Buku-panduan-mikroseismik.pdf

  • Uploaded by: Damsiar
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku-panduan-mikroseismik.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,697
  • Pages: 27
Loading documents preview...
I.

DASAR TEORI

Mikroseismik merupakan metode geofisika yang banyak berperan dalam berbagai bidang seperti eksplorasi minyak bumi dan gas bumi, eksplorasi panas bumi, studi kegunungapian, pembelajaran struktur dalam bumi, serta kegempaan. Alat mikroseismik harus dapat mengidentifikasi peluruhan getaran yang terdapat dalam medium, bersama dengan broadband seismometer mengukur secara real time pergerakan tanah kemudian dapat di rekam sebagai fungsi waktu. 1.1 Gelombang Seismik Mikroseismik merupakan aktivitas gelombang seismik yang berukuran kecil, sama seperti dalam proses gempa bumi hanya saja belum tentu dirasakan oleh manusia. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar kesegala arah melalui material yang ada didalam bumi. Gelombang ini dapat dibagi menjadi 2 tipe utama, yaitu (Bath, 1979): 1. Gelombang badan (Body wave), yang terdiri dari gelombang longitudinal (Gelombang P) dan gelombang transversal (gelombang S). Gelombang P juga disebut gelombang kompresi yang mempunyai gerak partikel sejajar dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang P ini dapat menjalar melalui medium padat, cair, dan gas. Gelombang S mempunyai gerak partikel tegak lurus dengan arah penjalaran gelombang. Berbda dengan gelombang P, gelombang S hanya dapat menjalar melalui medium padat saja. Dan mempunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding gelombang P. kedua jenis gelombang inilah yang berperanan penting dalam eksplorasi miyak dan gas bumi. 2. Gelombang permukaan (Surface Wave), yang terdiri dari gelombang Rayleigh, stoneley, dan gelombang kanal. 1.1.1

Gelombang Primer (P) Gelombang primer merupakan gelombang pusat yang memiliki

kecepatan paling tinggi dari pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang berambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan.

Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahullu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (Vp) adalah +5 – 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam mantel dan inti bumi, +1,5 km/s di dalam air, dan + 0,3 km/s di udara. Di udara gelombang P merupakan gelombang bunyi. Adapun persamaan dari kecepatan gelombang primer adalah sebagai berikut. πœ† + 2Β΅ 𝑉𝑝 = √ 𝜌 (3.1) Keterangan : Ξ» = konstanta lame Β΅ = rigiditas ρ = densitas

Ilustrasi gelombang P dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1. Ilustrasi Gerak Gelombang Primer (P) (Sumber : expandxi.web.id,2015)

Arah panah pada gambar di atas menggambarkan arah propagasi gelombang. 1.1.2

Gelombang Sekunder (S) Gelombang Sekunder adalah salah satu gelombang pusat yang

memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya. Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (Vs) adalah + 3 – 4 km/s di kerak bumi, >4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di dalam inti bumi. Berikut merupakan persamaan kecepatan rambat gelombang sekunder.

Β΅ 𝑉𝑝 = √ 𝜌 (3.2) Keterangan : Β΅ = rigiditas ρ = densitas

Ilustrasi gelombang S dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3.2. Ilustrasi Gerak Gelombang Sekunder (S) (Sumber: expandxi.web.id,2015)

1.1.3

Gelombang Love Gelombang ini merupakan gelombang permukaan. Arah rambat

partikelnya

bergetar

melintang

terhadap

arah

penjalarannya.

Gelombang Love merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di permukaan bumi (VL) adalah + 2,0 – 4,4 km/s.

