Ctev

  • Uploaded by: Nadiah Ismail
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ctev as PDF for free.

More details

  • Words: 4,227
  • Pages: 24
Loading documents preview...
CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau Club Foot STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM = 1

CTEV merupakan kelainan pada kaki, dimana kaki belakang equinus, varus, dan kaki depan adduktus. Sering ditemukan, mudah didiagnosa, tetapi sulit diobati. Nama lain = Club foot, piede tordo, pie bot, pie zambo, pe equinovaro congenito, idiophatic CTEV. Epidemiologi

o o o

1-2 dalam 1000 kelahiran hidup laki-laki : wanita = 2 : 1 30% bilateral

Etiologi Etiologi pasti => Idiopatic (masih belum diketahui) Faktor resiko

o o

Mechanical factor in utero Penekanan dari uterus. Baik penekanan dari luar (trauma) atau tekanan lain (kembar, oligohidramnion) Neuromuscular defect Terjadinya fibrosis dan pemendekan dari otot posterior medial tungkai terutama otot betis seperti M. tibialis posterior.

o o o o

Primary germ plasm defect Kelainan genetik, sekitar 10% yang dimulai sebelum minggu 7 Arrested Fetal Development (pengaruh di sekitar rahim) Heredity Kombinasi antara Heredity dengan lingkungan

Patofisiologi Pada talus, caputnya menonjol di sisi dorsolateral dengan collum yang lebih pendek. Navikulare bergeser ke sebelah medial caput talus, pergeseran ini mulai dari subluksasi sampai dislokasi yang hampir kompleks. Oleh karena navikulare berpindah ke medial, cuboid dan calcaneus bergeser pula ke medial dan terjadi perubahan yang sifatnya adaptasi pada sisi lateral kaki (calcaneus, cuboid, metatarsal V) Manifestasi klinis Gambaran klinisnya dapat dibagi 2: 1.

Type rigid (intrinsic) (resistent) => Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit kecil, equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang, sedangkan kulit medial terlipat.

2.

Type fleksibel (extrinsic) (easy) => Dapat dimanipulasi. Tumit normal dan terdapat lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.

Tanda lain :

o o o

Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf) Tendo archiles pendek Bagian distal fibula menonjol

o o

Kaki lebar dan pendek Metatarsal I pendek

Diagnosis Berupa deformitas pada :

o o o o o o

Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal Subluksasi sendi talonavikulare Equinus kaki belakang pada sendi ankle Varus kaki belakang pada sendi subtalar Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut Inversi tumit

Pemeriksaan penunjang Radiologist = tujuannya bukan untuk diagnostik, tapi untuk menentukan derajat equinus, varus, dan perubahan kaki belakang agar memberikan gambaran seberapa besar koreksi yang dibutuhkan.

o o o

Foto AP => Sudut talocalcaneal kecil dari normal (normal=25-45 derajat) Foto lateral => Sudut talocalcaneal lebih kecil dari normal. Foto dorsoflexi maksimal => sudut ini bertambah kecil (normalnya bertambah besar)

Tatalaksana

o

Konservatif Dilakukan manipulasi terhadap bagian kaki yang adduksi, equinus, varus dan mempertahankannya dengan menggunakan gips. Dilakukan peregangan pada jaringan yang mengerut secara bertahap tanpa kekerasan, dipertahankan 10 hitungan. Dilakukan berulang selama 10-15 menit. Hasil akhirnya dipertahankan dengan gips. Pada saat pemasangan gips, perhatikan sirkulasi darah. Koreksi dapat diulang 1 minggu kemudian. Bila konservatif berhasil, pengobatan dapat dilakukan dengan Denis Brown Splint dan dikontrol sampai anak dewasa. Bila 3 bulan konservatif gagal, maka lakukan operatif.

Denis Brown Splint

o

Operatif Indikasi:

o o o

Gagal terapi konservatif Kambuh setelah konservatif berhasil Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan

Operatif dapat dilakukan pada:

o o

Jaringan lunak (hanya untuk usia < 5 tahun) Terhadap tulang

Prognosis Tergantung jenis kelainan (rigid atau fleksibel) dan tergantung usia saat ditatalaksana. Semakin Fleksibel dan semakin muda ditatalaksana, maka prognosis akan semakin baik. Pola Pikir Bila bayi lahir dengan CTEV => langsung terdiagnosis CTEV melalui pemeriksaan fisik =>rujuk => tatalaksana.

