Buku Saku Skema Penyelesaian Sengketa

  • Uploaded by: Siti Budi Mulyasari
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Saku Skema Penyelesaian Sengketa as PDF for free.

More details

  • Words: 22,812
  • Pages: 160
Loading documents preview...
BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Definisi Kontrak Konstruksi. Undang Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menjelaskan pengertian Kontrak Kerja Konstruksi adalah Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kontrak konstruksi berbentuk surat perjanjian (ter­ tulis) antara kedua belah pihak untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi dan kontrak tersebut digunakan sebagai alat untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan baik. Kontrak berisi aturan aturan, hak dan kewajiban para pihak yang terkait sehingga pihak­pihak terkait dapat melaksanakannya sesuai dengan yang diharapkan. Kontrak yang digunakan pada kegiatan konstruksi adalah kontrak kerjasama teknis, karena pada umum­ nya kegiatan konstruksi merupakan kegiatan teknis.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

1

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Dalam kontrak kerja konstruksi, minimal memuat uraian tentang hal­hal sebagai berikut : a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, batasan waktu pelaksanaan; c.

Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertang­ gungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak peng­ guna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk meme­ nuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melak­ sanakan pekerjaan konstruksi; f.

2

Cara pembayaran, yang memuat ketentuan ten­ tang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan kon­ struksi;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat keten­ tuan tentang tata cara penyelesaian perselisi­ han akibat ketidaksepakatan; i.

Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kon­ trak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

j.

Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang tim­ bul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan; l.

Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelak­ sanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan tenaga kerja;

m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan ten­ tang lingkungan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

3

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Walaupun begitu perlu dipahami bahwa kegiatan tek­ nis juga membutuhkan kegiatan non teknis antara lain manajemen, keuangan, perpajakan, hukum dan lain­ lain. Apabila dikaitkan dengan proses pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan oleh suatu organisasi konstruksi, maka kontrak kerjasama teknis meli­ batkan pihak pemerintah dan penyedia barang/jasa. Dengan demikian maka kontrak kerjasama teknis juga harus mengikuti kaidah­kaidah yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pe­ merintah. Oleh karena kontrak merupakan produk hukum, maka para pihak dalam kontrak harus memahami aspek hukum yang berlaku dalam pelaksanaan kon­ trak. Para pihak juga harus memahami alternatif penyelesaian perselisihan antara para pihak dalam kontrak. Penyusunan kontrak harus dipahami oleh para pihak dalam kontrak, terutama penyedia jasa yang berke­ pentingan dengan pelaksanaan kontrak. Hal ini meliputi jenis kontrak, sistematika kontrak dan stan­ dar kontrak.

4

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Definisi kontrak adalah: l PMBOK : Dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak merupakan perse­ tujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang berharga. l FIDIC Edisi 2006 : Kontrak berarti Perjanjian Kon­ trak (Contract Agreement), Surat Penunjukan (Let­ ter of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender), Persyaratan (Conditions), Spesifikasi (Spesifications), Gambar­gambar (Drawings), Jad­ ual/Daftar (Schedules), dan dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat Penunjukan. l UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 ten­ tang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi merupakan keseluruhan doku­ men yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyeleng­ garaan pekerjaan konstruksi. l Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisinis yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk ter­ tulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terikat di dalamnya terdapat tindakan­tinda­ kan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimak­ sud bisnis adalah tindakan yang mempunyai aspek

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

5

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

komersial. Dengan demikian kontrak kerja kon­ struksi yang juga merupakan kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial (Hikmahanto Juwana, 2001).

1.2. Peraturan Perundang­undangan Yang Terkait Dengan Kontrak Konstruksi 1. UU RI nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Kon­ struksi beserta penjelasannya 2. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi 3. Undang­undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 4. Permen PU No 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi 5. Surat Edaran Menteri Pekerjaan UmumNo 01/SE/M/2007 6. Peraturan Lembaga LPJK tentang Penilai Ahli 7. PerpresRI nomor 54 tahun 2010 tentang Pen­ gadaan Barang/Jasa Pemerintah 8. New York Convention 1958 9. FIDIC Conditions of Contract for Construction

6

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Syarat Sah Perjanjian Dalam Kontrak Kon­ struksi

Perkataan kontrak merupakan pengambilalihan dari perkataan latin contractus, yang berarti perjanjian. Di Belanda, para pakar hukum, pada umumnya, menggunakan terminologi “overeenkomst” atau per­ setujuan sebagai sinonim dari terminologi kontrak. Istilah kontrak semula hanya merupakan padanan kata dari perjanjian. Perikatan yang bersumber pada perjanjian kontrak, hal tersebut diatur dalam Buku III Bab II Bagian I Kitab Undang­Undang Hukum Perdata, yang men­ gatur tentang perikatan­perikatan yang dilahirkan dari perjanjian atau persetujuan. Akan tetapi perikatan juga dapat terjadi karena adanya ketentuan­ketentuan Undang­undang. Perikatan yang bersumber pada perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang­Undang Hukum Per­ data, yang menyebutkan bahwa perjanjian adalah: “perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.” Hubungan kedua orang yang bersangkutan mengak­ ibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan prestasi.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

7

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Sementara menurut M. Yahya Harahap, suatu kontrak adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi. Prof. Soebekti menjelaskan bahwa suatu per­ janjian juga dinamakan persetujuan kerana dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Sementara, istilah kontrak memiliki arti lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Prof. Wirjono Prodjodikoro, menggunakan istilah persetu­ juan untuk overeenkomst dan menyamakan istilah per­ janjian­perjanjian tertentu untuk persetujuan­ persetujuan tertentu. Selanjutnya, Sri Soedewi Masj­ choen Sofwan menggunakan istilah perjanjian untuk overeenkomst, sehingga dapat dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan adalah sama artinya. Menurut dokrin ( teori lama ) yang disebut perjanjian adalah : “perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Sehingga unsur­unsur dalam perjanjian berdasarkan teori lama adalah sebagai berikut: a. Adanya perbuatan hukum. b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang.

8

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

c. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/ dinyatakan. d. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama an­ tara dua orang atau lebih. e. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain. f. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum. g. Akibat hukum itu untuk menimbulkan kepentin­ gan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik. h. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang­undangan.

Sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne dalam buku Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, yang berjudul Perancangan Kontrak, yang diartikan dengan kontrak, adalah: “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menim­ bulkan akibat hukum.” Sehingga oleh teori baru, bahwa kontrak ada 3 (tiga) tahap, yaitu sebagai berikut:

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

9

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan. b. Tahap contractual, yaitu persesuaian perny­ ataan kehendak antara para pihak. c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan per­ janjian. Kontrak yang mengatur hubungan bisnis antara para pihak disebut kontrak bisnis. Pada kontrak bisnis berdimensi publik, salah satu pihaknya adalah pemerintah yang diwakili oleh Pejabat Pem­ buat Komitmen (PPK). Kontrak kerjasama teknis juga merupakan kontrak bisnis berdimensi publik. Kontrak lahir dan mulai berlaku pada saat para pihak menandatangani kon­ trak tersebut. Syarat sahnya suatu kontrak meliputi : 1. Syarat subyektif : a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya: l persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak, apa yang dikehendaki pihak yang satu juga merupakan apa yang dike­ hendaki pihak yang lain. l realisasi dari keinginan yang sama menim­ bulkan kesepakatan untukmengikatkan

10

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

diri. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian: memiliki kewenangan dan berwenang secara substansi, tempat dan waktu secara hukum mampu melakukan tindakan hukum. 2. Syarat obyektif : a. Mengenai suatu hal tertentu: l tujuan yang akan dicapai. l prestasi yang akan dilaksanakan. b. Suatu sebab yang halal: l secara substansi maupun prosedural tidak bertentangan denganperaturan perun­ dang­undangan. l tidak bertentangan dengan asas­asas umum pemerintahan yang baik. l tidak bertentangan dengan kepatutan yang berlaku di masyarakat. 1.3. Hal­Hal Yang Diperhatikan Dalam Penyusunan Dan Pelaksanaan Kontrak Konstruksi 1. Objek Kontrak. Objek dalam suatu kontrak harus memenuhi be­ berapa persyaratan, yaitu objeknya harus ter­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

11

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan menurut peraturan perundang­undangan yang berlaku, dan tidak bertentangan dengan un­ dang­undang dan tata susila. Sementara itu, prestasinya harus benar­benar riil agar benar­ benar dapat dilaksanakan. 2. Subjek Kontrak. Pada praktek sehari­hari, dalam kontrak yang menjadi subjek adalah bukan hanya orang per­ orangan yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Hal ini ditegaskan oleh Salim HS, yang mendefinisikan kontrak adalah : “Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.” Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang membuat­ nya. Jika subjek hukumnya adalah “orang”, maka orang tersebut harus sudah dewasa, namun jika

12

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

subjeknya “badan hukum” harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum. Sehingga kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan kontrak. 3. Prinsip dan Klausula dalam Kontrak. Menyusun suatu kontrak, baik kontrak itu bersi­ fat bilateral maupun multilareal maupun perjan­ jian dalam lingkup nasional, regional, dan internasional harus didasari oleh pada prinsip hukum atau klausula tertentu. Prinsip hukum dan klausula tertentu ini dimaksudkan untuk mencegah para pihak pembuat suatu kontrak terhindar dari unsur­unsur yang dapat merugikan mereka sendiri. Prinsip dan klausula dalam kontrak dimaksud adalah berbentuk asas­asas hukum sebagai berikut : a. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak adalah, bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu kon­ trak apa saja, baik yang sudah diatur dalam undangundang maupun yang belum diatur dalam undang­undang. Asas kebebasan berkontrak di sini tidak be­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

13

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

rarti bahwa tidak ada batasannya samasekali, melainkan kebebasan seseorang dalam mem­ buat kontrak tersebut hanya sejauh kontrak yang dibuatnya itu tidak bertentangan de­ ngan kesusilaan, ketertiban umum dan un­ dang­undang sebagaimana di sebut dalam Pasal 1337 Kitab Undang­Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan berkontrak ini di atur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang dirumuskan se­ bagai berikut : 1. Semua persetujuan yang di buat secara sah berlaku sebagai undang­undang bagi mereka yang membuatnya. 2. Persetujuan itu tidak dapat di tarik kem­ bali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan­alasan yang oleh undang­undang dinyatakan cukup untuk itu. 3. Persetujuan­persetujuan harus dilak­ sanakan dengan itikad baik. b. Asas kekuatan mengikat (Pacta Sunt Ser­ vanda) Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata, pada dasarnya setiap

14

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

kontrak adalah mengikat sebagai undang­un­ dang bagi mereka yang membuatnya, tidak boleh di ubah dengan jalan dan cara apapun, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak. Kekuatan mengikat kontrak ini dimulai sejak saat dipenuhinya syarat sahnya kontrak be­ rarti sejak saat itu pihak­pihak harus memenuhi apa yang diperjanjikan. Mengikat sebagai undang­undang berarti pelanggaran terhadap kontrak tersebut be­ rakibat hukum sama dengan melanggar un­ dang­undang. Demi kepastian hukum, Pacta Sunt Servanda tidak dapat berubah kecuali kalau ada resiko perdagangan yang merupakan “act of god” ( keadaan memaksa ) atau kalau di tanggung oleh salah satu pihak. c. Asas itikad baik Setiap orang yang membuat suatu kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik sub­ jektif dengan itikad baik yang objektif. i. Itikad baik subjektif adalah kejujuran sese­ orang yang terletak pada sikap batin pada waktu mengadakan perbuatan hukum. sedangkan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

15

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

ii. itikad baik objektif adalah terletak pada norma atau kepatutan atau apa yang di­ rasakan sesuai dan patut dalam masyarakat. d. Asas konsensualitas (kesepakatan) Suatu kontrak timbul apabila telah ada con­ sensus atau persesuaian kehendak antara para pihak, maksud dari asas ini adalah bahwa suatu kontrak hanya cukup ada satu kata sep­ akat dari mereka yang membuat kontrak itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali kontrak yang bersifat formil. e. Asas kebiasaan Suatu kontrak timbul tidak mengikat hanya untuk hal­hal yang di atur secara tegas saja dalam peraturan perundang­undangan, yurisprudensi, dan sebagainya, tetapi juga hal­hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal­hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan di anggap secara diam­diam di­ masukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan, seperti yang

16

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

diatur dalam Pasal 1339 dan 1347 KUHPer­ data. f. Asas peralihan resiko Peralihan resiko dapat diperjanjikan oleh para pihak yang terlibat dalam kontrak terse­ but, sepanjang tidak bertentangan dengan undang­undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. g. Asas ganti kerugian Dalam KUHPerdata Indonesia, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam Pasal 1365, yang menentukan : “setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut.” h. Asas kepatutan Dalam KUHPerdata, prinsip kepatutan ini diatur dalam Pasal 1339, yang menentukan, yang intinya prinsip kepatutan ini menghen­ daki bahwa apa saja yang akan dituangkan di dalam naskah suatu kontrak harus memper­ hatikan prinsip kepatutan (kelayakan/seim­ bang), sebab melalui tolak ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

17

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

suatu persetujuan juga dipenuhi oleh rasa keadilan dalam masyarakat. i. Asas ketepatan waktu Setiap kontrak, apa pun bentuknya, harus memiliki batas waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelak­ sanaan suatu prestasi (objek kontrak). Prin­ sip ini penting untuk menetapkan batas waktu berakhirnya suatu kontrak. Sehingga setiap naskah kontrak harus di muat secara tegas batas waktu pelaksanaan kontrak. j. Asas keadaan darurat Force majure Principle ini merupakan salah satu prinsip yang amat penting dicantumkan dalam setiap naskah kontrak, baik yang berskala nasional, regional, maupun kontrak internasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang melingkupi objek kontrak. Jika tidak di muat dalam naskah suatu kontrak, maka bila terjadi hal­hal yang berada di luar kemampuan manusia, seperti bencana alam. k. Klausul pilihan hukum Pilihan hukum dari Negara yang bersangkutan ini mempunyai tujuan yang telah dikehendaki

18

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

oleh para pihak bersangkutan. Pilihan hukum ini diadakan untuk menghindari ketentuan­ ketentuan dari sesuatu Negara yang di anggap kurang menguntungkan mereka. Pilihan hukum dapat berupa : i. Dilakukan pilihan secara tegas, yaitu den­ gan menyatakannya dalam katakata, kali­ mat yang dicantumkan dalam kontrak tersebut. ii. Dilakukan pilihan secara diam­diam, yaitu pilihan hukum semacam ini dapat disim­ pulkan dari ketentuan­ketentuan dan fakta­fakta yang ada pada perjanjian itu sendiri. Pilihan hukum dibatasi oleh: 1. Tidak boleh mengganggu ketertiban umum. 2. Bila pemerintah telah mengadakan perat­ uran khusus yang bersifat imperatif (memaksa) tentang objek kontrak apa yang diperjanjikan itu. 3. Hanya diperbolehkan dalam bidang hukum perjanjian ( kontrak ) 4. Para pihak boleh memilih hukum negara ketiga, asalkan yang di pilih bukan meru­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

19

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

pakan hukum yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kontrak yang bersangkutan. l. Klausul penyelesaian perselisihan. Hal ini penting untuk menentukan forum panel wasit ( arbitrase ) atau lembaga peradi­ lan yang memiliki yurisdiksi untuk meyele­ saikan perselisihan, apabila perselisihan mereka tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua belah pihak.

4. Sengketa Jasa Konstruksi Sengketa jasa konstruksi terdiri dari 3 (tiga) bagian: a. Sengketa precontractual yaitu sengketa yang terjadi sebelum adanya kesepakatan kontrak­ tual, dan dalam tahap proses tawar menawar. b. Sengketa kontraktual yaitu sengketa yang terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi. c. Sengketa pasca kontraktual yaitu sengketa yang terjadi setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 (sepuluh) tahun.

