Askep Persalinan Induksi.docx

  • Uploaded by: Joko Purwanto
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Persalinan Induksi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 15,205
  • Pages: 52
Loading documents preview...
A. LATAR BELAKANG Setiap ibu hamil tentu menginginkan ketika saatnya persalinan nanti tiba semuanya berjalan lancar dan normal. Kemudian bayi yang dikandung selama sembilan bulan dapat terlahir dengan selamat dan sempurna. Namun,ada kalanya persalinan normal yang diharapkan terjadi karena salah satunya dibantu oleh tindakan induksi.Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. Dan dimakalah ini akan dijelaskan tentang seluk beluk persalinan induksi. B.RUANG LINGKUP Ruang lingkup makalah ini mencakup tentang : 1.Konsep Dasar Teori meliputi: a.Pengertian persalinan induksi b.Etiologi persalinan induksi c.Patofisiologi persalinan induksi d.Indikasi persalinan induksi e.Kontra indikasi persalinan induksi f.Risiko persalinan induksi g.Faktor yang mempengaruhi persalinan induksi h.Klasifikasi persalinan induksi i.Manifestasi klinis persalinan induksi j.Komplikasi persalinan induksi k.Pemeriksaan penunjang persalinan induksi 2.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan meliputi: a.Pengkajian b.Diagnosa keperawatan c.Intervensi keperawatan d.Evaluasi C.TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang persalinan induksi dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien yang diindikasikan melakukan persalinan induksi.

BAB II KONSEP DASAR TEORIA. A.PENGERTIAN Induksi Persalinan adalah dimulainya kontraksi persalinan sebelum awitan spontannya untuk tujuan mempercepat kelahiran. Induksi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan medis dan kebidanan, termasuk hipertensi akibat kehamilan, diabetes melitus dan masalah medis maternal lain, kehamilan pasca partum, bahaya janin yang dicurigai(misalnya : pertumbuhan janin terhambat), faktor-faktor logistik, jarak dari rumah sakit, dan kematian janin). Dalam kondisi-kondisi tersebut, kelahiran anak tidak terlalu berisiko untuk bayi baru lahir atau janin daripada jika kehamilan dilanjutkan (Dunn, 1990).Baik metode kimia maupun mekanis digunakan untuk menginduksi persalinan. Oksitosin intravena dan amniotomi ialah me tode yang paling umum digunakan di Amerika Serikat. Metode lain yang jarang digunakan antara lain stimulasi puting susu, minum castor oil, enema dengan air sabun,stripping membran dan akupuntur (Tal, dkk., 1988: ACOG, 1991).Angka keberhasilan lebih tinggi bila serviks dapat diinduksi. Sistem penilaian seperti Nilai Bishop, dapat digunakan untuk mengevaluasikemampuan untuk diinduksi. Misalnya, nilai sembilan atau lebih pada skala nilai 13 menandakan serviks lunak, anterior mendatar 50% dan berdilatasi 2cm atau lebih; bagian presentasi telah masuk. Induksi persalinan akan lebihberhasi jika nilai Bishop adalah lima atau lebih untuk multipara dan sembilan atau lebih untuk nulipara. B.ETIOLOGI Induksi persalinan dilakukan disebabkan Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan(kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 /O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan: a.Pertumbuhan janin makin melambat b.Terjadi perubahan metabolisme janin c.Air ketuban berkurang dan makin kental d.Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan

well health mother dapat tercapai. Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes. Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi: a.Aborsi spontan (berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan). b.Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Pre eklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kirakira 85% pre eklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran. Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis. c.Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius. Infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis. Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin. Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur. d.Mempunyai riwayat hipertensi. Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-inducedhy pertensio (PIH).

Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil. Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya. Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pasca partum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi Kronis. C.PATOFISIOLOGI Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. D.INDIKASI 1.Indikasi Janin a.Kehamilan Lewat Waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksio sesaria pada kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan : -Pertumbuhan janin makin melambat -Terjadi perubahan metabolisme janin -Air ketuban berkurang dan makin kental -Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum.

b.Ketuban Pecah Dini Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intra uterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukan induksi. c.Janin Mati d.Restriksi Pertumbuhan Intra uteri Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin. e.Isoimunisasi Dan Penyakit Kongenital Janin Yang Mayor Kelainan kongenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya :anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis. 2.Indikasi Ibu Berdasarkan penyakit yang diderita : a.Kehamilan dengan hipertensi b.Kehamilan dengan diabetes mellitus c.Penyakit jantung d.Penyakit ginjal e.Keganasan mammae dan portio Komplikasi Kehamilan : a.Pre-eklamsia b.Eklamsia Berdasarkan Kondisi Fisik : a.Kesempitan panggul b.Kelainan bentuk panggul c.Kelainan bentuk tulang belakang 3.Indikasi Kontra a.Malposisi dan malpresentasi janin b.Insufisiensi plasenta c.Disproposi sefalopevik d.Cacat rahim, misalnya pernah mengalami sectio caesaria, enukleasimiom. e.Grade multipara. f.Gemelli g.Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidroamnion. h.Plasenta previa

4.Indikasi Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Penanganan Indikasi Darurat: a.Hipertensi gestasional yang berat b.Diduga komplikasi janin yang akut c.PJT (IUGR) yang berat d.Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan e.APH yang bermakna dan Korioamnionitis Indikasi Segera (Urgent) a.KPD saat aterm atau dekat aterm b.PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut c.DM yang tidak terkontrol d.Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm Indikasi Tidak Segera ( Non Urgent ) a.Kehamilan „post-term‟ b.DM terkontrol baik c.Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya d.Kematian janin e.Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit) Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini, yaitu: 1.Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar danmenipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviksmengarah ke depan. 2.Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD). 3.Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan. 4.Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul. Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Skor Pelvik menurut Bishop 0 1-2 3-4 5 0-30% 40-50% 60-70% 80% -3 -2 -1.0 +1 +2 keras sedang Lunak Posisi serviks Ke belakang Searah sumbu jalan lahir Ke arah depan

E.KONTRA INDIKASI Maksud kontra indikasi pada induksi persalinan per vagina yaitu,apabila tindakan induksi yang dilakukan lebih merugikan dibandingkan tindakan seksio langsung. Konta indikasi tersebut adalah: 1.Terdapat Distosia Persalinan -Panggul sempit atau disprorosi sefalopelvik -Kelainan posisi kepala janin -Terdapat kelainan letak janin dalam rahim -Kesempitan panggul absolut (CD<5,5 cm) -Perkiraan bahwa berat janin > 4000 gr. 2.Terdapat Kedudukan Ganda -Tangan bersama kepala -Kaki bersama kepala -Tali pusat menumbung terkemuka 3.Terdapat„Overdistensi‟ Rahim -Kehamilan ganda -Kehamilan dengan hidramnion 4.Terdapat Anamnesa Pendarahan Antepartum 5.Terdapat Bekas Operasi Pada Otot Rahim -Bekas seksio sesarea -Bekas oprasi mioma uteri 6.Pada Grandmultipara Atau Kehamilan > 5 Kali. 7.Terdapat Tanda-Tanda Atau Gejala Intrauterine Fetal Distress. F.FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI INDUKSI PERSALINAN Keberhasilan induksi persalinan per vagina ditentukan oleh berapa faktor: 1.Kedudukan Bagian Terendah. Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin kemungkinan keberhasilan induksi akan semakin besar, oleh karna dapat menekan pleksus frankenhauser. 2.Penempatan (Presentasi) Pada letak kepala lebih berhasil dibandingkan dengan kedudukan bokong,kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong. 3.Kondisi Serviks - Serviks yang kaku, menjurus kebelakang sulit berhasil dengan induksipersalinan

-Serviks lunak, lurus atau kedepan lebih berhasil dalam induksi. 4.Paritas Dibandingkan dengan primi dravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil karena sudah terdapat pembukaan. 5.Umur Penderita Dan Umur Anak Terkecil -Ibu dengan umur yang relatif tua (diatas 30-35 tahun) dan umur anak terakhir yang lebih dari 5 tahun kurang berhasil -Kekuatan serviks menghalangi pembukaan sehingga lebih banyak dikerjakan tindakan oprasi. 6.Umur KehamilanPada kehamilan yang semakin aterm induksi persalinan per vagina akan semakin berhasil. G.RISIKO MELAKUKAN INDUKSI Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah: 1.Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar. 2.Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan. 3.Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yangsebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal. 4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harusdiwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk kepembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi,dapat merenggut nyawa ibu seketika. H.KLASIFIKASI 1.Secara Medisa. a. Metode Steinsche Metode steinsche merupakan metode lama, tetapi masih perlu diketahui,yaitu: -Penderita diharapkan tenang pada malam harinya. -Pada pagi harinya diberikan enema dengan caster oil atau sabun panas. -Diberikan pil kinine sebesar 0,002 gr, setiap jam sampai mencapai dosis1,200 gr. -Satu jam setelah pemberian kinine pertama, di suntikan oksitosin 0,2unit/jam, sampai tercapai his yang adekuat

b.Oksitosin Oksitosin adalah obat yang merangsang kontraksi uterus, banyak obat memperlihatkan efek Oksitosin, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna dalam praktek kebidanan.(Sulistia -1995)Bersama dengan faktor-faktor lainnya, Oksitosin memainkan peranan penting dalam persalinan dan ejeksi ASIOksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan : 1)Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin 2)Kontraksi pembuluh darah umbilicus 3)Konstriksi sel-sel mioepitel (reflek ejeksi ASI) Oksitosin bekerja pada reseptor hormon anti diuretik (ADH) untuk menyebabkan : 1)Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah (khususnya diastolik) karena terjadinya fasodilatasi 2)Retensi air 3)Persalinan Indikasi Oksitosin adalah : 1) Induksi partus aterm 2) Mengontrol perdarahan pasca persalinan 3) Menginduksi abortus terapeutik sesudah trimester 1 kelahiran 4) Uji oksitosin 5) Menghilangkan pembengkakan mamae (Sulistia - 1995) Efek Samping Oksitosin Bila Oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akanbertambah sehingga dapat timbul efek samping berbahaya: efek sampingtersebut dapat di kelompokkan menjadi : 1) Stimulasi berlebih pada uterus 2) Kotraksi pembuluh darah tali pusat 3) Kerja anti diuretic 4) Kerja pada pembuluh darah (kontraksi dan dilatasi) 5) Mual 6) Reaksi hipersensitivitasi(Sulistia - 1995) Penggunaan Klinis Pada Induksi Partus Aterm (Suejordan - 2004) Dalam hal ini oksitosin merupakan obat terpilih 1) 10 unit oksitosin dilarutkan kedalam 1 liter dekstrosa 5% sehinggadiperoleh larutan dengan kekuatan 10 mili unit/ml. cara pemberiannyaadalah secara infuse. 2) Infuse dimulai dengan lambat yaitu 0,2 ml/menit sampai maksimal 2ml/menit 3) Jika tidak ada respon selama 15 menit tetesan dapat ditingkatkanperlahan 0,1-0,2 ml/menit sampai maksimal 2 ml/menit.