Dystrophy Muscular Progressive (DMP) STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM =I

Distrofi muskular progresif merupakan kelainan berupa kelemahan otot karena degenerasi yang progresif. Nama lain DMP adalah Duchenne Muscular Dystrophy Epidemiologi

o o

Laki-laki lebih sering dari pada wanita (sangat jarang). 1 : 3.600 bayi laki-laki lahir hidup.

Etiologi

o o

Diturunkan sebagai gen resesif terkait-X. Kelainan pada kromoson X pada lokus Xp21. Mutasi gen pada distropin. Distropin merupakan protein otot. Pada Distropi Ducehne, gen ini tidak ada. Pada distropi Becker, gen ini mengalami perubahan. Manifestasi klinis lebih progresif pada Duchene dari pada Becker.

Patofisiolgi Tidak adanya distrofin (protein pada otot rangka)=> degenerasi serat otot bertahap dengan karakteristik kelemahan progresif dan pengecilan otot. Manifestasi Klinis => mulai terlihat saat anak berusia 3 - 5 tahun Gejala Awal

o o

Kelemahan tulang panggul : kesulitan berjalan, berlari, dll. Keterlambatan perkembangan motorik

Gejala Progresif

o o o o o o

Tanda berjalan abnormal mulai terlihat Kemampuan berjalan terhenti saat usia 9 - 12 tahun Tanda Gower Pseudohipertrofi otot betis Masalah jantung Penurunan intelektual

Diagnosis

o o

Munculan manifestasi klinis Pemeriksaan

o o o o

Penunjang

CPK (Creatin Phospokinase) => meningkat Biopsi otot => adanya degenerasi otot. Ada penumpukan lemak. EKG dan uji paru EMG (Elektromiografi) => penurunan amplitudo dan durasi potensial unit motorik. Miopati. Penurunan aktivitas otot.

Komplikasi 1.

Dekompresi jantung dan kardiomiopati

2.

Infeksi paru

3.

Osteoporosis

4.

Obesitas

5.

Kontraktur

6.

Skoliosis

7.

Depresi

Tatalaksana

o o o o

Belum ada obat untuk menghentikan progresifitas penyakit ini. Yang ada hanyalah supportif. Perhatikan nutrisi Fisioterapi Beri penyangga untuk mengurangi skoliosis (Orthosis berupa brace)

Prognosis => terkait progresifnya penyakit ini dan belum ada obatnya => prognosisnya buruk. Pola Pikir => Bila ada anak 7-12 tahun mengeluh kehilangan kemampuan motorik tanpa adanya trauma atau penyakit dan penyebab yang jelas sebelumnya => lakukan pemeriksaan dan anamnesis dengan baik => Pemeriksaan lab (biopsi) => tatalaksana suportif

OI (Osteogenesis Imperfecta) STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM =I

OI (Osteogenesis Imperfecta) merupakan kelainan jaringan ikat dan tulang yang bersifat herediter (autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan persendian, dan kerapuhan pembuluh darah.

Epidemiologi 1 dari 20.000-60.000 kelahiran

Etiologi => mutasi gen yang mengatur procolagen (gen COL1A1 dan gen COL1A2 7q22. baca : colia. penulis red). Hal ini mengakibatkan maturitas dari kolagen menjadi terganggu dan osteoblas tidak mampu berdiferensiasi dengan baik sehingga terjadi gangguan skeletal.

Klasifikasi 1.

Tipe 1 (ringan)

o o o o

Fraktur patologis mulai muncul saat anak mulai berjalan Short stature (perawakan pendek) Terdapat arcus senilis (lingkaran putih di sekitar kornea mata) Sklera biru (karena bersifat tembus seperti kulit tipis. Akibatnya, sklera menyaring warna merah yang mendasari koroid pleksus pembuluh darah sehingga tampilannya menjadi seperti memar atau hematom subkutan yang berwarna biru)

o o 2.

I a = gigi masih normal. I b = dentinogenesis imperfecta.

Tipe 2 (sangat berat) => sebagian besar meninggal di intraunterine atau dapat beratahan hidup beberapa saat karena terjadi fraktur di iga dan kranial.

