Islam Dalam Disiplin Ilmu

  • Uploaded by: testimelina
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Islam Dalam Disiplin Ilmu as PDF for free.

More details

  • Words: 13,811
  • Pages: 37
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Iptek atau Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi, merupakan salah satu hal yang tidak dapat kita lepaskan dalam kehidupan kita. Kita membutuhkan ilmu karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT hanya kepada kita, manusia, tidak untuk makhluk yang lain, yaitu sebuah akal pikiran. Dengan akal pikiran tersebutlah, kita selalu akan berinteraksi dengan ilmu. Akal yang baik dan benar, akan terisi dengan ilmuilmu yang baik pula. Sedangkan teknologi, dapat kita gunakan sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu sendiri. Namun, dalam mempelajari dan mengaplikasikan iptek itu sendiri, harus memperhatikan beberapa hal yang penting. Sains dan teknologi yang diciptakan para ilmuwan tidak semua baik untuk kita. Terkadang adapula yang menggunakan bahan–bahan berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar. Beberapa dari mereka ada yang menyalahgunakan hasil penelitian tersebut. Sesungguhnya Allah melarang kita membuat pengrusakan di bumi, seperti dalam firman-Nya dalam (Q.S. Al-A’raf : 56). Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang–orang yang berbuat baik.” Kita sebagai manusia, tak lepas dari tanggung jawab kita sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana kita ditugaskan untuk menjaga bumi dan seluruh isinya agar tetap asri. Ada alasan mengapa Allah menciptakan kita sebagai khalifah dibumi ini?!!, yaitu karena manusia memiliki akal untuk berfikir dan mengenali lingkungannya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan malaikat pun pernah protes lantaran adam memiliki jabatan sebagai khalifah. Seperti yang dikatakan Allah dalam firman-Nya Q.S. AlBaqarah : 34.Artinya: “Dan ingatlah tatkala kami berkata kepada malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam! Maka sujudlah mereka, kecuali iblis dimuka bumi ini jika dibandingkan dengan malaikat yang kita ketahui sebagai makhluk yang maksum dari dosa. Bisa disimpulkan bahwa untuk menjadi khalifah tidak hanya bertasbih menyebut asma-Nya tapi juga kemampuannya dalam mengenali lingkungannya dan berfikir. Ini adkita bersyukur dan mampu memanfaatkannya dengan baik.

B. Rumusan Masalah Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah hakikat pendidikan islam sebagai disiplin ilmu? 2. Bagaimanakah perkembangan sains dan teknologi, serta karakteristik dan sumbernya? 3. Apa sajakah disiplin ilmu yang dipelajari oleh agama islam?

C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Menjelaskan hakikat islam sebagai disiplin ilmu 2. Menjelaskan perkembangan sains dan teknologi, serta karakteristik dan sumbernya 3. Menjelaskan berbagai disiplin ilmu yang di pelajari oleh agama islam Manfaat: Penyusunan makalah pengamatan ini untuk kepentingan teoritis, yaitu untuk menambah khazanah keilmuan tentang disiplin ilmu dalam islam sehingga dapat mewarnai menambah pengetahuan mahasiswa, serta diharapkan dapat memberi informasi tambahan atau pembanding bagi peneliti lain dengan masalah sejenis. Manfaat penyusunan makalah pengamatan ini adalah untuk kepentingan praktis, yaitu kontribusi terhadap pemikiran Islam serta menghadirkan Islam secara lebih komprehensif..

BAB II

DISIPLIN ILMU DALAM ISLAM A. Hakikat Islam Sebagai Disiplin Ilmu Sebelum membahas menganai hakikat pendidikan Islam sebagai disiplin Ilmu, terlebih dahulu kita bahas arti pendidikan dalam syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan. Karena dari pembahasan ini akan muncul adanya benang merah antara pendidikan, maupun pendidikan Islam dengan ilmu pengetahuan. 1. Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek. 2. Menurut Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, makaharuslah ilmu itu mempunyai persoalan, mampunyai masalah yang akandibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut.Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu: a. Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. b. Obyek formal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Deri segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya,mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda. Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa manusia itu. Sedangkan, obyek formal dari ilmu biologi manusia adalah keadaan atau kehidupan dari tubuh manusia itu. Ilmu pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok(Ibid, hal. 122 Abu Ahmadi, opcit hal. 80) yaitu: 1.Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek formal). 2.Suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan metode-metode tertentu yangsesuai. 3.Suatu ilmu pengetahuan harus mengggunakan sistematika tertentu. Disamping ketiga macam syarat tersebut, maka dapat diajakukan syarat-syarat tambahan bagi suatu ilmu pengetahuan ialah antara lain: 1.Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai dinamika, artinya ilmu pengetahuanharus senantiasa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kesempurnaan diri.

2.Suatu ilmu pengetahuan harus praktis, artinya ilmu pengetahuan harus bergunaatau dapat dipraktekkan untuk kehidupan sehari-hari. 3.Suatu ilmu pengetahuan harus diabdikan untuk kesejahteraan umat manusia.Oleh kerena itu penyelidikan-penyelidikan suatu ilmu pengetahuan yangmempunyai akibat kehancuran bagi manusia selalu mendapat tantangan-tantanan dan kutukan. Ilmu pendidikan Islam itu telah memenuhi syarat-syaratnya untuk menjadi suatu ilmu pengetahuan, dimulai dari obyeknya, metodenya, dan sistematikanya. 1. Obyek, dalam ilmu pendidikan Islam obyek materialnya yaitu peserta didik (manusia). Sedangkan obyek formalnya yaitu problema-problem yang menyangkut apa, siapa, mengapa yang berhubungan dengan usaha membawa peserta didik kepada tujuan. Dengan kata lain, obyek formal dari ilmu pengetahuan Islam adalah kegiatan manusia dalam usahanya membawa atau membimbing menusia lain kepada daerah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam. 2. Metode pengembangan, banyak metode-metode yang dipergunakan dalam ilmu pengetahuan Islam. Metode-metode yang digunakannya dapat dipertanggungjawabkan, dapat dikontrol, dan dapat dibuktikan kebenarannya untuk mengembangkan pendidikan Islam.Metode pengembangan yang kiranya digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode observasi, dan lain sebagainya. 3. Sistematika, mengenai sistematika pendidikan Islam dapat dapat diketahui dengan adanya penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah di dalam pendidikan Islam, ini menunjukkan bahwa penyusunan ilmu pendidikan Islam itu telah menggunakan sistematika.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan Islam telah memenuhi persyaratan-persyaratan pokok sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Untuk lebih menegaskan lagi bahwa ilmu pendidikan Islam termasuk dalam disiplin ilmu, kita melihat syarat tambahan dalam ilmu pengetahuan, yaitu: 1. Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai dinamika, artinya ilmu pengetahuanharus senantiasa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kesempurnaan diri. 2. Suatu ilmu pengetahuan harus praktis, artinya ilmu pengetahuan harus bergunaatau dapat dipraktekkan untuk kehidupan sehari-hari. 3. Suatu ilmu pengetahuan harus diabdikan untuk kesejahteraan umat manusia. Ilmu pendidikan Islam dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. ilmu pendidikan Islam, membawa peserta didik kepada tujuan yang lebih baik, maka tidaklah benar kalau ilmu ini membawa kehancuran kepada umat manusia. Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:

1. Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta didik, dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilaiIslam. 2.Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranyadigunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode observasi, dan lain sebagainya. 3.Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan adanya penggolonganpenggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah di dalam pendidikan Islam. B. Perkembangan Sains dan Teknologi, Serta Karakteristik dan Sumbernya Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. 1. Objektif, ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian. 2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. 3. Sistematis, dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk

suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. 4. Universal yaitu kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar keumuman (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula. Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap penjuru alam semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), sedangkan usahausaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam kehidupan manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and cultural sciences). Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang beriman maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan kemampuan metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat: 1. Pasti (Al-Furqan 2) 2. Tidak pernah berubah (Al-Fath 23) 3. Obyektif (Al-Anbiya’ 105) Dampak positif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut : 1. Mampu meringankan masalah yang dihadapi manusia. 2. Mengurangi pemakaian bahan – bahan alami yang semakin langka. 3. Membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat. 4. Membawa manusia kearah lebih modern. 5. Menyadarkan kita akan keesaan Allah SWT. 6. Menjawab pertanyaan yang dari dulu diajukan oleh nenek moyang kita melalui penelitian ilmiah. Sedangkan dampak negatif dari adanya Iptek adalah sebagai berikut : 1. Dengan segala sesuatunya yang semakin mudah, menyebabkan orang – orang menjadi malas berusaha sendiri. 2. Menjadi tergantung pada alat yang dihasilkan oleh IPTEK itu sendiri. 3. Melupakan keindahan alam. 4. Masyarakat lebih menyukai yang instan.

5. Dengan memanipulasi makanan yang ada, menyebabkan masyarakat kurang gizi. 6. Kekhawatiran masyarakat terhadap IPTEK yang semakin maju menyebabkan peradaban baru. Sumber ilmu pengetahuan adalah alam. Alam adalah gudang inspirasi, ide, dan motivasi untuk mengarahkan seseorang mencapai suatu peradaban yang lebih tinggi. Dalam autobiografi seorang pelaut yang terkenal di zaman dynasti China yaitu Laksamana Chengho (seorang jenderal) yang pernah melakukan pelayaran ke Afrika dan Asia menyebutkan, alam telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan kepadanya untuk melakukan penjelajahan ke dunia lain untuk menemukan hal-hal baru. Suatu ide, gagasan, dan motivasi pada awalnya bersumber dari rasa keingintahuan kita akan sesuatu hal. Rasa keingintahuan ini kemudian dirangsang oleh alam melalui akal pikiran kita sehingga timbul suatu ide, motivasi, dan semangat dalam diri. Rasa keingintahuan inilah yang mendasari untuk berkembangnya ilmu dan pengetahuan. B. Akal dan Wahyu dalam Islam Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhlukmakhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Materi “aql” dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali, kecuali satu, semuanya datang dalam bentuk kata kerja seperti dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali dan ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja a’qala, na’qilu dan ya’qilu masing-masing satu kali (Qardawi, 1998: 19). Pengertian akal dapat dijumpai dalam penjelasan ibnu Taimiyah (2001: 18). Lafadz akal adalah lafadz yang mujmal (bermakna ganda) sebab lafadz akal mencakup tentang cara berfikir yang benar dan mencakup pula tentang cara berfikir yang salah. Adapun cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan dalam syar’a. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga menyinggung mengenai kesesuaian nash al-Qur’an dengan akal, jika ada pemikiran yang bertentangna dengan akal maka akal tersebutlah yang salah karena mengikuti cara berpikir yang salah. 1. Definisi Akal

