Buku Senyawa Alam Dan Metabolir Sekunder.pdf

  • Uploaded by: muhammad irwan
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Senyawa Alam Dan Metabolir Sekunder.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 25,315
  • Pages: 121
Loading documents preview...
SENYAWA ALAM METABOLIT SEKUNDER TEORI, KONSEP DAN TEKNIK PEMURNIAN

ii

UU No 19

Tahun 2002

Tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

iii

Azis Saifudin, Ph.D., Apt.

SENYAWA ALAM METABOLIT SEKUNDER TEORI, KONSEP DAN TEKNIK PEMURNIAN

iv

Jl. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Hotline: 0838-2316-8088 Website: www.deepublish.co.id E-mail: [email protected] Katalog Dalam Terbitan (KDT) SAIFUDIN, Azis Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian/oleh Azis Saifudin.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, November 2014. vii, 113 hlm.; 25 cm ISBN 978-602-280-472-7 1. Senyawa

I. Judul 546

Desain cover : Unggul Pebri Hastanto Penata letak : Rizky Selvasari

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Isi diluar tanggungjawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

v

KATA PENGANTAR Pembelajaran ilmu bahan obat alam atau farmakognosi di perguruan tinggi perlu dipikirkan ulang dan redidesain agar lebih fundamental secara sains, integratif dengan ilmu terkait dan fleksibel untuk membekali mahasiswa agar bisa berinteraksi dengan penemuan terbaru dan berpikir lintas bidang/interdisipliner. Sedangkan pelajaran fitokimia di farmasi yang selama ini terkesan “berdiri sendiri” perlu dikembalikan ke induk aslinya yakni farmakognosi. Dan farmakognosi dipertajam dengan kimia bahan alam (natural product chemistry). Buku ini menggunakan jembatan aspek kimia organik sebagai dasar dan bingkai pembahasan farmakognosi. Di dalam buku ini dipaparkan teori dasar metabolit sekunder, teknik isolasi dengan interface aspek farmakologi. Beberapa konsiderasi akan inkonsistensi pola yang lazim dijumpai pada pekerjaan metabolit ini juga dipaparkan, termasuk beberapa problematika terkait kontroversi metabolit sekunder. Semoga buku sederhana ini ikut memberikan bekal dan menambah dasar keilmuan para mahasiswa yang kelak di masa depan berpartisipasi mengelola kekayaan alam Indonesia. Penulis berharap buku sederhana ini bermanfaat kepada para peneliti, mahasiswa tingkat sarjana atau pasca sarjana untuk mendukung riset bidang senyawa alami, metabolit sekunder. Bagi penulis dan keluarga semoga menjadi amal kebaikan. Terima kasih saya ucapkan kepada para guru, senpai dan kolega yang memberikan bimbingan dan sharing akademik maupun kehidupan sosial. Akhirnya terima kasih disampaikan kepada ibu dan bapak penulis, istri tercinta Anggrek Sekar, wonderful kids Nabilah, Kiki, dan Ubay yang memberikan inspirasi serta semangat.

Solo, 2014 Penulis

vi

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................... vi DAFTAR ISI .............................................................................. vii BAB I

PERAN BAHAN ALAM DALAM PENEMUAN MOLEKUL OBAT ........................................................... 1

BAB II

BIOSINTESIS DAN PENGGOLONGAN METABOLIT SEKUNDER ............................................. 10

BAB III

KELARUTAN METABOLIT SEKUNDER DAN PEMILIHAN PELARUT .................................................35

BAB IV

EKSTRAKSI, FRAKSINASI, DAN PURIFIKASI .................39

BAB V

BIOASSAY/UJI BIOAKTIFITAS/UJI FARMAKOLOGI (BIOASSAY GUIDED FRACTIONATION) .....................................................69

BAB VI

SKALING UP DAN DEREPLIKASI ..................................74

BAB VII

EFEK SINERGISME, KOMPLEMENTER, DAN EFEK PLAUSIBLE ...................................................................76

BAB VIII

SENYAWA TARGET BERSIFAT POLAR (SANGAT LARUT DALAM AIR ATAU METANOL) .......................78

BAB IX

PENENTUAN STRUKTUR/ELUSIDASI STRUKTUR .......84

BAB X

ELUSIDASI STRUKTUR BEBERAPA SPEKTRA METABOLIT SEKUNDER ............................................. 91

REFERENSI ............................................................................. 103 GLOSARIUM .......................................................................... 105 INDEKS ................................................................................... 110 BIODATA PENULIS .................................................................. 113

vii

BAB I PERAN BAHAN ALAM DALAM PENEMUAN MOLEKUL OBAT

Target belajar: Pembaca memahami secara fundamental peran bahan alam sebagai sumber molekul aktif farmakologis. Memahami posisi farmakognosi dalam rumpun ilmu kefarmasian. Memahami peran penting kimia organik sebagai jembatan memahami senyawa aktif dari bahan alam. Obat berdasarkan besar molekulnya dibagi menjadi dua yakni mikromolekul dan makromolekul. O

OH O

O

OH O

O

HO

O

OH

O

O

O

O

O O

H O

H

H

H

O

OH H2N

O

Daunorubisin (anti kanker payudara) N

Artemisinin (anti malaria)

Lovastatin /statin (anti kolesterol)

OH O O

N O

N

OCH3

O

NH

O O

H3CO

O

O N H O

O OH OCH3

Vinblastin (anti leukemia)

Gambar 1.1.

O HO

OH

OH

O

HO O O

Taxol (anti berbagai kanker)

Contoh kisah sukses molekul alam. Senyawa-senyawa tersebut diresepkan di klinik. Molekul-molekul ini dimurnikan dari tumbuhan dan mikroba tanpa modifikasi apapun. Statin adalah golongan obat yang memiliki share market terbesar di dunia.

Metabolit Sekunder/Azis Saifudin|1

Obat Mikromolekul Berat molekul obat golongan ini antara 100-1000 Dalton. Molekul kecil ini kebanyakan diformulasikan dalam bentuk tablet, kapsul, salep, sirup, serbuk, dan sejenisnya yang sangat mudah dijumpai di apotek atau toko obat. Mikromolekul diperoleh dengan cara sintesis total atau parsial dan dengan cara pemurnian dari tumbuhan, bakteri, jamur. Obat yang dibuat dari mikromolekul selama proses ekstraksi dari bahan alam atau sintesisnya memerlukan bantuan pelarut organik yakni metanol, etanol (alkohol), kloroform, heksana, aseton, dan etanol dan lain-lain. Lebih dari 90% lebih molekul jenis ini tidak larut air. Obat Makromolekul Kebanyakan obat makromolekul berupa protein dan polisakarida. Produk ini berbagai vaksin dan produk imunologi. Berat molekul golongan ini mayoritas lebih dari 1000 Dalton dan memiliki kelarutan dalam buffer air. Kebanyakan protein merupakan produk bioteknologi yang dihasilkan dengan rekayasa genetika dengan bantuan mikrobia. Demikian pula produk obat protein dan vaksin ini disiapkan dan disimpan dalam buffer. Makromolekul diperoleh dengan cara ekstraksi serum binatang, fermentasi bakteri atau jamur. Sifat obat makromolekul larut dalam air atau buffer. Baik mikromolekul kebanyakan merupakan produk alam. Sedangkan makromolekul dihasilkan dari proses fermentasi/ bioteknologi. Sejak kehidupan manusia pertama Nabi Adam AS hingga detik ini manusia memanfaatkan bahan alam untuk hidup. Untuk mendukung kehidupan: kelahiran, pertumbuhan, makan, minum, pakaian, papan, keindahan, seni, beragama, dan kematian manusia tidak bisa terlepas dari bahan alam. Kesemua aspek kehidupan tersebut manusia sangat tergantung dengan zat alami yang dihasilkan oleh makhluk hidup lain. Dari sisi makhluk produsen, senyawa alami ada yang digunakan sebagai zat esensial untuk hidup dan ada zat yang sekedar untuk mendukung kehidupan. Zat esensial untuk hidup

2 |Metaboli t Sekunder/ Azis Sa ifud in

digunakan untuk dasar-dasar kehidupan: tumbuh, berkembang, dan bereproduksi. Sedangkan zat pendukung kehidupaan digunakan sebagai zat pertahanan dari gangguan makhluk lain, menarik (attractant) makhluk lain, dan alelopat untuk mendominasi suatu kawasan, menetralkan racun, dll. Senyawa alami secara umum adalah molekul kimia berupa mineral, metabolit primer, dan metabolit sekunder. Secara famili besar, metabolit primer dan metabolit sekunder adalah senyawa organik. Bahan alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap makhluk hidup pembuatnya yakni: 1. Metabolit primer 2. Metabolit sekunder Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh makhluk tumbuhan, mikrobia atau hewan melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak vital (jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak. Metabolit ini memiliki aktifitas farmakologi dan biologi. Di bidang farmasi secara khusus, metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai kandidat obat atau senyawa penuntun ( lead compound) untuk melakukan optimasi agar diperoleh senyawa yang lebih poten dengan toksisitas minimal (hit). Metabolit Primer Memiliki ciri: Esensial untuk hidup: pertumbuhan normal, perkembangan dan reproduksi. Berupa enzim fisiologis, menghasilkan energi misalnya karbohidrat.  Terlibat langsung dalam fungsi fisiologis normal: protein dan enzim  Terdapat di dalam organisme atau sel.  Dikenal dengan istilah metabolit sentral.  Berat molekul (BM) dari kecil dalam bentuk monomer hingga sangat besar polimer ( > 1500 Dalton).  Contoh: glukosa, asam organik sederhana, asam lemak, protein, hormon, enzim adalah metabolit primer. Metabolit Sekunder/Azis Saifudin|3

Metabolit Sekunder Memiliki ciri:  Tidak terlibat langsung dalam metabolism/kehidupan dasar: pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.  Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian. Ketiadaan jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan diri, survival, estetika, menarik serangga.  Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies pada filogenetik /familia tertentu.  Seringkali berperan di dalam pertahanan terhadap musuh.  Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 Dalton. Sehingga disebut mikro molekul.  Penggolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, poliketida, dan alkaloid adalah metabolit sekunder.  Pemanfaatan oleh manusia: untuk obat, parfum, aroma, bumbu, bahan rekreasi dan relaksasi. Mikroba dan tumbuhan baik darat maupun laut merupakan salah satu sumber utama bahan obat. Berbagai obat penting yang diresepkan di dalam terapi klinik seperti antibiotik, statin, vinkristin, taksol didapatkan dengan pemurnian dari sumber alami yakni mikroba dan tetumbuhan. Demikian halnya beberapa jenis-jenis senyawa yang berpotensi sebagai agen promosi kesehatan seperti katekin, genistein, flavonoid, stilebenoid, dan lain-lain juga diisolasi dari bahan alam, baik dari mikroba, tumbuhan, jamur maupun sarang serangga seperti propolis (sarang lebah) atau pun sarang semut.

4 |Metaboli t Sekunder/ Azis Sa ifud in

4.4%

Molekul alam Modifikasi molekul alam

22.1% 0.4%

52.4% 14.9% 5.9%

Fitofarmaka

Peptida Vaksin Sintesis

Gambar 1.2.

Dari 1355 obat yang digunakan di klinik pada rentang tahun 1981-2010, hanya 4.4% molekul alami langsung sebagai obat dan 0.4% ekstrak, namun sekitar 48% obatobatan lain diperoleh dengan modifikasi molekul alami, atau berupa vaksin. (Diadaptasi dari Newman et al, 2012 Journal of Natural Products).

Pada rentang tahun 1981-2010, 4.4% dari 1355 buah obatobatan yang beredar berasal dari pemurnian bahan alam dan 0.4% ekstrak da 43% merupakan senyawa alami yang dimodifikasi (Newman, Cragg, and Snader, 2012). Terkhusus pada area obat kanker, 74% obat yang digunakan secara klinik berasal dari ekstraksi senyawa alami atau modifikasi senyawa alami. Jika digabungkan dengan senyawa tiruan (mimick), vaksin, ekstrak maka kontribusi bahan alam dalam penyediaan bahan obat lebih dari 50%. Dengan demikian tampak sekali peran metabolit sekunder di dalam penyediaan obat. Perlu dicatat dengan baik-baik dan ditekankan di sini, bahwa pemurnian molekul dari bahan alam bukanlah pekerjaan final dan langsung bisa digunakan obat akan tetapi masih dan perlu langkah lain. Jadi hanya sekitar 5% senyawa yang dihasilkan ekstraksi langsung bisa digunakan untuk obat, kebanyakan menemukan senyawa model untuk disintesis atau dimodifikasi lebih lanjut. Farmakognosi Farmakognosi berasal dari kata Yunani Pharmakon (obat) dan gnosis (pengetahuan), yakni pengetahuan tentang bahan obat. Secara Metabolit Sekunder/Azis Saifudin|5

khusus farmakognosi adalah salah satu rumpun ilmu farmasi yang mempelajari sumber bahan obat yang berasal dari bahan alami (tumbuhan, mikroba, sarang, mineral dan hewan). Jadi awal mula farmakognosi mempelajari bahan mentah obat atau crude drug. Di waktu lampu (….-1800 M) ketika ilmu kimia organik belum berkembang farmakognosi berforkus melakukan identifikasi spesies tanaman, klasifikasi taksonomi, mempelajari morfologi dan penggunaan bahan-bahan alami untuk pengobatan penyakit. Tonggak sejarah farmakognosi modern dimulai dengan pemurnian molekul tunggal dari tanaman.

Gambar 1.2

Morfin senyawa organik pertama dimurnikan oleh Fredrick Serturner (Merck GmBH) dari kuncup bunga Papver somniverum. Hingga hari ini masih digunakan di klinik untuk analgetik umum.

Kelahiran farmakognosi modern (farmakognosi kimiawi) dimulai dengan pemurnian molekul morfin (analgetik) oleh Friedrich Sertuner pada tahun 1804 dari kuncup bunga (poppy) Papaver somniverum dan dikomersialkan oleh pabrik farmasi Jerman, Merck. Selanjutnya isolasi morfin itu memberikan ide ilmuwan modern lain untuk melakukan pekerjaan pemurnian molekul-molekul lain dari bahan alam yang mungkin digunakan untuk obat seperti:  Striknin (pestisida hewan  Nikotin (stimulant) kecil)  Kuinin (anti malaria kuno)  Atropin (relaksan otot polos)  dan Kokain (stimulan penekan  Kafein (stimulant) lapar, halusinogen)

6 |Metaboli t Sekunder/ Azis Sa ifud in

Dengan ribuan spesies hayati tumbuhan tingkat tinggi, mikroba, jamur, bakteri adalah sumber molekul-molekul penting untuk kehidupan manusia dan lingkungan. Dengan ditemukan metode kromatografi dan spektroskopi, farmakognosi memulai babak baru yakni fokus dengan aspek pemurnian senyawa organik tunggal. Jadi dalam farmakogos modern, kimiawi organik bukan sekedar aspek lagi melainkan menjadi paradigma farmakognosi modern. ScFinder, suatu portal kimia, ratusan ribu senyawa telah ditemukan hingga kini dan ratusan senyawa baru ditemukan setiap tahun. Senyawa tersebut diteliti dan dipelajari sebagai kandidat obat. Jadi di dalam farmasi modern metabolit sekunder merupakan sumber molekul obat. Pada kimia medisinal, metabolit sekunder tersebut dipelajari dan diteliti untuk digunakan sebagai kandidat obat modern. Di tingkat perguruan tinggi dan pasca sarjana metabolit sekunder dijadikan sebagai obyek pembelajaran secara khusus karena beberapa pertimbangan: 1. Aspek farmakologi: keanekaragaman struktur kimia metabolit sekunder yang tinggi mengindikasikan potensi keragaman efek farmakologinya dan merupakan sumber kandidat senyawa obat yang tidak terbatas. 2. Stabilitas: molekul kecil memiliki stabilitas lebih tinggi dibandingkan makromolekul. Makromolekul baik polisakarida maupun protein rawan terhadap berbagai reaksi perusak. Misalnya hidrolisis yang menyebabkan struktur pecah. 3. Aspek kimia medisinal dan teknologi pemisahan: senyawa metabolit sekunder cenderung bersifat semipolar sehingga lebih mudah berinteraksi atau melewati barrier/jaringan biologis. Kimia medisinal secara praksis membangun paradigma berpikir kompromis antara struktur senyawa obat dan aktifitas farmakologis, pertimbangan polaritas obat terhadap kemampuan menembus barrier jaringan dan sel. Dalam prakteknya, aspek teknologi pemisahan juga menjadi unsur penting kimia medisinal. Senyawa yang bersifat semi polar lebih mudah dipisahkan dan dimurnikan dengan teknologi kromatografi yang dikembangkan saat ini (silika, ODS, sephadex).

Metabolit Sekunder/Azis Saifudin|7

4.

5.

Aspek farmasetik dan teknologi farmasi: berat molekul yang kecil memungkinkan takaran dosis yang kecil dan lebih bisa diterima (acceptable) untuk manusia dan hewan. Berat molekul kecil lebih fleksibel terkait bentuk sediaan yang akan diformulasi obat (tablet, kapsul, powder, injeksi), lebih kompromis dan harmonis dengan pilihan bahan pengisi/pembantu. Aspek teknologi farmasi: konsekuensi dari poin 3, bobot molekul yang kecil lebih mudah, efisien dan ekonomis dalam proses produksi di industri farmasi. Begitu juga terkait dengan wadah dan pengepak juga lebih ekonomis. Aspek struktur: struktur senyawa aktif farmakologis seringkali berstruktur kompleks dengan cukup banyak kiralitas (orientasi letak gugus dalam 3 dimensi). Metode sintesis seringkali menghasilkan campuran rasemis dan memiliki tahapan panjang dilakukan untuk menghasilkan senyawa berstruktur kompleks. Sehingga ekstraksi dan pemurnian masih merupakan jalan paling ekonomis dan efisien terkhusus untuk senyawa berstruktur rumit tersebut.

Pertanyaan

1.

2.

Apa keuntungan metabolit sekunder jika digunakan sebagai bahan baku obat dibandingkan dengan molekul-molekul besar? Bandingkan sifat metabolit sekunder pula terhadap senyawasenyawa yang sangat mudah larut air? dapatkan Anda memikirkan kelemahannya?

8 |Metaboli t Sekunder/ Azis Sa ifud in

Tumbuhan, bakteri, jamur, dan hewan Ekstrak aktif, gubal, crude drug

Farmakognosi

Kimia Organik (termasuk Fitokimia)

Molekul

Kimia medisinal

Kimia sintesis

Standardisasi dan kontrol kualitas (kimia analisis)

Farmakologi

Molekul semi alami

Molekul Sintesis

Farmasetika

Tablet, serbuk, kaplet, sirup dll

Gambar 1.4

diagram Kedudukan farmakognosi di dalam eksplorasi material aktif.

Metabolit Sekunder/Azis Saifudin|9

BAB II BIOSINTESIS DAN PENGGOLONGAN METABOLIT SEKUNDER

Target Pembelajaran: Pembaca ditargetkan mampu membedakan golongan terpenoid, poliketida, fenil propanoid, alkaloid atau campuran berdasarkan kerangka kimia yang diberikan. Mampu menyebutkan jalur biosintesis dan tahapan umum di dalam jalur biosintesis terpenoid, poliketida dan fenil propanoid. Sedangkan metode klasik dengan reagen tertentu bersifat dekstruktif sehingga sudah mulai ditinggalkan. (Untuk pembaca tingkat master diharapkan mampu memperkirakan golongan metabolit sekunder berdasarkan clue spektra NMR). Jika manusia dibekali akal budi dan gerak pindah koordinasi tubuh, makhluk hidup selain manusia dibekali oleh Allah SWT untuk menghasilkan senyawa metabolit sebagai “alat” untuk survival mendukung kehidupan mereka. Misal alkaloid sebagai senyawa pertahanan dari musuh dan hama, flavonoid senyawa penghias, senyawa pewarna, terpenoid sebagai atraktan atau penarik, atau polifenol dalam rangka menetralkan senyawa beracun. Kenyataannya manusia manusia juga menghasilkan metabolit kategori alkaloid. Berbagai neurotransmitter adalah alkaloid. Tanpa alkaloid endogen hidup manusia cacat dan tidak sempurna. Pembahasan khusus ada di golongan alkaloid. Sifat-sifat kimiawi metabolit sekunder tersebut umumnya memiliki berat molekul yang kecil (antara 50-1500 Dalton), umumnya tidak larut air karena bersifat semi polar, dan struktur kimianya sangat beragam, jika saling bersenyawa jarang membentuk molekul besar.

Gambar 2.1

Glukosinolat salah satu senyawa untuk senjata pertahanan tumbuhan dari serangan virus, bakteri dan jamur.

10 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Selain melakukan biosintesis sekunder, makhluk hidup melakukan biosintesis primer sebagai proses kimiawi vital untuk dasar untuk melakukan aktifitas hidup. Biosintesis ini dilakukan untuk menghasilkan senyawa-senyawa esensial dan dasar reaksi-reaksi kehidupan misalnya gula (karbohidrat) untuk menghasilkan energi, asam amino untuk membangun jaringan dan biokatalis, asam lemak untuk membangun dinding sel dan cadangan energi. Tanpa metabolit primer ini dasar-dasar hayati tidak ada dan metabolit sekunder juga tidak bisa diproduksi. Metabolit primer terdiri dari 3 golongan utama yakni karbohidrat, protein dan lemak. Glukosa esensial untuk menghasilkan energi, asam amino vital untuk menghasilkan berbagai hormon dan neuro transmitter, lemak untuk membangun jaringan. Setiap metabolit primer ini akan bersenyawa membentuk polimer atau ikatan yang lebih kompleks membentuk jaringan tubuh. Jaringan otot tersusun dari pensenyawaan kompleks protein, dinding sel tumbuhan atau cangkang binatang dibentuk dari persenyawaan antar karbohidrat, jaringan lemak disusun oleh persenyawaan lemak. Antar metabolit primer ini juga akan saling membentuk persenyawaan dalam membangun sel-sel dan jaringan kemudian organ. Adapun sifat-sifat kimiawi metabolit primer, memiliki berat molekul kecil mulai dari 80-300 Dalton/amu, larut dalam air (gula dan asam amino) atau tidak larut air misalnya asam lemak, jika saling berikatan membentuk senyawa dengan berat molekul sangat besar (BM >1000-100.000 d). Secara farmakologis, senyawa metabolit sekunder memiiliki berbagai aktifitas biologis: anti bakteri, anti infeksi, anti kolesterol, anti kanker, anti diabetes dll.

Pertanyaan: apakah hubungan antara metabolit sekunder dengan metabolit primer ?

