Askep Gerontik Dengan Berduka Cita

  • Uploaded by: Aprilia Monita
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Gerontik Dengan Berduka Cita as PDF for free.

More details

  • Words: 6,015
  • Pages: 31
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan (Riyadi dan Purwanto, 2009). Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara terus-menerus, marah, sedih dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak saat seseorang mengalami peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian orang yang dicintai. Keadaan seperti inilah yang menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011) disebut sebagai proses berduka, yang merupakan suatu proses psikologis dan emosional yang dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal setelah kehilangan. Individu yang berduka membutuhkan waktu untuk menerima suatu peristiwa kehilangan, dan proses berduka merupakan suatu proses yang sangat individual. Fase akut berduka biasanya berlangsung 6-8 minggu dan penyelesaian respon kehilangan atau berduka secara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun (Keliat, Helena, dan Farida, 2011). Rotter (2009) mengatakan bahwa proses berduka memiliki karakteristik yang unik, membutuhkan waktu, dapat difasilitasi tetapi tidak dapat dipaksakan, tetapi pada umumnya mengikuti tahap yang dapat diprediksi. Proses berduka merupakan suatu proses yang unik dan berbeda pada setiap individu. Tidak ada yang dapat memastikan kapan seseorang dapat melewati semua tahapan dalam proses berduka, yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi sehingga proses berduka yang dialami individu dapat sampai pada suatu tahap penerimaan. Sanders dalam Bobak, Lowdermilk, dan Jeasen (2005) mengatakan bahwa intensitas dan durasi respon berduka bergantung pada banyak hal dan salah satunya adalah usia. Indriana (2012) mengatakan bahwa perbedaan usia antara orang tua dan anak-anak memengaruhi pola pikir mereka tentang kematian, dengan perkembangan anak, maka merekapun lebih matang menghadapi kematian. Seiring dengan meningkatnya usia seseorang maka seharusnya mereka akan lebih banyak memiliki pengalaman langsung mengenai kematian ketika teman-teman atau kerabat mereka menderita sakit dan meninggal, sehingga peristiwa kematian seharusnya tidak lagi menjadi suatu peristiwa yang tidak bisa untuk mereka hadapi. Indikator kepribadian positif yang tampak pada 1

usia dewasa akhir atau lansia adalah siap menerima kematian (Erikson dalam Nasir dan Muhith, 2011). Semakin meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkat juga pemahaman dan penerimaan orang tersebut akan kematian, yang menyebabkan akan semakin mudah juga orang tersebut untuk melalui semua tahapan proses berduka yang harus dilalui untuk pada akhirnya mencapai suatu tahap penerimaan dari suatu peristiwa kematian. Hasil pengamatan yang dilakukan pada lansia di Kabupaten Ngada pada saat mengalami peristiwa kehilangan akibat kematian orang yang dicintai, menggambarkan bahwa sangat sulit bagi mereka untuk menerima peristiwa kematian itu sebagai suatu bentuk kehilangan yang aktual dan wajar, yang secara perlahan suka atau tidak suka harus diterima dan diikhlaskan sebagai sesuatu yang sudah seharusnya terjadi.Mereka akan selalu tampak sedih, mengkritik diri sendiri, memiliki pandangan hidup yang pesimis, kurang memperhatikan perawatan diri, menarik diri dari pergaulan bahkan dengan anggota keluarganya sendiri, berbicara lambat dengan nada suara lemah, dan lebih banyak menunduk dan merenung sendiri dalam kesehariannya. Kejadian ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yaitu sepanjang kehidupannya. Tidak ada ritual budaya khusus yang harus dilakukan oleh lansia dalam jangka waktu lama terkait peristiwa kematian yang menyebabkan mereka tidak dapat menerima suatu peristiwa kematian sebagai sesuatu yang harus diterima dan diikhlaskan. Fenomena inilah yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian mengenai gambaran proses berduka akibat kematian orang yang dicintai yang dialami oleh lansia di Kabupaten Ngada. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan gerontik pada semester 5 , dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan duka cita dan dapat membuat asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan kehilangan dan berduka. 2. Tujuan Khusus a. Mampu memahami konsep teori dari berduka cita dan kehilangan b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka

2

c. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka d. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka e. Mampu melaksanakan tindakan sesuai perencanaan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definsi kehilangan dan berduka a. Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan (Riyadi dan Purwanto, 2009). Menurut : Iyus.Y( 2007 ) Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Berdasarkan

penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa

kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). b. Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara terusmenerus, marah, sedih dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak saat seseorang mengalami peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian orang yang dicintai. Keadaan seperti inilah yang menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011) disebut sebagai proses berduka, yang merupakan

suatu

diekspresikan

proses

secara

psikologis internal

dan

emosional

maupun

yang

eksternal

dapat setelah

kehilangan.Grieving / berduka adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian. Bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. ( Menurut : Iyus.Y,2007 ). 2. Sebab – sebab kehilangan Menurut : Aspiani,(2014) sebab-sebab kehilangan terbagi menjadi empat yaitu : a. Kehilangan fungsi, misalnya : fungsi seksual dan fungsi kontrol usus. b. Hilangnya gambaran diri atau citra diri. c. Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya. 4

d. Kehilangan barang yang berharga ( rumah, mobil, dan tabungan ). 3. Sifat – sifat kehilangan Menurut Rando.( 1984 ) dalam buku Aspiani : 2014. Sifat – sifat kehilangan dibagi menjadi dua : a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional

4. Tipe kehilangan Menurut Aspiani. ( 2014 ) tipe kehilangan dibagi menjadi tiga yaitu : a. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga. b. Perceived Loss ( Psikologis ) Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilanga masa remaja, lingkungan yang berharga. c. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.

Sering terjadi pada keluarga dengan klien

(anggota) menderita sakit terminal.

5. Kategori kehilangan Menurut Wahdania. ( 2010) kategori kehilangan dibagi menjadi lima yaitu : a. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. 5

Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. c. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua,

pasangan, anak-anak, saudara

sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. e. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. f. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal.

6. Reaksi Berduka Menurut Hidayat .(2009), rekasi berduka menjadi lima yaitu : a. Fase pengingkaran ( denial ) Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat. b. Fase marah ( anger ) Perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah dan perilaku agresif. c. Fase tawar-menawar ( bargaining )

6

Individu mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangan, ia akan mengekspresikan rasa bersalah takut dan berdosa. d. Fase depresi Individu menunjukkan sifat menarik diri, tidak mau bicara, putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan dorongan libido menurun. e. Fase menerima ( acceptance ) Fase ini berkaitan dengan reorganisme perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada kehilangan obyek mulai berkurang. 7. Gejala – gejala umum Menurut Iyus.Y (2007), gejala-gejala umum kehilangan dibagi menjadi tiga yaitu : a. Tahap 1 Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang tidak merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini. b. Tahap 2 Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut kemungkinan klie lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya terhadap seseorang. c. Tahap 3 Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari dengan cara : merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut secara realistis.

8. Penatalaksanaan Menurut Aspiani.(2014) Penatalaksanaan dibagi menjadi : a. Tahap 1 1) Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15 – 20 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien lanjut usia. 2) Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.

7

3) Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah melakukan sesuatu yang baik. 4) Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik. b. Tahap 2 1) Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia. 2) Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri. c. Tahap 3 1) Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa kehilangan tersebut. 2) Berikan motivasi untuk merncanakan masa depannya. 3) Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan dengan melakukan sesuatu yang membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang ada. 4) Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien. 5) Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dpat mencari jawabanya berkat bantuan perawat.

9. Rencana selanjutnya Menurut Aspiani.(2014) rencana selanjutnya adalah : a. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan yang baik dari keluarga maupun teman-temannya. b. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan mengerti setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.

B. Tinjauan Kasus Teoritis 1.Pengkajian Menurut Aspiani.(2014) pengkajian dalam kehilangan dan berduka adalah sebagai berikut : a. Identitas pasien

8

Identitas klien biasanya dikaji pada klien dengan proses berduka adalah usia karena banyak klien lansia yang mengalami proses kehilangan. b. Keluhan utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah psikososial : berduka / kehilangan adalah klien mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena proses kehilangan. c. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat dilakukan pengkajian.

d. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan yang lalu seperti adanya riwayat maslah psikososial sebelumnya dan bagaimana penanganannya. e. Riwayat kesehatan keluarga Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan psikologi seperti yang dialami oleh klien, atau adanya penyakit genetic yang mempengaruhi psikososial. f. Pemeriksaan fisik 1) Keadaaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami psikososial : Berduka biasanya lemah. 2) Kesadaran Kesadaran biasanya composmentis. 3) Tanda – tanda Vital a) Suhu dalam batas normal ( 37C). b) Nadi meningkat atau normal ( 70-80 x / menit ). c) Tekanan darah kadang meningkat atau menurun. d) Pernafasanya biasanya mengalami normal atau meningkat. 4) Pemeriksaan Review of Sistem (ROS) a) Sistem pernafasan : ( B1 : Breathing ) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas dan atau maih dalam batas normal. b) Sistem sirkulasi : ( B2 : Bleeding )

