Kupas Tuntas Masalah Takdir.pdf

  • Uploaded by: Jihan Dzaky
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kupas Tuntas Masalah Takdir.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 51,466
  • Pages: 231
Loading documents preview...
#r

Muhammad bin Ibrahim al-Hamd

,W

ffi ,l

:1- I

"!+-

ffi .W

ffi

W.

= ,,ffi #'unfffi

M

'1

.l-

!

ffi ffi ffi i-r,i

#r ,ry

i.."'"-,

#

ffi"+; %

,rl.

; I ,z9rr ,I rr,/ ,r \

ffi

r#

' tt^:r*
rl

Pustaka Ibnu Katsir

i,.--:ri;

6r: i=rEi

' hflfrt

KupasTuntAs

, {

tr$lr

. ,\r.

t_=

,fi

#

Fry r.

v

I

i

:rr---l\

i

6rI

Para,pembaca yang budiman,

ffif,l**th:i:ffiixitsx

ll-€lt

l?dlrrl

i

ill.ff;ff;:lllt}il,::.,tril:lW -t*r!$d r#l yang al-Qur-an dan as-Sunnah

ilij,Iffi,ii':iffif#tff|.*f:-r;,

ffl:,liJllf,f:iiil keimanan,

terbatas. Karena takdir itu masuk dalam pembahasan

I i

.

L!:

i yang F66n# kebenaran. Pembahasan permasalahan takdir dalam buku "Kupas Tuntas +* tr n$ri Masalah Taqdi/' ini telah disusun sedemikian ilmiah dan sistemlr8lati atis oleh penulisnya, dipenuhi dengan pembahasan yang tajam q d& serta kuat pada setiap babnya, dan didukung pula oleh dalil- fu11',*., ,i bukan dalam pembahasan fiqih, Maka, keimananlah I berbicara, di saat telah tampak dalilnya yang jelas, sehingga tidak ada lagi alasan untuk menolak frff-=TryE

| |

r

l-€'

.r#[

tr

rit

rt"\:

lruwffuflrumm:ffiffi rffii . : '--:'ttr i

#,,

beserta keluarga dan para Sahabatnya.

#ri ,r#i 'I-+-lr

lrllLol;

| .l

/12\

'il^5'r) r*9"i Pustaka lbnu Katsir

i

l

6ri kdfrrl I+._ll

I

r#I^

DAFTARISI vl1

Kata Pengantar

xi

Drftar Isi .......... Kata Pengantar Samahatusy Syaikh'Abdul 'Aziz bin'Abdullah bin Kata Pengantar Penulis

Baalz

"""

L

2

MUQADDIMAH Hukum Membicarakan Permasalahan Qadar

13

Bab Pertama:

KEYAKINAN YANG BENAR DALAM MASALAH QADAR ........... Pasal Pertama : Pengertian Iman Kepada Takdir dan Buah yang Dihasilkannya ......... Pembabasan Pertama Definisi Qadha' dan Qadar serta Kaitan di Antara Keduanya Pembabasan Kedua Buah Keimanan Kepada Qadha' dan Qadar Pembahasan Ketiga Dalil-Dalil Iman Kepada Qadha' dan Qadar

23

24

24 26 55

Pembabasan KeemPat

Kata-Kata yang Berharga mengenai Takdir ..............

63

Pasal Kedua :

Cakupan Iman Kepada Takdir Pembabasan PertanM

Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara (Jmum Tentang Qadar

Dafur

ki

68

Pembahasan Kedua

Tingkatan-Tingkatan Qadar dan Rukun-Rukunnya .......... 70 Pembahasan Ketiga

Perbuatan Hamba adalahMakhluk Pembabasan Keempat Macam-Macam Takdir ..............

..

g2 g4

Pembahasan Kelima

Apa Kewajiban Hamba Berkenaan dengan Masalah

Takdir?....

gg

Bab Kedua:

SYUBHAT SEPUTAR QADAR

........

s3

Pasal Pertama: Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Takdir 94 Pembahasan Pertama Apakah Iman Kepada Qadar Menafikan Kehendak Hamba Dalam Berbagai Perbuaran yangDapat Dipilihnya? .......... 94 Pembahasan Kedua Apakah Melakukan Sebab-Sebab Dapat Manafikan Keimanan Kepada Qadha' dan Qadar? .............. 97 Pembabasan Ketiga (Bolehkah) Beralasan dengan Takdir atas perbuatan Maksiat atau dari Meninggalkan Kewajiban? .... 104 Pernbabasan Keempat Kehendak Allah (al-Iraadab ar-Rabbaanlyydb) .. 113 Pasal Kedua : Berbagai Permasalahan Seputar Takdir dan

Jawabannya............

............. 122

Pembahasan Pertama

Apakah Keburukan Dapat Dinisbatkan Kepada

Allah

Ta'ala?

..

122 Pembabasan Kedua Bagaimana (Penjelasan mengenai) Allah Menghendaki Sesuatu, Sedangkan Dia Tidak Menyukainya? ........ ........... 126

Pembabasan Ketiga

Apa Hikmah dari Diciptakan dan Ditakdirk annya Kemaksiatan? ......... xll

......

14L

Daftar

ki

Pembabasan Keempat

Apakah \fajib Ridha Terhadap Segala yang Ditakdirkan ............. tsz Allah? Pembabasan Kelima Masalah Qadar yangTetap dan Qadar yangTergantung, atau Penghapusan dan Penetapan, serta Mengenai ................ 156 Bertambah dan Berkurangny^ IJmur Pembahasan Keenam Apakah Manusia Berada Dalam Keadaan Terpaksa atau

Diberi

Pilihan?

................ t59

Pembabasan Ketujuh

Bagaimana Kita Mengompromikan Antara P ernyataan Bahwa Hanya Allah Yang Mengetahui Apa yang Ada Dalam Kandungan, dengan Ilmu Kedokteran (y^ng Berhasil Mengetahui) mengenai Jenis Kelamin Janin Dalam Kandungan, Laki-Laki ataupun Perempuan? .......... 166

Bab Ketiga:

PENYIMPANGAN DALAM MEMAHAMI TAKDIR

...............

173

Pasal Pertama : Kesalahan-Kesalahan (Manusia) Terhadap Masalah

Takdir

................

173

Pasal Kedua : ...... 206 Kesesatan Dalam Masalah Qadar Pembahasan Pertama Yang Pertama Kali Mengingkari Qadar Dalam Umat Ini .. 206 Pembabasan Kedua Kesesatan Dalam Masalah

Qadar

.....

Pembahasan Ketiga Kisah dan Perdebatan bersama Qadarilryab danJabarlryah

PENUTUP ............ DAFTAR PUSTAKA

Daftar

ki

208

... 2t7

......... 22s

....

233

xlll

KATA PENGANTAR PENERBIT o

)-,

J,/ ,1t{ ', /.:

,t.o.o

lol,.

/.

3'-r': L; };,t J

'+*3 llo

ze zz

S

;'#J llzo

a

)

e

.ir -rJ"r-Jt

t

O1

x,

o, o. .,,.,o', o ot, '9. 'o, )c "it ,lA V c6Lli ot+- ,fi-'-' t:-,fi ,":;

'.'

l;

;:L:)it r vt it o "oi Wi:),i tlol.z

.il";rJ

jloz

i'tJr-

,'d-

qc X p ;j,'^)

to/t-o/.':.

t3LL) Ji

WiJ ,n',!;;,\

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nr", -.rrioron pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada y ang dapat memberinya petunjuk.

Aku

bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan

benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad ffi adalah hamba dan Rasul-Nya.

/ Y!

,d; 'i,

-y,uo

-3;'fri

itfri .r-t; 'u-fi *r"Y

(@afu| ris "Hai orang-ordng yang furiman, futakualah kapddz Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu

Kau Pmganar Penerbit

vll

mati mekinkan dakm kea"daan Magama Ishm." (QS. Ali 'Imran: t02)

i+ 3,"-^ C Ka, 6;fi &Jlt*i'oCJi e,rr* i-6s"1-t^',

(#'.16, u* e,s 6. :j e b;s

"#3{'i,i U"ia"rl.tt: -fu ij;* dt i,i ,-

lu

,

4r,e, \ \,r

t3', '-4'

"Hai sekalian manusiz, bertakanlah kepada Rabb-mu Yang telah mencipakanmu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan isterinya serta daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertahualah hepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu samd.lain dan (peliharalab) hubungan silaturahmi. Sesunggubnya Alhh selzlu mmjaga dan mengaatasimu." (QS. An-Nisaa': 1)

{,fr \=z l"Jri '/

'.ti ii iS'i't ifii lr-t;'u"itt

C-q y

& tyJ 'Ei" € *tfi,-ci7g (@,1+L ti)i jG:ri,fr;fi&i E

t,

e"

"Hai orang-ordngyang beriman, bertakualah kamu kepada Allab dan kaakanlah perhataan yang benar, niscalta Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dos-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allab dan Rasul-Nya, maka sesunggubnya ia tehh mmdapat hemenanganyangbsAr." (QS. Al-Ahzab: 7o-7r)

Amma ba'du, 6.

, I c z

citle ry-t J-"-r.-. +;r^ vlll

o .o.

q-1 I -. /ol

,

,:toY ?;-Jtal>io$ Kata Pengantar Penerbit

at

ya'F'.s

,o

-a, ., o

,

I-5 cA-s*. l.,:.L>,-,L)J

q

1,.' ,. ),i.,o t " ttiri ('L#U-Ir--c lt f ) )-t' n',

.)6t

szz

q.!r:, F'.:,il{*

..Sesungguhnya

perkat aan yangpaling benar adalah Kitabullab dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad ffi, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid'ah, setiap bid;ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka." Pembaca, keimanan kepada takdir adalah bagian dari rukun iman yang enam, ia tidak dapat dipisahkan dari keimanan terhadap

rukun iman yang lainnya. Banyak orang yang meremehkannya, sehingga mereka akhirnya terjerumus ke dalam banyak kesalahan dalam masalah takdir, akibat dari kebodohan, dan ada juga orang-orang yang menyimPang dan keluar dari jalur yang telah digariskan, karena mereka membahasnya hanyaberdasarkan hawa nafsu dan logika semata' akibatnya mereka tersesat dan menyesatkan.

Maka, pembahasan mengenai takdir berdasarkan metode yang benar sangatlah dibutuhkan oleh umat. Yaitu, metode yang sesuai dengan a1-qur-an, as-sunnah t fangdifahami para Sahabat &. , mer;de yang jauh dari filsafat dan tidak mengandalkan akal manusia semara yangterbaras. Karena takdir itu masuk dalam pembahasan keimanan, bukan dalam pembahasan fiqih. Maka, keimananlah yang berbicara, di saat telah tampak dalil yang ielas dan shahih, sehingga tidak ada lagi alasan untuk menolak kebenaran. pembahasan permasalahan takdir dalam buku Al-Iimaan bil Qadbaa,wal Qadar ini telah disusun sedemikian ilmiah dan sistematis oleh syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, dipenuhi oleh pembahasan yangtajam dan kuat pada setiap babnya, dan didukung oleh dalil-dalil pilihan, baik dari al-Qur-an, hadits, Perkataan Sahabat, juga pendaPat Par^ ulama yang terPercaya'Dan kitab yang berharga ini kami terjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul "KUPAS TTINTAS MASALAH TAKDIR"' Semua Kata Penganar Penerbit

ini menjadikan buku ini layak untuk mendapatkan prioritas urama dalam dakar koleksi kepustakaan Anda.

