Dari Mao Ke Marcuse

  • Uploaded by: Novi
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dari Mao Ke Marcuse as PDF for free.

More details

  • Words: 84,152
  • Pages: 406
Loading documents preview...
DARI

MAO KE MARCUSE “Karl Marx, apalagi Lenin, tidak memahami diri sekedar sebagai pemikir—yang lantas pantas didiskusikan dalam rangka sejarah filsafat—melainkan sebagai pendorong praksis revolusioner… Maka mereka tidak dapat dibaca secara netral, dari perspektif pengamat tak terlibat. Para tokoh Marxis sendiri selalu kritis dan mengambil sikap, dengan hati yang terlibat pada usaha untuk menciptakan masyarakat yang benar. Saya pun bukan seorang penulis netral. Saya berusaha untuk memaparkan masing-masing pikiran seobjektif mungkin, tetapi saya berpendapat bahwa menyikapi pikiran merupakan tuntutan kejujuran maka saya tidak menyembunyikan sikap saya.”

http://facebook.com/indonesiapustaka

Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin

F R A N Z M AG N I S - S U S E N O

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 1

11/18/2013 10:56:16 AM

Dari Mao ke

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marcuse

Dari Mao ke Marcuse.indd 1

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Dari Mao ke Marcuse.indd 2

11/18/2013 10:56:16 AM

Dari Mao ke

Marcuse Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

Franz Magnis-Suseno

Dari Mao ke Marcuse.indd 3

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

11/18/2013 10:56:16 AM

Dari Mao ke Marcuse Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin Franz Magnis-Suseno Copyright © 2013 Franz Magnis-Suseno GM 204 01 13 0124 Desain isi: Fajarianto Desain sampul: Suprianto Pertama kali diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building, Blok I Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29–37 Anggota IKAPI, Jakarta, 2013 www.gramediapustakautama.com Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

http://facebook.com/indonesiapustaka

tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN: 978-602-03-0046-7

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Dari Mao ke Marcuse.indd 4

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar IsI

Kata Pengantar

xi

Bab 1 KARL MARX DAN AKIBATNYA: SEBUAH IKHTISAR 1. Bunyi Genderang 2. Dari Marx ke Marxisme Marx muda menemukan arah terjangnya Sosialisme ilmiah Pandangan materialis sejarah Kritik terhadap kapitalisme Internasionale kedua 3. Lenin dan Revolusi Oktober 4. Komunisme internasional Komunisme menjadi kekuatan dunia Komunisme mulai retak Mengapa komunisme ambruk? 5. Marxisme di luar komunisme Kelompok Praksis di Yugoslavia

1 1 5 5 13 16 20 23 25 28 29 31 35 41 55

Dari Mao ke Marcuse.indd 5

11/18/2013 10:56:16 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Bab 2 MARXISME-LENINISME 1. Pengantar 2. Dari Marxisme ke Marxisme-Leninisme 3. Daftar isi “Dasar-dasar Marxisme-Leninisme” 4. Mengapa begitu mengesankan? 5. Mengapa ditinggalkan?

61 61 63 68 75 80

Bab 3 PIKIRAN-PIKIRAN MAO ZEDONG 1. Pengantar 2. Riwayat Hidup 3. Cinaisasi Marxisme 4. Prioritas praksis 5. Dialektika kontradiksi yang tidak berhenti 6. Garis massa 7. Marxisme Mao Zedong 8. Kehendak revolusioner 9. Marxisme: Apa yang tinggal?

89 89 92 99 102 106 112 119 123 127

Bab 4 ERNST BLOCH: HARAPAN ATAS MANUSIA-YANG-BELUM 1. Pengantar 2. Riwayat hidup Ernst Bloch 3. Ontologi dari Yang-Belum Yang-Belum Yang-Belum-Disadari

135 135 137 139 140 142

Dari Mao ke Marcuse.indd 6

vi

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Isi

Novum Materi Rangkuman 4. Utopi Hukum kodrat Utopi-utopi sosial Al Masih dan kerajaan Allah Bacaan ateistik Bibel 5. Marxisme 6. Beberapa pertanyaan

143 144 147 148 149 151 152 156 158 159

Bab 5 KAREL KOSÍK: DIALEKTIKA REALITAS KONKRET 1. Pengantar 2. Epistemologi yang revolusioner 3. Perekonomian, seni, dan ilsafat 4. Filsafat dan Ekonomi 5. Praksis dan Totalitas Manusia 6. Catatan akhir

167 167 171 179 186 195 198

Bab 6 TEORI KRITIS MAX HORKHEIMER DAN THEODOR WIESENGRUND ADORNO 1. Pengantar 2. Max Horkheimer: Teori Kritis dan Krisis Rasionalitas Teori Tradisional dan Kritis Penggelapan rasionalitas

Dari Mao ke Marcuse.indd 7

203 203 205 206 210

vii

11/18/2013 10:56:16 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Dialektika Pencerahan Dialektika penguasaan alam Dialektika lingkaran setan airmatif Industri budaya Moralitas hitam Dari keberadaban ke kebiadaban Melawan arus 5. Theodor Wiesengrund Adorno: Melawan Identitas Minima Moralia Dialektika Negatif 6. Kecemerlangan yang tinggal kenangan? Bab 7 REVOLUSI KEBUDAYAAN: HERBERT MARCUSE 1. Pengantar 2. Eros dan Peradaban: Utopi Suatu Masyarakat Baru Penindasan tambahan dan prinsip prestasi Mematahkan prinsip prestasi Bebas dari prinsip prestasi Eros dan thanatos: saling merangkul? Di seberang realitas? 3. Manusia berdimensi satu: Kritik terhadap masyarakat kapitalis maju Masyarakat berdimensi satu Rasionalitas irasional Desublimasi represif Dimensi-dimensi desublimasi

Dari Mao ke Marcuse.indd 8

217 220 224 225 227 229 230 231 233 234 244

249 249 253 256 259 264 265 268 269 270 272 276 279

viii

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Isi

De-erotisasi Bahasa berdimensi satu Filsafat Budaya dan seni Penolakan agung—siapa yang melakukannya? 4. Pembebasan: Mungkinkah?

280 281 283 285 286 288

Bab 8 KIRI BARU 1. Pengantar 2. Generasi baru yang resah 3. Bapak-bapak intelektual kiri baru 4. Dimulai dari universitas-universitas 5. Perang Vietnam 6. Bulan Mei 1968 di Prancis 7. Apa yang mereka capai?

293 293 296 301 304 308 316 322

Bab 9 MENGUASAI SEJARAH? SEKALI LAGI: MARX DAN LENIN 1. Benarkah Karl Marx? Kapitalisme Sosialisme Paham materialis sejarah Sekitar antropologi Marx 2. Apakah Lenin perlu pengertian? 3. Bagaimana mungkin

329 333 336 338 343 349 352 362

Dari Mao ke Marcuse.indd 9

ix

11/18/2013 10:56:16 AM

D M   M 

365 365

DAFTAR NAMA DAFTAR PERIHAL TENTANG PENULIS

375 382 385

http://facebook.com/indonesiapustaka

DAFTAR PUSTAKA Singkatan

Dari Mao ke Marcuse.indd 10

x

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kata Pengantar

Buku ini adalah yang ketiga dan terakhir dari buku-buku di dalamnya saya memperkenalkan pemikiran Karl Marx dan pengaruhnya yang sedemikian dahsyat kepada pembaca yang tertarik. Dalam buku pertama, Pemikiran Karl Marx: Dari So­ sialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, saya menguraikan pokok-pokok pikiran Marx dan perkembangan Marxisme sampai sebelum Lenin. Buku kedua, Dalam Bayang­bayang Lenin: Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka, mau menjelaskan pikiran utama seorang Lenin yang mengubah Marxisme dari sebuah teori menjadi gerakan politik internasional, yang dengan nama komunisme pernah menguasai sampai sepertiga umat manusia, serta pemikiran lima pemikir yang mengembangkan pengertian-pengertian inti Lenin dan Marx. Sesudah Lenin meninggal, di wilayah-wilayah komunis, pemikirannya serta Marxisme yang terkait padanya, dibekukan menjadi ajaran resmi partai-partai komunis dengan nama Marxisme-Leninisme. Pada saat yang sama muncul pemikir-pemikir yang kritis terhadap Marxisme-Leninisme, yang lalu menggali

Dari Mao ke Marcuse.indd 11

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kembali pemikiran Marx sendiri. Dengan demikian, Marxisme pasca-Lenin tidak lagi seragam, melainkan berkembang secara sentrifugal. Ada yang mengembangkan Marxisme-Leninisme, ada yang menggali kembali makna pemikiran Marx, dan ada yang, atas dasar inspirasi Marx, mengembangkan sebuah ilsafat kritis. Karena itu, sembilan bab berikut tidak lagi merupakan suatu kesatuan seperti dalam dua buku saya yang pertama. Saya mulai dengan suatu pengantar yang mencoba merangkum perkembangan teori-teori Marxis mulai dari Karl Marx sendiri sampai ke bagian kedua abad kedua puluh. Tujuh bab yang menyusul masing-masing berdiri sendiri sebagai salah satu percikan pemikiran Marx. Karena itu, bab-bab dalam buku ini tidak perlu dibaca dalam urutannya. Silakan dibaca dari bagian mana yang dirasa menarik. Bab kesembilan kembali kepada Marx dan Lenin, dua tokoh raksasa Marxisme dan Marxisme-Leninisme, serta memperdebatkan bagaimana pemikiran mereka harus disikapi. Bab kedua, awal dari tujuh percikan, yang memaparkan inti Marxisme-Leninisme, ideologi resmi komunisme Soviet, adalah bab yang paling “kering”. Sebabnya, dalam pembekuan sebagai ideologi resmi, dengan rumus-rumus yang jadi, sebagian dari inspirasi Marx dan bahkan Lenin sudah menguap menjadi ajaran yang harus dipelajari di sekolah-sekolah menengah dan di universitas-universitas. Mao Zedong, sama seperti Lenin, merupakan seorang revolusioner praktis dan ilsafatnya jelas mau menunjang revolusinya. Maka dialah yang paling dekat dengan Lenin, namun ia tidak membebek, melainkan mengem-

Dari Mao ke Marcuse.indd 12

xii

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kata Pengantar

bangkan pemikiran Lenin sesuai dengan persepsinya sendiri tentang situasi di Tiongkok. Lain sama sekali dengan Ernst Bloch. Bloch adalah salah satu dari ilosof pertama di luar wilayah komunis yang kembali mencari makna karya raksasa Marx sendiri. Dalam memahami pengertian utopis pada pemikiran Karl Marx, Bloch melakukan usaha orisinal dan menantang untuk menggali kembali Marx. Karel Kosík dalam buku ini mewakili pemikiran Marxis yang orisinal dan kritis yang di tahun 50-an dan 60-an abad lalu muncul di negara-negara Eropa komunis, terutama di Cekoslovakia, Yugoslavia, dan Polandia. Kosík berusaha untuk memberi arti yang nyata pada materialisme dialektis. Dua bab berikutnya membahas aliran pemikiran Marxis yang barangkali paling subur, orisinal, dan berpengaruh luas, yakni Mazhab Frankfurt yang terbentuk dalam kaitan dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt. Bab yang satu membahas kritik kebudayaan kapitalistik oleh dua pimpinan Mazhab Frankfurt, Max Horkheimer dan Theodor Wiesengrund Adorno. Bab yang satunya membahas ilosof kritis yang ketiga, yang pernah menjadi idola gerakan Kiri Baru, Herbert Marcuse. Bab kedelapan menceritakan kembali naik turunnya gerakan Kiri Baru yang di tahun 60-an dan permulaan tahun 70-an abad lalu menggoncangkan universitas-universitas di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang. Suatu catatan terakhir. Karl Marx, apalagi Lenin, tidak memahami diri sekadar sebagai pemikir—yang lantas pantas didiskusikan dalam rangka sejarah ilsafat—melainkan sebagai pendorong praksis revolusioner. Marx satu-satunya ilosof yang pemikirannya—dengan pengantaraan Lenin—betul-betul

Dari Mao ke Marcuse.indd 13

xiii

11/18/2013 10:56:16 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

menggoncangkan dunia. Maka mereka tidak dapat dibaca secara netral, dari perspektif “pengamat yang tak terlibat”. Para tokoh Marxis sendiri selalu kritis dan mengambil sikap, dengan hati yang terlibat pada usaha untuk menciptakan masyarakat yang benar. Saya pun bukan seorang penulis yang netral. Saya berusaha untuk memaparkan masing-masing pikiran seobjektif mungkin, tetapi saya berpendapat bahwa menyikapi pikiran merupakan tuntutan kejujuran, maka saya tidak menyembunyikan sikap saya. Jelas sekali, pembaca akan menemukan sikapnya sendiri, termasuk terhadap sikap-sikap di buku ini.

Dari Mao ke Marcuse.indd 14

xiv

11/18/2013 10:56:16 AM

Bab 1 KarL MarX Dan aKIBatnYa: seBUaH IKHtIsar

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Bunyi Genderang “Kaum proletar segala negara: bersatulah!” Itulah kata-kata penutup sebuah tulisan yang dipublikasikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada permulaan tahun 1848, yang mereka sebut Manifesto Komunis (MEW 4, 493). Sekarang, lebih dari satu setengah abad kemudian, tidak dapat diragukan bahwa Manifesto Komunis merupakan salah satu tulisan politik paling berdampak dalam sejarah manusia modern. Melintasi batas segala bangsa, ras, agama, dan budaya, manifesto itu mempersatukan kelas buruh sebagai kaum yang “tidak bisa kehilangan apa pun kecuali belenggu-belenggu mereka” (ib.). Manifesto

Dari Mao ke Marcuse.indd 1

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Komunis merupakan seruan agar semua manusia yang tertindas bangkit! Eugène Potter beberapa tahun kemudian akan menuangkan seruan manifesto ke dalam lagu Internasionale yang akan dinyanyikan sebagai lagu perjuangan oleh kaum buruh di seluruh dunia: “Bangunlah, kaum terkutuk bumi ini!”1 Dalam Manifesto Komunis Marx dan Engels mencurahkan teori revolusioner Marx ke dalam bahasa yang mudah dimengerti dan siap untuk menjadi program perjuangan. Di dalamnya mereka menjelaskan perkembangan sejarah sebagai sejarah perjuangan kelas-kelas bawah melawan kelas-kelas atas di mana kaum tertindas akhirnya akan menang dan membuka babak sejarah baru. Akan tetapi, kemenangan itu harus diperjuangkan, itulah pesan manifesto. Kebebasan merupakan hasil revolusi. Secara dramatis Marx dan Engels menceritakan munculnya kapitalisme dengan segala penindasan dan kehebatannya—untuk memperlihatkan bahwa kapitalisme itu, justru dalam kemenangannya, akan melahirkan kelas yang akan meruntuhkannya, yakni kelas proletariat. Dan, di atas puing-puing kapitalisme, proletariat akan mendirikan sosialisme, yaitu masyarakat yang betul-betul bebas, masyarakat yang tidak lagi dibagi ke dalam kelas-kelas yang saling bertentangan dan di mana negara tidak dibutuhkan lagi. Manifesto Komunis tidak hanya menjelaskan kepada kaum tertindas seluruh dunia bahwa merekalah yang akan mengakhiri penindasan itu. Manifesto Komunis memberi kebanggaan kepada orang-orang yang tangannya kotor berdebu, kotor minyak, 1

“Debout! Les damné de la terre!”

Dari Mao ke Marcuse.indd 2

2

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

kotor batu bara, bahwa merekalah yang sebenarnya menciptakan segala kekayaan yang dibanggakan kapitalisme. Dengan bangga buruh-buruh akan menyanyikan syair Georg Herwegh “semua roda berhenti kalau tangan kuatmu menghendakinya!”2 Manifesto Komunis menyadarkan bahwa merekalah, dan bukan kaum pemodal, kelas yang akan memiliki masa depan. Marx dan Engels menyatakan bahwa sejarah berada di pihak kaum buruh. Kaum buruh yang sekarang dengan pekerjaan tangan mereka menciptakan kekayaan bagi kaum kapitalis, yang bekerja setengah mati menciptakan suatu kekayaan luar biasa yang tidak mereka nikmati sendiri, akan menjungkirbalikkan tatanan eksploitatif itu dan menciptakan tatanan baru yang tanpa exploitation de l‘homme par l‘homme, tanpa pengisapan manusia oleh manusia. Manifesto Komunis menjadi bunyi genderang revolusi bukan hanya bagi proletariat, melainkan bagi seluruh bagian umat manusia yang tertindas. Dengan Manifesto Komunis Karl Marx memantapkan diri sebagai pemikir sosialisme yang paling utama. Dan, meskipun Marx secara pribadi tidak pernah memimpin suatu aksi kaum buruh, akan tetapi pada akhir abad ke-19 sebagian besar gerakan buruh memakai ajaran Karl Marx sebagai pedoman perjuangan mereka. Dampak Manifesto Komunis sampai hari ini masih terasa. Barangkali tidak berlebihan kalau Marx dikatakan secara hakiki ikut menentukan perkembangan sejarah dunia 2

Syair gubahan Georg Herwegh 1863, menjadi das Bundeslied für den Allgemeinen Deutschen Arbeiterverein (“lagu Persatuan Persekutuan Umum Buruh Jerman”, cikal-bakal Partai Sosialdemokrat Jerman): “Alle Räder stehen still, wenn dein starker Arm es will!”

Dari Mao ke Marcuse.indd 3

3

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

selama sekurang-kurangnya seratus lima puluh tahun. Meskipun sejarah berkembang lain daripada yang diramalkan, dan meskipun teori Marx kemudian banyak dikritik dan direvisi, akan tetapi pemikirannya tetap memberikan inspirasi dan semangat bagi banyak orang yang mau melawan suatu dunia yang dikuasai oleh kaum pemodal. Yang membedakan Marx sang ilosof dari para ilosof lain— karena, tentu saja, Marx seorang ilosof: ia mulai dari ilsafat dan tidak pernah meninggalkannya—adalah bahwa pemikirannya berhasil menjadi kekuatan politik yang ikut menentukan perjalanan umat manusia di abad kedua puluh. Secara historis pemikiran Marx di abad ke-20 menjadi betul-betul berpengaruh oleh karena menjadi dasar ideologi komunisme internasional yang selama sebagian besar abad itu menjadi suatu kekuatan global. Tetapi, pengaruh Marx lebih besar lagi. Meskipun sekarang komunisme sepertinya sudah kempis dan bangunan teoretis mengesankan yang bernama Marxisme-Leninisme sudah hampir dilupakan, namun pemikiran Karl Marx tetap mengasyikkan, dan menurut penulis, ini tetap akan dipelajari serta memberikan inspirasi kepada manusia yang tidak bersedia menerima penindasan dan pengisapan orang kecil oleh mereka yang berada. Pemikiran Karl Marx justru memberi inspirasi dan menantang kalau tidak dibaca dengan kacamata dogmatis sebagaimana ia dipermak dalam kubu komunisme, melainkan secara terbuka dan kritis. Marxisme di bagian kedua abad ke20 tidak lagi sebuah ajaran seragam. Namun, justru sebuah Marxisme yang tidak lagi mengklaim diri sebagai teori yang menjelaskan segala-galanya, mampu memberikan rangsangan

Dari Mao ke Marcuse.indd 4

4

11/18/2013 10:56:16 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

intelektual bagi mereka yang sadar betapa exploitation de l‘homme par l‘homme tetap merupakan kenyataan buruk di bumi di abad ke-21 ini.

2. Dari Marx ke Marxisme

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marx muda menemukan arah terjangnya Heinrich Marx sebenarnya menghendaki putranya Karl menjadi notaris dan karena itu menyuruhnya studi ilmu hukum di Berlin. Tetapi Karl tidak peduli. Ia bergabung dengan beberapa dosen muda yang terpesona oleh ilsafat Georg Wilhelm Friedrich Hegel yang hanya meninggal beberapa tahun sebelumnya. Pernyataan Hegel bahwa “apa yang rasional itu nyata dan yang nyata adalah rasional”3 betul-betul menantang dunia akademik waktu itu. Masalahnya, pernyataan ini dapat dimengerti dalam dua arti yang terbalik. Yang pertama menyatakan bahwa negara adalah nyata dan karena itu negara harus dianggap rasional. Kebanyakan establishment akademik di Berlin berpendapat bahwa Hegel mau memuji negara Prussia4: Prussia adalah sangat nyata dan karena itu Prussia negara yang rasional. Tafsiran Hegel itu kemudian disebut Hegelianisme Kanan. Tetapi, Marx dan teman-temannya membaca Hegel dengan melawan arus. Menurut mereka yang mau dikatakan Hegel

3

G. W. F. Hegel 1970, Grundlinien der Philosophie des Rechts, Frankfurt M.: Suhrkamp, hlm. 24.

4

Prussia dengan ibu kota Berlin menguasai sebagian besar Jerman bagian Utara. Pada 1870 Prussia akan mempersatukan Jerman.

Dari Mao ke Marcuse.indd 5

5

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

adalah bahwa suatu sistem politik hanyalah betul-betul nyata kalau juga rasional. Dan, karena Prussia semakin reaksioner dan karena itu jelas tidak rasional, maka kejayaan Prussia hanyalah semu. Prussia harus dikritik. Mereka menemukan dinamit kritis dalam ilsafat Hegel. Melawan Hegelianisme Kanan, mereka menempatkan Hegelianisme Kiri yang atas nama rasionalitas mengkritik kenyataan. Bagi Marx, kontradiksi antara pikiran (Hegel) dan kenyataan (Prussia) itu hanya bisa berarti bahwa pikiran harus keluar dari alam teori menjadi kekuatan praktis: “Apa yang merupakan cahaya batin menjadi api ganas yang berpaling ke luar!” (MEW EB I, 329). Keyakinan fundamental itu dirumuskan Marx dalam tesis 11 tentang Feuerbach yang termasyhur: “Para ilosof hanya memberi interpretasi lain kepada dunia. Yang perlu ialah mengubahnya!” (MEW 3, 7). Dengan kata lain, ilsafat harus menjadi kekuatan revolusioner! Sejarah kemudian membenarkan Marx. Bahwa Hegel dalam abad ke-20 diakui kembali sebagai ilosof besar zaman modern adalah karena ia dimengerti sebagai ilosof kritis, sedangkan Hegelianisme Kanan segera dilupakan dan tak pernah bangkit kembali. Tetapi, Marx terganggu serius oleh sesuatu yang oleh temantemannya di Berlin dianggap inkonsistensi dalam pemikiran Hegel. Hegel memang memberi kesan seakan-akan ia mau memuji Prussia sebagai negara yang sangat maju. Mengapa Hegel tidak melihat bahwa keadaan di Prussia justru tidak rasional dan tidak bebas? Teman-teman Marx menuduh Hegel sebagai oportunis yang menyesuaikan diri saja dengan keadaan politik. Tetapi, Marx menolak penjelasan itu sebagai murahan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 6

6

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Baginya, sebab inkonsistensi Hegel terletak dalam dialektika sejarah pemikirannya. Betul, ilsafat Hegel merupakan suatu puncak rasionalitas, akan tetapi rasionalitas itu masih tinggal dalam dimensi pikiran. Realitas sosial-politik belum tersentuh olehnya. Tetapi, mengapa Hegel membatasi diri pada dimensi pikiran? Yang membantu Marx memecahkan teka-teki Hegel itu adalah filosof kedua yang sangat dihormatinya, Ludwig Feuerbach. Feuerbach, yang pernah menjadi mahasiswa Hegel, menolak inti metaisika Hegel bahwa dalam pemikiran dan sejarah manusia Roh Semesta menyatakan diri. Bagi Feuerbach, Roh Semesta bukan sesuatu yang nyata, melainkan ciptaan pemikiran manusia. Yang nyata adalah manusia sendiri. Dari kritik terhadap Hegel itu Feuerbach mengembangkan suatu kritik amat mendasar terhadap agama. Pada 1841 terbitlah buku Feuerbach Hakikat Kristianitas. Di dalamnya Feuerbach menguraikan bahwa agama hanyalah sebuah proyeksi manusia. Daripada mengembangkan hakikatnya dalam kenyataan, manusia menurut Feuerbach memproyeksikan hakikatnya ke dalam surga agama. Tuhan sebenarnya adalah proyeksi atau hasil pikiran manusia tentang dirinya sendiri, tetapi manusia tidak menyadari hal itu. Dengan demikian agama merupakan keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya merupakan hakikat manusia, dipercayai menjadi realitas di seberang, yakni Tuhan. Hanya kalau manusia membongkar agama dan menarik sifat-sifat yang diasingkannya pada apa yang disebutnya Tuhan, lalu kembali ke dalam dirinya, manusia dapat menjadi diri sendiri.

Dari Mao ke Marcuse.indd 7

7

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Buku Feuerbach ini membuka mata Marx. Ia mengerti mengapa Hegel tetap hanya bergerak di alam pikiran. Hegel ternyata masih juga terperangkap dalam pola berpikir agama. Hegel masih berpikir dalam kerangka keterasingan dari dunia nyata. Tetapi, ada satu pertanyaan yang menurut Marx belum dijawab oleh Feuerbach, yaitu: Mengapa manusia mengasingkan diri ke dalam agama, mengapa ia lari ke dalam dunia khayalan agama, daripada merealisasikan kekayaan hakikatnya pada dirinya sendiri? Mengapa manusia merealisasikan diri secara khayalan dalam bentuk agama dan tidak dalam kenyataan? Bagi Marx tidak sulit menemukan jawabannya: Manusia merealisasikan diri secara khayalan, karena situasi masyarakat nyata tidak mengizinkan manusia merealisasikan diri sungguhsungguh. Secara sederhana: Manusia tidak dapat mengembangkan diri secara bebas, karena ditindas oleh sistem masyarakat, dan karena itu ia lari ke dalam agama. Agama adalah pelarian dari realitas. Karena itu, Marx tidak mau berhenti pada kritik agama seperti Feuerbach. Kalau mau mengkritik agama, maka yang harus dikritik adalah realitas masyarakat yang membuat orang lari ke dalam agama. “Kritik surga,” begitu tulis Marx, “berubah menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik!” (MEW I, 379). Marx sang ilosof muda menjadi seorang revolusioner. Tahun 1843 menjadi tahun yang menentukan bagi Karl Marx. Marx, waktu itu, sesudah memperoleh gelar doktor dalam ilsafat 1841 di Jena, bekerja sebagai pemimpin redaksi koran Die Rheinische Zeitung di kota Köln. Akan tetapi, kritik tajam koran itu membuat pemerintah Prussia menjadi begitu

Dari Mao ke Marcuse.indd 8

8

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

marah sehingga Marx mau ditangkap dan korannya ditutup. Marx cepat-cepat melarikan diri ke Paris. Di perjalanannya ia tidak hanya membaca Hakikat Kristianitas-nya Feuerbach, melainkan juga sebuah tulisan seorang muda yang bernama Friedrich Engels tentang situasi buruk kelas pekerja dalam pabrik-pabrik di Inggris. Tulisan Engels itu membuka mata Marx terhadap proletariat industri. Di Paris, Marx bertemu dengan Engels. Mereka menjadi sahabat akrab sampai akhir hidup mereka. Engels yang memperkenalkan Marx ke kalangan kaum sosialis di Paris. Di Paris Marx mencapai dua keyakinan fundamental: Bahwa pembebasan manusia hanya dapat dicapai dalam sosialisme, dengan menghapus hak milik pribadi atas alat-alat produksi, dan bahwa revolusi sosial akan dilaksanakan oleh kelas buruh industri, proletariat. Dari ratusan halaman catatan yang dibuat Marx di Paris bagi dirinya sendiri, yang baru diterbitkan 1932 di Moskow, kita sekarang tahu betapa mendalam releksi Karl Marx tentang situasi manusia dalam kapitalisme: bahwa pekerjaan di bawah kuk kapitalisme mengasingkan manusia dari dirinya sendiri, bahwa kalau manusia mau mengembangkan diri sebagai makhluk yang bebas, universal, dan sosial, maka kapitalisme harus dipatahkan, dan bahwa kelas yang akan mematahkannya adalah proletariat. Kata kunci dalam releksi Marx di Paris adalah keterasingan. Releksi Marx bertolak dari keterasingan manusia dalam agama seperti yang diangkat oleh Feuerbach. Marx telah menyadari bahwa agama merupakan pelarian manusia dari suatu masyarakat di mana ia terasing dari hakikatnya yang sosial. Bagi Marx

Dari Mao ke Marcuse.indd 9

9

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

tanda keterasingan manusia dari hakikatnya yang sosial adalah negara. Pengertian itu didapatnya lagi dari Hegel. Menurut Hegel negara perlu, karena hanya hukum dan pemerintahan negara yang dapat menjamin bahwa egoisme para warga tidak membawa masyarakat ke dalam anarkisme. Tetapi bagi Marx kesosialan semacam itu sudah menunjukkan keterasingan. Seakan-akan manusia sendiri egois. Seakan-akan manusia dapat hidup bersama dengan damai hanya karena paksaan negara. Kalau manusia hanya dapat membawa diri secara sosial karena dipaksa oleh negara, maka bagi Marx hal itu membuktikan bahwa manusia itu sendiri sudah tidak sosial, jadi bahwa sifat kesosialan sudah terasing dari manusia. Akan tetapi mengapa manusia tidak betul-betul sosial? Mengapa individu menjadi egois sehingga perlu negara agar ia terpaksa bersifat sosial? Jawaban atas pertanyaan itu ditemukan Marx di Paris dalam pertemuannya dengan sosialisme. Manusia tidak lagi sosial karena pekerjaan di bawah kuk kapitalisme mengasingkan manusia dari hakikatnya. Pekerjaan yang mengasingkan manusia dari dirinya sendiri adalah pekerjaan upahan. Dalam pekerjaan yang membuat manusia terasing Marx menemukan dasar dari segala keterasingan manusia. Sebenarnya pekerjaan adalah tindakan khas manusiawi. Seharusnya manusia mengembangkan diri dalam pekerjaan. Dalam pekerjaan seharusnya manusia menemukan jati dirinya dan mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Maka sebetulnya pekerjaan, biarpun barangkali berat, mestinya dihayati manusia sebagai sesuatu yang positif, yang memuaskan. Tetapi, dalam sistem kapitalis, manusia bekerja bukan untuk mengem-

Dari Mao ke Marcuse.indd 10

10

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

bangkan diri, bukan sesuai dengan bakat dan minatnya, melainkan secara terpaksa. Ia membiarkan diri diperbudak oleh pemilik modal karena hanya dengan demikian ia dapat menerima upah yang perlu untuk hidup. Kenyataan itu berkaitan dengan apa yang oleh Marx dilihat sebagai hakikat masyarakat kapitalis, yaitu bahwa masyarakat kapitalis terbagi dalam dua kelas sosial: para pemilik modal (kaum kapitalis) dan para pekerja (proletariat). Kaum kapitalis menguasai modal, termasuk tempat dan peralatan kerja. Sedangkan buruh hanya dapat bekerja kalau diberi pekerjaan oleh si kapitalis. Karena itu, kaum kapitalis merupakan kelas atas dalam masyarakat, sedangkan para buruh merupakan kelas bawah. Struktur kelas atas berhadapan dengan kelas bawah merupakan hakikat sistem masyarakat kapitalis. Kaum kapitalis adalah kelas sosial yang tidak perlu bekerja sendiri, mereka dapat hidup dari pengisapan pekerjaan kaum buruh yang tergantung dari mereka. Dengan demikian, pekerjaan yang sebenarnya mengembangkan pekerja, tidak lagi dimilikinya sendiri, melainkan ditentukan dari luar. Pekerjaannya tidak lagi membenarkan hakikatnya sebagai manusia, melainkan justru membuat buruh merasa bahwa ia tidak memiliki diri sendiri. Tandanya adalah bahwa ia bekerja bukan karena ia mau bekerja atau senang bekerja, melainkan karena ia terpaksa menjual tenaga kerjanya demi upah yang dibutuhkannya untuk bisa hidup. Pekerjaan yang sebenarnya bernilai pada dirinya sendiri bagi manusia, berubah menjadi sarana agar buruh dapat survive. Dengan demikian, pekerjaan tidak lagi membenarkan hakikat buruh sebagai makhluk yang rasional dan bebas, melainkan merendah-

Dari Mao ke Marcuse.indd 11

11

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kannya menjadi sarana dalam produksi modal si kapitalis. Sekaligus, pekerjaan upahan itu merobek sosialitas manusia (dan karena itu perlu ada negara yang menjamin agar manusia tidak bertindak asosial), karena kepentingan pemilik modal dan buruh persis berkebalikan: Untuk bisa bersaing dengan para kapitalis lain, pemilik modal berkepentingan agar buruh bekerja sebanyak mungkin dan dengan bayaran upah serendah mungkin. Sedangkan buruh berkepentingan agar upahnya tinggi dan waktu kerjanya sesingkat mungkin. Marx menegaskan bahwa pengasingan diri manusia dalam masyarakat yang terdiri atas kelas-kelas atas dan kelas-kelas bawah merupakan proses sejarah yang tak terelakkan. Proses itu menemukan puncaknya dalam kapitalisme. Karena itu, ka pi talisme merupakan formasi sosial manusia dalam keterasingan yang terakhir. Karena keterasingan manusia mencapai puncaknya dalam kapitalisme, maka pembebasan manusia pekerja dari kapitalisme akan membebaskan manusia pada umumnya. Marx akan menunjukkan bahwa kapitalisme memuat bibit-bibit penghancurannya dalam dirinya sendiri. Kelas sosial yang paling dikosongkan dari segala kemanusiaan, kelas buruh, proletariat, akhirnya akan bangkit dalam revolusi sosialis, menghan cur kan kapitalisme dan menciptakan masyarakat sosialis di mana tidak lagi ada pengisapan manusia oleh manusia, di mana segala keterasingan manusia dihapus. Di Paris, dalam umur hanya 26 tahun, Marx telah menemukan panggilan hidupnya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 12

12

11/18/2013 10:56:16 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Sosialisme ilmiah

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pada 1844 Max Stirner memublikasikan sebuah buku dengan judul Der Einzige und sein Eigentum (“Satu-satunya dan Miliknya”) yang membuat berang Marx. Dalam bukunya itu Stirner menertawakan ilosof seperti Feuerbach yang “mau mengembalikan manusia” dari agama sebagai orang yang justru bermental agama pangkat dua. Menurut Stirner, ilosof-ilosof ala Feuerbach hanya menggantikan “Tuhan” dengan “manusia”. “Manusia” itu sama saja sebuah abstraksi, suatu ciptaan pikiran yang tak kalah abstrak dengan agama. Tentu saja, Marx merasa terkena juga. Ia merasa ditelanjangi sebagai salah seorang agamawan tersembunyi dengan cita-cita moral yang mau memperbaiki dunia. Ada dua hal yang menjengkelkan Marx. Pertama, bahwa ia dituduh sebagai seorang “moralis”. Kita barangkali heran mengapa orang dapat merasa tersinggung kalau “dituduh” punya cita-cita moral. Tetapi, sejak Hegel menegaskan bahwa bukan cita-cita, melainkan kenyataanlah yang menentukan rasionalitas (lih. kutipan di atas), maka berargumentasi atas nama keadilan5 dan prinsip moral lain dianggap tidak bermutu atau kampungan. Yang kedua, kritik Stirner seakan-akan menempatkan Marx ke deretan para pemikir sosialis lain yang memang berargumentasi secara etis, padahal Marx mengklaim sosialismenya sebagai sosialisme ilmiah.

5

Karena itu, misalnya, Marx tak pernah berargumentasi atas nama keadilan. Dalam Kamus Istilah­istilah Marx Engels (M. Lotter/R. Meiners/E. Treptow (ed.) 1984, Marx­Engels Begriffslexikon, München: C. H. Beck) kata “keadilan” (“Gerechtigkeit”) tidak terdapat di antara 249 istilah dasar (Grundbegriffe) yang ditemukan dalam tulisan-tulisan Marx, yang mereka muat.

Dari Mao ke Marcuse.indd 13

13

11/18/2013 10:56:16 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Buku Stirner itulah yang memberikan sengatan terakhir kepada Marx untuk merumuskan teorinya tentang kekuatankekuatan yang memajukan sejarah. Bagi Marx, sosialisme justru tidak merupakan sekadar tuntutan moral, sesuatu yang diinginkan, melainkan keniscayaan sejarah. Disengat oleh Stirner, berhadapan dengan sosialisme-sosialisme lain, Marx mendasarkan diri pada apa yang diklaimnya sebagai pengertian tentang hukum-hukum dasar perkembangan masyarakat. Karena itu, Marx melawankan sosialismenya terhadap sosialisme-sosialisme lain sebagai sosialisme ilmiah. Pertanyaan yang dihadapi Marx adalah: Bagaimana manusia dapat dikembalikan dari keadaan terasing dari hakikatnya sendiri? Kaum sosialis sepakat bahwa yang merusak hubungan antarmanusia adalah hak milik pribadi, khususnya hak milik pribadi produktif. Hak milik itulah yang membuat manusia menjadi egois-tak sosial. Karena itu, jalan untuk mengembalikan manusia dalam keutuhannya adalah penghapusan hak milik pribadi. Tetapi, apakah penghapusan itu lebih dari sebuah hasrat saja? Untuk memperlihatkan bahwa penghapusan hak milik pribadi produktif merupakan kemungkinan nyata Marx melakukan dua hal. Pertama, ia mengidentiikasikan faktor-faktor yang mendasari perkembangan masyarakat pada umumnya. Yang kedua, ia mengadakan sebuah analisis rinci terhadap perekonomian kapitalisme yang baginya menunjukkan bahwa kapitalisme berdasarkan dinamika internal akan menuju ke sebuah revolusi yang akan menghapuskannya dan menciptakan masyarakat sosialis. Tugas pertama dipecahkan Marx dalam tahun-tahun di Paris. Hasilnya adalah pandangan materialis sejarah (the mate­

Dari Mao ke Marcuse.indd 14

14

11/18/2013 10:56:16 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

http://facebook.com/indonesiapustaka

rialistic conception of history, MEW 4, 547) yang tak kurang dari sketsa sebuah ilsafat sejarah dan sosiologi dasar universal dan yang meskipun kemudian dikritik sebagai simpliikasi, namun merupakan penemuan yang genial.6 Yang lucu adalah bahwa tulisan di mana Marx dan Engels untuk pertama kali mengembangkan konsepsi itu, The German Ideology,7 baru dipublikasikan pada 1932 di Moskow, jadi pada zaman Marx, sama dengan naskah-naskah Paris, sama sekali tidak diketahui.8 Sebaliknya, analisis mekanisme internal kapitalisme bagi Marx rupa-rupa-

6

Di sini juga harus disebut ilosof Italia Giambattista Vico (1668–1744) yang seratus tahun lebih dulu sudah menggariskan sebuah ilsafat sejarah “empiris”. Hegel tentu juga memberikan sebuah ilsafat sejarah yang dipahaminya sebagai perjalanan dialektis ke bentuk masyarakat yang semakin rasional dan bebas, tetapi Hegel tidak memberikan faktor-faktor empiris apa pun.

7

Judul lengkap buku ini adalah Die Deutsche Ideologie. Kritik der neuesten deutschen Philosophie in ihren Repräsentanten Feuerbach, B. Bauer und Stirner, und des deutschen Sozialismus in seinen verschiedenen Propheten. Buku sepanjang lebih dari 500 halaman itu ditulis Marx dengan bantuan Engels yang merupakan ekspresi kemarahan Marx penuh dengan sindiran dan ejekan tentang Max Stirner, di mana di 60 halaman pertama ia memberikan uraian pertama yang sangat jelas dan penting tentang pandangan materialis sejarah. Ternyata Marx dan Engels waktu itu tidak menemukan penerbit sehingga buku mereka baru diterbitkan pada 1932 di Moskow. Buku ini sangat penting untuk melihat rumusan pertama teori akhir Marx tentang perkembangan masyarakat.

8

Pandangan materialis sejarah dirumuskan dengan cemerlang di atas tiga halaman amat termasyhur dalam Critique of Political Economy yang terbit pada 1862. Sebelumnya, dalam The Holy Family, konsepsi itu hanya disinggung saja; konsepsi itu menjadi dasar kritik tajam terhadap sosialisme Proudhon (The Poverty of Philosophy). Manifesto Komunis sudah mengandaikannya. Uraian bagus pendek pertama Marx sendiri adalah Wage Labour and Capital (1847).

Dari Mao ke Marcuse.indd 15

15

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

nya amat berat. Ia membutuhkan lebih dari 20 tahun untuk menyiapkan jilid pertama Das Kapital yang terbit pada 1867. Jilid ke-2 dan ke-3 baru bisa diterbitkan oleh sahabatnya Friedrich Engels beberapa tahun sesudah Marx meninggal.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pandangan materialis sejarah Apakah tepat penilaian Engels bahwa Marx harus dilihat dalam satu garis dengan dua pemikir raksasa yang mendasari pengertian manusia tentang alam raya dan dirinya sendiri, yaitu Isaac Newton dan Charles Darwin, terserah pada pembaca. Menurut Engels, seperti Newton menemukan hukum isika yang mendasari segala gerak dan perkembangan di alam raya, dan seperti Darwin yang menemukan hukum perkembangan segala jenis organisme, Marx menemukan hukum yang terwujud dalam sejarah perkembangan umat manusia. Ada dua penemuan kunci dalam pandangan materialis sejarah. Yang pertama adalah bahwa perkembangan di bidang produksi barang-barang kebutuhan manusia, jadi perekonomian, menentukan perkembangan di bidang politik dan ideologi. Yang kedua adalah bahwa bukan keselarasan—itulah pandangan dasar segala feodalisme—melainkan konlik yang memajukan umat manusia. Penemuan pertama dapat dirumuskan begini: Strukturstruktur kekuasaan politis dan ideologis pada dasarnya ditentukan oleh struktur-struktur kekuasaan ekonomis. Kekuasaan negara akan selalu mendukung para penguasa bidang ekonomi, apakah itu para bangsawan dan tuan tanah atau kaum pemodal. Sedangkan agama, pandangan-pandangan moral dan nilai-nilai

Dari Mao ke Marcuse.indd 16

16

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

budaya pada hakikatnya akan mendukung struktur kekuasaan yang ada karena mencap segala upaya untuk mengubahnya sebagai pemberontakan terhadap kehendak Tuhan, sebagai ketidaktaatan terhadap mereka yang berwenang, atau sebagai pamrih dan sikap tak tahu diri. Dengan kata lain, masyarakat itu stabil karena mereka yang menguasai perekonomian secara langsung maupun tidak langsung didukung oleh kekuatan negara serta oleh nilai-nilai yang dibatinkan oleh seluruh masyarakat. Tetapi, dan itulah penemuan kedua Marx yang amat penting: Stabilitas itu hanya bersifat sementara. Dalam hal ini, Marx bertolak dari sebuah kenyataan yang sebelumnya juga diketahui, tetapi diremehkan. Yaitu bahwa masyarakat terdiri atas golongan-golongan (kelas) yang berkuasa dan golongangolongan yang dikuasi. Yang berkuasa adalah, misalnya, keluarga raja, para bangsawan, para tuan tanah, para pedagang besar, para pemimpin militer, dan, di masa kapitalisme, para pemodal. Yang dikuasi adalah petani kecil dan buruh tani, para nelayan, para tukang dan pekerja tangan, para budak, serta kaum buruh industri. Melawan ideologi keselarasan dan kekeluargaan palsu, Marx menegaskan bahwa kepentingan “kelaskelas atas” dan “kelas-kelas bawah” secara hakiki bertentangan. Semula kelas-kelas atas sepenuhnya menguasai kelas-kelas bawah. Apalagi agama, moralitas umum, dan nilai-nilai budaya seakan-akan meyakinkan kelas-kelas bahwa sudah semestinya mereka berada di bawah. Akan tetapi, lama-kelamaan kelaskelas bawah menjadi lebih terampil, lebih pintar, dan tanggung jawab mereka dalam proses perekonomian bertambah, kelas-

Dari Mao ke Marcuse.indd 17

17

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

kelas atas malah menjadi tergantung dari pekerjaan kelas-kelas bawah. Dalam bahasa Marx: Sarana-sarana produktif berubah. Dengan demikian kekuasaan mutlak kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas bawah, serta kebebasan kelas-kelas atas untuk menghisap tenaga kerja mereka, semakin tidak punya dasar dalam proses perekonomian. Akhirnya, struktur-struktur sosial lama, misalnya feodalisme dengan kekuasaan para bangsawan, menjadi penghalang kemajuan ekonomi kelas-kelas atas sendiri. Itulah saat di mana kelas-kelas atas kehilangan kendali sehingga kelas-kelas bawah dapat membuang kuk penguasaan lama, mereka akan berevolusi. Dan, hasil revolusi itu adalah tatanan sosial baru yang lebih maju. Akan tetapi, masih ada unsur ketiga dalam “pandangan materialis sejarah”.9 Marx tidak hanya menyatakan bahwa setiap sistem sosial akan berakhir dalam revolusi yang mengangkatnya ke tingkat sosial-ekonomis lebih tinggi. Melainkan ia juga menyatakan bahwa revolusi sosialis adalah revolusi yang akan mengakhiri kekuasaan sebuah kelas atas di atas kelas(kelas) bawah. Menurut Marx, ada perbedaan antara kapitalisme dan formasi-formasi sosial sebelumnya. Dalam semua formasi sebelumnya masyarakat terdiri atas banyak kelas. Dengan aki-

9

Perlu diperhatikan bahwa pandangan sejarah ini oleh Marx disebut materialistik bukan karena pandangan ini mengandung materialisme dalam arti kepercayaan bahwa materi adalah dasar segala-galanya, melainkan dalam arti bahwa produksi bahan kebutuhan manusia yang material, seperti sandang, papan, pangan, serta bagaimana proses produksi itu terorganisasi (= struktur-struktur kekuasaan ekonomis) itulah, dan bukan kehendak para raja atau pun pelbagai agama dan ideologi yang menentukan kemajuan masyarakat.

Dari Mao ke Marcuse.indd 18

18

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

bat bahwa dalam sebuah revolusi pada umumnya hanya satu kelas “naik” masuk ke kelas-kelas atas, sedangkan kelas-kelas paling bawah sesudah revolusi pun tetap kelas bawah. Contohnya bagi Marx adalah Revolusi Prancis yang menghancurkan feodalisme, akan tetapi kemudian menciptakan masyarakat berkelas baru, yakni masyarakat yang dikuasai oleh borjuasi. Kaum buruh, tukang, dan petani tetap kelas bawah. Tetapi, dalam kapitalisme terjadi perubahan. Karena seluruh kehidupan masyarakat disedot ke dalam sistem itu, akhirnya hanya tinggal dua kelas yang saling berhadapan: kaum pemodal dan proletariat. Karena itu, kalau dalam revolusi sosialis proletariat menghancurkan kelas kapitalis, maka hanya tinggal satu kelas, ya proletariat yang sudah bukan proletariat, ya masyarakat, masyarakat tanpa kelas, tanpa perlu ada negara yang menundukkan kelas-kelas bawah, tanpa ideologi yang harus membenarkannya. Dalam bahasa Marx: Proletariat “tidak dapat membebaskan diri tanpa membebaskan semua lingkungan masyarakat” (MEW 1, 390). Dalam sosialisme akhirnya umat manusia menciptakan kehidupan bersama tanpa pengisapan, tanpa penindasan, di mana manusia dapat mengembangkan diri sebagai makhluk yang rasional, bebas, dan sosial. Sosialisme akan menjadi “kerajaan kebebasan” (MEW 25, 828). Kita sulit membayangkan betapa menggairahkan teori Marx tentang kapitalisme dan revolusi sosialis itu. Berbeda dari rekan-rekan sosialis yang menuntut penghapusan hak milik pribadi atas dasar pertimbangan-pertimbangan etis—dan karena itu kelihatan sebagai nabi di jalan yang sepi—Marx menunjukkan bahwa kemegahan kapitalisme adalah semu, bahwa

Dari Mao ke Marcuse.indd 19

19

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

hukum perkembangan masyarakat menetapkan bahwa kapitalisme akan diruntuhkan oleh kaum buruh asal mereka mau berjuang. Kelas buruh sendiri mendapat kebanggaan baru sebagai kelas masa depan, kelas sosial yang akan membawa umat manusia ke luar dari masa kanak-kanak yang berdasarkan penindasan, ke dalam “kerajaan kebebasan”. Kaum buruh menjadi bangga dan percaya diri. Mereka tahu bahwa kalau pun akan ada kekalahan, tetapi akhirnya mereka akan menang. Merekalah yang berada di pihak hukum sejarah. Itulah rahasia daya tarik Marxisme yang begitu luar biasa.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kritik terhadap kapitalisme Akan tetapi, Marx, dan juga teman-temannya, termasuk Engels, sadar bahwa sebuah teori sosiologis umum tentang perkembangan masyarakat belum mencukupi. Klaim Marx bahwa kapitalisme akan melahirkan revolusi sosialis hanya berdasarkan pertimbangan ilosois, historis, dan sosiologis amat umum. Agar klaim itu meyakinkan Marx harus menunjukkan dalam suatu analisis perekonomian rinci bahwa kapitalisme memang merupakan formasi perekonomian yang tidak stabil. Itulah yang pada hakikatnya menjadi kesibukan Marx sejak ia pindah ke London pada 1848 sampai kematiannya pada 1883. Hasil pekerjaan yang amat berat itu adalah tiga jilid Das Kapi­ tal, seluruhnya sekitar 2500 halaman. Di sini bukan tempat untuk menjelaskan argumentasi Marx (yang bagi para ahli pun sering jauh dari jelas). Kita juga tidak dapat masuk ke dalam pertanyaan, mengapa Marx menyingkirkan seribu halaman

Dari Mao ke Marcuse.indd 20

20

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

analisis ekonomis yang sudah diselesaikan pada tahun 1960, jadi tujuh tahun sebelum ia menerbitkan jilid pertama Das Kapital, yang baru diterbitkan di Moskow pada 1939 dan 1941 dengan judul Grundrisse, di mana Marx seakan-akan melihat jauh ke depan, dengan mengantisipasikan bahwa kemajuan teknologi akan menghasilkan otomatisasi, dan otomatisasi itu menurut Marx sendiri berarti bahwa nilai lebih tidak lagi diproduksi dalam pekerjaan tangan buruh, karena buruh tidak akan bekerja lagi, melainkan berubah fungsinya menjadi pengawas mesin saja? Apakah Marx menyingkirkan seribu halaman itu karena ia menyadari bahwa seluruh kritiknya terhadap kapitalisme akan runtuh? Apakah kenyataan bahwa analisisnya terhadap kapitalisme membutuhkan waktu begitu lama dan begitu susah, serta keengganan Marx untuk menyelesaikannya (sampai Engels harus melakukannya sesudah Marx meninggal dunia) karena Marx menyadari bahwa ia tidak berhasil membuktikan apa yang diharapkannya, yang juga diharapkan oleh seluruh pengikutnya, yaitu bahwa ia dapat secara ekonomis membuktikan bahwa kapitalisme mesti runtuh? Bagaimanapun juga, yang sangat mencolok adalah bahwa dalam seluruh tiga jilid Das Kapital, hanya tiga halaman bicara tentang revolusi, itu pun dalam bahasa yang umum, tidak secara rinci.10 Rupa-rupanya Marx tidak mampu memperlihatkan bahwa keruntuhan kapitalisme niscaya menghasilkan sosialisme. Dari sekian analisis dalam Das Kapital ada dua hal yang memang penting. Yang pertama adalah analisis terhadap nilai lebih, yang 10

Das Kapital Jilid I, MEW 23, 789–791.

Dari Mao ke Marcuse.indd 21

21

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kedua ajarannya tentang krisis-krisis ekonomis. Marx berusaha memperlihatkan bahwa nilai lebih—nilai ekonomis yang menjadi keuntungan sang kapitalis—diciptakan dalam pekerjaan buruh, jadi bahwa seluruh laba perusahaan (yang diapropriasi oleh si kapitalis) adalah curian dari hasil kerja buruh. Tidak jelas sejauh mana analisis itu menunjang teori krisis-krisis ekonomi kapitalis. Artinya, ada kemungkinan bahwa betul-salahnya teori tentang nilai lebih malah tidak berpengaruh terhadap kesahihan analisis Marx terhadap perekonomian kapitalis. Teori nilai lebih merupakan semacam pembuktian korupsi moral kapitalisme: keuntungan para pemodal berdasarkan pencurian. Sebaliknya, teori tentang krisis-krisis ekonomi, pokok kedua analisis Marx dalam Das Kapital, jelas sangat relevan. Krisiskrisis itu terjadi karena di satu pihak proletariat semakin miskin, sementara di lain pihak terjadi akumulasi modal di tangan sejumlah pemodal yang semakin sedikit, yang menghasilkan produksi berlebihan, yang pada akhirnya menghasilkan situasi di mana masyarakat yang semakin miskin berhadapan dengan perekonomian yang menciptakan segala macam barang kebutuhan, namun masyarakat terlalu miskin untuk dapat membelinya. Suatu situasi yang absurd. Dalam situasi itulah proletariat—yang sudah merupakan mayoritas besar masyarakat— akan mengambil alih perusahaan-perusahaan dari kaum kapitalis dan akan menata sendiri kegiatan produksi. Kaum kapitalis yang tidak mau tunduk akan ditindas (kediktatoran proletariat), mereka semua akan dicampakkan ke dalam proletariat dan yang lahir adalah masyarakat sosialis di mana para produsen, kaum buruh, mengatur sendiri kegiatan produksi.

Dari Mao ke Marcuse.indd 22

22

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

http://facebook.com/indonesiapustaka

Internasionale kedua Paham Materialis Sejarah dan kritik ekonomi kapitalis itulah dua sokoguru Marxisme. Marx meninggal pada 1883. Pada waktu itu ia sudah diakui sebagai guru gerakan buruh dan pemikir sosialisme yang paling meyakinkan. Ia sendiri tidak pernah memimpin aksi politik langsung, tidak pernah memimpin partai Sosialdemokrat dan bahkan selama seluruh hidup belum pernah melihat sebuah pabrik dari dalam. Tetapi, ia dihormati oleh para pimpinan partai buruh yang ziarah ke London untuk mencari nasihat (dan tak jarang mendapat jeweran keras) dari sang resi. Kalau program Partai Sosialdemokrat Jerman yang dirumuskan pada 1875 di Gotha masih menimbulkan kemarahan Marx—karena kemarahan itu kita mendapat teks penting Marx “Kritik Program Gotha” yang dengan enak dibaca menjelaskan pokok-pokok teorinya—program Sosialdemokrat yang diperbarui di Erfurt 1991 betul-betul mengikuti teori Marx. Pada akhir abad ke-19 hanya tinggal dua arahan besar perjuangan buruh: Marxisme dan, di negara-negara Latin seperti Spanyol dan Italia, sindikalisme yang berlatar belakang anarkisme Mikail Bakunin. Sindikalisme menghilang sesudah Perang Dunia I. Pada 1889 partai-partai buruh Eropa mendirikan Internasionale II (“Asosiasi Internasional Kaum Buruh”). Ideologi Internasionale II adalah Marxisme sebagaimana dirumuskan oleh Friedrich Engels. Marxisme itu pada hakikatnya terdiri atas keyakinan akan primat perekonomian dalam perkembangan masyarakat serta atas keniscayaan keruntuhan kapitalisme. Tetapi, segera muncul pertanyaan serta perbedaan pendapat

Dari Mao ke Marcuse.indd 23

23

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

yang mengancam akan memecahkan Internasionale. Pengalaman pada peralihan abad bahwa kapitalisme bukannya mengalami krisis, melainkan semakin mantap, dan bahwa bertentangan dengan ramalan Marx, upah buruh industri naik secara kontinu—hal mana berarti bahwa mereka semakin tidak tertarik pada sebuah revolusi—menimbulkan apa yang kemudian disebut Perselisihan Revisionisme. Sebagian besar Internasionale di bawah pimpinan Karl Kautsky tetap mengikuti ajaran ortodoks Marxisme. Mereka ditantang oleh “kaum revisionis” di bawah pimpinan Eduard Bernstein yang menyatakan bahwa sosialisme tidak harus dicapai melalui sebuah revolusi, melainkan juga dapat dicapai secara demokratis, serta bahwa Marxisme, seperti setiap teori ilmiah, harus direvisi kalau kelihatan tidak lagi sesuai dengan kenyataan. Tantangan lain datang dari sayap kiri. Sayap kiri tentu menolak Bernstein. Tetapi, mereka juga menolak kepercayaan kelompok Kautsky bahwa revolusi sosialis tidak perlu, bahkan tidak boleh, dipersiapkan karena akan pecah dengan sendirinya pada saat kapitalisme sudah keropos. Rosa Luxemburg tegas-tegas menyatakan bahwa revolusi tidak akan datang dengan sendirinya. Revolusi mengandaikan kesadaran revolusioner kelas buruh. Luxemburg percaya pada spontanitas revolusioner buruh, tetapi kesadaran itu harus terus-menerus dirangsang dengan mempertajam perjuangan melawan kaum kapitalis. Sementara ini, Lenin menolak baik Kautsky maupun Rosa Luxemburg. Menurut Lenin, kelas buruh pada dirinya sendiri hanya memperjuangkan kenaikan upah dan perbaikan kondisi-kondisi kerja, suatu pendapat yang sebenarnya mirip dengan pendapat Bernstein. Agar buruh mengembangkan kesa-

Dari Mao ke Marcuse.indd 24

24

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

daran revolusioner perlu ada sebuah partai revolusioner yang terus-menerus memompakan kesadaran itu ke dalam kelas buruh. Adalah Lenin yang memahami bahwa revolusi sosialis mengandaikan adanya sebuah partai revolusioner. Itulah situasi pada 14 tahun pertama abad ke-20. Saat itu Eropa mengalami pertumbuhan ekonomis yang sangat mengesankan. Situasi ini kelihatan tidak menguntungkan bagi sebuah revolusi. Di Rusia rezim Tsar, di bawah perdana menteri Stolypin, akhirnya mulai mengadakan beberapa pembaruan sehingga ketegangan yang pada 1905 melahirkan sebuah revolusi, menjadi berkurang. Akan tetapi, semua itu berubah secara radikal dengan pecahnya Perang Dunia I pada akhir bulan Juli 1914.

http://facebook.com/indonesiapustaka

3. Lenin dan Revolusi Oktober Lenin meramalkan bahwa revolusi sosialis akan pecah bukan, seperti diajarkan Marxisme ortodoks, dalam negara-negara kapitalisme maju, melainkan dalam negara-negara yang ketinggalan, di pinggiran kapitalisme. Rusia adalah negara seperti itu. Pada tanggal 7 November 1917—menurut perhitungan kuno di Rusia hari itu masih di bulan Oktober—kaum Bolsheviki, kaum sosialis radikal pimpinan Lenin, mengambil alih kekuasaan di ibu kota Rusia, Petrograd. Sebelum itu, pada tanggal 27 Februari tahun itu juga, Tsar Rusia, Michael II, sudah digulingkan dalam sebuah revolusi yang didukung luas oleh masyarakat di kota-kota besar Rusia. Tetapi, di tengah-tengah Perang Dunia I, pemerintahan Republik yang baru diproklamasikan itu tidak

Dari Mao ke Marcuse.indd 25

25

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

berhasil menstabilisasikan Rusia. Situasi itu yang dimanfaatkan oleh kaum Bolsheviki. Perebutan kekuasaan oleh kaum komunis disusul oleh perang saudara selama tiga tahun. Namun, melawan kesulitan-kesulitan yang luar biasa, dan dengan menindas “tanpa ampun” (istilah kesayangan Lenin) semua “lawan revolusi”, kaum komunis berhasil mempertahankan kekuasaan mereka. Waktu Lenin meninggal pada 1924, “Uni Soviet” berdiri mantap dan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan kaum komunis. Revolusi Oktober ini berdampak luas. Harapan Lenin dan Trotzki bahwa revolusi di Rusia akan memicu revolusi sosialis di negara-negara kapitalis memang tidak terpenuhi. Stalin, pengganti Lenin sebagai Sekretaris Partai Komunis Soviet, menarik kesimpulan dari kegagalan ini dengan memproklamasikan “sosialisme dalam satu negara”, dengan di satu pihak mau meyakinkan kaum Marxis bahwa revolusi sosialis tidak harus menjadi revolusi permanen seperti diangin-anginkan Trotzki, dan di lain pihak menenangkan negara-negara kapitalis bahwa mereka tidak perlu takut terhadap Uni Soviet. Akibat langsung Revolusi Oktober adalah perpecahan deinitif dalam gerakan sosialisme internasional. Lenin sejak dini menyadari bahwa kaum komunis hanya dapat mempertahankan kekuasaan di Rusia—di mana proletariat, kelas buruh, hanya merupakan satu persen dari seluruh masyarakat—apabila ia memakai senjata teror, artinya menindas semua lawan aktual dan potensial. Masih di bawah Lenin, Cheka, polisi rahasia komunis, mengeksekusi sekitar 200.000 orang “lawan revolusi”. Seluruhnya, dalam lima tahun pertama pemerintahan Komunis di Rusia, ada sekitar 5 juta orang yang mati, di samping karena

Dari Mao ke Marcuse.indd 26

26

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

pertempuran dalam rangka perang saudara, kebanyakan adalah petani yang mati kelaparan. Mayoritas besar kaum sosialis di Eropa menolak kekerasan dan teror itu. Bagi mereka sosialisme secara hakiki merupakan sesuatu yang etis dan karena itu hanya dapat diperjuangkan dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan etika dan kemanusiaan. Dalam kenyataannya partai-partai Sosialdemokrat segera menjadi tulang punggung demokrasi di Eropa. Lama-kelamaan mereka melepaskan Marxisme sebagai ideologi perjuangan dan menggantikannya dengan sosialisme demokratis. Perkembangan ini dapat dianggap sebagai kemenangan revisionisme. Tetapi, juga banyak tokoh ortodoks seperti Karl Kautsky menolak kebijakan teror Lenin. Sebaliknya, minoritas radikal yang mendukung Lenin dan bolshevisme memisahkan diri dari partai-partai Sosialdemokrat arus utama dan kemudian menamakan diri partai-partai komunis. Bagi mereka, Uni Soviet menjadi tanah air sosialisme radikal daripadanya mereka menerima bantuan dan arahan. Moskow segera menjadi pusat komunisme internasional. Pada 1919 di Moskow didirikan KOMINTERN, “Internasionale Komunis”, dengan tujuan untuk memperjuangkan “dengan segala cara yang tersedia, termasuk kekuatan bersenjata, penggulingan borjuasi internasional dan penciptaan republik Soviet internasional sebagai transisi ke tahap penghapusan total negara.”11 Komintern mengoordinasikan kebijakan komunis di seluruh dunia. Sudah di tahun 1920 Henk Sneevliet—yang nama sandinya di Komintern adalah Maring—datang ke Indo11

Diunduh tanggal 6-5-2012 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Comintern.

Dari Mao ke Marcuse.indd 27

27

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

nesia, dan di Semarang mendirikan Partai Komunis di bawah pimpinan Semaun dan Alimin. Setahun kemudian Maring membantu kelahiran partai komunis di Tiongkok.

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Komunisme internasional Sesudah kematian Lenin, Josip Vissarionovich Jugashvili, alias Stalin, semakin mengambil alih kekuasaan dan sejak akhir tahun 20-an menjadi diktator tak terbantah Uni Soviet. Mulailah 29 tahun amat mengerikan bagi rakyat Soviet. Satu demi satu Stalin menyingkirkan para anggota Politbiro PKUS yang bisa menjadi saingannya. Pada akhir tahun 30-an tidak ada satu pun dari para anggota Politbiro 1917 di bawah Lenin yang masih hidup. Pada 1929 Stalin memaksakan kolektivasi pertanian di seluruh Uni Soviet. Menurut kata Stalin sendiri kepada Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, kurang lebih 10 juta petani mati dalam proses itu. Pada permulaan tahun 30-an, Stalin, melalui wakilnya Nikita Khrushchev, membiarkan kelaparan merajalela di Ukraina untuk menundukkan petani-petani yang melawan kolektivasi. Sekitar tiga juta orang mati kelaparan. Di antara tahun 1935 dan 1938 Stalin melakukan suatu pembersihan besar-besar terhadap Partai Komunis sendiri. Diperkirakan bahwa 600.000 anggota Partai Komunis Uni Soviet terbunuh di dalamnya. Sebaliknya, dalam politik luar negeri Stalin berhati-hati. Melalui Komintern ia memang semakin menguasai partai-partai komunis di sekian negara di dunia. Akan tetapi, Stalin tidak berusaha untuk mengekspor komunisme. Hanya di Tiongkok

Dari Mao ke Marcuse.indd 28

28

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

kaum komunis pada tahun 30-an, sesudah mereka harus melarikan dari serangan Jenderal Chiang Kai-shek dalam long march ke Yenan di Tiongkok Barat Laut, berhasil memantapkan sebuah basis di mana mereka aman. Sukses itu untuk sebagian besar merupakan jasa Mao Zedong yang pada akhir tahun 20an berhasil merebut kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok dari kelompok Leninis-pro Moskow.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Komunisme menjadi kekuatan dunia Perang Dunia II merupakan peristiwa yang amat menentukan bagi komunisme. Sebagai akibatnya, komunisme menjadi kekuatan dunia selama sekitar 45 tahun. Ada tiga perkembangan yang mencolok. Yang pertama adalah naiknya Uni Soviet menjadi negara adidunia kedua sesudah Amerika Serikat. Bukan hanya karena Uni Soviet berhasil untuk keluar dari Perang Dunia II dengan kekuatan militer yang semakin besar. Melainkan karena tentara merah membebaskan negara-negara Eropa Timur dari pendudukan tentara Jerman sehingga Uni Soviet dapat menciptakan situasi yang memungkinkan pengambilalihan kekuasaan di negara-negara itu oleh partai-partai komunis masing-masing dalam waktu singkat. Antara tahun 1945 dan 1948 Jerman bagian Timur, Polandia, Cekoslovakia, Hongaria, Bulgaria, Rumania, dan Albania dikuasai oleh partai komunis. Pada saat yang sama, di Yugoslavia para gerilyawan komunis anti-Jerman di bawah pimpinan Bros Tito berhasil merebut kekuasaan: Yugoslavia pun menjadi negara komunis, akan tetapi, karena tentara merah Soviet tidak ambil peranan, Yugos-

Dari Mao ke Marcuse.indd 29

29

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

lavia berhasil mempertahankan “jalannya sendiri ke sosialisme”. Dengan perkecualian Yugoslavia, semua negara komunis di Eropa Timur pada 1955 bergabung dalam Pakta Warsawa yang merupakan jawaban Uni Soviet terhadap terbentuknya NATO oleh Amerika Serikat 1949. Perkembangan kedua adalah kemenangan Partai Komunis yang dipimpin oleh Mao Zedong dalam perang saudara di Tiongkok sesudah kekalahan Jepang. Pada 1949 Mao berhasil mengusir pemerintahan Kuomintang yang dipimpin oleh Jenderal Chiang Kai-shek dari daratan Tiongkok. Bersamaan dengan Tiongkok, Mongolia, tetangga Uni Soviet, dan Korea Utara yang diduduki tentara Soviet, menjadi komunis. Dengan demikian dunia kelihatan dibagi ke dalam dua blok besar: Blok “Barat” di bawah pimpinan Amerika Serikat dengan paktapakta militer antikomunis NATO dan SEATO12, berhadapan dengan blok komunis di bawah pimpinan Uni Soviet yang menguasai hampir seluruh dataran Asia kecuali bagian Selatan. Pembagian dunia ini amat berpengaruh bagi perkembangan yang ketiga, yaitu keambrukan kolonialisme. Di Vietnam para gerilyawan komunis (Vietmin) berhasil mengalahkan penguasa kolonial Prancis. Vietnam dibagi dua: bagian Utara dikuasai oleh kaum komunis, bagian Selatan berpihak pada Amerika Serikat. Namun, sejak permulaan tahun 60-an, Vietkong, gerakan gerilyawan yang didukung oleh Vietnam Utara, semakin

12

South East Asia Treaty Organization didirikan pada 1954 atas inisiatif Amerika Serikat. Anggota-anggotanya adalah Amerika Serikat, Prancis, Britania Raya, Selandia Baru, Australia, Filipina, Thailand, dan Pakistan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 30

30

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

giat di Vietnam Selatan. Mulai 1965 Amerika Serikat dan beberapa sekutunya berintervensi secara militer di pihak Vietnam Selatan. Perang Vietnam itu berakhir pada 1975 dengan kekalahan telak Amerika Serikat. Pada tahun itu seluruh Indocina, Vietnam, Kamboja, dan Laos, menjadi komunis. Ada beberapa negara lain yang berhasil dikuasai oleh kaum komunis. Pada 1959 para pemberontak pimpinan Fidel Castro berhasil merebut kekuasaan di Kuba dari tangan diktator Fulgencio Batista yang didukung oleh Amerika Serikat. Pada 1961 Fidel Castro menyatakan Kuba sebagai negara MarxisLeninis dan sejak itu bersekutu erat dengan Uni Soviet. Dua koloni Portugal di Afrika, Angola dan Mozambique, dua-duanya melalui perang gerilya yang panjang, akhirnya diambil alih oleh para pemberontak yang beraliran Marxis-Komunis. Di dunia Arab, Yaman Selatan menyatakan diri ikut MarxismeLeninisme. Di tahun 1975 sepertiga umat manusia hidup dalam negara-negara yang dikuasai oleh partai komunis.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Komunisme mulai retak Akan tetapi, pada 1975, tahun di mana kekuasaan komunis di dunia mencapai puncaknya, juga merupakan suatu titik balik. Persatuan dunia komunis, kalau pernah merupakan kenyataan, sebenarnya sudah lama retak dan tidak dapat disembuhkan lagi. Di Yugoslavia, Tito sejak semula menolak tunduk terhadap Stalin. Ia tidak masuk ke dalam Pakta Warsawa dan baru pada akhir tahun 50-an memulihkan hubungan dengan Uni Soviet yang waktu itu sudah dipimpin Nikita Khrushchev.

Dari Mao ke Marcuse.indd 31

31

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Yang paling serius adalah keretakan hubungan antara Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang dipimpin oleh Mao Zedong. Akar keretakan itu sudah diletakkan di tahun 20-an waktu Mao menyingkirkan fraksi partai yang mau memaksakan Leninisme secara ortodoks. Mereka mau mempertahankan ajaran Lenin bahwa revolusi sosialis harus dijalankan oleh kelas buruh dan kaum tani yang bersatu dalam sebuah koalisi, tetapi tetap di bawah pimpinan kelas buruh. Mao paham bahwa kelas buruh di Tiongkok terlalu kecil, jadi karena itu revolusi harus mendasarkan diri pada desa, pada kaum tani. Hubungan antara Mao dan Stalin tidak pernah mulus. Sesudah kekalahan Jepang pada 1945, Stalin semula malah mendukung Chiang Kai-shek dalam perang saudara melawan kaum komunis pimpinan Mao. Sesudah Khrushchev menjadi pemimpin Uni Soviet, ketegangan antara Tiongkok komunis dan Uni Soviet tidak dapat disembunyikan lagi, meskipun Barat lambat untuk memahaminya. Pada 1960 Albania, negara komunis kecil di Balkan, secara resmi menolak segala campur tangan Moskow dan menjalin tali persahabatan (dan perlindungan) dengan Beijing. Sepuluh tahun kemudian, Rumania di bawah Ceauscescu mengikuti contoh Albania. Dengan hubungan antara dua negara komunis raksasa yang semakin retak, partai-partai komunis di negaranegara bukan komunis menjadi lebih bebas untuk menentukan kebijakan mereka sendiri, karena dapat memilih apa mau berpihak pada Uni Soviet atau Republik Rakyat Cina. Sebut saja misalnya Partai Komunis Indonesia di bawah kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit yang berkiblat pada RRC, yang sedemikian menjengkelkan Moskow sehingga media Uni Soviet se-

Dari Mao ke Marcuse.indd 32

32

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

lama tiga minggu sesudah Gerakan 30 September diam tentang pengejaran kaum komunis oleh TNI. Sesudah kematian Stalin pada 1953 negara-negara komunis Soviet digoncangkan oleh pelbagai gerakan perlawanan. Pada Juni 1953 buruh-buruh Jerman Timur berdemonstrasi melawan kekuasaan SED (Sozialistische Einheitspartai Deutschland, nama Partai Komunis Jerman Timur), yang kemudian ditumpas oleh tank-tank Soviet. Hal yang sama terjadi dengan pertumpahan darah besar dua tahun kemudian di Hongaria. Dengan dukungan luas rakyat Hongaria, pemimpin komunis Imre Nagy, Perdana Menteri Hongaria, menyatakan Hongaria ke luar dari Pakta Warsawa pada tanggal 1 November 1956. Namun, seminggu kemudian tentara Soviet masuk dan sesudah seminggu berhasil menumpas perlawanan rakyat Hongaria. Nagy dieksekusi pada 1958. Empat bulan sebelumnya Polandia sudah menghindari nasib yang sama dengan mengangkat Wladislav Gomulka menjadi perdana menteri, seorang yang sebelumnya ditahan sebagai “Titois” (penganut Tito), yang kemudian membebaskan kehidupan beragama dan melakukan kebijakan politik yang lebih liberal. Pada 1968 Alexander Dubcek diangkat menjadi Sekretaris Partai Komunis Cekoslovakia. Bulan-bulan berikut dikenal sebagai “musim semi Praha” di mana Dubcek dan kawan-kawannya berusaha mewujudkan suatu “sosialisme dengan wajah manusiawi”. Namun, pada tanggal 20 Agustus pasukan tentara Pakta Warsawa, pasukan dari Uni Soviet, Jerman Timur, Hongaria, Bulgaria, dan Polandia, menginvasi Cekoslovakia dan mengakhiri musim semi itu. Sejak itu, suasana di negara-negara komunis Eropa menjadi lebih kendor,

Dari Mao ke Marcuse.indd 33

33

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

tetapi di lain pihak segala semangat dan harapan akan masa depan lebih baik sudah mati. Rezim-rezim komunis sudah kehilangan kepercayaan diri. Sesudah lama sekali tidak mampu melihat kenyataan itu, akhirnya Amerika Serikat memanfaatkan perpecahan itu. Pada 1972 Presiden Nixon berkunjung ke Tiongkok Komunis dan berjabat tangan dengan Mao Zedong. Dalam kenyataan, kedua negara itu membentuk sebuah koalisi non-formal melawan Uni Soviet. Vietnam sebaliknya berorientasi pada Uni Soviet. Dua kali terjadi bahwa dua negara komunis itu saling menembaki. Yang pertama terjadi pada 1968 di sungai Ussuri yang memisahkan Siberia Soviet dan Mongolia Dalam yang termasuk Cina, di mana tentara Soviet dan Cina komunis saling menembaki. Yang kedua adalah invasi tentara Cina pada 1978 selama empat minggu ke Vietnam sebagai hukuman atas invasi Vietnam ke Kamboja pada 1977 yang mengakhiri kekuasaan Khmer Merah. Di Eropa Barat mulai tahun 70-an orang tidak lagi tertarik pada partai-partai komunis, padahal, atau justru karena, universitas-universitas baru saja disapu oleh revolusi kebudayaan Kiri Baru. Menyadari hal itu, partai-partai komunis di Italia dan Spanyol berubah haluan, lahirlah apa disebut Eurokomunisme. Partai-partai komunis dua negara itu menyatakan melepaskan diri dari Marxisme-Leninisme, mendukung demokrasi dan bahkan berhenti menentang keanggotaan negara-negara mereka dalam NATO. Di Amerika Latin, harapan Kuba bahwa ia bisa menjadi model orientasi politik dan ekonomis bagi negara-negara lain tidak terpenuhi. Di kebanyakan negara Ame-

Dari Mao ke Marcuse.indd 34

34

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

rika Latin kekuasaan diambil alih oleh militer yang pro Amerika Serikat. Di tahun 80-an kebanyakan rezim militer itu ambruk, tetapi sudah tak ada partai komunis yang masih bisa mencoba mengambil alih kekuasaan. Kebanyakan negara Amerika Selatan sejak itu dipimpin secara demokratis. Akhir komunisme internasional tiba secara sangat mengejutkan di tahun 1989. Secara mendadak rezim-rezim komunis Soviet di Eropa Timur kolaps, partai-partai komunis melepaskan kekuasaan, dan terbukalah dibuka pintu demokrasi. Dengan sendirinya Pakta Warsawa ambruk. Dimulai dari Polandia, satu demi satu negara-negara komunis Eropa Timur mengalami revolusi tak berdarah (kecuali Rumania di mana Presiden Ceaucescu dan istrinya dibunuh di depan televisi nasional). Dua tahun kemudian, Boris Yelzin, Perdana Menteri Republik Rusia dalam kesatuan Uni Soviet, mempermaklumkan akhir Uni Soviet. Uni Soviet pecah ke dalam 14 republik independen, dengan tak satu pun dari mereka mempertahankan komunismenya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Mengapa komunisme ambruk? Jawaban atas pertanyaan ini tentu harus diberikan oleh para ahli sejarah. Namun, di sini dapat ditunjuk beberapa faktor. Yang pertama adalah ideologi. Dalam bab berikut saya memperkenalkan Marxisme-Leninisme, ideologi resmi gerakan komunis internasional. Komunisme justru mengesan karena digerakkan oleh satu ideologi. Meskipun gerakan komunis bersifat internasional dan melintas segala macam budaya, ras, latar

Dari Mao ke Marcuse.indd 35

35

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

belakang agama, dan perbedaan dalam perkembangan ekonomis, namun orientasi ideologis komunisme adalah ketat dan menyeluruh. Marxisme-Leninisme mengklaim dapat memberi jawaban atas semua pertanyaan tentang alam raya, manusia, masyarakat serta perjuangan pembebasan umat manusia. Tetapi, justru sifat Marxisme-Leninisme yang begitu universal juga menimbulkan masalah bagi gerakan komunis. Dalam wilayah kekuasaan Soviet selalu didiskusikan bidang pengetahuan mana yang sudah diselesaikan oleh Marxisme-Leninisme dan mana yang masih terbuka untuk perkembangan selanjutnya. Debat itu melumpuhkan kehidupan intelektual Soviet karena, begitu sebuah pendapat, termasuk pendapat ilmiah, dicap menyeleweng dari ajaran Lenin, Stalin, Mao Zedong, atau petunjuk Politbiro, orangnya bisa dibuang ke kamp tahanan di Siberia. Salah satu contoh adalah isika kuantum. Uni Soviet sebenarnya mempunyai beberapa ahli isika kuantum, tetapi karena Stalin mencap isika kuantum dan teori relativitas sebagai “isika idealisme”, para ilmuwan tidak berani mengajukannya. Baru sesudah Stalin diyakinkan bahwa tanpa teori-teori itu Uni Soviet tidak akan dapat membuat bom nuklir, Stalin menarik kembali penilaiannya itu. Kejadian yang mirip adalah kasus Lyssenko di tahun 50-an. Lyssenko mencela ilmu genetika sebagai “idealisme”. Ia sendiri menganut suatu bentuk Lamarckisme yang percaya bahwa sifat-sifat yang diperoleh organisme selama hidup bisa diwariskan kepada keturunan. Lyssenko adalah seorang ahli pertanian yang mencela ilmu genetika sebagai “idealisme”. Ia mengikuti pendapat kuno Lamarck bahwa sifat-sifat yang diperoleh oleh organisme selama

Dari Mao ke Marcuse.indd 36

36

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

hidupnya bisa diwariskannya kepada keturunannya. Karena Lyssenko berhasil memperoleh kepercayaan Stalin ia bisa menguasai ilmu pertanian di Uni Soviet sejak tahun 40-an. Baru sesudah Khrushchev disingkirkan pada 1964 Lyssenko pun jatuh. Akibat kebijakan pseudo-ilmiah Lyssenko, pertanian di Uni Soviet menderita kerugian terus-menerus. Uni Soviet yang pernah menjadi pengekspor gandum akhirnya tidak lagi mampu memproduksikan cukup bahan pangan bagi rakyat Soviet. Pada saat yang sama, sekian ahli-ahli biologi dan agraria di Uni Soviet lain tidak diperhatikan dan malah disingkirkan.13 Contoh kebalikan adalah Mao Zedong sendiri. Karena ia berani menolak mengikuti secara buta teori Lenin tentang kepemimpinan revolusi di tangan buruh industri serta mengusir kaum Leninis dari Politbiro PKC, maka gerakan revolusioner PKC berhasil. Di lain pihak, pimpinan komunis di Uni Soviet—dan di negara-negara komunis lain—cenderung mengabaikan ideologi komunis dalam politik luar negeri. Politik luar negeri Uni Soviet selalu merupakan Realpolitik, kebijakan yang sesuai dengan kepentingan politik nyata Uni Soviet maupun Tiongkok. Lamakelamaan di semua negara komunis, pragmatisme kekuasaan menang terhadap pertimbangan ideologis. Negara-negara Pakta Warsawa sejak tahun 70-an sudah diberi kebebasan untuk menyesuaikan kebijakan dalam negeri dengan situasi lokal. Tiong13

Tentang kasus Lyssenko dapat dibaca di http://de.wikipedia.org/wiki/ Lyssenkoismus. Lih. juga: Gustav A. Wetter 1962, Dialektischer und historischer Materialismus, Sowjetideologie Heute, Frankfurt a. M.: Fischer Taschenbuch Verlag, passim.

Dari Mao ke Marcuse.indd 37

37

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kok komunis secara gemilang mengatasi ancaman keambrukan ekonomis dengan membuka diri terhadap kapitalisme. Bahkan di negara-negara yang kelihatan keras ortodoks, seperti Korea Utara, kebijakan politik pertama-tama ditentukan oleh kepentingan pragmatis elite berkuasa untuk mempertahankan kekuasaan. Akhirnya, ideologi komunis semakin kehilangan relevansi praktis, tetapi karena tetap harus dipelajari dan menjadi satu-satunya orientasi intelektual sah di negara-negara komunis, Marxisme-Leninisme melumpuhkan kehidupan intelektual, ilmiah, dan budaya serta membuat negara-negara komunis ketinggalan jauh dengan negara-negara Barat dan Jepang. Tetapi, alasan utama keambrukan komunisme adalah kegagalannya untuk membangun perekonomian yang tangguh. Sejak permulaan tahun 1980-an Politbiro Uni Soviet sadar bahwa diperlukan suatu reformasi perekonomian yang mendalam. Yang menjadi dilema bagi pimpinan partai Soviet adalah bahwa mereka sekaligus menyadari bahwa segala macam reformasi bisa lepas dari kontrol mereka dan akhirnya mengancam sistem komunis itu sendiri. Karena itu, para pemimpin Uni Soviet kelihatan begitu ragu-ragu sesudah Leonid Breshnev— personiikasi mediokritas rezim yang tidak eisien, birokratis, dan korup—meninggal pada 1982. Akhirnya, mereka memilih Nikholai Gorbachev dan memberi kepadanya kebebasan untuk melakukan suatu program pembaruan atas nama glaznost/peres­ troika (“keterbukaan/perubahan”). Namun, apa yang dikhawatirkan memang terjadi: Uni Soviet ambruk. Uni Soviet gagal dalam persaingan ekonomis dengan negara-negara kapitalis. Belakangan hal itu mudah dimengerti.

Dari Mao ke Marcuse.indd 38

38

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Ekonomi komunis berlangsung tanpa adanya pasar, seluruhnya ditentukan oleh fungsionaris-fungsionaris pusat. Pusat yang menentukan harga gandum, paku, sepeda motor, balok baja. Pusat yang menentukan pabrik mana yang memproduksikan apa. Banyak cerita beredar bahwa, misalnya, pabrik mobil harus menghentikan produksi karena satu tipe sekrup tidak tersedia. Ada perusahaan-perusahaan Soviet yang menimbun segala macam bahan baku untuk keperluan selama satu tahun (di Barat waktu itu persediaan bahan baku di perusahaan-perusahaan adalah untuk dua minggu). Bukan hanya itu. Di negaranegara Soviet berkembang ekonomi barter. Pabrik yang memproduksikan traktor membeli, misalnya, seribu gergaji, bukan karena mereka membutuhkan gergaji, melainkan karena pada saat gergaji kebetulan langka mereka dapat menukarkannya dengan bahan baku yang mereka butuhkan, yang langka juga. Negara-negara komunis secara mencolok tidak berhasil membangun civil society. Dengan demikian, seluruh produksi sosial membebani negara. Dan, beban itulah yang menghancurkannya. Kelihatan betapa genial Deng Xiaoping: Dengan membuka kemungkinan perekonomian swasta ia memberdayakan masyarakat di Tiongkok dan meringankan beban negara sehingga partai komunis tanpa kesulitan dapat mempertahankan kekuasaannya. Barangkali rezim-rezim komunis tidak bisa tidak runtuh. Sejak Lenin memutuskan untuk mempertahankan kekuasaan meskipun kekuasaannya hanya didukung oleh satu persen rakyat Rusia, pemaksaan menjadi tonggak berdirinya rezim-rezim itu. Leninlah yang melembagakan prinsip teror sebagai penja-

Dari Mao ke Marcuse.indd 39

39

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

min kekuasaan komunis. Dalam kenyataan, komunisme menjadi pembunuh terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Dalam kurun waktu hanya 74 tahun—dari Revolusi Oktober sampai 1991—rezim-rezim komunis sedunia membunuh sekurang-kurangnya 60 juta orang, suatu angka yang sulit dibayangkan.14 Teror yang keras dapat saja untuk sementara mempertahankan sebuah sistem kekuasaan, tetapi tidak mampu untuk menciptakan stabilitas sungguh-sungguh. Suatu masyarakat hanyalah stabil apabila sistem kekuasaannya diterima dan dibenarkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Bahwa negara agraris seperti Uni Soviet sejak tahun 70-an harus mengimpor beberapa juta ton gandum setiap tahun dari Amerika Serikat (!) dan Kanada—suatu ketergantungan yang sangat mereka rasakan—menunjukkan betapa kolektivasi ideologis pertanian merupakan malapetaka ekonomis. Maka yang terbukti benar di tahun 1917—waktu mayoritas partai Sosialdemokrat, meskipun menganut Marxisme, menolak metode teror Lenin dan tegas-tegas memberi komitmen kepada demokrasi dan hak-hak

http://facebook.com/indonesiapustaka

14

Angka ini belum menghitung mereka yang terbunuh dalam perang atau dalam perang gerilya. Angka ini dirinci dalam majalah National Geographic, Januari 2006, pada hlm. 30. Untuk Tiongkok komunis mereka memperhitungkan 30 juta orang terbunuh (kebanyakan selama “loncatan besar ke depan“). Buku tebal dengan perhitungan rinci yang diedit oleh Stephane Courtois dll., Schwarzbuch des Kommunismus. Unterdrückung, Verbrechen und Terror (diterjemahkan dari bahasa Prancis, Paris 1997), München: Piper 1998, lih. hlm. 16, membawa angka yang hampir saja, namun untuk Tiongkok komunis mereka memperhitungkan 65 juta orang terbunuh. Dengan demikian jumlah seluruh orang terbunuh oleh kaum komunis dan atas nama komunisme antara 1917 dan 1991 akan mencapai hampir 100 juta.

Dari Mao ke Marcuse.indd 40

40

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

asasi manusia—adalah sosialisme demokratis, bukan hanya secara etis, melainkan juga secara politis dan ekonomis. Salah satu contoh adalah Jerman Timur Komunis. Tidak perlu disangkal bahwa rezim komunis Jerman Timur menunjukkan beberapa keberhasilan. Misalnya bahwa di Jerman Timur orang tidak perlu membayar mahal untuk mendapat apartemen (asal ia dinilai mendukung rezim, sementara mereka yang dianggap oposisional menderita segala macam pelecehan). Namun, kenyataan bahwa selama 40 tahun eksistensi Republik Demokratik Jerman (“Jerman Timur”) sekitar tiga juta orang Jerman lari ke Jerman Barat, sedangkan kurang dari 10.000 orang Jerman Barat pindah ke Jerman Timur, merupakan fakta yang bicara sendiri. Dan, meskipun Tiongkok dan Vietnam tetap dikuasai oleh partai komunis, tetapi karena dua negara itu membuka pintu untuk berusaha secara bebas, dan juga memberi kebebasan jauh lebih besar kepada agama-agama, rezim-rezim komunis di negara-negara itu tidak lagi totaliter. Kesimpulan saya, ajal komunisme garis keras tidak perlu ditangisi.

