Ilmu Penyakit Dalam Uro Nefrologi

  • Uploaded by: Fathul Yasin
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ilmu Penyakit Dalam Uro Nefrologi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,869
  • Pages: 37
Loading documents preview...
MASTER CLASS CATATAN TUTORIAL OPTIMA

ILMU PENYAKIT DALAM URO-NEFROLOGI OFFICE ADDRESS:

Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB 5a999b9f/293868a2 WA 081380385694/081314412212

Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P Hone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 Www.Optimaprep.Com

www.optimaprep.com

PENDAHULUAN

Pemeriksaan Fungsi Ginjal Ginjal memiliki banyak fungsi, namun yang paling umum untuk diperiksa adalah fungsi filtrasi glomerulus dan kemampuan ekskresi ginjal.

Pemeriksaan fungsi filtrasi glomerulus Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) : jumlah filtrat yang dihasilkan ginjal dalam 1 menit. Rumus klirens Homer Smith: C=UxV P C= klirens; U= konsentrasi zat marker dalam urin; V= volume urin; P= konsentrasi zat marker dalam plasma. Kreatinin merupakan zat yang hanya mengalami filtrasi glomerulus dan sekresinya oleh tubulus sangat minimal. Sehingga penggunaan kreatinin lebih baik dibandingkan penggunaan kadar plasma ureum. Kalkulasi LFG menggunakan kreatinin memiliki banyak variasi, formula Cockcroft-Gault, seperti telah dibahas sebelumnya, banyak digunakan. Walaupun begitu, perhitungan terbaik untuk LFG adalah menentukan bersihan kreatinin.

Bersihan kreatinin = kreatinin urin (mg/dl) x volume urin (ml/24 jam) kreatinin serum (mg/dl) x 1440 menit

Pemeriksaan konsentrasi ureum plasma Ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan oleh ginjal yang berasal dari diet dan protein endogen. Ureum akan mengalami filtrasi glomerulus dan sebagian lagi direabsorpsi tubulus kembali ke darah. Hal ini membuat pemeriksaan klirens ureum menjadi tidak tepatPada azotemia prerenal, di mana aliran darah ke ginjal menurun oleh karena hipovolemia, rasio urea/kreatinin dalam plasma akan meningkat seiring dengan menurunnya LFG dan meningkatnya reabsorpsi air.

Gagal Ginjal Akut • Definisi Gangguan ginjal akut (GGA) adalah kondisi penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam berupa kenaikan kadar kreatinin serum ≥0,3 mg/dl (≥26,4 µmol/l), ataupresentasi kenaikan kreatinin serum ≥50% (1,5 kali kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oligoutia yang tercatat ≤0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).

• Klinis • Pre-renal: akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh sebab lain) • Renal: akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi ginjal, penyakit glomerular) • Post-renal: akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis)

• Klasifikasi Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). • Fase: anuria (produksi urin <100 mg/24 jam), oliguria (produksi urin 100 - 400 ml/24 jam), poliuria (produksi urin >3.500 ml/24 jam)

Tanda dan Gejala GGA Organ

Temuan klinis

Kulit

Livido reticularis, iskemia jari-jari, butterfly rash, purpura, vaskulitis sistemik. Maculopapular rash ditemukan pada nefritis interstitial alergi.

Mata

Keratitis, iritis, uveitis, konjungtiva kering: ditemukan pada vaskulitis autoimun. Jaundice: penyakit liver. Band keratopathy (karena hiperkalsemia): mieloma multipel. Retinopati diabetes. Retinopati hipertensi. Atheroemboli.

Kardiovaskular

Nadi iregular: tromboemboli. Murmur: endokarditis. Pericardial friction rub: perikarditis uremikum. JVP meningkat, ronki basah basal, S3: gagal jantung.

Abdomen

Massa pulsatil atau bruits: atheroemboli. Nyeri tekan abdomen atau CVA: nefrotlitiasis, nekrosis papilar, trombosis arteri atau vena renalis. Massa pada pelvis atau rektum, hipertorofi prostat, distensi bladder: obstruksi saluran kemih. Iskemia, edema ekstremitas: rabdimiolisis.

Pulmo

Ronki: sindro Goodpasture, Wegener granulomatosis. Hemoptysis: Wegener granulomatosis.

