diri kami.’ Tsabit membalas, ‘Demi Allah, seandainya Allah mewajibkan atas kami untuk membunuh diri kami, pasti kami akan melakukannya.’ Lalu turunlah firman Allah,”. ..Dan sekiranya mereka benar-benar melaksanakan perintah yang diberikan, niscaya itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Ayat 69 : Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang laa ba ‘sa bihi bahwa Aisyah berkata, “Seorang lelaki mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih saya cintai dari diri saya sendiri. Engkau lebih saya cintai dari anakku sendiri. Dan ketika saya berada di rumah saya mengingatmu, saya tidak kuasa menahan diri. Maka saya datang kemari untuk melihatmu. Namun saya ingat kematianku dan kematianmu. Engkau pun tahu bahwa ketika engkau masuk surga engkau akan diangkat bersama para nabi. Sedangkan saya, jika masuk surga, maka saya takut tidak dapat melihatmu.’ Nabi saw. tidak menjawab kata-kata orang itu sama sekali hingga Jibril datang dengan membawa firman Allah, ‘Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad)….“ hingga akhir ayat. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Masruq berkata, “Para shahabat Nabi saw. berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami tidak ingin berpisah denganmu. Namun ketika engkau masuk surga, engkau akan diangkat di atas kami dan kami tidak dapat melihatmu.’ Lalu turunlah, ‘Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad)... “ hingga akhir ayat. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan bahwa Ikrimah berkata, “Seorang pemuda menemui Nabi saw. lalu dia berkata, ‘Wahai Nabi Allah, di dunia ini kami dapat melihatmu. Namun di hari kiamat kelak kami tidak dapat melihatmu karena engkau berada di surga yang paling tinggi.’ Lalu Allah menurunkan, ‘Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad),... “ hingga akhir ayat. Kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya, ‘Insya Allah engkau bersamaku di surga.” Ibnu Jarir meriwayatkan hadits yang serupa dari mursal Sa’id bin Jubair, Masruq, ar-Rabi’, Qatadah, dan as-Suddi.

62

Ayat 77 : An-Nasa’i dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf dan beberapa rekannya mendatangi Nabi saw., lalu mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, ketika kami masih musyrik, kami adalah orang-orang yang mulia. Namun ketika kami beriman kami menjadi orang-orang yang hina.” Rasulullah saw pun bersabda, Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memaafkan. Maka jangan kalian perangi orang-orang musyrik itu. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau diperintahkan untuk memerangi musuh, namun orangorang tadi (Abdurrahman bin Auf dkk.) enggan melakukannya. Maka turunlah firman Allah “Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, ‘Tahanlah tanganmu (dan berperang) “ hingga akhir ayat. Ayat 83: Muslim meriwayatkan bahwa Umar ibnul Khaththab berkata, “Ketika Nabi saw. tidak mendatangi istri-istrinya, saya masuk ke dalam masjid. Di sana saya mendapati orang-orang mengetuk-ngetukkan jari-jari mereka pada kerikil-kerikil di lantai masjid. Dan mereka berkata, ‘Rasulullah saw. telah mencerai istri-istrinya.’ Maka saya segera bangkit dan saya berdiri di pintu masjid, lalu saya berseru dengan lantang, ‘Beliau tidak mencerai istri-istrinya!.”Lalu turunlah, ‘Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan…“ Dan saya adalah orang yang ingin mengetahui hal itu.” Ayat 88: Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa saat Rasulullah saw. pergi ke Uhud untuk berperang, beberapa orang yang ada dalam rombongannya kembali ke Madinah. Para shahabat Nabi saw. yang menyaksikan hal itu terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengatakan,”kita bunuh saja mereka yang kembali itu.” Sedangkan satu kelompok lagi berkata, “Tidak, kita tidak akan membunuh mereka.” Maka turun firman-Nya, “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik,...” hingga akhir ayat. Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. berpidato dan bersabda, ‘Siapakah yang membelaku dari orang yang menyakitiku dan mengumpulkan di rumahnya orang yang menyakitiku?’ Sa’ad bin Mu’adz menyahut, ‘Jika dia dari Aus, kami segera membunuhnya. Jika dia dari saudara-saudara kami dari Khazraj, maka perintahkanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan, dan kami akan 63

menunaikannya.’ Lalu Sa’ad bin Ubadah bangkit dan berkata, ‘Wahai Ibnu Ubadah, kau benar-benar seorang munafik dan kau mencintai orang-orang munafik.’ Lalu Muhammad bin Maslamah pun berdiri dan berkata,”Diamlah kalian. Di antara kita ada Rasulullah saw.. Dia yang akan menyampaikan perintahnya kepada kila dan kita melaksarakannya.’ Lalu turunlah fiman Allah, ”Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik...,” hingga akhir ayat. Ahmad meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa beberapa orang Arab mendatangi Nabi saw. di Madinah. Lalu mereka masuk Islam. Lalu mereka terjangkit waba’ dan demam Madinah. Lalu mereka pun pergi meninggalkan Madinah dan ketika di jalan bertemu dengan beberapa orang shahabat. Para shahabat itu bertanya, “Mengapa kalian kembali?” Mareka menjawab, “Kami terjangkit waba Madinah” Para shahabat itu berkata lagi, ‘Bukankah kalian mempunyai teladan yang baik pada Rasulullah?” Sebagian dari para shahabat itu mengatakan, “Orang-orang Arab ini adalah orang-orang munafik.’ Namun sebagian lagi mengatakan,”Tidak, mereka tidak munafik.” Lalu turunlah firman Allah, “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-onang munafik...,” hingga akhir ayat. Di dalam sanad riwayat ini terjadi tadlis da Ayat 90: Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa Suraqah bin Malik al-Mudliji memberi tahu mereka, “Ketika Nabi saw. memenangkan peperangan Badar dan Uhud dan orang-orang di sekitar mereka masuk Islam.” Suraqah juga berkata, “Saya lalu mendengar Muhammad akan mengirim Khalid bin Walid mendatangi kaumku, Bani Mudlij. Lalu saya mendatangi beliau dan berkata,”Engkau ingin mengirim Khalid bin Walid kepada kaumku, sedangkan saya ingin engkau berdamai dengan mereka. Jika kaummu berdamai, mereka pun akan berdamai dan akan masuk Islam. Dan jika mereka tidak masuk Islam, maka menangnya kaummu terhadap mereka bukan hal yang baik.’ Lalu Rasululläh saw. memegang tangan Khalid bin Walid dan berkata kepadanya, ‘Pergilah bersamanya, lalu lakukan apa yang diinginkannya.’ Kemudian Khalid mengajak mereka berdamai dengan syarat mereka tidak membantu orang-orang yang memusuhi Rasulullah saw.. Dan jika orang-orang Quraisy berdamai, mereka juga harus berdamai bersama orang-orang Quraisy tersebut. Dan Allah menurunkan firman-Nya, ‘Kecuali orangorang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai). . . , “Lalu orang yang minta perlindungan

64

kepada mereka ikut dengan perjanjian mereka tersebut.” Dikemukakan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, “Firman Allah, ‘Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai)...,” turun pada Hilal bin Uwaimir al-Aslami dan Suraqah bin Malik ad-Mudliji, juga pada Bani Judzaimah bin Amir bin Abdi Manaf.” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat ini turun pada Hilal bin Uwaimir al-Aslami. Ketika itu antara dia dan orang-orang muslim ada perjanjian. Lalu beberapa kaumnya mengajaknya untuk berperang, namun dia tidak ingin memerangi orangorang muslim juga tidak ingin memerangi kaumnya sendiri. Ayat 92: Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ikrimah berkata, “Al-Harits bin Yazid dan Bani Amir bin Lu’ay pernah menyiksa Ayyasy bin Abi Rabi’ah bersama Abu Jahl. Kemudian al-Harits masuk Islam dan hijrah ke Madinah. Ketika di Hirrah, dia bertemu dengan Ayyasy yang mengira dia masih musyrik. Maka Ayyasy pun membunuhnya. Kemudian Ayyasy mendatangi Nabi saw. dan memberi tahu beliau tentang hal itu. Lalu turun firman Allah, ‘Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) . . .,“hingga akhir ayat.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Mujahid dan asSuddi. Ibnu lshaq, Abu Ya’la, al-Harits bin Abi Usamah, dan Abu Muslim al-Kijji meriwayatkan hadits yang serupa dari al-Qasim bin Muhammad. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Sa’id bin Jubair dari Jbnu Abbas. Ayat 93: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ikrimah bahwa seorang lelaki dari Anshar membunuh saudara laki-laki Maqis bin Shababah. Lalu Nabi saw. memberi diyat kepada Maqis dan dia pun menerimanya. Namun kemudian dia menyerang si pembunuh saudaranya hingga mati. Maka Nabi saw. bersabda, “Saya tidak menjadi penjamin keamanannya baik di wilayah umum ataupun di tanah Haram.” Kemudian Maqis bin Shababah terbunuh pada Yaumul Fath. Ibnu Juraij berkata, “Padanya turun firman Allah, ‘Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja,...” Ayat 94:

65

Al-Bukhari, at-Tirmidzi, at-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Seorang lelaki dari Bani Sulaim yang sedang menggiring ternaknya berpapasan dengan beberapa shahabat Nabi saw.. Lalu dia mengucapkan salam kepada mereka. Para shahabat berkata, “Dia mengucapkan salam kepada kita hanya untuk melindungi dirinya dari kita.” Lalu mereka pun menyergap lelaki itu dan membunuhnya. Kemudian mereka membawa kawanan kambingnya menemui Nabi saw.. Lalu turunlah firman AlIah,”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,...” hingga akhir ayat. Al-Bazzar meriwayatkan dari lain bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw. mengirim pasukan yang di dalamnya terdapat al-Miqdad. Ketika sampai di tempat musuh, mereka mendapati para musuh tersebut telah meninggalkan daerah mereka. Hanya tersisa seorang lelaki yang mempunyai banyak harta. Ketika melihat pasukan muslim, lelaki itu mengucapkan Liaa ilaaha illallaah. Namun, al-Miqdad tetap membunuhnya. Ketika kembali ke Madinah, Nabi saw, berkata kepada aIMiqdad, ‘Bagaimana kelak engkau menghadapi Laailaaha illallaah ? “Dan Allah menurunkan ayat ini.” Ahmad, ath-Thabrani, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslami berkata,”Rasulullah saw. mengutus kami bersama serombongan orang-orang muslim yang di dalamnya terdapat Qatadah dan Muhallim bin Jatstsamah. Lalu kami berpapasan dengan Amir ibnul Adhbath al-Asyja’i. Kemudian dia mengucapkan salam kepada kami. Namun, Muhallim menyerangnya dan akhirnya membunuhnya. Ketika kami sampai di Madinah, kami memberi tahu beliau tentang peristiwa itu. Lalu turun pada kami firman Allah, ‘Wahai orangorang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,...’ hingga akhir ayat.”89 Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Ibnu Umar. Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas bahwa nama orang yang terbunuh adalah Mirdas bin Nahik yang berasal dan Fadak. Dan nama pembunuhnya adalah Usamah bin Zaid. Adapun nama ketua rombongan pasukan adalah Ghalib bin Fadhalah al-Laitsi. Kisahnya adalah ketika kaum Mirdas kalah dalam peperangan dan hanya dia yang tersisa. Dia bersembunyi dengan kambing-kambingnya di sebuah gunung. Ketika orang-orang muslim berhasil menemukannya, dia pun berkata, “Laa iIaha illallahh, Muhammadurrasuulullaah, “(Tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Assalaamu’alaikum.” Lalu Usamah membunuhnya. Ketika mereka kembali ke Madinah, turun firman Allah di atas. 66

Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi dan Abd meriwayatkan dari Qatadah isi hadits yang serupa. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abiz Zubair bahwa Jabir berkata, “Firman Allah, ‘...dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’kepadamu,..” turun pada Mirdas.” Riwayat ini adalah penguat yang bagus. Ibnu Mandah meriwayatkan bahwa Juz’u bin Hadrajan berkata, “Saudara Miqdad datang dari Yaman menuju Madinah untuk menemui Nabi saw.. Ketika di perjalanan dia bertemu dengan pasukan yang dikirim Nabi saw.. Saudara Miqdad berkata kepada mereka, ‘Saya adalah orang mukmin.’ Namun mereka tidak mempercayai pengakuannya dan membunuhnya. Kemudian berita tentang hal itu sampai kepadaku. Saya pun menghadap Nabi saw.. Lalu turun firman Allah, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,... “hingga akhir ayat. Lalu Nabi saw. memberikan kepadaku diyat untuk saudaraku yang terbunuh.” Ayat 95: Al-Bukhari meriwayatkan bahwa al-Barra’ berkata,”Ketika turun firman Allah, ‘Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan).. ., “hingga akhir ayat.” Nabi saw. bersabda, “Panggil si fulan.” Lalu si fulan itu datang dengan membawa tinta, papan, dan alat tulis lainnya. Kemudian beliau berkata kepadanya, “Tulislah,”Laa yastawil qaa’iduuna minal mu’miniina wal mujaahiduuna fi sabiililah (Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah).” Ketika itu Ibnu Ummi Maktum ada di belakang Nabi saw.. Maka dia berkata, “Wahai Rasulullah, tapi saya buta.” Maka turun firman Allah melengkapi ayat di atas, “Laa yastawil qaa’iduuna minal mu‘miniina ghairu ulidh dharari wal mujaahiduuna fi sabiilillah [Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah...] “ Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit. Ath-Thabrani meriwayatkan dari Zaid bin Arqam dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari al-Faltan bin Ashim hadits yang serupa dengan diatas. At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari Ibnu Abbas. Di dalamnya disebutkan, “Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum berkata,”Tapi kami adalah

67

orang-orang yang buta.” Hadits-hadits mereka telah saya sebutkan di dalam Turjumaanul Qur’an. Jarir meriwayatkan hadits yang serupa dari banyak yang mursal. Ayat 97: Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beberapa orang muslim dulu tinggal bersama orang-orang musyrik sehingga memperbanyak jumlah orangorang musyrik yang menyerang Rasulullah saw Lalu terkadang anak panah yang dilemparkan orang-orang muslim yang bersama Rasulullah saw mengenai salah satu dari orang-orang muslim tersebut hingga terbunuh atau mati karena tertebas pedang orang-orang muslim yang bersama Rasulullah saw. tersebut Maka turun firman Allah, Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri,...” Ibnu Mardawaih meriwayatkannya juga dan menyebutkan nama-nama mereka, yaitu Qais ibnul Walid ibnul Mughirah, Abu Qais ibnul Fakih ibnul Mughirah, al-Walid bin Utbah bin Rabi’ah, Amr bin Umayyah bin Sufyan, dan Ali bin Umayyah bin Khalaf. Dia menyebutkan bahwa mereka pergi ke Badar. Ketika melihat sedikitnya jumlah orang-orang muslim, mereka pun menjadi ragu. Mereka berkata, “Agama mereka membuat mereka sombong.” Lalu mereka pun terbunuh di Badar. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dan menambahkan beberapa nama, yaitu al-Harts bin Zam’ah ibnul Aswad dan al-Ash bin Munabbih ibnul Hajjaj. Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu orang-orang Mekah sudah masuk Islam. Ketika Rasulullah saw. hijrah, sebagian mereka enggan dan takut untuk berhijrah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).’Mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?’Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali. kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah)” (an-Nisaa’: 97-98) Ibnul Mundzir dan Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata,”Beberapa orang dari penduduk Mekah telah masuk Islam dan mereka menyembunyikan keislaman mereka. Lalu orang-orang musyrik menyertakan mereka pada Perang

68

Badar sehingga di antara mereka ada yang terbunuh. Orang-orang muslim pun berkata, ‘Mereka adalah orang-orang muslim, lalu mereka dipaksa untuk ikut berperang. Mohon ampunlah untuk mereka.’ Lalu turun firman Allah ‘Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri.’ Lalu orang-orang muslim mengirimkan surat yang di dalamnya dibubuhkan firman Allah itu kepada orang-orang muslim yang masih di Mekah. Dalam surat tersebut juga tertulis bahwa tidak ada lagi uzur bagi mereka. Kemudian mereka pun meninggalkan Mekah. Lalu orang-orang musyrik menyusul mereka dan menyakiti mereka sehingga mereka pun kembali lagi ke Mekah. Lalu turun firman Allah, ‘Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata,”Kami beriman kepada Allah,’tetapi apabila dia disakiti (karena dia beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu sebagai siksaan Allah....” (aI-Ankabuut: 10) Lalu orang-orang muslim mengirim surat lagi kepada mereka dengan membubuhkan firman Allah ini. Mereka pun merasa sangal sedih. Lalu turun firman Allah, ‘Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan,...” hingga akhir ayat 110 dari surah an-Nahl. Mereka pun keluar dari Mekah menuju Madinah. Lalu orang-orang musyrik kembali menyusul mereka. Maka di antara mereka ada yang selamat dan ada yang terbunuh.” lbnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan di atas dari banyak . Ayat 100 : Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya’la meriwayatkan dengan sanad jayyid bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dhamrah bin Jundab keluar dari rumahnya untuk hijrah. Dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Bawalah aku keluar dari negeri orang-orang musyrik ini menuju Rasulullah saw..’ Ketika di perjalanan dia meninggal dunia sebelum sampai kepada Nabi saw.. Lalu turunlah firman Allah, ‘.. . Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya,...” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, dari Abu Dhamrah azZuraqi yang ketika itu sedang di Mekah. Ketika turun firman Allah, ‘Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah),’ (an-Nisaa’: 98) Abu Dhamrah berkata, “Saya adalah orang yang kaya dan memiliki kemampuan untuk hijrah.” Lalu dia bersiap-siap untuk hijrah ke Madinah, namun dia meninggal dunia di Tan’im. Lalu turun firman Allah swt, ‘.. .Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud

69

berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya...” Ibnu Jarir meriwayatkan hadits yang serupa dari Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatadah, as-Suddi, adh-Dhahak, dan yang lainnya, dan di sebagian disebutkan Dhamrah ibnul ‘Aish atau al-Aish bin Dhamrah. Sedangkan di sebagian Jundab bin Dhamrah al-Junda’i, di sebagiannya lagi ad-Dhamri. Di sebagian disebutkan, “Seorang lelaki dari Bani Dhamrah.” Di sebagian yang lain disebutkan, “Seorang lelaki dari Bani Khuza’ah.” Di sebagian yang lain disebutkan, “Seorang lelaki dari Bani Laits.” Dan di sebagian yang lain disebutkan, “Seorang lelaki dari Bani Bakar Kinanah.” Dan di sebagian yang lain disebutkan, “Bani Bakar.” Ibnu Sa’ad dalam kitab ath-Thabaqaatul Kubra meriwayatkan dari Yazid bin Abdillah bin Qisth bahwa Jundab bin Dhamrah ketika di Mekah jatuh sakit. Lalu dia berkata kepada anak-anaknya, “Bawa aku keluar dari Mekah. Sungguh kesulitan di dalamnya telah membunuhku.” Anak-anaknya pun bertanya, “Kemana kami membawamu?” Dia pun menunjuk ke arah Madinah dan ingin hijrah. Lalu mereka membawanya ke arah Madinah. Ketika sampai di aliran air Bani Ghaffar dia meninggal dunia. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “...Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya....” Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mandah, dan al-Barudi dalam ash-Shahabali meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya bahwa Zubair bin Awwam berkata, “Ketika Khalid bin Haram berhijrah ke Ethiopia (Habasyah), dia digigit ular di perjalanan. Lalu dia meninggal dunia. Maka turun padanya firman Allah,”.. .Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya..” Al-Umawi meriwayatkan dalam kitab Maghaazi-nya bahwa Abdul Malik bin Umair berkata, “Ketika Aktsam bin Shaifi mendengar berita tentang diangkatnya Muhammad saw. menjadi Rasul Allah, dia ingin mendatanginya. Namun kaumnya tidak membiarkannya menemui beliau. Dia pun berkata,”Datangkan orang yang mau menyampaikan pesanku kepadanya dan menyampaikan pesannya kepadaku.’ Lalu dia mengutus dua orang untuk mendatangi Rasulullah saw.. Ketika sampai di hadapan beliau, mereka berdua berkata, ‘Kami adalah utusan Aktsam bin Shaifi. Dia bertanya kepadamu,”Siapakah engkau? Apa kedudukan engkau? Dan apa yang engkau bawa?” Rasulullah saw. menjawab, ‘Saya adalah Muhammad bin Abdillah. Dan saya adalah hamba dan rasul Allah.’ Kemudian beliau membacakan firman Allah, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kermungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu 70

dapat mengambil pelajaran.” (an-Nahl: 90) Kemudian keduanya kembali dan menemui Aktsam dan berkata kepadanya tentang apa yang dikatakan dan dibacakan Rasulullah saw.. Maka Aktsam berkata, ‘Wahai orang-orang, sesungguhnya dia memerintahkan akhlak yang mulia dan melarang perilaku-perilaku yang tercela. Jadilah kalian para tokoh terdepan dalam hal ini dan janganlah kalian hanya jadi pengekor di dalamnya.’ Lalu dia menunggangi untanya menuju Madinah. Namun, dia meninggal dunia di peialanan. Maka turunlah padanya firman Allah, Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya (an-Nisaa’: 100) Riwayat ini mursal dan sanadnya adalah lemah. Abu Hatim meriwayatkan dalam kitab al-Mu’ammariin dari dua dari Ibnu Abbas, bahwa dia ditanya tentang ayat ini. Ibnu Abbas menjawab, “Ayat ini turun pada Aktsam bin Shaifi.” Ketika dia ditanya, “Lalu mana al-Laitsi?” Dia menjawab, “Dia lama sebelum al-Laitsi. Dan ayat ini bersifat khusus dan umum sekaligus.” Ayat 101 : Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Beberapa orang dari Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah saw.,”Wahai Rasulullah, apabila kami bepergian, bagaimana kami shalat?’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqasar shalat,...’ Kemudian wahyu tidak turun untuk beberapa waktu. Satu tahun setelah itu, Nabi saw. berperang. Di sela-sela peperangan itu beliau melakukan shalat zhuhur. Orang-orang musyrik yang menyaksikan hal itu berkata, ‘Kalian telah memberi kesempatan Muhammad dan para shahabatnya untuk melakukan shalat zhuhur. Coba kalian lebih keras terhadap mereka agar tidak sempat melakukannya.’ Lalu seseorang dan mereka menyahut, ‘Sesungguhnya setelah ini mereka akan mengerjakan satu sembahyang lagi seperti yang mereka lakukan itu.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya di waktu antara shalat ashar dan zhuhur, ‘...jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (an-Nisaa’: 101) Maka turunlah syariat shalat khauf. Ayat 102 : Ahmad, al-Hakim, dan al-Baihaqi dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwaah-dia juga menshahihkannya-meriwayatkan bahwa Abi Ayyasy az-Zuraqi berkata,—”Pada suatu ketika kami bersama Rasulullah saw. di Asfan. Di sana kami bertemu dengan 71

orang-orang musyrik yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Posisi mereka adalah antara kami dan Kiblat. Lalu Rasulullah saw. memimpin kami melakukan shalat zhuhur. Maka orang-orang musyrik berkata, ‘Sungguh mereka tadi dalam kondisi lengah dan bisa kita menyerangnya.’ Setelah beberapa saat mereka berkata lagi, ‘Saat ini tiba waktu mereka melakukan shalat dan itu Iebih mereka senangi dari pada anak-anak dan diri mereka sendiri.’ Lalu Jibril turun kepada Rasulullah saw. di antara waktu zhuhur dan ashar menyampaikan ayat, ‘Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka,...” At-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Abu Hurairah. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits serupa dari Jabir bin Abdillah dan Ibnu Abbas. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Firman Allah, ‘...Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit,...”(an-Nisaa’: 102), turun pada Abdurrahman bin Auf ketika menderita luka-luka.” At-Tirmidzi, al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Qatadah ibnun Nu’man berkata, “Di antara kerabat kami ada yang bernama Basyar, Basyir, dan Mubasysyar. Mereka adalah anak-anak Ubairiq. Basyir adalah seorang munafik. Dia merangkai syair untuk mengejek para shahabat Nabi saw., kemudian mendapatkan timbalan dari beberapa orang Arab. Dia berkata, ‘Si fulan berkata begini....’ Dan mereka adalah orang miskin ketika masa jahiliah dari setelah Islam. Adapun makanan mereka (kaum miskin itu) adalah kurma dan gandum dari Madinah. Kemudian paman saya, Rifa’ah bin Zaid, membeli tepung Sebanyak satu bawaan unta. Kemudian dia meletakkannya di salah satu ruangan di dalam rumahnya yang juga terdapat senjata, baju perang dan pedang miliknya Lalu kamarnya itu dibobol dari bawah dan bahan makanan serta senjatanya diambil. Ketika pagi tiba, paman saya, Rifa’ah mendatangi saya lain berkata,”Wahai keponakanku, ruangan di rumah kita dibobol tadi malam Makanan dan senjata yang ada di dalamnya diambil.’ Kami segera menyelidiki seluruh rumah kami Kami bertanya kepada orangorang, lalu ada seseorang berkata, ‘Tadi malam kami melihat anak-anak Ubairiq menyalakan api untuk masak dan kami melihat itu adalah bahan makanan kalian. Ketika kami sedang menanyakan tentang hal itu, anak-anak Ubairiq berkata, ‘Demi Allah, menurut kami Labid bin Sahl, salah seorang dari kita yang saleh dan agamanya bagus, yang mencurinya.’ Ketika mendengar tuduhan itu, Labid menghunus pedangnya dan berkata kepada anak-anak Ubairiq, ‘Apa? Saya mencuri? Demi Allah, pedang ini akan 72

menebas kalian atau kalian akan menjelaskan kebenaran pencurian ini!’ Anak-anak Ubairiq pun berkata, Menjauhlah dari kami engkau bukanlah pemilik barang-barang itu (bukan pencuri)’ Lalu kami menanyakan kembali tentang makanan itu agar kami tidak ragu lagi bahwa mereka benar-benar pemiliknya. Lalu paman saya berkata kepada saya,”Keponakanku, coba engkau temui Rasulullah saw. dan kau ceritakan tentang hal ini.’ Lalu saya menemui Rasulullah saw. dan berkatakan kepada beliau,”Di antara kerabat kami ada orang-orang yang berwatak keras. Mereka membobol salah satu ruangan di rumah saya, lalu mengambil senjata dan bahan makanan yang ada di dalamnya. Kami meminta mereka mengembalikan senjata kami. Adapun makanan, kami tidak lagi membutuhkannya.’ Rasulullah saw. pun bersabda, ‘Akan saya pikirkan hal ini.’ Ketika anak-anak Ubairiq mendengar aduan itu, mereka mendatangi salah seorang dari keluarga mereka yang bemama Asir bin Urwah dan memberi tahunya tentang hal itu. Kemudian beberapa orang dari keluarga mereka berkumpul dan menemui Rasulullah saw. Dan berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qatadah dan pamannya menuduh keluarga kami, orang-orang Islam yang baik, telah mencuri tanpa ada bukti.’ Qatadah berkata, ‘Lalu kami mendatangi Rasulullah saw.. Kemudian beliau bertanya kepada saya, ‘Engkau menuduh satu keluarga yang dikenal sebagai orang Islam dan orang baik telah mencuri tanpa ada bukti.’ Saya pun kembali ke rumah. Lalu saya memberi tahu paman saya tentang hal itu. Dia pun berkata, ‘Hanya Allah tempat meminta pertolongan.’ Tidak lama dan itu, turunlah firman Allah, ‘Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat, dan mohonkanlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa, mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan. Itulah kamu! Kamu berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini, tetapi siapa yang akan menentang Allah untuk (membela) mereka pada hari Kiamat?Atau siapakah yang menjadi 73

pelindung mereka (terhadap azab Allah)? Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. Dan barangsiapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia tuduhkan kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul suatu kebohongan dan dosa yang nyata. Dan kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (Muhammad), tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka hanya menyesakan dirinya sendiri, dan tidak membahayakanmu sedikit pun. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dan Hikrnah (Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” (an-Nisaa’: 105-113) Maksud, ‘..orang-orang yang khianat,”adalah orang-orang dari bani Ubairiq. ‘Dan mohonlah ampun kepada Allah,”wahai Muhammad dari apa yang kau katakan kepada Qatadah. Ketika ayat ini turun, Rasulullah saw. menyerahkan senjata itu kepada Rifa’ah. Sedangkan Basyir, dia mendatangi orang-orang musyrik lalu singgah di tempat Sulafah binti Sa’ad. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (an-Nisaa’: 115-116) Al-Hakim berkata, ‘Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.’ Ibnu Sa’ad, dalam kitab ath-Thabaqaat, meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Mahmud bin Labid berkata, “Basyir ibnul Harts memasuki ruang di atas rumah Rifa’ah bin Zaid, paman Qatadah bin Nu’man, dengan paksa dan membobolnya dari bagian belakang. Lalu dia mengambil makanannya, baju perangnya, serta peralatan keduanya. Lalu Qatadah mendatangi Nabi saw. dan mengadukan hal itu. Beliau pun memanggil Basyir dan menanyakan hal itu. Namun, dia tidak mengakuinya. Dia 74

malah menuduh Labid bin Sahl, salah seorang dari keturunan terhormat, yang telah melakukannya. Lalu Allah menurunkan firman-Nya yang menyatakan kebohongan Basyir dan menjelaskan ketidakbersalahan Labid, “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia.. .,“hingga akhir ayat. Ketika ayat itu turun, Basyir melarikan diri ke Mekah dalam keadaan murtad. Lalu dia singgah di tempat Salamah binti Sa’d dan menjelek-jelekkan Nabi saw. serta orang-orang muslim. Turunlah firman Allah padanya, “Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad)...” (an-Nisaa’: 115) Hasan bin Tsabit pun mengejeknya dengan syairnya hingga dia kembali pada bulan Rabi’ul tahun empat Hijriah. Ayat 123: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Tidak akan masuk surga selain kami.’ Sedangkan orang-orang Quraisy berkata, ‘Kami tidak akan dibangkitkan kembali setelah mati.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘(Pahala dari Allah) itu bukanlah angan-anganmu dan bukan (pula) angan-angan Ahli Kitab.” Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Masruq berkata, “Orang-orang Nasrani dan orang-orang Islam saling membangga-banggakan diri. Orang-orang Nasrani berkata, ‘Kami lebih baik dari kalian.’ Orang-orang Islam juga membalas, ‘Kami lebih baik dari kalian.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘(Pahala dari Allah) itu bukanlah angan-anganmu dan bukan (pula) angan-angan Ahli Kitab.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Qatadah, adh-Dhahak, as-Suddi, dan Abu Shaleh. Sedangkan lafal dari mereka adalah, “Para pemeluk berbagai agama saling membangga-banggakan diri mereka....” Dalam lafal lain, “Pada suatu hari beberapa orang Yahudi, orang Nasrani, dan beberapa orang Islam duduk-duduk. Lalu sebagian mereka berkata, ‘Kami lebih baik dari kalian.’ Sebagian lagi membalas,”Kamilah yang lebih baik.’ Lalu turunlah firman Allah di atas.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan bahwa Masruq berkata, “Ketika firman Allah, ‘(Pahala dari Allah) itu bukanlah angan-anganmu dan bukan (pula) angan-angan Ahli Kitab,”orang-orang dari Ahli Kitab berkata, “Kami dan kalian adalah sama saja.’ Maka turunlah firman Allah, ‘Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan

75

mereka tidak dizalimi sedikit pun.” (an-Nisaa’: 124) Ayat 127 : Al-Bukhani meriwayatkan dari Aisyah tentang ayat ini dia berkata, “Yang dimaksud ayat ini adalah seorang lelaki yang mengasuh seorang anak perempuan yatim. Lelaki itu sendiri adalah wali dari pewarisnya. Dia ikut makan dari harta anak perempuan yatim itu hingga dari pohon kurmanya. Dia sendiri ingin menikahinya dan tidak ingin menikahkannya dengan orang lain karena khawatir suaminya kelak akan ikut mengambil bagian dari harta anak yatim itu. Maka dia pun menahannya agar tidak menikah dengan orang lain. Lalu turun firman Allah di atas.” lbnu Abi Hatim meriwayatkan dari as-Suddi bahwa Jabir mempunyai seorang putri pamannya yang tidak cantik. Putri pamannya itu mempunyai harta warisan dari ayahnya. Jabir tidak ingin menikahinya, namun juga tidak ingin menikahkannya dengan orang lain karena khawatir suaminya akan mengambil hartanya. Lalu dia bertanya kepada Nabi saw.. Kemudian turunlah firman Allah di atas. Ayat 128 : Abu Dawud dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “Saudah takut dicerai oleh Rasulullah saw. ketika usianya semakin tua. Maka dia berkata, ‘Hariku bersama beliau saya berikan kepada Aisyah.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh,... “hingga akhir ayat.” At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dengannya dari Ibnu Abbas. Sa’id bin Manshur juga meriwayatkan dari Sa’id ibnul Musayyib bahwa putri Muhammad bin Maslamah adalah istri Rafi’ bin Khudaij. Lalu Rafi’ menjadi tidak suka terhadapnya, entah karena sudah tua atau yang lainnya, lalu dia ingin mencerainya. Maka istrinya itu. berkata, “Jangan kau cerai aku. Aku rela menerima apa saja yang akan kau berikan kepadaku.” Lalu turunlah firman Allah, “Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh...,” hingga akhir ayat. Al-Hakim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “Firman Allah, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)...,’ turun pada seorang lelaki yang mempunyai seorang istri yang telah melahirkan beberapa anak untuknya. Lalu dia ingin mencerainya dan menikah dengan yang lain. Istrinya itu memohon kepadanya agar dia tetap dijadikan istrinya, walaupun tidak mendapatkan giliran.” Ibnu jarir meriwayatkan bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “Ketika firman Allah,”Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap 76

tidak acuh. .,“turun, seorang wanita datang dan berkata, ‘Saya ingin mendapatkan bagian nafkah darimu.’ Padahal sebelumnya dia rela untuk tidak mendapatkan giliran dan tidak dicerai. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘...walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir....” Ayat 135: lbnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa as-Suddi berkata, “Ayat ini turun pada Nabi saw. ketika seorang kaya dan seorang fakir berselisih dan mengadukannya kepada beliau. Dan Rasulullah saw. memihak orang yang fakir karena menurut beliau orang fakir tidak menzalimi orang yang kaya. Sedangkan Allah tetap ingin agar beliau berlaku adil kepada orang yang kaya dan fakir tersebut.” Ayat 148: Hannad ibnus Siri dalam kitab az-Zuhd meriwayatkan bahwa Mujahid berkata, “Firman Allah, ‘Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi, “turun pada seorang lelaki yang bertamu di rumah seseorang di Madinah. Namun, sang tuan rumah tidak menjamunya dengan baik. Lalu dia keluar dari rumahnya dan memberi tahu orangorang tentang perlakuan tuan rumah yang buruk terhadapnya. Lalu dia dibolehkan melakukan hal itu (memberi tahu kelakuan tuan rumah).” Ayat 153 : Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Muhamman bin Ka’b al-Qurzhi berkata, “Beberapa orang Yahudi mendatangi Rasuluflah saw. Lalu berkata, ‘Sesungguhnya Musa diutus kepada kami dengan membawa lembaran-lembaran dari Allah. Maka datangkanlah lembaran-lembaran seperti itu agar kami mempercayaimu.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘(Orang-orang) Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, “Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata.’ Maka mereka disambar petir karena kezalimannya. Kemudian mereka menyembah anak sapi, setelah mereka melihat bukti-bukti yang nyata. namun demikian Kami maafkan mereka, dan telah Kami berikan kepadi Musa kekuasaan yang nyata. Dan Kami angkat gunung (Sinai) di atas mereka untuk (menguatkan) perjanjian mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka,’Masukilah pintu gerbang (Baitulmaqdis) itu sambil bersujud,’ dan Kami perintahkan pula kepada mereka, ‘Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabat.’Dan

77

Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kukuh. Maka (Kami hukum mereka), karena mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, serta karena mereka telah membunuh nabi-nabi tanpa hak (alasan yang benar), dan karena mereka mengatakan, ‘Hati kami tertutup.’Sebenarnya, Allah telah mengunci hati mereka karena kekafirannya, karena itu hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman, dan (Kami hukum juga) karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka yang sangat keji terhadap Maryam.” (an-Nisaa’: 153-156) Lalu seorang Yahudi berlutut dan berkata, ‘Allah tidak menurunkan apa-apa kepadamu, tidak pula kepada Musa, Isa, dan siapapun.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya ketika mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.’ Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu memperlihatkan (sebagiannya) dan banyak yang kamu sembunyikan,padahal telah diajarkan kepadamu apa yang tidak diketahui, baik olehmu maupun oleh nenek moyangmu.’Katakanlah, Allah-lah (yang menurunkannya),’ kemudjan (setelah itu), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (aI-An’am: 91) Ayat 163 : Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Adi bin Zaid berkata, ‘Kami tidak tahu bahwa Allah menurunkan wahyu kepada manusia setelah Musa.’ Maka Allah menurunkan ayat ini.” Ayat 166: Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Sekelompok orang Yahudi mendatangi Rasulullah saw.. Lalu Rasulullah saw. bersabda, ‘Demi Allah, saya yakin bahwa kalian semua mengetahui bahwa saya adalah Rasul Allah.” Mereka pun menyahut, ‘Kami tidak mengetahui hal itu.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, “(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur’an) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad).” (anNisaa’: 166) Ayat 176: An-Nasa’i meriwayatkan dari Abuz Zubair bahwa Jabir berkata, “Ketika saya

78

sakit, Rasulullah saw. menjenguk saya. Lalu saya katakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin mewasiatkan untuk saudara-saudara perempuanku sepertiga harta saya.’ Beliau bersabda, ‘Bagus.’ Lalu saya katakan lagi,”Bagaimana kalau saya mewasiatkan setengah dari harta saya?’ Beliau menjawab, ‘Bagus.’ Kemudian beliau keluar dan beberapa saat kemudian beliau masuk lagi lalu bersabda, ‘Saya tidak melihat engkau akan meninggal dunia pada sakitmu ini. Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu kepadaku dan menjelaskan bahwa untuk seluruh saudara perempuanmu adalah duapertiga dari hartamu.’ Dan Jabir berkata,”Turun pada saya ayat, ‘Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) Katakanlah, ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (anNisaa’: 176) Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, “ini adalah kisah lain dari Jabir, selain kisahnya pada awal surah.” Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Umar bahwa dia bertanya kepada Nabi saw. tentang bagaimana warisan untuk kalalah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) Katakanlah, ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah. . . “hingga akhir ayat 176 surah an-Nisaa’.” Catatan: Jika Anda renungi sebab-sebab turun ayat surah ini, Anda akan tahu bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa ayat ini adalah Makkiyyah. SURAT AL-MAIDAH Ayat 2 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Al-Hutham bin Hinduwal Bakri datang ke Madinah dengan beberapa untanya yang membawa bahan makanan untuk dijual. Kemudian dia mendatangi Rasulullah, dan menawarkan barang dagangannya, setelah itu dia masuk Islam. Ketika dia keluar dari tempat Rasulullah, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di dekat beliau, ‘Dia datang kepadaku dengan wajah orang yang jahat. Lain dia pergi dengan punggung seorang pengkhianat.’ Ketika al-Hatham sampai ke Yamamah, dia keluar dari Islam (murtad). Ketika bulan Dzul Hijjah, dia pergi ke Mekah dengan rombongan untanya yang membawa bahan makanan. Ketika orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar mendengar berita kepergian al-Hatham ke Mekah, mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah untanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya,

79

‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah,...” (al-Maaidah: 2) Akhirnya, mereka tidak jadi melakukan hal itu.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari as-Suddi hadits yang serupa dengannya. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata, “Rasulullah dan para sahabat berada di Hudaibiyah ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pergi ke Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian, beberapa orang musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju Baitullah untuk melakukan umrah. Para sahabat berkata, ‘Kita halangi mereka agar tidak pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘...Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil haram,...” Ayat 3: Ibnu Mandah meriwayatkan dalam kitab ash-Shahaabah, dan Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hijr dari ayahnya dari kakeknya, Hibban, dia berkata, “Pada suatu ketika kami bersama Rasulullah. Lalu saya menyalakan perapian untuk memasak daging bangkai di dalam panci. Lalu Allah menurunkan firman-Nya tentang pengharaman bangkai, maka panci itu pun saya tumpahkan.” Ayat 4: Ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Rafi’, dia berkata, “Pada suatu ketika Jibril mendatangi Nabi saw.. Lalu Jibril meminta izin untuk masuk ke rumah beliau dan beliau mengizinkannya Namun Jibril tidak juga masuk. Maka, Rasulullah segera memakai jubah dan keluar rumah. Di luar rumah, beliau melihat Jibril sedang berdiri. Lalu beliau berkata kepadanya ‘Engkau telah saya izinkan untuk masuk rumah kami.’ Jibril menjawab ‘Benar, akan tetapi kami tidak masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar dan anjing.’ Lalu Rasulullah dan anggota keluarga beliau melihat di dalam rumah terdapat anak anjing. Maka beliau memerintahkan Abu Rafi’ agar membunuh setiap anjing yang ada di Madinah. Kemudian orang-Orang mendatangi beliau dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dihalalkan untuk kamu dari binatang yang engkau perintahkan untuk dibunuh?’ Lalu turunlah firman Allah, ‘Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’....” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa Rasulullah mengutus Abu Rafi’ untuk membunuh anjing-anjing. Hingga dia sampai di ‘Awali. Kemudian Ashim bin Adi, Sa’ad bin Khutsaimah, dan Uwaim bin Sa’idah mendatangi Rasulullah dan 80

bertanya kepada beliau, “Apa yang dihalalkan untuk kami wahai Rasulullah” Lalu turun firman Allah, “Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. (al-Maa’idah : 4) Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qarzhi, dia berkata “Ketika Nabi saw. memerintahkan agar anjing-anjing dibunuh, orang-orang berkata, ‘Wahai Rasulullah lalu apa yang dibolehkan untuk kami dari anjing-anjing ini?’ Lalu turunlah ayat 4 surah al-Maa’idah. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari asy-Sya’bi bahwa Adi bin Hatim athTha’i berkata, “Seorang lelaki mendatangi Rasulullah untuk menanyakan tentang hasil buruan anjing. Beliau tidak menjawab hingga turun firman Allah, “....kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu...” (al-Maa’idah : 4) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id Ibnuz-Zubair bahwa Adi bin Hatim athTha’i dan Zaid bin Muhalhil ath-Tha’i bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah, kami adalah kaum yang berburu dengan bantuan anjing-anjing dan burung elang. Sesungguhnya anjing-anjing keluarga Dzuraih berburu sapi, keledai, dan kijang sedangkan Allah telah mengharamkan bangkai. Maka, apa yang dihalalkan untuk kami?” Lalu turun firman Allah, “Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik ....” Ayat 6: Al-Bukhari meriwayatkan dari Amr ibnul-Harits dari Abdurrahman ibnulQasim dari ayahnya, dari kakeknya, dari Aisyah, dia berkata, “Ketika kami dalam perjalanan menuju Madinah, kalungku terjatuh di gurun. Kemudian Rasulullah menghentikan untanya, lalu beliau turun. Setelah itu beliau merebahkan kepala beliau di pangkuanku hingga tertidur. Lalu Abu Bakar datang dan memukulku dengan keras kemudian berkata, ‘Gara-gara kalungmu orang-orang tidak bisa langsung ke Madinah!’ Kemudian Rasulullah terbangun dan waktu pagi pun tiba. Di saat beliau akan berwudhu, beliau tidak mendapati air. Maka turunlah firman Allah, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,...” hingga firman-Nya, ‘.. .agar kamu bersyukur.” (al-Maa’idah: 6) Lalu Usaid bin Hudhair berkata, ‘Karena kalian wahai keluarga Abu Bakar, Allah telah memberi berkah kepada orang-orang.” Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abbad bin Abdillah ibnuz-Zubair dari Aisyah, dia berkata, “Setelah peristiwa hilangnya kalungku dan berakhirnya kisah tentang kedustaan yang dituduhkan kepadaku, saya pergi bersama Rasulullah

81

dalam peperangan yang lain. Lalu kalungku jatuh lagi, hingga orang-orang pun harus menghentikan perjalanan untuk mencarinya. Abu Bakar dengan agak marah berkata, ‘Putriku, kau selalu menjadi beban dan kesulitan bagi orang-orang dalam setiap perjalanan.’ Lalu Allah menurunkan keringanan untuk bertayammum. Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku, ‘Sungguh engkau anak yang mendapatkan berkah.’” Catatan 1. Al-Bukhari menyebutkan hadits tentang tayammum ini dari riwayat Amr ibnulHarits. Di dalamnya terdapat penjelasan bahwa ayat tentang tayammum dalam riwayat yang lain adalah ayat dalam surah al-Maa’idah. Sedangkan kebanyakan perawi hanya menyebutkan, “Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum,” tanpa menjelaskan surahnya. Ibnu Abdil Barr berkata, “ini sangat sulit untuk dipastikan karena kita tidak tahu ayat mana yang dimaksud oleh Aisyah.” Ibnu Baththal berkata, “Ayat yang dimaksud adalah ayat dalam surah an-Nisaa’. Alasannya, ayat tentang tayammum dalam surah al-Maa’idah disebut juga dengan ayat wudhu, sedangkan dalam ayat surah an-Nisaa’ tidak disebutkan tentang wudhu sama sekali. Dengan ini maka jelaslah pengkhususan ayat an-Nisaa’ ini sebagai ayat tayammum.” Al-Wahidi juga menyebutkan ayat ini pada sebab turunnya ayat tayammum dalam surah an-Nisaa’. Namun dapat dipastikan bahwa yang dikuatkan oleh al-Bukhari bahwa ayat yang dimaksud adalah ayat surah al-Maa’idah adalah yang benar karena dalam hadits yang diriwayatkannya disebutkan dengan jelas tentang surahnya, yaitu surah al-Maa’idah. 2.

Hadits ini menunjukkan bahwa sebelum turunnya ayat ini, wudhu adalah wajib. Oleh karena itu, mereka merasa kesulitan ketika melakukannya dengan selam air. Hal ini juga tampak dari apa yang dikatakan Abu Bakar kepada Aisyah.

Ibnu Abdil Barr berkata, “Merupakan hal yang umum diketahui oleh para ahli sejarah kehidupan Rasulullah bahwa sejak diwajibkan shalat, Rasulullah selalu berwudhu sebelum shalat. Tidak ada yang menolak hal ini kecuali orang yang ingkar atau bandel.” Dia berkata lagi, “Hikmah dari turunnya ayat wudhu sedangkan wudhu telah dilakukan sebelumnya adalah agar kefardhuannya terbaca langsung di dalam AlQur’an.” Ada juga yang mengatakan, ‘Kemungkinan bagian pertama dari ayat di atas 82

yaitu tentang kewajiban berwudhu turun lebih dahulu Kemudian sisanya-yaitu yang berisi tentang tayammum-turun dalam kisah ini.” Saya (as-Suyuthi) katakan, “Yang pertama adalah lebih benar karena penetapan kewajiban wudhu berbarengan dengan kewajiban shalat ketika Rasulullah masih di Mekah. Sedangkan ayat di atas adalah ayat surah Madaniyyah.” Ayat 11: Ibnu Jarir meriwayatkan dari lkrimah dan Yazid bin Abi Ziyad—dan lafazhnya dari Yazid—bahwa pada suatu hari Nabi saw. pergi bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Abdurrahman bin Auf ke tempat Ka’ab ibnul-Asyraf dan tempat orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Beliau mendatangi mereka untuk meminta bantuan dalam melunasi diyat yang harus beliau bayar. Lalu mereka berkata,,”Baiklah. Sekarang duduklah dulu dan kami akan menjamumu. Setelah itu kami akan memberikan apa yang engkau minta.” Rasulullah pun duduk menunggu. Diam-diam Huyai bin Akhthab berkata kepada teman-temannya, “Kalian tidak pernah melihat dia sedekat sekarang ini. Timpakanlah batu ke tubuhnya, maka kalian akan dapat membunuhnya. Setelah itu, kalian tidak akan pernah melihat keburukan lagi untuk selamanya.” Teman-teman Huyai pun mengambil batu gilingan yang besar untuk ditimpakan ke tubuh Nabi saw.. Tapi Allah menahan tangan mereka hingga Jibril datang dan menyuruh Nabi saw. meninggalkan tempat itu. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu, ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya,...” Ibnu Jarir juga meriwayatkan kisah yang serupa dengan di atas dari Abdullah bin Abi Bakar, Ashim bin Umair bin Qatadah, Mujahid, Abdullah bin Katsir, dan Abu Malik. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami mendengar bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah ketika beliau berada di tengah kebun kurma ketika perang ketujuh. Ketika itu orang-orang Bani Tsa’labah dan Bani Muharib ingin membunuh Nabi saw.. Mereka mengutus seorang lelaki dari Arab pedalaman. Orang Arab pedalaman itu mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang tertidur di sebuah rumah. Lalu dia mengambil senjata beliau dan membangunkan beliau. Lalu dia berkata, ‘Sekarang siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu?’ Rasulullah dengan tenang menjawab, ‘Allah.’ Lalu orang Arab pedalaman itu pun menyarungkan kembali pedangnya dan Rasulullah tidak menghukumnya.”

