Case Gmo Epilepsi (lengkap).docx

  • Uploaded by: Enggar Sari Kesuma Wardhani
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Gmo Epilepsi (lengkap).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,857
  • Pages: 47
Loading documents preview...
Laporan Kasus

GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PRILAKU ORGANIK LAIN AKIBAT PENYAKIT KARENA KERUSAKAN DAN DISFUNGSI OTAK KKS Ilmu Kedokteran Jiwa periode 10 Februari-17 Maret 2014

Oleh: Inez Wijaya

04124705100

Enggar Sari Kesuma W.

04114705012

Rendy Dwi Osca

04124708023

Atika Pusparani

04124708050

Ibrahim Muhammad

04114705114

Pembimbing: Dr. Abdullah Shahab, SpKJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

HALAMAN PENGESAHAN Laporan Kasus: GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PRILAKU ORGANIK LAIN AKIBAT PENYAKIT KARENA KERUSAKAN DAN DISFUNGSI OTAK Oleh: Inez Wijaya

04124705100

Enggar Sari Kesuma W.

04114705012

Rendy Dwi Osca

04124708023

Atika Pusparani

04124708050

Ibrahim Muhammad

04114705114

Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar Palembang periode 10 Februari-17 Maret 2014.

Palembang,

Maret 2014

Pembimbing,

Dr. Abdullah Shahab, SpKJ

2

KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Gangguan Kepribadian Dan Prilaku Organik Lain Akibat Penyakit Karena Kerusakan Dan Disfungsi Otak” yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RS. Dr. Ernaldi Bahar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Abdullah Shahab, SpKJ, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman,

dan semua pihak

yang telah membantu

dalam

menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga bermanfaat amin.

Palembang, Maret 2014

Penulis

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................

ii

KATA PENGANTAR .................................................................................

iii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

1

BAB II STATUS PASIEN ..........................................................................

3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

16

BAB III ANALISIS KASUS ......................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

44

4

BAB I PENDAHULUAN Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSMIV) telah memperkenalkan kalimat “karena suatu kondisi medik umum” sebagai bagian dari pemecahannya untuk menghilangkan perbedaan yang telah berlangsung lama, tetapi keliru antara gangguan organik dan gangguan fungsional. Penilaian bahwa gangguan mental disebabkan gangguan medis umum dinyatakan klinis dengan menekankan data yang tersedia, berpikir bahwa gejala psikiatrik adalah bagian dari suatu sindrom yang disebabkan oleh kondisi medis non psikiatrik. Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum didalam populasi umum, mengenai kira-kira 1% populasi di Amerika Serikat. Bagi dokter psikiatrik masalah utama tentang epilepsi adalah pertimbangan suatu diagnosis epilepsi pada pasien psikiatrik, pembedaan psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk suatu pasien, dan efek psikologis dan kognitif dari obat epileptik yang sering digunakan. Dengan mengingat permasalahan utama, 30-50% dari semua orang epileptik mempunyai kesulitan psikiatrik dalam suatu saat selama erjalanan penyakitnya. Gejala prilaku yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian, psikosis, kekerasan, dan sepresi adalah gejala yang lebih jarang dari suatu gejala epilepstik. Angka gejala gangguan mental emosional anak memang tidak sebesar penyakit lainnya, namun sesungguhnya masalah kesehatan jiwa anak sama penting dengan masalah kesehatan jiwanya. Gangguan mental emosional anak yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk sehingga mulai diperlukan perhatian dari berbagai pihak seperti orangtua, guru sekolah, anggota keluarga, dan pembuat kebijakan kesehatan. Secara umum, penyebab permasalahan emosi dan perilaku anak adalah pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang ada pada dirinya (baik organik maupun non-organik); lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang

5

tua, keadaan sosial ekonomi keluarga, dan lain-lain; lingkungan sekolah, meliputi cara mengajar guru dan proses belajar mengajar; masyarakat, mencakup pergaulan, norma, dan adat istiadat. Anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak sebayanya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman sepermainannya, perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku dapat ditemukan di berbagai komunitas anak-anak, seperti play group, sekolah dasar, dan lingkungan bermain. Bagi orang tua anak dan guru pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut dianggap wajar dan hanya perlu untuk diberi label anak nakal atau pembangkang, dan perlu memperingatkan teman-teman sebayanya untuk berhati-hati bahkan menjauhinya. Pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang dialami oleh anak dengan gangguan emosi dann perilaku tidak teridentifikasi, tidak akan teratasi dan semakin parah, bahkan akan menjadi perilaku menetap hingga mereka dewasa.Melihat besarnya dampak permasalahan emosi dan perilaku anak terhadap masa depan anak tersebut nantinya, maka pengetahuan mengenai deteksi dini serta penatalaksanaan yang tepat permasalahan emosi dan perilaku anak penting ditingkatkan. Pada kesempatan kali ini penulis tertarik untuk mendiskusikan kasus mengenai seorang anak dengan riwayat epilepsy dan gangguan kepribadian emosional tak stabil. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengenali kasus agar dapat mengaplikasikan penatalaksanaan terbaik untuk pasien di kemudian hari.

6

BAB II LAPORAN KASUS I.

II.