3.

Tipe 3 (berat)

o o o o o 4.

Fraktur patologis muncul bahkan sebelum anak berjalan Ekstremitas bengkok bukan karena fraktur besar, tapi banyak mikrofraktur Sering muncul kifosis dan skoliosis Kebanyakan tidak dapat melanjutkan berjalan Sklera biru pucat

Tipe 4 (hampir sama dengan tipe I b)

o

Dentinogenesis tapi sklera masih normal

Gejala klinis

o o o o o o o

Trauma ringan dapat mengakibatkan fraktur. Hipermobilisasi sendi => kelenturan ligamen dan sendi berlebihan Otot hipertonus Defisiensi dentin Perdarahan subkutan Sklera biru Banyak fraktur halus (pergerakan sedikit saja sakit) => krepitasi. Hal ini membuat kaki tidak berbentuk lurus lagi

Pemeriksaan

o

Foto rontgen (diagnosis dan penentuan derajat kerusakan tulang => Lihat bentuk tulang (tidak lurus dan bekas fraktur). => pembuluh darah tipis, deformitas, dan tulang mengalami osteoporosis.

o

Pemeriksaan Gen COL1A1 dan CLO1A2

Tatalaksana Pengobatan khusus tidak ada, tujuan pengobatan hanyalah :

o o o

Cegah komplikasi fraktur (deformitas) lebih lanjut Perbaiki deformitas yang terjadi, kalau perlu lakukan ostetomi dan fiksasi interna. Mobilisasi agar mencegah osteoporosis

Prognosis Tipe I => dapat survive dengan supportif dan tatalaksana yang baik. Tulang menjadi kuat setelah pubertas. Tipe II => saat partus bayinya meninggal dan terlihat hancur karena tulangnya fraktur dengan mudah Tipe III/ IV => survive kalau dilakukan perawatan intensif

Pola pikir

o

Penunjang

Bila ada bayi lahir mati dengan keadaan tulang yang tidak simetris dan tidak lurus => duga OI tipe II

o

Bila bayi lahir dengan selamat, bentuk tulang mengalami kelainan/ tidak lurus (akibat fraktur dan perbaikan sendiri), mudah menangis kalau tersentuh/ dipindahkan => duga OI tipe I atau III => rujuk => pemeriksaan penunjang => tatalaksana

Sumber Catkul FKUNAND 09 Rasjad, Chairuddin Prof, MD, Ph.D. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone

Sindroma Marfan STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM = 1

Sindroma marfan merupakan kelainan berupa jaringan ikat yang tumbuh terus. Kelainan ini bersifat autosomal dominan (herediter), dan dapat timbul pada orang yang bahkan tidak punya riwayat yang sama pada keluarganya. Epidemiologi

o o o

1 : 5ribu-10ribu 75 % punya riwayat keluarga 25 % muncul tanpa ada riwayat keluarga

Etiologi

o o

Utama = Mutasi gen Fibrilin-1 (FBN 1) pada kromosom 15 yang mengkode protein fibrilin. Lain = mutasi gen TGF-beta

Faktor Resiko => tidak ada predileksi nyata dengan ras, etnik dan jenis kelamin. Patofisiologi Gen FBN 1 berperan dalam pembuatan protein yang disebut fibrilin 1. Protein ini diangkut ke luar sel menujun matriks ekstraseluler yang akan berikatan dengan molekul fibrilin lain dan protein untuk membentuk jalinan filamen yang disebut mikrofibril. Mikrofibril merupakan bagian dari serat elastis yang ada pada kulit, ligamen, dan pembuluh darah. Mikrofibril juga ada dalam jaringan penyokong yang menyokong jaringan pada lensa mata, saraf, otot. Selanjutnya mikrofibril memegang peran penting dalam mengatur faktor pertumbuhan (Protein Transforming Growth Factor 'TGF-beta'). Peran mikrofibril => pertahankan kondisi TGF-beta dalam keadaan tidak aktif. Bila TGF-beta dilepaskan dari mikrofibril, maka akan mengakibatkan pertumbuhan terus-menerus dari jaringan yang bersangkutan. Mutasi pada FBN1 mengakibatkan ketidaknormalan produksi protein fibrilin sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Akibatnya, jumlah fibrilin yang akan diubah membentuk mikrofibril juga sedikit. Berkurangnya mikrofibril ini menurunkan elastisitas serat dan memacu aktivitas berlebihan dari TGF-beta sehingga terjadi pertumbuhan yang terusmenerus.

