Komunikasi Terapeutik Pada Dewasa

  • Uploaded by: Hanum Prameswari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Komunikasi Terapeutik Pada Dewasa as PDF for free.

More details

  • Words: 3,353
  • Pages: 17
Loading documents preview...
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA DEWASA Makalah ini untuk memenuhi tugas matakuliah komunikasi keperawatan ( Dosen Pengampu : Sri Andayani S.Kep Ns.M.Kep )

KELOMPOK 1 : 1. HANUM PRAMESWARI

(18613260)

2. RETNO SEKARNINGTIAS (18613252) 3. NOVIRA PRATIWI

(18613221)

4. ARISTA DWI WIJAYANTI (18613234) 5. NOPITA SETYANINGRUM ( 18613243)

D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO TAHUN 2019

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Hidayat-Nya kepada kami semua sehingga bisa menyelesaikan makalah dengan judul makalah “Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Pada Ssistem Pencernaan ” dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar tahun ajaran 2018/2019. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari kategori sempurna, oleh karena itu penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan saran dan kritik yang membangun demikesempurnaan tugas yang akan datang. Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberika bantuan moral dan spiritual, langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

Sebagai mahluk social, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan bagian kekal bagi manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup, maka ia perlu komunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat karena tanpa adanya komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh adanya bkebutuhan akan mempertahankan kelangsungan

hidup

lingkunngannya.

dan

Dalam

kebutuhan

untuk

berkomunikasi

menyesuaikan

keberhasilan

diri

dengan

komunikator

atau

komunikan sangat ditentuka.n oleh beberapa factor yaitu : cakap, pengetahuan, sikap, system social, kondisi lahiriah. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terusmenerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melaksanakan, kegiatankegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hunbungan antar manusia Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi Bidang tenaga kesehatan serta perubahan konsep petugas kesehatan dari perawatan orang sakit secara individual kepada perawatan paripurna serta peralihan dari pendekatan yang berorientasi medis penyakit kemodel penyakit yang berfokus pada orang yang bersifat pribadi menyebabkan komunikasi menjadi lebih penting dalam memberikan asuhan. Petugas kesehatan dituntut untuk menerapkan model komunikasi yang tepat dan disesuaikan dengan tahap perkembangan pasien. Pada orang dewasa mereka mempunyai sikap,pengetahuan dan keterampilan yang lama menetap dalam dirinya sehingga untuk merubah perilakunya sangat sulit. Oleh sebab itu perlu kiranya suatu model komunikasi yang tepat agar tujuan komunikasi dapat tercapai

dengan efektif. Bertolak dari hal tersebut kami mencoba membuat makalah yang mencoba menerapkan model konsep komunikasi yang tepat pada dewasa.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari komunikasi terapeutik? 2. Bagaimana suasana komunikasi pada klien dewasa? 3. Bagaimana penerapan model-model komunikasi pada klien dewasa? 4. Faktor yang mempengaruhi komunikasi trapeutik pada orang dewasa? 5. Faktor yang menghambat komunikasi trapeutik pada orang dewasa?

1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik 2. Untuk mengetahui bagaimana suasana komunikasi pada klien dewasa. 3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model-model komunikasi pada klien dewasa. 4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi trapeutik pada orang dewasa 5. Untuk mengetahui faktor yang menghambat komunikasi trapeutik pada orang dewasa

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Trapeutik Trapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan ( As Hornby dalam intan, 2005 ) maka disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Dan komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat.

2.2

Suasana Komunikasi Pada Klien Dewasa

Dengan adanya faktor tersebut yang mempengaruhi efektifitas komunikasi orang dewasa, maka perhatian dicurahkan pada penciptaan suasana komunikasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa adalah : 1.

Suasana hormat menghormati Orang dewasa akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat

pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut berfikir dan mengemukakan pikirannya.

2.

Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, sistem nilai yang dan

mengesampingkan harga kendala dalam jalannya dianut perlu dihargai. Meremehkan diri mereka akan dapat menjadi komunikasi.

3.

Suasana saling percaya Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat

membawa hasil yang diharapkan. 4.

Suasana saling terbuka Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang

lain. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali. Komunikasi verbal dan non verbal adalah saling mendukung satu sama lain. seperti pada anak-anak, perilaku non verbal sanna pentingnya pada orang dewasa.

Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada suara. memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa. Tetapi harus ditekankan bahwa orang dewasa mempunyai kendala pada hal-hal ini. Orang dewasa yang dirawat di rumah sakit bisa merasa tidak berdaya, tidak aman dan tidak mampu ketika dikeiilingi oleh tokoh-tokoh yang berwenang. Status kemandirian mereka telah berubah menjadi status dimana orang lain yang memutuskan kapan mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini merupakan pegalaman yang mengancam dirinya, dirnana orang dewasa tidak berdaya dan cemas, dan ini dapat terungkap dalam bentuk kemarahan dan agresi. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para profesional, pasien dewasa akan mampu bergerak lebih jauh dari immobilitas biopsikososialnya untuk mencapai penerimaan terhadap masalahnya.

2.3 Model-model Komunikasi pada Klien Dewasa

1.

Model Shanon & Weaver Suatu model yang menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat

kecermatan nya. Model ini melukiskan suatu sumber yang berupa sandi atau menciptakan pesan dan menyampaikan melalui suatu saluran kepada penerima. Dengan kata lain model shannon & weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk di komunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (Transmitter) mengubah pesan menjadi suatu signal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Suatu konsep penting dalam model ini adalah adanya gangguan (Noise) yang dapat menganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model Shannon-Weaver dapat diterapkan kepada konsep komunikasi interpersonal. Model ini memberikan keuntungan bahwa sumber informasi jelas dan berkompeten, pesan langsung kepada penerima tanpa perantara. Tetapi model ini juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak terlihat nya hubungan tansaksional diantara sumber pesan dan penerima. Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa :

Bila komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa, klien akan lebih mudah untuk menerima penjelasan yang disampaikan karena tanpa adanya perantara yang dapat mengurangi kejelasan informasi. Tetapi tidak ada hubungan transaksional antara klien dan perawat, juga tidak ada feedback untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.

2.

Model Komunikasi Leary Refleksi dari model komunikasi interaksi dari Leary ( 1950 ) ini

menggabungkan multidimensional yang ditekankan pada hubungan interaksional antara 2 (dua) orang, dimana antara individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi . Leary mengamati tingkah laku klien, dimana didapatkan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dari gambaran model leary ; pesan komunikasi dapat terjadi dalam 2 dimensi: 1) Dominan -Submission, dan 2) Hate – love. Model Leary dapat diterapkan di bidang kesehatan karena dalam bidang kesehatan ada keseimbangan kekuatan antara professional dengan klien. Selama beberapa tahun pasien akut ditempatkan pada peran submission dan profesi kesehatan selalu mondominasi peran dan klien ditempatkan dalam keadaan yang selalu patuh. Seharusnya dalam berkomunikasi ada keseimbangan asertif dalam menerima dan memberi antara pasien dan profesional. Penerapan Pada Klien Dewasa : Bila model konsep ini diterapkan pada klien dewasa, peran dominan oleh perawat

hanya

mungkin

dilakukan

dalam

keadaan

darurat/akut

untuk

menyelamatkan kehidupan klien, sehingga klien harus patuh terhadap segala yang dilakukan perawat. Kita tidak dapat menerapkan posisi dominan ini pada klien dewasa yang dalarn keadaan kronik karena klien dewasa mempunyai komitmen yang kuat terhadap sikap dan pengetahuan yang kuat dan sukar untuk dirubah dalam waktu yang singkat. Feran Love yang berlebihan juga tidak boleh diterapkan terhadap klien dewasa, karena dapat mengubah konsep hubungan profesional yang dilakukan lebih kearah hubungan pribadi.

Model ini menekankan pentingnya "Relationship" dalam membantu klien pada pelayanan kesehatan secara langsung. Komunikasi therapeutik adalah ketrampilan untuk mengatasi stress yang menghambat psikologikal dan belajar bagaimana berhubungan efektif dengan orang lain. Pada komunikasi ini perlu diterapkan kondisi empati, congruen (sesuai dengan situasi dan kondisi), dan penghargaan yang positif (positive regard). Sedangkan hasil yang diharapkan dari klien melalui model kornunikasi ini adalah adanya saling pengertian dan koping yang lebih efektif. Bila diterapkan pada klien dewasa dikondisikan untuk lebih mengarah pada kondisi dimana individu dewasa berada di dalam keadaan stress psikologis.

3.