IDENTIFIKASI PASIEN 1. Nama

: An. E

2. Jenis kelamin

: Laki-laki

3. Tanggal Lahir/Umur

: 14 tahun

4. Pendidikan

: SMP (Kelas VII)

5. Pekerjaan

: Pelajar

6. Status Perkawinan

: Belum kawin

7. Warga Negara

: Indonesia

8. Agama

: Islam

ANAMNESIS Identitas alloanamnesis (pasien datang ke IRD RS Dr.Ernaldi Bahar Palembang dibawa oleh keluarganya, ibu os menangis, sehingga alloanamnesis dilakukan dengan ibu os dan seorang keluarga lain) 1. Nama

: Lilis Suryani

2. Umur

: 40 tahun

3. Alamat

: Kayuagung

4. Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

5. Pendidikan

: SMP

6. Hubungan dengan pasien : Ibu kandung os - Sebab Utama Sering mengamuk dan memukuli anggota keluarga - Keluhan Utama Tidak ada - Riwayat Perjalanan Penyakit

7

Sejak ±1 tahun yang lalu os sering mengamuk apabila tidak dipenuhi keinginannya.Os menyakiti ibu, bibi dan neneknya.Os merusak rumah tetangga dan mengganggu lingkungan.Os keluyuran sendiri, curiga (-).Tidur dan nafsu makan tidak terganggu, penderita masih dapat mengurus dirinya sendiri. Kisaran 40 hari yang lalu ayah os meninggal dunia, os tidak punya sosok yang ditakuti lagi.Tindakan os semakin menjadi-jadi.Os merengek lalu mengamuk bila keinginannya tidak dipenuhi dan semakin jadi memukuli ibu, bibi, dan neneknya bila tak dipenuhi.Os tidak kasihan melihat ibunya menangis setelah dipukuli.Os tidak mengalami halusinasi dan ngoceh-ngoceh.Merasa keluarga tidak sanggup lagi mengangani os, os akhirnya dibawa ke RS Ernaldi Bahar Palembang. - Riwayat Penyakit Dahulu o R/ kejang sering, sejak bayi. Kejang tidak diawali demam, tonik, @±1-2 menit, mulut tidak berbusa saat kejang, penurunan kesadaran setelah kejang (+). Hampir setiap sebelum tidur os mengalami kejang serupa, lalu hilang sendiri. Os tidak pernah dibawa berobat. o R/ jatuh dari rumah panggung lantai 2 dialami os saat berusia 5 tahun, kepala terbentur. Penurunan kesadaran setelah trauma (-), muntah (-), demam (-) o R/ asma (-) o R/ konsumsi alkohol, rokok, NAPZA (-) - Riwayat Premorbid Bayi

: lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, ditolong bidan, kejang (+)

Anak-anak

: Os dimanjakan, sulit bergaul dan suka berkelahi. Os pernah berkelahi dengan teman sekolahnya mulai kelas

8

Remaja

:

III SD, menonton dan suka bermain game berbau kekerasan. Menonton film porno.

- Riwayat Pendidikan Os saat ini mengenyam pendidikan SMP kelas VII di SMA Negeri Kayuagung. Sejak kelas III SD os tidak mau belajar, datang ke sekolah mengganggu temannya, dan mengamuk bila dimarahi.Os dinaikkan SD oleh guru bukan karena prestasi.Wali kelas os SD adalah bibi os dan kepala sekolahnya adalah paman os sendiri.Ibu os menyadari os tidak mampu melanjutkan pendidikan ke SMP, dan berencana dimasukkan ke MTs,

namun

os

membujuk

orangtuanya

untuk

dimasukkan

ke

SMP.Akhirnya os masuk SMP dengan “kursi pesanan”. Saat ini os bisa baca tulis, menulis dengan benar meski lambat. - Riwayat Pekerjaan Os belum bekerja - Riwayat Perkawinan Os belum pernah menikah, pernikahan ayah dan ibu harmonis. Os tidak pernah melihat ayah-ibu bertengkar atau memukuli satu sama lain. - Riwayat Keluarga Os merupakan anak tunggal, ayahnya meninggal 40 hari sebelum os MRS karena serangan jantung.Serangan jantung ayah os tersebut diyakini dipicu karena os tiba-tiba mengamuk.

9

Os disayangi oleh ibu, nenek, bibinya.Dimanjakan secara berlebihan.Os merasa ayahnya masih hidup. - Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal - Status Ekonomi Os saat ini tinggal bersama ibu dan neneknya.Ibunya adalah kepala keluarga. Status ekonomi: menengah ke bawah

III.

AUTOANAMNESIS Pemeriksa

Pasien

Interpretasi (Psikopatologi)

“Erlangga! Bener

(os bengong, lalu

namanya Erlangga?”

mengangguk. os datang mendekat)

Kesadaran: kompos

“Siapo namonyo dek?”

“Medi”

mentis

“Oh, Medi. Sekolah

“Sekolah”

Perhatian:

Medi?”

distraktibilitas

“Kelas berapo?”

“Kelas satu.”

Sikap: kurang

“Satu apo?”

“SMP”

kooperatif

“Dimano?”

“SMP 3”

Ekspresi fasial: bengong

“Dimano itu SMP 3?”

“Disitu” (os menunjuk

Verbalisasi: jelas,

arah)

namun sepotong-

“Kayuagung”

sepotong

(Os kemudian menoleh ke

Kontak psikis: kurang

“disitu mano?”

temannya, mengatakan” Ayuk Cantik!”, lalu masuk ke kamar, tid menghiraukan panggilan pemeriksa) Beberapa menit kemudian “Erlangga, sini dulu.”

(os mendekat kembali)

10

“Erlangga ngapo dibawa

“Masuk sel aku”

kesini?”

(os kemudian pergi lagi)

Asosiasi longgar

Beberapa menit kemudian “Dek tau dak ini dimano?”

(os tidak menjawab)

“Angga sekamar dengan

“Kakak itu na” (os

siapo?”

menunjuk pasien lain

Orientasi: waktu,

yang menjadi teman

tempat, orang baik.

sekamarnya, os kemudian meninggalkan pemeriksa) Beberapa menit kemudian, pemeriksa memanggil kembali os. “Angga, cubo tulisi namo

(Os mengikuti instruksi

angga di kertas ini.”

pemeriksa, os menulis

Tingkat pendidikan:

lambat, tertulis A-N-G-G-

tidak sesuai

H)

Dugaan taraf

“Apo ini bacoannyo?”

