Bahan Ajar.docx

  • Uploaded by: Bayu Sabda Christanta
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Ajar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 16,238
  • Pages: 69
Loading documents preview...
BAHAN AJAR MUSIK GEREJAWI

DISAJIKAN OLEH: BAYU SABDA CHRISTANTA, M.TH

PROGRAM STUDI TEOLOGI STTSA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019

PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN Gereja adalah representatif kerajaan Allah di dalam dunia.1[1] Oleh karena itu, gereja mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugasnya sebagai wakil Kerajaan Allah. Secara umum, tugas dan kewajiban gereja adalah melayani Tuhan dan sesama.2[2] Pelayanan terhadap Tuhan dan sesama kemudian diimplementasikan ke dalam berbagai aspek kehidupan. Implementasi tersebut dapat diklasifikasikan secara spesifik, antara lain: “Liturgia, Diakonia, Koinonia, Kerygma, dan Marturia”.3[3] Tugas dan kewajiban tersebut dapat disebut sebagai tujuan gereja sebagai wakil Kerajaan Allah. Gereja yang sehat adalah gereja yang mampu menjalankan tugasnya dengan benar. Kompleksitas gereja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di dalam dunia semakin terlihat dengan terpecahnya kesatuan organisasi menjadi denominasi-denominasi tertentu dengan organisasi-organisasi tersendiri.4[4]

Secara simultan gereja melakukan

tugasnya sebagai simbol atau wakil kerajaan Allah di dunia dan juga menjalankan tuntutan-

1[1] Dalam hal tersebut penulis menyoroti kapasitas gereja yang universal, yaitu orang-orang percaya yang berada dalam sebuah lingkup kesatuan dengan tidak membedakan denominasi yang ada di dalam dunia. 2[2] Sesama adalah orang-orang yang telah menjadi anggota gereja dan juga orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan. Namun, dalam pengertian sesama tersebut, penulis lebih fokus kepada orang-orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus sekaligus telah menjadi anggota gereja di denominasi tertentu. 3[3] Liturgia, melayani Tuhan melalui liturgi atau tata cara yang telah ditetapkan oleh gereja berdasarkan denominasi. Diakonia, pelayanan gereja terhadap sesama orang percaya dengan tujuan untuk bertumbuh sesuai dengan kepenuhan Kristus dan menjadi dewasa di dalam Tuhan. Koinonia, pelayanan di dalam perskutuan untuk saling mendorong dalam kasih dan perbuatan baik. Kerygma, pelayanan dalam bentuk pengajaran firman Tuhan. Marturia, pelayanan gereja terhadap sesama manusia yaitu orang-orang yang belum percaya melalui kesaksian. (Materi Kuliah Dogmatika 4 STTSP, mengenai Tujuan Gereja, Jumat, 12 Agustus 2011). 4[4] Gereja yang dimaksud adalah gereja dalam kapasitasnya sebagai organisasi.

tuntutan denominasi sebagai bagian dari kompetisi antar denominasi. Kompetisi tersebut menjadi bagian perjalanan gereja menuju kepada keutuhan dalam Yesus Kristus. Ada berbagai persoalan yang muncul ketika gereja dipahami sebagai organisasi atau denominasi. Persaingan antar denominasi menjadi ajang perpecahan dan pertarungan gereja yang semakin memprihatinkan. Perpecahan tersebut tidak hanya terjadi antar denominasi, tetapi di dalam gereja (satu denominasi) sendiri. Orang-orang percaya di dalam satu organisasi gereja terkungkung dengan kepentingan pribadi, sehingga memperburuk kesatuan gereja yang telah lama tercabik-cabik. Perpecahan antar anggota gereja banyak berakhir dengan munculnya denominasi gereja yang baru. Hal tersebut menjadi fakta mengenai kesatuan gereja yang telah lama terlupakan. Masing-masing denominasi memandang diri sebagai yang paling benar. Perpecahan tersebut semakin kompleks ditambah dengan perbedaan doktrin antar denominasi. Perbedaan doktrin tersebut merupakan salah satu dari penyebab perpecahan yang terjadi di dalam kesatuan gereja secara universal. Melihat gereja sebagai sebuah kesatuan di dalam Kristus, maka perpecahan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi tugas dan kewajiban gereja di dalam dunia. Gereja harus tetap mampu melakukan pelayanan berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Secara khusus di dalam denominasi, setiap orang percaya harus tetap saling melayani menuju kepada pertumbuhan iman yang sejati di dalam Kristus. Pelayanan tersebut tentu berhubungan erat dengan relasi yang terjalin di dalam gereja. Relasi tersebut mengarah kepada bentuk-bentuk peribadatan yang dilakukan di dalam gereja. Bentuk-bentuk yang dimaksud adalah mengenai tata cara ibadah yang dilakukan di dalam gereja tersebut. Dengan kata lain, pelayanan yang dilakukan tersebut berhubungan erat dengan liturgi yang dilakukan di dalam gereja tersebut.

PERTEMUAN 2 PENGERTIAN MUSIK GEREJAWI Musik adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Hal tersebut menjadikan musik sebagai suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk kehidupan ibadah gereja. Dapat dikatakan bahwa musik adalah hal yang sangat penting di dalam gereja. O’Regan menyatakan bahwa : “In most denominations, music was recognized as powerful or somewhat dangerous weapon, able to attract and sway men’s souls, and thus subject to sometimes considerable ecclesiastical control.”5[5]

Musik adalah

penunjang kehidupan penyembahan dan pujian di dalam gereja. Musik memberikan pengaruh terhadap pujian dan penyembahan yang dilakukan di dalam gereja. Salah satu ayat 6[6] Alkitab yang dapat menjadi acuan terhadap pentingnya musik di dalam kehidupan gerejawi adalah ”Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3 : 16) Persekutuan adalah hal mutlak yang harus dikerjakan oleh umat Tuhan yang tergabung di dalam suatu lembaga yaitu gereja. Persekutuan yang dilakukan mengandung unsur-unsur penting, sebagai contoh “saling membangun, menegur, mengajar satu dengan yang lain”7[7]

5[5] Artikel O’Regan “The Church Triumphant: Music In The Liturgy” Tim Carter dan John Butt (ed.), The Cambridge History of Seventeenth Century Music (New York : Cambridge University Press, 2005), 283. 6[6] Mazmur adalah salah satu contoh kitab yang menjadi referensi pentingnya pujian atau musik di dalam menyembah dan memuji Tuhan. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa tidak hanya Kolose 3:16 yang dapat dijadikan referensi ayat untuk menunjukkan pentingnya music dalam ibadah. 7[7] Lihat Ester Gunawan Nasrani, “Peran Musik dalam Gereja”, [web page on-line] tersedia di http://www.gpdiworld.us/peran-musik-dalam-gereja, diakses 23 September 2011.

Semua hal itu, menurut Kolose 3:16 dilakukan sambil (dalam keadaan) menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani. Hal tersebut mengimplikasikan pentingnya nyanyian (yang mengandung unsur musik) di dalam kehidupan persekutuan orang percaya. Oleh karena itu, penulis memiliki hipotesis bahwa musik memiliki peranan yang penting dalam pelayanan gereja, secara khusus musik dalam liturgi gereja. Dalam hal ini penulis tidak memiliki pemahaman bahwa musik merupakan bagian keseluruhan di dalam liturgi, melainkan musik merupakan bagian yang penting 8[8] dari liturgi ibadah gereja. Pembahasan yang akan dilakukan oleh penulis akan terfokus kepada hal-hal tersebut di atas. Dalam pembicaraan tentang musik gerejawi, seringkali Dalam pembicaraan tentang musik gerejawi, seringkali dijumpai istilah musik itu diasumsikan dengan rangkaian nada dijumpai istilah musik itu diasumsikan dengan rangkaian nada yang dimainkan oleh para pemain dalam bentuk instrumen lagu atau yang dimainkan oleh para pemain dalam bentuk instrumen lagu atau dalam bentuk harmoni yang dimainkan untuk mengiringi lagu/pujian dalam bentuk harmoni yang dimainkan untuk mengiringi lagu/pujian yang dinyanyikan oleh soloist, vocal group, koor atau jemaat. yang dinyanyikan oleh soloist, vocal group, koor atau jemaat. Dengan demikian, seolah-olah musik itu hanya bersangkut paut Dengan demikian, seolah-olah musik itu hanya bersangkut paut dengan para pemain musik saja (pianis, organis, gitaris, dsb). dengan para pemain musik saja (pianis, organis, gitaris, dsb). Apakah benar demikian? Baiklah kita melihat kembali pengertian Apakah benar demikian? Baiklah kita melihat kembali pengertian musik itu sendiri, agar kita memperoleh pengertian yang benar. musik itu sendiri, agar kita memperoleh pengertian yang benar.

8[8] Penting dalam hal ini memiliki arti “musik tidak dapat diabaikan kegunaannya dalam liturgi gereja”.

A. Pengertian Musik secara umum beberapa sumber memberikan definisi musik sebagai berikut. Beberapa sumber memberikan definisi musik sebagai berikut. 1. Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990). (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990). 2. Musik adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu) menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu) (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa). (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa). 3. Musik adalah seni dan ilmu pengetahuan tentang hal menggabungkan bunyi vokal atau bunyi instrumental atau nada menggabungkan bunyi vokal atau bunyi instrumental atau nada dalam berbagai macam melodi, harmoni, ritme/irama, dan warna dalam berbagai macam melodi, harmoni, ritme/irama, dan warna nada, khususnya untuk membentuk komposisi/gubahan yang mempunyai nada, khususnya untuk membentuk komposisi/gubahan yang mempunyai susunan yang utuh dan susunan yang utuh dan mengekspresi mengekspresikan emosi (College Edition, kan emosi (College Edition, 1990; Terjemahan Penulis). 1990; Terjemahan Penulis). 4. Musik adalah seni menggabungkan suara dengan menggunakan berbagai macam instrumen musik atau berbagai macam instrumen musik atau penyanyi untuk menghasilkan penyanyi untuk menghasilkan bentuk irama, melodi, dan bentuk irama, melodi, dan harmoni yang dimaksudkan untuk harmoni yang dimaksudkan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaan

dan untuk mempengaruhi mengekspresikan pikiran atau perasaan dan untuk mempengaruhi emosi (Bay Books, 1986; Terjemahan Penulis). emosi (Bay Books, 1986; Terjemahan Penulis). 5. Musik adalah ekspresi suara yang berirama untuk menyatakan pikiran dan emosi (M.S. Miller dan J.L. Miller,1973:466; pikiran dan emosi (M.S. Miller dan J.L. Miller,1973:466; Terjemahan Penulis). Terjemahan Penulis). 6. Musik adalah bahasa emosi yang disusun dari nada-nada (berbagai warna nada) yang membentuk kesatuan yang menghasilkan (berbagai warna nada) yang membentuk kesatuan yang menghasilkan ciri khas pada suara, melodi/lagu, harmoni (nada-nada yang ciri khas pada suara, melodi/lagu, harmoni (nada-nada yang berhubungan yang dibunyikan bersama-sama), dan ritme/irama berhubungan yang dibunyikan bersama-sama), dan ritme/irama (Berkley, t.t.: 264; Terjemahan Penulis). (Berkley, t.t.: 264; Terjemahan Penulis). Dari beberapa definisi di atas, penulis mengklasifikasikan definisi-definisi tersebut ke dalam dua kelompok: (1) definisi musik sebagai ilmu; dan (2) definisi musik sebagai hasil karya seni. 1. Sebagai ilmu, musik adalah pengetahuan tentang hal menggabungkan nada-nada, yang berbentuk bunyi vokal atau menggabungkan nada-nada, yang berbentuk bunyi vokal atau instrumental, dalam berbagai macam irama, melodi/lagu, dan instrumental, dalam berbagai macam irama, melodi/lagu, dan harmoni untuk menghasilkan komposisi yang mampu mengungkapkan harmoni untuk menghasilkan komposisi yang mampu mengungkapkan pikiran dan emosi manusia. pikiran dan emosi manusia. 2. Sebagai hasil karya seni, musik adalah nada, yang berbentuk bunyi vokal atau instrumental, yang disusun sedemikian rupa bunyi vokal atau instrumental, yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan komposisi suara/bunyi yang mengandung sehingga menghasilkan komposisi suara/bunyi yang mengandung irama, melodi/lagu dan harmoni yang merupakan

satu kesatuan yang irama, melodi/lagu dan harmoni yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan berkesinambungan, yang mengekspresikan pikiran dan utuh dan berkesinambungan, yang mengekspresikan pikiran dan emosi komposer yang dapat mempengaruhi pikiran dan emosi orang emosi komposer yang dapat mempengaruhi pikiran dan emosi orang lain yang mendengarkan atau yang memainkan/menyanyikan hasil lain yang mendengarkan atau yang memainkan/menyanyikan hasil komposisi tersebut dan mengakibatkan perubahan sikap dan komposisi tersebut dan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku orang tersebut. perilaku orang tersebut. B. Pengertian Musik Secara Khusus Pengertian musik yang dimaksudkan di sini adalah pengertian musik yang dihubungkan dengan istilah gerejawi, sehingga menjadi musik gerejawi. Untuk memberikan batasan istilah musik gerejawi, maka terlebih dahulu harus memiliki pengertian yang jelas tentang kedua istilah tersebut (musik dan gerejawi). Pengertian musik sudah dielaborasikan pada bagian di atas, dan berikut ini akan dipaparkan pengertian tentang istilah gerejawi. Kata gerejawi adalah bentuk ajektiva dari kata gereja. Artinya adalah berkenaan dengan gereja. Kata gereja bisa menunjuk kepada gedung gereja, dan bisa juga menunjuk kepada semua organisasi gereja sebagai wadah persekutuan orang Kristen yang memiliki denominasi masing-masing. Tetapi penulis ingin mengaksentuasikan makna gereja yang paling hakiki, yaitu bukan menunjuk kepada gedung gereja atau denominasi gereja tertentu, melainkan menunjuk kepada persekutuan orang-orang percaya, orang-orang yang telah dipanggil Tuhan menjadi umat-Nya. Dalam pengertian inilah, penulis menggunakan istilah gereja dalam batasan musik gerejawi yang akan dikemukakan berikut ini. Berdasarkan pengertian gereja tersebut di atas, maka musik gerejawi dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Sebagai ilmu, musik gerejawi adalah pengetahuan tentang hal menggabungkan nada-nada, yang berbentuk bunyi vokal (suara manusia) atau bunyi instrumental, dalam berbagai macam irama, melodi/lagu dan harmoni untuk menghasilkan komposisi yang mampu mengungkapkan pikiran dan emosi manusia (sebagai orang percaya) dalam hubungannya dengan Tuhan yang dipercayainya. 2. Sebagai hasil karya seni, musik gerejawi adalah nada yang berbentuk bunyi vokal (suara manusia) atau bunyi instrumental, yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan komposisi suara/bunyi yang mengandung irama, melodi/lagu dan harmoni yang merupakan kesatuan yang utuh dan berkesinambungan, yang mengekspresikan pikiran dan emosi komposer (sebagai orang percaya) yang dapat mempengaruhi pikiran dan emosi orang lain yang

mendengarkan

atau

memainkan/menyanyikan

hasil

komposisi

tersebut

dan

mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku orang tersebut yang memuliakan Tuhan, dan musik gerejawi ini digubah untuk meresponi karya penyelamatan Tuhan di dalam Kristus untuk orang berdosa. Di dalam kedua definisi ini (musik gerejawi sebagai ilmu dan hasil karya seni), dapat dilihat adanya dua unsur fundamental yang menjadi bahan substansial dalam membuat musik gerejawi, yaitu bunyi vokal dan bunyi instrumental. Bunyi vokal yang dimaksudkan di sini adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggunakan mulut manusia, dan bunyi itu disebut suara. Sedangkan bunyi instrumental adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggunakan alat musik. Jadi, musik gerejawi itu bukan hanya berbentuk musik instrumental, tetapi juga berbentuk musik vokal atau lagu/puji-pujian (musik yang diberi syair/lirik). Dengan demikian, jelaslah bahwa musik gerejawi itu bukan hanya bersangkut paut dengan para pemain musik saja, tetapi juga bersangkut paut dengan seluruh jemaat Tuhan sebagai "vokalis". Musik umumnya dapat ditemukan di sepanjang peradaban manusia. Musik adalah pemberian Tuhan yang sangat indah. Pemberian tersebut tidak hanya diterima oleh orang percaya, melainkan juga dapat diterima bahkan dikembangkan oleh orang-orang yang belum

mengenal Tuhan. Perkembangan musik di dalam gereja dan di luar gereja memiliki perbedaan yang sangat jauh. Di luar gereja, musik dapat berkembang dengan pesat karena tidak dibatasi oleh peraturan-peraturan Gereja. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas), musik diartikan sebagai : bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam: a. Bunyi/kesan terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera pendengar b.Suatu karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya. c. Segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik.9[10] Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa musik adalah bentuk bunyi yang ditangkap oleh manusia lewat pendengaran. Penerimaan terhadap bentuk bunyi yang dihasilkan dengan sengaja tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan penerimaan itu disebabkan oleh beberapa hal, yaitu perbedaan sejarah, perbedaan lokasi, dan perbedaan kebudayaan. Musik juga dapat dikategorikan sebagai bentuk seni yang diperkenalkan melalui medium suara. Unsur-unsur umum dalam musik adalah pitch (yang mengatur melodi dan harmoni), irama (dan terkait konsep tempo, meter, dan artikulasi), dinamika, dan kualitas sonik dari timbre dan tekstur. Kata musik berasal dari bahasa Yunani μουσική (mousike), "(seni) dari Muses."10[11]

9[10] [web page on-line] tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Musik, diakses tanggal 16 September 2011. Lihat juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (e-book portable), mu·sik n 1 ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; 2 nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu); 10[11][web page on-line] tersedia di http://id.shvoong.com/internet-andtechnologies/computers/2165300-pengertian-musik/#ixzz1Rw2jxRKE, 26 Mei 2011, diakses 16 September 2011.