Gambar 2.2

Glukosa, adalah metabolit primer untuk bahan energi kehidupan dan darinya berbagai metabolit sekunder juga berasal.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 11

Karena metabolit sekunder berjumlah jutaan di alam dan akan terus ditemukan ratusan senyawa baru setiap tahun maka tidak mungkin seseorang bisa menghafalnya, walaupun setiap golongan struktur. Diperlukan frame work dan metode berpikir yang mampu mencakup garis besar metabolit sekunder. Untuk itu pemahaman dasar-dasar biosintesis diperlukan. Tujuan memahami biosintesis metabolit sekuder: 1. Senyawa di alam berjumlah jutaan dan tidak mungkin dihafal. Setiap tahun ditemukan ratusan senyawa baru. Bahkan antar senyawa satu sama lain membentuk senyawa yang lebih kompleks. Biosintesis digunakan untuk membangun paradigma berpikir dan meringkas keterhubungan antar senyawa. 2. Keteraturan pola struktur. Dengan memahami kerangka dan jalur asal biosintesis suatu golongan senyawa bisa digunakan untuk membantu menentukan struktur kimia. Inti kerangka senyawa-senyawa metabolit sekunder memiliki keteraturan pola dan memiliki bentuk yang seragam di dalam keragaman sehingga penentuan struktur (elusidasi struktur) cukup terbantu dengan pemahaman kerangka biosintesis. 3. Desain obat modern. Dengan memahami jalur biosintesis dan mekanisme penyakit dimungkinkan desain obat (sintesis obat dan QSAR (Quantitative-Structure Activity Relationship) atau HKSA (Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas)) berdasarkan pola interaksi penyakit dan target obat yang lebih selektif. 4. Aspek selektifitas. Terkait kondisi patologis (biokimiawi penyakit), biosintesis terkait dengan berbagai mekanisme penyakit dan pengobatan. Dengan memahami mekanisme dan jalur biosintesis pembentukan senyawa penyebab penyakit maka dimungkinkan memilih target, mengeblok atau meminimalkan senyawa biologis penyebab penyakit. Misalnya menurunkan jumlah kolesterol, merusakkan kapsul dari virus, mengeblok protein penyebab diabetes, meminimalkan pembentukan NO (nitrit) pada penyakit jantung atau menyebabkan jejas kerusakan jaringan. Berbagai penyakit masih menjadi misteri dan kini jalur biosintesis, pathway/ dan jalur komunikasi sel menjadi topik penting di bidang

12 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

5.

kedokteran dan pengobatan karena biosintesis seringkali terkait dengan pembentukan agen degeneratif di dalam tubuh. Aplikasi bioteknologi untuk produksi. Dengan diketahuinya jalur biosintesis senyawa tertentu, melalui bioteknologi kuantitas produk senyawa bermanfaat seperti obat yang dihasilkan bisa dinaikkan. Jika senyawa kimia hanya bisa dihasilkan dalam jumlah amat kecil misal taksol atau vinkristin maka produksinya bisa ditingkatkan melalui potensi rekayasa genetika atau manipulasi media fermentasi.

Berbagai mekanisme penyakit dan target obat baru ditemukan dengan biosintesis, misalnya target biosintesis kolesterol, target enzim pengganggu insulin, target penggangu asetil kolin pada Alzhaemer’s . Ilmu biosintesis bukanlah ilmu yang mati dan statis namun berbagai misteri besar kehidupan ada di dalamnya dan akan terus berkembang dan ditemukan terutama di dunia biologi/kedokteran. Untuk memahami dasar biosintesis metabolit sekunder maka terlebih dahulu diperlukan beberapa istilah kunci: 1. Starting material: adalah senyawa sederhana yang biasanya cukup stabil secara kimiawi dan menjadi bahan baku biosintesis misalnya asam laktat glukosa, fruktosa, dan senyawa gula lain. 2. Prekursor: adalah senyawa yang terbentuk dari starting material namun bukan produk akhir, seringkali prekursor ini ditambahkan dari luar untuk meningkatkan produk. Prekursor kebanyakan merupakan asam amino. 3. Biokatalis: sebagaimana pengertian katalis pada umumnya namun katalis di dalam biosintesis secara khusus adalah enzimenzim pembantu reaksi. 4. Jalur biosintesis atau pathway: adalah rangkaian tahapan reaksi perubahan starting material menjadi metabolit. 5. Produk: senyawa terakhir yang dihasilkan, yakni senyawa senyawa poliketida (C2), terpenoid (C5), senyawa fenil propanoid (C9) sebagai kerangka utama, senyawa alkaloid, dan senyawa campuran. Metabolit sekunder berasal dari biosintesis primer. Umumnya starting material paling awal adalah senyawa metabolit primer sederhana dan stabil secara kimia dan fisika, yakni gula. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 13

Penelitian biosintesis di dalam laboratorium: Media hidup yang digunakan adalah kultur sel tumbuhan, kultur jamur, kultur bakteri atau tumbuhan utuh.

H2O + CO2  O2 +

Eritrose 4-P

Glukosa

FOTOSINTESIS

Asam Sikimat

L-fenilalanin, tirosin, triptofan (C9)

Berbagai asam amino alifatik Benzoik dan fenolik (C7)

Turunan asetat Dioksiselulosa (C5)

Turunan poliketida

Asetil-CoA (C2) Asam mevalonat (C5) Gambar 2.3

Alur biosintesis metabolit sekunder. Starting mula-mula adalah air dan CO2 (fotosintesis) yang menunjukkan bahwa fotosintesis adalah proses biokimiawi dasar yang mendasari kehidupan. Dari fakta ini tampak sekali bahwa air adalah starting material mula-mula semua makhluk hidup.

Dengan demikian berdasarkan jalur biosintesis, metabolit sekunder digolongkan menjadi: 14 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

1. 2. 3. 4. 5.

Golongan asetat (C2): poliketida dan asam lemak. Golongan mevalonat dan deoksisilulosa (C5): terpenoid Golongan sikimat: fenil matanoid (C7) dan fenil propanoid (C9) Golongan alkaloid Golongan campuran: kombinasi antar metabolit sekunder atau metabolit sekunder dengan metabolit primer.

Golongan senyawa poliketida dan asam lemak (C2)

Gambar 2.4

Tetrasiklin adalah antibiotik dihasilkan oleh biosintesis asetat. Di tahap akhir mengalami aminasi

Senyawa C2 digolongkan menjadi 2 yakni golongan poliketida dan turunan asam lemak. Asam asetat adalah building block dan kerangka dasar golongan ini. Sehingga jumlah karbon golongan metabolit sekunder ini berjumlah 2 dan kelipatannya (C2 x n). Senyawa ini sangat luas distribusinya. Mulai dari makhluk jasad renik, tumbuhan dan vertebrata menghasilkan senyawa golongan ini. Berbagai golongan antibiotik, asam lemak, bahkan aflatoksin penyebab hepatitis adalah senyawa-senyawa poliketida. C2 jika membentuk struktur siklik maka ia menjadi poliketida dan jika membentuk rantai alifatik panjang maka membentuk kerangka asam lemak. Dengan demikian C2 berkontribusi membentuk metabolit primer Ciri-ciri senyawa poliketida adalah: Strukturnya tersusun dari rantai karbon dengan kelipatan 2 sehingga disebut C2, karena berasal dari starting material asetat: nCH3CO2H  -[CH2CO]n-. Adapun jumlah karbon akhir bisa kehilangan 1 atau kelebihan bisa terjadi. Kadang membentuk cincin benzen aromatis M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 15

-

Jika cincin benzen biasanya mengandung lebih dari satu gugus hidroksil (-OH) atau alkoksi (-OR) maka gugu-gugus tersebut akan berposisi meta satu sama lain.

Gambar 2.5

-

Posisi meta antara dua gugus alkoksi adalah salah satu ciri khas dari senyawa golongan poliketida.

Jika membentuk rantai panjang dan berakhiran dengan gugus karboksilat maka disebut golongan asam lemak. Rantai panjang tersebut kadang mengalami siklisasi

Ciri sekunder: Semakin panjang rantai karbon maka semakin larut dalam pelarut non polar, namun semakin banyak gugus hidroksil maka kelarutan makin tinggi pada pelarut polar seperti metanol. Catatan: jumlah karbon di dalam struktur bisa kurang satu atau kelebihan 1 ditoleransi dan tidak strict rumus C2, C5, C9. Karena proses di alam oleh reaksi enzimatis. Diproduksi oleh hampir semua makhluk hidup, dari makhluk tingkat rendah bakteri, alga, jamur, tumbuhan dan mamalia hingga manusia.

16 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Jalur biosintesis poliketida:

Gambar 2.6

Biosintesis golongan asam lemak dari starting material asam asetat (C2)

Gambar 2.7

Mekanisme biosintesis golongan poliketida (diadaptasi dari Dewick, 2006)

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 17

Identifikasi senyawa poliketida: Secara kimiawi: dikarenakan beragam strukturnya, maka tidak ada reagen khusus penciri golongan poliketida. Biasanya identifikasi didasarkan pada reaksi gugus fungsional kemudian diidentifikasi perubahan warna yang terjadi atau pergeseran pada panjang gelombang tertentu. Contohnya jika bergugus fenolik maka potensial dikopling dengan senyawa pengkelat sehingga larutan lebih gelap. Sedangkan pencirian fisis dengan menggunakan lampu UV biasanya akan memberikan pemadaman pada 254 nm dan warna tertentu pada 366 nm. Jadi tidak terlalu spesifik. Walaupun reagen anilin bisa mengidentifikasi cincin benzene namun akan bias dengan golongan fenil propanoid. Untuk identifikasi modern penggunaan reagen kimiawi destruktif era sekarang sudah dihindari Untuk golongan asam lemak mudah dicirikan berdasarkan sifat fisis yang meninggalkan noda semi transparan pada kertas. Di bawah sinar UV asam lemak tidak memberikan pemadaman flouresensi. Dengan spektra NMR: jika memiliki proton pada gugus aromatis maka akan memberikan sinyal geseran kimia sekitar δ 6-8 ppm. Jika mengadung proton rantai panjang karbon ikatan tunggal (-CH2-) maka akan memberikan sinyal antara δ 1-2,8 ppm, beberapa diantaranya overlap. Jika mengandung proton dengan ikatan ganda maka akan menunjukkan peak sekitar δ 5-6,5 ppm. Latihan: Jelaskan mengapa senyawa-senyawa berikut disebut poliketida:

18 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Golongan Senyawa Terpenoid (C5)

Gambar 2.8

Artemisinin adalah obat anti malaria yang diekstraksi dari jamur Artemisinia annua, merupakan senyawa terpenoid. Artemisinin menghambat pertumbuhan Plamodium falciparum.

Terpenoid adalah senyawa yang tersusun dari kerangka isopren (C5), yakni rantai beranggota lima karbon bercabang (branching) metil pada karbon nomor 2 atau kelipatannya. Senyawasenyawa seskuiterpen (Zingiberaceae), asam ursolat yang terdapat dalam berbagai tanaman dan bersifat penghambat kanker dan menurunkan gula darah, asam betulinat yang tekandung dalam berbagai tatanaman termasuk buah kayu putih yang bersifat antidiabetes, azadiraktin dari biji mimba (Azadirachta indica) sebagai pestisida, berbagai macam parfum dan aroma kebanyakan adalah senyawa-senyawa terpenoid. Karotenoid dalam berbagai tanaman sebagai pro vitamin A. Skualen suplemen kesehatan, bahkan kolesterol yang jika kadarnya dalam tubuh berlebihan menyebabkan penyakit jantung dan stroke adalah merupakan senyawa golongan terpenoid. Jalur Biosintesis  Isopentenil piropospat (IPP) atau dimetil alil piropospat (DMAPP) adalah starting material paling awal dari terpenoid. Jalur biosintesis terpenoid di mulai dari pembentukan isopentenil piropospat (IPP) yakni isopren yang mengikat dua buah pospat kemudian bergabung satu dengan yang lain dari kepala-ekor membentuk monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan seterusnya. Mengapa isoprene dalam reaksi ini harus mengikat pospat ?. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 19





Terdapat dua jalur biosintesis pembentuk terpenoid: 1 jalur mevalonat dan 2. deoksiselulosa. Jalur biosintesis deoksiselulosa adalah jalur biosintesis yang baru ditemukan. Jalur deoksiselulosa ditandai lazim ada di dalam tumbuhan atau bakteri, namun jarang terdapat di dalam makhluk vertebrata termasuk manusia. Minyak atsiri monoterpen dan seskuiterpen, steroid, kolesterol merupakan senyawa terpenoid. Apakah yang bisa Anda ambil pelajaran ?.

Dengan ketiadaaan atau tidak samanya jalur biosintesis makhluk hidup, memungkinkan intervensi suatu obat cukup selektif pada makhluk vertebrata. Mekanisme pembentukan senyawa terpenoid:

Gambar 2.9

Dimetilalil piropospat (DMAPP) dan Isopentenil piropospat (IPP) adalah starting material terpenoid. Terpenoid tersusun dari rantai karbon tersebut atau kelipatannya.

Terdapat dua jalur biosintesis pembentuk terpenoid makhluk hidup ada dua, yakni jalur mevalonat dan deoksiselulosa. Jalur biosintesis deoksiselulosa adalah jalur biosintesis yang baru ditemukan. Jalur deoksiselulosa lazim ada di dalam tumbuhan atau mikroba namun jarang terdapat di dalam makhluk vertebrata termasuk manusia.

Dengan ketiadaaan atau tidak samanya jalur biosintesis makhluk hidup, memungkinkan intervensi suatu obat cukup selektif pada makhluk vertebrata. Apakah yang bisa Anda ambil pelajaran? Jalur biosintesis terpenoid dimulai dari pembentukan isopentenil piropospat (IPP) atau dimetilalil piropospat (DMAPP) yakni isopren yang mengikat dua buah pospat kemudian bergabung satu dengan yang lain dari kepala-ekor membentuk monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan seterusnya. Isoprene adalah unit 20 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

pembangun terpenoid bukan merupkan starting material paling awal dari terpenoid. Mengapa isoprene dalam reaksi ini harus mengikat pospat? Meskipun DMAPP dan IPP memiliki ikatan ganda namun electron  namun tidak terlalu reaktif untuk bereaksi dengan molekul sejenis.

Gambar 2.10

Diagram skematik terbentuknya golongan terpenoid

Ciri-ciri senyawa terpenoid adalah: 1. Jumlah rantai atom karbon di dalam kerangka sebanyak 5 atau kelipatannya. Sehingga disebut senyawa golongan C5. 2. Seringkali bercabang metil (branching –CH3). Karena starting materialnya memiliki gugus metil maka jelaslah terpenoid yang dihasilkan mewarisi gugus metil ini. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 21

3.

4.

Kadang mengandung gugus metilen (=CH2) terminal atau CH2OH. Disebabkan suatu reaksi pada cabang metil pada poin 2 gugus metil tersebut kadang mengalami modifikasi menjadi gugus metilen terminal atau metil yang mengikat hidroksi. Seringkali membentuk cincin atau rantai siklik yang unik

Ciri sekunder: 5. Semakin panjang rantai karbon (jumlah karbon) kelarutan makin larut pada pelarut non polar. 6. Jarang memiliki gugus aromatis. 7. Jika memiliki rantai ikatan ganda umumnya berjumlah terbatas. Keberadaan senyawa terpenoid berbobot molekul rendah berlimpah distribusinya pada tumbuhan dan makhluk tingkat rendah seperti jamur/fungi, bakteri dengan struktur sangat beragam. Pada makhluk vertebrata dan manusia jenis senyawa terpenoid didominasi turunan steroid. Identifikasi Terpenoid Secara kimia: Karena terpenoid sangat beraneka ragam strukturnya dan tidak memiliki gugus yang uniform terkait reaktifitas kecuali ikatan gandanya maka secara kimia terpenoid diidentifikasi dengan penyemprotan pereaksi vanillin-asam sulfat atau anisaldehida-asam sulfat yang akan menghasilkan warna-warna ungu, kuning coklat, hitam pada sinar tampak. Vanillin dan anisaldehida memperpanjang rantai terkonjugasi dari senyawa target. Atau kadang dilakukan reaksi oksidasi, yang diperkirakan terlepasnya beberapa hidrogen meningkatnya jumlah ikatan ganda sehingga terbentuk warna violet pada cahaya tampak. dengan pereaksi umum serium(IV)sulfat yang akan menghasilkan warna ungu, biru atau kuning. Secara fisika: Karena ikatan gandanya terbatas maka identifikasi non spesifik terpenoid adalah dengan melihat bercak kromatografi lapis tipis silica gel254 nm di bawah sinar lampu UV 254 akan menghasilkan bercak warna ungu pemadaman, dengan warna latar lempeng fluoresensi hijau (lempeng berwarna hijau). Dan di bawah lampu UV 366 mm tidak menghasilkan fuoresensi. Semakin terbatas ikatan 22 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

gandanya tentu intensitas akan lemah. Sehingga senyawa-senyawa triterpen seperti asam ursolat, asam betulinat, kolesterol sulit tampak dengan identifikasi fisis. Untuk memvisualkan bercak kromatografi golongan terpenoid rantai panjang memerlukan derivatisasi dengan penyemprotan vanillin, anisal dehida, serium sulfat kemudian dipanaskan beberapa detik sehingga akan timbul warna dari kuning hingga merah tua. Harap dicatat bahwa reaksi kimia seperti ini terlalu umum. O

OH H

H

H

103 0C, 3 menit OR Senyawa terpenoid

OR

OR

OR Vanilin/Anisaldehid

Senyawa vanilin terpenoidal

Gambar 2.11

Vanilin dan anisaldehida, jika dengan bantuan asam sulfat dan pemanasan 103 0C merupakan penampak bercak umum untuk senyawa yang tidak nampak pada UV 254 atau 366 terutama turunan terpenoid: minyak atsiri, senyawa terprenilasi, saponin bahkan steroidal/triterpen.

Secara spektroskopi proton NMR: karena terpenoid memiliki gugus metil, maka jika dibaca pada spektra NMR akan tampak sinyal tunggal tinggi pada geseran kimia (chemical shift) antara δ 0.8 sampai sekitar 2 ppm. Atau jika terdapat gugus ekso metilen terminal (=CH2) maka akan terdapat puncak sinyal tinggi tajam antara 5 sampai 5,6 ppm berupa doublet). Soal latihan: a. Sebutkanlah mengapa senyawa-senyawa berikut ini adalah termasuk terpenoid dan masuk pada golongan tepenoid yang mana?

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 23

O O

2. p-Cimen

1. Citral

3. Iridoid OH O

H

H

HO

OH

5. Heyneanol

4. -kariofilen OH

CO2H

HO

6. Steviol

b.

7. Amrin

Sebutkanlah mengapa Mengapa senyawa artemisinin obat malaria dengan struktur ini termasuk terpenoid dan masuk golongan terpenoid apa?

Arteminisin obat malaria dari Artemisin: c. Termasuk golongan terpenoid apakah struktur berikut ?

senyawa

24 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

dengan

Andrografolid dalam herba sambiloto: Catatan: jumlah karbon di dalam struktur bisa kurang satu atau kelebihan 1 ditoleransi dan tidak strict rumus C2, C5, C9. Karena proses di alam oleh reaksi enzimatis. Asal ciri utama memenuhi dan sesuai golongan metabolit.

Golongan fenil propanoid (C9) dan fenil metanoid (C7) O

O

HO O

HO

O H

O H

O

O OCH3

O H3CO

Gambar 2.12

OH

Podofilotoksin adalah senyawa anti kanker kulit diisolasi dari spesies tumbuhan Podophyllum spp. Podofilotoksin bahan baku obat kanker etopsida (Inzet) yang digunakan untuk kanker paru, testes, limfoma dll.

Senyawa fenilpropanoid adalah senyawa memiliki kerangka aromatik fenil (C6) dengan rantai samping propanoid (C3) sehingga jumlah total karbonnya adalah 9 dan disebut C9 atau fenil propanoid dan kelipatannya. Senyawa fenil propanoid terbentuk dari asam sikimat (Gambar 2.3 dan 2.11). Selain fenil propanoid, jalur asam sikimat dihipotesiskan membentuk building block C7. Berbagai senyawa golongan lignin, stilben, kumarin memiliki kerangka C9. Asam galat,

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 25

struktur benzoik, berbagai polifenol (bukan jalur tunggal) terbentuk dari struktur C7. Golongan Fenil propanoid adalah adalah senyawa yang memiliki aktifitas farmakologi luas seperti antikanker (podofilotoksin), filantin berefek sebagai hepatoprotektor dan stimulan kekebalan dalam tanaman meniran (Phyllanthus niruri), antiaterosklerosis (stilebenoid, resveratrol), antidiabetes (sinamaldehide, terkandung dalam kulit kayu manis (Cinnamomum burmani), eugenol bahan antiseptik gigi diperoleh dari kuncup bunga cengkeh (Syzygium aromaticum). Berbagai bahan parfum atau aroma aromaterapi merupakan senyawa fenil propanoid. Jadi minyak atsiri disusun oleh golongan monoterpen, seskuiterpen, dan fenilpropanoid.”

Gambar 2.13

Flowchart pembentukan senyawa dengan kerangka C9 dan C7 atau disebut golongan fenil propanoid dan fenil metanoid

26 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Ciri-ciri senyawa fenil propanoid dan fenil metanoid: 1. Selalu memiliki kerangka inti fenil dan propanoid sehingga disebut C9 dan kelipatannya misalnya 2 x C9, 3 x C9 dst. Jika C7 maka memiliki kerangka benzil dan 1 rantai karbon samping 2. Pada kerangka aromatik jika memiliki gugus hidroksil (-OH) atau alkoksi (-OR) biasanya akan berada pada posisi para terhadap rantai samping propanoidnya. 3. Jika terdapat lebih dari satu alkoksi (-OR) atau hidroksil (-OH) maka akan berposisi orto. Keberadaanya berlimpah pada tumbuhan namun terbatas pada jamur dan belum ditemukan pada manusia atau vertebrata. Golongan ini melewati starting material asam amino L-tirosin dan Lfenilalalin yang merupakan asam amino esensial (manusia tidak memiliki jalur biosintesis ini). Sehingga potensi toksisitas kecil pada manusia. Identifikasi senyawa fenil propanoid: Secara kimia: reaksi umum untuk identifikasi fenil propanoid tidak ada reagen khusus untuk identifikasi. Sedangkan keberadaan rantai samping propanoid atau gugus lain tentu tidaklah spesifik. Tergantung dari berbagai gugus fungsional yang terikat. Jika mengandung gugus hidroksil maka reagensia pengkopling semacam FeCl2 yang berakibat warna larutan menjadi gelap. Secara fisika: Senyawa ini biasanya jika dilihat di bawah sinar UV 254 nm lempeng KLT silica gel254 akan mengalami pemadaman fluoresensi (quenching). Khusus untuk golongan kumarin akan memberikan flouresensi biru terang, sedangkan pada larutan berflouresensi hijau. Adapun berbagai reagensia penciri gugus kimia tentu tidak spesifik untuk mencirikan golongan fenilpropanoid. Secara spektroskopi NMR. Tanda kurung di awal dan diakhir alinea dibuang.: karena dipastikan memiliki kerangka aromatik, biasanya proton pada aromatik akan memiliki geseran kimia antara δ 6 sampai 7 ppm. Pola pemecahannya mengikuti sistem ABX misalnya dd (doublet of doublet) atau double dengan coupling constant kecil antara 1-3 Hz yang menunjukkan coupling meta. Diukur pada M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 27

karbon NMR maka akan terdapat sinyal karbon sebanyak enam buah pada geseran kimia di atas δ 100 ppm. Sedangkan rantai samping tergantung gugus yang diikat, jika membuat proton fenil maka akan memberikan sinyal pada geseran kimia antara δ 4,5- 6 ppm, jika berupa proton alifatik maka akan berada di antara δ 1-2 ppm, jika terikat pada karbon yang mengikat oksigen maka akan berada di antara δ 3-4 ppm. Tugas: Identifikasilah termasuk golongan senyawa apa golongan

berikut ini!

