Asuhan Keperawatan Pada Lansia Home Care Ny

  • Uploaded by: Shanty
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pada Lansia Home Care Ny as PDF for free.

More details

  • Words: 8,588
  • Pages: 46
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan kemajuan di bidang-bidang seperti perekonomian, kesehatan dan teknologi, membawa dampak bahwa usia harapan hidup semakin meningkat, dari 48 tahun pada tahun 1900 menjadi 73,5 tahun pada tahun 2000. Kondisi tersebut membawa akibat jumlah populasi lansia yang berusia diatas 65 tahun semakin meningkat. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia (data BPS 1997), penduduk lansia menjadi 8,1% dan 12 % pada tahun 2020. Panti sosial Tresna Werdha (PSTW) Yogyakarta unit Budi Luhur adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia agar dapat hidup lebih baik dan terawat dalam kehidupan mayarakat baik yang berada didalam panti maupun yang berada diluar panti. PSTW sebagai lembaga peyanan sosial lanjut usia berbasis panti yang dimiliki pemerintah dan memiliki berbagai sumber daya perlu mengembangkan diri menjadi institusi yang progresif dan terbuka untuk mengantisipasi dan merespon kebutuhan lanjut usia yang terus meningkat. Fungsi PSTW unti budiluhur kasongan adalah sebagai pusat pelayanan pendampingan dan perlindungan bagi lanjut usia, pusat informasi tentang kesejahteraan sosial lanjut usia dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan tentang lanjut usia. Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorag telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, dewasa dan tua. Lansia akan mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis, kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, sensitiftas emosional meningkat dan gerakan melambat. Meskipun lansia mengalami penurunan fungsi tubuh seperti kardivaskuler, perkemihan, pendengaran, penglihatan , dan pernafasan seperti asma. 1

Peran perawat sangat diperlukan untu mempertahankan derajat kesehatan lansia sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan bio-psikososio-spiritual sehingga lansia tersebut masih dapat memenuhi kbutuhan secara mandiri. Peran perawat diantaranya pemberi perawatan secara langsung pendidik, motivator,advokasi dan konselor pada kelayan (Mubarok, W 2006). STIKES SURYA GLOBAL Yogyakarta merupakan salah satu perguruan tinggi swasta diyogyakarta, didalamnya terdiri dari beberapa program studi yang salah satunya adalah program studi ilmu keperawatan dan program studi profesi ners. Salah satu mata kuliah yang diajarkan dalam ilmu keperawatan adalah keperawatan gerontik yaitu perawatan pada lanjut usia. PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur sebagai pelaksana teknis dalam memberikan pelayanan sosial bagi lansia, merupakan lahan praktek program studi profesi ners. Salah satu program pelayanan di PSTW Yogyakarta unit budi luhur adalah program home care yaitu perawatan yang dilakukan di rumah. Dimana tujuan home care adalah melakukan pelayanan kebutuhan lansia di rumah/di luar panti dalam hal kebutuhan dasar dan layanan kegiatan sehari-hari, melakukan pelayanan kebutuhan lansia di rumah/di luar panti dalam hal kebutuhan dasar dan layanan kegiatan sehari-hari, membantu keluarga yang mempunyai lansia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan perawatan lansia, membantu lansia yang hidup sendiri tanpa anggota keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan dan perawatan diri sendiri. Jumlah kelayan home care kurang lebih 50, dimana kunjungan kegiatan dilakukan tiap 2 minggu sekali dengan

didampingi oleh dokter, perawat, psikolog,

rohaniawan.

B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa memperoleh

pengalaman

langsung

dan

nyata

dalam

melaksanakan asuhan keperawatan home care pada lansia dengan masalah Sistem Endokrin PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. 2

2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu menerapkan proses keperawatan pada lansia dengan masalah Sistem Endokrin di PSTW Yogyakarta unit Budi Luhur. b. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan

keperawatan pada

lansia dengan masalah Sistem Endokrin di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur C. METODE 1. Pemeriksaan Fisik 2. Wawancara 3. Observasi 4. Dokumentasi D. RUANG LINGKUP 1. Lingkup Mata Ajaran Keperawatan Asuhan Keperawatan lansia pada kelayan Ny. D dengan masalah kesehatan Diabetes Mellitus adalah salah satu bagian mata ajaran keperawatan gerontik. 2. Lingkup Kasus Asuhan Keperawatan ini dilakukan pada lansia dengan masalah kesehatan Endokrin PSTW Yogyakarta unit Budi Luhur. 3. Lingkup Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan yang digunakan adalah pendekatan dengan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentsi keperawatan. BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.

GAMBARAN MENUA a) Definisi Proses menjadi tua merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap individu. Ada beberapa pengertian menua, yaitu : 3

1.

Menua (Menjadi Tua) adalah : suatu proses menghilangnya

perlahan-lahan

kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constatinidies, 1994). 2.

Menua (Aging) adalah : proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus kepada lansia. Walaupun menua merupakan proses alami, tetapi harus kita akui

juga bahwa ada berbagai permasalahan kesehatan yang sering dialami kala lanjut usia. Permasalahan-permasalahan kesehatan pada lansia ini dipelajari oleh cabang ilmu kedokteran, yaitu Geriatri. Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan kepada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabititatif secara psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabititatif secara psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien geriatri dan psikogeriatri, yaitu : 1. Keterbatasan

fungsi

tubuh yang

berhubungan

dengan

makin

meningkatnya usia. 2. Adanya akumulasidari penyakit-penyakit degeneratif. 3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a.

Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)

4

b.

Mengisolasi

diri

atau

menarik

diri

dari

kegiatan

kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasanga hidup, dan lain-lain. 4. Hal-hal

yang

dapat

menimbulkan

gangguan

keseimbangan

(homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek spikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis, dsb. Hal itu bersumber dari munculnya stresor sosial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan aparat hukum atau trauma psikis b) Faktor Resiko Penyebab Utama Permasalahan Kesehatan Lansia Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut : 1.

Penurunan kondisi fisik. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (Multiple Pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang memasuki masa lansia mengalami penurunan berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan. Kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang 5

bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang. 2.

Penurunan fungsi dan potensi seksual. Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik, seperti : a. Gangguan jantung (Hipertensi) b. Gangguan metabolisme, misal : Diabetes Mellitus. c. Vagmitis. d. Baru selesai operasi, misal : prostatektomi. e. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang. f. Faktor psikologis yang menyertai lansia, antara lain : 

Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia



Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.



Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.



Pasangan hidup telah meninggal.



Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya : cemas, depresi, pikun, dsb.

3. Perubahan aspek psikososial. Pada umumnya setelah seseorang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dll sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotik (konatif) meliputi hal-al yang berhubungan dengan dorongan-dorongan kehendak seperti gerakan,

6

tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. 4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun tergantung dari model kepribadiannya seperti yang diuraikan pada point 3 (tiga) diatas. Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setalah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima ada yang takut kehilangan ada yang merasa senang mamiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu baik yang positif maupun yang negatif. Dampak positif lebih menentramkan lansia, dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang bersifat memantapkan arah minatnya masing-masing. Agar tetap memiliki kegiatan yang jelas. Model latihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehinggan menumbuhkan keyakinan pada lansia, bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dimasa tua sehingga tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna. 5. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat. 7

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, misal badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka sering beraktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup. Agar tidak merasa asing dan diasingkan. Jika keterasingan terjadi maka akan saling menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan dapat muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tidak berguna, serta merengek-rengek seperti perilaku anak kecil. Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas, pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita atau budaya ketimuran masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu

memelihara

(care)

dengan

penuh

kesabaran

dan

pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah penting adanya panti werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia disamping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial, panti werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai lansia. c) Masalah Kesehatan yang Mungkin Muncul Pada Lansia Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan paa dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses 8

menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk

memperbaiki

diri

atau

mengganti

diri

serta

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin. Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia : 1. Immobility (Kurang Bergerak) Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem muskoloskeletal seperti terjadinya : Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi kaku, Pada otot terjadi atrofi serabut otot (sehingga seseorang bergerak lamban, otot keram dan menjadi tremor). Pada kurang gerak bisa juga disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah (Biasanya terjadi tekanan darah tinggi). 2. Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh) Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsifungsi tubuh dan kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh, sehingga akan mengurangi kesigapan seseorang. Penyebab terjatuh pada lansia antara lain : a.

Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri).

b.

Faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan). Akibat dari terjatuh dapat menyebabkan cidera pada lansia

sehingga menimbulkan rasa sakit. Lansia yang pernah terjatuh akan merasa takut untuk terjatuh lagi sehingga lansia tersebut menjadi takut untuk berjalan dan membatasi pergerakannya. 9

3. Incontinence Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK atau keluarnya air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan atau sosial. Untuk mengatasi masalah ini biasanya lansia akan mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi jumlah dan frekuensi berkemih. Akibatnya lansia dapat terjadi kekurangan cairan tubuh dan berkurangnya kemampuan kandung kemih yang justru akan memperberat keluhan beser pada lansia. 4. Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual) Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau ingatan yang mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari. Kejadian ini terjadi dengan capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih. a.

Usia 60-74 tahun sekitar 5% Lansia mengalami demensia (Kepikunan)

b.

Usia 85 tahun meningkat mendekati 50%.

5. Infeksi Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh juga menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang bermacam-macam. Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa terpengaruh terhadap infeksi yang terjadi pada lansia. 6. Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste, Smell, Communication, Convalescence, Skin Integrity) Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otototot. Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran dan komunikasi (berbicara). 7. Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB) Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan fisik pada lansia yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang minum juga akibat pemberian obat-obat tertentu. 10

Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan maka akan tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus yang menyebabkan rasa sakit diperut. 8. Isolation (Depresi) Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri serta akibat perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial. Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian dari proses menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara lain : a.

Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa kesepian, gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak adanya selera makan yang mengakibatkan berat badan menurun, daya ingat berkurang, sulit untuk

memusatkan

perhatian,

kurangnya

minat,

hilangnya

kesenagnan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri. b.

Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan.

9. Inanition (Kurang Gizi) Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia dalam memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia mengalami penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera. Sedangkan penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia hanya akan mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya penyakit fisik, mental, gangguan tidur dan obatobatan. 11

10. Impecunity (Tidak Punya Uang) Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah tua maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia berhenti dari pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan berkurang. Lansia dapat menikmati masa tua dengan bahagia apabila : a.

Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

b.