Akhirnya, semoga kita semua dapat mengambil pelajaran darinya, mendapatkan taufiq kepadanya, dan membuahkan keimanan yang benar tentangnya, amin. Semoga shalawat dan salam senanriasa terlimpahkan kepad a hamba dan utusan Allah, Nabi Muhammad bin'AMillah ffi, b.r..t" keluarga dan para Sahabatnya.

Bogor,

Rabi'ul Akhir 1426 H Mei 2005 M Penerbit

PUSTAKA IBNU KATSIR

Kata Pengantar Penerbit

'

KATA PENGANTAR 'Aziz bin'Abdillah bin Baaz

Samahatusy Syaikh'Abdul

;45Aier'*, puji hanya bagi Allah.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas Rasulullah ffi, keluargtny^, dan para Sahabatnya, serta siapa saja yang meniti jalannya. Amma ba'du: Segala

fillaD Fadhilah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, yang berjudtl "Al-Iimaan bil Qadhaa' ual Qadar." Saya menilainya sebagai buku yang bermutu, Saya telah membaca tulisan al-Akh

banyak f.aidahnya, ungkapannya lugas, dan dalam temanya patut untuk diperhatikan, serta penulis telah mendapatkan taufik pada apa yang ditulisnya mengenai hal itu. Saya pun telah memberi sedikit catatan kaki atas tulisan tersebut untuk menyempurnakan faidahnya. Saya memohon kepada

Allah agar buku ini bermanfaat bagi

kaum muslimin, melipatgandakan pahala bagi penulisnya, serta menambahkan ilmu dan petunjuk kepada kita dan juga dia. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas hamba dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad {S, beserta keluarga, dan para Sahabatnya.

'Abdul'Aziz bin'Abdillah bin

Baz

Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi, Ketua Dewan Ulama-Ulama Besar Pusat Kajian Ilmiah dan Fatwa Kata Pengantar

KATA PENGANTAR PENULIS

wi64 Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkanny\ dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka

tidak tidak

ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan benar melainkan

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad ffi adalah hamba dan Rasul-Nya -semoga Allah

melimpahkan shalawat dan salam sebanyak-banyaknya atas beliau dan keluarganya-. Amma ba'du: Iman kepada takdir dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang tinggi dan urgensi yang besar. Iman kepada takdir adalah kutub poros tauhid dan sistemnya, ririk tolak agam yang lurus ini, dan pamungkasnya. Ia adalah salah satu rukun iman dan kaidah asas ihsan.l

Takdir adalah qudratullab ftekuasaan Allah)'z. Maka orang yang beriman kepada takdir, ia pun telah beriman kepada kekuasaan Allah, dan orang yang mendustakan takdir berarti ia pun secara otomatis telah mendusrakan kekuasaan Allah ,98. Lihaq Syifaa-ul Aliil

fii

Ibnul Qayyim, hal.3.

Masaa-ilil Qadbaa' ual Qadar ual Hikmah uat Ta'liil,

Ini adalah pernyat^an Imam Ahmad d,ig. Lihat, Majmuu'ul Fataawaa libni Taimiyyah, 0/IIII308) dan Tltariiqul Hijratain, Ibnul Qayyim, hal. 1 70. Kata Pengantar

Di antara yang menunjukkan urgensinyayaitt, perkara ini banyak disinyalir dalam nash-nash syari'at yang menjelaskan hakikatnya, menerangkan perkaranya, dan mengharuskan keimanan kepadanya Demikian pula kitab-kitab'aqidah memperhatikannya, banyak membicarakannya, menielaskan syubhat di damenyebutk ^nnya, lamnya, dan menjawab atas pihak yang menyelisihi dalam Permasalahannya. Di antara yang menuniukkan urgensinya dan besarnya kedudukannya ialah, akibat yang diperoleh atas keimanan kepadanya, berupa besarnya manfaat di dunia dan akhirat atas pribadi dan masyarakat, serta akibat atas pengingkaran kepadanya dan kesesatan dalam memahaminya, berupa penderitaan dan adzab di akhirat dan di dunia atas pribadi dan masyarakat. Sebab, memahami masalah takdir menurut pemahaman yang sbahiib -walaupun secara globaladalah sangat urgen. Karena kebanyakan manusia tersesat dalam masalah ini dan menentang ketentuan Allah, baik yang bersifat ryar'i (syari'at) maupun kauni (sunnatullah). Mereka menolak untuk mengimaninya, dan mereka kehilangan faidah dan buahnya.

Iman kepada takdir adalah perkara yang bersifat fitrah. Bangsa 'Arab, baik pada masa Jahiliyyah mauPun semasa Islam, tidak mengingkari takdir, sebagaimana hal itu ditegaskan oleh salah seorang ahli bahasa, Ahmad bin Yahya Tsa'lab, yaitu dalam Pernyataannya, "Tidak ada di tengah bangsa'Arab kecuali orangyarLg menetapkan takdir yang baik dan yang buruk, baik semasa Jahiliyyah maupun setelah mereka masuk Islam."3 Pengakuan mereka terhadap takdir tersebar dalam sya'ir-sya'ir dan khutbah-khutbah mereka -sebagaimana y^ngakan diterangkan ketika membicarakan tentang dalil-dalil takdir-. Mereka meyakini takdir dan tidak mengingkarinya, meskipun keyakinan ini tercemari sebagian kebathilan dan kebodohan dalam memahami hakikat takdir. Kita melihat -sebagai contoh- Zuhair bin Abi Sulma mengatakan dalam mu'allaqab-ny^ yang masyhur:

3

Syarh [Jshuul I'tiqaad Ahlis Sunnah utal Jamaa'ah, al-Lalika-i, IY/70+705).

Kata Pengantar

Jangan menyembunyikan kepada Allah apa ydng terdapat dalam

diri kalizn agar terseTrTbunyu dzn meskipun disemburyikan tahuinya

Alkh

tztap menge-

Diz menunda, lalu diletakkan dalam kitab untuk disimpan bagi hari Penghisaban, atdu disegerakan untuk diberi balasanr

Kemudian Anda melihatnya di tempat lainnyadalam mu'allaqah tersebut, ia mengatakan:

Aku melihat kematian

seperti jdlannya untd yang lemab penglihdtdnnya sizpa yang tertabrak, maka ia mematikannya dan siapa yang luput darinya, maka ia tetap bidup bingga n1.enemui masa tuas

. Dia tidak mengingkari takdir, tetapi dia melihat bahwa takdir itu seperti unra yang lemah penglihatannyayangberjalan di jalanan. Barangsiapa yang terrabrak unra rersebur, maka ia mati dan barangsiapa yang luput darinya, maka ia tetap hidup. Ini adalah kebodohan dan kekeliruan dalam masalah takdir. Sebab, kematian itu sudah tertulis dan ditentukan, sebagaimana hal itu ditegaskan oleh yang lainnya dari kaum Jahiliyyah-, seperti 'Amr bin Kultsum, salah seorang penya'ir mu'allaqab, yang mengatakan: Bagaimanapun, kematian akan sampai kEada kita karena sudah ditentukan untuk kita6 Sebagaimana Labid bin Rabi'ah al-'Amiri mengatakan dalam mu'allaqah-nyayang masyhur, menyifati sapi liar dan keadaannya bersama hewan-hewan liar yang berbahaya: B inzang-

birwtang I iar rnenginui

hlu mentrkamnya sesunguhnya kematizn tidak pernab luput bidikan anah panahnyd'

' ' 6 7

ke lmgahanny a

Diia,aan Zubair lbni Abi Sulma,hoJ.25.

Ibid,32 Syarbul Qasbaa-id al-Maryhuuraat,karya Ibnu Nahas, [I/91). Syarhul Mu'allaqaat al-Aryr, karya Zauzani, hal. 176 d,an Diizoaan Labid bin Rabi'ab a l-'A miri, hal. 17 l. Kata Pengantar

Ketika Nabi ffi diutus, beliau menjelaskan hal ini -sebagaimana hal lainnya- dengan penjelasan yang semPurna. Sebab Pernyata n beliau yang singkat dan padat lagi bermanfaat dalam masalah ini dan yang lainnya, telah sangat memadai dan mencukupi, menghimpun dan memisahkan, menjelaskan dan menerangkan, serta beryang dikankedudukan sebagai tafsir dan penjelasan terhadaP ^Pa dung dalam al-Qur-an. Kemudian t para Sahabat membacanya sepeninggal beliau dan menerima hal itu dari beliau, lalu mereka mengikuti jalan dan manhaj beliau yang lurus. Sehingga lahirlah berbagai Pernyataan mereka yang memadai dan positif juga ringkas dan bermanfaat, karena dekat dengan masa kenabian dan menerima langsung dari misykab (cahaya) kenabian, yang meruprkat sumber segala cahaya dan segala kebajikan, juga asas segala petunjuk. Dengan hal itu, mereka menjadi manusiayangpating baik pemahamar,Lnya terhadap masalah ini, paling beriman kepadanya, dan mengamalkan konsekwensinya. Keimanan tersebut sangat berpengaruh pada mereka, sehingga mereka menjadi manusia yang paling bertakwa, paling mulia, dan paling berani, sesudah para Nabi ,ffi1. Kemudian jejak mereka diikuti oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (Tabi'in). Para Tabi'in ini mengikuti jejak mereka, menempuh jalan mereka, mengajak kepada ajakan mereka, dan mengikuti apa yang mereka pegangi.8 Kemudian setelah itu menialarlah pada umat ini penyakit umatumat lainnya, Ialu mereka mengikuti tradisi umat sebelumnya. Masuklah filsafat-filsafat Yunani, India, Persia dan selainnya ke negeri-negeri kaum muslimin, lalu muncullah bid'ah Qadariyyah di Bashrah dan Damaskus. Dengan kejadian itu, terjadilah awal kesyirikan dalam umat ini, yaitu menafikan takdir. Semua ini terjadi pada akhir masa Sahabat #+, mereka pun mengingkari bid'ah ini dan mengumumkan keterlepasannya dari bid'ah ini beserta para pelakunya.

8

Lihat, Syifaa-ul'Aliil,hal. 4.

Kata Pengantar

Kemudian, sesudah mereka datanglah para ulama Salaf, untuk menentang bid'ah tersebut dan menjelaskan penyimpangannya, menyi bak tir ainy a, men gun gkap kebathi lanny a, memenan gkan kebenaran dan menyebarkannya, serra mengajak umar kepad^ny^. \tr(alaupun masalah takdir sudah diketahui secara fitrah, dan nash-nash syari'at telah merincinya dan menjelaskannya dengan penjelasan yang mendalam, tetapi tetap saja ia menjadi masalah 'aqidah yang paling sulit difahami. Sehingga menjadi detil pembahasannya, bercabang-cabang permasalah annya, banyak pemblcaraan mengenainya, dan muncul berbagai syubhat di seputarnya, semua hal ini menyebabkan kesulitan dalam memahaminya. Karena itu, tidaklah mengherankan, apabila manusia bingung mengenai inasalah takdir ini, baik dahulu maupun sekarang. para cendekiawan telah menempuh segala cara unruk mencapai pengetahuannya dan mengetahui hakikatnya, tetapi mereka tidak-memperoleh faidah dan tidak kembali dengan membawa manfaar, karena mereka mencari petunjuk dari selain sumbernya. Akibatnya, mereka lelah dan melelahkan diri sendiri, bingung dan kebingungan, serta sesat dan menyesatkan.