“Angga”

intelegensia: IQ kurang

“Pinter ye Angga ni.

“Sayang”

rata-rata

Angga sayang samo

Diskriminative

mak?”

judgement: terganggu

“Katonyo galak marahi

“Idak.”

mak ye?”

Diskriminative insight: terganggu

“Kalo menurut Angga,

(Os bengong, lalu

mukul mak tu salah dak?”

meninggalkan pemeriksa)

Beberapa menit kemudian

“Yuk bukain ini yuk” (menunjuk kurungan sel

Kegaduhan umum,

nya)

impulsivitas

(os kemudian mengamuk, “Dak biso. ayuk dak

membuka paksa sel nya)

megang kuncinyo”

“BUKA YUKKK!” (lalu os ditenangkan oleh petugas)

11

“Angga bapaknyo mano?”

“Ado.”

“Dimano?”

“Di pasar”

Isi pikiran: konfabulasi,

“Ngapo dak kesini, jenguk

“Idak”

waham

Angga?” “Rindu dak samo Bapak?”

“Sayang”

“Mau ketemu bapak?”

“Iyo, mamak be yang datang besok, bapak dak pernah”

Beberapa menit kemudian

(tersenyum) “ado”

“Angga punyo pacar

Isi pikiran: waham,

dak?”

“Bidadari”

“Siapo?”

(os pergi lagi) “Katek”

konfabulasi

Halusinasi disangkal

“Ado dak yang bisik-bisiki Angga?”

“SBY”

“Presiden sekarang siapo?”

“Megawati”

“Wakilnyo?”

“Jepang”

“Kito sekarang di Negara

Dugaan taraf

apo, Ngga?”

“4”

intelegensi: IQ dibawah

“2+2 berapo?”

“Daktau”

rata-rata

“8x4 berapo?”

“Dak tau”

“Cubo baco itu apo tulisannyo?” (pemeriksa menunjukkan papan bertuliskan “TATA TERTIB”) Selama pemeriksaan os mondar-mandir: vagabondage. Afek: sesuai

12

Mood: poikilotimik Hidup emosi: labil

IV.

PEMERIKSAAN A. STATUS INTERNUS - Keadaan Umum  Sensorium

:Compos Mentis

 Suhu

: 36,8oC

 Berat Badan

: 56 kg

 Nadi

: 80x/menit

 Pernafasan

: 20 x/menit

 Tinggi Badan

: 153 cm

 Tekanan Darah

:130/80 mmHg

 Turgor

: baik

 Status Gizi

: baik

- Sistem Kardiovaskular

: tidak ada kelainan

- Sisem Respiratorik

: tidak ada kelainan

- Sistem Gastrointestinal

: tidak ada kelainan

- Sistem Urogenital

: tidak ada kelainan

- Kelainan Khusus

: tidak ada kelainan

B. STATUS NEUROLOGIKUS - Urat Syaraf Kepala (panca indera)

: tidak ada kelainan

- Gejala Rangsang Meningeal

: tidak ada kelainan

- Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial

: tidak ada kelainan

- Mata : - Gerakan

: baik ke segala arah

- Persepsi Mata

: baik, diplopia tidak ada, visus normal

- Pupil

: bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 3mm, reaksi

13

cahaya +/+, reaksi konvergensi +/+ - Refleks Kornea

: +/+

- Pemeriksaan Oftalmoskopi

: tidak dilakukan

- Motorik : - Tonus: eutoni

- Koordinasi: baik

- Turgor: baik

- Refleks: normal

- Kekuatan: +5/+5 - Sensibilitas

: tidak ada kelainan

- Susunan Saraf Vegetatif

: tidak ada kelainan

- Fungsi Luhur

: tidak ada kelainan

- Kelainan khusus

: tidak ada kelainan

C. STATUS PSIKIATRIKUS KEADAAN UMUM - Kesadaran/Sensorium

: Compos Mentis

- Perhatian

: Distraktibilitas

- Sikap

:Kurang kooperatif

- Inisiatif

: Tidak ada

- Tingkah Laku Motorik :Normoaktif - Ekspresi Fasial

:Bengong

- Verbalisasi

: Kurang jelas

- Cara Bicara

: Lancar, sepotong-sepotog

- Kontak Psikis

:

- Kontak Fisik

: Ada,kurang adekuat

- Kontak Mata

: Ada,kurang adekuat

- Kontak Verbal

: Ada, kurang adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK) - Keadaan Afektif

: Afek sesuai, mood poikilotimik

- Hidup Emosi  Stabilitas

: Labil

 Dalam-dangkal

: Dalam

14

 Pengendalian

:Tidak terkendali

 Adekuat-Inadekuat

:Adekuat

 Echt-Unecht

:Echt



: Normal

Skala Diferensiasi

 Einfuhlung

: Bisa dirabarasakan

 Arus Emosi

: Cepat

- Keadaan dan Fungsi Intelek  Daya ingat (amnesia, dsb) : Paramnesia (+)  Daya Konsentrasi

: Mudah beralih

 Orientasi :

Tempat

: Baik

Waktu

: Baik

Personal : Baik  Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah :Tidak sesuai  Discriminative Judgement

:relative terganggu

 Discriminative Insight

:terganggu

 Dugaan taraf intelegensi

: IQ kurang rata-rata

 Kemunduran intelektual (demensia, dsb): b.d.d - Kelainan Sensasi dan Persepsi  Ilusi

: (-)

 Halusinasi

:(-)

- Keadaan Proses Berpikir  Psikomotilitas

:lambat

 Mutu proses berpikir : baik  Arus Pikiran •

Flight of ideas (-)