Manifestasi Klinis

o

Skeletal : Perawakan tinggi Lengan dan kaki panjang & kurus (dolikostenomilia). Rentangan tangan lebih panjang jadi pada tinggi badan. Araknodaktil => jari tangan dan kaki panjang (spider-like finger) Wajah sempit Palatum sangat melengkung Deformitas pada dada Gigi yang overcrowded Skoliosis Hiperfleksibel sendi Mata : Ektopik lensa. Meningkatnya resiko glaukoma, early katarak. Cardiovaskular : Defek katup jantung, aorta dilatasi dan diseksi Paru : bula => pneumonia spontan

o o o o o o o o o o o o

Diagnosis 1. Anamnesis => riwayat keluarga 2. Pemeriksaan =>

o

Berdasar

kriteria

Berlin

Skeletal => Temuan = 1 atau 2 kriteria mayor + 2 kriteria minor Perawakan tinggi, dolichostenomelia (disporposi ekstremitas dengan tubuh), aracnodactyly, skoliosis > 20 derajat dan kifosis

o

o

Kriteria

o

Pectus Excavatum

Mayor

o o

Ekstremitas lebih panjang dibanding dengan tubuh Tanda wrist (Walker) and thumb (Steinberg) positif

Wrist (Walker) sign

Thumb (Steinberg) sign

o o o o o

Skoliosis > 20° Sudut ekstensi dari siku < 170° Perpindahan medial dari maleolus medial. Kekakuan sendi panggul Kriteria

o o o o

Pectus excavatum of moderate severity Skoliosis < 20° Lordosis dari toraks Hipermobilitas sendi

o o

Palatum yang sangat melengkung Gigi berdesakan

Minor

o o

Typical facies (dolichocephaly, malar hypoplasia, enophthalmos, retrognathia, down-slanting palpebral fissures)

Ocular

o o

Mayor => Lensa Ektopik Minor

(minimal

2

kriteria)

o o o o o o o

o

Flat cornea (measured by keratometry) Increased axial length of the globe (measured by ultrasound) Cataract (nuclear sclerotic) in patients younger than 50 years Hypoplastic iris or hypoplastic ciliary muscle that causes decreased miosis Rabun jauh. Glaucoma (patients < 50 y) Retinal detachment Cardiovaskulas

o

Mayor

o

o

Aortic root dilatation involving the sinuses of Valsalva: The prevalence of aortic dilatation in Marfan syndrome is 70-80%. It manifests at an early age and tends to be more common in men than women. A diastolic murmur over the aortic valve may be present o Aortic dissections involving the ascending aorta Minor (minimal 1)

o

o

o

Mitral valve prolapse (55-69%): Midsystolic clicks may be followed by a high-pitched late-systolic murmur and, in severe cases, a holosystolic murmur. o Dilatation of proximal main pulmonary artery in the absence of peripheral pulmonic stenosis or other cause. o Calcification of mitral annulus (patients < 40 y) o Dilatation of abdominal or descending thoracic aorta (patients < 50 y) Pulmonal => hanya ada kriteria minor (minimal 1) Kriteria Minor o Pneumotorak spontan (5% pasien) o Apical blebs on chest radiograph Skin => hanya ada kriteria minor (minimal 1)

o

Striae atrophicae in the absence of marked weight changes, pregnancy, or repetitive stress: Stretch marks are usually found on the shoulder, mid back, and thighs. See the image below.

