Buku Perencanaan Teknik Jembatan

  • Uploaded by: kartika
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Perencanaan Teknik Jembatan as PDF for free.

More details

  • Words: 32,517
  • Pages: 198
Loading documents preview...
PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDRAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA TEKNIK

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat yang maha kuasa, karena atas berkah dan rahmat Nya Buku Ajar Perencanaan Jembatan ini dapat tersusun. Buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan dasar dasar pengetahuan kepada perencana dan pelaksana bangunan jembatan, dengan harapan hasil rancang bangun dan pelaksanaan di lapangan dapat memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan infrastruktur jembatan Pada buku

ini disajikan secara berurutan dari konsep desain, dasar perencanaan,

struktur atas jembatan, struktur bawah jembatan, fondasi jembatan dan bangunan pelengkap. Isi buku juga memuat contoh soal dan permasalahan yang mungkin timbul di lapangan, dengan harapan buku ini dapat memberikan tuntunan bagi perancang dan pelaksana jembatan agar dapat melaksanakan pekerjaan perancangan jembatan satu paket lengkap termasuk fondasinya. Dengan tersusunnya buku ini, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang berperan aktif dalam membantu terlaksananya penyusunan buku. Sebagai akhir kata, kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi upaya rekayasa teknik dalam pembangunan jembatan .

Jakarta, Juni 2010

Danis H. Sumadilaga Direktur Bina Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga

iii

PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN TIM PENYUSUN: P e n a s e h a t: Ir. Danis H. Sumadilaga, M. Eng. Sc.

P e n a n g g u n g J a w a b: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc.

K o n t r i b u t o r: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc. Ir. Drs. Andi Indiarto, MT. Anis Rosyidah S, ST. MT. Monang Saut Reynold P, ST. MT. Asep Hilmansyah, ST. MT. DR. Ir. Sudaryono, MM.

iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................... .................... ii TIM PENYUSUN.......................................................................................... .......................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................... .................................. iv I . PENDAHULUAN.......................................................................................... .................... 1 II. KRITERIA DESAIN JEMBATAN………………………………….. .............................. 3 2.1 Pokok-pokok Perencanaan………………………………….. ...................................... 3 2.2 Rujukan Perencanaan………………………………….. .............................................. 4 2.3 Parameter Perencanaan………………………………….. ........................................... 5 2.4 Tahapan Perencanaan Jembatan………………………………….. ............................ 18 III.PEMBEBANAN JEMBATAN………………………………….. .................................... 24 3.1 Aksi Beban Tetap………………………………….. .................................................. 24 3.2 Beban Lalu Lintas………………………………….. ................................................. 31 3.3 Aksi Lingkungan………………………………….. ................................................... 46 3.4 Aksi-Aksi Lainnya………………………………….. ................................................ 65 3.5 Kombinasi Beban………………………………….. .................................................. 67 IV.STRUKTUR ATAS JEMBATAN…………………………………................................. 75 4.1 Umum…………………………………...................................................................... 75 4.2 Konsep Desain………………………………….. ...................................................... 81 4.3 Perhitungan Struktur Atas Jembatan………………………………….. ..................... 82 V.STRUKTUR BAWAH JEMBATAN………………………………….. ......................... 115 5.1 Umum………………………………….................................................................... 115 5.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 126 5.3 Perhitungan Struktur Bawah Jembatan………………………………….. ............... 127 VI. PONDASI JEMBATAN………………………………….. ........................................... 149 6.1 Umum………………………………….................................................................... 149 6.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 171 6.4 Perhitungan Struktur Pondasi…………………………………................................ 175 VII. BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN………………………………….............. 185 7.1 Trotoar dan Sandaran Jembatan ………………………………….. ......................... 185 7.2 Bearing………………………………….. ................................................................ 185 7.3 Expansion joint………………………………….. ................................................... 188 7.4 Fender Jembatan………………………………….................................................... 190 7.5 Slope Protection………………………………….. .................................................. 192

1

BAB I PENDAHULUAN

Jembatan adalah prasarana lalu-lintas yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai, lembah, laut, danau ataupun bangunan lain dibawahnya. Ada sekitar 95.000 buah jembatan (ekivalen 1220 km) di Indonesia antara lain 60.000 jembatan (550 km) di jalan kabupaten, perdesaan & perkotaan serta 35.000 jembatan (670 km) di ruas jalan nasional & provinsi dengan jenis jembatan dan panjang yang bervariasi.

Gambar A.1 Distribusi jembatan berdasarkan bentang jembatan dan jenis jembatan

Kebijakan pemerintah dalam upaya mempercepat program pembangunan prasarana transportasi darat khususnya jembatan diarahkan pada standarisasi bangunan atas, baik dengan cara menyediakan stok komponen bentang standar maupun penyediaan standar konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat lapangan. Teknologi pembangunan jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun mulai dari peraturan perencanaan, teknologi bahan (beton, baja, kabel), teknologi perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai teknologi rehabilitasi. Sehingga penguasaan teknologi jembatan tersebut mutlak dibutuhkan untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau sederhana maupun jembatan dengan teknologi khusus, demikian juga untuk pembangunan jembatan di daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan lalu-lintas yang harus tetap operasional. Jembatan terbagi menjadi 3 bagian utama struktur, yaitu struktur atas (superstruktur) dan struktur bawah (substruktur) dan pondasi jembatan. Bangunan atas dan bangunan bawah saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan meneruskannya ke tanah dasar melalui fondasi. Di samping struktur utama tersebut, terdapat bangunan lainnya Bagian–bagian superstruktur terdiri dari perletakan sampai ke bagian atas struktur jembatan seperti rangka, gelagar, lantai. Superstruktur adalah bagian dari jembatan yang langsung

2

berhubungan dengan beban yang bekerja di atasnya yaitu kendaraan yang melewatinya. Sedangkan bagian–bagian dari substruktur adalah mulai dari perletakan ke bagian bawah jembatan yaitu kepala dan pilar jembatan yang ditahan oleh fondasi. Bagian–bagian tersebut adalah bagian–bagian yang langsung berhubungan dengan tanah dasar sebagai penerus gaya– gaya yang bekerja pada jembatan. Untuk mendapatkan struktur jembatan yang aman, sebelum di lakukan pembangunan jembatan perlu di lalui proses perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, ekonomis dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencananya. Perencanaan jembatan harus mengacu pada teori-teori yang relevan, kajian dan penelitian yang memadai serta aturan / tata cara yang berlaku di Indonesia, termasuk aturan pembebanan, bahan jembatan, fondasi dan beban gempa yang diperhitungkan terhadap jembatan. Perencanaan struktur atas meliputi pemilihan tipe struktur atas, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah proses perencanaan teknis, telah tersedia standar struktur atas untuk bentang jembatan lebih kecil dari 60 meter. Dengan adanya standar tersebut, perhitungan teknis tidaklah dibutuhkan. Sedangkan pada jembatan yang belum ada standarnya (lebih besar 60 meter) haruslah dilakukan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beban-beban dari struktur atas kemudian diteruskan ke struktur bawah. Perencanaan struktur bawah meliputi pemilihan tipe kepala jembatan dan pilar, proses perencanaan dan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk juga beban gempa. Perencanaan pondasi meliputi pemilihan tipe pondasi yang sesuai dengan karakteristik beban dan tanah untuk mendapatkan daya dukung yang dipersyaratkan. Pada pondasi kriteria keamanan ditentukan dari daya dukung, untuk pondasi dangkal di samping daya dukung juga dibutuhkan tinjauan terhadap stabilitas pondasi termasuk juga metode mengantisipasi dan mencegah gerusan. Di samping struktur utama tersebut di atas, terdapat bangunan pelengkap lainnya yang berfungsi menunjang operasional jembatan antara lain sandaran dan trotoar, fender, slope protection, rambu lalu lintas dan lainnya.

3

BAB II KRITERIA DESAIN JEMBATAN

2.1

Pokok-Pokok Perencanaan

Suatu jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria– kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan : •

Kekuatan dan Stabilitas Struktur Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS-keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai bebanbeban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana.



Kenyamanan dan Keamanan Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS-keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak diperiksa untuk beban ULS, tetapi untuk beban SLS yang lebih kecil dan lebih sering terjadi

dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5%

kemungkinan terlampaui dalam satu tahun. •

Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan) Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin.



Ekonomis Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi.

4



Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan



Keawetan dan kelayanan jangka panjang. Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan dalam lingkungan laut agresif garam yang dekat pantai.



Estetika Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.

2.2

Rujukan Perencanaan

Perencanaan jembatan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Rujukan terhadap perencanaan yang berlaku : A. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu pada : -

Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS’92 dengan revisi pada : 1) Bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005) 2) Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004) 3) Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005

-

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-28831992)

B. Perencanaan Jalan Pendekat dan oprit harus mengacu kepada : 1) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003) 2) Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku C. Untuk perhitungan dan analisa harga satuan pekerjaan mengikuti Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. D. Dalam merencanakan teknik Prosedur Operasional Standar (POS) bidang jembatan yang harus diikuti adalah : 1) POS Penyusunan Kerangka Acuan Kerja 2) POS Survey Pendahuluan

5

3) POS Survey Lalu Lintas 4) POS Survey Geodesi 5) POS Survey Geoteknik 6) POS Survey Hidrologi 7) POS Perencanaan Teknis Jembatan 8) PSO Penyampaian DED Perencanaan Teknis 9) POS Sistematika Laporan 10) POS Penyelenggaraan Jembatan Khusus E. Pedoman Teknis Penjabaran RKL atau UKL dan untuk penerapan pertimbangan lingkungan agar mengaci pada dokumen RKL atau UKL dan SOP F. Ketentuan-ketentuan lain yang relevan bila tercakup dalam ketentuan-ketentuan di atas harus mendapat persetujuan pemberi tugas.

2.3

Parameter Perencanaan

Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak jembatan, material.

Gambar B.1. Potongan memanjang jembatan

A. Umum -

Umur Rencana Jembatan Umur rencana jembatan estándar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Umur rencana untuk jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana dipengaruhi

oleh

material/bahan

jembatan

dan

aksi

lingkungan

yang

mempengaruhi jembatan. Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus

6

direncanakan untuk aksi yang mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan

Pr umur = 1 + (rencana 1 − R1 ) periode ulang adalah: antara D

Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali selama umur rencana jembatan D = Umur rencana ( th. ) R = Periode ulang dari aksi ( th. )

Tabel B.1. Hubungan antara periode ulang dengan umur rencana

-

Pereode ulang (tahun)

Umur rencana (tahun)

Keadaan Batas Layan

1

50

20

1000

2

100

20

2000

No

Keadaan Batas Ultimate

Pembebanan jembatan Pembebanan jembatan sesuai SK.SNI T-02-2005 menggunakan BM 100.

-

Geometrik Lebar jembatan ditentukan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang lewat setiap jam, makin ramai kendaraan yang lewat maka diperlukan lebar jembatan lebih besar. Tabel B.2. Penentuan Lebar Jembatan LHR

Lebar jembatan (m)

Jumlah lajur

LHR < 2.000

3,5 – 4,5

1

2.000 < LHR < 3.000

4,5 – 6,0

2

3.000 < LHR < 8.000

6,0 – 7,0

2

8.000 < LHR < 20.000

7,0 – 14,0

4

LHR > 20.000

> 14,0

>4

Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai jembatan ditentukan sebagai berikut: a) Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1+7+ 1 meter b) Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter c) Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan. d) Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n ( 2,75 ~ 3,50 )m, dimana n = jumlah lajur lalu lintas.

7

-

Superelevasi/kemiringan Lantai Jembatan Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%. Kemiringan memanjang jembatan adalah tanjakan atau turunan pada saat melalui jembatan. Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut disyaratkan sebagai berikut: Perbandingan 1:30 untuk kecepatan kendaraan > 90 km/jam Perbandingan 1:20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90 km/jam Perbandingan 1:10 untuk kecepatan kendaraan < 60 km/jam Jembatan pada ruas jalan nasional dengan kemiringan memanjang jembatan maksimum adalah 1:20 atau 5%. Ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa semakin besar kecepatan kendaraan, maka semakin landai pula tanjakan atau turunan yang diberikan pada jembatan. Hal ini memang diberikan dengan tujuan agar pada saat kendaraan akan masuk ke badan Jembatan kendaraan tersebut tidak "jumping", yang secara otomatis akan memberikan beban kejut tumbukan vertikal pada struktur jembatan. Struktur Jembatan tidak diperhitungkan terhadap beban tumbukan akibat jumping kendaraan. Jembatan hanya diperhitungkan menahan beban kejut kendaraan yang melaju.

-

Ruang Bebas Vertikal dan Horizontal Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya struktur atas jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau benda yang lewat di bawah jembatan. Clearance (ruang bebas) vertikal diukur dari permukaan air banjir sampai batas paling bawah struktur atas jembatan. Besarnya clearance bervariasi, tergantung dari jenis sungai dan benda yang ada di bawah jembatan. Nilai ruang bebas di bawah jembatan ditentukan sebagai berikut: C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan . C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya. C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang. C ≥ 15 m; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk alur pelayaran. jenis sungainya, jalan : 5 m, laut 15 m ). Horizontal clearance ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal ditentukan US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah

8



2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau



2 kali lebih besar dari lebar channel

Gambar B.3. Clearance pada jembatan diatas selat / laut / sungai yang dilewati kapal

Gambar B.4. Clearance pada jembatan layang

-

Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan Pemberian syarat bidang datar dari permukaan jalan yang menghubungkan antara jalan dengan jembatan dilakukan untuk meredam energi akibat tumbukan dari kendaraan yang akan melewati jembatan. Bila hal ini tidak diberikan, dikhawatirkan akan berakibat pada rusaknya struktur secara perlahan – lahan akibat dari tumbukan kendaraan – kendaraan terutama kendaraan berat seperti truk atau kendaraan berat lainnya. Energi kejut yang diberikan pada strukur akan meruntuhkan struktur atas, seperti gelagar dan juga lantai kendaraan. Tentu saja untuk menguranginya maka diberikan jarak berupa jalan yang datar mulai dari kepala jembatan sejauh minimum 5 meter ke arah jalan yang di beri struktur pelat injak untuk pembebanan peralihan dari jalan ke jembatan.

9

Gambar B.5. Potongan melintang jembatan

Untuk melindungi agar kendaraan yang lewat jembatan dalam keadaan aman, baik bagian kendaraan maupun barang bawaannya, maka tinggi bidang kendaraan ditentukan sebesar minimum 5 m yang diukur dari lantai jembatan sampai bagian bawah balok pengaku rangka bagian atas ( Top lateral bracing ) -

Lokasi dan Tata letak Jembatan. Lokasi jembatan menghindarkan tikungan di atas jembatan dan oprit. Peletakan jembatan dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan a) Teknik (aliran sungai, keadaan tanah) •

Aliran air dan alur sungai yang stabil (tidak berpindah-pindah)



Tidak pada belokan sungai



Tegak lurus terhadap sungai



Bentang terpendek (lebar sungai terkecil)

b) Sosial (tingkat kebutuhan lalulintas) c) Estetika (keindahan) Untuk kebutuhan estetikapada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.

10

Jembatan Jembatan

Bentang pendek

Bentang panjang

Gambar B.6. Sungai dan penampang sungai

Pada daerah transisi atau daerah perbatasan antara bukit dengan lembah aliran sungai biasanya berkelok-kelok, karena terjadinya perubahan kecepatan air dari tinggi ke rendah, ini mengakibatkan bentuk sungai berkelok-kelok dan sering terjadi perpindahan alur sungai jika banjir datang. Untuk itu penempatan jembatan sedapat mungkin tidak pada aliran air yang seperti ini, karena jembatan akan cepat rusak jika dinding sungai terkikis air banjir, dan jembatan menjadi tidak berfungsi jika aliran air sungai berpindah akibat banjir tersebut. Pada dasarnya, penentuan letak jembatan sedapat mungkin tidak pada belokan jika bagian bawah dari jembatan tersebut terdapat aliran air. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi scouring (penggerusan) pada kepala jembatan, namun jika terpaksa dibuat pada bagian belokan sungai maka harus di bangun bangunan pengaman yang dapat berupa perbaikan dindin sungai dan perbaikan dasar sungai pada bagian yang mengalami scouring (penggerusan). Penempatan

jembatan

diusahakan

tegak

lurus

terhadap

sungai,

untuk

mendapatkan bentang yang terpendek dengan posisi kepala jembatan dan pilar yang sejajar terhadap aliran air. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gerusan pada pilar, yang akan mempengaruhi kinerja pilar jembatan. Bila scouring telah terjadi dikhawatirkan pilar yang seharusnya menopang struktur atas jembatan akan rusak sehingga secara otomatis akan merusak struktur jembatan secara keseluruhan.

11

Agar pembuatan jembatan lebih ekonomis, diusahakan mencari bentang yang terpendek diantara beberapa penampang sungai. Karakteristik lokasi jembatan yang ideal adalah: 1.

Secara geologis lokasi pondasi untuk kepala jembatan dan pilar harus baik. Dibawah pengaruh pembebanan, permukaan tanah yang mendukung harus bebas dari faktor geseran (slip) dan gelinding (slide). Pada kedalaman yang tidak terlalu besar dari dasar sungai terdapat lapisan batu atau lapisan keras lainnya yang tidak erosif, dan aman terhadap gerusan air sungai yang akan terjadi.

2.

Batasan sungai pada lokasi jembatan harus jelas, jembatan diusahakan melintasi sungai secara tegak lurus.

3.

Bagian punggung atau pinggir harus cukup kuat, permanen dan cukup tinggi terhadap permukaan air banjir.

4.

Untuk mendapatkan suatu harga fondasi yang rendah, usahakan mengerjakan pekerjaan fondasi tidak di dalam air, sebab pekerjaan fondasi dalam air mahal dan sulit.

-

Penentuan bentang Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan. L

Gambar B.7. Potongan memanjang jembatan

Ada 2 cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir. Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan membawa hanyutan – hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan, atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya tidak membawa hanyutan – hanyutan besar dari banjir. Material – material yang dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun

12

ukurannya sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan sungai yang bukan limpasan banjir. Kepala jembatan L Muka Air Banjir

a b

L=

a+b 2

Untuk Kondisi: - Bukan sungai limpasan banjir - Air banjir tidak membawa hanyutan

Kepala jembatan L Muka Air Banjir

a b Gambar 8 : Bentang jembatan

L=b

Untuk Kondisi: • sungai limpasan banjir • Air banjir membawa hanyutan

Dimana : L = Bentang jembatan a = Lebar dasar sungai b = Lebar permukaan air banjir -

Material a. Beton Lantai jembatan dan elemen struktural bangunan atas lainnya menggunakan mutu beton minimal K-350, untuk bangunan bawah adalah K-250 termasuk isian tiang pancang. b. Baja tulangan Baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk D<13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk D≥13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.

13

B. Perencanaan Bangunan Atas -

Pemilihan Bangunan Atas Sebelum pembuatan jembatan perlu dilakukan perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibanguan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak boros dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencana. Perencanaan jembatan perlu mempertimbangkan faktor ekonomis. Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan tipe struktur utama dan jenis material yang optimum.

Gambar B.8 Penentuan Tipe Jembatan Berdasarkan Bentang Jembatan

Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan aas jembatan standar Bina Marga seperti : ƒ

Box culvert (single, double, triple) bentang1 s/d 10 m

ƒ

Voided Slab, bentang 6 s/d 16m.

ƒ

Gelagar Beton Bertulang Tipe T, bentang 6 s/d 25 m

ƒ

Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, bentang 16 s/d 40 m

ƒ

Gelagar Komposit Tipe I dan Box Bentang 20 s/d 40m.

ƒ

Rangka Baja Bentang 40 s.d 60m.

14

-

Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak elampaui batas yang diizinkan yaitu simple beam
C. Perencanaan Bangunan Bawah Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu abutment (kepala jembatan) dan pilar. -

Pemilihan Bangunan Bawah Pemilihan bangunan bawah dipengaruhi oleh hal-hal berikut : •

Memiliki dimensi yang ekonomis



Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat :gerusan arus air, penurunan tanah, longsoran lokal dan global.



Kuat menahan beban berat struktur atas , beban lalu lintas ,beban angin dan beban gempa.



Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe bangunan bawah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

15

JENIS PANGKAL PANGKAL TEMBOK PENAHAN GRAVITASI

0

TINGGI TIPIKAL (m) 10 20

34

PANGKAL TEMBOK PENAHAN KANTILEVER

8

Optional Tie-Back

PANGKAL TEMBOK PENAHAN KONTRAFORT

6

8

PANGKAL KOLOM ‘SPILLTHROUGH’

PANGKAL BALOK CAP TIANG SEDERHANA

PANGKAL TANAH BERTULANG

5

Gambar B.9. Tipikal jenis kepala jembatan

15

30

16

JENIS PILAR

0

TINGGI TIPIKAL (m) 10 20

30

PILAR BALOK CAPTIANG SEDERHANA dua baris tiang adalah umumnya minimal

PILAR KOLOM TUNGGAL

5

15

dianjurkan kolom sirkular pada aliran arus

PILAR TEMBOK

5

25

ujung bundar dan alinemen tembok sesuai arah aliran membantu mengurangi gaya aliran dan gerusan lokal PILAR PORTAL SATU TINGKAT (KOLOM GANDA ATAU MAJEMUK) dianjurkan kolom sirkular pada aliaran arus

5

15

pemisahan kolom dengan 2D atau lebih membantu kelancaran aliran arus

PILAR PORTAL DUA TINGKAT

15

25

PILAR TEMBOK – PENAMPANG I penampang ini mempunyai karateristik tidak baik terhadap aliran arus dan dianjurkan untuk penggunaan di darat

25

Gambar B.10. Tipikal jenis pilar jembatan

-

Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan bangunan bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS) b) Struktur bangunan bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30 mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif)

17

D. Perencanaan pondasi jembatan -

Pemilihan Pondasi Bentuk fondasi yang tepat untuk mendukung struktur bawah jembatan harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas jembatan yang ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah kerasnya. Pemilihan pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut : •

Disarankan tidak menggunakan fondasi langsung pada daerah dengan gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan fondasi terhadap scouring.



Hindari peletakkan fondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global, jika kepala jembatan atau pilar jembatan

harus diletakkan pada lereng

sungai. •

Hindari penyebaran gaya dari fondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing sungai.



Gunakan fondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar jembatan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe fondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Tabel B.3. Pemilihan bentuk fondasi Tiang Bored

Tiang Pancang Pondasi Langsung

Sumuran

Baja Tiang H

Baja Tiang Pipa

Diameter Nominal (mm)

-

3000

100 x 100 sampai 400 x 400

300 sampai 600

Kedalaman Maksimum (m)

5

15

tidak terbatas

0.3 sampai 3

7 sampai 9

20000 +

-

Butir

Kedalaman Optimum (m) Beban Maksimum ULS (kN) untuk keadaan biasa Variasi Optimum beban ULS (kN)

Tiang Beton Bertulang Pracetak 300 sampai 600

Tiang Beton Pratekan Pracetak

Beton bertulang

400 sampai 600

800 sampai 1200

tidak terbatas

30

60

60

7 sampai 40

7 sampai 40

12 sampai 15

18 sampai 30

18 sampai 30

20000 +

3750

3000

2400

3200

6000

-

500 sampai 1500

600 sampai 1500

500 sampai 1000

500 sampai 5000

500 sampai 7000

18

-

Acuan Perencanaan Teknis a) Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD) b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing =2,5 ~ 3 dan SF Friction =3~ 5 c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk fondasi Sumuran dangkal dan fondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5~3, SF Geser = 1,5 ~ 2 dan SF Guling = 1,5 ~ 2

E. Perencanaan Jalan Pendekat -

-

Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut: a. H kritis

= (c.Nc + γ.D.Nq)/γ

b. H izin

= H kritis/ SF, di mana SF = 3.

Bila tinggi timbunan melebihi H izin, harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah dasar yang ada.

2.4

Tahapan Perencanaan Jembatan.

Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain di atas, maka desain jembatan harus mengikuti proses desain sebagai berikut: 1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data dasar perencanaan dan untuk mengetahui letak jembatan. 2. Membuat pradesain/ rancangan awal berdasarkan hasil survey pendahuluan 3. Melalukan pengkajian hasil pradesain, dan jika perlu melakukan survey kembali untuk memastikan: c. d. e. f.