83

Abu Nu’aim dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah meriwayatkan dari Hasan alBashri dari Jabir bin Abdillah bahwa seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang memerangi Islam yang bernama Ghauts ibnul-Harits berkata kepada kaumnya, “Saya akan membunuh Muhammad untuk kalian.” Dia pun mendatangi Rasulullah, yang ketika itu sedang duduk sambil memangku pedang beliau. Lalu Ghauts berkata, “Wahai Muhammad, bolehkah saya melihat pedangmu itu?” Rasulullah menjawab, “Ya silakan.” Lalu Ghauts mengambil pedang itu dan menghunusnya. Kemudian dia mengibas-ngibaskan pedang itu dan ingin membunuh Nabi saw.. Namun Allah menahannya. Lalu dia berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau tidak takut?” Dengan tenang Rasulullah menjawab, “Tidak.” Ghauts kembali bertanya, “Apakah engkau tidak takut kepadaku sedangkan pedangmu ada di tanganku?” Rasulullah menjawab kembali, “Tidak, saya tidak takut. Allah akan menghalangimu untuk berbuat buruk terhadapku.” Kemudian Ghauts menyarungkan pedang itu dan mengembalikannya kepada Rasulullah. Lalu Allah menurunkan ayat 11 surah al-Maa’idah. Ayat 15: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Nabi saw. didatangi orang-orang Yahudi yang bertanya kepada beliau tentang hukum rajam [terhadap seseorang dari mereka yang berzina muhshan]. Lalu Rasulullah bertanya, ‘Siapakah di antara kalian yang paling pandai?’ Mereka pun menunjuk Ibnu Shuriya. Lalu Rasulullah menyumpahnya dengan Zat yang menurunkan Taurat kepada Musa dan Zat yang mengangkat Gunung Thur, serta dengan perjanjian-perjanjian yang ditetapkan atas mereka sampai dia gemetaran. Lalu dia pun berkata, ‘Sesungguhnya ketika banyak orang yang dibunuh karena melakukan zina, akhirnya kami hanya menghukum pelakunya dengan cambuk seratus kali dan kepalanya digunduli.’ Akhimya orang Yahudi yang melakukan zina itu pun dirajam. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan kejalan yang lurus.” (alMaa’idah: 15-16) Ayat 18: 84

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mendatangi Nu’man bin Qushai, Bahr bin Umar, dan Syasy bin Adi. Lalu mereka berbincang dan beliau mengajak mereka masuk Islam dan memperingatkan mereka akan siksa Allah. Lalu mereka berkata, ‘Engkau tidak bisa membuat kami takut wahai Muhammad. Karena demi Allah, kami adalah anak-anak dan kekasih Allah sebagaimana dikatakan orang-orang Nasrani terhadap diri mereka.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Orang Yahudi dan Nasrani berkata,’Kami adalah anakanak Allah dankekasih-kekasih-Nya.’...” Ibnu Ishaq juga meriwayatkan dari lbnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mengajak orang-orang Yahudi masuk Islam, namun mereka tidak mau. Maka Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin Ubadah berkata kepada mereka, ‘Wahai orangorang Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, kalian sebenarnya tahu bahwa beliau adalah rasul Allah. Sungguh kalian telah menyebutkan tentang beliau dan sifat-sifat yang sesuai dengan beliau kepada kami sebelum beliau diutus.’ Maka Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza berkata, ‘Kami tidak pernah mengatakan tentang hal itu sama sekali. Dan setelah Musa, Allah tidak lagi menurunkan Kitab dan tidak mengutus seorang rasul sebagai pemberi peringatan dan pembawa berita gembira.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu....”(al-Maa’idah: 15)” Ayat 33: lbnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa Abdul Malik bin Marwan mengirim surat kepada Anas untuk menanyakan tentang ayat, “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya....” Anas membalas surat tersebut dan memberi tahunya bahwa ayat ini turun pada orang-orang Urniy. Yaitu ketika mereka keluar dari Islam, membunuh penggembala, dan membawa untanya... Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Jarir hadits yang serupa dengannya. Abdurrazzaq juga meriwayatkan dari Abu Hurairah hadits yang serupa. Ayat 38: Ahmad dan yang lain meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata,”Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita mencuri, lalu tangan kanannya dipotong. Kemudian dia bertanya, ‘Apakah saya masih bisa bertobat wahai Rasulullah?’ Maka Allah menurunkan firman-Nya dalam surah al-Maa’idah, barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah 85

menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (aIMaa’idah: 39) Ayat 41: Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turun pada dua kelompok Yahudi yang ketika masa jahiliah salah satunya lebih mulia dan dapat mengalahkan kelompok satunya. Akhirnya mereka sepakat bahwa jika ada orang dari golongan yang kalah yang dibunuh oleh orang yang mulia, maka diyatnya adalah lima puluh wasaq. Sedangkan orang mulia yang dibunuh oleh orang kalah, maka diyatnya adalah seratus wasaq. Mereka terus melakukan hal itu. Ketika Rasulullah datang, ada seseorang dari kelompok yang kalah membunuh seseorang dari kelompok orang-orang mulia. Maka, orang-orang mulia tersebut mengutus seseorang untuk meminta seratus wasaq dari mereka. Namun kelompok orang-orang yang kalah berkata, ‘Apakah pernah ada dua kampung yang agama mereka sama, asal keturunan mereka sama, dan negeri mereka sama, namun diyat yang harus dibayar salah satunya hanya setengah dari diyat yang lain? Kami memberikannya karena kezaliman kalian, dan karena kami takut dari kalian. Namun setelah Muhammad datang, maka kami tidak akan memberikannya.’ Karena hal itu, peperangan pun hampir terjadi di antara mereka. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan Rasulullah sebagai pemutus perselisihan mereka. Lalu mereka mengirimkan beberapa orang munafik untuk menguji pendapat beliau. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Ahmad, Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi saw. berpapasan dengan orang-orang Yahudi yang membawa seseorang dari kalangan mereka yang dihukum dengan dijemur dan dicambuk. Lalu beliau bertanya kepada mereka, ‘Apakah seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau memanggil salah seorang dari pendeta mereka dan berkata, ‘Saya menyumpahmu dengan nama Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, apakah benar-benar seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, sebenarnya bukan itu hukumannya. Seandainya engkau tidak menyumpahku dengan hal itu,. tentu aku tidak memberi tahumu. Di dalam Kitab kami, kami dapati hukuman zina adalah rajam. Akan tetapi karena

86

orang-orang terhormat dari kami banyak yang melakukannya, maka jika salah seorang dari mereka melakukannya, kami pun membiarkannya. Jika orang yang lemah melakukannya, maka kami menerapkan hukuman itu atasnya. Lalu kami katakan kepada mereka semua,”Mari kita tetapkan hukuman yang kita berlakukan untuk orang yang terhormat dan orang Iemah.’ Maka, kami sepakat untuk menghukum pelaku zina dengan menjemur dan mencambuknya.’ Lalu Nabi saw. bersabda, ‘Ya Allah, kami adalah orang-orang pertama yang menghidupkan kembali perintah-Mu yang telah mereka matikan.’ Lalu beliau memerintahkan agar orang Yahudi itu dirajam. Akhirnya, rajam pun diberlakukan atasnya. Lalu turunlah firman Allah, ‘Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. . . , “hingga firman-Nya; ‘Mereka mengatakan, ‘Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah....” (al-Maaidah: 41) Maksudnya, mereka berkata, ‘Datangilah Muhammad, jika dia menfatwakan bahwa hukuman zina adalah dipanaskan dan dicambuk, maka kita terima. Namun jika dia menfatwakan rajam, maka hati-hatilah.’ Hingga firman-Nya, ‘...maka mereka itulah orang-orang zalim.” (al-Maa’idah: 45) Al-Humaidi meriwayatkan di dalam musnadnya, dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, “Seorang lelaki dari Fadak melakukan zina. Lalu penduduk Fadak mengirim sunat kepada orang-onang di Madinah yang isinya, ‘Tanyakan kepada Nabi Muhammad saw. Tentang hukuman zina. Jika dia memerintahkan untuk dicambuk, maka terimalah. Namun jika dia memerintahkan untuk dirajam, maka jangan diterima.’ Orang-orang yang di Madinah itu bertanya kepada Rasulullah. Lalu menetapkan sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Maka, pelaku zina itu pun akhirnya dirajam. Lalu turunlah firman Allah, ‘...Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka (al-Maaidah:42) Al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah juga meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah. SURAT AL-AN’AM Ayat 19: Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id atau ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, katanya, “An-Naham bin Zaid, Qardum bin Ka’ab, dan Bahri bin ‘Amr datang menemui Nabi saw. dan berkata,”Hai Muhammad, kamu tidak mengetahui ada 87

Tuhan lain di samping Allah?!’ Beliau menjawab, Tiada Tuhan selain Allah. Dengannya aku diutus, dan kepada-Nya aku berdakwah.” Maka berkenaan dengan ucapan mereka itulah Allah menurunkanayat, ‘Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?” Ayat 26: Al-Hakim dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, “Ayat ini turun mengenai Abu Thalib, yang melarang kaum musyrikin menyakiti Rasulullah tapi dia sendiri menjauhi agama yang beliau bawa.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Hilal bahwa ayat ini turun tentang paman-paman Nabi saw.. Mereka berjumlah sepuluh orang, dan mereka adalah orang yang paling keras terhadap beliau di tempat ramai dan juga paling keras terhadap beliau di tempat sepi. Ayat 33: At-Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan dari Ali bahwa Abu Jahal berkata kepada Nabi saw., “Sesungguhnya kami bukan mendustakan kamu, tapi kami mendustakan ajaran yang kamu bawa.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “..karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah..” Ayat 52: Ibnu Hibban dan al-Hakim meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dia berkata,”Ayat ini turun tentang enam orang: saya, Abdullah bin Mas’ud, dan empat orang yang berkata kepada Rasulullah, ‘Usirlah mereka, sebab kami merasa malu menjadi pengikutmu seperti mereka.’ Maka dalam benak Nabi saw. timbul keinginan itu, sehingga Allah menurunkan,”Janganlah engkau mengusir orangorang yang menyeru Tuhannya.. .,“hingga firman-Nya, ‘...Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur(kepada-Nya)?” (al-An’aam: 53) Ahmad, ath-Thabrani, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari lbnu Mas’ud, katanya, “Serombongan orang Quraisy berpapasan dengan Rasulullah yang sedang berbincang-bincang dengan Khabbaab ibnul-Aratt, Shuhaib, Bilal, dan ‘Ammar. Mereka pun berseloroh, ‘Hai Muhammad, apakah engkau ridha kepada orangorang ini? Apakah orang-orang semacam ini di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah? Kalau engkau mengusir mereka, pasti kami akan mengikutimu.’ Maka Allah menurunkan ayat mengenai mereka,

88

‘Peringatkanlah dengannya (Al-Qur’an) itu orang yang takut akan dikumpulkan menghadap Tuhannya (pada hari Kiamat) (aI-An’aam: 51) Hingga firman-Nya, ‘Jalan orang-orang yang berdosa.” (aI-An’aam: 55) Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah, katanya, “Utbah bin Rabii’ah, Syaibah bin Rabii’ah, Muth’im bin ‘Adi, al-Harits bin Naufal, serta para pemuka Bani Abdi Manaf yang kafir mendatangi Abu Thalib. Kata mereka, ‘Seandainya keponakanmu mengusir hamba sahaya itu, niscaya dia jadi semakin mulia di hati kami, dan pasli kami akan mengikutinya.’ Lalu Abu Thalib menyampaikan hal itu kepada Nabi saw., dan Umar ibnul-Khaththab pun berkatá, ‘Kalau Anda melakukannya, Anda akan dapat melihat apa yang sebetulnya mereka kehendaki.’ Maka Allah menurunkan ayat, ‘Peringatkanlah dengannya (Al-Qur’an) itu orang yang takut akan dikumpulkan menghadap Tuhannya (pada hari Kiamat),...” (aI-An’aam:51) Hingga firman-Nya, ‘... Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (‘kepada-Nya)?” (al-An’aam: 53) [Kata ‘Ikrimah selanjutnya:] Mereka adalah Bilal, ‘Ammar bin Yasir, Salim (maula Abu Hudzaifah), Shabih (maula Usaid), Ibnu Mas’ud, al-Miqdad bin Abdullah, Waqid bin Abdullah al-Hanzhali, dan lain-lain. Kemudian Umar meminta maaf atas ucapannya tersebut, sehingga turun ayat, ‘Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu,...” (al-An’aam: 54) Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan lain-lain meriwayatkan dari Khabbab bahwa alAqra’ bin Habis dan ‘Uyainah bin Hashin datang. Mereka dapati Rasulullah sedang duduk bersama Shuhaib, Bilal, ‘Ammar, dan Khabbab serta orang-orang mukmin yang lemah. Melihat mereka mengelilingi Nabi saw., kedua orang ini memandang rendah mereka. Lalu keduanya mendatangi beliau dan berbisik, “Kami ingin Anda sediakan waktu pertemuan khusus untuk kami, dengan begitu orang-orang Arab mengetahui keutamaan kami. Sebab, delegasi-delegasi Arab mendatangimu, dan kami merasa malu kalau orang-orang Arab melihat kami berkumpul bersama para hamba sahaya ini. Jadi, kalau kami datang, tolong suruh mereka pergi. Kalau kami telah selesai, berkumpullah bersama mereka kalau engkau mau.” Beliau menjawab, “Baik.” Maka turunlah ayat, “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari,...” Kemudian Dia menyebut al-Aqra’ dan kawannya dengan firman-Nya, “Demikianlah, Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin),...” Khabbab berkata, “Rasulullah ketika itu duduk bersama kami. Kalau beliau hendak pergi, beliau pun bangkit dan meninggalkan kami, sehingga turunlah 89

firman-Nya, dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya (al-Kahfi : 28) Ibnu Katsir berkata, “ini hadits ghariib sebab ayat ini Surah Makkiyyah, sedangkan al-Aqra’ dan ‘Uyainah baru masuk Islam lama setelah Nabi saw. berhijrah.” Al-Faryaabi dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Maahaan bahwa beberapa orang mendatangi Nabi saw. lalu berkata, “Sungguh kami telah melakukan dosadosa besar” Tapi beliau tidak menjawab apa-apa. Lalu Allah menurunkan firmanNya, “Dan apabila orang-orang Yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu.. .“ (al-An’aam 54) Ayat 65: lbnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Aslam bahwa ketika turun ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongangolongan (yang saling bertentangan),...” Rasulullah bersabda, ‘Janganlah kalian kembali kafir setelah aku mati, dimana kalian saling membunuh dengan pedang.’ Para sahabat keheranan, “Padahal kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah rasul Allah?!” Lalu sebagian orang berkata, “Tidak mungkin kami saling berbunuhan padahal kita orang-orang Islam!” Maka turunlah ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.’ Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya).” (alAn’aam: 65) Ayat 82: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Ubaidullah bin Zuhar dari Bakr bin Sawaadah, ia berkata, “Seorang musuh menyerang orang-orang Islam dan ia berhasil menewaskan satu orang, kemudian ia menyerang lagi dan berhasil membunuh seorang lagi, talu ia kembali menyerang dan berhasil menewaskan seorang lagi. Selanjutnya ia pun bertanya,”Setelah apa yang kulakukan ini, apakah aku masih bisa masuk Islam?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya.’ Maka orang itu pun menyembelih kudanya, lalu bergabung dengan barisan kaum muslimin. Setelah itu dia menyerang bekas kawan-kawannya, hingga ia berhasil membunuh satu orang, 90

lalu membunuh satu lagi, kemudian dia terbunuh. Maka para sahabat memandang bahwa ayat ini turun mengenai orang itu. “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)..” Ayat 91: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair bahwa seorang pria Yahudi yang bernama Malik ibnush-Shaif datang lalu mendebat Nabi saw.. Maka Nabi bertanya kepadanya, “Demi Tuhan yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kamu dapati di dalam Taurat bahwa Allah membenci pendeta yang gemuk? Kebetulan dia seorang pendeta yang gemuk, maka dia pun marah dan berkata, “Allah tidak menurukan sesuatu pun kepada manusia!” Mendengar itu kawan-kawannya berteriak,” Celaka kamu! Apakah Allah juga tidak menurunkan sesuatu pun kepada Musa a.s.?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya ketika mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.’...” Riwayat ini mursal. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari ‘Ikrimah. Ada hadits lain yang telah disebutkan sebelumnya dalam surah an-Nisaa’. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa orangorang Yahudi berkata, “Demi Allah, Allah tidak menurunkan kitab apa pun dari langit.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 93 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah mengenai firman-Nya, “Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-ngadakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepadaku,’...” Ia berkata, “Ayat itu turun tentang Musailamah, sedangkan ayat, ‘...dan orang yang berkata, ‘Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah...,’ turun tentang Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Dia dahulu menulis surat kepada Nabi saw., berisi ungkapan ‘aziizun hakiim, lalu Nabi saw. membalas surahnya dan berisi ungkapan ghafuurun rahiim. Tatkala surat balasan itu dibacakan kepadanya, dia berkata, ‘Ya, sama saja!’ Maka dia pun keluar dari Islam dan bergabung dengan orang-orang kafir Quraisy.” As-Suddi meriwayatkan hal senada dan ia menambahkan bahwa Abdullah ini berkata, “Kalau Muhammad diberi wahyu, aku pun diberi wahyu. Kalau Allah menurunkan wahyu kepadanya, aku pun menerima seperti apa yang diturunkan Allah itu. Muhammad berkata,”Samii’an ‘aliiman’, aku pun berkata, ‘Aliiman 91

hakiiman !“ Ayat 94: Ibnu Jarir dan lain-lain meriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa an-Nadhr ibnulHarits berkata, “Laata dan ‘Uzza akan memberi syafaat kepadaku.” Maka turunlah ayat ini, “Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami Hingga firman-Nya, “...apa yang dahulu kamu sangka (sebagai sekutu Allah).” Ayat 108 : Abdurrazzaq berkata,”Muammar memberi tahu kami bahwa Qataadah berkata, ‘Dahulu kaum muslimin memaki berhala-berhala kaum kafir sehingga kaum kafir tersebut memaki Allah. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah,...” Ayat 109 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah berdialog dengan orang-orang Quraisy. Mereka berkata, ‘Hai Muhammad, kamu memberi tahu kami bahwa Musa punya sebatang tongkat yang dipakainya memukul batu, Isa dapat menghidupkan orang mati, dan kaum Tsamud punya unta. Maka, datangkanlah suatu mukjizat kepada kami agar kami beriman kepadamu.’ Rasulullah bertanya, ‘Mukjizat seperti apa yang kalian kehendaki?’ Mereka menjawab, ‘Jadikan bukit Shafa emas!’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Kalau aku melakukannya, apakah kalian akan beriman?”Mereka menjawab,”Ya, demi Allah!’ Maka Rasulullah pun berdoa, lalu Jibril datang dan berkata kepada beliau, ‘Kalau kamu mau, bukit itu akan berubah jadi emas. Tapi, kalau setelah itu mereka tetap tidak beriman, maka sungguh kami akan mengazab mereka. Tapi kalau kamu mau, biarkan mereka begitu hingga mereka bertobat.’ Kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam surah al-An’aam ayat 109, ‘Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan,..,’ hingga firman-Nya di ayat 111, ‘...Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran).” Ayat 118: Abu Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang mendatangi Nabi saw. lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, kita boleh memakan hewan yang kita bunuh, tapi tidak boleh memakan hewan yang dibunuh Allah?!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Maka makanlah dari apa (daging hewan) 92

yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” hingga firman-Nya di ayat 121, “. . .Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” Abu Dawud, al-Hakim, dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya di ayat 121, “. . . Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu...,” ia berkata, “Orang-orang mengatakan, ‘Yang disembelih oleh Allah tidak kalian makan, tapi yang kalian sembelih kalian makan?!’ Maka Allah menurunkan ayat ini.” Ath-Thabrani dan lain-lain meriwayatkan dari lbnu Abbas bahwa ketika turun ayat 121, “Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah...,” orang-orang Persia mengirim pesan kepada suku Quraisy yang berbunyi, “DebatIah Muhammad, katakan kepadanya, ‘Yang kamu sembelih dengan tanganmu sendiri dengan pisau adalah halal, sedangkan yang disembelih Allah dengan belati emas (yakni bangkai) adalah haram?’ Maka turunlah ayat 121 ini,”. . .Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu....” Kata Ibnu Abbas, “Asy-syayaathiin (setan-setan) itu adalah orang-orang persia, sedang auliyaa’ (pembantu) mereka adalah orang-orang Quraisy.” Ayat 122 : Abusy Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya, “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan....” lbnu Abbas berkata,”Ayat ini turun tentang Umar dan Abu Jahal.” Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari adh-Dhahhak.’ Ayat 141 : lbnu Jarir meriwayatkan dari Abul ‘Aaliyah, katanya,”Dahulu selain zakat, mereka juga mendermakan sesuatu, kemudian mereka berlebih-lebihan. Maka turunlah ayat ini.” Ia juga meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini turun tentang Tsabit bin Qais bin Syammas yang pada waktu kebun kurmanya panen ia memberi makan kepada orang-orang hingga sore harinya ia tidak kebagian sebuah pun.’ SURAT AL-A’RAF Ayat 31: Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa pada masa jahiliah, seorang wanita berthawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, hanya kemaluannya yang 93

ditutupi dengan secarik kain. Sambil berthawaf ia bersyair, “Hari ini sebagian atau seluruhnya kelihatan, dan bagian yang kelihatan tidak aku halalkan.” Maka turunlah ayat, “... Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,.... Dan turun pula ayat, “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah....” Ayat 184: Ibnu Abi Hatim dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari Qataadah, katanya, “Dikisahkan kepada kami bahwa Nabi saw. berdiri di atas bukit Shafa lalu menyeru orang-orang Quraisy. Beliau menyeru setiap marga, ‘Hai Bani Fulan, hai Bani Fulan. ..,‘ memperingatkan mereka terhadap azab dan siksa Allah. Seseorang dari mereka berkata, “Sungguh orang ini telah gila, memanggil manggil keluarganya dari malam hingga pagi.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Dan apakah mereka tidak merenungkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak gila. Dia (Muhammad) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang jelas.” Ayat 187 : Ibnu Jarir dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Hamal bin Abi Qusyair dan Samuel bin Zaid berkata kepada Rasulullah, “Beritahu kami kapan akan terjadi kiamat kalau engkau benar seorang nabi sebagaimana kamu klaim, sebab kami tahu kapan terjadinya!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat,....” Ia juga meriwayatkan dari Qataadah, ia berkata, “Orang-orang Quraisy mengatakan... (lalu ia menyebutkan riwayat yang senada).” Ayat 204: Ibnu Abi Hatim dan lain-lain meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’anfl, maka dengarkanlah dan diamlah,..,” turun tentang meninggikan suara dalam shalat di belakang Nabi saw.. Ia juga meriwayatkan darinya bahwa dahulu mereka berbicara pada waktu shalat sehingga turun ayat, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah,...” Ia meriwayatkan hal senada dari Abdullah bin Mughaffal. lbnu Jarir meriwayatkan hal serupa dari Ibnu Mas’ud. Dan ia meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, “Ayat ini turun tentang seorang pemuda Anshar, yang membaca setiap ayat yang dibaca oleh Rasulullah.” Sa’id bin Manshur mengatakan di dalam Sunan-nya, “Abu Ma’syar bercerita

94

kepada kami bahwa Muhammad bin Ka’ab berkata, ‘Dahulu mereka berebutan mengambil dari Rasulullah. Apabila beliau membaca suatu ayat, mereka ikut-ikutan membacanya, hingga turun ayat ini yang terdapat dalam surah al-A’raaf,’ Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah,...” Saya berkata, “Itu menunjukkan bahwa ayat ini surah Madaniyyah.” SURAT AL-ANFAL Ayat 1: Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘Barangsiapa membunuh seorang musuh, maka Ia mendapat ini dan itu. Dan barangsiapa menawan seorang musuh, maka ia mendapat ini dan itu.’ Orang-orang tua bertahan di bawah panji-panji perang, sedangkan para pemuda maju membunuhi musuh dan merampas ghanimah. Lalu orang-orang yang tua itu berkata kepada para pemuda, ‘Beri kami bagian, sebab kami adalah tulang punggung kalian. Seandainya terjadi sesuatu pada kalian pasti kalian mundur kepada kami.’ Mereka bertengkar, lalu mereka menghadap Nabi saw., hingga turunlah ayat, ‘Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang.... “ Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia berkata, “Pada waktu Perang Badar, saudaraku (‘Umair) terbunuh, maka sebagai pembalasannya aku membunuh Sa’id ibnul-’Ash, dan aku ambil pedangnya yang kemudian kubawa menghadap Nabi saw.. Beliau bersabda, ‘Gabungkan pedang itu ke dalam barangbarang rampasan perang.’ Aku pun kembali dengan membawa kesedihan yang tidak terkira akibat terbunuhnya saudaraku dan diambilnya barang rampasanku. Belum jauh aku berjalan, telah turun surah al-Anfaal. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Pergilah ambil pedangmu!” Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i meriwayatkan dari Sa’ad, ia menuturkan, “Pada waktu Perang Badar, aku merampas sebilah pedang. Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah membalaskan sakit hatiku terhadap kaum musyrikin. Hadiahkan pedang mini kepada saya.’ Beliau bersabda, ini bukan hakku, juga bukan hakmu.’ Aku pun berkata, ‘Boleh jadi pedang ini diberikan kepada seseorang yang tidak bertempur seperti yang kulakukan.’ Kemudian Rasulullah mendatangiku lalu bersabda,”Tadi engkau memintaku ketika hal ini bukan menjadi hakku. Sekarang ia telah menjadi hakku, dan pedang itu milikmu.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa mereka bertanya kepada Nabi 95

saw. tentang Khumus (bagian seperlima) sisa dari 4/5, maka turunlah ayat, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang ...” Ayat 5: Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Ayyuub alAnshari, ia menuturkan, “Rasulullah bersabda kepada kami tatkala kami di Madinah- ketika itu beliau mendengar kabar bahwa kafilah dagang Abu Sufyan telah tiba, ‘Bagaimana pendapat kalian? Boleh jadi Allah akan memberikannya sebagai ghanimah bagi kita dan menyerahkannya kepada kita!’ Maka kami pun berangkat. Setelah berjalan sehari dua hari, beliau bertanya, ‘Bagaimana menurut kalian?’ Kami menjawab, ‘Rasulullah, kita tidak punya kekuatan untuk berperang pada hari ini. Kita keluar tidak lain untuk merebut kafilah dagang’ Kemudian al-Miqdad berkata,”Janganlah kalian mengatakan seperti ucapan kaum Musa, “... pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran,’ meskipun sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (aI-Anfaal: 5) Jarir meriwayatkan hal senada dari Ibnu Abbas. Ayat 9: At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Umar ibnul-Khaththab berkata, “Nabi saw. memandang kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang sementara anak buah beliau hanya berjumlah 300 sekian belas orang. Maka beliau menghadap kiblat, mengangkat tangannya, seraya berdoa kepada Tuhan, ‘Ya Allah, wujudkanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau binasakan rombongan kami ini, Engkau tidak lagi disembah di muka bumi.’ Beliau terus memohon kepada Tuhan seraya mengangkat kedua tangannya dan menghadap kiblat sampai-sampai selendang beliau terjatuh, lalu Abu Bakar mendekati dan memungut Selendang itu lalu menyampirkannya di pundak beliau. Kemudian ia berdiri di belakang beliau dan berkata ”ya Rasulullah, permohonanmu kepada Tuhan sudah cukup pasti Dia akan melaksanakan apa yang telah Ia janjikan kepadamu’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu,...’ Allah mendatangkan bala bantuan para malaikat kepada mereka.” 96

Ayat 17: Mengenai firman Allah ta’ala,”. . .dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar,..,” al-Hakim meriwayatkan dari Sa’id ibnul-Musayyab bahwa ayahnya menuturkan “Pada Perang Uhud, Ubai bin Khalaf mendatangi Nabi saw.. Orang-orang memberikan jalan baginya, lalu Mush’ab bin ‘Umair menghadapinya Rasulullah melihat tulang selangka Ubai dan celah kecil antara baju besi dan helm besinya, kemudian Rasulullah menikamnya dengan tombak beliau hingga Ubai tersungkur dari kudanya. Tikaman itu tidak mengeluarkan darah, tapi mematahkan salah satu tulang rusuknya. Dia dijemput kawan-kawannya, sementara dia menggereng seperti kerbau. Kawan-kawannya berkata, ‘Mengapa kamu demikian ketakutan? ini hanya luka kecil!’ Maka dia menuturkan kepada mereka tentang perkataan Rasulullah,”Akulah yang akan membunuh Ubai!’ Kemudian dia melanjutkan, ‘Demi Tuhan, seandainya luka yang kualami ini menimpa penduduk Dzul Majazir, pasti mereka semua mati Akhirnya Ubai benar-benar mati sebelum dia sampai ke Mekah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ‘.. .dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar ....“ Hadits ini sanadnya shahih, akan tetapi ia ghariib. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdurrahman ibnuz-Zubair bahwa pada Perang Khaibar Rasulullah meminta sebuah busur, lalu beliau memanah benteng dan anak panah tersebut meluncur turun membunuh Ibnu Abil Huqaiq yang sedang berbaring di ranjangnya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “. . . dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar ....“ Hadits ini mursal, sanadnya jayyid (bagus), akan tetapi ghariib. Yang masyhur bahwa ayat ini turun mengenai lemparan beliau pada Perang Badar, yakni ketika beliau melempar dengan segenggam debu. Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Hakim bin Hizam berkata, “Pada Perang Badar, kami mendengar suara yang jatuh ke bumi dari langit seperti suara kerikil yang jatuh di baskom. Dan, Rasulullah melemparkan debu itu sehingga kami kalah. Itulah yang dimaksud oleh firman-Nya, ‘... dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar . . .. Abusy Syaikh meriwayatkan hal senada dari Jabir dan Ibnu Abbas. Riwayat serupa juga disebutkan oleh Ibnu Jarir dari lain. Ayat 19 : Al-Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Tsa’labah bin Sha’ir, ia berkata,

97

“Orang yang mencari keputusan itu adalah Abu Jahal. Ketika kedua rombongan (kaum muslimin dan kaum musyrikin) bertemu, ia berucap, ‘Ya Allah, siapa pun di antara kami yang lebih memutus tali kekerabatan dan membawakan kami sesuatu yang tidak kami kenali, maka binasakanlah ia hari ini.’ Ucapan ini adalah istiftaah (pencarian atau permohonan keputusan). Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Jika kamu meminta keputusan, maka sesungguhnya keputusan telah datang kepadamu;..,”hingga firman-Nya, ‘ ...Sungguh, Allah beserta orang-orang beriman.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Athiyyah bahwa Abu Jahal berdoa pada waktu Perang Badar, “Ya Allah, tolonglah yang termulia di antara kedua kelompok ini.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 27 : Sa’id bin Manshur dan lain-lain meriwayatkan dari Abdullah bin Qataadah, ia berkata, “Ayat ini turun tentang Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Pada waktu terjadi Perang Bani Quraizhah, ia ditanya oleh Bani Quraizhah, ‘Bagaimana keputusannya nanti?’ Ia mengisyaratkan ke arah tenggorokannya, yang beranti bahwa keputusan Rasulullah nanti adalah menyembelih mereka semua. Maka turunlah ayat ini. Abu Lubaabah mengatakan, ‘Selagi masih di tempat, aku pun menyadari bahwa aku telah mengkhianati Allah dan rasul-Nya.” Ibnu Jarir dan lain-lain meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa ketika Abu Sufyan keluar dari Mekah, Jibril mendatangi Nabi saw. dan berkata, “Abu Sufyan sekarang berada di tempat ini.” Maka Rasulullah bersabda (kepada para sahabat), “Abu Sufyan sekarang berada di termpat anu; berangkatlah kalian kepadanya secara diam-diam.” Tapi seorang munafik menulis surat kepada Abu Sufyan, “Muhammad hendak menyerang kalian. Waspadalah!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad).” Hadits ini sangat ghariib, sanad dan konteksnya meragukan. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa as-Suddi berkata, “Dahulu mereka (para sahabat) mendengarkan sabda Nabi saw. lalu menyebarkannya sehingga terdengar kaum musyrikin. Maka turunlah ayat ini.,” Ayat 30: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang Quraisy dan para pemuka tiap suku berkumpul hendak memasuki Daarun Nadwah, tapi Iblis menghadang mereka dalam penampilan seorang tua terhormat. Tatkala mereka melihatnya, mereka bertanya, “Siapa Anda?” Ia menjawab, “Saya seorang sesepuh dari Nejed.”Saya mendengar urusan yang membuat kalian mengadakan pertemuan 98

ini sehingga saya ingin ikut hadir. Kalian tidak akan rugi mendengar nasihat dan pendapat saya.” Mereka menjawab, baiklah, silakan masuk.” Lalu ia pun masuk bersama mereka. Kemudian ia mengatakan, “Pikirkanlah cara menghadapi orang ini!” Seseorang berkata, “Belenggu dia dengan tali lalu tunggu saja maut menjemputnya hingga ia mampus seperti para penyair sebelumnya—Zuhair dan an-Nabighah—sebab dia tidak lebih seperti mereka.” Musuh Allah (Iblis) yang menjelma sebagai sesepuh dari Nejed itu berkata, “Tidak, sungguh ini bukan pendapat yang tepat. Ia bisa saja mengirim berita kepada sahabat-sahabatnya sehingga mereka bergerak merebutnya dari tangan kalian, lalu mereka melindunginya dari gangguan kalian. Kalau sudah begitu, aku khawatir mereka akan mengusir kalian dari negeri kalian. Carilah pendapat lain!” Seseorang berkata, “Usir saja dia dari negeri kalian agar kalian dapat hidup tenang. Sebab, kalau dia sudah keluar, apa yang ia perbuat tidak akan merugikan kalian.” Sesepuh Nejed itu berkata, ‘Tidak, sungguh ini bukan pendapat yang bagus. Tidakkah kalian lihat betapa manis ucapannya, betapa lemasnya lidahnya, serta betapa pandainya ia menarik hati orang dengan perkataannya?! Demi Allah, seandainya kalian melakukan pilihan ini, lalu ia membujuk orang-orang Arab, pasti mereka bersatu di bawah komandonya, lalu ia akan menyerang kalian hingga ia mengusir kalian dari negeri ini serta membantai para pemimpin kalian.” Kata orang-orang itu, “Dia benar! Pikirkan cara lain!” Abu Jahal berkata, “Demi Allah, aku akan kemukakan kepada kalian pendapat yang tidak terpikirkan oleh kalian. Aku tidak melihat pendapat lain.” Mereka bertanya, “Apa pendapatmu?” Ia menerangkan, “Kalian ambil seorang pemuda yang kuat dari tiap suku, lalu masing-masing diberi pedang yang tajam, lalu mereka menikamnya secara bersama-sama. Kalau kalian membunuhnya, darahnya akan terbagi kepada seluruh suku. Kukira satu marga dari Bani Hasyim Itu tidak akan sanggup memerangi seluruh Quraisy. Dan kalau mereka menyadari hal itu, pasti mereka akan mau menerima tebusan. Dengan demikian, kita bisa tenang dan terbebas dari gangguannya.” Akhirnya mereka bubar setelah sepakat untuk melaksanakan rencana ini. Lalu Jibril mendatangi Nabi saw. dan menyuruhnya untuk tidak tidur di pembaringannya yang biasa ia tempati. Dia memberi tahu beliau tentang makar kaum Quraisy. Rasulullah pun tidak tidur di rumahnya pada malam itu. Dan pada waktu itulah Allah memerintahkan beliau untuk keluar (dari Mekah), dan setelah beliau tiba di 99

Madinah Dia menurunkan firman-Nya kepada beliau untuk mengingatkan beliau akan nikmat-Nya, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad).. “ Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubaid bin Umair dan al-Muththalib bin Abi Wadaa’ah bahwa suatu ketika Abu Thalib bertanya kepada Nabi saw., “Apa yang dirundingkan kaummu?” Beliau menjawab, “Mereka hendak memenjarakan aku, atau membunuhku, atau mengusirku.” Tanya Abu Thalib lagi, “Siapa yang memberitahukan demikian kepadamu?” Beliau menjawab, “Tuhanku.” Kata Abu Thalib, “Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, maka jagalah baik-baik.” Rasulullah menyahut, “Aku menjaga-Nya? Dialah yang justru menjagaku!” Maka turunlah ayat di atas. Ibnu Katsir berkata, “Disebutkannya nama Abu Thalib dalam riwayat ini adalah ghariib, bahkan mungkar, sebab kisah ini terjadi pada malam hijrah, yang terjadi tiga tahun setelah kematian Abu Thalib.” Ayat 31: Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Sa’id ibnuz-Zubair berkata, “Pada Perang Badar, Nabi saw. membunuh Uqbah bin Abi Mu’iith, Thu’aimah bin Adi, dan anNadhr ibnul-Harits dalam keadaan terbelenggu. Al-Miqdadlah yang menawan anNadhr. Maka ketika beliau memerintahkan agar an-Nadhr dibunuh, dia mengadu, ‘Wahai Rasulullah, dia adalah tawanan saya!’ Rasulullah bersabda, ‘Dahulu dia pernah mengatakan sesuatu (yang keji) tentang Kitabullah.’ Mengenai dirinyalah diturunkannya ayat,”Dan apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepada mereka,. “ Ayat 32: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair tentang firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, ‘Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau,...” Ia berkata, “Ia turun tentang an-Nadhr ibnul-Harits.” Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Abu Jahl bin Hisyam mengatakan, ‘...Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.’ maka turunlah ayat 33, ‘Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad,) berada di antara mereka ....“ Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Dahulu orangorang musyrik bertawaf di Ka’bah dan berucap, ”Ya Allah, ampunilah kami!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama 100

engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Rumaan dan Muhammad bin Qais bahwa orang-orang Quraisy berkata satu sama lain,“Muhammad adalah orang yang dimuliakan Allah di antara kita.” ‘.. Ya Allah,jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (alAnfaal: 32) Akan tetapi pada sore harinya mereka menyesali apa yang telah mereka katakan tadi, dan mereka berdoa,”Ya Allah, ampunilah kami!” Maka Allah menurunkan ayat 33, “. . . Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” hingga firman-Nya pada ayat 34,”... tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ibnu Abza bahwa Rasulullah masih berada di Mekah ketika Allah menurunkan ayat 33, “Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka....” Setelah beliau hijrah ke Madinah, Allah menurunkan firman-Nya, “.. .Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” Sisa kaum muslimin yang masih berada di Mekah senantiasa beristigfar, dan setelah mereka berhijrah Allah menurunkan firman-Nya di ayat 34, “Dan mengapa Allah tidak menghukum mereka ....“ Lalu Dia memerintahkan penaklukan Mekah, dan itulah azab yang dijanjikan-Nya kepada mereka. Ayat 35: Al-Wahidi meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata, “Dahulu mereka berthawaf di Ka’bah sambil bertepuk tangan dan bersiul, maka turunlah ayat ini.” lbnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id, ia berkata, “Quraisy dahulu membarengi Nabi saw. ketika thawaf, dengan tujuan mengejek beliau dan bersiul serta bertepuk tangan. Maka turunlah ayat ini.” Ayat 36: Ibnu Ishaq mengatakan, “Aku pernah diberi tahu oleh az-Zuhri, Muhammad bin Yahya bin Hibban, ‘Ashim bin Umar bin Qatadah, dan al-Hushain bin Abdurrahman bin ‘Amr bin Sa’ad bahwa ketika Quraisy kalah pada Perang Badar dan mereka pulang ke Mekah... Abdullah bin Abi Rabii’ah, ‘Ikrimah bin Abi Jahl, dan Shafwaan bin Abi Umayyah, bersama-sama sejumlah orang Quraisy yang lain yang ayah atau anak mereka tewas, menemui Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy yang punya barang dagangan dalam kafilah itu. Kata mereka, ‘Hai orang-orang 101

Quraisy, Muhammad telah membantai orang-orang terbaik di antara kalian. Maka, bantulah kami dengan harta ini untuk memeranginya. Mudah-mudahan kita bisa membalas dendam kepadanya.’ Mereka pun sepakat-sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka...,’ hingga firman-Nya, ‘.... orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hakam bin Utaibah, ia mengatakan, “Ayat ini turun tentang Abu Sufyan yang mendermakan empat puluh uqiyah emas kepada kaum musyrikin.” Sedangkan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abza dan Sa’id ibnuz-Zubair bahwa ayat ini turun tentang Abu Sufyan. Pada Perang Uhud dia mengupah dua ribu orang Habasyah untuk membantunya memerangi Rasulullah.’ Ayat 47: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhiy bahwa ketika kaum Quraisy berangkat dari Mekah menuju Badar, mereka membawa serta para penyanyi wanita dan gendang. Maka Allah menurunkan firman-Nya,”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya....” Ayat 49: Dalam al-Mu‘jamul Ausath, ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abu Hurairah bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya kepada Nabi saw. di Mekah, “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45) Umar ibnul-Khaththaab bertanya, “Rasulullah, golongan apa?” Hal itu sebelum terjadi Perang Badar. Ketika pecah Perang Badar dan kaum Quraisy kalah, aku pun memandang Rasulullah yang sedang menatap bekas-bekas mereka dalam keadaan menghumus pedang dan berucap, “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45) Jadi, ayat itu mengenai Perang Badar. Lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai mereka, “Sehingga apabila Kami timpakan siksaan.. . .“ (aI-Mu’minuun: 64) Juga menurunkan ayat, “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar. . . .“ (Ibrahim: 28) Rasulullah melempar mereka, dan lemparan itu mengenai mereka semua, menimpa mata dan mulut mereka, sampai-sampai ada yang terbunuh ketika dia 102

sibuk membersihkan mata dan mulutnya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar.. . .“ (aI-Anfaal: 17) Dan Dia menurunkan firman-Nya tentang Iblis, Maka ketika kedua pasukan itu telah saling melihat (berhadapan), setan balik ke belakang. .. .“ (aI-Anfaal: 48) Utbah bin Rabii’ah serta beberapa orang musyrik yang lain berkata pada waktu Perang Badar, “Orang-orang ini telah ditipu oleh agama mereka!” Maka Allah menurunkan ayat. “(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, ‘Mereka itu (orang mukmin) ditipu agamanya (al-Anfaal: 49) Ayat 55: Abusy Syaikh meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair bahwa ayat, “Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman.” turun tentang enam orang Yahudi, salah satunya bernama Ibnu Tabut. Ayat 58: Abusy Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Syihab, ia berkata, “Jibril menemui Rasulullah dan berkata, ‘Engkau telah meletakkan senjata padahal kita masih hendak memburu musuh?! Keluarlah, sesungguhnya Allah telah memerintahkanmu untuk memerangi Quraizhah.’ Dan Allah menurunkan firman-Nya mengenai mereka, “Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan.... “ Ayat 64: Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang lemah melalui ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Umar masuk Islam, orang-orang musyrik berkata satu sama lain, Sekarang mereka telah setara dengan kita.’ Dan Allah pun menurunkan firman-Nya, ‘Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” Atsar ini dikuatkan dengan beberapa riwayat lain. Ath-Thabrani dan lain-lain meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ketika 39 lelaki dan wanita masuk Islam lalu Umar pun masuk Islam sehingga jumlah mereka menjadi empat puluh, turun firman-Nya, ‘Wahai

103

Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orangorang mukmin yang mengikutimu.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Sa’id ibnuzZubair bahwa ketika 33 lelaki dan 6 wanita masuk Islam, lalu Umar masuk Islam pula, turunlah ayat, “Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” Abusy Syaikh meriwayatkan dari Sa’id ibnul-Musayyab bahwa ketika Umar masuk Islam, Allah menurunkan ayat mengenai keislamannya, “Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” Ayat 65: Ishaq bin Raahawaih, dalam al-Musnad-Nya, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Allah mewajibkan agar setiap orang menghadapi sepuluh musuh, mereka merasa keberatan. Maka Allah pun meringankannya sampai satu lawan dua. Lalu Allah menurunkan ayat,”... Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh...,’ hingga akhir ayat.” Ayat 67: Ahmad dan lain-lain rneriwayatkan dari Anas bahwa Nabi saw. bermusyawarah dengan kaum muslimin mengenai tindakan apa yang akan diambil terhadap para tawanan dalam Perang Badar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberi kalian kuasa penuh atas diri mereka.” Umar ibnul-Khaththab berdiri dan berkata, “Rasulullah, penggal saja leher mereka!” Akan tetapi, setelah mendengar perkataan Umar yang seperti itu beliau berpaling. Lalu Abu Bakar berdiri dan mengatakan, “Menurut kami, Anda sebaiknya memaafkan mereka dan menerima tebusan mereka.” Beliau memaafkan mereka dan menerima uang tebusan., Maka Allah menurunkan ayat 68, “Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dan Allah,... “ Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Pada waktu Perang Badar, ketika para tawanan dihadapkan kepada beliau, Rasulullah bertanya, ‘Apa pendapat kalian tentang para tawanan ini?’ Maka turunlah ayat Al-Qur’an sesuai pendapat Umar,”Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya...,’ hingga akhir ayat.” At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda, “Barang-barang ghanimah (rampasan perang) tidak halal bagi seorang pun 104

sebelum kalian. Barang-barang itu sejak dulu dilahap api yang menyambar turun dan langit.” Tapi pada waktu Perang Badar, kaum muslimin memungut barang-barang ghanimah sebelum dihalalkan bagi mereka. Maka Allah menurunkan ayat, “Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil.” (al-Anfaal: 68) Ayat 70: Dalam al-Mu ‘jamul Ausath, ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-’Abbas berkata, “Demi Allah, mengenai dirikulah ayat itu turun; yaitu ketika aku memberi tahu Rasulullah bahwa aku masuk Islam dan aku minta beliau memberiku sesuatu dengan harga dua puluh uqiyah yang ada di tanganku, maka beliau memberiku dua puluh budak yang semuanya dapat memperdagangkan harta bendaku, di samping ampunan Allah yang aku harapkan.” Ayat 73: Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari as-Suddi dari Abu Malik bahwa seorang lelaki berkata, “Kita memberi warisan kepada kaum kerabat kita yang musyrik.” Maka turunlah ayat,”Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain...” Ayat 75: Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnuz Zubair berkata, “Dahulu seseorang biasa mengikat janji dengan kawannya, ‘Kamu akan mewarisi aku dan aku pun akan mewarisimu.’ Lalu turunlah ayat,’‘...Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat menurut Kitab Allah....” Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah mempersaudarakan antara az-Zubair ibnul-’Awwam dengan Ka’ab bin Malik. Kata az-Zubair, ‘Aku melihat Ka’ab menderita luka-luka dalam Perang Uhud, maka aku berkata, ‘Sekiranya ia meninggal dunia, niscaya aku akan mewarisinya.’ Maka turunlah ayat ini,...’. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah.... “ Maka setelah itu harta warisan menjadi hak kaum kerabat, dan sistem pewarisan dari hubungan persaudaraan tersebut berhenti.” SURAT AT-TAUBAT Ayat 14: 105

Abusy Syaikh meriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Dituturkan kepada kami bahwa ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah ketika mereka membunuhi Bani Bakr di Mekah.” Dia meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ia berkata, “Ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah.” Dan dia meriwayatkan dari as-Suddi bahwa ayat, “...serta melegakan hati orang-orang yang beriman,” maksudnya adalah suku Khuzaa’ah, para sekutu Nabi saw.. Allah memuaskan hati mereka dengan pembalasan dendam terhadap Bani Bakr. Ayat 17-19: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, ía berkata, “Pada waktu tertawan dalam Perang Badar, al-’Abbas berkata, ‘Sekalipun kalian telah lebih dahulu masuk Islam, berhijrah, dan berjihad dari pada kami, kami sejak dahulu mengurus Masjidil Haram, memberi minum orang yang berhaji, serta membebaskan orang yang tertawan.’ Maka Allah menurunkan ayat 19, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. “ Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud meriwayatkan dari an-Nu’maan bin Basyir, katanya, “Waktu itu aku sedang berada di dekat mimbar Rasulullah bersama dengan sejumlah sahabat beliau. Tiba-tiba seorang di antara mereka berkata, ‘Aku tidak peduli kalau setelah masuk Islam aku tidak beramal untuk Allah selain memberi minum orang yang menunaikan haji.’ Sementara seseorang yang lain berkata, ‘Bukan, tapi mengurus Masjidil Haram!’ Lalu yang ketiga berkata, ‘Bukan, tapi jihad di jalan Allah!’ Hari itu adalah hari Jum’at. Setelah aku shalat Jumat, aku menghadap Rasulullah dan bertanya mengenai perbedaan pendapat mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,”hingga firman-Nya, ‘Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim.” Al-Faryabi meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah, lalu ia berkata kepada al-’Abbas, “Paman, mengapa engkau tidak berhijrah? Mengapa engkau tidak menyusul Rasulullah?” Sang paman menjawab, “Aku mengurus Masjidil Haram dan memegang kunci Ka’bah.” Maka Allah menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang

106

mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram,...” Dia juga berkata kepada beberapa orang (yang ia sebutkan nama-nama mereka),”“Mengapa kalian tidak berhijrah? Mengapa kalian tidak menyusul Rasulullah?” Mereka menjawab, “Kami tinggal bersama saudara-saudara dan kaum kerabat kami di tempat tinggal kami sendiri.” Maka Allah menurunkan ayat 24, “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anakanakmu, saudara-saudaramu,...” seluruhnya. Abdurrazzaaq meriwayatkan hal senada dari asy-Sya’bi. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Thathah bin Syaibah, al-’Abbas, dan Ali bin Abi Thalib saling membanggakan diri. Kata Thathah, “Aku pengurus Ka’bah. Aku yang memegang kuncinya.” Sedangkan alAbbas berkata, “Akulah orang yang memberi minum jamaah haji.” Sementara Ali berkata, “Aku sungguh telah shalat ke arah kiblat sebelum orang-orang lain, dan aku pun orang yang ikut berjihad.” Maka Allah pun menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah?...” seluruhnya. Ayat 25: Dalam ad-Dalaa’iI, al-Baihaqi meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Anas bahwa seseorang berkata pada waktu Perang Hunain, “Kita tidak akan kalah gara-gara jumlah yang sedikit.” Waktu itu mereka berjumlah 12.000 orang. Perkataan seperti itu memberatkan hati Rasulullah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “... dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu...” (at-Taubah: 25) Ayat 28: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang musyrik, kalau datang ke Ka’bah, biasanya membawa makanan untuk dijual. Ketika mereka dilarang mendatangi Ka’bah, orang-orang Islam pun bertanya,”Kalau begitu, dari mana kita mendapatkan makanan?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “...Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang) maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya,...” Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, ia berkata,”Ketika turun ayat,‘...Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini?...’ kaum muslimin merasa berat hati. Kata mereka, ‘Siapa yang mendatangkan makanan dan barang-barang kebutuhan kepada kita?’ Maka Allah menurunkan 107

firman-Nya, ‘..Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang) maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya,...” Hal senada juga diriwayatkan dari Ikrimah, Athiyyah al-’Aufi, adh-Dhahhak, Qatadah, dan lain-lain. Ayat 30: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah didatangi oleh Sallam bin Misykam, Nu’man bin Aufa, Syas bin Qais, dan Malik ibnush-Shaif. Mereka lalu berkata, ‘Bagaimana mungkin kami mengikutimu sementara kamu telah meninggalkan kiblat kami dan engkau pun tidak mempercayai bahwa ‘Uzair adalah putra Allah?!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, Dan orang-orang Yahudi berkata,. Ayat 37: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Malik, katanya, “Dahulu mereka menjadikan satu tahun berjumlah tiga belas bulan, dan mereka menjadikan bulan Muharram sebagai bulan Shafar sehingga mereka bisa melakukan hal-hal haram di dalamnya. Maka Allah menurunkan ayat, ‘Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran “ Ayat 38: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata tentang ayat ini, “ini ketika mereka diperintahkan untuk pergi dalam Perang Tabuk setelah penaklukan Mekah. Mereka diperintahkan untuk berangkat pada waktu musim panas yang terik, padahal buah-buahan sedang waktunya masak dan mereka ingin berteduh serta mereka merasa berat untuk pergi. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?...” Ayat 39: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Najdah bin Nufai’, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini, dan beliau menerangkan bahwa Rasulullah memerintahkan salah satu suku untuk berangkat perang, tapi mereka merasa berat melaksanakan perintah beliau, maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih.... “Dan Dia mencegah hujan turun kepada mereka, 108

dan itulah azab bagi mereka.” Ayat 41: Ibnu Jarir meriwayatkan dari seseorang yang berasal dari Hadhramaut, “Ia mendengar kabar bahwa dahulu ada orang-orang yang sakit atau tua renta dan mengatakan, ‘Aku berdosa!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat,...” Ayat 43: Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Amr bin Maimun al-Audi, ia berkata, “Ada dua hal yang pernah dilakukan oleh Rasulullah tapi tidak ada atsar (riwayat) mengenai keduanya: izin beliau kepada orang-orang munafik dan pengambilan tebusan dari para tawanan. Maka, Allah menurunkan ayat, ‘Allah memaafkanmu (Muhammad).... “ Ayat 49: Ath-Thabrani, Abu Nu’aim, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi saw. hendak berangkat ke Perang Tabuk, beliau bertanya kepada al-Jadd bin Qais, ‘Hai Jadd bin Qais, apa pendapatmu tentang berperang dengan orang-orang Romawi?’ Ia menjawab, ‘Rasulullah, saya ini orang yang punya kegemaran kepada wanita, dan kalau saya melihat wamta-wanita Romawi, saya pasti akan tergoda.’Maka izinkanlah saya (tidak ikut perang) dan jangan buat saya tergoda!’ Maka Allah menurunkan ayat, ‘Dan di antara mereka ada orang yang berkata,...” lbnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari hadits Jabir bin Abdillah. Ath-Thabrani meriwayatkan dari lain dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda, “Pergilah berperang, niscaya kalian akan mendapatkan wanita-wanita Romawi!” Sejumlah orang munafik pun berkata, “Dia benar-benar mau menggoda kalian dengan wanita!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka ada orang yang berkata,... “ Ayat 50: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa orang-orang munafik yang tidak ikut berperang dan tinggal di Madinah mulai menyebarkan desas-desus keji tentang Nabi saw.. Kata mereka, “Muhammad dan sahabatsahabatnya telah payah dan binasa dalam perjalanan mereka.” Lalu mereka mendengar kabar yang membuktikan ketidakbenaran ucapan mereka, kabar bahwa Nabi saw. dan para sahabat sehat walafiat sehingga mereka merasa jengkel. Maka 109