Allah telah memberikan taufiq -berkat karunia dan kemurahanNya- kepada Ahlus Sunnab ual Jama'ah untuk memahami masalah ini, karena mereka mengikuti apa yarlg ditunjukkan oleh al-euran dan as-Sunnah, serra mengikuti jejak Salafush Shalih. Sebab tidak mungkin memahami masalah ini dengan pemahaman yang benar secara terperinci, kecuali sebagaimana yangdifahami oleh Salafush Shalih dari umat ini. Manusia yang paling berbahagia dengan kebenaran dalam masalah ini ialah kalangan yangmengambil hal iru langsung dari cahaya wahyu yang jelas, tidak menyukai dengan fitrah dan keimanarrrnyapendapat-pendapat kaum yang dungu, keragu-raguan kalangan yang menanamkan keragu-raguan, dan pendapat yangdipaksakan oleh kaum yangpandai bersilat lidah.e

Oleh karena iru, tidaklah kaum muslimin terringgal di abadabad mereka yang terakhir melainkan karena beberapa sebab, sebab yang terbesar ialah karena kebodohan dan penyimpangan mereka

' 6

Lihat, Syrfaa-ul'Aliil,hal.

5.

Kata Pengantar

dalam masalah 'aqidah pada umumnya dan masalah takdir pada khususnya. Yaitu, ketika kebanyakan dari mereka menjadikan keimanan kepada takdir sebagai alasan yang lemah, dikarenakan kelemahan dan kemalasan mereka, kecintaan mereka pada dunia, dan tidak melakukan berbagai upaya (sebab-sebab), serta lalai -atau pura-pura lalai- bahwa takdir Allah itu berjdan selaras dengan sunnahNya yang tetap, yang tidak akan berubah dan tidak mengkhususkan seorang Pun.

Kita berharap bahwa umat Islam akan bangun dari tidurnya, memimpin umat manusia, dan mengambil kedudukan mereka yang layak, yaitu dengan cara kembali kepada'aqidah mereka yang bersih Iagi jernih yang merupakan sumber kemuliaan dankejayaanmereka. Di antara alasan yang mendorong saya untuk menulis tentang masalah takdir -walaupun sulit dan bercabang-cabang, sedikit ilmu yang s^y^ miliki, serta kurangnya pengalaman dan pengamalan saya- ialah banyaknya pertanyaan, pemaParan, dan syubhat diseputarny^, serta banyaknya kekeliruan dan pembicaraan mengenainya dengan tanpa ilmu. Karena itu, saya ber-istikharab kepada Allah .$8 untuk menulis mengenai masalah ini. Lalu saya mengumpulkan aPa- yarug

mudah dikumpulkan dari yang terPencar, dan

saya

berkeinginan -sesuai kemampuan- untuk menjelaskan berbagai permasalahattya yang terperinci, sesuai dengan aPa yarlg ditunjukkan oleh al-Qur-an dan as-Sunnah, dan sesuai dengan pemahaman Salaf (pendahulu) umat ini. Semua itu dimaksudkan untuk menerangkan perkara ini dan men-jelaskan hakikatnya. Segala kebenaran yang di dapati di dalamnya maka semua itu murni dari karunia Allah, sedangkan segala kesalahan adalah berasal dari diriku sendiri dan dari syaitan. / . Lr -a - u 1c ,r d. , I

-e;iG3 .;i^liG'.*)i it *tI

Ll F

(6 u;illt.f,;*\i'Vlill

"...Aku tidak hrmaksud kecuali (mmdzungkan) perbaikan selarnz aku masih furkewngupan. Dan tidak ada aufik bagiku nrclainkan dengan (pertolongan) Allab. Hanya kepada Allah aku braankkal dan banya hepada-Nya-lah aku hembali. " (QS. Huud: 88) Kata Pengantar

Pembahasan dalam kitab ini mencakup: - Muqaddimah

- Tiga Bab (Pembahasan utama), - Penutup. Dengan perincian sebagai berikut:

MUQADDIMAH: Hukum Membicarakan Permasalahan eadar Bab Pertama:

KEYAKINAN YANG BENAR DALAM MASALAH QADAR Yang tercakup di dalamnya dua pasal: Pasal Pertama :

Pengertian Iman Kepada Takdir dan Berbagai Buah yang Dihasilkannya Pasal Kedua: Cakupan Iman Kepada Takdir Bab Kedua: SYUBHAT SEPUTAR QADAR Yang tercakup di dalamnya dua pasal:

Pasal Pertama :

Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Takdir Pasal Kedua : Berbagai Permasalahan Seputar Takdir dan Jawab annya Bab Ketiga:

PENYIMPANGAN DALAM MEMAHAMI QADAR Yang tercakup di dalamnya dua pasal: Pasal Pertama :

Kesalahan-Kesalahan (Manusia) Terhadap Masalah eadar Pasal Kedua : Kesesatan dalam Masalah Takdir

PENUTUP: Yang berisikan rangkuman singkat, mengenai apa yang telah disebutkan dalam pembahasan. Kata Pengantar

Terakhir, saya memohon maaf kepada para pembaca bila masih terdapat kekurangan di sana sini, dan saya berharap kepada pihak yang mengetahui kekeliruan tersebut agar mengingatkan saya, dan dia berhak mendapatkan do'a dan ucapan terima kasih. Kemudian saya juga menBucapkan rasa syukur kepada Allah ,99., atas kemudahan dan pertolonganyar,g diberikan-Nya. Saya memohon kepada-Nya agar menjadikan amal ini ikhlas karena mengharapkan keridhaan-Nya, dan memberi ampunan kepada saya atas kesalahan yang ada di dalamnya.

Demikian pula saya memohon kepada-Nya pahala untuk Samahah Syaikh kami, al-'Allamah'Abdul' Azizbin'Abdullah bin Baz, yangtelah meluangkan waktunya untuk menelaah buku ini, memberikan beberap a catatarL, dan bersedia untuk menuliskan kata pengantar atas buku ini. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan, memberkahi umurnya, dan memberikan manfaat kepada umat dengannya.

Demikian pula saya berterima kasih kepada saudara-saudaraku yang muli a, yaitu para Tndsyalikh dan pelajar, yang telah memberikan kritik, saran, dan bantuan mereka. Semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan dan melipatgandakan pahala mereka. lWallaahu a'lam. Semoga shalawat dan salam, Allah limpahkan beserta keluarga dan para Sahabatnya. atas Nabi Muhammad

ffi

Muhammad bin Ibrahim al-Hamd

Kata Pengantar

MUQADDIMAH Hukum Membic ar akan Permas alahan Qadar Sebelum membicarakan secara terperinci tentang qadha' dan qadar, ada baiknya membicarakan mengenai masalah yang tersiar yang intinya adalah bahwa dahulu ia, di masa sekar ii ^ng, ^rr" tidak boleh membicarakan tentang masalah-masalah takdir secara mutlak. Alasannya bahwa hal itu dapat membangkitkan keraguan dan kebimbrrrg"rr, dan bahwa masalah ini telah menggelincirkan banyak telapahkaki dan menyesatkan banyak pemahaman'

pernyataandemikian, secara murlak adalah tidak benar, hal itu dikarenakan beberapa alasan, di antaranya yaitu: 1. Iman kepada qadar adalah salah satu rukun iman. Iman seorang hamba ,idrk t.-purna kecuali dengannya' -Bagaimana hal ini akaln diketahui, jika tiJak dibicarakan dan diielaskan perkaratya kepada manusia?

2. Iman kepada qadar telah diseburkan dalam hadits teragung

gg\, dan hal itu terjadi di dalam Islam, y"it,, h"iits Malaikat Jibril akhir kehidupan Nabi ffi. Di akhir hadits beliau ffi bersabda:

&":"I'-'J"€Gi

lsbrY

.,Dia adalah Malaikat Jibril, ia datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang ag^makalian'"1 Maka mengetahui masalah takdir -dengan demikian- adalah rermasuk bagia" dari agama, dan pengetahuan tersebut adalah wajib,

walaupun hanya secara global.

1

HR. Muslim, kitab al-limaan, [/38 (8))'

Muqaddimah

13

3. Al-Qur-an banyak menyebutkan tentang takdir dan perinciannya. Allah ,98 pu., telah memerintahkan kita agar merenungkan al-Qur-an dan memahaminya, sebagaimana firman-Nya:

(

@

-o*it;

Wr4

3:';'t;l "t;i a5 Y hami turunkan

"Ini adalah sebuab kitab yang kepadamu penub dengan berkah supdyd mereka memperhatihan altat-ayat-Nya... ." (QS. Shaad:29) Juga firman-Nya:

( @ 116i7* &

;i Jrv?i'ori|^1:"$i

F

tidak memperhatikan al-Qur-an ataukab bati mereka terkunci. " (QS. Muhammad:2a) "Mah,a apakah mereka

Lalu, apakah yang mengecualikan ayat-ayat yang membicarakan tentang masalah takdir dari keumuman ayat-ayat tersebut?!

4. Para Sahabat bertanya kepada Nabi ,M,

rcntang perkara yang paling detil mengenai takdir. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Jabir dalam Shabiib Muslim, ketika Suraqah bin Malik bin Ju'syum datang kepada Nabi ffi lalu mengatakan, "'Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepada kami tentang agama kami, seolah-olah kami baru diciptakan pada hari ini, yaitu mengenai amal perbuatan hari ini, apakah berdasarkan pada apay^ngtelah tertulis oleh tinta pena (takdir) yang sudah mengering dan takdir-takdir yang telah ditentukan, atau berdasarkan dengan apayarlgakan kita hadapi?" Beliau menjawab: le

/O ,-z t,

.y)t-c-o.Jl

c

\ O.rt )

,i$i,i

*"-* q "it ,,

"Tidak, bahkan berdasarkan pada tinta pena yang telah kering dan takdir-takdir yang telah ada." Ia bertanya, "Lalu, untuk apa kita beramal)" Beliau menjawab: t6,t

74

9t,

;5*

,

tfru',lt,

Muqaddimab

"Beramallah ! Sebab semuanya telah dimudahkan."

Dalam sebuah riwayat disebutkan:

y.;4yck

"setiap orang yang berbuat telah dimudahkan untuk perbuatannya."' 5. Para Sahabat mengajarkan kepada Par^ murid mereka dari kalangan Tabi'in hal tersebut. Yaitu, dengan bertanya kepada mereka, untuk menguji mereka, dan menguji pemahaman mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Sbabiib Muslim bahwa Abul Aswad ad-Duali berkata, "'Imran bin al-Hushain berkata kepadaku, 'Apakah kamu melihat apayangdilakukan manusia pada hari ini dan mereka bersungguh-sungguh di dalamnya, apakah hal itu merupakan sesuaru yang ditetapkan atas mereka dan telah berlaku atas mereka takdir sebelumnya? Ataukah sesuatu yang dihadapkan kepada medibawa kepada mereka oleh Nabi mereka reka dari ^pa-ap^yangatas mereka?' dan hujjah telah nyata Saya menjawab, 'Bahkan, hal

im merupakan

sesuatu yang telah

ditentukan atas mereka.' Dia bertanya, 'Bukankah itu suatu kezhaliman?' Saya sangat terperanjat mendengar hal

itu.

Saya katakan, 'Segala

Allah dan kepunyaan-Nya, dan Allah tidak ditanya tentang apay^tgdilakukan-Nya, tapi merekalah yang akan ditanya.' Maka dia mengatakan kepadaku, 'semoga Allah merahmatimu. aku tanyaSesungguhnya aku tidak menginginkan dengan ^Payang kan kepadamu, melainkan untuk menguji akalmu."'3 6. Para imam Salafush Shalih dari kalangan ulama telah mengarang kitab tentang masalah ini, bahkan sangat perhatian mengenainya. Seandainya kita menyatakan larangan membicarakan tentang takdir, berarti kita telah menganggap mereka sesat dan menilai sesuatu adalah ciptaan

dungu akal mereka.

2 3

Fm.. Muslim, bab aLQadan

(UII/48, no.2648).