4) Posisi total yang di berikan / diperlukan untuk induksi parts berkisarantara 600-1200 miliunit dengan rata-rata 4000 miliunit 5) Selama pemberian berlangsung, keadaan uterus harus diawasi dengancermat kadang-kadang dapat terjadi kontraksi yang menetap dan akanmengganggu sirkulasi placenta , untuk mengatasi kontraksi tetaniuterus, infuse oksitosin segera di hentikan dan di berikan obat anastesiumum. 6) Apabila partus sudah mulai, infuse di hentikan atau dosis nya diturunkan sesuai dengan kebutuhan untuk memperhatikan proses persalinan yang adekuat bila digunakan pada kehamilan aterm.Oksitosin dapat menginduksi partus pada sebagian besar kasus. Jikaketuban di pecahkan, hasilnya mencapai 80-90 % PEG 2 dan PGF2 telah di coba sebagai oksitosik pada kehamilan aterm, ternyata respon penderita sangat berbeda secara individual dan lag periode sebelum timbulnya efek lebih lama dari pada oksitosin.. guna mencegah timbulnya efek toksin kumulatif maka penambahan kecepatan infuse harus dikerjakan dengan sangat hati-hati telah di kemukakan bahwa fefktifiatas PGE2 dan PGF2 sukar di bedakan dengan efektivitas oksitosin. Kadang-kadang dengan DGF2 terjdai hipertoni uterus.Oksitosin tidak boleh digunakan selama stadium I dan II bila persalinan dapat berlangsung meskipun lambat. Jika oksitosin diberikan kontraksi uterus akan bertambah kuat dan lama, ini dapat mengganggu keselamatan ibu dan anak. Pada stadium I terjadi pembukaan serviks, jika diberi oksitosin akan terjadi halhal berikut. 1) Bagian tubuh bayi akan terdorong keluar lewat serviks yang belum sempurna membuka, sehingga timbul bahaya laserasi serviks dengan trauma terhadap bayi 2) Dapat terjadi ruptura uteri 3) Konsistensi tetanik yang terjadi kuat akan menyebabkan asfiksia bayi. Kewaspadaan dan Kontra Indikasi 1) Memberikan oksitosin merupakan kontra indikasi jika uterus sudahberkontraksi dengan kuat bila terdapat obstruksi mekanisme yangmenghalangi kelahiran anak seperti placenta previa / disproporsisevalo pelvik jika keadaan serviks masih belum siap, pematang serviks, harus dilakukan sebelum pemberian oksitosin. 2) Meskipun sudah lazim digunakan di banyak klinik bersalin ataubagian obstetric rumah sakit, solusio placenta oksitosin dalam mengganggu keseimbangan cairan dan tekanan darah membuat obatini tidak tepat untuk digunakan ada ibu hamil dengan preeklamsia/penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yangberusia diatas 35 tahun.

3) Memberi infus oksitosin merupakan kontra indikasi pada ibu hamilyang menghadapi resiko karena melahirkan pervaginam, misalnya kasus dengan mal presentasi / solusio placenta atau dengan resikoruptur uteri yang tinggi pemberian infus oksitosin yang terus-menerus pada kasus dengan resistensi dengan inersia uterus merupakan kontra indikasi. 4) Uterus yang starvasi, kontra indikasi otot uterus merupakan glukosa maupun oksigen jika pasokan keduanya tidak terdapat pada otot yang berkontraksi tersebut dan keadaan ini mungkin terjadi karena starvasi /pasokan darah yang tidak memadai maka respon yang timbul terhadap pemberian oksitosin tidak akan adekuat sehingga pemberian oksitosin secara sedikit demi sedikit tidak akan efektif,situasi ini lebih cenderung di jumpai pada persalinan yang lama.(Suejordan- 2004). Komplikasi Komplikasi yang penting diperhatikan pada induksi persalinandengan oksitosin adalah ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil, yang disertai: - pecahnya vasa, previa dengan tanda pendarahan dan diikuti fetaldistress, darah merah segar. - Prolapsus bagian kecil janin teutama tali pusat. - Gejala terjadinya ruptura uteri imminen atau ruktura uteri. - Terjasinya fetal distress karena gagguan sirkulasi retroplasenta padatetani uteri atau solusio plasenta. Dengan demikian observasi pada induksi persalinan sangatlah penting, sehingga kemungkinan komplekasi dapat ditentukan melalui evaluasi: C – ortonen janin. H – his (his yang kuat menuju tetania uteri) P – penurunan bagian terendah (sehingga dapat merangsang pleksusFrankenhaouser). B – bandle (bandle yang meningkat sebagai tanda terjadinya ruptura uteri yang membakat).Dapat terjadi bahwa penderita jatuh dalam keadaan syok, timbul nyeri perut karena telah terjadu reptura uteri spontan. Prosedur Teknik infus oksitosin berencana 1) Semalam sebelum infus oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan nyenyak 2) Pagi harinya klien diberi pencahar 3) Infus oksitosin hendaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang baik. 4) Disiapkan cairan Dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin. 5) Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara intravena melalui saluran infus dengan jarum no. 20 G. 6) Jarum suntik intravena dipasang pada vena di bagian volar lengan bawah.

7) Tetesan permulaan dibuat agar kadar oksitosin mencapai jumlah2mU permenit. 8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai setiap 15 menit. Bila dalam waktu15 menit ini his tetap lemah, tetesan dapat dinaikkan. Umumnyatetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin30-40m UI per menit. Bila sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga timbul, maka berapapun kadar oksitosinyang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatankontraksi lagi. Sebaiknya infus oksitosin ini dihentikan. 9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda ruptura uterimembakat, maupun tanda-tanda gawat janin. 10) Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadartetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila kontraksi rahimyang sangat kuat , jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementaradihentikan. 11)Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinanselesai, yaitu sampai 1 jam sesudahnya lahirnya plasenta. 12)Evaluasi kemajuan pembukaan seviks dapat dilakukan denganperiksa dalam bila his telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberianinfus oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah berlangsung,maka infus oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segerasetelah kala II dimulai, maka tetesan infus oksitosin dipertahankandan ibu dipimpin mengejan atau dibimbing dengan persalinan buatansesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bilasepanjang pemberian infus oksitosin timbul penyulit pada ibumaupun janin, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dankehamilan segera dihentikan dan kehamilan segera diselesaikandengan sectio caesaria. c.Prostaglandin Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2dan PGF 2alpha. Untuk induksi persalinan prostaglandindapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rektar dan intra amnion.Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin cukup kontraksi rahim belum juga timbul, maka berapapun kadar oksitosinyang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatankontraksi lagi. Sebaiknya infus oksitosin ini dihentikan. d.Cairan Hipertonik Intrauterin - Pemberian cairan hipertonik intra amnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20%, urea danlain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.

- Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah. 2.Secara Manipulatif a. Amniotomi 1) Amniotomi artifasialis dilakukan denga cara memecahkan ketuban baik dibagian bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (Drewsmith cateter -macdonald klem). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim. 2)Beberapa teori mengemukakan bahwa : - Amniotomi dapat mengurangi beban rahum sebesar 40%sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks. -Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalamramih kira-kira 40 menit setela amniotomi dikerjakan, sehinggaberkurangnya oksigenasi otot -otot rahim dan keadaan inimeningkatkan kepekaan otot-otot rahim. -Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks di mana didalamnya terdapat banyak syaraf-syaraf yang merangsang kontraksi rahim 3)Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, beluma ada tanda-tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lainuntuk merangsang persalinan, misalnya dengan infus oksitosin. 4)Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulitsebagai berikut : -Infeksi -Prolapsus funikuli -Gawat janin -Tanda tanda solisio plasenta (bila ketuban sangat banyak dandikeluarkan secara cepat)Amniotomi atau lebih dikenal dengan pemecahan ketuban. Pemecahanketuban merupakan salah satu bentuk induksi persalinan. Dengan keluarnya sebagian air ketuban, terjadi pemendekan otot rahim sehinggaotot rahim lebih efektif berkontraksi. Indikasi Khusus Pemecahan Ketuban -Perpanjangan fase laten -Perpanjangan fase aktif atau secondary arrest -Pada hidramnion -Pada pembukaan hampir lengkap Syarat Pemecahan Ketuban -Pembukaan minimal 3 cm. -Tidak terdapat kedudukan ganda. -Bagian terendah sudah masuk PAP. -Proses perlunakan serviks sudah dimulai.

-Perkiraan lahir per vagina dalam waktu 6 jam Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul adalah: -meningkatkan bahaya infeksi (pada persalinan yang berlangsung lebih dari 6 jam). -Pendarahan (karena pecahnya sinus marginalis atau vasa previa). -Terjadi kontraksi dan retraksi yang sangat besar, sehingga dapat menimbulkan fetal distress: Gangguan sirkulasi retroplasenter. Solusio plasenta -Pada kesempitan panggul dapat terjadi: Edema serviks, kaput sukedanum. Proses pembukaan dan penurunan kepala janin tidak mengalami kemajuan. -Prolapsus bagian kecil janin (karena derasnya air ketuban yangkeluar).Dengan demikian tindakan pemecahan ketuban memerlukanpertimbangan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan komplikasi. Teknik Amniotomi Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dimasukkan ke dalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari beradadalam kanalis servikalis, mala posisi jari diubah sedemikian rupa, sehinggatelapak tangan menghadap ke arah atas. Tangan kiri kemudianmemasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada di dalam. Ujung pengait diletakkan di antara jaritelunjuk dan jari tengah yang di dalam. Tangan yang diluar kemudianmemanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukandengan satu tanganm yaitu pengait di jepit diantara jari tengah dan jaritelunjuk kananm kemudian dimasukkan ke dalam jalan lahir sedalamkanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah ketubanmengair keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedang jari tanganyang di dalam memperlebar robekan selaput ketuban. Air ketubandialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinyaprolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusioplasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir. b.Stripping of the Membrane (Melepaskan Ketuban Dari BagianBawah Rahim) 1) Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskanketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggimungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalammerangsang timbulnya his.

