Isi Makalah Pelanggaran Kode Etik

  • Uploaded by: Afiyah Hasnayanti
  • 0
  • 0
  • September 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Makalah Pelanggaran Kode Etik as PDF for free.

More details

  • Words: 2,543
  • Pages: 13
Loading documents preview...
BAB I DESKRIPSI KASUS Edward’s Personal Preference Schedule (EPPS) merupakan salah satu tes kepribadian yang dirancang untuk mengukur atau menggambarkan keunikan kepribadian

seseorang

berdasarkan

teori

kebutuhan

A.H.

Murray

(Amalia&Indriyanti,2010). Struktur EPPS yakni dengan menampilkan dua opsi pernyataan dan testee dipersilahkan menjawab salah satu pernyataan yang menggambarkan dirinya. EPPS merupakan hasil pengembangan teori kepribadian Murray yang menggunakan 15 need dari 20 need yang dikemukakan Murray. Tes kepribadian ini terdiri dari soal verbal yang berjumlah 225 pasang pernyataan. Dalam pelaksanaan tes ini menggunakan metode forced choice yang berarti testee dipaksa memilih satu jawaban yang menggambarkan dirinya walaupun bisa saja dua pernyataan itu menggambarkan kepribadian testee (Afifah,2014). Adapun need yang diukur dalam EPPS yaitu: Achievement (ach); Deference (def); Order (ord); Exhibition (exh); Autonomy (aut); Affiliation (aff); Intraception (int); Succorance (suc); Dominance (dom); Abasement (aba); Nurturance (nur); Change (chg); Endurance (end); Heterosexuality (het); Aggression (agg) (Tuanpattinaja&Saragih,2016). Hasil dari EPPS tidak sekedar menggambarkan struktur kebutuhan (need) seseorang, tetapi terkandung juga arti dinamis dari struktur kebutuhan tersebut, sehingga seorang psikodiagnostikus akan memahami perilaku subyek serta membuat prediksi perilakunya tersebut. Dalam hasil asesmen tes EPPS ini, seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi tidak diperkenankan untuk mempublikasikan apapun baik soal maupun jawaban dari tes EPPS. Tes EPPS merupakan salah satu instrument tes psikologi yang harus dijaga kerahasiaannya. Dalam kasus yang diangkat oleh kelompok kami yakni kasus pembocoran soal beserta jawaban tes EPPS yang sering digunakan dalam tes-tes masuk

1

perusahaan. Pembocoran tes EPPS ini dilakukan oleh oknum yang bukan berasal dari psikolog dan/atau ilmuwan psikologi. Hal tersebut tentu saja melanggar kode etik psikologi Indonesia. Pembocoran tes ini menggunakan sosial media Youtube untuk menyebarluaskan tes EPPS tersebut. Pelaku dalam pembocoran tes EPPS ini bernama Alfian Caze, yang tidak diketahui apakah dia mempunyai latar belakang psikologi atau tidak. Dalam channel Youtube nya, ia sering melakukan hal yang sama berulang kali yakni menyebarluaskan tes-tes psikologi seperti tes Pauli, tes Papi Kostick, dan lain sebagainya. Padahal seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi tidak diperkenankan menyebarluaskan soal maupun jawaban tes EPPS, sedangkan Alfian Caze ini dengan sendirinya menyebarluaskan tes EPPS tanpa persetujuan dari psikolog dan/atau ilmuwan psikologi sekalipun. Tentu saja apa yang dilakukan oleh Alfian Caze ini melanggar kode etik psikologi Indonesia juga mencoreng nama psikologi di Indonesia. Dalam video tips dan trik mengerjakan berbagai macam jenis tes psikologi yang diunggah oleh pelaku, tak sedikit pasang mata yang menonton video unggahannya tersebut. Satu video mampu disaksikan oleh ribuan pasang mata pengguna media sosial youtube. Pada video yang berjudul “Trik mengerjakan tes EPPS