Model lnteraksi King Model King memberikan penekanan pada proses komunikasi antara perawat -

klien. King menggunakan sistem perspektif untuk menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (perawat) untuk memberi bantuan kepada klien. Pada dasarnya model ini meyakinkan bahwa interaksi perawat - klien sZSecara simultan membuat keputusan tentang keadaan mereka dan tentang orang lain dan berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi. Keputusan berperan penting yang merangsang terjadi reaksi. Interaksi merupakan proses dinamis yang meliputi hubungan timbal balik antara persepsi, keputusan dan tindakan perawat - klien. Transaksi adalah hubungan relationship yang timbal balik antaraperawar-klien seiama berpartisipasi. Feedback dalam model ini menunjukkan pentingnya arti hubungan perawat-klien. Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa: Model ini sesuai untuk klien dewasa karena mempertimbangkan faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik klien dewasa yang pada akhirnya bertujuan untuk menjalin transaksi. Adanya feedback menguntungkan untuk mengetahui sejauh mana informasi yang disampaikan dapat diterima jelas oleh klien atau untuk mengetahui ada tidaknya persepsi yang salah terhadap pesan yang disampaikan.

4.

Model Komunikasi Kesehatan

Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara professional kesehatan klien. 3 (tiga) faktor utama dalam proses komunikasi kesehatan yaitu : 1) Relationship, 2) Transaksi, dar 3) Konteks. Hubungan Relationship dikondisikan untuk hubungan interpersonal, bagaimana seorang profesional dapat meyakinkan orang tersebut. Profesional kesehatan adalah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, training dan pengalaman dibidang kesehatan. Klien adalah individu yang diberikan pelayanan. orang lain (significant order) penting untuk mendukung terjadinya interaksi khususnya mendukung klien untuk mempertahankan kesehatan. Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antar partisipan di dalarn proses komunikasi tersebut. Konteks yaitu kornunikasi kesehatan yang memiliki topik utama tentang kesehatan klien dan biasanya disesuaikan dengan tempat dan situasi Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa : Model komunikasi ini juga dapat diterapkan pada klien dewasa ,karena profesional kesehatan ( perawat ) memperhatikan karakteristik dari klien yang akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Transaksi yang dilakukan terjadi secara berkesinambungan, tidak statis dan umpan balik. Komunikasi ini juga melibatkan orang lain yang berpengaruh terhadap kesehatan klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan, jenis pelayanan yang diberikan. Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu aturan tertentu seperti; sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan, usia, faktor budaya,

nilai

yang

dianut,

faktor

psikologi,

sehingga

perawat

harus

memperhatikan hal-hal tersebut agar ttdak terjadi kesalahpahaman. Pada komunikasi

orang

dewasa

diupayakan

agar

perawat

menerima

pasien

sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat harus dapat menerima setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan pada hal tersebut diatas, model konsep komunikasi yang tepat dan dapat diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi interaksi King dan model komunikasi kesehatan. Karena pada kedua model komunikasi ini menunjukkan hubungan relationship yang rnemperhatikan karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerirna, serta adanya umpan balik untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.

Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model konsep komunitasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien. Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Model Konsep Komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi King dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan relationship yang saling memberi dan menerima serta adanya feedback untuk mengevaluasi apakah informasi yang disampaikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.4 Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik, Menurut Potter dan Perry (1994), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi isi pesan dan sikap penyampaian pesan sehingga komunikasi menjadi kompleks. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi, pengetahuan, peran, dan tatanan interaksi. Masingmasing akan dijelaskan berikut ini.

1. Perkembangan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi TerapeutikLingkungan yang diciptakan oleh orang tua mempengaruhi kemampuan anak untuk berkomunikasi. Perawat menggunakan teknik khusus ketika berkomunikasi pada anak sesuai dengan berbagai tahap perkembangannya. Oleh karena itu, agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak, perawat harus mengerti pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir yang mempengaruhi cara dan sikap dalam berkomunikasi.

2. Persepsi Persepsi merupakan pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi menghambat komunikasi.

3. Sistem nilai Faktor ketiga yang menjadi faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik adalah sistem nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Berusaha mengetahui dan mengklarifikasi nilai adalah penting dalam membuat keputusan dan interaksi. Jangan sampai perawat dipengaruhi oleh nilai personalnya dalam hubungan profesional.

4. Latar belakang sosial budaya Seringkali ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat menggunakan bahasa dan gaya komunikasi yang berbeda. Gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.

5. Faktor emosi Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Emosi mempengaruhi kemampuan salah tafsir atau tidak mendengarkan pesan yang disampaikan. Perawat dapat mengkaji emosi klien dengan mengobservasi klien ketika berinteraksi dengan keluarga, dokter atau perawat lain. Perawat juga perlu mengevaluasi emosinya, karena sangat sulit untuk menyembunyikan emosi, sementara klien sangat perseptik terhadap emosi yang terpindahkan melaluikomunikasi interpersonal.

