Case Report Ayu- Edited.doc

  • Uploaded by: Rima Saputri
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Report Ayu- Edited.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,712
  • Pages: 23
Loading documents preview...
Case Report Atresia Ani

Oleh : AYU WARMA 1508434450

Pembimbing : Dr. dr. Dewi A. Wisnumurti, SpA(K), IBCLC

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU 2016

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelaian yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan. Meskipun angka ini masih tergolong rendah, namun kelainan ini mengakibatkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. 1 Atresia ani atau anus imperforata adalah kelainan kongenital pada anus tidak terbentuk secara sempurna dengan atau tanpa fistula.2,3 Insidens kelainan ini didapatkan pada 1 dari 4000 sampai 5000 kelahiran hidup.3 insidens malformasi anorektal di Eropa berkisar 1,14 sampai 5,96 per 10.000 orang. Angka kejadian kasus malforasi anorektal di RSUD Arifin Achmad periode 2007-2009 sebanyak 93 kasus, diperkirakan terdapat 34 kasus setiap tahunnya.4 Malformasi anorektal dapat ditemukan pada laki- laki dan perempuan. Pada banyak penelitian dilaporkan atresia ani lebih banyak pada laki- laki disbanding perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan di RS Sardjito oleh Pratomo tahun 1998-2002 melaporkan perbandingan angka kejadian malformasi anorektal laki- laki dan perempuan adalah 21:19. 5 Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad oleh Kurniawan menunjukan bahwa angka kejadian malformasi anorektal pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 23:14.4 Pada laki-laki, insidens tertinggi yang didapatkan adalah atresia ani dengan fistula rektouretra. Sementara pada perempuan paling banyak didapatkan atresia ani dengan fistula rektovestibular.2 Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogenital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.3

Sekitar 60% kasus kelainan atresia ani didapatkan juga kelainan- kelainan bawaan pada sistem tubuh lain. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul secara bersamaan biasanya dikenal dengan istilah VACTERL (Vertebra, Anal, Cardiac, Tracheooesophageal, Renal and Limb anomalies).4 Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung dari klasifikasinya dan derajat kelainannya. Pada malformasi anorektal letak tinggi atau intermediat dilakukan kolostomi terlebih dahulu yang bertujuan untuk dekompresi dan diversi. Pada tahap berikutnya dilakukan operasi definitif. Sedangkan malformasi anorektal letak rendah dapat lansung dilakukan anoplasti tanpa kolostomi. Pena dan De Vries memperkenalkan metode operasi definitive dengan pendekatan PSARP (Posterosagital anorectoplasty) yang saat ini paling banyak dipakai. Penelitian yang dilakukan oleh Odih T pada tahun 1995-2005 dengan total sampel sebanyak 114 pasien malformasi anorektal yang telah dilakukan operasi PSARP dengan tutup kolostomi di RS Sardjito, didapatkan penatalaksanaan malformasi 73% baik dan 27% cukup baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Atresia Ani Malformasi anorektal adalah salah satu kelainan kongenital berupa anus imperforata atau atresia ani dan kloaka persisten. Atresia ani kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis dan traktus digestivus tidak terjadi. 6,7,8 2.2 Embriologi Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada minggu keempat usia embrio yang diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan bagien dari endoderm yang dilapisi oleh yolk. Primitive gut dibatasi pada pars cranial oleh membrane orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka. Bagian bagian dari primitive gut dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan membentuk esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu serta pankreas. Midgut membentuk sepertiga distal duodenum hingga 2/3 transversum. Sementara hindgut membentuk kolon desenden hingga 2/3 proksimal kanalis anal. Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra. Dalam prosesnya, terminal dari hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk kanal anorektal, sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan membentuk sinus urogenital. Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal yang merupakan derivat dari mesoderm yang berasal dari alantois. Pada usia fetus di akhir minggu ke-7, membrane kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di posterior dan sinus urogenital di anterior. Sementara ujung dari septum urorektal akan membentuk perineal body. Pada akhir minggu ke-9, proliferasi ectoderm akan membentuk sepertiga distal dari kanal anal.6