2)Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini,ialah : -Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari -Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendaj, tidak bolehdilakukan. -Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul. c.Pemakaian Rangsangan Listrik Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedangyang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkanlistrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkankontraksi rahim, bentuk alat ini bermacam-macam bahkan ada yangukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlutinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujuipasien. d.Rangsangan Pada Puting Susu 1) Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhihipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadikontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukaninduksi persalinan pada kehamilan dengan merangsang puting susu. 2)Pada salah satu puting susu, atau daerah areola mamae dilakukanmasase ringan dengan jari si ibu, untuk menghindari lecet pada daerahtersebut, maka sebaiknya pada daerah puting dan areola mamae diberiminyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam – 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukanlagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudarabersamaan, karena ditakutkan terjadinya perangsangan berlebihan.Menurut penelitian di luar negeri cara induksi ini memberi hasil yangbaik. Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan pematangan servikspada kasus kasus kehamilan lewat waktu. e.Pemasangan Laminaria Stiff Induksi persalinan sengan memasang laminaria stiff hampirseluruhnya dilakukan pada janin yang telah meninggal. Pemasanganlamunaria stiff untuk janin hidup tidak diindikasikan, karena bahayainfeksi. - Pemasangan laminaria dapat didahului atau bersamaan dengan pemberian estrogen, sehingga proses “priming serviks” berlangsung. - Pemasangan laminaria jumblahnya dapat 2-3 buah, dimasukan kedalam kanalis serviks dan di tinggal selama 24-48 jam, kemudiandipasangi tampon vaginal. - Diberikan profilaksasi dengan antibiotika untuk menghindari infeksi. - Setelah 24-48 jam dilajutkan dengan induksi persalinan menggunakan obat tosin.

Dengan memasang laminaria atau pemberian estradiol, dapat mulai timbul kontraksi otot rahim dan persalinan berlangsung. I.MANIFESTASI KLINIS Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar. J.KOMPLIKASI Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat – syarat di penuhi. Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan,akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadiindikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksipersalinan gagal dan perlu dilakukan seksio sesarea, harus selaludiperhitungkan. K.PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hitung darah lengkap dengan diferensial:menentukan adanya anemia daninfeksi, serta tingkathidrasi. - Golongan darah dan faktor Rh bila tidak dilakukan sebelumnya. - Urinalisis:Menunjukkan infeksi traktus urinarius, protein, atau glukosa. - Rasio lesitin terhadap sfingomielin(rasio L/S):Memastikan pecah ketuban. - pH kulit kepala: Menandakanderajat hipoksia. - Ultrasonografi:Menentukan usia gestasi, ukuran janin, adanya gerakan jantung janin, dan lokasi plasenta - Pelvimetri: Mengidentifikasi disproporsi sefalopelvik (CPD) atau posisi janin. - Tes stres kontraksi atau tes nonstres:Mengevaluasi janin/fungsi plasenta. 26 BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANA. A. PENGKAJIAN 1.Sirkulasi

Peningkatan tekanan darah (TD), yang dapat menandakan ansietasatau hipertensi karena kehamilan (HKK); penurunan TD dapatmenandakan hipotensi telentang atau dehidrasi. 2.Makanan/cairan Penurunan berat badan ibu 2,5-3 1b dapat dihubungkan dengan pasca maturitas atau penurunan berat badan janin. 3.Neurosensori Refleks tendon dalam mungkin cepat 3+ pada HKK; adanya klonusmenandakan eksitabilitas berat. 4.Nyeri/ketidaknyamanan Palpasi uterus dapat menunjukkan pola kontraksi. 5.Keamanan Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa kontraksi (pada ataumendekati term). Peningkatan suhu (infeksi pada adanya pecah ketubanlama). Denyut jantung janin (DJJ) mungkin lebih dari 160 dpm bilapraterm, hipoksik, atau septic. Ukuran janin dapat menandakan penurunanberat badan; kematian janin. Cairan amnion kehijauan menandakan distres janin pada presentasi verteks. Fundus dapat lebih rendah dari yangdiantisipasi untuk term, pada retardasi pertumbuhan intrauterus berkenaandengan keterlibatan vaskular maternal. Riwayat adanya imunisasi Rh,korioamnionitis, diabetes HKK tidak terkontrol dengan terapi medis,hipertensi kronis, pascamaturitas, penyakit jantung maternal sianotik, ataupenyakit ginjal. 6.Seksualitas Persalinan yang tergesa-gesa (atau cepat) pada kehamilansebelumnya; klien tinggal jauh dari rumah sakit. Serviks mungkin matang (kira-kira 50% penonjolan dan dilatasi 2-3) inersia uterus dapat terjadi.Tampilan berdarah mungkin ada pada dilatasi. Peningkatan perdarahanvagina mungkin menandakan plasenta previa atau abrupsio plasenta.Mungkin gestasi lebih dari 42 minggu. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.Defisit Pengetahuan (proses persalinan) berhubungan dengan kurangnyapemahaman terhadap sumber-sumber informasi. 2.Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman status kesehatan. 3.Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan khawatir tentangkeamanan janin. 4.Risiko cedera (maternal atau janin) berhubungan dengan metode mekanisatau famakologis. 5.Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus. 6.Ketidakberdayaan berhubungan dengan komplikasi yang mengancamkehamilan, persepsi bahwa terdapat keterbatasan/tidak ada pilihan.

7.Gangguan harga diri berhubungan dengan harapan untuk melahirkan anak yang tidak dapat dipenuhi. C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1.Defisit Pengetahuan (proses persalinan) berhubungan dengankurangnya pemahaman terhadap sumber-sumber informasi. Tujuan : Pengetahuan klien tentang persalinan induksimeningkat. Kriteria Hasil (NOC) : -Klien dapat mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasimenurut penanganan yang dianjurkan (induksi persalinan). -Klien dapat menunjukan kemampuan pemahaman tentang induksipersalinan Intervensi (NIC) : a. Cek keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa klien memahami penanganan yang diajukan dan informasi yang relevan lainnya. b.Tentukan kebutuhan pengajaran klien. c. Lakukan penilaian tingkat pengetahuan klien dan pahami isinya. d.Tentukan kemampuan klien untuk mempelajari informasi khusus. e.Tentukan motivasi klien untuk memperlajari informasi-informasiyang khusus. f.Menilai tipe pembelajaran klien. -Pendidikan untuk klien/keluarga a). Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman psien,mengulangi informasi bila diperlukan. b. Menjalin hubungan. c.Menyusun tujuan pelajaran yang realistis dan salingmenguntungkan dengan klien. d.Menyediakan waktu bagi klien untuk menanyakan beberapapertanyaan dan mendiskusikan permasalahan. e.Mendokumentasikan hasil pembicaraan pada catatan medis. f.Mengikutsertakan keluarga atau anggota keluarga lain bila memungkinkan. -Aktifitas Kolaboratif a.Memberikan informasi dari sumber-sumber komunitas yang dapatmenolong klien dalam mempertahankan program penanganannya. b.Merencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama klien dandokter untuk memfasilitasi kemampuan klien mengikutipenanganan yang dianjurkan -Aktivitas Lain a.Berinteraksi kepada klien dengan cara tidak menghakimi untuk memfasilitasi pengajaran. 2.Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman statuskesehatan. Tujuan : Klien mampu untuk menghilangkan ataumengurangi perasaan khawatir dan tegang. Kriteria Hasil (NOC) :

-Klien mampu : Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuatstress. Melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik. Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan baru. Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien setiap 1 jam. b.Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada klien. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan &prognosis. b.Instruksikan klien tentang penggunaan teknik relaksasi. c.Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanyadirasakan selama prosedur. -Aktivitas lain a.Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. b. Dampingi klien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangitakut. c.Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pikiran danperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas. d.Beri dorongan kepada suami untuk menemani ibu hamil sesuaidengan kebutuhan 3.Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan khawatirtentang keamanan janin. Tujuan : Klien menunjukkan koping yang efektif. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Mengidentifikasi pola koping yang efektif. -Menggunakan prilaku untuk menurunkan stress. -Melaporkan penurunan perasaan negatif. -Berpartipasi dalam proses pembuatan keputusan. -Mengungkapkan secara verbal tentang rencana baik menerima ataumerubah situasi. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Identifikasi pandangan klien terhadap kondisinya dankesesuaiannya dengan pandangan pemberi layanan kesehatan. b.Evaluasi kemampuan klien dalam membuat keputusan. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Berikan informasi faktual yang terkait dengan diagnosis,pengobatan, prognosis. b.Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, sesuaikebutuhan

-Aktivitas kolaboratif a.Awali diskusi tentang perawatan klien untuk melihat kembalimekanisme koping yang dimiliki klien dan buat rencanaperawatan. b.Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalammemberikan dukungan yang rasional untuk klien dan keluarga. -Aktivitas lain a.Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. b.Bantu klien dalam mengidentifikasikan kekuatan personal. c.Bantu klien dalam mengembangkan rencana untuk menerima ataumengubah situasi. d.Nilai dan diskusika respon alternatif terhadap situasi 4.Risiko cedera (maternal atau janin) berhubungan dengan metodemekanis atau famakologis. Tujuan : Risiko cedera pada janin akan menurun. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Melakukan pengendalian risiko ditunjukkan dengan faktor pantauatau faktor risiko pribadi dan lingkungan. -Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian risiko. -Mengidentifiikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadapcedera. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Identifikasi faktor yang mempengaruhi beutuhan keamanan. b.Lakukan pemantauan janin secara elektronik selama periodeintrapartum, sesuai dengan petunjuk lembaga. c.Amati riwayat obstetrik klien untuk mendapatkan informasi yangberkaitan. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Jelaskan kepada ibu dan orang yang mendukung tentang alasanuntuk melakukan pemantauan secara elektronik dan jugainformasi yang harus didapatkan. b.Diskusikan munculnya irama –antara ibu dan orang yangmendukung. -Aktivitas kolaboratif a.Tetap informasikan pada dokter tentang perubahan yang terjadipada irama jantung janin, intervensi untuk pola yang tidak dapatdiandalkan, respon janin selanjutnya, kemajuan persalinan, responibu terhadap persalinan. b.Bantu dalam prosedur untuk menginduksi persalinan. -Aktivitas lain a.Kalibrasi peralatan untuk pemantauan internal dengan elektrodaspiral dan/ atau kateter tekanan intra uterus. 5.Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.