20

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Sengketa Contractual Sengketa ini terjadi pada saat pekerjaan pelak­ sanaan sedang berlangsung. Artinya tahapan kontraktual sudah selesai, disepakati, ditandatangani, dan dilaksanakan di lapangan. Sengketa terjadi manakala apa yang tertera dalam kontrak tidak sesuai dengan apa yang di­ laksanakan di lapangan. Dalam istilah umum sering orang mengatakan bahwa pelaksanaan proyek di lapangan tidak sesuai dengan bestek, baik bertek tertulis (kontrak kerja) dan atau bestek gambar (lampiran­lampiran kontrak), di­ tambah perintah­perintah direksi/pengawas proyek (manakala bestek tertulis dan bestek gambar masih ada yang belum lengkap). Sedangkan sumber timbulnya sengketa, menu­ rut Hamid Shahab, terdapat beberapa kasus, yaitu : a. Rasa saling percaya yang begitu besar antara pengguna jasa dan penyedia jasa, sehingga sering menimbulkan keinginan untuk segera memulai pekerjaan pelak­ sanaan proyek, sebelum dokumenn pelak­ sanaan (kontrak) selesai diproses. Maksudnya adalah penyedia jasa memulai

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

21

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

pekerjaan cukup hanya berbekal SPMK (Surat Perintah Memulai Pekerjaan) dari Pemimpin/Bagian Proyek. Kadangkala bahkan ada yang lebih parah lagi, yaitu tanpa berbekal apapun asalkan yang bersangkutan sudah dinyatakan lolos seleksi (tender) “pe­ menang” lelang tersebut sudah memulai pekerjaan di lapangan dengan alasan mem­ buru waktu (yang biasanya skala waktu suatu proyek kecil dan menengah memang singkat), walaupun tanpa dibekali uraian pekerjaan yang diperjanjikan atau diper­ cayakan. b. Perjanjian (kontrak) kerja dan dokumen kon­ struksi yang bersifat umumlah digunakan pe­ doman/dasar memulai pekerjaan, padahal ada detail dokumen yang lain yang seharus­ nya menjadi pedoman pelaksanaan, belum selesai dibuat. c. Proses pekerjaan pelaksanaan sudah dimulai tanpa pola urutan proses kerja, program waktu serta garis kritis yang akan mempen­ garuhi target akhir (time schedule). d. Di tengah perjalanan pekerjaan konstruksi, kadangkala pengguna jasa sebagai pemilik proyek melakukan kebijaksanaan dengan alasan untuk menghemat biaya, misalnya

22

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

dengan melakukan self­supply untuk mate­ rial­material tertentu tanpa melibatkan proses pengendalian mutu dengan meli­ batkan penyedia jasa. e. Adakalanya pengguna jasa sebagai pemilik proyek mempercayakan manajemen proyek kepada satu tangan dengan tanggung jawab penuh dan target waktu dan biaya yang ketat dalam batas ceiling tertentu, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengguna jasa terlalu banyak mencampuri koordinasi dan manaje­ men proyek sehingga urutan pekerjaan dan pola penanganan proyek menjadi kacau se­ hingga sulit dipertanggungjawabkan dari kualitas, kuantitas, maupun target waktu dan biaya. Padahal proses tender/penunjukan sudah dilaksanakan sesuai ketentuan. f. Ketidakjelasan mengenai tanda tangan dan tanda­tanda khusus yang menyangkut keab­ sahan dokumen untuk dapat digunakan. Perlu diketahui bahwa sejak diberlakukannya sertifikasi profesi profesional tenaga ahli, salah satu diktum hak yang diberikan adalah berhak menandatangani berkas­berkas gam­ bar perencanaan/pengawasan/perizinan, karena disitu sudah ada nomor registernya. Sampai saat ini, ketentuan ini belum banyak yang mengetahui atau melaksanakannya.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

23

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

g. Ketidakjelasan alur penyaluran dokumen. Misalnya sering terjadi bahwa penyaluran dokumen ini dari siapa, siapa yang menggan­ dakan, pihak­pihak mana saja yang berhak menerima dan memiliki dokumen, dokumen asli disimpan dimana, termasuk apakah di­ reksi keet memerlukan gambar, time sched­ ule, kalender, buku direksi/tamu meja rapat kecil, gudang dan sebagainya. h. Format pengendalian proyek, kaitannya den­ gan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Sering terjadi di lapangan, petugas proyek tidak menjalankan prosedur atau tata tertib yang telah disepakati kaitannya dengan struktur organisasi manajemen proyek. i. Timbulnya variation order sepanjang masa pelaksanaan konstruksi, dengan tidak men­ catat, melaporkan atau mengantisipasi ter­ hadap pengaruh perubahan waktu dan biaya. j. Pekerjaan dilaksanakan tanpa landasann yang disepakati, misalnya unit price, sedang di lapangan menuntut jalur kritis. k. Site Engineer atau Koordinator Lapangan yang tidak menguasai seluruh proses. Ini akan berakibat permasalahan yang ada dan terjadi atau kemungkinan deteksi dini tidak dapat dilakukan dengan baik.

24

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

l. Terjadinya kerancuan istilah Quality Control dengan Quality Assurance. m. Terdapat istilah­istilah yang dapat menim­ bulkan dubious, misalnya : 1. Tidak perlu safety yang berlebihan, asalkan fungsi bangunan terpenuhi. 2. Persiapkan jalan masuk proyek, tanpa ke­ jelasan transportasi apa saja yang akan melalui jalan masuk tersebut. 3. Kerjakan lebih dahulu apa yang dapat di­ kerjakan, dengan tidak mengantisipasi kendala yang mungkin timbul yang akan memperlambat kelancaran proyek, sedangkan tanggung jawab yang timbul, tidak berada di pundak pemberi arahan tersebut. n. Terdapat istilah­istilah yang ambigous, seperti: 1. Gunakan material sejenis, setara atau yang kualitasnya sederajat. 2. Lakukan dengan mutu yang baik. 3. Lakukan dalam periode waktu yang wajar. 4. Gunakan batas toleransi penyimpangan yang wajar.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

25

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

5. Lakukan sesuai dengan apa yang di­ rasakan perlu oleh konsultan perencana. 6. Jalankan sesuai dengan standar atau servis normal. 7. Batasi dengan biaya maksimum yang dapat dijamin (guaranted maximum price). 8. Ikuti pandangan konsultan perencana yang reasonable. 9. to the engineer’s satisfaction. o. Fungsi manajemen konstruksi yang jelas diperlukan pada proyek kecil sampai proyek besar, tidak jelas diserahkan kepada siapa : 1. Apakah kepada Tim Manajemen Kons­ truksi (MK), atau 2. Apakah kepada Kontraktor Utama, atau 3. Salah satu kontraktor yang terlibat pada proyek, atau 4. Dipegang sendiri oleh Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek. p. Belum adanya pengaturan mengenai tidak terpenuhinya target waktu atau target finan­ sial.

26

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

q. Adanya persetujuan yang tidak di back­up dengan administrasi dan atau pendanaan yang baik. r. Persetujuan (approval) mengenai nilai biaya atau gambar­gambar usulan atau program waktu tidak kunjung diselesaikan, yang mengakibatkan tertundanya pekerjaan. s. Biaya tambah yang diperlukan untuk mem­ percepat pelaksanaan proyek, baik untuk memperpendek periode pelaksanaan secara keseluruhan maupun untuk mengejar keter­ lambatan, persetujuan dan keterlambatan dokumen yang perlu disiapkan oleh pihak ketiga. t. Idle time peralatan yang tidak efektif. u. Meningkatnya overhead karena banyaknya penundaan­penundaan pelaksanaan atau banyaknya change order atau perubahan pekerjaan yang berakibat pada pekerjaan tambah. v. Keterlambatan pembayaran, padahal di satu sisi pekerjaan dituntut tetap lancar dan dilak­ sanakan dengan baik. w. Adanya perbedaan pengertian kontrak yang berbahasa asing dengan kontrak yang sama dan berbahasa Indonesia.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

27

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

x. Nominated subkontraktor (sub penyedia jasa) yang ditunjuk oleh pengguna jasa, tanpa koordinasi dan konsultasi dengan pihak yang memegang koordinasi dan tanggung jawab.

28

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB II PENYELESAIAN KONTRAK KONSTRUKSI SENGKETA MELALUI NEGOSIASI 2.1.

Definisi Negosiasi Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak ­ pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentan­ gan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal Negosiasi menurut kamus hukum Black’s Law dapat dijabarkan sebagai berikut. A consensual bargaining process in which the parties attempt to reach agreement on a disputed or poten­ tially disputed matter. Negotiation usu. involves com­ plete autonomy for the parties involved, without the intervention of third parties.1 Negosiasi menurut Jaqueline M. Nolan­Haley adalah: “Negotiation may be generally defined as a consensual

1

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary (St. Paul Minnesota: West Publishing. Co, 1994), page.200.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

29

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

bargaining process in which parties attempt to reach agreement on a disputed or potentially disputed mat­ terí.”2 Terjemahan bebasnya adalah: “Negosiasi dapat diartikan secara umum sebagai kon­ sensual dari proses penawaran antara para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan tetang suatu sen­ gketa atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sen­ gketa.” Negosiasi menurut Suyud Margono adalah “Proses kon­ sensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka.”3 Negosiasi menurut H. Priyatna Abdurrasyid adalah “Suatu cara di mana indi­ vidu berkomunikasi satu sama lain mengatur hubu­ ngan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari­ harinya” atau “Proses yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan.4 2.2.

Dasar Hukum Upaya Negosiasi Piagam PBB pasal 33 ay. 1 : cara penyelesaian seng­

2

3

4

30

Susilawetty, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Ditinjau Dalam Perspektif Peraturan Perundang­undangan (Jakarta: Gramata Publishing, 2013), hlm.19. Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase: Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.49. Ibid.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

keta yang paling pertama adalah negosiasi. Dalam Un­ dang­undang No.30 tahun 1999 penyelesaian seng­ keta atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan cara pertemuan langsung oleh para pihak ( negosiasi) diberikan kerangka waktu paling lama 14 hari dan hasilkan dituangkan dalam bentuk kesepakatan ter­ tulis (perjanjian damai) Pasal 6 ayat (2). Dalam hal penyelesaian secara negosiasi tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli atau seo­ rang negosiator (Pasal 6 ayat (3)) Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

2.3.

Teknik Negosiasi Ada 2 teknik dalam negosiasi yaitu distribusi negosi­ asi dan integrasi negosiasi. Distribusi negosiasi meru­ pakan negosiasi antara dua pihak yang memiliki fixed value yang saling dipersaingkan dan setiap pihak akan bersaing untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sedangkan integrasi negosiasi merupakan kerja sama antara dua pihak untuk mencapai keuntungan maksi­ mal dengan mengintegrasikan kepentingan mereka dan memperjuangkan kepentingan yang mengun­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

31

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tungkan tanpa merugikan pihak lain Langkah­langkah yang dilakukan dalam negosiasi yaitu persiapan, pembukaan, memulai proses negosi­ asi, zona tawar­menawar dan membangun kesepa­ katan. Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi yaitu tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing­masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepa­ katan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga tidak bertepuk sebelah tangan. Karena itu, penting sekali dalam awal­awal negosiasi memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah.

2.3.

Tahap­Tahap Dalam Negosiasi Dalam pelaksanaan negosiasi sesungguhnya tidak ada standarisasi proses atau tahapan baku yang menjadi tolok ukur baik tidaknya negosiasi. Tahapan­tahapan negosiasi dapat berkembang dengan sendirinya ter­ gantung pada permasalahan yang dihadapi. Meskipun demikian, secara umum proses bernegosiasi memiliki pola sama, yaitu sebagai berikut. 1. Persiapan Pada tahap ini, negosiator mulai mengadakan kick off meeting internal untuk keperluan pengumpulan

32

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

informasi relevan yang lengkap, pembentukan tim apabila diperlukan. Dalam rangka pembentukan tim, perlu diadakan “pembagian peran”, peran yang ada biasanya adalah: a. Pemimpin tim negosiator dengan tugas memimpin tim, memilih dan menentukan anggota tim, menentukan kebijakan khusus, dan mengendalikan anggota tim lainnya. b. Anggota Kooperatif yang menunjukan simpati kepada pihak lain dan juga bertindak hati­hati agar pihak lain merasa kepentingnnya tetap ter­ lindungi. Peran ini seolah­olah mendukung pe­ nawaran pihak lain. c. Anggota Oposisi yang bertugas untuk memban­ tah argumentasi yang dilakukan pihak lain, anggota ini juga berusaha untuk membuka kelemahan dan merendahkan posisi tawar pihak lain. d. Sweeper yang bertugas sebagai problem solver pemecah kebuntuan dalam negosiasi, dan bertugas menunjukkan inkonsistensi pihak lain. Selain pembentukan tim, pada tahap ini perlu bahas mengenai strategi yang akan di lakukan, apakah rigid atau fleksibel atau keduanya. Strategi juga dapat tentukan berdasarkan ke­ mampuan tim yang ada.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

33

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

2. Proposal Pada tahap ini, negosiator dapat memilih, apakah langsung melakukan penawaran pertama atau me­ nunggu pihak lain yang mengajukan penawaran. Dalam tahap ini, negosiator sudah harus siap mem­ pelajari kemungkinan­kemungkinan yang ada. Meneliti serta membaca strategi pihak lain adalah tepat jika dilakukan pada tahap ini.

3. Debat Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam suatu proses negosiasi. Dengan dilakukannya debat, kita dapat mengetahui seberapa jauh kepentingan kita bisa dipertahankan atau diteruskan dan seberapa jauh kepentingan pihak lain akan kita terima. Tahap ini diisi dengan argumentasi dari masing­masing pihak. Dari argumentasi tersebut dapat terlihat strategi dan fleksibilitas pihak lain.

4. Tawar menawar Setelah diadakan proposal dan debat, negosiator mengadakan tawar menawar atas kepentingan pi­

34

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

haknya maupun pihak lain. Dalam tahap ini argu­ mentasi sudah tidak terlalu diperlukan, yang diper­ lukan adalah fakta, data, dan kemampuan untuk mencapai tujuan negosiasi.

5. Penutup Suatu negosiasi dapat berakhir dengan berbagai ke­ mungkinan. Antara lain, negosiasi berhasil, negosi­ asi gagal, negosiasi ditunda, negosiasi dead­lock, para pihak walk­out, dan lainnya. Apabila negosiasi berhasil, direkomendasikan untuk membuat semacam memorandum of understanding (MoU) untuk keperluan para pihak menekan pihak lainnya untuk menjalankan kesepakatan hasil negosiasi (contract enforcement).

Gambar 4.1. Flowchart Sengketa Kontrak Konstruksi Melalui Negosiasi

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

35

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

36

2015

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI MELALUI NEGOSIASI 3.1.

Definisi Mediasi Mediasi merupakan perwujudan dari Good Offices (itikad baik) yang dilakukan dengan cara­cara Concil­ iation (Konsiliasi), tapi bukan merupakan suatu sis­ tem yang tetap seperti pada Conciliation (Konsiliasi). Namun demikian, pada kasus tertentu hal ini sangat sulit untuk dibedakan. Di dalam bukunya, Merrills mengemukakan bahwa Mediasi berada di antara pengertian Good Offices (itikad baik) dan Conciliation (Konsiliasi). Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin yaitu “mediare” yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa para pihak, juga bermakna pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediasi dalam bahasa Inggris disebut dengan “media­ tion” yang berarti penyelesaian sengketa dangan menengahi, sedangkan mediator adalah orang yang menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

37

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Menurut Tolberg dan Taylor yang dimaksud dengan mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang secara sistem­ atis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan dapat mempercaya penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. Menurut Gary Goodpaster mengemukakan mediasi adalah proses negoisasipemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk mem­ bantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.5 Hal yang sama juga dikemukakan oleh Christhopher W. More bahwa, mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa di­ terima pihak yang bersengketa bukan merupakan bagaian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak­pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing­ masing pihak dalam sebuah persengketaan.

5

38

Ibid., hlm. 60.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Yahya Harahap mendefinisikan mediasi sebagai : a. Sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memi­ hak (imparsial) dan; b. Berfungsi sebagai pembantuan atau peno­ long (helper) mencari berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik dan saling menguntungkan kepada para pihak. Rachmadi Usman menyimpulkan mediasi adalah seba­ gai cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan para pihak ketiga yang bersikap netral (non intervensi) dan dise­ but “mediator” atau “penengah” yang bertugas hanya membantu pihak­pihak yang bersengketa dalam me­ nyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewe­ nangan untuk mengambil keputusan. mediasi mengandung unsur sebagai berikut: 1. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengke­ ta berdasarkan asas kesukarelaan melalui persetu­ juan. 2. Mediasi adalah sebuah proses perdamaian. 3. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyele­ saian. 4. Mediator yang terlibat harus ditentukan oleh para pihak yang bersengketa.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

39

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

5. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan selama penundaan berlang­ sung. 6. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau meng­ hasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak­ pihak yang bersengketa dengan tujuan: a. Menghasilkan suatu rencana kesepakatan kedepan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa. b. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk memenuhi konsekwensi dari keputusan yang mereka buat. c. Mengurangi kekhawatiran dan dampak nega­ tif dari suatu konflik dengan cara mencapai penyelesaian secara konsensus. 3.2.

Dasar Hukum Upaya Mediasi Mediasi secara filosofis merupakan falsafah bangsa In­ donesia hal ini terlihat dalam Pancasila pada sila keem­ pat yakni “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dapat dipahami bahwa dalam penyelesaian sengketa berasas pada musyawarah mufakat, asas ini merupa­ kan nilai tertinggi yang dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dan sejumlah peraturan perundang­ undangan di bawahnya, diantara yang disebutkan dalam yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 3 ayat

40

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

2 Undang­Undang No 14 Tahun 1970 yang telah di­ rubah dengan Undang­Undang No 4 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan Undang­Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yakni “Peradilan negara menerapkan dan menegakan hukum dan kead­ ilan berdasarkan Pancasila”. Prinsip musyawarah mufakat merupakan nilai dasar yang digunakan pihak bersengketa dalam mencari so­ lusi terutama di luar jalur pengadilan.[14] Nilai musyawarah mufakat terkonkretkan dalam sejumlah bentuk alternatif penyelesaian sengketa seperti medi­ asi, arbitrase, negosiasi, fasilitasi dan berbagai bentuk penyelesaian sengketa lainnya.[15] Dalam sejarah pe­ rundang­undangan Indonesia prinsip musyawarah mu­ fakat yang berujung damai juga digunakan di lingkungan peradilan, terutama dalam penyelesaian sengketa perdata.[16] Adapun sejumlah peraturan perundang­undangan yang menjadi dasar yuridis untuk menerapkan mediasi di pengadilan maupun di luar pengadilan adalah; a. Landasan Yuridis Mediasi di Pengadilan HIR Pasal 130 (= Pasal 154 Rbg = Pasal 31 RV) yakni : 1). Jika pada hari yang telah ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan men­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

41

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

damaikan mereka. 2). Jika perdamaian yang demikian itu dapat dica­ pai maka pada waktu bersidang, diperbuat se­ buah surat (akte) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surta mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai pu­ tusan yang biasa. 3). Keputusan yang demikian tidak dijalankan di banding. 4). Jika pada waktu mencoba akan memperda­ maikan kedua belah pihak, perlu dipakai seo­ rang juru bahasa, maka peraturan Pasal yang berikut dituruti untuk itu. Dalam perkembangannya Mahkamah Agung RI untuk memberdayakan pasal­pasal tersebut awal­ nya telah mengeluarkan SEMA Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Lembaga Perdama­ ian dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg, yang selanjut­ nya dituangkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang pada akhirnya disempurnakan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 1. KUHPerdata Pasal 1851 yakni “perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah

42

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mence­ gah timbulnya suatu perkara”. 2. Pengaturan mediasi atau alternatif penyelesai­ an sengketa di luar pengadilan disebutkan dalam Undang­Undang 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka 10 yakni “alternatif penyelesaian sengketa adalah lem­ baga penyelesaian sengeketa atau beda penda­ pat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pen­ gadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, me­ diasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sedangkan tatacara pelaksanaan mediasi di luar pengadilan tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang­Undang 30 Tahun 1999 dengan 9 ayat. Dari kesemua landasan yuridis tersebut adalah merupakan hukum positif. Artinya kesemua bentuk produk hukum itu dibuat oleh negara dalam bentuk resmi sebagai peraturan perun­ dang­undangan. Maka hukum mempunyai kekuatan untuk dipaksakan berlakunya oleh negara, dengan demikian mediasi adalah meru­ pakan lembaga hukum yang harus dilak­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

43

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

sanakan baik oleh lembaga peradilan khusus­ nya maupun di luar jalur peradilan dalam penyelesaian sengketa. Bila dilihat dari segi fungsi hukum yang selama ini hukum berfungsi sebagai sarana pengen­ dalian masyarakat (social control), sebagai alat perekayasa sosial (a tool of social enginer­ ing). Namun, hukum juga juga dapat dijadikan sebagai sarana menyelesaikan sengketa. Menu­ rut Soerjono Soekamto bahwa hukum tidak saja merupakan sarana pengendalian sosial dalam arti suatu sarana pemaksa yang melin­ dungi warga masyarakat dari ancaman­anca­ man maupun perbuatan­perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya, akan tetapi dilain pihak hukum juga berfungsi seba­ gai saranan untuk memperlancar interaksi sosial (law as a facilitation of human interac­ tion). Hal ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat hubungan antar manusia sering tidak berjalan mulus yang ditampilkan dalam berbagai sengketa yang menyebakan hubungan antar mereka tidak berlangsung sebagaimana diharapkan. Sehingga diperlukan kehadiran mediasi sebagai perangkat hukum yang akan berfungsi melancarkan kemacetan dengan memberikan penyelesaian sengketa.

