Bab Ii Dmp

  • Uploaded by: Tedi Hartoto
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Dmp as PDF for free.

More details

  • Words: 1,658
  • Pages: 9
Loading documents preview...
BAB II

A. DEFINISI

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.2 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30 penyakit genetic yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada otot rangka yang mengendalikan gerakan. Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya. Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot. Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap

mengenai atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMD dan Becker Muscular Dystrophy (BMD). (Wedhanto, 2007).

B. TANDA DAN GEJALA

Penyakit ini ditandai dengan progressive weakness dan wasting of muscles. Hal ini terlihat pada laki-laki, dan diturunkan sebagai karakteristik resesif sex-linked dengan tingkat mutasi yang tinggi. Gambaran klinis biasanya terlihat dalam tiga tahun pertama, dan penyakit berlangsung sampai pasien tidak mampu berjalan yang mungkin terjadi di dekat usia 12, atau pada awal masa remaja. Si anak meninggal karena infeksi pernapasan atau gagal jantung beberapa waktu di dekade kedua atau ketiga. Kelemahan otot relatif simetris dan dimulai pada proksimal pelvic girdle, shoulder girdle dan trunk. Tangan biasanya mempertahankan beberapa fungsi yang berguna sampai tahap akhir dari penyakit, meskipun extreme weakness dari lengan dan otot sekitar shoulder girdle membuatnya sangat sulit bagi anak untuk menggunakan tangannya tanpa bantuan mekanis. Pseudohyperthrophy terlihat sampai batas tertentu di hampir setiap pasien, di calf muscle, quadriceps, gluteal dan deltoid muscles, dan kadang-kadang terjadi pada grup otot yang lain. (Shepherd, 1980) Gejala utama dari Duchenne distrofi otot, gangguan neuromuskuler progresif, adalah kelemahan otot yang berhubungan dengan pengecilan otot dengan otot menjadi yang pertama terkena dampak, terutama yang mempengaruhi otot-otot pinggul, daerah panggul, paha, bahu, dan otot betis . Kelemahan otot juga terjadi pada lengan, leher, dan daerah lain, tetapi tidak sedini di bagian bawah tubuh. Betis sering diperbesar. Gejala biasanya muncul sebelum usia 6 dan mungkin muncul pada awal masa kanak-kanak antara lain:

1. Canggung cara berjalan, melangkah, atau berjalan. (Pasien cenderung untuk berjalan pada kaki depan mereka, karena suatu tonus betis peningkatan juga. Berjalan kaki adalah adaptasi kompensasi untuk kelemahan ekstensor lutut.) 2. Sering jatuh 3. Kelelahan 4. Kesulitan dengan keterampilan motorik (berlari, melompat, melompat) 5. Peningkatan lumbar lordosis, menyebabkan pemendekan otot fleksor hip. Ini memiliki efek pada postur keseluruhan dan cara berjalan, melangkah, atau berjalan. 6. Otot kontraktur tendon achilles dan paha belakang merusak fungsi karena serat otot memendek dan fibrosis terjadi pada jaringan ikat 7. Progresif kesulitan berjalan 8.

Pseudohypertrophy (pembesaran) dari lidah dan otot betis. Jaringan otot akhirnya

digantikan oleh jaringan lemak dan ikat, maka pseudohypertrophy panjang. 9. Risiko tinggi gangguan neurobehavioral (misalnya, ADHD), gangguan belajar (disleksia), dan non-progresif kelemahan dalam keterampilan kognitif tertentu (terutama memori jangka pendek verbal), yang diyakini sebagai hasil dari distrofin hadir atau disfungsional dalam otak. 10. Akhirnya kehilangan kemampuan untuk berjalan biasanya pada usia 12 tahun 11. Cacat tulang Skeletal cacat termasuk scoliosis dalam beberapa kasus Type DMP 1.

Duchene Merupakan kategori DMP berat. DMP ini mempunyai gejala awal normal

pada periode tertentu tonus otot menurun arah dystal – proksimal  kekuatan otot menurun drastis  aktifitas menurun ( problem gross – fine motor), tidak ada g(x) SSP  tidak ada problem kog nitif,

kualitas hidup menurun karena otot-otot

diapragma ( otot bantu pernapasan) mengalami pelemahan.