Allah menurunkan firman-Nya, “Jika engkau (Muhammad) mendapat kebaikan,...” Ayat 53: lbnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-Jadd bin Qais berkata, “Aku tidak tahan kalau melihat wanita. Aku gampang tergoda. Tapi aku akan membantumu dengan harta bendaku.” Kata lbnu Abbas, “Mengenai dirinyalah turun ayat, ‘Katakanlah (Muhammad), ‘Infakkanlah hartamu baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa,...” karena ucapannya ‘Aku akan membantumu dengan harta bendaku.” Ayat 58: Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id a-Khudri bahwa tatkala Rasulullah sedang membagikan sesuatu, datanglah Dzul Khuwaishirah yang kemudian berkata, “Berlakulah adil!” Maka Rasulullah bersabda, “Celaka kamu! Siapa yang berlaku adil kalau aku tidak adil?!” Dan turunlah ayat, “Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat);...” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hal serupa dari Jabir. Ayat 61: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabtal ibnul-Harits biasa mendatangi Rasulullah, duduk dalam majelis beliau, mendengar sabdasabda beliau, lalu menyampaikannya kepada orang-orang munafik. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad)....” Ayat 65: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa pada suatu hari dalam Perang Tabuk seseorang berkata dalam suatu majelis, “Kami tidak pemah melihat seperti para penghafal Al-Qur’an itu. Belum pernah ada orang yang lebih rakus, lebih berdusta, dan lebih pengecut dalam pertempuran ketimbang mereka!” Mendengar itu, seseorang menukas, “Kamu bohong! Kamu munafik! Aku akan melapor kepada Rasulullah!” Lalu ia pun menyampaikan hal itu kepada beliau, dan ayat Al-Qur’an pun turun. Kata Ibnu Umar, “Aku lihat ia memegangi tali kekang unta Rasulullah, sementara batu-batu menyambitinya, dan ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja,’ sedangkan Rasulullah menyahut, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” 110

Lalu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hal senada dari lain dari Ibnu Umar, dan menyebutkan nama orang itu Abdullah bin Ubay. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik bahwa Makhsya bin Humair berkata, “Aku mau saja diadili, asal masing-masing dan kalian memasang seratus (dirham), dengan syarat kita selamat dari turunnya Al-Qur’an mengenai kita.” Hal itu terdengar Nabi saw.. Maka mereka datang dan meminta maaf. Lalu Allah menurunkan ayat 66, “Tidak perlu kamu meminta maaf....” Orang yang dimaafkan oleh Allah adalah Makhsya bin Humair, lalu ia berganti nama menjadi Abdurrahman, dan ia memohon kepada Allah untuk terbunuh sebagai syahid yang kematiannya tidak diketahui siapa pun. Dan dia akhirnya tewas dalam Perang Yamamah, tanpa diketahui di mana tempat terbunuhnya dan siapa yang membunuhnya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah bahwa sekelompok orang munafik berkata dalam Perang Tabuk, “Orang ini mau menaklukkan istana-istana dan benteng-benteng Syam? Mustahil!” Maka Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi saw., lalu beliau mendatangi mereka dan bersabda, “Kalian mengatakan begini dan begitu.” Mereka menjawab, “Kami sebetulnya hanya bersenda gurau dan bermainmain saja.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 74: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tbnu Abbas bahwa al-Julas bin Suwaid ibnush-Shamit merupakan salah seorang yang tidak mengikuti Rasulullah dalam Perang Tabuk. Dia berkata, “Seandainya orang ini benar, sungguh kita lebih buruk daripada keledai.” Ucapan itu dilaporkan oleh ‘Umair bin Sa’ad kepada Rasulullah, akan tetapi ia (al-Julas) bersumpah bahwa ia tidak berkata demikian. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,...” Dituturkan bahwa kemudian ia bertobat dan menjadi orang baikbaik. Lalu ia meriwayatkan hal serupa dan Ka’ab bin Malik. Ibnu Sa’ad, dalam Thabaqaat, meriwayatkan hal serupa dari ‘Urwah. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Zaid bin Arqam mendengar seorang munafik berkata ketika Nabi saw. sedang berkhotbah, “Kalau orang ini benar, sungguh kita lebih buruk ketimbang keledai!” Ia lalu menyampaikan hal itu kepada Nabi saw., tapi orang tersebut menyangkal. Maka Allah menurunkan ayat, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,... “ Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika itu Rasulullah sedang duduk di bawah pohon. Beliau berucap, “Sebentar lagi akan datang seseorang

111

yang memandang dengan pandangan mata setan.” Tiba-tiba muncul seorang lelaki berpakaian biru. Ràsulullah memanggilnya dan bertanya, “Mengapa kamu dan kawan-kawanmu mencaciku?” Orang itu segera pergi dan mengajak kawankawannya, lalu mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata begitu, hingga akhirnya beliau melepaskan mereka. Lalu Allah ta’ala menurunkan ayat,’“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah” Dia meriwayatkan dari Qatadah bahwa ada dua orang yang berkelahi, salah satunya dan Juhainah sedang yang lain dan Ghifar. Kebetulan suku Juhainah adalah sekutu Anshar. Ketika orang dari suku Ghifar itu mengalahkan lawannya yang dan suku Juhainah, Abdullah bin Ubay berkata kepada suku Aus, “Bantulah saudara kalian! Demi Allah, perumpamaan antara kita dan Muhammad tidak lain seperti kata pepatah, ‘Gemukkan anjingmu, pasti dia memangsamu!” Seorang dan kaum muslimin pergi melaporkan ucapannya itu kepada Nabi saw.. Beliau lalu memanggilnya dan menanyainya. Tapi dia bersumpah bahwa dia tidak mengatakan demikian. Maka Allah ta’ala menurunkan ayat,”Mereka (orangorang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah...” Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki- laki yang bernama al-Aswad berniat membunuh Nabi saw., maka turunlah ayat, “...dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya;...” lbnu Jarir dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari Ikrimah bahwa bekas budak Bani ‘Adi bin Ka’ab membunuh seorang pria Anshar, lalu Nabi saw. memutuskan diyatnya bernilai 12.000. Mengenai kejadian inilah turun ayat, “,..dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya),...” Ayat 75: Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi di dalam adDalaa’il meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abu Umamah bahwa Tsa’labah bin Hathib berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah saya dikaruniai harta benda oleh Allah.” Beliau menjawab, “Celaka kamu, wahai Tsa’labah! Harta yang sedikit tapi kamu syukuri lebih baik daripada harta yang banyak tapi kamu tidak sanggup mengurusnya.” Tsa’labah menyahut, “Demi Allah, jika Allah mengaruniakan saya harta benda, saya pasti berikan hak kepada mereka yang berhak menerimanya.” Rasulullah pun mendoakannya. Lalu ia memelihara domba yang kemudian berkembang biak hingga jalan-jalan Madinah tidak leluasa lagi baginya sehingga ia membawa ternaknya ke pinggiran kota. Biasanya dia ikut shalat jamaah lalu

112

pergi mengurus ternaknya. Tapi setelah ternaknya berkembang banyak sehingga padang rumput Madinah tidak mencukupinya dan terpaksa ia membawa mereka ke pinggiran kota, dia akhirnya hanya menghadiri shalat Jumat, baru setelah itu pergi mengurus ternaknya lagi. Ternaknya terus berkembang biak hingga ia membawa mereka semakin jauh dari kota, sehingga dia pun meninggalkan shalat Jumat dan shalat-shalat jamaah. Lalu Allah menurunkan firrnan-Nya kepada Rasulullah, “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka. ..“(at-Taubah: 103) Maka beliau menugaskan dua orang untuk mengambil sedekah seraya membekali mereka dengan surat. Kedua petugas ini mendatangi Tsa’labah dan membacakan surat Rasulullah kepadanya. Dia pun berkata, “Ambillah dulu sedekah dan orang-orang lain. Kalau sudah selesai, barulah kalian ambil punyaku.” Mereka pun melakukan sesuai permintaannya. Lalu Tsa’labah mengatakan, “ini tidak lain sama saja dengan jizyah.” Kedua orang itu pun akhirnya pergi meninggalkannya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dan karunia-Nya kepada karni,. . . “ hingga firman-Nya di ayat 77, “.. .Karena mereka selalu berdusta.” Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari al-’Aufi dan Ibnu Abbas. Ayat 79: Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari lbnu Mas’ud, katanya,”Ketika turun ayat sedekah, kami memikul harta benda kami di atas punggung kami. Lalu datanglah seseorang yang menyedekah kami harta yang banyak. Orang-orang pun berkata ‘Dia mau pamer!’ Kemudian datang pula seseorang yang menyedekahkan satu shaa’, dan mereka berkata, ‘Sungguh Allah tidak memerlukan sedekah orang ini!’ Maka turunlah ayat, ‘(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beniman...” Hal senada disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Abu ‘Uqail, Abu Sa’id alKhudri, Ibnu Abbas, dan ‘Umairah bin Suhail bin Rafi’, yang semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih. Ayat 81: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berangkat bersama beliau. Perintah itu keluar pada musim panas. Maka seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, panas sangat menyengat. Kita 113

tidak bisa berangkat. Maka janganlah menyuruh pergi perang pada musim panas!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), ‘Api neraka Jahanam lebih panas.’” Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Rasulullah berangkat pada musim pantas yang terik ke Tabuk. Seorang laki-laki dan Bani Salamah mengatakan, “Janganlah kalian berangkat perang dalam panas terik ini! “Maka Allah menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Api neraka Jahanam lebih panas.” Al-Bathaqi meriwayatkan di dalam ad-Dalaa’il melalui Ibnu Ishaq dari ‘Ashim bin ‘Amr bin Qatadah dan Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm bahwa seorang munafik berkata, “Janganlah kalian berangkat perang dalam panas terik ini!” Maka turunlah ayat ini. Ayat 84: Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika Abdullah bin Ubay mati, putranya menghadap Rasulullah, meminta beliau memberikan baju beliau kepadanya untuk mengafani bapaknya. Beliau pun memberikannya. Lalu ia meminta beliau menshalatinya. Ketika beliau berdiri hendak menshalatinya, Umar ibnul-Khaththab bangkit memegangi baju beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak menshalatinya, padahal Allah telah melarangmu menshalati orang-orang munafik?” Beliau menjawab, “Allah hanya menyuruhku memilih. Dia berfirman, “Dan aku akan melakukannya lebih dari tujuh puluh kali.” Lalu Umar mengatakan, “Akan tetapi dia munafik!” Tapi beliau tetap menshalatinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya....” Setelah itu beliau tidak lagi menshalati orang-orang munafik. Hal ini dituturkan dalam hadits Umar, Anas, Jabir, dan lain-lain. Ayat 91: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, katanya, “Dahulu aku menjadi juru tulis Rasulullah. Pada waktu menuliskan surah Baraa’ah (at-Taubah), aku sedang menaruh pena di telingaku ketika kami diperintahkan berperang. Rasulullah memperhatikan apa yang diturunkan kepadanya ketika tiba-tiba datang seorang buta, yang lalu bertanya, ‘Bagaimana dengan saya yang buta ini, wahai Rasulullah?’ Maka turunlah ayat,”Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) 114

atas orang yang lemah,...” Ia meriwayatkan melalui al-’Aufi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berangkat berperang bersama beliau. Lalu datanglah sejumlah sahabat beliau, di antaranya Abdullah bin Ma’qil al-Muzani yang berkata, “Wahai Rasulullah, bawalah kami!” Beliau menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai binatang tunggangan untuk membawa kalian.” Mereka pun terpaksa pergi sambil menangis. Mereka berduka karena tidak bisa ikut pergi berjihad lantaran tidak punya bekal dan kendaraan. Maka Allah menurunkan ayat 92, “Dan tidak ada dosa juga atas orang-orang yang datang kepadamu agar engkau memberikan kendaraan kepada mereka. Nama-nama mereka disebutkan dalam al-Mubhamaat. Ayat 99: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat ini turun tentang Bani Muqarrin yang tentang mereka pula turun ayat 92, “Dan tidak ada dosa juga atas orang-orang yang datang kepadamu agar engkau memberikan kendaraan kepada mereka....” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdurrahman bin Ma’qil al-Muzani, “Kami sepuluh orang putra Muqarrin. Tentang kami ayat ini turun” Ayat 102: Ibnu Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-’Aufi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pergi berperang, tapi Abu Lubabah dan lima orang lain tidak ikut berangkat. Kemudian Abu Lubabah dan dua orang yang lain merenung, merasa menyesal, dan yakin akan celaka. Kata mereka, “Kita berada di tempat yang teduh dan tenang bersama kaum wanita sementara Rasulullah dan kaum mukminin yang bersama beliau sedang berjihad. Demi Allah, kami pasti mengikat tubuh kami di tiang masjid. Kami tidak akan melepaskannya kecuali jika Rasulullah sendiri yang melepaskannya.” Mereka melakukan hal itu. Tinggal tiga orang yang tidak mengikat diri mereka. Sepulang dari peperangan, Rasulullah bertanya, “Siapa orang-orang yang terikat di tiang ini?” Seseorang menjawab, “ini Abu Lubaabah dah kawan-kawannya yang tidak ikut pergi perang. Mereka bersumpah tidak akan melepaskan ikatannya kecuali jika Anda sendiri yang melepaskan mereka.” Rasulullah menyahut, “Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali jika aku diperintahkan (oleh Allah).” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka “ Setelah ayat ini turun, 115

beliau melepaskan dan memaafkan mereka. Kini tinggallah tiga orang yang tidak mengikat diri mereka dan tidak disinggung-singgung mengenai diri mereka dan merekalah yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya ayat 106, “Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah;...’“Orang-orang pun berkata,” Mereka celaka, sebab pemberian maaf terhadap mereka tidak turun.” Sementara yang lain berkata, “Boleh jadi Allah akan mengampuni mereka.” Hingga turun ayat, “dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan.. “ Ibnu Jarir meriwayatkan hal serupa dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, dengan tambahan, “Lalu Abu Lubabah dan kawan-kawannya, setelah dilepaskan, datang menghadap dengan membawa harta benda mereka. Kata mereka, ‘Wahai Rasulullah, ini harta benda kami. Tolong wakili kami menyedekahkannya, dan mintakanlah ampunan untuk kami!’ Beliau pun menjawab, ‘Aku tidak diperintahkan mengambil secuil pun harta kalian.’ Maka Allah menurunkan ayat 103, ‘Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.” Bagian ini semata diriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, dan lain-lain. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Qatadah bahwa ayat ini turun tentang tujuh orang: yang empat mengikat diri mereka di tiang, yakni Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khidzam, dan Tsa’labah bin Wadi’ah. Abusy Syaikh dan Ibnu Mundzih dalam ash-Shahaabah meriwayatkan dari ats-Tsauri dan al-A’masy dan Abu Sufyan dan Jabir bahwa di antara orang-orang yang tidak ikut pergi bersama Rasulullah dalam Perang Tabuk adalah enam orang: Abu Lubabah, Aus bin Khidzaam, Tsa’labah bin Wadi’ah, Ka’ab bin Malik, Murarah ibnur-Rabii’, dan Hilal bin Umayyah. Abu Lubabah, Aus, dan Tsa’labah kemudian mengikat diri mereka di tiang masjid lalu menyerahkan harta benda mereka seraya mengatakan, “Wahai Rasulullah, ambillah barang-barang ini yang menahan kami sehingga tidak mengikuti Anda!” Beliau menjawab, “Aku tidak menghalalkannya kecuali jika terjadi pertempuran.” Maka turunlah ayat Al-Qur’an, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka;.. .“ Sanadnya kuat. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang di dalamnya terdapat al-Waqidi dari Ummu Salamah, katanya, “(Ayat tentang diterimanya) tobat Abu Lubabah turun di rumahku. Aku mendengar Rasulullah tertawa pada waktu sahur. Aku pun bertanya, ‘Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Abu Lubabah telah diampuni.’ Aku lalu bertanya lagi, ‘Apakah saya boleh memberi tahunya?’ Beliau menjawab, ‘Terserah padamu.’ Maka aku pun berdini di pintu bilik-ketika itu belum diwajibkan hijab. Aku berkata, ‘Hai Abu 116

Lubabah, bergembiralah, Allah telah mengampunimu.’ Orang-orang serentak bergerak hendak melepaskan ikatannya, tapi ia mengatakan, ‘Tunggu Rasulullah datang, biar beliau sendiri yang melepaskan aku.’ Ketika beliau keluar untuk shalat subuh, beliau melepaskannya. Ayat yang turun, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka;...” Ayat 107: Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Ishaq bahwa Ibnu Syihab az-Zuhri menyebutkan dari Ibnu Ukaimah al-Laitsi dari keponakan Abu Ruhm al-Ghifari bahwa ia mendengar Abu Ruhm-salah seorang yang ikut berbaiat di bawah pohonmengatakan, “Orang-orang yang membangun Masjid adh-Dhirar mendatangi Rasulullah tatkala beliau bersiap-siap berangkat ke Tabuk. Kata mereka, ‘Wahai Rasulullah, kami telah membangun sebuah masjid bagi orang-orang yang sakit dan miskin serta tempat bernaung pada malam yang dingin dan hujan. Kami ingin Anda mengunjungi kami dan menunaikan shalat di sana.’ Beliau menyahut, ‘Aku sedang bersiap hendak pergi. Setelah kami pulang, insya Allah kami akan mendatangi kalian dan shalat di sana.’ Ketika beliau pulang, beliau berhenti di Dzi Awaan, yang tidak jauh lagi dari Madinah. Lalu Allah menurunkan ayat tentang masjid itu, Dan (di antara orangorang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman),”hingga akhir kisahnya. Kemudian beliau memanggil Malik ibnud-Dukhsyun dan Ma’n bin Adi atau saudaranya yang bernama Ashim bin Adi, lalu bersabda,”Pergilah kalian ke masjid yang penghuninya zalim itu. Hancurkan dan bakar masjid itu. “Maka, mereka berdua melakukan perintah beliau.” Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari aI-’Aufi dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah membangun masjid Quba’, sejumlah orang Anshardi antaranya Yakhdaj-pergi membangun masjid an-Nifaaq (kemunafikan). Rasulullah kemudian bersabda kepada Yakhdaj,-”Celaka kamu! Kamu tidak lain menginginkan apa yang aku lihat!” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya hanya menginginkan kebaikan!” Maka Allah menurunkan ayat ini. lbnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang Anshar membangun sebuah masjid, lalu Abu Amir berkata kepada mereka, “Bangunlah masjid kalian, lalu siapkan pasukan dan senjata semampu kalian. Aku akan pergi ke Kaisar Romawi lalu membawa pasukan dan kita akan mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya.” Setelah mereka selesai membangun masjid mereka, mereka pun menghadap Rasulullah dan berkata

117

kepada beliau, “Kami telah selesai membangun masjid kami. Kami ingin Anda shalat di sana.” Maka Allah menurunkan firman-Nya pada ayat 108, “Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu...” Al-Wahidi meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa orang-orang munafik mengajukan masjid yang mereka bangun untuk menandingi masjid Quba’ kepada Abu ‘Amir ar-Rahib, yang mereka tunggu jika ia datang untuk menjadi imam mereka di sana. Ketika mereka telah selesai membangunnya, mereka mendatangi Rasulullah dan berkata, “Kami telah membangun sebuah masjid. Harap Anda shalat di sana!” Maka turunlah ayat 108, “Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu ...” At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini turun tentang jamaah Masjid Quba’, “...Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih..” (at-Taubah: 108) Abu Hurairah berkata, “Mereka bersuci dengan air, maka turunlah ayat ini mengenai mereka.” Umar bin Syibah meriwayatkan dalam Akhbaarul Madiinah melalui al-Walid bin Abi Sandar al-Aslami dan Yahya bin Sahl al-Anshari dari ayahnya bahwa ayat ini turun tentang jamaah Masjid Quba”; mereka dahulu biasanya mencuci anus mereka setelah buang air besar, “. . . Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.. .“ (at-Taubah: 108) Ibnu Jarir meriwayatkan dari Atha bahwa sekelompok orang dari jamaah masjid Quba’ menciptakan cara berwudhu dengan air. Maka turunlah ayat tentang mereka, ‘..Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (at-Taubah: 108) Ayat 111: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Abdullah bin Rawahah berkata kepada Rasulullah, “Tetapkan syarat sesukamu untuk Tuhanmu dan untuk dirimu.” Beliau bersabda, “Aku syaratkan untuk Tuhanku: kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun; dan aku syaratkan untuk diriku: kalian melindungi aku seperti melindungi diri dari harta kalian sendiri.” Mereka menjawab, “Kalau kami lakukan itu, apa balasan untuk kami?” Beliau menjawab, “Surga.” Kata mereka, “Transaksi yang menguntungkan! Kami tidak akan membatalkannya!” Maka turunlah ayat, “Sesungguhnya Allah membeli dan orang-orang mukmin...”

118

Ayat 113: Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sa’id ibnul Musayyab dari ayahnya, ia berkata, “Ketika Abu Thalib hendak meninggal, Rasulullah datang menemuinya, sementara di ruangan tersebut ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Rasulullah bersabda,”Wahai Paman, ucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ agar aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.’ Abu Jahal dan Abdullah berkata,”Hai Abu Thalib, apakah kamu mau meninggalkan agama Abdul Muththalib?’ Keduanya terus bicara kepadanya hingga kalimat terakhir yang ia ucapkan kepada mereka adalah, ‘Di atas agama Abdul Muththalib.’ Nabi saw. berucap, ‘Sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang.’ Maka turunlah ayat, “Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,...’ Dan Allah menurunkan firman-Nya tentang Abu Thalib, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,. . .“ (al-Qashash: 56) Zhahir hal ini mentujukan bahwa ayat ini turun di Mekah. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali-dan dinyatakan hasan oleh al-Hakim-, kata Ali, “Aku mendengar seseorang beristigfar untuk kedua orang tuanya yang musyrik, maka aku berkata kepadanya, ‘Apakah kamu beristighfar untuk orang tuamu padahal mereka musyrik?’ Ia menjawab, Nabi Ibrahim pun beristigfar untuk bapaknya padahal ia musyrik!’ Lalu aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah sehingga turunlah ayat,”Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,..” Al-Hakim, al-Baihaqi dalam ad-Dalaa’il, dan lain-lain meriwayatkan dari lbnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah pergi ke pekuburan pacla suatu hari. Beliau lalu duduk di salah satu kuburan, berbicara kepadanya lama, lalu menangis. Aku pun ikut menangis mendengar tangis beliau. Kemudian beliau berkata,”Kuburan yang aku duduk di dekatnya tadi adalah kuburan ibulku. Aku telah meminta izin kepada Allah untuk mendoakannya, akan tetapi Dia tidak mengizinkan. “Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,. “ Ahmad dan Ibnu Mardawaih (lafazh berikut darinya) meriwayatkan dari hadits Buraidah, ia berkata, “Ketika itu aku bersama Nabi saw. di ‘Usfan. Beliau melihat kuburan ibunya, kemudian berwudhu, shalat, lalu menangis. Selanjutnya beliau bersabda, ‘Aku tadi meminta izin Allah untuk beristighfar baginya tapi aku dilarang.’ 119

Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,. “ Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari hadits Ibnu Abbas, dan bahwa hal itu terjadi setelah beliau kembali dari Tabuk ketika beliau pergi umrah ke Mekah dan singgah di ‘Usfan. Kata al-Hafizh Ibnu Hajjar, “Ada kemungkinan turunnya ayat ini punya sejumlah sebab, sebab yang terdahulu adalah perkara Abu Thalib, sebab yang belakangan adalah perkara Aminah dan kisah Ali.” Ulama yang lain mengompromikan (riwayatriwayat di atas) bahwa ayat ini turun beberapa kali. Ayat 117: Al-Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik, katanya, “Aku tidak pernah tidak ikut bersama Rasulullah dalam suatu pertempuran kecuali Perang Badar, hingga terjadi Perang Tabuk, yang merupakan perang terakhir yang beliau jalani. Beliau mengumumkan keberangkatan kepada khalayak... (ia menceritakan kisahnya dengan panjang), Kemudian Allah menurunkan ayat tentang tobat atas kami, ‘Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin,...” hingga firman-Nya pada ayat 118,’‘...Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.’ Dan tentang kamilah turun ayat 119,”...Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar. “ Ayat 122: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat, “Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih....” (at-Taubah: 39)—padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum mereka—maka orang-orang munafik mengatakan,—”Ada beberapa orang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orangorang padang pasir itu.” Maka turunlah ayat, “Dan tidak Sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).... Ia meriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, katanya, “Karena amat bersemangat untuk berjihad, apabila Rasulullah mengirim suatu regu pasukan, kaum muslimin biasanya ikut bergabung ke dalamnya dan meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama Sejumlah kecil warga. Maka, turunlah ayat ini.” SURAT YUNUS

120

Ayat 2 Ibnu jarir meriwayatkan dari ad-Dhahhak dari ibnu Abbas bahwa ketika Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, sebagian Bangsa Arab mengingkarinya. Kata mereka,”Allah terlalu agung utnuk mengangkat seorang RAsul dari kalangan manusia”. Maka Allah menurunkan firmannya,”dan kami tidak mengutus sebelummu, melainkan seorang laki-laki..”(12:109). Setelah berulang kali Allah menunjukan hujjah kepada mereka, mereka pun berkata,”kalaupun manusia, maka selain Muhammad tentu lebih berhak menrima risalah.” Allah saw berfirman,”dan mereka berkata, mengapa alquran ini tidak diturunkan kepada seseorang..”(43:31) yang lebih mulia dari pada Muhammad. Yang mereka maksud adalah al-Walid bin Mughirah dari Mekah dan Mas’ud bin Amr ats-Tsaqafi dari Thaif. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai bantahn terhadap mereka. SURAT HUUD Ayat 5 Bukhari meriwayatkan dari ibnu abbas tentang firmannya, “ingatlah , sesungguhnya mereka (munafik) memalingkan dada untuk menyembunyikan diri dari Muhammad…”. Dikatakan, dahulu ada sebagian orang yang malu membuang hajat karena kemaluannya akan terlihat langit dan malu menggauli istri karena kemaluannya akan terlihat langit, maka turunlah yat ini. Ibnu jarir dan lainya meriwayatkan dari Abdullah bin syaddad. Dahulu seseorang apabila berpapasan dengan Nabi saw, memiringkan tubuhnya dan menyelimutkan pakaiannya agar tidak terlihat beliau. Maka turunlah ayat ini. Ayat 8 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari qatadah bahwa ketika turun firmanNya,”telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amalnya…”(21:1) beberapa orang mengatakan, ‘kiamat sudah dekat karena itu hentikan perbuatan jahat kalian’. Maka mereka sedikit menjauhi kekejian mreka. Kemudian kembali melakukan kejahatan. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan hal serupa dari ibnu juraij. Ayat 114 Al-bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ibnu mas’ud bahwa seorang lakilaki terlanjur mencium seorang wanita, lalu ia mendatangi Nabi saw. Maka allah menurunkan ayat ini. Dia berkata,’apakah ayat ini untukku? Nabi menjawab,’ untuk seluruh ummatku.’ 121

At-tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Abul Yasr. Seorang wanita datang kepadaku hendak membeli kurma. Aku berkata kepadanya,’didalam rumah ada yang lebih bagus’ maka ia pun masuk bersamaku, lalu aku mendekatinya dan menciumnya. Kemudian aku menghadap Rasulullah. Beliau pun bersabda,’beginikah caramu memperlakukan istri seseorang yang sedang pergi berperang di jalan Allah? Lama beliau merenung hingga Allah menurunkan ayat ini. Hal senada diriwayatkan juga dari abu umamah, muadz bin jabal, ibnu abbas, buraidah dan lainya. Saya sebutkan semuanya dalam turjumaanatul quran. SURAT YUSUF Ayat 3 Al-hakim dan lainnya meriwayatkan dari saad bin abi waqqash bahwa al-quran diturunkan kepada Nabi saw. Lalu selama bebrap masa beliau membacakannya kepada mereka, dan mereka mengatakan, ‘ya rasulallah, bagaimana kalau anda bercerita kepada kami? Maka turunlah ayat,’Allah telah menurunkan perkataan yang baik…”(39:23). Ibnu hatim menambahkan, lalu mereka mengatakan,”ya Rasulallah, bagaimanakah kalau anda beri kami nasihat, maka allah menurunkan ..”belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu mengingat Allah….(57:16). Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa mereka mengatakan , ‘Ya Rasulullah bagaimana kalau anda ceritakan kepada kami” maka turunlah ayat ini. SURAT AR-RA’DU Ayat 8 At-thabrani dan lainnya meriawayatkan dari ibnu abbas bahwa Arbadh bin Qais dan Amir bin thufail datng ke madinah menemui Rasulullah. Lalu amir bekata, ‘Hai Muhammad, apa yang kamu berikan kepadaku kalau akau masuk Islam? Beliau menjawab,’kamu mendapat hak seperti hak yang yang dimiliki kaum muslimin dan kamu juga memikul kewajiban seperti mereka’. Ia berkata lagi, “ apakah engkau akan menyerahkan kepemimpinan kepadaku setelah engkau wafat? Nabi menjawab, “hal itu bukan menjadi hakmu dan kamummu’. Akhirnya kedua orang itu pergi. Kemudian amir berkata kepad arbad,”aku akan menarik perhatian Muhammad dengan perbincangan , lalu tikamlah dia dengan pedang.’ Mereka pun kembali. Amir berkata,”Hai Muhammad, kemarilah! Mari kita bicara”. Beliau bangkit lalu berbicara dengannya, sementara arbad mulai menghunus pedangnya. Tapi baru saja dia meletakkan tangannya di gagang pedang, rasulullah menoleh 122

sehingga melihatnya. Kemudian beliau meninggalkan mereka berdua. Akhirnya keduanya pergi hingga ketika mereka berada di ar-raqm, Allah mengirimkan petir yang menewaskan Arbad, lalu allah menurunkan ayat ini. Ayat 13 An-Nasai dan al-Bazzar meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah mengutus salah seorang sahabatnya kepada salah satu pemuka jahiliah untuk menyerunya masuk Islam. Orang yang didakwahi tersebut merespon, “tuhanmu yang kamu seru aku untuk menyembahnya terbuat dari apa? Apakah besi, tenbaga, perak atau emas? Sahabat yang diutus itu kembali kepada Rasulullah dan memberitahu beliau. Orng tersebut tetap member respon yang sama pada seruan kedua dan ketiga sehingga akhirnya Allah mengirim petir yang menghanguskan tubuhnya. Dan turunlah ayat ini. Ayat 31 At-Tabrani dan lainnya meriwayatkan dari ibnu abbas, dia berkata: mereka berkata kepada Rasulullah,”kalau benar yang kamu katakan, perlihatkanlah kepada kami para leluhur kami yang telah mati agar kami bicara dengan mereka, juga ratakan gunung mekah ini yang mengurung kita”. Maka turunlah ayat ini. Ibnu abi hatim dan binu mardawaih meriwayatkan dari Athiyah al-aufi. Mereka mengatakan kepada Nabi saw,” dapatkah kamu menggerakkan gununggunung mekah hingga melebar dan kami dapat bercocok tanam disana atau mengelilingi bumi seperti sulaiman yang mengelilingi bumi dengan menunggangi angin atau menghidupkan yang mati seperti Isa?maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 38 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari mujahid bahwa orang-orang Quraisy berkata ketika turun ayat ini, “Hai Muhammad, kami lihat kamu tidak berdaya sama sekali. “. Maka allah menurunkan ayat berikutnya. SURAT IBRAHIM Ayat 28 Ibnu jarir meriwayatkan dari Atha bin yasir. Ayat ini turun tentang orangorang Quraisy yang terbunuh dalam perang Badar. SURAT AL-HIJR Ayat 24 123

At-tirmidzi, an-Nasai, al-hakim dan lainnya meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa dulu ada seorang wanita yang cantik shalat di belakang Rasulullah. Sebagian orang maju hingga shaf pertama agar tidak melihat wanita tersebut, namun sebagian yang lain malah berlambat-lambat agar berada di shaf belakang, apa bila ruku ia mengintip dari bawah ketiaknya. Maka allah menurunkan ayat ini. Ayat 45 Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari salman alfarisi bahwa ketika ia mendengar ayat “…dan sungguh jahannam itu benar-benar tempat yang dijanjikan bagi mereka semuanya(15:43), ia lari ketakutan selama tiga hari dalam keadaan tidak sadar. Kemudian ia dibawa kehadapan Rasul saw. Ketika ditanya, ia menjawab,”ya rasulallah telah turun ayat, “ dan sungguh jahannam itu benar-benar tempat yang dijanjikan bagi mereka semuanya(15:43). Demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran, ayat ini telah meremas jantungku. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 47 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari ali bin Husain bahwa ayat ini turun tentang abu bakar, umar dan ali. Seseorang bertanya, ‘dendam apa? Ia menjawab ‘dendam jahiliah. Diantara bani tamim, bani adi dan bani ahsyim dahulu pada masa jahiliah terdapat permusuhan. Tapi setelah memeluk Islam, mereka saling mencintai. Suatu ketika abu bakar mengalami sakit pinggang, lalu ali memanaskan tangannya, kemudian ia urut pinggang abu bakar. Ayat 49 At-Tabrani meriwayatkan dari Abdullah bin zubair bahwa Rasulullah lewat didekat sejumlah sahabatnya yang sedang tertawa. Maka beliau bersabda,”mengapa kalian tertawa, padahal surge dan neraka sedang disebut dihadapan kalian? Maka turunlah ayat ini. Ibnu mardawaih meriwayatkan dari seorang sahabat bahwa rasulullah muncul dari pintu yang menjadi jalan masuk Bani Syaibah, lalu bersabda,” aku tidak melihat kalian tertawa”. Kemudian beliau kembali. Kemudian berkata, “ketika aku keluar dan tiba dekat bilik, jibril datang kepadaku dan berkata, Hai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman kepadamu, ‘mengapa engkau membuat hambahambaku berputus asa? Dan turunlah ayat ini. Ayat 95 Al-Bazzar dan at-Tabrani meriwayatkan dari Anas bin malik bahwa Nabi saw berpapasan dengan sejumlah orang di mekah lalu mereka bergunjing di belakang 124

beliau. Mereka berkata, “inilah orang yang mengaku dirinya Nabi dan didatangi Jibril”. Maka jibril menjentikkan jari-jarinya sehingga jatuh seukuran kuku menimpa tubuh mereka dan berubah menjadi nanah yang membusuk hingga tidak ada seorang pun yang mendekati mereka. Lalu allah menurunkan ayat ini. SURAT AN-NAHL Ayat 1 Ibnu mardawaih meriwayatkan dari ibnu abbas. Ketika turun ayat,”ketetapan Allah pasti datang..” para sahabat merasa ketakutan, hingga turun ayat. Akhirnya mereka pun terdiam. Abdullah bin Imam ahmad dalam zawaid azzuhud, ibnu jarir dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari abu bakar bin abi hafsh. Ketika turun, “ketetapan Allah pasti datang…” mereka serentak berdiri, maka turunlah , “….maka janganlah kamu meminta agar dipercepat(datang)nya…” Ayat 38 ibnu jarir dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari abul aliyah bahwa dahulu ada salah seorang muslim yang memberi utang kepada seorang musyrik, lalu ia datang meminta pelunasan. Diantara yang ia katakan adalah ,” dan yang aku harap setelah mati adalah begini dan begitu”. Si Musyrik pun menyahut, “kamu menyangka bahwa kamu akan dibangkitkan setelah mati? Lalu ia bersumpah dengan sungguhsungguh, “Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati. Maka turunlah ayat ini. Ayat 41 Ibnu jarir meriwayatkan dari dawud bin abi hind. Ayat ini dan setelahnya turun tentang abu jandal bin suhail. Ayat 75 Ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu abbas . Ayat ini turun tentang seorang lakilaki dari Quarisy dan budaknya tentang firmannya. “…dan dua orang laki-laki yang seorang bisu..”(16:76) ia berkata, ayat ini turun tentang usman bin affan dengan seorang bekas budaknya yang membenci Islam serta melarangnya bersedekah dan berbuat kebaikan. Ayat 83 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari mujahid bahwa seorang arab badui mendatangi NAbi saw dan meminta suatu pemberian kepada beliau. Nabi saw

125

membacakan kepadanya, “dan allah menajadikan rimah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal…”(16:80) si badui berkata,”Ya” lalu beliau membacakan lagi ayat tadi. Si baduy menjawab lagi “Ya”. Hingga bacaan beliau sampai pada..”… demikianlah Allah menyempurnakan nikmatNya padamu…”(16:81). Maka pergilah si Baduy. Lalu allah menurunkan ayat ini Ayat 91 Ibnu jarir meriwayatkan dari buraidah. Ayat ini turun tentang baiat Nabi saw. Ayat 92 Ibnu abi hatim meriwayatkan dari abu bakar bin abi Hafs. Sa’idah al-asadiyah adalah wanita gila, mengumpulkan rambut dan serat tanaman. Maka turunlah ayat ini. Ayat 103 Ibnu jarir meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari ibnu abbas bahwa Rasulullah dahulu mengenal biduan di Mekah bernama Bal’am, seorang yang berbahasa asing. Orang-orang musyrik melihat Rasulullah keluar-masuk rumahnya, maka mereka berkata, “dia diajari oleh Bal’am. Maka allah menurunkan ayat ini. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari jalur hashin dari Abdullah bin Muslim alhadhrami. Dahulu kami punya dua budak, bernama Yasar dan Jabr, keduanya dari sasilia. Mereka membaca kitab dan mengajarkan isinya. Rasulullah kadang lewat di dekat mereka dan mendengar bacaan mereka. Maka turunlah ayat ini. Ayat 106 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa ketika Nabi saw hendak berhijrah ke madainah, orang-orang musyrik menangkap bilal, khabbab dan Ammar bin Yasir. Ammar terpaksa mengucapkan kalimat yang menyenangkan mreka demi menjaga nyawanya. Ketika kembali kepada Rasulullah, ia menceritakan hal itu. Rasulullah bertanya,”Bagaimana hatimu ketika mengucapkan perkataan itu? Apakah hatimu setuju dengan paa yang kau ucapkan? Ia menjawab, “Tidak”. Maka turunlah ayat ini Ibnu abi Hatim juga meriwayatkan dari mujahid. Ayat ini turun tentang bebrapa penduduk mekah yang telah beriman, lalu sejumlah sahabat di madinah menulis surat kepada mereka agar mereka berhijrah. Mereka pun pergi menuju MAdinah. Tapi ditengah perjalanan mereka disusul sekelompok quraisy dan dipaksa keluar dari islam sehingga menjadi kafir dalam keadaan terpaksa. Ibnu saad meriwayatkan dalam Thabaqat dari umar ibnul hakam. Ammar

126

bin yasir, Shuhaib dan Abu fakihah disiksa hingga tidak sadar atas ucapan mereka. Demikian juga Bilal, Amir bin Furaihah dan yang lainnya. Maka turunlah ayat,”kemudian Tuhanmu (pelindugn) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan…(16:110) Ayat 126 Al-Hakim, al-Baihaqi dalam ad-dalail dan alBazzar meriwayatkan dari abu hurairah bahwa Rasulullah berdiri di dekat Hamzah yang telah mati syahid dengan tubuh yang telah tercabik-cabik musuh. Beliau berkata,”sungguh aku akan mencabik-cabik 70 orang dari mereka sebagai pembalasanmu”. Maka jibril turun membawa bagian akhir surat an-anhl, “dan jika kamu membalas maka balaslah dengan yang sama…” sampai akhir surat. Maka Rasulullah tidak jadi melaksanakan niatnya. At-Tirmidzi meriwayatkan dari ubai bin ka’ab dan dinyatakan hasan oleh alhakim. Pada waktu perang uhud. 64 anshar dan 6 muhajirin gugur. Diantaranya terdapat hamzah. Jenazah mereka dicabik-cabik musuh. Orang Anshar berkata,’lain kesempatan kita akan tunjukan kepada mereka bahwa kita pun dapat mencabikcabik mayat mereka.’ Lalu pada hari Fathul Makkah Allah menurunkan ayat ini. Ibnul Hashshar mengatakan bahwa pertama kali ayat ini turun di Mekah, lalu turun kedua kalinya di uhud dan turun lagi ketiga kalinya pada Fathul Makkah, sebagai peringatan Allah bagi Hamba-Nya. SURAT AL-ISRAA Ayat 15 Ibnu abdil barr meriwayatkan dalam at-Tamhid dengan snad yang lemah dari Aisyah. Khadijah pernah bertanya kepda Rasulullah tentang anak-anak musyrikin. Beliau menjawab, ‘mereka bersama-sama dengan orang tua mereka’. Kemudian aku bertanya setelah itu dab beliau menjawab,’Allah lebih mengetahui apa yang dahulu mereka perbuat.’ Aku kembali bertanya setelah islam sempurna. Maka turunlah ayat ini. Beliau bersabda.’mereka berada di atas fitrah” aau bersabda, ‘….. di surga’. Ayat 26 At-Tabrani dan lainnya meriwayatkan dari abu said al-Khudri bahwa ketika turun, ‘dan berikanlah kepada kerabat dekat haknya…’ Rasulullah memanggil Fatimah lalu memberinya Fadak. Ibnu Katsir berkata,”hadis ini bermasalah, sebab ia mengisyaratkan bahwa ayat ini surat Madaniyah, padahal menurut pendapat 127

yang masyhur tidak demikian. Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dengan Ibnu Abbas. Ayat 28 Said bin Manshur meriwayatkan dari atha al-khurasani bahwa beberapa orang dari suku Muzaniah datang meminta Rasulullah memberi mereka hewan tunggangan, tapi beliau menjawab,”aku tidak mempunyai hewan tunggangan untuk kalian”. Maka mereka pergi dengan air mata bercucuran karena sedih. Mereka mengira Rasulullah sedang marah. Maka allah menurunkan ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan dari ad-Dhahhak. Ayat ini tentang orang-orang miskin yang meminta-minta kepada Nabi saw. Ayat 29 Said bin manshur meriwayatkan dari Sayyar abul Hakam. Rasulullah mendapat kiriman pakaian. Karena beliau sangat dermawan, beliau pun membagikannya kepada orang-orang. Saat itu datang beberapa orang, tapi barang itu sudah habis beliau bagikan. Maka turunlah ayat ini. Ibnu mardawaih dan lainnya meriwayatkan dari ibnu masud. Seorang bocah mendatangi Nabi saw dan berkata,’Ibu saya minta ini dan itu’. Beliau menjawab,’ Hari ini kami tidak punya apa-apa.’ Anak tersebut berkata,’ kalau begitu berikan baju anda’. Beliau pun menanggalkan bajunya dan menyerahkannya, sehingga beliau hanya dapat tinggal tanpa baju di rumah. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Ayat 45 Ibnul munzir meriwayatkan dari ibnu Hayyan dari syihab. Apabila Rasulullah membaca quran kepada kaum Musyrik dan menyeru mereka untuk mengimaninya, mereka berkata sambil mengejek, ‘….hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau serukan pada kami…(41:5). Maka Allah menurunkan ayat ini Ayat 56 Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari ibnu Masud. Dulu sejumlah manusia menyembah segolongan jin, lalu jin itu masuk Islam tapi manusia penyembah mereka tetap berpegang kepada agama mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 59 Al-Hakim, at-Tabrani dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Penduduk mekah meminta Nabi saw mengubah bukit shafa menjadi emas dan meratakan gunung-gunung agar mereka dapat bercocok tanam. Allah swt berpesan kepada beliau, ‘kalau kamu menghendaki, kamu dapat meminta penangguhan buat 128

mereka. Dan kalu kamu mau, kamu bias saja mewujudkan permintaan mereka. Dan kalau mereka tetap ingkar, mereka pasti hancur binasa sebagaimana telah Ku binasakan kaum-kaum sebelum mereka.’ Rasulullah menjawab, ‘aku mau memintakan penangguhan buat mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini. AtThabrani dan ibnu Mardawaih meriwayatkan hal senada secara lebih ringkas dari Ibnu az-Zubair. Ayat 60 Abu Ya’la meriwayatkan dari ummu hani bahwa setelah Nabi saw menjalankan Isra Mi’raj, pagi harinya beliau menceritakan kepada beberapa orang quraisy sehinga mereka mengejek beliau. Mereka meminta bukti, maka beliau pun menggambarkan keadaan Baitulmaqdis, juga menceritakan kisah kafilah dagang. Maka al-walid bin Mughirah berkata, “ia adalah tukang sihir”. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnul Mundzir meriwayatkan hal serupa dari al-Hasan. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari al-Husain bin Ali bahwa Rasulullah pada suatu hari berada dalam keadaan murung. Lalu seseorang bertanya,”ada apa wahai Rasulullah ? jangan pedulikan mereka. Sesungguhnya ru’ya itu adalah ujian bagi mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari sahl bin sa’ad. Ibnu abi Hatim meriwayatkan hal senada dari hadis Amr bin Ash, hadis Ya’la bin Murrah dan Mursal Sa’id bin al-Musayyab.semua sanadnya lemah. Firman-Nya, “…..dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam al-Quran..” Ibnu abi Hatim dan al-Baihaqi meriwayatkan dalam al-Ba’ts dari Ibnu abbas. Ketika Allah menyebutkan az-zaqqum untuk menakut-nakuti Quraisy, abu jahal berkata,’ tahukah kalian zaqqum ini, yang dipakai Muhammad untuk menakunakuti kalian? Mereka menjawab, ‘Tidak’. Ia berkata,” bubur campur keju. Sungguh kalau kami mendapatkannya, kami akan menelannya.’ Maka Allah menurunkan firmannya surat ad-Dukhan:43-44) Ayat 73 Ibnu Mardawaih dan Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ishaq dari Muhammad dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Umayyah bin Khalaf, abu Jahl bin hisyam dan sejumlah pembesar Quraisy lainnya mendatangi Rasulullah dan berkata, “Hai Muhammad, sembahlah tuhan kami, nanti kami akan masuk agamamu.” Rasulullah tidak enak hati kalau berseteru dengan kaumnya dan beliau berharap mereka masuk islam, maka dari itu beliau bersikap lunak terhadap mereka.maka Allah menurunkan ayat ini hingga ayat 75. Ini adalah riwayat yang paling shahih tentang ayat ini. Sanadnya jayyid dan ada riwayat lain yang menguatkannya. 129

Abu syaikh meriwayatkan dari sa’id bin zubair bahwa dahulu Rasulullah biasanya mengusap Hajar Aswad. Maka orang Quraisy pun berkata,” kami tidak akan membiarkanmu mengusapnya kecuali kalau kamu mengusap tuhan-tuhan kami”. Maka Rasulullah berkata dalam hati,”apa salahnya kalau aku lakukan , sementara Allah pun mengetahui aku tidak menyetujuinya. Maka turunlah ayat ini. Abu syaikh juga meriwayatkan yang serupa dari ibnu shihab. Sementara dari jubair bin nufair ia meriwayatkan bahwa Quarisy mendatangi Nabi saw, lalu berkata,”kalau benar kamu diutus kepada kami, usirlah orang-orang rendahan dan bekas budak yang mengikutimu agar kamilah yang menjadi sahabatmu.” Rasulullah lalu bergaul dengan mereka hingga turunlah ayat ini. Dia juga meriwayatkan dari Muhammad bin ka’ab al-Qarzhi bahwa Nabi saw membaca,”demi bintang… hingga ayat 19. Lalu setan membisikan kepada beliau,”itu termasuk kenikmatan yang paling utama dan sesungguhnya pertolongan mereka(latta dan uzza) sangatlah dibutuhkan. Maka turunlah ayat 76 surat al-isra. beliau tetap bersedih hingga Allah menurunkan ayat 22 surat al-Hajj. Ini menunjukkan bahwa ayat-ayat ini surat makiyah. Adapun yang mengatakan bahwa ini ayat madaniah beralasan dengan riwayat ibnu Mardawaih dari al-Aufi dari ibnu Abbas bahwa orang-orang Tsaqif berkata kepad Nabi saw,” beri kami waktu satu tahun agar kami memberikan persembahan kepada tuhan-tuhan kami. Kalau kamu sudah memiliki barang-barang persembahan maka kami akan menyimpannya, lalu kami masuk Islam dan meghancurkan Tuhan-tuhan itu”. Maka Rasulullah hendak memberikan tangguhan waktu buat mereka. Sanad hadis ini lemah. Ayat 76 Ibnu abi Hatim dan al-Baihaqi dalam ad-dalail meriwayatkan dari hadis Syarh bin HAusyab dari Abdurrahman bin Ghunm bahwa orang-orang yahudi mendatangi NAbi saw dan berkata,”kalau kamu seorang nabi, pergilah ke syam, sebab syam adalah tanah Mahsyar dan tanah para nabi.”Rasulullah membenarkan perkataan mereka sehingga beliau pergi ke perang tabuk hendak merebut syam. Sesampainya di Tabuk, Allah menurunkan ayat-ayat dari surat al-Isra setelah suart ini ditutup, ‘dan sungguh mereka hampir membuatmu gelisah…’(17:76) Allah swt memerintahkan beliau kembali ke madinah dan berfirman,”disanalah tempatmu hidup, disana pula tempatmu mati dan disana pula tempatmu dibangkitkan (pada Hari kiamat). Jibril berkata kepada beliau,”mintalah kepada tuhanmu, sebab setiap Nabi punya permintaan”. Maka beliau bertanya, “kamu suruh aku minta apa?” ia

130

menjawab dengan ayat 80 surat ini. Ayat-ayat ini turun sekembali dari Tabuk. Riwayat ini mursal, sanadnya lemah, tapi ada penguat dari mursal said bin zubair yang diriwayatkan oleh Ibnu abi Hatim . orang-orang musyrik berkata kepada Nabi saw,’para nabi dahulu tinggal di syam. Mengapa kamu tinggal di madinah? Maka beliau berniat melihat syam, hingga turunlah ayat ini. Riwayat ini punya jalur lain yang mursal yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa yang mengatakan hal ini kepada beliau adalah sejumlah Yahudi. Ayat 80 At-tirmidzi meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa Nabi saw dahulu tinggal di Mekah lelu diperintahkan berhijrah. Maka turunlah ayat ini. Ayat ini turun di mekah. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan lafaz yang lebih jelas lagi. Ayat 85 Al-Bukhari meriwayatkan dari ibnu masud. Ketika aku berjalan bersama Rasulullah di Madinah-beliau bertongkat sebatang pelepah kurma- dan berpapasan dengan sejumlah kaum yahudi, sebagian mereka berkata, bagaimana kalau kita menanyainya? Mreka pun bertanya,”ceritakanlah kepad kami tentang ruh? Rasulullah berdiri beberapa saat sambil menengadahkan kepalanya. Aku tahu beliau sedang menerima wahyu. Setelah selesai beliau berucap dengan ayat ini. At-tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang quraisy berkata kepada kaum yahudi, “berilah kami sesuatu untuk kami tanyakan kepada orang itu”. Orang Yahudi itu menjawab,’Tanyai dia tentang Ruh’. Maka mereka pun bertanya. Sehingga Alah menurunkan ayat ini. Ibnu katsir berkata, ‘ayat ini turun beberapa kali’, Demikian juga menurut ibnu hajar. Diamnya Nabi saw ketika ditanya oleh orang yahudi diartikan sebagai prediksi beliau akan turunnya tambahan penjelasan mengenai hal itu. Kalau tidak, maka riwayat bukhari lebih benar. Yang menguatkan hadis yang terdapat dalam riwayat bukhari adalah fakta bahwa perawinya hadir secara langsung dalam peristiwa tersebut. Ayat 88 ibnu ishaq dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari said atau ikrimah dari ibnu abbas bahwa nabi saw didatangi oleh Sallam bin misykam dan sejumlah yahudi lainnya. Mereka mengatakan, ‘bagaimana mungkin kami mnegikutimu, padahal kamu telah meninggalkan kiblat kami? Dan apa yang kamu bawa ini kami lihat tidak harmonis seperti keharmonisan taurat. Mak dari itu, turunkan kepada kami kitab yang kami kenal. Kalau tidak, kami kana mendatangkan kepadamu seperti kitab yang kamu

131

bawa itu.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 90-93 Ibnu Jarir meriwayatkan dari ibnu Ishaq dari seorang kakek penduduk mesir dari ikrimah dari ibnu abbas bahwa utbah bin rabiah , abu sufyan, fulan dari bani abdud dar, abul bukhtari, al-aswad ibnul muththalib, zam’ah ibnul aswad, alwalid bin mughirah, abu jahal, Abdullah bin abi umayyah, umayyah bin khalaf, al-ash bin wail serta nabih dan munabbih berkumpul dan berkata,” hai Muhammad, kami tidak pernah menjumpai seseorang dari bangsa arab yang mendatangkan kepada kaumnya seperti apa yang kamu datangkan kepada kaummu. Kamu caci leluhur, kamu hina agama dan kamu cemooh tuhan-tuhan serta kamu pecah belah persatuan. Tidak ada satu pun perbuatan buruk yang tidak kamu lakukan. Kalu kamu membawa ajaran ini untuk mencari harta kekayaan, kami akan kumpulkan harta benda kami untukmu sehingga kamu menjadi orang terkaya diantara kami. Kalau yang kamu cari adalah kemuliaan, kami angkat dirimu menjadi pemimpin kami. Kalau kamu mau menjadi Raja, kami akan menobatkanmu menjadi raja kami. Kalau yang mendatangimu itu adalah mimpi yang membuatmu kesurupan, kami akan keluarkan harta kami untuk mencari obatnya untuk menyembuhkanmu dan kami pun akan maklum keadaanmu. Rasulullah menjawab,”aku tidak menghendaki apa yang kalian katakana, tapi Allah mengutusku kepada kalian sebagai Rasul, menurunkan kitab kepadaku, dan memerintahkan agar aku memberi peringatan dan kabar gembira keapda kalian.” Mereka berkata,” kalau kamu tidak menerima tawaran kami, kamu tahu bahwa manusia yang paling sempit negerinya dan paling sedikit hartanya serta paling sulit kehidupannya adalah kami. Karena itu, mintakan kepada tuhan yang mengutusmu agar dia menyingkirkan gunung-gunung itu yang mengurung kami, menghamparkan negeri kami, mengalirkan sungai-sungai seperti sungai di syam dan irak dan membangkitkan leluhur kami yang telah mati. Kalau kamun tidak melakukan hal itu, mintalah tuhanmu mendatangkan malaikat yang membenarkan apa yang kamu katakan. Mintalah kepadanya taman-taman, harta karun serta istana yang terbuat dari emas dan perak. Mintalah dia menjadikanmu kaya raya seperti yang kami lihat kamu menginginkannya, dimana kamu berdagang di pasar dan mencari nafkah. Kalau kamu tidak melakukannya, timpakan langit berkepingkeping atas kami sebagaimana kamu katakan bahwa kalau tuhanmu menghendaki maka Dia akan melakukannya. Kami tidak akan beriman kepadamu kecuali kamu melakukan hal tersebut.