Musik juga memberikan pengaruh terhadap sikap dan tindakan manusia. Salomon Keal menyatakan : Music is something which can help to inspire the affections that help those 'feathers' of truth stick to the 'wall' of our mind.11[12] Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Richard C. Leonard dalam artikelnya Music and Worship in the Bible, ia menyatakan: Music has a powerful effect on human experience. Students of religious phenomena have long recognized that music transcends our understanding and appeals to our intuitive nature. It is not surprising, then, that music played an important part in the worship of biblical communities, as a way of approaching the mystery of God and of expressing the joy of his presence.12[13] Keal dan Leonard menyadari kekuatan musik dalam pengalaman manusia. Leonard dalam pernyataannya di atas, mengungkapkan bahwa musik merupakan bagian penting yang dipakai dalam pujian oleh komunitas orang percaya (Biblical= percaya kepada Firman Tuhan). Musik digunakan sebagai cara untuk memahami (menemukan) misteri Ilahi dan musik dapat dikategorikan sebagai ungkapan sukacita atas perjumpaan dengan Tuhan di dalam pujian (ibadah). Pernyataan di atas tidak mengindikasikan bahwa penulis menyetujui musik sebagai satu-satunya ungkapan sukacita terhadap perjumpaan dengan Tuhan, tetapi yang penulis maksudkan adalah ekspresi melalui musik adalah salah satu bentuk ungkapan sukacita atas perjumpaan dengan Tuhan dalam ibadah. Sepanjang sejarah perjalanan gereja dapat dijumpai penggunaan musik yang cukup signifikan dalam liturgi. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa ada masa ketika gereja Katolik Roma menghindari penggunaan musik di dalam liturgi gereja. Berikut ini penulis akan membahas mengenai sejarah perkembangan musik dalam gereja.

11[12] Salomon Keal, “The Role of Music In Worship” 27 Desember 2010. [web page on-line] tersedia di http://theologikeal.blogspot.com/2010/12/role-of-music-in-worship.htm. Diakses 23 September 2011. 12[13] Richard C. Leonard, “Music and Worship in The Bible”, [web page on-line] tersedia di http://www.laudemont.org/a-mawitb.htm, diakses 23 September 2011.

PERTEMUAN 3 & 4 PERKEMBANGAN MUSIK DALAM GEREJAWI

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai perkembangan musik dalam gereja dan persepsi- persepsi terhadap musik, secara khusus dalam ibadah-ibadah gereja 13[9]. Pujian dan nyanyian jemaat menjadi bagian penting dalam liturgi gereja. Salah satu unsur penting di dalam nyanyian atau pujian adalah musik. Berikut ini pembahasan penulis akan berkonsentrasi pada salah satu unsur penting tersebut. Materi yang dipresentasikan dalam pokok bahasan ini merupakan bahan ringkasan yang diambil dari buku yang berjudul The Ministry of Music (W. Osbeck, 1985: 17-22) A. Periode PL Orang Ibrani menggunakan musik untuk beribadah kepada Tuhan. Bagi orang Ibrani, musik itu akan memiliki makna jika digunakan untuk menyembah atau memuji Tuhan. Sumber utama untuk mempelajari penggunaan musik dalam ibadah orang Ibrani ini adalah Alkitab PL. Dalam PL disebutkan bermacam-macam alat musik yang digunakan orang Ibrani. Selain itu, di dalam PL juga disebutkan sejumlah penyanyi dan nyanyian. Misalnya: Nyanyian Musa (Keluaran 15: 2-19) Nyanyian Miream (Keluaran 15: 20-21) Nyanyian Debora dan Barak (Hak 5: 2-3) Nyanyian Syukur Hana (1 Sam 2: 1-10) Nyanyian Syukur Daud (2 Sam 22) Pada jaman pemerintahan raja Daud, untuk pertama kalinya dibentuk paduan suara dan orkestra yang besar untuk ibadah di Tabernakel. Penggunaan musik dalam ibadah ini terus berkembang pada jaman pemerintahan raja Salomo. Kitab 2 Taw 5, memberikan gambaran tentang

13[9] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (e-book portable) iba·dat n 1 ibadah; 2 segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta; 3 upacara keagamaan; ber·i·ba·dat v menunaikan ibadat; per·i·ba·dat·an n 1 hal (cara dsb) beribadat; 2 tempat beribadat.

perkembangan tersebut. Yosephus (sejarahwan Yahudi) mencatat bahwa dalam bait Allah yang pertama ada 200.000 terompet dan 200.000 penyanyi yang memakai jubah, yang dilatih untuk pelayanan ibadah. Pada jaman setelah kembali dari pembuangan di Babel, penggunaan musik yang megah dan agung dalam ibadah tetap mendapat prioritas dan mempunyai peranan yang penting. B. Periode PB Kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia membawa era baru dalam ibadah umat Tuhan. Ibadah tidak lagi terbatas di dalam bait Allah atau sinagoge, tetapi orang-orang percaya itu sendiri menjadi bait Allah yang hidup. Banyak ibadah umat Tuhan yang harus dilakukan secara rahasia, karena ada penindasan oleh pemerintah Romawi. Meskipun demikian, musik tetap merupakan ekspresi yang natural atas sucakita baru yang ditemukan di dalam Kristus. Misalnya, Kis 16:25: Paulus dan Silas menyanyikan pujian kepada Allah di dalam penjara di Filipi. Sumber utama musik gerejawi jemaat mula-mula adalah Mazmur. Selain itu, juga ada penggunaan teks musik yang lain (selain dari Maz). Misalnya nyanyian Maria (Luk 1:46--55), nyanyian Zakharia (Luk 1:68--79) nyanyian malaikat (Luk 2:14), nyanyian Simeon (Luk 2:29), nyanyian yang dinyanyikan Tuhan Yesus (Mat 26: 30) dan nyanyian Paulus dan Silas (Ke 16: 25) Musik gerejawi jemaat mula-mula seluruhnya berbentuk musik vokal dan hanya sedikit menaruh perhatian pada penggunaan alat-alat musik. C. Periode Abad Pertengahan Abad pertengahan adalah periode waktu dari abad ke-4 sampai periode RenaisanReformasi. Lagu-lagu yang digunakan dalam ibadah dari abad ke-4 sampai 6 adalah lagu pendek dan sederhana. Lagu-lagu ini tidak diketahui asal mulanya. Pada akhir abad ke-6, berkembang lagu-lagu pendek dan sederhana yang disebut "Gregorian," yang dipelopori oleh

Paus Gregory Agung. Kemudian dari abad ke-7 sampai periode Renaisan-Reformasi, muncul sebuah liturgi yang ditetapkan untuk ibadah, dan dalam bagian-bagian tertentu dalam liturgi dimasukan komposisi musik. Pada abad pertengahan ini juga ada perkembangan musik di bidang harmoni, mulai dari menyanyi bersama-sama sampai penggabungan dua suara atau lebih menjadi satu suara melodi. Perkembangan musik lain terjadi kurang lebih tahun 11501450 (yang disebut periode Gothic) yaitu penggunaan nyanyian antifonal (nyanyian yang dinyanyikan secara bergantian), penggunaan garis paranada dan sistem notasi musik dan perkembangan konsep instrumental, khususnya mengenai penggunaan orgen. D. Periode Renaisan-Reformasi Periode ini mulai dari kurang lebih thn. 1450-1600. Pada masa ini terjadi kebangunan interes dalam aktivitas intelektual dan seni. Dalam makna religius, kebangunan ini mencapai klimaksnya pada saat terjadinya reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther. Orang Kristen menemukan sukacita yang baru yang personal dalam hubungan dengan Tuhan. Mereka ingin menyembah dan memuji Tuhan dengan bahasa daerah/dialeknya sendiri. Eling P (1992) mengatakan bahwa lagu-lagu yang diciptakan Martin Luther masih dipengaruhi oleh musik Gregorian. Johansson (1984) mengatakan bahwa Martin Luther mengambil lagu-lagu daerah dan mengganti syairnya dengan kata-kata rohani. Berbeda dengan Luther, John Calvin menekankan bahwa lagu-lagu untuk ibadah harus berlatar belakang ayat Alkitab, dan metriknya (penekanan suku kata secara teratur) harus mengikuti metrik Mazmur. Selain itu lagunya harus dinyanyikan bersama-sama. E. Periode Abad 17 Pada abad ini, di Inggris ada perkembangan bentuk musik yang baru di dalam gereja Anglican, yang dipengaruhi oleh komposer Inggris yang terbaik bernama Henry Purcell (16581695). Bentuk musik ini disebut "Anthem" (nyanyian berbentuk paduan suara dan syairnya

biasanya diambil dari Alkitab). Bentuk "anthem" modern umumnya ditemukan dalam 3 bentuk: 1. Full Anthem (semua penyanyi menyanyikan seluruh lagu) 2. Verse Anthem (bagianbagian tertentu dinyanyikan oleh penyanyi yang ditentukan) 3. Solo Anthem (berisi bagian yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi) F. Periode Abad 18 Dalam abad 18 ada gerakan baru dari Isaac Watts (1674-1748) dan Wesleys. Isaac Watts menegaskan bahwa lagu itu merupakan persembahan pujian manusia kepada Tuhan, karena itu kata-katanya harus menggunakan kata-katanya sendiri. Isaac Watts menyanyikan nyanyian pujiannya untuk mengakhiri kotbahnya. Sementara itu yang dilakukan Wesley (17081788) adalah menulis dan menerjemahkan kurang lebih 6.500 lagu pujian bersama-sama dengan John (Pengkotbah) dan Charles (Musisi). Mereka menulis lagu pujian yang menekankan pengalaman dan iman. Selain itu, dalam abad ini juga muncul bentuk musik gerejawi yang baru, yaitu dalam bentuk oratario. G. Periode Abad 19 Para penulis/pengarang lagu pada abad ini lebih menekankan upaya untuk memperbaharui atau meningkatkan kualitas lagu-lagu pujian. H. Periode Abad 20 sampai Sekarang. Pada zaman selanjutnya, musik agama diperluas melampaui segala batas yang pernah ditetapkan untuk itu. Komposer "dipinjam" melodi umum dan bahkan sekuler / lagu-lagu populer, menulis ulang kata-kata agama kepada mereka. Selama periode ini melahirkan lagulagu, dan chorus untuk kedua gereja-gereja Katolik dan Protestan. Contoh himne terkenal diatur ke lagu populer adalah "Amazing Grace" dan " Di bagian akhir abad ke-20, ide musik baru sekali lagi mengubah musik gereja - musik Kristen kontemporer. Dari dengan gitar dan drum ke grup rap Kristen abad ke-21, musik Kristen terus berkembang dengan artis seperti

Talk Carmen dan DC yang bercita-cita untuk melestarikan pesan gereja dan juga memenuhi kebutuhan yang selalu mengubah dunia. Semakin banyak sekolah Alkitab, akademi, dan seminari yang memberi penekanan dan penganjaran tentang musik gereja lebih daripada sebelumnya". Akhir-akhir ini semakin banyak pimpinan gereja yang tertarik untuk mengembangkan musik gerejawi.

Jadi dari beberapa referensi yang ditemukan tentang

perkembangan sejarah musik gereja terlihat bahwa dari zaman ke zaman musik gereja terus diperbaharui dan mengalami kemajuan tetapi dengan tidak mengurangi kekhsyukan dalam ibadah alat musik yang lampau dan alat musik yang modern, jenis pujian yang lampau dan jenis pujian saat ini sama saja digunakan untuk memuliakan Allah, sehingga jelaslah musik punya pengaruh besar dalam ibadah, dan bagaikan supermi tanpa bumbunya yang terasa hambar, demikian juga jika ibadah tanpa disertai oleh musik, ada hal-hal yang rasanya kurang dalam ibadah tersebut. Perkembangan musik dalam gereja (liturgi) sangat labil. Ada masa ketika gereja memberikan kesempatan penuh kepada para komposer-komposer terkenal 14[14] untuk mengembangkan musik dalam gereja. Para komposer tersebut kemudian menggubah banyak hymne atau nyanyian dari Alkitab, secara khusus kitab Mazmur. Namun, ada masa ketika gereja tidak lagi mengijinkan musik untuk dikembangkan di dalam gereja. Penulis akan membahas sekilas mengenai sejarah perkembangan musik dalam gereja. Selanjutnya perkembangan musik dalam gereja akan disebut sebagai sejarah musik gerejawi, karena fokus pembahasan penulis adalah perkembangan musik yang terjadi di dalam gereja. Pada mulanya dalam gereja hanya lagu-lagu Mazmur yang dinyanyikan, akan tetapi kemudian hal itu berkembang menjadi sebuah buku nyanyian. Smith dan Carlson menyatakan,

14[14] Jane Stuart Smith dan Betty Carlson dalam buku mereka Karunia Musik (Surabaya: Momentum, 2003), membahas mengenai para komposer terkenal yang banyak menggubah kitab Mazmur menjadi nyanyian-nyanyian jemaat yang bertahan hingga sekarang.

menyanyikan Mazmur adalah aktifitas musik dari gereja yang paling awal dicatat, mungkin itu adalah respon rasul Paulus agar “penuh dengan roh dan berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani” (Efesus 5:19).15[15] Pertanyaan yang muncul adalah apakah yang dinyanyikan dalam jemaat atau gereja adalah nyanyian yang terdapat dalam kitab Mazmur? Nyanyian yang dilagukan di dalam gereja memang tidak semua berasal dari kitab Mazmur. Akan tetapi mayoritas lagu jemaat diciptakan berdasarkan inspirasi kitab Mazmur. Melihat sejarah perkembangan musik dalam gereja, Smith dan Carlson menyatakan, Menelusuri perkembangan musik, dimulai dari Ambrose uskup dari Milan (339-397). Ia memperkenalkan nyanyian antiforal dan hymne pada dunia barat. Ambrocian Chant masih dinyanyikan di Milan hingga sekarang. Kemudian Augustinus (354-430),menurut tradisi, ia bersama dengan Ambrose menciptakan improvisasi lagu “Te Deum Laudamus” (We Praise Thee, o Lord).16[16] Pernyataan Smith dan Carlson bukan berupakan sebuah klaim bahwa musik gerejawi dimulai pada zaman Ambrose dan Augustinus. Musik gerejawi berkembang jauh sebelum diperkenalkannya nyanyian-nyanyian hasil improvisasi mereka. Edy Siahaan dan R. Tambun dalam buku “Musik Gereja” memberikan keterangan yang lebih spesifik mengenai perkembangan musik gerejawi. Mereka menerangkan sejarah perkembangan nyanyian mulai dari abad pertama sampai sesudah reformasi. Edy dan R. Tambun menyatakan, (1). Pada abad pertama, Ignatius (+ 115) memulihkan pemakaian responsoria antara pelayan dan jemaat dan atau antara anggota-anggota paduan suara. Sylvester (325) mendirikan sekolah penyanyi (Scholoe Contorum) gerejawi pertama di Roma. Selanjutnya hymnus terus

