Loading documents preview...
SISTEM NEUROBEHAVIOUR
“ RESIKO BUNUH DIRI “
KELOMPOK 5 : Arsita F. Kakinsale ( 14061041 ) Chindy R. Salawe ( 14061038 ) Magdalena Kialian ( 14061039 ) Mario V. Baemamenteng ( 14061037 ) Sri A. Manumpil ( 14061036 ) Stensia Bisandorong ( 14061040 ) Olivia F. Malensang (14061043)
FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO 2015
SISTEM NEUROBEHAVIOUR BUNUH DIRI
A.
Pengertian Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009) B.
Etiologi Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah : a.
Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut : 1.
Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia. 2.
Sifat Kepribadian Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi. 3.
Lingkungan Psikososial Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain. 4.
Riwayat Keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri. 5.
Faktor Biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG). b.
Faktor Presipitasi Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan. c.
Perilaku Koping Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri. d.
Mekanisme Koping Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan
dengan
perilaku
bunuh
diri,
termasuk denial,
rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. Respon adaptif Peningkatan diri
Beresiko destruktif
Destruktif diri tidak langsung
Respon maladaptive Pencederaan diri Bunuh diri
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang. C.
Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)
a.
Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya. b.
Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. c.
Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal. d.
Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada. e.
Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang. Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut. 1.
Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. 2.
Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3.
Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. D. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) a.
Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b.
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.
Impulsif.
e.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.
Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan). h.
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri). i.
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol). j.
Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier). l. m.
Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.
Pekerjaan.
o.
Konflik interpersonal.
p.
Latar belakang keluarga.
q.
Orientasi seksual.
r.
Sumber-sumber personal.
s.
Sumber-sumber social.
t.
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E.
Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)
Model interpersonal Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari. F.
Data Fokus, Fitria, Nita (2009) Masalah Keperawatan
Data Fokus
Resiko bunuh diri
Subjektif : Mengungkapkan keinginan bunuh diri. Mengungkapkan keinginan untuk mati. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal. Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.
Objektif : Impulsif. Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol). Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal). Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier). Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun. Status perkawinan yang tidak harmonis.
I.
Asuhan Keperawatan Klien Resiko Bunuh Diri
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo. Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. A.
Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1.
Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang) Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah. 2.
Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang) Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. 3.
Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan) Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu
dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. B.
Pengkajian Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu : 1.
Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah. 2.
Ancaman bunuh diri. Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya. 3.
Percobaan bunuh diri. Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
II. Diagnosa Keperawatan RISIKO BUNUH DIRI A.
Rencana Keperawatan
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi Rencana Tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : a.
Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b.
Perkenalkan diri dengan sopan.
c.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.
Jelaskan tujuan pertemuan.
e.
Jujur dan menepati janji.
f.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.
Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2 Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri, Kriteria evaluasi : Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri Rencana Tindakan : 1.
Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2.
Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3.
Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3 Klien dapat mengekspresikan perasaannya, Kriteria evaluasi : Klien dapat mengekspresikan perasaannya Rencana Tindakan : 1.
Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4 Klien dapat meningkatkan harga diri, Kriteria evaluasi : Klien dapat meningkatkan harga dirinya Rencana Tindakan : 1.
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2.
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3.
Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). TUK 5 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Rencana Tindakan 1.
Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2.
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6 Klien dapat menggunakan dukungan sosial, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan dukungan sosial. Rencana Tindakan: 1.
Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2.
Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3.
Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7 Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan obat dengan tepat Rencana Tindakan : 1.
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat). 2.
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3.
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4.
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Tindakan Keperawatan A.
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko
Bunuh Diri 1.
Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a.
Tujuan
: Pasien tetap aman dan selamat
b.
Tindakan
: Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut : a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman. b. Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang). c. Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri. SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri. ORIENTASI “ Selamat pagi Tn.B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.” “Bagaimana perasaan B hari ini?” “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?” KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.” “Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.” “Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”. “Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?” TERMINASI “Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?” “Coba B sebutkan lagi cara tersebut?” “Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang” (jangan meninggalkan pasien) B.
Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
1.
Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a.
Tujuan:
1)
Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2)
Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3)
Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4)
Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
b.