Tempat yang layak untuk tinggal.

c.

Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.

11. Iatrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan) Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau yang biasa disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang banyak untuk tiap penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dari dokter sehingga akan muncul penyakit baru dari akibat penggunaan obatobatan tersebut. 12. Insomnia (Gangguan Tidur) Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk mulai masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun, sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila sudah terbangun maka akan sulit untuk tidur kembali. 13. Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun) Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi akibat terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses menua mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat terjadi akibat penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut, penggunaan obat-obat tertentu dan status gizi yang buruk. 14. Impotence (Impotensi) 12

Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit tiga bulan. Impotensi ini dapat disebabkan karena hambatan aliran darah yang menuju alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik proses menua ataupun adanya penyakit dan juga berkurangnya sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin. Serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan. B. HOME CARE Di awal perjalanannya home care nursing sesungguhnya merupakan bentuk pelayanan yang sangat sederhana, yaitu kunjungan perawat kepada pasien tua atau lemah yang tidak mampu berjalan menuju rumah sakit atau yang tidak memiliki biaya untuk membayar dokter di rumah sakit atau yang tidak memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena strata sosial yang dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif pemuka agama yang care terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang melakukannya dikenal dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk intervensi yang diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif. Pada saat klien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan sistem pelayanan keperawatan dirumah (home care nursing), maka klien dan keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkannya dari pelayanan

keperawatan

dirumah

sakit.adapun

klien

dan

keluarga

memutuskan untuk tidak menggunakan sistem ini, mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan yang menjadikan home care bukan pilihan yang tepat.dibawah ini terdapat tentang pro dan kontra home care di Indonesia. Pro home care berpendapat :

13

1. home care memberikan perasaan aman karena berada dilingkungan yang dikenal oleh klien dan keluarga, sedangkan bila di rumah sakit klien akan merasa asing dan perlu adaptasi. 2. home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat diberikan secara focus pada satu klien, sedangkan dirumah sakit perawatan terbagi pada beberapa pasien. 3. home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi klien, dimana pelayanan keperawatan dapat diberikan secara komprehensif (biopsikososiospiritual). 4. home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana semua tindakan yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu. 5. home care memberikan pelayanan keperawatan dengan biaya relatif lebih rendah daripada biaya pelayanan kesehatan dirumah sakit. 6. home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care giver dalam memonitor kebiasaan klien seperti makan, minum, dan pola tidur dimana berguna memahami perubahan pola dan perawatan klien. 7. home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana keluarga dapat sambil melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien. 8. home care memberikan pelayanan yang lebih efisien dibandingkan dengan pelayanan dirumah sakit, dimana pasien dengan komplikasi dapat diberikan pelayanan sekaligus dalam home care.

14

9. pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan atau perbaikan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga. Kontra home care berpendapat : 1. home care tidak termanaged dengan baik, contohnya jika menggunakan agency yang belum ada hubungannya dengan tim kesehatan lain seperti : 

dokter spesialis.



Petugas laboratorium.



Petugas ahli gizi.



Petugas fisioterafi.



Psikolog dan lain-lain.

2. home care membutuhkan dana yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan tenaga kesehatan secara individu. 3. klien home care membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak untuk mencapai unit-unit yang terdapat dirumah sakit, misalnya : 

Unit diagnostik rontgen



Unit diagnostik CT scan.



Unit diagnostik MRI.



Laboratorium dan lain-lain.

4. pelayanan home care tidak dapat diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan total, misalnya: klien dengan koma.

15

5. tingkat keterlibatan anggota keluarga rendah dalam kegiatan perawatan, dimana keluarga merasa bahwa semua kebutuhan klien sudah dapat terlayani dengan adanya home care. 6. pelayanan home care memiliki keterbatasan fasilitas emergency, misalnya: 

fasilitas resusitasi



fasilitas defibrilator

7. jika tidak berhasil, pelayanan home care berdampak tingginya tingkat ketergantungan klien dan keluarga pada perawat a. Sistem pelayanan home care : 1. Pengelola pelayanan : agensi yang bertanggung jawab terhadap seluruh pengelola HC 2. Pelaksana pelayanan : tenaga kesehatan profesional 3. Klien : penerima pelayanan kesehatan dirumah dengan melibatkan anggota keluarga 4. Klien merupakan rujukan dari sarana kesehatan (RS, Puskesmas, klinik rawat jalan) dan tempat praktik 5. Diperiksa oleh dokter 6. Dikaji oleh koordinator kasus 7. Klien menerima pelayanan dari perawat pelaksana yang dikoordinasi oleh koordinator kasus 8. Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana harus diketahi oleh koordinator kasus 9. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi b. Persyaratan klien menerima pelayanan HC : 1) Mempunyai keluarga / penanggung jawab 2) Kondisi tempat tinggal memenuhi syarat 3) Menandatangani informed consent 4) Bersedia melakukan perjanjian kerja c. Kompetensi perawat : 1) Kompetensi sebagai pengelola 2) Kompetensi sebagai manajer 3) Kompetensi sebagai pelaksana 16