9

Dapat ditemukan adanya perubahan frekuensi nadi ( meningkat ) atau masih dalam batas normal. c) Sistem persarafan : ( B3 : Brain ) Klien

apatis,

agitasi,

gangguan

konsentrasi,

kurang

perhatian, gangguan persepsi sensori, insomnia. d) System perkemihan : ( B4 : Bleder ) Klien tidak mengalami gangguan dalam berkemih. e) System pencernaan : ( B5 : Bowel ) Klien dapat makan berlebihan atau kurang, konstipasi, perubahan berat badan.

f) System muskoloskletal : ( B6 : Bone ) Klien mengeluh adanya kelemahan otot.

g. Pola fungsi kesehatan Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya masalah psikososial depresi : 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam memelihara dan menangani masalah kesehatannya. 2) Pola nutrisi Klien dapat mengalami makan berlebih / kurang, kadang tidak nafsu makan. 3) Pola eliminasi Klien tidak mengalami gangguan dalam berkemih, klien kadang mengalami konstipasi. 4) Pola istirahat dan tidur Klien mengalami insomnia. 5) Pola aktivitas dan istirahat Klien kadang mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas seharihari karena penurunan minat. Pengkajian kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat menggunakan indeks KATZ. 6) Pola hubungan dan peran 10

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klienterhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian APGAR Keluarga ( Tabel APGAR keluarga ). 7) Pola sensori dan kognitif Klien kadang mengalami ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, untuk mengetahui status mental klien dapat dilakukan pengkajian menggunakan table short portable mental status quesionare ( SPMSQ ). 8) Pola persepsi dan konsep diri Klien mengalami gangguan konsep diri, perasaan murung, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesedihan, harga diri rendah. Untuk mengkaji tingkat depresi klien dapat menggunakan tabeel inventaris depresi beck ( IDB ) atau geriatric depression scale ( GDS ). 9) Pola seksual dan reproduksi Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. 10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping Klien kadang menggunakan mekanisme koping yang tidak aktif dalam menangani stress yang dialaminya. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

2. Diagnosa keperawatan Menurut Aspiani.(2014) diagnosa keperawatan terdapat empat diagnosa yaitu : a. Berduka antisipasi berhubungan dengan proses kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya kehilangan, sedih, rasa bersalah, perubahan pola komunikasi, marah. Klien mengungkapkan penolakan terhadap kehilangan berarti, perubahan pola makan, tidur, mimpi, tingkat aktivitas,libido, klien mengatakan kesulitan mengambil peran yang berbeda atau peran baru. b. Berduka disfungsional berhubungan dengan proses kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya distress kehilangan. Klien menolak terhadap kehilangan, klien merasa bersalah, marah, sedih, menangis, 11

kesulitan mengekspresikan kehilangan, terdapat perubahanpola makan, aktivitas, libido,konsentrasi dan tugas. c. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan gambaran diri, proses kehilangan, perubahan peran sosial, kurangnya pengakuan/ penghargaan ditandai dengan klien menunjukkan perilaku tidak asertif, klien menganggap diri tidak berdaya, tidak berguna. d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan depresi, kesepian, berduka, terlambat tidur, kehilangan teman tidur, takut berpisah dengan orang terdekat, penuaan ditandai dengan klien mengatakan terbangun dalam waktu yang lama, insomnia yang lama, permulaan tidur >30 menit,klien mengeluh kesulitan untuk memulai tidur, mengeluh istirahat tidak merasa puas, tidur tidak puas, menurunnya kemampuan fungsi.

12

4. Rencana Tindakan Keperawatan ( INTERVENSI NIC – NOC ) Tabel 2.1 Intervensi menurut Nanda NIC-NOC NO

DX KEPERAWATAN

NOC/ TUJUAN

RENCANA KEPERAWATAN

1.