44

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

3.3.

2015

Tahapan Proses Mediasi Ketika para pihak sepakat untuk melakukan proses mediasi, yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai kesepakatan penyelesaian atas sengke­ tanya. Mediasi akan berjalan dengan kondisi­kondisi sebagai berikut : (1) Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepa­ katan yang dikehendaki oleh para pihak. (2) Mediator tidak memberi nasehat atau pendapat hukum. (3) Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat par ahli baik dari sisi hukum lainnya selama proses mediasi berlangsung. (4) Mediator tidak dapat bertindak sebagai penase­ hat hukum terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atau kasus yang sama. (5) Para pihak paham agar proses mediasi dapat ber­ jalan dengan baik maka diperlukan proses komu­ nikasi yang terbuka dan jujur, selanjutnya segala bentuk negosiasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

45

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Menurut Gary Goodpaster, secara umum, yang men­ jadi kewajiban dan tugas dalam suatu mediasi adalah sebagai berikut :

a. Tahap Pertama : Menciptakan Forum. Dalam tahap ini, kegiatan­kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.1. Rapat Gabungan. a.2. Statement pembukaan oleh mediator, dalam hal ini yang dilakukan adalah : (i). mendidik para pihak; (ii). menentukan aturan main pokok; dan (iii). Membina hubungan keper­ cayaan. a.3. Statement para pihak, dalam hal ini yang di­ lakukan adalah : (i). dengar pendapat (hear­ ing); (ii). menyampaikan dan klarifikasi informasi; dan (iii). Cara­cara interaksi. b. Tahap Kedua : Mengumpulkan dan membagi infor­ masi. Dalam tahap ini kegiatan­kegiatan yang dilakukan, yaitu mengadakan rapat­rapat terpisah dengan tu­ juan sebagai berikut : b.1. mengembangkan informasi selanjutnya ;

46

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

b.2. mengetahui lebih mendalam mengenai keing­ inan para pihak ; b.3. membantu para pihak untuk dapat menge­ tahui kepentingannya ; b.4. mendidik para pihak tentang cara tawar menawar penyelesaian masalah.

c. Tahap Ketiga : Pemecahan masalah. Dalam tahap ini, yang dilakukan oleh mediator adalah mengadakan rapat bersama atau rapat ter­ pisah lanjutan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut: c.1. menetapkan agenda ; c.2. kegiatan pemecahan masalah ; c.3. memfasilitasi kerja sama ; c.4. identifikasi dan klasifikasi isu dan masalah ; c.5. mengembangkan alternative dan pilihan­pili­ han ; c.6. memperkenalkan pilihan­pilihan tersebut ; c.7. membantu para pihak untuk mengajukan, me­ nilai dan memprioritaskan kepentingan­ke­ pentingannya ;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

47

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

d. Tahap Ke­empat Dalam tahap ini, kegiatan­ kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : d.1. melakukan rapat­rapat bersama ; d.2. melokalisir pemecahan masalah dan melakukan evaluasi pemecahan masalah ; d.3. membantu para pihak untuk memperkecil perbedaan­perbedaan ; d.4. mengkonfirmasi dan klarifikasi kontrak ; d.5. membantu para pihak untuk membandingkan proposisi penyelesaian masalah dengan alter­ native di luar kontrak ; d.6. mendorong para pihak untuk menghasilkan dan menerima pemecahan masalah ; d.7. mengusahakan formula pemecahan masalah yang win­win dan tidak kehilangan muka ; d.8. membantu para pihak untuk memperoleh pil­ ihannya ; d.9. membantu para pihak untuk mengingat kem­ bali kontraknya ;

48

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.2. Flowchart Mediasi Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008.

Keterangan : KPN : Ketua Pengadilan Negeri

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

49

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

50

2015

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.3. Flowchart Mediasi dalam Litigasi

Keterangan : KM : Ketua Majelis

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

51

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.4. Flowchart Alur Mediasi di Tingkat Banding, Kasasi dan Penin­ jauan Kembali

Keterangan : KPN : Ketua Pengadilan Negeri KPA : Ketua Pengadilan Agama PN : Pengadilan Negeri. PA : Pengadilan Agama. PT : Pengadilan Tinggi MA : Mahkamah Agung

52

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.5. Flowchart Alur Proses Mediasi Terhadap Perkara yang Dimo­ honkan Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali

Keterangan : PK : Peninjauan Kembali. KPN : Ketua Pengadilan Negeri KPA : Ketua Pengadilan Agama

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

53

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.6. Flowchart Alur Mediasi di Tingkat Banding, Kasasi dan Penin­ jauan Kembali Setelah Penandatanganan Kesepakatan Perdamaian

53 Keterangan : KPT : Ketua Pengadilan Tinggi KPTA : Ketua Pengadilan Tinggi Agama KMA : Ketua Mahkamah Agung PT : Pengadilan Tinggi. PTA : Pengadilan Tinggi Agama. MA : Mahkamah Agung

54

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

3.3.

2015

Teknik Mediasi Proses Mediasi di Luar Pengadilan atau secara non litigasi menurut Moore ; 1. Mediator memulai hubungan dengan para pihak Para pihak dapat berupa perorangan, organisasi, ataupun badan hukum. Jika para pihak sudah sepakat menunjuk dan menerima seseorang atau lebih seba­ gai mediator, maka mediator sudah dapat melakukan tugas­tugas selanjutnya. Namun, jika hanya satu pihak meminta atau memprakarsai, maka mediator harus mendekati pihak lain untuk meminta persetujuan pihak itu. Karena penerimaan para pihak terhadap diri mediator adalah langkah awal yang esensial bagi seorang mediator untuk memulai perannya. Keterlibatan mediator dalam sebuah sengketa dapat berawal dari tawaran jasa oleh mediator kepada para pihak. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi. Mediator memberi wawasan kepada para pihak bahwa penyelenggaraan mediasi dapat di­ lakukan melalui beberapa pilihan pendekatan, misal­ nya antara pendekatan formal dan informal, tertutup ketat dan terbuka. Pada tahap awal ini mediator men­ gadakan pertemuan dengan para pihak secara ter­ pisah pisah guna membahas pilihan­pilihan sesuai keinginan atau kebutuhan para pihak. Tugas media­ tor hanya memberi wawasan kepada para pihak.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

55

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

2. Mengumpulkan dan menganalisis berbagai infor­ masi terkait sengketa Pengumpulan dan analisis berbagai informasi yang berkaitan dengan sengketa perlu dilakukan oleh mediator untuk mengidentifikasi para pihak yang terlibat sengketa, masalah­masalah yang dipersen­ gketakan, dan kepentingan para pihak, men­ gungkapkan dan menganalisis dinamika hubungan para pihak pada masa lalu dan masa sekarang, ten­ tunya dengan batasan yang wajar.

3. Menyusun Rencana Mediasi Penyusunan rencana mediasi dimaksudkan untuk mempertimbangkan atau menjawab pertanyaan­ pertanyaan berikut. a. Siapa yang berperan dalam proses mediasi b. Di mana tempat mediasi berlangsung c. Bagaimana penataan fisik ruang pertemuan d. Apa prosedur yang perlu digunakan dan bagaimana membuat aturan perundingan di­ lakukan e. Bagaimana kondisi psikologis para pihak f.

56

Apa masalah­masalah atau isu­isu yang penting bagi para pihak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

4. Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak Setelah para pihak menerima kehadiran mediator, mediator tidak harus segera memepertemukan para pihak. Mediator dapat memulai proses medi­ asi dengan cara melakukan pertemuan­pertemuan terpisah kepada para pihak, sebelum para pihak dipertemukan secara langsung. Pendekatan seperti ini lebih diperlukan jika seng­ keta melibatkan emosi yang tinggi. Pada tahap ini mediator dapat memberikan wawasan kepada para pihak tentang mediasi. Setelah para pihak memperlihatkan kesiapan men­ tal dan kerja sama menempuh preses mediasi, barulah mediator mengadakan tatap muka lang­ sung bersama dengan para pihak.

5. Memulai sidang mediasi Pada Pertemuan pertama yang dihadiri lengkap para pihak, mediator sebaiknya melakukan tiga hal pokok. i.

mediator memperkenalkan diri sendiri, kemu­ dian meminta para pihak atau kuasa hukum untuk memperkenalkan diri.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

57

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

ii. mediator perlu untuk menjelaskan kepada para pihak tentang pengertian mediasi dan peran atau tugas­tugas mediator. Mediator perlu menekankan ciri­ciri utama me­ diasi, yaitu mediator bersifat netral dan tidak memiliki kewenangna memutus, serta adanya kaukus selama proses mediasi. iii. mediator menekanan perlunya aturan mediasi sehingga mediator harus menganjurkan agar proses mediasi berjalan atas dasar aturan­atu­ ran. Langkah berikutnya adalah mediator mem­ inta para pihak untuk melakukan pernyataan pembukaan. Pernyataan pembukaan memuat latar belakang sengketa atau duduk perkara serta usulan penyelesain dari sudut pandang masing­masing pihak. Dari pernyataan pembukaan ini, mediator harus merumuskan masalah­masalah dan menyusun agenda perundingan. 6. Merumuskan Masalah­Masalah dan menyusun Agenda Mediator harus mampu membantu para pihak mengidentifikasi masalah yang terjadi atau yang dipersepsikan oleh para pihak. Dari identifikasi masalah­masalah itu, mediator dapat merumuskan agenda perundingan atau mediasi. Mediator dapat

58

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

mengidentifikasi masalah melalui wawancara, meminta para pihak untuk menuliskan sengketa dari sudut pandang masing­masing, dan men­ yarikan dari pernyataan­ pernyataan pembukaan para pihak. Agenda mediasi disarikan dari masalah­masalah penyebab sengketa. Agenda perundingan yang jelas merupakan langkah awal penting bagi keber­ hasilan penyelenggaraan proses mediasi. Yang dimaksud dengan agenda mediasi atau agenda perundingan adalah masalah­masalah yang dibahas dalam perundingan atau proses mediasi.

7. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak Salah satu faktor penyebab konflik adalah adanya benturan kepentingan atau tidak terpenuhinya ke­ pentingan salah satu atau para pihak. Jika ke­ pentingan mereka tidak terpenuhi dengan tawaran­tawaran yang terjadi dalam proses medi­ asi, maka para pihak cenderung menolak tawaran­ tawaran itu. Sering kali dalam praktik mediasi, mediasi me­ ngalami jalan buntu (deadlock) karena proses me­ diasi tidak mampu memuaskan kepentingan salah satu pihak atau para pihak.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

59

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Oleh sebab itu, menjadi tugas pokok bagi seorang mediator untuk mampu mengungkapkan kepentin­ gan­kepentingan tersembunyi salah satu pihak atau para pihak. Secara teoritas terdapat dua pendekatan untuk mengungkapkan kepentingan para pihak. ­

Pertama adalah pendekatan langsung, yaitu mediator menanyakan apa yang menjadi ke­ pentingan pihak.

­

Kedua, dapat dilakukan dengan mendengar se­ cara cermat pernyataan­pernyataan dari para pihak yang menyiratkan kepentingan.

8. Mengembangkan pilihan pilihan penyelesaian masalah Jika satu masalah hanya diatasi dengan satu opsi penyelesaian, maka para pihak cenderung ter­ perangkap dalam perundingan tawar­menawar yang posisional dan menggiring mereka ke jalan buntu. Misalnya, jika masalah pokok yang dibahas adalah soal ganti rugi, maka mediator harus mendorong para pihak untuk tidak hanya membahas soal jum­ lah, tetapi juga hal­hal lain yang terkait, misalnya cara pembayaran ganti kerugian, apakah pemba­ yaran tunai atau angsuran, atau kapan ganti keru­ gian dapat dilakukan.

60

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

9. Menganalisis pilihan­pilihan penyelesaian Jika para pihak telah dapat menemukan sekurang­ kurangnya dua opsi penyelesaian atas sebuah masalah, mediator kemudian harus mendorong para pihak untuk membahas tiap opsi. Opsi mana yang paling dapat memuaskan ke­ pentingan para pihak, opsi itulah yang paling dapat diterima menjadi sebuah penyelesaian atas suatu masalah. opsi yang dapat memenuhi kepentingan kedua belah pihak, tidak cukup hanya bersifat de­ sirability tapi juga harus enforceability. 10. Proses tawar­menawar Proses tawar­menawar merujuk pada suatu keadaan bahwa satu pihak telah memberikan tawaran­tawaran atau konsesi­konsesi kepada pihak mitra runding untuk memperoleh imbalan sebaliknya dari mitra runding.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

61

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI MELALUI KONSILIASI 4.1.

Definisi Konsiliasi Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbi­ trase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mem­ berikan definisi yang tegas mengenai konsiliasi. Dalam berbagai literatur, konsiliasi didefinisikan sebagai upaya penyelesaian sengketa dengan cara memperte­ mukan keinginan para pihak dengan menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak yang bertindak sebagai konsil­ iator. Menurut Munir Fuady, konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak den­ gan melibatkanpihak ketiga yang netral dan tidak memihak (imparsial). Sedangkan menurut Jimmy Yoses Sembiring, mendefinsikan konsiliasi sebagai lanjutan dari mediasi dalam hal mana mediator berubah fungsi menjadi kon­ siliator.6 Dalam cara ini, konsiliator tidak harus melakukan pe­ rundingan masing­masing dengan salah satu pihak se­

6

62

Susilawetty, Op.Cit., hlm.27

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

cara bergantian. Berbeda halnya dengan mediasi, maka dalam hal ini, konsiliator dapat memaksakan keputusan, usulan atau resolusi yang diambil. Jadi, pada saat berakhirnya tugas konsiliator, dia akan membuat perjanjian tertulis yang ditandatangani para pihak atau dapat juga konsiliator membuat suatu la­ poran yang memuat hal­hal mengenai kegagalan atau suatu pernyataan bahwa proses konsiliasi terhenti. Model konsiliasi ini UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Al­ ternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian ataudefinisi dari konsiliasi. Bahkan tidak dapat dite­ mui satu ketentuan pun dalam UU No. 30 Tahun1999 ini mengatur mengenai konsiliasi. Perkataan konsil­ iasi sebagai salah satu lembaga alternatifpenyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 dan Alenia ke­9 Penjelasan Umum Undang­ undang No. 30 Tahun 1999 tersebut. Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. Kedua cara ini adalah melibatkan pihak ketiga untuk menye­ lesaikan sengketa secara damai. Konsiliasi dan medi­ asi sulit dibedakan. Namunmenurut Behrens, ada perbedaan antara kedua istilah ini, yaitu konsiliasi lebih formal daripada mediasi. Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu badan yang disebut

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

63

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

4.2.

2015

Dasar Hukum Upaya Konsiliasi Adapun dasar hukum mengenai konsiliasi sebagai model alternatif penyelesaian sengketa adalah seba­ gai berikut : 1. Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (vide ketentuan Pasal 1 angka 10) ; 2. Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (vide Penjelasan Ketentuan Pasal 37 ayat 2) ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 ten­ tang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi seba­ gaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Peratu­ ran Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (vide Ketentuan Pasal 49) ; 4. Undang­Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ; 5. Buku Ketiga Kitab Undang­Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), yaitu ketentuan Pasal 1851 KUH­ Perdata sampai dengan ketentuan Pasal 1864 KUHPerdata ;

64

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

4.3.

2015

Tahapan Proses Konsiliasi Adapun tahapan konsiliasi adalah sebagai berikut : 1. Tahap pertemuan langsung dari para pihak 2. Berdasarkan kesepakatan para pihak dapat menghubungi lembaga arbitrase atau lembaga al­ ternatif untuk menunjuk seorang mediator ( kon­ selor) 3. Mediator ( konselor) bersifat aktif memberikan pe­ nawaran alternatif penyelesaian 4. Dalam waktu 7 hari usaha mediasi / konsiliasi harus sudah dimulai 5. Paling lama 30 hari harus sudah dicapai kesepa­ katan dalam bentuktertulis 6. Putusan bersifat final dengan etikad baik 7. Paling lama 30 hari sejak penandatanganan kese­ pakatan wajib didaftarkan ke Pengadilan Negeri

4.4.

Teknik Konsiliasi Konsiliasi merupakan suatu cara penyelesaian sen­ gketa oleh suatu organ yang dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Organ yang dibentuk tersebut me­ ngajukan usul­usul penyelesaian kepada para pihak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

65

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

yang bersengketa. Rekomendasi yang diberikan oleh organ tersebut tidak bersifat mengikat. Organ terse­ but disebut dengan komisi konsiliasi. Fungsi komisi konsiliasi adalah untuk menyelidiki sengketa dan batas penyelesaian yang mungkin. Fungsi komisi konsiliasi adalah memberikan infor­ masi dan nasehat tentang pokok masalah posisi pihak­pihak dan untuk menyarankan suatu penyele­ saian yang bertalian dengan apa yang mereka ter­ ima, bukan apa yang mereka tuntut. Karena proposal komisi konsiliasi dapat diterima atau ditolak, praktek yang umum untuk komisi itu adalah memberikan pihak­pihak jangka waktu tertentu selama beberapa bulan guna memperlihatkan tanggapan mereka. Prosedur konsiliasi sangat bermanfaat dan sangat penting, karena dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu : ­ penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, ­ kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, ­ dan berdasarkan fakta­fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak di­ sertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa. Seperti yang telah disebutkan sebelum­ nya, bahwa konsiliasi merupakan kombinasi antara

66

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

penyelidikan (enquiry) dan mediasi (mediation). Salah satu penyebab munculnya sengketa antar ne­ gara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan seng­ keta ini, akan bergantung pada penguraian fakta­ fakta para pihak yang tidak disepakati. Yang mana untuk dapat mengetahui kebenaran fakta­fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan terse­ but komisi konsiliasi akan melakukan penye­ lidikan. Tujuan dari suatu penyelidikan, tanpa membuat rekomendasi­rekomendasi yang spesifik, adalah untuk menetapkan fakta, yang mungkin dengan cara demikian memperlancar penyelesaian sengketa yang dipermasalahkan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

67

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.7. Flowchart Sengketa Kontrak Konstruksi Melalui Konsiliasi

68

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB V PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI MELALUI ARBITRASE 5.1.