Striae Atrophicae

o o

Recurrent or incisional hernia Dural => hanya ada Dural ectasia must be present and confirmed using CT or MRI.

kriteria

mayor

Pemeriksaan Penunjang

o o o o

Keratometri USG CT Scan MRI

Komplikasi => sesuai dengan organ yang dikenai, yaitu cardiovascular, lensa, pulmo, dll

Tatalaksana

o

Cardivascular treatment

o

o o o o o o

Beta-blocker therapy should be considered at any age if the aorta is dilated, but prophylactic treatment may be more effective in those with an aortic diameter of less than 4 cm. potential agents for delaying aortic expansion and for delaying the progression to rupture or dissection. o ACE-inhibitors => reduce central arterial pressure Anticoagulant medications such as warfarin are needed after artificial heart-valve placement. Antibiotik intravena => mencegah endokarditis bakterial Progesterone and estrogen => induksi pubertas lebih dini untuk mengurani pertumbuhan. Tapi tidak ada data kongkrit terapi ini dapat mengurangi skoliosis. Myopi => kaca mata Pasien dengan kaki yang datar => dapat dibantu dengan sepatu khusus (berupa orthosis). Konseling psikologi => penyangkalan, depresi dari kondisi yang dialami.

Prognosis => bila disupport dengan terapi tambahan dengan pemantauan => akan lebih survive dari pada yang tidak. Apalagi kalau penangan dimulai sebelum pubertas, prognosis akan bagus.

Pola Pikir => Bila ada anak dengan perawakan tinggi dengan ekstremitas kurus dan tidak sebanding dengan tubuh + persendian yang hiperfleksibel => lakukan pemeriksaan => tatalaksana.

Spinal Muscular Atrophy (SMA)

SMA merupakan penyakit neuromuskuler yang ditandai oleh degenerasi motor neuron di medula spinalis yang mengakibatkan kelemahan otot proksimal yang progresif dan kelumpuhan.

Epidemiologi

o o o

Kelainan autosomal resesif fatal nomor 2 tersering ditemukan Insiden => 1: 6-10 ribu kelahiran hidup Carier => 1: 40-60

Etiologi

o o o

Defisiensi motor neuron protein yang dikenal dengan Survival of Motor Neuron (SMN) Homozigot delesi atau mutasi gen SMN 5q11 Autosomal resesif Patofisiologi Dalam tubuh, terdapat 2 gen yang mengkode protein motor neuron, yaitu gen SMN1 dan SMN2. Gen SMN1 mengkode RNA yang hasilkan mRNA untuk selanjutnya membentuk protein fungsional. Gen SMN2 juga melakukan pengkodean, tapi RNA nya labil sehingga protein yang dihasilkan merupakan protein non fungsional. Saat terjadi mutasi pada SMN1, otomatis protein fungsional motor neuron tidak dihasilkan lagi dan terjadilah kelemahan otot. Tapi, keadaan tersebut dikompensasi oleh SMN2 walaupun dengan rantai yang tidak stabil.

Klasifikasi SMA

o o

SMA related SMN => mutasi gen SMN1 Non SMN SMA o Spinal-bulbar muskular atrophy => defek pada kromosom x o Scapuloperoneal SMA o Congenital distal SMA o SMA with respiratory distress type 1

Klinis SMA berdasarkan usia onset :

o

Tipe

1

(Werdnig

Hoffman

Disease)

=

0-6

bulan

o o o o

lemah seluruh otot dan tidak pernah dapat berjalan kesulitan bernapas, menghisap, dan menelan pada masa bayi bertahan sampai usia 2 tahun Tipe 2 (Intermediate)

=

7-18

bulan

o o o

pernah bisa duduk & setelah progresif kemampuannya hilang bagian yang pertama kena adalah otot proksimal dan selanjutnya otot lain Tipe 3 (Mild, Kugelberg-Welander disease) in

adulthood

>

18

bulan

o o

dapat berjalan sampai dewasa (kadang 30-40 tahun) tapi dengan menggunakan alat bantu Tipe 4 (Adult) = 20-30

o

berjalan dengan kemampuan biasa, tapi cepat capek.

dekade

Diagnosis 1. 2.

Anamnesis => usia, riwayat 'ability' yang sudah pernah dipunyai, onset penyakit. Pemeriksaan Fisik => sesuai kan usia dengan kemampuan

yang

seharusnya

sudah

didapat

o o o o o 3.

kelemahan ini simetri proksimal > distal tampilan klinisnya sesuai onset sel sensori normal intelektual baik Pemeriksaan

o o o o

Penunjang

CK (Creatin Kinase) => enzim yang dihasilkan bila terjadi bilaterjadi kerusakan otot. Pada penderita SMA, Ck nya normal karena otot tidak apa-apa, yang masalah adalah persarafannya. EMG (Elektromiografi) => neurogenik (kalau DPM, hasilnya miopati) Biopsi otot Analisis Molekuler

Diagnosis Banding

o

Poliomielitis

Tatalaksana

o o

Tidak ada terapi spesifik Terapi

suportif

o o o o

Respiratory Care Nutritional Care Orthopaedic Care Farmakologi

o o

masih dalam investigasi Histone deacetylase inhibitors

Prognosis => tergantung tipe dan jumlah SMN2.

