Hukum Perjanjian Internasional: Dr. Joko Setiyono, Sh Mh

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL Dr. Joko Setiyono, SH MH

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

● Ruang Lingkup HI ● Subyek Hukum ● Sumber Hukum ● Bilateral dan Multi Lateral ● HI bersifat Koordinatif ● Kebutuhan akan HPI ● Kodifikasi Hukum

FUNGSI HPI 1. JAMIN KEPASTIAN HUKUM 2.

PERSOALAN INTERNASIONAL

3.

BENTUK KAIDAH HI

PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MOCHTAR KUSUMAATMADJA PERJ YG DIADAKAN ANTARA NEG , YANG MENIMBULKAN AKIBAT HK TERTENTU 2. ACADEMY OF SCIENCE OF USSR PERSETUJ YG DINYATAKAN SEC FORMAL ANTARA DUA /LEBIH NEG TTG PEMANTAPAN PERUBAHAN /PEMBATASAN HAK & KEWA JIBAN SEC TIMBAL BALIK. 3. BOER MAUNA SEMUA PERJ AN SUBYEK 2 AKTIF HI & YG DIATUR OLEH HI BERI SIKAN IKATAN2 YG PUNYA AKIBAT HKM (LEGALLY BINDING 4. KONVENSI WINA 1969 (Psl 2 ayat 1 butir a) Persetuj Int’l yg diadakan antar neg dlm bentuk tertulis dan diatur oleh HI, baik yg berupa satu instrumen tunggal/dua/lebih yg slg berkaitan tanpa me mandang apapun namanya 1.

UNSUR-UNSUR PERJANJIAN INTERNASIONAL

1. KATA SEPAKAT 2. SUBYEK HUKUM 3. BERBENTUK TERTULIS 4. OBJEK, AKIBAT, TUJUA 5. JANGKA WAKTU 6. TUNDUK PADA HI

ISTILAH PI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

TRACTAT ATAU TREATY Convention Declaration Statuta, Charter, Covenant Fact Agreement MOU Protokol Final Act, Echange of notes, Process Verbal, Modus Vivendi

BENTUK PERJ INT’L 1. PI TDK TERTULIS (UNWRITTEN/ORAL AGREEMENT) → PERNYATAAN BERSAMA KEP NEG/PEM, MENLU → RESPON POSITIF, SBG PERJ LESAN PARA PIHAK EX. STATEMENT FERDINANT MARCOS DI KTT ASEAN 1977 DI KUALA LUMPUR, BAHWA PILIPINA CABUT KLAIMNYA ATAS SUBAH LALU DIRESPON POSITIF KEP NEG/PEM MALAYSIA, SEJAK SAAT ITU TERJADI PI SECARA LISAN

2. PI TERTULIS →MENDOMINASI DLM HUB INT’L, KRN - KETEGASAN - KEJELASAN - KEPASTIAN HK BG PARA PIHAK

KLASIFIKASI PI 1. SUBYEK/PHK YG MENGAD PERJ A. PERJ ANTAR NEG B. PERJ ANTAR NEG DGN SUBYEK HI C. PERJ ANTAR ANTAR SUBYEK HI 2. JUMLAH PARA PIHAK A. BILATERAL B. MULTILATERAL 3. FUNGSI SBG SUMBER HKM A. TREATY CONTRACT B. LAW MAKING TREATY 4. TAHAP PEMBENTUKAN A. 2 TAHAP B. 3 TAHAP 5. SIFAT PELAKSANAANNYA A. Perj yang menentukan (Dispositive Treaties) B. Perj yang dilaksanakan (Executory Treaties)

SUMBER HK PERJ INT’L

SUMBER HK PERJ INT’L PERJANJIAN INTERNASIONAL 2. HKM KEBIASAAN INTERNASIONAL 3 PRINSIP HKM UMUM - FREE CONSENT (PERSETUJ BEBAS) - PACTA SUNT SERVANDA 4. YURISPRUDENSI 1.

PRINSIP-PRINSIP DLM HK PI

PRINSIP-PRINSIP DLM HK PI 1. PACTA SUNT SERVANDA (PS. 26 KW 1969) → PRINSIP DASAR DARI HI (GRUNDNORM) → PRINSIP HK UMUM DIAKUI UNIVERSAL → NORMA IMPERATIF DLM PRAKTEK PI 2.PACTA TERTIIS NEC NOSENT NEC PROSUNT (PS. 34 KW 1969) PI TDK DPT MENIMBULKAN HAK & KWJBN KPD PIHAK KE-3 3. REBUS SIC STANTIBUS PRINSIP YG MEMBERI HAK PD SU NEG UTK MENARIK DIRI/MEMBATALKAN SU PERJ KRN PENGARUH PERUB KEADAAN YG BERSIFAT FUNDAMENTAL

BEBERAPA PENGECUALIAN PRINSIP “PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT” : A. PERJ DPT MPY AKIBAT KPD P-3 ATAS PERSETUJ MRK (PS.35 KW ’69) → SUATU KWBN DPT TIMBUL BG NEG KE-3 YG BRSL DARI KETENT SUATU PERJ YG DIBUAT DGN SENGAJA OLEH NEG2 PIHAK & NEG KE-3 TADI MENERIMA KWJBN TSB DLM BTK TERTULIS

B. PERJ YG MEMBERI HAK KPD NEG2 KE-3 (PS.36 KW’69) →BERKAITAN DGN KLAUSULA “MOST FAVOURED NATION/MFN” →SETIAP PERLAKUAN KHUSUS YG DIBERIKAN PD SATU NEG HRS DIBERIKAN PULA KPD NEG LAINNYA

C. PERJ YG DPT MPY AKIBAT PD NEG KE-3 TANPA PERSETUJUAN NEG KE-3 TSB - PASAL 2 (6) Piagam PBB ‘NEG2 BKN ANGGOTA PBB BERTINDAK SESUAI DGN PRINSIP & ASAS PBB BILA DIANGGAP PERLU UTK PERDAMAIAN & KEAMANAN INT’L’ - PASAL 32 PIAGAM PBB ‘NEG BKN ANGGOTA PBB YG MERUP PIHAK DLM PERTIKAIAN YG SDG DLM PERTIMBANGAN DK-PBB, DIUNDANG UTK TURUT SERTA TANPA HAK SUARA DLM PEMBICARAAN MGN PERTIKAIAN TSB’

PROSES PERUMUSAN & MULAI BERLAKUNYA PERJ INT’L

1. 2.