Proses pembentukan anorektal tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Pembentukan anorektal Dikutip dari Sadler TW9 2.3 Anatomi Intestinum crassum atau usus besar dimulai dari Valvula ileocolica yang merupakan akhir dari ileum hingga ke anus, yang terdiri atas sekum, kolon, dan rectum. 2.3.1. Rektum Secara anatomi rectum berawal dindepan vertebrae sakralis ketiga sebagai lanjutan dari kolon sigmoideum, mengikuti lengkung os sacrum dan os coccygeus dengan panjang rectum sekitar 13 cm. rectum berasal dari intertinum crassum, terletak di retroperitoneal. Secara fungsional rectum dibagi menjadi ampula rekti dan sfingter ani. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingo oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra ani. 2.3.2 Kanalis analis Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm. Panjang kanalis analis kurang lebih 4 cm, berjalan ke bawah dan ke belakang dari traktus grastointestinal pada manusia dan bagian bawahnya terdapat lubang yang terletak di bagian

tengah yaitu anus. Duapertiga bagian atas kanalis analis merupakan bagian dari hindgut sedangkan sepertiga bagian bawah merupakan lanjutan dari anal pit. 2.4 Fisiologi dan fungsi anorektal Rectum dan kanalis analis sebenarnya tidak berperan dalam proses pencernaan makanan, akan tetapi jika massa feses yang cukup banyak didorong kearah rectum, secara normal hasrat defekasi akan timbul karena refleks kontraksi dari rectum dan relaksasi dari otot sfingter ani eksterna dan interna. Anorektal memiliki beberapa fungsi yaitu motilitas kolon, fungsi kontinensia dan defekasi. Fungsi- fungsi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan jika terjadi ketidakseimbangan dari fungsi-fungsi tersebut, maka akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing- masing fungsi. 2.4.1 Motilitas kolom Gerakan kolon mencakup kontraksi segmentasi dan gelombang peristaltic seperti yang terjadi pada usus halus. Kontraksi segmentasi mencampur isi kolon dan dengan terpajan isi kolon lebih banyak ke mukosa kolon maka penyerapan meningkat. Gelombang peristaltic mendorong isi kolon ke rrektum. Kontraksi jenis ketiga yang terjadi hanya di kolon adalah kontraksi kerja massa. Disini terjadi kontraksi simutan otot polos di daerah- daerah penyatuan yang luas. Kontraksi inimendorong isi kolon ke rectum dan peregangan rectum kemudian mencetuskan defekasi.11 2.4.2Defekasi Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rectum dan keinginan buang air besar. Kegiatan defekasi mengakibatkan peregangan awal pada dinding rectum yang menimbulkan sinyal-sinyal aferan yang meyebar melalui pleksus meinsererikus untuk menimbulkan gelombang peristalik di dalam kolon asenden , kolon sigmoideum, rectum dan kanalis analis. Pada manusia, persaraftan simpatis ke sfingter ani internus (involunteer) bersifat eksitatorik, sedangkan persarafan parasimpatis bersifat

