Bab Ii Tinjauan Pustaka 2.1 Perilaku 2.1.1 Defenisi Perilaku

  • Uploaded by: Efrata Pandawa
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinjauan Pustaka 2.1 Perilaku 2.1.1 Defenisi Perilaku as PDF for free.

More details

  • Words: 5,397
  • Pages: 32
Loading documents preview...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1

Perilaku Defenisi Perilaku Berdasar dari teori Skinner, Notoatmodjo (2010) mendefenisikan perilaku

sebagai respon atau reaksi organisme terhadap stimulus yang tergambar dalam perilaku tertutup dan terbuka. Perilaku tertutup ini diukur melalui pengetahuan dan sikap seseorang sedangkan perilaku terbuka dapat diamati melalui tindakan, maka pada hakikatnya perilaku terdiri dari tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. 2.1.2 Domain Perilaku Seorang ahli psikologi pendidikan, Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), membedakan adanya 3 domain perilaku yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya demi kepentingan pendidikan praktis ketiga domain perilaku tersebut dikembangkan menjadi pengetahuan (Knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktik (practice).. 1.

Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui pengindraan yang sebagian besar melalui mata dan telinga. Selama pengindraan dibutuhkan intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek, intensitas ini pada setiap orang berbeda sehingga 10

tingkat pengetahuan seseorang terhadap objek berbeda – beda yang dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan sebagai berikut: a)

Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori dari hasil mengamati sesuatu yang telah ada sebelumnya.

b)

Memahami (Comprehension) Memahami bukan hanya sekedar tahu terhadap objek dan dapat menyebutkannya

akantetapi

orang

tersebut

harus

dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang suatu objek ataupun alasan mengapa sesuatu tersebut harus dilakukan. c)

Aplikasi (Aplications) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi (rumus, metode, prinsip, dan sebagainya) yang telah dipelajari pada situasi yang lain.

d)

Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan baik membedakan, mengelompokkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, membuat alur dengan diagram ataupun mencari hubungan antar komponen dari suatu objek yang telah diketahui.

e)

Sintetis (Syntetis) Pada tahap sintesis maka seseorang sudah mampu untuk meletakkan hubungkan logis komponen pengetahuan yang ada 11

kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau meringkas menggunakan kalimat sendiri dan membuat formulasi baru. f)

Evaluasi (Evaluation) Evaluasi

merupakan

kemampuan

untuk

menilai

atau

menjustifikasi materi atau objek dengan kriteria penilaian sendiri, ketetapan baku yang sudah ada maupun norma yang berlaku di masyarakat . 2.

Sikap (Attitute) Sikap merupakan salah satu respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan mengenai senang-tidak

senang,

setuju-tidak

setuju,

baik-tidak

baik

dan

sebagainya

(Notoatmodjo,2010). Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (Allport, 1954 dalam Notoatmodjoj, 2010). Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : - Kepercayaan (keyakinan), Ide dan konsep terhadap suatu objek - Kehidupan emosional (evaluasi terhadap suatu objek) - Kecenderungan untuk bertindak (merokok) /tend to behave. Menurut Notoadmodjo Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: a.

Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau menerima dan memerhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang 12

terhadap kampanye anti rokok dapat dilihat dari kesedihan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang bahaya merokok. b.

Menanggapi atau merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan atau memberikan tanggapan terhadap objek adalah indikasi dari sikap. Karena tanggapan atau respon tersebut menunjukkan bahwa orang sudah menerima ide tersebut.

c.

Menghargai (valuing) Penghargaan terhadap objek atau materi ditunjukkan seseorang dengan memberikan nilai positif atau dukungan terhadap objek atau materi baik dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah mengenai materi tersebut.

d.

Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung

jawab

merupakan

sikap

tertinggi

artinya

seseorang siap meluangkan waktu atau mengambil resiko atas segala sesuatu yang telah di pilihnya. 3.

