Loading documents preview...
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan 2. Bahasa Kiasan Pendek a. Beberapa Jenis Bahasa Kiasan Pendek Yang Bersifat Perbandingan Ibarat (Simile) Metafor (Methaphor) Yang bersifat Asosiasi Metonimia (Metonymy) Sinekdoke Yang Bersifat Personifikasi Personifikasi (Personification) Apostrofe (Apostrophe) Yang Bersifat Menekankan Suatu Makna atau Makna yang Sebaliknya Hiperbola (Hyperbole) Ironi (Irony) Yang Menghindari Kata atau Ungkapan yang Kurang Menyenangkan Yang Berfokus Kepada Sebuah Ide b. Hal-hal Yang perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 3. Perumpamaan a. Sumber Perumpamaan b. Tujuan Perumpamaan c. Struktur Perumpamaan d. Teologi Perumpamaan dalam PB e. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 4. Alegori a. Pengenalan b. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 5. Simbol a. Beberapa Ciri Simbol b. Pembagian Simbol Menurut Jenisnya Benda Peraturan dan Upacara Tindakan Angka Warna Nama Penglihatan Mujizat c. Hal-hal yang perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 6. Nubuat 7. Kesimpulan 8. Daftar Pustaka
1
1. Pendahuluan
PRINSIP DAN METODE KHUSUS PENAFSIRAN ALKITAB Dalam pembahasan kali ini, perhatian akan dialihkan kepada prinsip dan metode yang perlu diketahui dalam penafsiran beberapa ragam sastra atau kasus yang lebih khusus. ,Penafsiran Alkitab terlebih dahulu harus menguasai prinsip dan metode yang bersifat umum. Setelah itu, penulis juga perlu juga memperhatikan hal-hal yang bersifat khusus. Karena penulis kitab memkai bermacam-macam ragam sastra dan pola komunikasi. Setiap jenis ragam sastra dan pola komunikasi mempunyai cirinya tersendiri. Ini menuntut penanganan yang tidak sama.
2
Bicara soal ragam sastra, Kita akan berhadapan dengan masalah definisinya. Contohnya, apa itu kiasan? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, para sarjana tidak selalu berpendapat sama. Ada yang berpendapat, semua bahasa merupakan bahasa kiasan, karena pada hakikatnya tidak ada bahasa bersifat murni harfiah. Jadi apa yang dinamakan bahasa kiasan hanya lebih bersifat kiasan daripada yang tidak begitu bersifat kiasan. 1 Jelas disini tidak akan diperdebatkan panjang lebar dan rumit. Namun, paling tidak perlu diingatkan di sini, bahwa bahasa kiasan mengambil porsi besar dalam Alkitab, baik itu dalam bentuk yang pendek, berupa metafora, atau bentuk yang lebih panjang, berupa ragam sastra apokaliptik yang hampir mencakup seluruh kitab Wahyu.2 Berkenaan dengan ini, isi bab ini akan didahului dengan pembahasan berbagai bahasa kiasa, disusul dengan ragam sastra yang lebih bersifat harfiah. 2. Bahasa Kiasan Pendek3 Bahasa kiasan menunjukkan penggunaan kiasan untuk meningkatkan efek pernyataan atau penggambaran. Dengan demikian sebuah berita dapat disampaikan dengan cara membandingkan atau mengasosiasikan satu hal dengan hal lain. Ia berbeda dengan bahasa harafiah, yang menyampaikan berita melalui kata-kata (tanda-tanda) yang memiliki makna yang dikenal dan diakui secara umum. Bahasa kiasan dipakai secara luas dalam Alkitab, juga dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Surat Galatia 2:9 berbunyi, “...Yakobus, Kefas, Yohanes, yang dipandang sebagai saka guru jemaat...” Jelas, ketiga tokoh ini bukan saka guru dalam makna harfiah tetapi kiasan. Atau, judul berita koran yang berbunyi, :Kesatuan sepak bola A menggugurkan kesatuan sepak bola B.” Kata gugur disini pasti bukan harfiah, tetapi kiasan. Pemakaian bahasa kiasan sudah tentu ada sebabnya. Alasan utamanya adalah kurangnya perbendaharaan kata. Dengan memakai bahasa kiasan, sebuah kata memiliki konotasi tertentu, dipakai untuk menyampaikan makna lain. Selain itu, juga merupakan media komunikasi yang dapat memberi informasi dan gambaran yang lebih hidup, jelas dan mudah diingat. 1 Mickelsen, Interpreting The Bible, hlm. 179 2 Ada banyak macam ragam sastra yang dapat dikategorikan sebagai bahasa kiasan, termasuk jenis bahasa kiasan pendek, alegori, simbol, tipe, pepatah, syair dan lainilain. Namun sarjana belum ada kesepakatan dalam pembagian bahasan kiasan. 3 Buku yang ditulis Michelsen, Interpreting the Bible, memberi informasi yang berguna untuk topik ini. 3