132

Akhirnya Rasulullah bangkit menjauhi mereka. Beliau diikuti Abdullah bin umayyah, lalu dia berkata,”hai Muhammad, kaummu memberi tawaran kepadamu tapi kamu tidak menerimanya. Lalu mereka meminta beberapa hal untuk diri mereka agar mereka mengetahui kedudukanmu di sisi tuhanmu, tapi kamu tidak melaksanakannya. Kemudian mereka memintamu menimpakan azab yang kamu ancamkan kepada mereka. Demi allah, selamanya aku tidak akan beriman kepadamu kecuali jika kamu membuat tangga untuk mendaki langit dan aku melihatnya, hingga kamu tiba dilangit dan kembali sambil membawa kitab yang terbuka dan kamu diiringi nempat malaikat yang bersaksi bahwa kamu memang benar seperti apa yang kamu katakana.” Maka Rasulullah pergi dengan bersedih hati. Maka Allah menurunkan kepada beliau ucapan dia itu dalam ayat 90-93. Said bin manshur meriwayatkan dalam sunannya dari said bin zubair mengenai ayat ini. Bahwa ayat ini turun mengenai saudara Ummu salamah, Abdullah bin abi umayyah. Riwayat ini mursal shahih, menjadi penguat riwayat sebelumnya dan menggantikan rawi yang misterius dalam sanadnya. Ayat 110 Ibnu Mardawaih dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari di Mekah Rasulullah berdoa, “Ya Allah ya Rahman”. Maka orang-orang musyrik berkata,’lihatlah orang murtad ini, dia melarang kita berdoa kepada dua tuhan sedangkan dia sendiri berdoa kepada dua tuhan.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmannya,”… dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalat…”. Ayat ini turun ketika Rasulullah masih dalam tahap dakwah sirriyah di Mekah. Saat itu apabila shalat dengan para sahabat, beliau membaca al-Quaran dengan keras. Orang-orang quaisy pun mencacinya dan mencaci Allah karena bacaan yang keras itu. Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa ayat ini teurn tentang doa. Ibnu Jarir meriwayatkan hal serupa dari Ibnu Abbas. Kemudian mentarjih riwayat yang pertama karena sanadnya lebih shahih. Demikian pula an-Nawawi dan lainnya mentarjih. Al-Hafiz ibnu hajar berkata,” akan tetapi bias pula kedua riwayat dikompromikan, yaitu ayat ini turun mengenai doa dalam shalat. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari abu hurairah. Rasulullah apabila shalat di dekat ka’bah mengucapkan doa dengan suara keras. Maka turunlah ayat ini. Ibnu jarir dan al-Hakim meriwayatkan dari aisyah. Ayat ini turun tengtang Tasyahuud. Riwayat ini menjelaskan maksud aisyah dalam riwayat sebelumnya. Ibnu manii’ dalam musnadnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa

133

dahulu kaum muslimin mengucapkan doa dengan suara lantang, “Ya Allah berilah aku rahmat”. Maka turunlah ayat ini, memerintahkan mereka agar tidak terlalu perlahan dan tidak terlalu keras dalam berdoa. Ayat 111 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahawa orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, “Allah mempunyai anak”. Sementar orang arab mengatakan, “kami penuhi panggilanmu tiada sekut bagimu kecuali sekutuMu; engkau memilikinya dan apa yang ia miliki.” Sedangkan Shaabi’I dan Majusi berkata, “Kalau bukan karena para wali allah, niscaya Dia jadi hina.” Mak Allah menurunkan ayat ini. SURAT AL-KAHFI Ayat 6 Ibnu Jarir meriwayatkan dari ibnu ishaq dari seorang kakek penduduk mesir dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa kaum Quraisy mengutus an-Nadhr ibnul Haris dan Uqbah bin Abi Muith untuk menemui pendeta yahudi di Madinah dengan pesan,”Tanyakan kepada mereka tentang diri Muhammad, berikan gambaran tentang dirinya. Dan beri tahu mereka tentang perkataannya, sebab mereka adalah pemeluk al-Kitab dan mereka memiliki pengetahuan tentang para nabi yang tiada kita miliki.” Keuda utusan itu pun berangkat. Setibanya di Madinah, mereka bertanya kepada para pendeta Yahudi tentang Rasulullah. Mereka gambarkan keadaan serta ucapan beliau. Maka para pendeta itu berkata,” tanyai dia tentang tiga hal. Kalau dia memberi jawaban semuanya, berarti dia memang Nabi yang diutus. Kalau tidak, berarti dia hanya mengada-ada. Tanyai dia tentang segolongan pemuda di masa lampau yang amat menakjubkan kisahnya, tanyai dia tentang seorang pria pengembara yang telah mencapai ujung timur dan barat dan tanyai dia tentang ruh. Setelah mereka kembali dan bertemu dengan kaum quraisy, mereka berkat,”kami datang membawa keputusan antara kita dan Muhammad.” Lalu mereka mendatangi Rasulullah dan menanyakan ketiga hal itu. Beliau menjawab,” aku akan beritahu kalian jawabannya besok”, tanpa mengucapkan Insya Allah. Orang-orang itu pun pergi. Akan tetapi sampai lima belas hari lamanya Allah tidak meurunkan wahyu mengenai hal yang ditanyakan itu, jibril pun tidak menemui beliau sehinga penduduk Mekah gempar. Tidak turunnya wahyu itu

134

membuat sedih Rasulullah, dan perbincangan penduduk mekah memberatkan beliau. Hingga akhirnya jibril diutus untuk menurunkan surat ashabul kahfi, yang di dalamnya Allah menegur kesedihan beliau atas penduduk mekah, juga bersisi jawaban atas pertanyaan mereka. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Uthbah bin Rabiah , Syaibah bin rabiah, abu jahal, an-Nadhr bin Haris, Umayyah bin khalaf, al-Ash bin wail, al-Aswad ibnul Muththalib, abul bakhtari dan sejumlah orang quraisy berkumpul . ketika itu Rasulullah sudah merasa amat sedih menyaksiakan permusuhan kaumnya kepad beliau dan pengingkaran mereka terhadap nasihat yang beliau bawa, maka allah menurunkan ayat ini. Ayat 23-25 Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat, “..dan mereka tinggal di dalam gua..”. turun, lalu seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, tahun atau bulan?”. Maka Allah menurunkan ayat, “tiga ratus tahun dan ditambah Sembilan tahun”. Ibnu Jarir meriwayatkannya juga dari ad-Dhahhak. Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw mengeluarkan sebuah sumpah, kemudian setelah berlalu empat puluh hari, maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 28 Firman-Nya: dan bersabarlah engaku Muahmmad…” telah disebutkan sebab turunnya dalam surat al-An’am dalam hadis Khabbab. ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Juwaibir dari ad-Dhahhak dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya,”….dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami..” ayat ini turun tentang Umayyah bin khalaf alJamhi, yaitu ketika dia menyuruh Nabi saw melakukan suatu hal yang tidak disukai Allah, yakni mengusir orang-orang miskin dan mendekatkan par pemimpin mekah. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari ar-Rabi’ mereka diberitahu bahwa Nabi saw berjumpa dengan Umayyah bin Khalaf yang lalai dan lengah dari apa yang dikatakan kepadanya. Maka turunlah ayat ini. Ia meriwayatkan dari abu hurairah. Uyainah bin Hishn menemui Nabi saw yang sedang bersama salman. Maka Uyainah berkata, ‘kalau kami datang, suruh orang ini keluar dan undang kami masuk”. Maka turunlah ayat ini. Ayat 109 Al-Hakim dan lainya meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada kaum Yahudi, “berilah kami sesuatu untuk kami tanyakan

135

kepada orang itu”. Mereka menjawab,” tanyai dia tentang ruh”. Maka mereka pun menanyakannya, hingga turunlah ayat, “dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh…”(17;85) orang-orang Yahudi berkata, “kami diberi pengetahuan yang banyak.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 110 Ibnu abi Hatim dan ibnu abi Dunya dalam kitabul ikhlas meriwayatkan dari Thawus bahwa seorang laki-laki berkata, “wahai Rasulullah, saya seringkali ingin bertemu muka dengan Allah dan saya berharap dia melihat tempat saya berada.” Rasulullah menyahut hingga turunlah ayat ini. Hadis ini mursal. Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak riwayat yang mausul dari Thawus dari Ibnu Abbas dan dinyatakannya shahih sesuai syarat Bukhari Muslim. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid bahwa dahulu ada seorang muslim yang berperang dan dia ingin sepak terjangnya dilihat. Maka allah menurunkan ayat ini. Abu Nu’aim dan ibnu Asakir dalam Taarikh-nya meriwayatkan dari as-suddi ash-shagir dari al-kalbi dari abi shaleh dari Ibnu Abbas bahwa Jundub bin Zuhair, apabila shalat, puasa atau bersedekah lalu namanya dipuji-puji, maka hatinya menjadi senang dan dia pun menambah amalnya dikarenakan pujian orang-orang. Maka turunlah ayat ini mengenai hal itu. SURAT MARYAM Ayat 64 Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bertanya kepada Jibril, “mengapa engkau tidak mengunjungi kami lebih sering?” maka turunlah ayat ini. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah bahwa Jibril tidak datang selama 40 hari. Kemudian ia menyebutkan kisah serupa. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi saw bertanya kepada Jibril,’ daerah man yang paling dicintai Allah dan daerah man yang paling dibenci-Nya? Jibril menjawab,’Aku tidak tahu kalau tidak bertanya’. Lalu jibril turun lagi, tapi turunnya kini agak lambat. Maka Rasulullah berkata, “Kau lambat datang kepadaku sampai aku mengira Allah marah kepadaku” Jibril pun berkata dengan ayat ini. Ibnu ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika orang-orang Quraisy bertanya tentang Ashabul kahfi, Rasulullah selama lima belas hari menunggu tapi Allah tidak menurunkan wahyu sama sekali. Maka ketika jibril datang, beliau berkata kepadanya, “lama sekali engkau tidak datang” lali ia menyebutkan kisah

136

diatas. Ayat 77 Bukhari dan Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Khabbab bin Artt. Aku menemui al-Ash bin wail as-Sahmi untuk menagih utang, tapi dia berkata, ‘aku tidak akan membayar kecuali jika kamu kafir kepada Muhammad. Aku menjawab, tidak, hingga kamu mati lalu dibangkitkan . al-Ash berkata,’ apa benar aku akan mati lalu dibangkitkan? Aku menjawab, ‘Ya’. Dia berkata,’disan aku punya harta dan anak. Aku akan lunasi hutang itu di akhirat’. Maka turunlah ayat ini. Ayat 96 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa ketika is berhijrah ke Madinah, ia merasa berat hati berpisah dari sahabat-sahabatnya di Mekah; antar lain Syaibah bin rabiah, Utbah bin Rabiah dan umayyah bin khalaf. Maka Allah menurunkan ayat ini. SURAT THAAHAA Ayat 1-2 Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika awal-awal wahyu turun kepada nabi saw, beliau berjinjit ketika shalat. Maka Allah menurunkan ayat ini. ‘Abd bin Humaid meriwayatkan dalam tafsirnya dari ar-Rabi’ bin anas bahawa dahulu nabi saw bergantian mengangkat kakinya agar bisa berdiri di atas masingmasing kaki, hingga turunlah ayat ini. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari al-Aufi dari Ibnu Abbas bahwa orangorang berkata, “orang itu menjadi susah gara-gara Tuhannya.’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 105 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahaw orang-orang quarisy berkata, “Hai Muhammad, apa yang dilakukan Tuhanmu terhadap gunung-gunung itu pada hari kiamat? Maka turunlah ayat ini Ayat 114 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari as-Suddi bahwa dahulu apabila Jibril turun membawa wahyu, Nabi saw meletihkan dirinya karena menghafalnya sehingga beliau mengalami kepayahan karena khawatir jibril naik ke langit sebelum beliau menghafalnya. Maka Allah menurunkan ayat ini.

137

Ayat 131 Ibnu Abi Syaibah, ibnu Mardawaih, al-bazzar dan abu Ya’la meriwayatkan dari abu Rafi’. Nabi saw menjamu seoarng tamu, lalu beliau mengutus saya kepada seorang Yahudi untuk berutang tepung yang akan dibayar pada bulan Rajab. Si Yahudi berkat, “Tidak bisa kecuali dengan gadai.’ Saya pun menghadap Rasulullah dan memberitahu beliau. Beliau bersabda, ‘demi Allah, aku sungguh terpercaya di langit dan di bumi.’ Belum sempat saya keluar dari rumah beliau, ayat ini sudah turun. SURAT AL-ANBIYA Ayat 6 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah bahwa penduduk Mekah berkata kepda Nabi saw, “kalau yang kamu katakana itu benar dan kamu senang kalau kami beriman, ubahlah bukit shafa menajdi emas.” Maka Jibrilmendatangi beliau dan berkata,” kalau kamu menghendaki, yang diminta kaummu itu akan terjadi. Tapi kalau sudah begitu dan mereka tetap tidak mau beriman , mereka tidak akan diberi waktu lagi. Tapi kalau kamu menghendaki , kamu mintakan tangguhan waktu buat kaummu.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 34 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Nabi saw diberitahu akan dekatnya ajal beliau, mak beliau berucap,”wahai tuhanku, kalau begitu siapa yang akan mengurus ummatku? Maka turunlah ayat ini. Ayat 36 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari as-Suddi bahwa Nabi saw lewat dekat abu jahal dan abu sufyan yang sedang bercakap-cakap. Ketika abu jahal melihat beliau, ia tertawa, dan berkata kepada abu sufyan, “ini adalah Nabi Abdu Manaf.” Mendengar itu abu sufyan marah dan berkata,” apakah kalian mengingkari bahwa Bani Abdul Manaf mempunyai nabi? Nabi saw mendengarnya, lalu beliau kembali kepada abu jahal dan menaku-nakutinya. Beliau berkata,”kulihat kamu tidak mau berhenti kecuali jika kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum terdahulu.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 101 Al-hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, ibnu zubair berkata, ‘matahari, bulan,malaikat, uzair dan Isa telah disembah. Jadi semuanya masuk neraka bersama tuhan-tuhan kita’. Maka turun ayat 57-58 surat Az-Zukhruf. 138

SURAT AL-HAJJ Ayat 3 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari abu malik. Ayat ini turun tentang an-Nadhr bin Haris. Ayat 11 Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dahulu ada orang yang datang ke madinah lalu masuk Islam. Kemudian kalau istrinya melahirkan bayi lakilaki dan kudanya beranak, ia mengatakn,’ ini agama yang baik.’ Tapi kalau istrinya tidak melahirkan bayi laki-laki dan kudanya tidak beranak, ia berkata,’ini agam yang buruk.’ Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Athiyyah dari Ibnu Mas’ud bahwa seorang laki-laki Yahudi masuk Islam, lalu matanya menjadi buta, harta bendanya habis dan anaknya mati. Sehingga dia menimpakan kesalahan kepada Islam. Ia berkata, “aku tidak mendapat apa-apa yang baik dari agamaku ini. Mataku menjadi buta, hartaku habis dan anakku mati.’ Maka turunlah ayat ini. Ayat 19 Bukhari dan Muslim dan lainnya meriwayatkan dari abu dzar bahwa ayat ini turun tentang hamzah, ubaidah ibnul haris, ali bin abi thalib, uthbah bin rabiah, syaibah bin rabiah dan alwalib bin Uthbah. Al-Hakim meriwayatkan dari Ali. Tentang kamilah ayat ini turun, tatkala kami tarung duel dalam perang badar. Al-hakim meriwayatkan dari jalur selain Ali. Bahwa ayat ini turun tentang orang-orang yang bertarung duel dalam perang badar, yaitu hamzah, ubaidah ibnul haris, ali bin abi thalib, uthbah bin rabiah, syaibah bin rabiah dan alwalib bin Uthbah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Aufi dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang ahli kitab yang berkata kepada mu’minin,’ kami lebih berhak atas Allah dari kalian. Kami lebih dulu menerima kitab dan nabi kami diutus sebelum nabi kalian.’ Maka kaum Mu’minin menjawab, “kami lebih berhak atas Allah. Kami beriman kepada Muhammad dan beriman kepada Nabi kalian serta kepada semua kitab yang telah diturunkan Allah. Ibnu abi Hatim meriwayatkan hal senada dari Qatadah. Ayat 25 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw mengutus Abdullah bin Unais bersama dua orang; muhajirin dan ANshar. Mereka saling 139

membanggakan nasabb, tiba-tiba Abdullah bin Unais marah dan membunuh orang Anshar itu lalu murtad dan lari ke Mekah. Maka turunlah ayat ini. Ayat 27 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa dahulu mereka tidak berkendaraan. Maka Allah menurunkan ayat ini. Memerintahkan mereka membawa bekal serta membolehkan mereka naik kendaraan dan membawa barang dagangan. Ayat 37 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa dahulu orang-orang jahiliah mengolesi ka’bah dengan daging dan darah unta. Maka para sahabat berkat, “kita lebih layak untuk mengolesinya.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 39 Ahmad, Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw pergi meninggalkan Mekah. Maka Abu Bakar berkata,” mereka mengusir Nabi mereka. Pasti mereka binasa.” Maka turunklah ayat ini. Ayat 52 Ibnu abi Hatim, Ibnu Jarir dan ibnul Mundzir meriwayatkan dengan sanada yang shahih dari ibnu az-Zubair bahwa Nabi saw di Mekah membaca, “demi bintang..” sampai pada ayat ke 20. Maka setan berkata,” itu termasuk kenikmatan yang paling utama dan sesungguhnyapertolongan mereka (latta dan uzza) sangatlah dibutuhkan, sehingga ornag-orang musyrik berkata,” sebelum ini dia tidak pernah memuji tuhan-tuhan kita.” Maka beliau sujud dan mereka pun iktu sujud. Maka turunlah ayat ini. Diriwayatkan juga oleh al-Bazzar dan ibnu Mardawaih dari said ibnuz zubair dari Ibnu Abbas. Hadis ini tidak diriwayatkan secar Muttashil kecuali dengan sanad ini. Hanya Umayyah bin Khalid yang meriwayatkannya secara muttashil , dan ia adalah orang yang Tsiqah dan Masyhur. Sedangkan Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad yang didalamnya terdapat al-Waqidi. Ibnu Mardawaih menyebutkannya dari al-kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas. Sementara Ibnu Jarir dari al-Aufi dari Ibnu Abbas. Ibnu ishaq menyebutkannya dalam as-sirah dari Muhammad bin Ka’ab. Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihab. Ibnu Jarir dari Muhammad bin Qais. Ibnu abi Hatim dari as-Suddi. Semuanya dengan makna yang sama. Dan semua riwayat itu, jika tidak dhaif, maka Munqthi’ , kecuali jalur Ibnu Jubair yang pertama. Ibnu hajar berkata, “akan tetapi banyaknya jalur periwayatan menunjukan bahwa kisah tersebut punya asal, disamping dia punya dua jalur yang shahih-sekalipun mursal140

yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, salah satunya dari az-Zuhri dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin al-Haris bin Hisaym dan yang kedua dari Dawud bin Abi Hind dari abul Aliyah. Tidak benar perkataan Ibnul Arabi dan Iyadh bahwa riwayat-riwayat ini batil dan tidak punya landasan. Ayat 60 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari muqatil bahwa ayt ini turun tentang pasukan yang dikirim Nabi saw dan mereka berjumpa dengan orang-orang musyrik pada dua malam terakhir di bulan muharram. Orang-orang musyrik berkata, “serang saja para sahabat Muhammad, mereka mengharamkan perang di bulan haram.” Sementara itu para sahabat menyeru mereka, mengingatkan mereka pada Allah, agar mereka tidak menyerang, sebab mereka tidak membolehkan perang dalam bulan haram, kecuali terhadap orang yang menyerang mereka. Orangorang musyrik menyerang lebih dahulu, maka para sahabat pun melawan. Mereka bertempur dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin. Maka turunlah ayat ini. SURAT AL-MU’MINUN Ayat 2 Al-hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah apabila shalat, mengangkat kepalanya memandang ke arah langit. Maka tuurnlah ayat ini. Maka beliau menundukan kepalanya. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan lafazh, “Rasulullah dahulu menoleh pada waktu shalat.” Said bin Manshur dan Ibnu Sirin meriwayatkannya secara mursal dengan lafazh, “beliau dahulu membolak-balikkan pandangannya. Maka turunlah ayat ini. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Sirin secara mursal, “para sahabat dahulu memandang kea rah langit ketika shalat, maka turunlah ayat ini.” Ayat 14 Ibnu abi Hatim meriwayatkan bahwa Umar berkata, “perkataaanku sesuai dengan Tuhanku dalam empat ayat yang turun. Ketika turun ayat ‘..dan sungguh kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah (23:12). aku berucap, “maha suci Allah, pencipta yang paling baik. Ayat 67 Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari said ibnuz zubair bahwa dahulu Quraisy biasa bercakap-cakap di malam hari di sekitar Ka’bah. Mereka tidak Thawaf, hanya menyombongkan diri. Maka Allah menurunka ayat ini. 141

Ayat 76 An_nasai dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa abu sufyan datang menemui Nabi saw lalu berkata,” Muhammad ingatlah Allah dan hubungan kekrabatan kita, kita sampai makan ilhiz bercampur darah.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Al-Baihaqi meriwayatkan dalm ad-Dalail dengan lafaz, ketika Tsumamah bin Atsal al-hanafi dihadapkan kepada nabi saw sebagai tawanan, beliau melepaskannya, kemudian dia masuk Islam. Lalu dia pergi ke Mekah, kemudian kembali ke Yamamah. Dia lalu menghalangi datangnya bahan makanan ke Mekah dari Yamamah, hingga orang-orang quraisy terpaksa makan ilhiz. Maka Abu sufyan datang menemui Nabi saw dan berkata, “Bukankah kamu mengatakan bahwa kamu diutus sebagai rahmat bagi alam semesta? Beliau menjawab, Ya. Dia berkata, “ kamu bunuh orang-orang tua dengan pedang, dan kamu bunuh anak-anak dengan kelaparan. Maka turunlah ayat ini. SURAT AN-NUR Ayat 3: An-Nasa’i meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa dahulu ada seorang wanita bernama Ummu Mahzul yang berprofesi sebagai pelacur, lalu ada salah satu sahabat Nabi saw. yang ingin mengawininya. Maka Allah menurunkan ayat ini Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan al-Hakim meriwayatkan dari hadits Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa dahulu seorang laki-laki yang bernama Mazid dibawa dari tawanan di Mekah hingga sampai di Madinah. Dia punya seorang kawan wanita di Mekah yang bernama Inaq. Dia minta izin kepada Nabi saw. untuk mengawini wanita tersebut, akan tetapi beliau sama sekali tidak menjawab, hingga turun ayat ini. Maka Rasulullah bersabda, “Hai Mazid! Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina atau perempuan musyrik”. Karena itu, jangan mengawininya!” Sa’id bin Manshur meriwayatkan dari Mujahid bahwa ketika Allah mengharamkan zina-padahal para wanita pelacur itu cantik-cantik- ada yang berkata, “Biarlah mereka bebas dan menikah.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 6-8: Al-Bukhari meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa di hadapan Nabi saw. Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berzina dengan Syuraik bin Sahma’. Nabi saw. bersabda kepadanya, “Keluarkan saksi! Kalau tidak, kamu harus menerima

142

hukuman had.” Ia berkata, “Rasulullah, seorang dan kami melihat lelaki lain bersama istrinya, apa mungkin dia pergi mencari saksi?!” Nabi saw. mengulangi sabdanya, “Keluarkan saksi! Kalau tidak, kamu harus menerima hukuman had.” Hilal pun berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku berkata apa adanya. Semoga Allah menurunkan ayat yang membebaskan aku dari hukuman had.” Maka Jibril turun membawa ayat ini Ahmad meriwayatkannya dengan lafazh bahwa ketika turun ayat, “Dan orang-orang yang menuduh berzina, dan mereka tidak menghadirkan 4 orang saksi maka cambuklah mereka dengan 80 kali cambukan…”. Sa’ad bin Ubadahdia pemimpin Ansha-berkata,”Apakah demikian ayat itu diturunkan, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Hai orang-orang Anshar, apakah kalian tidak mendengar ucapan pemimpin kalian ini?” Mereka menyahut, “Wahai Rasulullah, jangan salahkan dia! Dia seorang yang amat pencemburu. Sungguh, ia tidak menikahi wanita, yang seorang di antara kami juga ingin menikahinya, karena saking besarnya cemburunya.” Sa’ad berkata, “Rasulullah, aku sungguh tahu bahwa ayat itu benar dan bahwa ia dari Allah. Hanya saja aku merasa heran bahwa kalau aku mendapati istri aku disetubuhi seseorang, aku tidak boleh menyeretnya atau menggerakkannya sebelum membawa empat orang saksi! Sungguh aku tidak akan mendatangkan mereka kecuali setelah dia menyelesaikan kebutuhannya” Tidak lama kemudian datanglah Hilal bin Umayyah, salah satu dari tiga orang yang diterima tobatnya. Dia datang dan kampungnya pada waktu isya, dan ia dapati seorang lelaki sedang bersama istrinya. Ia melihat dengan matanya dan ia dengar dengan telinganya sendiri. Dia tidak bertindak apa-apa hingga pagi harinya. Lalu ia pergi menemui Rasulullah dan melapor, “Aku pulang ke rumah pada waktu isya. Aku dapati istri aku bersama seorang lelaki. Aku saksikan dengan mata aku dan aku dengar dengan telinga aku!” Rasulullah tidak senang dengan laporan yang dibawanya. Orang-orang Anshar berkumpul dan berkata, “Kita telah ditimpa peristiwa seperti yang dikatakan Sa’ad bin ‘Ubadah. Sekarang Rasulullah akan mencambuk Hilal bin Umayyah dan membatalkan persaksiannya di masyarakat!” Hilal berkata, “Demi Allah, aku berharap Allah memberi jalan keluar bagi aku dari hukuman.” Demi Allah, Rasulullah sudah hendak memerintahkan pelaksanaan hukuman cambuk, ketika tiba-tiba Allah menurunkan wahyu kepada beliau sehingga para sahabat menahan pelaksanaannya hingga beliau selesai menerima wahyu. Saat itulah turunnya ayat ini. Abu Ya’la meriwayatkan hal senada dari hadits Anas. 143

Al-Bukhari dan Muslim serta yang lain meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Uwaimir datang menemui Ashim bin Adi. Dia berkata ,”Tanyakanlah kepada Rasulullah. Kalau ada seorang laki-laki mendapati lelaki lain bersama istrinya lalu ia membunuhnya, apakah dia akan dibunuh sebagai hukuman qishash, atau harus bagaimana?” Lalu Ashim menanyakan hal itu kepada Rasulullah, dan beliau mengecamnya. Ketika berjumpa lagi, Uwaimir bertanya, “ada apa denganmu?” Ia menjawab, “ada apa denganku?! Kamu tidak membawa kebaikan buatku! Aku sudah bertanya kepada Rasulullah, tapi beliau malah mengecamku!” Uwaimir berkata, “Demi Allah, aku akan datangi Rasulullah dan aku akan bertanya sendiri!” Lalu ia pergi bertanya dan Rasulullah mengatakan, “Telah diturunkan beberapa ayat kepadaku mengenai dirimu dan istrimu.” Al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mentarjih bahwa ayat-ayat ini turun tentang Uwaimir, dan ada pula yang mentarjih bahwa ia turun tentang urusan Hilal, juga ada yang mengompromikan antara keduanya bahwa yang pertama-tama terjadi adalah urusan Hilal lalu kebetulan saat itu juga Uwaimir datang, jadi ayat-ayat tersebut turun mengenai keduanya. An-Nawawi, diikuti oleh al-Khathib, cenderung kepada kompromi ini. Katanya, ‘Barangkali keduanya kebetulan terjadi pada waktu bersamaan.” Kata al-Hafizh Ibnu Hajjar, “Ada kemungkinnan bahwa ayat itu telah turun disebabkan peristiwa Hilal; dan ketika Uwaimir—yang tidak mengetahui peristiwa yang dialami Hilal—datang, Nabi saw. memberi tahunya tentang hukumnya. Oleh sebab itu, beliau mengeluarkan sabda seperti itu dalam kisah Hilal, lalu Jibril turun, sedangkan dalam kisah Uwaimir beliau bersabda, ‘Allah telah menurunkan ayat tentang dirimu.’ Ucapan beliau, ‘Allah telah menurunkan ayat tentang dirimu,’ diartikan, ‘... Tentang siapa pun yang mengalami seperti apa yang kamu alami.’ Jawaban inilah yang dikemukakan oleh Ibnush Shabbaagh dalam ’asy-Syaamil Sementara al-Qurthubi cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa ada kemungkinan ayat ini turun dua kali.” Al-Bazzar meriwayatkan dari Zaid bin Muthii’ dari Hudzaifah bahwa Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar, “Kalau kamu lihat seorang laki-laki bersama Ummu Ruman, apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?” Ia menjawab, “Aku pasti mengambil tindakan yang buruk terhadapnya.” Rasulullah bertanya, “Bagaimana denganmu, Umar?” Ia menjawab, “Aku akan mengatakan, ‘Allah mengutuk orang yang lebih lemah, dan sungguh dia orang yang keji.” Maka turunlah ayat ini. Kata al-Hafizh Ibnu Hajjar, “Tidak ada halangan sebab turunnya ayat banyak.”

144

Ayat 11: Al-Bukhari dan Muslim serta yang lain meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Apabila Rasulullah hendak mengadakan perjalanan, beliau biasanya mengundi di antara para istrinya. Siapa yang namanya keluar maka dialah yang ikut bersama beliau. Dalam suatu peperangan, beliau mengundi kami, karena namaku yang keluar maka aku pun ikut pergi bersama beliau. Hal itu terjadi setelah diwajibkannya hijab. Maka aku pun diangkut di atas tandu dan tetap tinggal di dalamnya. Ketika Rasulullah selesai dari peperangan dan kami sedang dalam perjalanan pulang serta sudah dekat dengan Madinah, suatu malam beliau mengumumkan hendak melanjutkan perjalanan. Setelah menyelesaikan hajat, aku kembali ke tandu. Tapi ketika ku sentuh dada, kalungku buatan Azhfaar telah putus. Maka aku pun kembali ke tempat semula untuk mencari kalung. Aku masih di sana untuk mencarinya, sementara orang-orang yang mengangkut tandu sudah datang dan mereka pun mengangkatnya. Mereka menaikkannya ke unta. Mereka mengira aku berada di dalam tandu. Wanita pada masa itu tubuhnya ringan, tidak berat oleh daging. Mereka hanya makan sesuap makanan. Karena itulah para pengangkut tandu itu tidak merasa heran dengan ringannya tandu ketika mereka mengangkatnya. Mereka tuntun unta tersebut lalu berangkat. Aku baru menemukan kalungku setelah rombongan pergi. Ketika tiba di tempat peristirahatan mereka tadi, tak seorang pun kelihatan. Akhirnya aku menuju tempat istirahat tadi. Aku pikir mereka akan menyadari bahwa aku tidak ada bersama mereka dan mereka akan kembali untuk mencari. Ketika aku duduk, aku merasa mengantuk sehingga tertidur. Ketika itu Shafwan ibnul-Mu’aththal as-Sularni berjalan di belakang pasukan, dan pagi hari itu dia sampai di tempatku. Ia melihat sesosok manusia sedang tidur dan segera ia mengenalku begitu melihatku. Dia memang pernah melihatku sebelum diwajibkannya hijab. Aku terbangun mendengar suaranya mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun!’ Maka aku pun buru-buru menutupi wajahku dengan jilbabku. Demi Allah, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadaku selain ucapan tarajii’nya tadi. Ia hanya mendudukkan untanya, lalu aku pun menaikinya. Kemudian dia menuntun unta sampai kami tiba di pasukan yang sedang berhenti untuk beristirahat di siang hari yang terik. Maka, binasalah orang yang menyebarkan gosip tentang diriku. Orang yang paling giat dalam hal itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Aku tiba di Madinah, lalu selama sebulan aku jatuh sakit, sementara orang-orang memperbincangkan perkataan ahlul-ifki (para penyebar gosip) sedangkan aku tidak 145

rnenyadarinya sama sekali. Barulah ketika aku agak sehat dan aku keluar bersama Ummu Misthah menuju Manaashi’—yaitu tempat buang hajat kami— tiba-tiba Ummu Misthah terjatuh dan ia mengatakan, ‘Celakalah Misthah!’ Aku berkata, ‘Buruk sekali ucapanmu! Mengapa engkau memaki seseorang yang ikut Perang Badar?!’ Ia menjawab, ‘belumkah kamu mendengar apa yang ia katakan?’ Aku bertanya, ‘Apa yang ia katakan?’ Ia lalu memberi tahuku tentang perkataan ahlul ifki, sehingga penyakitku tambah parah. Ketika Rasulullah masuk ke kamarku, aku berkata, ‘Apakah engkau mengizinkan aku mengunjungi orang tuaku?’ Aku sebetulnya hanya ingin memastikan berita itu dari mereka. Beliau mengizinkan. Lalu aku mendatangi orang tuaku. Aku bertanya kepada ibuku, ‘Ibu, apa yang diperbincangkan orang-orang?’ Ia menjawab, ‘Oh anakku, lapangkan hatimu. Demi Allah, kalau seorang wanita sangat cantik dan dicintai suaminya serta dia punya madu, pasti madunya akan mengganggunya.’ Aku berkata, ‘Subhanallah! Apa benar orang-orang membicarakan hal itu?’ Aku pun menangis malam itu sampai pagi, tidak pernah berhenti air mataku mengalir dan tidak sekejap pun aku tidur. Lalu paginya aku masih menangis. Kemudian Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika wahyu tidak turun-turun. Beliau meminta pendapat mereka berdua tentang kemungkinan menceraikan istrinya. Usamah mengemukakan pandangannya tentang apa yang ia ketahui mengenai ketidakbersalahan istri beliau. Katanya,”Wahai Rasulullah, ia adalah istri Anda, dan kami tidak mengetahui kecuali kebaikan!’ Sedangkan Ali berkata, ‘Allah tidak memberi kesempitan kepada Anda. Wanita selain dia banyak. Kalau Anda menanyai budak wanita itu, pasti dia akan menjawab sejujurnya.’ Maka beliau memanggil Bariirah dan berkata,”Hai Bariirah, apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakanmu pada diri Aisyah?’ Bariirah menjawab, ‘Demi Allah yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak melihat sesuatu yang aku ragukan pada dirinya selain fakta bahwa dia hanyalah seorang gadis belia yang ketiduran menjaga adonan keluarganya sehingga datang ayam yang memakannya.’ Mendengar itu, Rasulullah bangkit dan berdiri di atas mimbar. Lalu beliau meminta uzur bagi Abdullah bin Ubay. Kata beliau, ‘Wahai kaum muslimin, siapa yang maklum kalau aku ambil tindakan atas seseorang yang menyakiti aku dengan memfitnah istriku? Demi Allah, aku tidak mengetahui selain kebaikan pada istriku!’ Hari itu aku masih menangis, air mataku tidak pernah berhenti menetes. Lalu malam itu juga aku masih menangis, air mataku tidak pernah berhenti turun, dan aku tidak pernah tidur. Kedua orang tuaku mengira bahwa tangis akan merusak 146

hatiku. Ketika mereka duduk di dekatku sementara aku menangis, tiba-tiba seorang wanita Anshar minta izin masuk. Setelah kuizinkan, ia duduk dan menangis bersamaku. Kemudian Rasulullah datang, mengucapkan salam, lalu duduk. Sudah sebulan beliau tidak menerima wahyu mengenai urusanku. Beliau mengucapkan syahadat, lalu bersabda, ‘Amma ba’du. Aisyah, aku mendengar begini dan begitu tentang dirimu. Kalau kamu tidak bersalah, pasti Allah akan menyatakanmu tidak bersalah. Tapi kalau kamu telah melakukan suatu dosa, mintalah ampun kepada Allah dan bertobatlah, sebab kalau seorang hamba mengakui dosanya dan bertobat maka Allah akan menerima tobatnya.’ Usai beliau berkata demikian, aku katakan kepada ayahku, ‘Tolong aku menjawab Rasulullah!’ Ia berkata,”Demi Allah, aku tidak tahu apa yang mesti kukatakan!’ Lalu aku katakan kepada ibuku, ‘Tolong aku menjawab Rasulullah!’ Tapi ia juga berkata, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang mesti kukatakan!’ Akhirnya aku berkata— sementara aku hanyalah seorang gadis belia, ‘Demi Allah, aku tahu kalian telah mendengar hal ini hingga ia mantap dalam hati kalian dan kalian membenarkannya. Kalau kukatakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah—dan Allah tahu bahwa aku tidak bersalah—pasti kalian tidak akan percaya ucapanku.’ Dalam sebuah riwayat, ‘Tapi kalau aku mengakui sesuatu pada kalian—padahal Allah tahu bahwa aku tidak melakukannya—pasti kalian percaya ucapanku. Dan demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan tentang aku dan kalian kecuali seperti perkataan ayah Yusuf, maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (Yusuf : 18) Lalu aku bergeser dan berbaring di pembaringan. Demi Allah, Rasulullah belum meninggalkan tempat duduknya, dan belum keluar seorang pun dari dalam rumah, hingga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi saw. sehingga seperti biasanya tubuh beliau bergetar. Setelah selesai, perkataan pertama yang diucapkannya adalah, ‘Bergembiralah, Aisyah! Allah telah menyatakan kamu tidak bersalah!’ Ibuku segera berkata kepadaku, ‘Bangun dan hampirilah dia!’ Aku berkata,”Demi Allah, aku tidak mau menghampirinya. Aku hanya mau memuji Allah, sebab Dialah yang menurunkan pernyataan kesucianku.’ Allah menurunkan ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga,’ sepuluh ayat. Maka Abu Bakar berkata,’Demi Allah, aku tidak akan memberinya nafkah setelah apa yang ia katakan tentang Aisyah!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya ayat 22

147

Ayat 22: Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku sungguh ingin Allah mengampuniku.” Lalu ia kembali memberikan nafkah kepada Misthah sebagaimana dahulu ia berikan. Dalam hal ini terdapat riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar yang disebutkan oleh ath-Thabrani, dari Abu Hurairah yang disebutkan oleh al-Bazzar, dan dari Abul Yusr yang disebutkan oleh Ibnu Mardawaih. Ayat 23: Ath-Thabrani meriwayatkan dari Khashif, dia berkata, “Aku bertanya kepada Sa’id ibnuz-Zubair,”Mana yang lebih berat: zina atau qadzaf” Ia menjawab, ‘Zina.’ Aku berkata, ‘Allah berfirman, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik.” Ia berkata,”Ini turun khusus tentang urusan Aisyah.” Dalam sanad riwayat ini terdapat Yahya al-Hamaani, seorang yang lemah. Ia meriwayatkan pula dari adh-Dhahhak bin Muzahim bahwa ayat ini turun tentang para istri Nabi saw. secara khusus. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang Aisyah secara khusus. lbnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Aku difitnah tanpa aku menyadarinya. Kemudian aku mendengarnya. Dan ketika Rasulullah berada bersamaku, beliau menerima wahyu. lalu beliau duduk tegak dan mengusap wajahnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Hai Aisyah, bergembiralah!’ Aku menyahut, ‘Aku memuji Allah, bukan memujimu!’ Lalu beliau membaca, ‘Sesungguhnya orangorang yang menuduh wanita yang baik-baik,”sampai ayat,”Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang....”. Ayat 26: Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang para perawinya tsiqah dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. bahwa ayat ini turun tentang Aisyah ketika difitnah orang munafik, lalu Allah menyatakan kebersihannya dari tuduhan itu. Ath-Thabrani meriwayatkan dengan dua sanad, yang kedua-duanya mengandung kelemahan, dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang orangorang yang membicarakan gosip dusta mengenai istri Nabi saw. Ath-Thabrani juga meriwayatkan dari al-Hakam bin Utaibah bahwa ketika orang-orang membicarakan perihal Aisyah, Rasulullah mengutus seseorang menemui Aisyah dengan pertanyaan, “Aisyah, apa yang dibicarakan orang-orang itu?” Ia menjawab, “Aku tidak meminta maaf atas apa pun hingga turun uzur aku dari langit.” Maka Allah menurunkan mengenai dirinya lima belas ayat dari surah 148

an-Nuur. Lalu ia membaca sampai ayat, “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji.” ini mursal, tapi sanadnya shahih. Ayat 27: Al-Faryabi dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Adi bin Tsabit bahwa seorang wanita Anshar datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berada dalam sebuah rumah yang aku tidak suka seorang pun melihatku, akan tetapi selalu saja ada lelaki dari keluarga aku yang masuk rumah sementara aku berada dalam keadaan tersebut. Apa yang harus aku perbuat?” Maka turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan bahwa ketika turun ayat isti’dzaan (etika meminta izin) memasuki rumah, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan para pedagang Quraisy yang bolak-balik antara Mekah-Madinah-Syam, dan mereka mempunyai rumah-rumah tertentu di tengah perjalanan? Bagaimana mereka minta izin dan mengucapkan salam padahal tidak ada yang tinggal di dalamnya?” Maka turunlah, “Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” Ayat 31: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil. Jabir bin Abdillah menceritakan bahwa Asma’ binti Martsad ketika itu sedang berada di kebun kurmanya. Tibatiba beberapa wanita masuk ke kebun tanpa mengenakan hijab. sehingga terlihat gelang di kaki mereka, juga terlihat dada dan rambut mereka. Maka Asma berkata, “Alangkah buruknya hal ini!” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari seseorang yang berasal dari Hadhramaut bahwa seorang wanita memasang dua gelang perak dan mengenakan batu kumala, lalu ia lewat di depan sekelompok orang dan ia menghentakkan kakinya sehingga gelang kakinya membentur batu kumala dan mengeluarkan suara. Maka Allah menurunkan ayat, “Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” Ayat 32: Ibnus Sakan, dalam Ma’rifatush Shahaabah, meriwayatkan dari Abdullah bin Shabih dari ayahnya, ia berkata, “Dulu aku adalah budak Huwaithib bin Abdul Uzza. Ketika aku meminta transaksi mukaatabah padanya, ia menolak. Maka turunlah ayat ini Ayat 33 Firman-Nya, “Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk 149

melakukan pelacuran.” Muslim meriwayatkan dari Abu Sufyan dari Jabir bin Abdillah bahwa Abdullah bin Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya, “Pergilah dan melacurlah untuk kami!” Maka Allah menurunkan ayat ini. Muslim juga meriwayatkan dari ini bahwa seorang budak wanita milik Abdullah bin Ubay, yang benama Masikah, dan seorang budak wanita yang lain yang benama Umaimah, dipaksa oleh Abdullah untuk berzina, lalu keduanya mengadukan hal itu kepada Nabi saw.. Maka Allah menurunkan ayat ini Al-Hakim meriwayatkan dari Abuz Zubair dari Jabir bahwa Masikah datang kepada sebagian orang Anshar, lalu mengatakan, “Majikan aku memaksa aku melacur.” Maka turunlah ayat ini Al-Bazzar dan ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari lbnu Abbas bahwa dahulu Abdullah bin Ubay punya Seorang budak wanita yang pada masa jahiliah melakukan pelacuran. Ketika zina diharamkan, budak ini berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berzina untuk selamanya!” Maka turunlah ayat ini. Al-Bazzar meriwayatkan hal senada dengan sanad yang lemah dari Anas, dan ia menyebut nama budak wanita itu Mu’adzah. Sa’id bin Manshur meriwayatkan dari Sya’ban dari Amr bin Dinar dari ‘Ikrimah bahwa Abdullah bin Ubay dahulu punya dua orang budak wanita: Masikah dan Mu’adzah. Abdullah memaksa mereka berzina. Maka salah seorang budak itu berkata, “Kalau zina memang bagus, aku sudah terlalu sering melakukannya. Tapi kalau tidak bagus, sudah sepatutnya aku meninggalkannya.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 48: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari mursal al-Hasan bahwa dahulu, kalau seseorang punya permusuhan atau persengketaan dengan orang lain, lalu ia diajak menghadap Nabi saw., dan ia berada di pihak yang benar, maka ia akan patuh dan ia tahu bahwa Nabi saw. akan memberikan haknya kepadanya. Tapi kalau ia mau berbuat zalim lalu ia diajak untuk menghadap Nabi saw., ia akan berpaling seraya mengatakan, “Pergilah menemui si Fulan!” Maka Allah menurunkan ayat ini Ayat 55: Al-Hakim dan ath-Thabrani meriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab bahwa ketika Rasulullah dan para sahabatnya tiba di Madinah dan ditampung kaum Anshar, seluruh bangsa Arab bersatu memusuhi mereka. Kaum muslimin ketika itu tidak tidur tanpa membawa senjata, dan tidak bangun kecuali memegang senjata. Maka 150

mereka berkata, “Kalian lihat kapan kita hidup dan tidur dengan aman, tidak takut kecuali kepada Allah?!” Maka turunlah ayat, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman...”. lbnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Bara’, dia berkata, “Ayat ini turun tentang kami tatkala kami berada dalam ketakutan yang hebat.” Ayat 61: Abdurrazzaaq berkata, “Muammar memberi tahu kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid bahwa dahulu orang menuntun orang buta, orang pincang, dan orang sakit ke rumah ayahnya, rumah saudara lelakinya, rumah saudara wanitanya, atau rumah bibinya. Sementara orang-orang yang sakit kronis enggan melakukan hal itu. mereka berkata,”Mereka membawa kita ke rumah selain rumah mereka sendiri!’ Maka tururlah ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),.. .“ (an-Nisaa’: 29) Kaum muslimin berkata, “Allah melarang kita memakan harta benda di antara sesama kita dengan cara yang batin. Karena makanan termasuk harta paling afdhal, berarti seseorang tidak boleh makan di tempat orang lain.” Maka orangorang pun berhenti melakukannya, sehingga turun ayat, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) hagi dirimu,...” sampai firman-Nya, “Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri.” Adh-Dhahhak meriwayatkan bahwa dahulu sebelum Nabi saw. diutus, orangorang jahiliah pada waktu makan tidak mau ditemani orang buta, orang sakit, atau orang pincang, sebab orang buta tidak dapat melihat makanan yang bagus, orang yang sakit tidak dapat menyantap makanan seperti orang sehat, dan orang pincang tidak dapat berdesakan untuk mendapat makanan. Maka, turunlah rukhshah tentang makan bersama mereka. Ia meriwayatkan dari Maqsim bahwa dahulu mereka enggan makan bersama orang buta dan orang pincang. Maka turunlah ayat ini. Ats-Tsa’labi meriwayatkan dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas bahwa al-Harits berangkat perang bersama Rasulullah dan dia meninggalkan keluarganya dalam penjagaan Khalid bin Zaid, tapi dia segan makan makanan mereka sebab dia sakit. Maka turunlah firman Allah, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu,...”