PARA PIHAK YG BERMAKSUD MBUAT/ MRUMUSKAN SU PERJ INT’L MELAK : PENDEKATAN INFORMAL PENDEKATAN FORMAL KW 1969

LANGKAH 2 FORMAL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

PENUNJUKAN WAKIL YG AKAN MENGAD PERUNDINGAN PENYERAHAN KUASA PENUH (FULL POWERS) PENERIMAAN NASKAH PI (ADOPTION OF THE TEXT) PENGOTENTIKASIAN NASKAH PI (AUTHENTICATION OF THE TEXT) SAAT MULAI BERLAKUNYA SUATU PI (ENTRY INTO FORCE OF A TREATY) PERSETUJUAN UTK TERIKAT PD PI (CONSENT TO BE BOUND BY A TREATY) PENYIMPANAN NASKAH PI (DEPOSITORY OF A TREATY). PENDAFTARAN & PENGUMUMAN (REGISTRATION AND PIBLICATION)

 KUASA PENUH

BERARTI sebuah dokumen yg dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang dari suatu neg yg berisi penunjukan atas seseorang atau lbh utk mewakili neg ybs. utk merundingkan, mengadopsi atau mengotentikasi naskah suatu PI, menyat persetuj utk terikat pd suatu persetuj int’l, atau utk melak tindakan lainnya yg berkenaan dgn perj tsb. (Ps.2 (1) c KW 1969)

PEJABAT NEG YG TDK PERLU MEMPERLIHATKAN FP 1. KEPALA NEG/PEM & MENLU → KRN MEMILIKI KEWENANGAN BERTINDAK MEWAKILI NEG NYA DLM SGL BIDANG HUB INT’L →TDK PERLU FP UTK SEMUA TINDAKANNYA DLM MENGAD PI DGN NEG, OI MAUPUN SUBYEK HI LAINNYA

2. KEPALA MISI DIPLOMATIK → TIDAK PERLU FP : TERBATAS PD TINDAKAN MENERIMA (MENGADOPSI) NASKAH PI ANT NEG YG MENGAKREDITASINYA DGN NEG TEMPATNYA DIAKREDITASI → PERLU FP : DLM HAL DIBERI TUGAS & WWNG UTK MENGOTENTIKASIKAN MAUPUN MENYAT PERSETUJ UTK TERIKAT PD PERJ INT’L YG SBLMNYA TELAH DIADOPSI

3.KEPALA PERWAKILAN YG DIAKREDITASI OLEH SUATU NEG PD SUATU KONFERENSI INT’L ATAU SUATU OI ATAU SALAH SATU DARI ORGANNYA →TDK PERLU FP UTK TINDAKAN PENGADOPSIAN/PENERIMAAN NASKAH PERJ INT’L →UTK TINDAKAN PERATIFIKASIAN/PERSETUJUAN UTK TERIKAT PD NASKAH PERJ INT’L TDK DILAK OLEH PERWAKILAN TSB TTPI OLEH ORGAN YG BERWENANG DR NEG MSG2

PENERIMAAN NASKAH PI (ADOPTION OF THE TEXT) Stlh mll proses perundingan ↓ Kesepakatan thd naskah perj ↓ Penerimaan /pengadopsian naskah perj (para pihak yg melak perundingan tlh berhasil mencapai kesepakatan atas naskah perj meskipun kesepakatan itu blm merup kesepakatan final atau blm merup naskah yg definitif)

PENGOTENTIKASIAN NASKAH PERJ (AUTHENTICATION OF THE TEXT)  Pengotentikasian

atau pengesahan ini akan meningkatkan status dari naskah perj yg sdh melewati tahap penerimaan menjadi naskah yg final & definitif (tdk bisa berubah kecuali setelah perj mulai berlaku maka dapat dirubah mll prosedur modifikasi ataupun amandemen)

 Pengotentikasian

naskah perj dpt dilak dgn penandatanganan (signature), penandatanganan ad referendum atau pemarafan (initially) oleh wakil2 dari negara tsb atas naskah perj atau atas akte akhir (Final Act) dari konferensi yg memuat teks tsb. (Ps.10 KW’69)

of the text → Ps. 9 KW’69 penerimaan naskah perj dlm praktek suatu konferensi int’l, biasanya dilak dgn 2/3 suara dari peserta yg hadir kecuali bila konferensi menentukan lain  Authentication of the text → Ps. 10 KW’69 tindakan formal mengenai bunyi naskah  Adoption

PERSETUJUAN UNTUK TERIKAT PADA PERJANJIAN (Consent to be Bound by a Treaty)

Ada bbrp cara →Ps. 11 KW’69  Penandatanganan (Signature)  Pertukaran instrumen yg mbentuk perj. (exchange of instrument constituting a treaty)  Ratifikasi (ratification), Akseptasi (acceptance) & Persetuj. (approval)  Aksesi (accession)

CARA YG PALING SERING DIPAKAI :  Penandatanganan  Ratifikasi

PERSETUJUAN UTK TERIKAT PADA PERJ. YANG DINYATAKAN DG CARA PENANDATANGANAN (Ps. 12)  Ttd

dilak oleh wkl neg yg melak perundingan)  Materi perj yg krg ptg atau lbh bsifat teknis  Ttdsbg pernyat persetuj utk terikat pd PI  Ttd dilak scr serentak akhir perundingan

Ada 3 kemungkinan (Ps 12 (1) a, b, c) KW’69 1. Perj. Itu menentukan bhw penandatanganan tsb mjadikan neg2 itu terikat pd perj. tsb. 2. Neg yg melak perundingan menyepakati bhw penandatangan akan mjdkan neg itu terikat PI 3. Ada maksud dr suatu neg utk mjdkan terikat dgn cara penandatangan tsb. tampak dr kuasa penuh dr wklnya atau dinyat. slm perundingan

Persetuj utk terikat pd perj yg dinyat dgn pertukaran instrumen yg mbentuk perj. (Ps. 13 KW’69) → dilak apabila :  Instrumen tsb menetapkan bhw dg pertukaran itu perj sdh mengikat  Neg menyepakati bhw pertukaran instrumen akan menimbulkan akibat bhw mrk terikat pd perj itu.

