Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fkup / Rshs Sari Pustaka

  • Uploaded by: Ferry Ghifari
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fkup / Rshs Sari Pustaka as PDF for free.

More details

  • Words: 1,993
  • Pages: 11
Loading documents preview...
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP / RSHS Sari Pustaka Oleh Divisi Pembimbing

: Ferry Ghifari G : Imunologi : Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, dr.Sp.A(K), MKes Rd. Reni Grahani DM, dr.Sp.A(K), M. kes Gartika Sapartini dr.Sp.A(K).m M.kes Hari/Tanggal : ______________________________________________________________________________

HEPATITIS AUTOIMUN PENDAHULUAN Hepatitis autoimun (Auto Immune Hepatitis = AIH) adalah suatu penyakit hati kronis dengan etiologi yang belum diketahui, ditandai dengan peradangan dan nekrosis hepatoseluler, biasanya disertai dengan fibrosis yang cenderung progresif kearah sirosis dan gagal hati. Hepatitis autoimun secara histologis ditandai dengan gambaran infiltrasi sel mononuklear pada saluran portal, dan secara serologis ditandai dengan meningkatnya kadar transaminase dan imunoglobulin G (IgG), serta adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak spesifik.1,2 Hepatitis autoimun pertama kali dilaporkan pada tahun 1950 oleh Waldenstrom sebagai bentuk hepatitis kronis pada wanita muda, dengan gambaran inflamasi kronis pada hati yang ditandai dengan ikterik, peningkatan gamma globulin dan amenorrhea, dan cepat berkembang menjadi sirosis. Kunkel pada tahun 1950 dan Bearn tahun 1956, menggambarkan penyakit ini dengan hepatomegali, ikterik, timbulnya jerawat, hirsutisme, wajah cushingoid, pigmented abdominal striae, obesitas, arthritis dan amenorrhea. Tahun 1955, Joske pertama kali melaporkan hubungan antara fenomena sel lupus eritematus pada kronik aktif hepatitis virus. Hal ini membuat Mackayet al pada tahun 1956 memperkenalkan istilah lupoid hepatitis karena ditemukannya Anti 1

Nuclear Antibody (ANA) dan sel Lupus Erythematosus (LE). Semenjak itu telah dikenal berbagai istilah, antara lain: hepatitis kronis aktif, hepatitis aktif kronis atau hepatitis aktif kronis autoimun, AIH, hepatitis agresif kronis, dan hepatitis sel plasma. Penelitian terakhir diketahui bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara Sistemik Lupus Eritematus (SLE) dengan Hepatitis autoimun. Jadi, lupoid hepatitis tidak ada hubungannya dengan SLE. Pada tahun 1994, the International Autoimmune Hepatitis Group menyatakan istilah Hepatitis autoimun (Auto Immune Hepatitis = AIH) sebagai istilah yang paling sesuai.1,5 Pada sari kepustakaan ini akan dibicarakan mengenai epidemiologi, etiologi, patogenesis, prognosis dan pengobatan Hepatitis autoimun.

EPIDEMIOLOGI Hepatitis autoimun termasuk penyakit yang jarang ditemukan, walaupun demikian hepatitis autoimun dapat menyerang segala jenis suku bangsa dan pada semua usia dengan puncak insiden pada

wanita prapubertas

dengan

perbandingan

wanita

dan

pria

4:1.

dari seluruh kasus transplantasi di negara itu, dan 2,6% transplantasi hati di Eropa.6,7 Menurut WHO di seluruh dunia insiden hepatitis autoimun sekitar 2 kasus per 100.000 orang per tahun dengan prevalensi 15 kasus per 100.000 orang. Angka kejadian hepatitis autoimun pada ras kulit putih di Eropa utara adalah 1,9 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan prevalensi 16,9 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Amerika hepatitis autoimun terjadi pada 100.000 sampai 200.000 orang, dan merupakan 5,9% Di Eropa Barat prevalensinya diperkirakan 0,1-1,2 kasus per 100.00 individu, dengan insiden 0,69 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Jepang prevalensinya 0,08-0,015 kasus per 100.000 orang. Di Brunei Darussalam prevalensinya lebih tinggi, yaitu 5,61 kasus per 100.000 orang.