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua pengertian di atas, yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan menurut kamus, yakni daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata akal. Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa, jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ‘Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu. Syaikh Al Albani berkata, “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.” Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany berkata, ”akal ada dua macam yaitu : thabi’i dan diusahakan. Yang thabi’i adalah yang datang bersamaan dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa bila senang, dan menangis bila tidak senang. Kemudian seorang anak akan mendapat tambahan akal di fase kehidupannya hingga usia 40 tahun. Saat itulah sempurna akalnya, kemudian sesudah itu berkurang akalnya sampai ada yang menjadi pikun. Tambahan ini adalah akal yang diusahakan. Adapun ilmu maka setiap hari juga bertambah, batas akhir menuntut ilmu adalah batas akhir umur manusia, maka seorang manusia akan selalu butuh kepada tambahan ilmu selama masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh tambahan akal jika sudah sampai puncaknya. Hal ini menunjukan bahwa akal lebih lemah dibanding ilmu, dan bahwasanya agama tidak bisa dijangkau dengan akal, tetapi agama dijangkau dengan ilmu. 2. Pemuliaan Islam Terhadap Akal

Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, diantara hal yang menunjukan perhatian dan penghormatan islam kepada akal adalah : 1. Islam memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam rangka mendapatkan halhal yang bermanfaat bagi kehidupannya. Islam mengarahkan kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan merenungi (tadabbur) ciptaan-ciptaan Allah dan syari’at-syari’atnya sebagaimana dalam firmanNya, Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (QS. Ar-Rum) “ Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal”, (Al Baqarah : 184), “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maak bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Jumu’ah : 9). 2. Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat istiadat dan pemikiran-pemikiran yang bathil sebagaimana dalam firman Allah, Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”, (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah : 170). 3. Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut ilmu sebagaimana dalam firman Allah, ”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”(QS. At Taubah : 122). 4. Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan menjaga akalnya, dan melarang dari segala hal yang dapat merusak akal seperti khomr, Allah berfirman, “Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maidah, 90). 3. Ruang Lingkup Akal Dalam Islam

Meskipun islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu. Maka Islam memerintahkan akal agar tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada hikmah dan sebab dari perintah itu. Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam, Iblis berkata: ”Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah..” (QS.Shaad ; 76). Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya, Rasulullah bersabda, ”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat Allah. Allah berfirman, Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhanku,dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”(QS.Al Isra’: 85). Allah menyuruh kita untuk memaksimalkan kemampuan akal yang diberikan pada kita. Salah satu cara, Ia menganjurkan pada kita untuk menuntut ilmu setinggi – tingginya demi kemajuan umat bersama. Bahkan pernah dikatakan dalam suatu hadits bahwa ada tiga peninggalan yang mampu menolong manusia untuk terhindar dari api neraka yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh. Dengan kata lain, Allah hendak mengatakan bahwa ilmu sangatlah penting untuk kita, sebagai umat islam, bukan hanya penting untuk kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan akhirat. Ilmu yang bermanfaat itu dapat kita bawa hingga ke akhirat kelak. Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 110, “Kamu adalah umat yang paling baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia; menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman kepada Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu baik untuk mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang yang jahat”. Sebenarnya umat yang menjadi pengamal wahyu Allah (Islam) memiliki identitas (ciri, sibghah) yang jelas di antaranya menguasai ilmu pengetahuan. Dalam mewujudkan

keberadaannya ditengah masyarakat mereka menjadi innovator dan memiliki daya saing serta memiliki imajinasi yang kuat disamping kreatif dan memiliki pula inisiatif serta teguh dalam prinsip (istiqamah, consern), bahkan senantiasa berfikir objektif dan mempunyai akal budi. C. Disiplin Ilmu Yang Dipelajari Dalam Islam Disiplin Ilmu Yang Dipelajari Dalam Islam, meliputi: 1. Islam untuk disiplin ilmu filsafat, merupakan suatu tinjauan tentang pendapat-pendapat ilmiah. Filsafat ilmu adalah pembandingan atau pengembangan pendapat-pendapat masa lampau terhadap pendapat-pendapat masa sekarang yang didukung dengan bukti-bukti ilmiah. Inti sari filsafat ilmu: a. b. c. d.

Kebenaran Fakta Logika Konfirmasi Fungsi filsafat ilmu:

a. Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra b. c. d. e.

dan dapt diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup. Panduan tentang ajaran moral dan etika. Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan. Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang, atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya. 2. Islam untuk disiplin ilmu hukum, sosial, dan politik Disini

hukum

berarti

ilmu

tentang

kaidah

atau

normwissenschaft

atau

sallenwissenschaft yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidahkaidah, dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum. Dalam arti ini hukum dilihatnya sebagai ilmu pengetahuan atau science yang merupakan karya manusia yang berusaha mencari kebenaran tentang sesuatu yang memiliki ciri-ciri, sistimatis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif. Ilmu sosial (Inggris:social science) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu.

Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan. Jadi islam untuk disiplin ilmu hukum, sosial, dan politik adalah sebagai pedoman untuk mengatur tata kehidupan manusia agar sesuai dengan kaidah yang ada dalam agama islam. 3. Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan kesehatan Hubungan kedokteran dengan islam sangat erat, mungkin kita sering melupakan itu, banyak juga cara pengobatan yang luar biasa yang di ajarkan islam dan terkait sekali dengan ilmu kedokteran, contoh orang yang sakit di rumah sakit , terbaring, saraf-sarafnya yang kaku, saat di bacakan ayat suci al qur'an maka saraf sarafnya akan kembali aktif melalui pendengarannya yang mendengarkan bacaan al qur'an, begitu luar biasanya al qur'an yang hanya di bacakan langsung bisa menjadi pengobatan, hal hal seperti ini seharusnya juga disadari para dokter muslim, alangkah baik dan indahnya apabila semua dokter bekerja dengan berlandaskan islam, sehingga setiap apa yang dilakukannya, setiap yang di putuskannya tidak merugikan orang lain, contoh kasus seorang dokter yang tidak mau melakukan operasi kepada pasien yang belum menyelesaikan adminitrasi, ini sering sekali terjadi sehingga merenggut nyawa si pasien, mungkin ini lah yang dikatakan sudah jauh dari pedoman hidup kita yaitu Al qur'an, saya yakin mereka yang berpedoman kepada Al qur'an tidak akan melakukan hal seperti itu . Untuk lebih memperjelas bagaimana hubungan erat antara ilmu kedokteran dengan islam. Menurut al-Qayyim, dia seorang dokter wajib berlaku sesuai dengan duapuluh hal. Perlu dicatat bahwa butir ke 20 merupakan enam prinsip pengobatan yang menentukan apakah dia seorang dokter atau tidak. 1. Pertama melakukan diagnosa mengenai jenis penyakit. 2. Mencari penyebab yang ada dibalik penyakit tersebut. 3. Memeriksa pasien untuk menentukan kalau-kalau tubuhnya mampu mengatasi penyakit atau keadaannya lebih lemah disbanding penyakitnya 4. Memeriksa pasien, perilaku dan kondisinya 5. Meneliti peruzat-peruzat kondisi pasien 6. Mencari tahu umur pasien

7. Meneliti kebiasaannya dan apa yang terbiasa baginya 8. Mengingat pengaruh musim 9. Memasukkan kedalam pertimbangan tempat asal si pasien 10. Mempertimbangkan kondisi atmosfir pada saat dia terserang penyakit 11. mencari obat yang tepat dan sesuai 12. Meneliti keefektifan dan ukuran banyaknya obat 13. Dokter tidak saja bertujuan menyembuhkan penyakit, tetapi juga mencegah apa-apa yang lebih berat menjadi terjadi. 14. Memilih dan memberi resep dengan obat yang paling sederhana untuk pengobatan, itu dibenarkan. 15. Dokter meneliti apakah penyakitnya dapat di obati atau tidak. 16. Dokter tersebut tidak boleh mengeluarkan dulu zat-zat busuk (beracun) sebelum menjadi stabil dan matang 17. Dokter harus sangat luas pengetahuannya mengenai berbagai penyakit jantung dan jiwa serta cara-cara untuk mengobati penyakit-penyakit semacam itu. 18. Bersikap lembut dan sabar kepada orang sakit, seperti seorang yang lapang dada dan lembut kepada anak kecil. 19. Dokter harus menggunakan berbagai jenis obat biasa dan obat batin, sekalian dengan menggunakan mata hatinya. 20. Dokter harus membuat pengobatannya berkisar disekitar enam prinsip utama, yang merupakan landasan dari profesinya. Pertama, dokter harus memelihara kesehatan. Kedua, dia harus berupaya dan mengembalikan kesehatan yang hilang. Ketiga, dokter harus menyembuhkan penyakit. Keempat, setidaknya mengurangi beratnya penyakit. Kelima, dokter harus mengabaikan mudarat yang lebih kecil dan mengobati yang lebih besar. Keenam, dokter harus mengabaikan manfaat yang lebih kecil untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. Ilmu pengetahuan kedokteran berkisar di sekitar enam prinsip dasar ini, dan dokter yang tidak berpegang kepada yang enam ini bukanlah dokter. Allah-lah yang Maha Mengetahui. Ringkasnya: seorang dokter harus kompeten (butir 17). Ia dituntut untuk mampu membuat diagnosa dan penyebabnya (butir 1-2). ia harus melihat pasiennya secara holistik. Ia bukan hanya mengobati jasmani tetapi juga rohani (butir 3 – 10). Ia harus berempati, memahami penderitaan pasien (butir 18-19). Dan akhirnya ia harus mengobati pasien dengan efektif dan efisien (butir 11-16). 4. Islam untuk disiplin ilmu gizi

Allah berfirman yang artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (QS. 5:8) Selanjutnya makanan yang thayyib artinya yang baik, tentunya dari segi ilmu makanan/gizi yaitu makanan yang cukup mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kita mengenal pola makanan 4 sehat 5 sempurna, yang terdiri dari: a. Makanan pokok (nasi/jagung/ketela/sagu/roti/gandum dll) b. Lauk (ikan/daging/telur/tahu/tempe dll) c. Sayur (daun ketela/daun pepaya/kembang turi/buah nangka muda dli) d. Buah (pisang/pepaya/jeruk/duku/jambu/nangka dll) e. Susu Jenis makanan yang diperintahkan Allah sebagaimana ayat-ayat di atas telah mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh sel-sel tubuh kita seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Dengan memakan makanan yang memenuhi unsur gizi ini (thayyib) diharapkan tubuh akan berada dalam keadaan yang optimal sehingga daya pertahanan tubuh menjadi maksimal dalam menolak segala macam penyakit seperti penyakit infeksi (Tifus, TBC, Demam Berdarah, Desentri, Hepatitis dll), Penyakit Alergi (Asma, Gatal-gatal, Pilek dll), Penyakit Degenerasi (Diabetes, Jantung koroner, Stroke, Alzeimer dll), dan Penyakit Keganasan / Kanker (Payudara, Paru, Hati, Prostat dIl). 5. Islam untuk disiplin ilmu pengetahuan alam dan teknologi Islam adalah agama yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam hal pengkajian berbagai fenomena alam. Beberapa ilmuwan Muslim yang telah mengukir namanya dalam sejarah Ilmu Pengetahuan Alam adalah merupakan bukti tentang bagaimana Islam sebagai agama universal yang sangat konsen dengan pengembangan ilmu pengetahuan dari zaman ke zaman. Agama Islam telah memberi pilihan dan panduan kepada manusia tentang jalan hidup yang akan dilaluinya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia akan lebih bijaksana untuk menentukan pilihan-pilihan hidup. Nabi Muhammad SAW (Salallahu ‘Alaihi Wassalam) mengatakan bahwa “Ilmu tanpa iman bencana, iman tanpa ilmu gelap”. Dengan demikian harus dilakukan pengkajian fenomena alam dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan alam dalam konteks mempertebal iman, takwa, da sikap rohaniyah kepada Tuhan dengan berpijak pada sejarah bagaimana kejayaan Islam dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan sejak zaman pertengahan hingga sekarang adalah merupakan kesinambungan dan perubahan.

a.

Menurut ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan. Teknologi bagai pisau bermata dua. Memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif nya dapat memberi kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia, sedangkan dampak negatif nya adanya ketimpangan dalam kehidupan manusia yang dapat menimbulkan kehancuran alam semesta. 6. Islam untuk disiplin ilmu ekonomi Ilmu ekonomi berhubungan dengan soal bagaimana suatu barang atau jasa diproduksi, misalnya teknik industri, manajemen atau pengembangan sumberdaya baru. Islam tidak mengatur secara khusus tentang ilmu ekonomi. Pilar Sistem Ekonomi Islam (SEI) meliputi:

a. konsep kepemilikan; b. pengelolaan kepemilikan; c. distribusi kekayaan di antara individu. Islam mengatur sedemikian rupa kepemilikan yang memungkinkan individu untuk memuaskan kebutuhannya seraya tetap menjaga hak-hak masyarakat. Islam membagi kepemilikan menjadi 3: milik pribadi; milik umum; milik negara. 7. Islam untuk disiplin ilmu pertanian Mengkaitkan teknologi pertanian dan Islam bagi kami tidaklah hal yang mudah. Hal ini disebabkan teknologi Pertanian merupakan ilmu pengetahuan terapan sebagai cabang dari ilmu pertanian. Dalam Al Qur’an perihal pertanian banyak dibicarakan mulai dari macam tumbuhan hingga zakat yang harus dikeluarkan. Teknologi pertanian sendiri diartikan sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam rangka pendayagunaan sumber daya alam (pertanian) untuk kesejahteraan manusia. 8. Islam untuk disiplin ilmu pendidikan Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori, tetapi isi lain juga ada ialah : 1. Teori. 2. Penjelasan tentang teori itu. 3. Data yang mendukung tentang penjelasan itu. 9. Islam untuk disiplin ilmu sosiologi

Sebagai agama yang universal, ajaran Islam bersifat komprehensip dan global dalam memberikan tuntunan kepada ummat manusia. Universalitas Islam menunjukkan bahwa ajaran Islam berlaku universal, untuk seluruh umat manusia di segala penjuru dunia sepanjang zaman. Universalitas Islam memberikan peluang terbuka kepada umat Islam untuk beradaptasi di segala bidang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang terus berkembang, sehingga ajaran Islam tidak pernah usang di makan zaman, tetap aktual ditawarkan kepada segenap umat manusia di manapun dan kapanpun waktunya. Hampir sebagian besar ayat-ayat al-Quran mengandung makna global, sehingga ajaran Islam selalu aktual menghadapi arus globalisasi sekalipun-yang sekarang ini banyak dibanggakan orang. Ajaran fundamental Islam yang terangkum dalam rukun Islam dan rukun Iman banyak berimplikasi sosial. Syahadat misalnya, dalam konteks sosial, pernyataan pengakuan sangat diperlukan: saksikanlah bahwa saya seorang muslim, minimal untuk menunjukkan kepada kelompok masyarakat yang bermaksud mengajak berbuat dosa, melakukan perbuatan maksiat atau menyimpang dari ajaran Islam, agar tidak memaksakan kehendaknya mendukung perbuatan dosanya. Inilah prinsip hidup bermasyarakat secara islami, saling membantu dan menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, bkan dalam maksiat dan dosa. 10. Islam untuk disiplin ilmu sejarah Sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu yang sistematis pertama kali disusun oleh umat Islam. Merekalah yang pertama kali memandang sejarah sebagai sumber ibrah dan pelajaran, untuk mengenal perjalanan waktu dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Perspektif seperti ini diajarkan kepada mereka oleh al-Qur'an dan Nabi Besar Muhammad Saw.

Al-Qur'an mengajarkan kepada umat Islam dasar dan metodelogi perjalanan sejarah dan menetapkannya sebagai kisah perjalanan yang tersusun rapi dengan berbagai ibrah dan pelajaran kehidupan. Kitab suci ini membawakan kisah-kisah yang juga disinggung dalam kitab-kitab suci sebelumnya yang terkadang dengan lebih rinci dan terkadang pula secara ringkas.

BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi persyaratan ilmu pengetahuan yaitu: a. Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta didik. b. Pendidikan Islam mempunyai metode. c. Pendidikan Islam mempunyai sistematika. 2. Perkembangan Sains dan Teknologi, Serta Karakteristik dan Sumbernya mempunyai dampak positif dan negatif bagi agama islam.

3. Ada sebelas hal yang dipelajari dalam disiplin ilmu menurut islam yaitu: dalam bidang ilmu filsafat, ilmu hukum sosial politik, ilmu kedokteran dan kesehatan, ilmu gizi, ilmu pengetahuan alam dan teknologi, ilmu ekonomi, ilmu pertanian, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, dan ilmu sejarah. Saran 1. Menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena keduanya merupakan 2.

sumber ilmu yang paling utama. Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi umat

manusia. 3. Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA Ravertz, Jerome R. 2007. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Ali, Mohammad Daud. 1988. Pendidikan Agama Islam. Cetakan Pertama. Jakarta: Rajawali Press. http://prabugomong.wordpress.com/2010/09/18/pengertian-ilmu-hukum-dan-pengantar-ilmuhukum/a/jangka waktu tertentu http://www.berryhs.com/2011/11/hubungan-ilmu-kedokteran-dengan-islam.html http://www.hizbut-tahrir.or.id/, Ekonomi Islam: Mensejahterakan Seluruh Rakyat, Juni 2011 http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-manajemen/599-pertaniandalam-islam http://udhiexz.wordpress.com/2008/04/12/ilmu-pendidikan-dalam-perspektif-islam/

Pengertian Disiplin Ilmu Menurut Para Ahli Ilmu merupakan satu hal yang sangat penting dalam proses perkembangan kehidupan manusia. Bayangkan saja jika manusia tidak mengenal ilmu, tentu saja peradaban manusia tidak akan seperti yang nampak saat ini. Kemajuan bidang tehnologi, pangan, ekonomi, pembangunan, kesehatan, dan sebagainya dapat berkembang karena adanya ilmu. Masingmasing bidang diolah dan dikembangkan sesuai dengan disiplin ilmu yang berkaitan. Misalnya untuk mengolah bidang ekonomi dan mengembangkannya, manusia membutuhkan disiplin ilmu ekonomi mikro,ekonomi makro, dll. Menurut Shapere, pada dasarnya konsep mengenai ilmu itu mencakup 3 hal penting yaitu dapat disistematisasi, dapat digeneralkan, dan rasional. Lain halnya dengan Schulz, ia menyatakan bahwa ilmu merupakan interpretasi dari hal yang subjektif dengan konsistensi terhadap realita sosial yang ada. Sedangkan menurut Nazir, ilmu merupakan sesuatu yang sistematis, dapat untuk menyimpulkan dalil tertentu dari kaidah umum, dan juga merupakan pengetahuan yang sifatnya umum. Artinya, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang dapat dikembangkan oleh manusia melalui berbagai pendekatan dan metode. Dalam ilmu, ada berbagai cabang ilmu yang berada di dalamnya. Cabang ilmu ini dikembangkan sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing.

Pengertian Disiplin Ilmu Menurut Para Ahli Ada beberapa syarat agar suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu, yaitu: 

Adanya suatu obyek yang diamati atau diteliti

Obyek yang akan diamati dapat berupa objek manusia maupun yang berkaitan dengan alam. Lorens mengatakan bahwa ada dua jenis obyek, yaitu obyek material dan formal. Yang menunjukkan suatu ilmu adalah obyek formalnya, sedangkan obyek materialnya dapat dikaji dengan disiplin ilmu yang lain. 

Adanya suatu metode

Untuk mendapatkan sebuah ilmu dibutuhkan suatu pendekatan atau metode. Metode inisering dikenal dengan istilah metode ilmiah. Almack menyatakan bahwa metode ilmiah merupakan suatu cara untuk menerapkan prinsip logis pada penemuan pengesahan, serta penjelasan kebenaran. 

Pokok permasalahan

Ilmu menunjukkan adanya suatu pokok bahasan atau permasalahan yang dikaji. Berbagai disiplin ilmu yang ada dalam setiap cabang ilmu akan sangat membantu manusia dalam memperlajari fenomena alam, manusia, serta mehkluk hidup lainnya. Bahkan manusia juga bisa mempelajari berbagai benda mati yang memiliki siklus tertentu. Melalui berbagai disiplin ilmu, manusia dapat mengembangkan kualitas hidup mereka. Itulah mengapa ilmu sangat penting bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses mengupayakan perbaikan kualitas menuju pada tingkat produktivitas yang lebih tinggi, tidak jarang mengalami hambatan kesulitan pemilihan alternatif metode, peralatan dan masukan berbagai informasi yang dapat berpotensi mengaburkan arah tujuan. Evaluasi kemajuan usaha perlu sering dilakukan untuk menghindari deviasi yang berkelanjutan agar tidak terjadi mis-orientasi pencapaian yang sudah diprogramkan serta tertampungnya kreatifitas dan inovasi baru dalam ‘continous improvement’. Ilmu pengetahuan bersifat solutif, dengannya apa yang diamalkan akan memiliki arah yang lebih jelas, terukur dan secara sistimatis memfasilitasi kemungkinan dampak berlipat (‘multiplier effect’) atas output yang dihasilkannya. Ciri akseleratif dan akomodatif yang dimilikinya mendorong pengguna ilmu untuk senantiasa mencari kemungkinan-kemungkinan baru dan menemukan alternatif metode yang berdampak pada penemuan-penemuan teknologi baru, desain informasi dan network-interactive yang lebih effisien serta peningkatan kapasitas melayani keinginan dan kebutuhan yang selalu berubahubah. Pada saat sekarang ini, mekanisme logika, hukum sebab-akibat, asumsi dan perencanaan yang didukung peralatan komputer dan telekomunikasi menjadi lebih familiar dan tidak terpisahkan dari berbagai macam aktivitas sehari-hari. Pengertian knowledge lebih cenderung pada makna Ilmu Amaliah – Amal Ilmiah, karena pada keduanya terliput hal-hal yang berhubungan dengan fakta, informasi, pemahaman (understanding) dan ketrampilan (skill) yang dimiliki seseorang melalui pengalaman dan pendidikan. Keduanya bertanggung jawab atas penyebaran atau sharing pada yang lain, serta mutu kualitas input dan output yang terlibat dan sebagai konsekwensi dari penerapannya. B. Batasan Masalah Agar masalah tidak keluar dari pembahasan maka kami membuat batasan masalah dalam makalah ini adalah ilmu amaliah, amal ilmiah beserta akhlatul kharimah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, kami merumuskan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah penjelasan mengenai ilmu amaliah,amal ilmiah beserta akhlatul kharimah. BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang dapat diuraikan dalam makalah ini yaitu : Amal merupakan konsekuensi dari ilmu. Untuk itu, setiap ilmu harus aplikatif, dan setiap amal harus ilmiah. Ilmu harus profesional, dan profesionalisme harus ilmiah. Sufyan Ats-Tsauri berkata : "Ilmu itu dipelajari agar dengannya seseorang bisa bertakwa kepada Allah" (Al-Hilyah : 6/362).Maka tujuan dari mempelajari ilmu adalah untuk beramal dengannya dan bersungguh-sunggguh dalam menerapkannya. Dan ini terdapat pada orang-orang yang berakal, yang dikehendaki Allah Ta'ala bagi

mereka kebaikan hidup di dunia dan akhirat.Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abi Barzah Al Aslami, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallamKedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, tentang ilmunya dalam hal apa ia kerjakan dengannya, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya dalam hal apa ia gunakan". Dalam riwayat Thabrani dan Al-Bazzar dengan lafadz : "... dan tentang ilmunya apa yang diamalkannya dari ilmu tersebut". bersabda : " Abu Darda radhiyallohu anhu berkata : "Engkau tidak akan menjadi alim sampai engkau berilmu, dan engkau dengan ilmu tadi tidak akan menjadi alim sampai engkau mengamalkannya". Abu Darda radhiyallohu anhu juga berkata : "Sesungguhnya hal pertama yang akan ditanyakan Robbku di hari kiamat yang paling aku takuti adalah tatkala Dia berkata : ‘Engkau telah berilmu, maka apa yang telah kamu amalkan dari ilmumu itu?". Abu Hurairoh radhiyallohu anhu berkata : "Perumpamaan ilmu yang tidak diamalkan bagaikan harta simpanan yang tidak dinfakkan di jalan Alloh Ta'ala". Az-Zuhri berkata : "Orang-orang tidak akan menerima ucapan seorang alim yang tidak beramal, dan tidak pula orang beramal yang tidak berilmu". Abu Qilabah berkata : "Jika Alloh menjadikanmu berilmu maka jadikanlah ilmu itu sebagai ibadah kepada Alloh, dan janganlah kamu hanya berorientasi untuk menyampaikannya kepada orang lain (tanpa mengamalkannya)". Abdullah bin Al Mu'taz berkata : "Ilmu seorang munafiq pada lidahnya, sedang ilmu seorang mukmin pada amalannya". Amal adalah pendorong untuk tetap menjaga dan memperkokoh ilmu dalam sanubari para penuntut ilmu, dan ketiadaan amal merupakan pendorong hilangnya ilmu dan mewariskan kelupaan. Asy Sya'bi berkata : "Kami dahulu meminta bantuan dalam mencari hadits dengan berpuasa, dan kami dahulu meminta bantuan untuk menghapal hadits dengan mengamalkannya". As Sulamiy berkata : "Telah memberi kabar kepada kami dari orang-orang yang mengajari Al-Qur'an kepada kami, bahwa mereka (para shahabat Nabi) dahulu belajar Al-Qur'an dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam dimana mereka apabila mempelajari sepuluh ayat mereka tidak akan beranjak ke ayat berikutnya sampai mereka mengamalkan kandungannya". Sesungguhnya orang yang bodoh kelak di hari kiamat akan ditanya kenapa ia tidak belajar (mencari ilmu), sedangkan orang yang berilmu akan ditanya apa yang telah diamalkan dengan ilmunya. Jika ia meninggalkan amal, maka ilmunya akan berbalik menjadi hujjah bagi dirinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : "Pada hari kiamat nanti, seseorang akan digiring kemudian dilemparkan ke dalam api neraka sampai isi perutnya terburai keluar. Kemudian penghuni neraka bertanya kepadanya : ‘Bukankah kamu dahulu menyerukan kebajikan dan melarang kemungkaran?' Ia menjawab : ‘Saya dahulu menganjurkan kebaikan tapi saya

sendiri tidak melakukannya, dan saya melarang kemungkaran tapi saya sendiri mengerjakannya'."(HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda : "Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia dan melupakan dirinya, seperti lilin yang menerangi manusia tetapi membakar dirinya sendiri". (HR. Thabrani).

B. Landasan Teori amal menjadi amal yang ilmiah, ilmu menjadi ilmu yang amaliah. Disitulah bisa ditemui hikmah dan kebajikan yang banyak. semakin banyak yang diketahui semakin sadar tentang kebodohan karena ilmu tiadalah bertepi. Ilmu sumbernya dari akal, iman sumbernya dari hati. Iman menunjukan tujuan, ilmu menuntun dan mengukuhkan langkah, mempercepat langkah kita kepada tujuan. Ada yang menggambarkan ilmu itu seperti air telagga yang jernih tetapi tidak jarang mengeruhkan pemiliknya, iman bagi air bah yang suaranya gemuruh tetapi selalu melahirkan ketenangan bagi pemiliknya. Ilmu tanpa iman bagi petaka. Ilmu adalah hiasan lahir dan iman hiasan bathinnya. Ilmu menghindarkan kita dari petaka duniawi, iman menghindarkan kita dari petaka ukrawi. Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran. Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah. C. Analisis Masalah Akhlakul karimah yang patut kita puji dan tiru antara lain : 1. Sifat yang wajib bagi rasul seperti siddiq, amanah, tabligh, dan fahtanah: jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw. 2. Integritas. Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi tujuannya. 3. kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting 4. Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah

penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan. 5. kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan. 6. tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang miskin. 7. visioner futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah seorang pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (sustainable). 8. menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasul Saw. benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin tidak mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Akhlak Rasul yang seperti ini patutlah kita tiru dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Rasul sangat mencintai Allah dan Allah lebih mencintai beliau karena sesungguhnya siapa yang mencintai Allah maka Allah lebih mencintainya. Dan apabila orang yang dekat kepada Allah, Allah selalu memudahkan segala urusannya. Allah Maha Pemberi apa yang dibutuhkan semua umatNya. Allah tidak pernah merasa rugi apabila Ia memberi kepada umatNya meskipun umatNya tidak pernah mengingatnya ataupun bersyukur terhadapNya. Allah Maha Pemberi Maaf bagi umatNya yang mau berubah.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Aqidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah. Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, sebagimana tertuang dalam salah satu hadits Rasulullah saw yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) Berdasarkan hadits di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia. “dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiyaa: 107 Ayat ini dikaitkan dengan hadits yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) menyiratkan satu isyarat bahwa Rasulullah saw diutus untuk akhlak manusia yang merupakan kunci untuk mendapatkan rahmat Allah swt. Akhlak mulia menjadi salah satu perintah vital di dalam Al Quran yang dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah saw. ‘Aisyah ra. ditanya mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab “Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran”. (HR. Muslim)

Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial yang tenteram tanpa gontok-gontokan. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56 B. Implikasi Berdasarkan ilmu yang didapat kita melaksanakan amal sholat, amal sholat yang selalu dilakukan dengan benar dan khusyuk membentuk muslim yang berakhlak baik atau berakhlakul karimah. Muslim yang berakhlak baik adalah muslim yang ihsan Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifat. Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla. Kondiri terbaik adalah mereka yang berma’rifat atau mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh) ‫لخحلسلانن لقلالل ألخن لتخخلش ى انلل لكلأنلك لتلرانه لفلإنلك إلخن لل لتنكخن لتلرانه لفلإننه ليلرالك‬ ‫لقلالل ليلا لرنسلولل انلل لملا ا خ ل‬ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati (bermakrifat)” Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman (bermakrifat)” Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

C. Rekomendasi Rekomendasi dalam makalah ini yaitu : 1. Peneran akhlatul kharimah seperti rasulullah diaplikasikan dalam kehidupan seharihari yang dimana zaman sekarang sangat kurang yang mengaplikasikannya. 2. Lebih mengedepankan ilmu beserta pengamalannya secara langsung. 3. Dan selalu berdasarkan hadist-hadist yang telah ada sehigga penerapannya begitu dimaknai.

DAFTAR PUSTAKA file:///C:/Documents%20and%20Settings/User/My %20Documents/Downloads/Akhlakul%20Karimah%20Rasulullah%20%C2%AB %20Ugaul%27s%20Blog.htm

Permulaan Munculnya Disiplin Ilmu Dalam Islam Permulaan Munculnya Disiplin Ilmu Dalam Islam Saat ini kita ketahui bahwa ilmu islam dibagi dalam beberapa bagian, sehingga seolah olah kita baru akan bisa memahami islam secara menyeluruh disaat kita menguasai dengan baik semua disipln ilmu tersebut. Kalau kita tengok ke belakang sebenarnya islam itu suatu ajaran yang sangat simple/mudah dan bisa dipahami serta dilaksanakan oleh semua kalangan masyarakat baik yang “terpelajar maupun yang kurang terpelajar selama tidak ada sebab yang menggugurkannya; misal: gila ataupun idiot”. Hal ini bisa kita lihat pada saat zaman rasulullah Muhammad saw. yang mana pengikutnya mulai dari bangsawan sampai ke budak belian, dari orang kota sampai orang pedalaman. Dan pada saat itu tidak ada pembagian ilmu dalam mempelajari islam. Kita   semua   pasti   sudah   memahami   bahwa   ajaran   islam   itu   bersumber   dari   wahyu   Allah   yang diturunkan/disampaikan kepada Rasulullah Muhammad saw. yang kemudian disebarluaskan oleh beliau kepada seluruh umat manusia beserta dengan penjelasan pelaksanaannya. Pada saat itu sumber ilmu islam adalah terpusat pada Rasulullah Muhammad saw (bapak ilmu islam). Adalah fakta bahwa dahulu ketika turun wahyu kepada Rasul, maka rasulpun menyampaikan kepada para sahabat disertai dengan penjelasan pelaksanaannya   dan   apabila   sahabat   tidak   mengerti   atau   ada   sesuatu   yang   mengganjal   pada   perintah tersebut maka para sahabat tidak segan segan menanyakannya secara detail apa yang menjadi ganjalannya yang kemudian oleh rasul dijelaskan kembali ataupun ada jawaban langsung dari Allah yang berupa wahyu yang lainnya. Pada kemudian hari snapshot – snapshot peristiwa penjelasan Rasulullah tentang wahyu baik tentang artinya maupun penjelasan pelaksanaannya ini dibakukan dan dijadikan pedoman (tentunya setelah melalui penelitian kebenarannya) sebagai ilmu tafsir maupun masuk dalam ilmu hadits. 

Perkembangan Disiplin Ilmu pasca wafatnya Rasulullah Muhammad saw  Umat islam pada zaman Abu bakar ra merupakan umat yang menjunjung tinggi persatuan, jarang sekali muncul   masalah   pada   masa   itu   walaupun   ada   beberapa   masalah   yang   muncul   seperti   pemberontak mengenai pembayaran zakat, itupun tidak berlangsung lama karena sang khalifah segera tanggap dengan hal ini, keadaan yang relatif kondusif pada saat itu berlangsung cukup lama sampai ketika Abu bakar ra dipanggil oleh sang khalik. Pada fase selanjutnya jabatan khalifah dipangku oleh Umar bin Khattab ra. Pada masa  ini islam melakukan  ekspansi teritorial yang signifikan  hingga meliputi wilayah timur dan barat. Dengan perkembangan yang begitu pesatnya, musuh­musuh umat islam dari kaumYahudi, Nasrani dan Imperium Romawi berusaha untuk membunuh khalifah Umar bin Khattab ra, berawal dari itu umat

islam mulai terpecah maka masuklah fitnah kedalam umat islam. Setelah wafatnya khalifah Umar bin Khattab ra, jabatan prestisius tersebut dilimpahkan kepada sahabat Ustman bin affan ra. Tidak berselang lama setelah wafatnya khalifah ustman pada tahun 35 H pecahlah perang Jamal pada tahun 36 H dan perang Shiffin tepat satu tahun setelah tragedi Jamal. Dimulai ketika khalifah Ali bin abi thalib ra lengser dari jabatan khalifah, munculah aliran dalam islam untuk pertama kalinya yaitu kelompok Syiah, mereka berpendapat kalau merekalah yang paling berhak memangku jabatan khalifah setelah Ali ra wafat.  Pada   mulanya  ,   kondisi   tidak   jauh  berbeda  dengan  masa   Nabi,   namun  separuh  akhir   masa  Khulafaur Rasyidin , sebahagian aqidah (Ilmu Tauhid), mulai dibicarakan, seperti ; taqdir, penetapan siapakah yang kafir dan yang bukan, akibat dari Tahkim ( 37 H) antara ; Ali, Muawiyah , Amru bin Ash dan Abu Musa al­Asy’ari , yang memicu timbulnya kelompok Syi’ah , yang sangat mencintai Ali, lalu ditentang Khawarij pimpinan   al­Asya’ts   ibnu   Qais   al­Qindi,   sehingga   muncul   pula   kaum   netral   Murjiah   yang   tidak menghukum kafir orang mukmin yang berdosa besar, dipelopori sebahagian sahabat Ghailan ad­Dimsyiqi. Lalu muncul faham Qadariyah; manusialah yang menentukan nasibnya , yang dipelopori oleh Ma’bad al­ Jauhani dan Ghailan ad­Dimsyiqi. Disusul faham Jabariyah , yang dipelopori oleh Jahm bin Safwan dan Ja’ad bin Dirham,dengan faham serba tuhan. Kedua faham ini (Qadariyah dan Jabbariyah ), terus tumbuh dan dianut sebahagian umat zaman itu (38H–139H).

Perkembangan Disiplin Ilmu Masa Bani Umayah (41 H s/d 131 H ) Pada masa ini , muncul pula faham Mu’tazilah yang diilhami dari faham Qadariyah terdahulu, yang tidak mengakui adanya Sifat Ma’âni Tuhan dan dengan konsepnya “manzilah baina manzilatain “ ada tempat diantara surga dan neraka bagi orang mukmin yang berdosa besar. Faham ini berjalan pada ( 80 H s/d 324 H), dengan memupuk “Ilmu Kalam” sebagai disiplin ilmunya, sejak Wasil bin Atha’( w 131 H) dengan kawannya, Umar bin Ubaid ( w 145 H ). memisahkan diri dari gurunya Hasan Basri ( w 110 H ), Oleh karena itu, maka diperkirakan gerakan Mu’tazilah ini, secara terkordinir mulai tahun 120 H , setelah Hasan Basri tiada, oleh kedua tokohnya tersebut. Maka, “Ilmu Tauhid” pada masa ini, menjelma dalam bentuk “Ilmu   Kalam   “,   yang   membicarakan   kepercayaan   Islam   melalui   logika   ,   mantiq   dan   falsafat   secara mendetail   dan   mendalam   disamping   dalil­dalil   naqli   yang   mereka   terima.   Adapun   kemudian  Ilmu Falsafah  membidangi   hal­hal   yang   bersifat   perenungan   spekulatif   tentang   hidup   ini   dan   lingkupnya seluas­luasnya.   Falsafah   secara   keseluruhan,   mulai   dikenal   orang­orang   Muslim   Arab   setelah   mereka menaklukkan dan kemudian bergaul dengan bangsa­bangsa yang berlatar­belakang peradaban Yunani dan dunia   pemikiran   Yunani   (Hellenisme).   Hampir   semua   daerah   menjadi   sasaran   pembebasan   (fat'h, liberation)   orang­orang   Muslim   telah   terlebih   dahulu   mengalami   Hellenisasi   (disamping   Kristenisasi). Daerah­daerah itu ialah Syria, Irak, Mesir dan Anatolia, dengan pusat­pusat Hellenisme yang giat seperti Damaskus, Atiokia, Harran, dan Aleksandria. Persia (Iran) pun, meski tidak mengalami Kristenisasi (tetap beragama Majusi atau Zoroastrianisme), juga sedikit banyak mengalami Hellenisasi, dengan Jundisapur sebagai pusat Hellenisme Persia. Ilmu Tasawuf pada masa ini juga mulai berkembang, yang mengacu pada kezuhudan dimasa Rasulullah. Yang ditandai oleh karya karya tasawuf antara lain Hasan al­Bashri ( 26 H – 110 H), beliau menulis sebuah kitab yang berjudul “Ri’ayat Huquq Alah” (Menjaga Hak­Hak Allah), Malik bin Dinar yang terkenal dengan kezuhudannya( w. 135 H ) 

Perkembangan Disiplin Ilmu Masa Bani Abbasiyah ( 132 H s/d 656 H )

Pada masa ini, “ Ilmu Tauhid “ muncul sebagai suatu disiplin Ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari Ilmu Kalam yang bukan system Tauhid Salaf, karena Ilmu Tauhid ini, berlandaskan dalil Naqli dan dalil ‘aqli, yang dasar dasarnya telah disusun oleh; Imam Hasan al­Asy’ari (w.324 H) dan Imam Mansur al­Maturidi (w 333 H ) secara rinci. Ilmu Tauhid sistem mereka inilah, yang dimasyhurkan dengan faham Ahlissunnah waljama’ah {Sunni} , karena ulama Tauhid Salafi, berakhir pada masa Abdullah Ibnu Sa’id al­Kalabi, Abi al­Abbas al­Qalansi dan al­Haris Ibnu Asad al­Muhasibi (300 H). Ilmu Tauhid system khalaf ( al­Asy’ari dan Maturidi ), sebagai lawan salaf ini, mendapat dukungan pula dari ulama – ulama “ ahlissunnah ” , seperti ; Imam al Ghazali (w 505 H ) dan ar­Razi (w 606 H ), yang kemudian dirampungkan oleh Imam as­ Sanusi (833 H – 895 H ), dengan melalui teori sifat dua puluh dan sifat Istighna’ dengan sifat Iftiqar itu. sehingga   Ilmu   Kalam   berjalan   sendiri   ,   ilmu   Tauhid   Sunni   lain   pula.   Sedangkan   ilmu   Tauhid   Salafi mendapat pencerahan kembali, oleh Ibnu Taimiyah ( 661 H s/d 724 H ) dan didukung oleh Ibnu Qayyim , yang tetap textbook , setelah + 400 tahun diimbangi oleh Tauhid Sunni. Karena itu, masyhurlah sebagai peletak dasar–dasar Ilmu Tauhid Sunni yang disandarkan kepada dua Imam ; yaitu Abul Hasan al­Asy’ari dan Abul Mansur al­Maturidi, karena merekalah yang pertama menyusun , mengumpulkan ilmu ini dan menjelaskan   dalil­dalilnya   secara   terperinci,   yang   berdiri   sendiri   sebagai   suatu   disiplin   ilmu   diantara berbagai ilmu­ilmu agama lainnya. Selain ilmu Tauhid, Tasawuf pada masa ini berkembang pesat dan mulai disebut sebagai fase tasawuf bukan lagi fase kezuhudan, disinilah mulai timbul istilah fana`, ittihad dan hulul. Dan disempurnakan pula pada tahap ini dalam fase konsolidasi (Tasawuf Sunni). Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al­ Busthami (w.263 H.) dengan konsep ittihadnya, Abu al­Mughits al­Husain Abu Manshur al­Hallaj ( 244 – 309 H. ) yang lebih dikenal dengan al­Hallaj dengan ajaran hululnya. Abu Hamid al­Ghazali (w.505 H) atau yang lebih dikenal dengan al­Ghazali. Abdul Qadir Al­Jailani ( w. 560/561 H). Sebuah tarekat besar dinisbahkan kepada beliau yaitu Tarekat Qadiriyah. Adapun perkembangan berkaitan dengan kodifikasi Hadits dengan tingkatannya dan tinjauan detail tentang suatu masalah / hukum yang berdasar atasnya  (ilmu Fiqh dan ilmu Hadits)  sebenarnya sudah dimulai pada   masa   muawiyah   namun   baru   pada   masa   dinasti   Abbasiyah   (131­415   H   [750­974   M])   usaha penyusunan sistematik ilmu fiqh itu dan kodifikasinya berkembang menjadi seperti yang sebagian besar bertahan sampai sekarang. Pada   masa   peralihan   dari   dinasti   Umayah   ke   dinasti   Abbasiyah   itu   hidup   seorang   sarjana   fiqh   yang terkenal, Abu Hanifah (79­148 H [699­767 M]). Aliran pikiran (madzhab, school of thought) Abu Hanifah terbentuk dalam lingkungan Irak dan suasana pemerintahan Abbasiyah. Tetapi dari masa dinasti Abbasiyah itu yang paling signifikan bagi pertumbuhan ilmu fiqh, seperti juga bagi pertumbuhan ilmu­ilmu yang lain, ialah   masa  pemerintahan  Harun   al­Rasyid  (168­191  H  [786­809  M]).   Pada  masa  pemerintahannya  itu hidup seorang teman dan murid Abu Hanifah yang hebat, Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim (113­182 H [732­798 M]). Harun al­Rasyid meminta kepada Abu Yusuf untuk menulis baginya buku tentang al­kharaj (semacam sistem perpajakan) menurut hukum Islam (fiqh). Abu Yusuf memenuhinya, tetapi buku yang ditulisnya   dengan   nama   Kitab   al­Kharaj   itu   menjadi   lebih   dari   sekedar   membahas   soal   perpajakan, melainkan telah menjelma menjadi usaha penyusunan sistematik dan kodifikasi ilmu fiqh yang banyak ditiru atau dicontoh oleh ahli­ahli yang datang kemudian. Lebih jauh lagi, menyerupai jejak pemikiran al­ Awza’i dari Syria di masa Umayah tersebut di atas, Abu Yusuf dalam Kitab al­Kharaj menyajikan kembali sistem   hukum   yang   dipraktekkan   di   zaman   Umayah,   khususnya   sejak   kekhalifahan   Abd   al­Malik   ibn Marwan (64­85 H [685­705 M]), yang dalam memerintah berusaha meneladani praktek Khalifah ‘Umar ibn al­Khaththab. Oleh karena itu Kitab al­Kharaj banyak mengisahkan kembali kebijaksanaan Khalifah ‘Umar, yang agaknya juga dikagumi oleh Harun al­Rasyid sendiri. (Dalam pengantar untuk karyanya itu, Abu Yusuf dengan tegas dan tandas menasehati dan memperingatkan Harun al­Rasyid untuk menjalankan amanat pemerintahannya dengan adil, seperti yang telah dilakukan oleh ‘Umar).

Hampir semasa dengan Abu Hanifah di Irak (Kufah), tampil pula Anas ibn Malik (715­795) di Hijaz (Madinah).   Aliran   pikiran   Abu   Hanifah   (madzhab   Hanafi)   banyak   menggunakan   analogi   (qiyas)   dan pertimbangan kebaikan umum (istishlah) dan tumbuh dalam lingkungan pemerintah pusat, sama halnya dengan aliran pikiran al­Awza’i di Syria (Damaskus) sebelumnya. Berbeda dengan keduanya itu, aliran pikiran Anas ibn Malik (madzhab Maliki) terbentuk oleh suasana lingkungan Hijaz, khususnya Madinah, yang   sangat   memperhatikan   tradisi   (sunnah)   Nabi   dan   para   sahabatnya.   Anas   ibn   Malik   mempunyai seorang murid, yaitu Muhammad ibn Idris al­Syafi’i (wafat 204 H [820 M]. Al­Syafi’i meneruskan tema aliran   pikiran   gurunya   dan   mengembangkannya   dengan   membangun   teori   yang   ketat   untuk   menguji kebenaran sebuah laporan tentang sunnah, terutama tentang hadits yang diriwayatkan langsung dari Nabi. Tetapi al­Syafi’i juga menerima tema aliran pikiran Hanafi yang dipelajari dari al­Syaibani (wafat 186 H [805 M]), yaitu penggunaan analogi, dan mengembangkannya menjadi sebuah teori yang sistematika dan universal tentang metode memahami hukum. Dengan demikian maka al­Syafi’i berjasa meletakkan dasar­ dasar   teoritis   tentang   dua  hal,   yaitu,   pertama,   Sunnah,   khususnya   yang  dalam   bentuk   Hadits,   sebagai sumber memahami hukum Islam setelah al­Qur’an, dan, kedua, analogi atau qiyas sebagai metode rasional memahami   dan   mengembangkan   hukum   itu.   Sementara   itu,   konsensus   atau   ijma’   yang   ada   dalam masyarakat, yang kebanyakan bersumber atau menjelma menjadi sejenis kebiasaan yang berlaku umum (al­’urf), juga diterima oleh al­Syafi’i, meskipun ia tidak pernah membangun teorinya yang tuntas. Dengan begitu pangkal tolak ilmu fiqh (ushul al­fiqh), berkat al­Syafi’i, ada empat, yaitu Kitab Suci, Sunnah Nabi, ijma’ dan qiyas. Kitab Suci al­Qur’an telah dibukukan dalam sebuah buku terjilid (mushhaf) sejak masa khalifah Abu Bakr (atas   saran   ‘Umar)   dan   diseragamkan   oleh   ‘Utsman   untuk   seluruh   Dunia   Islam   berdasarkan   mushhaf peninggalan pendahulunya itu. Dalam hal ini Hadits berbeda dari al­Qur’an, karena kodifikasinya yang metodologis (dengan otentifikasi menurut teori al­Syafi’i) baru dimulai sekitar setengah abad setelah al­ Syafi’i   sendiri.   Pelopor   kodifikasi   metodologi   itu   ialah   al­Bukhari   (wafat   256   H   [870   M]),   kemudian disusul oleh Muslim (wafat 261 H [875 M]), Ibn Majah (wafat 273 H [886 M]), Abu Dawud (wafat 275 H [888 M]), al­Turmudzi (wafat 279 H [892 M]) dan, akhirnya, al­Nasa’i (wafat 308 H [916 M]). Mereka ini kemudian menghasilkan kodifikasi metodologis Hadits yang selanjutnya dianggap bahan referensi utama di bidang hadits, dan secara keseluruhannya dikenal sebagai al­Kutub al­Sittah (Buku yang Enam).

Perkembangan Disiplin Ilmu Islam ­­­ Sekarang  Adapun di Indonesia pada era sekarang disiplin keilmuan islam menurut Harun Nasution yang termasuk dalam   kelompok   dasar   adalah   tafsir,   hadits,   akidah/kalam   (teologi),   filsafat   islam,   tasawuf,   tarekat, perbandingan   agama   dan   perkembangan   modern   dalam   perkembangan   ilmu   tafsir,   hadits,   kalam   dan filsafat. Hal ini sedikit berbeda dengan disiplin keilmuan islam kelompok dasar menurut peraturan menteri agama RI 1985 Al qur an/ Tafsir, Hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum islam (fiqih), sejarah dan kebudayaan islam serta pendidikan islam. Wallahualam.

Disiplin Ilmu Islam Dalam Kerangka Dasar Islam Sebagai Langkah Pengamalan Banyak   ragam,   jenis   nama   dan   bentuk   disiplin   ilmu   dalam   islam   ini   membuat   kalangan   islam   awam menjadi kebingungan sebagaimana telah kami gambarkan pada alinea pertama tulisan ini, dan menjadi hal yang menarik bagi kaum khawas sebagai senjata dan sarana untuk saling menjatuhkan demi pengikut dan keuntungan   sekejab   disadari   maupun   terlena.   Awal   perkembangan   yang   begitu   indah   dimana

pengelompokkan   disiplin   ilmu   itu   menjadi   suatu   tembok   kokoh   pertahanan   umat   dan   senjata   tajam penghancur lawan, telah kabur, dan bahkan beralih fungsi hanya untuk mendapatkan gengsi semata.  Dengan   mengikuti   sistematik   Iman,   Islam   dan   Ihsan   yang   berasal   dari   Nabi   Muhammad,   dapat dikemukakan  bahwa  kerangka   dasar   agama   Islam   untuk  pengamalan/mempermudah/metode  penerapan dalam kehidupan nyata ada yang menggunakan metode urutan Akidah – Syareat – Akhlak (Mabda’ – Manhaj – Ghoyah) serta ada pula yang menggunakan Syareat – Tarekat – Hakikat – Ma’rifat. 

Glossary Akidah, menurut ilmu tentang asal usul kata (etimologi) adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan menurut ilmu tentang definisi (terminologi) adalah iman, keyakinan. Karena itu, akidah selalu ditautkan dengan Rukun Iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam.  Syari’ah menurut etimologi, adalah jalan yang harus ditempuh. Menurut peristilahan, syari’ah adalah system norma (kaidah) Illahi   yang   mengatur   hubungan   manusia   dengan   Allah,   mengenai   hubungan   manusia   dengan   sesama   manusia   dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Akhlak  adalah sikap yang menimbulkan prilaku baik dan buruk. Berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap, perilaku, watak, budi pekerti. Sumber akhlak Islam adalah Al­Qur’an dan Al­Hadits. Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diridhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan­amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.  Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat   didengar   selain   Allah,   atau   gerak   dan   diam   itu   diyakini   dalam   hati   pada   hakikatnya   adalah   kekuasaan   Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat). Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek­aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian­pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam   kamus   ilmiah   disebutkan   bahwa   hakikat   adalah:   Yang   sebenarnya;   sesungguhnya;   keadaan   yang   sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya). Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al­Haqq”, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.  Makrifat,  Dari   segi   bahasa   Makrifat   berasal   dari   kata   arafa,   ya’rifu,   irfan,   ma’rifat   yang   artinya   pengetahuan   dan pengalaman.   yaitu   perpaduan  dari   syariat­tarikat­hakikat  yang   nantinya  menuju   kepada  “mengenal   Allah  dan   keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.” Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum) Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan Ilmu Tauhid, yaitu : Ilmu mengesakan Tuhan atau ilmu kepercayaan bahwa, hanya satu (Esa) Tuhan yang kita percayai dan disembah, atau ilmu mengistbatkan sifat esa kepada Tuhan

Ilmu Ushuluddin, yaitu : Ilmu pokok ­ pokok agama, dinamakan demikian karena, memang soal kepercayaan itu betul­betul menjadi dasar atau pokok segala soal yang lain­lain dalam agama. Ilmu Kalam, yaitu : ilmu pembicaraan , karena dengan pembicaraan pembicaraanlah, pengetahuan ini dapat dijelaskan, dan dengan pembicaraan yang tepat menurut undang – undang berbicaralah , kepercayaan yang benar dapat ditanamkan. Juga dinamakan dengan ilmu Kalam, karena ilmu ini asal mulanya, banyak membicarakan tentang “ kalamullah Al­Qur'an “ Apakah ia qadîm atau baharu ? dan justru karena itu, ilmu ini ujungnya berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu , yang dipelopori oleh kaum Mu’tazilah ,sejak Wasil bin Atha’ memisahkan diri dari gurunya Hasan Basri yang diperkirakan pada tahun 105 H. Ilmu Aqaid atau Aqaidul Iman yaitu : Ilmu ikatan ( buhulan) kepercayaan , karena dalam pengetahuan ini, ada pasal ­ pasal yang harus diikat , dibuhulkan erat­erat dalam hati yang harus menjadi kepercayaan yang teguh.kuat dan kokoh Nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan diri dzat Allah SWT, yaitu sifat wujud Salabiyah  adalah menafikkan yang meniadakan sifat yang mustahil bagi Allah SWT, dan sifat yang wajib, maksudnya membicarakan wujud itu sendiri yang terkelompok di dalamnya terdahulu, tiada bermula, kekal, berbeda dengan makhluk yang lainnya, berdiri dengan diri sendiri, Allah maha esa, misalnya sifat wajib dengan meniadakan sifat. Ma’any (menjelaskan) adalah penggagasan tentang sifat yang wajib bagi Allah SWT. Menurut hukum akal tidak mungkin Allah SWT itu lemah) maka Allah SWT bersifat berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat, berkata­ kata. Ma’nawiyah  adalah hanya ditambah maha misalnya maha berkuasa, maha berkehendak, maha mengetahui, maha hidup, maha mendengar, maha melihat, maha berkata­kata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Filsafat adalah untuk mengetahui hakikat sesuatu. Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen penting yang saling berhubungan. Komponen-komponen yang ada pada sistem tersebut merupakan bagian-bagian yang mendukung satu sama lain, sehingga jika komponen/bagian tersebut mengalami kerusakan atau tidak berjalan dengan baik, maka yang menjadi cita-cita pendidikan akan tidak tercapai. Dewasa ini, pengkajian terhadap komponen-komponen pendidikan tersebut, memang menjadi bahan diskusi yang tetap aktual dan menarik, sebab kesemuanya memiliki peran dan fungsi yang urgen dalam mendukung dan menentukan keberhasilan pendidikan dan dalam memecahkan persoalan (agenda) pendidikan. Untuk itu, kajian dan diskusi tentang bagaimana filsafat pendidikan dalam untuk memecahkan persoalan (agenda) pendidikan melalui kajian komponen-komponen pendidikan sangat dibutuhkan harus dikembangkan secara dinamis sesuai dengan kebutuhan pelaku pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman. Makalah ini sengaja disusun dengan harapan, kajian ini memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang konsep filsafat pendidikan dalam memecahkan persoalan (agenda) pendidikan melalui kajian komponenkomponen pendidikan yaitu melalui berbagai disiplin ilmu, sehingga memberikan kontribusi yang jelas terhadap pengembangan keilmuan di bidang pendidikan, khususnya di wilayah kajian filsafat Pendidikan. Namun, apa yang tertulis secara eksplisit dalam makalah ini tentu kurang memadai untuk memenuhi harapan tersebut tanpa adanya kritik, saran dan diskusi lebih lanjut tentang gagasan-gagasan yang ada. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca sehingga apa yang diharapkan dapat terpenuhi dengan baik. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian filsafat pendidikan? 2. Apa saja ruang lingkup bahasan filsafat pendidikan? 3. Bagaimana konsep filosofis mengenai pendidikan? 4. Apa urgensi filsafat pendidikan dalam bidang pendidikan? 5. Apa syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan? 6. Bagaimana pengembangan berbagai disiplin ilmu?

7. 8.

Apa saja problema esensial filsafat dan pendidikan? Bagaimana peranan filsafat pendidikan?

C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tujuan Penulisan Mengetahui pengertian filsafat pendidikan Mengetahui apa saja ruang lingkup bahasan filsafat pendidikan Mengetahui bagaimana konsep filosofis mengenai pendidikan Mengetahui urgensi filsafat pendidikan dalam bidang pendidikan Mengetahui syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan Mengetahui bagaimana pengembangan berbagai disiplin ilmu Mengetahui apa saja problema esensial filsafat dan pendidikan Mengetahui bagaimana peranan filsafat pendidikan

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Filsafat Pendidikan 1. Pengertian filsafat Filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia. Dari kata philosophia ini kemudian banyak diperoleh pengertian–pengertian filsafat, baik dari segi pengertiannya secara harfiah atau etimologi maupun dari segi kandungannya. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat. Orang arab memindahkan kata philosophia dari bahasa Yunani ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan, tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falasafah dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf. Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi sebagai berikut: Pengetahuan tentang hikmah Pengetahuan tentang prinsip atau dasar - dasar Mencari kebenaran Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas. (Tri Prasetya, 2000: 9) 2. Pendidikan dan filsafat pendidikan a) Pendidikan Menurut Herman H. Horne sebagaimana dikutip pendapatnya oleh Muzayyin Arifin mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses penyesuaian drii manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan manusia dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh terpisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak yang kita didik sesuai dengan dunianya dan dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Abdul Khobir, 2007: 3) b) Filsafat pendidikan Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan para ahli. Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumatmaklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. (H. Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007: 19) B. Ruang Lingkup Bahasan Filsafat Pendidikan 1. Sudut pandang filsafat Pandangan kita terhadap filsafat harus positif dan konstruktif. Filsafat memang mempunyai hubungan dengan kehidupan manusia dan karena dari kehidupan itulah kita menggali filsafat. Jadi filsafat mempunyai dasar atau gejala dari persoalan. a) Objek materi filsafat terdiri dari 3 persoalan pokok 1) Masalah Tuhan, yang sama sekali di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa 2) Masalah alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa 3) Masalah manusia yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa.

b) Objek formal filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai ke akar persoalannya, sampai kepada sebab-sebab dan menganggapnya yang terakhir tentang objek materi filsafat, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal budi manusia. 2. Sikap manusia terhadap filsafat Untuk memudahkan dalam peninjauan tentang filsafat pendidikan nantinya, terlebih dahulu akan diketahui bagaimana pandangan, pendirian dan atau sikap orang-orang terhadap filsafat sesuai dengan macam-mcam dan perbedaan pengertian mereka terhadap arti kata filsafat. Macam-macam dan perbedaan pandangan tersebut digolongkan kepada: a) Pandangan yang berpendapat bahwa apabila mendengar kata filsafat maka terbayanglah dihadapan sesuatu yang ruwet dan sulit b) Pandangan yang bersifat skeptis yakni orang-orang yang berpendapat bahwa berfilsafat adalah suatu perbuatan yang tidak ada gunanya c) Pandangan yang bersifat negatif, karena mengartikan filsafat secara negatif. d) Golongan yang memandang dari sudut yang positif. 3. Masalah pokok filsafat dan pendidikan Ada tiga masalah pokok, yaitu: a) Realita Mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. b) Pengetahuan Berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apa hak pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan. c) Nilai Yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. (Tri Prasetya, 2000: 32-36) C. Konsep Filosofis Mengenai Pendidikan Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang lazim dianut, menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif, regresif atau radikal rekonstruktif. Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus. Pendidikan adalah bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimulasi-stimulasi. Yang dimaksud dengan berpikir adalah penerapan cara-cara ilmiah seperti mengadakan analisa, mengadakan pertimbangan, dan memilih diantara alternatif yang tersedia. Semuanya ini diperlukan oleh pendidikan agar orang yang melaksanakan dapat maju atau mengalami suatu progress. Dengan demikian orang akan dapat berbuat sesuatu dengan inteligen dan mampu melakukan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan. 2. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan yang telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam “gudang” di luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik perlu dilatih agar memiliki kemampuan absorbs yang tinggi. 3. Yang menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena jiwa abad pertengahan merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah ditentukan secara rasional. Abad pertengahan dengan jiwanya itu telah dapat menemukan adanya prinsipprinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri. 4. Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas. (Imam Barnadit, 1990: 26) D. Urgensi Filsafat Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktek pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yang menyatakan tujuan pendidikan Negara bagi masyarakat, memberikan arah yang

jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidikan. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogic atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Dr. Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan pentingnya penentuan suatu filsafat bagi pendidikan sebagai berikut: 1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakan pendidikan dalam suatu Negara untuk membentuk pemikiran yang sehat terhadap proses pendidikan. Disamping itu dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan; 2. Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khas menyangkut kurikulum, metode, alat-alat pengajaran dan lain-lain. 3. Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi pendidikan. 4. Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk membela tindakantindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat umum yang menguasai dunia pendidikan. 5. Banyak ahli filsafat yang termasyhur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. (Burhanuddin Salam, 1995: 77) Adapun dasar alasan mengapa filsafat pendidikan harus dipelajari oleh setiap pendidik atau guru. Argumentasiargumentasi dalam bentuk pokok-pokok pikiran di bawah ini akan memberikan kepada kita pengertian tentang apa yang dimaksud di atas terdiri atas: 1. Bahwa setiap manusia atau individu harus bertindak, termasuk bertindak dalam pendidikan, secara sadar dan terarah tujuan yang pasti serta atas keputusan batinnya sendiri. 2. Bahwa demikian pula setiap individu harus bertanggungjawab, termasuk tanggungjawab dalam pendidikan, yang tinggi rendahnya nilai mutu tanggungjawab tersebut akan banyak ditentukan oleh sistem nilai dasar norma yang melandasinya. 3. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia yang hidup tentu memiliki filsafat hidup, demikian pula setiap manusia yang hidup dalam bidang dan dunia pendidikan harus memiliki filsafat pendidikan yang merupakan “guidepost,” tonggak papan penunjuk jalan sumber dasar dan tujuan tindakan dan tanggungjawabnya dalam kegiatan pendidikannya. 4. Suatu kenyataan pula bahwa terdapat keragaman aliran-aliran pendidikan, terhadap mana individu pendidik harus menentukan pilihannya secara bebas dan bertanggungjawab, terbuka, kritis dengan meninjaunya dari segala segi, baik positif dan negatifnya. 5. Pada suatu ketika individu pendidik telah menentukan pilihannya maka ia tidak netral lagi dan meyakininya dan mengamalkannya aliran filsafat pendidikannya secara penuh rasa tanggungjawab. (Ali Saifullah, tt: 120) E. Syarat-Syarat Suatu Ilmu Pengetahuan Karena dari pembahasan ini akan muncul adanya benang merah antara pendidikan, maupun berbagai disiplin ilmu dengan ilmu pengetahuan. Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek (Abu Ahmadi, 1991: 79). Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, maka haruslah ilmu itu mempunyai persoalan, mempunyai masalah yang akan dibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal (Amier Daien, 1973: 10). Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek formal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Dari segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya, mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda. Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa manusia itu. Sedangkan, obyek formal dari ilmu biologi manusia adalah keadaan atau kehidupan dari tubuh manusia itu. Selanjutnya dari

batasan ilmu pengetahuan di atas mengharuskan bahwa uraian dari suatu ilmu pengetahuan harus metodis. Yang dimaksud dengan metodis di sini adalah bahwa dalam mengadakan pembahasan serta penyelidikan untuk suatu ilmu pengetahuan itu harus menggunakan cara-cara atau metode ilmiah, yaitu metode-metode yag biasa dipergunakan untuk mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan secara modern. Metode-metode yang dapat dipertanggunagjawabkan, yang dapat dikontrol dan dibuktikan kebenarannya. Mengenai metode-metode yang dapat dipergunakan dalam penyelidikan-penyelidikan ilmiah ada bermacammacam. Dapat disebut di sini beberapa di antaranya: 1. Metode observasi 2. Metode eksperimen 3. Metode angket dan questionnaire 4. Metode test 5. Metode pengumpulan data, dsb Untuk penyelidikan suatu ilmu pengetahuan tertentu, belum tentu suatu metode itu dapat digunakan. Suatu metode belum tentu cocok untuk penyelidikan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya dalam penyelidikan ilmu alam atau ilmu kimia, maka tidak cocok kiranya kalau mempergunakan metode angket. Tetapi untuk penyelidikan ilmu alam atau kimia, maka metode eksperimen kiranya lebih tepat. Kemudian yang terakhir, bahwa dalam menguraikan sesuatu masalah untuk disusun menjadi suatu ilmu pengetahuan harus teratur, harus sistematis, harus menurut tata aturan tertentu. dengan kata lain, sistematika adalah uraian sejumlah komponen atau unsur yang berkaitan antara satu dengan yang lain menurut susunan tertentu sehingga merupakan satu kesatuan yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Dari uraian di atas kita dapat diambil kesimpulan bahwa suatu ilmu pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu: 1. Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek formal). 2. Suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai. 3. Suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan sistematika tertentu. Disamping ketiga macam syarat tersebut, maka dapat diajukan syarat-syarat tambahan bagi suatu ilmu pengetahuan ialah antara lain: 1. Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai dinamika, artinya ilmu pengetahuan harus senantiasa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kesempurnaan diri. 2. Suatu ilmu pengetahuan harus praktis, artinya ilmu pengetahuan harus berguna atau dapat dipraktekkan untuk kehidupan sehari-hari. 3. Suatu ilmu pengetahuan harus diabadikan untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh kerena itu penyelidikan-penyelidikan suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai akibat kehancuran bagi manusia selalu mendapat tantangan- tantangan dan kutukan. F. Pengembangan Berbagai Disiplin Ilmu Dalam dunia pendidikan, banyak sekali disiplin-disiplin ilmu. Namun ada satu disiplin ilmu yang harus kita pelajari terlebih dahulu sebelum mempelajari disiplin ilmu yang lainnya yaitu psikologi. Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang amat penting dipelajari. Namun sebagian besar teori psikologi berasal dari Barat, jadi besar kemungkinan kerangka pikir psikologi dipenuhi oleh pandangan dan nilai-nilai hidup masyarakat Barat yang sebagian besar berbeda, dan mungkin sangat bertentangan dengan pandangan dan nilai-nilai Islam. Timbul kekhawatiran, jika psikologi Barat diserap tanpa hati-hati, maka akan merusak ideologi umat Islam. Banyak teori psikologi Barat yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan pandangan Islam. Objek kajian psikologi adalah manusia, Karena itu hal yang mendasar dan pertama kali dibicarakan oleh disiplin ilmu ini adalah tentang hakikat manusia, oleh sebab itu uraian ini hanya dibatasi pada pembahasan tentang hakikat manusia menurut perspektif Islam. G. Problema Esensial filsafat dan Pendidikan Filsafat pendidikan yang diberikan pada Departemen kependidikan Islam adalah sepenuhnya filsafat pendidikan Barat yang mulai digugat sebagian besar pakar kita. Sedangkan kajian filsafat Islam sudah hampir putus dari nilai dan wawasan Islam, sehingga perlu segera diperbaiki dan ditekankan kembali pada kajian filsafat pengetahuan Islam, sebab pada sisi inilah yang justru menjadi sumber krisis di dunia muslim dan yang paling sedikit dikaji pada universitas Islam selama ini bahkan ditinggalkan sama sekali. (Mujamil Qomar, 2005: 209) Filsafat adalah wilayah kajian proses yang menghasilkan ilmu. Filsafat ekonomi menghasilkan ilmu ekonomi, filsafat hukum menghasilkan ilmu hukum dan filsafat pendidikan melahirkan ilmu pendidikan. Mengingat bahwa filsafat pendidikan yang diajarkan kepada mahasiswa jurusan pendidikan Islam adalah pemikiran filsafat barat, maka pendidikan yang dikembangkan umat Islam adalah pendidikan yang berpola Barat. Jika ditelusuri ke belakang, corak pendidikan barat tersebut memiliki jalinan dengan akar sejarah yang berkembang di Barat pada masa lampau. Sebagaimana di kutip Amrulllah Achmad, Muhammad Mubarak menuturkan, “Karakteristik system pendidikan barat adalah sebagai refleksi pemikiran dan kebudayaan abad

XVIII-XIX yang ditandai dengan isolasi terhadap agama, sekularisme Negara, materialisme, penyangkalan terhadap wahyu dan penghapusan nilai-nilai etika, yang kemudian digantikan dengan pragmatisme, (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 91) maka corak pendidikan barat tersebut tidak terlepas dari pandangan Barat terhadap ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan hanya berdasar pada akal dan indera, sehingga ilmu pengetahuan itu hanta mencakup hal-hal yang dapat diindera dan dinalar semata. Karakter pendidikan Barat itu tampaknya telah mengilhami pendidikan yang dikembangkan di dunia Islam. Orang-orang Islam misalnya dengan bangga menerapkan model pendidikan Barat, sebagai suatu model yang diagungkan (diunggulkan) di atas model pendidikan lainnya. Bahkan sikap peniruan secara membabi buta itu mendapatkan pengakuan sebagai telah mengikuti perkembangan pendidikan paling modern. Barat selalu diidentikkan dengan modern, padahal sebenarnya hanyalah kebetulan belaka. Munculnya model pendidikan yang paling modern sekalipun, bisa dari Negara-negara Timur, tidak harus dari Barat. Istilah modern sebenarnya hanyalah sebagai sifat dengan indikator tertentu, yaitu efektif dan efesien. Model pendidikan dari manapun datangnya asal lebih efektif dan efesien dibanding model pendidikan lainnya niscaya harus dianggap paling modern. Pengaruh karakter pendidikan Barat itu memasuki hampir semua dimensi pendidikan di kalangan muslim. Mereka sekarang ini senantiasa meniru jejak-jejak Barat dalam melakukan proses pendidikan, seperti sistem menggunakan sistem klasikal, penjenjangan kelembagaan, penjenjangan kelas, pemakaian kurikulum yang jelas, pembuatan persiapan pengajaran dan sebagainya. Adalagi kenyataan yang lebih parah lagi. Banyak dari penerapan pendidikan di dunia Islam terlanjur mengikuti pola dan model yang dikembangkan Barat dengan alasan untuk mencapai kemajuan, seperti yang terjadi di Barat, tetapi kenyataannya sangat berlawanan dengan harapan itu. Kaum muslim yang merasa dirugikan; disatu sisi mereka telah mengorbankan petunjuk-petunjuk wahyu hanya sekedar mengikuti model, namun disisi lain ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mengembangkan peradaban Islam. Hasil pendidikan yang dicapai tetap tidak mampu memobilisasi perkembangan peradaban Islam. H. Peranan Filsafat Pendidikan Proses pendidikan adalah proses perkembangan manusia yang secara alamiah menuju kedewasaan dan kematangan, sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila pra kondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan, misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. (Mohammad Noor Syam, 1986: 40) Adakah makna kedewasaan, kematangan di atas bersifat biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa dan karsa) ataukah secara moral dalam ari bertanggung jawab, sadar-normatif,. Ataukah semuanya itu. Persoalan ini sudah menyangkut scope dan pengertian tujuan pendidikan yang harus didasarkan pula atas sistem nilai dan asas-asas normatif suatu ke budaya. Dengan demikian masalah tersebut sudah merupakan bidang filsafat pendidikan. Sebab lebih dari pada hanya perkembangan teologis secara alamiah itu, manusia pun mengandung potensi-potensi human dengan martabat kemanusiaannya. Manusia dengan kodrat human dignity itu, memiliki kesadaran diri (self-existence), potensi pikir, rasa dan karsa. Bahkan manusia mempunyai dorongan untuk merealisasi potensi-potensi psikologis ini supaya berkembang sebagai satu self-realization dan ideal=self guna berfungsi dan bermanfaat bagi hidup pribadi dan sosialnya. Manusia melihat kenyataan, bahwa tidak semua manusia berkembang sebagaimana diharapkan. Lahirlah di dalam pemikiran manusia problem-problem tentang kemungkinan-kemungkinan perkembangan potensi manusia itu. Apakah yang menentukan perkembangan dan realisasi potensi manusia itu. Manakah yang lebih menentukan potensi yang kodrati, faktor-faktor alam sekitar, faktor luar, khususnya pendidikan. Tema problem ini memang klasik, karena memang sudah lama ada di dalam konteks filsafat, psikologi, pendidikan, genetika dan sebagainya. Sesungguhnya adanya aktivitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena umat manusia berkesimpulan dan yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebagai aktualisasi, maka pendidikan itu diselenggarakan. Timbulnya problem dn pikiran pemecahannya itu adalah bidang pemikiran filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan daripada ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi peranan filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. BAB III PENUTUP A. Simpulan Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat

menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. Ruang lingkup bahasan filsafat pendidikan: (1) sudut pandang filsafat (objek materi, objek formal); (2) sikap manusia terhadap filsafat; (3) masalah pokok filsafat dan pendidikan (realita, pengetahuan, nilai). Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang lazim dianut, menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif, regresif atau radikal rekonstruktif. Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktek pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Mengenai metode-metode yang dapat dipergunakan dalam penyelidikan-penyelidikan ilmiah ada bermacammacam. Dapat disebut di sini beberapa di antaranya: Metode observasi, Metode eksperimen, Metode angket dan questionnaire, Metode test, Metode pengumpulan data, dsb. Untuk penyelidikan suatu ilmu pengetahuan tertentu, belum tentu suatu metode itu dapat digunakan. Suatu metode belum tentu cocok untuk penyelidikan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya dalam penyelidikan ilmu alam atau ilmu kimia, maka tidak cocok kiranya kalau mempergunakan metode angket. Tetapi untuk penyelidikan ilmu alam atau kimia, maka metode eksperimen kiranya lebih tepat. Proses pendidikan adalah proses perkembangan manusia yang secara alamiah menuju kedewasaan dan kematangan, sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila pra kondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan, misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.

Related Documents


More Documents from "AlfindaPRahayu"

Islam Dalam Disiplin Ilmu
February 2021 1