2.

Backer

Merupakan Kategori DMP sedang yang mengenai sampai usia belasan, maks 20 th. Gejala dari DMP Backernya adalah Gower’s sign +, Gower manuver +, Mampu ADL dng kekuatan terbatas, Paralysis total jika otot dystal sudah terkena  otot-otot seluruh tubuh akan paralysis, Proses lebih lama dari type Duchen’s. Sebaiknya untuk type DMP ini dilakukan Terapi mulai umur 8 th. 3.

Type lain (kategori DMP ringan )  Limb Girdle : Jika yg terkena bagian leher, shoulder girdle (atas), jika yg terkena Limb Girdle bawah pelvic + thigh (quadriceps & otot sekitarnya.  Fascio Scapulo Humeral : Yg terkena pada fascio scapula – Shoulder G  Scapulo Peroneal Limb : Yg terkena shoulder G dan Peroneus  Distal Pattern : lengan bawah / tungkai bawah yg terkena MODALITAS 1. Breathing Exercise Breathing exercise adalah bagian dari program treatment yang didesain untuk meningkatkan status pulmonal, endurance dan fungsi ADL dan didesain untuk memperbaiki fungsi otot-otot respirasi, meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi. Indikasi :

a. Penyakit paru akut atau kronis a. Penyakit paru obstruktif kronis b. Pneumonia c. Atelectasis d. Emboli pulmo e. Gangguan respirasi akut. b. Nyeri pada area thorax dan abdomen setelah pembedahan atau trauma. c. Obstruksi jalan nafas akibat bronchospasme atau menahan sekresi. d. Penyakit CNS yang mengarah kepada kelemahan otot :

a. High spinal cord injury. b. Myophatic progresif akut dan kronik atau penyakit nurophatic. e. Abnormalitas orthopedic berat yang mempengaruhi fungsi respirasi seperti scoliosis dan kiposis. f. Penanganan stress. Tujuan Breathing Exercise antara lain: 1. Meningkatkan ventilasi. 2. Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk. 3. Mencegah atelektasis 4. Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi. 5. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine. 6. Koreksi pola-pola nafas yang tidak efisien dan abnormal. 7. Meningkatkan relaksasi. 8. Mengajarkan pasien bagaimana melakukan tindakan bila terjadi gangguan nafas

2. STRECHING Streching adalah suatu teknik peregangan otot,dimana bertujuan untuk penguluran otot dan rileksasi.Dalam kasus DMP ini Streching dilakukan pada daerah yang mengalami gangguan. Stretching pada kasus DMP antara lain: a. Pasif stretch untuk tendo Achilles di papan berdiri b. Panduan achilles tendon peregangan c. Pasif hamstring posisi duduk stretch d. Pasif diri stretch untuk paha belakang e. Panduan hamstring strecth

f. Hip fleksor stretch (plus ilio-tibialis saluran) g. Ilio-tibialis saluran (stretch manual dalam rawan) h. Saluran Iliotibial (manual peregangan di sisi berbohong) i. Hip fleksor peregangan di sisi berbaring j. Hip fleksor pada punggung k. Elbow stretch l. Lengan stretch (pronators) m. Panjang jari fleksor n. Tibialis posterior stretch

3. STRENGHTENING

Strengthening exercises (latihan penguatan) untuk sistem muskular memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi dan dalam retraining (pemulihan) setelah injury/cidera dengan berbagai tipe cidera olahraga. Pemahaman tentang metode training yang beragam merupakan kebutuhan yang paling penting untuk efektifitas pengobatan. Strength (kekuatan) otot sangat bergantung pada diameter otot tersebut. Latihan yang sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi yang terjadi adalah Hipertropi otot – hipertropi otot adalah berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya diameter otot. Dampak dari latihan tersebut adalah setiap serabut otot akan meningkat massanya. Peningkatan jumlah serabut otot juga dapat terjadi. Adanya ketegangan selama kontraksi dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan diameter otot.