Persetuj utk terikat pd suatu perj yg dinyat dgn ratifikasi, akseptasi dan persetujuan RATIFIKASI Apbl dlm perj disyaratkan RATIFIKASI, maka penandatangan yg merup tindak lanjut dari tindakan menerima naskah perj (adoption of the text) akan disusul dgn tindakan ratifikasi oleh lembaga neg yg memiliki kewenangan utk memberikan pernyataan mengikatkan diri pada perj int’l

PENERIMAAN (ACCEPTANCE), PENGESAHAN (APPROVAL) PS. 14 (2) KW : Persetuj utk terikat pd perj dgn cara akseptasi & pengesahan (approval) juga berdsrkan kondisi2 yg sama dgn persetuj utk terikat pd perj dgn cara ratifikasi

PERSETUJUAN UTK TERIKAT DGN AKSESI  AKSESI

: suatu tindakan menyatakan diri terikat pd suatu perj oleh neg2 yg tdk ikut serta dlm pembentukan perj

SAAT MULAI BERLAKUNYA SUATU PERJ (ENTRY INTO FORCE OF A TREATY)

1.

PI berlaku saat penandatanganan oleh wakil2 para pihak yg melak perundingan → dgn penandatanganan maka sejak saat itu perj tsb secara sah telah mengikat para pihak sbg Hukum Positif

2. PI mulai berlaku saat pertukaran Piagam atau instrumen ratifikasi ant para pihak ex. This treaty shall enter into force on the date of exchange of the instruments of ratification (Perj ini akan mulai berlaku pd wkt tgl pertukaran piagam ratifikasi)

3. PI yg dinyat mulai berlaku pd hari ke…., terhitung mulai tgl pertukaran naskah piagam ratifikasi 4. Pd hari ke…, terhitung mulai tgl ataupun stlh tercapainya penyimpanan Piagam atau intrumen ratifikasi dari neg yg ke….

PENYIMPANAN NASKAH PERJ INT’L (DEPOSITORY OF A TREATY)

Dokumen2 dlm perj multilateral : - Naskah otentik dari PI (dokumen tertulis) - Dokumen yg berupa Full Powers dr wakil2 pd pihak yg melak perundingan - Dok yg berupa Piagam atau instrumen ratifikasi atau aksesi - Dok ttg reservasi - Dok ttg persetujuan & penolakan reservasi

-

Dok ttg Penarikan kembali reservasi Dok ttg penarikan kembali keberatan/penolakan atas reservasi Dok ttg amandemen & modifikasi Dok ttg persetujuan utk terikat pd naskah hasil amandemen Dok pengunduran diri sbg peserta dlm perj Dok selama proses perundingan utk merumuskan naskah perj dll

Dimana & Siapa yg berkwjbn menyimpan dokumen ? - NEGARA tempat diselenggarakan konferensi int’l yg menghslkan persetuj itu - ORGANISASI yg memprakarsai penyelenggaraan konferensi yg menghasilkan perj

PENDAFTARAN & PENGUMUMAN (REGISTRATION AND PUBLICATION)

 Suatu

PI apapun bentuk, isi & sifatnya harus didaftarkan pd Sekretariat PBB oleh pihak2 ybs (PBB adl sebuah OI dlm ruang lingkup global yang anggotanya terdiri dari neg2 di semua kawasan)

 Pendaftaran

disertai pula dgn publikasinya scr luas & terbuka dlm The United Nations Treaty Series (UNTS) → supaya terjamin adanya keterbukaan shg diketahui semua pihak (hal ini berkaitan dgn pihak ketiga)

AMANDEMEN DAN MODIFIKASI ATAS PERJ INT’L

Cara Pengubahannya dengan melalui prosedur tertentu yaitu : ► biasanya ditentukan tersendiri di dalam salah satu atau beberapa ketentuan perjanjian ex. Pasal 108 & Pasal 109 Piagam PBB (Piagam PBB bisa diamandemen bila tercapai 2/3 suara dari anggota Majelis Umum PBB dan diratifikasi oleh 2/3 anggota PBB termasuk ke-5 negara anggota tetap (AT) Dewan Keamanan/DK PBB).

→ Terdapat 4 pasal dalam Piagam PBB yang telah

diamandemen yaitu: - Ps. 23 Piagam PBB, ”keanggotaan DK-PBB ditingkatkan dari 11 menjadi 15” pada tahun 1965 - Ps. 27 Piagam PBB, ”jumlah suara menyetujui yang diperlukan untuk suatu keputusan ditingkatkan dari 7 menjadi 9 termasuk suara persetujuan dari ke-5 AT untuk semua masalah substantif dan bukan prosedural” pada tahun 1965

- Ps. 61 Piagam PBB, ”Keanggotaan ECOSOC ditingkatkan dari 18 menjadi 27” pada tahun 1965 dan pada tahun 1973 menjadi 54 - Ps. 109 Piagam PBB, ”jumlah suara yang diperlukan di DK-PBB untuk menyelenggarakan konferensi umum guna meninjau kembali Piagam ditingkatkan dari 7 menjadi 9” pada tahun 1968

Istilah Perubahan Perjanjian Int’l : -

Amandemen : perubahan substansi ketentuan perj menyangkut kepentingan semua pihak yang terikat pada perj

-

Modifikasi : perubahan substansinya hanya menyangkut kepentingan beberapa pihak tertentu saja dan tidak mempengaruhi pihak-pihak lainnya

