Loading documents preview...
LAPORAN SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MEDICAL WARD RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA
OLEH: MAHASISWA STIKES HANGTUAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TA.2019/2020
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MEDICAL WARD RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA
OLEH :
1. Elysabeth Oktaviana P.
1930026
2. Kurrotul Aini
1930046
3. Novelda Febriyanti
1930062
4. Sugeng Santoso
1930084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TA.2019/2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh: 1. Elysabeth Oktaviana P
1930026
2. Kurrotul Aini
1930046
3. Novelda Febriyanti
1930062
4. Sugeng Santoso
1930084
Judul Seminar:
Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Medical Ward Rumah Sakit Premier Surabaya.
Telah disetujui untuk dilakukan seminar kasus di Rumah Sakit Premier Surabaya pada hari _____,____ __________ ________
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya dan karunianya. Penulis dapat menyelesaikan makalah seminar kasus dengan tepat waktu. Penulisan makalah seminar kasus ini dibuat sebagai salah satu tugas dari Prodi Profesi di Stikes Hang Tuah Surabaya. Makalah seminar kasus ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Medical Ward Rumah Sakit Premier Surabaya”. Dalam penyusunan makalah seminar kasus ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Dr. Hartono Tanto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Premier Surabaya.
2.
Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah Surabaya
3.
Nuh Huda, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya
4.
Dwi Priyantini, S.Kep., Ns., M.Sc. selaku pembimbing institusi yang telah meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah seminar ini.
5.
Janny Prihastuti, S.Kep., Ns., MARS. selaku Manajer Keperawatan Rumah Sakit Premier Surabaya
6.
Easter, S.Kep., Ns. selaku Diklat Pendidikan Rumah Sakit Premier Surabaya
7.
Yuliana Wartiningsih, S.Kep., Ns. selaku kepala ruangan dan pembimbing lahan yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan, kritik dan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar kasus ini. Penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan
pemanfaatan literatur, sehingga makalah seminar kasus ini dibuat dengan sederhana dan isinya jauh dari sempurna. Semoga seluruh budi baik yang telah
iii
diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya penulis berharap bahwa makalah seminar kasus ini bermanfaat bagi kita semua. Surabaya, 18 November 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang telah menjadi masalah kesehatan cukup serius yang paling banyak dijumpai. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup (Fatimah, 2015). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia, saat ini DM menjadi epidemik global. Diabetes mellitus sendiri menduduki peringkat ke-2 di dunia dengan penderita terbanyak. Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan (IDF, 2015). International Diabetes Federation (IDF) juga mengungkapkan bahwa dari 415 juta jiwa penderita DM di dunia diantaranya terdapat 153 juta penderita pada Asia Tenggara beserta Australia, sebanyak 78,3 juta jiwa pada Asia Selatan beserta Asia Timur, 35,4 juta jiwa pada Asia Tengah beserta Afrika Utara, 14,2 juta jiwa pada Afrika, 59,8 juta jiwa pada Eropa, 29,6 juta jiwa pada Amerika tengah beserta Amerika Selatan dan yang terakhir terdapat 44,3 juta jiwa pada Amerika Utara beserta Kepulauan Karibia. Pada tahun 2015 Indonesia berdiri pada posisi ketujuh dengan jumlah penderita sebanyak 10 juta jiwa. Jumlah penderita DM ini diperkirakan akan meningkat pada tahun 2040, yaitu sebanyak 16,2 juta jiwa penderita, dapat diartikan bahwa akan terjadi peningkatan penderita sebanyak 56,2% dari tahun 2015 sampai 2040 (IDF, 2015). Berdasarkan data di atas hal yang paling menarik dan mengejutkan adalah penyakit diabetes ini paling banyak dialami oleh penduduk yang berpendidikan tinggi. Hasil di atas juga sejalan dengan Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi
1
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Hal ini bisa diidentikkan dengan pekerjaan penduduk yang berpendidikan tinggi yang tidak membutuhkan aktivitas fisik yang lebih banyak (Marewa, 2013). Contohnya pada pekerja atau karyawan kantoran yang lebih banyak duduk saat bekerja serta dosen atau pengajar yang lebih banyak bekerja di dalam ruangan. Diabetes mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai macam keluhan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat dikendalikan melalui empat pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah raga dan obat-obatan Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh karenanya, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan kejadian DM, khususnya dalam upaya pencegahan. 1.2 Rumusan Masalah 1.
Apa definisi Diabetes Mellitus?
2.
Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus?
3.
Apa etiologi Diabetes Mellitus?
4.
Bagaimana patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus?
5.
Apa saja manifestasi klinis Diabetes Mellitus?
6.
Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus?
7.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?
1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui konsep teori penyakit Diabetes Mellitus dan asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus. 1.3.2
Tujuan Khusus
2
Untuk mengetahui definisi Diabetes Mellitus.
3
Untuk mengetahui klasifikasi Diabetes Mellitus.
4
Untuk mengetahui etiologi Diabetes Mellitus.
5
Untuk mengetahui patofisiologi atau web of caution Diabetes Mellitus.
2
6
Untuk mengetahui manifestasi klinis Diabetes Mellitus.
7
Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Mellitus.
8
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
8.1 Manfaat 1
Memperkaya sumber bacaan dibidang keperawatan serta dapat dijadikan sebagai referensi bagi institusi untuk menambah kelengkapan materi dalam perkuliahan.
2
Sebagai wacana untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan proses asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia
3
Sebagai wacana untuk studi kasus berikutnya di bidang kesehatan terutama dalam asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DIABETES MELITUS 2.1.1
Anatomi Fisiologi Pankreas Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Diantara sel-sel eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets) Langerhans. Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α (alfa) yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat sintesis somatostatin (Sherwood, 2014).
Gambar 2.1 Letak Pankreas
4
Gambar 2.2 Struktur Pankreas Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahanbahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu (Sherwood, 2014). 1.
Efek Insulin pada Karbohidrat Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat: a. Insulin mempermudah trasnpor glukosa ke dalam sebagian besar sel. b. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa di otot rangka dan hati. c. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati. d. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan
5
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa. Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan disimpan, dan secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis)
(Sherwood, 2014). 2.
Efek Insulin pada Lemak Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida (Sherwood, 2014): a. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak. b. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan lemak melalui rekriutmen GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida. c. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya menggunakan turunan asam lemak dan glukosa untuk sintesis trigliserida. d. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), mengurangi pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah. Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan keduanya sebagai trigliserida.
3.
Efek Insulin pada Protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein melalui beberapa efek: a. Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein di dalam sel. b. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel c. Insulin menghambat penguraian protein.
6
Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal (Sherwood, 2014).
2.1.2
Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik yang tidak
dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak adekuatan penggunaan insulin oleh sel beta pancreas serta gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Purwanto, 2016) Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena ketidakmampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin atau gangguan sekresi insulin atau keduanya (Smeltzer, 2013) Hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan resiko mayor yang sering diderita pasien DM. komplikasi akut dan kronik hipoglikemia bervariasi pada tiap individu. Gejala akut dapat berupa ringan atau berat, sedangkan yang termasuk gejala kronik adalah komplikasi pada kardiovaskuler dan saraf (Rusdi & Afriyeni, 2019)
2.1.3
Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 artinya dimana pankreas tidak bisa membuat insulin. Diabetes tipe 2 adalah dimana pankreas bisa membuat insulin, tetapi kualitasnya tidak baik.
1.
Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes tipe 1 merupakan diabetes di mana pankreas sebagai pabrik insulin tidak mampu membuat insulin, sehingga mengakibatkan insulin di dalam tubuh kurang atau tidak ada sama sekali, sehingga bergantung terhadap pemberian insulin setiap hari. Penyakit ini biasanya timbul pada usia anak atau remaja, dapat terjadi pada pria maupun wanita Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah dengan pengetahuan terkini. (Tandra, 2013; Wijaya & Putri, 2013).
7
2.
Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang tidak bergantung insulin, dimana pankreas masih bisa membuat insulin, akan tetapi kualitas insulinnya buruk, sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan gula ke dalam sel dan berakibat pada gula dalam darah meningkat. Demikian biasanya tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tapi perlu obat yang bekerja untuk memperbaiki pengolahan gula di hati, dan lain-lain. Kemungkinan lain terjadinya diabetes tipe 2 adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin, dinamakan resistensi insulin atau insulin resistance, sehingga menolak insulin sebabagi kunci buka pintu masuknya gula, akhirnya gula tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2013)
2.1.4
Etiologi Diabetes Melitus Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun
1995 dalam (Purwanto, 2016): 1.
Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) a. Faktor Genetik/Herediter Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan selsel beta terhadap penghancuran oleh virus, sehingga mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel. Kecenderungan diabetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor Lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa infeksi virus Coxakie dan Gondogen dapat memicu proses autoimun pada individu yang peka secara genetic.
2.
Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) Penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui secara pasti, namun menurut
8
Rendi (2012) terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: a. Obesitas Individu yang mengalami obesitas memiliki resiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes, hal ini disebabkan karena tingginya konsumsi karbohidrat, lemak dan protein serta kurangnya aktivitas fisik yang dapat menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose (Betteng et al., 2014). b. Riwayat Keluarga Hasil penelitian Trisnawati & Setyorogo (2013) menunjukan bahwa keluarga yang memiliki riwayat DM beresiko 15% apabila salah satu orang tua menderita DM, jika kedua orang tua menderita DM maka resiko untuk menderita DM sebesar 75% c. Pola Makan Seringnya mengkonsumsi makanan atau minuman manis akan meningkatkan resiko kejadian DM tipe 2 karena meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM. makanan yang dikonsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah. Perubahan diet seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi penyebab terjadinya diabetes (Betteng et al., 2014) d. Penyakit Penyerta Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada pasien DM tipe 2 dengan hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian hiperglikemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan hyperinsulinemia menginduksi hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium dan air di ginjal, sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan mengubah perpindahan kation transmembrane. Zieve (2010) menyimpulkan terdapat pengaruh antara hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus
9
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi sempit. Hal ini menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu. e. Aktifitas Fisik Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetpi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Betteng et al., 2014)
2.1.5
Patofisiologi Diabetes Melitus Kondisi patologi dari diabetes melitus, sebagian besar dihubungkan dengan
efek utama kekurangan insulin yaitu penurunan pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Mobilisasi lemak meningkat dari daerah penyimpanan lemak sehingga terjadi metabolisme lemak yang abnormal disertai adanya endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan kondisi kekurangan protein dalam jaringan tubuh (Wijaya & Putri, 2013). Proses hiperglikemia dimulai dari berkurangnya transpor glukosa yang melintasi membran sel karena defisit insulin. Kondisi ini memicu terjadi penurunan glikogenenesis atau pembentukan glikogen dari glukosa namun tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah sehingga meningkatkan glikolisis atau pemecahan glikogen. Cadangan glikogen menjadi berkurang dan glukosa yang tersimpan dalam hati dikeluarkan terus menerus melebihi kebutuhan. Peningkatan glukoneogenesis atau pembentukan glukosa dari unsur nonkarbohidrat seperti asam amino dan lemak juga terjadi sehingga glukosa dalam hati semakin banyak dikeluarkan. Seseorang dengan kondisi hiperglikemia akan mudah terinfeksi karena adanya disfungsi fagosit serta merangsang inflamasi akut yang tampak dari terjadinya peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factorα (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6).
10
Hiperosmolaritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan osmotik pada plasma sel akibat peningkatan konsentrasi zat atau glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan mengakibatkan peningkatan volume air atau poliuria. Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini & Aridiana, 2016)
11
WEB OF CAUTION (WOC) Pola Makan meningkat
Obesitas
Faktor Genetik
Bahan kima dan obat
peningkatan timbunan lemak pada sel adiposa
Gen Penyebab
Iritasi Pankreas
Metabolisme tubuh meningkat
Mutasi gen pada Kromosom
Inflmasi Pankreas
Fungsi pancreas menurun Penghancuran sel-sel beta Defisiensi Insulin
Aktivitas menurun Gangguan pembentukan energi Produksi insulin tidak adekuat
Pola Hidup
Penyakit dan Infeksi pankreas
Tidak Olah raga Perkembangan Kalori terhambat
Asam lemak bebas meningkat
Disfungsi Glund
Fungsi Pankreas menurun
Resistensi Insulin
Hormon Resisten meningkat
Produksi insulin tidak adekuat
Daya kerja insulin menurun
Resistensi insulin
Transportasi glukosa dalam sel turun
Resistensi insulin
Gula darah meningkat
Daya kerja insulin menurun
Transportasi gula dalam sel turun
Peingkatan tmbunan lemak pada sel adiposa Asam lemak bebesa meningkat
Gula darah meningkat
DIABETES MELITUS
B1 (Breath)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
gluconeogenesis meningkat
Penurunan fungsi pankreas
Diuresis as. laktat
Osmotik meningkat
lipolysis meningkat
Defisit insulin
Peningkatan badan keton
Peningkatan permeabilitas kapiler
As. lemak bebas meningkat as lemak teroksidasi Ketoasidosis Asidosis Metabolik PH Menurun Mk: Pola Nafas Tidak Efektif
Transpor glukosa menurun
Viskositas darah meningkat
Cadangan glikogen berkurang
Iskemi jaringan
Peningkatan glukoneogenesis MK: Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Integumen
Pemecahan Protein, Lemak
Penurunan aktivtitas
Pembuluh darah besar tersumbat
Poliuria
Asam lemak bebas meningkat
Kekakuan Otot/Kontraktur
Dehidrasi
BUN meningkat
MK: Hipovolemia
Mual, Muntah
MK: Gangguan Mobilitas Fisik
Kesadaran turun
MK: Defisit Nutrisi
MK: Resiko Jatuh
12
Kelemahan
Thrombosis Okulasi pada darah Gangguan Sirkulasi MK: Risiko Gangguan Integritas Kulit
2.1.6
Manifestasi Klinis Kondisi diabetes melitus sering tidak dirasakan dan tidak disadari penderita, beberapa tanda dan gejala medis yang dapat diketahui dari gejala akut dan kronis (Wijaya & Putri, 2013), diantaranya :
1.
Gejala Akut a) Poliuria (sering kencing, terutama pada malam hari) akibat peningkatan kadar glukosa darah. b) Polidipsia (banyak minum) akibat output meningkat. c) Polifagia (banyak makan) akibat keseimbangan kalori negatif sehingga timbul rasa lapar. d) nafsu makan bertambah namun terjadi penurunan berat badan dan rasa lemah akibat glukosa dalam darah terhambat masuk ke dalam sel sehingga sel tidak mampu memproduksi energi. Sumber tenaga untuk kelangsungan hidup sel diambil dari cadangan sel lemak dan otot sehingga penderita menjadi kurus.
2.
Gejala Kronik a) Gangguan saraf tepi atau kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk jarum, rasa kebas di kulit, keram b) Gangguan penglihatan c) Gatal atau bisul d) Gangguan ereksi e) Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang Berbagai pemeriksaan untuk membuktikan seseorang telah terdiagnosa
penyakit DM. Beberapa hasil yang dapat ditunjukkan adalah (Padila, 2012b; Wijaya & Putri, 2013) : 1.
Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
2.
Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl
3.
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
4.
Aseton plasma (+) jelas
13
5.
Peningkatan lipid dan kolesterol
6.
Osmolaritas serum (>330 osm/l)
7.
Urinalisis menunjukkan proteinuria, ketonuria, glukosuria
2.1.8
Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah : a. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. b. Jangka
panjang:
tercegah
dan
terhambatnya
progresivitas
penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Fatimah, 2015). Terdapat 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus, antara lain: (Padila, 2012; Tarwoto et al., 2012) 1) Diet Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 6070%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks) (Fatimah, 2015). 2) Latihan Fisik (Exercise) Latihan dapat dilakukan dengan melawan tahanan untuk menambah laju metabolisme istirahat, menurunkan berat badan, stres dan menyegarkan tubuh. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
14
3) Pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun (Fatimah, 2015). 4) Pemantauan Pemantauan yang dimaksud adalah pemantauan glukosa darah secara teratur. 5) Terapi Obat Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik oral (OHO) (Fatimah, 2015). Obat-Obat Diabetes Melitus a. Antidiabetik oral Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi, lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing. b. Insulin Insulin merupakan hormone yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa. Bagi pasien
15
DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama, namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.
2.2 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1
Pengkajian
A. Data Umum a. Jenis Kelamin: kejadian DM tipe 2 lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan lakilaki, dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang dalam peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar (Fatimah, 2015). b. Usia: Berdasarkan penelitian, diabetes mellitus meningkat pada usia >45 tahun c. Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes melitus B. Keluhan Utama Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah sakit dikarenakan kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan dengan penurunan kesadaran akibat hipoglikemia (Purwanto, 2016). C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien diabetes melitus biasanya sering disertai gejala polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria (Purwanto, 2016). D. Riwayat Penyakit Dahulu a) Apakah pasien memiliki riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional b) Apakah pasien memiliki riwayat ISK berulang c) Apakah pasien menggunakan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital. d) Apakah pasien memiliki riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
16
E. Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat DM, atau penyakit keturunan lain yang dapat menyebabkan defisiensi insulin seperti hipertensi dan jantung (Purwanto, 2016).. F. Pemeriksaan Fisik (B1-B6) 1) B1 (Breath) Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton. 2) B2 (Blood) Adanya riwayat hipertensi, perfusi jaringan menurun, nadi perifer melemah, takikardia / brakikardia, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali 3) B3 (Brain) Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang. 4) B4 (Bladder) Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit saat berkemih. 5) B5 (Bowel) Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun. 6) B6 (Bone) Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai. 7) Muskuloskeletal Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus (Purwanto, 2016).
17
2.2.2 1.