Lebar dan Bentang jembatan. Perlu tidaknya pilar. Letak kepala jembatan Posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan – beban lain/khusus yang mungkin bekerja pada jembatan h. Metoda konstruksi yang akan digunakan 4. Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan 5. Menentukan beban – beban yang bekerja pada jembatan 6. Melakukan perhitungan analisa struktur 7. Menentukan dimensi tiap elemen jembatan 8. Membuat gambar hasil perencanaan.

19

Gambar B.11. Tahapan proses desain jembatan

20

2.4.1

Perencanaan Struktur Atas 1.

Tahapan Pengumpulan data – data yang diperlukan -

Fungsi jembatan; berhubungan dengan syarat kenyamanan

-

Umur rencana; berhubungan dengan material yang akan digunakan dan bahan pengawetnya

-

Lebar jalan dan klas jalan; lebar jembatan dan pembebanan

-

Jenis jembatan ( viaduk, aquaduk); penentuan clearance ( sungai : tergantung  

-

Bahan yang akan digunakan; berhubungan dengan kesedianaan material

-

Peta situasi; penentuan posisi jembatan terhadap jalan dan sungai

-

Lokasi jembatan ( di kota / di daerah mana ); berhubungan dengan peninjauan gempa

-

Data tanah ; peninjauan gempa dan jenis pondasi

-

Topografi sungai ; penentuan bentang, perlu tidaknya pilar, penentuan letak pilar, penentuan letak kepala jembatan.

-

Jenis sungai ; penentuan letak kepala jembatan, Clearance, perlu tidaknya pilar

2.

-

Muka air banjir / rintangan dibawah jembatan; posisi struktur atas

-

Kecepatan arus air banjir; gaya pada pilar

-

Kecepatan angin; gaya pada struktur atas dan bawah

Pembuatan bentuk / arsitek jembatan -

Penempatan letak jembatan terhadap sungai/rintangan dibawahnya; tegak lurus , terpendek, perlu analisa antara memindahkan sungai, melengkungkan jalan, atau jembatan serong )

-

Penentuan bentang jembatan; perlu analisa mahal mana pembuatan kepala jembatan atau struktur atas

-

Penentuan perlu tidaknya pilar; mahal mana antara pembuatan pilar dengan struktur atas bentang panjang .

-

Penentuan type struktur atas ( Gelagar, box, rangka, kabel, kombinasi rangka atau Gelagar dengan kabel )

-

Penentuan type struktur bawah ; bentuk pilar dan kepala jembatan

21

3.

4.

5.

Pemodelan struktur -

Penentuan type hubungan struktur atas dan bawah ; kaku, sendi, rol

-

Pemodelan hubungan antar elemen pembentuk jembatan ; jepit, sendi

-

Pembuatan model analisa; model mekanika.

Preliminary design ( Pra desain) -

Penentuan ukuran struktur atas dan bawah

-

Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur atas

-

Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur bawah

Analisa struktur

Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dengan pembebanan yang direncanakan. Analisis ini dapat diselesaikan dengan menggunakan software. ƒ

Analisis statik •

Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan)



Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik ekivalen jembatan.

ƒ

Analisis dinamik

Dilakukan untuk jembatan khusus dengan : •

Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada komputer.



Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test di laboratorium uji

ƒ

Analisis pada masa konstruksi •

Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi.

22

2.4.2

Perencanaan Struktur Bawah 1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah. 2. Menentukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan. 5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam. 6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.

SURVEY PENGUMPULAN DATA • Penampang sungai • Permukaan air banjir dan normal EVALUASI DATA PRADESAIN a. Type/model struktur b Lebar jembatan c. Bentang jembatan d. Posisi / letak Pilar/pylon dan kepala jembatan e. Bentuk Pilar/Pylon dan kepala jembatan f. Posisi struktur atas terhadap MAB/HWS/bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan Pilar/Pylon dan dan kepala jembatan PENENTUAN BEBAN-BEBAN YANG BEKERJA • Beban mati dan bean lalu lintas pada struktur atas • Beban angin dan beban gempa pada struktur atas • Beban air dan tumbukan pada Pilar jemabatan

Desain akhir

Perhitungan struktur

Modifikasi

Gambar Gambar E.21. Diagram alir proses desain struktur bawah jembatan

23

2.4.3

Perencanaan Pondasi 1. Menentukan letak /posisi fondasi dibawah rencana kepala jembatan atau pilar, 2. Melakukan penyelidikan tanah pada tempat dimana kepala dan pilar jembatan akan diletakkan. 3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan 4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada fondasi, yang berasal dari aksi kepala dan pilar jembatan . 5. Melakukan perhitungan mekanika untuk mendapatkan gaya-gaya luar dari tekanan tanah, gaya reaksi sebagai daya dukung tanah, dan gaya-gaya dalam pada tubuh pondasi. 6. Menentukan dimensi dan pendetailan penampang berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut. 7. Pengecekan kapasitas pondasi yang didasarkan kepada: 8. Kapasitas fondasi harus proposional sesuai dengan bahan yang di gunakan. 9. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kapasitas tanah. 10. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kestabilan tanah pendukungnya, termasuk keruntuhan akibat gelincir. 11. Kontrol ketahanan fondasi terhadap kemungkinan : geser, guling dan penurunan, jika fondasi tidak didudukkan pada lapisan tanah yang keras,

24  

 

 

BAB III PEMBEBANAN JEMBATAN  

Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada BMS’92 dengan revisi Bagian 2 menggunakan RSNI T-02-2005, meliputi beban rencana permanen (tetap), lalu lintas, beban akibat lingkungan, dan beban pengaruh aksi-aksi lainnya.

3.1.

Aksi dan beban tetap a. Umum 1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam Gambar C. dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan; 2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel C.3; 3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini dan tidak boleh diubah; 4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut;

   

25  

 

 

b. Berat sendiri Tabel C. 2 Faktor beban untuk berat sendiri JANGKA WAKTU

FAKTOR BEBAN Biasa Terkurangi K Baja, aluminium 1,0 1,1 0,9 Tetap Beton pracetak 1,0 1,2 0,85 Beton dicor ditempat 1,0 1,3 0,75 Kayu 1,0 1,4 0,7 Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemenelemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Tabel C. 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ] No. Bahan

   

Berat/Satuan Isi

Kerapatan Masa

(kN/m3)

(kg/m3)

1

Campuran aluminium

26.7

2720

2

Lapisan beraspal

22.0

2240

3

Besi tuang

71.0

7200

4

Timbunan dipadatkan

17.2

1760

5

Kerikil dipadatkan

18.8-22.7

1920-2320

6

Aspal beton

22.0

2240

7

Beton ringan

12.25-19.6

1250-2000

8

Beton

22.0-25.0

2240-2560

9

Beton prategang

25.0-26.0

2560-2640

10

Beton bertulang

23.5-25.5

2400-2600

11

Timbal

111

11 400

12

Lempung lepas

12.5

1280

13

Batu pasangan

23.5

2400

14

Neoprin

11.3

1150

15

Pasir kering

15.7-17.2

1600-1760

16

Pasir basah

18.0-18.8

1840-1920

17

Lumpur lunak

17.2

1760

permukaan

tanah

26  

 

 

18

Baja

77.0

7850

19

Kayu (ringan)

7.8

800

20

Kayu (keras)

11.0

1120

21

Air murni

9.8

1000

22

Air garam

10.0

1025

23

Besi tempa

75.5

7680

c. Beban mati tambahan / utilitas Tabel C. 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan

1) Pengertian dan persyaratan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal. 2) Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian hari.

Lapisan ini harus

ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam Gambar C.. Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana. 3) Sarana lain di jembatan    

27  

 

 

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan.

d. Pengaruh penyusutan dan rangkak Tabel C. 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatanjembatan beton. jembatan.

Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari

Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan

lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang). Pengaruh prategang Tabel C. 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang JANGKA WAKTU Tetap

FAKTOR BEBAN S K PR

1,0

U K PR

1,0 (1,15 pada prapenegangan)

Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu.

Pengaruh sekunder tersebut harus

diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit. Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya. Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:    

28  

 

 

1) Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0; 2) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur. Tekanan tanah Tabel C. 7 Faktor beban akibat tekanan tanah FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU

DESKRIPSI

S KTA

U KTA

Biasa 1,0 Tekanan tanah vertikal Tetap

Tekanan tanah lateral - aktif - pasif - keadaan diam

1,0 1,0 1,0

1,25 (1)

Terkurangi 0,80

1,25 0,80 1,40 0,70 lihat penjelasan

1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah; 2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah; 3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c dan φ; 4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan harga rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh dari harga nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam Tabel C. 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum dalam Pasal ini; 5)

   

Pengaruh air tanah harus diperhitungkan.

29  

 

 

Tabel C. 8 Sifat-sifat untuk tekanan tanah Sifat-sifat Bahan untuk Menghitung Tekanan Tanah ws* = Aktif: (1) φ* = c*

Pasif:

=

ws* = (1)

φ*

=

c*

=

Vertikal: ws* =

Keadaan Batas Ultimit Biasa Terkurangi ws ws tan-1 [(tan φ) ⁄ KφR ]

tan-1 ( KφR tan φ)

K CR c

(3)

c ⁄ K CR

ws

ws

tan-1 [(tan φ) ⁄ KφR ]

tan-1 ( KφR tan φ)

c ⁄ K CR

K CR c

ws

ws

(3)

CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, δ*, harus dihitung dengan cara yang sama seperti φ* R

CATATAN (2) Kφ dan

K CR adalah faktor reduksi kekuatan bahan

CATATAN (3) Nilai φ* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif

6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis (lihat Gambar C. 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol. 7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.

   

30  

 

 

Gambar C. 1 Tambahan beban hidup

Pengaruh tetap pelaksanaan

Tabel C. 9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan uruturutan pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.

   

31  

3.2.

 

 

Beban lalu lintas a. Umum Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T".

Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat digunakan. b. Lajur lalu lintas rencana Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel C. 11. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan. c. Beban lajur “D” Tabel C. 10 Faktor beban akibat beban lajur “D”

Intensitas dari beban “D” 1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar C. 3;

   

32  

 

 

Tabel C. 11 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe Jembatan (1)

Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)

Jumlah Lajur Lalu lintas Rencana (nl)

Satu lajur

4,0 - 5,0

1

Dua arah, tanpa median

5,5 - 8,25 11,3 - 15,0

2 (3) 4

8,25 - 11,25 11,3 - 15,0 15,1 - 18,75 18,8 - 22,5

3 4 5 6

Banyak arah

CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.

2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (1)

⎛ ⎝

L > 30m :q = 9,0 ⎜ 0,5 +

15 ⎞ ⎟ kPa L⎠

(2)

dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 4. Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam Gambar C. 6. 3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.

   

33  

 

 

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar C. 6.

BTR

Gambar C. 2 Beban lajur “D”

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

Panjang dibebani (m)

Gambar C. 3 Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani

Penyebaran beban "D" pada arah melintang Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen

maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah    

34  

 

 

melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % ; 2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel C. 11), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m; 3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 5;

b

nl x 2,75 

Gambar C. 4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang 4)

luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap.

   

35  

 

 

Respon terhadap beban lalu lintas “D“ Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.

   

36  

 

Gambar C. 5 Susunan pembebanan “D”

   

 

37  

 

d. Pembebanan truk "T"

Tabel C. 12 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”

Besarnya pembebanan truk “T” Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar C. 6 Pembebanan truk “T” (500 kN)

   

 

38  

 

 

Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan. Respon terhadap beban lalu lintas “T” Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan: 1) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang

diberikan dalam Tabel C. 13; Tabel C. 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T” Jenis bangunan atas

Jembatan jalur tunggal

Jembatan jalur majemuk

S/4,2 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)

S/3,4 (bila S > 4,3 m lihat Catatan 1)

S/4,0 (bila S > 1,8 m lihat Catatan 1) S/4,8 (bila S > 3,7 m lihat Catatan 1)

S/3,6 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) S/4,2 (bila S > 4,9 m lihat Catatan 1)

Lantai papan kayu

S/2,4

S/2,2

Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih

S/3,3

S/2,7

S/2,6

S/2,4

S/3,6

S/3,0

Pelat lantai beton di atas: ƒ balok baja I atau balok beton pratekan ƒ balok beton bertulang T ƒ balok kayu

Kisi-kisi baja: ƒ kurang dari tebal 100 mm ƒ tebal 100 mm atau lebih

   

39  

  (bila S > 3,6 m lihat Catatan 1)

  (bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)

CATATAN 1

Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.

CATATAN 2

Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor ≥ 0,5.

CATATAN 3

S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).

2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat

digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m; 3) bentang efektif S diambil sebagai berikut: i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S = bentang bersih; ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.

e. Klasifikasi pembebanan lalu lintas Pembebanan lalu lintas yang dikurangi Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen. Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.

   

40  

 

 

Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload) Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT. Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan. f. Faktor beban dinamis 1)

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.

Untuk perencanaan, FBD dinyatakan

sebagai beban statis ekuivalen. 2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit. 3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar C. 8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus: LE =

Lav Lmax

(3)

dengan pengertian :

Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus. 4)

Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung

digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.    

41  

 

 

Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur bajatanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya. 50 40 30 D B F

20 10 0 0

50

100

150

200

Bentang (m)

  Gambar C. 7 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”

g. Gaya rem Tabel C. 14 Faktor beban akibat gaya rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah    

42  

 

 

sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1:

q = 9 kPa.

Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem. 500

Gaya rem (kN)

400 300 200 100 0 0

50

100

150 Bentang (m)

Gambar C. 8 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)

h. Gaya sentrifugal

Tabel C. 15 Faktor beban akibat gaya sentrifugal

   

200

250

43  

 

 

Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan.

Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku untuk gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut: V2 TTR = 0,79 T r T

(4)

dengan pengertian : TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama) V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam) R adalah jari-jari lengkungan (m) i. Pembebanan untuk pejalan kaki

Tabel C. 16 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki

   

44  

 

 

Gambar C. 9 Pembebanan untuk pejalan kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar C. 10. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit (lihat Tabel C. 39). Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

j. Beban tumbukan pada penyangga jembatan Tabel C. 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan

   

45  

 

 

Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung. Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 1000 kN yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan. Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan. k. Tumbukan dengan kapal 1)

Resiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut: a) jumlah lalu lintas air; b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air; c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air; d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh gelombang; e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar jalan air yang bisa dilalui; f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.

2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana: a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh jembatan. 3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender. Metoda dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi yang berwenang; 4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak apabila beban tumbukan bekerja;    

46  

 

 

5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender, dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.

3.3.

Aksi lingkungan a. Umum Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam perencanaan. b. Penurunan Tabel C. 18 Faktor beban akibat penurunan

Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan.

Pengaruh

penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi yang digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi.

Apabila nilai

penurunan ini adalah besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.

   

47  

 

 

c. Pengaruh temperatur / suhu Tabel C. 19 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu

Tabel C. 20 Temperatur jembatan rata-rata nominal Tipe Bangunan Atas Lantai beton di atas gelagar atau boks beton. Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja. Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja. CATATAN (1)

Temperatur Jembatan Rata-rata Minimum (1)

Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum

15°C

40°C

15°C

40°C

15°C

45°C

Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.

untuk

lokasi

Tabel C. 21 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur Bahan Baja Beton: Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa Aluminium

Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu 12 x 10-6 per °C

Modulus Elastisitas MPa 200.000

10 x 10-6 per °C 11 x 10-6 per °C 24 x 10-6 per °C

25.000 34.000 70.000

Pengaruh temperatur dibagi menjadi: 1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan

pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut; Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel C. 20.

   

Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang

48  

 

 

digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel C. 21. Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam Gambar C. rencana. 2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam.

Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk

berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar C. 11. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang. d. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu Tabel C. 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung

kepada kecepatan sebagai berikut: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ]

(5)

dengan pengertian : Vs adalah

kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.

Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn periode ulang dalam Tabel C. 23. CD adalah koefisien seret - lihat Gambar C. 12. Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.    

49  

 

Gambar C. 10 Gradien perbedaan temperatur

   

 

50  

 

 

Tabel C. 23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan Batas Daya layan - untuk semua jembatan Ultimit: Jembatan besar dan penting (1)

Periode Ulang Banjir 20 tahun

Faktor Beban

100 tahun

2.0

50 tahun

1.5

50 tahun

1.0

20 tahun

1.5

1.0

Jembatan permanen Gorong-gorong (2) Jembatan sementara CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase

2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang

akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah: TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ]

(6)

dengan pengertian : VS adalah

kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5)

CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar C. 12 AL adalah

luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan

kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13. 3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja

disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar CD = 2,2

(7)

kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.    

51  

 

 

arah aliran 

Gambar C. 11 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar 4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5)

dengan : CD =

1,04

AD =

luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)

(8)

Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut: • untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas

benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini. • untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan

diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang

   

52  

 

 

hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.

Gambar C. 12 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran 5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap

bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus

TEF

M (Va )2 = [ kN ] d

(9)

dengan pengertian : M adalah

massa batang kayu = 2 ton

Va adalah

kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs. d adalah

   

lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel C. 24

53  

 

 

Tabel C. 24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe Pilar

d (m)

Pilar beton masif

0.075

Tiang beton perancah

0.150

Tiang kayu perancah

0.300

Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi transien.

e. Tekanan hidrostatis dan gaya apung Tabel C. 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung

1)

Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan;

2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60° dari arah horisontal; 3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran.    

54  

 

 

Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan sebagai berikut: •

pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati bangunan atas;



syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;



syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air bisa keluar pada waktu surut.

f. Beban angin Tabel C. 26 Faktor beban akibat beban angin

1)

Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon dinamis jembatan;

2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab

[ kN ]

(10)

dengan pengertian :

VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau CW adalah koefisien seret - lihat Tabel C. 27 Ab adalah luas ekuivalen bagian samping jembatan (m2) Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel C. 28. 3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar; 4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;    

55  

 

 

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus: TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab

[ kN ]

(11)

dengan pengertian : CW = 1.2

(12)

Tabel C. 27 Koefisien seret CW Tipe Jembatan Bangunan atas masif: (1), (2) b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d ≥ 6.0 Bangunan atas rangka CATATAN (1) b d masif

= =

CW 2.1 (3) 1.5 (3) 1.25 (3) 1.2

lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang

CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %

sebesar 3 %

Tabel C. 28 Kecepatan angin rencana VW Keadaan Batas

Lokasi Sampai 5 km dari pantai

> 5 km dari pantai

Daya layan

30 m/s

25 m/s

Ultimit

35 m/s

30 m/s

g. Pengaruh gempa Tabel C. 29 Faktor beban akibat pengaruh gempa

Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.

   

56  

 

 

Beban horizontal statis ekuivalen Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk jembatan-jembatan dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis.

Lihat standar

perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut:

T*EQ = Kh I WT

(13)

dimana:

Kh = C S

(14)

dengan pengertian :

T*EQ

adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah ,waktu dan kondisi setempat yang sesuai I adalah Faktor kepentingan S adalah Faktor tipe bangunan WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN) Koefisien geser dasar C diperoleh dari Gambar C. 14 dan sesuai dengan daerah

gempa, fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar C. 15 digunakan untuk menentukan pembagian daerah. Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar C. 14 dan digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar.

Kondisi tanah dibawah

permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam Tabel C. 30. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam Gambar C. 14 diberikan dalam Tabel C. 31. Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut bisa digunakan:    

57  

  T = 2π

WTP gK P

  (15)

dengan pengertian : T adalah waktu getar dalam detik untuk freebody pilar dengan derajat kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)

WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)

Kp adalah kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m) Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus dihitung untuk masing-masing arah. Faktor kepentingan I ditentukan dari Tabel C. 32. Faktor lebih besar memberikan

frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan. Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi

(kekenyalan) dari jembatan, diberikan dalam Tabel C. 33.

   

58  

 

Gambar C. 13 Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis

   

 

59  

 

Gambar C. 14 Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun    

 

60  

 

 

Tabel C. 30 Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar Tanah Teguh

Tanah Sedang

Tanah Lunak

Untuk seluruh jenis tanah

≤3m

> 3 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa:

≤6m

> 6 m sampai 25 m

> 25 m

≤9m

> 9 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa:

≤ 12 m

> 12 m sampai 30 m

> 30 m

Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat:

≤ 20 m

> 20 m sampai 40 m

> 40 m

Jenis Tanah

Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat:

CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam

Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar C. 16.

≥ 30 m 

Gambar C. 15 Beban gempa pada pilar tinggi    

61  

 

 

Beban vertikal statis ekuivalen Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh diabaikan. Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung. Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya. Tabel C. 31 Titik belok untuk garis dalam Gambar C. 14 Daerah No.

"T"

"C"

"T"

"C"

"T"

"C"

0,40

0,20

0,40

0,23

0,60

0,23

0,80

0,13

1,20

0,13

1,50

0,13

0,40

0,17

0,40

0,21

0,60

0,21

0,70

0,11

1,10

0,11

1,70

0,11

0,40

0,14

0,40

0,18

0,55

0,18

0,60

0,10

0,90

0,10

1,30

0,10

0,40

0,15

0,60

0,15

0,75

0,10

0,95

0,10

0,40

0,12

0,60

0,12

0,80

0,10

1,50

0,10

0,60

0,07

0,80

0,06

1

2

3

4

5

6

           

-

-

-

0,10

0,10

0,06

-

0,06

62  

 

 

Tabel C. 32 Faktor kepentingan 1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif.

1,2

2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

1,0

3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

0,8

Tabel C. 33 Faktor tipe bangunan Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Prategang

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Bertulang atau Baja

Tipe Jembatan (1)

Prategang Parsial (2)

Prategang Penuh (2)

Tipe A (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

Tipe B (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

3,0

3,0

3,0

Tipe C

CATATAN (1)

Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masingmasing arah.

CATATAN (2)

Yang dimaksud dalam Tabel C. ini, beton prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana.

CATATAN (3)

F

= Faktor perangkaan = 1,25 – 0,025 n ; n

=

F ≥ 1,00

jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada

masingmasing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan CATATAN (4)

keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendirisendiri) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah) Tipe B

:

jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan

bawah) Tipe C

   

:

jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

63  

 

 

Kantilever horisontal harus direncanakan untuk percepatan arah vertikal (ke atas atau ke bawah) sebesar 0,1 g. Beban keatas jangan dikurangi oleh berat sendiri kantilever dan bangunan pelengkapnya. Tekanan tanah lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan menggunakan faktor harga dari sifat bahan (faktor seperti yang diberikan dalam Tabel C. 8), koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel C. 34 dan faktor kepentingan I diberikan dalam Tabel C. 32. Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus diambil sama dengan 1,0. Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan. Tabel C. 34 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral Daerah Gempa (1) 1 2 3 4 5 6

Tanah Teguh (2) 0,20 0,17 0,14 0,10 0,07 0,06

Koefisien Geser Dasar C Tanah Sedang (2) 0,23 0,21 0,18 0,15 0,12 0,06

Tanah Lunak (2) 0,23 0,21 0,18 0,15 0,12 0,07

CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar C. 14. CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan diberikan dalam Tabel C. 30.

Bagian tertanam dari jembatan Bila bagian-bagian jembatan, seperti pangkal, adalah tertanam, faktor tipe bangunan, S, yang akan digunakan dalam menghitung beban statis ekuivalen akibat massa bagian tertanam, harus ditentukan sebagai berikut: a) bila bagian tertanam dari struktur dapat menahan simpangan horisontal besar

(konsisten dengan gerakan gempa) sebelum runtuh, dan sisa struktur dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 1,0; b) bila bagian tertanam dari struktur tidak dapat menahan simpangan horisontal besar,

atau bila sisa struktur tidak dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 3,0.    

64  

 

 

Koefisien geser dasar, C, untuk bagian-bagian tertanam dari struktur, harus sesuai dengan Tabel C. 34. Tekanan air lateral akibat gempa Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel C. 35. Gaya ini dianggap bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari kedalaman air rata-rata. Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata harus sesuai dengan: c) untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang

terlampaui untuk rata-rata enam bulan untuk setiap tahun; d) untuk arus pasang, diambil ketinggian permukaan air rata-rata.

