Askep Siadh

  • Uploaded by: Narni Sunarni
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Siadh as PDF for free.

More details

  • Words: 2,057
  • Pages: 13
Loading documents preview...
1

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN SIADH (Syndrome Of Inapropiate Secretion Of Anti Diuretic Hormon)

4.1. KONSEP 4.1.1 Definisi 4.1.1.1 SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby) 4.1.1.2 SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993) 4.1.1.3 SIADH

adalah

gangguan

yang

berhubungan

dengan

peningkatan jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001) 4.1.1.4 SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.(Corwin,2001) Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi hipofise tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk mengembang. Jika hipofise membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan penglihatan. Hipofise mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofise dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofise. Hipotalamus dan hipofisis dihubungkan oleh sistem portal hipotalamo-hipofisis.Melalui sistem tersebut

2

releasing hormon dari hipotalamus mencapai hipofisis, shg hipofisis mudah melepaskan hormon-hormon. Hipofise memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofise) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofise) dilakukan melalui impuls saraf. Dengan mengetahui kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah kendali hipofise (kelenjar target), maka hipotalamus

atau

hipofise

bisa

menentukan

berapa

banyak

perangsangan atau penekanan yang diperlukan oleh hipofise sesuai dengan aktivitas kelenjar target. Hormon yang dihasilkan oleh hipofise (dan hipotalamus) tidak semuanya dilepaskan terus menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan pergantian periode aktif dan tidak aktif.

4.1.2 Etiologi Produksi dari vasopressin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker prostate dan limfoma dari duodenum, tymus dan kandung kemih adalah yang paling umum sering meyebabkan SIADH). (Black dan Matassarin, 1993) factor lain yang menyebabkan SIADH : 4.1.2.1 Kelebihan vasopressin 4.1.2.2

Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.

4.1.2.3 Proses inflamasi (virus dan bakteri pneumonia) 4.1.2.4 Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan ocytocin) 4.1.2.5 Penyakit endokrin seperti insufisiensi adrenal, mixedema dan insufisiensi pituitary anterior 4.1.2.6 Analgesic

3

4.1.2.7 Muntah Faktor Pencetus : 4.1.2.8 Trauma Kepala 4.1.2.9

Meningitis.

4.1.2.10

Ensefalitis.

4.1.2.11

Neoplasma.

4.1.2.12

Cedera Serebrovaskuler.

4.1.2.13

Pembedahan.

4.1.2.14

Penyakit Endokrin.

SIADH cenderung terjadi pada orang dengan gagal jantung atau orang dengan penyakit hipotalamus (bagian dari otak yang bekerja secara langsung dengan kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon). Dalam kasus lain, kanker tertentu (di tempat lain dalam tubuh) dapat menghasilkan hormon antidiuretik, Penyebab lainnya mungkin termasuk yang berikut: 4.1.2.1 Meningitis - radang meninges, membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. 4.1.2.2 Ensefalitis - radang otak. 4.1.2.3 Tumor otak 4.1.2.4 Kegilaan 4.1.2.5 Penyakit paru-paru 4.1.2.6 Trauma kepala 4.1.2.7 Guillain-barre syndrome (gbs) - kondisi reversibel yang mempengaruhi saraf dalam tubuh.gbs bisa mengakibatkan otot, nyeri kelemahan, dan bahkan kelumpuhan sementara dada, wajah, dan otot kaki. Kelumpuhan otot-otot dada dapat menyebabkan masalah pernapasan. 4.1.2.8 Obat tertentu 4.1.2.9 Kerusakan pada kelenjar hipotalamus atau pituitari selama operasi

4

4.1.3 Patofisiologi Pengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dalam kondisi hiponatremi menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan penurunan Na direabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal. Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa control umpan balik, walaupun osmolaritas plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang kronik, Na turun Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan yang disertai semua kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan biokimiawi hanya hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel kolaps yang masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil. ( Black dan Matassarin Jacob, 1993) Pada keadaan penyakit tertentu dapat mengganggu keseimbangan air dan garam dalam tubuh. Jika ada terlalu ADH banyak dalam tubuh, atau jika ginjal bereaksi berlebihan ke ADH yang mereka terima, tubuh mempertahankan kelebihan air dan konsentrasi natrium serum menjadi encer dan jatuh ke tingkat normal. Pasien dengan gejala SIADH

mengembangkan

berdasarkan

tingkat

kelainan

pada

konsentrasi natrium serum dan kecepatan yang konsentrasi ini turun. Normal serum natrium 135-145 mEq / L (miliekuivalen sodium per liter cairan tubuh). Ketika konsentrasi natrium adalah 125-135 mEq / L pasien mungkin memiliki mual ringan , kehilangan nafsu makan , kelelahan , sakit kepala, atau masih tetap bebas dari gejala. Sebagai tingkat natrium turun di bawah 120 mEq / L, pasien mengalami kelemahan yang lebih besar, kebingungan, mengantuk,

5

muntah, dan berat badan. Sebagai konsentrasi natrium pendekatan 110 mEq / L, pasien dapat menderita kejang , koma, dan kematian.