Bahasa kiasan memang efektif untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak atau yang sulit dipahami. Pemakaian bahasa kiasan dapat ditemukan dalam syair. Syair dapat melukiskan sesuatu yang tidak berwujud dengan nyata, dapat mengungkapkan perasaan penulis syair, dan juga membangkitkan emosi pembacanya. Alkitab menunjukkan bahwa para penulisnya memakai bahasa kiasan dengan tujuan yang berbeda-beda, yaitu untuk menyampaikan kekagumannya terhadap ciptaan Allah; kemudian ada yang bermaksud untuk melukiskan kasihnya pada umat Tuhan; dan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya. Ini semua dilakukan dengan pertimbangan yang matang, menggunakan bahasa yang indah dan hidup. Sekarang, tugas penafsir masa kini menemukan berita penulis kitab dan menggali kekayaan Alkitab. a. Beberapa Jenis Bahasa Kiasan Pendek Yang Bersifat Perbandingan Ibarat (Simile), merupakan perbandingan antara orang atau benda dengan hal-hal lain, atau biasanya membandingkan persamaan dua objek dengan memakai kata-kata “seperti”, “bagaikan” dan lainlain. Dalam PL juga
PB ditemukan ibarat melalui surat-surat
Paulus serta dalam Kitab Wahyu. Metafor (Methaphor), merupakan pemakaian kata atau ungkapan untuk objek atau konsep lain berdasarkan kiasan atau persamaan. Dalam pemakaiannya ada dua objek dibandingkan secara langsung dengan tujuan yang jelas. Contohnya, Tuhan Yesus bersabda tentang Herodes, “Pergilah dan katakanlah si serigala itu...” (Lukas 13:32).
Walaupun
secara
jasmani
Herodes
tidak
mirip
serigala,tetapi sifat mereka sama. Dua macam jenis metafor, yaitu yang menghubungkan perasaan, kegemaran dan keinginan manusia dengan
Allah
atau
sebuah
objek
disebut
antropopatisme
(anthropopasism). Contohnya Kitab Ibrani 4:10. Sedangkan yang menghubungkan bentuk, organ dan sifat manusia dengan Allah atau sebuah objek disebut antropomorfisme (antropomorphism). Contohnya, Kitab Keluaran 15:3.
Yang bersifat Asosiasi Metonimia (Metonymy), merupakan pemakaian nama untuk benda lainyang berasosiasi atau yang menjadi atributnya. Contohnya, Yakub berkata, “...kamu akan menyebabkan aku yan ubanan ini...” 4
(Kejadian 42:38). Kata “ubanan” di sini menunjuk kepada umur Yakub yang lanjut. Sinekdode (Synecdoche)4,
merupakan
bahasa
kiasan
yang
mengasosiasikan keseluruhan sebuah objek dengan sebagian objek lain, atau sebaliknya, Contohnya, Kitab Hakim-Hakim 12:7 mencatat, “...Kemudian matilah Yefta, orang Gilead itu, lalu dikuburkan di sebuah kota di daerah Gilead.” Dalam bahasa aslinya kata-kata “di sebuah kota di daerah Gilead” sebenarnya tertulis “kota-kota di Gilead”. Dengan memakai kata “kota-kota” yang berkategorikan jumlah pluralis, penulis kitab menekankan kesatuan
suku
tersebut,
dimana
keseluruhan
diasosiasikan
sebagian.
Yang Bersifat Personifikasi Personifikasi (Personification), merupakan penggambaran sesuatu yang mati seolah-olah hidup. Ini berguna untuk komunikasi yang bersifat imajinatif atau emosional. Sering ditemukan dalam Kitab Mazmur, contohnya “Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung
bersorak-sorai
Tuhan, ...” (Mazmur 98:8). Apostrofe (Apostroph).5 Dalam
bersama-sama retorika
di
hadapan
menunjuk
pada
penyimpangan dalam alur penulisan atau pembicaraan yang kemudian berkata-kata secara singkat kepada orang atau objek baik yang hadir maupun yang tidak hadir. Contohnya, Kitab Yesaya 54:1a yang berbunyi, “Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan!” Para nabi dalam PL sering memakai bahasa kiasan jenis ini. 4 Baik KBBI maupun kamus yang disusun Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, edisi ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1993) tidak ada entri ini. 5 Dalam bahasa Inggris, kata apostrophe dipakai di bidang tata bahasa untuk menunjuk tanda baca (‘) beserta berbagai pemakaiannya. Rupanya Kamus Linguistik menerima sebagian definisi ini dan menetrapkannya ke dalam bahasa Indonesia dengan menjelaskan, apostrofe merupakan tanda diakritis untuk menyatakan penanggalan bunyi atau kata. Dalam KBBI tidak ada entri “apostrofe”, yang ada adalah “apostrof”, yaitu tanda baca (...) atau (‘), yang menunjuk bahwa ada huruf atau angka yang dihilangkan. Dalam bahasa Inggris, kata apostrophe juga dipakai di bidang retorika dengan makna yang disebutkan dalam buku ini. 5
Yang Bersifat Menekankan Suatu Makna atau Makna yang Sebaliknya Hiperbole (Hyperbole)6, merupakan ucapan kiasan yang dibesarbesarkan atau yang berlebih-lebihan demi beroleh efek tertentu. Contohnya, kata-kata terakhir dalam Injil Yohanes 21:25 yang berbunyi, “Masih banyak hal-hal lain yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semua itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” Ironi (Irony), adalah kiasan yang menyatakan makna yang bertentangan
dengan
atau
yang
sebaliknya
dari
makna
sesungguhnya. Bertujuan untuk memberi penegasan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam komunikasi secara lisan, lebih mudah diketahui melalui nada si pembicara. Contohnya adalah, “...majulah dan engkau akan beruntung,...” (1 Raja-Raja 22:15).
