Loading documents preview...
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segara untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( wim de jong et al. 2005 ) Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Suzanne, 2001). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan (Mansjoer, 2000). Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka , pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering antara usia 10 dan 30 tahun (Suzanne, 2002).
B. Klasifikasi Klasifikasi Apendisitis ada 3 : 1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local 2. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. 3. Appendistis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik ), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi
C. Etiologi Terjadinya apendistis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun apendiks menghasilkan lender 1 – 2 ml per hari yang normanya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke kesekum. Hambatan aliran lender kemuara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan.
D. Manifestasi Klinik -
Nyeri kuadran bawah
-
Demam ringan
-
Mual – muntah
-
Hilangnya nafsu makan
-
Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney
-
Nyeri tekan lepas ( hasilnya atau intensitasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan )
-
Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpoasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah
-
Distensi abdomen akibat ileus paralitik
-
Kondisi pasien memburuk
D. Patofisiologi Pathway Apendisitis Invasi dan multiplikasi bakteri
APPENDICITIS
Hipertermi
Febris
Peradangan pada jaringan
Kerusakan control suhu terhadap inflamsi
Secresi mucus berlebih pada lumen apendik
Operasi Luka incisi
Ansietas Apendic teregang
Kerusakan jaringan
Ujung saraf terputus
Pelepasan prostagladin
Stimulasi dihantaran
Spinal cord
Cortex cerebri
Pintu masuk kuman
Resiko infeksi
Kerusakan integritas jaringan Spasme dinding apendik
Nyeri
Tekanan intraluminal lebih dari tekanan vena Hypoxia jaringan apendic
Nyeri di persepsikan ulcerasia Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal
Ansietas
Perforasi
Reflek batuk Akumulasi secret peristaltic usus
Depresi system resperasi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Distensi abdomen Gangguan rasa nyaman
Anorexia
Risiko kekurangan volume
Mual dan muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Keterangan
:
:
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
E. Komplikasi Komplikasi dari penyakit apendisitis menurut smeltzer & Bare, 2001 adalah : 1. Perforasi apendiks, disebabkan ketelambatan penanganan terhadap pasien apendisits akut. 2. Peritonitis local, disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah terjadi perforasi yang nyata. 3. Abses apendiks, akibat perforasi yang bersifat local dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral yang berdekatan
F. Penunjang diagnostik 1. Test Rectal Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. 2. Pemeriksaan Laboratorium Leukosit meningkat lebih 12.000/mm3, neutrofil menungkat sampai 75% sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. a. Hb (hemoglobin) nampak normal b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat c. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. 3. Pemeriksaan Radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut : a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan b. Kadang ada fekolit (sumbatan) c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma 4. Foto Abdomen Dapat menyatakan adanya pergeseran material dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien apendisitisis ditulis oleh harnawatiaj, 2008 : 1.
Penatalaksanaan Keperawatan pre operasi Penderita di observasi, istirahat dalam posisi semifowler, sebelum operasi
klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis.Disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang pristiwa yang akan dialami setelah di operasi dan diberikan latihan fisik ( pernapasan dalam, gerakan kaki dan duduk ) untuk digunakan dalam periode post operatif. 2.
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan apendisitis adalah :
a.
Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. b. c.
Antibiotik dan cairan IV dapat diberikan sampai pembedahan dilakukan Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan dan setelah
operasi. 3.
Penatalaksanaan keperawataan pasca operasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermi, baringkan klien dalam posisi semifowler untuk mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, berikan minum secara bertahap setelah klien di puasakan, pemberian antibiotik, pemberian analgetik, pemberian cairan intravena dapat diberikan sesuai indikasi, berikan makanan yang lunak, anjurkan klien untuk mobilisasi miring kiri dan kanan, lakukan perawatan luka setelah 3 hari.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS
A. Pengkajian Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien. a. Identitas Pasien Yaitu : mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas. b. Riwayat Penyakit Dahulu Kemungkinan klien pernah menderita atau mengalami gangguan pencernaan, kebiasaan klien kurang mengkonsumsi makanan yang berserat, sering mengalami gangguan BAB seperti konstipasi. c. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien mengeluh nyeri perut dikuadran kanan bawah, mual, muantah, anorexia dan demam. Pada klien post operasi ditemukan nyeri pada luka operasi, klien merasa lemah, Pemulihan kesadaran. d. Riwayat Penyakit Keluarga Appendicitis bukan merupakan penyakit keturunan atau penyakit menular seperi penyakit lainya.
e. Pemeriksaan Fisik 1. Kulit
Warna Kulit
Tekstur Kulit
2. Kuku
Keadaan Kuku
Warna
3. Kepala
Bentuk kepala
Kelainan
Keadaan Rambut
Kulit Kepala
4. Mata
Sklera
Konjungtiva
Refleks cahaya
Pupil
Kelainan
5. Hidung
Fungsi penciuman
Bentuk
Serumen
Kelainan
6. Telinga
Fungsi pendengaran
Bentuk
Keadaan
7. Mulut
Fungsi pengecap
Kebersihan gigi
Kelainan bibir
8. Dada dan paru – paru
Bentuk
Frekuensi Napas
9. Abdomen
Nyeri tekan
10. Genetalia
Keadaan rectum
11. Kekuataan otot
Reflek bisep
Reflek trisep
Reflek patella
B. Diagnosa Keperawatan a. Infeksi, resiko tinggi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses. b. Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi. c. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah. d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perjalanan penyakit.