Pola pikir => bila ada pasien dengan kelemahan pada anggota gerak => anamnesis usia, onset, penyebab => bila tidak ada trauma, infeksi atau penyebab yang pasti sebelumnya => lihat apakah kelemahan simetris atau tidak, lemah umumnya di bagian distal atau proksimal => bila telah menyingkirkan diagnosis banding => Pemeriksaan fisik dan penunjang => tatalaksana

Skoliosis STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM = IIIa

Skoliosis merupakan deformitas punggung yang seharusnya lurus berubah menjadi miring.

Klasifikasi 1.

Skoliosis Postural Disebut juga Skoliosis Skiatika atau Deformitas Semu. => deformitas sekunder sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan di luar tulang belakang. Contoh : karena kaki pendek sebelah, kemiringan pelvic akibat kontraktur pinggul Bila diperbaiki posisinya, maka skoliosis ini akan menghilang :

o o 2.

Kaki pendek => duduk, maka deformitas akan hilang Skoliosis postural menghilang kalau fleksi (membungkuk) Skoliosis => deformitas pada segmen tulang belakang

Etiologi

o o o

Idiopatik => Skoliosis idiopatik Anomali tulang => Skoliosis Osteopatic Distrofi otot => Skoliosis Neuropatik

Faktor Resiko

o o

Riwayat keluarga Kelainan saat kehamilan/ persalinan

Gejala Klinis dan Diagnostik

o o o o o o

Deformitas punggung => miring. Tulang belakang menyimpang Benjolan rusuk pada kurva thoraks Penonjolan asimetri salah satu pinggul pada kurva torakolumbal Lihat pigmentasi kulit, bekas rambut pada bagian skoliosis Catat tingkat dan arah kecembungan kurva utama Tanda diagnosis tetap => suruh posisi flexi (bungkuk ke depan)

Struktural

Pemeriksaan Penunjang

o

Foto polos => postero anterior dan lateral penuh terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak.

o

Postero-anterior => vertebra yang mengarah ke puncak prosesus spinosus menyimpang ke garis tengah. Ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali. Derajat kurva diukur dengan menarik garis pada sinar X pada batas atas tulang belakang paling miring dan batas bawah tulang belakang paling miring. Dari masing-masing garis tersebut ditarik garis sejajar yang tegak lurus (90 derajat). Sudut yang terbentuk dari pertemuan garis tersebut adalah Sudut Cobb.

Sudut Cobb

o o o o

CT dan Mielografi => menentukan kelainann vertebra/ kompresi korda. Uji fungsi paru => pada deformitas dada yang parah. Uji kapasitas vital paru. Uji biokimiawi dan neuromuskular => pada pasien dengan distrofi otot/ penyakit jaringan ikat.

Skoliosis Congenital (Osteopatik) Patofisiologi => terjadi anomali pada:

o o o o

Hemivertebra Wedget vertebra Fusi vertebra Tiadanya rusuk / rusuk menyatu

Gejala klinis dan Diagnosis

o o

Pada jaringan sekitar sering ditemukan :angioma, naevi, rambut berlebihan, lekukan atau bantalan lemak, kadang disertai spina bifida. Skoliosis kongenital biasanya menetap pada tingkat ringan, namun beberapa kasus berkembang ke arah deformitas berat. Terutama yang disertai fusi vertebra unilateral (batang tak bersegmen unilateral).

