Fiqih Sholat

  • Uploaded by: Dinda Bunga Safitri
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fiqih Sholat as PDF for free.

More details

  • Words: 13,754
  • Pages: 71
Loading documents preview...
Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy A. Hukum Shalat Shalat itu wajib bagi semua umat Islam. Karena Allah Ta’ala telah memerintahkannya pada beberapa ayat dalam Al-Quran: Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“...Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu (wajib) yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman,” (QS An-Nisa: 103). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berfirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk,” (QS Al-Baqarah: 238). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan shalat sebagai pondasi kedua dari lima pondasi Islam. Beliau bersabda: “Islam itu didirikan atas lima perkara: (1) Bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; (2) Mendirikan shalat; (3) Menunaikan Zakat; (4) Mengerjakan haji ke Baitullah; dan (5) Berpuasa pada bulan Ramadhan,” (HR Al-Bukhari: 1/9, dan Muslim: 20, 21, Kitab Al-Iman). Hukum orang yang tidak mengerjakan shalat secara syar’i diancam hukuman mati. Adapun orang yang meremehkan shalat, masuk dalam kategori fasik. B. Hikmah Shalat Sebagian hikmah disyariatkannya shalat adalah bahwa shalat itu dapat membersihkan jiwa, dapat menyucikannya, dan menjadikan seorang hamba layak bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dunia dan berada dekat dengan-Nya di surga. Bahkan shalat juga dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“...Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar...” (Al-Ankabut: 45). C. Keutamaan Shalat Untuk mengetahui keutamaan dan keagungan shalat, cukuplah kita membaca hadist-hadist Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berikut: 1. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Pokok terpenting dari segala perkara adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, serta puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah,” (HR Tirmidzi: 616). 2. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat,” (HR Muslim: 134, Kitab Al-Iman). 3. Beliau Shalallahu’alaihi Wasallam juga bersabda: “Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, maka mereka telah menlindungi harta dan jiwanya dariku kecuali karena hak Islam, dan hisab (perhitungan) amal mereka diserahkan kepada Allah Azza Wa Jalla,” (HR Al-Bukhari: 1/13, 9/138). 4. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika ditanya tentang amalan apa yang paling utama, beliau menjawab: “Mengerjakan shalat pada (awal) waktunya,” (HR Muslim: 36, Kitab Al-Iman). 5. Sabda beliau: “Perumpamaan salat lima waktu ibarat sebuah sungai tawar yang deras yang ada di dekat pintu rumah salah seorang dari kalian, yang ia mandi di dalamnya sebanyak lima kali setiap hari, maka apakah kaliah melihat adanya kotoran yang tersisa padanya?” Para sahabat berkata, “Tidak ada sedikitpun.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya shalat lima waktu itu dapat menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air dapat menghilangkan kotoran,” (HR Muslim: 284,

Kitab Al-Masajid). 6. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Tidaklah seorang muslim yang ketika tiba waktu shalat fardhu dia membaguskan wudhunya dan kekhusyukannya serta rukuknya melainkan shalat itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lewat, selama dia tidak berbuat dosa besar, dan itu sepanjang masa,” (HR Muslim: 7, Kitab Ath-Thaharah, dan Imam Ahmad: 5/260). Wallahu’alam bish shawwab. http://www.mukminun.com/2013/02/Fiqih-Shalat-Hukum-Shalat-Hikmah-Shalat-danKeutamaan-Shalat.html#_

Tata Cara Shalat #2: Jenis atau Macam-macam Shalat

on Friday, March 01, 2013 | 5:45 pm

Ilustrasi: Shalat | Photo: Fitraalim Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy A. Shalat Fardhu Shalat-shalat fardhu adalah shalat lima waktu, yaitu: Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Allah telah mewajibkan shalat lima waktu bagi hamba-hamba-Nya, bagi siapa yang mentaatinya dan tidak mengabaikan kewajibannya juga tidak menganggapnya temeh, maka

baginya ada perjanjian di sisi Allah untuk masuk surga, sedangkan bagi mereka yang tidak mentaatinya, maka tidak ada perjanjuan tersebut. Jika Allah menghendaki akan menyiksanya, dan jika Allah menghendaki akan mengampuninya,” (HR Imam Ahmad: 5/315, 319, Abu Daud: 1420, dan An-Nasa’i: 1/230). B. Shalat Sunnah Yang tergolong shalat sunnah adalah shalat witir, shalat sunnah sebelum subuh (shalat fajar), shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat khusuf, dan shalat istisqa. Semua ini adalah shalat sunnah muakkadah (yang ditekankan/ sangat dianjurkan). Adapun shalat sunnah tahiyatul masjid, shalat sunnah rawatib (sebelum dan sesudah shalat fardhu/ wajib), shalat sunnah dua rekaat setelah berwudhu, shalat dhuha, shalat tarawih, dan shalat malam, tergolong ini adalah shalat sunnah ghairu muakkadah. C. Shalat Nafilah (Tambahan) Shalat nafilah adalah shalat selain shalat sunnah muakkadah dan ghairu muakkadah, seperti shalat sunnah mutlak pada malam hari atau siang hari. Wallahu’alam bish shawwab.

Tata Cara Shalat #3: Syarat-Syarat dalam Shalat

on Friday, March 08, 2013 | 5:31 am

Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir AL-Jazairiy A. Syarat-syarat Wajib dalam Shalat 1. Islam Dengan syarat ini, maka orang kafir tidak wajib mengerjakan shalat, karena mendahulukan dua kalimat syahadat adalah syarat dalam perintah wajib shalat.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam: “Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat.” Dan juga sabda beliau Shalallahu’alaihi Wasallam kepada Mu’adz: “Maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, jika mereka mematuhimu akan hal itu maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap hari, siang dan malam,” (HR An-Nasa’i: 5/3). 2. Berakal Orang gila tidak terbebani kewajiban shalat, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Pena (pencatat amalan) itu diangkat dari tiga orang; orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai berusia baligh, dan dari orang gila sampai dia berakal,” (HR Abu Daud: 5398, 4400). 3. Baligh Anak-anak tidak terbebani kewajiban shalat sampai menginjak usia baligh. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam, “Dan anak kecil sampai berusia baligh.” Namun, sebagai ajang latihan, mereka tetap diperintahkan untuk mengerjakannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau menunaikannya ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidurn mereka,” (HR Abu Daud: 26 dan Ibnu Majah: 275, 276). 4. Masuk Waktunya Shalat tidak wajib ditunaikan sampai waktunya tiba. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman,” (QS An-Nisa: 103). Artinya, shalat itu mempunyai waktu tertentu. Sebagaimana Jibril pernah turun, lalu mengajarkan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril berkata kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam, “Berdirilah dan kerjakan shalat.” Lalu beliau mengerjakan shalat dzuhur ketika matahari mulai tergelincir ke sebelah

barat. Kemudian tiba waktu ashar, lalu Jibril berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat.” Kemudian Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam mengerjakan shalat ashar ketika bayangan segala sesuatu itu panjangnya sama. Selanjutnya tibalah waktu maghrib, lalu Jibril berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat.” Kemudian beliau mengerjakan shalat maghrib ketika matahari telah terbenam. Kemudian datanglah waktu shalat isya’ lalu Jibril berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat.” Kemudian Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam berdiri dan mengerjakan shalat isya ketika sinar merah matahari saat terbenam telah lenyap. Lalu datang waktu subuh ketika fajar telah terbit, kemudian datang waktu dzuhur pada hari berikutnya, lalu Jibril berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat.” Lalu Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam mengerjakan shalat dzuhur ketika bayangan segala sesuatu itu panjangnya sama. Kemudian tibalah waktu ashar lalu dia berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat,” lalu beliau mengerjakan shalat ashar ketika bayangan segala sesuatu itu panjangnya dua kali lipat, kemudian datang waktu maghrib, satu waktu masih tetap sama dengan sebelumnya, kemudian datang waktu isya ketika seperdua malam telah lewat atau sepertiga malam, lalu beliau mengerjakan shalat isya’ kemudian dia mendatanginya ketika fajar sangat kuning lalu berkata, “Berdirilah dan kerjakan shalat,” lalu beliau mengerjakan shalat subuh, kemudian beliau berkata, “Antara dua inilah waktunya,” (HR An-Nasa’i: 1/263, dan Imam Ahmad: 3/ 113, 182). 5. Suci dari darah haid (menstruasi) dan nifas Dengan demikian, wanita yang sedang haid (menstruasi dan wanita yang nifas tidak terbebani kewajiban shalat sampai suci. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Apabila kamu datang bulan (haid/ menstruasi), maka tinggalkanlah shalat,” (HR Al-Bukhari: 1/84, 87, Muslim: 62, Kitab Al-Haidh, dan Abu Daud Kitab Ath-Thaharah). B. Syarat-syarat sahnya shalat Adapun syarat-syarat sahnya shalat adalah sebagai berikut: 1. Suci dari hadats kecil, yaitu hal yang mewajibkan berwudhu, suci dari hadats besar, yaitu hal yang mewajibkan mandi besar dan suci dari najis pada pakaian orang yang mengerjakan shalat, tubuhnya, dan tempat shalatnya. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci,” (HR An-Nasa’i: 1/87, dan Ad-Darimi: 1/175). 2. Menutup Aurat

Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid...” (Al-A’raaf: 31). Tidak sah shalat seseorang yang dikerjakan dengan membuka aurat karena fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat. Adapun batasan aurat bagi laki-laki yaitu antara pusar dan kedua lututnya, sedangkan batasan aurat bagi perempuan yaitu seluruh anggota tubuh selain muka dan kedua telapak tangannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam: “Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah mengalami haid (menstruasi atau baligh) kecuali dengan memakai jilbab,” (HR Abu Daud: 641). Ketika Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ditanya perihal shalat perempuan dengan memakai Ad-Dir’u (pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh wanita) dan kerudung tanpa memakai pakaian bawahan (rok/ sarung), beliau menjawab: “Jika pakaian (gamis) itu panjang dan dapat menutupi bagian luar kedua telapak kakinya (itu boleh),” (HR Abu Daud: 640, dan Ad-Daruquthni: 2/62). 3. Menghadap Kiblat Tidak sah shalat yang dikerjakan tidak menghadap kiblat. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “...Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya...” (QS Al-Baqarah: 144). Maksudnya, menghadap ke Masjidil Haram di Mekkah. Namun orang yang tidak bisa menghadap kiblat karena kondisi takut, atau sakit, atau lainnya, maka syarat ini tidak berlaku. Orang yang sedang melakukan perjalanan boleh mengerjakan shalat di atas kendaraannya sesuai arah jalan yang dituju baik kiblat atau menghadap selainnya. Berdasarkan perbuatan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam: “Rasulullah pernah mengerjakan shalat di atas kendaraannya (untanya), sedangkan beliau ketika itu datang dari Mekkah menuju Madinah, dengan menghadap ke arah mana saja kendaraannya itu berjalan,” (HR Muslim: 33, kitab Shalatul Musafirin wa Qashruha). Wallahu’alam bish shawwab.

Tata Cara Shalat #4: Hal-hal (Rukun) Yang Wajib Dalam Shalat

on Thursday, March 14, 2013 | 8:01 pm

Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy Materi kali ini membahas tentang hal-hal yang wajib dalam shalat. Hal-hal yang musti dilakukan (wajib) dalam shalat antara lain: 1. Berdiri ketika shalat wajib, bagi yang mampu Tidak sah shalat fardhu seorang hamba yang dikerjakan sambil duduk dalam kondisi mampu berdiri. Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk,” (Al-Baqarah: 238). Dan sabda Rasulullah kepada Imran bin Hushain: “Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka kerjakanlah dengan posisi duduk, jika tidak mampu juga, maka kerjakanlah dengan posisi berbaring,” (HR Bukhari: 1117, dan Abu Daud: 952). 2. Niat Yaitu ketetapan hati untuk melaksanakan shalat tertentu. Berdasarkan sabda Rasulullah: “Sesungguhnya segala amalan itu (tergantung) dengan niat...” (Baca “Penjelasan HadistSetiap Amal Tergantung dengan Niatnya” oleh Sheikh Muhammad Shalih AlUtsaimin). 3. Takbiratul Ihram Yaitu mengucapkan lafadz “Allahu Akbar.” Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah: “Kuncinya shalat adalah bersuci, pembukaannya adalah takbir (mengucapkan Allahu Akbar), dan penutupnya adalah taslim (mengucapkan salam),” (HR Abu Daud: 31, Kitab AthTaharah, dan At-Tirmidzi: 238).

4. Membaca Surat Al-Fatihah Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah,” (HR Bukhari: 1/192). Namun, membaca Al-Fatihah itu tidak berlaku bagi seorang makmum di balakang imam yang membaca Al-Fatihah dengan jahr (keras, nyaring), karena kewajibannya adalah mendengarkan bacaan imam. Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan apabila dibacakan Al-Quran, dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat,” (QS Al-A’raf: 204). Dan sabda Rasulullah: “Apabila imam bertakbir, maka ikutlah bertakbir, dan apabila dia membaca maka diamlah (perhatikanlah),” (HR Imam Ahmad: 2/438). Apabila imam membacanya dengan Siir (pelan), maka makmum wajib membacanya (secara siir atau pelan) juga. 5. Rukuk 6. Bangun dari rukuk (I’tidal) Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam: “Kemudian rukuklah sampai kamu tuma’ninah dalam rukuk, kemudian bangunlah dari rukuk sampai kamu berdiri tegak lurus,” (HR Bukhari: 8/69, 169). 7. Sujud 8. Bangun dari Sujud Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam kepada orang yang shalatnya tidak benar: “Kemudian bersujudlah sampai kamu tuman’ninah dalam sujudmu, kemudian bangunlah dari sujud sampai kamu tuma’ninah dalam keadaan duduk,” (HR Bukhari: 8/69, 169). Hal ini juga didasarkan pada firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu...” (QS Al-Hajj: 77). 9. Tuman’ninah ketika Rukuk, Sujud, Berdiri, dan Duduk

Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam kepada orang yang shalatnya tidak benar. Beliau menyebutkan hal itu kepadanya dalam hal rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud, sedangkan beliau menyebutkan i’tidal (tegak lurus) kepadanya dalam hal berdiri. Hakikat tuma’ninah adalah seseorang yang melakukan rukuk, sujud, duduk diantara dua sujud, dan berdiri setelah semua anggota badannya tegak lurus, itu berdiam kira-kira seukuran lama membaca, “Subhana Rabbiyal Adziim” (Mahasuci Rabbku yang Mahaagung). Sebanyak satu kali bacaan. Adapun jika lebih dari satu kali, maka itu adalah sunnah. 10. Salam 11. Duduk ketika salam Seseorang dianggap selesai mengerjakan shalat setelah mengucapkan salam dan dia tidak mengucapkan salam kecuali dalam kondisi duduk. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam, “Dan penutupnya adalah taslim (mengucapkan salam).” 12. Tertib sesuai urutan rukun shalat Tidak boleh membaca Al-Fatihah sebelum melakukan takbiratul ihram, dan tidak boleh bersujud sebelum melakukan rukuk karena gerakan shalat telah ditentukan Rasulullah dan telah diajarkan kepada para sahabat. Beliau bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat,” (HR Bukhari: 1/68, 8/11). Maka tidak sah mendahulukan dan mengakhirkan urutan gerakan shalat. Wallahu’alam bish shawwab.

BAB SHALAT Feb 28 http://hasansaggaf.wordpress.com/2012/02/28/bab-shalat/ Posted by Hasan Husen Assagaf BAB SHALAT Shalat dalam bahasa artinya do’a dan dalam ilmu fiqih ialah semua perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir (Allahu Akbar) dan diakhiri dengan taslim (assalamu a’alikum). Shalat merupakan ibadah yang paling mulia diwajibkan lima waktu sehari semalam atas umat Nabi Muhammad saw pada malam isra’ dan mi’raj. Kewajiban ini telah diterangkan dalam hadist Rasulallah saw ‫صرلا ى ارلع دعلدسيوه دودسلردم ومسن أدسهول دنسجٍدد دثئاوئدر الررسأوس عيسسدمعع دوويي‬ ‫دعسن دطسلدحدة سبدن ععدبسيود ارلو در و‬ ‫ دجئادء درعجلل إودلا ى درعسلوول ارلو د‬: ‫ضدي ارلع دعسنعه ديعقلوعل‬ ‫دع‬ ‫ع‬ ، ‫صلددلواٍدت وفي اسلديسلووم دواللرسيدلوة‬ ‫ ” دخسمعس د‬: ‫صرلا ى ارلع دعلدسيوه دودسلردم‬ ‫ دفدقئادل درعسلوعل ارلو د‬، ‫لسسالوم‬ ‫د‬ ‫ دفوإدذا عهدلو ديسسأل دعون ا و‬، ‫صسلووتوه دوال دنسفدقعه دمئا ديعقلول‬ ‫د‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫س‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫ دهل دعلري‬: ‫ قئال‬، ‫ضئادن‬ ‫ دو و‬: ‫صلا ى ال دعلسيوه دودسلدم‬ ‫صديئاعم دشسهور دردم د‬ ‫ قئال درعسلول الو د‬، ‫ وإال أسن دتطرلودع‬، ‫ ال‬: ‫ دهل دعلري دغسيعرعهرن ؟ قئال‬: ‫دقئال‬

