Ikm Baru

  • Uploaded by: Fathul Yasin
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ikm Baru as PDF for free.

More details

  • Words: 8,372
  • Pages: 123
Loading documents preview...
MASTER CLASS CATATAN TUTORIAL OPTIMA

ILMU FORENSIK & MEDIKOLEGAL

OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB 5a999b9f/293868a2 WA 081380385694/081314412212

Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P Hone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 Www.Optimaprep.Com

www.optimaprep.com

KAIDAH DASAR NORMAL

KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.

Berbuat baik (beneficence)

Tidak berbuat yang merugikan (nonmaleficence)

• Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar • pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). • Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (justice)

Menghormati martabat manusia (respect for person) / Autonomy



• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), • Setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

• •

Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan

Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah

16. Menerapkan golden rule principle

Beneficence (Berbuat baik) •

General beneficence – Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian – Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain





Specific beneficence – Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien – Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah sakit/ pihak lain – Maksimalisasi akibat baik – Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yang hidup)

Prinsip tindakan – Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal – Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien – “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya



Contoh tindakan – Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien, peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi pengetahuan dan keterampilan teknisnya – Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat

Non-maleficence Kriteria 1.

Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

Non-Maleficence • Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi akibat buruk • Primum non nocere: First do no harm • Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal: – Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut – Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif – Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal) – Norma tunggal, isinya larangan

• Contoh tindakan: – Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai komoditi – Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya – Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia, sengaja malpraktik etis

Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien

2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang 4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melaksanakan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien

10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)

Autonomy • Autonomy • Pandangan Kant – Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia

• Tell the truth – Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting

Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

Justice • •

Justice (Keadilan) Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu: – Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan dan kemampuan pasien



Jenis keadilan: – Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima) – Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ; secara material kepada: • • • •

Setiap orang andil yang sama Setiap orang sesuai kebutuhannya Setiap orang sesuai upayanya Setiap orang sesuai jasanya

– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama • • • •

Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substansif atau materiil) Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)

– Hukum (umum) • •

Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum

Nilai lain etika biomedik • Respect – Pasien (dan orang yang merawat pasien) memiliki hak untuk diperlakukan dengan manusiawi

• Altruism – Doktrin etik yang memegang prinsip bahwa individu memegang tugas moral untuk menolong, melayani, dan mengutamakan orang lain dan bila perlu mengorbankan kepentingan diri sendiri.

• Truthfulness and honesty – Konsep yang meningkatkan pentingnya inform konsen

TANATOLOGI

TANATOLOGI Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati Tanda Kematian tidak pasti : 1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit 2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit 3. Kulit pucat 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti 1. Lebam Mayat (Livor mortis) 2. Kaku Mayat (Rigor mortis) 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) 4. Pembusukan (decomposition) Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

DECOMPOSITION: Affecting Factors EXTERNAL: • germs • temperature • air • water • medium

INTERNAL: l age l condition l cause l sex

Determining time of death

EXAMINATIONS OF: • corpse; • witnesses; • location

other cycle metab anaerobic metab

in somatic death

gluc

in a living person lactic + E

ADP

O2 ATP

other cycles

aerobic metab

primary relaxation lactic + E

gluc

no gluc no metab

in celullar death

Accumulation ADP & lactic

ADP

ATP E

RIGIDITY/RIGOR MORTIS

relaxation contraction

decomposition secondary relaxation

TANATOLOGI FORENSIK • Livor mortis atau lebam mayat – terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . – Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. – Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.

Rigor mortis atau kaku mayat • terjadi akibat hilangnya ATP. • Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. • Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. • Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. • Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. • Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Penurunan suhu badan • Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. • dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. • Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. • Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

Pembusukan mayat (dekomposisi) • Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. • Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.

• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara: air: tanah = 8:2:1 • Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.