F{R. Muslim, bab al-Qadar,

A[I/48'49,

Muqaddimab

no. 2650).

15

7.

Seandainya kita tidak membicarakan tentang takdir, niscaya

manusia tidak mengerti mengenainya. Dan mungkin pintu menjadi terbuka bagi ahli bid'ah dan ahli kesesatan untuk menyebarkan kebathilan mereka dan mencampuradukkan agarr..a kaum muslimin.

8. Hilangnya

ilmu dan kebajikan. Seandainya kita tidak membicarakan tentang takdir dan berbagai manfaatnya, niscaya kita kehilangan ilmu yang melimpah dan kebajikan yang banyak. Jika ditanyakan: Bagaimana kita mengkompromikan antara hal ini dengan apa yang disebutkan tentang celaan membicarakan mengenai takdir, sebagaimana dalam sabda Nabi ffi, yang disebutkan dalam hadits Ibnu Mas'ud # ,

\i{)

,ff;it

i;=:tt

Ti

riy,

,fr(;ii . -tl-*-ol o/o/

(J'

Iff-;:$

t

5) l)lt

;\

'Jika para Sahabatku dibicarakan, maka diamlah, jika bintang"tar bintang dibicarakan, maka diamlah, dan jika takdir dibicarakan, maka diamlah."n

Demikian pula riwayat y^ng menyebutkan bahwa Nabi

ffi

sangat marah sekali, ketika beliau keluar menemui para Sahabatnya pada suatu hari saat mereka sedang berdebat tentang masalah takdir,

4

HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabiir, (X/243, no.10448), Abu Nu'aim dalam al-Hilyab, (IVl108). Abu Nu'aim berkata, "Gbariib dari hadits al-A'amasy, karena Musahhar meriwayatkan sendirian." Al-Haitsami berkata dalam Majma'uz Zawaa-id, W202), "Di dalamnya terdapat Musahhar bin 'Abdulmalik, dan dia dianggap tsiqah oleh Ibnu Hibban dan selainnya. Mengenai dirinya diperselisihkan, dan para perawinya y^ng lain adalah para perawi kitab Sbahiih." Al-'Iraqi berkata dalam al-Mughni'an Hamlil Asfaar, (/41), "sanadnya hasan." Hadits im dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam al-Fat-b, (){l/ 486). As-suyuthi mengisyaratkan kebasanantya dalam al'Jaami'usb Shaghiir Faidhul Qadiir, (I/348), dan al-Albani menilainya sebagai hadits sbabib dalam Shabiihul Jaami', (no. 5a5). Lihat pula, Silsilah ash'Sbahiihab, Q./42, no.3a). Al-Mubarakfuri berkata dalam Tubfatul Ahutadzi, (/I/336), "sanadnya hasan." Hadits ini datang dari hadits Tsauban gi; dengan lalazhnya, dalam riwayat ath-Thabrani dalam al-Kabiir, {I/96, no.1427). Al-Hairami berkata dalam Majma'uz Zawaa-id, (VII/202), "Di dalamnya terdapat Yazid bin Rabi'ah, dan dia adalah dba'rf."

76

Muqaddimab

sehingga wajah beliau memerah, seolah-olah di keningnya, lalu beliau bersabda,

3s

d'$ri

u.it

biji delima terbelah

rr$L&")lLri. ti rtii (+i

f-r:)ti ol'€ -:* -:+,

i\i, i'€

\l-*

:6,f "# .4

"Apakah dengan ini kalian diperintahkan? Apak"h d"rrg"., irrl aku diutus kepada kalian? Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian telah binasa ketika mereka berselisih mengenai perkara ini. Oleh karena itu, aku meminta kalian, janganlah berselisih mengenainya."s

Jawaban mengenai hal itu: Bahwa larangan yang disebutkan tersebut adalah karena mengandung perkara-perkara berikut ini:

1.

Membicarakan takdir dengan kebathilan serta dengan tanpa ilmu dan dalil. Allah Si# berfirman: C_.

{6> *

-vLu

AGJ{

v;Y

"Dan janganlah karnu mengikuti dpd ydng kamu tidah m.empunyai

pengetabuan tentangnya... ." (QS. Al-Israa': 35)

5

HR. At-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah, kitab al-Qadarbab Maa Jaa-a

Tasydii"d fil Khaudb fil Qadar, (y/443, no. 2133), dan dia mengatakan, "Dalam bab ini dari 'Umar, 'Aisyah dan Anas. Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini dari hadits Shalih al-Mirri. Sedangkan Shalih al-Mirri mempunyai banyak hadis gharib yang diriwayatkannya sendirian yang tidak diikuti dengan riwayat-riwayat pendukung." Al-Albani menilai hasan dalam Sbahiih Sunan at-Tirmi.dzi, (I/223, no. 1732 dan 2231).

fit

Hadits ini mempunyai pendukung dari hadits'Umar bin al-Khaththab gE dengan

redaksi:

.{r*.o

\'1

,at

6i

rr!.*l

v

"Janganlah bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan takdir dan jangan membuka pembicaraan dengan mereka."

Hadirs ini dikeluarkan oleh Ahmad, dan 4720), dan a1-Hakim, (I/85). Muqaddimab

I/30), Abu Dawud, N/84, no.4710

17

Dia pun berfirman tentang orang-oran g yangberdosa:

'a;li Jj i-Lt I i_lv' @ ;,^,, vi rF -i. /A'. zG, tlat 03 ,J) \=,' eb e ,"rA ,

r! g7'

(L

.2t

-.))

',-

(L

tr

.l)

(@'u*,,vl

"Apakab ydng n?.ernasuhkanmu ke dalam Saqar (I"leraka)? Mereka mmjawab,'Kami dabulu tidak tsmasuk orang-ordng yang men4tr' jakan sbalat, tidak (pula) kami memberi makan ordngmiskin, dzn adzlab kami membicarakan yang batbil fusama dengan oranS' ord.ng ydng membicarakanny a." (QS. Al-Muddats-tsir: 42-45)

2. Bersandar hanya kepada akal manusia

yang terbatas dalam mengetahui takdir, jauh dari petunjuk al-Qur-an dan as-Sunnah. Sebab, akal manusia tidak mampu mengetahui hal itu secara terperinci, karena akal mempunyai keterbatasan dan juga kemampuan yang terbatas, maka wajib bagi akal untuk berhenti pada dalil-dalil al-Qur-an dan as-Sunnah yang shabib.6

3.

Tidak pasrah dan tunduk kepada Allah dalam takdir-Nya. Hal itu karena takdir adalah perkara ghaib, yang mana perkara ghaib itu landasannya adalah kepasrahan.

4. Membahas tentang

aspek yang tersembunyi mengenai takdir,

y^ng mana ia merupakan rahasia Allah dalam ciptaan-Nya, dan (takdir tersebut) tidak diketahui oleh Malaikat yang didekatkan kepada Allah dan tidak pula oleh Nabi yang diutus, dan hal itu pun termasuk di antara perkara di mana akal tidak mamPu untuk memahami dan mengetahuinya.T

5.

Pertanyaan-pertany^al yang diajukan yang tidak sePatutnya ditanyakan, seperti orang yang bertanya dengan nada protes: Meng pa Allah memberi petunjuk kepada si fulan dan menyesatkan si fulan? Mengapa Allah membebani (dengan kewajiban) kepada

6 7

Lihat, al-Ibaanah,Ibnu Baththah al-'Ukbari, 0/421-422). Lihat, ad-Diinul Khaal*b,Shiddiq Hasan, III/ 17t).

18

Muqadd'imab

manusia di antara seluruh makhluk? Mengapa Allah memberi kekayaan kepada si fulan dan memberi kemiskinan kepada si fulan? Dan seterusnya...

Adapun orang yangbertanya untuk mendapatkan pemahaman, maka tidaklah mengapa, sebab obat kebodohan adalah bertanya. Adapun orang yang bertanya dengan nada protes -bukan untuk memahami dan tidak pula untuk belajar- maka itulah yang tidak boleh, baik pertanya nnya sedikit maupun banyak.8 6. Berbantah-bantahan mengenai takdir, yang menyebabkan perselisihan manusia di dalamnya dan terpecahnya mereka dalam masalah itu. Semua ini termasuk perkara yang kita dilarang melakukannya. Tidak termasuk dalam kategori perbantahan yang tercela: membantah aliran yang sesat, menolak berbagai syubhat mereka, dan meruntuhkan berbagai argumentasi mereka, karena usaha tersebut berarti memenangkan kebenaran dan mengalahkan kebathilan. Dari sini nampak jelas bagi kita, bahwa larangan membicarakan tentang takdir secara mutlak adalah tidak benar, tetapi larangan tersebut berlaku untuk perkara-perkara yang telah disebutkan tadi. Adapun pembahasan dalam perkara yang akal manusia mampu memahamiflya, yang berlandaskan pada nash-nash, seperri membahas tentang tingkatan-tingkatan takdir, macam-macam takdir, kemakhlukan perbuatan hamba, dan pembahasan-pembahasan tentang takdir lainnya, maka semua ini telah dimudahkan lagi jelas, juga tidak dilarang untuk membahasnya. Kendatipun tidak semua orang mampu memahaminya secara terperinci, tetapi dalam permasalahan ini ada ulama yang mempelajarinya dan menjelaskan apayangterdapat di dalamnya.

Di antara yang menegaskan hal itu -bahwa larangan tersebut bukanlah secara mutlak- yaitu telah disebutkan dalam hadits terdahulu, -yakni dalam h"'ditt Ibnu Mas'ud,- di samping perintah untuk tidak membicarakan masalah takdir, ialah perintah untuk tidak membicarakan para Sahabat.

8

Syarh al-Aqiidab atb-Tbahaaatiyyah, Ibnu Lbil'Izz al-Hanafi, hal. 262, al' Ihhtilaaf fil Lafzb uar Radd'alal Jahmiyyab utal Muryabbihab,Ibnu Qutaibah,

hal. 35, dar, Syarhus Sunnah, al-Barbahari, hal. 36.

Maqaddimah

t9

Maksud dari tidak membicarakan para Sahabat adalah, tidak membicarakan tentang apa yang diperselisihkan di antara mereka dan tidak membicarakan keburukan-keburukan mereka juga kekurangan-kekurangan mereka. Adapun menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan memuji mereka, maka ini adalah perkara yang terpuji tanpa diperselisihkan oleh para ulama. Sebab, Allah telah memuji mereka dalam al-Qur-an, demikian pula Rasulullah ffi.

Di antara yang menegaskan hal itu, bahwa

sebab kemarahan Nabi ffi, sebagaimana dalam hadits terdahulu, -yaitu hadits at-Tirmidzi- hanyalah karena sebab berbantah-bantahannya para Sahabat dalam masalah takdir.

'Maka, membicarakan tentang takdir atau membahasnya dengan metode ilmiah yang sbahih, tidaklah diharamkan atau dilarang. Tetapi yang dilarang oleh Rasulullah ffi hanyalah berbantah-bantahan mengenai takdir."' Ringkasnya, dalam masalah ini, bahwa pembicaraan mengenai takdir tidak dibuka secara mutlak dan tidak pula ditutup secara mudak. Jika pembic ra rLtersebut dengan haq, maka tidak terlarang, bahkan mungkin wajib, adapun jika dengan kebathilan, maka dilarang.

%p

'

Al-Qddhda'ual Qadarfi.l Islaam, Dr. Faruq ad-Dasuqi, (/368).