Terhalang (-)



Inkoherensi (-)



Terhambat (-)



Sirkumstansial (-)



Perseverasi (-)



Tangensial (-)



Verbigerasi(-)



Lain-lain: Asosiasi longgar (-)

15

- Isi Pikiran  Waham: (+)  Pola Sentral (-)

(-)  Rasa permusuhan/dendam (+) (-)

 Fobia (-)

 Perasaan berdosa/salah(-)

 Konfabulasi (+)

 Hipokondria (-)

 Perasaan inferior (-)

 Lain-lain (-)

 Kecurigaan (-)

(belum taraf waham)

- Pemilikan Pikiran  Obsesi(-)  Alienasi(-) - Bentuk Pikiran  Autistik (-)

 Paralogik(-)

 Simbolik(-)

 Lain-lain (-)

 Dereistik(-)

 Konkritisasi (-)

 Simetrik(-) - Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan  Abulia/Hipobulia(-)

 Lain-lain (-)

 Vagabondage (+)  Stupor(-)  Pyromania(-)  Raptus/Impulsivitas (+)  Mannerisme (-)  Kegaduhan Umum: (+)  Autisme (-)  Deviasi Seksual(-)  Logore (-)  Ekopraksi (-)  Mutisme(-) olalia (-)

16

a. Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt): ( tidak ada) b. Reality Testing Ability: RTA terganggu alam pikiran, perasaan dan perbuatan

V.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL -

AKSIS I

:F.07.8 Gangguan kepribadian dan prilaku organik lain akibat penyakit karena kerusakan dan disfungsi otak

- AKSIS II

:F.60.3 Gangguan Kepribadian Emosional tidak stabil

- AKSIS III

:G.40.3 Epilepsi dan sindrom epileptik idiopatik generalisata J.45

VI.

- AKSIS IV

:Tidak ada stressor

- AKSIS V

:GAF scale tertinggi 1 tahun terakhir

: 70-61

GAF scale saat MRS

: 60-51

GAF scale saat follow up

: 70-61

DIAGNOSIS DIFERENSIAL - Aksis II

VII.

Asma

: F70 Retardasi Mental

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Laboratorium (18 Februari 2014) Hb

: 13,6 g/dL

Leukosit

: 13.500/mm3

LED

: 1 mm/jam

Diff count

: 0/0/0/70/23/7

Hematokrit

: 42%

Trombosit

: 523.000/mm3

Eritrosit

: 5 juta/mm3



Psikotest : menunggu hasil, os tidak kooperatif.



EEG (22 Februari 2014) o Hasil rekaman EEG: Perekaman dalam keadan sadar tanpa premedikasi Irama dasar gelombang dpa: 8-13 spd, voltase rendah-sedang

17

Tampak gelombang tajam bervoltase tinggi di frontotemporal dan setrotemporal bilateral, oksitemporal kanan, yang timbul intermiten Pada HV/PS tampak perlambatan 5-6 spd di temporooksipital kiri, tampak fase reversal di F7, T6 o Kesan: Abnormal, dengan gambaran epileptiform

VIII.

TERAPI 

Psikofarmaka: o Clozapine 2x25mg o Carbamazepine 2x200mg o Obs kejang



Psikoterapi: Individual: 

Menjalin komunikasi interpersonal dengan pasien, sehingga menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain.



Membantu pasien dalam mempelajari kelebihan dan kelemahan diri.



Dapat memotivasi pasien untuk minum obat secara teratur.

Keluarga: 

Memotivasi keluarga untuk membawa pasien kontrol ke dokter secara teratur dan menciptakan suasana yang dapat membantu penyembuhan

Lingkungan: 

Tidak menjauhi pasien, membiarkan pasien berinteraksi dengan lingkungan sehingga membantu resosialisasi.

IX.

PROGNOSIS Dubia ad malam

18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) telah memperkenalkan kalimat “karena suatu kondisi medik umum” sebagai bagian dari pemecahannya untuk menghilangkan perbedaan yang telah berlangsung lama, tetapi keliru antara gangguan organik dan gangguan fungsional. Penilaian bahwa gangguan mental disebabkan gangguan medis umum dinyatakan klinis dengan menekankan data yang tersedia, berpikir bahwa gejala psikiatrik adalah bagian dari suatu sindrom yang disebabkan oleh kondisi medis non psikiatrik. EPILEPSI1 Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum di dalam populasi umum, mengenai kira-kira 1 persen populasi di Amerika Serikat. Bagi dokter psikiatrik masalah utama tentang epilepsi adalah pertimbangan suatu diagnosis epilepsi pada pasien psikiatri, pembedaan psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek psikologis dan kognitif dari obat antiepileptic yang sering digunakan.Dengan mengingat permasalahan yang pertama, 30 sampai 50 persen dari semua orang epilepti mempunyai kesulitan psikiatrik dalam suatu saat selama perjalanan penyakitnya.Gejala perilaku yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian; psikosis, kekerasan, dan depresi adalah gejaln yang lebih jarang dari suatu gangguan epileptik.

Definisi Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam fungsi serebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.Iktus atau peristiwa iktal dari kejang adalah kejang itu sendiri. Periode waktu non iktal dapat dikategorikan sebagai praiktal, pascaiktal,dan interiktal. Gejala yang ditemukan selama peristiwa iktal terutama ditentukan oleh tempat asal kejang di otak dan oleh pola penyebaran aktivitas kejang pada keseluruhan otak.Gejala interiktal dipengaruhi oleh peristiwa iktal dan factor neuropsikiatrik dan psikososial lainnya, seperti gangguan psikiatrik atau neurologis yang terjadi bersama-sama, adanya stressor psikososial, dan cirri kepribadian premorbid. 19

Klasifikasi Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak.Sistem klasifikasi untuk kejang. Dijalskan pada table berikut. Klasifikasi Internasional tentang Kejang Epilepsi I

Kejang Parsial (kejang yang dimulai setempat) A.