Gambar 3.3. Ilustrasi Gerak Gelombang Love (sumber: catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com,2013)

Gelombang Love diperkenalkan oleh seorang ahli matematika dari Inggris bernama A.E.H. Love pada tahun 1911. Gelombang Love dapat diekspresikan dengan persamaan :

1

1 2

tan [𝐻ω (

1 1 βˆ’ 2 )] = 2 𝑣𝑠 𝑐

1 1 2 𝑑 [ 2 βˆ’ 2] 𝑐 𝑣𝑠 1

𝑑′ [

1 1 2 2 βˆ’ 𝑐2] 𝑣𝑠 (3.3)

𝐻 = ketebalan lapisan lapuk

Dengan

πœ” = frekuensi angular

c = kecepatan fase vs = kecepatan gelombang S d dan d’ = perpindahan dari komponen transversal Gelombang

Love

terbentuk

karena

adanya

penjalaran

gelombang SH yang sampai pada permukaan bebas. Gelombang ini terjadi karena pada awalnya gelombang SH yang tiba datang dalam permukaan membentuk sudut kritis sehingga energi terperangkap pada lapisan tersebut.

1.1.4

Gelombang Rayleigh (Ground Roll) Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan

yang lain, memiliki kecepatan (VR) adalah + 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Arah rambatnya bergerak tegak lurus terhadapa arah rambat dan searah bidang datar.

Gambar 3.4. Ilustrasi Gerak Gelombang Rayleigh (sumber: catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com,2013)

Gelombang Rayleigh diperkenalkan oleh Lord Rayleigh pada tahun 1885. Gelombang Rayleigh dapat merambat pada permukaan

bebas medium berlapis maupun homogen. Waktu perambatan gelombang Rayleigh sendiri lebih lambat daripada gelombang Love. Gelombang Rayleigh dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan berikut : 1

1

𝑐2 𝑐2 2 𝑐2 2 (2 βˆ’ 2 ) = 4 (1 βˆ’ 2 ) (1 βˆ’ 2 ) 𝑣𝑠 𝑣𝑝 𝑣𝑠 (3.4) dengan

𝑐 = kecepatan fase 𝑣𝑝 = kecepatan gelombang P 𝑣𝑠 = kecepatan gelombang S

Terbentuknya gelombang Rayleigh akibat adanya interaksi antara gelombang SV dan P pada permukaan bebas yang kemudian merambat secara paralel terhadap permukaan. Karena pergerakan partikelnya yang vertikal, maka gelombang Rayleigh hanya dapat ditemukan pada komponen vertikal seismogram. Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang dispersif dimana periode yang lebih panjang akan mencapai material yang lebih dalam dan sampai sebelum periode pendek. Hal ini yang menjadikan gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang sesuai untuk mengekpresikan struktur keras suatu area. Namun sifat dispersif ini berlaku terhadap medium berlapis secara vertikal. Jika pada medium homogen tak berhingga, sifat dispersif tidak berlaku. 1.2 Transformasi Fourier Analisis fourier merupakan metoda untuk mendekomposisi sebuah gelombang seismik menjadi beberapa gelombang harmonik sinusoidal dengan masing-masing frekuensi tertentu. Sedangkan kumpulan dari gelomang harmonik sinusoidal dikenal sebagai Deret Fourier. Transformasi Fourier digunakan untuk merepresentasikan fungsi waktu transien ke domain frekuensi seperti pada persamaan berikut.

Pada komputasi digital, transformasi ini dapat dihitung lebih cepat menggunakan Fast Fourier Transform (FFT). Salah satu metode FFT yang digunakan adalah algoritma Cooley-Tukey.

1.2.1

HVSR Metode HVSR ditemukan oleh ilmuan Jepang bernama

Nogoshi & Igarashi pada tahun 1971. Kemudian Nakamura (1989) mengusulkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi frekuensi natural dan amplifikasi geologi setempat dari data mikrotremor. Metode HVSR biasanya digunakan pada seismik pasif tiga komponen. Terdapat dua parameter penting yang didapatkan dari hasil pengolahan metode ini antara lain frekuensi natural (f0) dan amplifikasi (A). Kedua parameter ini pada dasarnya merupakan implementasi dari karakterisasi geologi setempat. Herak (2008) menyebutkan bahwa nilai frekuensi natural dan amplifikasi pada permukaan suatu daerah berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaannya. Gambaran dari pengolahan metode HVSR ini adalah sebagai berikut. No 1

Ilustrasi langkah pengolahan

keterangan Getaran terkekam oleh sensor mikroseismik.

