Catatan Kaki & Daftar Pustaka

  • Uploaded by: Mitoko Sato
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Catatan Kaki & Daftar Pustaka as PDF for free.

More details

  • Words: 3,984
  • Pages: 16
Loading documents preview...
MODUL 3 CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA 1. Catatan Kaki (Foot Note) Adalah bagian suatu tulisan ilmiah yang berisi penjelasan tentang ide-gagasan-pesan yang diambil penulis dari referensi/sumber yang aslinya. Supaya tidak bersifat plagiat (membajak) maka kita wajib mencantumkan sumber bacaan yang kita kutip tersebut. Catatan kaki biasanya berisi nama pengarang, judul buku sumber, penerbit dan bahkan halaman buku juga harus disebutkan. Cara menulis catatan kaki ada di bagian bawah (kaki) di setiap halaman yang bersangkutan. Ada tiga jenis catatan kaki, yaitu : a. Ibid Singkatan dari Ibiddem adalah catatan kaki yang digunakan untuk menyebutkan sumber referensi yang sama persis dengan sumber referensi sebelumnya. Apabila berbeda halaman, tinggal menuliskan Ibid, halaman…. Contoh : 1) JS. Badudu, 1994, Cakrawala Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia, halaman 63. 2) Ibid, halaman 72. b. Op. Cit Singkatan dari Operet Citato adalah catatan kaki yang digunakan untuk menunjukkan sumber referensi yang sama yang telah disisipi oleh sumber referensi lain, dan dari halaman yang berbeda. Contoh : 1) JS. Badudu, 1994, Cakrawala Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia, halaman 57. 2) Mochtar Lubis, 1987, Teknik Magang, Jakarta, Balai Pustaka, halaman 31. 3) JS. Badudu, Op. Cit, hal 68. c. Loc Cit Singkatan dari Locco Citato adalah catatan kaki yang digunakan untuk menunjukkan sumber referensi yang sama yang telah disisipi oleh sumber referensi lain dan dari halaman yang sama. Contoh : 1) Henry Tarigan, 1988, Menulis Sebagai Suatu Aspek Keterampilan Berbahasa, Jakarta, Gramedia, halaman 91 2) Umar, 1988, Para, Jakarta, Pustaka Jaya, halaman 56 3) Henry Tarigan, Loc Cit.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

1

2. Daftar Pustaka Untuk menilai bobot suatu karya ilmiah selain catatan kaki, juga daftar pustaka. Daftar Pustaka/Daftar Acuan/Sumber Referensi adalah

sumber daftar buku yang

dipergunakan penulis ilmiah untuk mendukung karya tulis yang dibuatnya. Adapun aturan penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut : 1. Nama Pengarang dibalik, ditengah-tengahnya diberikan tanda koma (,) dan diakhiri tanda titik (.)

2. Tahun penerbitan buku ditulis dengan angka dan diakhri tanda titik (.) 3. Judul buku ditulis dengan “huruf miring” diakhiri dengan tanda titik (.) 4. Kota tempat penerbitan diakhiri tanda titik dua (:) 5. Nama penerbit diakhiri tanda titik (.)

6. Jika satu pengarang 2 judul buku atau lebih yang dipertimbangkan adalah tahun penerbitan 7. Diurutkan secara alfabetis Contoh : Arifin, E. Zaenal. 1987. Penulis Karangan Ilmiah Dengan Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta : Putra. Arsjad, Maidar G. dan Mukti V.S. 1991. Pembinaan kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga. Chaedar, Abdul. 1989. Penggunaan Imbuhan Bahasa Indonesia. Ende Flores : Nusa indah. Kerf, Borys. 1991. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia. , 1995. Eksposisi. Jakarta : Gramedia. Rampan, Kornie Layun (Ed). 2000. Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

BAHASA INDONESIA MODUL 3 NOTASI ILMIAH

Pernyataan, teori maupun konsep yang kita gunakan sebagai bahan rujukan dalam penulisan karya ilmiah, harus mencakup beberapa hal. Pertama, kita harus dapat mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita harus pula dapat mengidentifikasikan media komunikasi yang memuat hal tersebut. Ketiga, kita harus dapat mengidentifikasikan lembaga yang menerbitkannya. Apabila rujukan tersebut tidak diterbitkan, melainkan disampaikan dalam bentuk makalah dalam seminar atau lokakarya, maka kita harus menyebutkan tempat,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