C. Intervensi Keperawatan Diagnosa I Intervensi -
Awasi tanda vital, perhatikan
Rasional -
demam, menggigil, berkeringat,
Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis
perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen -
Lakukan pencucian tangan yang
-
baik dan perawatan luka aseptik -
Lihat insisi dan balutan
Menurunkan resiko penyebaran penyakit atau bakteri
-
Memberikan deteksi dini terjadi nya proses infeksi dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Diagnosa II
Intervensi -
Awasi tekanan darah dan nadi
Rasional -
Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler
-
Lihat membran mukosa, kaji turgorkulit dan pengisian kapiler
-
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
Awasi masukan dan haluaran; catat -
Penurunan haluaran urin pekat
warna urin atau konsentrasi, berat
dengan peningkatan berat jenis di
jenis
duga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan.
Diagnosa III Intervensi -
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristikberatnya (skala 0-10)
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
-
Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler
Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilang-kan tegangan abdomen
-
Dorong ambulasi dini
-
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
Diagnosa IV Intervensi -
Kaji ulang pembatasan aktivitas
Rasional -
pasca operasi
Memberikan inflamasi pada pasien untuk merencanakan rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah
-
Dorong aktivitas sesuai tolerasi
-
Mencegah kelemahan,
dengan periode istirahat periodik
meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat
-
Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
-
Membantu kembali ke fungsi usus semula
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “An. M” DENGAN DIAGNOSA APENDISITIS
1.1 PENGKAJIAN 1. Biodata a. Idantitas Pasien Nama
: An. M
Umur
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: laki - laki
Suku / Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Tgl MRS
: 21 Juli 2014
No RM
: 122108
Alamat
: Jl Gotong Royong Rt 29 Rw 08
b. Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tn. S
Umur
: 51 tahun
Jenis Kelamin
: Laki – Laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pns
Hub dengan Pasien : Anak Alamat
: Jl Gotong Royong Rt 29 Rw 08
2. Keluhan Utama Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit dan di sertai mual.
3. Riwayat Keshatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien datang dengan orang tuanya ke Rs. Bhayangkara Palembang melalui IGD Pada tanggal 21 Juli 2014 17.00 dengan nyeri perut sebelah kanan sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit dan di sertai mual.
b. Riwayat Kesehatan Lalu Klien pernah mengeluh seperti ini beberapa bulan yang lalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Didalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit apendisitis. .
4. Keadaan Umum a. Tingkat Kesadaran
: Compos Metis
b. Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120 / 80 mmHg
Suhu
: 36 ◦c
Nadi
: 90 x/ menit
Respirasi
: 24 x/ menit
c. Penampilan umum
: Pasien terlihat menahan sakit perut.
5. Pemeriksaan Fisik 1. Kulit
Warna Kulit
: Sawo matang
Tekstur Kulit
: lembab
Keadaan Kuku
: Bersih
Warna
: Putih
Bentuk kepala
: Simetris
Kelainan
: Tidak ada kelainan
Keadaan Rambut
: Bersih
Kulit Kepala
: Bersih
Sklera
: Anikterik
Konjungtiva
: Ananemis
Refleks cahaya
: Normal, ditandai pada saat dilakukan
2. Kuku
3. Kepala
4. Mata
reflek cahaya mata pasien langsung berkedip.
Pupil
: Normal, ditandai ketika ada cahaya
pupil mengecil
Kelainan
: Tidak ada
Fungsi penciuman
: Normal
Bentuk
: Simetris
Serumen
: Sedikit
Kelainan
: Tidak ada
Fungsi pendengaran
: Normal, ditandai bisa mendengar
5. Hidung
6. Telinga
pertanyaan.
Bentuk
: Sismetris
Keadaan
: Bersih
Fungsi pengecap
: Normal
Kebersihan gigi
: Bersih
Kelainan bibir :
Tidak ada
7. Mulut
8. Dada dan paru – paru
Bentuk
: Simetris
Frekuensi Napas
: 24 x/menit
9. Abdomen
Nyeri tekan
: Tidak ada
10. Genetalia
Keadaan rectum
: Bersih
11. Kekuataan otot
Reflek bisep
: Normal, ditandai pada saat diperiksa
dengan reflek hammer ada pergerakan.