Golongan alkaloid

Gambar 2.14

“Piculah Adrenalin mu! Adrenalin adalah salah satu alkaloid yang diproduksi oleh makhluk vertebrata dari asam amino tirosin. Adrenalin berfungsi mediator pada sel saraf terkait rasa simpati dan kewaspadaan. Jadi tidaklah betul alkaloid hanya terdapat pada tumbuhan melainkan hampir semua kingdom termasuk manusia.

28 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

H

H N H

R

Definisi alkaloid klasik menyatakan O bahwa semua senyawa metabolit sekunder yang mengandung unsur nitrogen di dalam C kerangkanya. Alkaloid diklasifikasi-kan OH berdasarkan asam amino prekursornya dan di dalam kerangkanya masih memiliki

atom nitrogen. Adapun senyawa dengan kerangka asetat, terpenoid, shikimat yang mengalami aminasi (pemasukan atom N) bukanlah alkaloid secara definisi khusus. Senyawa alkaloid memiliki peran yang sangat besar di dalam bidang kedokteran. Senyawa yang pertama kali diisolasi secara murni adalah morfin. Berbagai obat penting terutama obat syaraf adalah alkaloid. Berbagai doping, bahan obat narkotik, kopi dikonsumsi sehari-hari oleh manusia mengandung alkaloid yakni kafein, coklat adalah alkaloid teobromin. Namun secara dominan alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang berasal dari prekursor asam amino. Sehingga untuk mempelajari alkaloid bisa ditelusuri berdasarkan building block atau kerangka asam amino asalnya. Golongan utama alkaloid:  alkaloid turunan ornitin  alkaloid turunan lisin  alkaloid turunan asam nikotinat  alkaloid turunan tirosin  alkaloid triptopan dan asam antranilat  alkaloid turunan histidin  alkaloid karena reaksi aminasi Keberadaan dan fungsi alkaloid: Keragaman struktur alkaloid sangat tinggi. Alkaloid berpotensi sebagai sumber obat yang berlimpah dan berefek farmakologis beragam. Sifat fisiko-kimia yang bersifat semipolar dan mampu berinteraksi dengan membran sel. Kontribusi atom N di dalam struktur memberikan efektifitas interaksi kimiawi dengan reseptor.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 29

Secara farmakologis bersifat bioaktif lemah hingga kuat. Alkaloid yang bersifat lemah bermanfaat sebagai zat rekresional, misalnya kafein dalam teh dan kopi. Alkaloid yang berefek kuat bersifat blocker atau stimulant berbagai reseptor atau protein fungsional. Alkaloid yang sangat poten bersifat racun misalnya beberapa alkaloid dari katak. Obat-obatan seringkali dibuat dengan memodifikasi alkaloid endogen. Terdistribusi luas dari tumbuhan, jamur, bakteri hingga mamalia. Neurotransmitter kebanyakan merupakan alkaloid: adrenalin, atropin, asetilkolin,glutamat, adenosin, dll. Soal latihan: identifikasilah mengapa senyawa-senyawa berikut merupakan alkaloid ! HO

O NMe H

H

H

N Me

N

HO

Kodein (obat batuk kering)

Nikotin (stimulant) OH HO HO

Dopamin (neurotransmitter emosi dan memori)

NH

Salbutamol (anti asma sintetis)

Senyawa Golongan Campuran Senyawa-senyawa fenil propanoid (C9), C7, terpenoid (C5), poliketida (C2), alkaloid serta metabolit primer (umumnya monosakarida) di alam bisa saling bereaksi dan berikatan sehingga membentuk kerakaragaman baru baik struktur maupun aktifitas farmakologi. Jadi Jenis kombinasi bisa: Dua golongan metabolit sekunder. Tiga golongan metabolit sekunder. 30 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

-

Semua golongan dengan metabolit primer (terutama monosakarida glukosa, rhamnosa, fruktosa) Semua metabolit sekunder juga bisa melakukan reaksi halogenasi, sulfurasi, dan aminasi.

Soal latihan: (Harap dipahami bahwa jumlah karbon kurang satu atau kelebihan satu dari rumus umum bisa terjadi) 1.

Senyawa kavibetol merupakan senyawa marker pada daun sirih (Piper bettle). Merupakan senyawa golongan apakah kavibetol?

2.

Senyawa flavonoid adalah senyawa yang distribusinya sangat luas pada berbagai familia dan spesies tanaman. Tersusun dari kerangka apakah senyawa flavonoid?

3.

Tetrahidrokanabinoid (THC) adalah senyawa aktif dalam tanaman ganja (Cannabis sativa). Senyawa ini berpotensi untuk mengobati multiple sclerosis. Tersusun dari kerangka apa saja golongan tersebut?

4.

Dounorubisin disari dari jamur Streptomyces peucetius digunakan untuk mengobati kanker leukemia limfosit dan

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 31

myeloid akut. Termasuk golongan apakah senyawa taxol dan dounorubisin?

5.

Kurkumin adalah bumbu dapur yang berkhasiat untuk mencegah keganasan (malignansi) kanker. Termasuk golongan apakah kurkumin?

6.

Lunamarin adalah senyawa yang terdapat pada daun maitan atau sanrego (Lunasia amara Blanco). Termasuk senyawa apakah senyawa lunamarin dan tersusun dari building block apa saja?

7.

Jeruk purut atau Citrus hystrix kaya dengan kumarin salah satunya ada eupecindatin. Termasuk building block apakah senyawa tersebut?

8.

Saponin terdistribusi pada bererapa spesies. Digoksin merupakan saponin. Lerak untuk mencuci kain batik tulis juga

32 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

merupakan saponin. Tersusun dari kerangka apa sajakah senyawa saponin dengan struktur di bawah ini?

9.

Kapsisin adalah senyawa yang terkandung di dalam buah cabai (Capsicum sp), selain bermanfaat untuk memberikan rasa pedas pada sambal, kapsisin berefek sebagai pengurang nyeri (analgetik). Merupakan senyawa apakah dan tersusun dari kerangka apa senyawa kapsisin tersebut?

Penggolongan metode lain: Sebagian ilmuwan lain mengklasifikasikan metabolit sekunder berdasarkan keluasan distribusinya dan kelimpahannya di alam. Penggolongan ini biasanya memiliki tujuan pragmatis namun tidak terlalu spesifik untuk melakukan kuantifikasi dan digunakan untuk melakukan estimasi kasar golongan senyawa yang kemungkinan bertanggung jawab secara farmakologis. Golongan senyawa itu adalah: 1. Gol. Fenolik 2. Gol. Flavonoid 3. Gol. Saponin 4. Gol. Minyak atsiri 5. Gol. Tannin 6. Gol. Alkaloid (terbatas pada beberapa genus) 7. Gol. Steroid

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 33

Namun dengan kemajuan kimia organik selama 30 tahun ini, pembagian golongan umum ini sudah tidak terlalu relevan. Seorang peneliti akan cukup mudah menelusuri pustaka terakit golongan metabolit sekunder yang dikandung oleh suatu tanaman dan menegasikan golongan yang tidak perlu dianalisis. Jika ditelusuri ketujuh metabolit sekunder tersebut sudah tercakup dari kerangka molekul C2, C5, C7, C9, alkaloid, atau kombinasi. Pertanyaan: 1. Termasuk golongan metabolit sekunder apakah senyawa fenolik, flavonoid, dan golongan tannin?. Bagaimana hubungan kekerabatan mereka? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan antara saponin dengan senyawa steroid? 3. Sebutkan komponen metabolit sekunder yang menyusun golongan minyak atsiri? 4. Jelaskan kedudukan ketujuh golongan tersebut di dalam khazanah metabolit sekunder?

34 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

BAB III KELARUTAN METABOLIT SEKUNDER DAN PEMILIHAN PELARUT

Target Pembelajaran: Pembaca diharapkan mampu memahami sifat dasar metabolit sekunder dan memberikan overview pelarut yang sesuai di dalam upaya ekstraksi. Penggolongan metabolit sekunder berdasarkan kepolaran secara tegas tidaklah tepat. Penggolongan metabolit sekunder berdasarkan polaritas sangatlah kaku sehingga tidak mutlak bisa diterapkan. Sifat polaritas antar golongan metabolit sekunder kebanyakan tidaklah berbeda secara dramatis. Untuk mengisolasi dan memurnikan metabolit sekunder harus dipahami sifat dasar molekul metabolit sekunder. Mayoritas metabolit sekunder bersifat semi polar sehingga larut dalam pelarut organik. Metanol dan asetonitril adalah pelarut organik paling polar. Heksana, benzana, dan petroleum eter bersifat non polar. Hanya sebagian saja dari metabolit sekunder bersifat polar dan larut dalam metanol atau air. Kebanyakan metabolit yang larut metanol adalah senyawa glikosida yang mengikat satu atau lebih molekul gula heksosa/pentosa. Adapun kebanyakan golongan terpenoid bersifat non polar sehingga larut ke dalam pelarut non polar dan semi polar. Namun untuk monoterpen dan seskuiterpen masih mampu larut dalam metanol. Metode kromatografi baik fase normal atau terbalik yang saat ini diterapkan dan berkembang kebanyakan kompatibel dengan senyawa semi polar. Sehingga senyawa yang sangat polar atau non polar tidak kompatibel dengan metode pemisahan kromatografi. Begitu juga metabolit primer polisakarida, lemak, dan protein tunggal dari bahan alam tidaklah tepat menggunakan metode kromatografi konvensional. Demikian juga senyawa yang larut air dan sangat larut metanol atau yang sangat non polar sangat sulit memurnikan dan mengkarakterisasinya.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 35

Untuk melakukan pemisahan awal senyawa alami dari matriks nabati/hewani melibatkan pemisahan kasar dilanjutkan dengan pemisahan halus. Pemisahan kasar melibatkan salah satu metode: ekstraksi fraksinasi partisi cair-cair atau fraksinasi cair-padat Sedangkan pemisahan halus melibatkan salah satu: kromatografi kolom fase normal kromatografi kolom fase terbalik Kromatografi eksklusi/permeasi Jenis dan kegunaan pelarut Berbagai pelarut lazim digunakan pada berbagai pekerjaan ekstraksi, fraksinasi, fase gerak kromatografi. Tabel. Pelarut yang lazim dan penggunaannya Solven Hekana

Konstanta dielektrik (ε) 2,02

CCl4

2,24

Benzana

2,28

Toluen

2,38

Trietil amina

2.43

Penggunaan Untuk mengekstraksi lemak. Untuk partisi paling awal terhadap larutan air atau heksana. Heksana tidak bercampur dengan metanol. Dengan rasio besar ke kecil (0-10 %) dicampur etil asetat digunakan untuk fase gerak KLT dan kolom silika untuk memisahkan senyawa semi polar-non polar. Racun. Tidak pernah dipakai untuk ekstraksi atau pemisahan. Karsinogenik !!. Digunakan untuk pemisahan isomer-isomer yang memiliki cincin benzen, untuk tahap pemurnian. Lakukan di lemari asam/fumehood. Fase gerak KLT dicampur dengan metanol kadar rendah. Analisis KLT senyawa bercincin benzana. Bersifat basa lemah. Dicampur (1-5 %) dalam kloroform-metanol atau heksanaetil asetat untuk menganalisis KLT beberapa alkaloid.

36 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Solven

Konstanta dielektrik (ε) 4,81

Kloroform

Eter eter)

(dimetil

5,0

Etil asetat

6,02

Asam asetat

6,15

Diklorometana

8,93

n-butanol

17,8

n-propanol

20,1

Aseton

20,7

Etanol

25,3

Penggunaan Untuk partisi terhadap air. Dicampur metanol kadar rendah (5-20 %) untuk fase gerak KLT fase normal. Selalu larut dengan metanol berapa pun kadarnya. Cukup toksik. Direkomendasikan diganti dengan diklorometan untuk kromatografi kolom adapun KLT tidak masalah. Dalam bentuk terdeutronasi pelarut yang bersih untuk kebanyakan senyawa semi polar-non polar. Toksik dan anestetik. Jika terpaksa digunakan dengan rasio 1-4 terhadap heksana digunakan sebagai fase gerak untuk pemurnian dan pemisahan dengan KLT. Dilakukan di lemari asam. Untuk partisi cair-cair dengan air. Dilakukan setelah heksana. Dicampur dengan heksana (0-100%) untuk fase gerak kromatografi kolom. Dicampur dengan kloroform atau diklorometana untuk kromatografi kolom senyawasenyawa non polar. Dilakukan sebelum campuran heksana-etil asetat. Sedikit mengasamkan fase gerak pada KLT pemisahan halus Untuk partisi cair-cair menggantikan kloroform. Dicampur metanol kadar rendah (5-20 %) untuk fase gerak KLT fase normal. Untuk partisi terhadap air setelah etil asetat. Kadang dicampur sedikit asam asetat atau asam lemah lain dan dijenuhkan dengan air untuk analisis KLT glikosida. Ditutup rapat. Bau mengganggu pernapasan. partisi cair-cair dengan air jika perlu lebih halus ketika fraksi air setelah dipartisi dengan n-butanol Ekstraksi senyawa semi polar. Kadang dicoba dengan sedikit metanol untuk KLT. Dalam bentuk terdeutronasi sebagai pelarut semi polar NMR. Untuk ekstraksi awal simplisia baik sendiri atau dicampur dengan air kadar

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 37

Solven

Konstanta dielektrik (ε)

Metanol

33

Asetonitril

36,6

DMSO

47,2

Air

80

Gambar 3.1

Penggunaan < 30%. Pelarut utama untuk ekstraksi simplisia. Campuran dengan aseton atau asetonitril untuk fase gerak fase terbalik. Rasio sangat kecil terhadap klorofom atau diklorometana untuk fase gerak KLT fase normal. Dalam bentuk campuran dengan air untuk fase gerak KLT fase terbalik dan HPLC Pelarut untuk bioassay. Dalam bentuk terdeutronasi sebagai pelarut NMR Pengekstraksi polar, membuat infusa, membuat dekokta. Dalam bentuk terdeutron sebagai pelarut NMR

Diagram alur proses ekstraksi hingga diperoleh senyawa aktif. Pengujian efek farmakologi harus dilakukan setiap tahap. Sampel yang aktif yang diteruskan. Itulah inti dari bioassay guided gractionation.

38 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

BAB IV EKSTRAKSI, FRAKSINASI, DAN PURIFIKASI

Target Pembelajaran: Pembaca mampu memahami alur pemurnian mulai dari proses ekstraksi, fraksinasi, dan purifikasi. Mampu memilih fase diam dan fase gerak dalam setiap tahap serta menentukan bobot minimal yang harus dimiliki pada setiap proses. Ekstraksi Metode ekstraksi paling sederhana dan menjadi pilihan adalah maserasi (perendaman). Yakni merendam material di dalam pelarut. Maserasi (merendam dalam pelarut) adalah metode ekstraksi pilihan pada tahap pendahuluan ataupun ekstraksi perbanyakan. Selain karena simple juga tidak banyak gangguan fisis. Adapun metode dasar yang lain seperti perkolasi, Shoxleat, gas superkritikal, counter current chromatography, microwave dll digunakan menyari bahan yang targetnya sudah jelas. Tahapan ekstraksi melewati dua mekanisme dasar yakni: Disolusi : proses terendamnya senyawa target oleh solven. Difusi : proses terbawanya senyawa-senyawa oleh solven keluar sel atau matriks alami. Agar solven bisa menjangkau tempat senyawa di dalam sel atau ruang antar sel maka penyerbukan harus dilakukan. Serbuk yang terlalu halus menyebabkan larutan keruh atau terbentuk dispersi yang mengganggu kedua proses itu. Pembatas proses difusi adalah gradien difusi yang mendekati ~1. Artinya kadar senyawa di dalam pelarut dan di dalam material alami sama. Biasanya setelah 1 malam diganti pelarut baru. Pada pekerjaan skrining seringkali hanya dibutuhkan 1-10 gram serbuk bahan untuk diekstraksi. Barulah jika setelah bioassay diketahui sampel yang paling poten maka yang diperbanyak. Bioassay secara in vitro modern hanya membutuhkan bobot ekstrak sekitar 1 mg. Untuk mempercepat ekstraksi seringkali dikombinasi dengan sonikasi 1 jam, menaikkan suhu 30-400C. Tidak perlu dalam jumlah besar. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 39

Polarisasi dan Depolarisasi Konsep interaksi kimiawi pada ekstraksi, fraksinasi kasar, dan sub fraksinasi berdasarkan derajat polaritas pelarut-pelarut. Di sisi lain harus dimengerti bahwa tidaklah tepat mengandalkan konsep kelarutan “like dissolves like” belaka. Seseorang harus memiliki pemahaman yang cukup dengan prinsip ikatan kimia dan batas kelarutan. Tidaklah benar bahwa senyawa polar hanya larut di dalam pelarut polar atau sebaliknya. Pada batas tertentu sekelompok metabolit sekunder dapat mengalami polarisasi atau depolarisasi pada suatu kuantitas pelarut berlebih sehingga terjadi peristiwa “ like dissolves unlike”. Contohnya etanol dalam jumlah besar mampu melarutkan glikosida (polarisasi). Heksana yang bersifat non polar dalam jumlah besar juga mampu menarik polifenol karena fenomena depolarisasi. Untuk itulah pekerjaan pengawalemakan ( defatting) bukanlah pekerjaan yang dianjurkan karena menyebabkan cukup banyak metabolit terlarut hilang. Contohnya senyawa xanton (ksanton) kadar akan berkurang dari ekstrak jika heksana digunakan untuk pengawalemakan ekstrak kulit manggis. Interaksi Kimiawi Konsep yang harus dikuasai adalah pada fase pemisahan halus adalah interaksi antara fase diam, pelarut, dan analit. Pada fase diam normal interaksi kimiawi yang paling penting adalah ikatan hidrogen antara tiga komponen. Untuk menghasilkan senyawa aktif secara farmakologis diperlukan kerja yang sistematik dengan melakukan pendekatan bioaktifitas. Untuk itu diperlukan target biologis yang sesuai sebagai representai penyakit tertentu. Demikian pula pemilihan bahan hayati dilakukan secara random (acak) dengan jumlah jenis sampel (spesies) banyak. Semakin banyak spesies yang diuji semakin besar peluang untuk memperoleh bahan aktif yakni jumlah spesiesnya Untuk pemilihan sampel secara random, sampel tidak harus pernah dilaporkan untuk penyakit yang ingin diteliti. Di industri, sampel random ini dilakukan secara HTS (high throughput screening), yakni penapisan dengan uji farmakologis secara cepat dengan jumlah stok sampel sangat kecil (<0,5 mg). Pendekatan ini juga berdasarkan

40 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

penggunaan tradisional untuk penyakit yang sesuai (etnofarmakologi) dari pengamatan empiris, data empiris dari record, daftar obat tradisional atau dari publikasi, dan laporan ilmiah. Bahkan bisa dari buku resep tradisional atau pustaka lokal yang bisa dipertanggung jawabkan artinya tidak hanya 1-2 buku resep saja. Untuk isolasi skala proyek penelitian uji aktifitas in vitro lebih sesuai karena akan menyesuaian jumlah fraksi yang dihasilkan. Namun demikian harus selalu dipikirkan penyesuaian bobot sampel yang tersedia jika ingin dilakukan uji secara in vivo / in vitro. Dengan setiap langkah ekstraksi, fraksinasi, dan purifikasi semua material selalu dipantau dengan pengujian aktifitas farmakologis. Paradigma kerja ini disebut bioassay-guided fractionation. Pendekatan ini menjadi standard dalam penemuan obat baik dari bahan alam maupun sintesis. Secara kuantitas ada tiga macam metabolit sekunder yakni yang ditemukan sebagai senyawa utama (major compound), senyawa minor (minor compound), dan senyawa kelumit (trace compound)*. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: Senyawa utama jika ditemukan dalam prosentasi lebih besar dari 0,01 % dari berat simplisia(>100 mg/kg simplisia. Senyawa minor jika ditemukan dalam prosentase kurang dari 0,01-0,0001 % (75-20** mg/kg simplisia) Senyawa kelumit jika ditemukan dalam prosentasi kurang dari 0,0001 % (5-0,5 mg/kg simplisia) * Berdasarkan limit of identification dengan NMR 400 MHz. ** Angka-angka ANTARA tidak eksak karena mempertimbangkan kehilangan selama proses ekstraksi. Pentingnya Dokumentasi Pemastian spesies atau disebut otentikasi dengan mengkonsultasikan kepada taksonomis jika merupakan spesies yang bukan merupakan domain umum. Namun jika sudah jelas dan merupakan public domain misalnya pohon jati (Tectona grandis),

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 41

bawang merah (Alium cepa), melinjo (Gnetum gnemon) tentu mudah menentukan spesiesnya. Voucher atau contoh bagian tanaman atau tanaman utuh (herba) wajib disimpan untuk dokumentasi jika sewaktu-waktu untuk konfirmasi atau penelusuran kembali demikian deskripsi tempat pengambilan sampel. Teknologi dokumentasi elektronik pribadi juga bisa digunakan, misalnya menyimpan dalam bentuk fotonya. Tanpa dokumentasi dan otentikasi yang baik bisa menimbulkan keraguan hasil atau kesulitan untuk memperoleh hasil yang sama. Bahan Simplisia (Crude Drug) Untuk mendapatkan ekstrak yang poten dilakukan berdasarkan: 1. Pendekatan data empiris: mengamati bahan yang secara empiris memberikan efek positif pada penderita penyakit tertentu. 2. Sampling random: sampel diseleksi dari berpuluh-puluh (hingga ratusan) bahan hayati. Skrining haruslah dilakukan sehemat dan seefisien mungkin. Era sekarang bioassay didasarkan pada target molekul in vitro atau kultur sel yang membutuhkan jumlah bahan uji sangat sedikit. Cukup disediakan 1-10 gram bahan mentah. Semuanya dimaserasi hingga didapatkan 1-10 mg ekstrak. Kemudian diuji pada dosis tunggal misalnya mengacu 25 µg/mL (replikasi atau triplikasi). Sampel yang menunjukkan efek poten lalu ditentukan ED 50 atau IC50-nya. Setelah diperoleh ekstrak paling poten maka simplisia ekstrak yang paling poten tersebut diperbanyak setidaknya 1 kg. Saran: Untuk mahasiswa tingkat skripsi sebaiknya bekerja dalam rangka untuk membuktikan data empiris atau dari 10 sampel random. Untuk tesis sekitar 25 sampel agar lebih mungkin untuk mendapatkan bahan poten. Adapun untuk tingkat desertasi seharusnya menghasilkan karya yang sangat berbobot temuan baru baik senyawa baru atau senyawa sangat poten untuk itu tingkat disertasi diperlukan jumlah sampel yang jauh lebih banyak.

42 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Ekstraksi dan Uji Farmakologi Pendahuluan Untuk melakukan isolasi dan pemurnian metabolit sekunder terlebih dahulu perlu diketahui apakah suatu ekstrak memiliki aktifitas biologis yang menjanjikan. Untuk itu perlu dilakukan farmakologis pendahuluan. Hal itu tidak terlepas dari model penyakit yang diteliti atau dijadikan sasaran pengobatan. Sebagai ketentuan umum ekstrak dikatakan memiliki aktifitas farmakologi yang menjanjikan jika memiliki kemampuan hambat atau dosis efektif lebih dari 75% populasi pada kadar 25 μg/mL terhadap aktifitas molekul (enzim/protein) penyebab penyebab penyakit, sel kanker, bakteri atau jamur dengan Semakin kecil dosis efektif maka semakin poten dan promising. Biasanya jika dosis efektif terlalu besar maka tidak dilanjutkan. Beberapa peneliti melakukan eksepsi tetap melakukan pemurnian pada spesies-spesies yang belum diketahui kandungan metabolit sekundernya.