Tabel C. 35 Gaya air lateral akibat gempa Tipe Bangunan Bangunan tipe dinding yg menahan air pd satu sisi b/h ≤ 2 Kolom, dimana: 2 < b/h ≤ 3,1 3,1 < b/h

Gaya Air Horisontal 0,58 Kh I wo b h2 0,75 Kh I wo b2 h [1 - b / (4h)] 1,17 Kh I wo b h2 0,38 kh I wo b2 h

dengan pengertian :

Kh

adalah koefisien pembebanan gempa horisontal, seperti didefinisikan dalam

rumus (14)

   

I

adalah faktor kepentingan dari Tabel C. 32

wo

adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kN/m3

b

adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m)

h

adalah kedalaman air (m)

65  

3.4.

 

 

Aksi-aksi lainnya a. Gesekan pada perletakan Tabel C. 36 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan

Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer). b. Pengaruh getaran Umum Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya layan apabila tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti halnya keamanan bangunan. Jembatan Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap getaran. Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam Gambar C. 17. untuk mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki. Walaupun Pasal ini mengizinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar akibat beban hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan dipenuhi.

   

66  

 

 

Gambar C. 16 Lendutan statis maksimum untuk jembatan

Jembatan penyeberangan Getaran pada bangunan atas untuk jembatan penyeberangan harus diselidiki pada keadaan batas daya layan.

Perilaku dinamis dari jembatan penyeberangan harus diselidiki secara khusus. Penyelidikan yang khusus ini tidak diperlukan untuk jembatan penyeberangan apabila memenuhi batasan-batasan sebagai berikut: a) perbandingan antara bentang dengan ketebalan dari bangunan atas kurang dari 30.

Untuk jembatan menerus, bentang harus diukur sebagai jarak antara titik-titik lawan lendut untuk beban mati. b) frekuensi dasar yang dihitung untuk getaran pada bangunan atas jembatan yang

terlentur harus lebih besar dari 3 Hz. Apabila frekuensi yang lebih rendah tidak bisa dihindari, ketentuan dari butir c berikut bisa digunakan. c) apabila getaran jembatan terlentur mempunyai frekuensi dasar yang dihitung

kurang dari 3 Hz, lendutan statis maksimum jembatan dengan beban 1,0 kN harus kurang dari 2 mm.

   

67  

 

 

Masalah getaran untuk bentang panjang atau bangunan yang lentur Perilaku dinamis jembatan dengan bentang lebih besar dari 100 m, jembatan gantung dan struktur kabel (cable stayed) akibat kendaraan, angin atau beban lainnya harus memperoleh penyelidikan yang khusus. c. Beban pelaksanaan Beban pelaksanaan terdiri dari: a)

beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan;

b)

aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.

Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan. Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen. Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman.

Ahli Teknik Perencana harus menjamin

bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam Gambar C. untuk menjamin stabilitas struktur pada semua tahap pelaksanaan.

Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap

tahanan yang terdapat dalam rencana, harus didetail dengan jelas dalam Gambar C. dan spesifikasi. Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan beban pelaksanaan. Ahli Teknik Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang bersangkutan. Adalah tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan konstruksi.

3.5.

Kombinasi beban a. Umum Bab ini terbatas pada kombinasi gaya untuk keadaan batas daya layan dan keadaan batas ultimit. Kombinasi untuk perencanaan tegangan kerja diberikan dalam Bab 10. Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel C. 37. Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan.

   

68  

 

 

Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil. Tabel C. 37 Tipe aksi rencana Aksi Tetap Nama Berat sendiri Beban mati tambahan Penyusutan/rangkak Prategang Pengaruh pelaksanaan tetap Tekanan tanah Penurunan

Aksi Transien Simbol

Nama

Simbol

PMS PMA PSR PPR PPL

Beban lajur "D" Beban truk "T" Gaya rem Gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Beban tumbukan Beban angin Gempa Getaran Gesekan pada perletakan Pengaruh temperatur Arus/hanyutan/tumbukan Hidro/daya apung Beban pelaksanaan

TTD TTT TTB TTR TTP TTC TEW TEQ TVI TBF

PTA PES

TET TEF TEU TCL

b. Pengaruh umur rencana Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan 50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit harus diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel C. 38. Tabel C. 38 Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit

   

Kalikan KU Dengan Aksi Tetap Aksi Transien

Klasifikasi Jembatan

Umur Rencana

Jembatan sementara

20 tahun

1,0

0,87

Jembatan biasa

50 tahun

1,0

1,00

Jembatan khusus

100 tahun

1,0

1,10

69  

 

 

c. Kombinasi untuk aksi tetap Seluruh aksi tetap yang sesuai untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersamasama. Akan tetapi, apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban harus diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila kehilangan tersebut bisa diterima. d. Perubahan aksi tetap terhadap waktu Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan rangkak PSR, pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah perlahan-lahan berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk harga maksimum dan minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total yang paling berbahaya. e. Kombinasi pada keadaan batas daya layan Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan. Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan dari peristiwa ini, seperti diberikan dalam Tabel C. 39. Kombinasi beban yang lazim bisa dilihat dalam Tabel C. 40. Tabel C. 39 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan Kombinasi primer

Aksi tetap

Kombinasi sekunder

Kombinasi primer

+ 0,7 × (satu aksi transien lainnya)

Kombinasi tersier

Kombinasi primer transien)

+ 0,5 × (dua atau lebih aksi

CATATAN (1)

+ satu aksi transien (cat.1), (cat.2)

Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.

CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.

   

temperatur

70  

 

 

f. Kombinasi pada keadaan batas ultimit Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu pengaruh transien. Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama. Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi gempa. Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan terjadinya kombinasi seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan. Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam Tabel C. 40.

   

 

 

71

Tabel C. 40 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit Aksi Aksi Permanen : Berat sendiri Beban mati tambahan Susut rangak Pratekan Pengaruh beban tetap pelaksanaan Tekanan tanah Penurunan Aksi Transien : Beban lajur “D“ atau beban truk “T” Gaya rem atau gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh suhu Aliran / hanyutan / batang kayu dan hidrostatik / apung Beban angin Aksi Khusus : Gempa Beban tumbukan Pengaruh getaran Beban pelaksanaan “ X ” berarti beban yang selalu aktip “ O ” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.

   

Kelayanan 1 2

3

4

5

6

X

X

X

X

X

X

X X

O

O

O

O

O

O

O

O

Ultimit 1 2

O

O

O

O

4

5

6

X

X

X

X

O

X

X

X X

O

O

O

O

O

O

X O

3

X X X

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

X

O

O

O

X

O

O

O

O

X

O

O

O

X

O

X X

X X

(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL (2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL (3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL

X Aksi permanen “x” KBU + beban aktif “x” KBU + 1 beban “o” KBL

72  

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit adalah sebagai berikut : 1)

perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam Tabel C. untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan;

2)

dalam keadaan batas daya layan pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.

3)

dalam keadaan batas ultimit pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan.

4)

beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya;

5)

tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan. Lihat juga untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem;

6)

pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan;

7)

gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pegaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut;

8)

semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama;

9)

[engaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit ;

10) beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit; 11) pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.

3.6.

Tegangan kerja rencana a. Umum Dalam perencanaan tegangan kerja, beban nominal bekerja pada jembatan dan satu faktor keamanan digunakan untuk menghitung besarnya penurunan kekuatan atau perlawanan dari komponen bangunan. berikut harus dipenuhi

Untuk perencanaan yang baik, hubungan

73  

S* ≤ R*ws

(16)

dengan pengertian : S* adalah pengaruh aksi rencana, yang diberikan oleh: S* = Σ S

(17)

dengan pengertian :

S adalah pengaruh aksi nominal dan:

R*ws

adalah perlawanan atau kekuatan rencana yang diberikan dalam rumus:

⎛ r ⎞ R*ws = ⎜1 + os ⎟ Rws ⎝ 100 ⎠

(18)

dengan pengertian : Rws adalah perlawanan atau kekuatan nominal berdasarkan tegangan kerja izin dan ros adalah tegangan berlebihan yang diperbolehkan. b. Aksi nominal

Aksi nominal yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja. Pengaruh getaran juga harus dicek berdasarkan. Syarat-syarat yang harus digunakan pada penerapan aksi nominal didalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja adalah seperti berikut: 1)

beban lalu lintas: a) pembebanan lalu lintas yang telah dikurangi bisa digunakan apabila diperlukan b) faktor beban dinamis harus diterapkan.

2) beban tumbukan 3) tekanan tanah: tekanan tanah arah lateral harus dihitung berdasarkan sifat-sifat bahan terfaktor seperti diberikan dalam Tabel C. 8, dan untuk nilai resultanta rencana digunakan faktor beban keadaan batas daya layan. 4) hanyutan dan aliran: besarnya kecepatan air rata-rata dan kecepatan air permukaan harus sesuai dengan periode ulang untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam Tabel C. 23. 5) beban angin: kecepatan nominal harus sesuai dengan kecepatan untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam Tabel C. 28. 6) pengaruh gempa: pengaruh gempa nominal harus diambil 0,8 kali pengaruh yang dihitung.

   

74  

c. Kombinasi beban Kombinasi beban untuk perencanaan berdasarkan tegangan kerja diberikan dalam Tabel C. 41. Aksi tetap harus digabungkan. Kombinasi beban lalu lintas harus terdiri dari: a)

pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya sentrifugal, dan pembebanan pejalan kaki;

b)

pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya rem, dan pembebanan pejalan kaki.

Kombinasi beban lalu lintas yang digunakan harus diambil salah satu yang paling berbahaya. Pengaruh dari gesekan pada perletakan harus dimasukkan sebagai aksi tetap atau pengaruh temperatur, diambil mana yang cocok. Beban angin harus termasuk beban angin yang bekerja pada beban hidup kalau pembebanan lajur "D" termasuk dalam kombinasi. d. Tegangan berlebihan yang diperbolehkan

Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja.

Tegangan berlebihan yang

diberikan dalam Tabel C. 41 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang diizinkan. Tabel C. 41 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja

   

75  

BAB IV STRUKTUR ATAS JEMBATAN

4.1.

Umum

4.1.1. Bentuk Struktur Atas Jembatan Pemilihan bentuk struktur atas jembatan dipengaruhi oleh panjang bentang dan material yang digunakan. Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar D.1, D.2 dan D.3.

a. Box Culvert

c. Beam Arch

e. Suspension

   

g. Gelagar

b. Pipe Culvert

d. Arch

f. Cable Stayed

h. Rangka

Gambar D.1. Tipe-tipe Struktur Atas Jembatan

76  

a. Jembatan Gelagar Beton Pratekan

c. Callender Hamilton

b. Jembatan Gelagar Baja Komposit

d. Warren Truss, Dutch Dutch

Gambar D.2. Beberapa Model Struktur Atas Jembatan

77  

Gambar D.3. Macam-macam Struktur Atas Jembatan

4.1.2. Bagian-bagian Struktur Atas Jembatan Komponen struktur atas jembatan terdiri dari: 1. Lantai kendaraan, dengan elemen struktur sebagai berikut: a. Pelat lantai kendaraan b. Gelagar memanjang c. Gelagar melintang Penjelasan gambar mengenai komponen lantai kendaraan dapat dilihat pada Gambar D.4 dan D.5.

78   SA Y

IKATAN REM AP

JE MB A

IKATAN ANGIN TA N

LA

NT AI

KE ND A

RA A

N

PANGKAL JEMBATAN

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

Gambar D.4. Tampak Atas Lantai Jembatan TIANG SANDARAN PAGAR TROTOAR LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANG

GELAGAR MEMANJANG

Gambar D.5. Potongan Melintang Jembatan

2. Struktur pemikul utama, antara lain: a. Gelagar (gelagar), struktur pemikul utama jembatan yang dimaksud adalah gelagar/gelagar sedangkan komponen struktur yang lain merupakan elemen pendukung b. Struktur rangka utama, rangka batang merupakan struktur pemikul utama jembatan.

LANTAI KENDARAAN

PELAT INJAK

PERLETAKAN BANGUNAN BAWAH

GELAGAR MEMANJANG

Sebagai Pemikul Utama GELAGAR MELINTANG

FONDASI

Gambar D.6. Jembatan dengan Gelagar sebagai Struktur Pemikul Utama

79   STRUKTUR PEMIKUL UTAMA RANGKA BATANG LANTAI KENDARAAN

PELAT INJAK

GELAGAR MELINTANG GELAGAR MEMANJANG

PERLETAKAN BANGUNAN BAWAH YANG BERFUNGSI PULA SEBAGAI FONDASI APRON

Gambar D.7. Jembatan dengan Rangka Batang sebagai Struktur Pemikul Utama

3. Ikatan-ikatan, terdiri dari: a. Ikatan angin, terletak di bagian bawah lantai kendaraan atau dipasang di kedua tempat yaitu di bagian bawah lantai kendaraan dan bagian rangka jembatan untuk jembatan rangka tertutup. b. Ikatan rem, ditempatkan pada bagian bawah lantai kendaraan dengan posisi di salah satu ujung, kedua ujung atau di tengah-tengah (Gambar D.8). Penjelasan visual mengenai ikatan angin dan rem disajikan pada Gambar D.9. IKATAN REM JE MB AT

IKATAN ANGIN AN

LA NT AI KE ND AR

AA N

GELAGAR MEMANJANG

PANGKAL JEMBATAN

SA YA P

GELAGAR MELINTANG

Gambar D.8. Letak Ikatan Angin dan Rem

80  

a. Letak Ikatan Rem pada 1 bagian ujung Lantai Kendaraan

b. Letak Ikatan Rem pada ke 2 ujung Lantai Kendaraan

b. Letak Ikatan Rem pada Bagian Tengah Lantai Kendaraan Gambar D.9. Penempatan Ikatan Rem

4. Perletakan jembatan Perletakan jembatan terdiri dari: a. Sendi b. Rol c. Landasan karet Landasan karet dapat berfungsi sebagai setengah Sendi dan setengah Rol, sehingga dapat menampung pergerakan struktur baik translasi maupun rotasi.

a. Model Perletakan Sendi

b. Model Perletakan Rol ROTASI

Δ α

c. Rubber Bearing Pad Gambar D.10. Tipe-tipe Perletakan

81  

4.2.

Konsep Disain

Filosofi disain yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja maupun beton adalah perencanaan

berdasarkan

tegangan

kerja/working

stress

design

(Allowable

Stress

Design/ASD) dan perencanaan kondisi batas/limit states design (Load Resistance Factor Design/LRFD). a.

Perencanaan dengan Tegangan Ijin ( ASD/Allowable Stress Design ) Perencanaan untuk perhitungan kekuatan struktur didasarkan kepada tegangan kerja atau yang diijinkan dari meterial pembentuk struktur tersebut. Kuat ijin komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan:

σ = WM

(2.1)

σ<σ

(2.2)

σ = σn

(2.3)

dan

n

Dimana:

σ

= tegangan yang terjadi karena beban luar

σn

= tegangan nominal

σ

= tegangan yang diijinkan

n

= angka keamanan Untuk baja n = 1,5 Untuk beton uji kubus

n = 3 (pembebanan tetap; DL + LL) n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E))

Untuk beton uji silinder

n = 2,5 (pembebanan tetap; DL + LL) n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E))

f c' = 0,83K × g M

= momen akibat beban luar

W

= momen lawan.

K

= nilai karakteristik beton

g

= nilai gravitasi

82  

ASD

memperhitungkan

keamanan

hanya

dari

didasarkan

pad

tinjauan

kekuatan/tahanan sedangkan kombinasi pembebanan tidak menggunakan faktor pengali. b.

Perencanaan Beban

dengan

Kondisi Kekuatan Batas (PBKT/Perencanaan

Berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor)

Kuat rencana komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD. Ru < φ Rn

(2.4)

Dimana: Ru

= kekuatan yang diperlukan (dengan kombinasi pembebanan)

Rn

= kekuatan nominal

φ

= faktor reduksi kekuatan (< 1.0)

PBKT memperhitungkan keamanan terdiri dari 2 tinjauan, yaitu efek beban dan kekuatan/tahanannya. Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbedabeda sehingga dimungkinkan mendapatkan reliabilitas seragam.

4.3.

Perhitungan Struktur Atas Jembatan

4.3.1. Lantai Jembatan Bahan yang dapat digunakan untuk struktur lantai jembatan antara lain: pelat baja beton komposit (steel deck composite), beton bertulang, plat baja dan lain-lain.

Shear connector

beton

steel deck

Sumber: www.corusconstruction.com

Gambar D.11. Steel Deck Composite

83  

Sistem Lantai

1. Lantai jembatan mempunyai ketebalan sebesar 220 mm dipinggir jalur lalu lintas dan 270 mm pada bagian tengah jalur lalu lintas untuk kelas B atau 280 mm untuk kelas A, dengan ketebalan totoar 520 mm. Beton lantai dengan mutu f’c 30 MPa (K-350) dan tulangan ulir dengan mutu minimal BJTD 39 (U-39). Pada permukaan beton harus ditutup waterproofing dan aspal setinggi 5 cm ditambah 3 cm untuk overlay. 2. Lantai jembatan menggunakan pelat baja bergelombang (steel deck) bergalvanis yang berfungsi sebagai perancah (pengecoran beton) pada saat pelaksanaan, terpasang diantara stringer (gelagar memanjang) dengan mutu baja minimal grade 36, dengan lebar minimal 1000mm, panjang minimal 1000mm, tebal pelat minimal 1.0 mm, tinggi gelombang 30 mm dan jarak as antar gelombang maksimal 200mm 3. Bentuk steel deck dan ketebalannya harus sama untuk semua tipe jembatan. Sambungan antara steel deck dengan cross girder (gelagar melintang) atau stringer (gelagar memanjang) menggunakan baut (bukan las) dan antar steel deck overlaping minimal 50mm 4. Pada sistem lantai, jarak antar cross girder (gelagar melintang) sebesar 5.0m dan antar stringer (gelagar memanjang) sebesar 1141mm dengan jumlah 9 buah setiap segmen (kelasA) atau 1100mm dengan jumlah 7 buah setiap segmen (kelas B) dengan sistem sambungan pada gelagar memanjang dengan gelagar melintang menggunakan sistem end plate yang sesuai. gelagar melintang dan gelagar memanjang dilengkapi shear connector (penghubung geser) praktis yang dilas, masing-masing dengan ukuran 2 buah D16 dengan tinggi 125mm jarak 150mm dan ukuran 1 buah D16 dengan tinggi 125mm jarak 100mm (khusus gelagar memanjang jarak dapat 2x lebih panjang pada ¼ s/d ¾ bentangnya)

Perencanaan pelat beton bertulang

Langkah penyelesaian: 1. Penentuan beban-beban yang bekerja, antara lain: •

beban mati meliputi: berat sendiri beton dan aspal, yang diperoleh dari perkalian berat jenis dengan ketebalannya.



beban lalu lintas yang diperhitungkan pada pelat lantai adalah beban truk “T” sebesar 112,5 kN dikalikan dengan factor beban Ku;; memperhitungkan faktor beban dinamis sebesar 30%.

TT;

= 1,8 dan

84  

2. Analisis gaya dalam Dalam penentuan gaya-gaya dalam dapat menggunakan bantuan program atau dengan rumus praktis. Gaya dalam yang diperlukan adalah momen dan gaya geser. 3. Penulangan pelat 4. Kontrol geser pons

Aplikasi Perencanaan

Tampak Potongan

Gambar D.12. Slab Lantai Kendaraan

gelagar

gelagar

Soal: Perencanaan tulangan pelat lantai jembatan menerus di atas gelagar-gelagar

Tampak Atas

85   Data Slab Lantai Jembatan Tebal aspal

ta =

Jarak as ke as girder

L = 2000 mm

Dekking

dc =

Panjang efektif bentang

S = 1300 mm

Tebal slab lantai jembatan

ts =

50 mm

25 mm

350 mm

Properti material Mutu beton

f'c =

30 MPa

Modulus elastisitas

E = 25743 MPa

Kuat leleh tulangan utama

fy =

390 MPa

Kuat leleh tulangan transversal

fys =

240 MPa

γ b=

24.5 kN/m

γ aspal =

22 kN/m

Air

γ air =

9.8 kN/m

Baja

γ baja =

77 kN/m

Specific gravity Beton bertulang Aspal

2 2 2 2

86  

Perhitungan Beban yang Bekerja pada Slab

1. Berat sendiri (MS) K MS =

Faktor beban ultimit Lebar slab yang ditinjau

b=

Berat sendiri; qMS = b*ts*γb

1.3 (slab dicor ditempat) 1m

qMS = 8.575 kN/m

2. Beban mati tambahan (MA) Faktor beban ultimit

KMA =

Lebar slab yang ditinjau

2

b=

Berat sendiri; qMS = b*ta*γaspal

1m

qMA =

1.1 kN/m

KT T =

1.8

3. Beban Truk "T" (TT) Faktor beban ultimit Beban roda truk

T = 112.5 kN

Fakto beban dinamis beban truk

DLA =

Berat truk "T": PT T = (1 + DLA) * T =

0.3 146.3 kN

4. Beban Angin (EW) Faktor beban ultimit

KEW =

1.2

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahanarah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai Koefisien seret

Cw =

1.2

Kecepatan angin rencana

Vw =

35 m/det

(< 5 Km dari laut) 2

TEW = 0.0012*CW *(VW )

= 1.764 kN/m

Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan Tinggi tiupan angin

h=

2m

Jarak antara roda kendaraan

x=

1.75 m

Transfer beban angin ke lantai jembatan: PEW = 0.5*h*TEW /x

= 1.008 kN

87  

5. Momen pada Slab   Koefisien momen untuk girder menerus dengan beban merata   dan terpusat adalah sebagai berikut:

k = koefisien momen Momen akibat berat sendiri (MS) Momen tumpuan, Momen tumpuan,

MMS = MMS =

2

2.85833 kNm

2

1.60781 kNm

2

0.4576 kNm

2

0.083 *qMS*L = 0.047 *qMS*L =

Momen akibat beban mati tambahan (MA) Momen tumpuan,

MMA =

0.104 *qMA*L =

Momen tumpuan,

MMA =

0.055 *qMA*L =

0.242 kNm

Momen akibat beban truck (TT) Momen tumpuan,

MT T =

0.156 *PT T *L =

45.63 kNm

Momen tumpuan,

MT T =

0.141 *PT T *L =

41.2425 kNm

Momen akibat beban angin (EW) Momen tumpuan,

MT T =

0.156 *PEW *L =

0.3145 kNm

Momen tumpuan,

MT T =

0.141 *PEW *L =

0.28426 kNm

6. Kombinasi beban

No

Faktor Mtump Mlap beban

Beban

1 Berat sendiri

kombinasi (kNm) Mtump

Mlap

1.3 2.858 1.61 3.71583 2.09016

2 Beban mati tambahan

2 0.458 0.24

0.9152

0.484

3 Beban truk "T"

1.8 45.63 41.2

82.134 74.2365

4 Beban angin

1.2 0.314 0.28

0.3774 0.34111

Total momen ultimit slab M u = 87.1424 77.1518

7. Penulangan pelat 7.1. Tulangan lentur Negatif Mutu beton

f'c =

Modulus elastisitas

E = 25743 MPa

Kuat leleh tulangan utama

fy =

390 MPa

Kuat leleh tulangan transversal

fys =

240 MPa

Faktor bentuk tegangan beton

β1 =

0.85

Tebal slab dekking

30 MPa

ts =

350 mm

dc =

25 mm

88  

D tul yang digunakan

D=

16 mm

Tebal efektif slab

d=

317 mm

Faktor reduksi kekuatan lentur

φ=

0.8

ρmin =1/fy =

Rasio tulangan minimum;

ρb =

0,85 f c' ⎛⎜ 600 ⎞⎟ β1 ⎜ 600 + f ⎟ fy y ⎠ ⎝

0.003 = 0.034

0.75ρb =

Rasio tulangan maksimum, Momen ultimit

0.025

Mu = 87.14 kNm

⎡ 0.5 ⋅ 0.75ρb ⋅ f y ⎤ Rmaks = 0.75ρb ⋅ f y ⎢1 − ⎥= 0.85 ⋅ f 'c ⎦ ⎣

7.949

Faktor tahanan momen:

M u ×10−6 Rn = φ

(b × d ) =

1.084

2

Rn

<

Rmaks

OK

Rasio tulangan yang diperlukan:

ρ=

⎡ 2 Rn 0,85 f c' ⎡ ⎢1 − 1 − ⎢ fy ⎢ ⎣ 0.85 f ⎣

⎤⎤ ⎥⎥ 'c ⎦ ⎥ ⎦

= 0.003

ρ = 0.003

Rasio tulangan yang diperlukan

OK 2

Luas tulangan yang diperlukan; ρ*b*d =

900.6 mm

2

Luas 1 batang tulangan

A=

201 mm

Jumlah tulangan per m

n=

5 btg

Jarak tulangan

s=

200 mm

Digunakan tulangan

D 16

Luas tulangan terpasang

=

150 2

1340 mm

Tulangan susut/bagi 50% dari tulangan utama: As' = 669.9 Diameter tulangan yang digunakan

D=

Jarak tulangan yang diperlukan Digunakan tulangan Luas tulangan terpasang

D

s= 13

13 mm 198 -

150 2

= 884.4 mm

89  

7.2. Tulangan lentur Positif Mengingat nilai momen negatif dan positif tidak berbeda jauh maka penulangan lentur positif disamakan dengan tulangan lentur negatif

8. Cek geser pons Lebar bidang kontak roda truk

a=

200 mm

Panjang bidang kontak roda truk

b=

500 mm

Tebal efektif slab

d=

317 mm

Bidang geser;

a+d

u=

517 mm

Bidang geser;

b+d

v=

817 mm

bo =

2668 mm

Keliling bidang geser; 2(u+v) Luas bidang geser; bo*d

Ash =

845756

βc = v u

β c = 1.58

Letak penyokong

αs =

Beban ultimit truk; KT T *PT T

Pu = 263.3 kN

40

= 263250 Gaya geser pons

mm2

N

Vu = 0.311 MPa

Gaya geser nominal: 1 Vc1 = bo ⋅ d f 'c 3

Vc1 = 1544132.13 N

⎛ 2 ⎞ f 'c × bo × d Vc 2 = ⎜1 + ⎟ 6 ⎝ βc ⎠

Vc2 = 1749197.41 N

⎛α ×d + 2 ⎞ Vc 3 = ⎜ s ⎟+ bo ⎝ ⎠

f 'c × bo × d 12

Vc3 = 386033.167 N Vn = 386033.167 N φVn = 270223.217 N

φ Vn dibandingkan dengan Pu

diambil yang terkecil

Pu = 263250.000 N

OK

90  

4.3.2. Gelagar Komposit •

Struktur dikatakan komposit apabila tidak terjadi slip antara 2 material yang dihubungkan.



