Loading documents preview...
MAKNA AKHLAK DALAM ISLAM Oleh : Astika, Dwi S, Nafiul, Silvi
A.
PENDAHULUAN Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran agama Islam yang memiliki kedudukan sangat
penting.
Akhlak
merupakan
buah
yang
dihasilkan dari proses penerapan akidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah dipondasi dengan kuat. Jadi, tidaklah mungkin akhlak ini akan terwujud apabila seseorang tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Saat ini, istilah akhlak sudah lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki makna sama, yakni sikap dan perilaku seseorang. Dalam sabda Rasulullah Saw mengisyaratkan bahwa, kehadirannya dibumi ini akan membawa misi pokok dan menyempurnakan akhlak mulia. Misi yang dijalankan olehnya sangatlah agung dan dijalankan lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya dimulai dengan pembenahan akidah masyarakat Arab kurang lebih 13 tahun. Kemudian Rasulullah Saw mengajak untuk menerapkan syariah setelah akidahnya kuat. Dengan kedua sarana inilah Rasulullah Saw merealisasikan akhlak mulia dikalangan umat Islam pada waktu itu. 1
Berdasarkan latar belakang tersebut ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada kajian ini, diantaranya: akhlak, etika, dan moral, pembagian akhlak dalam Islam serta landasan akhlak yang dijadikan pedoman atau patokan dalam Islam untuk menerapkan akhlak mulia tersebut. Tujuan dari kajian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman bagi mahasiswa terkait akhlak dalam Islam, pembagian akhlak dalam Islam, serta landasan akhlak untuk dapat menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari–hari
(moral
action).
Dengan
kajian
ini
diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, dan etika yang baik supaya mampu menjadi bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya dalam bersosial kelak.
B.
AKHLAK, ETIKA, DAN MORAL Secara garis besar Agama Islam terdiri dari tiga dimensi ajaran, yaitu: Iman, Islam, Ihsan. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab tentang peristiwa dialog yang terjadi antara Nabi dengan Jibril yang menyamar sebagai seorang manusia yang datang kala Nabi sedang mengajar para sahabat dan bertanya tentang Iman, Islam, dan Ihsan, maka Nabi menjawab tentang Ihsan.
2
“Ihsan adalah jika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak mampu melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatMu”.
(HR. Bukhari Muslim). Ihsan berarti ma’rifat kepada Allah, menyaksikan keberadaan Allah di dalam setiap keadaan dengan pandangan yang yakin, dengan pengetahuan yang yakin dan hakikat kenyakinan. Allah memerintahkan agar manusia mendapatkan kenyakinan yang benar dengan jalan senantiasa beribadah kepada Allah SWT. ∩∪ ÚÉ)u‹ø9$# y7u‹Ï?ù'tƒ 4®Lym y7−/u‘ ô‰ç6ôã$#uρ Artinya : “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al Hijr : 99).
Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
akhlaknya orang mukmin itu adalah tasawuf, suatu etika yang terkonsentrasikan pada Allah semata dengan keterlibatan hati dan jiwa secara utuh. 1.
Pengertian Akhlak Dalam
pengertian
sehari-hari
(bahasa
Indonesia) akhlak umumnya santun dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral. Manusia
3
akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), akhlak seringkali disamakan dengan kesusilaan, atau sopan santun. Dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris. Manusia akan menjadi sempurna apabila memiliki akhlak terpuji serta menjauhkan dari hal–hal yang tercela.2 Akhlak bisa menjadi baik atau bahkan sebaliknya. Hal itu tergantung tata nilai yang dijadikan landasan atau tolak ukurnya. Di Indonesia, kata akhlak dikonotasikan sebagai hal yang positif. Adapun secara istilah, akhlak merupakan sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia dimuka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan as sunnah. Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas pada kajian ini akan menjelaskan pengertian akhlak dengan nuansa yang berbeda. Kata akhlak yang berasal dari kata al-akhlaq yang berarti 1
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3, hal.221 2 Matta,Anis, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-Itishom, 2006), cet. 3, hal.14
4
tabiat, perangai, dan kebiasaan. Salah satu hadits Nabi Muhammad Saw adalah sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” ( HR. Ahmad).
Sedangkan dalam al-Quran ditemukan bentuk tunggal dari akhlaq yaitu khuluq: ∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯ΡÎ)uρ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Khuluq adalah ibarat dari perilaku manusia yang membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktekkan dalam perbuatan, sedang yang buruk dibenci dan dihilangkan. 3 Kata–kata tersebut juga seringkali disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun.
3
Marzuki, Konsep Akhlak Islam, BAB 4 hal 170, diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M. Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20%20Buku%20PAI%20UNY%20%20BAB%2010.%20Konsep%20Akhlak%20Islam.pdf. Diakses pada tanggal 10 september 2016 pukul 18:05
5
Akhlak kepada Allah SWT merupakan pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan berikut perilaku yang dikerjakan adalah: 1.
Al-Hubb Yaitu
mencintai
Allah
SWT
melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Kecintaan kita terhadap Allah
diwujudkan
melaksanakan
segala
dengan
cara
perintahnya
dan
menjauhi segala larangan-Nya. 2.
Al-Raja Yaitu
mengharap
karunia
dan
berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT. 3.
As-Syukr Yaitu
mensyukuri
nikmat
dan
karunia Allah SWT. 4.
Qana’ah Yaitu semua kadar maksimal.
6
menerima
dengan
ikhlas
Illahi setelah berikhtiar
5.
Memohon ampunan hanya kepada Allah SWT.
6.
At-taubat Yaitu bertaubat hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling tinggi adalah taubatan
nasuha
yaitu
taubat
yang
sesungguhnya, benar–benar taubat dan tidak lagi melakukan perbuatan yang dilarang
Allah
SWT,
dengan
tertib
melaksanakan perintah dan menjauhi yang dilarang Allah SWT. 2.
Pengertian Etika Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak, susila, adat. Adapaun secara istilah dari Ahmad Amin mengemukakan bahwa, etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk. Menerangkan apa yang harus dilakukan manusia untuk menunjukkan hal apa yang seharusnya mereka perbuat. Sedangkan Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tenang baik dan buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai. Pengertian lebih lanjut dikemukakan oleh Ki
Hajar
Dewantara.
Menurutnya,
etika
merupakan ilmu yang mempelajari tentang 7
kebaikan
dan
keburukan
dalam
kehidupan
manusia. Lebih spesifiknya dalam gerak gerik pikiran dan rasa merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Dari
beberapa
definisi
diatas
dapat
diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal, yakni sebagai berikut: a.
Pertama,
dilihat
dari
segi
objek
pembahasannya etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan manusia. b.
Kedua, dari sumbernya etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
c.
Ketiga, dari segi fungsinya etika berfungsi sebagai penilaian, penentu, dan penetap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
d.
Keempat, dilihat dari segi sifatnya etika bersifat relatif yakni dapat berubah–ubah sesuai dengan tuntutan zaman.4
3.
Pengertian Moral Moral berasal dari bahasa latin mores artinya kebiasaan. Moral adalah istilah yang
4
Nata,Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 2, hal.75-76
8
digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, dan pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan baik, benar, salah atau buruk. 5 Dalam perkembangan selanjutnya istilah moral sering didahului dengan kata kesadaran, sehingga menjadi istilah kesadaran moral.
Kesadaran
moral
merupakan
faktor
penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu
bermoral,
berperilaku
susila,
dan
perbuatannya selalu sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral erat kaitannya dengan hati nurani. Dan kesadaran moral itu mencakup tiga hal. a.
Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
b.
Kedua,
kesadaran
moral
juga
dapat
berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan
secara
universal,
artinya disetujui, berlaku pada setiap waktu
5
Ali,Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2001),cet. 11, hal.353
9
dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. c.
Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
C.
PEMBAGIAN AKHLAK Secara garis besar akhlak ada dua macam yakni, akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Untuk penjelasannya akan dibahas sebagai berikut: 1.
Akhlak mahmudah Yaitu segala bentuk sikap dan perilaku yang terpuji. Akhlak yang terpuji adalah akhlak yang
dikehendaki
oleh
Allah
SWT
dan
dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Akhlak dapat diartikan sebagai akhlak orang–orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
6
Berikut contoh akhlak mahmudah : a. Sifat setia (al-amanah) b. Pemaaf (al-afwu) c. Menepati janji (al-wafa) d. Tolong–menolong (at-ta’awun) e. Murah hati (as-sakha’u)
6
Saebani ,Beni Ahmad dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), cet. 1, hal.200
10
f. Sabar (as-shabru) g. Hemat (al-iqtishad) h. Menghormati tamu (ad-dliyafah) i. Merendah diri (at-tawadlu) j. Menundukan
diri
dihadapan
Allah
(al-
khusyu’) 2.
Akhlak madzmumah Yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan (AlKhaliq), sesama manusia, dan makhluk yang lainnya. a.
Akhlak buruk terhadap Allah SWT: 1)
Takabbur (Al-Kibru) yaitu sikap menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah SWT yang artinya hal ini termasuk mengingkari nikmat Allah SWT.
2)
Musyrik (Al-Syirik) mempersekutukan
yaitu sikap Allah
SWT
dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaanNya 3)
Murtad (Ar-riddah) yaitu sikap yang meninggalkan atau keluar dari Islam untuk mnjadi kafir. 11
4)
Munafiq (An-Nifaaq) yaitu sikap yang
menampilkan
bertentangan
dengan
dirinya kemauan
hatinya dalam kehidupan beragama. 5)
Rakus dan Tamak (Al-Hirshu dan Ath-Thama’u) yaitu sikap yang tidak pernah merasa cukup, selalu ingin menambah apa yang ia miliki tanpa memperhatikan hak–hak orang lain. Hal ini berbanding terbalik dengan rasa
cukup
(Qana’ah)
dan
merupakan akhlak yang buruk. b.
Akhlak buruk terhadap manusia 1)
Mudah marah (Al-Ghadhab) yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.
2)
Iri hati atau dengki (Al-Hasadu atau Al-Hiqdu) yaitu sikap keiwaan yang menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain hilang.
3)
Mengadu-adu (An-Namiimah) yaitu perilaku 12
yang
suka
memindah
perkataan kepada orang lain dengan maksud agar hubungan keduanya rusak. 4)
Mengumpat (Al-Ghiibah) yaitu suatu perilaku
yang
membicarakan
keburukan seseorang kepada orang lain. 5)
Berbuat Aniaya (Azh-Zhulmu) yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain. Baik kerugian matriil maupun non matriil. Dan adapula yang mengatakan bahwa, seseorang yang mengambil hak–hak orang lain termasuk
perbuatan
Dzalim
(menganiaya).
D.
LANDASAN AKHLAK DALAM ISLAM Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam guna membedakan mana yang baik dan yang buruk adalah sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut akal manusia. Allah SWT berfirman: Artinya: 13
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. AlRum : 30).
Dengan fitrah itulah manusia akan mencintai kesucian dan cenderung berbuat kebenaran. Hati nuraninya
selalu
mendambakan
kebenaran,
ingin
mengikuti ajaran–ajaran Allah dan rasul-Nya, karena kebenaran tidak mudah untuk dicapai kecuali dengan Allah SWT sebagai sumber kebenaran yang mutlak. Harus diakui bahwa fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi dengan baik. Pendidikan dan pengalaman manusia dapat mempengaruhi eksistensi fitrah manusia itu. Dengan pengaruh tersebut tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan tertutup sehingga tidak lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar. Karena itulah ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan kepada hati nurani belaka, tetapi harus dikembalikan kepada wahyu yang terjamin kebenarannya. Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah SWT. dengan cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. alIkhlash:1–4; QS. al- Dzariyat: 56), menaati perintahnya (QS. Ali ‘Imran : 132), ikhlas dalam semua amal (QS. 14
al-Bayyinah: 5), tadlarru’ dan khusu’ dalam beribadah (QS. al-Fatihah: 6), berdoa dan penuh harapan pada Allah Swt. (QS. al-Zumar: 53), berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali ‘Imran:
154),
bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali ‘Imran: 159), bersyukur (QS. Ibrahim: 7), dan bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan (QS. alTahrim: 8).7
E.
KESIMPULAN Demikian kajian yang kami paparkan, dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, akhlak merupakan attitude atau sikap dan perilaku manusia yang mencerminkan diri mereka tentang hal yang dilakukan baik atau buruk. Penilaian baik buruknya akhlak dilakukan dari beberapa sumber yakni al-Quran, as-sunnah maupun dan hadits. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlaknya orang mukmin itu adalah tasawuf, suatu etika yang terkonsentrasikan pada Allah semata dengan keterlibatan hati dan jiwa secara utuh.
7
Marzuki, Konsep Akhlak Islam, BAB 4 hal 178, diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M. Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20%20Buku%20PAI%20UNY%20%20BAB%2010.%20Konsep%20Akhlak%20Islam.pdf. Diakses pada tanggal 10 september 2016 pukul 16:33
15
Akhlak tidak sulit untuk diperbincangkan, tetapi sangaltlah sulit untuk diterapkan. Untuk bisa berakhlak mulia, seseorang tidak harus memulai dari memahami apa itu akhlak dan apa saja nilai–nilai mulia dalam akhlak, akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana ia dapat
menerapkan
dalam
kehidupan
sehari–hari.
Meskipun demikian, pemahaman yang benar tentang akhlak juga menjadi dasar awal bagi seseorang sehingga memiliki motivasi yang kuat untuk bisa berakhlak dan berkarakter mulia. Untuk bisa merealisasikannya nilai–nilai akhlak dalam kehidupan nyata butuh pemahaman yang benar, fasilitas yang cukup, aturan–aturan yang tegas (law inforcement), keteladanan (role model).
16
SEJARAH TASAWUF Esa, Mumun, Anjar, Ana
A.
PENDAHULUAN Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Tasawuf sebenarnya tidak pernah mengajarkan untuk menjauhi urusan kehidupan dunia. Hanya saja praktek tasawuf yang berlebihan
dapat
mengurangi
perhatian
terhadap
kepentingan hidup duniawi. Misalnya banyak sufi sering berpuasa di siang hari dan beribadah dan berzikir pada malam hari, sehingga mereka kurang memiliki kesempatan untuk memperhatikan kehidupan dunia. Dalam ajaran tasawuf, tidak semua orang bahkan seorang sufi pun tidak begitu saja dapat berada dekat dengan Tuhan, melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh beberapa tahap proses tertentu. Misalnya harus menempuh beberapa maqam (stasiun), yaitu disiplin dalam kerohanian yang ditunjukan oleh seorang calon sufi dalam bentuk berbagai pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu. Seperti dalam Al-Qur’an, "Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun 17
perempuan
dalam
keadaan
beriman,
maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97). Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai makna dan sejarah tasawuf, macam-macam aliran tasawuf, dan landasan tasawuf dalam Islam. Berdasarkan pembahasan diatas, penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami apa makna dan sejarah tasawuf, mengetahui macam-macam tasawuf, serta mengetahui landasan tasawuf dalam Islam.
B.
MAKNA DAN SEJARAH TASAWUF Pada hakikatnya tasawuf adalah tashfiyatul qalbi anis shifatil madzmumah, yang berarti membersihkan hati dari sifat-sifat yang tercela. Oleh karena itu yang menjadi sasaran tasawuf adalah hati, jiwa, rohani, atau batin yang menjadi sumber segala sikap dan tingkah laku manusia untuk menuju kebersihan hati agar memperoleh keridhaan Allah.8 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah suatu ajaran dalam
8
Simuh,dkk. Tasawuf dan Krisis (Pustaka Pelajar:Semarang,2001).
hlm 170
18
Islam
yang
mengajarkan
bagaimana
seharusnya
seseorang bersikap mental dalam hubungannya dengan Allah,
dengan
sesama
manusia
dengan
alam
lingkungannya yang didasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Tasawuf disini meliputi dua macam bentuk, yaitu: tasawuf ‘ammah (yang umum) dan tasawuf khashshah (yang khusus). 9 Yang pertama berupa semua bentuk kegiatan dalam usaha peningkatan moral dan akhlak, yaitu meliputi segala perbuatan baik yang dilakukan dengan istiqamah, seperti: shalat, wirid, infak, sedekah, menolong orang lain, amar ma’ruf nahi munkar, bahkan juga kegiatan mencari nafkah didasari niat yang benar. Yang
kedua
berupa
kegiatan
tata
wirid
yang
dipraktekkan secara istiqamah, yang diterima dari guruguru tertentu yang berkesinambungan secara berangkai (bersanad muttasil) sampai kepada Rasulallah Saw.10 Tasawuf merupakan usaha untuk melaksanakan ajaran agama Islam secara murni dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan dunia, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan
9
Ibid. Simuh,dkk. Tasawuf dan Krisi, hlm.171 Op.cit Simuh,dkk. Tasawuf dan Krisis, hal.171
10
19
berbagai
jenis
amalan
ibadah,
melaparkan
diri,
mengerjakan sholat malam.11 Bahkan tidak sedikit orang menderita sakit dalam bertasawuf, kemudian orang tersebut sembuh dengan melakukan meditasi.Meditasi terdapat dalam berbagai budaya dan agama.Dalam Islam misalnya meditasi diajarkan dalam tasawuf. Ada beberapa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai meditasi dalam tasawuf, yaitu tafakkur, wirid, zikir, doa dan uzlah.12 Tafakkur berarti perenungan, yaitu merenungkan ciptaan
Allah,
kekuasaannya
yang
nyata
dan
tersembunyi serta kebesaran-Nya diseluruh langit dan bumi. Kita dianjurkan untuk bertafakkur tentang karunia, kemurahan dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah. Tafakkur seperni ini akan mendorong kita untuk selalu mensyukuri dan menyibukkan diri dengan ibadah dan amalsaleh sebagai wujud kecintaan kita kepada Allah. Kegiatan lain dalam tasawuf adalah wirid. Wirid adalah latihan spiritual dengan menyebut nama-nama
11
Ayahanif, Tasawuf dan Perkembangannya, diakses http://plosorejokuluwut.blogspot.co.id/2016/04/tasawuf-danperkembangannya.html pada tangal 03 April 2016 pukul 21.13 12
dari
Sudirman Tebba. Tasawuf Positif (Kencana:Bogor, 2003). hlm. 54-
58
20
Allah, yang biasa disebut asmaul husna, jumlahnya 99nama. Wirid juga adalah mengerjakan shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, zikir doa dan tafakkur. Kegiatan
lainnya
adalah
zikir.Zikir
berarti
mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan mengulang-ulang salah satu nama-Nya atau kalimat keagungan-Nya. Zikir yang hakiki adalah sebuah keadaan spiritual dimana seorang yang mengingat Allah memusatkan segenap kekuatan fisik dan spiritualnya kepada Allah, sehingga seluruh wujudnya bisa bersatu dengan Yang Maha Mutlak. Ini adalah amalan dasar dalam menempuh jalan sufi. Berikutnya adalah doa. Doa berarti permintaan atau permohonan, yaitu permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat. Dengan demikian, doa itu dipanjatkan hanya kepada Allah, tidak kepada selain Allah. Walaupun misalnya ada orang berdoa di kuburan, tetapi doanya tetap kepada Allah, tidak kepada orang mati yang ada dalam kubur itu. Yang terakhir adalah uzlah. Uzlah berarti mengasingkan diri dari pergaulan dengan masyarakat untuk menghindari maksiat dan kejahatan serta melatih jiwa dengan melakukan ibadah, zikir, doa dan tafakkur
21
tentang kebesaran Allah dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Istilah Sufi baru muncul kepermukaan pada abad kedua Hijriyah, sebelum itu kaum muslimin dalam kurun awal Islam sampai abad pertama Hijriyah belum mengenal istilah tersebut. Namun bentuk amaliah para sufi itu tentu sudah ada sejak dari awal kelahiran Islam itu dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW., bahkan sejak manusia diciptakan. Sejarah
historis
ajaran
tasawuf
mengalami
perkembangan yang sangat pesat, berawal dari upaya meniru pola kehidupan Rasulullah SAW., baik sebelum menjadi Nabi dan terutama setelah beliau bertugas menjadi Nabi dan Rasul, perilaku dan kepribadian Nabi Muhammad lah yang dijadikan tauladan utama bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi doktrin yang bersifat konseptual. Tasawuf pada masa Rasulullah SAW adalah sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat-sahabat Nabi tanpa terkecuali. Berikut sejarah perkembangan tasawuf dari abad I hingga sekarang.13
13
Rasyid Rizani, S.HI. M.HI, Sejarah Kelahiran Ilmu Tasawuf, diakses dari http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/sejarah-kelahiran-ilmutasawuf/ pada tanggal 24 Juni 2013
22
1.
Masa pembentukan (Abad I dan II H) Masa ini dimulai sekitar abad I dan II Hijriyah. Tokoh-tokohnya seperti Hasan al-Basri, Ibrahim bin Adham, Sufyan al-Sauri, dan Rabi’ah al-Adawiyah. Abu al Wafa menyimpulkan bahwa karakter zuhud pada abad I dan II H yaitu sebagai berikut: a.
Menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat yang berakar pada nas agama yang dilatarbelakangi coraknya
oleh
bersifat
sosio-politik,
sederhana,
praktis,
tujuannya untuk meningkatkan moral. b.
Masih bersifat praktis dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prisnip teoritis atas kezhuduannya itu. Sementara sarana-sarana praktisnya adalah
hidup
dalam
ketenangan
dan
kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT, dan berlebihlebihan dalam merasa dosa, tunduk mutlak kepada kehendak-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Tasawuf
pada
mengarah pada tujuan moral.
23
masa
ini
c.
Motif zuhudnya ialah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan
secara
sungguh-sungguh.
Sementara pada akhir abad II Hijriyah di tangan Rabi’ah al-Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut terhadap
adzab-Nya
maupun
terhadap
pahala-Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian
diri,
dan
abstraksi
dalam
hubungan antara manusia dengan Tuhan. d.
Menjelang akhir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnya di Khurasan dan rabi’ah al-Adawiyah ditandai dengan kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandangs ebagai fase pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV Hijriyah. Pada masa ini kata zuhud lebih populer
ketimbang kata tasawuf. Untuk menjadi sufi seseorang harus menjadi zahid, tiap sufi adalah zahid, tapi bukan setiap zahid adalah sufi. Mistisisme pada masa itu menjadi ciri mereka yang dikenal dengan sebutan zuhhad (orangorang zuhud), nussak (ahli ibadah), qurra’ (ahli baca), qushshash (ahli cerita hikmah), bukka’ 24
(yang menangisi dosa), urafa’ (ahli ma’rifat), darawisy (darwisy atau tunawisma). 2.
Masa pengembangan (Abad III dan IV H) Jika pada akhir abad II ajaran sufi berupa kezuhudan, maka pada abad ketiga ini orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan (fana fi mahbub), bersatu dalam kecintaan (ittihad fi mahbub), bertemu dengan Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan Tuhan (‘ain al jama’). Abu Yazid al-Bushthami (261 H) adalah seorang sufi Persia yang pertamakali menggunakan istilah fana’ sehingga dia dibilang sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini. Nicholson mengatakan bahwa Abu Yazid adalah dijuluki sebagai pendiri tasawuf yang berasal dari Persia
yang memasukkan ide wahdatul wujud
sebagai
pemikiran
sebagaimana
thesofi
orisinil merupakan
dari
Timur
kekhususan
pemikiran Yunani. Sesudah Abu Yazid, muncul lagi seorang sufi kenamaan Al Hallaj (w. 309 H) yang terkenal dengan
teori
hululnya
(inkarnasi
Tuhan).