2

waktu, dan lembaga yang menyelenggarakannya. Begitu pula jika rujukan berasal dari hasil wawancara, kita pun harus menyebutkan tempat, waktu, atau media yang menyiarkannya. Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah disebut teknik notasi ilmiah. Dalam kegiatan belajar modul ketiga ini, kita akan mempelajari teknik notasi ilmiah yang menyangkut masalah tata cara mengutip, membuat catatan kaki, dan menyusun daftar pustaka. A. Kutipan Membuat kutipan pada dasarnya dapat diartikan sebagai kegiatan meminjam pendapat seseorang yang disampaikan secara lisan meupun tertulis, untuk mendukung gagasan/ ide pokok tulisan yang kita tulis. Dengan kata lain, sumber kutipan tersebut dapat berupa cetakan atau rekaman hasil wawancara. Untuk apa kita mengutip? Sebenarnya ada beberapa alas an yang dapat dikemukakan. Selain menghemat waktu karena tidak perlu mengadakan penelitian lagi, kutipan diperlukan untuk memperkuat argument atau pendapat yang kita kemukakan dalam tulisan ilmiah. Jadi dapat dipastikan tak satu pun tulisan ilmiah yang luput dari perihal kutip-mengutip. 1. Jenis Kutipan Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah peminjaman pendapat dengan

mengambil

narasumbernya.

secara

lengkap

atau

Sebaliknya,

kutipan

tidak

sama

persis

langsung

dengan

merupakan

peminjaman atau penggunaan ide/ pokok pemikiran orang lain yang ditulis kembali dengan bahasa pengutip sendiri. Perbedaan antara kedua jenis kutipan tersebut perlu diperhatikan karena membawa konsekkuensi yang berlainan bila dimasukkan ke dalam teks karya ilmiah. Contoh: a. Kutipan Langsung: Skripsi adalah naskah teknis. Pada umumnya skripsi merupakan pula sebagian

syarat

untuk

memperolerh

gelar

(derajat

akademis)

doktoradus dan atau yang sederajat, dengan titik berat sebagai latihan menulis karya ilmiah bagi calon sarjana (Brotowidjoyo 1993:143). b. Kutipan Tak Langsung: Seperti yang dikemukakan oleh Brotowidjoyo (1003:147) bahwa skripsi pada dasarnya adalah latihan menulis ilmiah bagi calon sarjana.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

3

Naskah teknis ini sekaligus berfungsi sebagai pelengkap persyarataan akhir untuk memperoleh gelar sarjana bagi seorang mahasiswa. 2. Prinsip Mengutip Sebelum berlatih mengutip, perlu Anda pahami lebih dahulu kode etik mengutip.

Pertama,

kita tidak

boleh

mengubah

(menambah

atau

mengurangi) hal-hal yang kita kutip. Kedua, jangan memasukkan pendapat pribadi. Ketiga, penulis bertanggung jawab penuh akan akurasi tulisan, terutama untuk kutipan tidak langsung. Apa yang kita lakukan jika menemukan kesalahan pada kutipan langsung, padahal kita tidak boleh mengubahnya? Tambahan tanda kurung siku (…) di belakang kata atau bagian yang kita anggap salah. Misalnya pada kutipan tertulis kata naosional yang seharusnya nasional, maka tulislah kata na(o)sional. Begitu pula jika kita tidak setuju dengan pendapat yang kita kutip, tempatkan tandaaaaaa (sic!) di bagian belakang yang tidak kita setujui. Selain itu, tanda (sic) juga menandakan bahwa penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan tersebut, ia hanya sekedar mengutip sesuai dengan aslinya. Misalnya, “Demikian juga dengan kata yang bermakan (sic!) ambigu…” Meskipun Anda yakin yang dimaksudkan bukan kata bermakan melainkan bermakna, tetapi Anda tetap tidak diperkenankan langsung memperbaiki kesalahan tersebut. Hal yang sama, jika kita meragukan kebenaran suatu pernyataan cantumkan pula (sic!). Misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:818) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan skripsi adalah “Karya Ilmiah yang wajib ditulis (sic!) oleh mahasiswa