‫ وإال‬، ‫ ” ال‬: ‫ دهسل دعدلري دغسيعردهئا ؟ دقئادل‬: ‫ دفدقئادل‬، ‫صرلا ى ارلع دعدلسيوه دودسلردم الرزدكئادة‬ ‫ دودذدكدر درعسلوعل ارلو د‬: ‫ دقئادل‬. ” ‫ وإال أدسن دترطرلودع‬، ‫ ال‬: ‫دغسيعرعه ؟ دقئادل‬ ” : ‫صرلا ى ارلع دعدلسيوه دودسلردم‬ ‫ دوارلو ال أدوزيعد دعدلا ى دهدذا دوال أدسنعق ع‬: ‫ دفدأسددبدر الررعجعل دوعهدلو ديعقلوعل‬: ‫ دقئادل‬. ” ‫أدسن دترطرلودع‬ ‫ دفدقئادل درعسلوعل ارلو د‬، ‫ص ومسنعه‬ (‫صددق )رواه الشيخئان‬ ‫أدسفدلدح إوسن د‬ Dari Thalhah bin Ubaidillah ra, ia berkata: “Seorang penduduk Najd telah datang menghadap Rasulullah saw dengan keadaan rambutnya yang kusut. Kami mendengar nada suaranya tetapi tidak memahami kata-katanya sehingga ia mendekatinya. Dia terus bertanya mengenai Islam. Lalu Rasulullah saw bersabda: Islam adalah shalat lima waktu sehari semalam. Lelaki tersebut bertanya lagi: Masih adakah shalat lain yang diwajibkan kepadaku? Rasulullah saw menjawab: Tidak, kecuali jika engkau ingin melakukannya secara sukarela yaitu shalat sunat. Seterusnya kamu hendaklah berpuasa pada bulan Ramadan. Lalu lelaki tersebut bertanya lagi: Masih adakah puasa lain yang diwajibkan kepada ku? Rasulallah saw menjawab dengan bersabda: Tidak, kecuali jika engkau ingin melakukannya secara sukarela yaitu puasa sunat. Rasulullah saw meneruskan sabdanya: Keluarkanlah zakat. Kemudian lelaki tersebut bertanya: Adakah terdapat zakat lain yang diwajibkan kepadaku? Rasulallah saw menjawab dengan bersabda: Tidak, kecuali jika engkau ingin mengeluarkannya secara sukarela yaitu sedekah. Kemudian lelaki itu berpaling sambil berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambah dan menguranginya. Rasulullah saw bersabda: Dia amat beruntung jika menepati apa yang telah diucapkannya” (HR Bukhari Muslim) Hikmah Shalat Perintah shalat adalah perintah yang diterima Nabi saw secara langsung dari Allah, tidak melalui perantaraan Jibri atau wahyu seperti perintah puasa, zakat atau ibadah Haji. Perintah ini diterima oleh beliau pada saat bertemu dengan Allah dalam perjalanan beliau Isra’ dan Mi’raj Perintah Allah kepada hambaNya agar bersujud dalam shalat merupakan pernyataan kehinaannya kepada-Nya. Makanya Allah memerintahkan untuk sujud dalam setiap raka’at shalat sebanyak dua kali, berlainan dengan rukun- rukun lainya diperintahkan hanya satu kali. Dengan adanya shalat lima waktu berarti seorang Muslim bersujud kepada Allah 34 kali sehari semalam, dan dengan sujud berarti ia rela menghambakan dirinya kepada-Nya yang menjadi tujuan hidup bukan suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Ibadah shalat merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Karena dengan shalat ia akan tercegah dari segala bentuk kejahatan dan kekejian. Kenyataan ini membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya.

Dan yang terpenting shalat merupakan ibadah mulia lagi agung. Karena shalat merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya. Allah berfirman tentang Musa, ‫صة‬ ﴾١٤﴿ ‫لة رلرذككرر ي – طه‬ ‫ةوأةرقرم ال ص‬ Artinya: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Qs Thaha ayat:14). Allah berfirman tentang Ismail, ‫صاـ ة‬ ﴾٥٥﴿ ‫لرة ةوالصزةكاـيرة ةوةكيةن رعدنةد ةرببره ةمكررض يّيي – مريم‬ ‫ةوةكيةن ةيكأهمهر أةكهةلهه ربيل ص‬ Artinya: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Qs Maryam ayat: 55). Allah berfirman tentang Ibrahim, ‫صة‬ ﴾٤٠﴿ ‫لرة ةورم ن هذبرةيرت ي ةرصبةدني ةوةتةقصبكل هدةعءآرء – ابراهيم‬ ‫ةربب اكجةعكلردن ي همرقّيةم ال ص‬ Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim 40). Allah berfirman tentang Nabi Muhammad, ‫صة‬ ﴾١٣٢﴿ ‫لرة ةواكصةطربكر ةعةلكّيةهي – طه‬ ‫ةوكأهمكر أةكهةلةك ربيل ص‬ Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Qs Thaha ayat132). Dan masih banyak lagi hikmah shalat yang tidak bisa dituturkan dalam ringkasan kitab fiqih ini. Wallahu’alam

Fiqih Thaharah: Wudhu (Bagian ke-1) http://www.dakwatuna.com/2008/07/26/842/caraberwudhu/#axzz3GxdW2CdQ Rubrik: Fiqih Islam | Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah - 26/07/08 | 08:11 | 23 Rajab 1429 H 

Ada 9 komentar



15.546 Hits



6 email

Ta’rif Hukum Wudhu dan Keutamaannya dakwatuna.com - Wudhu adalah bersuci dengan air yang dilakukan dengan cara khusus. Kewajiban berwudhu ditetapkan dengan firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah: 6) Sedangkan dari hadits kita dapati sabda Nabi saw. yang berbunyi, “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antaramu jika berhadats sehingga berwudhu.” (As Syaikhani) Abu Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus kesalahan dan meninggikan kedudukan?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath.” (Malik, Muslim, At Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Ribath adalah keterikatan diri di jalan Allah. Artinya, membiasakan wudhu dengan menyempurnakannya dan beribadah menyamai jihad fi sabilillah. Furudhul Wudhu 1. Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut sampai bawah dagu, dari telinga ke telinga 2. Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan 3. Mengusap kepala keseluruhannya menurut Imam Malik dan Ahmad, sebagiannya menurut Imam Abu Hanifah dan Asy Syafi’iy 4. Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki, sesuai dengan sabda Nabi kepada orang yang hanya mengusap kakinya: “Celaka, bagi kaki yang tidak dibasuh, ia diancam neraka”. Muttafaq alaih

Itulah empat rukun yang tercantum secara tekstual dalam ayat wudhu di Al-Ma’idah ayat 6. Tapi, masih ada 2 tambah, yaitu: 1. Niat. Ini menurut Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi saw., “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat.” (Muttafaq alaih). Urgensi niat adalah untuk membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Namun, tidak disyaratkan melafalkan niat karena niat itu berada di dalam hati. 2. Tertib. Maksudnya, berurutan. Dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap kepala, lalu memabasuh kaki. Menurut Abu Hanifah dan Malikiyah, melakukan wudhu dengan tertib hukumnya sunnah.

Sunnah Wudhu 1. Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (Al-Baihaqi) 2. Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw., “Jika tidak akan memberatkan umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy Syaf’iy, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang berpuasa, seperti dalam hadits Amir bin Rabi’ah r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. tidak terhitung jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Menurut Imam Syafi’i, bersiwak setelah bergeser matahari bagi orang yang berpuasa, hukumnya makruh. 3. Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh kedua tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i)

4. Berkumur, menghisap [1] air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat banyak hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya dengan tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa. 5. Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a. 6. Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya 7. Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a., “Rasulullah saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih) 8. Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu tanpa terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak hadits. Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang terus menerus termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali. 9. Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan At-Thahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma’ di Kariba 10.Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata kaki. Seperti dalam hadits Nabi saw., “Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.” 11.Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian berdo’a: ‫ وأنهشههدد ألن‬،‫هأهشههدد أهنن هل إله إلل اللد هونحهدده ل ههشرركيهك له‬ ‫ دمهحلمدا هعنبدده هوهردسلوله‬Aku Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk dari mana saja.” (Muslim) 12.Sedangkan doa ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan sedikitpun. 13.Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan hatinya, maka wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Cara Berwudhu