Praktek atau tindakan (Practice) Sikap menunjukkan kecenderungan untuk bertindak akantetapi tindakan akan

terwujud dipengaruhi juga dengan faktor lain seperti adanya SDM kesehatan, sarana dan prasaranan, transportasi, biaya, dsb. 13

Menurut tingkatan kualitasnya, tindakan dibedakan menjadi 3 tingkat, yaitu: a)

Praktik terpimpin (guided response) Apabila tindakan tersebut belum dilakukan secara otomatis oleh subjek, artinya tindakan tersebut masih berdasarkan tuntutan orang lain.

b)

Peraktek secara mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah melakukan atau memperaktekan sesuatu hal secara otomatis tanpa teguran atau tuntutan orang lain.

c)

Adopsi (adoptio) Tindakan yang dilakukan sudah berkembang dari hanya sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi telah

dimodifikasi

sehingga perilakunya berkualitas. 2.1.3

Determinan Perilaku Determinan perilaku adalah faktor – faktor yang menentukan atau yang

membentuk perilaku. Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa perilaku ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor : 1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku dan terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

14

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor – faktor yang mendukung atau memungkinkan terjadinya perilaku dan terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya fasilitas, sarana kesehatan dan tenaga kesehatan). 3. Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor penguat atau pendorong terjadinya perilaku dan terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain atau orang – orang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang atau masyarakat. Dengan demikian, determinan perilaku ini dapat digunakan sebagai pendekatan promosi kesehatan, menurut Notoatmodjo (2010) kegiatan promosi kesehatan pun diarahkan berdasarkan determinan dari perilaku: a.

Kegiatan promosi kesehatan untuk faktor predisposisi Kegiatan promosi kesehatan dengan pemberian informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan baik di rumah sakit, perkantoran, sekolah, dan sebagainya yang bertujuan untuk memberikan informasi atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan.

b.

Kegiatan promosi kesehatan untuk faktor pemungkin Kegiatan promosi kesehatan dengan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian ataupun pengembangan masyarakat agar mampu memfasilitasi diri sendiri untuk berperilaku sehat.

15

c.

Kegiatan promosi kesehatan untuk faktor penguat Kegiatan promosi kesehatan melalui advokasi terhadap para pejabat ataupun pelatihan kepada tokoh – tokoh masyarakat agar dapat memberikan dukungan kebijakan atau intruksi – intruksi untuk berperilaku sehat.

2.2

Rokok

2.2.1

Pengertian Rokok Rokok adalah salah satu produk tembakau, secara keseluruhan atau sebagian

terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (PP No 109 Tahun 2012). 2.2.2 Perilaku Merokok Merokok adalah telah banyak dilakukan pada zaman Tiongkok dan Romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Dannusantoso,1991 dalam nasution 2007) Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990 dalam nasution 2007). Perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan 16

asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Levy,1994 dalam nasution 2007). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa merokok adalah kegiatan membakar rokok kemudian menghisap atau menghirup asapnya ke dalam tubuh untuk mendapatkan efek kenikmatan melalui hidung dan mulut kemudian menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap terhisap oleh orang – orang disekitarnya. 2.2.2.1 Tipe – Tipe Perilaku Merokok Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (1980) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu : a) Tahap Prepatory; pada tahap ini seseorang masih memperhatikan dan mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b) Tahap Initiation; Tahap perintisan merokok yaitu tahap pertama kali seseorang mulai meerokok dan apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. c) Tahap Experimentation; pada tahap ini seseorang telah mengkonsumsi rokok dan jumlahnya terus meningkat namun orang tersebut belum mengalami ketergantungan nikotin dan masih dapat dengan mudah untuk berhenti merokok.

17

d) Tahap Maintenance of Smoking; Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. Menurut Smeth (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah : 1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari 3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari. Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu'tadin (2002) dalam nasution (2007), menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi 2 yaitu: 1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok) secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. b) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah-tengah orang lain yang tidak merokok , anak kecil, orang jompo , orang sakit dll). 2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi. a) Kantor atau di luar kamar pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

18

b) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi. Menurut Silvan dan Tomkins (1966) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah : 1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. a) Pleasure relaxation; perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b) Simulation to pick them up; Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. c) Pleasure of handling the cigarette; Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok. 2) Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. 3) Perilaku merokok yang adiktif. Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang di hisapnya berkurang.