Tatalaksana =>

konservatif

o o

Observatif : 1 x 3 bulan atau 1 x 6 bulan, lihat perkembangan sudut Cobbnya Pasang Brace (penyangga yang dapat memanipulasi kemiringan sudut vertebraenya) => pantau sampai tulang berubah jadi lurus => operatif. Sebelum operasi, mielografi terlebih dahulu untuk mencegah diastematomielia (korda terbagi dua oleh penonjolan tulang belakang dari corpus vertebra). Indikasi operasi segera :

o o o o o

Usia Progresifitasnya tinggi Ada deformitas lain yang diakibatkan skoliosis ini Fusi vertebrae Sudut Cobb > 40 derajat DOWNLOAD cara

-

Skoliosis.pdf download

Sumber Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.

Tortikolis (Congenital Muscular torticollis) KOMPETENSI DOKTER UMUM = IIIa

:

Totikolis merupakan kelainan kongenital dimana otot Sternocleidomastoideus mengalami fibrosis dan gagal memanjang sementara tubuh anak terus tumbuh sehingga terjadi deformitas progresif.

Etiologi

o o

Faktor utama masih belum diketahui (idiopatik) Faktor resiko :

o o o

Iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya yang menyimpang (presentasi bokong) Trauma saat kelahiran Riwayat lahir sungsang

Patofisiologi Keadaan iskemik pada otot SCM akan mengakibatkan otot tersebut mengalami fibrosis dan tidak akan berkembang seperti otot lainnya. Bila terjadi pada salah satu sisi otot CSM saja, maka akan menimbulkan manifestasi yang membuat kepala anak menjadi miring ke arah sisi yang terkena tersebut.

Manifestasi Klinis

o o o o o

Sering kelainannya tidak terlihat nyata dari usia 1-2 tahun. Leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis Di sisi yang fibrosis, telinga mendekati bahu Garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar) Perkembangan muka dapat menjadi asimetris

Diagnosis

o o o o

Riwayat kelahiran sukar atau sungsang Kepala miring ke arah yang sakit (singkirkan penyebab lain : anomali tulang, diskitis, limfadenitis) Telinga mendekati bahu Terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.

Tatalaksana

o o

Bila diketahui sudah sejak bayi, maka dilakukan perentangan otot setiap hari untuk mencegah perkembangan deformitasnya. Bila lehernya menjadi miring => koreksi dengan operatif. Otot yang berkontraksi dibelah (biasanya bagian bawah, tapi kadang-kadang juga pada ujung atas atau keduanya) dan kepala dimanipulasi agar posisinya netral. Setelah operasi, posisinya dipertahankan dengan suatu tutup-tengkorak/skull cup yang diikatkan ke bawah aksila. Sesudah itu, dipakai ban leher polietilen hingga anak dapat mempertahankan posisi kepalanya dengan benar.

Prognosis Semakin muda ditatalaksana, semakin baik prognosis. Pola pikir

Ada bayi dengan keluhan kepala miring sebelah => periksa dan singkirkan kemungkinan anomali tulang, diskitis dan limfadenitis => bila memang tortikolis, tatalaksana berdasar usia. Bila masih muda, lakukan perentangan (membiasakan menoleh ke arah yang fibrosis, diberi ASI searah yang fibrosis, dll) => bila tidak bisa, operatif.

Sumber Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.

DDH (Developmental Dislocation of the Hip) atau Dislokasi Panggul Kongenital catatan mahasiswaFKKamis, 22 Maret 2012Neuromuskuloskeletal

DOWNLOAD - DDH.pdf cara download STANDAR KOMPETENSI DOKTER UMUM = 1

DDH juga diistilahkan sebagai Developmental displasia of the Hip. Dahulu lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam bahasa Indonesia adalah Dislokasi Panggul Kongenital. Jadi, DDH merupakan kelainan kongenital dimana terjadi dislokasi pada panggul karena acetabulum dan capur femur tidak berada pada tempat seharusnya.

Epidemiologi

o o o

Bilateral > unilateral Perempuan > laki-laki = 8 : 1 Kejadian meningkat pada :

o o o

Ada riwayat keluarga Kebiasaan membedung bayi Sertaan dari kelainan kongenital lain, seperti : Congenital Muscular Torticolis dan Congenital Metatarsus Adductus.