Yang Menghindarkan Kata atau Ungkapan yang Kurang Menyenangkan Eufemisme (Euphemism), digunakan oleh orang yang bersangkutan untuk menghindari larangan dan tabu, agar dirasakan lebih sopan, walaupun kata-kata atau ungkapan-ungkapan ini tidak berhubungan langsung. Contohnya dalam Kitab Imamat 18:6, yang berbunyi, “ Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkap auratnya; Akulah Tuhan.”
Yang berfokus Kepada Sebuah Ide Interogatif (Interrogative), menunjuk kepada pertanyaan retorik yang tidak menuntut jawaban, tetapi maksud pertanyaan atau jawabannya sudah jelas. Contohnya, pertanyaan Allah yang tercatat dalam Kitab Yesaya 1:5a, “Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad?”
b. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Penafsiran 1. Memastikan ragam sastra bagian kitab yang ditafsir. 6 Entri yang tercantum dalam KBBI adalah “hiperbol”. 6
2. 3. 4. 5.
Memastikan jenis bahasa kiasan pendek. Waspada terhadap subjektivitas diri penafsir. Berupaya mengenal makna harafiah bahasa kiasan pendek. Selalu memperhatikan konteks. 3. Perumpamaan
Perumpamaan yang tercatat dalam Alkitab merupakan cerita yang bertujuan menjelaskan kebenaran rohani atau ajaran moral tertentu dengan menghubungkan hal-hal dalam cerita yang sama dengan kebenaran atau ajaran itu. Itulah sebabnya perumpamaan juga disebut sebagai “cerita yang berasal dari dunia tetapi bermakna surgawi”. 7 Dalam PL terdapat sejumlah perumpamaan, contohnya, Kitab Yesaya 5:1-7. Namun, kebanyakan perumpamaan tercatat di Injil Sinoptik. Diperkirakan sepertiga ajaran Tuhan yang tercatat dalam kitab injil disampaikan dalam bentuk perumpamaan; jumlahnya kurang lebih 60 buah.8 a. Sumber Perumpamaan Kebanyakan berasal dari kehidupan sehari-hari
masyarakat pada zaman itu.
Perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus membuktikan bahwa Beliau menaruh perhatian besar kepada lingkungan, kejadian, dan kebiasaan yang ada di sekitar-Nya. Bahan-bahan dalam perumpamaan-Nya mencakup pertanian, kehidupan keluarga, peradilan, pernikahan, perdagangan, politik, hukum sipil, harta kekayaan, struktur sosial, cuaca, dan masih banyak yang lain. Apa yang dilakukan Tuhan Yesus lazim pula dilakukan para rabi zaman itu. Perumpamaan-perumpamaan ini menunjukkan hubungan erat dengan PL.9 b. Tujuan Perumpamaaan Berperan penting dalam proses mengajar suatu kebenaran atau ajaran. Fungsinya adalah membantu pendengar memahami dan mengingat kebenaran atau ajaran itu. Walaupun terdapat reaksi berbeda satu dengan yang lain. Ini bukan saja berkaitan dengan daya pemahaman mereka, tetapi juga berhubungan dengan sikap mereka terhadap ajaran Tuhan
7 George A. Buttrick, The Parables of Jesus (Grand Rapids: Baker Book House, 1979), hlm. 15 8 Archibald M. Hunter, Interpreting the Parables (Philadelphia: Westminster Press, 1960), hlm. 7, 9. 9 Joachim Jeremias dalam bukunya, Rediscovering the Parables (New York: Charles Scribner’s Sons, 1966), hlm. 22-23 menunjukkan, kutipan PL dalam perimpamaan ditambahkan pada kemudiaan hari. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Walaupun Jeremias memegang pendapat ini, ia harus mengaku bahwa paling sedikit dalam dua kasus, Tuhan Yesus sangat mungkin telah mengutip PL. Ia juga percaya, di belakang bahasa Yunani kitab Injil terbaca bahasa Aram, yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari pada zaman itu. 7