2

Didapatkan time series data dari tiap komponen. Pada langkah ini dilakukan pemilahan sinyal ambient untuk kemudian diolah pada langkah berikutnya.

3

Dilakukan transformasi fourier pada tiap tiap komponen (N-S, E-W dan vertikal) untuk mendapatkan spektrum fourier.

4

Rata-rata dari 2 spektrum horizontal dihitung kemudian hasilnya dibagi oleh spektrum vertikalnya sehingga didapatkanlah nilai HVSR.

1.2.2

Amplifikasi Amplifikasi suatu gelombang dapat terjadi ketika suatu benda

yang memiliki frekuensi diri diusik oleh gelombang lain dengan frekuensi yang sama. Amplifikasi gelombang gempa bisa terjadi ketika gelombang merambat ke permukaan tanah sedangkah frekuensi natural tanah tersebut mempunyai nilai yang sama atau hampir sama dengan frekuensi gempa. Menurut Towhata (2008) ada 4 penyebab amplifikasi suatu daerah yaitu: -

Adanya lapisan lapuk yang terlalu tebal di atas lapisan keras

-

fn (frekuensi natural tanah) rendah

-

fn gempa dengan geologi setempat sama atau hampir sama

-

Gelombang gempa terjebak di dalam lapisan lapuk dalam waktu yang lama.

1.2.3

Frekuensi Dominan

Nilai frekuensi dominan dari pengolahan HVSR menyatakan frekuensi alami yang terdapat di daerah tersebut. Hal ini menyatakan bahwa apabila terjadi gempa atau gangguan berupa getaran yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi natural, maka akan terjadi resonansi yang mengakibatkan amplifikasi gelombang seismik di area tersebut. Batasan pengamatan frekuensi untuk mikrotremor secara umum antara 0.5-20 Hz dan untuk mikrotremor frekuensi kecil bisa mencapai 0.2 Hz. Nilai frekuensi natural suatu daerah dipengaruhi oleh ketebalan lapisan lapuk dan kecepatan rata-rata bawah permukaan. Menurut Mucciarelli et al, 2008.:

1.3 Nilai Kerentanan (Kg) Pengukuran dalam Metode Mikroseismik dilakukan untuk berbagai tujuan. Salah satunya yaitu untuk mikrozonasi. Pada pengukuran Mikroseismik untuk Mikrozonasi, parameter yang dilihat diantaranya adalah amplifikasi dan indeks Kg. Amplifikasi tanah atau site amplification adalah respon lapisan batuan, dalam hal ini adalah lapisan permukaan terhadap gelombang gempabumi. Amplifikasi menggambarkan besarnya penguatan gelombang pada saat melalui medium tertentu. Penguatan gelombang pada saat melalui suatu medium berbanding lurus dengan perbandingan antara spektral horisontal terhadap spektral vertikal. Sedangkan Indeks Kerentanan Seismik (Kg) menurut Nakamura (1998) dan Huang dan Tseng (2002) bahwa Indeks Kerentanan Tanah (Kg) mengindentifikasikan tingkat kerentanan suatu lapisan tanah yang mengalami deformasi akibat gempa bumi dengan persamaan sebagai berikut:

Dengan Am dan f adalah amplitude (factor amplifikasi) dan frekuensi HVSR. Nilai Kg yang tinggi umumnya ditemukan pada tanah dengan litologi batuan sedimen yang lunak. Nilai yang tinggi ini menggambarkan bahwa daerah tersebut rentan terhadap gempa dan jika terjadi gempa dapat mengalami goncangan yang kuat. Sebaliknya, nilai Kg yang kecil umumnya ditemukan pada tanah dengan litologi batuan penyusun yang kokoh sehingga saat terjadi gempa tidak mengalami banyak goncangan.