Berduka antisipasi berhubungan dengan proses kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya kehilangan, sedih, rasa bersalah, perubahan pola komunikasi, marah. Klien mengungkapkan penolakan terhadap kehilangan berarti, perubahan pola makan, tidur, mimpi, tingkat aktivitas,libido, klien mengatakan kesulitan mengambil peran yang berbeda atau peran baru.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pendengar aktif (active listening) : … X 24 jam klien menunjukkan kemampuan  Tentukan maksud dari interaksi. mengatasi duka cita dengan criteria :  Perlihatkan ketertarikan dengan klien.  Klien menggunakan koping yang efektif.  Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk  Klien mencari informasi tentang penyakit dan mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan pengobatannya. perhatian.  Klien menggunakan dukungan sosial yang  Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi tersedia. komunikasi (misalnya : cara berdiri untuk  Klien mencari bantuan professional sesuai menyampaikan pesan). kebutuhan.  Dengarkan klien dengan penuh perhatian.  Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan  Anjurkan klien untuk berkomunikasi secara penurunan perasaan negative. perlahan dan mengulangi permintaan.  Klien mengungkapkan pikiran, perasaan dan  Klarifikasi pesan pikiran menggunakan pertanyaan kepercayaan spiritual tentang kehilangan. dan umpan balik.  Klien mengatakan secara verbal ketakutan/  Hindari hambatan untuk mendengar aktif (seperti : kekhawatiran. meminimalkan perasaan, solusi yang mudah, interupsi,berbicara tentang diri sendiri).  Klien tidak larut dalam kesedihan.  Klien mengungkapkan perasaan tentang  Sering berikan pujian positif pada klien yang produktivitas, kebergunaan dan optimisme. berusaha memberikan informasi.  Dengarkan klien untuk mendorong ekspresi perasaan,pikiran dan perhatian. Bantu control marah (Anger Control Assistance) :  Bina hubungan saling percaya dengan klien.  Gunakan ketenangan dalam pendekatan pada klien.  Batasi akses situasi yang menyebabkan frustasi agar klien dapat mengekspresikan kemarahan secara 13

    

         14

adaptif. Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan. Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain. Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik. Berikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah klien kehilangan control. Gunakan control eksternal (misalnya : restrain fisik atau manual dan pengasingan) sesuai kebutuhan untuk menenangkan klien yang mengekspresikan kemarahan dengan cara maladaftif. Berikan feedback terhadap perilaku klien untuk membantu klien mengidentifikasi kemarahan. Dorong klien untuk mendiskusikan pengalaman kehilangan sbelumnya. Dorong klien untuk mengungkapkan tentang kehilangan yang dulu dan sekarang. Gunakan kalimat yang penuh empati pada klien yang berduka. Dorong klien untuk mengidentifikasi tentang ketakutannya. Ajarkan tentang proses dari berduka sesuai kebutuhan Dukung kemajuan tahapan proses berduka klien. Libatkan orang terdekat dalam mendiskusikan dan pengambilan keputusan sesuai kebutuhan. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi strategi

   

2.

koping individu. Dorong klien untuk mengimplementasikan budaya, agama dan sosial dihubungan dengan kehilangan. Komunikasikan penerimaan klien tentang proses kehilangan. Identifikasikan sumber dukungan sosial. Bantu klien ,megidentifikasi modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan.

Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) :  Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system.  Identifikasi tingkat dukungan keluarga.  Identifikasi tingkat dukungan keluarga.  Identifikasi tingkat dukungan financial keluarga.  Tentukan support system yang digunakan klien saat ini.  Pantau situasi keluarga saat ini.  Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas.  Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama.  Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien.  Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan.  Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan. Berduka disfungsional Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pendengar aktif (active listening) : berhubungan dengan proses … X 24 jam klien menunjukkan kemampuan  Tentukan maksud dari interaksi. 15

kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya distress kehilangan. Klien menolak terhadap kehilangan, klien merasa bersalah, marah, sedih, menangis, kesulitan mengekspresikan kehilangan, terdapat perubahan pola makan, aktivitas, libido,konsentrasi dan tugas.

mengatasi duka cita disfungsional dengan criteria :  Klien malaporkan dukungan sosial yang adekuat.  Klien melaporkan duka cita secara verbal  Klien menyatakan arti dari kehilangan secara verbal.  Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan penurunan perasaan negative.  Klien mengatakan secara verbal ketakutan/ kekhawatiran.  Klien tidak larut dalam kesedihan.  Klien mengungkapkan perasaan tentang produktivitas, kebergunaan dan optimisme.

