Askep Carpal Tunnel Syndrome

  • Uploaded by: mehara1920
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Carpal Tunnel Syndrome as PDF for free.

More details

  • Words: 2,644
  • Pages: 13
Loading documents preview...
1. Pengertian Carpal Tunnel Syndrome Carpal Tunnel Syndrome adalah neuropati akibat terjepitnya saraf yang terjadi ketika saraf medianus pada pergelangan tangan tergencet oleh pembungkus tendon fleksor yang mengalami penebalan, terkaitnya tulang, edema atau massa jaringan lunak. ( Brunner & Suddarth, 1997 ). Carpal Tunnel Syndrome adalah entrapment neuropaty yang paling sering terjadi karena sindroma terjadi akibat adanya tekanan nervus medianus pada saat melalui terowongan carpal di pergelangan tangan tepatnya di bawah flexor retinakulam. ( Handerson, 1989 ). Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau sindroma terowongan carpal merupakan kelainan berupa adanya penekanan / penjepitan nerve medianus yang melewati terowongan carpal. Terjadi karena peradangan yang diakibatkan oleh penyakit persendian, trauma, cedera yang berulang-ulang atau selama masa menopause. ( Barbara, 1996 ). Carpal tunnel syndrome (CTS) Adalah sebuah penyakit yang disebabkan karena terganggunya Saraf tengah karena tekanan yang terjadi pada bagian pergelangan tangan hal ini menimbulkan rasa sakit, nyeri dan melemahnya otot otot pada bagian pergelangan tangan.( Depkes, 1995 ).

2. Etiologi Kurang mendapat penerangan, Adanya inflamasi dan pembengkakan karena kompresi dari saraf median.( Brunner & Suddarth, 1997 ). Penggunaan tangan yang berlebihan, Faktor genetika seperti stress, trauma, kehamilan. Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada

nerves

medianus

sehingga

timbul

carpal

tunnel

syndrom.

Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis, namun pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama pada penderita lanjut usia. Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrom.

Pada keadaan lain nerves medianus dapat terjebak di carpal tunnel. Secara sekunder dapat timbul pada penderita osteoartitis, diabetes mellitus, miksedema, akromegali, atau wanita hamil ( Handerson, 1989 ). Etiologi lain pada kasus carpal tunnel syndrome antara lain : ( Price, 1994 )  Herediter (nuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy).  Trauma (dislokasi, fraktur colles atau hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan, trauma langsung pada pergelangan tangan, pekerjaan dengan gerakan mengetuk atau flexi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang.  Infeksi (tenosinovitis, tuberculosis).  Metabolik (amiloidesis, gout).  Endokrin (terapi estrogen dan androgen, diabetes mellitus, kahamilan).  Neoplasma (Kista ganglion, lipoma, infiltrsi metastase, mieloma).  Penyakit kolagen vaskuler ( artitis rematoid, polimialgia reumatika).  Degenerasi (osteoartitis).  Tumor. Etiologi carpal tunnel syndrome ada beberapa faktor yaitu : ( Sari mulyati, 1997 ). 

Trauma langsung ke carpal tunnel yang menyebabkan penekanan, misalnya Colles fracture, dan edema akibat trauma tersebut.



Posisi pergelangan tangan, misalnya fleksi akut saat tidur, imobilisasi pada posisi fleksi dan deviasi ulnar yang cukup besar.



Trauma akibat gerakan fleksi-ekstensi berulang pergelangan tangan dengan kekuatan yang cukup seperti pada pekerjaan tertentu yang banyak memerlukan gerakan pergelangan tangan.



Tumor atau benjolan yang menekan carpal tunnel seperti ganglion, lipoma, xanthoma.



Edema akibat infeksi.



Edema inflamasi yang disertai artritis rematoid, tenosynovitis seperti penyakit de Quervain dan trigger finger.



Osteofit sendi carpal akibat proses degenerasi.



Kelainan sistemik seperti : obesitas, diabetes melitus, disfungsi tiroid, amiloidosis, penyakit Raynaud.



Edema pada kehamilan (hormonal).

3. Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome dapat dikategorikan menjadi dua yaitu akut dan kronis. Ada beberapa hipotesa dari beberapa patogenesis dari carpal tunnel syndrome. Sebagian berpendapat bahwa faktor mekanik clan vaskuler memegang peranan penting dalam terjadinya carpal tunnel syndrome.( Handerson, 1989 ). Tapi pada umumnya carpal tunnel syndrome ini terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan flexsor retinakulum yang menyebabkan tekanan nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafaskuler lalu di ikuti oleh anoxia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural yang merusak serabut saraf. Lama kelamaan saraf akan menjadi atrofi dan akan di gantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi dari nervus medianus terganggu.( Price, 1994 ).

4. Patofisiologi  CTS disebabkan oleh penekanan yang berlebihan pada syaraf-syaraf median dipergelangan tangan. Syaraf median lewat melalui kumparan tunnel pada tulang carpal dorsalis dan ligamen transversal pada carpal. Tendon fleksor berjalan melalui paralel tunnel menuju syaraf median. Penekanan

pada

syaraf

dapat

diakibatkan

dari

taruma

atau

pembengkakan tendon karena proses-proses lain seperti RA. Pada umumnya tenosinovitis terlokalisir dan tak berhubungan dengan penyakit-penyakit sistematik. Banyak terjadi pada usia pertengahan pada wanita gemuk kemungkinan terjadi akibat trauma atau

pembengkakan yang disebabkan oleh proses rhematoid arthritis. ( Depkes, 1995 ).  Saraf median lewat melalui kumparan tunnel pada tulang yang terjadi karena carpal dorsalis dan ligamen transversal pada carpal. Tendon fleksor bergerak melalui paralel tunnel menuju saraf median. Radang dan pembengkakan dari garis sinovial selaput tendon mempersempit ruang yang ada dan menyebabkan tekanan pada saraf median.( Depkes, 1995 ). 5. Tanda dan Gejala : ( Brunner & Suddarth, 1997 ) 

Nyeri



Kebas



Disesthesia



Hyposthesia



Tangan Bengkak



Parestesia



Kelemahan sepanjang saraf medianus (ibu jari, telunjuk dan jari tengah)



Nyeri dimalam hari.



Rasa kebas dan parasthesia (seakan-akan terbakar dan gemetar) di ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, atau pada beberapa pasien terjadi di telapak tangan.



Susah mengepal dan menggenggam dan mengepalkan tangan.



Sering menjatuhkan barang.



Nyeri di pergelangan tangan atau yang menjalar ke arah proxiimal, terutama pada ibu jari.



Parestesia / rasa tidak nyaman / kesemutan.



Gangguan sensibilitas di jari.



Kelemahan.



Burning sensation ( sensasi terbakar ).



Nyeri lebih hebat saat tangan digunakan.



Bermasalah / tidak dapat memegang objek ataupun menggenggamkan tangan.

a. Gangguan Sensorik ( Price, 1994 ) Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gejala awal biasanya adalah parestesia, kurang merasa (numbbnes) atau rasa jari seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari, walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari, keluhan parestesia biasanya lebih menonjol pad amalam hari. Gejala lainnya adalah nyeri ditangan yang juga dirasakan lebih memberat dimalam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri umumnya berkurang bila penderita memijat atau menggerakgerakan tangannya atau dengan meletakan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapt menetap. Kadang-kadang nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal bagian pergelangan tangan. Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan terutama pada pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita menggunakan tangannnya. Hiperestesia dapat dijumpai pada daerah yang implus sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. b. Gangguan Motorik ( Price, 1994 ) Pada tahap lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang terampil misalnya saat atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu menggenggam. Pada penderita CTS ini pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi oto-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh nervus medianus. Gejala-gejala yang klasik antara lain : 1. Rasa lemah, agak kaku atau rasa janggal pada tangan dan pergelangan tangan. 2. Kesemutan atau kebas pada pergelangan tangan dan pada jari-jari tangan, terutama: ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari manis. 3. Gejala lainnya rasa seperti panas atau nyeri, terutama pada malam hari, dan sering disertai kesemutan (nocturnal paresthesia).

Keluhan-keluhan ini kadang-kadang dapat dirasakan pada seluruh bagian tangan. Keluhan lain yang dapat terjadi antara lain : nyeri pada lengan bawah dan siku, serta kadang-kadang bahu, yang dipicu dan diperberat dengan aktivitas.