Dari Humran mantan budak Utsman bin Affan r.a. bahwa Utsman minta diambilkan air wudhu, kemudian ia basuh kedua tangannya tiga kali, kemudian berkumur, menghisap air ke hidung, menyemburkannya, lalu membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan kanannya samapai ke siku tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya sampai ke mata kaki tiga kali, dan yang kiri seperti itu. Kemudian Utsman berkata, “Saya melihat Rasulullah saw. berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat, maka akan diampuni dosanya.'” (Muttafaq alaih) Yang Membatalkan Wudhu 1. Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin, madzi, atau wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah firman Allah swt. “… atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan….” (Al-Ma’idah: 6) dan sabda Nabi saw., “Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu ketika berhadats sehingga ia berwudhu.” (Muttafaq alaih). Hadats adalah angin dubur baik bersuara atau tidak. Sedangkan madzi adalah karena sabda Nabi saw., “Wajibnya wudhu.” (Muttafaq alaih). Sedangkan wadiy adalah karena ungkapan Ibnu Abbas, “Basuhlah kemaluanmu, dan berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Al-Baihaqi dalam As-Sunan). 2. Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat, seperti dalam hadits Shafwan bin ‘Assal r.a. berkata, “Rasulullah saw. pernah menyuruh kami jika dalam perjalanan untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam, sebab buang air kecil, air besar maupun tidur, kecuali karena junub.” (Ahmad, An Nasa’i, At-Tirmidzi dan menshahihkannya). Kata tidur disebutkan bersama dengan buang air kecil dan air besar yang telah diketahui sebagai pembatal wudhu. Sedang tidur dengan duduk tidak membatalkan wudhu jika tidak bergeser tempat duduknya. Hal ini tercantum dalam hadits Anas r.a. yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i, Muslim, dan Abu Daud, “Adalah para sahabat Rasulullah saw. pada masa Nabi menunggu shalat Isya’ sehingga kepala mereka tertunduk, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.” 3. Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini menyerupai tidur dari sisi hilangnya kesadaran.

Tiga hal itu disepakati sebagai pembatal wudhu, tapi para ulama berbeda pendapat dalam beberapa hal berikut ini: 1. Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafi’i dan Ahmad, seperti dalam hadits Busrah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (Al-Khamsah dan disahihkan oleh At-Tirmidziy dan Ibnu Hibban). Al-Bukhari berkata, “Inilah yang paling shahih dalam bab ini.” Telah diriwayatkan pula hadits yang mendukungnya dari tujuh belas orang sahabat.

2. Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah, seperti dalam hadits Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah, maka berpaling dan berwudhulah.” (Ibnu Majjah dan didhaifkan oleh Ahmad, dan AlBaihaqi). Dan menurut Asy-Syafi’i dan Malik bahwa keluarnya darah tidak membatalkan wudhu. Karena hadits yang menyebutkannya tidak kuat menurutnya, juga karena hadits Anas r.a., “Bahwa Rasulullah saw. dibekam dan shalat tanpa wudhu lagi.” Hadits ini meskipun tidak sampai pada tingkat shahih, tapi banyak didukung hadits lain yang cukup banyak. Al-Hasan berkata, “Kaum muslimin melaksanakan shalat dengan luka-luka mereka.” (Al-Bukhari) 3. Muntah yang banyak dan menjijikkan, seperti dalam hadits Ma’dan bin Abi Thalahah dari Abu Darda’, “Bahwa Rasulullah saw. muntah lalu berwudhu.” Ia berkata, kemudian aku berjumpa dengan Tsauban di Masjid Damaskus, aku tanyakan kepadanya tentang ini. Ia menjawab, “Betul, saya yang menuangkan air wudhunya.” (At-Tirmidzi dan mensahihkannya). Demikiamlah Madzhab Hanafi. Dan menurut Syafi’i dan Malik, muntah tidak membatalkan wudhu karena tidak ada hadits yang memerintahkannya. Hadits Ma’dan di atas dimaknai istihbab/sunnah. 4. Menyentuh lawan jenis atau bersalaman, membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafi’i dengan dalil firman Allah swt. Al-Ma’idah ayat 6. Tidak membatalkan menurut Jumhurul Ulama karena banyaknya hadits yang menyatakan tidak membatalkannya. Diantaranya hadits Aisyah r.a., “Bahwa Rasulullah saw. mencium isterinya, kemudian shalat tanpa berwudhu.” (Ahmad dan Imam empat). Juga ucapan Aisyah r.a., “Saya tidur di hadapan Rasulullah dan kakiku ada di arah kiblatnya, jika ia hendak sujud ia memindahkan kakiku.” (Muttafaq alaih). Tidak ada bedanya dalam pembatalan ini, apakah wanita itu isteri atau bukan. Sedang jika menyentuh mahram, tidak membatalkan wudhu. 5. Tertawa terbahak ketika shalat yang ada rukuk dan sujudnya, membatalkan wudhu menurut Madzhab Hanafi karena ada hadits, “… kecuali karena tertawa terbahak-bahak, maka ulangilah wudhu dan shalat semuanya.” Sedang menurut jumhurul ulama, tertawa terbahak-bahak membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu karena hadits tersebut tidak kuat sebagai hadits yang membatalkan wudhu. Juga karena hadits Nabi saw., “Tertawa itu membatalkan shalat, dan tidak membatalkan wudhu.” Demikian Imam Bukhari mencatatnya sebagai hadits mauquf dari Jabir. Pembatalan wudhu karena tertawa membutuhkan dalil, dan tidak ditemukan dalil yang kuat. 6. Jika orang yang berwudhu ragu apakah sudah batal atau belum? Tidak membatalkan wudhu sehingga ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu. Karena hadits Nabi saw. menyatakan, “Jika salah seorang diantaramu merasakan sesuatu di perutnya, lalu dia ragu apakah sudah keluar sesuatu atau belum, maka janganlah keluar masjid sehingga ia mendengar suara atau mendapati baunya.” (Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi). Sedang jika ragu apakah sudah wudhu atau belum, ia wajib berwudhu sebelum shalat.

Kapan Wudhu Menjadi Wajib dan Kapan Sunnah Wudhu menjadi wajib jika: 1. Untuk shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena firman Allah swt., “…jika kamu mau shalat, maka hendaklah kamu basuh.” (Al-Maidah: 6) 2. Thawaf di Ka’bah, karena hadits Nabi saw., “Thawaf adalah shalat.” (AtTirmidziy dan Al-Hakim) 3. Menyentuh mushaf, karena hadits Nabi saw., “Tidak boleh menyentuh AlQur’an kecuali orang yang suci.” (An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni). Demikianlah pendapat jumhurul ulama. Ibnu Abbas, Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa menyentuh mushaf boleh dilakukan oleh orang yang belum berwudhu, jika telah bersih dari hadats besar. Sedangkan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, semua sepakat memperbolehkan.

Wudhu menjadi sunnah: 1. Ketika dzikrullah. Pernah ada seseorang yang memberi salam kepada Nabi saw. yang sedang berwudhu, dan Nabi tidak menjawab salam itu sehingga menyelesaikan wudhunya dan bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku menjawab salammu, kecuali karena aku tidak ingin menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” (Al-Khamsah, kecuali At Tirmidzi). 2. Ketika hendak tidur, seperti hadits Nabi saw., “Jika kamu mau tidur hendaklah berwudhu sebagaimana wudhu shalat.” (Ahmad, Al-Bukhari dan At Tirmidzi) 3. Bagi orang junub yang hendak makan, minum, mengulangi hubungan seksual, atau tidur. Demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh Bukhari, Muslim dan muhadditsin lainnya. 4. Disunnahkan pula ketika memulai mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits Aisyah r.a. 5. Disunnahkan pula memperbaharui wudhu setiap shalat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan kebanyakan ulama hadits. []

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/07/26/842/caraberwudhu/#ixzz3GxdgHCAm Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Fiqih Wudhu 

17 May 2008, 2:42 pm



Wudhu

Tanya: Niat apakah yang dimaksudkan dalam berwudhu dan mandi (wajib)? Apa hukum perbuatan yang dilakukan tanpa niat dan apa dalilnya? Jawab: Niat yang dimaksud dalam berwudhu dan mandi (wajib) adalah niat untuk menghilangkan hadats atau untuk menjadikan boleh suatu perbuatan yang diwajibkan bersuci, oleh karenanya amalan-amalan yang dilakukan tanpa niat tidak diterima. Dalilnya adalah firman Allah, “Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. AlBayyinah: 5) Dan hadits dari Umar bin al-Khaththab, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.” Tanya: Apakah wudhu itu? Apa dalil yang menunjukkan wajibnya wudhu? Dan apa (serta berapa macam) yang mewajibkan wudhu? Jawab: Yang dimaksud wudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara yang khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki. Adapun sebab yang mewajibkan wudhu adalah hadats, yaitu apa saja yang mewajibkan wudhu atau mandi [terbagi menjadi dua macam, (Hadats Besar) yaitu segala yang mewajibkan mandi dan (Hadats Kecil) yaitu semua yang mewajibkan wudhu]. Adapun dalil wajibnya wudhu adalah firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6) Tanya: Apa dalil yang mewajibkan membaca basmalah dalam berwudhu dan gugur kewajiban tersebut kalau lupa atau tidak tahu?