Inventory

psikotes” berdurasi 50 menit 4 detik ditampilkan sebuah kertas putih dengan 225 pernyataan yang sering digunakan dalam tes EPPS. Selain soal yang berisi pernyataan, pelaku juga menyediakan kertas yang berisi gambaran lembar jawaban tes EPPS. Selama video berlangsung, pelaku selalu menjelaskan detail tentang bagaimana tips dan trik menjawab sembari mencoret lembar jawaban. Dalam penjelasannya, Alfian juga menjelaskan berbagai macam nomor soal yang memengaruhi nilai needs yang dibutuhkan untuk hasil asesmen yang baik. Selain itu, pelaku pelanggar kode etik ini juga memerintahkan kepada para penonton apabila jika hendak mengikuti tes untuk menyiapkan jawaban yang benar. Hal tersebut adalah perilaku curang dan tidak baik. Alfian caze dalam kolom komentar juga memberikan link website yang berisi berbagai macam soal tes EPPS yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam perekrutan pegawai kepada para penonton. Padahal seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi dilarang mempublikasikan instrument tes psikologi tersebut.

2

BAB II PASAL TERKAIT

KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA Pasal 2 Prinsip Umum Prinsip B: Integritas dan Sikap Ilmiah Ayat 1 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi. Ayat 2 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, pengamalan dan praktik psikologi. Ayat 3 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta yang tidak benar. Prinsip C : Profesional Ayat 1 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas. Ayat 3 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.

3

Prinsip D : Keadilan Ayat 2 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan

secara

profesional,

waspada

dalam

memastikan

kemungkinan bias-bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi, dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarah kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan. Prinsip E : Manfaat Ayat 1 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha maksimal memberikan manfaat pada kesejahteraan umat manusia, perlindungan hak dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait. Pasal 4 Penyalahgunaan di bidang Psikologi Ayat 2 : Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkahlangkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi. Ayat 3 : Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah: a) Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:

4

(i) Ilmu psikologi (ii) Profesi Psikologi (iii)Pengguna Jasa layanan psikologi (iv) Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi (v) Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya.

b) Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini: i.

Ilmu psikologi

ii.

Profesi Psikologi

iii.

Pengguna Jasa layanan psikologi

iv.

Individu yang menjalani PemeriksaanPsikologi

v.

Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya.

c) Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini: i. Ilmu Psikologi ii. Profesi Psikologi iii. Pengguna Jasa layanan psikologi iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya Pasal 7 Ruang Lingkup Kompetensi Ayat 1 : Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan

penelitian

dan/

atau

intervensi

sosial

dalam

area

sebatas

kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

5

Pasal 15 Penghindaran Dampak Buruk Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang masuk akal untuk menghindari munculnya dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait dengan kerja mereka serta meminimalkan dampak buruk untuk hal-hal yang tak terhindarkan tetapi dapat diantisipasi sebelumnya. Dalam hal seperti ini, maka pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terlibat harus mendapat informasi tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut. Pasal 28 Pertanggungjawaban Iklan dan Pernyataan publik yang dimaksud dalam pasal ini dapat berhubungan dengan jasa, produk atau publikasi profesional Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi di bidang psikologi, mencakup iklan yang dibayar atau tidak dibayar, brosur, barang cetakan, daftar direktori, resume pribadi atau curriculum vitae, wawancara atau komentar yang dimuat dalam media, pernyataan dalam buku, hasil seminar, lokakarya, pertemuan ilmiah, kuliah, presentasi lisan di depan publik, dan materi-materi lain yang diterbitkan. Ayat 1 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi; dalam memberikan pernyataan kepada masyarakat melalui berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis mencerminkan keilmuannya sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar agar terhindar dari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa dan/atau praktik psikologi. Pernyataan tersebut harus disampaikan dengan; ·

Bijaksana, jujur, teliti, hati-hati,

·

Lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan,

6

·

Berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi.

Ayat 2 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam pernyataan yang dibuat harus mencantumkan gelar atau identitas keahlian pada karya di bidang psikologi yang dipublikasikan sesuai dengan gelar yang diperoleh dari institusi pendidikan yang terakreditasi secara nasional atau mencantumkan sebutan psikolog sesuai sertifikat yang diperoleh. Pasal 65 Interpretasi Hasil Asesmen Psikolog

dalam

menginterpretasi

hasil

asesmen

psikologi

harus

mempertimbangkan berbagai faktor dari instrumen yang digunakan, karakteristik peserta asesmen seperti keadaan situasional yang bersangkutan, bahasa dan perbedaan budaya yang mungkin kesemua ini dapat mempengaruhi ketepatan interpretasi sehingga dapat mempengaruhi keputusan. Pasal 67 Menjaga Alat, Data dan Hasil Asesmen Ayat 1 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kelengkapan dan keamanan instrumen/alat tes psikologi, data asesmen psikologi dan hasil asesmen psikologi sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku, aturan hukum dan kewajiban yang telah tertuang dalam kode etik ini. Ayat 2 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kelengkapan dan keamanan data hasil asesmen psikologi sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku yang telah tertuang dalam kode etik ini. Ayat 3 : Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mempunyai hak kepemilikan sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku serta bertanggungjawab terhadap alat asesmen psikologi yang ada di instansi/ organisasi tempat dia bekerja.