4) Kompetensi sebagai change agent 5) Kompetensi sebagai peneliti d. Peran perawat : - Pemberian askep - Pemberian advokasi - Pengkoordinasian pelayanan - Negosiasi, inovasi, anggota profesi Hak dan Kewajiban 1. Pengelola a Hak : - Mengelola sesuai standar pelayanan - Menerima imbalan jasa - Mempunyai akses ke pemerintah - Dukungan pelaksana dan klien atas pengelolaan pelayanan - Menetapkan pelaksana pelayanan - Menetapkan mitra kerja b Kewajiban : - Menjamin pelayanan profesional dan bermutu - Mematuhi kontrak kerja - Perlakuan baik terhadap pelaksana pelayanan - Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan - Melaksanakan kewajiban pada pelaksana dan klien - Mematuhi peraturan - Melakanakan pengawasan, pengendalian, dan pembinaan - Menyediakan sarana administrasi dan pelayanan - Menetapkan sistem dan penghargaan dan koneksi 2. Kelayan a. Hak - Memperoleh informasi hak dan kewajiban - Mendapat pelayanan yang profesional dan bermutu - Informed consent - Perlakuan yang layak - Catatan medis - Menolak prosedur - Mengemukanan pendapat tentang perubahan pelayanan - Informasi perubahan pelayanan dan tarif - Perlindungan hukum dan akses pemerintah b. Kewajiban - Mematuhi kontrak kerja - Melaksanakan kewajiban membayar - Menghargai hak pelaksana sesuai norma yang berdasar etika 3. Perizinan Home Care Syarat- syarat : 17

-

Berbadan hukum dengan akte notaris Izin dari Dinkes Kota Sarana komunikasi Kantor dan alamat Mempunyai tenaga : pimpinan, tenaga administrasi dari tenaga keperawatan, tenaga pekerja sosial profesional minimal DIII

18

C. DIABETES MELLITUS 1. Pengertian Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai

kelainan

metabolik

akibat

gangguan

hormonal

yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. 2.

Klasifikasi Klasifikasi

Diabetes

Mellitus

dari

National

Diabetus

Data

Group:

Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance: a. Klasifikasi Klinis 1)

Diabetes Mellitus a)

Tipe I, tergantung insulin (IDDM),

b)

Tipe II, tak tergantung insulin (NIDDM) (1)

NIDDM yang tidak mengalami obesitas

(2)

NIDDM dengan obesitas

2)

Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

3)

Diabetes Kehamilan/Gestasional (GDM)

b. Klasifikasi risiko statistik 1)

Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

2)

Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. 19

Diabetes mellitus tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. 3.

Etiologi a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM) 1)

Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

2)

Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3)

Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

b. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes

Mellitus

tak

tergantung

insulin

(NIDDM)

penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. NIDDM ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula20

mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik

21

3. Patofisiologi DM Tipe I

DM Tipe II

Reaksi Autoimun

Idiopatik, usia, genetil, dll

sel β pancreas hancur

Jmh sel β pancreas menurun Defisiensi insulin

Hiperglikemi a

Katabolisme protein meningkat

Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi Glukosuri a

Glukoneogenesis ↑

Gliserol asam lemak bebas ↑

Kehilangan elektrolit urine

Diuresis Osmotik

Ketogenesi s

Kehilangan cairan hipotonik Polidipsi

ketoasidosis

Hiperosmolarita s

ketonuria

coma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% 22

sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg % sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995). 4. Gejala Klinis Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan. 23

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan. 5. Komplikasi Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah a)

Akut

1)

Hipoglikemia dan hiperglikemia

2)

Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

3)

Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

4)

Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler).

b)

6.

Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1)

Neuropati diabetik

2)

Retinopati diabetik

3)

Nefropati diabetik

4)

Proteinuria

5)

Kelainan koroner

6)

Ulkus/gangren

Evaluasi Diagnostik Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM. Untuk diagnosis Dmdan gannguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jan setelah beban glukosa yang normal adalah 110159 mg/dl, dikatakan sedang 160-199 mg/dl, dikatakan buruk lebih dari 200 24

7.

Penatalaksanaan Diabetes mellitus Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: a. Diet Syarat diet DM hendaknya dapat: 1)

Memperbaiki kesehatan umum penderita

2)

Mengarahkan pada berat badan normal

3)

Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

4)

Mempertahankan kadar KGD normal

5)

Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

6)

Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

7)

Menarik dan mudah diberikan

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1) Diit DM I

: 1100 kalori

2) Diit DM II

: 1300 kalori

3) Diit DM III

: 1500 kalori

4) Diit DM IV

: 1700 kalori

5) Diit DM V

: 1900 kalori

6) Diit DM VI

: 2100 kalori

7) Diit DM VII

: 2300 kalori

8) Diit DM VIII

: 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk 25

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi, Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya. J III : jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BB (Kg) BBR =

X 100 % TB (cm) – 100

1) Kurus (underweight)

: BBR < 90 %

2) Normal (ideal)

: BBR 90 – 110 %

3) Gemuk (overweight)

: BBR > 110 %

4) Obesitas, apabila

: BBR > 120 %

- Obesitas ringan

: BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang

: BBR 130 – 140 %

- Obesitas berat

: BBR 140 – 200 %

- Morbid

: BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: 1) kurus

: BB X 40 – 60 kalori sehari

2) Normal

: BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk

: BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas

: BB X 10-15 kalori sehari 26

b. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: 1)

Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

2)

Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

3)

Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

4)

Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

5)

Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru

6)