Tindakan keperawatan: 1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman. 2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara: a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya. b. Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif. c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting. d. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan. 3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara: a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya. b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah. c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri ORIENTASI “Selamat pagi Tn.B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!” KERJA “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.” “Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.” “Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?” TERMINASI “Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.” SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri. ORIENTASI “Selamat pagi Tn.B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?” KERJA “Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.” TERMINASI “Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Boleh ? Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA TN. B DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RUANG MAWAR RSJ LASALLIAN
Tgl MRS
: 5 Oktober 2015
Tgl Pengkajian
: 6 Oktober 2015
Ruang
: Mawar
A.
Pengkajian
1.
Identitas Klien
Nama Lengkap
: Tn. B
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Kawin
Alamat 2.
: Kombos Timur
Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien 3.
Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4.
Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja Masalah Keperawatan: a. Resiko bunuh diri b. Risiko perilaku kekerasan c. Harga diri rendah 5.
Pemeriksaan Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm. 6.
Konsep diri
1.
Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya. 2.
Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri. 3.
Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga tetapi belum memiliki anak 4.
Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu. 7.
Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain. 8.
Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung
dan
tak
bergairah, jarang
berkomunikasi dan
slalu
bermusuhan dengan teman yang lain, sangat sensitive. 9.
Spiritual
a.
Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya. b.
Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada
Tuhan. 10. Status Mental Penampilan: pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan. Pembicaraan: Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking. Aktivitas Motorik: Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif. 11. Mekanisme Koping Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau melakukan aktifitas. 12. Pohon masalah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Resiko Bunuh Diri
Harga Diri Rendah 13. Analisa data Diagnosa Resiko bunuh diri
Data mayor Subyektif: Mengatakan hidupnya tak berguna lagi Inggin mati Menyatakan pernah mencoba bunuh diri Mengancam bunuh diri Obyektif: Ekspresi murung Tak bergairah Ada bekas percobaan bunuh diri
Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
Data minor Subyektif: Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri Mengatakan lebih baek mati saja Mengatakan sudah bosan hidup Obyektif: Perubahan kebiasaan hidup Perubahan perangai
1.
Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri. 2.
Koping maladaptif
DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan. DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls. 14. Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri Pasien: a.
Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b.
Tujuan khusus
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan: 1.1
Perkenalkan diri dengan klien
1.2
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4
Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan: 2.1
Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain-lain).
2.2
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3
Awasi klien secara ketat setiap saat.
3.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan: 3.1
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.3
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain.
3.5
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
4.
Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan: 4.1
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3
Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
5.
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan: 5.1
Ajarkan
untuk
menyenangkan setiap
mengidentifikasi hari
favorit, menulis surat dll.).
(misal
:
pengalaman-pengalaman
yang
berjalan-jalan,
buku
membaca
5.2
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, danpentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
5.3
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6.
Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan: 6.1
Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
6.2
Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
6.3 7.
Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama). Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan: 7.1
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
7.2
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
7.3
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
7.4
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar. CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN
NO 1.
TGL/JAM DIAGNOSA KEP 10/10/2015 Resiko Bunuh
TINDAKAN
EVALUASI
Sp I Pasien
S:
PK.10.00 WITA
Diri
Membina hubungan saling
percaya dengan klien Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
pasien Mengamankan benda-benda
Klien mengatakan sudah mencoba belajar berkenalan namun masih enggan untuk dilakukan
yang dapat membahayakan
O: Klien aktif dan pasien. memperhatikan Melakukan kontrak treatment Mengajarkan cara selama latihan mengendalikan dorongan bunuh berkenalan dengan perawat diri
Sp II Pasien
Mengidentisifikasi aspek positif
pasien Mendorong pasien untuk
A: Klien sudah tahu cara berkenalan dengan menyebutkan nama,asal,hobi
berfikir positif terhadap diri
sendiri Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
Sp III Pasien Mengidentisifikasi pola koping
yang biasa diterapkan pasien Menilai pola koping yng biasa
dilakukan Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif Menganjurkan pasien
P: Lanjutkan berkenalan dengan orang lain.
menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian Sp IV Pasien Membuat depan
yang
bersama pasien Mengidentifikasi mencapai
rencana
rencana
masa realistis cara masa
depan yang realistis Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis
DAFTAR PUSTAKA Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatanpasien, EGC, Jakarta