2

Perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki (70-80% penderita adalah perempuan. Perbandingan antara perempuan dengan laki-laki di Iran adalah 2,1:1, sedangkan di Brunei Darussalam adalah 3,75 : 1. PATOGENESIS Mekanisme yang menjelaskan terjadinya proses autoimun pada sel hepatosit belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan beberapa penelitian dapat diperkirakan bahwa hipotesis hepatitis autoimun merupakan kumpulan dari beberapa faktor (multifaktorial), yaitu faktor pencetus, predisposisi genetik, regulasi autoantigen, aktivasi sel imun, serta ekspansi sel-sel efektor.7 Dengan kata lain, ada faktor lingkungan yang memacu kaskade T-sel mediated yang bereaksi dengan antigen hepar pada seseorang yang sudah memiliki perdisposisi genetik hepatitis autoimun, yang menyebabkan proses nekroinflamasi dan fibrosis pada hepar. Latar belakang genetik yang komplek mungkin berperan dalam menghadapi autoantigen hati dan untuk meningkatkan respon imun terhadap lingkungan dan antigen diri sendiri. Sistem imun terlibat secara menyeluruh dan semua langkah pengembangan respon imun terkait secara nyata, tampak pada gambar 1.2

Gambar 1. Model Hipotesis Patogenesis AIH(1).2 Keterangan: Hep=hepatocytes; APC=Antigen presenting cell; Th=T helper lymphocyte; T CD8=T cytotoxic lymphocyte; B=B lymphocyte; NK=Natural Killer lymphocyte; aT CD8=activated cytotoxic lymphocyte. 3

Langkah pertama yang mencetuskan reaksi imun adalah aktivasi limfosit T oleh Antigen Presenting Cells (APC) pada permukaan sel, yang merupakan suatu peptida bersifat sebagai antigenik dalam mengikat molekul Human Leukocytes Antigens (HLA) kelas II. Faktor predisposisi genetik Meskipun banyak gen yang mungkin terlibat, gen HLA memiliki peran yang dominan dalam memengaruhi terjadinya hepatitis autoimun, 8 Hepatitis autoimun klasik (tipe 1) berhubungan dengan serotipe HLA-DR3 dan HLADR4. Hepatitis autoimun tipe 1 tipe 2 berhubungan dengan HLA-DQB1. 6,7 Faktor pencetus Beberapa faktor pencetus yang diduga dapat menyebabkan hepatitis autoimun adalah infeksi, obat-obatan dan toksin. Paparan faktor pencetus tersebut dapat berlangsung dalam rentang waktu yang lama dengan awitan penyakit, dan tidak harus ada terus menerus dalam jangka lama sampai timbulnya penyakit.7Beberapa infeksi virus yang menjadi pencetus yaitu virus campak, hepatitis, sitomegalovirus dan virus Ebstein-Barr. Obat obatan seperti metildopa, nitrofurantion, diklofenak, oksifenasetin, interferon, minosiklin dan atorvastatin dapat memicu kerusakan hepar yang mirip dengan hepatitis autoimun.8 PROSES AUTOIMUN Ada 2 mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya kerusakan sel hepar pada hepatitis otoimun. (1) Sel mediator sitotoksik mengalami diferensiasi untuk mengaktifkan sel Th CD4 menjadi limfosit T sitotoksik. Efektor ini kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan sel hepar melalui pelepasan limfokin. Sitokin tipe 1 yang terutama terdiri dari IL-2, IL-12, dan TNFα mengatur respon ini. Percobaan dengan antigen yang disensitisasi, limfosit T sitotoksik spesifik dalam jaringan hepar pasien mendukung mekanisme ini. (2) Peran sel mediator 4

antibody-dependent cytotoxicity juga memungkinkan melalui rusaknya pengaturan produksi IgG oleh sel plasma yang menghasilkan kompleks antigen-antibodi pada membran permukaan hepatosit. Kompleks ini kemudian menjadi target reseptor Fc dari sel natural killer (sel NK) yang dapat menyebabkan sitolisis. Respon sitokin tipe 2 akan mengatur jalur ini, IL-4 dan IL-10 merupakan mediator utama. Hipotesis ini didukung oleh percobaan terhadap aggregat antigenantibodi pada permukaan hepatosit dan ekspresi IL 10 yang berlebihan pada beberapa pasien.7 KLASIFIKASI Terdapat tiga jenis autoantibodi standar hepatitis autoimun, yaitu anti nuclear antibody (ANA), anti-smooth muscle antibody (anti SMA), dan liver/kidney microsomal antibody tipe 1 (LKM1).7 Anti nuclear antibody (ANA) merupakan antigen yang paling sering ditemukan pada pasien hepatitis autoimun (70%-80%). ANA terdapat pada orang dewasa dan anak-anak pada hepatitis autoimun tipe 1 dan jarang pada tipe 2. ANA merupakan satu-satunya antibody yang muncul atau kadang-kadang bersamaan dengan anti-SMA. Anti-smooth muscle antibody (anti SMA), merupakan antibody kedua yang sering didapatkan pada hepatitis autoimun tipe 1. Walaupun ANA lebih jarang didapat dibanding ANA, tetapi anti-SMA lebih spesifik. Liver/kidney microsomal antibody tipe 1(LKM1 ) merupakan penanda serologi untuk hepatitis autoimun tipe 2. Antibodi ini hanya terdapat pada 3-4% penderita hepatitis autoimun. Target antigen dari autoantibodi ini adalah sitokrom P450-IID6 (CYP2D6), yaitu suatu protein nikrosomal dengan berat molekul 50 kilo-Dalton.7