16

 Perlihatkan ketertarikan dengan klien.  Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan perhatian.  Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi komunikasi (misalnya : cara berdiri untuk menyampaikan pesan).  Dengarkan klien dengan penuh perhatian.  Anjurkan klien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan.  Klarifikasi pesan pikiran menggunakan pertanyaan dan umpan balik.  Hindari hambatan untuk mendengar aktif (seperti : meminimalkan perasaan, solusi yang mudah, interupsi,berbicara tentang diri sendiri).  Sering berikan pujian positif pada klien yang berusaha memberikan informasi.  Dengarkan klien untuk mendorong ekspresi perasaan,pikiran dan perhatian. Bantu control marah (Anger Control Assistance) :  Bina hubungan saling percaya dengan klien.  Gunakan ketenangan dalam pendekatan pada klien.  Tentukan perilaku pengharapan yang sesuai untuk mengekspresikan kemarahan, berikan klien tingkatan fungsi fisik dan kognitif.  Batasi akses situasi yang menyebabkan frustasi agar klien dapat mengeskpresikan kemarahan.  Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan.  Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap

  

          

17

diri sendiri dan orang lain. Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik. Berikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah klien kehilangan control. Gunakan control eksternal (misalnya : restrain fisik atau manual dan pengasingan) sesuai kebutuhan untuk menenangkan klien yang mengekspresikan kemarahan dengan cara maladaftif. Berikan feedback terhadap perilaku klien untuk membantu klien mengidentifikasi kemarahan. Dorong klien untuk mendiskusikan pengalaman kehilangan sbelumnya. Dorong klien untuk mengungkapkan tentang kehilangan yang dulu dan sekarang. Gunakan kalimat yang penuh empati pada klien yang berduka. Dorong klien untuk mengidentifikasi tentang ketakutannya. Ajarkan tentang proses dari berduka sesuai kebutuhan Dukung kemajuan tahapan proses berduka klien. Libatkan orang terdekat dalam mendiskusikan dan pengambilan keputusan sesuai kebutuhan. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi strategi koping individu. Dorong klien untuk mengimplementasikan budaya, agama dan sosial dihubungan dengan kehilangan. Komunikasikan penerimaan klien tentang proses kehilangan.

 Identifikasikan sumber dukungan sosial.  Bantu klien ,megidentifikasi modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan. Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) :  Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system.  Tentukan keadekuatan jaringan sosial klien.  Identifikasi tingkat dukungan keluarga.  Identifikasi tingkat dukungan keluarga.  Identifikasi tingkat dukungan financial keluarga.  Tentukan support system yang digunakan klien saat ini.  Pantau situasi keluarga saat ini.  Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas.  Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama.  Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien.  Rujuk keprogram komunitas dasar : promosi, preventif, pengobatan dan rehabilitative sesuai kebutuhan.  Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan.  Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan.

18

1) 3.

2) 3) 4) Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Harga Diri berhubungan dengan proses selama…x 24 jam diharapkan klien: Self Esteem Enhancement) kehilangan, perubahan peran 1. Menunjukan harga diri yang adekuat  Dorong klien untuk mengidentifikasi social, ditandai klien dengan kriteria : kekuatannya menunjuukan prilaku tidak  Klien mengucapkan penerimaan  Dorong klien untuk mempertahankan kontak asertif, klien menganggap diri diri secara verbal mata saat berkomunikasi dengan orang lain tidak berdaya, tidak berguna.  Klien menunjukan komunikasi  Berikan pengalaman yang dapat meningkatkan terbuka otonomi klien  Klien menunjukan pemenuhan  Bantu klien untuk mengidentifikasi respon peran yang penting positif dari orang lain  Klien mau menerima kritikan dari  Jangan memberikan kritikan negative orang lain  Jangan menyindir klien  Klien mau melakukan kontak  Berikan kepercayaan pada kemampuan klien dengan orang lain mengendalikan situasi  Klien memahami kekuatan diri  Bantu klien untuk membuat tujuan yang  Klien berpartisipasi dalam reatistis yang dapat meningkatkan harga diri pembuatan keputusan tentang  Bantu kien untuk menerima pertahanan diri perencanaan perawatan dari orang lain  Klien melakukan prilaku yang  Bantu klien untuk mengeluarkan persepsi dapat meningkatkan rasa percaya negatif terhadap dirinya sendiri diri  Dorong klien untuk meningkatkan kemampuan diri sesuai kebutuhan  Eksplorasi alasan menkritik diri sendiri  Dorong klien untuk evaluasi prilakunya  Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang dapat meningkatkan harga diri klien  Bantu klien untuk mengidentifikasi pengaruh penting dari budaya, agama, ras, gende, dan 19