Percampuran antara roh manusia dengan Tuhan diumpamakan al Hallaj bagaikan bercampurnya air dengan khamer, jika ada sesuatu yang 25
menyentuh-Nya
maka
mententuh
aku.
Di
samping teori hululnya dia juga mempunyai pandangan tentang teori nur Muhammad dan wahdat al adyan. Dengan demikian tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah lebih mengarahkan pada ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku. Sudah sedemikian berkembang, sehingga sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri. Pada abad III dan IV Hijriyah ini terdapat 2 aliran, yaitu : a.
Aliran tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Alquran dan
al-Hadits
secara
ketat,
serta
mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkatan rohaniah) mereka kepada kedua sumber tersebut. b.
Aliran tasawuf semi falsafi, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapanungkapan bertolak
ganjil dari
(syathahiyat)
keadaan
fana
serta menuju
pernyataan tentang terjadinya penyatuan (ittihad atau hulul).
26
Tokoh-tokoh tasawuf pada abad II dan IV H lainnya seperti Ma’ruf al-Karkhi, Abu al-Hasan Surri al-Saqti, Abu Sulaiman al-Darani, haris alMuhasibi, Zu al- Nun al-Misri, Junaid albaghdadi, dan Abu Bakar al-Syibli. 3.
Masa Konsolidasi (Abad V H) Pada masa ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan dan berkembang sedemikian rupa, sedang tasawuf falsafi tenggelam dan akan kembali lagi pada abad VI Hijriyah dalam bentuk yang lain. Kemenangan tasawuf sunni ini dikarenakan menangnya teologi ahl as Sunnah wa al Jama’ah yang dipelopori oleh Abu al Hasan al Asy’ari (w. 324 H) yang mengadakan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid al Bushthami dan al-Hallaj, sebagaimana yang tertuang dalam syathahiyatnya yang nampak bertentangan dengan kaidah dan aidah Islam. Periode ini ditandai dengan pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya Alquran dan Hadits. Tokoh-tokohnya ialah al-Qusyairi (376-465 H), al-Harawi ( 396 H), dan al-Ghazali (450-505 H). 27
Al-Qusyairi adalah salah seorang sufi utama abad V H ini terkenal dengan karyanya Risalah al-Qusyairiyah, isinya lengkap bauik secara teoritis maupun praktis. Dia terkenal pembela theologi ahl al Sunnah wa al Jama’ah yang mampu mengkompromikan syari’ah dan hakikat. Ada 2 hal yang dikritiknya tentang syatahiyat yang dikatakan oleh kaum sufis emi falsafi
dan
cara
berpakaian
mereka
yang
menyerupai orang miskin, sementara pada saat yang sama tindakan mereka bertentangan dengan pakaiannya. Dia menekankan bahwa kesehatan bathin dengan berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah lebih penting daripada pakaian lahiriah. Al-harawy
dengan
karya
terkenalnya
Manazil al-Sairin ila Rabb al-‘Alamin, dia dikenal sebagai penyusun teori fana dalam kesatuan,
namun
fananya
berbeda
dengan
fananya kaum sufi semi falsafi sebelumnya. Baginya fana bukanlah fana wujud sesuatu selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri. Dengan kata lain ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan, bahkan
juga
ketidaksadaran
penyaksiannya serta dirinya sendiri. 28
terhadap
Tokoh lainnya adalah Al Ghazali, corak tasawufnya dapat dilihat pada karyanya ihya ulum al-Din, Bidayah al Hidayah, dan lain-lain. Al Ghazali menilai negatif terhadap syathahiyat, karena dianggapnya mempunyai 2 kelemahan, yaitu : a.
Kurang memperhatikan amalan lahiriyah hanya mengungkapkan kata-kata yang sulit dipahamidan
mengemukakan
kesatuan
dengan Tuhan, tersingkapnya tirai, dan tersaksikannya Allah. Dan ini membawa dampak negatif terhadap orang awam, lari meninggalkan menyatakan
pekerjaannya ungkapan-ungkapan
lalu yang
mirip dengannya. b.
Keganjilan ungkapan yang tidak dipahami maknanya diucapkan dari hasil pikiran yang kacau, hasil imajinasi sendiri.
4.
Masa Falsafi (Abad VI H) Setelah tasawuf semi falsafi mendapat hambatan dari tasawuf sunni tersebut, maka pada abad VI Hijriyah tampillah tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. 29
Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf, dan juga tidak bisa dikatakan sebagai filsafat. Karena itu disebut sebagai tasawuf falsafi, karena di satu pihak memakai term-term filsafat, namun secara epistimologis memakai dzauq / intuisi / wujdan (rasa). Ibnu
Khaldun
menyimpulkan
dalam Muqaddimahnya
bahwa
tasawuf
Falsafi
mempunyai 4 objek utama, dan menurut Abu al Wafa’ bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu : a.
Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi serta intropeksi yang timbul darinya.
b.
Illuminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib.
c.
Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
d.
Penciptaan
ungakapan-ungkapan
pengertiannya
sepintas
yang
samar-samar
(syathahiyat). Adapun
methode
pencapaian
tujuan
tasawuf sama dengan tasawuf sebelumnya, baik mengenai
maqamat,
30
ahwal,
riyadhah,
mujahadah, dzikir, mematikan kekuatan syahwat, maupun yang lainnya. Tokoh-tokohnya ialah Ibnu Araby dengan teori wahdat al wujud, Suhrawardi al Maqtul (yang
terbunuh)
dengan
teori
isyraqiyah
(pancaran), Ibnu Sabi’in dengan teori Ittihad, Ibnu Faridh dengan teori Cinta, Fana’ dan wahdat al-syuhudnya. Pada abad VI H dan dilanjutkan abad VII H muncul cikal bakal orde-orde (thariqah) sufi kenamaan. Hingga dewasa ini pondok-pondok tersebut merupakan oasis-oasis di tengah-tengah gurun pasir duniawi. Kemudian tibalah saat mereka berjalan dalam suatu kekerabatan para sufi yang tersebar luas yang mengakui seorang guru dan menerapkan disiplin dan ritus yang lazim. Thariqah yang terkenal dan berkembang sampai sekarang antara lain Thariqah Qadariyah yang diciptakan oleh Abdul Qadir al Jailani (471561
H),
Thariqah
Suhrawardiyah
yang
dicetuskan oleh Syihab al-Din Umar ibn Abdillah al-Suhrawardy
(539-631
H),
Thariqah
Syadziliyah yang dirintis oleh Abu Hasan alSyadzily (592-656 H), Thariqah Badawiyah yang dicetuskan oleh Muhammad al-Badawy (596-675 31
H), Thariqah Naqsyabandiyah yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Baha’ al-Din al-Uwaisi alBukhary (717-791 H), dan lain sebagainya. 5.
Masa Pemurnian A.J. Arberry menyatakan bahwa masa Ibnu Araby, Ibnu Faridh dan Ar-Rumy adalah masa keemasan gerakan tasawuf secara teoritis ataupun praktis. Pengaruh dan praktek-praktek tasawuf kian tersebar luas melalui thariqah-thariqah dan para sultan serta pangeran tidak segan-segan pula mengeluarkan
perlindungan
dan
kesetiaan
peribadi mereka. Contoh paling menonjol ialah figur terhormat Dharma Syekh, putra kaisar Mogul, Syekh Johan yang menulis sejumlah kitab di antaranya al Majma’ al-Bahrain di dalamnya dia mencoba merujukkan teori tasawuf Vedanta. Tasawuf pada waktu itu ditandai bid’ah, khurafat, mengabaikan syari’at dan hukumhukum moral dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan, berbentengkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional. Azimat dan ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan.
32
Bersamaa dengan itu muncullah pendekar ortodox, Ibnu Taimiyah yang dengan lantang menyerang penyelewengan-penyelewengan para sufi tersebut. dia terkenal kritis, peka terhadap lingungan sosialnya, polemis dan tandas berusaha meluruskan
ajaran
Islam
yang
telah
diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran Islam, Alquran dan Sunnah.
Kepercayaan
yang
menyimpang
diluruskan seperti kepercayaan kepada wali, khurafat,
dan
bentuk-bentuk
bid’ah
pada
umumnya. Menurut Ibnu Taimiyah yang disebut wali (kekasih Allah) ialah orang yang berperilaku baik
(shaleh),
konsisten
dengan
syari’ah
Islamiyyah. Sebutan yang tepat untuk diberikan kepada orang tersebut ialah Muttaqin. Firman Allah SWT : ∩∉⊄∪ šχθçΡt“øts† öΝèδ Ÿωuρ óΟÎγøŠn=tæ ê’öθyz Ÿω «!$# u!$uŠÏ9÷ρr& āχÎ) Iωr& ∩∉⊂∪ šχθà)−Gtƒ (#θçΡ%Ÿ2uρ (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$#
Artinya : “Ingatlah, seungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hai. (yaitu) orang-orang 33
yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” QS. Yunus: (62-63) Ibnu Taimiyah melancarkan kritik terhadap ajaran Ittihad, hulul, dan wahdat al-Wujud sebagai
ajaran
yang
menuju
kekufuran
(atheisme), meskipun keluar dari orang-orang yang terkenal ‘arif (orang yang telah mencapai tingakatan ma’rifah), ahli tahqiq (ahli hakikat) dan ahli tauhid (yang mengesakan Tuhan). Pendapat tersebut layak keluar dari orang Yahudi dan
Nasrani.
Mengikuti
pendapat
tersebut
hukumnya sama dengan yang menyatakan, yakni kufur. Yang mengikutinya karena kebodohan, masih dianggap beriman. Ibnu taimiyah masih mentolerer ajaran fana’, sesuatu tingkatan yang diperoleh oleh orang yang ‘arif tatkala kesadarannya hilang, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Fana’ yang seperti ini sering dialami oleh sebagain muhibbin (pecinta Tuhan) dan sebagian ahli suluk (yang meniti jejak menuju ma’rifat), namun ia bukan menjadi tujuan dan cita-citanya. Fana’ yang ditolerer adalah yang disertai tauhid. Ibnu Taimiyah membagi fana’ menjadi 3 bagian yaitu: 34
a.
Fana’
yakni
Ibadah,
fana’
dalam
beribadah. b.
Fana’
Syuhud
al-Qalb,
yakni
fana’
pandangan hati. c.
Fana’ wujud ma Siwa Allah, yakni fana’ wujud selain Allah. Terhadap fana’ pertama dan kedua masih
dalam batas kewajaran, baik ditinjau dari segi psikologis maupun agamis. Sedang fana’ yang ketiga dianggap menyeleweng dari ajaran Islam, dianggap
kufur,
karena
ajaran
tersebut
beranggapan bahwa “wujud Khaliq adalah wujud makhluk”, berarti tidak mengakui adanya wujud selain Allah. Padahal dalam kenyataannya wujud ini ada 2, dan dipisah antara al-Khaliq dan alMakhluq. Di samping dianggap kafir, juga disebut zindiq yang patut dijatuhi hukuman yang setimpal (hukuman mati). Ibnu Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajaran Rasulullah SAW, yakni menghayati ajaran Islam, tanpa mengikuti aliran thariqah tertentu, dan tetap melibatkan
diri
dalam
kegiatan
sosial,
sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf
35
model ini yang cocok dikembangkan di masa modern seperti sekarang.
C.
MACAM-MACAM ALIRAN TASAWUF Aliran-aliran itu meliputi aliran tasawuf Falsafi, tasawuf amali, dan tasawuf akhlaki. Pada masa tasawuf sunni ajarannya berpedoman pada al-qur’an dan alHadits. Pada masa tasawuf falsafi adalah tasawuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran. Tasawuf yang diartikan dengan kehendak memperbaiki budi dan membersihkan batin adalah tasawuf amali. 1.
Tasawuf Falsafi adalah aliran yang ajaranajarannya memadukan antara visi mistik (ghaib) dan visi rasional (akal).Terminology filosofis yang berasal dari macam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orisinalitasnya
sebagai
tasawuf
tetap
tidak
hilang.Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa dan tidak pula bisa dikatagorikan pada tasawuf (yang murni) karena
sering
filsafat.Selain pengertian
diungkapkan itu
sebagai
36
tasawuf berikut
dengan falsafi
bahasa memiliki
tasawuf
yang
menggunakan
pendekatan
rasio
atau
akal
pikiran.14 2.
Tasawuf
amali
adalah
aliran
tasawuf
ini
lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya mendekatan diri kepada tuhan untuk mencapai hubungan yang dekat dengan tuhan, seseorang harus mentaati dan melaksanakan sya’riat atau ketentuan agama. Tasawuf amali berkonotasikan tarekat. Tarekat disini dibedakan antara kemampuan sufi yang satu dari pada yang lain, ada orang yang dianggap mampu dan tahu cara mendekatkan diri kepada allah, orang yang memerlukan bantuan orang lain dianggap memiliki otoritas dalam masalah
itu.
Dalam
tasawuf
amali
yang
berkonotasikan tarekat ini mempunyai aturan, prinsip dan sistem khusus. Menurut J.Spencer Trimingham, tarekat adalah suatu metode praktis untuk menuntun seorang sufi secara berencana dengan jalan pikiran, perasaan, dan tindakan, terkendali terus-menerus kepada suatu rangkaian
14
Ainun Najib, Aliran-Aliran dalam Tasawuf, diakses dari http://ainunnajib1994.blogspot.co.id/2016/03/aliran-aliran-dalamtasawuf.html pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 21.03
37
maqam
untuk
dapat
merasakan
hakekat
sebenarnya.15 3. Tasawuf akhlaki adalah membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Tasawuf akhlaki gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu akhlak, akhlak hubungnnya sangat erat
dengan tingkah laku dan perbuatan
manusia
sdalam
interaksi
sosial
pada
lingkungan tempat tinggalnya. Tasawuf akhlaki biasa sunni.
disebut 16
dengan
istilah
tasawuf
Tasawuf model ini berusaha untuk
mewujudkan akhlak mulia dalam diri si sufi, sekaligus menghindarkan diri dari akhlak mazmumah (tercela). Dan tasawuf sunni juga memiliki pengertian yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan al-Qur’an dan alhadits
secara
ahwal(keadaan) rohaniah)
ketat, dan
mereka
serta
mengaitkan
Maqomat
kepada
(tngkatan
kedua
sumber
tersebut.Dalam ilmu tasawuf dikenal dengan sebutan takhali (pengosongan diri dari sifatsifat tercela), tahali (menghiasi diri dengan sifat-siat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur 15
Ibid, Ainun Najib, Aliran-Aliran dalam Tasawuf (online) Op.cit, Ainun Najib, Aliran-Aliran dalam Tasawuf (online)
16
38
Ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga mampu melihat cahaya ketuhanan).
D.
LANDASAN TASAWUF DALAM ISLAM Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak diutusnya Muhammad Saw.menjadi rasul untuk segenap umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul melakukan tahanuts dan khalwat di Gua Hira berulang kali, disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Makkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan, juga Nabi Muhammad mencari jalan untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat di waktu itu.17 Tahanuts dan khalwat yang dilakukan Nabi Muhammad
tersebut
bertujuan
untuk
mencari
ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku
problema-problema hidup yang beraneka
ragam ini, berusaha mendapat petunjuk dan hidayah dari 17
Ulfah Kholiliana Nefiyanti , Tasawuf dalam Al-Hadits, diakses dari http://mybarokahblog.blogspot.co.id/2015/02/tasawuf-dalam-al-haditskarya-inayatul.html pada tanggal 20 Februaru 2015 pukul 20.26
39
pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Maka dalam situasi yang demikianlah Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah SWT.yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad Saw. sudah menjelang usia empat puluh tahun ketika beliau pergi ke Gua Hira untuk melakukan tahanuts. Jiwanya sudah penuh iman atas segala apa yang telah dilihatnya. Beliau telah membebaskan diri
dari segala kebathilan.Dengan
sepenuh kalbu beliau menghadapkan diri ke jalan lurus, kepada
kebenaran
yang
abadi.Beliau
telah
menghadapkan diri kepada Allah SWT.dengan sepenuh jiwanya agar dapat memberikan hidayah dan bimbingan kepada masyarakat yang sedang hanyut dalam lembah kesesatan.
18
Segala pola tingkah laku, amal amal
perbuatan dan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw.sebelum diangkat menjadi Rasul merupakan menifestasi dari kebersihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan sejak kecil. 18
Imam Fahrudin , Nabi Muhammad SAW Berkhalwat di Hua Hira,diakses melalui http://ulumulislam.blogspot.co.id/2014/04/nabimuhammad-saw-berkhalwat-di-gua-hira.html#.WETpCl54Nck pada tanggal 21 April 20146 pukul 09.29
40
Masyarakat Islam mengisi kehidupan rohani mereka dengan menurutkan himbauan dan ajakan agama
yang
digariskan
dalam
Al-Qur’an
dan
Hadits.Pola pengamalan Rasulullah menjadi anutan para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in dalam berbagai aspek kehidupan mereka.Kehidupan dunia bagi mereka tidak menyebabkan lalai terhadap kehidupan akhirat dan begitu pula sebaliknya, karena kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
ِ ِِ ِ ِ ّﺎك َﻛﺄَﻧ (ت َﻏ ًﺪا )اﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ َ ﻚ َﻛﺄَﻧ َ َو ْاﻋ َﻤ ْﻞ ﻷّﺧَﺮﺗ.ﺶ أَﺑَ ًﺪا َ َ َإِ ْﻋ َﻤ ْﻞ ﻟ ُﺪﻧْـﻴ ُ ﻚ ﲤَُْﻮ ُ ﻚ ﺗَﻌْﻴ Artinya: “Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok pagi.” (H.R. Ibnu ‘Asakir)
Pandangan
mengenai
cinta
kepada
Tuhan
berdasarkan ucapan Rasul yang menyampaiakn ucapan Tuhannya yaitu:
ِ ِ ﱐ ْ ﺖ َ ﺐ أَ ْن أ ُْﻋَﺮ ُ ف ﻓَ َﺨﻠَ ْﻘ ُ ُْﻛﻨ ْ ﺎ ﻓَﺄﺖ َﻛْﻨـًﺰا ﳐَْﻔﻴ ْ ََﺣﺒ ْ اﳋَﻠْ َﻖ ﻓَِ ْﱯ َﻋَﺮﻓُـ ْﻮ Artinya: “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, maka Aku menjadikan makhluk agar mengenalKu.
41
Berdasarkan hal tersebut, maka ini sebenarnya adsalah cermin “Pencipta” jadi setiap apa yang ada akan kembali kepada sesuatu yang azali (yaitu Allah). Hadist Qudsi yang artinya: “Senantiasalah seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.Maka apabila mencintainya, maka jadilah Aku pendengarannya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha.Maka denganKu lah dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, meninju, dan berjalan.” (H.R. Bukhari19 Muslim)
E.
KESIMPULAN Kesimpulan
yang
dapat
kami
ambil
dari
pembahasan di atas yaitu bahwa makna tasawuf merupakan usaha untuk melaksanakan ajaran agama islam secara murni dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan dunia, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaparkan diri, dan mengerjakan sholat malam. Sejarah tasawuf dimulai pada masa Nabi, masa para sahabat, masa Muawiyah dan masa Abbasiyah. 19
Ulfah Kholiliana Nefiyanti , Tasawuf dalam Al-Hadits, diakses dari http://mybarokahblog.blogspot.co.id/2015/02/tasawuf-dalam-al-haditskarya-inayatul.html pada tanggal 20 Februaru 2015 pukul 20.26
42
Tasawuf mempunyai tiga aliran mahzab menurut Abd al-Qadir Mahmud yaitu Tasawuf Salafi, Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi. Landasan tasawuf dalam Islam telah ada dalam Al Qur’an dan Al Sunnah salah satunya terdapat pada surah Al Maidah : 54 dan Al Sunnah (H.R. Bukhari-Muslim).
43
NALAR SUFI IRFANI Oleh : Disky, Hana, Nurul Z, Widya
A.
PENDAHULUAN Al’-Irfan dalam bahasa Arab berasal dari kata ‘arafa dan ma’rifah, satu makna dengan ‘Irfan. Kata ‘Irfan muncul dari para sufi muslim yang menunjuk pada suatu bentuk pengetahuan yang tinggi, terhujam dalam hati dalam bentuk ilham. Ilham disini bukan dalam pengertian “ilham” kenabian, tetapi merupakan intuisi seketika yang biasanya ditimbulkan oleh praktikpraktik rohani. Pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks seperti bayani, juga tidak atas rasio seperti burhani. Tersingkapnya rahasia–rahasia realitas oleh Allah, karena
itu
pengetahuan
Irfani
tidak
diperoleh
berdasarkan analisa teks atau keruntutan logika. Tetapi, dengan olah rohani. Dimana dengan kesucian hati, Allah
akan
melimpahkan
pengetahuan
langsung
kepadanya. Kemudian dikonsep atau masuk dalam pikiran sebelum dikemukakan kepada orang lain. Dengan
demikian,
sebagaimana
disampaikan
Suhrawardi, secara metodologis, pengetahuan ruhani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan yaitu :
44
persiapan, penerimaan, pengungkapan baik dengan lisan atau tulisan. Melihat latar belakan di atas maka penuli merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
B.
1.
Apa pengertian Nalar Sufi?
2.
Apa pengertian Nalar Tasawuf / Irfani?
3.
Apa pengertian Antara Nalar Irfani dan Burhani?
NALAR SUFI IRFANI Sufi adalah istilah untuk mereka yang mendalami ilmu tasawuf yaitu ilmu yang mendalami ketaqwaan Allah SWT yang sebagaimana seperti berdzikir. Istilah sufi berkaitan dengan dua aspek, yaitu lahiriah dan batiniah. Misalnya, orang yang berada
di serambi
masjid, begitu pula bulu domba, keduanya merupakan tinjauan aspek lahiriah sufi. Sedang ditinjau dari aspek batiniah, kaum sufi adalah orang-orang yang istimewa di sisi Tuhannya.20 Setelah dunia Islam mengalami kontak massifakulturatif dengan budaya luar dan mengintrodusir khazanah ‘ulūm al-awāil (ilmu-ilmu kuno), khususnya dari tradisi Persia, maka nalar pun mulai berkembang dalam diskursus intelektual Islam dan melahirkan epistemologi 20
irfani.
Pendekatan
irfani
adalah
Agus Aliyuddin, Jejak Sufi, (Kediri: Lirboyo Press, 2011), hal.12
45
pendekatan
pemahaman
yang
bertumpu
kepada
pengalaman-pengalaman batiniyah misalnya intuisi. Nalar ini bertumpu pada klaim atas kemungkinan terjadinya
penyatuan
spiritual
dengan
daya-daya
rohaniah samawi dan menganggap rasio sebagai ‘tirai’ penghalang antara jiwa manusia dengan Tuhan. Bukan rasio yang mampu menerima pengetahuan dari sumber aslinya (Tuhan) melainkan hati (intuisi) yang telah mengalami kondisi kasyf. Pendekatan irfani ini biasanya digunakan oleh ahli tasawuf. Kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui pendekatan ini memang tidak boleh dinafikan sama sekali. Namun, penggunaannya secara berlebihan juga akan menimbulkan masalah pada masyarakat awam yang mungkin tidak memahaminya secara mendalam. Hal ini memang telah diterapkan sepenuhnya oleh Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin, dimana beliau menggangap bidang fiqh perlu dikaitkan dengan elemen sufisme untuk mendapatkan intisari ketakutan terhadap akhirat kepada masyarakat Islam secara umum.21 Tasawuf menekankan
irfani atau tasawuf dzauqi yang intensitas dan ekstensitas
21
ibadah agar
Sahroni, “Penalaran Bayani Burhani Irfani dan Amaly”, http://shamistryislam.blogspot.co.id, pada tanggal 17 September pukul 12.30
46
diperoleh
penghayatan
spiritual
dalam
beribadah
sehingga mencapai tingkat al- ubudiyah dan selanjutnya berada di tingkat tertinggi menjadi al- abbudah. Hal ini sebagaimana pandangan Ibn Atai Allah Alaskandari. Diantara tokoh tasawuf tipe ini adalah al-Muhasibi, Junaid al-Baghdadi dan lain-lain.22 Orang-orang suci yang telah mencapai maqam walāyah dan nubuwwah diyakini memiliki pengetahuan tersebut sehingga terjaga dari kesalahan (‘ishmah). Secara hierarki, jenis pengetahuan semacam ini dianggap berada pada posisi paling tinggi dan prasyarat pemerolehannya amat bergantung pada mujāhadah dan riyādah. Hasil dari penalaran ini adalah ilmu-ilmu intuitif, seperti akhlak dan tasawuf. Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang
bertumpu pada instrumen pengalaman batin,
dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Epistemologi irfan merupakan penalaran berdasarkan intuisi. Intusi adalah salah satu cara untuk mencapai kebenaran. Berbeda dengan nalar yang menekankan pemikiran manusia sebagai cara untuk sampai kepada kebenaran.