5

Tabel 1. Klasifikasi Hepatitis Autoimun.6,7 Maifestasi klinis Marker Autoantigen Umur(tahun) Female(%) Akut atau onset fulminan Penyakit imun (%) Tipikal penyakit imun

Tipe 1 SMA, ANA Tidak diketahui Remaja ke dewasa 78 ada 38 tiroiditis Penyakit grave Ulseratif kolitis

HLA Association

B8, DR3,DR4 B14, DR3,C4A-Q0,DR7 DRB1 * 1301, , DRB1 * DRBI*07 1401, DRB1 * 0404, DRB1 * 0405, DRB1 * 1301,  Tumor necrosis factor Tidak ketahui alpha  Cytototix T lymphocyte antigen 4 (CLTA-4)  Vitamin D reseptor ( VDR)  Tyrosine phosphatase CD45  MHC Class 1 chainrelated A ( MICA) +++ ++

Autoimune promotor gen

Responsive terhadap steroid

Tipe 2 Anti-LKM1 CYD2D6 Anak- anak (2-14) 89 ada 34 tiroiditis vitiligo Dibetes militus tipe 1

Berdasarkan penanda immunoserologi, dapat diidentifikasi dua jenis utama dari hepatitis autoimun, yaitu hepatitis autoimun tipe 1 (klasik) dan hepatitis autoimun tipe 2. Hepatitis autoimun

tipe 1 ditandai dengan adanya anti nuclear antibodies (ANA) dan/atau smooth muscle antibodies (SMA).6,7 Tipe ini merupakan tipe yang terbanyak dari penyakit ini terutama pada orang kulit putih Eropa bagian utara dan Amerika utara. Pasien dengan hepatitis otoimun tipe 1 ditemukan 70% adalah perempuan usia < 40 tahun dan lebih dari 30%-nya terjadi bersamaan dengan penyakit imun lain seperti tiroiditis otoimun, sinovitis, atau colitis ulseratif.6 Hepatitis otoimun tipe 2 ditandai dengan adanya antibodi terhadap mikrosom hepar-ginjal tipe 1 (Liver-kidney

6

microsome tipe 1/anti-LKM 1). Antibodi ini bereaksi pada tubulus proksimal ginjal murine dan sitoplasma hepar murine.6 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis pada anak agak berbeda dibandingkan dewasa. Gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik seperti ikterik, urine yang pekat, feses yang pucat, malaise, serta anorexia yang dikaitkan dengan mual/muntah dan nyeri perut. Hepatomegali, splenomegali, dan tanda-tanda gangguan fungsi hati sering terjadi, sirosis dan fibrosis berat sering ditemukan. Peningkatan aktivitas amino-transferase serum bersifat menetap. Pada beberapa kasus, penderita dapat berkembang menjadi gagal hati akut dengan ensefalopati.9-11. Tabel 1. Skoring sistem hepatitis autoimun.1 Variabel

Cutoff

Nilai

1:40

1

≥ 1:80

2

LKM

≥ 1:40

2

SLA

Positif

2

> ULN (>3.5 g/dL)

1

≥ 1.1 kali ULN (≥ 3.85 g/dL)

2

Sesuai gambaran AIH*

1

Tipikal AIH

2

Ya

2

Autoantibodi ANA atau SMA

IgG atau fraksi globulin

Histologi hati

Tidak ada lainnya

hepatitis

virus

Keterangan: SLA: soluble liver antigen, ULN: upper limit of normal Possible : nilai total 8, Probable AIH : nilai total 6, Definite AIH : ≥7 7

DIAGNOSIS Diagnosis hepatitis autoimun ditegakkan berdasarkan kelainan histologis, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, seperti kadar globulin serum yang abnormal, dan ditemukannya satu atau lebih autoantibodi.