151

Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aisyah bahwa kaum muslimin sangat ingin pergi berperang bersama Rasulullah. Maka mereka pun menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang yang sakit keras disertai pesan kepada mereka, “Kami izinkan kalian makan apa saja yang kalian inginkan!” Akan tetapi mereka (orang-orang yang sakit itu) berkata, “Kita tidak boleh makan, sebab mereka memberi izin tidak secara sukarela.” Maka Allah menurunkan ayat, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu,” hingga firmanNya, “Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirisendiri.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari az-Zuhri bahwa ia ditanya tentang ayat ini. “Mengapa orang buta, orang pincang, dan orang sakit disebut di sini?” Ia menjawab, “Ubaidillah bin Abdullah memberi tahuku bahwa dahulu apabila kaum muslimin pergi berperang, mereka meninggalkan orang-orang sakit keras dan menyerahkan kunci rumah kepada mereka, disertai pesan, ‘Kami izinkan kalian makan apa saja yang ada di rumah kami.’ Akan tetapi orang-orang sakit itu merasa segan melakukannya. Kata mereka, ‘Kita tidak boleh memasuki rumah mereka sewaktu mereka tidak ada.’ Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka.” Ia meriwayatkan dari Qatadah bahwa ayat, “Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri, ”turun tentang satu marga bangsa Arab, yang salah seorang dari mereka tidak mau makan seorang diri, dan selalu membawa makanannya setengah harian sampai dia temukan seseorang yang makan bersamanya. Ia meriwayatkan dari ‘Ikrimah dan Abu Shaleh, kata mereka, “Apabila orangorang Anshar menerima tamu, mereka tidak makan hingga si tamu makan bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka.” Ayat 62: Ibnu Ishaq dan al-Bathaqi dalam ad-Dalaa’il meriwayatkan dari Urwah, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dan lain-lain bahwa ketika Quraisy datang menyerbu pada Perang al-Ahzab, mereka berkemah di Majma’ul Asyaal dekat Rumah Bi’r di Madinah. Mereka dipimpin Abu Sufyan. Suku Ghathafan juga datang dan mereka berkemah di Na’maa, di lereng Gunung Uhud. Ketika Rasulullah mendengar berita itu, beliau segera menggali parit di sekitar Madinah. Beliau bekerja, juga kaum muslimin ikut bekerja, sementara kaum munafiqin berlambat-

152

lambat (enggan). Mereka memilih pekerjaan yang ringan-ringan, lalu menyelinap pergi ke rumah mereka tanpa sepengetahuan dan izin Rasulullah. Sementara kalau seseorang dari kaum muslimin punya hajat yang harus diselesaikan, ia memberitahukannya kepada Rasulullah dan meminta izin untuk memenuhi hajatnya lalu beliau memberinya izin. Kalau sudah selesai dari hajatnya, dia kembali bekerja. Maka Allah menurunkan ayat ini hingga ayat 64. Ayat 63: Abu Nu’aim meriwayatkan dalam ad-Dalaa’il dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa mereka dahulu memanggil, “Hai Muhammad, hai Abul Qasim!” Maka Allah menurunkan ayat ini. Maka mereka memanggil, “Wahai Nabi, Wahai Rasulullah!” SURAT AL-FURQAN Ayat 10: Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Khaitsamah bahwa dikatakan kepada Nabi saw., “Kalau kamu mau, Kami akan memberimu kunci dan gudang kekayaan dunia, tanpa mengurangi pahalamu di sisi Kami di akhirat. Tapi kalau kamu mau, Aku akan menggabungkan keduanya untukmu di akhirat.” Beliau menjawab, “Kumpulkan saja keduanya untukku di akhirat.” Maka turunlah ayat ini. Ayat 20: Al-Wahidi meriwayatkan dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa ketika kaum musyrikin menyindir Rasulullah miskin dengan mengatakan, “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan-jalan di pasar?” Rasulullah merasa sedih. Maka turunlah ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Sa’id dan Ikrimah dari Ibnu Abbas. Ayat 27: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ubai bin Khalaf dahulu mengikuti majelis Nabi saw., tapi ia dihardik oleh Uqbah bin Abi Mu’ith. Maka turunlah ayat ini hingga ayat 29. Ia meriwayatkan hal senada dari asy-Sya’bi dan Maqsim. Ayat 32: Ibnu Abi Hatim, al-Hakim (sambil menyatakan shahih), dan adh-Dhiya’ dalam al-Mukhtaarah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang musyrik berkata, “Kalau Muhammad memang seorang nabi sebagaimana ia klaim, mengapa ia

153

disiksa oleh Tuhannya? Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus? Mengapa hanya turun satu dua ayat kepadanya?” Maka Allah menurunkan ayat ini. Ayat 68: Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘Dosa apa yang paling besar?’ Beliau menjawab, ‘Mengadakan tandingan bagi Allah padahal Dialah yang telah menciptakanmu!’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu apa?’ Beliau menjawab, ‘Membunuh anak karena khawatir dia akan makan bersamamu. “Aku bertanya lagi, ‘Lalu apa?’ Jawab beliau, ‘Berzina dengan istri tetangga.’ Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai pembenaran atas sabda beliau. Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang musyrik telah banyak melakukan pembunuhan, telah banyak melakukan zina, lalu mereka mendatangi Nabi Muhammad saw. dan berkata, “Apa yang kamu katakan dan kamu dakwahkan adalah bagus seandainya kamu beritahu kami bahwa perbuatan kami dahulu bisa terhapus.” Maka turunlah ayat ini hingga ayat 70. Juga turun ayat, “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas.... “ (az-Zumar : 53) Ayat 70: Al-Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat , “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah..”(25:68). orangorang musyrik Mekah berkata, “Kami telah membunuh tanpa hak, menyembah Tuhan lain di samping menyembah Allah, dan melakukan perbuatan keji (zina).” Maka turunlah ayat ini. SURAT ASY-SYU’ARAA Ayat 205: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Juhdham bahwa Nabi saw. terlihat sedang bingung, lalu para sahabat bertanya, dan beliau menjawab, “Mengapa?”Aku bermimpi melihat musuhku yang berasal dari umatku setelah aku mati.” Maka turunlah ayat 205- 207. Maka hati beliau lega. Ayat 214: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa ketika turun ayat, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” beliau memulai dari keluarga dan marganya, sehingga hal itu terasa berat atas kaum muslimin. Maka Allah menurunkan ayat 215. 154

Ayat 224: Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-’Aufi dari Ibnu Abbas bahwa pada masa Rasulullah terdapat dua orang, yang satu dari kaum Anshar sedangkan yang kedua dari kaum yang lain. Masing-masing punya pengikut sesat dari kaumnya, yaitu orang-orang yang bodoh. Maka Allah menurunkan ayat, “Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hal senada dari ‘Ikrimah. Ia juga meriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat, “Dan penyair-penyair itu,” hingga firmanNya”... mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan (nya)?” Abdullah bin Rawaahah berkata, “Allah sudah tahu bahwa aku termasuk golongan mereka.” Maka Allah menurunkan ayat 227,”“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan...,”hingga akhir surah. Ibnu Jarir dan al-Hakim meriwayatkan dari Abul Hasan al-Barrad bahwa ketika turun ayat, “Dan penyair-penyair itu,”Abdullah bin Rawaahah, Ka’ab bin Malik, dan Hassan bin Tsabit datang menghadap dan berkata, “Wahai Rasulullah, Allah menurunkan ayat ini sementara Dia tahu bahwa kami adalah penyair. Kami celaka!” Maka Allah menurunkan ayat,”“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan” Rasulullah memanggil mereka dan membacakan ayat itu kepada mereka. SURAT AL-QASHASH Ayat 51: Ibnu Jarir dan ath-Thabrani meriwayatkan dari Rifa’ah al-Qurazhi bahwa ayat, ”Dan sungguh, Kami telah menyampaikan perkataan ini (Al-Qur’an),” turun tentang sepuluh orang, ia adalah salah satunya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ali bin Rifa’ah bahwa sepuluh orang Ahli Kitab, di antaranya Abu Rifa’ah (yakni ayahnya), pergi menemui Nabi saw. dan beriman, lalu mereka disakiti. Maka turunlah ayat 52,’Orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab...’ Ia meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami diberi tahu bahwa ayat ini turun tentang beberapa orang Ahli Kilab yang dahulu berada di atas kebenaran, lalu mereka beriman ketika Allah mengutus Muhammad. Di antara mereka adalah Salman dan Abdullah bin Sallam.” Ayat 52: Akan disebutkan sebab turunnya dalam surah al-Hadiid. Ayat 56: 155

Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda kepada pamannya, “Ucapkan laa ilaaha illallah agar aku dapat bersaksi untukmu di akhirat!” Sang paman menjawab, “Seandainya wanita-wanita Quraisy tidak akan mengejekku dengan mengatakan, ‘Dia melakukannya karena ketakutan,’ niscaya sudah kuturuti keinginanmu sehingga kamu senang!” Maka Allah menurunkan ayat, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,...” An-Nasa’i dan Ibnu ‘Asakir dalam Taariikh Dimasyq meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari Abu Sa’id bin Rafi’, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang ayat ini, apakah turun tentang Abu Jahal dan Abu Thalib? Ia menjawab, Ibnu Jarir meriwayatkan dan al-’Aufi dan Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang Quraisy berkata kepada Nabi saw., “Kalau kami mengikutimu, pasti orangorang mengusir kami!” Maka turunlah ayat ini. An-Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-Harits bin ‘Amir bin Naufal adalah orang yang mengatakan demikian. Ayat 61: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid tentang firman-Nya,’“Maka apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga),”’ia berkata, “Ayat ini turun tentang Nabi saw. dan Abu Jahal bin Hisyam.” Ia meriwayatkan dari lain darinya bahwa ia turun tentang Hamzah dan Abu Jahal. Ayat 85: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari adh-Dhahhak bahwa ketika Nabi saw. keluar dari Mekah dan tiba di al-Juhfah, beliau merasa rindu kepada Mekah. Maka Allah menurunkan ayat ini SURAT AL-‘ANKABUUT Ayat 1 Ibnu Abi Hatim meniwayatkan dari asy-Sya’bi. Ayat ini Turun tentang beberapa orang yang tinggal di Mekah dan telah menyatakan masuk Islam, lalu para sahabat Rasulullah di Madinah menulis surat kepada mereka, ‘Pernyataan masuk Islam kalian tidak diterima kecuali jika kalian berhijrah!’ Maka mereka berangkat menuju Madinah, tapi mereka dikejar kaum musyrik dan dipaksa kembali. Lalu para sahabat menulis surat lagi, ‘Telah turun ayat begini dan begini tentang kalian.’ Maka mereka berkata, ‘Kita harus pergi. Kalau ada yang mengejar, 156

kita harus melawan.’ Mereka lalu berangkat. Ketika kaum musyrikin mengejar, mereka bertempur, sehingga ada yang terbunuh dan ada yang selamat. Maka Allah menurunkan ayat tentang mereka, ‘Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan,.. . “(an-Nahl: 110) Ia meriwayatkan dari Qatadah bahwa ayat ini turun tentang beberapa orang penduduk Mekah yang hendak berhijrah namun mereka dihadang kaum musyrik sehingga mereka terpaksa kembali. Saudara-saudara mereka lalu menulis surat kepada mereka, memberitahukan ayat AI-Qur’an yang turun mengenai mereka. Maka mereka berangkat sehingga sebagian di antara mereka terbunuh dan sebagian lagi selamat. Maka turunlah ayat, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami....” (al-’Ankabuut: 29) Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Ubaid dari Ibnu Umar bahwa ayat ini turun tentang ‘Ammar bin Yasir ketika ia disiksa karena memeluk agama Allah.’ Ayat 8: Muslim, at-Tirmidzi, dan lain-lain meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa Ibunya Sa’ad berkata, “Bukankah Allah telah memerintahkan kamu berbakti!? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati atau kamu kafir.” Maka turunlah ayat ini Ayat 10: Sebab turunnya telah disebutkan dalam surah an-Nisaa’. Ayat 51: Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ad-Darimi dalam Musnadnya meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar dari Yahya bin Ja’dah bahwa beberapa orang muslim membawa buku yang berisi tulisan tentang apa yang mereka dengar dari orang-orang Yahudi. Maka Nabi saw. bersabda, “Cukuplah kesesatan buat suatu kaum kalau mereka tidak menyukai apa yang dibawa oleh nabi mereka untuk mereka dan menginginkan apa yang dibawa oleh selain dia untuk kaum selain mereka.” Maka turunlah ayat ini Ayat 60: ‘Abd bin Humaid, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu Umar, dia berkata,”Aku pergi bersama Rasulullah hingga kami memasuki salah satu kebun Madinah, lalu beliau memungut beberapa kurma dan memakannya. Lalu beliau bertanya, ‘Ibnu Umar, mengapa kamu tidak makan?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak berselera.’ Beliau bersabda, ‘Akan tetapi aku 157

berselera. ini adalah pagi keempat semenjak aku tidak mencicipi dan menemukan makanan. Kalau mau, niscaya aku berdoa kepada Allah, meminta seperti apa yang ada di istana Kisra dan Kaisar. Bagaimana denganmu, Ibnu Umar, kalau kamu bertemu suatu kaum yang menyimpan rezeki setahun mereka dan lemah keyakinan (iman) mereka?’ Demi Allah, belum lagi kami bergerak hingga turun ayat, “Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Lalu Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan aku merenggut harta dunia dan tidak pula menyuruhku memperturutkan syahwat. Aku tidak menyimpan satu dinar maupun satu dirham serta tidak menyimpan rezeki untuk esok hari.” Ayat 67: Juwaibir meriwayatkan dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa mereka mengatakan, “Hai Muhammad, tidak ada yang menghalangi kami masuk agamamu selain kekhawatiran bahwa orang-orang akan merampok kami karena kami berjumlah sedikit sedang suku Badui lebih banyak jumlahnya daripada kami! Begitu mereka mendengar kabar bahwa kami masuk agamamu, kami pasti dirampok.” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman.” SURAT AR-RUUM Ayat 1-2: At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id bahwa pada waktu Perang Badar, bangsa Romawi mengalahkan bangsa Persia. Hal itu menakjubkan kaum mukminin. Maka turunlah ayat, “Bangsa Romawi telah dikalahkan,” sampai firman-Nya ayat 5, “Karena pertolongan Allah.” Yakni dengan harakat fathah pada huruf ghain. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dia berkata, “Kami mendengar bahwa dahulu kaum musyrikin mendebat kaum muslimin sewaktu mereka masih di Mekah sebelum Rasulullah keluar. Kata mereka, ‘Bangsa Romawi mengaku Ahli Kitab, tapi mereka dikalahkan oleh kaum Majusi. Kalian mengklaim bahwa kalian akan mengalahkan kami dengan kitab yang diturunkan kepada nabi kalian. Bagaimana kaum Majusi mengalahkan bangsa Romawi padahal mereka adalah Ahli Kitab? Kami akan mengalahkan kalian sebagaimana bangsa Persia mengalahkan

158

bangsa Romawi!’ Maka Allah menurunkan ayat, ‘Alif laam miim. Bangsa Romawi telah dikalahkan.” Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Ikrimah, Yahya bin Ya’mar, dan Qatadah. riwayat pertama mengikuti qiraa’at (ghalibat )—dengan harakat fathah— karena ayat ini turun pada waktu kemenangan mereka yang bersamaan waktunya dengan Perang Badar. Sedang riwayat kedua mengikuti qiraa’at yang membacanya dengan harakat dhammah, dan maknanya, “Dan- setelah mereka mengalahkan bangsa Persia, mereka akan dikalahkan oleh kaum muslimin.” Dengan arti ini maknanya menjadi benar. Kalau tidak (diartikan demikian), ia tidak mengandung makna yang signifikan. Ayat 27: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah bahwa orang-orang kafir merasa heran bahwa Allah akan menghidupkan orang-orang mati. Maka turunlah ayat, “Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya.” Ayat 28: Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa kaum musyrikin dahulu bertalbiah seperti ini, “Labbaikaulaahumma labbaik, labbaika laa syariika laka, illa syariikan huwa laka tamlikuhu wa maa malaka (Kami penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Tiada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu milik-Mu, Engkau memilikinya dan apa yang ia punya).” Maka Allah menurunkan ayat ini Juwaibir meriwayatkan hal serupa dari Dawud bin Abi Hind dan Abu Ja’far Muhammad bin Ali dari ayahnya. SURAT LUQMAN Ayat 6: Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Aufi dari Ibnu Abbas. ayat ini turun tentang seorang lelaki Quraisy yang membeli seorang budak wanita penyanyi. Juwaibir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ayat ini turun tentang anNadhr ibnul-Harits yang membeli seorang budak wanita penyanyi. Setiap kali ia mendengar ada orang yang hendak masuk Islam, ia membawanya kepada penyanyinya itu dan berkata, “Berikan makan dan minum serta nyanyikan lagu untuknya. ini lebih baik dari apa yang diserukan oleh Muhammad kepadamu: shalat, puasa, dan berperang untuk membelanya.” Maka turunlah ayat ini. 159

Ayat 27: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa kaum Ahli Kitab bertanya kepada Rasulullah tentang ruh, maka Allah menurunkan, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, ‘Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” Orang-orang itu lalu mengatakan, “Kamu bilang kami tidak dikaruniai ilmu kecuali hanya sedikit, padahal kami telah diberi Taurat, yang merupakan al-hikmah, dan barangsiapa diberi hikmah berarti ia telah diberi karunia yang besar!?” Maka turunlah ayat, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjàdi pena dan lautan (menjadi tinta).” Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Atha bin Yasar bahwa ayat ini turun di Mekah. Lalu setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau didatangi pendeta-pendeta Yahudi yang mengatakan, “Kami dengar kamu mengatakan, ‘Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’ Kami yang kamu maksud, atau kaummu?” Beliau menjawab, “Aku maksud semua.” Kata mereka, “Tapi kamu membaca bahwa kami telah diberi Taurat yang di dalamnya terdapat penjelasan mengenai segala hal?!” Rasulullah bersabda, “Ia, dibanding ilmu Allah, adalah sedikit.” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta),...” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan lafazh ini dari Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas. Abusy Syaikh (dalam kitab al-’Azhamah) dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah bahwa orang-orang musyrik berkata, “ibi hanyalah kalimat yang tidak lama lagi akan habis.” Maka turunlah ayat, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta). Ayat 34: Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid bahwa seorang lelaki penduduk padang pasir (suku Badui) datang dan berkata, “Istri aku hamil; beritahu aku, apa jenis kelamin bayi yang akan dilahirkannya? Negeri kami kering kerontang; beritahu aku kapan akan turun hujan! Engkau tahu kapan aku dilahirkan, maka beritahu aku kapan aku akan mati!” Maka Allah menurunkan ayat ini. SURAT AS-SAJDAH Ayat 16: Al-Bazzar meriwayatkan dari Bilal, dia berkata, “Ketika itu kami duduk di masjid, sementara beberapa sahabat Rasulullah shalat setelah maghrib sampai

160

isya’. Maka turunlah ayat ini. Dalam sanadnya ada Abdullah bin Syabib, lemah. At-Tirmidzi meriwayatkan (seraya menyatakan shahih) dari Anas bahwa ayat ini turun tentang menunggu shalat yang disebut shalat al-’atamah. Ayat 18: Al-Wahidi dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair dari Ibnu Abbas bahwa al-Walid bin Uqbah bin Abi Mu’ith berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Aku lebih kuat dari pada kamu, lebih pandai berbicara, dan lebih berguna bagi pasukan daripada kamu!” Ali menghardiknya, “Diam! Kamu adalah orang fasik!” Maka turunlah ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Atha bin Yasar. Ibnu Adi dan al-Khathib dalam Taariikh-nya meriwayatkan hal serupa dari alKalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas. Al-Khatbib dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Luhai’ah dari Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang Ali bin Abi Thalib dan Uqbah bin Abi Mu’ith, yaitu mengenai percekcokan yang terjadi antara mereka. Demikianlah dalam riwayat ini disebutkan bahwa ia turun tentang Uqbah bin Abi Mu’ith, bukan al-Walid. Ayat 28: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah bahwa para sahabat berkata, “Pada suatu hari nanti kita akan dapat hidup tenang dan senang.” Maka orang-orang musyrik berkata, ‘Kapankah kemenangan itu (datang) jika engkau orang yang benar?” Maka turunlah ayat ini.” SURAT AL-AHZAB Ayat 1 Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Adh-Dhahak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa orang-orang Mekkah diantaranya Al-Walid bin Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah mengajak kepada Nabi Saw. Untuk meninggalkan dakwahnya dengan perjanjian akan diberikan setengah harta benda mereka sedang kaum munafikin dan Yahudi Madinah menakut-nakuti Rasulullah dengan ancaman akan membunuhnya jika tidak meninggalkan dakwahnya. Maka turunlah ayat ini yang memperingatkan Nabi untuk tidak mengikuti orang-orang kafir dan munafikin. Ayat 4 Diriwayatkan oleh Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa pada suatu hari disaat Nabi Saw. Salat terlintas didalam hatinya, ucapan-ucapan kaum 161

munafikin yang salat bersamanya, bahwa mereka mempunyai dua hati. Satu hati bersama orang kufur (kafir) dan yang satunya lagi bersama orang beriman. Maka Allah menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa Allah tidak menciptakan dua hati bagi manusia. (Tirmidzi menganggap hasan hadits ini) Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Khashif yang bersumber dari Sa’id bin Jubairm Mujahid dan Ikrimah bahwa ada seorang laki-laki didesas-desuskan berhati dua. Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan mengenai desas-desus itu. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah yang bersumber dari Al-Hasan, dengan tambahan bahwa orang-orang itu berkata: “Aku ini punya hati yang dapat menyuruhku dan hati yang melarangku”. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Najih yang bersumber dari Mujahid, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki Bani Fahm yang berkata: “Sesungguhnya didalam rongga dadaku terdapat dua hati yang keduanya lebih cemerlang dari hati Muhammad. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi, dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang Quraisy dan Bani Jahmin yang bersama Jamil bin Makmar (yang mengaku berhati dua yang lebih cemerlang dari hati Muhammad Saw. Ayat 5 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Umar, dikemukakan bahwa para sahabat biasa memanggil Zain bin Haritsah dengan sebutan “Zaid bin Muhammad”. Ayat ini turun sebagai petunjuk untuk memanggil anak angkat denagn disertai nama bapak kandungnya. Ayat 9 Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Hudzaifah, dikemukakan bahwa pada waktu peperangan Al-Ahzab pada malam yang sangat gelap gulita para sahabat Rasulullah bersiap-siap menantikan pasukan musuh. Terlihatlah pasukan yang dipimpin Abu Sufyan berada diatas pasukan kaum Muslimin (diatas bukit), sedangkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah (sekutu Abu Sufyan) berada di bagian bawah (lembah-lembah). Dikhawatirkan mereka akan mengganggu keluarga dan anak kaum muslimin. Pada malam itu angin terasa berhembus dengan sangat kencang, sehingga kaum munafikin meminta kepada Nabi untuk meninggalkan tempat itu dengan alasan rumah mereka kosong, padahal sebenarnya mereka akan melarikan diri. Setiap orang meminta izin kepada Nabi Saw. Diizinkannya mereka dan mereka terus lari bersembunyi. 162

Ketika Nabi memeriksa pasukan kaum muslimin, seorang-seorang sampailah kepada Hudzaifah, dan bersabda: “Cobalah sellidiki keadaan musuh”. Hudzaifah pun berangkat dan melihat angin menghantam perkemahan musuh, sehingga tidak ada sejengkal pun perkemahan yang luput dari serangan angin itu, dan juga mendengar kemah-kemah dan barang-barang terlempar batu yang dibawa angin dan mereka berteriak mengajak kawannya mundur. Kemudian Hudzaifdah menghadap kepada Rasulullah dan melaporkan hal ihwal musuh. Maka turunlah ayat ini sebagai perintah untuk selalu mengingat akan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. Ayat 12 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaqi didalam kitab Ad-Dalail dari Katrsir bin Abdillah Ibnu ‘Amr Al-Muzani, dari bapaknya yang bersumber dari kakeknya, dikemukakan bahwa ketika Rasulullah Saw. Membuat parit (khandaq) diwaktu perang Al-Ahzab, beliau menemukan sebuah batu besar yang bundar berwarna putih (sebagai slah satu isyarat dari Allah Swt.). Rasulullah Saw. Mengambil cangkul dan memukul batu tersebut sehingga retak dan berkilat menerangi seluruh kota Madinah. Beliau bertakbir dan diikuti oleh kaum muslimin. Kemudian memumulkan cangkkul tersebut untuk kedua kalinya sehingga reatk dan berkilatlah batu tersebut menerangi tempat disekitarnya. Nabi bertakbir dan diikuti kaum muslimin. Demikianlah diulangnya sekali lagi sehingga batu itu pecah dan mengeluarkan cahaya yang menerangi tempat disekelilingnya. Beliupun berkatkbir dan diikuti oleh kaum muslimin. Ketika salah seorang sahabat bertanya tentang hal ini, Rasulullah menjawab: “Ketika aku pukul yang pertama kali, tampaklah mahligai Hirah dan Mada-in Kisra (kerajaan Persi), dan Jibril memberitahuku bahwa ummatku akan membebaskan Negara itu. Dan ketika aku memukul yang kedua kalinya tampaklah mahligai merah dari tanah Rum, dan Jibril memberitahukan bahwa umatku akan membebaskan Negara itu. Dan ketika aku memukul untuk ketiga kalinya terlihat pula mahligai kota Shana’a dan Jibril memberiitahukan bahwa ummatku akan membebaskan Negara itu”. Berkatalah kaum kaum munafikin: “Tidaklah kalian heran, ia menceritakan dan memberikan harapan kosong serta menjanjikan kepadamu sesuatu yang tidak benar dan bercerita bahwa ia melihat dari Madinah, mahligai kota Hirah dan Mada-in Kisra yang akan dibebaskan untuk kalian, padahal kalian kini sedang menggali parit karena ketakutan dan tidak sanggup bertempur”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas. Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini

163

turun berkenaan dengan ucapan Mu’tib bin Qusyair Al-Anshari dalam hadits diatas. Ucapan itu ialah bahwa Rasulullah hanyalah memberikan janji kosong. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dan Al-Baihaqi yang bersumber dari ‘Urwah bin Zubair dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi dan yang lainnya, bahwa Mu’tib bin Qusyair berkata: “Terlintas pada Muhammad bahwa ia akan memakan kekayaan Kisra dan Kaisar, padahal tidak ada seorangpun dari kami yang berani keluar untuk buang air. Kemudian berkatalah Aus bin Qaizhi dihadapan orang banyak: “Izinkanlah kami pulang kepada istri dan keluarga kami, karena rumah kami jauh dari Madinah dan tidak ada yang menjaganya”. Allah menurunkan ayat ini untuk mengingatkan akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada mereka ketika Allah mencabut bencana yang menimpa mereka. Allah telah memberikan kecukupan kepada mereka walaupun mereka buruk sangka terhadap Allah dan mengucapkan ucapan kaum munafikin yang tidak pantas. Ayat 23 Diriwayatkan oleh Muslim dan At-Tirmidzi dan yang lainnya bersumber dari Anas, bahwa Anas An-nadhir (paman Anas bin Malik) tidak ikut serta dalam perang Badar bersama Rasulullah. Ia merasa sangat berdosa karenanya dan berkata: “Dalam peperangan Rasulullah yang pertama aku tidak dapat ikut. Sekiranya Allah menakdirkan aku dapat menyaksikan peperangan bersama Rasulullah Saw. Allah akan menyaksikan apa yang akan kuperbuat”. Ia pun turut berjihad dalam Perang Uhud dan gugur sebagai Syahid. Dibadannya terdapat lebih dari delapan puluh luka bekas pukulan, tusukan tombak dan bekas panah. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai pujian terhadap orang yang menunaikan janjinya. Ayat 29 Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dan An-Nasai dari Abi Az-Zubair yang bersumber dari Jabir, dikemukakan bahwa Abu Bakar meminta izin bicara kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi ditolaknya. Demikian pula Umar yang juga ditolaknya. Tak lama kemudian kedua-duanya diberi izin masuk disaat Rasulullah Saw. Duduk terdiam dikelilingi istri-istrinya (yang menuntut nafkah dan perhiasan). Umar bermaksud menggoda Rasulullah agar dapat tertawa dengan berkata: “Ya Rasulullah, sekiranya putri Zaid istri Umar (istriku) meminta belanja, akan kupenggal lehernya”. Maka tertawa lebarlah Rasulullah Saw. Dan bersabda: “Mereka ini yang ada disampingku meminta nafkah kepadaku”. Maka berdirilah Abu Bakar menghampiri ‘Aisyah untuk memukulnya dan juga demikian Umar 164

menghampiri Hafshah sambil keduanya berkata: “Engkau meminta yang tidak ada pada Rasulullah”. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai petunjuk kepada Rasulullah agar istrinya menentukan sikap (memilih Rasul atau harta benda). Beliau mulai bertanya kepada ‘Aisyah tentang pilihanya dan menyuruh bermusyawarah lebih dahulu dengan kedua ibu bapaknya”. ‘Aisyah menjawab: “Apa yang mesti kupilih?” Rasulullah membacakan ayat ini. Dan ‘Aisyah menjawab: “Apakah soal yang berhubungan dengan tuan mesti kumusyarahkan dengan ibu bapakku? Padahal aku sudah menetapkan pilihan yaitu aku memilih Allah dan Rasul-Nya. Ayat 35 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ummu ‘Imarah Al-Anshari, dikemukakan bahwa Ummu ‘Imarah Al-Anshari (seorang muslimah) mengahadap Rasulullah Saw. Dan berkata: “Selalu kulihat segala sesuatu yang ada ini hanya untuk laki-laki saja, dan tidak pernah wanita disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh Allah untuk pria dan wanita yang Mukmin dan Muslim Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas dan telah diterangkan pula dalam hadits Ummu Salamah di Surat Ali Imram ayat 195. Dikemukakan bahwa para wanita berkata: “:Ya Rasulullah! Mengapa yang disebutsebut itu hanya Mukmin saja dan tidak disebut Mikminat?”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa sebenarnya berlaku bagi pria ataupun wanita. (dengan sanad yang dianggap memadai) Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Qatadah, bahwa ketika disebut dalam Al-Qur’an istri-istri Rasulullah Saw. Berkata wanita-wanita: “Jika disediakan kebaikan bagi kaum wanita tentu akan disebut di dalam Al-Qur’an. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas. Ayat 36 Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. Melamar Zainab untuk Zaid, tetapi Zainab mengira bahwa Rasulullah melamar untuk dirinya. Ketika Zainab itu tahu bahwa Rasulullah melamar untuk Zaid, ia menolaknya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut yang melarang kaum mukminin menolak ketetapan Rasul-Nya. Setelah turun ayat ini Zainab pun menerima lamaran itu. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. Melamar Zainab binti Jahsyi untuk Zaid bin Haritsah, akan tetapi 165

ditolak dan berkata dengan sombongnya: “Keturunanku lebih mulia darinya”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa diatas sebagai perintah untuk menerima ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abi Mu’aith, seorang wanita pertama yang hijrah ke Madinah, yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. Untuk dikawini. Nabi Saw. Akan mengawinkannya kepada Zaid bin Haritsah akan tetapi Ummu Kaltsum dan saudara-saudaranya tidak menyukainya. Mereka berkata: “Kami menyerahkan diri kepada Rasulullah Saw. Tapi mengapa justru dikawinkan kepada hambanya”. Ayat 37 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa Zainab binti Jahsyi dan Zaid bin Haritsah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber dari Anas, bahwa Zaid bin Haritsah mengadu kepada Nabi Saw. Tentang kelakuan Zainab binti Jahsyi. Bersabdalah Rasulullah Saw. “Tahanlah istrimu”. Maka turunlah ayat ini yang mengingatkan Rasulullah akan sesuatu yang tetap dirahasiakan oleh dirinya yang telah diberitahukan oleh Allah. Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan An-Nasai, bahwa ketika telah habis iddah Zainab (setelah dicerai oleh Zaid), bersabdalah Rasulullah Saw. Kepada Zaid: “Pergilah engkau kepada Zainab dan terangkanlah kepadanya bahwa aku akan mengawininya”. Berangkatlah Zaid memberitahukan maksud Rasulullah. Zainab pun menjawab: “Aku tidak akan berbuat apa-apa sebelum meminta pertimbangan dari Tuhanku”. Ia pergi ke tempat sujudnya. Setelah turun ayat ini, datanglah Rasulullah Saw. Mengawininya tanpa menunggu persetujuannya. Pada waktu itu para sahabat dijamu makan roti dan daging walimah dan berangsur pulang, hanya tinggal beberapa orang saja bercakap-cakap disana. Keluar masuklah Rasulullah kerumah istrinya dan Zaid pun mengikutinya. Beberapa kemudian diberitahukan bahwa semua orang sudah meninggalkan rumah Zainab. Maka pergilah Rasulullah Saw. Dan mendapatkan Zainab diikuti oleh Zaid. Akan tetapi Rasulullah saw. Dihalangi dengan hijab. Turun pula (Q.S. Al-Ahzab ayat 53) berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai larangan kepada kaum muslimin untuk memasuki Rasulullah kecuali dengan izinnya. Ayat 40 166

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang bersumber dari ‘Aisyah, bahwa ketika Rasululah Saw kawin dengan Zainab, orang banyak ribut membincangkannya; “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Zaid bukan putra Rasulullah. Ayat 43 Diriwayatkan oleh Abdu bin Hamid yang bersumber dari Mujahid, bahwa ketika turunnya ayat “innallaha wa malaikatahu yushalluna ‘alan nabi” (Surat AlAhzab: 56) berkatalah Abu Bakar: “Ya Rasulullah segala kebaikan yang diturunkan Allah tuan kami pun turut merasakannya”. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 43) yang menegaskan bahwa Allah memberikan rahmat kepada seluruh kaum Mukminin. Ayat 47 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan Hasan Al-Bishri, bahwa ketika turun ayat “Liyaghfira lakallahu ma taqaddama min dzambika wa ma taakhkhara” (surat Al-Fath: 2), berkata kaum mukminin: “Beruntunglah tuan ya Rasulullah, kami telah tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap tuan, tapi apa yang akan Allah lakukan terhadap kami?”. Maka Allah menurunkan “Liyudkhilal mu’minima wal mu’minati jannatin” sampai akhir surat (Surat Al-Fath: 5) dan ayat tersebut (Surat Al-Ahzab: 47) yang menjanjikan surga bagi kaum Mukminin. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab dalailun nubuwwah yang bersumber dari Ar-Rabi’ bin Anas, bahwa ketika turun ayat “Wama adri ma yaf’alu bi wala bikum” (Surat Al-Ahqaf: 9) dan “liyaghfira lakallahu ma taqaddama min dzambika wa ma taakhkhara” (surat Al-Fath: 2) para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, kami telah mengeteahui apa yang akan diperbuat Allah terhadap tuan, tapi kami tidak tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap kami”. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 47) yang menegaskan bahwa karunia yang besar disediakan bagi kaum Mukminin. Ditegaskan dengan karunia yang besar itu adalah surga. Ayat 50 Diriwayatkan dan dihasankan oleh At-Tirmidzi dan diriwayatkan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari As-Suddi dari Abi SHaleh dari Ibnu Abbas yang bersumber dari Ummu Hani binti Abi Thalib, bahwa Rasulullah Saw. Memnang Ummu Hani binti ABi Thalib, tapi ia menolaknya. Rasulullah pun menerima penolakan itu. Setelah kejadian ini, turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa wanita yang tidak turut berhijrah tidak halal dikawin oleh Rasulullah. Sehubungan

167

dengan ini, Ummi Hani berkata: “Aku tidak halal dikawin Rasulullah selama-lamanya karena aku tidak pernah berhijrah”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Isma’il bin Abi Khalid dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ummu Hani, dikemukakan bahwa ayat “wa banaati ‘ammika wa banati ‘ammatika wa banati khalika wa banati khalatikal lati hajrna ma’aka” (surat Al-Ahzab: 50) sebagai larangan kepad aNabi untuk mengawini Ummu Hani yang tidak turut hijrah. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang bersumber dari ‘Ikrimah, dikemukakan bahwa firman Allah “wamraatan mu’minatan” (Surat Al-Ahzab: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik Ad-Dausyiyah yang menghibahkan dirinya kepad Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Munir bin Abdillah Ad-Dauli, bahwa Ummu Syarik Ghaziah binti Jabir bin Hakim Ad-Daisyiyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah Saw. (untuk dikawin). Ia seorang wanita yang canatik dan Rasulullah menerimanya. Berkatalah ‘Aisyah: “Tak ada baiknya seorang wanita yang menyerahkan diri kepada seorang laki-laki (untuk dikawin). Berkatalah Ummu Syarik: “Kalau bergitu akulah yang kau maksudkan”. Maka Allah memberikan julukan mukminah keapdanya dengan firman-Nya: “wamraatan mu’minatan inwahabat nafsaha linnabiyyi” (Surat Al-Ahzab: 5). Setelah turun ayat ini berkatalah ‘Aisyah; “Sesungguhnya Allah mempercepat mengabulkan kemauanmu”. Ayat 51 Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani yang bersumber dari ‘Aisyah, bahwa ‘Aisyah berkata: “Apakah wanita tidak malu bila menyerahakn dirinya (untuk dikawin)?”. Allah mewahyukan firman-Nya “turji man tasya’u” sampai akhir ayat (surat AlAhzab: 51) yang memberikan kebabasan kepada Rasulullah untuk menetapkan giliran tinggal bersama istrinya. Kemudian ‘Aisyah berkata: “Aku melihat Tuhanmu mempercepat mengabulkan keinginanmu”. Diriwayatkan oleh Ibu Sa’d dari Abi Razin, bahwa Rasulullah Saw. Pernah bermaksud mentalak beberapa istrinya. Ketika mereka mengetahuinya, menyerahakn persoalannya kepada Rasulullah Saw. Ayat ini (Surat Al-Ahzab: 50-51) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah saw. Untuk menetapkan kebijaksanaan mengenai istri-istrinya itu. Ayat 52 Diriwayatkan oleh Sa’id yang bersumber dari ‘Ikrimah, bahwa setelah Rasulullah saw. Menyuruh istrinya memilih antara dunia dan segala kemewahanya 168

dengan Allah dan Rasul-Nya, terbuktilah istri-istrinya memilih Allah dan Rasul-Nya. Ayat 53 Diriwayatkan oleh Asy-Syakkhani dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. Menikah dengan Zainab binti Jahsyin, beliau mengundang sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan mereka pun terus beromong-omong, sehingga Rasulullah memberiu isyarat dengan seolah-olah akan berdiri meninggalkan mereka dan diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang yang lainnya masih bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas memberitahukannya kepada Rasulullah Saw. Dan Rasulullah Saw. Pulang ke rumah Zainab, dan ia mengikutinya masuk. Kemudian Rasulullah memasang hijab/penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut maka turunlah ayat ini yang melarang masuk ke rumah Nabi Saw. Sebelum mendapar izin serta berlama-lama tinggal berada di rumah Nabi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang menganggap hadits ini hasan yang bersumber dari Anas, bahwa Anas pernah berkumpul bersama Rasulullah Saw. Pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi dalam kamar itu banyak orang sehingga ia keluar lagi. Setelah orang-orang itu pulang, barulah masuk kembali dan beliau membuat hijab (penghalang) antara Rasulullah (serta istrinya) dengan Anas. Kejiadian ini diterangkan oleh Anas kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Jika betul apa yang engkau katakana tentu akan turun ayat tentang ini”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayatul hijab (Surat Al-Ahzab: 53) Diriwayatkan oleh At-Thabrani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Aisyah, bahwa ketika ‘Aisyah sedang makan beserta Rasulullah Saw. Masuklah Umar dan diajaknya oleh Rasulullah makan bersama. Ketika itu tersentuhlah jati Aisyah oleh Umar, sehingga berkata: “Aduhai sekiranya usul saya diterima (untuk memasang hijab), tak seorang pun yang dapat melihat istrimu”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (Al-Ahzab: 53) Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. Dan berlama-lama ditempat itu duduk sehingga Nabi Saw. Keluar sampai tiga kali agar orang itu mengikutinya keluar, akan tetapi ia tetap tidak keluar. Ketika itu masuklah Umar yang memperlihatkan rasa kebencian di mukanya. Ia berkata kepada orang itu: “Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah.” Bersabdalah Nabi saw.: “Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikutiku, akan tetapi ia tidak melakukannya”. Berkata Umar: “Wahai

169

Rasulullah, bagaimana kiranya tuan membuat hijab, karena istri tuan bukan seperti istri-istri yang lain. Hal ini akan lebih menentramkan dan mensucikan hati mereka”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayatul hijab (surat Al-Ahzab: 53). Keterangan: Menurut AL-Hafizh Ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa diatas dapat digabungkan untuk menjadi asbabun nuzul ayat itu, yang semuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Karena peristiwa-peristiwa itu tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi, maka uraian asbab nuzul ayat ini disandarkan kepada kisah Zainab dan tidak ada halanngan turunnya ayat ini karena berbagai sebab. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’ab, bahwa apabila Rasulullah Saw. Bangkit menuju rumahnya, orang-orang berebut duduk di rumah Rasulullah Saw. Dan dari wajahnya tidak tampak adanya perubahan. Oleh karena itu, Rasulullah tidak sempat makan karena banyaknya orang. Turunlah ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) sebagai peringatan kepada orang-orang yang memasuki rumah Rasulullah tanpa mengenal waktu. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid, bahwa Rasulullah Saw. Mendengar ucapan orang yang berkata: “Jika Nabi wafat, aku akan kawin dengan fulanah (bekas istri Rasul)”. Maka turunlah akhir ayat ini (surat AlAhzab: 53) sebagai larangan untuk mengawini bekas istri Rasulullah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan seseorang yang bermaksud mengawini salah seorang bekas istri Rasulullah Saw. Sesudah Nabi wafat. Menurut Sufyan yang dimaksud dengan istri Rasul itu adalah ‘Aisyah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber Dari As-Suddi, bahwa Thalhah bin Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri paman kita, padahal ia sendiri mengaawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istrinya”. Maka turunlag akhir ayat ini (Surat Al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abi Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, bahwa ayat ini (surat Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan ‘Ubaidillah yang berkata: “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini ‘Aisyah”. Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah Saw. Dan bercakap-cakap dengannya. Lakilaki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah

170

kamu berbuat lagi seperti ini”. Berkatalah orang itu: “Ya Rasulullah, ia adalah putrid pamanku. Demi Allah tidak berkata yang munkar dan ia pun tidak pula berkata munkar”. Rasulullah Saw. Bersabda: “Aku tahu hal itu, tak ada yang lebih cemburu dari pada Allah, dan tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripadaku”. Dengan rasa dongkol orang itupergi dan berkata: “ia menghalangi aku bercakapcakap dengan anak pamanku, pasti aku akan kawin dengannya setelah ia wafat”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Ahzab; 53) yang melarang perbuatan itu. Berkatalah Ibnu Abbas: “orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan ia naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud tobat daripada omongnnya itu”. Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Ayat 52 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Ufi dari Inu Abbas, bahwa ayat ini (Surat Al-Ahzab; 57) turun sebagai ancaman kepada orang-orang yang menyakiti dan mencela Nabi saw. Ketika Nabi mengawini Shafiyah binti Huyay. Juwaibir dan Ad-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa turunnya ayat ini (Surat Al-Ahzab; 57) berkenaan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya, ketika menfitnah ‘Aisyah. Rasulullah saw. Berkhutbah dan bersabda: “Siapa di antara orang-orang yang menyakitiku daengan jalan mencela aku dan mengumpulkan mereka di rumahnya?”. Ayat ini (Surat Al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka. Ayat 59 Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah, dikemukakan bahwa Siti Saudah (Istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia seorang wanita yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah piker mengapa engkau keluar?” dengan tergesa-gesa ia pulang dan di saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang waktu makan. Ketika masuk ia berkat: “ya Rasulullah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (Surat Al-Ahzab:59) kepada RAsulullah saw. Di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu keperluan”. Ibnu Sa’d meriwayatkan dari Hasan dan Muhammad bin Ka’b Al-Quradli, 171

dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullahpernah keluar malam untuk qadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah saw. Sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunnya ayat ini (Surat Al-Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya. Diriwayatkan oelh Ibnu Sa’d di dalam At-Thabaqat yang bersumber dari Abi Malik. SURAT SABA Ayat 15-17 Diriwayatkan oleh Ihnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ali bin Rabah, bahwa Farwah bin Masik Al-Ghathafani menghadap kepada Rasululah Saw. Dan berkata: “Ya Nabiyullah! Di Zaman jahiliyah kaum Saba’ merupakan kaum yang gagah dan kuat dan aku takut sekiranya mereka menolak masuk Islam. Apakah aku boleh memeranginya”. Rasulullah Saw. Bersabda: “Akku tidak diperintah apa-apa yang berkenaan dengan mereka”. Maka turunlah ayat ini (suart saba: 15-17) yang melukiskan keadaan kaum Saba’ yang sesungguhnya. Ayat 34 Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Sufyan dari ‘Ashim yang bersumber dari Ibnu Razin, salah seorang dari dua orang yang berserikat didalam dagangnya pergi ke Syam dan seorang lagi menetap di Mekkah. Ketika ia mendengar berita diutusnya seorang Nabi, ia menulis surat kepada temannya menanyakan berita itu. Ia menerima jawaban bahwa tak seorangpun dari golongan Quraisy yang mengikutinya, kecuali orang-orang hina dan miskin. Setelah menerima surat jawaban itu, ia meninggalkan dagangannya dan meminta kepada temannya untuk mengantarkan kepada Nabi, karena ia pernah membaca beberapa kitab tentang kenabian. Menghadaplah ia kepada Nabi Saw. Sambil berkata: “Kepada apakah engkau mengajak kami?”. Rasulullah Saw. Menjelaskannya. Berkatalah orang itu: “Asyhadu annaka Rasulullah (Aku percaya bahwa engkau adalah Rasulullah)”. Rasulullah bertanya: “Dengan pengetahuan apa engkau berbuat demikian?”. Ia menjawab: “Tidak akan diutus seorang Nabi kecuali pengikutnya adalah orang-orang hina dan orang-orang yang miskin”. Dengan turunnya ayat ini Rasulullah Saw. Mengutus seseorang untuk menyampaikan berita tersebut kepada orang itu, bahawa ucapannya dibenarkan oleh wahyu Allah. SURAT FATHIR 172

Ayat 8 Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Adh-Dhahak yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Nabi Saw. Berdo’a: “Allahumma a’iz dinaka bi Umar bin Khatthab au bi Abi Jahl bin Hisyam”. Allah member hidayah kepada ‘Umar dan menyesatkan Abu Jahl. Ayat ini turun berkenaan dengan kedua orang ini. Ayat 29 Diriwayatkan oleh Abdul Ghani bin Sa’id Ats-Tsaqafi di dalam tafsirnya yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Hushain bin Al-Harits bin Abdul Mutthalib bin Abdi Manaf Al-Quraisy. Ayat ini menegaskan cirriciri yang diijabahi amalnya oleh Allah Swt. Ayat 35 Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab Al-Ba’ts dan Ibnu Abi Hatim dari Nafi’ bin Al-Harits yang bersumber dari Abdullah bin Abi ‘Aufa, bahwa ada seoranglaki-laki yang bertanya kepada Nabi Saw.: “Ya Rasulullah! Sesungguhnya tidur adalah kenikmatan dari Allah di dunia ini. Apakah nantidi surga kita tidur?”. Rasulullah menjawab: “Tidak ada! Karena tidur itu kawannya maut dan disurga tidak ada maut”. Ia bertanya lagi: “Bagaimana istirahat mereka itu. Pertanyaan ini menyinggung perasaan Rasulullah dengan sabdanya: “Tidak ada capek disurga, semuanya senang dan enak”. Ayat ini turun sebagai penegasan akan ucapan Rasulullah tadi. Ayat 42 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Hilal, bahwa kaum Quraisy pernah berkata: “Sekiranya Allah mengutus Nabi dari golongan kami, tidak ada satu umat pun yang lebih taat kepada Tuhannya, dan lebih setia kepada Nabi-Nya dan tidak ada yang berpegang teguh kepada kitabnya kecuali kami”. Berkenaan dengan peristiwa tersebut diatas turunlah (surat Ash-Shaffat: 167-170), (Surat Al-An’am: 157 dan Surat Fathir: 42) yang menggambarkan bahwa ucapanya itu tidak sesuai dengan kenyatannya. Demikian juga kaum Yahudi pernah berkata: “Kami mendapatkan Nabi yang akan diutus”, dengan harapan bahwa dengan datangnya Nabi itu mereka akan dapat keunggulan dari kaum Nashara. SURAT YASIN Ayat 1-10 173

