Kelompok 8 - Sediaan Parenteral - Tugas Biofarmasetika

  • Uploaded by: Meigita IF
  • 0
  • 0
  • September 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 8 - Sediaan Parenteral - Tugas Biofarmasetika as PDF for free.

More details

  • Words: 2,090
  • Pages: 19
Loading documents preview...
Sediaan Parenteral Disusun oleh Kelompok 8 Elsa Noor Hapitria Yuni Nur Indah Sari Lika Ginanti Febriana Meigita Indah Farkhani Meira Dini Sukanda Fairuz Hasanah Adi Hartono Aeni Suciati

260110180056 260110180057 260110180058 260110180059 260110180060 260110180061 260110180062 260110180063

PARENTERAL Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh (Kemenkes, 2017). Pemberian secara parenteral meliputi subkutan, intramuskular, intravena, intradermal dan intra arteri (Hitesh, 2010).

2

Jenis Sediaan Parenteral Jenis sediaan parenteral dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Sediaan parenteral volume kecil Sediaan yang dikemas dalam wadah kurang dari 100 ml Produk farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik, produk biologi yang disiapkan dari sumber biologi, produk gigi seperti anestesi lokal, produk radiofarmasi, produk liposom lipid dan produk bioteknologi. 2. Sediaan parenteral volume besar Sediaan yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Syarat sediaan volume besar: sediaan harus habis, tidak mengandung bahan bakterisid karena volume cairan terlalu besar,

3

Cara Pemberian Sediaan Parenteral Cara Pemberian obat Parenteral: 1. Subkutan atau dibawah kulit (s.c) yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan bawah kulit. Volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml. 2. Intramuskular (i.m) yaitu disuntikan kedalam jaringan otot,umumnya otot paha atau pantat, volume sediaan umumnya 2 ml. 3. Intravena (i.v) yaitu disuntikkan kedalam pembuluh darah, dapat diberikan dalam bentuk volume kecil (<5 mL), atau volume besar (infus). 4. Intraspinal, yaitu disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang. 5. Peritoneal, yaitu kateter dimasukkan kedalam rongga perut dengan operasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialisis). 6. Intra artikular, yaitu disuntikkan ke dalam sendi. 7. Intradermal, yaitu disuntikkan kedalam kulit. (Lachman dan Lieberman, 1994) 4

Cara Pemberian Sediaan Parenteral

5

BIOFARMASETIKA OBAT PARENTERAL Hubungan antara nasib obat dalam tubuh dengan rute pemberiannya : 1.

Intravena (i.v) Obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik, dan konsentrasi obat dalam plasma ditentukan oleh kecepatan biotransformasi dan kecepatan eksresi/eliminasi obat dari tubuh.

2.

Intramuskular (i.m) ● Obat yang berbahaya diberikan secara i.v, dapat diberikan secara i.m ● Respon obat yang diberikan secara i.m tidak secepat i.v, tetapi secara kuantitatif hasil absorpsi i.m baik, bioavailabilitas mencapai 80-100%. ● Larutan obat dalam air lebih mudah diabsorpsi dari pada bentuk suspensi atau larutan dalam minyak. ● Kecepatan absorpsi tergantung pda vaskularitas tempat suntikan dengan kecepatan darah antara 0,02-0,07 ml/menit. ● Molekul kecil langsung diabsorpsi ke dalam kapiler, sementara molekul besar masuk ke sirkulasi memlaui saluran getah bening. (Lukas, 2006; Rahman dan Djide, 2009) 6

BIOFARMASETIKA OBAT PARENTERAL 3. Subkutan (s.c) ● Faktor yang mempengaruhi absorpsi secara s.c sama dengan i.m, namun karena kecepatan peredaran darah pada s.c dan sirkulasi regional kurang, maka kecepatan absorpsi obat juag berkurang. ● Absorpsi dapat diperlambat dengan penambahan Adrenalin, yang menyebabkan konstriski pembuluh darah,sehingga difusi obat etrtahan atau diperlambat. ● Absorpsi dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase, yakni suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dan matriks jaringan yang menyebabkan penyebaran dipercepat. 4. Intradermal (i.c) ● Obat-obat tertentu diberikan secara i.c di bawah epidermis, lokasi pemberian umumnya pada bagain lengan bawah ● Volume yang diberikan tidak lebih dari 0,2 ml karena volume jaringan ekcil dan kompak. ● Absorpsi lambat karena kurangnya pembuluh darah. (Lukas, 2006; Rahman dan Djide, 2009) 7

FARMAKOKINETIK OBAT PARENTERAL 1.