Thanatologi Livor mortis mulai muncul

0

20 mnt

30 mnt

Livor mortis lengkap dan menetap

2 jam

Rigor mortis mulai muncul

6 jam

8 jam

12 jam

Rigor mortis lengkap (8-10 jam)

24 jam

Pembusuk an mulai tampak di caecum

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.

36 jam

Pembus ukan tampak di seluruh tubuh

CADAVERIC SPASM • Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer. • Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal • Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup – grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas. • Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal dari rigor mortis.

Cadaveric Spasme atau Rigor Mortis? • Bedakan rigor mortis dengan cadaveric spasme. – Rigor mortis baru terjadi pada 2-4 jam pertama, terjadi secara komplit pada 6-12 jam paska kematian,dan terutama terlihat jelas pada otot – otot kecil. – Cadavaric spasme segera setelah terjadi kematian somatis. Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup – grup otot tertentu.

Bedanya dengan stiffening • Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek) – dapat dijumpai pada korban mati terbakar – pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)

• Cold stiffening : kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.

SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN • Untuk dapat menentukan sebab kematian, secara mutlak harus dilakukan otopsi. • Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat diteliti dari kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan luar.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011

Sebab Kematian • Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban. – Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena kekerasan benda tumpul.

• Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati lemas tidak tepat. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011

Mekanisme Kematian • Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau tenggelam. – Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena hancurnya jaringan otak

• Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu dapat diketahui pasti

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011

Cara Kematian • Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara kematian, yaitu: 1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan karena kekerasan atau rudapaksa. 2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan. 3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan lagi. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011

VISUM ET REPERTUM

VISUM ET REPERTUM (VER) • VeR : Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup atau mati untuk kepentingan peradilan. • Dasar: PASAL 133 KUHAP – Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP: yang berwenang meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Siapa Yang Berhak Membuat VER? • Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. • Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et repertum. • Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan.

Syarat Pembuatan Visum et Repertum Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatannya, yaitu: • Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP) • Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat. • Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa yang telah lampau. • Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan. • Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya

Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP • • • • •

WEWENANG PENYIDIK TERTULIS (RESMI) TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA BILA MAYAT : – IDENTITAS PADA LABEL – JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA – DITUJUKAN KEPADA : AHLI KEDOKTERAN FORENSIK / DOKTER DI RUMAH SAKIT Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup • SURAT PERMINTAAN VER DAPAT “TERLAMBAT” : – KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE POLISI – SPV MENYEBUTKAN PERISTIWA PIDANA YANG DIMAKSUD – VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi barang bukti sejak datang SPV) – PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN, SEDANGKAN SKM LAIN HARUS DENGAN IJIN. – SEBAIKNYA DIANTAR PETUGAS AGAR DAPAT DIPASTIKAN IDENTITAS KORBAN DAN STATUSNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI” Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

VeR dan Rekam Medis • Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan dan/ atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertamatama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi. • Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara lengkap dan mendetil. • VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban, yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam Medis (RM) yang baik pula. Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik, Djaja Surya Atmadja

Rahasia VeR – Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran – Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan – Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya. – Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan, termasuk keluarga korban

Sanksi Hukum Bila Menolak Pembuatan VeR PASAL 216 KUHP Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undangundang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Visum et Repertum

Antemortem

Visum sementara

Postmortem

Pemeriksaan luar

Pemeriksaan dalam (Otopsi)

Visum definitif

Otopsi anatomis

Visum lanjutan

Otopsi klinis

Otopsi forensik

Jenis Visum et Repertum Korban Hidup • Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. • Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan. • Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.

Visum et repertum untuk orang mati (jenazah) • Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi).

Jenis VeR lainnya • Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP. • Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah. • Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.

• Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.