Menurunkan

kolesterol

(total)

dan

trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. c. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. d. Obat 1)

Tablet OAD (Oral Antidiabetes) a) Mekanisme kerja sulfanilurea (1)

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

(2)

kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

27

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: Biguanida pada tingkat prereseptor

(1)

à ekstra pankreatik -

Menghambat

absorpsi

karbohidrat -

Menghambat glukoneogenesis di hati

-

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(2)

Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(3)

Biguanida

pada

tingkat

a) Indikasi

penggunaan

pascareseptor : mempunyai efek intraseluler 1)

Insulin insulin (1)

DM tipe I

(2)

DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

(3)

DM kehamilan

(4)

DM dan gangguan faal hati yang berat

(5)

DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

(6)

DM dan TBC paru akut

(7)

DM dan koma lain pada DM

(8)

DM operasi

(9)

DM patah tulang

(10) DM dan underweight (11) DM dan penyakit Graves b) Beberapa pemberian insulin 28

cara

(1)

Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain: 1.

lokasi suntikan ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

2.

Pengaruh

latihan

pada

absorpsi insulin Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. 3.

Pemijatan (Masage) Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

4.

Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

5.

Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

6.

Konsentrasi insulin Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

(2)

Suntikan intramuskular dan intravena 29

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik. e. Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik

D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut a.

Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

b.

Kaji

terhadap

manifestasi

Diabetes

Mellitus:

poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini

menunjukkan

gangguan

elektrolit

dan

aterosklerosis. c.

Pemeriksaan Diagnostik

30

terjadinya

komplikasi

1)

Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).

Biasanya,

tes

ini

dianjurkan untuk

pasien

yang

menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress. 2)

Gula darah puasa normal atau diatas normal.

3)

Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

4)

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

5)

Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

d.

Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

e.

Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan a.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

b.

Defisit self care berhubungan dengan kelemahan

c.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.

d.

Resiko ketidakseimbangan gula darah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang management nutrisi.

e.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN no 1

Diagnose keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis

Tujuan dan criteria hasil

Intervensi keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri dengan criteria hasil: a. Mampu mengontrol nyeri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang c. Klien mampu

A. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. B. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan C. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

31

mengenali nyeri d. Klien mampu untuk beristirahat e. Tanda-tanda vital dalam batas normal

2

Defisit self care Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan selama kelemahan fisik 3x24jam diharapkan deficit self care teratasi dengan criteria hasil: a. Klien terbebas dari bau badan b. Klien mampu melakukan ADL secara mandiri ( mandi, makan, toileting, berpakaian,mobilis asi )

3

Kurang pengetahuan tentang diabetes mellitus berhubungan dengan kurangnya informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan pengetahuan klien dan keluarga t entang diabetes mellitus bertambah dengan criteria hasil: a. Klien dan keluarga menyatakan paham tentang penyakit DM b. Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar c. Klien dan keluarga mampu menjelaskan 32

D. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi E. Monitor tanda-tanda vital F. Anjurkan klien untuk istirahat G. Kolaborasi dalam pemberian analgetik a. Monitor kebutuhan ADL klien b. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan ADL c. Monitor kemampuan klien untuk melakukan ADL d. Motivasi klien untuk melakukan ADL secara mandiri sesuai dengan kemampuannya e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga terhadap DM b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat c. Jelaskan cara pencegahan terhadap penyakit d. Jelaskan penatalaksanaan penyakit DM e. Motivasi klien untuk melaksanakan terapi DM dengan tepat f. Kolaborasi dengan

4

5

Resiko ketidak seimbangan gula darah berhubunga ndengan kurang pengetahuan tentang management nutrisi

Resiko infeksi berhubungan prosedur invasif

kembali apa yang dijelaskan perawat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan gula darah klien dalam rentang normal dengan criteria hasil: a. Klien mengetahui tentang diet DM b. Gula darah dalam rentang normal ( 80- 120mg/dL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan criteria hasil: a. Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi b. Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi c. Jumlah leokosit dalam batas normal d. Tanda tanda vital dalam batas normal

a. b. c. d. a. b.

c. d. e. f. g. h.

i.

33

ahli gizi tentang diit untuk klien DM Anjurkan klien untuk makan teratur Anjurkan klien untuk mengurangi konsumsi gula Pantau kadar gula darah klien secara teratur Kolaborasi dengan tim gizi untuk pengaturan diit DM Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung Ganti IV line sesuai dengan ketentuan Kaji intake nutrisi klien Monitor tanda dan gejala infeksi Dorong masukan cairan dan nutrisi Monitor tanda-tanda vital Berikan penkes pada klien dan keluarga klien tentang tandatanda infeksi Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta. Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Joanne C, dkk. 2000. Nursing Intervention Clasifikasion (NIC) Mosby year book. USA Joanne C, dkk. 2000. Nursing Outcome Clasifikasion (NIC) Mosby year book. USA Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 34

Santoso, budi. 2005.Panduan Diagnosa Keperawatan.Prima medika. Jakarta

BAB III TINJAUAN KASUS Hari / Tanggl Pengkajian

: 28 Februari 2011

Jam Pengkajian

: 13.00 Wib

Sumber

: Kelayan, Catatan Keperawatan, Perawat di panti, Keluarga kelayan

Metode A. PENGKAJIAN 1. Identitas Kelayan a. Nama b. Umur c. Jenis kelamin d. Agama e. Alamat f. Pedidikan g. Suku bangsa h. Status