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Marxisme di luar komunisme Mari kita kembali sebentar ke situasi Marxisme di masa Internasionale II. Di bawah pengaruh Engels dan bahkan juga Marx tua sendiri Marxisme pada akhir abad ke-19 telah merosot menjadi sebuah ajaran ortodoks mandul. Semangat revolusioner, cita-cita pembebasan yang begitu khas bagi Marx, sepertinya terdesak ke pinggir oleh kepercayaan bahwa satu-satunya mesin kemajuan masyarakat adalah mekanisme-mekanisme ekonomis. Simpliikasi inilah yang kemudian dikecam oleh Lenin se-

Dari Mao ke Marcuse.indd 41

41

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

bagai ekonomisme. Namun, orang seperti Lenin atau Rosa Luxemburg dalam Internasionale II dianggap ekstremis yang berbahaya. Situasi itu berubah secara radikal dengan Revolusi Oktober 1917. Internasionale II sudah pecah pada permulaan Perang Dunia I sekitar tahun 1914. Keberhasilan Lenin untuk merebut kekuasaan bagi kekuatan-kekuatan sosialis dalam suatu masyarakat yang menurut teori Marxisme resmi sama sekali belum matang menantang kubu sosialis-Marxis untuk memilih: Ikut Lenin dan dengan demikian bersedia ikut jalan komunisme, termasuk kesediaan untuk memakai teror untuk mempertahankan kekuasaan, atau tegas-tegas memilih demokrasi dan dengan demikian melepaskan cita-cita revolusi. Bagi dua-duanya ekonomisme ala Internasionale II tidak mempunyai arti lagi. Perpecahan deinitif dalam kubu Marxisme itu rupa-rupanya membuka kembali pintu bagi perhatian baru kepada pemikiran Marx yang asli. Ada dua hal yang mendasari penemuan kembali harkat intelektual pemikiran Karl Marx. Yang pertama adalah penemuan kembali ciri revolusioner, dan, berkaitan dengan itu, penemuan kembali peran kunci dialektika Hegel bagi pengertian teori Marx. Yang kedua adalah publikasi catatan-catatan yang ditulis Marx 1844 oleh Institut Marx-Engels di Moskow 1932. Yang menegaskan kembali bahwa teori Marx tidak boleh dimengerti lepas dari gerakan revolusioner proletariat adalah tiga pemikir: Karl Korsch, Georg Lukàcs, dan Antonio Gramsci. Korsch adalah seorang pimpinan Partai Komunis Jerman yang kemudian dikeluarkan dari partai dengan tuduhan “ekstrem kiri”. Bertolak dari gagasan dasar Hegel bahwa “ilsafat adalah

Dari Mao ke Marcuse.indd 42

42

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

zamannya ditangkap dalam pikiran” Korsch menegaskan bahwa sebuah teori bukannya benar atau salah, melainkan sah atau tidak sah, dan kesahihannya tergantung dari peran yang dimainkan teori itu dalam perjuangan kelas. Bagi Korsch teori Karl Marx bukan sebuah ajaran benar abadi, melainkan kesadaran tentang perlunya revolusi, sebuah katalisator perjuangan revolusioner kelas masyarakat yang paling maju, proletariat.15 Namun, buku yang paling berpengaruh kemudian hari adalah History and Class Consciousness (1922) tulisan Georg Lukàcs, salah satu buku ilsafat paling cemerlang di abad ke20.16 Lukàcs mengecam “Marxisme vulgar” Internasionale II karena sudah mereduksikan Marxisme menjadi ajaran “kontemplatif” dan “metaisik”. Kaum sosialis Internasionale II telah mengabaikan apa yang menjadi hati teori Marx, yaitu dialektika. Memahami Marxisme sebagai dialektika bagi Lukàcs berarti, sangat mirip dengan Korsch, memahami Marxisme sebagai teori revolusioner yang mengangkat apa yang dirasakan oleh proletariat ke dalam kejelasan sebuah teori yang sendiri kemudian menyemangati perjuangan proletariat. Teori Marx secara hakiki harus dimengerti sebagai sebuah teori revolusioner, sebagai unsur dialektis dalam perjuangan proletariat untuk menjatuhkan kapitalisme. Dari Hegel, Lukàcs mengambil pengertian masyarakat sebagai “totalitas”: Masyarakat hanya dapat dimengerti dalam kaitan dengan keseluruhan kondisikondisi yang melahirkannya yang sekaligus membuka mata bagi dinamika revolusioner masyarakat ke masa depan. Seka15

Tentang Karl Korsch dapat dilihat Magnis-Suseno 2003, hlm. 145–170.

16

Lihat Magnis-Suseno 2003, 87–144.

Dari Mao ke Marcuse.indd 43

43

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

ligus Lukàcs menekankan, mengikuti Lenin, peran kunci sebuah partai revolusioner yang memasukkan kembali semangat revolusioner yang sudah dijernihkan menjadi teori revolusi, ya teori Karl Marx, ke dalam proletariat. Pengaruh Lukàcs atas pemikiran Marxisme kritis selanjutnya luar biasa. Istilah-istilah kunci “Kiri Baru” di tahun 60-an abad lalu seperti “reiikasi”, “totalitas”, “positivisme”, “sosiologi kontemplatif”, “kesatuan antara teori dan praksis” serta anggapan bahwa kaum intelektual mempunyai peran khusus dalam revolusi sosialis menjadi populer karena Lukàcs. Sejak dari Lukàcs para pemikir independen dalam tradisi Marx selalu melihat kembali Marx dalam kaitan dengan ilsafat Hegel. Kalau Hegel yang di abad ke-19—dengan kekecualian Karl Marx—hampir dilupakan, tetapi lalu di abad ke-20 semakin diakui sebagai salah satu pemikir terbesar umat manusia yang buku-bukunya diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, maka itu pertama-tama adalah jasa para pemikir Marxis. Adalah Marxisme kritis yang menemukan kembali Hegel. 100 tahun sesudah “klub doktor” di Berlin melontarkan Hegelianisme kiri, di mana Karl Marx muda mulai mencicipi ilsafat, Hegelianisme kiri membuktikan diri sebagai pewaris sejati ilsafat Hegel. Pemikir yang maju paling jauh dari teori Karl Marx awal adalah Antonio Gramsci. Mantan pemimpin Partai Komunis Italia yang dipenjara oleh rezim fasis Mussolini ini mempunyai banyak waktu untuk mereleksikan syarat-syarat sebuah revolusi. Ia pun memahami teori Marx secara hakiki sebagai “ilsafat praksis”. Sebuah teori hanya benar sejauh mengungkapkan apa yang sedang dialami oleh kelas sosial yang bersangkutan. Namun, melampaui Marx, Gramsci menolak skema “basis—ba-

Dari Mao ke Marcuse.indd 44

44

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

ngunan atas”, ia menolak bahwa kebudayaan ditentukan oleh hubungan produksi dan bahwa pemikiran sekadar bangunan atas dari struktur kekuasaan ekonomis. Inti pandangan Gramsci adalah bahwa kelas yang diharapkan melakukan revolusi—dalam bahasa Gramsci, yang memimpin blok historis—mengembangkan sebuah pandangan dunia dan sistem nilai yang menjadi milik seluruh masyarakat. Kelas revolusioner harus terlebih dahulu mencapai hegemoni intelektual dalam masyarakat, baru ia bisa melakukan revolusi. Karena itu, kaum intelektual organik kelas buruh memainkan peranan kunci dalam persiapan revolusi. Barangkali dari tiga tokoh itu Antonio Gramsci menjadi paling berpengaruh atas bahasa para pemikir kritis di kemudian hari. Peristiwa kedua yang menjadi dorongan kuat untuk kembali mempelajari Karl Marx adalah publikasi dua tulisan penting Marx 1932 oleh Institut Marx-Engels di Moskow di bawah editor David Rjazanov. Yang pertama adalah The German Ideo­ logy yang ditulis bersama oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada 1845, buku setebal 500 halaman yang memuat rumusan pertama penting tentang paham materialis sejarah, tetapi waktu itu tidak menemukan penerbit. Dalam buku ini Marx melaksanakan peralihan dari tahap humanis mudanya ke tahap konsepsinya yang matang. Meskipun buku ini amat penting, penerbitannya tidak membawa suatu kejutan karena The German Ideology justru memperlihatkan bagaimana Marx untuk pertama kalinya merumuskan teorinya tentang sejarah dan perkembangan masyarakat. Yang betul-betul menjadi kejutan adalah teks kedua. Teks ini menyebabkan sesuatu yang mirip dengan sebuah revolusi

Dari Mao ke Marcuse.indd 45

45

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dalam pemahaman terhadap Marx (meskipun apa yang ditulis Lukàcs dalam History of Class Consciousness sebenarnya sudah mengantisipasinya). Naskah-naskah ini yang oleh Marx tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan, oleh penyuntingnya diberi judul Naskah­naskah ilosois­ekonomis dan sering disingkat sebagai Naskah­naskah Paris. Dalam releksi-releksi itu Marx muncul bukan lagi sebagai seorang ilmuwan ekonomi yang seluruh perhatiannya berpusat pada penggalian hukum-hukum baja ekonomi yang menentukan perkembangan manusia. Katakata kunci dalam naskah-naskah ini adalah “manusia”, manusia sebagai “makhluk sosial”, “humanisme”, “naturalisme”, “keterasingan”, “manusia yang universal dan bebas”, “manusia yang menciptakan diri melalui pekerjaannya”.17 Dalam naskah-naskah ini Marx memperlihatkan diri sebagai seorang “humanis” yang termotivasi oleh cita-cita etis tentang keluhuran martabat manusia sebagaimana dikembangkan oleh Kant dan Hegel, yang yakin akan apa yang sendiri disebutnya “imperatif kategoris untuk menumbangkan segala hubungan di mana manusia adalah makhluk yang hina, diperbudak, terlupakan, terhina” (MEW I, 385). Teks-teks ini menunjukkan pergulatan Marx dengan situasi di mana sistem produksi mengasingkan manusia dari hakikatnya yang bebas, universal, dan sosial, jadi tentang mengapa kapitalisme merupakan sistem yang tidak manusiawi, serta bagaimana manusia dapat dikembalikan dari keterasingannya di bawah sistem produksi kapitalis itu.18 Salah satu 17

18

Saya uraikan isi penting naskah-naskah ini dalam Magnis-Suseno 1999, 87–109. Teks ini khas bagi Marx sebagaimana ia muncul dalam Naskah­naskah Paris: “Komunisme (adalah) penghapusan positif milik pribadi sebagai

Dari Mao ke Marcuse.indd 46

46

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

http://facebook.com/indonesiapustaka

pembahas pertama yang meramalkan bahwa publikasi Naskah­ naskah Paris akan secara mendalam memengaruhi interpretasi seluruh karya Marx adalah Herbert Marcuse.19 Akan tetapi, untuk sementara waktu naskah-naskah itu belum mendapat banyak perhatian. Partai Komunis Uni Soviet, sesudah menyadari apa yang ada dalam naskah-naskah ini, mengalami syok. Seorang Marx dengan cita-cita humanis dan etis terasa bertentangan dengan sokoguru ideologi komunis tentang kemahakuasaan ekonomi serta tentang segi ideologis segala humanisme dan moralitas “idealistik”. Yang terkena getahnya adalah Rjazanov, sang penyunting. Institut-MarxEngels disuruh menghentikan MEGA (“Marx-Engels-Gesamtausgabe”), edisi ilmiah besar karya-karya Marx yang sedang dikerjakan, di mana waktu itu baru terbit tiga jilid. Rjazanov dicopot dari kedudukannya dan dibuang ke kamp Gulag di Siberia di mana ia kemudian menghilang. Penyangkalan tulisan-tulisan Marx humanistik itu di wilayah kekuasaan komunis berlangsung selama lebih dari 30 tahun.20 Meskipun beberapa

19

20

keterasingan diri manusia, dan karena itu pemilikan nyata hakikat manusia oleh dan bagi manusia; ... komunisme itu adalah sebagai naturalisme utuh = humanisme, sebagai humanisme utuh = naturalisme, ia adalah pemecahan nyata pertentangan antara manusia dengan alam dan dengan manusia, ... antara kebebasan dan keniscayaan... Ia adalah pemecahan tekateki sejarah...” (MEW EB 1, 536). Lih. Herbert Marcuse 1932¸ “Neue Quellen zur Grundlegung des historischen Materialismus. Interpretation der neuveröffentlichten Manuskripte von Marx“, in: Die Gesellschaft. Internationale Revue für Sozialismus und Politik, Jg. 9 (1932, II), Nr. 8, hlm. 136–174. Dalam majalah ilsafat resmi Uni Soviet, Voprosy Filosoii, sebelum tahun 1960, saya hanya menemukan tujuh tulisan tentang Marx muda, dan hanya tiga daripadanya tentang naskah-naskah Paris (yang tentang Naskah-naskah Paris adalah V. A. Karpušin 1955, L. N. Pazitnov 1957 dan T. I.

Dari Mao ke Marcuse.indd 47

47

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

cuplikan dari naskah-naskah itu dipublikasikan di Jerman Timur pada permulaan tahun 50-an, akan tetapi dalam edisi ilmiah besar yang sejak 1956 diterbitkan oleh Dietzverlag di Berlin Timur (MEW, “Marx-Engels Werke”) naskah-naskah itu tidak ada. Baru pada 1973 Dietz menerbitkan dua “jilid pelengkap” (“Ergänzungsbände”) di mana naskah-naskah Paris itu dimuat secara lengkap. Sedangkan di luar wilayah komunis teks-teks ini mulai mendapat perhatian sejak tahun-tahun 50an. Pada 1953 Landshut memublikasikan sebagian penting dari sekitar 500 halaman naskah-naskah itu21 dan dengan demikian membuatnya terakses untuk kalangan luas. Dengan demikian, sejak tahun 20-an abad lalu, perhatian terhadap pemikiran Karl Marx mengalami suatu renaisans dan semakin mendapat perhatian dalam ilsafat. Salah satu pusat yang sangat berperan, dan juga khas bagi gerak kembali ke Marx itu, adalah Pusat Penelitian Sosial yang didirikan 1924 oleh Carl Grünberg di Universitas Frankfurt. Pada 1930 Max Horkheimer diangkat sebagai pimpinan institut itu dan sejak itu Pusat Penelitian Sosial dihubungkan dengan nama Horkheimer. Horkheimer dan rekan-rekannya seperti Theodor Wiesengrund Adorno, Walter Benjamin, dan Herbert Marcuse memulai suatu cara berpikir yang masuk ke dalam sejarah ilsafat abad ke-20 sebagai “Teori Kritis” atau “Mazhab Frankfurt”.

21

Oizerman 1958; yang empat lain adalah K. T. Kuznecov 1953 tentang Marx muda pada umumnya, dan 1958 tentang Disertasi Doktor Marx, T. I. Oizerman 1958 tentang materialisme dialektik dan Hegel, dan N. I. Lapin 1959 tentang kritik Marx terhadap ilsafat hukum Hegel). Siegfried Landshut (ed.) 1953, Karl Marx. Die Frühschriften, Stuttgart: Kröner.

Dari Mao ke Marcuse.indd 48

48

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Yang khas bagi Teori Kritis itu adalah bahwa mereka, mirip dengan Antonio Gramsci, tidak ragu-ragu melepaskan beberapa keyakinan Marx yang paling mendasar (terutama bahwa kaum buruh adalah kelas revolusioner yang akan menjatuhkan kapitalisme), tetapi tetap berpikir dalam tradisi Marx, dan dengan relevansi tinggi.22 Di luar Mazhab Frankfurt itu terdapat sejumlah ilosof Marxis yang berbobot. Di Prancis “perhatian pada Marxisme tumbuh di antara wakil-wakil terpenting aliran-aliran ilosois besar, personalisme, fenomenologi, dan eksistensialisme”.23 Tokoh pemikir Marxis mandiri misalnya Henri Lefebvre24, Alexandre Kojève25, Lucien Goldmann26 dan Roger Garaudy27,

22 23

24

http://facebook.com/indonesiapustaka

25

26

27

Lihat bab 4 dan 5 dalam buku ini. Predrag Vranicki 1974, Geschichte des Marxismus, Jilid. 2, Frankfurt: Suhrkamp, hlm. 887. Di antara tulisannya yang paling bagus adalah Le Matérialisme dialectique yang terbit pada 1932 dan sudah sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan Marx muda. Ciri-ciri khas Marxisme Lefebvre menurut Vranicki (890) adalah kemandirian, elastisitas, dan orisinalitas. “Alexandre Kojève was responsible for the serious introduction of Hegel into 20th Century French philosophy, inluencing many leading French intellectuals who attended his seminar on The Phenomenology of Spirit in Paris in the 30s. He focused on Hegel's philosophy of history and is best known for his theory of 'the end of history' and for initiating 'existential Marxism.' Kojève arrives at what is generally considered a truly original interpretation by reading Hegel through the twin lenses of Marx's materialism and Heidegger's temporalised ontology,” diunduh dari Internet Encyclopedia of Philosophy, http://www. iep.utm.edu/kojeve/ Goldmann berpikir dalam garis pemikiran Lucàcs. Kata kunci padanya adalah totalitas, kelas, kesadaran kelas, maksimum kesadaran yang mungkin, pandangan dunia, dan reiikasi (bdg. Vranicki 916). Roger Garaudy mulai sebagai ahli teori utama Partai Komunis Prancis. Hanya lama-kelamaan ia membebaskan diri dari Marxisme resmi komunis, menemukan kembali Hegel dan mengkritik Stalinisme. Ia menjadi terkenal

Dari Mao ke Marcuse.indd 49

49

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

dan tentu juga Jean-Paul Sartre di hari tua. Di Jerman dapat disebut Ernst Bloch28 dan, di Austria, Ernst Fischer29, di Italia pemimpin Partai Komunis Italia Palmiro Togliatti30, dan di Amerika Serikat, Paul A. Baran dan Paul Sweezy31. Khususnya Naskah­Naskah Paris, tulisan Marx muda juga menarik perhatian banyak pemikir di luar aliran Marxis. Paham keterasingan, pengertian manusia sebagai makhluk yang seharusnya universal, bebas, dan sosial, memberikan pesonanya sendiri, saat di mana para ilosof eksistensialisme mau mengantar manusia ke eksistensi yang otentik. Paham Marx muda tentang manusia yang menciptakan diri sendiri dalam pekerjaannya, serta kritik Marx bahwa kapitalisme, karena segala

28 29

http://facebook.com/indonesiapustaka

30

31

karena bukunya Marxisme du 20º siècle (Paris 1966). Menurut Gauraudy Marxisme harus memecahkan tiga masalah; ia harus putus dengan dogmatisme, mendalami subjektivitas, dan mengerjakan sebuah teori Aufhebung dialektis. Ia juga menegaskan peran agama dalam sejarah (lih. Vranicki 925ss.). Lihat bab 6 dalam buku ini. Ernst Fischer a. l. menuntut pendekatan baru Marxisme terhadap seni (lih. Vranicki 880ss.) Puluhan tahun Palmiro Togliatti (1893–1964) memimpin Partai Komunis Italia, partai komunis terbesar di negara-negara Barat. Seperti ditulis Vranicki (958ss.) “situasi khas Marxisme dan Komunisme Italia serta tradisi-tradisi khusus (Italia) memungkinkan pendekatan lebih kompleks, bebas dan elastis terhadap masalah-masalah politis dan sosial dunianya.” Ia menyambut gembira kritik Khrushchev 1956 terhadap Stalinisme. A. I. ia berpendapat bahwa sosialisme dapat saja, bahkan harus, dibangun dalam sistem multi-partai (ib. 960). Buku terpenting dua pemikir AS bersama ini adalah Monopoly Capital, New York/London. Judul itu menjadi istilah penting dalam kritik terhadap kapitalisme sejak akhir tahun 60-an. Vranicki menilai bahwa “karya Baran dan Sweezy bagaimanapun merupakan percobaan orisinal untuk memahami kapitalisme modern, hukum-hukumnya, kontradiksi-kontradiksinya, dan tendensi-tendensinya” (974).

Dari Mao ke Marcuse.indd 50

50

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

apa hanya dianggap komoditi, mengasingkan manusia dari hakikatnya sendiri amat menarik dan membuka jalur baru kritik terhadap kapitalisme. Paham Marx tentang “komunisme” sebagai keadaan di mana manusia berdamai dengan alam amat menyentuh. Tulisan-tulisan Marx muda tidak hanya dipelajari kembali oleh para ilosof dan kaum intelektual pada umumnya, melainkan secara khusus mendapat perhatian besar di antara para teolog Katolik dan Protestan. Begitu misalnya seorang profesor sekaligus pastor Jesuit Prancis, Jean-Yves Calvez, menulis salah satu buku paling penting tentang Marx di mana ia secara meyakinkan—bertentangan dengan Louis Althusser— menunjukkan bahwa cita-cita Marx muda juga menentukan pemikirannya kemudian.32 Di Jerman pemikir seperti Ludwig Landgrebe33 memperkenalkan Marx muda bagi publik luas yang antusias. Berbeda dengan “dunia bukan komunis”, “dunia komunis” mandul total dalam diskursus sekitar pemikiran Karl Marx. Adalah Lenin yang melarang segala diskusi tentang garis partai di dalam partai komunis sendiri. Selama tahun 20-an masih terjadi beberapa kontroversi ilosois tentang Marxisme, seperti antara “Marxisme dialektis” kelompok Abram M. Deborin dan “Marxisme mekanik” Nikolai Bukharin, tetapi kemudian segenap diskusi tentang Marx ditutup. Bukharin akhirnya dieksekusi oleh Stalin, tetapi Deborin, dengan menghindar dari

32

Jean-Yves Calvez 1956, La Pensé de Karl Marx (Du Seuil, Paris).

33

Ludwig Landgrebe, “Hegel und Marx“, dalam Marxismusstudien, Tübingen 1954, hlm. 39–53.

Dari Mao ke Marcuse.indd 51

51

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

muncul di depan umum, tetap bisa bertahan hidup dan melihat karya-karyanya dipublikasikan pada zaman Khrushchev. Lukàcs pun bisa bertahan hidup di bawah Stalinisme karena bersedia untuk secara resmi menyangkal bukunya. Segala diskusi tentang Marxisme dianggap mengancam kestabilan resmi komunis. Karena itu, reaksi keras terhadap munculnya tulisan Marx muda dapat dimengerti. Marx yang humanis mesti dipandang sebagai subversif. Di negara-negara komunis para ilosof dan intelektual yang tidak asal membebek garis partai menemukan diri dalam situasi yang sangat sulit. Publikasi, bahkan diskursus ilsafat hanya diizinkan dalam jalur-jalur Marxisme-Leninisme. Karl Marx pun tidak boleh dipelajari secara bebas. Yang boleh dipelajari dan dipakai dalam publikasi hanyalah tulisan Marx yang dikutip atau dipergunakan oleh Lenin. Menarik bahwa sepengetahuan penulis, selama tujuh puluhan tahun kekuasaan Komunis di Uni Soviet dan Eropa Timur, sekali pun tidak diadakan kongres internasional terbuka untuk umum tentang pemikiran Karl Marx—padahal komunisme mendasarkan diri pada ajaran Marx dan memuliakan Marx bersama Engels dan Lenin sebagai pemikir puncak umat manusia. Dengan demikian, justru di wilayah komunis Marxisme dikebiri menjadi ideologi penunjang kekuasaan mutlak di tangan partai komunis sehingga, waktu komunisme mendadak ambruk, Marxisme segera menghilang dari universitas-universitas di bekas negara komunis. Hanya ada satu bidang yang berkembang di negara-negara komunis, dan di mana ilosof-ilosof komunis mencapai standar internasional, yaitu logika, ilsafat matematika, dan ilsafat

Dari Mao ke Marcuse.indd 52

52

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

bahasa. Latar belakang kenyataan ini cukup menarik. Sesudah Perang Dunia II, waktu kehidupan akademis di universitasuniversitas di Uni Soviet di bawah Stalin mulai berjalan lagi, para ilosof Marxis-Leninis merasa diganggu oleh sebuah pertanyaan. Akan tetapi, tidak ada yang berani mengajukannya karena semua takut jangan-jangan dituduh berpikir menyeleweng dan ditangkap. Pertanyaan itu: apakah logika—ajaran tentang struktur-struktur dasar bahasa dan pemikiran manusia—termasuk bangunan atas atau tidak. Kita ingat bahwa Karl Marx membagi realitas manusia ke dalam basis ekonomis dan bangunan atas politis dan ideologis. Bangunan atas mencerminkan struktur kekuasaan di basis. Maka, menurut Marx, dan menurut ajaran resmi komunis, setiap kali terjadi revolusi di mana struktur kekuasaan ekonomis dijungkirbalikkan, bangunan atas ideologis, jadi pemikiran manusia, pun akan berubah. Kalau logika (dan matematika) termasuk bangunan atas, maka sesudah setiap revolusi, dalil-dalil logika (dan matematika), dan bahkan bahasa, mesti berubah pula. Sebuah gagasan yang menggelikan. Akhirnya, Stalin sendirilah yang kemudian memecahkan masalahnya. Dalam beberapa surat tahun 1950 yang kemudian disebut “surat-surat linguistik”, “Stalin menyatakan bahwa bahasa bukan masalah kelas”,34 melainkan berada di luar kerangka basis dan bangunan atas. “Para ahli logika lalu menyatakan bahwa pernyataan Stalin juga berlaku bagi logika” (ib.)

34

Joseph M. Bochenski/Gerhart Niemeyer (ed.) 1958, Handbuch des Weltkommunismus, Freiburg/München: Karl Alber, hlm. 44.

Dari Mao ke Marcuse.indd 53

53

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Stalin sebenarnya membuat pernyataan ini untuk mempermaklumkan kemenangan bahasa Rusia. Pertanyaan di mana letak dua unsur dasar kerohanian manusia itu, bahasa dan logika, dalam kerangka basis dan bangunan atas, dan apakah kalau ternyata ada realitas rohani yang mendasari bidang ekonomi (yang dirumuskan dalam bahasa dan berfungsi menurut hukumhukum logika) tidak termasuk bangunan atas, seluruh konsep “basis dan bangunan atas” masih dapat dipertahankan, tidak disinggung. Akan tetapi, dengan dekrit Stalin itu para ilosof di wilayah kekuasaan komunis merasa bebas mempelajari bahasa, logika, dan matematika, tanpa harus takut bahwa pemikiran mereka akan dituduh kapitalis atau idealis. Karena itu, kreativitas ilmiah para ilosof Soviet seakan-akan berfokus pada hal bahasa dan logika. Dan, ternyata di negara-negara komunis Eropa Timur muncul beberapa pemikir kelas wahid dalam bidang logika dan ilsafat matematika.35 Namun, bagaimanapun juga Naskah­Naskah Paris Karl Marx dibaca juga di negara-negara komunis. Para ilosof kritis justru memakai humanisme Marx muda untuk mengkritik situasi di negara-negara komunis. Khususnya di Polandia Marx muda yang humanis mendapat perhatian besar. Leszek Kolakowski menyatakan bahwa pandangan Marxis tentang dunia modern dan sosialisme harus ditentukan oleh perspektif pemikiran Marx muda. Adam Schaff menarik kesimpulan dari analisis Marx bahwa ternyata dalam sosialisme pun terdapat keterasingan.

35

Seperti misalnya Georg Klaus di Republik Demoratik Jerman dan J. Lukasiewicz dan A. Tarski di Polandia.

Dari Mao ke Marcuse.indd 54

54

11/18/2013 10:56:17 AM

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Dua-duanya dengan demikian memakai tulisan Marx sendiri untuk mengkritik keadaan dalam negara-negara yang mengaku berdasarkan Marxisme.36 Tidak mengherankan bahwa Kolakowski harus lari ke Barat, sedangkan Schaff diberhentikan dari keprofesorannya dan akhirnya pindah ke Barat juga.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kelompok Praxis di Yugoslavia Yugoslavia adalah satu-satunya negara komunis di Eropa yang sejak semula tidak tunduk terhadap Uni Soviet dan Stalinisme.37 Komunisme menang di Yugoslavia bukan karena dukungan tentara merah Soviet, melainkan karena perjuangan para gerilyawan komunis di bawah pimpinan Joseph Broz Tito melawan Nazi Jerman yang menduduki Yugoslavia. Karena itu, suasana intelektual di Yugoslavia lebih bebas daripada di negara-negara komunis lainnya. Yugoslavia menjadi negara komunis satu-satunya di mana Marxisme dapat didiskusikan secara bebas dan kreatif. “Generasi baru ilosof muda dan pemikir sosial,” tulis Noam Chomsky, “lulus dan mengambil posisi-posisi sebagai dosen di universitas Belgard dan Zagreb. Pada waktu Yugoslavia menentang usaha Stalin untuk mendominasikan negara, mereka muncul. Kebanyakan mereka orang Marxis, tetapi sejak semula mereka menentang dogmatisme Stalinisme 36

Tentang Adam Schaff lihat buku tulisan Baskara Tulus Wardaya 2003, Marx Muda. Marxisme Berwajah Manusiawi: Menyimak Sisi Humanis Karl Marx Bersama Adam Schaff, Yogyakarta, Buku Baik.

37

Kemudian Albania dan Rumania juga membebaskan diri dari kepemimpinan Uni Soviet.

Dari Mao ke Marcuse.indd 55

55

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

dan menekankan kebebasan penelitian, humanisme, keterbukaan terhadap segala perkembangan penting ilmu pengetahuan saat ini dan kebudayaan.”38 Situasi intelektual di universitas-universitas Yugoslavia, berbeda dengan negara-negara komunis lain, cukup terbuka. Tulisan Marx muda yang “humanis”, buku termasyhur Georg Lukàcs History and Class Consciousness dan tulisan para ilosof Marxis di Barat didiskusikan dengan bebas. Sebagian ilosof Marxis memang mengikuti Marxisme-Leninisme ortodoks dan garis partai, tetapi mayoritas mengikuti aliran humanis. Bagi mereka Marxisme bukan sekadar ajaran tentang hukum objektif perkembangan masyarakat, melainkan sebuah teori kritis yang hanya bermakna dalam kesatuan dengan praksis perubahan, yang mempunyai peran penting dalam pemanusiaan suatu masyarakat. Menurut mereka, teori-teori Leninis dan Stalinis sudah tidak setia pada Marx karena mereka memakai dalil-dalil Marxisme untuk mendukung kekuasaan mutlak Partai Komunis. Tokoh-tokoh paling terkenal mereka adalah Gajo Petrovic, Mihailo Markovic, Milan Kangrga, Predrag Vranicki, Svetozar Stojanovic, dan Rudi Supek.

38

Tulisan ini berdasarkan tulisan Predrag Vranicki (seorang tokoh kelompok “Praxsis”) tentang “Marxisme dan revolusi Yugoslavia” dalam bukunya, Geschichte des Marxismus, Jld. 2, Frankfurt: Suhrkamp 1974, hlm. 989– 1072, namun juga sangat terbantu oleh karangan Noam Chomsky, “The Repression at Belgrade University” yang ditulis pada 1974 dan saya unduh pada tgl. 19-4-2012 dari: http://www.chomsky.info/articles/19740207.htm; serta oleh penjelasan-penjelasan tentang “Praxsis School” dalam Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Praksis_School, diunduh tgl. 19-4-2012).

Dari Mao ke Marcuse.indd 56

56

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

Dengan mendasarkan diri pada kritik sosial keras Marx sendiri mereka menuntut kebebasan untuk menyatakan pendapat secara publik. Mereka mau “kembali ke Marx yang sebenarnya melawan Marx yang sama saja didistorsikan oleh sayap kanan Sosial Demokrat maupun kaum Stalinis”.39 Mereka memperoleh inspirasi dari tulisan Antonio Gramsci, Karl Korsch, Georg Lukàcs, Ernst Bloch, Herbert Marcuse, Erich Fromm, dan Lucien Goldmann. Mereka mendiskusikan keterasingan dan kodrat dinamik manusia, ilsafat sebagai kritik radikal serta hakikat manusia yang kreatif dan praktis. Yang khas bagi mereka adalah bahwa mereka berusaha untuk memasukkan ilsafat eksistensialisme ke dalam Marxisme. Pada tahun 60-an, menurut Chomsky, perspektif mereka meluas. Mereka menyadari bahwa tidak cukup kalau mereka sibuk dengan diskusi teoretis mengenai hal-hal seperti hakikat manusia dan pengetahuan, keterasingan dan kebebasan, hubungan ilsafat dan ilmu pengetahuan. Dari teori murni mereka mau menjadi semakin praktis politis. Studi mereka menjadi lebih konkret, menganalisis masyarakat Yugoslavia secara kritis dari sudut humanisme Marx. Masalah seperti arti teknologi, kebebasan demokratis, kemajuan sosial, dan peran kebudayaan dalam masyarakat sosialis didiskusikan dengan hangat. Pada 1964 sekelompok pemikir, kebanyakan dari universitas Zagreb, mendirikan sebuah majalah yang mereka namakan Praxis (“Kegiatan”). Praxis cepat berkembang menjadi salah satu majalah internasional paling diakui dalam hal teori 39

Erich Fromm, lih. Wikipedia sama dengan di catatan di atas.

Dari Mao ke Marcuse.indd 57

57

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Marxis. Yang mengisinya bukan hanya penulis Yugoslavia, melainkan juga pemikir-pemikir Marxis dari Barat. Sekarang mereka mulai menyentuh masalah-masalah yang peka dalam masyarakat Yugoslavia, seperti arti dan perspektif sosialisme, kecenderungan birokratis dan otoriter dalam partai dan aparat negara, untung dan rugi bentuk-bentuk pengelolaan-sendiri, pengelolaan produksi dalam pabrik-pabrik oleh para buruh sendiri, dan kemungkinan untuk mengembangkannya lebih jauh. Mereka menegaskan hak sebuah minoritas untuk mempertahankan pandangan mereka melawan segala tekanan untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan mayoritas. Kekuatan mereka adalah bahwa mereka memakai pemikiran Marx, “bapak komunisme”, untuk menyerang sistem komunis Yugoslavia. Tidak bisa dihindari bahwa diskusi-diskusi mereka dicurigai oleh Partai Komunis yang berkuasa mutlak di Yugoslavia. Diskusi-diskusi yang mulai sebagai kritik terhadap Stalinisme semakin berkembang menjadi analisis kritis masyarakat Yugoslavia. Partai memandang perkembangan itu sebagai ancaman. Apalagi situasi di Yugoslavia di akhir tahun 60-an ditandai oleh kesulitan-kesulitan ekonomis. Pada 1968 para mahasiswa membawa revolusi kebudayaan dari gerakan Kiri Baru di Eropa Barat ke Yugoslavia. Begitu misalnya semua gedung universitas Belgrad selama tujuh hari diduduki oleh mahasiswa. Mereka menuntut penghapusan privilese-privilese birokrasi, demokratisasi lebih luas, pemecahan masalah tuna-kerja, pengurangan perbedaan-perbedaan sosial serta reformasi universitas. Tito yang semula memuji para mahasiswa, kemudian menuduh bah-

Dari Mao ke Marcuse.indd 58

58

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karl Marx dan Akibatnya: Sebuah Ikhtisar

wa mereka ditunggangi oleh profesor-profesor kritis itu. Para profesor itu dalam media resmi mulai dicap sebagai “humanis abstrak”, “utopian”, “revisionis”, “anarko-liberal”, “kiri baru”, “kiri ekstrem”, sebagai “anti-komunis profesional” dan “musuh sosialisme pengelolaan-diri”, dan dituduh mencari kekuasaan politik. Meskipun tekanan dari Partai Komunis dan aparat negara semakin berat, para profesor berjalan terus. Mereka mengembangkan “sekelompok teori-teori sangat canggih dan kongkret tentang sosialisme dan revolusi sosialis, tentang pengelolaan diri integral, gejala birokratisme, tentang pemanusiaan teknologi, pengarahan ekonomi dan kebudayaan secara demokratis, tentang masalah nasionalisme dll.” (Chomsky ib.) Mereka dapat untuk sementara mempertahankan diri karena mendapat dukungan penuh dari fakultas-fakultas filsafat Universitas Belgrad dan Zagreb yang menolak tuntutan para rektor untuk menonaktifkan mereka. Namun, akhirnya Partai Komunis menang. Mulai 1975 Praxis tidak lagi dapat dipublikasikan di Yugoslavia. Delapan guru besar, semua anggota kelompok Praxis, diberhentikan dari Universitas Belgrad. Hanya di luar negeri beberapa dari mereka bisa melanjutkan perjuangan mereka. Di Yugoslavia pun, meskipun komunismenya jauh lebih terbuka, diskusi bebas tentang Marxisme, dasar ideologi resmi, serta implikasi-implikasinya, akhirnya kandas. Pada 1991, sebelas tahun sesudah Tito meninggal, Yugoslavia pecah.

Dari Mao ke Marcuse.indd 59

59

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 60

11/18/2013 10:56:17 AM

Bab 2 MarXIsMe-LenInIsMe

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Dalam Kamus Filsafat Marxis­Leninis yang pertama kali diterbitkan pada 1964 oleh Georg Klaus dan Manfred Buhr di Leipzig, Republik Demokratik Jerman40, Marxisme-Leninisme dideinisikan sebagai “sistem yang seragam, utuh dalam dirinya sendiri, yang terdiri atas teori-teori ilmiah Marx, Engels, dan Lenin, teori ilmiah kelas buruh, sosialisme, dan komunisme. Marxisme-Leninisme merupakan dasar teoretis kelas buruh dan dipakai sebagai bimbingan untuk bertindak dalam perjuangan kelas, dalam revolusi sosialis dan dalam pembangunan sosialis

40

Saya memakai terbitan Rowohlt: Georg Klaus/Manfred Buhr (ed.) 1972, Marxistisch­leninistisches Wörterbuch der Philosophie, Jilid 2, Hamburg: Rowohlt; Klaus dan Buhr termasuk ilosof paling terkemuka di Jerman Timur.

Dari Mao ke Marcuse.indd 61

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

dan komunis” (671 s.).41 Menurut mereka Marxisme-Leninisme tak kurang dari sebuah “revolusi dalam sejarah pemikiran” (ib.). Mereka menjelaskan bahwa “Marxisme-Leninisme merupakan dasar teoretis kegiatan praktis partai revolusioner kelas buruh” (675). Dengan sangat yakin mereka mempermaklumkan bahwa “sistem sosialis dunia adalah kemenangan terbesar gerakan buruh revolusioner internasional dan sekaligus konirmasi paling menyeluruh kebenaran dan daya hidup tak terkalahkan, kreatif, Marxisme-Leninisme” (ib.). Karena itu, Marxisme-Leninisme tidak dapat ditawar-tawar dan harus diikuti tanpa kecuali. Dalam keputusannya pada ulang tahun ke-100 Lenin pada 1970, Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet menjelaskan bahwa “pengalaman-pengalaman historis menunjukkan bahwa segenap penyelewengan dari prinsip-prinsip ajaran Marxis-Leninis, dari ciri historisnya, segala usaha untuk menggantikan teori ilmiah (Marxisme-Leninisme) dengan omongan borjuis-liberal atau pseudo-revolusioner, niscaya membawa ke konlik tak terdamaikan dengan tujuan-tujuan kelas buruh internasional dan dengan kepentingan-kepentingan dasar sosialisme” (ib.). Dengan lain kata, Marxisme-Leninisme adalah ideologi komunisme. Sejak tahun 50-an ideologi ini sudah menjadi baku dan memuat pandangan resmi Soviet tentang dunia, masyara-

41

Sesuai dengan itu Aidit menulis: “Dengan berpegang teguh pada adjaran2 fondamentil Marxisme atau Marxisme-Leninisme, kaum Marxis Indonesia harus setjara kreatif menentukan sendiri politik, taktik, bentuk perdjuangan dan bentuk organisasinja berdasarkan keadaan2 kongkrit di Indonesia” (D. N. Aidit 1964, Tentang Marxisme, Jakarta: Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, hlm. 115).

Dari Mao ke Marcuse.indd 62

62

11/18/2013 10:56:17 AM

Marxisme-Leninisme

kat, sejarah, dan perjuangan kelas buruh untuk mendirikan masyarakat komunis. Pada 1959 sekelompok penulis di bawah pengawasan Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet menerbitkan buku standar Dasar­dasar Marxisme Leninisme. Buku Pelajaran42 (Osnovy) sepanjang 774 halaman, terdiri atas 27 pasal, dengan daftar isi rinci sepanjang 10 halaman, di mana pandangan Soviet tentang keseluruhan realitas dijelaskan secara rinci. Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa negara-negara Blok Soviet di Eropa Timur seperti bahasa Jerman, Polandia, Bulgaria, dll.43 Berikut ini saya lebih dulu mencoba menjelaskan keseluruhan Marxisme-Leninisme, termasuk sejak kapan istilah itu dipakai. Dalam bagian berikut saya memaparkan daftar isi buku Osnovy supaya pembaca mendapat kesan lebih konkret tentang ideologi resmi komunisme Soviet itu. Dalam bagian akhir saya angkat beberapa pertanyaan dan masalah teoretis berkaitan dengan Marxisme-Leninisme.

2. Dari Marxisme ke Marxisme-Leninisme

http://facebook.com/indonesiapustaka

Semula di Uni Soviet istilah “Marxisme”, “Leninisme” dan “Marxisme-Leninisme” dipakai campur baur. Selama Lenin

42

Osnovy Marksizma­Leninizma. Uce'noe Poso'ne 1959, Moskwa: Gosudarstvennoe Isdat’elstwo Politickoi Literatury.

43

Osnovy belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, akan tetapi dalam bukunya Tentang Marxisme (lih. cat. nr. 2) D. H. Aidit menguraikan bagian pertama, “Filsafat”, dan bagian ketiga, “Ekonomi Politik”, buku itu.

Dari Mao ke Marcuse.indd 63

63

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

masih hidup teori Partai Komunis dinamakan “Marxisme”. Lenin dan kaum komunis menganggap diri sebagai pewaris dan pelaksana pemikiran Marx. Istilah “Leninisme” sendiri pertama kali dipakai oleh Stalin pada kongres Serikat Buruh Uni Soviet 1924 dengan maksud cukup jelas untuk melantik diri sebagai pewaris ideologis Lenin. Stalin mendeinisikan Leninisme sebagai “ajaran Marx yang dikembangkan oleh Lenin sesuai dengan situasi baru perjuangan kelas di zaman imperialisme dan revolusi proletariat.”44 Di tahun 20-an itu di mana di Uni Soviet masih mungkin ada debat ideologis dalam tubuh Partai Komunis—kemudian segala debat dilarang keras dan para ilosof harus mengikuti garis Stalin—hubungan antara Marxisme dan Leninisme diperdebatkan dengan hebat. Menurut Rjazanov (yang waktu itu menjadi kepala Institut Marx-Engels di Moskow) hanya Marxisme yang merupakan sebuah teori sedangkan Leninisme merupakan praksis. Bukharin menyatakan bahwa Marxisme merupakan inti doktrin komunis yang tak bisa diubah, sedangkan Leninisme sebuah metodologi. Stalin menolak pendapat-pendapat itu, Rjazanov dikeluarkan dari Partai Komunis dan akhirnya mati dalam Gulag di Siberia. Bukharin akhirnya dihukum mati pada 1938 dan dieksekusi. Istilah “Marxisme-Leninisme” untuk pertama kali dipakai sekitar tahun 1929 oleh A. M. Deborin. Meskipun kaum “Deborinis” (sekelompok ilosof Soviet yang menegaskan ciri dialektis Marxisme dan mengritik “Marxisme mekanistik” kelompok Bukharin) kemudian dikutuk dan sebagian besar me-

44

Casimir N. Koblernicz 1973, “Marxism-Leninism”, dlm. Kernig Vol. 5, 360.

Dari Mao ke Marcuse.indd 64

64

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

reka dieksekusi oleh Stalin, namun istilah ‘Marxisme-Leninisme’ dipakai terus dan lama-kelamaan menggeser istilah ‘Marxisme’ dan ‘Leninisme’. Di tahun-tahun terakhir pemerintahan Stalin (Stalin meninggal pada 1953), di puncak kultus pribadi Stalin, ‘Marxisme-Leninisme’ diperluas menjadi ‘Marxisme-Leninisme-Stalinisme’.45 Akhirnya “Marxisme-Leninisme” menjadi nama bagi keseluruhan ajaran di atasnya komunisme dibangun. Buku Osnovy yang segera menjadi buku pelajaran standar di seluruh wilayah komunisme Soviet merampungkan pembakuan pengertian Marxisme-Leninisme. Filsafat Soviet membedakan tiga unsur utama MarxismeLeninisme: (1) ilsafat Marxis-Leninis, (2) ekonomi politik, dan (3) “komunisme ilmiah” (Koblernicz 362, Klaus/Buhr 672). Filsafat Marxis-Leninis terdiri atas dua bagian: Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Yang pertama terutama berdasarkan tulisan-tulisan Friedrich Engels dan Lenin, dan dapat juga disebut metaisika atau ontologi komunisme karena memuat kepercayaan Marxis-Leninis tentang hakikat realitas. Inti Materialisme Dialektis (yang sering disingkat menjadi “Diamat”) adalah kepercayaan bahwa realitas terdiri hanya atas materi. Segala apa yang ada, termasuk manusia dengan kehidupan rohaninya, merupakan perkembangan dari materi. Tidak ada Allah maupun makhluk-makhluk halus, tidak ada jiwa dan tak ada kehidupan sesudah kematian. Materi berkembang berdasarkan ketegangan-ketegangan dialektis yang merupakan hakikatnya. Diamat juga merupakan ilsafat alam karena menu45

Bagian ini untuk sebagian besar berdasarkan Koblernicz.

Dari Mao ke Marcuse.indd 65

65

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

rut Diamat alam material adalah dasar segala apa yang ada. Diamat juga memuat sebuah epistemologi, jadi ajaran tentang pengetahuan manusia yang mengikuti teori pencerminan yang dikem bang kan Lenin dalam “Materialisme dan Empirokritisisme”.46 Materialisme Historis (disingkat Histomat) pada hakikatnya adalah “Paham Materialis Sejarah”, inti ajaran Karl Marx. Menurut Friedrich Engels “Paham Materialis Sejarah” adalah penemuan Marx tentang hukum-hukum dasar perkembangan masyarakat dan karena itu juga merupakan sebuah sosiologi dan ilsafat sejarah. Paham Materialis Sejarah merupakan sosiologi karena menjelaskan faktor-faktor dalam kebersamaan manusia yang menentukan perkembangan suatu masyarakat, dan ilsafat sejarah karena menjawab pertanyaan tentang tujuan sejarah manusia.47 “Ekonomi Politik” pada hakikatnya terdiri atas dua bagian: atas kritik terhadap kapitalisme dan atas kritik terhadap imperialisme. Yang pertama diutarakan Karl Marx dalam karya utamanya, dalam tiga jilid Das Kapital. Yang kedua merupakan pengembangan lebih lanjut analisis kapitalisme oleh Lenin dalam analisisnya terhadap “imperialisme sebagai tahap akhir kapitalisme”.48

46

Tentang Diamat dapat dilihat: Magnis-Suseno 1999, Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 212–221 dan idem 2003, Dalam Bayang­bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 18–28.

47

Tentang Histomat dapat dilihat Magnis-Suseno 1999, 110–158.

48

Lihat Magnis-Suseno 1999, 234–239.

Dari Mao ke Marcuse.indd 66

66

11/18/2013 10:56:17 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

Bagian ketiga, “komunisme (juga: sosialisme) ilmiah” juga disebut “teori dan taktik gerakan komunis internasional”. Bagian ini terdiri atas dua sub-bagian besar. Yang pertama menelusuri perjuangan kelas buruh. Bagian ini bertolak dari teori Marx tentang peran historis kelas buruh sebagai “pembebas umat manusia yang bekerja” (Osnovy Bab 11), kemudian menelusuri perkembangan perjuangan kelas buruh sampai ke Revolusi Oktober, menjelaskan teori tentang peran partai Marxis-Leninis, tentang gerakan buruh internasional dan hubungannya dengan kelas-kelas tertindas lain. Dalam sub-bagian kedua sosialisme dan komunisme dijelaskan. Dasarnya adalah tulisantulisan Lenin dan keputusan-keputusan Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) kemudian. Di sini dijelaskan pengertian kediktatoran proletariat, peran negara, transisi dari revolusi sosialis ke “sosialisme” dan dari sosialisme ke “komunisme”. Di sini perlu diperhatikan bahwa perebutan kekuasaan di tangan proletariat dalam Revolusi Oktober belum berarti bahwa Uni Soviet yang didirikan itu sudah melaksanakan sosialisme. Sesudah revolusi kekuasaan di tangan partai harus dimantapkan dulu, kemudian perekonomian disosialiskan. Menurut PKUS Uni Soviet adalah satu-satunya negara yang telah mencapai tahap “sosialisme”, sedangkan negara-negara komunis lain semua masih berada dalam tahap “pembangunan sosialisme”. Tahap terakhir masyarakat sosialis—yang belum tercapai dalam negara mana pun—adalah “komunisme” di mana negara tidak diperlukan lagi dan berlaku semboyan “kepada siapa menurut kebutuhannya”. Tahap itu baru akan bisa terlaksana apabila kekuasaan kapitalisme global sudah dihancurkan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 67

67

11/18/2013 10:56:17 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

3. Daftar isi “Dasar-dasar Marxisme-Leninisme” Berikut ini saya secara rinci memaparkan daftar isi buku standar Osnovy (yang sepanjang 14 halaman) agar pembaca dapat memperoleh kesan konkret langsung tentang apa yang pernah menjadi pelajaran wajib bagi para siswa SMA dan para mahasiswa di negara-negara pengikut komunisme Soviet. Teksnya tidak lengkap karena saya tidak menerjemahkan penjelasan pendek huruf kecil di belakang semua sub-bab. Saya mengikuti terjemahan resmi ke dalam bahasa Jerman yang diterbitkan pada 1960 di Berlin Timur atas perintah SED (Sozialistische Einheitspartei, nama Partai Komunis di Jerman Timur)49. Edisi Jerman yang juga terdiri atas 27 bab di atas hampir 900 halaman terdiri atas lima bagian besar. Bagian pertama, “Dasar-dasar ilosois pandangan dunia Marxis-Leninis”, dan bagian kedua, “Pandangan materialis sejarah”, memuat Filsafat Marxis-Leninis, bagian ketiga adalah “Ekonomi politik kapitalisme”, sedangkan bagian keempat: “Teori dan taktik gerakan komunis internasional”, dan bagian kelima, “Ajaran tentang sosialisme dan komunisme” yang memuat “komunisme ilmiah”. Bagian pertama terdiri atas tiga bab: Bab 1 ‘Materialisme ilosois’ yang dibagi ke dalam (1) ‘Perkembangan ilmu-ilmu materialis progresif dalam perjuangan melawan reaksi dan ketidakpengetahuan’, (2) ‘Materialisme dan idealisme’, (3) ‘Materi itu apa dalam arti ilosois’, (4) ‘Bentuk-bentuk umum

49

Grundlagen des Marxismus­Leninismus­Lehrbuch 1960, diterbitkan oleh Autorenkollektiv, Berlin: Dietz Verlag.

Dari Mao ke Marcuse.indd 68

68

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

eksistensi dalam dunia material’, (5) ‘Kesadaran—sifat materi yang terorganisasi secara khusus’, (6) ‘Para lawan materialisme ilosois’, (7) ‘Filsafat borjuis kontemporer’, dan (8) ‘Berjuang demi pandangan dunia ilmiah’. Bab 2 berjudul ‘Dialektika materialis’ dan terdiri atas (1) ‘Kaitan-kaitan umum antara fenomen-fenomen’, (2) ‘Perubahan-perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam alam dan masyarakat’, (3) ‘Perpecahan dalam pertentangan-pertentangan—sumber utama perkembangan’, (3) ‘Perkembangan dialektis dari yang rendah ke yang lebih tinggi’, (4) ‘Dialektika sebagai metode pengetahuan dan perubahan dunia’.50 Bab 3, ‘Teori pengetahuan’, jadi epistemologi Marxisme-Leninisme, terdiri atas (1) ‘Praksis—dasar dan tujuan pengetahuan’, (2) ‘Pengetahuan—cerminan dunia objektif’, (3) ‘Ajaran tentang kebenaran’, (4) ‘Praksis sebagai tolok ukur kebenaran’, dan (5) ‘Keniscayaan dan kebebasan manusia’. Bagian Kedua terdiri atas empat bab: Bab 4, ‘Hakikat materialisme historis’, dibagi lagi ke dalam (1) ‘Pembalikan revolusioner dalam pandangan-pandangan tentang masyarakat’, (2) ‘Cara berproduksi—dasar material kehidupan masyarakat’, (3) ‘Basis dan bangunan atas’, (4) ‘Sejarah sebagai perkembangan dan pergantian bentuk-bentuk ekonomis masyarakat’, (5) ‘Hukum sejarah dan perbuatan sadar manusia’, (6) ‘Sosiologi borjuis tidak dapat dipertahankan’, (7) ‘Arti pandangan sejarah materialis bagi ilmu-ilmu sosial lain dan bagi praksis kemasyarakatan’. Bab 5, ‘Kelas, perjuangan kelas dan negara’ memuat

50

Bahan dua bab pertama ini diterangkan panjang lebar oleh Aidit dalam Aidit 1964.

Dari Mao ke Marcuse.indd 69

69

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

(1) ‘Hakikat perbedaan-perbedaan kelas dan hubungan-hubungan kelas’, (2) ‘Negara—alat kekuasaan kelas’, (3) Perjuangan kelas—mesin perkembangan masyarakat para penghisap’, (4) ‘Bentuk-bentuk dasar perjuangan kelas proletariat’. Bab 6, ‘Peran massa rakyat dan pribadi-pribadi dalam sejarah’, terdiri atas (1) ‘Massa rakyat sebagai pencipta sejarah’, (2) ‘Peran pribadi-pribadi dalam sejarah’, (3) ‘Massa rakyat dalam kehidupan sosial-politik tahap kita’. Bab 7 adalah tentang ‘kemajuan sosial’ dan terdiri atas (1) ‘Ciri maju perkembangan sosial’, (2) ‘Kemajuan sosial dalam masyarakat para penghisap dan dalam sosialisme’, dan (3) ‘Marxisme-Leninisme dan citacita kemajuan sosial’. Bagian ketiga terdiri atas tiga bab. Bab 8, ‘Kapitalisme pramonopolistik’51 terdiri atas (1) ‘Munculnya hubungan-hubungan kapitalis, (2) ‘Produksi komoditi. Komoditi. Hukum nilai dan uang’, (3) ‘Ajaran tentang nilai lebih—sokoguru teori ekonomis Karl Marx’, (4) ‘Upah pekerjaan’, (5) ‘Penambahan laba— tujuan dan batas produksi kapitalis’, (6) ‘Perkembangan kapitalisme dalam pertanian. Rente tanah’, (7) ‘Reproduksi modal sosial dan krisis-krisis ekonomi’, (8) ‘Hukum umum akumulasi kapitalistik’. Bab 8, ‘Imperialisme—tahap tertinggi dan akhir kapitalisme’ membahas (1) ‘Imperialisme sebagai kapitalisme monopolistik’, (2) ‘Imperialisme sebagai kapitalisme parasiter atau membusuk’, (3) ‘Imperialisme sebagai kapitalisme yang sedang mati’, (4) ‘Permulaan krisis umum kapitalisme’. Bab 10,

51

Dalam buku tersebut di catatan no. 2 Aidit juga membicarakan secara lebih singkat beberapa pokok dari Bab 8 dan dari Bab 5.

Dari Mao ke Marcuse.indd 70

70

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

‘Imperialisme di tahap sekarang’ membahas (1) ‘Perkembangan selanjutnya krisis umum kapitalisme’, (2) ‘Kapitalisme monopoli negara’, (3) ‘Apakah kapitalisme dapat diselamatkan dari krisiskrisis ekonomi?’, (4) ‘Pendalaman dan peluasan kapitalisme’, (5) ‘Tahap terakhir tangga historis kapitalisme’. Bagian keempat, ‘Teori dan taktik gerakan komunis internasional’, terdiri atas 15 bab dan merupakan bagian paling panjang. Bab 11, ‘Misi historis global kelas buruh’ bicara tentang (1) ‘Kelas buruh—pembebas manusia pekerja’, (2) ‘Kekuatan makin besar dan arti sosial-politik yang terus bertambah kelas buruh’. (3) ‘Kesamaan kepentingan kelas buruh dan semua pekerja’. (4) ‘Internasionalisme—sumber kekuatan gerakan buruh’. (5) ‘Halangan dan kesulitan dalam perkembangan gerakan buruh’ di mana dibicarakan ‘perpecahan gerakan buruh’ waktu kaum Sosialdemokrat pecah ke dalam Partai Sosialdemokrat yang menolak cara-cara revolusioner Lenin dan ke dalam Partai Komunis. (6) Kelas buruh—sebuah kelas yang berjuang dan kreatif’. Bab 12, ‘Revolusi Oktober Agung—balikan fundamental dalam sejarah umat manusia’, terdiri atas (1) ‘Kelas buruh Rusia—perintis proletariat dunia’, (2) ‘Revolusi sosialisme pertama di dunia’, (3) ‘Dorongan kuat bagi gerakan buruh revolusioner dalam negara-negara lain’, (4) ‘Pengaruh revolusi Oktober atas gerakan-gerakan pembebasan nasional’, (5) ‘Perintis dan benteng gerakan sosialis di seluruh dunia’. Bab 13, ‘Partai Marxis-Leninis dan perannya dalam perjuangan kelas kaum buruh’, memuat: (1) ‘Partai macam apa yang dibutuhkan kelas buruh?’, (2) ‘Sentralisme demokratis dalam pembangunan dan kehidupan partai’, (3) ‘Tentang hu-

Dari Mao ke Marcuse.indd 71

71

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

bungan hayati antara partai dengan massa’, (4) ‘Politik MarxisLeninis sebagai ilmu dan seni’, (5) ‘Keharusan perjuangan melawan oportunisme kanan dan sikap sektarian’, (6) ‘Ciri internasional gerakan komunis’. Bab 14, ‘Politik kesatuan aksi kelas buruh dan semua kekuatan demokratis rakyat’, terdiri atas (1) ‘Kesatuan kelas buruh—tuntutan mutlak masa sekarang’, (2) ‘Siapa yang mencegah perwujudan kesatuan aksi kelas buruh?’, (3) ‘Jalan-jalan untuk mengembalikan kesatuan aksi gerakan buruh’, (4) ‘Politik kesatuan demokratis’. Bab 15, ‘Persekutuan kelas buruh dan kaum tani dalam kapitalisme’, terdiri atas (1) ‘Perjuangan demi kepentingan kaum tani’, (2) ‘Kaum komunis—pembela kepentingan vital massa kaum buruh’, (3) ‘Apa yang diberikan oleh kemenangan gerakan pembebasan nasional bangsa-bangsa kepada kaum buruh’. Bab 16, ‘Gerakan pembebasan nasional bangsa-bangsa melawan kolonialisme, membahas (1) ‘Kebangkitan gerakan pembebasan nasional dan keambrukan sistem kolonial’, (2) ‘Hasil-hasil mendasar revolusi-revolusi pembebasan nasional di Asia, Afrika dan Amerika Latin’, (3) ‘Perspektif-perspektif berikut perkembangan historis di negara-negara yang membebaskan diri dari kuk kolonialisme’, (4) ‘Imperialisme—musuh utama negara-negara yang telah membebaskan diri, dan bangsa-bangsa yang berjuang demi kemerdekaan mereka. (5) ‘Sistem sosialis dunia—benteng bangsa-bangsa dalam perjuangan melawan kolonialisme’. Bab 17, ‘Perjuangan bangsa-bangsa negara-negara kapitalistik untuk mempertahankan kedaulatan mereka’, memuat (1) ‘Pemuncakan masalah kedaulatan dalam imperialisme’, (2) ‘Bukan patriotisme, melainkan kosmopoli-

Dari Mao ke Marcuse.indd 72

72

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

tisme adalah ideologi borjuasi imperialistik’, (3) ‘Pembelaan kedaulatan sesuai dengan kepentingan semua kekuatan progresif bangsa’. Bab 18, ‘Perjuangan demi pembelaan demokrasi di negara-negara borjuis’, terbagi dalam (1) ‘Lenin tentang perlunya perjuangan demi demokrasi di bawah kapitalisme’, (2) ‘Serangan monopoli-monopoli kapitalistik melawan hak-hak demokratis kaum buruh’, (3) ‘Pemersatuan kekuatan-kekuatan demokratis—syarat terpenting bagi pemenangan di atas reaksi dan fasisme’. Bab 19, ‘Bahaya perang dan perjuangan bangsa-bangsa demi perdamaian’, terdiri atas (1) ‘Imperialisme modern mengancam nasib sekian negara dan bangsa’, (2) ‘Kelas buruh internasional dan perjuangan melawan bahaya perang’, (3) ‘Pembelaan perdamaian—tugas demokratis umum paling penting’, (4) ‘Kemungkinan-kemungkinan pencegahan perang di zaman ini’, (5) ‘Prinsip-prinsip dasar politik perdamaian’, (6) ‘Jalan-jalan dan bentuk-bentuk perjuangan melawan bahaya perang’. Bab 20, ‘Tentang pelbagai bentuk transisi ke revolusi sosialis’, memuat (1) ‘Perkembangan antagonisme-antagonisme kelas menjadikan revolusi proletar tak terhindarkan’, (2) ‘Gerakangerakan demokratis di zaman sekarang dan revolusi sosialis’, (3) ‘Mematangnya prasyarat-prasyarat revolusi proletar’, (4) ‘Perpindahan kekuasaan ke tangan kelas buruh’, (5) ‘Hukumhukum dasar revolusi sosialis dan kekhasan-kekhasan perwujudannya dalam pelbagai negara’. Bagian kelima terbagi atas tujuh bab. Bab (21), ‘Kediktatoran proletariat dan demokrasi proletar’ terdiri atas (1) ‘Keniscayaan historis kediktatoran proletariat di masa transisi’, (2) ‘Tugas-

Dari Mao ke Marcuse.indd 73

73

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

tugas ekonomis terpenting dalam tahap transisi dari kapitalisme ke sosialisme’, (3) ‘Industrialisasi sosialis’, (4) ‘Hasil-hasil tahap transisi’. Bab 23, ‘Ciri-ciri dasar cara produksi sosialis’, terdiri atas (1) ‘Hak milik sosial dan bentuk-bentuknya’, (2) ‘Tujuan utama produksi sosialis’, (3) ‘Pengembangan terencana ekonomis rakyat’, (4) ‘Produksi komoditi dan hukum nilai dalam sosialisme’, (5) ‘Pekerjaan dalam sosialisme’, (6) ‘Reproduksi sosialis yang diperluas’. Bab 24, ‘Hubungan-hubungan sosial dan kebudayaan dalam sosialisme’, memuat (1) ‘Demokrasi sosialis’, (2) ‘Persahabatan di antara bangsa-bangsa masyarakat sosialis’, (3) ‘Kebudayaan masyarakat sosialis’, (4) ‘Sosialisme dan kepribadian’, (5) ‘Gaya-gaya penggerak perkembangan masyarakat sosialis’. Bab 25, ‘Sistem dunia sosialis’, membahas (1) ‘Kekhasan-kekhasan historis perkembangan sistem dunia sosialis’, (2) ‘Prinsip-prinsip hubungan antara negara-negara sosialis (internasionalisme sosialis), (3) ‘Perkembangan ekonomi dunia sosialis’, (4) ‘Hubungan antara ekonomi-ekonomi negara-negara sosialis dengan negara-negara lain’. Bab 26, ‘Tahap transisi dari sosialisme ke komunisme’ memuat (1) ‘Garis umum Leninis partai di tahap baru’, (2) ‘Penciptaan basis material-teknis komunisme’, (3) ‘Peningkatan kemakmuran material rakyat’, (4) ‘Pembangunan masyarakat tanpa kelas’, (5) ‘Perkembangan demokrasi sosialis selanjutnya’, (6) ‘Tentang pendekatan selanjutnya di antara bangsa-bangsa’, (7) ‘Pendidikan komunis para pekerja’, (8) ‘Partai Marxis-Leninis di tahap pembangunan menyeluruh komunisme’, (9) ‘Arti internasional pembangunan komunis di Uni Soviet’. Bab 27, ‘Tentang masyarakat komunis’, terdiri atas (1) ‘Masyarakat

Dari Mao ke Marcuse.indd 74

74

11/18/2013 10:56:18 AM

Marxisme-Leninisme

kemakmuran dan keadaan berlimpah’, (2) ‘Kepada siapa menurut kemampuannya’, (3) ‘Kepada siapa menurut kebutuhannya’, (4) ‘Manusia bebas dalam masyarakat bebas’, (5) ‘Perdamaian dan persahabatan, kerja sama dan saling mendekatinya bangsabangsa’, (6) ‘Perspektif-perspektif komunisme selanjutnya’.

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Mengapa begitu mengesankan? Rasanya sulit untuk tidak terkesan dengan ideologi raksasa menyeluruh yang bernama Marxisme-Leninisme itu. Begitu logis, begitu menyeluruh, begitu mendetail, begitu yakin diri. Marxisme-Leninisme merupakan ideologi paling luas, paling rinci, paling terpikir yang pernah dikembangkan oleh manusia. Bagi sebagian besar fungsionaris gerakan komunis internasional, tetapi juga bagi banyak simpatisan gerakan komunis, MarxismeLeninisme sebagai ideologi komunis merupakan “satu-satunya pandangan ilmiah, penjelasan semua masalah di semua negara serta pedoman tindakan mereka”.52 Dengan berpegang pada ideologi itu kelas buruh revolusioner diharapkan mempunyai garis jelas yang meyakinkan tentang perjuangan mereka untuk membebaskan masyarakat dari kapitalisme. Begitu pula rakyat di negara-negara yang sudah bebas dari komunisme, negaranegara sosialis atau yang di perjalanan menjadi sosialis, dan terutama partai komunis, bisa menemukan dalam Marxisme-

52

Informationen zur politischen Bildung 184: Kommunistische Ideologie, diterbitkan oleh Bundeszentrale für politische Bildung, Berlin 1980, hlm. 43.

Dari Mao ke Marcuse.indd 75

75

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Leninisme suatu pegangan yang dapat diandalkan bagi perjuangan mereka, bagi usaha pembangunan sosialisme dan komunisme. Tak heran bahwa Marxisme-Leninisme diajarkan dari sekolah menengah sampai ke universitas-universitas di negara-negara komunis Soviet.53 Tetapi apa yang terjadi? Begitu rezim-rezim komunis Soviet mulai runtuh sejak tahun 1989, Marxisme-Leninisme langsung menghilang dari sekolah dan universitas-universitas. Bukan karena Marxisme-Leninisme dilarang, melainkan hanya karena Marxisme-Leninisme tidak lagi menjadi mata kuliah wajib— dan tidak ada siswa dan mahasiswa yang masih mau mempelajarinya. Pemerintah Jerman waktu itu kewalahan mencari pekerjaan bagi ribuan dosen yang mendadak tidak diperlukan lagi, yang tidak pernah mempelajari sesuatu selain MarxismeLeninisme. Bagaimana menghilangnya Marxisme-Leninisme begitu cepat dan total dapat dimengerti? Akan tetapi, sebelum bertanya mengapa Marxisme-Leninisme dapat sedemikian total runtuh, kita bertanya dulu mengapa dia pernah kelihatan begitu mantap dan meyakinkan. Ada beberapa unsur yang membuat “Marxisme-Leninisme sedemikian atraktif.54 Marxisme-Leninisme memperjuangkan perubahan revolusioner masyarakat yang oleh banyak orang dipandang sebagai tidak adil dan tidak manusiawi” (ib.). Mar-

53

Saya pernah membaca (maaf, saya tidak mempunyai sumbernya lagi) bahwa di Republik Demokratik Jerman (“Jerman Timur”) 20 persen dari seluruh dosen di universitas mengajar Marxisme-Leninisme.

54

Di sini saya mengikuti Informationen hlm. 43ss.

Dari Mao ke Marcuse.indd 76

76

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

xisme-Leninisme memberikan harapan kepada jutaan orang yang merasa terinjak dan tak berdaya, harapan bahwa keadaan masyarakat yang tidak adil yang menindas mereka akan digulingkan dan mereka akan dapat mencapai kehidupan terhormat, bebas dari penindasan dan kemiskinan. Marxisme-Leninisme berkesan sebagai sistem pikiran yang utuh, sebuah “pandangan dunia yang mencakup semua wilayah ilmu pengetahuan yang menentukan dan memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan tentang asal-usul dan tujuan sejarah serta tentang kedudukan manusia di alam raya” (ib.). Marxisme-Leninisme sepintas meyakinkan karena ia menegaskan bahwa seluruh perkembangan berlangsung menurut hukum-hukum objektif. Sebagai pandangan dunia ilmiah Marxisme-Leninisme berhasil mengangkat hukum objektif itu. “Metode dialektis mengajar bahwa semua gejala harus dilihat dalam keterkaitan dan dalam perspektif perkembangan jangka panjang. Dengan demikian kegagalan-kegagalan dalam perjuangan politik bagi para penganut Marxisme-Leninisme dipandang sebagai kemunduran sementara” (ib.), suatu gejala yang juga teramati di antara beberapa penganut Partai Komunis Indonesia yang sesudah PKI dihancurkan dan dilarang masih mengharapkan bahwa kekalahan itu hanya sementara dan bahwa akhirnya komunisme Indonesia akan tetap menang. Marxisme-Leninisme mengklaim bahwa perjuangannya dan politiknya berdasarkan pengertian tentang hukum-hukum objektif perkembangan sejarah dan karena itu betul. Setiap kemenangan perjuangan komunis dipandang sebagai konirmasi kebenaran Marxisme-Leninisme, sedangkan kekalahan-keka-

Dari Mao ke Marcuse.indd 77

77

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

lahan dianggap sebagai kemunduran sementara sesuai dengan dialektika perjuangan komunisme. Mereka yang yakin akan komunisme yakin bahwa merekalah para pemenang masa depan karena mereka, dan hanya mereka, yang mengetahui dengan tepat hukum-hukum yang mengatur perkembangan dunia, masyarakat dan sejarah. Filsafat Soviet mengklaim tiga ciri khas Marxisme-Leninisme (bdk. Koblernicz 362). Marxisme-Leninisme sudah pasti benar, ia berlaku secara universal dan ia bersifat ilmiah. “Pasti benar” sebenarnya sama dengan “dogmatis”. Yang dimaksud adalah bahwa dalil-dalil Marxisme-Leninisme merupakan kebenaran yang tidak bisa diperdebatkan lagi. Pada 1931 Stalin menetapkan bahwa prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme tidak memerlukan diskusi lanjutan lagi (ib.). Marxisme-Leninisme bukan teori atau ilsafat, melainkan penemuan hukum-hukum objektif perkembangan. Engels sudah mendahului mengartikan pandangan materialis sejarah Marx sebagai penemuan hukum­ hukum objektif perkembangan masyarakat. Pandangan ini merupakan salah satu puncak scientism, kepercayaan bahwa kehidupan manusia pun dapat dipastikan dengan dalil-dalil sepasti hukum isika. Dogmatisme itu hakiki bagi komunisme karena kalau dalil-dalil dasarnya masih terbuka bagi falsiikasi di kemudian hari, kepemimpinan partai komunis kehilangan dasarnya. Karena Marxisme-Leninisme mengungkapkan hukum-hukum objektif alam, masyarakat, dan pemikiran manusia, maka Marxisme-Leninisme berlaku universal. Ia benar di mana-mana, sekarang dan untuk masa mendatang. Mereka yang tidak meng-

Dari Mao ke Marcuse.indd 78

78

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

ikutinya adalah orang-orang yang belum ilmiah, mirip dengan mereka yang menolak menerima bahwa bumi mengitari matahari atau yang menolak ajaran evolusi. Dengan demikian, Marxisme-Leninisme mengklaim dapat menyediakan “pandangan dunia tertutup dan yang mencakup segala-galanya” (ib.). Mereka yang mengikuti komunisme adalah mereka yang sudah tercerahkan sedangkan mereka yang belum adalah bagian yang ketinggalan zaman. Kelihatan bahwa Marxisme-Leninisme hidup dari kepercayaan akan kemajuan. Manusia maju dan yang paling maju adalah mereka yang berpegang pada Marxisme-Leninisme karena Marxisme-Leninisme adalah pandangan dunia berdasarkan pemahaman hukum-hukum perkembangan objektif alam raya dan manusia. Dengan demikian, kita melihat ada tiga ciri Marxisme-Leninisme. Marxisme-Leninisme mengklaim sebagai pandangan dunia ilmiah. Marxisme-Leninisme tidak didasarkan pada citacita, keinginan, terkaan, atau imajinasi, melainkan pada pengetahuan hukum-hukum objektif realitas. Karl Marx, Friedrich Engels, dan Wladimir Ilyic Lenin adalah tokoh-tokoh umat manusia yang menemukan hukum-hukum itu. Bagi segenap tahap sejarah, Marxisme-Leninisme memiliki maksimum pengetahuan yang mungkin tercapai oleh manusia. Pengetahuan ilmiah manusia masih dapat bertambah, tetapi hanya atas dasar dalil-dalil Marxisme-Leninisme (seperti kemajuan isika hanya mungkin—itulah perkiraan waktu itu—atas dasar teori Newton).

Dari Mao ke Marcuse.indd 79

79

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Mengapa ditinggalkan? Tetapi di sini masalah Marxisme-Leninisme mulai. Apakah ada itu dalil-dalil pengetahuan tentang alam raya, manusia, dan masyarakat yang tertutup terhadap segala revisi? Bukankah dalil-dalil ilmiah, bahkan segenap ‘gambar dunia ilmiah’, justru karena ilmiah, secara prinsip terbuka terhadap koreksi melalui hasil-hasil penelitian atau pengertian ilmiah baru? Bukankah ciri khas segenap pengetahuan ilmiah adalah bahwa pengetahuan itu terbuka bagi falsiikasi? Mari kita ambil Materialisme Dialektis. Dalil dasarnya justru bukan hasil penelitian, melainkan sebuah kepercayaan, yaitu dalil bahwa semula hanya ada materi dan materi berdasarkan kekuatan dialektisnya sendiri. Bedanya dengan agama: Yang diyakini agama adalah sesuatu yang di seberang dunia pengalaman, jadi secara prinsip tidak terbuka bagi falsiikasi “ilmiah”, yaitu (misalnya) bahwa ada Allah dan bahwa manusia sesudah kematian tetap bereksistensi dalam suatu alam metempiris.55 Orang bisa menolak keyakinan religius, tetapi tidak ada kemungkinan untuk membuktikannya salah. Kalau Diamat menyatakan yakin bahwa tak ada sesuatu di luar materi, maka itu sebuah kepercayaan murni karena segala apa yang ada di luar materi tentu tidak dapat diveriikasi maupun difalsiikasi dengan amatan. Diamat sama saja merupakan kepercayaan

55

Rasionalitas suatu kepercayaan tidak tergantung kemungkinan veriikasi atau falsiikasi melalui pengamatan, melainkan daripada apakah kepercayaan itu meningkatkan kemampuan mereka yang percaya untuk menangani tantangan kehidupan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 80

80

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

daripada setiap agama, hanya kurang logis karena dengan menyangkal adanya yang tidak material mereka malah membuat pernyataan tentang alam tidak material, yaitu bahwa tidak ada. Jadi, Diamat berdasarkan keyakinan non-ilmiah. Filsafat alam Engels dan Lenin sudah lama tidak dianggap sama sekali dalam ilsafat profesional karena kecanggihannya adalah di bawah tingkat sarjana muda. Berbeda dengan Diamat, Histomat (Materialisme historis) memuat pengertian yang oleh ilmu-ilmu sosial dapat ditanggapi. Penemuan Marx bahwa perekonomian memainkan peranan penting dalam perkembangan masyarakat jelas memajukan ilmu-ilmu sosial. Tetapi, lagilagi Marxisme, mulai dengan Friedrich Engels, kemudian menjadikannya suatu dogma yang tidak bisa direvisi oleh kemajuan pengetahuan ilmu-ilmu sosial; kita ingat bahwa kemungkinan untuk merevisi teori Marx berdasarkan pengertian baru dalam ilmu-ilmu sosial menjadi pokok perselisihan revisionisme pada permulaan abad lalu.56 Ilmu-ilmu sosial sudah lama merevisi teori awal Marx. Salah satu pemugaran Histomat paling prinsipil misalnya diberikan oleh Jürgen Habermas.57 Begitu pula kritik Marx terhadap kapitalisme memang sudah sejak puluhan tahun, meski diulang-ulang, tidak dipakai lagi bahkan di negara-negara komunis karena kapitalisme berkembang sama sekali berbeda daripada apa yang diperkirakan Marx dan juga Lenin. Itu tidak berarti bahwa kapitalisme sudah

56

Lihat Magnis-Suseno 1999, 221–229.

57

Jürgen Habermas 1976, Zur Rekonstruktion des Historischen Materialismus, Frankfurt: Suhrkamp.

Dari Mao ke Marcuse.indd 81

81

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

“menang”. Sebaliknya, kritik terhadap kapitalisme sekarang semakin tajam. Anggapan Marx bahwa kapitalisme bersifat self­destructive bisa saja benar, tetapi mengikatkan kritik terhadap kapitalisme pada teori Marx dalam Das Kapital terkesan seperti perjalanan ke museum barang-barang zaman dulu. Dogmatisasi Leninisme oleh Partai Komunis Soviet kemudian hari sama saja justru melumpuhkan tenarnya gerakan komunis. Kekuatan Lenin adalah bahwa ia dalam situasi kapitalisme pra-perang dunia pertama dan dalam situasi Rusia di bawah rezim Tsar secara cemerlang menemukan bagaimana kelas buruh, di bawah pimpinan partai revolusionernya, bisa (dan jadi) merebut kekuasaan, serta bagaimana kekuasaan itu dapat dipertahankan meskipun buruh hanya satu persen dari masyarakat Rusia. Tetapi, hanya 10 tahun kemudian Mao Zedong sudah mengritik dengan tajam kawan-kawan Soviet yang mau menerapkan strategi Lenin di Cina. Sebabnya, Mao tidak mengikuti para ahli dogma Soviet itu, melainkan mengembangkan teori revolusinya sendiri, sesuai dengan tantangan di Cina, ia berhasil—dan semakin dikucilkan oleh Stalin. Yang amat mencolok adalah kemandulan diskursus intelektual-ilmiah tentang Marxisme di wilayah komunisme, baik komunisme Soviet maupun komunisme lain. Leninlah yang melarang diskusi tentang arah perjuangan dalam partai komunis Soviet. Kalau ada masalah, masalah itu harus dibicarakan dalam Komite Sentral atau dalam Politburo, kemudian diputuskan dan selesai. Dalam kenyataan, diskusi dalam Komite Sentral, bahkan dalam Politbiro, pada umumnya juga tidak terjadi. Apakah dia itu Stalin, Mao Zedong, para pengganti Stalin,

Dari Mao ke Marcuse.indd 82

82

11/18/2013 10:56:18 AM

Marxisme-Leninisme

Ulbricht di Jerman Timur atau Novotny di Cekoslovakia, mereka memberikan sendiri garis yang harus diikuti dan Politbiro kemudian menyetujuinya.58 Di Uni Soviet selama tahun dua puluhan ada beberapa masalah serius yang mencuat, misalnya tentang revolusi permanen (Trotzki), tentang apakah sosialisme dapat diwujudkan hanya dalam satu negara (Stalin), tentang dialektika sebagai hakikat Marxisme (Deborin) dan, sebaliknya, tentang Marxisme sebagai teori mirip ilmu alam (Bukharin). Semua diskusi ini ditumpas dan tokoh-tokohnya dihukum mati. Waktu Ryazanow memublikasikan tulisan-tulisan Marx muda, khususnya naskah-naskah Paris (‘Naskah-naskah Filosois-Ekonomis’) 1932 yang mengubah secara fundamental pengertian tentang apa yang sebenarnya dikehendaki Karl Marx, ia dicopot dan dibuang ke kamp konsentrasi di Siberia, di mana ia kemudian hilang. Dosa Ryazanov adalah bahwa ia memublikasikan teks-teks Marx yang tidak sesuai dengan dogma “Marxisme” Soviet resmi. Nasib tulisan-tulisan Marx muda yang “humanistik” itu di wilayah kekuasaan komunis memang menarik. Tulisan-tulisan itu didiamkan dan hanya mulai diketahui karena sejak tahun 50-an mereka juga mulai dipublikasikan di

http://facebook.com/indonesiapustaka

58

Contoh cara pengambilan keputusan ini adalah bagaimana D. N. Aidit mempersiapkan Gerakan 30 September (lih. John Roosa 2006, Pretext for Mass Murder. The September 30th Movement and Suharto’s Coup d’État in Indonesia, The University of Wisconsin Press). Meskipun Komite Sentral sudah mempersiapkan kader-kader partai bahwa akan terjadi sesuatu, tetapi persiapan gerakan itu tidak pernah dibicarakan dalam Komite Sentral, melainkan terbatas pada tiga empat orang (termasuk Kamaruzaman yang di luar tidak dikenal). Cara bertindak otoriter seperti itu justru khas bagi partai komunis.

Dari Mao ke Marcuse.indd 83

83

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Eropa Barat.59 Jerman Timur komunis sejak 1956 menerbitkan Marx Engels Werke, edisi standar ilmiah tulisan-tulisan Marx, tetapi tulisan Marx muda baru berani mereka terbitkan pada akhir pada tahun 1973, itu pun dalam dua “jilid khusus” (Extraband). Pada 1959 Henri Lefèbvre, seorang tokoh Marxisme Prancis, mendeskripsikan posisi kaum Marxis Prancis pada akhir tahun 30-an sebagai berikut: “Selalu ditekankan anggapan yang memandang hina terhadap Hegel dan Hegelianisme, tulisan-tulisan Marx muda dianggap hina atau ditolak karena dianggap ketularan Hegelianisme, diadakan perpisahan tajam antara Marx dan pendahulu-pendahulunya dan, dalam karya Marx, antara tulisan-tulisan ilosois dan ekonomis (ilmiah).”60 Ia menegaskan bahwa “tak pernah ada diskusi dan kontroversi terbuka tentang

59

Sesudah kematian Stalin pada 1953 saya menemukan pada 1958 dalam Voprosy Filosiii, majalah ilsafat resmi Uni Soviet, hanya tiga tulisan tentang naskah-naskah Paris Karl Marx (V. A. Karpušin, “Razrabotka K. Marksom materialisticeskoi dialektiki v ‘ekonomicesko-ilosofskich rukopisjach’ 1844 goda” (“Pengembangan dialektika materalis oleh K. Marx dalam ‘naskah-naskah ekonomis-ilosois’ tahun 1844”), dlm: Voprosy Filo­ soii 1955, Vol. 3, hlm. 104–114; T. I. Oizerman 1958a, “Fal’siikacia ilosofskogo ucenija Marksa s pozicii irracioanalizma” (“Pemalsuan ajaran ilosois Marx dari sudut irrasionalisme”), Voprosy Filosoii 1953, Vol. 5, hlm. 107–117; L. H. Pazitnov, “Kritika Marksom gegelevskoj koncepcii sub-jekta - ob-jekta (v ‘ekonomicesko-ilosofskich rukopisjach’ 1844 goda)” (“Kritik Marx terhadap pandangan Hegelian tentang subjek-objek (dalam ‘naskah-naskah ekonomis-ilosois’ dari tahun 1844)), Voprosy Filosoii 1957, Vol. 6, hlm. 37–46.

60

Henri Lefèbvre 1971, Der dialektische Materialismus, Frankfurt: Suhrkamp; judul asli: Le Matérialisme dialectique, Presses Universitaires de France, 4 1959.

Dari Mao ke Marcuse.indd 84

84

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marxisme-Leninisme

pertanyaan-pertanyaan penting itu” (ib. ). Dua puluh tahun kemudian Lefèbvre menilai “ilsafat macam Marxis sebagai sama sekali terskematisasi, terdogmatisasi, dan terbatas pada beberapa ‘garis-garis dasar’ yang selalu sama” (Lefèbvre 10). Mao Zedong sudah lebih dini menemukan bahwa revolusi sosialis di Tiongkok memerlukan strategi yang berbeda dengan yang di Rusia. Kemudian ia membangun Tiongkok komunis yang dalam pelbagai segi yang memang berbeda dari Uni Soviet. Baik di wilayah Soviet maupun di Tiongkok sendiri tak pernah diadakan diskusi intelektual ilmiah tentang perbedaanperbedaan itu. Di Polandia dan Cekoslovakia ilosof-ilosof Marxis seperti Karel Kosik, Adam Schaff, Leszek Kolakowski, dan Adam Schaff, yang mengangkat Marx muda, disingkirkan. Yugoslavia dikecam oleh Stalin, dan lama bermusuhan dengan Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa karena, di bawah Marsekal Josip Broz Tito, Yugoslavia mengambil jalan tersendiri ke sosialisme dan tidak ikut Pakta Warsawa. Tetapi, di Yugoslavia sendiri kelompok Praksis di universitas Zagreb yang mengembangkan pengertian lebih mendalam tentang Marx, disingkirkan juga dan para profesor yang ikut kelompok itu diberhentikan. Karena itu, tidak mengherankan bahwa hampir seluruh pengagum Marx yang tidak termasuk sistem Soviet menolak Marxisme-Leninisme, sama seperti Eduard Bernstein dulu menolak dogmatisme Karl Kautsky dalam perselisihan revisionisme. Di Barat hampir semua ilosof Marxis bukan-komunis menganggap Marxisme-Leninisme sebagai perversi intuisi Marx. Di situ termasuk para tokoh teori kritis seperti Herbert Marcuse,

Dari Mao ke Marcuse.indd 85

85

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Erich Fromm, Max Horkheimer, dan Theodor W. Adorno, lalu tokoh-tokoh yang pernah bersimpati terhadap komunisme seperti Henri Lefèbvre, Jean-Paul Sartre, dan Merlau-Ponty, dan di Italia Antonio Gramsci. Dalam kenyataan rezim Soviet bersifat mendua. Ke dalam rezim mempertahankan ideologi Marxisme-Leninisme secara keras karena ideologi itu membenarkan kediktatoran proletariat dan dengan demikian kekuasaan mutlak tak terbantah Partai Komunis. Marxisme-Leninisme justru dipertahankan karena merupakan legitimasi ideologis kekuasaan partai. Tetapi, dalam politik luar negeri para pimpinan komunis mulai sejak Stalin Uni Soviet mengambil sikap-sikap pragmatis dan leksibel, yaitu kebijakan yang sesuai dengan kepentingan nasional dan geopolitis Uni Soviet sendiri. Itulah sebabnya kubu komunisme internasional terpecah-belah oleh konlik seperti antara kubu Soviet dengan Yugoslavia, kemudian dengan Cina dan Albania, maupun Rumania di bawah Ceausescu. Itu berarti bahwa lama-kelamaan fungsi Marxisme-Leninisme direduksikan pada pemberian legitimasi kepada monopoli kekuasaan dalam tangan partai komunis. Dengan demikian, Marxisme-Leninisme makin lama makin kehilangan pamor ideologisnya dan dalam masyarakat di negara-negara komunis dipandang semata-mata sebagai sarana legitimasi privilese-privilese para fungsionaris partai. Komunisme menjadi, seperti dicatat oleh Milovan Djilas, “sekelompok dogma yang membosankan dan mengering” (Informationen 47). Dari sekolah dasar sampai ke universitas Marxisme-Leninisme masih dipelajari, tetapi daripada dengan rasa kagum dan bangga malah dengan rasa semakin bosan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 86

86

11/18/2013 10:56:18 AM

Marxisme-Leninisme

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kesadaran bahwa pola masyarakat komunis bersama ideologinya tidak cukup mutu mendapat dorongan paling meyakinkan karena rakyat, meskipun dijauhkan dengan tajam dari dunia di luar komunisme, semakin mengetahui betapa mereka ketinggalan dari masyarakat-masyarakat di Barat. Akhirnya, Marxisme-Leninisme tidak lagi mempunyai cukup kekuatan ideologis untuk menjalankan fungsinya yang terakhir, pelegitimasian monopoli partai komunis atas kekuasaannya. Begitu terbuka sebuah kesempatan, rezim-rezim komunis Eropa Timur dan di Uni Soviet runtuh dan Marxisme-Leninisme masuk kotak, dengan ditangisi hanya oleh ribuan dosen yang kehilangan pekerjaannya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 87

87

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 88

11/18/2013 10:56:18 AM

Bab 3 PIKIran-PIKIran Mao ZeDong

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Pada tanggal 8 September 2006 tepat 30 tahun lewat sejak kematian Mao Zedong. Meskipun gambar ‘Ketua Mao’ tetap terpasang megah di lapangan Tien A-Mien, perkembangan yang diambil Cina komunis dalam 28 tahun terakhir61 amat jauh dari yang diidamkan Mao. Rupa-rupanya apa yang amat dikhawatirkan Mao sudah menjadi kenyataan, yaitu bahwa Cina bisa “menggantikan warnanya” [Mao 1967, 51]. Revolusi Kebudayaan, usaha terakhir dan paling ekstrem Mao untuk memenangkan visinya, akhirnya tak lain “sepuluh tahun yang hilang” [Schmidt-Glintzer 92]. 61

Sejak 1978 Deng Xiaoping memegang kekuasaan di RRT.

Dari Mao ke Marcuse.indd 89

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Tetapi, apakah visi Mao Zedong? Pernah, hampir 40 tahun lalu, Mao Zedong dirayakan oleh para mahasiswa Kiri Baru di universitas-universitas Eropa dan Amerika Utara sebagai pencetus ‘manusia baru’ yang bebas dari egoisme dan korupsi, sebagai pemimpin sebuah dunia baru yang lebih manusiawi. Sekarang buku-buku Mao Zedong sudah lama hilang dari rakrak di toko buku. Tentang tulisan teoretis Mao sangat sedikit, Kolakowsi hanya mencatat bahwa “perlu kehendak baik cukup banyak untuk menemukan dalam teks-teks ini suatu kedalaman teoretis” [AW III, 539]. Beberapa tahun lalu, bulan Juli 2005, terbit buku tebal Jung Chang dan Jon Halliday, Mao, The Unknown Story. Buku yang terdokumentasi dengan teliti ini tak kurang sebuah penghancuran manusia Mao Zedong. Di dalamnya Mao muncul sebagai monster setingkat Stalin dan Polpot yang hanya mempunyai satu komitmen: Kekuasaan dan kemewahannya sendiri. Para petani yang ditinggikannya secara ideologis ternyata sejak kecil dibenci Mao dan kemudian puluhan juta dari mereka dibiarkan mati kelaparan. Apakah dalam long march-nya yang termasyhur atau dalam ‘loncatan besar ke depan’, jumlah korban tidak berarti bagi Mao asal ia sendiri akhirnya unggul. Terhadap mereka yang dekat, ia kejam. Bukan idealisme atau ideologi, melainkan nafsu untuk berkuasa yang mendorong Mao. Jung dan Halliday bahkan meragukan komitmen Mao pada sosialisme. Yang jelas, Cina baru mulai bangkit kembali sesudah ‘gagasan-gagasan Mao’ ditinggalkan. Tetapi, apakah hanya itulah yang dapat dikatakan tentang Mao Zedong? Apakah ia membawa Cina ke kebesaran suatu negara yang disegani di seluruh dunia hanya kebetulan saja,

Dari Mao ke Marcuse.indd 90

90

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

ataukah karena ia, dengan segala kekejamannya, seorang pemimpin luar biasa? Apakah kepemimpinannya memajukan atau mengerem kemenangan komunisme di Cina? Apakah kemajuan Cina menjadi kekuatan adi-dunia adalah jasa Mao Zedong ataukah ia malah menghambatnya? Tulisan ini tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tujuannya lebih sederhana. Apa pun kejahatan Mao Zedong, dialah yang selama 50 tahun memberikan capnya pada sejarah Cina. Di bawah Mao, Partai Komunis menjadi kekuatan politik terbesar di Cina, yang dengan tentara merahnya, membangun perlawanan kokoh terhadap Jepang, mempersatukan Cina, dan menjadikannya negara komunis paling besar di dunia—sampai hari ini. Kiranya Kolakowski benar kalau menulis: “Mao adalah salah satu di antara manipulator massa manusia raksasa terbesar dalam abad ini, kalau bukan yang terbesar, dan ideologi yang menunjang manipulasi itu pantas diperhatikan bukan hanya karena efektivitasnya di Cina, melainkan di negara-negara dunia ketiga lain” [AW III, 539]. Fakta-fakta amat mengerikan yang sekarang kita ketahui tentang sosok Mao sebagai manusia tidak boleh membutakan kita terhadap pemikirannya. Kita juga ingin tahu sejauh mana Mao Zedong tetap mengikuti Marx dan sejauh mana Marxisme-Leninisme berubah di bawah tangannya. Ternyata Mao Zedong memublikasikan banyak teks, kebanyakan mengenai masalah-masalah praktis. Ia menulis tentang pembangunan sosialisme di Cina dan berkaitan dengan itu tentang strategi perubahan industri dan pertanian serta tentang pembaruan struktur hak milik. Mao yang mengalami peperangan besar kecil selama lebih dari 20 tahun adalah seorang teoris

Dari Mao ke Marcuse.indd 91

91

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

militer yang pantas diperhatikan. Ia juga menulis tentang teori seni. Namun, dalam tulisan ini saya membatasi diri pada pemikiran Mao yang langsung menyangkut Marxisme-Leninisme. Sesudah menggariskan riwayat hidup Mao, saya membahas empat pokok yang khas bagi Marxisme-Leninismenya: Konsepsi Mao tentang cinaisasi Marxisme, tentang prioritas praksis terhadap teori, tentang kontradiksi dan tentang garis massa. Dalam bagian akhir saya mencoba untuk menyintesiskan kekhasan sosok teoretis Mao Zedong.