Kriteria diagnosis untuk hepatitis autoimun dan sistem skoring

diagnostik telah dibuat oleh Badan Internasional (International Autoimmune Hepatitis Group = IAIHG) pada tahun 1992 dan direvisi pada tahun 1999 tampak pada Tabel 1.1 Kriteria klinis diagnosis cukup untuk membuat atau mengeksklusi diagnosis definitif atau kemungkinan hepatitis autoimun pada sebagian besar pasien. Sistem skoring yang telah direvisi dikembangkan sebagai alat penelitian untuk memastikan kesamaannya dengan penelitian populasi pada percobaan klinis, dan telah diaplikasikan secara diagnostik pada kasus-kasus yang tidak tercakup oleh kriteria deskriptif. Pada keadaan akut, termasuk dalam keadaan fulminan, AIH dapat dikenal dan penting untuk didiagnosis secara cepat dan diberikan pengobatan secaratepat. Gambaran histologis AIH dapat berupa interface hepatitis dengan gambaran infiltrasi sel inflamasi mononuklear melalui saluran portal ke jaringan parenkim hati

Gambar 2. Gambaran histologi hepatitis autoimun. 8

TATALAKSANA Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi atau mengeliminasi inflamasi hepar, menginduksi remisi, memperbaiki gejala, dan meningkatkan harapan hidup. Meskipun sirosis ditemukan sekitar 44% sampai 80% pada anak atau remaja saat diagnosis, mortalitasnya pada anak atau remaja rendah dan sebagian besar anak tetap stabil secara klinis dengan tatalaksana jangka panjang. Tabel 2. Tatalaksana pengobatan hepatitis autoimun.1

Transplantasi hati Transplantasi hati merupakan terapi pilihan pada pasien hepatitis autoimun yang refrakter atau tidak toleransi terhadap imunosupresan dan yang mengalami penyakit hati tahap akhir Prognosis Respon terhadap pengobatan sangat baik pada anak yang mendapatkan kortikosteroid dan Azathioprine. Penderita hepatitis autoimun stadium berat yang tidak diobati, sebanyak 40% akan meninggal dalam 6 bulan setelah diagnosis. Hepatitis autoimun yang tidak diobati sering berkembang menjadi sirosis, 40% kasus akan bertahan hidup. Kebanyakan penderita yang

9

diobati memiliki prognosis yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa hepatitis autoimun, dengan atau tanpa sirosis, sebagian besar mempunyai respon terhadap pengobatan kortikosteroid. Pada penderita yang diobati angka harapan hidup 20 tahun adalah lebih dari 80%.

10

DAFTRA PUSTAKA

1. Vergani GM, Vergani D,

Baumann U,

Czubkowski P,

Debray D, Dezsofi A dkk.

Diagnosis and Management of Pediatric Autoimmune Liver Disease: ESPGHAN Hepatology Committee Position Statement. JPGN. 2018;66:2. 2. Maggiore G, Sciveres M. Autoimmune Hepatitis: A Childhood Disease. Current Pediatric

Rev. 2005;1(1):73-90. 3. Vergani GM, Vergani D. Autoimmune Liver Disease. Dalam: Kelly D, penyunting. Diseases

of the Liver and Biliary System in Children. Edisi ke-3. Wiley Blackwell Publishing Ltd.; 2008: hlm. 191-205. 4. Malik TA, Saeed S. Autoimmune Hepatitis: A Rewiew. J Pak Med Assoc, 2010: 60;5: 381-7. 5. Manns MP, Strassburg CP. Autoimmune Hepatitis: Clinical Challenges. Gastroenterology,

2001;120(6):1502-17. 6. Manns MP. Autoimmune Hepatitis. Dalam: Haubrich WS, schaffner F, Berk JE, penyunting.

Gastroenterology. Edisi ke-5.WB Saunders Co; 1995: hlm. 2151-57. 7. Czaya AJ. Current Coceptin AutoimmuneHepatitis.Annals of Hepatology. 2005;4(1):6-24. 8. Medina J, Buey LG, Otero M. Immunopathogenetic and therapeutic Aspects of

AutoimmuneHepatitis. Aliment Pharmacol Ther. 2013;17:1-16. 9. Shneider BL, Suchy FJ. Autoimmune and Chronic Hepatitis. Dalam: Kliegman RM, Behrman

RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Saunders Elsevier, Philadelphia 2007. hlm. 1698- 1701. 10. Vergani D, Vergani GM. Autoimmune Disease. Dalam: Walker WA, penyunting. Pediatric

Gastrointestinal Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-4. BC Decker Inc., Canada; 2004. hlm. 1208-16. 11. Vergani GM, Vergani D. Autoimmune Liver Disease in Children. Annals Academy of

Medicine. 2003; 32:(2):239-43.

11

Related Documents


More Documents from "Agung S"