Amandemen Atas Perjanjian Internasional Bilateral ► yang terlibat hanya 2 pihak ► jika kedua pihak sudah sepakat untuk mengamandemen dan juga sepakat atas ketentuan hasil amandemennya maka ketentuan hasil amandemen itu dituangkan dalam bentuk perjanjian (apapun namanya). Perjanjian tsb.akan berlaku atau mengikat sebagai hukum positif terhadap ke-2 pihak

Amandemen Atas Perj Int’l Multilateral ► diatur dalam Ps. 40 ayat 1, 2, 3, 4, 5 Konvensi Wina 1969 ► Prosedur/Tata cara melakukan amandemen Perj Multilateral (Ps.40 KW 1969) :

1.

berdasarkan atas adanya inisiatif dari salah satu atau lebih negara pesertanya utk dilakukan amandemen

2. inisiatif tsb. disampaikan kepada semua negara yang telah menyatakan persetujuannya untuk terikat pada perjanjian (contracting State). 3. Negara tsb. mempunyai hak untuk memilih atau menentukan sendiri, apakah akan memilih tetap terikat pada perjanjian yang lama atau pada perjanjian hasil amandemen.

4. Konsekuensi hukum - bagi negara yang tidak menyatakan persetujuan terikat pada perjanjian hasil amandemen maka negara tersebut tetap terikat pada ketentuan perjanjian yang lama. - bagi negara yang menyatakan persetujuan terikat pada perjanjian hasil amandemen maka negara-negara tersebut tidak terikat pada ketentuan perjanjian lama.

Bentuk Hukum dari Perj Inter’l Amandemen ► tdk adaHasil pengaturan yg pasti tentang bentuk hukumnya ► tergantung pd negara-negara ybs. ► yang penting, bentuk dan substansi dari perj int’l yg lama memiliki derajat yg sama dengan bentuk dan substansi dari perj int’l hasil amandemen

► dalam praktek, naskah hasil amandemen, - ditempatkan berpasangan dgn/dibawah dari ketentuan lama - ditempatkan dlm bentuk hukum yg sama dgn perjanjian yang lama, misal; Perj Int’l lama bentuknya konvensi, Perj Int’l Amandemen dituangkan jg dlm sebuah konvensi. Jadi akan ada lebih dari satu konvensi

- ketentuan hasil amandemen dari suatu Perj int’l spt konv dituangkan dalam bentuk hukum dengan nama berbeda, misal; Protocol, Additional Protocol (Protokol Tambahan) Ini yang paling banyak dijumpai

MODIFIKASI Atas Ketent Perj Int’l ► diatur dalam Pasal 41 KW 1969 ► modifikasi dapat dilakukan sekurang-kurangnya antara 2 pihak yang terikat dalam perj tanpa perlu melibatkan pihak lainnya. Pihak yang lain cukup diberitahu saja ► Hasil modifikasi hanya berlaku terhadap pihak yang sepakat untuk memodifikasi

► Ketentuan yang dapat dimodifikasi adalah ketentuan yang substansinya bersifat fakultatif ► Ketentuan yang tidak dapat dimodifikasi adalah ketentuan yang penting dan bersifat imperatif apalagi yang sifatnya jus cogens ► Bila modifikasinya masalah substansial maka dengan melalui proses seperti membuat perjanjian baru

Modifikasi terhadap suatu Perjanjian Int’l

► Jika diperbolehkan oleh suatu perjanjian itu sendiri (treaty permits) maka negara-negara pihak dapat membuat persetujuan yang bersifat komplementer dan hasilnya adalah perjanjian yang sudah dimodifikasi

► Jika tidak diperbolehkan (treaty does not permit) maka - beberapa pihak yang menginginkan untuk modifikasi harus memberitahukan maksud tersebut melalui perundingan (international conference) lalu menghasilkan perjanjian yang sudah dimodifikasi.

- beberapa pihak lainnya, bisa ikut serta dengan melalui perundingan dan menghasilkan perjanjian yang sudah dimodifikasi - beberapa pihak yang menolak, maka hanya berlaku jika modifikasi itu tidak bertentangan dengan pelaksanaan secara efektif dari maksud dan tujuan perjanjian tersebut

PENAFSIRAN TERHADAP PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENGERTIAN INTERPRETASI  PENGERTIAN

LINGUSTIS  PENGERTIAN YURIDIS

PEMBEDAAN ASPEK BAGI PENAFSIRAN 1.

PEMBEDAAN ANT KETENT. DLM HI YG MENGATUR PENAFSIRAN PERJ (lex lata) DGN PENILAIAN ATAS PENAFSIRAN PERJ DARI SUDUT PANDANGAN PEMBAHARUAN HK (law reform atau de lege feranda)

2. PEMBEDAAN ANT PENAFSIRAN SBG PROSES UTK MENDAYAGUNAKAN (effectify) SIFAT HK SUATU KONSENSUS DGN PENERAPAN (application) SBG PROSES UTK MENETAPKAN AKIBAT2 DARI PENAFSIRAN YG DILAK DLM KASUS2

3. PEMBEDAAN ANT PENAFSIRAN SBG PENGKAJIAN (verification) & PENJELASAN (clarification) DGN PEROMBAKAN (revision) DLM ARTI PERUBAHAN HAK & KEWJIBAN PARA PESERTA

 JADI

PENAFSIRAN MELIPUTI : ASPEK2 PENGKAJIAN & PENJELASAN DARI SUATU KONSENSUS AGAR DPT DIGUNAKAN UTK MENYELESAIKAN KASUS2 DLM HUB INT’L

BBRP HAL YG PERLU DIKET DLM PENAFSIRAN SUATU PERJ 1.

PENAFSIRAN MERUP PERMSLHAN YG DIHADAPI OLEH MAHKAMAH, PERADILAN MAUPUN PARA HAKIM, BAIK DLM KAITANNYA DGN HK NASONAL & HK INT’L

2.

AGAR DPT MENGATASI MSLH TSB, MAKA BDN2 YUDIKATIF PERLU DIBUATKAN ATURAN & TATA CARA YG BS DIGUNAKAN UTK MENYELS PERMSLH TSB.