Etiologi Etiologi pasti => idiopatik (belum diketahui) Faktor resiko :

o o

Genetik => kelemahan ligamen Lingkungan

o

Intrauterin

o

o

Desakan : kembar, oligohidramnion Desakan dapat membuat caput femur janin yang masih belum terfiksasi dengan baik lepar dari acetabulum. o Hormon relaksin Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk melemaskan tulang panggul agar mempermudah proses kelahiran. Partus

o o o

Kesalahan dalam penolongan partus Bayi dengan interpretasi bokong Pasca Partus

o

Kebiasaan membedung Bedung dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang seharusnya fleksi menjadi ekstensi dapat membuat kemungkinan timbulnya DDH lebih tinggi. Manifestasi Klinis

o o o

Kaki bayi panjang sebelah Terdapat lipatan paha yang asimetris Kalau sudah bisa berjalan, jalannya tidak seimbang Diagnosis

o o

Anamnesa => usia, faktor resiko, onset gejala PF

o

o

Tes Barlow => suatu manuver yang bertujuan untuk menguji DDH dengan usaha mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki bayi dan ibu jari pemeriksa diletakkan dilipatan paha. Positif bila saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari pemeriksa dan ada bunyi 'klik'. Tes Ortolani ==> suatu manuver uji DDH dengan memasukkan kaput femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi (gerakan ke lateral). Positif bila o Ada bunyi klik saat trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa caput yang tadi keluar saat tes Barlow masuk ke acetabulum. o Sudut abduksi < 60 derajat (suspek DDH). Normalnya, sudut abduksi = 65 sampai 80 derajat. Bunyi 'klik' pada Barlow dan Ortolani tidak semua orang yang dapat mendengar, bahkan Orhtopaedis sekalipun.

o

Tanda Galeazzi => Fleksikan femur, dekatkan antara yang kiri dan kanan, lihat apakah lututnya sama panjang atau tidak. Bila tidak sama panjang => + o Tes Tradelenberg => anak disuruh berdiri 1 kaki secara bergantian. Saat berdiri pada kaki yang DDH (+), akan terlihat : o Otot panggul abduktor (menjauhi garis tubuh). Normalnya, otot panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus. Pemeriksaan Penunjang

o

USG => digunakan untuk usia < 6 bulan karena penulangan belum sempurna (tulang masih dalam bentuk tulang rawan), jadi kalau diperiksa dengan rontgen hasilnya akan radiolucent. o Rontgen => untuk usia > 6 bulan. Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi dan selanjutnya untuk pemantauan pengobatan. Tatalaksana Dibagi berdasar usia. Semakin muda usia anak, semakin mudah tatalaksananya.

o

0-3 bulan

o o

Pemakaian popok double untuk menyangga femur tetap fleksi Penggunaan Pavlik Harness

Setelah 3-4 bulan, cek radiografi dan PF. Kalau membai, penggunaan popok double dan Pavlik Harness dapat dihentikan.

o

3-8 bulan

o o o o

Dilakukan traksi beberapa minggu Subcutaneus adductor tenotomy Setelah itu cek radiografi untuk melihat posisi, bila sudah pas, maka fiksasi dengan spica (diganti setiap 2 bulan) sampai hasil radiografi baik. 8 bulan - 5 tahun

o o o

Dilakukan subcutaneus adductor tenotomy Open reduksi => fiksasi dengan spica >5 tahun

o

Operasi penggantian sendi (merupakan jenis tatalaksana protesis). Tidak dilakukan lagi perbaikan karena dislokasi sudah terlalu lama dan posisinya sudah jauh dari seharusnya. Kalau dilakukan penarikan paksa ligamen dan otot, takutnya akan merusak pembuluh darah dan saraf (tidak dapat ditarik). Prognosis Semakin muda usia bayi ditatalaksana, semakin baik prognosisnya. Pola Pikir

Bila terdapat bayi dengan kaki panjang sebelah atau lipatan paha asimetris => anamnesis dan lakukan tes BOGT (Barlow, Ortolani, Galeazzi, Tradelenberg) => bila +, maka lakukan pemeriksaan penunjang => bila terbukti dislokas, maka tatalaksana.

DOWNLOAD - DDH.pdf cara download Sumber : Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika. Rasjad, Chairuddin Prof, MD, Ph.D. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone Salter, Robert Bruce. 1970. Textbook of Disorder and Injuries of the Muskuloskeletal System. Maryland : Lippincott Williams & Wilkins Gambar (c) google

Related Documents


More Documents from "wutari"