Yesus. Terdapat tanggapan dari tiga sarjana yaitu C. H. Dodd, T. W. Manson dan J. Jeremias10, yang menyetujui bahwa perumpamaan pada dasarnya diberikan untuk menjelaskan sebuah kebenaran. Setiap perumpamaan harus dibaca sesuai dengan konteksnya. Konteks dimana perumpamaan terkait pertama kali disamapaikan, dan konteks dimana perumpamaan ini ditulis untuk memnuhi kebutuhan gereja.11 c. Struktur Perumpamaan Pada umumnya bagian kitab yang mencantumkan perumpamaan terdiri atas dua subbagian, yaitu : Sebab atau latar belakang diberikannya perumpamaan itu. Ditemukan pada awal bagian kitab atau pada konteksnya. Mengenai jaran atau penjelasan atau penutup biasanya diberikan setelah perumpamaan disampaikan. Misalnya mencatat komentar-komentar mengenai perumpamaan, yang menolong penafsir memahami isi perumpamaan itu. Selain kedua subbagian diatas, terdapat dua macam corak tentang perumpamaan abad pertama, yaitu perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus, yaitu : 1. Perumpamaan yang dimulai dengan nomina dalam kasus nominatif. Corak ini tanpa format membahas. Contohnya, Injil Markus 4:3; 12:1; injil Lukas 7:41; 10:30, dan lain-lain. 2. Perumpamaan yang dimulai dengan berbagai format pendahuluan, seperti kata “seumpama” (Matius 11:16), “sama seperti” (Matius 25:14); “apabila” (Markus 13:28), atau penyataan (Matius 24:45), klausa kondisional (Matius 18:12), dan klausa perintah (Matius 5:25).12 d. Teologi Perumpamaan-Perumpamaan dalam PB Tema perumpamaan-perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus berkisar pada Kerajaan Allah dan Kerajaan Surga. Terdapat dua macam pandangan terhadap topik Kerajaan Allah dan Kerajaan Surgawi. Yang pertama berpendapat, kedua sebutan ini tidak sama; sedangkan 10 Hunter, Interpreting the Parables, hlm. 110-112. 11 C. H Dodd berpendapat, perumpamaan berfungsi menjawab pertanyaan yang timbul dalam gereja, misalnya, mengapa orang Yahudi tidak mau percaya Tuhan Yesus. The Parables of Kingdom, Fontana Books (London and Glasow: Collins Clear-Type Press, 1961), hlm. 15. 12 Jeremias, Rediscovering the Parables, hlm. 79-80; dan L. Mowry, “Parable,” dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible, vol. 3, ed. George A. Buttrick (New York: Abingdon Press, 1962), hlm. 649-654. 8
yang kedua, kedua sebutan ini merupakan sinonim. Kerajaan Allah bersifat universal, yang mencakup segala mahluk baik yang di surga maupun yang di bumi yang taat kepada Allah dengan sepenuh hati. Sedangkan Kerajaan Surga menunjukkan kerajaan Daud yang bersifat mesianik yang berada di atas bumi ini.13 Berbeda dengan mereka yang percaya bahwa kedua istilah ini pada dasarnya sama. Pemakaian sebutan Kerajaan Surga di Injil Matius berhubungan dengan kebiasaaan orang Yahudi yang menghindari nama Allah. Teologi Kerajaan Allah mengambil tempat yang sangat penting dalam perumpamaan. Itu sebabnya A. H. Hunter percaya, Dodd dan Jeremias telah menemukan inti perumpamaan dalam kitab Injil : Pelayanan Kristus merupakan tindakan eskatologis yang berasal dari Allah, melaluinya Allah mengunjungi dan menyelamatkan umat-Nya.14 e. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran PB : 1. Selalu menaruh perhatian pada subbagian sebab atau latar belakang. 2. Selalu menaruh perhatian pada subbagian ajaran atau penjelasan atau penutup. 3. Dalam keadaan kedua subbagian yang disebutkan di atas absen atau kurang jelas, penafsir perlu memperluas penyelidikannya kepada konteks yang lebih jauh. 4. Mulainya sebuah perumpamaan sering ditandai dengan dengan format tertentu. 5. Penafsir perlu menguasai isi perumpamaan yang ditafsirnya. 6. Penafsir perlu memahami terlebih dahulu makna harfiah kata-kata yang dipakai dalam perumpamaan. 7. Biasanya sebuah perumpamaan memounyai satu tujuan utama. 8. Tafsirlah perumpamaan dengan penjelasan yang sederhana. 9. Perumpamaan bukan dasar yang baik untuk membangun doktrin. 10. Hindarilah penafsiran alegoris. 4. Alegori Kata alegori dipakai untuk menunjukkan salah satu macam ragam sastra. 15 Kata ini dipakai satu kali di Surat Galatia 4:24. a. Pengenalan