Absorpsi Obat Parenteral ● ●







Obat yang diberikan secara intravena (i.v) tidak mengalami absorpsi Obat yang diberikan secara ekstravaskular (i.m, s.c) akan mengalami absorpsi, molukel obat diabsorpsi dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan zat lain) dan utuh ke dalam plasma sistemik Umumnya, obat baru memberikan efek terapi jika telah mencapai kadar MEC (Minimum Effective Concentration). Selama kadar obat dalam darah masih di atas MEC, obat akan memberikan efek farmakologis. Kecepatan absorpsi mempengaruhi cepat atau lambatnya obat mencapai kadar MEC yang merupakan onset atau mula kerja obat dan waktu obat (tmax) mencapai kadar maksimum dalam darah (Cmax) Selanjutnya obat berangsur-angsur akan dieliminasi dengan cara diekskresikan atau mengalami biotransformasi terlebih dahulu (Lukas, 2006; Rahman dan Djide, 2009)

8

Contoh mekanisme absorbsi parenteral i.v dan i.m Intravena (IV) Absorpsi: Obat yang diberikan secara intravena (IV) mencapai bioavailabilitas 100 persen, dimana obat tersebut dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung tanpa proses absorpsi (Cyriac dan James, 2014). Intramuskular Absorpsi: Contoh absorpsi sediaan intramuskular pada larutan berminyak terdapat 2 rute penyerapan Pertama, molekul obat diambil bersamaan dengan penyerapan langsung tetesan minyak kecil, dan kedua, obat diserap setelah dipindahkan pada depot berminyak ke fase air yang mengelilingi situs injeksi. Proses transportasi yang digunakan obat bergerak dari fase minyak ke fase air, mungkin saja langkah pembatas kecepatan. Namun, dalam sistem pengiriman emulsi, adanya dua antarmuka (yaitu fase dispersi / kontinu, serta fase kontinyu / fase cairan tubuh yang berair) untuk dipertimbangkan dalam memperkirakan tingkat penyerapan obat setelah injeksi intramuskular. Konsentrasi obat dalam air Cairan tubuh tergantung pada partisi molekul obat yang melaluinya kedua antarmuka, dan di sini proses transportasi akan lebih lambat. Pada saat fase kontinyu maka dengan cepat meninggalkan fase minyak dan menyebar ke jaringan otot (Suitthimeathegorn, et al., 2006; Hirano, et al., 1981; Tanaka, et al., 1974).

9

FARMAKOKINETIK OBAT PARENTERAL 2. Distribusi Obat Parenteral ●

Pada pemberian secara i.v molekul obat langsung masuk ke dalam peredaran darah. Sementara untuk rute ekstravskular seperti s.c dan i.m, molekul obat bercampur dengan cairan tubuh atau jaringan terlebih dahulu lalu diabsorpsi ke peredaran darah dan didistribusikan ke jaringan tempat obat bekerja.



Tubuh manusia terdiri atas berbagai struktur jaringan dengan perbedaan karakteristik lipofilik. Perbedaan sifat dan struktur jaringan menyebabkan konsentrasi obat tidak sama di dalam tubuh.



Karakteristik distribusi obat erat kaitannya dengan respon farmakologi. (Lukas, 2006; Rahman dan Djide, 2009)

10

Contoh mekanisme distribusi parenteral i.m dan s.c

(Gambar 3)

intramuskular dan injeksi subkutan, juga dapat dipertimbangkan dalam Gambar. 3 dimana paru-paru dianggap sebagai organ distribusi. Obat diserap pada situs intramuskular dan subkutan ke dalam darah vena akan kembali ke jantung dan melewati paru-paru sebelum didistribusikan ke seluruh tubuh. Namun, akan ada jeda awal antara waktu saat file obat disuntikkan dan saat memasuki sirkulasi. Sebagai contoh Gambar. 3 dapat diterapkan pada injeksi intramuskular jika kita menganggap obat tersebut sekarang disuntikkan langsung ke organ distribusi dan distribusi ini organ adalah otot. Jika sekat antara darah dan otot serupa berbagai bagian tubuh, maka obat keluar dari otot akan dikeluarkan tergantung terutama pada aliran darah. Dalam perfusi model, seperti yang digambarkan pada Gambar. 3, diasumsikan bahwa distribusi masuk dan keluar Organ tersebut memiliki kecepatan perfusi yang terbatas sehingga obat di dalam organ tersebut masuk keseimbangan dengan konsentrasi obat dalam darah yang muncul (Benet, 1978; Rowland, et al., 1973).