: Wawancara, Observasi, dan Pemeriksaan fisik

: Ny. D : 80 thn : Perempuan : Islam : Kali pucang, RT No 05, Bangun Jiwo : Tidak sekolah : Indonesia : Janda 35

2. Orang yang dapat dihubungi a. Nama b. Jenis Kelamin c. Alamat d. Hubungan dengan lansia

: Ny. S : Perempuan : Kali pucang, RT No 05, Bangun Jiwo : Anak Kandung

3. Riwayat Keluarga Genogram

DM 8 0 0

DM DM Keterangan : : kelayan

------- : tinggal serumah

:perempuan

X

: laki-laki

: meninggal : Ikatan Pernikahan

: garis keturunan

Kelayan merupakan anak ke 3 dari 7 bersaudara, kelayan menikah dengan tuan S dan memiliki 5 orang anak, tiga anak perempuan dan dua anak laki laki, kelayan diketahui mengidap penyakit DM sejak 5 tahun yang lalu, anak ke dua dan ketiga kelayan juga menderita penyakit yang sama,

36

karena suaminya sudah meninggal maka kelayan tinggal satu rumah dengan anak perempuan pertamanya.

3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Kelayan mengatakan luka yang ada di daerah telapak kaki kiri, pergelangan tangan kiri dan telapak tangan sebelah kiri terasa nyeri dengan skala nyeri 5 dan kelayan mengatakan luka mengeluarkan bau yang tidak enak. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Kelayan mengatakan jatuh karena kurang berhati hati dalam beraktivitas sehingga mengalami luka pada telapak kaki kiri, pergelangan tangan kiri dan telapak tangan sebelah kiri, kelayan mengatakan pergelangan dan telapak tangan terasa nyeri ( skala nyeri 5) nyeri yang dirasakan seperti ditusuk tusuk, nyeri bertambah saat pergelangan tangan,telapak tangan kiri dan kaki kiri digerakkan,nyeri yang dirasakan hilang dan timbul. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Selain penyakit DM klien juga menderita penyakit asma. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Anak ke dua dan ketiga dari kelayan menderita penyakit DM 4. Penyakit Yang Diderita Sekarang DM sejak lima tahun yang lalu. 5. Riwayat Pekerjaan Pekerjaan sebelumnya : Kelayan mengatakan bahwa ia pernah bekerja sebagai pedagang sayur keliling Pekerjaan saat ini : Kelayan tidak bekerja, hanya melakukan aktivitas di rumah saja setiap harinya Sumber pendapatan : semua kebutuhan kelayan ditanggung oleh anaknya 6. Riwayat Lingkungan Hidup Kelayan tinggal dengan anak perempuan pertamanya, namun kelayan ditempatkan di ruangan berukuran 3x3m yang terbuat dari triplek. Ruangan tersebut digunakan kelayan untuk tidur, makan dan aktivitas lainnya, keadaan ruangan cukup bersih, terdapat satu tempat tidur dan dua kursi dalam ruangan tersebut. 37

R. makan

W C

U

Kamar

Kamar ny D

Kamar

R. Tamu

Jalan setapak 7. Sistem Pendukung Kelayan mengatakan dikunjungi oleh Tim Home Care dari PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur setiap satu bulan sekali. 8. Diskripsi Kekhususan Kelayan beragama islam dapat menjalani sholat 5 waktu. 9. Status Kesehatan a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Kelayan mengatakan satu tahun yang lalu kelayan mengalami luka pada telapak kaki kiri dan sampai sekarang belum sembuh, sekarang luka kelayan bertambah di pergelangan tangan dan telapak tangan sebelah kiri sehingga kelayan jarang beraktivitas diluar rumah, b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : Kelayan mengatakan dari lima tahun yang lalu kelayan menderita DM 10. Aktivitas Hidup Sehari-hari (ADL) Indeks Katz : A/B/C/D/E/F/G No 1.

Kegiatan Mandi

2.

Berpakaian

Keterangan Kalayan mampu mandi sendiri tanpa

Hasil Mandiri

bantuan. Kelayan mampu mengambil dan

Mandiri

mengenakan pakaian secara lengkap. Kelayan biasa mengenakan kebaya 3.

Berpindah

dan jarik. Kelayan mampu naik dan turun dari tempat tidur dan kursi secara mandiri.. 38

Mandiri

4.

Toileting

Kelayan mampu buang air kecil dan

Mandiri

buang air besar secara mandiri 5.

Makan

dikamar mandi. Kelayan mampu makan sendiri

6.

Kontinensia

tanpa bantuan orang lain. Kelayan mampu mengendalikan

Mandiri Mandiri

keinginan buang air keci dan buang air besar.

Keterangan : Skore A

Kriteria Kemandirian

B

berpakaian dan makan Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali satu fungsi

C

tersebut Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi, be

D

dan fungsi tersebut Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi,

E

berpakaian, dan satu fungsi tersebut Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi,

F

berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tersebut Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari, kecuali mandi,

G Lain-lain

berpindah, kekamar kecil, berpakaian dan satu fungsi tersebut Ketergantungan dalam semua fungsi tersebut Keretgantungan pda sedikitnya dua fungsi tersebut, tetapi tidak

dalam hal mandi,

berpindah,

dapat diklasifikasikan sebagai C,D,E,F. dan G

39

kekamar

kecil,

Interprestasi : Berdasarkan indeks KATZ diatas, pemenuhan ADL kelayan pada skor A, karena berdasarkan pengamatan, kelayan mampu melakukan kegiatan dan aktivitas sehari–hari seluruhnya secara mandiri. a. Oksigen : Kelayan bernapas spontan tanpa alat bantu pernafasan. b.