Jawab: Dalil yang mewajibkan membaca basmalah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah atas wudhunya.” Adapun dalil gugurnya kewajiban mengucapkan basmalah kalau lupa atau tidak tahu adalah hadits, “Dimaafkan untuk umatku, kesalahan dan kelupaan.” Tempatnya adalah di lisan dengan mengucapkan bismillah. Tanya: Apa sajakah syarat-syarat wudhu itu? Jawab: Syarat-syarat (sahnya) wudhu adalah sebagai berikut: (1). Islam, (2). Berakal, (3). Tamyiz (dapat membedakan antara baik dan buruk), (4). Niat, (5). Istishab hukum niat, (6). Tidak adanya yang mewajibkan wudhu, (7). Istinja dan istijmar sebelumnya (bila setelah buang hajat), (8). Air yang thahur (suci lagi mensucikan), (9). Air yang mubah (bukan hasil curian -misalnya-), (10). Menghilangkan sesuatu yang menghalangi air meresap dalam pori-pori. Tanya: Ada berapakah fardhu (rukun) wudhu itu? Dan apa saja? Jawab: Fardhu (rukun) wudhu ada 6 (enam), yaitu: 1. Membasuh muka (temasuk berkumur dan memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan). 2. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku. 3. Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mengusap kedua daun telinga). 4. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki. 5. Tertib (berurutan). 6. Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain).

Tanya: Sampai dimana batasan wajah (muka) itu? Bagaimana hukum membasuh rambut/bulu yang tumbuh di (daerah) muka ketika berwudhu? Jawab: Batasan-batasan wajah (muka) adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala yang normal sampai jenggot yang turun dari dua cambang dan dagu (janggut) memanjang (atas ke bawah), dan dari telinga kanan sampai telinga kiri melebar. Wajib membasuh semua bagian muka bagi yang tidak lebat rambut jenggotnya (atau bagi yang tidak tumbuh rambut jenggotnya) beserta kulit yang ada di balik rambut jenggot yang jarang (tidak lebat). Karena anda lihat

sendiri, kalau rambut jenggotnya lebat maka wajib membasuh bagian luarnya dan di sunnahkan menyela-nyelanya. Karena masing-masing bagian luar jenggot yang lebat dan bagian bawah jenggot yang jarang bisa terlihat dari depan sebagai bagian muka, maka wajib membasuhnya. Tanya: Apa yang dimaksud dengan tertib (urut)? Apa dalil yang mewajibkannya dari al-Qur’an dan As-Sunnah? Jawab: Yang dimaksud dengan tertib (urut) adalah sebagaimana yang tertera dalam ayat yang mulia. Yaitu membasuh wajah, kemudian kedua tangan (sampai siku), kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki. Adapun dalilnya adalah sebagaimana tersebut dalam ayat di atas (ayat 6 surat al-Maidah). Di dalam ayat tersebut telah dimasukkan kata mengusap diantara dua kata membasuh. Orang Arab tidak melakukan hal ini melainkan untuk suatu faedah tertentu yang tidak lain adalah tertib (urut). Kedua, sabda Rasulullah, “Mulailah dengan apa yang Allah telah memulai dengannya.” Ketiga, hadits yang diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Abasah. Dia berkata, “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku tentang wudhu?” Rasulullah berkata, “Tidaklah salah seorang dari kalian mendekati air wudhunya, kemudian berkumur-kumur, memasukkan air ke hidungnya lalu mengeluarkannya kembali, melainkan gugurlah dosa-dosa di (rongga) mulut dan rongga hidungnya bersama air wudhunya, kemudian (tidaklah) ia membasuh mukanya sebagaimana yang Allah perintahkan, melainkan gugurlah dosa-dosa wajahnya melalui ujung-ujung janggutnya bersama tetesan air wudhu, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua tangannya sampai ke siku, melainkan gugurlah dasa-dosa tangannya bersama air wudhu melalui jari-jari tangannya, kemudian (tidaklah) ia mengusap kepalanya, melainkan gugur dosa-dasa kepalanya bersama air melalui ujung-ujung rambutnya, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua kakinya, melainkan gugur dosa-dasa kakinya bersama air melalui ujung-ujung jari kakinya.” (HR. Muslim) Dan dalam riwayat Ahmad terdapat ungkapan, “Kemudian mengusap kepalanya (sebagaimana yang Allah perintahkan),… kemudian membasuh kedua kakinya sampai mata kaki sebagaimana yang Allah perintahkan.” Dan di dalam riwayat Abdullah bin Shanaji terdapat apa yang menunjukkan akan hal itu. Wallahu A’lam. Tanya: Apa yang dimaksud dengan muwalah dan apa dalilnya? Jawab: Maksudnya adalah jangan mengakhirkan membasuh anggota wudhu sampai mengering anggota sebelumnya setelah beberapa saat.

Dalilnya, hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dari Nabi, bahwa beliau melihat seorang laki-laki di kakinya ada bagian sebesar mata uang logam yang tidak terkena air wudhu, maka beliau memerintahkan untuk mengulangi wudhunya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin al-Khathab bahwa seorang laki-laki berwudhu, tetapi meninggalkan satu bagian sebesar kuku di kakinya (tidak membasahinya dengan air wudhu). Rasulullah melihatnya maka beliau berkata, “Berwudhulah kembali, kemudian shalatlah.” Sedangkan dalam riwayat Muslim tidak menyebutkan lafal, “Berwudhulah kembali.” Tanya: Bagaimana tata cara wudhu yang sempurna? Dan apa yang dibasuh oleh orang yang buntung ketika berwudhu? Jawab: Hendaknya berniat kemudian membaca basmalah dan membasuh tangannya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung (lalu mengeluarkannya) sebanyak tiga kali dengan tiga kali cidukan. Kemudian, membasuh mukanya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya beserta kedua sikunya sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepalanya sekali, dari mulai tempat tumbuh rambut bagian depan sampai akhir tumbuhnya rambut dekat tengkuknya, kemudian mengembalikan usapan itu (membalik) sampai kembali ketempat semula memulai, kemudian memasukkan masing-masing jari telunjuknya ke telinga dan menyapu bagian daun telinga dengan kedua jempolnya, kemudian membasuh kedua kakinya beserta mata kakinya tiga kali, dan bagi yang cacat membasuh bagianbagian yang wajib (dari anggota tubuhnya) yang tersisa. Jika yang buntung adalah persendiannya maka memulainya dari bagian lengan yang terputus. Demikian pula jika yang buntung adalah dari persendian tumit kaki, maka membasuh ujung betisnya. Tanya: Apa dalil dari tata cara wudhu yang sempurna? Sebutkan dalil-dalil tersebut secara lengkap? Jawab: Adapun niat dan membaca basmalah, telah disebutkan dalilnya di atas. Dan dalam riwayat Abdullah bin Zaid tentang tatacara wudhu (terdapat lafal), “Kemudian Rasulullah memasukkan tangannya, kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dengan satu tangan sebanyak tiga kali.” (Mutafaq ‘alaih) “Dan dari Humran bahwa Utsman pernah meminta dibawakan air wudhu, maka ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, …kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali, kemudian tangan kirinya seperti itu pula, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu pula, kemudian berkata, ‘Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini.’” (Mutafaq alaih) Dan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim dalam tatacara wudhu, ia berkata, “Dan Rasulullah mengusap kepalanya, menyapukannya ke belakang dan ke depan.” (Mutafaq alaih)

Dan lafal yang lain, “(Beliau) memulai dari bagian depan kepalanya sampai ke tengkuk, kemudian menariknya lagi ke bagian depan tempat semula memulai.” Dan dalam riwayat Ibnu Amr tentang tata cara berwudhu, katanya, “Kemudian (Rasulullah) mengusap kepalanya, dan memasukkan dua jari telunjuknya ke masing-masing telinganya, dan mengusapkan kedua jari jempolnya ke permukaan daun telinganya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) Tanya: Apa saja yang termasuk sunnah-sunnah wudhu beserta dalilnya? Jawab: Yang termasuk sunnah-sunnah wudhu adalah: 1. Menyempurnakan wudhu. 2. Menyela-nyela antara jari jemari. 3. Melebihkan dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali bagi yang berpuasa. 4. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan. 5. Bersiwak. 6. Membasuh dua telapak tangan sebanyak tiga kali. 7. Mengulangi setiap basuhan dua kali atau tiga kali. 8. Menyela-nyela jenggot yang lebat.

