Keracunan Karbon Monoksida

  • Uploaded by: Rosa Selvia
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Keracunan Karbon Monoksida as PDF for free.

More details

  • Words: 1,699
  • Pages: 7
Loading documents preview...
I.

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA (CO)

A. Karbon Monoksida (CO) Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja pada tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadi yang bekerja lokal, sistemik, dan lokal sekaligus sistemik. Racun yang bekerja lokal dapat bersifat korosif, irritant, atau anestetik. Racun yang bekerja sistemik biasanya mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem, contohnya barbiturat, alkohol, digitalis, asam oksalat, dan karbon monoksida. Adapun racun yang bekerja lokal maupun sistemuk misalnya arsen, asam karbol, dan garam Pb.2. Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat arang atau bahan organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi industri, ataupun proses di alam lingkungan. Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen

B. Toksikokinetika Karbonmonoksida (CO) CO diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversible, membentuk karboksi-hemoglobin (COHb). Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase dan cytochrome P450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen, tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen. CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversible dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya pemaparan, dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi oksigen mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umummya kadar COHb akan berkurang 50% bila penderita

CO akut dipindahkan ke udara bersih dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban rendah atau negatif pada saat diperiksa, sedangkan korban menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada keracunan CO akut.

C. Farmakodinamika Karbon Monoksida (CO) Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuan untuk mengangkut oksigen. Selain itu adanya COHb dalam darah akan menghambat disosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem enzim pernafasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.2 Untuk menentukan kadar CO dalam darah digunakan rumus Henderson dan Haggard. Rumusnya adalah sebagai berikut: Lama paparan (dalam jam) x Konsentrasi CO di udara (dalam ppm) Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi/paparan menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala atau kematian. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh dara otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru dan penyakit metabolik serta obatobatan yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat, contohnya alkohol, barbiturat dan morfin.

D. Tanda dan Gejala Karbon Monoksida (CO) Tanda dan gejala keracunan CO bervariasi tergantung pada kadar COHb dalam darah. Konsentrasi rata-rata 8 jam (ppm)

Konsentrasi COHb di dalam darah (%)

25 – 50

2,5 – 5

Tidak ada gejala

50 – 100

5 – 10

Aliran darah meningkat, sakit kepala ringan

100 – 250

10 – 20

Tegang daerah dahi, sakit kepala, penglihatan agak terganggu

Gejala Keracunan

250 – 450

20 – 30

Sakit kepala sedang, berdenyut-denyut, dahi (throbbing temple), wajah merah dan mual

450 – 650

30 – 40

Sakit kepala berat, vertigo, mual, muntah, lemas, mudah terganggu, pingsan saat bekerja

650 – 1000

40 – 50

Seperti diatas, lebih berat, mudah pingsan dan jatuh

1000 – 1500

50 – 60

Koma, hipotensi, kadang disertai kejang, pernafasan Cheyne-Stokes

1500 – 2500

60 – 70

Koma dengan kejang, penekanan pernafasan dan fungsi jantung, mungkin terjadi kematian

2500 - 4000

70 - 80

Denyut nadi lemah, pernafasan lambat, gagal hemodinamik, kematian

E. Gambaran Post Mortem Keracunan Karbon Monoksida Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang ( cheery red colour ), yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Namun ternyata warna lebam mayat tersebut juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, korban keracunan sianida, dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga membentuk nitroksi-hemoglobin. Pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus, dapat ditemukan petekie. Ditemukan pula ensefalomalasia simetris pada globus palidus. Namun, kelainankelainan tersebut ternyata tidak patognomonik untuk keracunan CO. Sedangkan pada miokardium dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikel kiri, kadang-kadang juga terdapat pada otot ventrikel, terutama di subperikardial dan subendokardial. Pada pemeriksaan mikroskopik menunjukan gambaran sesuai dengan infark miokardium akut. Hipoksia atau defisiensi oksigen, merupakan penyebab cedera sel tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia harus dibedakan dengan iskemia, yang merupakan terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat gangguan aliran darah arteri atau berkurangnya drainase vena. Defisiensi oksigen juga dapat disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat, salah satu contohnya adalah pada keracunan CO.