Gambar 4.1

Maserasi dilakukan 10 bagian pelarut: 1 bagian simplisia. Misal 1 kg bahan dalam 10 L metanol.

Pada era sekarang, pada dasarnya isolasi senyawa dari bahan alam tidaklah sulit terlebih jika targetnya adalah major compound (senyawa utama). Akan tetapi untuk melakukan isolasi terlebih dahulu perlu dipahami sifat-sifat bahan secara umum. Biasanya bahan yang berasal dari ekstrak daun adalah paling sulit untuk

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 43

mendapatkan senyawa dikarenakan matriks nabati dan kompleksnya jaringan. Material yang berupa ekstrak dari biji atau rimpangrimpangan tentu lebih sederhana dan jauh lebih mudah untuk mendapatkan senyawa. Demikian bahan dari kayu memiliki jaringan dan kerumitan kandungan metabolit yang lebih sederhana dibandingkan organ daun. Sehingga beberapa peneliti ada yang secara pragmatis menghindari penggunaan daun. Berikut ini adalah sifat-sifat bahan secara umum: (Adapun pertimbangan utama pemilihan harus didasarkan pada sejauh mana potensi sampel terhadap target). Organ

Keuntungan Biasanya organ daun memiliki ketersediaan material yang tinggi. Keragaman golongan metabolit sekunder di dalam daun bermacam-macam mulai dari yang non polar seperti steroid,triterpene. Semipolar seperti flavonoid hingga senyawa polar seperti polifenol dan glikosida atau terpenoid terhidroksilasi.

Buah

Matriks nabati dan jaringan sel tidak terlalu kompleks. Target metabolit semi polar mudah lebih mudah dipisahkan.

Daun

Kerugian Kompleksitas jaringan dan matriks nabati paling kompleks dan kandungan kimia sangat beragam sehingga mempersulit pemisahan. Kandungan asam lemak tinggi sehingga paling sulit dalam preparasi. Defatting dengan pelarut heksan atau petroleum eter bisa dilakukan namun perlu diwaspadai kehilangan senyawa yg larut pada solven tersebut (depolarisasi). Cukup sulit mendapatkan isolat metabolit sekunder dalam jumlah banyak dan beragam. Jika isolasi metabolit sekunder maka harus berhatihati adanya positif palsu yang disebabkan oleh asam lemak. Pembuatan simplisia ribet karena harus diiris dirajang dan butuh waktu pengeringan lebih lama. Kandungan metabolit sekunder lebih rendah. Butuh bobot simplisia banyak.

44 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Organ

Keuntungan

Kayu

Jaringan lebih sederhana dari daun Mudah mendapatkan senyawa semipolar seperti senyawa golongan fenil propanoid dan modifikasinya yaknia lignan dan juga terpenoid kompleks. Tergantung spesies dan familinya jaringan kayu mengandung alkaloid. Biasanya adsorben untuk pemisahan dengan kolom silika dengan sistem solven kombinasi antara heksana dengan etil asetat. Jaringan lebih sederhana dari daun. Mudah mendapatkan senyawa semi polar seperti xanton, polifenol dan terpenoid Jaringan termasuk paling sederhana Meskipun jaringan biji sering mengandung karbohidrat dan asam lemak. Dengan pengekstraksi etanol atau etil asetat atau diklorometana (CH2Cl2) karbohidrat akan minimal. Mudah mendapatkan senyawa golongan terpenoid, lignan

Kulit buah

Biji

Kerugian Kebanyakan berisi metabolit primer (karbohidrat) bersifat polar larut metanol atau air. Kromatografi fase normal atau terbalik tidak terlalu kompatibel dan bisa diaplikasikan. Keberadaan asam lemak kadang mengakibatkan positif palsu pada beberapa uji farmakologi yang bertarget protein/enzim

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 45

Organ

Keuntungan Mudah mendapatkan senyawa golongan pilifenol, flavonoid dan modifikasinya

Rimpang

Matriks tidak kompleks dengan karbohidrat rendah Mudah mendapatkan senyawa golongan fenil propanoid, terpenoid seperti seskuiterpen atau diterpen dan polifenol glikosida Matriks dan residu nabati tidak kompleks

Bunga

Propolis, sarang serangga, bekatul, dan metabolit binatang dll

Kerugian Negatif palsu, hati-hati dengan senyawa berwarna yang menggangu uji bioassay dengan metode kolorimetri

Kandungan kimia bervariasi tergantung geografi. Konsekuensinya bisa berbeda potensi aktifitas farmakologisnya.

Ekstraksi Ekstrak/sari adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut organik dari bahan kering (dikeringkan). Hasil penyarian tersebut kemudian pelarutnya dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya pelarut organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan alat freeze dryer. Hasil liofilisasi akan berupa serbuk. Akan tetapi teknologi liofilisasi di Indonesia tergolong komersial dan sangat mahal serta terbatas dimiliki institusi ilmiah di Indonesia. Untuk itu, cara lain bisa ditempuh dengan pengentalan dengan waterbath dengan temperature kurang dari 60 0C. Metanol, etanol 70 %, dan etanol 96% adalah pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui strukturnya dan untuk tujuan skrining. Ketiga pelarut ini memiliki extracting power (daya ekstraksi) yang luas sehingga semua metabolit sekunder tersari dalam tiga kali maserasi. Jika tujuannya mengisolasi dan memurnikan senyawa target sudah jelas bisa menggunakan pelarut organik lain (butanol, etil asetat, kloroform, 46 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

aseton, atau heksana) yang memiliki sifat ekstraksi terbaik (melalui trial and error dan dipantau dengan plat KLT atau HPLC atau densitometer dengan detektor UV/Vis). Tujuan pemurnian tertarget tersebut dinamakan dereplikasi. Biasanya ekstraksi dilakukan dengan maserasi atau perendaman bahan dengan pelarut terpilih karena maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling mudah dengan rendemen ekstraksi tinggi. Seringkali maserasi dikombinasi dengan digesti dan refluk selama 1-2 jam dengan suhu 40-60 0C untuk untuk meningkatkan efisiensi penyarian. Biasanya ekstraksi dilakukan 2-3 kali atau sampai material tidak mengandung senyawa terlarut lagi (dicek dengan KLT dan lampu UV 254/366 nm). Jika penggunaan tradisional, masyarakat secara turun temurun menggunakan bahan dengan cara direbus atau dekok maka pelarut yang digunakan adalah air dengan cara merebus atau mendekoktasi. Namun jika uji pendahuluan dilakukan secara skrining pada berbagai material maka ekstraksi menggunakan pelarut metanol atau etanol 70 % atau etanol 96 % (dalam air). Bobot simplisia yang digunakan untuk skrining farmakologis sebanyak 10100 gram. Berdasarkan penelitian, ketiga jenis solven itu memiliki ekstraktabiliti terbaik. Hampir semua metabolit sekunder akan terlarut sempurna oleh ketiga solven tersebut dengan maserasi tiga kali. Metode ekstraksi lain seperti perkolasi, perkolasi berkesinambungan, gas superkritis dll bukanlah metode terpilih untuk ekstraksi pendahuluan. Metode-metode ekstraksi tersebut lebih tepat menjadi topik pembahasan untuk aplikasi industri atau perbanyakan rendeman atau scaling up. Adapun pelarut organik etil asetat, butanol, diklorometan/kloroform, dan heksana lazim digunakan untuk tahap fraksinasi dengan metode partisi cair-cair atau enap tuang (padatcair). Penggunaan langsung salah satu jenis pelarut organik itu juga tidak bisa disalahkan asal cukupnya pertimbangan pustaka. Jika skrining telah dilakukan dan menunjukkan salah satu sampel aktifitas poten maka dilakukan pekerjaan isolasi. Untuk tujuan isolasi direkomendasikan bobot bahan simplisia awal sebaiknya minimal 1 kg agar peluang mendapatkan senyawa aktif farmakologis secara secara kualitatif maupun kuantitatif lebih tinggi.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 47

Seringkali (hampir selalu) tahap fraksinasi belum mendapatkan senyawa tunggal. Fraksinasi tahap II biasanya dilakukan dengan cara kromatografi kolom. Kromatografi kolom pilihan utama adalah fase normal. Kemudian jika masih belum mencapai target dilakukan fraksinasi tahap ke III dengan fase terbalik. Kromatografi permeasi dengan fase diam polisakarida sering dilakukan setelah fraksinasi tahap II. Fraksinasi Kasar Fraksinasi dengan Partisi Ekstrak (metanol, etanol 70%, atau etanol 96%) yang diperoleh masih kasar dan sangat kompeks isinya. Untuk itu perlu dilakukan fraksinasi cair-cair atau partisi. Lazimnya untuk ekstrak metanol atau etanol 70% dilarutkan ke dalam air hingga tepat larut. Kemudian dipartisi bertingkat mulai dari: 1. Butanol 2. Etilasetat 3. Kloroform/diklorometana 4. Heksan Sebaiknya heksana digunakan terakhir untuk mencegah pengambilan metabolit sekunder yang kurang selektif. Untuk semua pelarut organik akan berada fase atas kecuali kloroform akan berada di bawah air. Masing-masing fraksi kental harus diperoleh setidaknya 10 gram agar bisa dilakukan tahap fraksinasi lanjut. Selain itu semua fraksi partisi tersebut juga harus segera diuji kembali aktifitasnya. Catatan: Gunakan corong pisah yang berbentuk buah pear/lebih bulat untuk mempartisi dua pelarut yang tetapan dieliktrikumnya sangat berbeda (polaritasnya sangat beda misal air dengan heksana). Corong pisah yang berbentuk lebih memanjang digunakan untuk dua pelarut yang polaritasnya berdekatan misalnya air dengan butanol

48 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Gambar 4.2

Diagram partisi cair-cair. Ekstrak kering dari metanol atau etanol berair dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol adalah yang digunakan untuk mempartisi. Selain kloroform pelarut organik selalu di lapisan atas air.

Setelah mendapatkan ekstrak kental atau ekstrak kering maka dilakukan pemisahan kasar dari ekstrak berdasarkan tingkat polaritasnya yakni mulai dari non polar, semi polar dan polar. Fraksinasi biasanya dilakukan untuk ekstrak pola: air, metanol atau etanol 70%. Fraksinasi ekstrak air bisa dilakukan dengan cara partisi atau pelarutan pada solven organik. Jika fraksinasi dilakukan secara partisi, ekstrak air dilarutkan kembali dengan air pada volume tepat larut kemudian dilakukan partisi secara berturutan dengan butanol, etil asetat, diklorometana atau heksana jika perlu. Partisi menggunakan alat corong pisah (separatory funnel). Jika fraksinasi dilakukan dengan cara pelarutan maka ekstrak air dilarutkan secara berturutan dengan metanol, etilasetat dan diklorometan atau heksana. Pelarutan cukup dilakukan dengan menggunakan alat berbahan gelas, bahan yang larut dipisahkan dan prosedur diulangi 2-3 kali. Semua fraksi yang dihasilan dipantau potensinya dengan uji farmakologi.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 49

Kasus yang sama bisa dilakukan untuk ekstrak metanol dan ekstrak etanol 70%. Partisi untuk ekstrak metanol sebaiknya ditambahkan air 1-2% untuk meningkatkan efektifitas pemisahan. Jika ekstraksi dilakukan secara langsung dengan menggunakan kloroform atau diklorometana atau heksana biasanya tidak dilakukan fraksinasi karena pelarut-pelarut ini biasa digunakan untuk mengekstraksi kayu dan kulit buah. Pada sampel tersebut lemak pengganggu atau sakarida tidak terlalu banyak. Sehingga setelah kering bisa langsung dilakukan kromatografi kolom. Meskipun metanol seringkali juga digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan tersebut. Mengapa fraksinasi pada ekstrak air penggunaan pelarut diklorometan atau heksana jika perlu saja?. Tidak semua fraksi yang diperoleh harus dilanjutkan untuk purifikasi. Hanya fraksi yang prospektif saja yakni memiliki aktifitas farmakologi cukup tinggi saja yang dilanjutkan. Misal jika kita telah memperoleh berbagai fraksi metanol, fraksi etil asetat, fraksi diklorometan, fraksi heksana dan residu, untuk itu wajib dipantau aktifitas biologisnya. Untuk itu, uji farmakologi wajib dilakukan untuk memandu/memilih bahan mana yang layak untuk dilanjutkan. Selain itu juga harus memperhatikan bobot fraksi kering yang ada. Pengentalan/Pengeringan: Pada dasarnya pengeringan dilakukan setelah tiap tahap ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian. Ada beberapa metode pengeringan: 1. Diuapkan di atas water bath (penguapan): Baik sistem terbuka maupun tertutup. Sistem tertutup mencegah solven meracuni ke mana-mana 2. Diuapkan dengan rotaroy evaporator: Digunakan untuk semua pelarut organik. Tidak cocok untuk bahan berair. Air membutuhkan waktu penguapan yang sangat lama. Saat ini beredar multirotaroty evaporator. Lebih efisien karena enam sampel dikeringkan bersamaan. 3. Liofilisasi (freeze dryer): Digunakan untuk bahan yang berair tidak untuk pelarut organik.

50 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

4.

Dialiri dengan gas N2: Untuk bahan yang termolabil, harga mahal, jumlah rendemen kecil.

Pada tahap ekstraksi, fraksinasi, atau sub fraksinasi dengan kromatografi kolom akan dihasilkan sekitar 50 botol dengan volume sekitar 100 ml fraksi, kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi. Pekerjaan pada tahap ini sangat ribet karena jumlah sampel yang sangat banyak. Untuk mempermudah pekerjaan beberapa peneliti membiarkan sampel-sampel di dalam fume hood (lemari asam) sampai beberapa hari, ada yang mengeringkan dengan suatu rotatory evaporator berhari-hari. Alat terbaru untuk meringkas pekerjaan adalah dengan multi evaporator misal buatan Buchi yang mampu mengeringkan 6 botol sekaligus dengan volume masingmasing 100 mL. Untuk fraksi yang mengandung air (karena fase gerak menggunakan kombinasi air) merupakan masalah tersendiri karena cukup lama. Jika tidak tersedia multivaporator yang kuat, pemekatan bisa dilakukan dengan rotatory evaporator dengan suhu water bath 500C, dengan volume pengisian labu 1/3 bagian untuk mencegah terjadinya buih yang mudah tersedot ke atas. Beberapa peneliti menambahkan propanol pada labu untuk mempercepat penguapan. Perlu dihindari penguapan pelarut organik dengan waterbath yang tidak tertutup materialnya untuk menghindari toksisitas. Anda bisa melakukan modifikasi alat waterbath agar cairan pelarut tidak menguap bebas. Sebisa mungkin pengentalan material dengan cara penguapan menggunakan suhu serendah mungkin. Air adalah solven yang paling sulit dihilangkan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi beresiko degradasi konsitutuen di dalamnya. Direkomendasikan suhu pengentalan di bawah 600 C. Penggunaan freeze dryer hanya ditujukkan untuk material berair. Tidak direkomendasikan untuk material yang mengandung pelarut organik. Gas N 2 digunakan dengan cara dialirkan pada material yang mengandung pelarut organik. Cara ini hanya efisien untuk jumlah bahan yang tidak stabil panas. Pengeringan dengan cara liofilisasi dan pengaliran N 2 akan menghasilkan material dalam bentuk serbuk. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 51

Gambar 4.3

Rotaroy single evapotor (a), multivaporator (b) buatan Buchi (Jerman)

Mayoritas sediaan jamu dan obat tradisional digunakan dengan cara perebusan. Dengan demikian senyawa-senyawa aktif di dalamnya adalah senyawa larut air. Biasanya setelah ekstrak air dipekatkan atau dikeringkan dengan liofilisasi dilarutkan kembali ke dalam pelarut semi polar etil asetat. Purifikasi dilakukan dari fraksi larut pelarut semipolar tersebut. Jadi secara praktis sampel yang diekstraksi dengan pelarut organik lebih untuk pemurnian. Para peneliti hingga sekarang menyadari bahwa memurnikan senyawa larut air atau sangat larut metanol membutuhkan teknologi baru. Dasar-dasar kromatografi untuk pemisahan Di dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat penting dan fundamental untuk identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi kemurnian, dll. Jadi kromatografi adalah metode dasar. Ada dua tipe kromatografi berdasarkan pengepakan fase diam. Yakni kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah fundamental untuk “mendapatkan visi” terkait metode pemisahan yang akan kita pilih. KLT cenderung bersifat analitis, hanya pekerjaan tertentu untuk isolasi (preparatif). KLT akan memvisualkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama polaritas. Sistem yang dipilih fase diam dan fase gerak sebisa mungkin memberikan jumlah bercak sebanyak mungkin. Fase diam seringkali disebut dengan penjerap atau adsorben. Kromatografi kolom adalah alat utama untuk pemisahan. Jenis kromatografi melibatkan interaksi: 52 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

a.

b.

kromatografi adsorbsi: Pemisahan berdasarkan interaksi kimia antara fase diam normal atau terbalik baik dengan lapis tipis maupun kolom (fase normal dan terbalik). kromatografi ekslusi: Pemisahan berdasarkan ukuran partikel senyawa terhadap fase diameter pori antar fase diam (ekslusi), hampir dikatakan tidak terjadi interaksi kimia antara fase diam dengan analit. Fase diam umumnya terbuat dari polisakarida misal selulosa (Sephadex LH)

Untuk orientasi dan pendahuluan, dimensi plat penjerap cukup 2x5 cm. Untuk melakukan KLT kita perlu memahami aspek: 1. Fase diam tipe normal: Fase diam/penjerap yang banyak diandalkan digunakan adalah silika. Interaksi dasar yang terjadi adalah ikatan hidrogen. Untuk fase diam silika maka fase gerak harus dipilih antara kombinasi: 1 metanol-kloroform atau 2. heksana-etilasetat. Jika digunakan metanol-kloroform maka jumlah metanol antara 0-20% dalam kloroform. Jumlah metanol > 30% membawa senyawa sangat polar dan sulit diprofilkan dengan KLT fase normal. (kloroform memang agak toksik sehingga bisa diganti dengan diklorometana karena sifat polaritasnya hampir sama). Jika kombinasi metanol-kloroform tidak bisa memberikan pemisahan yang baik atau jumlah bercak tidak banyak maka fase gerak diganti dengan kombinasi heksana-etilasetat. Heksana biasanya dibutuhkan dalam rasio yang rendah, 95-50%. Disarankan rasio heksan dari kadar tinggi ke rendah (etil asetatnya tinggi) tetap di coba misal heksana berkadar antara 10-30%. Tahap ini dilakukan untuk memilih pemisahan kasar dengan kolom kromatografi kolom biasanya silika. Catatan: Para ilmuwan telah sepakat secara umum memiliki model fase gerak utama untuk profiling metabolit sekunder yakni kombinasi antara kloroform-metanol atau heksana-etil asetat. Kedua formula itu menjadi mainstream. Kedua fase gerak ini juga diterapkan untuk fase gerak kromatografi kolom fase normal. 2. Fase diam terbalik (RP = reversed phase). Kebanyak fase diam yang digunakana dalah okta desil silika (ODS). Interaksi dasar M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 53

3.

yang terjadi antara fase diam dengan sampel adalah gaya London dan van der Waals. Pada fase diam tipe ini dibutuhkan fase gerak yang bersifat polar antara lain kombinasi airmetanol, air-metanol-acetonitril, air-metanol-aseton dll. Semakin tinggi jumlah air maka semakin lama rambatan fase gerak. Maksimal rasio airnya adalah 50%. Jumlah air yang terlalu tinggi akan mengelupas lapisan fase diam. Untuk orientasi awal biasanya dibutuhkan solven-solven tersebut dengan rasion 1:1 atau 1:1:1. Pemisahan alkaloid: membutuhkan fase diam silika dengan fase gerak dengan orientasi seperti poin 1 akan tetapi perlu ditambahkan basa lemah: misalnya CHCl3 - metanol – ammonia (atau basa lemah lain)= 7: 3 : 0.1.

Kromatografi Kolom dan Subfraksinasi Untuk memilih kapan menggunakan fase diam tipe terbalik atau tipe normal maka KLT baik dengan fase diam normal atau terbalik harus dilakukan terlebih dahulu. Jika KLT tipe silika mampu memberikan pemisahan terbanyak maka kolom silika digunakan. Akan tetapi jika fase diam terbalik memberikan pemisahan maksimal maka fase terbaliklah yang digunakan. Fraksinasi adalah upaya pemisahan yang dilakukan setelah mendapatkan fraksi aktif atau ekstrak aktif. Untuk fraksinasi dilakukan dengan cara kromatografi kolom dengan adsorben/fase diam/penjerap berupa silika atau fase terbalik C-18. Yang dimaksudkan C-18 di sini adalah oktil dekana yang terikat dengan silika. Adsorben dengan silika disebut fase normal sedangkan adsorben C-18 bersifat terbalik (reversed phase/RP) seringkali disebut ODS (okta desil silika). Perlu dicatat disini bahwa ODS adalah bahan yang mahal sehingga untuk menggunakan perlu hati-hati. Bagaimanakah polaritas fase normal silika dan C-18 ini?. Bilamana memilih silika atau ODS sebagai fase diam? Agar potensi mendapatkan senyawa target lebih tinggi, untuk melakukan kromatografi kolom ini sebaiknya minimal bobot bahan adalah 5-10 g. Kemudian bahan tersebut dibuat serbuk dengan

54 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

mencampurkan dengan silika atau ODS. Untuk membuat serbuk yang baik ekstrak dilarutkan dengan aseton karena mudah menguap lalu dicampurkan fase diam. Jika bobot > 8 gram dicampur dengan fase diam dan serbukkan dengan rotaroty evaporator. Kemudian dan dikepak pada pre kolom. Kromatografi kolom: digunakan untuk memisahkan/fraksinasi ekstrak kasar maupun halus. Untuk pemisahan kasar, fase diam umumnya terbuat dari serbuk silika yang dikepak/dimasukkan ke dalam kolom dalam bentuk larutan dalam pelarut organik atau serbuk kering. Sedangkan pemisahan halus biasanya melibatkan fase diam non polar misal okta desil silika atau polikasakarida misal Sephadex. Ukuran Partikel: Khusus untuk kromatografi kolom silika, Ukuran partikel silika yang digunakan untuk tahap fraksinasi adalah: • 40-63 µm (230-400 Mesh). Luas penggunaan dan lazim digunakan • 63-200 µm (70-230 Mesh) untuk kolom yang mengandalkan gravitasi. • Ukuran lebih kecil dari 40 µm digunakan untuk KLT Sub Fraksinasi dengan Kromatografi Pekerjaan pemurnian dan pemisahan molekul kecil di bidang kimia farmasi, pemurnian hasil sintesis organik, ekstraksi campuran sampel, pemurnian senyawa alami diawali dengan kromatografi kolom silika menggunakan metode kromatografi kolom sebagai “golden standard”.