19

4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka

menggunakan

merokok

sama

sekali

bukan

karena

untuk

mengendalikan perasaan mereka, tapi karena sudah menjadi kebiasaan. 2.2.2.2 Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Rokok mengandung 4000 jenis zat kimia dengan 3 komponen utama yaitu nikotin, tar dan karbon monoksida yang sangat berbahaya (Buletin PTM, 2012). Merokok memiliki dampak yang luas, adapun dampak rokok bagi kesehatan yaitu: Bahaya karbon monoksida, nikotin dan tar dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti berkurangnya kadar oksigen dalam darah, ketergantungan dan penyakit kanker (Buletin PTM, 2012), insomnia (Kairupan 2016), penyakit paru obstruktif, asma, pneumonia, penyakit jantung, kanker paru - paru, kanker mulut, laring, tenggorokan, esophagus, mengancam kehamilan, dan impotensi (Potter & Perry, 2005 dalam Ekaprasetia, 2013). Bahaya meokok tidak hanya pada perokok saja akan tetapi juga orang lain disekitarnya, asap rokok orang lain (AROL) dapat menyebabkan sekitar 603.000 kematian dini pada tahun 2004. Ini termasuk 166.000 kematian akibat infeksi saluran pernapasan bagian bawah dan 1100 dari asma pada anak-anak. Sebanyak 35800 kematian akibat asma, 21.000 kematian akibat kanker paru-paru dan 379.000 kematian

akibat

penyakit

jantung

iskemik

(IHD)

pada

orang

dewasa.

Beban penyakit ini berjumlah total sekitar 10,9 juta tahun hidup yang disabilitas disesuaikan (DALYs). Dari semua kematian disebabkan oleh AROL, 28% terjadi pada anak-anak, dan 47% pada wanita (WHO, 2010). 20

2.3

Remaja

2.3.1

Defenisi Remaja Remaja merupakan periode peralihan antara masa anak – anak dan dewasa

yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik biologis, psikologis, maupun sosial (Kaplan). Pada tahapan remaja, ia akan bergerak dari bagian kelompok keluarga menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya dan akhirnya mampu menjadi dewasa (Mabey dan Sorensen, 1995 dalam Geldard 2011). Menurut Monks dkk (1989) dalam Nasution (2007), remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak dapat disebut sebagai anak – anak maupun dewasa, remaja ada diantara keduanya dan sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase topan dan badai”. Sesuai dengan perkembangan usia remaja menurut Monks dkk (1999) dalam Nasution (2007), maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu : 1. Remaja awal (12 – 15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahanperubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah teragsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

21

2. Remaja Madya (15 - 18 tahun) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik, yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai- ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. 3. Remaja akhir (18 - 21 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : a.

Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b.

Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

c.

Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d.

Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e.

Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

2.3.2

Perkembangan Remaja Tahapan remaja ditandai dengan perubahan – perubahan dalam diri sebagai

akibat dari perkembangan biologis, psikologis dan sosial (Kaplan, 2010). a. Perkembangan biologis Perkembangan biologis tergambar dari pertumbuhan fisik karena percepatan pertumbuhan tulang. Selain pertambahan tinggi badan, pertambahan berat badan pun 22

akan terjadi dan biasanya terjadi lebih cepat pada anak perempuan. Perkembangan biologi ini berkaitan dengan perubahan hormonal yang terjadi di dalam tubuh dimana pada masa remaja saat pubertas itu timbul dipicu dari kematangan hipotalamushipofisis-adrenal-gonad yang akhirnya menunjukkan karakteristik seks primer dan sekunder (Kaplan, 2010). b. Perkembangan psiseksual Perubahan hormon tidak hanya mempengaruhi karakteristik fisik remaja namun juga psikologisnya. Hormon testosteron yang ada pada laki – laki dan hormon estradiol yang ada pada perempuan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan mempengaruhi suasana hati dan perilaku. Selain itu peningkatan testosteron juga akan meningkatkan libido (Kaplan, 2010). c. Perkembangan psikososial Onset psikologis juga ditandai dengan perkembangan kognitif dan kepibadian. Menurut Jean Piaget Nurdin (2011) remaja memiliki pemikiran abstrak, konseptual dan berorientasi masa depan sehingga pada masa ini remaja menunjukkan kemampuan dan kreativitas di berbagai bidang. Menurut Erik Erikson dalam Nurdin (2011) remaja berusaha untuk mencapai identitas ego yaitu pendefenisian siapa dirinya dan kemana arah tujuannya. Bagi remaja yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka masa – masa ini akan menjadi menyenangkan dan berkesan karena pada masa ini ia menyadari siapa dirinya. Sedangkan pada remaja dengan kepercayaan diri yang rendah terjadi krisis