6. Pengetahuan Faktor keenam adalah pengetahuan. Komunikasi sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Perawat mengkaji tingkat pengetahuan klien dengan memperhatikan respon klien terhadap pernyataan yang diajukan. Setelah pengkajian, perawat mempergunakan istilah dan kalimat yang dimengerti oleh klien sehingga dapat menarik perhatian dan minatnya.

7. Faktor Peran

Cara berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan orang yang berkomunikasi. Gaya perawat berkomunikasi dengan klien akan berbeda dengan caranya berbicara dengan dokter dan perawat lain. Perawat perlu menyadari perannya saat berhubungan dengan klien ketika memberikan asuhan keperawatan. Perawat menyebut nama klien untukmenunjukkan rasa hormatnya dan tidak menggunakan humor jika baru mengenal klien.

8. Tatanan Interaksi Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan yang menunjang, karena bising, kurang keleluasaan pribadi dan ruang yang sempit dapat menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Perawat perlu memilih tatanan yang memadai ketika berkomunikasi dengan klien.

2.5 Faktor yang menghambat komunikasi terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjadi antara pasien dengan perawat. Komunikasi ini terjadi dengan cara verbal maupun non verbal untuk membentuk hubungan yang nyaman antara pasien dengan perawat, terutama pada pasien lansia. Namun tak selamanya komunikasi terapeutik berjalan dengan baik. Justru banyak sekali hambatan yang akan dilalui oleh seorang perawat dalam menjalin komunikasi terapeutik. Untuk lebih memahaminya, berikut ini adalah hambatan komunikasi terapeutik yang biasa terjadi: 1. Masalah penglihatan Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia tentunya juga akan memberikan pengaruh pada lambatnya komunikasi terapeutik yang dilakukan. Penglihatan yang menjadi kabur atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali tentunya akan menghambat komunikasi non verbal atau bahasa tubuh yang digunakan. Namun masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikkan volume suara yang digunakan ketika berbicara selama indra pendengaran pasien masih berfungsi dengan baik. Namun pastikan pula tidak menaikkan volume suara tidak terlalu menekan karena justru akan lebih terdengar seperti membentak. 2. Dominasi dalam pembicaraan Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah tipe pendengar yang baik. Pasien yang dihadapi sering kali adalah tipikal yang selalu ingin menjadi orang yang mendominasi dan tokoh utama dalam sebuah topik

pembicaraan. Meskipun terasa kurang nyaman, namun ada baiknya pula jika perawat menjadi pendengar yang baik agar pasien menjadi lebih nyaman. Ketika ia sudah selesai berbicara, barulah bergantian perawat yang berbicara sehingga pasien merasa lebih dihargai dan dihormati. 3. Mudah tersinggung Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien atau efek obat-obatan yang membuatnya menjadi mudah emosi. Kondisi pasien yang mudah tersinggung tentunya menjadi hambatan besar bagi perawat karena harus memilih dengan baik setiap kalimat yang akan diucapkan. Dalam komunikasi yang menyebabkan pasien menjadi mudah tersinggung seperti ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta maaf agar pasien menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi, bahkan meskipun perawat tersebut tidak memiliki kesalahan. 4. Trauma masa lalu Pasien yang memiliki trauma pada masa lalunya juga akan menjadi hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dilaksanakan. Trauma masa lalu bisa saja membuat pasien menjadi lebih mudah tersinggung, mudah menangis, bahkan marah tanpa alasan pada perawat. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai riwayat medis atau latar belakang pasien sebelum melakukan komunikasi terapeutik. Sebisa mungkin hindari pembicaraan yang mengingatkan pasien pada masa lalunya dan yakinkan bahwa masa depannya begitu indah. 5. Keterbatasan fisik Pasien yang memiliki keterbatasan fisik juga menjadi hambatan dalam komunikasi terapeutik. Salah satunya adalah masalah pendengaran. Masalah pendengaran tentunya menjadi hambatan besar dalam komunikasi terapeutik. Komunikasi verbal yang menjadi bentuk komunikasi utama akan sangat sulit dilakukan. Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan volume suara atau pasien diberikan alat bantu dengar jika sudah terlalu parah. Bantuan komunikasi dengan isyarat atau bahasa tubuh juga akan sangat membantu. 6. Sepele Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada perawat yang berusaha melakukan komunikasi dengannya. Sikap sepele ini biasanya sering ditemukan pada pasien yang telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam menghadapi kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada perawat yang lebih muda sehingga terkesan sepele. Sikap sepele ini hanya bisa diatasi dengan kelembutan dan kesabaran dari perawat yang melakukan