Diagnosa Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif (SDKI, 2017) Penyebab Penurunan energi, obesitas Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
Objektif
Dispnea
1. Penggunaan otot bantu pernafasan 2. Fase eskpirasi memanjang 3. Pola nafas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Dispnea 2. Sulit Bicara 3. Ortopnea
Objektif 1. 2. 3. 4. 5.
Pernafasan cuping hidung Kapasitas vital menurun Ventilasi semenit menurun Tekanan ekspirasi menurun Tekanan inspirasi menurun
2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (SDKI, 2017). Penyebab Hiperglikemia 1. Disfungsi pankreas 2. Resistensi insulin 3. Gangguan toleransi glukosa darah Hipoglikemia 1. Penggunaan insulin atau obat glikemik oral 2. Hyperinsulinemia 3. Endokrinopati (mis. kerusakan adrenal atau pituitary) 4. Efek agen farmakologis 5. Disfungsi hati 6. Disfungsi ginjal kronis
18
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
Objektif
Hipoglikemia 1. Mengantuk 2. Pusing Hiperglikemia 1. Lelah atau lesu
Hipoglikemia 1. Gangguan koordinasi 2. Kadar glukosa dalam darah/urin rendah Hiperglikemia 1. Kadar glukosa dalam urin/darah tinggi
Gejala dan Tanda Minor Subjektif
Objektif
Hipoglikemia 1. Palpitasi 2. Mengeluh lapar Hiperglikemia 1. Mulut kering 2. Haus meningkat
Hipoglikemia 1. Gemetar 2. Kesadaran menurun 3. Sulit bicara 4. Berkeringat Hiperglikemia 1. Jumlah urin meningkat
3. Resiko Jatuh (SDKI, 2017) Faktor Resiko 2) Usia >65 tahun (pada dewas) atau 2 tahun pada anak 3) Riwayat jatuh 4) Penurunan tingkat kesadaran 5) Perubahan fungsi kognitif 6) Kondisi pasca operasi 7) kekuatan otot menurun 8) gangguan pendengaran 4. Hipovolemia (SDKI, 2017) Penyebab Peningkatan permeabilitas kapiler Gejala dan Tanda Mayor Subjektif (tidak tersedia)
Objektif 1. Frekuensi nadi meningkat 2. Nadi teraba lemah
19
3. 4. 5. 6. 7.
Tekanan darah menurun Turgor kulit menurun Membran mukosa kering Volume urine menurun Hematokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Merasa lemah 2. Mengeluh haus
Objektif 1. pengisian vena menurun 2. suhu tubuh meningkat 3. konsentrasi urine meningkat
5. Defisit Nutrisi (SDKI, 2017) Penyebab Ketidakmampuan menelan makanan Ketidakmampuan mencerna makanan Gejala dan Tanda Mayor Subjektif (tidak tersedia)
Objektif 1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Cepat kenyang setelah makan 2. kram/nyeri abdomen 3. nafsu makan menurun
Objektif 1. 2. 3. 4. 5.
Bising usus hiperaktif Otot pengunyah lemah Otot menelan lemah Membran mukosa pucat Serum albumin turun
6. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI, 2017) Penyebab Penurunan kekuatan otot Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
Objektif
20
Mengeluh sulit
1. Kekuatan otot menurun 2. Rentang gerak (ROM) menurun
menggerakan ekstrimitas
Gejala dan Tanda Minor Subjektif
Objektif
1. Nyeri saat bergerak 2. Enggan melakukan pergerakan 3. Merasa cemas saat bergerak
1. 2. 3. 4.
Sendi kaku Gerakan tidak terkoordinasi Gerakan terbatas Fisik lemah
7. Resiko Gangguan Integritas Kulit (SDKI, 2017) Faktor Resiko 1) Perubahan sirkulasi 2) Penurunan mobilitas 3) Penekanan pada tonjolan tulang 4) Kekurangan/kelebihan volume cairan 2.2.3
Intervensi Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan Energi atau Obesitas (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ventilasi adekuat Kriteria Hasil: a. Frekuensi nafas membaik b. Kedalaman nafas membaik c. Dispnea menurun d. Penggunaan otot bantu nafas menurun Intervensi: 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas Rasional: mendeteksi adanya kelainan pola nafas 2) Monitor pola nafas dan auskultasi suara nafas Rasional: mendeteksi pola nafas abnormal serta adanya suara nafas tambahan
21
3) Monitor bunyi nafas tambahan Rasional: adanya sumbatan jalan nafas mengakibatkan jalan nafas tidak paten 4) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (semi fowler atau fowlwe) Rasional: memaksimalkan kenyamanan pasien serta membantu ekspansi paru 5) Berikan terapi oksigen sesuai advice Rasional: mambantu mensuplai oksigen dan mengurangi dyspnea 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik Rasional: Membantu kepatenan jalan nafas 2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan Dengan Disfungsi Pankreas, Resistensi Insulin (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kadar glukosa darah berada pada rentang normal. Kriteria Hasil: a. Kadar glukosa dalam darah membaik b. Kesadaran meningkat c. Koordinasi meningkat d. Pusing menurun e. Lelah/lesu menurun Intervensi: 1) Identifikasi tanda gejala hiperglikemi atau hipoglikemi Rasional: memantau gejala secara dini dalam menentukan tindakan 2) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi atau hipoglikemi Rasional:
mengetahui
faktor
apasaja
yang
menyebabkan
ketidakstabilan gula darah 3) Monitor kadar glukosa darah Rasional:mengetahui keadaan glukosa serum selama program 4) Monitor intake dan output cairan Rasional:mencegah dehidasi akibat peningkatan osmotik
22
5) Jika pasien hipoglikemi berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet Rasional:mencegah penurunan kesadaran akibat penurunan energi 6) Pertahankan kepatenan jalan nafas Rasional:agar tidak terjadi hipoksia 7) Anjurkan kepada keluarga untuk monitor kadar glukosa darah secara mandiri apabila dirumah Rasional:untuk memantau kestabilan kadar glukosa darah 8) Ajarkan kepada keluarga pengelolaan diabetes (mis. pemggunaan insulin, obat oral, monitor asupan pengganti karbohidrat) Rasional:keluarga mengetahui cara menjaga keseimbangan gula darah, serta memahami asupan yang baik untuk pasien diabetes melitus 9) Kolaborasi pemberian insulin apabila pasien hiperglikemi Rasional:untuk mengurangi kadar glukosa darah 10) Kolaborai pemberian dekstrose apabila pasien mengalami hipoglikemi Rasional:untuk memenuhi sumber dan mencegah komplikasi seperti penurunan kesadaran 3. Resiko Jatuh (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat resiko jatuh akibat penurunan kondisi menurun. Kriteria Hasil: a. Jatuh dari tempat tidur menurun b. Jatuh saat berdiri menurun c. Jatuh saat duduk menurun d. Jatuh saat berjalan menurun Intervensi: 1) Identifikasi faktor resiko jatuh Rasional: Memonitor apakah pasien beresiko jatuh 2) Hitung resiko jatuh menggunakan skala morse scale Rasional: Mengetahui skor serta menentukan tindakan pencegahan jatuh apabila hasil skor tinggi
23
3) Monitor kemampuan pasien dalam berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau sebaliknya Rasional: mengatisipasi pasien jatuh 4) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien Rasional: memudahkan pasien menjangkau bel pemanggil saat membutuhkan bantuan perawat 5) Pasang hand rall tempat tidur saat setelah melakukan tindakan Rasional: mencegah pasien terjatuh dari tempat tidur 6) Anjurkan pasien atau keluarga memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah Rasional: keluarga mengetahui cara bahwa pasien beresiko jatuh serta bekerjasama dengan perawat dalam pengendalian resiko jatuh 4. Hipovolemia Berhubungan Dengan Peningkatan Permeabilitas Kapiler (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status cairan membaik. Kriteria Hasil: a. Frekuensi nadi membaik b. Tekanan darah membaik c. Tekanan nadi membaik d. Membran mukosa membaik e. Kadar Hb. Ht membaik Intervensi: 1) Periksa tanda gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus dan lemah) Rasional:mencegah komplikasi yang lebih serius 2) Monitore intake dan output cairan Rasional :menjaga keseimbangan cairan tubuh yang masuk dan keluar dalam tubuh pasien 3) Hitung kebutuhan cairan
24
Rasional: mengetahui keadaan hidrasi pasien 4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral Rasional: mencegah dehidrasi 5) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL, RL) Rasional:mencegah kehilangan cairan yang berlebih 6) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2.5%, NaCl 0.4%) Rasional:pemberian energi serta kehilangan cairan berlebih 5. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ketidakadekuatan asupan nutrisi membaik. Kriteria Hasil: a. Pasien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi c. Nafsu makan membaik d. Frekuensi makan membaik e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi: 1) Identifikasi status nutrisi Rasional: untuk menilai nutrisi yang dibutuhkan pasien 2) Observasi dan catat asupan pasien Rasional: mengidentifikasi asupan nuutrisi pasien 3) Lakukan oral hygiene sebelum makan Rasional: untuk membersihkan bahteri serta mengurangi rasa pahit yang dapat memicu mual 4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada saat makan Rasional: lingkungan yang nyaman akan membantu meningkatkan nafsu makan 5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentuan jumlah kalori dan jenis nutrien pasien Rasional: untuk memenuhi nutrisi pasien
25
6. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam maka mobilitas fisik meningkat Kriteria hasil : a. Pergerakan ekstremitas meningkat b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak (ROM) meningkat d. Kelemahan fisik menurun Intervensi: 1) Observasi kemampuan mobilitas pasien Rasional: untuk mengetahui sejauh mana kemampuan geaj pasien setelah dilakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2) Observasi bagian tubuh mana yang mengalami kelemahan Rasional: memudahkan perawat dalam melakukan latihan gerak 7) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang sakit Rasional: gerak aktif memberikan dan memperbaiki massa tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 8) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ektermitas yang tidak sakit Rasional: mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan 9) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik. Rasional: peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi. 7. Resiko Gangguan Integritas Kulit (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018). Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keutuhan kulit atau jaringan meningkat. Kriteria Hasil: a. Kerusakan lapisan kulit menurun b. Elastisitas meningkat Intervensi:
26
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, penurunan kelembaban, penurunan mobilisasi Rasional: mengetahui secara dini resiko gangguan integritas kulit khususnya pada pasien DM 2) Ubah posisi tiap 2 jam apabila tirah baring Rasional: mencegah resiko dekubitus 3) Anjurkan menggunakan pelembab Rasional: Mengurangi pengelupasan kulit dan iritasi 4) Anjurkan minum air yang cukup Rasional: mencegah dehidrasi
27
BAB 3 LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN J DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