15[15] Jane Stuart Smith dan Betty Carlson, Karunia Musik (Surabaya: Momentum, 2003), 12. Lihat juga, Edy DH. Siahaan & R. Tambun, Musik Gereja (Medan: MITRA, 2006), 45. 16[16] Smith & Carlson, Karunia Musik, 3.

berkembang di sebelah timur, dan dari sana dibawa masuk oleh Hilarius dari Poitiers ke sebelah barat. Hymnus tersebut dikenal di sana dengan Hymnodia/hymnus Ambrosius. Ia sangat berjasa dalam bidang hymnus karena banyak memasukkannya dalam ibadah. Ia juga mengintensifkan pemakaian antifon dan responsoria. (2). Abad Pertengahan, Paus Gregorius I (+ 600) memasukkan cara menyanyi Gregorian ke dalam ibadah jemaat. Setelah itu kaisar Karel Agung sangat berjasa dalam usaha memajukan nyanyian jemaat. Ia mendirikan sekolah musik (Scholoe Contorum) di seluruh kekaisarannya. (3). Abad sebelum reformasi, nyanyian jemaat tidak lagi dinyanyikan secara langsung oleh jemaat sendiri, melainkan diserahkan kepada paduan suara yang anggota-anggotanya adalah para imam. (4). Pada masa reformasi, Dr. Martin Luther dan Johannes Calvin membersihkan nyanyian jemaan dari pengaruh Katolik Roma. Nyanyian sepenuhnya diserahkan kepada jemaat untuk dinyanyikan. Luther sendiri banyak menggubah nyanyian jemaat (sebagian besar masih dipakai di gereja-gereja Indonesia sampai sekarang). (5). Sesudah reformasi, tema-tema nyanyian mulai diperhatikan. Banyak nyanyian-nyanyian yang akhirnya disusun mengandung unsur kerygma (berita). 17[17] Sejak abad pertama hingga abad pertengahan (zaman reformasi gereja18[18]), musik gerejawi telah mengalami perkembangan yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari perkembangan nyanyian jemaat dalam gereja. Sekolah-sekolah musik gereja didirikan dan berkembang menghasilkan generasi penerus musik/ nyanyian dalam gereja. Leonard menuliskan lebih jauh ke belakang mengenai sejarah perkembangan musik yang terdapat di dalam peribadatan orang Israel. Ia menyatakan,

17[17] Edy DH. Siahaan & R. Tambun, Musik Gereja, 53. Lihat juga Smith & Carlson, Karunia Musik, 4. Paus Gregorius (memerintah tahun 590-604) membawa banyak pembaruan musik ke dalam gereja. Salah satu musik untuk menghormatinya adalah Gregorian Chant. Hanya suara pria yang diijinkan untuk menyanyikannya, kemudian penggunaan alat musik juga dikurangi. 18[18] Salah satu hymne/kidung pujian reformasi yang agung karya Martin Luther adalah “A mighty fortress” merupakan frasa dari Mazmur 46. Smith & Carlson, Karunia Musik, 1.

Israelite prophets were musicians. During the exodus Miriam the prophetess, taking her tambourine, led the women in song and dance, celebrating the Lord's triumph over the Egyptians (Exod. 15:20-21). Saul encountered a band of sanctuary prophets who prophesied accompanied by instruments (1 Sam. 10:5). Isaiah composed songs, including one celebrating the Lord's deliverance of those who trust in him (Isa. 26:1-6). The public regarded Ezekiel as "one who has a beautiful voice and plays well on an instrument" (33:32). David, a musician as well as a warrior, established the place of music in the worship of the Lord. Even before the sacrifices had been moved to Jerusalem, he instructed the Levitical musicians to celebrate the ark's journey to Zion (1 Chron. 15:16-24), and appointed Asaph as chief musician in charge of continual thanksgiving and praise (1 Chron. 16:1-7). The description of this activity (1 Chron. 25:1-7) suggests that these musicians led in a spontaneous and overwhelming outpouring of worship, especially at high moments like the dedication of Solomon's temple (2 Chron 5:11-14). This may be the "new song" to which the Psalms refer (33:3, 40:3, 96:1, 144:9, 149:1). Many Psalms perhaps originated in this pre-temple Davidic worship centering around the ark of the covenant. In the temple, music functioned as a "sacrifice of praise," an offering of song to accompany the offering of sacrifice. Under the Judean rulers, the performance of music became regulated and standardized. The titles of 55 Psalms refer to the music director, with instructions for performance on various instruments or using certain tunes. This psalmody remained a feature of Israelite and Jewish worship. After the exile, Ezra recruited more than 200 Levites for service in the sanctuary (Ezra 8:18-20). First-century Jewish sources indicate that the choir of Herod's temple consisted of at least twelve adult male singers, with no upper limit. Singers served between the ages of thirty and fifty, after a five-year training period. The sources also describe the instruments in use at that time.

After the Babylonian exile, most Jews lived in the Dispersion (areas outside of Palestine) and could not participate in temple worship. Therefore the synagogue arose for prayer and the study of the Scriptures. The Psalms continued to be sung, and other portions of the Scriptures as well as prayers were chanted according to a developing system of "modes." Such Jewish music influenced the worship of the early church. Israelite worship music was both vocal and instrumental; the sanctuary orchestra contributed to the celebration of Israel's covenant with the Lord. Its instruments fall into the same general classes with which we are familiar — percussion, winds (pipes) and strings. Horns, trumpets, cymbals, harps and lyres were used when the ark was brought to Mount Zion, and their continued use is reflected in their mention in the Psalms. The sanctuary instruments were not solo instruments, but sounded simultaneously to call the assembly to worship (Psa. 98:6). Strings and pipes, if used, probably played the modalities (tune elements) in the psalm being sung, with perhaps distinctive patterns of ornamentation. Horns, trumpets and cymbals added to the festive joy by creating a larger sound. The selah of the Psalms may have been an instrumental interlude, or a "lifting up" of sound by both singers and instrumentalists. Tambourines, usually played by women, are mentioned in connection with dancing at Israelite festivals (Psa. 68:25), but were not used in the sanctuary where only men served as priests and musicians. What did the music of Israel's worship sound like? While we cannot know today exactly how it sounded, recent research has confirmed the similarity between Hebraic music and ancient forms of Christian chant. Biblical music incorporated several characteristic features: a.

Monophony, the use of an unharmonized melodic line — although ornamentation and instrumental accompaniment could create a primitive form of harmony.

b.

Modality refers to the use of various musical motifs within a certain scale, each with its own function.

c.

Ornamentation, the use of enhancements suited to the skill of the performer.

d.

Rhythm — Semitic music does not use the regular beat of modern Western music but has a more complex pattern of time structuring.

e.

Scale — Semitic music follows a generally diatonic melody, but with some use of quartertone intervals as well as whole or half tones.

f.

Improvisation, the practice of composing the music in the process of performing it using skills acquired through a long period of training.

g.

Antiphony — In antiphonal music, groups of performers answer one another in statement and response. Examples in biblical worship may be found in the Psalms (Pss. 24, 118) and the "Holy, holy, holy" of Isaiah's seraphim (Isa. 6:3), in a vision no doubt influenced in its expression by the chanting of priestly choirs. This last feature suggests that the congregation, as well as trained musicians, may have been involved in the musical responses of the service. 19[19] Para nabi atau nabiah Israel merupakan musisi. Sebagai contoh ketika bangsa Israel berhasil lepas dari cengkraman bangsa Mesir, Miriam kemudian menyanyikan lagu kemenangan dengan memakai alat musik tambourine (Kel. 15:20-2). Raja Daud adalah seorang musisi sekaligus seorang pahlawan. Pemakaian alat musik sangat dominan dalam ibadah yang dilakukan di Israel. Secara khusus ketika mereka mengalami suatu kemanangan dari sebuah pertempuran, mengalami kebebasan dari malapetaka, bersukacita atas pertolongan Tuhan. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi inspirasi terhadap penulis Mazmur untuk menuliskan nyanyian-nyanyian kepada Tuhan. Kitab Mazmur menjadi inspirasi utama dalam berkembangnya musik gerejawi. Smith dan Carlson menyebutnya sebagai satu-satunya sumber yang paling produktif untuk teks bagi

19[19] Leonard, “Music and Worship in The Bible”.

komponis musik di dunia barat.20[20] Beberapa komponis besar yang mendasarkan karya besarnya pada teks Mazmur menurut Smith dan Carlson antara lain : (1). Heinrich Schutz (1583-1672), komponis terbesar Jerman pada abad ke-17. Salah satu tokoh yang terpenting di zaman Barok, zaman yang mencapai puncaknya dengan karya terkenal Bach dan Handel. Schutz menulis musik dengan menempatkan Mazmur dalam karya-karyanya. (2). Johan Sebastian Bach (1685-1750) dianggap sebagai komponis terbesar sepanjang masa oleh banyak orang Kristen dan para kritikus sekuler. Ia mengabdikan hidupnya melayani Allah melalui musik. Cantata 131 merupakan gubahan dari Mazmur 130 sebagai gambaran penyesalan yang mengharukan. (3). Frans Joseph Haydn (1732-1809) menulis karya besarnya “The Creation” setelah diilhami Messiah karya Handel. Salah satu puncak dalam karyanya adalah “The Heaven Are Telling” yang diambil dari Mazmur 19. (4) Wolfrgarg Amadeus Mozart (1756-1791) membuat aransemen menakjubkan dari Mazmur terpendek (Mazmur 117). (5). Komponis Yahudi Kristen pada zaman Romantik awal, Felix Madellshon (18091847) menggubah banyak Mazmur untuk musik. Salah satunya adalah “Lift Thine Eyes to The Mountains” dari Mazmur 121.21[21] Mazmur tidak hanya menginspirasi Bapa-bapa gereja untuk menciptakan hymne, tetapi juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap karya-karya musik klasik yang terkenal hingga sekarang. Karya komposer terbesar seperti Bach, Mozart dan Haydn sebagian besar merupakan gubahan dari kitab Mazmur. Beberapa pernyataan di atas merepresentatifkan sejarah perkembangan musik dalam gereja. Kitab suci merupakan inspirasi utama bagi komposer-komposer besar dan bapa-bapa gereja untuk menggubah musik gereja. Berikut akan dibahas mengenai esensi musik dalam ibadah.

20[20] Smith & Carlson, Karunia Musik, 1. 21[21] Smith & Carlson, Karunia Musik, 5-6.

PERTEMUAN 5 & 6 ASAL MULA MUSIK GEREJAWI A. Pencipta Musik Dewasa ini ada begitu banyak ragam/jenis musik. Ada orang yang menyatakan jenis musik tertentu sebagai musik Setan. Misalnya Danny Tumiwa (1986: 1), dia mengatakan bahwa "musik rock adalah musik Setan." Lebih jauh lagi, Sudiyono (1996: 6) mengemukakan bahwa "sesungguhnya bukan hanya musik rock yang diklaim menjadi musik Setan." Degan kata lain, ada jenis-jenis musik yang lainnya (selain musik rock) yang dinyatakan sebagai musik Setan. Implikasi dari pendapat-pendapat teserbut adalah: ada jenis musik yang tidak termasuk musik Setan. Karena itu, ada orang yang mengklasifikasikan jenis musik yang begitu banyak itu menjadi dua kelompok, yaitu musik Tuhan dan musik Hantu (Setan) (Hindarto, 1987) Apakah yang menjadi dasar seseorang menyebut jenis musik tertentu sebagai musik Setan dan jenis musik yang lainnya sebagai musik Tuhan? Jelas bahwa sebutan tersebut tidak terlepas dengan sumber/asal mula musik tersebut. Jika demikian halnya, apakah itu berarti Tuhan dan Setan masing-masing menciptakan musik? Ada banyak pendapat mengenai asal mula musik. Pada abad 18 sampai dengan awal abad 20, tokoh-tokoh yang berpegang pada teori evolusi memperdebatkan tentang asal mula musik. Ada yang menganggap musik itu berasal dari suara burung, suara binatang di darat, jeritan dukacita pada kematian, obyek-obyek alami yang animistik, dsb (Eliade, 1987). Sedangkan menurut Ellingson (dalam Eliade, 1987), musik mungkin berasal dari kuasa ilahi yang primordial, seperti nada-brahman (God as Sound) menurut Hinduisme, Fu-Hsi dan Huang-Ti (menurut lengeda Tiongkok mereka dianggap sebagai penemu musik). Menurut dia

hanya sebatas inilah informasi yang bisa diperoleh tentang asal mula musik, dan tidak ada lagi penjelasan yang ultima di dalam kepercayaan religius. Apakah benar tidak ada penjelasan yang final tentang asal mula musik? Alkitab kita memberitahukan tentang sumber asal mula musik yang ultima. Memang tidak ada pernyataan langsung secara eksplisit "Allah menciptakan musik" di dalam Alkitab kita. Tetapi dari peristiwa penciptaan kita bisa menarik kesimpulan yang jelas dan benar. Bukan kesimpulan yang spekulatif, tetapi kesimpulan yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan. Misalnya, dalam peristiwa penciptaan tidak dikatakan secara langsung "Allah menciptakan kambing" apakah ini berarti kambing tidak termasuk ciptaan Tuhan? Pada peristiwa penciptaan juga tidak dikatakan secara langsung "Allah menciptakan suara manusia", apakah ini berarti suara manusia berasal dari kambing dan bukan ciptaan Tuhan ? Dalam peristiwa penciptaan yang dicatat dalam Kejadian 1-2, kita diberitahu bahwa Tuhan adalah Pencipta alam semesta dan segala isinya. Yubal, mahluk ciptaan Tuhan, dalam Kejadian 4:21 disebut sebagai bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling. Yubal mahkluk ciptaan, dia tidak dapat menciptakan musik dari tidak ada musik menjadi ada musik. Maka dapat disimpulkan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber/asal mula atau Pencipta musik. Fakta di luar Alkitab yang menunjukkan Tuhan sebagai Pencipta musik, sebagaimana dikemukakan Olden Frans (1993), adalah bahwa bangsa-bangsa di seluruh dunia ini, dari yang tinggal di kota sampai yang di pedalaman, semua mempunyai musik yang khas. Musik yang dimiliki oleh seluruh bangsa di dunia ini mempunyai 3 kesamaan unsur musik yaitu ada ritme/irama, melodi dan harmoni. Kesamaan ini bukan suatu kebetulan, tetapi oleh karena penciptanya satu yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala isinya ini. Lalu, bagaimana dengan musik setan? Setan tidak dapat menciptkan musik dari tidak ada musik menjadi ada musik. Kalau disebut musik Setan, itu harus diartikan sebagai musik yang dipakai

oleh Setan untuk menarik manusia jauh dari Tuhan. Setan tidak menciptakan musik (dalam arti di atas). Dia hanya mengaku-ngaku. Setan itu suka mengaku-ngaku (lihat Matius 4: 8-9: Siapa yang punya dunia?) B. Alat-alat Musik dalam Alkitab Menurut Osbeck (1985), di dalam Alkitab ada kurang lebih 13 macam instrument/alat musik. Misalnya, Kejadian 4:21: kecapi & suling; Keluaran 15:20: rebana; 1 Samuel 10:5: gambus, rebana, suling, kecapi; Daniel 3: 5: sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam; Maz 150:5 Ceracap. Alat-alat musik ini bisa diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok: stringed instruments (alat musik petik), wind instruments (alat musik tiup) dan instruments of percussion (alat musik tabuh) (Osbeck, 1985)