3. DLM PENAFSIRAN YG MENYANGKUT PERJ INT’L, DIKENAL 3 PENDEKATAN DASAR : a. Pendkt Obyektif (TEXTUAL INTERPRETATION) - MEMUSATKAN PD NASKAH PERJ YG SEBENARNYA - DITEKANKAN PD PENGANALISAAN THD KATA2 YG DIGUNAKAN DLM PERJ

b. Pendkt Subyektif (INTENTIONS of THE PARTIES INTERPRETATION) : → MEMUSATKAN PD MAKSUD PARA PIHAK YG MENGESAHKAN PERJ SBG CARA PENYELESAIAN BG KETENT2 YG MSH MEMBINGUNGKAN

c. Pendkt Teologik (TEOLOGICAL INTERPRETATION) → MENEKANKAN PD MAKSUD & TUJUAN DARI PERJ ITU, YG DIANGGAP SBG LATAR BLKG YG PLG PENTING DARI KETENT PERJ YG HRS DIKAJI → MPY PENGARUH THD PERANAN PARA HAKIM & ARBITRATOR, KRN MRK AKAN DIMINTA UTK MENJELASKAN MAKSUD & TUJ DARI PERJ TSB (PENEMUAN HK)

4. PENAFSIRAN DILAKUKAN UTK MEMPELAJARI ARTI YG SEBENARNYA & ISI DARI PERAT2 HK YG BERLAKU. - MAHKAMAH INT’L MENYAT BHW PENAFSIRAN ADL UTK MENCARI ARTI & ISI YG SEBENARNYA DARI KEPUT2 YG DIAMBIL - WWNG INTERPRETASI DPT DIBERIKAN OLEH HAKIM BERDSRKAN KLAUSULA SUATU PERJ



Ps.36 Statuta Mahkamah Int’l : Mahkamah mpy wwng utk memeriksa sengketa2 yg berkenaan dgn interpretasi suatu perj



Ps.96 Piagam PBB : MU-PBB, DK-PBB, Bdn2 lain dari PBB & Bdn2 Khusus yg menguasakan kpd MU-PBB dpt meminta ICJ utk memberikan pdpt berupa nasehat mgn persoalan hk (Advisory Opinion)

→ MEMINTA INTERPRETASI MAHKAMAH, MENIMBULKAN BYK KRITIK, KRN PIAGAM PBB TDK BERISI KLAUSULA UTK MEMINTA INTERPRETASI ICJ,

ICJ MENYAT : (28 Mei 1948) “FUNGSI INTERPRETASI ICJ ADL SESUAI DGN PELAKS NORMA ATRIBUSI HK YG DIMILIKINYA”

CARA-CARA INTERPRETASI 1. Ps.31 KW 1969 : SUATU PERJ HRS DITAFSIRKAN SCR JUJUR SESUAI DGN ARTI UMUM YG DIBERIKAN PD ISTILAH2 DLM PERJ MNRT KONTEKSNYA & DLM RANGKA TUJUAN & MAKSUD PERJ TSB.

YG DIMAKSUD KONTEKS ADL: HUB KATA2 YG TDPT DIDLM MUKADIMAH, LAMPIRAN2 PERJ & SETIAP PERSETUJ ATAU INSTRUMEN LAINNYA YG DIBUAT OLEH PARA PIHAK DLM HUBNYA DGN PEMBUATAN SUATU PERJ JG TMSK PERSETUJ YG DIBUAT SSDH ITU ATAU PRAKTEK MGN PERJ BERSM2 DGN ATURAN HI YG SEMUANYA HRS DIPERTIMBANGKAN SCR BERSM2 (Ps.31 (2) KW 1969)

“MAKSUD atau INTENTION” DARI PARA PIHAK ADL : INTENSI DARI NEG2 YG IKUT MERUMUSKAN DARI PERJ ITU & BKN DARI NEG2 YG KMDN MJD PIHAK DARI PERJ TSB. JD BKN BERARTI INTENSI DARI SEMUA PIHAK DARI PERJ

STLH DITEMPUH SESUAI DGN Ps. 31 KW’69, NAMUN MSH MEMBINGUNGKAN ATAU TDK JELAS ATAU AKAN MENIMBULKAN HASIL YG TDK MSK AKAL MAKA DPT DITEMPUH DGN MENGGUNAKAN CARA-CARA PELENGKAP DLM PENAFSIRAN SBGMN DIATUR DLM Ps.32 KW’69

2. Ps.32 KW 1969 CARA-CARA PELENGKAP DLM PENAFSIRAN : YAITU DENGAN MELIHAT PEKERJAAN2 PERSIAPAN (TRAVAUX PREPARATOIRES)

TRAVAUX PREPARATOIRES BERUPA :  SUMMARY RECORD : HASIL DARI PEKERJAAN PERUNDINGAN YG DIBUAT TIDAK SELURUHNYA/TDK IN TOTO 

VERBATIN RECORD : HSL DARI PEKERJAAN2 PERUNDINGAN YG DIBUAT SCR KOMPLIT atau IN TOTO, BERUPA SUASANA ATAU KEADAAN PD WKT PENANDATANGANAN PERJ DLM RANGKA MEMBANTU PROSES PENAFSIRAN PERJ YG DIPERSOALKAN

 Ps.

33 KW’69 : PENAFSIRAN PERJ YG DIRESMIKAN DLM DUA BAHASA ATAU LEBIH → jika suatu perj telah diresmikan dlm dua bahasa atau lbh, mk setiap bahasa mpy kekuatan yg sama kecuali jika perj itu sendiri menyat atau para pihak menyetujui bahwa dlm hal tjd perbedaan pendapat, naskah ttt tetap akan berlaku

Jadi dlm melak penafs ketent perj didsrkan pd Ps 31, 32 & 33 KW 1969 krn tlh menegaskan praktek2 int’l, yaitu : 1. Apabila arti suatu psl sdh jelas, interpretasi tdk perlu dilak. 2. Suatu ketent hrs diinterpretasikan scr jujur (good faith) 3. Apabila tjd ketidakjelasan dlm ketent perj. mk penafsiran didsrkan pada Travaux Preparatoires 4. Klausula mengenai Pembatasan Kedaulatan hrslah diinterpretasikan dlm arti restriktif (terbatas)

PEMBATALAN PERJANJIAN INTERNASIONAL by elfia farida

BATALNYA PERJ INT’L Dpt digolongkan dlm 3 kategori : 1. Ketent2 ttg kompetensi utk mengad PI mnrt Hk Nas & wakil neg peserta (representative) 2. Ketent ttg kondisi pembentukan PI 3. Ketent ttg kaidah dasar Hk Int’l Umum (peremptory norm of general int’l law / jus cogens)

Kompetensi utk mengad PI mnrt Hk Nas & wakil negara peserta 1.