3.1 Pengkajian 1.
2.
Data Demografi Tanggal / Jam Pengkajian
: 28 Oktober 2019 / 12.00 WIB
Tanggal MRS
: 28 Oktober 2019
Ruangan
: Medical Ward
No. Rekam Medis
: 375xxx
Diagnosa Medis
: Diabetes Melitus Tipe 2
Nama Pasien
: Tn. J
Umur
: 71 Tahun
BB
: 50 kg
TB
: 172 cm
Agama
: Katholik
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Kota Surabaya
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Suku Bangsa
: Jawa
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Menikah
Penanggung Biaya
: Ny. L (Istri)
Riwayat Sakit dan Kesehatan a. Keluhan utama Keluarga mengatakan pasien tampak lemas dan semakin susah dibangunkan. b. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Premier Surabaya tanggal 28 Oktober 2019 pukul 07.10 WIB dengan kondisi lemas, susah dibangunkan GCS E1V2M2, batuk berdahak, lendir susah keluar, dan sesak. Kondisi tersebut berlangsung sejak 4 hari yang lalu dan memberat hari ini. Keluarga
28
mengatakan pasien memiliki riwayat DM tipe-2 sudah 5 tahun. GDA di IGD low (< 50 mg/dl), mendapat terapi D40% 3 flash, 15 menit kemudian GDA menjadi 142 mg/dl. Pasien. Pasien biasa dirumah mengkonsumsi obat batuk racikan, Coralan, Trajenta, dan Nebilet. Pasien bed rest total ditempat tidur sudah 2 bulan ini semenjak jatuh dari tangga tgl 16 Agustus 2019. GCS di rumah E4V2M2. Pasien masuk di Medical jam 08.15 dengan diagnosa medis Hipoglikemi (Diabetes Melitus tipe 2). Saat di Medical Ward pukul 11.35 WIB GCS E2V2M2, di cek GDA 68 mg/dl kemudian diberikan D40% 2 flash, GDA menjadi 102 mg/dl. c. Riwayat penyakit dahulu 1) Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. 2) Cedera Otak Sedang (Subdural Hematom) post Craniotomy tanggal 16 Agustus 2019 karena jatuh dari tangga. d. Riwayat penyakit keluarga Ibu Tn. J meninggal dunia karena Diabetes Melitus dan Hipertensi. e. Riwayat alergi Tn. J tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan. f. Keadaan umum Pasien tampak lemah. g. Kesadaran GCS: E3V2M2 h. Tanda-tanda vital TD
: 157/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit Nafas : 25 x/menit Suhu : 36,4 oC (timpani) SpO2 : 98% dengan O2 nasal kanul 3 lpm
29
i. Genogram DM
j. Pemeriksaan fisik 1) B1 (Breath) -
Inspeksi: Pasien tampak sesak, grok-grok, RR 25 x/menit, SpO2 98% dengan nasal kanul 3 lpm, terpasang NGT no 14 di lubang hidung kanan, terpasang NPA no 7 di lubang hidung kiri, batuk berdahak dan lendir susah keluar. slem mucopurulent kental dan banyak. Bentuk dada simetris.
-
Perkusi: Suara sonor.
-
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan massa.
-
Auskultasi: Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, terdengar suara ronchi di kuadran kiri bawah, tidak ada wheezing. 2) B2 (Blood)
-
Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, tidak sianosis, sclera tidak ikterik,.
-
Perkusi: Tidak terkaji
-
Palpasi: CRT <2detik, akral hangat kering merah. pulsasi nadi radialis teraba kuat dan teratur, HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg
-
Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop. 3) B3 (Brain)
-
Inspeksi: GCS E3V2M2, pupil bulat isokor (3+/3+), tidak ada reflek patologis. Pasien terpasang NGT dari rumah. Nervus I
: tidak terkaji
Nervus II
: tidak terkaji
Nervus III
: bisa mengangkat kelopak mata
Nervus IV
: bisa menggerakkan mata ke bawah
30
Nervus V
: bisa menggerakkan rahang
Nervus VI
: bisa menggerakkan abduksi mata
Nervus VII
: bisa mengekspresikan wajah
Nervus VIII
: pendengaran menurun
Nervus IX
: tidak terkaji
Nervus X
: tidak terkaji
Nervus XI
: bisa mengendalikan gerakan kepala
Nervus XII
: bisa mengendalikan gerakan lidah
-
Perkusi: tidak terkaji
-
Palpasi: tidak terkaji
-
Auskultasi: tidak terkaji 4) B4 (Bladder) Inspeksi: Pasien terpasang folley catheter nomor 16 balon 12 hari ke-5 (terpasang dari rumah). Jumlah urine 60-70cc/jam, warna kuning jernih. Balance cairan 24 jam -250 ml (total intake 2100, total output 2350). Perkusi: Tidak terkaji. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan di daerah kandung kemih. Tidak ada pembesaran atau massa. Auskultasi: Tidak terkaji. 5) B5 (Bowel) Inspeksi: Mulut bersih, gigi ompong, tidak memakai gigi palsu, tidak ada stomatitis, membran mukosa lembab, tidak asites. Pasien terpasang NGT nomor 14 hari ke-5 (terpasang dari rumah). BAB terakhir tgl 25/10/19 Auskultasi: Peristaltik normal = 18x/menit. Perkusi: Tympanic Palpasi: Perut supel, tidak distended, tidak ada nyeri tekan epigastrium, tidak ada hepatomegali, tidak ada massa. Diet: Mixer 6 x 250 ml 6) B6 (Bone) Inspeksi: Pasien mengalami kontraktur pada tangan dan kaki. Tulang scapula menonjol. Dirumah untuk ROM dan kegiatan sehari-hari dibantu oleh suster jaga dan keluarganya.