Gambar 4.4

Struktur partikel silika dan gugus fungsional yang dimiliki. Siloksan dan silanol adalah gugus penting dalam interaksi adsorbsi.

Catatan: Isolasi senyawa yang sudah diketahui /known compound.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 55

Banyak sekali senyawa major compound yang sudah diketahui strukturnya. Untuk mendapatkan senyawa yang sudah dikenal terlebih merupakan major compound dengan cepat bisa dilakukan dengan melakukan KLT ekstrak, mengacu angka Rf dengan senyawa standard. Kemudian mengerok dan melarutkan kembali senyawa dengan solven yang sesuai.] Interaksi pada Kromatografi Fase Normal (Normal Phase) Fase diam silika adalah pilihan utama dan paling banyak digunakan. Silika cukup kompatibel dengan kebanyakan metabolit sekunder. Fase diam silika (Gambar) kaya dengan gugus silanol dan siloksan. Hidroksil yang terikat silika disebut silanol sedangkan oksigen yang terikat oleh dua atom silika disebut siloksan. Kedua jenis gugus ini bersifat polar dan atom oksigen padanya berifat proton aseptor. Interaksi pada Kromatografi Fase Terbalik (Reversed Phase) Fase diam okta dekanil (C-18) adalah pilihan utama pada pemisahan halus. Fase ini lazim dilakukan setelah kromatografi fase normal. Walaupun juga tergantung dari profil KLT yang paling banyak memberikan bercak pemisahan. Interaksi yang terjadi antara adsorben dengan analit adalah interaksi hidrofobik terutama gaya van der Waals atau ikatan London. Pada keadaan normal adsorben memiliki simetris. Keberadaan fase gerak yang umumnya bersifat polar (biasanya campuran metanol, asetonitril, air) menyebabkan terjadinya induksi muatan lemah pada permukaan fase diam terbalik. Senyawa yang bersifaat lebih polar lebih larut terbawa fase gerak sedangkan senyawa yang bersifat kurang polar akan berinteraksi/terjerab lebih lama dengan fase diam sehingga dengan gaya London tersebut sehingga memiliki waktu tinggal ( retention time) lebih panjang.

56 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Gambar 4.5

Modifikasi adsorben silanol (polar) dengan cara reaksi ksilaasi mengikat rantai karbon panjang (C-18) yang berakibat adsorben mula-mula fase normal/polar berakibat bersifat non polar. Interaksi induksi muatan lemah gaya London atau van der Walls dominan atau gaya London terjadi

Gambar 4.6

Permukaan fase diam normal dan terbalik. Pada fase diam normal terdapat berbagai gugus polar yang bisa menyumbangkan lone pair elektron untuk ikatan hidrogren. Pada fase diam terbalik rantai karbon panjang menyumbang interaksi van der Waals. Harap dipahami perbedaannya.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 57

Setelah beberapa tahap pemisahan belum tentu setiap tahapan langsung menghasilkan senyawa murni. Beberapa tahapan harus dilalui. Demikian juga jika suatu laboratorium telah dilengkapi dengan HPLC preparatif. Meskipun pemisahan lebih selektif pemisahan harus dilakukan beberapa tahap. Tahap terakhir setelah melewati fraksinasi kasar dan fraksinasi halus, pada tahap akhir jika belum murni dan tunggal maka dilakukan kromatografi preparatif. Yakni pemisahan pada sejumlah sampel dengan bobot yang cukup dengan metode KLT fase normal atau terbalik atau dengan HPLC. Pemantauan hasil fraksinasi: Secara klasik, fraksi pekat hasil pemisahan dengan kolom tersebut dipantau profilnya dengan menggunakan KLT. Agar ekonomis, untuk pemantauan dengan KLT ini digunakan dimensi plate 5 x 8 cm dengan jarak penotolan 0.4 cm sehingga diperlukan kapiler untuk menotolkan dengan diameter sekecil mungkin. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua fraksi akan terpisah dengan penjerap silika. Sehingga perlu juga dipikirkan untuk penggunaan adsorben non polar (C-18). Hasil tampungan yang memiliki pola kromatogram yang sama dijadikan satu dan dipekatkan kemudian ditimbang. Seringkali pada tahap akhir kromatografi kolom pelarut yang digunakan adalah pelarut yang paling polar yakni metanol. Pelarut ini akan mengandung komponen-komponen yang sangat polar. Walaupun kadang poten namun cukup sulit untuk dimurnikan. Pada tahap fraksinasi ini akan diperoleh fraksi dengan bobot bervariasi antara 0.1 gram sampai 4 gram. Biasanya padah tahap ini jarang diperoleh fraksi yang mengandung senyawa tunggal. Demikian juga kita harus tetap memperhatikan aspek farmakologis yakni fraksi mana yang aktif secara farmakologis. Catatan: Perlu disadari bahwa pada tahap proses pemisahan kasar dengan tipe kolom terbuka, VLC (vacuum liquid chromatography) dan MPLC (medium pressured liquid chromatography) sangat jarang langsung menghasilkan senyawa tunggal (senyawa murni) sehingga perlu

58 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

dilakukan pemurnian lebih lanjut. Akan tetapi hal ini juga tergantung dari kompleksitas ekstrak awalnya. Misalnya jika bahan kita dari ekstrak heksana dari spesies Garcinia spp maka cukup mudah memperoleh senyawa tunggul atau beberapa rimpang Zingiberaceae. Terdapat beberapa tipe kolom kromatografi: Rasio bobot antara sample dan ekstrak dengan fase diam umumnya adalah antara 30-100 kali bobot ekstrak (n x [30 100]). Kolom tradisional atau open column. Tipe ini adalah tipe yipe klasik dengan menggunakan kolom terbuka/open column. Interaksi pemisahan terjadi karena adsorbsi dan gravitasi. Rasio antara ekstrak dengan adsorben biasanya 1-5%. Solven dimasukkaan ke kolom dengan cara dituang melewati bibir kolom agar tidak merusak eluasi atau aliran fase. Tipe ini tidak bisa untuk adsorben fase terbalik mis. ODS karena hampir tidak bergerak. Jika bahan yang dipisahkan tidak terlalu banyak sebaiknya langsung diselesaikan karena pendiaman 1 malam dengan kolom kecil berakibat sampel dalam kolom cenderung bercampur kembali.

Kolom dengan vakum. Untuk mempercepat proses dibantu dengan pompa vakum yang menekan aliran solven sehingga interaksi/retensi dengan adsorben senyawa-senyawa lebih cepat. Agar efisiensi pemisahan lebih baik kolom tipe ini sambung dengan pipa yang menghubungkan pre kolom yang berisi serbuk ekstrak. Sistem ini kadang disebut VLC (vacuum liquid chromatography). Jika preparasi dan optimasi baik, jumlah penggunaan fase diam lebih sedikit dan ekstrak yang dipisahkan bisa lebih banyak. Panjang pre kolom (7x4 cm) bisa digunakan untuk 10 gram bahan yang dicampur silika, sedangkan ukuran kolom (15x4 cm). Dikarenakan peralatan ini biasanya home made dan diassembling sendiri maka perlu dilakukan optimasi dan trial terutama sekali untuk mendapatkan tekanan pompa dari diesel dan aliran solven yang terbaik. Solven dimasukkan ke dalam kolom secara manual tergantung bentuk kolom. Untuk melakukan assembling, hati-hati dalam memilih gelas untuk kolom untuk menghindari pecah karena tekanan).

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 59

Kromatografi cair bertekanan medium: Medium Pressured Liquid Chromatography (MPLC). Peralatan ini hampir sama dengan tipe VLC di atas akan tetapi disempurnakan dengan regulator tekanan dan dilengkapi dengan regulator pengatur rasio fase gerak. Rasio bahan yang ingin dipisah menyesuaikan ukuran kolom. Bahan ditempatkan pada pre kolom yang disambung pada kolom. Pemisahan dengan alat ini jauh lebih efisien dan dengan kapasitas bisa maksimal. Terdapat beberapa supplier Buchi Jerman dan Yamazen dari Jepang. Seringkali MPLC dilengkapi detektor UV.

HPLC preparative (p-High Performance Liquid Chromatography). Beberapa peneliti menggunakan HPLC untuk melakukan pencarian senyawa target dengan lebih cepat, efisien dan lebih aman secara kesehatan. Solven organik yang digunakan di dalam pemisahan sering kali terbawa udara di dalam ruangan sehingga sedikit banyak akan terhirup oleh peneliti. Untuk itu, HPLC preparatif dipilih untuk pertimbangan aspek kesehatan yang lebih baik. Dengan sistem ini jumlah bahan yang digunkan cukup dalam bobot mg saja. HPLC preparatif secara prinsip sama dengan HPLC secara umum akan tetapi ukuran kolom lebih besar dengan kapasitas pompa lebih besar. Kemudian senyawa yang dihasilkan akan diperoleh dalam level mikro gram dan cukup terbaca dengan 150 kali scanning dengan NMR 800 MHz. Sistem ini dimudahkan dengan detekor UV atau FID. Acuan antara rasio dimensi kolom versus bobot sampel Dimensi kolom Kolorm tradisional/open

column

Bobot sampel 1-5 % dari berat silika

Volume elusi fase gerak

VLC/MPLC (fase normal) 3 x volume adsorben 4 x 7 cm 4 x 15 cm 4 x 30 cm VLC/MPLC (fase terbalik) 2 x 15 cm 3 X 15 cm 4 x 15 cm

1-5 g 5-10 g 15-20 g

HPLC preparatif

50 -300 mg

0,25 g 0.5-1 g 2g

3 x volume adsorben

60 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Pengepakan adsorben: Homogenitas dan kompaknya susunan fase gerak di dalam kolom akan menentukan efektifitas pemisahan. Demikian juga panjang kolom juga akan menentukan efektifitas pemisahan. Ada dua cara pengepakan penjerap: 1. Pengepakan kering: serbuk adsorben dimasukkan ke dalam kolom yang ujungnya sudah disumbat dengan kapas atau glasswool. Cara ini hanya sesuai 2. pengepakan secara basah: fase diam dilarutkan dengan solven paling awal kemudian dituang ke dalam kolom. Untuk selulosa karbohidrat sebaiknya direndam terlebih dahulu semalam agar cukup mengembang.

Gambar 4.7

Penyiapan kolom dan penampungan fraksi. Pada tahap kolom kasar volume tiap fraksi adalah 100 mL. Setelah pemisahan halus termasuk kromatografi ekslusi sekitar 50 mL. Metode ini adalah metode paling klasik namun masih digunakan hingga hari ini.

Teknik elusi fase gerak: Fase gerak dipilih berdasarkan orientasi atau uji pendahuluan. Misalnya salah satu dari kombinasi antara kloroform-metanol, diklorometane-metanol, heksana-etil asetat, heksana-aseton, jika penjerap kolomnya silika, asetonitril-air, asetonitril-metanol-air, metanol-air jika penjerapnya non polar.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 61

Meski demikian hendaknya tidak memilih fase gerak isokratik yakni fase gerak dengan rasio tetap. Sistem isokratik tidak bisa digunakan untuk pemisahan ekstrak kasar atau sub fraksi. Elusi fase gerak harus menggunakan sistem gradien yakni dimulai dari pelarut non polar terlebih dahulu kemudian bertingkat pada kombinasi yang paling polar jika penjerapnya silika. Sebaliknya jika fase diamnya non polar dimulai dengan kombinasi yang paling polar terlebih dahulu misalnya metanol-air (1:2). Contoh: untuk kombinasi CHCl3-metanol atau CH2Cl2-metanol biasanya dimulai dengan 100% CHCl3/CH2Cl2, kemudian 98%, 96%, 94%, 96% sampai kadar 70%. bisa juga lebih rendah lagi misalnya 50% atau 20%. Untuk penjerap tipe terbalik eluent terakhir dipilih MeOHasetronitril dengan perbandingan 1:1 atau jika perlu dengan rasio 1:4. Demikian juga untuk kombinasi yang lain. Terkait volume fase gerak, setiap kombinasi dibuat dengan volume 3 x volume kolom, dan minimal 2 x volume kolum. Untuk setiap penampungan tetesan dikumpulkan sekitar 100 mL, biasanya jika dari fraksi kasar maka jumlah akhir sekitar 50-70 botol, dan 50 mL jika dari fraksi halus biasanya berjumlah antara 2540 buah botol. Permasalahan dalam elusi: 1. Cracking: Pada kromatografi kolom klasik, seringkali setelah beberapa waktu elusi dilakukan, susunan fase diam terlihat pecah dan berpori (cracking): hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam sistem atau elusi fase gerak tidak kontinyu (kekeringan karena teledor). Walaupun cracking terjadi proses kromatografi kolom tetap dilanjutkan sampai akhir. 2. Adsorben masih berwarna: Seringkali walau dieluasi dengan solven terakhir yang paling polar, fase gerak masih berwarna dan terkesan masih mengandung senyawa. Silika seringkali menjerap senyawa polifenol atau ODS seringkali mengikat kuat senyawa yang sangat tidak polar. Untuk itu tidak ada cara lain membiarkan.

62 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Gambar 4.8

Untuk mempercepat pemisahan bisa dikombinasi dengan tekanan (A). Namun perlu hati-hati jika kaca tidak tahan tekanan!. Peralatan modern MPLC (medium pressured Liquid Chromatography) telah diaplikasikan selama 20 tahun (B). Produk terbaru dari Buchi (Jerman) kolom terbuat dari plastik. Kolom tersedia berbagai ukuran. Sangat efisien dan aman. Selain itu terdapat produk Yamazen (Jepang).

Purifikasi Tahap purifikasi ini dilakukan setelah dihasilkan beberapa sub fraksi dengan bobot antara 0.1-4 g pada tahap sub fraksinasi dengan kromatografi kolom. Berikut ini adalah beberapa metode dasar untuk pemurnian: Kromatografi preparatif Jika hanya memiliki sub fraksi dengan bobot 100-300 mg sebaiknya langsung dimurnikan dengan KLT preparative. Sedangkan kapasitas maksimal per plat KLT adalah 10-25 mg untuk fase terbalik. 10-50 mg untuk fase normal. Purifikasi dengan KLT Fraksi yang kurang dari 0.6 gram dipisahkan/dimurnikan kandungan senyawanya dengan KLT preparatif, tetapi harus diperhatikan aspek berikut:

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 63

-

-

Untuk KLT preparatif dengan penjerap silika dengan ketebalan 0.5 mm kapasitas maksimal sampel adalah 50 mg, sedangkan KLT RP kapasitas maksimal sampel adalah 25 mg. Biasanya 250 mg akan dibutuhkan 5 buah plate KLT. Jika lebih dari 0.8 gram biasanya dipurifikasi/pisahkan kembali dengan kromatografi kolom dengan dimensi yang lebih kecil, namun juga tergantung jumlah bercak yang ada, jika ternyata sudah cukup sederhana cukup dengan KLT preparatif.

Purifikasi dengan kromatografi kolom kembali: Jika fraksi aktif yang dihasilkan berbobot lebih dari 1 gram dan berdasarkan profil KLT-nya masih kompleks sebaiknya dilakukan kromatografi kolom kembali baik normal atau fase terbalik tergantung dari profiling kLT yang dilakukan. Purifikasi dengan kromatografi eksklusi: Sephadex 20-LH (GE) merupakan fase diam emas (golden standard) untuk kromatografi tipe ekslusi pemisahan/pemurnian/ memekatkan molekul kecil. Sephadex ini sangat menguntungkan untuk isolasi polifenol misalnya berbagai flavonoid dari daun sembung (Blumea balsamifera) (Nessa et al., 2004; Saifudin et al, 2102). Sephadex merupakan modifikasi selulosa. Material tersedia di pasaran dengan packing 50, 100, dan 500 g. Sephadex berharga sangat mahal sehingga harus sangat hati-hati menggunakan. Hindarkan pH ekstrim, ekstrak yang terlalu kasar, dan ekstrak yang masih terlalu kompleks. Rasio antara sampel dengan serbuk Sephadex adalah maksimal 4% (4 gram ekstrak, 100 gram serbuk). Penyiapan: Kolom Sephadex sama saja dengan jenis kolom lain yakni terbuat dari kaca. Sedangkan Gambar 4.9 Struktur dimensinya memperhatikan asas Sephadex LH-20 64 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

kromatografi. Sejumlah gram ser-buk yang akan digunakan direndam dalam pelarut yang digunakan sebagai fase ferak minimal 4 jam. Lalu dituang ke dalam kolom yang bagian dalam bawahnya sudah ditutup (jangan terlalu ketat) dengan kapas atau glass wool. Pelarut harus selalu tersisa pada bagian atas kolom (tidak boleh kehabisan pelarut!). Sisakan ujung atas 5-10 cm tidak terisi. Lalu dibiarkan 2 jam sebelum memasukkan ekstrak. Alirkan kran di bawah hingga pelarut berda tersisa tepat di permukaan. Ekstrak dimasukkan dalam bentuk cairan (larutkan ekstrak tepat larut) dengan pipet. Lalu alirkan perlahan sehingga ekstrak tepat masuk 1 mm di bawah permukaan atas. Tambahkan berlahan beberapa mL fase gerak hingga 5-10 ruangan terisi. Penampungan tetesan setiap 50 mL. 200-300 mL tetesan pertama biasanya belum mengandung analit. Untuk pemurnian dengan Sephadex tetesan fraksi dikumpulkan dengan volume kurang dari 50 mL. Kemudian dipekatkan dan divisualkan kembali itu dengan KLT. Purifikasi dengan HPLC Preparatif Jika tersedia HPLC preparatif, pemurnian akan lebih cepat dilakukan. HPLC tipe ini memilik dimensi dan kekuatan pompa yang besar. Pemisahan dan pemurnian lebih efisien dibanding cara manual. Setiap pemurnian dipisahkan berdasarkan HPLC analisis pendahuluan dan ditampung berdasarkan puncak-puncak serapan pada layar monitor. Pada tahap pemurnian sebaiknya senyawa yang dihasilkan minimal 3 mg untuk mempermudah analisis kualitatif terkait batas analisis dengan NMR serta ketersediaan sampel untuk uji farmakologis. Pada tahap ini harus difahami bahwa jumlah sampel seringkali memiliki keterbatasan pada tahap pemurnian dikarenakan senyawa aktif diproduksi oleh makhluk hidup dalam kadar rendah. Sehingga pekerjaan isolasi bahan alam sering tidak tepat disebut dengan isolasi obat akan tetapi disebut isolasi senyawa penuntun (lead finding).

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 65

Problem yang Sering Terjadi Isolasi polifenol dan flavonoid: untuk pemisahan kasar sebisa mungkin bobot ekstrak minimal 15 gram jika menggunakan kolom silika. Untuk pemisahan halus sebaiknya tidak menggunakan KLT preparatif silika. Karena silika akan menjerab dengan kuat senyawa tipe polifenol. Pemisahan glikosida: Jika menggunakan KLT preparatif bisa ditempuh dengan fase gerak kloroform-metanol-air= 7: 3: 0.5. Sistem fase gerak ini biasa digunakan juga untuk memisahkan tanin. Rekristalisasi Adalah upaya pemurnian dengan solven yang sedikit larut, penurunan suhu pelarut, atau penguapan pelarut. Rekristalisasi ditempuh jika hasil isolasi senyawa target lebih dari 50 mg. Jika terlalu rendah beresiko senyawa target hilang. Kombinasi klorofomMeOH, heksana-klorofom, heksana-etilasetat, aseton-klorofom seringkali dipilih untuk melakukan rekristalisasi. Rekristalisasi dilakukan beberapa kali. Dengan cara menambahkan solven tepat larut kemudian didinginkan pada suhu 4oC. Seringkali proses rekristalisasi jarang dilakukan sebab rendeman senyawa target ditemukan dalam jumlah yang kecil. Uji Kemurnian Meskipun pada pemantauan dengan KLT telah menunjukkan bercak tunggal atau analisis HPLC menunjukkan puncak tunggal yang simetris belum kita telah diperoleh senyawa murni. Uji purity atau kemurnian adalah upaya untuk menunjukkan senyawa terisolasi sudah tunggal atau belum. Kemurnian sangat penting untuk meminimalkan gangguan pada uji farmakologis. Seringkali impurities atau senyawa pencemar ikut memberikan aktifitas farmakologis. Berikut ini adalah beberapa metode uji pemurnian: 1. Uji kemurnian dengan KLT kembali dengan berbagai fase gerak dan adsorben yang berbeda. Metode ini adalah cara yang paling klasik dan murah. Fase diam sebaiknya tidak hanya tunggal atau satu tipe. Untuk golongan glikosida sebaiknya

66 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

2.

3.

setelah dicek dengan plat silika kemudian dicek dengan fase diam selulosa. Uji kemurnian berdasarkan HPLC. HPLC sistem terbalik adalah metode paling baik untuk mengecek kemurnian. Metode ini untuk menunjukkan indikator kemurnian melihat berupa puncak tunggal, tajam dan simetrisnya puncak dan keberadaan impurities yang masih ada bersama senyawa target. Detektor HPLC kebanyakan menggunakan UV dan sebagian kecil menggunakan RI (refraktif index) untuk senyawa target yang miskin/tidak memiliki kromofor. Untuk memastikan dilakukan analisis berdasarkan sistem gradient fase gerak atau flow rate fase gerak. Uji kemurnian berdasarkan 1H NMR. Jika suatu lab memiliki mesin NMR maka uji kemurnian 1 dan 2 di atas tidak perlu dilakukan. Metode ini paling cepat dan otentik. Senyawa dikeringkan dan langsung dimasukkan pada pelarut terdeuteronasi (tidak mengandung proton) kemudian langsung dibaca dengan mesin. Senyawa target dan kadar pencemar akan langsung terlihat.

Analisis Kemometrik Berbagai analisis kimiawi modern yang dilakukan untuk menentukan sifat umum kimiawi terutama struktur. Analisis kimiawi klasik yang bersifat merusak seperti penentuan gugus fungsional dengan reaksi kimia menggunakan reagen harus dihindari. Metode modern yang standard adalah sifat kimia pada HPLC, keberadaan gugus fungsional pada IR (Infra Red) spektrometri, keberadaan ikatan penyerab energi cahaya pada UV spektrometri. Elusidasi struktur atau penentuan struktur (lihat bab elusidasi struktur) Untuk menghasilkan suatu senyawa aktif dan prospektif untuk diteliti lebih lanjut, sifat farmakologi, interaksi molekuler, sifat farmakokinetika dan upaya optimasi aktifitas dengan modifikasi sintesis/semi sintesis, maka struktur senyawa target harus diketahui. Untuk itu dilakukan penentuan struktur atau elusidasi struktur.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 67

Penentuan struktur ada 2 cara: 1. Dengan metode spektroskopi: Langkah pertama sekali yang dilakukan adalah analisis NMR (nuclear magnetic resonance), IR, MS, UV, rotasi aktif. Adapun spektroskopi IR, MS dilakukan pada tahap yang paling akhir. Penentuan UV atau rotasi aktif dilakukan jika perlu, bilamana diperlukan spectra UV dan rotasi aktif? 2. Dengan metode kristalografi: Difraksi sinar X bisa diterapkan untuk memberikan gambaran molekul target tanpa merusak atau mengkontaminasi kemurniannya.