23

identitas sehingga ia menggambarkan dirinya adalah seperti gambaran diri temannya (role model). Pengalaman sekolah mempercepat proses peralihan seseorang dari bagian keluarga menjadi bagian kelompok teman sebaya. Remaja memandang dirinya pada diri temannya sehingga setiap penyimpangan dirinya dari penampilan, perilaku atau hal lain dari temannya akan menurunkan kepercayaan dirinya (Kaplan, 2010). 2.3.3

Perilaku yang mengandung resiko Perilaku yang mengandung resiko kerap terjadi dengan alasan – alasan yang

berkaitan untuk menunjukkan identitas diri dihadapan kelompok. Perilaku beresiko tersebut termasuk balapan, aktifitas seksual, penggunaan alkohol, narkoba, merokok (Kaplan, 2010). 2.3.4

Faktor yang memengaruhi remaja merokok Berdasarkan hasil penelitian Salasa (2013) menunjukkan bahwa stres, rasa

malu, ingin menunjukkan image tertentu sebagai alasan remaja SMA tersebut merokok. Proses siswa menjadi perokok pun diawalai dengan merasa tidak nyaman saat awal mencoba merokok, lalu mendapat ejekan dan disuguhi rokok orang lain, lalu meniru orang lain merokok hingga akhirnya merasa nyaman dengan merokok. Beberapa faktor lainnya juga dapat menyebabkan remaja merokok seperti kontrol diri yang buruk (Runtukahu, 2015), keterikatan dengan teman sebaya (Pramintari, 2014). Selain pengaruh teman sebaya, perilaku merokok juga dipengaruhi oleh orang tua yang merokok di dalam rumah (Lakon et.al, 2015), media masa (Liem, 2014), iklan, promosi dan sponsor rokok (Salim, 2013). 24

2.3.5

Efek merokok bagi remaja Bagi remaja, merokok dapat mempengaruhi otak, Bukti menunjukkan bahwa

paparan nikotin pada remaja menghasilkan perubahan yang terus-menerus dalam mempengaruhi kognisi, perilaku terkait obat, dan neurobiologi. Perubahan yang terus-menerus menghasilkan pengaruh negatif yang ditandai dengan defisit kognitif dan peningkatan reaktivitas terhadap nikotin dan obat lain yang dapat mengurangi penghentian merokok. Banyak dari perubahan ini tidak ditemukan pada paparan nikotin di usia dewasa yang menunjukkan bahwa paparan nikotin selama masa remaja dapat menyebabkan kemungkinan merokok dan kelanjutan merokok meningkat dibandingkan dengan paparan nikotin pada orang dewasa. (Lydon, 2014).

2.4

Pendidikan Kesehatan

2.4.1

Defenisi Pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan strategi untuk menginformasikan dan

memengaruhi keputusan individu dan komunitas yang meningkatkan kesehatan (Bensley, 2008). Pendidikan kesehatan ini sudah berkembang untuk memampukan berperilaku sehat untuk mencegah penyakit dan mengenalkan atau memasarkan pesan – pesan kesehatan yang dikenal sebagai promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan pendidikan kesehatan ini sebagai bagian dari promosi kesehatan.

25

2.4.2

Metode Pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan ini dapat dipresentasikan dengan berbagai metode

seperti curah pendapat, debat, studi kasus, peragaan, ceramah, pemecahan masalah, bermain peran, diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, dan sebagainya. Dimana metode diskusi kelompok kecil baik digunakan untuk meningkatkan pemikiran kognitif (Bensley, 2008). 2.4.3

Pembelajaran kooperatif Metode pembelajaran kooperatif, yaitu metode pembelajaran pada kelompok-

kelompok kecil yang bertujuan agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok, memberi kontribusi pada kelompok, memberi kesempatan dan menghargai pendapat orang lain (Isjoni, 2016), dalam metode ini akan dibagi kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang dengan tingkat kemampuan berbeda yang akan mendiskusikan materi, membantu dan memotivasi satu sama lain untuk memahami materi tersebut (Slavin, 2005). Ada berbagai macam metode dalam pembelajaran kooperatif namun tiga metode yang paling umum digunakan ialah student team achievement division, team game tournament dan jigsaw. Metode student team achievement division dan jigsaw telah digunakan pada berbagai mata pelajaran dan memiliki sistem skor yang sama (Slavin, 2016). 2.4.4