1.4 Peak Ground Acceleration (PGA) PGA

merupakan

pengukuran

suatu

parameter

yang

merepresentasikan percepatan getaran gempa di tanah. PGA juga dikenal sebagai design basis earthquake ground motion (DBEGM). Nilai PGA suatu daerah bukanlah termasuk ke dalam pengukuran terhadap besar energi suatu gempa bumi. PGA merupakan pengukuran kuat goncangan tanah suatu daerah. Persamaan PGA yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut: π‘Ž=

π‘Ž1 βˆšπ‘‡πΊ

10π‘Ž2π‘€βˆ’π‘ƒπ‘™π‘œπ‘”10 𝑅+𝑄

π‘Ž4 𝑅 π‘Ž6 𝑄 = π‘Ž5 + 𝑅 𝑃 = π‘Ž3 +

Dimana π‘Ž dalam cm/s2, π‘Ž1 = 5,

π‘Ž2 = 0,61 π‘Ž3 = 1,66 π‘Ž4 = 3,60 π‘Ž5 = 0,167 π‘Ž6 = βˆ’1,83 𝑀 = π‘šπ‘Žπ‘”π‘›π‘–π‘‘π‘’π‘‘π‘’ π‘”π‘’π‘šπ‘π‘Ž (π‘ π‘˜π‘Žπ‘™π‘Ž π‘Ÿπ‘–π‘β„Žπ‘‘π‘’π‘Ÿ) 𝑇𝐺 = πΉπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘šπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘™ π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘–π‘œπ‘‘ 𝑅 = π½π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘˜ π‘’π‘π‘–π‘π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿ

II.

AKUISISI

2.1 Ketentuan Pengukuran

Untuk memperoleh data yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Berikut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran mikroseismik: a. Parameter rekaman : - Penentuan gain (pembesaran) semaksimal mungkin tanpa terjadi saturasi. Penentuan gain yang terlalu besar akan mengakibatkan sinyal ter saturasi. Pastikan pula semua komponen di setting dalam gain yang sama besar. -

Penentuan frekuensi pencuplikan yang terlalu kecil akan mengakibatkan efek aliasing. Gunakan frekuensi pencuplikan minimal empat kali lebih besar dari frekuensi maksimal yang terkandung dalam sinyal seismik. Semakin besar frekuensi sampling akan semakin baik tetapi akan membutuhkan memori penyimpanan yang besar. Frekuensi pencuplikan juga harus disesuaikan dengan instrumen yang digunakan.

-

Durasi rekaman harus memenuhi kriteria pada tabel dibawah.

Sumber Sesame

-

Pastikan sensor dalam keadalan stabil sebelum dilakukan pengukuran.

b. Spasi pengukuran: -

Spasi antar titik disesuaikan dengan luas area yang akan diukur. Untuk daerah yang luas bisa digunakan spasi 500m. Agar data yang diperoleh lebih rapat bisa menggunakan spasi 250 m tetapi akan berakibat jumlah titik yang akan diukur semakin banyak. Hal ini harus disesuaikan dengan waktu yang dimiliki untuk pengukuran.

-

Minimal gunakan tiga titik pengukuran untuk melakukan analisa di suatu tempat.

c. Kopling tanah-sensor -

Untuk mendapatkan kopling yang baik antara tanah dan sensor, sebaiknya di pasang langsung pada tanah.

-

Hindari pengukuran pada tanah lunak, misalnya daerah berlumpur, rawa.

-

Hindari pengukuran pada yanah yang jenuh air misalnya setelah hujan deras.