Definisi Arbitrase Penyelesaian sengketa arbitrase s ebenarnya terma­ suk ke dalam lingkup penyelesaian melalui jalur ad­ judikasi. Yaitu proses peyelesaian sengketa melalui prosedur peradilan yang bersifat formal serta meng­ hasilkan suatu keputusan yang mengikat bagi kedua belah pihak namun berbeda dibandingkan peradilan internasional. Kata arbitrase berasal dari kata “arbi­ trase” (latin), “arbitrage” (Belanda), “arbitration” (Ing­ gris), “schiedspruch” (Jerman), dan “arbitrage” (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk menyele­ saikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.

Ada beberapa batasan dan definisi tentang arbitrase. Secara luas arbitrase dapat diartikan sebagai “suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutuskan sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

69

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Menurut Black’s Law Dictionary “Arbitration an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the ex­ pense and vexation of ordinary litigation.”7 Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dipandang sebagai cara yang efektif dan adil. Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu penyelesaian kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara) atau oleh seorang arbitrator secara terlembaga (institutional­ ized). Badan arbitrase terlembaga adalah badan arbitrase yang sudah berdiri sebelumnya dan memiliki hukum acara sendiri. Sedangkan badan arbitrase ad hoc adalah badan yang di buat oleh para pihak untuk sementara waktu. Badan arbitrase sementara ini berakhir tugasnya sete­ lah putusan atas suatu sengketa tertentu dikeluarkan.

7

70

Henry Campbell Black, Op.Cit., page. 50

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

1. Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Voluntier). Arbitrase Volunter ini dibentuk khusus untuk menyelesaikan sengketa atau memutus sengketa konstruksi. Karena itu arbitrase volunter ini bersi­ fat insidentil dan jangka waktunya tertentu pula sampai sengketa tersebut diputuskankan. Dalam praktik konstruksi, arbitrase volunter ini dapat disebut sebagai Panitia Pendamai yang berfungsi sebagai juri/wasit yang dibentuk dan diangkat oleh para pihak, yang anggota­anggotanya terdiri dari: a. Seorang wakil dari pihak kesatu (pengguna jasa) sebagai anggota b. Seorang wakil dari pihak kedua (penyedia jasa) sebagai anggota c. Seorang wakil dari pihak ketiga sebagai ketua yang ahli dibidang konstruksi, dan disetujui kedua belah pihak. d. Hasil keputusan Panitia Pendamai ini bersifat mengikat dan mutlak untuk kedua belah pihak yang bersengketa. 2. Penyelesaian sengketa dengan Arbitrase Institu­ sional Yaitu suatu lembaga permanen (permanent arbi­ tral body) sebagaimana ayat (2) Konvensi New York 1958. Arbitrase Institusional ini didirikan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

71

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian. Faktor sengaja dan sifat permanen itu­ lah yang membedakan dengan arbitrase ad hoc. Arbitrase Institusional ini berdiri sebelum sengketa timbul. Di samping itu arbitrase ini berdiri untuk sela­ manya walaupun suatu sengketa telah diputus dan dis­ elesaikan. Ada dua perbedaan utama antara badan arbitrase in­ ternasional publik dengan pengadilan internasional. 1. Arbitrase memberikan para pihak kebebasan untuk memilih atau menentukan badan arbi­ trasenya. sebaliknya pada pengadilan, komposisi pengadilan berada diluar pengawasan dan kontrol para pihak. 2. Arbitrase memberikan kebebasan kepada para pihak untuk memilih hukum yang akan diterapkan oleh badan arbitrase. Kebebasan seperti ini tidak ada dalam pengadilan internasional pada umum­ nya. Contohnya pada Mahkamah Internasional terikat untuk menerapkan prinsip­prinsip hukum internasional yang ada, meskipun dalam mengeluarkan putusannya dibolehkan menerapkan prinsip ex aequo et bono.

72

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Kelebihan Arbitrase antara lain adalah: 1. para pihak memiliki kebebasan dalam memilih hakimnya (arbitrator) baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui bantuan pihak ketiga seperti pengadilan internasional). Hal ini penting karena apabila suatu negara menyerahkan sengketanya kepada pihak ketiga (dalam hal ini ar­ bitrase) maka negara tersebut harus memper­ cayakan sengketanya diputus oleh pihak ketiga tersebut, yang menurut negara itu bisa diandalkan, dipercaya, dan memiliki kredibilitas. 2. para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara atau persyaratan bagaimanan suatu putusan akan didasarkan misalnya dalam menen­ tukan hukum acara dan hukum yang akan diterap­ kan pada pokok sengketa. 3. sifat dari putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat 4. apabila para pihak menginginkan maka arbitrase itu dapat dilaksanakan secara rahasia. Contoh per­ sidangan yang dilakukan secara rahasia adalah persidangan atau dengar pendapat secara lisan yang tertutup dalam kasus Rainbow Warriors Ar­ bitration juga dalam kasus Anglo­French Continen­ tal Shelf.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

73

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

5. prosedur arbitrase dapat lebih cepat dari pengadi­ lan internasional. 6. para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas badan arbitrase.

Kelemahan Arbitrase yaitu: 1. arbitrase hanya dapat dilakukan jika kedua belah pihak sepakat untuk itu, sedangkan dalam masyarakat internasional umumnya negara enggan untuk memberikan komitmennya untuk menyer­ ahkan sengketa kepada badan­badan pengadilan interansional termasuk badan arbitrase interna­ sional. 2. keputusan yang diambil tergantung pada arbiter. 3. proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak mejamin putusannya akan mengikat. Hukum internasional tidak menjamin bahwa pihak yang kalah atau tidak puasdengan putusan yang dikelu­ arkan akan melaksanakan putusan tersebut. 4. tidak ada preseden yang dapat dijadikan sumber hukum arbitrase. 5. dalam penunjukkan badan arbitrase ad hoc, sedikit banyak akan menimbulkan kesulitan dalam pros­ esnya, karena para pihak harus betul­betul mema­ hami sifat­sifat arbitrase dan merumuskan sendiri

74

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

hukum acaranya. Badan arbitrase akan berfungsi apabila para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa pada lembaga itu. Dalam daftar berikut disajikan beberapa kelebihan dan keuntungan pilihan penyelesaian sengketa melalui Lembaga Arbitrase dibandingkan dengan Lembaga Pengadilan. APS LEMBAGA ARBITRASE Bebas dan otonom menen­ tukan rules dan insitusi arbi­ trase

LEMBAGA PENGADILAN Mutlak terikat pada hukum acara yang berlaku (HRI, Rv)

Menghindari ketidakpastian (uncertainty) akibat perbe­ daan sistem hukum dengan Negara tempat sengketa diperiksa, maupun kemungki­ nan adanya keputusan Hakim yang unfair dengan maksud apapun termasuk melindungi kepentingan domestic yang terlibat sengketa.

Yang berlaku mutlak adalah sistem hokum dari Negara tempat sengketa diperiksa.

Keleluasan memilih arbiter ptofesional, pakar (expert) dalam bidang yang menjadi objek sengketa, dan indepeden dalam memeriksa sengketa.

Majelis hakim Pengadilan ditentukan oleh Admini­ trasi Pengadilan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

75

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

APS LEMBAGA ARBITRASE Waktu, produser, dan biaya ar­ bitrase lebih efisien. Putusan bersifat final dan binding dan tertutu puntuk upaya hukum banding atau kasasi;

2015

LEMBAGA PENGADILAN Putusan pengadilan yang in kracht van gewijsde membutuhkan waktu yang relatif lama (>5 tahun jika sampai tingkat MARI)

Persidangan tertutup (non­ Terbuka untuk umum (ke­ publicity), dan adanya kare­ cuali kasus cerai) nanya member perlindungan untuk informasi atau data usaha yang bersifat rahasia atautidak boleh diketahui umum. Pertimbangan hokum lebih Pola pertimbangan Penga­ mengutamakan aspek privat dilan dan putusan Hakim dengan pola win­win solution. adalah win­loose Putusan bersifat non­prece­ dence dan karenanya untuk jenis dan sifat sengketa yang sama sangat dimungkinkan adanya putusan yang berbeda.

76

Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hokum yang dapat diterapkan dalam putusan perkara.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Kelemahan Pilihan Arbitrase ARBITRASE

LEMBAGA PENGADILAN

Honorarium arbiter, sekretariat dan adminitrasi, relative mahal. Tolok­ukur jumlah, umumnya di­ tentukan oleh nilai klaim (sen­ gketa) apabila biaya ditolak atau tidak dibayar oleh salah satu pihak maka pihak yang lain wajib mem­ bayarnya agar sengketa diperiksa Arbitrase.

Biaya perkara relative murah dan telah ditentukan oleh MARI.

Relative sulit untuk membentuk Majelis Arbitrase apabila Lembaga Arbitrase Ad Hoc

Tidak ada hambatan berart di­ dalam pembentukan Majelis Hakim yang memeriksa perkara.

Tidak memiliki juru sita sendiri se­ hingga menghambat penerapan prosedur dan mekanisme Arbitrase secara efektif.

Memiliki juru sita dan atau sarana pelaksanaan prosedur hukum acara.

Putusan Arbitrase tidak memiliki daya paksa yang efektif, dan sangat bergantung kepada pengadilan jika putusan tidak dijalankan dengan sukarela.

Pelaksanaan putusan dapa tdi­ paksakan secara efektif ter­ hadap pihak yang kalah dalam perkara.

Eksekusi Putusan Arbitrase cen­ derung mudah untuk di inttervensi pihak yang kalah melalui lembaga (bantahan, verzet), sehingga waktu realisasi pembayaran ganti rugi menjadi relative tambah lama.

Eksekusi putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang pasti dapat dilaksanakan meskipun kemudian ada Ban­ tahan atau Verzet.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

77

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

5.2.

2015

Dasar Hukum Arbitrase Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut: A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menu­ rut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada zaman Kolonial Hindia Be­ landa masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai den­ gan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut. B. Pasal 377 HIR Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercan­ tum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa : “Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam RV.

78

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

C. Pasal 615 s/d 651 RV Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercan­ tum dalam Buku ke Tiga Bab Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi : – Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV) – Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV) – Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV) – Upaya­upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV) – Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648­651 RV) D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970 Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan­ketentuan Pokok Kekuasaan Kehaki­ man, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diper­ bolehkan”.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

79

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

E. Pasal 80 UU NO. 14/1985 Satu­satunya undang­undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 14/1985, sama sekali tidak menga­ tur mengenai arbitrase. Ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang­ Undang Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu merujuk kembali UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadi­ lan yang memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,­ (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No. 1/1950).

F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan: “Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara

80

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak”. Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 : “Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal mas­ ing­masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama­sama oleh pemerin­ tah dan pemilik modal”.

G. Undang­Undang Nomor 5 Tahun 1968 yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Ten­ tang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau sebagai ratifikasi atas “International Con­ vention On the Settlement of Investment Dis­ putes Between States and Nationals of Other States”. Dengan undang­undang ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisi­ han mengenai penanaman modal asing diputus oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

81

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

H. Keppres. No. 34/1981 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Con­ vention On the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww York, yang diprakarsaioleh PBB.

I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990 Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1958 , oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang berlaku sejak tanggal di keluarkan.

J. Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 ten­ tang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan

82

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase seba­ gaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.

5.3.

Prosedur Dan Tahapan Pemeriksaan Di Arbitrase. ­ Prosedur Arbitrase Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis mencantumkan klausula arbitrase yaitu kesepakatan untuk menye­ lesaikan sengketa yang timbul di antara mereka se­ hubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase di hadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau meng­ gunakan peraturan prosedur BANI, maka sengketa tersebut akan diselesaikan di bawah penyeleng­ garaan BANI berdasarkan peraturan tersebut, de­ ngan memperhatikan ketentuan­ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang­undang yang bersifat memaksa dan kebi­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

83

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

jaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara ko­ operatif dan non­konfrontatif. ­ Tahap Pemeriksaan Jika dicermati rules baik yang diatur dari berbagai konvensi dan perundang­undangan, proses pe­ meriksaan Mahkamah Arbitrase, hampir tidak berbeda dengan tata cara pemeriksaan didepan sidang pengadilan, meskipun disana sini ada perbedaan. Dalam uraian berikut akan dicoba memberi penjelasan yang bersifat reguler tata cara pemeriksaan arbitrase berdasar penggarisan umum tanpa mengabaikan variasi yang terdapat antara saru rules dengan rules yang lain.

1. Pemeriksaan tentang Yuridiksi Tahap pemeriksaan yang pertama diteliti Mahkamah Arbitrase mengenai yurisdiksi (ju­ risdiction) atau kompetensi. Tentang masalah pemeriksaan yurisdiksi sudah pernah dising­ gung. Secar umum dapat dikatakan pemerik­ saan tentang berwenang atau tidak Mahkamah Arbitrase yang bersangkutan memeriksa sen­ gketa dapat dilakukan secara ex officio. Ada atau tidak eksepsi (objection) tentang itu, mahkamah

84

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

harus menyatakan diri tidak berwenang meme­ riksa apabila sengketa berada di luar yuris­ diksinya, berdasar alasan : i. keabsahan klausula arbitrase, atau ii. dari keabsahan perjanjian pokonya sendiri

2. Pemeriksaan Perlawanan Terhadap Arbiter Perlawanan terhadap arbiter yang telah ditun­ juk dibolehkan. Alasan perlawanan apabila sete­ lah penunjukan, diketahui atau didengar arbiter bersikap memihak dalam menjalankan fungsi menyelesaikan sengketa. Berbicara mengenai perlawanan terhadap ar­ biter, dapat dilakukan pada tahap sebelum proses pemeriksaan sengketa. Pada tahap proses penunjukan baik sebelum arbiter mener­ ima penunjukan maupun sesudah menerima, dapat dilakukan perlawanan. Selain daripada itu perlawanan dapat juga dilakukan setelah tahap pemeriksaan sengketa.

3. Memerintahkan Para Pihak Hadir Setelah Mahkamah Arbitrase menerima state­ ment of defence (jawaban yang berisi tanggapan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

85

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

terhadap gugatan) dari pihak respondent (orang yang dituntut atau tergugat) tiba saatnya proses pemeriksaan para pihak di muka sidang arbi­ trase. Demikian penggarisan menurut keten­ tuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Prosedur BANI. Penentuan hari sidang paling lambat 14 hari dari tanggal pengeluaran surat perintah sidang. Dalam hal ini surat perintah sidang sekaligus merupakan panggilan pemeriksaan sidang per­ tama kepada para pihak.

4. Salah Satu Pihak Tidak Hadir Pengaturan tentang hal ini pun terdapat perbe­ daan penggarisan di antara berbagai rules. Per­ tama­tama dibicarakan apa yang diatur dalam Peraturan Prosedur BANI. Hal ini diatur dalam pasal 10, 11, 12. a. Pihak Claimant (seorang yang membuat tuntutan atau penggugat) Tidak Hadir Membicarakan masalah ketidakhadiran yang diatur Pasal 10, tidak terlepas kaitan sistemnya dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8. Seperti yang sudah digariskan pasal­pasal tersebut, apabila telah diterima statement of defence dari respondent atau apabila respondent tidak menyampaikan

86

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

statement of defence dalam jangka waktu 30 hari dari tanggal penerimaan statement of claim (isi gugatan), majelis harus menetap­ kan hari sidang pemeriksaan dan memerin­ tahkan para pihak untuk datang menghadap. Apabila ternyata pihak claimant tidak datang menghadap pada pe­ meriksaan sidang tanpa alasan yang sah, padahal dia sudah dipanggil dengan resmi dan patut, permohonan arbitrase “akan digugurkan”. Demikian risiko yang dian­ camkan kepada pihak claimant apabila eng­ gan menghadiri pemeriksaan sidang pertama. Ketentuan dan risiko yang di­ gariskan Pasal 10 ini sama dengan yang di­ gariskan Pasal 124 HIR di muka forum pemeriksaan sidang pengadilan. b. Pihak Respondent tidak hadir Menurut pasal 11, jika pihak respondent tidak hadir pada pemeriksaan sidang per­ tama setelah ia dipanggil dengan sah dan patut, Ketua BANI memerintahkan supaya ia dipanggil sekali lagi untuk hadir pada hari sidang yang ditentukan, selambat­lambat­ nya 14 hari dari tanggal perintah dikelu­ arkan. Apabila pada hari itu respondent tetap juga tidak hadir, Pasal 12 menyatakan, pemeriksaan akan terus dilangsungkan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

87

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tanpa hadirnya respondent dengan syarat dan ketentuan : ·

Panggilan sudah dilakukan secara resmi dan patut,

·

Respondent tidak hadir tanpa alasan yang sah (default without reason),

·

Majelis dapat menjatuhkan putusan ver­ stek

·

Kecuali jika tuntutan tidak berdasarkan hukum dan keadilan

Majelis arbitrase menurut Peraturan Prose­ dur BANI, dapat menjatuhkan putusan ver­ stek apabila pemeriksaan sidang yang pertama dan berikutnya respondent tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah sekalipun telah dipanggil secara resmi dan patut.

5.4.