Student Team Achievement Division (STAD) STAD atau Student Team Achievement Division merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif learning yang paling sederhana serta cocok untuk guru yang 26

baru menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan kooperatif (Slavin, 2016). Kegiatan belajar-mengajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan secara terencana dan menyentuh aspek psikis siswa, sehingga menumbuhkan motivasi bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar sehingga siswa mampu meraih hasil belajar yang tinggi (Harahap, 2014). STAD mendorong pembelajaran berpusat pada siswa, dimana interaksi tidak hanya antara guru-siswa, tapi juga antara siswa-siswa (Yusuf, 2015). Metode belajar STAD baik diaplikasikan untuk siswa yang mempunyai kemampuan potensi akademik tinggi dan rendah (primartadi, 2012). STAD telah terbukti berdampak pada pembelajaran pengaturan diri siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa STAD mampu meningkatkan motivasi dan usaha siswa dalam mencapai target pembelajaran (arjanggi, 2016). STAD meningkatkan baik dalam prestasi belajar siswa maupun partisipasi siswa selama proses belajar mengajar. Penggunaan strategi STAD memiliki beberapa kekuatan dalam pengajaran berbicara. Pertama, masing-masing siswa dapat dengan bebas dan percaya diri berbicara tanpa ada rasa malu. Kedua, ini benar-benar memfasilitasi siswa dalam belajar dan memberi mereka gagasan untuk berbicara karena mereka diberi dan memberikan masukan bahasa sebelum melakukan aktivitas berbicara. Ketiga, hal ini memancing siswa untuk bekerja sama karena mereka diminta untuk bekerja dalam kelompok. Dan akhirnya, hal itu membuat siswa lebih aktif, strategi STAD telah menyediakan lingkungan dimana komunikasi yang berarti 27

terjadi sehingga dapat berkontribusi besar bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan interaktif dasar yang diperlukan untuk kehidupan mereka(Rumiarsih, 2013). Proses pembelajaran yang diterapkan pada metode STAD ini mempunyai lima tahapan yang meliputi (Slavin, 2016): 1. tahap penyajian materi/Presentasi Kelas Guru/ pemateri memulai kegiatan dengan menjelaskan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan, menyampaikan indikator yang harus dicapai dan memotivasi siswa agar aktif berpartisipasi (Isjoni, 2016). Materi yang akan disampaikan terlebih dahulu diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Hal ini merupakan sistem pengajaran langsung yang sering kali digunakan pada diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan presentasi audiovisual. Presentasi di kelas yang dilakukan oleh pengajar sebaiknya berfokus pada unit STAD, sehingga nantinya para siswa benar-benar penuh berkonsentrasi selama presentasi dan sangat membantu mereka berdiskusi dan mengerjakan kuis. (Slavin, 2016); 2. tahap kegiatan kelompok/Tim Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mewakili seluruh bagian kelas dalam hal kinerja akademik, ras dan etnisitas. Tim yang dibentuk harus terdiri dari siswa dengan kemampuan rendah, sedang dan tinggi, agar semua anggota tim benar-benar belajar dan secara khusus mempersiapkan tim untuk mengerjakan kuis-kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim 28

kembali berkelompok untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya (Slavin, 2016). Tim merupakan unsur yang paling penting terhadap STAD ini. Tim ini berfungsi sebagai pemberi dorongan motivasi serta membantu kelompok tim agar memahami materi yang diberikan (Slavin, 2016). Hal yang perlu ditekankan pada siswa selama berdiskusi ialah: - setiap siswa bertanggung jawab untuk memahami materi, - setiap siswa bertanggng jawab untuk memastikan teman satu tim mereka mempelajari dan memahami materi, - setiap siswa harus saling membantu dalam memahami materi, - dikatakan bahwa belajar atau berdiskusi selesai apabila semua anggota satu tim telah memahami materi. 3. tahap tes individual/Kuis Tahap ini merupakan tahap untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai sehingga diperlukan tes individual. Tes dilakukan pada akhir pertemuan kedau dan ketiga, masing-masing 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajarinya dalam kelompok. Skor hasil kuis ini akan dikumpulkan dan diarsipkan yang nantinya akan digunakan pada saat perhitungan skor kelompok (Isjoni, 2016); 4. tahap penghitungan skor perkembangan Pemberian skor ini dilakukan untuk memberikan kepada siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang 29

lebih baik daripada sebelumnya. Setiap siswa atau anggota kelompok dapat memberikan konstribusi skor yang dimilikinya untuk tim masing-masing. Tiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa kemudian akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Salah satu tujuan dibuatnya skor awal individu dan kemajuan skor

agar setiap siswa berusaha memberi yang

terbaik untuk tim nya (Slavin, 2016).