Diriwayatakn oleh Abu Nua’im di dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah Saw. Membaca surat As-Sajdah dengan nyaring, orang-orang Quraisy merasa terganggu merasa terganggu dan mereka bersiap-siap untuk menyiksa Rasulullah Saw. Tapi tiba-tiba tangan mereka terbelenggu di pundak-pundaknya dan mereka menjadi buta sama sekali. Mereka mengharapkan pertolongan Nabi Saw. Dan berkata: “Kami sangat mengaharapkan bantuanmu atas nama Allah dan atas nama keluarga”. Kemudia Rasulullah Saw. Berdo’a dan mereka pun sembuh, akan tetapi tak seorang pun dari mereka yang beriman. Berkenaan dengan peristiwa itu turunlah ayat ini (Surat Yasin: 1-10) Ayat 8 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dar ‘Ikrimah, bahwa Abu Jahl berkata: “Sekiranya aku bertemu dengan Muhammad, pasti aku akan menghasutnya”. Ketika Nabi Muhammad berada di sekitarnya, orang-orang menunjukkan bahwa Muhammad berada disisinya. Akan tetapi Abu Jahl tetap bertanya-tanya: “Mana dia”, karena dia tidak melihatnya. Ayat ini (Surat Yasin: 8-9) turun sebagai penjelasan bahwa pandangan Abu Jahl disaat itu ditutup oleh Allah untuk melihat Muhammad. Ayat 12 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad hasan dan Al-Hakim dengan sanad shahih yang bersumber dari Sa’id Al-Khudri. Diriwayatkan pula oleh AthThabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Banu Salamah bertempat tinggal dipinggir kota Madinah dan ingin pindah ke dekat masjid. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa setiap ucap langkah seseorang dicatat Allah swt. Setalh turunnya ayat ini, Nabi Saw. Menasehati Banu Salamah pindah dari tempat tinggalnya dengan sabdanya: “Sesungguhnya bekas telapak kaki kalian menuju masjid dicatat oleh Allah swt. Sebaiknya kalian pindah dari tempat itu”. Ayat 77 Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanad yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Al-‘Ash bin Wail menghadap kepada Rasulullah Saw. Dengan membawa tulang yang sudah rusak sambil mematah-matahkannya ia berkata: “Hai Muhammad, apakah Allah akan membangkitkan tulang yang sudah lapuk ini? Nabi Saw. Menjawab “Benar, Allah akan membangkitkan ini dan mematikan kamu dan menghidupkan kamu kembali serta memasukkan kamu ke neraka jahannam”. Ayat ini (Surat Yasin, 77-83) turun berkenaan dengan peristiwa diatas yang menegaskan

174

kekuasaan Allah untuk membangkitkan manusia di hari kiamat. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi hatim yang bersumber dari Mujahid, ‘Ikrimah, ‘Urwah bin Zubair dan As-Suddi dengan tambahan bahwa orang tersebut bernama Ubay bin Khalaf. SURAT ASH-SHAFFAT Ayat 64 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi, bahwa Abu Jahl mengejek kaum Muslimin dengan ucapan: “Demi Allah kawan setiamu ini (Muhammad) menganggap bahwa di neraka ada sebuah pohon padahal sebagaimana kita ketahui bahwa api dapat memusnahkan pohon, kami tidak mengenal Az-Zaqqum. Yang kita ketahui itu ialah kurma dan mentega”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat ini sebagai bantahan dengan ucapan Abu Jahl yang menegaskan bahwa pohon Az-Zaqqum itu tumbuh dari dasar neraka Jahannam. Ayat 158 Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Adh-Dhahhak yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun sebagai bantahan kepada tiga suku Quraisy yaitu: Sulaim, Khuza’ah dan Juhainah yang menganggap bahwa Allah dan Iblis itu bersaudara. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’bul Iman yang bersumber dari Mujahid, bahwa pembesar-pembesar kafir Quraisy berkata: “Malaikat itu putrid-putri Allah”. Bertanyalah Abu Bakar Ash-Shiddiq: “Kalau begitu siapakah ibu-ibunya?”. Mereka menjawab: “Putri-putri pembesar Jin”. Berkenaan dengan peristiwa itu turunlah akhir ayat ini yang menegaskan bahwa jin-jin itu akan dihadapkan di pengadilan Allah. Ayat 165 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yazid bin Abi Malik. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij,bahwa kaum muslimin apa shalat (makmum) tidak teratur shafnya. Setelah turun ayat ini, Rasulullah Saw. Memerintahkan agar bershaf (berbaris) teratur di waktu shalat. Ayat 176 Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa kaum musyrikin berkata: “Hai Muhammad! Perlihatkanlah dengan segera siksaan yang kau ancamkan kepada kami!”. Ayat ini turun sebagai peringatan terhadap ucapan mereka. Riwayat ini shahih menurut shahihain. 175

SURAT SHAAD Ayat 5 Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Abu Thalib sakit datanglah kaum Quraisy mengadukan tentang ajakan Rasulullah. Pada waktu itu Rasulullah datang menengoknya. Abu Thalib berkata kepada Nabi Saw. : “Apakah yang engkau inginkan dari kaummu, hai keponakanku?” Rasulullah Saw, menjawab: “Aku ingin agar mereka itu mengucapkan satu kaliamt yang menyebabkan mereka beragama, sedang orangorang yang keras hati harus membayar jizyah”. Apakah kalimat itu?” Sabda Nabi Saw. : “La ilaha illallah”. Kaum Quriasy berkata: “Sangat aneh tuhan hanya satu”. Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat tersebut sebagai ancaman siksa terhadap orang-orang yang menolaki. Menurut Hakim riwayat ini shahih. SURAT AZ-ZUMAR Ayat 3 Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan tiga suku bangsawan: Amir, Kinanah dan Bani Salamah, yang menyembah berhala dan menganggap bahwa malaikat itu putri-putri Allah, serta penyembahan terhadap berhala-berhala hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat ini turun sebagai penegasan dari Allah bahwa ucapan mereka itu hanyalah dusta belaka dan kedustaannya itu akan dibuktikan kelak di akhirat. Ayat 9 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Umar, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “amman huwa qanitun” dalam ayat ini adalah Utsman bin Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt.) Menurut riwayat Ibnu Sa’d, Al-Kalbi dari Abi Shalih yang bersumber dari Ibnu Abbas yang dimaksud dengan ayat ini adalah Ammar bin Yasir Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Ibnu Mas’ud, Ammar bin Yasir dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari ‘Ikrimah yang dimaksud dengan ayat ini adalah Ammar bin Yasir. Ayat 17 Diriwayatkan oleh Juwaibir dengan menyebutkan sanadnya yang bersumber dari Jabir bin Abdillah, bahwa sleuruh ayat “laha sab’atu abwabin” (Surat Al-Hijr: 44) 176

datanglah seorang laki-laki Anshar menghadap kepada Nabi Saw. Dan berkata: “Ya Rasulullah, aku mempunyai tujuh hamba telah aku merdekakan seluruhnya untuk ketujuh pintu neraka”. Ayat ini (Surat Az-Zumar: 17-18) turun berkenaan dengan peristiwa yang menyatakan bahwa orang tersebut telah mengikuti perunjuk Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam, bahwa yang dimaksud dengan “alladzinajtanibut thaghut” dalam ayat ini (Surat Az-Zumar: 17) ialah Zaid bin ‘Amr bin Nafil, Abu Dzar Al-Ghifari dan Salman Al-Farisi di zaman jahiliyah telah mengaku bahwa “Tiada Tuhan kecuali Allah”. Ayat 23 Asbab nuzulnya telah disertakan dalam surat Yusuf ayat tiga (Surat Yusuf: 3) Ayat 36 Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq yang bersumber dari Ma’mar, bahwa kaum musyrikin berkata kepada Nabi: “Hentikanlah makianmu terhadap tuhan-tuhan kami, atau kami perintahkan Tuhan kami untuk menjadikan kau orang gila”. Ayat ini turun sebagai penegasan kepada Nabi Muhammad Saw. Bahwa hanya Allah yang dapat memberi petunjuk. Ayat 45 Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Mujahid, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kegembiraan kaum musyrikin ketika mendengar nama tuhannya disebut-sebut oleh Rasulullah ketika membaca surat An-Najm (Surat AnNajm: 19) didekat Ka’bah. Ayat 53 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kaum musyrikin Mekkah yang keterlaluan melakukan maksiat. Ayat ini memperingatkan mereka untuk tidak putus harapan mencari ampunan Allah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Ath-Thabrani yang bersumber dari Ibnu ‘Umar, bahwa Ibnu Umar berkata: “Kami pernah menganggap bahwa taubat seseorang yang menyimpang dari agama Islam, bahkan meninggalkannya dengan penuh kesadaran tidak akan diterima”. Ketika Rasulullah tiba di Madinah (Hijrah dari Mekkah) turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah akan mengampuni dosanya walaupun telah melampaui batas. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad lemah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa rasulullah mengirim utusan kepada Wahsyi (pembunuh 177

Hamzah) agar dia masuk Islam. Wahsyi menjawab: “Bagaimana mungkin kau mengajak aku masuk agama Islam padahal engkau menganggap bahwa orang yang membunuh dan zina atau syirik, akan mendapat siksa bahkan dilipatgandakan siksaannya pada hari kiamat serta abadi didalamnya dengan terhina. Aku termasuk orang yang seperti itu. Apakah ada pengecualian bagiku?’. Maka turunlah ayat ini (Surat Maryam: 60, Surat Al-Furqan: 70) yang menunjukkan jalan yang seharusnya. Setelah turun ayat itu, Wahsyi berkata: “Syarat itu terlalu berat bagiku, mungkin aku tidak bisa melaksanakannya”. Maka turunlah ayat 48 dan 116 Surat An-Nisa yang menegaskan bahwa Allah akan mengampuni dosa seseorang kecuali syirik. Dengan turunnya ayat itu, Wahsyi berkata: “Aku masih ragu apakah aku termasuk orang yang dikehendaki Allah untuk diampuni? Apakah ada ketentuan selain ini?”. Maka Allah menurunkan ayat diatas (Surat Az-Zumar: 43) yang melarang berputus asa dari rahmat Allah. Setelah turun ayat ini, Wahsyi berkata: “Inilah yang aku harapkan”. Kemudian ia masuk Islam. Ayat 64 Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Al-Hasan Al-Bishri, bahwa kaum musyrikin berkata: “Apakah engkau menganggap bahwa nenek moyangku termasuk orang sesat, hai Muhammad?”. Asbab Nuzul ayat ini (surat Az-Zumar: 64) akan dikemukakan pula dalam asbab nuzul surat Al-Kafirun Ayat 67 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang dinilainya shahih, bahwa seorang Yahudi lewat dihadapan Nabi saw. Dan bertanya: “Bagaimana pendapatmu (Islam) hai Abal Qasim tentang Allah yang meletakkan langit, bumi, air serta gunung-gunung seperti kita lihat sekarang ini?”. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa orang-orang Yahudi tidak menghormati Allah sebagaimana seharusnya, yaitu bahwa bumi, langit ada di tangan kekuasaan Tuhan. Hadits ini dianggap sahih bersumber dari Ibnu Abbas. Menurut riwayat Bukhari, kalimat “maka turun;ah ayat ini’ diganti menjadi “Maka dibacakan ayat ini”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Al-Hasan, bahwa kaum Yahudi pada suatu pagi memperhatikan dan menganalisa kesimpulan (yang tidak 178

sesuai dengan keagungan penciptanya). Ayat ini turun sebagai keterangan akan keagungan Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, bahwa kaum Yahudi membincangkan sifat Tuhan tanpa menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan yang seharusnya. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai keterangan bahwa bumi dan langit di bawah kekuasaan Allah. Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ar-Rabi’ bin Anas, bahwa ketika turun ayat “wasi’a kursiyyuhus samawati wal ardha” (Surat Al-Baqarah: 255) ada orang-orang yang bertanya: “ya Rasulullah Kursi itu begini. Bagaimana halnya tentang arsy?”. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai gambaran bahwa Allah Maha Suci dan Maha Mulia dari segala persamaan. SURAT GHAFIR (AL-MUKMIN) Ayat 4 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari As-Suddi yang bersumber dari Abi Malik, bahwa firman Allah “ma yujadilu fi ayatillahi illal ladzina kafaru” (Surat Ghafir: 4) turun berkenaan dengan Al-Harits bin Qais As-Sahmi). Ayat 56 Diriwayatakn oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abil ‘Aliyah, bahwa kaum Yahudi menghadap kepada Rasulullah Saw. Mempersoalkan Dajjal dengan berkata: “Apakah mungkin diantara kita nanti di akhir zaman mengagumi Dajjal dengan ajarannya dan mengagung-agungkan perbutannya”. Ayat ini (Surat Ghafir: 56) turun sebagai keterangan bahwa persoalan yang dikemukakannya hanyalah menunjukkan kebodohan dan kesombongan mereka, serta memerintahkan kepada Nabinya untuk berindung kepada Allah dari fitnah Dajjal. Ayat 66 Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Walid bin Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah berkata: “Hai Muhammad! Urungkan niat ajakanmu, dan peganglah agama nenek moyangmu”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Mukmin: 66) yang melarang menyembah selain kepada Allah Swt. SURAT FUSSHILAT Ayat 22 Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani, Tirmidzi, Ahmad dan lain-lainnya yang

179

bersumber dari Ibnu Mas’ud, bahwa tiga orang Quraisy dan Tsaqif berbantahbantahan di Baitullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Bagaimanakah pendapatmu, apa Allah mendengar apa yang kita katakan?” yang lainnya menjawab: “Jika kita berbiccara nyaring ia akan mendengar, tetapi jika berbisik tentu tidak”. Tapi seorang yang lainnya berkata: “Jika dapat mendengar di waktu kita bicara nyaring, pasti Ia mendengar bisikan kita”. Allah menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa penglihatan, pendengaran dan kulit mereka akan menjadi saksi. Ayat 40 Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari basyir bin Fatah, bahwa ayat ini turun sebagai penjelasan adanya perbedaan antara Abu Jahl (seorang tokoh kafir Quraisy yang masuk neraka) dengan ‘Ammar bin Yasir (seorang abid Mukmin yang masuk surga) Ayat 44 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, bahwa orang-orang Quraisy berkata: “Mengapa Qur’an itu tidak diturunkan dengan bahasa ‘Ajam dan bahasa Arab?”. Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban kepada mereka, bahwa walaupun Qur’an itu diturunkan bukan dalam bahasa Arab, pasti mereka akan menolak dengan meminta perincian lebih lanjut dengan bahasa ‘Ajam dan bahasa Arab. Kemudian turunlah ayat selanjutnya (Surat Fusshilat: 45) yang menegaskan bahwa apapun yang diturunkan oleh Allah, akan diperselisihkan oleh mereka sebagaimana terjadi pada kitab Taurat Musa. SURAT ASY-SYURA Ayat 16 Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari ‘Ikrimah, bahwa ketika diturunkan ayat “idza ja a nashrullahi wal fathu” (surat An-Nashr: 1-3) berkatalah kaum musyrikin kepada orang-orang yang beruman di Mekkah: “Orang-orang telah berbondong-bondong masuk agama Islam. Keluarlah kalian dari negeri kami, mengapa menetap saja disini?” maka turunlah ayat ini sebagai peringatan kepada orang-orang yang memilih kembali musyrik karena diusir dari negerinya. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq yang bersumber dari Qatadah, bahwa ayat ini berkenaan dengan kaum Yahudi dan Nashara yang dibawa oleh Nabi Saw. Ayat ini memperingatkan akan kekufuran mereka terhadap petunjuk kitabnya yang menyatakan adanya nabi akhir zaman. 180

Ayat 23 Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad lemah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa kaum Anshar bermaksud mengumpulkan harta benda untuk Rasulullah Saw. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surat Asy-Syura: 23) yang menegaskan bahwa sesungguhnya Rasulullah tidak mengharapkan upah sedikit pun atas misinya, kecuali menumbuhkan kasih saying dan persaudaraan. Setelah turun sebagian ayat ini, dari mereka berkata: “Kalau demikian pantaslah ia selalu membela sanak saudaranya”. Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (Surat Asy-Syura: 24-25) sebagai bantahan terhadap tuduhan mereka dan anjuran untuk bertaubat atas perbuatan mereka itu. Ayat 27 Diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber dari ‘Ali. Diriwayatkan pula olleh Ath-Thabrani yang bersumber dari Amr bin Harits, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ahlussuffah. Ayat ini menegaskan bahwa apabila keinginannya dikabulkan sekaligus pasti mereka akan hidup melampaui batas. Al-Hakim menganggap hadits ini shahih. SURAT AZ-ZUKHRUF Ayat 19 Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Qatadah, bahwa beberapa orang munafiq berkata: “Sesungguhnya Allah mempunyai besan bangsa Jin dan beranak cucu malaikat”. Maka turun ayat ini sebagai sanggahan atas ucapan mereka. Ayat 31-32 Asbabun Nuzulnya telah dikemukakan di Surat Yunus (Surat Yunus: 2) Ayat 36 Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Qatadah, bahwa AlWalid bin Mughirah berkata: “Sekiranya apa yang dikatakan Muhammad itu benar (bahwa Al-Qur’an itu dari Allah), pasti Al-Qur’an ini diturunkan kepadaku atau kepada Mas’ud Ats-Tsaqafi”. Maka turunlah ayat ini (Surat Az-Zukhruf: 31-32) yang menegaskan bahwa Allah yang berhak mengutus Nabi-Nya, sesuai dengan kekuasaan-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Muhammad bin Utsman Al-Makhzumi, bahwa kaum Quraisy berkata: “Dekati setiap sahabat Muhammad oleh salah seorang dari kita. Dan ditetapkan Thalhah untuk mendekati Abu Bakar”. 181

Thalhah pun mendekati Abu Bakar yang sedang dikelilingi orang banyak. Berkata Abu Bakar: “Kepada ajaran yang manakah akan kau ajak aku ini?” ia menjawab: “Aku mengajak untuk menyembah Latta dan ‘Uzza”. Abu Bakar berkata: “Siapakah Latta dan ‘Uzza itu?” ia menjawab: “Latta adalah Tuhan kami dan ‘Uzza adalah putri Allah”. Abu Bakar berkata: “Siapakah ibunya?” Thalhah terdiam tak dapat menjawab dan menyuruh kepada teman-temannya untuk menjawabnya. Namun tak seorang pun yang dapat menjawabnya. Thalhah berkata: “Hai Abu Bakar saksikanlah, aku percaya bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah”. Maka Allah menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa orang-orang yang berpaling dari Allah selamanya akan ditemi setan. Ayat 57 Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih dan Ath-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah berkata kepada kaum Quraisy: “Tak akan memberikan kebaikan sedikit pun sesuatu yang disembah selain Allah”. kaum Quraisy berkata: “Bukankah engkau menganggap bahwa Isa adalah Nabi dan seorang hamba yang saleh, padahal ia pun disembah”. Ayat ini (Surat Az-Zukhruf: 57-59) turun berkenaan dengan pertiwa diatas yang melukiskan kaum Quraisy yang selalu berusaha membantah ajaran Rasulullah Saw. Ayat 80 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhamad bin Ka’ab AlQurazhi, bahwa ketika ketiga orang bangsa Quraisy dan Tsaqif duduk disisi Ka’bah, salah seorang dari mereka berkata: “Bagaimana pendapatmu, apakah Allah mendengar omongan kita?” yang lain menjawabnya: “Apabila kamu berbicara nyaring Ia akan mendengar, tapi jikakamu berbisik-bisik tentu Ia tidak akan mendengarnya”. Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan atas ucapan mereka. SURAT AD-DUKHAN Ayat 10 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Mas’ud, bahwa ketika kaum Quraisy mendurhakai Nabi Saw. Nabi berdo’a agar mereka mendapat kelaparan umum seperti kelaparan zaman Nabi Yusuf. Mereka pun mengalami masa paceklik hingga harus memakan tulang. (setelah lama berlangsung keadaan tersebut) orang-orang melihat ke langit dengan harapan melihat tanda-tanda akan 182

turun hujan. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surat Ad-Dukhan: 10) sebagai ejekan terhadap perbuatan mereka. Ayat 15-16 Mereka pun menghadap kepada Nabi Saw. Meminta bantuannya dengan berkata: “Ya Rasulullah! Mohonkanlah hujan bagi kami (Kaum Mudhar), karena sudah sangat menderita”. Rasulullah pun berdoa agar diturunkan hujan, dan hujan pun turun. Maka turunlah ayat selanjutnya (Surat Ad-Dukhan: 15) yang menegaskan bahwa mereka akan kembali sesat. Setelah mereka memperoleh kemewahan, mereka pun kembali kepada keadaan sediakala (durhaka). Maka turunlah ayat selanjutnya 9Surat Ad-Dukhan: 16) yang menegaskan mereka akan medapat siksaan Allah yang keras (di neraka). Dalam riwayat itu dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang Badar. Ayat 43 Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur yang bersumber dari Abi Malik, bahwa Abu Jahl membawa kurma dan mentega dan berkata kepada kaumnya: “Makanlah Zaqqum ini yang dijanjikan Muhammad kepadamu”. Maka turunlah ayat ini (surat Ad-Dukhan: 43-44) yang menegaskan bahwa pohon zaqqum yang sesungguhnya ialah makanan bagi orang yang berdosa. Ayat 49 Diriwayatkan oleh Al-Umawi di dalam kitab Maghazinya yang bersumber dari ‘Ikrimah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah, bahwa Rasulullah Saw. Bertemu dengan Abu Jahl dan berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk menyatakan kepadamu: “Aula laka fa aula tsumma aula laka fa aula” (Surat Al-Qiyamah: 34-35) (Abu Jahal) menyingsingkan bajunya sambil berkata: “Engkau dan temantemanmu tidak akan mampu berbuat apapun terhadap aku. Engkau pun mengetahui bahwa aku yang paling berkuasa di tanah aiar ini, dan akulah yang maha gagah dan maha mulia”. Maka terbunuhlah Abu Jahl di peperangan Badar serta dihinakan dan dicemarkan namanya dengan ucapan-ucapannya sendiri. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. SURAT AL-JATSIYAH Ayat 23 183

Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Sa’id bin Jubair yang berkata,”Bahwa orang Quraisy biasa menyembah batu untuk beberapa waktu lamanya. Apabila mereka mendapatkan sesembahan yang lebih bagus,mereka meninggalkan yang lama dan menyembah yang baru. Maka Allah menurunkan ayat ini yang melukiskan keadaan kaum Quraisy yang selalu mengikuti hawa nafsunya dalam beribadah. Ayat 24 Diriwayatkan oleh Abi Hurauirah, bahwa kaum jahiliyyah beranggapan bahwa kecelakaan itu disebabkan adanya malam dan siang (selalu mengkambinghitamkan masa). Ayat ini turun berkenaan dengan anggapan itu SURAT AL-AHQAF Ayat 10 Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’I, bahwa Rasulullah Saw. Pergi bersama ‘Auf bin Malik ke gereja kaum Yahudi pada hari raya mereka. Mereka merasa tidak senang dengan kehadiranya. Rasulullah bersabda: “Hai kaum Yahudi! Hadapkan kepadaku dua belas orang dari kalian mengucapkan syahadat, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. pasti Allah akan menggugurkan kemarahannya kepada setiap kaum Yahudi yang ada di bumi”. Mereka semuanya terdiam dan tak seorang pun yang menjawab. Setelah bubar, Rasulullah ditegur oleh salah seorang dari mereka dengan berkata: “Tunggulah sebentar hai Muhammad! Tampaknya engkaulah yang disebut dalam Taurat”. Orang itu pun balik bertanya kepada kaum Yahudi: “Siapakah aku ini sepengetahuan kalian?”. Mereka menjawab: “Demi Allah kami tidak mengenal seseorang yang lebih alim tentang kitab Allah, lebih pintar dari engkau dan dahulu tak ada seorang pun yang lebih pintar dari ayah atau kakekmu. Ia berkata: “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa ia adalah Nabi yang engkau dapati di dalam Taurat”. Kaum Yahudi berkata: “Engkau sungguh telah berbohong” sambil diseret dan dimakinya. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash, bahwa yang dimaksud dengan ayat “wasyahida syahidum min bani israila ‘ala mitslihi” (Surat Al-Ahqaf: 10) ialah Abdullah bin Salam. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abdullah bin Salam, bahwa ayat “wasyahida syahidu” (Surat Al-Ahqaf: 10) turun berkenaan dengan Abdullah bin Salam, yang menegaskan bahwa Muhammad tertulis didalam Taurat.

184

Ayat 11 Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah, bahwa kaum musyrikin berkata: “Kami paling mulia dan kami, dan kami….. dan kami…. Sekiranya terdapat kebaikan dalam Islam tentu kamilah yang paling dahulu masuk Islam!”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari ‘Aun bin Syaddad. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Ad-Dhahhak dan Al-Hasan, bahwa Umar bin Khatthab mampunyai hamba sahaya perempuan yang bernama zanin. Ia masuk Islam sebelum Umar dan bahkan Umar memukulnya karena keislamannya itu sampai ia bosan memukulnya. Kaum kafir Quraisy berkata: ‘Sekiranya memang agama Islam itu baik, tentu kami tidak akan terdahului oleh seorang hamba sahaya seorang pun”. Ayat 17 Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari As-Suddi. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini (Surat Al-Ahqaf: 17) turun berkenaan dengan Abdurrahman binABi Bakar As-Shiddik yang mengucapkan “Cis” kepada ibu bapaknya yang telah masuk Islam. Ucapan ini ia kemukakan ketika ibu bapaknya menyuruhnya masuk Islam, tapi ia melawan bahkan pernah mendustakannya dengan mengatakan bahwa tokoh-tokoh utama Quraisy pun yang sudah mati tidak aada yang mau masuk Islam. Lama setelah kejadian ini Abdurrahman pun tergolong tokoh Islam. Maka turunlah ayat berikutnya (Surat AlAhqaf: 19) yang menegaskan bahwa taubatnya diterima oleh Allah Swt. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Yusuf bin Mahan, bahwa marwan berkata: “’Abdurrahman bin ABi Bakar inilah yang menyebut “Cis” yang disebutkan dalam ayat ini (Surat Al-Ahqaf: 17). ‘Aisyah berkata di belakang hijab: “Allah tidak menurunkan Al-Qur’an sedikitpun berkenaan dengan kami, kecuali tentang peristiwa-peristiwa yang menyangkut uzurku”. Menurut Ibnu Hajar riwayat yang menerangkan penolakan ‘Asiyah itu isnadnya lebih sah dan lebih dapat diterima. Ayat 29 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah yang bersumber dari Ibnu Mas’ud, bahwa ketika Nabi Saw. Membaca Qur’an di tengah kebun kurma turunlah Sembilan jin diantaranya bernama Zuba’ah1 untuk mendengarkan serta mengingatkan kawankawannya untuk memperhatikan bacaan itu.

1

Review 185

SURAT MUHAMMAD Ayat 1-2 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Adapun yang dimaksud dalam ayat, “Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka,” adalah penduduk Quraisy Mekkah, sementara yang dimaksud dalam ayat 2, “Dan orang-orang mukmin dan beramal saleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad…” adalah orang-orang Anshar.” Ayat 4 Tentang 1 tadi, “Adapun yang dimaksud dalam ayat, “Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, …” dari Qatadaah diriwayatkan, “Menurut infomasi yang sampai pada kami, ayat ini turun pada saat terjadinya Perang Uhud. Pada saat itu, Rasulullah tengah berada di lereng bukit, setelah banyak diantara pasukan kaum muslimin yang terluka dan terbunuh. Ketika itu orang-orang musyrik meneriakkan, “Terpujilah Hubal!” sementara umat Islam membalasnya dengan teriakan, “Allah lebih terpuji dan agung”. Orang-orang musyrik lalu berkata, “Sesungguhnyaa kami memiliki al-Uzza sementara kalian tidak”. Rasulullah lantas berkata kepada para sahabatnya, “Katakanlah, Allah adalah pelindung kami sementara kalian tidak memiliki pelindung. Sesungguhnya orang-orang yang saat ini meninggal tidak sama statusnya. Mereka yang terbunuh dari pihak kami tetap hidup (disis Allah) dan mendapat limpahan rezeki, sementara orang-orang kalian yang terbunuh akan diazab di neraka.” Ayat 13 Abu Ya’la meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Tatkala Rasulullah berada di dekat gua (Tsur), setelah keluar dari Mekkah, beliau lantas menatap kearah Mekkah seraya berkata, “Engkau adalah negeri yang paling saya cintai. Sekiranya pendudukmu tidak mengusir saya, niscaya saya tidak akan keluar”. Lantas Allah menurunkan ayat ini. Ayat 16 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang-orang mukmin dan munafik sama-sama berkumpul di majelis Rasulullah. Adapun orangorang beriman maka mereka dengan serius mendengarkan dan menghayati apaapa yang disampaikan Rasulullah. Hal ini berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya sekedar mendengarkan, namun tidak menghayatinya. Itulah sebabnya, 186

ketika telah berada di luar, mereka lantas bertanya kepada orang-orang mukmin, ‘Apa yang tadi hai (Rasulullah) katakana?’ terhadap sikap mereka tersebut, turunlah ayat ini.” Ayat 33 Ibnu Abi Hatim dan Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab ash-shalat meriwayatkan dari Abu Al-Aliyah yang berkata, “Pada awalnya, para sahabat Rasulullah berpendapat bahwa dosa tidak berdampak (pada keimanannya) selama seseoramh telah mengucapkan syahadat, “Tiada Tuhan selain Allah” sebagaimana sebuah amal saleh tidak diterima jika pelakunya mempersekutukan Allah. setelah itu, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” Barulah kemudian mereka merasa cemas bahwa dosa akan dapat menghapus kebaikan yang dilakukan.” SURAT AL-FATH Ayat 1 Imam Al-Hakim dan yang lainnya meriwayatkan dari Al-Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam berkata, “Surat Al-Fath diturunkan diantara Mekkah dan Madinah yang berkenaan dengan perihal Hudaibiyyah. Surat ini diturunkan dari awal surat hingga akhir surat. Ayat 2 Imam Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas yang berkata, “Sekembalinya dari Hudaibiyyah, diturunkan kepada Nabi Saw. Ayat ini. Nabi Saw. Lantas berkata kepada para sahabatnya, “Baru saja turun kepada saya sebuah ayat yang lebih saya sukai daripada seluruh isi bumi ini.” Beliau lantas membacakan ayat tersebut kepada mereka. Para sahabat serentak berkata, ‘Selamat dan sejahtera untuk engkau wahai Rasulullah. Allah telah menjelaskan apa yang akan dilakukannya terhadap engkau. Akan tetapi, kami tidak tahu apa yang akan Dia lakukan terhadap kami?!’ Lalu Allah menurunkan ayat, “Agar dia masukkan orangorang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga…” (Q.S. Al-Fath: 5) Ayat 18 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Salamah bin Akwa’ yang berkata, “Tatkala kami sedang berbincang-bincang, tiba-tiba seorang pesuruh Rasulullah berteriak keras, ‘Wahai sekalian manusia, mari berbai’at! mari berbai’at! Sesungguhnya Jibril saat ini tengah turun!’ Mendengar hal itu, kami dengan segera menghampiri 187

Rasulullah yang ketika itu tengah berada di bawah sebatang pohon berwarna coklat. Kami lalu berbai’at beliau. Allah lantas menurunkan ayat ini.” Ayat 24 Imam Muslim, At-Tirmidzi dan An-Nasa’I meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. yang berkata, “ketika tengah berada di Hudaibiyyah, tiba-tiba datang delapan puluh orang bersenjata dari arah bukit Tan’im yang menerjang kearah Rasulullah dan para sahabat. Jelas sekali mereka bermaksud menyerang beliau secara mendadak. Akan tetapi, seluruh mereka berhasil dilumpuhkan. Rasulullah kemudian membebaskan mereka kembali. Allah lalu menurunkan ayat ini.” Imam Muslim juga meriwayatkan hal serupa dari Salamah bin Akwa’. Imam Ahmad dan An-Nasa’I juga meriwayatkan riwayat yang sama dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzni, demikian juga Ibnu Ishak dari Ibnu Abbas. Ayat 25 Imam Ath-Thabrani dan Abu Ya’la meriwayatkan dari Abu Jum’ah, dari Junaid bin Subu’ yang berkata, “Di pagi hari, saya memerangi Nabi Saw dalam keadaan kafir, sedangkan pada sore harinya saya berperang bersamanya dalam keadaan muslim. Pada saat itu, kami terdiri dari tiga orang laki-laki dan tujuh orang wanita. Berkenaan dengan kamilah turun ayat, ‘Dan kalau bukanlah karena ada beberapa orang beriman laki-laki dan perempuan yang tidak kamu ketahui, tentulah kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesulitan tanpa kamu sadari; (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka).” Ayat 27 Al-Faryabi dan Abdu bin Hamid, demikian juga Al-Baihaqi dalam kitab ad-dalaail meriwayatkan dari Mujahid yang berkata, “Ketika tengah berada di Hudabiyyah, diperlihatkan kepada Nabi Saw melalui mimpi, bahwa beliau dan para sahabat akan masuk ke Mekkah dengan aman dalam keadaan mencukur dan memendekkan rambut masing-masing. Akan tetapi, tatkala mereka terpaksa harus menyembelih kurban mereka di Hudaibiyyah, beberapa sahabat lantas berkata, ‘Wahai Rasulullah, mana realisasi dari mimpi itu?’ sebagai responnya, turunlah ayat ini.” SURAT AL-HUJURAT Ayat 1 Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abi 188

Mulaikah bahwa Abdullah ibnu Az-Zubair mengatakan kepadanya, “Suatu ketika sekelompok orang dari Bani Tamim datang menghadap Rasulullah . Abu Bakar lalu berkata, ‘Jadikanlah Al-Qa’qa’ bin Ma’bad sebagai pemimpinnya.’ Akan tetapi, Umar berkata, ‘Tidak, tetapi yang lebih tepat (dijadikan pemimpinnya) adalah Al-Aqra bin Habis.’ Mendengar ucapan Umar itu, Abu Bakar berkata, ‘Engkau sebenarnya hanya ingin berbeda pendapat dengan saya.” Akan tetapi Umar menjawab, ‘Saya tidak bermaksud menentang pendapat engkau.’ Keduanya lantas terlibat perdebatan hingga intonasi suara mereka meninggi. Berkenaan dengan kejadian itu, turunlah ayat ini sampai ayat 5. Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Al-Hasan, “Pada hari raya Kurban, diantara para sahabat ada yang menyembelih kurbannya sebelum Rasulullah. Rasulullah lantas menyuruh mereka untuk mengulangi kurbannya kembali. Setelah itu, turunlah ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…” Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dengan lafazh, “Ada seorang laki-laki yang menyembalih kurbannya sebelum shalat (Idul Adha). Sebagai responnya, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…” Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al-Ausath dari Aisyah yang berkata, “Ada beberapa orang yang memajukan datangnya bulan baru sehingga mereka berpuasa sebelum Nabi Saw. Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, “Disampaikan kepada kami bahwa beberapa orang sahabat pernah berkata, ‘Jika saja Allah menurunkan ini dan itu.’ Allah lantas menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…” Ayat 2 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Diantara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara (dengan Rasulullah). Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 3 Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syamas yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,…” Tsabit bin Qais terlihat duduk di tengah jalan sambil menangis. Tidak lama berselang, Ashim Bin Uday bin Ajlan 189

lewat dihadapannya. Ashim lalu bertanya. “Kenapa engkau menangis?’ Tsabit menjawab, ‘Karena ayat ini. Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya karena saya adalah seorang yang bersuara keras dalam berbicara.’ Ashim lantas melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, ‘Sukakah engkau hidup dalam kesulitan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?’ Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dari Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rasulullah.’ Allah lalu menurunkan ayat 3, ‘Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya disisi Rasulullah,…’” Ayat 4 Imam Ath-Thabrani dan Abu Ya’la dengan sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Beberapa orang badui datang ke dekar kamar Rasuullah dan mulai memanggil-manggil, ‘Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!’ Allah lantas menurunkan ayat ini.” Abdurrazzaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang laki-laki mentangi rumah Rasulullah saw dan berkata dengan suara keras, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukan.” Rasulullah lantas keluar menemuinya seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya untuk Allah swt..” selanjutnya, turunlah ayat ini. Hadits diatas berstatus mursal. Akan tetapi, ia didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, antara lain sebagai berikut. Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, namun tanpa menyebutkan turunnya ayat. Riwayat dari Ibnu Jarir dari Al-Hasan. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia memanggil Nabi saw dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut. Ia lantas berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukab.” Rasulullah lantas menjawab, “Hal yang seperti itu hanya untuk Allah.” Ibnu jarir dan lainnya meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi Nabi saw dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” Sebagai responnya, turunlah ayat ini. Ayat 6 190

Imam Ahmad dab lainnya meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Harits bin Dhirar Al-Khuza’I yang berkata, “Suatu ketika, saya mendatangi Rasulullah. Beliau pun menyeru saya masuk Islam dan saya menyambutnya. Setelah itu, beliau menyeru saya untuk membayar zakat dan saya langsung menyetujuinya. Saya kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan saya kembali ke tengah-tengah kaun saya agar saya dapat menyeru mereka kepada Islam dan menunaikan Zakat. Bagi mereka yang memenuhi seruan saya itu maka saya akan mengumpulkan zakat mereka. Setelah itu, hendaklah engkau mengutus seorang utusanmu ke Iban dan disana saya akan menyerahkan zakat yang terkumpul tersebut.” Setelah Harits menghimpun zakat dari kaumnya, ia lalu berangkat ke Iban. Akan tetapi, sesampainya disana ternyata ia tak menemukan utusan Rasulullah. Harits langsung menyangka bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat (Allah dan Rasulullah) marah kepadanya. Lalu ia mengumpulkan para pemuka kaumnya dan berkata, “Sesngguhnya Rasulullah sebelumnya telah menetapkan waktu di mana beliau akan mengirimkan utusan untuk menjemput zakat yang telah saya himpun ini. Rasulullah tidak mungkin mungkir janji. Utusan beliau tidak mungkin tidak datang kecuali disebabkan adanya sesuatu yang membuat beliau marah. Oleh sebab itu, mari kita menghadap kepada Rasulullah.” Sementara itu, Rasulullah mengutus Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat dari kaum Harits. Namun, ketika baru berjalan beberapa lama, timbul perasaan takut dalam diri Walid sehingga ia kembali pulang (ke Madinah). Sesampainya di hadapan Rasulullah, ia berkata, “Sesungguhnya Harits menolak untuk menyerahkan zakat yang dijanjikannya. Bahkan, ia juga bermaksud membunuh saya.” Mendengar hal itu, Rasulullah segera mengirim utusan untuk menemui Harits. Ketika melihat utusan itu, Harits dan kaumnya dengan cepat menghampiri mereka seraya bertanya, “Kemana kalian diutus?” Utusan Rasulullah itu menjawab, “Kepadamu.” Harits bertanya, “Kenapa?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu. Akan tetapi, ia melaporkan bahwa engkau menolak menyerahkan zakat dan juga bermaksud membunuhnya.” Dengan kaget, Harist menjawab, “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, saya sungguh tidak melihatnya dan ia tidak pernah mendatangi saya.” Pada saat Harits menemui Rasulullah, beliau langsung berkata, “Apakah engkau memang menolak untuk menyerahkan zakatmu dan juga bermaksud 191

membunuh utusan saya?” Ia menjawab, “Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, saya tidak pernah melakukannya.” Tidak lama berselang, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya,…” hingga ayat 8, “Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Para perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya. Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkan hal serupa dari Jabir bin Abdullah, Alqamah bin Najiyah dan ummu Salamah. Selain itu, Ibnu Jarir juga, meriwayatkannya dari Al-‘Ufi dari Ibnu Abbas. Ayat 9 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika Rasulullah mengendarai keledainya menemui Abdullah bin Ubay. Abdullah bin Ubay lantas berkata, “Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah membuat saya tidak nyaman.” Seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan cepat menjawab, “Demi Allah, sungguh bau keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.” Mendengar ucapan laki-laki itu, seseorang yang berasal dari suku yang sama dengan Abdullah marah. Akibatnya, pentengkaran antara dua kelompok tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelapah kurma, tangan dan terompah. Tidak lama berselang, turunlah ayat ini. Sa’id bin Manshur dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Malik yang berkata, “Suatu hari, terjadi pentengkaran antara dua orang laki-laki Muslim. Hal itu mengakibatkan kabilah yang satu ikut marah pada yang lain, demikian pula sebaliknya. Kedua kelompok itu pun lantas terlibat perkelahian masal dengan menggunakan tangan dan terompah. Allah menurunkan ayat, ‘Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.’” Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Ada seorang laki-laki Anshar bernama Imran. Ia memiliki seorang istri yang biasa dipanggil Ummu Zaid. Suatu hari, istrinya itu bermaksud mengunjungi salah seorang keluarganya, tetapi sang suami melarangnya dan mengurungnya di loteng rumah. Wanita itu lantas menginformasikan hal tersebut kepada kaumnya sehingga mereka langsung berdatangan untuk mengeluarkannya dari tempat itu dan membawanya pergi. Sang suami yang mengetahui hal itu lalu juga meminta bantuan kepada kaumnya. Keluarga dari pihak paman laki-laki itu pun

192

lalu berdatangan dan mencoba untuk menghalangi wanita itu dari keluarganya. Akhirnya, kedua kelompok terlibat perkelahian menggunakan pelapah kurma dan terompah. Berkenaan dengan mereka inilah turun ayat, ‘Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.” Rasulullah mantas mengirim utusan untuk mendamaikan kedua kelompok tersebut. Mereka akhirnya menyerahkan penyelesaiannya pada keputusan Allah.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan yang berkata, “Suatu ketika, terjadi pertikaian antara dua kelompok. Ketika mereka diseur kepada penyelesaian, mereka pun menolak. Sebagai responsnya, turunlah ayat kesembilan ini.” Dari Qatadah diriwayatkan, “Diinformasikan kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang laki-laki Anshar diantara keduanya terjadi persengketaan dalam hak tertentu. Salah seorang dari mereka lalu berkata, ‘Sungguh saya akan merebutnya darimu, walaupun dengan kekerasan.’ Laki-laki ini berkata seperti itu karena banyaknya jumlah kaumnya. Laki-laki yang kedua mencoba untuk mengajaknya meminta keputusan kepada Rasulullah, tetapi ia menolaknya. Persengketaan itu terus berlangsung sehingga akhirnya terjadi perkelahian diantara kedua pihak. Mereka pun saling memukul dengan tangan dan terompah. Untung saja perkelahian tersebut tidak berlanjut dengan menggunakan pedang.” Ayat 11 Penyusun kitab sunan yang empat meriwayatkan dari Abu Jabirah IbnudhDhahhak yang berkata, “Adakalanya seorang laki-laki memiliki dia atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian dipanggil dengan nama yang tidak disenanginya. Sebagai responsnya, turunlah ayat, “…dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…” Imam At-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini berkualitas hasan Imam Al-Hakim dan lainnya juga meriwayatkan, “Pada masa jahiliyyah dahulu, orang-orang biasa digelari dengan nama-nama tertentu. Suatu ketika, Rasulullah memanggil seorang laki-laki dengan gelarnya. Seseorang lalu berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya gelar yang engkau sebut itu adalah gelar yang tidak disenanginya.’ Allah menurunkan ayat, “…dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…” Dalam riwayat Imam Ahmad yang juga dari Abu Jabirah disebutkan, “Ayat ini turun berkenaan dengan kami, Bani Salamah. Pada saat Nabi saw sampai di Madinah, setiap laki-laki dari kami pasti memiliki dua atau tiga nama panggilan.

193

Suatu ketika, Nabi Saw memanggil salah seorang dari mereka dengan nama tertentu. Orang-orang lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia marah dengan panggilan tersebut.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” Ayat 12 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang banyak menyatakan ayat ini turun berkenaan dengan Salman Al-Farisi. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut lantas menyebarkan perihal makan dan tidurnya Salman tadi kepada orang banyak. Akibatnya, turunlah ayat ini.” Ayat 13 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abi Mulaikah yang berkata, “Setelah pembebasan kota Mekkah, Bilal naik ke atas Ka’bah lalu mengumandangkan azan. Melihat hal itu, sebagian orang lalu berkata, “Bagaimana mungkin budak hitam ini yang justru mengumandangkan azan di atas Ka’bah!’ sebagian yang lain berkata (dengan nada mengejek), ‘Apakah Allah akan murka kalau bukan dia yang mengumandangkan azan?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam kitab Al-Mubhamaat, “Saya menemukan tulisan tangan dari Ibnu Basykual yang menyebutkan bahwa Abu Bakar bin Abi Dawud meriwayatkan dalam kitab tafsirnya, ‘Ayat ini turun berkenaan dengan Abi Hindun. Suatu ketika, Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahkan Abu Hindun ini dengan wanita dari suku mereka. Akan tetapi, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami akan menikahkan anak wanita kami dengan seorang budak.’ Sebagai responsnya turunlah ayat ini.’” Ayat 17 Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa suatu ketika sekelompok Arab Badui datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah masuk Islam dan tidak memerangi engkau, sementara Bani Fulan tetap memerangi engkau.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Al-Bazzar meriwayatkan riwayat yang mirip dengan itu dari Sa’id bin Jabir dari Ibnu Abbas. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan hal yang sama dari Al-Hasan, tetapi dengan tambahan keterangan bahwa hal itu terjadi pada saat berlangsungnya Fathu Makkah. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi yang berkata, “Pada tahun ke Sembilan, sepuluh orang dari Bani Asad mendatangi Nabi Saw

194

dan diantara mereka terdapat Thalhah bin Khuwailid. Sementara itu, Rasulullah tengah duduk di masjid bersama para sahabat. Setelah memberi salam kepada Rasulullah, juru bicara mereka lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya. Sekarang kami datang kepada engkau wahai Rasulullah padahal engkau tidak mengirim seorang pun untuk memanggil kami. Selain itu, kami juga menebarkan rasa aman pada orang-orang di sekitar kami.’ Allah lantas menurunkan ayat, ‘Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka…’” Said bin Manshur meriwayatkan dalan kitabnya dari Said bin Jabir yang berkata, “Beberapa orang laki-laki dari Bani Asad datang kepada Rasulullah. Mereka lalu berkata, ‘Kami datang kepada engkau dengan tidak memerangi engkau.’ Sebagai responsnya, Allah menurunkan ayat, ‘Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka…’” SURAT QAF Ayat 38 Al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah menanyakan penciptaan langit dan bumi. Rasulullah lalu bersabda, “Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin; menciptakan gunung dan hal-hal yang bermanfaat di dalamnya pada hari Selasa; menciptakan pepohonan, air, Madain, bahan-bahan pembangunan dan perusakan pada hari Rabu; menciptakan langit pada hari Kamis; dan pada hari Jum’at hingga tersisa tiga jam terakhir menciptakan bintang-bintang, matahari, bulan, dan Malaikat. Dari tiga jam yang tersisa itu, pada jam pertama diciptakan ajal untuk semua makhluk, pada jam kedua diciptakan kerusakan yang akan mengakhiri seluruh hal yang dimanfaatkan manusia, sedangkan pada jam ketiga diciptakan Adam dan dimasukkan ke Surga lalu iblis disuruh untuk bersujud kepadanya serta pada penghujung waktu itu juga iblis diusir dari dalam surga.” Setelah mendengar jawaban Rasulullah, orang-orang Yahudi itu lalu bertanya, “Setelah apa lagi, wahai Muhammad?” Rasulullah menjawab, “Selanjutnya Allah bersemayam di ‘Arsy.” Orang-orang Yahudi itu lalu berkata, “Jawaban engkau akan benar sekiranya engkau sempurnakan.” Mereka lalu berkata, “Setelah semua pekerjaan itu, Allah beristirahat.” Mendengar ucapan itu, Rasulullah menjadi sangat marah. Setelah itu turunlah ayat, “Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang 195

ada diantara keduanya dalam enam masa dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan.”” Ayat 45 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Amru bin Qais Al-Mazini dari Ibnu Abbas, “Wahai Rasulullah, mohon beri kami nasihat yang menakutkan bagi kami.” Setelah itu, turunlah ayat, “Maka berilah peringatan dengan Al-Qur’an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Amru bin Qais riwayat yang serupa dengan status mursal. SURAT ADZ-DARIYAT Ayat 19 Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah bahwa suatu ketika Rasulullah mengutus sekelompok pasukan. Pasukan tersebut berhasil meraih kemenangan dan mendapatkan banyak harta rampasan perang. (Ketika akan dilangsungkan pembagian) datang sekelompok orang untuk meminta bagian dari harta tersebut. Tak lama kemudian, turunlah ayat ini. Ayat 54-55 Ibnu Mani’, Ibnu Rahawaih dan Al-Haitsam ibn Kulaib dalam kitab-kitab mereka mengemukakan riwayat dari Mujahid dari Ali yang berkata, “tatkala turun ayat 54 surah Adz-Dzariyat, ‘Maka berpalinglah engkau dari mereka, dan engkau sama sekali tidak tercela,’ kami langsung meyakini bahwa dirinya akan celaka. Hal itu karena (dalam ayat itu) Rasulullah diperintahkan untuk berpaling dari kami. Akan tetapi, setelah itu turunlah ayat 55, ‘Dan tetaplah member peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.’ Hal itu membuat hati kami kembali tenang.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Disampaikan kepada kami bahwa ketika turun ayat 54, para sahabat Rasulullah langsung diliputi kekhawatiran. Mereka berfikir bahwa wahyu telah terputus kepada Rasulullah, sementara azab akan segera datang. Allah lalu menurunkan ayat 55.” SURAT ATH-THUR Ayat 30 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa pada saat orang-orang Quraisy berkumpul di Darun Nadwah untuk mendiskusikan perihal Nabi Saw, salah seorang

196

dari mereka lantas berkata, “Ikat saja tubuhnya dengan tali lalu tunggulah hingga datang kebinasaannya, sebagaimana yang menimpa para penyair sebelumnya, seperti Zuhair dan Nabighah. Sesungguhnya ia tidak lebih dari sekadar penyair, seperti orang-orang tersebut.” Sebagai respons terhadap hal itu, Allah lalu menurunkan ayat ini. SURAT AN-NAJM Ayat 32 Al-Wahidi, Ath-Thabrani , Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit bin Harits Al-Anshari yang berkata, “Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa apabila ada anak mereka yang masih kecil meninggal duni maka ia akan ditempatkan di derajat yang mulia (surga). Ucapan mereka itu didengar oleh Rasulullah. Beliau lantas bersabda, “Orang-orang Yahudi itu bohong. Tidak ada seorang pun yang diiptakan Allah di dalah rahim ibunya, melainkan Dia Maha mengetahui apakah orang itu nantinya akan sengsara atau bahagia.” Ayat 33-41 Ibu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah bahwa suatu ketika Rasulullah bermaksud keluar untuk memimpin peperangan. (Ketika tengah bersiap-siap) tibatiba datang seorang laki-laki yang ingin ikut serta ke medan perang. Akan tetapi, Rasulullah menyatakan bahwa beliau tidak memiliki angkutan untuk membawanya. Laki-laki itu lantas bertemu dengan seorang temannya. Ia lalu berkata, “Berilah saya sesuatu (bekal untuk pergi perang)!” temannya itu menjawab, “Baiklah saya akan memberimu unta saya ini, namun dengan syarat engkau menanggung dosa-dosa saya.” Laki-laki tadi lalu menjawab, “Baiklah.” Allah lantas menurunkan rangkaian ayat ini. Dari Darraj bin Abi Samah diriwayatkan, “Suatu ketika Rasulullah mengutus sekelompok pasukan perang. Seorang laki-laki lantas meminta kepada Rasulullah untuk diberi bekal agar bisa ikut berangkat. Akan tetapi, Rasulullah menjawab, ‘Saya tidak punya apa-apa untuk membekalimu.’ Laki-laki itu lantas pulang dengan hati sedih. Ia lalu berpapasan dengan seseorang yang sedang menggiring binatang tunggangannya. Laki-laki itu lalu menceriatakan keinginannya kepada orang tersebut. Orang itu lalu berkata, ‘jika saya memberikan kepadamu kendaraan ini sehingga engkau bisa menyusul pasukan perang itu, mahukah kamu memberikan pahal-pahala kebaikanmu kepadaku?” Laki-laki itu menjawab, “Ya.’ Ia lantas mengambil kendaraan kemudian pergi. Setelah kejadian tersebut, turunlah rangkaian ayat ini.” 197

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Abu Zaid berkata, “Ada seseorang laki-laki yang baru masuk Islam. Ia lalu bertemu dengan beberapa orang yang mengolokoloknya seraya berkata, “Kenapa engkau meninggalkan agama nenek moyangmu, menyatakan mereka sesat, serta meyakini bahwa mereka akan masuk neraka?’ Lakilaki itu lalu menjawab, ‘Karena saya takut akan azab Allah.’ Salah seorang dari yang mengolok-olok itu berkata, ‘Berilah saya sesuatu dan sebagai imbalannya saya akan memikul azab yang diperuntukkan kepadamu itu.’ Laki-laki itu lantas memberikan sesuatu kepadanya. Orang itu berkata lagi, “Tambahkanlah pemberianmu.’ Laki-laki tadi merasa tidak mampu lagi sehinga ia hanya bisa memberikan kepada oran yang meminta tersebut. Berkenaan dengan laki-laki inilah turun ayat, ‘Maka tidaklah engkau melihat orang yang berpaling (dari Al-Qur’an)? Dan dia memberikan sedikit (dari apa yang dijanjikan) lalu menahan sisanya.’” Ayat 61 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Pada saat Rasulullah Saw. Sedang shalat, beberapa dari mereka (orang-orang kafir) lewat dihadapan beliau dengan gaya angkuh. Tidak lama kemudian turunlah ayat ini.” SURAT AL-QAMAR Ayat 1-2 Imam Bukhari dan Muslim serta Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang berkata (lafazh riwayat ini adalah dari Al-Hakim), “Saya melihat bukan terbelah menjadi dua bagian di Mekkah sebelum Rasulullah Saw. Hijrah.” Orangorang lalu berkata, “Bulan telah disihir.” Sebagai responsnya, turunlah ayat, “Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.” Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas yang berkata, “Penduduk Mekkah meminta kepada Rasulullah Saw. Agar didatangkan tanda (bukti kenabian beliau). Tidak lama kemudian, bulan terlihat terbelah sebanyak dua kali di Mekkah. Selanjutnya, turun ayat, “Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.” Ayat 45 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Pada saat berkecamuknya Perang Badar, mereka (orang-orang kafir Mekkah) berteriak-teriak, ‘Kami adalah golongan yang bersatu dan pasti menang!’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 47 Imam Muslim dan At-Timirdzi meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, 198

“Suatu ketika, orang-orang musyrik Quraisy mendebat Nabi Saw dalam masalah Qadar. Sebagai responsnya, turunlah ayat 49, ‘Sungguh, kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.’” SURAT AR-RAHMAN Ayat 46 Ibnu Abi Hatim dan Abu Syaikh, dalam kitab Al-‘Azhamah, meriwayatkan dari Atha bahwa suatu hari Abu Bakar Ash-Shiddiq mengingat dan memikirkan masalah Kiamat, mizan (timbangan), surga, dan neraka. Ia lalu berkata, “Betapa saya ingin agar menjadi sehelai daun dari dedaunan yang hijau itu kemudian datanglah seekor binatang yang memakannya. Aduhai, andai saja saya tidak diciptakan.” Tidak lama berselang, turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Abu Syaudzab yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq.” SURAT AL-WAQI’AH Ayat 13-14 Imam Ahmad, Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan sanad yang diantara rangkaian perwainya ada seorang yang tidak dikenal dari Abu Hurairah yang berkata, “Ketika turun ayat, ‘Segolongan besar dari orangorang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.’ Orangorang mukmin merasa cemas dan khawatir. Akibatnya, turunlah ayat, ‘Segolongan besar dari orang-orang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.’ Ibu Asakir meriwayatkan dalam kitabnya, Tarikh Dimasyq, dengan sanad yang diantara perawinya ada yang harus di teliti lagi tsiqah-annya dari Urwah bin Ruwaim dari Jabir bin Abdullah yang berkata, “Ketika turun ayat 1, ‘Apabila terjadi hari Kiamat,’ yang didalamnya disebutkan, Segolongan besar dari orangorang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.’” Umar ibnul-Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, jadi (penghuni surga itu) segolongan besar dari orang-orang terdahulu, sebaliknya hanya segolongan kecil saja dari kita?’ lanjutan dari surah ini ditangguhkan Allah turunnya hingga setahun lamanya dan baru kemudian turun ayat 39-40, ‘Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan besar dari orang yang kemudian.’ Setelah turunnya ayat ini, Rasulullah Saw. Berkata, “Wahai Umar, kemarilah dan dengarlah apa yang baru saja diturunkan Allah, yaitu ayat 39-40, ‘Segolongan 199

besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan besar dari orang yang kemudian.’ Riwayat seperti di atas diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Urwah bin Ruwaim secara mursal. Ayat 27 Sa’id bin Manshur meriwayatkan dalam kitab As-Sunan dan Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ats dari ‘Atha’ dan Mujahid yang berkata, “Tatkala penduduk Thaif meminta dihadirkan sebuah lembah yang indah dan didalamnya ada madu maka permintaan tersebut dikabulkan. Lembahtersebut sangat memikat. Ketika terdengar orang-orang berkata bahwa surga terdapat ini dan itu, maka mereka lalu berkata, “Aduhai, alangkah bahagiannya jika di surga terdapat berbagai hal seperti yang ada di lembah ini.’ Allah lalu menurunkan, ‘Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. (Mereka) berada diantara pohon-pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang bersusun-susun (buahnya) dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi’ah: 27-30) AYAT 29 Dari Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Mujahid yang berkata, “orangorang sangat tertarik dengan Buj, sebuah lembah di daerah Thaif, terutama dengan kerindangannya serta dengan pohon pisang dan bidaranya.” Allah lantas menurunkan ayat, ‘Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. (Mereka) berada diantara pohon-pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang bersusun-susun (buahnya) dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi’ah: 27-30) AYAT 75 Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Pada suatu malam di masa Rasulullah turun hujan. Di pagi harinya, Rasulullah Saw. Berkata, ‘Daintara manusia ada yang pagi ini bangun dalaam keadaan bersyulur dan ada pula yang ingkar (kafir)’. Hal itu karena ketika hujan turun semalam, ada yang berkomentar, ‘Hujan ini adalah rahmat dari Allah’, sementara yang lain berkata, ‘Telah tepat letak bintang ini.’ Setelah itu, turunlah rankaian ayat ini.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hazirah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki Anshar pada Perang Tabuk. Ketika sampai di suatu daerah, pasukan kaum muslimin berhenti untuk beristirahat. Rasulullah Saw. Memerintahkan mereka agar tidak membawa air dari tempat itu sedikit pun.