Aksi komposit antara profil baja dan lantai beton dibentuk oleh penghubung geser (shear connector). Penghubung geser ini direncanakan harus mampu menahan gaya geser yang terjadi di lokasi transisi antara beton dengan baja (diantara material yang berbeda).



Struktur komposit pada dasarnya adalah menambah kuat struktur dengan penambahan momen kopel.



Dilihat dari sifatnya, struktur gelagar komposit dibedakan menjadi 2 macam: o Semi Komposit.

Pada struktur semi komposit, elemen (Gelagar) baja

direncanakan kuat memikul beban beton cair di atasnya. Untuk itu, tidak diperlukan perancah pada masa pengecoran. o Komposit Penuh. Struktur komposit sempurna, Gelagar kuat memikul beban

setelah aksi komposit terjadi. Pada masa pengecoran dibutuhkan perancah. •

Momen nominal Gelagar/gelagar komposit o Daerah momen negatif

Pada daerah ini aksi komposit tidak terjadi, sebab gaya yang bekerja adalah gaya tarik, padahal beton tidak mampu menerima gaya tarik sehingga momen nominal yang diperhitungkan hanya yang disumbangkan oleh penampang profil baja saja, φ = 0,85 dan Mn = Mp o Daerah momen positif

Momen nominal memperhitungkan kuat tekan pelat beton dan kuat tarik dari penampang baja (terjadi aksi komposit).

91  

I Shape Steel Section

I Shape Section with CSD

Multi Gelagars Section

Hollow Steel Section

Box Gelagar with Open Section

Box

Gambar D.13. Tipe-tipe Gelagar Komposit

Rasio modulus elastisitas `

Perbedaan kekuatan dan kekakuan antar material yang membentuk struktur

komposit mempengaruhi distribusi gaya. `

Semakin kuat dan kaku, material secara proposional akan menerima beban

yang lebih besar. `

Pada perhitungan, untuk mengakomodir perbedaan kekuatan material

umumnya dilakukan tranformasi properti sesuai ratio modulus (modular ratio). Pada kondisi elastis, ratio modulus adalah perbandingan modulus elastis material. E (2.13 ) n = baja Ebeton `

Pada kondisi plastis, ratio modulus adalah perbandingan kuat ultimit material. f (2.14) n = 2.35 y f cu

Koefisien reduksi kuat lentur

Nilai koefisien ini ditentukan oleh kekompakan penampang pelat sayap, untuk: •

h 1680 ≤  ⇒ φ  = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis tw f yf

pada penampang komposit.

92  



h 1680 >   ⇒  φ  = 0,9 dan Mn ditentukan berdasarkan superposisi tegangantw f yf

tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah). Penghubung geser `

Penghubung geser (shear connector) adalah perangkat yang menjamin terjadinya transfer gaya antara material komposit (antara beton dan baja) hingga tidak terjadi slip antara baja dan beton.

`

Penghubung geser dibedakan menjadi 2 macam:



Penghubung geser fleksibel.

Penghubung geser fleksibel memungkinkan

terjadinya mekanisme slip pada keadaan ultimit sehingga keruntuhan bersifat duktil.



Penghubung geser rigid. Penghubung geser rigid pada umumnya berupa batangan fabrikasi. Keruntuhan bersifat getas baik disebabkan oleh keruntuhan las maupun akibat keruntuhan (crushing) beton  

Gambar D.14. Penghubung Geser/Shear Connector

93  

Kuat geser shear connector: • jenis paku 0,5 Asc

f 'c Ec ≤ Asc ⋅ f u

(2…..)

• kanal 0,3 ( t f + 0,5tw ) Lc

f 'c Ec

(2…..)

Gaya geser horizontal: • 0,85 f 'c Ac   • As ⋅ f y  

• ΣQn Lebar efektif: ` Bentang efektif merupakan penyederhanaan distribusi beban pada serat atas gelagar

komposit. ` Besarnya nilai lebar efektif (b ) adalah nilai minimum dari eff

– 2 × 1/8 bentang jembatan – 2 × 0.5 jarak antar Gelagar

– 2 × 6 tebal pelat  

Gambar D.15. Lebar Efektif (beff) Penampang Komposit

94  

Analisis Elastis 2

⎛ h profil ⎞ 1 beff xe − Aprofil ⎜⎜ + hlantai − xe ⎟⎟ = 0 n 2 ⎝ 2 ⎠

S=

2

3

⎛ h profil ⎞ 1 beff xe = + I profil − Aprofil ⎜⎜ + hlantai − xe ⎟⎟ = 0 n 3 ⎝ 2 ⎠

I tranf

xe = d s + ds =

As +

I tranf =

hc 2 hlantai + h profil As beff hlantai 2 n

1 beff hlantai n

12

+ I profil +

Aprofil

beff hlantai

(hprofil + hlantai ) n b h 4 + eff lantai n

Aprofil

3

2

Analisis Plastis Fc = Fbaja → 0.85 fc'.beff x pl = Aprofil fy profil x pl =

Aprofil fy profil 0.85beff fc'

h profil

h' =

h’

+ hlantai −

x pl

2 2 = Aprofil fy profil h'

M pl

h” h’

FTS = Fcs + Fcc

(A

profil

− Acs ) fy profil = 0.85 fc '.beff hc + Acs ⋅ fy profil

M pl = Fcc ⋅ h '+ Fcs ⋅ h " Aplikasi Perencanaan: –

Panjang bentang

= 20.0m



Lebar lajur lalu-lintas

= 7.0m



Jarak antar Gelagar

= 1.5m



Tebal Perkerasan

= 0.25m

95  

Gambar D.16. Tambak Samping dan Melintang Jembatan

1. Penentuan beban dan perhitungan gaya dalam Beban Mati: `

Momen akibat beban mati – Akibat berat lantai (M ) deck 1 1 2 M lantai = qlantai ⋅ l = ( jarak girder × teballantai × γ beton ) l 2 8 8 1 2 = (1.6m × 0.25m × 25kN / m )( 20m ) 8 M lantai = 500kNm – Akibat berat Gelagar (perkiraan awal)

1 1 M girder = qgirder l 2 = 1.5kN / m × 20m 2 = 75kNm 8 8 ` Geser akibat beban mati – Akibat berat lantai

Vlantai =

1 1 1 qlantai l = ( jarak girder * teballantai * γ beton )l = (1.6m * 0.25m * 25kN / m )20m = 100kN 2 2 2

– Akibat berat Gelagar (perkiraan awal)

Vgirder =

1 1 q girder l = 1.5kN * 20m = 15kN 2 2

96  

Beban Lajur (lane load) a. UDL – Momen (MUDL) 1 1 M UDL = qUDLl 2 = 9kN / m 2 *1.6m * 20m 2 = 720kNm 8 8

(



Geser (VUDL) VUDL =

(

)

)

1 1 qUDLl = 9kN / m 2 *1.5m * 20m = 144kNm 2 2

b. KEL – Momen (MKEL) 1 1 M KEL = PKELl = [(49kN / m *1.3)1.6m * 20m] = 509.6kNm 4 4 –

Geser (VUDL) VKEL =

1 1 PKEL = (49kN / m *1.3)1.5m = 51kNm 2 2

Total UDL dan KEL – Momen (MLAJUR) M LAJUR = M UDL + M KEL = 720kNm + 509.6kNm = 1229.6kNm –

Geser(VLAJUR) VLAJUR = VUDL + VKEL = 144kN + 51kN = 195kN

c. Beban truk “T” –

Momen (Mtruk) M TRUK = (1 + impak )ΣPl = 1.4[(25kN * 2.5m ) + (112.5kN * 5m ) + (112.5kN * 3m )] M TRUK = 1347.5kNm



Geser (Vtruk) VTRUK = (1 + impak )ΣPl = 1.4[112.5kN + (0.8 *112.5kN ) + (0.55 * 25kN )] = 302.8kN

d. Beban lalu lintas maksimum Beban lalu-lintas yang digunakan dalam desain adalah beban yang memberikan gaya dalam maksimum antara beban lajur dan beban truk. –

Momen maksimum (MLL)

M LL = max(M LAJUR , M TRUK ) = 1347.5kNm



Geser maksimum (VLL)

VLL = max(VLAJUR ,VTRUK ) = 302.8kN

97  



Momen ultimit (MU) M U = 1.3M Lantai + 1.1M Girder + 1.8M LL

M U = 1.3(500kNm ) + 1.1(75kNm ) + 1.8(1347.5kNm ) = 3157.9kNm –

Momen ultimit (MU)

VU = 1.3VLantai + 1.1VGirder + 1.8VLL

VU = 1.3(100kN ) + 1.1(15kN ) + 1.8(302.8kN ) = 691.5kN

2. Perencanaan gelagar komposit ` Lebar efektif – 1/8 Panjang bentang = 20m/8 = 2.5m – 0.5 Jarak antar gelagar = 0.5 x 1.5m = 0.75m Æ menentukan – 6 x tebal pelat = 6 x 0.25m = 1.5m ` Analisis plastis – Initial desain Gelagar baja (900.400.14.20) – Cek kekompakan profil ƒ Web

h 900 − 2 × 20 = = 61.4 tw 14

λw =

1680 1680 = = 108.4 fy 240 MPa

h/tw < λp Æ web kompak, φ = 0.85 dan Mn menggunakan analisis plastis

ƒ Flens bf 2t f

=

λf =

400 = 10 2 × 20

170 170 = = 10.97 fy 240MPa

b/2tf < λf Æ web kompak, Mn menggunakan analisis plastis

– Analisis Penampang Komposit

a=

Aprofil × f y profil 0.85 f c ' beff

28040mm 2 × 240MPa = = 182mm 0.85 × 29 MPa × 1500mm

a < tebal lantai (250mm) Æ yang mengalami tekan hanya bagian beton saja

98  

– Kuat Lentur Struktur Komposit ⎛ H profil a⎞ M n = Aprofil × fy profil ⎜ + teballantai − ⎟ 2⎠ ⎝ 2 182mm ⎞ ⎛ 900mm = 28040mm 2 × 240 MPa ⎜ + 250mm − ⎟ 2 ⎠ ⎝ 2 M n = 4098326400 Nmm = 40098.3kNm

φ M n = 0.85 × 40098.3kNm = 3483.6kNm > 3157.9kN → OK – Kuat Geser Struktur Komposit

h 1100 900 − 2 × 20 1100 < → < → 61.4 < 71 → OK tw 14 fy 240 MPa Vn = 0.6 f y w hwtw = 0.6 × 240 MPa × (900mm − 2 × 20mm) × 14mm = 1733760 N Vn = 1733.8kN > 659kN → OK ` Penghubung Geser 2

– Dipakai penghubung geser tipe paku diameter 20mm (A =314mm ) sc

1 1 Asc = πD 2 = π (20mm) 2 = 314mm 2 4 4 – Kuat geser penghubung geser Qn = Asc fusc = 314mm 2 × 370 MPa = 116180 N = 116.2kN Qn = 0.5 Asc

fc ' Esc = 0.5 × 314mm 2 29 × 4700 29 MPa = 134.5kN

Qn = min(116.2kN ,134.5kN ) = 116.2kN

– Gaya Geser maksimum

Fsc = 0.85 fc ' Alantai = 0.85 × 29 MPa × 250mm × 1500mm = 9243.8kN Fsc = Aprofil fy profil = 28040mm 2 × 240 MPa = 6729.6kN Fsc = max(9243.8kN , 6729.6kN ) = 9243.8kN – Jumlah penghubung geser (untuk 0.5 bentang) F 9243.8kN nsc = sc = = 94buah Æ 188 buah untuk seluruh bentang φ Qn 0.85 ×116.2kN – Jarak maksimum penghubung geser

ssc max = 8 × teballantai = 8 × 250mm = 2000mm – Jarak antar penghubung geser l 20000mm ` Serviceability ssc = = = 105mm < ssc max → OK nsc 188buah – Rasio modulus

99  

n=

Ebaja Ebeton

=

200000MPa = 7.9 4700 fc

– Luas transformasi beton

Alantai ' =

Alantai beff × teballantai 1500mm × 250mm = = = 47456.8mm 2 n n 7.9

– Tinggi garis netral (y’) Σ(Ai y y ) (47456.8 *125) + (28040 * 700) = y' = = 339mm (47456 + 28040)mm 2 ΣAi – Inersia Transformasi (Itf )

[

]

I tf = Σ I 0 + Ai ( yi − y ' ) 2 = 9.9149 E + 09mm 4 Tabel D.1. Inersia Transformasi (Itf) Segmen

A (mm2)

yi (mm)

A * yi (mm3 )

Io (mm4 )

Io+A*(yi-y’)2 (mm4 )

Lantai Beton

47456.8

125

5932095.6

247170650.3

2411548861

Profil Baja

28040

700

19628000

3.84E+09

7503337939

75496.8

25560095.6



Defleksi ijin akibat beban hidup = L/800 = 25mm



Defleksi akibat beban hidup

9914886799

δUDL

5 qUDLl 4 5 ( 9kPa × 1.5m ) × 1500mm = = = 14.1mm 384 E profil I tf 384 200000MPa × π mm 4

δ KEL

3 1 PKELl 3 1 (1.4 × 49 × 1500mm ) ×1500mm = = = 3.6mm 48 E profil I tf 48 200000MPa × ( 9.915 E + 09 ) mm 4

4

δ LL = δUDL + δ KEL = 14.1mm + 3.6mm = 17.7mm < 25mm → OK ` Jarak antar pengaku lateral

Pasang pengaku lateral tiap 4m. L p = 1.76ry = 1.76

E profil f y profil

= 1.76

2.13E + 08mm 4 28040mm 2

Iy profil

E profil

Aprofil

f y profil

2000000MPa = 4.4m 240MPa

` Resume



Profil

: IBeam 900.400.14.20



fy

: 240MPa

100  



Tebal Pelat lantai

: 250mm



f’c

: 29MPa



Shear Connector

: D20-100mm

Gambar D.17. Tampak Atas, Samping dan Melintang Jembatan Gelagar Komposit

101  

4.3.3. Gelagar Beton Bertulang Tabel D.2. Bentang Ekonomis pada Jembatan Beton Bertulang

Jenis

Bentang Ekonomis

Beton bertulang

s/d 12 m

Beton prategang

12m s/d 30 m

Box Girder

30 s/d 50 m

N x ( 2,75 s/d 3,5 m ) N = Jumlah lajur kendaraan

Min. 0,5 m

Min. 0,5 m 0.9 m

Sandaran Trotoar

Lantai jembatan

0,25 m 0,25 m

  gelagar Girder Gambar D.18. Tampak Melintang Jembatan Gelagar Beton Bertulang

Gelagar Bertulangan Tunggal

Karena tulangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, maka secara teoritis disebut gelagar bertulangan tarik saja atau bertulangan tunggal, meskipun pada bagian tekan dari penampang juga ditempatkan tulangan guna membentuk suatu kerangka yang kokoh dan stabil. Dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen, kekuatan lentur Mn dapat diperoleh berdasarkan keseimbangan

statis dan kesesuaian regangan-tegangan di dalam

penampang komponen sebagaimana terlihat pada Gambar D.19 adalah sebagai berikut: = 0.003 c

d'

0,85.f'c

= 0.003 a

a

C=0,85.f'c.ab

Garis Netral

d

d-a/2

h

As T1=As1.fy

Penampang Potongan (a)

Diagram regangan (b)

Diagram Tegangan Aktual (c)

Blok Tegangan Tekan Persegi Ekivalen (d)

Gambar D.19. Diagram Regangan-Tegangan Gelagar

102  

Gaya tekan pada beton C adalah : C = 0,85 f c'ba

(2.15)

dan gaya tarik pada baja T adalah :

T = As f y

(2.16)

dengan penggunaan teganagan fy memisalkan bahwa tulangan tarik meleleh sebelum kehancuran beton dan keseimbangan gaya horisontal C=T menghasilkan kedalaman blok tekan sebesar,

a=

As f y

(2.17)

0,85 f c'b

Dan kedalaman garis sebesar,

c=

a

(2.18)

β1

Sehingga berdasarkan pasangan kopel antara gaya tarik tulangan tarik dan gaya tekan beton diperoleh besar kapasitas gelagar menahan momen lentur,

a⎞ ⎛ Mn = As f y ⎜ d − ⎟ 2⎠ ⎝

(2.19)

Gelagar Bertulangan Rangkap

Dapat diperlihatkan bahwa kriteria untuk menjamin keadaan leleh dari tulangan tekan suatu penampang bertulangan rangkap pada saat dicapainya kekuatan nominal adalah:

⎛ ⎜ ⎝

ρ − ρ ' ⎜1 −

⎛ f 'd ' ⎞ ⎛ 600 ⎞ 0,85 f c' ⎞⎟ ⎟ ≥ 0,85β1 ⎜ c ⎟.⎜ ⎜ f d ⎟ ⎜ 600 − f ⎟ f y ⎟⎠ y y ⎝ ⎠⎝ ⎠

(2.20)

Dengan menggunakan Gambar D.20, kriteria untuk melelehnya tulangan tekan adalah: εcu= 0.003 c

d'

0,85.f'c

εcu = 0.003 a

Cs 

a

C=0,85.f'c.ab

Cc 

Garis Netral

d

d-a/2

h

As

εs > εy Gambar D.20. Distibusi Regangan dan Tegangan Gelagar Bertulang

T1=As1.fy

103  

ε s' ≥ ε y

(2.21)

Gaya-gaya dalam pada Gambar D.20 adalah

T = ρ .b.df y

(2.22)

Cc = 0,85 f c' β1 xb

(2.23)

(

)

Cs = f y − 0,85 f c' ρ ' bd

(2.24)

Setelah menentukan bahwa tulangan tekan harus digunakan, apakah untuk syarat kekuatan atau untuk pengendalian lendutan, berikut dibutuhkan pemilihan tulangan As dan tulangan tekan As’ yang mencukupi. Untuk maksud ini kedua persamaan keseimbangan dapat digunakan, yaitu :

Cc + Cs = T

(2.25)

a⎞ ⎛ M n = C c ⎜ d − ⎟ + C s (d − d ') 2⎠ ⎝

(2.26)

Jika tulangan tekan tidak leleh, maka persamaan keseimbangan harus disusun kembali dengan menggunakan suatu tegangan fs’ di dalam tulangan tekan yang sebanding dengan regangan yang bersangkutan.

Gelagar T

Apabila gelagar dicor monolit dengan plat lantai (mutu beton sama antara gelagar dan plat) dan terjadi interaksi antara gelagar dan plat yang menjadi satu kesatuan dalam menahan momen yang terjadi. Gelagar demikian dikatakan sebagai gelagar T karena penampangnya yang membentuk huruf T tipikal. Pada kondisi ini, sebagian plat beton akan berfungsi sebagai sayap atas dari gelagar.

M-

M+

  Zona Tekan “T” Akibat M-

  Zona Tekan “T” Akibat M+

Gambar D.21. Penampang Gelagar T

104  

Dalam analisa maupun perencanaan gelagar T terlebih dahulu harus menentukan lebar efektif sayap gelagar T (be): 1. Untuk gelagar T seperti gambar di samping lebar efektif gelagar diambil nilai terkecil dari:

be

- ¼ bentang gelagar

hf . ki

hf . ka

- 8 kali tebal plat (hf) - ½ jarak as ke as dari gelagar yang bersebelahan bw

2. Untuk gelagar T dengan plat hanya pada satu sisi seperti gambar di samping lebar be

efektif gelagar diambil nilai terkecil dari : - 1/12 panjang bentang gelagar

hf

- 6 hf - ½ jarak bersih dengan gelagar di sebelahnya bw

Dalam analisis gelagar T terdapat 2 kondisi, yaitu : 1. Bila garis netral terletak dalam flens (sayap) c < hf, maka analisa penampang dapat dilakukan sama dengan gelagar persegi dengan lebar gelagar = lebar efektif (be). Berdasarkan Gambar D.22. keseimbangan horisontal menghasilkan

T = Cc

(2.28)

As.fy = 0,85.f’c.a. be

(2.29)

Asxfy 0,85 xf ' cxbe

(2.30)

a=

εcu

be

Garis Netral

hf

0,85 f'c c

Cc

a

Jd=d-a/2

d As bw

a. Penampang

T

εs b. Diagram Regangan

c. Diagram Tegangan

Gambar D.22. Diagram Regangan-Tegangan c < hf

Jika c < hf maka garis netral terletak di dalam sayap (flens), sehingga :

105  

a⎞ a⎞ ⎛ ⎛ Mn = Cc.⎜ d − ⎟atauMn = T .⎜ d − ⎟ 2⎠ 2⎠ ⎝ ⎝

(2.31)

a⎞ a⎞ ⎛ ⎛ Mn = 0,85. f ' c.be .a.⎜ d − ⎟atauMn = As. fy.⎜ d − ⎟ 2⎠ 2⎠ ⎝ ⎝

(2.32)

Mu = ø.Mn = 0,8.Mn

(2.33)

Untuk kontrol daktilitas tulangan, digunakan cara sama dengan gelagar persegi bertulangan tunggal. 2. Bila garis netral memotong badan, c > hf, maka gelagar diperlakukan sebagai gelagar T murni. be

0,85 f'c

0,85 f'c

hf

Cf

hf

c

Cw

a

garis netral

d

= As

Asf

Jd=d-a/2

=

+ Asw

Jd=d-hf/2

+ Tw

Tf

bw

1. gelagar sayap

Gambar D.23. Diagram Regangan-Tegangan c > hf

3. Pada gelagar sayap Luas zona tekan = (be - be).hf

(2.34)

Syarat keseimbangan, ∑H = 0 Tf = Cf Asf . fy = 0,85. f ' c.(be − bw ).hf Asf =

0,85. f ' c.(be − bw ).hf fy

(2.35)

Sehingga, hf ⎛ Mnf = Cf .⎜ d − 2 ⎝

hf ⎞ ⎞ ⎛ ⎟atauMn = Tf .⎜ d − ⎟ 2 ⎠ ⎠ ⎝

hf ⎞ hf ⎞ ⎛ ⎛ Mn = 0,85. f ' c(be − bw ).hf .⎜ d − ⎟atauMn = Asf . fy.⎜ d − ⎟ (2.36) 2 ⎠ 2 ⎠ ⎝ ⎝ 4. Pada gelagar badan Luas tulangan tarik pada badan, Asw = Astotal – Asf

(2.37)

2. gelagar badan

106  

gaya tekan, Cw = 0,85 . f’c . bw . a

(2.38)

syarat keseimbangan gaya: ∑H = 0 Tw = Cw Asw.fy = 0,85.f’c.a. bw a=

As w . fy 0,85. f ' c.bw

(2.39)

Sehingga, a⎞ a⎞ ⎛ ⎛ Mnw = Cw .⎜ d − ⎟atauMn = Tw .⎜ d − ⎟ 2⎠ 2⎠ ⎝ ⎝ a⎞ a⎞ ⎛ ⎛ Mnw = 0,85. f ' c.bw .a.⎜ d − ⎟atauMn = Asw . fy.⎜ d − ⎟ 2⎠ 2⎠ ⎝ ⎝

(2.40)

Jadi momen nominal gelagar T adalah: Mn = Mn f + Mnw hf ⎞ a⎞ ⎛ ⎛ Mn = As f . fy.⎜ d − ⎟ + Asw . fy.⎜ d − ⎟ 2 ⎠ 2⎠ ⎝ ⎝

(2.41)

Geser Pada Gelagar

Tulangan geser pada dasarnya mempunyai empat fungsi, yaitu : 1. Memikul sebagian gaya geser rencana Vu. 2. Membatasi bertambahnya retak diagonal. 3. Memegang dan mengikat tulangan memanjang 4. Memberikan ikatan pada daerah beton yang tertekan Perencanaan penampang akibat geser didasarkan pada persamaan: Vu < ØV

(2.42)

Kekuatan geser nominal ditentukan dengan memperhitungkan kontribusi beton maupun tulangan sengkang, sehingga : Vn = Vc + Vs

(2.43)

Untuk komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja, kekuatan beton tanpa tulangan geser untuk menahan gaya geser. Vc =

1 6

f c' bw d

(2.43)

Atau dengan menggunakan persamaan yang lebih rinci adalah sebagai berikut,

107  

⎡1 ⎛ Vu.d ⎞⎤ Vc = ⎢ ⎜ f c' + 120.ρ w . ⎟ bw d Mu ⎠⎥⎦ ⎣7 ⎝

(2.43)

Sedangkan besarnya kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser berdasarkan cara pemasangannya adalah sebagai berikut, - Sengkang miring

Vs =

Av. fy.d (sin α + cos α ) s

(2.43)

- Sengkang vertikal

Vs =

Av. fy.d s

(2.43)

Sengkang dipasang dengan jarak tidak lebih besar dari jarak yang telah disyaratkan tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut: a.