Kejang parsial dengan gejala elementer yang biasanya tanpa

gangguan kesadaran) 1. Dengan gejala motorik 2. Dengan gejala sensorik 3. Dengan gejala otonomik 4. Bentuk campuran B.

Kejang parsial dengan gejala kompleks (biasanya dengan

gangguan kesadaran; kejang lobus teporalis atau psikomotor) 1. Dengan gangguan kesadaran saja 2. Dengan gejala kognitif 3. Dengan gejala afektif 4. Dengan gejala psikosensorik 5. Dengan gejala sensorik (otomatisme) 6. Bentuk campuran C.

Kejang parsial sekunder umum.

II Kejang umum (simetris bilateral dan tanpa onset lokal) A

Absence (petit mal)

B

Mioklonus

C

Spasme infantile

D

Kejang klonik

E

Kejang tonik

F

Kejang tonik-klonik

G

Kejang atonik

H

Kejang akinetik

III Kejang unilateral IV Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan (karena data tidak lengkap)

20

Table diambil dari H. Gastaut: Clinical and electroenchepalographical classification of epileptic seizure. Epilepsia 11: 102,1970.

Kejang umum.Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran,

gerakan

tonik

klonik

umum

pada

tungkai,

menggigit

lidah,

dan

inkotinensia.Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari kejang adalah relatif langsung, keadaan pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan kognisi yang lambat dan bertahap kadang-kadang memberikan suatu dilema diagnostik bagi dokter psiktatrik di ruang gawat darurat.Periode pemulihan dan kejang tonik klonik umum terentang dari beberapa menit sampai

berjam-jam.Gambaran

klinis

adalah

delirium

yang

menghilang

secara

bertahap.Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dan obat antiepileptik. ABSENCES (Petit Mal).Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang petitmal.Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya mulai pada masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada pubertas. Kehilangan kesadaran singkat, selama mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal; tetapi, pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode. Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang (spike and wave) tiga kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat ditandai oleh episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan riwayat terjatuh atau pingsan.

21

Kejang parsial. Kejang parsial diklasifikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran) atau kompleks (dengan perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua pasien dengan kejang parsial mengalami kejang parsial kompleks; istilah lain yang digunakan untuk kejang parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang psikomotor, dan epilepsi limbik tetapi istilah tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat. Epilepsi parsial kompleks adalah bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang mengenai 3 dan 1.000 orang.

Gejala Gejala Praiktal. Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik (sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi). keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan elasi) dan secara klasik. automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah) Gejala Iktal. Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal.Walaupun beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang sesorang menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode epileptik Gejala kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua pasien. Penggunaan elektroda sfenoid atau temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan EEG.EEG normal multipel seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan demikian EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi parsial.kompleks- Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat membantu klinisi mendeteksi suatu fokus kejang pada beberapa pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah banyak kepekaan pada EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien. Gejala Interiktal. Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien epileptik adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi dengan asal lobus temporalis.Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual, suatu kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian, religiositas, dan pengalaman emosi yang melambung.Sindroma dalam bentuk 22

komplitnya relatif jarang, bahkan pada mereka dengan kejang parsial kompleks dengan asal lobus temporalis.Banyak pasien tidak mengalami perubahan kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari sindroma klasik. Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas; penyimpangan dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling sering, hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual dan dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang normal setelah pubertas, walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien. Untuk pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks setelah pubertas.perubahan dalam minat seksual mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan. Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien, yang kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar. Pendengar mungkin menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan berhasil untuk melepaskan diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam tulisan pasien, yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai.hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial kompleks. Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny peran serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada permasalahan global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti gejala prodromal skizofrenia dan dapat menyebabkan masalah diagnositik pada seorang remaja atau dewasa muda. Gejala psikotik.Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan lobus temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua pasien dengan apilepsi partial kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut adalah jenis kelamin wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.Onset gejala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik di dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham 23

paranoid.Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan yang sering ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik

paling

sering

merupakan

gejala

yang

melibatkan

konseptualisasi

dan

sirkumstansialitas, ketimbang gejala skizofrenik klasik berupa penghambatan (blocking) dan kekenduran (looseness). KEKERASAN. Kekerasan episodik merupakan masalah pada beberapa pasien dengan epilepsi khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis. Apakah kekerasan merupakan manifestasi dan kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi interiktal adalah tidak pasti. Sampai sekarang ini, sebagian besar data menunjukkan sangat jarangnya kekerasan sebagai suatu fenomena iktal. Hanya pada kasus yang jarang suatu kekerasan pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu sendiri. Gejala Gangguan Perasaan (Mood). Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi dibandingkan gejala mirip skizofrenia.Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung bersifat episodik dan terjadi paling sering jika fokus epileptik mengenai lobus temporalis dan hemisfer serebral non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan pada epilepsi mungkin diperlihatkan oleh meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan epilepsi.

Diagnosis Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip. Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala epileptiknya.timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian, atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala 24

psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu sendiri.Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG. Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi.empat karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan.

Pengobatan karbamazepin (tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu, klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.1

Gangguan Emosi dan Perilaku Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan normanorma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya. Heward dan Orlandy (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu: 1.

Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.

2.

Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalani hubungan dengan teman sebaya dan pendidik. 25

3.

Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal.

4.

Mudah terbaw suasana hati (labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.

5.

Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutanketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-permasalahan pribadi atau sekolah.

Simtom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu externalizing behaviour dan internalizing behaviour. Externalizing behaviour memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing behaviour mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah (Hallahan & Kauffman, 1988; Eggen & Kauchak, 1997). Lebih lanjut lagi, Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan tentang karakteristik anak dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai berikut: a.