2. Riwayat Hidup

http://facebook.com/indonesiapustaka

Mao Zedong lahir pada 26 Desember 1893 di desa Shaoshan, Provinsi Hunan, di Cina Selatan, sebagai anak keluarga petani kaya.62 Di sekolah desa ia menjadi akrab dengan dasar-dasar tradisi sastra Cina dan mengembangkan kecenderungannya untuk selalu mau belajar terus. Atas usahanya sendiri ia berhasil masuk sekolah menengah. Selama satu tahun ia berjuang dalam tentara republikan Sun Yat-sen, kemudian masuk sekolah lagi dan juga mulai menulis puisi. Pada 1917 Mao menerima penghargaan sebagai mahasiswa teladan dan dipilih menjadi sekretaris perhimpunan mahasiswa. Setahun kemudian ia be-

62

Selain Jung/Halliday, Spence dan Grimm saya juga menggunakan rangkuman di Kolakowski III dan teks tiga siaran ZDF yang diciptakan oleh Stefi Schöbel dan Caroline Reiher (“Der lange Marsch”, http:www.zdf. de/inhalt/2/ 0,1872,2304386,00.html; “’Hundert Blumen’ und ein ‘Großer Sprung’”, http:www.zdf.de/inhalt/7/0,1872,2304391,00.html; “die Kulturrevolution”, http://ww.zdf.de/inhalt/12/0,1872, 2304393, 00.html).

Dari Mao ke Marcuse.indd 92

92

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

rangkat ke Beijing di mana ia bekerja di perpustakaan universitas. Orientasinya nasionalis dan demokrat dengan cita-cita sosialis yang masih cukup kabur. Sejak 1919 ia ikut dalam sekelompok orang intelektual yang mempelajari Marxisme. Dua tahun kemudian ia termasuk selusin orang yang mendirikan Partai Komunis Cina, atas upaya Sneevliet, seorang agen Komintern, yang setahun sebelumnya telah memprakarsai pendirian Partai Komunis Indonesia di Semarang.63 Semula kaum komunis bekerja sama dengan Guomindang nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek. Akan tetapi, kerja sama itu tidak dapat berlangsung lama. Chiang Kai-Shek sejak semula mencurigai kaum komunis dan semakin menindas mereka. Pada 1927 aliansi komunis— Guomindang—putus. Mao sudah kembali ke Hunan 1926. Sementara pimpinan partai—yang tetap di Shanghai—mengikuti dengan setia garis Komintern dari Moskow dan berfokus pada proletariat, Mao yang tidak lagi dalam pimpinan partai semakin memandang petani sebagai potensial revolusioner di Cina. Ia mulai mengorganisasikan gerakan petani bersenjata, mengambil alih tanah para tuan tanah, dan membentuk sekolah serta koperasi untuk membongkar pola-pola kehidupan tradisional masyarakat. Itulah permulaan 20 tahun pasang surut konlik revolusioner Mao Zedong dengan Guomindang dan Jepang yang berakhir dengan pemakluman Republik Rakyat 63

Menurut Jung/Halliday (19) Partai Komunis Cina sudah didirikan setahun sebelumnya, 1920, atas prakarsa Grigory Voitinsky, seorang agen Komintern; itu akan berarti bahwa Mao Zedong tidak termasuk para pendiri PKC.

Dari Mao ke Marcuse.indd 93

93

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Cina di Tien A-Mien Beijing pada 1 Oktober 1949. Pada 1928 ia diperkuat oleh Chu Teh yang menempatkan 10.000 orang tentara di bawah komando Mao. Meskipun pelbagai percobaan militer gagal, Mao berhasil membentuk suatu “Wilayah Soviet” di Kiangsi. Waktu itu Mao menegaskan ciri ‘demokratis-borjuis’ revolusinya dan mengusahakan pembentukan ‘front rakyat’ yang memuat para petani dan kelas buruh, tetapi juga kelas borjuasi kecil dan borjuasi nasional.64 Pada 1934 Mao dan kawan-kawannya menghadapi kehancuran. Mereka dikepung oleh sejuta tentara pemerintah di bawah pimpinan Chiang Kai-Shek. Mao memutuskan untuk menarik diri. Sekitar 90.000 tentara merah memulai sebuah perjalanan sepanjang 12.000 km yang membawa mereka dari Tiongkok Selatan sampai ke Shaanxi di pedalaman Utara. Penjelajahan ini dibayar dengan amat mahal. Dari 90.000 prajurit yang berangkat hanya 8.000 yang sampai di Shaanxi. Perjalanan ini menjadi mitos the long march65 yang menjadi dasar mitos tentang Mao sebagai pemimpin revolusi yang cemerlang. Kepemimpinan Mao dalam partai semakin tidak

64

“Borjuasi nasional” adalah semua mereka yang tidak bersekutu dengan kaum imperialis

65

Menurut Jung/Halliday, Chiang Kai-Shek sebenarnya menawarkan Mao suatu jalur yang aman untuk ke Shaanxi, tetapi itu akan berarti bahwa ia harus bergabung dengan pasukan komunis, dan Mao tidak mau. Daripada itu ia memaksa saingannya itu untuk bergabung dengannya sendiri dengan akibat bahwa dua pasukan itu hampir hancur seluruhnya. Tawaran Chiang Kai-Shek tentu ada maksudnya: Ia mengharapkan bahwa tentara komunis akan membersihkan seorang local war lord yang tidak mau tunduk kepadanya. Kaum komunis akan dihabiskan kemudian..

Dari Mao ke Marcuse.indd 94

94

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

tersaingi lagi. Di Shaanxi—daerah yang amat miskin—kaum komunis membangun markas baru, di luar jangkauan Chiang Kai-Shek. Mao mulai menuliskan gagasan-gagasannya. Namanya sebagai pemberontak serta reformator pemilikan tanah menarik ribuan orang muda untuk bergabung dengan tentara komunis. Sejak di Shaanxi Mao dipuja sebagai tokoh ideologi komunis yang tidak dapat salah. Pada 1931 Jepang memasuki Mansyuria. Enam tahun kemudian pecah perang terbuka antara Cina dan Jepang. Mao mengajak Chiang Kai-Shek untuk bersama-sama memerangi musuh dari luar itu. Karena dipaksa oleh jenderal-jenderalnya, Chiang akhirnya setuju dan menghentikan serangan terhadap daerah-daerah komunis. Mao memakai kesempatan ini dengan jitu. Meskipun didesak terus-menerus oleh Stalin untuk membuka garis perang kedua terhadap Jepang, Mao menghindari pertempuran terbuka dan semakin memantapkan kedudukannya di Cina Barat Laut, sementara saingannya, Chiang Kai-Shek, dihantam terus-menerus oleh tentara Jepang. Waktu Jepang menyerah, pada 1945, Mao Zedong, berkat bantuan Amerika dan Soviet, memiliki tentara dengan persenjataan ampuh. Pada 1947 perang saudara pecah lagi. Masyarakat yang kecewa dengan rezim Guomindang, dengan korupsi dan inlasi yang merajalela, mendukung kaum komunis sebagai pejuang keadilan sosial dan pahlawan dalam perang melawan Jepang. Pada 1949 Chiang Kai-Shek melarikan diri ke pulau Formasa (Taiwan) dan Mao Zedong mempermaklumkan Republik Rakyat Cina. Cina menjadi negara komunis, negara komunis terbesar di dunia.

Dari Mao ke Marcuse.indd 95

95

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Semula Beijing mengikuti kebijakan Moskow: Nasionalisasi industri besar dan pembagian tanah yang dikuasai tuan tanah kepada petani miskin. Industri berat mendapat prioritas mutlak. Pada 1955 seluruh milik para petani atas tanah dan pada 1956 seluruh ekonomi swasta dihapus. Tetapi, kecepatan perubahan total rakyat Cina tidak cukup cepat bagi Mao. Ia semakin yakin bahwa yang menentukan bukan tekanan peningkatan produksi dan modernisasi, melainkan perwujudan manusia baru. Mao yakin bahwa massa yang bersemangat dapat mencapai tujuan apa pun. Sarana untuk menciptakan kesadaran baru adalah kampanye-kampanye yang terus-menerus diluncurkan, yang sekaligus dipakai untuk menyingkirkan semua yang tidak memberikan dukungan seratus persen. Pada 1956 Partai Komunis, di bawah pimpinan Mao, meluncurkan kampanye ‘Seratus Bunga’. Kaum ilmuwan dan seniman diajak untuk bertukar pikiran secara bebas. Ternyata kampanye ini merupakan terakhir kalinya masyarakat diminta pendapatnya. Dalam waktu singkat kampanye ‘Seratus Bunga’ berkembang menjadi banjir kritik terhadap partai komunis. Maka sesudah beberapa bulan, Mao secara mendadak menghentikannya. Sekitar 300.000 orang cendekiawan yang dicap sebagai ‘penyeleweng kanan’ kehilangan tempat kerja dan ribuan dimasukkan penjara dan kamp kerja. Kampanye berikut dipermaklumkan pada permulaan 1958 oleh partai, di bawah pimpinan Mao Zedong, sebagai ‘loncatan besar ke depan’. Dalam waktu lima tahun produksi industri mau dilipatkan enam kali dan produksi pertanian dua setengah kali. Kampanye ini mengungkapkan keyakinan Mao bahwa

Dari Mao ke Marcuse.indd 96

96

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

“massa adalah mahakuasa dan tidak dapat dihadang oleh kondisi-kondisi ‘objektif’ apa pun” [Kolakowski III, 546]. Desa-desa diorganisasikan kembali dalam ‘komune-komune rakyat’ agar setiap saat bisa dikerahkan untuk ikut dalam panenan atau sebagai tenaga kuli untuk proyek-proyek besar. Sedapat-dapatnya orang makan dan tinggal bersama. Disediakan rumah-rumah di mana suami istri pada waktu-waktu tertentu dapat bertemu untuk menghasilkan keturunan. Desa-desa diperintah Mao untuk memproduksikan baja dalam tanur-tanur kecil. Eksperimen ini menjadi malapetaka raksasa. Produksi pertanian turun dengan tajam, baja yang dibuat di desa tidak bisa dipakai, namun partai untuk sementara mabuk dengan angka-angka produksi yang dipalsukan. Situasi dipertajam karena putusnya hubungan ekonomis dengan Uni Soviet. Kelebihan produksi pertanian yang dilaporkan ke Beijing hanya ada di atas kertas dan pemerintah malah masih mengekspor gandum. Semuanya ini mengakibatkan wabah kelaparan bikinan manusia terbesar dalam sejarah manusia. Diperkirakan bahwa sekitar 30 juta orang mati.66 Sesudah empat tahun, ‘loncatan besar ke depan’ resmi dihentikan oleh Partai. Secara tidak langsung Mao Zedong yang sejak 1959 sudah mundur dari jabatan sebagai Presiden RRT dituding bersalah. Tetapi, Mao tidak mau kalah. Pada 1966, dalam umur 73 tahun, ia menegaskan kembali klaimnya atas kepemimpinan dengan berenang menyeberang Sungai Jangtse. Setahun sebe-

66

Nicholas D. Kristof (New York Times, October 23, 2005, 'Mao': The Real Mao); Jung/Halliday (456) bahkan bicara tentang 38 juta.

Dari Mao ke Marcuse.indd 97

97

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

lumnya ia sudah “lapor kembali” dengan mempermaklumkan sebuah kampanye untuk memperbarui sistem pendidikan secara radikal. Ia mengajak anak-anak muda melawan ‘Empat Lama’: Adat lama, kebiasaan lama, kebudayaan lama, dan pikiran lama [Wibowo 74]. Sekaligus Mao mendorong para mahasiswa untuk memberontak terhadap sistem universitas yang, katanya, borjuis. Namun, sasaran kritik Mao yang sebenarnya adalah partai komunis sendiri. Maka lepaslah, bak longsoran lahar, ‘Revolusi Kebudayaan’: Para mahasiswa membentuk garda-garda merah yang menyerang kuil, bangunan pemerintah, dan apa pun yang dianggap bukti budaya tradisional atau cara berpikir Barat. Siapa pun dapat menuduh siapa saja sebagai agen konter-revolusi. Banyak guru besar, cendekiawan, pimpinan partai, dan lain-lain, orang yang dianggap elite, menjadi korban pengeroyokan. Di akhir tahun 60-an garda-garda merah membunuh 400.000 sampai sejuta orang (Courtois 570). Revolusi kebudayaan adalah saat di mana kultus Mao Zedong mencapai suatu puncak irasionalitasnya. Semua lawan Mao dalam partai tersingkir. Mao akhirnya harus memakai tentara untuk menindas garda-garda merah. Di tahun-tahun akhir hidupnya Mao semakin lumpuh dan sakit, skeptis dan penuh kebencian dan kecurigaan. Hubungannya dengan Uni Soviet putus total. Sebaliknya, pada 1971 Mao menerima kunjungan presiden Amerika Serikat Richard Nixon, yang menandai pendekatan Cina komunis dengan Barat. Mao meninggal pada 8 September 1976.

Dari Mao ke Marcuse.indd 98

98

11/18/2013 10:56:18 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

http://facebook.com/indonesiapustaka

3. Cinaisasi Marxisme Pada bulan Desember 1919 Mao untuk kedua kalinya ke Beijing. Di situ ia berkenalan dengan Marxisme dan mulai mengaku sebagai Marxis. Mirip dengan Lenin, Mao rupa-rupanya menemukan dalam Marxisme sebuah alat ideologis untuk mendukung yang menjadi cita-citanya yang paling dasar: Pembebasan Cina dari imperialisme dan kapitalisme dan penciptaan suatu Cina yang mulia. Karena itu, Mao, sama seperti Lenin, tidak pernah ragu-ragu untuk menyesuaikan Marxisme-Leninisme dengan tuntutan situasi yang dihadapinya. Kalau di satu pihak Mao menyetujui ucapan Lenin bahwa “tanpa teori revolusioner tidak mungkin ada gerakan revolusioner”, namun di lain pihak selalu berlaku baginya bahwa “praksis adalah tolok ukur kebenaran” [AW I, 358, 359]. Bagi Mao jelas bahwa Marxisme harus dimengerti sedemikian rupa hingga mendukung revolusi. Akan tetapi, situasi yang dihadapi Mao sangat berbeda dari situasi yang dihadapi Lenin di Rusia beberapa tahun sebelumnya. Arif Dirlik [124 ss.] menunjuk pada tiga dimensi strategis yang khas bagi situasi historis Cina. Yang pertama adalah ‘dimensi global’: Mao memandang sosialisme sebagai kekuatan melawan hegemoni global kapitalisme internasional. Dimensi kedua adalah ‘dunia ketiga’. Di dunia ketiga kapitalisme bukan suatu perkembangan internal, melainkan alat “hegemoni asing” [ib.]. Maka sosialisme bagi Mao merupakan sarana untuk mematahkan hegemoni asing dan mengembalikan kedaulatan Cina atas dirinya sendiri. Dimensi ketiga adalah dimensi nasio-

Dari Mao ke Marcuse.indd 99

99

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

nal. Kapitalisme, dengan menginkorporasikan Cina ke dalam cakupannya, mewujudkan masyarakat Cina menurut suatu model yang asing. Sebagai anti-kapitalisme Marxisme “menjanjikan kemungkinan penemuan diri nasional bagi sebuah masyarakat yang terancam akan dicaplok oleh dunia kapitalis” [ib. 125]. Marxisme menjadi sarana untuk memastikan kembali identitas Cina. Maka Marxisme bagi Mao Zedong selalu dilihat dari dua sudut: Marxisme adalah “releksi atas masyarakat dari perspektif Marxis universalis” dan “releksi atas Marxisme dari perspektif Cina sebagai masyarakat dan negara dunia ketiga” [ib.]. Kesimpulannya jelas: Marxisme hanya dapat mencapai potensialnya sebagai teori revolusioner apabila selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing masyarakat. Di Cina Marxisme harus dicinaisasi. Mao menulis: “Kaum komunis adalah orang-orang internasionalis Marxis, tetapi Marxisme harus direalisasikan melalui bentuk-bentuk nasional. Tak ada makhluk yang bernama Marxisme abstrak, yang ada hanyalah Marxisme konkret. Marxisme yang disebut konkret adalah Marxisme yang mengambil bentuk nasional; kita harus menerapkan Marxisme kepada perjuangan dalam lingkungan konkret Cina, kita jangan memakainya secara abstrak. Kaum komunis yang merupakan bagian bangsa Cina besar, dan yang bagi bangsa itu merupakan daging dan darahnya, hanyalah Marxis abstrak dan kosong apabila mereka bicara tentang Marxisme lepas dari ciri-ciri khas Cina. Karena itu, cinaisasi Marxisme, [yaitu] mengisi segala manifestasi Marxisme dengan ciri-ciri khas Cina, artinya menerapkan Marxisme se-

Dari Mao ke Marcuse.indd 100

100

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

suai dengan ciri-ciri Cina, adalah sesuatu yang dimengerti dan dipecahkan oleh semua warga partai” [AW II, 246]. Menurut Schram [1975, 105 ss.] cinaisasi Marxisme berarti pertama, bahwa kaum Marxis Cina harus memakai bahasa yang bisa dimengerti rakyat Cina. Siapa yang mau menganalisis masalah-masalah Cina harus mempunyai pengetahuan mendalam tentang sejarah Cina, bukan hanya sebuah teori dalam pikiran. Contoh-contoh bagi perjuangan revolusioner harus diambil dari sejarah Cina. Marxisme menjadi Cina karena memakai istilah-istilah dan metode-metode yang sesuai dengan situasi di Cina. Akan tetapi, kedua, cinaisasi Marxisme juga berkaitan dengan kepentingan langsung Mao. Pada 1938, waktu ia menulis teks tentang cinaisasi, ia berhadapan dengan rekan-rekan yang jauh lebih tahu tentang ‘Marxisme abstrak’ daripada Mao dan masih didukung oleh Moskow. Cinaisasi Marxisme oleh Mao Zedong juga mau membenarkan “suatu pergeseran dalam strategi revolusioner komunis sebagai jawaban atas invasi besar-besaran Jepang ke Cina bulan Juli 1937” [Dirlik 129]. Cinaisasi Marxisme juga mempunyai arti politik. Sejak 1942 kader-kader partai diharuskan membaca pemikiran Mao Zedong sebagai bacaan pertama. Dalam Kongres Partai Komunis Cina pada 1945 ‘gagasan-gagasan Mao Zedong’ secara resmi diproklamasikan menjadi garis besar satu-satunya bagi pekerjaan partai. Dari penekanan ‘cinaisasi Marxisme’ ada garis lurus ke pendewaan gagasan-gagasan Mao Zedong dalam Revolusi Kebudayaan di mana istilah ‘Marxisme-Leninisme’ diganti dengan ‘Marxisme-Leninisme, gagasan-gagasan Mao Zedong’.

Dari Mao ke Marcuse.indd 101

101

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Prioritas praksis Meskipun Mao seorang nasionalis Cina yang membara, akan tetapi istilah cinaisasi kemudian tidak akan muncul lagi. Sebaliknya, Mao kemudian justru akan menegaskan bahwa Marxismenya adalah ortodoks dan betul. Karena itu, cinaisasi perlu ditempatkan dalam kerangka teori Marxisme-Leninisme. Itulah yang dilakukan Mao dalam dua tulisan dari tahun 1937, “Tentang Praksis” dan “Tentang Kontradiksi”. Dua tulisan ini “mencoba mendasarkan masalah-masalah revolusi Cina di dalam teori Marxis, dan dengan demikian memberikan pernyataan paling lengkap dan menyeluruh tentang pertimbanganpertimbangan ilosois yang mendasari perumusan kembali teori Marxis oleh Mao Zedong” [Dirlik, 130]. Gagasan inti tulisan yang pertama adalah bahwa dalam menentukan strategi dan taktik perjuangan revolusioner, yang menentukan adalah keperluan praksis revolusi, dan bukan teori dalam abstraksi. “Dalam kontradiksi antara teori dan praksis, praksis adalah segi utama” [AW I, 350]. Itu tentu saja Leninisme murni. Lenin selalu membawahkan teori Marxisme terhadap tuntutan perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Dan, kalaupun di kemudian hari Marxisme-Leninisme menjadi ideologi yang kaku dan tertutup, namun di Uni Soviet pun, Marxisme-Leninisme hanya dipakai dalam segala macam diskursus teoretis, sedangkan dalam politik luar negeri, pragmatisme kekuasaan selalu berkuasa. Dalam arti ini Mao Zedong tidak orisinal. Akan tetapi, meskipun terbatas, tulisan Mao tentang praksis menyumbang sesuatu pada pengertian Marxisme-Leninisme

Dari Mao ke Marcuse.indd 102

102

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

tentang perjuangan. Inti paham Marx terungkap dalam formula ‘praksis–teori–praksis’. Dan, hanya secara sekunder juga berlaku, dan penting, formula ‘teori–praksis–teori’. Sudah sejak 1930 Mao Zedong membantah mereka yang memperlakukan Marxisme sebagai kebijaksanaan “yang jatuh dari surga”, yang tinggal dipelajari dari buku-buku untuk kemudian diterapkan secara skematis pada realitas terberi [lih. Schäfer 71]. Teori tidak bisa dipakai lepas dari praksis. Bagi Mao Zedong kesatuan antara teori dan praksis merupakan salah satu hukum dasar epistemologi Marxisme. Mengapa perlu bertolak dari praksis? Mao menjelaskan itu dengan sekaligus memberikan sebuah epistemologi. Pengetahuan manusia mulai dengan tangkapan indrawi yang menangkap tampang luar realitas. Apabila manusia dalam kegiatan praktis mengalami kesan-kesan yang sama, maka “dalam otak manusia terjadi sebuah balikan, sebuah loncatan, dan terciptalah konsep-konsep... Konsep itu menangkap hakikat bendabenda, totalitasnya dan kaitan internalnya” [AW I, 350]. Dengan demikian manusia menemukan yang umum dalam yang khusus, ia bisa menemukan keteraturan internal, kekhasan kontradiksi-kontradiksi. Dan, itu berarti bahwa ia memahami realitas. Maka segala pengertian berasal dari pengalaman indrawi, tetapi untuk mencapai pengertian, kita tidak boleh berhenti di situ. Itulah kesalahan empirisme. Mao menerapkan epistemologi ini pada proletariat. Pada permulaan proletariat awalnya sebuah kelas dalam arti objektif, tetapi belum menyadari diri sebagai kelas. Baru di tahap kedua, yakni praksisnya, proletariat mencapai perjuangan ekonomis dan politis dengan

Dari Mao ke Marcuse.indd 103

103

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

sadar dan terorganisasi. Pengalaman-pengalaman perjuangan itu diuniversalisasikan oleh Marx dan Engels secara ilmiah dan hasilnya adalah Marxisme. Begitu pula kesadaran rakyat Cina. Di tahap pertama mereka baru bersikap anti-asing. Tetapi, di tahap kedua mereka menyadari “situasi Cina yang sebenarnya, yaitu bahwa massa rakyat ditindas dan dihisap oleh imperialisme bersama dengan kaum komprador dan tuan feodal Cina” [AW I, 355]. Jadi, langkah pertama selalu dari praksis ke teori. Tetapi, begitu ditegaskan Mao, orang tidak boleh berhenti pada teori. Teori dapat mengarahkan praksis dan karena itu praksis yang berdasarkan teori yang benar adalah lebih efektif dan lebih tepat. Sekaligus ada gerak kembali dari praksis tingkat dua ke teori. Penerapan teori pada praksis sekaligus merupakan kontrol terhadap teori apakah teori memang betul, artinya sesuai dengan tuntutan praksis, dengan tuntutan perjuangan revolusioner. Mao menegaskan bahwa “Marxisme-Leninisme tidak hanya diakui sebagai benar karena dikembangkan secara ilmiah oleh Marx, Engels, Lenin, dan Stalin, melainkan karena ia dibenarkan oleh praksis perjuangan kelas revolusioner dan perang revolusioner nasional kemudian hari” [AW I, 359]. Pengertian Mao tentang praksis dan teori ini dirangkum oleh Mao sendiri pada akhir tulisannya: “Menemukan kebenaran melalui praksis dan membenarkan dan mengembangkan terus kebenaran dalam praksis; bertolak dari pengetahuan indrawi dan mengembangkannya menjadi pengertian rasional, kemudian, dengan bertolak dari pengertian rasional, membimbing praksis revolusioner secara aktif, meng-

Dari Mao ke Marcuse.indd 104

104

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

ubah dunia subjektif dan objektif; praksis, pengertian, praksis lagi dan pengertian lagi—pola siklis itu terus berulang, dan pada setiap siklus isi praksis dan pengertian diangkat ke tingkat lebih tinggi” [AW I, 363]. Maka dari itu, praksis adalah tolok ukur kebenaran teori. Tetapi, itu berarti bahwa teori tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang terberi dan tetap. Apabila praksis menjadi tolok ukur kebenaran teori, maka, sebagaimana ditekankan Arif Dirlik, “praksis revolusioner tidak lagi dapat diramalkan dari teori... Teori merupakan bagian kontradiksi-kontradiksi yang dimaksud untuk dibuka dan dipecahkan olehnya” [Dirlik 135]. Dunia, seperti diuraikan dalam “Tentang Kontradiksi”, adalah “dunia konfrontasi dan konlik tanpa akhir... di mana tidak ada unsur yang konstan karena tak ada unsur yang tidak berada dalam kontradiksi-kontradiksinya sendiri” [ib.]. Ini bukan lagi Lenin. Lenin dan Stalin, lain daripada Kautsky, selalu akan mendahulukan perjuangan revolusioner terhadap ajaran teoretis Marxisme, tetapi tidak pernah mereka mengimplikasikan bahwa Marxisme sendiri hanyalah unsur dialektis dalam gerakan kontradiksi-kontradiksi yang didorongnya. Seperti ditegaskan Dirlik, apabila dunia dipahami sebagai gerak kontradiktif antara penjelasan (teori) dan konstruksi (praksis revolusioner), tidak mungkin teori Marxisme menjadi ideologi tertutup. Ideologi tidak lagi mengarahkan, melainkan menjadi bola dinamika revolusioner. Teori bukan lagi rumusan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat sebagaimana dipercayai oleh Marxisme, melainkan sekadar abstraksi dari praktik sosial konkret. Tetapi kalau praksislah yang menjadi ukuran kebenaran teori,

Dari Mao ke Marcuse.indd 105

105

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

bagaimana Mao bisa mempertahankan pengandaiannya bahwa menurutnya sendiri praksis, kalau tidak dibimbing oleh semacam pengertian tentang kebenaran, tidak memberikan arah kepada sejarah. Tinggal pragmatisme dengan pola ‘apa yang berhasil’ (bdk. Dirlik 139). Dan, itu berarti bahwa sejarah tidak lagi mendapat arahnya dari sebuah teori yang sudah jadi, melainkan dari sebuah kehendak revolusioner. Yang mempunyai kehendak itu adalah Mao Zedong. Kelihatan bahwa pandangan Mao Zedong tentang primat praksis terhadap teori akhirnya mengimplikasikan voluntarisme. Kehendak sang revolusionerlah yang menentukan. Untuk memahami implikasi paham Mao tentang kesatuan dialektis antara praksis dan teori, kita sekarang perlu memperhatikan apa yang ditulis Mao tentang kontradiksi.

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Dialektika kontradiksi yang tidak berhenti Tulisan Mao “Tentang Kontradiksi” semula juga merupakan ceramah di bulan Agustus 1937. Situasi saat itu ditentukan oleh keperluan untuk mengadakan perubahan mendalam dalam strategi partai komunis untuk menanggapi invasi Jepang. Perubahan itu dari konfrontasi dengan Guomindang ke sebuah koalisi dengannya melawan Jepang. “Tentang Kontradiksi” memberikan pendasaran teoretis perubahan arah perjuangan itu. Esai ini memang sentral. Menurut Dirlik [130] ia merupakan pernyataan paling lengkap dan komprehensif Mao Zedong tentang pertimbangan-pertimbangan ilosois yang mendasari perumusan kembali teori Marxis.

Dari Mao ke Marcuse.indd 106

106

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

Mao mulai dengan menegaskan bahwa “hukum kontradiksi yang terdapat dalam benda-benda, atau hukum kesatuan halhal yang berlawanan, merupakan hukum paling mendasar dialektika materialis” [AW I, 365]. Anggapan ini sesuai dengan ortodoksi Marxisme-Leninisme sebagaimana dikembangkan oleh Engels dan Lenin. Mao menegaskan bahwa kontradiksikontradiksi bukan sesuatu yang eksternal pada benda-benda. Melainkan kontradiksi berada ‘di dalam’ segenap benda. Seperti sudah dikatakan Engels dan Lenin, Mao mempertentangkan pandangan dialektis dengan pandangan “metaisik”. Yang kedua dianggap memandang segala apa sebagai sesuatu yang abadi, yang hanya bisa diubah dari luar. Sedangkan pandangan dialektis memahami kontradiksi sebagai hakikat realitas sendiri. Karena itu, menurut Mao, hukum kontradiksi adalah universal. “Tak ada sesuatu apa pun yang tidak mengandung kontradiksi dalam dirinya; tanpa kontradiksi tidak ada alam raya” [AW I, 371]. Bagi pandangan dialektis, berlawanan dengan pandangan metaisik, bukan masing-masing benda, melainkan hubungan di antara benda-benda, adalah apa yang perlu diperhatikan. Kontradiksi berarti hubungan yang di satu pihak berlawanan, jadi saling menegasikan, di lain pihak fungsional dalam arti bahwa kontradiksi itu akan melahirkan transformasi ke tingkat lebih tinggi. Kontradiksi-kontradiksi itu bersifat khusus karena setiap pola gerakan materi maupun masyarakat dan setiap bentuk pemikiran mengandung kontradiksi-kontradiksi yang khas. Dengan demikian Mao mau mencegah bahwa dialektika kontradiksi dipahami terlalu skematis dan apriori. Kontradiksi

Dari Mao ke Marcuse.indd 107

107

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dalam setiap bentuk realitas tergantung dari kekhasan realitas itu sendiri dan karena itu hanya bisa diketahui apabila kekhasan itu diperhatikan. Mao memperingatkan agar dalam kontradiksi selalu diperhatikan kedua belah sudut dan jangan hanya satu saja. Misalnya, “hanya proletariat dan bukan borjuasi, hanya partai komunis dan bukan Guomindang” [AW I, 379]. Jadi, perhatian pada kekhasan masing-masing kontradiksi, terhadap kedua belah sudut, diperlukan untuk memahami dinamika dalam masyarakat. Mao selanjutnya menegaskan dua unsur dalam kontradiksi. Hanya kalau dua unsur ini diperhatikan, sebuah analisis bisa tepat. Yang pertama adalah bahwa di antara kontradiksi-kontradiksi, khususnya dalam masyarakat, harus dibedakan antara ‘kontradiksi utama’ dan ‘kontradiksi sampingan’. Ada banyak kontradiksi dalam masyarakat, tetapi di antaranya ada satu yang menentukan dalam proses kemajuan sejarah. Dalam masyarakat kapitalis, pada umumnya kontradiksi antara kapitalis sendiri—mereka saling bersaing—adalah kontradiksi sampingan, sedangkan kontradiksi antara kaum kapitalis dan proletariat adalah yang utama. Namun, kontradiksi sampingan dapat menjadi kontradiksi utama dan sebaliknya. Itulah yang tidak dimengerti oleh “kawan-kawan” Mao, waktu ia mengadakan persekutuan dengan Guomindang: Terhadap kontradiksi Guomindang melawan partai komunis kontradiksi Cina melawan Jepang menjadi utama, sehingga kaum komunis untuk sementara waktu bekerja sama dengan Chiang Kai-shek. Yang kedua adalah bahwa dalam setiap pasang yang berkontradiksi, kedua belah sudut tidak sama kedudukannya, melain-

Dari Mao ke Marcuse.indd 108

108

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

kan ada satu yang utama dan ada satu yang samping. Mao memberikan tiga contoh. Pada umumnya, dalam kontradiksi antara tenaga-tenaga produktif dan hubungan-hubungan pro duksi, antara teori dan praksis, dan antara basis ekonomis dan bangunan atas, tenaga-tenaga produktif, praksis dan basis merupakan sudut yang menentukan. Akan tetapi, “dalam kondisi-kondisi tertentu yang memainkan peran utama adalah hubungan produksi, teori dan bangunan atas” [AW I, 394]. Begitu selalu ada kemungkinan bahwa “yang umum dalam kasus tertentu beralih menjadi yang khusus” [AW I, 386]. Tidak memperhatikan kemungkinan peralihan itu adalah khas “bagi materialisme mekanis dan bukan bagi materialisme dialektis” [AW I, 394]. Sangat mencolok bagaimana Mao Zedong tetap berada dalam kerangka Marxisme-Leninisme, tetapi secara teoretis pun membuka ruang untuk mengatasi segala dogmatisme dan apriorisme yang tentu akhirnya hanya akan merugikan praksis perjuangan. Mao menegaskan bahwa dua sudut sebuah kontradiksi bukan hanya saling melawan, melainkan juga identik, karena yang satu tidak dapat berada tanpa yang satunya. Karena itu, tidak mungkin satu sudut dimutlakkan. Sebuah situasi hanya dilihat dengan tepat apabila “identitas dan perang sudut-sudut yang saling berlawanan dalam kontradiksi” dilihat [AW I, 395]. Mao merangkum: “Hukum kontradiksi yang ada dalam segala apa, atau hukum kesatuan kontradiksi, adalah hukum dasar alam dan masyarakat dan karena itu juga hukum dasar pemikiran” [AW I, 405]. Dari pertimbangan itu Mao menarik suatu kesimpulan yang tidak lagi biasa bagi Marxisme-Leninisme: “Perjuangan kontradiksi-kontradiksi berlangsung tanpa inte-

Dari Mao ke Marcuse.indd 109

109

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

rupsi” [AW I, 406]. Kalimat ini hanya mengizinkan satu kesimpulan: Sesudah komunisme berkuasa, kontradiksi-kontradiksi akan tetap berlangsung. Tak ada akhir perjuangan. Karena itu, Mao mengembangkan distingsi Lenin tentang kontradiksi yang ‘antagonistik’ dan yang ‘bukan antagonistik’. Yang khas bagi yang pertama adalah bahwa kontradiksi itu hanya terpecahkan dalam bentuk sebuah ledakan atau tabrakan terbuka, jadi secara ‘revolusioner’, sedangkan yang kedua bisa diatasi secara evolusioner, melalui langkah-langkah kecil. Kontradiksi-kontradiksi antagonistik bisa bertahan lama, tetapi “sesudah kontradiksi dua kelas berkembang mencapai tahap tertentu, perang kedua belah pihak mengambil bentuk antagonisme terbuka yang berkembang menjadi revolusi” [AW I, 403]. Schäfer [68] mencatat bahwa “dalam hubungan ini Mao Zedong untuk pertama kali merumuskan tesis bahwa kontradiksi-kontradiksi antar kelas-kelas masyarakat akan tercermin dalam perselisihan-perselisihan orientasi politis yang berlangsung dalam partai komunis dan bisa mendapat bentuk bukan antagonistik maupun antagonistik”: “Selama ada kelas-kelas, kontradiksi antara pendapat benar dan salah dalam barisan partai komunis… merupakan pencerminan pertentangan kelas di dalam partai. Di tahap pertama atau dalam pertanyaan-pertanyaan tertentu kontradiksi-kontradiksi itu tidak langsung muncul sebagai antagonistik. Tetapi, bersama dengan perkembangan perjuangan kelas kontradiksikontradiksi itu bisa berkembang menjadi antagonistik. Sejarah Partai Komunis Uni Soviet menunjukkan bahwa kontradiksi antara pandangan benar Lenin dan Stalin dan pandangan salah

Dari Mao ke Marcuse.indd 110

110

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

Trotski, Bukharin, dan lain-lain semula tidak muncul dalam bentuk antagonistik, akan tetapi kemudian berkembang menjadi antagonisme” [AW I, 404]. Dengan demikian Mao Zedong telah mengembangkan sebuah posisi teoretis yang memberikan kebebasan total kepadanya untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Meskipun selalu harus dibedakan antara kontradiksi utama dan kontradiksi samping, dan, di dalam masing-masing kontradiksi, antara sudut yang menentukan dan yang tidak, akan tetapi sudut sekunder bisa menjadi sudut dominan dan kontradiksi sampingan bisa menjadi kontradiksi utama. Kontradiksi-kontradiksi yang kelihatan sekadar biasa, bisa menjadi antagonistik dan lalu menuntut tindakan keras, dan partai komunis sendiri tidak memiliki jaminan bahwa ia selalu benar. Sesudah kemenangan komunisme, kontradiksi-kontradiksi itu tetap ada, sehingga segala kemapanan, segala istirahat dari perjuangan revolusioner, dari perang melawan musuh-musuh revolusi menjadi mustahil. Komunisme pun tidak akan membawa masa tenang-damai dan partai tidak pernah dapat istirahat dengan tenang di atas kedudukannya sebagai penjamin Marxisme-Leninisme. Dengan demikian, segala dogmatisme ditolak. Perjuangan selalu berjalan terus. Di bawah komunisme pun penyelewenganpenyelewengan berbahaya tidak hanya mungkin, melainkan pasti akan terjadi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan: Lalu manakah garis yang benar? Dari mana mengetahui perkembangan mana yang merupakan segi utama, kebijaksanaan mana yang betul-betul revolusioner? Jawaban diberikan Mao dalam ajarannya tentang ‘garis massa’.

Dari Mao ke Marcuse.indd 111

111

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

6. Garis massa Sebelum masuk ke dalam masalah ‘garis massa’, berguna kalau kita melihat situasi epistemologis Mao sesudah tulisannya tentang kontradiksi. Dalam sebuah pidato pada 1957, pada saat kampanye ‘biarkan seratus bunga berbunga’, Mao membahas “penanganan tepat kontradiksi-kontradiksi dalam rakyat”.67 Di dalamnya Mao bertanya, “apakah Marxisme… masih dapat dikritik”, dan ia langsung menjawab: “Tentu saja” [Schram 289]. Sebagai kebenaran ilmiah Marxisme tidak takut kritik apa pun” [ib.]. Ia memberikan beberapa butir bagaimana bisa dibedakan antara “bunga harum dan tumbuhan beracun” [Schram 290], seperti mendukung persatuan dan bukan perpecahan, mendukung pembangunan sosialisme, memperkuat “kediktatoran demokratis rakyat” [ib.], sentralisme demokratis dan kepemimpinan partai. Tetapi, petunjuk-petunjuk tentang pemikiran yang benar ini hanyalah formal. Enam tahun kemudian, dalam teks pendek “Dari manakah pemikiran manusia yang benar?”68 Mao menegaskan bahwa “pemikiran manusia yang benar hanya dapat berasal dari praksis sosial, …dari perjuangan kelas dan eksperimen ilmiah.” Dan ia melanjutkan bahwa “begitu gagasan-gagasan benar… merasuk ke dalam massa, gagasan-gagasan ini menjadi kekuatan material yang mengubah masyarakat dan dunia” [Mao 1963, 1]. Jadi Mao sekali lagi menegaskan bahwa

67

Teks dalam bahasa Jerman terdapat dalam Schram, 284–292. Kutipan-kutipan berikut adalah dari pidato Mao seperti dimuat dalam Schram.

68

Mao Zedong 1963, Woher kommt das richtige Denken der Menschen, Peking: Verlag für fremdsprachige Literatur.

Dari Mao ke Marcuse.indd 112

112

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

praksis adalah tolok ukur kebenaran gagasan-gagasan. Di halaman berikut ia menulis lebih gamblang: “Pada umumnya, yang benar adalah apa yang mencapai sukses, dan yang salah apa yang gagal.” Proletariat memahami dunia dengan “satu-satunya tujuan untuk mengubah dunia” [ib. 3]. Teks-teks ini memperlihatkan betapa Mao menolak segala pemapanan teori Marxisme-Leninisme maupun kedudukan partai. Meskipun pada 1957 dukungan terhadap kekuasaan partai merupakan kriteria “bunga harum”, akan tetapi dukungan ini kemudian dibatasi dengan ditambah ‘sejauh membawa sukses dalam perubahan revolusioner dunia’. Tetapi, apakah setiap perubahan yang didukung Partai Komunis adalah benar? Bukankah juga ada perubahan kontrarevolusioner? Jawabannya diberi Mao dengan ajarannya tentang ‘garis massa’.69 Kita bertolak dari apa yang sudah kita lihat menjadi inti pemikiran Mao Zedong: Pertama, bahwa praksis harus didahulukan terhadap teori, kedua bahwa kontradiksi-kontradiksi akan berlangsung terus, juga sesudah komunisme menang, dan ketiga, bahwa kontradiksi-kontradiksi itu sendiri tidak tetap, melainkan terus bergeser dan berubah arah terjangnya (kontradiksi samping dapat menjadi kontradiksi utama, dan sudut utama dapat menjadi sudut samping). Dari tiga anggapan dasar ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pandangan Mao Zedong tidak ada dogmatisme apa pun, kecuali dogmatisme

69

Uraian saya tentang garis massa banyak berutang dari tulisan I. Wibowo “Konsepsi Mao Zedong Tentang ‘Garis Massa’” yang merupakan skripsi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Wibowo 1983).

Dari Mao ke Marcuse.indd 113

113

11/18/2013 10:56:18 AM

D M   M 

perjuangan. Tetapi, itu juga berarti bahwa tidak mungkin teori menjadi ukuran terakhir bagi tepatnya sebuah strategi. Teori justru hanya benar sejauh membenarkan diri dalam praktik. Karena itu, konsepsi Mao Zedong memerlukan umpan balik dari ‘massa’, ia harus berorientasi pada ‘garis massa’.70 Apa yang dimaksud dengan ‘garis massa’? Paham ‘garis massa’ menjelaskan hubungan antara partai dan rakyat. Mao memahami hubungan itu sebagai kontradiksi. Partai komunis harus mengembangkan teori yang mendasarkan diri pada praksis konkret massa. Untuk itu, partai harus terjun ke massa, harus mengumpulkan pengalaman-pengalaman dan pendapat-pendapat massa, harus menganalisis bahan-bahan itu dengan teori Marxis dan merumuskannya dalam sebuah teori lebih umum yang kemudian kembali dimasukkan ke dalam tindakan praktis massa. Dalam praksis itulah akan kelihatan apakah teori benar atau salah. Teks kunci berbunyi begini: “Dalam seluruh pekerjaan praktis partai kita pimpinan yang benar selalu harus ‘menimba dari massa dan membawa ke dalam massa’, artinya: Pendapat-pendapat massa (pendapat masing-masing dan tidak sistematik) harus dikumpulkan dan dikonsentrasikan (dipelajari dan dialihkan ke dalam bentuk http://facebook.com/indonesiapustaka

terkonsentrasi dan sistematik) dan kemudian harus dibawa kembali ke dalam massa, dipropagandakan dan dijelaskan sampai betul-betul merasuk ke dalam massa, diperjuangkan

70

“Massa” adalah istilah khas Maois; Marxisme-Leninisme pada umumnya tidak bicara tentang “massa”, melainkan tentang “kelas-kelas tertindas” atau “proletariat”.

Dari Mao ke Marcuse.indd 114

114

11/18/2013 10:56:18 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong dan dilaksanakan oleh massa; [dan] dalam ini diperiksa melalui tindakan massa apakah pendapat-pendapat itu benar. Kemudian pendapat-pendapat massa harus dikumpulkan lagi dan sekali lagi dibawa ke dalam massa supaya massa melaksanakannya tanpa berhenti. Dan, begitu proses diteruskan tanpa akhir, dengan berputar tak putus-putusnya, sementara pendapat-pendapat itu setiap kali menjadi lebih benar, lebih hidup dan lebih kaya. Itulah teori pengetahuan Marxis” [AW

http://facebook.com/indonesiapustaka

III, 137 s.].

Masalah yang dibahas dalam teks ini adalah hubungan antara partai dan rakyat. Diandaikan bahwa partai memimpin rakyat. Jadi, teks ini juga mengatakan bagaimana pemimpin komunis harus menjalankan kepemimpinannya. Menurut John W. Lewis ada empat langkah yang disebutkan Mao, yaitu perception, summarization, authorization, dan implementation [dikutip dari Wibowo, 47]. Di tahap pertama partai harus “menimba dari massa”, jadi mengangkat apa yang dalam materi yang bersangkutan dirasakan, diharapkan, dan dibutuhkan dalam masyarakat. Jadi, jangan dibuat perintah apriori, dari atas. Partai, begitu sering ditegaskan Mao, tidak boleh meninggalkan massa. “Pada setiap pekerjaan yang dijalankan demi massa, kita harus bertolak dari kebutuhan massa dan bukan dari pelbagai keinginan pribadi betapa pun baik maksudnya” [AW III, 217]. Di tahap kedua, pendapat-pendapat dalam masyarakat harus disusun dalam sebuah laporan. Tahap ketiga—yang dalam kutipan di atas tidak dieksplisitkan, tetapi perlu agar seluruh proses tidak percuma—adalah penting: Apa yang dilaporkan harus dianalisis dari sudut teori Marxisme-Leninisme. Hasil analisis itu adalah

Dari Mao ke Marcuse.indd 115

115

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kebijaksanaan resmi partai yang lalu dikembalikan ke rakyat untuk dilaksanakan (tahap keempat). Akan tetapi, dengan demikian proses tidak selesai. Kebijaksanaan itu sekarang harus dicek apakah berhasil memecahkan masalah yang dihadapi, jadi apakah membuktikan diri benar dalam praksis massa atau tidak. Dan, proses itu berlangsung terus tanpa akhir. Kelihatan jelas bahwa konsep ‘garis massa’ merupakan implementasi paham Mao Zedong tentang hubungan antara teori dan praksis. Prioritas ada pada praksis. Praksislah yang menentukan apakah teori itu benar atau tidak. Sekarang tempat praksis dieksplisitkan: Praksis adalah kehidupan massa. Praksis itu harus dianalisis dan disaring oleh teori Marxisme-Leninisme yang kembali harus mengarahkan praksis, tetapi baru keberhasilan praksis menunjukkan apakah teori sudah tepat. Begitu pula paham-paham massa harus disaring dan dianalisis serta dinilai dan dibersihkan oleh partai, tentu dengan tolok ukur Marxisme-Leninisme, untuk kemudian dikembalikan ke masyarakat sebagai kebijakan yang sesuai dengan teori MarxismeLeninisme. Akan tetapi, kebijakan itu tidak dilaksanakan secara buta dan otoriter, melainkan harus terus dicek lagi, apakah memang sesuai, artinya, mendukung penyelesaian masalah, dan kalau tidak, proses itu dimulai lagi. Di sini sekali lagi kelihatan betapa Mao mencegah segala reiikasi kebijakan Marxis-Leninis. Betapa pun Marxisme-Leninisme menjadi pegangan partai dalam mengarahkan massa, selalu praksis yang menjadi tolok ukur apakah suatu kebijakan nyata-nyata memperlancar kehidupan sosialis masyarakat. Jadi, Mao mengandaikan bahwa teori bisa juga tidak benar apabila diterapkan pada praksis kehidupan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 116

116

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

Adalah cukup menarik untuk memperhatikan perbedaan konsepsi ‘garis massa’ Mao dengan konsepsi Lenin dan Stalin. Lenin dan Stalin juga memakai kata ‘massa’. Tetapi, mereka selalu mengembalikannya pada proletariat yang menjadi kelas yang memimpin kelas tani dan kelas borjuasi kecil. Massa pada mereka adalah proletariat dan kelas-kelas yang dipimpin olehnya. Mao Zedong tentu juga mempertahankan bahwa sosialisme diperjuangkan oleh proletariat. Sebagai orang komunis Mao tidak pernah meninggalkan cara bicara khas Marxisme-Leninisme. Akan tetapi, sudah sejak semula Mao sebenarnya berfokus pada ‘massa’ dalam arti massa rakyat kecil, khususnya di pedesaan. Wibowo memperlihatkan bahwa bagi Mao massa terdiri atas kaum tani, buruh, borjuasi kecil, dan prajurit [Wibowo 45]. Yang tidak termasuk adalah para tuan tanah dan kaum borjuis besar. Seperti dicatat oleh Schwarz [1958, 76, dikutip dari Wibowo 60], gaya Mao menulis adalah gaya narodnik (populis) Rusia. Bagi seorang populis, “keutamaan ditemukan dalam rakyat biasa yang merupakan mayoritas besar dan dalam tradisi-tradisi kolektif mereka” [Wibowo 61]. Sesuai dengan itu, nada tulisan Mao bersifat anti-kota, anti-birokrasi, dan antikaum intelektual dan proletariat industrial hanya disebut dalam rangka bahasa resmi Marxisme-Leninisme, tetapi tanpa hati. Tetapi, perbedaan dengan Lenin adalah lebih jauh. Schäfer mencatat bahwa “di Uni Soviet pun, baik di masa Stalin maupun Lenin, ada wacana memasukkan massa. Akan tetapi, peran massa dianggap jauh lebih pasif daripada oleh Mao dan partai komunis Cina.” Lenin dan teman-temannya menganggap para petani yang merupakan bagian besar rakyat Rusia sebagai kolot

Dari Mao ke Marcuse.indd 117

117

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dan bodoh, dibandingkan dengan proletariat. Sedangkan pengalaman Mao dan rekan-rekannya adalah bahwa mereka hanya dapat selamat dalam perang saudara dan melawan Jepang karena bergerak dalam massa petani “seperti ikan dalam air” [Schäfer 65]. Kalau pemikiran Soviet menekankan keterampilan organisatoris dan pengetahuan ilmiah, maka Mao menekankan semangat dan kreativitas massa [Schäfer ib.]. Dengan paham ‘garis massa’, epistemologi Mao Zedong menjadi runtut. Betul, bagi Mao pun teori Marxisme-Leninisme dan kepemimpinan partai komunis—sebagai partai yang mempunyai kompetensi tentang ideologi itu—menjadi pengarah segala perjuangan komunis. Akan tetapi, dalam praktik perjuangan revolusioner untuk membangun masyarakat sosialis, teori sebenarnya hanya berperan dalam kesatuan dengan praksis massa rakyat. Praksis itulah tolok ukur pertama dan terakhir. Dan, meskipun praksis itu selalu harus dianalisis, disaring, dan diarahkan oleh ideologi Marxisme-Leninisme, jadi oleh partai, akan tetapi hasil pengarahan itu pun kembali dicek dari praksis massa. Karena itu, masuk akal kalau Mao menegaskan bahwa Marxisme bisa dikritik. Kriteria kebenaran teori adalah suksesnya dalam perjuangan revolusioner, dan teori tidaklah lebih daripada sarana untuk secara dialektis memfokuskan pandangan massa yang cenderung tercecer. Teori tidak boleh begitu saja dipasang di atas massa. Kita bisa bicara tentang suatu élan re­ volusionaire rakyat. Élan itulah kriteria bagi tepatnya pemakaian teori. Maka muncul pertanyaan: Apa sebenarnya fungsi partai, apa sebenarnya fungsi teori dalam kerangka pemikiran Mao Zedong?

Dari Mao ke Marcuse.indd 118

118

11/18/2013 10:56:18 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

http://facebook.com/indonesiapustaka

7. Marxisme Mao Zedong Hanya lama-kelamaan peremehan partai tampak sebagai salah satu ciri khas pemikiran Mao Zedong. Peremehan itu mencapai puncaknya dalam Revolusi Kebudayaan yang untuk sebagian besar diarahkan melawan partai. Melawan pemapanan sistem dalam struktur kekuasaan partai Revolusi Kebudayaan menyalakan kembali semangat revolusioner orang-orang muda. Peremehan partai ini adalah implikasi logis empat unsur khas dalam pemikiran Mao Zedong yang telah kita lihat (cinaisasi Marxisme-Leninisme, prioritas praksis terhadap teori, kelenturan paham tentang kontradiksi dan garis massa), kalau tidak malah menjadi tujuannya sejak semula. Cinaisasi Marxisme-Leninisme dengan sendirinya berarti bahwa klaim kekuasaan mutlak partai kehilangan sebagian dasarnya. Dasarnya itu tentu, sesuai dengan Lenin, kompetensi mengenai teori Marxisme-Leninisme. Kalau Marxisme-Leninisme harus dicinaisasi dulu, harus disesuaikan dengan kondisikondisi Cina yang berbeda dari kondisi di Rusia 1917, padahal setiap penyesuaian membawa perubahan, revolusi sosialis Cina memasuki terra ignota, wilayah yang belum dikenal, di mana pemahaman tentang Marxisme-Leninisme tidak mencukupi. Prioritas praksis terhadap teori dan massa terhadap aparat partai menggariskan hal yang sama: Pemahaman sebagus-bagusnya tentang teori komunisme tidak cukup untuk memimpin massa, tidak cukup untuk mengetahui kebijakan mana yang harus diambil untuk mengatasi suatu masalah. Bisa saja jawaban yang seratus persen sesuai dengan “buku” tidak tepat atau

Dari Mao ke Marcuse.indd 119

119

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

salah. Kalau partai harus belajar dari massa, peran partai sudah direlatifkan. Bahwa Marxisme-Leninisme—yang tidak pernah dikritik oleh Mao Zedong—tidak mencukupi untuk mengantar Cina ke dalam sosialisme, itu terimplikasi dalam epistemologi dan ontologi dasar Mao, dalam pemikirannya tentang kontradiksi. Di situ ia paling jauh melampaui apa yang sebelumnya sudah ditulis Lenin. Dalam Marxisme-Leninisme selalu jelas mana kontradiksi utama dan mana sudut kontradiksi dominan. Begitu misalnya kontradiksi-kontradiksi dalam basis selalu lebih penting, atau bahkan menentukan, daripada kontradiksi-kontradiksi dalam bangunan atas politik dan ideologis. Begitu pula, kontradiksi antara para pemilik modal dan buruh merupakan kontradiksi paling utama. Sudut yang lebih penting adalah pihak yang semula ditindas karena akhirnya akan menang. Mengajar bahwa kontradiksi samping bisa berbalik menjadi kontradiksi utama, dan bahwa sudut sekunder dapat menjadi primer, dan itu secara mendadak, sesuai dengan perubahan situasi dalam negeri atau luar negeri, menggoncangkan seluruh ajaran itu. Begitu kita tidak dapat memastikan lagi, kontradiksi mana yang utama, teori Marxisme-Leninisme mogok memberikan bimbingan. Bukan Marxisme-Leninisme yang mengajar bahwa perlawanan terhadap Jepang harus didahulukan terhadap perang dengan Guomindang. Itu berarti bahwa kompetensi dalam memahami Marxisme-Leninisme tidak mencukupi untuk memimpin perjuangan kaum komunis. Yang kompeten bukanlah yang paling pandai membaca teori, melainkan yang secara pragmatis mampu memahami apa yang perlu dilakukan. Bukan

Dari Mao ke Marcuse.indd 120

120

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

sang ideolog, melainkan sang politisi cerdas, itulah yang dituntut. Belum tentu bahwa Lenin akan menolak paham ini. Lenin selalu berfokus pada hal-hal esensial: Bahwa revolusi dipimpin oleh partai komunis dan bahwa proletariat, sesudah menang, tidak melepaskan kekuasaannya. Pada era Lenin teori komunisme belum menjadi ideologi yang mematikan. ‘Leninisme’ sendiri baru ditemukan Stalin sesudah Lenin meninggal. Stalin pun dalam praktik akan memakai semua cara, sesuai atau tidak dengan teori komunisme, untuk mempertahankan kekuasaan di tangannya. Tetapi, justru demi tujuan itu Stalin memapankan ideologi komunisme menjadi Marxisme-Leninisme, sebuah ajaran baku yang mendasari segala usaha teoretis dan bahkan ilmiah, dan bagi Stalin dan partai komunis Uni Soviet menjadi sarana terpenting dalam melegitimasikan dan mempertahankan monopoli kekuasaan di tangan mereka. Pembakuan teori komunisme sebagai ‘Marxisme-Leninisme’ menghasilkan kemapanan total partai dalam semua aspek kehidupan sistem Soviet. Sebabnya, Mao Zedong justru tidak menghendaki pemapanan itu, ia merelatifkan sarana pemapanan itu yang paling ampuh, ideologi Marxisme-Leninisme. Empat unsur itu: cinaisasi Marxisme-Leninisme, prioritas praksis terhadap teori, kelenturan paham tentang kontradiksi dan garis massa, dengan demikian menjadi sarana amat hebat bagi Mao Zedong dalam usahanya untuk semakin tidak dikesampingkan oleh partai dan, kemudian, untuk membangun kekuasaannya berhadapan dengan partai yang, di bawah simbol Liu Shaoqi, selalu mau memagari dan menjinakkan Mao. Terhadap klaim hegemoni partai, Mao menempatkan ‘garis massa’. Massa adalah sumber kebijaksanaan dan keutamaan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 121

121

11/18/2013 10:56:18 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Dari massa partai harus belajar, praksis massa yang harus membenarkan, dan bisa juga memfalsiikasi teori. Tetapi, massa yang mana? Dan, apakah massa selalu betul? Mao sepintas tidak jelas mengenai hal ini. Ada teks-teks yang memberikan peran lebih besar kepada partai. “Sering terjadi bahwa massa secara objektif memerlukan reform­reform tertentu, tetapi belum memutuskan atau belum menginginkan pelaksanaan reform-reform itu. Itu berarti bahwa kita harus menunggu dengan sabar. Baru apabila, karena pekerjaan kita, mayoritas massa sudah menyadari kebutuhan tersebut, apabila mereka memutuskan dan sendiri menghendaki agar reform itu dilaksanakan, kita bisa memulai pekerjaan itu; kalau tidak, kita bisa lepas dari massa” [AW III, 217]. Di sini kita berhadapan dengan sosok khas teori Marxisme-Leninisme yang bicara tentang kebutuhan yang secara objektif sudah ada, tetapi belum disadari. Partai sudah mengetahui, tetapi diminta menunggu sampai massa sendiri sadar. Namun, paham kebutuhan objektif itu belum tentu berlawanan dengan pengertian ‘garis massa’. Karena, Mao melanjutkan: “Setiap kegiatan di mana massa perlu berpartisipasi, menjadi hal formal melulu apabila kesadaran dan kehendak massa tidak ada… Di sini ada dua prinsip: Yang pertama berbunyi: Perlu bertolak dari kebutuhan-kebutuhan nyata massa, tetapi bukan dari kebutuhan-kebutuhan yang kita bayangkan sendiri. Yang satunya mengatakan: Massa sendiri harus menghendakinya, keputusan harus diambil dari massa sendiri, tetapi bukan dari kita mewakili mereka” [ib.]. Tetapi, acuan pada massa tidak menjawab pertanyaan apa sajakah yang dikehendaki oleh massa menjadi normatif bagi

Dari Mao ke Marcuse.indd 122

122

11/18/2013 10:56:18 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

garis kebijakan yang mau diambil. Apabila Mao bicara tentang massa, ia tidak masuk ke pertanyaan ini. Ia bicara seakan-akan massa itu dengan sendirinya baik dan bijaksana, atau sekurangkurangnya revolusioner dan tidak kontrarevolusioner, meskipun dalam teks di atas Mao sudah bicara tentang ‘mayoritas massa’. Tetapi, dalam mulut Mao massa merupakan bintang yang cemerlang. Akan tetapi, dalam kenyataan kebijakan Mao sendiri tentu lain. Sejak dari pemantapan kekuasaannya di Yenan Mao terus-menerus mengadakan aksi pembersihan, tidak hanya dalam partai, tetapi juga dalam masyarakat. Sangat jelas bahwa Mao tidak pernah menganggap massa begitu saja menjadi sumber kebijakan revolusioner.

http://facebook.com/indonesiapustaka

8. Kehendak revolusioner Ajaran tentang ‘garis massa’ sekaligus merupakan inti paham Mao tentang kepemimpinan partai dan hubungannya dengan massa dan implikasi logis dari asumsi-asumsi dasar Mao.71 Wibowo menunjukkan tiga asumsi dasar dalam paham ‘garis massa’. Yang pertama adalah praksis ‘sebagai kriteria kebenaran’ yang telah kita lihat. Betapa pun penting kompetensi partai tentang teori revolusioner, akan tetapi yang menentukan adalah kecocokan sebuah kebijakan dalam praksis revolusioner massa. Maka partai harus bertolak dari massa dan bukan dari teori, dan sesudah pandangan-pandangan massa dikumpulkan dan dianalisis menurut Marxisme-Leninisme, dan partai, ka71

Dalam pasal ini saya mengikuti analisis Wibowo (Wibowo 56ss.).

Dari Mao ke Marcuse.indd 123

123

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

rena itu, memahami kebijakan mana yang perlu dijalankan, kebijakan itu harus membuktikan diri benar dalam praksis revolusioner massa. Implikasinya adalah jelas: Teori sendiri saja tidak mencukupi untuk menentukan kebijakan yang harus diambil partai. Asumsi kedua adalah ‘populisme’.72 Sejak semula Mao percaya pada rakyat sebagai sumber kebijaksanaan, keutamaan dan semangat revolusioner. Pada 1919 Mao sudah menulis bahwa bangsa Cina “memiliki tenaga raksasa yang tersembunyi” [lih. Wibowo 62]. Karena populismenya Mao memfokuskan perjuangan revolusionernya pada para petani. Sebaliknya, seperti ditunjuk Wibowo, Mao benci dengan kota dan yang khas baginya: Para birokrat, kaum intelektual, dan para ahli. Yang diandalkan Mao adalah massa rakyat kecil. Pada 1958 ia menulis: “Enam ratus juta penduduk Cina memiliki dua ciri khas yang menonjol: Mereka, pertama, miskin dan, kedua, polos. Orang miskin menghendaki perubahan, ingin melakukan banyak hal, menginginkan revolusi. Secarik kertas yang bersih tak berbercak, kata-kata yang paling baru dan paling indah dapat dituliskan di atasnya, lukisan yang terbaru dan terindah dapat

http://facebook.com/indonesiapustaka

dilukiskan di atas” [dalam Schram, 330].

Rupa-rupanya yang mengasyikkan Mao Zedong pada massa adalah semangat revolusioner alamiah pada mereka serta ke-

72

Populisme mengidentiikasikan “kehendak rakyat dengan moralitas dan keadilan. Ini berarti setiap kehendak rakyat itu baik dan setiap kehendak rakyat itu yang paling adil” (Wibowo, 61).

Dari Mao ke Marcuse.indd 124

124

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

polosan yang memungkinkan partai, atau Mao sendiri, mengarahkan mereka. Tetapi diarahkan ke mana? Di sini masuk asumsi yang ketiga dalam ajaran tentang ‘garis massa’. Yang menentukan bagi Mao adalah ‘kehendak revolusioner’. Mao adalah seorang voluntaris murni. Bagi Mao syarat-syarat objektif kalah terhadap syaratsyarat subjektif. Sejak semula Mao menegaskan peran tekad subjektif. Asal ada kemauan, rintangan apa pun dapat diatasi. Asal rakyat mau, pembangunan masyarakat baru akan terjadi. Di lain pihak, apabila massa loyo tanpa semangat, tak ada yang bisa tercapai. Revolusi harus didesak terus-menerus, tanpa menunggu matangnya syarat-syarat objektif. Pada 1958 Mao mengatakan: “Dalam berevolusi orang mesti menempanya selagi besi masih panas, revolusi yang susul-menyusul revolusi yang lain, revolusi mesti berjalan tanpa berselang” [dikutip dari Wibowo 68]. Karena itu Mao tidak pernah membiarkan rakyat menjadi tenang. Kampanye-kampanye yang saling menyusul perlu untuk terus-menerus memicu semangat massa. Karena itu, ajaran tentang ‘garis massa’ sendiri harus dimengerti secara dialektis. ‘Garis massa’ tidak berarti bahwa partai, atau Mao, harus membatasi diri pada apa yang ada dalam massa. Massa sendiri memerlukan katalisator. Di satu pihak, katalisator itu adalah partai yang mengajarkan teori Marxisme-Leninisme kepada rakyat. Di lain pihak, pimpinan komunis, ya Mao Zedong sendiri, terus-menerus memicu massa agar terbangun dari kemapanan dan kemalasan, agar kesadaran revolusioner mereka bisa bangkit yang lantas menjadi fokus bagi partai dan kepemimpinan untuk merumuskan kebijakan yang perlu. Massa

Dari Mao ke Marcuse.indd 125

125

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

sendiri bukannya selalu benar [Wibowo 81]. Karena itu kampanye ‘Seratus Bunga’ dihentikan waktu mengancam sistem komunis, dan revolusi kebudayaan dikompori untuk membersihkan rakyat dari ‘Empat Lama’ (adat lama, kebiasaan lama, kebudayaan lama, dan pikiran lama [bdk. Wibowo 74s.]). Jadi massa pun, kecondongan mereka, jelas bukan tolok ukur akhir bagi kebenaran revolusioner sebuah hasrat, sebuah pikiran, sebuah gerakan. Lalu apa kriteria kebenaran revolusioner? Mao Zedong sendiri tak pernah merasa terikat pada ‘garis massa’. Pada 1962, sesudah kegagalan ‘loncatan besar ke depan’, Mao mengutus sekretarisnya Tian Jiaying ke Hunan untuk menemukan apa yang benar-benar dipikirkan orang. Sesudah Tian melaporkan hasilnya Mao menjawab: “Tentu kita harus mengikuti garis massa, tetapi ada saat-saat di mana kita harus mengabaikan garis massa. Apabila misalnya massa menghendaki [seperti dilaporkan Tian, FMS] agar hasil panen dibagi atas dasar masing-masing rumah tangga, kita tidak dapat memperhatikannya” [Spence 213]. Jadi, Mao tidak setuju dengan harapan para petani di Hunan, maka ia mengabaikan ‘garis massa’ itu.73 Dengan lain kata, yang menetapkan apakah sebuah harapan atau rencana atau interpretasi atau gerakan adalah benar dan revolusioner tak lain Mao Zedong. Jadi, akhirnya yang menentukan adalah visi revolusioner Mao Zedong sendiri. Kriteria akhir kebenaran pikiran dan

73

Kebanyakan pemimpin komunis Cina lain, di antaranya Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping, mendukung harapan rakyat ini (Spence 206–213).

Dari Mao ke Marcuse.indd 126

126

11/18/2013 10:56:19 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

tindakan revolusioner adalah ‘kehendak’ Mao Zedong.74 Itulah logika prioritas praksis terhadap teori, kelenturan kontradiksikontradiksi yang tidak pernah dapat dipaku ke interpretasi tertentu, kritik Mao terhadap partai. Mao sendiri adalah hukum revolusi Cina, bahkan revolusi dunia. Logika itu mencapai puncaknya dalam revolusi kebudayaan di mana “pikiran-pikiran Mao merupakan prinsip pembimbing untuk seluruh kegiatan seluruh partai, seluruh tentara dan seluruh negara.”75 Dengan demikian, Marxisme yang pernah dipahami sebagai ajaran tentang hukum objektif revolusi sosialis sudah berubah menjadi voluntarisme murni, masalah kehendak revolusioner pemimpin yang berani untuk melaksanakannya.

9. Marxisme: Apa yang tinggal?

http://facebook.com/indonesiapustaka

Perjalanan panjang melalui dasar-dasar ‘pikiran-pikiran Marx’ membawa kita ke suatu kesimpulan yang barangkali mengejutkan: Betapa pun Mao Zedong yakin akan Marxisme dan ilsafat sejarahnya, yang akhirnya menentukan bagi Mao bukan

74

Secara tidak langsung Edgar Snow, pengagum berat dan polos Mao Zedong yang menciptakan mitos tentang “The Long March”, sudah menangkapnya pada 1937. Dalam Red Star Over China ia menulis penuh kekaguman: “Orang merasakan bahwa segala apa yang luar biasa pada orang itu tumbuh dari suatu kepastian yang angker dengannya ia merangkum dan mengungkapkan tuntutan-tuntutan jutaan orang Cina, para petani...” (Grimm 171).

75

Lin Biao dalam Kata Pengantar untuk edisi kedua Kata­kata Ketua Mao Tse­tung (= “Buku Kecil Merah”, kumpulan ucapan dan tulisan Mao Zedong yang menjadi pegangan garda-garda merah dalam revolusi kebudayaan, Mao 1967, 11).

Dari Mao ke Marcuse.indd 127

127

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

teori dan bukan kondisi-kondisi yang matang atau belum, melainkan hanya satu ini: Kehendak revolusioner, kehendak revolusioner Mao Zedong sendiri! Apakah itu berarti bahwa bagi Mao sosialisme, Marxisme, semangat rakyat, revolusi sebenarnya tak lain hanya sarana untuk memenuhi ambisi satu-satunya yang sejati: rasa lapar kuasa dan keenakan pribadi? Di mana lalu Mao tidak ragu-ragu mengorbankan apa pun yang menghalangi ambisinya itu: Para kontrarevolusioner, tetapi juga rakyat dan bahkan partai serta rekan-rekan seperjuangan? Kiranya pengartian ini (Jung/Haliday cenderung ke pendapat ini) terlalu sempit. Mao jelas brutal dan seorang egomaniak. Tetapi, ia juga seorang revolusioner yang terobsesi oleh suatu visi tentang Cina yang baru, bebas dari penindasan kekuatan-kekuatan luar, besar, sosialis, dan obsesi itu tidak diizinkan dihalangi oleh faktor apa pun, tidak oleh pertimbangan kemanusiaan, tidak oleh penderitaan rakyat, tidak oleh birokrasi partai. Sulit dibantah bahwa tanpa Mao Zedong Republik Rakyat Cina yang sekarang tidak akan ada. Yang di sini dipertanyakan adalah di mana Mao Zedong harus ditempatkan dalam medan ideologi Marxisme. Yang khas bagi Maoisme adalah “kaitan antara MarxismeLeninisme dan praksis revolusi Cina” [Grimm 95]. Sejak remaja Mao mencita-citakan revolusi Cina. Ia langsung tertarik pada Marxisme karena Marxisme merupakan teori revolusi yang paling terurai dan baru saja terbukti keampuhannya secara mengejutkan di Rusia. Maka, Mao menjadi seorang Marxis-Leninis sampai ke tulang sumsumnya. Sampai akhir hayat ia akan selalu memakai bahasa Marxis-Leninis, bahkan kalau kebijakan

Dari Mao ke Marcuse.indd 128

128

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

politiknya dalam kenyataan mengambil jalan sendiri. Karena revolusi yang menjadi tujuannya, teori tidak pernah dapat menghambat Mao dari melakukan apa yang dilihatnya perlu demi meneruskan revolusi. Dalam hal ini, Mao sebenarnya setia pada semangat Lenin. Lenin pada hakikatnya seorang pragmatis revolusi. Meskipun Lenin selalu menegaskan Marxis me sebagai pandangan ilmiah proletariat, tetapi dalam praktik revolusionernya ia menyingkirkan segala beban ilmiah kritik kapitalisme Marx. Lenin seorang politisi yang memakai kesempatan yang menawarkan diri. Begitu juga dengan Mao Zedong. Karena itu, ia sudah sejak dini mulai lebih mengandalkan revolusi di pedesaan daripada di perkotaan dengan berdasarkan proletariat. Tetapi, ia sedikit pun tidak secara naif percaya bahwa para petani bisa membuat revolusi. Sejak dini, dan dengan beralaskan pengalaman, Mao menyatakan percaya pada tentara. Tentara merah—yang memang bergerak di pedesaan dan hidup dari pedesaan—yang harus dan jadi memenangkan komunisme. Maka, kalau Mao menegaskan perlunya cinaisasi Marxisme Lenin tidak akan menentangnya. Istilah ‘cinaisasi’—karena berbunyi kurang luwes dalam bahasa Marxisme-Leninisme— kemudian tidak pernah dipakai lagi, akan tetapi cinaisasi Marxisme dilaksanakan. Dalam bahasa materialisme dialektis, cinaisasi adalah implikasi prioritas mutlak praksis terhadap teori. Pragmatisme perjuangan revolusioner yang mendapat pendasaran teoretis dalam ajaran Mao tentang kontradiksi yang amat luwes memungkinkan Mao untuk melegitimasikan segala pergeseran dalam strategi dan taktik perjuangan sebagai MarxisLeninis. Seperti Lenin, Mao adalah seorang politisi. Ia tidak

Dari Mao ke Marcuse.indd 129

129

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

pernah memberi perhatian pada ‘kondisi ekonomis objektif’ yang memainkan peran sedemikian penting dalam ulasan-ulasan Marxisme ortodoks. Bukannya revolusi tergantung dari kondisi-kondisi objektif, melainkan revolusi menciptakan kondisi-kondisi objektif. Mao berpisah dari Lenin di mana ia memprioritaskan peranan massa. Lenin adalah seorang teknokrat kekuasaan. Sesudah partai merebut kekuasaan, partai menciptakan komunisme dari atas melalui tindakan administratif. Lenin dan komunisme Soviet sangat percaya pada teknologi dan pada peran industri berat dalam menciptakan komunisme. Karena itu, dalam komunisme Soviet kaum teknokrat diberi tempat penting. Tetapi, bagi Mao semuanya terlalu lambat. Loncatan-loncatan raksasa rakyat Cina ke depan bisa dilakukan semata-mata karena semangat massa. Mao tidak percaya pada teknik dan organisasi— meskipun organisasi partai selalu diandaikan sebagai pemegang kekuasaan—melainkan pada kehendak revolusioner massa. Bukan rasionalitas, melainkan perjuangan, bukan elite teknokrat dan para ahli—yang dibenci oleh Mao—melainkan massa yang bisa memindahkan gunung. “Kepercayaan ke dalam moralitas, kreativitas dan kemahakuasaan massa meresapi tulisantulisan Mao” [Opitz 1972, 21]. Apa yang mau dilaksanakan massa akan terlaksana. Akan tetapi, kepercayaan pada daya revolusioner massa tidak berarti bahwa Mao begitu saja akan mengikuti kemauan massa. Massa Mao bukan orang-orang nyata yang bisa ditemukan di desa-desa dan kota-kota Cina, melainkan sebuah realitas mitis, massa sebagaimana “seharusnya”, massa yang ideal.

Dari Mao ke Marcuse.indd 130

130

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

Orang-orang Cina nyata justru masih harus dididik untuk menjadi massa yang dimaksud Mao pada 1968 itu. Manusia baru yang bebas dari cinta diri, korupsi, dan sikap-sikap asosial justru masih harus diciptakan. Untuk itu, Mao meluncurkan kampanye-kampanye yang tidak pernah membiarkan orangorang membangun sarang yang akrab. Lenin pun tahu bahwa proletariat hanya bisa dibebaskan dari sikap-sikap kapitalistik oleh kediktatoran partai “tanpa ampun”. Tetapi, Mao mau lebih jauh. Mao rupa-rupanya tidak pernah percaya seperti Lenin bahwa partai merupakan penjelmaan kesadaran proletar yang benar [bdk. Opitz 1972, 21]. Mao mencurigai kecondongan-kecondongan birokratis-reaksioner partai. Maka ia pun akan mengocok kembali partai dalam revolusi kebudayaan. Akhirnya, sebagaimana telah kita lihat, hanya kehendak dan visi Mao Zedong sendiri yang menunjukkan arah revolusi. Maka seluruh visi Mao tentang “massa” yang suci-murni tak lain sebuah kamulase, disadari Mao atau tidak, untuk membenarkan bahwa ia, Mao Zedong, adalah satu-satunya orang yang dapat memimpin revolusi. Baik teror terhadap rakyat yang diklaim dicintainya, maupun kultus personalitas Mao yang mencapai puncak absurd dalam revolusi kebudayaan bukanlah sebuah aberasi, melainkan konsekuensi logis komunisme sebagaimana dipahami Mao Zedong.76 76

Dalam partai komunis Cina, Mao Zedong cukup sendirian dengan konsepsinya itu. Tentu ada para penjilat seperti Linbiao dan para kuli seperti Chou En-lai. Tetapi, main stream PKT mengikuti paham Soviet. Karena itu, sesudah kematian Mao Zedong, Deng Xiaoping dengan mudah dapat membalik kemudi ke arah pragmatisme yang, lain daripada pragmatisme Gorbachev, berhasil menstabilkan Cina dan kekuasaan partai.

Dari Mao ke Marcuse.indd 131

131

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Pada Mao Zedong kita menyaksikan nasib Marxisme di abad ke-20. Marxisme sebenarnya sebuah teori sejarah dan perkembangan masyarakat yang canggih, yang puncak ilmiahnya adalah analisis terhadap dinamika internal kapitalisme dalam ‘kapital’. Hasil analisis itu adalah bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomis-sosial yang tidak stabil, yang mengandung benih-benih pendestruksiannya sendiri. Destruksi itu akan dieksekusi oleh proletariat yang dibesarkan oleh kapitalisme sendiri. Revolusi sosial merupakan hukuman mati bagi kapitalisme yang sudah menghabiskan semua kemungkinannya. Pandangan itu mendasari perjuangan partai-partai buruh besar Eropa di akhir abad-19 dan permulaan abad ke-20. Tetapi, sejarah berjalan lain. Sebagai teori ilmiah, Marxisme menginspirasikan pemikiran canggih dan kompleks di abad kedua puluh, tetapi akhirnya gagal. Kapitalisme tidak berkembang sebagaimana diperkirakan Marx. Akan tetapi, sebagai ideologi revolusi sosialis, Marxisme berhasil; Apakah Lenin dengan kaum Bolsheviki di Rusia, Ho Chi Minh dan kaum komunis Vietnam, Fidel Castro di Kuba dan Polpot di Kamboja, dan tentu kaum komunis di Cina: Marxisme menjadi ideologi ampuh justru di negara-negara yang menurut Marxisme sendiri sama sekali tidak siap untuk sosialisme. Akan tetapi, kemenangan kaum revolusioner sosial radikal dibayar mahal. Karena kondisi-kondisi objektif tidak pernah mendukung, tanpa kecuali rezim-rezim komunis, sesudah berkuasa, harus mendirikan kediktatoran proletariat dalam bentuk totaliterisme kekuasaan partai yang menciptakan sosialisme dengan kebrutalan tanpa tanding dalam sejarah umat manusia.

Dari Mao ke Marcuse.indd 132

132

11/18/2013 10:56:19 AM

Pikiran-Pikiran Mao Zedong

http://facebook.com/indonesiapustaka

Korban tidak pernah dihitung. Dan, itu berarti, manusia tidak pernah dihitung. Yang penting semata-mata sistem kekuasaan total di tangan partai. Hanya penindasan tanpa ampun yang memungkinkan penciptaan masyarakat sosialis. Tetapi, karena itulah kemudian tidak ada negara komunis yang berhasil membangun masyarakat sipil. Karena itu, komunisme akhirnya ambruk bak rumah yang dimakan rayap. Hanya Cina, Vietnam, dan Laos yang berhasil menyelamatkan kediktatoran partai dan sekaligus mulai menciptakan kemakmuran bagi rakyat mereka—dengan membuka pintu lebar-lebar ke kapitalisme! Betapa ironisnya. Maka Mao bukan sebuah kekecualian, melainkan puncak perkembangan Marxisme: Tetek-bengek ilmiah Marxisme tenggelam sama sekali, yang tinggal adalah sebuah élan revolusioner di mana, di Cina, kehendak satu orang, Mao Zedong, menjadi hukum sebuah revolusi yang tak ada habishabisnya. Dari sebuah teori ilmiah Marxisme menjadi sebuah mitos. Dan, karena realisasi mitos itu semata-mata berdasarkan paksaan, mitos ini akhirnya mulai menguap.

Dari Mao ke Marcuse.indd 133

133

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 134

11/18/2013 10:56:19 AM

Bab 4 ernst BLoCH: HaraPan atas ManUsIaYang-BeLUM

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Pada 1949 Ernst Bloch pulang ke Eropa. Meskipun ia tak pernah menjadi anggota partai komunis, namun ia menunjukkan dukungan terhadap komunisme dengan memilih Jerman Timur sebagai tempat tinggalnya dan menjadi guru besar di Leipzig. Ia menerima pelbagai penghargaan dan tanda penghormatan dari rezim komunis Jerman Timur. Akan tetapi, semakin lama rezim komunis semakin bingung. Filsafat Bloch sedemikian berbeda dari Marxisme-Leninisme resmi yang diajarkan di Jerman Timur. Bloch bicara tentang utopi, tentang cita-cita manusia “yang belum”, memandang agama-agama sebagai pem-

Dari Mao ke Marcuse.indd 135

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

bawa obor harapan manusia akan masa depan lebih baik dan mengajarkan suatu materialisme yang terasa lebih dekat dengan naturalisme mistik Giordano Bruno daripada dengan pandangan dunia ilmiah proletariat. Pada 1956 beberapa murid Bloch ditahan atas tuduhan revisionisme dan setahun kemudian Bloch sendiri dilarang mengajar. Dan, waktu Bloch pada 1961 tidak pulang lagi dari kunjungan ke Jerman Barat, rezim komunis Jerman Timur di hati kecil malah merasa lega bahwa mereka bebas dari kutu dalam bulu Marxisme-Leninisme itu. Sampai hari ini sikap terhadap Bloch tak menentu antara cemooh keras (Kolakowski: “guru sikap tak bertanggung jawab intelektual” dan “ilsafat tanpa isi” [Kolakowski III, 484 s.]) dan rasa terpesona (Jürgen Rühle: “kekayaan dan keberanian pikirannya, kepenuhan kebijaksanaan”77). Bloch memakai bahasa, bahasa Jerman, penuh neo-logisme “yang sulit dicernakan oleh orang yang tidak akrab dengan keanehan-keanehan kejermanan yang berilsafat” [Kolakowski III, 459]. Bagi penulis, membaca Bloch itu mengejutkan, mengasyikkan, dan mengherankan. Bloch adalah pemikir yang merangsang persetujuan maupun penolakan, tetapi justru karena rangsangan itu ilsafatnya berarti. Bloch juga tidak mudah disistemasisasikan. Tidak ada sistem, tak pernah ada pertanggungjawaban metodis atau argumentatif. Seperti Nietzsche, Bloch menyatakan pendapatnya begitu saja, tanpa sedikit pun mencoba untuk mengemukakan pertimbangan pro dan kontra. Namun, dalam memukul ke kiri 77

Di sampul belakang Bloch 1967b.

Dari Mao ke Marcuse.indd 136

136

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

ke kanan, ke depan dan ke belakang, pemikiran Bloch amat berfokus, berfokus pada sesuatu yang disebutnya dengan istilahistilah seperti ‘Yang-Belum’, ‘utopi’, ‘harapan’, atau ‘kerajaan Allah’. Maka tidak mungkin ilsafat Bloch dijelaskan bidang demi bidang. Berikut ini, sesudah sajian riwayat hidup Bloch, saya memperkenalkan pembaca dulu dengan istilah-istilah dan pola-pola berpikir khasnya, kemudian membahas inti pemikirannya, yaitu tentang utopi, khususnya bagaimana terungkap dalam agama, lalu menempatkan Bloch ke dalam kerangka teori Marxisme untuk akhirnya mengajukan beberapa pertanyaan.

http://facebook.com/indonesiapustaka

2. Riwayat hidup Ernst Bloch Ernst Bloch lahir pada 1885 di Ludwigshafen, Jerman. Di gimnasium, dan melawan orangtua yang borjuis, ia mulai membaca Vorwärts, koran Partai Sosialdemokrat. Ia benci dengan sekolah dan menganggap gimnasium sebagai “sembilan tahun penjara”. Sesudah lulus gimnasium ia studi Germanistik, Filsafat, Fisika, dan Musik. Pada 1908 ia dipromosikan menjadi doktor ilsafat dengan disertasi tentang Rickert. Karena menentang perang dunia (pertama) ia pindah ke Swiss pada 1917. Pada 1918 terbit bukunya yang pertama, Geist der Utopie (“Roh Utopia”). Ia kembali ke Jerman. Ia menentang aliran Neo-Kantianisme yang menguasai ilsafat pada permulaan abad ke-20 di Jerman dan membaca Fichte, Schelling, dan Hegel. Schelling tua sangat mengesan padanya. Selain Hegel ia sangat terpengaruh oleh ilosof mistik Jerman Jakob Böhme. Ia bertukar pikiran

Dari Mao ke Marcuse.indd 137

137

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dengan Benjamin, Kracauer, Adorno, Klemperer, Brecht, dan Weill. Penting baginya adalah persahabatan dekat dengan Georg Lukács. Pada 1921 terbit “Thomas Münzer”; pada 1930, Spuren (“Jejak”). Pada 1933, sesudah Adolf Hitler menjadi perdana menteri di Jerman, ia sekali lagi pindah ke Swiss. Setahun kemudian ia diusir dan pindah ke Wiena. Pada 1935 ia ke Paris. Di tahun itu terbit Erbschaft dieser Zeit (“Warisan Zaman Ini”). Ia menyatakan dukungannya pada Uni Soviet dan Stalin yang pada waktu itu melakukan pembersihan besarbesaran terhadap partai komunis. Pada 1936 ia pindah ke Praha. Pada 1938, sesudah Jerman menduduki Cekoslovakia, ia pindah ke Amerika Serikat. Dari 1938 sampai 1947 ia menulis buku utamanya, Prinzip Hoffnung (“Prinsip Harapan”), yang jilid pertamanya terbit pada 1953 di Jerman Timur. Pada 1949 terbit “Subjek-Objek, Catatan Sekitar Hegel”. Ia pindah ke Leipzig di Jerman Timur dan diangkat menjadi guru besar di universitas. Segera ia mengritik birokrasi partai: “Revolusi Oktober sosialis pasti tidak dimaksud untuk menarik kembali hak-hak demokratis Revolusi Prancis yang terasa dalam seluruh dunia Barat, daripada diperjuangkan konsekuensinya yang sudah dialihkan fungsinya” [lih. Horster, 23]. Pada 1954 dan 1955 terbit jilid pertama dan kedua “Prinsip Harapan”. Pada 1955 ia menerima hadiah nasional Republik Demokratik Jerman (RDJ), bintang ‘Tanda Jasa Tanah Air’ dan menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Jerman (Timur). Namun, pada 1957, ia dipensiun dan dilarang mengajar maupun berpublikasi. Pada 1961 ia berkunjung ke Jerman Barat. Pada waktu itu tembok Berlin dibangun. Bloch tidak lagi kembali ke RDJ. Ia

Dari Mao ke Marcuse.indd 138

138

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

menjadi guru besar tamu di Tübingen. Terbit “Hukum Kodrat dan Martabat Manusia” (Naturrecht und menschliche Würde). Buku-buku lain yang kemudian terbit adalah antara lain “Karangan-karangan Sastra”, “Ateisme dalam Agama Kristiani”, “Karangan-karangan Filosois”, “Ukuran-ukuran Politis”, “Masalah Materialisme”, Experimentum Mundi (“Eksperimen Dunia”), “Dunia-dunia Tengah dalam Sejarah Filsafat”, “Tendensi-Latensi-Utopia”. Pada 1967 Bloch menerima hadiah perdamaian Perdagangan Buku Jerman. Pada 1969 ia menerima gelar doktor kehormatan dari universitas Zagreb dan pada 1975 dari universitas Sorbonne and Tübingen. Pada 1977 ia meninggal di Tübingen.

http://facebook.com/indonesiapustaka

3. Ontologi dari Yang-Belum Ada suatu kenyataan menarik. Meskipun sepuluh tahun sesudah peristiwa yang disebut reformasi banyak orang Indonesia tetap merasa terpuruk, namun mereka tetap berharap bahwa situasi akan membaik. Kita bisa bertanya: Apa yang mendorong manusia untuk tetap berharap meskipun situasinya kelihatan tanpa harapan? Pertanyaan yang oleh ilsafat jarang dibahas ini menjadi inti seluruh karya Ernst Bloch. Bloch menelusuri segala macam kejadian dan pikiran yang menunjukkan bahwa kerinduan akan kehidupan yang lebih baik merupakan motivasi manusia dalam berusaha terus. “Penggambaran pelbagai bentuk ungkapan harapan atas keadaan sosial dan politis yang tidak lagi terasing merupakan penyebut umum persekutuan karya Bloch” [Horster 1995, 115].