13 Ini dapat dibaca pada penjelasan untuk Injil Matius 6:33 yang diberikan Scofield Reference Bible. Dalam edisi yang baru, pendirian ini sudah agak lunak dengan mengatakan bahwa dalam banyak kasus kedua sebutan ini merupakan sinonim. 14 Hunter, Interpreting the Parables, hlm. 39. 15 Menurut KBBI, alegori adalah cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita, atau nilai kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Pemakaian kata alegori di bagian ini dekat dengan definisi yang diberikan KBBI. 9
Alegori biasanya lebih panjang dan terperinci daripada perumpamaan dan kiasan. Alegori mempunyai hubungan yang erat dengan perumpamaan. Pada dasarnya alegori merupakan metafora yang lebih luas, sedangkan perumpamaan merupakan ibarat yang lebih panjang. Atau, boleh dikatakan, alegori merupakan cerita yang mengadakan beberapa perbandingan. Dalam alegori terdapat ide-ide yang sulit dipastikan maknanya. Biasanya alegori menggabungkan cerita dan penjelasan atau aplikasi menjadi satu. Alegori dapat memiliki beberapa tujuan dan analogi-analogi. Dengan kata lain, alegori adalah perumpamaan yang jauh lebih sulit, yang tidak memperhatikan nasihat moral melainkan kebenaran yang bersifat teoritis. Baik PL maupun PB terdapat alegori, contohnya, Kitab Mazmur 80:9-16; Yesaya 5:1-6; Amsal 5:15-18; Yehezkiel 13:8-16; Injil Yohanes 10:1-16; Surat 1 Korintus 3:10-15; Surat Galatia 4:21-31; Surat Efesus 6:11-17. Dengan metode mengajar atau menafsir ini, penulis menyampaikan kebenaran dengan efektif. Pola ini juga mengabaikan sebuah kenyataan bahwa isi bagian kitab yang ditafsirnya sesungguhnya tidak membutuhkan penafsiran seperti ini.16
b. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 1. Alegori memiliki persamaan dengan metafora, perumpamaan, dan ibarat. 2. Untuk memahami alegori, penafsir perlu terlebih dahulu menganggapi tujuan utama alegori tersebut. 3. Perhatikan konteks alegori yang ditafsir. 4. Banyak alegori dapat dipahami dari penjelasan yang tercantum di dalam kitab yang terkait. 5. Untuk lebih menguasai isi sebuah alegori, penafsir boleh membuat daftar yang mencantumkan informasi yang diberikannya. 6. Perhatikan bagian lain dalam Alkitab yang mungkin memberi informasi tambahan. 7. Jangan melalaikan budaya, kebiasaan, kehidupan sosial, lingkungan, sejarah, dan lainlain yang mungkin berhubungan dengan alegori yang terkait. 8. Sebagai salah satu jenis bahasa kiasan, alegori jangan ditafsirkan dengan makna harfiah saja. 16 Terry, Biblical Hermeneutics, hlm. 325-326. Observasi Terry ini diambil berdasarkan penyelidikannya terhadap Kitab Kidung Agung. Untuk lebih mengenal penafsiran alegoris, informasi tambahan dapat diperoleh dari Bab I buku ini. Do samping itu, harus diakui, Kitab Kidung Agung sulit ditafsir. Bagi Terry, kitab yang bersifat perumpamaan dan yang ditulis dengan ragam sastra puitis ini, jangan ditafsir dengan pendekatan mencari ajaran rohani dalam setiap hal, tetapi juga jangan ditafsir dengan makna harfiah saja. Biblical Hermeneutics, hlm. 327. 10
5. Simbol Simbol menunjuk hal yang dipakai untuk menyampaikan arti yang melebihi makna yang umum atau biasa lekat pada hal tersebut. Jadi simbol merupakan tanda yang memberi makna khusus. Simbol tidak sama dengan tipe17 (type), tidak dibatasi waktu, sehingga simbol dapat melambangkan makna tertentu pada masa-masa yang tidak sama. Contohnya, singa yang melambangkan kekuatan yang tidak dibatasi waktu baik di masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Seringkali metafora yang ada dalam alkitab merupakan simbol (baca Mrk. 14:22-24). Tipe selalu dihubungkan dengan hal yang akan datang. Tipologi merupakan salah satu cabang nubuat. Contohnya, Kitab Surat Ibrani 3:1-6, Musa menjadi tipe bagi Tuhan Yesus yang akan datang pada kemudian hari.