Nutrisi : Kelayan makan 3 kali sehari, kelayan selalu menghabiskan makan satu porsi penuh dengan menu makanan nasi,lauk dan sayur. Kelayan Minum sehari ± 5 gelas

c.

(1000cc)/hari dengan jenis teh dan air putih. Eliminasi : Kelayan mengatakan buang air besar satu hari sekali,

konsistensi lunak, warna kuning

kecoklatan bau khas feses. Buang air kecil 3-4x/ hari, warna kuning jernih, bau khas urine. d.

Aktivitas

:

Kelayan

dapat

beraktifitas secara mandiri, biasanya kelayan berjalan-jalan disekitar rumah. e.

Istirahat dan tidur

: Kelayan

mengatakan tidak mengalami gangguan tidur, kelayan tidur malam ± 5-6 jam,. Kelayan tidur siang sekitar 1-2 jam sehari. f. Personal Hygiene

:

Kelayan

mandi 2 kali sehari menggunakan sabun mandi, keramas 2 kali seminggu

menggunakan

shampoo,

kelayan

tidak

bau

badan,

berpakaian cukup rapi. g.

Seksual dan Reproduksi

:

Kelayan berjenis kelamin perempuan, kelayan sudah menikah dan mempunyai 5 orang anak, 3 perempuan dan 2 laki laki. Kelayan sudah menopause dan sekarang sudah janda h. Rekreasi

:

Kelayan

tidak pernah rekreasi. i.

Psikologi  Persepsi kelayan : Kelayan mengatakan bahwa dirinya sudah tua dan menerima keadaanya saat ini .

40

 Konsep diri : Kelayan merasa bahwa sekarang ia sudah tua dan pasrah akan penyakit yang dideritanya saat ini.walaupun anak anaknya hanya sekedar saja dalam merawatnya. a) Gambaran Diri : Kelayan pasrah akan penyakit yang diderita saat ini. b) Harga Diri : Kelayan tidak merasa malu dengan keadaannya saat ini. c) Identitas Diri : Kelayan dapat menyebutkan nama, alamat, dan pekerjaannya dulu. d) Ideal diri : kelayan ingin luka di pergelangan dan telapak tangan segera sembuh e) Peran diri : kelayan adalah seorang ibu dan nenek dari cucu-cucunya  Emosi : Emosi kelayan stabil.  Adaptasi : hubungan kelayan dengan warga masyarakat baik, namun karena luka pada telapak kaki, pergelangan tangan dan telapak tangan kirinya kelayan jadi jarang beraktivitas diluar rumah  Mekanisme pertahanan diri : kelayan biasanya bercerita dengan anaknya setiap masalah yang dihadapi. 11. Tinjauan Sistem  Keadaan Umum : baik  Tingkat Kesadaran : composmentis  Glasgow Coma Scale: 15 Verbal

: sadar dan orientasi baik (5)

Motorik

: melakukan perintah dengan benar (6)

Mata

: dapat membuka secara spontan (4)

 Tanda-tanda vital  TD : 100/70mmHg  Nadi :80x/menit  RR :18x/menit 12. Pemeriksaan Fisik a. Kepala  Inspeksi : mesochepal, tidak ada deformitas, tidak lesi, tidak hematom  Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa 41

b. Rambut  Inspeksi : beruban, rambut pendek, rapi, tidak berketombe. c. Muka  Inspeksi : tidak ada oedem, sembab, keriput, kelayan tampak menahan nyeri.  Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa d. Mata  Inspeksi : simetris kanan kiri, sklera putih, konjungtiva tidak anemis, mata selalu berair  Palpasi: tidak ada peningkatan bola mata, tidak ada massa. e. Telinga  Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak deformitas, tidak tampak akumulasi serumen  Palpasi : tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan f. Hidung  Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada akumulasi secret.  Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa g. Mulut  Inspeksi : sudah banyak gigi yang tanggal, tidak ada stomatitis, membrane mukosa lembab  Palpasi : tidak ada nyeri tekan h. Leher  Inspeksi : bentuk telinga simetris, warna kulit leher sama dengan yang lainnya.  Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid i. Dada dan punggung Paru :  Inspeksi : dinding dada simetris kanan kiri, warna kulit sama dengan warna sekitar  Palpasi : taktil fremitus simetris kanan kiri, ada nyeri tekan, tidak ada massa  Perkusi : sonor  Auskultasi : vesikuler Jantung  Inspeksi : ictus cordis tak tampak  Auskultasi: S1 S2 reguler, tidak ada suara tambahan  Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke IV  Perkusi : redup 42

j. Abdomen dan pinggang  Inspeksi  Ausukultasi  Perkusi  Palapsi

: simetris, tidak lesi, tidak ada asites : peristaltic usus 20x/menit : timpani : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran

organ k. Ekstremitas 1) Atas  Tangan kanan : kekuatan otot penuh, jari tangan kanan ada yang 