Dalil tentang siwak telah lalu penjelasannya. Adapun tentang membasuh dua telapak tangan sebelum berwudhu, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa’i dari Aus bin Aus atsTsaqafi ia berkata, “Aku melihat Nabi berwudhu, maka beliau mencuci dua telapak tangannya sebanyak tiga kali.” Adapun tentang menyempurnakan wudhu, menyela-nyela jari jemari dan melebihkan (dalam memasukkan air ke hidung) kecuali bagi yang berpuasa, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Laqith bin Shabrah, katanya, “Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudhu?'” Nabi berkata, “Sempurnakan wudhu-mu, dan sela-selalah antara jari-jemarimu, dan bersungguh sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali jika kamu dalam keadaan berpuasa.” (Diriwayatkan oleh lima imam, dishahihkan oleh Tirmidzi) Dan dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi suka mengawali sesuatu dengan yang kanan, dalam memakai terompah, bersisir, bersuci dan dalam segala sesuatu.” (Mutafaq alaih)

Adapun menyela-nyala jenggot, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Utsman, “Bahwa Nabi ada menyela-nyala jenggotnya.” (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi dan ia menshahihkannya). Cara menyela-nyela jenggot ini dengan mengambil seraup air dan meletakkannya dari bawahnya dengan jari-jemarinya atau dari dua sisinya dan menggosokkan keduanya. Dan dalam riwayat Abu Dawud dari Anas, “Bahwa Nabi jika berwudhu mengambil seraup air, kemudian meletakkannya di bawah dagunya dan berkata, ‘Demikianlah yang diperintahkan oleh Tuhan kepadaku.'” Tanya: Berapa takaran air yang dibutuhkan ketika berwudhu atau mandi (junub)? Jawab: Takaran air dalam berwudhu adalah satu mud (Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut ukuran orang Hijaz dan 2 liter menurut ukuran orang Irak. (Lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Adapun untuk mandi sebanyak satu sha’ sampai lima mud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas, katanya, “Adalah Rasulullah ketika berwudhu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran sebanyak) satu sha’ sampai lima mud.” (HR. Muttafaq alaih). Dan makruh (dibenci) berlebih-lebihan, yaitu yang lebih dari tiga kali dalam berwudhu. Tanya: Bacaan apa yang disunnahkan ketika selesai berwudhu? Jawab: Bacaan yang disunnahkan adalah mengucapkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar, katanya, “Berkata Rasulullah, ‘Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan: asyhadu anlaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah semata; yang tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya), melainkan dibukakan untuknya delapan pintu syurga, ia dapat masuk dari mana saja yang ia kehendaki.'” (HR. Muslim) Dan Tirmidzi menambahkan: “Alloohummaj’alni minat tawwabiina waj’alnii minl mutathohhiriin (Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku termasuk orang-orang yang suka mensucikan diri).” *** Sumber: Majalah Fatawa Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id

jika anda hendak mengerjakan shalat anda diwajibkan untuk berwudhu terlebuh dahulu karena dengan berwudhu anda akan membersihkan kotoran yang ada di tubuh anda, dan tentunya

membersihkan dari najis yang ada di tubuh kita sehingga waktu kita mengerjakan shalat kondisi kita dalam keadaan suci, dan langsung saja mari kita simak cara berwudhu yang benar dibawah ini Cara Mengerjakan Wudhu ialah :

‘ 

1. Membaca ” BISMILLAAHIR-RAH-MAANIR-RAHIIM”, sambil mencuci kedua belah tangan sampai gelang tangan hingga bersih



2. Selesai membersihkan tangan terus berkumur 3x (tiga kali), sambil membersihkan gigi hingga bersih agar tidak ada bekas makanan yang ada di gigi



3. selesai berkumur anda harus mencuci lubang hidung 3x (tiga kali)



4. jika anda telah selesai hidung sebanyak tiga kali, lalu anda diwajibkan untuk mencuci muka sebanyak 3x , mulai dari tempat tumbuhnya rambut atau dahi, sampai dengan dagu, dan juga telinga kanan dan telinga kiri , sambil membaca niat wudhu seperti dibawah ini

Nawaitul wudhuu’a li raf’il-hadatsil-ashghari fardhal lillaahi ta’aalaa ” Aku niat berwudhu untuk mengilangkan hadast kecil, fardhu karena Allah”



5. jika sudah selesai membasuh muka ( mencuci muka ) lalu anda harus mencuci/membasuh kedua tangan anda hingga siku-siku anda sampai tiga kali



6. setelah selesai mencuci kedua belah tangan , anda harus menyapu sebagian rambut kepala sebanyak tiga kali lagi



7. dan jika anda sudah selesai menyapu sebagian rambut kepala anda harus menyapu kedua belah telinga sebanyak tiga kali

Gambar: Tata Cara Shalat Rasulullah Okt 2 Posted by Fadhl Ihsan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‫ﻤ‬ ‫ﺻ‬ ‫ﺻﻠﻠ ﻲ‬ ‫ﻤ ﺎ ﺻﺭﺃﺘﻳﺘ ﻤ ﻤ‬ ‫ﺻﻠﻠ ﺍﻮﺍ ﻛ ﺻ ﺻ‬ ‫ﻤﻨﻨ ﻲ ﺃ ﺻ‬ ‫ﺻ‬

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 628, 7246 dan Muslim no. 1533) Ini adalah perintah beliau kepada umatnya agar meneladani tata cara shalat sesuai dengan apa yang beliau tuntunkan. Lalu bagaimana kaifiyah shalat yang beliau ajarkan? Berikut adalah tuntunan shalat sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk anda sekalian. Catatan: Kami sengaja tidak menghapus gambar supaya anda lebih bisa memahami gambaran tata cara shalat yang dijelaskan di sini, karena terkadang teks saja tidak mencukupi. Dan untuk anda yang mengakses halaman ini dengan perangkat mobile kami tuliskan teks dalam gambar agar lebih membantu.

1. RAKAAT PERTAMA • Berwudhu terlebih dahulu. [1] • Berniat di dalam hati dan tidak dilafazhkan. [2] • Menghadap kiblat, yaitu Ka’bah. [3] Perhatian: Menghadap Ka’bah bukan berarti menyembah Ka’bah, tetapi tetap menyembah Allah ‘Azza wa Jalla. Kita menghadap Ka’bah karena kita diperintahkan Allah untuk itu dan kita pun tunduk pada perintah-Nya. • Menempatkan sutrah di hadapanmu (sutrah yaitu pembatas, seperti: tembok, tiang dan lainlain). Tinggi sutrah yaitu setinggi satu hasta (dari ujung jari tengah sampai siku). [4] Sedangkan jarak antara sutrah dan tempat sujud adalah kira-kira bisa dilalui seekor kambing. [5] • Lakukanlah shalat dengan berdiri, bila tidak mampu, maka boleh duduk. Bila tidak mampu duduk, maka dengan berbaring, dan jika tidak mampu menggerakkan anggota badan maka boleh dengan isyarat. Bila tidak mampu dengan isyarat, maka dengan hati. [6] Footnote: [1] HR. Muslim [2] HR. Al-Bukhari dan Muslim [3] QS. Al-Baqarah: 144

[4] HR. Muslim [5] HR. Al-Bukhari dan Muslim [6] HR. Al-Bukhari

2. Bertakbiratul ihram, dengan mengucapkan: “Allaahu Akbar” sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu [7] atau telinga, [8] serta melihat ke tempat sujud, tidak menoleh ke kiri atau ke kanan. [9] Mengangkat tangan ketika takbir bisa dilakukan dengan salah satu dari tiga keadaan: 1. Sebelum ucapan takbir. [10] 2. Bersamaan dengan ucapan takbir. [11] 3. Sesudah ucapan takbir. [12] Jari-jemari tangan saat takbir dirapatkan, namun tidak digenggam, dan jari-jemarinya menghadap ke atas. [*] Footnote: [7] HR. Al-Bukhari dan Muslim [8] HR. Al-Bukhari dan Muslim [9] HR. Al-Bukhari dan Muslim [10] HR. Muslim [11] HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud [12] HR. Al-Bukhari dan Muslim

3. Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, atau di lengan bawah tangan kiri, atau tangan kanan menggenggam tangan kiri, [13] dan posisi kedua tangan di dada. [14] • Membaca doa Istiftah, di antaranya: SUBHAANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA, WA TABAARAKASMUKA WA TA’AALA JADDUKA, WA LAA ILAAHA GHAIRUK. “Mahasuci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, Mahaberkah nama-Mu, Mahatinggi kekayaan-Mu, dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Engkau.” [15] Footnote: [13] HSR. An-Nasa-i [14] HSR. Abu Dawud dan An-Nasa-i [15] HSR. Abu Dawud

