Asuhan Fisioterapi Pada Kasus Bell

  • Uploaded by: fitra wati
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Fisioterapi Pada Kasus Bell as PDF for free.

More details

  • Words: 1,408
  • Pages: 8
Loading documents preview...
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY DENGAN INTERVENSI NEUROMUSCULAR TAPPING (NMT) DAN MIRROR EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI MOTORIK PADA WAJAH

Oleh

YELESTIN MUIJIANTI NIM : 1511401053

PROGRAM STUDI D -III FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ABDURAB PEKANBARU 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Wajah adalah asset utama pada diri manusia. Wajah yang sempurna yang di harapkan setiap orang, tapi di zaman sekarang orang-orang mengabaikan kesehatan pada wajah. Sehingga tidak sedikit pula orangorang yang terkena bell’s palsy, dikarenakan wajah sering terpapar langsung oleh angin secara berlebihan dan sering tidur di lantai. Seseorang yang terkena bell’s palsy dibagian salah satu sisi wajah akan sulit menggerakkan mulut, mengedipkan mata, mengangkat alis, serta sering mengeluarkan air mata. Hal ini dikarenakan fungsi motoric pada wajah yang terganggu. Bell’s palsy adalah kelumpuhan pada salah satu sisi wajah, yang menyebabkan tidak mampu menutup mata atau mulut pada sisi yang lumpuh. Dengan kata lain bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Istilah bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut. Sir Charles Bell seorang ilmuan dari skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19 (Fanani, 2011). Bell's palsy adalah kelumpuhan periferal otot-otot wajah akibat lesi akut pada saraf kranial VII. Karena saraf saraf kranial ini berjalan dari formasi retikular di seluruh wajah, setiap lesi di jalannya mempengaruhi jika ada kerugian dalam arti rasa, hal itu mungkin menunjukkan bahwa lesi

1

2

dekat dengan tempat chorda tympani dimulai di kanal tulang wajah. Bila lesi secara eksklusif mengelilingi mulut, mempengaruhi senyum dan pengunyahan, hal itu mungkin menunjukkan kerusakan neuron motorik yang superior. Jika lesi mempengaruhi seluruh wajah maka neuron motor inferior mungkin terlibat, karena nukleus motor saraf wajah rusak (RamosJimenez Arnulfo, 2015). Tanda positif bell’s palsy adalah kelumpuhan yang ditandai dengan mulut tertarik pada salah satu sisi. Penderita tidak dapat mengangkat alis atau mengerutkan dahi. Pada saat menutup mata, menngangkat sudut mulut, menggembungkan pipi, bersiul dan mencucu akan terjadi deviasi kearah yang sehat. Sehingga menimbulkan kelainan bentuk wajah yang menyebabkan penderita sangat terganggu baik fungsional, kosmetik maupun psikologis (gerhanawati, 2015). Secara anatomis, bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantarkan sensasi serabut parasimpatis yang terakhir ini sering di namai sara intermedius, atau pers intermedius wisberg. Ada pakar yang menganggapnya sebagian saraf yang terpisah, namun umumnya saraf intermedius ini di anggap sebagai bagian dari saraf fasialis. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah di hantarkan melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang dihantarkan sensasi eksteroseptik mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desendens dan

3

inti akar desendens dari saraf trigeminus. Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus (Lumbantobing, 2012). Gejala Bell's palsy berkisar dari ringan sampai berat dan kebanyakan kasus dapat berlangsung dari dua minggu sampai enam bulan dengan pemulihan penuh. Bell's palsy menunjukkan berbagai gejala dan di antaranya yang paling signifikan terkulai termasuk sudut mulut yang memungkinkan air liur, ketidakmampuan untuk membuat ekspresi wajah yang normal dan hilangnya fungsi kelopak mata. Gejala ini mengesankan efek psikologis dan fisik pada orang tersebut dan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Penelitian yang berbeda-beda menjelaskan laporan kasus Bell's palsy yang menunjukkan efek Bell's palsy pada aktivitas seharihari seseorang. Satu review sistematis menyatakan bahwa Bell's palsy adalah jenis neuron motorik yang lebih rendah sehingga terapi exercise berdasarkan fasilitasi neuromuskular, terapi pendidikan dan cermin meningkatkan fungsi motorik pada wajah ( Rahman et al, 2017). Kontroversi dalam tata laksana masih di perdebatkan. Sebagian besar kasus (85%) sembuh sempurna dalam 1-2 bulan dan rekurensi terjadi pada 8% kasus (Lowis & Gaharu, 2012). Kejadian Bell's palsy adalah 20-30 kasus untuk 100.000 dan menyumbang 60-70% dari semua kasus kelumpuhan wajah peripheral sepihak. Jenis kelamin dipengaruhi secara merata dan mungkin terjadi pada usia berapapun (Rahman et al, 2017). Penyebab umum kelumpuhan wajah perifer dan menyumbang lebih dari 50% dari semua kasus wajah kelumpuhan. Ini mempengaruhi sekitar 40.000 orang Amerika setiap tahun dan menimpa pria dan wanita usia 15 sampai 60