a. Beberapa Ciri Simbol 1. Hal yang dijadikan simbol selalu bermakna harfiah. 2. Simbol dipakai untuk menyampaikan sebuah makna atau ajaran. Contohnya, pelepasan burung merpati dalam upacara, bukan keindahan burung merpati yang ingin ditunjukkan, tetapi makna perdamaian yang ingin disampaikan. 3. Simbol memiliki hubungan tertentu dengan makna yang ingin disampaikannya, dalam contoh burung merpati di atas, burung ini terkenal dengan sifatnya yang lembut. 4. Penafsir tidak dibenarkan melalaikan penjelasan yang diberikan pemakai simbol, lalu menjelaskan simbol yang sama mungkin saja mempunyai makna yang berbeda dalam masyarakat, budaya, daerah, atau pada zaman yang berbeda. Itu sebabnya jauh lebih bijaksana jika penafsir simbol mencari penjelasan yang diberikan Alkitab daripada menduga berdasarkan konsepnya sendiri. 5. Dalam Alkitab, simbol yang sama mungkin memberi dua bahkan lebih makna yang berbeda. Contohnya, Injil Matius 10:16 merpati merupakan simbol ketulusan, tetapi di Kitab Yesaya 38:14 suara merpati melambangkan keluh kesah, dan di Kitab Hosea 7:11 ia menunjuk kebodohan.18 6. Simbol dipakai untuk memberi makna yang dalam kepada pembacanya, atau sebaliknya agar sebagian pembacanya tidak menangkap maknanya. Contohnya, penulis Kitab Wahyu memakai banyak simbol mungkin dengan tujuan agar musuh orang Kristen tidak memahami isi kitab itu. 7. Penafsir masa kini perlu waspada, sebab mungkin dia tidak sadar bahwa sebenarnya penulis kitab telah menggunakan sebuah simbol. Namun 17 Kata “Tipe” diterjemahkan dari kata bahasa Inggris type. Karena maknanya tidak sama dengan apa yang dijelaskan KBBI, sedangkan Kamus Linguistik tidak memberikan padanan untuk kata type, demi menghindari kerancuan, semua kata “tipe” dan “anti tipe” di bab ini dicetak miring. 18 Bukan saja karena bahasa itu hidup dan terus berkembang, tetapi juga karena penulis-penulis Alkitab adalah penulis-penulis yang kreatif. 11
sebaliknya, dia juga perlu hati-hati agar tidak mencari-cari simbol yang sebenarnya tidak ada. Untuk kedua hal ini penafsir dituntut bersikap sensitif dan teliti. b. Pembagian simbol menurut jenisnya Benda Benda seperti salib, garam, atau emas mempunyai makna simbolis. Makna simobol adakalanya mempunyai sejarah yang panjang, dan seharusnya dipahami dari sudut yang berbeda. Salib sebagai contohnya. Dalam PL, orang berbuat dosa yang dihukum mati lalu digantung pada tiang menunjukkan dia adalah orang yang dikutuk Allah (Ul. 21:22,23). 19 pada abad pertama biasanya orang Yahudi menghukum orang yang berbuat kesalahan besar dengan melemparinya dengan batu sampai mati. Pada zaman salib itu merupakan alat yang dipakai orang Romawi untuk menghukum pelanggar berat, misalnya, pemberontak. Tidak demikian di mata penulis-penulis kitab PB. Karena Tuhan Yesus mati di atas salib, maka salib merupakan simbol yang mempunyai makna teologis. Salib Tuhan Yesus menjadi simbol penderitaan yang ditanggung-Nya. Salib menunjuk kasih Tuhan Yesus, karya penyelamatan-Nya, serta usaha-Nya mendamaikan orang yang berdosa dengan Allah. Di atas kayu salib, Beliau menebus orang berdosa. Salib juga melambangkan penyangkalan diri yang dilakukan Kristus, itu sebabnya murid-Nya pun harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Dia (Mat. 16:24). Kayu menunjuk sikap orang Kristen yang menyangkal diri dan rela menderita demi Tuhan. Di atas salib, orang Kristen disalibkan bersama Kristus agar hidup di dalamnya (Gal. 2:20). Jadi untuk menafsir sebuah simbol, misalnya salib, penafsir harus menaruh perhatian kepada konteks bagian kitab yang terkait, paling tidak dia boleh lebih mengenal penderitaan Tuhan Yesus di atas kayu salib sesungguhnya melampaui penderitaan jasmani. Inilah yang mebuat Beliau berseru dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mrk. 15:34). Rupanya pada saat itu, Tuhan Yesus menanggung dosa seisi dunia. Tidak semua simbol dapat dijelaskan dengan mudah. Di antara simbol-simbol ini, misalnya, sulit untuk memastikan makna emas tua, perak, tembaga, besi, dan tanah liat yang tercatat dalam Kitab Daniel 2:32, 33; tidak jarang menimbulkan perdebatan yang panjang serta kesulitan memastikan apakah tembaga zaman itu sama dengan tembaga saat ini.
Peraturan dan Upacara
Peraturan atau upacara juga dapat dijadikan simbol. Misalnya, baptis atau perjamuan kudus. Terdapat unsur benda yang dipakai, tindakan manusia, dan 19 Orang Yahudi zaman itu memang belum mengenal kayu salib, semacam alat menghukum yang dipakai orang Romawi. Konsep tiang ini masih dapat ditemukan di Surat 1 Petrus 2:24. Kata kayu salib di ayat ini dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi “tiang”. Di ayat ini konsep tiang dan kayu salib melebur menjadi satu. 12
tindakan Allah. Penafsir perlu menaruh perhatian kepada semua unsur ini ketika menyelidik. Sebab seringkali melalui unsur-unsur ini, simbol menyampaikan makna rohani atau teologisnya.
Tindakan
Alkitab mencatat sejumlah tindakan yang mempunyai makna simbolis, diantaranya, apa yang dilakukan oleh Yehezkiel yang tercatat di Kitab Yehezkiel pasal 4 dan 5. Keluarga Nabi Hosea yang tercatat di Kitab Hosea pasal 1-3. Tindakan mengandung makna yang dalam karen diperintahkan Allah dengan tujuan tertentu dan meninggalkan kesan bagi mereka yang melihat atau melakukannya.