sebagai

bagian

dari

persyaratan

akhir

pendidikan

akademisnya.” Tanda (sic!) tersebut selain menunjukkan bahwa Anda mengutip apa adanya (sesuai dengan aslinya) juga mengandung arti bahwa Anda tidak setuju.Karena tidak semua perguruan tinggi mewajibkan mahasiswanya untuk menulis skripsi, maka ada dua jalur pilihan, yakni skripsi dan nonskripsi. 3. Teknis Mengutip 1. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris, digolongkan sebagai kutipan pendek. Isi kutipan tersebut ditempatkan menyatu dengan teks. Jarak antara baris dengan kutipan sama dengan teks (dua spasi). Bagian yang dikutip diapit dengan tanda petik (“……”). Setelah kutipan selesai, diberi nomor urut (angka arab) sebagai catatan kaki (footnote) guna menyebutkan sumber kutipan dan ditulis setengah spasi ke atas (huruf

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

4

superscript). Cara lain, di akhir tulisan langsung menyebutkan sumbernya. Contoh: ………………………………………………………………………… Pronomina adalah “kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain” (TTBI 1998:273), atau propomina adalah “kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain. 2. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris digolongkan sebagai kutipan panjang. Isi kutipan tersebut ditempatkan pada alinea baru dan tersendiri (indensi 5-7 karakter). Jarak ketik antarbaris kutipan adalah satu spasi. Kutipan tidak diapit oleh tanda petik. Contoh: Ilmu pengetahuan menuntut persyaratan khusus dalam pengaturannya. Dua hal penting dalam pengaturan tersebut adalah system dan metode pengetahuan itu sendiri. Koentjaraningrat (111111977:13-16) memberikan penjelasan tentang hal tersebut sebagai berikut: “Sistem adalah susunan yang berfungsi dan bergerak, suatu cabang ilmu niscaya mempunyai objeknya, dan objek yang menjadi sasaran umumnya dibatasi. Sehubungan dengan hal itu, maka setiap ilmu lazimnya mulai dengan merumuskan suatu batasan (defenisi) perihal apa yang dibedakan dari system. Suatu hal lain yang dalam dunia keilmuan segera dilekatkan pada masalah system adalah metode. Dalam arti kata yang sesungguhnya, makna metode (Yunani) adalah ‘cara’ atau ‘jalan’. 3. Jika kita ingin menghilangkan beberapa kata pada awal atau tengah tulisan, maka diberi tanda ellipsis atau (…..) pada bagian yang dihilangkan. Sedangkan menghilangkan unsure pada bagian akhir tulisan diberi tanda titik sebanyak empat buah. Berbeda jika kita hendak menghilangkan satu alenia atau lebih, maka kita harus memberi tanda titik=titik sepanjang satu baris. Contoh: …. Akan tetapi komunikasi dalam iklan bersifat khusus. Iklan pada prinsipnya adalah “komunikasi nonpersonal yang dibayar oleh sponsor yang menggunakan media massa untuk membujuk dan mempengaruhi khalayaknya” (Wells 1992:10).

…. Segi

nonpersonal itu membedakan iklan dari promosi dan publisitas. ………………………………………………………………………….. Dari defenisi tersebut dapat ditarik empat kata kunci, yaitu: sponsor, pesan, media, dan sasaran.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

5

4. Jika ada satu kalimat di tepi atau pun di tengah yang hendak dihilangkan, maka tanda elipsis itu perlu ditambah satu titik sehingga menjadi empat titik. Titik ke empat menyatakan tanda baca pengakhir kalimat yang dihilangkan. Contoh: “… . Seandainya mereka tidak terpengaruh oleh desas-desus yang berlebihan dan penuh takhayul…”, kata dokter Puspa “mungkin pekerjaan … tidak akan makan waktu begitu lama. Dan tidak akan diperlukan begitu banyak tenaga”.