Diagnosis GGA

Gambar 13. Epidemiologi, gambaran klinis, dan diagnosis sebab mayor GGA. ( Sumber: Liu, D.K. dan Chertow, G.M., 2013. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition, McGrawHill, chp. 279).

• • •

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan tujuan mencari etiologi dasar GGA seperti telah dijelaskan di atas. Mencari ada tidaknya tanda-tanda GGK misalnya anemia, neuropati, dan gambaran radiologis seperti pengerutan ginjal dan osteodistrofi renal. Pemeriksaan fungsi ginjal secara berulang, yaitu dengan memeriksa ureum, kreatinin, atau LFG. Pada pasien yang dirawat inap juga perlu diperiksa balans cairan keluar dan masuk.

Tata laksana •





Asupan nutrisi – Kebutuhan kalori, protein,karbohidrat dan lemak – Suplementasi asam amino tidak dianjurkan Asupan cairan tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada fasilitas. – Hipovolemia: rehidrasi sesuai kebutuhan – Normovolemia: cairan seimbang (input = output) – Hipervolemia: restriksi cairan (input


Koreksi gangguan elektrolit: – Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti ACEi dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral yang mengandung kalium – Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3-4 gram per hari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium glukonas 10% IV – Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan makan



Indikasi dialisis: – Asidosis berat (pH <7,1) Anuria Oliguria – Intoksikasi: Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan) – Uremia/Azotemia (ureum >200 mg/dl) Ensefalopati, Perikarditis, Neuropati/miopati – Elektrolit: Hiperkalemia (K >6,5 mEq/l)Natremia berat (Na >155 mEq/l atau < 120 mEq/l) – Overload: Edema paru

Gagal Ginjal Kronik

• •



Definisi Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: – Kelainan patologis – Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test). LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

TABEL KLASIFIKASI DERAJATNYA Der Deskripsi ajat

Kreatinin

Terapi

1

Early

♀: < 1,5 ♂: < 2

Reserve progression

2

Latent

1,5-2,5

Stop progression

3

Emergent

2,5-3,5

Slow progression

4

Imminent

3,5-5,0

Persiapan ESRD

5

ESRD

> 5,0

Dialysis/ Transplantasi

BERDASARKAN

LFG (ml/mnt/1,73m2)

1

LFG normal atau ↑

≥ 90

2

Penurunan LFG ↓ ringan

60-89

3a

Penurunan

30-59

LFG ↓ ringan

hingga sedang 3b

Penurunan

LFG ↓ sedang

hingga berat 4 5

Stage

PGK

Penurunan LFG ↓ berat

Gagal ginjal Sumber: KDIGO 2012

15-29 <15 atau dialisis

Klasifikasi di samping banyak digunakan, berdasarkan guideline dari National Kidney Foundation. Rumus Kockroft-Gault dijadikan dasar penghitungan LFG. LFG (ml/mnt/1,73m 2) = (140-umur) x BB* / 72x kretinin plasma (mg/dl) *pada perempuan dikalikan 0,85

Kriteria CKD Kriteria CKD (salah satu dari berikut ini yang berlangsung selama > 3 bulan Marker kerusakan ginjal Albuminuria (AER > 30 mg/24 jam; ACR > 30mg/g (> 3mg/mmol) Abnormalitas sedimen urin Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat gangguan tubulus Abnormalitas yang dibuktikan melalui histologi Abnormalitas struktural yang dideteksi melalui pencitraan Riwayat transplantasi ginjal

Penurunan GFR

GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 (kategori G3a-G5)

Diagnosis PGK

Gambar . Abnormalitas klinis pada uremia. ( Sumber: Bargman, J.M. dan Skorecki, K., 2013. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition, McGrawHill, chp. 280).

GAMBARAN KLINIS pasien PGK sangat bervariasi, meliputi: 1. Penyakit yang mendasarinya,seperti diabetes melitus, infeksi atau batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE, dll. 2. Sindrom uremia, merupakan sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Dialisis dapat menurunkan insidensi dan keparahan dari gangguan ini, namun seperti disebutkan pada tabel di bawah ini, dialisis tidak dapat memberikan efek seefektif terapi pengganti ginjal. 3. Gejala komplikasinya yang meliputi anemia, termasuk defisiensi besi fungsional; hipertensi; penurunan absorpsi kalsium; dislipidemia/gagal jantung/volume overload; hiperkalemia; hiperparatiroidisme; hiperfosfatemia; hipertrofi ventrikel kiri; asidosis metabolik; malnutrisi (lambat). 4. lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang, pucat, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru

Diagnosis PGK PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM

RADIOLOGI

BIOPSI GINJAL

• FOKUS: mencari penyakit dasarnya. • Tingkat penurunan fungsi ginjal→ berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, serta penurunan LFG. • Kelainan biokimiawi darah, meliputi penurunan Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atu hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. • Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.