Pasal 46 KW → suatu neg tdk dpt mengemukakan bhw kesepakatannya utk mengikatkan diri (consent to be bound) pd suatu PI ternyt melanggar suatu ketent dr Hk Nas-nya ttg wwng utk membtk PI, kecuali bila pelanggaran itu nyata → pelanggaran itu nyata (manifest) bilamana terbukti scr obyektif bg setiap neg yg terlibat atas dasar praktek yg normal & itikad baik

Ada tiga faktor yang bisa menjadi dasar bagi suatu neg utk membatalkan kesepakatan utk mengikatkan diri pada perjanjian: a.Ketent hk nas yg dilanggar adl ketent ttg wewenang utk membuat perj b. Ketent yg dilanggar mpy arti yg mendasar c. Pelanggaran itu hrs benar2 bukan saja utk neg yg bersangkutan ttpi jg utk pihak2 lainnya

2. Pasal 47 KW → suatu pembatalan tdk boleh didasarkan atas alasan pelampauan wewenang seorang wakil neg peserta/perunding (representative) dlm perundingan, kecuali bila pembatasan wewenang serupa itu telah dikemukakan lebih dahulu kpd neg2 perunding lainnya sblm wakil neg yg dimaksud menyat kesepakatan spt itu

Ketent ttg kondisi pembentukan perjanjian 1. Adanya kekeliruan (error) → Ps. 48 KW → berkenaan dgn fakta atau keadaan (obyek) yg diduga ada/tjd pd wkt perumusan naskah perj Ex. Perj garis batas wil, mis. garis bts wil daratan ant kedua pihak yg sehrsnya adl sebuah sungai yg mengalir di wil perbtsn tsb ttpi dlm naskah perj & dlm peta yg merup lampirannya ternyt daratan yg mjd bag wil neg yg satu → kekeliruan terkait dgn kata-kata di dlm naskah tdk dpt mjd dsr bg suatu pembatalan, namun dilak koreksi atau perbaikan atas kesalahan redaksional naskah perj maupun salinannya (Ps. 79 KW)

2. Adanya kecurangan (fraud) → Ps. 49 KW → jika suatu neg dibujuk oleh neg perunding lainnya utk membuat perj dgn cara curang maka neg tsb dpt menggunakan kecurangan tsb & dpt meminta membatalkan kesepakatannya utk mengikatkan diri pd perj itu Ex. Neg A membujuk Neg B utk membuat perj kerjsm ekonomi & keuangan, dlm proses perumusan naskah perj ternyt Neg A melak kecurangan misal. scr sepihak tanpa diket oleh Neg B merubah naskah akhir dr salah satu atau bbrp ketentnya sesuai dgn kehendaknya sendiri → Neg yg mrs dicurangi itulah yg hrs mengajukan bukti2 ttg kebenaran tjdnya kecurangan itu

3. Adanya Kelicikan (corruption) yg dilak oleh wakil dari suatu negara → Ps. 50 → jika pernyataan suatu neg utk menyepakati keterikatannya thd suatu perj telah diperoleh dgn cara licik dari wakilnya baik scr lgsg maupun tdk lgsg oleh neg perunding lainnya mk neg itu dgn menggunakan alasan tsb dpt meminta membatalkan kesepakatannya utk mengikatkan diri pd perj tsb Ex. Utusan Neg telah disuap oleh Neg mitra berundingnya hingga menyetujui perj yg ternyata merugikan Neg.nya

4. Adanya paksaan (coercion) yg dilakukan oleh wakil neg (Ps. 51) → pernyataan kesepakatan suatu neg utk mengikatkan diri pd perj yg diperoleh dgn cara paksaan thd wakil neg tsb mll kekerasan atau ancaman kekerasan → paksaan tdk akan mpy kekuatan hk sama sekali & bertentangan dgn prinsip free consent

5. Adanya paksaan yg dilak oleh suatu negara dgn ancaman/penggunaan kekuatan (Ps.52 KW) → suatu perj mjd tdk sah apbl pembuatannya dilak dgn ancaman atau penggunaan kekerasan yg bertentangan dgn prinsip2 HI yg termuat dlm Piagam PBB → Penggunaan kekerasan atau mengancam dgn kekerasan dilak oleh Neg kepada Neg Lain

Ketent ttg Kaidah Dasar HI Umum Pasal 53 KW : Batalnya suatu perj tjd apbl melanggar kaidah dasar HI umum (peremptory norm of general international law)

Kaidah dasar HI Umum (jus cogens) : Kaidah yg diterima & diakui oleh masy int’l (neg-neg) scr keseluruhan sbg suatu kaidah yg tdk blh dikesampingkan (a norm from which no derogation is permitted) & hy dpt diubah oleh kaidah HI umum yg muncul belakangan yg memiliki sifat & karakter yg sama

Bbrp hal yg menyangkut pengertian jus cogens (mnrt ILC) : Jus cogens merup aturan2 dasar HI umum yg dpt ditafsirkan sbg “public policy” dlm pengertian hk nasional. → public policy (ketertiban umum/yg dpt serupa dgn itu) dpt muncul dari setiap neg, misalnya terdptnya aturan2 yg bersifat melarang (prohibitory rules)

Pasal 64 KW : Dlm hal timbulnya kaidah dasar HI umum yg baru, semua perj yg bertentangan dgnnya mjd batal

PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL by elfia farida

Berakhirnya suatu PI : 1. Dilihat dr proses hukumnya : a. perj bilateral b. perj multilateral 2. Dilihat dr tindakan2 neg yg dilak oleh para pihak