Seperempat nilai tinggi efektif gelagar (d)

b.

8 kali diameter tulangan memanjang terkecil

c.

24 kali diameter tulangan sengkang

d.

Tidak lebih dari 300 mm.

4.3.4. Gelagar Beton Pratekan (Prategang) Beton pratekan/prategang dimana tulangan bajanya ditarik/ditegangkan terhadap beton. Penarikan ini menghasilkan system kesetimbangan pada tegangan dalam (tarik pada baja dan tekan pada beton) yang akan meningkatkan kemampuan beton menahan beban luar. Sifat beton yang kuat terhadap tekanan dan sebaliknya lemah terhadap tarikan maka kemampuan menahan beban luar dapat ditingkatkan dengan pemberian pratekan (Suproyadi, Bambang: 2007). Penarikan tendon pratekan dapat dilakukan dengan dua cara: •

Dilakukan sebelum beton dicor (pre tensioning)



Dilakukan setelah beton mengeras (post tensioning)

Perbedaan cara penarikan berpengaruh terhadap luas penampang yang digunakan dalam perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi baik dalam tahap initial stage atau final stage. Perbedaan perhitungan luas penampang disajikan pada Tabel D.3.

108  

Tabel D.3. Cara Penarikan Beton Pratekan cara penarikan

parameter yang digunakan initial stage

final stage

Pre-tensioning

Atransformasi,Yg, It

Atransformasi,Yg, It

Post-tensioning

Agross, Yg, Ig

Atrans, Ytrans, Itrans

Tahap pembebanan

Dalam peranacngan beton pratekan, tidak hanya ditinjau berdasarkan beban mati dan hidup saja, tapi perlu diperhitungkan juga gaya prategang yang bekerja pada penampang beton. Tahap pembebanan paling kritis biasanya sesaat setelah baja ditegangkan (initial stage) dan pada masa pelayanan/akhir ( service/final stage). Initial stage merupakan tahap gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum ada beban luar yang bekerja selain berat sendiri. Pada tahan ini gaya prategang maksimum sebab belum ada kehilangan prategang dan kekuatan beton minimum sebab umur beton masih muda, sehigga tegangan beton menjadi kritis. Pada sistem pre tensioning, untuk mempercepat proses penarikan, tendon dilepas pada saat beton mencapai sekitar 60% - 80% kekuatan yang disyaratkan. Pada sistem post tensioning, tendon ditarik dalam dua atau tiga tahap untuk memberikan kesempatan pada beton agar mencapai kekuatan yang disyaratkan gaya prategang diterapkan penuh. Final

stage

merupakan

pembebanan

paling

berat

untuk

kondisi

masa

servis/pelayanan, dengan asumsi bahwa semua kehilangan prategang telah terjadi sehingga gaya prategang telah mencapai nilai terkecil dan kombinasi beban luar mencapai nilai maksimum, sebab telah bekerja beban mati, hidup dan beban lainnya. Pendekatan Perencanaan a.

Perencanaan tegangan kerja (working stress design/WSD)

1)

Pada sisi atas:

Initial stage : −

P P ⋅ e ⋅ yt M i ⋅ yt + − ≤ f t ,i A I I

(2.44)

Final stage : −

P P ⋅ e ⋅ yt Mf ⋅ yt + − ≤ ft , f A I I

(2.45)

2)

Pada sisi bawah:

Initial stage : −

P P ⋅ e ⋅ yb M i ⋅ yb + − ≤ f c ,i A I I

(2.46)

109  

Final stage : −

P P ⋅ e ⋅ yb Mf ⋅ yt + − ≤ fc, f A I I

(2.47)

Dimana: ft,i

= tegangan tarik ijin pada initial stage

ft,f

= tegangan tarik ijin pada final stage

fc,i

= tegangan tekan ijin pada initial stage

fc,f

= tegangan tekan ijin pada final stage

b.

Perencanaan kuat batas (ultimate stress design/USD)

1)

Untuk komponen struktur dengan tendon terekat:

⎛ γ ⎡ ⎤⎞ f d f ps = f pu ⎜ 1 − p ⎢ ρ p pu + ω − ω ')⎥ ⎟ ( ⎜ β1 ⎢ ⎟ f 'c d p ⎣ ⎦⎥ ⎠ ⎝

(2.48)

⎡ ⎤ f d Jika tulangan tekan diperhitungkan, maka ⎢ ρ p pu + (ω − ω ' ) ⎥ ambil > 0,17 dan f 'c d p ⎣⎢ ⎦⎥

d’ tidak lebih dari 0,15d. 2)

Untuk komponen struktur dengan tendon tidak terekat:

a)

Untuk gelagar dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang ≤ 35

f ps = f se + 70 +

f 'c < ( f se + 400 ) 100 ρ p

(2.49)

b) Untuk gelagar dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang > 35 f ps = f se + 70 +

f 'c < ( f se + 200 ) 300 ρ p

(2.50)

Dimana: fps

= tegangan nominal baja prategang, nilainya < fpy (MPa)

fpu

= kuat tarik baja prategang (MPa)

fse

= tegangan efektif baja prategang (MPa)

fpy

= kuat leleh baja prategang (MPa)

ρp

= rasio tulangan prategang terhadap luas penampang beton

d

= jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non-prategang, mm

dp

= jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan prategang, mm

ω

= indeks tulangan tarik non-prategang = ρfy/f’c

110  

ω’

= indeks tulangan tarik non-prategang = ρ’fy/f’c

4.3.5. Jembatan Rangka Baja Model-model jembatan rangka dapat dilihat pada Gambar A.33.

a. Standart

b. Non Paralel Chord (Parker Truss)

cb. Subdivided Pratt Truss with Substruts or Baltimore Truss

d. Subdivided Pratt Truss with Subties

e. Petit Truss/Pennsylvania Truss

f. Pratt Truss with no Vertical

h. Curve Chord

g. Pratt Truss Standart

i. Subdivided

Gambar D.24. Model-model Jembatan Rangka

111  

Perencanaan Jembatan Rangka Batang

a. Bangunan atas jembatan harus direncanakan sebagai struktur yang terletak bebas di atas dua tumpuan (simple beam). Metoda analisa struktur harus berdasarkan atas anggapan elastik linier untuk mendapatkan gaya-gaya dalam, sedangkan untuk analisa dimensi komponen dan sambungan-sambungan menggunakan pendekatan kekuatan batas (limit states). b. Lendutan untuk struktur jembatan tidak melebihi lendutan yang diizinkan akibat beban hidup sebesar 1/800 kali panjang bentang untuk struktur di atas 2 tumpuan atau 1/400 kali panjang bentang untuk struktur kantilever. c. Rangka jembatan standar harus diberikan anti lendut (camber) yang cukup untuk mengimbangi lendutan akibat beban mati dan beban hidup sebesar minimal sebesar 150% dan pada saat oprasional, camber yang terjadi akibat beban mati maksimal sebesar 1/300 kali panjang bentang serta pada saat uji coba (loading test) tidak boleh terjadi saging pada saat beban penuh d. Semua sambungan baut harus direncanakan sebagai sambungan friksi (friction bolt) dengan koefisien slip = 0.30 untuk baja yang di Hot-dip Galvanized yang dibersihkan dengan abrasi ringan, dan harus diperiksa terhadap kekuatan geser dan tumpuan e. Jembatan harus direncanakan terhadap pengaruh fatik. Pengelasan dan sambungan baut, termasuk lokasi lubang baut dan prosedur pengelasan, harus direncanakan sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadi konsentrasi tegangan yang terjadi untuk menghindari keruntuhan akibat fatik f. Mengingat lantai beton jembatan dibuat insitu oleh pihak ketiga dan dengan mempertimbangkan aspek pemeliharaan dimasa yang akan datang, gelagar melintang dan gelagar memanjang direncanakan tidak sebagai gelagar komposit, perencanaan sistem sambungan antara gelagar memanjang dengan gelagar melintang menggunakan sistem end plate yang sesuai dan memperhatikan kemudahan pemasangan g. Perencanaan lantai baja harus kuat terhadap beban beton basah dan berat sendiri, dan diasumsikan hanya sebagai perancah pada saat pelaksanaan h. Setiap jembatan harus dirancang dengan sistem pemasangan cara kantilever dan sebagai bentang pemberat. Pemasangan jembatan rangka permanen dengan sistem kantilever

112  

diharuskan menggunakan bentang pemberat (beban pengimbang), untuk memberikan kesetimbangan pada bentang kantilever. Bentang pemberat merupakan bentang rangka standar. Setiap bentang jembatan harus dirancang sebagai bentang pemberat dalam kelas yang sama. Tahapan Analisis Jembatan Rangka Baja

1. Analisa gaya dalam yang terjadi pada struktur jembatan dengan permodelan 2 dimensi dan 3 dimensi yang menggunakan sofware khusus dengan kombinasi pembebanan ULS & SLS. 2. Analisa tahap pelaksananan dengan permodelan 3 dimensi menggunakan sofware khusus dengan kombinasi pembebanan SLS. 3. Analisa rasio tegangan yang terjadi pada struktur jembatan mengunakan sofware khusus dengan kombinasi pembebanan ULS untuk analisa 1. & 2. seperti di atas. 4. Analisa sistem lantai, gelagar memanjang dan gelagar melintang dengan kombinasi pembebanan ULS. 5. Analisa pembautan dengan kombinasi pembebanan SLS. 6. Analisa Fatique dengan kombinasi pembebanan SLS 7. Analisa plat sambungan (gusset plate) dengan kombinasi pembebanan SLS 8. Analisa camber, gap dan expansion joint jembatan dengan kombinasi pembebanan SLS 9. Analisa Perletakan ( elastomeric bearing, lateal stopper, seismic buffer & angkur) –SLS. 10. Analisa tahapan pelaksanaan (counter weight, cable, tower sementara) – SLS.

113   Tabel D.4 Berat Jembatan Rangka Baja Rangka Baja

Gelagar Baja

114  

Gambar D.25. Jembatan Rangka Baja Kelas A

Gambar D.26. Jembatan Rangka Baja Kelas B

115

BAB V. STRUKTUR BAWAH JEMBATAN

Struktur bawah jembatan adalah struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur atas termasuk beban lalu lintas ke tanah pendukung jembatan melalui fondasi. Jika tanah pendukung jembatan tidak mampu menahan beban struktur termasuk beban hidupnya, maka dibawah struktur bawah diperlukan fondasi tidak langsung yang dapat berupa sumuran, tiang pancang dan tiang bor. Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu kepala jembatan dan pilar.

5.1.

Umum

5.1.1. Bentuk Struktur Bawah Jembatan Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar E.1 dan E.2

Gambar E.1 Tipikal Kepala Jembatan

80

Gambar E.2 Tipikal Pilar Jembatan

116

5.1.2. Bagian-Bagian Struktur Bawah Jembatan  1.

Kepala Jembatan Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan serta sebagai struktur penahan tanah dibelakang kepala jembatan. Penentuan Letak Kepala Jembatan Untuk menghindari kerusakan dan kegagalan yang mungkin terjadi pada kepala jembatan, maka sedapat mungkin kepala jembatan diletakkan pada: •

lereng/dinding sungai yang stabil, agar tanah dasar kepala jembatan tidak mengalami scouring, dan lereng di kiri kanan kepala jembatan tidak longsor.



alur sungai yang lurus, untuk menghindari tidak berfungsinya jembatan karena perpindahan alur sungai, dan untuk menghindari longsornya kepala jembatan.

Untuk mendapatkan struktur atas yang ekonomis, maka sedapat mungkin kepala jembatan diletakkan pada bentang yang terpendek. Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis dan kondisi sungainya - Bentang (L) = (a+b) / 2 , untuk Kondisi: sungai bukan limpasan banjir dan sungai yang mengalami banjir tetapi tidak membawa hanyutan. - Bentang (L) = b, untuk Kondisi sungai limpasan banjir dan sungai yang mengalami banjir dengan membawa benda hanyutan. L Kepala Jembatan

Kepala Jembatan

MAB MAN

a b Gambar E.3. Posisi kepala jembatan pada sungai

Bahan Kepala Jembatan Kepala jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali atau beton bertulang. Pasangan batu kali biasanya digunakan untuk kepala jembatan yang kedalaman

117

sungainya kurang dari 5 m, dimana penggunaan batu kali masih memungkinkan dan lebih murah daripada beton. Beton bertulang dapat digunakan untuk pembuatan kepala jembatan yang kedalaman sungainya kurang dari 20 m, jika lebih dari 20 m sudah tidak ekonomis. Pasangan batu kali : ⇒ Type Gravitasi : ⇒ Type T dan Type T dengan penopang

Beton bertulang

Prakiraan dimensi untuk preliminary design < T girder, min 0,4 m

< T girder, min 0,4 m

min 0,3m

T girder T girder Min 0,25m

h

Blok Beton

H

0,3m H

h 1:5 1/3 H

1

/10 ~ 1/12 H

D=1/6 ~ 1/8H 1/2 ~ 1D 1/2 ~ 2/3H

Type Gravitasi Pasangan Batu Kali

Pemakaian

h < 5m

Penopang

1

1

/12 H 0,4 ~ 0,7 H

0,4 ~ 0,7 H

Type T dengan penopang Beton Bertulang

Type T Beton Bertilang

h 5 s/d 12 m

h 8 s/d 20 m

Gambar E.4. Preliminary design kepala jembatan

Gambar E.5 : Detail kepala jembatan

/12 ~ 1/14H

118

Permasalahan yang sering terjadi pada Kepala Jembatan Pada jembatan yang berada pada tikungan sungai sering mengalami kerusakan pada kepala jembatan sebagai akibat timbulnya scouring pada tikungan bagian luar sungai. Kepala jembatan bisa tergeser atau longsor yang mengakibatkan runtuhnya struktur atas. Untuk itu di harapkan untuk tidak membangun jembatan pada tikungan sungai. Jika harus/terpaksa membangun jembatan pada tikungan, maka pada dasar sungai dan dinding sungai pada tikungan bagian luar harus diperbaiki/diperkeras.

Gambar E.6. Scouring pada tikungan sungai

Perbaikan pada dasar dan dinding sungai Perbaikan pada dinding sungai dapat dilakukan dengan : - Pemasangan Turap - Pemasangan bronjong (Pasangan batu kosong dengan ikatan kawat) - Pembuatan dinding penahan (pas. batu kali , beton) - Pembuatan dinding pelindung (pas. batu kali , lempengan plat beton)

119

Perbaikan dasar sungai dapat dilakukan dengan : - Pasangan batu kali - Cor beton - Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk

Bat Bronjo

Cerucu

Pasangan Batu kali / Pasangan Batu kali / beton

Gambar E.7. Perbaikan dinding dan dasar sungai

2. Pilar Jembatan Pilar jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali, beton bertulang atau baja. Pasangan batu kali biasanya digunakan untuk sungai yang kedalamannya kurang dari 5 m, dimana penggunaan batu kali masih memungkinkan dan lebih murah daripada beton. Beton bertulang sangat bebas penggunaannya. Baja biasanya digunakan pada daerah-daerah pegunungan dimana kecepatan air banjirnya sangat besar. Dengan penggunaan baja diharapkan hambatan terhadap air lebih kecil, dan gaya tekanan air yang bekerja pada pilarpun lebih kecil. Penggunaan pilar baja pada daerah pegunungan lebih baik dari pada beton karena terkait dengan masalah kondisi lapangan dan pelaksanaan. Jenis – jenis pilar: - Pilar tunggal, terbuat dari pipa baja dan beton bertulang.

120

- Pilar Perancah/portal , terbuat dari baja dan beton bertulang. - Pilar masif , terbuat dari pasangan batu kali dan beton bertulang.

Pilar tunggal

Pilar masif

Pilar Perancah / Portal

Gambar E.8. Jenis-jenis pilar Pilar Jembatan Pasangan Batu Kali Pilar dari pasangan batu kali digunakan dalam kondisi: - Dalamnya sungai kurang dari 5 meter. - Tidak untuk jembatan pada jalan klas utama. - Cukup tersedia material batu kali di lokasi pekerjaan - penggunaanya lebih murah daripada menggunakan beton atau baja.

Gambar E.9. Dimensi pilar dari pasangan batu kali

121

d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w ) d = tebal dinding bagian atas pilar Dinding semakin kebawah semakin tebal dengan kemiringan 20:1 h = tinggi pilar dari dasar sungai sampai tumpuan girder. w = jarak dua tumpuan antara pilar dengan kepala jembatan atau antara pilar dengan pilar.

Gambar E.10. Pilar dari pasangan batu kali

Pilar Jembatan Beton Bertulang Pilar dari beton bertulang dewasa ini cukup banyak digunakan dengan pertimbangan: -

Kuat dan tahan lama Tidak perlu perawatan Mudah dibentuk sesuai dengan desain Untuk daerah kota dan desa mudah untuk memperoleh materialnya.

Gambar E.11 Struktur Pilar Tunggal

122

Gambar E.12. Pilar Tunggal jembatan jalan Raya dan KA.

Gambar E.13. Pilar Perancah/Portal jembatan jalan Raya

Gambar E.14. Pilar masif/Dinding jembatan jalan Raya

123

Pilar Jembatan Baja Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan: - Aliran air sungai cukup deras, biasanya pada daerah pegunungan . - Karena bentuknya ramping dapat mengurangi hambatan aliran air, sehingga scouring pada dasar sungai dapat dihindari - Meminimize gaya tekanan air dinamis pada saat banjir, karena penampangnya yang lebih kecil daripada beton atau pasangan batu kali.. - Secara ekonomi penggunaan baja lebih menguntungkan karena tempatnya yang sulit, seperti pada daerah pegunungan . Baja bisa dirangkai di pabrik, lalu tinggal dipasang dilokasi pekerjaan.

Gambar E.15. Struktur Pilar Baja

124

Gambar E.16. Macam-macam Pilar Baja

Permasalahan yang sering terjadi pada Pilar Jembatan Kasus yang sering terjadi pada pilar jembatan adalah terjadinya scouring dasar sungai di sekitar kaki pilar, Scouring ini dapat disebabkan oleh: • Bentuk penampang pilar yang kurang baik, sehingga menimbulkan olakan air pada dasar sungai yang mengakibatkan scouring. • Pilar-pilar yang dibuat tidak sejajar dengan arah aliran air ,yang dapat menimbulkan local scouring pada dasar sungai.

Gambar E.17. Aliran air pada penampang pilar

125

Gambar E.18. Pilar tidak sejajar dengan arah aliran air

Gambar E.19. Local Scouring pada dasar Pilar

Perlindungan Pilar terhadap scouring Perlindungan Pilar terhadap scouring dapat dilakukan dengan:

126

a. memperkeras dasar sungai disekitar pilar . Perkerasan ini dapat dilakukan dengan pasangan batu kali ( gambar 2 ), pasangan beton atau dengan cerucuk yang sela-selanya diisi batu kosong. Penggunaan cerucuk ini dimungkinkan jika tanah dasar sungai bukan bebatuan, dan air sungai tidak pernah kering, sebab jika air sungai kadang-kadang kering, maka cerucuk akan lapuk. b. Pemasangan Sheet pile mengelilingi pondasi pilar (gambar 4). Cara ini juga dimungkinkan jika tanah dasar pilar bukan bebatuan.

Gambar E.20 : Perlindungan Pilar terhadap scouring

5.2.

Konsep Perencanaan Struktur Bawah Jembatan 5.2.1. Kepala Jembatan •

Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai



Tidak ditempatkan pada aliran air sungai



Tidak ditempatkan di atas bidang gelincir lereng sungai.



Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan fondasi dangkal

127



fondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai kedalaman pengaruh penggerusan aliran air sungai

5.2.2. Pilar Jembatan •

Tidak ditempatkan di tengah aliran air sungai



Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih mungkin dan sejajar dengan arah aliran air



Bentuk disarankan bulat atau lancip



Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar tunggal.



Jika menggunakan pondasi dangkal,

fondasi ditanam dibawah dasar

sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.

5.3.