Dari Mao ke Marcuse.indd 139

139

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

Pendekatan Bloch bukan hanya tidak biasa. Bahasanya pun sangat khas. Tanpa ragu-ragu Bloch membentuk kata-kata yang dalam bahasa Jerman belum ada dan memakai kata-kata yang ada dalam suatu kaitan kalimat yang sama sekali tidak biasa. Kekhasan Bloch itu akan kelihatan hampir dalam semua kutipan terjemahan dari bahasa Jerman. Dalam bagian ini saya memperkenalkan pembaca dengan beberapa istilah dan paham utama Bloch yang sekaligus akan membuka kerangka ontologis pemikirannya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Yang-Belum Bagi manusia (dan ilosof) biasa sesuatu yang belum ada ya belum ada, sudah. Tetapi kenyataan tidak sesederhana itu. Bloch menunjuk pada rasa lapar, “dasar segala dorongan lain” [1967b78, 35]. Rasa lapar mencakup bahwa kita tertarik oleh sesuatu yang belum ada. Kok bisa! Dan, makin kita lapar makin seluruh perhatian dan kegiatan kita akan diarahkan ke makanan, Yang-Belum (das Noch­Nicht) itu. Dalam bahasa Bloch: “Rasa lapar menjadi tenaga produktif di sebuah garis depan dunia yang belum jadi, yang selalu muncul lagi” [1967b,47]. Rasa lapar mendorong manusia untuk berusaha, dan usaha itu adalah ‘garis depan dunia yang belum jadi’ karena dalam usaha itu selalu kita terus mewujudkan dunia, terus, karena rasa lapar selalu muncul lagi. 78

Ernst Bloch 1967b, Auswahl aus seinen Schriften, zusammengestellt und eingeleitet von Hans Heinz Holz, Frankfurt a.M./Hamburg: Fischer Bücherei.

Dari Mao ke Marcuse.indd 140

140

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

Yang-Belum dengan demikian bukan sesuatu yang sama sekali kosong. Yang-Belum sekarang memang “tidak” ada, tetapi ‘Yang-Tidak’ itu (das Nicht) kita rasakan sebagai kekurangan, maka ‘Yang-Tidak’ adalah ‘Yang-Belum’ dan itu berarti: “ada masa depan yang masuk ke dalam fantasi saya” [1967b,41]. Maka Yang-Belum merupakan kategori yang penting. YangBelum menunjuk ke “tendensi dalam proses material, sebagai asal-usul yang mengerjakan diri ke luar, yang condong ke manifestasi isinya” [1967b,47]. Yang belum ada ‘mau’ ada, ‘mau’ menjadi nyata. Bloch merumuskan hubungan ini dengan ekuasi “S belum P, subjek belum mewujudkan predikat” [II, 47]. Subjek, realitas yang ada, belum menjadi dirinya sendiri yang sebenarnya, sama seperti seseorang pada saat tertentu belum merupakan dirinya sepenuhnya karena ia masih harus berkembang, masih akan mengalami perubahan, masih belum matang. ‘Eksistensi’ sesuatu pada saat tertentu belum menghabiskan seluruh ‘hakikatnya’. Keseluruhan kemungkinan dari sesuatu selalu melampaui kenyataannya di saat tertentu. Atau, sesuatu tak pernah sudah selesai, tak pernah utuh lengkap habis. Bahwa ada sesuatu yang belum menghabiskan apa-nya sesuatu itu. Bloch juga bicara tentang ‘latensi’ dan ‘tendensi’. Latensi (dari kata Latin ‘latere’, bersembunyi) adalah realitas Yang-Belum, jadi yang memang belum ada, tetapi mungkin ada dan karena itu sebagai kemungkinan real sudah tersembunyi di masa depan. ‘Tendensi’ atau ‘kecondongan’ adalah desakan realitas untuk melahirkan dan menjadikan nyata apa yang masih sebagai ‘latensi’ itu. “Inti atau hakikat adalah apa yang belum

Dari Mao ke Marcuse.indd 141

141

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

ada, yang dalam pusat segala realitas mendorong ke diri sendiri, yang dalam tendensi-latensi proses menunggu genesisnya; inti itu sendiri baru merupakan—harapan yang mempunyai dasar, objektif-nyata” [1967b, 172].

http://facebook.com/indonesiapustaka

Yang-Belum-Disadari Terhadap tendensi dalam realitas ada padanannya dalam kesadaran manusia. Bloch bicara tentang Yang-Belum-Disadari (das Noch­Nicht­Bewußte). Banyak hal tidak disadari oleh manusia. Namun, Yang-Belum-Disadari adalah Yang-Belum yang sudah mendesak untuk menyatakan diri. Maka Yang-Belum-Disadari adalah tak lain kehadiran dari Yang-Belum. Yang-Belum-Disadari bukan sama sekali belum disadari, melainkan seperti kalau kita dengan sorotan senter melihat sesuatu dengan tajam, maka di pinggiran wilayah yang tersinari, sudah dalam kegelapan, kita masih merasakan adanya sesuatu yang sebentar lagi akan kita soroti. Bahwa sesuatu belum disadari ‘adalah karena kondisi-kondisi perealisasian’ dari Yang-Belum belum matang. “Demikian Yang-Belum-Disadari hanyalah apa yang sudah diketahui sebelumnya dari yang akan datang, tempat kelahiran psikis realitas baru... Yang-Belum-Disadari terisi sebagai cara sesuatu yang sedang mendekat diisi; [dan] yang dicium oleh subjek (Yang-Belum-Disadari itu, FMS) bukannya bau kelder kumuh melainkan [harum] udara segar pagi hari” [lih. Horster 1991, 53].

Dari Mao ke Marcuse.indd 142

142

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

http://facebook.com/indonesiapustaka

Novum Bloch menegaskan berulang kali bahwa Yang-Belum, Yang-Belum-Disadari, adalah sebuah novum, sesuatu yang sama sekali ‘baru’. Hanya karena Yang-Belum adalah baru kita dapat mengharapkannya. Yang akan datang betul-betul belum ada, maka merupakan sesuatu yang baru. Karena itu, Bloch sangat tegas menolak dua pengertian mengenai masa depan. Tidak ada realitas transenden, Tuhan, daripadanya yang baru datang. Yang baru adalah seluruhnya dalam dan dari dunia ini. Harapan manusia hanyalah mungkin sebagai “transcendere (melampaui) yang sama sekali tanpa transendensi, ya, betul-betul, sebagai novum sejati, tanpa adanya transendensi sama sekali” [1967b, 64]. Dan, Yang-Belum tidak boleh dipahami sebagai anamnesis, sebagai sesuatu yang diingat menurut pola Plato. Bloch menjelaskannya dengan contoh sederhana: “Apabila kita mengikuti jalan dan sudah tahu bahwa setelah tiga perempat jam akan ada warung kopi, maka itulah Yang-Belum. Akan tetapi, di jalan yang kita ikuti di dunia gawat ini warung kopi… bahkan belum dibangun, warung itu masih harus dikeluarkan ke kenyataan dari keadaan yang hanya mungkin, harus dibangun, harus diselesaikan” [1967b, 51]. Jadi, yang belum ada dan mau datang memang belum ada sama sekali. Dengan demikian, Bloch menentang pengertian sekian ilosof, dipimpin oleh Plato, bahwa realitas yang baik harus berorientasi pada ide-ide abadi. Menurut Plato manusia akan tahu bagaimana ia harus hidup dan membangun masyarakat apabila ia “ingat” akan idea-idea yang

Dari Mao ke Marcuse.indd 143

143

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

pernah dilihat jiwanya waktu belum terjun ke dalam materi. Dengan demikian, sesuatu yang betul-betul baru merupakan ilusi. Melawan paham anamnesis Bloch menegaskan bahwa yang baru bukan ingatan akan yang abadi.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Materi Mari kita sebentar melihat kembali di mana kita berdiri agar kekhasan pemikiran Bloch tidak luput dari perhatian kita. Bukan bahwa Bloch bicara tentang Yang-Belum dan Yang-Belum-Disadari itu sendiri yang paling mengherankan—meskipun di situ ia sudah menjelajahi lorong-lorong pemikiran yang pada umumnya dikesampingkan oleh para ilosof. Yang khas bagi Bloch adalah bahwa Yang-Belum bukan hanya sebuah kategori pemikiran—yang belum ada adalah yang belum kita ketahui,— melainkan sebuah realitas. Menurut Bloch, Yang-Belum adalah nyata, memang nyata sebagai sesuatu yang belum ada. Tetapi, bukan sesuatu yang sama sekali belum ada, yang masih kosong blong. Jadi, realitas secara nyata membawa tendensi dalam dirinya sendiri. Nah, realitas itu apa? Realitas itu bagi Bloch bukan hanya manusia yang mimpi dan berkhayal, melainkan materi sendiri. Materi, alam yang bukan hanya faktisitas. Materi memuat dinamika ke yang baru, lebih utuh, lebih sempurna. Bloch menegaskan bahwa dinamika itu jangan dipahami semata-mata mekanis. Mekanis dalam arti sekadar pelanjutan dan perealisasian potensi yang melalui hukum alam sudah secara pasti tertanam di dalamnya, seperti segala gerak-gerik mengejutkan

Dari Mao ke Marcuse.indd 144

144

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

sebuah arloji canggih sebenarnya tidak membawa sesuatu yang baru sama sekali, melainkan hanya menguraikan apa yang pada permulaan sudah dipasang di dalamnya. Bloch menolak pengertian sempit itu sebagai “materialisme ke belakang yang pada hakikatnya hanya diturunkan secara analitis” [1967b, 58]. Yang dimaksud Bloch adalah “sebuah materialisme terbuka, ke depan” [ib.]. Materi melahirkan yang betul-betul baru, mempunyai tendensi-tendensi menciptakan yang baru. Tak salah, Bloch berjalan di permukaan es yang tipis. Hans Heinz Holz yang mengedit sebuah seleksi tulisan Bloch mencatat dengan kering bahwa “di situ Bloch paling jauh dari pengertian diri ilmu-ilmu modern” [dalam Bloch 1967b, 26]. Bagi ilmu pengetahuan modern materi adalah sesuatu yang seratus persen deskriptif. Tak ada ‘tendensi-tendensi misterius’, tak ada entelekhi (keterarahan pada tujuan internal menurut Aristoteles). Tetapi, justru itulah paham materi Bloch. Materi adalah penuh potensialitas nyata ke arah diri yang sebenarnya. Maka Bloch menolak pendeinisian materi “sebagai balok mekanis” [ib.]. Materi juga memuat, mengikuti deinisi Aristoteles, “yangberada-secara-mungkin” (Aristoteles: dynamei on), sebagai “substrat kemungkinan proses dialektis. Ada fermentasi... dalam ketiadaan, Yang-Belum melahirkan diri, membawa, mengisi dan mencakup segala-galanya, jadi juga dirinya sendiri” [1967b,59]. Bloch sendiri melihat diri dalam satu deretan dengan para ilosof pra-Sokratik, Aristoteles, Ibn Sina, Ibn Rushd, dengan paham mistik Renaisans tentang materi, materi sebagai natura naturan maupun naturata (alam yang menciptakan alam maupun yang diciptakan), dan dengan Giordano Bruno [1967b,

Dari Mao ke Marcuse.indd 145

145

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

56 dan 59]. Bagi Bloch tidak ada pertentangan antara materi mati, materi hayati, dan materi intelektual (manusia). “Materi ada dalam gerakan karena, dalam kemungkinannya yang terbuka bagi dirinya sendiri, ia merupakan realitas yang belum lahir, dan materi tidak pasif seperti lilin, melainkan bergerak dengan membentuk diri sendiri, mengembangkan diri sendiri. Dan, di dalamnya roh bukanlah truf yang melawan [materi], di dalamnya ia menguap, yang selalu dipikirkan sebagai balok yang tidak dapat diperbaiki, melainkan [materi adalah] kembangnya sendiri, ia tidak jatuh dari akarnya atau ke luar daripadanya” [lih. Horster 1991, 78]. Maka “materi belum selesai, jadi materi adalah materi ke depan, terbuka, yang masih mempunyai karier di depannya, di dalamnya kita manusia tercakup juga, materi adalah substansi dunia. Dunia merupakan eksperimen dan diadakan oleh materi melalui kita dengan dirinya sendiri” [lih. Horster 1991, 81]. Dan, Bloch merangkum: “Juga materia anorganis, bukan hanya sejarah manusia, mempunyai utopinya, dan alam yang dikatakan mati ini bukanlah mayat, melainkan ruang penyinaran dan sosok-sosok yang substansinya baru sedang membentuk diri” [1967b, 60]. Jadi, alamnya Bloch lebih daripada materi mati kaku, materi tipe ‘balok mekanis’. Alam memang materi, semula hanya materi, tetapi materi itu mempunyai kekuatan-kekuatan yang akan melahirkan segala kekayaan realitas. Para pengikut ‘hipotesa Gaya’—bumi sendiri adalah makhluk hidup—dan prinsip antropis kuat—materi, karena dinamika internal, berkembang ke arah manusia—dekat dengan cara berpikir Bloch.

Dari Mao ke Marcuse.indd 146

146

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

http://facebook.com/indonesiapustaka

Rangkuman Mari kita rangkum benang-benang ‘ontologi dari Yang-Belum’ Ernst Bloch. Yang membedakan Bloch dari ilosof-ilosof lain adalah bahwa bagi mereka sesuatu yang belum terjadi begitu saja belum ada, belum merupakan realitas, dan karena itu tidak perlu diperhitungkan. Yang-Belum tentu ada di dalam pikiran dan khayalan manusia sebagai sesuatu yang diinginkan, diharapkan, dikhawatirkan, dan sebagainya, dan sebagai itu dapat mengarahkan tindakan. Tetapi, bagi Bloch Yang-Belum sendiri memiliki dinamika, mendorong dan mendesak untuk menjadi nyata. Yang-Belum adalah tendensi nyata, meskipun tersembunyi (latensi), dalam realitas, dalam alam, dalam materi untuk dari kemungkinan menjadi kenyataan. Jadi, sebuah tendensi mirip dengan entelekhi-nya Aristoteles yang merupakan kekuatan dalam segala apa yang ada untuk mencapai kepenuhan hakikatnya. Bisa dibandingkan dengan realitas organisme yang memang mempunyai tendensi itu, sehingga, sesudah lahir, organisme terus berkembang mau menjadi dirinya yang sebenarnya. Bagi Bloch, itu berlaku bagi seluruh realitas, justru juga bagi ‘materi mati’. Bloch menyadari bahwa pandangannya tidak sesuai dengan pendekatan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu alam melihat materi secara murni faktual yang kalau pun ada “perkembangan”, seperti gunung Merapi “berkembang” akan meletus, namun perkembangan ini hanya menguraikan sesuatu yang sudah terpasang kausalitasnya. Bloch justru mengkritik paham materi sebagai ‘balok mekanis’ sebagai tidak memadai. Bagi Bloch materi lebih mirip dengan biji beras yang memuat

Dari Mao ke Marcuse.indd 147

147

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

tendensi untuk tumbuh batang padi daripada dengan jam tangan Rolex yang, meskipun memiliki gerak-gerak yang canggih—pelbagai jarum, lengkap dengan tanggal, fase-fase bulan dan sebagainya, namun sebenarnya hanyalah sebuah mekanisme yang, sekali dipasang, berjalan otomatis, tanpa ada yang baru sama sekali. Ia sendiri memakai istilah mistik Giordano ‘natura naturans’ [II, 26], alam yang mengembangkan diri. Dinamika objektif alam mendasari harapan manusia akan datangnya zaman yang lebih baik, di mana segala keterasingan sudah hilang. Manusia apabila mewujudkan masa depannya tidak melakukannya semata-mata berdasarkan rencana dan kemauan dangkalnya sendiri, melainkan ia sudah tertanam dalam dinamika internal alam daripadanya ia menjadi bagian.

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Utopi Tetapi situasi ini menimbulkan sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Bloch sendiri dalam kuliah pengukuhannya pada 1961 di Tübingen: “Apakah harapan bisa dikecewakan?” [1967b, 176]. Andaikata jawabannya adalah tidak, akan timbul pertanyaan apakah kesan bahwa manusia itu bebas dan bahwa kemauannya mempunyai peran hanyalah semu; dinamika objektif alam menjamin agar potensialitas yang masih tersembunyi menjadi kenyataan. Tetapi, jawaban Bloch tegas: “Tentu [bisa dikecewakan], bagaimana lagi, itu gampang” [ib.]. Namun, ia juga percaya bahwa harapan itu “tidak mudah dikecewakan” [1967b, 181]. Anggapan Bloch adalah bahwa “proses dunia di mana pun

Dari Mao ke Marcuse.indd 148

148

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

belum dimenangkan, tetapi juga: di mana pun ia juga belum digagalkan, dan manusia di bumi bisa memasang wesel jalannya yang belum dipastikan apakah ke keselamatan atau ke kehancuran” [1967b, 181]. Dengan lain kata, Yang-Belum, dan harapannya, menantang manusia. Manusialah yang menentukan apakah keselamatan yang tersembunyi dalam tendensi dari Yang-Belum menjadi kenyataan atau tidak. Di atas sudah diuraikan bahwa padanan dari Yang-Belum di alam adalah Yang-Belum-Disadari dalam manusia. Manusia adalah bagian alam dan dorongan alam ke perealisasian kemungkinan-kemungkinannya dalam manusia adalah ‘kesadaran yang belum disadari’. Seperti apabila kita dalam ruang gelap gulita mengikuti sinar lampu sorot yang seakan-akan membakar kerucut terang ke dalam kegelapan, namun kita sepertinya menyadari atau setengah-setengah melihat bahwa di batasbatas kerucut cahaya itu masih ada sesuatu, begitulah kesadaran terang sehari-hari dikepung oleh kesadaran tak-sadar bahwa masih ada kemungkinan-kemungkinan terbuka bagi manusia.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Hukum kodrat Tetapi, bagaimana kita tahu bahwa Yang-Belum-Disadari memang ada dan bukan sebuah pikiran pintar Ernst Bloch? Pengetahuan yang tak jelas itu seakan-akan dapat kita pegang buntutnya dalam pelbagai paham yang dibentuk manusia dalam sejarah pemikirannya. Dua gugus pemikiran yang mengantisipasi kemungkinan akan datangnya masa depan yang lebih baik adalah gugus hukum kodrat dan utopi­utopi sosial.

Dari Mao ke Marcuse.indd 149

149

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Kalau utopi-utopi sosial terutama mengantisipasikan “penghapusan kemelaratan dan keadaan-keadaan yang mempertahankan dan memproduksikannya”, jadi kebahagiaan, maka paham hukum kodrat menyangkut “martabat” [1967b, 149]. Dengan hukum kodrat yang dimaksud adalah keyakinan bahwa ada suatu hukum moralitas dan tatanan hubungan antara manusia yang mendahului segala perundangan, yang justru memberikan legitimasi kepada perundangan, suatu kesadaran bahwa ada cara-cara perlakuan manusia yang tak pernah dapat dibenarkan dan bahwa manusia mempunyai hak-hak yang mendahului, dan mengikat, segala perundangan dan penetapan masyarakat. Paham hukum kodrat mendasari “hak-hak asasi manusia, [menuntut] jaminan hukum bagi keamanan atau kebebasan manusia, [menyediakan] kategori-kategori harkat kemanusiaan” [1967b, 149]. Keyakinan akan hukum kodrat bermaksud “mengakhiri penghinaan manusia”. Dan, itu perlu karena, di satu pihak, “tak ada martabat manusia tanpa akhir penderitaannya, tetapi juga tidak ada kebahagiaan yang sesuai dengan manusia tanpa akhir segala ketertundukan lama atau baru” [1967b, 151]. Paham hukum kodrat sepertinya langsung melawan kenyataan yang justru penuh penghinaan dan penginjakan terhadap manusia-manusia lemah. Fakta bahwa, berlawanan dengan realitas buruk, manusia sudah sejak kaum Sois, Stoa, lalu Thomas Aquinas dan Pencerahan mengembangkan dan mempertahankan keyakinannya bahwa ada hukum kodrat yang tidak dapat dipatahkan oleh penguasa mana pun bagi Bloch memperlihatkan Yang-Belum-Disadari, antisipasi masa depan yang lebih bermartabat.

Dari Mao ke Marcuse.indd 150

150

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

Utopi-utopi sosial

http://facebook.com/indonesiapustaka

Dengan utopi dimaksud segala macam pemikiran yang membayangkan suatu masa depan yang ideal tanpa perhatian sama sekali terhadap apakah masa depan itu nyata-nyata mungkin. Jadi, suatu khayalan tentang situasi yang baik, di tanah yang “penuh susu dan madu”, di mana tidak ada lagi penderitaan, di mana manusia bersikap baik terhadap manusia dan segala tetes tangisan dihisap dari muka mereka yang pernah menderita, khayalan tentang zaman emas di mana segala-galanya akan menjadi baik.79 Utopi-utopi terdapat dalam segala lingkungan manusia. Harapan akan “zaman emas” di temukan baik di Yunani kuno maupun di Jawa. Di zaman lebih modern ada utopi-utopi yang dirancang dan dituliskan oleh manusia. Yang paling terkenal adalah buku Utopia yang ditulis pada 1516 oleh Thomas More, yang pada 1929 menjadi Lord Chancellor Raja Inggris, tetapi lima tahun kemudian dihukum mati karena tidak bersedia meninggalkan Gereja Katolik. Dalam utopi-utopi terungkap kerinduan manusia akan zaman yang tidak lagi penuh kejahatan dan penderitaan, di mana manusia sendiri menjadi baik, di mana segala keterasingan sudah terhapus. Utopi-utopi itu pun kontra-faktual, artinya, sebenarnya harapan itu tidak mendapat

79

Kata utopi, Yunani ‘utopia’, secara hariah berarti “tempat yang tidak di mana-mana”. Paham utopi menjadi populer sesudah Thomas More—yang kemudian menjadi Lord Chancellor Kerajaan Inggris dan pada 1536 dihukum mati karena, demi kesetiaan pada iman Katolik, tidak bersedia bersumpah setia pada raja sebagai Kepala Gereja—menulis bukunya yang termasyhur De optima rei publicae statu deque nova insula Utopia (“Tentang keadaan negara terbaik dan tentang pulau baru Utopia”).

Dari Mao ke Marcuse.indd 151

151

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

dukungan dalam realitas sedih di mana kebanyakan orang di segala zaman menemukan diri. Tetapi, manusia tetap mengkhayalkannya. Di situ Yang-Belum-Disadari menyatakan diri, kesadaran bahwa dalam alam sendiri bekerja sebuah dinamika ke arah kesempurnaan dan kebaikan. Paham-paham utopis misalnya “kebahagiaan, nir-keterasingan, zaman emas, tanah yang mengalirkan susu dan madu, kewanitaan abadi, signal trompet dalam [opera] Fidelio [karangan Beethoven], dan wujud Kristus di hari kebangkitan kemudian”. Paham-paham ini mengungkapkan “yang-besok dalam yang-sekarang” [1967b, 173]. Tempat di mana pemikiran utopis muncul dengan paling kuat dan meyakinkan adalah agama-agama.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Al Masih dan kerajaan Allah Adalah mencolok betapa Bloch, seorang ateis dan komunis, dengan penuh simpati maupun keahlian membaca agama-agama, khususnya Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Agama-agama adalah tempat di mana harapan akan “hidup baru” muncul. Harapan itu muncul dalam cerita-cerita dan mitos bangsa-bangsa. Ada dongeng-dongeng tentang sumber air yang membuat muda abadi, ada kisah tentang burung phoenix yang bangkit dari abu-abunya, ada misteri-misteri Mesir (Osiris) dan Siria kuno (Attis), dan 2000 tahun lalu Vergil menulis ekologi-nya yang termasyhur tentang “tatanan zaman besar baru”. Kategori “hidup baru” sendiri diambil Bloch baik dari Perjanjian Lama maupun dari Perjanjian baru.80 80

Lih. misalnya Yesaya 65:17; Wahyu 21:1,5; 2 Petrus 3:13; Roma 6:4.

Dari Mao ke Marcuse.indd 152

152

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

Yang menurut Bloch secara hakiki membedakan pelbagai mitos dengan harapan utopis dalam Perjanjian Lama dan Baru adalah bahwa dalam mitos-mitos manusia mengharapkan keabadian dari persatuannya dengan dewa, sedangkan dalam Bibel yang diharapkan adalah sebuah novum, sesuatu yang sama sekali baru. Model dasar harapan eskatologis Bibel adalah Eksodus: Seperti Yahwe mengantar bangsa Israel ke luar dari Mesir ke tanah yang dijanjikan, begitu Al Masih akan membebaskan rakyatnya dari segala ketertindasan. Dan, itu unsur kunci bagi Bloch, harapan itu tidak akan terlaksana di alam baka, melalui persatuan dengan dewa, melainkan “rantai-rantai akan dipatahkan” di dunia ini [1967a81, 65]. Dan, itu unik, dalam Bibel pembebasan eskatologis bukannya, seperti misalnya di Mesir kuno, menjadi harapan “para tuan dan tukang foya-foya yang capai, sombong dan kenyang”, jadi harapan para elite, melainkan harapan “rakyat yang tertindas” [1967a, 65]. Begitu pula Yesus mempermaklumkan tindak Allah yang baru sama sekali, kerajaan Allah, di dalamnya “segala air mata akan dihapus dari mata mereka” [Wahyu 21, 4] justru kepada orangorang kecil. Hanya dalam Bibel “aeon (zaman) baru dibedakan dari yang lama oleh karena perbudakan akan berakhir” [1967a, 66]. Dengan demikian “mesianisme… menjadi apriori bagi setiap kelahiran kembali yang revolusioner” [1967a, 66]. Yang membawa zaman baru itu adalah “seorang putra manusia [se-

81

Ernst Bloch 1967a, Religion im Erbe, eine Auswahl aus seinen religionsphilosophischen Schriften, München/Hamburg:Siebenstern Taschenbuch Verlag.

Dari Mao ke Marcuse.indd 153

153

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

butan Yesus bagi dirinya sendiri, FMS] yang tidak tahu di mana ia meletakkan kepalanya, dan kelas atas menjawab maklumat [Yesus] dengan salib. Bukan Caesar, melainkan kebalikannya mendirikan kerajaan baru, maka bukan sebagai imperium, melainkan sebagai demokrasi mistik” [1967a, 65 s.]. Pembaruan itu bukan pengembalian ke keadaan semula, melainkan sesuatu yang masih di masa depan, “yang belum lahir dalam masa lampau” [1967a, 69]. Ingatan Israel akan tindakan-tindakan dahsyat Yahwe di eksodus dulu bukan sebuah gerak kembali, melainkan sesuatu yang sama barunya. “Ingatan kembali yang sejati justru mengenai yang masih akan datang, jadi mengenai yang belum ada di masa lampau, dan dengan demikian sebetulnya mengenai munculnya apa yang akan terjadi, yang sendiri belum muncul” [1967a, 69].82 Salah satu ungkapan paling kuat tentang harapan akan kehidupan baru adalah harapan akan kebangkitan dari kematian, “gambaran hasrat tertinggi melawan maut” [1967a, 76], barangkali “tipe utopi paling radikal” manusia [bdk. 1967a, 85]. Bloch mencatat bahwa “kebangkitan Kristus dari antara orang mati tidak mempunyai sesuatu yang analog dalam sejarah agama-agama, akan tetapi tentang perubahan apokaliptik dunia menjadi sesuatu yang sama sekali belum ada bahkan tidak ada sindiran apa pun di luar Bibel” [1967a, 77]. Bagi Bloch, kepercayaan akan kebangkitan semula berkaitan dengan teodisea

82

“Der echte Rückgriff geht vielmehr auf das noch Zukünftige, also Ungewordene im Vergangenen, und er geht damit letzthin auf das selber noch unentsprungene Entspringen alles dessen, was geschieht.”

Dari Mao ke Marcuse.indd 154

154

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

http://facebook.com/indonesiapustaka

(pertanyaan mengapa Tuhan membiarkan penderitaan terjadi). Harus ada hari pengadilan terakhir agar akhirnya keadilan terhadap para korban dapat terlaksana.83 Harapan akan kebangkitan di akhir zaman sepertinya merupakan teriak dari kubur segala manusia terinjak dan tertindas: “Kami akan kembali!” [1967a, 85]. Bloch menyesalkan bahwa Gereja kemudian menspiritualisasikan maklumat eskatologis itu menjadi anjuran untuk hidup secara bermoral. Dengan demikian, harapan bahwa kerajaan Allah pernah akan datang dalam bentuk suatu kejadian di dalam dunia nyata ini, dan bukan sebagai peristiwa sesudah sejarah sekarang, hilang. Orang tidak lagi hidup dari harapan kapan kerajaan Allah betul-betul secara kasatmata akan tiba, melainkan dari harapan bahwa sesudah kematian dapat masuk surga. Hanya di pinggir-pinggir Gereja, dalam kelompok sempalan seperti di Abad Pertengahan, kaum Albi di Prancis, para pengikut Jan Hus di Bohemia dan, dalam abad ke-16, para anabaptis di Jerman, tradisi khiliastik84 itu tetap hidup. Tokoh khiliasme kristiani adalah Joachim di Fiore (11301202), abas (kepala) sebuah biara di Kalabria di Italia Selatan.

83

Bloch mengutip satu ayat dari lagu Dies Irae yang dinyanyikan dalam Gereja Katolik pada misa untuk orang mati: “Liber scriptus proferetur in quo totum continetur” (“buku tulisan dibawa ke depan di mana segala apa dimuat”) (1967a, 80).

84

“Khiliastik”, dari kata Yunani “khilioi”, “seribu”, mengacu pada harapan akan “seribu tahun kerajaan Kristus” yang termuat dalam Kitab Wahyu (Bab 20), menunjuk harapan-harapan yang sewaktu-waktu muncul dalam kristianitas bahwa suatu “Kerajaan Kristus” sedang atau akan segera dipermaklumkan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 155

155

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

Joachim membagi sejarah dalam tiga zaman. Zaman pertama adalah ‘kekuasaan Allah Bapa’, masa Perjanjian Lama, ‘masa kekuasaan dan ketakutan’. Zaman kedua, ‘kekuasaan Putra’, adalah zaman pasca-Perjanjian Baru, zaman Gereja. Tetapi, karena zaman itu ditandai oleh kekuasaan klerus (para uskup dan pastor) atas kaum awam (umat biasa), zaman ini semakin ditandai oleh kekerasan dan kebusukan moral: “Altar-altar dihiasi dan kaum miskin menderita kelaparan pahit,” kecam Joachim [1967a, 105]. Maka Joachim mempermaklumkan zaman ketiga, tepat untuk tahun 1260 M, kekuasaan Roh Kudus, yang akan merupakan zaman kesempurnaan rohani dan cinta kasih di mana Roh Allah akan dicurahkan atas seluruh umat, di mana kaum “terpilih” adalah orang-orang miskin.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Bacaan ateistik Bibel Salah satu topos sentral dalam pemikiran Ernst Bloch adalah ateisme. Pembacaan utopis Bloch terhadap Bibel adalah ateis. Dalam ini Bloch seorang Feuerbachian tulen. Yang dibawa Feuerbach tak kurang suatu balikan historis dalam paham agama. Dengan Feuerbach mulai “sejarah akhir kristianitas” [1967a, 191]. Feuerbach menemukan bahwa “antropologi adalah rahasia teologi kristiani” [1967a, 192]. Dengan demikian, ia “menyangkal penyangkalan manusia… Surga didemistiikasi85 agar manusia menjadi berarti” [1967a, 191]. Feuerbach menemukan bahwa “yang ilahi merupakan gambaran harapan manu85

Secara hariah “entzaubert”, dibersihkan dari segala unsur sihir/mistik, kata yang dipakai Max Weber untuk menjelaskan rasionalisasi manusia modern.

Dari Mao ke Marcuse.indd 156

156

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

sia yang paling tinggi” [1967a, 190]. Apa yang diasingkan manusia kepada yang ilahi direbut kembali bagi manusia oleh Feuerbach. Dengan menghapus realitas mutlak sempurna “harta benda kemanusiaan yang tercecer ke surga diambil kembali” [1967a, 199]. Selama manusia memercayai adanya yang ilahi di alam sana, ia tidak dapat melihat bahwa isi-isi sempurna yang dipasang pada Yang Ilahi merupakan suatu kemungkinan penyempurnaan bagi dirinya sendiri. Maka dengan cukup berani Bloch menyatakan: “Tetapi, paham ateisme, menurut positivum akhir yang menjadi isinya, adalah kerajaan kebebasan” [1967a, 199]. Bloch bahkan berpendapat bahwa ateisme humanistik Feuerbach diam-diam sudah ada dalam Bibel sendiri, khususnya dalam tulisan nabi-nabi dan dalam pewartaan Yesus. Yesus mengharapkan kerajaan Allah bukan di surga, melainkan di bumi ini. Dan, kerajaan itu diantar oleh seorang Al Masih—yang akan melaksanakan apa yang belum dilaksanakan Yahwe, yaitu pembebasan nyata bangsa Israel—atau seorang “putra manusia” yang akan datang di akhir zaman. Dengan demikian, orientasi pada Allah, penguasa di seberang sana, sudah dibajak dan digeser ke manusia. Bukan yang ilahi, si tuan besar di atas, melainkan satu di antara manusia akan membawa kerajaan eskatologis.86 Maka, bagi Bloch, ateisme justru menyelamatkan seluruh isi positif agama: “Si ateis yang memahami apa yang di-

86

“Jauh sebelum Allah sebagai objek keberadaan dijatuhkan oleh pencerahan, kristianitas menempatkan manusia dan klaimnya, lebih tepat: putra manusia dan rahasianya yang mewakili, ke tempat penguasa surga yang sebelumnya” (1967a, 189).

Dari Mao ke Marcuse.indd 157

157

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

pikirkan sebagai Allah sebagai petunjuk ke isi kemanusiaan yang belum nampak bukanlah seorang anti-Kristus” [1967a, 199].

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Marxisme Sesudah melihat ulasan Bloch tentang harapan eskatologis manusia, tentang utopi-utopi yang merentangkan hati manusia ke Yang-Belum, muncul pertanyaan: Apa hubungan itu semua dengan Marxisme? Kita harus bertanya begitu karena Bloch sendiri menganggap diri seorang Marxis dan memahami karya ilosoisnya sebagai uraian Marxisme. Hubungan pemikiran utopis Bloch dengan Marxisme hampir sejak semula sudah dipertanyakan oleh rekan-rekan ilosof ortodoks komunis serta oleh pimpinan Partai di Jerman Timur. Tetapi, Bloch tidak ragu-ragu. Baginya, Karl Marx adalah seorang tokoh. Marx yang menemukan kategori-kategori ekonomis—“nilai lebih, pandangan ekonomis-dialektis tentang sejarah, hubungan teori-praksis” [1967b, 164]—yang memungkinkan kita “memasang wesel-wesel” ke arah masa depan yang selamat. Bloch menyebut Marxisme “pengertian dunia yang menghibur,” “detektif paling dingin dengan analisis-analisisnya, namun yang menanggapi cerita-cerita [utopis] secara serius, dan menanggapi secara praktis impian tentang zaman emas” [1967b, 169]. Dan, tanpa diganggu oleh jutaan orang yang dibunuh Stalin ia berani menulis: “Dalam negara-negara di mana Marxisme menjadi kekuasaan… dipersiapkan rumah… bagi masa depan” [1967b, 167].

Dari Mao ke Marcuse.indd 158

158

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

Yang mau dikatakan Bloch kiranya dua hal. Pertama, Marxisme, dan hanya Marxisme—“ilmu pengetahuan lain tidak mempunyai masa depan, masa depan lain tidak mempunyai ilmu pengetahuan” [1967b, 166]—secara serius menyelidiki syarat-syarat pembangunan masa depan yang lebih baik, dan penuh semangat mulai merealisasikannya. Kedua, dan itu pada umumnya di kalangan komunis sama sekali tidak diperhatikan, dan karena itu mereka tidak mengerti dan menolak Bloch: Hanya karena dorongan dari Yang-Belum dalam hati manusia, hanya karena manusia mengkhayal tentang masa depan yang bebas dari keterasingan, dan mengungkapkannya dalam utopiutopi, manusia mempunyai energi besar yang perlu agar masa depan tidak berakhir dalam kekosongan, melainkan agar kemungkinan yang objektif tertanam dalam dinamika alam, ya Yang-Belum, jadi terlaksana.

http://facebook.com/indonesiapustaka

6. Beberapa pertanyaan Komunisme Bloch memang ambigu. Ia menganggap negaranegara komunis sebagai perintis ke penghapusan ketertindasan manusia. Karena itu, ia memilih Jerman Timur dan bukan Jerman Barat sebagai tempat tinggal sesudah perang dunia kedua. Ia secara eksplisit menyatakan bisa memahami pembersihanpembersihan mengerikan yang dilakukan Stalin di Uni Soviet di tahun 30-an yang menelan korban sekitar 600.000 anggota partai komunis. Di lain pihak, ia tidak pernah menjadi anggota partai. Dan, ia tidak pernah mengompromikan pemikirannya sendiri—dan demi kebebasan untuk berpikir akhirnya ia pindah ke Jerman Barat “kapitalis”.

Dari Mao ke Marcuse.indd 159

159

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Begitu pula pemikiran utopis Bloch cukup problematis. Bukan hanya rekan-rekan ilosof Marxis-Leninis menolak pengertian Bloch tentang materi. Bukan hanya ilmu-ilmu alam, kaum positivis, dan materialisme, melainkan ilsafat pada umumnya, dengan alasan-alasan baik, memandang materi sebagai realitas yang nir-mistik, nir-jiwa, yang, meskipun tidak sekadar mekanis, namun dapat ditangkap secara menyeluruh dalam rumus-rumus matematis, dan dalam arti itu merupakan realitas yang hanya dapat diungkapkan secara memadai dengan istilah-istilah deskriptif. Padahal seluruh gugusan pikiran Bloch sekitar Yang-Belum tidak deskriptif. Nampak jelas salah satu ciri khas cara Bloch menulis, yang memang banyak diekspos oleh para pengritiknya (misalnya oleh Leszek Kolakowski [III, 459 ss.]), yaitu gaya seorang nabi yang membuat maklumatmaklumat tanpa analisis, argumentasi, maupun keragu-raguan sedikit pun. Pengertian Bloch tentang materi sulit dikatakan bukan kebangkitan kembali pan-jiwaisme dan panteisme. Mistisisme alam Renaisans Giordano Bruno sekarang ditinggalkan oleh ilsafat. Tetapi, bukan hanya paham Yang-Belum yang menimbulkan pertanyaan. Sebagai seorang Marxis Bloch berpendapat bahwa perjuangan proletariat, diterangi oleh materialisme historis Karl Marx, memperjuangkan perealisasian ketidakterasingan yang sudah ribuan tahun diimpikan manusia dalam pelbagai utopi. Tetapi, yang mau dikatakan Bloch bukan hanya bahwa perjuangan proletariat merupakan usaha ke perbaikan situasi umat manusia, melainkan bahwa usaha itu akan merealisasikan sebuah utopi. Tetapi, menurut Bloch sendiri, utopi adalah novum,

Dari Mao ke Marcuse.indd 160

160

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

sesuatu yang sama sekali baru, suatu keadaan sempurna, jadi bukan keadaan lebih adil melainkan “kerajaan Allah” yang memang adil total, di mana segenap keterasingan dicairkan. Tetapi, bagaimana sesuatu yang sama sekali baru bisa dicapai melalui langkah-langkah kecil empiris-politis perjuangan proletariat? Jadi, bagaimana Bloch mau mengombinasikan dua hal ini: Harapan utopis akan sesuatu yang sama sekali baru, dan keyakinan Marxisme bahwa masyarakat tanpa kelas, yang tidak lagi terasing, yang manusiawi, datang karena perjuangan proletariat? Bagaimana ia menghubungkan sebuah harapan semimetaisik (‘novum’) dengan gerakan politis sebuah kelas sosial nyata-empiris? Bukankah setiap langkah historis, termasuk sebuah revolusi (kalau berhasil) selalu hanya menghasilkan sesuatu yang lebih baik, menghapus ketidakadilan di sini atau di sana? Memang, utopisme Bloch mengembalikan utopisme Sosialisme pertama daripadanya Karl Marx pun tidak bebas (ingat pernyataannya tentang “masyarakat komunis… yang memungkinkan saya pagi hari berburu, siang hari memancing ikan, sore hari memelihara ternak, sesudah makan mengritik...” [MEW 3, 33]) yang memimpikan—sebuah sekularisasi eskatologi kristiani—keadaan di mana semua manusia hidup sebagai saudara, tak ada lagi kejahatan, iri hati, dan nafsu jahat karena sumber segala malapetaka, hak milik pribadi, dihapus. Tetapi, utopi itu oleh kaum Marxis dan komunis dewasa ini pun tidak lagi diharapkan. Tetapi, kalau itu betul, bukankah pemikiran Bloch meleset ke utopisme jelek dalam arti bahwa utopinya itu justru tak pernah tercapai dan karena itu pemaklumannya justru akan menghalangi manusia dari perbaikan-perbaikan

Dari Mao ke Marcuse.indd 161

161

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

nyata yang dapat dilaksanakan meskipun tidak pernah menciptakan irdaus di bumi? Ada catatan kecil Bloch yang membuka dengan tajam utopismenya (yang juga dikritik tajam oleh Hans Jonas87). Dalam sebuah teks dari Tübinger Einleitung in die Philo­ sophie (1967) ia mencatat bahwa “kerajaan kebebasan juga tidak datang dengan perbaikan tempat tidur bertahap di penjara” [1967a, 75]. Itulah khas cara berpikir utopis. Utopi itu begitu besar sehingga sesuatu yang sesederhana perbaikan tempat tidur menjadi tidak relevan. Tetapi, sosialisme dan masyarakat yang adil makmur justru hanya bisa didekati dengan perbaikan-perbaikan yang dirasakan, termasuk memungkinkan orang miskin dan tahanan (selama belum bisa ke luar penjara) mempunyai tempat tidur yang wajar. Peremehan hal sederhana membuka lebar celah antara pemikiran Bloch dengan usahausaha nyata untuk mewujudkan dunia yang lebih manusiawi. Bloch dengan amat tegas menolak segala acuan kepada ‘Tuhan di seberang sana’. Ia juga mengritik sebagai spiritualisasi bahwa Gereja, menurut Bloch, mengalihkan harapan apokaliptik akan tibanya kerajaan Allah di dunia dengan anjuran untuk hidup bermoral. Tetapi, apakah Bloch tidak memotong dahan di mana ia duduk sendiri dengan menolak pengertian utopis kerajaan keselamatan sebagai anjuran untuk hidup bermoral, hidup bertanggung jawab? Bukankah orang yang yakin dibimbing Tuhan justru merasa diberi semangat untuk melawan godaan egoisme sempit, membuka hati bagi sesama, dan me-

87

Lih. Das Prinzip Verantwortung 1979. Versuch einer Ethik für die technologische Zivilisation; Frankfurt a.M.: Suhrkamp.

Dari Mao ke Marcuse.indd 162

162

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

nyumbangkan sesuatu demi kemajuannya? Bloch sendiri mengajukan pertanyaan kunci dengan seterang-terangnya. Ia mengutip seorang Ssanin, dari sebuah novel di permulaan abad lalu, yang bertanya: “Mengapa saya mau membiarkan diri digantung agar kaum buruh di abad ke-32 tidak menderita kurang makan?” [1967a, 70], serta Iwan Karamasow, sang skeptik besar, yang bicara tentang “pengorbanan masa sekarang untuk… menjadi pupuk bagi harmoni yang akan datang” [1967a, 70s.]. Dengan lain kata, apa kepentingan saya dengan sebuah utopi di masa jauh di depan yang tidak mempunyai kaitan dengan lingkup kepedulian dan tanggung jawab nyata saya sekarang? Bloch mempertajam pertanyaan itu dengan menunjuk pada “kematian individual, …utopi-lawan paling keras” [1967a, 71 s.]. Untuk apa saya harus berkorban sekarang agar di masa mendatang sebuah generasi baru dapat hidup dengan lebih enak? Bukankah lebih masuk akal mengikuti pedoman yang justru ditolak Paulus [1967a, 71], “marilah kita makan dan minum karena besok kita mati” [Jes. 22,13, I Kor 15,32]? Bloch mencoba menjawab pertanyaan ini dengan menunjuk pada kenyataan bahwa manusia tidak pernah hidup hanya demi kepentingan sempit egoisnya saja, jadi bahwa dalam kenyataan ia selalu sudah menimba kekuatan untuk menanggulangi tantangan hidup dari sebuah visi yang lebih besar. Jawaban ini tidak perlu ditolak. Tetapi, Bloch terlalu menyederhanakan masalahnya kalau ia melawankan wawasan yang terarah pada masa depan utopis dan hanya egoisme sempit. Lawan utopisme bukan pertama-tama egoisme sempit—yang dalam semua budaya tradisional selalu dicela—melainkan sesuatu yang positif,

Dari Mao ke Marcuse.indd 163

163

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

yang justru menjadi ciri kemanusiaan yang sejati, yaitu kepedulian terhadap keselamatan dan penghapusan ketidakadilan dalam lingkungan konkret: Penderitaan seorang ibu yang tidak tahu bagaimana membiayai sekolah dasar anaknya, hidup susah buruh industri tekstil di Tangerang, penyediaan alas tidur lebih manusiawi bagi penghuni sebuah penjara, atau, kalau kita politisi, bagaimana kita bisa mengurangi tingkat kemiskinan dalam negara kita. Inilah pemikiran yang memajukan manusia, dan tidak ada yang utopis padanya. Sebaliknya, utopi tentang “zaman emas” yang akan datang, bagaimana bisa menyediakan motivasi untuk peduli dan bertanggung jawab secara konkret nyata? Sebuah catatan tentang anggapan Bloch bahwa ateisme adalah “kerajaan kebebasan”. Bukan hanya Bloch, melainkan juga Nietzsche dan Sartre berpendapat bahwa kalau ada Allah, manusia tidak bisa bebas. Benarkah? Memang, apabila Yang Ilahi dipahami sebagai suatu kekuasaan super, manusia super, ayah super, Yang Ilahi mesti melindas segala kemandirian ciptaanNya. Tetapi iman, misalnya iman Kristiani penulis ini, tidak melihat Allah sebagai perpanjangan linear kehebatan manusia. Allah hanya dilihat betul kalau ketegangan ditahan: Allah sebagai realisasi murni-sempurna dari segala apa yang dirindukan manusia sebagai baik, dan sekaligus sebagai Yang Lain sama sekali. Karena itu, Allah bukan sang super-bapak. Kebesaran tanpa tanding Allah justru tidak boleh dibayangkan sebagai kebesaran seorang manusia kali sejuta. Maka “kebesaran” Allah tidak membuat manusia kerdil, dan “kekuasaan” Allah tidak sedikit pun menghilangkan kebebasannya. Manu-

Dari Mao ke Marcuse.indd 164

164

11/18/2013 10:56:19 AM

Ernst Bloch: Harapan atas Manusia-yang-Belum

http://facebook.com/indonesiapustaka

sia, meskipun, atau justru karena ia total tergantung dari Allah, tetap otentik dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Maka, kalau manusia berkomunikasi dengan Allah, artinya menunjukkan sikap hormat, percaya, taat, harap, cinta, juga mengeluh, memohon sesuatu, mohon pengampunan, ia tidak menjadi pasif-kerdil, melainkan dibebaskan ke eksistensi yang otentik. Karena itu, anggapan Bloch bahwa mesianisme dan pengantaraan Yesus menunjukkan merangkaknya ateisme diam-diam ke Bibel tidak tahan air. Dalam perspektif Bibel hubungan antara Tuhan dan Al Masih, bukan win—lose, melainkan win—win88. Barangkali jasa terbesar Bloch adalah bahwa ia menantang dan merangsang untuk berpikir, khususnya kaum agamawan. Dengan bahasanya yang sangat khas, perspektif pemikiran yang sangat tidak biasa, dan suatu nada profetik yang tidak tergerogoti keraguan apa pun akan dirinya sendiri, ia memaksa baik para agamawan maupun kaum Marxis untuk memikirkan kembali posisi di mana mereka sendiri berada. Membaca Bloch bisa menjadi pengalaman asyik.

88

Mengenai hubungan antar-yang transenden-tak terbatas dengan realitas terbatas lihat L. Leahy, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, Yogyakarta/Jakarta: Kanisius/BPK Gunung Mulia 1993, hlm.173–189 dan 223–230.

Dari Mao ke Marcuse.indd 165

165

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 166

11/18/2013 10:56:19 AM

Bab 5 KareL KosÍK: DIaLeKtIKa reaLItas KonKret

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Karel Kosík merupakan ilosof Marxis mandiri utama Cekoslovakia di masa rezim komunis. Bersama dengan Leszek Kolakowski dan Adam Schaff di Polandia dan beberapa ilosof di Yugoslavia, Kosík termasuk sejumlah pemikir di negara-negara komunis Eropa Timur yang berani melawan arus. Mereka pemikir Marxis tulen,89 tetapi mereka mencari rintisan keluar dari kedunguan Marxisme-Leninisme, ideologi resmi di semua negara komunis dalam wilayah kekuasaan Uni Soviet. Mereka

89

Kolakowski kemudian meninggalkan Marxisme dan pindah ke Prancis (?).

Dari Mao ke Marcuse.indd 167

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

melakukannya justru dengan memikirkan kembali tokoh paling utama Marxisme-Leninisme, Karl Marx. Hal itu penuh risiko. Di tahun 50-an dan bagian pertama 60-an Cekoslovakia merupakan salah satu negara paling Stalinis. Di semua negara Pakta Warsawa panggung diskursus intelektual dikuasi oleh ideologideolog sempit-tumpul-brutal yang tidak mengizinkan pemikiran di luar rel “pandangan dunia ilmiah proletariat“. Atas nama Marxisme-Leninisme segala usaha untuk berpikir independen dibungkamkan. Itu tidak hanya berarti bahwa seluruh ilsafat bukan komunis ditindas sebagai “idealisme”, melainkan orang bahkan dicurigai apabila membaca Karl Marx dengan bebas. Karel Kosík lahir 1926 di Praha. Waktu pendudukan Jerman, 1938-1945, Kosík yang masih remaja masuk menjadi anggota gerakan perlawanan kiri Pledvoj. Pada 1944 ia ditangkap dan ditahan sampai akhir perang di benteng Theresienstadt. Pada 1945 ia mulai studi ilsafat di Praha dan kemudian meneruskannya di Moskow dan Leningrad. Waktu itu ia masih nampak sebagai seorang pemikir Marxis-Leninis ortodoks. Pada 1953 ia menjadi anggota sebuah lembaga penelitian ilosois di Praha. Rupa-rupanya saat itu pemikirannya sudah mulai dicurigai, sehingga ia tidak dapat menjadi guru besar di universitas. Baru waktu ‘musim semi Praha’ 1968, saat pendek di mana Alexander Dubcek mencoba membangun sebuah ‘sosialisme dengan wajah manusiawi’, Kosík diangkat sebagai guru besar ilsafat di universitas Praha dan juga menjadi anggota Komite Sentral Partai Komunis Cekoslovakia. Tetapi, pada tanggal 22 Agustus 1968, tank-tank tentara Pakta Warsawa melindas eks-

Dari Mao ke Marcuse.indd 168

168

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

perimen itu. Setahun kemudian Kosík dikeluarkan dari CC PKC dan diberhentikan sebagai guru besar. Ia hanya boleh mengajar sebagai dosen biasa dan dilarang berpublikasi di Cekoslovakia. Baru sesudah “Revolusi Velvet” 198990 Kosík kembali diangkat sebagai guru besar. Sejak 1992 ia tidak mengajar lagi. Ia meninggal pada 2003. Pemikiran Kosík—yang banyak dipengaruhi oleh Hegel, Marx, Heidegger, Erich Fromm, Georg Lukács, dan Herbert Marcuse—berkisar sekitar krisis ilsafat modern, dan ia juga banyak merenungkan sejarah dan kebudayaan Ceko. Cukup menarik bahwa sesudah komunisme tumbang di Eropa Timur, Kosík tetap menjadi seorang Marxis yang melawan kapitalisme. Penilaiannya keras: “Pengalaman 10 tahun (sesudah tumbangnya rezim komunis 1989, FMS) dengan transformasi ekonomisnya memperlihatkan bahwa restorasi kapitalisme tidak memecahkan satu pun dari pertanyaan-pertanyaan hakiki dewasa ini, melainkan hanya mengesampingkannya atau meminggirkannya dan dengan demikian menantang pemikirian kritis untuk segera bergerak lagi” [Milan Pruche91]. Berikut ini saya membatasi diri pada karya utama Kosík yang ditulisnya 1963, di tengah-tengah Stalinisme, “Dialectics of the Concrete”.92 Buku ini sepintas kelihatan tak lebih daripada sebuah renungan tentang konsep­konsep abstrak. Apalagi, ber90

Yang mengakhiri kekuasaan komunis di Cekoslovakia.

91

http://www.praksisphilosophie.de/kosik.pdf

92

Karel Kosík 1976, Dialectics of the Concrete. A Study on Problems of Man and World, Dordrecht/Bonston: D. Reidel, judul asli adalah Dialektika Konkrétního, 1963.

Dari Mao ke Marcuse.indd 169

169

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

halaman lamanya Kosík memperdebatkan abstraksi-abstraksi tanpa menjelaskan dari mana ia mendapatkan istilah-istilah hebat itu dan untuk apa. Orang bisa mendapat kesan bahwa buku Kosík ini sekadar permainan intelektual iseng dengan konsep­konsep kosong. Apalagi Kosík memang tidak bebas dari kepercayaan polos seluruh Marxisme pada konsep­konsep kuncinya, seakan-akan asal kita menemukan konsep yang tepat, “apa pun dapat dimengerti secara rasional” [18s.] daripadanya, seakan-akan belum ada ilsafat bahasa dengan skeptisismenya tentang segala kata besar. Sub-judul bukunya “A Study on Pro­ blems of Man and World” juga tidak membantu; sepertinya Kosík mau memberitahu bahwa bukunya tidak mempunyai fokus dan tidak lebih daripada renungan-renungan lepas, ya tentang “manusia dan dunia”, segala apa yang ada di alam kasatmata. Tetapi, kesan ini menipu. Di bawah bahasa abstrak dan seakan-akan mengambang Kosík ternyata memberikan kritik tajam terhadap dehumanisasi masyarakat kontemporer, sekaligus memperlihatkan bahwa pemikiran Karl Marx yang dalam Marxisme-Leninisme sudah membeku bisa menjadi alat teoretis untuk mendobrak kebuntuan situasi manusia. Kosík membuka cakrawala baru tentang relevansi pemikiran Marx. Ia juga menunjukkan bagaimana pemikiran Marx menyediakan pengertian-pengertian kunci untuk mengritik, dan dengan demikian mengubah, situasi manusia yang terbelenggu oleh rasionalitas semu sebuah tatanan yang mengukur apa saja dari eisiensi ekonomis. Sangat mungkin bahwa gaya menulis Kosík yang berkesan abstrak dan seperti mengambang malah disengaja untuk lolos dari sensor komunis di negerinya. Barangkali Kosík dengan sengaja memberi kesan bahwa bukunya mengenai hal

Dari Mao ke Marcuse.indd 170

170

11/18/2013 10:56:19 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

yang amat teoretis dan tidak berbahaya. Barangkali karena itu Kosík tidak memberi kata pengantar atau pun penjelasan apa pun tentang maksudnya dengan buku ini. Sehingga pembaca dangkal tidak akan memahami bahwa buku ini bukan hanya mengritik masyarakat kapitalis, melainkan sama saja mengritik rezim-rezim birokratis-diktatoris dalam negara-negara Soviet. Saya akan menjelaskan dulu paham sentral Kosík, “dialektika totalitas konkret” (2), kemudian menjelaskan pengartian khas Kosík tentang prioritas bidang ekonomi, inti pandangan materialis sejarah Karl Marx (4), namun didahului penyangkalan Kosík terhadap pelbagai salah paham dan pendekatan yang tidak memadai (3), yang dirangkum dalam uraian tentang gambaran manusia yang digariskan Kosík (5); sebagai penutup saya mencoba memberi tanggapan sederhana (6).

http://facebook.com/indonesiapustaka

2. Epistemologi yang revolusioner Kosík memahami usahanya sebagai epistemologi materialis [12]93. Tujuan epistemologi materialis adalah membongkar “realitas pseudo­konkret” untuk sampai ke totalitas konkret. Dengan demikian, epistemologi materialis sekaligus merupakan komponen dalam sebuah praksis revolusioner. Dalam bagian ini saya menjelaskan unsur-unsur utama epistemologi materialis Kosík itu. Kosík bertolak dari apa yang menjadi titik tolak segala ilsafat: Kesadaran bahwa apa yang tampak secara langsung, feno­

93

Semua angka dalam kurung persegi (...) mengacu pada Kosík 1976 (lih. cat. 92).

Dari Mao ke Marcuse.indd 171

171

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

men atau kesan, tidak pernah merupakan seluruh kebenaran. Filsafat adalah usaha manusia untuk menembus kesan sampai ke kebenaran. Misi paling dasar ilsafat ini terungkap dengan amat indah dalam perumpamaan Plato tentang para tahanan di gua yang baru akan mencapai kebebasan, apabila mereka menyadari bahwa “realitas” yang mereka kagumi, hanyalah cerminan lemah di dinding belakang gua dari realitas yang sebenarnya. Begitu pula Kosík mau membuka realitas yang sebenarnya, daripada kita macet pada realitas semu. Langkah pertama dalam usaha epistemologi ini adalah memahami ketegangan antara kesan (fenomen) dan hakikat (essence). Dua-duanya tidak terpisah, seakan-akan kita harus meninggalkan kesan untuk mencapai hakikat. Melainkan haki­ kat terungkap dalam kesan, maka apabila kesan terdistorsi, ha­ kikat mesti juga terdistorsi. Memahami perbedaan antara kesan dan hakikat berarti mencapai konsep. “Konsep” oleh Kosík dipahami dalam arti Hegel, sebagai pengertian yang benar. Tetapi, bagaimana konsep itu tercapai? Hanya dalam sebuah “gerakan melingkar” [26] yang dialektis. Kita menangkap hakikat apabila kita melihat kesan dalam kerangka keseluruhan realitas. Tentang keseluruhan realitas kita mempunyai gagasan (idea). Tetapi, gagasan membekukan realitas dari sudut pandangan si penggagas dan karena itu belum menangkap realitas dalam kebenarannya. Untuk melihat bagaimana kita dapat maju dari gagasan ke kon­ sep, kita harus mengambil langkah kedua. Langkah kedua menentukan. Dalam langkah ini terbongkar bahwa kesan bukan hanya belum memadai, melainkan menyembunyikan sesuatu, jadi merupakan sebuah distorsi. Kita harus

Dari Mao ke Marcuse.indd 172

172

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

menelanjangi kesan sebagai distorsi, sehingga distorsi dalam realitas terbuka juga. Kesan memperlihatkan realitas sebagai lancar, rasional, dan alami, jadi sebagai sudah benar dan baik, dan karena itu tidak perlu diubah. Tetapi sebenarnya, realitas itu tidak rasional dan tidak alami. Realitas yang terdistorsi itulah yang dimaksud Kosík dengan “realitas pseudo­konkret”. Realitas itu berkesan konkret karena semua unsur di dalamnya masingmasing berfungsi dengan baik sehingga keseluruhan berjalan dengan lancar. Tetapi, konkretisasi ini pseudo, atau “bohong”, karena menyembunyikan irasionalitas hakikinya. Realitas itu sebenarnya tidak konkret, melainkan abstrak karena membuat abstraksi dari segi-segi negatif-irasional-tak-manusiawinya. Realitas mana yang dimaksud? Sudah jelas bahwa yang pertama-tama menjadi sasaran Kosík adalah masyarakat kapitalis borjuis. Sebagaimana sudah diperlihatkan oleh Karl Marx dalam bab pertama Kapital, hubungan antarmanusia dalam masyarakat kapitalis sebenarnya irasional dan tidak manusiawi. Akan tetapi, kenyataan itu tersembunyi di belakang rasionalitas dan kelancaran perekonomian kapitalis. Kelancaran sistem kapitalis menjadi sebuah fetis, realitas semu yang dipercayai berkuasa, yang kenyataannya adalah penindasan kelas buruh oleh kelas kapitalis. Marx dan kemudian Lukács bicara tentang reiikasi, di mana hubungan antarmanusia dipahami sebagai hubungan antar-“benda”, antar-faktor-faktor ekonomis “objektif”. Jadi, realitas pseudo­konkret adalah “realitas yang terfetisisasi” [8]. Bagaimana realitas pseudo­konkret dapat dibongkar? Apabila diingat bahwa kesan tidak pernah lepas dari hakikat, maka jelas juga bahwa kesan kemandirian realitas pseudo­konkret tidak da-

Dari Mao ke Marcuse.indd 173

173

11/18/2013 10:56:19 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

pat dibongkar, kecuali realitas itu sendiri dibongkar. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa pembongkaran realitas pseudo­ konkret tidak dapat hanya dilakukan dalam pemikiran, ia harus dilakukan dalam praksis. Praksis adalah paham kunci bagi Kosík. Dengan demikian, Kosík menempatkan diri dalam tradisi Marxisme tulen yang mulai dari Marx muda,—kita ingat tesis pertama dan kedua ten­ tang Feuerbach,94—dan, sesudah kemudian dilupakan oleh Marxisme ortodoks, diangkat kembali oleh Georg Lukács, Karl Korsch, dan Max Horkheimer. Gagasan inti Marx adalah bahwa manusia menciptakan diri melalui praksisnya. Itu berarti bahwa setiap situasi masyarakat merupakan hasil praksis sosial manusia. Dan, itu berarti bahwa masyarakat borjuis-kapitalis bukan sesuatu yang alami dan benar pada dirinya sendiri, melainkan merupakan hasil praksis sosial umat manusia.95 Bukan hubungan objektif antara faktor-faktor ekonomis, melainkan pembekuan hubungan antarkelas sosial, itulah kebenaran masyarakat borjuis-kapitalis. Dengan demikian rasionalitas realitas

94

Tesis pertama: “Kekurangan utama segala materialisme sampai sekarang adalah bahwa objek, realitas, dunia indrawi, hanya ditangkap dalam bentuk objek atau kontemplasi; tetapi tidak sebagai kegiatan indrawi manusiawi, praksis, tidak subjektif.” Dan tesis kedua: “Pertanyaan apakah pemikiran manusia memiliki kebenaran objektif—bukanlah pertanyaan teori, melainkan pertanyaan praktis. Dalam praksis manusia harus membuktikan kebenaran, artinya realitas dan kekuasaan, kekinian pemikirannya.” (MEW 3, 5).

95

“Untuk bisa mengerti realitas pada dirinya sendiri, manusia harus mengubah realitas itu menjadi realitas bagi dirinya sendiri; untuk mengerti realitas dalam ketaktergantungannya dari dirinya ia harus membawahkan realitas terhadap praksisnya” (9).

Dari Mao ke Marcuse.indd 174

174

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

pseudo­konkret telah ditelanjangi sehingga kebenarannya sebagai fetisisasi struktur kekuasaan tertentu menjadi terbuka. Dengan membuka irasionalitas masyarakat borjuis-kapitalis terbuka juga kemungkinan untuk membongkarnya. Jadi, dengan menjadikan masyarakat objek praksisnya, manusia sampai ke kebenaran tentangnya. Kita dapat mengatakan: Masyarakat borjuis-kapitalis dapat mempertahankan rasionalitas semunya selama ia hanya dilihat secara sinkronis, dalam kelancaran berfungsinya proses-prosesnya. Tetapi, begitu masyarakat dilihat secara diakronis (untuk memakai istilah Lévi Strauss), jadi dipahami sebagai produk sejarah praksis manusia, hilanglah pesona rasionalitas dan keabadian palsu yang melekat padanya. Jadi, realitas dibuka sebagai pseudo­konkret. Dengan demikian, realitas pseudo-konkret terbuka untuk dibongkar dalam praksis sosial revolusioner. Epistemologi materialis sekaligus menjadi awal tindakan revolusioner. Dengan mendobrak realitas pseudo­konkret, epistemologi ma­ terialis mencapai totalitas96 konkret yang sebenarnya. Ia memahami kebenaran tentang masyarakat karena masyarakat tidak dilihat hanya dalam dimensi sinkronis, dalam perspektif kelancaran proses-proses ekonomis, melainkan dalam dimensi diakronis, sebagai hasil praksis sosial dan objek praksis revolusioner manusia. Totalitas itu konkret karena semua unsur hakiki, sejarah terjadinya sebagai hasil praksis sosial, pembekuan struktur 96

“Totalitas” dalam bahasa Indonesia dapat saja diterjemahkan secara cukup tepat dengan “keseluruhan”. Tetapi, karena penting istilah “totalitas” dalam wacana Marxisme kritis, dan karena dalam bahasa-bahasa Eropa pun “totalitas” merupakan kata asing, saya terus memakai kata itu.

Dari Mao ke Marcuse.indd 175

175

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kekuasaan di bawah tabir pseudo-rasionalitas kelancaran proses ekonomis, serta keterbukaannya bagi praksis revolusioner tertangkap. Apa itu totalitas? Memahami totalitas tidak sama dengan mengetahui semua fakta. Itu tentu tidak mungkin. Dan, penjumlahan semua fakta belum menghasilkan sebuah pengertian menyeluruh. Kosík menulis: “Totalitas bukan semua fakta. Totali­ tas adalah realitas sebagai keseluruhan dialektis terstruktur di dalamnya dan daripadanya fakta spesiik apa pun dapat dimengerti secara rasional” [18s.]. Realitas dipahami sebagai totalitas konkret apabila dimengerti sebagai “keseluruhan struktural (tidak kaotik), yang berkembang (tidak tak terubah), yang membentuk diri (tidak selalu sudah ada)” [18, 19]. Dari satu pihak, baru dalam perspektif totalitas konkret fakta-fakta dapat dimengerti karena “paham fakta sendiri ditentukan oleh pengertian menyeluruh tentang realitas sosial” [25]. Di lain pihak fakta lantas dapat menjadi titik tolak untuk mengerti totalitas dengan lebih baik. Kosík menjelaskan bahwa pengetahuan dialektis bergerak dalam bentuk spiral, dari yang abstrak ke yang lebih konkret dan dari yang konkret ke yang abstrak, dari keseluruhan ke bagian-bagiannya maupun dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pengertian dialektis mencapai totalitas, bukan karena tidak ada fakta yang luput, melainkan karena setiap unsur realitas ditangkap dalam kaitannya dengan keseluruhan, baik sebagai terkondisi olehnya maupun sebagai penentu dan pembaru keseluruhan. Totalitas itu konkret (dalam arti Hegel) karena keseluruhan dalam kekhasan selalu ikut masuk dalam wawasan. Dan, itu berarti bahwa juga konsep­konsep abstrak

Dari Mao ke Marcuse.indd 176

176

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

yang harus kita pakai untuk mengerti apa pun, termasuk totali­ tas, terus-menerus berkembang. Perspektif praksis merupakan unsur negatif-kritis-dialektis yang memungkinkan mendobrak positivitas semu realitas pseudo­konkret. Praksis itu baik objektif maupun subjektif. Di satu pihak, praksis mendasarkan diri pada kondisi-kondisi historis yang berlaku, yang bagaimanapun juga menjadi titik tolaknya yang objektif. Tetapi, di lain pihak, praksis mengubah kondisi-kondisi itu dan menciptakan realitas sosial baru. Sebagai itu, praksis mengungkapkan subjektivitas manusia. Manusia harus memahami realitas objektif, realitas seadanya, dengan sebenar mungkin, tetapi pemahaman itu sekaligus merupakan segi subjektif yang menjadi faktor dalam praksis selanjutnya. Pendekatan subjektif-objektif itu sendiri terkondisi oleh masyarakat dan sejarahnya. Tetapi bagaimana kita dapat memastikan bahwa pandangan total terhadap realitas sosial itu bukan lagi hanya gagasan kita, jadi sesuatu yang subjektif semata-mata? Anehnya, pertanyaan ini tidak diajukan oleh Kosík. Namun, kita boleh mengambil jawabannya dari Lukács dan mengandaikan bahwa Kosík akan membenarkannya, sekurang-kurangnya dalam garis besarnya. Menurut Lukács, positivitas semu masyarakat borjuis-kapitalis dapat ditembus oleh kelas sosial yang mengalami segi negatifnya, jadi oleh proletariat. Proletariat merasakan di tubuhnya sendiri irasionalitas dan ketidak-manusiaan sistem kapitalis. Maka, ia dapat menembus pesona palsu sistem itu. Lukács, seperti juga Horkheimer, melihat kepekaan terhadap penderitaan dan keterhinaan mereka yang tertindas dalam realitas pseudo­konkret sebagai kondisi yang memungkinkan mereka untuk mendobraknya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 177

177

11/18/2013 10:56:19 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Pengertian totalitas itu mengimplikasikan penolakan Kosík terhadap pelbagai “isme” yang hanya mampu menangkap salah satu segi hakiki dan karena itu memberikan pengertian terdistorsi. Baik rasionalisme atomis yang memahami realitas sebagai jumlah fakta sederhana, maupun organisisme yang memberi prioritas kepada keseluruhan tidak sampai pengertian totalitas. Begitu pula, Kosík menolak kolektivisme yang membawahkan individu terhadap kolektif. Di satu pihak individu tidak boleh dimengerti secara atomistik, melainkan selalu harus dilihat dalam keterkondisian oleh masyarakat, tetapi di lain pihak praksis sosial adalah selalu praksis individu-individu. Proses pembongkaran realitas pseudo­konkret harus direalisasikan oleh individu: “Setiap individu harus mengambil alih budayanya sendiri dan menjalani kehidupannya sendiri, tanpa diwakili” [8]. Baik positivisme yang hanya mengakui amatan-amatan empiris, maupun idealisme yang mengutamakan keseluruhan tidak menangkap masyarakat dalam totalitasnya. Secara khusus Kosík mencela segala bentuk reduksionisme yang “mereduksikan yang unik di bawah yang abstrak umum” [13]. Seperti misalnya mau memahami Franz Kafka sebagai borjuis kerdil (petit­bourgeois), mereduksikan agama pada sebuah “inti duniawi” atau “mengembalikan hakikat manusia pada produksi alat kerja‘ [13, 14]. Begitu pula empirisme yang hanya mengakui data empiris, maupun esensialisme yang memberi segala arti pada esensi di belakang kesan­kesan merupakan pendekatan reduksionalistik yang ditolak Kosík. Reduksionisme tetap abstrak karena mengembalikan fenomen abstrak yang satu pada fenomen abstrak lain. Pemikiran materialistik yang

Dari Mao ke Marcuse.indd 178

178

11/18/2013 10:56:19 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

sebenarnya tidak mereduksikan sesuatu apa pun, melainkan justru memahami apa pun dalam semua kaitan dan relasi baik horisontal (sezaman, sinkronis), maupun historis (diakronis). Kita dapat merangkum: Epistemologi materialis bukan hanya teori, melainkan praksis. Epistemologi materialis memahami kepalsuan realitas pseudo-konkret, dengan demikian membongkar pesonanya yang semu dan membukanya bagi praksis revolusioner. Epistemologi dapat melakukannya dengan memahami segenap kondisi objektif masyarakat sebagai hasil praksis sosial. Pemahaman ini mencairkan kebekuan situasi objektif masyarakat dan dengan demikian menjadi unsur dalam praksis pembebasan sendiri.

http://facebook.com/indonesiapustaka

3. Perekonomian, seni, dan ilsafat Mengapa Kosík—sama seperti Lukács dan Horkheimer— menyebut epistemologinya “materialis”? Tentu bukan karena Materialisme Dialektis mengajar bahwa segala yang ada, termasuk roh manusia, berkembang dari materi (dan tidak ada Allah). Kosík tak pernah bicara tentang Materialisme Dialektis. Melainkan karena Marx memandang manusia sebagai makhluk yang menciptakan diri dalam pekerjaan. Epistemologi materialis bertolak dari manusia yang utuh, dan itu berarti, bukan dari pikiran dan kesadaran manusia—pandangan ini disebutnya idealisme— melainkan dari manusia sebagai makhluk nyata duniawi yang melalui pekerjaannya membangun diri dan dunianya. Karena bertolak dari pekerjaan, Marx memberikan kedudukan sentral kepada bidang ekonomi dalam perkembangan

Dari Mao ke Marcuse.indd 179

179

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

masyarakat. Prioritas bidang ekonomi ini sejak semula menimbulkan kontroversi dan salah paham. Dalam bagian ini saya, mengikuti Bab II dalam Dialectics, menjelaskan bagaimana prioritas ini tidak boleh disikapi. Salah satu cara untuk menghindar dari dominasi rasionalitas ekonomis yang dikritik Kosík diajukan oleh Martin Heidegger. Menurut Heidegger, sikap tepat terhadap realitas material adalah per­hati­an (Sorge, care).97 Tetapi, per-hati-an itu sikap yang semata-mata subjektif, yang tidak mau mencampuri apa yang diperhatikan, maka sebenarnya merupakan pelarian. Bidang yang diperhatikan dibiarkan saja. Kosík juga menolak anggapan Heidegger bahwa manusia, agar dapat hidup secara otentik, jangan tenggelam dalam rutinitas hidup sehari-hari. Berhadapan dengan realitas yang mau menyamaratakan manusia, Heidegger mengajak manusia untuk menarik diri ke dalam subjektivitasnya sendiri, tetapi dengan demikian membiarkan realitas objektif yang sudah tereiikasi berlangsung terus. Tetapi, “apakah manusia bisa hidup secara otentik dalam dunia yang tidak otentik?” [49] Harapan Heidegger untuk di tengah-tengah kedangkalan masyarakat yang dijajah oleh hukum eisiensi ekonomis mempertahankan otentisitasnya oleh Kosík disebut “stoisisme aristokratis romantis” [49]. Gejala kebalikan dari manusia Heidegger yang di tengahtengah kehidupan tidak otentik mau menjaga subjektivitasnya, 97

Mengikuti kebiasaan Heidegger yang mengangkat akar asli dalam kata-kata yang sudah menjadi biasa, saya menulis “perhatian” dengan garis-garis pemisah untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Heidegger bukan sekadar perhatian, melainkan perhatian di mana hati diberikan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 180

180

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

adalah homo oeconomicus. Homo oeconomicus adalah manusia yang total terintegrasi dalam sistem masyarakat kapitalis. Manusia dipandang sebagai objek semata-mata, sebagai unsur dalam kelancaran proses ekonomis. Untuk situasi ini, Kosík memakai istilah “objektual”: “Realitas objektif dialihkan menjadi realitas objektual, realitas [yang terdiri atas] objek-objek… Manusia diubah menjadi objek dan diselidiki seakan-akan ia di tingkat sama dengan benda-benda atau objek-objek lain” [53]. Hubungan antarmanusia dipandang sebagai hubungan antarobjek. Situasi inilah yang dimaksud Marx dengan fetisisme. Dalam arti apa dan mengapa sistem ini dianggap tidak rasional? Sebenarnya sistem ini sangat rasional. Proses perekonomian berlangsung dengan lancar, seakan-akan dengan sendirinya, tanpa intervensi manusia. Irasionalitas sistem ini adalah bahwa eisiensi proses-proses ekonomis menjadi tujuan pada dirinya sendiri, padahal sistem perekonomian seharusnya menunjang usaha manusia untuk membangun kehidupan yang manusiawi. Tetapi, dalam perspektif rasionalitas kapitalis semua segi yang tidak ekonomis dianggap tidak rasional. “Baik dalam teori maupun praktik realitas manusia dibagi antara wilayah bidang eisien, yaitu dunia rasionalisasi, sumber daya dan teknologi, dan bidang nilai-nilai dan makna manusia yang secara paradoks menjadi wilayah irasionalitas” [59]. Dengan demikian, “rasionalitas tidak lagi berkedudukan dalam manusia individual dan rasionalitasnya, melainkan di luar individu dan di luar rasionalitas individu” [56]. Kosík menempatkan akar pembekuan hubungan antarmanusia di bawah kediktatoran eisiensi ekonomis pada awal masa

Dari Mao ke Marcuse.indd 181

181

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

pencerahan: Titik tolak rasionalitas yang dicari diambil dari individu atomistik. Rasio Descartes bertolak dari individu yang tercabut dari ketertanaman dalam lingkup sosial-budaya masyarakatnya. Dengan memisahkan individu dari keseluruhan dunia, rasionalisme menyerahkan dunia pada rasionalitas eisiensi ekonomis. Untuk mengatasi perpecahan gawat antara rasionalitas rasionalisasi yang irasional dan bidang “irasional”, individu dengan nilai-nilainya, diperlukan rasio yang mampu berpikir secara dialektis. Dengan acuan totalitas konkret yang melihat sistem perekonomian secara diakronis, rasio dialektis mampu mengangkat kontradiksi-kontradiksi yang terselubung oleh rasionalitas kelancaran proses-proses ekonomis di permukaan, dan dengan demikian membuka sistem itu untuk kritik. Rasio dialektis tidak membatasi diri pada analisis, melainkan “memahami kemajuan dalam pengetahuan sebagai proses totalisasi dialektis yang mencakup juga kemungkinan untuk mengubah prinsip-prinsip dasar” [60]. Maka, rasio dialektis tidak hanya berpikir rasional, melainkan menciptakan rasionalitas. Totalitas rasio dialektis tidak statis melainkan sebuah “totalitas evolusioner” [ib.]. Dalam rangka ini Kosík mengritik anggapan bahwa perkembangan manusia dalam semua dimensi ditentukan oleh “faktor ekonomis”. Anggapan ini—anggapan Marxisme vulger—mereduksikan manusia ke kegiatan ekonomis dan karena itu justru tidak menangkap totalitas konkret yang mengakui manusia dalam semua dimensi. Teori tentang faktor ekonomis salah paham terhadap arti mendasar “struktur ekonomis”. Bahwa seluruh dimensi kehidupan, “keseluruhan sosial” [64], didasari oleh struktur ekonomis tidak berarti bahwa “faktor ekonomis” menen-

Dari Mao ke Marcuse.indd 182

182

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

tukannya, jadi bahwa semua dimensi itu hanyalah cerminan atau perpanjangan faktor ekonomis. Peranan mendasar struktur ekonomis, jadi organisasi bidang perekonomian, struktur-struktur kekuasaan yang mencirikannya, adalah implikasi kenyataan bahwa manusia menciptakan kondisi-kondisi kehidupannya melalui kegiatan ekonomis. “Manusia [adalah] makhluk yang memakai bahan alami untuk membentuk realitas sosio-manusiawi baru, sesuai dengan hukum alam dan berdasarkan alam sebagai kondisi yang tak bisa tidak” [67]. Maka, “perekonomian adalah struktur dasar objektivikasi manusia... Primat perekonomian bukan karena seakan-akan hasil kerja tertentu [hasil kerja ekonomis, FMS] lebih nyata daripada hasil kerja lain [misalnya karya seni, FMS], melainkan merupakan implikasi pentingnya praksis dan pekerjaan dalam proses pembentukan realitas manusia” [67s.]. Pendek kata, karena “manusia membentuk diri atas dasar pekerjaannya” [71]98 struktur-struktur pekerjaannya, perekonomian, merupakan kondisi praksis manusia paling menentukan. Melawan ekonomisme ka sar Kosík menegaskan bahwa “Marxisme ... tidak mereduksikan kesadaran sosial, ilsafat dan seni ke ‘kondisi-kondisi ekonomis’… Melainkan perhatian dipusatkan pada proses di dalamnya subjek konkret memproduksikan dan mereproduksikan realitas sosial, sedangkan ia sendiri diproduksi sendiri secara historis dan sekaligus direproduksikannya sendiri di dalamnya” [69]. 98

Dalam pekerjaan, “sebagai makhluk sosio-historis, manusia memproduksikan (1) barang kebutuhan material, (2) hubungan sosial dan lembaga-lembaga, (3) berdasarkan itu, gagasan-gagasan, emosi-emosi, kualitas-kualitas manusia dan indra-indra manusia yang sesuai” (70).

Dari Mao ke Marcuse.indd 183

183

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Kosík menjelaskan dampak struktur ekonomis dengan contoh seni. Seni bukan bangunan atas perekonomian. Karya-karya Shakespeare tidak boleh dianggap “tak lain daripada reproduksi artistik perjuangan kelas dalam zaman akumulasi primitif” [73]. Melainkan, baik bidang ekonomi maupun dimensi-dimensi kemanusiaan lain, seperti seni, diciptakan manusia dalam praksisnya.99 Maka Kosík mengecam pengertian Plekhanov tentang seni. “Plekhanov tak pernah mengatasi dualisme kondisi berhadapan dengan psyche (jiwa) karena ia tidak pernah memahami konsep Marx tentang praksis” [76]. Praksis selalu berlangsung dalam struktur-struktur perekonomian tertentu, tetapi tak ada prioritas praxis sempit ekonomis terhadap semua dimensi praksis lain. Seni dan juga ilsafat amat berperan dalam pembangunan diri manusia. Seni dan ilsafat merupakan “dua cara berbeda yang membawa manusia ke pengertian realitas manusiawi sebagai keseluruhan…: Seni yang benar dan ilsafat yang benar membuka kebenaran sejarah: Mereka mengkonfrontasikan manusia dengan realitasnya sendiri” [73]. Seni sekaligus “membongkar mitos dan [bersifat] revolusioner” karena “mendesak manusia menjauhi prasangka-prasangkanya tentang realitas, ke dalam realitas sendiri dan ke dalam kebenarannya” [ib.]. Betul, karya seni tak lepas dari struktur perekonomian dalam arti bahwa masyarakat yang berdasarkan pertanian feodal akan memproduksikan seni yang berbeda dari masyarakat industrial.

99

“Manusia membentuk baik perekonomian maupun puisi sebagai ciptaan dari praksis” (67).

Dari Mao ke Marcuse.indd 184

184

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

Tetapi, itu tidak berarti bahwa seni hanya merupakan ungkapan bidang perekonomian. Baik bidang perekonomian, maupun seni dan lain-lain dimensi kemanusiaan seperti ilsafat diproduksikan oleh manusia. Bukan hanya perekonomian, melainkan juga karya seni membentuk kekayaan realitas manusia baru. “Bait Yunani, katedral abad pertengahan, dan istana Renaisans semuanya mengungkapkan realitas, tetapi mereka sekaligus membentuknya” [73]. Dalam kaitan ini Kosík mengecam historisisme yang berpendapat bahwa segala ciptaan manusia: cita-citanya, nilai-nilainya, seninya, ilsafatnya hanya berlaku dalam kaitan dengan zaman kemunculannya. Bagi pendekatan dialektis, semua unsur ini memang tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sosialhistoris yang melahirkan mereka, tetapi dalam mereka hakikat kemanusiaan terungkap secara mutlak universal: Di dalamnya “yang manusiawi, yang universal, dan yang mutlak muncul baik dalam bentuk pengandaian umum maupun sebagai hasil spesiik sejarah” [82s.]. Jadi, antara ketertanaman dalam zaman tertentu dan nilai universalnya tidak ada pertentangan. Bahwa apa pun yang muncul dengan manusia terkondisikan oleh lingkungan terjadinya, jadi terkondisi secara historis, bagi Kosík tidak berarti relativisme. Karena itu, apa yang diciptakan oleh Herakleiktos, Shakespeare, atau Hegel tetap bersama kita meskipun zaman mereka sudah jauh di belakang kita. Gagasan dan ciptaan mereka telah membentuk manusia selanjutnya, jadi masuk ke dalam sejarah. Dengan demikian, Kosík menjawab pertanyaannya, mengapa sebuah karya seni masih bisa bicara kepada kita jauh sesudah dunianya yang spesiik tenggelam.

Dari Mao ke Marcuse.indd 185

185

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

Maka, meski selalu bekerja dalam kondisi-kondisi tertentu, manusia mampu “mengatasi kondisi-kondisi” itu sehingga ia bisa “maju dari perkiraan ke pengertian, dari doxa ke episteme, dari mitos ke kebenaran, dari yang aksidental ke yang niscaya, dari yang relatif ke yang mutlak” [84s.].

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Filsafat dan Ekonomi Sesudah Kosík membahas realitas pseudo­konkret dan mengintroduksikan kategori totalitas konkret (2.), kemudian membongkar salah-paham-salah-paham paling utama tentang hubungan antara perekonomian dan kekayaan dimensi kemanusiaan (3.), Kosík menangani masalah paling mendasar Marxisme, yaitu apa yang sebenarnya dimaksud dengan prioritas bidang perekonomian. Marx menguraikan masalah ini dalam karyanya yang paling penting, Kapital.100 Maka dalam bagian ini Kosík berfokus pada Kapital. Kosík bertolak dari dua pengandaian. Pertama, Kapital harus dibaca seluruhnya kalau mau diinterpretasi. Segala macam singkatan, penyajian “potongan-potongan pentingnya” dan sebagainya sudah mengebiri Kapital sebelum diinterpretasi dan karena itu tidak mungkin menghasilkan interpretasi tepat. Kedua, sebuah interpretasi hanya mungkin benar, apabila berlaku bagi seluruh teks Kapital dan bukan hanya bagi sebagiannya

100

Tulisan lain Marx yang menjadi kunci bagi Kosík adalah tulisan Marx muda Critique of Hegel’s Philosophy of Right, Introduction, dan juga Tesis­tesis tentang Feuerbach, di mana peran kunci praksis diutarakan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 186

186

11/18/2013 10:56:20 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

http://facebook.com/indonesiapustaka

saja. Karena itu, empat macam interpretasi yang pada waktu Kosík beredar mesti memalsukan apa yang ditulis Marx. Menurut yang pertama, Kapital sebenarnya merupakan sebuah logika dan gramatika baru, sedangkan unsur-unsur ilosois dan ekonomis di dalamnya “tidak perlu” [97]. Yang kedua memandang Kapital sebagai tulisan ekonomis dan menyangkal isi ilosois. Interpretasi ketiga membaca Kapital sebagai analisis eksistensial situasi manusia di mana segi ekonomis hanya menjadi ilustrasinya. Yang keempat mengakui unsur-unsur ekonomis dan ilosois dalam Kapital, tetapi tidak dapat mempersatukannya; begitu misalnya Schumpeter membela Marx sang ekonom terhadap Marx sang ilosof [98]. Interpretasi pilih-pilih semacam ini menurut Kosík tidak sah karena “mematahkan teks yang satu menjadi dua, di mana yang satu ditangani menurut prinsip khusus tertentu dan yang satunya dianggap tidak bisa dijelaskan” [96]. Jadi, Kapital harus dibaca baik sebagai teks ilosois maupun ekonomis. Kapital memuat analisis situasi manusia dan memang mengembangkan bahasa yang sesuai. Karena itu, Kosík secara panjang lebar menolak anggapan bahwa Kapital mengimplikasikan penghapusan ilsafat.101 Kosík menyerang anggapan

101

Wacana “penghapusan ilsafat” berasal dari tempat termasyhur dalam Critique of Hegel’s Philosophy of Right. Introduction di mana Marx mengritik dua posisi. Kepada mereka yang mengabaikan ilsafat ia berseru: “Anda tidak dapat menghapus ilsafat tanpa merealisasikannya.” Dan, tentang mereka yang berhenti pada tingkat ilsafat dan mengabaikan politik ia menulis: “Mereka mengira dapat merealisasikan ilsafat tanpa menghapuskannya” (MEW I, 384).

Dari Mao ke Marcuse.indd 187

187

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

bahwa Marx muda yang “ilosois” berkembang menjadi Marx matang yang “ekonomis” dan bahwa perkembangan dari Nas­ kah­naskah Paris ke Kapital adalah peralihan dari ilsafat ke ilmu pengetahuan [101].102 Mereka yang mau “menghapus ilsafat dengan merealisasikannya” berargumentasi bahwa ilsafat selalu merupakan “kesadaran palsu” suatu zaman. Tetapi, argumentasi ini tidak memperhatikan bahwa ilsafat yang terkena distorsi bias pandangan kelas olehnya ia diciptakan berada dalam “kesa­ tuan dialektis” dengan ilsafat yang mengungkapkan kebenaran kemanusiaan [102]. Kita dapat mengatakan bahwa bias suatu ilsafat selalu merangsang kritik ilosois dan karena itu termasuk faktor pembaruan juga. Filsafat, di satu pihak, membantu manusia untuk “mengembangkan kesadaran diri” dan, di lain pihak, manusia itu “menemukan dalam ilsafat dan kategorikategorinya bentuk-bentuk kategorial [ungkapan konsepsional, FMS] praksis historisnya” [101]. Filsafat tidak hanya mengungkapkan prasangka-prasangka sebuah kelas, melainkan juga identitas dan harapan-harapannya dan dengan demikian menjadi faktor dalam praksis pembebas kelas itu. Sebagaimana sejarah tidak akan berakhir,103 begitu pula ilsafat selalu diperlukan. Pandangan bahwa dengan terlaksananya sosialisme ilsafat juga terlaksana dan karena itu terhapus, adalah tak lain sebuah “iksi eskatologis” [102]. Pandangan itu mengandaikan bahwa 102

Itulah tesis Louis Althusser dalam Pour Marx.

103

Marxisme ortodoks bisa diartikan seakan-akan dengan tercapainya sosialisme sejarah berakhir, dalam arti “The end of history” Fukuyama, karena sudah tercipta damai dan keselarasan abadi. Kosík (dan juga Mao Zedong) menolak pandangan ini.

Dari Mao ke Marcuse.indd 188

188

11/18/2013 10:56:20 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

http://facebook.com/indonesiapustaka

“rasio bersifat historis dan dialektis hanya sampai tahap tertentu dalam sejarah… [dan] sesudah itu berubah menjadi trans-historis dan non-dialektis” [103]. Kosík menolak anggapan itu dan dengan berani mempertahankan bahwa “kebenaran masih terjadi dalam ilsafat” [103]. Begitu pula Kosík menolak anggapan Herbert Marcuse bahwa Marx telah menggantikan kategori-kategori ilosois dengan kategori-kategori ilmu-ilmu sosial. Setiap ilsafat, yang paling abstrak pun, selalu mempunyai muatan ekonomis dan sosial karena diciptakan oleh manusia dalam situasi sosial-ekonomis dan dengan pandangan-pandangan tertentu.104 Menggantikan ilsafat dengan ilmu-ilmu sosial akan berarti “mengurung manusia dalam kesosialannya” [106]. Filsafat sebagai usaha manusia untuk menghadapi situasinya dan masa depannya dengan nalar tetap perlu. Filsafat adalah unsur hakiki dalam praksis manusia yang menyertai praksis sosialnya di semua tahap dan karena itu tidak dapat dihapus. Apa yang diuraikan Kosík tentang peran ilsafat dilaksanakan Karl Marx dalam Kapital. Sebagaimana diketahui, Kapital mulai dari analisis komoditi, lalu menjelajahi seluruh lingkup perekonomian kapitalis untuk berakhir dengan analisis kelas dalam bab 52 yang tidak terselesaikan. Bagaimana Kapital itu harus

104

“Kritik Marxis menemukan isi sosial dan ekonomis dalam setiap ilsafat, termasuk dalam yang paling abstrak, karena subjek yang mengembangkan sebuah ilsafat bukanlah ‘roh’ abstrak, melainkan pribadi historis konkret yang nalarnya mereleksikan totalitas realitas, lengkap dengan posisi sosialnya sendiri. Setiap konsep memuat unsur relativitas, setiap konsep merupakan sebuah tahap historis pengertian manusia maupun unsur yang akan memperbaikinya” (105s.).