200

Mereka lantas melanjutkan perjalanan hingga ketika sampai di daerah berikutnya mereka tidak lagi memiliki persediaan air. Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Rasulullah Saw. Lalu shalat dua rakaat kemudian berdoa untuk meminta hujan. Allah lalu menurunkan hujan kepada mereka hingga semuanya bisa minum dengan puas. Seorang laki-laki dari Anshar lantas berkata kepada seseorang dari kaumnya yang diperkirakan seorang munafik, “Tidakkah engkau melihat bahwa baru saja Nabi Saw berdo’a, Allah telah menurunkan hujan kepada kita?’ Akan tetapi, laki-laki dari kaumnya itu menjawab, “Tidak, sesungguhnya kita mendapat curahan hujan Karena pengaruh bintang ini dan itu.’” SURAT AL-HADID Ayat 16 Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf meriwayatkan dari Abdul Aziz bin Abi Rawad bahwa suatu ketika para sahabat Nabi Saw terlihat agak hanyut dalam senda gurau dan hal-hal yang menimbulkan tawa. Setelah itu, turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan yang berkata, “Suatu ketika para sahabat Nabi Saw. Terlihat sedikit hanyut dalam gurauan dan tertawaan. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Belum tibakah waktunya bagi orang0orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah..’’” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Suddi dari Al-Qasim yang berkata, “Suatu ketika, para sahabat terlihat sedikit jenuh dan bosan. Mereka lantas berkata, ‘Wahai Rasulullah, sampaikanlah sesuatu kepada kami.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Kami menceriatakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik…” (Yusuf: 3) Beberapa saat kemudian, mereka kembali terlihat dalam kondisi jenuh. Mereka lantas berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, sampaikanlah sesuatu kepada kami.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Kami menceriatakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik…” (Yusuf: 3) Ibnu Mubarak meriwayatkan dalam kitab Az-Zuhd, “Sufyan menceritakan kepada kami dari Al-A’masy yang berkata, “Setelah para sahabat tinggal beberapa lama di Madinah dan mereka mulai mendapatkan penghidupan yang mulai sejahtera setelah sebelumnya hidup miskin dan susah, mereka pun mulai kendur semangatnya dalam melaksanakan beberapa amalan yang sebelumnya secara rutin mereka laksanakan. Setelah itu, turunlah ayat, ‘Kami menceriatakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik…” (Yusuf: 3) Ayat 28

201

Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al-Ausath dengan sanad yang dalam rangkaian perawinya ada seseorang yang tidak dikenal dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika 40 orang dari sahabat Najasyi datang kepada Rasulullah. Mereka lantas ikut dalam Perang Uhud. Diantara mereka ada yang ikut terluka, tetapi tidak seorang pun yang terbunuh. Ketika mereka melihat bahwa umat Islam membutuhkan bantuan secara financial, mereka lalu berkata, “Wahai Rasulullah, kami adalah orang-orang yang berkecukupan. Oleh karena itu, izinkan kami mendatangkan sebagian harta kami kemari untuk membantu kaum muslimin.” Sebagai respons terhadap sikap mereka itu, Allah menurunkan ayat, ‘Orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) kepada Al-Qur’an.” (Al-Qashash: 52) Ketika ayat diatas telah turun, para sahabat Najasyi itu lalu berkata, “Wahai kaum muslimin, jika diantara kami ada yang juga beriman kepada kitab kalian maka ia mendapat pahala dua kali lipat, sementara yang tidak beriman dengan kitab kalian mendapat satu pahala, seperti halnya kalian.” Sebagai responsnya, Allah menurunkan ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian,…” (Al-Hadid: 28) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil yang berkata, “Ketika turun ayat 54 surat Al-Qashash, ‘Mereka itu diberi pahala dua kali (karena beriman kepada Taurat dan Al-Qur’an) disebabkan kesabaran mereka,…” orang-orang beriman dari Ahlul Kitab membanggakan diri di hadapan para sahabat Rasulullah. Mereka bertanya, “Bagi kami pahala dua kali lipat sementara bagi kalian hanya satu.’ Hal itu membuat para sahabat bersedih. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Wahai orangorang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian,…” (Al-Hadid: 28). Dengan demikian, Allah pun menjadikan bagi mereka pahala dua kali lipat seperti halnya orang-orang beriman dari Ahli Kitab.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Tatkala turun ayat 28, ‘… niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian…,” orang-orang dari golongan Ahli Kitab merasa iri dengan keutamaan yang didapatkan kaum muslimin tersebut. Allah lantas menurunkan ayat-ayat, ‘Agar Ahli Kitab mengetahui…” Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Qatadah dari Mujahid yang berkata, “Orangorang Yahudi berkata, ‘Telah dekat masanya akan keluar seorang nabi dari golongan kami yang akan memotong tangan dan kaki (orang-orang yang memusuhi kami).” Tatkala nabi tersebut ternyata berasal dari bangsa Arab maka mereka langsung 202

ingkar kepadanya, Allah lalu menurunkan ayat, ‘Agar Ahli Kitab mengetahui…’” terhadap keutamaan kenabian. SURAT AL-MUJADILAH Ayat 1 Imam Al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Aisyah yang berkata, “Mahamulia Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sementara saya hanya bisa mendengarkan sebagian dari ucapan Khaulah binti Tsa’labah, adapun yang sebagian lagi tidak dapat saya dengar. Kedatangannya pada saat itu adalah untuk mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah. Khaulah berkata, “Wahai Rasulullah, ia telah menghabiskan masa muda saya dan saya telah melahirkan banyak anak untuknya. Akan tetapi, ketika saya beranjak tua dan tidak bisa melahirkan lagi maka ia menzhihar saya. Ya Allah, saya mengadukan kepedihan hati ini kepada engkau.’ Tidak berselang lama, malaikat Jibril telah langsung turun membawa rangkaian ayat ini. Suami Khaulah itu bernama Aus Ibnush-Shamit.” Ayat 8 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan yang berkata, “Antara Nabi Saw dan kaum Yahudi terjadi kesepakatan damai. Dalam masa itu, setiap kali ada sahabat Nabi saw yang lewat maka orang-orang Yahudi terlihat saling berbisik diantara mereka sampai-sampai sahabat tersebut mengira bahwa mereka tengah merencanakan untuk membunuhnya atau melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Rasulullah lantas melarang orang-orang Yahudi tersebut untuk berbisik-bisik, tetapi mereka tidak mematuhinya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Apakah kamu tidak perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia…’” Imam Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dengan sanad yang baik dari Abdullah bin Amru bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Rasulullah Saw., “Salan untukmu.” Mereka lalu berkata di dalam hati, “Kenapa Allah tidak mengazab kita karena ucapan kita tersebut?” Sebagai responsnya, turunlah ayat, ‘Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu…” Dalam hal ini terdapat riwayat dari Anas dan Aisyah. Ayat 10 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Orang-orang munafik sering terlihat berbisik-bisik diantara mereka. Tindakan tersebut menimbulkan 203

kemarahan dan rasa terganggu pada diri orang-orang mukmin. Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 11 Lebih lanjut, diriayatkan dari Qatadah yang berkata, “Suatu saat, diantara sahabat ada yang ketika melihat seorang sahabat yang lain datang untuk ikut duduk di dekat mereka, sewaktu menghadiri majelas Rasulullah (didalam masjid), mereka lantas tidak mau melapangkan tempat duduk. Ietulah sebabnya, turun ayat ini.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bahwa ayat ini turun pada hari Jum’at. Ketika itu, terlihat beberapa sahabat yang dulunya mengikuti Perang Badang datang ke masjid, sementara tempat duduk yang tersedia sempit. Beberapa orang (yang lebih dulu duduk di tempat itu) kemudian terlihat enggan untuk melapangkan tempat bagi mereka sehingga sahabat-sahabat tersebut terpaksa berdiri. Rasulullah lantas meminta beberapa orang yang tengah duduk itu untuk beridiri kemudian menyuruh sahabat tadi duduk di tempat mereka. Hal ini menimbulkan perasaan tidak senang pada diri orang-orang yang disuruh berdiri tadi. Allah lalu menurunkan ayat ini. Ayat 12-13 Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas yang berkata, “Pada awalnya, kaum muslimin sangat sering bertanya kepada Rasulullah hingga hal itu dirasakan beliau cukup mengganggu. Allah bermaksud meringankan beban tersebut kepada Nabi-Nya sehingga Allah kemudian menurunkan ayat 12, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan ini…’ Setelah ayat ini turun, banyak di antara sahabat yang kemudian menahan diri untuk tidak bertanya. Akibatnya, Allah menurunkan ayat selanjutnya, ayat 13, ‘Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul?...’” Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah riwayat yang dinilainya hasan, demikian juga ulama yang lainnya meriwayatkan dari Ali yang berkata, “Tatkala turun ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan ini…’ Rasulullah Saw. Bertanya kepada saya, ‘Bagaimana pendapatmu kalau (kalau sedekah tersebut) 204

sebanyak satu dinar?’ Saya menjawab, ‘Mereka para sahabat tidak akan sanggup.’ Rasulullah bertanya, ‘Kalau begitu berapa seharusnya?’ Saya menjawab, ‘Satu butir gandum.’ Mendengar jawaban saya tersebut, Rasulullah berkata, ‘Engkau sungguh seorang yang tidak punya apa-apa.’ Setelah itu, turunlah ayat, ‘Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengn Rasul?’ Karena usulan saya itulah Allah memberikan keringan bagi umat ini.” Imam At-Tirmidzi berkata, “Riwayat ini berkualitas hasan.” Ayat 14 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “tentang ayat ini, kami mendengar bahwa ia turun berkenaan dengan Abdullah bin Nabtal.” Ayat 18 Imam Ahmad meriwayatkan suatu riwayat, demikain juga Al-Hakim yang menilainya shahih, dari Ibnu Abbas yang berkata, “suatu ketika, Rasulullah Saw. Berada di bawah naungan bayang-bayang sebuah kamar. Bayang-bayang itu telah hampir habis ketika Rasulullah berkata, ‘Sesungguhnya akan segera datang menghampiri kalian seorang laki-laki yang melihat kea rah kalian dengan pandangan yang tidak baik. Jika ia datang, maka janganlah ada seorang pun dari kalian yang berbicara dengannya.’ Tidak lama berselang, muncullah seorang laki-laki yang berkulit biru dan buta sebelah matanya. Rasulullah Saw. Lantas memanggil laki-laki itu. Ketika telah mendekat, Rasulullah Saw. Berkata, ‘Atas dasar apa engkau dan teman-temanmu mencaci maki saya?’ Laki-laki itu menjawab, “izinkan saya membawa temanteman saya itu kemari.’ Laki-laki itu lalu pergi untuk memanggil teman-temannya. Ketika telah berada kembali di hadapan Rasulullah, mereka serempak bersumpah bahwa mereka tidak pernah mengatakan hal itu atau melakukannya. Allah lantas menurunkan ayat ini.” Ayat 22 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Syaudzab yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Ubaidah bin Jarrah, yaitu ketika ia membunuh ayahnya pada Perang Badar. Ketika itu, turunlah ayat ini.” Imam Ath-Thabrani dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan hal serupa, namun dengan lafazh, “Pada saat berkecamuknya Perang Badar, ayah Abu Ubaidah bin Jarrah acapkali merintangi gerak-gerik anaknya tersebut. Pada awalnya, Abu Ubaidah selalu berusaha menghindar (agar tidak berhadapan dengan

205

sang ayah). Akan tetapi, ketika ayahnya itu tetap bersikap demikian, Abu Ubaidah pun kemudian menghampirinya lalu membunuhnya. Setelah itu, turunlah ayat ini.” Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Diinformasikan kepada saya bahwa suatu ketika Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) mencaci maki Nabi Saw. Abu Bakar langsung memukul kepalanya hingga terjatuh. Ketika peristiwa itu didengar oleh Nabi Saw, beliau lalu berkata, ‘Benarkah engkau berbuat seperti itu, wahai Abu Bakar?’ Abu Bakar menjawab, ‘Demi Allah, sekiranya pada saat itu ada perang di dekat saya, niscaya akan saya tebas lehernya.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” SURAT AL-HASYR Ayat 1 Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Surat Al-Anfal diturunkan pada perang Badar, sedangkan Surat Al-Hasyr diturunkan berkenaan dengan Bani An-Nadhir. Imam Al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Aisyah yang berkata, “Peperangan dengan Bani Nadhir, yaitu sebuah kabilah Yahudi, terjadi pada penghujung bulan keenamsetelah Perang Badar. Perkampungan dan perkebunan kurma milik mereka berada di pinggir kota Madinah. Rasulullah lantas mengepung pemukiman mereka itu hingga mereka akhirnya bersedia keluar dari Madinah, tetapi dengan perjanjian bahwa mereka diperkenankan untuk membawa harta dan barang-barang mereka sejauh yang bisa diangkut oleh unta-unta mereka, kecuali barang-barang yang berupa persenjataan. Berkenaan dengan mereka itulah Allah menurunkan ayat, ‘Apa yang ada di langit dan yang ada di bumi bertasbih kepada Allah,…’” Ayat 5 Imam Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika itu Rasulullah membakar dan memotong beberapa batang kurma milik Bani Nadhir yang terdapat di lembah Buwairah. Allah lalu menurunkan ayat ini. Abu Ya’la meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Jabir yang berkata, “Pada awalnya, Rasulullah Saw. Mengizinkan para sahabat untuk memotong pohon-pohon kurma tersebut, tetapi beliau kemudian melarangnya dengan keras. Para sahabat lantas mendatangi Nabi Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami berdosa terhadap apa yang telah kami potong atau kami biarkan dari pohonpohon tersebut?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.”

206

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Ruman yang berkata, “Tatkala Rasulullah berangkat menuju perkampungan Bani Nadhir, mereka lantas membuat benteng pertahanan Rasulullah Saw. Lalu menyuruh para sahabat untuk memotong dan membakar pohon-pohon kurma mereka. Mereka lantas berkata, “Wahai Muhammad, bukankah engkau telah melarang orang kain untuk berbuat kerusakan serta mencela pelakunya?! Akan tetapi, kenapa sekarang engkau justru memotong dan membakar pohon-pohon kurma kami?’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Qatadah dan Mujahid. Ayat 9 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Zaid Ibnul Asham bahwa suatu ketika orangorang Anshar berkata, “Wahai Rasulullah Saw., berikanlah sebagian dari tanah yang kami miliki ini kepada saudara-saudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah Saw. Lalu menjawab, “Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia tetap menjadi hak milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab, “Ya, kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sekarang ini saya sangat kelaparan.’ Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apa pun pada mereka. Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, ‘Adakah di antara kalian yang mau menjamunya mala mini? Semoga Allah merahmati yang menjami tersebut.’ Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya akan menjamunya.’ Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, ‘Saya telah berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan makananmu.’ Akan tetapi, sang istri menjawab, ‘Demi Allah, saya tidak punya makanan apapun kecuali sekedar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.’ Laki-laki itu lantas berkata, ‘Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu (kepada sang tamu) dan padamkan lampu.’ Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada mala mini.’ Sang istri lalu menuruti intruksi suaminya itu. Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas

207

berkata kepada para sahabat, ‘Sesungguhnya Allah telah berkagum-kagum atau tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan Fulanah. Allah lantas menurunkan ayat, ‘…dan mereka yang mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan…’” Musaddad meriwayatkan dalam musnadnya, demikian pula Ibnul Mundzir dari Abu Mutawakil An-Naji bahwa seseorang dari kaum muslimin meriwayatkan riwayat yang sama denga riwayat di atas, tetapi dengan sedikit tambahan, yaitu bahwa laki-laki yang menjamu tamu Rasulullah itu bernama Tsabit bin Qais bin Syamas. Artinya, ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Imam Al-Wahidi meriwayatkan dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar yang berkata, “Suatu ketika, salah seorang sahabat mendapat hadiah sebuah kepala kambing. Sahabat itu lantas berkata, ‘Sesungguhnya saudara saya, si Fulan, dan keluarganya lebih membutuhkannya daripada saya.’ Ia pun kemudian mengirimkan kepala kambing itu kepada temannya tersebut. Hal seperti itu berlangsung berulang kali dimana setiap kepala kambing itu dihadiahkan kepada seseorang maka setiap kali itu pula yang bersangkutan menghadiahkannya kembali kepada temannya. Demikianlah, kepala kambing itu berputar-putar di tujuh rumah sampai akhirnya kembali lagi ke rumah orang yang pertama kali menghadiahkannya. Tentang sikap mereka ini, turunlah ayat, ‘…dan mereka yang mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan…’” Ayat 11 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Beberapa orang dari Bani Quraizhah masuk Islam. Akan tetapi, diantara mereka terdapat beberapa orang munafik yang kemudian berkata kepada orang-orang dari Bani Nadhir, ‘Sekiranya kalian nanti diusir maka kami pun pasti akan keluar bersama kalian.’ Berkenaan dengan merekalah turun ayat ini.” SURAT AL-MUMTAHANAH Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ali yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah mengutus saya ,Zubair dan Miqdad Al-Aswad seraya berkata, ‘Pergilah ke kebun buah itu. Di sana kalian akan menemukan seorang wanita yang padanya ada sepucuk surat. Ambillah surat tersebut darinya dan bawa kemari!’ kami lantas berangkat ke kebun itu. Di sana kami menemukan seorang wanita. Kami lalu berkata keapdanya, ‘Keluarkan surat yang engkau bawa!’ wanita itu menjawab, ‘Saya tidak membawa surat apapun.’ Kami berkata lagi kepadanya, ‘Jika engkau tidak menyerahkan surat yang engkau bawa itu, maka kami benar-benar akan 208

melucuri pakaianmu!’ Akhirnya, wanita itu pun mengeluarkan secarik kertas dari balik pengikat rambutnya. Kami lantas membawa surat itu kepada Rasulullah. Setelah dibuka ternyata surat itu ditulis oleh Hathib bin Ali Baltha’ah dan ditujukan kepada orangorang musyrik di Mekkah. Di dalamnya, Hathib membocorkan beberapa hal rahasia yang berkenaan dengan Rasulullah. Rasulullah lantas berkata kepada Hathib, ‘Apa yang engkau lakukan ini?!’ Hathib menjawab, ‘Wahai Rasulullah, jangan tergesa-gesa menuduh yang bukan-bukan kepada saya. Sesungguhnya saya hanyalah seorang pendatang di suku Quraisy, bukan merupakan penduduk asli di sana. Sebaliknya, orang-orang muhajirin yang ada (di Madinah) sekarang ini, mereka semua memiliki kerabat yang akan menjaga keluarga dan harta benda mereka yang berada di Mekkah. Karena ketiadaan hubungan secara nasab itulah, saya ingin menanam jasa kepada mereka (orang-orang kafir Quraisy) agar dengan itu mereka tidak mengganggu keluarga saya (yang ada di Mekkah). Saya melakukan tindakan ini sama sekali bukan karena ingin kafir kembali atau murtad dari Islam atau karena saya ridha dengan kekafiran.’ Mendengar penjelasan Hathib tersebut, Nabi saw lalu berkata, ‘Ia berkata benar.’ Berkenaan dengan Hathiblah Allah menurunkan surat ini.” Ayat 8 Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata, “Suatu hari, ibu saya mengunjungi saya. Ketika itu, ia terlihat dalam kondisi cenderung (kepada Islam). Saya lalu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah saya boleh meyambung silaturahmi dengannya? Nabi Saw lalu menjawab, ‘Ya, boleh.’ Berkenaan denan kejadian inilah, Allah menurunkan ayat ini.” Imam Ahmad dan Al-Bazzar meriwayatkan satu riwayat, demikian juga dengan Al-Hakim yang menilainya shahih, dari Abdullah Ibnuz Zubair yang berkata, “Suatu ketika, Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah menalak wanita itu pada masa jahiliyah. Qatilah datang sambil membawa berbagai hadiah. Akan tetapi, Asma menolak untuk menerimanya dan bahkan tidak memperbolehkannya masuk ke rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah lalu memberitahukannya kepada Rasulullah. Beliau lantas menyuruh Asma untuk menerima pemberian-pemberian ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk ke dalam rumahnya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Allah tidak melarangmu berbuat kebaikan dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam

209

urusan agama…’” Ayat 10 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Al-Masur dan Marwan bin Hakam bahwa ketika Rasulullah membuat kesepakatan damai dengan orang-orang kafir Quraisy di Hudaibiyah, datanglah beberapa wanita mukminah kepada beliau. Allah lalu menurunkan ayat ini. Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abdullah bin Abi Ahmad yang berkata, “Pada masa berlangsungnya perjanjian damai (antara kaum muslimin dengan kaum kafir Mekkah), Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’ith melakukan hijrah ke Madinah. Dua orang saudara laki-laki Ummu Kultsum,, yaitu Umarah dan Walid, lantas datang menemui Rasulullah dan meminta beliau untuk mengembalikan Ummu Kultsum kepada mereka. Akan tetapi, Allah kemudian membatalkan perjanjian antara Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik tersebut, khususnya dalam masalah wanita mukminah di mana Allah melarang beliau untuk mengembalikan mereka kepada orang-orang musyrik. Ketika itu, Allah menurunkan ayat ini.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa yang ia dengar adalah ayat ini turun berkenaan dengan Umaimah binti Basyar, istri Abu Hassan Ad-Dahdahah. Dari Muqatil diriwayatkan bahwa ada seorang wanita bernama Sa’idah yang merupakan istri dari Shaifi bin Rahib, seorang laki-laki musyrik Mekkah. Wanita itu datang ke Madinah di saat berlangsungnya kesepakatan damai. Orang-orang musyrik lantas berkata, “Kembalikan ia kepada kami!” Sebagai responsnya, turunlah ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa ayat ini turun pada saat Rasulullah tengah berada di kawasan Hudaibiyyah, yaitu ketika beliau menyepakati bahwa jika ada diantara penduduk Mekkah yang datang kepadanya maka beliau akan mengembalikannya kepada mereka. Akan tetapi, tatkala yang datang ternyata adalah wanita maka turunlah ayat ini. Ibnu Mani’ meriwayatkan dari Al-Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ketika Umar Ibnul-Khaththab masuk Islam, istrinya masih berada di barisan orang-orang musyrik. Allah lantas menurunkan ayat, ‘…Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir,…’” Ayat 11 Tentang sebab turunnya ayat ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al210

Hasan berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Ummu Hakam binti Abi Sufyan yang murtad dari Islam kemudian menikah dengan dengan seorang laki-laki dari Tsaqif. Selain Ummu Hakam ini tidak seorang pun dari kalangan wanita Quraisy yang murtad.” Ayat 13 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq dari Muhammad dari Ikrimah dan Abu Said dari Ibnu Abbas yang berkata, “Abdullah bin Umar bin Zaid bin Harits memiliki beberapa kawan dekat dari orang Yahudi. Allah menurunkan ayat ini.” SURAT ASH-SHAFF Ayat 1-2 Imam At-Tirmidzi meriwayatkan suatu riwayat, demikian juga Al-Hakim yang menilainya shahih, dari Abdullah bin Salam yang berkata, “Sekiranya saja kita mengetahui amalan yang paling disukai oleh Allah, tentu kita akan mengamalkannya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?’ Rasulullah lantas membacakannya hingga akhir.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas riwayat yang senada dengan diatas. Ayat 10 Dirwayatkan dari Abu Shaleh, “Mereka berkata, ‘Sekiranya kita mengetahui amalan yang paling utama dan paling disukai oleh Allah.’ Setelah itu, turunlah ayat ini. Akan tetapi, mereka ternyata enggan untuk berjihad sehingga turunlah ayat 2, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan?’” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali dari Ibnu Abbas riwayat yang mirip dengan diatas. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, demikian juga Ibnu Jarir dari Adh-Dhahhak yang berkata, “Ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan?’ Diturunkan berkenaan dengan seorang laki-laki yang dalam peperangan mengucappkan akan melakukan tindakan-tindakan yang ternyata tidak ia lakukan, yaitu menebaskan pedang, menusukkan tombak serta membunuh (pihak musuh).” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Muqatil bahwa ayat ini turun berkenaan dengan larinya beberapa orang sahabat dari medan perang ketika berkecamuknya 211

Perang Uhud. Ayat 11 Diriwayatkan bahwa Said bin Jabir berkata, “Ketika turun ayat 10, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kami dari azab yang pedih?” Kaum muslimin berkata, ‘Sekiranya kita mengetahui apa bentuk perdagangan tersebut niscaya akan kita korbankan harta dan keluarga di jalan-Nya.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat, ‘(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah…’” SURAT AL-JUMU’AH AYAT 11 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir yang berkata, “Pada suatu Jum’at, ketika Nabi saw tengah berkhutbah, tiba-tiba datang serombongan kafilah (dengan membawa barang-barang perdagangan). Para sahabat lantas keluar (dari masjid) sehingga tidak tersisa bersama Nabi saw kecuali dua belas orang saja. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka langsung menuju kepadanya…’” Ibnu Jarir meriwayatkan yang berkata, “Wanita-wanita saat itu jika mengadakan pesta pernikahan maka mereka membuat iring-iringan yang gemerlap dengan diiringi alunan suara musik. Para sahabat lantas meninggalkan Rasululah yang tengah berkhutbah di atas mimbar dan pergi menghampiri iring-iringan tersebut. Allah lalu menurunkan ayat ini.” Sepertinya ayat ini diturunkan berkenaan dengan kedua hal diatas. Saya lantas menemukan riwayat Ibnul Mundzir dari Jabir dari satu saja yang mengemukakan kisah pernikahan dan kedatangan kafilah dagang ini sekaligus. Artinya, ayat ini berkenaan dengan kedua hal ini. Hanya millik Allah-lah segala pujian. SURAT AL-MUNAFIQUN Ayat 5 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Kepada Abdullah bin Ubay pernah disarankan, ‘Jika saja engkau mau datang menghadap Nabi saw niscaya beliau akan memintakan ampunan untukmu.!’ Akan tetapi, orang ini langsung memalingkan wajahnya (begitu mendengar nasihat tersebut). Terhadap sikapnya itu, Allah lantas menurunkan ayat, ‘Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah (beriman), agar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu,’mereka membuang 212

muka…’” Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat yang serupa dari Ikrimah. Ayat 6 Dari Urwah diriwayatkan ,”Tatkala turun ayat 80 syrag At-Taubah, ‘(Sama saja) engkau (Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka…,’Rasulullah berkata, ‘Saya sungguh akan melebihkan permohonan ampun terseut dari tujuh puluh kali.” Lalu Allah menurunkan ayat ini.” Dari Mujahid dan Qatadah juga diriwayatkan riwayat yang mirip dengan diatas. Dari Al-‘Ufi dari Ibu Abbas diriwayatkan, “Ketika turun ayat bara’ah (ayat yang menegaskan berlepasnya Allah dari orang-orang musyrik), Rasulullah lantas berkata, ‘Saya merasa bahwa saya mendapat pengecualian dari hal tersebut. Oleh karena itu, saya sungguh akan memintakan ampunan untuk mereka lebih dari tujuh puluh kali, mudah-mudahan dengan begitu Allah akan mengampuni mereka.” Setelah itu, turunlah ayat ini.” Ayat 7-8 Imam Bukhari meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Suatu ketika, saya mendengar Abdullah bin Ubay bin Salul berkata kepada teman-temannya, ‘Jangan sampai kalian memberikan bantuan harta kepada orang-orang yang bersama Rasulullah. Dengan demikian, mereka akan bianasa. Selanjutnya, jika nanti kita kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulia (yaitu kelompok kita) akan mengusir orang-orangyang hina itu (yaitu Nabi Saw dan para sahabat) dari kota tersebut. Saya lantas menceriatakan ucapannya tersebut kepada paman saya yang selanjutnya menyampaikannya kepada Rasulullah. Ketika Rasulullah memanggil saya (untuk menanyakan kebenarannya), saya pin menceriatakan apa apa yang telah saya dengar. Beliau lantas memanggil Abdullah bin Ubay dan para sahabatnya. Akan tetapi, mereka kemudian bersumpah tidak pernah berkata demikian. Rasulullah terlihat menyalahkan saya dan sebaliknya lebih mempercayai ucapan orang-orang itu. Hal tersebut membuat saya diliputi perasaan sedih yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Ketika saya sampai di rumah, paman saya ikut berkata, ‘Sesunggunya engkau hanya membuat Rasulullah mendustakanmu dan marah kepadamu.’ Akan tetapi, Allah lantas menurunkan ayat 1 surah Al-Munafiqun , ‘Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad)…’ Rasulullah lalu 213

menyuruh seseorang untuk memanggil saya. Beliau lalu membacakan ayat tersebut kepada saya seraya berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah membenarkan ucapanmu.’” Riwayat diatas memiliki banyak periwayatan. Pada sebagian disebutkan peristiwa itu berlangsung pada saat Perang Tabuk, sementara surah ini turun di malam hari. SURAT AT-TAGHABUN Ayat 14 Imam At-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah riwayat yang mereka nilai shahih dari Ibnu Abbas yang berkata, “Turunnya ayat ini berkenaan dengan sekelompok penduduk Mekkah yang masuk Islam. Akan tetapi, istri dan anak mereka (sekian lama) tidak mau mengizinkan mereka pergi (berhijrah). Ketika orang-orang tersebut sampai di Madinah dan hadir di majelis Rasulullah, mereka lantas melihat para sahabat yang lainnya telah mendalam ilmu agamanya. Akibatnya, mereka bermaksud untuk menghukum istri-istri dan anak mereka tersebut. Allah lantas menurunkan ayat, ‘ …dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah maha pengampun, Maha Penyayang.’” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Atha bin Yassar yang berkata, “Keseluruhan surat At-Taghabun ini turun di Mekkah, kecuali ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu,…” Ayat ini turun berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja’I yang telah memiliki istri dan anaknya itu langsung menangis dan berusaha melunakkan hatinya (agar tidak jadi pergi). Mereka antara lain berkata, ‘Dengan siapa nanti kami akan hidup?’!’ Rengekan mereka tersebut berhasil meluluhkan hatinya sehingga ia tidak jadi pergi berperang. Dengan demikian, ayat ini dan ayat-ayat berikutnya hingga akhir surat turun di Madinah.” Ayat 16 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Jabir yang berkata, “Ketika turun ayat 102 surah Ali Imran, ‘…Bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya,…,’ Kaum muslimin merasa sangat cemas sehingga mereka melipatgandakan frekuensi ibadah mereka, sampai-sampai tumit mereka bengkak dan dahi mereka mengelupas. Sebagai bentuk keringanan, Allah lalu menurunkan ayat ini.” SURAT ATH-THALAQ Ayat 1 214

Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika, Abu Zaid (Abu Rukanah) menalak istrinya, Ummu Rukanah. Ia kemudian menikahi wanita lain dari Madinah. Ummu Rukanah lantas mendatangi Rasulullah Saw. Dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, alangkah malangnya saya. Hubungan suami saya dengan saya hanya laksana sehelai rambut (begitu rapuhnya).’ Tidak lama kemudian turunlah ayat ini.” Terhadap riwayat ini, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Sanadnya sangat lemah dan riwayatnya juga tidak benar. Abdu Yazid tidak pernah masuk Islam.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah dari Anas bin Malik yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah menalak Hafshah. Ia kemudian kembali ke keluarganya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar),…’ selanjutnya dikatakan kepada Rasulullah, ‘Rujukilah ia kembali karena sesungguhnya ia adalah wanita yang selalu berpuasa dan shalat malam.’” Ibnu Jarir meriwayatkan riwayat diatas dari Qatadah dengan sanad mursal. Demikian juga dengan Ibnul Mundzir yang meriwayatkannya dari Ibnu Sirrin juga dengan sanad mursal. Tentang ayat, ‘Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar),…” ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil yang berkata, “Diinformasikan kepada kami bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Amru bin Ash, Thufail bin Harits dan Amru bin Said bin Ash.” Ayat 2 Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Jabir yang berkata, “Ayat, ‘…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginyua.” Turun berkenaan dengan seorang laki-laki dari Asyja’. Laki-laki itu sangat miskin serta banyak tanggungan. Suatu hari ia mendatangi Rasulullah untuk meminta bantuan. Rasulullah lalu berkata kepadanya, ‘Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.’ Tidak lama kemudian, seorang anaknya yang ditawan oleh pihak musuh kembali ke rumah sambil membawa kambing. Laki-laki itu lantas kembali menghadap Rasulullah dan menanyakan tentang apa yang harus dilakukannya dengan kambing itu. Rasulullah lalu berkata, ‘Ambillah seluruhnya.’ Selanjutnya, turunlah ayat ini.” Tentang riwayat di atas, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Hadits tersebut munkar (tidak ada dasarnya).” Akan tetapi, terdapat beberapa riwayat lain yang semakna

215

dengannua, antara lain sebagai berikut. Ibnu Jarir meriwayatkan riwayat senada dari Salim bin Abi Ja’ad. Sementara itu, Suddi menyebutkan bahwa nama laki-laki tersebut adalah Auf Al-Asyja’i. Imam Al-Hakim juga meriwayatkan riwayat serupa dari Ibnu Mas’ud yang juga menyebutkan nama laki-laki itu. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika, Auf bin Malik Al-Asyja’I datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak saya ditawan oleh musuh dan sekarang ibunya dalam keadaan kalut. Apa yang harus saya lakukan?’ Rasulullah lalu menjawab, ‘Saya menyuruhmu dan istrimu untuk memperbanyak membaca La Haula wa la quwwata illa billah.’ Ketika nasihat tersebut ia sampaikan kepada istrinya, wanita itu berkata, ‘Alangkah bagusnya suruhan Rasulullah itu.’ Keduanya lantas memperbanyak bacaan dzikir dimaksud. Tanpa diduga, pasukan musuh yang menawan sang anak suatu ketika lengah sehingga ia berhasil melarikan diri sambil menggiring beberapa ekor kambing milik musuh tersebut. Akhirnya, sang anak pun sampai di rumah. Selanjtnya, turun ayat, ‘…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.’” Al-Khatib meriwayatkan rwiayat senada dalam kitab tarikhnya dari Juawaibir dari Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas. Lebih lanjut, Ats-Tsa’labi juga meriwayatkannya dari lain dengan kualitas lemah, sementara Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan lain yang mursal. Ayat 4 Ibnu Jarir, Ishaq bin Rahawaih, Al-Hakim dan lainnya meriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab yang berkata, “Ketika turun ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, yaitu yan berbicara tentang masa iddah beberapa kelompok wanita, para sahabat berkata, ‘Masih ada beberapa golongan wanita lagi yang belum ditetapkan masa iddahnya, yaitu yang masih kecil, yang sudah tua (sudah menopause), dan wanita yang sedang hamil.; Allah lalu menurunkan ayat ini.” Riwayat ini sanadnya shahih. Muqatil juga meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa suatu ketika Khallad bin Amru bin Jamuh bertanya kepada Rasulullah tentang iddah wanita yang tidak haid. Sebagai responsnya, turunlah ayat ini. SURAT AT-TAHRIM Ayat 1

216

Imam Al-Hakim dan An-Nasai meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Anas bahwa suatu hari Rasulullah menggauli seorang budak wanita miliknya. Aisyah dan Hafshah lantas terus menerus memperbincangkan kejadian tersebut sampai akhirnya Rasulullah menjadikan budak itu bagi diri beliau (tidak akan digauli lagi). Allah lalu menurunkan ayat ini. Ayat 2 Dalam kitab Al-Mukhtaarah, Adh-Dhiya’ meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu Umar dari Umar Ibnul-Khaththab yang berkata, “Rasulullah berkata kepada Hafshah, ‘Janganlah beritahukan saya kepada siapap pun bahwa Ummu Ibrahim haram bagi saya untuk menyentuhnya kembali.’ Rasulullah kemudian memang tidak lagi menggaulinya hingga Hafshah membocorkan ucapan Rasulullah tersebut kepada Aisyah. Lalu Allah menurunkan ayat, “Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu,…’” Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abu Hurairah yang berkata, “Suatu ketika Rasulullah menggauli Maria, seorang budak wanitanya, di rumah Hafshah.” Tiba-tiba Hafshah muncul dan mendapati Maria tengah bersama Rasulullah. Hafshah lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kenapa harus di rumah saya, tidak di rumah istri-istri engkau yang lain?’ Rasulullah lalu berkata, ‘Wahai Hafshah, mulai saat ini haram bagi saya untuk menyentuhnya kembali. Rahasiakanlah ucapan saya ini dari siapa pun.’ Akan tetapi, ketika Hafshah keluar dan bertemu dengan Aisyah, ia lantas membocorkannya. Allah lalu menuruhnkan ayat 1, ‘Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?...’” Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ayat 1, ‘Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?...’ diturunkan berkenaan dengan budak wanita Rasulullah.” Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah meminum madu di rumah Sauda. Ketika beliau pergi ke rumah Aisyah, Aisyah berkata, ‘Saya mencium bau (yang kurang sedap) dari mulut engkau.’ Ucapan yang sama juga disampaikan Hafshah ketika Rasulullah pergi ke rumahnya. Rasulullah lalu berkata, ‘Saya kira, bau tersebut berasal dari minuman yang saya minum di rumah Saudah. Demi Allah, saya tidak akan meminumnya lagi.’ Setelah itu, turunlah ayat 1, ‘Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?...’” Riwayat terakhir ini memiliki penguat, yaitu riwayat yang terdapat di Shahih

217

Bukhari dan Shahih Muslim. Mengomentari hal tersebut, Ibnu Hajar berkata, “Ada kemungkinan ayat ini turun berkenaan dengan kedua hal tersebut.” Ibnu Saad meriwayatkan dari Abdullah bin Rafi’ yang berkata, “Saya pernah menanyakan kepada Ummu Salamah tentang sebab turunnya ayat 1, ‘Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?...’ Ia lalu berkata, ‘Saya memiliki sekaleng kecil madu putih. Rasulullah menyukainya sehingga beliau terkadang menyendokkannya ke mulut. Suatu ketika, Aisyah berkata kepada beliau, ‘Memakan madu tersebut seperti memakan ‘urfuth (sejenis rerumputan).’ Akibatnya, Rasulullah lantas mengharamkan dirinya untuk memakannya. Tidak lama kemudian turunlah ayat ini. Harits bin Usamah juga meriwayatkan dalam Musnadnya dari Aisyah yang berkata, “Tatkala Abu Bakar bersumpah tidak akan memberi nafkah lagi pada Misthah, Allah lalu menurunkan ayat 2, ‘Sungguh, Allah tekah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu…” Setelah itu, Abu bakar kembali menafkahinya.” Riwayat ini sebab turunnya sangat aneh. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Turunnya ayat 1, ‘Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?...’ Berkenaan dengan seorang wanita yang menghibahkan dirinya kepada Rasulullah.” Riwayat diatas juga sangat ganjil dan sanadnya lemah. Ayat 5 Tentang sebab turunnya ayat ini telah dikemukakan sebelumnya, yaitu ucapan Umar ibnul-Khaththab dalam surah Al-Baqarah. SURAT AL-QALAM Ayat 2 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Jarir yang berkata, “Mereka (orangorang kafir Quraisy) mengatakan bahwa Nabi saw adalah seorang yang gila. Selanjutnya, mereka juga mengatakan bahwa beliau adalah setan. Sebagai responnya, turunlah ayat ini.” Ayat 4 Abu Nu’aim dalam kitab Ad-Dalail dan Imam Al-Wahidi dengan sanadnya sendiri meriwayatkan dari Aisyah yang berkata, “Tidak ada seorang pun yang lebih baik akhlaknya dari Rasulullah. Tidak ada seorang pun, baik dari sahabat maupun keluarga beliau yang memanggil (meminta bantuan) melainkan beliau akan 218

mengiyakannya. Itulah sebabnya Allah kemudian menurunkan ayat ini.” Ayat 10-11 dan 13 Tentang sebab turunnya ayat, Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina,” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Al-Akhnas bin Syuraik. Ibnul Mundzir meriwayatkan riwayat senada dari Al-Kalbi. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid yang berkata, “Ketika turun ayat, ‘Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah,’ Kami belum mengetahui siapa yang dimaksud oleh ayat itu hingga selanjutnya turun ayat, ‘Yang betabi’at kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya.´ Barulah setelah itu kami mengetahui bahwa ia adalah AL-Aswad ibn ‘Abdi Yaghuts, seorang yang memiliki daun telinga seperti daun telinga kambing. Ayat 17 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa pada saat Perang Badar, Abu Jahal berkata, “Hancurkan mereka lalu ikat saja mereka dengan tali. Tidak usah kalian bunuh seorang pun dari mereka! Setelah itu, turunlah ayat, ‘Sesungguhnya kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun…,’ yang menggambarkan (Kepongahan Abu Jahal), yaitu seakan-akan mereka bisa berbuat sekehendak hatinya terhadap kaum muslimin, persis seperti kepongahan para pemilik kebun yang merasa berkuasa penuh terhadap kebunnya.” SURAT AL-HAAQQAH Ayat 12 Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Al-Wahidi meriwayatkan dari Buraidah yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib, ‘Sesungguhnya saya diperintahkan untuk mendekatkan engkau, sebaliknya tidak menjauhkan engkau, serta mengajar engkau supaya menjadi ingat. Orang seperti engkau memang pasti akan selalu ingat (terhadap apa yang disampaikan).’ Selanjutnya, turunlah ayat, ‘…agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.’” SURAT AL-MA’ARIJ Ayat 1 Tentang sebab turunnya ayat ini, Imam An-Nasai dan Ibnu Abi Hatim

219

meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ia (orang yang bertanya itu) adalah Nadhar bin Harits. Orang ini pernah berkata, “Ya Allah, jika memang hal ini (seruan Muhammad ini) adalah benar dari sis-Mu maka curahkanlah kepada kami hujan batu.’” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Ayat ini turun di Mekkah; berkenaan dengan Nadhar bin Harits yang berkata, “Ya Allah, jika memang hal ini (seruan Muhammad ini) adalah benar dari sis-Mu…’” Nadhar ini lantas menemui ajalnya pada Perang Badar. Ayat 2 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Al-Hasan yang berkata, “Ketika turun ayat 1, ‘Seseorang yang bertanya tentang azab yang pasti terjadi,’ orang –orang berkata, ‘Kepada siapakah azab tersebut dimaksudkan?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” SURAT AL-JINN Ayat 1 Imam Bukhari dan At-Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Rasulullah tidak pernah sekalipun membacakan Al-Qur’an (secara khusus) kepada bangsa jin dan tidak pula pernah melihat mereka. Akan tetapi, pada suatu ketika beliau bersama beberapa orang sahabat bermaksud pergi ke pasar Ukaz. Ketika itu, para jin sudah tidak dapat lagi mendengarkan berita-berita langit. Setaip kali mereka berusaha (mencuri-curi dengar) maka mereka langsung diburu oleh panah-panah api. Ketika para jin itu kembali kepada kaumnya, mereka lalu berkata, ‘Hal ini (terhalangnya kita dari berita langit) tidak lain karena sesuatu telah terjadi. Oleh karena itu, berpencarlah kalian ke seluruh penjuru bumi ini untuk mencari tahu apa gerangan yang telah terjadi.’ Jin-jin itu pun lantas berpencar ke berbagai penjuru. Setelah melanglang buana beberapa lama, kelompok jin yang baru kembali daro daerah Tihamah lantas bertemu dengan Rasulullah. Ketika itu, beliau dan para sahabat tengah melaksanakan Shalat Subuh. Ketika mereka mendengarkan bacaan Al-Qur’an, mereka lantas saling berkata, ‘Demi Allah, inilah dia yang telah menghalangi kalian dari mendengar berita-berita langit.’ Setelah selesai mendengarkan, mereka pun lantas kembali ke kaumnya dan berkata, ‘Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Qur’an).” Allah lalu menurunkan kepada Nabi Saw, ‘Katakanlah (Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku…’” Artinya, Allah mewahyukan kepada beliau ucapan kaum jin tersebut.”