5. Jika kutipan merupakan kutipan utuh secara gramatikal berupa klausa, perlakuan penulisannya seperti perlakuan penulisan kalimat langsung. Contoh: Perhatikan pemberian tanda koma di depan dan tanda petik pengapit ucapan George Santayana seperti pada contoh rambu-rambu penulisan pada karya tulis berikut ini!

6. Jika kutipan merupakan sesuatu kutipan secara gramatikal merupakan bagian kalimat penulis, kutipan tersebut tidak berawal huruf capital walaupun aslinya berawal huruf kapitas. Contoh: periksa catatan kaki no.25 lampiran 1!

7. Jika di dalam sebuah kutipan terdapat bagian yang ingin diterangkan secara khusus oleh penulis, maka keterangan khusus itu berada di dalam kurung (.......) Contoh: Periksa hal serupa yang terdapat pada kutipan no. 7 lampiran 1! (Anda dapat membandingkan pengertian dan definisi ini dari sudut pandang yang berbeda)

8. Setiap kutipan harus mempunyai catatan kaki. Catatan:

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

6

a.

Pengutip

tidak

boleh

menambah,

mengubah,

atau

mengurangi isi kutipan. b.

Jika Anda menggunakan teknik penempatan catatan kaki (footnote) sebagai penunjukan sumber kutipan, pada akhir setiap kutipan harus diberi nomor dengan menggunakan angka Arab.

c.

Nomor kutipan berurutan dalam satu bab. Pergantian bab diikuti pula dengan pergantian nomor kutipan.

d.

Pengutip

bertanggung

jawab

penuh

akan

akurasi

isi

kutipannya. e.

Jika

bahan

yang

dikutip

disajikan

sebagai

bahan

perbandingan, harus dibuat kesimpulan perbandingannya. Berbagai defenisi mengenai

istilah iklan dikemukakan.

Di

antaranya, oleh William J. Stanton (1967:338). …. All activities in presenting to group a nonpersonal, oral or visual, openly sponsored messege regardly a product, service or idea; this messege called advertisement… Dunn dan A.M. Barban (1978:8) menambahkan dalam iklan terdapat unsure pemberitahuan atau bujukan. Advertising is paid, nonpersonal communication through various media by business firm, nonprofit organization and individual… who hope to inform or persuade… Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:332) kedua definisi tersebut sudah tercakup menjadi: 1. Berita

pesanan

(untuk

mendorong,

membujuk)

kepada

khalayak ramai …. 2. Pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa iklan pada dasarnya adalah usaha seseorang atau organisasi untuk menyampaikan pesan yang bersifat informative dan persuasive mengenai barang, jasa atau ide yang ditawarkan melalui media massa yang dibayar karena mengandung penyewaan ruang dan waktu.

B. CATATAN KAKI

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

7

Catatan kaki atau footnote adalah keterangan mengenai sumber refernsi atau isi yang ditempatkan di kaki tulisan. Catatan ini diperlukan selain untuk menunjukkan tempat/ sumber yang kita kutip, menguatkan pendapat yang kita kemukakan, memberi referensi silang (cross-references), juga sebagai tempat

memberi

komentar

atau

tanggapan

terhadap

pendapat

narasumbernya. Sehubungan dengan fungsinya tersebut, catatan kaki dibedakan atas: (1) catatan kaki referensi dan (2) catatan kaki isi. Catatan kaki referensi berisi tentang catatan sumber yang dikutip, sedangkan catatan kaki isi berisi penjelasan, komentar terhadap konsep yang kita kutip atau catatan tambahan yang sifatnya melengkapi tulisan. Penempatan catatan kaki referensi (sumber rujukan) di kaki tulisan, dapat juga diletakkan di akhir keseluruhan tulisan (setelah kesimpulan). Catatan tersebut lazim disebut dengan istilah catatan akhir atau end note. Teknik penulisannya sama dengan catatan kaki. Sebuah tulisan menurut adanya persyaratan material (isi) dan persyaratan formal (Keraf 1980:229). Bandingkan cara tersebut dengan catatan kaki berikut ini! “Sebuah tulisan menurut adanya persyaratan material (isi) dan persyaratan formal. Gorys Keraf, Komposisi, (Ende:Nusa Indah, 1980),p.229 Penempatan catatan kaki regerensi yang menyatu dengan teks selain memudahkan pengetikan juga memberikan tempat yang lebih luas pada teks. Pembaca yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut tentang sumber kutipan, dapat melihatnya dalam daftar pustaka. Untuk jenis yang kedua, (catatan kaki isi), catatan kaki ini diperlukan sebagai tempat memberi catatan tambahan, komentar atau tanggapan terhadap suatu pendapat. Perhatikan contoh berikut ini. …. Pernyataan ini memberi motivasi bagi peneliti untuk menganalisis salah satu fenomena kebudayaan lewat metode semiologi.3