11

FARMAKOKINETIK OBAT PARENTERAL 3.Metabolisme Obat Parenteral ● ● ●

Proses metabolisme obat dalam tubuh melibatkan proses biotransformasi obat secara kimiawi, hal ini terjadi dalam lingkungan biologis. Sebagian besar reaksi metabolisme merubah obat menjadi bentuk metabolit yang lebih larut dalam air dan siap diekskresikan melalui ginjal. Tempat utama metabolisme obat parenteral adalah di hati, namun dapat juga terjadi di ginjal dan jaringan otot.

4.Eksresi Obat Parenteral ● ●



Eksresi obat dan metabolitnya merupakan tahapan terakhir dari aktivitas serta keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan melalui beberapa saluran. Obat akan dieksresikan dari tubuh bersama dengan berbagai cairan tubuh melalui beberapa tahap proses. Ginjal merupakan organ utama untuk mengelimiasi obat bersama urin. Selain ginjal, obat juga dapat dieksresikan melalui empedu, paru, air ludah, ASI dan kulit. (Lukas, 2006; Rahman dan Djide, 2009)

12

Kelebihan & Kekurangan Sediaan Parenteral Kelebihan……...

Kekurangan…….

-

-

Kurang aman → jika terjadi kesalahan dan sudah disuntikkan ke dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan kembali

-

Tidak disukai pasien Lebih mahal

-

-

-

Dapat digunakan pada pasien yang tidak sadarkan diri, sering muntah, ataupun yang tidak kooperatif Tidak mengiritasi lambung Dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati Obat bekerja cepat dan dosis ekonomis Obat-obatan dengan daya serap buruk di GIT dan obat-obatan yang tidak stabil (seperti insulin) dapat dengan mudah diberikan melalui jalur ini Batasan minum obat saat perut kosong/kenyang dapat dihindari karena caira pencernaan/makanan tidak menimbulkan masalah Gangguan metabolisme hati dihindari

-

-

Berbahaya (dapat menimbulkan infeksi) Menimbulkan lebih banyak risiko dibanding rute lainnya Pemberian obat rute parenteral harus diberikan oleh petugas yang terlatih

(Nuryati, 2017 ; Kwatra et al., 2012). 13

Kelebihan & Kekurangan rute i.v. Kelebihan……... -

-

-

Obat mencapai aliran darah segera dengan akses penuh ke seluruh tubuh rute paling efisien dalam keadaan darurat. Obat-obatan yang menyebabkan iritasi dengan intensitas tinggi dapat diberikan karena intima vena tidak sensitif Titrasi dosis obat dimungkinkan dalam situasi di mana obat memiliki durasi kerja yang singkat dan respons dapat diukur dengan tepat. hanya dibutuhkan dosis yang sangat kecil. bioavailabilitas 100%. Larutan hipertonik juga dapat diberikan bersamaan dengan obat penyebab iritasi GIT. Obat dapat diberikan dengan harga yang seragam.

Kekurangan……. -

-

-

Dapat terjadi tromboflebitis, trombosis vena, serta nekrosis jaringan di sekitar vena tertentu jika pemberian melibatkan ekstravasasi Faktor risiko maksimum (organ-organ vital terpapar konsentrasi obat yang tinggi) larutan berminyak dan suspensi berair tidak dapat diberikan. risiko tinggi : setelah obat diberikan apabila terjadi kesalahan maka obat tersebut tidak dapat dihilangkan dengan berbagai metode dapat menyebabkan emboli memungkinkan kontaminasi bakteri tinggi menyebabkan hemolisis jika diberikan terlalu cepat

(Kwatra et al., 2012). 14

Kelebihan & Kekurangan rute i.m. Kelebihan……...

Kekurangan…….