komunikasi terapeutik. Dengan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat pasien, maka pasien akan mengerti dengan sendirinya. 7. Menyerang perawat Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik, namun lebih kepada serangan mental. Pasien sering kali secara sadar maupun tidak sadar mempertahankan hak mereka dengan menyerang perawat. Serangan yang dilakukan berupa penghinaan dengan menyalahkan perawat sehingga seolah-olah mereka adalah yang paling benar. Kondisi ini cukup sulit untuk dihadapi karena keegoisan yang tinggi. Meskipun perawat telah memberikan penjelasan dengan baik dan lembut, pasien akan tetap melakukan penyerangan karena merasa bahwa hak yang ia miliki terancam. 8. Stres Pasien yang sedang menjalankan pengobatan akan sangat rentan mengalami stres. Stres ini pula yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik yang dijalankan. Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh ke dalam emosi, baik mudah marah atau menangis sehingga menyebabkan komunikasi menjadi kacau. Meskipun pasien dapat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan perawat, tapi jika pasien dalam kondisi stres, maka jawaban yang ia berikan pun tidak berasal dari kesadarannya. 9. Mempermalukan perawat Hambatan lain yang perlu diwaspadai adalah sikap pasien yang kadang justru mempermalukan perawat. Hal ini sering kali terjadi pada perawat yang merawat pasien dalam usia lanjut. Secara sadar maupun tidak sadar, mereka berusaha terlihat lebih kuat dan lebih berwenang dibandingkan dengan perawat. Kondisi ini justru akan semakin memperburuk komunikasi terapeutik yang dilakukan bahkan bisa saja komunikasi terputus begitu saja karena rasa sakit hati yang dialami oleh perawat. 10. Lupa Bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien lanjut usia, salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah penyakit lupa. Lupa atau pikun yang dialami oleh pasien sering kali membuat perawat harus mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya. Bahkan terkadang puluhan kali berbicara pun, pasien juga bisa lupa. Kondisi ini sebaiknya harus dimaklumi oleh perawat karena merupakan hal di luar kemampuan si pasien. Pasien yang mengalami pikun sebaiknya diperlakukan dengan sangat lembut agar komunikasi tetap berjalan dengan baik meskipun harus sering mengulang.

11. Ketidaksabaran perawat Adakalanya hambatan yang terjadi dalam komunikasi terapeutik bukan hanya berasal dari pasien, tapi juga dari perawat itu sendiri. Beberapa perawat ada yang tidak memiliki kesabaran dalam melakukan komunikasi terapeutik. Ketidaksabaran inilah yang dapat menyebabkan terhambatnya bahkan terputusnya komunikasi terapeutik yang dijalankan. 12. Wawasan yang kurang Komunikasi terapeutik yang baik juga harus didukung dengan wawasan yang baik oleh perawat. Wawasan disini maksudnya adalah kemampuan dalam menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi terapeutik. Setiap perawat tentunya telah mendapatkan bekal mengenai cara menghadapi pasien yang baik dan benar. Jika wawasan perawat kurang, maka komunikasi terapeutik yang dilakukan tentunya juga tidak dapat berjalan dengan baik.

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan 1. Trapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan ( As Hornby dalam intan, 2005 ) maka disini dapat diartikan bahwa

terapeutik

adalah

segala

sesuatu

yang

memfasilitasi

proses

penyembuhan. 2. Model-model Komunikasi pada Klien Dewasa -. Model Shanon & Weaver -. Model Komunikasi Leary -. Model lnteraksi King -. Model Komunikasi Kesehatan

Saran Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca kami berikan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

http://academia.edu/7350901/makalah_komunikasi_terapeutik Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan : aplikasi dalam pelayanan, Yogyakarta : Graha Ilmu Nasir, Abdul, 2009. Komunikasi dalam keperawatan, Jakarta : Salemba Medika

Related Documents


More Documents from "Abdul Gafur"

Leaflet Abortus
March 2021 0
Tarikh Islam.pdf
January 2021 0
Bahan Ajar Jarkom
February 2021 0
Surat Lamaran Email.docx
February 2021 0