6. Prosedur Diagnostik Pemeriksaan velositas/kecepatan dari saraf, yang menunjukan ada blok pada pergelangan tangan dan itulah yang menguatkan diagnosa. ( Sari Mulyati, 1997 dan Barbara, 1996 ). Untuk mengetahui dengan pasti apakah mengalami CTS, maka diperlukan pemeriksaan sebagai berikut:  Tes Phalen Pergelangan tangan penderita dipalmar flexikan full ROM selama 1 menit. Pada orang normal akan merasa kesemutan bila posisi ini dipertahankan, akan tetapi penderita akan merasa kesemutan serta parestesia dalam waktu yang lebih cepat. Terkadang parestesia timbul setelah pergelangan tangan digerakkan dari posisi palmar flexi.  Tes Tinel Ketokan lokal pada nervus medianus akan menimbulkan nyeri kejut di dalam tangan serta parestesia.  Nerve Conduction Test / EMG

7. Terapi dan Penatalaksanaan Keperawatan. Memasang bidai untuk mengistirahatkan agar dapat dicegah hiperekstensi dan fleksi yang lama pada pergelangan tangan, hindari kerja yang memerlukan fleksi pergelangan tangan, dan injeksi kortison dapat mengurangi gejala. Diuretika dapat berguna untuk mengurangi edema. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ligamen karpal transversum.( Brunner & Suddarth, 1997 ).

8. Pencegahan ( Handerson, 1989 ) CTS dapat dicegah, berikut hal-hal yang dapt membantu dalam pencegahan timbulnya CTS :  Jika pada seorang yang over weight atau obesitas, perlu untuk menurunkan berat badan.  Berobat / sembuhkan penyakit-penyakit yang diderita yang merupakan penyebab terjadinya CTS.  Jangan melakukan pekerjaan dengan posisi lengan terlalu dekat atau terlalu jauh dengan tubuh.  Jangan

meletakkan

/

mengistirahatkan

tangan

pada

benda

yang

permukaannnya keras dalam waktu yang lama.  Pastikan alat yang digunakan tidak terlalu besar untuk tangan.  Jangan duduk / berdiri dalam posisi yang sama setiap hari.

9. Pembedahan ( Barbara, 1996 ) Dekompresi dengan pembedahan mengurangi kompreasi saraf median dari ligamen carpal transversus dan membuang jaringan yang menekan saraf median.

10.Perawatan Pasca Bedah ( Barbara, 1996 ) 1. Meningkatkan kenyamanan, sirkulasi. 

Meninggikan tangan dan lengan selama 24 jam



Menganjurkan gerakan aktif dari ibu jari dan jari lain sejauh yang tertahan oleh balutan.



Bila perlu memberikan analgesik

2. Meningkatkan keamanan. Cek sirkulasi jari-jari, sensasi, gerakan tiap 1-2 jam selama 24 jam. 3. Meningkatkan perasaan mandiri. Menganjurkan pasien untuk menggunakan tangan pada kebutuhan kegiatan sehari-hari 2 sampai 3 hari setelah operasi.

Asuhan Keperawatan Carpal Tunnel Syndrome 1. Pengkajian Keperawatan 1) Riwayat Keperawatan

Data Subjektif ( Barbara, 1996 & Sari Mulyati, 1997) Gejala-gejala yang diungkapkan pasien sehubungan dengan compresi syaraf median antara lain : a. Nyeri seperi diungkapkan secara episodik dan kesemutan pada tangan, dan adanya pernyataan dari pasien biasanya nyeri berkurang dengan mengguncang tangan atau menggerakan tangan. b. Hipoestesia pada ibu jari, telunjuk dan jari manis, telunjuk dan jari manis, khususnya setelah fleksi yang lama atau fleksi yang dipaksa, misal waktu memegang buku. c. Perasaan bengkak pada area yang terkena. d. Sulit memegang benda – benda kecil. Data Objektif ( Barbara, 1996 & Sari Mulyati, 1997 ) a. Tidak ada bengkak pada tangan, pergelangan tangan dan jari-jari. b. Sulit untuk abduksi ibu jari atau mempertemukan ibu jari dengan jari telunjuk (oleh karena kelemahan pada bagian thenar). c. Terlihat bagian yang melekuk atau tertekan dari jaringan lunak pada sebelah bawah ibu jari pada telapak tangan ( bagian telapak tangan).