Tabel 2.1 Tabel Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu (Slavin, 2016) No 1 2 3 4 5

Skor tes

Skor perkembangan individu

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 hingga 1 poin diatas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal Jawaban benar semua (terlepas dari skor awal)

5 10 20 30 30

5. tahap rekognisi tim Pada tahap ini tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor tim mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim juga bisa digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka (Slavin, 2016). Penghargaan dapat diberikan pada kelompok dengan skor rata – rata tiga tertinggi (Isjoni, 2016).

30

2.4.5

Jigsaw Merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif dengan prinsip

interdependensi antar siswa yaitu dimana setiap siswa memegang informasi dan masing-masing siswa sebagai sumber belajar bagi siswa yang lain. Kelas jigsaw memiliki rekam jejak empat dekade yang berhasil meningkatkan hasil pendidikan positif seperti peningkatan kinerja tes, berkurangnya ketidakhadiran, dan keinginan yang lebih besar untuk sekolah, Metode Jigsaw juga dikenal sebagai “potongan puzzle” dimana materi akan ditempelkan pada kartu yang biasa disebut “kartu Jigsaw” (Aronson, tanpa tahun). Dalam Jigsaw setiap peserta akan dikelompokkan dalam grup kecil dan memiliki kartu Jigsawnya masing – masing, setiap peserta dengan kartu yang sama dari masing – masing kelompok akan berpisah dari grupnya dan bergabung untuk menguasai materi di dalam kartu tersebut, pada pertemuan selanjutnya setiap orang akan kembali pada kelompok asalnya dan secara bergantian menjelaskan materi yang mereka kuasai pada anggota kelompok lainnya (Slavin, 2016) sehingga tiap peserta lebih termotivasi untuk berkontribusi dalam kelompoknya (Voyles, 2015). Pembelajaran jigsaw memberikan dampak yang positif, mempromosikan hubungan persahabatan antar peserta, dan meningkatkan kemampuan belajar serta harga diri mereka (Tran, 2012). Ketika keramahan terbentuk, siswa termotivasi untuk belajar dan lebih percaya diri untuk saling bertanya satu sama lain untuk memahami lebih baik tugas yang sedang dipelajari (Bukunola, 2012).

31

Langkah – langkah melakukan Jigsaw yaitu: 1) Pendahuluan Guru membentuk kelompokkelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa (untuk mempermuda, jumlah siswa dalam 1 kelompok disesuai dengan jumlah judul yang ada dalam bacaan yang akan didiskusikan). Guru menginstruksikan masingmasing kelompok untuk mendiskusikan tugas pada masing-masing siswa tentang pembagian materi yang akan dibaca/didiskusikan, sehingga masingmasing siswa mempunyai tugas mendalami (membaca, memahami, memberikan informasi, dll) sesuai dengan alenia yang ditentukan. 2) Eksploirasi terfokus Guru mengintruksikan pada seluruh siswa membentuk kelompok besar yang merupakan delegasi dari kelompok kecil, yaitu yang kebagian judul pertama kumpul dengan kelompok lain yang kebagian alinea pertama, begitu juga judul kedua, dan seterusnya, hingga hanya 5 kelompok besar. Kelima kelompok tersebut diberikan waktu ± 30 menit untuk berdiskusi, meringkas dan memahami isi bacaan, dll. hanya pada 1 judul yang menjadi beban tugasnya. 3) Melaporkan dan menyusun ulang Setelah waktu berdiskusi habis, masing-masing siswa dalam kelompok besar kembali pada kelompok kecil, dan melaporkan hasil diskusi kepada kelompoknya secara berurutan mulai dari alenia pertama hingga alenia kelima, sehingga masing-masing siswa dalam satu kelas mengetahui cara membaca, mengartikan, dan memahami isi bacaan. 32