 Berakhirnya

PI dilihat dr proses hknya (perj bilateral) : a. menyangkut punahnya salah satu pihak b. lenyapnya masalah (obyek) yg ada dlm perj itu c. tjdnya pecah perang antara para pihak

 Berakhirnya

PI dilihat dr proses hknya (Perj Multilateral) : a. musnahnya/menghilangnya sasaran yg sgt diperlukan utk pelaks perj2 tsb ttpi bkn krn pelanggaran thd perj itu sendiri (Ps. 61 KW)

b. Berhub dgn prinsip “Rebus sic Stantibus” (Ps.62 KW) : perub keadaan mendsr yg tjd pd wkt perj itu dibuat & dpt digunakan sbg dasar utk mengakhiri perj atau menarik diri dari perj tsb

c. Jika timbul norma baru dlm HI scr umum (jus cogens) yg menentukan perj yg ada yg dipersoalkan dgn adanya norma tsb, kmdn perj ini mjd batal & berakhir (Ps. 64 KW) d. Perj yg khusus dibuat utk jangka wkt ttt yg kmdn berakhir stlh wktnya habis

e. Jika maksud utk menarik diri dr perj multilateral dilak scr berturut2 shg mengurangi jumlah neg pihak sampai kurang dr jumlah yg ditetapkan dlm perj tsb. utk keberlakuannya maka perj itu tdk berfungsi lagi baik dinyat scr eksplisit maupun implisit (Ps. 55 KW)

f. Pemutusan hub diplomatik & konsuler diantara pihak-pihak pd suatu perj. tdklah mempengaruhi hub hk yg tjd ant para pihak KECUALI bhw adanya hub diplomatik & konsuler sangat perlu utk penerapan perj. (Ps. 63 KW)

 Berakhirnya

Perj dilihat dari tindakan-tindakan yg dilak oleh para pihak, ada 2 faktor : 1. utk mengakhiri suatu perj atau menarik diri dr perj itu dpt dilak sesuai dgn ketent dlm perj itu sendiri, utk itu maka : a. setiap wkt atas kesepakatan semua pihak bisa dilak stlh berkonsultasi diantara mrk b. para pihak di dlm perj tsb kmdn membuat perj lainnya mgn mslh yg sama

2. Jika neg pihak ingin menarik diri dari suatu perj, biasanya dilak dgn memberitahukan utk mengakhiri atau dgn menyat menarik diri dari perj tsb. Ada 3 klasifikasi (Ps.56 KW) : a. perj tsb memperblhkan utk menarik diri b. neg ybs dgn kesepakatan neg lainnya mencadangkan haknya utk menarik diri c. jika tdk disebutkan dlm perj., pernyataan menarik diri dr perj tdk diperbolehkan

KAPASITAS OI DALAM PEMBUATAN PI by elfia farida

KAPASITAS OI DALAM PEMBUATAN PI 

KW 1969 → BERLAKU PD PI YG DIBUAT OLEH NEG



BANYAK PI YANG DIBUAT OLEH OI



MU-PBB MENUGASKAN INT’L LAW COMMISSION (ILC) UTK MEMBUAT DRAFT KONV TTG PI YG DIBUAT OLEH OI (RESOLUSI MU-PBB 2501 (XXIV) 12 NOP 1969) & RESOLUSI 37/112, 16 DES 1982



KONFERENSI DIADAKAN DI WINA 18 FEB-12 MARET 1986, MENGHASILKAN KONV WINA 1986 (Konv PI ant Neg dgn OI & ant OI satu dan lainnya)



BERDSRKAN Ps.13 (1a) PIAGAM PBB, MU-PBB MPY TUGAS UTK MENDORONG KEMAJUAN HI (PROGRESSIVE DEVELOPMENT OF INT’L LAW) & KODIFIKASINYA



MU-PBB MEMBTK ILC



PBB BKN OI SUPRANASIONAL , MAKA PEMBUATAN ATURAN2 HI TETAP MERUP HAK NEG2



KEWENANGAN PBB ADL MENDORONG,MEMBANTU, MENGHARMONISASIKAN & MEWUJUDKAN ATURAN YG BERLAKU

MENGAPA KW’69 TDK MENGATUR PI ANTAR OI ? DIDSRKAN PD PERTIMBANGAN BHW OI MPY SIFAT KHUSUS DIBANDINGKAN DGN NEG DLM MEMBUAT PI MISAL, - Kewenangan organ & prosedur internalnya - Perundingan & kesepakatan utk membuat PI - Btk dari perj - Prosedur penyelesaian sengketa - Revisi & penghentian perj

Persyaratan OI utk membuat PI 1. 2.

3.

Hrs jelas bhw OI itu didirikan oleh Neg dgn didsrkan pd PI OI itu hrs mpy bbrp elemen, misal OI itu hrs mpy suatu organ atau organ2 yg mengidentifikasikan terpisah dari kemauan neg2 anggota scr individu OI itu hrs bekerja sesuai dgn fungsinya dlm mengad hub dgn pihak lain

Apkh OI mpy kapasitas utk membuat PI ?  OI

mpy status sbg subyek HI shg mpy kapasitas membuat PI

 Kewenangan

OI dlm membuat PI hanya terbatas pd fungsinya atau persyaratan yg ditetapkan dlm anggaran dasar OI tsb

Praktek di PBB  Dlm

Piagam PBB tdk ada ketent yg mengatur ttg kewenangan membuat PI secara khusus.