Perhitungan Struktur Bawah Jembatan 

Pembebanan Struktur Bawah Jembatan Kepala dan Pilar Jembatan harus diperhitungkan terhadap semua beban yang mungkin terjadi pada jembatan , termasuk tumbukan kapal pada pilar jembatan bila jembatan tersebut berada diatas selat atau laut. Sepertihalnya struktur atas, struktur bawah akan menerima beban-beban sebagai berikut: A. Beban tetap

Beban Tetap

Beban Mati

Berat sendiri konstruksi, sesuai dengan Berat Jenis material pembentuk konstruksi:

Beban Mati Tambahan

Beban yang selalu ada yang tidak termasuk struktur penahan beban kendaraan , pipa drainasi, sandaran , tiang lampu, ornamen

Beban Hidup

Beban lalu lintas yang bekerja diatas jembatan: orang dan kendaraan

128

Beban Lalu lintas Beban hidup atau beban lalulintas yang bekerja pada lantai jembatan adalah beban merata sebesar 9 KN/m2, dan beban garis sebesar 49 KN/m. Beban yang bekerja pada lantai jembatan ini diterima oleh girder atau rangka, yang selanjutnya disalurkan ke kepala atau pilar jembatan. Peninjauan Beban P dan q Pada Kepala dan Pilar Jembatan 0,5(L1+L2)

P q Kepala Jembatan

L1

Pilar jembatan

L2

L1 0,5. L1

Kepala Jembatan

L1

q

Pilar Jembatan

L2

L1

Gambar E.22. Pembebanan Pada Pilar dan Kepala Jembatan oleh P dan q

Beban Rem Beban olah gaya rem adalah beban yang diakibatkan oleh kendaraan yang berhenti secara bersamaan diatas jembatan. Beban ini ditimbulkan oleh adanya gesekan antara roda kendaraan dengan lantai jembatan. Besarnya gaya rem ditentukan menurut Gambar E.23. yang dianggap ada pada semua lajur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan bekerja dalam satu arah yang besarnya tergantung pada bentang jembatan. Beban rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan . Beban rem yang diterima oleh lantai jembatan ini didistribusikan ke pilar dan kepala jembatan oleh balok atau rangka jembatan. Beban rem ini bekerja bersama-sama dengan beban p dan q

129

Dalam memperkirakan pengaruh gaya rem terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.

q

Sendi

P

Gaya Rem Kepala Jembatan

Rol

Sendi

q

P

Rol

Gaya Rem Pilar Jembatan

L2

L1 Gambar E.23. Gaya Rem Pada Pilar dan Kepala Jembatan . L1

Gambar E.24. Diagram beban rem

SK.SNI T-02-2005 / Lajur (2.75m) μ = 0.15

B. Aksi Lingkungan Beban Angin Besarnya beban akibat gaya angin yang bekerja pada struktur sebesar TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 d

[ kN /m] ( gaya angin yang bekerja pada jembatan)

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2

[ kN /m] ( gaya angin yang bekerja pada kendaraan)

VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau CW adalah koefisien seret - lihat Tabel E.1. d adalah tinggi bagian samping jembatan (m) Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;

130

Tabel E.1. Koefisien seret CW Bidang yang ditekan angin

CW

Bangunan atas b/d = 1.0

2.1

b/d = 2.0

(3)

b/d ≥ 6.0

1.5 (3) 1.25 (3)

kendaraan

1.2

b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan

sebesar 3

% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 % Tabel E.2. Kecepatan angin rencana VW Keadaan Batas

Sampai 5 km dari pantai

Lokasi > 5 km dari pantai

Daya layan

30 m/s

25 m/s

Ultimit

35 m/s

30 m/s

Gambar E.25. Beban angin yang bekerja pada struktur.

Peninjuan beban angin pada saat tidak ada kendaraan Angin tekan 100% dari TEW dan ngin hisap 50% dari TEW jembatan

131

Gambar E.26. Beban angin pada kendaraan dan pada struktur girder.

Peninjuan beban angin pada jembatan saat ada kendaraan Angin tekan 50% dari TEW jembatan dan angin hisap 25% dari TEW jembatan Dan yang bekerja pada kendaraan 100% dari TEW kendaraan Keadaan Tanpa Beban Hidup

Keadaan Dengan Beban Hidup

b 100 % d

2

30 %

15 % 15 % TEW

TEW

Gambar E.27. Beban angin pada kendaraan dan pada struktur rangka.

7,5 %

132

b. Beban Tumbukan Kendaraan Beban akibat tumbukan kendaraan pada pilar jembatan jalan layang ditentukan sebesar 1000 kN pada arah tegak lurus jembatan dan sebesar 500 kN pada arah memanjang jembatan. Keduanya bekerja pada tinggi 1,8 m dari permukaan jalan dibawah jembatan.

Gambar E.28. Beban tumbukan kendaraan pada pilar jalan layang

c. Beban tumbukan kapal Beban tumbukan kapal adalah beban yang ditimbulkan oleh gaya tumbuk kapal ketika kapal membentur pilon atau pilkar jembatan. Jembatan yang menyeberangi laut, selat atau sungai yang besar yang dilewati kapal, pilar dan pylon jembatan harus diperhtungkan terhadap tumbukan kapal. Untuk menghindari kerusakan pilar dan pylon jembatan maka pada bagian yang mungkin ditumbuk kapal harus diperlengkapi dengan fender. System fender bisa terpisah dari struktur pilar dan pylon atau menyatu dengan pilar dan pylon. Fender berfungsi sebagai penyerap energi tumbuk kapal sekaligus meneruskan sisa gaya ke pilar atau pylon, bagi sistem fender yang menyatu dengan pilar atau pylon. Energi tumbukan kapal dapat dihitung berdasarkan perumusan gaya-akselerasi (F = ma) sebagai berikut :

KE = ∫ F ( x)dx KE =

CH x0,5W (V ) 2 g

dengan pengertian : KE = energi kinetik dari kapal desain (tm) F(x) = gaya pelindung struktur F(t) sebagai fungsi lendutan x (m)

133

C

H

= koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal, yang

merupakan interpolasi antara : a. 1,05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ≥ 0,5 x d b. 1,25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ≤ 0,1 x d d = Tinggi bagian yang terendam dalam air (Sarat kapal) W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh Tumbukan kapal diperhitungkan ekuivalen dengan gaya tumbukan statis pada obyek yang kaku dengan rumus berikut :

TS = ( DWT )1/ 2 (12,5 xV ) keterangan : TS

= gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekuivalen (t)

DWT = tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan bakar, air dan persediaan

V

= kecepatan tumbukan kapal (m/s)

Gambar E.29. Beban tumbukan kapal pada pilar / pylon dari depan

Untuk menahan tumbukan ini diperlukan fender terpisah yang dipasang didepan pilar atau pylon jembatan. Untuk kapal yang membentur pilar atau pylon dari arah samping dapat digunakan rumusan sebagai berikut :

134

E=

CH x0,5W (V ) 2 g

w = DWT + Wa

1 Wa = π d 2 Lpp .γ a 4 γ a = 1.03 t 3 , g = 9.81 m 2 m dt

Gambar E.29. Beban tumbukan kapal pada pilar dan pylon dari samping.

Keterangan: E

= energi kinetik Tumbuk Kapal (tm)

E sin α = Energi kinetik yang diterima oleh fender R

= Gaya statis yang didustribusikan oleh fender ke pilar atau pylon

CH

= koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal,

d

= Tinggi bagian yang terendam dalam air (Sarat kapal)

W

= tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh

Lpp

= Panjang bagian yang terendam dalam air

135

Gambar E.30. Nilai C kapal 0.8 0.7 0.6 0.5

C

0.4 0.3 0.2 0.1 0 1

1.05

1.1

1.15

1.2

1.25

1.3

CH

Gambar E.31. Nilai Cw kapal

Gambar E.32. Beban tumbukan kapal pada pilar / pylon dari samping kapal

136

Gambar E.33. Bentuk dan ukuran kapal

Tabel E.3. Ukuran kapal

Tabel E.4. Type dan ukuran fender Dimensi ( cm) Bentuk Fender

c

Energi (E) (ton.m)

Kapas itas (R) (ton)

120 120 120 120

90 90 90 90

4,5 4,0 3,0 2,0

35 30 23 15

170 170 170 170

70 70 70 70

6,8 6,0 4,5 3,0

52 45 34 23

Nomor TYpe

a

b

FV005-1-1 FV005-1-2 FV005-1-3 FV005-1-4

100 100 100 100

FV005-2-1 FV005-2-2 FV005-2-3 FV005-2-4

150 150 150 150

137

FV005-3-1 FV005-3-2 FV005-3-3 FV005-3-4

200 200 200 200

220 220 220 220

63,5 63,5 63,5 63,5

9,1 8,1 6,0 4,0

69 60 46 31

FV005-4-1 FV005-4-2 FV005-4-3 FV005-4-4

250 250 250 250

270 270 270 270

80 80 80 80

11,0 10,0 7,5 5,0

86 75 57 38

FV005-5-1 FV005-5-2 FV005-5-3 FV005-5-4

300 300 300 300

320 320 320 320

72,5 72,5 72,5 72,5

13,0 12,0 9,0 6,0

103 90 68 45

d. Beban Air Mengalir

1) Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan terhadap gaya air mengalir yang tertahan oleh pilar setinggi air banjir. Gaya air mengalir dihitung dengan rumus TEFw = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] dengan pengertian : Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. CD adalah koefisien seret Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran 2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah: TEFw = 0,5 Cl ( Vs )2 AL [ kN ] dengan pengertian : VS adalah kecepatan air (m/dt) Cl adalah koefisien angkat AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran VS = kecepatan rata-rata = Va :1,4 jika tidak diketahui Va dapat diambil 3 m/dt

138

Gambar E.34. Koefisien seret

Gambar E.35. Luas proyeksi pilar

Permukaan air banjir

TEFw

h 0,6h

Gambar E.36. Tekanan air mengalir pada pilar

139

e. Beban Tumbukan Benda Hanyutan

Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan menerima tumbukan benda hanyutan bawaan air banjir yang bekerja pada permukaan air banjir. Besarnya tumbukan benda hanyutan ditentukan dengan rumus: TEF =

M .(Va ) 2 d

(KN)

dengan pengertian : M adalah massa batang kayu = 2 ton Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau. Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs. Jika tidak diketahui ; Va = 3 m/dt d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) Tabel E.5. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan benda hanyutan Tipe Pilar 

d (m)

Pilar beton masif

0.075

Tiang beton perancah/ portal

0.150

Tiang baja perancah /portal/truss

0.300

Beban akibat tumbukan benda hanyutan ini ditinjau bersamaan dengan beban air mengalir.

TEF

Permukaan air banjir

Gambar E.37. Gaya tumbuk benda hanyutan pada pilar

140

f. Beban Gempa

Jembatan yang dibangun pada daerah rawan gempa harus diperhitungkan terhadap beban gempa. Untuk jembatan lurus dengan ketinggian pilar tidak mencapa 30 m dapat dilakukan analisa statis ekuivalen. Untuk jembatan yang melingkar atau jembatan dengan ketinggian pilar diatas 30 m harus dilakukan TEQ

analisa dinamis. Beban statis ekuivalen dihitung denga rumus TEQ = C.I .S .WT (kN)

Gambar E.38. Gaya gempa pada pilar

dimana: T*EQ : adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN) C

: adalah Koefisien geser dasar untuk daerah , waktu dan kondisi tanah

setempat yang sesuai I

: adalah Faktor kepentingan

S

: adalah Faktor tipe bangunan

WT

: Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,

diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN) Koefisien geser dasar (C)

Nilai C diperoleh dari gambar E.41. yang sesuai dengan daerah gempa dimana jembatan tersebut dibangun, Nilai C ditentukan berdasar pada wilayah gempa, jenis tanah dibawah jembatan dan waktu getar dari struktur pilar jembatan. Jenis tanah yang didapatkan dari hasil uji tanah dapat dilihat pada tabel E.6. Waktu getar (T)

Waktu getar adalah waktu yang digunakan oleh setruktur pilar pada saat mengalami simpangan bolak balik. Waktu getar dihitung dengan rumus-rumus berikut:

T = 2π

WTP g.K p

WTP = DL + DL tambahan + setengah berat pilar ( kN) g = percepatan gravitasi bumi = 9,81 (m/dt 2 ) K P = Kekakuan gabungan (kN/m)

141

Gambar E.39.Bentuk pilar dan nilai Kp

Gambar E.40. Peta wilayah gempa

142

Gambar E.41. Diagram nilai koefisien gempa dasar C

143

Tabel E.6. Jenis tanah untuk koefisien geser dasar Jenis Tanah Untuk seluruh jenis tanah Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa: Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat: Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa: Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat:

Tanah Teguh ≤3m

> 3 m sampai 25 m

Tanah Lunak > 25 m

≤6m

> 6 m sampai 25 m

> 25 m

≤9m

> 9 m sampai 25 m

> 25 m

≤ 12 m

> 12 m sampai 30 m

> 30 m

≤ 20 m

> 20 m sampai 40 m

> 40 m

Tanah Sedang

Tabel E.7. Faktor kepentingan (I) 1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif.

1,2

2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

1,0

3. Jembatan sementara.

0,8

Tabel E.8. Faktor tipe bangunan (S)

Tipe Jembatan (1)

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Bertulang atau Baja

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Prategang Prategang Parsial (2)

Prategang Penuh (2)

Tipe A (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

Tipe B (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

144

Tipe C

3,0

3,0

3,0

CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing- masing arah. CATATAN (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai pra-penegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana. CATATAN (3)

F = Faktor perangkaan = 1,25 – 0,025 n ; F ≥ 1,00 n

= jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri)

CATATAN (4) Tipe A: jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah) Tipe B:jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah) Tipe C:jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

Ketentuan khusus untuk pilar tinggi

Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar E.41. Untuk pilar yang lebih tinggi dari 30 m peninjauan gempa dilakukan dengan analisa dinamis .

145

Gambar E.42. Beban gempa pada pilar tinggi

Beban vertikal statis ekuivalen

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya. C. Beban Khusus Gaya Sentrifugal

Jembatan yang melingkar harus diperhitungkan gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor kejut. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut: TTR = D

0, 79V 2 R

dimana : TTR

:adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada lantai jembatan

V

:adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)

R

:adalah jari-jari lengkungan (m)

D

: adalah beban lajur lalu lintas

146

Gambar E.43. Arah kerja beban sentrifugal

5.4.

Perhitungan Struktur Bawah Jembatan

5.4.1. Kepala Jembatan Gaya –gaya yang bekerja pada kepala jembatan

Gambar E.44. Gaya-gaya yang bekerja pada kepala jembatan

Gaya-gaya yang harus diperhitungkan terhadap kepala jembatan adalah: 1. Beban dari struktur atas termasuk beban hidup diatasnya.

147

2. Beban perkerasan jalan dan beban lalu lintas dibelakang kepala jembatan 3. Beban tekanan tanah aktif dan beban tekanan air di belakang kepala jembatan 4. Gaya horizontal di belakang kepala jembatan akibat perkerasan jalan dan beban lalu lintas di belakang kepala jembatan. 5. Berat sendiri struktur dan timbunan tanah di belakang kepala jembatan. 5.4.2. Pilar Jembatan Gaya – gaya pada Pilar Jembatan

Gaya-gaya yang harus diperhitungkan pada pilar jembatan adalah: 1. Beban dari struktur atas ( beban mati dan beban hidup termasuk gaya rem) 2. Beban angin yang bekerja pada struktur atas 3. Berat sendiri dari pilar 4. Gaya angkat oleh air ( jika pilar terendam dalam air sungai ) 5. Tekanan air mengalir dan tumbukan benda hanyutan 6. Tumbukan kendaraan atau kapal

Gambar E.45. Gaya – gaya yang bekerja pada Pilar Jembatan

(a) Peninjauan arah melintang jembatan R1~R7

: Reaksi struktur atas ( beban hidup dan beban mati) (t)

Hw

: Beban angin yang bekerja pada struktur atas ( titik kerja

pada pusat gaya berat bangunan atas) (t) Wc

: Berat pilar (t)

.

148

PR

: Gaya tekanan air mengalir (t)

F

: Gaya angkat keatas oleh air (t)

q1&q2

: Reaksi tanah pada pondasi (t/m2)

(b) Peninjauan arah memanjang jembatan Rd

: Beban mati struktur atas (t)

Rt

: Beban hidup pada struktur atas (t)

Hs

: Gaya horizontal akibat reaksi perletakan (t)

q3&q4 : Reaksi tanah pada pondasi (t/m2)

149

BAB VI FONDASI JEMBATAN

Fondasi jembatan merupakan struktur paling bawah dari jembatan yang meneruskan beban dari struktur atas dan bawah jembatan ke tanah dibawahnya. fondasi ini memegang peranan yang utama terhadap kestabilan jembatan pada saat menerima beban mati, hidup dan aksi lingkungan, untuk itu fondasi tidak boleh turun, tergeser atau terguling. Untuk menjaga agar fondasi tidak turun, tergeser atau terguling, maka fondasi seharusnya didudukkan pada tanah keras, atau dijepit pada tanah yang kokoh.

6.1

Umum

6.1.1

Bentuk Pondasi Jembatan

Fondasi digolongkan dalam dua jenis, yaitu pondasi dalam dan fondasi dangkal. Pembedaan dari keduanya didasarkan pada sistem pemanfaatan daya dukung tanahnya. Fondasi dalam memanfaatkan tahanan gesek tanah pada dinding fondasi dan tahanan vertikal tanah dibawah dasar fondasi, sedangkan fondasi dangkal hanya memanfaatkan tahanan vertikal tanah dibawah fondasi sebagai daya dukungnya. Fondasi juga digolongkan dalam fondasi langsung dan fondasi tidak langsung. Fondasi langsung adalah fondasi yang langsung menumpu tanah dasar sebagai pendukung fondasi, sedangkan fondasi tidak langsung adalah fondasi yang menggunakan perantara untuk menyalurkan beban ketanah pendukung. Perantaranya dapat berupa tiang pancang, tiang bor atau berupa sumuran. Pemilihan bentuk pondasi jembatan dipengaruhi oleh karakteristik kondisi tanah yang untuk dapat memberikan dukungan terhadap bangunan di atasnya. Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar F.1 dan F.2.

Gambar F.1. Pondasi Tiang pancang baja dan beton

150

Pondasi Langsung Pondasi Dangkal Pondasi Sumuran

Jenis Pondasi

Kayu

Tiang H Tiang Pancang

Pondasi Dalam

Baja Tiang Pipa

Bertulang Beton Pratekan Tiang Bor

Sumuran

Gambar F.2. Macam-macam Pondasi Jembatan

6.1.2

Bagian-bagian Pondasi Jembatan

Fondasi Dangkal / Fondasi langsung Fondasi langsung Fondasi langsung adalah fondasi yang langsung berdiri pada tanah yang keras tanpa melalui perantara tiang atau sumuran. Fondasi langsung umumnya berupa fondasi plat setempat atau fondasi plat menerus. Dasar fondasi umumnya tidak terlalu dalam, sehingga kemungkinan tergerus / scour sangat besar, untuk itu fondasi langsung harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan Fondasi Langsung 1.

Kedalaman lap. Pendukung ( tanah keras) max 4 m dari permukaan tanah.

151

2.

Lap. Tanah pendukung terbebas dari pengaruh penggerusan

3.

Dasar fondasi masuk kedalam lap pendukung ( 1,00 ~ 1,50 m)

4.

Fondasi dangkal yang mendukung kepala jembatan harus ditempatkan kedalam kelandaian tebing sungai untuk memelihara daya dukung.

5.

Jika fondasi terpaksa harus berdiri pada lapisan batu yang tidak memungkin kan untuk digali, maka harus dipastikan bahwa batu tersebut cukup besar dan mampu menahan pondasi, dan antara fondasi dengan lapisan batu dibawahnya harus dipasang penahan geser.

Gambar F.3 . Fondasi langsung

Fondasi dangkal Fondasi dangkal adalah fondasi yang kedalaman maksimumnya 5 m dibawah permukaan tanah. Pondasi ini berupa pondasi telapak dan fondasi sumuran dangkal. Fondasi dangkal ini hanya mengandalkan daya dukung tanah dasar sebagai kemampuannya.dalam menahan beban kepala jembatan dan pilar.

Fondasi Telapak ( kedalaman 1 sampai 5 m ) Fondasi telapak adalah fondasi dangkal yang plat pondasinya langsung berhubungan dengan tanah pendukungnya. Fondasi ini umumnya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 meter, dengan perbandingan antara dalam dan lebar fondasi tidak lebih dari 1. Fondasi telapak dapat dibuat persegi atau bulat. Daya dukung tanah dasar fondasi (qa) harus lebih

152

besar atau sama dengan tegangan maksimum tanah akibat beban (q max.), sedangkan qa = q ultimate ( qu ) dibagi dengan angka keamanan. Besarnya angka keamanan 1,5 sampai 3.

Z

q max ≤ qa =

qu SF

Gambar F.4. Diagram tegangan tanah pada fondasi dangkal Daya dukung ultimate fondasi dangkal (qu) (t/m²) dapat dilakukan dengan analisa data dari boring, sondir atau n SPT. Data Boring qu untuk tanah padat dan tidak ada air Jenis Telapak

Rumus : qu =……(t/m²)

Plat menerus

c.Nc + q.Nq + 0,5.γ.B.Nγ

Bujur sangkar

1,3.c.Nc + q.Nq + 0,4.γ.B.Nγ

Lingkaran

1,3.c.Nc + q.Nq + 0,3.γ.B.Nγ

qu untuk tanah lepas baik ada atau tidak ada air nilai c diganti dengan c’ dan φ diganti dengan φ’

c, =

2

3

.c

φ , = inv.tg . 2 3 .tg .φ Keterangan:

γ = berat isi tanah q = γ.Z

153

c = Kohesi Tanah

φ = sudut geser dalam tanah Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung tanah Untuk mendiskripsikan jenis tanah lepas atau padat dapat digunakan acuan berikut: tanah padat φ ≥ 30º dan tanah lepas φ < 30º q max ≤ qa = qu / SF SF Daya dukung = 1,5 ~ 3 Tabel F.1. Nilai Faktor Daya Dukung

Pengantar T. Pondasi, Rudy D:15

untuk tanah padat jenuh air ( air tanah mencapai dasar fondasi) nilai qu perlu direduksi hingga 50% , akibat pengaruh air tanah, daya dukung akan menurun. Jenis Telapak Plat menerus

Rumus : qu =…………(t/m²) 0.5 (c.Nc + q.Nq + 0,5.γ.B.Nγ)

154

Bujur sangkar

0.5 (1,3.c.Nc + q.Nq + 0,4.γ.B.Nγ)

Lingkaran

0.5 (1,3.c.Nc + q.Nq + 0,3.γ.B.Nγ)

Apabila tanah yang diuji dengan triaksial test merupakan tanah yang jenuh air maka c yang digunakan adalah cu, dan γ yang digunakan adalah γsub, dimana γsub = γsat - γw Keterangan: cu = kuat geser tanah jenuh air / tanpa drinasi γsub = berat isi tanah celup γsat = berat isi tanah jenuh γw = berat isi air q

= γsub.Z

Z = Kedalaman pondasi B = lebar pondasi Jenis Telapak

Rumus : qu =…………(t/m²)

Plat menerus

cu.Nc + q.Nq + 0,5.γsub.B.Nγ

Bujur sangkar

1,3.cu.Nc + q.Nq + 0,4.γsub.B.Nγ

Lingkaran

1,3.cu.Nc + q.Nq + 0,3.γsub.B.Nγ

Data Sondir Data sondir dari nilai tahanan ujung conus (qc) dapat digunakan untuk menghitung fondasi dangkal dengan pendekatan , melalui korelasi qc dengan parameter c, φ dan γ, dan nilai c dapat diambil sebesar 0.05 qc. Atau dengan pendekatan/ rumus empiris Meyerhof qa = qa = daya dukung izin (kg/cm2) qc = tahan ujung konus (kg/cm2)

qc /20

155

Nilai φ dan γ didapatkan dari diagram / gambar dibawah : Korelasi tahanan ujung dengan sudut geser

300 (qc) ( kg/cm2)

Tahanan Ujung Conus

350

250 200 150 100 50 0 0

10

20

30

40

50

O

BTS. 132 & 133

Sudut Geser dalam tanah ( … )

Gambar

F.5.Korelasi qc dengan φ

Sudut geser dalam tanah (...0)

Korelasi sudut geser dalam tanah dengan berat isi tanah non cohesive 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0

0.5

1

1.5

2

2.5

2

2.5

3

Berat isi tanah (ton/m )

BMS. 4-16

Gambar F.6. Korelasi φ dengan γ Korelasi kuat geser tanah dengan berat isi tanah cohesive

Kuat geser (cu) (kg/cm2)

1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 BMS. 4-17

0.5

1

1.5 3

Berat isi tanah (ton/m )

Gambar F.7. Korelasi cu dengan γ

156

Data N SPT

Daya dukung untimit ( qu) fondasi dangkal dapat juga diperoleh dari data N SPT melalui analisa pendekatan langsung dan melalui korelasi nilai N SPT dengan nilai c, φ dan γ. Rumus pendekatan langsung :

qu 5 qu = z .Nd z = faktor daya dukung Nd = nilai N Spt pada dasar fondasi qa =

Mektan $ T. Pondasi, Suyono S:101

Gambar F.8. Faktor Daya dukung korelasi nilai N SPT dengan nilai c ,φ dan γ.