31
Perkusi: Tidak terkaji. Palpasi: Kekuatan otot tidak dapat dikaji. Auskultasi: Tidak terkaji. 7) Sistem integument Inspeksi: Kulit sawo matang, kering, bersisik, rambut dan kulit kepala bersih, terdapat luka bekas craniotomy di kepala. Tidak ada decubitus. Perkusi: Tidak terkaji. Palpasi: Turgor kulit normal. tidak oedem, perfusi hangat Auskultasi: Tidak terkaji. 8) Pola istirahat tidur SMRS: Malam 22.00-04.00 WIB, siang 13.00-15.00 WIB. Pasien bisa tidur nyenyak MRS: Tidak ada perubahan pola tidur. Kualitas tidur baik. Pasien cenderung lebih sering tidur. 9) Sistem penginderaan Mata simetris, pupil bulat isokor (3+/3+), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pendengaran dan penglihatan menurun, tidak ada alat bantu dengar, tidak ada kelainan dihidung. Lubang hidung kiri tepasang NPA no 7 dan lubang hidung kanan terpasang NGT no 14. 10) Endokrin Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan. Pasien menderta Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu, minum trajenta 5mg 1x1 tiap pagi. Tidak ada luka gangrene. Tidak ada moon face. Hormone reproduksi maskulinisme. 11) Sistem reproduksi / genetalia Tidak ada riwayat BPH, tidak ada henia inguinalis. Pasien memiliki 4 orang anak. Pasien terpasang folley catheter no 16 balon 12 cc. 12) Personal hygiene Saat dirumah, activity daily living pasien dibantu oleh suster jaga dan keluarga seperti mandi, berpakaian, oral hygiene, makan, minum, BAK, dan BAB. Saat di rumah sakit dibantu oleh perawat dan suster jaga. Pasien
32
di seka sehari 1x tiap pagi, cuci muka 1x tiap sore, oral hygiene 2x pagi dan sore. 13) Psikososiocultural Tidak terkaji karena pasien hanya bisa mengerang. Keluarga mengatakan Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia. Pasien beragama katholik dan beribadah di gereja. Tidak ada masalah dalam anggota keluarga. 14) Data penunjang / hasil pemeriksaan dignostik a. Laboratorium Tanggal 28 oktober 2019 Test item
Value
Units
Reference Range
White blood cell count
10.10
K/Ul
4.00-11.50
Neurotrophils
76.9
%
42.0-74.0
Lymphocytes
15.90
%
19.00-48.00
Monocytes
5.75
%
0.00-9.00
Eosinophils
1.71
%
0.00-7.00
Basophils
0.10
%
0.00-1.00
Red blood cell count
3.75
m/uL
4.00-5.90
Hemoglobin
11.1
g/dL
12.0-17.0
Hematocrit
32.3
%
35.0-51.0
MCV
86.2
fL
78.0-100.0
MCH
29.5
pg
26.0-34.5
MCHC
34.2
g/dL
32.0-37.0
RDW
15.0
%
0.0-17.0
Platelet count
307
K/uL
130-400
MPV
7.54
fL
0.00-99.90
Urea
64.5
mg/dl
10.0-50.0
Blood Urea Nitrogen
30.1
mg/dl
4.6-23.3
Creatine
1.39
mg/dl
0.40-1.10
HbA1c
5.5
%
4.5-6.3
Albumin
4.7
g/dL
3.5-5.0
Sodium
1.36
mmol/l
135-146
Kalium
4.0
mmo/l
3.5-5.0
33
Chloride
98
mmol/l
95-106
Gula darah sewaktu
68
mg/dl
55-140
b. Radiologi Tanggal 28 Oktober 2019 Foto thorax,
Pulmo: infiltrate infra clavicula kiri, kesan Pneumonia Cor: besar bentuk normal Diaphragma dan sinus: normal Tulang baik
34
15) Terapi Medis No. Terapi obat 1. Cefriaxone
Indikasi Obat anti biotik dengan fungsi untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri Pantoprazole 40 mg Obat golongan inhibitor pompa 2x1 vial proton (PPI) yang bekerja untuk menurunkan jumlah asam lambung Asering 5 500ml 2x1 - Untuk kehilangan cairan dan infusion botol darah dalam jumlah yang banyak - Hipokalsemia - Menambah jumlah natrium dalam darah Laxoberon 7,5mg/ml konstipasi drops 2x1 (15 tetes)
Efek samping Bengkak, nyeri dan kemerahan di tempat suntikan Reaksi alergi, mual/muntah Tanda reaksi alergi seperti ruam, gatal, kulit kemerahan, bengkak, pusing, sakit tenggorokan Sakit perut hingga membengkak, merasakan sensasi mati rasa, kesemutan, mual muntah
5.
Trajenta tab
6.
Epexol tablet
Iritasi pada saluran pencernaan, kram perut, mual muntah, perut kembung Reaksi pada obat epexol akan menimbulkan tanda alergi berupa wajah dan bibir membengkak, sesek nafas,
2.
3.
4.
Dosis 1g (2x1) vial
duo 2,5mg/500 mg 2x1 tab 30mg 3x1
Kontra indikasi Hipersensitif, hyperbilirubinemia neonatus Reaksi hipersensitifitas, syok anafilaksis, angioderma, urtikaria Penderita gagal jantung kongestive, penderita kerusakan ginjal, edema paru yang disebabkan retensi Na Hypersensitive, anak kurang dari 10 tahun, obstruksi usus, trimester pertama kehamilan Memperbaiki kontrol glikemik Hipersensitif, gagal ginjal, syok , gagal jantung Penderita dengan keluhan Hipersensitif atau pernafasan akut dan kronis, alaergi terhadap penderita batuk produktif ambroksol
35
Muntah, ketidaknyamanan perut, mual, sakit perut
7.
8.
9. 10
11
12
13
14
kronis dan ingin mengurangi viskositas sputum Neurotam 1200mg 3x1 Astenia (lemah/tidak Kerusakan ginjal caplet tab bertenaga), sindoma sesudah parah, hipersensitifitas trauma atau terbentur Protexin 1x1 siang Suplemen untuk memelihara natural care sistem pencernaan capsule Inlain capsule 100mg 1x1 Membantu meringankan siang diabetes Coralan tablet 5mg 2x1 Gejala nyeri dada, penyakit Denyut jantung jantung coroner, dan gagal melambat <60x/mnt, jantung syok kardiogenik, infark miokard akut Ketosteril 630mg 3x1 Terapi insufilensi ginjal kronik Pasien hiperkalsemia, tablet sampai gejala gagal ginjal gangguan metabolisme asam amino, ibu hamil, anak Nebilet tablet 5mg 1x1 Terapi hipertensi esensial, Hipersensitif terhadap mencegah stroke dan serangan nebivolol, gangguan jantung hati dan jantung Ventolin 2,5mg 3x1 Mengobati penyakit pada Hipersensistif, aborsi nebules saluran pernafasan seperti asma yang terancam, dan penyakit paru obstuktif persalinan prematur kronik (PPOK) Bisolvon 3 x 15 tetes Batuk berdahak, batuk kering, hipersensitive flu
36
pusing, mual muntah, gatalgatal Wanita hamil, sulit tidur, gelisah, gemetar, gangguan pencernaan -
Penglihatan kabur, brakikardia, aritmia jantung, sinkope, hipotensi, asthenia Hiperkalsemia berat
Pusing, kepala terasa ringan, kelelahan, mual Jantung berdebar, kram otot
demam,
Reaksi alergi, keringat dingin, insomnia
3.2 Analisa Data Data/Faktor Risiko DS: Keluarga mengatakan Tn.J mengalami batuk berdahak dan lendir susah keluar sejak 4 hari yang lalu, semakin memberat hari ini DO: - Pasien terpasang NPA - Batuk lendir susah keluar, grok-grok, dilakukan suction slem mucopurulent kental banyak - Suara nafas ronchi di kuadran kiri bawah - Pasien bed rest total setelah jatuh dari tangga tgl 16 agustus 2019. - Thorax foto tanggal 28 oktober 2019 infiltrate infra clavicula kiri, kesan Pneumonia. - RR = 25xmenit, tampak sesak - SpO2 = 96% - GCS E3V2M2, kekuatan otot tidak terkaji - Terpasang O2 nasal kanul 3lpm - Pasien mendapat terapi epexol dan Ventolin nebulizer. DS: keluhan tidak terkaji DO: - GDA di IGD Jam 07.10 low (<50 mg/dl) mendapat terapi D40% 3 flash. 15 menit kemudian GDA menjadi 142 mg/dl - GDA di Medical Jam 11.35 = 68 mg/dl mendapat terapi D40% 2 flash menjadi 102 mg/dl - GCS E3V2M2 - Pasien tampak lemah
Etiologi Masalah Sekresi yang Bersihan jalan napas tertahan, Proses tidak efektif Infeksi
Hipoglikemia (penggunaan insulin atau obat glikemik oral, resistensi insulin)
37
Ketidakstabilan glukosa darah
kadar
-
Pasien menderita DM tipe2 sudah 5 tahun yang lalu, di rumah biasa minum Trajenta 1x1 tiap pagi. - Diet di RS dengan mixer 6x250 ml - BB 50 kg, TB 172 cm, IMT 16.9 (BB Kurang) DS: Keluarga mengatakan pasien bed rest total di tempat tidur setelah jatuh dari tangga tgl 16 agustus 2019, kontraktur, dan semua activity daily living dibantu suster jaga dan keluarga. DO (faktor risiko): - Kulit kering bersisik - Tulang menonjol di scapula - GCS E3V2M2 - Umur 71 tahun - Pasien menderita DM tipe 2 sudah 5 tahun yang lalu. DS: Keluarga mengatakan pasien bed rest total di tempat tidur setelah jatuh dari tangga tgl 16 agustus 2019, kontraktur, dan semua activity daily living dibantu suster jaga dan keluarga. DO (faktor risiko): - Pasien berusia 71 tahun - Mempunyai riwayat jatuh pada bulan agustus 2019 dan mengalami COS SDH (sudah dilakukan craniotomy) - GCS E3V2M2 - Pasien mengalami Penurunan pendengaran dan penglihatan - Riwayat Hipoglikemi - Skor resiko jatuh morse fall scale = 95 (resiko tinggi).
Resiko gangguan integritas kulit/jaringan
Resiko jatuh
38
-
Kontraktur pada tangan dan kaki
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Sekresi yang tertahan dan Proses Infeksi. 2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d hipoglikemia (penggunaan insulin atau obat glikemik oral, resistensi insulin). 3. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan. 4. Resiko jatuh.