Intelegensi dan Prestasi Belajar Beberapa ahli, seperti dikutip oleh Hallan dan Kauffman, 1988, menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan ini memiliki intelegensi di bawah normal (sekitar 90) dan beberapa di atas bright normal.

b.

Karakteristik Sosial dan Emosi, Agresif, acting-out behaviour (externalizing) Conduct disorder (gangguan perilaku) merupakan permasalahan yang paling sering ditunjukkan oleh anak dengan gangguan emosi atau perilaku. Perilaku-perilaku tersebut seperti; memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, menolak untuk menuruti perintah orang lain, menangis, merusak, vandalisme, memeras, yang apabila terjadi dengan frekuensi tinggi maka anak dapat diatakan mengalami gangguan. Anak normal lain mungkin juga melakukan perilakuperilaku tersebut tetapi tidak secara impulsif dan sesering anak dengan conduct disorder.

c.

Immature, withdrawl behaviour (internalizing) Anak dengan gangguan ini, menunjukkan perilaku immature (tidak matang atau kekanak-kanakan) dan menarik diri. Mereka mengalami keterasingan sosial, mempunyai beberapa orang teman, jarang bermain dengan anak seusianya, dan kurang memiliki keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-senang.

26

Gangguan Otak dan Emosi dan Perilaku Anak Sudah jelas, beberapa penyakit yang memengaruhi otak dapat mengubah emosi anak dan juga memengaruhi perilakunya Daftar penyakit-penyakit, metabolik, traumatik, infeksi, neoplasma yang dapat mempengaruhi otak dan fungisnya tidak terhitung; semuanya mungkin berkaitan dengan kaitan perilaku, beberapa mudah dikenali dan dimengerti tetapi yang lain, sebagai contoh: perilaku aneh seorang anak dengan tumor serebral mungkin terabaikan selama beberapa saat. Hubungan yang erat antara gangguan perilaku dengan sakit fisik tidak selalu jelas. Ada 3 cara bagimana penyakit-penyakiti otak dapat mempengaruhi keadaa psikologis anak. a. Efek-Efek Spesifik Kerusakan langsung pada otak dapat menyebabkan kehilangan kemampuan kognitif, sebagai contoh: kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi, atau perhitungan matematik atau pemecahan masalah. Masalah-masalah ini mungkin bersamaan dengan kehilangan daya ingat sementara atau untuk jangka panjang yang merupakan gambaran khas demensia. Halusinasi-halusinasi khususnya halusinasi suara atau gerak, sangat khas untuk disfungsi serebral. Perilaku pengulangan yang tidak biasa dan penyebutan bahasa lisan yang abnormal untuk tahap perkembangan anak, keduanya umumnya berkaitan dengan fungsi otak yang abnormal. Akhirnya, kesadaran yang apatis dan disorientasi, tempat, dan orang mungkin merupakan tandatanda paling jelas dari fungsi otak yang abnormal. b. Efek- Efek yang Tidak Spesifik Disfungsi otak dapat mengakibatkan ketidaknormalan emosi dan perilaku yang tidak spesifik dengan kerusakan otak dan dapat terjadi karena berbagai penyebab yang berbeda. Sebagai contoh: perilaku yang tidak malu-malu dapat diakibatkan karena kerusakan otak, tetapi hal tersebut dapat dikaitkan dengan kurang kesadaran sosial, atau tidak adekuatnya pelatihan sosial. Hal yang sama emosi yang labil umumnya dikaitkan dengan fungsi otak yang abnormal, tetapi juga khas untuk perkembangan kepribadian yang belum matang. Demikian juga perilaku ganjil dapat disebabkan berbagai penyebab yang berbeda, tetapi umumnya juga dikaitkan dengan suatu fungsi otak yang abnormal. c. Penyebab-Penyebab Sekunder Beberapa proses penyakit yang mengganggu fungsi otak yang menyebabkan kesulitan-kesulitan emosi, perilaku, dan kemampuan kognitif, mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan yang sekunder terhadap gejala-gejala tersebut di atas. Sebagai 27

contoh:

kehilangan

ingatan

dan

berkurangnya

kemampuan

kognitif

dapat

menyebabkan kegagalan akademik; emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan masalah hubungan antara manusia dan kesadaran apatis dan halusinasi dapat menyebabkan waham sekunder.

Biasanya disfungsi otak juga dikaitkan dengan masalah-masalah persepsi. Yang paling nyata adalah hal ketulian dan kebutaan, tetapi seringkali gangguan persepsi amat halus, seperti orientasi ruang, persepsi diri sendiri, dan kesadaran hubungan sosial.

Epilepsi berhubungan dengan aktivitas lepas tak terkendali dari otak yang menimbulkan kejang. Kejang lobus temporalis dapat terjadi dengan kesadaran yang apatis, bingung, pola perilaku motorik otomatis, dan ledakan amarah atau ledakan yang mengerikan. Epilepsi bentuk apapun berkaitan dengan insidens perilaku. Ini mungkin berhubungan dengan disfungsi otak atau terhadap obat-obat yang digunakan untuk mengendalikan gerakan-gerakan tak terkendali atau terhadap cacat sosial anak dalam hubungannya dengan sesamanya atau dengan lingkungannya. Epilepsi lobus temporalis amat berkaitan dengan gangguan psikiatri, dengan prevalensi sekitar 70%.

Retardasi Mental Definisi Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak).Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3 Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4 Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi 28

intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social dan praktis. Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2

Etiologi a.