Lehmann, Hettinger, Muller, dan ahli lainnya telah membagi strengthening exercise kedalam 2 kelompok fundamental berdasarkan kerja otot yaitu statik dan dinamik. Secara normal, dalam aktivitas sehari-hari jarang terlihat adanya aktivitas otot yang benar-benar statik atau benar-benar dinamik ; malahan banyak ditemukan adalah kombinasi antara statik dan dinamik yang dikenal sebagai kontraksi otot auxotonic. Ada 2 tipe latihan lainnya yaitu strengthening exercise eksentrik dan strengthening exercise isokinetik – kedua-duanya dapat dibedakan. Strength (kekuatan) maksimum dari otot dapat dicapai dengan menggunakan semua tipe latihan tersebut. Derajat, intensitas, durasi, dan frekuensi dari ketegangan otot yang dihasilkan dapat menentukan peningkatan strength (kekuatan) otot. Fase Pertama : selama immobilisasi pada Extremitas yang injury/cidera 1. Latihan isometrik dan isotonik pada extremitas yang sehat. 2. Latihan isometrik yang hati-hati pada extremitas yang injury/cidera. Latihan isotonik dapat diberikan pada sendi didekat extremitas yang injury/cidera. Latihan ini dimulai setelah nyeri hilang/menurun. 3. Latihan sirkulasi-respirasi-metabolik untuk memelihara fungsi sistem tersebut selama immobilisasi. Fase Kedua : Setelah Gerakan diperbolehkan; Partial Stress 1. Latihan isometrik pada extremitas yang injury/cidera dan yang sehat. 2. Latihan isotonik melawan tahanan yang kuat untuk extremitas yang sehat. 3. Isotonik training pada extremitas yang injury/cidera. Pertama dengan tanpa beban, kemudian melawan berat tubuhnya sendiri, kemudian melawan manual resistance. 4. Latihan otot auxotonic, seperti latihan dalam air, remedial walking (berjalan) didalam air, dan latihan yang menggunakan peralatan sling.

5. Latihan sirkulasi, latihan pernapasan dan latihan metabolik yang ditingkatkan. Fase Ketiga : Setelah Full Stress diperbolehkan 1. Maximal stress dengan latihan isometrik dan isotonik pada kedua extremitas, konsentrasi pada extremitas yang injury. 2. Latihan auxotonic training untuk kedua extremitas dengan konsentrasi pada extremitas yang injury. Juga latihan dalam air dengan tahanan melawan alat pelampung. 3. Latihan gerakan-gerakan kompleks 3-dimensi. 4. Remedial berjalan, berlari, dan melompat untuk injury pada extremitas bawah. Latihan remedial dengan menggunakan alat-alat untuk injury pada extremitas atas (seperti bola-bola dengan ukuran dan berat yang beragam, palang, dumbbell, dan lain-lain). Universal Gym training untuk meningkatkan elastisitas, arah gerakan dan skill-skill motorik yang halus. 5. Latihan-latihan untuk olahraga tertentu – pertama partial stress kemudian maximal stress – dan permulaan konditioning training, digabung dengan normal training pada waktunya, dalam keterbatasan-keterbatasan yang pengaruhi oleh nasihat pelatih.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Distrofi Otot Dunchenne Muscular Dystrophy (DMD) Gangguan Kelemahan Otot Kaki. Diakses tanggal 8 April 2014 Anonim. Montrosse Access DMD – A Team Approach to Management. Diakses tanggal 8 April 2014 Shepherd, Roberta B. 1980. Physiotherapy In Paediatrics. London: William Heinemann Medical Books Limited

Wedhanto, Sigit. 2007. Laporan Kasus Dunchenne Muscular Dystrophy. Divisi Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

http://www.ilmufisioterapi.info/strengthening-exercises-latihan-penguatan.html

Related Documents

Bab Ii Dmp
February 2021 0
Bab I Dmp
February 2021 0
Bab Ii
January 2021 2
Dmp
February 2021 3

More Documents from "Kang Syaiful"

Bab I Dmp
February 2021 0
Bab Ii Dmp
February 2021 0
Geology Indonesia
February 2021 1