1. Teknik Pengetikan Catatan Kaki Isi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

8

Pengetikan catatan kaki isi merupakan salah satu konvensi penulisan. Adapun teknik penulisannya sebagai berikut: a. Catatan kaki harus ditulis pada tempat yang sama dengan pencatuman nomor catatan kaki (perhatikan contoh-contoh dalam modul ini). b. Nomor harus ditempatkan dengan menggunakan angka Arab dan berurutan tiap bab. c. Pergantian bab diikuti pula dengan pergantian nomor catatan kaki. d. Nomor diletakkan setengah spasi di atas teks (atau superscript). e. Jarak ketik antarbaris satu spasi. f.

Jarak ketik antarnomor (sumber) dua spasi.

Catatan: Jenis maupun ukuran huruf catatan kaki dapat dibuat berbeda dari jenis dan huruf pada naskah. Data yang perlu Anda catat hamper sama dengan data yang Anda perlukan untuk membuat daftar pustaka. Hanya saja pada catatan kaki, Anda harus mencatat halaman tempat Anda mengutip. Apakah tata letak catatan kaki (C.K.) sama dengan daftar pustaka (D.P.)? Untuk memperoleh jawabannya perhatikan dengan cermat dan seksama contoh daftar pustaka dan catatan kaki berikut ini! C.K.

: 3Kate L. Turabian, A Manual for Writers of Term Papers, Theses

and Desertation, Cet, ke-4, (Chicago:The University of Chicago, 1973), hlm. 132. D.P.

: Turabian, Kate L.A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and

Disertation. Cet. Ke-4. Chicago:The University of Chicago, 1973 Perhatikan letak urutan nama pengarang, tanda baca yang digunakan, dan teknik penulisan impersium, berbeda bukan? 2. Catatan Kaki Singkat Selain teknik penulisan catatan kaki referensi dan catatan kaki isi seperti yang telah Anda pelajari di atas, ada cara penulisan catatan kaki singkat untuk data publikasi yang sama atau sumber yang pernah dikutip. Untuk keperluan tersebut digunakan istilah: Ibid, Op. Cit. dan Loc. Cit. a. Ibid

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

9

Singkatan dari ibidem yang berarti ‘sama dengan di atas’. Istilah ini digunakan untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya, dan belum diselingi sumber referensi lain. b. Op. Cit. Singkatan dari Opere Citato yang berarti ‘dalam karya yang telah dikutip’. Istilah ini digunakan untuk catatan kaki lain dari sumber yang pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki dari sumber referensi lain dari halaman yang berbeda. c. Loc. Cit. Singkatan dari Locco Citato yang berarti ‘tempat yang telah dikutip’. Istilah ini digunakan untuk catatan kaki lain dari sumber fererensi yang pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki dari sumber referensi lain, dari halaman yang sama. Dapatkah Anda memahami perbedaan masing-masing istilah catatan kaki tersebut? Agar lebih jelas lagi, perhatikan contoh berikut! 3

Ismiani, “Kreatif: Citra Utuh Sebuah Merk” (http:www.cakram.com.juni00/kreatifhtm), hlm.2(22 November 2000)

4

Kasali, Op.Cit.,hlm.67.

5

Kasali, Loc. Cit.