JENIS OTOPSI JENI S OTOPS I

DESKRIPS

I

OTOPSI KLINIS

• Pada kematian wajar, dilakukan untuk mengetahui sebab kematian dan perjalanan penyakit • Tidak harus menyeluruh • Harus ada persetujuan keluarga • Contoh: pada kasus orangtua meninggal mendadak saat tidur

OTOPSI FORENSIK

• Pada kecurigaan keamtian tidak wajar • Dilakukan menyeluruh • Tidak perlu persetujuan keluarga, yang perlu adalah keluarga diberitahukan (KUHAP 133 dan 134) • Bila keluarga menolak, polisi tunggu 2 x 24 jam dengan maksud untuk pendekatan kepada keluarga. Bila setelah 2 x 24 jam keluarga menolak maka otopsi telah dikerjakan.

OTOPSI ANATOMI

• Untuk kepentingan pendidikan • Mayat yang diautopsi biasanya dari gelandangan, tapi tidak dapat langsung diotopsi, tetapi harus menunggu selama satu tahun. Sementara menunggu, mayat diawetkan dalam lemari pendingin atau difiksasi. Bila dalam 1 tahun tidak ada keluarganya maka dilakukan otopsi anatomi.

KEJAHATAN SUSILA

Kejahatan Susila • Persetubuhan yang diancam di KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan dengan wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur. • Dokter wajib membuktikan: – Adanya persetubuhan (deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina, sperma dalam vagina paling sering terdapat pada fornix posterior) – Adanya tindak kekerasan (memberikan racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) – Usia korban – Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin – Adanya penyakit menular seksual, kehamilan, kelainan pskiatrik atau kejiwaan

• Pada institusi yang memiliki dokter spesialis kandungan, pemeriksaan untuk kasus kejahatan susila dilakukan oleh spesialis tersebut, bila tidak ada dilakukan oleh dokter umum

Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan • Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya. • Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam vagina.

• Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke dalam kelamin perempuan. • Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk mendeteksi adanya air mani dalam vagina. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Menentukan Adanya Tanda Kekerasan • Memeriksa apakah ada bekas luka berdasarkan daerah yang terkena, berapa perkiraan kekuatan kekerasan.

• Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan dilakukan pembiusan sebelum kejahatan seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta gejala racun tersebut pada korban. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Memperkirakan Umur • Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi atau pemeriksaan foto rontgen tulang. • Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah korban dan/atau pelaku sudah dewasa (21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

Menentukan Pantas Tidaknya Korban Untuk Dikawin • Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin dinilai dari apakah korban telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.

PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN SEKSUAL PEMERIKSA AN SEMEN Pemeriksaan visual

Perabaan dan penciuman

Ultraviolet (UV)

Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau bau ikan Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

PEMERIKSA AN KIMIAW I Metode Florence

Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna coklat gelap

Metode Be r be r io

Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan, diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan.

Fosfatase asam

Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen di pakaian. Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat.

Metode PA N

Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan aquadest, selama 10 menit. Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.

PEMERIKSAAN CAIRAN MANI Sampel : 1. Forniks posterior vagina Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence 2. Bercak pada pakaian Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV, Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan – Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. – Sperma didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.

Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan dengan pewarnaan – Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa atau methylene blue atau dengan pengecatan Malachite-green. – Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii. Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang

Pewarnaan Malachite Green • Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak berwarna ungu, bagian hidung merah muda.

• Dikatakan positif, apabila ditemukan sperma paling sedikit satu sperma yang utuh.

Pewarnaan Baechii • Reagen dapat dibuat dari : Acid fuchsin 1 % (1 ml), Methylene blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1 % (40 ml).

• Hasil : Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.

ABORTUS PROVOKATUS

ABORTUS PROVOKATUS • Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi dalam: – Abortus spontan – Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam: Abortus provokatus terapeutikus & Abortus provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.

Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni : • Abortus buatan legal – Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. – Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/ medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.

• Abortus buatan ilegal – Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. – Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997

Indikasi Medis Abortus Provocatus •

• • •

• •

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion). Mola Hidatidosa Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.