Dari Mao ke Marcuse.indd 189

189

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dibaca? Menurut Kosík Kapital adalah sekaligus tiga hal: Sebuah “keseluruhan artistik”, sebuah “metode dialektis pengembangan” [sistem perekonomian kapitalis, FMS] dan usaha untuk “membuka ciri khas realitas yang diselidiki” [yaitu masyarakat kapitalis, FMS, bdk. 108]. Namun, tujuan Marx adalah unsur ketiga: Ia mau membuka hakikat dan dinamika masyarakat kapitalis. Bagaimana Marx melakukannya? Setia dengan perspektif totalitas konkret Kosík menegaskan bahwa Kapital harus dibaca sebagai “organisasi dialektis yang mengungkapkan sebuah realitas yang dianalisis secara ilmiah”. Ini berarti bahwa “ciri khas realitas merupakan sokoguru Kapital sebagai ‘organisasi dialektis‘ daripadanya realitas itu dapat dimengerti dan dijelaskan” [108]. Apa yang dimaksud Kosík dengan penjelasan super-abstrak ini? Yang dimaksud adalah sebuah gerak ganda. Kapital menganalisis kategori-kategori ekonomis dalam kaitan satu sama lain, sesuai dengan logika internal kapitalisme, jadi mulai di tingkat kesan (fenomen), tetapi sekaligus fetisisme kategori-kategori itu dibuka sehingga hubungan antarmanusia yang tereiikasi di dalam kategori-kategori itu didobrak. Dengan demikian akan terlihat bahwa dalam kapitalisme “pekerjaan mati memerintahi pekerjaan hidup, objek memerintahi manusia, produk memerintahi produsen, subjek termistiikasi memeritahi subjek nyata, objek memerintahi subjek” [110]. Kunci Marx untuk membuka rahasia kategori-kategori itu adalah wawasan materialis yang memahami realitas perekonomian kapitalis itu sebagai produk pekerjaan sosial. Metode yang dipakai Marx adalah penjelajahan. Karena itu, Kosík menyebut Kapital sebuah

Dari Mao ke Marcuse.indd 190

190

11/18/2013 10:56:20 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

http://facebook.com/indonesiapustaka

odisei.105 Logika internal penulisan Kapital adalah Odisei. Maka, Marx mulai dengan komoditi, salah satu kategori amat sentral dalam sistem kapitalisme dan, sesudah penjelajahan panjang melalui segala seluk-beluk sistem perekonomian kapitalis, berakhir pada analisis kelas yang membuka dinamika revolusioner kapitalisme yang tertutup oleh fetisisasi. Begitu, dengan menganalisis sistem kapitalisme, Kapital sekaligus “menyelidiki genesis [terjadinya] dan proses pembentukan subjek yang akan melaksanakan penghancuran revolusioner sistem” [112]. Kosík menarik beberapa kesimpulan dari pengertian tentang Kapital tadi. Kategori-kategori ekonomis (seperti kepentingan, upah, uang, bunga, modal, dan nilai lebih) merupakan “reproduksi spiritual” [112] bentuk-bentuk nyata subjek sosial. Filsafatlah yang membuka kaitan ini, jadi membongkar bahwa “kesan kategorial [kategori-kategori ekonomis itu] merupakan manifestasi niscaya hakikat tersembunyi mereka” [113].106 Karena itu, “proses perekonomian bukan hanya merupakan produksi barang-barang material; [melainkan] perekonomian adalah totalitas proses produksi dan reproduksi manusia sebagai

105

“Odisei” sebetulnya adalah nama karya kedua Homeros (yang pertama adalah Ilias, kisah perang Troya) yang menceritakan penjelajahan Odysseus yang pulang dari perang Troya dan selama 10 tahun terbawa arus laut ke pelbagai tempat sebelum akhirnya pulang juga ke istananya di Yunani.

106

“Dalam setiap kategori ekonomis bisa ditemukan… (1) bentuk tertentu objektiikasi sosio-historis manusia karena, sebagaimana dicatat Marx, produksi pada hakikatnya adalah objektiikasi manusia; (2) tingkat konkret historis tertentu hubungan subjek-objek; dan (3) dialektika dimensi historis dan trans-historis, artinya kesatuan determinasi-determinasi ontologis dan eksistensial” (114).

Dari Mao ke Marcuse.indd 191

191

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

makhluk sosio-historis. Perekonomian adalah produksi barangbarang material, tetapi juga [produksi] hubungan-hubungan sosial, konteks produksi ini” [115]. Jadi, analisis dialektis-materialis membuka kedok realitas pseudo­konkret: Apa yang kelihatan sebagai logika faktor-faktor ekonomis sebenarnya merupakan “hubungan antara manusia, yang kesadarannya yang terreiikasi hanyalah bentuk historis kesadaran manusia” [116]. Filsafat kritis membuka kenyataan ini karena memahami sistem perekonomian sebagai “ekspresi praksis objektif manusia dan sebagai ekspresi hubungan-hubungan sosial terinterkoneksi mereka sebagai tahap khusus historis perkembangan” [117]. Mengapa bidang ekonomi begitu menentukan, padahal Kosík menolak segala reduksi kekayaan dimensi kemanusiaan pada perekonomian? Jawabannya adalah bahwa manusia menciptakan diri dalam pekerjaan dan pekerjaan adalah pertamatama sebuah perbuatan ekonomis. Manusia bekerja karena ia harus hidup. Untuk membuat jelas makna “pekerjaan”, Kosík membedakan dengan tajam antara “pekerjaan” (labor) dan “membikin” (work).107 Mengikuti Marx, Kosík menegaskan bahwa pekerjaan adalah tindakan paling mendasar manusia dalam menciptakan diri.108 “Pekerjaan adalah kejadian yang 107

Sayang, kata asli Ceko maupun Jerman tidak diberikan. Dalam bahasa Jerman hanya ada kata “Arbeit”. Marx sendiri memakai kata “Arbeit” yang di sini diterjemahkan dengan “labor”. Tetapi manakah kata padanan kata “work”? Karena bahasa Indonesia pun hanya mengenal kata “pekerjaan”, saya memakai kata “pembikinan” sebagai terjemahan “work”. “Work” menunjuk pada paham yang dangkal, sedangkan “labor” memungkinkan pengembangan sebuah “ilsafat pekerjaan”.

108

Kosík menyetujui pendapat Marcuse bahwa sejak Marx tidak ada ilsafat pekerjaan baru yang berarti (119).

Dari Mao ke Marcuse.indd 192

192

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

meresapi seluruh dimensi manusia dan mewujudkan kekhasannya” [119]. Pertanyaan tentang pekerjaan adalah pertanyaan tentang manusia. Mengikuti Hegel, Kosík mengartikan pekerjaan dari perbedaan antara manusia dan binatang. Binatang dikuasai oleh “nihilisme” nafsu, artinya, apa yang menjadi objek nafsu atau naluri manusia ditiadakan. Tetapi, nafsu manusia dimediasi oleh pekerjaan. Kita ingat akan deinisi pekerjaan oleh Hegel sebagai “nafsu yang tertahan” [Phen. B. IV. A.]. Dengan demikian pekerjaan membebaskan manusia dari kediktatoran nafsu, sekaligus manusia menjadi sadar bahwa ia berada dalam waktu. Manusia bekerja agar ia dapat memenuhi kebutuhannya di masa depan. Dalam pekerjaannya manusia menyadari diri baik sebagai berada di bawah keniscayaan, maupun sebagai makhluk bebas. Keniscayaan, karena bahan maupun sarana pekerjaan adalah alam yang, betapa pun terbentuk oleh pekerjaan manusia sebelumnya, tetap gagah independen dari manusia. Tetapi, ia bebas karena dalam pekerjaan ia mewujudkan alam menurut cita-citanya sehingga alam mencerminkan manusia dan dengan demikian menjadi manusiawi. Pekerjaan juga berada di bawah keniscayaan dari segi lain. Manusia harus bekerja agar ia bisa hidup. Ia harus membuat alam menjadi cocok untuk memenuhi kebutuhannya, ia tidak dapat tidak bekerja. Tetapi, dalam pekerjaan manusia selalu sudah “melampaui wilayah keniscayaan dan membentuk di dalamnya prasyarat-prasyarat kebebasannya” [125]. Maka di satu pihak pekerjaan, sebagai ekspresi kebebasan manusia, tidak semata-mata merupakan tindakan ekonomis, tetapi di lain

Dari Mao ke Marcuse.indd 193

193

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

pihak pekerjaan berkaitan dengan perekonomian, itu pun dalam dua arti: Pertama, pekerjaan adalah asal-usul perekonomian (artinya, bidang perekonomian berkembang dari pekerjaan), dan, kedua, karena itu perekonomian menduduki “posisi sentral” dalam realitas sosio-manusiawi karena di dalamnya manusia, dalam sejarah, mengubah alam dan memanusiakan dirinya sendiri. Jadi, perekonomian merupakan bidang primer bukan dalam arti reduksionalistik, seakan-akan bidang-bidang lain kemanusiaan merupakan gejala atau cerminan perekonomian (pengertian Plekhanov dan Marxisme-Leninisme resmi), melainkan, karena melalui pekerjaan manusia menciptakan diri sebagai makhluk bebas serta merealisasikan hakikatnya dalam kekayaan sekian dimensi hakiki. Kemajemukan dimensinya adalah kekhasan manusia.109 Kosík memperlihatkan ini dengan releksi khusus tentang kesenian [124 s.]. Seni, meskipun juga merupakan pekerjaan dalam arti bahwa alam diwujudkan oleh manusia, namun sudah tidak ada di bawah keniscayaan pekerjaan karena seni tidak dilakukan demi survival manusia, melainkan semata-mata demi nilai non-materialnya. Seni membuktikan bahwa manusia begitu membebaskan diri dari kediktatoran nafsu sehingga ia dapat mengarahkan kemampuan dan tenaganya untuk menciptakan sesuatu yang tidak perlu, dilihat dari segi survival.

109

“Kemajuan manusia terdiri dalam kemampuannya untuk hidup dalam lebih dari satu dunia” (55).

Dari Mao ke Marcuse.indd 194

194

11/18/2013 10:56:20 AM

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Praksis dan Totalitas Manusia Sesudah menjelaskan bagaimana manusia menciptakan diri dalam pekerjaan dan bahwa karena itu bidang perekonomian merupakan kerangka dan kondisi paling menentukan bagi penciptaan diri manusia selanjutnya, Kosík seakan-akan mau membawa pulang hasil dari pertimbangan-pertimbangan itu dengan mereleksikan tiga paham kunci interpretasinya tentang pemikiran Marx, praksis, sejarah dan manusia sendiri. “Praksis” merupakan “konsep kunci” [133] untuk mengerti manusia dalam totalitasnya, dalam kekayaan semua dimensinya. Kosík menegaskan bahwa praksis tidak bisa dipahami dari dikotomi ‘teori—praksis’. Dalam praksis manusia menjalankan segala macam praktik dan memproduksikan teori-teorinya. Praksis juga tidak ada kaitan dengan manipulasi, misalnya manipulasi oleh “hukum pasar” (adalah Machiavelli yang untuk pertama kali memahami manusia sebagai objek disposisi dan manipulasi [136]). Melainkan praksis merupakan kategori antropologis menyeluruh yang menyatakan bahwa realitas manusia bukan sesuatu yang terberi. Realitas manusia adalah hasil praksisnya. “Praksis meresapi keseluruhan manusia dan menentukannya dalam totalitasnya” [137]. Praksislah yang “memahatkan makna-makna manusia ke dalam bahan alami” [138]. Karena praksis mengungkapkan “kekhawatiran, rasa muak, rasa takut, kegembiraan, tawa [dan] harapan” manusia, praksis menjadi tempat manusia “memperjuangkan pengakuan” bagi dirinya [138]. Praksis sekaligus merupakan “objektivasi manusia dan penguasaan alam” dan “realisasi kebebasan manusia” [139].

Dari Mao ke Marcuse.indd 195

195

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Dan, praksis “membuka alam raya” bagi kita [139], karena hanya melalui praksis kita belajar tentang dunia dan proses-prosesnya. Maka, melalui praksis manusia membuktikan diri sebagai makhluk yang alami dan makhluk objektif karena hasil praksis menjadi realitas objektif dalam dunia. Tetapi, dalam praksis, manusia juga adalah subjektivitasnya karena dalam bekerja manusia merealisasikan kebebasannya. Karena praksis, manusia secara hakiki merupakan makhluk bersejarah. Praksisnya dilaksanakan dalam kondisi-kondisi objektif, bukti praksis generasi-generasi sebelumnya. Begitu pula praksis menciptakan kondisi-kondisi objektif untuk generasi yang akan datang. Praksis manusia dari satu pihak tidak bisa sewenang-wenang karena terbatas oleh kondisi-kondisi objektif, namun dari lain pihak praksis dapat mendobrak segala kebekuan masyarakat. Namun, Kosík menunjuk pada sebuah dilema. Sejarah bagaimanapun juga dibentuk oleh tindakan sekian orang individual, masing-masing sesuai dengan segala macam keinginan, nafsu, maksud, emosi, perhitungan licik, tujuan-tujuan luhur, dan provokasi yang kebetulan. Padahal sejarah juga berkesan memperlihatkan kemajuan dalam rasionalitas. Nah, apakah rasionalitas itu tipuan belaka dan sebenarnya sejarah tidak lebih dari sederetan peristiwa kebetulan?110 Atau, diakui bahwa sejarah ada rasionalitasnya,111 tetapi lalu

110

Itulah pandangan yang diperjuangkan Karl Popper dalam The Open Society and its Enemies dan dalam The Poverty of Historicism.

111

Inilah yang diyakini Hegel. Menurut Hegel sejarah bergerak ke arah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar.

Dari Mao ke Marcuse.indd 196

196

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

perlu diterima adanya sebuah invisible hand, entah itu Tuhan, Roh Semesta, entah apa, tetapi pokoknya ada sebuah faktor dari luar dunia yang mengarahkan sejarah. Nah, dengan memahami sejarah sebagai ciptaan manusia, ilsafat materialis, menurut Kosík, dapat mengatasi dilema ini. Yang khas bagi praksis adalah bahwa praksis memiliki struktur keniscayaan—kebebasan. Keniscayaan karena individu mulai ber-praksis dalam suatu kerangka kondisi-kondisi alami dan sosial yang harus diterimanya, yang sudah jadi. Kerangka itulah—yang mempunyai basisnya dalam “tenaga-tenaga produktif dan hubungan-hubungan produksi”, tetapi di mana juga termasuk “bahasa, bentuk-bentuk pemikiran dst.”—adalah apa yang dalam ilsafat sejarah suka disebut “substansi, roh objektif, kebudayaan atau keberadaban” [146]. Dalam kerangka objektif itu masing-masing orang ber-praksis dan dengan demikian menciptakan masa depan umat manusia. Dan, praksis itu, dalam batas-batas kondisi-kondisi objektif itu, mengungkapkan atau memproduksikan kebebasan manusia. “Dalam kegiatannya manusia menuliskan makna-maknanya ke dalam dunia dan membentuk struktur makna-makna di dalamnya” [147]. Maka invisible hand tidak perlu. Kebebasan masing-masing pelaku sejarah tidak anarkis dan sewenang-wenang karena terikat pada kondisi-kondisi objektif serta pada keperluan untuk menjamin sarana-sarana kehidupannya. Tetapi, masa depan tetap terbuka karena, dalam kerangka kondisi-kondisi itu, manusia dapat mewujudkan apa yang dicita-citakan. Manusia yang menciptakan diri dalam praksis, sebagai makhluk yang secara hakiki bersejarah, itulah manusia dalam

Dari Mao ke Marcuse.indd 197

197

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

totalitasnya: Manusia sebagai objek dan subjek sejarah, sebagai makhluk yang tunduk terhadap keniscayaan alami tetapi dengan bebas memanusiakannya, yang dalam pekerjaannya mengakui kemandirian alam tetapi sekaligus menundukkannya demi tujuan-tujuannya, yang mau tak mau berpijak pada kondisi-kondisi objektif tetapi mampu menuliskan makna-makanya ke dalam realitas sosial. Filsafat tetap perlu karena ilsafat mereleksikan manusia dalam totalitasnya dan dengan demikian membuka perspektif untuk mendobrak segala pembekuan pseudo­konkret. Kant menyatakan bahwa “benda itu sendiri” (das Ding an sich) tidak pernah akan kita tangkap. Tetapi, Kosík membantah: “Benda pada dirinya sendiri yang diributkan ilsafat adalah manusia dan tempatnya di alam raya, atau, dalam kata-kata berbeda: ‘Benda pada dirinya sendiri’ adalah totalitas dunia yang dibuka dalam sejarah oleh manusia, serta manusia yang berada dalam totalitas dunia” [152s.].

http://facebook.com/indonesiapustaka

6. Catatan akhir Tulisan Kosík tak kurang sebuah revitalisasi Marxisme yang orisinal dan membuka cakrawala baru. Seperti sebelumnya Georg Lukács dan Karl Korsch, Kosík melakukannya dengan mengangkat kembali warisan dialektika Hegel dalam pemikiran Marx. Sama juga dengan mereka, ia menemukan bahwa praksis adalah kategori kunci untuk memahami pemikiran Marx tentang manusia dan masyarakat. Seperti mereka, begitu pula Kosík mengidentiikasikan reiikasi masyarakat borjuis-kapitalis sebagai tantangan utama dewasa ini. Tetapi, perbedaan Kosík

Dari Mao ke Marcuse.indd 198

198

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

dengan dua pemikir Leninistik tadi juga mencolok. Sekali pun proletariat, kaum buruh, tidak muncul dalam tulisannya. Inti Leninisme, perlunya partai dan ideologi revolusioner, tidak memainkan peranan sama sekali dalam pemikiran Kosík. Di tangan Kosík Marxisme menjadi sebuah metodologi dan epistemologi umum untuk memahami manusia dan masyarakat dengan perspektif pembebasan, yaitu pendobrakan segala pembekuan pseudo­konkret. Marxisme tidak lagi dipakai sebagai ideologi yang dapat meramalkan masa depan. Yang juga khas bagi Kosík adalah keyakinannya tentang peran ilsafat yang tak bisa “dihapus”. Bahwa dalam konsepsi Kosík sebuah ideologi revolusioner yang perlu diikuti dengan setia tidak memainkan peranan sama sekali membuktikan bahwa kritik Kosík juga kena pada sistemsistem komunis Soviet di Eropa Timur, khususnya di Cekoslovakia waktu itu. Jadi, analisis terhadap realitas pseudo­konkret tidak hanya mengenai masyarakat borjuis-kapitalis, melainkan juga mengenai rezim-rezim kediktatoran birokratis partai-partai komunis. Tanpa perlu menyebut sasarannya, penelanjangan segenap reduksionalisme menghantam langsung dogma paling dasar Marxisme-Leninisme bahwa faktor ekonomis menentukan segala-galanya. Sangat menarik bagaimana Kosík mempertahankan ajaran Marx tentang prioritas struktur-struktur ekonomis tanpa jatuh ke dalam ekonomisme. Kosík mau mempertahankan manusia dalam keutuhannya. Itulah yang dimaksud dengan totalitas konkret. Semua dimensi kemanusiaan: perekonomian, struktur-struktur sosial, agama, budaya, seni, moralitas, ilsafat, cita-cita masing-masing orang,

Dari Mao ke Marcuse.indd 199

199

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

diakui dalam kekhasannya. Fakta bahwa unsur-unsur itu semua terpengaruh oleh struktur-struktur ekonomis—seorang petani pra-modern mengembangkan dimensi sosial, spiritual, kultural, religius, dan estetik kemanusiaannya, berbeda dari seorang ahli komputer abad ke-21—sedikit pun tidak menghilangkan nilai universal unsur-unsur itu. Begitu misalnya kategori totalitas memungkinkan Kosík untuk melihat keterikatan sebuah karya seni pada zaman dan sekaligus mengakui bahwa karya itu bisa bernilai dan berarti bagi manusia di seluruh dunia, ratusan tahun kemudian. Kosík berhasil mempertahankan pengertian dasar Marx tentang mekanisme perkembangan masyarakat tanpa mereduksikan apa pun dari kekayaan ekspresi-ekspresi kemanusiaan segala zaman. Ia bisa menggabungkan relativitas dan historisitas segenap ciptaan manusia bersama dengan nilainya yang bisa universal dan mutlak. Begitu pula Kosík melihat dengan jelas keterbatasan usaha manusia oleh kondisi-kondisi objektif daripadanya ia tidak bisa lari, namun sekaligus menunjukkan—yang dalam Marxisme ortodoks hilang sama sekali— bahwa manusia dalam praksisnya mewujudkan diri sebagai makhluk yang bebas. Tentu, buku Kosík juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Pengertian praksis memang kaya, tetapi di seluruh buku tetap cukup abstrak. Apalagi praksis revolusioner yang hanya kadangkadang disinggung, tinggal sebuah kemungkinan di cakrawala karena sedikit pun tidak diuraikan. Mengikuti Marx dan Lukács, Kosík percaya sepenuhnya pada arti objektif-nyata istilah-istilah kuncinya seperti realitas pseudo­konkret, totalitas, praksis, dialektika. Kosík percaya bahwa konsep­konsepnya dapat

Dari Mao ke Marcuse.indd 200

200

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Karel KosÍk: Dialektika Realitas Konkret

menangkap hakikat realitas, sesuatu yang oleh ilsafat bahasa sementara ini ditolak.112 Hal itu bisa dilihat dari dua contoh, di mana Habermas— yang datang dari tradisi ilosois yang sama—menemukan peristilahan yang kelihatan lebih bermanfaat. Pertama, Kosík tidak seluruhnya berhasil membuat jelas di mana letak perbedaan antara pengaruh menentukan “struktur-struktur ekonomis” dan “faktor ekonomis” yang ditolaknya begitu keras. Habermas bisa ke luar dari ketidakjelasan ini, karena ia memberi perhatian pada rasionalitas komunikatif antar-subjek sebagai rasionalitas paling dasar, sedangkan Kosík, sama seperti Horkheimer dan Adorno, hanya mengenal rasionalitas pekerjaan. Tetapi, rasionalitas pekerjaan merupakan rasionalitas sasaran dan karena paradigmanya adalah hubungan antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek, reduksionalisme sulit dihindari. Yang kedua adalah paham yang menjadi titik tolak Kosík: realitas pseudo­konkret. Seperti sudah kelihatan pada Lukács, Horkheimer, dan Adorno, pengertian ini hanya mengizinkan dua kemungkinan: Atau masyarakat adalah terreiikasi dan karena itu dalam totalitasnya pseudo, atau ia bebas daripadanya, lalu ia memang bebas total. Tetapi, bukankah reiikasi—penyihiran hubungan antarmanusia menjadi hubungan antarbenda—tidak pernah total, melainkan selalu menyangkut lebih dan kurang? Menurut Habermas tidak mungkin rasionalitas dan kebebasan

112

Sekarang konsep-konsep dipandang sebagai konstruksi yang memang mampu membuat kita menghadapi dunia nyata, tetapi yang nilai kebenarannya tidak lepas dari manfaat pragmatisnya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 201

201

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

sama sekali hilang. Menurutnya manusia dalam setiap komunikasi masih menyentuhnya. Ia menggantikan paham-paham total seperti reiikasi dan realitas pseudo­konkret dengan koloniali­ sasi dunia kehidupan oleh imperatif-imperatif dua sistem dominan modernitas, komersialisasi, dan birokrasi. Dengan demikian, ia sanggup untuk memahami pembekuan rasionalitas dan kebebasan manusia dalam masyarakat borjuis-kapitalis sebagai proses yang ada kurang dan lebihnya, dan bukan sebagai sesuatu yang bersifat seratus persen dan karena itu hanya bisa berkuasa seratus persen atau harus dihilangkan seratus persen. Kritik itu tidak menghilangkan bahwa Kosík barangkali merupakan pemikir Marxis yakin yang paling berhasil mengangkat arti universal dalam pemikiran Marx dan untuk menunjukkan bahwa Marxisme, after all, merupakan ilsafat yang mampu memikirkan segi-segi hakiki kemanusiaan. Bisa juga bahwa pemikiran Marx sebagaimana dimengerti Kosík, jauh sesudah kritiknya terhadap kapitalisme kedaluwarsa, masih tetap relevan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 202

202

11/18/2013 10:56:20 AM

Bab 6 teorI KrItIs MaX HorKHeIMer Dan tHeoDor wIesengrUnD aDorno

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Salah satu aliran besar ilsafat abad ke-20 adalah ‘Teori Kritis’. Yang khas bagi aliran itu adalah bahwa cara berpikir mereka bertolak dari pemikiran Karl Marx, tetapi mengembangkannya agar menjadi sarana untuk menganalisis masalah-masalah kontemporernya. Para tokoh aliran ini berkaitan dengan Institut für Sozialforschung (Lembaga Penelitian Sosial) di Frankfurt am Main di Jerman. Lembaga ini didirikan pada 1924 oleh Carl Grünberg dengan tujuan untuk mengadakan penelitianpenelitian tentang masyarakat yang bernapaskan sosialisme dan Marxisme. Mereka sering juga disebut ‘Mazhab Frankfurt’

Dari Mao ke Marcuse.indd 203

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

(Frankfurter Schule). Di antara mereka ada ahli ilmu sosial, ahli ekonomi, ahli kesusasteraan. Yang paling terkenal adalah tiga ilosof mereka, Max Horkheimer (1895–1973) yang pada tahun 1930 menjadi direktur institut itu, Theodor Wiesengrund Adorno (1903–1969) dan Herbert Marcuse (1898–1979).113 Sesudah Adolf Hitler berkuasa di Jerman pada bulan Januari 1933 mereka semua meninggalkan Jerman karena selain mereka berhaluan kiri—dan karena itu dikejar oleh kaum Nazi,— mereka semuanya orang Yahudi. Horkheimer dan Adorno kemudian membuka cabang Institut für Sozialforschung di New York, dengan bernaung pada Columbia University, dan kemudian juga di Los Angeles di California. Sesudah Perang Dunia II, Institut für Sozialforschung mereka buka kembali di Universitas Frankfurt dengan Horkheimer sebagai pemimpinnya. Pemikiran mereka di tahun 60-an amat berpengaruh pada para mahasiswa kiri yang mewujudkan gerakan Kiri Baru. Sejak tahun 70-an mereka juga semakin dipelajari di negara-negara berbahasa Inggris. Meskipun para murid Teori Kritis, seperti Oscar Negt, Klaus Offe, Albrecht Wellmer, Alfred Schmitt dan Jürgen Habermas, kemudian mengambil jalan-jalan mereka sendiri, namun Teori Kritis termasuk di antara puncak-puncak pemikiran abad ke-20.114 Saya membatasi diri di sini kepada para ilosof di antara Mazhab Frankfurt. Dalam bab ini saya membahas pemikiran 113

Tokoh-tokoh lain Mazhab Frankfurt ini adalah: Friedrich Pollock, Leo Löwenthal, Walter Benjamin, Franz Neumann, Otto Kirchheimer, Karl August Wittfogel, dan Erich Fromm yang kemudian mengambil arah lain.

114

Saya membahas Teori Kritis secara lebih luas dalam Magnis 1992, hlm. 159–174, dan Magnis 2005, 148–159.

Dari Mao ke Marcuse.indd 204

204

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

terpenting dua tokoh utama Teori Kritis, Max Horkheimer dan Theodor Wiesengrund Adorno. Herbert Marcuse saya bahas dalam bab berikut.

http://facebook.com/indonesiapustaka

2. Max Horkheimer: Teori Kritis dan Krisis Rasionalitas Max Horkheimer lahir pada 1895 sebagai anak seorang pengusaha tekstil kaya di Stuttgart, Jerman. Sejak umur muda ia tertarik pada sastra dan ilsafat. Ia menolak bekerja dalam perusahaan ayahnya. Sesudah perang dunia pertama ia studi psikologi, ilsafat, dan ekonomi nasional. Pada 1923 ia dipromosi menjadi doktor ilsafat dengan disertasi tentang Kant. Di bawah pengaruh Schopenhauer, Hegel, dan Marx, Horkheimer menemukan posisi Teori Kritis. Pada 1930 Horkheimer menjadi direktur Lembaga Penelitian Sosial di Frankfurt. Yang dicita-citakannya dalam usaha intelektualnya adalah mengombinasikan penelitian ilmu-ilmu khusus dengan ilsafat demi untuk mengembangkan sebuah teori masyarakat yang tidak hanya ilosois, melainkan juga ekonomis, sosiologis, dan psikologis. Pada 1932 terbit untuk pertama kalinya majalah Zeitschrift für Sozialforschung (“Majalah Penelitian Sosial”). Majalah itu mengumpulkan sekelompok orang cemerlang: Di samping Max Horkheimer yang berfokus pada penelitian khusus ilsafat ada Erich Fromm untuk psikologi sosial, Leo Löwenthal untuk sosiologi sastra, Friedrich Pollock untuk ekonomi, dan Herbert Marcuse untuk ilsafat dan teori fasisme. Sejak 1933 Adorno juga semakin dekat mereka itu. Pada 1933 mereka mulai melarikan diri dari Jerman

Dari Mao ke Marcuse.indd 205

205

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

yang Nazi. Institut mendirikan cabang di Geneva dan akhirnya pindah ke New York. Pada 1937 ia menulis karangan programatis Teori Tradisional dan Kritis di mana ia menemukan titik tolak teoretisnya sendiri. Pada 1941 Horkheimer dan beberapa rekan kerja pindah ke Los Angeles. Di situ ia, bersama Adorno, menulis karya penting Teori Kritis, Dialektik der Aufklärung (“Dialektika Pencerahan”). Pada 1950 ia pulang ke Frankfurt. Ia mendirikan kembali Lembaga Penelitian Sosial. Pada 1951 sampai 1953 ia menjadi Rektor Universitas Frankfurt dan 1954 sampai 1959 menjadi guru besar tamu di Chicago. Pada 1960 ia dipensiun. Ia menarik diri ke Montagnola di Swis. Di tahun-tahun terakhir hidupnya nampak sebuah nuansa pemikiran baru, “harapan akan yang lain sama sekali”. Ia meninggal pada 1973 di Nürnberg di Jerman. Berikut ini saya membatasi diri pada dua karya ilosois utama Horkheimer, Teori Tradisional dan Kritis dan Dialektika Pencerahan, karya agung yang ditulisnya bersama Adorno.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Tradisional dan Kritis Pada 1937 Horkheimer menulis karangan Teori Tradisional dan Kritis yang menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi programnya dalam bidang teori. Dari karangan itu kelompoknya mendapat nama “Teori Kritis“. Dengan nama ini Horkheimer menggariskan jelas di mana ia melihat perbedaan usaha teoretisnya sendiri dari pola teori ilmu pengetahuan tradisional yang menguasai universitas-universitas. Paham tradisional dapat dikembalikan ke Descartes. Dalam paham ini sebuah teori mau mendeskripsikan kenyataan yang ada dengan setepat mungkin.

Dari Mao ke Marcuse.indd 206

206

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Contoh ideal teori-teori itu ditemukan dalam ilmu-ilmu alam. Sebuah teori menghasilkan pengertian yang kemudian dapat dipergunakan untuk pelbagai tujuan. Semakin baik suatu teori, konstruksinya semakin logis, tanpa kontradiksi, dan dengan cakupan yang luas dan apabila bisa dipergunakan secara teknis. Teori memungkinkan kita untuk mengetahui alam, untuk menyesuaikan diri dengan alam dan dengan demikian untuk mempergunakan alam demi tujuan-tujuan kita sendiri. Tujuan teori tradisional adalah memberikan pengertian. Ilmu sejarah misalnya mau membuat kita mengerti mengapa segala macam hal yang menarik, penting dan kadang-kadang mengerikan sampai terjadi. Kita menjadi mengerti mengapa sesuatu terjadi. Dengan demikian kita dapat menerimanya. Kita didamaikan dengan masa lampau. Kita tidak lagi marah melainkan dapat menerima apa yang terjadi. Yang dikritik Horkheimer pada teori model tradisional itu adalah bahwa teori itu konservatif karena melindungi dan bahkan membenarkan apa yang terjadi. Teori tradisional adalah kontemplatif dalam arti bahwa teori sekadar memandang dan merenungkan realitas, tetapi tidak mau dan tidak bisa mengubahnya. Maka teori tradisional menjadi airmatif. Teori tradisional membatasi diri pada kontemplasi, akhirnya dapat “mengerti”, dan dengan demikian membenarkan apa yang telah terjadi. Teori tradisional kontemplatif dalam arti ini juga positivistik karena begitu saja menerima faktisitas. Seperti positivisme, begitu teori yang hanya kontemplatif bertolak dari data-data yang “terberi” dan dengan demikian membenarkan apa yang terberi itu. Bagi Horkheimer positivisme merupakan ekstrem

Dari Mao ke Marcuse.indd 207

207

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

ilsafat yang menolak untuk mempersoalkan kenyataan, maka positivisme merupakan sekutu kuasa-kuasa yang ada. Karena ciri positivistik itu, teori kontemplatif tidak mampu untuk memahami suatu ketidakadilan sebagai sesuatu yang seharusnya tidak ada dan karena itu menutup usaha untuk membongkarnya. Teori kritis adalah sebalik teori kontemplatif. Model teori kritis adalah teori Marx. Teori Marx tentang masyarakat tidak membuat kita “mengerti” masyarakat, melainkan mengritik masyarakat dan karena itu membuka perspektif untuk mengubahnya. Teori Marx bersifat kritis karena didorong oleh tekad untuk menghapus segala ketertindasan dan penghinaan dapat dihapus. Perbedaan antara teori kritis dari teori tradisional terletak dalam pendekatan. Teori tradisional bertolak dari apa yang dianggapnya fakta. Tetapi teori kritis bertanya perkembangan apa yang menghasilkan sebuah keadaan dan apa dinamika keadaan itu. Mata teori kritis mampu memahami kenyataan dari sudut kemungkinan untuk berubah. Meskipun yang sudah terjadi tidak dapat ditiadakan, tetapi keadaan sekarang, akibat perkembangan masyarakat sebelumnya, dapat diubah. Teori kritis mampu mengritik realitas sosial karena tidak purapura mau bebas nilai sebagaimana diklaim oleh teori tradisional. Teori tradisional sebenarnya juga tidak bebas, melainkan, sebagaimana diperlihatkan Horkheimer, secara tersembunyi dan di bawah sadar selalu sudah berpihak pada mereka yang sedang berkuasa, serta mau mengamankan mereka. Sebaliknya, teori kritis tegas-tegas berpihak pada mereka yang dihisap dan ditindas. Karena itu teori kritis bertolak dari penderitaan, dari negativitas yang dialami, dengan tujuan untuk mengubahnya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 208

208

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Maka teori kritis tidak bersifat kontemplatif, melainkan merupakan sebuah praksis sosial. Karena teori kritis membuka ketidakadilan dan ketidakwajaran keadaan masyarakat, teori kritis membuka kesadaran bahwa situasi harus diubah. Perubahan kesadaran itu merupakan langkah pertama ke arah pembebasan. Karena teori kritis menyobek kesan semu bahwa realitas, misalnya sistem perekonomian kapitalistik, bersifat alami dan rasional, ia membuka perspektif untuk sebuah praksis yang menjungkir-balikkan tatanan yang sebenarnya tidak rasional dan tidak alami itu. Teori kritis menemukan bahwa realitas sosial ternyata diproduksikan oleh manusia dan karena itu membuat sadar bahwa tindakan manusia dapat juga mengubahnya. Maka teori kritis menjadi praktis, sebagai praksis pembebasan, sebagai teori. Mempunyai teori yang kritis merupakan langkah pertama ke pembebasan nyata. “Sejauh faktafakta [masyarakat] yang terberi dalam persepsi dipahami sebagai produk yang secara prinsip harus berada di bawah kontrol manusia dan sekurang-kurangnya di masa depan harus jatuh di bawah kontrolnya, fakta-fakta itu kehilangan sifat faktualitas semata-mata” [TuKrTh 29s]. Dengan demikian teori kritis menjadi permulaan gerakan pembebasan. Teori kritis adalah “unsur tak tersingkirkan upaya historis untuk menciptakan dunia yang memadai dengan kebutuhan dan kekuatan manusia” [TuKrTh 58]. Teori kritis dibimbing oleh “idea tentang masyarakat mendatang sebagai komunitas manusia-manusia bebas” [TuKrTh 36]. Paham teori kritis amat berpengaruh terhadap ideologi Gerakan Kiri Baru tahun 60-an abad lalu.

Dari Mao ke Marcuse.indd 209

209

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

Penggelapan rasionalitas

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pada 1941 Horkheimer dan beberapa rekan lain dari Institut Penelitian Sosial pindah ke Los Angeles. Di antara mereka juga Adorno. Di Los Angeles, di “daerah impian” Amerika Serikat dan tampaknya jauh dari kengerian perang yang berkecamuk di Pasiik dan di Eropa, mereka mereleksikan bersama betapa suatu gerakan penuh semangat yang tiga ratus tahun sebelumnya mulai sebagai Pencerahan menghasilkan kegelapan yang tanpa tanding dalam sejarah umat manusia. Naiknya Fasisme dan Nasionalsosialisme di hati kebudayaan Eropa, di Italia dan Jerman, antisemitisme yang memuncak dalam genosid ganas terhadap bangsa Yahudi, Stalinisme di Uni Soviet, dan perang dunia kedua sendiri (dengan sekitar 50 juta orang mati), tetapi juga pendangkalan kebudayaan yang mereka saksikan langsung dalam industri entertainment khas Amerika, membuat mereka berpandangan semakin pesimis. Pada 1944 Horkheimer diundang memberi lima kuliah tentang Society and Reason di Columbia University di New York. Kuliah-kuliah itu kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Eclipse of Reason115 (Penggelapan Rasio). Di dalamnya Horkheimer menelusuri kembali apa yang terjadi sehingga rasio (nalar), kebanggaan para ilosof sejak Pencerahan,

115

Max Horkheimer 1947, Eclipse of Reason, New York: Oxford University Press; acuan-acuan dalam teks ini diambil dari terjemahan buku ini ke dalam bahasa Jerman yang dimuat dalam Zur Kritik der instrumentellen Vernunft, diedit dan diterjemahkan oleh Alfred Schmidt, Frankfurt a.M.: Athenäum Fischer Taschenbuch Verlag; selanjutnya saya singkat “EoR”, halaman mengacu pada edisi Jerman.

Dari Mao ke Marcuse.indd 210

210

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

merosot menghasilkan suatu irasionalitas yang semakin total. Buku ini merupakan rekonstruksi sejarah rasionalitas sebagai sejarah kehancurannya. Maka, Eclipse of Reason bernada pesimis sama sekali. Harapan yang masih terasa dalam Teori Tra­ disional dan Kritis tadi bahwa rasionalitas kritis dapat mendobrak kebuntuan peradaban modern yang telah gagal sepertinya sudah padam. Hanya individu yang masih dapat menolak larut dalam dinamika irasionalitas itu dan secara heroik melawan keseluruhan sistem realitas yang mencekik itu. Keyakinan dasar Eclipse of Reason terungkap dalam Kata Pengantar. Dalam modernitas tertanam sebuah dialektika jahat: Manusia mau maju, tetapi kemajuan semakin menjadi sebuah proses de-humanisasi. Manusia mau maju dengan mengembangkan sarana-sarana teknis penguasaan alam. Tetapi “kemajuan sarana-sarana teknis disertai sebuah proses dehumanisasi. Kemajuan mengancam menghancurkan tujuan yang maunya dicapai—cita-cita manusia” [EoR 13]. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena rasionalitas yang mendorong Pencerahan dipahami semata-mata sebagai sarana kalkulasi penguasaan dunia. Rasionalitas disamakan dengan kemajuan dalam arti ilmu alam dan teknologi. Dengan demikian, rasionalitas kehilangan wawasan yang justru membuatnya rasional dalam arti yang sebenarnya: Wawasan keselamatan dan pengembangan menyeluruh manusia. Dalam perspektif teknik, manusia sendiri menjadi bagian dalam proses produksi dan karena itu harus ditundukkan terhadap tuntutan eisiensi produksi industrial. Sekaligus seluruh wilayah kemanusiaan semakin dikuasai oleh cara pandangan kapitalis: Apa pun menjadi komoditi, artinya

Dari Mao ke Marcuse.indd 211

211

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

apa pun hanya bernilai sejauh dapat diungkapkan sebagai nilai tukar. Yang diperhatikan bukan apa yang mengembangkan manusia secara menyeluruh, melainkan manusia dikembangkan sedemikian rupa hingga tidak mengganggu proses produksi kapitalis. Dengan fokus pada eisiensi proses produksi, tujuan proses produksi itu sendiri tidak lagi diperhatikan. Pendek kata, rasionalitas modern hanya memikirkan efektivitas sarana-sarana, tetapi tidak lagi apa yang merupakan tujuan rasional yang mau dicapai melalui sarana-sarana itu. Hasil rasionalisasi modern ini adalah, dalam bahasa Herbert Marcuse, rasionalitas dalam detail, tetapi irasionalitas dalam keseluruhan. Di zaman pra-modern rasionalitas dimengerti secara objektif. “Rasio bukan sebagai kemampuan semata-mata individual, melainkan sebagai kekuatan yang menentukan alam dan dunia, padanya kehidupan manusia pun harus diarahkan”116 supaya benar dan berhasil. Maka, menurut Aristoteles manusia hidup secara rasional apabila ia mengembangkan diri sebagai makhluk yang rohani dan sosial, dan Thomas Aquinas menempatkan “hukum kodrat” sebagai tolok ukur objektif kehidupan yang masuk akal. Rasionalitas dilihat sebagai terarah pada kebenaran objektif. Tetapi, sejak zaman Pencerahan “kebenaran objektif” itu dicela sebagai mitos dan kepercayaan. Rasionalitas dipahami dalam perspektif ilmu alam yang memanfaatkan hukum alam untuk menguasai alam. Rasional adalah apa yang dengan paling cepat dan gampang menghasilkan suatu sasaran yang dipasang. 116

C. Seubold, hlm. 194.

Dari Mao ke Marcuse.indd 212

212

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Rasionalitas menjadi kemampuan untuk menemukan saranasarana paling eisien dan efektif untuk mencapai suatu sasaran. Sasaran sendiri adalah urusan masing-masing, sesuatu yang subjektif belaka. Alam pada dirinya tidak bermakna, tidak mempunyai tujuan atau nilai objektif. Makna dan nilai dipasang oleh rasio manusia. Dengan demikian rasionalitas objektif disingkirkan demi “rasio subjektif”. Tak ada tujuan dan nilai objektif, apa yang bernilai ditentukan oleh subjek. Rasio dipandang semata-mata sebagai kemampuan individu maupun sistem untuk memakai sarana dan alat yang paling eisien untuk mencapai suatu sasaran. Apakah sasaran itu sendiri—yang diandaikan dipasang secara bebas oleh manusia yang bersangkutan— rasional atau tidak, dan bagaimana pertanyaan itu dapat dijawab, sama sekali dikesampingkan. Pengertian kerdil tentang rasio itu terungkap secara eksplisit dalam aliran pragmatisme. Menurut pragmatisme “gagasan-gagasan kita adalah benar karena memenuhi harapan kita dan tindakan kita berhasil” [EoR 49] dan bukan karena sesuai dengan struktur-struktur internal realitas. Pragmatisme “tidak lagi meminati kebenaran demi dirinya sendiri, melainkan sejauh kebenaran berfungsi sebaik mungkin” [EoR 52]. Tetapi, reduksi rasio menjadi sarana eisiensi pencapaian segala macam sasaran harus dibayar mahal. Rasio seperti itu bukan lagi “kekuatan yang melawan ketidakadilan yang ada, melainkan sebuah kekuatan untuk melawan segala apa yang tidak menyesuaikan diri” [EoR 59]. Dalam hubungan ini Horkheimer mengecam dua aliran ilsafat yang memperalat paham kebenaran, positivisme, dan Neo-Thomisme. Positivisme karena ia membatasi kebenaran

Dari Mao ke Marcuse.indd 213

213

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

pada data-data yang diangkat secara ilmiah dan dengan demikian mematikan segala pemikiran alternatif. Neo-Thomisme karena memang mau mengembalikan rasionalitas objektif, tetapi rasionalitas itu tidak dipercayainya sendiri, melainkan sekadar mau dipakai sebagai “obat baik untuk masalah-masalah sosial dan psikologis dewasa ini” [EoR 79], tetapi dengan demikian rasionalitas justru sudah diperalat juga. Betapa mahal harga yang dibayar manusia dengan melepaskan paham objektif rasionalitas menurut Horkheimer dilihat dari sebuah konsekuensi. Mengapa manusia mempersempit paham rasionalitas pada rasionalitas eisiensi sarana? Karena pendekatan ini menghasilkan kemajuan luar biasa dalam penguasaan alam. Sejak zaman Pencerahan penguasaan alam dilihat sebagai sarana utama rasionalisasi kehidupan manusia. Karena itu, Pencerahan memahami rasionalitas menurut rasionalitas ilmu alam dan teknik, sebagai sarana penguasaan alam demi kepentingan manusia. Nah, Horkheimer memperlihatkan bahwa dengan demikian rasionalitas modern semakin menjadi sarana bukan untuk membebaskan, melainkan untuk menguasai manusia. “Penguasaan alam mencakup penguasaan manusia” [EoR 94]. Sekaligus penguasaan alam itu menghasilkan hubungan manusia dengan alam yang tidak wajar: “Alam tidak betul-betul diatasi atau diperdamaikan, melainkan hanya ditindas” [EoR 94]. Maksud Horkheimer, manusia modern, dengan menguasai alam, memerkosa alam dan dengan demikian merusak alam dan dirinya sendiri. Alam menjadi sarana semata-mata untuk memenuhi segala macam keinginan manusia dan tidak lagi mampu dihargai pada dirinya sendiri. Horkheimer menghu-

Dari Mao ke Marcuse.indd 214

214

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

bungkan merajalelanya kekerasan di zaman modern dengan penindasan alam. Di satu pihak manusia hanya dapat survive dengan menyesuaikan diri sama sekali dengan alam, di lain pihak ia memakai alam sebagai sarana manipulasi.117 Sekaligus manusia secara buta dikuasai oleh tuntutan-tuntutan rasionalitas ekonomis dan sosial yang mengikutinya. “Individu, dibersihkan dari semua sisa mitologi, termasuk dari mitologi rasio objektif, bereaksi secara otomatis, menurut pola-pola umum penyesuaian. Kekuatan-kekuatan ekonomis dan sosial bercorak seperti kekuatan alam buta yang harus dikuasai manusia untuk bisa survive, dengan menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan itu” [EoR 97]. Sebuah Aku abstrak–abstrak karena individualitasnya tidak terpakai lagi, individu hanyalah sekrup dalam proses ekonomis-sosial menyeluruh—berhadapan dengan alam yang sudah didegradasi menjadi “bahan saja, bahan kosong” [EoR 97]. Horkheimer menyimpulkan: “Prinsip kekuasaan menjadi idola baginya segala-galanya dikorbankan” [EoR 104]. Manusia di satu pihak berupaya terus-menerus untuk menindas alam, di lain pihak ia menyesuaikan diri dengannya. Itulah kontradiksi aneh sikap modernitas terhadap alam. Alam di satu pihak mau dipakai habis-habisan untuk membuat nyata segala impian manusia, di lain pihak, justru karena itu manusia harus menyesuaikan diri dengan alam, dan itu berarti dengan tuntutan teknik. Kontradiksi ini yang berbalik membuat manu-

117

“Keberadaban sebagai irasionalitas terasionalisasi mengintegrasikan pemberontakan alam sebagai sarana atau alat tambahan” (EoR 95).

Dari Mao ke Marcuse.indd 215

215

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

sia mencari “pengganti-pengganti lebih kuasa” untuk “mengidentiikasikan diri dengannya”, seperti “ras, tanah air, pemimpin, koneksi-koneksi dan tradisi” [EoR 111]. Idola-idola manusia modern itu yang telah membawa manusia untuk melakukan kejahatan-kejahatan luar biasa. Dan, kalau Darwinisme mau menyangkal “antagonisme antara roh dan alam”, ia justru membuka pintu pada “penguasaan ekstrem manusia di atas alam” yang sebaliknya berarti penguasaan manusia oleh alam [EoR 124]. Tetapi, begitu diperingatkan Horkheimer, “ajaranajaran yang menaikkan alam atau primitivisme dengan merendahkan roh tidak menguntungkan pendamaian kembali [manusia] dengan alam” [EoR 125]. Gagasan inti modernitas bahwa manusia akan menemukan diri dengan merendahkan alam adalah salah sama sekali dan justru merendahkan manusia. Menyatakan manusia sebagai tidak lebih dari alam biasa—seperti dilakukan oleh Darwinisme—tidak memperdamaikan manusia dengan alam, melainkan mempercepat mekanisme dialektika jelek antara penguasaan dan penindasan alam yang makin menyeluruh dan penindasan manusia oleh kekuatan sosial-ekonomis yang mewujudkan pemanfaatan alam itu. Dengan demikian, individu yang justru ditemukan oleh Pencerahan dihancurkan lagi karena manusia individual menjadi tidak lebih dari nomor atau sekrup dalam mesin proses sosial-ekonomis. Ciri khas individu, pemikiran independen, semakin tidak mungkin lagi. “Pemikiran yang tidak mengabdi pada kepentingan sebuah kelompok yang mapan atau menyangkut bisnis industri tidak mendapat tempat, dianggap tidak ada atau tidak perlu” [EoR 136].

Dari Mao ke Marcuse.indd 216

216

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Adakah jalan ke luar? Jawaban Horkheimer adalah jawaban yang memang selalu diberikan: “Satu-satunya jalan untuk membantu alam adalah menggalakkan lawannya, pemikiran bebas” [EoR 125]. Hanya ada satu hal yang tinggal dilakukan oleh ilsafat yang tidak mau tunduk, yaitu memakai “metode penyangkalan…, denunsiasi terhadap segala apa yang membuat cacat manusia dan mencegah perkembangannya yang bebas” [EoR 174].

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Dialektika Pencerahan Los Angeles, kota campuran budaya-budaya dunia di pantai Barat Amerika Serikat dan tidak jauh dari pusat “industri ilusi” Hollywood, adalah tempat yang cocok bagi Horkheimer dan Adorno untuk melakukan perhitungan dengan biang keladi modernitas, Pencerahan. Hasilnya adalah buku paling utama Teori Kritis, Dialectics of Enlightenment. Dalam buku ini mereka mempermaklumkan bahwa “pencerahan yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari ketakutan dan menempatkannya sebagai tuan” menjadikan “bumi yang tercerahkan bersinar dalam tanda malapetaka yang gemilang” [DoE 7].118 Telah terjadi sesuatu yang tragis: Pencerahan melahirkan gagasan-gagasan mulia seperti kebebasan, keadilan, dan humanisme. Akan tetapi, “sebelum gagasan-gagasan itu menjadi praksis sosial,

118

Max Horkheimer/Theodor W. Adorno 1971, Dialektik der Aufklärung. Philosophische Fragmente, Frankfurt a. Main: Fischer Taschenbuch Verlag, hlm. 7, selanjutnya disingkat DoE.

Dari Mao ke Marcuse.indd 217

217

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Pencerahan sudah mulai melikuidasikannya; tanah dipersiapkan untuk gerakan-gerakan totaliter.”119 Pencerahan yang mau membebaskan manusia dari mitos ternyata menjadi mitologi baru, itulah tesis inti Horkheimer dan Adorno. Dialektika Pencerahan adalah lingkaran setan di mana segenap usaha untuk mencerahkan manusia membawanya ke dalam kebutaan yang lebih menyeluruh lagi. Mari kita melihat dialektika penghancuran diri pencerahan dengan lebih rinci. Kita dapat bertolak dari sebuah catatan penting Horkheimer dan Adorno. Menurut mereka, “mitos sendiri sudah merupakan pencerahan, dan pencerahan berbalik menjadi mitologi” [DoE 5]. Dalam arti apa mitos mencerahkan? Dengan pencerahan dimaksud usaha untuk menggantikan takhayul dan kepercayaan-kepercayaan tentang alam dan dunia dengan pengertian yang benar. Tetapi, persis itu yang sudah dicoba manusia melalui mitos. Karena “mitos mau melaporkan, menamakan, menyatakan asal usul: tetapi dengan demikian menggambarkan, memastikan, menjelaskan” [DoE 11]. Melalui mitos-mitos manusia selalu sudah mau memahami mengapa alam bisa mengancam, mengapa ia mengalami sekian banyak peristiwa alami yang mengejutkan maupun yang mendukung kehidupannya seperti cuaca baik dan buruk, penyakit dan penyembuhan, keamanan dan keterancaman. Nah, kalau pencerahan mau membebaskan manusia dari pengertian-pengertian mitologis kuno, pencerahan menjadi gerakan dialektis, karena pengertian-pengertian itu sendiri sudah merupakan pencerahan. 119

Di sampul belakang DoE.

Dari Mao ke Marcuse.indd 218

218

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Seperti mitos pada permulaan, begitu setiap langkah pencerahan menjanjikan kebebasan dan kekuasaan manusia atas dirinya sendiri yang lebih besar, dengan sekaligus membebaskannya dari apa yang sebelumnya dipercayainya sebagai pencerahan yang membebaskan. Dengan demikian, dialektika pencerahan juga dapat dirumuskan begini: Gerak mencerahkan selalu juga berada dalam bahaya untuk mencaplok persis apa yang mencerahkan di dalamnya. Jadi, bahaya bahwa pencerahan, atas namanya sendiri, menyabotase apa yang mau mencerahkan. Sabotase pencerahan terhadap dirinya sendiri semakin mencolok justru dalam 400 tahun terakhir, justru mulai dengan abad yang menamakan diri abad Pencerahan. Sejak itu, demikian analisis Dialectics of Enlighten­ ment, pencerahan dalam kenyataan justru menghasilkan kebalikan dari pengertian, kekuasaan, kebebasan, dan kemanusiaan. Pencerahan semakin di luar kontrol manusia. Puncak irasionalitas itu tercapai dalam abad ke-20 yang barbar, dengan kekejaman dan kekerdilannya yang tanpa tanding dalam sejarah umat manusia. Dalam Dialectics of Enlightenment Horkheimer dan Adorno mau memperlihatkan bahwa hasil tragis gerakan pencerahan bukan semacam kecelakaan atau penyelewengan yang tinggal dikoreksi, melainkan terletak di dalam maksud untuk mencerahkan itu sendiri. Sehingga makin manusia mau mencerahkan diri, makin ia jatuh kembali ke dalam mitos dan ketak-beradaban. Pencerahan selalu sudah “menghancurkan dirinya sendiri” [DoE 3]. Dengan demikian, klaim bahwa pencerahan betul-betul mencerahkan justru merupakan sebuah mitos.

Dari Mao ke Marcuse.indd 219

219

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Dialektika penguasaan alam Tetapi, mengapa pencerahan mesti meniadakan dirinya sendiri? Horkheimer dan Adorno mengidentiikasikan titik balik, titik di mana pencerahan mulai berbalik dan semakin menjadi mitologi baru, dalam program Francis Bacon (1561–1626). Bacon merumuskan apa yang akan menjadi formula sukses luar biasa manusia modern: Kalau alam mau dikuasai, alam harus dituruti. Formula ini memuat dua unsur kunci. Pertama bahwa untuk memahami alam, manusia jangan bertolak dari agama, ilsafat atau tradisi, melainkan dari pengamatan. Seperti misalnya dilakukan oleh Galileo Galilei. Dengan lain kata, Baconlah yang merumuskan prinsip dasar ilmu alam modern bahwa alam harus dipelajari melalui amatan dan eksperimen. Dan, yang kedua: Bahwa pengetahuan tentang alam itu memberi ke tangan manusia kekuasaan atas alam. Dengan mengikuti alam, artinya memperhatikan dan tunduk seratus persen pada hukum alam, manusia akan menguasainya. Dalam pengertian khas modern ini tidak ada tempat bagi segala macam roh, unsurunsur keramat, pantangan, dan kepercayaan lain. Segala macam kepercayaan tentang alam diganti dengan pengamatan. Mitos diganti dengan pengetahuan, khayalan dan kepercayaan dengan kepastian ilmiah. Dan, seperti kita tahu semua, itulah rumus sukses luar biasa manusia dalam membangun dunia modern berdasarkan teknologi yang sampai hari ini maju terus dan menciptakan suatu dunia yang sama sekali berbeda dari dunia hanya 200 tahun lalu (yang hampir tidak berbeda dari dunia 2000 tahun sebelumnya).

Dari Mao ke Marcuse.indd 220

220

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Dan, persis dalam rumus sukses Francis Bacon ini Horkheimer dan Adorno menemukan kuman malapetaka kehancuran usaha untuk membangun masyarakat yang lebih beradab. Logika usaha penguasaan alam dengan meniru alam—hukum mimesis (dari kata Yunani “meniru”)—mereka perlihatkan pada sosok cerita penyair Yunani kuno Homeros Odysseus [DoE 42–73] . Perjuangan Odysseus adalah contoh perjuangan manusia yang meliciki alam untuk tidak dihancurkan oleh kekuatan-kekuatannya. Pulang dari perang Troya, Odysseus dengan kapalnya terbawa jauh oleh angin liar. Ia bertemu dengan sekian pihak berbahaya yang jauh lebih kuat daripadanya: di antaranya si kyklops bermata satu, scilla, dan kharybdis, para sirena dengan nyanyian mereka dan daya tarik seksual Kirke. Tetapi, dengan memperhatikan logika internal kekuatan masing-masing ancaman itu Odysseus yang lemah dapat mengalahkan mereka semua dan akhirnya kembali ke rumahnya dengan selamat. “Hanya penyesuaian sengaja terhadap alam menundukkannya ke bawah ke kuasaan pihak yang secara fisik lebih lemah [manusia, FMS]... Skema kepintaran Odysseus adalah penguasaan alam dengan menyesuaikan diri dengannya” [DoE 53] Akan tetapi, apabila manusia hanya dapat membebaskan diri dari mitos-mitos dengan menguasai alam, dan penguasaan alam berarti bahwa ia menyesuaikan diri dengannya, manusia menjadi terikat pada kenyataan, pada fakta. Manusia bertindak rasional apabila ia bertindak sesuai dengan fakta, tidak rasional apabila ia meninggalkan fakta. “Fakta” itu adalah apa yang ditangkap dan dibuktikan oleh ilmu-ilmu alam, adalah “data”, yang “terberi”. Akan tetapi, pembatasan diri pada yang “ter-

Dari Mao ke Marcuse.indd 221

221

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

beri” adalah inti suatu sikap yang memang semakin merajalela: positivisme. Horkheimer dan Adorno menamakan positivisme “mitos tentang apa yang merupakan fakta” [DoE IX]. Adalah dogma positivisme bahwa segala pemikiran dan tindakan yang tidak berdasarkan data-data yang “terberi” merupakan kepercayaan dan bukan fakta dan karena itu harus dikesampingkan. Dengan pembatasan diri pada yang “terberi” ilmu pengetahuan dan teknologi memang mencapai kemenangan-kemenangannya yang terbesar. Lalu, mengapa Horkheimer dan Adorno begitu tajam mengritiknya? Karena pembatasan pada yang “terberi” mengharamkan pemikiran alternatif. Di mana positivisme merajalela, pemikiran kritis-kreatif jadi terlarang, karena pemikiran kritis justru tidak mendasarkan diri pada yang “terberi”, melainkan mempertanyakannya. Dan, pemikiran kreatif justru harus meninggalkan dulu apa yang ada kalau mau menemukan sesuatu yang baru. Dengan demikian, positivisme, buah pencerahan, mematikan apa yang justru menjadi tujuan pencerahan yang sebenarnya: Membebaskan manusia dari ketertundukan pada fakta apa pun. Apabila memikirkan hal baru dilarang atas nama penghancuran mitos, pemikiran hanya dapat mereproduksikan yang lama. “Makin mesin pemikiran menundukkan realitas, makin buta ia membatasi diri pada reproduksi. Dengan demikian, pencerahan berbalik menjadi mitologi daripadanya ia tidak pernah berhasil lari” [DoE 27s.]. Dengan demikian, pencerahan menjadi mitologi baru karena secara tidak kritis terikat pada yang “terberi”. Absurditas pembatasan rasio positivistik kelihatan karena positivisme, atas nama data-data yang “terberi”, menganggap pertanyaan tentang

Dari Mao ke Marcuse.indd 222

222

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

apa sebenarnya kebenaran—yang sejak ribuan tahun menjadi salah satu pertanyaan dasar ilsafat—sebagai ketinggalan zaman sehingga akhirnya bahkan “paham roh, paham kebenaran dianggap mitos animistik” [DoE 14]. Pencerahan jatuh kembali ke dalam mitos karena menjadi “takut terhadap kebenaran” [DoE 3]. Pertanyaan tentang kebenaran—kebenaran di belakang yang “terberi”—dianggap khayalan [bdk. DoE 14]. Tetapi, melepaskan pertanyaan tentang kebenaran adalah sama dengan melawan roh. Maka, pencerahan berakhir pada “permusuhan terhadap roh” [DoE IX]. Bertolak dari program Bacon bahwa manusia harus menaati alam untuk mempertahankan diri, tuntutan kelancaran teknis semakin menguasai seluruh dimensi kehidupan manusia. Pengetahuan tentang alam menjadi teknik, dan teknik “mengarah pada konsep-konsep dan gambar-gambar, bukan pada kebahagiaan pengertian, melainkan pada metode, pemanfaatan pekerjaan orang lain, pada modal” [DoE 8]. Teknik dan pasar menentukan bagaimana manusia harus hidup. Demi pertahanan diri, “individu mengosongkan diri, membentuk raga dan jiwa menurut peralatan teknik” [DoE 30]. Integrasi manusia ke dalam lingkaran teknik, dalam rangka pembagian kerja dalam produksi industrial, berarti bahwa individu kehilangan artinya dan menjadi sekrup dan roda gigi dalam sistem. Ia justru tidak bebas dan tidak menemukan identitasnya sendiri. Dengan menundukkan alam, manusia tidak belajar bagaimana membebaskan diri, melainkan bagaimana “memakainya untuk menguasai manusia dengan lebih menyeluruh” [DoE 8]. Atas nama pembebasan dari mitos, manusia tunduk total terhadap mitos baru, teknik dan pasar.

Dari Mao ke Marcuse.indd 223

223

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

Dialektika lingkaran setan airmatif

http://facebook.com/indonesiapustaka

Dengan demikian pencerahan telah menjadi sebuah penjara. Pikiran tidak lagi bisa ke luar daripadanya. Untuk memajukan rasionalitas manusia disuruh menghindar dari spekulasi dan demi itu manusia membatasi diri pada data, pada yang “terberi”, sesuai dengan tuntutan positivisme. Dan, ilmu pengetahuan kelihatan sangat maju dengan membatasi diri pada yang “terberi”, pada data-data yang muncul. Pertanyaan tentang bagaimana realitas sebenarnya, tentang kebenaran sendiri, kehilangan artinya.120 Tetapi, dengan membatasi diri pada yang “terberi”, pemikiran bebas kreatif kritis tidak mungkin lagi. Lebih dari itu, pendekatan positivistik telah meresapi bahasa sedemikian kuat sehingga orang yang mau berpikir kritis pun selalu akan membenarkan realitas yang ada. “Pembaharu paling jujur yang menganjurkan pembaruan bahasa yang sudah banyak dipakai, akan mengambil alih kategori-kategori yang sudah lancar dan ilsafat buruk yang melatar-belakanginya (positivisme, FMS) [dan dengan demikian] memperkuat kekuasaan kenyataan yang mau dipatahkannya” [DoE 4]. Karena sudah “tidak ada lagi cara bicara yang tidak mengarah pada persetujuan dengan aliran berpikir yang sedang berkuasa” [DoE 2]. Kritik pun masih mendukung keadaan yang mau dikritik.

120

Contoh paling termasyur adalah Albert Einstein; Einstein mampu merumuskan teori relativitas khusus karena ia menerima data-data hasil eksperimen Michelson—yang memperlihatkan sesuatu yang amat aneh, yaitu bahwa kecepatan cahaya, diukur dari keadaan gerak mana pun, selalu sama—sebagai titik tolak teorinya, tanpa bertanya bagaimana itu mungkin dalam realitas.

Dari Mao ke Marcuse.indd 224

224

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Hal itu juga berlaku dalam perekonomian kapitalis. Setiap usaha untuk mematahkan kekuasaan pasar malah memperkuatnya. Kritik terhadap kenyataan bahwa di bawah kapitalisme segala dimensi kemanusiaan menjadi komoditi, menjadi komoditi sendiri yang memperkuat kekuasaan perekonomian kapitalis. Maka, pencerahan menghasilkan pengetahuan, tetapi bukan pengertian. Tujuan pencerahan menjadi pelancaran proses-proses perekonomian kapitalis, tetapi untuk apa prosesproses itu diperlancar tidak direleksikan lagi. Dengan demikian manusia melepaskan dimensi makna. “Mereka menggantikan pengertian dengan rumus, penyebab dengan aturan dan probabilitas” [DoE 9]. Pencerahan yang pernah mau mengritik kekuatan-kekuatan yang mapan berakhir dalam airmasi total sebuah tatanan yang sendiri total dan tidak lagi terbuka pada pendekatan kritis.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Industri budaya Bagaimana pembebasan manusia dari mitos dalam pencerahan berbalik menjadi mitologi baru dengan sangat jelas terlihat dalam fenomen industri budaya. Yang dimaksud adalah bahwa unsur-unsur kebudayaan seperti rekreasi dan seni diproduksikan secara industrial. Dalam masyarakat pra-modern, seperti masih dapat dilihat di Indonesia, rekreasi terwujud dalam pesta-pesta, tarian tradisional—yang hampir semuanya berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan religius—dan lain peristiwa yang setiap tahun atau pada kesempatan-kesempatan tertentu dirayakan oleh masyarakat, seperti perkawinan, kematian, kunjung-

Dari Mao ke Marcuse.indd 225

225

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

an raja. Tetapi, dalam masyarakat kapitalis rekreasi atau enter­ tainment diproduksi secara industrial (dan seni tradisional yang “dilestarikan” sudah terlepas dari konteksnya yang sebenarnya untuk menjadi atraksi bagi para turis yang setiap saat bisa direproduksikan, termasuk orang jadi kerasukan). Seni menjadi komoditi. Bukan hanya masing-masing karya seni dinilai menurut harga jual (dan semakin dianggap cara penanaman modal), melainkan seni diproduksikan secara massal, menurut norma-norma “selera publik” resmi. Ekspresi kreativitas seniman ataupun penghayatan kesatuan manusia dengan alam raya dan Yang Ilahi dalam pesta-pesta menjadi produk industri budaya yang bisa dibeli. Segi lain “industri budaya” adalah media. Media tidak lagi menunjang pembentukan pendapat kritis masyarakat, melainkan sebaliknya membentuk pendapat umum yang seragam. Media yang menentukan apa yang harus dinilai bagus, apa yang “harus dimiliki”, yang “harus dipakai” kalau tidak mau ketinggalan zaman. Selera estetik diproduksikan dalam pusat-pusat industri budaya. Hollywood menduduki tempat khusus karena arus ilm-ilm yang mengalir daripadanya dengan amat kuat menciptakan stereotip-stereotip yang bagi masyarakat memastikan bagaimana manusia harus hidup, apa yang baik dan buruk, kapan ia harus menangis atau tertawa. Daripada didewasakan dan dibebaskan, manusia menjadi objek tanpa individualitas, sesuai dengan norma-norma industri lainnya. Daripada merangsang kreativitas, industri budaya memutlakkan imitasi. Tetapi, kenyataan itu bukan hanya makin mempermiskin substansi budaya masyarakat, melainkan di belakangnya ter-

Dari Mao ke Marcuse.indd 226

226

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

capai suatu tujuan yang lebih tidak sedap: Manusia semakin dapat dikemudikan oleh mereka yang berkuasa, tanpa ia menyadarinya. “Yang didiamkan adalah bahwa dasar di atasnya teknik mencapai kekuasaan atas masyarakat adalah kekuasaan mereka yang paling kuat atas masyarakat. Rasionalitas teknik sekarang merupakan rasionalitas kekuasaan” [DoE 109]. Jadi, selain mempermiskin dan mengobjekkan manusia, industri budaya memantapkan kekuatan-kekuatan yang menguasai masyarakat. Itu tentulah modal. Secara ringkas: Melalui industri budaya pencerahan menjadi penipuan massa.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Moralitas hitam Untuk memperlihatkan bagaimana penguasaan alam berbalik menjadi penguasaan manusia oleh alam, Horkheimer dan Adorno menunjuk pada beberapa tulisan yang, menyeleweng dari yang biasa, tanpa malu-malu membuka sebuah moralitas hitam. Itulah tulisan-tulisan Marquis de Sade (1740–1814) dan Friedrich Nietzsche (1844–1900). Pada umumnya para ilosof pencerahan mau menggantikan moralitas tradisional religius dengan suatu moralitas tercerah yang sesuai dengan realitas manusia, dengan alam. Yang paling mengesankan tentu Immanuel Kant dengan moralitas otonom. Tetapi, mereka tidak berhasil. Mereka tidak mampu memperlihatkan bahwa bertindak secara moral masuk akal. Kegagalan itu dibuka dengan gamblang oleh de Sade yang menganjurkan agar manusia mengikuti saja naluri-nalurinya yang paling buruk dan rendah. Kalau alam menjadi ukuran yang perlu ditiru, tak masuk akal

Dari Mao ke Marcuse.indd 227

227

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

untuk berpegang pada suatu moralitas yang menentang atau menjelek-jelekkan naluri-naluri alami. Dan, waktu Friedrich Nietzsche mempermaklumkan “kematian Allah”, ia menelanjangi nihilisme yang tersembunyi di belakang nilai-nilai dan moralitas modernitas yang sudah lama kosong. “Kematian Allah” hanya membuka di depan mata umum apa yang sudah lama menjadi kenyataan. Mengapa demikian? Karena pencerahan mau menggantikan mitos dengan realitas, maka apa pun yang bukan “data” dan “terberi” disingkirkan sebagai mitos. Tetapi, dengan demikian tidak ada sesuatu apa pun yang karena dirinya sendiri harus kita hormati. Yang bernilai hanyalah apa yang kondusif terhadap tujuan dan harapan kita. Percaya pada keadilan atau kejujuran disingkirkan sebagai mitos juga. “Di hadapan cahaya rasio tercerah setiap komitmen yang menganggap diri berdasarkan realitas dianggap mitologis” [DoE 84]. Sikap Pencerahan itu implikasi positivisme yang sudah kita lihat. Positivisme membatasi diri pada “data-data” yang “terberi” dan menganggap pertanyaan tentang “das Ding an sich”, realitas pada dirinya sendiri (yang sudah dinyatakan tidak bisa dijawab oleh Kant), sebagai tanpa arti. Dengan demikian, tidak ada lagi sesuatu yang mengikat dengan dirinya sendiri, misalnya kesetiaan. Otomatis “hukum yang berlaku” menjadi hukum penguasa yang sedang berkuasa. Kepentingan penguasa menjadi tolok ukur tindakan yang benar dan tidak benar. Dengan demikian (sebagaimana juga diperlihatkan oleh Alasdair MacIntyre)121 segala 121

Alastdair MacIntyre 1981, After Virtue. A Study in Moral Theory, London: Duckworth.

Dari Mao ke Marcuse.indd 228

228

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

tuntutan untuk bersikap moral (jujur, adil, baik hati, dst.) kehilangan dasarnya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Dari keberadaban ke kebiadaban Kebiadaban yang dibuka pintunya oleh nihilisme pencerahan positivistik menjadi kenyataan dalam antisemitisme yang mencapai puncak yang teramat mengerikan dalam holocaust, dalam usaha sistematik rasional Nasionalsosialisme untuk memusnahkan seluruh orang Yahudi. Antisemitisme memperlihatkan bagaimana keberadaban tercerah berbalik menjadi kebiadaban. Horkheimer dan Adorno memahami antisemitisme, kebencian irasional terhadap ras Yahudi, sebagai sebuah proyeksi masalah yang dialami masyarakat antisemit sendiri. Mereka memproyeksikan nafsu-nafsu jahat yang dirasakan dalam mereka sendiri, tetapi tidak berani mereka akui, kepada orang-orang Yahudi. Mereka menjadi kambing hitam. Sang pembunuh memang suka melihat korbannya sebagai agresor, dan begitu antisemitisme memandang kaum Yahudi yang mau mereka bunuh sebagai para penyerang. “Selalu orang yang bernafsu buta mau membunuh melihat dalam korban si penyerang terhadapnya ia didorong mati-matian untuk membela diri, dan [justru] kerajaan-kerajaan yang paling kuasa merasakan tetangga yang paling lemah sebagai ancaman tak tertahan sebelum mereka mengeroyoknya” [DoE 168]. Jadi, antisemitisme adalah proyeksi kejahatan dan kerakusan dalam hati sang antisemit sendiri. “Dalam sosok orang Yahudi… mereka mengungkapkan hakikat mereka sendiri. Yang mereka idamkan adalah pemilikan eksklusif, pengambil-alihan,

Dari Mao ke Marcuse.indd 229

229

11/18/2013 10:56:20 AM

D M   M 

kekuasaan tanpa batas, tanpa menghitung biaya. Orang Yahudi yang mereka bebani dengan kesalahan mereka itu, mereka tertawakan sebagai raja, mereka paku ke kayu salib, dan dengan demikian mengulang terus-menerus pembunuhan para korban yang kekuatannya mereka sendiri tidak dapat memercayainya” [DoE 151].

http://facebook.com/indonesiapustaka

Melawan arus Apa yang ditawarkan Horkheimer dan Adorno melawan malapetaka pencerahan modern itu? Bagaimana manusia dapat ke luar dari dialektika fatal di mana setiap usaha untuk mencerahkan semakin menenggelamkan manusia dalam kebutaan mitologis yang makin menyeluruh? Bagi Horkheimer dan Adorno adalah jelas. “Kebebasan masyarakat tak dapat dipisahkan dari pemikiran yang mencerahkan” [DoE 3]. Jadi, menyerah bukan jalan keluar. Terhadap pencerahan tidak ada jalan alternatif. Akan tetapi, penyelamatan pencerahan hanya dapat dicoba dengan menelanjangi kebohongan pencerahan sendiri. Pencerahan hanya dapat diselamatkan dengan mengritik pencerahan. Dalam ini, pencerahan yang kritis ini tidak boleh tunduk terhadap tuntutan untuk menyesuaikan diri. “Roh teori-teori yang tidak menyerah itu barangkali bahkan dapat membalikkan kemajuan yang tanpa ampun pada tujuannya” [DoE 41]. Jadi, pencerahan harus jalan terus, tetapi dengan cara mengecam, dan dengan terus-menerus menelanjangi, segala klaim totalitas. Para ilosof yang belum menyerah harus mengatakan “tidak!” terhadap kekuasaan sistem yang selalu sudah mematahkan inti pencerahan. Horkheimer dan Adorno mempertahankan bahwa

Dari Mao ke Marcuse.indd 230

230

11/18/2013 10:56:20 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

hanya rasionalitas yang dapat membatalkan malapetaka, tetapi rasionalitas itu hanya dapat diselamatkan dengan pemikiran yang melawan. Itulah tugas ilsafat yang “tidak menyerah terhadap pembagian kerja yang berkuasa dan tidak mau menerima tugas-tugasnya daripadanya” [DoE 217]. Filsafat harus berada di luar sistem totalitas irasional hasil pencerahan yang terdistorsi dan dari situ menyatakan perlawanannya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. heodor Wiesengrund Adorno: Melawan Identitas Tokoh kedua Mazhab Frankfurt adalah Theodor Wiesengrund Adorno. Kita sudah melihat pemikirannya dalam “Dialektika Pencerahan”. Horkheimer menganggap Adorno seorang jenius. Ia bukan hanya seorang ilosof kelas wahid, melainkan seorang sosiolog, psikolog, ahli musik, pengritik sastra, dan bahkan seorang penggubah musik. Di sini saya membatasi diri pada Adorno sang ilosof. Pada Adorno lahir 1903 di Frankfurt sebagai anak seorang Yahudi yang telah masuk Protestan, seorang pedagang anggur besar. Di Frankfurt ia studi ilsafat, ilmu musik, psikologi, dan sosiologi. Pada 1924 ia dipromosikan menjadi doktor ilsafat dengan disertasi tentang Husserl. Pemikirannya dipengaruhi oleh Lukács, Bloch, Kracauer122, Freud, Cornelius ,dan terutama Walter Benyamin. Pada 1926 ia selama beberapa bulan ke

122

Meskipun baru berumur 15 tahun, Adorno bersama Kracauer yang 14 tahun lebih tua membaca Critique of Pure Reason-nya Kant selama beberapa tahun.

Dari Mao ke Marcuse.indd 231

231

11/18/2013 10:56:20 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Wiena untuk belajar menggubah musik di bawah pimpinan Alban Berg, tetapi kemudian kembali ke Frankfurt dan lebih memfokuskan perhatiannya pada ilsafat. Ia mulai berhubungan dengan Max Horkheimer. Pada 1931 ia dihabilitasi dengan tulisan tentang Kierkegaard. Pada 1933 ia terkena larangan memberi kuliah oleh kaum Nazi. Ia mencoba bertahan di Jerman, tetapi setahun kemudian ia pindah ke Oxford and pada 1938 pergi ke Amerika dan bersama Horkheimer mencoba meneruskan kegiatan “Lembaga Penelitian Sosial” di New York dan Los Angeles. Pada 1949 ia kembali ke Frankfurt dan bersama Horkheimer membangun kembali “Lembaga Penelitian Sosial” yang semula. Inilah saat dampak Adorno semakin terasa. Sebagai direktur lembaga itu, bersama Horkheimer, dan guru besar ilsafat dan sosiologi, dan sebagai pengarang sekian tulisan dalam bidang sosiologi, kritik budaya, sastra, estetika musik, pedagogika dan psikologi ia mulai dikenal dan diperhatikan. Ia menulis di koran dan majalah, bicara di radio dan di seminarseminar. Dalam tahun 60-an ia semakin diakui dan menerima pelbagai hadiah dan tanda penghormatan. Karena sebuah debat publik dengan Karl Popper di Tübingen (yang menjadi termasyhur sebagai “perselisihan dalam sosiologi Jerman”123) ia dijunjung tinggi oleh mahasiswa “Kiri Baru”. Akan tetapi, hubungan baik dengan mereka tidak bertahan lama. Karena Adorno menolak main revolusi-revolusian, ia dikritik oleh para mahasiswa kiri sebagai pemikir yang hanya teoretis saja, yang menolak revolusi nyata. Ia didemonstrasi, kuliah-kuliahnya sedemikian 123

Lih. Magnis-Suseno 1992 dan 2003.

Dari Mao ke Marcuse.indd 232

232

11/18/2013 10:56:21 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

sehingga tidak bisa diteruskan. Beberapa minggu sesudah kejadian itu, dalam perjalanan berlibur di Swiss, pada tanggal 6 Agustus 1969, ia mendapat serangan jantung dan meninggal. Adorno tidak menulis banyak buku ilsafat. Pada 1956 ia menerbitkan sebuah buku tentang Husserl, Metakritik Teori Pengetahuan. Studi­studi tentang Husserl dan Antinomi­antinomi Fenomenologis yang sebagian besar berdasarkan penelitiannya selama 20 tahun sebelumnya. Di dalamnya ia mengritik prima philosophia, “ilsafat pertama” yang mau mengembalikan segala kemajemukan pada satu dasar saja. “Filsafat pertama” itu bagi Adorno tercemar “dosa asal” bahwa yang individual dan tidakidentik dikebiri daripada mau dipahami. Adorno berusaha melakukan yang kelihatan mustahil: memahami yang-tidakidentik dengan sarana kritik ilosois dan tetap mempertahankan tingkat persoalan Kant dan Hegel. Baru sesudah Adorno meninggal, terbitlah bukunya yang tidak diselesaikan Ästhetische Theorie (“Teori Estetik”).

http://facebook.com/indonesiapustaka

Minima Moralia Dua buku ilosois Adorno yang paling penting adalah Minima Moralia (“Catatan Moral Amat Kecil”) dan Negative Dialektik (“Dialektika Negatif“). Dua-duanya terdiri atas aforisme dan esai-esai pendek, sesuai dengan keyakinan Adorno bahwa setiap sistematisasi mesti memerkosa dan mendistorsikan apa yang mau dijelaskan. Minima Moralia, “Releksi-releksi dari Kehidupan yang Terluka” (subjudul), merupakan buku yang sangat cocok untuk

Dari Mao ke Marcuse.indd 233

233

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

masuk ke dalam pemikiran Adorno. Buku ini mengangkat apa yang sudah menjadi pokok keprihatinan dalam Dialectics of Enlightenment, kontradiksi-kontradiksi irasionalitas budaya yang mau mencerahkan. Bukan dengan uraian sistematik, melainkan dengan menelusuri sekian situasi dan pengamatan Adorno menunjukkan bahwa “tiada kehidupan betul di tengah-tengah yang salah” [nr. 18]. Minima Moralia juga merupakan tambang kata-kata emas.124

Dialektika Negatif

http://facebook.com/indonesiapustaka

Dialektika Negatif (ND)—yang terbit 1966—terdiri atas tiga bagian. Sesudah sebuah pengantar tentang dialektika sebagai “kesadaran konsekuen tentang yang-tidak-identik” [ND 15], bagian pertama pada hakikatnya merupakan perhitungan Adorno dengan ilsafat eksistensi Heidegger.125 Dalam bagian kedua Adorno mengembangkan pengertiannya yang susah tentang ilsafat sebagai dialektika negatif. Dalam bagian ketiga dengan judul “Model-model” Adorno merenungkan tiga “model”126,

124

Dua kalimat seperti ini adalah: “Yang halus hanyalah yang paling kasar: agar tidak ada lagi orang yang perlu kelaparan” (nr. 100), dan: “Kau hanya dicintai di mana kau boleh memperlihatkan diri sebagai lemah tanpa memprovokasikan kekuatan” (nr. 124).

125

“Filsafat Heidegger… mirip sistem kredit canggih. Konsep satu pinjam dari konsep lain” (ND 81).

126

Adorno berpikir dengan memakai “model” atau contoh untuk mendobrak pemikiran melalui “kategori-kategori” yang niscaya menjadikan ilsafat menjadi ilsafat identitas. “Tuntutan untuk berpikir secara mengikat tanpa sistem adalah tuntutan untuk berpikir dalam model-model; dialektika negatif adalah sekumpulan analisa-analisa model” (37).

Dari Mao ke Marcuse.indd 234

234

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

yaitu kebebasan, ilsafat Hegel tentang roh semesta, dan kemungkinan ilsafat pasca Auschwitz. Buku Dialektika Negatif bukan uraian sistematik karena uraian sistematik justru akan jatuh kembali ke dalam ilsafat identitas. Kita dapat mulai membacanya di setiap halaman. Saya membatasi diri pada beberapa pokok pikiran di dalamnya. Dialektika Negatif mengangkat pikiran pokok kedua Adorno127: Perlawanan terhadap ilsafat identitas. Sebagai dia­ lektika negatif, ilsafat Adorno adalah sebuah ilsafat anti-ilsafat. Naluri terdalam ilsafat adalah keinginan untuk memahami. Dan, ilsafat memahami sesuatu dengan mengidentiikasikannya. Tetapi, dengan mengidentiikasikan sesuatu, misalnya dengan menyatakan bahwa Anton adalah seorang manusia, ilsafat justru menghilangkan kekhasan dari sesuatu itu, di sini: dari Anton. Begitu Anton diidentiikasi sebagai manusia, kita seakan-akan sudah tahu semua hal hakiki tentang Anton, dan dengan demikian kekhasan Anton, kenyataan bahwa ia berbeda dari semua manusia lain, justru hilang. Dilema ilsafat terletak dalam hakikatnya: Filsafat mau mengerti, tetapi hanya dapat mengerti apabila ia, melalui konsep, mengidentiikasikan sesuatu. Tetapi, setiap identiikasi menurut Adorno selalu sudah bohong karena justru menghilangkan kekhasan, keunikan, kelainan dari sesuatu itu. Dengan lain kata: Yang-identik adalah tidak benar. “Dialektika adalah kesadaran konsekuen tentang nir-identitas” [ND 15]. Dialektika Negatif merupakan usaha mustahil—Adorno sendiri menyadarinya—untuk berpikir de127

Yang pertama, bersama Horkheimer, adalah dialektika pencerahan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 235

235

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

ngan memakai konsep melawan konsep, 128 untuk merumuskan bahwa sesuatu tidak dapat dirumuskan tanpa dihancurkan. Dialektika Negatif sepintas kelihatan membongkar segala kemungkinan untuk berilsafat. Filsafat selalu membuat identiikasi, padahal identiikasi itulah dosanya. Untuk menutup pintu terhadap identiikasi dalam konsep— dosa inti ilsafat yang juga dapat disebut idealisme (realitas disamakan dengan idea kita tentangnya)—Adorno menyebut ilsafatnya sebagai “materialistik”. “Materialistik” bukan dalam arti bahwa ia mau menyangkal dimensi kerohanian, melainkan sebagai penegasan bahwa realitas selalu sudah melampaui konsep atau idea­nya. Filsafat materialistik memberikan prioritas pada realitas. Bagi Adorno materialisme berarti “prioritas objek” [ND 191].129 Kita bisa tersandung kaki pada realitas material, kita bisa dikagetkan olehnya, realitas bisa memaksa kita untuk mengubah sikap. Realitas selalu membantah idealisasinya dalam konsep-konsep, usaha untuk menjinakkannya dalam kategori-kategori pemikiran kita. Filsafat Adorno secara hakiki bersifat negatif. Filsafat yang positif, yang menyatakan bahwa sesuatu adalah ini atau itu, selalu mengidentiikasikan sesuatu itu dan dengan demikian persis tidak menangkap apa yang mau dipahami. Hanya sebagai usaha negatif, sebagai penyangkalan terhadap segala identii-

128

“Dialektika ... berarti tak lain daripada bahwa realitas tidak seluruhnya tercakup dalam konsepnya”, ND 15

129

“Melalui peralihan ke prioritas objek dialektika menjadi materialistik” (191).

Dari Mao ke Marcuse.indd 236

236

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

kasi, ilsafat dapat lepas dari perangkap konsep-konsep yang dengan sendirinya memalsukan apa yang mau dipastikan. Sebagai dialektika negatif, ilsafat menghormati kekhasan dan keberlainan realitas yang menantang segala usaha ilsafat positif untuk mengerangkengnya dalam konsep-konsepnya dan dengan demikian untuk memilikinya. Kejahatan ilsafat identitas kelihatan berhadapan dengan penderitaan. Penderitaan yang tanpa makna—ada juga penderitaan terbatas demi tercapainya sebuah tujuan dan penderitaan itu memang dapat dimengerti—menggagalkan segala usaha untuk memahaminya. “Jejak paling kecil penderitaan nir-makna dalam dunia pengalaman menelanjangi kebohongan segenap ilsafat identitas yang mau membujuk pengalaman untuk menutup-nutupinya” [ND 201]. Begitu ilsafat mau “mengerti” penderitaan, penderitaan seakan-akan mulai masuk akal, dan dengan demikian kehilangan negativitasnya yang menjadi hakikatnya. Hakikat penderitaan adalah bahwa dia seharusnya tidak boleh ada. Kalau ilsafat mau “memahami” penderitaan, ia memaafkan penderitaan dan dengan demikian justru membenarkannya. Hegel misalnya memahami penderitaan dan kejahatan sebagai tahap-tahap perjalanan manusia ke arah rasionalitas lebih besar. Dengan demikian, ilsafat menghilangkan bahwa penderitaan seharusnya tidak ada. Dan, itu berarti bahwa ilsafat menjadi ideologis: “Identitas merupakan bentuk asli ideologi” [ND 149]. Filsafat identitas melindas para korban karena pengorbanan mereka diterima demi rasionalitas dalam keseluruhan. Filsafat mendukung mereka yang beruntung, para pemenang. Dalam kenyataan, ilsafat, itulah dosanya, selalu

Dari Mao ke Marcuse.indd 237

237

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

acuh tak acuh terhadap penderitaan, bahkan suka mengabaikannya. Bagi Adorno, peristiwa yang menantang kebenaran ilsafat dengan paling gamblang adalah Auschwitz. Auschwitz adalah kamp pemusnahan paling besar yang dibangun oleh kaum Nazi di Polandia pada 1942 dalam rangka rencana pemusnahan segala jenis orang yang dikategorikan “tak pantas hidup”.130 Auschwitz adalah kata lain untuk holocaust131, pemusnahan hampir 6 juta orang Yahudi oleh kaum Nazi, pembunuhan massal terencana paling besar sepanjang sejarah manusia. Keja-

130

“Kamp pemusnahan” harus dibedakan dari “kamp konsentrasi” biasa. Sejak Nazi berkuasa di Jerman (1933) mereka mendirikan kamp-kamp untuk menahan lawan-lawan mereka di luar proses peradilan resmi. Kamp-kamp itu diisi orang-orang komunis dan sosialis, orang-orang intelektual kritis, aktivis Gereja, kaum homoseks, orang-orang kriminal tertentu, ratusan ribu orang dari negara-negara yang diduduki dalam PD II, pokoknya dengan semua yang dianggap lawan. Kehidupan di kamp-kamp itu—seperti Dachau, Buchenwald, Bergen-Belsen—amat brutal dan sepertiga dari—kalau dijumlahkan—lebih dari sejuta tahanan meninggal. Sedangkan “kamp pemusnahan” dibuat khusus, sejak 1942, untuk membunuh: pertama-tama orang-orang Yahudi (kaum Nazi ingin membunuh seluruh 13 juta orang Yahudi di dunia, yang berhasil dibunuh hampir 6 juta), tetapi juga kaum roma dan gipsi dan orang-orang lain yang dikategorikan sebagai “tidak pantas hidup”. Di situ orang-orang langsung dibawa ke ruang-ruang di mana mereka digas dan mayat-mayat langsung dibakar. Di Auschwitz saja dibunuh hampir dua juta orang dalam waktu tiga tahun.