68 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

BAB V

BIOASSAY/UJI BIOAKTIFITAS/UJI FARMAKOLOGI (BIOASSAY GUIDED FRACTIONATION)

Untuk memperoleh senyawa aktif, uji farmakologi/bioaktifitas dilakukan saat: 1 setelah ekstraksi, 2. Setelah fraksinasi, dan 3. setelah memperoleh senyawa murni. Uji aktifitas yang obyektif bukan dilakukan diakhir setelah memperoleh senyawa murni karena akan berakibat kehilangan komponen aktif sesungguhnya. Uji farmakologi harus mengandung unsur blanko, standard, control positif dan jika diperlukan suatu control positif. Adapun berdasarkan tingkatannya in vitro, in vivo dan uji klinik. Untuk memantau keberadaan suatu senyawa poten di dalam suatu ekstrak, uji farmakologi dilakukan untuk memandu dari tingkat ekstrak, fraksi, sub fraksi hingga senyawa-senyawa murni akhir. Dikarenakan efisiensi dan juga muncul kesadaran animal right maka dikembangkan uji in vitro. Uji in vitro adalah metode skrining untuk sebelum dilakukan uji in vivo. Jika suatu senyawa dinyatakan aktif senyawa in vivo dan secara statistik lebih baik atau setidaknya sama dengan control positif maka disebut dengan senyawa potent. Uji in vitro dengan target protein dikembangkan dan lebih disukai karena efisien secara waktu dan material. Uji in vivo dengan hewan uji tetap dibutuhkan dengan komite etik yang dibuat pada suatu universitas atau institusi berwenang sebagai acuan. Tipe uji Target

Sampel minimal DOSIS AKTIF: ED50 atau IC50

in vitro

in situ

protein/enzim, sel kultur, bakteri, jamur,

in situ (potongan jaringan tertentu), atau organ terisolasi 100- mg-1 g

Hewan uji

20-50 μg/mL (atau minimal sama dengan kontrol positif)

10-50 mg/kg BB

1 mg 1-20 µg/mL ( kurang dari 10 µM, atau minimal sama dengan kontrol positif

in vivo

10 - 100 g

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 69

Tipe uji Signal transduksi Kontrol positif

in vitro in situ in vivo Western blot hasil up regulasi protein pada jalur

patologi tertentu atau signal pathway tertentu Senyawa poten yang dilaporkan oleh peneliti lain atau senyawa yang telah terbukti secara klinis

Beberapa konsep dasar yang harus dimengerti untuk melakukan uji farmakologi, bahwa ada target kelompok populasi yang dijadikan target perlakuan oleh ekstrak, sub fraksi atau senyawa murni, ada kelompok populasi yang tidak dikenai perlakuan, ada kelompok populasi yang tidak dikenai perlakuan oleh suatu obat sudah dikenal (marketed drug) dengan aktifitas farmakologi yang kita pilih misal anti bakteri TBC, penurun gula darah, anti kanker, anti plasmodium dll. Untuk itu harus dimengerti beberapa variable atau unsur-unsur eksperimen. Desain dasar eksperimen uji farmakologi meliputi: Subjek/objek uji : Sekelompok populasi yang mendapatkan perlakuan sampel ekstrak/fraksi/senyawa isolat. Perlakuan sampel pada subjek/objek uji ini harus merupakan dosis bertingkat (seri dosis). Jika hanya satu dosis saja maka kita tidak bisa menentukan dosis efektif. Demikian pula jika hanya satu dosis maka kita tidak bisa menentukan tipe aktifitas itu berupa aktifitas yang bergantung pada dosis (dose-dependent activity) atau aktifitas yang tidak tergantung dosis (all or none activity) yang sering terjadi pada senyawa saponin atau penghambat enzim. Untuk menentukan seri dosis lihat topik variable bebas di bawah. Kontrol positif : Sekelompok populasi yang mendapatkan perlakuan obat yang sudah dikenal memiliki aktifitas farmakologi tertentu. Populasi harus memiliki tanggapan (out come) positif yang sangat tinggi. Blangko : Sekelompok populasi uji yang mendapatkan perlakuan penuh 100% aktifitas uji.

70 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Kontrol negatif

: Sekelompok populasi yang tidak mendapatkan treatment sampel uji akan tetapi semua kondisi sama. Kelompok ini setelah eksperimen harus memberikan nilai netral. Kelompok koreksi : Kadang diperlukan kelompok uji yang hanya mendapatkan perlakuan cairan pembawa saja (vehicle) misalnya air, buffer, atau pelarut saja (mis DMSO) dikarenakan bahan-bahan ini turut mempengaruhi level hasil. Nilai koreksi ini dikurangi blangko untuk memberikan nilai basis. Uji farmakologi dipengaruhi oleh faktor-faktor langsung atau tidak langsung terhadap subjek uji, untuk itu kita harus memahami dan memperhatikan variable-variabel dalam eksperimen, yang meliputi: Variabel bebas: Yakni perlakuan yang kita pilih langsung terhadap objek uji misalnya seri kadar/dosis sampel uji (ekstrak/fraksi/senyawa isolat) yang kita pilih misalnya 1, 2, 4, dan 8 µg/ml (in vitro), 20, 50, 100, 250 mg/BB (per berat badan) (uji in vivo dan uji klinik). Untuk menentukan range variable bebas itu, kita sendiri harus melakukan uji pendahuluan dosis yang bisa memberikan aktifitas positif atau dosis acuan. Untuk membuat acuan dosis yang efektif harus mengacu hasil pada kontrol posisif. Variabel terkontrol: yakni kondisi-kondisi eksternal dan mempengaruhi kondisi internal uji. Variable terkontrol yang kita pilih akan menentukan nilai uji. Untuk itu harus ditentukan temperatur ruangan, lama inkubasi, kelembaban, keberadaan cahaya. Variabel terkontrol cukup mengacu ke pada protocol atau penelitian-penelian yang sama yang sudah terpublikasi. Variabel tergantung: Ringkasnya adalah hasil yang konsisten dengan variable bebas yang dipilih. Yakni kondisi yang terjadi akibat perlakuan (treatment) yang dilakukan terhadap subjek uji misalnya warna larutan uji yang berubah kepekatan karena terhambatnya enzim atau matinya sel target (uji in vitro). Variabel tergantung ini harus fit in order artinya cocok dengan desain penelitian awal M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 71

misalnya tingkat tanggapan biologis seiring dengan level dosis yang dipilih. Di dalam melakukan uji farmakologi seringkali terjadi suatu penyimpangan atau kesalahan, yakni: Kesalahan sistematis (systematic error): Kesalahan sistematik bisa dipengaruhi oleh variable terkontrol atau tindakan si peneliti misalnya karena pipet sudah tidak standard, tidak terkalibrasi, masuknya suatu cemaran, rusaknya enzim uji. Kesalahan sistematis sangat mudah diidentifikasi karena hasil yang sangat drastis, misalnya nilai antara hasil kelompok perlakuan, blangko, control negative dan control positif sama.

Kesalahan acak (random error): Terjadi karena tindakan atau kondisi yang tidak bisa dihindarkan misalnya variabilitas tindakan karena pemipetan, pengenceran dan bisa jadi penimbangan. Kesalahan acak bisa terdeteksi dengan statistik sederhana misalnya antar replikasi nilai standar deviasi yang sangat besar. Untuk menjustifikasi suatu sampel poten atau tidak prospektif maka mengacu pada hasil berikut:  ekstrak: nilai dosis acuan sebaiknya < 10x kontrol positif. Artinya aktifitas farmakologi yang ditimbulkan ekstrak 10 x dari aktifitas kontrol positif.  fraksi/sub fraksi: nilai dosis acuan sebaiknya < 5 X nilai kontrol positif  senyawa murni (isolat): nilai dosis acuan ≤ 1 X nilai kontrol positif Beberapa sampel ekstrak menunjukkan efek yang sama dengan kontrol posisif. Di sisi lain fraksi atau senyawa murni memperlihatkan efek yang lebih rendah dari ekstrak utuhnya.

72 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

100

% Efek

75 50 25 0 0,00

Gambar 5.1

1,00

Dosis

2,00

Grafik uji farmakologis harus menunjukkan efek yang depend (tergantung) dosis. Meski demikian efek tidak akan pernah 0 atau 100 %. Pada dasarnya bentuk grafik selalu sigmoid. Software paling simple untuk oleh data adalah program Excel dan acceptable karena data factual. Akurasi bisa didapatkan dari angka probit namun tidak harus asal trend grafik logis. Grafik ideal akan diperoleh dengan software uji farmakologi komersial.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 73

BAB VI SKALING UP DAN DEREPLIKASI

Dereplikasi Tatkala peneliti telah mengetahui material target atau senyawa target atau ketika membutuhkan jumlah yang lebih banyak untuk uji farmakologi misalnya maka ia harus memperbanyak senyawa target dalam tempo cepat. Jika kita memahami sifat fisiko kimia (misalnya Rt) dan berbagai metode pemurnian maka metode yang baru ditempuh tidak perlu dilakukan lagi jika terlalu panjang. Untuk permulaan, penggunaan metode partisi sangatlah menguntungkan. Metode memperbanyak senyawa target dalam tempo cepat disebut dereplikasi. Skaling up Untuk menemukan senyawa yang poten tidaklah mudah. Pencarian senyawa aktif bukanlah proses yang murah dan ekonomis. Setelah ribuan senyawa ditemukan, tidak semua akan menjadi obat. Seringkali senyawa yang bersifat poten ditemukan dalam konsentrasi rendah atau sangat rendah misalnya taxol dan vinkristin. Seringkali pula senyawa poten tersebut ditemukan sebagai struktur baru. Jika senyawa juga ditemukan pada spesies lain dalam konsentrasi tinggi tentu tidaklah masalah. Untuk itu harus dipikirkan proses dan metode yang mampu memperbanyak senyawa target secara maksimal dan efisien. Skaling up adalah proses perbanyakan senyawa target terutama untuk tujuan ekonomi. Proses skaling up bisa dilakukan dengan cara: Perbaikan ekstraksi Sintetis total atau semi sintesis Perbaikan ekstraksi dilakukan agar lebih efisiensi dan efektif yakni diperoleh senyawa target dalam jumlah banyak dengan waktu yang lebih singkat. Sebagaimana diketahui banyak senyawa alami memiliki struktur yang rumit dan memiliki atom karbon kiral yang banyak. Sintesis juga memerlukan beberapa step yang tidak mudah 74 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

serta by product atau ruwahan yang tidak diharapkan atau tidak poten. Proses ekstraksi dilakukan bila sintesis total sulit dilakukan. Untuk produksi metabolit sekunder dalam jumlah yang banyak lewat ekstraksi kecermatan menggunakan partisi cair-cair sangat menentukan. Perbaikan proses ekstraksi bisa ditempuh dengan jalan: 1. Perbaikan cara pengeringan. Beberapa sampel yang dikeringkan dengan mesin justeru memberikan kadar kandungan senyawa yang rendah dibandingkan dengan pengeringan di bawah sinar matahari. Contohnya turunan kumarin pada sampel herbal Angelica dahurica (Jurnal CIna) 2. Pemilihan pelarut organik yang lebih tinggi daya ekstraksinya. Jika metanol atau etanol memiliki keterbatasan bisa langsung mencoba pelarut lain pada waktu ekstraksi sehingga yield/rendemennnya lebih tinggi. 3. Pemilihan metode ekstraksi yang lebih tepat. Maserasi memang merupakan metode utama pada tahap ekstraksi kasar karena simpel dan jumlah bahan sangat fleksibel. 4. Pelibatan aspek fisis: digesti, panas, gelombang microwave. Faktor-faktor fisis tersebut membantu disolusi dan difusi senyawa target dari bahan ke larutan. 5. Melibatkan penggunaan arus listrik lemah pada counter current kromatografi. 6. Pemilihan pelarut untuk partisi yang lebih selektif. 7. Manipulasi pH untuk mendapatkan selektifitas tinggi. 8. Penggunaan adsorben non konvensional: turunan karbohindrat: siklodekstrin, berbagai sephadex, amilum dst.

Gambar 6.1 Struktur siklodekstrin

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 75

BAB VII EFEK SINERGISME, KOMPLEMENTER, DAN EFEK PLAUSIBLE

Apapun yang dilakukan manusia pasti ada kelemahan dan nilai negatif. Istilah isolasi mengacu pada sistem reduksionisme dan simplifikasi sistem biologi. Pemurnian bertujuan untuk simplifikasi dari berbagai matriks nabati yang dianggap menggangu. Seringkali tahap ekstrak kasar menunjukkan efek yang sangat poten hampir sama atau lebih poten dengan kontrol positif. Kini para ilmuwan farmakognosi menyadari bahwa seringkali fraksinasi, pemurnian dan hasil senyawa murni justeru memiliki efek yang lebih lemah dibandingkan dengan efek ekstrak utuh, crude drug, rebusan dan fraksi sejenisnya. Bahkan seringkali pula bahan semi murni memiliki hilang efeknya. Namun pada tahap fraksinasi lanjut efeknya turun atau sama dengan fase ekstrak tentu ini agak mengecewakan. Material yang lebih murni namun memiliki berefek turun mengindikasikan keberadaan salah satu peristiwa:  Sinergisme: keradaan salah satu atau beberapa senyawa menyebabkan penguatan efek kuat dan dramatis, yang jika beraksi tunggal tidak berefek atau sangat lemah. Pemisahan menyebabkan efek kecil atau tidak berefek. Senyawa-senyawa bisa bersifat ajuvan menaikkan absorbsi, menaikkan transport ke dalam sel terhadap molekul prinsip, atau mencegah efluks pengeluaran dari sel.  Plausible effect: efek aditif beberapa senyawa pada target molekuler tunggal. Efek yang diberikan adalah hasil sumasi/penjumlahan total efek semua komponene. Dan memiliki efek lebih poten dibandingkan efek sendiri-sendiri.  Komplementer: beberapa senyawa memiliki target molekuler berbeda namun berazas patologis sama. Jika salah satu peristiwa ini terjadi maka ekstrak kasar atau fraksi kasar tetap bisa dikembangkan menjadi bahan obat dengan menggunakan penanda satu atau beberapa molekul aktif tertentu sebagai penanda aktif (active marker) atau kimiawi (analytical 76 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

marker). Standardisasi untuk menjamin keamanan dan mutu ekstrak merupakan salah satu topik penting di dalam farmasi pada tingkat produksi dan aplikasi kedokteran herbal. Namun demikian molekul alami tetap menjadi salah satu model untuk pengembangan dan penemuan obat. Dengan ditemukannya senyawa murni yang kurang aktif maka perlu modifikasi semi sintesis atau modifikasi farmasetik. Dengan demikian senyawa murni hanyalah salah satu dari target dan dasar keilmuan farmasi yang butuh pengembangan dan bantuan disiplin ilmu lain misalnya kimia medisinal, kimia sintesis, docking komputer, termasuk ilmu klasik yakni analisis kuantitatif dan standardisasi kimiawi.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 77

BAB VIII SENYAWA TARGET BERSIFAT POLAR (SANGAT LARUT DALAM AIR ATAU METANOL)

Target belajar: Pembaca mampu memahami bahwa metabolit sekunder bukanlah bahan yang selalu aktif. Seringkali ampas (metabolit primer) terutama karbohidrat adalah bahan yang lebih poten farmakologis. Pembaca mampu memahami kelemahan proses ekstraksi dan kromatografi main stream. Pada tahap proses fraksinasi terakhir, fraksi yang sangat polar kebanyakan disebut ampas. Fraksi polar tersebut selalu ditinggal dari proses isolasi karena keterbatasan metode. Jadi pada kenyatannya selalu fraksi semi polarlah (etil asetat, butanol, kloroform) yang menjadi obyek pemurnian untuk mendapatkan metabolit sekunder. Di sisi lain senyawa yang sangat polar (misal polisakarida) atau non polar (asam lemak dan derivatnya) cenderung di tinggalkan, Fenomena di atas linear apa yang terjadi pada mayoritas masyarakat ilmiah dan kelompok akademik serta masyarakat industri farmasi herbal mempercayai bahwa untuk meningkatkan jaminan mutu obat herbal harus diproduksi dalam bentuk ekstrak. Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol kadar tinggi. Pelarut etanol digunakan atas pertimbangan kemampuannya yang excellent melarutkan mayoritas molekul aktif. Walau konsorsium obat herbal di dunia juga memperkenankan beberapa pelarut organik lain seperti metanol, aseton atau etil asetat. Namun etanol merupakan pelarut organik yang direkomendasikan untuk mengekstraksi obat herbal sebelum diproduksi dalam bentuk farmasetis modern. Trend di atas tentu sangat paradoks dengan apa yang terjadi pada obat herbal. Obat herbal secara faktual dan historis, beratus tahun dan turun temurun digunakan dengan cara direbus dengan air. Masyarakat primitif dan tradisional tidak mengenal pelarut organik untuk mempersiapkan bahan obat untuk pengobatan tradisional. 78 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Mungkin Kontroversial Mewujudkan Jamu Selain Ekstrak Air? Masyarakat Industri dan peneliti di kebanyakan universitas menggunakan pelarut organik karena pertimbangan pragmatis yakni kemudahan penguapan dan penghilangan dari ekstrak dari pada menggunakan pelarut air. Di laboratorium penguapan air dari ekstrak membutuhkan waktu yang cukup lama serta peralatan mahal. Penguapan bahan berair membutuhkan freeze dryer yang berharga mahal dengan kapasitas terbatas. Demikian pula untuk kondisi saat ini persyaratan CPOTB (cara pembuatan obat tradisional yang baik) lebih mengakomodasi bahan baku yang diekstraksi dan dipersiapkan dengan pelarut organik. Di sisi lain sertifikat CPTOB merupakan persyaratan suatu produk layak registrasi di Badan POM dan edar di masyarakat Indonesia. Kontroversi Penelitian Obat Herbal Kebanyakan penelitian obat herbal di perguruan tinggi dan laboratorium menjadikan bahan-bahan yang diekstrak dengan pelarut-pelarut organik sebagai obyek kajian utama. Tren dan tradisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun di dunia. Ada beberapa alasan yang menjadikan kecenderungan tersebut terjadi: Pertama, molekul dan senyawa alami yang menjadi target adalah mikro molekul yang bersifat semi polar. Senyawa semi polar mudah terekstraksi dengan pelarut-pelarut organic, etanol, metanol, aseton, etil asetat dll. Kedua, kebanyakan peneliti masih bersikap “menghindari kesulitan”. Hal ini terjadi karena metode kromatografi mainstream saat ini dan utama yang digunakan dan menjadi metode rujukan adalah metode yang kompatibel dengan senyawa semi polar. Fenomena ini klop dengan poin pertama. Metode kromatografi fase diam fase normal dan terbalik utama yang berkembang saat ini mengakomodasi dan difokuskan untuk senyawa metabolit sekunder. Pada kenyataannya jamu rebusan kebanyakan dipersiapkan dengan merebus dengan air.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 79

Ketiga,

kebanyakan ilmuwan memiliki interes yang tinggi pada mikromolekul (metabolit sekunder) karena relatif mudah dimurnikan dan ditentukan strukturnya.

Dengan demikian tentu cukup kontroversial jika ingin merepresentasikan obat tradisional dengan cara mengekstraksi tanaman obat dengan menggunakan pelarut organik dan tidak representatif menggambarkan obat tradisional yang notabene digodog. Rebusan Secara Ilmiah Ternyata Aktif Secara tidak sadar, periode tahun 2002-2012 ilmuwan di Institute of Natural Medicine Universitas Toyama Jepang, di dalamnya beberapa ilmuwan Indonesia termasuk Dr. Tepy Usia (BPOM) dan Dr. Subehan (Unhas), membuktikan bahwa beberapa bahan jamu yang disiapkan dengan rebusan air memiliki efek bioaktif lebih tinggi dari bahan yang disiapkan dengan ekstraksi pelarut organik (Saifudin dkk, 2012). Analisis yang lebih jauh menggunakan spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) menunjukkan bahwa material jamu yang direbus dengan air tersebut mengandung polisakarida dalam kadar tinggi dan dominan. Menariknya bukan terpenoid, fenil propanoid, flavonoid, polifenol atau metabolit sekunder terlarut dalam air yang lazimnya menjadi interes penelitian dan riset. Walaupun perebusan dengan air panas masih memungkinkan mengambil metabolit sekunder terekstraksi namun tentu dalam kadar sangat minor. Kandungan Utama Material Polar Karbohidrat dan polisakarida adalah kandungan utama dari ekstrak air atau ekstrak polar lain termasuk ekstrak metanol. Hal itu tercermin pada salah satu contoh yang penulis sajikan sampel kayu manis (Cinnamomum burmanii), meskipun dikenal sebagai bumbu dapur namun memiliki efek anti diabetes tipe II yang poten. Ekstrak air komponen jamu ini mengandung polisakarida (Gambar) sebagai komponen utama. Sedangkan menurut studi fitokimia lebih lanjut pada ekstrak pelarut organik (metanol) kaya akan fenil propanoid dan polifenol terutama sinamal dehida 80 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

(Subehan dkk, 2002). Walaupun kedua ekstrak berefek terkait anti diabetes (Saifudin dkk, 2012). Dengan demikian metabolit primer (polisakarida dan karbohidrat) juga penting untuk memberikan efek farmakologis.

Gambar 8.1 Spektra 1H NMR ekstrak air kayu manis (Cinnamomum burmanii) yang menunjukkan keberadaan polisakarida (geseran kimia δ 3 – 4,5 ppm) yang bertanggung jawab memberikan efek farmakologis.