22
Dr. H. Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfan,(Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), hal. 25
47
Intuisi tidak menggunakan nalar melainkan melalui aprehensi langsung. Tasawuf irfani yakni tasawuf yang bertujuan agar bisa ma’rifat kepada Allah SWT melalui penyikapan langsung yang sering disebut dengan kasf al-Hijab. Tasawuf ini bersifat teoristis dengan seperangkat pengetahuan secara khusus yang diformulasikan secara sistematis analisis.23
C.
METODE NALAR IRFANI Pengetahuan Irfani tidak didasarkan atas teks seperti bayani, juga tidak atas rasio seperti burhani. Karena
itu,
pengetahuan
Irfani
tidak
diperoleh
berdasarkan analisa teks atau keruntutan logika. Tetapi dengan olah rohani, dimana dengan kesucian hati, Allah SWT
akan
melimpahkan
pengetahuan
langsung
kepadanya. Dari situ kemudian dikonsep atau masuk dalam pikiran sebelum dikemukakan kepada oang lain. Dengan
demikian,
sebagaimana
disampaikan
Suhrawardi, secara metodologis, pengetahuan rohani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan, yaitu :
23
Sahroni, “Penalaran Bayani Burhani Irfani dan Amaly”, http://shamistryislam.blogspot.co.id, pada tanggal 17 September 2016 pukul 12.30
48
persiapan, penerimaan, pengungkapan, baik dengan lisan atau tulisan. 1.
Tahap Persiapan Untuk
bisa
menerima
limpahan
pengetahuan (kasyf), seseorang yang biasanya disebut sâlik (penempuh jalan spiritual) harus menyelesaikan
jenjang-jenjang
kehidupan
spiritual. Para tokoh berbeda pendapat tentang jumlah jenjang yang harus dilalui. Namun, setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dijalani, yang semua ini berangkat dari tingkatan yang paling dasar menuju pada tingkatan puncak dimana saat itu qalbu (hati) telah menjadi netral dan jernih sehingga siap menerima limpahan pengetahuan. Antara lain taubah. wara`, zuhud, faqir dan seterusnya. a.
Al-Taubah Taubat dari kata al-Taubah adalah padanan kata dari al-Inabah dan al-Aubah yang
terjemahan
lughawi-nya
adalah
kembali (al-Ruju’). Taubat merupakan asal, pokok, dan pondasi dari setiap maqam, kunci
setiap
49
ahwal
dan
awal
dari
maqamat24 Taubat diibaratkan sebagaimana bumi. Dan diatasnya didirikan bangunan, sehingga orang yang tidak memiliki tanah atau bumi, maka tiada bangunan baginya.25 Dalam pandangan sufi penghalang seseorang dalam mendekatkan diri (AlTaqarrub) kepada Allah SWT adalah karena dosa yang dimiliki oleh seorang hamba, al-Haqq Yang Maha Suci tidak bisa dihampiri oleh hamba yang tidak suci. Dia harus membersihkan dirinya dengan jalan taubat yang sesuai dengan kehendak alHaqq, sebagaimana dalam firman-Nya yang berbunyi : öΝæη|¡à Ρr& (#þθßϑn=sß ÷ρr& ºπt±Ås≈sù (#θè=yèsù #sŒÎ) šÏ%©!$#uρ ãÏ øótƒ tΒuρ öΝÎγÎ/θçΡä‹Ï9 (#ρãx øótGó™$$sù ©!$# (#ρãx.sŒ öΝèδuρ (#θè=yèsù $tΒ 4’n?tã (#ρ•ÅÇムöΝs9uρ ª!$# āωÎ) šUθçΡ—%!$# ∩⊇⊂∈∪ šχθßϑn=ôètƒ
24
Dr. H. Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfan,(Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), hal. 34 25 Agus Aliyuddin, Jejak Sufi, (Kediri: Lirboyo Press, 2011), hal.64
50
Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”(QS. Ali-Imran: 135) Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
Arti taubah menurut pandangan sufi berbeda-beda.
Pertama
taubat
pengertian
meninggalkan
dalam segala
kemaksiatan menuju melakukan kebajikan secara terus menerus. Kedua, taubat keluar dari kejahatan dan memasuki kebaikan karena takut murka Allah SWT. Ketiga, taubat dengan terus menerus walaupun sudah tidak pernah lagi berbuat dosa.26
26
Dr. H. Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfan,(Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), hal. 35
51
b.
Wara Secara
bahasa
wara
menjauhkan
diri
dari
menahannya
dari
hal-hal
adalah
dosa
serta
subhat
dan
maksiat. Sedang menurut terminologi wara adalah menjauhi perkara subhat.27 c.
Al- Taqwa Fuqaha’ adalah melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua laranganNya. Perintah dan larangan ini merupakan takwa lahiriah. Sedangkan takwa dalam pandangan al-Ghazali dibagi dalam takwa lahir dan batin. Takwa lahir sebagaimana pengertian di atas sedangkan takwa batin dengan selalu menjaga hati agar tetap bersih dan suci dari segala penyakit hati. Takwa lahir tidak
sempurna
tanpa
takwa
batin,
sedangkan takwa batin tidaklah nampak tanpa takwa lahir. d.
Al-Iatiqamah Al-Iatiqamah
dalam
bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan terusmenerus. Al-Iatiqamah adalah ajeg secara 27
Agus Aliyuddin, Jejak Sufi, (Kediri: Lirboyo Press, 2011), hal.68
52
lahiriah di dalam bertakwa, maka dengan ini
ajeg
kenikmatan
Allah
akan
memberikan
yang
besar,
sebagaimana
firman-Nya yang berbunyi : ∩⊇∉∪ $]%y‰xî ¹!$¨Β Νßγ≈oΨø‹s)ó™V{ Ïπs)ƒÌ©Ü9$# ’n?tã (#θßϑ≈s)tFó™$# Èθ©9r&uρ Artinya : “Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al-Jin: 16)
2.
Tahap penerimaan Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam jenjang spiritual, seseorang akan mendapatkan limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara illuminatif atau noetic. Dalam kajian filsafat Mehdi Yazdi, pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri yang demikian
mutlak
(kasyf),
sehingga
dengan
kesadaran itu ia mampu melihat realitas dirinya sendiri
(musyahadah)
sebagai
objek
yang
diketahui. 28 28
Muhammad Dainuri, S.Th.I, “Estimologi Irfani”, di akses dari http://daeeleea.blogspot.co.id/2013/05/epistemologi-irfani.html, pada tanggal 14 September 2016 pukul 20.00
53
Al-Tariqah atau tarekat secara terminologi sebagaimana
pandangan Shaikh Muhammad
Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syaf’i al-Naqshabandi dalam kitab Tanwir al-Qulub adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang berat (azimah) daripada yang ringan (rukh’ah), menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah, menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin, melaksanakan semua perintah Allah SWT. Meninggalkan semua larangan-Nya, baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia, melaksanakan semua ibadah fardlu
dan
sunah.
Kegiatan
ini
dilakukan
berdasarkan arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syeikh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya
(layak menjadi seorang
Syeikh/Mursyid). Pada tingkatkan ini ada tiga alMaqamat yaitu: a.
Al-Ikhlas Al-Ikhlash dalam bahasa Indonesia di terjemahkan dengan bersih. Maka salik dalam menampaki takwa harus bersih karena
al-Haqq
semata,
tidak
terkontaminasi dari kotoran-kotoran hati 54
seperti riya, takabbur, hubb al-Mal wa hubb al-Jah. Ahmad ibn Muhammad ibn’ Ajibah al-Hasany membagi iklas dalam tiga bagian. Yaitu : a.
Iklas al-‘awam Yaitu bersahabatanya seorang hamba dengan sang pencipta dengan mencari bagian duniawi dan tidak untuk ukhrawi seperti terjaganya badan, harta, dan luasnya rezeki.
b.
Iklas al-khawwas Yaitu ukhrawiyah
mencari dan
bagian
tidak
untuk
duniawiyah. Seperti mendapatkan gedung-gedung dan bidadari. c.
Iklas khawwas al-khawwas Yaitu meniadakan bagian baik duniawiah
maupun
ibadahnya
untuk
penghambaan
dan
ukhrawiah, mewujudkan menegakkan
kewajiban kepada Allah SWT atau karena cinta dan senang untuk bisa musyadah kepada Allah SWT.
55
3.
Pengungkapan Allah SWT memberikan hambanya dua penglihatan, penglihatan melalui mata kepala (alBasar) dan melalui mata hati (al-Basirah). Mata kepala melihat yang kasat mata, nampak jelas hanya berdasar pada perkiraan, sedangkan mata hati melihat makna yang halus
berdasarkan
cahaya ke Allah SWT. Contoh penglihatan manusia melalui mata hati (al-Basirah) adalah jika ada seseorang yang mendengarkan
kota
makkah
dan
belum
melihatnya maka hal ini baru tahap ‘ilmu alYaqin, apabila dia mendatanginya dan melihatnya dan belum memasukinya maka sudah masuk tahap
ain
al-Yaqin
sedangkan
bila
sudah
memasukinya dan menetap di sana maka sudah memasuki tahap haqq al-Yaqin. Dalam kaitan dengan pandangan mata kepala dan mata hati manusia terbagi dalam empat kelompok. Yaitu : a.
Bisa melihat sesuatu dengan mata kepala dan mata hati.
b.
Bisa melihat sesuatu dengan mata kepala saja tanpa mata hati.
56
c.
Bisa melihat sesuatu dengan mata hati tanpa mata kepala.
d.
Tidak bisa melihat sesuatu dengan mata kepala dan mata hati.
C.
Antara Nalar irfani dan Burhani 1.
Nalar Irfani Merupakan didasarkan
model
metodologi
yang
atas pendekatan dan pengalaman
langsung atas
realitas spiritual
keagamaan.
Berbeda dengan sasaran bayani yang bersifat eksoteris, sasaran bidik irfani adalah bagian batin (esoteris)
untuk
menjelaskan
berbagai
pengalaman spiritual tersebut. Adapun cara kerja irfani adalah proses pemahaman dari makna sebuah teks menuju lafadz
teks
tersebut.
Persoalannya
adalah
bagaimana mengungkap makna atau dimensi batin yang diperoleh dari proses tersebut ? Dengan demikian kendati proses pengetahuan irfani terletak pada aktifitas akal yakni pada proses intuitif, akan tetapi proses pengetahuan ini dituntun oleh rambu-rambu Al-quran dan hadist. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana proses pengungkapan makna dari sebuah teks. 57
2.
Nalar burhani Merupakan didasarkan
atas
metodologi teks
maupun
yang
tidak
pengalaman,
melainkan atas dasar runtutan nalar logika, bahkan dalam tahap tertentu interpretasi teks hanya bisa diterima apabila tidak bertentangan dengan aturan yang logis. 3.
Sumber dan prinsip dasar epistimologi burhani Epistimologi
burhani
bersumber
pada
realitas atau waqi’ baik realitas alam, sosial, humanitas maupun keagamaan. 4.
Adapun
prinsip
dasar
yang
dipakai
oleh
epistimologi ini adalah: a.
Prinsip kuasalitas bahwa didalam alam ini ada hukum yang menyebutkan bahwa sesuatu ada sebab dan akibatnya.
b.
Kepastian atau (certainity) yang berarti bahwa segala sesuatu pasti dapat dicerna dan dipahami oleh akal.
c.
Kesesuaian antara hukum akal dan hukum alam metode dan tolak ukur validitasnya Tolak ukur validitas epistimologi ini
bukanlah “kedekatan teks pada realitas” seperti tolak ukur validitas epistimologi bayani bukan
58
pula kematangan sosial skill (simpati dan empati) seperti pada epistimologi irfani. 5.
Kelemahan nalar burhani Epistimologi
burhani
tak
luput
dari
kelemahan. Diantaranya : a.
Meskipun rasional, tapi masih berdasar pada model pemikiran induktif–deduktif. Kedua
metode
tersebut
sangat
tidak
memadai dalam perkembangan pemikiran kontemporer. b.
Rasio belum juga dapat menjawab semua secara tuntas. Akal hanyasekedar dapat menjabarkan apa yang ada dalam memori otak, dengan kata lain kaitan antara indera dan akal begitu erat. Akal hanya bisa menjelaskan sesuatu jika itu pernah dijajaki oleh indera.
D.
KESIMPULAN Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang
bertumpu pada instrumen pengalaman batin,
dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Tasawuf irfani yakni tasawuf yang bertujuan agar bisa ma’rifat kepada Allah SWT. Tasawuf ini bersifat teoristis dengan seperangkat
pengetahuan 59
secara
khusus
yang
diformulasikan secara sistematis analisis. Pengetahuan Irfani tidak didasarkan atas teks seperti bayani, juga tidak atas rasio seperti burhani. Karena itu, pengetahuan Irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks atau keruntutan logika. Tetapi dengan olah rohani, dimana dengan kesucian hati, Allah SWT akan melimpahkan pengetahuan
langsung
kepadanya.
Nalar
merupakan model metodologi yang didasarkan
irfani atas
pendekatan dan pengalaman langsung atas realitas spiritual keagamaan. Berbeda dengan sasaran bayani yang bersifat eksoteris, sasaran bidik irfani adalah bagian batin (esoteris) untuk menjelaskan berbagai pengalaman spiritual tersebut. Nalar Burhani merupakan metodologi yang tidak didasarkan atas teks maupun pengalaman, melainkan atas dasar runtutan nalar logika, bahkan dalam tahap tertentu interpretasi teks hanya bisa diterima apabila tidak bertentangan dengan aturan yang logis.
60
MENUJU AKHLAK TASAWUF Tyas Arum dkk.
A.
PENDAHULUAN Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas sebagai kebutuhan manusia. Selain menghadapi kebersihan lahiriyah juga menghendaki kebersihan batiniyah. Lantaran penelitian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Tasawuf merupakan bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutanya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih, khususnya pada bab thoharoh yang memusatkan perhatian pada pembersih
aspek
jasmani
atau
lahiriyah
yang
selanjutnya di sebut sebagai dimensi eksotrik. Dengan memperhatikan latar belakang diatas maka sub yang akan dibahas adalah pengertian dari Akhlak dan Tasawuf, hubungan dan perbedaan dalam ilmu akhlak dan tasawuf, aspek-aspek dalam akhlak tasawuf, dan manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. 61
B.
MAKNA AKHLAK TASAWUF Kata akhlak berasal dari bahasa arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. 29 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia,kata akhlak diartikan sebagai budi perkerti, watak, tabiat.
30
Secara sempit, pengertian
akhlak dapat di artikan dengan: a.
Kumpulan kaidah untuk menempuh jalan yang baik.
b.
Jalan yang sesuai untuk menuju akhlak.
c.
Pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan. Dari pengertian di atas dapat memberi gambaran
bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa di buat-buat atau spontan. jika baik menurut pandangan akal dan agama tindakan spontan itu di
namakan akhlak yang baik (al-akhlakul
mahmudah) sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk maka di sebut (al akhlakul madzmumah). Pengertian tasawuf dapat di lihat dari beberapa macam pengertian: Pertama, tasawuf di konotasikan dengan ahlu suffah, yang berarti sekelompok orang pada masa rasulullah yang hidupnya di serambi masjid dan mengabdikan hidupnya hanya untuk allah SWT. 29 30
Rosihan Anwar,akhlak Tasawuf.CV.Pustaka Setia.2010 Rosihan Anwar,Akhlak Tasawuf.CV.Pustaka.Setia.2010
62
Kedua, tasawuf berasal dari kata shofa yang berarti orang-orang yang mensucikan dirinya di hadapan Allah SWT. Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata shaf yang di nisbatkan kepada orang-orang yang ketika sholat selalu berada di barisan terdepan. Keempat,tasawuf berasal dari kata shuf, yang berarti bulu domba atau wol. Secara
istilah
tasawuf
adalah
ilmu
yang
mempelajari usaha membersihkan diri dan berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makfrifat menuju jalan benar, saling mengingatkan antar manusia. Menurut Harun Nasution, ketika kita mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al Qur’an dan Hadits mementingkan akhlak. Masalah yang menonjol dalam tasawuf adalah ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam Islam erat kaitannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al Qur’an dikaitkan
dengan
takwa,
dan
takwa
berarti
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya, yakni orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Dapat dikatakan bahwa sebelum kita bertasawuf kepada Allah (benar-benar mendekatkan diri kepada Allah) kita diharuskan untuk merubah dan memperbaiki akhlak (perbuatan) kita terlebih dahulu 63
agar kita bisa benar-benar melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
C.
ASPEK YANG MEMPENGARUHI AKHLAK Setiap
perilaku
manusia
didasarkan
atas
kehendak. Apa yang telah dilakukan oleh manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun panca indra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan sudah pasti bersumber dari kejiwaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yaitu: 1.
Aliran Nativisme Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik. Aliran ini begitu yakin terhadap potensi batin dan tampak kurang menghargai peranan pembinaan dan pendidikan.
64
2.
Aliran Empirisme Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkugan sosial; termasuk
pembinaan
dan
pendidikan
yang
diberikan. Jika penddidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan. 3.
Aliran Konvergensi Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif secara metode.Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini. Artinya: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang
65
tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, 31
Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhori)
Dari ayat dan hadits di atas menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Pada kondisi demikian kadang membuat perasaan seorang ahli penyidik akhlak kurang puas. Karena sulitnya mencari kejujuran perilaku yang sebenarnya sesuai
dengan
kejiwaannya.
Apabila
ada
perkataan “ jangan dusta” engkau ulang terus, tetapi engkau lengahkan jiwanya sehingga timbul perbuatan
dusta,
tentu
perkataanmu
tidak
membekas di hati. Apabila
ditinjau
dari
segi
akhlak
kejiwaannya maka perilaku tersebut dilakukan atas dasar pokok-pokok sebagai berikut : a.
Insting Insting
ialah
kemampuan
untuk
berbuat hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya dan terarah pada tujuan yang
berarti,
untuk
mempertahankan
eksistensi manusiawinya.
31
Abuddin Nata,MA, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:PT. Raja Garfindo Persada, 2000),hal 169
66
Menurut James, insting ialah “suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan di dahului latihan perbuatan itu.32 Untuk lebih mendekatkan pengertian “INSTING” maka ada beberapa sifatnya, antara lain: 1)
Kekuatan
insting
menurut
perbedaan
bangsanya. menurut
Ia
ini
berbeda
orang
kuat
ketinggian
dan akal
dan lemah bagi
seseorang atau bangsa, dan mengikat keadaan yang meliputinya. Insting yang bermacam-macam ini ialah sebab
timbulnya
perselisihan
diantara manusia. 2)
Saat
tampaknya
insting
yang
bermacam-macam ini tidak terbatas dan tidak teratur dalam manusia, sebagaimana
teraturnya
bagi
binatang. 32
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997),
hal.82
67
3)
Banyak terjadi pertentangan antara insting-insting, yang menimbulkan kegoncangan
dan
keragu-raguan
akibat dua insting yang bertentangan itu. 4)
Insting-insting itu kelihatan dalam bentuk pendorong untuk berbuat, insting marah mendorong timbulnya kata yang tajam atau membalas dendam dan insting suka mendorong untuk mengemukakan pertanyaanpertanyaan membaca buku-buku dan menyelidiki hal-hal yang belum diketahui.
5)
Insting
itu
adalah
asas
bagi
perbuatan manusia. Ia melakukan perbuatan yang bermacam-macam dalam kehidupan sehari-harinya.33 b.
Dasar Bawaan Turunan Pada
awalnya
perkembangan
kejiwaan primitive, bahwa ada pendapat yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan adalah faktor pendidikan. 33
Ibid, hal 82-83
68
Tetapi
pendapat
baru
mengatakan tidak ada dua orang yang keluar di alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari akhlaknya. Ada
teori
yang
mengumukakan
masalah turunan (bawaan), yaitu : 1)
Turunan(pembawaan)
sifat-sifat
manusia. Di mana-mana tempat orang membawa turunan dengan beberapa
sifat
yang
bersamaan.
Seperti bentuk, pancaindra, perasaan, akal dan kehendak. 2)
Sifat-sifat
bangsa.
Selain
adat
kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada juga beberapa sifat yang diturunkan orang terdahulu kepada orang sekarang. Bukan saja dalam sifat-sifat yang mengenai akal tetapi juga dalam bentuk wajah.34 c.
Lingkungan Dalam
arti
luas,
lingkungan
mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal,
adat
istiadat,
pengetahuan,
pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang 34
Ibid, hal 36
69
tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang, ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak atau tidak bergerak, kejadiankejadian
yang
mempunyai
hubungan
35
dengan seseorang.
Lingkungan terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1)
Lingkungan fisik, yaitu lingkungan kealaman, misal
keadaan tanah,
keadaan musim.lingkungan fisik atau lingkungan kealamaan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap
perkembangan
individu. 2)
Misal keadaan alam yang tandus akan memberikan pengaruh yang berbeda bila dibandingkan dengan keadaan alam yang subur. Daerah yang mempunyai musim dingin akan memberikan pengaruh yang berbeda bila di bandingkan dengan daerah
35
Zakiat Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hal 63-64
70
yang
tidak
mempunyai
musim
dingin. 3)
Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan
masyarakat
didalamnya
terdapat
yang interaksi
individu dengan individu yang lain.36 d.
Kebiasaan Suatu perbuatan bila diulang-ulang sehingga
menjadi
mudah
dikerjakan
disebut “Adat Kebiasaan”. Kebanyakan pekerjaan manusia jelmaan dari arah adat kebiasaan, seperti berjalan, berlari, cara berpakaian, berbicara dan lain sebagainya .Kebiasaan
merupakan
suatu
bentuk
perbuatan berulang-ulang bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai
tujuan-tujuan
jelas
dan
dianggap baik dan benar. Contoh: memberi hadiah
kepada
orang-orang
yang
berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada
36
Bimo Walgito, Psikologi sosial, (Yogyakarta: Andi Offset,1990), hal
26-27
71
waktu pesta, berjalan kaki dijalur sebelah kiri dll.37 Pada awalnya, taraf kebiasaan itu disadari dan orang menggunakan akal. Lama -kelamaan timbangan akal dan kesadaran semakin menipis ; dan kebiasaan jadi otomatis serta tidak disadari ( misalnya berjalan, sial antara lain ialah dorongan seks (kelamin), dorongan sosialitas atau hidup
berkawan,
dorongan
berkumpul
dorongan dan
meniru,
sebagainya.