4. • Membaca Ta’awudz: A’UUDZUBILLAHIS SAMII’IL ‘ALIIM, MINASY SYAITHAANIRRAJIIM, MIN HAMZIHI, WA NAFKHIHI, WA NAFTSIH.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui, dari (godaan) syaithan yang terkutuk serta dari kegilaannya, kesombongannya dan dari sya’irnya yang tercela. [17] • Membaca surat al-Faatihah, namun, bacaan “Bismillaahirrahmaanirrahiim” dipelankan (tidak dikeraskan). [17] Footnote: [16] HSR. Abu Dawud dan selainnya [17] HSR. An-Nasa-i

5. • Membaca: “Aamiiin” setelah selesai membaca “Waladhdhaalliin”. [18] • Setelah membaca al-Faatihah, bacalah salah satu surat atau ayat-ayat al-Qur’an yang engkau hafal. [19] Bacaan surat atau ayat-ayat ini dibaca pada rakaat pertama dan kedua saja. • Setelah selesai membaca surat, maka berdiam sejenak (thuma’niinah). [20] Footnote: [18] HR. Al-Bukhari dan Muslim [19] HR. Al-Bukhari dan Muslim [20] HSR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi

6. • Melakukan ruku’ sambil bertakbir (mengucapkan: “Allaahu Akbar”) dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak atau telinga. [21] Posisi ruku': Punggung rata, dan kepala sejajar dengan punggung. [22] Kedua telapak tangan diletakkan [23] atau menggenggam [24] kedua lutut dan jari-jemari direnggangkan. [25] Lakukanlah ruku’ dengan thuma’niinah, yaitu diam sejenak, hingga tulang-tulang menempati posisinya. [26] Kemudian membaca: SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIM “Mahasuci Allah Yang Mahaagung.” (sebanyak 3x) [27] Footnote: [21] HR. Al-Bukhari dan Muslim [22] HSR. Abu Dawud [23] HR. Al-Bukhari [24] HSR. Abu Dawud [25] HR. Al-Bukhari [26] HR. Al-Bukhari dan Muslim [27] HR. Muslim

7. • Bangkit dari ruku’ (I’tidaal), dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau kedua telinga sambil mengucapkan: SAMI’-ALLAAHU LIMAN HAMIDAH “Allah Mahamendengar orang yang memuji-Nya.” [28] Setelah tegak berdiri lalu mengucapkan: RABBANA WA LAKALHAMDU, HAMDAN KATSIIRAN THAYYIBAN, MUBAARAKAN FIIH. “Ya Rabb kami, segala puji hanya milik-Mu dengan pujian yang baik lagi banyak serta penuh berkah.” [29] Ketika berdiri ini pun harus tenang, tidak terburu-buru. [30] Footnote: [28] HR. Al-Bukhari dan Muslim [29] HR. Al-Bukhari dan Muslim [30] HR. Al-Bukhari dan Muslim

8. • Melakukan sujud sambil bertakbir, kemudian meletakkan kedua lutut terlebih dahulu daripada kedua tangan (atau boleh pula sebaliknya). [31] – Posisi sujud: Kedua telapak tangan dibuka, tidak mengepal, dan diletakkan sejajar dengan bahu atau telinga, kedua sikut diangkat, dijauhkan dari lantai dan direnggangkan/dijauhkan dari lambung kiri dan kanan, sehingga ketiak kelihatan, kecuali ketika shalat berjamaah, maka kedua sikut dirapatkan ke sisi lambung. [32] – Posisi jari-jemari ketika sujud: Jari-jemari tangan dirapatkan [33] dan menghadap kiblat. [34] Footnote: [31] HSR. Abu Dawud [32] HSR. Abu Dawud dan An-Nasa-i [33] HSR. Ibnu Khuzaimah [34] HR. Al-Bukhari

9. – Posisi ketika sujud: Kedua paha dibuka, [35] lalu ujung jari-jemari kaki menghadap kiblat dan kedua telapak kaki ditegakkan serta kedua tumit dirapatkan. [36] Jarak antara paha dan lambung dijauhkan. [*]

– Sujudlah dengan thuma’niinah dan lakukanlah dengan menempelkan tujuh anggota badan: dahi dan hidung, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung jari-jemari kedua kaki. [37] Bacaan ketika sujud: SUBHAANA RABBIYAL A’LAA. “Mahasuci Allah Yang Mahatinggi.” (sebanyak 3x) [38] Footnote: [35] HR. Al-Bukhari dan Muslim [36] HSR. Ibnu Khuzaimah [*] Kitab Al-Qaulul Mubin Fil Akhtaail Mushalliin [37] HR. Al-Bukhari dan Muslim [38] HR. Muslim

10. • Bangkit dari sujud sambil bertakbir lalu duduk Iftirasy (untuk duduk di antara dua sujud), yaitu duduk dengan bertumpu pada telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan. [39] Cara duduk Iftirasy yang salah: Duduk bertumpu di atas kedua telapak kaki. Footnote: [39] HR. Muslim

11. – Posisi tangan ketika duduk iftirasy: telapak tangan kanan diletakkan di atas paha kanan, demikian pula dengan tangan kiri. [40] Atau telapak tangan kanan diletakkan di lutut kanan seolah-olah menggenggamnya, demikian pula telapak tangan kiri. [41] Membaca doa: RABBIGHFIRLII RABBIGHFIRLII. “Ya Rabbku ampunilah aku, Ya Rabbku ampunilah aku.” [42] Footnote: [40] HR. Muslim [41] HSR. An-Nasa-i [42] HSR. Abu Dawud

12. • Lalu sujud kembali, kemudian bangkit dari sujud sambil bertakbir, dan duduk sejenak sebagai duduk istirahat. [43] Kemudian bangkit dengan mengepalkan tangan [47] atau dengan membukanya. [45]

• RAKAAT KEDUA: Melakukan rakaat kedua dengan bersedekap, lalu membaca surat al-Faatihah. [46] – Rakaat kedua lebih singkat dari rakaat pertama. [47] Sehingga membaca surat yang lebih pendek dari surat di rakaat pertama. Kemudian ruku’, i’tidaal, sujud dan duduk di antara dua sujud sebagaimana pada rakaat pertama. Footnote: [43] HR. Al-Bukhari dan Muslim [44] HSR. Al-Baihaqi [45] HR. Al-Bukhari [46] HR. Muslim [47] HR. Muslim

13. – Setelah sujud kedua, maka lakukanlah tasyahhud Awal dengan posisi duduk yaitu duduk Iftirasy. Posisi tangan ketika tasyahhud awal: – Tangan kanan menggenggam jari kelingking dan jari manis, adapun ibu jari dan jari tengah membentuk lingkaran, atau boleh juga digenggam seluruhnya. Kemudian jari telunjuk ditegakkan sambil digerak-gerakkan. [48] – Pandangan mata harus tertuju pada telunjuk. [49] Footnote: [48] HSR. Ibnu Majah [49] HR. Muslim

14. Lalu membaca doa Tasyahhud Awal: ATTAHIYYATULILLAH WASH SHALAWAATU WATH THAYYIBATS, ASSALAAMU’ALAIKA AYYUHANNABIYYU WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH, ASSALAAMU’ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADIL-LAHISH SHAALIHIIN. ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH. “Seluruh penghormatan hanyalah milik Allah dan juga seluruh pengagungan serta kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian pula rahmat Allah dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan tercurahkan kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan Rasul-Nya.” [50] Footnote: [50] HR. Al-Bukhari dan Muslim

15. Lalu membaca shalawat:

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIM WA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIIM WA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. “Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberikan rahmat kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah berkahilah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya, sebagaimana Engkau berkahi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung.” [51] Footnote: [51] HR. Al-Bukhari dan Muslim

16. • Bila shalat Shubuh, Jum’at atau shalat dua rakaat lainnya, maka tidak ada Tasyahhud Awal, namun langsung melakukan Tasyahhud Akhir, dengan posisi duduk, yaitu duduk Iftirasy, [52] dan membaca seperti bacaan di atas lalu ditambah dengan doa: ALLAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAM, WA MIN ‘ADZAABIL QABRI, WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAATI, WA MIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL. “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Neraka jahannam, adzab kubur, fitnah dalam kehidupan dan kematian dan dari keburukan fitnah al-Masih Dajjal.” [53] Lalu berdoa lagi sesuai yang diinginkan.