  

2. Klien menunjukan kemmpuan membuat keputusan dengan kriteria :  Klien mampu mengidentifikasi alternative dan kemungkinan konsekuensi yang mungkin timbul  Klien mengidentifikasi sumbersumber yang di perlukan untuk mendukung setiap alternatif  Klien dapat memilih setiap alternatif

20

usia terhadap harga diri Pantau frekuensi ungkapan diri negatif klien Pantau tingkat harga diri klien setiap waktu sesuai kebutuhan Buatlah pertanyaan yang positif tentang klien

Bantu Kontrol Marah Anger Control Assistance)  Bina hubungan saling percaya dengan klien  Gunakan ketenangan dalam pendekatan pada klien  Tentukan prilaku pengharapan yang sesuai untuk mengekspresikan kemarahan, berikan klien tingkatan fungsi fisik dan kognitif  Cegaah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain  Baatasi akses situasi yang menyebabkan frustasi agar klien dapat mengekspresikan kemarahan secara adaptif  Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama priode peningkatan ketegangan  Beri jalan keluar untuk mengekspresikan kemarahan dan ketegangan fisik  Beri klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah kehilangan control  Gunakan control eksternal misalnya restrain fisik atau manual dan pengasingan sesuai kebutuhan untuk menenangkan klien yang mengekspresikan kemarahan dengan cara

4.

Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama berhubungan dengan depresi, …x24 jam diharapkan klien menunjukkan tidur kesepian, berduka, terlambat yang addekuat dengan kriteria : tidur, kehilangan teman tidur  Klien menunjukkan jam tidur tidak takut berpisah dengan orag terganggu. terdekat, penuaan ditandai  Klien melaporkan tidak ada masalah dengan klien mengatakan dengan pola, kualitas dan rutinitas tidur terbangun dalam waktu yang atau istirahat. lama, insomnia yang lama,  Klien menunjukkan perasaan segar permulaan tidur >30 menit, setelah tidur atau istirahat. klien mengeluh kesulitan  Klien melaporkan terjaga dengan waktu untuk memulai tidur, yang sesuai . mengeluh istirahat tidak  Klien dapat mengidentifikasi tindakan merasa puas, menurunnya yang dapat meningkatkan tidur / istirahat. kemampuan fungsi.  Klien menunjukkan kenyamanan fisik dan psikologis.

21

maladaptive  Berikan feedback terhadap prilaku klien untuk membantu klien mengidenrifikasi kearahan  Membantu klien untuk mengidentifikasi kemarahan  Identifikasi fungsi marah, frustasi dan kemarahan hebat pada klien  Anjurkan klien untuk menggunakan tindakan ketenangan  Bantu klen dalam mengembangkan metode mengekspresikan kemarahan yang sesuai misalnya kalimat yang asertif dan berperasaan  Berikan contoh bagaimanna mengekspresikan kemarahan yang sesuai Peningkatan tidur ( sleep enhancement ) :  Tentukan aktivitas dan pola tidur klien.  Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, stress psikososial .  Tentukan efek dari pengobatan terhadap pola tidur klien.  Pantau dan catat pola tidur dan jumlah jam tidur kien.  Pantau pola tidur dan catat adanya gangguan fisik ( seperti : ketakutan atau kecemasan ) yang dapat mengganggu tidur.  Ajarkan klien untuk memonitor pola tidurnya.  Pantau pengaruh kelelahan akibat aktivitas selama bangun untuk mencegah kelelahan.  Atur lingkungan yang dapat meningkatkan tidur ( seperti : pencahayaan, suhu, matras dan

          