Dorongan-dorongan ini merupakan kualitas dari karakter. Adat Kebiasaan Menurut Physiology (Ilmu Jiwa), merupakan segala apa yang dirasakan oleh manusia dan apa yang diperbuatnya, berhubungan dengan urat saraf. Sehingga terbentuknya kebiasaan itu karena
adanya
hubungan
antara
perbuatan dengan urat sarap. Tiap-tiap perbuatan dan fikiran memberi bekas kepada urat sarap dan merobahnya dengan bentukan yang tertentu, sehingga bila 37
Idianto M, Sosiologi SMA Kelas X,(Jakarta: Erlangga, 2004), hal
112
72
dikehendaki, berfikir atau berbuat kedua kali maka akan lebih mudah, karena urat sarap telah sedia dan terbentuk menurut perbuatan itu.Dan tiap-tiap perbuatan atau fikiran sangat berpengaruh terhadap urat sarap. e.
Kehendak Kehendak penjabaran-Nya
Tuhan
adalah
atas
“
objek-objek
pengetahuan-Nya dalam bentuk eksistensi, sesuai dengan kebutuhan pengetahuanNya. “Kehendak kita identik dengan kehendak abadi Ilahiah, tetapi dalam berhubungan dengan kita, ia berpartisipasi dalam
kesementaraan
kita (hudust), dan
kita menyebutnya “diciptakan”. Dengan
semacam
paksaan
dan
merdeka dengan semacam kemerdekaan. Adapun macamnya paksaan ialah karena kehendak itu tunduk pada dua faktor, faktor batin dan faktor luar. Faktor batin ialah apa yang diwariskan oleh manusia dan orangorang tuanya, yang dapat membentuk kehendak dengan bentukan yang tertentu dan tidak dapat menghindarinya. Kalau 73
engkau memerintah engkau akan mencintai musuhmu, tentu itu adalah di luar kuasamu, sebab hal itu melenyapkan insting cinta diri, akan tetapi masuk dalam kuasamu bila perintahnya melebihi
supaya batas
jangan
terhadap
berlaku musuhmu.
Sedangkan faktor luar ialah kekuatan pendidikan dan lingkungan dan apa yang telah
ditetapkan
oleh
ahli-ahli
ilmu
pergaulan bahwa manusia itu terpengaruh dalam perbuatan pada umumnya dengan perbuatan-perbuatan masyarakat yang di dilamnya ia hidup. Kedua faktor ini mengendalikan kehendak
dan
yang
menggambarkan
baginya jalan untuk berbuat sehingga dapat menebak apa yang akan dilakukanoleh manusia yang membentuk akhlak. Adapun macamnya
kemerdekaan
ialah
karena
insting, lingkungan dan pendidikan itu tidak
melenyapkan
pemilihannya
(ikhtiarnya) dengan alas an apa yang kita rasakan dari kita tentang kemerdekaan memilih.
Kalau
sekiranya
kehendak
manusia itu tidak merdeka di dilam 74
memilih kebaikan dan keburukan, tentu kewajiban
akhlak
serta
perintah
dan
larangan, tidak ada gunanya dan tidak ada artinya pahala dan siksa, pujian dan celaan.38 f.
Pendidikan Pendidikan perspektif agama islam ialah suatu proses penyampaian informasi (berkomunikasi) yang kemudian diserap oleh masing-masing pribadi (internalisasi), sehingga menjiwai cara berfipir bersikap dan bertindak (individuasi) baik untuk dirinya
sendiri
maupun
hubungannya
dengan Allah (ibadah) dan hubungannya dengan
manusia
atau
masyarakat
(sosialisasi) serta makhluk lain dalam alam semesta
maupun
lingkungan
dalam
kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di bumi. Unsur-unsur pendidikan antara lain : pendidikan ruhani, pendidikan akhlak, pendidikan
akal,
pendidikan
agama,
38
pendidikan pendidikan
jasmani, sosial,
Ahmad Amin, ETIKA Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995), hal 108-109
75
pendidikan politik, ekonomi, pendidikan estetika dan pendidikan jihad. Pendidikan diperoleh melalui 3 intitusi yaitu: 1)
Keluarga Dalam
pengertian
sempit
keluarga mencakup kedua orang tua, saudara, kerabat dan sanak famili. Dalam pengertian luas keluarga mencakup
tetangga,
masyarakat
secara
teman
dan
keseluruhan.
Tidak diragukan lagi bahwa institusi keluarga
mempunyai
pengaruh
efektif bagi orang-orang yang hidup di dalamnya. 2)
Masjid Memberi pengaruh yang baik bagi
jiwa
orang-orang
dengan
memberi masukan dan membantu mereka dalam berhubungan dengan Sang Pencipta. Serta pengaruh yang baik terhadap akhlak yang berupa rasa cinta kepada kebajikan dan kepada keinginan
sesama untuk
manusia.
Juga,
bekerja
sama
dengan sesama dalam kebajikan dan 76
ketakwaan serta pengaruhnya yang baik bagi rasa sosialnya, yaitu dengan menanamkan rasa cinta dan kasih saying kepada seluruh mausia. 3)
Sekolah Meliputi unsure-unsur yang ada di dalamnya seperti guru, buku, peralatan, metode, gedung, dan halhal yang ditinggalkan dalam diri murid-murid.
Demikian
juga
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri para murid menuju arah yang lebih baik dalam ruhani, akhlak, akal, jasmani, keagamaan, kepedulian sosial, politik, dan lainlain. Ketiga institusi ini bertujuan untuk menghantarkan manusia kepada kehidupan di dunia yang bahagia dengan ilmu yang bermanfaat, kasih saying terhadap sesama, menginginkan sehingga
kebaikan semuanya
bagi
sesama
mendapatkan
kebahagiaan di akhirat, kehidupan yang abadi tempat mereka mendapatkan ridho dan surga dari Allah. 77
D.
MANFAAT
MEMPELAJARI
AKHLAK
TASAWUF 1.
Dengan mempelajari akhlak tasawuf kita dapat menghindari kajian akhlak yang hanya
berada
pada tataran pemikiran dan wacana yang tentu akan jauh untuk dapat memberikan kesan tersendiri
pada
mahasiswa
terutama
untuk
memiliki akhlak mulia. 2.
Dengan mengkaji akhlak tasawuf berguna untuk membatasi kajian salah satu aspek dalam dunia tasawuf yakni tasawuf akhlaki, yang berarti menitikberatkan pada akhlaki saja, bukan kepada tasawuf falsafi maupun amali.
3.
Dan yang terpenting dari mempelajari akhlak tasawuf adalah cara membersihkan diri dari sifat tercela, menghiasi diri dengan akhlak mulia dan cara mendekatkan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya.
E.
KESIMPULAN Secara
istilah
tasawuf
adalah
ilmu
yang
mempelajari usaha membersihkan diri dan berjuang memerangi hawa nafsu,mencari jalan kesucian dengsn makfrifat menuju jalan benar,saling mengingatkan antar manusia. Kata akhlak berasal dari bahasa arab khuluq 78
yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa akhlak adalah perangai,tabiat,dan agama. Adapun pengertian akhlak secara umum yakni suatu hal yang telah tertanam di hati entah itu bernilai baik maupun buruk sekalipun karena akhlak timbul tanpa perlu dipikirkan dan dipaksa terlebih dahulu. Sedangkan yang disebut Tasawuf ialah suatu cara dalam proses untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Jadi, dapat ditarik benang merah yakni pengertian Akhlak Tasawuf ialah salah satu disiplin ilmu yang terdapat dalam ajaran agama Islam yang mempelajari tata cara berprilaku yang baik dan mulia serta tentunya sesuai aturan Islam sehingga kita bisa mendekatkan diri kita kepada Allah dengan sepenuhnya dan memiliki rasa tenang saat berada di dekat-Nya. Akhlak Tasawuf memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari yakni untuk mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh pengamal
tasawuf.
Begitupun
sebaliknya,
belum
dikatakan bertasawuf dengan benar apabila pencapaian akhlak yang mulia belum terpenuhi. Didalamnya juga terdapat ruang lingkup akhlak, sumber kajian tasawuf, dan manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf.
79
MAQAMAT DALAM TASAWUF Oleh : Sita, Anif, Almar’ah, M Irfan, Nadya
A.
PENDAHULUAN Tasawuf merupakan suatu sikap atau tindakan dalam mencari ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan syariah Islam. Bisa juga diartikan sebagai ilmu untuk mengetahui bagaiman cara mensucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. 39 Banyak cara yang ditempuh oleh para sufi dalam meraih citacita dan tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti memperbanyak zikir, beramal shaleh, dsb. Oleh karena itu, dalam perjalanan spiritualnya seorang sufi pasti menempuh beberapa tahapan. Tahapantahapan tersebut dikenal dengan Maqamat. Maqamat secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang berarti kedudukan spiritual (English: Station). Dengan melakukan perjalanan berupa pensucian diri dan ibadah kepada Allah SWT, para penempuh jalan sufi mencapai sebuah maqam yang
39
Rohman Fatkhur, Pengertian Tentang Tasawuf, diakses dari http://fatkhurrohman.weebly.com/pengertian-tentang--tasawuf.html, tanggal 22 September 2016 pukul 10.32
80
di dalamnya mereka menjadi terbuka sepenuhnya pada cahaya Illahi. Di dalam maqamat ada beberapa tingkatan, diantaranya: taubah-wara-zuhud-tawakal-sabar- ridhamujadahah-cinta dan rindu. Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah apa yang dimaksud dengan maqamat, apa landasan
maqamat
dan
apa
saja
bentuk-bentuk
maqamat. Dengan penyusunan makalah ini maka pemakalah berharap agar pembaca dapat memahami dan mengerti definisi dari maqamat, landasan maqamat, dan bentukbentuk maqamat.
B.
DEFINISI MAQAMAT 1.
Definisi secara umum Maqamat (kedudukan) adalah jamak dari maqam, yang berarti tempat atau kedudukan. Dalam Sufi Terminology: The Mystical Language of
Islam,
maqam
diterjemahkan
sebagai
kedudukan spiritual. Karena sebuah maqam diperoleh melalui daya upaya (mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh perjalanan spiritual. Namun sesungguhnya perolehan tersebut tidak 81
lepas dari karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Salah satu rahasia dan juga sunnah tuntunan para Nabi dan Wali yang merupakan golongan maqam qurb (dekat disisi allah SWT) adalah padatnya waktu-waktu ibadah (zikir dan munajat) mereka.
40
Suatu maqam tidak lain
adalah merupakan kualitas kejiwaan yang bersifat tetap. Seseorang tidak dapat beranjak dari satu maqam ke maqam lain sebelum ia memenuhi semua persyaratan yang ada pada maqam tersebut. Sebagaimana digambarkan oleh AlQusyairi
bahwa
seseorang
yang
belum
sepenuhnya qanaah tidak bisa mencapai tawakal. Dan siapa yang belum sepenuhnya tawakal tidak bisa sampai pada taslim. Barang siapa belum taubah tidak bisa sampai inabat dan barang siapa yang belum wara’ tidak bisa mencapai zuhud, begitu seterusnya. Tahapan kedudukan spiritual ini tidak sebagaimana pemberhentian kereta api di stasiun, dimana ketika kereta api tersebut melanjutkan
perjalanan
40
menuju
stasiun
Hadi Murtadho, Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih Mranggen), (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012), hal. 96
82
berikutnya, berarti ia meninggalkan tingkatan yang lebih rendah. Sebab, seseorang beranjak dari tingkatan berikutnya,
(maqam) ia
pertama
akan
maqam-maqam
ke
kedudukan
senantiasa
menduduki
sebelumnya
dan
begitu
seterusnya. Dengan demikian kualitas tingkatan tersebut akan senantiasa melekat, semakin tinggi kedudukan
yang
dicapainya
akan
semakin
sempurna dan utuh kualitas diri seseorang.41 Dalam bahasa tasawuf, ide Underhill maupun Al-Ghazali mengarah pada pengertian bahwa maqamat mempunyai tiga tahapan proses pembelajaran untuk sampai kepada tujuan ideal sufistik, yaitu : a.
Pertama Menggosok dan membersihkan diri dari sifat-sifat keduniaan, termasuk di dalamnya segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan, yang dalam istilah sufi dinamakan takhliyah. Langkah pertama ini ditempuh untuk mengetahui dan menyadari
41
Muhammad Hasyim, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow. (Yogyakarta, 2002), hal. 25
83
betapa buruknya sifat-sifat tercela dan kotoran-kotoran hati. Al-Ghazali
menyebutkan beberapa
penyakit hati yang mesti diberantas dari jiwa manusia, seperti hasud, al-hirsh, altakabur, al-ghadhab, riya, ujub, dan syirik. b.
Kedua Mengisi kembali dan menghias jiwa dengan jalan membiasakan diri dengan sifat, sikap, dan perbuatan yang baik, atau lebih dikenal dengan istilah takhaliyah. Langkah-langkah yang diperlukan dalam tahapan ini adalah membina pribadi agar memiliki
akhlak
al-karimah
dengan
menyinari hati dengan sifat-sifat terpuji semisal tauhid, taubat, zuhud, cinta, wara’, sabar dan sebagainya. c.
Ketiga Tajliyah yaitu stratifikasi di mana hati telah
bersih
yang
berdampak
pada
lenyapnya hijab dari sifat kemanusiaan dan tersembulnya sifat Illahi dalam pribadi seorang terlaksana
sufi, pada
sehingga dasarnya
maninfestasi dari Tuhan. 84
segala
yang
merupakan
2.
Secara Etimologi Secara etimologis maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang berarti kedudukan spiritual. Selain itu, maqamat juga diartikan sebagai suatu tahap adab (etika) kepada Allah SWT dengan bermacam usaha yang diwujudkan untuk satu tujuan pencarian dan tugas masingmasing yang berada dalam tahapnya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta contoh tingkah laku menuju kepada-Nya.
3.
Menurut para ahli a.
Al-Qusyairi Maqamat adalah etika seorang hamba dalam wushul (mencapai, menyambung) kepada-Nya
dengan
macam
upaya,
diwujudkan dengan tujuan pencarian dan ukuran tugas. b.
Dr. H. Said Aqil Siroj Maqamat adalah istilah dalam tasawuf untuk
menyebut
berbagai
kedudukan
pendakian(tempat/tingkatan/derajat) rohani
85
yang harus ditempuh agar bisa sampai kepada Allah SWT.42 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
maqamat
adalah
melakukan
perjalanan berupa penyucian diri dan ibadah kepada Allah, yang didalamnya mereka terbuka sepenuhnya pada cahaya Illahi, dan kilauan cahaya ini menghapus semua
batas-batas
kemanusiaan
yang
menghalangi mereka dan Tuhan, yang abadi hanyalah Allah dalam keagunganNya.43
C.
LANDASAN MAQAMAT 1.
Al-Qur’an $tΒuρ «!$# Ìò2Ï%Î! öΝåκæ5θè=è% yìt±øƒrB βr& (#þθãΖtΒ#u tÏ%©#Ï9 Èβù'tƒ öΝs9r& ã≅ö6s% ÏΒ |=≈tGÅ3ø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$%x. (#θçΡθä3tƒ Ÿωuρ Èd,ptø:$# zÏΒ tΑt“tΡ šχθà)Å¡≈sù öΝåκ÷]ÏiΒ ×ÏWx.uρ ( öΝåκæ5θè=è% ôM|¡s)sù ߉tΒF{$# ãΝÍκön=tã tΑ$sÜsù ∩⊇∉∪
42
Siroj Said Aqil, “Maqam Dalam Tasawuf”, diakses dari http://sunnahsunni.blogspot.co.id/2015/01/maqom-dalamtasawuf.html?m=1, tanggal 14 September 2016 pukul 18.25 43 Chittick William C, Tasawuf di Mata Kaum Sufi. (Bandung: Penerbit Mizan, 2002), hal. 75
86
Artinya : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Q.S. Al-Hadid: 16).
Abu Al-Wafa’ Al-Ganimi At-Taftazani mengatakan bahwa semua tahapan (maqamat) para sufi yang pada dasarnya merupakan tema pokok ajaran tasawuf, berlandaskan Al-Qur’an. Berikut ini landasan sebagian maqamat para sufi : a.
Maqam Taubah «!$# ’n<Î) ÛUθçGtƒ …絯ΡÎ*sù $[sÎ=≈|¹ Ÿ≅Ïϑtãuρ z>$s? tΒuρ ∩∠⊇∪ $\/$tGtΒ Artinya : “Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenarbenarnya.” (Q.S Al-Furqaan : 71).
87
b.
Maqam Wara’ ∩⊂∪ ÷Éi9s3sù y7−/u‘uρ ∩⊄∪ ö‘É‹Ρr'sù óΟè% ∩⊇∪ ãÏoO£‰ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩∈∪ öàf÷δ$$sù t“ô_”9$#uρ ∩⊆∪ öÎdγsÜsù y7t/$u‹ÏOuρ Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, Lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!.Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah”. (Q.S Al-Muddatstsir: 1-5).
c.
Maqamat Tawakal «!$# ’n?tã ö≅©.uθtGtƒ tΒuρ 4 Ü=Å¡tFøts† Ÿω ß]ø‹ym ôÏΒ çµø%ã—ötƒuρ ª!$# Ÿ≅yèy_ ô‰s% 4 ÍνÌøΒr& à8Î=≈t/ ©!$# ¨βÎ) 4 ÿ…çµç7ó¡ym uθßγsù ∩⊂∪ #Y‘ô‰s% &óx« Èe≅ä3Ï9 Artinya : “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. Ath Thalaq : 3).
88
d.
Maqamat Shabr šÎ7/Ρs%Î! öÏ øótGó™$#uρ A,ym «!$# y‰ôãuρ āχÎ) ÷É9ô¹$$sù ∩∈∈∪ Ì≈x6ö/M}$#uρ ÄcÅ´yèø9$$Î/ y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ Artinya : “Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (Q.S. Al Mu’min: 55).
e.
Maqam Ridha öΝçλm; 4 öΝßγè%ô‰Ï¹ tÏ%ω≈¢Á9$# ßìx Ζtƒ ãΠöθtƒ #x‹≈yδ ª!$# tΑ$s% 4 #Y‰t/r& !$pκÏù tÏ$Î#≈yz ã≈yγ÷ΡF{$# $yγÏFøtrB ÏΒ “ÌøgrB ×M≈¨Ψy_ ãΛÏàyèø9$# ã—öθx ø9$# y7Ï9≡sŒ 4 çµ÷Ζtã (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã ª!$# zÅ̧‘ ∩⊇⊇∪ Artinya : “ Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar". (Q.S. Al Maa-idah: 119).
89
Maksudnya:
Allah
meridhai
segala
mereka,
dan
perbuatan-perbuatan
merekapun merasa puas terhadap nikmat yang
telah
dicurahkan
Allah
kepada
mereka.44 2.
Hadits Sejalan dengan apa yang dijelaskan pada Al-Qur’an, sebagaimana yang dijelaskan diatas, tasawuf juga dapat dilihat dari hadits, salah satunya : “Senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunat sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya yang dia pakai untuk mendengar, penglihatannya yang dia pakai untuk melihat, lidahnya yang dia pakai untuk berbicara, tangannya yang dia pakai untuk mengepal, dan kakinya yang diapakai untuk berjalan, maka denganKu dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, mengepal, dan berjalan.”45
44
Rochman Abdul, “Maqam Ridha”, diakses dari http://www.academia.edu/6409432/Maqam_ridha, tanggal 25 Oktober 2016, pukul 19.23 45
Solang Visal, “Dasar-Dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits Tentang Akhlak tasawuf”, diakses dari http://www.academia.edu/9210383/DASARDASAR_AL-QURAN_AL-HADITS_TENTANG-AKHLAKTASAWU, tanggal 21 September 2016, pukul 21.21
90
D.
BENTUK MAQAMAT 1.
Taubah Sebagai awal dari perjalanan yang harus dilakukan oleh seorang sufi adalah maqam taubah. Yakni upaya pengosongan diri dari segala tindakan yang tidak baik dan mengisinya dengan yang baik. Makna taubah yang sebenarnya adalah penyesalan diri terhadap segala perilaku jahat yang telah dilakukan dimasa lalu. Selanjutnya seorang
yang
bertaubah
dituntut
untuk
menjauhkan diri dari segala tindakan maksiat dan melenyapkan semua dorongan nafsu amarah yang dapat mengarahkan seseorang kepada tindakan kejahatan. Taubah juga bermakna kembali ke asal, yakni dengan taubat membuat jiwa seseorang kembali lagi sesuai dengan kodrat asalnya yang fitri. Dengan kata lain, seorang sufi dituntut untuk dapat
mengembalikan
stabilitas
akal
dan
nafsunya, sehingga tidak mudah menyerahkan dirinya pada keinginan nafsunya. Hal ini bukan berarti bahwa seorang sufi harus sama sekali meninggalkan kehidupan duniawi, namun ia tidak boleh terlena sehingga menyerahkan diri dan menggantungnya
pada 91
kemewahan
duniawi.
Seorang sufi dituntut untuk membebaskan dirinya dari segala sesuatu yang dapat menjadikannya terbelenggu dan tidak dapat manjalankan aktifitas idealnya secara bebas dan fitri. Dalam
tradisi
tasawuf,
taubah
dikategorikan dalam tiga tingkatan, yaitu : a.
Pertama Taubah bagi kalangan awam, yakni taubah pada tingkatan yang paling dasar. Di mana seseorang yang melakukan taubah dituntut untuk memenuhi persyaratan yang paling minimal, yaitu menyesali segala perilaku kesalahan yang telah dilakukan dengan sepenuh hati, serta meninggalkan perilaku kesalahan tersebut untuk selamalamanya diikuti dengan keyakinan untuk tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jika perilaku kesalahan tersebut berhubungan dengan sesama manusia, maka ia harus minta maaf kepada yang bersangkutan. dengan
harta
mengembalikan
Dan
jika benda,
harta
berhubungan ia
benda
harus tersebut.
Dengan kata lain, taubah pada tingkatan
92
pertama berarti kembali dari kemaksiatan atau kejahatan menuju kebaikan. b.
Kedua Taubah berarti kembali dari yang baik menuju yang lebih baik. Seorang yang bertaubah pada tingkatan ini, dituntut untuk kembali dari perbuatan yang lebih baik menuju yang terbaik. Dalam dirinya ada semangat untuk senantiasa meningkatkan kadar kebaikan dan ketaatannya untuk menjadi lebih baik lagi dan lebih taat lagi.
c.
Ketiga Adapun taubah yang ketiga yaitu kembali dari yang terbaik menuju kepada Allah SWT. Pada tingkatan ini seorang yang bertaubah akan berbuat yang terbaik dengan tanpa motivasi apapun kecuali karena Allah SWT dan untuk Allah SWT. Seorang yang pada tingkatan ini secara otomatis adalah orang yang mencapai tahap wara’.
2.
Wara’ Wara’
adalah
menjauhi
segala
yang
syubhat, artinya menjauhi segala hal yang belum jelas haram dan halalnya. Hal ini berlaku pada 93
segala aktifitas kehidupan manusia, baik yang berupa benda maupun perilaku seperti makanan, minuman, pakaian, pembicaraan, perjalanan, duduk, berdiri, bersantai, bekerja dan lain-lain.46 Selain itu, wara’ juga diartikan sebagai meninggalkan segala hal yang berlebihan, baik berwujud benda maupun perilaku. Lebih dari itu juga
meninggalkan
segala
hal
yang tidak
bermanfaat, atau tidak jelas manfaatnya. Adapun yang menjadi dasar ajaran wara’ adalah sabda Nabi Muhammad Saw. yang artinya: “Sebagian dari kebaikan tindakan keislaman seseorang adalah bahwa ia menjauhi segala sesuatu yang tidak berarti.” Juga ada hadits lain yang artinya: “Bersikaplah wara’ dan kamu akan menjadi orang yang paling taat beribadah.”