20

Muqaddimab

Bab Pertama: Keyakin yang Ben Masalah A

Bab Pertarna

KEYAKINANYANG BENAR DALAMMASALAH QADAR Di dalamnya tercakup dua

(2) pasal:

Pasal Pertama:

Pengertian Iman Kepada Takdir dan Buah yang Dihasilkannya Di dalamnya tercakup empat pembahasan: Pembabasan Pertama:

Definisi Qadha' dan Qadar serta Kaitan di Antara Keduanya Pembabasan Kedua:

Buah Keimanan kepada Qadha' dan Qadar Pembabasan Ketiga: Dalil-Dalil Iman kepada Qadha' dan Qadar Pembahasan Keempat:

Kata-Kata yang Berharga mengenai Takdir Pasal Kedua:

Cakupan Iman Kepada Takdir Di dalamnya tercakup lima pembahasan: Pembahasan Pertama:

Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara lJmum tentang Qadar Pembabasan Kedua:

Tingkatan-Tingkatan Qadar dan Rukun-Rukunnya Pembabasan Ketiga: Perbuatan Hamba adalah

Makhluk

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

23

Pembabasan Keempat:

Macam-Macam Takdir. Pembabasan Kelima: Apa Kewajiban Hamba berkenaan dengan Masalah Takdir?

Pasal Pertama

Pengertian Iman Kepada Takdir dan Buah yang Dihasilkannya Pembabasan Pertama

Definisi Qadha' dan Qadar serta Kaitan di Antara Keduanya Pertama: Qadar Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadarayaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qadran)) Ibnu Faris berkata, "Qadara: qaaf, daal dan raa'adalah ash'shahiih yang menunjukkan akhir/puncak segala'sesuatu. Maka qadar adalah: akhir,/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al'qadar, dan qadartusy syai' aqdiruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir."2

(f"tg diberi harakat

pada huruf. daal-nya) ialah: Qadha' Q<.epastian) dan hukum, yaitu apa-^pa yang telah ditentukan Allah ,iE dari qadha' ftepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara.

Qadar

Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk

I 2 24

An-Nihaayabfi.i Ghariibil Hadiits,Ibnu Atsir, IY/22). Mu'jam Maqaayiisil Lughab, $/62) dan lihat an'Nihaayah, (V/23). Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

jama' ny a ialah A q daar.3

Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.* Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-ap^y^rg terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali. Allah &; pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah

ditentukan-Ny".t Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap

segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segda sesuaru tersebut.

Kedua: Qadha' Qadha', menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.

Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menena dan menyeletukan sesuatu, men gukuhkannya, menj alank ^nrty saikannya. Maknanya adalah mencipta.6

Kaitan Antara Qadha' dan Qadar

1.

Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha' ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah $6i:

{k6...oY;-'{* \\=,7 / J L' 'Maka Diz menjad.ikannya tujuh langit.... " (QS. Fushshilat: 12)

Yakni, menciptakan semua itu. Lihaq Lisaanul'Arab, -

A/72)

dan al-Qaamuus al-Muhiitb, hal. 591, bab qaaf

daal - raa'.

Rasaa-il

fil'Aqiidab, Syaikh Muhammad Ibnu'Utsaimin, hd.

Laanaami'ul Amoaar al-Babiyyah, as-Safarani,

(/

37.

3 48).

Lthat, Ta-uiil Musyhilil Qur-aan,Ibnu Qutaibah, hal. 441-442. Lihat pula, Lisaanul Arab, SY/186), al-Qaamuus, hal. 1708 bab qadbaa\ dan lihat, Ma4aa' yiisil Lughah, N/99). Bab Peruma: Kqtabinan yang Benar Dahrn Masalah Qodo,

25

Qadha' dan qadar adalah dua perkarayang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya,karena salah satunyaberkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunann y a, y trtu qadha'. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.z

2. Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha' ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.8 Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, "Mereka, yakni para ulama mengatakan, 'Qadha' adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut."'e

3. Dikatakan, jika keduanya berhimpun,

maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana ymgtelah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yanglainnya masuk di dalam (pengertian)ryr.'o

Pembahasan Kedua

Buah Keimanan Kepada Qadha' dan Qadarll Iman kepada qadha' dan qadar menghasilkan buah yang besar, akhlak yang indah, dan ibadah yang beraneka r^gam, yang penga-

7 8 '

Lisaanul'Arab, (XY/185) dan an-Nibaayab, 0V/78). Al-Qadbda' ual Qadar, Syaikh Dr. 'lJmar al-Asyqar, hal.27. Fat-bul Baari, (XI/486). r0 Lihat, ad-Durarus Sunniyyah, (/512-513). 'r Lihat, al-Faana-i.d, ibnul Qayyim, hal. 137-139, 178-179,200-202, al-Jaami'ush Shahiib fil Qadar, Syaikh Muqbil bin Hadi al-Vadi'i, h^1. ll-12, Majmuu'ah Duruus uta Fataautaa al-Haramil Mahhi, Syaikh Muhammad bin 'Utsaimin, Q./73), al-Qadbaa'utal Qadar, Dr. 'lJmar al-'Asyqar, hal. 109-112, al-liman, Dr. Muhammad Na'im Yasin, dan al-Qadbaa'utal Qadar, Dr. 'Abdurrahman

;-\tfahmud, hal. 293-300. 26

Bab Pertama: Keyahinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

ruhnya kembali kepada individu dan komunitas masyarakat, baik Di antara buah-buah tersebut ialah di dunia maupun Ji "khir".. sebagai berikut: 1. Menunaikan peribadatan kepada Allah,€.o' Iman kepada qadar merupakan salah saru peribadatan kita kepada Allah, sedangkan k"r.-p.rrr,aan makhluk itu adalah terletak pada realisasi peribad"tarrrry" k.p"da Rabb-nya. Setiap kali bertambah realisasi peribadata nrLya, maka bertambah pula kesempurnaannya dan derijatnya menjadi tinggi, sehingga segala sesuatu-yang menimpanya daii perkar y^ngtidak disuk ainya pun meniadi kebaikan ^ b^gi"yi. Dan dari keimanan tersebut, menghasilkan baginya berba[ai peribadatanyang sangat banyak, yang sebagian di antaranya akan disebutkan. 2. Terbebas dari syirik. Kaum Majusi menyangka, bahwa cahaya adalah pencipta kebajikan sedangkan kegelapan adalah pencipta keburukan._Dan Qada;iyyah pun mengatakan, "Allah tidak menciptakan perbuatan para h"mbr, tet api para hamba itulah yang menciptakan berbagai perbuatan -.r.k".,, Maka mereka ini telah menetapkan pencipta-pencipta (yang lain) bersama Allah JtrKesesatan ini adalah syirik. Padahal iman kepada qadar dengan car^ y angbenar adalah dengan mentauhidkan AIIah,F,' Kemudian orang yang beriman kepada qadar mengetahui, bahwa semua makhluk berada dalam kekuasaan Allah, diatur dengan qadar (ketentuan)-Ny.. Semuanya tidak memiliki suatu kekuasaan pun, mereka tidak memiliki kekuasaan untuk dirinya, terlebih terhadap selainnya, baik kemanfaatan maupun kemudhararan. Demikian pula dia pun mengetahui secara yakin, bahwa segala urusan itu berada di tangan Allah, Dia memberi kepada siapa yang "drl"h dikehendaki-Nya dan mencegah dari siapa yang dikehendaki-Nya, tidak ada yang dapar menolak ketentuan dan ketetapan-Nya. Hal ini akan mendorongnya untuk mengesakan Allah dalam beribadah, semara-ma[a hanya untuk-Nya, tidak kepada selain-Nya. Maka ia tidak mendekatkan diri kepada selain Allah, dan tidak pula mengusap debu-debu kuburan, serta makam orang-orang shalih' Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dalam Masalab

Qadar

27

3. Memperoleh hidayah dan tambahan keimanan. Orang yang beriman kepada qadar, dengan carl_ yang benar, berarti telah merealisasikan tauhid kepada-Nya, menambah keimarLarny^, dan berjalan di atas petunjuk dari Rabb-nya. sebab, beriman kepada qadar termasuk mendapatkan petunjuk. Allah.JB berfirman:

4@4'* #trS 6'; b t j l'r'r;i U-;tr, y

"Dan orang-ordngyang mendapat petunjak, Allah menambah petunjuh kEod" mereka dan membrikan hepada mereka Balasan) keukanannyd." (QS. Muhammad: 17) Dia juga berfirman:

(ti b"i u')" 4,i oi,q {l #1 {

u?Gf u y

6

c_, 'i,.s

t;

"Tidak ada suatu musibah piln yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allab, Dan barangsizpa yang beriman kE"d" Atkb, niscaya Dia akan memberi petunjuh kepada hatinya... ." (eS. At-Taghaabun: 11) 'Alqamah ,rtg berkata tentang ayat ini, "Yaitu, mengenai orang yang tertimpa musibah, lalu dia tahu bahwa hal itu berasal dari Allah $if, maka dia pun pasrah dan ridha."12

4. Ikhlas. Irnan kepada qadar akan membawa pelakunya kepada keikhlasan, sehingga motifasinya dalam segala perbuatannya ialah melaksanakan

perintah Allah. Orang yang beriman kepada qadar mengetahui, bahwa perintah adalah perintah Allah dan kekuasaan adalah kekuasaan-Nya, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, serta tidak ada yang dapat menolak karunia dan ketetapan-Nya. Semua itu mendoiorrgnya kepada keikhlasan beramal karena Allah dan membersihkant2 28

Zaadul Maslir,

Ibnul Jauzi, fflll/283). Bab Pertama:

Kqakinanyang Benar Dalam Masalah Qod",

nya dari kotoran yang menodainya. 5T!"" yang.-m:mbawa ketidaki(hlrrr.t ,t"r, k.trrangikhlasan adalah pamrih kepada manusia mereka, atau lari dari ?ryo),mencari pujian aia., sanj.rngan di hati i"i^irnereka, mencari harta merek" rtr., bantuan dan cinta mereka, atau selainnya dari noda-noda dan penyakitpenyakit yangdihimpun dalam rrenginginkan sesuatu selaii Allah dalam beramal'" tidak Jika seorang hamba percaya, bahwa perkara-perkaraini drp"t diraih kecuali dengan takdir Allah &, dan bahwa manusia tid"k -emiliki kekuasaan sedikit Pun, baik pada diri mereka maupun pada selain mereka, maka dia tidak akan peduli dengan manusia i", iia"k mencari keridhaan mereka dengan menukarnya dengan mendapatkan murka Atlah. Sehingga hal itu akan mendorong untuk lebih mendahulukan Dzat Yang Mahabenar daripada makhluk, kepada keikhlasan dan memurnikan ibadah, serta jauh dari segala riya'dan kemusyrikan. Dari sinilah akan diraih keutamaan ikhlas, yang merupakan keuramaan yang paling mulia. Karena ikhlas dapat meninggikan ."hingga menjadi rangga-rangga untuk mencapai kedudukan "-"1,Inilah yang membawa manusia untuk melanjutkan keberuntungan. amal kebajikrn, menjadikan tekad seseorang menjadi kuat, dan mengikat ir"tirryr. Sehingga ia pun melangkah hingga mencapai tujuannya.

5. Tawakkal. Tawakkal kepada Allah adalah inti ibadah, sedangkan tawakkal tidaklah sah dan lrrus kecuali bagi siapa yang beriman kepada qadar sesuai dengan cara yangbenar.