-

Untuk memperoleh kopling yang bagus dapat digunakan lempeng yang keras misalnya keramik atau paving sebagai alas sensor dan dipasang pada lubang sedalam Β±30 cm.

d. Efek struktur lokal -

Sebisa mungkin hindari pengukuran di dekat struktur yang besar, misalnya gedung dan pohon. Pergerakan struktur tersebut akibat angin akan menimbulkan low frekuensi noise. Tidak ada jarak minimal yang disarankan karena hal tersebut dipengaruhi banyak faktor seperti kecepatan angin, tipe tanah dll.

-

Hindari pengukuran diatas struktur bawah tanah misal jaringan pipa air. Pengukuran diatas struktur bawah tanah akan besar pengaruhnya terhadap rekaman seismiknya khususnya komponen vertikal.

e. Kondisi cuaca

-

Angin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil rekaman. Tidak disarankan untuk melakukan pengukuran saat cuaca berangin.

-

Hindari pengukuran saat hujan deras. Saat hujan ringan masih bisa dilakukan tetapi harus diperhatikan peralatan yang tidak tahan air harus dilindungi.

f. Noise -

Selain faktor di atas yang dapat mempengaruhi hasil rekaman adalah gangguan lokal, misal langkah kaki, kendaraan yang lewat, derau mesin. Walaupun gangguan lokal ini bisa dihindari saat melakukan prosesing data dengan melakukan windowing tetapi sangat dianjurkan untuk menghindari hal tersebut dengan menentukan titik ukur di tempat yang bebas noise.

2.2 Prosedur Akuisisi a. Kondisi lingkungan di titik pengukuran dilihat. b. Apabila lokasi titik ukur berada pada daerah yang dominan noise, lokasi pengukuran digeser hingga noise yang terukur seminimal mungkin. c. Lubang dibuat pada permukaan tanah sedalam Β±30 cm, tatakan (paving block) diletakkan ke dalam lubang. Pastikan kontak paving dan tanah telah baik. d. Sensor diletakkan pada paving blok, arah utara sensor diarahkan arah utara geografis. e. Levelling buble pada sensor dilakukan dengan memutar skrup di bagian bawah sensor. f. Kabel konektor dipasang (sensor-data logger, data logger-laptop). Setelah itu sensor ditutup menggunakan ember. g. Parameter pengukuran diatur sesuai keperluan ( Gain, frekuensi pencuplikan, Durasi rekaman) h. Pastikan respon sensor siap untuk pengukuran dengan dilakukan uji getaran dan lihat hasilnya di layar. i. Mulai rekaman. Menjauh dari sensor dan jangan membuat getaran.

Semua kondisi lapangan di titik pengukuran ditulis pada log book standar yang ada dalam SESAME Guideline book.

III.

PROCESSING

3.1 Ketentuan Dalam Pengolahan HVSR menggunakan GEOPSY Ada dua langkah pemilahan data dalam pengolahan HVSR menggunakan program GEOPSY diantaranya adalah manual dan auto. Maksud dari pengolahan manual disini adalah pemilahan data yang hendak diolah dilakukan secara manual berdasarkan pengamatan langsung terhadap data pengukuran. Sedangkan pengolahan auto adalah pemilahan data dilakukan oleh komputer dengan memasukkan ketentuan-ketentuan atau parameter-parameter pemilahan (STA, LTA, STA/LTA) 3.1.1

Manual Dalam pengolahan secara manual, hal yang perlu diperhatikan

adalah dalam penentuan panjang jendela (length window). Dalam menentukan nilai length window (lw) dapat melihat tabel berikut:

Dimana nc = Iw . nw . f0 untuk Iw (length) dan nw (number of windows) Pada dasarnya penentuan length window dapat ditentukan dengan melihat hubungannya dengan frekuensi seperti pada persamaan berikut 𝑙𝑀 =