Angka
Sejak zaman kuno, setiap komunitas menganggap angka tertentu mempunyai makna. Huruf tertentu juga melambangkan angka tertentu.20 contohnya, angka dua belas adalah sebuah angka yang sering dipakai dalam Alkitab. Dalam PL ada dua belas suku Israel, dalam PB ada dua belas rasul. Angka ini juga dipakai berulang kali dalam Kitab Wahyu. Perlu diperhatikan, angka yang sama tidak selalu mempunyai makna yang sama. 21 Menurut O.T. Allis, tidak ada bukti bahwa dalam PL angka ditulis dengan huruf. Jika ada, itu pun sangat jarang. Walaupun Allis mengaku, angka enam ratus enam puluh enam yang tercatat di Kitab Wahyu 13:18 merupakan pengecualian. 22 Akhirnya, penafsir jangan memakai penghitungan huruf, kata, dan ayat sebagai dasar penafsiran. Metode demikian lebih sering membingungkan umat Tuhan daripada menjelaskan Alkitab.23
Warna
Merah biasanya dianggap sebagai simbol darah Kristus, Karya PenebusanNya. Di Yesaya 63:1-2, warna merah atau sinonimnya menunjuk penghakiman di Kitab; di Kitab Yesaya 1:18, menggambarkan dosa; di Injil Matius 16:2, menjelaskan langit; dan di kitab Nahum 2:3, melukiskan para prajurit. Penafsir 20 Baca Bab III bagian Semantik buku ini, yang menjelaskan nilai angka yang diwakili abjad bahasa Ibrani dan Yunani. 21 Menurut Ramm, “tiga” adakalanya berarti “beberapa”, adakalanya “sangat banyak”. Protestan Biblical Interpretation, hlm. 217. 22 Oswald Thompson Allis, Bible Numerics (Philadelphia, PA: Presbyterian and Reformed Publishing Co., 1961), hlm. 13. Rupanya buku kecil ini ditulis untuk membantah pandangan Ivan Panin dan pengikutnya, Sabiers, yang mencoba menjelaskan Alkitab dengan cara menghitung huruf, kata dan ayat Alkitab, serta mencari makna yang tersembunyi dibelakangnya. 23 Buku yang ditulis Michael Drosnin, The Bible Code (Sandi Alkitab), terj. Anton Adiwiyoto, ed. Lyndon Saputra (Jakarta: Professional Books, 1997), adalah contoh pendekatan demikian. Waktu membuktikan pendekatan seperti ini tidak dapat bertahan lama. 13
perlu sangat hati-hati karena warna merah tidak selalu melambangkan darah Kristus.24 Dalam bahasa-bahasa yang dipakai penulis Alkitab, warna berhubungan erat dengan benda atau kata tertentu. Dalam bahasa Ibrani kata “biru” katanya berhubungan dengan ikan; “kirmizi” mungkin berasal dari semacam ulat yang merahnya seperti “kirmizi”; kata “putih” sama dengan “kain lenan putih”.25
Nama
Nama dipakai sebagai simbol contohnya, Kitab Wahyu 2:9b mencatat, “ ,,, sebaliknya mereka adalah jemaah (atau terjemahan lain: jemaat sinagoge) iblis.” Contoh berikutnya, misalnya, Babilon, Yerusalem baru, dan lain-lain. Nama tokoh, contohnya, nama “Yesus”, atau dalam bahasa Ibrani “Yosua”, berarti Yahweh adalah keselamatan. Bagi orang Kristen, nama ini berarti “karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Tetapi tidak setiap nama mempunyai makna khusus. Nama tempat, contohnya, nama kota perlindungan (Bil. 35:9-15; Yos. 20:1-9).