4

tahun. Wanita beresiko 30% terkena bell”s palsy dan Pria beresiko 23% terkena bell’s palsy. Wanita hamil dan penderita diabetes melitus lebih rentan terkena bell’s palsy (Chiropratic Madicine, 2011). Fisioterapi adalah bentuk layanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,elektrioterapeutis dan mekanisme) pelatihan fungsi dan komunikasi (PERMENKES RI Nomer 65 Tahun 2015). Neuromuscular Tapping merupakan rehabilisasi yang menggunakan rangsangan biomekanik melalui efek dekompresi dan kompresi untuk mendapat positif pada tendon, sendi, sistem saraf, limfatik serta memperbaiki postur tubuh (Blow, 2013). Mirror exercise yaitu salah satu terapi latihan yang menggunakan cermin yang pelaksanaannya menggunakan latihan gerakan-gerakan pada wajah baik secara aktif maupun pasif (Rahman et al, 2017). Pada kondisi bell’s palsy pemberian terapi latihan dengan menggunakan cermin (mirror exercise) selain memberikan biofeedback juga bertujuan untuk mencegah penurunan fungsi motorik (Lumbantobing, 2012).

1.2

Identifikasi Masalah Bell's palsy adalah kelumpuhan periferal otot-otot wajah akibat lesi akut pada saraf kranial VII. Karena saraf saraf kranial ini berjalan dari formasi retikular di seluruh wajah, setiap lesi di jalannya memengaruhi jika

5

ada kerugian dalam arti rasa, hal itu mungkin menunjukkan bahwa lesi dekat dengan tempat chorda tympani dimulai di kanal tulang wajah. Bila lesi secara eksklusif mengelilingi mulut, mempengaruhi senyum dan pengunyahan, hal itu mungkin menunjukkan kerusakan neuron motorik yang superior. Jika lesi mempengaruhi seluruh wajah maka neuron motor inferior mungkin terlibat, karena nukleus motor saraf wajah rusak (RamosJimenez Arnulfo, 2015). Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien bell’s palsy biasanya bila dahi kerutkan lipatan dahi tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam mencucukan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang kesisi yang tidak sehat serta air mata keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan karang tajam (Lumbantobing, 2012). Namun jika tanda dan gejala tidak biasa untuk bell’s palsy harus meminta evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan penampilan wajah yang kurang baik atau tidak dapat mengerutkan dahi harus menjalani perbaikan dari tulang temporal. Mereka dengan kelumpuhan bilateral atau mereka yang tidak membaik dalam dua atau tiga minggu setelah timbulnya gejala keahli saraf (Adel,dkk 2014). Permasalahan yang muncul pada kasus bell’s palsy meliputi Anatomical Impairment adalah adanya penurunan kekuatan otot-otot orbicularis oris dan levator angulioris, potensial terjadinya atrofi pada otot wajah, potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah sehat oleh karena

6

kontraksi terus menerus pada sisi yang sehat, potensial terjadinya kontraktur otot wajah yang sehat, dan perlengketan jaringan. Functional impairment yaitu adanya kelumpuhan otot-otot orbicularis oris dan levator angulioris sehingga terjadi gangguan ekspresi wajah, gangguan sensorik (sensasi rasa) dan asimetris antara kedua sisi wajah. Functional limitation, mata sebelah sisi sakit tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi yang sakit, adanya gangguan ekspresi. Disability dan penurunan rasa percaya diri saat bersosialisasi di lingkungan masyarakat karena adanya gangguan ekspresi wajah (Lumbantobing, 2012). Penatalaksanaan pada kasus bell’s palsy intervensi yang digunakan oleh

fisioterapi

adalah

Neuromuscular

Taping

digunakan

untuk

memfasilitasi drainase limfatik, tendon, saraf, memperbaiki postur tubuh serta meningkatkan fungsi motoric (Blow, 2013). Mirror exercise bertujuan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi motorik serta memberikan biofeedback untuk melatih kembali gerakan volunter pada wajah pasien (Lumbantobing, 2012). Pengukuran kemampuan fungsional otot-otot wajah dapat di ukur dengan sekala Ugo Fisch. Skala Ugo Fisch digunakan untuk mengukur kemajuan fungsi motorik dan kemampuan gerak fungsional otot-otot pada wajah. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat (Lumbantobing, 2012).

7

1.3

Rumusan Masalah Apakah interversi Neuromuscular Taping dan Mirror Exercise dapat meningkatkan fungsi motoric pada kondisi Bell’s Palsy?

1.4

Tujuan Untuk mengetahui pengaruh dan hasil pemberian Neuromuscular Taping dan Miror Exercise untuk meningkatkan fungsi motorik pada kondisi Bell’s Palsy.

1.5

Manfaat 1.5.1 Bagi Penulis Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang asuhan fisioterapis pada bell’s palsy dengan intervensi

Neuromuskular

Taping

danMirror

Exercise

untuk

meningkatkan fungsi motorik. 1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini berguna bagi institusi pendidikan lainnya sebagai bahan referensi dan informasi dalam asuhan fisioterapi pada Neuromuscular Taping dan Mirror Exercise. 1.5.3 Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi rumah sakit yang dapat bermanfaat dalam meningkat kan mutu pelayanan fisioterapi pada kondisi Bell’s Palsy.

Related Documents


More Documents from "FinaNurInsiyah"