Putusan Arbitrase. Putusan Arbitrase akan diucapkan dalam sidang yang tertutup untuk umum dalam waktu paling lama 30 hari kalender setelah pemeriksaan ditutup, dengan atau tanpa dihadiri oleh para pihak yang bersengketa. Dalam mengambil keputusan: 1. Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase bebas dari in­ tervensi pihak manapun, termasuk Pengurus

88

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAPMI atau otoritas di pasar modal Indonesia; 2. Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat mengam­ bil keputusan atas atas dasar ketentuan hukum atau sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono); 3. Putusan Arbitrase BAPMI dalam suatu Majelis Ar­ bitrase diputuskan atas dasar musyawarah untuk mufakat, jika tidak tercapai, putusan diambil atas dasar suara terbanyak (voting) dengan mem­ berikan hak pencantuman dissenting opinion.

Menurut UU Nomor 30 Tahun 1999 pasal 6 ayat (7), Pengadilan Negeri menerima pendaftaran hasil ke­ sepakatan para pihak yang bersengketa (tertulis) untuk dilaksanakan dengan itikat baik dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandata­ nganan kesepakatan tersebut. Bisa diartikan bahwa kesepakatan yang telah ditandatangani para pihak yang bersengketa tersebut (baik melalui atau tanpa melalui arbitrase institusional), cukup didaftarkan ke Pengadilan Negeri dimana domisili para pihak yang bersengketa dan atau lokasi proyek berada.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

89

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

5.5.

2015

Badan Arbitrase yang Terdapat di Indonesia. ­ BANI BANI adalah lembaga independen yang mem­ berikan jasa beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk­bentuk lain dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan. BANI didirikan pada tahun 1977 atas prakarsa tiga pakar hukum terkemuka, yaitu almarhum Prof Soebekti S.H., Almarhum Haryono Tjitrosoebono S.H. dan Al­ marhum Prof Dr. Priyatna Abdurrasyid, dan dikelola dan diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh­tokoh masyarakat dan sektor bisnis. BANI berkedudukan di Jakarta dengan perwakilan di beberapa kota besar di Indonesia termasuk Surabaya, Bandung, Pontianak, Denpasar, Palembang, Medan dan Jambi. Dalam memberikan dukungan kelembagaan yang diperlukan untuk bertindak secara otonomi dan in­ dependen dalam penegakan hukum dan keadilan, BANI telah mengembangkan aturan dan tata cara sendiri, termasuk batasan waktu di mana Majelis Arbitrase harus memberikan putusan. Aturan ini dipergunakan dalam arbitrase domestik dan inter­ nasional yang dilaksanakan di Indonesia. Pada saat ini BANI memiliki lebih dari 100 arbiter berlatar belakang berbagai profesi, 30% diantaranya adalah

90

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

asing. Di Indonesia minat untuk menyelesaikan sen­ gketa melalui arbitrase mulai meningkat sejak diundangkannya Undang­undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UU Arbitrase). Perkembangan ini sejalan dengan arah global­ isasi, di mana penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Selain karakteristik cepat, efisien dan tuntas, ar­ bitrase menganut prinsip win­win solution, dan tidak bertele­tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat. Keung­ gulan lain arbitrase adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding), se­ lain sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses persidangan dan putusan arbitrase tidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal balik putusan­putusan arbitrase asing yang meli­ batkan perusahaan asing dapat dilaksanakan di Indonesia, demikian pula putusan arbitrase In­ donesia yang melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di luar negeri.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

91

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Adapun daftar arbiter yang terdapat di BANI adalah sebagai berikut : DAFTAR ARIBITER INDONESIA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

92

M. Husseyn Umar Harianto Sunidja H.R. Sidjabat T. Mulya Lubis Abdullah Makarim Anangga Wardhana Roosdiono H. Gusnando S. Anwar H. Agus G. Kartasasmita Jusuf Arbianto Tjondrolukito Akmam Umar Augusdin Aminoedin H. Adi Andojo Soetjipto Fatimah Achyar Hj. Hartini Mochtar Kasran Rudhi Prasetya Ismet Baswedan Hariwardono Soeharno Fred B.G. Tumbuan Sutan Remy Sjahdeini Humphrey R. Djemat Abdul Hakim Garuda Nusantara Frans H. Winarta H. Kahardiman Suntana S. Djatnika

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53.

2015

Hasjim Djalal I Made Widnyana I Gusti Ngurah Oka I Wayan Tantra Djuhaendah Hasan H. Ahmad M. Ramli Huala Adolf Mariam Darus Martin Basiang N. Krisnawenda Nurdjanah A. S. Yudi Haliman Jimmy Sutjianto Omar Ishananto Wawan Setiawan H. Iing Rochman K H. Jafar Sidik Madjedi Hasan Ichyar Musa Junaedy Ganie W. Suwito Purwanto Anita Dewi Anggraeni Kolopaking Garuda Wiko H. Ahmad Rizal Joni Emirzon Bambang Hariyanto H. Man Suparman Sastrawidjaja Danrivanto Budhijanto

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

93

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.

2015

H. Basoeki Tjip Ismail Chaidir Anwar Makarim Achmad Zen Umar Purba Mieke Komar Frans Lamury Jelly Nasseri Tan Kamello H. Chairul Azwar H.M. Chairul Idrah Johni Najwan Jody Tassno Anton S. Wahjosoedibjo Humayunbosha Purnamawati

ARBITER ASING 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

94

Albert Jan Van den Berg Andrew John Rogers Arthur L. Marriot Custodio O. Parlade Cecil Abraham Colin Y.C. Ong David A.R. Williams Dato’Jude P. Beny Gregory Churchill Ian G. Pyper

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.

2015

Jan Paulsson Jacques Covo Jean­Christophe Liebeskind Ms. Karen Mills Leslie Chew Ms. Louise Barrington Michael Hwang Ms. Meef Moh Michael Charles Pryles Nick Stone Paul Whitley Phai Cheng Goh Soowoo Lee Tan Chee Meng Varghese George Vasudevan Rasiah Woo Tchi Chu Lawrence Boo A. James Booker Michael Sinjorgo Antonino Albert de Fina Robert B. Morton Justice K. Govindarajan Richard Tan Chandran Arul Ashwine Kumal Bansal Joeng­il Suh Maurice Burke Nicholas Peacock

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

95

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.

2015

Charles Douglas Ball Malcolm Holmes QC Theodoor Bakker Campbell Bridge SC Edmund J Kronenburg Christian W. Konrad Norair Babadjanian Ben Giaretta Uno Shintaro Rob Palmer Michael Tselentis QC Thayananthan Baskaran Datuk Professor Sundra Rajoo Philippe Billiet Jonathan Leach Jan K. Schäfer

KONTAK : BANI ARBITRATION CENTER Jakarta Office : Wahana Graha Lt. 1&2, Jl. Mampang Prapatan No. 2, Jakarta 12760 Phone Fax Email Website

96

: : : :

+62 (0)21 7940542 +62 (0)21 7940543 bani­[email protected] www.baniarbitration.org

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia

BAB I Ruang Lingkup Pasal 1. Kesepakatan Arbitrase Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bis­ nis secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul di­ antara mereka sehubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase di hadapan Badan Ar­ bitrase Nasional Indonesia (“BANI”), atau menggunakan Pera­ turan Prosedur BANI, maka sengketa tersebut diselesaikan dibawah penyelenggaraan BANI berdasarkan Peraturan terse­ but, dengan memperhatikan ketentuan­ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang­undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan BANI. Penyelesaian seng­ keta secara damai melalui Arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan non­konfrontatif.

Pasal 2. Prosedur yang berlaku Peraturan Prosedur ini berlaku terhadap arbitrase yang dise­ lenggarakan oleh BANI. Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur BANI untuk penyelesaian sen­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

97

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

gketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut di­ anggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan per­ janjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase berdasarkan Per­ aturan Prosedur BANI.

BAB II Ketentuan­ketentuan Umum Pasal 3. Definisi Kecuali secara khusus ditentukan lain, maka istilah­istilah di bawah ini berarti: a. “Majelis Arbitrase BANI” atau “Majelis”, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah Majelis yang dibentuk menu­ rut Prosedur BANI dan terdiri dari satu atau tiga atau lebih arbiter; b. “Putusan”, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah setiap putusan yang ditetapkan oleh Majelis Arbitrase BANI, baik putusan sela ataupun putusan akhir/final dan mengikat; c.

“BANI” adalah Lembaga Badan Arbitrase Nasional Indone­ sia.

d. “Dewan” adalah Badan Pengurus BANI; e. “Ketua” adalah Ketua Badan Pengurus BANI, kecuali dan apabila jelas dinyatakan bahwa yang dimaksud adalah

98

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Ketua Majelis Arbitrase. Ketua BANI dapat menunjuk Wakil Ketua atau Anggota Badan Pengurus yang lain untuk melaksanakan tugas­tugas Ketua sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Prosedur ini, termasuk dalam hal ter­ tentu untuk menunjuk satu atau lebih arbiter, dalam hal mana rujukan kepada Ketua dalam Peraturan ini berlaku pula terhadap Wakil Ketua atau Anggota Badan Pengurus yang lain yang ditunjuk tersebut. f.

“Pemohon” berarti dan menunjuk pada satu atau lebih pe­ mohon atau para pihak yang mengajukan permohonan ar­ bitrase;

g. “Undang­Undang” berarti dan menunjuk pada Undang­un­ dang Republik Indonesia No. 30 tahun 1999 tentang Arbi­ trase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; h. “Termohon” berarti dan menunjuk pada satu atau lebih Termohon atau para pihak terhadap siapa permohonan ar­ bitrase ditujukan; i.

“Para Pihak” berarti Pemohon dan Termohon;

j.

“Peraturan Prosedur” berarti dan menunjuk pada keten­ tuan­ketentuan Peraturan Prosedur BANI yang berlaku pada saat dimulainya penyelenggaraan arbitrase, dengan mengindahkan adanya kesepakatan tertentu yang mungkin dibuat para pihak yang bersangkutan yang satu dan lain dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1;

k. “Sekretariat” berarti dan menunjuk pada organ adminis­ tratif BANI yang bertanggung jawab dalam hal pendaf­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

99

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

taran permohonan arbitrase dan hal­hal lain yang bersifat administratif dalam rangka penyelenggaraan arbitrase; l.

“Sekretaris Majelis” berarti dan menunjuk pada sekretaris majelis yang ditunjuk oleh BANI untuk membantu admin­ istrasi penyelenggaraan arbitrase bersangkutan; dan

m. “Tulisan”, baik dibuat dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah dokumen­dokumen yang ditulis atau dicetak di atas kertas, tetapi juga dokumen­dokumen yang dibuat dan/atau dikirimkan secara elektronis, yang meliputi tidak saja perjanjian­perjanjian tetapi juga pertukaran ko­ respondensi, catatan­catatan rapat, telex, telefax, e­mail dan bentuk­bentuk komunikasi lainnya yang demikian; dan tidak boleh ada perjanjian, dokumen korespondensi, surat pemberitahuan atau instrumen lainnya yang diper­ syaratkan untuk diwajibkan secara tertulis, ditolak secara hukum dengan alasan bahwa hal­hal tersebut dibuat atau disampaikan secara elektronis.

Pasal 4. Pengajuan, Pemberitahuan Tertulis dan Batas Waktu 1. Pengajuan komunikasi tertulis dan jumlah salinan. Semua pengajuan komunikasi tertulis yang akan disam­ paikan setiap pihak, bersamaan dengan setiap dan seluruh dokumen lampirannya, harus diserahkan kepada Sekre­

100

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tariat BANI untuk didaftarkan dengan jumlah salinan yang cukup untuk memungkinkan BANI memberikan satu sali­ nan kepada masing­masing pihak, arbiter yang bersangku­ tan dan untuk disimpan di Sekretariat BANI. Untuk maksud tersebut, para pihak dan/atau kuasa hukumnya harus menjamin bahwa BANI pada setiap waktu memiliki alamat terakhir dan nomor telepon, faksimili, e­mail yang bersangkutan untuk komunikasi yang diperlukan. Setiap komunikasi yang dikirim langsung oleh Majelis kepada para pihak haruslah disertai salinannya kepada Sekre­ tariat dan setiap komunikasi yang dikirim para pihak kepada Majelis harus disertai salinannya kepada pihak lainnya dan Sekretariat. 2. Komunikasi dengan Majelis. Apabila Majelis Arbitrase telah dibentuk, setiap pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan satu atau lebih arbiter dengan cara bagaimanapun sehubungan dengan permohonan arbitrase yang bersangkutan kecuali: (i) di­ hadiri juga oleh atau disertai pihak lainnya dalam hal berlangsung komunikasi lisan; (ii) disertai suatu salinan yang secara bersamaan dikirimkan ke para pihak atau pihak­pihak lainnya dan kepada Sekretariat (dalam hal ko­ munikasi tertulis). 3. Pemberitahuan. Setiap pemberitahuan yang perlu disampaikan berda­ sarkan Peraturan Prosedur ini, kecuali Majelis mengins­ truksikan lain, harus disampaikan langsung, melalui kurir,

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

101

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

faksimili atau e­mail dan dianggap berlaku pada tanggal diterima atau apabila tanggal penerimaan tidak dapat di­ tentukan, pada hari setelah penyampaian dimaksud. 4. Perhitungan Waktu. Jangka waktu yang ditentukan berdasarkan Peraturan Prosedur ini atau perjanjian arbitrase yang bersangkutan, dimulai pada hari setelah tanggal dimana pemberitahuan atau komunikasi dianggap berlaku, sebagaimana dimak­ sud dalam Peraturan Prosedur Pasal 4 ayat (3) di atas. Apabila tanggal berakhirnya suatu pemberitahuan atas batas waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur na­ sional di Indonesia, maka batas waktu tersebut berakhir pada hari kerja berikutnya setelah hari Minggu atau hari libur tersebut. 5. Hari­hari Kalender. Penunjukan pada angka­angka dari hari­hari dalam Peraturan Prosedur ini menunjuk kepada hari­hari dalam kalender. 6. Penyelesaian cepat. Dengan mengajukan penyelesaian sengketa kepada BANI sesuai Peraturan Prosedur ini maka semua pihak sepakat bahwa sengketa tersebut harus diselesaikan dengan itikad baik secepat mungkin dan bahwa tidak akan ditunda atau adanya langkah­langkah lain yang dapat menghambat proses arbitrase yang lancar dan adil.

102

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

7. Batas Waktu Pemeriksaan Perkara. Kecuali secara tegas disepakati para pihak, pemeriksaan perkara akan diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal Majelis se­ lengkapnya terbentuk. Dalam keadaan­keadaan khusus di­ mana sengketa bersifat sangat kompleks, Majelis berhak memperpanjang batas waktu melalui pemberitahuan kepada para pihak.

Pasal 5. Perwakilan Para Pihak 1. Para Pihak dapat diwakili dalam penyelesaian sengketa oleh seseorang atau orang­orang yang mereka pilih. Dalam pengajuan pertama, yaitu dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan demikian pula dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut, masing­masing pihak harus mencantumkan nama, data alamat dan keterangan­ keterangan serta kedudukan setiap orang yang mewakili pihak bersengketa dan harus disertai surat kuasa khusus asli bermaterai cukup serta dibuat salinan yang cukup se­ bagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) di atas yang memberikan hak kepada orang tersebut untuk mewakili pihak dimaksud. 2. Namun demikian, apabila suatu pihak diwakili oleh pe­ nasehat asing atau penasehat hukum asing dalam suatu perkara arbitrase mengenai sengketa yang tunduk kepada hukum Indonesia, maka penasehat asing atau penasehat

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

103

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

hukum asing dapat hadir hanya apabila didampingi pe­ nasehat atau penasehat hukum Indonesia.

BAB III Dimulainya Arbitrase

Pasal 6. Permohonan Arbitrase 1. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (“Pemohon”) pada Sekretariat BANI. 2. Penunjukan Arbiter Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan dalam Jawa­ ban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI. 3. Biaya­biaya Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan keten­ tuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris Majelis. Apabila pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase turut serta

104

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian seng­ keta melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh pasal 30 Undang­undang No. 30/1999, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya­biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. 4. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai keten­ tuan BANI.

Pasal 7. Pendaftaran 1. Setelah menerima Permohonan Arbitrase dan dokumen­ dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, Sekre­ tariat harus mendaf¬tarkan Permohonan itu dalam register BANI. 2. Badan Pengurus BANI akan memeriksa Permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak telah cukup mem­ berikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut.

Pasal 8. Tanggapan Termohon 1. Apabila Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, maka setelah pendaftaran Permo­ honan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

105

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

perkara arbitrase tersebut. 2. Sekretariat harus menyampaikan satu salinan Permoho­ nan Arbitrase dan dokumen­dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. 3. Tanggapan Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima penyampaian Permohonan Arbitrase, Termo­ hon wajib menyampaikan Jawaban. Dalam Jawaban itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menye­ rahkan penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon tidak menunjuk seorang Ar­ biter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah di­ serahkan kepada Ketua BANI. 4. Perpanjangan Waktu Ketua BANI berwenang, atas permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan Jawaban dan atau pe­ nunjukan arbiter oleh Termohon dengan alasan­alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.