Nilai c untuk tanah Cohesive didapatkan dengan pendekatan :

c=

N kg/cm2 10

Korelasi nilai N SPT. dengan sudut geser dalam tanah 60

Nilai N SPT

50 40 30 20 10 0 0

10

20

30

40

50

Sudut geser dalam ( φ ) BTS 133

Gambar F.9. Korelasi N.SPT dengan φ

Untuk mendapatkan berat isi tanah (γ), menggunakan gambar F.7. di atas.

157

Fondasi Sumuran

Fondasi sumuran ada dua jenis, yaitu fondasi sumuran dangkal dan fondasi sumuran dalam. Fondasi sumuran dangkal umumnya hanya mengandalkan daya dukung vertikal tanah, sedangkan fondasi sumuran dalam dapat memanfaatkan jepitan tanah yang berasal dari tekanan tanah aktif yang bekerja pada dinding fondasi. Fondasi sumuran dangkal umumnya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 meter, sedangkan fondasi sumuran dalam dapat dibuat hingga kedalaman 15 meter. Fondasi sumuran yang umumnya terbuat dari beton bertulang ini dapat digunakan pada jenis tanah yang kedalaman tanah kerasnya sampai 15 meter. Untuk tanah yang kedalaman tanah kerasnya lebih 15 meter penggunaan jenis fondasi ini sudah tidak efektif. Seperti halnya pada fondasi dangkal, fondasi sumuran ini mengandalkan daya dukung tanah dasar sebagai sumber utama kekuatannya, namun apabila dapat diyakinkan bahwa tanah disamping fondasi dapat memberikan sumbangan kekuatan, maka diizinkan memperhitungkan tahanan gesek dinding fondasi sebagai penyumbang kekuatan fondasi. Pembuatan fondasi sumuran dapat dilakukan dengan dua cara :

a. Pengecoran ditempat, yang dilakukan dengan menggali lubang terlebih dahulu, yang dilanjutkan dengan membuat pondasinya. Untuk fondasi sumuran berpenampang bulat dapat dilakukan seperti membuat sumur biasa lalu dilanjutkan dengan membuat fondasinya. Untuk fondasi sumuran yang berpenampang ellips dan persegi dilakukan dengan menggali tanah yang ukurannya lebih besar dari fondasinya, dilanjutkan membuat fondasi lalu mengurug bagian luar fondasi dengan tanah bekas galian dan memadatkannya .

Gambar F.10 . Pembuatan Fondasi Kaison Dengan Beton Cor ditempat

158

b.

Membuat dinding fondasi dengan beton pracetak segmental, lalu memasangnya di permukaan tanah yang dilanjutkan dengan menggali dari dalam bagian bawah fondasi terus menerus sambil memasang segment berikutnya hingga selesai.

Gambar F.11. Pembuatan Fondasi Sumuran dengan Beton Pracetak.

Fondasi Sumuran Dangkal

Fondasi ini dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 m, dengan perbandingan antara dalam dan diameter pondasi tidak lebih dari 5. Untuk fondasi sumuran dangkal jepitan tanah disamping fondasi sebagai akibat tekanan tanah aktif yang bekerja pada dinding fondasi umumnya diabaikan, karena sumbangan daya dukungnya kecil, lebih-lebih jika tanah disamping dinding fondasi merupakan tanah cohesive yang lunak sekali, sehingga daya dukung fondasi yang diperhitungkan hanya mengandalkan daya dukung tanah pada dasar fondasi. Fondasi Sumuran dangkal pada tanah berkohesi padat D

Fondasi tidak terjepit

Z

Lapisan tanah cohesive Lunak sekali

q u = 1, 3 .c . N c + γ . Z Q u = q u . Ab Ab =

1

4

.π . D

2

Qu SF S F = 1, 5 ~ 3

Qa = Tanah Cohesive Sedang ~ keras

Qu = (1, 3.c.Nc + γ .Z ). Ab ; (ton )

159

D

Apabila air tanah berada pada dasar fondasi nilai Qu perlu direduksi hingga 50%. Sehingga nilai qu = 0.5 (1,3.c.Nc + γ Z) Atau apabila data tanah diperoleh nilai cu dan γ sub maka rumus daya 2

dukung tanah menjadi : qu = (1,3.cu.Nc + γ sub.Z). (ton/m2)

Fondasi Sumuran dangkal pada tanah campuran padat D

Lapisan Tanah Cohesive Lunak sekali γ1 Z

Fondasi tidak terjepit

qu = 1,3.c.Nc + γ .Z .Nq + 0,3. γ .D.N γ Qu = qu . Ab Ab = 1 4 .π .D 2 Qu SF SF = 1,5 ~ 3

Qa =

Tanah campuran C dan NC γ2

Qu = [ (1, 3.c. Nc + γ 1 .Z .Nq + 0, 3. γ 2 .D.N γ ). Ab ] (ton )

D

Apabila air tanah berada pada dasar fondasi nilai Qu perlu direduksi hingga 50%. Sehingga nilai Qu = 0,5. [ (1,3.c.Nc + γ 1.Z .Nq + 0,3. γ 2 .D.N γ ). Ab ] (ton) Atau apabila data tanah diperoleh

[(1,3.cu .Nc

nilai

cu

dan

γ

sub

maka

rumus

daya

+ γ 1.Z .Nq + 0,3. γ 2 sub .D.N γ ). Ab ] (ton).

dukung

tanah

menjadi

:

Qu

=

160

Fondasi Sumuran Dalam

Fondasi sumuran di sebut sebagai sumuran dalam jika kedalaman fondasi lebih dari 5 meter dan perbandingan antara dalam dan diameter fondasi lebih dari 5. Daya dukung dari fondasi ini umumnya didapatkan dari daya dukung vertikal tanah dasar fondasi dan tahanan gesek antara dinding fondasi dengan tanah penjepitnya. Pembuatan fondasi sumuran dalam ini dapat dilakukan dengan pengecoran ditempat atau menggunakan beton yang dicor dipabrik seperti pada cara pembuatan fondasi sumuran dangkal. Pembuatan fondasi yang dicor ditempat hanya dapat dilakukan bila jenis tanahnya tanah yang bercohesi, yang bila digali seperti membuat sumur gali tidak longsor. Pembuatan fondasi sumuran dengan menggunakan beton yang di cor dipabrik dilaksanakan bila jenis tanahnya berpasir, yang jika digali mudah longsor. Fondasi Sumuran dalam pada tanah campuran homogen

D

Z

CA

Lapisan tanah campuran (c dan φ) Lunak s/d keras

CA

pH

pH

Fondasi terjepit

Tanah Campuran C dan NC padat

pH

⎡⎛ 4( CA.Z + PH .tgδ ) ⎞ ⎤ Qu = ⎡⎣(1,3.c.Nc + γ .Z.Nq + 0,3.γ .D.Nγ ) .Ab⎤⎦ + ⎢⎜ ⎟.As⎥ (ton) D ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢⎝

Qu = ⎣⎡(1,3.c.Nc + γ .Z.Nq + 0,3.γ .DN . γ ) .Ab⎦⎤ +[ (CA.Z + PH .tgδ ).Kll] (ton)

pH pH pH

PH = 12 .γ .Z 2 .Ka

As = luas dinding sumuran Ab = luas dasar sumuran Kll = keliling sumuran

φ⎞ ⎛ Ka = tg 2 ⎜ 450 − ⎟ 2⎠ ⎝

161

Tabel F.2. Nilai Tg. δ N0-.

JENIS TANAH

Tg. δ (beton)

1

Batuan

2

krikil kepasiran

0,55~0,6

3

Pasir kelanauan

0,45~0,55

4

Pasir halus

0,35~0,45

5

Lempung

0,3~0,35

0,7

BTS 147

Tabel F.3.Parameter tanah campuran Nc dan C KEPADATAN TANAH

φ

C (kg/cm2)

CA (beton) (kg/cm2)

N SPT

Lunak sekali / sangat lepas

<300

0 ~ 0,125

0 ~ 0,125

<4

Lunak / lepas

300 ~350

0,125 ~ 0,24

0,125 ~ 0,23

4 ~ 10

Agak kenyal / agak padat

350 ~400

0,24 ~ 0,48

0,23 ~ 0,36

10 ~ 30

Kenyal / padat

400 ~450

0,48 ~ 0,96

0,36 ~ 0,46

30 ~ 50

Keras / sangat padat

>450

0,96 ~ 1,92

0,46 ~ 0,62

>50 BTS, 133,172

162

Fondasi Sumuran dalam pada tanah berlapis

D Lapisan tanah Cohesive Lunak ~ seadang c1, γ1

Z CA

CA

pH

Z1

Fondasi terjepit c2 , φ2 , γ2

pH

pH1

pH2

Z2

Tanah Campuran C dan NC padat, pH pH

pH

pH

PH1 = tekanan tanah aktif akibat tanah setinggi Z1 PH2 = tekanan tanah aktif oleh tanah setinggi Z2 PH = PH1 + PH2

PH1 = γ1.Z1.Z2 .Ka2

PH 2 = 12 .γ 2 .Z22 .Ka2

φ ⎞ ⎛ Ka = tg 2 ⎜ 450 − 2 ⎟ 2⎠ ⎝

Qu = ⎡⎣(1,3.c2 .Nc2 + γ 1.Z1.Nq2 + γ 2 .Z 2 .Nq2 + 0, 3.γ 2 .D.N γ 2 ) . Ab ⎤⎦ + ⎡⎛ 4 ( C A .Z1 ) ⎞ ⎤ ⎡⎛ 4 ( PH .tgδ ) ⎞ ⎤ ⎢⎜ ⎟ . As1 ⎥ + ⎢⎜ ⎟ . As2 ⎥ (ton) D D ⎠ ⎠ ⎣⎢⎝ ⎦⎥ ⎣⎢⎝ ⎦⎥ As1 = luas dinding sumuran setinggi z1 As2 = luas dinding sumuran setinggi z2 Ab = luas dasar sumuran

Fondasi Tiang Pancang dan Tiang Bor Penggunaan fondasi tiang akan mencapai tingkat ekonomis jika kedalaman lapisan tanah keras diatas 10 meter dari permukaan tanah, namun demikian penggunaan tiang yang kedalamannya kurang dari 10 meter masih diijinkan. Tanah dinyatakan keras jika nilai qc dari sondir ≥ 150 kg/cm2, atau nilai N Spt ≥ 50. Kedalaman tiang di tentukan dengan mempertimbangkan: •

Daya dukung dan sifat kompresibilitas tanah atau bebatuan.



Penurunan yang diijinkan dari struktur.

163



Perkiraan kedalaman gerusan.



Kemungkinan pergerakan tanah.



Pengalihan atau pengerukan di kemudian hari yang berdekatan dengan fondasi.



Letak dan kedalaman fondasi dari struktur yang berdekatan.



Permukaan air tanah.

Data tanah yang akan dipergunakan untuk menganalisa daya dukung fondasi tiang pancang dan tiang bor dapat diperoleh dari Sondir, Boring dan SPT. Ketentuan-ketentuan Untuk fondasi Tiang a. Kedalaman Tiang Pancang (d)



Pada tanah kohesif padat atau tanah berbutir padat: d > 3,0 meter



Pada tanah kohesif lunak atau tanah berbutir lepas: d > 6,0 meter



Bila kedalaman tanah padat atau bebatuan kurang dari 3,0 meter, maka di sarankan menggunakan fondasi dangkal



Penetrasi tiang pada tanah timbunan harus masuk lapisan tanah asli minimal 3,0 meter.

b. Jarak Tiang dan Kedalaman Tiang Dalam Filecup



Jarak minimun antar tiang yang sejajar segaris = 5,0 d. Dimana d = diameter atau lebar terkecil dari tiang.



Tiang yang tidak segaris , jarak minimal antar tiang pada kedalaman y di bawah filecup harus lebih kecil dari 2,50 d + 0,02 y atau 3,5 d.



Kepala tiang harus tertanam lebih dari 30 cm ke dalam filecup.

Perhitungan daya dukung Fondasi dari data Boring

Dari boring didapatkan parameter tanah hasil uji laboratorium berupa c, φ dan γ.

164

Pondasi pada tanah Cohesive Jenuh yang seragam

D Perbandingan kedalaman dan dimeter tiang ( Z/D )

Nilai Nc

Lapisan Tanah Cohesive Cu

Z

Qs

Qs

25 20 15 10 5 0 0

2

4

6

8

10

Nilai Nc BMS 4-31

Gambar F.13. Nilai Nc

Qb

Qu = Qb + Qs (ton) Qu SF SF = 1,5 ~ 2

BMS 4-32

Qa =

Tanah kohesif .

Gambar F.14. Nilai Fc

: Qb = Cu.Nc. Ab (ton) Qs = Fc.Cu. As (ton)

Cu = Kuat geser undrined ( ton/m 2 )

Tanah tidak jenuh: ⇒ C dan γ Tanah jenuh: ⇒ Cu dan γ sat

Nc = faktor daya dukung tanah cohesive Ab = Luas penampang ujung tiang ( m 2 ) 2

As = Luas selimut tiang (m ) Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

Ab =

1

4

.π .D 2

As = π .D.Z

165

Fondasi pada tanah Cohesive Jenuh yang menumpu pada tanah campuran Cohesive (C) dan non cohesive (NC)

D

Qu = Qb + Qs (ton) Qu SF SF = 1,5 ~ 2 Tanah kohesif : Qs = ∑ .Fc.Cu. As (ton) Tanah campuran : Qb = (Cu.Nc. Ab) + (γ sat .Z .Nq. Ab) (ton) Qa =

Lapisan Tanah Cohesive Cu

Qs

Z

Cu = Kuat geser undrained ( ton/m 2 ) Nc, Nq = Faktor daya dukung tanah

Qs

Ab = Luas penampang ujung tiang ( m 2 ) As = Luas selimut tiang (m 2 ) Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

Ab =

1

4

.π .D 2

As = π .D.Z Tanah tidak jenuh: ⇒ C dan γ anah jenuh: ⇒ Cu dan γ sat

Qb Tanah Campuran padat, Cu dan NC

Faktor dd tanah non cohesive (Nq)

Nilai faktor daya dukung tanah Non Cohesive ( Nq)

200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0

Fondasi Tiang Pancang Fondasi Tiang Bor

0 BMS 4-31

10

20

30

Sudut geser dalam tanah ( …O)

Gambar F.15. Nilai Nq

40

50

166

Fondasi pada tanah campuran Cohesive (C) dan non cohesive (NC) Qu = Qb + Qs (ton)

D

Qu SF SF = 1,5 ~ 2 Daya dukung gesek

Qa =

Qs =

Lapisan Tanah Cohesive C1 ,γ1

Z1 Qs

( Fc1.C1.Kll.Z1 ) + ( Fc2 .C2 .Kll.Z 2 ) + ( Ft.PH .Kll.) (ton)

Daya dukung ujung : Qb = (C2 .Nc2 . Ab) +

Qs

⎢⎣( γ 1.Z1 ) + ( γ 2 .Z 2 ) ⎥⎦ .Nq2 . Ab) (ton) PH1 = γ 1.Z1.Ka.Z 2 PH2 =

Z2

:

1 2

γ 2 .Z2 2 .Ka.

(

Ka = tg 2 450 − φ

PH1 PH2

2

)

Cu = Kuat geser undrained ( ton/m 2 ) Nc, Nq = Faktor daya dukung tanah Ab = Luas penampang ujung tiang ( m2 ) Kll = keliling tiang (m) Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

Qb

Tanah tidak jenuh: ⇒ C dan γ anah jenuh: ⇒ Cu dan γ sat

Tanah Campuran C2 ,φ dan γ2

Ab =

1

4

.π .D 2

As = π .D.Z

Faktor adesi tanah non cohesive (Ft)

Nilai faktor adesi tanah Non Cohesive ( Ft) 1.6 1.4 1.2

Fondasi tiang pancang

1 0.8

Fondasi tiang bor

0.6 0.4 0.2 0 0

BMS 4-31

10

20

30

40 O

Sudut geser dalam tanah ( … )

Gambar F16. Nilai Ft

50

167

Fondasi pada tanah non cohesive (NC)

D

Lapisan Tanah Non Cohesive φ ,γ1 Qs

Z1

Qs Permukaan air tanah Lapisan Tanah Non Z2 Cohesive jenuh φ ,γsat2

PH1

PH2 PH3

Ab =

Qu SF SF = 1, 5 ~ 2

Qa =

Daya dukung gesek

:

( Ft .PH 1 .Kll ) + ( Ft .PH 2 .Kll ) + ( Ft .PH 3 .Kll .)

Daya dukung ujung : Qb = ⎡⎣ ( γ 1 .Z 1 ) + ( γ 2 .Z 2 ) ⎤⎦ . Nq . Ab ) (ton) PH1 = 12 γ 1 .Z12 .Ka . PH2 = γ 1 .Z1 .Ka .Z 2 1 2

(γ sat 2 -γ w ) .Z 2 2 .Ka.

(

Ka = tg 2 45 0 − φ

.π .D 2

Tanah NC tidak jenuh: ⇒ γ Tanah NC jenuh: ⇒ γ sat

Qu = Qb + Q s (ton)

PH3 =

4

Kll = π .D.

Qb

Qs =

1

2

)

γ 2 jenuh = γ saturated Nq = Faktor daya dukung tanah Ab = Luas penampang ujung tiang ( m 2 ) Kll = keliling tiang (m)

(ton)

168

Fondasi pada tanah berlapis

D

Qs

Qs

Lapisan Tanah Cohesive C1 ,γ1

Z1

Permukaan air tanah

Qs

Lapisan Tanah Campuran C dan NC Cu2, φ1 ,γsat2

Z2

Qs

Lapisan Tanah Cohesive Cu3 ,γsat3

Z3

Qs

Qs

Lapisan Tanah Non Cohesive φ2 ,γsat4

Qb

Qs =

.π .D 2

Kll = π .D.

Tanah Cohesive jenuh :⇒ Cu , γ sat :

γ sub = γ sat − γ w γ sub = berat isi celup ( submerget) γ sat = berat isi jenuh (saturated) γ w = berat air Cu = Kuat geser tanah jenuh (undrained)

Qb = ⎢⎣( γ 1.Z1 ) + ( γ 2 .Z 2 ) + ( γ 3 .Z 3 ) ⎥⎦ .Nq2 . Ab) (ton) PH1 = γ 1.Z1.Ka.Z 2

(γ sat 2 -γ w ) .Z22 .Ka.

PH = PH1 + PH2 Ka = tg 2 ⎛⎜ 450 − ⎝

4

Tanah Cohesive tidak jenuh :⇒ C , γ

( Fc1.C1.Kll.Z1 ) + ( Fc2 .Cu2 .Kll.Z 2 ) + ( Ft1.PH .Kll.) + ( Fc3 .Cu3 .Kll.Z3 ) = ton

1 2

1

Tanah NC jenuh :⇒ φ , γ sat

Daya dukung ujung :

PH2 =

PH2

Tanah NC tidak jenuh :⇒ φ , γ

Qu = Qb + Qs (ton) Q Qa = u SF SF = 1,5 ~ 2 Daya dukung gesek

Ab =

PH1

φ1 ⎞ 2 ⎟⎠

169

Untuk tanah lepas baik ada atau tidak ada air nilai c dan φ’direduksi , diganti dengan c’ dan

c, =

φ’ :

2

3

.c

φ , = inv.tg . 2 3 .tg .φ Parameter-parameter tanah untuk perhitungan fondasi dalam dapat menggunakan parameterparameter dibawah ini. Parameter rencana tiang untuk tanah tidak kohesif

Tabel F.4. Parameter Ft dan Nq Kondisi Tanah NC

Ft

Nq

N-SPT

Tiang Pancang

Lepas

0-10

0.8

0.3

60

25

Sedang

10-30

1

0.5

100

60

Padat

30-50

1.5

0.8

180

100

Konsistensi

Tiang Bor

Tiang Pancang

Tiang Bor

BMS 4-31

Parameter rencana tiang untuk tanah kohesif

Tabel F.5. Parameter Cu dan Fc Kondisi tanah kohesif Konsistensi

N-SPT

Kuat geser undrained Cu (Kg/cm2)

Koefisien terganggu / Faktor reduksi Fc (Ks)

Sangat Lembek 0-2

0.00-0.10

1.0

Lembek

2-4

0.10-0.25

1.0

Teguh

4-8

0.25-0.45

1.0

0.45-0.50

1.0-0.95

0.50-0.60

0.95-0.8

0.60-0.80

0.8-0.65

0.80-1.00

0.65-0.55

1.00-1.20

0.55-0.45

1.20-1.40

0.45-0.4

1.40-1.60

0.4-0.36

1.60-1.80

0.36-0.35

1.80-2.00

0.35-0.34

>2.00

0.34

Kenyal

Sangat kenyal

Keras

8-15

15-30

>30

170

BMS 4-32

Perhitungan daya dukung Fondasi dari data Sondir dan N.SPT DATA SONDIR

Qu = Qb + Qs = qc. Ab + qs.Kll. Qu , SF = 3 ~ 5 SF qc = nilai tahanan konus ( kg / cm 2 )

Qa =

Qs

qs = nilai jumlah hambatan lekat / friksi ( kg / cm) Ab = luas penampang tiang (cm 2) Kll = keliling tiang ( cm)

Qs

DATA N.SPT

Qu =30.N . Ab +

Ns Nc .Kll.Ls + .Kll.Lc 5 2

Qu , SF = 3 ~ 5 SF N1 = Nilai rata-rata N berjarak 4D dibawah N 2 = Nilai rata-rata N berjarak 10D diatas ujung tiang Ns = Nilai rata-rata N pada lapisan pasi r Nc = Nilai rata-rata N pada lapisan lempung Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2 ) Kll = Keliling tiang (cm) Ls = Panjang tiang pada lapisan pasir (cm) Lc = Panjang tiang pada lapisan lempung (cm) Qa =

Qb

Efisiensi Grup Tiang

Untuk kelompok tiang yang daya dukung utamanya mengandalkan tahanan gesek, harus dilakukan evaluasi efesiensi daya dukung kelompok tiang, dan disarankan jarak as antara tiang lebih dari tiga diameter tiang. Menurut Converce Labarre : dimana

⎡ θ ⎡ (n -1).m + (m -1).n ⎤ ⎤ E =1 - ⎢ .⎢ ⎥⎦ ⎥ .m.n ⎣ 90 ⎣ ⎦ θ = arc tg (D/k) m = Jumlah tiang dalam arah sumbu x n = Jumlah tiang dalam arah sumbu y D = diameter tiang k = jarak antara tiang

171

6.2

Konsep Desain

Persayaratan Struktur

Fondasi harus kuat menerima beban- beban yang bekerja, baik aksi maupun reaksi Aksi

: beban dari struktur bawah jembatan ( pilar dan kepala jembatan).

Reaksi : gaya dari perlawanan tanah. Persyaratan Kestabilan

Fondasi tidak boleh bergerak atau berpindah dari kedudukannya, untuk itu fondasi tidak boleh turun, terguling dan tergeser. Artinya fondasi harus memiliki daya dukung yang kuat dan kedudukan yang kokoh. Agar pondasi kuat dan kokoh dalam analisa diperlukan angka keamanan ( SF). Tabel F.6. Angka keamanan KETAHANAN FONDASI TERHADAP

SF FONDASI DANGKAL

DALAM

Daya Dukung

1,5 ~ 3

2,5 ~ 5

Geser

1,5 ~ 2

-

Guling

1,5 ~ 2

-

Data beban struktur bawah

Beban beban dari struktur bawah jembatan, baik kepala atau pilar jembatan adalah beban vertikal, beban horizontal arah panjang dan arah lebar jembatan, dan momen arah memanjang dan arah melintang jembatan.

Gambar F.17. Gaya-gaya luar pada fondasi

172

Data Tanah Tempat Dudukan Fondasi.