2) Pemeriksaan fisik ( Depkes, 1995 ) a. Tidak ada bengkak pada tangan, pergelangan tangan dan jari-jari. b. Telapak tangan dibawah ibu jari nampak melemah (otot-otot thenar). c. Sulit untuk abduksi ibu jari atau mempertemukan ibu jari dengan jari telunjuk (oleh karena kelemahan pada otot-otot thenar). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang timbul adalah : a. Menurunnnya kemampuan untuk menggunakan tangan dan jari-jari.( Sari Mulyati, 1996 ). b. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang informasi.( Sari Mulyati, 1996 ). c. Nyeri yang berkaitan dengan inflamsi dan pembengkakan.( Brunner & Suddarth, 1997 ).

d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan balutan pada tangan. ( Brunner & Suddarth, 1997 ). e. Risiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur pembedahan. ( Brunner & Suddarth, 1997 ).

3. Perencanaan a. Perencanaan Hasil Yang Diharapkan : ( Sari Mulyati, 1997 ) 

Tangan klien dapat berfungsi maksimal, ibu jari dan jari-jari.



Pasien bebas dari ketidak nyamanan.



Pasien bebas dari infeksi diseluruh daerah yang dioperasi.



Pengetahuan klien meningkat.

b. Rencana atau implementasi ( Sari Mulyati, 1997 ) Membantu mencapai tujuan pengobatan 

Istirahat.



Splinting pergelangan tangan.



Injeksi lokal kortikosteroid oleh tim medis.

c. Pasien memiliki fungsi maksimum dari tangan, ibu jari dan jari-jari lain. ( Barbara, 1996 ). d. Pasien bebas dari ketidak nyamanan. ( Barbara, 1996 ). e. Pasien bebas dari infeksi diseluruh daerah yang di operasi. ( Barbara, 1996 ).

4. Intervensi Keperawatan ( Brunner & Suddarth, 1997 ) a. Meredakan nyeri. Untuk mengontrol pembengkakan yang dapat meningkatkan nyeri dan ketidaknyamanan pasien, tangan ditinggikan setinggi jantung dengan bantal. Bila dianjurkan peninggian yang lebih tinggi, dapat dipasang saling yang digantungkan ke tiang penggantung infus atau bingkai diatas tempat tidur. Bila pasien dirawat jalan, lengan di naikkan dengan saling konvensioanal. Pemberian kompres es intermiten ditempat operasi selam 24 sampai 48 jam pertama dapat dianjurkan untuk mengontrol pembengkakan. Ekstensi dan fleksi aktif jari-jari dapat memperbaiki peredaran darah dan sebaiknya dianjurkan, namun demikian gerakan akan terbatas oleh balutan yang tebal.

Pengkajian neurovaskuler jari yang terbuka setiap jam selama 24 jam pertama sangat penting untuk memantau fungsi saraf dan perfusi tangan. Pasien diminta menjelaskan sensasi pada tangan dan memperagakan mobilitas jari-jari. Fungsi saraf pasien diperhatikan dengan hati-hati pascaoperasi karena informasi ini diperlukan untuk menerangkan fungsinya setelah pembedahan. Kerusakan fungsi neurovaskuler dapat menyebabkan nyeri. Secara umum, ketidaknyamanan dapat dikontrol dengan analgetika oral. Perawat mengevaluasi respon pasien terhadap analgetika dan terhadap upaya pengontrolan nyeri lainnya. Pendididkan pasien mengenai analgetika sangat penting. b. Memperbaiki Perawatan diri. Selama beberapa hari pertama setelah pembedahan, pasien akan memerlukan bantuan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari karena salah satu tangannya dibalut dan perawatan mandiri akan terganggu. Pasien mungkin perlu mengatur untuk bantuan dalam hal makan, mandi, berpakaian, berdandan, dan toileting. Dalam beberapa hari pasien akan mampu mengembangkan keterampilan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan satu tangan dan biasanya mampu berfungsi dengan bantuan minimal. Penggunaan tangan yang sakit dalam batas rasa nyaman dianjurkan untuk dilakukan. Dengan berkembangnya rehabilitasi, pasien akan mampu kembali menggunakan tangan yang cedera. Dianjurkan melakukan latihan yang didasarkan fisioterapi. Kepatuhan terhadap program terapi perlu ditekankan. c. Mencegah infeksi. Seperti pada semua pembedahan, terdapat potensial infeksi. Pasien diajarkan untuk memantau suhu dan denyut nadi bila meningkat menunjukan kemungkinan terjadi infeksi. Pasien juga diminta untuk menjaga agar balutan tetap kering dan bersih. Setiap adanya cairan yang keluar, bau busuk karena balutan atau peningkatan nyeri dan pembengkakan harus dilaporkan. Luka dilihat untuk mengetahui adanya tanda infeksi. Pendidikan pasien meliputi perawatan luka aseptik diasamping pendidikan yang berkaitan dengan pemberian antibiotika profilaktik.