Kelainan Kromosom 

Sindrom Down Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam.1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relatif mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.1

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down 

Sindrom Fragile X

29

Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1 Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan sampai berat.Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.1 

Sindrom Prader-Willi Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadic.Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000.Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak–anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang.1

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi 

Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome) Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5.Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang

letaknya

rendah,

fisura

palpebra

oblik,

hipertelorisme,

dan

30

mikrognatia.Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia.1



Kelainan kromosom lain Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down.1

b.

Faktor Genetik Lain Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima

kehamilan

selanjutnya.

Defek

metabolisme

dasar

pada

PKU

adalah

ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut. Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal.Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.1

31

Gambar 3. Phenylketouria

c.

Faktor Prenatal Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu mengandung.Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak.Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi mental.Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.

d.

Faktor Perinatal Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya.Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan

32

kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intrakranial.1

e.

Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu.Secara retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1 

Infeksi Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis.



Trauma kepala Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.



Masalah lain Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi.Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam.Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak

f.

Faktor Lingkungan dan Sosiokultural Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak.3 TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut. Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara potensial patogenik.

33

Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk.Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi.Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi.Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya. Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi mental.1

2.1 Diagnosis Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari – hari.Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya.Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu 34

hendaya atau ketrampilan khusus.Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya. Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut: 1.

Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual.

2.

Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumahtangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan

3.

Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :4

317 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70 318 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55 318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40 318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25 Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan : IQ = MA/CA x 100% MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.1 a.

Riwayat Penyakit Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran.Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga 35

dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.1 b.

Wawancara Psikiatrik Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit.Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersamasama.Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah. Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan mereka

mungkin

mengalami

kecemasan

sebelum

menjumpai

pewawancara.

Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien. Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya

distraktibilitas

dan

distorsi

dalam

persepsi

dan

daya

ingat

harus

diperiksa.Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat.Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati.Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai.Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui. Pada

umumnya

pemeriksaan

psikiatrik

pasien

yang

teretardasi

harus

mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan.Dalam hal kegagalan

atau

regresi,

juga

dapat

mengembangkan

sifat

kepribadian

yang

memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan. 1 c.

Pemeriksaan Fisik Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah 36

hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1 d.

Pemeriksaan Neurologis Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual.Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan.Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh. Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot (spastisitas

atau

hipotonia),

refleks

(hiperefleksia),

dan

gerakan

involunter

(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.1 e.

Tes Laboratorium Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik.Penentuan kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom. Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun. Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama.Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1

f.

Pemeriksaan Psikologis Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental.Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk 37

menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.1

Klasifikasi Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :4 F70 Retardasi Mental Ringan Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 – 69 menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa.Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari – hari.Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri. F71 Retardasi Mental Sedang IQ biasanya berada dalam rentang 35-49.Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuospasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang.Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan.Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim

38

ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri. F72 Retardasi Mental Berat IQ biasanya berada dalam rentang 20-34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal : -

Gambaranklinis

-

Terdapatnyaetiologiorganik

-

Kondisi yang menyertainya

-

Tingkat prestasi yang rendah

-

Kebanyakanpenyandangretardasi mencolokataudefisit

mental lain

beratmenderitagangguanmotorik yang

menunjukkanadanyakerusakanataupenyimpanganperkembangan

yang

menyertainya, yang

bermaknasecaraklinisdarisusunansarafpusat.

F73 Retardasi Mental Sangat Berat IQ biasanya dibawah 20.Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.Keterampilan visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak. F78 Retardasi Mental Lainnya Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan

39

sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu. F79 Retardasi Mental YTT Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

Penatalaksanaan Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1 a.

Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :  Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi mental.  Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.  Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.  Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi mental.Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.

b.

Pencegahan Sekunder dan Tersier Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier). Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian hormone. Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik.Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki 40

anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak. 1) Pendidikan untuk anak Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran.Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup.Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung. 2) Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna. Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien.Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong. Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap. 3) Pendidikan keluarga Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.

41

Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik). 4) Intervensi farmakologis Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi mental.Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental:  Agresi dan perilaku melukai diri sendiri o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri. o Antagonis

narkotik

seperti

naltrexone

(Trexan)

telah

dilaporkan

menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri sendiri. o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.  Gerakan motorik stereotipik Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.  Perilaku kemarahan eksplosif

42

Penhambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi mental dan gangguan autistik.Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur.  Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam

kemampuan

mempertahankan

perhatian

dan

menyelesaikan

tugas.Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.

43

BAB IV ANALISIS KASUS Seorang anak laki-laki, berusia 14 tahun, datang ke IGD RS Erba dengan sebab utama sering mengamuk dan memukuli anggota keluarganya. Berdasarkan hasil alloanamnesis, autoanamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan status psikatrikus, kami menegakkan diagnosis aksis I anak ini adalah F07.8, yaitu Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak lainnya. Berdasarkan PPDGJ- III, Perubahan kepribadian dan perilaku bisa merupakan sisa atau bersama gangguan yang sedang berjangkit dari penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak. Dalam beberapa hal, perbedaan manifestasi dari sindrom kepribadian dan perilaku sebagai akibat atau gejala penyerta mengarahkan dugaan kita pada tipe dan/atau lokasi dari masalah intraserebral, tetapi keandalan dari kesimpulan diagnostik cara ini jangan terlalu dibesarkan. Jadi etiologi yang mendasari harus selalu dicari dengan berbagai cara yang bebas dan bila ditemukan supaya dicatat. Perubahan kepribadian dan perilaku akibat sisa atau bersama gangguan yang sedang berjangkit dari penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak tersebut digolongkan ke dalam F07, yaitu Gangguan Kepribadian dan Perilaku Akibat Penyakit, Kerusakan dan Disfungsi Otak. Sub-tipe dari kelompok ini adalah F07.0 Gangguan kepribadian organic, F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis, F07.2 Sindrom pasca-kontusio, F07.8 Gangguan Kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya, F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak YTT. Mengenai F07.8, Penyakit, kerusakan dan disfungsi otak dapat menimbulkan aneka gangguan kognitif, emosional, kepribadian dan perilaku, dan tidak semua dapat diklasifikasikan dalam rubrik terdahulu. Namun demikian, karena status nosologis dari sindrom tentative pada bidang ini tidak jelas, mereka harus diberi kode sebagai “lainnya”. Yang dimasukkan dalam kode ini: (a) Setiap sindrom tertentu dan terduga dari perubahan kepribadian dan perilaku akibat kerusakan, penyakit, atau disfungsi otak, di luar yang telah dicantumkan pada F07.0-F07.2; dan (b) kondisi dengan taraf hendaya kognitif ringan yang belum sampai demensia pada gangguan jiwa progresif seperti penyakit Alzheimer, Parkinson,dsb. Diagnosis harus diubah bila kriteria untuk demensia terpenuhi. Pasien ini kami diagnosis F07.8 karena seperti yang telah disebutkan, perubahan kepribadian dan perilakunya tidak memenuhi kriteria yang dicantumkan pada F07.0- F07.2, serta pada pasien terdapat kondisi hendaya kognitif ringan yang belum sampai demensia sehingga diagnosis tidak perlu diubah. Kondisi medik umum 44