Tujuan : Klien dapat menghilangkan atau mengontrolnyeri. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan. -Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Minta klien untuk menilai nyeri pada skala 0-10. b.Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, lingkungan terhadapnyeri dan respon klien. c.Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Berikan informasi tentang nyeri. b.Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi. -Aktivitas lain a.Bantu klien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhikebutuhan rasa nyaman yang telah berhasil dilakukannya . b.Bantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri. c.Libatkan klien dalam modalitas pengurangan nyeri, jika mungkin. d.Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi responklien terhadap ketidaknyamanan, 6.Ketidakberdayaan berhubungan dengan komplikasi yangmengancam kehamilan, persepsi bahwa terdapat keterbatasan/tidakada pilihan Tujuan : Klien mampu untuk mengendalikan danberpartisipasi dalam memilih dan mengevaluasipilihan-pilihan perawatan kesehatan. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Mengungkapkan dengan kata-kata tentang segala perasaanketidakberdayaan. -Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat dengan temandan tetangga. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Tentukan kepercayaan klien terhadap keputusannya sendiri. b.Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu dengan tepat. c.Tentukan apakah klien mempunyai pengetahuan yang adekuattentang kondisi perawatan kesehatan. -Aktivitas lain a.Bantu klien untuk mengidentifiskasi faktor-faktor yang dapatberpengaruh pada ketidakberdayaan. bLibatkan klien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitasperawatan.

c.Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepadaklien. d.Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan klien untuk menangani keadaan. e.Dorong pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan tentangtanggung jawab. 7.Gangguan harga diri berhubungan dengan harapan untukmelahirkan anak yang tidak dapat dipenuhi. Tujuan : Klien mampu memberikan penilaian diriterhadap penghargaan diri. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Mengidentifikasi kekuatan pribadi. -Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal. -Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat. Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Pantau pernyataan klien tentang penghargaan diri. b.Tentukan rasa percaya diri klien dalam penghargaan diri. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Tekankan kekuatan diri yang dapat di identifikasi oleh klien. b.Hindari tindakan yang dapat melemahkan klien. c.Percayakan kepada kemampuan klien untuk mengatasi situasi . d.Dukung peningkatan tanggung jawab diri. D. EVALUASI Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah : 1. Pengetahuan klien tentang persalinan induksi meningkat. 2. Klien mampu untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatirdan tegang. 3. Klien menunjukkan koping yang efektif. 4. Risiko cedera pada janin akan menurun. 5. Klien dapat menghilangkan atau mengontrol nyeri. 6.Klien mampu untuk mengendalikan dan berpartisipasi dalam memilih danmengevaluasi pilihan-pilihan perawatan kesehatan. 7.Klien mampu memberikan penilaian diri terhadap penghargaan diri. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN - Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proseskelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian

-

-

-

-

-

-

distimulasimenjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. Induksi persalinan dilakukan disebabkan Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Indikasi persalinan induksi dapat ditinjau dari indikasi dari ibu berdasarkan penyakit yang diderita, komplikasi kehamilan, berdasarkan ondisi fisik. Sedangkan indikasi dari janin yaitu kehamilan lewat waktu,plasenta previa, solusio plasenta, kematian intrauteri, kematian berulang dalam rahim, kelaianan kongenital, dan ketuban pecah dini. Kontaindikasi persalinan induksi terdapat distosia persalinan, terdapat kedudukan ganda, terdapat „overdistensi‟ rahim, terdapat anamnesa: pendarahan antepartum, terdapat bekas oprasi pada otot rahim, padagrandmultipara atau kehamilan > 5 kali, dan terdapat tanda-tanda ataugejala intrauterine fetal distress. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan yaitu,kedudukan bagian terendah, penempatan, kondisi serviks, paritas, umurpenderita dan umur anak terkecil, dan umur kehamilan. Induksi persalinan terbagi menjadi dua bentuk yaitu secara medis dansecara mekanis. Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanyapenyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes,kematian janin, ketuban pecah din Dalam induksi persalinan dapat diangkat beberapa diagnosa yang umumbiasanya terjadi pada seorang pasien antara lain :

1. Defisit Pengetahuan (proses persalinan) berhubungan dengankurangnya pemahaman terhadap sumber-sumber informasi. 2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman status kesehatan. 3. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan khawatirtentang keamanan janin. 4. Risiko cedera (maternal atau janin) berhubungan dengan metodemekanis atau famakologis. 5. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus. 6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan komplikasi yang mengancamkehamilan, persepsi bahwa terdapat keterbatasan/tidak ada pilihan. 7. Gangguan harga diri berhubungan dengan harapan untuk melahirkananak yang tidak dapat dipenuhi. B. SARAN

- Mahasiswa diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi untuk menambahpengetahuannya mengenai konsep klinis tentang persalinan induksi dankonsep asuhan keperawatan bagi pasien yang mengalami persalinaninduksi. - Mahasiswa diharapkan meningkatkan mutu kualitas perawatan khususpada pasien yang mengalami persalinan induksi guna meningkatkan taraf kesehatan masyarakat agar tidak mudah mengalami persalinan induksi. - Makalah ini tidak luput dari kesalahan oleh kerena itu diharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya

http://www.vbook.pub.com/doc/105400171/Askep-Persalinan-dengan-Induksi

WOC PERSALINAN DENGAN INDUKSI A. PENGERTIAN Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73). Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1). ETIOLOGI

B. WOC

Indikasi janin: -Kehamilan lewat waktu -Ketuban pecah dini -Janin mati -Retriksi pertumbuhan intra uteri -Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor

Indikasi ibu: -Berdasarkan penyakit yang diderita -Komplikasi kehamilan -Berdasarkan kondisi fisik

Indikasi kontra: -Malposisi dan malpresentasi janin -Insufisiensi plasenta -Catat rahim -Grade multipara -Gemeli -Dll

Indikasi berdasarkan ting kat kebutuhan penanganan: -Indikasi darurat -Indikasi urgent -Idikasi non urgent

Ketegangan Psikologi Ketidakberdayaan Penurunan kadar estriol dan plasental laktogen

Ketidakefektifan koping indifidu

Ansietas Fungsi plasenta menurun, His turun/tdk ada

Induksi persalinan

Kontraksi uterus

Nyeri

Resiko cedera

Gangguan harga diri

Defisit pengetahuan (proses persalinan)

1.Defisit Pengetahuan (proses persalinan) berhubungan dengan kurangnyapemahaman terhadap sumber-sumber informasi.

2.Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman

Tujuan : 1. Pengetahuan klien tentang persa linan induksi meningkat. Kriteria Hasil (NOC) : 1.Klien dapat mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasimenurut penanganan yang dianjurkan (induksi persalinan). 2.Klien dapat menunjukan kemampuan pemahaman tentang induksipersalinan

Tujuan : Klien mampu untuk menghi langkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang. Kriteria Hasil (NOC) : 1.Klien mampu : Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang mem buat stress. 2.Melaporkan tidak ada manifes tasi kecemasan secara fisik. 3.Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengeta huan baru. 4.Mengkomunikasikan kebutu han dan perasaan negatif secara tepat.

Intervensi (NIC) : a. Cek keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa klien memahami penanganan yang diajukan dan informasi yang relevan lainnya. b.Tentukan kebutuhan pengajaran klien. c. Lakukan penilaian tingkat pengetahuan klien dan pahami isinya. d.Tentukan kemampuan klien untuk mempelajari informasi khusus. e.Tentukan motivasi klien untuk memperlajari informasiinformasiyang khusus. f.Menilai tipe pembelajaran klien. -Pendidikan untuk klien/keluarga a). Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman psien,mengulangi informasi bila diperlukan. b. Menjalin hubungan. c.Menyusun tujuan pelajaran yang realistis dan salingmenguntungkan dengan klien. d.Menyediakan waktu bagi klien untuk menanyakan beberapapertanyaan dan mendiskusikan permasalahan.

Intervensi (NIC) : a.Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien setiap 1 jam. b.Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada klien. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan &prognosis. b.Instruksikan klien tentang penggunaan teknik relaksasi. c.Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanyadirasakan selama prosedur. -Aktivitas lain a.Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. b. Dampingi klien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangitakut.

status kesehatan.

c.Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pikiran danperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas. d.Beri dorongan kepada suami untuk menemani ibu hamil sesuaidengan kebutuhan.

3.Risiko cedera (maternal atau janin) berhubungan dengan metodemekanis atau famakologis.

Tujuan : Klien menunjukkan koping yang efektif. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : 1.Mengidentifikasi pola koping yang efektif. 2.Menggunakan prilaku untuk menurunkan stress. 3.Melaporkan penurunan perasaan negatif. 4.Berpartipasi dalam proses pembuatan keputusan. 5.Mengungkapkan secara verbal tentang rencana baik menerima ataumerubah situasi.

Intervensi (NIC) : a.Identifikasi pandangan klien ter hadap kondisinya dan kesesua i annya dengan pandangan pemberi layanan kesehatan. b.Evaluasi kemampuan klien dalam membuat keputusan. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Berikan informasi faktual yang terkait dengan diagnosis,pengobatan, prognosis. b.Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, sesuaikebutuhan -Aktivitas kolaboratif a.Awali diskusi tentang perawatan klien untuk melihat kembali mekanisme koping yang dimiliki klien dan buat rencanaperawatan. b.Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberi kan dukungan yang rasional untuk klien dan keluarga. -Aktivitas lain a.Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. b.Bantu klien dalam mengidenti fikasikan kekuatan personal. c.Bantu klien dalam mengem bangkan rencana untuk menerima ataumengubah situasi. d.Nilai dan diskusika respon alternatif terhadap situasi

e.Mendokumentasikan hasil pembicaraan pada catatan medis. f.Mengikutsertakan keluarga atau anggota keluarga lain bila memungkinkan. -Aktifitas Kolaboratif a.Memberikan informasi dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong klien dalam mempertahankan program penanganannya. b.Merencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama klien dan dokter untuk memfasi litasi kemampuan klien mengiku ti penanganan yang dianjurkan -Aktivitas Lain a.Berinteraksi kepada klien dengan cara tidak menghakimi untuk memfasilitasi pengajaran.

4.Risiko cedera (maternal atau janin) berhubungan dengan metodemekanis atau famako logis.

Tujuan : Risiko cedera pada janin akan menurun. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : 1.Melakukan pengendalian risiko ditunjukkan dengan faktor pantau atau faktor risiko pribadi dan lingkungan. 2.Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian risiko. 3.Mengidentifiikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadapcedera.

5.Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.

Tujuan : Klien dapat menghilangkan atau mengontrolnyeri. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : 1.Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan. 2.Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3.

6.Ketidakberdayaan berhubungan dengan komplikasi yang mengancam kehamilan, persepsi bahwa ter dapat keterbatasan/tidak ada pilihan.

Tujuan : Klien mampu untuk mengen dalikan danberpartisipasi dalam memilih dan mengevaluas i pilihan-pilihan perawatan kesehatan. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : 1.Mengungkapkan dengan kata-kata tentang segala perasaan ketidakberdayaan. 2.Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat dengan temandan tetangga.

Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Identifikasi faktor yang mempengaruhi beutuhan keamanan. b.Lakukan pemantauan janin secara elektronik selama periodeintrapartum, sesuai dengan petunjuk lembaga. c.Amati riwayat obstetrik klien untuk mendapatkan informasi yangberkaitan. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Jelaskan kepada ibu dan orang yang mendukung tentang alasanuntuk melakukan pemantauan secara elektronik dan jugainformasi yang harus didapatkan. b.Diskusikan munculnya irama –antara ibu dan orang yangmendukung. -Aktivitas kolaboratif a.Tetap informasikan pada dokter tentang perubahan yang terjadipada irama jantung janin, intervensi untuk pola yang tidak dapatdiandalkan, respon janin selanjutnya, kemajuan persalinan, responibu terhadap persalinan. b.Bantu dalam prosedur untuk menginduksi persalinan. -Aktivitas lain a.Kalibrasi peralatan untuk pemantauan internal dengan elektrodaspiral dan/ atau kateter tekanan intra uterus.

Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Minta klien untuk menilai nyeri pada skala 0-10. b.Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, lingkungan terhadapnyeri dan respon klien. c.Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Berikan informasi tentang nyeri. b.Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi. -Aktivitas lain a.Bantu klien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhikebutuhan rasa nyaman yang telah berhasil dilakukannya . b.Bantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri. c.Libatkan klien dalam modalitas pengurangan nyeri, jika mungkin. d.Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi responklien terhadap ketidaknyamanan,

7. Gangguan harga diri berhubungan dengan harapan untuk melahirkan anak yang tidak dapat dipenuhi.

Tujuan : Klien mampu memberikan penilaian diriterhadap penghargaan diri. Kriteria Hasil (NOC) : Klien mampu : -Mengidentifikasi kekuatan pribadi. -Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal. -Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.

Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Tentukan kepercayaan klien terhadap keputusannya sendiri. b.Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu dengan tepat. c.Tentukan apakah klien mempunyai pengetahuan yang adekuattentang kondisi perawatan kesehatan. -Aktivitas lain a.Bantu klien untuk mengidentifiskasi faktor-faktor yang dapatberpengaruh pada ketidakberdayaan. bLibatkan klien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitasperawatan. c.Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepadaklien. d.Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan klien untuk menangani keadaan. e.Dorong pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan tentangtanggung jawab.

Intervensi (NIC) : -Pengkajian a.Pantau pernyataan klien tentang penghargaan diri. b.Tentukan rasa percaya diri klien dalam penghargaan diri. -Pendidikan untuk klien/keluarga a.Tekankan kekuatan diri yang dapat di identifikasi oleh klien. b.Hindari tindakan yang dapat melemahkan klien. c.Percayakan kepada kemampuan klien untuk mengatasi situasi . d.Dukung peningkatan tanggung jawab diri.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar 1. Konsep Fisiologi Persalinan a. Pengertian Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Manuaba, 1998:157). Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Mansjoer, A., 2001: 291). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (3742 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Saifuddin, 2002: 100). Persalinan adalah proses pegeluaran hasil konsepsi (janin / uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau jalan lain. (Dhita Yuniar, 2009: 1). Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Mitrariset, 2009 : 1). b. Bentuk Persalinan Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut: 1) Persalinan spontan Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. 2) Persalinan buatan Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar. 3) Persalinan anjuran Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan. (Manuaba, 1998: 157).

c. Kala Persalinan Persalinan dibagi dalam 4 Kala, yaitu: 1) Kala I Ibu dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show) lendir bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedang darah berasal dari pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis pecah karena pergeseran ketika servik membuka. Proses pembukaan servik sebagai akibat his terbagi dalam 2 fase, yaitu: a) Fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. b) Fase aktif : terbagi dalam 3 fase, yaitu : (1) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.

(2) Fase dilatasi, maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat 9 cm. (3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap (10 cm). Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir lengkap atau bahkan sudah pembukaan lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I dianggap selesai apabila pembukaan servik telah lengkap 10 cm, pada Primigravida Kala I 15berlangsung 7 jam.jam sedangkan pada multipara 2) Kala II Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk rongga panggul maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Karena perineum mulai meregang dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia membuka, dan tidak lama kemudian kepala tampak di daerah vulva pada waktu his, bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi kepala janin tidak masuk lagi dan lahirlah dahi, mata, muka dan dagu melewati perinium setelah ibu tarik napas sejenak, pada saat his ibu mengedan untuk mengeluarkan bayi seluruhnya. Pada primi gravida kala II terjadi selama kira-kira 1,5 jam dan pada multi para berlangsung kira-kira setengah jam. 3) Kala III Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. 4) Kala IV Dimulai dari saat lahirnya placenta sampai 2 jam pertama postpartum. (Mochtar. 1998: 94). d. Tanda-tanda Permulaan Persalinan Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan, dengan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. 2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. 3) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. 4) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus. 5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah. (Mochtar, R. 1998: 93). e. Sebab-sebab yang Menimbulkan Persalinan Sebab-sebab terjadinya persalinan belum diketahui dengan jelas, ada banyak faktor yang memegang peranan penting sehingga terjadi persalinan. Di bawah ini ada beberapa teori tentang penyebab timbulnya persalinan, yaitu: 1) Teori penurunan hormon 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kejang pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun. 2) Teori placenta menjadi tua

Akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim. 3) Teori distensi rahim Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-placenter. 4) Teori iritasi mekanik Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan akan timbul kontraksi. 5) Induksi partus Amniotomi: pemecahan ketuban Oksitosin drips: pemberian oksitosin menurut tetesan per infus. (Mochtar, R. 1998: 92). 2. Konsep Persalinan Induksi a. Pengertian Induksi Persalinan Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73). Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tandatanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1). b. Indikasi Persalinan Induksi 1) Indikasi janin a) Kehamilan lewat waktu. b) Ketuban pecah dini. c) Janin mati. 2) Indikasi Ibu a) Kehamilan dengan hipertensi. b) Kehamilan dengan diabetes mellitus. 3) Indikasi Kontra a) Malposisi dan malpresentasi janin b) Insufisiensi plasenta c) Disproporsi sefalopelvik d) Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enukleasi miom. e) Grande multipara f) Gemeli g) Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion h) Plasenta previa. (Wiknjosastro, 2007: 73-78). c. Patofisiologi Skema 2.1 Patofisiologi Induksi Kehamilan lewat waktu HT, DM Kematian janin KPD Ketegangan psikologis

Penurunan kadar estriol dan plasental laktogen Fungsi plasenta menurun Induksi (http://akhtyo.blogspot.com/2008/11/induksi-persalinan.html) Penjelasan Patofisiologi : Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis/kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. (http://akhtyo.blogspot.com/2008/11/induksi-persalinan.html) 3. Fisiologi Nifas a. Pengertian Nifas Masa nifas adalah masa pulih kembali dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu. (Mochtar, R. 1998: 115). Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002: 237). b. Periode nifas Nifas dibagi dalam 3 periode: a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. (Manuaba, 1999: 117). c. Perubahan Fisiologis Maternal Pada periode Pasca Partum 1) Menurut Mochtar (1998: 115) a) Uterus secara berangsur-angsur mengalami perubahan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Tabel 2.1 Tingg¬i Fundus Uterus dan Berat Uterus menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat uterus Bayi lahir Uri lahir

1 Minggu 2 Minggu 6 Minggu 8 Minggu Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat simfisis Tidak teraba di atas simfisis Bertambah kecil Sebesar normal 100 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram (Mochtar, R. 1998:115). Uterus  15 cm, lebar menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang 10 cm. Pada bekas implantasi plasenta lebih tipis12 cm dan tebal dari pada bagian lain yang merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasentadengan diameter yang tertinggal. Sesudah 2 mg diameternya 3,5 cm pada 6 minggu mencapai 2,4 cm. (Wiknjosastro, 2002:237). b) Lochea Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lochea dibagi dalam beberapa jenis yaitu: (1) Lochea rubra (cruentra): lochea yang terdiri dari darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban selama 2 hari pasca persalinan. (2) Lochea sanguinolenta: lochea yang berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari ke 3-7 pasca persalinan. (3) Lochea serosa: lochea yang berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan. (4) Lochea alba: lochea yang berupa cairan putih, setelah 2 minggu. (5) Lochea purulenta: apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. (6) Locheostasis: lochea yang tidak lancar. c) Servik Setelah persalinan bentuk servik agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui oleh 1 jari. d) Ligamen-ligamen Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. 2) Menurut Bobak, (2005: 496-502), perubahan fisiologis pada ibu post partum adalah sebagai berikut: a) Sistem reproduksi dan struktur terkait dalam proses involusi. (1) Uterus Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini

mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ke-3 persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 gram. Dalam waktu 12 jam tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm di atas umbilicus. Fundus turun kira-kira 12 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 pasca partum fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke-9 uterus tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Uterus yang pada waktu penuh beratnya 11 x berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi 500 gram. Satu minggu setelah melahirkan 300 gram sampai dua minggu setelah lahir. Pada minggu ke-6 beratnya menjadi 50-60 gram. (2) Kontraksi Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama ini, biasanya suntikan oksitosin secara intravena dan intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. (3) Afterpains Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misal: pada bayi besar, kembar) menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus. (4) Tempat plasenta Segera setelah plasenta lahir dan ketuban dikeluarkan kontraksi vascular dan trombosis menurun tempat plasenta kesatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Proses penyembuhan yang unik ini memerlukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan inplantasi dan plasenta untuk kehamilan di masa yang akan datang. (5) Lochea Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lochea. a. Lochea rubra : mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik setelah 3-4 hari. b. Lochea serosa : terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayinya lahir. c. Lochea alba : mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri. (6) Servik Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam pasca partum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula, muara servik yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. 2 jari mugkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangki kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. (7) Vagina dan perineum Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita multipara. (8) Topangan otot panggul Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali tonus semula yang disebut relaksasi panggul, struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih dan rectum.

b) Sistem Endrokin (1) Hormon Plasenta Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon -hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placental Lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu post partum. (Bowes, 1991: 1) (2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. (Bowes, 1991: 2). c) Abdomen Apabila wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan dinding abdomen wanita itu akan rileks. d) Sistem urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid tang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. (1) Komponen urine Glukosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. (2) Diuresis Pasca partum Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang terimbun di jaringan selama ia hamil. (3) Uretra dan kandung kemih Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. e) Sistem Pencernaan (1) Nafsu makan Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. (2) Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang sikat setelah bayi lahir. (3) Defekasi BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. f) Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, Human Chorionic Gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) akan menurun dengan cepat setelah bayi lahir. (1) Ibu tidak menyusui Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. (2) Ibu yang menyusui

Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. g) Sistem Kardiovaskuler (1) Volume darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). (2) Curah jantung Denyut jantung setelah melahirkan akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. (3) Tanda-tanda vital Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat dan pasti terjadi. (4) Varises Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. h) Sistem Neurologi Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. i) Sistem Muskuloskeletal Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. j) Sistem integumen Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. k) Sistem Kekebalan Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan. (Bobak, 2005: 496-502). d. Perawatan Pasca Persalinan 1) Perawatan pasca persalinan adalah: a) Mobilisasi Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan menganjurkan ibu nifas untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization), hal ini mempunyai keuntungan yaitu: (1) Memperlancar pengeluaran lochea. (2) Mempercepat involusi. (3) Melancarkan fungsi alat gastroinstensinal dan alat perkemihan. (4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. b) Kebersihan Diri (1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh/personal hygiene. (2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan ibu mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu. Dari depan ke belakang, baru membersihkan daerah anus. Nasehatkan ibu untuk membersuhkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar. (3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut minimal dua kali sehari. (4) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. (5) Kurang istirahat akan berpengaruh terhadap ibu, yaitu : mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan diri sendiri.