106

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB IV Majelis Arbitrase

Pasal 9. Yang berhak menjadi Arbiter 1. Majelis Arbitrase Kecuali dalam keadaan­keadaan khusus sebagaimana di­ maksud dalam Pasal 9 ayat (2) di bawah ini, hanya mereka yang diakui termasuk dalam daftar arbiter yang disedi­ akan oleh BANI dan/atau memiliki sertifikat ADR/Arbi­ trase yang diakui oleh BANI dapat bertindak selaku arbiter berdasarkan Peraturan Prosedur ini yang dapat dipilih oleh para pihak. Daftar arbiter BANI tersebut terdiri dari para arbiter yang memenuhi syarat yang tinggal di Indonesia dan diberbagai yurisdiksi di seluruh dunia, baik pakar hukum maupun praktisi dan pakar non hukum seperti para ahli teknik, para arsitek dan orang­orang lain yang memenuhi syarat. Daftar arbiter tersebut dari waktu ke waktu dapat ditinjau kembali, ditambah atau diubah oleh Badan Pengurus. 2. Arbiter Luar Dalam hal para pihak, memerlukan arbiter yang memiliki suatu keahlian khusus yang diperlukan dalam memeriksa suatu perkara arbitrase yang diajukan ke BANI, permoho­ nan dapat diajukan kepada Ketua BANI guna menunjuk se­ orang arbiter yang tidak terdaftar dalam daftar arbiter BANI dengan ketentuan bahwa arbiter yang bersangkutan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

107

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ayat 1 di­ atas dan ayat 3 dibawah ini. Setiap permohonan harus dengan jelas menyatakan alasan diperlukannya arbiter luar dengan disertai data riwayat hidup lengkap dari ar­ biter yang diusulkan. Apabila Ketua BANI menganggap bahwa tidak ada arbiter dalam daftar arbiter BANI dengan kualifikasi profesional yang dibutuhkan itu sedangkan ar­ biter yang dimohonkan memiliki kualifikasi dimaksud memenuhi syarat, netral dan tepat, maka Ketua BANI dapat, berdasarkan pertimbangannya sendiri menyetujui penunjukan arbiter tersebut. Apabila Ketua BANI tidak menyetujui penunjukan arbiter luar tersebut, Ketua harus merekomendasikan, atau me­ nunjuk, dengan pilihannya sendiri, arbiter alternatif yang dipilih dari daftar arbiter BANI atau seorang pakar yang memenuhi syarat dalam bidang yang diperlukan namun tidak terdaftar di dalam daftar arbiter BANI. Dewan Pen­ gurus dapat mempertimbangkan penunjukan seorang ar­ biter asing yang diakui dengan ketentuan bahwa arbiter asing itu memenuhi persyaratan kualifikasi dan bersedia mematuhi Peraturan Prosedur BANI, termasuk ketentuan mengenai biaya arbiter, dimana pihak yang menunjuk berkewajiban memikul biaya­biaya yang berhubungan dengan penunjukan arbiter asing tersebut. 3. Kriteria­kriteria Disamping memiliki sertifikat ADR/Arbitrase yang diakui oleh BANI seperti dimaksud dalam ayat 1 diatas, dan/atau

108

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

persyaratan kualifikasi lainnya yang diakui oleh BANI semua arbiter harus memiliki persyaratan sebagai berikut: a. berwenang atau cakap melakukan tindakan­tindakan hukum; b. sekurang­kurangnya berusia 35 tahun; c. tidak memiliki hubungan keluarga berdasar¬kan ketu­ runan atau perkawinan sampai dengan keturunan ketiga, dengan setiap dari para pihak bersengketa; d. tidak memiliki kepentingan keuangan atau apa pun ter­ hadap hasil penyelesaian arbitrase; e. berpengalaman sekurang­kurangnya 15 tahun dan menguasai secara aktif bidang yang dihadapi; f. tidak sedang menjalani atau bertindak sebagai hakim, jaksa, panitera pengadilan, atau pejabat pemerintah lainnya. 4. Pernyataan Tidak Berpihak. Arbiter yang ditunjuk untuk memeriksa sesuatu perkara sesuai ketentuan Peraturan Prosedur BANI wajib menan­ datangani Pernyataan Tidak Berpihak yang disediakan oleh Sekretariat BANI. 5. Hukum Indonesia. Apabila menurut perjanjian arbitrase penunjukan arbiter diatur menurut hukum Indonesia, sekurang­kurangnya se­ orang arbiter, sebaiknya namun tidak diwajibkan, adalah

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

109

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

seorang sarjana atau praktisi hukum yang mengetahui dengan baik hukum Indonesia dan bertempat tinggal di In­ donesia.

Pasal 10. Susunan Majelis 1. Arbiter Tunggal Apabila Majelis akan terdiri dari hanya seorang arbiter, Pe­ mohon dapat, dalam Permohonan Arbitrase, mengusulkan kepada Ketua, seorang atau lebih yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan menjadi arbiter tunggal. Apabila Termohon setuju dengan salah satu calon yang diajukan Pe­ mohon, dengan persetujuan Ketua, orang tersebut dapat di­ tunjuk sebagai arbiter tunggal. Namun apabila tidak ada calon yang diusulkan Pemohon yang diterima Termohon, dengan kekecualian kedua pihak sepakat mengenai suatu Majelis yang terdiri dari tiga arbiter, Ketua BANI wajib segera menunjuk orang yang akan bertindak sebagi arbiter tunggal, penunjukan mana tidak dapat ditolak atau diajukan keberatan oleh masing­masing pihak kecuali atas dasar alasan yang cukup bahwa orang tersebut dianggap tidak in­ dependen atau berpihak. Apabila para pihak tidak setuju dengan arbiter tunggal, dan/atau Ketua menganggap sen­ gketa yang bersangkutan bersifat kompleks dan/atau skala dari sengketa bersangkutan ataupun nilai tuntutan yang disengketakan sedemikian rupa besarnya atau sifatnya se­ hingga sangat memerlukan suatu Majelis yang terdiri dari tiga arbiter, maka Ketua memberitahukan hal tersebut

110

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

kepada para pihak dan diberi waktu 7 (tujuh) hari kepada mereka untuk masing­masing menunjuk seorang arbiter yang dipilihnya dan apabila tidak dipenuhi maka ketentuan Pasal 10 ayat (3) dibawah ini akan berlaku. 2. Kelalaian Penunjukan Dalam setiap hal dimana masing­masing pihak tidak dapat mengangkat atau menunjuk seorang arbiter dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan atau permohonan untuk menunjuk arbiter, dengan memperhatikan keten­ tuan Pasal 8 ayat (3), Ketua berwenang menunjuk atas nama pihak bersangkutan. 3. Dalam hal Tiga Arbiter Apabila Majelis terdiri dari tiga arbiter, dalam hal para pihak telah menunjuk arbiter mereka masing­masing, maka Ketua BANI menunjuk seorang arbiter yang akan mengetuai Majelis. Penunjukan arbiter yang akan mengetuai Majelis itu di­ lakukan dengan mengindahkan usul­usul dari para arbiter masing­masing pihak, untuk itu arbiter yang ditunjuk oleh para pihak masing­masing dapat mengajukan calon yang dipilihnya dari daftar para arbiter BANI. 4. Jika Jumlah Tidak Ditentukan Apabila para pihak tidak sepakat sebelumnya tentang jum­ lah arbiter (misalnya satu atau tiga arbiter), Ketua berhak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

111

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

memutuskan, berdasarkan sifat, kompleksitas dan skala dari sengketa bersangkutan, apakah perkara yang bersangkutan memerlukan satu atau tiga arbiter dan, dalam hal demikian, maka ketentuan­ketentuan pada ayat­ ayat terdahulu Pasal 10 ini berlaku. 5. Banyak Pihak Dalam hal terdapat lebih dari pada dua pihak dalam seng­ keta, maka semua pihak yang bertindak sebagai Pemohon (para pemohon) harus dianggap sebagai satu pihak tung­ gal dalam hal penunjukan arbiter, dan semua pihak yang ditun¬tut harus dianggap sebagai satu Termohon tunggal dalam hal yang sama. Dalam hal pihak­pihak tersebut tidak setuju dengan penunjukan seorang arbiter dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka pilihan mereka terhadap seorang arbiter harus dianggap telah diserahkan kepada Ketua BANI yang akan memilih atas nama pihak­ pihak tersebut. Dalam keadaan­keadaan khusus, apabila diminta oleh suatu mayoritas pihak­pihak bersengketa, ketua dapat menyetujui dibentuknya suatu Majelis yang terdiri lebih daripada 3 arbiter. Pihak­pihak lain dapat bergabung dalam suatu perkara arbitrase hanya sepanjang diperkenankan berdasarkan ketentuan Pasal 30 Undang­ Undang No.30/1999. 6. Kewenangan Ketua BANI Keputusan atau persetujuan akhir mengenai penunjukan semua arbiter berada ditangan Ketua BANI. Dalam mem­ berikan persetujuan, Ketua dapat meminta keterangan tam­

112

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

bahan sehubungan dengan kemandirian, netralitas dan/atau kriteria para arbiter yang diusulkan. Ketua juga dapat mempertimbangkan kewarga¬negaraan arbiter yang diusulkan sehubungan dengan kewarganegaraan para pihak yang bersengketa dengan memperhatikan syarat­ syarat baku yang berlaku di BANI. Ketua harus mengupayakan bahwa keputusan sehubungan dengan penunjukan arbiter diambil atau disetujui dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak hal tersebut diajukan kepadanya. 7. Penerimaan Para Arbiter Seorang calon arbiter, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditunjuk, harus menyampaikan kepada BANI ri­ wayat hidup/pekerjaannya dan suatu pernyataan tertulis tentang kesediaan bertindak sebagai arbiter. Apabila diper­ lukan, arbiter yang ditunjuk harus menerangkan setiap keadaan yang mungkin dapat menjadikan dirinya diragukan sehubungan dengan netralitas atau kemandiriannya.

Pasal 11. Pengingkaran/Penolakan Terhadap seorang Ar­ biter 1. Pengingkaran Setiap arbiter dapat diingkari apabila terdapat suatu keadaan tertentu yang menimbulkan keraguan terhadap netralitas dan/atau kemandirian arbiter tersebut. Pihak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

113

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

yang ingin mengajukan pengingkaran harus menyam­ paikan pemberitahuan tertulis kepada BANI dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan identitas arbiter tersebut, dengan melampirkan dokumen­ dokumen pembuktian yang mendasari pengingkaran tersebut. Atau, apabila keterangan yang menjadi dasar juga diketahui pihak lawan, maka pengingkaran tersebut harus diajukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah keterangan tersebut diketahui pihak lawan. 2. Penggantian BANI wajib meneliti bukti­bukti tersebut melalui suatu tim khusus dan menyampaikan hasilnya kepada arbiter yang diingkari dan pihak lain tentang pengingkaran tersebut. Apabila arbiter yang diingkari setuju untuk mundur, atau pihak lain menerima pengingkaran tersebut, seorang ar­ biter pengganti harus ditunjuk dengan cara yang sama dengan penunjukan arbiter yang mengundurkan diri, berdasarkan ketentuan­ketentuan pasal 10 di atas. Atau jika sebaliknya, BANI dapat, namun tidak diharuskan, menyetujui pengingkaran tersebut, Ketua BANI harus me­ nunjuk arbiter pengganti. 3. Kegagalan Pengingkaran Apabila pihak lain atau arbiter tidak menerima peng­ ingkaran itu, dan Ketua BANI juga menganggap bahwa pengingkaran tersebut tidak berdasar, maka arbiter yang diingkari harus melanjutkan tugasnya sebagai arbiter.

114

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

4. Pengingkaran Pihak Yang Menunjuk Suatu pihak dapat membantah arbiter yang telah ditun­ juknya atas dasar bahwa ia baru menge¬tahui atau mem­ peroleh alasan­alasan untuk pengingkaran setelah penunjukan dilakukan.

Pasal 12. Penggantian Seorang Arbiter 1. Kematian atau Cacat Dalam hal seorang arbiter meninggal dunia atau tidak mampu secara tegas untuk melakukan tugasnya, selama jalannya proses pemeriksaan arbitrase, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk berdasarkan ketentuan yang sama menurut Pasal 10 seperti halnya yang berlaku ter­ hadap penunjukan atau pemilihan arbiter yang diganti. 2. Pengunduran diri Arbiter Calon atau arbiter yang mempunyai perten¬tangan ke­ pentingan (conflict of interest) dengan perkara atau para pihak yang bersengketa wajib untuk mengundurkan diri. Sebaliknya apabila Majelis telah terbentuk maka tidak se­ orang pun arbiter boleh mengundurkan diri dari ke­ dudukannya kecuali terjadi pengingkaran terhadap dirinya sesuai dengan ketentuan­ketentuan Peraturan Prosedur ini dan peraturan perundang­undangan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

115

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Kelalaian Bertindak Dalam hal seorang arbiter lalai dalam melakukan tugas­ nya, baik secara de jure atau de facto, satu dan lain atas pertimbangan Ketua BANI sehingga tidak mungkin bagi dirinya menjalankan fungsinya, sebagaimana ditentukan Ketua, maka prosedur sehubungan dengan pengingkaran dan penggantian seorang arbiter sesuai ketentuan­keten­ tuan dalam Pasal 11 berlaku. 4. Pengulangan Pemeriksaan Apabila berdasarkan Pasal 11, 12 (1), atau 12 (3), seorang arbiter tunggal diganti maka pemeriksaan perkara, terma­ suk sidang­sidang yang telah diselenggarakan sebelumnya harus diulang. Apabila Ketua Majelis diganti, setiap sidang kesaksian sebelumnya dapat diulang apabila dianggap perlu oleh para arbiter lainnya. Apabila seorang arbiter dalam Majelis diganti, maka para arbiter lainnya harus memberikan penjelasan kepada arbiter yang baru ditun­ juk dan sidang­sidang sebelumnya tidak perlu diulang ke­ cuali dalam keadaan­keadaan khusus dimana, Majelis menurut pertimbangannya sendiri menganggap perlu berdasarkan alasan­alasan keadilan. Apabila terjadi pen­ gulangan sidang­sidang berdasarkan alasan­alasan diatas, Majelis dapat mempertimbangkan perpanjangan waktu pemeriksaan perkara seperti yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7).

116

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB V Pemeriksaan Arbitrase Pasal 13. Ketentuan­ketentuan Umum/Persidangan 1. Kewenangan Majelis Setelah terbentuk atau ditunjuk berdasarkan ketentuan­ ketentuan dalam Bab III diatas, Majelis Arbitrase akan memeriksa dan memutus sengketa antara para pihak atas nama BANI dan karenanya dapat melaksanakan segala kewenangan yang dimiliki BANI sehubungan dengan pe­ meriksaan dan pengambilan keputusan­keputusan atas sengketa dimaksud. Sebelum dan selama masa persida­ ngan Majelis dapat mengusahakan adanya perdamaian di antara para pihak. Upaya perdamaian tersebut tidak mem­ pengaruhi batas waktu pemeriksaan di persidangan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7). 2. Kerahasiaan Seluruh persidangan dilakukan tertutup untuk umum, dan segala hal yang berkaitan dengan penunjukan arbiter, ter­ masuk dokumen­dokumen, laporan/catatan sidang­ sidang, keterangan­keterangan saksi dan putusan­ putusan, harus dijaga kerahasiaannya diantara para pihak, para arbiter dan BANI, kecuali oleh peraturan perundang­ undangan hal tersebut tidak diperlukan atau disetujui oleh semua pihak yang bersengketa.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

117

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Dasar Keadilan Sesuai ketentuan Peraturan Prosedur ini dan hukum yang berlaku, Majelis Arbitrase dapat menyelenggarakan arbi­ trase dengan cara yang dapat dianggap benar dengan ke­ tentuan para pihak diperlakukan dengan persamaan hak dan diberi kesempatan yang patut dan sama pada setiap tahap pemeriksaan perkara. 4. Tempat Sidang Persidangan, diselenggarakan di tempat yang ditetapkan oleh BANI dan kesepakatan para pihak, namun dapat pula di tempat lain jika dianggap perlu oleh Majelis dengan ke­ sepakatan para pihak. Majelis Arbitrase dapat meminta di­ adakan rapat­rapat untuk memeriksa, asset­asset, barang­barang lain atau dokumen­dokumen pada setiap waktu dan di tempat yang diperlukan, dengan pemberi­ tahuan seperlunya kepada para pihak, guna memungkinkan mereka dapat ikut hadir dalam pemeriksaan tersebut. Rapat­rapat internal dan sidang­sidang Majelis dapat di­ adakan pada setiap waktu dan tempat, termasuk melalui jaringan internet, apabila Majelis menganggap perlu.

Pasal 14. Bahasa 1. Bahasa Pemeriksaan Dalam hal para pihak tidak menyatakan sebaliknya, proses pemeriksaan perkara diselenggarakan dalam bahasa In­

118

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

donesia, kecuali dan apabila Majelis, dengan menimbang keadaan (seperti adanya pihak­pihak asing dan/atau ar­ biter­arbiter asing yang tidak dapat berbahasa Indonesia, dan/atau dimana transaksi yang menimbulkan sengketa dilaksanakan dalam bahasa lain), menganggap perlu digu­ nakannya bahasa Inggris atau bahasa lainnya. 2. Bahasa Dokumen Apabila dokumen asli yang diajukan atau dijadikan dasar oleh para pihak dalam pengajuan kasus yang bersangku­ tan dalam bahasa selain Indonesia, maka Majelis berhak untuk menentukan dokumen­dokumen asli tersebut apakah harus disertai terjemahan dalam bahasa Indone­ sia, atau dari bahasa Indonesia ke bahasa lain. Namun demikian, apabila para pihak setuju, atau Majelis menen­ tukan, bahwa bahasa yang digunakan dalam perkara adalah bahasa selain bahasa Indonesia, maka Majelis dapat meminta agar dokumen­dokumen diajukan dalam bahasa Indonesia dengan disertai terjemahan dari pener­ jemah tersumpah dalam bahasa Inggris atau bahasa lain yang digunakan. 3. Penerjemah Apabila Majelis dan/atau masing­masing pihak memer­ lukan bantuan penerjemah selama persidangan, hal terse­ but harus disediakan oleh BANI atas permintaan Majelis, dan biaya penerjemah harus ditanggung oleh para pihak yang berperkara sesuai yang ditetapkan oleh Majelis.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

119

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

4. Bahasa Putusan Putusan harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila diminta oleh suatu pihak atau sebaliknya dianggap perlu oleh Majelis, dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya. Dalam hal bahwa naskah asli Putusan dibuat dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya, suatu terjemahan resmi harus disediakan oleh BANI untuk maksud­maksud pendaftaran, dan biaya untuk itu harus ditanggung oleh para pihak berdasarkan penetapan Majelis

Pasal 15. Hukum Yang Berlaku 1. Hukum Yang Mengatur Hukum yang mengatur materi sengketa adalah hukum yang dipilih dalam perjanjian komersial bersangkutan yang menimbulkan sengketa antara para pihak. Dalam hal oleh para pihak dalam perjanjian tidak ditetapkan tentang hukum yang mengatur, para pihak bebas memilih hukum yang berlaku berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam hal kesepakatan itu tidak ada, Majelis berhak menerapkan ke­ tentuan­ketentuan hukum yang dianggap perlu, dengan mempertimbangkan keadaan­keadaan yang menyangkut permasalahannya. 2. Ketentuan­ketentuan Kontrak Dalam menerapkan hukum yang berlaku, Majelis harus mempertimbangkan ketentuan­ketentuan dalam perjan­

120

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

jian serta praktek dan kebiasaan yang relevan dalam kegiatan bisnis yang bersangkutan. 3. Ex Aequo et Bono Majelis dapat menerapkan kewenangan yang bersifat am­ icable compositeur dan/atau memutuskan secara ex aequo et bono, apabila para pihak telah menyatakan ke­ sepakatan mengenai hal itu.