C. BIBLIOGRAFI (DAFTAR PUSTAKA) Istilah bibliografi atau daftar pustaka berasal dari bahasa Yunani bibliographie yang berarti ‘menulis buku-buku’. Makna dari istilah tersebut kemudian berkembang seiring dengan perkembangan media informasi. Bibliografi tidak hanya tempat untuk menuliskan sumber rujukan yang berasal dari media cetak, tetapi juga yang berasal dari media elektronik. Adapun media sumber yang termasuk media cetak adalah jurnal, majalah, surat kabar, bulletin, skripsi, khesis, disertasi, makalah, diktat, manuskrip. Sedangkan yang termasuk media sumber dari media elektronik adalah microfilm, iklan tv, rekaman naskah siaran radio/tv/wawancara, dan sumbersumber yang diambil dari internet. Data yang perlu Anda catat dari sumber bacaan tersebut di antaranya: 1. Data bibliografis (nama pengarang/ penulis). 2. Tahun penerbitan. 3. Judul atau nama sumber.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

10

4. Nomor atau seri penerbitan. 5. Edisi atau cetakan (jika ada), dan 6. Impresium (tempat dan nama penerbit) Teknik Penulisan bibliografi adalah sebagai berikut: 1. Nama Pengarang dibalik, ditengah-tengahnya diberikan tanda koma (,) dan diakhiri tanda titik (.) 2. Tahun penerbitan buku ditulis dengan angka dan diakhri tanda titik (.) 3. Judul buku diketik dengan “huruf miring” diakhiri dengan tanda titik (.) 4. Kota tempat penerbitan diakhiri tanda titik dua (:) 5. Nama penerbit diakhiri tanda titik (.) 6. Jika satu pengarang 2 judul buku atau lebih yang dipertimbangkan adalah tahun penerbitan. 7. Jika terdapat tiga pengarang atau lebih, ditulis nama pengarang pertama saja dan diberi tulisan et.al. 8. Jika satu pengarang dua judul buku atau lebih, maka untuk buku yang kedua nama pengarang tidak usah ditulis ulang, sebagai gantinya diberikan garis lurus kurang lebih 15 karakter/ ketik. 9. Diurutkan secara alfabetis Aturan Tentang Penulisan Nama: 1. Nama Jepang Sebagai negara yang maju, kini kita jumpai nama Jepang dalam literature dunia. Sama halnya dengan kebiasaan Cina, semula nama Jepang juga dimulai dengan nama keluarga dan baru disusul dengan nama sendiri. Contoh: Muto Kiyoshi Kini,

dalam

hubungan

internasional,

kebiasaan

itu

mengalami

perubahan. Mereka yang berhubungan dengan luar mencantumkan nama keluarganya di belakang. Dengan contoh yang tadi mereka dalam karya-karyanya mencantumkan nama: Kiyoshi Muto. Sehingga dalam penulisan referensi kita dapat mengikuti ketentuan umum dan menulis nama itu sebagai: Muto, Kiyoshi. 2. Nama Arab Dalam literatur internasional nama Arab memang tidak seberapa banyak yang kita jumpai. Meskipun demikian, sesekali jika terpaksa menggunakannya sebagai referensi, kita perlu mengetahui pedoman yang dipakai untuk menulisnya.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

11

Contoh: Rahmat, Jalaluddin. Jaelani, Abdul Kadir. Hanifah, Mohammad Abu. 3. Nama Ganda Nama asing mungkin pula berupa nama ganda. Hal ini bukan dalam arti sebagaimana kita jumpai pada nama Spanyol atau Portugis. Nama ganda itu merupakan satu kesatuan dengan unsur pembentuknya, biasanya dua yang setara. Pada penulisan sebagai referensi, hendaknya jangan ada unsur yang ditinggalkan Contoh: F.A. Vening Meinesz Ditulis: Vening Meinesz,F.A. Jika di antara kedua unsur pembentuk itu terdapat tanda hubung, hal itu memang dapat memudahkan kita. Kita dapat mengetahui bahwa nama tersebut memang satu. Contoh: A.J. Siline – Bektchourine Ditulis: Siline – Bektchourine, A.J. Nama

Indonesia

ternyata

juga

menimbulkan

persoalan

dalam

penulisannya. Sebabnya, karena setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai

adat-istiadatnya

sendiri.