IbnulQayyim+Y,berkata,"Syaikhkami"-semogaAllahmeridhainya- -.rg"t"krn, 'Karena itu, tawakkal tidak sah dan tidak terbayangkan berasal dari para filosof, tidak juga dari Qadariyyah yang membantah dan mengatakan bahwa dalam kekuasaan-Nya Lr.r"r, yang tidak dikehendaki-Nya, tidak juga dariJahmiyyah "dr sifat-sifat Rabb Up, dan tidak pula tawakkal akan yang menaiit

""

r3 Lihat, Madaarijus Saalihiin,Ibnul Qayyim, (U93)' 'n Yakni, Ibnu Taimiyyahts' Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dakm Masalah Qadar

29

lurus kecuali dari kaum yang menetapkan sifat-sifat Allah (Ahlus Sunnah wal Jama'ah)."15 Yang dimaksud dengan tawakkal, menurur syari'at adalah, mengarahkan hati kepada Allah pada saat beramal, meminta pertolongan, dan bersandar kepada-Nya semata. Itulah rahasia dan hakikat tawakkal. Syari'at memerintahkan kepad^ orangyang beramal agar hatinya berhimpun di atas pelita tawakkal dan penyerahan diri.

Hal yang dapat merealisasikan tawakkal ialah, melakukan usahausaha yang diperintahkan. Barangsiapa yangmenafikannya, maka tidak sah tawakkalnya. Jika hamba bertawakkal kepada Rabb-nya, berserah diri kepadaNya, dan menyerahkan urusannya kepada-Nya, maka Allah akan memberikan kepadanya kekuatan, rekad, kesabaran, dan menjauhkannya dari berbagai bencan a yang merupakan halangan ikhtiar hamba bagi dirinya, serra memperliharkan kepadanya kebaikan berbagai akibat ikhtiarnya untuknya, yang tidak mungkin dia sampai kepadanya walaupun kepada sebagiannya, apabila (hrry, bersandarkan) kepada ikhtiarnya semara.

Ini semua akan menenangkannya dari pemikiran-pemikiran yang melelahkan dalam berbagai jenis ikhtiar, dan mengosongkan hatinya dari pertimbangan-pertimbangan yang sewaktu-waktu dia tempuh dan sewaktu-wakru ia tinggalkan.

6.

Takut kepada Allah.

Orang yang beriman kepada qadar akan Anda jumpai senanriasa

takut kepada Allah dan su-ul khaatimab (akhir kematian yang buruk), sebab dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanyadan tidak juga merasa aman dari makar Allah. Dari sini, dia akan merasa amalnya sedikit dan tidak terpedaya dengan amalnya, apa pun yang telah dilakukannya. Karena hati manusia itu berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman, Dia membolak-balikkannya bagaimana saja Ia kehendaki, dan pengerahuan tentang akhir dari amalnya adalah berada di sisi Allah Jq3 . Nabi ffi bersabda: t5 Madaarijus Saalikiin, (I/218). Bab Pertama: Kqtakinanyang Benar Dalam Masalab Qodo,

c

F,rr1 1r^i,y*f;_',y'St gt-i .i

,lcd' *

3;*,?

.l

,p Fl

-,r'ri .

? a

(.

*

iy'St,:{s .rlL"^- aljr

(r, ,,.*o(,;'rf ,. , ? /-

\

vv 4

;

*

tiL"t*r6r

q;.'t

oy

^;. lz

}f ,P

l^r.9

U

W;t i7'o'r<; C F ,d;jr $i

,pW,ludr

^\L3* "pf "Demi Allah, ,.r.rrrggrh ny^ r"oi^rg dari kalian .rJ, ,"r"o'r"rrg beramal dengan amalan ahli Neraka, sehingga jarak antat^ dirinya dengan Neraka hanya sedepa atau sehasta lagi, tetapi telah berlaku ketetapan sebelumnya atasnya, lalu dia beramal dengan amalan ahli Surga, sehingga dia pun masuk ke dalam Surga. Dan seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli Surga, sehingga jarak antara dirinya dengan Surga harrya sehasta atau dua hasta lagi, tetapi telah berlaku ketetapan atasnya, lalu dia beramal dengan amalan ahli Neraka, sehingga dia pun masuk Neraka."16

Beliau

Mj"g^

r.zozz

J*r-t

i.t'",

bersabda:

a. ?

.c/

caj.a.Jl J,.Al

cfb

16r .p'i

;l,'rjr;1 i df:,;1r

'F,H'ut

dl

1r^iirr!;t ,Fi';*

"seorang hamba benar-benar beramal dengan amalan ahli Neraka padahal sesungguhnya dia termasuk ahli Surga, dan seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli Surga padahal sesungguhnya dia termasuk ahli Neraka, sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada akhir penutupnya."lT

7.

Kuat harapan dan berprasangka baik kepada Allah.

Orang yang beriman kepada qadar akan berprasangka baik kepada Allah dan sangat berharap kepada-Nya, karena dia mengetahui FIR. Al-Bukhari, (no. 6594). 17 I{R. Al-Bukhari, (no.6607).

'6

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

3t

bahwa Allah tidak menetapkan suaru kerenruan pun melainkan di dalamnya berisikan kesempurnaan keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Ia tidak menghujat Rabb-nya mengenai berbagai qadha' dan itu mengharuskannya untuk konsisten di sisi-Nya dan ridha kepada apayangdipilihkan Rabbnya u ntuknya, s e ba gai man a *" r, !h .rr,"t.rkrya menun ggu "rw^krr, kelapangan. Hal itu dapat meringankan beban yang berat, rerurama bila disertai harapan yang kuat atau yakin dengan adanya kelapangan. Ia mencium dalam bencana itu udara kelapangan dan jalan keluar, baik berupa kebaikan yang rersembunyi dan baik berupa kelapangan yang disegerakan." qadar yang ditentukan arasnya, dan hal

8.

Kesabaran dan ketabahan.

Iman kepada qadar membuahkan bagi pelakunya ibadah (dalam bentuk) kesabaran terhadap takdir yang menyakitkan. Kesabaran merupakan sifat yang indah dan sifat yang terpuji, Img mempunyai faidah-faidahyang banyak, berbagai manfaar yang mulia, berbagai akibat yang baik, dan berbagai dampak yang terpuji. Setiap manusia harus memiliki kesabaran atas sebagian perkara yang tidak disukainya, baik dengan kesadaran maupun terpaksa. Orang yang mulia akan bersabar dengan kesadarannya,karena dia mengetahui akibat baik dari kesabaran. Dia akan memuji karena adanya musibah itu, dan mencela kegelisahan. Seandainya pun dia tidak bersabar, maka kesedihan itu tidak kembali kepadanya, dan tidak melepaskan diri darinya dengan kebencian. Barangsiapa yangtidak bersabar dengan kesabaran orang-orangyang mulia, maka dia tidak ubahnya dengan binatang ternak."

Amirul Mukminin,'IJmar bin al-Khaththab

dE

mengatakan:

.but*;vL) "Kami mendapati, bahwa seb"ik-baif. f."friarpan kami (y^ng kami jalani)adalah dengan kesabaran."20 t8 Madaarijus Saalikiin, (I/166-199).

"

Lihat, 'Iddatush Sbaabiriin,Ibnul Qayyim, ib, al-Mtnbaji, hal. 135-151. 2a 'Iddatusb Shaabiriin,hal. 124. 32

hoJ. 124 dan Tasllryah

Ablil

Mashaa-

Bab Pertama: Kqtah.inan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

Amirul Mukminin,'Ali bin Abi Thalib gF, berkata,

'rk \"^%

loi

crAl

"Kesabaran adalah tunggangar. yangtidak pernah terjatuh."2l

Al-Hasan 'otg berkata, "Kesabaran adalah salah satu dari perbendaharaan kebaikan, yang tidak diberikan Allah, kecuali kepada hamba yang mulia di sisi-Nya."22 Benarlah apa y arLg disebutkan oleh seorang penya'ir:

;;t'a,Li +t*,t

i1L')

*t,y'iart

Kesabaran, seperti nd.manyd, adalah pahit rasanya

tetapi akibatnya lebih manis dari rnadu

Karenanya, Anda melihat orang yang beriman kepada qadar memiliki kesabaran yang membaja, tabah terhadap beban berat, dan kuat menanggung penderitaan. Berbeda dengan orang yang lemah keimanannya kepada qadar, yang tidak kuat untuk bersabar dan tidak bersabar terdapat suatu masalah yang paling kecil pun yang dihadapinya, karena kelemahan imannya, kelembekan jiwanya, dan kecemasannya yang besar terhadap sesuatu yang kecil. Ketika dia tertimpa sesuatu yang remeh, Anda melihatnya sempit dadanya, sedih hatinya, murung wqahnya, tertunduk penglihatanny^, kesedihan menghimpit dadanya, lalu semua hal itu membuatnya tidak bisa tidur dan memeluhkan keningnya. Musibah itu -bahkan yang lebih besar darinya- sekiranya menimpa orang yang lebih kuat keimanan dan ketabahan musibah itu daripadarya, maka dia tidak akan menghiraukannya, hal itu tidak mengusik jiwanya, kelopak matanya masih bisa terpejam, hatinya ridha, dan dirinya pun tetap tenang. Orang-orang yang tidak beriman kepada takdir akan cemas karena sebab-sebab yang remeh, bahkan mungkin kecemasan tersebut bisa membawa mereka kepada kegilaan, waswas, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan bahkan bunuh diri. rbid.

Ibid, hal.

124.

Bab Pertama: Keyakinan yang Benar Dalam Masalah Qodo,

33

Karena itu, banyak terjadi kasus bunuh diri di negeri-negeri yang tidak beriman kepada qadha' dan qadar, seperti Amerika, Swedia, Norwegia, dan yang lainnya, bahkan beberapa negara telah sampai kepada keadaan, di mana mereka membuka beberapa rumah sakit untuk bunuh diri. Seandainya kita membahas sebab-sebab mereka melakukan bunuh diri, niscaya kita melihatnya remeh sekali, yang menyebabkan tidak ingin melihatnya dan menutup mata darinya. Sebagian mereka bunuh diri karena pinangannya meninggalkannya, sebagian lainnya karena sebab kegagalannya dalam ujian, dan sebagian mereka bunuh diri karena sebab kematian pemusik yang disukainya atau seseorangyarlg dikaguminya, atau karena sebab kekalahan tim yang didukungnya, dan seterusnya. Adakalanya bunuh diri dilakukan secara kolektif. Anehnya, bahwa mayoritas kaum yang melakukan bunuh diri bukanlah dari golongan orang miskin, sehingga bisa dikatakan, "Mereka bunuh diri karena penghidupan mereka yang sempit." Bahkan, mereka adalah berasal dari kalangan elit yang dikenal dengan kekayaannya, orang-orang yang terkenal, bahkan dilakukan para psikiater, yang dianggap bisa memberikan kebahagiaan dan dapat menyelesaikan berbagai problem.

9. Memerangi

keputusasaan.

Orang yang tidak beriman kepada qadar akan tertimpa keputusasaan, dan keputusasaan tersebut akan terus berlangsung hingga puncaknya. Jika dia tertimpa suatu musibah, maka dia menyangka bahwa hal itu akan memecahkan punggungnya. Jika malapetaka turun kepadanya, maka dia menyangka bahwa hal itu adalah musibah yang terus-menerus yang tidak akan berakhir.

Demikian pula jika dia melihat kekuasaan dan kekuatan kebathilan, sedangkan pengikut kebenaran terlihat lemah dan tidak berdaya, maka dia menyangka bahwa kebathilan akan terus berlangsung dan kebenaran akan sirna.