4.1.4 Manifestasi klinis Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah : 4.1.4.1 Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun/letargi sensitive koma, mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia). 4.1.4.2 Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tapa oedema) sekitar 5-10 %. 4.1.4.3 Distensi vena jugularis. 4.1.4.4 Takhipnea. 4.1.4.5 Kelemahan 4.1.4.6 Letargi 4.1.4.7 Peningkatan BB 4.1.4.8 Sakit kepala 4.1.4.9 Mual dan muntah 4.1.4.10 Kekacauan mental. 4.1.4.11 Kejang. 4.1.4.12 Penurunan keluaran urine

4.1.5 Komplikasi Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfulsi sampai kejang otot,koma dan intoksikasi air.

4.1.6 Pemeriksaan Diagnostik 4.1.6.1 Natrium serum menurun <135 M Eq/L. 4.1.6.2 Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L,menandakan konservasi ginjal terhadap Na.Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH. 4.1.6.3 Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kalium sedikit.

6

4.1.6.4 Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang dengan DNA. 4.1.6.5 Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi. 4.1.6.6 Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. 4.1.6.7 Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH. 4.1.6.8 Ht,tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi. 4.1.6.9 Pemeriksaan darah yang mengatur peningkatan kadar ADH disertai penurunan osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L. 4.1.6.10 Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal. 4.1.6.11 Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah. 4.1.6.12 Pemeriksaan laboratorium : 4.1.6.13 penurunan osmolalitas,serum,hiponatremia,hipokalemia,peningkatan natrium urin.

4.1.7 Penatalaksanaan Pengobatan khusus untuk SIADH akan ditentukan oleh dokter anak Anda berdasarkan: 4.1.7.1 Usia anak Anda, kesehatan secara keseluruhan, dan riwaya kesehatan 4.1.7.2 Luasnya penyakit 4.1.7.3 Anak Anda toleransi untuk pengobatan spesifik, prosedur, atau terapi 4.1.7.4 Harapan untuk perjalanan penyakit 4.1.7.5 Anda pendapat atau preferensi

7

Pengobatan yang paling sering diresepkan untuk SIADH adalah restriksi cairan dari antara 30 sampai 75 persen dari asupan cairan normal, tergantung pada beratnya gangguan. Jika kondisi ini kronis, pembatasan cairan mungkin perlu permanen. Pengobatan juga termasuk: Tertentu obat-obat yang menghambat aksi dari ADH (jarang digunakan pada anak karena efek samping) 4.1.7.1 Bedah pengangkatan tumor yang memproduksi ADH 4.1.7.2 Syarat kunci: hormon Antidiuretik, diuresis, Hormon, Hypertonic larutan garam, intrakranial, kelenjar pituitary, SIADH, Serum.

4.1.7 Komplikasi Prognosis SIADH tergantung pada penyebabnya. Sampai saat ini, banyak dokter percaya bahwa penampilan SIADH menunjukkan miskin prognosis untuk lebih bertentangan

kanker. Namun,

dengan ide

laporan

ini. Kemampuan

pasien

terakhir untuk

mengamati batasan berat asupan cairan dapat menentukan tingkat gejala yang sedang berlangsung. SIADH biasanya membaik setelah penghentian

obat

atau

mengobati

infeksi

ketika itu

adalah

penyebabnya. Ketika kanker merupakan penyebab langsung SIADH, satu harapan untuk perbaikan serupa SIADH dari perlakuan yang mengurangi jumlah kanker dalam tubuh.

8

4.2

PROSES KEPERAWATAN PADA SIADH 4.2.1 PENGKAJIAN  Pantau status cairan dan elektrolit.  Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.  Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada dokter).  Pengkajian Fisik  Inspeksi - Vena leher penuh. - Twiching pada otot. •Perkusi - Penurunan refleks tendon dalam. • Auskultasi - Kardiovaskuler : Takikardia. 

Pemeriksaan Diagnostik



Natrium serum menurun <135 M Eq/L.

 Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L,menandakan konservasi ginjal terhadap Na.Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.  Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kalium sedikit.  Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang dengan DNA.  Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.  Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.  Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.)  Ht,tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.  Pemeriksaan darah yang mengatur peningkatan kadar ADH disertai penurunan osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.

9  Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.  Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.  Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas,serum,hiponatremia,hipokalemia,peningkatan natrium urin.

4.1

DIAGNOSA KEPERAWATAN 4.1.1 Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan. 4.1.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan absorbsi nutrisi dan natrium. 4.1.3 Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.

4.2. INTERVENSI DX I : Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada oedem pada tubuh serta pengeluaran urin kembali seimbang. NOC : Fluid Balance Kriteria Hasil : 1. Tekanan darah normal. 2. Denyut nadi normal. 3. Denyut nadi teraba. 4. Tidak terjadi acites/oedema pada perut. 5. Masukan selama 24 jam seimbang. 6. BB tidak menurun. 7. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba. 8. Hematokrit normal. 9. Turgor kulit baik. NIC : Fluid/Electrolyte management.

10

Intervensi : 1. Kaji keadaan umum pasien. 2. Kaji tanda-tanda vital. 3. Monitor tanda dan gejala peningkatan retensi urine. 4. Pantau masukan dan keluaran urine serta hitung keseimbangan cairan. 5. Berikan/batasi ciaran tergantung pada status volume cairan. 6. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.

DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan absorbsi nutrisi dan natrium. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan BB stabil,pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan pasien dapat mengumpulkan energi untuk beraktivitas kembali. NOC : Nutritional status:food and fluid intake. Kriteria Hasil : 1. Asupan nutrisi. 2. Asupan makanan dan cairan. 3. BB meningkat. 4. Kekuatan dapat terkumpul kembali. 5. Stamina NIC : Nutrition Management 2. Nutrition terapi Intervensi : NIC I 1. Kaji BB 2. Berikan makanan tinggi kalori untuk peningkatan energi. 3. Berikan makanan tinggi Na. 4. Tingkatkan makanan yang mengandung protein,vitamin dan besi apabila dianjurkan. NIC II 1. Berikan lingkungan nyaman pada saat pasien makan.

11

2. Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan. 3. Sediakan makanan yang menarik untuk pasien agar pasien merasa tertarik. 4. Ajari pasien dan keluarga tentang diet yang harus diberikan.

DX III : Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat meningkat kembali. NOC : Cognitive ability Kriteria hasil : 1. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik. 2. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya. 3. Orientasi pasien kembali normal. 4. Proses informasi bisa kembali lancar. NIC : Electrolyte management ; Hyponatremia. 1. Kaji keadaan umum pasien. 2. Monitor TTV. 3. Batasi aktivitas pasien untuk mengumpulkan energi. 4. Berikan larutan hipertonik (3%-5%) 3ml/kg/jam sesuai dengan keluhan hyponatremia. 5. Monitor fungsi ginjal. 6. Timbang BB.

4.1.4

IMPLEMENTASI Disesuaikan dengan kondisi

4.1.5

EVALUASI DX KRITERIA HASIL SKALA INDICATOR SKALA Evaluasi didasarkan pada hasil yang diharapkan pada pasien serta dilanjutkan tindak kewaspadaan selama 3 X 24 jam . Diangnosa I Volume cairan dan elektrolit tubuh kembali kebatas normal Diangnosa II Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

12

Diangnosa III Pengeluaran urin kembali normal Diangnosa IV :Status mental pasien meningkat dan dapat melakukan mekanisme koping dengan baik.

13

DAFTAR PUSTAKA

Black, Matasarin, dkk, 1997, Medical Surgical Nursing, Phiadelpia: W, B, Soundres.

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth j, 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC.

Doenges, Marylin E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres.

Hudak, Carolin M, 1996, Keperawatan Kritis, Edisi IV, Volume II, Jakarta: EGC.

Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medical Bedah 3, Bandung: yayasan IAPK pajajaran.

Rumaharbo, Hotman. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem Endokrin. Jakarta : EGC

Suddarth & Burmmer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah II Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC

Suparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi III. Jakarta : FKUI

Wilson, Loraine & Sylvia A. Price. 2005. Patofisiologi Vol II Edisi 6. Jakarta : EGC

Related Documents

Askep Siadh
January 2021 0
Askep Siadh
January 2021 0
Askep Siadh
January 2021 0
Woc Siadh
January 2021 7
Laporan Pendahuluan Siadh
January 2021 0

More Documents from "Imma Sang Pemimpie"

Askep Siadh
January 2021 0