4) Integrasi dan evaluasi Untuk mengetahui hasil diskusi, guru meminta pada masing-masing kelompok

kecil

menunjuk

salah

seorang

menjadi

juru

bicara,

dan

mempresentasikan hasil diskusi tentang bacaan dimaksud, sedang kelompok yang lain mencermati untuk memberikan memberikan koreksi jika ada yang salah, saat presentasi berlangsung guru dapat memberikan evaluasi dan sekaligus penilaian. 2.5

Landasan Teori Penelitian ini dilandasi oleh dua teori psikososial yaitu Theory Of Planned

Behaviour, teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih mengena. Berdasarkan teori tersebut dikatakan bahwa penentu terpenting perilaku seseorang ialah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai 33

konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Artinya jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut begitu pula sebaliknya. Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Hal ini merujuk pada budaya yang tergambar pada tekanan sosial yang dianggap penting, sehingga jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang positif begitu pula sebaliknya. Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Seseorang yang penting bisa pasangan, keluarga, atasan atau sahabat. Pengaruh teman sebaya telah banyak diteliti dan signifikan sebagai penyebab remaja merokok. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB). tambahan penentu intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh 34

bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu. TPB memperhitungkan bahwa tidaklah semua perilaku di bawah kendali dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dari sepenuhnya di bawah kendali sampai sepenuhnya di luar kendali. Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menampilkan suatu perilaku. Faktor-faktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal antara lain ketrampilan, kemampuan, informasi, emosi, stres, dsb. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-faktor lingkungan. Secara ringkas mengenai teori ini digambarkan dalam skema berikut:

35

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber: Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211. 2.6

Kerangka Konsep Merujuk pada survei awal dan

teori yang telah dipaparkan sebelumnya,

menurut TPB perilaku seseorang dipengaruhi oleh niat untuk berperilaku, niat itu sendiri adalah pengaruh dari sikap, norma subjektif dan

persepsi untuk

mengendalikan suatu perilaku yang dipengaruhi faktor-faktor internal (antara lain ketrampilan, kemampuan, informasi, emosi, stres) dan aktor-faktor eksternal (meliputi situasi dan faktor-faktor lingkungan). Diketahui sebesar 52% siswa tidak berniat untuk berhenti merokok dan sebesar 75% siswa (tidak pernah merokok dan mantan perokok) memiliki niat untuk merokok walaupun sebesar 82,9% siswa memiliki sikap negatif terhadap rokok akan tetapi sebesar 61% siswa berpengetahuan buruk, merokok karena pengaruh teman

36

(87,8%) dan merokok untuk menghilangkan stres (80,5%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa MTS Amin Darussalam memiliki sikap negatif terhadap rokok namun norma subjektif positif dan kontrol diri yang buruk sehingga perlu dilakukan intervensi yang mencakup komponen TPB tersebut. Intervensi yang akan dilakukan menggunakan metode pembelajaran kooperatif agar lebih memotivasi siswa dalam memahami materi, menyenangkan, tidak membosankan dan meminimalkan absen pada hari berikutnya. Dua model yang digunakan ialah STAD dan Jigsaw dengan berbagai kelebihan. Adapun Kelebihan STAD yaitu: -

Menumbuhkan motivasi bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar sehingga siswa mampu meraih hasil belajar yang tinggi (Harahap, 2014; Siska, 2014; Pratama, 2015; Agustini, 2015; Arjanggi, 2016; Komikesari, 2016; Sari, 2016; Susanto, 2016; Dewi, 2017 ).

-

Pembelajaran berpusat pada siswa (Yusuf, 2015).

-

Baik diaplikasikan untuk siswa yang mempunyai kemampuan potensi akademik tinggi dan rendah (primartadi, 2012).

-

Retensi materi pelajaran yang lebih baik (Wyk, 2012).

-

Mempromosikan sikap positif siswa terhadap materi pelajaran (Tran, 2013).

-

Berhasil dalam upaya peningkatan daya serap siswa (Erawati, 2016).

-

Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku peserta didik yang lebih aktif dan fokus 37

dalam mendengarkan (listening activities), memperhatikan (visual activities), memecahkan masalah (mental activities, bertanya, berdiskusi, mengemukakan pendapat (oral activities) dan membuat laporan (writing activities). -

Memiliki beberapa kekuatan dalam pengajaran berbicara. Pertama, masing-masing siswa dapat dengan bebas dan percaya diri berbicara tanpa ada rasa malu. Kedua, ini benar-benar memfasilitasi siswa dalam belajar dan memberi mereka gagasan untuk berbicara karena mereka diberi dan memberikan masukan bahasa sebelum melakukan aktivitas berbicara. Ketiga, hal ini memancing siswa untuk bekerja sama karena mereka diminta untuk bekerja dalam kelompok (Rumiarsih, 2013).