Para ahli tasawuf mambagi wara’ menjadi dua bagian. Yaitu wara’ yang bersifat lahiriyah dan
batiniyah.
Wara’
lahiriyah
berarti
meninggalkan segala hal yang tidak diridhai olleh Allah SWT. Sedangkan wara’ batiniyah berarti tidak mengisi atau menempatkan sesuatu di hatinya kecuali Allah SWT. 46
Mubarok El, “Maqamat dalam Tasawuf” diakses dari http://elmubarok.blogspot.co.id/2009/12/maqamat-dalam-tasawuf.html, tanggal 7 September 2016 pukul 13.17
94
Seorang yang wara’ senantiasa menjaga kesucian baik jasmani maupun rohaninya dengan mengendalikan segala perilaku dan aktifitas kesehariannya.
Ia
hanya
melakukan
segala
sesuatu jika hal tersebut bermanfaat, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Dengan demikian, maka raga dan jiwanya senantiasa terjaga dari hal-hal yang tidak diridhai Allah SWT. Jika dikaji lebih mendalam, wara’ adalah segala sesuatu yang tidak dilihat dari perilaku seseorang dari wujud kasarnya atau keelokan rupanya. Namun, dilihat dari segala sesuatu baik benda, perilaku, gagasan, atau pemikiran dari nilai yang terkandung didalamnya, tanpa melihat bentuk fisiknya. Kekayaan, gelar, kepangkatan, status sosial, keelokan wajah, dan bentuk tubuh bukanlah hal yang menentukan kualitas derajat seseorang dimata Allah SWT. Tetapi, yang menentukan derajat seseorang dimata Allah SWT adalah
sejauh
mana
segala
hal
tersebut
mengandung nilai. Nilai yang dapat mensucikan diri
seseorang
dari
kotoran
yang
telah
menjauhkannya dari kodrat asal penciptaannya
95
yang paling sempurna dibanding makhluk lain atau mengembalikannya pada fitrah kejadiannya. Pada
dasarnya
wara’
merupakan
pelaksanaan dari perintah Allah dalam surat alMuddatstsir ayat 1-3. Secara psikologis seseorang yang banyak melakukan dosa atau pelanggaran etik dan moral akan menjadikan dirinya dihantui oleh perasaan cemas dan takut, yang dalam istilah psikoanalisis disebut
moral
anxiety
(kecemasan
moral).
Selanjutnya hal ini akan berdampak negatif atau menimbulkan penyakit baik fisik maupun psikis. Karena perasaan ini akan senantiasa terpendam dalam alam bawah sadar. Untuk menjaga diri seseorang dari penyakit di atas tidak lain adalah dengan menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau pelanggaran etika, yakni dengan mengendalikan segala hasrat, keinginan, dan nafsu serta pengaruh lingkungan sekitarnya. Selanjutnya
hanya
mengikuti
apa
yang
didorongkan oleh hati nuraninya. Dari penjelasan tersebut maka para sufi mengartikan wara’ adalah
96
meninggalkan yang didalamnya terdapat keraguraguan antara halam dan haram (Syubhat).47 Hal-hal yang tidak bermanfaat dan segala tendensi yang bersifat pribadi dan sesaat, pada dasarnya adalah bersifat duniawi. Ketika segala hal yang bersifat duniawi tersebut ditinggalkan, maka seorang sufi telah sampai pada derajat zuhud. 3.
Zuhud Kata “Zuhud” berasal dari akar kata yang bermakna “menahan diri dari sesuatu yang hukum asalnya sebenarnya netral (mubah), alias bolehboleh saja.” Sikap Zuhud ini ada kaitannya dengan sikap wara’ (kehati-hatian) seperti yang telah disinggung di atas, demi menghindarkan pelakunya dari berlebih-lebihan yang dilarang karena kekhawatiran orang tak bisa berhenti di batas yang diperbolehkan. Sikap hati-hati seperti ini kiranya terkait dengan kenyataan bahwa
47
Budiyono Ahmad, “Pengertian dan Tahap Maqamat dan Ahwal”, diakses dari http://httpahmadbudiyonoblogspotcom.blogspot.co.id/2012/04/pengertia n-dan-tahapan-maqamat-dan-ahwal.html?m=1, tanggal 25 Oktober 2016, pukul 19.51
97
perang melawan nafsu, dan memenangkannya, adalah suatu pekerjaan yang amat sulit.48 Dalam pandangan kaum sufi, dunia dan segala isinya merupakan sumber kemaksiatan dan kemungkaran yang dapat menjauhkannya dari Allah SWT. Karena hasrat, keinginan, dan nafsu seseorang sangat berpotensi untuk menjadikan kemewahan dan kenikmatan diniawi sebagai tujuan hidupnya, sehingga memalingkannya dari Allah SWT. Oleh karena itu, maka seorang sufi dituntut untuk terlebih dahulu memalingkan seluruh aktifitas jasmani dan ruhaninya dari halhal yang bersifat duniawi. Dengan demikian segala apa yang dilakukannya dalam kehidupan tidak lain hanyalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perilaku seperti inilah yang dalam terminologi disebut sebagai zuhud. Dalam tradisi tasawuf, zuhud merupakan maqam yang sangat menentukan. Sehingga hampir seluruh ahli tasawuf selalu menyebutkan zuhud sebagai salah satu maqamat. Ketika seorang sufi tidak lagi terbelenggu oleh kehidupan duniawi dan hanya membutuhkan 48
Bagir Haidar, “Buku Saku Tasawuf Positif”, ( Bandung: Mizan Pustaka dan IIman, 2005), hal. 51
98
Allah SWT. Maka, dengan sendirinya ia telah sampai pada derajat kefakiran (faqr). 4.
Faqr Faqr
menurut
bahasa
berarti
butuh.
Sedangkan menurut terminologi faqr adalah suatu keadaan dimana hati tidak butuh kecuali Allah SWT. 49 Yang menjadi dasar ajaran Faqr adalah firman Allah SWT. yang artinya : “(Sedekah itu) adalah untuk orang-orang fakir yang terikat (oleh Jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kayak arena (mereka) memelihara diri dari meminta-minta. Kemu mengenal dia denga sifat-sifatnya, yang mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Danapa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Dalam
riwayat
Abu
Hurairah,
Nabi
Muhammad Saw bersabda yang artinya: “Orang-orang miskin akan memasuki surga lima ratus tahun sebelum orang-orang kaya. (limaratus tahun itu) sama dengan setengah hari di surga).”
Kakayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang dapat memelingkan seseorang dari Allah SWT. Untuk dapat menghindarkan diri dari 49
Ratu Sabdo Pandito, “Maqam Wara’, zuhud, dan faqr”, diakses dari http://arwaniilyas.blogspot.co.id/2013/12/maqam-wara-zuhud-danfaqr.html?m=1, tanggal 25 Oktober 2016 pukul 21.11
99
godaan duniawi dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Oleh karenanya seorang yang faqr pada dasarnya
adalah
juga
seorang
yang
telah
mencapai maqam shabr. 5.
Shabr Pada dasarnya kehidupan manusia didunia adalah perjalanan jauh menuju Allah SWT. Sebelum melaksanakan perjalanan jauh manusia telah ditempatkan oleh Allah SWT dalam wilayah asalnya yang suci. Wilayah dimana manusia telah melakukan persaksian bahwa ia adalah hamba Allah SWT yang diciptakan untuk malakukan tugas yang berwujud pengabdian kepadanya. Dan manusia yang telah menerima persaksian itu dengan sepenuhnya. Hal ini secara simbolik telah diungkapkan oleh Allah SWT dalam firmannya, yang artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhan-mu mengeluarkan keturunan dari anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku iini Tuhanmu ?” mereka menjawab: “Benar (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi....”
6.
Tawakal Tawakal mempunyai arti menyerahkan diri kepada Allah SWT atas segala upaya yang telah 100
dilakukan. Dalam dunia sufi tawakal berarti menyerahkan diri pada qada dan keputusan Allah SWT. Jika mendapat mereka akan bersyukur dan jika tidak mendapat apa-apa mereka akan bersabar. Menyerahkan kepada Allah SWT dengan Allah SWT dan karena Allah SWT. Para sufi dikenal sebagai orang yang sangat bertawakal kepada Allah SWT dalam segala hal. Bagi mereka, tawakal adalah salah satu upaya untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT. 7.
Ridha Ridha merupakan buah dari tawakal. Di mana jika sufi telah benar-benar melaksanakan tawakal maka dengan sendirinya ia akan sampai pada maqam ridla. Sebagian ulama berpendapat bahwa ridha adalah termasuk ahwal, bukan maqamat. Karena ia tidak bersifat diupayakan. Namun ia adalah karunia yang diberikan oleh Allah sebagai buah dari tawakal. Ridha dapat diartikan sebagai menerima tawakal dengan kerelaan hati. Secara harfiah ridha mempunyai arti rela, suka, senang. Para sufi mengartikan ridha adalah penerimaan seseorang atas keputusan Allah SWT. Ketika seorang sufi melatih diri untuk menerima keputusan Allah 101
SWT, ia akan menutup dirinya dari pilihanpilihan lain selain pilihan Allah SWT.50 Adapaun tanda-tandanya adalah mempercayakan hasil pekerjaan sebelum datang ketentuan, tidak resah sebelum terjadi ketentuan,tidak resah sesudah terjadi ketentuan dan cinta yang membara ketika tertimpa malapetaka. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa ridla adalah kondisi kejiwaan atau sikap mental yang senantiasa menerima dengan lapang dada atas segala karunia yang diberikan atau bela yang ditimpakan kepadanya. Ia akan senantiasa merasa
senang
dalam
setiap
situasi
yang
meliputinya.51 8.
Mujahadah Mujahadah adalah perjuangan dan upaya spritual melawan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan buruk dari jiwa (nafs). Mujahadah adalah perang terus-menerus yang disebut perang suci yang besar (al-jihad al akbar). Perang ini
50
Wadhifaty, “Maqamat Dalam Tasawuf”, diakses dari http://nurussubahah.blogspot.co.id/2012/05/maqamat-dalamtasawuf.html, tanggal 7 September pukul 13.08 51 Simuh, et,al., Tasawuf dan Krisis. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI), 2001), hal. 41
102
menggunakan senjata samawiy berupa mengingat Allah SWT (zikrullah).52 Ibrahim bin Adham mengatakan bahwa seorang baru akan mencapai maqam ini sesudah melakukan enam hal: a.
Menutup
pintu
bersenang-senang
dan
membuka pintu penderitaan. b.
Menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati.
c.
Menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan.
d.
Menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga.
e.
Menutup pintu kemewahan dan membuka pintu kemiskinan.
f.
Menutup pintu harapan duniawi
dan
membuka pintu persiapan menghadapi kematian.53 Dalam jiwa manusia terdapat dua sifat yang
dapat
menghalangi
dalam
pencapaian
kebaikan, yaitu larut dalam memuja hawa nafsu dan
penolakan
pada
52
tindakan
kepatuhan.
Mustafa zahr. ilmu tasawuf. (Surabaya: Bina Ilmu, 1979). Hal. 172 Amir syukur. Zuhud di Abad modern. (cet.1 ; Yogyakarta: pustaka pelajar. 1997). Hal 1 53
103
Manakala jiwa menunggang hawa nafsu, maka harus dikenadalikan dengan takwa. Manakala jiwa bersikukuh
menolak
untuk
selarah
dengan
kehendak tuhan, maka harus dikendalikan agar menolak hawa nafsunya. 9.
Cinta dan Rindu Cinta adalah kecenderungan hati. Yang dimaksud disini yaitu kecendrungan kepada Allah SWT, termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya dan tanpa adanya paksaan. Dalam pandangan lain, cinta adalah penyesuaian, yaitu kepatuhan terhadap apa yang diperintahkan, menjauhkan diri dari apa yang dilarang.54 Rindu
adalah
keadaan
gairah
untuk
berharap berjumpa dengan sang kekasih, kadar rindu tergantung volume cinta. Kerinduan untuk melihat sang kekasih, kerinduan untuk dekat dengan kekasih serta kerinduan untuk bersatu dengan kekasih. Kondisi orang yang rindu bagaikan
tarikan
nafas
yang
menggerakan
kerinduan pada kekasih dan dalam bernafas inilah gerak kerinduan yang dirasakan semakin nikmat, tarikan nafas orang yang mengalami ekstase
54
Hadi Mutaman. Maqam-Maqam Sufi. (Yogyakarta :Al-Manar. 2010). Hal 72
104
dibawah
tarikan
illahi
memberi
kesaksian-
kesaksian atas hal ini.
E.
PENGARUH PENCAPAIAN MAQAM DALAM KEHIDUPAN Setiap maqam yang dilewati oleh seseorang sufi akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku dalam kehidupannya, terutama sekali dalam sikap kesehariannya dan dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Hal ini dapat disaksikan pada pola kehidupan Abu Bakar as-siddiq, yang oleh sebagian kaum sufi dijadikan sebagai bentuk pengaruh pencapaian maqam dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pembentukan sikap Abu Bakar.55 tΑθà)tƒ §ΝèO nο§θç7–Ψ9$#uρ zΝõ3ßsø9$#uρ |=≈tGÅ3ø9$# ª!$# çµuŠÏ?÷σムβr& @t±u;Ï9 tβ%x. $tΒ $yϑÎ/ z↵ÍhŠÏΨ≈−/u‘ (#θçΡθä. Å3≈s9uρ «!$# Èβρߊ ÏΒ ’Ík< #YŠ$t6Ïã (#θçΡθä. Ĩ$¨Ζ=Ï9 ∩∠∪ tβθß™â‘ô‰s? óΟçFΖä. $yϑÎ/uρ |=≈tGÅ3ø9$# tβθßϑÏk=yèè? óΟçFΖä. Artinya : “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah." 55
Hadi Mutaman. Maqam-Maqam Sufi……………….............……Hal 79
105
Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Q.S Ali-Imran: 79).
Dalam ayat ini bermakna orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT. Dalam hal ini, al-Abbas menyatakan bahwa jadilah seperti Abu Bakar as-siddiq, karena saat Rasullulah wafat, hati kaum muslimin goncang, namun kepergian Rasullulah itu sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hati Abu Bakar, ia keluar dan berkata kepada umat muslim, “wahai umat manusia, barang siapa menyembah Muhammad maka Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah SWT, maka sesungguhnya Allah SWT adalah zat yang senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati. Bagi orang yang memiliki sifat rabbaniy, apapun yang terjadi sama
sekali
tidak mempengaruhi
lubuk hatinya
meskipun orang-orang yang takut tergoncang. Kekuatan
hati
dapat
dibentuk
dengan
menanamkan prinsip bahwa apabila Allah SWT menghendaki kebaikan maka tidak seorangpun yang bisa menghilangkan selain dia sendiri. Dan jika dia menghendaki kejelekan maka tidak seorangpun yang mampu menghindarkannya selain dia sendiri. Oleh karena itu kaum sufi banyak menyibukan diri dengan 106
mengingat Allah SWT dan menyampingkan yang selain Allah SWT.56
F.
KESIMPULAN Maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya. Pada
dasarnya
konsep
mengenai
maqamat
menurut ahli sufi berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, diantara mereka ada yang menyebutkan bahwa tingkatan tersebut terdiridari taubah-wara’zuhud-faqr-shabr-tawakal-ridha.
Adapula
yang
menyebutkan sistematika maqamat yang terdiri dari taubat-wara’-zuhud-faqr-shabr-tawakal-ridhamujahadah-cinta dan rindu. Dari uraian diatas kita tahu bahwa maqamat bersifat lebih dinamis dan aktif karena merupakan usaha dari para salik sendiri.
56
Hadi Mutaman. Maqam-Maqam Sufi………........……………Hal 80-82
107
AHWAL DALAM TASAWUF Oleh : Tommy Hermawan, dkk. A.
PENDAHULUAN Tasawuf
pada
dasarnya
berkaitan
dengan
perasaan dan kesadaran. Jiwa manusia adalah satu, sekalipun terdapat perbedaan suku, bangsa, dan rasnya. Apapun yang berkaitan dengan jiwa manusia, lewat latihan-latihan rohaniyah. Kaum sufi selalu berusaha mensucikan diri agar bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Dengan berbagai macam usaha pensucian diri, maka bertambahlah ketajaman mata batin dalam melihat kemakhlukan diri. Pengalaman religius tertinggi seperti ma’rifat Allah tidak hanya dimiliki oleh kalangan laki-laki, kaum perempuan pun asal mempunyai hasrat yang tinggi dalam mewujudkan penghambaanya pada ilahi, dengan melalui maqam-maqam yang harus dijalani, juga akan sampai pada tingkat ma’rifa. Ahwal adalah bentuk jamak dari hal. Seperti halnya maqam, hal (state) digunakan kaum sufi untuk menunjukkan
kondisi
spiritual.
Kata
hal
dalam
prespektif tasawuf sering diartikan dengan “keadaan”, maksudnya adalah keadaan atau kondisi spiritual. Hal, sebagai suatu kondisi yang singgah dalam kolbu 108
merupakn efek dari peningkatan maqamat seseorang. Secara teoritis, memang bisa dipahami bahwa seorang hamba kapanpun ia mendekat pada Allah dengan cara berbuat kebajikan, ibadah, riyadhah, dan mujahadah, maka Allah akan memanivestasikan dirinya dalam kalbu hamba tersebut. Banyak yang bertanya mengenai apa itu Ahwal? Lalu apa sajakah bentuk-bentuknya ? Dan bagaimana landasannya? Kemudian penulis akan membahas lebih lanjut tentang rumusan masalah di atas dengan pengumpulan data informasi dari media cetak dan internet. Dengan adanya pembahasan ini diharapkan pembaca akan mengetahui apa itu ahwal, bentuk-bentuk ahwal
dan
ladasannya.Kemudian
pembaca
dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
B.
DEFINISI AHWAL Dalam pembicaraan tentang tarekat sebagai perjalanan spiritual kita tidak bisa mengabaikan dua istilah teknis yang sangat penting. Yaitu: “Maqamat dan ahwal”.Secara Bahasa“Al Ahwal” merupakan jamak dari “hal" yang berarti keadaan atau sesuatu (keadaan rohani), biasanya diartikan sebagai keadaaan mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. Sekalipun sama-sama di alami 109
dan di capai selama masa perjalanan spiritual seorang sufi menuju Tuhannya. Namun menurut para sufi ada perbedaan yang mendasar antara “maqamat” dan “ahwal” ini baik dari cara mendapatkannya maupun kelangsungannya. “Ahwal” sering di peroleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan. Diantara “ahwal” yang sering di sebut adalah takut, syukur, rendah hati, taqwa, ikhlas, gembira. Banyak diantara mereka mengatakan bahwa “ahwal” di alami secara spontan dan berlangsung sebentar dan diperoleh tidak berdasarkan usaha sadar dan perjuangan keras, seperti halnya pada “maqamat”.57 Menurut imam al Ghozali dalam bukunya menerangkan bahwa, “hal” adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah kepada seorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Para sufi membedakan antara maqam (tingkatan) dan hal (keadaan). Maqam ditandai dengan kemapanan, sedangkan hal justru mudah hilang. Maqam dapat ditempuh oleh seorang calon sufi dengan kehendak dan upayanya, sedangkan hal daat diperoleh 57
Mohammad Syahid Ramdhani, Pengertian al-Maqamat dan alAhwal, diakses dari (http://mohammad-syahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertianalmaqamat-dan-al-ahwal.html), tanggal 22 September 2016 pukul 09.25
110
oleh calon sufi dengan tidak sengaja. Orang yang meraih
maqam
dapat
tetap
dalam
tingkatanya,
sedangkan orang yanng meraih hal justru mudah lepas keadaanya.58
C.
BENTUK-BENTUK AHWAL 1.
Muraqabah Muraqabah adalah kondisi kejiwaan yang dengan
sepenuhnya
ada
dalam
keadaan
59
konsentrasi dan waspada. Merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong
manusia
senantiasa
rajin
melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya.Hal penting yang harus ditunjukkanadalah konsistensi diri terhadap perilaku yang baik. Oleh karenannya,melakukan muraqabah dibutuhkan disiplin yang tinggi. Kedisiplinan inilah yang akan menghantar seseorang menuju kebahagiaan yang hakiki.Karena pada dasarnya segala perilaku peribadatan adalah dalam rangka muraqabah atau mendekatkan diri kepada Allah. Dengan cara di mana seorang individu senantisa merasakan kehadiran Allah, serta menyadari 58
Mohammad Syahid Ramdhani, Pengertian al Maqamat…,(online). Ibid,Mohammad Syahid Ramdhani, Pengertian al Maqamat.
59
111
sepenuhnya bahwa Allah selalu mengawasi segenap perilaku hambanya.Dengan kesadaran semacam ini, seorang hamba akan selalu mawas diri, menjaga diri untuk tetap berada pada kualitas 60
kesempurnaan penciptanya. 2.
Qurb Secara literal, qurb berarti dekat darinnya dan kepadanya. Menurut Sarraj al-saqathi, qurb (mendekatkan diri kepada Allah) adalah taat kepada-Nya. Sementara ruwaym ibn Ahmad ketika
ditanya
tentang
qurb,
menjawab,
“menghilangkan setiap hal yang merintangi dirimu untuk bersama-Nya. Dalam pandangan alsarraj, qurb adalah penyaksian sang hamba dengan hatinya akan kedekatan Allah kepadaNya, maka ia mendekat kepada Allah dengan ketaatanya,
dan
mengerahkan
segala
keinginannya kepada Allah semata dengan cara mengingatnya
secara
kontinu
baik
pada
61
keramaian maupun dikala sendiri .
60
Op.cit, Mohammad Syahid Ramdhani, Pengertian al Maqamat. Media Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendirian-Nya, (Jakarta: Prenada, 2005) hal.86 61
112
Menurut al-Sarraj qurb ada tiga tingkatan yaitu: a.
Tingkatan pertama dari tiga tingkatan orang-orang adalah
mendekaat
orang-orang
kepada yang
Allah
berjuang
mendekati Allah dengan berbagai macam ketaatan
karena
mereka
memiliki
pengetahuan yang diberikan oleh Allah, mengetahui
kedekatan
dan
kekuasaan
Allah kepada mereka. b.
Tingkatan kedua adalah orang yang sudah sempurna
dengan
keadaan
tingakat
pertama. Artinya dengan ketaatan dan ilmunya tentang Allah ia yakin merasa melihat dan dekat kepadaAllah. c.
Tingkatan ketiga adalah kelompok kaum agung dan kaum akhir (hal al-Kubara wa ahl
al-Nihayah).Kondisi
qurb
mereka
seperti yang dicewritakan olehHusyan alNuri. Ia menjelaskan dalam pandangan kaum sufi, teman sejati adalah Allah dan bukan yang lain. Kedekatan kepada Allah jauh
lebih
baik
daripada
kedekatan
sepasang sahabat. Dan kedekatan sepasang
113
sahabat boleh jadi itu artinnya semakin 62
jauhnya hamaba dari Allah. 3.