c) Istirahat (1) Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. (2) Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta tidur siang atau beristirahat selama bayi tidur. d) Gizi a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari. b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap harinya (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). d) Tablet Fe harus diminum untuk menambah gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, minum kapsul vitamin A (200.000) unit, agar memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. e) Senam Nifas Senam nifas dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang memuai saat hamil. Latihan senam nifas dapat diberikan mulai hari kedua misalnya: (1) Ibu telentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan ditaruh diatas dan menekan perut. Lakukan pernapasan dada dan pernapasan perut. (2) Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali. (3) Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti menahan miksi dan defakasi. (4) Duduklah pada kursi, perlahan bungkukkan badan sambil tangan berusaha menyentuh tumit. (http://tikiv.blogspot.com/2008/05/ induksi-persalinan_24.html) 2) Perawatan pasca persalinan adalah sebagai berikut: a) Mobilisasi Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas atau sembuhnya luka. Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal. ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea). b) Diet Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu menyusui sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang, porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengansung alkohol, nikotin serta bahan pengawet dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsur-unsur, seperti sumber tenaga, pembangun, pengatur dan pelindung. c) Miksi Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai sekitar hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume darah meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan. Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran cairan vagina tidak lancar. d) Defekasi Buang air besar akan sulit karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena

adanya hemoroid (wasir). Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum. e) Perawatan payudara Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu, menggunakan BH yang menyokong payudara, apabila puting susu lecet oleskan kollostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet, apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan: pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan dan letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui. (http://ziettraelmart.multiply.com/journal/item/26) B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas atau istirahat Insomnia mungkin teramati. b. Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari. c. Integritas ego Peka rangsang, takut/menangis (post partum blues sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan). d. Eliminasi Diuresis diantara hari ke 2 dan ke 5. e. Makan dan cairan Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke 3. f. Nyeri/ketidaknyaman Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai ke 5 pascapartum. g. Seksualitas Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam saat kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal menyusui). Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai. (Doenges, 2001: 387) 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post partum normal adalah sebagai berikut: a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. b. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu. c. Resiko tinggi terhadap cidera b.d biokimia, fungsi regilator, efek-efek anesthesia;

tromboembolisme; profil darah abnormal. d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban lama, mal nutrisi. e. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anesthesia. f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan belebihan. g. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK. h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan, nyeri perineal. i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor. j. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan. k. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. l. Resiko tinggi terhadap koping individual inefektif b.d krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan ibu menjadi orang tua, kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realitis. m. Koping keluarga: potensial terhadap pertumbuhan b.d kecukupan pemenuhan kebutuhankebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, kemungkinan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan. (Doenges, 2001: 388) 3. Rencana Keperawatan Pengertian rencana keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan keperawatan, penetapan pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. (Hidayat, 2002: 30) Rencana keperawatan yang dapat disusun untuk pasien dengan post partum normal adalah: a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. Hasil yang diharapkan: 1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri atau ketidaknyamanan dengan tepat. 2) Mengungkapkan berkurangnya nyeri. 3) Tampak rileks, rasa nyeri ditoleransi dan dapat beristirahat. Tabel 2.2 Rencana Keperawatan Diagnosa Nyeri (akut) b.d Trauma Mekanik, Edema atau Pembesaran Jaringan Atau Distensi, Efek-Efek Hormonal. No Intervensi Rasional 1 Tentukan adanya, lokasi dan ketidaknyamanan. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat. 2 Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut. 3 Beri kompres es pada perineum, selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Memberi anesthesia

lokal dan mengurangi edema. 4 Beri kompres panas lembab selama 20 menit, 3 – 4 x sehari, setelah 24 jam pertama. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan. 5 Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi di atas perbaikan episiotomi. Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres. 6 Inspeksi hemoroid pada perenium. Membantu untuk mengurangi hemoroid. 7 Kaji nyeri tekan uterus. Selama 12 jam pertama pascapartum. kontraksi uterus kuat. Ini berlanjut selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensi dan intesitasnya berkurang. 8 Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah abdomen. Meningkatkan kenyamanan. 9 Inspeksi payudara dan jaringan putting. Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan tidak perih, dan putting harus bebas dari pecah-pecah. 10 Anjurkan penggunaan bra penyokong. Mengangkat payudara ke dalam dan ke depan. 11 Beri informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan dan mengeluarkan susu secara manual. Tindakan ini dapat membantu klien menyusui merangsang aliran susu. 12 Anjurkan klien memulai menyusui pada putting yang tidak nyeri. Respon menghisap awal kuat dan mungkin menimbulkan nyeri dengan memulai memberi susu pada payudara yang tidak sakit. 13 Berikan kompres es pada area aksila payudara. Kompres es mencegah laktasi. 14 Mengkaji klien kepenuhan kandung kemih. Kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan waktu 4 – 7 hari. 15 Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anastesia subaraknoid. Kebocoran cairan cerebrospinal (CSS) melalui dura kedalam ruang ekstra dural menurunkan volume yang diturunkan untuk mendukung jaringan otak. 16 Kolaborasi berikan bromokriptin mesilat (parlodel) 2 x sehari dengan makan selama 2 – 3 minggu. Berkerja untuk menekan sekresi prolaktin. 17 Berikan analgesik 30 – 60 menit sebelum menyusui. Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasit. 18 Beri sprei anastetik, saleb topical dan kompres pres witc hazel untuk perenium bila dibutuhkan. Meningkatkan kenyamanan local. 19 Bantu sesuai kebutuhan injeksi salin atau pemberian “blood patch” pada sisi fungsi dural. Efektif untuk menghilangkan sakit kepala spinal berat. (Doenges, 2001: 388) b. Menyusui inefektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu. Hasil yang diharapkan: 1) Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui. 2) Mendemontrasikan teknik-teknik efektif dari menyusui. 3) Menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui. Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Diagnosa Menyusui Inefektif b.d Tingkat Pengetahuan, Pengalaman Sebelumnya, Usia Gestasi Bayi, Tingkat Dukungan, Struktur atau Karakteristik Fisik Payudara Ibu. No Intervensi Rasional 1 Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini.

2 Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien dan sikap pasangan atau keluarga. Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil. 3 Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara. Membantu menjamin suplai susu adekuat, dan mencegah putih pecah. 4 Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui. Posisi yang tepat mencegah luka putting. 5 Kaji putting klien. Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah terjadinya luka. 6 Anjurkan klien mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui. Pemajanan pada udara membantu mengencangkan putting. 7 Instruksikan klien menghindari penggunaan pelindung putting. Ini telah diketahui menambah kegagalan laktasi. 8 Berikan pelindung putting payudara. Pelindung payudara, latihan, dan kompres es membantu membuat putting lebih relaksasi. 9 Rujuk klien pada kelompok pendukung.s Memberikan bantuan terus menerus untuk meningkatkan kesuksesan hasil. 10 Identifiksi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi. Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien. (Doenges, 2001: 390) c. Resiko tinggi cedera b.d biokimia, fungsi regulator, efek-efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal. Hasil yang diharapkan : 1) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurukan factor-faktor resiko/melindungi diri. 2) Bebas dari komplikasi.

Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Diagnosa Resiko Tinggi Cedera b.d Biokimia, Fungsi Regulator, EfekEfek Anestesia, Tromboembolisme, Profil Darah Abnormal. No Intervensi Rasional 1 Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda-tanda anemia. Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sinkope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak. 2 Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin tetap berbaring selama 6-8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala, sesuai indikasi protokol dari kembalinya sensasi/kontrol otot. Meningktkan sirkulasi dan aliran balik vena ke ekstremitas bawah, menurunkan resiko pembentukan thrombus yang dihubungkan dengan statis. Meskipun posisi rekumben setelah anestesia subaraknoid controversial, ini dapat membantu mencegah kebocoran CSS dan sakit kepala lanjut. 3 Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervisi yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien. Hipotensi ortostastik mungkin terjadi pada waktu berubah posisi dari terlentang ke berdiri diawal ambulasi, atau mungkinkarena vasodilatasi yang disebabkan oleh panas paa waktu mandi shower atau rendam duduk. 4 Biarkan klien duduk di lantai atau kursi dengan kepala diantara dua kaki, atau berbaring pada posisi datar, bila ia merasa pusing. Membantu mempetahankan atau meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak. 5 Kaji klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KkaA), sakit kepala, atau gangguan

penglihatan. Pertahankan kewaspadaan kejang, dan berikan lingkungan tenang sesuai indikasi. Bahaya eklampsia, karena HKK ada diatas 72 jam pascapartum, meskipun literatur menunjukan kondisi konvulsi mental terjadi selambat-lambatnya hari kelima pascapartum. 6 Catat efek-efek magnesium sulfat (MgSO4), bila diberikan. Kaji respons patela, dan pantau status pernapasan. Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernapasan di bawah 12 x/ menit menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian obat. 7 Inspeksi ekstremitas bahwa terhadap tanda-tanda tromboflebitis. Peningkatan produk split fibrin, penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan ektivasi berlebihan dari pembekuan darahh setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien. 8 Berikan kompres panas lokal; tingkatkan tirahh baring dengan meninggikan tungkai. Merangsan g sirkulasi dan menurunkan penumpukan pada vena di ekstremitas bawah, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan. 9 Evaluasi rubella pada grafik prenatal. Kaji klien terhadap alergi pada telur atau bulu; bila ada tunda vaksin. Berikan informasi tertulis dan verbal dan daptakan informed concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, resiko-resiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi. Membantu mencegah efek-efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya. Pemberian vaksin pada periode segera pascapartum dapat menyebabkan efek samping sementara dari atralgia, ruam,dan gejala-gajala pilek selamaperiode inkubasi 14-21 hari. Anafilaktik alergi atau respons hipersensitivitas dapat terjadi, memerlukan pemberian epinefrin. 10 Berikan MgS04 melalui pompa infuse, sesuai indikasi. Membantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau eklampsia. 11 Berikan kaos kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila resiko-resiko atau gejala-gejala flebitis terjadi. Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena. 12 Berikan antikoagulan; evaluasi factor-faktor koagulasi, dan perhatikan tanda-tanda kegagalan pembekuan. Meskipun biasanya tidak diperluka, antikoagulan dapat membantu mencegah terjadinya thrombus lebih lanjut. 13 Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhIgG) I.M dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi, untuk ibu Rh negative yang sebelumnya tidak sensitive dan yang melahirkan bayi Rh positif yang tes Coombs langsung pada darah tali pusatnya negatif. Dapatkan Betke-Kleihauersmear bila transfuse janin ibu bermakna dicuriagai pada kelahiran. Dosis 300 µg biasanya cukup untuk meningkatkan lisis sel-sel darah merah (SDM) dari janin Rh positif yang dapat memasui sirkulasi ibu selama kelahiran, yang mungkin potensial menyebabkan sensitisasi dan masalah-masalah inkompabilitas Rh pada kehamilan selanjutnya. Adanya 20 ml atau lebih Rh positif dari darah janinpaa sirkulasi ibu memerlukan dosis RhIgG lebih besar. (Dongoes, 2002; 392 - 394) d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, mal nutrisi. Hasil yang diharapkan: 1) Bebas dari infeksi, tidak demam, urine jernih tidak pucat. 2) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan. 3) Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen. Tabel 2.5 Rencana Keperawatan Diagnosa Resiko Tinggi Infeksi b.d Trauma Jaringan dan atau Kerusakan Kulit, Penurunan Hb, Prosedur Invasif dan atau Peningkatan Pemajanan Lingkungan, Ruptur Ketuban Lama, Mal Nutrisi.