Selain

itu,

masing-masing

mempunyai kebiasaan dan cara pemanggilan yang berbeda, demikian pula sebutan dan gelarnya. Sebagian besar bangsa Indonesia sebenarnya tidak mempunyai nama keluarga. Untuk mencapai keseragaman pada penetapan penulisan nama Indonesia, diperlukan patokan. Salah satu titik tolak yang harus kita pakai ialah bahwa bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan. Berabad-abad lamanya yang dominan berkembang di Indonesia adalah bahasa lisan, sehingga bahasa tulis merupakan fenomena yang baru. Patokan yang lain ialah, apapun yang melatarbelakangi suatu nama Indonesia, penulisannya dalam karya ilmiah, nama belakang selalu ditempatkan di depan. Sebagaimana akan dibahas lebih lanjut, nama belakang itu dapat berupa nama keluarga yang sebenarnya, nama marga, nama ayah, atau mungkin juga bahkan nama sendiri.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

12

4. Nama Batak atau Tapanuli Pada umumnya orang daerah Tapanuli menggunakan nama marganya seperti,

Nasution,

Lubis,

Simatupang,

Tampubolon,

Hutagalung,

Hutagaul, dan sebagainya. Dengan demikian yang ditulis dalam naskah ilmiah adalah nama marga ditempatkan di depan, baru menyusul nama diri sendiri. Contoh: Lubis, Muchtar Harahap, Burhannudin. Nasution, Andi Hakim Sinaga, Tinton. Ada pula penulis yang tidak mencantumkan nama marganya secara lengkap, atau sesekali menulis dan sesekali tidak. Sebagai missal, seseorang yang bernama Anwar Nasutin, sesekali menulis namanya sebagai Anwar Nst, tetapi pada kesempatan lain ia bahkan hanya menggunakan nama Anwar. Jika kita misalnya harus menggunakan nama itu sebagai referensi, dan kebetulan tahu nama lengkapnya, maka kita harus menulis secara lengkap dan dibalik. Contoh: Anwar Nst Ditulis: Nasution Anwar 5. Nama Tua atau Nama Pemberian Di Jawa terdapat sebuah kebiasaan setelah menikah seseorang mendapatkan nama baru. Orang biasa menyebutnya sebagai ‘nama tua’, yang berbeda dengan nama semula yang biasa disebut ‘nama kecil’. Setelah orang menggunakan nama tua, biasanya nama kecilnya ditinggalkan. Di daerah Surakarta dan Yogyakarta, selain itu ada kebiasaan orang memperoleh nama karena pemberian yang berhubungan dengan jabatan atau kedudukan. Juga setelah pemberian nama baru itu, biasanya nama lamanya tidak dipergunakan lagi. Yang bersangkutan akhirnya lebih dikenal dengan nama barunya itu. Setelah zaman pendudukan Jepang hingga sekarang kebiasaan tersebut sedikit banyak telah mengalami perubahan. Penyebab utamanya ialah registrasi penduduk, dan kini sebagai salah satu konsekuensinya, karena keharusan memiliki kartu tanda penduduk.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

13

Akibatnya, orang lebih terdorong untuk tidak hanya mencantumkan nama pemberiannya tetapi juga nama kecilnya. Sebagai misal, Sardjono dan Dipokusumo adalah nama satu orang. Sardjono adalah nama kecilnya, sedangkan Dipokusumo adalah nama pemberian. Maka dalam kepenulisan referensi adalah: Dipokusumo, Sardjono. 6. Nama Ayah dipakai sebagai nama belakang Dewasa ini semakin banyak orang menggunakan nama ayah sebagai nama belakang. Misalnya Amir yang ayahnya bernama Ali, maka ia menuliskan namanya sebagai Amir Ali. Nama tersebut kepenulisannya dalam referensi ditulis sebagai: Ali, Amir. 7. Nama Tunggal Tidak sedikit orang Indonesia yang namanya hanya satu, kita menyebutnya sebagai nama tunggal. Dengan sendirinya di dalam daftar referensi kita tulis juga hanya nama itu saja. Contoh: Goenarso Alfian 8. Nama terdiri dari dua unsur atau lebih Di Indonesia kita menemukan banyak nama yang terdiri dari dua unsur atau bahkan lebih, tetapi nama terakhir bukan nama keluarga. Meskipun demikian, yang kita pentingkan dalam naskah ialah nama terakhir. Pada daftar referensi kita menulisnya sesuai dengan nama yang lain, yaitu yang terakhir kita tempatkan di depan. Contoh: Mohammad Hatta, ditulis, Hatta, Mohammad Bambang Hidayat, ditulis: Hidayat, Bambang. Pada nama yang terdiri dari dua unsure, mungkin saja nama pertama semula hanya nama panggilan. Ini tidak jadi doal. Contoh: Liek Wilardjo, ditulis: Wilardjo, Liek. 9. Nama Gelar Di berbagai daerah di Indonesia ada suatu kebiasaan orang menggunakan gelar. Di Jawa ada gelar Raden, yang biasanya dipendekkan menjadi R; Mas, menjadi M., dan Raden Mas menjadi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