10 𝑓0

Dari persamaan di atas menjelaskan bahwa dalam penentuan length window bergantung pada kebutuhan target frekuensi terendah yang ingin dicapai. Jika menggunakan length window 10 maka batas frekuensi terendah yang dapat dipercaya adalah 1 Hz. Hal ini tentunya juga melihat pada spesifikasi sensor yang digunakan. Jika sensor memiliki nilai frekuensi natural sebesar 1 Hz menandakan pula bahwa batas frekuensi terendah yang dapat dipercaya adalah 1 Hz. Untuk itu gunakan length window dengan frekuensi minimum yang didapatkan adalah 1 Hz. 3.1.2

Auto Berdasarkan pada Sesame: Guidelines For The Implementation

of The H/V Spectral Ratio Technique on Ambient Vibration, untuk pengolahan secara otomatis hal yang perlu diperhatikan adalah -

STA (Short Term Average) : Rata-rata nilai amplitudo dalam rentang waktu yang sempit (umumnya 0.5 – 2 s)

-

LTA (Long Term Average) : Rata-rata nilai amplitudo dalam rentang waktu yang lama (umumnya beberapa puluh detik)

-

rentang nilai STA/LTA : batas minimum dan maksimum dari nilai ini digunakan komputer sebagai parameter pemilahan sinyal ambient dalam data rekaman (umumnya 1.5 – 2).

3.2 Langkah Pengolahan 3.2.1

Mengubah Data Rekaman Ke Dalam Bentuk ASCII 1.

Data akuisisi dibuka di software WINDAQ.

2.

Pada software WINDAQ, klik β€˜save as’ lalu pilih ekstensi spreadsheet (.csv).

3.

Data dalam bentuk .csv dibuka di Microsoft Excel, setelah itu dipindahkan kedalam Notepad untuk disave dalam bentuk .txt. 3 kolom tersebut merupakan data komponen Z, N, dan E secara berurutan dari kiri ke kanan. 1 data .txt hanya untuk menyimpan 1 kolom komponen tersebut, sehingga nantinya kaan dihasilkan 3 data .txt.

4.2.2

Pengolahan HVSR Menggunakan Geopsy 1.

Data .txt tersebut diimport ke software Geopsy dengan cara membuka software Geopsy, lalu pada toolbar File, klik Import dan pilih data-datanya.

2.

Nama komponen dan frekuensi sampling tiap data diubah dengan cara mengklik toolbar edit lalu menguncheck pilihan β€˜Lock table edition’, kemudian klik icon β€˜Table’. Setelah itu data pada window Files di-drag ke dalam Table. Nama komponen disesuaikan dengan nama data akuisisi. Frekuensi sampling diisi 100 Hz semua.

3.

Semua data pada Table di-drag dan dipindahkan ke icon β€˜Graphic’.

4.

Data seismogram dibawa ke baseline dengan cara mengklik toolbar Waveform >> Subtract.

5.

Spectral analysis H/V dilakukan dengan cara klik toolbar Tools >> H/V. Pada H/V analysis time menu – General, diatur window length dan time windows data.

6.

7.

Pada H/V analysis time menu – Raw Signal, diatur pilih β€˜anti-triggering on raw signal’.

8.

Pada H/V analysis time menu – Filter, diatur parameter filter dan diatur parameter STA/LTA.

9.

Pada H/V processing menu, diatur parameter smoothing dan metode processing komponen horizontal.

10.

Pada H/V analysis ouput menu, diatur output dari frekuensi sampling.

11.

Klik β€˜Start’ untuk menghasilkan H/V spectral output.

12.

Dari hasil pengolahan HVSR di atas, tentukan peak pada gravik H/V kemudian dicatat nilai f0 dan A0 nya.