PERTEMUAN KE 7 KREATIVITAS MUSIK GEREJAWI Dalam bagian ini akan dieksplikasikan hubungan antara penciptaan Allah dengan kreativitas dalam pembuatan musik gerejawi. Melalui peristiwa penciptaan dapat diperoleh tiga prinsip penting yang berkaitan dengan musik gerejawi. 1. Allah adalah Pemikir pertama yang abstrak/nonrepresentasional (tidak ada kesamaan bentuknya di dalam alam), karena apa yang Allah pikirkan dan lakukan tidak me-representasikan (menyajikan ulang) atau meniru sesuatu. Setiap hal yang dibuat Allah adalah murni hasil pemikiran-Nya sendiri dan tanpa menggunakan referensi apapun (M. Best, 1993). Allah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Prinsip yang dikemukakan di sini adalah prinsip "Firstness" (hal yang pertama). Musisi Kristen dalam membuat musik gerejawi harus mengikuti prinsip "firstness". Musisi Kristen harus kreatif dan mampu menciptakan "the first new music," bukan meniru atau menjiplak musik orang lain. Dengan kata lain, musisi-musisi Kristen harus menjadi "the first imaginer" bukan "the first imitator." M. Best (1993) mengemukakan 3 perangkap/jerat imitasi (tiruan/peniruan) sbb. 1. Imitasi itu meniadakan nilai individual dari hasil karya seseorang, karena melakukan imitasi itu berarti menduplikasikan hasil karya orang tersebut. 2. Imitasi itu meniadakan keunikan dari imitasi itu sendiri. Hasil imitasi tersebut tidak mempunyai keunikannya sendiri, karena keunikannya adalah hasil tiruan. 3. Imitasi meragukan individualitas orang yang melakukan imitasi tersebut. Dengan melakukan imitasi itu berarti imitator tersebut menyangkali haknya sendiri untuk melihat atau menyatakan sesuatu dengan cara yang berbeda. 2. Penciptaan bukan hanya merupakan hasil pemikiran/imajinasi yang murni dan asli, tetapi penciptaan itu berkelanjutan. Bukan hanya ada satu pohon arbei yang pertama, tetapi ada pohon

arbei yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak ada satupun yang sama (M Best 1993). Prinsip yang bisa diambil di sini adalah me-re-presentasikan hal yang sama dengan cara yang berbeda atau menyatakan sesuatu "dengan kata lain." Musisi Kristen punya tanggung jawab untuk menyajikan kembali segala bentuk musik yang ada dengan cara yang berbeda, bukan meniru atau mengadopsi begitu saja dan menjadikannya sebagai musik gerejawi. Dalam hal ini musisi kristen dituntut untuk mempunyai daya kreativitas yang tinggi. 3. Berdasarkan pokok pembahasan no.2, dapat diperoleh juga prinsip yang lainnya. Dalam representasi tersebut ada perkembangan kwantitas yang besar. Tetapi tidak ada satu hal pun yang sama satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, setiap re-presentasi itu mempunyai "style" (gaya) yang tersendiri atau khas. Prinsip yang dikemukakan di sini adalah prinsip konsistensi yang kreatif dan inovatif. Dalam upaya pembaharuan dan pengembangan musik gerejawi, ada satu hal yang tidak boleh hilang yaitu "style"-nya yang khas sebagai musik gerejawi. Para musisi Kristen boleh mengembangkan musik gerejawi secara kreatif dan inovatif, tetapi harus tetap mempunyai "style" yang khas sebagai musik gerejawi.

PERTEMUAN KE 9 TEOLOGI MUSIK GEREJAWI Peristiwa-peristiwa Alkitab, yang di dalamnya music mengambil peran yang penting, merupakan dasar yang penting bagi pengembangan teologi musik. Osbeck (1985) mengemukakan bahwa sejak permulaan musik dicatat dalam Alkitab, musik selalu mempunyai hubungan yang unik dengan pengalaman ibadah manusia. Tentu saja ibadah yang dimaksudkan di sini bukan hanya ibadah di dalam rumah Tuhan, melainkan ibadah dalam arti yang luas yang menyangkut seluruh pengalaman hidup bersama dengan Tuhan. Kitab Keluaran 15 merupakan contoh praktis yang menggambarkan hubungan yang unik antara musik dengan pengalaman hidup bangsa Israel bersama Tuhan. Kel 15:1--21 memberikan prinsip-prinsip penting persembahan musik dalam ibadah kepada Tuhan. Seorang penulis bernama Berkley, t.t. mengatakan bahwa nyanyian Musa bersama bangsa Israel ini memberikan 3 prinsip persembahan musik gerejawi: (1) Musa memimpin bangsa Israel untuk menyanyikan pujian kepada Tuhan dan menyanyikan pujian tentang Tuhan yang tinggi dan mulia; (2) Musiknya menyuarakan karya penyelamatan Tuhan yang perkasa, yang membebaskan mereka dari tangan musuh; (3) Musiknya meninggikan atribut-atribut Allah: Dia disebut agung, mulia, kudus dan mengagumkan, dan Dia memiliki kasih yang tak berkesudahan. Penulis lainnya yang bernama Sagala (1994) memberikan perspektif yang senada tentang Kel 15:1--21. Dia mengemukakan 3 hal yang menjadi motivasi Musa dan bangsa Israel memuji Tuhan dengan musik, yaitu: (1) Mereka memuji Tuhan karena keberadaan-Nya sebagaimana Dia ada;

(2) Mereka memuji Tuhan karena apa yang telah dilakukan-Nya; mereka ingin mensyukuri segala perbuatan yang telah dinikmatinya; (3) Mereka memuji Tuhan karena Dia milik mereka; mereka mempunyai hubungan yang istimewa dengan Tuhan. Penulis sendiri melihat bahwa Kel 15:1--21 ini mengandung pengajaran tentang musik gerejawi, yakni musik gereja yang membawa pesan secara seimbang. pesan yang disampaikan dalam musik gerejawi bukan hanya berpusat pada Tuhan, juga bukan berpusat pada manusia, atau bersifat eksklusif berpusat pada Tuhan dan manusia yang mempersembahkan pujian kepada-Nya. Kel 15:1--21 memberikan petunjuk yang prinsipil bahwa musik gerejawi itu harus (1) Mengajarkan tentang Tuhan, Allah yang benar; (2) Menyatakan iman kepada Tuhan yang diajarkan; (3) Menyaksikan perbuatan Tuhan, yang diimaninya, kepada sesama. Musik gerejawi harus mampu mengartikulasikan ketiga hal yang prinsipil tersebut. Peristiwa Alkitab lainnya yang memberi dasar teologi musik adalah peristiwa pentahbisan tembok Yerusalem yang dicatat dalam kitab Nehemia 12:27--43. Acara pentahbisan yang akbar ini dimeriahkan dengan kidung pujian yang diiringi ceracap, gambus dan kecapi (ayat 27). Acara ini dilaksanakan dengan penuh pengucapkan syukur, oleh karena Tuhan telah memberkati umat-Nya sehingga mereka berhasil membangun kembali tembok Yerusalem di tengah-tengah situasi/keadaaan yang sangat sulit. Melalui peristiwa ini, dapat diperoleh tiga pengajaran penting. Pertama, para imam dan orang-orang Lewi menguduskan dirinya sendiri , menguduskan seluruh umat, dan menguduskan pintu-pintu gerbang dan tembok (ayat 30). Ini merupakan hal yang mutlak bahwa setiap orang yang terlibat dalam pelayanan musik gerejawi harus memiliki hidup yang kudus dan memelihara kemurnian hati dan motivasi pelayanannya. Kedua, dalam ayat 31--42 dapat dilihat bahwa pelayanan musik dalam acara pentahbisan yang

akbar tersebut dipersiapkan dan diorganisasikan dengan cermat dan rapi. Pelayanan musik gerejawi tidak dapat dilakukan dengan asal-asalan, tanpa persiapan dan pergorganisasian yang baik. Ini berarti menuntut tanggung jawab baik secara pribadi maupun kelompok. Ketiga, ayat 43 mengatakan bahwa Allah memberi mereka kesukaan besar sehingga mereka semua bersukacita, dan sukacitanya itu terdengar sampai jauh. Pelayanan musik gerejawi yang diperkenan Tuhan membawa dampak yang besar dan luas. Pelayanan musik gerejawi dapat membawa nyanyian kemenangan ke dalam hati orang yang melakukan pelayanan dan orang yang mendengarkannya. Tentu saja, hal ini tidak dapat terlepas dari hal yang pertama dan kedua. Pasal Alkitab yang lain yang mempunyai signifikansi teologis bagi musik gerejawi adalah kitab Mazmur yang terdiri dari 150 pasal. Melalui kitab Mazmur ini dapat diperoleh gambaran tentang berbagai macam emosi yang dapat diekspresikan melalui musik gerejawi, antara lain gambaran emosi orang yang sedih, kecewa, menyesal, mengeluh, kesepian, merana, ketakutan, cemas, senang/gembira, bahagia, ceria dan penuh keyakinan. Gambaran emosi yang diekspresikan dalam kitab Mazmur ini mengungkapkan realita hidup Pemazmur yang sesungguhnya. Pemazmur tidak berkamuflase dalam mempersembahkan musiknya kepada Tuhan. Demikian juga seharusnya, setiap orang yang mengambil bagian dalam pelayanan musik gerejawi tidak berkamuflase dalam melakukan pelayanannya. Hal yang terakhir, yang penulis sampaikan, didasarkan pada Kis 16:19--40. Rasul Paulus menyanyikan pujian kepada Tuhan pada waktu dia berada dalam penjara di Filipi. Rasul Paulus juga menetapkan jenis musik yang harus dinyanyikan, seperti yang diperintahkannya kepada jemaat Efesus (5:19) dan jemaat Kolose (3:16). Jenis musik tersebut adalah psalm (mazmur), hymn (kidung pujian) dan spiritual song (lagu rohani). Sebuah sumber menjelaskan sebagai berikut: mazmur adalah nyanyian pujian yang didasarkan pada kitab Mazmur; kidung pujian adalah nyanyian yang

bersifat obyektif, yaitu berpusat pada Tuhan; dan lagu rohani adalah nyanyian yang bersifat subyektif, yang didasarkan pada pengalaman pribadi (Berkley, t.t.).

PERTEMUAN KE 10 ESENSI MUSIK DALAM LINGKUP GEREJAWI Musik memiliki peranan yang penting dalam ibadah. Ini merupakan pernyataan yang telah diulang oleh penulis dalam paper ini. Penulis ingin menekankan bahwa ibadah dan musik memiliki keterikatan yang tidak dapat dipungkiri. Keterikatan tersebut seharusnya tidak ditafsirkan secara ekstrim. Musik memang bermanfaat dan penting dalam ibadah, akan tetapi musik tidak dapat dijadikan “berhala” dalam ibadah. Istilah “berhala” digunakan penulis untuk menyatakan “beberapa orang tidak dapat beribadah dan menyanyikan pujian kepada Tuhan tanpa musik”. Ini adalah pandangan yang keliru. Menganggap musik sebagai penunjang utama dalam ibadah adalah pandangan yang sangat keliru. Ibadah seharusnya dapat tetap berlangsung dengan hikmat sekalipun tanpa musik. Pernyataan “ibadah seharusnya dapat berlangsung dengan hikmat sekalipun tanpa musik” bukan pernyataan yang mengingkari pentingnya musik dalam ibadah. Pernyataan tersebut merupakan “perlawanan” terhadap paradigma yang menganggap bahwa tanpa musik ibadah tidak dapat berlangsung dengan baik. Pandangan penulis sangat bertentangan dengan paradigma tersebut. Dalam ibadah seharusnya musik hanya merupakan “instrumen”. Instrumen yang dimaksud penulis adalah “alat”. Musik adalah alat atau sarana yang Tuhan anugerahkan bagi manusia untuk menyembah-Nya. Dengan demikian esensi musik dalam ibadah adalah “sarana” bukan “segalanya”. Pernyataan ini tidak dapat ditafsirkan menjadi “musik tidak penting dalam ibadah”. Musik sangat penting dalam ibadah, tetapi hanya sebagai sarana.

PERTEMUAN KE 11 PERANAN MUSIK GEREJAWI DALAM IBADAH Telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya bahwa sejak permulaan musik dicatat di dalam Alkitab, musik selalu mempunyai hubungan yang unik dengan pengalaman ibadah manusia dalam arti yang sangat luas. Dengan kata lain, ada afiliasi yang erat antara musik dan ibadah umat Tuhan. Jika kita memperhatikan peristiwa-peristiwa Alkitab, misalnya Keluaran 15, Nehemia 12 dan 2 Tawarikh 5, kita dapat melihat bahwa musik itu mempunyai peranan yang penting dalam ibadah umat Tuhan. Dan, jika kita mencermati perkembangan musik gerejawi yang telah dieksplanasikan di atas, kita dapat juga melihat bahwa begitu besarnya perhatian anak-anak Tuhan terhadap musik gerejawi. Hal ini disebabkan oleh karena mereka menyadari sepenuhnya betapa pentingnya peranan musik dalam ibadah, selain itu mereka juga mempunyai konsep ibadah yang benar. Kesadaran akan pentingnya peranan musik gerejawi dalam ibadah dan konsep ibadah yang benar harus dimiliki oleh setiap anak Tuhan. A. Konsep Ibadah yang Benar Ibadah itu mempunyai beberapa pengertian. 1. Ibadah itu merupakan respons manusia kepada Allah. Allah telah menyatakan diri kepada manusia di dalam Yesus dan manusia dapat meresponi Allah hanya melalui Yesus Kristus. Respons manusia itu aktif. Ini berarti bahwa manusia itu bukan hanya datang ke gereja duduk dan mendengar, tetapi mengikuti seluruh bagian ibadah melalui pujian, doa dsb. 2. Ibadah adalah proklamasi bahwa Allah layak untuk disembah.Allah layak disembah sebagaimana Dia ada, karena Dia memang Allah yang layak disembah, dan karena apa yang telah diperbuat-Nya di dalam kehidupan orang percaya (lihat Maz 96:7-8; Why 5:12) 3. Ibadah adalah "perayaan" untuk memperingati karya Allah di

tengah-tengah umat-Nya. Bukan hanya Perjamuan Kudus saja yang dirayakan/diperingati secara khusus, tetapi semua ibadah yang kita lakukan harus "dirayakan". Dalam Mazmur 100, kita diberitahu bagaimana kita harus merayakan ibadah kita. 4. Ibadah itu mengakibatkan perubahan dalam hidup orang yang melakukan ibadah tersebut. Rasul Paulus mengatakan: " ... itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Rom 12: 1-2) B. Peranan Musik Gerejawi dalam ibadah Ibadah orang-orang percaya kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari musik. Musik itu merupakan pengikat yang menyatukan umat dengan Allah, yang kepadaNya manusia itu beribadah, sehingga ibadah manusia itu menjadi pengalaman yang real bersama dengan Allah. Berdasarkan konsep ibadah yang dikemukakan di atas, musik mempunyai peran sebagai berikut. 1. Musik berperan untuk menciptakan suasana ibadah yang menghantar jemaat untuk menyadari kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, sehingga mereka sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan Allah yang kudus dan mulia. Dan sekaligus musik menjadi sarana bagi jemaat untuk mengekspresikan responnya dengan hidup dan indah kepada Allah yang telah hadir di tengah-tengah mereka. 2. Musik menjadi sarana bagi jemaat untuk memuji, menyembah dan memproklamasikan kebesaran dan kemuliaan nama Tuhan. Selain itu, musik itu merupakan wujud tindakan ibadah, yakni sebagai korban pujian yang dipersembahkan jemaat kepada Tuhan yang memang layak untuk menerima pujian, dan persembahan musik itu sendiri menjadi tanda ucapan syukur atas apa yang telah diperbuat Tuhan dalam kehidupan jemaat.