14

R.M. Pada suatu ketika pencatuman gelar itu di depan nama seseorang adalah hal yang biasa. Kini banyak orang orang telah meninggalkannya. Di daerah lain kita juga menjumpai hal yang serupa dengan gelar seperti Gusti, Ratu, Raja, Andi. Gelar kebangsawanan seperti itu kini juga makin banyak yang meninggalkannya. Di samping itu kita menemukan gelar yang berbeda sifatnya, seperti yang ada di daerah Minangkabau, misalnya Datuk dan Rangkayo. Dalam penulisan referensi, kita hanya menulis gelar. Jika penulis yang bersangkutan memang mencantumkannya di muka namanya. Pada daftar referensi, dengan sendirinya gelar itu dicantumkan di belakang namanya. Contoh: R.Soetedjo, ditulis: Soetedjo,R. Sutan Sjahrir, ditulis: Sjahrir, Sutan

10. Nama Bali Nama Bali mempunyai kekhususan tersendiri. Banyak yang didahului nama

panggilan

seperti:

Wayan,

Made,

Nyuman,

Ketut,

dan

sebagainya. Dengan sendirinya dalam menuliskan dafar referensi harus sesuai dengan ketentuan di atas. Contoh: I Made Sandy, ditulis: Sandy, I Made. 11. Nama Keluarga Masalah nama keluarga di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam undang-undang semenjak sebelum perang dunia kedua yang lalu, yaitu undang-undang

tentang

Pencatatan

Sipil.

Mula-mula

yang

menggunakan nama keluarga ialah mereka yang beragama Nasrani dari Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda. Kemudian dipakai juga oleh mereka yang tidak beragama Kristen dan Katholik di Jawa yang memenuhi persyaratan tertentu. Dalam penulisan daftar referensi, kita mengikuti cara sebagaimana diuraikan di atas baik untuk nama mereka yang berasal dari luar Jawa, maupun yang dari Jawa. Contoh: W.J. Waworoentoe, ditulis: Waworoentoe,W.J. Hoesein Djajahadiningrat, ditulis: Djajahadiningrat, Hoesein.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

15

Sutomo Tjokronegoro, ditulis: Tjokronegoro, Sutomo. 12. Gelar Kesarjanaan Gelar kesarjanaan tidak perlu dicantumkan dalam referensi. Dalam teks, sesekali gelar ini memang ditulis, misalnya pada waktu penulis menyebut bantuan yang diperolehnya dari orang yang bersangkutan. Jadi dalamhal ini pencatuman gelar semata-mata dimaksudkan untuk penghargaan atau penghormatan. 13. Sebutan Sebutan semacam: Kyai, Haji, Pendeta, dang pangkat tertentu seperti Jendral, tidak perlu ditulis dalam referensi, tetapi dapat ditulis dalam teks dalam keadaan khusus.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR- UMB

Sri Satata, MM.

BAHASA INDONESIA

16

Related Documents

Daftar Pustaka Imunisasi
February 2021 1
Penelusuran Pustaka
February 2021 0
Catatan Interna Rsal
February 2021 1
Lp Kaki Diabetik
January 2021 1
Catatan Gusdur.pdf
January 2021 1

More Documents from "Haridan Madridnistas"