sudah putus akibat kejatuhan beton saat gempa, Tangan kiri kekuatan otot penuhterdapat luka di pergelangan tangan dan telapak tangan sebelah kiri, luka yang mengeluarkan bau, keadaan luka tampak kotor, luka nyeri saat digerakkan, skala

nyeri 5, 2) Bawah :  Kaki kiri : kekuatan otot penuh, tampak luka ulkus pada telapak kaki sebelah kiri klien, luka mengeluarkan bau, luka tampak kotor, tampak kelayan menahan nyeri saat luka ditekan,  Kaki kanan : kekuatan otot penuh 3) Kekuatan otot 5 5 5 5 Keterangan  0 : Paralisis  1 : Tidak ada gerakan terasa  2 : Gerakan otot penuh menentang gravitasi dan sokongan  3 : Gerakan normal menentang gravitasi dan sokongan  4 : Gerakan normal menentang gravitasi dan sokongan 

dengan sedikit tahanan 5 : Gerakan normal menentang gravitasi dan sokongan

dengan tahanan penuh l. Sistem immune Kelayan mengatakan lupa akan imunisasi yang pernah didapat,makanan dan obat-obatan. m. Genetalia Kelayan mengatakan tidak pernah mengalami masalah pada area genetalia, tidak gatal dan tidak ada lesi. n. Sistem persyarafan 43

Keadaan status mental baik, dengan emosi stabil, respon klien terhadap pembicaraan baik, bicara normal tidak pelo. Bahasa yang digunakan bahasa Jawa, interpretasi klien terhadap lawan bicara baik.Kelayan mampu berjalan sendiri tanpa menggunakan alat bantu. o. Sistem Penginderaan  Mata : penglihatan berkurang  Hidung : kelayan dapat mencium bau-bauan dengan normal.  Telinga : telinga bersih, pendengaran berkurang  Lidah : kelayan mengatakan dapat merasakan rasa manis, asin, asam, dan pahit  Peraba : kelayan dapat merasakan dingin, panas dan hangat p. Tactil respon Respon baik dan peka terhadap rangsang q. Data Penunjang Tgl 1 maret 2011 : GDS : 173 mg/dl r. Terapi medis : Tanggal 1 maret 2011 B Complex

2x1

B. ANALISA DATA NO Symptom Etiologi Ds: kelayan mengatakan nyeri : Agen cedera fisik  P : nyeri bertambah saat bergerak  Q: nyeri seperti ditusuktusuk  R: nyeri di pergelangan tangan kiri, telapak tangan kiri dan telapak kaki kiri  S : skala nyeri 5, nyeri sedang  T : nyeri hilang timbul Do:    

Problem Nyeri akut

TD : 100/70mmHg Nadi : 80x/menit RR : 18x/menit Kelayan tampak menahan nyeri

Ds:

Resiko infeksi  Kelayan

mengatakan 44

lukanya bau Do :  Tampak luka ulkus pada telapak kaki sebelah kiri klien, luka mengeluarkan bau, luka tampak kotor, tampak kelayan menahan nyeri saat luka ditekan,  Terdapat luka di pergelangan tangan dan telapak tangan sebelah kiri, luka yang mengeluarkan bau, keadaan luka tampak kotor, luka nyeri saat digerakkan, C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH 1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik 2. Resiko infeksib/d Penyakit Kronis C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO

Tgl/Jam

DIAGNOSA

1

Senin, 1 Nyeri akut Maret berhubungan 2011 dengan agen cedera fisik.

TUJUAN ( NOC)

INTERVENSI (NIC)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan skala nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil : 1. Kelayan mampu mengontrol nyeri dengan teknik farmakologi dan non farmakologi. 2. Kelayan melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan skala nyeri: 0 3. Kelayan menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

 Kaji nyeri secara komprehensif.  Kaji respon verbal dan non verbal dari ketidaknyamanan  Monitor TTV klien.  Motivasi kelayan untuk istirahat.  Ajarkan teknik relaksasi ( Nafas dalam)

45

2

Skala Penilaian: 1. Tidak menunjukan 2. Jarang menunjukan 3. Kadang menunjukan 4. Sering menunjukan 5. Selalu menunjukan Senin, 1 Resiko Setelah dilakukan Infeksi Control Maret Infeksi tindakan keperawatan  Monitor tanda2011 infeksi b/d selama 3x Pertemuan tanda vital Penyakit diharapkan komplikasi  Monitor nilai Kronis infeksi dapat laboratorium (gula diminimalkan dengan darah klien) kriteria hasil :  Cuci tangan 1. Tanda tanda sebelum dan vital dalam sesudah melakukan rentang normal tindakan 2. Klien mampu keperawatan. menjelaskan Infeksion protecsion cara untuk  Gunakan sarung mencegah tangan selama infeksi. bersentuhan Skala penilaian : dengan luka,darah 1. Tidak dan membrane menunjukan mukosa lainnya. 2. Jarang  Lakukan perawatan menunjukan luka 3. Kadang  Anjurkan klien menunjukan untuk beristirahat. 4. Sering  Berikan penkes menunjukan pada kelayan dan Selalu menunjukan keluarga tentang tanda tanda infeksi.

46

Related Documents


More Documents from "Rika Frechiany Wau"