220

Ibnul Jauzi, dalam kitabnya shafwatu Ash-Shafwah, meriwayatkan dengan sanadnya sendiri dari Sahal bin Abdillah yang berkata, “Suatu hari, saya berada di dekat bekas pemukiman kaum ‘Ad terdahulu. Tiba-tiba, saya melihat sebuah perkampungan di permukaan tanah lapang yang berlubang. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah istana dari batu yang berlubang atap dan pintunya. Di lubang itu banyak jin yang bermukim. Saya lantas masukke istana itu untuk mencari tahu (ada apa didalamnya). Tiba-tiba, saya melihat seorang tua yang berbadan sangat besar tengah shalat menghadap Ka’bah.’ Orang tua itu memakai jubah dari wol yang sangat lembut. Saya tidak begitu kaget melihat badannya yang besar. Saya justru lebih terheran-heran dengan lembutnya jubah yang ia kenakan. Ketika saya member salam kepada orang tua itu, ia pun lalu menjawab salam saya. Ia lantas berkata, ‘Wahai Sahal, sesungguhnya bukan badan yang mebuat pakaian seseorang lusuh. Akan tetapi, yang membuatnya lusuh dan using adalah uap-uap dosa dan makanan haram. Sesungguhnya jubah ini telah melekat di tubuh saya selama tujuh ratus tahun.’ Dengan jubah inilah saya telah bertemu dengan Nabi Isa a.s. dan Muhammad saw. Lalu beriman kepada keduanya.’ Saya lantas berkata, ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab, ‘Saya adalah jin yang tentangnya diturunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan),’ lalu mereka berkata, ‘Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Qur’an).” Ayat 6 Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Abu Syaikh dakam kitab Al-Azhamah, meriwayatkan dari Kardam bin Abi Saib Al-Anshari yang berkata, “Suatu ketika, saya pergi ke Madinah bersama ayah saya untuk suatu keperluan. Di saat itu, Rasulullah baru memulai dakwahnya di Mekkah. Dalam perjalanan itu, kami lantas menumpang tidur di kemah seorang penggembala kambing. Di tengah malam, tiba-tiba datang seekor serigala yang langsung membawa lari seekor kambing yang sedang mengandung. Melihat hal itu, si penggembala langsung meloncat untuk mengejar seraya berkata, ‘Wahai penguasa lembah, saya adalah tetanggamu!’ Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang kami tidak melihat siapa sumbernya, ‘Wahai Sarhan, kembalikan kambing itu!’ tidak lama kemudian, kambing yang dibawa lari itu terlihat berjalan kearah kemah dalam kondisi lemah dan langsung masuk kembali ke kandang. Allah lalu menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya di Mekkah, yaitu, ‘Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan

221

manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.’” Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi, seorang yang berasal dari suku Tamim, yang berkata, “Ketika Rasulullah diutus, saya telah menunaikan tanggung jawab dan perhatian saya terhadap keluarga. Tatkala beliau berhijrah, saya dan keluarga mengungsi dari perkampungan kami. Kami lalu sampai di sebuah padang pasir. Menurut kebiasaan kami, jika kami ingin bermalam di tempat seperti itu maka orang yang paling tua diantara kami berkata, ‘Kami berlindung kepada jin penguasa penguasa lembahini pada malam ini.” Pada saat itu, kami pun juga mengucapkan kata-kata tersebut. Seseorang lalu mengatakan kepada kami bahwa jalan keselamatan itu adalah menyatakan bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah swt.. siapa yang mengakui hal ini maka jiwa dan hartanya tidak akan diganggu. Ketika kami kembali, kami lalu masuk Islam. Abu Raja berkata, “Saya sangat yakin bahwa berkenaan dengan, saya dan para sahabat saya itulah turun ayat, ‘Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.’” Al-Khara’iti meriwayatkan dalam kitab Hawaatif al-jann, “Abdullah bin Muhammad Al-Balwa berkata dari Umarah bin Zaid dari Abdullah bin Ala dari Muhammad bin Ikbir dari Said bin Jabir bahwa ada seorang laki-laki dari Bani Tamim yang bernama Rafi’ bin Umair. Laki-laki ini pernah menceritakan asal mula ia masuk Islam, yaitu sebagai berikut, ‘Pada suatu malam, saya berjalan melewati sebuah padang pasir. Tiba-tiba , saya diserang rasa kantuk yang sangat hebat sehingga saya turun dan menambatkan unta saya untuk selanjutnya langsung tidur. Sebelum tidur, saya telah terlebih dahulu mengucapkan, ‘Saya berlindung kepada jin penguasa lembah ini.’ Saya lalu bermimpi melihat seorang laki-laki yang ingin menyembelih unta saya. Melihat hal itu, saya langsung terbangun dengan kaget. Ketika saya melihat ke kiri dan kekanan, saya tidak melihat seorang pun. Saya pun lantas berkata, ‘Ini Cuma mimpi.’ Saya lalu kembali berbaring dan tidur. Tetapi, saya kembali mengalami mimpi yang sama. Saya langsung bangun untuk kedua kalinya dan ketika itulah saya melihat unta saya tengah meronta-ronta. Ketika saya menoleh, tiba-tiba saya melihat seorang laki-laki seperti yang saya lihat dalam mimpi tengah memegang sebilah pisau belati di tangannya. Saya juga melihat ia tengah berkelahi dengan seseorang yang tua yang tengah memegang tangan laki-laki itu sambil berusaha 222

mencegahnya mendekati unta saya.’ Pada saat mereka tengah berkelahi itu, tibatiba kelular tiga ekor sapi liar. Orang tua itu lantas berkata kepada laki-laki tersebut, “Ambillah salah satu yang engkau inginkan dari sapi-sapi itu lalu pergilah. Anggap saja sapi itu sebagai ganti dari unta teman saya yang dari golongan manusia itu.’ Laki-laki itu pun lantas mengambil salah satu sapi dan selanjutnya pergi. Setelah laki-laki itu pergi, orang tua tadi lantas menoleh kearah saya dan berkata, ‘Apa yang kami perbuat tadi! Jika engkau singgah di salah satu lembah dan merasa takut akan diganggu, maka ucapkanlah, ‘Saya berlindung dengan Tuhan Muhammad dari gangguan penghuni lembah ini.’ Jangan sekali-kali meminta perlindungan dari jin karena mereka sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi.’ Saya lalu berkata, ‘Siapa Muhammad itu?’ Orang tua itu menjawab, ‘Seorang Nabi Arab yang tidak di Timur dan tidak pula di Barat. Beliau diutus menjadi Nabi pada hari Senin.’ Saya lalu berkata, ‘Dimanakah ia tinggal?’ orang itu menjawab, “Di Yatsrib, yaitu suatu daerah yang banyak ditumbuhi pohon kurma.’ Pada pagi harinya, saya langsung naik keatas unta dan melanjutkan perjalanan. Akan tetapi, kali ini saya bermaksud mencari kota Yatsrib. Ketika sampai di kota itu dan Rasulullah melihat saya, beliau pun langsung menceritakan apa yang telah saya alami, sebelum saya sendiri sempat menceritakannya. Beliau kemudian mengajak saya masuk Islam dan saya pun menyetujuinya.’” Said bin Jabir berkata, “Menurut hemat kami, berkenaan dengan laki-laki inilah diturunkannya ayat, ‘‘Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.’” Ayat 16 Tentang sebab turunnya ayat ini, diriwayatkan dari Muqatil bahwa ia diturunkan berkenaan dengan orang-orang kafir Quraisy, ketika hujan tidak turun tujuh tahun lamanya. Ayat 18 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas yang berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah kami shalat bersama engkau di masjidmu.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Said bin Jabir yang berkata, “Para jin berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami akan datang ke masjidmu sementara kami jauh darimu? Atau, bagaimana kami akan shalat bersamanu sementara kami jauh darimu?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” 223

Ayat 22 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hadhrami bahwa seseorang menyampaikan kepadanya, “Ada salah seorang pembesar dari golongan jin yang memiliki banyak pengikut berkata, ‘Sesungguhnya yang diinginkan oleh Muhammad adalah agar Allah melindunginya (dari azab-Nya), padahal kalau ia mau maka saya dapat melindunginya.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah…” SURAT AL-MUZZAMMIL Ayat 1 Al-Bazzar dan Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sangat lemah dari Jabir yang berkata, “Suatu hari, orang-orang Quraisy berkumpul di Dar AnNadwah (balai pertemuan mereka). Di antara mereka lalu berkata, ‘Lekatkanlah gelar yang buruk pada laki-laki ini (Muhammad) yang akan membuat orang-orang menjauh darinya!’ Sebagian lagi lalu berkata, ‘Dukun!’ Akan tetapi, yang lain membantah, ‘Ia bukan dukun!’ Sebagian lagi berkata, ‘Orang gila!’ Akan tetapi, yang lain membantah, ‘Ia tidak gila!’ Sebagian berkata, ‘Tukang Sihir!’ Akan tetapi yang lain membantah, ‘Ia juga bukan tukang sihir!’ Ucapan-ucapan mereka itu lantas didengar oleh Nabi Saw beliau lantas menyelimuti dirinya dengan kain. Malaikat Jibril lalu datang dan menyampaikan wahyu, ‘Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! (Al-Muzzammil: 1). “Wahai orang-orang yang berkemul ( berselimut)!’” (Al-Muddatstsir: 1) Tentang sebab turunnya ayat, ‘Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’I yang berkata, “Ayat ini turun ketika Nabi saw (berkemul) di dalam selimut berbulu.” Ayat 2 Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Aisyah yang berkata, “Ketika turun ayat, ‘Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil,’ mereka (Nabi saw dan para sahabat) terus melakukan shalat malam tanpa henti hingga kaki-kaki mereka menjadi bengkak. Allah lalu menurunkan ayat 20 surah Al-Muzzammil, ‘…karena itu baclah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an,…’” Ibnu Jarir meriwayatkan hadits serupa dengan diatas dari Ibnu Abbas dan lainnya. SURAT AL-MUDDATSTSIR 224

Ayat 1 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Saya menyendiri di Gua Hira selama sebulan. Setelah selesai, saya lalu bermaksud turun ke bawah. Ketika berada di pertengahan bukit, tibatiba sebuah suara memanggil, tapi saya tidak melihat seorang pun. Akan tetapi, tatkala saya mengangkat kepala, tiba-tiba terlihat malaikat6 yang sebelumnya mendatangi saya. Saya langsung bergegas pulang. Sesampainya di rumah, saya lalu berkata, ‘Selimuti saya!’ Allah lalu menurunkan ayat, “Wahai orang yang berkumul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan!’” Ayat 1-7 Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Walid ibnul-Mughirah membuat jamuan untuk orangorang Quraisy. Tatkala mereka tengah makan, walid berkata, “Apa pendapat kalian terhadap laki-laki ini (Muhammad)?” Sebagian lalu berkata, “Tukang sihir!” Akan tetapi, yang lain membantah, “Ia bukan tukang sihir” Sebagian lagi berkata, “Seorang dukun!” Akan tetapi yanglain membantah, “Ia bukan dukun!” Sebagian berkata, “Seorang penyair!” tetapi, lagi-lagi yang lain menyangkal, “Ia bukan penyair” Sebagian yang lain berkata, “Apa yang dibawanya itu (Al-Qur’an) adalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu).” Tatkala Rasulullah mendengar ucapan-ucapan itu beliau langsung merasa sedih. Beliau lantas menutup kepalanya serta menyelmiuti tubuhnya dengan selimut. Allah lalu menurunkan ayat, “Wahai orang yang berkemul (berselilmut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan!” hingga ayat 17, “Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.” Ayat 11 Imam Al-Hatim meriwayatkan satu riwayat yang dinilainya shaih dari Ibnu Abbas, “Suatu ketika, Walid ibnu;-Mughirah mendatangi Rasulullah. Beliau lantas membacakan beberapa potong ayat Al-Qur’an kepadanya. Hati Walid terlihat seperti tersentuh (terpengaruh) dengan ayat-ayat tersebut. Ketika kajadian itu didengar oleh Abu Jahal, ia langsung mendatangi Walid dan berkata, “Wahai Paman, sesungguhnya kamu bermaksud mengumpulkan uang untuk diberikan kepadamu. Sesungguhnya engkau mendatangi Muhammad dengan maksud untuk menentang/merintangi apa (yang telah kita sepakati) sebelumnya.’ Mendengar hal itu, Walid lalu menjawab, “Sesungguhnya seluruh orang Quraisy mengetahui bahwa saya adalah orang yang paling kaya di antara mereka.’ Abu 225

Jahal lantas berkata, ‘Jika demikian, ucapkanlah sesuatu yang menunjukkan kepada kaummu bahwa engkau mengingkari seruan Muhammad dan membencinya.’ Walid lalu menjawab, ‘Akan tetapi, apa yang harus saya katakana? Demi Allah, apa yang doucapkannya itu tidak sedikitpun menyeru[ai hal-hal tadi (syair, sajak, puisi dan lainnya). Demi Allah, kata-kata yang diucapkannya itu sungguh menawan dan menarik hati. Apa yang dikatakannya itu bersinar diatasnya dan bercahaya di bawahnya. Kata-kata tersebut maha agung, tidak ada yang dapat menandinginya. Ia juga melibas habis apa yang ada dibawahnya!’ Mendengar ucapan Walid itu, Abu Jahal menjawab, “Sungguh kaummu belum akan tenang sampai engkau mengucapkan sesuatu (yang mn\encela Muhammad).’ Walid lalu berkata, ‘Beri saya kesempatan untuk memikirkannya.’ Setelah berfikir lama, tiba-tiba Walid berkata, ‘Ini adalah sihir yang dipelajarinya dari orang lain!’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat, Biarkanlah aku (yang bertindak) terhadap orang yang aku sendiri telah menciptakannya.” Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan riwayat yang serupa dari yang lainnya. Ayat 30 Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ts meriwayatkan dari AlBarra’ bahwa beberapa orang Yahudi menanyakan kepada salah seorang sahabat Nabi Saw tentang para penjaga neraka. Sahabat tersebut lantas datang kepada Nabi Saw untuk menanyakannya. Pada saat itu juga turun ayat ini. Ayat 31 Dari Abu Ishaq diriwayatkan bahwa suatu hari Abu Jahal berkata, “Wahai sekalian warga Quraisy, Muhammad menyatakan bahwa bala tentara Allah yang nantinya akan mengazab kalian di neraka berjumlah Sembilan belas, sementara kalian berjumlah sangat banyak. Mungkikah seratus orang dari kalian tidak mampu menghadapi satu dari mereka!” Allah lalu menurunkan ayat ini. Riwayat yang mirip dengan diatas juga diriwayatkan oleh Qatadah. Diriwayatkan dari Suddi, “Ketika turun ayat 30, ‘Di atasnya ada Sembilan belas (malaikat penjaga),’ seorang laki-laki dari Quraisy bernama Abu Asydaq berkata, ‘Wahai orang-orang Quraisy, janganlah kalian merasa gentar dengan Sembilan belas malaikat tersebut. Dengan bahu kanan saya ini saja saya akan mengatasi sepuluh dari mereka, sementara yang Sembilan lagi dengan bahu kiri.’ Allah lalu menurunkan ayat ini.”

226

Ayat 52 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Mereka (orang-orang kafir Quraisy) berkata, “Sekiranya Muhammad memang benar maka bisakah ia mendatangkan, ketika kita bangun dari tidur di pagi hari, sebuah lembaran yang di dalamnya tercantum ayat ini.” SURAT AL-QIYAMAH Ayat 16 Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Sebelumnya, jika turun wahyu maka Rasulullah langsung menggerakkan lidahnya dengan maksud segera menghafalnya. Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 34-35 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-‘Ufi dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ketika turun ayat 30,’Di atasnya ada Sembilan belas (malaikat penjaga),” Abu Jahal berkata kepada orang-orang Quraisy, ‘Celaka kalian! Ibnu Abi Kabsyah mengatakan kepada kalian bahwa para penjaga jahannam itu berjumlah Sembilan belas, sementara kalian adalah orang-orang yang paling kuat. Mungkinkah sepuluh orang dari kalian tidak mampu mengalahkan satu dari penjaga jahannam itu?!’ Rasulullah lalu mengatakan kepadanya, ‘Celakalah kamu! Maka Celakalah!’ Sekali lagi, Celakalah kamu (manusia)! Maka celakalah!’” Imam An-Nasa’I meriwayatkan dari Said bin Jabir bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang ayat, ‘Celakalah kamu! Maka Celakalah!’ Sekali lagi, Celakalah kamu (manusia)! Maka celakalah!’ yaitu apakah ucapan itu berasal dari Nabi Saw sendiri ataukah Allah yang menyuruh beliau mengucapkannya. Ibnu Abbas menjawab, “Ucapan nitu pertama kali berasal dari Nabi Saw lalu Allah menurunkannya (kata-kata yang sama).” SURAT AL-INSAN Ayat 8 Tentang ayat, “…dan orang yang ditawan,” Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Jarir yang berkata, “Rasulullah tidak pernah memiliki tawanan dari kaum muslimin. Akan tetapi, ayat ini turun berkenaan dengan tawanan-tawanan dari kaum musyrik yang berada di tangan beberapa sahabat. Ketika ayat ini turun, Rasulullah lalu menyuruh mereka memperlakukan tawana itu dengan baik.” Ayat 20

227

Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ikrimah yang berkata, “Suatu ketika, Umar datang menemui Nabi Saw ia lalu menemukan beliau berbaring di atas tikar dari pelapah kurma kering sehingga garis-garis pelepah tersebut membekas pada bagian rusuk beliau. Melihat hal itu, Umar langsung menangis. Rasulullah lalu berkata, ‘ Apa yang membuat engkau menangis, Hermes dan kerajaannya, serta penguasa Habasyah dengan kekuasaannya, sementara engkau, utusan Allah, hanya tidur di atas pelepah kurma!’ Rasulullah lalu bersabda, “Tidakkah engkau rela jika mereka mendapatkan dunia sementara kita mendapatkan akhirat?!’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaann yang besar.’” Ayat 24 Abdurrazzaq, Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Diinformasikan keapda saya bahwa suatu ketika Abu Jahal berkata, ‘Jika nanti saya menemukan Muhammad tengah melakukan shalat, niscaya aku akan injak kepalanya!’ Allah lalu menurunkan ayat, “…dan janganlah engkau ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir dintara mereka.’” SURAT AL-MURSALAT Ayat 48 Tentang ayat ini, Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia turun di Tsaqif. SURAT AN-NABA Ayat 1-2 Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “ketika Muhammad saw. diutus sebagai rasul mereka (orang-orang kafir) bertanya tentang berita yang dibawa rasul (Qiyamah). Allah lalu menurunkan Ayat ini S.78:1,2). SURAT AN-NAZI’AT Ayat 10 dan 13 Sa’id bin Mansyur meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’b yang berkata, “ketika turun firman Allah S.79:10 sebagai keterangan kepada Rasulullah yang terdengar oleh kaum kuffar Quraisy berkata: “Kalau kita dihidupkan kembali sesudah mati, kita sunguh-sungguh akan berada dalam kerugian.” Allah lalu menurunkan ayat ini”.

228

Ayat 42 Al-Hakim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah yang berkata, “Rasulullah sering ditanya tentang kapan terjadinya hari kiamat hingga turunlah aya, “Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat; kapan terjadinya? Untuk apa engkau perlu menyebutkannya…” (An-Nazi’at: 42-44) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Juwaibir dari Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang musyrik Mekkah sering bertanya kepada Rasulullah, dalam rangka mengejek, “Kapan terjadinya Kiamat itu?” Allah lantas menurunkan ayat ini hingga menyinggung permasalahan hari kiamat hingga turunlah ayat, “Untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)? Kepada Tuhannmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya).” (An-Nazi’at: 43-44) Ibnu Hatim juga meriwayatkan hal senada dari Urwah. SURAT ‘ABASA Ayat 1 Imam at-Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan dari ‘Aisyah yang berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata: “Berilah nasihat kepadaku ya Rasulullah.” Bertepatan saat itu Rasulullah tengah berbincang dengan seorang pembesar kaum musyrik. Rasulullah mengabaikan permintaan sahabat tersebut, sebaliknya beliau melanjutkan perbincangannya dengan pembesar musyrik tersebut. Beliau antara lain berkata kepada pembesar musyrik itu, “Apakah ada yang salah dari seruan saya?’ Orang itu menjawab, “Tidak.’ Tidak lama berselang, turunlah ayat ini. Abu Ya’la meriwayatkan hal serupa dari Anas Ayat 17 Berkenaan dengan ayat ini, Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ikrimah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Utbah bin Abi Lahab, yaitu ketika berkata, ‘Saya mengingkari Tuhan (yang telah menciptakan) bintang.’” SURAT AT-TAKWIR Ayat 29 Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sulaiman bin Musa yang berkata, “Tatkala turun ayat 28, ‘(yaitu) bagi siapa diantara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang luruh.’ Abu Jahal berkata, ‘Jadi, permasalahan ini tergantung sepenuhnya pada kita. Jika kita mau, maka kita dapat saja berjalan di jalan yang lurus. Sebaliknya, kita tidak akan berjalan diatasnya jika kita tidak menghendakinya.’ 229

Allah lalu menurunkan ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan riwayat yang serupa dari Baqiyyah dari Amru bin Muhammad dari Zaid bin Aslam dari Abu Hurairah. Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat serupa dari Sulaiman dari Qasim bin Mukhaimarah. SURAT AL-INFITHAR Ayat 6 Berkenaan dengan ayat ini Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Ubai bin Khalaf.” SURAT AL-MUTHAFFIFIN Ayat 1 Imam An-Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ketika Nabi Saw. Baru saja tiba dimadinah, orang-orang disana masih sangat terbiasa mengurangi timbangan (dalam jual beli). Allah lantas menurunkan ayat ini. Setelah turunnya ayat ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan.” SURAT ATH-THARIQ Ayat 5 Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan tindakan Abi Asyad yang suatu ketika berdiri di atas sebuah gundukan tanah lalu berkata (dengan angkuh), ‘Wahai sekalian warga Quraisy, siapa yang bisa menurunkan saya dari tempat ini maka saya akan memberinya ini dan itu!’ Orang ini juga berkata, “Sesungguhnya Muhammad mendakwahkan bahwa penjaga jahannam itu berjumlah Sembilan belas. Saya akan mengatasi sepuluh dari mereka sementara tugas kalian hanya mengatasi yang Sembilan lagi.’” SURAT AL-A’LA Ayat 6 Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Pada waktunya, jika malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Saw, maka belum selesai Jibril membacakannya Nabi Saw telah langsung membaca bagian awalnya. Hal itu disebabkan beliau takut akan terlupa. Allah lalu menurunkan ayat ini.”

230

Diantara rankaian perawi hadits ini terdapat Juwaibir yang dianggap lemah. SURAT AL-GHASYIYAH Ayat 17 Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Tatkala Allah menginformasikan sifat-sifat surga, orang-orang yang sesat menjadi terheran-heran. Allah lalu menurunkan ayat ini.” SURAT AL-FAJR Ayat 27 Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Buraidah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Hamzah.” Dari Juwaibir dari Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas juga diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Siapa yang membeli sumur Ruumat yang dengannya ia mendapatkan airnya yang tawar maka Allah akan mengampuninya.” Utsman bin Affan lantas membeli sumur itu. Rasulullah lalu berkata, “Apakah engkau bersedia menjadlikannya sumur umum (tempat semua orang mengambil air)? Utsman menjawab, “Ya” terhadap sikap Utsman ini, Allah menurunkan ayat, “Wahai jiwa yang tenang!” SURAT AL-LAIL Ayat 21 Ibnu Abi Hatim dan yang lainnya meriwayatkan dari Al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang laki-laki kaya yang memiliki sebatang kurma yang dahannya menjulur ke pekarangan rumah seorang laki-laki fakir yang memiliki banyak anak. Jika laki-laki itu datang ke rumahnya, ia sering memanjat pohon kurma tadi untuk mengambil buahnya. Tetapi, terkadang beberapa butir kurma tersebut jatuh ke tanah lalu anak-anak orang fakir itu mengambilnya. Akan tetapi, jika laki-laki kaya itu melihatnya, ia segera turun lantas merenggutnya kembali kurma yang telah dipegang oleh anak-anak itu. Bahkan, apabila kurma itu telah berada didalam mulut anak itu, maka ia juga tak segan-segan memasukkan jarinya ke mulut mereka untuk mengambilnya kembali. Laki-laki fakir itu lantas mengadukan tindakan tetangganya tersebut kepada Rasulullah. (Setelah mendengar pengaduannya), Rasulullah lantas menyuruhnya pulang ke rumah. Suatu hari, Rasulullah bertemu dengan pemilik kurma tersebut. Beliau lalu berkata, “Berikanlah kepada saya pohon urmamu yang dahannya menjulur

231

ke rumah si Fulan dan sebagai imbalannya engkau akan mendapatkan sebatang pohon di surga.” Akan tetapi, laki-laki itu menjawab, “Saya ingin memberinya karena saya memiliki banyak pohon kurma. Akan tetapi, diantara semuanya tidak ada yang paling saya sukai buahnya daripada pohon yang satu ini.” Setelah berkata demikian, laki-laki itupun berlalu. Ketika itu, ia sempat berpapasan dengan seorang laki-laki yang sempat mendengarkan percakapannya dengan Rasulullah. Laki-laki yang mendengarkan percakapan tadi lantas bergegas menemui Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah imbalan yang engkau janjikan kepada laki-laki kaya tadi juga berlaku bagi saya jika saya berhasil mendapatkan pohon kurma itu?” Rasululah menjawab, “ya”. Laki-laki yang juga memiliki banyak pohon kurma itu lantas berlalu dan segera menemui si pemilik kurma. Setelah bertemu, si pemilik kurma berkata, “Apa pendapatmu dengan ucapan Muhammad yang menjanjikan akan member saya sebatang kurma di surga jika saya mau memberikan kurma saya yang condong ke rumah si fulan? Akan tetapi, saya menanggapinya seraya berkata, “Saya ingin memberinya karena saya memiliki banyak pohon kurma. Akan tetapi saya sangat menyukai buah pohon yang satu itu.’ Laki-laki yang datang itu lalu berkata, “Apakah engkau bersedia menjualnya?” laki-laki kaya menjawab, “Tidak, kecuali jika saya diberi apa yang saya mau. Sementara itu, saya tidak yakin ia akan memberinya”. Laki-laki tadi berkata lagi, “Berapa imbalan yang engkau inginkan?” Si pemilik kurma menjawab. “Empat puluh batang kurma.” Mendengar ucapannya itu, laki-laki yang datang itu berkata, “Pemintaanmu itu sungguh terlalu tinggi.” Setelah berkata demikian, laki-laki itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Baiklah, saya setuju membelinya dengan empat puluh batang kurma. Sekarang, jika engkau sungguh-sungguh, panggillah saksi jual belinya!” laki-laki itu lantas memanggil beberapa orang kaumnya untuk menjadi saksi transaksi tersebut. Setelah selesai, laki-laki tadi lantas datang kepada rasululah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya pohon kurma itu telah menjadi milik saya dan saya sekarang memberikannya kepada engkau.” Rasulullah lantas datang ke rumah laki-laki miskin tadi lalu berkata, “Pohon kurma ini sekarang menjadi milikmu dan keluargamu.” Allah lalu menurunkan ayat ini (Al-Lail: 1-21). Ibnu Katsir mengatakan riwayat ini sangat ganjil. Ayat 5 Al-Hakim meriwayatkan dari Amir bin Abdullah ibnu Az-Zubair dari bapaknya yang berkata, “Suatu ketika, Abu Quhafah berkata kepada anaknya, Abu Bakar Ash-

232

Shiddiq, ‘Wahai anakku, saya melihatmu hanya memerdekakan budak-budak yang lemah saja. Kenapa engkau tidak memerdekakan budak-budak yang kuat sehingga mereka dapat menjadi penjaga dan penolong bagimu?’ Abu Bakar lalu menjawab, ‘Wahai ayah, yang saya harapkan hanyalah imbalan dari Allah.’ Terhadap tindakan Abu Bakar itu, turunlah surah ini.” Ayat 17 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Urwah bahwa Abu Bakar telah memerdekakan tujuh orang budak yang seluruhnya tengah dalam kondisi disiksa (oleh majikannya) karena mengakui keesaan Allah swt.. terhadap tindakannya inilah turunlah ayat 17, “Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertaqwa…” hingga akhir surah. Ayat 19 Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Zubair yang berkata, “Ayat 19, ‘Dan tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya,’ hingga akhir surah turun berkenaan dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq.” SURAT ADH-DHUHA Ayat 1-3 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jundub yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah menderita sakit sehingga tidak melakukan shalat malam, satu atau dua hari lamanya. Seorang wanita lantas mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Muhammad, menurut saya hal itu disebabkan setan telah meninggalkanmu.’ Allah lalu menurunkan ayat, “Demi waktu dhuha (ketika matahri naik sepenggalah), dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak pula membencimu.’” Said bin Manshur dan farayabi meriwayatkan dari Jundub yang berkata, “Suatu ketika, Jibril tidak turun kepada Nabi Saw untuk beberapa lama. Orangorang musyrik llau berkata, “Sesungguhnya ia (Jibril) telah meninggalkanmu Muhammad.’ Selanjutnya turun ayat ini.” Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “suatu ketika, Jibril tidak turun kepada Rasulullah hingga beberapa hari lamanya. Ummu Jamil, istri Abu Lahab, lantas berkata, ‘Menurut saya, temanmu (Jibril) telah meninggalkanmu dan benci kepadamu.’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Imam Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah dalam kitab musnadnya, demikian pula Al-Wahidi dan lainnya dengan sanad yang di dalamnya ada seseorang yang 233

tidak diketahui meriwayatkan dari Hafsh bin Maisarah Al-Qurasyi dari ibunya dari ibunya, Khaulah yang dahulu menjadi pelayan Nabi saw, berkata, “Suatu ketika, seekor anak anjing masuk ke rumah Rasulullah lalu masuk ke kolong tempat tidurnya dan mati disana. Setelah itu, selama empat hari lamanya wahyu tidak turun kepada Rasulullah. Beliau lalu berkata, ‘Wahai Khaulah, apa yang telah terjadi di rumah Rasulullah ini? Kenapa Jibril tidak datang?’ saya lalu berkata dalam hati, ‘Saya akan mencoba merapikan dan membersihkan bagian bawah tempat tidur, saya lalu mengeluarkan dari sana bangkai anak anjing tersebut. Tidak lama kemudian, Rasulullah datang dengan tubuh yang gemetar (tanda telah menerima wahyu). Memang, jika wahyu turun maka tubuh beliau akan terlihat gemetar. Pada saat itu, Allah menurunkan ayat ini.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Kisah tentang terlambatnya Jibril turun disebabkan keberadaan bangkai anak anjing ini popular di tengah-tengah masyarakat, namun menjadikannya sebagai sebab turunnya ayat ini adalah aneh, bahkan harus ditolak berdasarkan riwayat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdullah bin Syidad bahwa suatu ketika Khadijah berkata kepada Nabi Saw, “Menurut saya, Tuhan engkau telahmenjauhimu.” Allah lalu menurnkan ayat ini. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Urwah yang berkata,”Suatu ketika, Jibril terlambat turun kepada Nabi saw sehingga beliau menjadi sangat gelisah. Khadijah lalu berkata, ‘Dari kegelisahan engkau saya melihat bahwa Tuhan telah menjauhimu.’ Selanjutnya, turunlah ayat ini.” Kedua riwayat terakhir diatas berstatus mursal, namun para perawinya terpercaya. Mengomentari hal tersebut, Al-hafizh Ibnu Hajar berkata, “Menurut hemat saya, kedua riwayat itu, yaitu tentang ucapan Ummu Jamil maupun khadijah, adalah shahih. Artinya, keduanya memang mengucapkan kata-kata sedperti itu. Akan tetapi bedanya Ummu jamil mengucapkannya dalam rangka mengejek Nabi saw sementara Khadijah dalam rangka merasa kasihan kepada beliau.” Ayat 4 Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dari Ibnu Abbas yang berkata, “Rasulullah bersabda, “Telah diperlihatkan kepadaku daerah-daerah yang nantinya akan diraih oleh Ummat Islam sepeninggalku kelak. Hal itu membuat aku gembira.’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 5 234

Imam Al-Hakim, Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail, Ath-Thabrani dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Telah diperlihatkan kepada Rasulullah tempat-tempat yang nantinya akan ditaklukan oleh umat beliau, negri per negri. Hal itu membuat Rasulullah gembira. Allah lalu menurunkan ayat ini.” SURAT AL-INSYIRAH Ayat 6 Diriwayatkan bahwa ayat ini turun ketika kaum musyrikin menghina Umat Islam karena kekafiran mereka. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan yang berkata, “Tatkala turun ayat, ‘Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Rasulullah lalu berkata, “Bergembiralah! Telah datang kelapangan pada kalian. Satu buah kesempitan tidak akan mengalahkan dua buah kelapangan.” SURAT ATH-THIN Ayat 5 Tentang sebabnya turun ayat ini, Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-‘Ufi dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan beberapa orang di zaman Rasulullah yang dipanjangkan umurnya hingga menjadi pikun. Orang-orang lalu bertanya tentang (perkataan dan perbuatan) mereka ketika pikiran mereka telah tidak berfungsi lagi. Allah lalu menerangkan bahwa mereka mendapat pemaafan. Artinya, mereka hanya diganjar dari apa yang mereka kerjakan ketika pikiran mereka masih sehat dan baik.” SURAT AL-‘ALAQ Ayat 6 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Abu Jahal berkata, ‘Apakah kalian masih melihat Muhammad mencecahkan wajahnya ke tanah (melakukan salat) dihadapan kalian?’ salah seorang menjawab, ‘Ya’. Abu Jahal berkata, ‘Demi al-Latta dan al-‘Uzza, sekiranya saya melihatnya melakukan hal itu niscaya akan saya injak kepalanya dan saya benamkan wajahnya ke tanah.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Sekali-kali tida! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas.’” Ayat 9 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu hari, ketika Rasulullah bermaksud melaksanakan shalat, tiba-tiba Abu Jahal datang. Ia lalu 235

melarang melakukannya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika ia melaksanakan shalat,’ hingga ayat 16, “(Yaitu) ubun-ubun orang yan mendustakan dan durhaka.’” Ayat 17-18 Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu hari, ketika Rasulullah bermaksud melaksanakan shalat, tibatiba Abu Jahal datang seraya berkata, ‘Bukankah saya telah melarangmu melakukannya.’ Rasulullah lantas menentangnya sehingga Abu Jahal berkata, ‘Engkau sungguh telah mengetahui bahwa tiada seorang pun di kota ini yang lebih banyak pengikutnya disbanding saya.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongmu), kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah (penyiksa orang-orang yang berdosa).” Imam At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini berkualitas hadits shahih.” SURAT AL-QADR Ayat 1 Imam At-Tirmidzi, Al-Hakim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hasan bin Ali yang berkata, “Suatu ketika, diperlihatkan kepada Nabi orang-orang dari Bani Umayyah berdiri di atas mimbar beliau. Hal tersebut membuat beliau sedih. Setelah itu, turunlah ayat, “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” (Al-Kautsar: 1) dan ayat “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar…” (Al-Qadr: 1-3) Yaitu lamanya masa kekuasaan Bani Umayyah sepeninggal Nabi.” Qasim AlHarani berkata, “Ketika kami menghitungnya, ternyata ia benar-benar seribu bulan persis, tidak kurang dan tidak lebih.” Imam At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini ganjil.” Al-Muzni dan Ibnu Katsir berkata, “Hadits ini sangat lemah.” Ibnu Abi Hatim dan Al-Wahidi meriwayatkan dari Mujahid bahwa suatu ketika Rasulullah bercerita tentang seorang laki-laki dari Bani Israel yang tidak henti-hentinya berjihad di jalan Allah selama seribu bulan. Kaum muslimin lantas terkagum-kagum dengan hal itu. Allah lalu menurunkan ayat, Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” Artinya, lebih baik dari seribu bulan yang dihabiskan oleh laki-laki itu dalam berjihad di jalan Allah swt. Ayat 3 236

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid yang berkata, “Dahulu, di antara Bani Israel hidup seorang laki-laki yang senantiasa melakukan shalat malam hingga subuh tiba, sementara di pagi harinya berjihad menumpas musuh hingga sore hari. Ia terus menerus melakukan hal tersebut selama seribu bulan. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.’ Artinya, melaksanakan shalat di malam itu lebih baik dari amalan yang dilakukan laki-laki Bani Israel tadi. SURAT AZ-ZILZAL Ayat 7 Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Said bin Jubair yang berkata, “Tatkala turun ayat, ‘Dan mereka memberikan makanan yang disukainya…’ kaum muslimin berfikiran bahwa mereka tidak akan diberi pahala jika melakukan kebaikan yang kecil, sementara yang lain berpandangan bahwa mereka tidak akan mendapatkan siksaan jika melakukan dosa-dosa kecil, seperti berbohong, melihat kepada yang haram, menggunjing dan hal-hal sejenisnya. Mereka antara lain berkata, ‘Sesungguhnya Allah hanya menyiksa orang-orang yang melakukan dosa besar.’ Allah menurunkan ayat, ‘Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarra, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, nizcaya dia akan melihat (balasan)nya.’” SURAT AL-‘ADIYAT Ayat 1 Al-Bazzar, Ibnu Abi Hatim dan Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketyika, Rasulullah mengirim suatu pasukan. Akan tetapi, sampai sebulan kemudian beliau tidak mendapat informasi tentang keadaan pasukan tersebut. Selanjutnya, turunlah ayat ini.” SURAT AT-TAKATSUR Ayat 1-2 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Buraidah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan dua kabilah dari golongan Anshar, yaitu Bani Haritsah dan Bani Harits yang saling membanggakan diri dan merasa lebih baik dari yang lain. Satu pihak berkata, ‘Apakah pada kalian ada yang seperti si fulan dan si fulan?’ pihak yang satu lagi juga melakukan hal serupa. Mereka saling membanggakan diri dalam hal orang-orang yang masih hidup. Selanjutnya, mereka saling berkata, ‘Mari pergi ke pekuburan.’ Disana, sambil

237

menunjuk-nunjuk ke kuburan, kedua pihak juga saling berkata, ‘Apakah pada kalian ada yang sehebat si Fulan dan si Fulan?!’ Allah menurunkan ayat, ‘Bemegahmegahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur.’” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ali yang berkata, “Sebelumnya, kami agak ragu terhadap keberadaan azab kubur hingga turunlah ayat, ‘Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.’ Sampai ayat 4, ‘Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui,’ yang berbicara tentang azab kubur.” SURAT AL-HUMAZAH Ayat 1 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Usman dan Ibnu Umar yang berkata, “Kami acapkali mendengar bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ubai bin Khalaf.” Diriwayatkan bahwa Suddi berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan AlAkhnas bin Syuraiq.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang laki-laki yang saleh yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Jamil bin ‘Amir Al-Jumahi.” Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishak yang berkata, “Setiap kali Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah maka ia selalu menghina dan mencaci maki beliau. Allah lalu menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan.” SURAT QURAISY Ayat 1 Al-Hakim dan yang lainyya meriwayatkan dari Ummu Hani binti Abu Thalib yang berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Allah memberikan keistimewaan kepada suku Quraisy dengan tujuh hal. Setelah demikian, Rasulullah lantas membacakan ayat ini.” SURAT AL-MA’UN Ayat 4 Tentang sebab turunnya, Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Tharif bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan sikap orang-orang munafik yang jika berada di tengah-tengah kaum muslimin maka mereka memamer-mamerkan shalat mereka, tetapi jika tidak ada kaum muslimin maka mereka langsung menghentikan shalatnya. Orang-orang tersebut juga tidak mau memberi pinjaman pada kaum muslimin.” SURAT AL-KAUTSAR 238

Al-Bazzar dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika, Ka’ab bin Asyraf datang ke Mekkah. Orangorang Quraisy lalu berkata kepadanya, ‘Engkau adalah pembesar diantara mereka (penduduk Madinah). Bagaimana pendapatmu tentang seorang yang memisahkan diri serta memutuskan hubungan dengan kaumnya seraya mendakwahkan bahwa ia lebih baik dari kami, padahall kami adalah para pelayan jama’ah haji, yaitu yang bertanggung jawab member minum jamaah dan melayani mereka?’Ka’ab lantas berkata, ‘Kalian jauh lebih baik dari dia.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat, “Sungguh orang-orang yang membencimu dialah yang terputus dari (rahmat Allah).’” Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Al-Mushannaf, demikian juga Ibnul Mundzir, dari Ikrimah yang berkata, “Pada saat Nabi saw. Mulai menerima wahyu, orang-orang Quraisy berkata, ‘Muhammad telah terputus (hubungannya) dari kita.’ Setelah itu, turunlah ayat, “Sungguh orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Jika anak laki-laki seseorang meninggal dunia maka orang-orang Quraisy biasa mengatakan, “Si Fulan telah terputus.’ Demikianlah, tatkala anak laki-laki-laki Nabi Saw meninggal, Al-‘Ash bin Wa’il lantas berkata, ‘Muhammd telah terputus.’ Setelah itu, turunlah ayat ini.” Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hal senada dalam kitab ad-Dalail dari Muhammad bin Ali, tetapi di dalam riwayat itu disebutkan bahwa anak Nabi saw yang meninggal adalah Qasim. Dari Mujahid diriwayatkan, “ayat ini turun berkenaan dengan Al-‘Ash bin Wa’il, yaitu karena ia berkata, ‘Saya adalah musuh Muhammad.’” Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abi Ayyub yang berkata, “Tatkala Ibrahim, putra Rasulullah, meninggal dunia, orang-orang musyrik saling mengabarkan kepada yang lain seraya berkata, ‘Sesungguhnya AshShabi’ (panggilan orang musyrik kepada Nabi saw) ini telah terputus pada mala mini.’ Allah lantas menurunkan surah ini secara keseluruhan.” Tentang sebab turunnya ayat 2, “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah),” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Said bin Jubair yang berkata, “Ayat ini turun di Hudaibiyyah. Ketika itu, Jibril turun seraya berkata, ‘Sembelihlah kurban engkau lantas pulanglah!’ Rasulullah lantas berdiri untuk melaksanakan khutbah hari raya lalu shalat dua rakaat. Setelah itu, beliau mengambil kambingnya lalu menyembelihnya.” Riwayat terakhir ini sangat ganjil. 239

Dari Syamar bin Athiyah diriwayatkan bahwa suatu ketika Uqbah bin Abi Mu’ith bekrata, “Nabi Saw sudah tidak memiliki anak lagi. Dengan demikian, ia adalah seorang yang terputus.” Allah lalu menurunkan ayat 3, “Sungguh, orangorang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Diinformasikan kepada saya bahwa ketika Ibrahim, putra Nabi Saw wafat maka orang-orang Quraisy berkata, “Sekarang, Muhammad telah terputus.’ Ucapan tersebut membuat Nabi saw. tersinggung. Selanjutnya, turunlah surat ini sebagai hiburan terhadap beliau.” SURAT AL-KAFIRUN Ayat 1 Imam Ath-Thabrani dan Ibnu Abi hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy mengiming-imingi Rasulullah dengan harta berlimpah sehingga menjadi orang terkaya di Mekkah serta memberinya wanita mana saja yang beliau inginkan. Mereka berkata, “Semua ini untukmu wahai Muhammad, asalkan engkau berhenti menghina tuhan-tuhan kami dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap mereka. Tetapi jika engkau keberatan, bagaimana apabila engkau menyembah tuhan kami selama satu tahun saja.” Mendengar tawaran orangorang Quraisy itu, Rasulullah lalu menjawab, “Saya akan menunggu hingga Allah memberikan jawabnnya.” Allah lalu menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai orang-orang kafir!’” dan juga ayat, “Katakanlah (Muhammad); Apakah kami menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?’” (Az-Zumar: 64) Abdurrazzaq meriwayatkan dari Wahab yang berkata, “Orang-orang Quraisy berkata kepada Rasulullah, ‘Bersediakan engkau mengikuti agama kami setahun dan kami juga akan mengikuti agamu setahun?’ Allah lalu menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan.” Ibnul Mundzir meriwayatkan hal yang senada dari Ibnu Juraij. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Mina yang berkata, “Suatu hari, Walid Ibnul Mughirah dan Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Aswad Ibnul Muththalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah. Mereka lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, mari menyembah Tuhan yang kami sembah dan sebagai balasannya kami juga akan menyembah Tuhan yang engkau sembah. Selanjutnya, kami juga akan mengikutsertakan engkau dalam seluruh urusan kami.’ Allah lalu menurunkan ayat ini.”

240

SURAT AN-NASHR Ayat 1 Abdurrazzaq meriwayatkan dalam kitabnya dari Muammar dari Zuhri yang berkata, “Ketika Rasulullah memasuki kota Mekkah pada hari pembebasan (yaum al-fath), beliau mengirim Khalid bin Walid dan pasukannya ke pinggir kota Mekkah untuk memerangi kaum Quraisy. Allah lalu menghancurkan orang-orang musyrik itu. Rasulullah lantas memerintahkan untuk melucuti persenjataan mereka. Selain itu, beliau memaafkan dan melepaskan mereka kembali. Akhirnya, mereka berbondong-bondong masuk Islam. Allah lalu menurunkan ayat ini.” SURAT AL-LAHAB (AL-MASAD) Ayat 1 Imam Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu hari, Rasululah naik ke atas bukit untuk berkumpul. Pada saat mereka telah berkumpul, Rasulullah lalu berkata, “Sekiranya saya sekarang mengatakan kepada kalian bahwa pasukan musuh akan menyerang kalian di pagi ini atau sore ini apakah kalian akan mempercayainya?’ mereka serentak menjawab, ‘Ya’. Rasulullah lalu berkata, ‘Sesungguhnya saya sekarang member peringatan kepada kalian terhadap akan datangnya azab yang pedih.” Mendengar ucapan Nabi saw tersebut, Abu Lahab langsung menyambut, ‘Celaka engkau, apakah hanya untuk menyampaikan hal ini engkau mengumpulkan kami?!’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Israil dari Abu Ishak dari seorang laki-laki dari Hamadan yang bernama Yazid bin Zaid bahwa suatu ketika istri Abu Lahab menebarkan duri-duri di jalan yang akan dilalui oleh Nabi saw tidak lama kemudian turunlah ayat, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!” hingga ayat 4, “Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).” Ibnul Mundzir juga meriwyatkan hal yang serupa dari Ikrimah SURAT AL-IKHLASH Ayat 1 Imam At-Tirmidzi, Al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Aliyah dari Ubai bin Ka’ab bahwa suatu ketika orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah, “Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan engkau?” Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah. Imam Ath-Thabrani dan Ibnu Jarir meriwayatkan riwayat senada dari Jabir bin Abdillah. Dengan riwayat ini, sebagian pihak berdalil bahwa surah ini adalah 241

Makkiyyah. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika kemlompok Yahudi datang kepada Nabi saw, diantara rombongan tersebut terdapat Ka’ab bin Asyraf dan Huyay bin Akhthab. Mereka lalu berkata, “Wahai Muhammad, gambarkanlah kepada kami cirri-ciri Tuhan yang mengutus engkau itu?!” Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, demikian pula Ibnul Mundzir dari Said bin Jubair riwayat yang mirip dengan diatas. Dengan riwayat ini, sebagian pihak berdalil bahwa surah ini adalah Madaniyyah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Aliyah yang berkata, “Qatadah berkata, ‘Sesungguhnya pasukan koalisi (kaum kafir) pernah berkata kepada Nabi saw, ‘Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan engkau itu?’ Jibril lalu turun dengan membawa surah ini.” Jadi, inilah yang dimaksud dengan “orang-orang musyrik” seperti yang disebut dalam riwayat Ubai bin Ka’ab. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa surah ini adalah Madaniyyah, sebagaimana yang juga ditunjukkan oleh hadits dari Ibnu Abbas. Dengan demikian, kontradiksi antara kedua hadits diatas telah dapat diatasi. Tetapi, Abusy Syaikh meriwayatkan dalam kitab Al-‘Azhamah dari Aban dari Anas yang berkata, “Suatu ketika, roang-orang Yahudi Khaibar datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Abal Qasim, Allah telah menciptakan para Malaikat dari cahaya tirai-Nya, Adam dari tanah liat yang diberi bentuk, Iblis dari kobaran api, langit dari awan dan bumi dari buih air. Oleh karena itu, beritahukanlah kepada kami bagaimana hakikat Tuhanmu itu? Rasulullah belum menjawab pertanyaan tersebut hingga Jibril datang dengan membawa surah ini.” SURAT AN-NAS DAN AL-FALAQ (SURAT MU’AWWIDZATAIN) Ayat 1-6 Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya Dalail An-Nubuwwah dari Al-Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu ketika Rasulullah menderita sakit parah. Dua malaikat lantas mendatangi beliau . yang satu duduk diarah kepala sementara yang satu lagi diarah kaki. Malaikat yang berada di sebelah kaki lalu bertanya kepada malaikat yang di sebelah kepala, ‘Apa yang sedang menimpanya?’ Malaikat yang di sebelah kepala menjawab, ‘Disihir orang’. Malaikat yang di sebelah kaki bertanya lagi, ‘Siapa yang menyihir?’ Dijawab, ‘Labid Ibnul A’sham, seorang Yahudi.’ Malaikat itu bertanya lagi, ‘Dimana diletakkan (sihirnya itu)?’ Dijawab, ‘Di sebuah sumur milik si Fulan, di bawah batu. Oleh sebab itu, 242

hendaklah Muhammad pergi ke sumur itu kemudian keringkan airnya lalu angkat batunya. Setelah itu ambillah kotak yang berada dibawahnya kemudian bakarlah.” Pada pagi harinya, Rasulullah mengutus Ammar bin Yasir serta beberapa sahabat untuk pergi ke sumur tersebut. Ketika sampai, mereka melihat airnya berubah warna menjadi merah kecoklatan seperti air pacar / inai. Mereka lantas menimba airnya, mengangkat batunya, mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berada didalamnya lalu membakarnya. Ternyata di dalamnya terdapat seutas tali yang memiliki sebelas simpul. Selanjutnya Allah menurunkan kedua surah ini. Setiap kali Rasulullah membaca satu ayat maka terurailah satu simpul.” Riwayat yang hampir sama dengan yang di atas terdapat dalam Shahih Bukhari dan shahih Muslim, namun tanpa menyebutkan turunnya kedua surah. Akan tetapi, juga terdapat riwayat serupa yang disertai penyebutan kedua surah. Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitab ad-dalail dari Abu Ja’far Ar-razi dari Rabi’ bin Anas bin Malik yang berkata, “Seorang laki-laki Yahudi membuatkan sesuatu terhadap Rasulullah sehingga beliau menderita sakit parah. Tatkala para sahabat menjenguk, mereka meyakini bahwa Rasulullah telah terkena sihir. Malaikat Jibril kemudian turun membawa mu’awwidzatain (surah Al-Falaq dan AnNas) untuk mengobatinya. Akhirnya, Rasulullah pun kembali sehat.”

243

Related Documents


More Documents from "Abdullah"