Penglihatan
Alkitab mencatat banyak peristiwa penglihatan, nabi atau rasul melihat hal yang simbolis. Contohnya, “buah-buahan musim kemarau” yang tercatat dicatat di ayat 2. Ini berarti kesudahan sudah dekat, dan Tuhan tidak akan memaafkan umatNya Israel lagi.26
Mukjizat
Dua contoh yang dapat diberikan di sini adalah nyala api yang keluar dari semak duri yang tercatat di Kitab Keluaran pasal 3; tiang awan dan tuang api yang tercatat di kitab yang sama pasal 13. 4.1 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran 1. Dalam penafsir simbol, tidak ada hukum baku yang berlaku atas setiap kasus. 2. Penafsir perlu ekstra hati-hati ketika menafsir warna, angka, logam, atau permata. 3. Berilah perhatian kepada ciri-ciri umum, utama, dan penting sebuah simbol. 4. Selalu memperhatikan latar belakang yang berkaitan dengan simbol. Selain Alkitab, sumber yang paling kaya dan dapat diandalkan, penafsir boleh menaruh perhatian kepada penemuan arkeologi. 5. Penjelasan diberikan Alkitab, khususnya bagian yang terkait, merupakan keterangan yang paling menentukan. 6. Jika bagian yang terkait tidak memberi informasi yang cukup, penafsir perlu memperhatikan konteks yang lebih jauh dan tujuan kitab tersebut. 24 Sterrett, How to Understand Your Bible, hlm. 104. 25 Ramm, Protestant Biblical Interpretation, hlm. 218. 26 Mickelsen, Interpreting the Bible, hlm. 268. 14
7. Pakailah konkordansi untuk mendapatkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan simbol itu. 8. Jika dapat memastikan salah satu ciri simbol yang ditafsirnya, penafsir boleh memulai penyelidikannya berdasarkan ciri itu. 9. Dalam banyak kasus, tafsiran yang sederhana dan natural justru yang lebih baik. 6. Nubuat Bab ini memperkenalkan genre nubuat27 dan topik-topik yang terkait tentang literatur apokaliptik dan tipologi. Dalam Alkitab “nabi adalah juru bicara Allah yang menyatakan kehendak Allah kepada manusia.”28 Dalam Perjanjian Lama, ada beberapa kategori nabi. Nabi-nabi awal berfungsi dalam tulisan historis, seperti Yosua, Hakim-hakim, kitab Samuel, dan kitab Raja-raja dan mencakup tokohtokoh seperti: Elia dan Elisa. Nabi-nabi lainnya yang namanya digunakan untuk tulisan Alkitab secara berturut-turut disebut Nabi-nabi belakangan dan sebagai tambahan dibagi menjadi dua kategori: nabi besar dan nabi kecil. Istilah besar dan kecil tidak menilai seberapa penting beberapa nabi itu melainkan menunjukkan panjang tulisan nubuat mereka secara relatif. Nabi-nabi besar mencakup Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Daniel, sementara nabi-nabi kecil mencakup Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi. Nabi-nabi nelakangan menarik perhatian besar karena tantangan penafsiran yang khusus, dengan tambahan perikop nubuatan di bagian Alkitab lainnya (Mat. 24-25; Mrk. 13; Luk. 13:28-35; 21:5-36) Ketika mendengar kata nubuat seringkali orang memahami pada kata-kata yang merujuk meramalkan peristiwa pada masa yang akan datang. Jabatan nabi Alkitab mencakup fungsi memberi tahu sebelumnya dan memberitahu ke depan, dan kita akan memeriksa masing-masing peranan ini secara bergiliran.
27 Pembaca yang tertarik pada penyajian berbagai bentuk nubuat yang lebih mendetail diarahkan pada diskusi dalam Gordon D. Fee dan Douglas Stuart, How to Read the Bible for All its Worth: A Guide to Understanding the Bible, ed. Ke-3 (Grand Rapids: Zondervan, 2003), 194-197; dan William W. Klein, Craig L. Blomberg, dan Robert L. Hubbard Jr., Introduction to Biblical Interpretation (Dallas: Word, 1993), 292-302. 28 A. Berkeley Mickelsen. Interpretating the Bible (Grand Rapids: Eerdmands, 1963), 280. 15
7. Kesimpulan 1. Gaya bahasa kiasan adalah mempelajari atau memahami segala cara untuk mencapai suatu efek tertentu dan pernyataan. 2. Gaya bahasa dari segi bahasa yaitu cara menggunakan bahasa, Gaya Bahasa memungkinkan kita dapat melihat pribadi watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan suatu bahasa. 3. Gaya bahasa secara umum yaitu mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingka laku, berpakaian dan sebagainya. 4. Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang yitu dari segi non bahasa dan segi bahasa. 5. Dilihat dari segi bahasa terdapat berbagai jenis-jenis gaya bahasa : a. Gaya bahasa berdasarkan Pilihan kata b. Gaya bahasa berdasarkan Nada c. Gaya bahasa berdasarkan Struktur kalimat d. Gaya bahasa berdasarkan Langsung tidaknya makna.
16
8. Daftar Pustaka Mickelsen, A. Berkeley. Interpreting the Bible. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1966 Kridalaksana, Harimurti. Kamus Lingusitik, edisi ketiga. Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1993. Buttrick, George A. The Parables of Jesus. Grand Rapids,Michigan: Baker Book House, 1979. Hunter, Archibald M. Interpreting the Parables. Philadelphia: The Westminster Press, 1960. Terry, Milton S. Biblical Hermeneutics. Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1983. The Infallible Word, A Symposium by the Members of The Faculty of Westminster Theological Seminary. Philadelphia: Presbyterian and Reformed Pub.Co., 1946. Allis, Oswald Thompson. Bible Numerics.
Phildelphia, PA: Presbyterian and
Reformed Publishing Co., 1961. Sterrett, Norton T. How to Understand Your Bible. Downres Grove: InterVarsityPress, 1976. Dodd, C. H. The Parables of Kingdom, Fontana Books, London and Glasow: Collins Clear-Type Press, 1961. Ramm, Bernard. Protestant Biblical Interpretation. Protestant Biblical Interpretation. Ed. bahasa Tionghoa. Terj. Silas C. Y. Chan. Montery Park: living Spring Pub., 1983.
17
18