39
3.3 Intervensi Keperawatan No. 1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Bersihan jalan napas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Monitor efektif b/s sekresi yang keperawatan tertahan dan Proses Infeksi
diharapkan menjadi
1x24 jalan
paten
jam
frekuensi,
kriteria hasil:
pola
nafas
bunyi
3. Kapasittas
nafas
tambahan
nafas
nafas tambahan 3. Adanya
yang nyaman (semi fowler)
sumbatan
jalan
nafas mengakibatkan jalan nafas tidak paten
vital 5. Berikan terapi oksigen sesuai 4. Memaksimalkan
meningkat 4. Pasien
pola
abnormal serta adanya suara
2. Penggunaan otot bantu 4. Posisikan pasien pada posisi nafas menurun
adanya
kelainan pola nafas
dan 2. Mendeteksi
auskultasi suara nafas 3. Monitor
1. Frekuensi nafas membaik
irama, 1. Mendeteksi
kedalaman dan upaya nafas
napas 2. Monitor dengan
Rasional
advice
kenyamanan pasien serta
melaporkan 6. Lakukan penghisapan sekret
kemampuan
bernafas
secara nyaman
(suction), jika perlu 7. Kolaborasi
dengan
dalam bronkodilator, mukolitik
38
membantu ekspansi paru 5. Membantu
dokter
pemberian
mensuplai
oksigen dan mengurangi dyspnea
ekspektoran, 6. Membantu
mengeluargan
sekret yang berlebihan
7. Membantu kepatenan jalan nafas 2.
Ketidakstabilan glukosa
kadar Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi
darah
b/d keperawatan
1x24
jam
hiperglikemi
hipoglikemia (penggunaan diharapkan kadar glukosa
hipoglikemi
insulin atau obat glikemik darah menjadi stabil dengan 2. Identifikasi oral, resistensi insulin)
kriteria hasil: 1. Kadar
glukosa
dalam
darah membaik 2. Kesadaran meningkat 3. Koordinasi meningkat
tanda
gejala 1. Memantau atau
menentukan
kemungkinan 2. Mengetahui faktor apasaja
penyebab hiperglikemi atau
yang
hipoglikemi
ketidakstabilan gula darah.
menyebabkan
3. Monitor kadar glukosa darah
3. Mengetahui
keadaan
4. Monitor intake dan output
glukosa
selama
5. Jika
5. Lelah/lesu menurun
dalam
secara
tindakan.
cairan
4. Pusing menurun
dini
gejala
program pasien
hipoglikemi 4. Mencegah dehidasi akibat
berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet 6. Pertahankan kepatenan jalan nafas
serum
peningkatan osmotik 5. Mencegah
penurunan
kesadaran akibat penurunan energy
7. Pertahankan kepatenan IV 6. Agar tidak terjadi hipoksia. line
7. Untuk glukosa
39
regulasi
cepat
8. Anjurkan kepada keluarga 8. Untuk memantau kestabilan untuk monitor kadar glukosa
kadar glukosa darah.
darah secara mandiri apabila 9. Keluarga mengetahui cara dirumah
menjaga keseimbangan gula
9. Ajarkan
kepada
keluarga
darah,
serta
memahami
pengelolaan diabetes (mis.
asupan yang baik untuk
pemggunaan
pasien diabetes mellitus
oral,
insulin,
monitor
obat
asupan 10. Untuk mengurangi kadar
pengganti karbohidrat)
glukosa darah.
10. Kolaborasi pemberian insulin 11. Untuk memenuhi sumber apabila pasien hiperglikemi 11. Kolaborasi dekstrose
pemberian apabila
pasien
dan mencegah komplikasi seperti
penurunan
kesadaran.
mengalami hipoglikemi 3.
Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kulit/jaringan
asuhan keperawatan selama
gangguan
3x24
(mis.
jam
diharapkan
keutuhan kulit atau jaringan
penyebab 1. Mengetahui integritas
perubahan
penurunan
dini
kulit
resiko gangguan integritas
sirkulasi,
kulit khususnya pada pasien
kelembaban,
penurunan mobilisasi
40
secara
DM 2. Mencegah resiko dekubitus
meningkat dengan kriteria 2. Ubah posisi tiap 2 jam apabila 3. Mengurangi pengelupasan hasil:
tirah baring
kulit dan iritasi
1. Kerusakan lapisan kulit 3. Anjurkan menurun
menggunakan 4. Mencegah dehidrasi
pelembab
2. Elastisitas meningkat
4. Anjurkan minum air yang cukup
4.
Resiko jatuh
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor resiko jatuh 1. Memonitor apakah pasien asuhan keperawatan selama 2. Hitung
resiko
jatuh
beresiko jatuh
3x24 jam diharapkan tingkat
menggunakan skala morse 2. Mengetahui
resiko
scale
jatuh
akibat
skor
menentukan
serta
tindakan
penurunan kondisi menurun 3. Monitor kemampuan pasien
pencegahan jatuh apabila
dengan kriteria hasil:
dalam berpindah dari tempat
hasil skor tinggi
1. Jatuh dari tempat tidur
tidur ke kursi roda atau 3. Mengantisipasi pasien jatuh
menurun 2. Jatuh
sebaliknya saat
berdiri 4. Dekatkan
menurun 3. Jatuh
4. Memudahkan bel
pemanggil
dalam jangkauan pasien saat
duduk 5. Pasang hand rall tempat tidur
menurun
saat
setelah
tindakan
41
pasien
menjangkau bel pemanggil saat membutuhkan bantuan perawat
melakukan 5. Mencegah pasien terjatuh dari tempat tidur
4. Jatuh
saat
berjalan 6. Anjurkan
menurun
pasien
atau 6. Keluarga mengetahui cara
keluarga memanggil perawat
bahwa pasien beresiko jatuh
jika membutuhkan bantuan
serta bekerjasama dengan
untuk berpindah
perawat
dalam
pengendalian resiko jatuh
3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari &
Masalah
Tanggal
keperawatan
Senin
2
Waktu 12.00
Implementasi Keperawatan -
28/10/19
Mengidentifikasi
tanda
dan
Paraf gejala
KA
hipoglikemi. Pukul 09.35 BS 58 mg/dl. 2
12.05
-
1
1
12.15
-
Mengidentifikasi
penyebab
hipoglikemi
Evaluasi Keperawatan Diagnosa 1 S: tidak terkaji
KA
O:
(hipoglikemi disebabkan penggunaan obat
-
RR = 25x/menit
glikemik oral Trajenta di rumah)
-
SpO2 = 98% dengan nasal
Memonitor irama, frekuensi, dan upaya napas
KA
3 lpm -
Irama: vesikuler
Suction
slem
muco
purulent banyak
Frekuensi: 25x/menit
-
Suara ronchi di paru kanan bawah (grok-grok)
42
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot
-
bantu nafas 12.20
-
Memonitor pola napas (eupnea)
SG
1
12.30
-
Memonitor suara napas tambahan (ronchi
SG
kudaran kanan bawah) 12.35
-
-
14.00
-
-
Memposisikan pasien semi fowler (bed
NF
15.00
-
Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul
2
15.10
15.15
-
-
15.45
-
Pasien mendapat terapi
3x1
dan
bisolvon 3x15 tetes A: masalah teratasi sebagian
Memonitor kadar glukosa darah secara
KA
Memonitor intake dan output cairan
P: intervensi 1,2,3,4,5,6,7 dilanjutkan
NF
Diagnosa 2
Intake total = 2000
S:
Output total = 2300
paham tentang tanda, gejala,
Total balance = -300
dan
Mempertahankan akses intavena (IV line
NF
jalan lancar, VIP score 0) 2
foto
epexol 30mg 3x1, nebul
NF
berkala sesuai anjuran dokter (BS=51mg/dl) 1, 2
Thorax
Ventolin
3 lpm 1, 2
mampu
menunjukkan pneumonia
pasien posisi semi fowler 45o) 2
tidak
batuk efektif
1
1
Pasien
Mengajarkan
ke
keluarga
mengatakan
faktor
hipoglikemi. O:
pengelolaan
hipoglikemia: misalkan tanda dan gejala,
43
keluarga
NF
-
BS = 51 mg/dl
resiko
16.00
serta
faktor
resiko
dan
penanganan
-
hipoglikemi 2
16.10
-
D40% 1 flash BS menjadi
Mengkolaborasikan pemberian D40% 1
KA
flash 3
16.15
-
Mengidentifikasi
penyebab
gangguan
KA
102 mg/dl -
GCS E3V2M2
-
Pasien
integritas kulit 3
17.00
-
17.15
-
mendapat
diet
mixer 6x200ml
Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali
SG
-
dengan melibatkan keluarga 1, 2, 3, 4
Pasien mendapat terapi
Observasi TTV
Pasien terpasang IV line 2 jalur tetesan lancar, tidak
NF
bengkak di metacarpal,
TD = 145/78 mmHg
VIP score 0
N = 78x/menit
-
RR = 20x/menit
Balance total = -300/24 jam
T = 36.3oC
A: masalah teratasi sebagian
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm
P: intervensi 3, 4, 6, 9
1
17.30
-
Melakukan suctioning secara berkala
EOP
1
17.30
-
Melakukan nebulizer secara berkala
SG
1
18.00
-
Mengkolaborasikan dengan dokter obat
SG
nebulizer yaitu bisolvon 15 tetes dan ventolin 1 ampul.