Pemisahan Senyawa Polar Polisakarida dalam topik pengobatan modern memiliki peran penting. Beberapa vaksin merupakan turunan polisakarida. Sebagaimana diungkapkan di depan bahwa sistem pemisahan mainstream utama saat ini hanya bisa memisahkan senyawa yang bersifat semi polar. Sistem pemisahan mainstream yang dimaksud adalah fase diam silika dan ODS. Di sisi lain secara realitas pada praktek bioassay-guided fractionation sering kali dijumpai fraksi yang bersifat polar (MeOH atau air) lebih poten dari pada fraksi semi polar. Tentu material dan senyawa yang larut dalam air sangat sulit (hampir tidak bisa) dipisahkan dengan adsorben di atas. Untuk diketahui bahwa senyawa yang bersifat sangat polar akan berada dasar tempat penotolan KLT setelah dielusi pada fase normal dan terbawa fase gerak pada fase terbalik. Kebalikannya adalah lemak. Walaupun solven diganti tetap saja terjadi demikian. Untuk memisahkan ekstrak air (diperoleh dengan cara maserasi digesti dengan air panas 1-2 jam) dilakukan prosedur: Filtrasi dengan kapas untuk menghilangkan material tak larut air. Dialisis Kromatografi resin: ion exchange M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 81

-

Filtrasi Gel Sepharose Sephadex LH-20 Elektroforesis

Penentuan Struktur Polisakarida Untuk polisakarida, bobot minimal yang diperlukan adalah 20 mg untuk NMR. Karena geseran kimia atom hidrogen akan menumpuk pada area 3-4 ppm. Demikian pula geseran kimia karbon akan berada pada daerah 70-90 ppm.Untuk menentukan struktur golongan polisakarida NMR tidak bisa terlalu diandalkan. Penentuan struktur polisakarida strukturnya lebih mengutamakan dengan alat GC-MS dengan membandingkan standard monosakarida-monosakarida. Adapun penentuan penentuan kemurnian dan kadarnya menggunakan HPLC dengan detektor RI (Refraktive Index). Dengan demikian, secara umum pemurnian polisakarida memerlukan treatmen khusus dan lebih rumit karena melibatkan berbagai kromatografi eksklusi dengan berbagai fase diam polisakarida. Karena pemurnian terkendala dengan kompleksitas matriks nabati, polisakarida saat ini cenderung dihasilkan dari ekstraksi hasil fermentasi bakteri atau sintesis. Fair dalam Fokus Penelitian Jamu Walaupun mayoritas interes penelitian tanaman obat dan jamu adalah melakukan ekstraksi, fraksinasi dan purifikasi senyawa metabolit sekunder, akan lebih fair jika perguruan tinggi dan para peneliti tidak menghindari ekstrak air. Secara real kendala peralatan yang tidak kompatibel dengan material larut air memang tidak bisa dihindari. Sambil menunggu terobosan sains dan teknologi metode ekstraksi, saat ini ranah penelitian yang bisa dijangkau adalah aspek khasiat dan toksisitas ekstrak air. Jadi, encouragement dan kampanye meminum jamu rebusan dan melestarikan jamu gendong, dorong, bonceng serta pembuat jamu rebusan yang merupakan profesi yang mulai terpinggirkan dan

82 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

punah juga perlu dilakukan. Agar khazanah jamu rebusan tidak hilang dari pustaka empiris pengobatan ! Lebih jauh lagi, jamu rebusan tetap memiliki masa depan dan tetap memiliki khasiat baik ilmiah maupun empiris. Jamu tidak representatif jika digambarkan dengan metabolit sekunder sematamata. Jamu tidak selalu harus diekstraksi. Obat tradisional tidak selalu tepat jika harus diisolasi dan ingin diketahui zat yang bertanggung jawab secara farmakologis. Mungkin biarlah kebanyakan jamu ada dalam bentuk rebusan air karena: Pertama, kenyataannya metode kromatografi dan metode karakterisasi yang ada saat ini “hanya” kompatibel dengan metabolit sekunder. Kedua, karakterisasi dan metode elusidasi struktur termasuk NMR dan kebanyakan spektroskopi yang ada saat ini “hanya mampu” mengkarakterisasi mikromolekul. Ketiga, sinergisme dan plausible effect seringkali teramati dan terjadi pada obat tradisional untuk memberikan efek.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 83

BAB IX PENENTUAN STRUKTUR/ELUSIDASI STRUKTUR Untuk menentukan struktur suatu molekul organik cara standard dan yang merupakan golden method adalah menggunakan spektroskopi NMR (nuclear magnetic resonance). Metode NMR memberikan informasi jumlah proton dan karbon, lingkungan kimiawi proton dan karbon. Dengan metode NMR ini akan diperoleh data-data yang sangat informatif. Hampir dikatakan bahwa NMR merupakan tulang punggung elusidasi struktur. Pemahaman struktur senyawa kimia berbasiskan jalur biosintesis (lihat Bab awal) sangat membantu menentukan struktur. Membaca referensi tentang hubungan kekerabatan dan kandungan metabolit sekunder material yang diteliti juga sangat membantu. Jika sudah biasa, informasi dari 1H NMR dan 13C NMR sudah cukup untuk menentukan apakah suatu senyawa merupakan senyawa baru (novel compound) atau senyawa yang sudah diketahui (known compound). Dengan melihat chemical shift (δ ppm) dan pemecahan puncak (splitting patterns) dari NMR proton dan karbon kemudian membandingkan dengan spektra dari paper di suatu jurnal seringkali sudah cukup untuk men-justifikasi novelty suatu senyawa. Kedua jenis spektra NMR merupakan sidik jari suatu molekul yang sangat otentik. Jadi tidak perlu buru-buru diambil 2D NMR jika suatu senyawa memiliki spektra NMR proton dan karbon sama dengan artikel terpublikasi di suatu referensi. NMR juga tidak bersifat dekstruktif sehingga bahan uji bisa direcovery. Seringkali senyawa baru (new compound) atau rendemen hasil sintesis memilki kadar yang kecil. Metode analisis yang bersifat un desktruktif salah satunya NMR paling diandalkan. Adapun spektrofotometri IR (infra merah), UV (ultraviolet), MS (mass spektrometri), dan kristalografi dilakukan setelah dipastikan bahwa senyawa yang ditemukan adalah senyawa baru atau suatu permintaan khusus (supervisor, editor jurnal, dll) untuk menentukan. Seringkali senyawa organik memiliki steriosenter atau karbon asimetris, yakni karbon yang mengikat 4 macam substituent yang berbeda tentu ke-4 subsituent akan memiliki letak dalam ruang atau 84 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

spasial sendiri-sendiri atau 3 dimensi. Dengan demikian dari NMR akan diperoleh informasi, 1. struktur datar (planar structure), 2. Struktur dalam ruang tiga dimensi. Metode NMR bisa digunakan untuk menentukan kiralitas adalah NOE (Nuclear Overhausser Effec), NOESY, dan ROESY. Untuk memperoleh spektra 13C NMR diperlukan waktu yang lebih lama karena di alam raya abundance 13C hanya 1 % dari 12C. Adapun 1H memiliki kelimpahan mayoritas dibanding 2H atau 3H yakni 99%. Bobot minimal agar diperoleh spektra 1H NMR yang adalah 1 mg. Namun untuk efisiensi dan kecepatan memperoleh data, maka bobot yang diperlukan setidaknya 5 mg. Untuk memperoleh data proton 1H NMR biasanya cukup waktu kurang dari 5 menit. Sedangkan untuk memperoleh data karbon 13C NMR diperlukan waktu lebih panjang, biasanya untuk bobot 10 mg memerlukan waktu 1-3 jam. Bobot minimal yang diperlukan untuk elusidasi struktur dengan NMR sebaiknya tidak kurang dari 3 mg agar efisien. Meskipun bobot 0.6-1 mg masih tetap bisa menghasilkan spektrak yang cukup jelas pada mesin NMR 400 MHz. Elusidasi struktur bukanlah pekerjaan yang sulit, hanya masalah kebiasaan dan ketekunan. Sering bekerja dengan sampel selama 6 bulan akan diperoleh intuisi dan mindset suatu spektra. Berdasarkan urutan bekerja, metode NMR ada 2 macam yakni: 1. satu dimensi (1D) 2. dua dimensi (2D) 1D NMR terdiri dari 1H NMR dan 13C NMR masing-masing untuk menentukan jumlah proton dan karbon serta basis lingkungan kimiawinya. 2D NMR digunakan untuk menentukan secara detail lingkungan antara proton dan karbon dan atom lain. Untuk menentukan struktu kimia tidak harus semua metode itu ditempuh. Untuk senyawa yang sudah diketahui (known compound) cukup hanya 1D NMR dengan cara membandingkan data 1H dan 13C NMR dengan senyawa yang sama dan telah terpublikasi di pustaka (terutama berbagai jurnal di internet). Mesin NMR dengan produsen berbeda seringkali memberikan hasil data yang sedikit berbeda angka M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 85

desimal atau bahkan 1-2 point namun hal ini masih merupakan data yang sama. Hanya senyawa baru (novel compound) saja yang membutuhkan semua data 2D secara detail. Biasanya di dalam pekerjaan isolasi pada suatu spesies ditemukan 1-5 senyawa baru, jadi tidak selalu harus mengambil data semua, terlebih lagi jika memang tujuannya Referensi Kemotaksonomi Pemahaman dasar-dasar biosintesis metabolit sekunder secara baik akan sangat membantu melakukan interpretasi data spektroskopi NMR. Demikian pula untuk mempermudah dan membantu menganalisis data NMR. Membaca publikasi ilmiah (jurnal) yang membahas kandungan kimia suatu spesies, laporan tentang konstituen kimiawi suatu genus seringkali ditempuh oleh para peneliti bidang farmakognosi. Demikian juga melakukan cross referensi tentang data-data NMR-nya. Spektra 1H NMR memberikan data:  δ, chemical shift (geseran kimia) antara 0–15 dengan satuan ppm dari standard internal. Geseran kimia antara  Jenis atom tetangga karbon pengikat H. Pada prinsipnya jika karbon mengikat atom elektronegatif maka posisi geseran kimia pada angka yang lebih besar:  CH3 (1,5-0.5 ppm), CH2 (1-2 ppm)  CH2= (4,5-5 ppm), CH3-C= (1,2-1,9 ppm)  -CH-O (3-4,5 ppm)  -CH benzil (7-8 ppm) dst  Rasio relatif jumlah atom H. Semakin tinggi puncak menandakan jumlah hidrogen semakin banyak. Noise atau puncak gangguan memiliki intensitas sangat pendek pada dasar spektra. Adapun puncak standard diambil yang memiliki intensitas terendah. Biasanya rasio merupakan kelipatan 1 (1:2:3, dalam suatu molekul tangan karbon hanya mengikat maksimal 3 atom hidrogen).

86 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n





Splitting pattern 1: bentuk pemecahan spektra, menginformasikan berapa jumlah proton pada karbon tetangga. Splitting pattern 2: dua hidrogen yang terikat pada satu karbon (disebut proton germinal) kadang memiliki sifat magnetik yang sama

Spektra 13C NMR memberikan data: Jumlah karbon dalam suatu senyawa.  Posisi atom karbon. Posisi dinyatakan sebagai geseran kimia δc (0-200 ppm)  Karbon SP3 terletak antara 1-20 ppm, karbon yang mengikat atom O (68-90 ppm), karbon metilen -CH2- (30-45 ppm), CH-(45-52 ppm), C=O (170-180ppm), C=C (100-130 ppm), C-benzil (140-160 ppm). Spektra NOE (Nuclear overhauser effect):  Adalah spektra yang menunjukkan interaksi 2 atom hidrogen dalam ruang (3 dimensi). NOE disebut juga dengan analisis kedekatan hidrogen dalam ruang (bukan ikatan kimiawi seperti COSY). Peranan pelarut Secara umum pelarut yang handal untuk pengukuran NMR ada dua, yakni kloroform dan metanol terdeutronasi. Kloroform handal digunakan untuk senyawa yang cenderung semi polar. Ia memiliki spektra yang bersih. Metanol melarutkan sampel yang cenderung polar (kaya gugus hidroksi). Namun metanol cenderung melarutkan berbagai impuritis. Spektra cenderung kotor. Seringkali pula metanol juga mampu melarutkan senyawa yang larut dalam kloroform. Air terdeutronasi (D2O) digunakan untuk senyawa yang sangat polar misalnya glikosida bergula banyak atau golongan karbohidrat. Seringkali aseton, piridin, dan DMSO terdeutronasi digunakan untuk melarutkan senyawa semi polar. Mengganti pelarut seringkali dilakukan dan perlu dilakukan untuk memunculkan puncak hidrogen yang tersembunyi. DMSO sebaiknya digunakan jika tidak ada pelarut M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 87

yang tidak bisa melarutkan. DMSO sulit diuapkan. Jika isolat kadarnya kecil menyulitkan recovery. Pemunculan dan spektra yang berbeda dari berbagai pelarut juga bermanfaat untuk mengkarakterisasi berbagai isomer. Seringkali spektra proton saling tersebunyi atau overlap. Bisa muncul dengan penggantian pelarut. Spektra 2D NMR memberikan informasi:  HMQC (Heteronuclear Multiple Quantum Coherence ): Spektra ini adalah pengimpitan horizontal vs vertical antara signal 1H NMR vs 13C NMR. HMQC memberikan informasi jumlah hidrogen yang terikat oleh suatu karbon.  COSY (Correlated Spectroscopy): Spektra adalah pengimpitan horizontal vs vertical spektra 1H NMR. COSY memberikan informasi jumlah hidrogen berjarak 1 karbon atau pada proton yang sama.  HMBC (Heteronuclear Magnetic Bond Correlation): Spektra ini adalah pengimpitan horizontal vs vertical antara signal 1H NMR vs 13C NMR. HMBC memberikan informasi posisi suatu atom hidrogen terhadap 2-3 atom karbon. Ketiga 2D NMR metode di atas adalah cara umum adapun HSQC, TOCSY dll mudah dimengerti setelah memahami HMQC, COSY, dan HMBC.  ROESY (rotating-frame nuclear Overhauser effect correlation spectroscopy) dan NOESY (Nuclear Overhauser effect spectroscopy) untuk mengetahui korelasi hidrogen dengan hidrogen karena berdekatan di ruangan 3 dimensi. Dua metode ini digunakan untuk menentukan kiralitas. Akan tetapi NOE lebih akurat sebab di dalam ROESY dan NOESY signal juga terkandung COSY signal. Data NMR diambil pertama kali disamping sangat informatif, pekerjaan NMR tidak bersifat dekstruktif sehingga tidak merusak isolat sehingga bisa di-recovery lagi. Namun jika isolat diperoleh dengan konsentrasi tinggi misalnya lebih dari 50 mg maka semua pengambilan spektra bisa diambil secara simultan. Setelah diperoleh spektra NMR pekerjaan selanjutnya mengukur berat molekul dengan spektroskopi massa. 88 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

MS: Massa Spektroskopi Prinsip dasar dari metode ini adalah membuat suatu molekul netral menjadi bermuatan sehingga bisa dideteksi. Secara prinsip dasar asam atau basa lemah dijadikan sebagai sumber ion bersama pelarut. Informasi yang diperoleh adalah berat ion, yakni massa molekul isolate ditambah atau dikurangi sumber ion. Biasanya disajikan dalam [M+H]+ atau [M-OH]- atau dalam bentuk radikal [M●]+ , dst. Jadi berat molekul sesungguhnya diperkirakan berkurang satu, bertambah satu, atau angka yang mendekati. Adakalanya ionisasi melalui penambahan berat molekul air. Untuk itu kecermatan dalam mengesitimasi dan pengalaman sangat diperlukan. Adapun, bobot isolat yang dibutuhkan untuk spektroskopi massa ini sangat kecil. Lebih disukai sekitar 0,5 mg/mL. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengetahui berat molekul. Ada beberapa metode dasar cara ionisasi spektroskopi yang yakni APCI (atmospheric pressure chemical ionization), ESI (electro spray spectroscopy), atau FAB (Fast atomic bombardment). APCI digunakan untuk senyawa yang cenderung polar, ESI digunakan senyawa yang kurang polar atau non polar, FAB digunakan untuk molekul kecil namun memberikan fragmentasi tidak terkendali namun informatif terhadap elemen penyusun molekul (analisis elemental). Lebih jauh spektroskopi akan memberikan informasi pola fragmentasi. Pola fragmentasi sangat penting untuk melihat perbedaan senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul sama. Dengan pola fragmentasilah meraka akan bisa dibedakan. Seringkali beberapa senyawa memiliki spektra NMR yang sama namun pada hakekatnya mereka adalah stereoisomer. Selain besar angka rotasi aktif, pola fragmentasi juga memberikan informasi perbedaan antar stereoisomer. Peralatan modern “hyphenated instrument” yakni mengintegrasikan kromatografi cair dengan massa spektroskopi (LCMS) lebih memberikan informasi lebih baik. Jika metode LC-MS digunakan biasanya senyawa dilarutkan di dalam metanol. Adapun metode MS tunggal bisa menggunakan beberapa matriks seperti gliserol sebagai media untuk isolat.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 89

IR: Infra Red spektroscopy memberikan informasi gugus-gugus fungsional yang dimiliki oleh suatu senyawa. Pada era sekarang spektra IR bisa dianggap sebagai data sekunder dan bukan utama. Metode ini dilakukan setelah diperoleh NMR dan MS. Spektra IR akan memberikan informasi gugus fungsional. Maka media vehicle untuk pengukuran metode ini adalah senyawa yang tidak memiliki gugus fungsional. Kloroform atau diklorometana adalah pelarut pilihan utama untuk pengukuran spektra IR. Jika tidak larut ke dalam kedua jenis solven maka diserbukkan bersama KBr (kalium bromida). Untuk menginterpretasikan kita cukup membandingkan dengan berbagai tabel pada buku-buku standard misalnya yang ditulis Silverstein (1998) atau Pavia dan Kriz (2004). Puncak-puncak yang diberikan ibarat sidik jari dank has untuk gugus fungsional maka cenderung mudah ditebak. Pertanyaan:  Mengapa KBr digunakan sebagai matriks dalam pengukuran IR?.  Mengapa metanol atau etanol yang merupakan pelarut universal tidak direkomendasikan sebagai pelarut IR?.

UV-VIS:

Ultra violet-Visible. Spektra ini digunakan untuk mengidentifikasi berapa panjang velombang maksimal (λ max) suatu isolat. Untuk era sekarang spektra ini juga merupakan data sekunder dan tidak terlalu informatif. Secara kasar suatu senyawa tidak akant terlihat pada cahaya tampak maka ia akan memiliki λ max > 400 nm. Senyawa yang tidak tampak pada cahaya visible maka akan memiliki lambda maksimum antara 240-380 nm. Namun jika pada area ultra violet atau visible suatu senyawa tidak tampak maka kemungkinan tidak memiliki kromofor sebagaiman polisakarida. Informasi tersebut sangat berguna di dalam menentukan instrumentasi yang tepat untuk melakukan analisis kuantitaf. Senyawa yang mampu mengabsorbsi panjang gelombang UV/VIS maka detektor PAD bisa digunakan. Di sisi lain senyawa yang tidak memiliki tanggapan sebagai mana turunan polisakarida maka detekor RI (refractive index) bisa digunakan.

90 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

BAB X ELUSIDASI STRUKTUR BEBERAPA SPEKTRA METABOLIT SEKUNDER

Target Belajar: Pada tahap permulaan mahasiswa memerlukan spektra 1 dan 2 dimensi yang lengkap (1H NMR, 13C NMR, COSY, HMQC, HMBC) untuk menentukan struktur planar atau struktur 2 dimensi suatu senyawa. Jika sudah terbiasa dan telah memahami kerangka jalur biosintesis secara baik maka seringkali cukup 1H dan 13C NMR dengan HMBC sudah bahkan cukup data 1 dimensi saja bisa digunakan untuk membantu menentukan struktur. Karena kebanyakan metabolit sekunder sudah diketahui sehingga cukup membandingkan dengan data terpublikasi. Jika data sama maka merupakan senyawa yang sama. Untuk membuat laporan seorang peneliti harus memberikan data lengkap baik 1 dan 2 dimensi NMR. Sedangkan data untuk dipublikasi di jurnal internasional bereputasi baik, jika memfokuskan aspek kimia, biasanya data 1H dan 13C NMR saja yang disajikan. Hanya senyawa baru saja yang perlu lengkap diskripsinya termasuk 2 dimensi NMR. Di dalam mata kuliah spektroskopi atau elusidasi struktur seringkali memberikan urutan spektrak MS, UV-VIS, IR, rotasi optis, baru data NMR. Di dalam praktek data NMR lah yang pertama diambil dan difokuskan baru kemudian data MS pada tahap terakhir. Sedangkan data-data lainnya hanya sekedar data konfirmasi tambahan. Dengan demikian data NMR merupkan data primer dan golden standard. Senyawa tidak melulu memiliki struktur planar (2 dimensi). Cukup banyak senyawa yang memiliki karbon kiral. Konsekuensinya senyawa jenis ini memiliki struktur dalam ruang atau memiliki struktur 3 dimensi (3D). Setelah memahami cara menentukan struktur planar kemampuan mahasiswa harus meningkat yakni mampu menentukan struktur 3 dimensi dengan bantuan model struktur kimia dan spetra NOE, NOESY, atau ROESY. Proses itu M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 91

disebut dengan penentuan stereokimia relatif. Untuk menentukan struktur mutlak digunakan CD cotton (tidak dibicarakan di sini). Senyawa 1 1

C NMR

H NMR

13

TM

TM

H NMR menunjukkan cukup banyak proton yang terletak pada posisi kurang dari 2 ppm. Hanya terdapat proton singlet pada posisi 6 ppm yang terisolir. Harap mengabaikan puncak tinggi namun lebar pada 4,8 ppm (atau pada suatu spektra lain) karena ia adalah solven atau impuritis (tidak selalu pendek). Abaikan juga spektra pada 0 ppm karena ia adalah standard TMS (Tetra Metil Silan). Pada 13C NMR menunjukkan 11 buah sinyal karbon. Harap mengabaikan puncak tebal dan tinggi pada 50 ppm karena ia adalah puncak solven CD3OD. Pada spektra tersebut terlihat 6 buah sinyal karbon pada posisi lebih dari 100-205 ppm. Mereka adalah karbon aromatis. Terdapat 4 karbon alifatik 15-40 ppm dan 80 karbon metil olefin. Pada HMQC mengkonfirmasi semua posisi hidrogen tersebut terutama metil 1,8 ppm yang berkorespondensi pada 80 ppm. Pada DEPT mengkonfirmasi bahwa mayoritas proton/hidrogen terikat oleh karbon alifatik yang merupakan CH 2. Sedangkan karbon terendah mengikat 3 buah hidrogen. Sekaligus membuktikan bahwa karbon yang sangat pendek jumlah protonnya bisa banyak. Sedangkan pada karbon 6 ppm terkonfirmasi ia terikat pada satu karbon aromatis. Untuk mengkonfirmasi di mana rantai alifatik mengikat cincin benzen bisa dilihat dari HMBC. Pada spektra tersebut proton 1

92 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

terisolasi 6 ppm tersebut berkorelasi dengan karbon karbonil dan proton terhidroksilasi. Posisi diperjelas dengan korelasi antara proton triplet dengan karbon karbonil tersebut. Selain itu korelasi tersebut juga mengkonfirmasi bahwa ujung CH2-CH2 merupakan karboksilat. Terlihat dari korelasi proton metilen dengan karbon 208 ppm. Gugus metil berposisi meta terhadap proton terisolasi dikonfirmasi dengan korelasi dengan dua sinyal karbon aromatis. Spektra MS mengkonfirmasi berat molekul senyawa tersebut tepat sesuai dengan simulasi struktur NMR. Sehingga struktur senyawa tersebut seperti pada gambar. HMQC

DEPT

HMBC

Gambar struktur senyawa berdasarkan data NMR 1 dan 2 dimensi. Garis tebal menunjukkan COSY. Anak panah menunjukkan HMBC.