Putus asa adalah racun yang mematikan dan penjara yang gelap, yang akan memasamkan wajah dan menghalangi jiwa dari kebajikan. Tidak henti-hentinya keputusasaan itu menyertai manusia sehingga menghancurkannya atau menenggelamkan kehidupannya. Bab Pertama: Kqtahinan yang Benar Dalam Masalab Qod",

Adapun orang yang beriman kepada qadar, maka dia tidak *"rrg.rrrl putus asa, dan engkau tidak melihatnya selain optimis datam t.g"l" keadaannya, menunggu kelapangan dari Rabb-

,ry", -"r[etahui bahwa kemenangan itu menyertai bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan.

kesabaran, dan

Engkau melihatny a yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa akibat yang terb"ik itu bagi ketakwaan dan orang-oranq yang bertakwa,-dan ketentuan Allah mengenai hal itu pasti berlaku. Oleh karena itu, dia tidak berputus asa, meskipun kegelapan kebathilan amar mencekam. Sebab, hati yang bersandar kepada kekuasaan Allah serta kelembutan dan kemurahan-Nya, akan membersihkan noda-noda keputusasaan dan pohon-pohon kemalasan dan menguatkan "punggr.g" harapan, yang dengannyalah orang yang berusaha akan m"suk menyelami lautan yang dalam dan dengannya akan mampu menghalau binatang buas yang membahayakan dalam perjalanannya. 10. Ridha.

Orang yang beriman kepada qadar, keimanannya tersebut dapat meninggika riy^, sehingga menghantarkannya kepada tingkatan ridha. B"rargri"p a yang ridha kepada Allah, maka Allah ridha kepadanya, bahkan ridha hamba kepada Allah adalah hasil dari ridha Allah kepadanya. Jadi, ia diliputi dengan dua jenis keridhaan-Nya kepada hamba-Nya: keridhaan sebelumnya, yangmengharuskan ia iidha kepada-Nya dan keridhaan sesudahnya, yang merupakan buah ridhanya kepada-Nya. Karena itu, ridha adalah pintu Atlah yang terbesar, Surga dunia, peristirahatarL para ahli ibadah, dan pelipur orang-orangyatg rindu.2' Ibnul Qayyi m'utsz berkata, "Barangsiap a yaurlg memenuhi hatinya dengan ridha kepada takdir, maka Allah memenuhi dadanya dengan kecrrkrpat, rasa aman, dan qana'ab, serta' mengosongkan hatinya untuk mencintai-Nya, kembali, dan bertawakkal kepada-Nya. Barangsiap a yangtidak memiliki keridhaan, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan hal yang sebaliknya, dan lalai terhadap 23 Lihat, Madaarijus Saalikiin, II/172). Bab Pertama: Kqtahinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

35

perka-r.a yang

di dalamnya terdapat

kebahagiaan dan keberunrungan-

nya."'n

Ditanyakan kepada Yahya bin Mu,adz, ,,Kapankah hamba akan mencapai kedudukan ridha?" Ia menjawab, 'Jika ia memposisikan dirinya di atas empar landasan dalam interaksinya derrga, Rabbnya, sehin gga ia berucap, 'Jika Engkau memberikan kepadaku, maka aku menerimanya,jika Engkau menghalangiku, maka aku tetap ridha, jika Engkau meninggalkanku, maka aku tetap beribadah kepada-Mu, dan jika Engkau memerinrahkanku, maka "kr, -.-"nuhi panggilan-Mu."2s Sebagian mereka mengatakan, "Ridhalah kepada Allah dalam segala yang Dia perbuat terhadapmu. sebab, Dia tidak meng^pa

halangimu melainkan untuk memberimu, tidak mengujim., *Jlainkan untuk memberi keselamatan kepadamu, tidJk menjadikanmu sakit melainkan untuk memberi Lesembuhan kepadamu, daniidak mematikanmu melainkan untuk menghidupkanmu. oleh karena itu, janganlah engkau meninggalkan keridhaan kepada-Nya sekejap mata pun, sehingga engkau pun jatuh dalam p"rd"rrg"rr-

Nyr."'u

Di antara hal yang semestinya diketahui adalah, bahwa bukan merupakan syarar keridhaan, (yaitu dengan) seorang hamba tidak merasakan kepedihan dan ketidaksenanBan, tetapi (y*gmerupakan syarat adalah apabila) dia tidak menolak kerenruan iiu dan-tidak pula membencinya." Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi berkata: Ilka malayetaka sdngat keras, maka ringankanlah dengan ridba kepada Allah maha beruntunglah orang yang ridha lagi ?Tzerdsd diau.,asi Alrah

u

Madaarijus Saalibiin, (I/202). 25 Madaariius Saalihiin, (I/I72). 26 Madaarijus Saalihiin, [I/2t6). 27 Lihaq Madaarijus Saalikiin, Qr/169-232), di dalamnya berisikan pembicaraan yang mendetail tentang ridha. Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dalam Masalah eodo,

Betapa banyak kenikmatan ydng diiringi dengan ujian kepada manusia ia tersembunyi, dan ujian itu (sebenarnya adalah) anugrab'8

Meskipun demikian, hamba tidak dapat keluar dari apayang telah ditentukan Allah atasnya. Seandainya dia ridha dengan pilihan Allah, maka takdir tetap menimPanya sedangkan ia berada dalam keadaan terpuji, dthargai, dan dilindungi. Jika tidak, maka takdir pun tetap menimpanya, dalam keadaan dia tercela serta tidak dilindungi. Selama kepasrahan dan ridhanya benar, maka penjagaan dan perlindun gan terhadapnya akan menaun gin y a dalam apa y ang ditakdirkan, sehingga dia berada di antara Peryagaar. dan perlindungan-

Ny". 11. Syukur.

Orang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa segala kenikmatan yalg dimilikinya berasal dari Allah semata dan bahwa Allah-lah yang menolak segala ha| yang dibenci dan penderitaan, lalu hal itu mendorongnyauntuk mengesakan Allah dengan bersyukur. Jika datang kepadanya sesuatu yang disukainya, maka dia bersyukur kepada Allah karenanya, karena Dia-lah Yang memberi nikmat dan karunia. Jika datang kepadanya sesuatu yang tidak disenanginya, dia bersyukur kepada Allah atas aPa yang telah ditakdirkan kepadanya, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memelihara adab, dan menempuh jalan ilmu. Sebab, mengenal Allah dan beradab kepada-Nya akan mendorong untuk bersyukur kepada Altah atas segala yang disenangi dan yang tidak disenangi, meskipun bersyukur atas hal-hal yang tidak disenangi itu lebih berat dan iebih sulit. Karena itu, kedudukan syukur lebih tinggi daripada ridha. Jika manusia senantiasa bersyukur, maka kenikmatannya menjadi langgeng dan melimpah, karena syukur adalah pengikat kenikyang masih ada dan pemburu kenikmatan-ken "t"rr-ki.rikmatan nikmatan yang hilang. Allah Tabaaraka ana Ta'aala berfirman: 28 Bardul Ahbaad 'inda Faqdil Aulaal, Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi,hal' Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

37 '

37

u

-

,-, -

'9<

t

.

"sesungubnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan mena*Uof (nihmat) kEadamu... . " (QS. Ibrahim: Z)

Apabila engkau tidak melihat keadaanmu bertambah, maka hadapilah ia dengan syukur.2' Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi berkata:

;Y'iu, ,r,0 ,/"F. y6';it*'ti,uat €*l.H' ,'J"-k {6Jt € Z; Lr:'rf a'; i,r*

O/

";'

"

Qadha' berjalan dan di dalamnya berisi hebaikan sebagai tambahan

untuk ordng mukmin yd.ng perca.ya kepada Allah, bukan untuk orangyang lalai Jika datang kegembiraan kepadanya awu mendapatkan kesusaban pad"a dua keadaan tersebut dia mengucapban: "Albamdulillaahso 12. Kegembiraan.

Orang yang beriman kepada qadar akan bergembira dengan keimanan ini, yang kebanyakan manusia tidak mendapatkannya. Allah Ta'ala berfirman:

?;1;';1 u;y -y,Frp4,i ;5,1F F

(@trtq

"Katahanlab, 'Dengan karunia Allab dan rabmat-Nya, hendzklab dengan itu mereka bergembira. Karuniz dan rabmat-Nya itu adalab lebib baik dari dpd ydng mereka kumpulkan'" (QS. Yunus: ss)

29

Lihaq Madaarij us Saalikiin,

30

Bardul Akbaad,hal.9.

38

U/

199, 235, 243).

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

Kemudian or^ngyang beriman kepada qadar memungkinkan keadaannya untuk meningkat dari ridha kepada ketentuan Allah dan bersyukur kepadarLya, kepada deralat kegembiraan. Di mana ia bergembira dengan segala yang ditakdirkan dan ditentukan Allah kepadanya.

berkata, "Kegembiraan adalah kenikmatan, kelezatan dan kesenangan hati yang paling tinggi, maka kegembiraan adalah kenikmatannya sedangkan kesedihan adalah adzabnya. Gembira kepada sesuatu adalah melebihi ridha kepadanya, karena ridha adalah ketentraman, ketenangan, dan lapang dada, sedangkan kegembiraan adalah keLezatan, kesenangan, dan suka cita. Setiap orang yang gembira adalah orang yang ridha, tapi tidak semua orang yang ridha adalah orang yang bergembira. Karenanya, kegembiraan lawannya adalah kesedihan, sedangkan ridha lawannya adalah kebencian. Kesedihan menyakitkan orangnya,sedangkan kebencian tidak menyakitkannya, kecuali bila disertai kelemahan untuk membalas. lYallaahu A' 1an1.."31

Ibnul Qayyim

qW-'

t3. Tawadbu' (rendah hati). Iman kepada qadar membawa pelakunya kepada ketawadhu'an, meskipun dia diberi harta, kedudukan, ilmu, popularitas, atau seIinnya, karena dia mengetahui bahwa segala yang diberikan kepadanyahanyalah dengan takdir Allah. Sekiranya Allah menghendaki, Dia dapat mencabut semua itu darinya. Karena itulah, diabertaatadhu'kepada Allah & dan kepada sesamanya, serta mengenyahkan kesombongan dan kecongkakan dari dirinya. Jika manu sia ber taanadh u' kepada Allah,98, maka kemuliaannya sempurna, nilainya tinggi, keutamaannya mencapai puncaknya, kewibawaannya tinggi di hati manusia, dan Allah menambahkan kemuliaan serta derajat besar kepadanya. Karena barangsiapayang bertawadbu'kepada Allah, maka Dia meninggikannya. Dan jika Allah telah meninggikan derajat seorang hamba, maka siapakah y ang dap at merendahk anny a?

3t

Madaarijus Saalikiin, 0IY150).

Bab Pertama: Keyahinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

39

Sebaik-baik akhlak pemuda dan yang paling sernpilrna ialah keauadh u'anny a k"pofu manusia padahal daaj atnya

ird'

L4. Kemurahan dan kedermawanan.

Sebab, orang yang beriman kepada qadar mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah-lah Yang memberi rizki dan menentukan penghidupan di antara para makhluk, sehingga masingmasing mendapatkan bagiannya. Tidaklah mati suaru jiwa pun sehingga sempurna rizki dan ajalnya, dan tidaklah seseorang menjadi fakir,'kecuali dengan takdir Allah,€.

Iman ini akan melapangkan dada pelakunya untuk berinfak dalam berbagai aspek kebaikan, sehingga dia pun lebih mendahulukannya dengan hartanya walaupun dia sangat membutuhkannya, disebabkan perc^ya kepada Allah dan memenuhi perintah-Nya untuk berinfak, serta merasa bahwa untuk mendapatkan kehidupan yang mulia itu terdapat tuntutan untuk mengorbankan harta di jalan kebaikan tersebut tanpa berpikir panlang, dan karena dia tahu bahwa harta itu adalah harta Allah. Akhirnya, dia memilih untuk meletakkan harta tersebut di tempat di mana Allah memerintahkan untuk meletakkannya. Kemudian iman kepada qadar pun akan memadamkan kerakusan dari hati orang yang beriman, sehingga dia tidak rakus terhadap dunia dan tidak mengejarnya kecuali sekedar kebutuhan. Ia tidak membuang rasa malunya untuk mencarinya, bahkan dia menahan diri dari apa yang ada di tangan manusia, karena di antara jenis kedermawanan ialah menahan diri dari apa yang ada di tangan manusia. Hal ini akan membuahkan kemuliaan jiwa dan keberanian baginya.