44
dilanjutkan Diagnosa 3 S:
keluarga
mengatakan
pasien bedrest total di tempat
1
19.00
-
Mengkolaborasikan dengan tim medis untuk
SG
pemberian expektoran 2
19.30
-
19.35
-
mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk
Mengajarkan
kepada
EOP
keluarga
agustus
20.00
-
tentang
SG
20.15
-
dan
ADL
Tidak ada decubitus
antara obat insulin, obat oral dan asupan
-
Pasien mendapat infus assering 1000ml/24 jam
Menggosok punggung, sacrum dan semua
EOP
dan diet mixer 6x200 ml -
Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit
EOP
Kulit tampak kering
A: masalah teratasi sebagian P: intervensi 2, 3, 4, 7
21.00
-
Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
EOP
dilanjtkan
4
21.05
-
Menghitung skala resiko jatuh morse fall
EOP
Diagnosa 4
scale (95 “resiko tinggi”) -
16
O:
4
21.10
tanggal
-
pasien
4
op
pengelolaan diabetes mellitus: interaksi
kulit yang kering dengan lotion 3
2019
post
dibantu sepenuhnya.
makanan. 3
sejak
craniotomy
pemberian karbohidrat komplek 2
tidur
Memastikan
roda
tempat
S: keluarga dan suster jaga tidur
selalu
SG
terkunci
memahami cara menghindari resiko jatuh
4
21.15
-
Memasang handrail tempat tidur
EOP
O:
4
21.20
-
Mengatur tempat tidur mekanis terendah
EOP
-
45
GCS E3V2M2
4
21.25
-
Mengajurkan untuk memanggil perawat
EOP
dengan bel jika membutuhkan bantuan
-
Pasien menderita DM
-
Kekuatan otot menurun
-
Pasien
kontraktur
ekstremitas
atas
di dan
bawah -
Penerangan
ruangan
cukup -
Skala resiko jatuh = 95
-
Keluarga dan suster jaga kooperatif
1
08.30
-
Memonitor irama, frekuensi, dan upaya
EOP
Diagnosa 1
napas
S: tidak terkaji
Irama: vesikuler
O:
Frekuensi: 25x/menit
-
RR = 20x/menit
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot
-
SpO2 = 98% dengan nasal
bantu nafas 1
11.00
-
3 lpm
Memonitor suara napas tambahan (ronchi kudran kanan bawah)
46
NF dan KA
-
Suara ronchi di paru kanan bawah (grok-grok)
1
11.10
-
Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul
KA
-
3 lpm 1, 2, 3
14.00
-
Observasi TTV
NF
-
Ventolin
RR = 20x/menit
bisolvon 3x15 tetes
Memonitor intake dan output cairan
Memonitor kadar glukosa darah secara
Diagnosa 2 S: tidak terkaji O:
KA
-
BS = 299 mg/dl
-
GCS E3V2M2
-
Pasien
BS 299 mg/dl 17.15
-
19.00
-
mendapat
diet
mixer 6x200ml
Mempertahankan akses intavena (IV line
SG
lancar hari ke 2, jalan lancar, VIP 0) 3
dan
P: intervensi dilanjutkan NF
berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 13.25
1, 2
3x1
A: masalah teratasi sebagian
Total balance = -200 -
Pasien mendapat terapi
N = 67x/menit
Output total = 2500
17.00
-
epexol 30mg 3x1, nebul
Intake total = 2300
2
mampu
TD = 123/57 mmHg
SpO2 = 97% dengan nasal 3 lpm 16.00
tidak
batuk efektif
T = 36.4oC
2
Pasien
Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali dengan melibatkan keluarga
47
-
Pasien terpasang IV line 2 jalur tetesan lancar, tidak
SG
1
-
Melakukan nebulizer secara berkala
SG
bengkak di metacarpal S,
Nebulizer: bisolvon 15 tetes dan ventolin 1
VIP scor 0
ampul (sesuai advis dokter) 2
-
-
Mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk
SG
pemberian karbohidrat komplek 3
-
-
KA
-
Memastikan
P: intervensi dilanjutkan Diagnosa 3
Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit
EOP
pasien 4
jam A: masalah teratasi sebagian
Menggosok punggung, sacrum dan semua kulit yang kering dengan lotion
4
Total balance = -200/24
S:
keluarga
mengatakan
pasien bedrest total di tempat roda
tempat
tidur
selalu
EOP
terkunci
tidur
sejak
craniotomy
4
-
Memasang handrail tempat tidur
EOP
4
-
Mengatur tempat tidur mekanis terendah
EOP
4
-
Mengajurkan untuk memanggil perawat
EOP
dengan bel jika membutuhkan bantuan
agustus
2019
post
op
tanggal
16
dan
ADL
dibantu sepenuhnya. O: -
Tidak ada decubitus
-
Pasien mendapat infus assering 1000ml/24 jam dan diet mixer 6x200 ml
48
-
Kulit tampak kering
A: masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjtkan Diagnosa 4 S: keluarga dan suster jaga memahami cara menghindari resiko jatuh O: -
GCS E3V2M2
-
Pasien menderita DM
-
Kekuatan otot menurun
-
Pasien
kontraktur
ekstremitas
atas
di dan
bawah -
Penerangan
ruangan
cukup -
Keluarga dan suster jaga kooperatif
49
Rabu
2
07.00
-
30/10/19
1
07.30
-
Memonitor kadar glukosa darah secara
SG
Diagnosa 1
berkala sesuai anjuran dokter. Pukul 05.50
S: tidak terkaji
BS 246 mg/dl
O:
Memonitor irama, frekuensi, dan upaya
SG
napas
-
RR = 20x/menit
-
SpO2 = 98% dengan nasal
Irama: vesikuler
3 lpm
Frekuensi: 20x/menit
-
Upaya napas: Tidak ada penggunaan otot
07.35
-
-
Memonitor suara napas tambahan (ronchi
SG
07.40
-
Mempertahankan terapi oksigen nasal kanul
mampu
Pasien mendapat terapi epexol 30mg 3x1, nebul
kuadran kanan bawah) 1
tidak
batuk efektif
bantu nafas 1
Pasien
Ventolin SG
3 lpm
3x1
dan
bisolvon 3x15 tetes A: masalah teratasi sebagian
1, 2
08.00
-
Memberikan makan melalui sonde, residu 0
SG
1,2
09.00
-
Memberikan obat sesuai terapi
SG
1. Ceftriaxone inj. 1g 2. Pantopazole inj. 40mg 3. Trajenta duo tablet 2,5 mg/500mg 4. Epexol tablet 30mg
50
P:
intervensi
dihentikan,
pasien KRS. Terapi obat dilanjutkan dirumah Diagnosa 2 S: tidak terkaji
1, 2, 3, 4
11.30
-
5. Neurotam caplet 1200 mg
O:
6. Coralan tablet 5mg
-
BS = 246 mg/dl
7. Nebilet tablet 5mg
-
GCS E3V2M2
8. Lavemir inj.
-
Pasien
Observasi TTV
KA
TD = 92/52 mmHg
Pasien terpasang IV line 2
N = 75x/menit
jalur tetesan lancar, tidak
RR = 20x/menit
bengkak di metacarpal S,
T = 36.4oC
VIP scor 0
Memonitor intake dan output cairan
KA
Balance total = -250/24
2
11.45
1, 2
11.55
Intake total = 2250
3
13.00
Output total = 2500
BAK
Balance total = -250
pampers
13.10
-
Mempertahankan akses intavena
KA
3
13.15
-
Melakukan alih baring setiap 2-3 jam sekali
NF
dengan melibatkan keluarga 14.00
-
Menggosok punggung, sacrum dan semua kulit yang kering dengan lotion
51
jam -
3
4
diet
mixer 6x200ml -
SpO2 = 98% dengan nasal 3 lpm -
mendapat
Aff folley catheter, pasien dengan
A: masalah teratasi sebagian P:
intervensi
pasien NF
spontan
KRS.
dihentikan, Edukasi
4
14.03
-
Menghindarkan linen yang terlipat dari kulit
NF
pasien 4
14.10
-
Memastikan
obat DM dirumah roda
tempat
tidur
selalu
NF
terkunci 4
15.00
17.00
keluarga melanjutkan terapi
Diagnosa 3 S:
keluarga
mengatakan
-
Memasang handrail tempat tidur
NF
pasien bedrest total di tempat
-
Mengatur tempat tidur mekanis terendah
NF
tidur
-
Aff folley catheter secara aseptic, tidak ada
-
EOP
ADL
dibantu
sepenuhnya.
hambatan. Pasien sudah BAK spontan di
O:
pampers sedikit
-
Tidak ada decubitus
Pasien KRS dengan ambulance
-
Aff infus
-
Kulit tampak kering
A: masalah teratasi sebagian P:
intervensi
pasien
dihentikan,
KRS.
keluarga
Edukasi melakukan
perawatan dirumah. Diagnosa 4
52
S: keluarga dan suster jaga memahami cara menghindari resiko jatuh O: -
GCS E3V2M2
-
Pasien menderita DM
-
Kekuatan otot menurun
-
Pasien
kontraktur
ekstremitas
atas
di dan
bawah -
Penerangan
ruangan
cukup -
Keluarga dan suster jaga kooperatif
A: masalah teratasi P:
intervensi
pasien KRS.