3. Musik merupakan ekspresi sukacita jemaat untuk memperingati dan merayakan perbuatan Tuhan yang telah dialami jemaat secara pribadi. 4. Musik "mempersiapkan jalan" untuk pemberitaan Firman Tuhan. Dengan kata lain, musik itu merupakan "khotbah pendahuluan" yang mempersiapkan hati jemaat untuk menerima pemberitaan firman Tuhan. Sehingga pada waktu firman Tuhan diberitakan, firman Tuhan itu mendapat tempat di hati jemaat dan menghasilkan perubahan hidup dalam diri jemaat. Unsur-unsur musik yang tercakup dalam ibadah ini adalah 1. Musik instrumental - Pembukaan - "Persembahan - Penutup 2. Musik vokal khusus - Koor - Vokal Group - Trio - Solo, Dsb 3. Musik vokal jemaat

PERTEMUAN KE 12 PERSEPSI GEREJA TERHADAP MUSIK Gereja (atau orang percaya yang berada dalam gereja) dalam sepanjang perjalanan sejarah, memiliki persepsi terhadap musik. Persepsi tersebut berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Dalam bagian ini penulis akan membagi dua pandangan tersebut menjadi dua bagian yaitu pandangan yang menerima perkembangan musik dan pandangan yang menolak jenis musik tertentu dalam ibadah atau liturgi.

Menerima Perkembangan Musik Pandangan ini dianut oleh orang-orang yang sangat terbuka terhadap perkembangan musik. Mereka menggunakan berbagai jenis instrumen (jenis alat-alat musik) dalam gereja. Mereka sangat terbuka terhadap perkembangan musik yang sangat pesat. Hal ini memang tidak salah karena dalam Perjanjian Lama, ada banyak instrumen yang digunakan dalam Bait Allah. Steve Miller menuliskan beberapa alat musik yang digunakan dalam ibadah, antara lain: Harps (Rev. 5:8), stringed instruments (Hab. 3:19), horns, trumpets, loud-sounding cymbals, lyres22[27 (1 Chron. 15:28,29), timbels, taumborines (Exod. 15:20), dll.23[28] Menerima perkembangan musik bukanlah hal yan keliru. Akan tetapi yang salah adalah ketika penerimaan itu sangat berlebihan. Penulis dalam hal ini tidak setuju dengan pandangan

22[27] li·ra n alat musik Yunani Kuno dengan rangka berbentuk huruf U dan berdawai, dianggap sebagai pendahulu biola, dimainkan dengan berbagai cara, yakni diletakkan di bahu (da spalla), diletakkan di lengan (lira dabraccio), model yang lebih besar dengan 9—15 dawai yang diletakkan di antara lutut (da gamba), lira senor (lira iomperfetta), lira bas (lira perfecta). Kamus Besar Bahasa Indonesia v. 1.3 [versi elektronik].

23[28] Steve Miller, The Contemporary Christian Music Debate (Illionis: Tyndale House Publishers, Inc., 1993), 78.

yang sangat ekstrim dalam penerimaan terhadap perkembagan musik. Oleh karena itu penulis menyatakan bahwa musik dalam liturgi seharusnya tetap berpegang pada prinsip “Scriptura”. Semua penerimaan itu haruslah didasarkan pada kebenarang firman Tuhan. Alkitab memang tidak mengatur mengenai jenis musik atau instrumen yang digunakan dalam ibadah, akan tetapi penerimaan tersebut seharusnya melihat kebenaran Alkitabiah. Menolak Jenis Musik Tertentu dalam Liturgi Beberapa orang melakukan penolakan terhadap jenis musik terntentu. Jenis musik yang sering ditolak dalam gereja adalah jenis musik yang “beraliran” keras, seperti musik Rock, Heavy-metal. Mereka berpandangan bahwa musik ini adalah musik setan. John Handol ML dalam bukunya Nyanyian Lucifer menyatakan hal yang demikian. Ia kemudian memberikan argumentasi bahwa musik-musik keras adalah sarana yang digunakan oleh iblis untuk menjauhkan manusia dari hadirat Allah. Dalam buku Nyanyian Lucifer, Handol juga melanjutkan argumentasinya bahwa musik sangat mempengaruhi kejiwaan manusia. Penulis setuju dengan pandangan tersebut. Akn tetapi penulis tidak sepaham dengan pandangan Handol yang menyatakan bahwa musik keras merupakan musik setan. Sebagai orang percaya seharusnya menyadari bahwa semua hal yang terjadi dalam dunia berada di bawah kontrol Tuhan. Kontrol dalam hal ini tidak berarti dunia adalah “robot” yang dikendalikan sepenuhnya oleh Tuhan. Penulis tidak menentang gereja yang menolak jenis musik tertentu. Namun, penulis tidak setuju dengan gereja yang memberikan “punishment” terhadap jenis musik tertentu. Mereka menyatakan bahwa musik keras adalah musik “setan”. Jika musik tersebut dapat digunakan oleh Iblis sebagai sarana untuk mempengaruhi anak muda menjadi “brutal”, maka musik tersebut juga dapat digunakan untuk memuji Tuhan. Pernyataan ini sangat rasional, jika sesuatu dapat digunakan Iblis, maka hal tersebut juga dapat digunakan oleh Tuhan. Bukan berarti bahwa musik keras itu tidak dapat digunakan untuk memuji Tuhan.

Gereja harus terbuka terhadap perkembangan musik. Ini adalah pandangan penulis. Sekali lagi penulis menyatakan bahwa penerimaan tersebut memang harus selalu ditinjau dari sudut pandang Alkitab. Pemakaian musik juga seharusnya proporsional dalam gereja. Dengan demikian penolakan terhadap jenis musik tertentu harus didasarkan pada Alkitab. Selain itu penerimaan itu harus didasarkan pada “konsensus” atau kesepakatan bersama dalam gereja.

PERTEMUAN KE 13 PESAN & PERINTAH TENTANG MUSIK GEREJAWI

Di dalam seni terdapat berbagai kategori, seperti seni tari, seni lukis, seni suara, seni musik, dan banyak lainnya. Dengan dukungan teknologi, bentuk seni pada zaman ini menjadi semakin luas dan beragam. Salah satu contoh produk dari perkembangan ini adalah video atau film. Video adalah bentuk seni yang umum di kalangan masyarakat dan menjadi alat untuk menyampaikan sesuatu, baik pemikiran filosofis, penelaahan biologis, perhitungan matematis, pertunjukan seni, pertentangan politis, dan sebagainya. Begitu pula dengan seni musik yang terkenal di kalangan umum akhir-akhir ini (alias musik pop) yang menunggangi video baik sebagai alat penyampaian maupun untuk tujuan komersial. Sehingga musik tidak hanya serangkaian nada, ritme, dan lirik, tetapi juga seni perfilman. Musik yang dahulu hanya dinikmati melalui indra pendengaran, sekarang, dengan perkembangan layar dan rekaman, dapat juga dinikmati dengan mata–music video.

Berkaitan dengan hal ini, Leonard Meyer memberikan dua pembagian dalam menilai musik: referential dan embodied. Referential berarti sebuah musik diciptakan untuk sebuah tujuan yang “extra-musical”, seperti ritual keagamaan, nasionalisme, memori pribadi, dan lainnya. Embodied artinya lebih melihat kepada hal-hal abstract, seperti tension dan resolution yang dihasilkan dari permainan ritme, nada, harmoni, warna suara, dan kaitan dengan yang lainnya.[1]

Semua musik pasti memiliki unsur referential. Contohnya, musik zaman dahulu, seperti Dvořák, Glinka, dan Mussorgsky yang diciptakan pada abad ke-19 juga sebenarnya memberikan bau nasionalisme. Atau Flamenco Spanish Caravan memberikan gambaran eksotik negara Spanyol dan style Blues di awal era Rock. Penyanyi seperti The Rolling Stones

dan The Yardbirds dikenal sebagai pengusung tema hedonistik dan mencampurkan kultur antara Blues dan Afro-American. Gaya musik juga kadang ditunggangi untuk nilai yang lebih abstrak seperti kreasi dalam rangkaian notasi. Misalnya, Jazz Bossa Nova sebenarnya bukan memiliki intensi memperkenalkan pantai-pantai yang ada di negara Brasil, tetapi sebenarnya sedang berusaha untuk mencari gaya komposisi ritme yang berbeda dari biasanya. Singkatnya, referential dan embodied merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan dari terciptanya sebuah musik.

Seiring berjalannya waktu, perhatian kepada nilai-nilai musik yang abstrak (embodied) akhirnya memudar dan lebih memikirkan nilai referential-nya. Lagu-lagu yang dibuat pada masa kini lebih mudah dicerna dan didengar oleh masyarakat umum guna menyampaikan tujuan referential yang lebih besar. Dengan kata lain, mereka tidak terlalu memperhatikan kerumitan dari notasi, tetapi memperhatikan pesan yang mau disampaikan lewat lagu tersebut. Lirik yang diulang-ulang, didukung dengan nada yang tidak rumit, dipakai untuk “mencuci otak” pendengar akan definisi baru. Ditambah lagi dengan music video yang membuat pesan dari sebuah lagu tersebut semakin jelas dan lebih menempel pada para konsumer. Kekuatan musik yang bercampur dengan visual sangatlah kuat.

Kekuatan musik sudah diakui sejak berabad-abad sebelum Masehi di Yunani, terlihat dari terimplementasikannya 7 subjek liberal arts yang salah satunya adalah musik. Seorang filsuf dari Yunani mengatakan bahwa dari seluruh seni, musik adalah yang paling abstrak tetapi paling bisa memengaruhi manusia secara langsung tanpa membutuhkan kesadaran manusia yang penuh. Dengan kata lain, seorang individu tidak perlu menganalisis sebuah lagu terlebih dahulu untuk mendapatkan pengaruh lagu tersebut. Dengan memutarkan lagu sekali, kita dapat langsung menilai apakah itu mengandung atmosfer senang, menegangkan, menyedihkan, kebencian, atau yang lainnya. Kekuatan musik juga mempermudah manusia untuk mengingat

sesuatu. Seperti ketika kita di sekolah minggu, diajarkan sebuah lagu bertajuk anak-anak Yakub ketika mendapatkan tugas untuk menghafalkan keluarga besar Israel. Selain musik, visual juga memiliki kekuatan yang serupa, misalnya pengaruh pornografi terhadap mental seorang anak. Kedua prospek yang memiliki kekuatan yang sangat besar, ketika digabungkan akan memengaruhi masyarakat secara masif, seperti music video. Melihat hal ini, banyak kelompok memakai cara ini untuk menyalurkan ide-ide mereka dan memengaruhi orang lain.

Menjalankan mandat ini perlu dimulai dengan memperkaya diri kita dengan firman Tuhan sekaligus dengan bidang-bidang yang Tuhan berikan untuk kita kerjakan. Di dalam lingkup bidang seni, tidak semua hal adalah baik. Maka sangat penting bagi setiap kita untuk bisa membedakan seni mana yang lebih baik, mana yang kurang. Memang di dalam dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna, seperti makanan tidak ada yang pernah benar-benar sehat. Tetapi hal ini tidak berarti kita boleh makan apa saja, termasuk makanan yang tidak sehat. Begitu juga dengan seni yang kita “makan”. Seni yang sehat adalah yang bisa menutrisi kita akan keindahan sesuai dengan tanda alam yang Tuhan berikan, membuat emosi kita lebih stabil, serta membuat kita dapat diasah pikirannya, dengan rasa yang lebih tajam dan dalam. Berbeda dengan seni postmodern sekarang yang sangat menekankan kuantitas tetapi kehilangan ketajaman dan kedalaman, sehingga alhasil semuanya dangkal.

PERTEMUAN KE 14 MUSIK GEREJAWI YANG ALKITABIAH

Musik adalah karunia Allah bagi manusia sehingga musik tidak pernah terpisah dari kehidupan manusia. Di mana ada kehidupan di sana ada musik. Musik merupakan everydayness. Jika ada orang yang menamakan dirinya “music-hater”, bagi saya dia bagaikan orang yang tidak suka nasi atau air putih. Tuhan memberikan musik dalam kehidupan manusia dan manusia boleh menikmatinya dalam seluruh hidupnya. Luther berkata, “Musik adalah anugerah terbesar setelah Alkitab.”

Karena setiap manusia bersinggungan dengan musik, jenis musik sendiri sangat beragam. Manusia menyatakan cintanya kepada Tuhan dan sesama lewat musik. Manusia menyatakan dukacita dan sukacita juga lewat musik. Bahkan untuk berperang pun ada musiknya sendiri. Musik berbicara banyak tentang kehidupan.

Tidak dapat disangkali bahwa ada musik-musik yang berbobot, tetapi juga ada musik yang dangkal. Ada musik-musik yang begitu kompleks, tetapi ada juga yang sederhana. Ada musik yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sehingga diperlukan ketekunan untuk bisa memainkan atau menyanyikannya, tetapi juga banyak musik-musik yang mudah dihafal dan sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Ada musik yang baik, ada musik yang buruk. Musik memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan seorang manusia. Seseorang yang terus-menerus mendengarkan musik bernuasa cengeng akan menjadi seorang yang lemah dalam hidup, sulit berjuang, karena terus dibuai sehingga mental demikianlah yang terbentuk. Orang yang terus mendengar musik yang keras biasanya menjadi seorang yang keras dan ada kecenderungan pemberontak. Karena itu kita harus berhati-hati dan mengetahui musik seperti apa yang kita konsumsi.

Akan tetapi salah satu kesulitan membicarakan musik adalah karena orang-orang umumnya hanya mengerti musik di kulitnya saja, sehingga ketajaman mereka untuk membedakan kualitas tidak ada dan seringkali mereka puas terhadap apa yang mereka suka dengan alasan: “Yang penting enak atau bisa dipakai, tidak sulit, mudah, tidak eksklusif, lebih merakyat, lagi nge-trend, saya suka dan enjoy!” Mereka ingin musik yang instan, mudah dikonsumsi, dan semua pusat penilaiannya adalah SAYA.

Kita bisa mengamati bahwa biasanya orang menyukai musik yang mereka ketahui, dan cenderung tidak suka musik yang tidak mereka ketahui, asing, atau tidak mereka kuasai. Ini karena mereka tidak bisa mencapai, menikmati, dan menyanyikannya. Istilah gampangnya, level-nya tidak sama. I know what I like, I like what I know—dan apa yang saya suka mempengaruhi hidup saya. Sayangnya, justru orang yang hanya tahu sedikit tentang musik yang paling sulit berubah dan diajak berdiskusi tentang musik. Seharusnya kesukaan kita terhadap sesuatu jangan membatasi kita untuk belajar, karena dari mana kita tahu apa yang kita sukai itu benar?

Perdebatan tentang musik selalu menjadi topik yang relevan untuk dibicarakan, apalagi seiring dengan zaman yang terus berubah dan musik-musik yang semakin beragam. Menjadi tantangan bagi orang Kristen, sebagai Gereja di tengah-tengah dunia ini, sebagai wakil Tuhan, untuk menentukan manakah musik yang dapat dipakai dan tidak bisa dipakai untuk beribadah kepada Tuhan. Sebenarnya jawabannya hanya empat kata: “Teruji oleh firman Tuhan” atau “Lolos ujian firman Tuhan.” 1Tes. 5:21 mengatakan, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” Mudah bukan? Jika segala sesuatu sudah lolos ujian firman Tuhan lalu kita pegang yang baik, beres deh! Tapi kenyataannya tidak semudah itu! Ada banyak hal yang harus melengkapi kita dalam ujian Firman.[1] Bagaimana kita memiliki pengetahuan firman Tuhan yang benar dan

dalam? Theologi seperti apakah yang dimiliki dalam mempelajari firman Tuhan? Ini menjadi pertanyaan yang sangat penting. Setelah itu, bagaimana mengaitkannya dengan seluruh aspek hidup kita? Kita memerlukan pengertian yang cukup dalam theologi, musik, filsafat, dan budaya. Jika kita hanya mengerti musik, filsafat, dan budaya tetapi tidak memiliki pengertian yang benar terhadap firman Tuhan, atau tidak dapat mengaitkan semua itu dengan prinsip firman Tuhan, kita tidak bisa memiliki standar nilai terhadap sebuah musik yang baik. Demikian sebaliknya, kita tidak bisa mendaratkan prinsip firman Tuhan dalam realita jika kita tidak mempelajari bidang-bidang yang lain.

Saya akan membahas biblical music dalam bentuk poin-poin agar mudah dimengerti. Poin-poin ini tidak dipatok mati, tetapi saya percaya masih dapat dikembangkan. Seluruh poin ini diharapkan boleh membuka pikiran kita dan menjadi dasar menilai musik yang Alkitabiah. Semua poin ini didasari oleh semangat yang tertulis dalam 1Tes. 5:21, “Teruji oleh firman Tuhan dan memegang apa yang baik.”