Mahabbah Mahabbah keteguhan
dan
(cinta)
mengandung
kemantapan.Seseorang
arti yang
sedang dilanda cinta. Ia senantiasa teguh dan mantap
,serta
senantiasa
mengingat
dan
memikirkan yang dicinta.63 Mahabbah pada dapat
diartikan
tingkatan
suatu
selanjutnya
usaha
sungguh-
sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan yang mendalam kepada Allah. Mahabbbah mempunyai tiga tingkatan yaitu: a.
Tingkatan
pertama
ini
pada
intinya
mengandung 3 hal yaitu mengerahkan ketaatan pada Allah dan membenci sikap melawan kepada-Nya. Menyerahkan diri kepada
sang
kekasih
secara
total.
Mengosongkan hati dari segala sesuatu yang dikasihi.
62
Ibid, Media Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendirian-Nya.hal.89 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung :Mizan, 1996) hal.165 63
114
b.
Tingkatan keduaadalah pandangan hati, keagungan, pengetahuan, dan kekuasaanNya. Itulah cinta orang yang jujur kepada Allah dan orang yang telah menemukan kebenaran dan pengetahuan sejati tentang tuhan.
c.
Tingkatan ketiga adalah cintannya orang yang
bersikap
benar
kepada
Allah
(shiddiqun) dan orang yang mengenal 64
Allah dengan mata hatinnya (arifin). 4.
Khawf Khawf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan khawatir kalau Allah tidak senang kepadanya. Perasaan takut ini sangat sulit untuk bisa dipahami oleh seseorang dengan kasat mata, karena hal ini sangat terkait dengan pengalaman keberagamaan 65
seseorang yang bersifat pribadi.
Perasaan takut akanmemberikan dorongan untuk melakukan yang terbaik sehingga akan menerima akibat yang baik pula. 64
Mohammad Syahid Ramdhani Pengertian al Maqamat ...,(online). 65 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1996)hal.144
115
Ibnu Qoyyim memandang khawf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.
Untuk
memunculkan
rasa
beralah
seseorang harus mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukan sambil merasa khawatir kalaukalau Allah tidak mengampuninya, khawatir kalau-kalau masih tergoda setan dalam setiap desahan nafasnya. Dengan perasaan seperti ini sang sufi perilakunya
akan tidak
berusaha
agar
menyimpang
sikap dari
dan yang
dikehendaki Allah. Dalam pandangan al-Sarraj, Khawf (takut) senantiasa
bergandengan
dengan
Mahabbah
(cinta). Keduanya tidak bisa dipisahkan dan masih dalam bingkai qurb (kedekatan). Qurb membutuhkan dua kondisi. Pertama, dalam hati sang hamba yang dominan adalah rasa takutnya. Kedua, dalam hati sang hamba yang dominan adalah rasa cintanya. Hal itu terjadi karena Allah memberikan kepada hati sebuah kepercayaan, keyakinan yang kuat, dan rasa takut kepada Allah.Khawf itu menurut al-Sarraj dibagi menjadi tiga tingkatan : 116
a.
Takutnya orang awam
b.
Takutnya orang-orang pertengah
c.
Takutnya kaum Khushus (khusus)
66
Khawf berkaitan dengan raja’. Seorang hamba yang dekat dan intim dengan Allah akan merasa ketakutan yang luar biasa kepada-Nya. Takut akan ancaman dan siksa-Nya, takut berpisah, dijauhi oleh-Nya, sehingga terputus dari rahmat-Nya dan hilang rasa nikmat bersama-Nya. Namun pada saat bersamaan sang hamba juga merasakan raja’, harapan yang besar akan limpahan dan ampunan, kasih sayang, dan 67 karunia Allah.
5.
Raja’ Raja’ dapat
berarti
berharap
atau
optimisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Seseorang
yangmengharapkan
sesuatu
akan
berupaya semaksimal mungkin untuk meraih dan merealisasikan harapannya. Jika perasaan takut
66
Kurnia, Yalid, Bab ii Penjelasan A,Diakses dari (http://kurnia-yalid.blogspot.co.id/p/bab-ii-penjelasan-a48.html)Tanggal 20 September 2016 pukul 08.15 67 Madia Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta :Prenada, 2005) hal. 97
117
dilengkapi
dengan
harapan,maka
akan 68
menimbulkan keberanian pada diri seseorang.
Sebagaimana halnya dengan khauf (takut), raja’ (harapan) adalah keterikatan hati dengan sesuatu yang diinginkan terjadi pada masa yang akan datang.Al-Qusyairi membedakan antara harapan (raja’)dengan angan-angan (tamanni). Raja’ bersifat aktif ,sementara tamanni bersifat pasif. Seorang yang mengharapkan sesuatu tentu akan berupaya
semaksimal
meraih
merealisasikan
dan
mungkin untuk harapannya.
Sementara orang yang mengangan-angankan sesuatu hanya dengan berdiam diri dan tidak melakukan apapun yang dapat mengantarkanya untuk
mendapatkan
apa
yang
diangan-
angankanya.Ibnu Khubaiq membagi harapan menjadi tiga, antara lain: a.
Manusia yang melakukan amal kebaikan dengan
harapan
amal
baiknya
akan
diterima disisi Allah.
68
Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1996) hal. 283
118
b.
Manusia yang melakukan amal buruk kemudian bertobat dengan mengharap akan mendapat ampunan dari Allah.
c.
Orang yang menipu diri dengan terus menerus melakukan kesalahan dengan 69
mengharap ampunan. 6.
Syawq Perwujudan rindu(shawq) kepada Allah adalah dengan kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mendatangkan Allah dalam hati kita melalui cara sholat, berdzikir salah satunya dengan cara membaca Asmaul husna karena dengan cara-cara itulah kita bisa menghadirkan Allah dalam hati seseorang.
70
Sholat dapat
mencegah orang melakukan perbuatan keji dan mungkar,
jika
kita
sering
mengerjakan
kemungkaran maka rasa rindu (shawq) akan dicabut dari hatikita sebab Allah hanya akan hadir di dalam hati yang suci atau bersih dari perbuatan keji dan mungkar. Dengan berdzikir secara terus menerus
dalam
69
keadaan
apapun
akan
Kurnia, Yalid. Bab ii Penjelasan A,Diakses dari (http://kurnia-yalid.blogspot.co.id/p/bab-ii-penjelasan-a48.html)Tanggal 20 September 2016 pukul 08.15 70 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung :Mizan, 1996) hal. 272
119
mengingatkan manusia kepada Allah sehingga manusia rindu akan kehadiran Allah di dalam hatinya. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan berhati-hati dalam tindakan dan tutur katanya agar tidak dibenci oleh Allah dan 71
bisa mendekatkan diri kepada Allah. 7.
‘Uns ‘Uns (perasaan cinta) merupakan kondisi kejiwaan,
di
kedekatannya
mana dengan
seseorang Tuhan.
merasakan Atau
dalam
pengertian lain disebut sebagai pencerahan. Dalam keadaan ini seorang manusia diliputi perasaan yang diliputi oleh cinta, kelembutan, kasih sayang, senang, bahagia, gembira, suka cita yang menjadi satu di dalam hatinya sehingga sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.Dalam tasawuf ‘Uns berarti “keakraban” menurut Abu Sa’id alKharraj ‘Uns adalah perbincangn roh dengan Sang Kekasih pada kondisi yang sangat dekat. Salah seorang pemuka thabi’in menulis surat kepada
khalifah
71
Umar
bin
Abdul
Mohammad Syahid Ramdhani Pengertian al-Maqamat dan alAhwal. Diakses dari (http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-al-maqamat-dan-alahwal.html) Tanggal 22 September 2016 pukul 09.25
120
Aziz,”Hendaknya keakrabanmu hanya dengan Allah semata dan putuskan hubungan selain dengan-Nya”.Menurut al-Sarraj, ‘Uns bersama Allah
bagi
seorang
hamba
adalah
ketika
sempurna kesuciannya dan benar-benar bening zikirnya serta terbebas dari segala sesuatu yang menjauhkannya dari Allah. Orang-orang yang akrab itu terbagi atas tiga tingkatan yaitu: a.
Pertama,
mereka
yang
merasa
akrab
dengan sebab zikir dan jauh dari kelalaian, merasa akrab dengan sebab ketaatan dan jauh dari dosa. b.
Kedua,
Ketika
sang
hamba
sudah
sedemikian akrab bersama Allah dan jauh dari
apapun
selain-Nya,
yakni
pengingkaran-pengingkaran dan bisikanbisikan yang menyibukkannya c.
Ketiga adalah hilangnya pandangan tentang ‘Uns karena ada rasa segan, kedekatan dan keagungan bersama ‘Uns itu sendiri. Maksudnya
sang hamba
sudah tidak
melihat ‘Uns itu sendiri. 8.
Tuma’ninah Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tidak ada yang dapat 121
mengganggu perasaan dan pikiran, Karena
Ia
telah mencapai tingkatkebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta bersih ingatannya. Jadi, orang tersebut merasakan ketenangan, bahagia, dan tentram.Ibnu Qayyim membagi tuma’minah kedalam tiga tingkatan yaitu: a.
Tingkatan pertama ketenangan hati dengan mengingat Allah.
b.
ingkatan yang kedua adalah ketentraman kelak akan bertemu dengan Allah.
c.
Tingkatan yang ketiga adalah ketentraman bertemu dengan Allah dalam setip dzikir dan
sholatnya,
menyaksikan
ketentraman
Allah
pada
dalam
kelembutan
kasihnya. 9.
Musyahadah Dalam perpektif tasawuf, musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan
sedikitpun,
bagaikan
melihat-Nya
dengan mata kepala. Hal ini berarti bahwa dalam tasawuf, seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Sehingga boleh jadi, hanya bagi mereka, Tuhan 122
itu dapat dilihat. Hal Musyahadah ini dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan seorang hamba dengan Allah.Menurut Al sarraj ahli Musyahadah terbagi atas tiga tingkatan yaitu: a.
Tingkat pertama, adalah kelompok alAshagir (pemula), yakni mereka yang 72
berkehendak. b.
Tingkat kedua, kelompok pertengahan (alAwsath). Dalam pandangan kelompok ini Musyahadah berarti bahwa ciptaanya pada genggaman yang Haq dan pada kerajaanNya.
c.
Tingkat ketiga seperti yang diterangkan alMakki,
hati
menyaksikan menyaksikan
kaum Allah dengan
arifin
ketika
sesungguhnya kesaksian
yang
kokoh.
72
Mohammad Syahid Ramdhani Pengertian al-Maqamat dan al-
Ahwal. Diakses dari (http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pen gertianal-maqamat-dan-al-ahwal.html), tanggal 22 September 2016 pukul 09.25
123
10.
Yaqin Al-Yaqin
artinya
perpaduan
antara
pengetahuan yang luas dan mendalam dengan rasa cinta dan rindu yang bergelora bertaut lagi denganperjumpaan secara langsung, tertanamlah dalam jiwanya dan tumbuh bersemi perasaan yang mantap, dialah yang dicari itu. Perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari pertemuan secara langsung, itulah yang disebut dengan al-Yaqin.
73
Yaqin adalah kepercayaan
yang kokoh tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang ia miliki, karena ia sendiri menyaksikannya dengan segenap jiwanya.Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin 74
merupakan esensi seluruh ahwal.
73
Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung :Mizan, 1996) hal. 325 74 Mohammad Syahid Ramdhani,Pengertian al-Maqamat dan alAhwal. Diakses dari (http://mohammad-syahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-al-maqamat-dan-alahwal.html)Tanggal 22 September 2016 pukul 09.25
124
D.
LANDASAN AHWAL 1.
Muraqabah Muraqabah sebagai tirai pelindung dari emosi, pikiran, nafsu dan perbuatan jahat, dan memandangnya sebagai jalan teraman untuk diperhatikan Allah. Dalam halnya Allah SWT berfirman : ∩⊇∇∪ Ó‰ŠÏGtã ë=‹Ï%u‘ ϵ÷ƒy‰s9 āωÎ) @Αöθs% ÏΒ àáÏ ù=tƒ $¨Β “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.(Qs. Qaaf :18)
75
Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk bertaqwa kepada Allah SWT dimanapun kita berada. Sedangkan ketaqwaan tidak akan lahir tanpa adanya muraqabatullah. Rasulullah SAW bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR.Tirm
75
Madia Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta :Prenada, 2005)hal. 84
125
2.
Qurb Kedekatan Allah kepada hambanya tercantum dalam firman-Nya diantaranya sebagai berikut.
ϵÎ/ â¨Èθó™uθè? $tΒ ÞΟn=÷ètΡuρ z≈|¡ΣM}$# $uΖø)n=yz ô‰s)s9uρ ∩⊇∉∪ ωƒÍ‘uθø9$# È≅ö7ym ôÏΒ Ïµø‹s9Î) Ü>tø%r& ßøtwΥuρ ( …çµÝ¡ø tΡ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadannya daripada urat lehernya”. (Qs. Qaaf :16)
nοuθôãyŠ Ü=‹Å_é& ( ë=ƒÌs% ’ÎoΤÎ*sù Íh_tã “ÏŠ$t6Ïã y7s9r'y™ #sŒÎ)uρ öΝßγ¯=yès9 ’Î1 (#θãΖÏΒ÷σã‹ø9uρ ’Í< (#θç6‹ÉftGó¡uŠù=sù ( Èβ$tãyŠ #sŒÎ) Æí#¤$!$# ∩⊇∇∉∪ šχρ߉ä©ötƒ “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku
126
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila
ia
memohon
kepada-Ku,
maka
hendaknya mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu ada dalam kebenaran”.(Qs. al76
Baqarah :186)
3.
Murahabbah Mahabbah dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya
gambaran
yang
mutlak.
Mahabbah ini disebut Allah dalam beberapa ayat-Nya yaitu : ª!$# ãΝä3ö7Î6ósム‘ÏΡθãèÎ7¨?$$sù ©!$# tβθ™7Åsè? óΟçFΖä. βÎ) ö≅è% ∩⊂⊇∪ ÒΟ‹Ïm§‘ Ö‘θà xî ª!$#uρ 3 ö/ä3t/θçΡèŒ ö/ä3s9 öÏ øótƒuρ “Katakanlah (Muhammad) jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nscaya Allah mengasihi dan mengampuni
76
Madia Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta :Prenada, 2005)hal. 87
127
dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi 77
maha penyayang”.(Qs. al-Imran :31)
Adapun hadits yang ditegaskan oleh Nabi
sendiri
menghidupkan
yaitu:
“Barangsiapa
sunnahku
maka
sesungguhnya dia mencintaiku dan barang siapa mencintaiku maka dia bersamaku di dalam syurga”. (HR. al Sajzi)78
4.
Khawf Rasa takut mereka bisa juga disebut dengan rasa takut pada hal yang masih terjadi, yang sesuai dengan firman Allah. öΝèδθèù$y‚s? Ÿξsù …çνu!$uŠÏ9÷ρr& ß∃Èhθsƒä† ß≈sÜø‹¤±9$# ãΝä3Ï9≡sŒ $yϑ¯ΡÎ) ∩⊇∠∈∪ tÏΖÏΒ÷σ•Β ΛäΖä. βÎ) Èβθèù%s{uρ
77
Ibid, Madia Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya.hal. 93 78 Mohammad Syahid Ramadhani, pengertian al-Maqamat dan al-Ahwal, di akses dari (http://mohammad-syahid ramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-al-maqamatdan-al-ahwal.html)Tanggal 22 September 2016 pukul 09.25
128
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Qs.al79
Imran :175)
5.
Raja’ Secara alegoris memandang khawf dan Raja’
seperti
sepasang
sayap
burung,
manakala kedua belah sayap itu seimbang. Kemuliaan ini ditunjukan dalam firman-Nya ×µ≈s9Î) öΝä3ßγ≈s9Î) !$yϑ¯Ρr& ¥’n<Î) #yrθムö/ä3è=÷WÏiΒ ×|³o0 O$tΡr& !$yϑ¯ΡÎ) ö≅è% WξuΚtã ö≅yϑ÷èu‹ù=sù ϵÎn/u‘ u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. yϑsù ( Ó‰Ïn≡uρ ∩⊇⊇⊃∪ #J‰tnr& ÿϵÎn/u‘ ÍοyŠ$t7ÏèÎ/ õ8Îô³ç„ Ÿωuρ $[sÎ=≈|¹ “Katakanlah: sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan 79
‘Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta :Qisthi, 2005)hal. 202
129
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Qs. alKahfi :110)
6.
80
Thuma’ninah Thuma’ninah bagi sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya, bersih ingatannya dan kokoh realitasnya. Beberapa firman Allah diantaranya: Ìò2É‹Î/ Ÿωr& 3 «!$# Ìø.É‹Î/ Οßγç/θè=è% ’È⌡uΚôÜs?uρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ∩⊄∇∪ Ü>θè=à)ø9$# ’È⌡yϑôÜs? «!$# “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”(Qs.al-Ra’du:28)
7.
81
Musyahadah Dapat merupakan
dikatakan tujuan
akhir
musyahadah dari
tasawuf.
Tingginya hal ini ditunjukkan oleh firman Allah:
80
Ibid, ‘Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf.hal. 205 Media Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta :Prenada, 2005)hal.110 81
130
’s+ø9r& ÷ρr& ë=ù=s% …çµs9 tβ%x. yϑÏ9 3“tò2Ï%s! y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) ∩⊂∠∪ Ó‰‹Îγx© uθèδuρ yìôϑ¡¡9$# “Sesungguhnya pada yang benar-benar terdapat peringatan orang yang mempunyai akal menggunakan pendengarannya, menyaksikan” (Qs. Qaaf :37)
8.
demikian itu bagi orangatau yang sedang dia
82
Yaqin Keyakinan juga berarti sikap optimis dan tulusnya pandangan kepada Allah dengan sebab kesaksian hati, keyakinan yang hakiki dan dengan cara menghapus penyakitpenyakitnya dan melawan keragu-raguan yang masih melekat. Puncak dari keyakinan ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya.
∩∠∈∪ tÏÿ¿dœuθtGçΗø>Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda”.(Qs. Hijr:75)
82
Ibid, Media Kesendiriannya.hal.113
Zainul
131
Bahri,
Menembus
Tirai
∩⊄⊃∪ tÏΖÏ%θçΗø>Ïj9 ×M≈tƒ#u ÇÚö‘F{$# ’Îûuρ “Dan dibumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin”. (Qs. al-Dzaariyaat :20)
83
Di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari segi agama, kadang kita percaya dan yakin akan adanya Allah SWT tetapi terkadang kita melalaikan akan ajaran perintah-Nya baik secara sadar maupun tidak sadar. Kalau kita cermati tentang masalah ini,
terhadap
orang
yang
melalaikan
perintah-Nya bukan berarti orang tersebut tidak
percaya
akan
adanya
Allah.
Kepercayaan dan keyakinan itulah yang 84
disebut dengan Yaqin.
83
Op.cit, Media Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya.hal.117 84 Arifindi, Pengimplementasian Ahwal dalam Tradisi, diakses (http://arifindi-
dari
kromo.blogspot.co.id/2011/03/pengimplementasian-ahwal-dalamtradisi.html) Tanggal 24 September 2016 pukul 11.50
132
E.
KESIMPULAN Meski para sufi berbeda pendapat mengenai pengertian ahwal secara luas, perlu dipertegas disini
bahwa
menurut
al-Sarraj,
hal
adalah
anugerah (mawahibah) Allah yang diberikan kepada sang hamba sebagai hasil dari usaha dan perjuangannya di dalam menempuh maqamat. Maqam diusahakan, sementara hal tidak. Maqam sifatnya tetap dan permanen, sedangkan hal tidak tetap, datang dan pergi.Dalam macamnya, terdapat beberapa
macam
Ahwal
yang
diantaranya,
Muraqabah, Qurb, Mahabbah, Khawf, Raja’, Syawq, ‘Uns, Thuma‘Ninah, Musyahadah, Yaqin yang dimana pada setiap macamnya memiliki tingkatan masing-masing. Untuk mendapatkan atau memperoleh hal perlu dilakukan suatu usaha, tidak hanya berdiam diri saja. Usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam upaya, diantaranya dzikir (amalan yang kita lakukan setiap hari dan datangnya dari diri kita, baik dari pemikiran dan pengelihatan batin kita terhadap amalan-amalan itu), meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT, sholat 133
(suatu bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah yang pengejaannya dimulai dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan salam serta dengan tidak lupa memperhatikan rukun-rukun, syaratsyarat, dan tata cara yang telah ditentukan), dengan mengingat Allah orang bisa merasakan kelezatan atau
ketenangan
hidupnya,
dan
Mengoreksi
kesalahan pada diri sendiri, dsb. Beberapa contoh di atas merupakan implementasi dari akhwal di dalam
kebudayaan
Tasawuf
yang
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
134
dapat
THARIQOH DALAM SUFI Oleh : Ahmad Sudibyo dkk
A.
PENDAHULUAN Islam adalah agama yang Haq yang tidak di ragukan lagi kebenarannya. Islam juga merupakan agama rahmatan lil ‘alamin yang merohmati semua orang muslim agar bisa berjalan lurus untuk mencapai ridho Allah ta’ala. Berbagai hukum telah tertuliskan di kitab suci Al-Qur’an dan Hadits guna membimbing para mukalaf agar berakhlak mulia sesuai petunjuk Allah dan Rosullullah SAW. Berbagai
jalan
bisa
di
tempuh
agar
bisa
mendekatkan diri kepada sang Ilahi. Hanya dengan ilmu lah kebenaran yang Hakiki bisa terlihat. Tata cara kehidupan rohani tersebut kemudian tumbuh berkembang dikalangan masyarakat Muslim, yang pada akhirnya menjadi disiplin keilmuan tersendiri, yang dikenal dengan sebutan ilmu “Tasawuf”. Sejak munculyna Tasawuf Islam di akhir abad kedua hijriyah, sebagai munculnya
istilah
“Thoriqoh” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan aqidah-aqidah, akhlaq135
akhlaq dan aturan-aturan tertentu bagi kaum Shufi. Thoriqoh adalah salah satu amaliyah keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Jalan untuk mencapai kebenaran yang hakiki bisa di tempuh melalui ajaran-ajaran yang telah di contohkan oleh para kekasih Allah salah satunya melalui thoriqohthoriqoh mereka. Dengan berniat mengamalkan thoriqoh melalui wasilah para kekasih Allah kita bisa mengetahui kebenaran yang hakiki,menjauhi segala
maksiat
dan
senantiasa
menerapkan
akhlakul karimah. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah paktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thoriqoh dari generasi ke generasi sampai kita sekarang.
B.
PENGERTIAN THARIQOH Istilah thoriqoh berasal dari kata At – Thoriq yang berarti jalan, keadaan, kepada hakikat. Berikut pengertian thoriqoh menurut para ahli : 1.
Harun Nasution Thoriqoh adalah jalan yang harus di tempuh seorang sufi dalam tujuan sedekah 136
mungkin dengan Tuhan. Thoriqoh kemudian mengandung arti organisasi, setiap thoriqoh mempunyai syekh, upacara ritual dan bentuk zikir sendiri. 2.
Hamka Diantara makhluk itu ada perjalanan hidup yang harus ditempuh Inilah yang kita katakan thoriqoh.
3.
H. Abu Bakar Atjeh Thoriqoh
artinya
jalan,
petunjuk
dalam melaksanakan suatu ibadat sesuai dengan
ajaran
yang
ditentukanan
dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung. Dari pendapat di atas dapat diambil pengertian thoriqoh sebagai berikut yaitu sebagai hasil pengalaman dari seorang sufi yang diikuti seorang murid, yang dilakukan dengan aturan atau cara tertentu dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam perkembangannya thoriqoh itu
kemudian
digunakan
sebagai
nama
kelompok mereka yang menjadi pengikut 137
bagi seseorang syekh yang mempunyai pengalaman
tertentu
dalam
cara
mendekatkan diri kepada Allah.