53
dihentikan,
BAB 4 PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada klien Tn.J dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus Tipe 2 di Medical Ward Rumah Sakit Premier Surabaya yang meliputi pengkajian, perencanaan assuhan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. 4.1
Pengkajian Penulis melakukan pengkajian pada Tn J dengan melakukan anamnesa
dengan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data dari pemeriksaan penunjang medis. Pembahasan akan dimulai dari: 1.
Identitas Data yang didapatkan Tn J berjenis kelamin laki-laki, berusia 71 tahun.
Faktor resiko penyebab DM Tipe 2 yaitu obesitas, riwayat keluarga, pola makan, penyakit penyerta dan aktivitas fisik. 2.
Riwayat sakit dan kesehatan Keluarga mengatakan pasien susah dibangunkan, GCS E1V2M2, batuk
lendir susah keluar dan sesak. Pasien menderita DM tipe 2 sudah 5 tahun yang lalu. Menurut Fatimah (2015) Penurunan kesadaran merupakan tanda dari Hipoglikemia (ketidakstabilan glukosa darah). Menurut Rusdi (2019) Batuk lendir mucopurulent, banyak dan susah keluar merupakan tanda Pneumonia akibat pasien bed rest total di tempat tidur (Penurunan Mobilitas). Foto paru menunjukkan Infiltrate kesan Pneumonia. Klien juga mengalami sesak nafas (RR 25 x/menit) akibat retensi sputum karena pasien tidak bisa melakukan batuk efektif. 3.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik didapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan
sebagai data dalam menegakkan diagnose keperawatan yang actual maupun yang masih resiko. Adapun pemeriksaan dilakukan berdasarkan persistem seperti tersebut di bawah ini:
55
a.
Sistem pernapasan Saat pengkajian didapatkan nafas grok-grok, RR 25 x/menit, SPO2 96%
dengan nasal canul 3lpm. Pasien terpasang NPA no 7 di lubang hidung kiri. Dilakukan suction slem mucopurulent kental banyak. Salah satu manifestasi klinis dari Diabetes Melitus adalah penurunan kesadaran (Hipo dan hiperglikemi), Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot, dan gangguan kognitif (Wijaya, 2013). Tn J mengalami retensi sputum akibat penurunan mobilitas dan ketidakmampuan melakukan batuk efektif. Sehingga lendir tidak bisa keluar, harus dibantu suction dan dipasang NPA. b.
Sistem kardiovaskuler Nadi radialis teraba kuat dan teratur. HR 86 x/menit, TD 157/90 mmHg.
Menurut penelitian Rusdi & Afriyeni (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara hiperglikemia dan hipertensi. Pada pasien DM tipe 2 dengan hipertensi memiliki resiko 2,2 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian hiperglikemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi. Resistensi insulin dan hyperinsulinemia menginduksi hipetertensi dengan peningkatan reabsobsi natrium dan air di ginjal, sehingga meningkatkan aktivitas sitem saraf simpatis dan mengubah perpindahan kation transmembrane c.
Persarafan Saat pengkajian didapatkan Nilai GCS E3V2M2. pupil bulat isokor 3+/3+
dan tampak lemah. Pada Diabetes Melitus terjadi peningkatan gluconeogenesis, akibatnya terjadi peningkatan keton (ketoasidosis). Keton masuk ke sawar otak menyebabkan koma diabetikum (Fatimah, 2015). d.
Perkemihan Pasien terpasang folley catheter. Produksi urine 60-70 ml/jam. balance
cairan 24 jam -250ml. Peningkatan glukosa mengakibatkan kemampuan ginjal untuk melakukan filtrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa terbuang melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan mengakibatkan peningkatan volume air atau polyuria (Aini, 2016).
56
e.
Pencernaan Membran mukosa lembab, terpasang NGT dan mendapat diet sonde Mixer
6x250ml. Pasien tampak kurus, BB 50 kg, TB 172 cm, IMT 16,9 tergolong BB kurang. Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa kesulitan masuk ke dalam sel sehingga menimbulkan proses kompensasi seluler untuk mempertahankan fungsi sel. Proses-proses kompensasi dimulai dari sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah. Starvasi seluler juga meningkatkan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis dalam hati yang mengakibatkan penurunan sintesis protein. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan pengembalian jaringan yang rusak akibat cedera akan sulit. Dampak starvasi sel juga dapat meningkatkan mobilisasi dan metabolisme lemak atau lipolisis asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel (Aini, 2016). f.
Muskuloskeletal dan integumen Rambut hitam, tidak ada rambut rontok. Kulit kepala bersih, tidak ada
massa. Warna kulitt coklat muda, turgor kulit elastis, kuku bersih. ROM bebas, kekuatan otot ekstermitas atas 5555/5555, ekstermitas bawah 5555/555. Tidak ada fraktur atau kelainan pada tulang. Tidak ada kelainan atau trauma jaringan. Prosesproses kompensasi dimulai dari sel-sel otot melakukan metabolisme pada cadangan glikogen atau bahkan menggunakan asam lemak bebas atau keton. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah (Wijaya, 2013).
57
BAB 5 PENUTUP
Setelah kelompok melakukan pengamatan dan melaksanakan tindakan keperawatan secara langsung pada pasien Tn.J dengan diagnosis Diabetes Mellitus di Ruang Medical Ward Rumah Sakit Premier Surabaya, maka kelompok dapat menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu tindakan keperawatan pasien dengan diagnosis Diabetes Mellitus. 4.1
KESIMPULAN Mengacu pada hasil uraian yang telah menguraikan tentang tindakan
keperawatan pada pasien DM Tipe 2 maka kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Pengkajian didapatkan pasien Tn.J berusia 71 tahun riwayat penyakit DM mengalami sesak nafas, badan lemas, sulit diajak bicara dan mengalami penurunan kesadaran. Hasil gula darah sewaktu 58 mg/dl. hal tersebut sejalan dengan teori bahwa pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah sakit dikarenakan kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan dengan penurunan kesadaran akibat hipoglikemia 2) Diagnosis keperawatan pada Tn.E dengan Diabetes melitus salah satunya ketidakstabilan kadar glukosa darah karena pada penderita DM, fungsi pancreas mengalami penurunan sehingga kerja insulin terganggu. 3) Rencana tindakan keperawatan sudah disesuaikan dengan teori dan kondisi pasien dengan menetapkan penyusunan rencana keperawatan. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus harus melihat kondisi pasien secara keseluruhan karena tiap kondisi pasien tentunya berbeda dan target waktu penyelesaiannya juga disesuaikan dengan kemampuan pasien. 4) Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara kesinambungan 3x24 jam dengan bekerjasama secara kelompok.
58
4.2
SARAN Bertolak dari kesimpulan diatas kelompok dapat memberikan saran sebagai
berikut: 1. Bagi Instansi Rumah Sakit Rumah sakit hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan yaitu dengan memberikan kesempatan perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan baik formal maupun informal. 2. Bagi Institusi Pendidikan Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu dan memberikan asuhan keperawatan yang efektifitas sehingga menghasikan perawat-perawat yang profesional. 3. Bagi Keluarga dan Pasien Keluarga dan pasien agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang Diabetes Melitus beserta komplikasinya dan mengontrol gaya hidup sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi sedini mungkin. 4. Bagi kelompok selanjutnya 5. Kelompok selanjutnya dapat menggunakan seminar kasus ini sebagai refrensi data untuk selanjutnya sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang berlaku.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika. Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas Wawonasa. Jurnal E-Biomedik (eBM), 2(2). Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Mejority, 4, 93–101. Marewa, L.W., 2013. Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Di Sulawesi Selatan, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Padila. (2012a). Kepeawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Padila. (2012b). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan. Rendi, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, pp.1–384. Rusdi, M. S., & Afriyeni, H. (2019). Pengaruh Hipogikemia pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Kepatuhan Terapi dan Kualitas Hidup. Journal of Pharmaceutical and Science, 2(1), 24–29. Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (8th ed.). Jakarta: EGC. Smeltzer, S. . (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. In D. Kuncara, H.Y. (Ed.) (8th ed.). Jakarta: EGC. Tandra, H. (2013). Life Healthy with Diabetes Megapa dan Bagaimana. Yogyakarta: CV Andi offset.
60
Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin (Trans Info). Jakarta: Trans. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 6–11. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Zieve,
D.
(2010).
Type
2
Diabetic.
A.D.A.M.
http://www.nlm.nih.gov/midlineplus/ency/article/003.htm.
61
Retrieved
from