Sebelumnya, saya akan memberikan suatu pendahuluan yang menjadi kerangka untuk menilai musik yang Alkitabiah. Dalam Kej. 1 dikatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya selama enam hari, dan Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik (ay. 31). Pada hari ke-7 Allah berhenti dan memberkati segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu (Kej. 2:1-3). Dari seluruh ciptaan, manusia adalah ciptaan tertinggi karena diciptakan menurut peta teladan Allah, dan Allah memberikan mandat kepada manusia untuk memenuhi, menaklukkan, dan berkuasa atas bumi ini (Kej. 1:26-28). Bumi diciptakan, disediakan Allah untuk manusia, dan manusia yang diciptakan untuk hidup seutuhnya bagi Allah harus menjadi wakil Allah dalam dunia ini, melaksanakan mandat yang diberikan kepadanya agar semuanya itu boleh dipersembahkan kembali untuk memuliakan dan menikmati Allah selamanya. Hal ini dikaitkan dengan Roma 11:36 sebagai satu doxology:

“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”[2]

Dalam mandat yang diberikan oleh Tuhan Allah terkandung tiga jabatan manusia, yaitu raja, nabi, dan imam. Sebagai raja, Allah memerintahkan manusia untuk memenuhi, menaklukkan, dan berkuasa atas bumi ini. Allah memberi tugas kepada Adam untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden (Kej. 2:15). Sebagai nabi, manusia menjadi wadah kebenaran Allah dan menginterpretasikan alam ini sesuai dengan interpretasi Allah, sesuai dengan kehendak dan isi hati Allah. Adam, dengan hikmat yang diberikan Allah, melihat dan menginterpretasi, memberi nama kepada tiap makhluk yang hidup (Kej. 2:19). Fungsi imam merangkum semuanya, di mana manusia sebagai ciptaan beribadah kepada Allah Sang Pencipta dan mempersembahkan kembali hasil bumi kepada Allah sebagai korban persembahan (Kej. 4:3), sebagai doxology.

Alkitab sendiri tidak membicarakan musik secara teori, misalnya harus menggunakan tangga nada apa atau chord apa, tetapi Alkitab berbicara secara prinsip. Prinsip ini harus kita pegang sebagai standar menilai sebuah musik.

1. What is good music? What is beauty?

Dalam proses penciptaan, Allah Sang Pencipta, Sang Pribadi Kebenaran memberikan penilaian kepada ciptaan-Nya, yaitu “BAIK.” Penilaian ini menjadi dasar segala sesuatu yang baik di hadapan Allah dan inilah “baik” yang sesungguhnya. Dalam dunia seni dan estetika, “baik” diterjemahkan sebagai indah (beautiful), dalam dunia medis sebagai sehat, dalam dunia perekonomian sebagai makmur, dalam dunia sains sebagai tepat dan benar, dalam filsafat seabgai bijaksana, dan sebagainya. Setiap bidang memiliki bahasanya masing-masing untuk berbicara tentang “baik.” Tetapi semua yang dikatakan baik itu haruslah dinilai di hadapan

Allah.[3] Penilaian Allah adalah yang tertinggi dan terpenting. Alkitab mencatat: “Perempuan itu melihat, menginterpretasi bahwa buah pohon itu ‘baik’ untuk dimakan ….” Penilaian “baik” Hawa tidak sama dengan penilaian Allah (Kej. 2:16-17). Saat Kain dan Habel mempersembahkan

korban

kepada

Tuhan,

Kain

kira

dia

layak,

tetapi

Tuhan

menolaknya. Penilaian Kain tidak berdasarkan apa yang dinilai Tuhan. Di sini kita mendapatkan prinsip yang sangat penting; pengertian “baik” adalah ketika ciptaan, baik manusia maupun alam semesta, berespon dengan tepat sesuai dengan perintah dan penilaian Tuhan. Bagaimana kita menilai musik haruslah berdasarkan definisi Tuhan. Ibrani 11:28 mencatat: “… marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.”

Kita mau tidak mau harus menyadari sebuah fakta sejarah yang sangat penting, yaitu ketika manusia jatuh dalam dosa, konsep baik dari manusia menjadi kacau karena yang menjadi standar dari baik bergeser bukan lagi pada penilaian Allah tetapi pada manusia yang berdosa, dan yang terjadi sekarang adalah ciptaan yang berdosa melawan Allah Sang Pencipta. Akibatnya, apa yang dinilai baik oleh manusia tidak tentu baik menurut standar Allah. Kalaupun bisa bersesuaian, itupun karena ditopang oleh anugerah umum Allah (common grace). Misalnya, Mozart atau Beethoven bukanlah seorang Kristen yang baik, tetapi dapat menghasilkan musik-musik yang indah dan bertahan ratusan tahun hingga hari ini. Di sinilah kita melihat anugerah Allah, sehingga tidak ada satu pun kebudayaan di dunia ini yang rusak total dan tidak mengandung kebenaran sama sekali, karena Allah masih menopang dengan anugerah-Nya. Tetapi hal ini bukan menjadi satu excuse bagi kita sehingga boleh memakai kebudayaan mana saja karena toh tetap ada anugerah Allah, tetap ada kebenaran Allah di dalamnya. Jika Allah Sang Kebenaran memberikan standar “baik” yang demikian sempurna, apakah kita berani dengan alasan seperti itu mempersembahkan kepada Allah musik-musik yang apa adanya, jelek, dan rusak, sementara ada musik-musik yang baik dan penuh kebenaran

Allah tetapi kita tidak memberikan kepada Allah hanya karena kita malas, tidak suka, dan tidak mengerti?

Saat kita diselamatkan, diperdamaikan kembali dengan Allah, kita dimampukan kembali untuk berpikir, bertindak, serta menilai segala sesuatu berdasarkan sudut pandang Allah. Pusat penilaian dikembalikan lagi, bukan pada manusia tetapi pada Allah. Maka dengan segala kesadaran, kita seharusnya mempersembahkan musik yang baik kepada Tuhan.

2. Pengujian dari segala aspek

Alkitab juga mencatat sebuah prinsip penilaian atau pengujian Firman Tuhan terhadap musik yang baik dan indah dalam Filipi 4:8, yang menguraikan secara jelas apa itu keindahan (beauty): “… semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji ….” Kita melihat bahwa kebaikan dan keindahan dalam musik tidak hanya diuji dari satu aspek, misalnya melodi yang sedap didengar atau teks yang benar, tetapi keutuhan segala aspeknya, baik kebenaran, kemuliaan, kesucian, dan sebagainya. Pengujian segala aspek ini membuat penilaian terhadap musik tersebut objektif dan komprehensif.

3. Creativity as image of God

Segala sesuatu yang berada dalam waktu tidak terjadi begitu saja secara spontan tetapi dicipta atau ada yang membuatnya.[4] Hanya Allah Sang Ada yang tidak dicipta, yang ada lebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia (Kol. 1:17). Alam semesta adalah ciptaan yang kelihatan yang diciptakan oleh Dia dan untuk Dia (ay. 16). CREATION is when the CREATOR CREATED the CREATURES; this is CREATIVITY. Dalam bahasa Inggris, kata dasar yang digunakan untuk semua ini adalah CREATE. Manusia memperoleh definisi

kreativitas itu berdasarkan apa yang sudah dikerjakan Allah melalui tindakan penciptaan-Nya yang sempurna dalam alam semesta ini.

Sebagai peta teladan Allah, kita diberikan suatu kemampuan berkreasi dan Allah menuntut kita untuk berkreasi. Dalam menjalankan fungsi nabi, manusia dipercayakan untuk menemukan kebenaran Allah atau menginterpretasi apa yang sudah dinyatakan Allah dalam alam semesta melalui kreativitasnya.

Kreativitas Sang Pencipta dalam menciptakan dunia ini harus menjadi dasar bagi seluruh kreativitas manusia, dengan kesadaran bahwa kita terbatas dalam berkreasi karena kreativitas kita dibatasi oleh kreativitas Allah dan kita sendiri adalah bagian dari kreativitas Allah— sehingga kita tidak mungkin melampaui Allah. Ketika manusia melihat dan mempelajari alam semesta, ia mencoba merealisasi, mencipta, mengimitasi dalam bentuk musik. Beberapa prinsip kebenaran Allah yang berada dalam alam semesta, misalnya keteraturan, harmoni, kesatuan dalam keragaman (unity in diversity), individu dan komunitas, kompleksitas dan kesederhanaan (simplicity), besar dan kecil, dan kedinamisan, dijadikan prinsip dalam musik. Demikian juga alam semesta itu sendiri dapat juga dilukiskan dalam musik, seperti gunung, pohon, musim yang berganti, serta suara dan gerakan makhluk hidup baik binatang dan manusia, seperti berlari, berjalan, kepakan sayap burung, kebahagiaan, kemuliaan, keindahan, dan ketenangan. Kemudian di dalam konteks kejatuhan (fallen world), kita menambahkan variabel dalam musik, yaitu dissonan, disharmoni, dukacita, tragedi, kepanikan, dan lain-lain.

Jadi, jika seseorang berkreasi dalam dunia ini, walaupun nampak hebat dalam pandangan dunia karena dianggap sebagai sebuah perkembangan atau penemuan baru, namun jika tidak sesuai dengan interpretasi, penilaian, kehendak, dan kebenaran Allah, orang tersebut tidak bisa disebut kreatif (dalam definisi dan arti kreatif yang sesungguhnya), melainkan dia berdosa, karena tidak tepat pada sasaran (hamartia). Misalnya, musik-musik atonal yang sengaja dibuat

untuk melawan sistem keteraturan dari tangga nada, dengan spirit di baliknya adalah pemberontakan. Demikian juga dengan “kreativitas” John Cage yang terkenal, 4’33”—ia hanya duduk selama 4 menit 33 detik di depan piano—yang disebutnya sebagai seni. Ia juga pernah menggabungkan dua belas siaran radio dalam spontanitas dan ia juga menyebutnya seni. Inilah contoh bentuk pemberontakan dalam bentuk kreasi seni

Contoh yang lebih riil dalam kehidupan kita misalnya ketika manusia mencoba untuk menciptakan suasana sakral melalui musik. Musik menjadi the way of life. Musik yang digunakan menjadi identitasnya, menggambarkan ide dan cara hidupnya (rocker, gipsi), bahkan dipakai untuk divine action, misalnya orang-orang Indian memiliki tarian–tarian untuk menurunkan hujan. Di sini musik yang dipakai menjadi kurang penting dibandingkan dengan keinginan yang hendak dicapai. Akibatnya, dalam tarian-tarian seperti ini sangat tidak menjadi masalah jika musiknya, rhythm-nya monoton, diulang-ulang, tidak ada perkembangan melodi (yang sebenarnya sangat penting dalam musik yang baik), asalkan bisa men-drive mereka untuk mengangkat emosi dan melupakan diri (seperti trance), serta terjadi physical action seperti dalam rangka meminta hujan. Musik di sini menjadi sebuah mantera dan ini mirip dalam musik rap yang diulang-ulang, monoton, tidak ada pengembangan, demikian juga musikmusik New Age yang monoton, berulang-ulang seperti sebuah lingkaran, menciptakan suasana bersatu dengan alam—dan itu adalah sebuah kesengajaan karena pemikiran filsafat di baliknya. Sedihnya, hal demikian diadopsi oleh gereja-gereja sekarang, yang memakai musik-musik New Age dalam ibadah.

Kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya musik itu tidak netral, karena musik tidak berdiri pada dirinya sendiri; ia dicipta, ia merupakan kreasi, realisasi dari interpretasi manusia terhadap kebenaran Allah. Karena itu jika interpretasinya salah, musik yang dihasilkan pun salah dan hal ini sangatlah mungkin karena dalam dunia yang berdosa, pikiran, kehendak, dan emosi

manusia berdosa pada hakekatnya melawan Allah. Maka, pernyataan bahwa “musik adalah netral” tidaklah benar. Tetapi, mengapa kita masih bisa menemukan musik-musik yang baik dari orang-orang yang tidak mengenal Tuhan dan teruji oleh prinsip firman Tuhan? Karena wahyu umum Allah dalam alam semesta menuntun manusia tersebut untuk berkreasi. Seperti dikatakan di atas, adanya prinsip kebenaran Allah dalam alam semesta menjadi dasar prinsip musik. Karena itu musik yang diciptakan oleh orang non-Kristen mungkin bisa lebih baik dan bagus daripada orang Kristen, apalagi jika orang tersebut belajar musik dengan baik. Sayangnya orang-orang yang belum percaya tersebut tidak mengerti makna dan arah kreativitas mereka. Ini semua menyatakan kelimpahan anugerah Allah yang tidak dibatasi oleh apapun kecuali oleh kehendak dan kedaulatan-Nya. Di lain pihak, keselamatan dari Kristus menjadikan kreasi kita bermakna karena kita mengembalikannya kepada Tuhan.

Sebagai peta teladan Allah, seharusnya kreativitas manusia dalam membuat musik bukanlah upaya pembuktian diri (self-existence) atau pemuasan diri, melainkan bentuk ketergantungan dan kewajiban serta tuntutan kita sebagai ciptaan, yaitu melakukan seperti apa yang sudah Allah lakukan terlebih dahulu. Kita dipanggil untuk mengekspresikan karakter dan atribut Allah dalam ketergantungan total dan harmoni dengan Allah, sehingga membuat musik sebagai sebuah tindakan beribadah (an act of worship). Ini adalah prinsip yang sangat penting di mana manusia dalam seluruh tindakannya meneladani, mengimitasi Allah sehingga dalam seluruh kreasinya manusia boleh menggaungkan kemuliaan-Nya.

Alat musik juga merupakan bagian dari kreativitas manusia. Alat musik memiliki bahan dasar yang berasal dari alam, baik itu kayu (ini yang terbanyak)[5], metal, emas, marmer, kulit binatang, rambut kuda, dan sebagainya. Pertanyaannya adalah apakah seluruh alat musik tersebut dapat digunakan untuk beribadah kepada Tuhan dan memuliakan Tuhan?

Beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan pertimbangan adalah: yang pertama, kita harus sadar bahwa musik dan alat musik yang diciptakan oleh manusia itu tidaklah netral. Musik dan alat musik adalah wujud nyata dari interpretasi manusia. Manusia sebagai pencipta memiliki posisi lebih tinggi dari ciptaannya sehingga musik dan alat musik tidak boleh mengontrol kita, kita tidak boleh tenggelam di dalamnya. Manusialah yang harus mengontrol mereka. Ada musik-musik dan alat musik yang membuat kita dikontrol olehnya, misalnya musik-musik yang bernuasa trance, New Age dengan filsafat mengosongkan diri dan bersatu dengan alam, heavy metal, rhythm dari drum yang menguasai gerak tubuh dan emosi, distorsi dari gitar listrik. Hal demikian mengakibatkan kita menghasilkan ekspresi jiwa yang tidak natural. Kita di-drive oleh sesuatu dari luar sehingga kita memiliki kepuasan atas pemenuhan jiwa yang tidak berhenti di dalam Tuhan. Hal ini berlainan dengan iman Kristen di mana kita boleh bersukacita saat memuji Tuhan, hati kita begitu dipuaskan karena kita melihat kebaikan Tuhan, karya penebusan-Nya, pekerjaan dan kemuliaan-Nya, dan karena Tuhan sendiri yang menjadi sumber sukacita kita. Hati kita yang sudah dipuaskan oleh Tuhan terpancar keluar dalam bentuk ekspresi jiwa yang natural.

Pertimbangan yang kedua, setiap alat musik dapat menghasilkan bentuk musik dan rhythm tertentu yang menjadi ciri khas dari alat musik tersebut. Violin, misalnya, memiliki suara dari gesekannya paling menyerupai bahasa manusia. Musik-musik akustik biasanya sangat dekat dengan gesture tubuh manusia. Kita bisa memainkan suasana sukacita, kesedihan, riang, atau dukacita. Demikian juga dengan piano, oboe, dan flute. Lain halnya dengan drum yang bersifat monoton dan tanpa tangga nada. Ia tidak dapat berdiri sendiri, ia harus bersamasama dengan alat musik yang lain untuk menjadikannya berarti.