Sebelum menentukan jenis dan kedalaman fondasi yang akan digunakan untuk menahan kepala dan pilar jembatan, maka harus diketahui parameter tanah dibawah rencana kepala dan pilar jembatan. Parameter tersebut adalah: a. Profil melintang sungai b. Data geoteknik mektan yang berisi parameter tanah hasil uji laboratorium yang berisi γ,φ,c, dan jenis tanah pada setiap kedalaman ( Lanau / silt, lempung / clay, pasir/ sand, kerikil / gravel, berongkal / boulder, hasil uji sondir yang berisi qs dan qb pada setiap kedalaman, dan hasil uji penetrasi yang berupa nilai N Spt. Pada setiap kedalaman. c. Hidrologi dan pengaruh lingkungan yang berisi data permukaan air tanah dan jenis zat-zat kimia yang ada di air tanah yang dapat menyebabkan korosi pada fondasi. Penyelidikan Tanah A. Sondir:

Alat investigasi daya dukung tanah yang paling sederhana adalah sondir. Dari data hasil sondir langsung dapat diketahui tahanan ujung tiang ( qc) dan tahanan gesek dinding tiang (qs). Tanah dinyatakan keras jika nilai qc ≥ 150 kg/cm2

Gambar F.18. Data sondir

173

B. Standar Penetrasi Test (SPT)

SPT merupakan test dinamis, alatnya dinamakan ” Split Spoon Sample” dimasukkan kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk yang beratnya 140 pound ( 63 kg.) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 1nchi ( 76,2 cm ). Setelah ”split spon” ini dimasukkan 6 inchi ( 15,2 cm), jumlah pikulan dihitungkan untuk memasukkan 1 foot (12 inchi ) ( 30,48 cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N dengan satuan pukulan/kaki ( blows/foot). Tanah dinyatakan keras jika nilai N > 40. Untuk tanah yang tidak berkohesi ( pasir dan lanau), nilai N berkorelasi dengan tingkat kepadatan tanah dan sudut geser dalam tanah. Tabel F.7. Korelasi N. SPT dengan φ No

Tingkat Kepadatan Tanah

Nilai N <4

Sudut Geser Dalam Tanah (φ) < 30 o

Lepas

4 - 10

30 - 35

3

Agak Padat

11 - 30

36 – 40

4

Padat

31 - 50

41 - 45

5

Sangat Padat/keras

> 50

> 45 o

1

Sangat Lepas

2

Gambar F.19. Data nilai N SPT

174

C. Boring

Investigasi tanah yang hasilnya paling akurat adalah uji laboratorium. Uji ini dilakukan dengan mengambil contoh tanah pada kedalaman tertentu, lalu contoh tanah tersebut dibawa kelaboratorium untuk di uji jenis, sifat ,dan karakteristiknya. Untuk mengambil contoh tanah pada kedalaman tertentu dilakukan dengan melakukan pengeboran tanah. Hasil pengeboran digambarkan statigrafinya, dan setiap lapisan tanah disebutkan parameternya (nilai γ,φ,C)

Gambar F.20. Statigrafi tanah

175

6.3

Perhitungan Pondasi Jembatan

Perhitungan Pembebanan Pll = 4.9 ton / m

qll = 0.9 ton / m 2 q DL Lt. Injak = 0.6 ton / m 2

γ = 1.8 ton / m3 φ = 340

( 2 ) = tg ( 45 − 34 2) = 0.28 Kp = tg ( 45 + φ ) = tg ( 45 + 34 ) = 3.54 2 2 Ka = tg 2 450 − φ

2

0

2

2

0

0

Pada kedalaman 4 m dari permukaan tanah tempat kepala jembatan, didapatkan nilai qc = 60 kg/cm2. berdasarkan data nilai qc tersebut, dengan menggunakan rumus empiris Meyerhof

didapatkan nlai qa = 0.05 qc = 0.05 x 60 = 3 kg/cm2 = 30 ton/m2. Dan dengan menggunakan gambar P7 dan P8 didapatkan nilai φ =340, dan nilai γ = 1,8 ton/m3. Dengan memprediksi

jenis tanah dibawah pondasi berupa tanah pasir kelanauan, maka didapatkan nilai tg.δ = 0.45. Beban-beban yang diperhitungkan :

No

Macam beban

No Ta si

Rumusan

Besar (ton/m lebar pondasi)

1

Beban mati struktur atas ditambah beban hidup Pll dan QLL / meter lebar pondasi;

Q1

Q1 = QDL + QLL+Pll QDL= Volume x BJ Q1=16.48+7.72+4.2

28.40

2

Berat struktur kepala jembatan

G1

G1= Volume x BJ

12.24

176

3

Berat timbunan tanah dan beban hidup di belakang kepala jembatan

G2

G2=(vol, timbuan x BJ + Qdl plat injak + Qll )

17.66

4

Berat Headwall

G3

G3 = vol Hw.x Bj beton

1.22

5

Berat timbunan tanah di depan kepala jembatan

G4

G3 = vol, timbuan x BJ

6.26

6

Tekanan tanah aktif akibat berat plat injak dan beban lalu lintas merata

Pa1

Pa1= (qdl lt. Injak + qll).Ka.h

2.94

7

Tekanan tanah aktif akibat timbunan tanah dibelakang kepala jembatan

Pa2 Pa2 = ½.γ..h2.Ka

8

Tekanan tanah pasif penahan geser tanah di depan kepala jembatan

Pp

Pp=½.γ..h2.Kp

12.35

12.74

177

Perhitungan Daya Dukung

V

= Q1 + G1 + G2 + G3 + G4 = 28.40 +12.24 + 17.66 +1.22 +6.26 = 65.78 ton

Mpa = - Pa1 x 3.5 - Pa2 x 2.33 + Pp x 0.7 = - 2.94 x 3.5 - 12.35 x 2.33 + 12.74 x 0.7 = - 30.15 ton.m Mg = -G4 x 0.95 + G3 x 0.5 + G2 x 1.05 = -6.26 x 0.95 + 1.22 x 0.5 + 17.66 x 1.05 = + 13.21 ton.m

Mpa Mg

σV

V 1.75

1.75

σMg

3.5 18.79

6.47

V 65.78 = = 18.79 ton / m2 A 1x3.5 Mg 13.21 = = = 6.47 ton / m2 2 1 W 6 x1x3.5 Mpa 30.15 = = = 14.77 ton / m2 2 1 W 6 x1x3.5 =

18.79

σMpa

6.47

q max. = -18.79 + 6.47 – 14.77 = - 27.09

+ + 14.77

q max. = 27.09 ton / m2 ( tekan ) q min = -18.79 - 6.47 + 14.77 = - 10.49

14.77

q min = 10.49 ton / m2 ( tekan )

= 10.49 27.09

qa = 0.05 qc = 0.05 x 60 = 3 kg/cm2 qa = 3 kg/cm2 = 30 ton/m2 qa > q max → 30 ton/m2.> 27.09 ton/m2 ( ok )

Perhitungan Kestabilan Terhadap Geser SF geser =1,5 ~ 2

Gaya geser

= Pa = Pa1 + Pa2 = 2.94 + 12.35 = 15.29 ton

Tahanan gesek = Fs = V.tgδ = 65.78 x 0.45 = 29.60 ton Pa =15.29 t V = 65.78 t Pp =12.74 t

Gaya tahan

= Pp + Fs = 12.74 + 29.60 = 42.34 ton Gaya tahan 42.34 ton = Gaya geser 15.29 ton = 2.77 2 (ok)

Safety Factor = Fs =29.60 t

178

Perhitungan Kestabilan Terhadap Guling

SF guling=1,5 ~ 2

Beban Q1 G1 G2 G3 G4 Pa1 Pa2 Pp

M. guling

Besar (ton) 28.40 12.24 17.66 1.22 6.26 2.94 12.35 12.74

= - ( Pa1 x 3.5 ) – ( Pa2 x 2.33 ) = - ( 2.94 x 3.5 ) – (12.35 x 2.33 ) = - 39.07 ton.m

M. tahan

= (Pp x 0.7) + (G4 x 0.7) + (Q1x1.75) + (G1x1.75) + (G3x2.2) + (G2x2.8) = (12.74x0.7)+(6.26x0.7)+(28.40x1.75)+(12.24x1.75)+(1.22x2.2)+(17.66x2.8) = 136.55 ton.m

Safety Factor =

Momen tahan 136.55 = = 3.50 2 (ok) Momen guling 39.07

179

Perhitungan Fondasi Sumuran

Direncanakan pondasi untuk mendukung kepala jembatan seperti gambar dibawah:

Dari data sondir didapatkan nilai tahanan ujung pada kedalaman 5 meter di tempat rencana kepala jembatan nilai konusnya sebesar 170 kg/cm2, sehingga direncanakan menggunakan 2 buah fondasi sumuran diameter 2 m ditanam sedalam 5 m dari permukaan tanah tempat kepala jembatan. Perhitungan Pembebanan q DL Lt. Injak = 0.6 ton / m 2

Pll = 4.9 ton / m qll = 0.9 ton / m 2

Q

G3 G1

G2

180

Berat setengah lebar kepala jembatan No

Macam beban

Notasi

Rumusan

Berat ( ton)

1

Struktur atas dan beban hidup diatasnya

Q

Q = 28.4 x 3.5 =

99.40

2

Kepala Jembatan

G1

G1 = 4.26 x 2.4 x 4 =

40.90

3

Fondasi ( tebal dinding = 0.2 m dan tebal plat dasar = 0. 4 m )

G2

G2 = (π x 1.8 x 0.2 x 2.4 x 4) + ( ¼ x π x 1.62 x 2.4 ) =

15.68

4

Timbunan tanah di belakang kep jembatan , perkerasan dan beban lalu lintas merata

G3

G3 = (( 4.08 x 1.8 ) + ( 1.5 x 1. 2 ) x 4 =

36.58

V = Beban vertikal pada satu fondasi

192.56

Perhitungan Daya Dukung

Nilai qc pada kedalaman 5 meter ( dasar fondasi) dari permukaan tanah tempat kepala jembatan = 170 kg/cm2. Dari gambar P7 didapatkan nilai φ = 410 Dari gambar P8 didapatkan nilai γ =2.1 ton/m3. Dari tabel P6 didapatkan nilai C = 0.49 kg/cm2 = 4.9 ton/m2 Dengan nilai φ = 410, dari tabel P4 didapatkan nilai Nc= 83.86, Nq = 73.90, Nγ = 130.22. Nilai qc pada kedalaman 3 meter ( tengah-tengah fondasi) dari permukaan tanah tempat kepala jembatan = 40 kg/cm2. Dari gambar P7 didapatkan nilai φ = 320 Dari gambar P8 didapatkan nilai γ =1.75 ton/m3. Dari tabel P6 didapatkan nilai CA = 0.1.7 kg/cm2 = 1.7 ton/m2. Dari tabel P5 didapatkan nilai tgδ = 0.45 Dasar fondasi berada 5 meter dibawah permukaan tanah, tahanan gesek pada dinding fondasi boleh dihitung dan boleh juga diabaikkan..

181

Tahanan Gesek (Qs)

(

Ka = tg 2 450 − φ

2

) = tg ( 45 − 32 2) = 0.31 2

0

PH1 = (1.75 x 1 x 4 x 0.31) = 2.17 ton/m P H1 P H2

PH2 = ( 1 2 x 1.75 x 42 x 0.31) = 4.34 ton/m PH = PH1 + PH2 = 6.51 ton/m

Qs = (( CA x Z) + (PH x Tgδ))Kll = (( 1.7 x 4) + (6.51 x 0.45) x π x 2 = 61.13 ton Tahanan Ujung (Qb)

Qb = ⎡⎣(1,3.c.Nc

) + ( γ .Z .Nq ) + (

0,3.γ .D.N γ ) . Ab ⎤⎦

= [(1.3 x 4.9 x 83.86)+ (1.75 x 4 x 73.90) + (0.3 x 2.1 x 2 x 130.22 )] x ¼ π 22 = = ( 534.19 + 517.3 + 164.08 ) 3.14 = 3816.89 ton Seluruh tubuh pondasi terendam air banjir, maka nilai Qs dan Qb direduksi 50%, sehingga Qs = ( 0,5 x 61,13 ) = 30.56 ton , dan Qb = ( 0,5 x 3816.89) = 1908,45 ton. ⎛ Qs Qb ⎞ ⎛ 30.56 1908,45 ⎞ QA = ⎜ + + ⎟=⎜ ⎟ = 391.88ton 5 ⎝ SF SF ⎠ ⎝ 3 ⎠ Daya dukung fondasi QA= 391.88 ton > V = 192.56 ton ( ok ) Jika menggunakan pendekatan Meyerhof tanpa memperhitungkan tahanan gesek maka ⎛ qc ⎞ ⎛ 1700 ⎞ Q A = ⎜ xAb ⎟ = ⎜ x 0.25 x π x 22 ⎟ =267.04ton > V = 192.56 ton ( ok ) ⎝ 20 ⎠ ⎝ 20 ⎠

182

Perhitungan Fondasi Tiang Pancang

Direncanakan fondasi untuk mendukung kepala jembatan seperti gambar dibawah:

Dari data sondir didapatkan nilai tahanan ujung pada kedalaman 12 meter di tempat rencana kepala jembatan nilai konusnya sebesar 140 kg/cm2, sehingga direncanakan menggunakan fondasi tiang pancang diameter 0.4 m Perhitungan Pembebanan Q

q DL Lt. Injak + qll = 0.6 + 0.9 = 1, 5 ton / m 2

HR

nilai φ =340, dan nilai γ = 1,8 ton/m3 vv 0.9

Pa1

G2

3.1

Pa2

G1

2.35 1.57

Tanah timbunan φ = 340 , dan γ = 1,8 ton/m3

(

Ka = tg 2 450 − φ

2

) = tg ( 45 − 34 2) = 0.28 2

0

PH1 = (1,5 x 4,7 x 0,28) = 1,98 ton/m PH2 = ( 1 2 x 1,8 x 4,72 x 0,28) = 5,57 ton/m

183

No

Macam beban

Notasi

Berat ( ton)

Rumusan

1

Struktur atas dan beban hidup diatasnya

Q

Q = 28.4 x 7 =

2

Kepala Jembatan

G1

G1 = 4.26 x 2.4 x 8=

81,18

3

Timbunan tanah di belakang kep jembatan , perkerasan dan beban lalu lintas merata

G2

G3 = (( 4.08 x 1.8 ) + ( 1.5 x 1. 2 ) x 8 =

21,36

4

Gaya Rem

HR

Diagram gaya rem untuk l = 20m

5

Tekanan tanah aktif akibat perkerasan dan beban hidup merata

Pa1

1,98 x 8

15,84

6

Tekanan tanah aktif akibat timbunan tanah dibelakang kepala jembatan

Pa2

5,57 x 8

44,56

198,80

5,00

Perhitungan gaya untuk satu tiang

Direncanakan digunakan tiang pancang φ 0,4 m sebanyak 10 buah. Kemampuan maksimum untuk satu tiang adalah sebagai berikut: 0,8

0,8

a. Akibat gaya vertikal: R1 akibat gaya vertikal

R1 akibat gaya vertikal= R2 akibat momen

Q + G1 + G2 = 10

198,80+ 81,18+21,36 = 30.13 10

b .Akibat momen (-Pa1x2,35)-(Pa2x1,57)-(HR x3,1)+(G2x0,9) = 10 x 0,8 (-15,84x2,35)-(44,56x1,57)-(5x3,1)+(21,36x0,9) = = 12,93 10 x 0,8 R 2 akibat m =

qs

qs

qs

qs

Gaya yang bekerja pada satu tiang pancang (R ) = R1 + R1 R = 30,13 + 12,93 = 43,06 ton

qb

qb

184

Perhitungan kapasitas / Daya dukung tiang pancang

Qu =qc.Ab +qs.Kll.Ls Qu , SF = 3 ~ 5 SF Tiang Pancang diameter 0,4 m, ⇒ Ab =

Qa =

1

4

.π.0,42 = 0,13 m 2

Kll = π .0,4 = 1.26 m

. Tabel perhitungan daya dukung No

Kedalaman (m)

qc ton/m2

qs ton/m

Qb = qc.Ab ton

Qs = qs.Kll. ton

Qu ton

Qa = Qu/4 ton

1

6

70

8

9

10

19

5

2

7

120

12

16

15

31

8

3

8

200

16

26

20

46

12

4

9

240

18

31

23

54

13

5

10

400

21

52

26

78

20

6

11

100

24

13

30

43

11

7

12

1400

28

182

35

217

54

Efisiensi tiang

⎡ θ ⎡ (n -1).m + (m -1).n ⎤ ⎤ E =1 - ⎢ .⎢ ⎥⎦ ⎥ .m.n ⎣ 90 ⎣ ⎦ dimana

θ = arc tg (D/k) = arc tg (0,4/1,6) = 14,04 m=2 n =5 D = 0,4 k = 1,6

⎡14, 04 ⎡ (5 -1) x 2 + (2 -1) x5 ⎤ ⎤ E =1 - ⎢ .⎢ ⎥⎦ ⎥ = 0,80 2 x5 ⎣ 90 ⎣ ⎦ Kedalaman Pemancangan

Kedalaman pemancangan 12 m, karena pada kedalaman 12 m daya dukung tiang mencapai ( 54 x 0,80 ) = 43,20 ton > beban pada satu tiang = 43,06 ton.

185

BAB VII BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN

7.1.

Trotoar dan Sandaran Jembatan

Untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melewati jembatan, maka dibuat ketentuan sebagai berikut: -

Trotoar dibuat lebih tinggi dari lantai jembatan minimal 0,25 m dari permukaan lantai kendaraan, ini dimaksudkan agar kendaraan tidak menyelonong ke trotoar.

-

Pada tepi trotoar bagian luar dipasang kerb setinggi minimal 0,25m, ini untuk menjaga agar kaki pejalan kaki tidak terpeleset ke sungai.

-

Lebar trotoar (T) minimum 0,50 m.

-

Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan orang yang lewat di atas trotoar, maka trotoar harus dipasang sandaran.

-

Tinggi sandaran minimum setinggi pinggang manusia ( 0,9 m )

-

Sandaran harus dibuat mampu menahan beban orang yang bersandar di sandaran sebesar 0,1 ton bekerja pada bagian atas sandaran. 0,1 t/m Tiang sandaran

0,9 m

Kerb 0,25m

Trotoar Lantai Kendaraan

0,25m

Kerb

Gambar G.1 Trotoar dan sandaran

7.2.

Bearing

Bearing sebagai perletakan jembatan yang berfungsi untuk mengadakan hubungan khusus untuk mengendalikan interaksi pembebanan dari gerakan antara bagian struktur umumnya antara bangunan atas dan bangunan bawah. Untuk mencapai persyaratan tingkat gerakan dan rotasi mungkin perlu untuk membuat kombinasi beberapa jenis perletakan, tiap elemen dari keseluruhan mengizinkan gerakan

186

tertentu dan karakteristik tumpuan beban tertentu (misalnya perletakan geser sederhana mengizinkan translasi dan tekanan pada perletakan pot agar juga menyediakan rotasi.

187

g. Perletakan elastomer

188

Kemampuan beban dan gerakan dari perletakan untuk jembatan harus sesuai dengan anggapan yang dibuat dalam perencanaan jembatan secara keseluruhan serta persyaratan khusus di dalamnya. Pengaruh gerakan dari pusat tekanan harus dipertimbangkan sepenuhnya dalam perencanaan jembatan secara keseluruhan serta persyaratan khusus di dalamnya. Kriteria beban dan gerakan rencana dapat dilihat pada tabel 7.1 di bawah. Tabel 7.1 Kriteria beban dan gerakan rencana Jenis Perletakan

Keadaan Batas Kelayanan Beban

Gerakan

Perletakan elastomer





Perletakan pot (tidak termasuk





Keadaan Batas Ultimate Beban

Gerakan

setiap permukaan kontak geser yang bersamaan) Permukaan kontak geser



Jenis Perletakan lain (misalnya

√ √







rol) Hubungan lantai

7.3.

Expansion joint

Expansion joint diperlukan untuk mengizinkan pembebanan lalu lintas dan gerakan akibat perubahan suhu, rangkak dan susut dari beton dan penurunan dari dukungan, tidak termasuk tegangan berlebih dalam struktur. Expansion joint tidak boleh menimbulkan bunyi atau getaran berlebih pada waktu lalu lintas lewat. Bila pejalan kaki atau binatang dapat melintasi langsung pada hubungan, maka semua cela harus ditutup. Bahan hubungan harus tahan terhadap karat dan hubungan harus mudah dicapai untuk maksud pemeriksaan, pemeliharaan dan penggantian. Karaktersistik kenyamanan pengendara mobil, lebar maksimum dari sela terbuka menerus pada batas kelayanan harus sebesar 70 mm. Sela lebih kecil diperlukan untuk sepeda. Beberapa tipikal expansion join dapat dilihat pada gambar. berikut

189

Gambar G.2 Hubungan sela terbuka

Gambar G.3 Hubungan dengan penutup tekan

190

Gambar G.3 Hubungan pelat bergerigi terikat pada bantalan elastomer

Gambar G.4 Hubungan pelat bergerigi dibaut pada dudukan baja

7.4.

Fender Jembatan

Fender adalah perangkat yang digunakan untuk meredam benturan yang terjadi pada saat kapal akan merapat ke dermaga atau pada saat kapal yang sedang ditambatkan tergoyang oleh gelombang atau arus yang terjadi di pelabuhan. Peredaman dilakukan dengan menggunakan bahan elastis, biasanya terbuat dari karet. Fungsi utama fender adalah : 1. struktur fender sebagai peredam energi tumbukan kapal sampai ke tingkat kekuatan ijin pilar jembatan;

191

2. struktur fender sebagai pelindung pilar jembatan terhadap energi tumbukan kapal. Tipe, Fungsi dan Bahan Fender : •

Fender kayu Fender kayu terdiri dari elemen vertikal dan horisontal dalam kerangka yang dipasang bersatu dengan pilar atau secara terpisah. Energi tumbukan diredam oleh deformasi elastis dan kerusakan elemen kayu. Fender kayu digunakan untuk melindungi pilar terhadap gaya tumbukan dari kapal kecil.



Fender karet Fender karet dibuat komersial dalam bentuk aneka ragam. Energi tumbukan diredam oleh deformasi elastis dari elemen karet dalam kombinasi tekanan, lenturan dan geser.



Fender beton Fender beton terdiri dari struktur boks berongga dan berdinding tipis yang dipasang pada pilar. Permukaan luar fender beton dapat dilindungi oleh fender kayu. Energi tumbukan diredam oleh tekuk dan kerusakan dinding fender beton.



Fender baja Fender baja terdiri dari membran berdinding tipis dan elemen pengaku dalam kerangka boks pada pilar jembatan. Energi tumbukan diredam oleh tekanan, lentur dan tekuk dari elemen baja dalam fender. Permukaan luar fender baja dapat dilindungi oleh fender kayu.



Fender yang didukung oleh tiang Sistem yang didukung oleh tiang dapat digunakan untuk meredam beban tumbukan. Kelompok tiang yang dihubungkan oleh cap yang kaku adalah suatu struktur pelindung dengan tahanan tinggi terhadap gaya tumbukan kapal. Deformasi plastis dan kerusakan tiang diijinkan dengan syarat kapal terhenti sebelum menabrak pilar, atau tumbukan diredam sampai tingkat kekuatan pilar dan pondasi. Struktur tiang pelindung dapat dibuat secara berdiri sendiri, atau dipasang pada pilar. Tiang kayu, baja, atau beton dapat digunakan sesuai kondisi lapangan, beban tumbukan dan pertimbangan ekonomis.

192



Fender dolfin Dolfin merupakan struktur sel sirkular dari turap baja yang dipancang, dan diisi beton serta ditutup dengan cap beton. Dolfin dapat dibuat dari komponen beton pracetak, atau di-pracetak secara keseluruhan di luar lapangan dan kemudian dibawa mengapung ke lokasi. Tiang pancang kadang-kadang digabung dalam desain sel.

Gambar G.5. Beberapa tipikal fender jembatan

7.5.

Slope Protection Fungsi utama dari slope protection adalah untuk menjaga keamanan lereng dan memastikan pondasi yang berada pada lereng aman terhadap bahaya longsoran. Kondisi lereng perlu dianalisa baik pada saat pelaksanaan ataupun setelah masa konstruksi dengan parameter tanah rencana seperti pada gambar G.6 berikut.

193

Gambar G.6 Analisa dan parameter rencana analisa kestabilan lereng

194

Untuk menjaga kondisi lereng agar tetap stabil, dibutuhkan perkuatan pada lereng baik berupa pasangan batu, beton struktur maupun perkuatan alami menggunakan rumput seperti pada gambar G.7

Gambar G.7 Tipikal Perkuatan lereng

Related Documents


More Documents from "chepimanca"