131

Hariah: kebakaran/api unggun yang menghancurkan segala-galanya; kata itu dipakai untuk malapetaka-malapetaka raksasa yang menyertakan api, seperti nuclear holocaust, tetapi, khususnya kalau dipakai sendirian, untuk pemusnahan hampir 6 juta orang Yahudi oleh kaum Nazi berdasarkan kebencian mereka terhadap ras Yahudi yang dilaksanakan antara 1942 dan 1945, antara lain di Auschwitz, di mana mayat-mayat mereka yang digas kemudian dibakar.

Dari Mao ke Marcuse.indd 238

238

11/18/2013 10:56:21 AM

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

http://facebook.com/indonesiapustaka

hatan ini menaikan segala usaha untuk masih menemukan sebuah makna positif di dalamnya. Dengan demikian, segala usaha ilsafat untuk menemukan sebuah maksud positif dalam sejarah manusia menjadi mubazir. “Ada perasaan bahwa sesudah Auschwitz segenap pernyataan tentang positivitas eksistensi, usaha untuk masih memeras dari nasib para korban suatu hikmat yang basi, merupakan omong kosong, kejahatan terhadap para korban” [ND 353]. Segala percobaan untuk menemukan semacam blessing in disguise dalam peristiwa ini adalah tak lain sebuah kolusi menjijikkan dengan para pelaku pembunuhan raksasa itu. Adorno tentu sama sekali tidak mau mengatakan bahwa itu hanya berlaku bagi Auschwitz. Auschwitz hanya tanda wakil bagi jumlah tak terhitung kejahatan dan penderitaan nir-makna selama perjalanan umat manusia dalam sejarah.132 Auschwitz mengangkat tuduhan yang sebenarnya terangkat oleh setiap peristiwa yang paling kecil pun, yaitu bahwa ilsafat tidak bersimpati dengan para korban, kalau tidak malah mengkhianati mereka. Tetapi, kalau ilsafat, dalam usaha untuk “memahami”, selalu sudah berkongkalikong dengan Auschwitz-Auschwitz besar kecil selama sejarah manusia, apakah sesudah Auschwitz ilsafat

132

Itu perlu ditegaskan karena sampai sekarang masih ada yang mengeluh bahwa Adorno mengistimewakan pengorbanan orang-orang Yahudi, seakan-akan semua pengorbanan lain memudar terhadapnya. Jelas sekali, itu sama sekali bukan maksud Adorno. Auschwitz hanyalah tanda amat mencolok bagi jutaan kejahatan lain, di antaranya bisa yang lebih besar lagi (hanya: apa artinya “lebih” atau “kurang besar” di sini?), yang korbankorbannya semuanya dikhianati oleh para ilosof.

Dari Mao ke Marcuse.indd 239

239

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

harus diam? Persis untuk membantah kesimpulan ini Adorno menulis Dialektika Negatif-nya. Kesimpulan itu menurut Adorno fatal. Mengapa? Karena hanya ilsafatlah yang dapat membongkar fetisisme faktisitas. Fetisisme faktisitas adalah kecondongan manusia untuk membungkuk terhadap fakta. Ucapan “fakta adalah fakta” mengungkapkan fetisisme itu. Fetisisme itu adalah kepercayaan bahwa apa yang merupakan fakta, harus diterima, jadi bahwa fakta berkuasa mutlak. Fetisisme ini adalah hakikat positivisme, kejahatan intrinsiknya, karena positivisme menolak pertimbangan yang “melampaui fakta”. Seakan-akan fakta tidak bisa ditantang, seakan-akan fakta selalu benar. Dengan keras Adorno menegaskan bahwa “tak ada bongkahan realitas yang benar” [ND 153]. Betul, apa yang terjadi tidak bisa diubah. Tetapi, setiap bongkahan realitas dapat dibongkar latar belakangnya, prasangka-prasangkanya yang mendukungnya, kepentingan-kepentingan yang dilayani olehnya. Tentu dengan tujuan agar fakta seperti itu tidak terjadi lagi. Ketakterbantahan fakta pun hasil identiikasi yang menyingkirkan segala segi realitas yang tidak cocok dengan konsep kita tentangnya. Maka faktisitas harus dipikirkan secara kritis, dengan pemikiran konsepsional, agar dimengerti sebagai bongkah saja dan bukan sebagai seluruh realitas, jadi agar dimengerti sebagai sesuatu yang terkondisi, sesuatu yang berkaitan dengan sebuah keseluruhan. Filsafat menurut Adorno mutlak diperlukan untuk mendekonstruksi kemantapan fakta. “Yang ada adalah lebih daripada yang ada. Kelebihan itu tidak dipaksakan kepadanya, melainkan tetap ada di dalamnya sebagai sesuatu yang didesak ke luar daripadanya. Dengan demi-

Dari Mao ke Marcuse.indd 240

240

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

kian, apa yang tidak identik adalah identitasnya realitas sendiri melawan identiikasi-identiikasinya” [ND 162]. Kelebihan realitas terhadap sebuah fakta disadari oleh ilsafat “materialistik” yang, secara kontra-faktual, sadar bahwa “fakta” selalu sudah dipermak oleh konsep, sedangkan realitas, materi, tubuh selalu melampaui apa yang tertangkap dalam sebuah konsep. Sesuatu yang dalam kekhususannya kelihatan jelas, identik, oleh ilsafat dijelaskan sebagai tidak benar karena sudah terpotong dari kaitannya, jadi sebagai tidak identik, dan ketidak-identitasnya itulah kebenarannya melawan identitasnya yang memalsukannya. “Memahami suatu kenyataan pada dirinya sendiri… adalah tak lain daripada memandangnya dalam kaitan inherennya dengan kenyataan lain” [ND 34]. Itulah tugas ilsafat. Filsafat mengidentiikasikan sesuatu yang nampak jelas, identik, sebagai terkondisi dan dengan demikian membuka kemungkinan untuk mengubahnya. Sebagai contoh: Filsafat menyobek klaim ekonomi pasar murni atas rasionalitas dengan membongkar hakikat eksploitatif di belakangnya. Dengan demikian, ilsafat mendobrak kesan ideologis bahwa kapitalisme adalah sistem perekonomian yang paling alami dan rasional. Pemikiran dialektis memobilisasikan unsur-unsur lawan yang tidur dalam realitas. “Apa yang menunggu dalam realitas memerlukan campur tangan [ilsafat, FMS] untuk bisa bicara” [ND 37]. Maka, sesudah Auschwitz pun ilsafat harus bicara. Filsafat harus membongkar selubung palsu faktisitas, mengidentiikasikan objek-objek secara kritis, bukan untuk membekukan objekobjek itu dalam identiikasi itu, melainkan untuk membuka keterkondisian objek agar kediktatorannya dapat didobrak dan

Dari Mao ke Marcuse.indd 241

241

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

manusia dapat mengubah dunianya. Yang lebih gawat daripada kecenderungan ilsafat untuk merosot menjadi ilsafat identitas adalah larangan untuk berilsafat, larangan untuk berpikir. Dalam kaitan ini, Adorno bahkan menuduh Kant sebagai teroris karena mau melarang untuk memikirkan yang mutlak.133 Betapa pun pikiran cenderung memerkosa kenyataan, pikiran bagi Adorno adalah satu-satunya senjata yang dimiliki manusia untuk mendobrak kediktatoran faktisitas. Karena itu, Adorno berpolemik terhadap mereka yang, dengan mendasarkan diri pada Karl Marx, mau menyingkirkan ilsafat atas nama praksis (itulah salah paham banyak orang Marxis terhadap ucapan termasyhur Karl Marx bahwa “kalian tidak dapat membuat nyata ilsafat tanpa menghapuskannya”). Prioritas praksis mau dijadikan “dalih… untuk mencekik pemikiran kritis sebagai percuma padahal [pemikiran kritis] justru diperlukan oleh praksis yang mau mengubah” [ND 13]. Menolak ilsafat atas nama praksis menjadi “defaitisme akal budi” [ib.]. Filsafat diperlukan untuk menyelamatkan praksis dari keputusasaannya sendiri. Adorno berhadapan dengan sebuah tugas yang kelihatan kontradiktif: Memikirkan sesuatu tanpa terperangkap dalam sarana hakiki setiap pemikiran, dalam konsep-konsep tertentu. Ia memakai konsep-konsep, untuk mematahkan kediktatoran konsep! Adorno sepenuhnya sadar akan kontradiksi itu. Ia sadar

133

“Wibawa paham Kant tentang kebenaran menjadi teroris dengan larangan untuk memikirkan yang mutlak. Larangan itu tak tertahan mengalir ke larangan untuk berpikir sama sekali” (ND 379).

Dari Mao ke Marcuse.indd 242

242

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

bahwa dialektika negatifnya merupakan sebuah “utopi pengetahuan: Membuka yang tidak terkonsepsi dengan konsep-konsep, tanpa meniru konsep-konsep” [ND 19]. Adorno mau menyelamatkan ilsafat dengan menjadikannya kritik terhadap dirinya sendiri. Sebagai kritik terhadap dirinya sendiri ilsafat sekaligus dapat membuka selubung ideologis sebuah faktisitas semu yang mendapat kekuasaannya terhadap pemikiran manusia melalui konsep-konsep yang merumuskannya sebagai faktisitas. Hanya sebagai usaha kritis ilsafat dapat menemukan kembali harkatnya yang hilang sesudah Auschwitz. Filsafat hanya dapat melakukan tugasnya dengan seakan-akan terus bicara melawan dirinya sendiri, terus membongkar kecenderungannya untuk membekukan apa yang dipegangnya melalui konsep. Jadi, ilsafat harus tetap bicara. “Mereka yang tanpa jasa beruntung dan dalam orientasi rohani tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku… harus, dengan usaha moral, seakan-akan mewakili, mengungkapkan apa yang kebanyakan… tidak berani melihatnya” [ND 49]. Motivasi dialektika negatif adalah “dorongan untuk memberi suara kepada penderitaan” [ND 27]. Tujuan ilsafat itu adalah “penyangkalan penderitaan isik bahkan dari warga masyarakat paling akhir” [ND 201]. Filsafat menjadi benar apabila menyuarakan apa yang pada umumnya diabaikannya, penderitaan: “Rasa terdorong untuk membuat penderitaan bicara merupakan syarat segala kebenaran” [ND 27].134

134

Dalam Minima Moralia (353) Adorno barangkali mengungkapkan apa yang sebenarnya dikehendakinya: “Filsafat yang masih dapat dipertanggungja-

Dari Mao ke Marcuse.indd 243

243

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

6. Kecemerlangan yang tinggal kenangan? Sekarang, lebih dari 40 tahun sesudah Dialektika Negatif, karya besar terakhir dwi-tunggal cemerlang itu, terbit, gagasan-gagasan mereka seakan-akan tinggal kenangan saja. Bak sisa harum udara segar yang mengambang lirih di udara meskipun pesta sudah berlalu. Begitu gemilang gagasan-gagasan yang diproduksikan Horkheimer dan Adorno: “Teori kritis”, gagasan sebuah teori yang mendobrak kerukunan palsu pemikiran kontemplatif, yang sebagai teori menjadi permulaan perlawanan praktis terhadap penindasan-penindasan padanya teori-teori kontemplatif berkolusi. Paham “dialektika pencerahan” melokalisasi patologi-patologi mengerikan modernitas di dalam mesin pencerahan sendiri. Paham “dialektika negatif”, usaha Adorno untuk menyelamatkan ilsafat terhadap dosa bawaannya sendiri, kecenderungan untuk memahami dan karena itu untuk mengidentiikasikan dan karena itu memalsukan, bahkan memerkosa, apa yang dimengerti begitu. Filsafat sekarang bersikap dua terhadap cetusan-cetusan cemerlang itu: Ada yang meninggalkannya, atau bahkan tidak pernah bisa memakainya. Ada juga—itulah mereka yang pernah ketularan pesona pemikiran Horkheimer, Adorno dan Marcuse (bab berikut)—yang masih dengan sedikit berat hati mengingat-ingat mereka sebagai semacam usaha intelektual berani yang terlalu bagus untuk bisa nyata betul-betul. Filsafat Immanuel Kant, misalnya, baik

wabkan kalau bertatap muka dengan keputusasaan mesti merupakan usaha untuk memandang semua hal sebagaimana kelihatan dari titik pandang penebusan.”

Dari Mao ke Marcuse.indd 244

244

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

epistemologi maupun etikanya, bisa dikritik dan ditolak habishabisan tetapi sampai hari ini tidak ada ilosof yang dapat mengabaikannya. Adorno dan Horkheimer berbeda: pemikiran mereka lebih mirip sebuah utopi, sebuah cita-cita dengan kejernihan atas-duniawi tentang ilsafat yang betul-betul radikal, yang menantang manusia untuk menghadap dirinya sendiri tanpa bohong dan karena itu menjanjikan keselamatan, tetapi yang tidak betul-betul menyentuh pergulatan ilsafat, apalagi manusia, yang sebenarnya. Itulah yang disebut pemikiran utopis. Hans Jonas pernah mengritik habis-habisan pemikiran utopis Ernst Bloch sebagai pemikiran yang indah-indah tetapi tanpa daratan, yang karena itu menggoda manusia untuk mengambil sikap-sikap yang justru tidak lagi bertanggung jawab dan oleh karena itu malah bisa mencelakakannya. Dilihat sepintas, pemikiran Horkheimer dan Adorno memang utopis. Para ilosof mengangkat topi—dan melanjutkan pemikiran mereka. Ambil gagasan Horkheimer tentang sebuah teori yang kritis. Gagasan ini amat mengesankan. Daripada memahami, teori itu mengangkat apa yang tidak dapat dipahami, penderitaan, ketidakadilan, dan penindasan, dan dengan demikian merupakan langkah paling pertama ke perlawanan terhadapnya. Tetapi, dalam kenyataan para ilosof sesudah Horkheimer tetap mengembangkan teori-teori yang mau memahami. Bahkan Horkheimer sendiri sebenarnya juga tidak “fanatik” dengan penolakannya terhadap teori kontemplatif. Ia begitu menghargai para ilosof “kontemplatif” seperti Plato, Kant, dan Hegel. Mengapa? Tentu karena ia menemukan di dalam pemikiran

Dari Mao ke Marcuse.indd 245

245

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

mereka unsur-unsur kritis yang justru membuka pintu untuk memikirkan perlawanan. Paham Horkheimer sebaiknya memang tidak dipakai sebagai semacam pisau pemisah antara teori yang kritis dan yang kontemplatif. Melainkan sebagai pembuka mata bahwa setiap teori ilosois bisa dilihat lebih dari sudut reaksioner kontemplatif maupun dari sudut kritis. Horkheimer membuat kita sadar akan potensi teori, baik untuk membusukkan, maupun untuk membebaskan. Dan, sebagai itu paham teori kritis Horkheimer tak kehilangan apa pun dari aktualitasnya! Begitu pula dialektika negatif. Utopiskah gagasan susah Adorno tentang sebuah ilsafat yang mengritik dasar dan tujuannya sendiri untuk dengan demikian tetap menjadi sarana penye lamatan terhadap keputusasaan faktisitas? Sesudah Auschwitz pun ilsafat berjalan terus dan tidak hanya berusaha untuk memahami, jadi untuk mengidentiikasikan, melainkan juga untuk menemukan makna dalam perjalanan umat manusia. Di satu pihak tidak mungkin berilsafat dan terus memikirkan Auschwitz, dan di lain pihak ilsafat tetap merasa bahwa apa yang dipikirkannya adalah penting. Tak mungkin ilsafat mengikuti Adorno di jalan kalimat-kalimat payah yang mau menyatakan sesuatu dengan tidak menyatakan sesuatu. Jadi, percumakah Dialektika Negatif Adorno? Bahwa ilsafat mengancam manusia karena bersikap dingin terhadap penderitaan juga dikecam oleh Emmanuel Lévinas dan Richard Rorty. Lévinas, tetapi juga ilosof-ilosof “pasca-modern” seperti Lyotard and Derrida, amat peka terhadap orang lain dalam keutuhan, kekhasan, dan keberlainannya. Habermas, jelas dipengaruhi

Dari Mao ke Marcuse.indd 246

246

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Teori Kritis Max Horkheimer dan Theodor...

Adorno, bicara tentang sikap halus yang peka agar tidak melukai. Berilsafat sesudah Auschwitz sebenarnya berarti peka terhadap keutuhan orang lain, terhadap kemungkinan ilsa fat untuk melukai dan menghina, terhadap ketidakadilan dan kejahatan ideologis yang terus berlangsung. Adornolah yang mengangkatnya ke dalam fokus perhatian ilsafat—juga sebagai muntahan rasa jijik terhadap ilsafat eksistensi Heidegger—untuk memastikan bahwa ilsafat tidak melupakannya lagi. Sebagai seruan serius agar ilsafat mau peduli, ilsafat pasca­Auschwitz Adorno harus terus bergema. Kritik Horkheimer dan Adorno terhadap pencerahan sebagai sejarah petaka manusia tanpa jalan keluar—manusia mencari rasionalitas yang semakin tinggi, tetapi rasionalitas itu niscaya berbalik menjadi mitos sehingga cita-cita kemanusiaan utuh yang pernah memotori pencarian itu tertakdir gagal—pernah memesona sebuah generasi yang merasakan irasionalitas masyarakat konsumis kapitalis, tetapi segera juga ditinggalkan olehnya. Mengapa? Justru karena keputusasaan total teori itu. Mereka akan mengikuti Marcuse (dengan menyalahpahaminya) dan mengharapkan dobrakan kemanusiaan dari revolusi. Gerakan “Kiri Baru” itu pun sudah lama tinggal kenangan. Tetapi, sekali lagi, seandainya Horkheimer dan Adorno tidak menggambarkan dilema tragis pencerahan, apakah ancaman yang ada di jantung pencerahan akan betul-betul diperhatikan? Adalah jasa dan bukan kesalahan mereka bahwa mereka menangkap kekosongan harapan Lukàcs akan revolusi proletariat, dan bahwa mereka menemukan bahwa krisis yang di tingkat pertama merupakan krisis ekonomis—kapitalisme,—di tingkat

Dari Mao ke Marcuse.indd 247

247

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

lebih mendalam merupakan krisis budaya. Habermas, dengan bertolak dari mereka, menunjukkan bahwa cita-cita kebebasan tetap masih ada dan dapat diselamatkan, bahwa pesimisme Teori Kritis tidak membantu. Dan, karena itu, Horkheimer dan Adorno tidak membentuk mazhab, tidak mempunyai muridmurid yang mengembangkan proyek mereka. Mereka merupakan akhir gerakan Marxisme (dan karena itu “pewaris” mereka, Habermas, ke luar dari rel Marxisme). Tetapi, akhir itu cemerlang, bukan sebuah perjalanan keluar pintu belakang dalam cahaya redup. Mereka mengangkat dengan tajam tantangan yang sangat nyata yang dihadapi oleh rasionalitas modern, oleh budaya kemajuan modern. Utopi negatif mereka berhasil memfokuskan perhatian pada kuman-kuman irasionalitas dan nirhumanisme yang bersembunyi dalam segenap proyek pencerahan. Merekalah yang menelanjangi patologi di jantung cita-cita terluhur modernitas sendiri. Karena itu, mereka tidak hanya masih asyik untuk dibaca,135 mereka tetap masih bisa mempertajam kesadaran kita akan ancaman-ancaman inheren dalam proyek masyarakat konsumis sekarang.

135

Apabila teks-teks asli mau dibaca, saya anjurkan mulai dengan Minima Moralia, lalu pengantar buku Dialektika Pencerahan, kemudian karangan Teori Tradisional dan Teori Kritis Horheimer, dan akhirnya pengantar buku Dialektika Negatif.

Dari Mao ke Marcuse.indd 248

248

11/18/2013 10:56:21 AM

Bab 7 revoLUsI KeBUDaYaan: HerBert MarCUse

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Herbert Marcuse sering dianggap enfant terrible dalam “Mazhab Frankfurt”, gugusan mereka yang terkait dengan Institut Pene­ litian Ilmu­ilmu Sosial. Selama beberapa tahun ia bekerja resmi pada institut itu dan pemikirannya searah, dan, untuk sebagian besar, sebahasa dengan Horkheimer dan Adorno, dua pentolan Institut itu. Tetapi, ia tidak pernah berhasil menjadi insider betul. Menurut Marcuse sendiri ia sekadar “munculan marginal” di Institut Penelitian Sosial (Gmünder 565). Optimisme akhir, harapan tak tergoncangkan—yang berlawanan dengan analisis Marcuse sendiri—bahwa pada suatu saat perkembangan teknologi baru akan menciptakan kondisi yang memungkinkan revolusi yang betul-betul akan membebaskan manusia, membeda-

Dari Mao ke Marcuse.indd 249

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kan Marcuse dari Horkheimer dan Adorno. Bagi Horkheimer dan Adorno, dua pemikir radikal yang tetap membawa diri sebagai grandseigneur intelektualisme murni, popularitas Marcuse di antara para mahasiswa Kiri Baru yang tanpak kasar dan anarkis, kesediaannya untuk terjun ke jalan dengan mereka, berkesan kurang serius (Wiggershaus 1986). Yang menyambut Marcuse dengan sangat serius—meski tetap kritis: Marcuse pun mereka kritik sebagai orang teori semata-mata—adalah generasi muda dan kaum mahasiswa yang di tahun 60-an berangkat untuk menggerakkan suatu revolusi kebudayaan menyeluruh, kaum Kiri Baru dan para Hippies. Bagi mereka Marcuse mengungkapkan ketidakpuasan yang mereka rasakan terhadap masyarakat kapitalis-konsumeris penuh kekerasan tersembunyi yang mereka warisi dari generasi perang dunia kedua. Dengan harapannya bahwa revolusi besar, “revolusi pertama yang sungguh-sungguh historis dalam tingkat mon­ dial”,136 itu mungkin, serta pengakuannya bahwa para mahasiswa generasi Kiri Baru itu bisa merupakan bibit revolusi itu mereka merasa didukung. Maka, di tengah-tengah tahun 60-an abad lalu, dan sesudah pemikirannya selama puluhan tahun hanya dikenal oleh para ahli, dalam umur sudah di atas 60 tahun, Marcuse mendadak naik menjadi sang guru anak-anak muda radikal Kiri Baru itu, satu dari “3 M” pujaan mereka (Marx, Mao, Marcuse). Marcuse lahir pada 1898 di Berlin. 1922 ia menyelesaikan studi Germanistik. Pada 1928 ia mulai studi filsafat pada 136

Herbert Marcuse 1972, Counterrevolution and Revolt, Boston: Beacon Press, hlm. 2, selanjutnya disingkat CaR.

Dari Mao ke Marcuse.indd 250

250

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Edmund Husserl dan Martin Heidegger di Freiburg. Pada 1932 ia membaca Naskah­naskah Ekonomis­Filosois, tulisan Marx muda dengan fokus pada keterasingan yang baru saja diterbitkan di Moskow, dan ia amat terkesan. Naskah-naskah Marx itu kemudian dibahasnya dalam “Neue Quellen zur Grundlegung des Historischen Materialismus” (“Sumber-sumber baru untuk pendasaran Materialisme Historis“). Teks-teks itu amat berkesan baginya dan memberinya pengertian mendalam tentang apa yang sebenarnya dikehendaki Karl Marx. Ia mulai berhubungan dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt. Setahun kemudian situasi menjadi tak tertahan bagi Marcuse, seorang keturunan Yahudi. Hitler menjadi pemimpin di Jerman dan Martin Heidegger yang masuk partai Nazi dan menjadi rektor universitas Freiburg mulai membersihkan universitasnya dari para dosen berdarah Yahudi. Maka, Marcuse menghentikan penulisan habilitasi dan melarikan diri ke Swis. Setahun kemudian ia bergabung ke Institut Penelitian Sosial yang, sesudah menyingkir dari Frankfurt, ditampung di Columbia University di New York. Pada 1941 terbit buku Marcuse Reason and Revo­ lution, suatu interpretasi cemerlang ilsafat Hegel sebagai ilsafat revolusi. Selama sepuluh tahun ia bekerja bagi pemerintah Amerika Serikat. Pada 1950 ia masuk kembali ke dunia akademik. Ia diterima di Columbia University dan juga bekerja di Harvard pada Russian Research Center (yang menghasilkan bukunya Soviet Marxism. A Critical Analysis). Pada 1954 ia menjadi profesor ilsafat dan politologi di Brandeis University di Boston. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan analisis kritisnya terhadap masyarakat industri maju yang tercurah dalam dua buku yang paling penting dan berpengaruh, yang dapat disebut

Dari Mao ke Marcuse.indd 251

251

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

utopi positif dan utopi negatif Marcuse137, Eros and Civilization (1955) dan One­Dimensional Man (1964). Pada 1965 ia menjadi profesor di San Diego California. Tahun-tahun ini merupakan puncak kemasyhuran Marcuse. Ia berjalan ke mana-mana, memberi ceramah, berdiskusi dengan para mahasiswa, menulis karangan-karangan, dan juga dua buku, An Essay on Liberation (1969) dan Counterrevolution and Revolt (1972). Tak henti-hentinya, dengan memakai bahasa psikoanalisis, Marcuse mengitari pertanyaan tentang kemungkinan nyata revolusi, tentang rasionalitas yang tertanam dalam dorongan-dorongan manusia. Pada 1977 terbit buku Marcuse yang terakhir, The Aesthetic Dimension. Di dalamnya ia membela kebebasan seni terhadap kepicikan ideologis Marxisme tertentu. Ia telah kembali full circle. Bukunya yang pertama, disertasinya yang ditulis 59 tahun sebelumnya dengan judul “roman Jerman tentang seniman” (Der deutsche Künstlerroman), juga mengenai dimensi estetik. Marcuse selalu melihat dimensi estetik, seni, sebagai jaminan kemanusiaan yang belum korup, yang akan bertahan terhadap perataan ekonomistik semua nilai dalam masyarakat konsumtif. Seni yang sungguhan menurut Marcuse secara hakiki selalu melawan yang terberi. Seni memang tidak dapat menggantikan releksi teoretis maupun aksi revolusioner. Tetapi, seni mengingatkan bahwa manusia bisa melawan faktualitas. Maka, seni bagi Marcuse mewujudkan residu harapan bahwa pada suatu

137

Dua istilah itu saya ambil dari Ulrich Gmünder, dalam Bernd Lutz 1995, hlm. 565.

Dari Mao ke Marcuse.indd 252

252

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

hari revolusi kemanusiaan dan kebebasan sejati akan menang. Herbert Marcuse meninggal Pada 1979 di Starnberg di Jerman.138 Berikut ini saya membahas dua buku paling mendasar Marcuse Eros and Civilization dan One­Dimensional Man. Dalam bagian penutup saya ajukan beberapa pertanyaan kritis.

http://facebook.com/indonesiapustaka

2. Eros dan Peradaban: Utopi Suatu Masyarakat Baru Buku pertama yang membuat Marcuse menjadi terkenal adalah Eros and Civilization139 yang terbit pada 1995. Bertolak dari teori Sigmund Freud tentang perkembangan peradaban manusia, Marcuse menunjukkan bahwa meskipun menurut Freud peradaban niscaya mengandaikan penindasan, perkembangan tenaga-tenaga produktif oleh kapitalisme sekarang sudah membuka kemungkinan suatu kebudayaan yang tidak lagi represif, di mana hubungan antarmanusia akan ditentukan oleh eros (saling ketertarikan) dan pekerjaan akan menjadi mirip dengan orang main-main. Tak heran bahwa buku ini sepuluh tahun kemudian disambut oleh kaum “Hippies“ dan “Gerakan Kiri Baru“ sebagai buku kult. Pengandaian dasar teori Freud tentang masyarakat adalah bahwa peradaban manusia berdasarkan pada penindasan sek138

Buku rinci, cukup lengkap dan kritis tentang Herbert Marcuse dan pemikirannya adalah: Valentinus Saeng, CP. 2012, Herbert Marcuse. Perang Se­ mesta Melawan Kapitalisme Global, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

139

Herbert Marcuse 1955, Eros and Civilization. A Philosophical Inquiry into Freud, New York: Vintage Books, selanjutnya disingkat EaC.

Dari Mao ke Marcuse.indd 253

253

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

sualitasnya. Hanya dengan tidak terus mengikuti nafsu seks manusia dapat mengumpulkan kekuatan untuk membangun kehidupannya. Dalam bahasa Freud: Prinsip nikmat diganti oleh prinsip realitas. Hanya dengan membatasi seksualitas pada satu pojok sempit kesibukan sehari-hari—pada ruang sempit privacy di malam hari—manusia mempunyai waktu untuk bekerja guna menjamin makanan, pakaian serta untuk lama-kelamaan membangun lingkungan hidupnya.140 Dengan demikian, pengekangan hawa nafsu menjadi asal usul peradaban manusia. “Gagasan bahwa kebudayaan tanpa penindasan [seksualitas, FMS] tidak mungkin termasuk sokoguru teori Freud” [EaC 16]. Tetapi apakah harus demikian? Kalau peradaban secara hakiki terbangun atas penindasan, segala harapan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih bebas dan manusiawi sirna. Bukan hanya itu. Sekali peradaban didasarkan pada penindasan, tingkat penindasan mesti terus bertambah. Marcuse khawatir bahwa penindasan yang semakin menyeluruh akhirnya mengancam peradaban itu sendiri. Semula manusia menaati segala aturan masyarakat—yang pada hakikatnya menindas itu—karena merasa wajib dan karena pelanggarannya menyebabkan

http://facebook.com/indonesiapustaka

140

Itu menurut Freud tentu juga dan justru berlaku bagi proses setiap orang menjadi dewasa (bagi ontogenesisnya). Ia hanya dapat memenuhi tuntutan dunia luar—prasyarat bahwa ia bisa hidup—dengan belajar menguasai dorongan seksnya. Yang semula terpaksa dilakukannya—menguasai diri,— lama kelamaan ia lakukan karena dorongan batin sendiri, karena sudah dalam umur muda ia membangun superegonya. Energi libido yang dikekangnya itu lalu tersedia untuk mengatasi tantangan-tantangan kehidupan yang akan dialaminya. Orang yang tidak bisa menguasai nafsu seks tidak dapat berfungsi dalam komunitas manusia.

Dari Mao ke Marcuse.indd 254

254

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

http://facebook.com/indonesiapustaka

ia merasa bersalah.141 Tetapi, sementara ini penindasan sudah menjadi sedemikian menyeluruh sehingga orang mau tak mau harus menaatinya, artinya, superegonya tidak diperlukan lagi dan karena itu lama-kelamaan semakin melemah. Tetapi, itu berarti bahwa dorongan-dorongan destruktif dalam manusia tidak lagi diimbangi oleh superego, melainkan hanya karena “imperatif-imperatif sistem” (Habermas). Apabila sistem kontrol sosial pernah melemah, tak akan ada lagi kekuatan yang dapat mengerem dorongan-dorongan destruktif itu,142 maka manusia akan secara membabi-buta mengikuti nafsu-nafsunya dan dengan demikian menghancurkan peradabannya sendiri.

141

Freud menjelaskan kaitan ini dalam ceritanya yang termasyhur tentang “gerombolan purba” manusia. Dalam gerombolan purba itu penertiban seksualitas dipaksakan oleh ayah purba, sang penguasa gerombolan, dengan memaksakan monopoli haknya atas hubungan seks dengan semua perempuan kelompoknya. Dengan demikian, anak-anak laki-lakinya tidak berkelahi dan bebas untuk berburu. Tetapi, akhirnya anak-anak lelakinya itu berontak dan bersama-sama membunuh ayah. Tetapi, karena mereka juga mencintai dan mengagumi ayah mereka, mereka merasa kehilangan dan merasa bersalah. Maka, ayah yang sudah mati itu dijadikan totem yang diyakini tetap bersama mereka. Agar ia tetap melindungi mereka, mereka berjanji akan menaati aturan-aturannya yang intinya adalah pengekangan nafsu seksual. Kesepakatan itulah asal-usul semua norma dalam masyarakat, baik yang menyangkut hubungan antar-mereka sendiri maupun dengan alam.

142

Bahwa Hobbes dalam konstruksi Leviathan mendasarkan tertib para warga negara semata-mata pada daya ancam negara merupakan kelemahan intrinsik konsepsinya. Stabilitas sosial tidak bisa dijamin semata-mata dengan paksaan dari luar, melainkan mengandaikan bahwa para warga sendiri mau menjaganya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 255

255

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Penindasan tambahan dan prinsip prestasi Apabila Marcuse mau keluar dari lingkaran setan itu—tanpa penindasan tidak ada budaya, tetapi penindasan sendiri mengancam budaya itu—ia harus membongkar kontradiksi mutlak antara libido (nafsu) dan prinsip realitas yang menjadi titik tolak seluruh konsepsi Freud. Apakah mungkin libido dibebaskan tanpa menyedot habis energi psikis yang perlu untuk membangun peradaban? Marcuse menjawab “mungkin!”, dan kemungkinan itu baginya dibuka oleh kemajuan teknologi akibat kapitalisme. Pengertian kunci Marcuse adalah bahwa penindasan yang sekarang meresapi seluruh peradaban kapitalisme tua jauh melampaui penindasan dasar libido yang perlu untuk membangun peradaban. Penindasan tambahan (surplus repression) itu adalah “pembatasan-pembatasan yang diharuskan karena kekuasaan sosial. Pembatasan-pembatasan itu berbeda dari penindasan (dasar), ‘penyesuaian’ nafsu, yang perlu demi kelanjutan ras manusia dalam budaya” [EaC 32]. Penindasan dasar menurut Freud sendiri menghasilkan struktur-struktur kekuasaan sosial (yang menggantikan kekuasaan keras ayah purba). Tetapi, begitu ada pihak yang berkuasa, dia dengan sendirinya mengembangkan struktur-struktur penindasan tambahan untuk menjamin kedudukannya sendiri. Di zaman kapitalisme tua, strukturstruktur kekuasaan dalam masyarakat untuk sebagian terbesar merupakan struktur penindasan yang diperlukan untuk menjamin mereka yang berkuasa, “sistem”, terhadap segala usaha dari bawah untuk menggulingkannya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 256

256

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Tetapi, tidak hanya itu. Dalam masyarakat kapitalisme tua bentuk penindasan juga berubah. Penindasan itu tidak lagi dilakukan dengan kasar. Seperti diperlihatkan oleh Karl Marx dalam tulisannya tentang “ciri fetis modal” [Das Kapital I, Bab 1], penindasan kapitalisme—yang sebenarnya tetap dilakukan oleh kelas atas, kaum kapitalis—tidak lagi kelihatan sebagai penindasan manusia oleh manusia, melainkan sebagai tuntutan rasionalitas proses produksi. Orang bersedia untuk menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tuntutan sistem kapitalis, bukan karena merasa diancam, melainkan karena tuntutan itu diyakininya sendiri sebagai tuntutan eisiensi. Prinsip realitas Freud—sesuaikan diri dengan kenyataan, atau kau akan terlindas!—di masa kapitalisme tua sudah menjadi prinsip prestasi (“performance principle”). Karena prinsip ini kelihatan rasional, orang bersedia memberikan prestasi yang dituntut, ia bahkan menata seluruh hidupnya demi prestasi tertinggi. Prinsip prestasi bahkan menguasai kehidupan pribadi manusia. Orang bangun pagi hari, pergi ke tempat kerja, bekerja, pulang ke rumah, beristirahat, memenuhi kebutuhan seksualnya, berlibur, iseng-iseng, semuanya sesuai dengan prinsip prestasi. Marcuse memberi komentar bahwa “manusia tidak lagi menjalankan hidup mereka sendiri, melainkan memenuhi fungsi-fungsi yang sudah ditetapkan sebelumnya” [EaC 41]. Prinsip prestasi berarti bahwa penindasan tetap ada, tetapi tidak dirasakan sebagai penindasan. “Nafsu-nafsu agresif tidak menemukan lawan—atau lebih tepat: kebencian itu berhadapan dengan kolega yang senyum, pesaing-pesaing yang sibuk, aparat yang sopan, perawat-perawat yang selalu membantu, yang semua melakukan

Dari Mao ke Marcuse.indd 257

257

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kewajiban mereka dan yang semua merupakan korban…” [EaC 89s.]. Situasi itu paradoks: Kapitalisme tua seakan-akan memenuhi semua kebutuhan, tetapi orang tetap marah, tetapi tanpa sasaran. Orang mengarahkannya terhadap dirinya sendiri. Setiap penyelewengan kecil dari standar eisiensi resmi, setiap kegagalan dalam memenuhi fungsi kita dengan sempurna membuat kita merasa bersalah. Jadi, “bukan penindasan, melainkan yang tertindas itulah yang salah” [EaC 90]. Karena itu, agresivitas tersembunyi dalam masyarakat kontemporer justru semakin menjadi. Agresivitas tersembunyi itu berdasarkan kenyataan bahwa orang memberikan prestasinya bukan karena ia sendiri terdorong untuknya, melainkan demi kepentingan sistem. Libido dalam sistem itu dibatasi pada satu sektor kecil, privacy kehidupan dalam keluarga, malam hari di kamar tidur, sedangkan dari semua bidang lain kehidupan libido disingkirkan. “Libido dipusatkan dalam satu bagian tubuh, sehingga hampir seluruh tubuh lain menjadi bebas untuk menjadi alat kerja” [EaC 44]. Eros, dorongan positif kehidupan yang terungkap dalam libido, kena atroi, semakin melemah, karena tidak diberi peran. Dengan sendirinya dorongan lawan eros, thanatos, dorongan-dorongan destruktif, semakin menguat.143 Marcuse amat mengkhawatirkan destruktivitas tersembunyi masyarakat kapitalisme tua itu. 143

“Kebudayaan menuntut sublimasi (penindasan libido, FMS) terus-menerus; dengan demikian sublimasi memperlemah eros, pendiri peradaban. Dan, de-seksualisasi itu melepaskan, dengan memperlemah eros, dorongan-dorongan destruktif” (EaC 85).

Dari Mao ke Marcuse.indd 258

258

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Mematahkan prinsip prestasi

http://facebook.com/indonesiapustaka

Apakah prinsip prestasi dapat dipatahkan? Prinsip prestasi adalah anak sebuah keharusan sejarah yang keras: Sejak permulaannya umat manusia berproduksi dalam kondisi anangke,144 artinya, dalam situasi kekurangan permanen. Produksi manusia tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan semua dan dalam situasi ini hanya penindasan tanpa ampun terhadap segenap usaha untuk mengganggu gugat sistem kekuasaan dalam masyarakat dapat mengatasi bahaya anarki dan keambrukan peradaban. Akan tetapi, situasi asali manusia itu telah berubah, dan perubahan itu dibawa tak lain oleh kapitalisme. “Justru kemajuan kebudayaan dan peradaban di bawah prinsip prestasi menghasilkan tingkat produktivitas yang memungkinkan bahwa tuntutan masyarakat agar energi libido dicurahkan ke dalam pekerjaan terasing sangat dikurangi. Oleh karena itu, organisasi yang terus-menerus menindas nafsu-nafsu kelihatan tidak lagi dipaksakan karena “perjuangan untuk bisa bertahan”, melainkan oleh kepentingan kekuasaan” [EaC 117 s.]. Yang dilahirkan oleh kapitalisme adalah teknologi modern dan teknologi itu—“otomatisasi menyeluruh, pembatasan ekstrem waktu kerja dan kemungkinan untuk tukar-menukar fungsi-fungsi”

144

“Anangke (adalah) perjuangan sadar untuk bisa bertahan. Perjuangan itulah yang memaksakan pengemudian penindasan dorongan seksual (semula karena paksaan kasar ayah purba, kemudian melalui institusionalisasi dan internalisasi) maupun pengalihan dorongan kematian ke dalam agresiagresi dan moralitas yang berguna secara sosial” (EaC 137).

Dari Mao ke Marcuse.indd 259

259

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

[EaC 138]—meningkatkan produktivitas pekerjaan manusia sedemikian luar biasa sehingga tercipta sesuatu yang belum pernah terdapat dalam sejarah manusia: Kebutuhan semua orang di dunia dapat dipenuhi. Dan itu berarti: Struktur-struktur kekuasaan yang dilindungi oleh penindasan tambahan tidak diperlukan lagi. Tak ada lagi alasan objektif lagi untuk mempertahankan prinsip prestasi. Agar kemungkinan ini dapat menjadi kenyataan, Marcuse harus bisa menjawab tiga pertanyaan: Pertama, apakah kelaskelas yang berkuasa akan bersedia untuk melepaskan kedudukan yang menguntungkan mereka sendiri, tetapi secara objektif tidak lagi diperlukan? Kedua, Apakah manusia mampu mendasarkan kehidupan sosialnya pada sebuah rasionalitas yang bebas dari penindasan? Kalau tidak, setiap pendobrakan strukturstruktur penindasan sekarang atau akan menghasilkan anarki yang mengancam menghancurkan seluruh kemajuan budaya yang sudah tercapai, atau menciptakan struktur penindasan baru. Ketiga, bukankah, atas dasar teori Freud, segala budaya tidak mungkin tanpa penindasan (dasar), jadi kebebasan manusia tetap harus dikekang? Jawaban atas pertanyaan pertama adalah bahwa prinsip prestasi memang tidak dapat dihapus tanpa revolusi. Strukturstruktur penindasan tambahan yang secara objektif sudah kehilangan legitimasinya, tetap amat menguntungkan bagi mereka yang dalam sistem itu menduduki tempat-tempat atas. Mereka tidak akan melepaskannya dengan rela hati.145 145

Dalam An Essay on Liberation (1969) Marcuse mencari subjek (pelaksana)

Dari Mao ke Marcuse.indd 260

260

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Pertanyaan kedua lebih mendasar. Apakah manusia yang sudah total kerasukan oleh rasionalitas sasaran kapitalisme masih mampu menciptakan suatu masyarakat tanpa penindasan, suatu masyarakat yang betul-betul bebas? Bukankah rasionalitas manusia modern sudah dikebiri disamakan dengan tuntutan eisiensi sistem perekonomian kapitalis, jadi dengan prinsip prestasi? Bagaimana ia mau membebaskan diri daripadanya? Marcuse menjawab dengan menunjuk pada sebuah bidang yang tidak pernah tunduk terhadap prinsip prestasi, bahkan tidak terhadap prinsip realitas: bidang seni.146 Bidang seni dikuasai oleh angan­angan (phantasy) dan angan-angan adalah wilayah rasionalitas manusia yang tidak terbelenggu oleh realitas apa pun. Dalam angan-angan, manusia “tetap bebas dari kontrol prinsip realitas” [EaC 128]. “Fungsi kritis kemampuan untuk berangan-angan terletak dalam penolakannya untuk menerima pembatasan kebahagiaan dan kebebasan yang dipaksakan oleh prinsip realitas sebagai deinitif” [EaC 135]. Kemampuan manusia untuk berangan-angan, yang membuktikan diri dalam ekspresi-ekspresi kesenian, merupakan simpanan rasionalitas yang bebas. Seni tidak tunduk terhadap norma-norma sosial yang berlaku dan tidak peduli dengan prinsip prestasi. Dalam seni manusia tetap teringat akan cita-cita sebuah kehidupan bersama yang tidak berdasarkan penindasan, di mana revolusi—sesudah proletariat kehilangan semangat revolusioner—dalam kelompok-kelompok pinggiran masyarakat (Amerika Serikat). 146

Jadi, beda dengan Horkheimer dan Adorno—yang sudah putus asa dengan seni karena total difungsikan menjadi “industri kebudayaan”—Marcuse masih percaya pada daya emansipatif dimensi kesenian.

Dari Mao ke Marcuse.indd 261

261

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

ia bisa berkarya berdasarkan dorongan-dorongan spontannya sendiri dan bukan karena ia harus berprestasi. Seni—yang mewujudkan “kaitan internal antara rasa nikmat, seksualitas, keindahan, kebenaran, seni dan kebebasan” [EaC 157 s.]—adalah “protes abadi melawan organisasi kehidupan oleh logika kekuasaan, kritik pada prinsip prestasi” [EaC 130]. Dengan demikian, seni merupakan “penolakan agung” [the great refusal, EaC 149], “artinya protes terhadap penindasan yang tak perlu, perjuangan demi bentuk kebebasan tertinggi, yaitu hidup tanpa merasa takut” [EaC 149]. Sekaligus seni menunjukkan sesuatu yang oleh Freud kurang diperhatikan: Bahwa orang bisa merasa tertarik untuk “bekerja”. Freud hanya mengenal pekerjaan yang susah, terpaksa, terasing. Tetapi, dalam kegiatan seni kelihatan bahwa manusia juga bisa ber-libido untuk menciptakan sesuatu. Manusia bisa juga bekerja dengan bernafsu. Maka pekerjaan sebenarnya bisa menyenangkan, menjadi mirip orang main-main. “Dalam budaya yang sungguh-sungguh manusiawi eksistensi lebih merupakan main-main daripada kesusahan, dan manusia akan lebih hidup dalam perkembangan yang iseng daripada dalam kekurangan” [EaC 171].147 Ternyata Freud salah dalam dua pengandaian dasar: bahwa libido pada hakikatnya sama dengan seksualitas, dan bahwa orang hanya bekerja karena terpaksa. Libido menyangkut seluruh dimensi tubuh manusia, dan orang bisa bernafsu untuk bekerja. 147

Marcuse mengutip Barbara Lantos: “Main-main ... (adalah) erotik dengan dirinya sendiri tanpa adanya objek....‘Ciri khas permainan adalah bahwa terciptakan kepuasan tanpa adanya tujuan apa pun selain pemuasan dorongan itu sendiri’” (EaC 196).

Dari Mao ke Marcuse.indd 262

262

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Dengan demikian pertanyaan ketiga pun dapat dijawab Marcuse, yaitu: Kalau penindasan seluruhnya dihapus, apakah manusia masih mau bekerja? Dan, kalau libido tidak disublimasikan, dari mana manusia mengambil energi untuk bekerja? Bukankah kekuatan eros sudah sedemikian diperlemah sehingga penghapusan penindasan akan membuka ruang bagi thanatos, daya-daya destruktif manusia? Apakah “masuk akal membayangkan suatu budaya di mana kebutuhan-kebutuhan manusia dipenuhi dengan cara dan dalam ukuran yang memungkinkan penghapusan penindasan tambahan”? [EaC 137]. Tetapi, jawaban sudah diberikan. Kegiatan kesenian yang bahkan mempertahankan diri di tengah-tengah penindasan halus prinsip prestasi membuktikan bahwa masih juga ada libido, dan bahwa libido itu cukup kuat untuk mengekspresikan diri dalam kreativitas para seniman. Adanya seni menunjukkan bahwa libido, vitalitas manusia yang terungkap dalam segala dorongan spontan, dapat disublimasikan tanpa represi dalam pelbagai kegiatan, termasuk dalam mengerjakan alam. Dengan demikian, Marcuse sekaligus menyangkal pengandaian dasar Freud bahwa libido hanya menyangkut seksualitas dalam arti sempit. Penyempitan itu sendiri akibat penindasan tambahan, khususnya prinsip prestasi. Dengan kata lain, Marcuse menyangkal keberlakuan umum prinsip realitas! Untuk membangun kehidupannya manusia tidak harus menindas libido-nya. Maka, tak perlu khawatir bahwa pembongkaran prinsip prestasi akan menghancurkan kebudayaan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 263

263

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Bebas dari prinsip prestasi Pembebasan manusia dari prinsip prestasi akan melahirkan masyarakat yang secara mendalam berubah. Libido, vitalitas asali yang disertai rasa nikmat, akan mendapat kembali kekuatannya. Baik hubungan dengan alam maupun dengan manusia akan berdasarkan dorongan-dorongan libido. Pekerjaan akan menjadi mirip dengan kegiatan main-main (bahwa sekarang terdapat jurang tak terjembatani antara pekerjaan dan kegiatan main-main adalah sendiri efek prinsip prestasi yang membataskan kegiatan main-main secara ketat pada sektor tertentu, sedangkan cakupan kehidupan lain dibersihkan dari segala unsur “main-main”; melakukan apa pun yang bukan permainan dengan cara main-main merupakan dosa berat dalam sistem kapitalisme tua148; seksualitas pun harus dilakukan secara serius dan pada tempatnya). Ciri pekerjaan sendiri akan berubah: Dari suatu usaha susah payah memuramkan yang hanya dilakukan karena anangke, karena keharusan survival, pekerjaan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan, yang dilakukan dengan rileks dan bersemangat, mirip dengan orang main-main, mirip juga dengan pekerjaan seorang seniman. Bisa melelahkan, tetapi manusia tetap akan menikmatinya. Begitu pula hubungan antarmanusia akan berubah secara mendalam. Marcuse bicara tentang erotisasi [EaC 185 dll.].

148

Pemisahan tajam antara “bekerja yang sungguh-sungguh” dan “main-main” dalam masyarakat Indonesia belum seluruhnya terinternalisasi hal mana memang berarti bahwa masyarakat Indonesia belum seluruhnya dikuasai oleh prinsip prestasi.

Dari Mao ke Marcuse.indd 264

264

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Erotisasi dalam arti bahwa kita akan berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain karena tertarik padanya. Di bawah prinsip prestasi hubungan manusia dengan manusia disekat ke dalam sektor-sektor ketat, sesuai dengan fungsi masing-masing dalam sistem kapitalisme. Pembongkaran prinsip prestasi membongkar juga tembok pemisah antara hubungan antarmanusia yang semata-mata fungsional dan yang berdasarkan rasa saling tertarik. Orang lain menjadi menarik karena dirinya sendiri, bukan karena fungsinya di dalam sistem. “Erotisasi” di sini tidak dimaksud dalam arti sempit ketertarikan seksual, seakan-akan semua orang saling menaksir secara seksual. Pembatasan libido pada seksualitas dalam arti sempit itu sendiri, sebagai ketertarikan genital, merupakan akibat prinsip prestasi.149 Akan terjadi “peleburan seksualitas dengan kemesraan” [EaC 183]. Maka, apa yang pernah dibayangkan sebagai irdaus akhirnya menjadi kenyataan: “Prinsip nikmat dan prinsip realitas berdamai” [EaC 176]!

http://facebook.com/indonesiapustaka

Eros dan thanatos: saling merangkul? Benar irdaus? Sayang, ada fakta yang bagi Marcuse pun tak terelakkan: Kita tetap akan mati! Apakah kenyataan keras ini mesti menggagalkan pembebasan? “Kenyataan kasar kematian untuk selamanya menghapus kemungkinan eksistensi yang 149

“Tubuh akan dire-seksualisasi… Zona-zona erogen akan dire-aktivasi, seksualitas pra-genital polimorf akan hidup kembali, supremasi genital akan berkurang.... Tubuh dalam keseluruhannya akan menjadi objek ketertarikan seksual. Pembubaran keluarga monogam dan patriakal” (EaC 199).

Dari Mao ke Marcuse.indd 265

265

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

tidak represif” [EaC 211]. Bukankah segenap nikmat mesti menjadi tawar? Kematian adalah lawan prinsip libido karena libido menyangkal waktu: Nikmat menginginkan keabadian. Lambat laun thanatos akan menang atas eros. Dalam bab terakhir Eros and Civilization Marcuse bergulat dengan eros dan thanatos, dua dorongan dasar manusia menurut metaisika Freud di hari tuanya. Marcuse tidak menyangkal bahwa dalam kematian manusia bersentuhan dengan batas deinitif. Tetapi, ia tidak menyerah. Dalam masyarakat yang bebas represi manusia dapat menghadap kematian secara dewasa. Mengapa? Menurut Marcuse antara eros dan thanatos ada juga kesearahan. Pernyataan yang nampaknya agak ajaib ini dijelaskan Marcuse dengan sebuah konstruksi yang sedikit berbelit. Inti segenap libido adalah penghilangan ketegangan. Apakah libido seksual, apakah nafsu makan, libido selalu muncul dari suatu ketegangan dan dalam pemuasan libido ketegangan itu pun hilang. Nah, kematian dapat juga dipahami sebagai akhir dari segala ketegangan, khususnya juga akhir dari segala penderitaan. Dipahami begitu thanatos menjadi prinsip nirwana, dorongan mendasar dalam setiap makhluk untuk larut dalam kepuasan di mana segala ketegangan hilang.150 Mirip dengan Abraham dan Ishak yang mati “suntuk umur” [Gen. 25,8]. Makin kita tua, makin kita ingin mati?

150

“Dorongan kematian bekerja di bawah prinsip nirwana: Ia menuju keadaan ‘kepuasan abadi’ di mana tidak ada lagi ketegangan, suatu keadaan tanpa adanya kekurangan. Apabila tujuan dorongan kematian bukan pengakhiran hidup, melainkan akhir penderitaan—tiadanya ketegangan—maka, secara paradoks, dorongan ini berarti bahwa konlik antara hidup dan kematian makin kecil makin hidup mendekati keadaan kepuasan” (EaC 214).

Dari Mao ke Marcuse.indd 266

266

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

Salto mortale argumentasi Marcuse ini betul-betul luar biasa. Ada libido, jadi nafsu untuk hidup, untuk menikmati orang lain, untuk mengekspresikan diri dalam pekerjaan seperti seniman mengekspresikan angan-angannya dalam karyanya. Kematian kesannya merupakan—seperti dilihat Marcuse sendiri—lawan keras tak terkalahkan dari segala nafsu kehidupan, sebuah batas daripadanya manusia tidak dapat lari. Tetapi, Marcuse melicikinya. Kita memang mencari nikmat, tetapi nikmat berarti melepaskan ketegangan, dan kematian melepaskan segala ketegangan, jadi untuk apa harus takut? Thanatos, solusi Marcuse terhadap tantangan tak teratasi itu, sebenarnya termasuk ke dalam libido, itulah pemecahan masalahnya. Kita harus tidak mau ditundukkan oleh bayang-bayang kematian. “Kematian bisa menjadi tanda kebebasan” [EaC 216]. Asal kita tidak menyerah. Lagi-lagi Marcuse bicara tentang “penolakan agung”: “Filsafat yang tidak bekerja sebagai kacung penindasan bereaksi atas kenyataan kematian dengan ‘penolakan agung‘—penolakan Orpheus sang pembebas” [sang penyanyi yang menolak menerima bahwa istrinya yang tercinta turun ke tempat kematian, FMS] [ib.]. Di alam kebebasan orang tahu “bahwa apa yang mereka cintai terpelihara dari penderitaan dan kelupaan. Sesudah suatu hidup yang memuaskan mereka dapat menerima bahwa mereka akan mati—pada saat yang mereka tentukan sendiri” [ib.]. Di alam kebebasan pasca-kapitalis itu ia tidak perlu khawatir tentang nasib mereka yang dicintainya. Dengan tenang ia bisa menentukan saat untuk meninggalkan hidup. Nafsu dan roh tidak hanya bersatu, melainkan bersama-sama dengan tenang menuju kematian.

Dari Mao ke Marcuse.indd 267

267

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Di seberang realitas? Visi Marcuse tentang rekonsiliasi antar-nikmat dan realitas, nafsu dan roh, eros dan thanatos ini—dalam bahasa para Hippies tahun 60-an; “Make love not war!”—tentu menimbulkan segudang pertanyaan. Bisakah pekerjaan menjadi mirip orang mainmain? Terpecahkah masalah-masalah manusia dengannya? Dan, “erotisasi” hubungan antarorang? Alasdair MacIntyre151 bertanya dengan sinis: “Dalam apa terletak perbedaan seksualitas yang dibebaskan?... Apa yang sebenarnya akan kita lakukan dalam keadaan terbebas seksual itu?” [MacIntyre 1971, 59 s.]. MacIntyre khususnya mempertanyakan kekaburan Marcuse tentang perversi-perversi seksual (“fungsi sadisme adalah berbeda dalam hubungan libido yang bebas daripada dalam apa yang dilakukan oleh pasukan SS” [EaC 185]). Jóhann Páll Àrnason152, seorang murid Habermas, menunjuk pada sebuah kesalahan besar yang membuat cacat kerangka dasar teori sosial Freud dan Marcuse: Mereka tidak memperhatikan bahwa bagi manusia “‘alam’ selalu sudah termediasi secara kultural—dan itu berarti: secara praktis, sosial dan historis… Juga prinsip nikmat ditentukan secara sosial” [Àrnason 160 s.]. Dengan lain kata, titik tolak teori Freud dan Marcuse tidak tahan uji. Penindasan dan pembengkokan libido melalui prinsip prestasi tidak dapat dijelaskan dari sebuah kontradiksi dasar antara alam—prinsip nikmat—

151

Alasdair MacIntyre 1971, Herbert Marcuse, München: Deutscher Taschenbuch Verlag.

152

Jóhann Páll Àrnason 1971, Von Marcuse zu Marx, Neuwied/Berlin: Hermann Luchterhand Verlag.

Dari Mao ke Marcuse.indd 268

268

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

dan budaya—prinsip realitas, karena dua-duanya bagi manusia selalu sudah dimediasi oleh pandangan dunia kebudayaannya. Kita juga dapat bertanya: Apakah kenyataan-kenyataan kemanusiaan yang paling menentukan, apakah ia dapat bahagia atau tidak, juga apakah ia mencapai kebebasan dalam arti yang sebenarnya (persahabatan, tanggung jawab, cinta, komitmen pada keadilan, kesetiaan) dapat ditampung dalam sebuah struktur teoretis yang membuat nikmat menjadi tolok ukur keberhasilan hubungan-hubungan manusia?153 Bisa juga bahwa visi Marcuse tentang masyarakat “di seberang prinsip realitas”154 terlalu jauh di seberang realitas.

3. Manusia berdimensi satu: Kritik terhadap masyarakat kapitalis maju

http://facebook.com/indonesiapustaka

Sekarang, lebih dari 40 tahun sesudah Marcuse menulis One­ Dimensional Man155, kekeroposan rasionalitas “masyarakat industri maju” tampak di hadapan semua mata. Bahkan tanpa krisis global pasar inansial terakhir sudah menjadi jelas bahwa ekonomi pasar kapitalis tidak mampu memecahkan masalahmasalah yang disebabkannya: Ketidakberhasilan mengurangi

153

Lihat tulisan saya “Napsu dan Roh Menyatu: Utopi Masyarakat Baru Herbert Marcuse” dalam Festschrift Prof. Dr. Sastrapratedja, diedit oleh Setyo Wibowo, Yogyakarta: Kanisius 2009.

154

Judul bagian kedua Eros and Civilization.

155

Herbert Marcuse 1964, One­Dimensional Man. Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society, London: Routledge & Kegan 2)1968, selanjutnya disingkat ODM.

Dari Mao ke Marcuse.indd 269

269

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

kemiskinan internasional, fakta bahwa sejak 20 tahun di negara-negara industri maju pun perbedaan kaya miskin menjadi lebih tajam, bahwa negara-negara itu, meskipun kaya raya, semakin tidak mampu menjamin hari tua warganya, dan, tentu krisis perubahan iklim, bicara dengan bahasa yang jelas. Pada waktu Marcuse menulis One­Dimensional Man irasionalitas itu justru belum jelas. Pada waktu itu masyarakat-masyarakat Barat justru merasa paling berhasil, paling puas diri, dan paling optimis. Kemiskinan terasa mulai teratasi. Kelas buruh industri semakin sejahtera, “negara sejahtera” (ODM 49) menjamin bahwa tak ada lagi orang terlantar. Masyarakat itulah yang dikritik Marcuse. Buku One­Dimensional Man terbit pada 1964, tepat pada saat generasi muda di Amerika Serikat dan Eropa mulai resah. Sekarang, lebih dari 40 tahun kemudian, sistem kapitalisme internasional mengalami pergeseran-pergeseran mendalam. Akan tetapi, buku Marcuse jauh dari kedaluwarsa. Meskipun abstrak, banyak mengulang-ulang dan tidak disusun menurut suatu logika yang jelas, analisis-analisisnya tepat kena pada jantung permasalahan masyarakat kapitalis. Berikut ini saya pertama akan menguraikan gagasan inti Marcuse, lalu menjelaskan unsur-unsur utama kritiknya, untuk, dalam bagian penutup, bertanya apakah buku menunjukkan jalan ke luar.

Masyarakat berdimensi satu Inti kritik Marcuse terhadap masyarakat industri maju adalah bahwa di dalamnya dimensi negatif disingkirkan. Dalam semua

Dari Mao ke Marcuse.indd 270

270

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

masyarakat sebelumnya selalu ada dua dimensi: dimensi airmatif dan dimensi negatif. Dimensi airmatif terdiri atas semua unsur yang membenarkan dan mendukung sistem kekuasaan yang bersangkutan. Sedangkan dimensi negatif terdiri atas unsur-unsur yang menentang struktur-struktur masyarakat, misalnya karena mereka merasakan diri diperlakukan dengan tidak adil. Unsur-unsur yang melawan itu dengan sendirinya ingin mengubah sistem kekuasaan yang ada. Justru karena itu, mereka ditindas oleh mereka yang berkuasa. Dimensi negatif itu penting: Mengikuti Hegel dan Marxisme Marcuse berpendapat bahwa “kekuatan yang negatilah yang menentukan pengembangan pemikiran” ( ODM 171) dan dengan demikian memajukan masyarakat. Namun, berbeda dengan masyarakat-masyarakat sebelumnya, masyarakat industri maju berhasil mengintegrasikan unsur-unsur negatif sedemikian rupa sehingga malah mendukung sistem. Bagaimana ia melakukannya? Rahasia masyarakat industri maju adalah suatu keberhasilan ganda: Ia menciptakan “produktivitas luar biasa dan standar hidup yang semakin tinggi” (ODM X). Maka, pertentangan kelas zaman dulu menghilang: “Kaum borjuis dan proletariat… dipersatukan oleh kepentingan untuk mempertahankan dan memperbaiki status quo” (ODM XIII). Proletariat pun merasa maju dan karena itu, bersama dengan lawan lamanya, borjuasi, mau melestarikannya. Maka, dalam masyarakat industri maju, tidak ada unsur revolusioner lagi. Itu tidak berarti bahwa tidak ada oposisi. Oposisi tetap ada, tetapi tidak lagi perlu ditindas, melainkan diberi ruang di mana mereka dapat dengan bebas menyuarakan kritik, dan justru

Dari Mao ke Marcuse.indd 271

271

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

karena itu mereka menjadi unsur dalam sistem yang ada, jadi tidak mengancamnya. Dengan demikian, semua ekspresi masyarakat industri maju menjadi airmatif, membenarkan, dan memperkuat sistem kekuasaan yang ada.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Rasionalitas irasional Bagaimana masyarakat industri maju dapat mengintegrasikan seluruh dimensi negatif? Marcuse menjawab: Karena keberhasilannya untuk memanipulasikan dua nilai paling khas bagi modernitas: rasionalitas dan kebebasan. Meskipun masyarakat industri maju sebenarnya “tidak rasional” (ODM XIII) dan tidak membebaskan, namun ia kelihatan rasional dan bebas. Mengikuti Max Weber, sebuah proses disebut rasional apabila yang “tercapai adalah hasil paling optimal dibandingkan dengan sarana-sarana yang dipakai”.156 Dari sudut itu masyarakat industri maju kelihatan sangat rasional. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kelangkaan yang selalu menimpa bagian terbesar umat manusia berhasil diatasi. Golongan-golongan yang dulu selalu terancam kemiskinan dan kelaparan sekarang tidak hanya dapat makan cukup tetapi semakin ikut menikmati konsumsi produk-produk yang dihasilkan oleh perekonomian kapitalis. Seorang buruh yang dapat membeli TV dan mobil dan dapat berlibur ke luar negeri, barangkali memperjuangkan kenaikan gaji dengan militan, tetapi ia sama sekali tidak akan

156

Alexander Hüls/Christoph Riether, di www.ahuels.de/politikwissenschaft/ hsmarc2.pdf.

Dari Mao ke Marcuse.indd 272

272

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

berminat untuk mengubah suatu sistem daripadanya ia begitu beruntung. Sistem perekonomian kapitalis berkesan rasional karena berjanji akan menjamin tingkat hidup yang semakin tinggi bagi semua. Begitu pula belum pernah warga masyarakat merasa menikmati kebebasan sedemikian besar. Kebebasan-kebebasan yang dulu hanya dinikmati oleh kelas-kelas atas sekarang terjamin bagi semua: Kebebasan bergerak dan pergi ke mana-mana, kebebasan mencari pekerjaanya, kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, kebebasan untuk ikut menentukan pemerintah dan arah politik negara, kebebasan beragama, berpikir dan mencari informasi, dan banyak kebebasan lain. Kebebasan itu terasa begitu luas karena masyarakat industri maju tidak menindas protes, kritik, dan oposisi dengan kasar, melainkan membiarkannya, tetapi mengintegrasikannya secara halus. Orang boleh mengritik, mengajukan protes, berunjuk rasa dan beroposisi, dan untuk itu ia malah diberi ruang dan seperlunya diantar oleh polisi. Lalu, mengapa Marcuse sampai pada penilaian bahwa masyarakat yang begitu menyenangkan “sebagai keseluruhan, bagaimanapun juga, irasional” (ODM IX)? Marcuse menjawab bahwa para warga masyarakat memang merasa kebutuhan mereka terpenuhi, akan tetapi kebutuhan-kebutuhan itu sudah dimanipulasi oleh “rasionalitas teknologis” (ODM 17) di mana yang rasional adalah kesesuaian dengan tuntutan eisiensi sistem produksi kapitalis. Seluruh proses kehidupan masyarakat sudah dimanipulasi sehingga merasa butuh membeli barangbarang yang diproduksi. Tuduhan inti Marcuse adalah bahwa

Dari Mao ke Marcuse.indd 273

273

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

masyarakat industri maju sudah memanipulasikan kebutuhankebutuhan para warganya. Kebutuhan manusia yang sebenarnya adalah agar ia dapat “menentukan diri sendiri” dan membangun “hubungan antarmanusia yang tidak terasing” (Marcuse 1972, 129), jadi untuk mengembangkan diri dan menjalin hubungan dengan orang lain atas dasar orang saling meminati dan saling menghormati dalam martabatnya. Tetapi, dalam masyarakat industri maju kebutuhan manusia yang sebenarnya itu sudah tertimbun oleh kebutuhan yang dirangsang oleh segala macam promosi dan iklan, oleh irama di tempat kerja, oleh sistem lalu lintas, oleh media, oleh mekanisme pasar. Hasil manipulasi itu adalah bahwa manusia sepertinya latah ingin membeli apa yang dilemparkan ke pasar. Apabila ia tidak dapat membeli HP paling baru, ia spontan merasa kurang bermartabat. Sebaliknya, ia terus-menerus berada di bawah sugesti bahwa dengan membeli barang tertentu—mobil mewah, obat anti-ketombe—ia bisa mengatasi masalah-masalah hidupnya. Ia bahkan tidak betulbetul bisa menikmati barang yang dibeli karena ia membeli sesuatu bukan karena sungguh-sungguh diminati, melainkan karena disugesti sebagai “trendy” dan “harus dipunyai”. Hubungan dengan orang lain semakin terasing karena orang lain semakin tidak dihubungi karena diminati, melainkan karena fungsinya dalam sistem produksi, sebagai sarana agar saya dapat berfungsi dalam rasionalitas teknologis sistem produksi kapitalis. Rasionalitas teknologis ternyata irasional. Begitu pula rasa bebas manusia dalam masyarakat industri maju bersifat semu. Manusia sebenarnya tidak menentukan diri, melainkan dimanipulasi dan dengan demikian justru tun-

Dari Mao ke Marcuse.indd 274

274

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

duk di bawah kediktatoran eisiensi sistem perekonomian kapitalis. Manusia sebenarnya dikendalikan, tetapi tidak merasakannya karena pengendalian itu terjadi dengan halus. Marcuse bicara tentang “konsumsi paksaan” (Marcuse 1968, 27): Manusia merasa bebas memenuhi keinginannya, tetapi tidak sadar bahwa ia sebenarnya digiring. Manusia juga tidak peduli, selama ia bisa berkonsumsi. “Tidak ada alasan untuk menuntut penentuan diri apabila hidup yang diatur merupakan hidup yang enak dan bahkan ‘baik’” (ODM 49). Kritik Marcuse ini berdasarkan sebuah distingsi yang merupakan kunci untuk memahaminya, yaitu antara “kebutuhan benar dan palsu” (ODM 4). Kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang dimanipulasikan, di mana manusia merasakan membutuhkan sesuatu yang sebenarnya justru tidak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya yang sebenarnya, untuk menjadi manusia utuh. Berkaitan dengan itu, Marcuse membedakan antara “kepentingan yang nyata dan yang langsung” (ODM XIII). Kepentingan langsung adalah, misalnya, kepentingan untuk memperoleh cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya (yang sudah dimanipulasi itu), sedangkan kepentingan nyata menyangkut kondisi-kondisi yang memungkinkannya menjadi manusia utuh. Manusia termanipulasi tidak lagi menyadari bahwa orientasi hidupnya sudah keliru. Kesadaran masyarakat industri maju adalah “palsu”, dan yang perlu dikembalikan adalah “kesadaran yang benar” (ODM XIII). Kesadaran palsu menyamakan “rasio dan fakta, kebenaran dan kebenaran resmi” (ODM 85), sedangkan kesadaran yang benar sadar bahwa apa yang secara faktual ada, tidak pernah seratus persen rasional,

Dari Mao ke Marcuse.indd 275

275

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

dan bahwa apa yang resmi dianggap kebenaran, sering justru tidak benar. Untuk menunjukkan ketidakbenaran masyarakat industri maju Marcuse menunjuk pada kekerasan yang berlangsung di dalamnya, meskipun secara tersembunyi. “Produktivitasnya merusak pengembangan bebas kebutuhan-kebutuhan dan bakat-bakat manusia, perdamaiannya dipertahankan melalui ancaman perang” (ODM IX), “kemewahan sangat berlebihan dan pembatasan produktivitas, kebutuhan ekspansi agresif, ancaman perang terus-menerus, pengisapan yang semakin tajam, dehumanisasi” (ODM 252). Bagaimana sampai masyarakat industri maju mampu memanipulasikan anggota-anggotanya sedemikian total? Untuk menjawab pertanyaan ini Marcuse menunjuk pada suatu mekanisme yang disebutnya “desublimasi represif”.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Desublimasi represif Dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud pengembangan kebudayaan dijelaskan sebagai sublimasi dorongan-dorongan naluri manusia, khususnya seksualitas. Freud beranggapan bahwa melalui “pengalihan dorongan-dorongan seksual dari sasaran-sasaran seksual dan pengarahannya ke sasaran-sasaran baru dimulailah proses yang pantas disebut sublimasi, di mana diperoleh komponen-komponen kuat untuk menciptakan kebudayaan.”157 Pendek kata, kebudayaan adalah hasil sublimasi 157

Hüls/Riether, lih. cat. 156.

Dari Mao ke Marcuse.indd 276

276

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

seksualitas manusia. Pengalihan energi dorongan-dorongan instingtual menghasilkan energi psikis yang memampukan manusia menciptakan prestasi intelektual dan kultural. Dengan memakai istilah desublimasi (ODM 56) Marcuse mau mengatakan bahwa dalam masyarakat industri maju proses itu dibalik. Energi psikis yang ada di belakang cita-cita intelektual dan kultural dialihkan kembali menjadi dorongan instingtual untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan sistem kapitalisme maju. Cita-cita manusia mengalami pengosongan dan berubah menjadi dorongan psikis untuk berfungsi penuh dalam sistem produksi kapitalis. Rasionalitas manusiawi diciutkan menjadi rasionalitas teknologis semata-mata. Manusia tidak lagi hidup dan berusaha menurut cita-citanya, melainkan sekarang ia bercita-cita untuk menjadi salah satu roda gigi dalam pelancaran proses produksi kapitalisme. Ia justru merasa bahagia kalau ia seluruhnya “sesuai” dan “trendy”. Dengan demikian dimensi kedua, dimensi kritis, kemampuan untuk mengambil jarak dan berprotes, tersingkir. Dengan desublimasi itu masyarakat industri maju berhasil mengatasi apa yang oleh Hegel disebut “kesadaran yang tidak bahagia” (ODM 56). Menurut Hegel manusia merasa resah secara mendalam begitu ia menyadari bahwa realitas di dalamnya ia hidup berbeda dari cita-citanya. Kesadaran tidak bahagia itu amat penting karena dengan demikian manusia sadar bahwa ada yang tidak beres, sekaligus ia terdorong untuk berpikir. Dalam ilsafat Hegel kesadaran-tak-bahagia melahirkan akal budi. Tetapi, desublimasi yang dialami manusia dalam masyarakat industri maju menyebabkan cita-cita manusia dengan sendiri-

Dari Mao ke Marcuse.indd 277

277

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

nya sesuai dengan realitas, yaitu dengan dinamika sistem produksi kapitalis. Manusia mengharapkan kebahagiaan dari kesesuaiannya dengan irama promosi, iklan dan tuntutan sistem kapitalistik. Namun, dengan demikian kebahagiaan yang sebenarnya justru tidak tercapai. Sebenarnya manusia bahagia sejauh ia berhasil mengembangkan diri dengan bebas dan membangun hubungan sosial yang tidak terasing. Tetapi, itu justru gagal apabila manusia hanya mau menyesuaikan diri dengan tuntutan sistem produksi kapitalis. Dengan manusia mau digiring oleh tuntutan eisiensi produksi kapitalis kebahagiaan akan tetap mengelak. Marcuse menegaskan bahwa sublimasi itu represif. Sublimasi itu menindas cita-cita manusia yang sebenarnya. Hanya ia tidak sadar akan represi itu karena dilaksanakan secara halus, dengan memanipulasikan naluri-nalurinya. Karena itu, istilah desubli­ masi dekat artinya dengan istilah toleransi represif yang akan menjadi judul sebuah publikasi Marcuse yang sangat berpengaruh pada Kiri Baru.158 Oposisi tidak lagi ditindas dengan pak-

http://facebook.com/indonesiapustaka

158

Dalam esainya “Repressive Tolerance” (Marcuse 1965) Marcuse memakai istilah “toleransi represif” untuk membongkar anggapan umum bahwa kebebasan berekspresi dan beroposisi dalam masyarakat industri maju membuktikan bahwa manusia di dalamnya betul-betul bebas. Menurut Marcuse, “apa yang dipermaklumkan dan dilaksanakan sebagai toleransi sekarang, dalam bentuk-bentuknya yang paling efektif, malah mendukung kepentingan penindasan” (Marcuse 1965, 81). Hanyalah, penindasan itu tidak dilakukan dengan cara paksaan dan kekerasan, melainkan dengan membiarkan saja segala ungkapan protes, dengan menyediakan ruang bagi ekspresi penolakan itu, dan dengan demikian menggemboskannya, sehingga malah terintegrasi ke dalam dinamika perekonomian kapitalis dan memperkuatkannya. Sistem kapitalis seakan-akan dapat merangkul semua-

Dari Mao ke Marcuse.indd 278

278

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

saan, melainkan dikendalikan dengan diizinkan dan dibiarkan sebagai ekspresi kemajemukan masyarakat industri maju. Dengan demikian oposisi tidak bisa mengancam sistem itu sendiri.

Dimensi-dimensi desublimasi

http://facebook.com/indonesiapustaka

Desublimasi menyangkut seluruh kemampuan luhur manusia. Manipulasi kebutuhan telah kita lihat: Bahwa manusia dalam masyarakat industri maju tidak lagi tahu apa yang sebenarnya ia inginkan, karena ia sudah dikerjakan sehingga ia “butuh” kelihatan trendy, jadi sesuai dengan trend, butuh berpakaian, berkendaraan, bergaul, berpembawaan seperti model-model dalam iklan. Pertanyaan-pertanyaan dasar seperti ia mau mengembangkan diri bagaimana, mau berhubungan dengan siapa dan bagaimana—itu semuanya tertutup oleh keinginan untuk tidak muncul lain daripada “manusia-manusia” yang diproyeksikan di iklan dan televisi sebagai manusia bahagia. Dengan demikian, dua kebutuhan paling dasar manusia, kebutuhan untuk mengembangkan diri sesuai dengan cita-citanya nya, menerima segala protes dan malah menjadi lebih kuat. Penindasan halus ini jauh lebih efektif karena tidak menciptakan perlawanan mereka yang ditindas. Sebaliknya, mereka merasa mendapat perhatian dan ruang dan karena itu bersedia main menurut aturan masyarakat yang sebenarnya mereka tolak. Dengan demikian toleransi—yang begitu dikagumi dalam negara-negara yang masih terang-terangan represif—hanyalah cara lebih canggih untuk membuat semua unsur dalam masyarakat tunduk terhadap apa yang dianggap keharusan sistem, jadi terhadap tuntutan “logika” atau “rasionalitas” sistem kapitalisme maju. Toleransi represif adalah sarana efektif masyarakat berdimensi satu untuk menyingkirkan segala dimensi kedua.

Dari Mao ke Marcuse.indd 279

279

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

sendiri dan kebutuhan akan hubungan dengan orang-orang yang betul-betul diminati sudah tertimbun. Manusia menjadi terasing dari dirinya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

De-erotisasi Dalam bahasa kita sekarang159 kata “erotis” hampir sama artinya dengan “seksual”. Tetapi, penyamaan itu justru membuktikan desublimasi kemanusiaan. Ketertarikan seksual sebenarnya hanya salah satu unsur dalam ketertarikan erotis antarmanusia. “Erotis”—sebagaimana dimaksud oleh Marcuse—berarti bahwa orang lain diminati pada dirinya sendiri dan bukan hanya sebagai pembawa salah satu fungsi. Tetapi, hubungan erotis dalam arti yang sebenarnya ini mengganggu integrasi mulus orang dalam sistem produksi kapitalis. Maka, yang dituntut oleh sistem produksi kapitalis adalah orang yang telah menyingkirkan segala unsur personal dan berfokus pada fungsinya. Maka, masyarakat industri menarik garis pemisah keras antara hubungan fungsional dan libido (energi yang terungkap dalam ketertarikan erotis). Hubungan fungsional harus sama sekali tanpa libido, sehingga orang bisa juga digantikan oleh robot. Sedangkan libido dipersempit pada bidang seksual. “Energi erotis diturunkan dan energi seksual ditingkatkan” (ODM 73). Tetapi, karena ketertarikan sempit seksual terarah pada pemuasan naluri dan tidak pada kekhasan personal manusia yang bersangkutan, “reduksi pengalaman dan pemuasan 159

Misalnya dalam undang-undang pornograi.

Dari Mao ke Marcuse.indd 280

280

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

erotis pada pengalaman dan pemuasan seksual” (ODM 73) menghasilkan fungsionalisasi total hubungan antar manusia. Dengan demikian, alienasi hubungan antarmanusia menjadi lengkap. Kita membutuhkan orang lain, tetapi tidak lagi demi dia itu sendiri, melainkan atau sebagai rekan pelaku fungsifungsi dalam sistem atau sebagai sarana pemenuhan kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual sendiri justru mudah dimanipulasi— sebagian besar iklan memanfaatkan ketertarikan seksual—sehingga manusia semakin mudah dapat dimanipulasi. Itulah latar belakang seksualisasi yang meresapi seluruh kebudayaan masyarakat industri maju.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Bahasa berdimensi satu Penyingkiran dimensi kedua didukung oleh manipulasi bahasa. Bahasa dimanipulasi sedemikian rupa hingga dwi-dimensionalitasnya hilang. Sebenarnya bahasa secara hakiki bersifat dwi-dimensional karena bahasa senantiasa melampaui faktafakta. Selalu ada “konlik antara konsep dan fakta terberi” (ODM 106). Fakta tidak pernah memadai dengan konsep dan karena itu konsep membuka kekurangan setiap faktisitas. Tetapi, masyarakat industri maju telah menyingkirkan unsur-unsur transenden (ODM 12), unsur-unsur yang melampaui yang terberi itu. Dengan demikian manusia juga “berpikir berdimensi satu” (ODM 12). Sarana penghilangan dimensi dua dalam bahasa adalah operasionalisme (ODM 86). Daripada memakai kata-kata yang abstrak-bermakna bahasa operasional langsung menyebutkan sebuah operasi konkret seakan-akan

Dari Mao ke Marcuse.indd 281

281

11/18/2013 10:56:21 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

operasi itu sudah mencakup seluruh makna konsep abstrak. Bahasa operasional dengan sendirinya membenarkan faktisitas.160 “Dengan demikian terjemahan paham umum ke dalam paham operasional menjadi pembatasan represif pemikiran” (ODM 108). Pemakaian singkatan bisa mempunyai efek yang sama. “Singkatan dapat membantu untuk menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak diinginkan” (ODM 94).161 Marcuse menunjuk pada kenyataan bahwa “lembaga kebebasan berbicara dan berpikir (yang dijamin dalam masyarakat industri maju, FMS) tidak mempersulit penyesuaian kerohanian dengan realitas yang sudah dimantapkan (oleh sistem, FMS)” (ODM 104), jadi dengan faktualitas.162 Desublimasi itu sangat kelihatan dalam politik, di mana nilai-nilai seperti “kemerdekaan”, “perdamaian”, “keadilan”,

160

Beberapa contoh kontemporer: “pengertian” menjadi “merasa ‘in’ dalam kelompok gaulnya”, “dia berkepribadian” menjadi “dia memiliki HP yang belum dimiliki orang lain”, “cinta” menjadi “diakui sebagai seksi”, “persahabatan” menjadi “sukses gaul”, “percaya diri” diganti dengan “memakai parfum merek tertentu”, “rekreasi” menjadi “ke resto untuk dilihat orang”, “terhormat” tercapai dengan muncul dengan designer bag atau kendaraan wah.

161

Contoh “klasik” bagaimana pemakaian singkatan dapat menyingkirkan pertanyaan kritis adalah kebiasaan untuk menyingkat paham “hak asasi manusia” yang penuh makna dengan “HAM”. Singkatan HAM menyingkirkan bahwa yang dimaksud adalah sebuah hak dan bahwa hak itu dimiliki seseorang karena itu manusia dan bukan karena itu diberikan oleh masyarakat.

162

“Dengan demikian terjadi pola pemikiran dan kelakuan berdimensi satu di mana ide-ide, tujuan-tujuan, dan sasaran-sasaran yang dari sudut isi melampaui alam raya terberi bahasa dan tindakan, atau ditolak atau diturunkan menjadi paham-paham alam raya itu” (ODM 12).

Dari Mao ke Marcuse.indd 282

282

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

“demi rakyat”, “kepentingan nasional” atau “toleransi” dideinisikan sesuai dengan kepentingan sistem perekonomian kapitalis. Segi represif desublimasi itu kelihatan karena orang yang tidak menyesuaikan diri, jadi yang betul-betul menolak memakai bahasa yang sudah dimanipulasi, tidak akan diberi kesempatan untuk memublikasikan pemikirannya, misalnya dengan alasan bahwa pemikirannya “aneh”, atau “sulit ditangkap maksudnya”, jadi ia akan disingkirkan.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Filsafat Filsafat sebenarnya sejak semula merupakan kekuatan lawan yang ampuh. Filsafat memiliki “tugas historis untuk mencairkan, bahkan menghancurkan secara intelektual fakta-fakta terberi” (ODM 185). Filsafat “mendekati tujuan itu sejauh ia membebaskan pemikiran dari perbudakannya terhadap kerajaan bahasa dan kelakuan yang terberi, mencerahkan negativitas realitas ... dan memikirkan alternatif-alternatif” (ODM 199). Filsafat selalu mengritik segala kemantapan, selalu mengajukan alternatif-alternatif, jadi selalu menjadi salah satu wakil ampuh dimensi negatif. Karena itu, untuk mencairkan daya kritis ilsafat, “kaum intelektual suka diejek sebagai orang-orang yang tidak akrab dengan orang biasa” (ODM 174), jadi sebagai orang-orang aneh, pinggiran, lucu tetapi tidak praktis, sebagai pengkhayal jauh dari kenyataan. Namun, menurut Marcuse, ilsafat sendiri juga sudah kerasukan virus positivisme yang menggerogoti pemikiran kritis negatif. Positivisme adalah nama suatu aliran yang membatasi pengetahuan yang sah pada data-data positif yang terberi. Dengan

Dari Mao ke Marcuse.indd 283

283

11/18/2013 10:56:21 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

demikian yang terberi harus diterima seadanya, tidak dapat disangkal secara kritis. Kecenderungan positivistik sudah tampak dalam empirisme, aliran ilsafat sejak abad ke-18 yang membatasi pengetahuan pada pengalaman indrawi, kemudian dalam behaviorisme dan dalam positivisme logis. “Empirisme membuktikan diri sebagai pemikiran positif” (ODM 170), bukan dalam arti pemikiran yang terpuji, melainkan sebagai pemikiran yang menyingkirkan dimensi negatif. “Behaviorisme dalam ilmu-ilmu sosial” (ODM 12) menuntut agar manusia dilihat dari apa yang dilakukannya dan bukan dari apa yang dimaksud. Dengan demikian, behaviorisme menyingkirkan kemungkinan untuk mengambil jarak kritis terhadap apa yang dilakukan. Kepentingan utama positivisme adalah “penelanjangan paham-paham transenden” (ODM 171). “Penelanjangan”, “de­ bunking”, dalam bahasa Jerman “Entzauberung”, mengacu pada Max Weber yang melihat hakikat rasionalisasi modern dalam “Entzauberung” dunia, dalam pembersihan dunia dari segala unsur yang gaib, magis, transenden. Filsafat yang mau membersihkan ilsafat dari paham-paham transenden dengan demikian menyingkirkan “cara-cara berpikir yang mengembangkan paham-pahamnya dalam ketegangan, bahkan dalam kontradiksi dengan alam raya bahasa dan kelakuan aktual” (ODM 171). Positivisme logis mempromosikan “fungsi terapeutis analisis ilosois” (ODM 170). Maksudnya, mereka ingin menyembuhkan ilsafat dari kesibukan dengan permasalahan-permasalahan semu. Menurut mereka, ilsafat bertugas “membersihkan pemikiran dan bahasa dari kontradiksi, ilusi, dan pelampauan” (ODM 182). Tetapi, dengan demikian ilsafat sekaligus diber-

Dari Mao ke Marcuse.indd 284

284

11/18/2013 10:56:21 AM

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

sihkan dari fungsinya yang kritis. Filsafat akhirnya hanya membenarkan apa yang ada, “analisis (mereka) berakhir dalam pembenaran” (ODM 170). Marcuse menegaskan bahwa ilsafat harus memakai bahasanya sendiri, karena bahasa yang dipakai oleh masyarakat umum, sudah termanipulasi, “sehingga mereka apabila bicara dalam bahasa mereka sendiri, juga bicara dalam bahasa tuantuan, pendana, dan penulis teks iklan” (ODM 193). Filsafat harus mempertahankan bahasa yang menentang.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Budaya dan seni Menurut Marcuse, seni dan budaya tinggi hidup dari oposisi terhadap faktualitas datar, dari perlawanan terhadap yang terberi. Seni “memuat rasionalitas pembantahan” (ODM 63). “Apa yang semula menyatukan ilmu pengetahuan, seni, dan ilsafat adalah kesadaran akan jarak antara yang nyata dan yang mungkin” (ODM 229). Seni membuka kesadaran bahwa sesuatu mempunyai potensi-potensi yang melampaui realisasinya di tempat dan waktu tertentu. Sastra roman dan karya seni memiliki “kekuatan magis” untuk “menunjukkan cacat dalam pengalaman sehari-hari” (ODM 62), untuk mendobrak kenyataan positif yang mengklaim diri sebagai kebenaran. “Roman memberi nama kepada fakta-fakta dan kekuasaan fakta-fakta itu ambruk; roman merongrong pengalaman sehari-hari dan menunjukkan bahwa pengalaman itu cacat dan palsu” (ODM 62). Tetapi, “seni mempunyai kekuatan magis itu hanya sebagai kekuatan untuk

Dari Mao ke Marcuse.indd 285

285

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

membantah” (ODM 62). Seni hanya dapat melakukan fungsinya selama “gambar-gambar yang menentang dan membantah tatanan yang ada masih hidup” (ODM 62). Tetapi, masyarakat industri maju mengosongkan kekuatan magis itu. “Kemajuan rasionalitas teknologis sedang menyisihkan unsur-unsur oposisional dan transenden dalam ‘kebudayaan tinggi’” (ODM 56). Ini terjadi karena seni dan budaya tinggi diintegrasikan ke dalam sistem sehingga dimensi kritis mereka hilang. Unsur-unsur yang shocking dalam seni kontemporer bukannya dikecam, dilarang, atau dihancurkan, melainkan diterima sebagai kelengkapan budaya masyarakat industri maju dan karena itu tidak shocking lagi. Seni tinggi, jadi bukan seni massal, melainkan seni bermutu tinggi, menjadi kelengkapan kenyamanan rumah para penguasa sistem kapitalistik. Dengan demikian, unsur-unsur kritis sebuah karya seni dijinakkan karena unsur seni yang lain, yang di seberang, yang mengejutkan, yang menantang, yang menyeleweng sudah diresap menjadi pendukung kenyamanan sistem masyarakat kapitalistik.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Penolakan agung—siapa yang melakukannya? Apakah masyarakat berdimensi satu dapat didobrak? Apakah mungkin “orang beralih dari kesadaran palsu ke kesadaran yang benar, dari kepentingan langsung ke kepentingan mereka yang sebenarnya”? Bagaimana membangkitkan dalam manusia masyarakat industri maju “kebutuhan untuk mengubah cara hidup mereka, untuk menyangkal yang terberi” (ODM XIV)? Dua wilayah kemanusiaan yang secara hakiki hidup dari dimensi yang menolak faktualitas terberi, seni, dan ilsafat,

Dari Mao ke Marcuse.indd 286

286

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

meski tetap dapat diandalkan, kita lihat sudah melemah. Harapan bahwa para seniman dan ilosof—yang tidak cocok sama sekali untuk membentuk gerakan politik—dapat mendobrak mesin manipulatif sistem kapitalistik adalah tipis. Marcuse juga menyuarakan harapan bahwa “para outsider: para korban pengisapan dan yang diburu dengan alasan ras dan warna kulit, para tuna-kerja dan mereka yang tidak mampu untuk bekerja ... apabila mereka bersatu dan mulai berprotes di jalan” (ODM 256), bisa menjadi kekuatan pendobrak. Tetapi, analisis dalam One­Dimensional Man tidak mendukung harapan itu. Akhirnya, hanya tinggal satu, imbauan untuk melakukan “penolakan agung”, “the great refusal“ (ODM 63). Penolakan agung adalah penolakan heroik seseorang untuk ikut dalam sistem. Penolakan itu heroik karena harus dilakukan sendirian, karena penolakan itu berarti menolak menikmati sekian kenyamanan “tak perlu”, tetapi mengenakkan yang ditawarkan oleh sistem produksi kapitalis. Marcuse tidak menguraikan apa konsekuensi konkret penolakan itu, misalnya apa orang akan menolak memiliki mobil sendiri. Nilai penolakan agung terletak dalam kesaksiannya: Bahwa masih ada orang yang tidak membungkuk terhadap binatang raksasa yang bernama sistem produksi kapitalis. Penolakan itu mengagumkan, dan bagi orang yang masih memiliki harga diri dan integritas, begitulah implikasi Marcuse, penolakan adalah satu-satunya sikap yang dapat diambil. Tetapi, apakah sikap beberapa pribadi yang—istilah kita—hidup sederhana bisa menggoncangkan sistem yang mendasari dan mengorganisasikan masyarakat industri maju? Analisis masyarakat industri maju dalam One­Dimensional Man pada dasarnya pesimis.