inhibitorik. Sfingter ani melemas sewaktu rectum teregang. Persarafan ke sfingter ani eksternus dating dari nervus pudendus. Sfingter dipertahankan dalam keadaan kontraksi tonik dan peregangan rectum memperkuat kontraksinya. Keinginan defekasi muncul pertama kali pada saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 55 mmHg, sfingter ani internus maupun eksternus melemas da nisi rectum terdorong keluar melalui kanalis analis. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi dimulai secara volunteer melemaskan sfingter ekstenus dan mengkontraksikan otot dinding anterior abdomen (mengejan) yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi untuk mendorong isi feses turun sehingga membantu refleks pengosongan rectum setelah feses keluar terjadi penutupan yang cepat yaitu kembalinya otot dasar pelvis, sudut anorektal dan tonus sfingter ke posisi semula. Defekasi adalah suatu refleks spinal yang sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap erkontraksi atau dibantu dengan melemaskan sfingter dan mengkontraksikan otot0otot abdomen. Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakkan massa di kolon yang mencetuskan kontraksi rectum dan sering menimbulkan keinginan berdefekasi. Respon ini disebut refleks gastrokolon yang diperantarai oleh gastrin dari lambung ke kolon dan tidak di perantarai oleh saraf, refleks gastrokolon ini menyebabkan defekasi setelah makan sering terjadi pada anakanak,. Pada bayi perkembangan fungsi dan struktur anorektal bertambah sesuai umur. Defekasi pada bayi lahir bersifat otonom dan diawali dengan keluarnya mekoneum. Mekoneum adalah tinja yang bewarna hitam, kental dan lengket yang merupakan sekresi kelenjar intestinal dan cairan amnion. Pada keadaan normal, mekoneum akan keluar pada 3648 jam pertama setelah lahir. Pemindahan feses daro kolon sigmoideum ke rectum kadang dicetuskan juga oleh ransangan makanan terutama pada bayi. Proses defekasi pada bayi baru lahir yang bersifat otonom ini akan dapat diatur seiring dengan berkembangnya maturitas.11

2.5 Etiologi Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa atresia ani di sebabkan oleh: 1. abnormalitas perkembangan embriologis perkembangan embriologi yang tidak sempurna pada anus, rectum, dan traktus urogenitalis, dimana membrane kloaka tidak dapat membagi dengan sempurna menjadi urogenital dan anorektal. 2. Genetic  Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Pada orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen karier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi karier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25-30% dari bayi yang mempunyai abnormalitas kromosom.  Resiko pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yaitu 1 dalam 100 kelahiran. Resiko ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan insidens umum yaitu 1 dari 4000-5000 kelahira.  Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Downs syndrome) dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.. 2. 4 Patofisiologi Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 710 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam

agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. 6 Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada lakilaki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis). 3

2.3 Klasifikasi Atresia Ani A.

Menurut Ladd dan Gross anorektal malformation dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:4 a. Tipe I: saluran anus dan rectum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat b. Tipe II: terdapat suatu membrane tipis yang menutupi anus karena menetapnya membrane anus c. Tipe III: Tipe ini adalah tipe yang paling sering ditemukan. Dimana anus tidak terbentuk dan rectum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). d. Tipe IV: saluran anus dan rectum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah.

B. Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut:6

a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus). b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani. c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.

Gambar 2. Anus imperforate letak tinggi dan rendah Dikutip dari: Sjamsuhidajat R4 B.

Menurut Wingspread klasifikasi anorektal malformation adalah sebagi berikut: 7

Tabel 2.1 Klasifikasi Anorektal Malformation berdasarkan Wingspread. Kelompok I

Laki-laki :Fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada, invertogram:udara >1 cm dari kulit

Kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6 bulan

Perempuan :Kloaka, fistel vagina, fistel anovestibular/ rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada, invertogram:udara >1 cm dari kulit

Kolostomi neonatus

Kelompok II

Laki-laki :Fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada, invertogram:udara <1 cm dari kulit Perempuan :Fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada, invertogram:udara <1 cm dari kulit

Operasi langsung pada neonatus

Operasi neonatus

Gambar 3. Malformasi rektal pada laki- laki. dikutip dari : Joelsson MO.3

Gambar 4. Malformasin rektal pada perempuan. dikutip dari : Joelsson MO.3

2.4 Manifestasi Klinik

langsung

pada

Sebagian besar bayi diketahui mengalami kelainan atresia ani saat pemeriksaan pertama setelah bayi lahir. Pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya lubang pada anus yang ditandai dengan kegagalan mengeluarkan mekonium atau dapat ditemukan mekonium di daerah perineum, vagina, dan uretra. Pada bayi baru lahir tidak dapat dilakukan pengukuran suhu secara rectal. Distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Muntah pada bayi umur 24- 48 jam.3 Pada Sekitar 60% kasus kelainan atresia ani didapatkan juga kelainan- kelainan bawaan pada sistem tubuh lain. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul secara bersamaan. VATER (Vertebra, Anal, Tracheooesophageal, Renal anomalies) dan VACTERL (Vertebra, Anal, Cardiac, Tracheooesophageal, Renal and Limb anomalies). Kelainan vertebra dijumpai pada setengah dari angka kejadian atresia ani.4