Pertimbangan yang ketiga berkaitan dengan sifat Allah yang dinamis dan hidup. Allah memberikan rhythm dalam diri kita yang tidak kelihatan. Rhythm itu ada tetapi tidak

mengganggu. Misalnya denyut jantung kita. Dia begitu stabil, tetapi terkadang bisa berdetak lebih cepat dan kembali lagi stabil. Maka tidaklah benar jika rhythm yang akhirnya menonjol, monoton, bertempo statis dan menguasai sebuah lagu. Misalnya rhythm yang ada di keyboard bertempo seperti metronome. Dalam hal ini drum sedikit lebih baik daripada iringan keyboard yang statis tersebut karena masih dapat diubah temponya. Kemudian, dalam menyanyi secara natural, kita perlu bernafas, sedangkan iringan tersebut, akibat kestatisannya, tidak memberikan kesempatan bagi kita untuk bernafas, sehingga kita sendiri menjadi tidak natural saat menyanyi, karena dikontrol oleh kestatisannya.

Ketiga hal ini kita bungkus dalam satu semangat ingin memberikan yang terbaik kepada Tuhan. Jika setelah kita belajar, kita melihat dan menemukan ada perbandingan yang lebih baik, kita harus dengan rela melepaskan selera kita dan berjalan, bertumbuh, dan mengganti dengan yang lebih baik. Keadaan seperti ini memang tidak enak, maka setelah kita diselamatkan, menjadi anak Tuhan, kita memiliki satu tugas dalam hidup kita, yakni terus disucikan di dalam segala aspek kehidupan kita termasuk taste kita dalam musik.

Sebagai seorang imam, kita harus mempersembahkan seluruh kreasi kita yang terbaik dalam bentuk musik, khususnya ke hadapan Tuhan sebagai persembahan yang hidup dan berkenan kepada Tuhan, sebagai bentuk ucapan syukur kepada Allah yang mengaruniakan segala yang baik dan kreativitas, serta sebagai suatu tugas yang dipercayakan Allah kepada kita sebagai wakil-Nya di dunia ini, di mana semuanya itu semata-mata hanya untuk kemuliaanNya di sorga dan di bumi ini. Seseorang mengatakan kepada saya, “Mengapa mengerti musik yang Alkitabiah begitu rumit dan berat sedangkan saya hanyalah orang biasa yang hanya ingin menyembah Tuhan dengan sepenuh hati dengan pengertian?” Kata hanya ingin menyembah Tuhan bukanlah sebuah perkara yang sederhana dalam Kekristenan. Menyembah Tuhan adalah panggilan utama dari

Tuhan kepada setiap manusia sejak manusia diciptakan - bagaimana manusia berespon kepada Tuhan, beribadah kepada Tuhan menurut standar kesucian Allah yang sempurna, bukan sesuai keinginan dan kenyamanan kita. Menyembah Tuhan bukanlah perkara yang kecil dan remeh tetapi memiliki keseriusan karena setiap manusia secara pribadi berhadapan dengan Sang Pencipta kita. Tuhan memberikan Alkitab untuk menuntun kita dan memberikan pengertian agar kita tidak berdosa saat kita menyembah dia. Dengan segala kerendahan hati dan keinginan menyembah Tuhan yang juga digerakkan oleh Dia, kita harus berani menempuh kesulitan dan mempelajari segala bidang yang Tuhan bukakan bagi kita supaya seluruh hidup kita boleh menyembah Dia dalam Roh dan kebenaran.

4. Music as Sounding Theology

Musik memiliki dua pengertian yaitu secara sempit dan secara luas. Secara sempit dan sederhana, musik didefinisikan memiliki melody, harmony dan rhythm.[1] Sedangkan secara luas, musik berkaitan erat dengan perkataan manusia. Kita menyebutnya sebagai bahasa. Alkitab mengajarkan bahwa umat Allah tidak hanya membicarakan dan memberitakan firman Tuhan saja, tetapi juga menyanyikan firman Tuhan (1Taw. 16:9, Mz. 33:2-3, Kol. 3:16). Musik sangat dekat dengan kata-kata yang diucapkan. Perkataan manusia memiliki semacam musik yang natural terkandung di dalamnya - intonasi, rhythm, pitch, timbre - dan sangat berkait erat dengan firman Tuhan di mana Tuhan menyampaikan Firman-Nya dalam kata-kata. Luther memiliki sebuah konsep berkaitan dengan hal ini yang dinamakan Verbum Vocal di mana perkataan Tuhan yang berotoritas dikaitkan dengan suara manusia, menjadi verbum theology atau sounding theology, yaitu kata-kata yang dibicarakan secara theologi, demikian dikaitkan dengan musik dan yang diakomodasikan adalah suara Tuhan.

Kitab Mazmur adalah puisi yang dinyanyikan, firman Tuhan dalam bentuk musik atau pujian. Mazmur adalah salah satu kitab yang paling disukai oleh Luther karena baginya kitab Mazmur

merupakan kitab yang paling jujur, yang bukan saja berisi perkataan tetapi berasal dari hati para pemazmur, yang sesungguhnya bagaikan harta dari jiwa yang dibentangkan. Pemazmur tersebut membicarakan kesejatian iman dalam seluruh segi kehidupan mereka, bukan hanya ketika mereka diberkati oleh kebaikan Tuhan, tetapi ketika mereka mengalami badai dalam hidup mereka. Dalam pergumulan, iman mereka yang sesungguhnya menjadi nyata. Kehidupan mereka transparan di hadapan Tuhan.

Ada sebuah istilah yang saya dapatkan dalam kuliah untuk menggambarkan hal ini, yaitu struggle school of affection. Istilah ini ingin menyatakan bahwa kehidupan seorang Kristen dalam pengenalan akan Tuhan adalah sebuah sekolah. Artinya kita terus belajar dalam pergumulan kita untuk memiliki suatu afeksi[2] yang benar sesuai dengan prinsip firman Tuhan, dan melalui pasal-pasal dalam Mazmur ini, pemazmur menyatakan pergumulan itu kepada Tuhan. Ini merupakan suatu pertempuran afeksi antara diri kita yang berdosa, penuh dengan pergumulan dengan pribadi Tuhan.

Kitab Mazmur merupakan theologi yang digarap dalam bentuk musik. Calvin bahkan mengatakan bahwa Mazmur adalah perkataan Tuhan sendiri. Musik-musik yang memiliki teks yang diambil dari Mazmur akan menjadi sounding theology yang menguduskan dan mentransformasi hidup kita. Teks yang diambil dari Mazmur memiliki bobot, kekentalan, kebenaran firman Tuhan sekaligus keindahan bentuk puisi. Musik tersebut akan menjadi indah oleh karena teksnya. Hal ini tidak dapat dibalik dengan mengatakan bahwa jika teksnya diambil dari kitab Mazmur maka musik tersebut pastilah indah. Seperti yang sudah dituliskan dalam artikel bulan lalu dalam poin ke-2, pengujian terhadap sebuah musik yang Alkitabiah haruslah pengujian secara integral. Tentu saja teks yang benar harus diimbangi dengan musik yang benar. Mengutip dari buku “Karunia Musik” berkenaan dengan kitab Mazmur:

“Buku yang paling indah dari semua buku himne ini sangat disayangi umat Allah di sepanjang zaman. Kitab Mazmur menjadi satu-satunya sumber yang paling produktif untuk teks bagi komposisi musik di dunia musik Barat. Menyanyikan Mazmur merupakan aktivitas musik dari gereja yang paling awal dicatat, barangkali sebagai respon atas nasihat Rasul Paulus supaya kita “penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati” (Ef. 5:18-19). Kitab Mazmur menjadi tulang punggung musik rohani.”

Jika kita memperhatikan musik atau pujian yang dipakai gereja kebanyakan hari ini, memang banyak sekali teks yang diambil dari kitab Mazmur, yang khususnya membicarakan beberapa tema besar seperti kebaikan, kesetiaan Allah, kasih Allah, dan sorak-sorai. Tema lainnya yang cukup sering yaitu tentang keperkasaan dan kedahsyatan Allah.

Ada dua hal yang ingin saya soroti di sini. Pertama, kitab Mazmur memiliki begitu banyak tema yang tentu dapat digarap dalam bentuk musik yang dapat dinyanyikan oleh seorang Kristen. Kitab Mazmur tidak hanya berbicara tentang kasih Allah melulu tetapi juga berbicara tentang Allah sebagai Hakim yang adil, kesucian Allah, murka Allah, Taurat Tuhan yang sempurna dan menyegarkan jiwa, Allah sebagai sumber pengharapan, Allah Perisai dan Perlindungan, Allah Batu Karang, dan sebagainya. Di sini kita melihat kelimpahan pribadi Allah.

Sangat disayangkan jika kita sebagai orang Kristen, yang seharusnya dapat mengenal Allah dengan begitu limpah melalui firman Tuhan, khususnya dalam hal ini kitab Mazmur, hanya menggarap dan menggunakan musik atau pujian kepada Tuhan dalam aspek tertentu saja. Kita dapat menguji seberapa limpah pujian kita kepada Tuhan melalui kategori lagu-lagu yang kita nyanyikan. Jika kita memiliki dua puluh lagu untuk melukiskan pribadi Allah, lalu ternyata hampir semuanya membicarakan satu atau dua karakter Allah saja, sebenarnya kita belum

menggarap pujian bagi Tuhan seperti apa yang sudah Tuhan nyatakan dalam Alkitab, dalam hal ini kitab Mazmur.

Hal kedua yang saya ingin soroti adalah berkaitan dengan pemenggalan ayat dalam kitab Mazmur yang dipakai untuk teks sebuah lagu. Misalnya Mazmur 106:1, “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Kalimat ini sering dipakai dalam lagu, biasanya menjadi bagian refrain. Ayat ini sangat indah, tetapi saat ditulis dalam bentuk lagu akhirnya menjadi kalimat yang reduktif, dalam arti orang yang menyanyi maupun yang membuat lagu hanya mengenal ayat kesatu saja, tetapi tidak melihat keseluruhan pergumulan dari sang pemazmur, mengapa kalimat tersebut muncul. Pergumulan sang pemazmur dalam ayat-ayat selanjutnya tidak diambil untuk menjadi teks yang menyeluruh. Dalam Mazmur 106 hal ini sangat penting untuk menghindarkan pengenalan kita kepada Allah yang dangkal atau pengenalan yang konklusif tanpa adanya suatu proses pengenalan, pergumulan, yang bersifat afeksi, sehingga kalimat konklusif tersebut bukan menjadi suatu pernyataan iman melainkan hanya kata-kata belaka, yang menghasilkan pengetahuan yang parsial tentang iman Kristen.

Bagi Luther, firman Tuhan memberikan penghiburan atau kesembuhan jiwa secara inner comfort dalam theologi dan outer comfort dalam musik. Ketika keduanya digabung, maka terjadi true spiritual comfort. Musik yang gagal adalah musik yang tidak mendapatkan inner comfortnya.

5. Menyatakan iman yang sejati

Alkitab mencatat beberapa prinsip mengapa seseorang menyanyikan pujian dan memainkan musik kepada Allah: ketika mereka melihat perbuatan Allah (Mz. 150, Mz. 148, peristiwa Laut Teberau, Miriam menyanyi dengan rebana), kasih Allah (Mz. 136), kekaguman akan Allah

(Rm. 11:33-36), kerinduan kepada Allah (Mz. 42), penggenapan janji Allah (Maria menyanyikan Magnificat—Lk. 1:46-55, Zakharia menyanyikan pujian atas penggenapan janji Allah akan lahirnya Juruselamat—Lk. 1:67-76, nyanyian para malaikat atas kelahiran Juruselamat—Lk. 2:14), dalam peperangan (peristiwa Yerikho—Yos. 6, Mz. 149), dalam pergumulan dan mencari pertolongan (Mazmur banyak mencatat hal ini, seperti Mz. 146, Mz. 121, Mz. 73), bahkan ketika Tuhan Yesus menyanyikan hymn pada saat-saat terakhir sebelum kematian-Nya. Di sini pujian menjadi satu respon yang natural yang diberikan kepada Tuhan. Agustinus mendefinisikan hymn sebagai “pujian yang berisi, mengandung pujian dari Tuhan. Jika Engkau memuji Tuhan tanpa lagu, Engkau tidak memiliki hymn. Jika Engkau memuji apa saja tetapi tidak ada hubungan dengan kemuliaan Tuhan, bahkan jika Engkau menyanyikannya sekalipun, Engkau tidak memiliki hymn. Karena hymn memiliki tiga elemen: lagu (song) dan pujian (praise) kepada Tuhan (God).” Demikian Wahyu 19:6-7 mencatat, “… Halleluya! Karena Tuhan Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia ….” Definisi yang lain tentang hymn yaitu “pengakuan iman yang dinyanyikan kepada Tuhan karena manusia disukakan oleh perbuatan/anugerah Tuhan yaitu dalam keselamatan.”

Musik dari kekristenan sendiri berkembang setelah kebangkitan Kristus, membicarakan tentang salib, kemenangan, kebangkitan, dan hal ini merupakan inti iman Kristen. Keselamatan dan pujian menjadi satu paket. Maka musik muncul sebagai satu ekspresi kebangunan rohani (1Taw. 16:2; 2Taw. 15, 23, 29, 35). Keselamatan dari Tuhan menyucikan bibir dan membuka mulut kita untuk menyanyi (Mz. 51:14-15; 12; Yes. 6; Zef. 3:9-12; Ibr. 13:15).

Mengapa semuanya ini dinyatakan melalui musik? Selain Tuhan sendiri memerintahkan kita untuk memuji Dia dalam pengertian musik secara sempit yaitu membuat musik, alasan yang

lain adalah karena melalui musik, perkataan Tuhan menjadi mudah untuk diingat, sekali lagi menjadi sounding theology sekaligus, yang tidak kalah penting, menyatakan kesejatian iman kita. Saat kita menyanyi memuji Tuhan, kita memproklamasikan kepada dunia tentang iman kita dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai suatu kepastian dan sukacita. Hal ini membuat kekristenan menjadi agama yang sangat berkait erat dengan musik.

Prinsip ini turun kepada orang-orang Kristen yang menciptakan musik bagi Tuhan sehingga saat mereka membuat lagu tidak sembarangan jadi lagu. Seringkali orang-orang mengatakan bahwa spontanitas adalah hal yang baik, dianggap sebagai kreatifitas, bahkan gerakan Roh Kudus ataupun puncak kecemerlangan. Mungkin saja ini sesekali terjadi. Tetapi ketekunan, pembelajaran, perenungan, serta pengertian akan Firman dan musik adalah hal yang sangat penting untuk menolong kita berkreasi dalam menggubah sebuah lagu. Tidak mungkin seorang yang tidak pernah merenungkan, menggumulkan imannya dalam kebenaran firman Tuhan dapat menuliskan teks yang begitu kental tentang iman Kristen. Jika kita secara khusus melihat lagu-lagu hymn, setiap kalimat dalam baitnya mengandung kekentalan pengajaran dan intisari iman Kristen. Para penulis lagu didorong oleh kecintaan mereka kepada Tuhan oleh karena Tuhan terlebih dahulu mencintai mereka dengan memberikan hidup-Nya.

Pada zaman Bapa-bapa Gereja, muncul bidat-bidat khususnya dalam doktrin Tritunggal dan Kristologi, dan pada zaman itu di Gereja muncul lagu-lagu bidat. Di sini kita melihat bahwa teks sebuah lagu tidak dapat lepas dari pengertian mereka terhadap Firman, atau lebih jelas saya menggunakan istilah doktrin. Akibatnya teks lagu yang ada pada saat itu menjadi sangat kritis karena menentukan iman mereka, dan di sinilah gereja berperang dengan bidat-bidat tersebut. Teks lagu yang ada harus begitu ketat dan kental karena di sanalah iman mereka dipertaruhkan.