Dari Mao ke Marcuse.indd 287

287

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

4. Pembebasan: Mungkinkah?

http://facebook.com/indonesiapustaka

Marcuse tidak menyerah. Dalam pelbagai tulisan lebih kemudian ia terus menjajaki kemungkinan sebuah “revolusi kebudayaan” total (CaR 130) daripadanya masyarakat yang baru dan bebas akan lahir. Masyarakat yang akan datang itu “konsepsi utopis sosialisme“163, dengan ciri khasnya suatu “kepekaan baru” (CaR 48), hasil sebuah “persekutuan antara seni yang membebaskan dengan teknologi yang membebaskan” (CaR 76) di mana “estetika menjadi wujudnya” (EoL 33) dan hubungan antarmanusia menjadi “erotis”; bahkan “alam pun menunggu” dibebaskan164. Yang dengan tak jemu-jemu dicari Marcuse adalah kelas sosial yang dapat melaksanakan revolusi itu. Marcuse yakin bahwa kelas buruh tidak dapat diharapkan lagi. Suatu revolusi radikal-total hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang di luar sistem. Kaum negro, orang-orang di ghetto-ghetto di kotakota besar Amerika Serikat, kaum feminis, orang-orang di dunia ketiga, disebut Marcuse tidak dengan amat yakin. Harapan paling besar Marcuse adalah para mahasiswa Kiri Baru dan kaum Hippies (bdk. CaR) meskipun mereka pun dikritiknya. Yang menjadi masalah berat bagi Marcuse, tetapi, sebaliknya, baginya juga merupakan buktinya bahwa merekalah bibit ma-

163

Marcuse 1969, An Essay on Liberation, Harmondsworth: Penguin Books, hlm. 30, selanjutnya disingkat EoL.

164

“... a precondition of freedom: it is the ability to see things in their own right, to experience the joy enclosed in them, the erotic energy of nature— an energy which is there to be liberated; nature, too, awaits the revolution!” (CaR 46).

Dari Mao ke Marcuse.indd 288

288

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

nusia bebas di masa depan, adalah kenyataan bahwa mereka justru dibenci oleh kaum buruh dan orang-orang kecil (bdk. CaR 130). Marcuse berhadapan dengan dilema bahwa revolusi dengan semboyan “power to the people” (CaR 46) malah dilawan oleh the people. Namun, menurut Marcuse, dalam masyarakat yang sudah total termanipulasi, sebuah revolusi menyeluruh mesti datang dari sebuah minoritas. Dengan pertimbanganpertimbangan dialektika jungkir-balik, Marcuse mau meyakinkan para pembaca bahwa revolusi kebudayaan total itu niscaya akan datang, justru karena hampir seluruh masyarakat menolaknya. Marcuse sangat sadar akan problematika revolusi menyeluruh itu yang “paling perlu” namun sekaligus “paling tidak masuk akal” (CaR 7). Di satu pihak ia yakin bahwa “perkembangan alat-alat produksi akan melahirkan kebutuhan-kebutuhan yang oleh masyarakat yang melahirkannya tidak dapat dipenuhi” (CaR 30), jadi yang akan menciptakan suasana revolusioner. Di lain pihak, ia sendiri bicara tentang “lingkaran buruk” (EoL 27), bahwa sebuah revolusi hanya dapat mendobrak sistem masyarakat kapitalis apabila para pelaku sudah memiliki kebutuhan akan masyarakat baru yang bebas, padahal kebutuhan itu hanya dapat berkembang dalam revolusi itu. Manusia masyarakat industri maju berada dalam situasi Tantalos (menurut legenda Yunani Tantalos dihukum oleh para dewa harus berdiri dalam air jernih, tetapi setiap kali ia membungkuk untuk minum, air menyusut.) Apakah kehausan manusia akan kebebasan yang sungguh-sungguh manusiawi, yang sebenarnya sudah dimungkinkan oleh teknologi baru (seperti diuraikan

Dari Mao ke Marcuse.indd 289

289

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dalam Eros and Civilization) justru digagalkan oleh sistem yang menghasilkan teknologi itu (One­Dimensional Man)? Kalimat terakhir bukunya Counterrevolution and Revolt (1972) tidak optimis: “Krisis akhir kapitalisme mungkin membutuhkan keseluruhan dari satu abad” (CaR 134).165 Kalau kita masih harus menunggu satu abad, para mahasiswa kiri dan orang-orang pinggiran sekarang paling-paling merupakan semacam pratanda. Kekuatan revolusioner dalam arti sesungguhnya bagi Marcuse pun rupa-rupanya belum kelihatan. Apa latar belakang pesimisme Marcuse itu? Rupa-rupanya Marcuse mengadakan analisisnya atas dasar dua pengandaian. Pertama, bahwa manusia masyarakat industri maju sudah sama sekali terasing dari dirinya sendiri karena ia telah seluruhnya menyesuaikan diri dengan tuntutan eisiensi sistem produksi kapitalis. Kedua, bahwa dalam masyarakat industri maju tidak ada lagi kelas-kelas sosial yang menentang sistem, jadi bahwa dimensi kedua, bagian masyarakat yang menentang sistem, sudah tidak ada. Tetapi, apakah dua pengandaian itu benar? Gejala-gejala yang dianalisis Marcuse dalam One­Dimensional Man sangat nyata. Ada manipulasi kebutuhan, ada konsum paksaan, ada pelbagai keterasingan. Ancaman bahwa orang larut dalam konsumisme tidak dapat diragukan. Tetapi, ini semua adalah tendensi-tendensi, bukan deskripsi kenyataan. Masih banyak orang, dari semua kelas sosial yang menghayati nilai-nilai asli, 165

“‘The inal crisis of capitalism’ may take all but a century.”

Dari Mao ke Marcuse.indd 290

290

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Kebudayaan: Herbert Marcuse

entah dalam keluarga, dalam agama, dalam pelbagai kehidupan sosial, dalam kehidupan intelektual dan di bidang estetik. Begitu pula tidak betul bahwa tidak ada kritik, protes, dan perlawanan. Perlawanan dari para mahasiswa Kiri Baru justru sangat kurang berarti karena bersifat ideologis, dan karena itu gerakan itu sudah lama mati. Kritik dan perlawanan datang dari tengah-tengah masyarakat industri maju karena kekurangan-kekurangannya sangat tampak. Banyak orang justru cemas, meskipun, kalau mampu, tentu menikmati kemungkinan-kemungkinan peningkatan hidup yang tersedia. Luas disadari bahwa masyarakat industri maju belum memecahkan masalah kemiskinan. Di masyarakat industri maju sendiri celah antara kaya miskin semakin besar dan pembiayaan jaringan keamanan sosial semakin mahal. Begitu pula kentara sekali bahwa dunia masih terpecah di antara negara-negara yang “maju” dan negara-negara yang berada dalam bahaya kegagalan, tetapi yang kegagalannya juga akan mengancam keamanan negara-negara mantap. Ditambah kesadaran yang semakin meluas bahwa ada kemungkinan bahwa sistem produksi umat manusia menghancurkan lingkungan hidup bumi daripadanya manusia tergantung. Jelas sekali, dan untung!, dimensi kedua masyarakat industri maju, dimensi kritik, masih tetap ada. Marcuse adalah tawanan pemikirannya yang selalu bergerak dalam paham totalitas. Yang ada hanyalah seluruhnya terasing atau seluruhnya terbebas. Tak ada yang di tengah. Karena itu, tidak mengherankan bahwa cita-cita Marcuse tentang kebebasan berkesan utopis, sedangkan segi-segi kritis dalam masyarakat industri maju tidak diakui. Karena itu, ia sampai kepada penilaian-penilaian yang sebenarnya merupakan penghinaan,

Dari Mao ke Marcuse.indd 291

291

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

yaitu bahwa kebebasan-kebebasan demokratis di negara-negara industri maju tidak mempunyai arti, bahwa toleransi yang diberikan tak lain bentuk tersembunyi penindasan dan bahwa apa yang dirasakan dibutuhkan oleh kebanyakan orang merupakan kebutuhan palsu. Konsepsi Marcuse memperlihatkan diri sebagai konsepsi elitis, paham elite intelektual kecil yang tidak tenggelam dalam konsumisme, sebuah elite moral dalam lautan manusia yang sudah termanipulasi dan berkesadaran ternak. Marcuse tertangkap dalam vakum antara keputusasaan dan utopi karena ia menjadi tawanan suatu salah pengertian tentang dialektika Hegel. Hegel sendiri memakai dialektika untuk memahami rasionalitas dalam apa yang sudah terjadi, jadi dalam apa yang sudah menjadi sejarah, tetapi ia tidak pernah akan meramalkan apa yang harus terjadi. Tetapi Marx, dan kemudian Mazhab Frankfurt, memakai paham totalitas dialektis untuk menarik dari analisis struktur realitas kesimpulan-kesimpulan tentang apa yang dapat dan apa yang tidak dapat terjadi. Karena itu, Marcuse hanya mengenal totalitas terasing dan totalitas bebas. Bahwa kenyataan bersifat campur, abu-abu, serta pasang-surut, tidak dapat ditangkap dalam kerangka dialektika totalitas. Kritik itu sudah dikemukakan oleh Karl Popper.166 Karena itu, analisis Marcuse amat tajam dan membantu untuk melihat ancaman terhadap kemanusiaan kalau kita menyerah pada sistem produksi kapitalis, tetapi ia gagal untuk menunjukkan jalan keluar.

166

Karl Popper 1968, The Logic of Scientiic Discovery, New York/London: Harper & Row.

Dari Mao ke Marcuse.indd 292

292

11/18/2013 10:56:22 AM

Bab 8 KIrI BarU

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Pengantar Pada tanggal 13 Oktober 1977 empat anggota Popular Front for the Liberation of Palestine—Special Command, dua laki-laki dan dua perempuan, membajak pesawat Lufthansa “Landshut” dalam penerbangannya dari Palma de Mallorca ke Marseille. Mereka menuntut agar “kawan-kawan mereka dalam penjarapenjara Jerman” dibebaskan. “Kawan-kawan” itu adalah pimpinan RAF, singkatan dari Rote Armee Fraktion (“Fraksi Tentara Merah”), nama kelompok teroris Baader-Meinhof yang sudah tertangkap dan menjalankan hukuman dalam penjara khusus di Stammheim di Jerman. Sesudah berputar-putar berhari-hari di Timur Tengah, Landshut mendarat pada tanggal 17 Oktober dengan 90 penumpang167 dan kru di Mogadishu, ibu kota So167

Dari semula 5 kru kapten Jürgen Schumann sudah dieksekusi oleh para pembajak sehari sebelumnya di Aden.

Dari Mao ke Marcuse.indd 293

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

malia. Jam 2.05 malam tanggal 18 Komando anti-terorisme Jerman dari GS9 (Grenzschutz 9, pasukan khusus Jerman Barat anti-teror) membuka pintu masuk ke Landhut, menembak mati tiga dari empat pembajak dan membebaskan semua sandera. Tujuh jam kemudian tiga tokoh RAF di Stammheim, Andreas Baader, Gudrun Ensslin, dan Jan-Carl Raspe, ditemukan telah membunuh diri. Irmgard Möller, teroris keempat, terluka berat tetapi berhasil diselamatkan. Teroris kelima di Stammheim, Ulrike Meinhof, sudah membunuh diri enam bulan sebelumnya. Meskipun dengan kematian para tahanan Stammheim, terorisme ekstrem kiri di Jerman belum selesai, masih muncul “generasi kedua‘“ dan “generasi ketiga”,168 akan tetapi sebagai suatu gerakan mereka sudah habis. Michael Sontheimer169 menulis: “RAF menderita kekalahan total. Ia gagal secara moral, politis, dan militer. Ia telah merusak nama baik gerakan kiri radikal.” Munculnya terorisme kiri Jerman sendiri menandakan akhir dari suatu gerakan politik dan budaya luar biasa di tahun 60-an yang menggoncangkan beberapa negara Barat serta Jepang (yang dalam tulisan ini tidak dapat diperhatikan). Gerakan itu

168

Generasi pertama teroris ekstrem kiri Jerman (“Bader Meinhof” yang dibentuk 1970 oleh Ulrike Meinhof, Andreas Baader dan Gudrun Ensslin) antara 1972 dan 1977 membunuh 16 orang, 74 orang dilukai, tambahan ada 3 polisi dan 4 teroris mati dalam tembak menembak. Antara 1979 dan 1991 masih terbunuh lagi 9 orang (25 orang terluka) oleh generasi “kedua” dan “ketiga” teroris.

169

Michael Sontheimer 2010, “Natürlich darf geschossen werden”. Eine kurze Geschichte der Roten Armee Fraktion, München: Deutsche Verlagsanstalt, hlm. 136.

Dari Mao ke Marcuse.indd 294

294

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

lazim disebut Kiri Baru. Kiri Baru pertama-tama merupakan suatu gerakan, lebih tepat, suatu pemberontakan mahasiswa. Ada juga di sana sini staf universitas yang terlibat, tetapi peran mereka terbatas. Inisiatif, arah, dan radikalitas perjuangan seluruhnya ditentukan oleh para mahasiswa.170 Gerakan itu berbasis di universitas-universitas di Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang, dan dalam ukuran lebih kecil di kebanyakan negara Barat lain, jadi pada hakikatnya terbatas pada negara-negara “kapitalisme tua”. Mereka “kiri” karena berorientasi pada sosialisme dan Marxisme, tetapi “baru” karena menolak baik sosialisme birokratis negara-negara komunis maupun reformisme partai-partai Sosialdemokrat di Barat. Di Amerika Serikat Kiri Baru menjadi kuat karena menyatu dengan dua gerakan lain yang naik daun: gerakan protes kulit hitam dan gerakan yang menolak peran Amerika dalam perang Vietnam. Gerakan itu mencapai puncaknya di tahun 1968 dan karena itu mereka juga disebut “Generasi 68”. Sesudahnya mereka mulai terpecah. Pecahan-pecahan paling ekstrem akhirnya menjadi teroris. Sampai sekarang diperdebatkan apakah

http://facebook.com/indonesiapustaka

170

Klaus Mehnert mendeskripsikan Kiri Baru sebagai “keseluruhan gerakan dan kelompok-kelompok revolusioner yang, dengan memakai semboyansemboyan sosialis, mau mengubah cara berpolitik dan gaya hidup masyarakat kapitalis secara radikal, dengan sekaligus mengambil jarak terhadap golongan kiri lama yang dipimpin oleh Moskwa” (Moskau und die Neue Linke. Wie reagieren die Hüter der Weltrevolution auf die jungen Revolutionäre im Westen?, Stuttgart: Deutsche Verlangs-Anstalt 1973, h.; mereka itu “mahasiswa yang berontak di Paris di bulan Mei 1968, lalu SDS Amerika Serikat dan SDS Jerman, kaum anakis, kaum Trotzkis, kaum Maois (di luar Tiongkok) segala macam, bahkan—dalam arti luas—kelompok-kelompok Hippies yang relevan” (ib.).

Dari Mao ke Marcuse.indd 295

295

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

Kiri Baru itu berhasil atau gagal, dan apa mereka mempunyai dampak yang lestari. Berikut ini saya menjelaskan lebih dulu latar belakang sosial dan ideologis gerakan Kiri Baru, kemudian menceritakan perkembangannya, untuk pada akhirnya bertanya apa yang mereka capai.171

http://facebook.com/indonesiapustaka

2. Generasi baru yang resah Tahun 1960 merupakan semacam tahun ambang di negara-negara Barat. Di tahun ini generasi pasca-Perang Dunia II mulai menyatakan diri, generasi yang tidak mengalami lagi kengerian perang dunia kedua maupun kesusahan dan penderitaan masa sesudahnya. Suatu generasi yang sangat kritis. Generasi orang tua mereka bukannya buta terhadap segala macam kekurangan, ketidakadilan, dan ancaman serius dunia yang terbayang-bayang oleh perang dingin antara “dunia bebas” dan dunia komunis. Sadar akan ancaman komunisme mereka berpihak pada “Barat” pimpinan Amerika Serikat. Meski ancaman perang nuklir selalu ada di benak mereka, mereka mulai menikmati suatu kebahagiaan kecil: kebahagiaan karena mereka tidak lagi lapar, karena kota-kota yang hancur sudah dibangun kembali, karena mereka mempunyai pekerjaan, dapat membeli rumah sederhana, dan bahkan buruh bisa membeli

171

Uraian berikut pada garis besarnya berdasarkan dua buku ini: Ingrid Gilcher-Holtey 2001, Die 68er Bewegung. Deutschland – Westeuropa – USA, München: C. H. Beck; Gerhard Fels 1998, Der Aufruhr der 68er. Zu den geistigen Grundlagen der Studentenbewegung und der RAF, Bonn: Bouvier.

Dari Mao ke Marcuse.indd 296

296

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

mobil. Untuk pertama kali dalam sejarah di negara-negara Barat kemiskinan sepertinya tidak lagi mengancam. Khususnya rakyat Jerman merasa bisa lama-kelamaan keluar dari keadaan terhina sebagai bangsa Nazi dan Adolf Hitler. Ada semacam kebanggaan atas apa yang telah tercapai, atas apa yang disebut “Wirtschaftswunder”, “mukjizat ekonomi” hasil kerja tangan keras mereka. Sekaligus ada perasaan was-was: don‘t rock the boat. Tetapi, persis perasaan puas diri kecil itulah yang memuakkan bagi generasi baru yang mulai masuk ke universitas-universitas. Bagi mereka, ada sesuatu yang secara mendalam tidak beres dalam sistem demokrasi pasca-perang. Pokok keyakinan mereka dapat dirangkum dalam butir-butir berikut. Yang pertama adalah penolakan fokus total masyarakat pada peningkatan konsumsi material. Mengikuti Marcuse, mereka mengecam fokus masyarakat pasca-perang pada konsumsi sebagai “paksaan konsum” (Marcuse 1967, 27), sebagai manipulasi kebutuhan demi kepentingan kapitalisme. Dalam pandangan mereka, konsumerisme memperlihatkan sebuah struktur represif yang tersembunyi. Masyarakat dikuasai oleh sebuah “kesadaran palsu” yang mengabdi pada kepentingan industri dan sekaligus menggagalkan realisasi nilai-nilai kemanusiaan yang sebenarnya. Kedua, para mahasiswa Kiri Baru tidak puas dengan kritik teoretis. Mereka betul-betul mau menumbangkan tatanan masyarakat lama. Untuk tujuan itu, mereka mengembangkan segudang taktik perjuangan: demonstrasi yang melumpuhkan kehidupan umum; provokasi untuk merangsang reaksi brutal

Dari Mao ke Marcuse.indd 297

297

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

negara yang diharapkan akan membuka mata masyarakat terhadap represi tersembunyi dalam sistem sosial itu; tetapi juga cara-cara protes berdamai kreatif seperti sit­ins, teach­ins, go­ins dan bahkan love­ins. Ketiga, mereka mengharapkan perubahan bukan dari struktur-struktur kekuasaan baru seperti halnya Marxisme tradisional, melainkan dari suatu kesadaran baru. Aksi-aksi mereka tidak diarahkan untuk menggoncangkan struktur kekuasaan yang ada, melainkan untuk membuat provokasi dan protes yang akan merangsang kesadaran baru dalam masyarakat, dan kesadaran itu yang akan akhirnya juga menciptakan struktur-struktur kekuasaan baru. Empat, mereka semua secara prinsipil “anti-otoriter”. Segala otoritas harus dihapus dan diganti oleh komunikasi bebas yang hanya mengenal satu batas, yaitu kebebasan serupa sesama. Mereka menemukan kembali buku-buku Wilhelm Reich (1897–1957) tentang pembebasan seksual. Mereka menolak “moralitas seksual borjuis” dan segala struktur hierarkis-otoriter tradisional. Dalam bidang pendidikan mereka mengadakan percobaan dengan “pendidikan anti-otoriter”: Anak-anak dididik bersama dalam semacam taman kanak-kanak (“Kinderläden”), jadi tidak dalam keluarga mereka (karena keluarga dianggap secara hakiki otoriter), tanpa larangan, perintah, dan hukuman. Pendidikan kebersihan dan strukturasi kehidupan (kapan makan, kapan tidur, dsb.) diserahkan pada spontanitas anak-anak sendiri. Salah satu unsur penting dalam “pendidikan anti-otoriter” adalah bahwa anak kecil dibiarkan mengeksplorasi sendiri seksualitas mereka. Dari “de-tabuisasi” dan “pembebasan” itu

Dari Mao ke Marcuse.indd 298

298

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

diharapkan bahwa anak-anak itu belajar sendiri bagaimana berkomunikasi tanpa kekerasan.172 Lima, para mahasiswa Kiri Baru meremehkan demokrasi parlementer dan menuntut “demokrasi basis”, dengan bentukbentuk komunikasi baru. Yang mereka harapkan adalah suatu masyarakat yang tidak lagi represif, di mana orang dapat mengekspresikan diri sesuai dengan cita-cita dan identitasnya. Masalah yang menyangkut kualitas hidup masyarakat harus diputuskan langsung oleh yang bersangkutan, misalnya apakah sebuah lapangan terbang baru harus dibangun atau tidak. Di Jerman generasi tahun 60-an menuduh generasi orang tua terlibat dalam kejahatan-kejahatan rezim Nazi dan fakta bahwa di tahun 50-an dan 60-an masih ada cukup banyak bekas anggota partai Nazi yang menjadi walikota, hakim, dan bahkan menteri, membenarkan bagi mereka bahwa “sistem” di Jerman Barat pimpinan Kanselir Konrad Adenauer masih tercemar oleh kuman-kuman Nazisme. Enam, dalam ilmu-ilmu sosial Kiri Baru, dengan mengikuti Horkheimer dan Marcuse, menolak positivisme dan empirisme sebagai ideologi kemapanan. Mereka menuntut suatu pemikiran yang kritis, dialektis, dan mampu mencakup “totalitas“, yaitu keterkaitan segala gejala dalam satu lingkaran setan penindasan terselubung. Ciri ketujuh yang disadari oleh Kiri Baru sendiri adalah elitarisme mereka. Mereka hampir semua anak kelas menengah 172

Eksperimen-eksperimen “pendidikan anti-otoriter” umumnya dianggap gagal dan tidak diteruskan. Salah satu masalah yang muncul adalah bahwa dalam “kebebasan” total anak-anak ini, justru naluri agresif tidak ditampung dan sering ada anak lemah yang tanpa ampun menjadi korban bullying.

Dari Mao ke Marcuse.indd 299

299

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

yang secara inansial terjamin, yang bisa studi di universitasuniversitas, tanpa membayar uang kuliah. Kiri Baru tidak pernah berhasil keluar dari lingkungan akademik. Pada hakikatnya mereka hanya terdiri atas mahasiswa dan beberapa dosen asisten muda. Bahasa mereka diejek sebagai “jargon para sosiolog” dan tidak dapat dimengerti oleh orang-orang biasa. Dan, terutama, mereka tidak berhasil merebut hati kelas yang menurut Karl Marx secara alami merupakan kelas revolusioner, kaum buruh. Latar belakang ideologis mereka macam-macam. Namun mereka bercita-cita sosialis, tetapi sosialisme mereka berbeda baik dari sosialisme ala Sosialdemokrat di negara-negara Barat maupun dari sosialisme komunis di negara-negara Blok Soviet (yang oleh mereka diejek sebagai stamokap, staatsmonopolistischer Kapitalismus, kapitalisme monopoli negara). Yang membedakan Kiri Baru dari kiri lama adalah tekanan pada kesadaran. Mereka tidak lagi mengharapkan revolusi dari kelas buruh, melainkan dari suatu perubahan dalam kesadaran. Mereka, para mahasiswa kiri, menjadi pelopor kesadaran baru itu. Karena itu, aksi-aksi mereka tidak untuk merebut kekuasaan, melainkan untuk menciptakan kesadaran baru. Untuk itu, mereka melakukan segala macam aksi yang shocking dan provokatif, dengan maksud menyobek tabir rasionalitas palsu struktur-struktur lama. Mereka mencari perhatian publik dengan pelbagai happening (begitu misalnya pernah Wakil President AS Humphrey dicoba dilempari dengan pudding). Aksi-aksi anti-otoriter melawan struktur-struktur yang ada sekaligus bagi mereka menjadi suatu proses belajar permanen. “Individu”, begitu Rudi Dutschke, pemimpin para mahasiswa kiri Jerman, “harus berubah dalam

Dari Mao ke Marcuse.indd 300

300

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

dan melalui aksi, dengan memberontak terhadap mereka yang berkuasa dan melawan struktur-struktur kekuasaan otoriter” (Gilcher-Holtey 60). Bagi orang-orang di luar Kiri Baru berkesan puritan dan moralis (yang shocking karena mereka sekaligus mempermaklumkan seksualitas yang “bebas”). Mereka tidak mengenal kompromi dengan pertimbangan pragmatis. Dalam arti ini mereka a-politis, bagi mereka dunia politik, dunia para Lyndon Johnson, Kurt Georg Kiesinger (Kanselir Jerman), Charles de Gaulle maupun Lenoid Breshnev, adalah dunia asing.173 Mereka memahami diri sebagai bagian dari gerakangerakan pembebasan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang “berada di garis depan perkembangan historis mondial, dan dalam kepastian itu mereka merasa dapat menentukan dengan pasti, apa yang membawa ke masa depan dan apa yang tidak” (Fels 98).

3. Bapak-bapak intelektual kiri baru Siapakah bapak-bapak intelektual Kiri Baru? Tentu bagi mereka para sosok klasik sosialisme tetap penting; Karl Marx, Michail

http://facebook.com/indonesiapustaka

173

Bernd Rabehl, salah seorang pemimpin mahasiswa kiri, mencatat bahwa para mahasiswa sosialis muda tidak memperhatikan negara-negara sosialis di Eropa Timur. “Para sosialis di universitas dan sekolah-sekolah mencari bahan untuk utopi-utopi mereka dari Kuba dan Tiongkok, kalau bukan dari gambar-gambar sama sekali abstrak suatu masyarakat bebas represi. Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur, FMS) dikesampingkan. Mereka bereaksi sangat tidak senang kalau orang biasa mengejek para pengunjuk rasa ‘silahkan kalian pindah ke Jerman Timur saja kalau kalian tak kerasan di Barat’,” Kursbuch 30 Desember 1972, hlm. 37.

Dari Mao ke Marcuse.indd 301

301

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Bakunin, Wladimir Ilyic Lenin, Rosa Luxemburg, dan Leon Trotzki. Tetapi, yang memberikan kata-kata, pengertianpengertian dan semboyan-semboyan ilosois yang menyemangati mereka adalah beberapa pemikir kontemporer. Di Amerika Serikat yang amat berpengaruh adalah C. Wright Mills, seorang sosiolog kritis yang untuk pertama kalinya mencetak istilah “New Left”. Di Prancis, Jean-Paul Sartre menjadi ikon perlawanan terhadap perang Vietnam. Sartre juga menunjukkan simpati dengan gerakan para mahasiswa, termasuk yang melibatkan kekerasan.174 Yang amat berpengaruh adalah Mazhab Frankfurt, Neo-Marxisme Max Horkheimer dan Theodor Wiesengrund Adorno. Kritik mereka terhadap masyarakat konsumerisme kapitalistik di Barat merumuskan dalam katakata apa yang dirasakan para mahasiswa. Di Jerman, Georg Lukàcs juga sangat berpengaruh, khususnya karena ia mengangkat kembali cita-cita Marx muda tentang koalisi antara kaum intelektual maju dan proletariat. Oleh Lukàcs para mahasiswa merasa didukung dalam kesadaran bahwa mereka, para pembawa kesadaran baru, dapat memainkan peranan kunci dalam penciptaan suatu masyarakat baru yang bebas. Tetapi tokoh yang paling berpengaruh kiranya Herbert Marcuse. Marcuse yang memberikan kata-kata mutiara kepada para mahasiswa dan sampai akhir hidupnya mendukung usaha revolusioner mereka, berbeda dengan Horkheimer dan Adorno yang menolak aksi-aksi Kiri Baru dan karena itu akhirnya dice-

174

Pada tanggal 4 Desember 1974 Sartre bahkan mengunjungi Ulrike Meinhof dan Andreas Baader dalam penjara mereka di Stammheim.

Dari Mao ke Marcuse.indd 302

302

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

moohkan oleh mereka. Kecaman Marcuse terhadap rasionalitas masyarakat kapitalis “rasional dalam detail, tidak rasional dalam keseluruhan” dilemparkan oleh para mahasiswa terhadap “sistem”. Dua buku Marcuse, One­dimensional Man dan Eros and Civilization di mana Marcuse memproyeksikan kemungkinan suatu masyarakat yang erotis tak represif, mencapai status kult. Dalam bukunya An Essay on Liberation Marcuse mengangkat para mahasiswa sebagai salah satu subjek revolusi. Istilah Marcuse yang barangkali paling tepat mengungkapkan sikap yang diyakini para mahasiswa kiri dan kaum Hippie adalah “The Great Refusal”, “penolakan besar”, seruan untuk menolak ikut serta dan dimanipulasi oleh sulur-sulur kapitalisme konsumeristik. Esai Marcuse “Repressive Tolerance”, bagi mereka, menelanjangi kebohongan klaim demokrasi-demokrasi kapitalis Barat bahwa prinsip mereka adalah jaminan toleransi. Dua tulisan lain yang memberi arah dan semangat kepada para mahasiswa kiri adalah buku tulisan Frantz Fanon The Wretched of the Earth dan surat yang ditulis 1967 oleh Ernesto Che Guevara kepada organisasi-organisasi solidaritas bangsabangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin (“mari kita ciptakan dua, tiga, empat Vietnam!”). Pujaan lain banyak mahasiswa tentu adalah Mao Zedong yang waktu itu menggoncangkan rakyat Tionghoa dengan revolusi kebudayaan yang bertujuan menciptakan manusia baru. “Buku merah kecil” dengan ucapan-ucapan “Ketua Mao” yang disunting oleh Lin Biao menjadi bestseller.

Dari Mao ke Marcuse.indd 303

303

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

4. Dimulai dari universitas-universitas Di Jerman, gerakan kiri dipelopori oleh SDS (Sozialistischer Deutscher Studentenbund) yang berailiasi pada SPD (Partai Sosialdemokrat Jerman), partai kedua terbesar di Jerman Barat yang beraliran moderat kiri. Sejak 1960 SDS mengambil jarak terhadap SPD. Mereka menolak program baru SPD, “program Godesberg” dari tahun 1958, di dalamnya SPD telah membuang Marxisme (yang dianut oleh SPD sejak Program Erfurt 1891) dan tidak lagi menolak masuknya Jerman Barat ke dalam NATO. Di tahun yang sama, di London, mulai terbit majalah New Left Review. Kelompok itu mengaku mau mengupayakan suatu gerakan sosialis baru untuk mendobrak kebekuan kehidupan politik, sosial, dan budaya di Inggris. Di Prancis, orangorang muda menolak baik reformisme sosialisme demokratis maupun komunisme stalinistik dan mencari transformasi masyarakat atas dasar suatu rekonstruksi menyeluruh terhadap dasar-dasar strategis, taktis, dan organisatoris gerakan kiri tradisional. Di Italia pun para mahasiswa kiri mengambil jarak baik dari partai Sosialis maupun Komunis. Kita dapat merangkum: Gerakan Kiri Baru “membuka Marxisme bagi aliran-aliran zaman, membuka posisi-posisi fragmentaris yang dapat menjadi titik tolak bagi pemikiran generasi mendatang: analisis-analisis sosial, tujuan-tujuan, dan bentuk-bentuk mobilisasi dan aksi baru” (Gilcher-Holtey 17). Pada musim panas 1962 SDS Amerika Serikat (Students for a Democratic Society175) mulai mengangkat suara. Di Port Huron

175

SDS Amerika Serikat ini harus dibedakan dari SDS Jerman tadi.

Dari Mao ke Marcuse.indd 304

304

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

mereka mempermaklumkan perasaan mereka yang resah. Mereka resah dengan penghinaan yang dialami oleh rakyat kulit hitam, resah karena bahaya malapetaka nuklir sedunia, resah dengan persekutuan antar-militer dan industri (“kompleks militer-industrial”), dengan kemiskinan sebagian rakyat AS di tengah-tengah kelimpahan serta dengan kenyataan bahwa dua pertiga umat manusia kurang makan. Para mahasiswa itu merasakan diri sebagai pelaku perubahan sosial. Pada waktu yang sama sekian orang muda hijrah dari masyarakat yang sudah mapan, mereka mencari hidup yang bebas, sederhana, dekat dengan alam, bebas dari konvensi-konvensi borjuis, mereka mencoba memperoleh kesadaran lebih luas dengan menghisap ganja dan “acid” 176. Mereka masuk ke dalam sejarah sebagai Hippies. Di Jerman istilah “Kiri Baru” pertama kali dilontarkan oleh SDS pada kongres mereka 1962 untuk menegaskan jarak mereka terhadap Partai Sosialdemokrat. Berbeda dengan SPD yang sudah membuang Marxisme, SDS dan kaum intelektual kiri muda sealiran mencari orientasi dari tulisan-tulisan tokohtokoh klasik sosialis, tetapi juga dari orang-orang Institut Sosial Frankfurt (Horkheimer dan Adorno) dan dari teori seksual Wilhelm Reich. Yang khas bagi mereka adalah bahwa mereka tidak merasa terwakili oleh spektrum partai-partai politik di Bonn. Meskipun di Jerman waktu itu SPD, partai kiri klasik itu, berada dalam oposisi, akan tetapi kaum Kiri Baru tidak melihat perbedaan hakiki antara SPD dan CDU (Partai Kristen 176

LSD (Lysergic Acid Diethylamide) adalah sebuah obat psikedelik.

Dari Mao ke Marcuse.indd 305

305

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Demokrat, partai pemerintah yang beraliran kanan-tengah) dan partai-partai lain. Bagi mereka, seluruh sistem itu sudah terkooptasi oleh struktur-struktur kekuasaan global yang ditentukan oleh konfrontasi antara blok kapitalis dan blok komunis. Karena itu, “sama dengan SDS Amerika SDS Jerman mendeinisikan diri sebagai inti gerakan di luar parlemen” (GilcherHoltey 22). Lawan mereka bukan partai-partai pemerintah, melainkan seluruh “sistem”. Mereka mencari suatu masyarakat yang lain, dan karena itu mencari konsepsi-konsepsi yang alternatif terhadap seluruh establishment. Sasaran pertama aksi-aksi mahasiswa di Jerman, tetapi juga di Prancis, Italia, dan Amerika Serikat adalah universitas.177 Bagi mereka, universitas-universitas, banyak dengan sejarah yang sudah ratusan tahun, merupakan contoh bagi segala apa yang beku, kolot, otoriter, dan manipulatif dalam masyarakat yang mereka kritik. Konlik pertama pecah pada bulan September 1964 di universitas Berkeley di California. Alasannya sepele. Tanpa izin beberapa mahasiswa menaruh sebuah meja dalam lobi gedung utama di mana mereka menjual brosur-brosur yang oleh beberapa staf dianggap menghina, dan sekaligus mengumpulkan dana. Pimpinan universitas menuntut agar meja itu disingkirkan. Karena mahasiswa menolak, rektor memanggil polisi. Seorang mahasiswa ditangkap. Tindakan itu menghasilkan konfrontasi selama 32 jam di mana para mahasiswa mengepung polisi sedangkan lingkaran mahasiswa itu

177

Semboyan mahasiswa Jerman berbunyi: “Unter den Talaren - der Staub von tausend Jahren” (“di bawah toga-toga - debu seribu tahun”. )

Dari Mao ke Marcuse.indd 306

306

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

sendiri dikepung lagi oleh polisi. Peristiwa itu melahirkan Free Speech Movement. Beberapa hari kemudian sebuah konlik baru membuat para mahasiswa menduduki gedung pimpinan universitas. SDS mempermaklumkan paham “free university” dengan “participatory democracy”. Siapa saja harus boleh bebas masuk universitas dan mengikuti semua acara universitas, tanpa harus memenuhi syarat-syarat seperti memiliki ijazah tertentu. Masalah apa saja harus boleh dibicarakan di waktu kuliah dan para mahasiswa berhak untuk menentukan sendiri siapa dosendosen mereka. Para mahasiswa mengklaim mempunyai “mandat politik”, artinya, hak untuk pada setiap waktu bebas membahas masalah politik aktual apa saja, misalnya perang di Vietnam, biarpun itu kuliah isika atau kuliah tentang “budaya Prancis Selatan di Abad Pertengahan”. Mulai pertengahan tahun 60-an universitas-universitas semakin diramaikan oleh aksi-aksi mahasiswa. Pada 1965 terjadi kerusuhan di universitas Berlin karena rektor melarang seorang wartawan kiri memberi ceramah. Pada 1966 kuliah pembukaan seorang profesor kibernetika di Universitas Strassburg diganggu dengan profesor itu dilempari tomat dengan alasan bahwa ia melakukan “pengendalian program kader-kader muda” (GilcherHoltey 24). Atas desakan para mahasiswa kiri, universitas-universitas Jerman akhirnya menyetujui prinsip tri-partit: dalam senat dan lain-lain organ universitas para dosen, para mahasiswa, dan para karyawan non-akademik harus terwakili dengan persentase yang sama.178

178

Promotor saya pada 1973, Professor Nikolas Lobkowicz, yang waktu itu juga Rektor Universitas München, menyindir bahwa dengan pembagian-

Dari Mao ke Marcuse.indd 307

307

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

Pelbagai tantangan politik mempertajam perlawanan para mahasiswa. Di Jerman, pemerintah baru yang dibentuk Pada 1966 oleh CDU dan SPD mempersiapkan suatu undang-undang keadaan darurat. RUU keadaan darurat itu oleh SDS dianggap bukti bahwa fasisme telah bangkit kembali, dan karena itu mereka serang mati-matian. Di Amerika Serikat semakin banyak mahasiswa terkena kewajiban militer sejak Amerika melibatkan diri secara penuh dalam perang di Vietnam. Perang Vietnam dan kewajiban militer menjadi fokus pemberontakan mahasiswa, lebih dulu di Amerika, kemudian juga di Jerman dan di Eropa pada umumnya.

http://facebook.com/indonesiapustaka

5. Perang Vietnam Pada 1954 Prancis akhirnya mengaku kalah dari tangan Viet Minh pimpinan Ho Chi Minh dan menarik diri dari Vietnam. Vietnam dibagi dua. Vietnam Utara menjadi komunis, Vietnam Selatan anti-komunis di bawah perlindungan Amerika Serikat. Namun, situasi itu tidak menjadi stabil. Sejak akhir tahun 50an Viet Cong, gerilyawan komunis yang dibantu Vietnam Utara, mulai bergerak di Vietnam Selatan. Insiden Tongkin pada 1964 di mana sebuah destroyer AS diserang oleh kapal patroli Vietnam Utara menjadi alasan bagi Amerika Serikat untuk melibatkan diri langsung secara militer di Vietnam. Bagi

tiga itu mahasiswa sebenarnya menembak kaki mereka sendiri karena para wakil karyawan non-akademik hampir selalu justru berpihak pada para dosen.

Dari Mao ke Marcuse.indd 308

308

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

gerakan kiri di Amerika Serikat dan segera juga di Eropa, intervensi Amerika di Vietnam merupakan contoh paling menjijikkan bagaimana suatu negara adikuasa berusaha menindas perjuangan pembebasan rakyat yang sebelumnya dijajah. Perlawanan terhadap perang Amerika Serikat di Vietnam menjadi motivasi paling kuat bagi para mahasiswa kiri. Akhir 1964 SDS di AS menuntut agar Presiden Johnson segera menghentikan agresi AS di Vietnam, orang-orang muda diajak untuk membakar kartu-kartu panggilan masuk dinas militer. Salah satu puncak kampanye anti-perang Vietnam adalah “Perjalanan ke Washington” pada tanggal 17 April 1965 yang diikuti oleh 20.000 orang. Di Berlin pada 1965 SDS Jerman mempermaklumkan manifesto “perdamaian bagi Vietnam!” yang ditandatangani juga oleh 130 profesor dan asisten dosen. Namun, “mandat politik” yang diklaim oleh para mahasiswa kiri itu diserang dan diejek oleh sebagian media Jerman, terutama media yang dikuasai oleh Axel Springer. Sejak itu, media milik Springer (“SpringerPresse”) menjadi salah satu sasaran demonstrasi gerakan kiri di Jerman. Bahasa konfrontatif para mahasiswa menjadi semakin radikal. Kanselir Ludwig Erhard dan partai-partai di (ibu kota) Bonn didakwa “mendukung pembunuhan”. “Pembunuhan dengan bom-bom napalm! Pembunuhan dengan gas racun! Pembunuhan dengan bom nuklir?” menjadi teks suatu spanduk yang pada 1966 ditempelkan ke dinding gedung-gedung publik di Jerman Barat. Bagi para mahasiswa, persekutuan Republik Federal Jerman dengan Amerika Serikat menjadi bukti bahwa Nazisme masih hidup di Jerman. Dari Amerika Herbert Marcuse terbang ke Berlin dan membuat pernyataan bahwa para dosen

Dari Mao ke Marcuse.indd 309

309

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

dan mahasiswa “berkewajiban moral” untuk melawan perang Vietnam. Dengan perjuangan mereka para mahasiswa mau mengungkapkan solidaritas mereka dengan gerakan-gerakan pembebasan di dunia ketiga. Pada 1966 Rudi Dutschke, pemimpin SDS Jerman, ikut dalam “Konferensi Solidaritas Bangsa-bangsa Afrika, Asia dan Amerika Latin” di Havanna. Di situ, Dutschke mempermaklumkan bahwa gerakan protes di negara-negara industri Barat merupakan bagian dari gerakan-gerakan pembebasan di Dunia Ketiga, dan bahwa karena itu sasaran-sasaran dan strategi-strategi perjuangan mereka perlu disatu-padukan. Perlu diciptakan pusat-pusat perlawanan di seluruh dunia, terutama di kota-kota metropolis. Begitu juga di Amerika, SNCC (Student Nonviolent Coordinating Committee), yang dibentuk oleh mahasiswa kulit hitam, menegaskan bahwa perjuangan melawan diskriminasi rasis merupakan bagian dari gerakan-gerakan pembebasan internasional. Bersama dengan Black Panther Party mereka melontarkan semboyan “bring the war home”. Di Italia pun mahasiswa kiri mulai mengangkat kepala. Dengan demonstrasi besar-besaran di Roma, Pisa, Milano, Firense, dan Perugia, mereka melawan suasana kuno dan otoriter di universitas-universitas Italia. Yang mereka perjuangkan adalah sebuah “universitas negatif”, universitas yang “menciptakan ruang bagi pemikiran kritis yang akan mengubah universitas dari dalam… dengan cara pemboikotan kuliah, gangguan terhadap seminar-seminar, kritik terhadap para guru besar, dengan tujuan ganda: pembebasan studi dari pengaruh menyeluruh masyarakat kapitalis atas ajaran dan penelitian, dan membuat

Dari Mao ke Marcuse.indd 310

310

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

sadar para mahasiswa bahwa pemikiran mereka sudah termanipulasi” (Gilcher-Holtey 44). Di Prancis, Jean-Paul Sartre dan Bertrand Russel pada 1967 mengorganisasikan sebuah “tribunal” yang mengadili kejahatan-kejahatan perang di Vietnam. Namun, di Prancis gerakan kiri semula kelihatan masih lemah. Antara lain karena Presiden Prancis Charles de Gaulle telah mengakhiri perang di Aljazair, membawa Prancis ke luar dari NATO, dan secara terbuka mengritik kebijakan Amerika di Vietnam—hal-hal yang juga dituntut oleh para mahasiswa kiri. Pada 1965 SDS AS mengadakan konvensi nasional di Kewadin, Michigan. Siapa saja yang mau boleh ikut. Di antara mereka yang datang tentu ada para pejuang teruji dari SDS sendiri. Tetapi, ada juga muda-mudi lain. Mereka datang dengan sleeping bag, berpakaian compang camping (dan kadang-kadang hampir tanpa pakaian sama sekali) dengan membawa bunga atau kemenyan. Mereka belum pernah membaca Marx, Rosa Luxemburg, Lenin, atau Trotzki, bacaan kesukaan SDS. Di tengah-tengah pertemuan mereka menghisap ganja, kadangkadang mereka mengumandangkan lagu-lagu Hare Krishna, dan pekik perjuangan mereka adalah “make love not war”. Dengan lain kata, di kampus universitas Berkeley para hippies campur dengan Kiri Baru. Dengan keluar dari masyarakat dan gaya hidup bebas dari segala konvensi, juga dalam hal seksualitas, mereka mempraktikkan the great refusal Herbert Marcuse. Kehadiran para hippies membawa suatu suasana rileks dan ringan ke dalam umat Kiri Baru yang pada umumnya sedikit serius dan sangat ideologis. Sikap para “anak-anak bunga” itu dengan tepat diungkapkan oleh Jerry Rubin: “revolusi harus menyenangkan” (“revolutions must make fun”, Gilcher-Holtey 53).

Dari Mao ke Marcuse.indd 311

311

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Namun, di tahun 1967 konfrontasi-konfrontasi menjadi lebih tajam. Sampai saat itu para mahasiswa kiri pada dasarnya berpegang pada prinsip non­violence. Hal itu lama-kelamaan mulai berubah. “Pemberontakan para mahasiswa lebih dulu terjadi di kepala. Pertama kami menggulingkan batu-batu giling konseptual teoritis, baru kemudian batu-batu sungguh-sungguh beterbangan,” kata Jürgen Werth dari SDS Jerman (Fels 107). Gerakan kiri semakin meradikalisasikan diri. Mereka tidak lagi hanya mau protes, mereka tidak hanya mau menciptakan suatu kesadaran baru, mereka mau mencapai perubahan. Salah satu akibat radikalisasi itu adalah bahwa koalisi mahasiswa kiri yang politis dengan kaum hippies yang pada dasarnya non-politis semakin menipis. Suatu acara bersama terakhir adalah “Perjalanan ke Washington” pada tanggal 21 Oktober 1967 yang diikuti oleh sekitar 90.000 mahasiswa kiri dan hippies dan yang berakhir dengan bersama-sama membakar surat panggilan masuk dinas militer di depan Pentagon. Di tahun 1967 itu juga, SDS Amerika mengeluarkan para anggota komunitas hipie dari jajaran mereka. Radikalisasi perlawanan kiri dipicu oleh tindakan aparat keamanan yang sering berlebihan keras. Brutalitas aparat memperkuat keyakinan gerakan kiri bahwa suatu kompromi tidak mungkin tercapai lagi. Dua organisasi orang Negro di AS, SNCC dan Black Panthers, mempertajam sikap konfrontatif mereka. Di beberapa kota besar, ketidakpuasan kaum negro meledak dalam kerusuhan. Perlawanan pada mahasiswa di universitas bertambah karena semakin banyak menerima panggilan masuk dinas militer dengan kemungkinan dikirim ke Vietnam. Perkembangan ini sekaligus

Dari Mao ke Marcuse.indd 312

312

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

menghasilkan suatu polarisasi di dalam SDS sendiri. Sayap Maois menegaskan kembali bahwa suatu revolusi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh kelas buruh dan bahwa kelas buruh tidak dimobilisasikan dengan segala macam aksi-aksian, melainkan bahwa yang diperlukan adalah organisasi. Sebaliknya, sayap kiri para mahasiswa tetap meyakini student power. Menurut mereka, peran kunci dalam menciptakan masyarakat baru terletak pada para mahasiswa dan kaum intelektual. Revolusi harus dimulai dengan strategi gerilya kota di kota-kota metropolitan seperti yang terjadi di Argentina, Uruguay, dan Brasil. Pada tanggal 2 Juni 1967 di Berlin Benno Ohnesorg, seorang mahasiswa, ditembak mati oleh seorang polisi dalam kaitan dengan demonstrasi besar melawan kunjungan Syah Iran.179 Peristiwa ini mengubah protes-protes kecil di beberapa universitas menjadi air bah kemarahan yang membanjiri hampir semua universitas. Di mana-mana para mahasiswa bereaksi dengan unjuk rasa besar-besar. Dengan meneriakkan yel “Ho, Ho, Ho Chi Minh” mereka mengganggu perkuliahan dan berdemonstrasi di jalan-jalan. Atas nama para mahasiswa, Rudi Dutschke menyatakan bahwa lembaga-lembaga kenegaraan konstitusional sudah kehilangan legitimasi dan menyerukan agar dibentuk “pusat-pusat aksi”. “Aturan main tradisional demokrasi yang tidak rasional ini,” seru Dutschke, “bukanlah aturan main kami, titik tolak politisasi para mahasiswa harus 179

Baru beberapa tahun lalu jadi diketahui bahwa polisi itu, Karl-Heinz Kurras, merupakan agen Stasi, dinas rahasia Jerman Timur, hal mana membuka kemungkinan bahwa penembakan Ohnesorg merupakan provokasi yang direncanakan oleh Jerman Timur.

Dari Mao ke Marcuse.indd 313

313

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

menjadi pendobrakan sengaja terhadap aturan-aturan tak rasional itu”. Seruan itulah yang membuat Jürgen Habermas menuduh bahwa Dutschke dan kawan-kawannya telah terkena fasisme kiri (Gilcher-Holtey 67). Sekaligus, pada musim semi 1967, di Jerman terjadi permulaan perpecahan dalam kubu kiri garis keras, mirip dengan seperti terjadi di Amerika. Kelompok yang didukung oleh kaum komunis Jerman Barat dan SED (Partai Komunis Jerman Timur)180 mengambil jarak terhadap kelompok Dutschke. Mereka berpendapat bahwa dasar kekuatan revolusioner yang mau menggulingkan sistem fasis Jerman Barat harus tetap kelas buruh. Tetapi, SDS Jerman di bawah pimpinan Dutschke and Hans-Jürgen Krahl berpendapat bahwa cara itu sudah tidak efektif lagi, bahwa establishment fasis harus ditusuk dengan strategi gerilya di kota-kota di mana peran kunci terletak pada “minoritas-minoritas yang beraksi”. Pada tanggal 29 Januari 1968 Viet Cong melancarkan serangan Tet atas Vietnam Selatan. Para mahasiswa kiri di Barat mengartikan ofensif Tet sebagai perang revolusioner rakyat suatu negara kecil bekas jajahan melawan kekuatan militer neoimperialis terbesar di dunia (Amerika Serikat). Bagi mereka, “Viet Cong memperlihatkan kepada seluruh dunia bahwa suatu kelompok yang bersedia berkorban tanpa batas dapat menantang mesin militer terbesar dan akhirnya mengalahkannya;

180

Jerman Timur dan kaum komunis pada umumnya tentu mendukung gerakan kiri baru karena gerakan itu anti Amerika Serikat dan, khususnya, anti-perang Vietnam, serta anti-kapitalisme.

Dari Mao ke Marcuse.indd 314

314

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

karena itu mestinya mungkin menjungkirbalikkan strukturstruktur kekuasaan di Jerman oleh perjuangan tegas suatu minoritas” (Fels 30). Mereka memberi dukungan penuh kepada Viet Cong. Pada bulan Februari di Berlin diadakan Kongres Internasional Vietnam di mana para pembicara mendesakkan dukungan terhadap perang revolusioner rakyat Vietnam. Rudi Dutschke memperingatkan bahwa jika imperialisme AS berhasil menindas perlawanan rakyat Vietnam, maka dunia dari Washington sampai Wladiwostok akan jatuh di bawah kekuasaan otoriter. Untuk mencegah hal itu, kebijakan antiotoriter perlu dipercepat agar kontradiksi-kontradiksi dalam sistem-sistem kapitalisme maju menjadi kentara. Perlawanan efektif tidak mengandalkan parlemen-parlemen. Yang diperlukan adalah “oposisi ekstra-parlementer” yang melakukan “pencerahan dan mobilisasi” (lih. Gilcher-Holtey 73). Pada bulan berikut, 15.000 pengunjuk rasa mengkonfrontasikan polisi di Grosvenor Sqare di London, persis di depan kedutaan besar Amerika Serikat. Sesudah saling berhadapan selama dua jam, Tarik Ali, organisator demonstrasi itu, menyuruh para demonstran pulang untuk mencegah terjadinya kekerasan. Namun, sebuah konfrontasi pada tanggal 1 Maret di Roma berakhir dengan kekerasan. Paolo Pietrangeli mengabadikan konfrontasi itu dalam lagu Valle Giulia dengan syair sentralnya: “kami tidak lari lagi!” Peristiwaperistiwa saling mengejar. Pada tanggal 4 April Martin Luther King ditembak mati hal mana menimbulkan kerusuhan luas dalam ghetto-ghetto di Amerika Serikat. Para mahasiswa yang menduduki sebuah gedung Universitas Columbia menamakannya “wilayah yang sudah dibebaskan”. “Ciptakan dua, tiga,

Dari Mao ke Marcuse.indd 315

315

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

banyak Columbia!” menjadi semboyan SDS. Pada tanggal 31 Maret 1968 Presiden Lyndon B. Johnson menyatakan bahwa ia tidak menjadi kandidat dalam pemilihan presiden mendatang lagi. Ia merasa sudah kehilangan dukungan rakyat AS terhadap kebijakannya di Vietnam (lih. Gilcher-Holtey 72-79).

http://facebook.com/indonesiapustaka

6. Bulan Mei 1968 di Prancis Di Prancis, para mahasiswa semula masih tenang. Perang Vietnam, bekas jajahan Prancis itu, tidak menyentuh hati mereka. Di bawah pemerintahan de Gaulle dan sesudah Aljazair akhirnya merdeka, Prancis seakan-akan menikmati ketenangan. Akan tetapi, sebuah insiden kecil pada permulaan bulan Mei 1968 mendadak mengubah situasi itu. Dalam kaitan dengan suatu demonstrasi kecil di Universitas Sorbonne ada kaca pecah. Pimpinan universitas tidak menerima dan membawa “para perusuh” ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran disiplin. Salah satu dari mereka itu adalah Daniel Cohn-Bendit yang waktu itu sudah menjadi tokoh di kalangan mahasiswa kiri. Dalam sekejap para mahasiswa di seluruh Prancis mensolidarisasikan diri. Segala kemarahan yang tertumpuk dalam hati mereka meledak. Sasaran kemarahan mereka mulai dari sistem universitas di Prancis yang ketinggalan zaman sampai ke seluruh sistem sosial-budaya-politik yang dirasakan sebagai kuno dan sumpek. Dan, sekarang terjadi sesuatu yang di Jerman dan Amerika Serikat mengelak dari gerakan kiri: Sebagian besar kelas buruh Prancis mensolidarisasikan diri dengan para mahasiswa. Sekarang sistem tidak lagi berhadapan hanya dengan

Dari Mao ke Marcuse.indd 316

316

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

ratusan ribu mahasiswa yang pada dasarnya dapat membuat rusuh, tetapi tidak dapat memengaruhi “sistem”, melainkan dengan jutaan buruh, dan buruh itu, seperti disadari sejak Karl Marx, dapat melumpuhkan dan bahkan menggulingkan seluruh sistem suatu masyarakat. Maka, di Prancis terjadi suatu situasi revolusioner sungguh-sungguh. Solidaritas lagi-lagi didorong oleh kebrutalan polisi yang mencoba menyingkirkan barikade-barikade yang dipasang oleh para mahasiswa di Paris. Sebagai reaksi, serikat-serikat buruh menyatakan diri menyerukan pemogokan umum. Mulai dari tanggal 13 Mei, sembilan juta buruh di Prancis berhenti bekerja. Para buruh ikut dalam demonstrasi-demonstrasi dengan meneriakkan secara berirama yel-yel seperti “Dix ans, ça sufit” (“10 tahun”—masa pemerintahan Presiden de Gaulle—“sudah cukup”). Di Paris, 500.000 orang turun ke jalan dalam demonstrasi terbesar di Prancis sejak Perang Dunia II. Semula presiden de Gaulle yang berwatak keras menolak berunding di bawah tekanan dari jalan dengan kaum buruh dan mahasiswa. Akan tetapi, ia kehilangan semangat karena malah ditinggalkan oleh perdana menterinya sendiri, George Pompidou, yang baru pulang dari kunjungan keluar negeri dan karena yakin bahwa pemerintah harus berkompromi mengumumkan bahwa ia akan memenuhi tuntutan para demonstran. Bahwa pemerintah kelihatan melemah justru memperkuat tekad para mahasiswa dan buruh. Kehidupan perekonomian di Prancis mulai batuk-batuk. Pemerintah kelihatan gugup, tidak tahu bagaimana bereaksi dan semakin tidak lagi menguasai situasi. Pada tanggal 29 Mei, Presiden de Gaulle diam-diam melarikan diri dengan naik he-

Dari Mao ke Marcuse.indd 317

317

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

likopter ke Jerman. Para mahasiswa dan serikat buruh merasakan kemenangan sudah di tangan mereka. Tetapi, akhirnya mereka gagal dan pada bulan Mei 1968 ternyata tidak berhasil menciptakan perubahan. Menghilangnya de Gaulle dan kebingungan pemerintah yang dipimpin Pompidou sebetulnya membuka peluang kepada kekuatan-kekuatan kiri Prancis untuk membentuk pemerintahan sementara. Akan tetapi, dalam sekian perundingan selama beberapa hari mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan. Kegagalan itu membuka suatu kenyataan yang selama minggu-minggu solidaritas, mahasiswa dan buruh tertutup, yaitu bahwa kiri Prancis secara mendalam terpecah. Karena itu, pembentukan pemerintahan sementara gagal. Yang menentukan kegagalan usaha membentuk pemerintahan revolusioner kiri adalah Partai Komunis Prancis yang menolak untuk mendukungnya.181 Partai komunis sejak semula tidak mendukung seluruh gerakan Kiri Baru, cita-cita mereka asing bagi partai tradisional itu. Yang sejak semula diperjuangkan oleh para mahasiswa adalah sebuah revolusi menyeluruh yang menyangkut pola demokrasi (“demokrasi partisipatoris”), struktur-struktur sosial di mana hubungan otoriter hierarkis mapan harus diganti dengan komunikasi yang bebas represi, serta perubahan kesadaran. Harapan mereka sebenarnya sebuah revolusi kebudayaan dengan tujuan manusia baru seperti yang diproyeksikan oleh Jean-Paul Sartre dan Herbert Marcuse. Tujuan itu bagi komunisme Soviet dan Barat justru menakutkan.

181

Kita jadi teringat akan pengkhianatan partai-partai komunis Amerika Latin, khususnya di Bolivia, tetapi juga pemerintahan Castro di Kuba, untuk mendukung gerakan perang gerilya Che Guevara di Bolivia.

Dari Mao ke Marcuse.indd 318

318

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

http://facebook.com/indonesiapustaka

Begitu pula bagi para pimpinan serikat-serikat buruh yang mendukung mahasiswa kiri, cita-cita itu juga asing juga dan tidak menyentuh apa yang bagi mereka penting, yaitu perubahan struktur kepemilikan, pembongkaran sistem ekonomi kapitalisme, kenaikan kedudukan dan upah buruh. Sebuah revolusi kebudayaan bagi mereka (meminjam istilah seorang tokoh kontemporer Indonesia) tak lain pepesan kosong. Sudah dini CGT, serikat buruh pimpinan Partai Komunis Prancis, mencela para mahasiswa sebagai kaum avonturis, ekstremis, dan kaki-tangan borjuasi. CGT berusaha sekuat tenaga untuk mencegah para mahasiswa masuk ke pabrik-pabrik yang mereka kuasai. Bagi mereka perjuangan mahasiswa tidak ada kaitan dengan kepentingan buruh. Selain itu, tak mustahil bahwa Partai Komunis Prancis juga mendapat tekanan dari Moskow. Moskow memang tidak ingin Presiden de Gaulle dijatuhkan—meskipun pemerintahannya dicap kanan—mengingat bahwa de Gaulle-lah yang membawa Prancis ke luar dari NATO.182 De Gaulle sendiri pada tanggal 30 Mei sudah kembali ke Paris. Sesudah memastikan bahwa ia mendapat dukungan Partai Komunis ia kembali menjalankan fungsinya sebagai presiden. Yang pertama ia lakukan adalah menjanjikan pemilihan umum. Satu hari kemudian sekitar satu juta pendukung de Gaulle mengadakan demonstrasi besar di Paris. Dalam minggu-

182

“Pimpinan Stalinis Partai Komunis Prancis membanggakan diri bahwa mereka sebagai kekuatan politik terpenting berjasa besar dalam membela struktur-struktur borjuis di Prancis. ‘Saya menegaskan bahwa terutama sikap tenang dan tegas Partai Komunislah yang mencegah suatu avontir berdarah dalam negara kita’ dijelaskan oleh Waldeck Rochet yang 1964, sesudah kematian Maurice Thorez mengambil alih pimpinan PKP” (Diunduh dari wsws.org/de/2006/mar2006/1968-m23.shtml pada tgl. 23-8-2012).

Dari Mao ke Marcuse.indd 319

319

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

minggu berikut pemogokan kaum buruh—yang semula mencemoohkan para pimpinan CGT—mereda. Dalam pemilihan umum pada tanggal 23 Juni Partai Gaullisme menang telak.183 Di Jerman pun enam bulan pertama 1968 merupakan puncak aksi-aksi mahasiswa yang mau menciptakan masyarakat dengan kesadaran baru. Dengan melihat ke Prancis mereka mempermaklumkan pemogokan umum untuk tanggal 29 Mei, hari di mana parlemen Jerman Barat membahas rencana undang-undang darurat. Tetapi, seruan mereka tidak diperhatikan oleh kaum buruh. Di Jerman, solidarisasi kelas buruh dengan para mahasiswa tidak terwujud. Pada tanggal 30 Mei parlemen mensahkan undang-undang darurat dengan mayoritas besar. Ternyata para mahasiswa kiri gagal mencapai sasaran mereka di semua fron. Mereka memang masih melakukan pelbagai aksi. Namun, protes-protes mereka kembali berpusat pada universitas saja, semakin jarang mereka berdemonstrasi di jalanjalan. Kuliah-kuliah masih diganggu,184 tetapi kemauan untuk merevolusikan seluruh sistem masyarakat sudah kempes. 183

UDR (Union pour la Défense de la République) memperoleh 358 dari 487 kursi di parlemen Prancis.

184

Yang menjadi sasaran gangguan justru profesor-profesor yang kiri; bahwa yang kanan tidak mengubah cara mengajar mereka (maksudnya, tidak mengizinkan diskusi tentang perang Vietnam atau penindasan rakyat di dunia ketiga selama kuliah mereka) rupa-rupanya dianggap biasa, tetapi bahwa para profesor dengan simpati kiri pun tidak menyambut baik aksiaksi itu mereka rasakan sebagai pengkhianatan. Korban paling termasyhur adalah Jürgen Habermas; karena kuliahnya terus diganggu, ia pada 1971 meletakkan jabatannya sebagai profesor di Universitas Frankfurt dan selama 10 tahun menjadi Direktur Institut Max Planck di Starnberg (bersama Carl-Friedrich von Weizsäcker); baru pada 1983 waktu Kiri Baru tinggal kenang-kenangan ia kembali sebagai profesor ke universitas Frankfurt.

Dari Mao ke Marcuse.indd 320

320

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kegagalan itu mempunyai akibat bahwa gerakan kiri mulai terpecah ke dalam pelbagai kelompok. Mereka yang tetap memberi prioritas pada perubahan kesadaran semakin meninggalkan aksi-aksi praktis dan berkonsentrasi pada studi penulispenulis klasik Marxisme. Pada permulaan tahun 70-an universitas-universitas di Jerman dikuasi oleh “sel-sel merah” (die roten Zellen) yang menguasai senat-senat mahasiswa dan rajin mengorganisasikan studi ekstrakurikuler.185 Sedangkan mereka yang tidak percaya lagi pada “pekerjaan kesadaran” dan bertekad untuk secara nyata dan politis memperjuangkan pembongkaran kapitalisme menyadari pula bahwa untuk itu justru perlu organisasi. Kiri Baru semakin terpecah ke dalam sekian organisasi kiri, ada yang beraliran komunis-soviet, maois dan trotzkis, yang sangat ketat menuntut disiplin dan ketaatan dan aktif terlibat dalam pelbagai demonstrasi, misalnya dalam pendudukan gedung wali kota Bonn pada 1973. Sayap ekstremis, dipimpin oleh Ulrike Meinhoff, Andreas Baader, dan Gudrun Ensslin mendirikan RAF (Rote Armee Fraktion) yang menghilang ke bawah tanah dan mulai dengan aksi-aksi teroris.186 Di 185

Pada 1971 dan 1972 saya sendiri menyaksikan di Universitas München tawaran studi khusus oleh sel-sel merah; misalnya, kalau kuliah-kuliah universitas mulai jam 8.00, mereka menawarkan bacaan Das Kapital di ruang tertentu dari jam 7.00 sampai jam 8.00—dan ruang-ruang itu selalu penuh.

186

Rudi Dutschke, pemimpin tidak resmi Kiri Baru di Jerman, secara konsisten menolak jalan kekerasan. Akan tetapi, ia sendiri menjadi korban kekerasan. Pada tanggal 11 April 1968 ia ditembak dua kali oleh seorang buruh yang menderita gangguan psikis. Dutschke tidak mati, tetapi tidak lagi bisa beraksi, dan selama hidupnya menderita akibat serangan itu. Ia meninggal dalam umur muda tanggal 24 Desember 1979.

Dari Mao ke Marcuse.indd 321

321

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

Italia perkembangannya mirip. Tahun 1968 ada banyak aksi mahasiswa. Namun lama-kelamaan kubu idealis-anti-otoriter di antara mereka kalah pengaruh terhadap kelompok-kelompok Marxis-Leninis yang, sesuai dengan dalil-dalil Marxisme sejati, mau membawa perjuangan dari universitas kembali ke pabrikpabrik. Perkembangan di Amerika agak berbeda. Pada tanggal 5 Juni di tahun gawat itu Senator Robert Kennedy, calon Presiden dan harapan para mahasiswa kiri, dibunuh. Suatu rencana demonstrasi besar anti-perang Vietnam pada waktu Partai Demokrat mengadakan kongresnya di Chicago disambut oleh 12.000 polisi dan 6000 garda nasional. Selama empat hari para demonstran dan aparat berkonfrontasi. Tetapi, kongres berjalan terus. Protes mahasiswa semakin tidak perlu karena pendapat publik Amerika Serikat sudah tidak mendukung perang tentaranya di Vietnam. Akhir 1969 SDS membubarkan diri, sedangkan sayap radikal yang menamakan diri Weathermen bertekad untuk terus mengusahakan revolusi masuk ke bawah tanah.

http://facebook.com/indonesiapustaka

7. Apa yang mereka capai? Sekarang, hampir setengah abad sesudah Kiri Baru, “gerakan protes internasional paling besar sesudah perang dunia kedua” (Gilcher-Holtey 113), menggoncangkan masyarakat Barat, kita dapat bertanya: Apa yang dicapai oleh mereka? Mereka begitu idealis, begitu serius, begitu radikal. Mereka “memberontak terhadap peran yang diharapkan dari mereka oleh keluarga-

Dari Mao ke Marcuse.indd 322

322

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

http://facebook.com/indonesiapustaka

keluarga mereka…, mereka menantang otoritas, mereka berusaha untuk meleburkan perbedaan antara guru dan siswa, mahasiswa dan buruh, laki-laki dan perempuan; antara pekerjaan dan main-main, sarana dan sasaran-sasaran, semuanya itu supaya mereka dapat masuk tatanan baru di mana semua orang bisa bersama sebagai manusia, …dengan mencari ruang baru bagi kebebasan dan kesamaan (Charles Taylor).187 Sepintas gerakan yang selama sepuluh tahun menggoncangkan universitas-universitas dan bahkan masyarakat-masyarakat kapitalis ini tidak mencapai apa-apa. Di Jerman, undang-undang darurat jadi diperundangkan; di Prancis, pemerintahan de Gaulle mengonsolidasikan diri dan memenangkan pemilihan umum berikut secara meyakinkan. Sistem kapitalis dan masyarakat konsumeris berjalan terus, bahkan tak pernah digoyangkan oleh aksi-aksi Kiri Baru. Solidarisasi kaum buruh dengan para mahasiswa dan kaum intelek kiri, prasyarat suatu revolusi yang sungguh-sungguh, tidak terwujud kecuali selama satu bulan di Prancis, tetapi tidak berhasil tinggal landas.188

187

Dalam A Secular Age, Cambridge, Mass./London, Engl.: The Belknap Press of Harvard University Press 2007, hlm. 576.

188

Seorang mahasiswi Maois menceritakan kepada saya pengalamannya. Selama tahun 1971 dia disuruh oleh organisasinya, KPD-AO (Kommunistische Partai Deutschlands-Aufbauorganisation, namun tidak ada kaitan dengan KPD sungguh-sungguh yang pada 1954 dilarang dan pada 1968 diizinkan kembali dengan nama DKP), yang berhaluan Maois, setiap hari kerja pagi jam 6.30–7.30 dan sore hari pada waktu buruh pulang berdiri di pintu masuk salah satu pabrik dan menjual koran mereka (yang namanya Die rote Fahne, “Bendera Merah”) kepada kaum buruh. Para buruh bukan hanya tidak tertarik, melainkan sering mencaci-maki dia sebagai “mahasiswa malas yang tak punya kerjaan” (padahal dalam kenyataan para

Dari Mao ke Marcuse.indd 323

323

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Memang menarik bahwa bukan hanya kelas-kelas produktif dalam masyarakat kapitalis, borjuasi, kelas buruh dan para petani, tidak mengerti dan bahkan menolak Kiri Baru, melainkan juga dunia komunis. Jerman Timur memberi semacam dukungan oportunis kepada pelbagai kelompok dalam Kiri Baru karena Kiri Baru bersikap anti-Amerika Serikat dan anti-Nato. Tetapi, mereka sangat takut jangan sampai Kiri Baru bisa meluap ke negara-negara komunis sendiri.189 Pemboikotan usaha pembentukan pemerintahan revolusioner di Prancis oleh PKF memperlihatkan dengan jelas betapa komunisme pro-Soviet menolak Kiri Baru. Masyarakat erotis-teremansipasi baru yang mereka cita-citakan tidak terwujud (kaum hippie sering diejek bahwa mereka hanya dapat keluar dari kehidupan masyarakat karena setiap bulan dapat mengambil cek kiriman orangtua mereka dari bank). Banyak dari mereka yang pernah mencoba “perjalanan panjang melalui institusi-institusi” (the long march through the institutions) yang diserukan Rudi Dutschke akhirnya masuk kembali ke mainstream sosialisme demokratis190, cukup

mahasiswa Maois kiri itu bekerja amat banyak). Namun, begitu ceritanya, sesudah beberapa bulan para buruh melunak. Tetapi, bukannya mereka menjadi Maois, melainkan kadang-kadang memberi kepada mahasiswi itu sepotong roti atau apel karena merasa kasihan. 189

Sikap dunia komunis Soviet terhadap Kiri Baru dapat dilihat secara rinci dalam: Klaus Mehnert 1973, Moskau und die Neue Linke. Wie reagieren die Hüter der Weltrevolution auf die jungen Revolutionäre im Westen?, Stuttgart: Deutsche Verlags-Anstalt.

190

Begitu misalnya kanselir Jerman dari SPD Gerhard Schröder (1998–2005) 1969–70 menjadi Ketua Juso (Jungsozialisten), suatu organisasi muda/i SPD yang sangat kiri.

Dari Mao ke Marcuse.indd 324

324

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kiri Baru

banyak juga yang menjadi perintis dalam gerakan “hijau” yang memperjuangkan kesadaran akan lingkungan hidup. Pada akhir tahun 70-an pesona semua hal “kiri” dan “sosialisme” sudah menguap. Kalau pada permulaan tahun 70-an di toko-toko buku di sekitar Universitas München kurang lebih sepertiga dari buku-buku bagian ilsafat dan sosiologi adalah tentang hal-hal kiri seperti Marxisme, komunisme, Leninisme, Maoisme, Rosa Luxemburg, Mazhab Frankfurt, Georg Lukàcs dan lain-lain, maka sepuluh tahun kemudian kalau di toko buku ditanyakan buku Marx atau Lenin si penjual bingung, tetapi bersedia memesannya. Dilihat dari sudut efektivitas, perubahan masyarakat Kiri Baru tidak lebih daripada suatu hiasan budaya, ungkapan perasaan tidak mantap khas generasi muda, lebih mirip dengan kaum hippies. Kiri Baru tidak menjadi kekuatan sosial nyata. Akan tetapi, meskipun gerakan Kiri Baru tidak meninggalkan perubahan-perubahan struktural, namun pengaruh gerakan itu cukup kuat dalam kesadaran diri masyarakat Barat. Kata revolusi kebudayaan barangkali terlalu kuat, tetapi yang jelas bahwa Kiri Baru memberi impuls-impuls kuat yang mengubah budaya di negara-negara Barat. Dengan Kiri Baru, zaman pasca-perang dunia, dengan cita-cita kebahagiaan kecil di tengah-tengah penderitaan dan ketidakadilan global, sudah tenggelam. Seperti ditulis Adorno: “Tak ada kehidupan benar di tengah-tengah kehidupan tidak benar” (Minima Moralia). Orang semakin menjadi sadar akan masalah-masalah masa lampau yang belum juga dihadapi: warisan fasisme dan pemerintahan Nazi dengan kejahatan-kejahatannya yang di luar segala imajinasi, tetapi

Dari Mao ke Marcuse.indd 325

325

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

juga yang “tidak benar” pada zamannya sendiri: kolaborasi dengan militerisme, keterlibatan dalam kemiskinan dan kekacauan di Dunia Ketiga. Itu semua masuk ke dalam kesadaran manusia pasca-tahun 60-an. Innocence, semacam perasaan “kami tidak bersalah, ini semuanya masalah orang lain”, tidak dapat dipertahankan dengan jujur. Dari Kiri Baru muncul dorongan-dorongan kuat ke arah gerakan perempuan dan feminisme, gerakan hijau, gerakan kaum homoseks dan perlawanan terhadap segala macam diskriminasi primordial. Dari gerakan Kiri Baru mencuat perlawanan terhadap big government, muncul pelbagai gerakan lokal, misalnya penciptaan wilayah-wilayah dalam kota yang hanya mengizinkan lalu lintas lambat sehingga anak kecil bisa mainmain di jalan dengan aman. Gerakan Kiri Baru motor utama di belakang revolusi seksual yang menolak norma-norma seksualitas dan keluarga tradisional. Mereka telah memberi dorongan kuat pada liberalisme kultural yang menolak segala pembatasan selain yang mencegah orang lain terluka. Karena itu, gerakan Kiri Baru sampai sekarang dituduh oleh kalangan konservatif sebagai biang keladi perusakan sendi-sendi masyarakat seperti keluarga serta wibawa otoritas yang sah. Jadi, meskipun Kiri Baru tidak berhasil membongkar struktur-struktur kekuasaan, akan tetapi budaya di Barat betul-betul berubah (meskipun tidak hanya) karena mereka. Seperti dirangkum oleh Ingrid Gilcher-Holtey: Generasi kaum 68 “mengubah bentuk-bentuk pendidikan, kelakuan dan komunikasi, membedakan diri dari generasi-generasi sebelumnya karena habitus baru, ia menegaskan dan merayakan reformasi gaya

Dari Mao ke Marcuse.indd 326

326

11/18/2013 10:56:22 AM

Kiri Baru

http://facebook.com/indonesiapustaka

hidup yang dilakukannya, akan tetapi ia tidak mengubah struktur-struktur kekuasaan dan pemerintahan” (124). Akhirnya, bagaimana pertanyaan apakah Kiri Baru gagal atau tidak dijawab akan tergantung sikap dan perspektif masing-masing penanya sendiri.

Dari Mao ke Marcuse.indd 327

327

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 328

11/18/2013 10:56:22 AM

Bab 9 MengUasaI seJaraH? seKaLI LagI: MarX Dan LenIn

http://facebook.com/indonesiapustaka

“Sejarah yang diceritakan oleh semua begawan pikiran adalah sejarah permulaan mutlak, sejarah penguasaan dunia dan masyarakat. Marx adalah yang pertama yang menceritakannya sebagai sejarah masa depan” (André Glucksmann)191 Seratus tujuh puluh tahun sesudah Karl Marx mempermaklumkan pembebasan umat manusia dari ketertindasannya dan sesudah

191

André Glucksmann 1978, Die Meisterdenker “Les Maîtres Penseurs”, diterjemahkan dari bahasa Prancis oleh Jürgen Hoch, Reinbeck: Rowohlt.

Dari Mao ke Marcuse.indd 329

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

sekurang-kurangnya enam puluh juta orang mati192 akibat kolateral usaha pelaksanaan maklumat sang mâitre penseur itu, pesona pemikirannya mulai pudar. Kalau 40 tahun lalu tokotoko buku di Jerman dan Prancis penuh dengan judul-judul di sekitar hal-hal Marxis-Leninis-Kiri, sekarang judul-judul itu biasanya harus dipesan khusus. Namun, pemikiran Marx tidak akan tenggelam. Buku ini berusaha memperlihatkan betapa kuat rangsangan intelektual yang berasal daripadanya. Meskipun hampir tak ada satu pun dari pokok pikirannya yang tidak dibantah, tetapi Marx, justru juga dalam sangkalan dialektis, tetap merangsang untuk memikirkan tantangan-tantangan pembebasan manusia dari struktur-struktur keterasingan, ketidakadilan, dan penindasan. Karena itu, Marx seorang pemikir besar. Namun Karl Marx bukan sembarang pemikir. André Glucksmann dalam kritik tajam terhadap para begawan pikiran menempatkan Marx paling di atas (220) karena Marx mau menguasai masa depan. Dalam bukunya Les Maîtres Penseurs, yang pernah menjadi bestseller, si mantan pemimpin mahasiswa kiri Prancis itu menunjukkan betapa para pemikir “cerita besar” (untuk meminjam istilah François Lyotard) menjadi corong kekuasaan. Dari Marx itu berlaku khusus. Ia mengklaim tahu masa depan umat manusia. Ia bukannya melontarkan usulan. Ia mengklaim tahu. Ia adalah sang begawan. Karena itu, sahabatnya Friedrich Engels menempatkan Marx dalam satu deretan dengan Isaac Newton dan Charles Darwin. Karl Marx 192

Lih. Bab 1 cat. 14.

Dari Mao ke Marcuse.indd 330

330

11/18/2013 10:56:22 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

yang menemukan kebenaran tentang bagaimana umat manusia berkembang. Dalam arti ini, Marx menyaingi agama-agama yang memang menawarkan jawaban atas pertanyaan tentang tujuan akhir manusia Sejak semula ada kontradiksi dalam klaim Marx. Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah ilmiah, “bukan sebuah keadaan yang harus diadakan, sebuah cita-cita, melainkan… gerakan nyata yang menghapus keadaan sekarang” (MEW 3, 35). Padahal, yang hakiki bagi segenap teori ilmiah adalah bahwa teori itu fallible, bahkan seperti ditunjuk Karl Popper, sebuah teori ilmiah hanya masuk akal apabila ia dapat difalsiikasikan. Dengan lain kata, setiap teori ilmiah tidak bisa benar secara mutlak, melainkan hanya cocok sebagai hipotesis selama ia tidak berhasil difalsiikasikan. Belum sampai 20 tahun sejak meninggalnya, kontradiksi itu sudah meramaikan para pengikut Marx. Di satu pihak Marxisme, dan hanya Marxisme, segera melahirkan sebuah ortodoksi yang menganggap ajaran Marx sebagai kebenaran yang tidak dapat berubah lagi, yang dipertengkarkan interpretasi mana yang paling tepat. Tetapi, segera juga muncul mereka yang mengatakan bahwa Marxisme sebagai teori ilmiah harus disesuaikan dengan perkembangan nyata masyarakat. Perang ideologis itu pertama kali pecah dalam perselisihan revisionisme sekitar tahun 1900.193 Situasi berubah total waktu Lenin berhasil mensukseskan Revolusi Oktober. Dari suatu teori, Marxisme—dalam interpretasi Lenin—menjadi kekuatan politik nyata, di seluruh dunia. 193

Lihat Magnis-Suseno 1999, 221–229.

Dari Mao ke Marcuse.indd 331

331

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Revolusi Oktober yang menurut teori Marx tidak mungkin melahirkan sosialisme memang memudar, tetapi kemudian berhadapan dengan kenyataan bahwa Lenin dan kawan-kawannya berhasil mendirikan Uni Soviet. Komunisme yang lahir dalam Revolusi Oktober itu terus bertambah kuat sampai ia pernah mencakup sepertiga umat manusia. Hanya karena Lenin, pemikiran Karl Marx menjadi teori sosiologis yang paling banyak dibaca dan diperdebatkan dalam 100 tahun terakhir. Maka jelaslah, Marx dan Lenin adalah orang kunci dalam keseluruhan orbit teori Marx. Karena itu, saya kembali kepada mereka. Bukan untuk merangkum lagi pemikiran mereka, melainkan untuk masuk ke dalam debat. Saya beruntung karena sepuluh tahun lalu tiga kawan menulis buku tentang pemikiran Marx dan Lenin. Di tahun 2003, Ken Buddha Kusumandaru menulis buku untuk membela Karl Marx194 dan setahun kemudian Saiful Arif dan Eko Prasetyo bersama membela Lenin.195 Dua pembelaan itu memberi kesempatan kepada saya untuk mengangkat kembali beberapa segi yang saya anggap hakiki dalam menyikapi teori dua tokoh raksasa itu. 194

Ken Budha Kusumandaru 2003, Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme. Sang­ gahan terhadap Franz Magnis­Suseno, Yogyakarta: Insist Press; di dalamnya ia menanggapi dan mengritik kritik terhadap Marx dalam buku saya Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme 1999, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. buku ini di tahun 2001 pernah dibakar oleh suatu Aliansi Anti Komunisme (AKK).

195

Saiful Arif/Eko Prasetyo 2004, Lenin. Revolusi Oktober 1917. Sanggahan Atas Pemikiran Franz Magnis­Suseno, Yogyakarta: Resist Book. Mereka membela Lenin terhadap kritik dalam buku saya Dalam Bayang­bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka 2003, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dari Mao ke Marcuse.indd 332

332

11/18/2013 10:56:22 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

1. Benarkah Karl Marx? Pada hakikatnya Ken Buddha Kusumandaru (selanjutnya saya singkat Ken) mempertahankan teori Marx terhadap lima tanggapan kritis saya: Bahwa ramalan Marx tentang keruntuhan kapitalisme meleset, bahwa konsepsi sosialisme adalah sebuah utopi belaka, bahwa dua pengandaian paling dasar paham materialis sejarah Marx tidak dapat dipertahankan, yaitu bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh faktor ekonomi dan bahwa kemajuan sosial hanya mungkin melalui revolusi, serta bahwa kesalahan dasar ilosois Marx adalah bahwa ia tidak memperhatikan faktor komunikasi dalam proses perwujudan diri manusia. Lima titik kontroversi ini menyangkut dasar dan inti teori Marx dan karena itu berikut ini mau saya angkat. Namun, sebelum saya masuk ke lima butir kontroversial itu, perlu dua catatan. Yang pertama menyangkut gaya Ken menanggapi saya. Dalam pengantar sepanjang tiga halaman Ken menyebut buku saya “sangat dangkal dan cenderung apologetis” (XIX), “hanya mempergunakan… opini” (XX), saya punya “kerangka berpikir yang kacau-balau” dan “sangat bias” (XXI). Selanjutnya, ia tulis bahwa “semua ‘pertanyaan kritis’ Magnis-Suseno sebenarnya tidak berdasar sama sekali” (55) (apa pertanyaan perlu berdasar?), di satu pihak saya “terjebak pada empirisme” (67), di lain pihak pandangan saya “murni idealistik—bahkan fatalistik, berdasarkan pada dialektika ide, bukan pada kenyataan-kenyataan”, saya “telah berada di garis yang keliru”, saya “gagal berpikir ilmiah” dan “tidak memahami teori kelas dari Marx dengan baik” (115). Di halaman 140,

Dari Mao ke Marcuse.indd 333

333

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

Ken memberi nasihat “seharusnya Profesor Doktor Franz Magnis-Suseno membaca langsung karya-karya Marx” dan di halaman 179, Ken malah bertanya: “Benarkah Romo sudah membaca semua buku yang disebutkan di bagian bibliograi?”196 Barangkali cara melakukan perdebatan intelektual belum seluruhnya diinternalisasikan oleh Saudara Ken. Yang kedua. Pada halaman 180 Ken menulis bahwa “peninggalan Marx yang paling berharga bukanlah teorinya itu sendiri, tapi tata-cara berpikirnya, metodologinya...” (180) Maaf, tetapi ini suatu penilaian yang sangat tidak menghormati Marx. Kehebatan Marx justru dobrakan-dobrakan dalam ilsafat manusia, dalam sosiologi, dan dalam ilmu ekonomi, jadi bukan hanya dalam cara ia berpikir, melainkan dalam apa yang menjadi hasil pikirannya. Bahwa teori-teori Marx itu kemudian

http://facebook.com/indonesiapustaka

196

Apakah saya membaca buku yang ada di daftar pustaka, dan apa saya membaca karya-karya Marx sendiri? Pada 1975 Karl Alber, salah satu penerbit pustaka ilsafat bergengsi di Jerman memublikasikan disertasi saya tentang Marx (judulnya: Normative Voraussetzungen im Denken des jungen Marx, 429 halaman) atas dasarnya di tahun 1973 saya mendapat gelar doctor philosophiae dari Universitas Ludwig-Maximilian di München dengan nilai summa cum laude. Disertasi ini merupakan analisis teks, di mana saya menganalisis tujuh tulisan kunci Karl Marx kalimat demi kalimat. Dalam daftar pustaka disertasi termuat 175 judul pustaka sekunder yang semuanya harus dapat saya pertanggungjawabkan dalam ujian promosi. Buku saya di Karl Alber itu mendapat sekurang-kurangnya 15 bahasan dalam pelbagai majalah ilmiah dalam bahasa Jerman, Inggris, Prancis, dan Spanyol. (Dalam buku Pemikiran Karl Marx saya mengutip Marx secara hariah sebanyak 75 kali, semua kutipan dari karya-karya paling utama Marx. Ken sendiri, sejauh saya lihat, hanya mengutip Marx dari tiga tulisan—Surat kepada Weidenmeyer, Manifesto Komunis dan Kritik terhadap Program Gotha,—tiga-tiganya bukan tulisan di mana Marx mengembangkan teorinya).

Dari Mao ke Marcuse.indd 334

334

11/18/2013 10:56:22 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

dikritik tidak berarti bahwa teori-teori itu tidak mutu. Kritik hanya berarti bahwa dengan kemajuan pengalaman, pelbagai ketimpangan dalam teori Marx menjadi kentara dan dikoreksi. Marx bukan pemimpin sebuah gerakan, ia bukan seorang pahlawan atau teladan (meskipun sebagai intelektual ia juga teladan), melainkan karena ia seorang pemikir yang dengan sangat tepat bangga bahwa ia murid ilosof raksasa Hegel.197 Betapa hebatnya Marx sebagai seorang teoretisi kelihatan dari sekian pemikir amat penting yang mendapat inspirasi dasar mereka daripadanya, meskipun semua mengoreksi dan mengembangkannya. Sebutkan saja Lenin, Luxemburg, Lukàcs, Gramsci, tetapi juga semua pemikir dan aliran yang dibahas dalam buku ini. Sekali lagi, di luar beberapa ideolog, tidak ada ilmuwan sosial yang masih begitu saja menganggap teori-teori Marx sebagai semacam kebenaran abadi, tetapi itu tidak berarti sama sekali bahwa pemikirannya tidak amat bermutu.

http://facebook.com/indonesiapustaka

197

“Secara terbuka saya mengaku diri sebagai murid pemikir besar itu” (Das Kapital I, MEW 23, 27.) Saya jadi bingung karena pernyataan saya bahwa dalam konsepsi akhir Marx, ilsafat tidak mendapat tempat, dikomentari Ken sbb.: …“adalah pandangan yang keliru. Kekeliruan karena membiarkan diri dibimbing oleh orang-orang buta yang salah jalan. Marx justru meninggalkan cara berilsafat yang kaku, yang gemar membanjiri bukubuku dengan istilah-istilah yang memusingkan kepala. Marx turun ke tingkat praktis, ia meleburkan ilsafatnya ke dalam telaah-telaah yang dapat digunakan langsung oleh kaum pekerja” (144). Mau memuji Marx seakan-akan ia meninggalkan “cara berilsafat yang kaku” untuk digantikan dengan omongan yang bisa dimengerti dengan mudah sebenarnya menghina Marx yang melihat ajarannya sebagai pewaris tradisi besar idealisme Jerman (+ sosialisme Prancis + ilmu ekonomi Inggris). Bahwa dalam teorinya ilsafat tidak lagi diberi tempat oleh Marx tidak berarti bahwa ia bukan ahli teori. Setuju atau tidak dengan teori Marx, tetapi Marx sendiri bangga karena kemampuannya sebagai perumus teori.