Pasal 16. Surat Permohonan Arbitrase 1. Pengajuan Surat Permohonan Arbitrase, yang berisi Tuntutan Pemo­ hon yang disampaikan kepada BANI, oleh BANI, setelah Majelis terbentuk, diteruskan kepada setiap anggota Ma­ jelis dan pihak lain (para pihak). 2. Syarat­syarat Surat Permohonan Arbitrase harus memuat sekurang­ku­ rangnya: a. Nama dan alamat para pihak; b. Keterangan tentang fakta­fakta yang mendukung Per­ mohonan Arbitrase; c. Butir­butir permasalahannya; dan d. Besarnya tuntutan kompensasi yang dituntut.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

121

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Dokumentasi Pemohon harus melampirkan pada Surat Permohonan tersebut suatu salinan perjanjian bersangkutan atau per­ janjian­perjanjian yang terkait sehubungan sengketa yang bersangkutan dan suatu salinan perjanjian arbitrase (jika tidak termasuk dalam perjanjian dimaksud), dan dapat pula melampirkan dokumen­dokumen lain yang oleh Pe­ mohon dianggap relevan. Apabila dokumen­dokumen tambahan atau bukti lain dimaksudkan akan diajukan ke­ mudian, Pemohon harus menegaskan hal itu dalam Surat Permohonan tersebut.

Pasal 17. Surat Jawaban Atas Tuntutan 1. Pengajuan Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari Termohon harus mengajukan Surat Jawaban kepada BANI untuk dis­ ampaikan kepada Majelis dan Pemohon. 2. Syarat­syarat Termohon harus, dalam Surat Jawabannya, menge­ mukakan pendapatnya tentang hal­hal sebagaimana di­ maksud dalam huruf (b) dan (c) Pasal 16 ayat (2) diatas. Termohon juga dapat melampirkan dalam Surat Jawaban­ nya, dokumen­dokumen yang dijadikan sebagai dasar atau menunjuk pada setiap dokumen­dokumen tambahan atau bukti lain yang akan diajukan kemudian.

122

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Tuntutan Balik a. Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tun­ tutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian se­ hubungan dengan sengketa atau tuntutan yang bersangkutan sebagai­mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik (rekon¬vensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama dengan Surat Jawaban atau selambat­lambat­ nya pada sidang pertama. Majelis berwenang, atas per­ mintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar di­ ajukan pada suatu tanggal kemudian apabila Termo­ hon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan sesuai ketentuan­ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) dan Pasal 16 ayat (2) dan (3). b. Atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyele­ saian tersebut dikenakan biaya tersendiri sesuai den­ gan cara perhitungan pembebanan biaya adminsitrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya administrasi untuk tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan diperiksa, dipertim­ bangkan dan diputus secara bersama­sama dengan tuntutan pokok.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

123

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

c. Kelalaian para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya administrasi sehubungan de­ ngan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak menghalangi ataupun menunda kelanjutan penyeleng­ garaan arbitrase sehubungan dengan tuntutan pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan de­ ngan tuntutan pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah­olah tidak ada tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.

4. Jawaban Tuntutan Balik Dalam hal Termohon telah mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon), berhak dalam jangka waktu 30 hari atau jangka waktu lain yang ditetap­ kan oleh Majelis, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut berdasarkan ketentuan­ketentuan Pasal 17 ayat (2) diatas.

Pasal 18. Yurisdiksi 1. Kompetensi Kompetensi Majelis berhak menyatakan keberatan atas pernyataan bahwa ia tidak berwenang, termasuk keberatan yang berhubungan dengan adanya atau keabsahan perjanjian arbitrase jika terdapat alasan untuk itu.

124

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

2. Klausul Arbitrase Independen Majelis berhak menentukan adanya atau keabsahan suatu perjanjian di mana klausula arbitrase merupakan bagian. Suatu klausula arbitrase yang menjadi bagian dari suatu perjanjian, harus diperlakukan sebagai suatu perjanjian terpisah dari ketentuan­ketentuan lainnya dalam perjan­ jian yang bersangkutan. Keputusan Majelis bahwa suatu kontrak batal demi hukum tidak dengan sendirinya mem­ batalkan validitas klausula arbitrase. 3. Batas Waktu Bantahan Suatu dalih berupa bantahan bahwa Majelis tidak berwe­ nang harus dikemukakan sekurang­kurangnya dalam Surat Jawaban atau, dalam hal tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian dalam jawaban terhadap tuntu­ tan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut. 4. Putusan Sela Dalam keadaan yang biasa, Majelis akan menetapkan pu­ tusan yang menolak masalah yurisdiksi sebagai suatu Pu­ tusan Sela. Namun, apabila dipandang perlu Majelis dapat melanjutkan proses arbitrase dan memutuskan masalah tersebut dalam Putusan akhir.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

125

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 19. Dokumen­Dokumen dan Penetapan­Penetapan 1. Prosedur Persidangan Setelah menerima berkas perkara, Majelis harus menen­ tukan, atas pertimbangan sendiri apakah sengketa dapat diputuskan berdasarkan dokumen­dokumen saja, atau perlu memanggil para pihak untuk datang pada persida­ ngan. Untuk maksud tersebut Majelis dapat memanggil untuk sidang pertama dimana mengenai pengajuan doku­ men­dokumen jika ada atau mengenai persidangan jika di­ adakan, ataupun mengenai masalah­masalah prosedural, dapat dikomunikasikan dengan para pihak secara lang­ sung ataupun melalui Sekretariat BANI. 2. Penetapan­penetapan prosedural. Majelis, berdasarkan ketentuan­ketentuan ini, berhak penuh menentukan prosedur dan membuat penetapan­ penetapan yang dianggap perlu, dimana penetapan­pene­ tapan tersebut mengikat para pihak. Apabila dipandang perlu, Majelis dapat membuat ikhtisar masalah­masalah yang akan diputus (terms of reference) yang ditandatan­ gani Majelis dan para pihak. Setidak­tidaknya Sekretaris Majelis harus membuat berita acara pemeriksaan dan penetapan­penetapan prosedural dari Majelis, berita acara mana, setelah ditandatangani oleh Majelis, menjadi doku­ men pemeriksaan dan bahan bagi Majelis dalam proses pemeriksaan selanjutnya.

126

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Catatan. Dalam hal masing­masing pihak ingin membuat suatu catatan sendiri mengenai pemeriksaan atau sebagian dari pemeriksaan, atas persetujuan Majelis, pihak yang bersangkutan dapat meminta jasa petugas pencatat atau sekretaris independen untuk hal tersebut yang akan menyampaikan catatannya kepada Majelis untuk diteruskan kepada para pihak. Biaya pembuatan catatan itu adalah atas tanggungan pihak atau pihak­pihak yang meminta, dan biaya tersebut harus dibayar dimuka kepada BANI untuk dibayarkan kemudian kepada petugas bersangkutan setelah menerima bukti penagihan. 4. Biaya harus dibayar. Pemeriksaan atas perkara dan atau sidang tidak akan di­ langsungkan sebelum seluruh biaya­biaya arbitrase, seba­ gaimana diberitahukan oleh Sekretariat kepada para pihak berdasarkan besarnya skala dari tuntutan dan daftar biaya yang dari waktu ke waktu diumumkan oleh BANI, telah dibayar lunas oleh salah satu atau kedua belah pihak. 5. Putusan Sela Majelis berhak menetapkan putusan provisi atau putusan sela yang dianggap perlu sehubungan dengan penyelesa­ ian sengketa bersangkutan, termasuk untuk menetapkan suatu putusan tentang sita jaminan, memerintahkan peny­ impanan barang pada pihak ketiga, atau penjualan barang­ barang yang tidak akan tahan lama. Majelis berhak

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

127

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

meminta jaminan atas biaya­biaya yang berhubungan de­ ngan tindakan­tindakan tersebut. 6. Sanksi­sanksi Majelis berhak menetapkan sanksi atas pihak yang lalai atau menolak untuk menaati aturan tata­tertib yang dibu­ atnya atau sebaliknya melakukan tindakan yang meng­ hambat proses pemeriksaan sengketa oleh Majelis.

Pasal 20. Upaya Mencari Penyelesaian Damai 1. Penyelesaian Damai Majelis pertama­tama harus mengupayakan agar para pihak mencari jalan penyelesaian damai, baik atas upaya para pihak sendiri atau dengan bantuan mediator atau pihak ketiga lainnya yang independen atau dengan ban­ tuan Majelis jika disepakati oleh para pihak. 2. Putusan Persetujuan Damai Apabila suatu penyelesaian damai dapat dicapai, Majelis akan menyiapkan suatu memorandum mengenai persetu­ juan damai tersebut secara tertulis yang memiliki keku­ atan hukum dan mengikat kedua belah pihak serta dapat dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu Putu­ san dari Majelis.

128

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

3. Kegagalan Menyelesaikan secara damai Apabila tidak berhasil dicapai penyelesaian damai, Majelis akan melanjutkan prosedur arbitrase sesuai ketentuan dalam Peraturan ini.

Pasal 21. Kelalaian Penyelesaian 1. Kelalaian Pemohon Dalam hal Pemohon lalai dan/atau tidak datang pada sidang pertama yang diselenggarakan oleh Majelis tanpa suatu alasan yang syah, maka Majelis dapat menyatakan Permohonan Arbitrase batal. 2. Kelalaian Termohon Dalam hal Termohon lalai mengajukan Surat Jawaban, Ma­ jelis harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Termohon dan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu selambat­lambatnya 14 (empat belas) hari untuk mengajukan Jawaban dan/atau datang ke persidangan. Dalam hal Termohon juga tidak datang ke persidangan sete­ lah dipanggil secara patut dan juga tidak mengajukan Jawa­ ban tertulis, Majelis harus memberitahukan untuk kedua kalinya kepada Termohon agar datang atau menyampaikan Jawaban. Apabila Termohon lalai menjawab untuk kedua kalinya tanpa alasan yang sah, Majelis serta­merta dapat memutuskan dan mengeluarkan putusan berdasarkan dokumen­dokumen dan bukti yang telah diajukan Pemohon.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

129

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 22. Perubahan­perubahan dan Pengajuan­penga­ juan Selanjutnya 1. Perubahan­perubahan Apabila pengajuan­pengajuan sebagaimana dimaksud di­ atas telah lengkap, dan apabila sidang pertama telah di­ langsungkan, para pihak tidak berhak mengubah tuntutan dan/atau jawaban mereka sepanjang menyangkut materi perkara, kecuali Majelis dan para pihak menyetujui pe­ rubahan tersebut. Namun demikian, tidak diperkenankan mengubah tuntutan yang keluar dari lingkup perjanjian arbitrase. 2. Pengajuan­pengajuan lebih lanjut Majelis harus memutuskan tentang bukti­bukti tambahan dan/atau keterangan tertulis tambahan, selain Surat Per­ mohonan Arbitrase yang merupakan surat tuntutan dan Surat Jawaban, yang diperlukan dari para pihak atau dia­ jukan para pihak, dimana Majelis harus menetapkan jangka waktu untuk penyampaian hal­hal tersebut. Majelis tidak wajib mempertimbangkan setiap pengajuan tamba­ han selain yang telah ditetapkannya.

Pasal 23. Bukti dan Persidangan 1. Beban Pembuktian Setiap pihak wajib menjelaskan posisi masing­masing, untuk mengajukan bukti yang menguatkan posisinya dan

130

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

untuk membuktikan fakta­fakta yang dijadikan dasar tun­ tutan atau jawaban. 2. Ringkasan Bukti­bukti Majelis dapat, apabila dianggap perlu, meminta para pihak untuk memberikan penjelasan atau mengajukan doku­ men­dokumen yang dianggap perlu dan/atau untuk menyampaikan ringkasan seluruh dokumen dan bukti lain yang telah dan/atau akan diajukan oleh pihak tersebut guna mendukung fakta­fakta dalam Surat Permo¬honan Tuntutan atau Surat Jawaban, dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Majelis. 3. Bobot Pembuktian Majelis harus menentukan apakah bukti­bukti dapat di­ terima, relevan dan menyangkut materi permasalahan dan memiliki kekuatan bukti. 4. Saksi­saksi Apabila Majelis menganggap perlu dan/atau atas per­ mintaan masing­masing pihak, saksi­saksi ahli atau saksi­ saksi yang berkaitan fakta­fakta dapat dipanggil. Saksi­saksi tersebut oleh Majelis dapat diminta untuk memberikan kesaksian mereka dalam bentuk tertulis. Ma­ jelis dapat menentukan, atas pertimbangannya sendiri atau atas permintaan masing­masing pihak, apakah perlu mendengar kesaksian lisan saksi­saksi tersebut.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

131

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

5. Biaya Para Saksi Pihak yang meminta pemanggilan seorang saksi atau saksi ahli harus membayar dimuka seluruh ongkos yang diper­ lukan berhubung dengan kehadiran saksi tersebut. Untuk maksud tersebut Majelis dapat meminta agar terlebih dahulu disetorkan suatu deposit kepada BANI 6. Sumpah Sebelum memberikan kesaksian mereka, para saksi atau saksi­saksi ahli tersebut dapat diminta untuk diambil sumpahnya atau mengucapkan janji. 7. Penutupan Persidangan Jika pengajuan bukti, kesaksian dan persidangan telah di­ anggap cukup oleh Majelis, maka persidangan mengenai sengketa tersebut ditutup oleh Ketua Majelis yang kemu­ dian dapat menetapkan suatu sidang untuk penyampaian Putusan akhir.

Pasal 24. Pencabutan Arbitrase 1. Pencabutan. Sepanjang Majelis belum mengeluarkan putusannya, Pe­ mohon berhak mencabut tuntutannya melalui pemberi­ tahuan tertulis kepada Majelis, pihak lain dan BANI. Namun demikian apabila Termohon telah mengajukan Surat Jawaban, dan/atau tuntutan balik (rekonvensi),

132

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

maka tuntutan hanya dapat dicabut kembali dengan per­ setujuan Termohon. Apabila para pihak sepakat untuk mencabut tuntutan/perkara setelah sidang dimulai, maka pencabutan tersebut dilakukan dengan penetapan putu­ san oleh Majelis. 2. Pengembalian Pembayaran Biaya­biaya. Dalam hal persidangan belum dimulai, seluruh ongkos yang dibayar, kecuali biaya pendaftaran, dikembalikan kepada Pemohon dimana dilakukan perhitungan dengan biaya­ biaya administrasi Sekretariat BANI yang telah dikeluarkan. Apabila persidangan atau rapat­rapat musyawarah telah dimulai, maka biaya administrasi, termasuk ongkos­ongkos yang menjadi hak para arbiter yang dianggap wajar oleh Ketua BANI, setelah berkonsultasi dengan Majelis, akan diperhitungkan dalam pengembalian tersebut.

BAB VI Putusan

Pasal 25. Putusan Akhir Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

133

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 26. Putusan­Putusan Lain Selain menetapkan Putusan akhir, Majelis juga berhak mene­ tapkan putusan­putusan pendahuluan, sela atau Putusan­pu­ tusan parsial.

Pasal 27. Mayoritas Apabila Majelis terdiri dari tiga (atau lebih) arbiter, maka se­ tiap putusan atau putusan lain dari Majelis, harus ditetapkan berdasarkan suatu putusan mayoritas para arbiter. Apabila terdapat perbedaan pendapat dari arbiter mengenai bagian tertentu dari putusan, maka perbedaan tersebut harus dicantumkan dalam Putusan. Apabila diantara para arbiter tidak terdapat kesepakatan men­ genai putusan atau bagian dari putusan yang akan diambil, maka putusan Ketua Majelis mengenai hal yang bersangkutan yang dianggap berlaku.

Pasal 28. Penetapan­penetapan Prosedural Untuk hal­hal yang bersifat prosedural, apabila tidak terdapat kesepakatan mayoritas, dan apabila Majelis menguasakan untuk hal tersebut, Ketua Majelis dapat memutuskan atas per­ timbangan sendiri.

134

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 29. Pertimbangan Putusan Putusan harus dibuat tertulis dan harus memuat pertimbangan­ pertimbangan yang menjadi dasar Putusan tersebut, kecuali para pihak setuju bahwa pertimbangan­pertimbangan itu tidak perlu dicantumkan. Putusan Majelis ditetapkan berdasarkan ketentuan­ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.

Pasal 30. Penandatanganan Putusan Putusan harus ditandatangani para arbiter dan harus memuat tanggal dan tempat dikeluarkannya. Apabila ada tiga Arbiter dan satu dari mereka tidak menandatangani, maka dalam Pu­ tusan tersebut harus dinyatakan alasannya.

Pasal 31. Penyampaian Dalam waktu 14 (empat belas) hari, Putusan yang telah ditan­ datangani para arbiter tersebut harus disampaikan kepada se­ tiap pihak, bersama 2 (dua) lembar salinan untuk BANI, dimana salah satu dari salinan itu akan didaftarkan oleh BANI di Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

135

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 32. Final dan Mengikat Putusan bersifat final dan mengikat para pihak. Para pihak men­ jamin akan langsung melaksanakan Putusan tersebut. Dalam Putusan tersebut, Majelis menetapkan suatu batas waktu bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan Putusan dimana dalam Putusan Majelis dapat menetapkan sanksi dan/atau denda dan/atau tingkat bunga dalam jumlah yang wajar apabila pihak yang kalah lalai dalam melaksanakan Putusan itu.

Pasal 33. Pendaftaran Kerahasiaan proses arbitrase tidak berarti mencegah pendaf­ taran Putusan pada Pengadilan Negeri ataupun pengajuannya ke Pengadilan Negeri dimanapun dimana pihak yang menang dapat meminta pelaksanaan dan/atau eksekusi Putusan terse­ but.

Pasal 34. Pembetulan Kesalahan­Kesalahan Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah Putu­ san diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan ke BANI agar Majelis memperbaiki kesalahan­kesalahan admin­ istratif yang mungkin terjadi dan/atau untuk menambah atau menghapus sesuatu apabila dalam Putusan tersebut sesuatu tuntutan tidak disinggung.