yang kami yakini mempengaruhi perubahan kepribadian dan perilaku pasien adalah Epilepsi. Dari alloanamnesis diperoleh bahwa pasien memang sering kejang sebentar-sebentar tanpa disertai demam pada masa kecilnya, namun karena sesudah kejang pasien sadar dan tampak baik-baik saja maka pasien tidak pernah dibawa berobat. Untuk memastikan adanya kelainan organik pada pasien maka pasien disarankan menjalani pemeriksaan EEG, dari pemeriksaan EEG didapatkan kesan abnormal dengan gambaran epileptiform. Epilepsi berhubungan dengan aktivitas lepas tak terkendali dari otak yang menimbulkan kejang. Kejang lobus temporalis dapat terjadi dengan kesadaran yang apatis, bingung, pola perilaku motorik otomatis, dan ledakan amarah atau ledakan yang mengerikan. Epilepsi bentuk apapun berkaitan dengan insidens perilaku. Ini mungkin berhubungan dengan disfungsi otak atau terhadap obat-obat yang digunakan untuk mengendalikan gerakangerakan tak terkendali atau terhadap cacat sosial anak dalam hubungannya dengan sesamanya atau dengan lingkungannya. Epilepsi lobus temporalis amat berkaitan dengan gangguan psikiatri, dengan prevalensi sekitar 70%. Pada pasien ditemukan ekspresi wajah yang sering bingung, perilaku motorik yang otomatis seperti awalnya tenang kemudian tiba-tiba memukuli ibunya atau mengedor-gedor pintu apabila keinginannya belum terpenuhi. Pasien juga sering mengamuk sehingga meresahkan orang sekitarnya. Diagnosis aksis II pasien ini adalah F 60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tidak Stabil. Suatu gangguan kepribadian di mana terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsive tanpa mempertimbangkan konsekuensi, bersamaan dengan ketidastabilan afek. Kemampuan merencanakan sesuatu mungkin minimal dan ledaan kemarahan yang hebat sering kali dapat menjurus kepada kekerasan atau “ledakan perilaku”; hal ini mudah ditimbulkan jika kegiatan impulsif dikritik atau dihalangi oleh orang lain. Dua varian dari gangguan kepribadian ini telah ditentukan dan keduanya mempunyai persamaan motif umum berupa impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri. Kedua ciri ini terdapat pada pasien. Didapat pula informasi bahwa kepribadian pemarah dan sering tiba-tiba mengamuk ini dialami pasien sejak kecil, hanya saja karena akhir-akhir ini pasien semakin sering mengamuk dan memukuli ibunya maka pasien akhirnya dibawa berobat ke RS Erba. Dengan demikian kami simpulkan bahwa pasien memang telah memiliki gangguan kepribadian, yaitu gangguan kepribadian emosinal tidak stabil. Untuk diagnosis Retardasi Mental pada pasien ini belum dapat kami tegakkan karena pasien belum menjalani psikotest. Oleh karena itu, untuk mengetahui IQ pasien guna menegakkan serta mengklasifikasikan diagnosisi aksis II Retardasi Mental, kami sarankan pasien untuk menjalani psikotest. 45

Terapi farmakologis pada pasien ini adalah Clozapine 2x25mg dan Carbamazepine 2x200mg. Clozapine merupakan salah satu obat anti-psikotik atipikal yang tidak menimbukan efek ekstrapiramidal serta mempunyai kemampuan untuk memperbaiki fungsi kognitif sehingga sesuai apabila digunakan pada pasien ini, mempertimbangkan usianya yang masih tergolong remaja. Carbamazepine sendiri digunakan untuk penatalaksanaan epilepsinya. Terapi non-farmakologis tentunya juga sangat penting, yaitu terapi individual, keluarga, dan lingkungan untuk membantu proses penyembuhan anak dan agar anak tetap dapat bersosialisasi dengan lingkungannya kelak.

46

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010 2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010 3. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003 4. Hull David, Derek I. Johnson: Dasar-Dasar Pediatrik Edisi ke-3, EGC, Jakarta, 2008. 5. Isfandari S., Suhardi: Gejala Gangguan Mental Emosional pada Anak, Bul. Penelit. Kesehatan 25 (3&4), Jakarta, 1997. 6. Mahabbati A.: Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Khusus Vol.2 No.2, 2006

47

Related Documents

Epilepsi
March 2021 0
Askep Epilepsi
March 2021 0
Lp Epilepsi
January 2021 1
Ppt Epilepsi
February 2021 2
Askep Epilepsi
January 2021 0

More Documents from "Hari Susanto"