C.
SEJARAH MUNCULNYA THARIQOH Tarekat yang pada mulanya merupakan perkumpulan orang sufi yang berdiri secara spontan dan tanpa ikatan, berkembang menjadi organisasi sufi populer yang mempunyai peraturanperaturan tertentu dan menjadi jaringan yang sangat luas dan terbesar di berbagai wilayah dunia islam. Hingga sekarang jumlah tarekat lebih dari 200 buah. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci mengenai beberapa tarekat terutama yang tersebar cukup luas di Wilayah Nusantara. Di antara tarekat yang mula-mula muncul dan berkembang luas dalam perjalanan sejarah Nusantara adalah tarekat Qadiriyah di Baghdad. Tarekat ini dinisbahkan kepada Muhyidin Abdul Wadir ibn Abi Salih Janki Daousti ((w. 1166M). Tarekat yang lain adalah tarekat Rifa’iyah di Asia Barat yang didirikan oleh Syekh Ahmad Rifa’i (w. 1182); tarekat Sadziliyah di Maroko dengan
Nurrudin Ahmad bin Abdullah al-Syadzily (w. 138
1228)
sebagai
berkembang
syekhnya.
tarekat
Dari
Badawiyah
Mesir atau
Ahmadiyah yang didirikan oleh Syekh alBadawi (w. 1276). Sementara dari Asia Tengah
muncul
didirikan
oleh
tarekat
Muhammad
al-Naqsabandiyah bin
Muhammad
Bahaudin al-Naqsabandi (w. 1317M). Selain itu, bermunculan lagi tarekat lain seperti Bektasiyah di Turki,
dan
Al-Tijaniyah
di
Afrika
Utara.Perkembangan sedemikian pesat menjadikan tarekat menjadi jaringan sedemikian meluas dan khas, menjadikan tarekat tidak semata-mata bisa diterangkan dari perspektif motivasi beragama.85 Penyebaran Tarekat Syaththariyah, Tarekat Rifa’iyah yang bergerak perlahan melalui Aceh. Dengan perhubungan antara Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah yang semakin lancar, berbagai gerakan dan aliran tarekat lainnya juga merembes dan menyebar di Indonesia, Seperti Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syadziliyah, dan lain-lain. Dalam masa penjajahan ternyata gerakan-gerakan tarekat yang pada dasarnya 85
M. Muchsin Jamil,Tarekat dan Dinamika Sosial Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 53-54.
139
mengasingkan
diri
dan
menyingkir
mencari
ketenangan di pelosok-pelosok atau sudut-sudut kota
ini
sewaktu-waktu
ternyata
cukup
menyusahkan dan selalu dicurigai oleh penguasa penjajahBelanda, karena pemusatan kekuatan di bawah bimbingan para guru yang di pandang sebagai
orang
mencetuskan
suci
ini
sewaktu-waktu
pemberontakan
Pemberontakan
Diponegoro
dan
bisa
perlawanan.
yang
cukup
menggegerkan dan membuat kalang kabutnya pemerintah
kolonial
Belanda
juga
mendapat
dukungan kiai Maja.Pemberontakan di Cilegon dimana Haji Wasid dengan Tarekat Qadiriyahnya mengadakan perang jihad melawan pemerintah Belanda
tahun 1888, juga
gerakan
Tarekat
Akmaliyah yang dipimpin Kiai Nurhakim (1866 M) dan gerakan Haji Ahmad Ripangi di Kalisasak (1855 M) cukup memusingkan para pengusaha setempat. Dalam masa perang kemerdekaan, para pengikut tarekat tidak ketinggalan turut aktif berjihad fisabilillah dan menggabungkan diri dalam barisan-barisan Hisbullah dan lain-lainnya, Bahkan guru-guru
tarekat
yang 140
terkenal
ahli
ilmu
kekebalan
banyak
memainkan
peranan
memberikansifat kandelbagi berkobarnya semangat jihad fisabilillah. Di Jawa Tengah, misalnya, berduyun-duyun rakyat pejuang datang kepada Kiai di Parakan (Magelang) untuk meminta berkah menambah daya magis pada senjata geranggang mereka. Maka dalam masa itu para penganut tarekat tetap giat mengembangkan ajaran mereka masing-masing, dan bertindak sebagai gerakan sosial keagamaan yang independen.86
D.
AJARAN DASAR THARIQOH Sebagai sebuah gerakan yang dimotivasi oleh
tujuan
agama
dalam
rangka
untuk
mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Tuhan. Oleh
karenanya,
pengenalan
akan
sisi-sisi
kehidupan dunia tasawuf merupakan salah satu pangkal ajaran olah rohani pada dunia tasawuf adalah pengenalan akan nafsu yang melekat pada diri manusia. Bahkan salah satu tujuan utama mempelajari dan mengamalkan thariqot adalah mengetahui perihal perihal nafsu dan sifat-sifatnya,
86
Ahmad Khalil,.Islam Jawa.Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa (Malang: UIN-Malang Press.2008). hal 31-32.
141
baik nafsu yang tercela (mazmumah) maupun nafsu yang terpuji (mahmudah). Menurut Ismail bin Sayid Muhammad Said al- Qadri nafsu dan macamnya terbagi atas tujuh macam. Masingmasing diidentifikasikan dengan tempat, keadaan (sifat) wirid dan warna yang berbeda-beda. Dari tujuh nafsu tersebut nafsu ammarah dan nafsu
lawwamah
tergolong
nafsu
tercela
(mazmummah). a.
Nafsu ammarah bi al-su’ indikatornya ada tujuh macam yaitu kikir, tamak, dengki, jahl (bodoh),
takabur,
syahwal
(hedonis),
nafsu
lawwamah
pemarah (ghadab). b.
Adapun
indikator
berjumlah sembilan macam yaitu suka mencerca (lem), mengumbar nafsu (hawa), menipu, bangga dengan amalnya (‘ujub), mengumpat, riya, zalim, dusta dan lupa menginggat Allah SWT. Sifat-sifat tercela ini harus diketahui kemudian diganti dengan nafsu yang terpuji.
142
Berikut ini adalah sifat-sifat terpuji meliputi :87 a.
Nafsu
mulhamah
dengan
sifat-sifatnya
seperti pemurah, qana’ah (nerima), hilm (bijak), tawadlu’ (rendah hati), taubat, sabar dan tahan uji (al-tahammul). b.
Nafsu radhiyah memilki ciri-ciri seperti dermawan, zuhud, ikhlas, menjauhi syubhat dan haram (wara’), menggantikan perilaku tercela dengan perilaku terpuji (riyadhah) dan menempati janji (al wa-fa).
c.
Nafsu mardiyah adalah berbudi luhur, meninggalkan apa saja selain Allah, kasih sayang kepada makhluk, mengajak pada kebaikan,
menggampuni
sesamannya,
mencintai
melepaskan
sifatnya
kesalahan
sesama
yang
untuk
tercela
dan
memasukkannya kepada perilaku terpuji. d.
Nafsu kamilah, meliputi tiga ciri yaitu ’ilmu al-yaqin, ‘ain al-yaqin dan haq al-yaqin. Thariqoh berupaya untuk mengendalikan
nafsu
tercela
(madzmummah)
87
dan
degan
M. Muchsin Jamil,Tarekat dan Dinamika Sosial Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
143
meningkatkan nafsu terpuji (mahmudah) untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT. Namun demikian untuk mencapai kedekatan kepada
Allah
para
pelaku
thariqoh
harus
menempuh perjalanan panjang. Rumusan mengenai tahap-tahap perjalanan rohani antara satu thariqot memiliki persamaan dan perbedaan. Untuk satu thariqot
tertentu
terkadang
juga
merupakan
gabungan dari dua atau lebih ajaran unsur tahriqoh. Secara
garis
besar,
perjalanan
rohani
itu
dirumuskan dengan tiga tahapan yakni takhali, tahali dan tajali. Namun demikian perjalanan rohani yang dirumuskan oleh para sufi. Tahaptahap perjalanan ini sebagai maqom (stage atau station) yang tidak lain merupakan evolusi tahaptahap peningkatan rohani.88
E.
TOKOH-TOKOH DAN AJARAN THARIQOH 1.
Thoriqoh Qodiriyah a.
Sejarah Thoriqoh Qodiriyah Thoriqoh Qodiriyah didirikan oleh
88
Syeikh
Muhyidin
Abu
Ibid, M. Muchsin Jamil,Tarekat dan Dinamika Sosial Politik,
hlm. 61
144
Muhammad Abdul Qodir Jailani alBaghdadi
pada
tahun
1180/1669
M.Thoriqoh ini berpusat di Irak dan Syiria serta berkembang sejak abad XIII M.Namun Thoriqoh Qodiriyah berkembang di dunia sejak abad XV M.Syeikh Abdul Qodir Jailani lahir pada tahun 470 H/1077 M di Desa Naif Kota Gilan, terletak 150 Km timur laut Baghdad.Beliau lahir dari seorang ibu yang sholihah bernama Fatimah Binti Abdullah ash-Shama’i al-Husayni. Ketika melahirkan Abdul Qodir Jaelani beliau sudah berumur 60 tahun yang tidak lazim bagi seorang perempuan untuk melahirkan.Ayahnya bernama
Abu
sebelum
Sholih.
kelahiranya,
Jauh
hari
ayahnya
bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.89 Silsilah atau keturunan nasab beliau adalah Syeih Abdul Qodir al-
89
Mushthofa, Aris dan Handono.Meneladani Akhlak 2.(PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri:Solo.2013).hal 4.
145
Jailani bin Abi Sholih bin Musa bin Janki Dusat ( Janka Dusat ) bin Abi Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Mihammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah al-Mahdi bin Hasan alMusanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Tholib dan Fatimah az-zahroh binti Rosullullah SAW. Syeikh Abdul Qodir Jailani meninggal di Baghdad pada tahun 561 H/1166 M. Beliau adalah wali terbesar yang di beri wewenang untuk menolong manusia lain. Lebih dari itu beliau adalah wali yang
di
kagumi
dan
di
cintai
masyarakat bahkan setiap upacaraupacara
keagamaan
semua
orang
mengirimkan hadiah al-fatikhah untuk beliau.90 b.
Ajaran dan Praktiknya Ajaran mendasar Syeikh Abdul Qodir al-Jailani tidak berbeda dengan ajaran
90
pokok
Islam,
terutama
Ibid, Mushthofa, Aris dan Handono.Meneladani Akhlak, hal
4-5.
146
golongan
Ahlush
Shunah
wal
Jama’ah. Syeikh Abdul Qodir alJailani
Menghargai
para
pendiri
madzab fiqih yang empat dan teologi Asy’ariah.
Adapun
bentuk
dan
karakter Thoriqoh Qodiriyah adalah tauhid, sedangkan pelaksaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin.
Adapun
ajarannya
sebagai berikut: Taubat,
adalah Sabar,
Zuhud, Ridho, Tawakal, Jujur, dan Syukur. 2.
Thoriqoh Syadziliyah a.
Sejarah Thoriqoh Syadziliyah Thoriqoh Syadziliyah didirikan oleh Abu al-Hasan Asy-Syadzili,yang selanjutnya nama Thoriqoh ini di nisbahkan
kepada
nama
beliau.
Thoriqoh Syadziliyah lahir di Maroko pada tahun 1258 H. Thoriqoh ini Merupakan salah satu ajaran sufistik yang memiliki pengikut yang sangat banyak. Silsilah nasab Syeikh Abu Hasan Asy-Syadzili adalah Ali bin 147
Abdullah bin Abdul Jabbar bin Yusuf bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad ni Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Tholib Suami Dari
Fatimah
az-Zahroh
putri
Rosullullah SAW. Thoriqoh ini sudah banyak menyebar di berbagai negara antara lain Afrika Utara, Mesir, Kenya, Tanzania, Timur-tengah,dan Sri Langka bahkan telah merambah benua Amerika.91 b.
Pandangan
Hidup
Thoriqoh
Syadziliyah 1)
Tidak menganjurkan pada para pengikutnya
untuk
meninggalkan profesinya 2)
Tidak
mengabaikan
dalam
menjalankan syariat Islam 3)
Zuhud
tidak
berarti
harus
menjauhi dunia karena pada hakikatnya
91
zuhud
adalah
Op.cit, Mushthofa, Aris dan Handono.Meneladani Akhlak
2,hal 15 16.
148
mengosongkan hati dari selain Allah 4)
Tasawuf As-Syadzili lebih menekankan pada riyazah al-qulub tanpa menekankan
adanya latihan
yang berhubungan dengan fisik atau di sebut musaqqoh alabnan,misalnya
menekankan
senang ( al-farh ), rela ( ar-ridho ), dan selalu bersyukur ( asySyukur ) atas nikmat Allah. 3.
Thoriqoh Naqsabandiyah a.
Sejarah Thoriqoh Naqsabandiyah PendiriThoriqohNaqsabandiyah adalah Muhammad bin Muhammad Baha’uddin
al-Uwaisi
al-Bukhari
Naqsabandi.Beliau lahir pada tahun 717 H/1318 M di sebuah desa yang bernama Qashrul Arifah, lebih kurang 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari.Tokoh yang paling menonjol dalam perkembangan Thoriqoh ini adalah
Abaidillah 149
Ahrar.Ajaran
Thoriqoh
Naqsabandiyah
ini
di
Indinoseia pertama kali i perkenalkan oleh Syech Yusuf al-Makasari pada tahun
(1626-1699.Sebagaimana
di
debutkan di bukunya Safinah anNajah yang mendapat ijazah dari Yech Naqsabandiy yaitu Muhammad Abdul Baqi di yaman dan mempelajari Thoriqoh
ini
di
Mekah
dengan
bimbingan Syech Ibrahim al-Kuraini. b.
Ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah 1)
Husy bar dam,”sadar waktu bernafas”.
Suatu
latihan
kosentrasi
seseorang
harus
menjaga diri dari ke khilafan dan kelupaan ketika
keluar
masuknya nafas. 2)
Nazar bar qodam,” menjaga langkah “ seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk jika berjalan haru menundukan kepala dan melihat ke arah kaki.
3)
Safar bar wathan,” melakukan perjalanan 150
ke
tanah
kelahirannya
“.
perjalanan
Melakukan
batin
meninggalkan
segala
dengan bentuk
ketidak sempurnanya sebagai manusia menuju ksadaran akan hakikatnya
sebagai
makhluk
mulia. 4)
Yazkara, “ ingat atau menyabut “.
Berzikir
terus
menerus
mengingat Allah,baik zikir ism az-dzat ( menyebut nama Allah ) maupun dzikir nafi Isbat ( menyebut kalimat Laa Ilaha Ilallah ). c.
Silsilah-Silah Guru Naqsabandiyah 1)
Muhammad SAW
2)
Abu Bakar Asy-Syidiq
3)
Salman al-Farisi
4)
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Asy-Syidiq
5)
Ja’far as-Siddiq
6)
Abu Yazid Thaifur al-Busthomi
7)
Abu al-Hasan al-Kharqani
8)
Abu Ali al-Farmadhi 151
9)
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani
10)
Abdul Kholiq al-Gujdawani
11)
Arif ar-Riwikari
12)
Mahmud al-Anjir Faqwani
13)
Azizan Ali ar-Ramitani
14)
Muhammad Baba’ as-Samasi
15)
Sayid Amir Kulali al-Bukhori
16)
Muhammad
Baha’uddin
an-
Naqsabndi 4.
Thoriqoh Maulawiyah a.
Sejarah Thoriqoh Maulawiyah Bagi para pecinta musik sufi, nama Thoriqoh Maulawiyah cukup di kenal.
Maulawiyah
merupakan
Thoriqoh yang berasal dari ajaran sufi besar bernama Maulana
Jalaluddin
Muhammad Rumi pada tahun 1273 H di Turki. Thoriqoh ini menyebar luas kebeberapa wilayah seperti Turki dan Amerika Utara. Salah satu keunikan pada praktek tata cara meditasinya yaitu berputar-putar seperti menari cukup lama. Upaya ini merupakan bagian dari cara untuk mengingatkan 152
seseorang berawal
bahwa segala sesuatu dari
putaran.
Hidup
merupakan putaran dari tiada menjadi ada dan sebaliknya.92 b.
Ajaran Thoriqoh Mualawiyah Thoriqoh
Mulawiyah
mengimplikasikan
tasawuf
mereka
melalui bagian-bagian atau tahaptahap dalam sama’, merupakan tarian spiritual yang memiliki bagian-bagian sebagai berikut : 1)
Naat Musik
religius
pujian Muhammad
yang
berisi
terhadap
Nabi
SAW
yang
disusun oleh Bahuriz Musthofa’ Itri , tetapi puisinya adalah puisi Rum. 2)
Taksim Sebuah
impofisasi
terhadap
maqam setiap atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang
92
Loc.cit, Mushthofa, Aris dan Handono.Meneladani Akhlak
2,hal.18.
153
menentukan
hubungan-
hubungan nada yang memiliki kontur dan pola-pola musik. 3)
Putaran Sultan Walad Selama putaran ini,para darwisy yang ikut pada bagian putaran
tari
mengelilingi
sang
berjalan samahane
(ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan
pos
(lokasi
tempat
pemimpin tekke atau pemimpin pemimpin upacar berdiri). Setelah musik selesai kemudian seorang hafiz membaca ayat-ayat AlQur’an.
Sama’ terus berlangsung
sampai bacaan Al-Qur’an di mulai. Setelah selesai pimpin sama’ berdiri dan mulai berdoa di depan syech.
F.
UNSUR-UNSUR THARIQOH 1.
Mursyid ( Guru ) Guru (Mursyid )
Dalam sebuah
thoriqoh, seorang Guru atau disebut syaikh 154
atau Mursyid memiliki peranan yang penting bahkan mutlak. Ia tidak hanya menjadi seorang pemimpin yang mengawasi muridmuridnya
dalam
pergaulan
kehidupan
sehari-hari,
menyimpang
dari
lahir
agar
ajaran
Allah
dan tidak dan
terjerumus dalam kegiatan maksiat, tetapi ia merupakan tinggi
pemimpin
sekali
kerohanian
kedudukannya
yang dalam
thoriqoh.93 2.
Murid (Murad) Murid
merupakan
pengikut
suatu
thoriqoh. Yaitu orang yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal ibadahnya. Murid tidak hanya berkewajiban mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala sesuatu yang dilatih guru kepadanya, tetapi harus patuh kepada beberapa adab dan akhlak yang ditentukan untuknya, baik kepada guru, dirisendiri, maupun orang lain. 93
Endah Suryani , Unrus Pokok dalam Tarekat, diakses dari http://psikoterapitasawuf.blogspot.co.id/2011/04/unsur-pokokdalam-tarekat.html, pukul 20.15
155
3.
Bai’at (janji setia) Bai’at merupakan
dalam janji
diucapkan
oleh
Mursyid
untuk
bahasan
setia calon
yang salik
thoriqoh biasanya dihadapan
menjalankan
segala
persuaratan yang ditetapkan oleh seorang mursyid dan tidak akan melanggarnya sesuai dengan syari’at Islam. 4.
Silsilah ( Transmisi) Jika para ulama merupakan pewaris nabi yang mengajarkan ilmu lahir, maka mursyid thoriqoh merupakan pewaris nabi yang mengajarkan penghayatan keagamaan yang bersifat batin. Oleh karena itu, Seperti fungsi
sanad dalam hadis, keberadaan
silsilah dalam thoriqoh berfungsi menjaga validitas dan otentisitas ajara thoriqoh agar tetap
merujuk
pada
sumbernya
yang
pertama, Rasulullah Muhammad Saw. 5.
Dzikir Salah satu bagian terpenting dalam thoriqoh yang hampir selalu dikerjakan ialah dzikir. Dzikir artinya mengingat kepada Tuhan. Akan tetapi dalam mengingat kepada 156
tuhan, dalam thoriqoh dibantu dengan berbagai macam ucapan, yang menyebut nama Allah atau sifat-sifatnya, atau kata-kata yang mengingat kepada Allah. Ahli tarekat berkeyakinan, jika seorang hamba telah yakin, jika lahir batinnya dilihat Allah dan segala
perbuatan
diawasi
Allah,
dan
ucapannya di dengar Allah, segala niat dan cita-cita di ketahui Allah, maka hamba itu akan menjadi sorang yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya kepada Allah.94
G.
KESIMPULAN Dalam Aspek tasawuf untuk senantiasa bisa mendekatkan diri kepada sang Khaliq memerlukan kegiatan pembersihan diri dari segala unsur-unsur yang di larang bahkan yang subhat sekaligus perlu di
perhatikan.
Dalam
94
kehati-hatian
dalam
Ibid, Endah Suryani , Unrus Pokok dalam Tarekat, diakses dari http://psikoterapitasawuf.blogspot.co.id/2011/04/unsur-pokokdalam-tarekat.html, pukul 20.15
157
mengerjakan sesuatu akan berpengaruh pada kualitas hati kita.
Salah satu langkah dalam
tasawuf untuk membantu mendekatkan diri adalah melalui thoriqoh. Thoriqoh adalah suatu jalan yang di tempuh oleh salik untuk membersihkan hati agar bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui
ajaran Rasullulloh SAW dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru,
dan
sambung
menyambung.
Ada
banyak thoriqoh yang tersebar di dunia seperti thoriqoh Qodiriyah, Syadiliyah, Naqsabandiyah, dan Mawlawiyah dan masih banyak yang lain. Masing-masing thoriqoh memiliki ajaran dan amalanya masing-masing yang di ajarkan oleh seorang mursyid atau Syech.
158
TELAAH DAN KRITIK AKHLAQ TASAWUF Oleh : Asrowi, Afifudin, Umi, Gadis, Dita, Nurmalita
A.
PENDAHULUAN Realitas dicermati kejenuhan
kehidupan
akhir-akhir pada
ini
tingkat
manusia telah
apabila
mengalami
tertentu
sehingga
mengakibatkan tindakan rasionalitas yang sangat mustahil. Dengan memperhatikan peristiwa bunuh diri masal atas nama agama serta fenomena kekerasan misalnya. Dari kedua hal itu, bisa dipahami mengalami
bahwa
kehidupan
sebuah
tantangan
kemanusiaan besar
untuk
mempertahankan eksistensinya. Hal itu bukanlah suatu ancaman melainkan realitas yang harus disikapi dan dihadapi. Apabila diformulasikan tantangan tersebut mengarah pada dua hal yaitu krisis pemahaman agama dan krisis modernitas. Tasawuf selalu menjadi persoalan menarik baik dalam kerangka ajaran agama maupun perkembangan kehidupan Islam. Dalam kerangka agama, sufisme (tasawuf) dipersoalkan apakah ajaran ini merupakan ajaran yang benar sesuai 159
dengan Al-Quran dan Al-Hadis, sedangkan dalam kerangka yang kedua dipersoalkan apakah ia membawa
kemajuan
atau
justru
membawa
kemunduran umat. Proses lahirnya tasawuf dipengaruhi oleh perkembangan politik pada awal sejarah Islam dimana
pada
masa
setelah
pemerintahan
Khulafaurrasyidin, pemerintahan muslim jatuh menjadi otoriter, bergelimang dengan kemewahan harta benda dan kehidupan raja-raja yang tidak Islami, hingga mendorong sebagian orang untuk menjuahkan diri dari kehidupan duniawi yang ditangani oleh pemerintah dan menempuh jalan sufistik dengan sibuk beribadah dan berzikir. Itu sebababnya
timbul
kesan
seoalah-olah
sufi
meninggalkan hidup duniawi. Padahal mereka hanya ingin menjauhkan diri dari pemerintah yang korup, otoriter dan mengabaikan nilai-nilai Islami tersebut. Tradisi dan praktek kerohanian ini merupakan fenomena umum dalam kehidupan generasi salaf, yang mana pada abad ke-2 H dan sesudahnya ketika penghidupan duniawi makin marak maka orang-orang yang lebih berkonsentrasi pada ibadah dan menjauhi kehidupan duniawi 160
(zahid) diberi sebutan khusus dengan istilah sufi atau mutassawifin.