3.3 Ketentuan Hasil Pengolahan

Sebelum melakukan interpretasi, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dari kurva H/V antara lain: i)

Jika peak dari grafik H/V terlihat jelas, pastikan nilai frekuensi dominannya (f0) memenuhi syarat: 𝒇0 =

ii)

𝟏𝟎 𝑙𝑀

Pastikan nilai dari number of cycles (nc) lebih dari 200; Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang berkualitas, batas minimum dari nc dinaikkan hingga 400 jika didapatkan frekuensi dominan yang rendah, dan untuk frekuensi tinggi sekitar 800 – lebih dari 1000.

iii)

Bila didapatkan nilai deviasi standar yang tinggi pada peak dari kurva H/V, sering diakibatkan oleh adanya gangguan ketika pengukuran. Untuk itu pastikan nilai dari deviasi standar ΟƒA(f) lebih kecil dari 2 (untuk f0 > 0.5 Hz) dan 3 (untuk f0 < 0.5 Hz) dalam batas frekuensi 0.5f0 hingga 2f0

Sebagai tambahan yang harus diperhatikan adalah nilai amplitud dari peak kurva H/V. Jika nilai tersebut berada pada klasifikasi A0 < 0.1 atau A0 > 10 dengan range frekensi yang lebar (lebih dari 4 kali f0), dapat dimungkinkan bahwa sensor yang digunakan tidak dalam kondisi baik atau sinyal ambient yang diolah memiliki sumber yang sangat dekat. Dalam hal ini harus diadakan pengukuran ulang.

3.4 Identifikasi Kurva H/V

4.3.1

Clear Peak Terdapat beberapa kriteria suatu peak pada kurva HVSR dapat

dikategorikan sebagai clear peak diantaranya sebagai berikut: Dari segi nilai amplitudo: -

Terdapat satu frekuensi (f-) dengan nilai antara f0/4 – f0 yang memiliki nilai A0/AH/V(f-) > 2

-

Terdapat frekuensi lain (f+) dengan nilai antara f0 – 4.f0 yang memiliki nilai A0/AH/V(f+) > 2

-

A0 > 2 Dari segi stabilitas peak:

-

Peak dari kurva deviasi standar harus berada pada frekuensi yang sama atau masih dalam batas toleransi 5% (SESAME).

-

Nilai Οƒf lebih rendah dari batas nilai ambang Ξ΅(f) (threshold), dapat dilihat pada tabel di bawah.

-

Nilai ΟƒA (f0) lebih rendah dari batas nilai ambang ΞΈ(f), dapat dilihat pada tabel di bawah.

(sumber: SESAME)

Jika 5 dari 6 kriteria terpenuhi, maka nilai f0 yang didapatkan dapat dikatakan sebagai frekuensi dominan di area tempat dilakukannya pengukuran. Sebagai tambahan jika peak memiliki nilai amplitudo A0 lebih besar dari 4 hingga 5, kemungkinan besar terdapat perbedaan kecepatan yang besar antara lapisan lapuk dengan bedrock di bawah permukaan.

Gambar di atas merupakan salah satu contoh kurva H/V yang memenuhi kriteria clear peak.

IV.

INTERPRETASI

Terdapat beberapa interpretasi bentuk kurva H/V dan hubungannya terhadap karakteristik geologi lokal, diantaranya: 4.1 Clear Peak Jika pada titik pengukuran tidak dekat dengan kegiatan industri yang dapat menghasilkan sinyal ambient (aktivitas mesin seperti turbin, generator dan lain-lain), maka dapat dikatakan nilai f0 yang didapatkan menginterpretasikan frekuensi dominan di area tersebut. Ukuran jarak dari aktivitas industri adalah dapat terlihat beberapa kilometer dari titik pengukuran (SESAME). Clear Peak dapat dilihat pada gambar berikut.

Namun jika data pengukuran dipengaruhi oleh sinyal ambient dari aktivitas industri, maka dari hasil pengolahan akan menghasilkan kurva H/V dengan peak yang tajam. Dapat pula diamati dari pengolahan masingmasing window ketiga komponen. Jika tampak peak yang tajam, maka 95% data tersebut terpengaruh oleh aktivitas industri dan tidak disarankan untuk diinterpretasi nilainya. Berikut merupakan salah satu contoh sharp peak akibat aktivitas industri.