Pembedahan Decompresion dengan pembedahan, mengurangi kompresi syaraf median dari ligamen carval tarnsversal dan jaringan. ( Sari Mulyati, 1997 ).

5. Perencanaan dan implementasi ( Brunner & Suddarth, 1997 ). Sasaran. Sasaran pasien meliputi peredaran nyeri, perbaikan perawatan diri, dan tidak adanya infeksi.

6. Evaluasi Keperawatan

Kemampuan untuk menggunakan tangan kembali norma. ( Depkes, 1995 )

Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana masalah-masalah klien teratasi dengan melihat/memperhatikan apakah rasa nyeri klien berkurang/menghilang, apakah klien dapat melakukan aktifitas seoptimal mungkin, bila terjadi peningkatan suhu, sejauhmana sudah terjadi penurunan suhu. Bila

terjadi

masalah

kurang

pengetahuan

tentang

penyakit

dan

perawatannnya maka dalam evaluasi perlu dikaji apakah pasien telah meningkat pemahamannya terhadap penyakit dan perawatannya. ( Sari Mulyati, 1997 ).

Evaluasi atas dasar yang diharapkan dari pasien pertanyaan-pertanyaan adalah : ( Barbara, 1996 ). 1) Apakah pasien mampu menggunakan tangan dan jari-jari dengan tingkat gerakan yang normal ? 2) Apakah pasien terbebas dari ketidaknyamanan pada tangan ? 3) Apakah pasien terbebas dari infeksi ?

Evaluasi yang diharapkan : ( Brunner & Suddarth, 1997 ). 1. Mencapai peredaran nyeri -

Melaporkan peningkatan rasa nyaman

-

Terkontrolnya edema dengan peninggian badan

-

Tidak merasa tidak nyaman pada gerakan

2. Menunjukan perawatan mandiri

-

Menerima bantuan untuk aktivitas hidup sehari-hari selama beberapa hari pertama pascaoperasi.

-

Beradaptasi dengan aktivitas sehari-hari dengan satu tangan.

-

Menggunakan tangan yang cedera secara fungsional.

3. Tidak menunjukan adanya infeksi luka operasi -

Mematuhi protokol penanganan dan strategi pencegahan

-

Suhu dan denyut nadi dalam batas normal

-

Tidak mengalami keluarnya cairan bernanah dari luka operasi

-

Tidak mengalami inflamasi luka operasi

DAFTAR PUSTAKA 

Barbara C.Long.1996. Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK : Bandung.



Handerson,

M.A.1989.Ilmu

Bedah

Untuk

Perawat.Yayasan

Essentica

Medica:Yogyakarta. 

Mulyati,Sari,dkk.1997.Asuhan

Keperawatan

klien

dengan

gangguan

sistem

muskuloskeletal.Akper Universitas Padjajaran : Bandung. 

Price Sylvia, A.1994.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. EGC:Jakarta.



Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan.1995.Penerapan Proses Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Departemen Kesehatan : Jakarta.



Smeltzer Suzanne, C.1997. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. EGC: Jakarta.

Related Documents

Carpal Tunnel Syndrome
January 2021 1
Tunnel Lecture
February 2021 0
The Long Tunnel
January 2021 1

More Documents from "Wanderson"