• • •

Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkul osis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain. Epilepsi yang luas dan berat. Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

Payung Hukum Abortus Provokatus Medisinalis/ Abortus Terapeutik • UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 – Mengatur indikasi dapat dilakukan abortus provokatus dan syaratnya

• UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 – Ditambahkan mengenai diperbolehkannya abortus provokatus pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan – Dilakukan sebelum usia kehamilan 6 minggu, kecuali pada kasus gawat darurat

Abortus Provokatus Menurut UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: – –

– –

Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakkan tersebut. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Pada sarana kesehatan tertentu

Abortus Provokatus Menurut UU No.36 Tahun 2009 PASAL 75 1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi. 2.

Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang – mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban – perkosaan.

5.

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

6.

Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.

Abortus Provokatus Menurut UU No.36 Tahun 2009 PASAL 76 • Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan : a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri

Abortus Provokatus Menurut UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 1. Dalam kedaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: – –

– –

Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakkan tersebut. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Pada sarana kesehatan tertentu

INFANTICIDE

Pembunuhan Anak Sendiri • Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak (Pasal 341). • Dokter yang memeriksa mayat bayi, harus mencantumkan hal – hal berikut – Apakah lahir mati atau hidupà Uji apungparu – Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterine) – Apakah bayi tersebut sudah dirawat – Apakah penyebab kematiannya

Pembunuhan Anak Sendiri • Patokan korban baru dilahirkan berdasarkan tidak adanya tanda-tanda perawatan: – – – –

Masih berlumuran darah Tali pusat belum dirawat Adanya lemak bayi yang jelas Belum diberi pakaian

• Tanda lahir hidup: – Makroskopis: dada tampak mengembang, diafragma sudah turun sampai sela ida 4-5. Paru berwarna warna merah muda tidak merata dengan gambaran mozaik, konsistensi spons, teraba derik udara, akan mengapung pada tes apung paru. – Mikroskopis paru: adanya pengembangan kantung alveoli.

PEMERIKSAAN MAYAT BAYI Hal yang perlu diperiksa adalah: • Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus dengan kasus pembunuhan anak)

• Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan? (Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup) • Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan kasus infantisida atau pembunuhan) • Apakah penyebab kematian bayi?

Infantisida (Pembunuhan Anak Sendiri) • Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak. • Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.

Pemeriksaan dalam kasus Infantisida • Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah: – Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan. – Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan. – Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir. – Apakah bayi sudah pernah dirawat. – Apakah penyebab kematian bayi.

Penentuan Usia Janin (1) • Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas 45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala lebih dari 34 cm. • Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi. – Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu kehamilan. – Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.

Penentuan Usia Janin (2) • Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garisgaris tersebut masih sedikit. • Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu. • Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.

Penentuan Usia Janin (3) Berdasarkan ukuran lingkaran kepala: • Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm • Bayi 6 bulan : 39-42 cm • Bayi 7 bulan : 40-42 cm • Bayi 8 bulan : 40-43 cm • Bayi 9 bulan : 41-44 cm

Penentuan Usia Janin (4) • Pusat penulangan diperiksa pada 2 tempat yaitu yaitu pada telapak kaki dan lutut. • Pada telapak kaki pemeriksaan ditujukan kepada tulang talus, calcaneus dan cuboid. – Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah berumur 7 bulan, tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan.

• Di lutut ditujukan untuk memeriksa pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal femur. – Adanya pusat penulangan pada kedua tulang tersebut menunjukkan bayi telah berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup umur).

Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati • Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan. • Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut: – – – –

Adanya udara di dalam paru-paru. Adanya udara di dalam lambung dan usus, Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan Adanya makanan di dalam lambung.

• Penentuan pasti dengan tes apung paru.

Usia Bayi Ekstra Uterin • Udara dalam saluran cerna : sampai lambung atau duodenum (hidup beberapa saat), usus halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam), rektum (12 jam) • Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir) • Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk lingkaran kemerahan dalam 36 jam) • Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama • Perubahan sirkulasi darah

Tes Apung Paru • Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan. • Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air. • Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.

Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born • Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan. • Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda: – – – – –

Bau mayat seperti susu asam. Warna kulit kemerah-merahan. Otot-otot lemas dan lembek. Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi. Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna kemerah-merahan. – Alat viseral lebih segar daripada kulit. – Paru-paru belum berkembang.

Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb: • Tubuh masih berlumuran darah, • Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar (umbilicus), • Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air, • Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.

IDENTIFIKASI FORENSIK

Identifikasi Forensik • Merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang/korban, terutama pada jenazah tidak dikenal, membusuk, rusak, terbakar, kecelakaan masal, ataupun bencana alam • Metode identifikasi yang dapat digunakan adalah: Identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik, metode eksklusi dan metode identifikasi DNA

IDENTIFIKASI FORENSIK Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu: • Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu : – Pemeriksaan DNA – Pemeriksaan sidik jari – Pemeriksaan gigi

Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif. • Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. – Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan cara ilmiah. – Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. – Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.

Metode Identifikasi •



• •

Metode Visual – Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan. Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan bentuk tubuhnya Pemeriksaan Dokumen – Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit diandalkan. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan – Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan Pemeriksaan Serologis – Menentukan golongan darah jenazah. Tidak khas untuk masing-masing individu



Metode Eksklusi – Terutama pada kecelakaan masal

Metode Identifikasi • Identifikasi Medik – Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, kelainan/cacat khusus. Termasuk pemeriksaan radiologis (sinar X)

• Pemeriksaan Gigi – Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Data dibandingkan dengan data ante-mortem

• Identifikasi DNA – Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli forensik molekular

• Pemeriksaan Sidik Jari – Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem. Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya. Dibutuhkan penanganan yang ba terhadap jari tangan jenazah

Metode identifikasi • Identifikasi kerangka – Membutikan kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri khusus, dan deformitas, serta rekonstruksi wajah. Mencari tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan kekeringan tulang.

• Pemeriksaan anatomik – Dilakukan dengan pemeriksaan serologik dan histologik

• Penentuan ras – Dapat dilakukan denan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul. – Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke ras Mongoloid. – Jenis kelamin ditentukan dari tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang, skapula, metakarpal. – Tinggi badan diperkirakan dari panjang tulang tertentu.

REKAM MEDIS

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS • Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. • Pasal 47 ayat (1): Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

• Mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/ PER/III/2008 tentang Rekam Medis: Isi rekam medis merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis..

Rekam Medis – Administrative Value – Legal Value – Financial Value – Research Value – Education Value – Documentation Value

Kepemilikan Rekam Medis • Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. • Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.

Kepemilikan Rekam Medis • Aplikasi: Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. • Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

RAHASIA MEDIS • Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38: • Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.

Wajib Simpan Rahasia Kedokteran • Dasar hukum – PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966. – Pasal 55 undang-undang no 23/1992 – Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya” – PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 j g Rahasia Kedokteran

Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis • PASIEN Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada: 1. Keluarga pasien, atau 2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien, atau 3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien

Pengecualian Wajib Simpan Rahasia Kedokteran PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10: • Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal : – untuk kepentingan kesehatan pasien – memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan. – Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri – Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan – Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien".

PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 PASAL 5: • Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang Dimaksud Kepentingan Kesehatan Pasien Pasal 6 Kesehatan pasien meliputi: • Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; dan • Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan. o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya

Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum Pasal 7 • Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan. • Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis. • Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang. • Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat diberikan.

LUKA TEMBAK

LUKA TEMBAK • Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan.

• Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah; senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.

Luka Tembak Menempel Erat • Luka simetris di tiap sisi • Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka • Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tattoo

Kelim pada Luka Tembak • Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintikbintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat dihapus dengan kain. • Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik hitam yang dapat dihapus dengan kain. • Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka yang terbakar. • Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka lecet atau luka terbuka yang dangkal

Luka Tembak Masuk vs Keluar • Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga, api, partikel logam, minyak pada anak peluru. • Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelimkelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak masuk.

ADVERSE EVENT & MALPRAKTEK

INSIDENS KESELAMATAN PASIEN Pasien tidak cedera

NEAR MISS

Pasien cedera

ADVERSE EVENT

Medical Error • • • •

Kesalahan nakes Dapat dicegah Karena berbuat (commission) Karena tdk berbuat (ommision)

Process of care (Non error)

Pasien cedera

ADVERSE EVENT

MALPRAKTIK

Adverse Event Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ Adverse Event: • Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena “underlying disease”. • Adverse event yang menimbulkan akibat fatal, misalnya kecacatan atau kematian, disebut juga sentinel event.

Kejadian Nyaris Cedera/ Near Miss • Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena : – “keberuntungan” (mis.,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), – “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), – “peringanan” / mitigasi (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya

Patient Safety • Near miss: Tindakan yg dapat mencederai pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera karena faktor kebetulan, pencegahan atau mitigasi. Contoh: perawat akan memberikan obat yang salah kepada pasien. Tetapi sebelum obat diminum pasien, perawat tersebut menyadarinya. • Error: Tindakan yang mencederai pasien dan sebenarnya dapat dicegah. Contoh: salah memberikan obat kepada pasien. • Acceptable risk (risiko medis): Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari. Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi.

Patient Safety • Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat sebelumnya. • Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami sepsis. • Kejadian sentinel: adverse event yang berakibat fatal (kecacatan atau kematian). Contoh: salah pengaturan tetesan cairan infus yang menyebabkan pasien edema paru.

MALPRAKTEK/ KELALAIAN MEDIS • Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar profesi yang telah ditetapkan sebelumnya. • Dapat berupa pelanggaran terhadap standar kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan. • Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena ada kerugian yang terjadi meski dokter telah melakukan tindakan sesuai standar.

Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam Malpraktek • Duty of care – Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak (dokter, pasien, RS).

• Breach of duty – Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.

• Injury – Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang timbul dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya kesempatan mendapat penghasilan.

• Proximated cause – Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas antara tindakan dokter dengan kerugian yang dialami pasien.

Jenis Malpraktek CI VI L M A L P R AC T I C E

CRI MI N AL MAL P R A C T I CE

• Deviasi dari standar pelayanan

• Penyimpangan berat atau tidak melakukan standar pelayanan sama sekali

• Kompensasi: uang ganti rugi

• Kompensasi: Hukuman penjara, disertai/tidak disertai uang ganti rugi

• Masalah antara hubungan dokter-pasien saja

• Melibatkan negara karena melanggar hukum negara

INFORMED CONSENT

INFORMED CONSENT • Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Yang Berhak Memberikan Informed Consent • Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam keadaan sadar. • Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan: – Suami/ istri – Orang tua (pada pasien anak) – Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa) – Saudara kandung

Tujuan Informed Consent • Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. • Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ). • Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: – Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa. – Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS • Persetujuan tindakan medis secara praktis dibagi menjadi 2: Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya. Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah. Expressed consent

Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45) Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan, A. Munim Idries, 2013

Jenis Consent Lainnya JENI S CO N S E N T

P EN J E L A S AN

Informed consent

Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis, yang ditandatangani langsung oleh pasien yang berangkutan.

Proxy consent

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua, suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena pasien tidak kompeten untuk memberikan consent (misalnya pada pasien anak).

Presumed consent

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau pada donor organ dari cadaver.

Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-1840.

Related Documents

Ikm Baru
January 2021 2
Baru
January 2021 3
Ikm Kutacane232
January 2021 3
Tht Baru
January 2021 2
Format Baru
March 2021 0

More Documents from "cilemot"

Endokrin Dan Metabolisme
January 2021 1
Ikm Baru
January 2021 2
Ilmu Neurologi
January 2021 3