B.
TELAAH DAN KRITIK AKHLAK TASAWUF Menurut Imam al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Tasawuf adalah sebuah usaha seorang manusia untuk mendekatkan dirinya kepada Allah melalui pensucian jiwa, hidup sederhana, memperbanyak ibadah dan ketaqwaan serta riyadhah sehingga tercapai ma’rifatillah dan mendapat ridha-Nya. Berdasarkan pengertian akhlak dan tasawuf di atas maka dapat disimpulkan bahwa akhlak tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha seorang hamba untuk dapat sedekat mungkin dalam mengenal Rabbnya melalui berbagai macam riyadhah, pensucian diri, dan amalan sehingga membentuk perilaku yang diridhai-Nya.95 Sumber ajaran tasawuf Islam dapat dilacak dari perilaku Nabi Muhammad Saw. Sebelum
95
Hermawan Agus, Pengantar Akhlak Tasawuf 1, (Kudus: Yayasan Hj. Kartini, 2016), hal. 2
161
diangkat menjadi Rasul, beliau sering berkhalwat di Gua Hira. Di sana beliau banyak berdzikir dan bertafakkur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puncak kedekatan Nabi Muhammad dengan
Allah
SWT.
diperlihatkan
ketika
melakukan Isra’ Mi’raj, di mana Nabi Muhammad sampai di hadirat Ilahi dan berdialog dengan-Nya. Pribadi Nabi juga dikenal sebagai orang yang zuhud, sederhana dan tidak pernah terpesona oleh kemewahan duniawi. Pola hidup sederhana, zuhud, jujur serta rajin beribadah yang pada akhirnya berbuah akhlak yang mulia pada diri Rasulullah telah menarik simpati para sahabat. Maka muncullah sebutan ahlusShuffah (sebutan bagi para sufi yang tinggal di serambi Masjid Nabawi untuk beribadah kepada Allah). Beberapa tokoh zahid dari kalangan sahabat adalah khulafaurrasyidin, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghifari,Ammar bin Yasr, Hudzaifah bin Yaman, dan masih banyak lagi. Tidak hanya dari kalangan sahabat, dari kalangan tabi’in pun dapat dijumpai orang-orang yang dapat dijadikan rujukan sebagai perintis tasawuf dalam Islam. Mereka diantaranya adalah Sa’id bin Musayyab ( 15-94 162
H.). Ia dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang hadits, fikih serta tekun beribadah, zuhud dan berakhlak mulia.96 Akhlak tasawuf memiliki bidang garap dan ruang lingkup yang meliputi akhlak terhadap Allah SWT dan akhlak terhadap makhluk lainnya dengan cara menata hati sehingga segala ucapan, sikap, dan tindakannnya adalah semata-mata ibadah karena Allah SWT dengan memperteguh aqidah dan bersandarkan pada syariat Islam. Akhlak tasawuf dalam kehidupan modern sekarang ini bukan berarti diterapkan dengan mengasingkan diri di goa atau beri’tikaf sehari penuh di dalam masjid tanpa bekerja melainkan akhlak tasawuf sekarang ini bisa diterapkan dengan tetap bekerja seperti biasa, yakni dengan cara mengosongkan hati, menyucikan jiwa dari berbagai keduniawian yang berlebihan. Beberapa nilai tasawuf yang bisa diamalkan dalam kehidupan modern adalah: 1.
Mengamalkan akhlak karimah seperti taubat, zuhud, fakir, sabar, syukur, rela dan tawakal (maqamat tasawuf).
96
Nata Abuddin, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 15
163
2.
Selalu menghiasi ahwal seperti musahabah dan muroqobah (waspada dan mawas diri), hub (cinta), khauf wal raja’ (berharap dan takut), syauq (rindu) dan intim (uns).
3
Membiasakan riyadhah, tafakur, tazkiyatu nafs,dan dzikrullah.97 Pandangan sufi klasik yang anti dunia
dimana orang orang mengarahkan dirinya hanya untuk
memenuhi
tuntutan
rohnya
lalu
menggunakan waktu siangnya untuk puasa dan malamnya untuk shalat, sepanjang umurnya untuk merenung semata sambil mengikari hal—hal dari hidup
duniawi
dengan
tujuan
agar
potensi
rohaniahnya menjadi kuat, merupakan pandangan tasawuf yang salah dan merupakan pengingkaran terhadap perintah Allah. Manusia untuk mencapai keahiratannya tidak serta merta meninggalkan keduniwiannya. Seperti halnya ‘uzlah bukan berarti melakukan pengasingan diri dari keramaian urusan dunia melainkan tetap melibatkan diri dalam masyarakat. Karena ‘uzlah tidak bermakna fisik. Masalah tasawuf yang perlu ditinjau kembali adalah masalah wihdatul wujuh yang mana 97
Hermawan Agus, Pengantar Akhlak Tasawuf …...........hal. 11
164
manusia
tersebut
meyakini
bahwa
sifat-sifat
ketuhanan telah melekat dalam dirinya, sehinga menjadikan manusia tersebut merasa bahwa dirinya lah Tuhan. Dengan demikian manusia tersebut merupakan golongan orang musyrik.
C.
TELAAH DAN KRITIK NALAR IRFANI Secara bahasa kata irfani merupakan bentuk mashdar dari kata ‘arafa’yang artinya makrifat, ilmu pengetahuan. Kata tersebut kemudian lebih dikenal sebagai istilah mistis yang bermakna pengetahuan tentang Tuhan. Pokok bahasan dalam studi Islam yang masuk dalam rumpun irfani meliputi akhlak dan tasawuf.98 Pengetahuan irfani dapat dicapai melalui tiga tingkatan. Pertama, tahap membersihkan diri dari ketergantungan terhadap dunia. Kedua, ditandai dengan
pengalaman-pengalaman
eksklusif
menghampiri dan merasakan pancaran nur ilahi. Ketiga, ditandai dengan perolehan pengetahuan yang seolah-olah tidak terbatas dan tidak terikat
98
Nasir Muhammad, Konsep Tasawuf Irfani, http://muhammadnasirspdi.blogspot.co.id/2015/03/konsep-tasawufirfani-implikasinya-di.html?m=1, diakses pada 30 September 2016, pukul 14.30
165
oleh ruang dan waktu. Misalnya, pengalaman Rasulullah dalam menerima wahyu Al-Quran.99 Implikasi dari pengetahuan irfani dalam konteks pemikiran keislaman adalah menghampiri agama
pada
tataran
subtantif
dan
esensi
spiritualitasnya, serta mengembangkannya dengan penuh
kesadaran
akan
adanya
pengalaman
keagamaan orang lain yang berbeda. Pengetahuan irfani digali dari realitas kesadaran diri yang dalam bahasa tasawuf disebut kasyf. Metode yang dilakukan untuk menanggapi pengetahuan tersebut adalah lewat riyadhah . Pendekatan irfani banyak dimanfaatkan
dalam
takwil
Al-Quran
yang
merupakan upaya mendekati lafz-lafz Al-Quran lewat pemikiran yang berasal dari dan berkaitan dengan warisan irfani yang sudah ada sebelum Islam, dengan tujuan untuk menangkap makna batinnya.100
99
Kurdi Muhammad, Pendekatan Bayani Burhani dan Irfani dalam Ranah Ijtihadi Muhammadiyah, diakses melalui http://muhammad-kurdi.blogspot.co.id/2008/10/pendekatan-bayaniburhani-dan-irfani.html?m=1, diakses pada 30 September 2016, pukul 14.00 100 Kholish Nurul, Nalar Irfani Dalam Kancah Problema di Indonesia, http://dokumen.tips/documents/nalar-irfani-dalamkancah-problema-di-indonesia.html, diakses pada 30 September 2016, pukul 14.31
166
Dalam bidang akhlaq, nalar irfani sangat berperan dalam penyusunan kitab-kitab seperti kitab izbah al-nasyi’in karya Syekh Musthafa alGhalayani. Irfani tidak diperoleh berdasarkan analisis terhadap teks, akan tetapi dari hati nurani yang suci, sehingga Tuhan menyingkapkan sebuah pengetahuan. Kami rasa kalau hanya dengan menganut hati nurani masih kurang tepat, karena hati dapat dipengaruhi oleh bisikan setan sehingga dibutuhkan dasar-dasar yang lain. Untuk mencapai pengetahuan irfani melalui tahap yang kedua dan ketiga, ditandai dengan pengalaman-pengalaman eksklusif menghampiri dan merasakan pancaran nur dan ditandai dengan perolehan pengetahuan yang seolah-olah tidak terbatas dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Pancaran nur itu yang merasakan hanya orang yang mendapat pancaran tersebut apabila kejadian tersebut diberitakan ke orang lain maka akan sulit untuk dipercaya. Tahap inilah yang kurang sesuai dengan Islam saat ini karena sangatlah sulit untuk diterima oleh akal dan panca indra manusia.
167
D.
TELAAH DAN KRITIK TAREKAT Tarikat atau tarekat berasal dari lafazh Arab thoriqoh artinya jalan. Dimaksudkan sebagai jalan menuju Tuhan, ilmu batin dan tasawuf. Perkataan tarekat (jalan bertasawuf yang bersifat praktis) lebih dikenal ketimbang tasawuf, khususnya dalam kalangan para pengikut awam. Tarekat tidak membicarakan filsafat tasawuf, tetapi merupakan amalan (tasawuf) atau prakarsanya. Pengalaman tare kat merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan
praktik-praktik dan mengerjakan
amalan yang bersifat sunnah, baik sebelum maupun sesudah sholat wajib dan mempraktikan riyadhoh. Para kyai yang biasa mengamalkan amalan-amalan tersebut
menganggap
dirinya
sebagai
ahli
101
tarekat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, tepatnya sekitar abad ke-11 dan ke-12 M, tasawuf sunni mengambil bentuk praktis yaitu tarekat (thariqoh).
101
Jaiz Hartono Ahmad, Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan, (Solo: Wacana Ilmiah Press, 2006, hal. 23)
168
Sementara itu bersamaan dengan munculnya tarekat sufi, dari corak tasawuf ekstrim (AlShu’bah Al-Ahrar) dan memiliki kecendrungan pemikiran filosofis spekulatif dan perenungan intuitif spekulatif selanjutnya berkembang kearah terbentuknya tasawuf falsafi. Pada abad ke-13 kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan partai politik. Bahkan, banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Akan tetapi, pada saat itu telah terjadi penyelewengan didalam tarekat-tarekat, antara lain penyelewengan yang terjadi dalam paham wasilah, yakni paham yang menjelaskan bahwa
permohonan
seseorang
tidak
dapat
ditujukan langsung pada Allah, tetapi harus melalui guru, guru ke gurunya, terus demikian sampai kepada
syekh,
baru
dapat
bertemu
atau
berhubungan dengan Allah. Para pembaharu dalam dunia Islam seperti Jamaluddin AL-Afgani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat Islam. Oleh karena itu, pada abad ke-19 mulai banyak pemikiran yang sinis terhadap tarekat dan juga tasawuf. Akibat 169
penyimpangan-penyimpangan tersebut timbullah kritik pedas terhadapnya. Banyak orang menentang dan meninggalkan tarekat dan tasawuf. Akan tetapi pada akhir-akhir ini perhatian kepada tasawuf timbul kembali karena dipengaruhi oleh paham materialism. Orang-orang barat melihat bahwa materialism memerlukan sesuatu yang besifat rohani sehingga banyak orang yang kembali memperhatikan tasawuf. Ulama dan ilmuan Indonesia yang gigih meluruskan bahkan membantah keras tentang tarekat
diantaranya
HSA
Al-Hamdani
dari
Pekalongan, JawaTengah dengan bukunya: 1.
Bantahan Singkat terhadap Kelantjangan Pembela Tashawuf dan Tarekat, 1972.
2.
Sorotan-sorotan terhadap Kitab-Kitab WiridDzikir-Hizb Doa dan Sholawat.
3.
Sanggahan terhadap Tashawuf dan Ahli Shufi dan Sorotan terhadap Kisah Maulid, Nifshu
Sya’ban,
Manakib
Sjaih
AK
Djailany. Sanggahan lain juga ditulis oleh Drs. Yunasril
Ali,
dengan
judul
Membersihkan
Tashawwuf dari Syirik, Bid’ah, dan Khurafat, 170
menjelaskan bahwa masing-masing tarekat itu merumuskan amalan-amalannya sendiri, sehingga antara satu dengan yang lain saling berbeda cara amaliahnya.102 Koreksi (dari Drs. Yunasril Ali), di dalam Al-Quran didapati kata thoriqoh dan musytaqnya (pecahan kata yang berasal dari thoriqoh) di beberapa tempat yaitu: 1.
QS. Al Ahqof (46) : 30 Mereka berkata: "Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.
2.
QS. An-Nisa’ : 168
ْ َ َ َ ِ إِ ﱠﭑ ﱠ َ ُوا َو ۡ ُ َ ِ ۡ َ ِ َ ظ َ ُ ْا َ ۡ َ ُ ِ ٱ ﱠ ُ ِ َ ۡ ِ َ َ ُ ۡ َو َ ١٦٨ "ً$ ِ ط Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.
102
Jaiz Hartono Ahmad, Ibid, ............................................hal 30
171
3.
QS. An-Nisa’ : 169 َ إِ ﱠ ٱ ﱠ ِ َ ِ* ٗ ا+َ ,َ َ ِ َ ٗ ۚا َو َ "نَ ٰ َذ2َِ َ"ٓ أ5 َ ِ ِ 6َ ٰ َ ﱠ7َ 8َ 9 َ ِ ط ١٦٩ Kecuali jalan ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
4.
Al-Jinn : 11
َ "ﱠ7 ُ َ-ۖ ِ ﱠ" ُدونَ ٰ َذ7?ِ ِ ُ@ نَ َوA ﱠ" ٱ ٰ ﱠ7?ِ "َوأَ ﱠ ١١ <ِ َٗدا9 َ ِ=ط َ ٓا Dan Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
Dari kata thoriqoh dan musytaqnya yang terdapat dalam Al-Quran tersebut tidak satu pun yang
menunjukkan
kepada
tarekat
yang di
propagandakan oleh penganutnya. Jika benar bahwa yang dimaksud dengan thoriqoh di dalam ayat-ayat itu penjelasan dari Al-Quran dan assunnah yang sesuai dengan cara yang ditentukan oleh Rosul kepada para sahabatnya, maka tarekat seperti ini termasuk sunnah fi’liyah dan dapat diterima.103 Bantahan lain juga datang dari Abdul Qodir Jaelani, dai dari Bogor Jawa Barat dengan 103
Jaiz Hartono Ahmad, Ibid, ............................................hal.35
172
tulisannya
yang
berjudul
Koreksi
terhadap
Tasawuf. Juga bantahan-bantahan yang ditulis dalam tanya jawab, misalnya oleh Ustadz Umar Hubeis dalam kitabnya Adawata.104
E.
KESIMPULAN Keberadaan tasawuf menjadi alternatif dalam menyikapi banyaknya fenomena krisis spiritualitas dan krisis modernitas. Penerapan nilai-nilai tasawuf yang terealisasi dalam bentuk akhlak tasawuf menjadi usaha seorang hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Melalui pendekatan irfani dan jalan tarekat seseorang berusaha untuk mengenal Rabbnya. Namun dalam praktiknya terdapat
penyelewengan-penyelewengan
yang
menodai praktik tasawuf itu sendiri dan akhirnya menuai berbagai kritik.
104
Jaiz Hartono Ahmad, Ibid,............................................hal. 30
173
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin
Nata,MA.2000.Akhlak
Tasawuf.Jakarta:PT.
Raja Garfindo Persada. Ahmad Amin.1995.ETIKA Ilmu Akhlak.Jakarta: PT. Bulan Bintang. Ahmad Khalil,.Islam Jawa.Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa (Malang: UIN-Malang Press.2008) Ali,Mohammad
Daud,
Pendidikan
Agama
Islam,
(Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2001),cet. 11, hal.353 Armstrong, Amatullah. 1996. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung :Mizan. Armstrong, Amatullah. 1996. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung :Mizan. Bagir, Haidar. 2005. Buku Saku Tasawuf Positif. Bandung: Mizan Pustaka dan IIman. Hal, 51 Bahri, Media Z. 2005. Menembus Tirai Kesendiriannya. Jakarta :Prenada. Bahri, Media Z. 2005. Menembus Tirai Kesendiriannya. Jakarta:Prenada Bimo Walgito.1990.Psikologi social.Yogyakarta: Andi Offset.
174
Budiyono, Ahmad. 2012. Pengertian dan Tahap Maqamat dan Ahwal. Diakses melalui http://httpahmadbudiyonoblogspotcom.blogspot.co. id/2012/04/pengertian-dan-tahapan-maqamat-danahwal.html?m=1. Pada tanggal 25 Oktober 2016, pukul 19.51 Cahaya Biru, Studi Kritis Terhadap Aliran-aliran Tasawuf.
Diaksesmelalui
http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/05/studikritis-terhadap-aliran-aliran.html?m=1,
pada
tanggal 1 Oktober 2016, pukul 14.27 Chittick, William C. 2002. Tasawuf di Mata Kaum Sufi. Bandung: Penerbit Mizan. Hal, 75 Hadi Mutaman. 2010. Maqam-Maqam Sufi. Yogyakarta :Al-Manar.Hal, 72 Hadi, Murtadho. 2012. Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (Wejangan-Wejangan Ruhani Abuya Dimyathi Banten, Syaikh Romli Tamim Rejoso, Syaikh Muslih
Mranggen).
Yogyakarta:
Pustaka
Pesantren. Hal, 96 Hermawan,Agus. 2016. Pengantar Akhlak Tasawuf 1.Kudus:Yayasan Hj. Kartini. http://ainunnajib1994.blogspot.co.id/2016/03/aliranaliran-dalam-tasawuf.html 175
http://arifindikromo.blogspot.co.id/2011/03/ http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/sejarahkelahiran-ilmu-tasawuf/ http://meilyfa.blogspot.co.id/2014/10/contoh-makalahakhlak-tasawuf.html http://mohamadsyahidramdhani24.blogspot.co.id/2012 /11/pengertian-al-maqamat-dan-al-ahwal.html http://mybarokahblog.blogspot.co.id/2015/02/tasawufdalam-al-hadits-karya-inayatul http://plosorejokuluwut.blogspot.co.id/2016/04/tasawufdan-perkembangannya.html http://psikoterapitasawuf.blogspot.co.id/2011/04/unsurpokok-dalam-tarekat.html http://ulumulislam.blogspot.co.id/2014/04/nabimuhammad-saw-berkhalwat-di-guahira.html#.WETpCl54Nck Idianto M.2004. Sosiologi SMA Kelas X.Jakarta: Erlangga. Isa, Abdul Qadir. 2005. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press. Isa, Abdul Qadir. 2005. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press. Jaiz Hartono Ahmad. 2006. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Solo: Wacana Ilmiah Press. 176
Kromo, Arifindi. 2011. Pengimplementasian Ahwal Dalam Tradisi. Diakses melalui http://arifindikromo.blogspot.co.id/2011/03/pengimplementasian -ahwal-dalam-tradisi.html
pada
tanggal
24
September 2016 pukul 11.50 M. Muchsin Jamil,Tarekat dan Dinamika Sosial Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) Mansur,
Pendidikan
Anak
Usia
Dini
dalam
Islam,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet. 3, hal.221 Marzuki, Konsep Akhlak Islam, BAB 4 ,diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/ Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20 M.Ag_.%20%20Buku%20PAI%20UNY%20%20BAB%2010.%20Konsep%20Akhlak%20Islam .pdf. pada tanggal 10 september 2016 pukul 18:05 Matta,Anis,Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-Itishom, 2006), cet. 3, hal.14 Mubarok, El. 2009. Maqamat dalam Tasawuf.Diakses melalui http://elmubarok.blogspot.co.id/2009/12/maqamatdalam-tasawuf.html pada tanggal 7 September 2016 pukul 13.17)
177
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi Humanistik
Telaah
atas
Abraham
Pemikiran Maslow.
Psikologi Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset. Hal, 25 Mushthofa, Aris dan Handono.Meneladani Akhlak 2.(PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri:Solo.2013) Mustofa, 1997.Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, Nasir, Muhammad. Konsep Tasawuf Irfani. Diakses melalui http://muhammadnasirspdi.blogspot.co.id/2015/03/ konsep-tasawuf-irfani-implikasinya-di.html?m=1, pada tanggal 30 September 2016, pukul 14.30 Nata, Abuddin.2001.Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Nata,Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 12, hal.75-76 pengimple mentasian-ahwal-dalam-tradisi.html Ramdhani, Mohammad S. 2012. Pengertian al-Maqamat dan al-Ahwal.diakses melalui http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-al178
maqamat-dan-al-ahwal.html
pada
tanggal
22
September 2016 pukul 09.25 Ratu Sabdo Pandito. 2013. Maqam Wara’, zuhud, dan faqr.Diaksesmelaluihttp://arwaniilyas.blogspot.co.i d/2013/12/maqam-wara-zuhud-dan-faqr.html?m=1. (Diakses 25 Oktober 2016 pukul 21.11 Rochman, Abdul. Maqam Ridha. Diakses melalui http://www.academia.edu/6409432/Maqam_ridha. pada tanggal 25 Oktober 2016 pukul 19.23 Rohman,
Fatkhur.
Pengertian
Tentang
Diaksees
Tasawuf. melalui
http://fatkhurrohman.weebly.com/pengertiantentang--tasawuf.html, pada tanggal 22 September 2016 pukul 10.32 Rosihan Anwar.2010.akhlak Tasawuf.CV.Pustaka Setia. Saebani,Beni Ahmad dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), cet. 1, hal.200 Simuh, et,al. 2001. Tasawuf dan Krisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI). Hal, 41 Simuh,dkk.
Tasawuf
dan
Krisis
(Pustaka
Pelajar:Semarang,2001). Siroj, Said Aqil. 2015. Maqam Dalam Tasawuf. Diakses melalui http://sunnahsunni.blogspot.co.id/2015/01/maqom179
dalam-tasawuf.html?m=1.
Pada
tanggal
14
September 2016 pukul 18.25 Solang, Visal. Dasar-Dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits Tentang Akhlak Tasawuf. Diakses melalui http://www.academia.edu/9210383/DASARDASA R_AL-QURAN_AL-HADITS_TENTANGAKHLAKTASAWU. pada tanggal 21 September 2016, pukul 21.21 Sudirman Tebba. Tasawuf Positif (Kencana:Bogor, 2003). Syukur, Amir.1997.Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wadhifaty. 2014. Maqamat Dalam Tasawuf. Diakses melalui http://nurussubahah.blogspot.co.id/2012/05/maqam at-dalam-tasawuf.html, pada tanggal 7 September pukul 13.08 Yalid, Kurnia. 2016. Makalah akhlak Tasawuf : Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf Zahr, Mustafa. 1979. Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu Zakiat Daradjat, dkk.2000.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: PT. Bumi Aksara
180