Kasus Luka bakar Kematian pada luka bakar yang diakibatkan keracunan karbon monoksida kulit berubah menjadi merah dibedakan dengan kulit yang menjadi merah akibat luka bakar langsung

Keracunan Karbon Monoksida (CO)4,6

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau bila murni, namun sering terkontaminasi sehingga tidak murni dan memiliki bau, tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Sejak penggantian batu bara dengan gas alam, insidensi kematian akibat karbon monoksida telah berkurang. Kandungan CO dihasilkan juga oleh bensin sekitar 4-8%, mesin diesel menghasilkan kadar CO yang lebih rendah. Walaupun gas pembuangan kendaraan bermotor akan terbawa ke udara sampai ke atmosfer, tetapi kadar CO yang rendah tersebut tetap berbahaya. Terlebih lagi polisi dan petugas lalu lintas yang bekerja di jalan raya. Kadar saturasi CO pada hemoglobin orang-orang tersebut dapat mencapai 10 persen. Keracunan CO dipengaruhi dengan keadaan lingkungan seperti ventilasi yang minimal, ruangan yang tertutup sehingga gas CO dapat terhirup. Pada kasus bunuh diri, cara yang sering dilakukan adalah korban duduk di mobil dengan jendela terbuka pada garasi yang tertutup, sehingga mereka dapat mengirup gas pembuangan tersebut. Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal bukan karena api , melainkan karena menghisap asap yang sebagian besar kandungan asap tersebut adalah CO. Banyak proses industrial yang menyebabkan keracunan CO khususnya pembuatan besi dan baja. Gas CO memiliki afinitas yang tinggi terhadap hemoglobin dalam darah. Kekuatan kombinasi ini 250x lebih kuat dibandingkan ikatan hemoglobin dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan walaupun konsentrasi CO yang rendah dapat menggantikan oksigen dari sel darah merah dan secara progresif mengurangi kemampuan sel darah dalam transportasi oksigen ke jaringan. Konsentrasi CO yang kuat dapat membunuh. Kadar saturasi carboxyhaemoglobin (ikatan CO dengan hemoglobin) di atas 50-60% berakibat fatal pada orang dewasa yang sehat. Orang yang berusia lanjut, memiliki penyakit paru-paru atau penyakit jantung dapat meninggal pada kadar CO yang rendah, bahkan pada kadar saturasi 25%. Gejala dari keracunan CO bersifat progresif sehingga korban tidak mendapat tanda apapun kecuali sakit kepala, hingga mereka pingsan hingga koma. Pada kadar sekitar 30-40% dapat terjadi nausea, dapat disertai vomit, pingsan, kehilangan ketajaman penglihatan, lemah, dan dapat jatuh ke dalam tahap stupor dan dapat terjadi koma. Pada kadar sekitar 40-50% terjadi sickness, lemah, inkoordinasi, convulsions, dan koma dapat terus berjalan hingga terjadi kegagalan kardiorespirasi dan kematian. Beberapa orang dewasa yang sehat dapat mencapai kadar 70% atau lebih sebelum meninggal.

2.6.4.1 Pemeriksaan Forensik

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada keracunan CO dapat terjadi kulit yang berwarna merah muda, sering disebut sebagai cherry pink, yang tampak jelas bila kadar carboxyhaemoglobin (COHb) mencapai 30% atau lebih. Bantalan kuku dan bibir dapat menunjukkan warna yang khas terutama pada kadar saturasi yang tinggi. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam. Pada area hipostatik dari tubuh yang telah mati, pewarnaan merah muda biasanya terlihat, kecuali pada daerah yang anemis dimana pengurangan dari kandungan hemoglobin dapat mengurangi intensitas dari pewarnaan. Pada pemeriksaan dalam seluruh organ dapat berwarna merah muda akibat carboxyhaemoglobin dan carboxymyoglobin. Edema pulmonal sering ditemukan namun tidak ada perubahan organ spesifik, kecuali pada otak dari korban yang telah bertahan selama beberapa waktu mengikuti episode keracunan CO, pada beberapa kasus dapat terjadi degenerasi kistik yang bilateral dari ganglia basal. Individu dengan paparan CO yang lama dapat mengalami parkinsonian syndrome atau dapat terjadi perburukan status neurologis. Trauma psikologis dapat disebabkan oleh keracunan CO akibat adanya hipoksia serebral.11 Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran : 

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombohialin



Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombohialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring hemorrage



Nekrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi



Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah.

Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema dan vesikal/ bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.

Related Documents


More Documents from "Krisna Murti Putu"

January 2021 1
Reglamento Interno Uptaeb
January 2021 1
January 2021 0
January 2021 0