• USG ginjal (paling membantu): dapat melihat simetrisitas, perkiraan ukuran ginjal, adanya obstruksi, dan menyingkirkan kemungkinan massa. • Foto polos abdomen, dapat melihat adanya batu radioopak. • Pielografi intravena jarang dilakukan karena untuk memasukkan kontras perlu fungsi ginjal yang baik karena bila tidak bisa melewati filter glomerulus maka akan menyebabkan toksik. • Pielografi antegrad atau retrograd dapat dilkakukan sesuai indikasi. • Pemeriksaan penyakit renovaskular dapat dilakukan menggunakan sonografi Doppler, teknik kedokteran nuklir, CT scan atau MRI.

• Pada pasien dengan pengerutan ginjal bilateral, biopsi ginjal tidak disarankan karena sulit dan sangat berisiko terjadi pendarahan dan komplikasi lain. Banyaknya jaringan parut juga membuat penyakit dasarnya tak tampak lagi. Selain itu, kesempatan untuk memberikan terapi sesuai penyakit dasarnya jugasudah tidak memungkinkan dilakukan pada kondisi itu. Kontraindikasi lainnya meliputi hipertensi tak terkontrol, penyakit ginjal polikistik, infeksi saluran kemih, diatesis pendarahan, gagal napas, dan obesitas morbid.

Tatalaksana •

Nonfarmakologis: – – –



Pengaturan asupan protein, kalori, lemak, karbohidrat. Pengaturan asupan Garam (NaCl), Kalium, Kalsium, Besi, Magnesium, Asam folat Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss).

Farmakologis: – – – – –

– – – – – – –

Kontrol tekanan darah: ACEi atau ARB evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >30% dalam waktu 2 minggu atau timbul hiperkalemi harus dihentikan CaCB Diuretik Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6% Koreksi anemia : EPO (target Hb 10-12 g/dl) Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat Kontrol renal osteodistrofi : Kalsitriol Koreksi asidosis metabolik (target HCO3 20-22 mEq/l) Koreksi hiperkalemi Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golongan statin Tata Laksana ginjal penggantibila klirens kreatinin <15 ml/menit

Sindrom nefrotik • Definisi • penyakit glomerular dengan proteinuria >3,5 gram/hari, hipoalbuminemia<3,5 g/hari, disertai hiperlipid. • Klinis • • bengkak seluruh tubuh, BAK keruh • • edema anasarka, asites • • Lab: proteinuria masif >3,5 gram/24 jam/1,73 m2, lipiduria, hipoalbuminemia (<3,5 gram/dl), dislipidemia Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal • Focal segmental glomerulosclerosis (40%) – idiopathic, HIV, pamidronate, heroin, kongenital, obesitas, reflux vesicoureteral

• Membranous nephropathy (30%) – idiopathic, infeksi (HBV, HCV, syphilis), autoimun (SLE), Ca, obat (NSAID, penicillamine)

• Minimal change disease (20%, lebih sering pada anak) – idiopathic, NSAID, Hodgkin’s disease, penyakit lymphoproliferatif

• Membranoproliferative GN (5%, campuran gejala nephrotic/nephritic) – Type I: infeksi (HCV, HBV, infeksi kronis), imunkomplex SLE, cryos, Sjögren’s), penyakit lymphoproliferatif, idiopathic – Type II: sangat jarang; C3 nephritic factor

• Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy (1%) • Mesangial proliferative GN (5%)

Patofisiologi dengan manifestasi klinis

Gambar. Patofisiologi dari sindrom nefrotik dengan gambaran klinis. http://pedneph.info/Glomerulonephritis/GlomerulonephritisImages/Pathophysiology-of-nephroti.gif

• Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh, kelemahan, tidak mau makan • Pemeriksaan fisik : edema anasarka, ascites. Edema anasarka adalah edema yang menyeluruh meliputi hampir seluruh tubuh. Pemeriksaan ascites adalah dengan shifting dullness tes, tes undulasi, tes perkusi sistematik. • Pemeriksaan penunjang :  Pengukuran protein urin  Urinalisis  Pemeriksaan sedimen urin  albumin serum  Studi serologi untuk infeksi dan kelainan kekebalan  ginjal ultrasonografi  biopsi ginjal

• Untuk sindrom nefrotik pada anak, biopsi ginjal di indikasikan pada kondisi : sindrom nefrotik kongenital, anak-anak dari 8 tahun saat onset, resistensi steroid, kekambuhan sering atau ketergantungan steroid, manifestasi nefritik yang signifikan • Sindrom nefrotik dewasa yang tidak diketahui asalnya memerlukan biopsi ginjal untuk diagnosis. Mencapai diagnosis patologis ini penting karena penyakit lesi minimal, glomerulosklerosis fokal, dan nefropati membranosa memiliki pilihan pengobatan yang berbeda dan prognosis. • Biopsi ginjal tidak diindikasikan pada orang dewasa dengan sindrom nefrotik dari penyebab yang jelas.

Tatalaksana • Nonfarmakologis: – Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam. – Diet rendah kolesterol <600 mg/hari – Berhenti merokok – Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

• Farmakologis: – Pengobatan edema: diuretik loop – Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin – Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <125/75 mmHg dengan penghambat ACEi atau ARB – Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACEi atau ARB – Pengobatan kausal sesuai etiologi SN

Glomerulonephritis

• Definisi • Patologi : inflamasi intraglomerular (dari focal proliferative [< 50% dari glomeruli] hingga diffuse proliferative sampai crescentic) • Klinis : hematuria dengan Kristal eritrosit dysmorphic, proteinuria subnephrotic, sering disertai gagal ginjal, hipertensi, edema; secara spectrum waktunya dibagi jadi GN akut – hitungan hari; rapidly progressive GN (RPGN) – minggu; GN kronik - bulan;

• Klinis • Penyakit glomerular primer: – Kelainan minimal – Glomerulosklerosis fokal segmental (Fokal: lesi <80% glomerulus. Segmental: lesi sebagian gelung glomerulus) – Glomerulonefritis (GN) difus (lesi >80% glomerulus): • GN membranosa (nefropati membranosa) • GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada UL: sedimen eritrosit (+), hematuri): – – – –

GN proliferatif mesangial GN proliferatif endokapiler GN membranoproliferatif (mesangiokapiler) GN kresentik dan necrotizing

• GN sclerosing

– Nefropati IgA

• Penyakit glomerular sekunder: – – – – –

Nefropati diabetik Nefritis lupus GN pasca infeksi GN terkait hepatitis GN terkait HIV

Tatalaksana • • • •





• • •

Kelainan minimal: Diberikan steroid dosis inisial kemudian tapering off relaps: dosis prednison kembali ke inisial kemudian tapering off relaps sering (> 1 x): prednison selang sehari ditambah dengan siklofosfamid. Bila gagal, diberikan siklosporin tergantung steroid (relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturutturut): siklofosfamid. Bila gagal, diberikan siklosporin. resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin Glomerulonefritis fokal segmental: steroid. resisten atau tergantung steroid: siklosporin – remisi, dosis siklosporin diturunkan 25% setiap dua bulan – gagal, siklosporin dihentikan



Nefropati membranosa: – Diberikan bolus IV metil prednisolon – Kemudian tappering off steroid lalu diganti dengan klorambusil atau siklofosfamid

• •

• • •





Glomerulonefritis membranoproliferatif Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa. Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg/hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg/hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali Nefropati IgA proteinuria <1 gram, hanya observasi proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan proteinuria >3 gram dengan CCT >70 ml/menit, diberikan steroid yang setara dengan prednison 1 mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT<70 ml/menit, hanya diberikan minyak ikan Suplementasi kalsium selama Tata Laksana dengan steroid

FISIOLOGI Mikturisi • Kapasitas kandung kemih berkisar antara 350 – 500 ml. reflex spinal ini dikontrol oleh mekanisme inhibisi kortikal, yang memungkinkan kontrol secara sadar sepanjang berkemih. Kontrol secara sadar ini terbentuk pada masa kanak – kanak awal.