No Intervensi Rasional 1 Kaji catatan prenatal dan intrapartal. Membantu mengidentifikasi faktor-faktor psiko yang dapat menganggu penyembuhan. 2 Pantau suhu dan nadi dengan rutin sesuai indikasi. Peningkatan suhu sampai 1010 F (38,80C) dalam 24 jam pertama sangat menandakan inspeksi. 3 Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus. Fundus yang pada awalnya 2 cm di bawah umbilikus, meningkat 1 - 2 cm/hari. 4 Catat jumlah dan bau lokeal. Lokeal secara normal mempunyai bau amis. 5 Evaluasi kondisi putting. Terjadi pecah-pecah pada putting menimbulkan potensial resiko mastitis. 6 Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam. Diagnosis dini dari inspeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus. 7 Perhatikan frekuensi atau jumlah berkemih. Stasis urinarius meningkat resiko terhadap infeksi. 8 Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih. Gejala ISK dapat tampak pada hari ke 2 - 3 pasca partum karena naiknya infeksi. 9 Frekuensi, dorongan atau disuria. Traktus dari uretra ke kandung kemih dan kemungkinan ke ginjal. 10 Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 – 4 x sehari atau setelah berkemih atau defekasi. Pembersihan sering dari depan ke belakang membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina. 11 Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat. Membantu mencegah atau menghalangi penyebaran infeksi. 12 Kaji status nutrisi klien. Klien yang berat badannya 20% dibawah berat badan normal, lebih rentan pada infeksi pasca partum. 13 Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C dan zat besi. Protein membantu meningkatkan proses penyembuhan. 14 Tingkatkan tidur dan istirahat. Menurunkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi dan oksigen untuk proses pemulihan. 15 Kaji jumlah sel darah putih. Peningkatan jumlah SDP pada 10 – 12 hari pertama paska partum adalah normal sebagai mekanisme perlindungan dan dihubungkan dengan peningkatan neutrofil dan pergeseran ke kiri, yang mana mungkin pada awalnya mengganggu pengidentifikasian infeksi. 16 Catat HB dan HT. Menentukan apakah ada status anemia. 17 Berikan metilergonovin maleat setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan. Membantu mengembangkan kontraksi miometrium dan involusi uterus. 18 Bantu dengan atau dapatkan kultur dari vagina. Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan menentukan antibiotic yang tepat. 19 Anjurkan klien menggunakan krim antibiotic pada perineum. Memberantas organisme infeksius local. 20 Dapatkan spesimen urine bersih untuk analisis rutin. Retensi urine, bakteri yang masuk melalui kateterisasi atau trauma kandung kemih selama kelahiran. 21 Berikan antipiretik setelah kultur didapatkan. Bila diberikan sebelum identifikasi proses infeksi, antipiretik dapat menutupi tanda-tanda dan gejala-gejala yang perlu untuk membedakan diagnosa. 22 Berikan antibiotic spectrum luas sampai laporang kultur dikembalikan, kemudian ubah terapi sesuai indikasi. Mencegah infeksi dari penyebaran ke aliran darah. 23 Hubungi agensi-agensi komunitas yang tepat seperti pelayanan perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, program antibiotic, kemungkinan komplikasi dan kembali untuk pemeriksaan medis.

Adanya infeksi pasca partum membuat klien lemah sehingga membutuhkan banyak istirahat, pantauan yang ketat, dan bantuan perawatan diri. (Doenges, 2001: 396) e. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anesthesia. Hasil yang diharapkan: 1) Mendemontrasikan kedekatan perilaku dan ikatan yang tepat. 2) Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir. Tabel 2.6 Rencana Keperawatan Diagnosa Perubahan Eliminasi Urine b.d Efek-efek Hormonal, Trauma Mekanis, Edema Jaringan, Efek-Efek Anesthesia. No Intervensi Rasional 1 Kaji masukan cairan dan urine terakhari. Pada periode paska partal awal, kira-kra 4 kg cairan hilang melalui urine. 2 Palpasi kandung kemih. Aliran plasma ginjal, meningkatkan 25-50 % selama periode prenatal 3 Perhatikan adanya edema atau episiotomi. Trauma kandung kemih atau edema dapat mengganggu berkemih. 4 Tes urine terhadap albumin dan aseton. Proses katalitik dihubungkan dengan involusi uterus. 5 Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum. Untuk merangsang dan memudahkan berkemih. 6 Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesia berkurang. Latihan kegel 100 x/hari meningkatkan sirkulasi perineum. 7 Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/hari. Membantu mencegah stasis atau dehidrasi. 8 Kaji tanda-tanda ISK. Masuknya bakteri dapat memberi kecederungan klien terkena ISK. 9 Kateterisasi. Untuk mengurangi distensi kandung kemih. 10 Dapatkan spesimen urine. Adanya bakteri dan sensitivitas positif adalah diagnosis untuk ISK. 11 Pantau hasil tes laboratorium. Klien yang telah mengalami HKK gangguan ginjal dapat menetap. (Doenges, 2001: 397)

f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan. Hasil yang diharapkan: 1) Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urine seimbang 2) Hb atau Ht dalam kadar normal.

Tabel 2.7 Rencana Keperawatan Diagnosa Kekurangan volume Cairan b.d Penurunan Masukan atau Pergantian Tidak Adekuat, Kehilangan Cairan Belebihan. No Intervensi Rasional 1 Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran. Kehilangan darah berlebihan pada waktu kelahiran yang berlanjut pada periode pasca partum dapat diakibatkan dari persalinan lama, stimulasi oksitosin, tertahannya jaringan, uterus over distensi, atau anastesi umum. 2 Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus uterus. Diagnosa yang berbeda mungkin diperlukan untuk menentukan penyebab kekurangan cairan dan protokol asuhan. 3 Dengan perlahan masase fundus bila uterus menonjol. Merangsang kontraksi uterus.

4 Perhatikan adanya rasa haus. Rasa haus mungkin cara homeostatis dari pergantian cairan melalui peningkatan rasa haus. 5 Evaluasi status kandung kemih. Kandung kemih penuh mengganggu.kontraktilitas uterus. 6 Pantau suhu. Peningkatan suhu memperberat dehidrasi. 7 Pantau nadi. Taki kardi dapat terjadi. 8 Kaji tekanan darah. Peningkatan tekanan darah mungkin karena efek-efek obat vasopresor oksitosis 9 Evaluasi masukan cairan. Membantu analisa keseimbangan cairan. 10 Evaluasi kadar Hb atau Ht. Hb atau Ht kembali normal dalam 3 hari. 11 Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui. Klien dehidrasi tidak mampu menghasilkan ASI adekuat. 12 Ganti cairan yang hilang dengan infus IV. Membantu menciptakan volume darah sirkulasi. 13 Berikan produk ergot seperti ergonovine maleate. Untuk meningkatkan kontraksi. 14 Lakukan kecepatan cairan IV. Untuk menstimulasi miometrium bila perdarahan berlebihan menetap dan uterus gagal untuk kontraksi. (Doenges, 2001: 399) g. Kelebihan volume cairan b.d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan pergantian cairan, efek-efek infus oksitosis, adanya HKK. Hasil yang diharapkan: 1) Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal. 2) Bebas dari edema dan gangguan penglihatan. 3) Bunyi napas bersih. Tabel 2.8 Rencana Keperawatan Diagnosa Kelebihan Volume Cairan b.d Perpindahan Cairan Setelah Kelahiran Plasenta, Ketidaktepatan Pergantian Cairan, Efek-Efek Infus Oksitosis, Adanya HKK. No Intervensi Rasional 1 Tinjau ulang riwayat HKK, prenatal dan intrapartal. Membantu menentukan kemungkinan komplikasi serupa yang menetap. 2 Pantau tekanan darah dan nadi. Kelebihan beban sirkulasi dimanifestasikan dengan peningkatan tekanan darah dan nadi. 3 Pantau masukan cairan. Menandakan kebutuhan cairan. 4 Kaji adanya lokasi dan adanya edema. Bahaya eklampsia atau kejang ada selama 7 jam tetapi dapat terjadi secara actual. 5 Tes terhadap adanya proteinuria. Proteinuria pasca partum 1+ adalah normal. 6 Evaluasi keadaan neurologis klien Intoksikasi serebral. 7 Biarkan klien memantau berat badan setiap hari. Klien kehilangan 5 kg saat melahirkan. 8 Catat hasil tes asam urat. Hasil normal, seperti peningkatan asam urat. 9 Pasang kateter indwelling sesuai indikasi. Untuk memantau urin setiap jam. 10 Evaluasi terhadap sindrom. Sindrom HELLP adalah akibat pasca partum potensial dari HKK dengan keterlibatan hepar atau hemoragi pembuluh darah hepatik. 11 Berikan manitol pada adanya HKK pada penurunan urine. Untuk klien dengan HKK, ancaman gagal ginjal. (Doenges, 2001: 401) h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia,

kurang masukan, nyeri perineal. Hasil yang diharapkan: Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya atau optimal dalam 4 hari setelah melahirkan. Tabel 2.9 Rencana Keperawatan Diagnosa Konstipasi b.d Penurunan Tonus Otot, Efek-Efek Progesterone, Dehidrasi, Kelebihan Analgesia, Kurang Masukan, Nyeri Perineal. No Intervensi Rasional 1 Auskultasi adanya bising usus Mengevalusi fungsi usus 2 Kaji adanya hemoroid Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan, dan meningkatkan fasokontriksi lokal. 3 Berikan informasi diit yang tepat Merangsang eliminasi 4 Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi Membantu peningkatan peristaltik 5 Kaji episiotomi Edema berlebihan atau trauma perineal dengan laserasi derajat tiga dan keempat dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mencegah klien dari merelaksasi perineum, selama pengosongan karena takut untuk terjadi cidera selanjutnya. 6 Berikan laksatif, pelunak feses, enema Untuk kembali ke kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejan selama pengosongan (Doenges, 2001: 403) i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor. Hasil yang diharapkan: 1) Mengungkapkan masalah dan pertanyaan menjadi orang tua. 2) Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realities. 3) Cara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat. 4) Mengidentifikasi ketersediaan sumber-sumber. Tabel 2.10 Rencana Keperawatan Diagnosa Perubahan Menjadi Orang Tua b.d Kurang Dukungan Diantara Atau Dari Orang Terdekat, Kurang Pengetahuan, Adanya Stressor. No Intervensi Rasional 1 Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko potensial. 2 Perhatikan respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua. Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat. 3 Mulai asuhan keperawatan primer untuk ibu dan bayi saat di unit. Meningkatkan keperawatan berpusat kepada keluarga. 4 Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosional. Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran. 5 Kaji keterampilan komunikasi interpersonal pasangan. Hubungan yang kuat dicirikan dengan komunikasi. 6 Tinjau ulang catatan intrapartum. Persalinan lama dan sulit dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui. 7 Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini. Adanya komplikasi ibu mempengaruhi kondisi psikologi klien. 8 Evaluasi kondisi bayi. Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi

yang diharapkan. 9 Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Banyak faktor mempengaruhi belajar individu. 10 Berikan kesempatan pendidkan formal. Membantu orang belajar dasar-dasar perawatan bayi. 11 Rujuk pada kelompok pendukung komunitas. Membantu meningkatkan peran menjadi orang tua. (Doenges, 2001: 404) j. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan Hasil yang diharapkan: 1) Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota baru 2) Melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat Tabel 2.11 Rencana Keperawatan Diagnosa Gangguan Pola Tidur b.d Respon Hormonal dan Psikologis, Nyeri atau Ketidaknyamanan, Proses persalinan dan Pelahiran melelahkan. No Intervensi Rasional 1 Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Persalinan yang lama dan sulit, khususnya bila terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan. 2 Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat. Membantu meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan. 3 Berikan informasi tentang kebutuhan istirahat. Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang. 4 Beri informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI. Kelelahan dapat mempengaruhi suplai ASI. 5 Kaji lingkungan rumah. Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak. 6 Berikan obat-obatan. Memungkinkan diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai kebutuhan. (Doenges, 2001: 410) k. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Hasil yang diharapkan: 1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan belajar individu. 2) Melaporkan aktivitas atau prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tersebut. Tabel 2.12 Rencana Keperawatan Diagnosa Kurang Pengetahuan b.d Kurang Pemajanan atau Mengingat, Kesalahan Interpretasi, Tidak Mengenal Sumber-Sumber. No Intervensi Rasional 1 Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien. Terdapat hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab, tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri. 2 Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. Periode paska natal merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. 3 Mulai merencanakan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi atau ceklis. Membantu menstadarisasi informasi yang diterima orang tua dari anggota staf. 4 Berikan informasi tentang peran program latihan paska partum progresif. Latihan membantu tonus

otot dan meningkatkan sirkulasi. 5 Berikan informasi tentang perawatan diri. Membantu mencegah infeksi. 6 Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi. Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metode kontrasepsi. 7 Ketersediaan metode, termasuk keuntungan dan kerugian. Kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu keenam. 8 Beri penguatan pemeriksaan paska partum minggu keenam dengan pemberian perawatan kesehatan. Kunjungan tindak lanjut perlu untuk mengevaluasi pemulihan organ produktif. 9 Identifikasi masalah-masalah potensial yang memerlukan evaluasi dokter sebelum jadwal kunjungan minggu keenam. Intervensi lanjut diperlukan sebelum kunjungan minggu keenam untuk mencegah atau meminimalkan potensial komplikasi. 10 Diskusikan perubahan fisik dan psikologi yang normal. Status emosional klien mungkin kadangkadang labil pada saat ini dan sering dipengaruhi oleh kesejahteraan fisik. 11 Identifikasi sumber-sumber yang tersedia. Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukungan untuk adapatasi pada perubahan multiple. (Doenges, 2001: 410) l. Koping Individual Inefektif Resiko Tinggi Terhadap b.d Krisis Maturasional Dari Kehamilan/Mengasuh Anak dan Melakukan Ibu Menjadi Orang Tua, Kerentanan Personal, Ketidakadekuatan Sistem Pendukung, Persepsi Tidak Realitis. Hasil yang diharapkan : 1) Mengungkapkan ansietas dan respon emosional. 2) Mengidentifikasikan kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi. 3) Mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan. Tabel 2.13 Rencana Keperawatan Diagnosa Koping Individual Inefektif Resiko Tinggi Terhadap b.d Krisis Maturasional Dari Kehamilan/Mengasuh Anak dan Melakukan Ibu Menjadi Orang Tua, Kerentanan Personal, Ketidakadekuatan Sistem Pendukung, Persepsi Tidak Realitis. No Intervensi Rasional 1 Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.

Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminism dan keunikan fugsi feminism serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui. Selain itu, klien melepaskan anaknya menghadapi isu-isu ini dalam konteks yag berbeda serta memerlukan dukungan bagi keputusannya. 2 Anjurkan diskusi oleh klien atau pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran. Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi. 3 Kaji terhadap gejala depresi yang fana pada hari ke 2 sampai ke 3 pascapartum. Berikan infromasi tentang kenormalan kondisi ini dan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati dan emosi yang labil. Sebanyakl 80% ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan, mungkin berhubungan dengan factor-faktor genetic, social atau lingkungan, atau respons endokrin fisiologis. Gejala-gejala ini biasanya teratasi secara spontan dalam satu

minggu atau setelah pulang. Untuk beberapa bagaimanapun, perasaan awal dari kekecewaan dapat digantikan dengan depresi berlebihan yang disebabkan oleh siklus ansietas, anoreksia, dan kelelahan berlebihan yang mulai segera setelah pulang. 4 Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien,latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuandomestik pada saat pulang. Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stress. Kemampuan untuk mengatasi secara positif juga dipengaruhi oleh reaksi ayah. Dukungan emosi dan fisik yang diberikan oleh keluarga besar atau bantuan dari rumah bantuan lainnya dapat mempermudah koping. 5 Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membangun klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhdapa bayi baru lahir. Diskusikan respons emosional yang normal yang terjadi setelah pulang. Keterampilan menjadi ibu/orangtua bukan secara insting tetapi harus dipelajari. Penanganan tidur terganggu dan pemenuhan kebutuhan bayi selama 24 jam mungkin sulit, dan strategi koping harus dikembangkan. 6 Evaluasi dan dokumentasikan interaksi klien bayi. Perhatikan aanmya atau tidak adanya perilaku ikatan (kedekatan). Ibu dan bayi sama-sama berpartisipasi dalam proses kedekatan, dan keduanya harus mendapatkan respon penghargaan selama interaksi. Keurangnya kedekatan meternal atau tidak adanya bukti perilaku maternal pada periode pascapartum dapat menimbulkan akibat jangka panjang yang serius. 7 Anjrukan pengungkapan perasaan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-raguan tentang kemampuan menjadi orang tu, khususnya bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah-masalah menjadi orangtua. Membantu pasangan mengevaluai kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan professional yang tepat. 8 Berikan kesempatan pada klien untuk meninjau ulang keputusan untuk melepaskan anak. Setalah kelahiran,respons emosi normal disertai dengan keputusan-keputusan sebelumnya untuk memberika anak diadopsi. Klien mungkin mengalami konflik serta memerlukan dukungan yang tidak menghakimi untuk memudahkan koping pada saat ini. 9 Rujuk klien.pasangan pada kelompok pendukung menjadivorangtua, pelayanan social, kelompok komuitas, atau pelayanan perawat berkunjung. Kira-kira 40% wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala-gejala yag menetapa sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut. 10 Rujuk klien/pasangan pada penasihat psikiatrik, bila tepat. Dari 1%-2% klien menderita depresi pascapartum berat memerlukan perawatan di rumah sakit untuk psikosis seperti penyimpangan afektif dan skizofrenia. 11 Berikan diazepam (valium), prometasin hidroklorida (Phenergen), atau litium karbonat, sesuai indikasi. Kesulitan berat/lama dapat memerlukan intervesi tambahan. Pemilihan terapioabat tergantung pada apakah kontrol jangka pendek atau jangka panjang diperlukan. (Doenges, 2002; 407- 409). m. Koping Keluarga: Potensial Terhadap Pertumbuhan b.d Kecukupan Pemenuhan KebutuhanKebutuhan Individu dan Tugas-Tugas Adaptif, Kemungkinan Tujuan Aktualisasi Diri Muncul Ke Permukaan. Hasil yang diharapkan: 1) Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarahkan kepada kerjasama dari anggota keluarga baru. 2) Mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.

Tabel 2.14 Rencana Keperawatan Diagnosa Koping Keluarga: Potensial Terhadap Pertumbuhan b.d Kecukupan Pemenuhan Kebutuhan-Kebutuhan Individu dan Tugas-Tugas Adaptif, Kemungkinan Tujuan Aktualisasi Diri Muncul Ke Permukaan. No Intervensi Rasional 1 Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain, tugaskan perawat primer. Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap-tahap perkembangan dengan penyertaan tambahan anggota keluarga baru. 2 Berikan kesempatan kunjungan dengan tidak dibatasi untuk ayah dan sibling. Pastikan apakah sibling berminat pada program orientasi. Memudahkan perkembangan keluarga dan proses terus menerus dari pengenalan dan kedekatan. Membantu anggota keluarga merasa nyaman merawat bayi baru lahir. 3 Berikan kelompok dukungan orang tua dan individu atau intruksi kelompok dalam menyusui, perawatan bayi dan perubahan fisik dan emosional selama periode pasca partum. Mengungkapkan dan diskusi dalam suatu kelompok membantu mengembangkan ide-ide, kesempatan untuk pemecahan masalah, dan kelompok dukungan. Membantu mengembangkan harga diri positif, penguasaan kenyamanan dan pemahaman peran baru. 4 Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua perawatan bayi. Fleksibilitas dan sensitisasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang. 5 Berikan bimbingan antisipasi men genai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pasca partum. Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres berkenaan degan ketidaktahuan atau dengan kejadian yang tidak diperkirakan, dan dapat meningkatkan koping positif. 6 Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak tentang bayi baru. Anjurkan sibling untuk mengungkapkan perasaan penggantian atau penolakan. Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu lebih banyak dengan anak yang lebih tua. Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan. Orang tua harus mengetahui bahwa perasaan cemburu adalah normal. 7 Anjurkan teman-teman termasuk anak yang lebih tua melakukan aktifitas di luar rumah. Anak-anak usia sekolah kemungkinan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap bayi baru lahir, saat pandangan mereka telah meluas sampai meliputi aktifitas kedekatan di luar rumah. 8 Kolaborasi: Rujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pasca partum di komunitas. Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak, dan memberikan atmosfer yang mendukung saat orang tua memerankan peran baru. (Doenges, 2002; 412 - 413) 4. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. (Hidayat, 2002: 39). 5. Evaluasi Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. (Hidayat, 2002: 41).

6. Dokumentasi Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat. (Hidayat, 2002: 1)

Related Documents


More Documents from "Herdhika Ayu Kusumasari"