2.5 Diagnosis Penetapan diagnosis untuk atresia ani secara klinis tidak sukar, kelainan bentuk anorektum sering dapat ditegakan melalui inspeksi secara cermat di daerah perineum. Lalu pastikan apakah ada fistula atau tidak. Untuk mengetahui keberadaan dan lokasi dari fistul cutaneous, bayi diawasi selam 24-48 jam. Pada bayi dengan atresia ani letak tinggi bayi akan lebih cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir. Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk menetapkan diagnosis atresia ani antara lain adalah kolonogram distal, radiografi invertogram.8 Anamnesis secara alloanamnesis dan dilihat manifestasi klinis yang terjadi dalam 2448 jam setelah lahir. Pada bayi dengan atresia ani letak tinggi bayi akan lebih cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir, muntah dan tidak ada defekasi mekoneum atau mekoneum akan keluar pada fistula sebagai sebagai pengganti anus. Pada pemeriksaan fisik kelainan bentuk anorektum sering dapat ditegakkan melalui inspeksi secara cermat di daerah perineum. Lalu dipastikan apakah ada fistula atau tidak. Untuk

mengetahui keberadaan lokasi dari fistula cutaneous. Biasanya saat dilakukan pemeriksaan thermometer tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah ada malformasi anorektal atau tidak. Jika terdapat kelainan pada anus bayi maka thermometer akan tertahan oleh jaringan. Namun. Setelah thermometer dimasukkan dan anus terlihat normal, kemungkinan terdapat obstruksi yang lebih tinggi dari perineum maka manifestasi klinis yang muncul berupa distensi abdomen, muntah bewarna hijau dan mekoneum yang keluar melalui uretra dan vagina. 8,10 pada bayi laki-laki apabila mekoneum tidak terlihat pada garis tengah anus setelah lahir, maka selama 12 jam atau lebih dilakukan inspeksi pada perineum untuk melihat ada atau tidaknya fistula di perineum dan untuk melihat apakah mekoneum muncul pada perineum atau tidak. Selama waktu pemeriksaan itu, kasa ditempatkan di penis sehingga dapat diperiksa apakah urinenya bercampur mekoneum atau tidak. Normalnya mekoneum tidak bercampur dengan urin dan mekoneum tidak terdapat pada [erineum. Namun jika terdapat mekoneum dalam urin maka ditegakkan diagnosis adanya fistula rektouretra atau fistula rektovesika, tetapi jika tidak terdapat mekoneum dalam urin atau perineum dilakukan pemeriksaan radiologis. Selain itu cara membedakannya juga dapat menggunakan kateter. Jika setelah dipasang kateter di dapatkan urin jernih, maka terdapat retrouretra karena fistula tertutup kateter. Bila terdapat urin bercampur mekoneum maka terdapat fistula rekrovesika. Pada bayi perempuan dapat dilakukan penelusuran dari lubang di perineum kearah vestibulum. Mekoneum biasanya tidak terlihat pada perineum bayi dengan fistula rektovestibular hingga 16-24 jam. Pemeriksaan diagnostk yang dilakukan untuk menetapkan diagnosis malformasi anorektal adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. Pemeriksaan ini disebut invetogram. Invetogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak bagian distal rectum terhadap tanda logam yang

ditempel pada perineum dan selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada pada distal rectum ke tanda logam yang ditempelkan pada perineum untuk mengetahui letak malformasi anorektal. Kelainan letak rendah bila jarak akhiran rectum dan kulit kurang dari 1 cm, sedangkan malformasi anorektal letak tinggi bila jarak lebih dari 1 cm. 2.6 Tatalaksana Tatalaksana anorektal malformation pada laki- laki dan perempuan tertera pada gambar di bawah:

Gambar 5. Tatalaksana anorektal malformation pada bayi laki- laki. Dikutip dari Levitt MA.9