-

-

-

Obat yang memiliki efek iritasi ringan dapat diberikan karena otot memiliki lebih sedikit saraf sensorik Meminimalisir rasa sakit dibandingkan i.v. Penyerapan lebih cepat karena area otot berbentuk vaskular Sediaan depot (seperti suspensi obat) dapat diberikan sehingga efek obat yang berkelanjutan dapat dicapai

-

Memerlukan bantuan karena penyuntikan obat yang jauh di dalam otot Dapat terjadi hematoma pada pasien yang menggunakan obat antikoagulan Dapat terjadi abses pada tempat penyuntikan Tidak seperti i.v., pada i.m. volume besar tidak dapat diatur Memungkinkan terjadinya kerusakan saraf yang menyebabkan paresis

(Kwatra et al., 2012). 15

Kelebihan & Kekurangan rute s.c. Kelebihan……...

Kekurangan…….

-

-

-

Risiko minimal dibandingkan i.v. Tidak memerlukan bantuan karena penyuntikan tidak perlu dalam-dalam Dapat diberikan depot untuk tindakan berkelanjutan Penyerapan lembut dalam jangka waktu yang lama

-

-

Kecepatan absorbsi lebih lambat dibandingkan i.v. dan i.m. Tempat suntikan kaya akan saraf sehingga obat yang menyebabkan iritasi tidak dapat diberikan karena akan mengakibatkan nekrosis dan pengelupasan Hanya dapat mengatur volume kecil seperti i.m.

(Kwatra et al., 2012). 16

Kelebihan & Kekurangan rute Intradermal Kelebihan……... ● ●





Meningkatkan efikasi vaksin Doses sparing selama kekurangan strategi hemat selama kekurangan. Contoh: vaksin influenza musiman Mengurangi biaya. Contoh: vaksin rabies Mengatasi respon yang buruk (mis. Lansia atau kelainan imun) Contoh: vaksin hepatitis B.

Kekurangan……. ● ●



Volume kulit yang terbatas Teknik injeksi ID membutuhkan keterampilan dan waktu-- kebocoran jarum injeksi SQ Reaksi di tempat injeksi - perubahan warna, bengkak, gatal.

(Chi, 2008) 17

Perbandingan rute i.m. , i.v. , dan s.c.

(Kwatra et al., 2012).

18

Daftar Pustaka Benet LZ. Effect of route of administration and distribution on drug action. J Pharmacokinet Biopharm. 1978 Dec;6(6):559-85. doi: 10.1007/BF01062110. PMID: 731418. Chi, Ru-Chien. 2008. Intradermal delivery: Intradermal delivery: the challenges, the pros and cons. Tersedia online di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.globe-network.org/sites/default/files/documents/public/reso urces/conferences/2008/intra-dermal-immunization-an-alternative-route-for-vaccine-administration/intradermal-delivery-the-ch allenges-the-pros-and-cons.pdf&ved=2ahUKEwj_nqPqnZzwAhUEWCsKHSo1BfYQFjAQegQIJBAC&usg=AOvVaw3Pper4t-YUJu4-R_by 2ECW. Diakses pada 26 April 2021. Cyriac JM, James E. Switch over from intravenous to oral therapy: A concise overview. J Pharmacol Pharmacother. 2014 Apr;5(2):83-7 Hirano, K., Ichihashi, T., Yamada, H., 1981. Studies on the absorption of practically water-insoluble drugs following injection. I. Intramuscular absorption from water-immiscible oil solutions in rats. Chem. Pharm. Bull. (Tokyo) 29, 519–531. Hitesh B. 2010. A prolonged release parenteral drug delivery system – an overview. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 3(1): 1-11 Kwatra, S., Guncha Taneja, dan Nimisha Nasa. 2012. Alternative Routes of Drug Administration-Transdermal, Pulmonary, & Parenteral. Indo Global Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 2 (4) : 409-426 Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta. Latifah R., Djide M.N. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi. Nuryati. 2017. Farmakologi : Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia M. Rowland, L. Z. Benet, and G. G. Graham. Clearance concepts in pharmacokinetics. J. Pharmacokin. Biopharm. 1:123-136 (1973). SUITTHIMEATHEGORN, O., TURTON, J., MIZUUCHI, H., & FLORENCE, A. (2007). Intramuscular absorption and biodistribution of dexamethasone from non-aqueous emulsions in the rat. International Journal of Pharmaceutics, 331(2), 204–210. doi:10.1016/j.ijpharm.2006.11.062 Tanaka, T., Kobayashi, H., Okumura, K., Uranishi, S., Ezaki, H., 1974. Intramuscular absorption of drugs from oily solutions in the rat. Chem. Pharm. Bull. 22, 1275–1284

19

Related Documents

Ppt Sediaan Parenteral
February 2021 0
Kelompok 8
January 2021 1
Kelompok 8
January 2021 1