Sementara hari ini, keketatan sedemikian dalam iman Kristen tidak lagi dipertahankan. Kita menjumpai tidak sedikit lagu-lagu yang memiliki teks begitu ringan, kalimat-kalimat dan kosakata yang digunakan begitu mirip dengan bahasa dunia ini, sehingga menjadi rancu. Kerancuan muncul seperti zaman Bapa-bapa Gereja juga tetapi kali ini Gereja tidak bisa dibedakan dengan dunia. Teks lagu yang saya pernah baca, saya tidak ingat persis, berbunyi demikian, “Yo, mari semua, daripada bengong, pusing-pusing, lebih baik nyanyi buat Tuhan!” Teks yang begitu ringan dan menggunakan bahasa demikian menghilangkan kesakralan dari lagu tersebut dan keseriusan dalam memuji, datang kepada Tuhan. Atau, teks yang ada hanya membicarakan kasih Allah: “Allah itu baik,” “kasih-Nya tidak berkesudahan,” “Ia selalu mengampuni kesalahan kita,” “Ia menopang, mengangkat bila kita jatuh,” “Dialah Bapa kita,” “Pemelihara,” “Mencukupkan,” “Menyembuhkan,” “Mendengar Doaku,” “Memberkatiku berkelimpahan,” “Ia memelukku,” “Ia menggendongku,” dan sebagainya. Semua pujian adalah berkat Allah kepada kita. Siapa yang tidak senang menjadi orang Kristen?

Di manakah tanggung jawab kita sebagai orang Kristen yang menyatakan iman yang sejati? Di manakah tema-tema “Pikul Salib,” “Taat kehendak-Nya,” “Buah-buah Roh,” “Pengakuan dosa,” “Hidup berkorban,” “Berperang bagi Kerajaan Allah,” “Mempersembahkan diri, harta, tenaga,” “Waktu dan Talenta bagi Tuhan,” “Murka Allah,” “Kristus satu-satu-Nya jalan,” “Penderitaan Kristus,” “Kebangkitan Kritus,” “Iman,” “Pengharapan,” “Dukacita,” dan sebagainya?

Terlalu sedikit sebenarnya pujian yang sungguh-sungguh menyatakan iman Kristen yang sejati kepada dunia ini. Jika seseorang bertobat oleh karena musik yang mereka dengar, apakah mereka siap menjadi seorang Kristen seperti yang dituntut Alkitab? Apakah musik kita menunjukkan kehidupan Kristen yang sesungguhnya?

PERTEMUAN 15 TANDA-TANDA DALAM LAGU DAN MUSIK

Musik atau lagu merupakan suatu ekspresi jiwa, baik jiwa penciptanya ataupun jiwa jiwa yang menyanyikannya. Oleh karena itu seorang pencipta memberikan jiwa pada lagu dengan tanda pernyataan jiwa. Jika kita menyanyikan dan memainkan lagu tersebut dengan pernyataan jiwa yang tertulis, maka music atau lagu tersebut akan lebih hidup dan lebih mampu menggetarkan hati pendengarnya. I. Tanda pernyataan jiwa dalam lagu: 1. Acuto : halus tapi nyaring 2. Affetuaso : penuh perasaan 3. Amabile : manis, merdu 4. Amarezz : bersedih, pahit 5. Animoso : tegas bersemangat 6. Brioso : berapi-api 7. Calmato : tenang 8. Con fabie : lemah lembut 9. Con animo : bersemangat 10. Dolce : halus, lembut 11. Dolente : meratap, sangat sedih 12. Espressivo : ekspresif 13. Fuoco : berapi-api 14. Erioca : menunjukkan kepahlawanan 15. Gracioso : indah 16. Jubiloso : sangat girang 17. Maestoso : agung, mulia 18. Tempesoto : riuh II. Tanda Dinamik Tanda dinamik merupakan tanda pada lagu yang menunjukkan seberapa keras atau lembutnya dalam memainkan music atau menyanyika lagu. 1. p (piano) : lembut 2. mp (mezzo piano) : agak lembut 3. p (pianissimo) : sangat lembut 4. f (forte) : keras 5. mf (mezzo forte) : agak keras 6. ff (fortissimo) : sangat keras 7. < (crescendo) : semakin lama semakin keras 8. > (de crescendo) : semakin lama semakin lembut III. Tanda Birama

Yang dimaksud dengan tanda birama adalah garis tegak yang membatasi ruang birama. Garisgaris ini akan membatasi nada sesuai dengan jumlah nada (ketukan) dalam satu ruang birama. Berikut adalah tanda birama yang umum ditemukan. 2/4 adalah: ada 2 nada/ketukan dalam 1 birama 3/4 adalah: ada 3 nada/ketukan dalam 1 birama 4/4 adalah: ada 4 nada/ketukan dalam 1 birama 6/8 adalah: ada 2 nada/ketukan dalam 1 birama IV. Tempo Ada beberapa jenis tempo, dari tempo sangan lambat sampai dengan tempo sangat cepat; tetapi secara garis besar hanya ada 3 golongan jenis tempo yaitu: 1, tempo lambat; 2, tempo sedang; dan

3, tempo cepat. 1. Tempo lambat, terdiri dari a. Sangat lambat, contoh: targissimo,

lentissimo, largoassai b. Lambat, contoh: lento, grave, adagio, largo c. Kurang lambat, contoh: largietto, adagietto 2. Tempo sedang, terdiri dari a. Sedang lambat, contoh: andantino b. Sedang, contoh: andante, moderato c. Sedang cepat, contoh: moderato con anima, tempo gusito 3. Tempo cepat, terdiri dari 1. Agak cepat, contoh: allegretto, sosotunoto, allegronontropo 2. Cepat, contoh: allegro, pusto, vivace. 3. Sangat cepat: allegroassai, allegrovivace, molto vivaci, allegro agitato. V. Tanda Kromatik Tanda kromatik adalah tanda yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan ½ (setengah) nada; atau mengembalikan nada-nada yang sudah dinaikkan atau diturunkan ke nada asal. Tangga nada netral adalah nada dasar C: C – D – E – F – G – A – B – C / DO – RE – MI – FA – SOL – LA – SI – DO 1

1

½

1

1

1

½

/

1

1

½

1

1

1

½

Maka akan kelihatan / terdengar suatu perbedaan jarak nada yang satu ke nada yang lain. Ada 3 tanda kromatik , yaitu:

1. Tanda Kress, dengan kode # ; 2. Tanda Mol, dengan kode ƅ ; 3. Tanda netral (pugar), dengan kode

1. Tanda Kress adalah tanda kromatik yang digunakan untuk menaikkan/meninggikan

½ nada dari nada asal. Nada yang di-kress-kan pembacaannya ditambahkan dengan akhiran “is”. Contoh: C – C# dibaca Cis,/ D – D# dibaca Dis,/ F – F# dibaca Fis/ G# = Gis dan A# = Ais Untuk menemukan nada dasar dan tangga nada dengan tanda atau kode Kress adalah: nada dasar adalah nada ke-5 dari nada awal, lalu nada ke 7 dari nada dasar di Kresskan. 2. Tanda Mol adalah tanda yang digunakan untuk menurunkan/merendahkan ½ nada dari nada asal. Nada-nada yang telah di molkan itu pembacaannya ditambah dengan akhiran “es”. Contoh: D – Db dibaca Des / E – Eb = Es / Gb = Ges / Ab = As / Bb = Bes. Untuk menemukan nada dasar dan tangga nada dengan tanda atau kode Mol adalah: nada dasar adalah nada ke- 4 dari nada awal, lalu nada ke 4 dari nada dasar di molkan. 3. Tanda Netral adalah tanda yang digunakan untuk mengembalikan nada-nada yang telah dikresskan atau yang telah dimolkan kembali menjadi nada awal. VI. Tanda ulang Tanda ulang adalah merupakan perintah untuk mengulang sebagian atau seluruh lagu sesuai dengan perintah tanda ulang tersebut. Ada 4 jenis tanda ulang, yaitu: 1. II: :II = Repeat (diulang) contoh: a. II: a ! b ! c ! d ! :II dibaca: a ! b ! c ! d ! a ! b ! c ! d b. II: a ! b ! c ! d ! : II g ! dibaca: a ! b ! c ! d ! a ! b ! c ! g !

2. % = 2nd time (baca dua kali) contoh: ! a ! % ! dibaca ! a ! a ! ! a ! % ! % ! dibaca a ! a ! a ! 3. D.C. = Da Capo = diulang dari kepala lagu contoh: D.C.

!! a ! b ! c ! d !!

!! e ! f ! g ! h !! dibaca !! a ! b ! c ! d !! !! e ! f ! g ! h !! !! a ! b ! c ! d !! !! e ! f ! g ! h !! D.C. Al Fine artinya diulang dari kepala lagu sampai selesai (Al Fine = selesai). 4.

Dal Segno artinya lagu diulang dari tanda

contoh: !! a ! b ! c ! d !! !! e ! f ! g ! a !! dibaca !! a ! b ! c ! d !!

!! e ! f ! g ! a !! !! e ! f ! g ! a !!

VII. Tanda Akhir Lagu Disamping tanda ulang lagu ada satu tanda laguyang sering terdapat pada akhir lagu. Tanda akhir lagu tersebut disebut: Coda Contoh: !! a ! b ! c ! d !! !! e ! f ! g ! h !! Berarti lagu selesai setelah sampai ! h !!

VIII. Nada Dasar Nada dasar adalah menunjukkan lagu tersebut harus dimainkan dengan nada dasar atau kunci tertentu. Kunci nada tertulis disebelah kiri atas pada nyanyian atau lagu di partitur. Contoh: Nada dasar: C = Do, Berarti nada yang dimaninkan adalah C-D-E-F-G-A-B-C = 12-3-4-5-6-7-1 Ada Jenis nada dasar. 1. Nada dasar Mayor: yaitu nada dasar yang diawali dengan nada Mayor ( DO-MI-SOL), nada dasar mayor contohnya adalah : C = Do / Do = C, Atau G = Do / Do = G. 2. Nada dasar Minor: yaitu nada dasar yang diawali dengan nada Minor dari nada dasar (REFA-LA), nada dasar mayor contohnya adalah: C = La / La = C berarti nada dasarnya adalah “Am”.

IX. Cadence, Chord Penghubung dan Putaran Achord 1. Cadence Cadence atau irama adalah suatu tingkatan dari chord-chord pokok suatu tangga nada yang akan lebih memudahkan mencari chord-chord selanjutnya yang selalu mengikuti patokan tertentu. Contoh: 1. Kunci C Mayor, cadence: C – F – G (G7)

Berarti setelah memainkan C tentu pindah ke F kemudian

ke G atau G7. 2. Chord Penghubung Chord penghubung cukup penting dalam teknik mengiringi lagu, karena mempunyai fungsi ganda, yaitu: 1, membantu perpindahan chord, dan 2, memperindah permainan music. Untuk mencari/menentukan chord-chord penghubung mana yang harus dipakai, dapat dengan latihan-latihan yang teratur sehingga akan dapat merasakan chord-chord mana yang sebaiknya dipakai sebagai penghubung. Contoh: 1. C ke

F, tambah achord penghubung adalah C – C7 – F atau C – Gm – F.

ket. C7 dan

Gm adalah chord penghubung. 2. C

ke Am, chord penghubung adalah: C – E7 – Am atau C – Bm – E7 – Am.

3. Putaran Achord Putaran Achord cukup penting untuk menentukan kunci dan putaran kunci pada nada yang dinyanyikan/dimainkan. Putaran achord, nada yang digunakan biasanya adalah nada ke 4 dan ke 5. 1. Kunci C Mayor (. . . . . . . . . .Buatlah dari Kunci D,E,F,G,A, . . . . . . . . . . . .) Putaran Achord C!F!C! C ! G7 ! C ! C ! F ! G7 C !

Chord Penghubung dan Putaran Achord 1. C – F C – C7 – F C – Gm – C7 – F 2. C – G7 C – Dm (D7) – G

2. Kunci Am (A minor) (Buatlah dari Kunci Bm, C#M, Dm, Em, F#M) Putaran Chord Am ! Dm ! Am Am ! E7 ! Am Am ! Dm ! E7 ! Am

DAFTAR PUSTAKA Handol, John ML, Nyanyian Lucifer.Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002 Miller, Steve, The Contemporary Christian Music Debate. Illionis: Tyndale House Publishers, Inc., 1993. O’Regan “The Church Triumphant: Music In The Liturgy” Tim Carter dan John Butt (ed.), The Cambridge History of Seventeenth Century Music. New York : Cambridge University Press, 2005 Siahaan, Edy DH. & R. Tambun, Musik Gereja. Medan: MITRA, 2006. Smith, Jane Stuart dan Betty Carlson, Karunia Musik. Surabaya: Momentum, 2003 Rachman, Rasid, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. Jakarta: Gunung Mulia, 2010 White, James F., Pengantar Ibadah Kristen, terj. Liem Siem Kie dari judul asli Introduction to Christian Worship, cet. 2. Jakarta: Gunung Mulia, 2005. Sumber-sumber lain: Kamus Besar Bahasa Indonesia v. 1.3 [versi elektronik]. Materi Kuliah Dogmatika 4 STTSP, mengenai Tujuan Gereja, Jumat, 12 Agustus 2011 Keal, Salomon, “The Role of Music In Worship” 27 Desember 2010. [web page on-line] tersedia di http://theologikeal.blogspot.com/2010/12/role-of-music-in-worship.htm Leonard, Richard C., “Music and Worship in The Bible”, [web page on-line] tersedia di http://www.laudemont.org/a-mawitb.htm. Nasrani, Ester Gunawan, “Peran Musik dalam Gereja”, [web page on-line] tersedia di http://www.gpdiworld.us/peran-musik-dalam-gereja, diakses 23 September 2011.

Purwosito, Willy M.A, “Persoalan pro dan Kontra Nyanyian Lama dan Nyanyian Baru”. Majalah BERKAT Tahun XV / Nomor 58, edisi Januari-Maret 2003. Surabaya: Yayasan Penerbit BERKAT http://buletintaipei.blogspot.com/2011/05/liputan-seminar-peranan-musik-dalam.html. http://id.wikipedia.org/wiki/Musik http://id.shvoong.com/internet-and-technologies/computers/2165300-pengertianmusik/#ixzz1Rw2jxRKE, 26 Mei 2011. Bay Books. 1986. The Great Family Encyclopedia Dictionary. --------------: Oxford University Press. Berkley, James, D. Tanpa tahun. Leadership Handbooks of Practical Theology (vol. 1). Grand Rapids, Michigan: Baker Book House. Best, M., Harold. 1993. Music Through The Eyes of Faith. SanFrancisco: Christian College Coalition. College Edition. 1960. Webster's New World Dictionary of The American Language. Cleveland and New York: The World Publishing Company. Eliade, Mircea. 1987. The of Religion (vol. 10). New York: Macmillian Publishing Company. Frans, Dennie, Olden. 1993. Musik Rock Dalam Terang Firman Tuhan. Malang: Departemen Literatur YPPII. Johansson, Calvin, M. 1993. Music & Ministry: Abiblical Counterpoint. Massachusetts: Hendrickson Publishers. Miller, Madeleine, S., dan Miller, J., Lane. 1973. Harper's Bible Dictionary. New York: Harper & Row Publisher.

Osbeck, Kenneth, W. 19885. The Ministry of Music (revised ed.). Michigan: Kregel Publication. P., Magdalena, Eling. 1992. Dasar-dasar pemilihan lagu pujian. Makalah disajikan dalam Training MC, GKKK Yogyakarta, Yogyakarta, Juli 1992. Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. S., Hindarto (ed.). 1987. Musik Tuhan Dan Musik Hantu. -------------Sagala, M. 1994. Seri Pembinaa Mahasiswa. Jakarta: Perkantas. Sudiono. 1996. Menelaah akar musik. Tampil (makalah belum diterbitkan). Tumiwa, Danny. 1986. Pengaruh musik dalam kehidupan manusia. Makalah disajikan dalam Ceramah Tentang Musik, GKKK Solo, Solo, 28 Januari 1986.

Related Documents

Bahan Kosmetik
February 2021 1
Bahan Bakar.pdf
January 2021 0
Bahan Operkulektomi
February 2021 0
Mekanika Bahan
January 2021 1
Pengkelasan Bahan
February 2021 1
Bahan Ajar.docx
February 2021 0

More Documents from "Bayu Sabda Christanta"