Inkontinesia Urine • Definisi



– keluarnya urin secara involunter

• Klasifikasi



– Inkontinensia uretra

• Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur pelvis, pascaprostatektomi • Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung kemih, atau tumor. • Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental. – Inkontinensia nonuretra

• Fistula urinarius: vesikovagina • Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter dupleks).





Inkontinensia stress: kebocoran terjadi ketika tekanan infraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk, mengedan) Inkontinensia urgensi: ketidakstabilan otot detrusor idiopatik menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan kebocoran urine Hiperrefleksia detrusor: hilangnya kontrol kortikal →kandung kemih tidak dapat dihambat dengan kontraksi detrusor yang tidak stabil→kandung kemih terisi, reflex sakralis dimulai→kandung kemih melakukan pengosongan secara spontan Inkontinensia overflow: kerusakan pada serat eferen dari reflex sakralis menyebabkan atonia kandung kemih.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) • Definisi • • Infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih • • ISK sederhana / tak berkomplikasi: ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal. • • ISK komplikasi: ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil

• ETIOLOGI • Penyebab terjadinya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal seperti: • bakteri E. Coli sekitar 80% dari ISK yang asimptomatik sampai yang beresiko tinggi seperti pyelonephritis. • Mikroorganisme lainnya proteus spp, klebsiella spp, dan stafilokokus dengan koagulase negative. • Infeksi juga bisa disebabkan oleh Pseudomonas spp, walau jarang biasanya disebabkan paska penggunaan kateter

• • • • • • • • • • • • • • •

TANDA dan GEJALA ISK bagian atas (pielonefritis) Demam (akut 39.5 – 40 °C), menggigil Nyeri pinggang Malaise Anoreksia Nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan abdomen ISK bagian bawah (Sistitis) Disuria Polakisuria Nokturia Frekuensi dan urgensi Nyeri suprapubik Hematuria Nyeri pada skrotum (epididimo-orkitis)

DIAGNOSIS • Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Gram dan kultur pada specimen urin “clean-catch” sebelum pemberian antibiotic. Organisme yang paling sering ditemukan adalah E.coli, Enterobacter,Klebsiella, Proteus.  ISK bagian atas o o o o



Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL) Tes fungsi ginjal : ureum, serum kreatinin Elektrolit Ultrasonografi (USG) ginjal : pembengkakan pada pielonefritis, batu, obstruksi/ hifdronefrosis, abses sekunder. o BNO – IVP: batu, kelainan structural, obstruksi sistem pengumpul. o CT Scan: abses/tumor

ISK bagian bawah o Pemeriksaan darah perifer lengkap o Sistokopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan atau batu yang menjadi penyebab dasar. o Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi, BNO-IVP, dan sistokopi mungkin diperlukan.

Tata Laksana Nonfarmakologis: • Menjaga higiene genitalia eksterna • Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik • Pencegahan terutama ditujukan pada pasien dengan resiko tinggi, perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan paska transplantasi ginjal perempuan dan laki – laki, dan kateterisasi laki – laki dan perempuan.

Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi

ISK pada Perempuan • • •



tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia <50 tahun harus diberikan selama 14 hari; usia >50 tahun pengobatan selama 4-6 minggu Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari. Bila infeksi terjadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari

ISK berulang •

Tata Laksana jangka panjang: trimetoprimsulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi

Batu Saluran Kemih









Definisi – Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah suatu kondisi didapatkannya batu di dalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior) Klinis – Nyeri/kolik, Tergantung pada posisi atau letak batu, Ginjal CVA; ureter selangkangan; vesika  pangkal penis/klitoris – disuria, nyeri saat kencing. – Retensi urin, anuria – Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran kencing, yang terkadang didapatkan dari pemeriksaaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.





Demam, jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan urologi. Hal lain yang sering dikeluhkan adalah terjadinya retensi urine jika didapatkan batu pada uretra atau leher buli. Foto polos abdomen (BNO/ KUB), bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih Intravenous Pyelography (IVP), menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. kontraindikasi IVP : a). alergi terhadap bahan kontras, b). faal ginjal yang menurun (kreatinin >2 mg/dl), c).wanita hamil USG, bila pasien kontraindikasi dilakukan IVP, Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal Jenis Batu

RadioOpasitas

Kalsium

Opak

MAP/Struvit

Semiopak

Urat/Sistin

Non opak

Tata laksana • Fase akut : – Kolik  analgetik (NSAID merupakan drug of choice) – Demam/sepsis drainage: perirenal abses, pyonephrosis – Retensi urin  kateterisasi, cystostomi

• Eliminasi batu: – Nefrolitiasis  open nefrektomi, PCNL, ESWL – Ureterolitiasis  medikamentosa (konservatif), ESWL, Ureteroskopi, Dormia – Vesicolithiasis  litotripsi – Uretrolitiasis (batu di uretra)  ekstraksi langsung jika terlihat, banyak minum, atau didorong ke vesica

• Farmakologis – untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, diharapkan batu dapat keluar spontan – Kortikosteroid prednisolon 25 mg peroral selama 5-10 hari. – Calcium Antagonis (Ca Channel Blockers) nifedipin 30 mg slow release selama 5-10 hari. – Alpha Adrenergic Blockers (α blockers) Tamsulosin 0,4 mg peroral.

• Nonfarmakologis: – Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani – Batu urat: diet rendah asam urat – Minum banyak (2,5 l/hari) bila fungsi ginjal masih baik

Gangguan Kesetimbangan Elektrolit • HIPER • Natremia (> 144 mEq/L) – Hiperrefleks, mental status changes (lethargy, stupor, coma etc), seizures

• Kalemia (>5.2 mEq/L) – Weakness, flaccid paralysis, hyperactive tendon reflexes, decreased motor strength, ventricular fibrillation risk

• Kalsemia (> 10.2 mEq/L) – Stones in UT, HTN, constipation, hyporeflexia, polydipsia, polyuria, fatigue, anorexia, nausea

• HIPO • Natremia (<136 mEq/L) – Hiporeflexia, mental status changes, seizures

• Kalemia (<3.6 mEq/L) – Muscle weakness, cramps, tetany, polyuria, polydipsia, decreased motor strength, ileus, orthostatic hypotension

• Kalsemia (<8.4 mEq/L) – Hypertension, peripheral & perioral paresthesia, abdominal pain & cramps, lethargy, Trousseau sign (obstetric’s hand), Chvostek sign, generalized seizures, tetany

Hipertensi •

• •

Definisi –

Tekanan darah ≥140 mmHg sistolik dan/atau ≥90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi

White Coat HT - Rata2 TD diluar ruang praktek < 135/85, sdg di dalam ruang praktek naik > 140/90

• •



Klinis Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit. Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll) Kerusakan organ sasaran: – – – – –



Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi koroner, gagal jantung Otak: stroke atau transient ischemic attack (TIA) Penyakit ginjal kronik Penyakit arteri perifer Retinopati

Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi: sleep apnea, akibat obat atau berkaitan dengan obat, penyakit ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, Tata Laksana steroid kronik dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid atau paratiroid

Renin-angiotensin system (RAS)

Goal Therapy (JNC VII)

• < 140/90 mmHg • < 130/80 mmHg (pada penderita diabetes, CKD) • <130/80 mmHg (proteinuria < 1gr/hr) • < 125/75 mmHg (proteinuria > 1 gr/hari)

Goal Therapy

(JNC VIII)

• Usia >60 tahun, target < 150/90 mmHg • Usia < 60 tahun, diabetes, CKD, target <140/90 mmHg

COMPELLING INDICATION

Krisis Hipertensi • Definisi • Krisis hipertensi: peningkatan TD secara cepat yang memerlukan penurunan tekanan darah segera. • Hipertensi emergency: situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah (≥180/120) yang segera karena adanya kerusakan organ target • Hipertensi urgency: situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna (≥180/120) tanpa adanya kerusakan organ target atau gejala yang berat

• •

Klinis Penyebab hipertensi emergency: – –

– – –

– –

– – –

Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca operasi bypass koroner Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis Eklamsia Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular Luka bakar berat Epistaksis berat Thrombotic thrombocytopenic purpura

Tata laksana • hipertensi emergency : sampai mean arterial blood pressure berkurang 25% dalam waktu 2 jam (pada stroke penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi >220/130 mmHg). Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. – Diuretik: Furosemid – Vasodilator: Nitrogliserin, Diltiazem, Klonidin. Nitroprusid

• hipertensi urgency: Penurunan tekanan darah pada dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam – Kaptopril, Klonidin, Labetalol, Furosemid

Related Documents


More Documents from "razvan187"

Endokrin Dan Metabolisme
January 2021 1
Ikm Baru
January 2021 2
Ilmu Neurologi
January 2021 3