7

BAB III PEMBAHASAN Dalam kasus pembocoran tips dan trik mengerjakan EPPS inventory yang telah dibahas sebelumnya dianggap melanggar kode etik psikologi Indonesia. Kode etik psikologi Indonesia adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia. Walaupun pelaku pelanggar kode etik psikologi Indonesia ini belum diketahui pasti latar belakangnya dalam bidang psikologi, namun hal yang dilakukannya telah mencemarkan nama baik psikologi di Indonesia. Adapun pasal-pasal yang dilanggar oleh pelaku yakni salah satunya pasal 2 bab I. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memegang beberapa prinsip yakni prinsip penghormatan pada harkat martabat manusia, prinsip integritas dan sikap ilmiah, prinsip professional, prinsip keadilan, dan prinsip manfaat. Pada kasus ini, sangat jelas apabila pelaku yang bernama Alfian Caze melanggar prinsip integritas dan sikap ilmiah ayat dua dan tiga yang menyatakan bahwa seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi harus senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, dan kebenaran keilmuan, pengajaran, pengalaman dan praktik psikologi serta seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dilarang melakukan tindakan kebohongan. Video yang telah disebarluaskan oleh pelaku termasuk ke dalam tindakan tidak jujur atau kebohongan yang merugikan nama baik psikologi di Indonesia. Selain pasal integritas dan sikap ilmiah, pelaku juga dianggap telah melanggar prinsip professional. Seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang sudah terbukti kompetensinya di bidang psikologi harus berani beratnggung jawab atas segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, dan pelatihan psikologi, sedangkan pelaku pelanggar kode etik psikologi ini belum diketahui latar belakangnya dalam bidang psikologi namun ia telah berani menyebarluaskan video yang harusnya menjadi rahasia dalam bidang psikologi. Hal tersebut merupakan tindakan yang sama sekali tidak bertanggung jawab serta apa yang dilakukan oleh pelaku dapat menyebabkan dampak buruk bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan perekrutan pegawai. Kasus

8

pembocoran tips dan trik pengerjaan EPPS ini juga dapat menimbulkan dampak buruk, hal itu tentu saja melanggar prinsip manfaat yang terdapat pada pasal 2. Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi harusnya memberikan manfaat yaitu dengan meminimalkan resiko dampak buruk untuk kesejahteraan manusia tetapi apa yang dilakukan oleh Alfian Caze ini menimbulkan dampak buruk bagi perusahaanperusahaan yang melakukan perekrutan pegawai baru karena dengan adanya video tips dan trik mengerjakan EPPS kemampuan seseorang termanipulasi. Pada kasus ini pelaku terbukti telah melakukan pelanggaran pada pasal 4 yaitu Penyalahgunaan di bidang Psikologi. Pada ayat (2), tertulis bahwa apabila psikolog dan/atau ilmuwan psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah pada kerja mereka, maka diwajibkan untuk mengambil langkah untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran. Tetapi pelaku terbukti melakukan pelanggaran dengan menyebarluaskan tes psikologi yaitu tes EPPS tetapi tidak berusaha memperbaiki atau mengurangi kesalahannya. Pelaku juga melanggar ayat (3), dimana Ia melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia dan juga melanggar janji/sumpah profesi, karena latar belakangnya yang belum diketahui, semisal Ia bukan merupakan Psikolog, ia tetap melanggar kode etik karena apa yang dilakukannya dapat merugikan pihak lain. Apa yang dilakukannya termasuk ke pelanggaran berat dimana Ia secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi ilmu psikologi, profesi psikologi, pengguna jasa layanan psikologi, individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, dan pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya. Pasal berikutnya yang dilanggar Pelaku yaitu pasal 7 ayat (1) berkaitan dengan Ruang Lingkup Kompetensi. Ilmuwan Psikologi dapat memberikan layanan dalam area sebatas kompetensinya. Jika Ia seorang psikolog saja seharusnya tidak dapat membocorkan tes tersebut karena tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi jika Ia bukan berlatar belakang psikologi karena itu diluar kompetensinya yang dapat merugikan banyak pihak. Pelaku juga melanggar pasal yaitu Penghindaran Dampak Buruk, karena apa yang dilakukan pelaku dapat menimbulkan dampak buruk bagi layanan

9

psikologi dan pihak terkait padahal seharusnya Psikolog dan/atau harus mengambil langkah untuk menghindari munculnya dampak buruk. Pasal 28 juga telah dilanggar oleh pelaku yang berkaitan dengan jasa, produk, atau publikasi. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan pernyataan kepada masyarakat melalui media lisan maupun tertulis harus mencerminkan keilmuannya sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar dan bias terhindar dari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa dan/atau praktik psikologi. Pernyataan tersebut harus disampaikan dengan bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lalu lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi. Tetapi pelaku menyebarkan trik mengerjakan tes EPPS secara tidak hati-hati karena dapat merugikan banyak pihak, dan Ia tidak mendasarkan kepentingan umum terbukti karena mungkin saja Ia menyebarluaskan hal tersebut untuk keuntungan pribadi atau golongan karena penghasilan dari YouTube cukup besar sedangkan channel telah mendapat banyak subscriber dan videonya telah ditonton ribuan kali hanya dari satu video, sedangkan video yang telah ia unggah sudah cukup banyak. Ia juga melanggar ayat (2) karena tidak mencantumkan gelar atau identitas keahlian pada video yang dipublikasikannya, membuat kebingungan apakah valid apa yang ia katakan pada video tersebut. Menyebarluaskan tes saja tidak boleh apalagi jika hal tersebut dilakukan bukan oleh orang yang mengerti karena dapat merugikan banyak pihak. Setelah beberapa pasal yang dilanggar oleh pelaku, pasal terakhir yang Ia langgar yaitu pasal 67 mengenai Menjaga Alat, Data, dan Hasil Asesmen. Pada ayat (1) diterangkan bahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kelengkapan dan keamanan instrumen/alat tes psikologi, namun Ia tetap menyebarluaskan tes EPPS dengan maksud memberikan trik dalam mengerjakan tes EPPS tersebut. Pada ayat (3) juga dikatakan bahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi bertanggungjawab terhadap alat asesmen psikologi yang ada di instansi/ organisasi tempat dia bekerja, namun ia menyebarluaskan tes tersebut pada masyarakat umum.

10

DAFTAR RUJUKAN

Afifah, Dian Ratnaningtyas. 2014. Profil Kecenderungan Kepribadian Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Ditinjau Melalui EPPS. Jurnal Seminar Nasional 2014 ISBN:978-602-7561-89-2. Amalia, Tan & Indtiyanti, Rr. Dewintha. 2010. Pengembangan Aplikasi Tes Kerpibadian Menggunakan Metode Edward’s Personal Preference Schedule (EPPS) (Online). (http://sir.stikom.edu/724/1/2010-OSIT-04.pdf) diakses pada tanggal 26 April 2018. Himpsi. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia. https://www.youtube.com/watch?v=sCIkjJAVnP8&t=648s , diakses pada tanggal 11 April 2018. Tuanpattinaja, Josetta M.R. & Saragih, Juliana I.. 2016. Gambaran Profil EPPS Pada Mahasiswa USU. Psikologia: Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi

Tahun

2016,

Vol.

11,

No.

1,

hal.37-46.

Dari

https://jurnal.usu.ac.id/index.php/psikologia/article/download/16663/7214.

11

LAMPIRAN

Gambar 1. Video trik mengerjakan EPPS

Gambar 2. Website yang menyediakan soal-soal EPPS

12

Gambar 3. Deskripsi video dan alamat web yang menyediakan soal-soal EPPS

13

Related Documents

Isi Makalah
February 2021 1
Makalah Influenza - Isi
January 2021 4
Isi Makalah Syringe Pump
January 2021 1
Isi Makalah Gpr
March 2021 0