Untuk melihat pengaruh dari aktivitas industri dapat pula dengan menggunakan smoothing ketika pengolahan dan dilihat respon kurva H/V. Jika semakin besar smoothing yang digunakan, maka akan menampilkan kurva sharp peak yang semakin jelas.

4.2 Two Clear Peak (f1>f0) Jika dari hasil pengolahan didapatkan dua Clear Peak yang samasama memenuhi persyaratan yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya: -

surface velocity yang rendah

-

bedrock yang sangat keras dan dalam

-

terdapat kontras impedansi yang besar antara dua lapisan (minimal sekitar 4)

-

dapat pula disebabkan salah satu dari peak nya merupakan pengaruh dari aktivitas industri.

4.3 Unclear Low Frequency Peak (f0 < 1 Hz)

Jika didapatkan peak frekuensi rendah yang tidak jelas (dapat dilihat gambar di bawah pada subbab ini) langkah yang paling aman untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi pada titik pengukuran ini adalah dengan melakukan interpretasi secara kuantitatif terhadap titik pengukuran lain. Atau bila memungkinkan dilakukan pengukuran ulang pada kondisi cuaca yang tenang atau pada malam hari dimana aktivitas manusia yang tidak begitu tinggi. Kasus ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: -

Daerah tersebut memiliki frekuensi dominan yang rendah dan kontras impedansi dengan lapisan di bawahnya yang rendah (kurang dari 4)

-

Pengaruh dari angin ketika pengukuran, khususnya pada kondisi pengukuran yang tidak optimal (dekat dengan pohon atau bangunan)

-

Pengukuran dilakukan ketika ada gangguan metorologi.

-

Soil-Sensor Coupling yang buruk. Sebagai contoh pengukuran dilakukan di tanah yang lunak (akibat hujan), atau pengukuran dilakukan di atas rumput, atau dapat juga lempeng yang digunakan untuk tatakan dari sensor yang buruk.

-

Sumber getaran ambient (contoh: mesin truk berat yang sedang dalam kondisi menyala) yang berada pada jarak yang dekat hingga sedang (beberapa ratus meter).

4.4 Broad Peak Pada kondisi ini dapat disebabkan adanya slope antara lapisan lunak dengan lapisan yang lebih keras di bawah permukaan. Jika dapat dilakukan pengukuran di area yang sama, maka lakukan pengukuran ulang di sekitar area tersebut, kemudian diolah. Jika ketentuan-ketentuan berikut terpenuhi, maka dapat dikatakan terdapat variasi struktur bawah tanah yang signifikan secara lateral. -

Didapatkan kurva H/V yang clear peak.

-

Didapatkan variasi frekuensi dari satu titik pengukuran tersebut dengan titik lainnya. Namun variasi frekuensi masih dalam batas broad peak. Hal ini umum dijumpai pada pengukuran di daerah lembah.

4.5 Flat H/V curve Kondisi ini terjadi jika nilai H/V berada disekitar 0.5 – 2 tanpa adanya peak. Hal ini dapat disebabkan oleh struktur bawah tanah yang tidak memiliki kontras impedansi. Salah satu contoh dapat pula dilihat pada hasil pengukuran mikroseismik di Tehran – ABM site (SESAME) seperti gambar berikut.

ABM site memiliki karakteristik tanah yang kaku (endapan pasir kasar) yang terletak di atas suatu bedrock yang tidak diketahui kedalamannya. Setelah mendapatkan parameter-parameter dari hasil pengolahan HVSR yaitu frekuensi natural dan amplifikasi, interpretasi secara area dilakukan secara kualitatif terhadap persebaran nilai dari parameter tersebut.

More Documents from "Damsiar"