Reflek trisep
: Normal, ditandai pada saat diperiksa
dengan reflek hammer terjadi pergerakan.
Reflek patella : Normal, ditandai pada saat diperiksa dengan reflek hammer terjadi pergerakan.
12. Aktivitas Sehari – hari
No. Jenis Aktuvitas 1.
Saat Sehat / Di Rumah Saat Sakit / Di RS
Nutrisi
Frekuensi
3 x 1 sehari
3 x 1 hari
Jenis makanan
nasi putih + Lauk pauk
Bubur
+ sayur
Porsi makanan
1 porsi
1/2 dari porsi yang disediakan
2.
3.
4.
Kesulitan
-
-
Minum
Jenis air minum
Mineral / air putih
Air putih
Frekuensi
8 gelas
< 8 gelas
Kesulitan
-
-
Dengan Handuk
Personal hygiene
Frekuensi mandi
3 x 1 sehari
Sikat gigi
2
x 1 sehari
Frekuensi keramas
2
x 1 sehari
Eliminasi A. Eliminasi fecal
Warna urine
Kuning
Kuning
Konsistensi urine
Lembek
Lembek
Kelainan
-
-
B. Euminasi urine
5.
Warna urine
Kuning
Kuning
Konsintensi urine
Jernih
Jernih
Kelainan
-
-
Istirahat / tidur
Mulai tidur
21.00
23.00
Lamanya tidur
8 jam
6 jam
Sering terjaga
-
Sering
dikarenan
nyeri di perut serta mual dan muntah
13. Pemeriksaan Penunjang 1.
Laboratorium No 1.
Tanggal Kamis, 21 Juli
Jenis
Hasil
Pemeriksaan HB
13,7
Nilai Normal L = 14 -16 G/dl P = 12 – 14 g/dl
2014 Leokosit
20.800
5.000-10.000/ul
Trombosit
311.000
150.000 – 400.00 /ul
Hematokrit
39 %
L = 40 – 48 % P = 40 – 45 %
2.
Basofil
0
0 – 1%
Eosinofil
0
1–3%
Batang
1
2–6%
Segmen
83
50 – 70 %
Limfosit
14
20 – 40 %
Monosit
2
2–8%
Program terapi yang diberikan Infus RL + 1 ampl ketrolac gtt 20 x/menit Metronidazole fluid 2 x 1
Injeksi Intra vena 1. Ceftrixone 2 x 1 gr
6. Analisa Data No. 1.
Data DS:
Klien mengatakan mual
Etiologi
Problem
Menurun peristaltic
Risiko
usus
Kekurangan
Volume Cairan
dan muntah DO: -
Klien tampak mual dan muntah
Distensi abdomen
-
Klien tampak pucat
-
TTV
Gangguan rasa
T = 120 / 80 mmHg
nyaman
RR = 24 x/mnt S
= 36 ˚C
Mual dan muntah
N = 90 x/mnt
Risiko kekurangan volume
7. Masalah Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan
8. Prioritas Masalah 1. Kekuranagn volume cairan
9. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi.
2. Intervensi Keperawatan
No 1.
Diagnosa
Tujuan/Kriteria
Keperawatan
Hasil
Risiko Kekurangan Mempertahankan volume berhubungan
Intervensi -
Mengkaji
cairan, keseimbangan cairan Tekanan darah dibuktikan oleh .
dengan muntah pra kelembaban
Rasional -
Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
operasi, pembatasan membrane mukosa, pasca operasi.
intra vaskuler
tugor kulit baik, tanda-tanda vital dan-
Lihat membran
Indikator
secara individual
mukosa, kaji
keadekuatan
haluaran.
turgor kulit dan
sirkulasi perifer
pengisian kapiler
dan hidrasi seluler
Awasi masukan
Penurunan haluaran
dan haluaran; catat urin pekat dengan warna urin atau
peningkatan berat
konsentrasi, berat
jenis di duga
jenis
dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan
Beri cairan sedikit Untuk demi sedikt
meminimalkan cairan yang hilang
1. Evaluasi dan Implemantasi Keperawatan No
Tanggal
Dx
Implementasi
Evaluasi
Keperawatan 1
22 2014
Juli Risiko
- Mengakaji TTv
Kekurangan volume
cairan,
mengeluh - Memperhatikan
berhubungan
membran mukosa,
dengan
muntah
kaji turgor kulit.
pra
operasi,
pembatasan pasca operasi.
S : Klien masih mual
dan muntah
O
:
Klien
tampak pucat - Mengajarkan klien
utuk
terlihat
memberikan cairan
masih
sedikit
demi sedikit
Klien masih
terbaring -
Wajah klien
Paraf
tampak pucat
T
=
120/80
mmHg N
= 90 x/mnt
R
= 24 x/mnt
S
= 36 ◦C
A
: Masalah
belum teratasi
P
:
Intervensi
dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC