K3 Pd Industri Bioetanol.pdf

  • Uploaded by: budi
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View K3 Pd Industri Bioetanol.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 13,050
  • Pages: 82
Loading documents preview...
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BIOETANOL DI JAMPANGKULON, SUKABUMI

Oleh Astri Kania Hendrarti F34104117

2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BIOETANOL DI JAMPANGKULON, SUKABUMI

Oleh Astri Kania Hendrarti F34104117

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar SARJANA Pada Jurusan TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

2

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BIOETANOL DI JAMPANGKULON, SUKABUMI

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH : ASTRI KANIA HENDRARTI F34104117

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986 Di Jakarta

Tanggal Lulus : Mei 2009

Menyetujui : Bogor, Mei 2009

Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M. Sc Pembimbing I

Ir. Andes Ismayana M.T. Pembimbing II

3

ASTRI KANIA HENDRARTI. F34104117. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Kecil dan Menengah Bioetanol di Jampangkulon, Sukabumi. Dibawah bimbingan Tajuddin Bantacut dan Andes Ismayana. 2009. RINGKASAN Industri bioetanol di Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan. Perkembangan ini ditunjukkan dengan didirikannya beberapa industri bioetanol walaupun masih dalam skala kecil. Proses hulu hingga hilir, seperti kapasitas produksi, peralatan yang digunakan hingga penanganan limbah, mulai dimodifikasi agar industri skala kecil ini layak untuk dikembangkan. Modifikasi proses pembuatan bioetanol, melibatkan suhu dan tekanan yang relatif tinggi, yang beresiko menimbulkan kecelakaan pada pekerja. Faktor K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) harus dipertimbangkan dalam proses produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya, tingkatan resiko dan penanganan bahaya yang tepat pada industri kecil dan menengah bioetanol. Penilaian resiko yang akan dilakukan menggunakan 3D model, dimana hasil perhitungan nilai resiko (ExLxK) adalah hasil perkalian nilai paparan (E), peluang (L), dan konsekuensi (K). Hasil perkalian tersebut akan menentukan tingkat resiko dan cara pengendalian yang sesuai berdasarkan literatur dan kondisi di lokasi. Proses persiapan bahan baku antara lain mencakup aktivitas pencucian, pengecilan ukuran dan pemasakan. Masing-masing aktivitas memiliki bahaya dan resiko. Pada proses pencucian terdapat bahaya terkena cipratan air pencucian. Nilai resiko pada bahaya ini adalah 8, dimana nilai menunjukkan tingkat resiko sedang. Proses pengecilan ukuran mempunyai lebih dari satu bahaya. Bahaya tergores atau tersayat pisau pemotong pada crusher. Nilai resiko bahaya ini adalah adalah 10, dengan tingkat resiko sedang. Bahaya lain pada proses pengecilan ukuran adalah kebisingan. Kebisingan ini berasal dari crusher. Bahaya kebisingan memiliki nilai resiko 14, tingkat resiko tinggi. Penggunaan listrik pada crusher menyebabkan ada bahaya tersengat aliran listrik. Bahaya ini memiliki nilai resiko 4, yang artinya tingkat resiko sedang. Proses pemasakan termasuk tahapan produksi yang banyak menggunakan suhu tinggi dan bahan kimia seperti alpha amilase dan gluko amilase. Suhu yang digunakan pada proses pemasakan mencapai 90°C. Bahaya ini menunjukkan tingkat resiko sedang, dengan nilai resiko 10. Lingkungan dengan suhu tinggi mengakibatkan tidak optimalnya pekerjaan yang dilakukan. Bahaya ini memiliki nilai resiko 14, tingkat resiko tinggi. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ini adalah enzim alpha amilase dan gluko amilase. Tingkat resiko pada bahaya ini adalah rendah, dengan nilai resiko 2. Peluang bahaya kebakaran atau ledakan di proses ini tidak besar. Bahaya ini memiliki tingkat resiko tinggi dengan nilai resiko 13. Proses fermentasi tidak memiliki bahaya antara lain terkena benda panas, lingkungan suhu tinggi, bahaya biologis dari S. cerevisae, polusi dari limbah dan keluarnya produk samping seperti CO2. Tingkat resiko masing-masing bahaya bersifat sedang, dengan nilai resiko antara 3-4, kecuali untuk bahaya lingkungan pada suhu tinggi. Bahaya ini memiliki nilai resiko 2, hal ini menunjukkan tingkat resiko rendah.

4

Proses distilasi dan dehidrasi adalah tahapan proses yang menggunakan suhu tinggi dan dalam waktu yang cukup lama. Tiga titik bahaya bernilai ekstrim terdapat pada proses distilasi. Bahaya tersebut adalah kontak dengan benda panas, lingkungan pada suhu tinggi dan resiko terjadinya kebakaran atau ledakan. Polusi udara dari pembuangan limbah cair, menunjukkan tingkat resiko sedang dengan nilai resiko 10. Tingkat resiko sedang juga dimiliki bahaya kontak dengan limbah, dengan nilai resiko 4. Resiko jatuh dari tangga distilasi memiliki nilai resiko 19, dengan tingkat resiko tinggi. Suhu yang digunakan pada proses ini cukup tinggi berkisar 80-90°C. Bahaya terkena benda panas dan lingkungan pada suhu tinggi dapat terjadi. Kedua bahaya tersebut menunjukkan tingkat resiko tinggi, dengan nilai resiko masing-masing 15 dan 18. Masing-masing bahaya mempunyai tingkat resiko yang berbeda, oleh karena itu penentuan pengendalian pun berbeda. Pengendalian yang dapat dilakukan secara umum adalah penggunaan alat pengaman diri dan pembuatan SOP (Standard Operating Procedure) untuk tingkat resiko rendah, sedang dan tinggi. Bahaya dengan resiko ekstrim harus dihilangkan dahulu resiko tersebut dengan melakukan substitusi proses atau alat dan juga isolasi area selama kegiatan produksi. Penggunaan alat pengaman diri dan pembuatan SOP juga dapat diterapkan setelah resiko ekstrim dapat diturunkan atau dihilangkan.

5

ASTRI KANIA HENDRARTI. F34104117. Occupational Health and Safety in Bioethanol Midsize and Small Industry at Jampangkulon, Sukabumi. Dibawah Supervised by Tajuddin Bantacut and Andes Ismayana. 2009. ABSTRACT The Bioethanol industry in Indonesia is having a development right now. The development is shown with the construction of several bioethanol industries even though in small scale. The upstream process to the downstream, like production capacity, the using of equipment to the waste management, start to be modified so this small scale industry is worth to be developed. The modification of bioethanol manufacturing process involving a relative high temperature and pressure, which risk in emerging accident to the worker. The Occupational Safety and Health (K3) factor must be considered in the production process. This research is meant to know the danger potential, the risk level and the right handling of danger in small and medium bioethanol industries. The risk assessment that is going to be done in 3D model, where the result of the calculation risks value (ExLxK) is the result of the multiplication of shelf value (E), chance (L), and consequences (K). The multiplication result will decide the risk level and the way to handle based on literature and site condition. The raw material preparing processes are containing washing activity, size reduction and cooking. Each activity has its own danger and risk. In washing process there is a danger in getting splashed by the washing liquid. The risk value in this danger is at 8, where the value shows a medium risk level. Size reduction process has more than 1 danger. Scratched or sliced by the cutter knifes can happened to the workers. The risk values of these dangers are 10, with a medium risk level. Other danger in this process is the noise. The noise from the crusher has a 14 risk value, high risk level. The usages of electricity in the crusher cause a danger of being electrocuted. This danger has a risk value of 4, it means medium risk level. The cooking process included the production step that uses a lot of high temperature and chemical substances like alpha amylase and gluco amylase. The temperature that used in the cooking process reaches 90oC. This danger shows medium risk level, with risk value of 10. This danger has a risk value of 14, high risk level. The chemical substances are not relatively danger. The risk level in this danger is low, with a value about 2. The chance of fire and explosion in this process is not big. This danger has a high risk level with a value of 13. The fermentation process has no danger involving hot object, high temperature environment, biological danger from S. cerevisae, pollution from waste and the output of side product like CO2. The risk level of each danger is medium, with a risk value about 3-4, except the environmental danger of high temperature. This danger has a risk level of 2, this thing shows low risk level. The temperature from inside of the fermentation tank is only about 32oC. The distillation and dehydration processes are process steps that use high temperature and enough long time. Three danger points that have extreme values are located in distillation process. The dangers are contact with hot object, high temperature environment, and the risk of fire and explosion. Air pollution from the liquid waste output, shows medium risk level with a risk value of 10. Medium

6

risk level also contained in the danger of contacting with the waste with a risk value of 4. The falling risk from the distillation stair has a risk value of 19, with a high risk level. The temperature that used in dehydration process is high enough about 80-90oC. The danger in exposed to hot object and high temperature environment can be happened. Both of these danger show high risk level, with each risk value 15 and 18. Each danger has different risk level, so the determination in handling is different too. The handling that can be done generally is the usage of personal safety gear and the making of SOP (Standard Operation Procedure) for low, medium, and high risk level. Extreme danger risk must be first eliminated with process substitution or device and area isolation during the production activity. The use of personal safety gear and the making of SOP can also be applicable after the extreme risk lowered or eliminated.

7

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, Rabb dan Ilah Manusia. Hanya atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Kecil dan Menengah Bioetanol Skala di Jampangkulon, Sukabumi. Pada kesempatan ini penulis ini ingin memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc, sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Andes Ismayana M.T., sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Pemilik dan pekerja Industri IKM Bioetanol yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Bogor, Mei 2009

Penulis

8

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Kecil dan Menengah Bioetanol Skala di Jampangkulon, Sukabumi” hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Astri Kania Hendrarti F34104117

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1986, merupakan anak kedua dari pasangan Tri Hendro Kardjono (Alm.) dan Wahyu Supartiningtyas. Penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah, penulis pernah menjadi staf Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) 2005/2006 dan Kepala Departemen Fundraiser Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM Fateta) 2006/2007. Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2007, penulis melaksanakan praktek lapang di Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan dengan judul laporan praktek lapang “Mempelajari Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Tempat Pelayanan Koperasi dan Milk Treatment KPBS”. Tahun 2008 penulis melaksanakan penelitian di Industri Kecil dan Menengah Bioetanol Jampangkulon, Sukabumi dengan judul “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Kecil dan Menengah Bioetanol di Jampangkulon, Sukabumi”.

10

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

PENDAHULUAN ................................................................................. A. LATAR BELAKANG................................................................... B. TUJUAN ....................................................................................... C. RUANG LINGKUP ......................................................................

1 1 2 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ......................... B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ................................................................. C. K3 PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM) ......... D. PROSES PRODUKSI BIOETANOL ........................................... E. K3 PADA INDUSTRI BIOETANOL ........................................... F. PERALATAN DAN TINDAKAN PENANGGULANGAN KONDISI DARURAT ATAU BENCANA..................................

3 3 3 8 10 11

III. METODE PENELITIAN .................................................................... A. TAHAPAN PENELITIAN ........................................................... B. SUBJEK PENELITIAN ................................................................ C. INSTRUMEN PENELITIAN ....................................................... D. ANALISIS DATA ........................................................................

19 19 19 20 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. A. PROFIL PERUSAHAAN .............................................................. B. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ....................................... C. PENILAIAN RESIKO .................................................................... D. PENENTUAN PENGENDALIAN ................................................

23 23 23 24 29

I.

16

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 35 A. KESIMPULAN ............................................................................. 35 B. SARAN ......................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 37 LAMPIRAN .................................................................................................. 39

11

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tabel panduan daftar bahaya potensial .............................................. 7 Tabel 2. Efek kontak antara komponen bioetanol dan organ tubuh ................ 15 Tabel 3. Peralatan penanggulangan kecelakaan dalam otak P3K bentuk II ... 17 Tabel 4. Obat-obatan dalam kotak P3K bentuk II........................................... 18 Tabel 5. Contoh penilaian resiko 3D-model ................................................... 21 Tabel 6. Definisi nilai pada penilaian resiko ................................................... 21 Tabel 7. Ketentuan tindak lanjut ..................................................................... 22 Tabel 8. Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Persiapan Bahan Baku ....... 25 Tabel 9. Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Fermentasi ......................... 27 Tabel 10.Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Distilasi dan Dehidrasi....... 28 Tabel 11. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Rendah................ 30 Tabel 12. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Sedang ................ 31 Tabel 13. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Tinggi ................. 32 Tabel 14. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Ekstrim ............... 33 Tabel 15. Jenis kecelakaan dan tindakan penanggulangan .............................. 34

12

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar1. Konsep K3 ”Safe Project Execution”.......................................... 5 Gambar 2. Lima Langkah Identifikasi Bahaya, Pengukuran dan Pengendalian Resiko ................................................................... 5 Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Bioetanol Dengan Bahan Baku Ubikayu .................................................................. 12

13

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri bioetanol di Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan. Perkembangan ini ditunjukkan dengan didirikannya beberapa industri bioetanol walaupun masih dalam skala kecil. Industri kecil tersebut tetap memperhatikan proses produksi bioetanol dari hulu hingga hilir, seperti kapasitas produksi, peralatan yang digunakan hingga penanganan limbah, mulai dimodifikasi agar industri skala kecil ini layak untuk dikembangkan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme, sedangkan gasohol adalah campuran bioetanol dan bensin pada kadar alkohol sampai dengan 22 % volume. Bahan baku dari bioetanol antara lain nira tebu, singkong, sorgum biji dan ubi jalar. Gasohol adalah campuran bensin dan bioetanol dengan kadar 95%99%. Komponen yang menyusun senyawa ini terdiri dari gasoline, toluene, xylene, ethyl alcohol, benzene, 1,2,4-trimethylbenzene, dan ethylbenzene. Secara umum, produksi bioetanol ini mencakup tiga rangkaian proses, yaitu, tahap persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Tahapan proses pembuatan bioetanol melibatkan

suhu dan tekanan yang relatif tinggi, yang

beresiko menimbulkan kecelakaan pada pekerja. Komponen yang terdapat pada bioetanol ataupun gasohol, juga berbahaya dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja jika tidak ada prosedur yang jelas dalam pengunaannya. Komponen di dalam bioetanol atau gasohol bersifat mudah terbakar, beracun dan dapat mengiritasi atau melukai organ tubuh dan sistem saraf manusia. Kecelakaan kerja pada industri bioetanol dapat dicegah dengan cara menerapkan prosedur yang jelas dalam setiap tahapan proses. Penerapan prosedur tersebut tidak mudah karena sebelumnya perlu dilakukan identifikasi bahaya dan analisa resiko agar prosedur sesuai dengan keadaan industri. Penanganan pada setiap resiko kecelakaan juga harus disiapkan, walaupun sudah ada prosedur yang sesuai. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi faktor human error yang menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Menurut penjelasan di atas maka di setiap proses produksi dibutuhkan analisa keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

14

B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: a.

Mengidentifikasi potensi bahaya pada industri bioetanol skala kecil dan menengah.

b.

Menganalisa tingkatan resiko pada setiap bahaya

c.

Menentukan penanganan yang tepat dari bahaya yang ada.

C. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup identifikasi bahaya, yang merupakan tahap awal dalam menerapkan K3 di suatu industri, berdasarkan proses produksi bioetanol di industri kecil dan menengan bioetanol di Jampangkulon, Kabupaten Sukabumi, hingga penilaian resiko dan rekomendasi pengendalian bahaya untuk mereduksi atau menghilangkan resiko.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA D. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Heriyanto (2008) menjelaskan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit akibat kerja, dan lainlain. Inti dari K3 adalah tindakan pencegahan kecelakaan atau accident prevention. Menurut King (1990), kecelakaan adalah suatu kejadian tidak direncanakan yang dapat menyebabkan seseorang terluka atau kerusakan terhadap properti. Kecelakaan dapat dicegah dengan cara menghilangkan penyebab dari kecelakaan tersebut. Penyebab kecelakaan kerja, dapat diketahui dengan cara mengidentifikasi kondisi suatu lingkungan pekerjaan melalui pemeriksaan atau kajian dan disimpulkan telah menunjukkan melampaui batas aman, atau disebut juga bahaya (Heriyanto, 2008). Bahaya juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi mengakibatkan terjadinya kerusakan atau cedera. Sumber bahaya (hazard) yang teridentifikasi, harus dikendalikan ke tingkat yang memadai agar tercipta suatu kondisi aman (safe). Pengendalian tersebut dilakukan dengan cara, mengukur kemungkinan kerugian yang akan timbul jika sumber bahaya terjadi, atau disebut juga resiko (Heriyanto, 2008).

E. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Salah satu standar Sistem Manajemen K3 yang banyak dikenal di Indonesia adalah OHSAS (Occupational Health and Safety Management Systems) 18001 yang diterbitkan oleh BSI (British Standards Institutions) dengan badan-badan sertifikasi dunia pada tahun 1999. OHSAS 18001 mudah diintegrasikan dengan ISO 14000 dan ISO 9000. Indonesia juga memiliki Sistem Manajemen K3 yang sejenis, yaitu Permenaker 05/Men/1996 dibawah tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan sertifikasi dilakukan oleh Sucofindo. Inti dari OHSAS 18001 dan Permenaker 05/Men/1996 adalah manajemen resiko. Kegiatan apapun di dalam suatu industri atau organisasi memiliki potensi

16

resiko, seperti pemecatan, bangkrut dan kecelakaan. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengelola potensi resiko yang timbul sehingga peluang dan akibat jika resiko tersebut terjadi tidak besar. Dengan demikian aktivitas dapat berjalan lancar dan aman, jika resiko dapat dikendalikan. Konsep ini adalah yang disebut dengan manajemen resiko. Manajemen resiko di dalam Sistem Manajemen K3, OHSAS 18001 maupun Permenaker 05/Men/1996, adalah berupa pengelolaan resiko. Organisasi atau industri dapat menerapkan metode pengelolaan atau pengendalian resiko apapun sejauh metode tersebut mampu mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih prioritas resiko dan mengendalikan resiko dengan melakukan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang (Suardi, 2005). Resiko dapat dijadikan acuan dalam mengendalikan keselamatan pada suatu industri yang disebut penilaian resiko. Penilaian resiko adalah evaluasi kualitatif atau kuantitatif yang menyeluruh terhadap kemungkinan dan tingkat terjadinya cedera atau kerusakan pada kesehatan dari identifikasi bahaya dengan maksud untuk menerapkan tindakan pencegahannya (Ridley dan Channing, 1999). Menurut Suardi (2005), penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Metode penilaian resiko, antara lain : Untuk setiap resiko : o Menghitung peluang insiden yang terjadi di tempat kerja o Menghitung konsekuensi insiden terjadi o Kombinasikan penghitungan peluang dan konsekuensi pada rate resiko Menggunakan rating setiap resiko, mengembangkan daftar prioritas resiko kerja. Konsep K3 harus diterapkan pada industri untuk mencapai kondisi aman. Konsep ini disebut juga Safe Project Execution. Konsep tersebut dijelaskan pada Gambar 1.

17

Gambar 1. Konsep K3 ”Safe Project Execution” (Heriyanto,2008)

Suardi (2005) menyatakan bahwa identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya serta jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi. Identifikasi bahaya (hazard), pengukuran dan pengendalian resiko pada suatu organisasi atau industri dapat menggunakan lima langkah sebagai mana diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan pengendalian resiko (Suardi, 2005) 18

Secara umum, bahaya kerja dapat dibagi atas enam bagian, seperti digambarkan dalam Tabel 1.

Menurut Suardi (2005), suatu organisasi atau

industri sering mengalami kesulitan dalam menentukan bahaya. Hal ini disebabkan begitu banyak kegiatan-kegiatan yang harus diidentifikasi. Cara sederhana untuk memulai menentukan bahaya dapat dilakukan dengan membagi area kerja berdasarkan kelompok, seperti : 1.

Kegiatan-kegiatannya (seperti pekerjaan pengelasan, pengolahan data)

2.

Lokasi (kantor, gudang, lapangan)

3.

Aturan-aturan (pekerja kantor, atau bagian elektrik)

4.

Fungsi atau proses produksi (administrasi, pembakaran, pembersihan, penerimaan, finishing). Aktivitas –aktivitas lainnya yang bisa digunakan dalam mengidentifikasi

bahaya, antara lain : 1.

Berkonsultasi dengan pekerja. Memberikan beberapa pertanyaan tentang berbagai masalah yang mereka temukan, keadaan terkena bahaya dan kecelakaan kerja yang tidak terdokumentasi.

2.

Konsultasi dengan tim K3.

3.

Mempertimbangkan : a. Bagaimana pekerja menggunakan peralatan dan material b. Bagaimana kesesuaian peralatan tersebut yang digunakan pada aktivitasaktivitas dan lokasinya c. Bagaimana pekerja dapat terluka baik secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai aspek tempat kerja

4.

Melakukan safety audit.

5.

Pengujian, bagian dari perusahaan atau peralatan kerja dan kebisingan.

6.

Evaluasi teknis dan keilmuan.

7.

Menganalisis rekaman dan data, seperti insiden keluhan pekerja, dan tingkat penyakit.

8.

Informasi dari desainer, konsumen, supplier, dan organisasi-organisasi seperti serikat pekerja, KADIN dan sebagainya.

9.

Pemantauan lingkungan dan kesehatan.

10. Survei yang dilakukan pada pekerja.

19

Tabel 1. Tabel panduan daftar bahaya potensial Lingkungan Kerja Akses Mengacu pada akses yang sesuai Penyegar ruangan Udara yang kotor Temperatur yang ekstrim Kontak dengan benda yang panas atau dingin Terkena lingkungan yang panas atau dingin Pencahayaan Mengacu pada pencahayaan yang sesuai Tekanan mental Gertakan/gangguan Kekerasan Kerja shift

Biologi Bakteri Jamur Virus Parasit

Energi Electrical Tersetrum Gravitasi Jatuh Tersandung Tergelincir Tertimpa benda Energi kinetik Menabrak benda Tertabrak benda Radiasi Radiasi ultraviolet Radiasi inframerah Gelombang mikro Laser

Pekerjaan Manual Tegangan tubuh Kejang otot ketika mengangkat, mengangkut, atau menurunkan benda Kejang otot ketika menangani benda selain mengangkat, mengangkut, atau menurunkan benda Kejang otot ketika tidak ada benda yang ditangani Pergerakan yang berulang Ergonomis Kelelahan Desain tempat kerja yang mengakibatkan stress,kesalahan

Getaran Getaran seluruh tubuh Getaran bagian tubuh Kebisingan Bising tiba-tiba Bising dalam waktu yang lama Plant Mekanik Kendaraan bermotor Peralatan mesin Peralatan manual

Zat Kimia Terkontak dengan zat kimia dalam waktu sebentar Terkontak zat kimia dalam waktu yang lama Tersengat hewan berbisa Kebakaran dan ledakan Debu dari kayu, asbes, silika Gas, seperti : CO, CO2 Asap dan uap Kabut seperti asam Terserap, seperti pestisida Karatan seperti : asam, alkali Alergi

Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 75)

20

F. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Industri Kecil dan Menengah Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional

(DK3N) (2006),

mengungkapkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan kerja di dalam industri kecil dan menengah sekarang sudah mulai diperhatikan. Salah satu program kerja DK3N adalah pelakasanaan K3 di usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Strategi Pelaksanaan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan K3 di UMKM dengan melibatkan fasilitas kesehatan masyarakat (mis. Puskesmas) yang tersedia dan kelompok UMKM (mis. Kelompok tani, pengrajin, pedagang asongan dan kakilima). 2. Melaksanakan sosialisasi, informasi K3 kepada pengusaha, pekerja. 3. Menyusun pedoman K3 bagi masing-masing kelompok UMKM. 4. Memberikan pelatihan K3 kepada pengusaha dan pekerja. 5. Mengikutkan pekerja UMKM dalam sistem asuransi tenaga kerja. Hopwood dan Thompson (2006) menjelaskan bahwa industri kecil dan menengah dalam mengatur keselamatan pada lokasi kerja perlu melakukan beberapa program, yaitu : 1.

Menerapkan komitmen terhadap keselamatan kerja pada seluruh pekerja.

2.

Mengidentifikasi keadaan yang tidak aman (seluruh pekerja).

3.

Mengadakan pelatihan keselamatan.

4.

Menentukan satu orang pekerja atau lebih, yang akan mengatur bagian keselamatan kerja dan menyediakan pelatihan keselamatan.

Program tersebut harus diulas atau dievaluasi kembali oleh pekerja yang bersangkutan. Evaluasi ini dapat dilakukan per tahun dan sangat penting untuk melihat apakah industri sudah mencapai tingkat aman yang lebih tinggi dan menciptakan kondisi kerja yang lebih sehat. Jeynes (2000) menjelaskan bahwa identifikasi keadaan yang tidak aman pada industri

atau

usaha

kecil

dan

menengah

dapat

dilakukan

dengan

mempertimbangkan beberapa bahaya dan resiko terhadap kesehatan yang signifikan. Bahaya dan resiko tersebut adalah :

21

1.

Penanganan bahan

2.

Tingkat kebisingan

3.

Tingkat pencahayaan

4.

Suhu

5.

Kualitas udara

6.

Penggunaan komputer dan unit visual lain

7.

Mikroorganisme dan kontaminan pada udara

8.

Radiasi

9.

Penggunaan bahan kimia dan unsur lain

10. Penggunaan material dan serat 11. Merokok 12. Organisasi kerja Berikut adalah bahaya pada keselamatan yang dapat terjadi pada beberapa wilayah di dalam suatu industri : 1.

Kendaraan (unit pergerakan dalam atau luar industri)

2.

Mesin

3.

Benda atau alat yang tajam

4.

Panas

5.

Listrik

6.

Bekerja pada ketinggian

7.

Bekerja pada ruang sempit

8.

Angin kempaan atau LPG

9.

Terpeleset, terbelit atau terjatuh

10. Mengangkat dan membawa barang 11. Cedera yang berulang 12. Kontak dengan bahan kimia 13. Keamanan pribadi Penentuan bahaya dan resiko di atas dilanjutkan dengan melakukan tindakan penanganan, yaitu dengan mengidentifikasi siapa yang akan terluka, seberapa besar akibat dari terjadinya bahaya tersebut dan seberapa sering bahaya terjadi.

22

G. Proses Produksi Bioetanol Menurut Hambali et.al (2007), bioetanol merupakan hasil fermentasi bahan yang mengandung gula. Tahap inti produksi bioetanol adalah fermentasi gula baik yang berupa glukosa, sukrosa maupun fruktosa, oleh ragi (yeast) terutama Saccharomyces sp. atau bakteri Zymomonas mobilis. Proses ini gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas karbondioksida. Menurut Prihandana et al., (2007), proses pengolahan ubikayu menjadi fuel grade ethanol dilakukan dengan urutan sebagai berikut. a.

Proses hirolisis, proses konversi pati menjadi glukosa.

b.

Proses fermentasi, yaitu proses konversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2.

c.

Proses distilasi, adalah proses pemurnian etanol hasil fermentasi menjadi etanol dengan kadar 95-96%.

d.

Proses dehidrasi, adalah proses penghilangan air dari 96% menjadi 99,5%

Hambali et al., (2007) menjelaskan bahwa tahap persiapan bahan baku berupa konversi bahan baku padat, dalam hal ini singkong, menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol. Bahan padatan mengalami pengecilan ukuran dan dimasak. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong), sebelum memasuki tahap pemasakan yaitu sakarifikasi dan liquifikasi. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi dan sakarifikasi. Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks dengan penambahan air, enzim α-amilase dan panas. Proses liquifikasi dilakukan pada suhu 80-90°C. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50-60°C dan ditambahkan enzim glukoamilase. Gula kompleks akan dipecah menjadi gula sederhana pada tahap ini. Tahap selanjutnya adalah tahap fermentasi. Gula-gula sederhana akan dikonversi menjadi etanol dengan bantuan ragi dan enzim. Proses dilakukan pada suhu 27-32°C. Tahap ini menghasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge sebagai limbahnya.

23

Etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi, selanjutnya mengalami proses pemurnian. Pemurnian etanol dilakukan melalui metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu di atas titik didih etanol murni yaitu pada kisaran 78-100°C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96% . Etanol hasil distilasi kemudian dikeringkan melalui metode purifikasi molecular sieve untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar. Zeolit, lempung, karbon aktif, microporus charcoal, dan porous glasses adalah beberapa bahan yang termasuk molecular sieve.

Etanol hasil pengeringan

memiliki kemurnian hingga 99,5% (Hambali et.al, 2007). Visualisasi proses pada industri bioetanol dapat dilihat pada Gambar 3.

H. K3 pada Industri Bioetanol Menurut BBI International (2003), industri ethanol mempunyai rekor keamanan yang dapatmembuat iri, meskipun banyak masalah keamanan yang dapat menghasilkan resiko yang signifikan. Langkah pertama yang penting adalah mengembangkan manual keamanan internal atau menyewa konsultan keamanan yang berpengalaman untuk mengembangkan sebuah manual untuk anda. Manual ini akan bertindak sebagai panduan anda untuk menetapkan program keamanan yang efektif yang akan meminimalisasi cedera pada pekerjaan. Manual keamanan yang dikembangkan dengan baik juga akan mengurangi angka pelanggaran dengan menunjukkan area masalah yang akan datang. Hal ini penting untuk menetapkan lingkungan safety first dari awal.

24

Ubikayu

Pencucian

Pengupasan

Penggilingan

Enzim alphaamylase

Liquifikasi 90-95 °C, 2 jam

Enzim glucoamylase

Sakarifikasi awal 60-66 °C, 3jam

Uap

Sakarifikasi lanjut dan fermentasi 32 °C, 36 jam

Pemisahan serat dan distilasi

Limbah cair. serat

Dehidrasi (molecular sieve)

Fuel Grade Ethanol 99,5%

Gambar 3. Diagram Alir proses produksi bioetanol dengan bahan baku ubikayu ( Prihandana et.al, 2007)

25

Rekomendasi keamanan yang dapat diterapkan di industri etanol adalah sebagai berikut : 1. Manual keamanan pabrik sebaiknya meliputi dugaan keamanan dasar, memaksakan syarat dan prosedur operasional kritis lain, termasuk: a. Tanda pengenal b. Pintu masuk yang dibatasi c. Penggunaan perlengkapan keselamatan personil d. Tindakan darurat e. Rintangan komunikasi (hak pegawai untuk tahu) f. Pekerjaan dengan barang yang panas g. Pengamanan pernapasan h. Pengamanan dari kejatuhan i. Isu manajemen lainnya yang berhubungan dengan fasilitas 2. Melatih pegawai pada waktu awal dipekerjakan tentang program keamanan, dugaan

keamanan

dan

bagaimana

pegawai

akan

diminta

pertanggungjawabannya untuk implementasi program keamanan pabrik. 3. Semua personil sebaiknya mempunyai pemahaman bahan berbahaya yang ada di pabrik. Ini termasuk pelatihan mereka pada bagaimana bekerja dengan bahan berbahaya tersebut dengan aman dan kegunaan perlengkapan keselamatan personil yang tepat. 4. Semua personil pabrik harus tahu di mana bisa mendapatkan MSDS (Material Safety Data Sheet) 5. Mengadakan pertemuan keamanan secara teratur 6. Melakukan sesi pelatihan pada penggunaan perlengkapan keselamatan personil secara tepat. 7. Melakukan pelatihan darurat untuk evakuasi, penyelamatan dan pemulihan. 8. Mengundang departemen pemadam kebakaran dan kepolisian lokal ke pabrik untuk tur spesial. 9. Menyediakan MSDS ke departemen pemadam kebakaran, bersama dengan peta pabrik yang menunjukkan semua cairan yang mudah terbakar dan bahan berbahaya sebagai bagian dari Rencana Tindakan Darurat anda.

26

10. Mendorong pemadam kebakaran untuk melakukan latihan aktif di pabrik sebagai bagian pelatihan kebakaran mereka. 11. Mensyaratkan semua vendor dan kontraktor luar untuk mengikuti peraturan keamanan fasilitas anda. Hal lain yang harus diperhatikan adalah efek kesehatan yang terjadi jika terjadi kecelakaan kerja. Terutama efek kesehatan yang timbul jika terjadi kontak antara komponen bietanol dengan konsentrasi tinggi dengan organ tubuh pekerja. Efek-efek tersebut dijelaskan pada Tabel 2. CHS Inc Material Safety Data Sheet (2003), juga menjelaskan bahwa untuk menghindari ketidaksesuaian, ada kondisi dan material yang harus dihindarkan selama proses produksi. Kondisi yang harus dihindari adalah suhu tinggi, percikan api, nyala api, penambahan tenaga pada listrik statis, dan sumber nyala api lainnya. Material atau bahan yang harus dihindari adalah zat pengoksidasi, halogen, asam kuat, dan alkali. Keselamatan dan kesehatan kerja juga dapat dilihat dari sudut pandang ergonomika. Menurut Farizi (2006), faktor-faktor utama yang harus diperhatikan di dalam ergonomika adalah kebisingan, suhu, cahaya, sirkulasi udara, kelembaban, bau-bauan dan ruang dan posisi kerja. Kondisi lingkungan yang sesuai dalam bekerja adalah yang bersuhu baik. Suhu optimal lingkungan untuk manusia dalam bekerja adalah 24 - 27°C. proses produksi bioetanol banyak melibatkan panas saat proses cooking, distilasi, dan dehidrasi. Suhu di sekitar alat dapat mencapai 31 – 33°C, sedangkan di sekitar boiler adalah 40°C. Proses fermentasi pada proses produksi bioetanol juga harus diperhatikan. Bakteri Saccharomyces cerevisae yang berperan dalam proses fermentasi, menurut Winkler dan Parke (1992) di dalam tubuh manusia bakteri ini tidak akan berkembang biak seperti halnya Bacillus subtilis dan bakteri saprofit lain yang tidak berbahaya. Fermentasi berperan sangat penting di dalam pembuatan bioetanol dan termasuk ke dalam proses bioteknologi. Muijs (1992) menjelaskan bahwa pada proses bioteknologi, mikroorganisme yang berperan tidak boleh tercemar di luar tempat proses terjadi, terutama bila menggunakan organisme dengan resiko tinggi. Teknik dan monitoring di dalam proses-proses bioteknologi sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran mikroorganisme. Jenis

27

teknik yang tepat pada proses fermentasi adalah GILSP (Good Industrial LargeScale Practices) dimana bakteri yang digunakan tidak berbahaya dan tidak memerlukan wadah khusus. Monitoring pada proses ini adalah control terhadap udara yang masuk dan kebocoran pada wadah.

Tabel 2. Efek kontak antara komponen bioetanol dan organ tubuh Organ

Efek pada kesehatan

Kulit

Memerah Gatal-gatal Radang Kontak pada kulit dapat menyebabkan efek bahaya pada bagian tubuh lain. Rasa sakit Memerah Radang pada konjungtiva Efek bisa semakin parah jika terjadi berulang kali atau dalam waktu yang lama. Menghirup komponen bioetanol dalam konsentrasi tinggi bisa berbahaya Terjadi penurunan pada sistem saraf pusat. Gejala-gejala yang terjadi adalah, sakit kepala, perasaan terlalu senang, pusing, bingung, mengantuk, pandangan buram, kelelahan, kejang, hilang kesadaran, koma, susah bernafas dan meninggal. Gejala tersebut dapat terjadi tergantung tinggi atau rendahnya konsentrasi dan durasi penghirupan. Iritasi pada mulut, tenggorokan dan lambung Gejala yang muncul adalah rasa sakit, mual, muntah dan diare Penyerapan ke dalam paru-paru dapat mengakibatkan radang dan kerusakan paru-paru

Mata

Pernapasan

Pencernaan

Sumber : Flint Hills Recources Material Safety Data Sheet. (Mei 2007 : 3)

Bahaya lain yang harus diperhatikan pada industri bioetanol adalah kebisingan. Istilah kebisingan digunakan untuk mendefinisikan suara yang tidak dikehendaki dan membebani telinga, termasuk suara yang tidak beraturan, suara hasil dari suatu aktivitas baik itu berasal dari transportasi maupun suatu industri. Intensitas kebisingan yang diizinkan dalam suatu industri antara 85 dB – 90 dB. Kontrol pada kebisingan dapat dilakukan dengan cara mereduksi sumber suara, pengaturan transmisi suara, dan perlindungan terhadap penerima (Wilson, 1989). Menurut Farizi (2006), kebisingan dalam tingkat rendah dalam proses produksi bioetanol dapat ditemukan pada saat kompresor dan crusher beroperasi, pemasakan dalam cooking tank, distilasi produk dan pipa pembuangan steam.

28

Penglihatan yang kurang dan cahaya yang tidak memadai adalah salah satu penyebab kecelakaan dalam pekerjaan yang cukup banyak terjadi. Pekerjaan yang memerlukan persepsi secara visual, seperti membaca ukuran pada peralatan atau mesin dan inspeksi pada suatu lini produksi atau mesin, sangat penting adanya pencahayaan yang lebih dari cukup dan penglihatan dalam keadaan baik (Wilson, 1989). Pencahayaan juga merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas kerja. Pencahayaan yang berlebihan ataupun kurang dapat menyebabkan kelelahan. Selain itu, bau-bauan yang bersifat polusi udara pada proses produksi bioetanol banyak ditemukan pada fermentor, terutama pada saat pengeluaran drain. Sirkulasi udara yang baik dapat mengatasi masalah polusi dan suhu yang ada pada proses produksi. (Farizi, 2006) Pemeriksaan pada beberapa industri anggur atau minuman beralkohol di Australia menghasilkan ada beberapa bahaya jatuh dari ketinggian terjadi karena tidak ada alat perlindungan ataupun tangga yang sesuai. Bahaya ini terjadi pada proses pencapaian tangki seperti tangki fermentasi, pemasakan dan lain-lain, yang bisa mengakibatkan pekerja jatuh dari ketinggian antara 2-3 meter (Anonim, 2008). I.

Peralatan dan Tindakan Penanggulangan Kondisi Darurat atau Bencana Peralatan darurat sangat berguna untuk penanggulangan pada kondisi darurat.

Perusahaan harus melakukan identifikasi dan menyediakan peralatan tersebut dalam jumlah yang memadai. Peralatan ini juga harus diuji kelayakannya dalam waktu yang terencana. Contoh peralatan darurat antara lain, sistem alarm, lampu dan tenaga listrik darurat, peralatan pemadam kebakaran, fasilitas komunikasi, tempat perlindungan, hydrant dan stasiun pencuci mata. IKM bioetanol dengan resiko kebakaran dan ledakan, sangat diperlukan peralatan pemadam kebakaran. Selain itu lampu dan tenaga listrik darurat juga diperlukan jika sumber listrik utama padam. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Jumlah tenaga kerja pada industri ini di bawah 25 orang, dan tempat kerja yang memungkinkan banyak terjadi kecelakaan maka kotak P3K

29

yang digunakan adalah kotak bentuk II. Isi dari kotak P3K bentuk 2 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Peralatan penanggulangan kecelakaan dalam kotak P3K bentuk II. Kotak P3K bentuk II 50 gram kapas putih 100 gram kapas gemuk 3 rol pembalut gulung lebar 2,5 cm 2 rol pembalut gulung 5 cm 2 rol pembalut gulung 7,5 cm 2 pembalut segitiga (mitella) 2 pembalut cepat steril (snelverband) 10 buah kassa steril ukuran 5x5 cm 10 buah kassa steril ukuran7,5x7,5 cm 1 rol plester lebar 1 cm 20 buah plester lebar 1 cm 20 buah plester cepat (misal: tensoplast) 1 bidal 1 gunting pembalut 1 buah sabun 1 dus kertas pembersih 1 pinset 1 lampu senter 1 buku catatan 1 buku pedoman P3K 1 daftar isi kotak P3K Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 75)

30

Tabel 4. Obat-obatan dalam kotak P3K bentuk II. Obat-obatan untuk kotak P3K bentuk II Obat pelawan rasa sakit (Antalgin, Acetosai dan lain-lain) Obat sakit perut (Paverin, enterovioform, dan lain-lain) Norit Obat anti alergi Soda kue, garam dapur Merculochrom Obat tetes mata Obat gosok Salep anti histamimka Salep sulfa atau S.A. powder Boor zalif Sofratulle Larutan rivanol 1/10 500 cc Amoniak cair 25% 100cc Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 75)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian evaluasi yang sifatnya formatif, yang bersifat melihat dan meneliti pelaksanaan program. Program disini adalah keamanan pekerja pada saat proses produksi berjalan. Variabel yang akan dievaluasi adalah bahaya, paparan, peluang, konsekuensi, dari setiap kegiatan produksi. Berikut adalah tahapan penelitian yang dilakukan : 1. Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya yang ada pada industri bioetanol yang didapat dari hasil wawancara dan penelusuran literatur. Bahaya-bahaya tersebut kemudian disusun berdasarkan tahapan kegiatan produksi. 2. Penyusunan dan penyebaran kuesioner Responden kuesioner ini adalah seluruh pekerja dari pabrik bioetanol. Hasil kuesioner kemudian dianalisa menggunakan uji reliabilitas dan uji validitas. 3. Uji Validitas dan Reliabilitas data Uji ini dilakukan untuk menentukan valid atau tidaknya hasil dari kuesioner. 4. Analisa 3-D model Penilaian resiko 3-D Model yang akan menunjukkan tingkat resiko setiap bahaya yang teridentifikasi. 5. Rekomendasi pengendalian bahaya Rekomendasi

pengendalian

ditetapkan

terhadap

bahaya

yang

teridentifikasi berdasarkan tingkatan resiko yang didapat.

B. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah pekerjaan yang dilakukan seluruh pekerja di dalam industri bioetanol ini. Subjek akan diteliti melalui pengamatan selama kegiatan dan kuesioner.

32

C. Instrumen Penelitian Suardi (2005), menjelaskan bahwa sebuah organisasi dapat menerapkan metode

pengendalian

resiko

apapun

sejauh

metode

tersebut

mampu

mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih prioritas resiko dan mengendalikan resiko dengan melakukan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang. Variabel yang akan dievaluasi, diukur menggunakan metode Identifikasi dan Pengendalian Resiko Kecelakaan atau Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Tahap ini sangat penting, terutama bagi industri yang belum menerapkan sistem manajemen K3. Menurut Suardi (2005), identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan : 1.

Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

2.

Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi Bahaya yang akan dievaluasi dikelompokkan dahulu berdasarkan jenis

kegiatannya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses penentuan bahaya yang ada di industri. Identifikasi bahaya yang sudah ditentukan akan dinilai atau dianalisa sejauh mana bahaya dapat terjadi, pada tahap penilaian resiko. Metode yang digunakan adalah penggunaan rating setiap resiko. Level atau tingkatan resiko ditentukan oleh hubungan antara nilai hasil identifikasi bahaya dan konsekuensi. Penilaian resiko yang akan dilakukan menggunakan 3D model. Selanjutnya akan diuraikan penilaian resiko yang sudah dilakukan pada setiap kegiatan dan resiko sesuai dengan identifikasi bahaya di atas. Contoh tabel penilaian resiko model 3D dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai-nilai yang dicantumkan di tabel penilaian resiko memiliki arti tertentu. Arti nilai atau angka yang dicantumkan pada setiap penilaian memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Definisi nilai pada paparan, peluang, konsekuensi dan nilai resiko disajikan pada Tabel 6. Hasil perhitungan nilai resiko (ExLxK) akan menentukan tingkat resiko dan cara pengendalian yang sesuai berdasarkan literatur dan kondisi di lokasi. Cara pengendalian resiko kecelakaan akan menjadi hasil dari penelitian ini yang kemudian menjadi rekomendasi untuk pelaksanaan K3 di industri bioetanol skala rumah.

33

Tabel 5. Lembar Penilaian Resiko – 3D Model No.

Kegiatan

Bahaya

Resiko

Penilaian Resiko

Paparan (E)

Peluang (L)

Konsekuensi (K)

Nilai Resiko (ExLxK)

Tingkatan Resiko

Tindak Lanjut

Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 83)

Tabel 6. Definisi Nilai pada Penilaian Resiko Definisi Paparan

Peluang

Terus Menerus 10

Sangat Sering

Berkala

6

Sering

Tertentu

3

Tidak Teratur Jarang

Konsekuensi 1

Nilai Resiko*

Fatal

20

E>20

0,6

Major

10

H>10

Sedang

0,3

Sedang

5

M 3-10

2

Jarang

0,1

Minor

2

L<3

1

Sangat Jarang 0,05

Tidak Signifikan 1

Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 83) * E : Ekstrim/Signifikan H : Resiko tinggi M : Resiko sedang L : Resiko rendah

D. Analisis Data Analisa data pada penelitian ini tidak menggunakan analisa statistik. Data yang didapat akan dianalisa menggunakan rumus nilai resiko 3D.

Nilai Resiko = Nilai Paparan x Nilai Peluang x Nilai Konsekuensi

34

Nilai resiko akan menunjukkan tindak lanjut yang harus dilakukan berdasarkan tingkat resiko yang diperoleh. Ketentuan tindak lanjut terhadap tingkat (ranking) resiko dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Ketentuan tindak lanjut Tingkat Resiko

Tindak Lanjut

Resiko Rendah

Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar. Resiko Sedang Perlu tindakan untuk mengurangi resiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu diterapkan dengan baik dan benar. Resiko Tinggi Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikanuntuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan. Resiko Ekstrim Pekerjaan tidak dilaksanakan atau dilanjutkan sampai resiko telah direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi resiko dengan sumber daya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan. Sumber : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Suardi, Agustus 2005 : 84)

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Perusahaan Industri kecil dan menengah bioetanol di Jampangkulon ini, mengumpulkan ubi kayu dari petani di daerah sekitar sejumlah minimal 2800 Kg ubi kayu per hari. Dalam sehari plant bioetanol ini diharapkan dapat menghasilkan 400 l ethanol 95% per hari dan 100 l, etanol 99% per hari. Proses produksi menggunakan metode yang pada umumnya, yaitu fermentasi dan distilasi. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10 dan 11. Pendistribusian produk tidak dilakukan, karena penduduk setempat yang akan langsung datang ke lokasi pabrik untuk mendapatkan bioetanol. Diagram aliran proses di dalam pabrik dapat dilihat pada Lampiran 6. B. Uji Validitas dan Reliabilitas Langkah pertama dalam proses manajemen resiko adalah melakukan identifikasi bahaya tempat kerja atau tempat yang berpeluang mengalami kerusakan. Hal yang harus diperhatikan adalah bahaya akibat pekerjaan tidak saja terjadi pada saat kejadian, tetapi bisa juga terjadi dalam kurun waktu yang lama (Santoso, 2004). Identifikasi bahaya pada IKM (Industri Kecil dan Menengah) bioetanol ini dikelompokkan per lini produksi, yaitu persiapan bahan baku (pencucian dan pengecilan ukuran), pemasakan (hidrolisis), fermentasi, distilasi dan dehidrasi. Kuesioner disusun mengadaptasi tabel identifikasi bahaya dan resiko tipe 3D. Kuesioner tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil kuesioner diolah dalam tabel penilaian resiko model 3D. Hasil nilai resiko masing-masing responden dibuat pembobotannya untuk digunakan dalam uji validitas dan reliabilitas data. Contohnya, untuk bahaya terkena benda panas pada aktivitas pemasakan. Nilai resiko pada bahaya adalah sebagai berikut.

Nilai Resiko (ExLxK)

36

R1

R2

R3

R4

R5

4

6

1.8

30

12

Rata-rata nilai resiko adalah 10,36 = 10 (Resiko sedang) Pembobotan Nilai 4

4

2

1

3

Nilai rata-rata adalah 10, yaitu termasuk kategori resiko sedang. Nilai resiko dari setiap responden dibandingkan dengan nilai rata-rata. Nilai yang juga termasuk resiko sedang mendapat nilai 4, resiko tinggi mendapat nilai 3 karena nilai resiko rata-rata mendekati resiko tinggi. Resiko rendah mendapat nilai 2, diikuti ekstrim dengan nilai 1 karena berbeda dua tingkat dari resiko sedang. Pembobotan ini diterapkan pada setiap bahaya dari masing-masing aktivitas. Jika seluruh nilai sudah didapat dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment, didapatkan hasil pada Lampiran 3. Nilai korelasi tertinggi adalah 0,969231313 pada bahaya terkena benda panas aktivitas dehidrasi dan nilai terendah adalah 0,028835492 pada bahaya terkena bahan kimia pada aktivitas pemasakan. Nilai korelasi pada setiap bahaya tidak seluruhnya signifikan, tetapi tidak ada nilai negatif. Hal ini menunjukkan mayoritas pertanyaan tersebut mengukur aspek yang sama dan tidak terjadi pertentangan antara pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Data yang telah dinyatakan valid, kemudian diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas yang digunakan adalah teknik test retest. Pengambilan data melalui kuesioner dilakukan kembali setelah 16 hari. Perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil perhitungan uji reliabilitas menunjukkan nilai yang signifikan, yaitu 0,966052998 dan hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran pertama dan kedua konsisten.

C. Penilaian Resiko Data telah diuji validitas dan reliabilitasnya, berikutnya dapat dibahas mengenai penilaian resiko. Pertama yang dilakukan adalah melihat tingkat resiko

37

dari penilaian resiko. Penilaian resiko pertama yang akan digunakan dalam penentuan tindak lanjut dan pengendalian bahaya. Uji reliabilitas test retest mengharuskan dua kali pengukuran data, maka didapat dua hasil pengukuran penilaian resiko. Penilaian resiko dari dua kali pengukuran relatif sama, oleh karena itu kedua pengukuran dapat digunakan untuk penentuan tindak lanjut dan pengendalian. Penilaian resiko akan menentukan dimana tingkat resiko dari masing-masing bahaya. Hasil dari penilaian dan tingkat resiko dapat dilihat pada Lampiran 2.

a. Persiapan Bahan Baku Proses persiapan bahan baku antara lain mencakup aktivitas pencucian, pengecilan ukuran dan pemasakan. Masing-masing aktivitas memiliki bahaya dan resiko. Bahaya yang terjadi dan tingkat resikodapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Persiapan Bahan Baku No.

Aktivitas

1

Pencucian

2

Pengecilan ukuran (Pemotongan)

3

Pemasakan

Bahaya Terkena cipratan air pencucian Tergores Terpotong atau Tersayat Kebisingan (dari crusher) Tersengat aliran listrik Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Terkena bahan kimia Kebakaran atau ledakan

Nilai Resiko 8

Tingkat Resiko Sedang

10

Sedang

10

Sedang

14

Tinggi

4

Sedang

10

Sedang

14

Tinggi

2

Rendah

13

Tinggi

38

Pada proses pencucian terdapat bahaya terkena cipratan air pencucian. Tinggi washer kurang lebih 1,2 meter atau setara dengan dada orang dewasa. Aktivitas putaran dalam kecepatan sedang menyebabkan air terciprat dengan radius 1 meter dari alat. Air ini dapat melukai mata dan mengganggu pekerja selama melakukan aktivitas persiapan bahan baku selanjutnya. Aktivitas ini memiliki nilai resiko sedang karena efek dari bahaya tersebut dapat mengiritasi organ mata walaupun tidak permanen. Proses pengecilan ukuran mempunyai lebih dari satu bahaya. Bahaya tergores atau tersayat pisau pemotong pada crusher bisa terjadi jika pekerja memasukkan tangan untuk memperlancar masuknya bahan baku atau jika alat tersebut tiba-tiba rusak dan berhenti. Resiko yang dihasilkan dari bahaya ini adalah sedang. Efek terparah dari luka dapat menimbulkan cacat permanen dan peluang bahaya ini terjadi cukup sering karena banyaknya bahan baku yang harus dihancurkan pada proses ini. Bahaya lain pada proses pengecilan ukuran adalah kebisingan. Kebisingan ini berasal dari crusher. Crusher tidak digunakan terus-menerus, maksimal 6 kali per hari. Durasi penggunaan pun relatif singkat, hanya satu jam. Bahaya jenis ini memiliki tingkat resiko tinggi. Bahaya selanjutnya adalah sengatan aliran listrik, karena mesin dioperasikan menggunakan listrik. Resiko bahaya ini sedang, karena efek yang ditimbulkan

adalah kematian dan cacat

permanen, walaupun peluang dan paparan dari bahaya ini rendah. Proses pemasakan termasuk tahapan produksi yang banyak menggunakan suhu tinggi dan bahan kimia seperti alpha amilase dan gluko amilase. Suhu yang digunakan pada proses pemasakan mencapai 90°C. Suhu ini cukup tinggi dan uap dari proses ini pun dapat mengakibatkan suhu ruangan naik. Suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada kulit bahkan kerusakan

permanen

pada

kulit.

Lingkungan

dengan

suhu

tinggi

mengakibatkan tidak optimalnya pekerjaan yang dilakukan. Oleh karena itu, pada aktivitas pemasakan, bahaya terkena benda panas beresiko sedang dan bahaya lingkungan pada suhu tinggi beresiko tinggi. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ini adalah enzim alpha amilase dan gluko amilase. Zat kimia ini tidak relatif berbahaya, tapi harus dihindari

39

agar tidak tertelan tanpa sengaja. Bahaya ini memiliki tingkat resiko rendah. Peluang bahaya kebakaran atau ledakan di proses ini tidak besar, tetapi karena menggunakan suhu tinggi peluang tersebut tetap ada. Efek dari kebakaran yang fatal menjadi faktor tingkat resiko pada bahaya ini tetap tinggi.

b. Fermentasi Proses fermentasi tidak memiliki resiko yang cukup tinggi. Identifikasi bahaya pada tahap ini adalah terkena benda panas, lingkungan suhu tinggi, bahaya biologis dari S. cerevisae, polusi dari limbah dan keluarnya produk samping seperti CO2. Tingkat resiko pada bahaya terkena benda panas beresiko sedang karena suhu dari dalam tangki hanya dalam kisaran 32°C. Suhu yang tidak terlalu tinggi maka dapat dikatakan proses ini tidak mempengaruhi suhu lingkungan secara signifikan, oleh karena itu bahaya lingkungan pada suhu tinggi beresiko rendah. Penggunaan S. cerevisae tidak mempengaruhi pekerja, tetapi resiko bersifat sedang karena peluang terjadinya bahaya ini relatif sedang . Polusi udara atau bau dari limbah sangat mudah terhirup karena ruangan yang relatif sempit. Selain itu gas buangan berupa CO2, juga kurang baik bila terhirup dalam waktu lama. Bahaya jenis ini memiliki resiko sedang. Penilaian resiko bahaya pada proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Fermentasi No.

Aktivitas

Bahaya

1.

Fermentasi

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Bahaya biologis (dari S.cerevisae) Polusi udara (bau dari limbah) Menghirup gas CO2 dalam waktu lama

Nilai Resiko 4

Tingkat Resiko

2

Rendah

4

Sedang

3

Sedang

4

Sedang

Sedang

40

c. Distilasi dan Dehidrasi Proses distilasi dan dehidrasi adalah tahapan proses yang menggunakan suhu tinggi dan dalam waktu yang cukup lama. Tiga titik bahaya bernilai ekstrim terdapat pada proses distilasi. Bahaya tersebut adalah kontak dengan benda panas, lingkungan pada suhu tinggi dan resiko terjadinya kebakaran atau ledakan. Bahaya terkena benda panas dan lingkungan pada suhu tinggi bernilai ekstrim karena peluang terjadinya bahaya sangat sering dan bahaya dapat terjadi secara berkala. Bahaya kebakaran dan

ledakan memiliki efek yang sangat fatal

walaupun peluang dan paparan resiko tidak tinggi. Oleh karena itu resiko pada bahaya ini bersifat ekstrim. Polusi udara dari pembuangan limbah cair dapat menghambat pekerjaan karena baunya yang sangat menyengat. Pusing dapat terjadi jika terlalu lama menghirup bau dari limbah. Peluang terjadinya bahaya ini sering dan terjadi secara terus menerus selama proses distilasi berjalan, oleh karena itu bahaya bersifat sedang. Peralatan distilasi pada industri ini cukup tinggi sekitar 5-6 meter. Untuk mencapai bagian atas dapat digunakan tangga vertikal pada sisi alat distilasi. Tangga ini sangat berbahaya karena posisinya yang vertikal dan mudah terkena panas dari alat. Efek bahaya yang dapat berupa cacat permanen menyebabkan bahaya ini beresiko tinggi. Proses dehidrasi menggunakan suhu cukup tinggi berkisar 80-90°C. Oleh karena itu resiko terkena benda panas dan suhu lingkungan tinggi memiliki tingkat resiko tinggi. Penilaian Resiko bisa dilihat pada Tabel 10.

41

Tabel 10. Bahaya dan Penilaian Resiko Aktivitas Distilasi dan Dehidrasi No. 1.

2.

Aktivitas Distilasi

Dehidrasi

Bahaya Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran atau ledakan Polusi udara (bau dari limbah cair) Kontak dengan limbah Terjatuh dari tangga unit distilasi Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

Nilai Resiko 23

Tingkat Resiko

23

Ekstrim

21

Ekstrim

10

Sedang

4

Sedang

19

Tinggi

15

Tinggi

18

Tinggi

Ekstrim

D. Penentuan Pengendalian Mayoritas dari bahaya pada produksi bioetanol mempunyai resiko sedang. Tingkat resiko ini memerlukan tindakan pengurangan resiko yang sederhana dan tidak menggunakan sumber daya serta biaya yang tinggi. Tingkat resiko tinggi memerlukan tindakan reduksi segera dan pekerjaan tidak dilakukan sampai resiko direduksi. Tingkat resiko ini juga harus mempertimbangkan alokasi sumber daya dan biaya dalam mereduksi resiko. Resiko ekstrim atau signifikan adalah tingkat tertinggi dengan diperlukannya reduksi resiko yang tepat dan cepat. Pekerjaan tidak dapat dilakukan jika sumber daya terbatas. Tindak lanjut dari setiap bahaya telah ditentukan, berikutnya dibutuhkan pengendalian dalam mereduksi resiko. Menurut Suardi (2005), dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan adalah memulai dari tindakan yang terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka diturunkan ke tingkat pengendalian yang lebih rendah atau mudah. Semakin tinggi tingkat kendali yang dipilih semakin tinggi biaya yang dibutuhkan dan tingkat resiko semakin besar reduksinya. Tahap pertama dalam pengendalian adalah menghilangkan penyebab

42

bahaya. Jika tidak memungkinkan, maka harus dilakukan salah satu atau kombinasi dari tahapan di bawah ini : a. Mengganti peralatan atau mesin tersebut (substitusi). b. Melakukan desain ulang dari perangkat kerja (engineering). c. Melakukan isolasi sumber bahaya.

Jika ketiga alternatif tersebut tidak dapat juga digunakan, maka dapat dilakukan dua alternatif berikut ini : a. Pengendalian secara administrasi, seperti prosedur, instruksi kerja, supervisi pekerjaan. b. Penggunaan alat pelindung diri (APD) atau safety equipment. IKM bioetanol di Jampangkulon ini memiliki sumber daya yang terbatas. Maka, penghilangan penyebab bahaya sulit untuk dilakukan. Alternatif pencegahan adanya resiko akan banyak dilakukan untuk mereduksi resiko. Berikut adalah penentuan pengendalian pada IKM bioetanol sesuai urutan tingkat bahaya.

a. Tingkat Resiko Rendah Bahaya pada resiko rendah terdapat pada aktivitas pemasakan dan fermentasi. Bahaya tersebut adalah terkena bahan kimia pada pemasakan dan suhu lingkungan tinggi pada aktivitas fermentasi. Bahaya yang terjadi dan penentuan pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Rendah Aktivitas

Bahaya

Pengendalian

Pemasakan

Terkena bahan kimia

Fermentasi

Lingkungan pada suhu tinggi

Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) dan pemantauan Indikator suhu (termometer) pada mesin dan pembuatan SOP

Proses pemasakan termasuk tahapan produksi yang banyak menggunakan bahan kimia seperti alpha amilase dan gluko amilase. Bahan kimia ini bersifat

43

tidak berbahaya dan hanya sedikit digunakan. Pengendalian untuk bahaya ini bisa diterapkan melalui Standard Operation Procedure (SOP) yang dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Suhu dari dalam tangki fermentasi yang hanya dalam kisaran 32°C, tidak mempengaruhi suhu lingkungan secara signifikan. Pemantauan melalui termometer yang ada pada tangki tetap harus dilakukan untuk mencegah suhu yang belum sesuai untuk proses ini.

b. Tingkat Resiko Sedang Bahaya dengan resiko sedang berjumlah 11 bahaya yang terdapat pada seluruh tahap produksi, kecuali tahap dehidrasi. Tahap persiapan bahan baku, resiko rendah terdapat pada aktivitas pencucian, pengecilan ukuran dan pemasakan. Tahapan fermentasi empat dari lima bahaya bersifat sedang. Tahap distilasi, bahaya dari limbah cair juga beresiko sedang. Bahaya resiko sedang diperlukan tindakan untuk mengurangi resiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Tindakan dapat berupa pengunaan alat pengaman diri dan penggunaan SOP. Penghilangan bahaya tidak diperlukan pada kondisi ini. Penentuan pengendalian bahaya dengan tingkat resiko sedang dapat dilihat pada Tabel 12.

44

Tabel 12. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Tingkat Resiko Sedang Aktivitas Pencucian Pengecilan Ukuran (Pemotongan)

Bahaya Terkena cipratan air pencucian Tergores Terpotong atau Tersayat Tersengat aliran listrik

Pemasakan

Terkena benda panas

Fermentasi

Terkena benda panas

Distilasi

Bahaya biologis (dari S.cerevisae) Polusi udara (bau dari limbah) Menghirup gas CO2 dalam waktu lama Polusi udara (bau dari limbah cair) Kontak dengan limbah

Pengendalian Pembuatan kawat penghalang pada sisi washer Penggunaan Sarung Tangan Penggunaan Sarung Tangan, SOP Sumber listrik diletakkan pada posisi tertutup Penggunaan isolator (glass wool) pada cooking tank, SOP Penggunaan tangki yang tidak mudah menghantarkan suhu. Pembuatan SOP Penggunaan masker Penggunaan masker Penggunaan masker Pengunaan sarung tangan

c. Tingkat Resiko Tinggi Terdapat 6 bahaya yang beresiko tinggi. Bahaya ini terdapat pada proses pengecilan ukuran, pemasakan, distilasi dan dehidrasi. Pekerjaan pada resiko tinggi tidak dapat dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipikirkan disediakannya sumber daya yang akan dialokasikan untuk mengaw asi aktivitas tersebut setelah pengendalian diterapkan. Penggunaan

alat

pengaman diri seperti earplug pada kondisi kerja yang bising sangat penting. Sepatu boot yang digunakan pada kondisi suhu tinggi, licin atau basah dan terdapat kontak dengan listrik adalah sepatu boot jenis non-steel yang bersifat tahan air, isolator terhadap panas dan listrik (Anonim, 2008). Jika resiko masih ada dalam pekerjaan, maka penghilangan resiko segera dilakukan. Penentuan pengendalian bisa dilihat pada Tabel 13.

45

Tabel 13. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Tinggi Aktivitas Pengecilan Ukuran (Pemotongan) Pemasakan

Distilasi Dehidrasi

Bahaya

Pengendalian

Kebisingan (dari crusher)

Penggunaan earplug pada saat crusher beroperasi Lingkungan pada suhu Isolasi area sementara tinggi (uap panas) pada saat mesin beroperasi Kebakaran atau Indikator suhu ledakan (thermometer) pada mesin dan pembuatan SOP Terjatuh dari tangga Penggunaan sepatu boot unit distilasi (safety shoes) Terkena benda panas Penggunaan isolator (glass wool) dan sarung tangan anti panas, SOP Lingkungan pada suhu Penggunaan isolator tinggi (uap panas) (glass wool), SOP

d. Tingkat Resiko Ekstrim Aktivitas dengan resiko ekstrim, tidak dapat dilaksanakan atau dilanjutkan jika resiko belum direduksi atau dihilangkan. Reduksi resiko dapat dilakukan dengan menggunakan isolator pada proses dengan suhu sangat tinggi dan sarung tangan anti panas untuk menghindari kontak. Isolator yang dapat digunakan untuk menahan panas dan tahan terhadap api adalah glass wool (Anonim, 2006). Sarung tangan yang dapat digunakan adalah jenis yang tahan terhadap suhu ekstrim. Penggunaan indikator suhu dan tekanan juga diperlukan agar pekerja dapat mengontrol suhu yang digunakan selama proses produksi. Penentuan pengendalian bisa dilihat pada Tabel 14.

46

Tabel 14. Penentuan Pengendalian Bahaya dengan Resiko Ekstrim Aktivitas

Bahaya

Pengendalian

Distilasi

Terkena benda panas

Penggunaan isolator (glass wool) dan sarung tangan anti panas, SOP Penggunaan isolator (glass wool), SOP

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran atau ledakan

Penggunaan indikator suhu (termometer) dan indikator tekanan (gaugemeter) pada boiler, SOP

Tindakan penanggulangan lain dapat dilakukan jika kondisi darurat terjadi. Jenis kecelakaan dan cara penanggulangannya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Jenis kecelakaan dan tindakan penanggulangan Jenis Kecelakaan Kebakaran Tingkat 1 dan 2

Tindakan Penangulangan Padamkan kebakaran menggunakan alat pemadam yang disediakan Dinginkan luka bakar menggunakan aliran air dingin

47

Kebakaran Tingkat 3

Padamkan segera sumber kebakaran dan dinginkan wilayah sekitar kebakaran Luka bakar ditutup menggunakan kain bersih

Menghirup alkohol dalam

Bawa pekerja ke daerah dengan udara terbuka,

waktu yang cukup lama

lalu biarkan istirahat dalam keadaan hangat dan jangan biarkan berjalan

Kontaminasi pada kulit

Lepaskan baju dan sepatu, cuci kulit dengan air dan sabun berikan salep jika ada luka

Kontaminasi pada mata

Bersihkan mata dengan air hangat selama 15 menit setelah itu bawa ke dokter terdekat

Konsumsi langsung

Jika pekerja dalam keadaan sadar, bersihkan mulut dengan air, hindari terjadinya muntahan, berikan 1 atau 2 butir pil yang mengandung karbon aktif, hancurkan dan larutkan dalam air Jika pekerja tidak sadarkan diri, jangan berikan pil atau obat lain dan segera bawa ke dokter terdekat

Sumber : PLP. A.S. (Juli 2008 : 4-5)

48

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Industri bioetanol skala kecil dan menengah banyak didirikan di Indonesia dalam rangka mengganti bahan bakar minyak. Proses produksi bioetanol memungkinkan adanya resiko kecelakaan yang terjadi kepada pekerja. Suhu tinggi banyak dilibatkan dalam proses dan komponen di dalam bioetanol sendiri dapat menimbulkan bahaya seperti kebakaran karena sifatnya yang mudah terbakar. Bahaya yang teridentifikasi kemudian dianalisa nilai dan tingkat resikona. Nilai resiko, yang didapat melalui perhitungan penilaian 3-D model, kemudian dievaluasi untuk menentukan tindak lanjut dan pengendalian bahaya di dalam industri. Hasil perhitungan nilai resiko menunjukkan dari 22 aktivitas berbahaya 2 aktivitas beresiko rendah, 11 aktivitas beresiko sedang, 6 aktivitas beresiko tinggi dan 3 aktivitas ekstrim. Nilai resiko tersebut akan menentukan tindak lanjut, seperti perlu diadakannya alat pengaman diri, isolasi area berbahaya, ataupun peralatan darurat. Bahaya dengan resiko rendah dan resiko sedang dapat menggunakan alat pengaman diri untuk mencegah bahaya terjadi. Resiko tinggi juga dapat menggunakan alat pengaman diri, serta isolasi area berbahaya dan pembuatan SOP (Standard Operation Procedures). Bahaya dengan resiko ekstrim harus diatasi dengan menghilangkan sumber dari bahaya. Jika bahaya tidak dihilangkan aktivitas tidak dapat dilanjutkan. Alat pengaman diri yang bisa digunakan adalah sepatu boot, sarung tangan, masker, dan earplug. Peralatan darurat yang harus dipersiapkan untuk menanggulangi bahaya adalah kotak P3K bentuk II dan alat pemadam kebakaran. Hal lain yang bisa dilakukan sebagai upaya pencegahan adalah pembuatan SOP dan indikator suhu serta tekanan agar mesin dapat dipantau keadaan suhu dan tekanannya. Penggunaan glass wool sebagai isolator pada mesin-mesin yang melibatkan suhu tinggi juga dapat mencegah pekerja celaka ataupun terluka.

49

B. Saran Identifikasi bahaya dan resiko dapat membantu dalam menentukan upaya pencegahan kecelakaan pada suatu industri. Upaya pencegahan tersebut jika dapat diterapkan dengan baik dapat meningkatkan kenyamanan pekerja dalam melaksanakan proses produksi. Upaya ini digunakan sebagai pengendalian bahaya dalam suatu industri. Pengendalian bahaya ini juga harus dievaluasi setelah sebelumnya diterapkan. Evaluasi akan memberikan hasil yang terbaik untuk pengendalian bahaya yang sesuai pada setiap aktivitas yang berbahaya. Selain itu, Sistem Manajemen K3 juga harus diterapkan agar resiko, walaupun kecil, tetap diamati dan dievaluasi.

50

DAFTAR PUSTAKA Analisis Bioetanol Skala UKM. 2007. Pengembangan Produksi Bioetanol Skala Kecil di Kawasan Perdesaan dan Hutan Kemasyarakatan. Anonim. 2006. The Safety of Manmade Vitreous Fibres. Kanada :Health Canada. Anonim. 2008. Wine Industry Fact Sheet. Australia Barat: Departemen Konsumen dan Perlindungan Pekerja. BBI International. 2003. Ethanol Plant Development Handbook. Colorado, USA : BBI International. CHS Inc. Material Safety Data Sheet. 2003. St. Paul : CHS Inc. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N). 2006. Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional 2007 – 2010. Jakarta : DK3N. Farizi, A. 2006. Mempelajari Penerapan Aspek Ergonomika dalam Proses Produksi Bioetanol di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) BPPT-Bandar Lampung. Laporan Praktek Lapang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Flint Hills Recources. 2007. Gasoline Material Safety Data Sheet. Wichita: Flint Hills Recources. Hadi, S. 2008. Jenis-Jenis Penelitian Ilmiah (Online), (http://Infoskripsi .com/Jenis-jenis-Penelitian-Ilmiah.html, diakses 18 Juli 2008) Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A.H., Pratiwiri, A.W. 2007. Pengantar Teknologi Bioenergi. Bogor : SBRC. Heriyanto. 2008. Pemahaman Dasar K3 di Perusahaan. Makalah disajikan pada Pelatihan OHSAS 18001:2007 dan Sistem Manajemen K3 diselenggarakan Universitas Indonesia, Depok, tanggal 19-20 Juli. Hoopwood, D. dan Thompson, S. 2006. Workplace SafetyA Guide for Small and Midsize Company. New Jersey : John Wiley and Sons Inc.

51

Jeynes, J. 2000. Practical Health and Safety Management in Small Business. Oxford : Reed Educational and Professional Publishing Ltd. King, R. 1990. Safety in The Process Industries. London, England : ButterworthHeinemann Ltd. Muijs, G. T. 1992. Monitoring and Validation in Biotechnological Processes. Collins, C.H. dan Beale A.J. (Ed.). Safety in Indusrial Microbiology and Biotechnology. Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd. PLP A.S. 2008. Bioethanol Denatured (Online), (http://www.plp.cz/en/data/PND _Bioethanol_obecne_denaturovany.pdf, diakses 19 Januari 2009) Prihandana, R., K., Noerwijati, P.G., Adinurani, D., Setyaningsih, S., Setiadi, R., Hendroko. 2007. Bioetanol Ubikayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta : Agromedia Pustaka Ridley, J. dan Channing, J. 1999. Workplace Safety Volume 4 of The Safety at Work Series. Oxford : Reed Educational and Professional Publishing Ltd. Suardi, R. 2005. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PPM Wilson, C. E. 1989. Noise Control : Measurement, Analysis, and Control of Sound and Vibration. New York : Harper and Row, Publishers, Inc. Winkler, K.C. dan Parke J.A.C. 1992. Assessment of Risk. Collins, C.H. dan Beale A.J. (Ed.). Safety in Indusrial Microbiology and Biotechnology. Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd.

52

LAMPIRAN

53

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI BIOETANOL SKALA RUMAH DI SUKABUMI Data Responden Nama :……………………………….. Usia :……………………………….. Berilah tanda silang pada kotak yang sesuai dengan pilihan Anda. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan Status tingkat Pendidikan SD SMP SMU Sarjana Lainnya (……………….)

54

BAGIAN PERSIAPAN BAHAN BAKU I.A Peluang Terjadinya Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial SS 1.

Pencucian

Terkena cipratan air pencucian

2.

Pengecilan Ukuran (Pemotongan)

Tergores

Peluang Sr Sd J

SJ

Terpotong/ Tersayat Kebisingan (dari alat pemotong)

3.

Pemasakan

Tersetrum (jika alat menggunakan listrik) Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Terkena bahan kimia Kebakaran / ledakan

Keterangan : SS : Sangat sering, dapat terjadi kapan saja Sr : Sering, dapat terjadi secara berkala Sd : Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu J : Jarang, dapat terjadi tetapi jarang SJ : Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi

55

I.B. Durasi Paparan (Lamanya terkena bahaya potensial) No. Aktivitas Bahaya Potensial Peluang Tm Bk Tr Tt 1. Pencucian Terkena cipratan air pencucian 2.

Pengecilan Ukuran (Pemotongan)

J

Tergores Terpotong/ Tersayat Kebisingan (dari alat pemotong)

3.

Pemasakan

Tersetrum (jika alat menggunakan listrik) Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Terkena bahan kimia Kebakaran / ledakan

Keterangan : Tm : Terus menerus, terkena bahaya potensial dalam waktu yang lama Bk : Berkala, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat tetapi sering Tr : Tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat pada kondisi tertentu Tt : Tidak tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat dan jarang J : Jarang, memungkinkan tidak terkena bahaya potensial

56

I.C. Konsekuensi dari Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial F 1.

Pencucian

Terkena cipratan air pencucian

2.

Pengecilan Ukuran (Pemotongan)

Tergores

Peluang Ma S Mi

TS

Terpotong/ Tersayat Kebisingan (dari alat pemotong)

3.

Pemasakan

Tersetrum (jika alat menggunakan listrik) Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Terkena bahan kimia Kebakaran / ledakan

Keterangan : F : Fatal, mengakibatkan kematian dan atau kerugian finansial dalam jumlah yang tinggi Ma: Major, mengakibatkan kematian atau cacat permanen S : Sedang, mengakibatkan luka atau cacat minor Mi : Minor, mengakibatkan luka kecil dan tidak permanen TS:Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang terjadi

57

BAGIAN FERMENTASI II.A. Peluang Terjadinya Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial SS 1.

Fermentasi

Peluang Sr Sd J

SJ

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Bahaya biologis (dari S. cerevisiae) Polusi udara (bau dari limbah) Menghirup gas CO2 dalam waktu lama

Keterangan : SS : Sangat sering, dapat terjadi kapan saja Sr : Sering, dapat terjadi secara berkala Sd : Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu J : Jarang, dapat terjadi tetapi jarang SJ : Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi

58

II.B. Durasi Paparan (Lamanya terkena bahaya potensial) No. Aktivitas Bahaya Potensial Paparan Tm Bk Tr Tt 1. Fermentasi Terkena benda panas

J

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Bahaya biologis (dari S. cerevisiae) Polusi udara (bau dari limbah) Menghirup gas CO2 dalam waktu lama Keterangan : Tm : Terus menerus, terkena bahaya potensial dalam waktu yang lama Bk : Berkala, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat tetapi sering Tr : Tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat pada kondisi tertentu Tt : Tidak tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat dan jarang J : Jarang, memungkinkan tidak terkena bahaya potensial

59

II.C. Konsekuensi dari Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial F 1.

Fermentasi

Konsekuensi Ma S Mi

TS

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Bahaya biologis (dari S. cerevisiae) Polusi udara (bau dari limbah) Menghirup gas CO2 dalam waktu lama

Keterangan : F : Fatal, mengakibatkan kematian dan atau kerugian finansial dalam jumlah yang tinggi Ma: Major, mengakibatkan kematian atau cacat permanen S : Sedang, mengakibatkan luka atau cacat minor Mi : Minor, mengakibatkan luka kecil dan tidak permanen TS:Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang terjadi

60

BAGIAN DISTILASI DAN DEHIDRASI III.A. Peluang Terjadinya Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial SS 1.

Distilasi

Sr

Peluang Sd J

SJ

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran/ ledakan Polusi udara (bau dari limbah cair) Kontak dengan limbah

2.

Dehidrasi

Terpeleset dari tangga unit distilasi Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

Keterangan : SS : Sangat sering, dapat terjadi kapan saja Sr : Sering, dapat terjadi secara berkala Sd : Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu J : Jarang, dapat terjadi tetapi jarang SJ : Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi

61

III.B. Durasi Paparan (Lamanya terkena bahaya potensial) No. Aktivitas Bahaya Potensial Peluang Tm Bk Tr Tt 1. Distilasi Terkena benda panas

J

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran/ ledakan Polusi udara (bau dari limbah cair) Kontak dengan limbah

2.

Dehidrasi

Terpeleset dari tangga unit distilasi Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

Keterangan : Tm : Terus menerus, terkena bahaya potensial dalam waktu yang lama Bk : Berkala, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat tetapi sering Tr : Tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat pada kondisi tertentu Tt : Tidak tertentu, terkena bahaya potensial dalam waktu singkat dan jarang J : Jarang, memungkinkan tidak terkena bahaya potensial

62

III.C. Konsekuensi dari Kecelakaan No. Aktivitas Bahaya Potensial F 1.

Distilasi

Peluang Ma S Mi

TS

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran/ ledakan Polusi udara (bau dari limbah cair) Kontak dengan limbah

2.

Dehidrasi

Terpeleset dari tangga unit distilasi Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

Keterangan : F : Fatal, mengakibatkan kematian dan atau kerugian finansial dalam jumlah yang tinggi Ma: Major, mengakibatkan kematian atau cacat permanen S : Sedang, mengakibatkan luka atau cacat minor Mi : Minor, mengakibatkan luka kecil dan tidak permanen TS:Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang terjadi

63

Lampiran 2. Pengukuran Data Resiko No.

Bahaya

Paparan (E)

Peluang (L)

Konsekuensi (K)

Nilai Resiko

R1 2

R2 1

R3 6

R4 10

R5 2

R1 0.6

R2 1

R3 1

R4 1

R5 1

R1 10

R2 1

R3 2

R4 1

R5 2

8

Tergores

6

1

6

2

6

0.6

0.3

1

0.3

1

2

2

5

2

2

10

3

Terpotong atau Tersayat

6

3

6

2

3

1

0.6

1

0.1

0.3

2

2

5

2

5

10

4

Kebisingan (dari crusher)

10

6

6

3

3

0.6

0.3

0.6

0.1

0.3

5

5

5

5

10

14

5

Tersengat aliran listrik

3

3

3

2

3

0.3

0.3

0.1

0.1

0.3

10

5

5

10

5

4

6

Terkena benda panas (pemasakan)

2

2

3

6

6

1

1

0.3

1

1

2

2

2

5

2

10

7

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

2

3

6

10

10

1

1

0.3

0.6

0.6

6

2

5

5

2

14

8

Terkena bahan kimia

1

3

3

2

3

0.1

0.6

0.3

1

0.6

2

2

2

1

2

2

9

Kebakaran atau ledakan (pemasakan)

3

6

2

2

2

0.3

0.3

0.1

0.1

0.1

20

20

20

10

20

13

10

Terkena benda panas (fermentasi)

1

1

2

3

2

0.1

0.05

1

0.3

1

1

1

5

2

5

4

11

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

1

2

2

3

3

0.05

0.3

0.05

0.3

0.3

1

5

2

5

1

2

12

Bahaya biologis (dari S.cerevisae)

3

1

6

3

6

0.1

0.05

0.3

0.05

0.3

1

1

5

1

5

4

13

Polusi udara (bau dari limbah)

3

1

2

1

3

1

0.6

0.3

1

1

2

2

2

1

2

3

14

Menghirup gas CO2 dalam waktu lama

2

2

3

1

3

0.6

0.1

1

0.6

1

5

5

2

5

2

4

15

Terkena benda panas (distilasi)

2

2

10

6

10

0.3

0.3

1

1

1

1

2

5

2

5

23

16

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

3

1

10

10

10

0.3

0.1

1

1

1

5

1

5

1

5

23

17

Kebakaran atau ledakan (distilasi)

3

2

2

2

1

0.6

1

0.6

1

1

20

10

20

10

5

21

18

Polusi udara (bau dari limbah cair)

6

2

2

3

6

0.3

0.6

0.6

0.1

1

2

10

20

1

2

10

19

Kontak dengan limbah

6

2

10

1

10

0.6

0.1

0.1

0.05

0.1

2

2

5

1

5

4

20

Terjatuh dari tangga unit distilasi

2

3

6

3

6

0.1

0.3

0.6

0.3

0.6

20

10

10

10

10

19

21

Terkena benda panas (dehidrasi)

2

2

3

6

3

0.6

0.6

1

0.05

1

10

2

10

5

10

15

22

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

6

3

10

2

2

0.6

0.6

1

1

0.6

5

5

5

5

2

18

1

Terkena cipratan air pencucian

2

3

Lampiran 3. Uji Validitas No.

Bahaya

Responden 1 3

Responden 2 2

Responden 3 3

Responden 4 4

Responden 5 4

Nilai korelasi

1

Terkena cipratan air pencucian

2

Tergores

4

2

1

2

3

0.586406506

3

Terpotong atau Tersayat

3

4

1

2

4

0.137284401

4

Kebisingan (dari crusher)

3

2

4

1

2

0.609493377

5

Tersengat aliran listrik

4

4

3

3

4

0.461367869

6

Terkena benda panas (pemasakan)

4

4

2

1

3

0.480495402

7

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

4

3

3

2

4

0.918693347

8

Terkena bahan kimia

4

3

4

4

3

0.028835492

9

Kebakaran atau ledakan (pemasakan)

4

3

2

1

2

0.563319636

10

Terkena benda panas (fermentasi)

3

3

4

3

4

0.451756038

11

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

4

3

4

3

4

0.941959399

12

Bahaya biologis (dari S.cerevisae)

3

3

4

3

4

0.451756038

13

Polusi udara (bau dari limbah)

4

3

3

3

4

0.836229262

14

Menghirup gas CO2 dalam waktu lama

4

3

4

4

4

0.459109569

15

Terkena benda panas (distilasi)

1

1

4

3

4

0.079841861

16

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

2

1

4

2

4

0.521893784

17

Kebakaran atau ledakan (distilasi)

4

3

4

3

2

0.163602925

18

Polusi udara (bau dari limbah cair)

4

3

1

2

3

0.406328918

19

Kontak dengan limbah

4

3

4

3

4

0.941959399

20

Terjatuh dari tangga unit distilasi

2

2

3

2

3

0.451756038

21

Terkena benda panas (dehidrasi)

4

1

3

1

3

0.969231313

22

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

4

2

3

2

1

0.175460215

76

58

68

54

73

Total

0.100678723

3

Lampiran 4. Uji Reliabilitas Test Retest UJI RELIABILITAS TEST-RETEST PENGUKURAN PENGUKURAN RESPONDEN I II X Y 1 76 78 2 58 62 3 68 69 4 54 57 5 73 70 Hasil Uji Reliabilitas Test Retest

Σ

X 76 58 68 54 73 329 r=

Y 78 62 69 57 70 336 0.966052998

X2 5776 3364 4624 2916 5329 22009

Y2 6084 3844 4761 3249 4900 22838

XY 5928 3596 4692 3078 5110 22404

3

Lampiran 5. Standard Operating Procedure (SOP) Standard Operating Procedure Starting

Cara Kerja : 1. Nyalakan generator dan pompa air utama. 2. Buka valve feed air menuju boiler dan pastikan valve drain boiler tertutup. 3. Nyalakan pompa air menuju boiler. 4. Alirkan air ke dalam boiler sampai penunjuk level boiler menunjukkan air dalam boiler ¾ volume total. 5. Pastikan safety valve diset pada tekanan 5 bar dan valve output uap boiler tertutup. 6. Buat api pada tungku boiler sampai tercipta bara. 7. Nyalakan blower milik boiler. 8. Buat api hingga tekanan pada pressure gauge menunjukkan 4-5 bar dan steam dari boiler siap dipakai.

4

Standard Operating Procedure Crushing Cara Kerja : 1. Buka valve 33, 3, 2, dan 1 lalu nyalakan pompa P7. 2. Nyalakan washer (CW) dan crusher (CR). 3. Masukkan singkong sebanyak 2500 kg. 4. Ketika jumlah lumpur singkong di receiver (RC) mencapai 1/4 buka valve 4 untuk lebih mencairkan lumpur singkong. 5. Ketika jumlah cairan lumpur sudah mencapai ½ buka valve 6 dan nyalakan pompa P1 sambil menambahkan lumpur singkong yang baru hingga jumlah di cooking tank (CT) mencapai 4000 liter. 6. Matikan pompa P1 dan tutup valve 6.

5

Standard Operating Procedure PreTreatment Cara Kerja : A. Cooking 1. Ketika lumpur masuk panaskan lumpur di cooking tank sampai 30oC menggunakan steam dengan membuka valve 11. 2. Setelah steam masuk gerakkan pengaduk cooking tank dengan kecepatan 20 rpm. 3. Setelah semua lumpur masuk tutup valve 11 dan hentikan pengadukan. 4. Buka manhole untuk memasukkan enzim α amilase sebanyak 0,86 kg. 5. Tutup manhole dan aduk kembali sambil memberikan steam sampai bersuhu 80 oC. 6. Setelah mencapai 80oC hentikan steam dan jaga pada suhu tersebut selama 30 menit. 7. Setelah 30 menit beri steam kembali hingga mencapai 132oC dan matikan steam serta pertahankan pada suhu tersebut selama 30 menit.

B. Saccharifying 1. Dinginkan lumpur yang sudah menjadi broth ini dengan membuka valve 5, 8, dan 9; dan nyalakan pompa P2. Broth ini akan berputar dari cooking tank ke Cooler 1 dan balik lagi ke cooking tank. 2. Setelah suhu broth menjadi 55-60oC tutup valve 8, 9 dan matikan pompa P2. 3. Buka manhole dan berikan gluco amilase sebanyak 0,54 kg lalu tutup manhole dan aduk kembali dengan menjaga pada suhu 55oC.

6

Standard Operating Procedure Fermenting Cara Kerja : 1. Turunkan suhu kembali menjadi 32oC dengan memakai Cooler 1. 2. Setelah menjadi 32oC matikan valve dan pompanya. 3. Buka manhole dan berikan ragi, urea dan NPK sebanyak 1 kg, 4,34 kg, dan 0,867 kg. 4. Tutup manhole dan aduk selama 15-30 menit. 5. Alirkan broth ke tangki fermentor 1 dan 2 (jika yang digunakan adalah tangki 1 dan 2) dengan membuka valve 8, 10, 12, dan 13; dan nyalakan pompa P2. 6. Tunggu selama 48 jam sebelum digunakan. 7. Saat akan digunakan broth dikirim dengan pompa P3 menuju vibrating screen (VS1) untu disaring lalu dikirim ke broth tank (BT) dengan pompa P4.

7

Standard Operating Procedure Distilasi Cara Kerja : Operasi dengan air: 1. Sebelum distilasi operasikan kolom distilasi dengan air. 2. Nyalakan cooler 2 (HE3) dan alirkan air ke tangki refluks dengan membuka valve 46. 3. Arahkan selang dari cooler 2 ke jerigen sementara untuk memeriksa laju alir dan kadar etanol sebelum dimasukkan ke buffer tank saat peralihan dari operasi dengan air ke operasi dengan broth. 4. Pastikan valve 35, 42, 53, dan 43 tertutup. 5. Masukkan air menuju check tank melalui selang air atau alat lainnya. 6. Nyalakan P5, buka penuh valve 36 dan atur valve 37, 38, dan 39 sehingga flowmeter menunjukkan kecepatan rendah sekitar 1 -2 liter/menit. 7. Untuk memastikanair telah masuk ke kolom buka valve 42 dan 43. 8. Beri steam ke kolom mash dengan membuka valve 41 secara bertahap sehingga T3 menunjukkan suhu 100oC ke atas. 9. Untuk memastikan uap telah sampai bagian atas kolom mash buka valve 52 dengan hati-hati. 10. Atur laju steam hingga suhu T4 menunjukkan nilai di atas 85oC. 11. Perhatikan apakah air telah terkondensasi menuju jerigen sementara. 12. Jika sudah ada air yang terkondensasi berarti anda sudah dapat menggunakan broth untuk distilasi.

Operasi dengan kolom Mash: 1. Ketika akan beralih dari air ke broth matikan air ke check tank dan buka valve 34. 2. Broth akan melewati preheater hingga 80oC ketika masuk kolom mash. 3. Jika suhu di preheater belum mencapai 80oC buka valve 54 sehingga steam tambahan akan memanaskan bahan baku hingga 80oC. 4. Tingkatkan laju broth hingga 4,2 liter/menit.

8

Operasi dengan kolom Rectifier: 1. Buka valve 44 dan nyalakan P6 untuk mengirim etanol yang terkondensasi ke kolom Mash untuk didistilasi ulang. 2. Setelah suhu kolom atas Rectifier (T4) mencapai 80oC buka penuh valve 47 dan atur valve 48 sehingga didapat laju produk 16,67 liter/jam atau di atasnya. 3. Cek konsentrasinya, jika telah mencapai 95% maka saluran dari cooler 2 dapat dialirkan ke buffer tank. 4. Jika belum 95% naikkan laju feed hingga mencapai 95%. 5. Jika suhu T4 tidak mencapai 79-80oC tambahkan steam secukupnya.

9

Standard Operating Procedure Memberhentikan Operasi Distilasi

Cara Kerja : 1. Simpan semua etanol dalam buffer tank ke tangki produk etanol agar tidak tercampur air. 2. Ganti broth dengan air. 3. Tunggu sesaat dan T1 akan naik sampai 100oC dan T4 sampai 90oC. 4. Kurangi steam secara bertahap, setelah selesai matikan P5 dan P6. 5. Etanol dari cooler 2 yang kurang kadarnya disimpan di tempat tersendiri atau digabung dengan broth yang akan didistilasi.

10

Standard Operating Procedure Dehidrasi

Cara Kerja : 1. Buka valve V4 dan V6. 2. Pastikan valve V3, V7, dan V5 tertutup. 3. Buka valve V1 (buka juga V2 untuk pengisian manual), isi dengan etanol 95% langsung dari buffer tank sebanyak ¾ volume. 4. Isi air melalui lubang L5, lalu tutup. 5. Panaskan air hingga T menunjukkan suhu 60oC, lalu nyalakan pompa vakum. 6. Ambil sampel etanol dari tangki TS dengan membuka valve V5 dan analisis kadarnya. 7. Ketika tercapai 99,5%, buka V7 dan tutup V5. 8. Buka L1, L2, L3, dan L4 untuk mengeluarkan zeolit yang jenuh dengan zeolit yang baru. 9. Regenerasi zeolit dengan memanaskan zeolit lewat oven pada temperatur 200oC selama 1,5 jam.

11

Standard Operating Procedure Shut Down

Cara Kerja : 1. Jika semua alat produksi (tidak termasuk boiler dan alat distilasi) telah selesai digunakan alirkan air ke dalam washer, crusher, receiver, cooking tank, fermentor, dan broth tank hingga airnya bersih. 2. Buka valve drainnya jika ada atau alirkan ke tempat lain yang mempunyai drain seperti cooking tank dan broth tank. 3. Untuk boiler matikan blower dan tutup valve 28. 4. Buka valve drain boiler dan valve pada level meter boiler untuk menghilangkan air dan gas yang ada. 5. Jika masih ada abu di tungku keluarkan. 6. Matikan pompa air utama. 7. Matikan generator.

12

Lampiran 6. Diagram Aliran Proses Produksi Bioetanol

1-6

2-6

3-6

Pencucian

Pengecilan Ukuran

Pemasakan

Dehidrasi

Distilasi

Fermentasi

6-6

5-6

4-6

3

Lampiran 7. Standard Operating Procedure (SOP) berdasarkan bahaya No. Aktivitas Bahaya Standard Operating Procedure (SOP) 1. Pengecilan Terpotong atau Gunakan kayu pendorong jika akan ukuran Tersayat mendorong singkong yang akan (Pemotongan) dihancurkan Jika mesin mengalami kemacetan atau kerusakan gunakan sarung tangan saat memperbaikinya. 2. Pemasakan Terkena benda Gunakan sarung tangan pada saat panas pemberian enzim alpha amilase dan gluko amilase Lingkungan pada Hindari kontak langsung dengan suhu tinggi (uap tangki pemasakan (cooking tank) panas) Kebakaran atau Selama proses pemasakan ledakan berlangsung kontrol suhu jangan sampai melebihi 132°C Amati juga indikator tekanan pada boiler agar tidak melebihi 4 bar. 3. Fermentasi Lingkungan pada Jauhi sementara lokasi fermentasi suhu tinggi (uap panas) Bahaya biologis Jauhi kontak bahan kimia dengan (dari S.cerevisae) organ tubuh seperti mulut dan mata 4. Distilasi Terkena benda Gunakan sarung tangan untuk panas membuka dan menutup valve untuk menghindari kontak langsung dengan

3

Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas) Kebakaran atau ledakan 5.

Dehidrasi

Terkena benda panas Lingkungan pada suhu tinggi (uap panas)

suhu Gunakan pakaian lengkap selama proses berlangsung Kontrol suhu dan tekanan menggunakan indikator suhu dan tekanan Gunakan sarung tangan selama proses berlangsung Gunakan pakaian lengkap selama proses berlangsung

4

Lampiran 8. Gambar Boiler Industri Kecil dan Menengah Bioetanol Jampangkulon

3

Lampiran 9. Gambar Mesin Pencucian (Washer) dan Cooking Tank

4

Lampiran 10. Gambar Peralatan Dehidrasi

5

Lampiran 11. Gambar Peralatan Distilasi

6

Related Documents

Makalah K3
February 2021 1
K3 Di Pt Telkom
January 2021 1
Pd Injector
February 2021 1
Pd 1529
February 2021 2

More Documents from "potato"