 Biasanya

didasarkan pada kewenangan masing-masing badan2 PBB



Bila tdk ada ketent yg jelas organ mana dari PBB yg mpy kewenangan membuat PI, maka organ utama dimana semua anggotanya mpy wakilnya yg akan mpy tanggung jwb thd PBB

SEKJEN PBB  Sekjen

PBB mewakili PBB utk mengad perundingan ttg perj Markas Besar PBB (Headquarter Agreement) di New York (Resolusi MU-PBB 22 B (1), 13 Feb 1946).  Penandtangan utk proses autentikasi hrs mendpt persetujuan MU-PBB  Resolusi 99 (1) yg memberi wwng pd Sekjen PBB utk mengad perundingan lbh lanjut stlh perundingan Markas Besar PBB di New York

DK-PBB mpy kapasitas utk membuat PI dlm bidangnya Dlm usaha PBB menjaga perdamaian & keamnan Int’l, berdsrkan Ps.43 (3) Piagam, DK-PBB mpy kewenangan utk membuat PI dgn anggota PBB yg akan membantu tugas DK-PBB dlm memelihara perdamaian & keamnan Int’l

Dewan Ekonomi Sosial (ECOSOC) Berdsrkan Ps.63 Piagam, ECOSOC mpy kewengan utk membuat PI dgn Badan Khusus PBB dlm kaitannya hub antara Badan Khusus tsb.dgn PBB. Namun PI yg dibuat oleh ECOSOC dgn Badan Khusus ini hrs mdpt persetujuan MU-PBB

Bagaimana MU-PBB ?  Ps.10

Piagam PBB MU-PBB mpy kewenangan utk membicarakan semua mslh dlm lingkup Piagam & membuat Rekomendasi ttpi bukan merup keputusan yg mpy kekuatan mengikat bagi anggotanya → MU-PBB dlm membuat PI dgn pihak lain tdk mengikat negara anggotanya

PROSES PEMBUATAN PI YG DIBUAT OLEH OI  Sama

PI yg dibuat oleh Neg  Langkah pertama adl PERUNDINGAN (negosiasi).  Yg terpenting dlm negosiasi adl penunjukan wakil yg diberi wewenang utk mengadakan PI dgn pihak lain

 Ps.7

(3) KW 1986, seseorg dipertimbangkan mewakili suatu OI utk menerima (adopting) atau autentikasi (authenticating) teks dari PI atau menyat OI itu akan terikat pd suatu perj bila ; a. org tsb dpt menunjukkan adanya full powers b. berdsrkan kebiasaan, bhw ada maksud dari atau OI ybs bhw org tsb diakui sbg wakil dari OI utk maksud mengad PI sesuai dgn aturan OI tsb tanpa hrs menunjukkan adanya full powers



Ps.7 (2) KW 1986, Pejabat yg krn fungsi & tugasnya telah dianggap mewakili negnya : a. kepala neg, kepala pem-an, Menlu, mereka tdk membutuhkan full powers jika mengad perundingan utk membuat PI dgn pihak lain b. Perwakilan yg diakreditasikan oleh neg pd suatu OI utk membuat perj yg dibuat ant negnya dgn OI tsb c. Perwakilan yg diakreditasikan oleh neg pd OI atau pd salah satu organnya dgn maksud utk menerima teks suatu PI di OI atau organ OI tsb d. Kepala dari Perwakilan Tetap OI utk maksud menerima teks suatu PI ant neg yg mengirim dari OI tsb

 Setelah

proses perundingan & tdpt kesepakatan mgn perj tsb, akan diadakan penandatanganan yg dilanjutkan dgn autentikasi.

 PI

yg dibuat oleh OI tdk ada mslh krn apbl teks sdh disepakati oleh para negosiator maka berarti telah disepakati scr definitif.

 Perub

isi dari perj itu hanya mungkin dilaksanakan dgn amademen & modifikasi.





Cara utk mengikatkan diri pd PI yg dibuat oleh OI sm dgn cara Neg utk mengikatkan diri pd PI Berdsrkan Ps.11 (2) KW 1986, cara yg dilak adl - penandatangan (signature) - penukaran instrumen2 yg membuat PI (exchange of instruments constituting a treaty) - tindakan konfirmasi (act of formal confirmation) - akseptasi (acceptance), - aksesi (accession) - persetujuan (approval) atau cara lain yg telah disetujui

 PENANDATANGANAN

(Ps.12) - subyek utk mendpt konfirmasi dari organ OI tsb, yg mpy kewenangan utk membuat PI - stlh mdpt konfirmasi dr organ yg berwenang mk penandtangan tsb sdh sah & itu dianggap sbg hari penandatangan

 RATIFIKASI

Perbedaan OI dgn Neg dlm mengikatkan diri pd PI melalui ratifikasi adl ratifikasi yg dibuat oleh neg sesuai dgn UUD neg ybs, sedangkan pd OI tdk menggunakan ratifikasi tetapi dgn tindakan konfirmasi (Ps.14 (2) KW 1986)

RESERVASI Ps. 2 (1d) KW 1986 : Reservasi adl suatu pernyataan sepihak,apapun btk atau namanya, yg dibuat oleh suatu neg atau OI ketika menandatangni, meratifikasi atau konfirmasi formal, akseptasi, menyetujui atau mengaksesi suatu PI, yg maksudnya utk tdk memberlakukan atau mengubah akibat hk dr ketent ttt, dari PI tsb dlm penerapannya thd Neg atau OI tsb

Ketentuan reservasi diatur dlm Ps.19-23 KW 1986. Pada dasarnya suatu PI dpt diadakan reservasi, kecuali : a. PI tsb menyat bhw reservasi dilarang b. PI tsb menyat bhw reservasi hy dibuat thd ketent2 khusus dlm PI tsb c. Reservasi yg diajukan tdk bertentangan dgn maksud & tujuan dari PI itu sendiri

KESIMPULAN  Kewenangan

membuat PI dari suatu OI ditentukan oleh Anggaran Dasar/AD OI tsb.  Jika AD OI tdk menentukan maka dpt dilihat dari praktek OI dlm membuat PI dgn pihak lain (Biasanya organ utama OI yg mpy kewenangan utk membuat PI)  Dlm membuat PI, hrs sesuai dgn tugas & fungsi OI

 Jika

PI membutuhkan ratifikasi maka ratifikasi dlm OI dilak dgn adanya formal konfirmasi dari organ yg berwenang utk membuat PI  Kepala adm (Sekjen) suatu OI diberi wwng utk membuat PI dlm kaitannya dgn mslh adm  Jika OI mpy wwng membuat PI mk OI jg berhak mengajukan reservasi atas suatu PI jika hal tsb dimungkinkan sesuai dgn ketent yg terdpt dlm perj