Footnote: [52] HR. Al-Bukhari [53] HR. Al-Bukhari dan Muslim

17. • Bila engkau telah melakukan Tasyahhud Awal, maka bangkitlah, lalu kerjakan rakaat ketiga dengan tangan bersedekap dan membaca al-Faatihah dan tidak membaca surat lain setelahnya. Kemudian ruku’, i’tidaal, sujud dan duduk di antara dua sujud lalu sujud kedua seperti biasa. – Bila shalat Maghrib, maka di rakaat ketiga ini lakukanlah Tasyahhud Akhir setelah melakukan sujud kedua. Posisi duduknya yaitu, duduk Tawarruk (dengan posisi: Telapak kaki kanan ditegakkan, kaki kiri diletakkan di bawah kaki kanan, dan pantat duduk di lantai). Bacaannya sama dengan yang sebelumnya. [54] – Bila tidak mampu duduk tawarruk seperti gambar no. 24, maka boleh melakukannya seperti pada gambar no. 25. Footnote: [54] HR. Al-Bukhari

18. • Bila engkau telah melakukan sujud kedua, maka bangkitlah lalu kerjakanlah rakaat keempat. Lalu ruku’, i’tidaal, sujud, duduk di antara dua sujud dan sujud kedua seperti biasa. Maka lakukanlah Tasyahhud Akhir dengan posisi duduk Tawarruk. • Setelah itu salam, dimulai dengan menolehkan wajah ke kanan sambil mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAH. “Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian.” [55] Lalu menolehkan wajah ke kiri dengan mengucapkan ucapan yang sama. Footnote: [55] HR. Muslim Demikianlah pembaca tuntunan shalat secara ringkas berdasarkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Untuk penjelasan lebih lengkap dan detail silakan membaca buku Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab. http://fadhlihsan.wordpress.com/2013/10/02/gambar-tata-cara-shalat-rasulullah/

(LENGKAP+GAMBAR) TATACARA & TUNTUNAN SHOLAT YANG BENAR SESUAI SUNNAH ROSULULLAH SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DARI MULAI TAKBIR SAMPAI SALAM | RINGKASAN SIFAT SHOLAT NABI KARYA SYAIKH ALBANI RAHIMAHULLAH)* Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani Rahimahullah

1. MENGHADAP KA’BAH

1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini. 2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat. * Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu. * Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap. 3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah. )*gambar lengkap cara sholat (foto) ada di akhir artikel ini HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU 4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi. 5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah. 2. BERDIRI

6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi : * Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya. * Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring. * Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya. 7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai). SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT 8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat. 9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.

10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah. SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK 11. Dibolehkan shalat lail (sholat malam-red) sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua. 12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat. SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL 13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal. 14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa). 15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. SHALAT DI ATAS MIMBAR 16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya. (tambahan-red) Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah

Klik gambar untuk melihat ukuran gambar penuh. Untuk download file dalam bentuk pdf klik disini KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS (SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA 17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan). 18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu. 19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan. KADAR KETINGGIAN PEMBATAS

20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”. 21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah. 22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta. HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR 23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi. HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM 24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya. KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM 25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu. “Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”. Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”. download gratis kajian MP3 Tatacara Sholat yang Benar | Sifat Sholat Nabi di : 

(GRATIS) DOWNLOAD MP3 KAJIAN SALAF FIQIH SHALAT LENGKAP | USTADZ DZULQARNAIN AL MAKASSARI & USTADZ USAMAH MAHRI | Cara Sholat Rosulullah, Sifat Shalat nabi, Kesalahan Shalat, Masalah Nawaitu, Ruku’, Bersedekap setelah I’tidal, Menggerakkan jari ketika Tahiyyat, Tanya Jawab masalah Sholat, dll

BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT 26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya. HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT 27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam. 3. NIAT

28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta). 4. TAKBIR

29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”. 30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.

31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat. 32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir. MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka. 35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga. MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA 36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.

37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan. 38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan. TEMPAT MELETAKKAN TANGAN

39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Lakilaki dan perempuan dalam hal tersebut sama. 40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang. KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD 41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing. 42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri. 43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba. 44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas). DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)

45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah : “Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”. “Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”. Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan. (Tambahan-red) do’a istiftah yang lain :

“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI” artinya: “Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah). Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:

“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA’AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA” yang artinya: “Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku sematamata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosadosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu

kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepadaMu dan bertaubat kepada-Mu.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah) 5. QIRAAH (BACAAN)

46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa. 47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.

“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI” artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi). 48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.

“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…” artinya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan). 49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan). MEMBACA AL-FAATIHAH

50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya. 51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca. “Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”. “Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”. 52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan. 53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek. BACAAN MA’MUM 54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah. BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH 55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah. 56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil. 57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek. 58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.

59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua. 60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama. 61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat. 62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir. 63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan. MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN 64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya. 65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan). 66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan. MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL 67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik. 68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru. 6. RUKU’

69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur. 70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram. 71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.

72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun. CARA RUKU’

73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib. 74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib. 75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.

76. Merenggangkan kedua siku dari badan. 77. Mengucapkan saat ruku’.

“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”. “Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih. MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN 78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.

79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud. I’TIDAL SESUDAH RUKU’ 80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun. 81. Dan saat i’tidal mengucapkan .

“Syami’allahu-liman hamidah”. “Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib. 82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu. 83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun. 84. Mengucapkan saat berdiri.

“Rabbanaa wa lakal hamdu” “Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak). 85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu. 7. SUJUD

86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib. 87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan. TURUN DENGAN KEDUA TANGAN

88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan. 89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya. 90. Merapatkan jari jemari.

91. Lalu menghadapkan ke kiblat.

92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu. 93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.

94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib. 95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun. 96. Menempelkan kedua lutut ke lantai. 97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki. 98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib. 99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat. 100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki. BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD 101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki. 102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga. 103. Mengucapkan ketika sujud.

“Subhaana rabbiyal ‘alaa” “Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih. 104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan. 105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu. 106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya. 107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.

IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD

108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib. 109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan. 110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun. 111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib. 112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy). 113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat. 114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit. 115. Mengucapkan pada waktu duduk.

“Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.

“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”. 116. Dapat pula mengucapkan.

“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”. “Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”. 117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud. SUJUD KEDUA 118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. 119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini. 120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga. 121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama. DUDUK ISTIRAHAT 122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir. 123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya. 124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya. RAKAAT KEDUA 125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya. 126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama. 127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.

128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama. DUDUK TASYAHUD 129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib. 130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud. 131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini. 132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya. 133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri. 134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri. MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA

”135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah. 136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.

137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat. 138. Dan melihat pada telunjuk. 139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir. 140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri. 141. Melakukan semua ini di semua tasyahud. UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA 142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi. 143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan). 144. Dan lafadznya :

“At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa ‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”. “Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya”. 145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :

“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.” artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.” 146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”. “Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”. 147. Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya. (tambahan-red) Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:

“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.” artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim) RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT 148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk. 149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan. 150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya. 151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat. 152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya. 153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua. 154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban. 155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat. QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA 156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka. 157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan :

“Rabbana lakal hamdu”.

158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi. 159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a. 160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam. 161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya. 162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud. QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA 163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu. 164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah. 165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa ilayika”. “Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu”. 166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum. 167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu. TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK

168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib. 169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal. 170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan. 171. Menegakkan kaki kanan. 172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan. 173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya. KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA 174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal. 175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal”. “Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”. BERDO’A SEBELUM SALAM

176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya. SALAM DAN MACAM-MACAMNYA 177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun. 178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah. 179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah. 180. Macam-macam cara salam. * Pertama mengucapkan

“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri. * Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).

* Ketiga mengucapkan

“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri. * Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan. PENUTUP Saudaraku seagama. Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah

Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya. “Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. http://28vitaagustin.wordpress.com/ilmu-islam/lengkapgambar-tatacara-tuntunan-sholat-yangbenar-sesuai-sunnah-rosulullah-shallallaahu-alaihi-wasallam-dari-mulai-takbir-sampai-salamringkasan-sifat-sholat-nabi-karya-syaikh-alba/





7. dan yang terakhir anda harus mencuci kedua belah kaki hingga tiga kali, dari lutut sampai mata kaki

keterangan : dalam melaksanakan wudhu anda harus melaksanakannya dengan berturut-turutan , artinya yang dahulu didahulukan dan yang akhir harus diakhirkan

Related Documents

Fiqih Sholat
March 2021 0
Fiqih Mawaris
January 2021 1
Hadist Sholat
March 2021 0
Fiqih Azan Iqomah
March 2021 0
Modul Ushul Fiqih
January 2021 1

More Documents from "Faiz Al Fakhri"