Dari Mao ke Marcuse.indd 335

335

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kapitalisme Ken membantah anggapan saya bahwa ramalan Marx tentang keambrukan niscaya kapitalisme meleset. “Belum, Romo kita belum tahu apakah ramalan Marx meleset atau tidak” (155).198 Tetapi, ramalan Marx memang meleset. Tak ada satu negara kapitalis yang mengalami revolusi. Di semua negara kapitalis klasik, kapitalisme sendiri, dalam 150 tahun sejak Marx memaparkan analisisnya, sudah mengalami perubahan-perubahan mendalam yang membuat istilah “kapitalisme” kehilangan ketajaman analitis. Yang betul adalah bahwa ada alasan baik untuk meragukan bahwa ekonomi pasar murni—sebagaimana dipromosikan oleh neoliberalisme—sanggup memecahkan masalah-masalah serius yang dihadapi komunitas dunia global sekarang. Sangat tidak masuk akal mengharapkan bahwa dua tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia sekarang dipecahkan dengan menyerahkan perkembangan ekonomis pada pasar, yaitu, pertama, bahwa umat manusia semakin terpecah ke dalam kelompok mereka yang bisa maju dan semakin sejahtera dan mereka yang ketinggalan, yang semakin terjerembab dalam kemiskinan dan putus asa, dan, yang kedua, tantangan menjaga lingkungan hidup sedemikian rupa hingga umat manusia aman dari kesulitan-kesulitan besar. Tetapi, analisis dalam Das Kapital—kapitalisme pada hakikatnya akan ambruk karena krisis overproduction di satu pihak

198

Yang dikritik Ken “bukan karena apa yang Romo kemukakan tidak tepat, tapi karena Romo hanya menyentuh permukaan persoalan. Tidak menceburkan diri ke dalamnya dan melihat apa yang menjadi latar belakang terjadinya hal tersebut” (196). Oh iya?!

Dari Mao ke Marcuse.indd 336

336

11/18/2013 10:56:22 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

dan pemiskinan kelas buruh (“proletarisasi”) di pihak satunya—sudah betul-betul tidak memadai lagi. Sejak tahun 30-an abad lalu, sosiolog kritis seperti Horkheimer, Adorno, dan Marcuse, dan 30 tahun kemudian Kiri Baru, menyadari bahwa kelas buruh tidak lagi revolusioner. Justru karena mereka semakin kuat dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka—upah lebih tinggi, waktu kerja lebih manusiawi, jaminan sosial (yang oleh Lenin diejek sebagai “mental serikat buruh”)—mereka mendapat posisi kuat dalam sistem ekonomi kapitalisme tua dan diperhitungkan juga sebagai konsumen. Mengapa analisis Marx tidak lagi bisa diterapkan dianalisis oleh Habermas dalam sebuah ceramah pada 1968 di Yugoslavia.199 Menurut Habermas, ada dua perkembangan baru yang “membuat kita mengerti mengapa syarat-syarat klasik revolusi hari ini tidak lagi terdapat” (25), yaitu pertama, bahwa negara terus-menerus mencampuri bidang ekonomi untuk menjamin stabilitas sistem sosial, dan kedua karena teknologi sendiri sudah menjadi kekuatan produktif pertama. Bukan tenaga kerja buruh, melainkan “kemajuan ilmiah-teknis yang menentukan kemajuan sistem sosial” (30). Dengan demikian “teori nilai kerja tidak bisa lagi begitu saja diterapkan secara ekonomis” (31).200 Oleh karena itu, konlik-konlik sosial dalam masyarakat

199

Jürgen Habermas, “Bedingungen für eine Revolutionierung spätkapitalistischer Gesellschaftssysteme”, dlm: Ernst Bloch/Herbert Marcuse dll. 1972, Marx und die Revolution, Frankfurt a. M.: Suhrkamp, hlm. 24–44.

200

Sangat menarik bahwa hal yang sama sebenarnya sudah diramalkan Marx sendiri dalam Grundrisse (analisis perekonomian kapitalis sepanjang seribu halaman yang bagian utamanya ditulis pada 1857 dan 1858, jadi hampir sepuluh tahun sebelum jilid pertama Das Kapital terbit, dan tidak pernah

Dari Mao ke Marcuse.indd 337

337

11/18/2013 10:56:22 AM

D M   M 

industri maju tidak lagi mengancam sistem. Buruh memang tetap memperjuangkan kepentingan mereka, tetapi mereka sama sekali tidak mau mengubah “sistem”. Sedangkan golongan orang-orang miskin, tuna-kerja, tersingkir, yang terus bertambah, “tidak merupakan kelas sosial” (34) karena tidak berpengaruh pada proses produksi (secara sederhana: Kalau buruh mogok, produksi berhenti, tetapi kalau kaum tuna-kerja dan pensiunan mogok, produksi jalan terus; sistem tidak memerlukan mereka). Legitimasi kekuasaan politik (dan, secara tidak langsung, ekonomis) tergantung dari apakah nafsu konsumsi masyarakat dapat dipenuhi atau tidak.201

Sosialisme

http://facebook.com/indonesiapustaka

Ken membantah dengan keras pendapat saya bahwa gagasan Marx tentang sosialisme merupakan unsur paling utopis dalam

diajukan untuk publikasi dan yang baru dikenal sesudah diterbitkan di Moskwa pada 1939 dan 1941), tetapi kemudian tidak diteruskan karena kiranya akan mengancam seluruh analisis dalam Das Kapital. Dalam Grundrisse Marx menyatakan bahwa otomatisasi produksi di masa mendatang akan berarti bahwa pekerja bukan lagi pekerja, melainkan pengawas dan “pekerjaan surplus massa tidak lagi merupakan syarat perkembangan kekayaan umum” (Karl Marx 1939/1941, Grundrisse der Kritik der politischen Ökonomie, Frankfurt/Wien: Europäische Verlangsanstalt/Europa Verlag, 593; seluruh uraian lih. 582–594). Pernyataan Ken bahwa “mesin meningkatkan produktivitas kerja, tapi tidak dapat menggantikan kerja itu sendiri” (169) tidak lagi berlaku bagi sistem perekonomian dengan teknologi maju. 201

Habermas menguraikan analisisnya itu dengan lebih rinci dalam Legitima­ tionsprobleme im Spätkapitalismus, Frankfurt/M.: Suhrkamp 1973; lihat juga Claus Offe 1972, Strukturprobleme des kapitalistischen Staats. Aufsätze zur Politischen Soziologie, Frankfurt: Suhrkamp.

Dari Mao ke Marcuse.indd 338

338

11/18/2013 10:56:22 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

teorinya (68). Saya dikritik sebagai salah “melihat kegagalan percobaan sosialisme sebagai kegagalan sosialisme itu sendiri” (122). Jadi, rupa-rupanya Ken tidak menyangkal bahwa sampai sekarang, semua sistem sosialis yang mau menghapus pasar gagal menyejahterakan rakyat mereka. Di sini termasuk sistemsistem komunis (semua negara komunis yang berhasil telah membuka lebar-lebar keran kapitalisme), tetapi juga sosialisme Arab (Gamal Abdel Nasser, Boumedienne), sosialisme ujamaa (Julius Nyerere), dan pelbagai bentuk lain “sosialisme dunia ketiga”. Menurut Ken, saya di sini “terjebak ke dalam empirisisme” karena “keliru melihat gejala sebagai hakikat” (122). Tetapi, membedakan suatu “hakikat” sosialisme dari sosialismesosialisme nyata sebagai “gejala” merupakan Platonisme yang tak pada tempatnya dalam ilmu-ilmu sosial.202 Untuk tidak

http://facebook.com/indonesiapustaka

202

Sebagaimana diperlihatkan oleh Karl Popper (The Logic of Scientiic Discovery, New York/London: Harper & Row 1968) (dan banyak teoretisi ilmu pengetahuan lain) kata-kata seperti “sosialisme” merupakan hipotesishipotesis yang kecocokannya dengan realitas harus dicek melalui usaha untuk memfalsiikasikannya. Tak ada itu “hakikat sosialisme”. Yang bisa ada adalah “sosialisme sebagaimana dipikirkan seseorang” (misalnya Karl Marx). Karl Popper juga mengritik tajam segala omongan tentang suatu tujuan sejarah sebagai historisisme (Karl Popper 1957, The Poverty of Historicism, London: Routledge). Secara empiris sejarah selalu terbuka, sejarah bisa bergerak ke mana-mana. “Tujuan sejarah” merupakan kategori eskatologis-religius, di mana tujuan sejarah adalah akhir sejarah yang merupakan tindakan Tuhan dan bukan hasil suatu dinamika perkembangan. Bahwa saya “meragukan” sejarah punya tujuan, oleh Ken, dianggap “ahistoris, bersumber dari kegagalan untuk berpikir ilmiah dan penolakan terhadap ilmu pengetahuan empirik” (108). Tetapi, anggapan bahwa sejarah punya tujuan hanya milik para ideolog yang mau membenarkan hak mereka untuk memaksakan ideologi mereka pada masyarakat atas dasar klaim pengetahuan itu, sebagaimana kita melihatnya mulai dari Robbespierre sampai Lenin, Hitler, dan Mao Zedong.

Dari Mao ke Marcuse.indd 339

339

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

menimbulkan salah paham: Bahwa semua sistem ekonomi-politik yang menghapus pasar gagal, sedikit pun tidak membenarkan ideologi neoliberalisme, bahwa kesejahteraan masyarakat dapat dicapai dengan perekonomian diserahkan secara eksklusif kepada pasar. Tetapi betul, sosialisme Marx menyatakan lebih dari sekadar penghapusan pasar. Bagi Marx, sosialisme menjadi tujuan sejarah dan akhir segala keterasingan dan penindasan karena melahirkan masyarakat tanpa kelas dan dalam masyarakat tanpa kelas tidak perlu lagi ada negara. Melawan argumentasi saya bahwa tidak mungkin ada masyarakat tanpa kelas dan tanpa negara, Ken mempertahankan dua unsur hakiki dalam cita-cita sosialisme Marx ini. Saya berargumentasi bahwa dalam masyarakat masa depan paling ideal pun akan ada fungsi-fungsi yang berbeda, dan terutama: akan ada yang membuat rencana, yang mengambil keputusan, yang mengawasi mutu pekerjaan, dan ada yang melaksanakan; dan karena itu tetap akan terbentuk kelas-kelas sosial berbeda, akan ada yang menentukan dan akan ada yang melaksanakannya. Argumentasi ini dijawab Ken bahwa “spesialisasi muncul bersamaan dengan sistem kelas” (77); Apa maksud Ken bahwa tanpa kelas sosial tidak akan ada spesialisasi? Tetapi, Ken tidak membaca Marx secara teliti. Dalam The German Ideology Marx dengan rinci menjelaskan munculnya kelas-kelas dengan kepentingan bertentangan merupakan akibat dari pembagian kerja, sedangkan pembagian kerja sendiri muncul sebagai tuntutan eisiensi pekerjaan (MEW 3, 29 s.). Justru karena itu, Marx dengan cukup susah berusaha untuk memperlihatkan bahwa semangat revolusioner akan

Dari Mao ke Marcuse.indd 340

340

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

membuat para buruh secara individual (!) mampu untuk mengembangkan “totalitas kompetensi” (MEW 3, 68), sesuatu yang, maaf, menggelikan: mana mungkin buruh-buruh dapat menjadi mampu melakukan segala macam pekerjaan? Gagasan masyarakat tanpa kelas betul-betul utopis. Dan, kalau masih ada kelas sosial, menurut Marx sendiri mesti ada negara. Ken rupa-rupanya menyadari bahwa menghilangnya negara sulit dijelaskan. Maka, ia membedakan dua fungsi negara: fungsi penindasan dan fungsi administratif. Nah, yang menurut Ken akan “lenyap adalah seluruh alat represi yang dimilik oleh penguasa”, sedangkan “sistem administrasi tidak dapat dan tidak boleh melenyap”(114). Ken menambah bahwa “di bawah sistem sosialis, sistem administrasi dan manajemen ini akan dikendalikan oleh massa” (ib.). Kalimat terakhir tentulah nonsense. Bagaimana sekumpulan orang, “massa”, mau “mengendalikan administrasi dan manajemen”? Tentu hanya dengan menunjuk orang-orang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukannya—dan lantas kita mempunyai birokrasi kembali. Suatu birokrasi hanya efektif apabila dapat memberi perintah dan menjatuhkan sanksi. Jadi, negara “administratif” Ken itu pun harus mampu menindas. Ken menurut saya juga dengan terlalu gampang mengesampingkan sebagai “masalah teknis” saja (77) argumen saya bahwa dalam negara sosialis pun akan ada pekerjaan yang tidak disukai, tetapi harus dijalankan, misalnya pekerjaan kotor, pekerjaan berbahaya, atau bekerja di malam hari, dan karena itu perlu ada negara yang mengatur. Ini tentu bukan masalah teknis. Dalam masyarakat sosialis pun orang hanya akan mau

Dari Mao ke Marcuse.indd 341

341

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

melaksanakan pekerjaan tak enak semacam itu—padahal kebanyakan orang lain tidak perlu melaksanakannya—apabila dipastikan bahwa pembagian pekerjaan tak enak itu adil dan untuk itu perlu ada lembaga yang melakukannya. Negara dengan kemampuan represif tetap perlu juga karena dalam sosialisme pun tetap masih akan ada orang yang suka menyeleweng, mengiri, membenci, nakal, jadi dalam sosialisme pun manusia bisa membawa diri dengan cara yang tidak sosial.203 Marx dalam seluruh karyanya diam tentang bagaimana ia memikirkan secara konkret bagaimana masyarakat tanpa kelas dan bagaimana negara mengorganisasikan pekerjaannya. Dengan satu kekecualian. Dalam Critique of the Gotha Program (di mana Marx mengritik program yang diputuskan Partai Sosialdemokrat Jerman di Gotha 1875) ia mengaku bahwa di antara kapitalisme dan sosialisme (“kepada siapa pun menurut kebutuhannya”) ada tahap antara. Tahap di mana masih berlaku “cakrawala hukum borjuis sempit”, di mana buruh akan “dibayar” dengan semacam resi atas pekerjaan yang dilakukan, di mana belum dibedakan apa buruh berkeluarga atau belum, punya anak berapa, dan di mana dibedakan antara “pekerjaan yang berguna secara sosial” dan yang “tak berguna secara sosial”. André Glucksmann di sini bertanya: Siapa yang akan menentukan hal-hal itu: “Sang pemikir? Partai? Negara?” Dan, ia menunjukkan konsekuensi: “Dunia akan dimiliki oleh kaum 203

Marx, bersama seluruh sosialisme abad ke-19 mengikuti keyakinan Rousseau bahwa manusia secara alami baik, dan bahwa hanya hak milik yang membuatnya jahat. Pandangan naif tentang kebaikan alami manusia itu sudah lama dihancurkan oleh psikologi.

Dari Mao ke Marcuse.indd 342

342

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

fungsionaris. Marx yang sebenarnya bukan seorang etatis, menjadi seorang etatis karena putus asa” (246), putus asa karena ia tidak dapat menjawab bagaimana masalah-masalah pembagian hasil kerja yang adil dapat dipecahkan tanpa adanya pihak yang berwenang. Glucksmann menuduh Marx “memisahkan hidup publik dan hidup privé secara lebih mendalam daripada yang pernah terjadi” (247s.).

http://facebook.com/indonesiapustaka

Paham materialis sejarah “Paham materialis sejarah”204 (MEW 4, 547) atau materialisme historis205 merupakan pandangan dasar Karl Marx tentang perkembangan masyarakat. Di sini akan saya bahas dua keyakinan paling inti pandangan itu yang dibela mati-matian oleh Ken, yaitu pertama, bahwa suatu kemajuan atau perbaikan strukturstruktur masyarakat yang signiikan hanya dapat tercapai melalui revolusi, dan, kedua, bahwa faktor pendorong utama perkembangan masyarakat adalah perkembangan dalam bidang ekonomi. Saya mulai dengan yang pertama. Membela Marx, Ken menegaskan bahwa “perubahan sosial yang mendasar hanya dapat diperoleh melalui revolusi “(145). Revolusi tak terelak karena kepentingan kelas atas bertentangan mutlak dengan kepentingan kelas bawah, atau, dalam rumusan Ken, “tidak

204

Istilah Marx sendiri, lih. MEW 4, 547.

205

Istilah yang diturunkan dari judul sebuah tulisan kecil Friedrich Engels, lih. MEW 22, 298.

Dari Mao ke Marcuse.indd 343

343

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

ada yang namanya ‘kepentingan bersama’”(149). Paling-paling terdapat “konsesi dari penguasa kapital untuk meredam gejolak perlawanan kaum buruh” (145). Tetapi, kemutlakan pertentangan kelas proletariat dengan keseluruhan masyarakat, ya masyarakat borjuasi, yang menjadi deinisi proletariat oleh Karl Marx secara teoretis tidak meyakinkan dan dalam kenyataan terbukti tidak benar.206 Tentu, selain kepentingan proletariat untuk memaksimalisasikan penghasilannya dan kepentingan kaum kapitalis untuk memaksimalisasikan pengisapan tenaga kerja buruh dua-duanya mempunyai kepentingan yang lebih mendasar: kepentingan agar perusahaan tidak hancur. Adalah Lenin yang paham bahwa buruh tidak mempunyai kepentingan langsung akan revolusi, melainkan akan kenaikan upah dan perpendekan waktu kerja. Dan, begitu kaum kapitalis menyadari bahwa para buruh akan bekerja dengan lebih produktif kalau kondisi dan imbalan kerja lebih baik, mereka menyediakannya. Persis itulah yang terjadi dalam negara-negara industri maju. Dengan hasil bahwa alat-alat produksi tetap dalam tangan-tangan pribadi (meskipun kebanyakan tidak lagi dalam tangan satu orang, melainkan para pesaham), tetapi buruh mampu membeli mercedes. Buruh yang punya harapan membeli mercedes bisa tetap militan, tetapi tidak lagi berminat revolusi.

206

Lebih keras Arnold Künzli mengatakannya dalam Kongres Para Filosof yang diadakan oleh Majalah Yugoslavia Praksis pada 1968 di Kordula: “Marx tidak menemukan proletariat revolusioner, melainkan ia menciptakannya” (Ernst Bloch, Herbert Marcuse dll. 1972, Marx und die Revolution, Frankfurt a. M.: Suhrkamp, hlm. 51).

Dari Mao ke Marcuse.indd 344

344

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

Jadi, tak betul bahwa tidak ada kepentingan bersama antara buruh dan majikan. Dan, karena itu suatu perubahan sosial signiikan tidak mutlak harus melalui revolusi. Negara-negara industri maju membuktikannya. Akan tetapi, di sini harus ditambah bahwa revolusi hanya dapat dihindari kalau kepentingan-kepentingan vital dan wajar kelas-kelas bawah, di sini: kelas buruh, dipenuhi. Kalau struktur-struktur sosial tidak seimbang begitu membeku bahwa kelas-kelas atas merasa tak perlu memperhatikan tuntutan kelas-kelas bawah, misalnya karena dapat memanfaatkan mobilitas modal karena globalisasi, suatu perdamaian sosial tentu tidak mungkin. Sekian konlik, dengan bendera yang berbeda-beda: etnisitas, agama, premanisme politik membuktikan pernyataan Marx bahwa perdamaian sosial tidak dapat tercapai kalau struktur-struktur eksploitatif tidak dibongkar. Marx (dan Ken) ada benarnya. Di sini saya mau mempersoalkan pernyataan Ken bahwa “sosialisme bukanlah satu hal yang pasti terjadi, seperti sebuah takdir, tapi satu keharusan. Itu atau barbarisme” (185). Apakah Ken di sini mau memperlemah klaim Marx bahwa sosialisme merupakan suatu keniscayaan yang sudah pasti, seakan-akan Marx hanya mau mengatakan bahwa kalau kita tidak ingin mendarat dalam barbarisme, kita harus memilih sosialisme?207 Tetapi Marx lain. Teks kunci Marx terdapat dalam The German Ideology (MEW 3, 35): “Komunisme bagi kami bukan keadaan yang harus diciptakan, cita-cita yang akan wajib diikuti oleh

207

Ken melanjutkan kalimat yang saya kutip di atas “Anda boleh memilih. Romo Magnis boleh memilih” (ib.). Terima kasih! Tetapi, apa yang akan terjadi tidak akan tergantung dari pilihan pembaca, maupun saya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 345

345

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

kenyataan. Kami menyebut komunisme gerakan nyata yang meniadakan keadaan sekarang. Syarat-syarat gerakan itu dapat disimpulkan dari pengandaian yang terdapat sekarang.” Dan, dalam Pengantar Jilid I Das Kapital Marx bicara tentang “hukum alam produksi kapitalis… (sebagai) tendensi-tendensi yang akan membuat diri menjadi nyata dengan keniscayaan baja” (MEW 23, 12) dan dalam Pengantar edisi kedua ia memuji sebuah karangan dalam bahasa Russia yang menulis: “Marx memandang gerakan masyarakat sebagai proses alami yang ditentukan oleh hukum yang tidak tergantung dari kehendak, kesadaran dan maksud manusia, melainkan, sebaliknya, menentukan kehendak, kesadaran dan maksud-maksud” (ib. hlm. 66). Menurut Marx sosialisme justru sebuah keniscayaan! Ken tentu juga membela unsur inti pandangan materialis sejarah: “Masyarakat ditentukan oleh faktor ekonominya” (92), atau, dalam bahasa Engels, “bahwa produksi, dan di samping produksi pertukaran produk-produknya, merupakan dasar segala tatanan masyarakat”.208 Tetapi, Marx tidak pernah membuktikan

http://facebook.com/indonesiapustaka

208

Engels dalam Antidühring (MEW 20, 248s.). Seluruh ringkasan Engels tentang pandangan materialis sejarah berbunyi: “Pandangan materialis sejarah bertolak dari kalimat bahwa produksi, dan di samping produksi pertukaran produk-produknya, merupakan dasar segala tatanan masyarakat; bahwa dalam segala masyarakat yang muncul dalam sejarah pembagian produk-produk, dan bersama dengannya pembagian sosial ke dalam kelaskelas atau golongan-golongan, ditentukan oleh apa dan bagaimana produksi berjalan dan bagaimana yang diproduksikan dipertukarkan. Dengan demikian sebab-sebab akhir segala perubahan sosial dan penjungkirbalikan politis tidak bisa dicari dalam kepala orang, dalam bertambahnya kesadaran mereka ke dalam kebenaran abadi dan keadilan, melainkan dalam perubahan-perubahan dalam cara berproduksi dan pertukaran; sebab-sebab itu

Dari Mao ke Marcuse.indd 346

346

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

prioritas bidang ekonomi itu. Yang perlu dinilai tinggi adalah bahwa Marxlah sosiolog pertama yang menyadari betapa kepentingan-kepentingan ekonomis berpengaruh atas pembentukan struktur-struktur kekuasaan politis dan ideologis. Pengertian ini merupakan sumbangan amat berharga bagi pengertian kita tentang perkembangan masyarakat. Namun, gembira dengan penemuannya itu, Marx tidak memperhatikan bahwa juga ada pengaruh balik dari struktur-struktur kekuasaan politis dan ideologis ke struktur-struktur kekuasaan ekonomis. Membantah pertanyaan saya apakah munculnya, serta dampak historis, Islam mau dijelaskan dengan suatu perkembangan alat-alat produksi di Arab, Ken menegaskan bahwa “berdasarkan fakta sejarah, orang baru ‘menemukan’ ideologi, bahkan agama, ketika kepentingan ekonomi sudah muncul” (78).209 Fakta sejarah manakah yang membuktikan bahwa munculnya sikap hormat manusia serta perhatian terhadap realitas adi-duniawi berkaitan dengan kepentingan kelas? Apakah satu-satunya dasar pandangan Ken itu barangkali ucapan Marx bahwa “agama adalah candu rakyat”? Ini dasar yang terlalu tipis dan tak ada kaitan dengan fakta sejarah apa pun. Sebuah catatan. Paham materialis sejarah menunjukkan suatu perubahan dalam konsepsi Marx. Kalau Marx muda me-

jangan dicari dalam ilsafat, melainkan dalam perekonomian zaman yang bersangkutan.” 209

Di lain tempat Ken tahu bahwa “keagamaan khas milik peradaban pertanian” (74). Apa Ken tidak tahu bahwa menurut para ahli antropologi, manusia sudah sekurang-kurangnya sejak 100.000 tahun menunjukkan kepercayaan pada realitas di belakang kehidupan ini, padahal peradaban pertanian mulai 10.000 tahun lalu?

Dari Mao ke Marcuse.indd 347

347

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

lihat revolusi sebagai hasil kerja sama antara teori revolusioner dan kebutuhan kelas buruh210 (suatu ketajaman persepsi yang kemudian diangkat kembali oleh Lenin dengan penegasannya bahwa tanpa partai yang menjamin teori revolusioner, kaum buruh tidak akan berevolusi), maka dalam konsepsinya yang matang, Marx tidak memberi tempat lagi bagi ilsafat. Semuanya ditentukan oleh perkembangan alat-alat produksi. Maka, kalau Ken menegaskan, sebagai kritik terhadap saya, bahwa “tidak satu pun kalimat dalam manifesto komunis memberikan peran pada intelektual” (143) ia mendobrak pintu yang sudah terbuka. Memang demikian. Adalah Habermas yang secara sistematik melakukan suatu rekonstruksi terhadap materialisme historis.211 Menurut Habermas, teori Marx terlalu sederhana. Menurut Marx faktor yang mendesak perubahan sosial adalah perkembangan dalam cara dan teknik bekerja. Tetapi, Habermas secara rinci memperlihatkan bahwa perkembangan dalam alat-alat produksi baru dapat menunjang perubahan struktur kelas sosial apabila masyarakat sudah mengalami proses-proses belajar dalam dimensi moral-komunikatif. Maka, yang menentukan kemajuan sebuah masyarakat menurut Habermas bukanlah kemajuan dalam rasionalitas instrumental­teknis (rasionalitas dalam bidang tekno-

210

“Seperti ilsafat menemukan senjata materialnya dalam proletariat, proletariat menemukan dalam ilsafat senjata rohaninya, dan begitu kilat pikiran masuk secara mendalam ke dalam tanah rakyat polos itu emansipasi orang Jerman untuk menjadi manusia akan terjadi” (MEW 1, 391).

211

Jürgen Habermas 1976, Zur Rekonstruktion des Historischen Materialismus, Frankfurt: Suhrkamp.

Dari Mao ke Marcuse.indd 348

348

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

logi, organisasi, strategi-strategi perkembangan, dan keterampilan teknis), melainkan kemajuan dalam rasionalitas komunikatif, jadi dalam cara memecahkan konlik, dalam gambaran-gambaran dunia dan dalam “formasi-formasi identitas”, jadi dalam bagaimana integrasi sosial masyarakat terkait dengan individuasi anggota-anggotanya.212

http://facebook.com/indonesiapustaka

Sekitar antropologi Marx Saya mau menutup tinjauan kritis sekitar pemikiran Karl Marx dengan beberapa catatan sekitar ilsafat manusia yang melatarbelakangi pemikirannya. Dalam Naskah­naskah Filosois Eko­ nomis, Marx muda menulis penuh semangat: “Yang besar dalam ‘fenomenologi’ Hegel, ia menangkap hakikat pekerjaan serta mengerti manusia… sebagai hasil pekerjaannya sendiri” (MEW EB 1, 574). Dari Hegel, Marx mendapat pengertian bahwa manusia menciptakan diri dengan bekerja. Dalam pekerjaan manusia mewujudkan diri sebagai makhluk yang bebas, universal, dan sosial. Pengertian ilosois itu mempunyai implikasi bahwa keterasingan yang dialami buruh dalam pekerjaan mengasingkan dia dari kemanusiaannya sendiri. Karena itu, Marx menganggap pekerjaan upahan—agar buruh bisa hidup, ia terpaksa menjual tenaga kerjanya kepada sang kapitalis—sebagai sumber dan dasar segala keterasingan manusia lain. Dan, karena itu sosialisme, penghapusan hak milik pribadi atas alatalat produksi, jadi penghapusan pekerjaan upahan, merupakan pintu pembebasan manusia dari segala keterasingan. 212

Habermas 1976, 129–199.

Dari Mao ke Marcuse.indd 349

349

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Akan tetapi, betapa pun penting pekerjaan, tak mungkin pekerjaan menjadi dimensi paling dasar kemanusiaan. Pekerjaan adalah sikap sepihak dari subjek pekerja pada objek yang dikerjakan. Tetapi, hubungan antara manusia tidak dapat dimengerti sebagai yang satu mengerjakan yang lain. Hubungan wajar antarmanusia adalah sama dengan sama, dan itu yang kita sebut komunikasi. Dua-duanya adalah subjek, bukannya satu subjek yang mengobjekkan yang lain. Kalau dua orang saling mencintai, namun mereka saling mengobjek, saling menganggap objek, cinta itu sudah rusak. Sudah Hegel sendiri, tetapi lalu dalam abad ke-20, sederetan ilosof menegaskan bahwa tindakan manusia paling mendasar bukan pekerjaan, melainkan komunikasi. Di sini termasuk misalnya Max Scheler, Martin Heidegger, dan juga para ilosof eksistensialis Martin Buber, Gabriel Marcel, dan Jean-Paul Sartre, dan tentu Emmanuel Lévinas. Ken tentu mempertahankan bahwa “seluruh peradaban manusia ini ditentukan oleh pekerjaan“ (66).213 Bahwa peradaban manusia adalah hasil kerjanya tentu tidak ada yang menyangkal. Yang disangkal adalah bahwa manusia dan peradabannya dapat dibangun tanpa komunikasi dan bahwa ko-

213

“Sejarah membuktikan bahwa komunikasi itu sendiri ditentukan oleh pekerjaan. Seluruh peradaban manusia ini ditentukan oleh pekerjaan. Pekerjaan adalah sebab kita ada, alasan mengapa kita menjadi manusia” (66). Ken mengklaim “mendasarkan analisisnya pada ilmu pengetahuan, setia pada cara berpikir ilmiah,” sedangkan “Magnis-Suseno telah terjebak pada empirisisme. Pandangannya hanya melihat hal-hal yang berada di permukaan, sama sekali tidak menyentuh akarnya” (67).

Dari Mao ke Marcuse.indd 350

350

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

munikasi dapat direduksikan pada pekerjaan. Ken rupa-rupanya tidak memperhatikan analisis rinci Jürgen Habermas, orang kiri dan simpatisan Marx yang dalam sebagian besar karyanya mau menyelamatkan “inti rasional” teori Marx. Habermas sudah dini menemukan bahwa cacat paling fundamental semua analisis Marx terletak dalam kenyataan bahwa ia “mereduksikan penciptaan diri umat manusia pada pekerjaan.”214 Kesadaran bahwa komunikasi—yang sebagian terbesar terjadi melalui bahasa—merupakan dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai rasional dan bebas, di mana lantas ia selalu masih punya tempat berpijak untuk melawan segala irasionalitas dan penindasan struktural (Habermas mengembangkan insight ini juga untuk mendobrak pesimisme Horkheimer dan Adorno) memungkinkan Habermas kemudian untuk melakukan rekonstruksinya terhadap teori perkembangan masyarakat Marx yang sudah saya sebutkan di atas, yang membawa hasil, bahwa bukan perkembangan alat-alat produksi, melainkan kemajuan dalam pengertian diri manusia—hasil komunikasi—merupakan unsur kuncinya.215 214

Habermas 1971, Erkenntnis und Interesse (Suhrkamp), 58; bertolak dari Habermas kita bisa mengatakan bahwa manusia mengembangkan diri dalam tiga dimensi: Dalam sikap terhadap orang lain (komunikasi), dalam sikap terhadap alam (pekerjaan), dan dalam sikap terhadap realitas transenden (doa). Dimensi ketiga itu tidak diperhatikan Habermas, tetapi secara fenomenologis cukup mudah dapat ditunjuk, bdk. misalnya Rudolf Otto dan Immanuel Lévinas.

215

Atas dasar distingsi antara komunikasi dan pekerjaan itu, Habermas mengembangkan distingsi antara rasionalitas sasaran dan rasionalitas komunikatif, yang, seperti disebut di atas, membuat Habermas mampu melakukan “rekonstruksi materialisme historis”, serta kemudian bermuara dalam

Dari Mao ke Marcuse.indd 351

351

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

Tetapi, kalau dimensi paling dasar kemanusiaan bukan pekerjaan, melainkan komunikasi, maka suatu perubahan dalam pola pekerjaan, misalnya penghapusan pekerjaan upahan karena hak milik pribadi dihapus, tidak secara otomatis menghapus segala keterasingan manusia, dan sebaliknya suatu pola hubungan kerja yang mengandung ketergantungan—segenap kedudukan sebagai karyawan, pegawai, pekerja yang diupah dengan sendirinya mengandung ketergantungan—tidak dengan sendirinya berarti ada keterasingan. Hubungan ketergantungan mengandung keterasingan apabila melanggar martabat manusia sebagaimana dirincikan dalam hak-hak asasi manusia. Kesimpulan saya ini memang diprotes keras oleh Ken216.

2. Apakah Lenin perlu pengertian?

http://facebook.com/indonesiapustaka

Di tangan Lenin pemikiran Marx dari suatu permenungan teoretis menjadi kekuatan politik. Kekuatan itu namanya komunisme. Dalam Revolusi Oktober, pada tanggal 7 Nopember

karya agung Habermas yang merupakan padanannya terhadap materialisme historis Marx, yaitu dua jilid A Theory of Communicative Action. Hasil terakhir pemikiran Habermas itu adalah pahamnya yang sangat penting dan langsung relevan tentang “demokrasi deliberatif” (Between Facts and Norms, Cambridge, MA: MIT Press 1996). 216

Pandangan “Dr. Magnis-Suseno bahwa keterasingan mungkin bukan berasal dari sistem upahan itu sendiri…. berlandaskan pada permenungan ilsafati belaka (dan) jelas gagal untuk menemukan sebab dari keterasingan itu.” Saya tidak menolak kemungkinan bahwa pekerjaan upahan mengandung keterasingan, yang saya tolak, dengan mendasarkan diri pada kritik baik ilsafati maupun sosiologis Habermas, adalah identiikasi antara pekerjaan upahan dan keterasingan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 352

352

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

1917, Lenin merebut kekuasaan di Russia ke tangan partai Bolshevik, dan karena situasinya amat gawat—hanya satu persen rakyat Russia berupa buruh, serta Russia terlibat dalam perang dengan Jerman—Lenin memakai cara-cara keras, “tanpa ampun”, untuk mempertahankan kekuasaannya. Ia segera melikuidasikan lawan-lawannya, ia menindas segala perlawanan sampai ke akar-akarnya, ia memaksa para petani untuk menyerahkan segala bahan makanan yang mereka simpan, pasukan Cheka, polisi rahasianya, mengeksekusikan sekitar 200.000 orang, kebanyakan petani, dalam lima tahun di mana Lenin memimpin Uni Soviet, serta Lenin memaksakan perekonomian sosialis yang mengakibatkan sekitar lima juta orang mati kelaparan sebelum Lenin terpaksa di tahun 1921 mengembalikan kebebasan berdagang dan berusaha (dan kelaparan segera berakhir). Sikap keras Lenin itu secara deinitif memecahkan persatuan sosialisme Marxis internasional. Mayoritas kaum sosialis di Eropa mengutuk rezim teror Lenin, bagi mereka sosialisme secara hakiki harus beradab dan etis, dan mereka kemudian menjadi sokoguru demokrasi di negara-negara industri maju. Minoritas memisahkan diri dari partai-partai sosialis-demokratis itu, menamakan diri partai komunis, dan menempatkan diri di bawah pengarahan Uni Soviet. Kritik saya terhadap konsepsi Lenin ini dikritik kembali oleh Saiful Arif dan Eko Prasetyo (selanjutnya Saiful/Eko) sebagai tidak “adil” karena menurut mereka saya “tidak memperhatikan konteks” (111) di dalamnya Lenin harus mensukseskan revolusi. Menurut mereka, saya tidak memperhatikan

Dari Mao ke Marcuse.indd 353

353

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

bahwa dalam situasi sangat melawan—buruh merupakan minoritas kecil, rakyat miskin, ada perang merajalela, disusul oleh perang saudara, kekacauan umum, struktur kolot masyarakat Rusia, dan lain-lain—Lenin tidak mungkin mensukseskan revolusi sosialis kecuali dengan caranya. Tetapi, seharusnya penolakan mayoritas besar kaum sosialis dan Marxis untuk mengakui Uni Soviet ciptaan Lenin sebagai realisasi cita-cita sosialisme mesti membuat Saiful/Eko raguragu. Apa yang memberi hak kepada Lenin dan kawan-kawannya untuk memaksakan suatu sistem kekuasaan politik dalam situasi yang secara sosial-ekonomis sama sekali tidak mendukung? Bukankah Lenin cs. merupakan contoh paling jelas bagi totaliterisme ideologis di mana sebuah elite merasa berhak untuk mengorbankan jutaan orang demi ideologi mereka? Bukankah sebuah ideologi yang mengizinkan peremehan terhadap pembunuhan dan penderitaan adalah ideologi yang tidak manusiawi? Cita-cita luhur sosialisme—membangun masyarakat yang betul-betul manusiawi—sudah dikhianati oleh pemaksaan yang dilakukan Lenin cs. Dan, bukankah teror, paksaan dan peremehan terhadap nyawa orang menjadi kuman yang merasuk ke dalam hampir semua sistem kekuasaan komunis? Sehingga komunisme tak pernah, di mana pun, berhasil menjadi milik rakyat dan di mana pun—dengan kekecualian Tiongkok, Vietnam, dan Laos, yang pada waktunya membuka keran kapitalisme—akhirnya ambruk karena dengan teror saja suatu sistem sosial tidak bisa jalan untuk selamanya. Menurut saya, minta pengertian terhadap Lenin tidak pada tempatnya.

Dari Mao ke Marcuse.indd 354

354

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

Saiful/Eko juga merasa bahwa saya begitu saja membebankan kejahatan-kejahatan Stalin pada Lenin dan sistem kekuasaannya. Betul, Lenin secara pribadi tidak haus kuasa. Ia hanya mau memenangkan sosialismenya. Dan, Stalin seorang monster. Tetapi, bukankah Lenin mengorbankan lima juta orang? Bukankah peremehan total Lenin terhadap martabat manusia orang-orang yang dianggap tidak mendukung mempersiapkan lapangan bagi rezim teror Stalin?217 Berikut saya masih mau masuk ke dalam beberapa unsur kontroversial yang secara spesiik diangkat Saiful/Eko. Yang pertama menyangkut pernyataan saya bahwa konsepsi Lenin tentang partai revolusioner yang harus memasukkan cita-cita revolusi ke dalam kaum buruh tidak sesuai dengan Marx. Saiful/ Eko menanggapi bahwa dalam situasi Russia sebelum Revolusi Oktober “ekonomisme (paham ortodoks Marxisme bahwa revolusi sosialis tergantung dari keambrukan kapitalisme, FMS) tidak berlaku” (99), dan bahwa karena itu Lenin harus mempersiapkan revolusi “melalui doktrinasi (sic!) dan penggalangan kesadaran” (ib.) kaum buruh. Tetapi, saya tidak menyangkal itu. Lenin, dan bukan Marx, yang memahami situasi revolusioner yang sebenarnya. Masalahnya, apa dengan demikian tidak sudah sejak semula partai revolusioner diberi kedudukan di atas para buruh? Tidak percuma Rosa Luxemburg sudah mengritik konsepsi Lenin 12 tahun sebelum Revolusi Oktober. Trotzki 217

Di antara para intelektual Marxis non-Komunis, terutama di negara-negara Komunis, misalnya di kaum Praksis di Yugoslavia, diperdebatkan dengan hangat apakah kejahatan rezim komunisme adalah akibat Stalin atau bijibijinya sudah ditanamkan dalam sistem Lenin.

Dari Mao ke Marcuse.indd 355

355

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

malah sudah meramalkan bahwa sebagai akibat metode-metode Lenin “organisasi partai akan menggantikan keseluruhan partai; komite sentral menggantikan organisasi, dan akhirnya seorang diktator menggantikan komite sentral” [Trotsky 1904, Part II, al. 97]. Persis itulah yang kemudian terjadi dan kejatuhan komunisme Soviet pada 1989 menjadi legitimasi bagi monopoli kekuasaan di tangan partai komunis. Melawan kritik saya Saiful/Eko membela bahwa Lenin menolak memakai cara-cara demokratis dan tanpa ragu-ragu memakai teror.218 Teror itu yang membuat muak mayoritas kaum sosialis di Eropa.219 Saiful/Eko mengaku bahwa sistem

218

Namun, Saiful/Eko membantah bahwa Lenin memakai teror dengan mengutip kata Lenin bahwa “terror can never be a regular military operation” (123). Tetapi, bantahan ini tak tahan uji. Pertama, ucapan Lenin itu dari tahun 1901 (dalam tulisannya “Where to begin”). Konteksnya adalah peringatan agar kaum Sosialdemokrat (Partai Lenin) jangan mengikuti taktik sekian gerakan revolusioner lain di Rusia pada waktu itu yang mendasarkan perjuangan mereka pada pembunuhan tokoh-tokoh lawan. Lenin berpendapat bahwa dengan cara seperti itu tidak mungkin kekuasaan direbut. Dalam arti ini, Lenin menolak terorisme. Namun, kedua, apakah Lenin memakai teror atau tidak, tidak tergantung dari apa yang ditulis waktu ia masih muda, melainkan dari apa yang dilakukannya pada waktu memegang kekuasaan. Eliminasi semua lawan, eksekusi 200.000 orang, dan pembiaran mati kelaparan sampai lima juta orang, lagi-lagi karena mereka, para tani, dianggap lawan, merupakan fakta, Bung.

219

Anehnya, Saiful/Eko mengutip secara membenarkan (!) caci makian Lenin terhadap “the Scheidemanns and Kautskys, the Austerlitzes and Renners” (Saiful/Eko 127), yaitu orang-orang yang mengecam teror Lenin. Tidak tahukah Saiful/Eko siapa mereka itu? Kautsky tentu Karl Kautsky yang— bahkan oleh Lenin—diakui sebagai ahli Marxisme terkemuka pada zamannya. Philipp Scheidemann adalah anggota terkemuka Partai Sosialdemokrat Jerman, Kanselir (perdana menteri) pertama Republik Jerman 1919 di bawah Presiden Friedrich Ebert (juga Sosialdemokrat); pada tang-

Dari Mao ke Marcuse.indd 356

356

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

kekuasaan Lenin merupakan kediktatoran proletariat dan bahwa dalam kenyataan kediktatoran proletariat menjadi kediktatoran partai atas proletariat. Menurut mereka, “kediktatoran oleh proletariat perlu untuk melindungi komunisme“ dan “kediktatoran atas kaum proletar oleh partai komunis adalah perlu sampai mayoritas buruh telah mengeluarkan dirinya dari ideologi kapitalis.”220 Tentu, kalau kita bertolak dari pengandaian bahwa kekuasaan harus tetap di tangan komunis, kita akan membenarkan kediktatoran partai. Dalam kenyataan, kediktatoran partai menjadi sumber segala kekejaman, pelanggaran hak asasi, dan akhirnya, sumber kemandulan rezim-rezim komunis dalam segala dimensi yang menjadi kentara waktu komunisme Soviet mendadak ambruk. Agar kita “mengerti” mengapa Lenin menolak demokrasi, Saiful/Eko memperingati saya agar tidak “terjebak dalam arus gal 9 November 1918 Scheidemann memproklamasikan Reich Jerman sebagai Republik. Karl Renner adalah seorang tokoh Austromarxisme dan presiden kedua Austria sesudah PD II. Friedrich Austerlitz adalah pemimpin redaksi koran Arbeiter Zeitung, koran milik Partai Sosialdemokrat, yang terbit di Wiena.

http://facebook.com/indonesiapustaka

220

Syaiful/Eko di sini mengutip, secara menyetujui, Ebenstein. Betul, itulah yang secara terbuka ditulis Lenin: “Apabila kami dituduh mendirikan kediktatoran sebuah partai… maka kami mengatakan: betul, kediktatoran sebuah partai! Kami mempertahankan itu, dan kami tidak dapat meninggalkan dasar itu karena partai itu adalah partai yang selama berpuluh-puluh tahun merebut kedudukan sebagai pasukan depan seluruh proletariat industri” (dikutip dari Kolakowski II, 560). Mengapa demikian? Lenin memberi jawaban yang sangat masuk akal (tapi tidak sesuai dengan prinsip Marx bahwa manusia dalam sosialisme tidak perlu diatur lagi dari atas): “Apakah setiap buruh tahu bagaimana memerintah negara? Orang-orang praktik tahu bahwa itu sebuah cerita untuk anak-anak…” (Lenin 1966a, 32, 62s.).

Dari Mao ke Marcuse.indd 357

357

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

umum dikotomi hitam-putih... antara ‘anti-demokrasi versus pro-demokrasi’” (123) dan menambah bahwa “demokrasi di negara-negara borjuis mahal dan hanya mereka yang betul-betul kayalah yang sanggup membiayai pertarungannya menuju parlemen” (125) (Apa mereka bicara tentang demokrasi Indonesia?). Ini tentu trik biasa: demokrasi dikaitkan dengan “negara-negara borjuis”, dikatakan tidak demokratis betul, maka Lenin yang menolak demokrasi sebenarnya tidak antidemokratis. Penjelekan demokrasi itu memang bahasa kaum anti-demokrasi, dan tidak terbatas pada kaum komunis. Lupakah mereka bahwa justru tokoh-tokoh sosialis yang masih mempunyai prinsip-prinsip etis dan karena itu mencela anti-demokrasi Lenin, tegas-tegas memilih demokrasi? Lupakah mereka bahwa di negara-negara demokratis sendiri istilah “demokrasi borjuis” tidak dipakai? Lupakah mereka bahwa demokrasi-demokrasi di negara-negara industri—meskipun mengalami sekian masalah politik dan sosial—merupakan negara paling stabil karena masyarakat mendukung sistem demokratis itu? Saya tidak mengerti di mana Saiful/Eko sebenarnya berdiri. Pertanyaan ini muncul lebih serius ketika saya membaca bagaimana Saiful/Eko membela penindasan kaum petani oleh pasukan-pasukan Lenin. Apa saya salah membaca Saiful/Eko? Saya sudah menyebutkan bahwa Lenin mengirim pasukan Cheka ke desa-desa untuk memaksa para petani menyerahkan sisa bahan makanan yang mereka simpan. Lebih dari seratus ribu petani ditembak mati, ada juga yang dibakar bersama di hutan, ke mana mereka melarikan diri, dan jutaan tani lagi mati kelaparan karena tidak punya apa-apa untuk dimakan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 358

358

11/18/2013 10:56:23 AM

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kok, Saiful/Eko membela kebijakan Lenin itu dengan argumen bahwa Lenin perlu mengambil tindakan keras itu? Mereka “menyayangkan” bahwa saya “tidak mendeskripsikan dalam konteks apa dan bagaimana Lenin mengambil semua kebijakan tersebut” (131), jadi bahwa saya dianggap tidak mengerti bahwa hanya dengan mengorbankan para petani Lenin dapat mempertahankan kekuasaan di tangannya.221 Dan, Saiful/Eko malah mengutip Lenin sendiri yang blak-blakan menjelaskan bahwa para petani harus dikorbankan demi kaum buruh: “We must sacriice everything to save the lives of the workers” (131), dan “they (para pengritik kebijakan Lenin, FMS) regard as tyranny the compulsory surrendering of surplus stocks of grain at ixed prices” (134). Dengan lain kata, Lenin secara ideologis memaksakan sosialisme dengan akibat bahwa perekonomian di kota-kota Rusia ambruk, pabrik-pabrik berhenti berproduksi, roti saja tidak ada lagi di toko-toko. Daripada membatalkan kebijakannya yang fatal itu—akhirnya, pada 1920 Lenin terpaksa melakukannya dalam NEP (New Economic Policy)— Lenin dengan tenang membiarkan lima juta rakyat di daerah pertanian mati dulu—dan Syaiful/Eko mengritik bahwa saya tidak mengerti “konteks” itu. No comment.222 221

“Romo Magnis hanya berhenti pada kebijakan Lenin dan memotongnya dari gambaran konteks yang lebih utuh” (ib.). Konteks itu adalah bahwa Lenin, sesudah memaksakan sosialisme, tidak tahu bagaimana memberi makan kepada para penghuni kota yang menjadi prioritas dalam usaha mempertahankan kekuasaannya—seperti di mana-mana, termasuk di Indonesia.

222

Tetapi, saya heran juga mengapa kritik saya terhadap kekejaman Lenin oleh Saiful/Eko disebut “histeris” (93). Apakah “histeris” kalau kita kaget dengan pembiaran mati lima juta orang?

Dari Mao ke Marcuse.indd 359

359

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Kami juga berbeda dalam hal sikap Lenin terhadap agama. Syaiful/Eko keberatan dengan pernyataan saya bahwa “Lenin rupa-rupanya secara pribadi benci terhadap agama” (104).223 Lagi-lagi saya diharapkan memberi pengertian kepada Lenin. Menurut mereka, salah kalau saya menarik kesimpulan dari materialisme teoretis Lenin bahwa Lenin membenci agama. Menurut mereka, Lenin tidak beragitasi melawan agama. Kecuali itu, mereka mengutip dari tulisan Lenin sendiri betapa jelek Gereja Ortodoks Russia. Argumentasi ini lucu. Betul, sebelum revolusi Oktober Lenin menasihatkan Partai Bolshevik untuk tidak langsung menentang agama (meskipun anggota Partai tidak boleh aktif dalam Gereja). Tetapi, sesudah Revolusi Oktober, gereja-gereja (dan banyak masjid) ditutup, ribuan pastor dibunuh, dan kehidupan Gereja hampir seluruhnya mati (baru pada 1943 Stalin membuka kembali gereja-gereja untuk memobilisasikan rakyat Russia melawan Jerman).224 Membenarkan sikap kritis Lenin terhadap Gereja Ortodoks dengan panjang lebar dari caci makian Lenin sendiri yang menyebutnya feodal dan sebagainya: masak! Andaikata agama Anda dicaci maki, apa Anda akan mengatakan bahwa caci maki itu terbukti benar karena caci makian itu sendiri? Saiful/

223

Dan, terima kasih atas nasihat kebapakan agar saya “berusaha membaca Lenin dari karya-karya Lenin sendiri, bukan dari karya-karya orang lain” (105). Kecuali Saudara Ken Buddha Kusumandaru, belum pernah ada yang memberikan nasihat orisinal seperti itu kepada saya.

224

Data rinci diberikan oleh Joseph M. Bochenski dan Gerhart Niemeyer (Handbuch des Weltkommunismus, Freiburg/München: Karl Alber, hlm. 517-568, khususnya 542–545).

Dari Mao ke Marcuse.indd 360

360

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

Eko sendiri mengutip kalimat Lenin “agama adalah candu bagi rakyat” tanpa memperhatikan bahwa Lenin menyelundupkan ke dalamnya kata “bagi” hal mana mengubah isinya. Marx (“agama adalah candu rakyat”) mau mengatakan bahwa agama merupakan pelarian. Lenin (“agama adalah candu bagi rakyat”) menyindir bahwa agama adalah trik kelas-kelas yang berkuasa untuk membuat kelas-kelas bawah melupakan ketertindasan mereka. Apalagi Lenin tidak hanya mengritik Gereja Ortodoks. Kepada Gorky yang mengaku pada Lenin bahwa ia menemukan makna dalam agama, Lenin bereaksi dengan amat marah: “Agama merupakan barang memuakkan yang paling berbahaya, wabah yang paling menjijikkan…” (Lenin 1956, 45). Lenin tidak membenci agama? Menurut saya, bujukan agar Lenin dilihat secara “adil” salah kaprah. Lenin sendiri kiranya tidak akan peduli akan penilaian saya maupun usaha Saiful/Eko untuk “menyelamatkannya” sebagai orang baik-baik. Lenin hanya punya satu tujuan, memenangkan revolusi kaum Bolsheviki dan memastikan bahwa kekuasaan tidak pernah lepas lagi dari tangan mereka. Karena itu ia keras, bertindak “tanpa ampun”, dan tidak menghitung korban. Itulah Lenin. Tulisan mengharukan Saiful/Eko bahwa (saya tidak memperhatikan bahwa) “sebagai manusia Lenin tetap lemah dalam banyak hal, …meski begitu, sebagai manusia yang disiplin dan berani, pikiran-pikiran Lenin tetap harus dihargai” (141) bagi seorang Lenin tentu lucu. Apalagi, dengan argumen itu, Adolf Hitler pun bisa “tetap dihargai sebagai manusia”. Lenin sendiri mengecam lawan-lawannya—yang hampir tanpa kecuali adalah rekan sosialis; dengan yang lain-

Dari Mao ke Marcuse.indd 361

361

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

lain Lenin tidak peduli; yang berbahaya baginya adalah perlawanan atas dasar sosialisme dan Marxisme—tanpa ampun. Ia bukan manusia lemah, melainkan luar biasa kuat. Ia tidak memerlukan pengertian, melainkan kritik.

3. Bagaimana mungkin

http://facebook.com/indonesiapustaka

Pada akhir tulisan ini kita dapat bertanya bagaimana mungkin cita-cita Marx dan Lenin yang mau membebaskan umat manusia dari ketertindasan, penghinaan, eksploitasi, dan keterasingan dapat melahirkan suatu sistem penindasan tanpa tara, dengan puluhan juta orang terbunuh dan dan tersiksa serta terhancurkan dalam gulag-gulag?225 Itulah pertanyaan yang diajukan Charles Taylor dalam karya agungnya tentang “abad yang sekular”.226 Taylor pada akhir bukunya masuk pertanyaan bagaimana manusia yang tidak beriman menghadapi kenyataan di dunia yang begitu penuh penderitaan, keterlantaran, tragedi, dan malapetaka. Menurut Taylor, ada orang-orang yang berusaha mengurangi kekerasan situasi yang menimpa orang dalam lingkup kecil tanggung jawab mereka sendiri, dan ada yang menghadapi situasi itu dengan sikap “apa boleh buat”. Namun, ada juga mereka yang

225

Kalau diingat bahwa sekitar 12 juta orang dibunuh oleh kaum Nazi-Jerman selama hanya 12 tahun (komunisme Soviet berkuasa selama 74 tahun), maka kejahatan Nazi adalah kejahatan ideologis dan politis nyata terbesar umat manusia.

226

Charles Taylor 2007, A Secular Age, Cambridge, Mass./London: The Belknap Press of Harvard University Press, sepanjang 874 halaman.

Dari Mao ke Marcuse.indd 362

362

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Menguasai Sejarah? Sekali Lagi: Marx dan Lenin

menghadapi ketidakberesan di dunia dengan tekad mau mengontrol sejarah. Pendekatan itu ditemukan Taylor dalam sikap Bolshevik. Kaum Bolsheviki bertekad membuat baik seluruh dunia, dan demi tujuan itu apa pun yang tidak cocok dengan gerak mereka itu “mereka korbankan atau mereka singkirkan tanpa ampun” (Taylor 682 s.). Mereka bertekad menguasai sejarah dan demi tekad itu mereka mengeraskan hati mereka. Sikap itu mengizinkan mereka “mengabaikan prinsip-prinsip hormat terhadap nyawa orang yang tidak bersalah”, mereka tidak merasa bersalah kalau mereka “membuat orang menderita atau mati” (ib.). Mereka membenarkan kekejaman yang mereka lakukan dengan argumen bahwa “orangorang itu bukan orang-orang kita, mereka tak mengerti, mereka ketinggalan”, dan kalau ada yang melawan, mereka itu dicap sebagai “penghisap borjuis yang buta, egois dan sebagai gardagarda putih yang kejam dan brutal” (ib.) dan karena itu boleh saja dimusnahkan. Taylor di sini menggambarkan semangat revolusioner mereka yang mau memperbaiki dunia, tetapi yang tidak terikat oleh suatu rasa tanggung jawab terhadap Sang Pencipta, yang karena itu tidak lagi tahu diri dan karena itu seakan-akan merasa berhak, demi tujuan penciptaan dunia baru, menyingkirkan dan menghancurkan segala perlawanan, bahkan semua mereka yang tidak mau secara aktif mengikuti mereka. Itulah fenomena arogansi ekstrem orang-orang yang merasa diri terpanggil memperbaiki dunia dan demi tujuan itu merasa berhak mengurbankan apa pun dan siapa pun yang mereka anggap halangan. Karl Marx adalah seorang teoretisi. Ia tidak pernah membunuh atau menyuruh membunuh sese-

Dari Mao ke Marcuse.indd 363

363

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

orang. Namun, dari Marx dilaporkan bahwa ia tidak dapat menoleransi siapa pun yang berani memikirkan sosialisme yang berbeda, Bruno dan Edgar Bauer, Max Stirner, Pierre Joseph Proudon, Ferdinand Lassalle, dan banyak pemikir sosialis lain. Lenin sebaliknya melakukan revolusi dan tidak ragu-ragu sedikit pun untuk melumpuhkan, menyingkirkan, dan memusnahkan siapa pun yang dianggap melawan. Itu pun karena hanya dengan sikap keras itu ia merasa dapat mencapai tujuannya, masyarakat sosialis baru. Orang dapat saja bertanya mengapa tiga dari empat pembunuh terbesar abad ke-20, Stalin, Mao Zedong, dan Polpot merupakan pemimpin komunis (yang keempat tentu Adolf Hitler)? Masalah para begawan pikiran bukan bahwa mereka berpikir, melainkan bahwa mereka dianggap begawan.

Dari Mao ke Marcuse.indd 364

364

11/18/2013 10:56:23 AM

Daftar PUstaKa

Singkatan

http://facebook.com/indonesiapustaka

AW CaR DoE EaC EoL EoR MEW ODM TuKrT

= = = = = = = = =

Mao Tse-tung 1968, jilid I, II, III. Marcuse 1972 Horkheimer/Adorno 1971 Marcuse 1955 Marcuse 1969 Horkheimer 1947 Marx, Karl/Friedrich Engels 1956 ss. Marcuse 1964 Horkheimer 1970

Adorno, Theodor W. 1970 (1966), Negative Dialektik, Frankfurt: Suhrkamp. ——1980 (1951), Minima Moralia. Reflexionen aus dem beschädigten Leben, Frankfurt: Suhrkamp. Aidit, D. N. 1964, Tentang Marxisme, Jakarta: Akademi Ilmu Sosial Aliarcham.

Dari Mao ke Marcuse.indd 365

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Arif, Saiful/Eko Prasetyo 2004, Lenin. Revolusi Oktober 1917. Sanggahan Atas Pemikiran Franz Magnis­Suseno, Yogyakarta: Resist Book. Arnason, Johann Pall 1971, Von Marcuse zu Marx, Neuwied/ Berlin: Luchterhand. Bell, Daniel 2000, The End of Ideology. On the Exhaustion of Political Ideas in the Fifties, with “The Resumption of History in the New Century”, Cambridge (Mass.)/London: Harvard University Press. Bloch, Ernst 1967a, Religion im Erbe, eine Auswahl aus seinen religionsphilosophischen Schriften, München/Hamburg: Siebenstern Taschenbuch Verlag. ——1967b, Auswahl aus seinen Schriften, zusammengestellt und eingeleitet von Hans Heinz Holz, Frankfurt/Hamburg: Fischer Bücherei. Bloch, Ernst/Herbert Marcuse dll. (ed.) 1972, Marx und die Revolution, Frankfurt: Suhrkamp. Bochenski, J. M. 1974, Marxismus­Leninismus. Wissenschaft oder Glaube, München-Wien: Günter Olzog Verlag. Bochenski, Joseph M./Gerhart Niemeyer 1958, Handbuch des Weltkommunismus, Freiburg/München: Karl Alber. Calvez, Jean-Yves 1956, La Pensé de Karl Marx, Paris: Du Seuil. Cohen, Arthur 1971 (11964), The Communism of Mao Tse­tung, Chicago/London: The University of Chicago Press. Courtois, Stephane dll. 1998, Schwarzbuch des Kommunismus. Unterdrückung, Verbrechen und Terror (diterjemahkan dari bahasa Prancis, Paris 1997), München: Piper. Dirlik, Arif 1996, “Mao Zedong and ‘Chinese Marxism‘“, in:

Dari Mao ke Marcuse.indd 366

366

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Pustaka

Saree Makdisi dll. (ed.). Marxism Beyond Marxism, New York/London: Routledge 1996, 119–148. Fels, Gerhard 1998, Der Aufruhr der 86er. Zu den geistigen Grundlagen der Studentenbewegung und der RAF, Bonn: Bouvier. Gilcher-Holtey, Ingrid 2001, Die 68er Bewegung. Deutschland— Westeuropa—USA, München: C. H. Beck. Glucksmann, André 1978, Die Meisterdenker “Les Maîtres Penseurs”, diterjemahkan dari bahasa Prancis oleh Jürgen Hoch, Reinbeck: Rowohlt. Grimm, Tilemann 1998 ( 1 1968), Mao Tse­tung. Mit Selbstzeugnissen und Bilddokumenten, Reinbek: Rowohlt. Grundlagen der marxistisch­leninistischen Philosophie 1972, Frankfurt a. M.: Verlag Marxistische Blätter. Grundlagen des Marxismus­Leninismus—Lehrbuch 1960, diterbitkan oleh Autorenkollektiv, Berlin: Dietz Verlag. Habermas, Jürgen 1971, Erkenntnis und Interesse: Suhrkamp. ——1972, “Bedingungen für eine Revolutionierung spätkapitalistischer Gesellschaftssysteme”, dlm: Ernst Bloch/ Herbert Marcuse dll. 1972. ——1973, Legitimationsprobleme im Spätkapitalismus, Frankfurt: Suhrkamp. ——1976, Zur Rekonstruktion des Historischen Materialismus, Frankfurt: Suhrkamp 1976. Hegel, G. W. F. 1978, Grundlinien der Philosophie des Rechts, Frankfurt: Suhrkamp. Horkheimer, Max 1947, Eclipse of Reason, New York: Oxford University Press.

Dari Mao ke Marcuse.indd 367

367

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

——1970, Traditionelle und kritische Theorie. Vier Aufsätze, Frankfurt: Fischer Taschenbuch Verlag. ——1971, Zur Kritik der instrumentellen Vernunft. Aus den Vorträgen und Aufzeichnungen seit Kriegsende (memuat terjemahan dari Horkheimer 1947), Frankfurt: Athenäum Fischer Taschenbuch Verlag. Horkheimer, Marx/Adorno Theodor W. 1971 (1944), Dialektik der Aufklärung. Philosophische Fragmente, Frankfurt: Fischer Taschenbuch Verlag. Horster, Detlev 1991, Bloch zur Einführung, Hamburg: Junius. ——1995, “Bloch, Ernst”, dlm: Lutz, Bernd (ed.) 1995, Metzler Philosophenlexikon, Stuttgart/Weimar: J.B. Metzler, 115– 120. Informationen zur politischen Bildung 184: Kommunistische Ideologie, diterbitkan oleh Bundeszentrale für politische Bildung, Berlin 1980, hlm. 43. Jung Chang/Jon Halliday 2005, Mao, The Unknown Story, London: Jonathan Cape. Kernig, C.D. (ed.) 1972 dst., Marxism, Communism and Western Society. A Comparative Encyclopedia, 8 Vol. New York: Herder and Herder. Klaus, Georg/Manfred Buhr (ed.) 1972, Marxistisch­leninistisches Wörterbuch der Philosophie, Jilid 2, Hamburg: Rowohlt. Koblernicz, Casimir N. 1973, “Marxism-Leninism”, dlm Kernig Vol. V, hlm. 360–365. Kolakowski, Leszek 1978, Main Currents of Marxism. Vol. I, II, III, Oxford: Clarendon Press. ——1981, Die Hauptströmungen des Marxismus. Entstehung, Entwicklung, Zerfall, 3 jld., München/Zürich: Piper.

Dari Mao ke Marcuse.indd 368

368

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Pustaka

Kosík, Karel 1976, Dialectics of the Concrete. A Study on Problems of Man and World, Dordrecht/Bonston: D. Reidel Kursbuch 30 Desember 1972. Kusumandaru, Ken Budha 2003, Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme. Sanggahan terhadap Franz Magnis­Suseno, Yogyakarta: Insist Press. Lagercrantz, Olof 1972, China­Report. Bericht einer Reise, Frankfurt: Suhrkamp. Landgrebe, Ludwig 1954, “Hegel und Marx”, dlm.: Marxismus­ studien, Tübingen 1954, hlm. 39–53. Landshut, Siegfried (ed.) 1953, Karl Marx. Die Frühschriften, Stuttgart: Kröner. Lefèbvre, Henri 1971, Der dialektische Materialismus, Frankfurt: Suhrkamp; judul aseli: Le Matérialisme dialectique, Presses Universitaires de France, 41959. Lenin, V.I., 1966, Collected Works, 4th English Edition, Moscow: Progress Publishers. Leonhard, Wolfgang 1962, Sowjetideologie heute II. Die politischen Lehren, Frankfurt: Fischer Taschenbuch Verlag. Lotter, M./R. Meiners/E. Treptow (ed.) 1984, Marx­Engels Begriffslexikon, München: C. H. Beck. Lutz, Bernd 1995, Metzler Philosophen Lexikon. Von den Vorsokratikern bis zu den Neuen Philosophen, Stuttgart/ Weimar: J.B. Metzler. MacIntyre, Alasdair 1971, Herbert Marcuse, München: dtv. Magnis-Suseno, Franz 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius.

Dari Mao ke Marcuse.indd 369

369

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

——1999, Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta. ——2003, Dalam Bayang­bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ——2005, Pijar­pijar Filsafat. Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Müller ke Postmodernisme, Yogyakarta: Kanisius. Mao Tse Tung, Empat Karya Filsafat Mao Tse­Tung, Yogyakarta: Indonesia Tera. ——1967, Worte des Vorsitzenden Mao, Peking: Verlag für fremdsprachige Literatur. ——1963, Woher kommt das richtige Denken der Menschen, Peking: Verlag für fremdsprachige Literatur. ——1968.dst., Ausgewählte Werke, 3 Jld, Peking: Verlag für fremdsprachliche Literatur. Marcuse, Herbert 1932¸ “Neue Quellen zur Grundlegung des historischen Materialismus. Interpretation der neuveröffentlichten Manuskripte von Marx”, in: Die Gesellschaft. Internationale Revue für Sozialismus und Politik, Jg. 9 (1932, II), Nr. 8, hlm. 136–174. ——1941, Reason and Revolution. Hegel and the Rise of Social Theory, London: Ark Paperbacks 1964. ——1955, Eros and Civilization. A Philosophical Inquiry into Freud, New York: Vintage Books ——1958, Soviet Marxism. A Critical Analysis, New York: Columbia University. ——1964, One­Dimensional Man. Studies in the Ideology of

Dari Mao ke Marcuse.indd 370

370

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Pustaka

Advanced Industrial Society, London: Routledge & Kegan 19682). ——1965, “Repressive Tolerance”, dlm: Wolff, Robert Paul/ Barrington Moore jr., and Herbert Marcuse, A Critique of Pure Tolerance, Boston: Beacon Press, 1969, pp. 81-123. ——1968, Der eindimensionale Mensch. Studien zur Ideologie der fortgeschrittenen Industriegesellschaft, deutsch von Alfred Schmidt, Neuwied: Luchterhand. ——1969, An Essay on Liberation, Harmondsworth: Penguin Books. ——1972, Counterrevolution and Revolt, Boston: Beacon Press. ——1977, The Aesthetic Dimension: Toward A Critique of Marxist Aesthetics, Boston: Beacon Press; pertama diterbitkan dalam bahasa Jerman sebagai Die Permanenz der Kunst: Wider eine bestimmte Marxistische Aesthetik, München: Carl Hanser 1977. Marx, Karl 1939/1941, Grundrisse der Kritik der politischen Ökonomie, Frankfurt/Wien: Europäische Verlangsanstalt/ Europa Verlag. Marx, Karl/Friedrich Engels 1956 ss., Werke (“Marx-Engels Werke”), Berlin: Dietz. McLellan, David 2003, “Asian Communism”, dlm: Ball; Terrence/Richard Bellamy (ed.) 2003, The Cambridge History of Twentieth­Century Political Thought, Cambridge: Cambridge University Press. Mehnert, Klaus 1973, Moskau und die Neue Linke. Wie reagieren die Hüter der Weltrevolution auf die jungen Revolutionäre im Westen?, Stuttgart: Deutsche Verlangs-Anstalt.

Dari Mao ke Marcuse.indd 371

371

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Münster, Arno 2004, Ernst Bloch. Eine politische Biographie, Berlin: Philo. Myrdal, Jan 1974, Die Revolution geht weiter. Bericht über den Fortschritt in Liu Ling, München: dtv. Nida-Rümelin, Julian 1999, Philosophie der Gegenwart in Einzeldarstellungen. Von Adorno bis v. Wright, Stuttgart: Alfred Kröner. Offe, Claus 1972, Strukturprobleme des kapitalistischen Staats. Aufsätze zur Politischen Soziologie, Frankfurt: Suhrkamp. Opitz, Peter J. (ed.) 1972, Chinas große Wandlung. Revolutionäre Bewegungen im 19. Und 20. Jahrhundert, München: Beck. Opitz, Peter J. (ed.) 1972, Maoismus. Maoistische Strategie. Guerilla­Taktik. Kulturrevolution. Vokskommune. Theorie der permantenten Revoluition. Leninismus und Marxismus, Stuttgart: Kohlhammer. Osnovy Marksizma­Leninizma. Uce‘noe Poso‘ne 1959, Moskwa: Gosudarstvennoe Isdat‘elstwo Politickoi Literatury. Popper, Karl 1957, The Poverty of Historicism, London: Routledge. ——1968, The Logic of Scientiic Discovery, New York/London: Harper & Row. Pratiwi, Endah Dwi (ed.) 2000, Mao Zedong, Manusia Bukan Tuhan, Yogyakarta: Tarawsang Press. Roosa, John 2006, Pretext for Mass Murder. The September 30th Movement and Suharto‘s Coup d‘État in Indonesia, The University of Wisconsin Press. Saeng, CP., Valentinus 2012, Herbert Marcuse. Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dari Mao ke Marcuse.indd 372

372

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Pustaka

Schäfer, Ingo 1978, Mao Tse­tung. Eine Einführung in sein Denken, München: Beck. Schmidt-Glintzer 1999, Helwig. Das neue China. Von den Opiumkriegen bis heute, München: Beck. Schramm, Stuart R., 1975, Das politische Denken Mao Tse­tungs. Das Mao­System (translation from The Political Thought of Mao Tse­tung, Armand Colin-F. A. Praeger Inc. 1969), München: dtv. Schweppenhäuser, Gerhard 2000, Theodor W. Adorno zur Einführung, Hamburg: Junius. Sontheimer, Michael 2010, “Natürlich darf geschossen werden”. Eine kurze Geschichte der Roten Armee Fraktion, München: Deutsche Verlagsanstalt. Spence, Jonathan 1999, Mao, aus dem Englischen übersetzt von Susanne Hornfeck, München: Claasen. Taylor, Charles 2007, A Secular Age, Cambridge, Mass./London, Engl.: The Belknap Press of Harvard University Press. Volpi, Franco/Julian Nida-Rümelin (ed.) 1988, Lexikon der philosophischen Werke, Stuttgart: Alfred Kröner. Vranicki, Predrag 1974, Geschichte des Marxismus, 2 jld., Frankfurt: Suhrkamp. Wakeman Jr., Frederic 1973, History and Will. Philosophical Perspectives of Mao Tse­tung‘s Thought, Berkeley etc.: University of California Press. Wardaya, Baskara Tulus 2003, Marx Muda. Marxisme Berwajah Manusiawi: Menyimak Sisi Humanis Karl Marx Bersama Adam Schaff, Yogyakarta, Buku Baik, 2003. Wetter, Gustav A. 1962, Dialektischer und historischer

Dari Mao ke Marcuse.indd 373

373

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

http://facebook.com/indonesiapustaka

Materialismus, Sowjetideologie Heute, Frankfurt: Fischer Taschenbuch Verlag. Wibowo, I. 1983, Konsepsi Mao Zedong Tentang ‘Garis Massa‘, Jakarta: Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Widiyono, A. Nugroho 2000, “Ernst Bloch. Marxisme sebagai ilmu mengenai masa depan”, Majalah Filsafat Driyarkara, thn XXIV nr. 4 (Agustus 2000), 5-13. Wiggershaus, Rolf 1998, Max Horkheimer zur Einführung, Hamburg: Junius. Wolf, Abtprimas Notker 42006, Worauf warten wir? Ketzerische Gedanken zu Deutschland, Reinbek: Rowohlt Taschenbuch Verlag.

Dari Mao ke Marcuse.indd 374

374

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar naMa

Adenauer 299. Adorno 48, 62 s., 69 s., 83, 85, 137, 201, 204–206, 210, 217-243, 244–248, 302, 305, 325, 337. Aidit 32,62 s., 69 s., 83. Alimin 28. Althusser 51, 188. Arif, Saiful 332, 356–362. Aristoteles 145. 147, 212.. Àrnason 268. Austerlitz 356s. Baader 293 s., 302, 321. Bacon220 s. 223. Bakunin 23, 302. Baran 50. Baskara Tulus Wardaya 55.

Dari Mao ke Marcuse.indd 375

Batista 31. Bauer 364. Beethoven 152. Benjamin 48. 137. 204. 231. Berg 232. Bernstein 24, 85. Bloch 50, 57, 135-165, 245. Bochenski 53, 360. Böhme 137. Boumedienne 339. Brecht 137. Breshnev 38, 301. Bruno, Giordano 136, 145, 148, 160. Buber 350. Buhr 63, 65. Bukharin 51, 64s., 83.

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Calvez 51. Castro, Fidel 31, 132, 319. Ceauscescu 32, 35. Che Guevara 303, 318. Chiang Kai-shek 29, 30, 32, 92–95, 108. Chomsky 55, 57, 59. Chou En-lai 131. Chu Teh 94. Churchill 28. Cohn-Bendit 316. Cornelius 231. Courtois 40, 98. Darwin 16, 331. de Gaulle 301, 310, 316–9, 325. De Sade 227. Deborin 51, 64, 83. Deng Xiaoping 39, 89, 126, 131. Derrida 245. Descartes 206. Dirlik 99, 105, 106. Djilas 85. Dubcek 33, 148. Dutschke 300, 310, 313–315, 321, 324.

Dari Mao ke Marcuse.indd 376

Ebenstein 365. Ebert 365. Einstein 224. Eko Prasetyo 331, 353–363. Engels 1 s., 9, 15, 21, 23, 41, 43, 61, 65 s., 78 s. 104, 107, 330, 343, 346. Ensslin 294, 321. Erhard 309. Fanon 303. Fels 296, 302, 311, 315. Feuerbach 7–11, 156 s., 169. Fichte 137. Fischer 50. Freud 253–256, 260, 262 s., 266, 268, 331. Fromm 57, 85, 169, 204, 205. Fukuyama 188, 220. Galilei 220. Garaudy 49 s. Gilcher-Holthey 296, 304, 306 s. 310 s. 314–316, 322, 326. Glucksmann 329 s., 342 s. Gmünder 249, 252. Goldmann 49, 57. Gomulka 33.

376

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Nama

248, 299, 302, 305, 337, 351. Horster 137 s. 142, 146. Hüls 272, 276. Humphrey 300. Hus, Jan 155. Husserl 231, 233, 250. Ibn Rushd 145. Ibn Sina 145. Joachim di Fiore 155 S. Johnson 301. 309, 315. Jonas 162, 245. Jung Chang 90. 94. 97. 129. Kafka 178. Kamaruzaman 83. Kangrga 56. Kant 46, 198, 205, 227 S. 231, 233, 242, 244 s. . Karpušin 47, 84. Kautsky 24, 27, 85, 105, 356. Kennedy, Robert 322. Khrushchev 28, 31 s., 50, 52. Kierkegaard 232. Kiesinger 301. King 315. Klaus 54, 61, 65.

Gorbachev 38, 131. Gorky 360. Gramsci 42, 44 s., 49, 85, 335. Grimm 92, 128. Grünberg 48, 203. Habermas 81, 201, 245, 248, 313, 320, 337 s., 348 s., 351. Halliday 90, 94, 97, 129. Hegel 5-8, 10, 42, 44, 46, 137, 169, 176, 185, 193, 196, 198, 205, 233, 237, 245, 292, 335, 349. Heidegger 169, 180, 234, 247, 350. Herakleitos 184. Herwegh 3. Hitler 138, 204, 297, 339, 360. 364. Ho Chi Minh 132, 304, 308. Hobbes, 255. Holz 140, 145. Homeros 223. Horkheimer 48, 85, 174, 177, 179, 201, 205–232, 244–

Dari Mao ke Marcuse.indd 377

377

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

119, 121, 129 s., 132, 302, 311, 325, 331 s., 325, 337, 339, 344, 348, 352-362. Lévi Strauss 175. Lévinas 246, 350. Lewis 115. Lin Biao 127, 131, 303. Liu Shaoqi 121, 126. Lobkowicz 307. Lotter 13. Löwenthal, 201. Lukàcs 42–44, 46, 49, 52, 56 s., 137, 169, 173 s., 177, 179, 198, 200, 239, 247, 335. Lukasiewicz 54. Lutz 252. Luxemburg, Rosa 24, 42, 302, 311, 325, 335, 355. Lyotard 246, 330. Lyssenko 36 s. Machiavelli 195. MacIntyre 228, 268. Mao Zedong 30–32, 34, 36 s., 82, 85, 89–134, 303, 339 364. Marcel 350.

Klemperer 137. Koblernicz 64 s., 78. Kojève 49. Kolakowski 54 s., 85, 90 s., 97, 136, 160, 167, 357. Korsch 42 s., 174, 198. Kosík 85, 167–202. Kracauer 137, 231. Krahl 314. Kristof 97. Kristus 152, 154, 157. Künzli 344. Kurras 313. Kusumandaru, Ken Buddha 332–352, 360. Kuznecov 48. Lamarck 36. Landgrebe 51. Landshut 48. Landshut, 56. Lantos, 262. Lapin 48. Lassalle 364. Leahy 165. Lefèbvre 49, 83–85. Lenin 24–28, 32, 36, 39 s. 42, 44, 51 s., 61, 64–66, 79, 81 s.,99, 104 s., 107,

Dari Mao ke Marcuse.indd 378

378

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Nama

Niemeyer 53, 360. Nietzsche 136, 164, 227 s. Nixon 34, 98. Novotny 83. Nyerere 359. Odysseus, 221. Offe 204, 338. Ohnesorg 313. Oizerman 48, 84. Opitz 130s. Otto, 351. Paulus, 163. Pazitnov 47, 84. Petrović 56. Pietrangeli 315. Plato 142, 172, 245. Plekhanov 184, 194. Pollock 204 s. Polpot, 90, 132, 364. Pompidou 317 s. Popper 196,232, 292, 331, 339. Potter 2. Prasetyo, Eko 331, 353–362. Proudhon 15, 364. Pruche 169. Rabehl 301.

Marcuse 47 s., 57, 85, 188, 204 s., 212, 244, 247, 249–292, 297, 299, 302 s., 309, 311, 318, 337. Maring 27 s. Marković 56. Marx, Karl 1–23, 41–57, 61, 64, 66 s., 78 s., 81, 83– 85, 91, 104, 132, 167– 170, 173, 181, 186 s., 189–192, 198, 200, 203, 208, 242, 292, 329–351, 355, 360, 363. Mehnert 295, 324. Meiners 13. Meinhof 302, 293 s., 321. Merlau-Ponty 85. Michael II 25. Mills 302. Möller, 294. More, Thomas 151. Mussolini 44. Nagy 33. Nasser 339. Negt 204. Newman 204. Newton 16. 330.

Dari Mao ke Marcuse.indd 379

379

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

Schopenhauer 205. Schram 101, 112, 124. Schröder 324. Schumann 293. Schumpeter 187. Schwarz 117. Semaun 28. Shakespeare 184s. Sneevliet 27, 92. Snow 126. Sontheimer 294. Spence 92, 126. Springer 309. Stalin 26–28, 31 s., 36 s., 51, 53 s., 65, 79, 82 s., 85, 104 s., 117, 121, 158 s., 355, 364. Stirner 13–15, 364. Stojanović 56. Stolypin 24. Supek 56. Sweezy 50. Tarik Ali 315. Tarski 54. Taylor, Charles 323, 362 s. Thorez 319.

Raspe 294. Reich 298, 395. Reiher 92. Renner 356 s.. Rickert 137. Riether 272, 276. Rjazanov 45. 47, 64, 83. Robbespierre 339. Rochet, Waldeck 319. Roosa 83. Rorty 246. Rousseau 342. Rubin 311. Rühle 136. Russel 310. Saeng, Valentinus 253. Sartre 50, 85, 164, 302, 310, 350. Schäfer 103, 110, 118. Schaff 54 s., 85, 167. Scheidemann 356 s. Scheler 350. Schelling 137. Schmidt-Glintzer 89. Schmitt 204. Schöbel 92.

Dari Mao ke Marcuse.indd 380

380

11/18/2013 10:56:23 AM

Daftar Nama

Weill 137. Weizsäcker 320. Wellmer 204. Werth 312. Wetter 37. Wibowo, I. 98. 113, 115, 117, 123-126. Wiggershaus 248. Wittfogel 204. Yelzin 35. Yesus, lih. Kristus.

http://facebook.com/indonesiapustaka

Tian Jiaying 126. Tito 30–33, 55, 85. Togliatti 50. Treptow 13. Trotzki 26, 83, 311, 355 s. Ulbricht 83. Vergil 152. Vico 15. Voitinsky 93. Vranicki 49 s., 56. Weber, Max 156, 272, 284.

Dari Mao ke Marcuse.indd 381

381

11/18/2013 10:56:23 AM

Daftar PerIHaL

http://facebook.com/indonesiapustaka

agama 7–9, 148–157 passim, 360 s. Essay on Liberation 288 s. Antisemitisme 229 Auschwitz 238s., 245 s. bahasa bukan masalah kelas 53. Bolsheviki 25 s., 360. Cheka 27, 353, 358. cinaisasi Marxisme 99-102, 119, 121, 129. Darwinisme 216 desublimasi 275–279. Dialectics of Englightenment 217–213. Dialektika Negatif 234–243. Diamat, lih. Materialisme Dialektis.

Dari Mao ke Marcuse.indd 382

Eclipse of Reason 210–217. Eros and Civilization 253–269. Eros dan Thanatos 265–268. Eurokomunisme 34. ilsafat 209, 239–243, 283–5. ilsafat identitas 235–239. isika kuantum 36. garis massa 112–119. Grundrisse 21, 337. hukum kodrat 150. Hippies 250, 253, 268, 288, 303–324 passim, hipotesa gaya 146. Histomat, lih. Materialisme Historis Internasionale kedua 23–25, 41.

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

Daftar Perihal

Materialisme Historis 66, 69 s., 81. Minima Moralia 233 s. mitos 218 s. Neo-Thomisme 213 s. One-Dimensional Man 269– 28. pandangan materialis sejarah 14–20. pekerjaan 10–12, 192–194, 349–352. pencerahan 210-231. pendidikan anti-otoriter 298 s. penolakan agung 267, 286– 288, 303. Perselisihan Revisionisme 23. Positivisme 207 s.,213, 222, 240, 283 s. pragmatisme 213. praxis, 102–106, 195–198, 200. Praxis, kelompok 55–59. prinsip prestasi 257–265. prioritas praxis 102–106, 127. proletariat 1 s., 9, 11 s., 19, 42–44, 93, 103, 117 s., 131 s., 343–345.

kapitalisme 2, 9, 11 s. 14-25, 70 s.,225, 269–287, 336– 338. kaum Sois 150. Kapital, das 20s., 186-294. kediktatoran proletariat 22, 73, 86, 132, 357. keterasingan 9–12, 46, 50s., 161, 349. Kiri Baru 44, 204, 209, 232, 247, 288, 291, 293–327, 337. KOMINTERN 27. komunikasi 202, 332, 350– 352. kontradiksi 106–112. Leninisme 64. logika 53 s. loncatan besar ke depan 40. 90, 96. Manifesto Komunis 1–3, 15. Marxisme-Leninisme 35–7, 52, 61–88, 92, 104, 107, 109, 114, 119–127. Materialisme Dialektis 65 s., 81, 179. Mazhab Frankfurt 203 s., 292, 325.

Dari Mao ke Marcuse.indd 383

383

11/18/2013 10:56:23 AM

D M   M 

sosialisme ilmiah 13–16. stamokap 300. Stoa 150. Surat-surat linguistik 53. Teori Kritis 48, 203–217. Teori tradisional 206–208. the great refusal, lih. penolakan agung toleransi represif, 270, 271 totalitas 43, 171 ss., 195 ss., 230, 291 s., 299. Uni Soviet 26–41, 352–262. utopi 148–158. Viet Cong 30, 314 s. Viet Minh 30, 314. Yang-Belum138-148.

http://facebook.com/indonesiapustaka

72, 75s., 79, 96, 105s., 118s., 158s., 175, 241, 264, 332s. Pusat Penelitian Sosial 48. RAF, lih. Rote Armee Fraktion revolusi kebudayaan 97 s., 119, 126 s., 249 s., 288 s., 318 s., 325. Rote Armee Fraktion 293s., 321. SDS 304, 306 s., 309 s., 322. Seni 285–286. Seratus Bunga 96. sindikalisme 23. sosialisme 2, 10, 12, 19, 21, 54, 58, 67, 99, 161, 288, 300, 338–343.

Dari Mao ke Marcuse.indd 384

384

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

tentang PenULIs

Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, SJ—rohaniwan yang lahir pada tahun 1936 di Eckersdorf, Jerman dan sejak 1961 hidup di Indonesia—adalah mantan Guru Besar Filsafat Sosial pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta, Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, dan dosen tamu pada Geschwister-School-Institut Universitas München, pada Hochschule für Philosophie, München, serta pada Fakultas Teologi di Universitas Innsbruck. Ia belajar ilsafat, teologi, dan teori politik di Pullach, Yogyakarta, dan München. Pada tahun 1973 ia memperoleh gelar Doktor dalam ilmu ilsafat dari Universitas München. Pada 2002 ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu teologi dari Universitas Luzerne, Swiss. Sampai sekarang ia telah menulis lebih dari 600 karangan populer dan ilmiah serta 35 buku, di antaranya: 2006 Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius. 2006 Etika Abad ke-20: 12 Teks Kunci, diterjemahkan dan diantar oleh Franz Magnis-Suseno SJ, Yogyakarta: Kanisius.

Dari Mao ke Marcuse.indd 385

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka

D M   M 

2005 Pijar-pijar Filsafat. Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Müller ke Postmodernisme, (Kumpulan Karangan), Yogyakarta: Kanisius. 2003 Dalam Bayang-bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2 2000 Kuasa dan Moral (Kumpulan Karangan), edisi ke-2 dengan perubahan, Jakarta: Gramedia. 2000 12 Tokoh Etika Abad ke-21, Yogyakarta: Kanisius. 1999 Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1997 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke19, Yogyakarta: Kanisius. 1995 Mencari Sosok Demokrasi. Sebuah Telaah Filosois, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1992 Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Kumpulan Karangan) Yogyakarta: Kanisius. 1991 Wayang dan Panggilan Manusia (Kumpulan Karangan) Jakarta: Gramedia. 1991 Berilsafat dari Konteks (Kumpulan Karangan) Jakarta: Gramedia. 1989 Neue Schwingen für Garuda. Indonesien zwischen Tradition und Moderne, München: Peter Kindt. 1989 Etika Dasar. Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, edisi kedua dengan revisi, Yogyakarta: Kanisius. 1987 Etika Politik. Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia. 1981 Javanische Weisheit und Ethik. Studien zu einer östlichen Moral, München/Wien:Oldenbourg (dlm

Dari Mao ke Marcuse.indd 386

386

11/18/2013 10:56:23 AM

Tentang Penulis

http://facebook.com/indonesiapustaka

bahasa Indonesia: Etika Jawa. Sebuah Analisa Falsai tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, [saduran dari nr. 3], Jakarta:Gramedia 1984). 1975 Normative Voraussetzungen im Denken des jungen Marx, München: Alber.

Dari Mao ke Marcuse.indd 387

387

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 388

11/18/2013 10:56:23 AM

http://facebook.com/indonesiapustaka Dari Mao ke Marcuse.indd 1

11/18/2013 10:56:16 AM

DARI MAO KE MARCUSE

DARI

Inilah buku ketiga dan terakhir dari buku-buku di dalamnya Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno memperkenalkan pemikiran Karl Marx dan pengaruhnya yang sedemikian dahsyat. Dalam Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (1991), Prof. Magnis menjelaskan pokok-pokok pikiran Marx dan perkembangan Marxisme sampai sebelum Lenin. Sementara dalam buku kedua, Dalam Bayang-bayang Lenin. Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka (2003), ia memaparkan pikiran utama tokoh-tokoh yang telah mengubah Marxisme dari sebuah teori menjadi gerakan politik internasional, yang dengan nama komunisme pernah menguasai sampai sepertiga umat manusia.

MAO KE MARCUSE

Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin

Dalam buku yang ketiga ini, Dari Mao ke Marcuse. Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin, Prof. Magnis kemudian menjabarkan perkembangan teori-teori Marxis mulai dari Karl Marx sampai ke bagian kedua abad keduapuluh, serta pokok-pokok pikiran Mao Zedong, Ernst Bloch, Karel Kosík, Horkheimer

http://facebook.com/indonesiapustaka

dan Adorno, Marcuse hingga munculnya gerakan Kiri Baru.

“Karl Marx, apalagi Lenin, tidak memahami diri sekedar sebagai pemikir—yang lantas pantas didiskusikan dalam rangka sejarah filsafat—melainkan sebagai pendorong praksis revolusioner… Maka mereka tidak dapat dibaca secara netral, dari perspektif pengamat tak terlibat. Para tokoh Marxis sendiri selalu kritis dan mengambil sikap, dengan hati yang terlibat pada usaha untuk menciptakan masyarakat yang benar. Saya pun bukan seorang penulis netral. Saya berusaha untuk memaparkan masing-masing pikiran seobjektif mungkin, tetapi saya berpendapat bahwa menyikapi pikiran merupakan tuntutan kejujuran maka saya tidak menyembunyikan sikap saya.”

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com

Related Documents


More Documents from "Marcos Vallejo"