136

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pasal 35. Daftar Biaya Biaya arbitrase ditetapkan dalam suatu daftar terpisah dan terlampir pada Peraturan Prosedur ini. Daftar tersebut dapat diperbaiki atau diubah dari waktu ke waktu apabila dipandang perlu oleh BANI.

Pasal 36. Pembayaran Biaya BANI harus menagih kepada setiap pihak setengah dari esti­ masi biaya arbitrase, dan memberikan jangka waktu secepat­ nya untuk membayarnya. Apabila suatu pihak lalai membayar bagiannya, maka jumlah yang sama harus dibayarkan oleh pihak lain yang kemudian akan diperhitungkan dalam Putusan dengan kewajiban pihak yang lalai membayar tersebut. BANI atas permintaan Majelis yang bersangkutan dapat mem­ inta penambahan biaya dari waktu ke waktu selama berlang­ sungnya arbitrase apabila Majelis menganggap bahwa perkara yang sedang diperiksa atau besarnya tuntutan ternyata telah meningkat daripada yang semula diperkirakan.

Pasal 37. Alokasi Majelis berwenang menentukan pihak mana yang harus bertanggung jawab untuk membayar, atau melakukan pengem­ balian pembayaran kepada pihak lain, untuk seluruh atau seba­ gian biaya­biaya itu, pembagian mana harus dicantumkan dalam Putusan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

137

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pada umumnya apabila salah satu pihak sepenuhnya berhasil dalam tuntutannya maka pihak lawannya memikul seluruh biaya dan apabila masing­masing pihak berhasil memperoleh sebagian dari tuntutannya, biaya­biaya menjadi beban kedua belah pihak secara proporsional.

Pasal 38. Biaya­biaya Jasa Hukum Kecuali dalam keadaan­keadaan khusus, biaya­biaya jasa hukum dari masing­masing pihak harus ditanggung oleh pihak yang memakai jasa hukum tersebut dan biasanya tidak akan diperhitungkan terhadap pihak lainnya. Namun apabila Ma­ jelis menentukan bahwa suatu tuntutan menjadi rumit atau bahwa suatu pihak secara tidak sepatutnya menyebabkan tim­ bulnya kesulitan­kesulitan atau hambatan­hambatan dalam kemajuan proses arbitrase, maka biaya jasa hukum dapat dilimpahkan kepada pihak yang menimbulkan kesulitan terse­ but.

Pasal 39. Biaya­biaya Eksekusi Biaya­biaya eksekusi Putusan ditanggung oleh pihak yang kalah dan yang lalai untuk memenuhi ketentun­ketentuan dalam Putusan.

138

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Pendapat yang Mengikat dan Klausula Arbitrase Pendapat yang Mengikat Tanpa adanya suatu sengketa, BANI dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk mem­ berikan suatu pendapat yang mengikat mngenai sesuatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. BANI dapat diminta memberikan pendapat yang mengikat misal­ nya mengenai: penafsiran ketentuan­ketentuan yang kurang jelas, dalam kontrak penambahan atau perubahan pada ketentuan­ke­ tentuan berhubungan dengan timbulnya keadaan­keadaan baru, dan lain­lain. Dengan diberikannya pendapat oleh BANI tersebut, kedua belah pihak terikat padanya dan siapa saja dari mereka yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu, akan dianggap melanggar per­ janjian.

Klausula Arbitrase BANI menyarankan kepada para pihak yang ingin menggunakan ar­ bitrase BANI, untuk mencantumkan dalam perjanjian­perjanjian mereka klausula standard sebagai berikut: “Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut per­ aturan­peraturan administrasi dan peraturan­peraturan prosedur ar­ bitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir”

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

139

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Biaya Arbitrase A.

Biaya Pendaftaran : Rp 2.000.000,­ ( dibayarkan pada saat pendaftaran permohonan arbitrase )

B.

Biaya Administrasi, biaya Pemeriksaan dan biaya arbiter masing­masing untuk Konpensi dan Rekonpensi dan Ar­ bitrator sebagai berikut BIAYA ADMINISTRASI PENYELESAIAN PERKARA KLAIM (Rp) A

Kurang dari

500,000,000

10.0 %

500,000,000

9.0 %

1

1,000,000,000

8.0 %

2

2,500,000,000

7.0 %

3

5,000,000,000

6.0 %

4

7,500,000,000

5.0 %

5

10,000,000,000

4.0 %

6

12,500,000,000

3.5 %

7

15,000,000,000

3.2 %

8

17,500,000,000

3.0 %

9

20,000,000,000

2.8 %

10

22,500,000,000

2.6 %

11

25,000,000,000

2.4 %

B*) C*)

140

BIAYA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

KLAIM (Rp)

D*)

2015

BIAYA

12

27,500,000,000

2.2 %

13

30,000,000,000

2.0 %

14

35,000,000,000

1.9 %

15

40,000,000,000

1.8 %

16

45,000,000,000

1.7 %

17

50,000,000,000

1.6 %

18

60,000,000,000

1.5 %

19

70,000,000,000

1.4 %

20

80,000,000,000

1.3 %

21

90,000,000,000

1.2 %

22

100,000,000,000

1.1 %

23

200,000,000,000

1.0 %

24

300,000,000,000

0.9 %

25

400,000,000,000

0.8 %

26

500,000,000,000

0.6 %

Lebih dari

500,000,000,000

0.5 %

*) Untuk Claim yang nilainya lebih besar dari Rp 500.000.000 dan berada diantara angka­angka tersebut penghitungan tarifnya menggunakan interpolasi.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

141

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Biaya ini dibayarkan setelah BANI menerbitkan surat pe­ nagihan kepada para pihak. C.

BIAYA TERSEBUT TIDAK TERMASUK : 1. Biaya pemanggilan, transportasi dan honorarium saksi dan/atau tenaga ahli. Biaya ini menjadi beban pihak yang mengajukan saksi dan atau tenaga ahli tersebut atau menjadi beban para pihak bila saksi dan/atau tenaga ahli tersebut bukan merupakan saksi dan/atau tenaga ahli yang diajukan para pihak namun diminta untuk dihadirkan dan ditunjuk oleh Majelis Arbitrase. Biaya untuk saksi dan atau tenaga ahli yang diminta untuk dihadirkan dan ditunjuk oleh Majelis Arbitrase harus dibayarkan terlebih dahulu kepada BANI sebelum saksi atau tenaga ahli tersebut didengar kesaksiannya. 2. Biaya transportasi, akomodasi dan biaya tambahan (bila ada), untuk arbiter yang berdomisili diluar tem­ pat kedudukan sidang terkait. Biaya ini menjadi tang­ gungan pihak yang menunjuk/memilih arbiter tersebut dan ditentukan besarannya oleh BANI serta dibayarkan kepada yang bersangkutan melalui BANI. 3. Biaya persidangan yang dilakukan di tempat selain tempat yang disediakan oleh BANI. Biaya ini meliputi biaya tempat persidangan, transportasi dan ako­ modasi bila diperlukan serta menjadi beban pihak yang meminta atau menjadi beban para pihak apabila atas permintaan Majelis Arbitrase yang bersangku­

142

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tan.

4. Biaya penyerahan/pendaftaran putusan di Pengadi­ lan Negeri terkait.

D.

BIAYA UNTUK PENDAPAT YANG MENGIKAT Ditetapkan oleh Ketua BANI secara kasuistis yang dis­ esuaikan dengan kompleksitas permasalahan yang dia­ jukan. A. BADAPSKI Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Kons­ truksi (BADAPSKI) menilai Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki peranan penting dalam memilih model penyelesaian sengketa kon­ struksi di tanah air. Sekretaris Badapski Sarwono Hardjomuljadi menya­ takan, hal tersebut sesuai dengan aturan yang tercan­ tum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 192 tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pem­ bangunan . Pasal 28 Ayat e dalam perpres tersebut menyatakan, BPKP memilliki wewenang untuk mengaudit atas penyesuaian harga, klaim, dan audit investigasi ter­ hadap kasus­kasus yang berindikasi merugikan keua­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

143

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

ngan negara. Salah satu masalah utama dalam pelaksanaan kons­ truksi di Indonesia adalah adanya sengketa konstruksi yang terjadi antara pengguna jasa dengan pihak kon­ traktor selaku penyedia jasa. Kecenderungan terja­ dinya sengketa ini mengingat kontrak konstruksi bersifat dinamis dan berbeda dengan kontrak­kontrak yang lain. Faktor yang membedakannya yaitu : durasi proyek yang relatif panjang, kompleks, serta ukuran dan fakta bahwa harga yang disepakati dan jumlah pekerjaan yang dilaksanakan dapat berubah setiap saat selama masa kontrak pelaksanaan konstruksi. Alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia telah mempunyai dasar hukum, yaitu Undang­undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbi­ trase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang men­ cantumkan alternatif penyelesaian sengketa di samping arbitrase dan litigasi. Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pembina sektor konstruksi mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan peni­ laian ahli di bidang jasa konstruksi dalam penyelesaian sengketa konstruksi, sebagaimana diamanatkan Un­ dang­undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Kon­ struksi.

144

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Adapun daftar para arbiter yang terdapat dalam BADAPSKI adalah sebagai berikut : 1. DR. Ir. Djoko Kimanto, Dlp. HE 2. Abdul Rahman Saleh, SH, MM 3. Prof Hikmahanto Juwana, SH, LLM, PhD 4. Prof. DR. Satya Arinanto, SH, LLM 5. Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, MSc, PhD 6. Ir. Agus Rahardjo, MSM 7. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi, MT, MH 8. DR. Ahmad Sudiro, S.H., M.H., M.M.,. 9. Prof. DR. Ir. Wiratman Wangsadinata 10. DR. Firman Wijaya SH, MH

Sedangkan untuk daftar koresponden adalah sebagai berikut : 1. Christhoper Miers. 2. DR Donald Charrett 3. Geoffrey Smith 4. Gerlando Butera 5. Gordon Jaynes

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

145

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

6. Richard A Kell 7. Professor Toshihiko Omoto, DR. Eng.

KONTAK : BADAPSKI Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia Jl. Kemang Raya No. 17A, Jakarta 12730, Indonesia Telpon Email Website

: (62 21) 96848993 : [email protected] : www.badapski.org

A. BASYARNAS Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari nama Badan Arbitrase Mua­ malat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175

146

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

tanggal 21 Oktober 1993. Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dilangsungkan tanggal 21 Oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat diresmikan adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Peresmiannya ditandai dengan penandatanganan akta notaris oleh dewan pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Ma­ jelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang diwakili K.H. Hasan Basri dan H.S. Prodjokusumo, masing­masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai saksi yang ikut menandatangani akta notaris masing­ masing H.M. Soejono dan H. Zainulbahar Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat Indonesia) saat itu. BAMUI tersebut di Ketuai oleh H. Hartono Mardjono, S.H. sam­ pai beliau wafat tahun 2003. SINGKATAN PENDEK DARI BADAN ARBITRASE MUA­ MALAH INDONESIA, yaitu lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syari’ah di indonesia yang didirikan secara bersama oleh kejak­ saan agung republik indonesia dengan majelis ulama indonesia

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

147

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Gambar 4.7. Flowchart Sengketa Kontrak Konstruksi Melalui Arbitrase

148

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB VI PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI MELALUI KONSULTASI Konsultasi merupakan model alternatif penyelesaian sengketa yang diintrodusir di Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang­undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelessaian Sengketa, merumuskan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan dalam Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat pada Black’s Law Dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultation) adalah : Act of consulting or conferring : e.g. patient with doctor, client with lawyer. Deliberation of persons on some subject.8 8

Henry Campbell Black, Op.Cit., page. 50

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

149

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

Dari rumusan yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat diketahui, bahwa pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Dalam Undang­Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak ada rumu­ san secara rinci mengenai hal ini, namun dalam Black’s Law Dic­ tionary diartikan sebagai suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pen­ dapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Di dalam model konsultasi, klien memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri keputusan yang akan diambil untuk ke­ pentingannya sendiri. Namun demikian, tidak menutup kemu­ ngkinan, klien akan dapat menggunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Hal ini berarti bahwa dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alter­ natif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam menye­ lesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidak terlalu dominan sama sekali. Konsultan hanya memberikan advis dan pendapat (advice and opinion), sebagaimana diminta oleh kli­ ennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesa­ ian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun dalam beberapa hal pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk­bentuk penyelesaian

150

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.

Gambar 4.8. Flowchart Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi Melalui Konsultasi

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

151

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI MELALUI PENILAIAN AHLI

Penilaian ahli merupakan proses penilaian yang dilakukan oleh ahli terhadap hal­hal yang berkaitan dengan kontrak kon­ struksi dan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa adapun yang dimaksud dengan ahli adalah a person who through education or experience, has develop skill or knowledge in particular subject, so that he or she may form an opinion that will assist the fact finder9 (ter­ jemahan bebas : seseorang yang melalui edukasi dan pengala­ man telah mengembangkan ketrampilan atau keilmuan dalam bidang tertentu dalam hal mana seseorang tersebut akan membentuk opini yang akan membantu pencari fakta). Sedangkan dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan defin­ isi tentang Penilaian Ahli. Dalam UU UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya menjelaskan bahwa Penilaian Ahli hanya memberikan penje­

9

152

Ibid, page. 170

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

lasan bahwa Penilaian Ahli merupakan bagian dari bentuk al­ ternatif penyelesaian sengketa. Berdasarkan hal tersebut maka, Penilaian Ahli dapat didefi­ nisikan sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh penilai ahli dalam sengketa di bidang jasa konstruksi. Adapun yang dimaksud dengan Penilai Ahli, menu­ rut Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penilai Ahli Bidang Jasa Konstruksi (“Peraturan LPJK Nomor 4 Tahun 2014”), adalah seseorang yang mempunyai kompetensi penilaian ahli di bidang jasa kon­ struksi. Dalam kedudukannya sebagai model alternatif penyelesaian sengketa, maka Penilaian Ahli, juga direkognisi dalam Undang­ Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU Jasa Konstruksi”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelengaraan Jasa Konstruksi (“PP Nomor 29 Tahun 2000”) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemer­ intah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelengaraan Jasa Konstruksi. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam keten­ tuan­ketentuan sebagai berikut : 1.

Ketentuan Pasal 25 ayat (3) UU Jasa Konstruksi yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut : “Kegagalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.”

2.

Ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) dan pen­

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

153

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

jelasannya PP Nomor 29 Tahun 2000, yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut : “Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang professional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat indepen­ den dan mampu memberikan penilaian secara ob­ jektif ….” “Penilai ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dipilih dan disepakati bersama oleh penye­ dia jasa dan pengguna jasa.” “Yang dimaksud dengan penilai ahli adalah penilai ahli di bidang konstruksi. Penilai ahli terdiri dari perorangan atau kelompok orang atau badan usaha yang disepakati para pihak dan bersifat in­ dependen.” Adapun yang dimaksud dengan kegagalan Pekerjaan Kon­ struksi menurut Peraturan LPJK Nomor 4 Tahun 2014 (dan juga Ketentuan Pasal 31 PP Nomor 29 Tahun 2000), adalah se­ bagai berikut : “Kegagalan Pekerjaan Konstruksi merupakan keadaan bangunan, yang setelah diserahteri­ makan penyedia jasa kepada pengguna jasa, men­ jadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya menyimpang se­

154

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

bagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa.” Sedangkan yang dimaksud dengan kegagalan bangunan menu­ rut Peraturan LPJK Nomor 4 Tahun 2014 (dan juga Ketentuan Pasal 34 PP Nomor 29 Tahun 2000), adalah sebagai berikut : “Kegagalan Pekerjaan Konstruksi adalah keadaan hasil Pekerjaan Konstruksi yang tidak sesuai den­ gan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna Jasa atau penyedia Jasa.” Dalam Peraturan LPJK Nomor 4 Tahun 2014, dijelaskan bahwa Penilai Ahli berperan dalam kegiatan penilaian ahli atas keja­ dian Kegagalan Bangunan, Kegagalan Pekerjaan Konstruksi, beda pendapat antarpara pihak dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi, penyelesaian sengketa konstruksi dan proses peradilan. Dalam hal terjadinya kegagalan bangunan maka Penilai Ahli bertugas untuk dapat memberikan penilaian dan penetepan mengenai hal­hal sebagai berikut : a.

sebab­sebab terjadinya Kegagalan Bangunan;

b.

bagian­bagian yang tidak lagi berfungsi akibat Kegagalan Bangunan;

c.

pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi, serta tingkat dan sifat ke­ salahan yang dilakukan;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

155

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

d.

besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak atau pihak­ pihak yang melakukan kesalahan; dan

e.

jangka waktu pembayaran kerugian.

Sedangkan dalam hal adanya sengketa tentang kegagalan pekerjaan konstruksi maka Penilai Ahli bertugas untuk dapat memberikan penilaian dan rekomendasi, yaitu sebagai berikut: a.

sebab­sebab terjadinya Kegagalan Pekerjaan Kon­ struksi;

b.

bagian­bagian yang tidak lagi berfungsi akibat Kegagalan Pekerjaan Konstruksi;

c.

pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Pekerjaan Konstruksi yang terjadi, serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan; dan

d.

besarnya kerugian, serta usulan cara perbaikan kegagalan pekerjaan konstruksi

Selanjutnya, dalam hal adanya sengketa tentang beda penda­ pat antar pihak maka Penilai Ahli memiliki tugas sebagai berikut :

156

a.

memberikan interpretasi kontraktual secara berkeahlian atas dokumen Kontrak Kerja Kon­ struksi;

b.

memberikan pendapat dan/atau telaahan atas

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

permasalahan beda pendapat untuk tercapainya kesepakatan; c.

memberikan usulan penyelesaian untuk terca­ painya kesepakatan; dan/atau

d.

merumuskan hasil kesepakatan para pihak

Gambar 4.9. Flowchart Sengketa Kontrak Konstruksi Melalui Penilai Ahli

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

157

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

2015

DAFTAR PUSTAKA

Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary. West Pub­ lishing. Co. St. Paul Minnesota. 1994. Susilawetty. Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sen­ gketa: Ditinjau Dalam Perspektif Peraturan Perun­ dang­undangan. Gramata Publishing. Jakarta. 2013. Suyud Margono. Alternative Dispute Resolution dan Arbi­ trase: Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2004.

158

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

2015

159

BUKU SAKU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

160

2015

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Related Documents


More Documents from "Oktari Dwi Yanti"