Konfirmasi Spektra MS [HR-ESI-MS: 253,0718] Inten.(x1,000,000)

253.0718

3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 50.0

75.0

100.0

125.0

150.0

175.0

200.0

225.0

250.0

275.0

300.0

325.0

350.0

375.0

400.0

425.0

450.0

475.0

m/z

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 93

Senyawa 2 1

H NMR

C NMR

13

1

1

7

Spektra 1H NMR menunjukkan keberadaan 4 buah metil (CH3). Dua diantaranya pada 1,6 ppm overlap dengan puncak tinggi. Puncak pada 2,4 dan 2,8 ppm adalah metil olefinik. Yakni metil yang terikat pada karbon ikatan ganda (C=C). Sedangkan 1,6 ppm (tinggi) pada 75 ppm. Anda tahu bahwa senyawa yang kaya dengan gugus metil adalah golongan terpenoid. Harap mengabaikan puncakpuncak yang pendek karena ia adalah impurities atau kontaminan. Pada spektra 13C NMR menunjukkan keberadaan 15 jumlah karbon yang mayoritas terletak di daerah kurang dari 70 ppm. Harap mengabaikan puncak karbon yang sangat tinggi pada C NMR karena ia adalah solven CDCl3. Anda tahu pula bahwa 15 adalah kelipatan dari 5 (isopren). Hanya terdapat 9 karbon pada daerah ikatan ganda. 4 diantaranya overlap terlihat 2 puncak tinggi (bernilai masing-masing 2 karbon). Pada spektra COSY menunjukkan bahwa dua puncak triplet proton pada geseran kimia 2,6-2,8 ppm masingmasing bernilai 3 proton saling berdekatan. Dua buah puncak doublet pada 6,8 dan 7,2 ppm saling berdekatan. Dengan demikian senyawa tersebut adalah seskuiterpen yang kaya dengan ikatan ganda. Selain itu tidak ada metilen, yakni karbon tersier terlihat tidak adanya signal karbon antara 44-60 ppm. Jadi bisa disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah sekuiterpen tipe guaian. Yakni seskuiterpen yang bercincin tunggal yang tersusun 10 karbon. Untuk menentukan kedudukan keempat metil tersebut harus dilakukan HMBC. Terlihat cross peak metil 1,6 ppm sangat jelas terlihat pada dua signal karbon pendek 70 ppm dan 156 ppm. Sedangkan metil pada 2,4 ppm terletak berdekatan posisi karbon olefin dan karbon karbonil 180 ppm. Sedangkan metil pada 2,2 94 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

terletak berdekatan dengan dua buah karbon vinilik. Sehingga disimpulkan struktur sebagaimana pada gambar, yakni suatu seskuiterpen guaian. HMQC

COSY

HMBC

Gambar struktur senyawa berdasarkan data NMR 1 dan 2 dimensi. Garis tebal menunjukkan COSY. Anak panah menunjukkan HMBC.

Konfirmasi Spektra MS [HR-ESI-MS: 249.1481] Inten.(x100,000)

249.1481 5.0 4.0

231.1310

3.0

2.0 1.0

0.0 50.0

75.0

100.0

125.0

150.0

175.0

200.0

225.0

250.0

275.0

300.0

325.0

350.0

375.0

400.0

425.0

450.0

475.0

m/z

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 95

Senyawa 3 Penentuan Stereokimia Relatif Untuk menentukan struktur 2D (dua dimensi) atau disebut dengan struktur planar tidaklah terlalu sulit. Seringkali Anda akan menjumpai struktur yang memiliki 3D di dalam ruangan. Mengapa ?. Anda telah mengenal istilah karbon kiral. Yakni karbon yang mengikat empat gugus fungsional yang berbeda. Maka ia akan memiliki struktur 3 dimensi. Ada dua cara penentuan struktur yakni secara relatif atau secara mutlak. Secara relatif seringkali cukup menggunakan model struktur kimia dibantu dengan data NOE spektra, NOESY, dan ROESY. Data dari NOE lebih disukai karena tidak ada unsur COSY. Jadi jika memiliki data NOESY atau ROESY perlu diklarifikasi dengan data COSY. Untuk menentukan stereokimia, struktur dua dimensi harus final dan selesai terlebih dahulu. Contohnya di bawah ini.

Termasuk senyawa golongan apakah ini? Dari kedua spektra 1H yang kaya dengan metil kemudian berdasar 13C NMR tampak senyawa memiliki 15 buah karbon yang berlokasi <60 ppm. Berdasarkan fakta itu Anda tidak kesulitan menyimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah suatu seskuiterpen. Berdasarkan analisa COSY, HMQC, dan HMBC maka struktur senyawa tersebut adalah seperti pada gambar X. Namun struktur 2 dimensi tersebut tidaklah cukup. Ada 3 karbon kiral. 1

H NMR

C NMR

13

96 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

COSY

HMQC

HMBC

Gambar

struktur senyawa berdasarkan data 1 dan 2 D NMR

Anda harus menentukan orientasi atau arah gugus-gugus fungsional yang terikat. Untuk menentukan orientasi hidrogen maka dilakukan pengukuran NOE. Salah satu hidrogen pada karbon 1,2, dan 3 di radiasi. Jika terdapat proton yang signalnya naik maka menunjukkan kedekatan. Sebaliknya, jika justeru sinyal lemah menunjukkan arah yang berlawanan.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 97

Gambar struktur senyawa berdasarkan data NOE proton1 menunjukkan respon setelah proton 2 diiradiasi namun tidak untuk proton 3 (metil). Konfirmasi dengan iradiasi proton 3 menunjukkan tiadanya respon kenaikan sinyal pada proton 2. Data tersebut menginformasikan bahwa 1 dan 2 memiliki orientasi yang sama. Namun 3 berlawanan.

Senyawa 4

H NMR spektra di atas menunjukkan keberadaan 6 hidrogen pada geseran lebih dari 6 ppm. Daerah tersebut adalah daerah proton aromatis. Geseran kimia memperlihatkan sistem ABX. Yakni terjadinya kopling konstan pada posisi meta dan para. Pada daerah 4-5 ppm adalah area proton yang terikat pada karbinil (karbon yang teroksigenasi). Sedangkan dua puncak tinggi pada 3,8 dan 3,9 ppm adalah gugus metil metoksi (-OCH3). COSY spektra mengkonfirmasi kedekatan proton pada 3,8 dan 3,9 ppm (doublet). COSY juga mengkonfirmasi sistem ABX tersebut bahwa dua proton 6,2 dan 6,4 ppm berdekatan karena berposisi meta dan saling mengkopling lemah 4 Hz. Tiga proton pada 6,9; 7,2; dan 7,4 ppm berdekatan dengan posisi orto, meta, dan para. Pada spektra 13C NMR spektra menunjukkan keberadaan 17 buah puncak sinyal karbon. Puncak tebal dan tinggi pada 75 ppm harap diabaikan ia adalah solven CDCl3. Kebanyakan puncak berada > 100 ppm sebanyak 15 buah. Jadi ada dua kemungkinan yakni terpenoid atau flavonoid. Kedua kelompok senyawa tersebut memiliki jumlah karbon yang sama. Secara mudahnya senyawa 1

98 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

tersebut adalah flavonoid. Flavonoid memiliki 12 buah karbon aromatis dan 3 jembatan propanoid. HMBC mengkonfirmasi posisi metoksi 3,7 ppm berada pada cincin A, berposisi meta terhadap hidroksi. Sedangkan metoksi 3,9 berposisi orto terhadap rantai propanoid pada cincin B. Struktur senyawa tsb disimpulkan seperti pada gambar.

(mirisitrin)

Spektra H NMR memiliki 5 proton di daerah 5,3-7 ppm. Puncak tinggi pada 7 ppm menunjukkan dua buah proton overlap. 3 proton lain menunjukkan splitting sistem ABX. Daerah tersebut

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 99

adalah daerah aromatis /benzen. Adapun puncak broaden dan tinggi pada 4,9 ppm adalah kontaminan solven. Puncak sinyal hidrogen antara 3,2-4,2 ppm menununjukkan puncak karbinil (karbon yang teroksigenasi). Secara ringkas daerah tersebut adalah daerah gula. Keberadaan puncak metil 1 ppm mengkonfirmasi metil gula. Adapun dua puncak tinggi masing-masing pada daerah 2 dan 3 ppm merupakan kontaminan solven metanol dan aseton. Spektra C NMR menunjukkan keberadaan 20 karbon. 15 karbon berada di daerah vinilik dan 5 karbon berada di daerah karbon teroksigenasi. Dari spektra tersebut karbon tersebut menunjukkan gula tipe glukosa. Sedangkan 15 karbon sangat jelas merupakan kerangka flavonoid. Tanpa menggunakan spektra 2D (COSY, HMQC, HMBC) senyawa tersebut bisa disimulasi strukturnya. Ia merupakan glikosida. Anda jangan terlalu menggantungkan spektra lengkap. Para peneliti biasanya dengan data H dan C NMR sudah bisa menentukan strukturnya kemudian mengkonfirmasi dengan data 1D NMR senyawa terpublikasi. Khusus untuk flavonoid, kerangkanya tidak terlalu rumit sehingga mudah ditebak. Kemudian jika betul-betul senyawa baru saja dan tidak sesuai dengan satu pun publikasi data 2 D diperlukan untuk diukur. Senyawa 5 Cocokkanlah data 1 dan 2 D NMR berikut ini terhadap struktur yang diberikan.

100 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Senyawa 6 Cocokkanlah data-data 1 dan 2 D NMR berikut ini terhadap struktur yang diberikan !

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 101

102 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

REFERENSI Dewick, M, Natural Products Biosynthetic, Humana Press, London. Newman, D. J., & Cragg, G. M. (2007). Natural Products as Sources of New Drugs over the Last 25 Years⊥. Journal of natural products, 70(3), 461-477. Newman, D. J., Cragg, G. M., & Snader, K. M. (2000). The influence of natural products upon drug discovery. Natural product reports, 17(3), 215-234. Newman, D. J., Cragg, G. M., & Snader, K. M. (2003). Natural products as sources of new drugs over the period 1981-2002. Journal of natural products,66(7), 1022-1037. Pavia, D., Lampman, G., Kriz, G., & Vyvyan, J. (2008). Introduction to spectroscopy. Cengage Learning. Saifudin A, Kadota S, Tezuka Y. Protein tyrosine phosphatase 1B inhibitory activity of Indonesian herbal medicines and constituents of Cinnamomum burmannii and Zingiber aromaticum. J Nat Med. 2013 Apr;67(2):264-70 Saifudin A, Tanaka K, Kadota S, Tezuka Y Protein tyrosine phosphatase 1B (PTP1B)-inhibiting constituents from the leaves of Syzygium polyanthum. Planta Med. 2012 Aug;78(12):1378-81. Saifudin A, Tanaka K, Kadota S, Tezuka Y. Sesquiterpenes from the rhizomes of Curcuma heyneana. J Nat Prod. 2013 Feb 22;76(2):2 Silverstein, R., & Webster, F. (2006). Spectrometric identification of organic compounds. John Wiley & Sons. Subehan S, Kadota S, Tezuka Y. In vitro mechanism-based inactivation of cytochrome P450 3A4 by a new constituent of Cinnamomum burmani. Planta Medica. 2008 Oct;74(12):1474-80.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 103

Usia T, Iwata H, Hiratsuka A, Watabe T, Kadota S, Tezuka Y. CYP3A4 and CYP2D6 inhibitory activities of Indonesian medi cinal plants. Phytomedicine. 2006 Jan;13(1-2):67-73.

104 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

GLOSARIUM Adsorben

: Sinonim penjerab atau fase diam. Bersifat polar atau non polar tergantung jenis bahan.

Alkaloid

: Metabolit sekunder yang merupakan turunan asam amino. Di dalam kerangkanya memiliki atom N.

Asam sikimat : starting material golongan fenil propanoid (C9) Asam mevalonat

: starting material golongan terpenoid (C5) khususnya non tumbuhan.

Asetil-Coa

: Starting material golongan (C2) baik poliketida atau asam asam lemak.

Bioassay : Proses pemurnian senyawa dari bahan dengan guided pantauan atau panduan aktifitas biologis. Untuk fractionation bidang penemuan obat berdasar kuatnya efek farmakologis. Branching methyl

: Suatu percabangan metil. Suatu ciri khas dari golongan terpenoid.

Building block : skeleton, kerangka utama suatu molekul yang didasarkan oleh rantai karbon yang tidak terputus oleh atom lain. Jadi atom karbon (C) adalah kerangka utama. DMAP

: dimethyl alil pyrophosphate. Starting material kedua golongan terpenoid..

Deoksisilulosa : Starting material dan jalur biosintesis dari golongan Dioksisilulosa terpenoid khusunya dari tumbuhan. ED50

: effective dose 50. Adalah dosis yang memberikan respon pada 50 populasi subyek uji.

Ekstraksi

: Proses pengambilan senyawa dengan pelarut terpilih. Untuk metabolit sekunder dengan pelarut organik. Direkomendasikan jumlah bahan mentah tidak kurang dari 1 kg. M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 105

Fenil propanoid

: Adalah senyawa berkerangka cincin benzil (C6)dan rantai samping propanoid (3).

Fraksinasi

: pemecahan ekstrak menjadi berdasarkan derajat polaritas

Hit

: Senyawa yang diuji pada tahap in vitro.

sub

ekstrak

Hit expansion : pembuatan analog senyawa hit melewati sintesis. HPLC preparatif

: HPLC yang bertujuan untuk pemurnian. Dilakukan setelah fraksinasi halus. Lebih ramah terhadap kesehatan. Bentuk kolom lebih besar (cm) dari HPLC konvensional dan kekuatan pompa lebih besar.

Hyphenated : Sistem analisis yang secara bertahap dilakukan. Dua Method atau tiga alat disambung menjadi satu. Biasanya (instrument)

sistem kromatografi terlebih dahulu yang pertama setelah itu spektroskopi massa atau NMR.

IC50

: Inhibitory concentration 50. Adalah konsentrasi sampel uji yang memberikan hambatan pada 50 subyek uji.

IPP

: iso pentenyl pyrophosphate. Starting material golongan terpenoid.

Kontrol positif : material yang digunakan sebagai referensi pembanding. Senyawa yang sudah mafhum dan diketahui memiliki efek tinggi. Bisa senyawa yang digunakan di klinik atau senyawa penuntun. Kromatografi : Adsorben atau fase diamnya bersifat inert. eksklusi Selektifitas bahan yang dianalisis berdasarkan ukuran partikel. KLT preparatif : Kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk pemurnian. Dilakukan setelah fraksinasi halus. Kapasitas maksimal tiap plate adalah 50 mg untuk fase normal, 25 mg untuk fase terbalik.

106 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Lead

: Senyawa yang menunjukkan efek dan paling optimum dari beberapa senyawa hasil skrining.

Lead : Senyawa yang menunjukkan paling poten optimization dioptimasi dengan metode semi sintesis dan sejenisnya. Agar efeknya maksimal dan efek samping minimal. Maserasi

: proses ekstraksi dengan cara perendaman. Metode pilihan untuk metabolit sekunder.

Metabolit primer

: protein, karbohidrat, lemak

Metabolit sekunder

: Mikromolekul yang digunakan untuk mendukung kehidupan.

NMR

: Nuclear Magnetic Resonance

1D NMR

: Nuclear Magnetic Resonance yang diukur secara satu dimensi. 1H NMR, 13C NMR, dan NOE adalah 1 D NMR

H NMR

: Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance. Metode pengukuran resonansi inti hidrogen 1. Memberikan informasi hidrogen-hidrogen di dalam molekul.

13

C NMR

: Carbon Nuclear Magnetic Resonance. Metode pengukuran resonansi inti karbon 13. Memberikan posisi karbon-karbon di dalam molekul.

Splitting

: Bentuk pecahan puncak pada spektra H NMR. Bisa disebabkan hidrogen germinal (dalam karbon yang sama) atau visinal (bertetangga).

2D NMR

: adalah NMR yang diukur secara dua dimensi. Diukur berdasarkan data H dan C NMR. COSY, HMQC, dan HMBC adalah 2D NMR

COSY

: Correlated spectroscopy. Pengukuran untuk memberikan data interaksi splitting antara dua hidrogen yang berjarak 2 karbon (bertetangga).

1

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 107

HMQC

: Heteronuclear Multiple Quantum Coherence: Memberikan data ikatan antara hidrogen dengan karbon.

HMBC

: Heteronuclear Magnetic Bond Correlation. Untuk menentukan korelasi suatu atom hidrogen terhadap atom karbon yang berjarak 2 dan 3 dari karbon pengikatnya.

ABX system

: Sistem interaksi antar hidrogen melewati ikatan aromatis atau karbon ikatan ganda. Splitting puncak memberikan angka coupling constant (J) yang besarnya berbanding lurus dengan dekatnya jarak. Orto kopling memberikan angka 8-10 Hz, meta kopling memberikan angka 3-4 Hz, dan para kopling memberikan nilai 1-1,8 Hz.

AMX system : interaksi antar hidrogen di dalam NMR melewati ikatan. Terjadi interaksi antara proton germinal karena nilai magnetis yang berbeda. Akibatnya proton di dalam satu ikatan saling berinteraksi.

NOE

: Nuclear Overhausser Effect. Interaksi antara hidrogen di dalam ruangan (space). Jika salah satu diiradiasi gugus hidrogen yang berdekatan akan memberikan respon kenaikan intensitas puncak.

Normal : Sistem kromatografi yang bersistem fase diam polar (normal phase) namun fase non polar hingga semi polar. ODS

: octa desil silika. Adsorben non polar. Fase terbalik.

Partisi

: Pemisahan bahan berdasarkan polaritas yang berbeda menggunakan media carian yang tidak bercampur. Ekstrak dilarutkan ke pelarut polar terlebih dulu terutama air. Butanol, etil asetat, kloroform, dan heksana.

Poliketida

: Adalah golongan senyawa turunan asam asetat (C2).

yang

108 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

berkerangka

Poten

: Pernyataan bahwa suatu sampel memiliki aktifitas yang tinggi. Sebanding atau lebih tinggi dari kontrol positif

QSAR

: Qualitative Structure-Activity Relationship. Efek yang diprediksi berdasarkan struktur kimiawi/gugus fungsional. HKSA: Hubungan Kuantitatif antara Struktur dan Aktifitas.

Sephadex

: Fase diam terbuat dari polisakarida dengan prinsip pemisahan ekslusi. Sephadex LH-20 adalah pilihan utama.

Spektroskopi : Spektroskopi yang digunakan untuk menentukan Mass

berat molekul dan elemen-elemen penyusun suatu senyawa.

Terbalik : Sistem kromatografi yang berfase diam non polar (reversed phase) namun fase gerak polar. Terpenoid

: Senyawa yang memiliki kerangkan karbon C5 dengan gugus samping metil (CH 3).

TMS

: Tetra metil silan. Standard pengukuran spektra NMR. Bernilai 0 ppm.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 109

INDEKS A Adrenalin, 28 Alkaloid, 29, 30, 33, 105 Artemisinin, 19 Aseton, 37 Asetonitril, 38 Atropin, 6

B Bioassay, vii, 39, 105 Biokatalis, 13 Biosintesis, vii, 11, 12, 17, 19 Branching, 105 Building block, 105 Butanol, 48, 108

C Chemical shift, 23, 84, 86 Cinnamomum burmanii, 80 COSY, 87, 88, 91, 94, 96, 98, 100, 107

Crude drug, 6, 9, 42, 72

D Dalton, 2, 3, 4, 10, 11 Daun, 44 Dereplikasi, vii, 74 Digoksin, 32 Diklorometana, 37 DMAPP, 19, 20 DMSO, 38, 71, 87

E Ekstraksi, vii, 37, 39, 43, 46, 105 Elusidasi, vii, 67, 85 Esensial, 3 Etanol, 37 Etil asetat, 37

F Farmakognosi, 5 Farmakologi, vii, 43 Fase terbalik, 108 Fenil propanoid, 26 Fenolik, 33 Flavonoid, 33, 99 Fraksinasi, vii, 48, 49, 54, 55, 106 Friedrich Sertuner, 6

G Geseran kimia, 86, 98 Glukosa, 11 Glukosinolat, 10 Gnetum gnemon, 42

H Heksan, 48 Hit, 106 HKSA, 12, 109 HMBC, 88, 91, 92, 93, 94, 96, 99, 100, 107, 108 HMQC, 88, 91, 92, 93, 96, 100, 107, 108

110 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

HTS, 40 Hyphenated, 106

I Infra merah, 84 IPP, 19, 20, 106 Isopren, 19, 20, 21, 94

K Kapsisin, 33 Kloroform, 37, 48, 87, 90 Kokain, 6 Kromatografi, 36, 44, 48, 52, 54, 55, 56, 60, 63, 81, 106 Kurkumin, 32

L

NOESY, 85, 88, 91, 96

O ODS (Okta Desil Silika), 54 Ornitin, 29 Orto, 108

P Para, 52, 53, 100 Partisi, 48, 49, 50, 108 Pengentalan, 50 Pengeringan, 50, 51 Polar, vii, 80, 81 Poliketida, 108 Prekursor, 13 Produk, 2, 13, 63 Propolis, 46

Lead, 107 Liofilisasi, 46, 50, 51, 52 Lovastatin, 1

Q QSAR, 12, 109

R

M Makromolekul, 2, 7 Metabolit primer, 3, 11 Metabolit sekunder, 3, 13, 105 Mikromolekul, 2, 107 Minyak atsiri, 20, 33 Morfin, 6 MPLC, 58, 60, 63

N Neurotransmitter, 30 Nikotin, 6 NOE, 85, 87, 88, 91, 96, 97, 107, 108

Rasemis, 8 Refraktive index, 82 Replikasi, 42, 72 Resveratrol, 26

S Saponin, 32, 33 Sephadex, 53, 55, 64, 65, 82, 109 Silan, 92 Skualen, 19 Starting material, 13, 105, 106

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 111

Statin, 1 Steroid, 33 Struktur, vii, 12, 55, 75, 82, 85, 99, 109 Syzygium, 26, 103

T Taksol, 4, 13 Tanin, 66 Terpenoid, 19, 20, 22, 109 Tetra metil silan, 109 Tetrahidrokanabinoid, 31

U Ursolat, 19, 23

V Vanilin, 23 Vinblastin, 1

X Xantor, 40, 45

112 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

BIODATA PENULIS Azis Saifudin, PhD, Apt. Lahir pada 12 Januari 1978 di Karanganyar wilayah karesidenan Surakarta Jawa Tengah. Ia memperoleh sarjana farmasi dan apoteker dari UGM tahun 2001 dan 2002. Tahun 2006 ia mampir Universitas Leiden Belanda belajar program master dengan beasiswa pemerintah Belanda (Stuned). Pada tahun 2013 ia mendapatkan gelar PhD dari Institute of Natural Medicine Universitas Toyama, Jepang dengan predikat wisuda honorable mention. Ia menempuh S3 melalui beasiswa pemerintah RI pada era presiden SBY. Sejak mahasiswa S1 ia telah terinspirasi untuk mempelajari senyawa alam yang merupakan induk dari obat modern. Sehingga sejak S1 hingga S3 ia membuat tesis dan desertasi terkait dengan metabolit sekunder (farmakognosi). Dari bahanbahan jamu, ia sudah memurnikan lebih dari 70 senyawa dan termasuk 16 senyawa baru. Karya monumentalnya adalah ia menemukan senyawa marker penghambat protein tirosine 1B fosfatase (PTP1B) dari tanaman asli Indonesia daun salam (Szyzygium polyanthum) yang telah dipublikasikan di jurnal internasional Planta Medica. Selain itu ia telah menerbitkan beberapa karyanya di jurnal internasional Jurnal of Natural Products, Natural Products Communication, dan Journal of Natural Medicines. Ia memiliki interes pada farmakognosi pengembangan metode analisis untuk kontrol kualitas bahan baku jamu, ekstraksi, fraksinasi, dan purifikasi dengan sistem kromatografi fase terbalik-normal, kromatografi eksklusi, operasi NMR (nuclear magnetic resonance), serta pengembangan bioassay in vitro terutama berbasis kultur sel dan enzim. Buku ini adalah buku kedua yang ia tulis. Buku sebelumnya berjudul,”Standardisasi Bahan Obat Alam”.

M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n | 113

114 | M e t a b o l i t S e k u n d e r / A z i s S a i f u d i n

Related Documents


More Documents from "Ilham Ariz Setiawan"