 22

temapat tidur ). Dorong klien untuk mempertahankan waktu tidur rutin dan fasilitasi peralihan dari bangun ke tidur. Fasilitasi klien dalam mengatur rutinitas waktu tidur sesuai kebutuhan. Bantu klien untuk menghilangkan situasi stress yang dapat menggangu jadwal tidur. Anjurkan klien unuk menghindari makan diantara waktu tidur. Bantu klien untuk mengurangi waktu tidur disiang hari dengan meningkatkan aktivitas sesuai kebutuhan. Anjurkan klien untuk menghindari makan diantara waktu tidur. Bantu klien untuk mengurangi waktu tidur disiang hari dengan meningkatkan aktivitas sesuai kebutuhan. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik non farmakologi : relaksasi otot untuk mengatasi gangguan tidur. Tingkatkan kenyamanan klien dengan massage, mengatur posisi dan sentuhan. Anjurkan klien untuk meningkatkan jam tidur sesuai kebutuhan. Ajarkan klien / orang terdekat tentang factorfaktor yang berkontribusi dalam gangguan pola tidur seperti : perubahan fisik, psikologi, gaya hidup, shift kerja dan bekerja dalam waktu yang lama dan factor yang lingkungan. Identifikasi obat tidur apa saja yang digunakan

klien.  Atur stimulus lingkungan untuk mempertahankan siklus tidur siang dan malam klien yang normal.  Diskusikan klien dan keluarga tentang teknik peningkatan tidur.  Berikan informasi melalui pamphlet tentang teknik untuk meningkatkan tidur. Manajamen lingkungan (environmental management ) :  Ciptakan lingkunngan yang aman bagi klien.  Identifikasi keamanan yang dibutuhkan klien, tingkat fungsi fisik dan kognitif klien dan riwayat perilaku.  Pindahkan lingkungan yang berbahaya.  Hindari objek yang dapat membahayakan lingkungan.  Amankan klien dengan pengaman samping sesuai kebutuhan.  Siapkan tempat tidur yang sesuai kebutuhan.  Tempatkan perlengkapan ruangan yang dapat mengakomodasi ketidakmampuan klien atau keluarga.  Berikan ruangan tersendiri sesuai indikasi.  Ciptakan lingkungan yang bersih dan tempat tidur yang nyaman. Manajemen pengobatan ( medication management )  Tentukan obat apa yang dibutuhkan klien.  Tentukan kemampuan klien dalam mengobati dirinya sendiri. 23

    Sumber : Nurarif, A,H ; Kusuma, H (2013),Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC

24

Pantau efektifitas pemberian obat-obatan. Ajarkan klien / anggota keluarga tentang metode pengolahan obat-obatan sesuai kebutuhan. Berikan informasi pada klien / anggota keluarga tentang perubahan pengobatan dirinya secara tertulis atau dengan penjelasan. Anjurkan klien untuk memperhatikan pengobatan.

25

5. Implementasi a. Diagnosa keperawatan : berduka antisipasi 1) Pendengar aktif (active listening) : a) Tentukan maksud dari interaksi. b) Perlihatkan ketertarikan dengan klien. c) Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan perhatian. 2) Bantu control marah (Anger Control Assistance) : a) Mendorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan. b) Mencegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain. c) Memberikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik. d) Memberikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah klien kehilangan control. 3) Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) : a) Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system. b) Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas. c) Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama. d) Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien. e) Melibatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan. f) Menjelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan. b. Diagnosa keperawatan : berduka disfungsional 1) Pendengar aktif (active listening) : a) Tentukan maksud dari interaksi. b) Perlihatkan ketertarikan dengan klien. 26

c) Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan perhatian. 2) Bantu control marah (Anger Control Assistance) : a) Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan. b) Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain. c) Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik. d) Berikan

klien

ketenangan

hati

selama

petugas

kesehatan

memberikan intervensi untuk mencegah klien kehilangan control. 3) Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) : a) Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system. b) Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas. c) Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama. d) Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien. e) Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan. f) Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan. c. Diagnosa Keperawatan : Harga diri rendah situasional 1) Peningkatan Harga Diri a) Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatannya b) Dorong

klien

untuk

mempertahankan

kontak

mata

saat

berkomunikasi dengan orang lain c) Bantu klien untuk mengeluarkan persepsi negatif terhadap dirinya sendiri d) Dorong klien untuk meningkatkan kemampuan diri sesuai kebutuhan e) Pantau tingkat harga diri klien setiap waktu sesuai kebutuhan f) Buatlah pertanyaan yang positif tentang klien 27