Adapun kelebihan – kelebihan Jigsaw sebagai berikut : -

Baik digunakan pada materi yang berbentuk narasi atau teks, seperti buku atau materi berbentuk deskripsi (Slavin, 2016).

-

Setiap peserta lebih termotivasi untuk berkontribusi dalam kelompoknya (Voyles, 2015).

-

Berhasil meningkatkan hasil pendidikan positif seperti peningkatan kinerja tes(Kazemi, 2012; Shaikhi, 2015; Slavin, 2016; Bogam, 2016; Johnson, 2017; ), berkurangnya ketidakhadiran, dan keinginan yang lebih besar untuk sekolah (Aronson, tanpa tahun).

-

Retensi pengetahuan yang lebih tinggi (Tran, 2012; Bukunola, 2012).

38

-

Mempromosikan hubungan persahabatan antar peserta, dan meningkatkan kemampuan belajar serta harga diri mereka (Tran, 2012).

-

Meningkatkan kepercayaan diri siswa (Haryono, 2015)

-

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa (Hertiavi, 2010).

-

Merupakan kegiatan yang menyenangkan, membantu untuk bisa fokus pada satu topik dan meningkatkan pemahaman, dapat membuat pertemanan baru, tidak membuat ngantuk, menjadi lebih aktif di kelas, menyenangkan karena bisa menjadi “sang ahli” dalam suatu topik dan bisa menjelaskan kepada yang lainnya sehingga menambah percaya diri (Azmin, 2016).

-

Meningkatkan minat pada materi ajar (Maftei, 2011; Tarhan, 2013).

sehingga kerangka konsep yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Sikap : - Health belief Norma subjektif : - Normatif belief - Tekanan sosial Persepsi kendali terhadap perilaku: - Control belief - Informasi - Keterampilan - Emosi - Pengaruh lingkungan

Niat untuk merokok

Perilaku mencegah merokok Pengetahuan Sikap Tindakan -

39

Sebelum Intervensi Pretest -

-

-

-

-

-

-

Memiliki pengetahuan yang baik dan sikap negatif terhadap merokok, Tidak berkumpul dengan teman yang sedang merokok, Yakinlah, bahwa rokok bukan satu – satunya sarana pergaulan, Jangan malu mengatakan bahwa diri kita bukan perokok, Perbanyak mencari informasi tentang bahaya rokok, Hindari sesuatu yang terkait tentang rokok ( sponsor, iklan, poster, rokok gratis ), Lakukan hal - hal positif lainnya, seperti : olahraga, membaca atau hobi lain yang menyehatkan.

Intervensi -

Kelas STAD Kelas Jigsaw Kelas kombinasi STAD dan Jigsaw Kelas kontrol

Setelah Intervensi Posttest -

-

-

-

-

-

-

Memiliki pengetahuan yang baik dan sikap negatif terhadap merokok, Tidak berkumpul dengan teman yang sedang merokok, Yakinlah, bahwa rokok bukan satu – satunya sarana pergaulan, Jangan malu mengatakan bahwa diri kita bukan perokok, Perbanyak mencari informasi tentang bahaya rokok, Hindari sesuatu yang terkait tentang rokok ( sponsor, iklan, poster, rokok gratis ), Lakukan hal - hal positif lainnya, seperti : olahraga, membaca atau hobi lain yang menyehatkan.

40

2.7 Hipotesis Penelitian H1 = Ada pengaruh diskusi kelompok dengan model Student Team Achievement Division (STAD) terhadap perilaku mencegah merokok remaja di MTS Amin Darussalam. H2 = Ada pengaruh diskusi kelompok dengan model Jigsaw terhadap perilaku mencegah merokok remaja di MTS Amin Darussalam. H3 = Ada pengaruh diskusi kelompok dengan model Student Team Achievement Division (STAD) dan Jigsaw terhadap perilaku mencegah merokok remaja di MTS Amin Darussalam.

41

Related Documents


More Documents from "Utari Chaniago"