Gambar 5. Tatalaksana anorektal malformation pada bayi perempuan. Dikutip dari Levitt MA.9 BAB III

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama

: By. M

RM

: 920194

Umur

: 1 hari

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Alamat

: Jl. Kelapa Sawit Gg Ikhwan No.12A - Pekanbaru

Tgl. Masuk

: 02 April 2016

Tgl. Periksa

: 03 April 2016

ANAMNESIS Keluhan utama :Pasien usia 1 jam pindahan dari VK Camar, masuk instalasi perawatan neonatus dengan masalah utama tidak ada lubang anus (Atresia ani). Riwayat Penyakit Sekarang Pasien lahir pada tanggal 2 April 2016 Jam 02.15 WIB di VK Camar RSUD AA secara spontan, nilai APGAR 8/9. Keadaan setelah lahir menangis kuat, tonus baik, tidak ditemukan adanya sianosis, retraksi dan sesak, akral hangat. Sisa ketuban jernih. Pada saat itu neonatus diberikan pemberian vitamin K dan salap mata. IMD dilakukan. Keadaan saat masuk Instalasi Perawatan Neonatus BAB (-), BAK (-), muntah (-), kembung (-), kuning (-), kejang (-), sesak (-), sianosis (-). Riwayat Kehamilan Ibu G3P2A0H2 usia 36 tahun. Kontrol kehamilan ke bidan sebanyak 5 kali. Selama hamil tidak pernah mengalami keputihan berwarna putih, kental, berbau, dan gatal. Selama hamil pasien tidak pernah demam, Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus selama hamil disangkal. Minum obat-obatan selama kehamian hanya vitamin yang diberikan dokter. Konsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan disangkal. Ibu makan teratur 2-3 kali sehari dengan satu porsi nasi sekitar 4-5 sendok nasi, lauk berganti tiap hari seperti ikan, telur,daging dan ayam. Jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Minum susu rutin 2 kali sehari selama hamil.

Riwayat Persalinan

Ibu masuk via VK Camar RSUD AA pada tanggal 2 April dengan keluhan perut dirasakan semakin sering mules-mules dan kuat. Ibu melahirkan neonatus secara spontan. Riwayat Peyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti neonatus, Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi disangkal. Ayah dan ibu tidak perokok, tidak ada riwayat konsumsi alkohol. Riwayat orang tua -

Ayah Ibu

: wiraswasta : PNS

PEMERIKSAAN FISIK Kesan umum : tampak kulit kemerahan, postur tonus baik, gerakan aktif, menangis kuat, akral hangat. Kesadaran : alert Tanda tanda vital -

Tekanan darah : Suhu : 36,0 C Nadi : 140 x/menit Nafas : 40 x/menit

status Pertumbuhan -

BBL BBM PB LK LD LP LILA

: 3410 gram : 3410 gram : 40 cm : 33 cm : 35 cm : 36 cm : 12 cm

Kulit : tampak kulit kemerahan SSP : warna kulit merah, gerakan aktif, aktifitas bayi bangun, kesadaran alert, ukuran pupil 2mm/2mm, dan reaksi terhadap cahaya normal, tidak ada kejang. Kepala : fontanela datar, sutura normal Telinga : tidak ada low set ear Hidung : tidak ada deviasi, batang hidung rata Mulut : Mulut tidak didapatkan sianosis sentral, mukosa mulut lembab. Dada : -

Sistem respiratorius : frekuensi nafas 40x/menit, menangis kuat, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada retraksi

-

Sistem kardiovaskular : denyut jantung 140 x/menit, bunyi jantung regular, murmur dan gallop tidak ada, CRT <2 detik

Sistem gastrointestinal : warna dinding abdomen merah, LP 37 cm, tidak ada massa, tidak ada organomegali, bising usus normal, tali pusat sudah terlepas, anus tidak ada. Genitalia : bentuk nolmal, tidak ada kelainan kongenital, jenis kelamin laki-laki Ekstremitas : simetris, tidak ada CTEV, gerakan sendi normal, tidak ada spina bifida, tidak ada polidaktili, kulit kemerahan, tidak ada kelainan congenital. Pemeriksaan Laboratorium 04 April 2016 Hb : 20,1 Ht : 60,7 Leu : 44.800 Trom : 463.000 Na+ : 136 K+ : 4,1 Ca++ : 0.18 CT : 3’ 30’ BT : 1’ 30’

Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis Kerja Atresia Ani letak tinggi Terapi -

Rawat instalasi perawatan neonatus Jaga kehangatan kolostomi

Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB IV PEMBAHASAN

Neonatus pada laporan kasus ini merupakan neonatus dengan kelainan kongenital yang melibatkan organ anorektal berupa tidak adanya lubang anus sehingga neonatus ini didiagnosis atresia ani letak tinggi. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan embrio. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga celah bibir dapat terjadi terpisah dari celah palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dalam derajat keparahannya bergantung pada luas celah yang dapat bervariasi mulai dari linger alveolar (alveolar ridge) sampai ke bagian akhir dari palatum lunak.22 Pasien merupakan anak lelaki, saat ini berusia 4 tahun. Dari anamnesis didapat keluhan, pasien sejak lahir tidak buang air besar melalui anus. Dengan demikian, pasien mengalami kelainan congenital yang terkait dengan perkembangan pada hindgut selama embriogenesis yakni tidak terbentuknya anus. Distensi abdomen tidak ada, muntah tidak ada. Berdasarkan teori. Pada bayi baru lahir yang tidak memiliki anus dan tanpa fistula maka distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Muntah pada bayi umur 2448 jam.3 Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi tidak memiliki anus, namun di temukan meconium yang keluar dari lubang uretra. Berdasarkan data epidemiologi atresia ani p ada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis). 3

Kelainan kongenital lainya seperti VATER tidak di temukan pada bayi ini. Biasanya Pada Sekitar 60% kasus kelainan atresia ani didapatkan juga kelainan- kelainan bawaan pada sistem tubuh lain. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul secara bersamaan. VATER (Vertebra, Anal, Tracheooesophageal, Renal anomalies) dan VACTERL (Vertebra, Anal, Cardiac, Tracheooesophageal, Renal and Limb anomalies). Kelainan vertebra dijumpai pada setengah dari angka kejadian atresia ani.4

Berdasarkan teori untuk mengetahui jenis atresia ani retrovesika atau retrouretralis pada pasien di pasangkan kateter. Jika retrouretra maka akan keluar urin yang jernih tanpa meconium, sedangkan pada rertovesika akan terlihat urin bercampur dengan meconium. 9,10 namun, pada bayi ini tidak di lakukan pemasangan kateter hanya di lakukan inventrogram. Berdasarkan hasil invertogram di dapatkan jarak udara invertogram:udara >1 cm dari kulit yang menandakan bahwa atresia ani termasuk letak tinggi. Sehingga menurut Wingspread klasifikasi anorektal malformation pada bayi ini adalah atresia ani kelompok satu yang seharusnya dilakukan kolostomi neonatus.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kosim S, dkk. Buku Ajar Neonatologi cetakan pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2008. p 41- 51 2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15 vol. 1.Jakarta: EGC; 2000. 3. Joelsson MO. Children With High And Intermediate Imperforate Anus.Karolinska Institut. Stockholm: 2005. p 12-3 4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2010; hlm 788-98 5. Dorland WA. Kamus Kedokteran edisi 29. Jakarta: EGC; 2002. hlm 133 6. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. Edisi ke-7. Lippincott Williams and Wilkins Inc. 2000. hlm 243-70

7. Faradilla N, Damanik R, Rita MW. Anestesi pada tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada kasus malformasi anorektal. Pekanbaru; 2009. p 1-23 8. Levitt MA, Pena A. Anorectal malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases. USA: 2007. p 1-13 9. Levitt MA, Pena A. I mperforate anus and cloacal malformation. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 2010. p 468-84 10. Grosfeld J, dkk. Pediatric Surgery.Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby elsever, 2006.

Dikutip dari Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric Surgery Starship Hospital Auckland

Related Documents


More Documents from "Herdy Susetyo"