2) Bantu control marah (Anger Control Assistance) : a) Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan. b) Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain. c) Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik. d) Berikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah klien kehilangan control. d. Diagnosa Keperawatan : gangguan pola tidur 1) Peningkatan tidur a) Tentukan aktivitas dan pola tidur klien. b) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, stress psikososial. c) Pantau dan catat pola tidur dan jumlah jam tidur kien. d) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik non farmakologi : relaksasi otot untuk mengatasi gangguan tidur. e) Tingkatkan kenyamanan klien dengan massage, mengatur posisi dan sentuhan. f) Anjurkan klien untuk meningkatkan jam tidur sesuai kebutuhan. g) Ajarkan klien / orang terdekat tentang factor-faktor yang berkontribusi dalam gangguan pola tidur seperti : perubahan fisik, psikologi, gaya hidup, shift kerja dan bekerja dalam waktu yang lama dan factor yang lingkungan. h) Berikan informasi melalui pamphlet tentang teknik untuk meningkatkan tidur. 2) Manajamen lingkungan (environmental management ) : a) Ciptakan lingkunngan yang aman bagi klien. b) Siapkan tempat tidur yang sesuai kebutuhan. c) Tempatkan perlengkapan ruangan yang dapat mengakomodasi ketidakmampuan klien atau keluarga. d) Berikan ruangan tersendiri sesuai indikasi. e) Ciptakan lingkungan yang bersih dan tempat tidur yang nyaman. 3) Manajemen pengobatan ( medication management ) a) Tentukan obat apa yang dibutuhkan klien. b) Tentukan kemampuan klien dalam mengobati dirinya sendiri. c) Ajarkan klien / anggota keluarga tentang metode pengolahan obatobatan sesuai kebutuhan. d) Berikan informasi pada klien / anggota keluarga tentang perubahan pengobatan dirinya secara tertulis atau dengan penjelasan. e) Anjurkan klien untuk memperhatikan pengobatan. 28

6. Evaluasi Keperawatan (Aspiani,2014) e. Diagnosa keperawatan : Berduka antisipasi 1) Klien menggunakan koping yang efektif. 2) Klien mencari informasi tentang penyakit dan pengobatannya. 3) Klien menggunakn dukungan social yang tersedia. 4) Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan penurunan perasaan negatif. 5) Klien mengungkapkan pikiran, perasaan dan kepercayaan spiritual tentang kehilangan. 6) Klien mengatakan secara verbal ketakutan / kekhawatiran. 7) Klien tidak larut dalam kesedihan. f. Diagnosa keperawatan : Berduka disfungsional 1) Klien melaporkan dukungan social yang adekuat. 2) Klien melaporkan duka cita secara verbal. 3) Klien menyatakan arti dari kehilangan secara verbal. 4) Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan penurunan perasaan negative. 5) Klien mengungkapkan perasaan tentang kehilangan. g. Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah situasional 1) Klien mengungkapkan penerimaan diri secara verbal. 2) Klien menunjukkan komunikasi terbuka. 3) Klien mau menerima kritikan dari orang lain. 4) Klien mau melakukan kontak dengan orang lain. 5) Klien memahami kekuatan diri 6) Klien melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri. h. Diagnosa keperawatan : Gangguan pola tidur 1) Klien menunjukkan jam tidur tidak terganggu. 2) Klien melaporkan tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas, tidur atau istirahat. 3) Klien tampak segar setelah tidur atau istirahat. 4) Klien tampak nyaman.

29

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada). Kehilangan bisa meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat, aspek diri, dan kehilangan hidup. Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan respon kehilangan (kematian anak). Pengkajian yang dapatdilakukan yaitu dengan mengidentifikasi faktor predisposisi dan fektor presipitasi. Dimana factor predisposisi meliputi : 1. Genetik

Genetik adalah Faktor keturunan atau yang diturunkan oleh orang tua 2. Kesehatan Jasmani 3. Kesehatan Mental 4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu 5. Struktur Kepribadian B. Saran Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respon kehilangan dan berduka (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut: 1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu. 2. Dalam perumusan diagnosa keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah. 3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun yang tidak.

30

DAFTAR PUSTAKA



Aspiani.Y.R.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2.Jakarta:TIM



Budi, Anna Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC



Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : Bandung



Keliat, B.A., Novy H.C.D., & Pipin, F. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC



NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC



Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.



Puri, B.K., P.J. Laking, & I.H. Treasaden. (2011). Buku Ajar Psikiatri.Edisi 2. Diterjemahkan oleh: W. M. Roan dan Huriawati Hartanto. Jakarta; EGC



Riyadi, S & Teguh, P. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta; GRAHA ILMU



Rotter, J.C. (2009). Family Grief and Mourning. The Family Journal Vol.8 (no 3), 275.,



Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.



Wahdaniah.2010. Konsep Kehilangan.Jakarta : TIM

31

Related Documents


More Documents from "neni budi "