Hal yang menyebabkan manusia tidak memiliki keberanian dan kemuliaan jiwa ialah karena kerakusailtyayang berlebihan terhadap kenikmatan dunia. 15. Keberanian dan mengenyahkan kelemahan serta sifat penge-

cut.

Iman kepada qadar akan memenuhi hati pelakunya dengan keberanian serta mengosongkannya dari segala kelemahan dan sifat 12 Gbadzaa-ul Albaab, 40

as-Saf.arini,

Bab Pertama:

(I/223). Kqakinanyang Benar Dalam Masalab Qodo,

pengecut. Karena orang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa dia tidak akan mati sebelum hari kematiannya dan tidak adayang akan menimpanya kecuali apayangtelah dituliskan untuknya. Seandainya umat berkumpul untuk memberi kemudharatan kepadanya, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadanya kecuali sesuatu yang telah ditentukan Allah untuknya.

Di antara yang dinisbatkan kepada Amirul Mukminin,'Ali bin Abi Thalib $' ,ialah sya'irnya; Pada hariku yd.ng manakah

aku dapat lari dari kematian Apakab pada bari yang belum ditakdirkan ataukah pada hari yang telah ditakdirkan

Apabila pada bari yang tiddk ditakdirkan maka aku tidak ahan takut darinya Tapi apabila kematian telah ditakdirkan maka bati-hati dan mmgbindar dzrinya tidakldb menyehmatkanku

Mu'awiyah

€5

memiliki juga sya'ir yang semisal dengannya: Orangpenakut itu rnerasa dirinya akan terbunub

sebelum kematian datang rnenghabisinya

Terkadang beberapa bahaya menimpa orang penakut sedang orangyang berani selamat darinya

Berkata Ibnul Qayyim ,+B "Hal yang dapat memutuskan rasa takut adalah berserah diri kepada Allah. Maka, barangsiapayarng menyerahkan diri dan tunduk kepada Allah, mengetahui bahwa apa pun yang menimpanya tidak akan luput darinya, sedangkan apa pun yang luput darinya tidak akan pernah menimpanya, dan juga mengetahui bahwa tidak akan menimpanya, kecuali telah dituliskan baginya, maka tidak akan tersisa rempar ^p^yang pada hatinya untuk takut kepada para makhluk. Sesungguhnya, jiwanya yangia khawatirkan keselamatanya, sebenarnya telah berserah diri kepada Pelindungnya, dan mengetahui bahwa tidak akan menimpa jiwa itu, kecuali yang telah dituliskan, dan bahwa apa pun yang telah dituliskan baginya pasti menimpanya.Jadi pada hakikatnya, tidak pantas ada rasa takut kepada selain Allah itu." Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

47

"selain itu, di dalam ketundukkan kepada Allah itu terdapat manfaat yang tersembunyi, yaitu apabila ia menyerahkan jiwanya kepada Allah, pada hakikatnya ia telah menitipkannya pada-Nya dan melindunginya (dengan menjadikannya) dalam lindungan-Nya. Sehingga tidak akan bisa menyentuhnya tangan musuh dan kezhaliman orang yang zhalim." 16. Qana'ah33 dan kemuliaan diri. Seseorang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa rizkinya telah tertuliskan, dan bahwa ia tidak.akan ryg"i"ggd sebelum ra menenma sepenuhnya, juga bahwa rizki itu tidak akan dicapai oleh semar,gatnya orang yang sangat berhasrat dan tidak dapat dicegah oleh kedengkian orang yang dengki. Ia pun mengetahui bahwa seorang makhluk sebesar apa pun usahanya dalam memperoleh ataupun mencegahnya dari dirinya, maka ia tidak akan mampu, kecuali apayailgtelah Allah tetapkan baginya. Dari sini muncullah qana'ah terhadap apaya;ngtelah diberikan, kemuliaan diri dan baiknya usaha, serta membebaskan diri dari penghambaan kepada makhluk dan mengharap pemberian mereka. Hal tersebut tidak berarti bahwa jiwanya tidak berhasrat pada kemuliaan, tetapi yang dimaksudkan dengan qana'ah ialah, qana'ah pada hal-hal keduniaan setelah ia menempuh usaha, jauh dari kebakhilan, kerakusan, dan dari mengorbankan rasa malunya.

Apabila seorang hamba dikaruniai sikap qana'ab, maka akan bersinarlah cahaya kebahagiaan, tetapi apabila sebaliknya (apabila ia tidak memiliki sikap qana'ah), maka hidupnya akan keruh dan akan bertambah pula kepedihan dan kerugiannya, disebabkan oleh jiwanya yang tamak dan rakus. Seandainya jiwa itu bersikap qana'ah, maka sedikitlah musibahnya. Sebab orang yang tamak adalah orang yang terpenjara dalam keinginan dan sebagai tawanan nafsu syah-

wat.

Kemudian, bahwa qana'ah itu pun dapat menghimpun bagi pelakunya kemuliaan diri, menjaga wibawanya dalam pandangan dan hati, serta mengangkatnya dari tempat-tempat rendah dan hina, sehingga tetaplah kewibawaan, melimp ahnya karamah, kedudukan 33

42

Qana'ah adalah ridha dengan pembagian Allah, "d Bab Pertama: Keyakinan yang Benar Dalarn Masalab Qadar

dari yang tinggi, tenangnya bathin, selamat dari kehinaan, dan bebas ia Sehingg-a dan keingi nan y.angrendah. i".ts"a"fi* iiart mencari muka dan bermuka dua, ia pun tidak melakukan dan sesuatu kecuali hal itu dapat memenuhi (menambah) imannya, hanya kebenaranlah yang ia juniung' Kesimpula nnya, hal yangdapat memutuskan harapan kepada

hr*i,^f*

makhluk dari hati adalah ridh" d.rrg* pembagian Allah 8t (qanz'ah). Barangsiapa ridha dengan hukum dan pemb agian Allah' maka tid* a["n "da rempar paJa hatinya untuk berharap kepada makhluk. Di antara kalimat yang indah berkenaan dengan hal ini adalah

sya,ir yang dinisbatkan kepada Amirul

Thalib

-€5

Mukminin,'Ali bin Abi

:

kepadaku berupa kernuliaan Qana'ab memberikan manfaat adakah kemuliaan yang lebih mulia dari qana'ah ia sebagai modal bagi dirimu kemud.ian setelabnya, jad.ikanlab ukwa sebagai barang dagangan

-Jadikantab

Niscaya akan engkau peroleb keuntungan don tldak perlu memelas kepada ordngyangbakbil

Engkau akan memperoleb kenihrnatan dalam Surga dengan kesabaran yang banya sesddt

Berkata Imam asy-SYafi'i +iz: Aku melihat qana'ab sebagai perbendabaraan kek'ayaan maka aku Pegangi ekor-ekornYa Tidah ada orangyang melihatku di depan pintunya dan tidak odo oirg yang nrclihatku brsunguhsungub d.engannya

Aku menjadi kaya d.engan tanpa dirbam d.an aku berlalu- di badapan manusia seperti

raja34

Tsa'alabi berkata, "sebaik-baik ucapan yangsaya dengar tentang qana'ah ialah ucaPan Ibnu Thabathaba al-'Alawi: dpd' yd'ng diberikan Jadilah engkau orang ydng qd'nd)ah dengan hEadamu 34 Diiuaan al-Irnam asy-Syaf i,hal.27. Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalarn Masalah Qodo'

43

maha engkau telab berhasil meleuati kesuriun qana'ah orangyang htdup furkecukupan sgsungguhnya usaba dalam mrncapai angan, r'ryaris membinasakan dan kebinasaan seseorztng terletak dalam kemeanaban3t

17. Cita-cita yang tinggi.

Maksud dari cita-citay.arLgtinggi adalah menganggap kecil apa yang bukan akhir dari perkara-perkara yang mufiI. s"Jr"gk", .iircita yang rendah, yaitu sebaliknya dari har iiu, ia lebih menguramakan sesuaru yang tidak berguna, ridha dengan kehinaan, dan tidak menggapai perkara-perkara yang mulia. IT1" kepada membawa pelakunya kepada kemauan yang . -qr-d"r mereka tjnggi dan menjauhkan dari kemiasan, berpangku tangan, dan pasrah kepada takdir. Karena itu, Anda melihat orang yang beriman kepada qadar -dengan keimanan yang benar- adalah tinggi cita-citanyr, b"r", jiwanya, mencari kesempurnaan, drr, *.rjruhi perkara_perkar" remeh dan hina. Ia tidak rela kehinaan unruk dirinya, tidak puas dengan keadaan yang pahit lagi menyakitkrrr, d", tidak prrr"h terhadap berbagai aib dengan dalih bahwa takdir telah menenrukannya. Bahkan keimanannya mengharuskannya untuk berusaha bangfit, mengubah keadaan yangpahit serra rnenyakitkan kepada yan"g lebih baik dengan cara-carayang disyari'arkan, d"r, ,rrtrk terbebas dari berbagai aib dan kekurangan. (IGrena) berdalih dengan takdir hanyalah dibenarkan pada saat terrimpa musibah, brkai pada aibaib (yang dilakukannya).36 18. Bertekad dan bersungguh-sungguh dalam berbagai hal.

. - OtTg

yang beriman kepada qadar, ia akan bersungguh-sungguh am berbagai u rus annya, memanfaatkan p.lrrrn gli"r, g drl;'r, g kepadanya, dan sangat menginginkan segal, t ebait ai, baik akhirat maupun dunia. Sebab, iman kepada qadar mendorong kepada hal dal

'5

Absanu maa Sami'tu, ats-Tsa'alab

i, hal. 22.

36 Lrha\ al-Himmatul 'Aaliyah Mu'a,tutiqaatuba wa Muqautuimaatuba, oleh penulis.

44

Bab Pertama: Kqtahinan yang Benar Dalam Masalab

eodo,

itu, dan sama sekali tidak mendorong kepada kemalasan dan sedikit beramal.

Bahkan, keimanan ini memiliki pengaruh yang besar dalam mendorongpara tokoh untuk melakukan pekerjaan besar, yang mereka menduga sebelumnya bahwa kemampuan mereka dan berbagai faktor yangmereka miliki pada saat itu tidak cukup untuk menggaPalnya.

Nabi ffi bersabda: 'Ct,1

i7'; V, clt, ryb

,'c1;;- G Je

*it.

';{,\k3 rkoK,i)5';t';,"F x U "f*

it^t c',

a:wi

,it 'ru iy

terhadap apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah bersikap lemah! Jika sesuatu menimpamu, janganlah mengatakan,'Seandainya aku melakukan, niscaya akan demikian dan demikian.' Tetapi katakanlah, 'Ini takdir Allah, dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi... ."'37 ". ..Bersungguh-sungguhlah

19. Bersikap adil, baik pada saat senang maupun susah.

Iman kepada qadar akan membawa kepada keadilan dalam segala keadaan, sebab manusia dalam kehidupan dunia ini mengalami keadaan bermacam-macam. Adakalanya diuji dengan kefakiran, adakal anya mendap atkan keka y aan y ang meli mpah, adakalany a menikmati kesehatan yang prima, adakalanya diuji dengan penyakit, adakalanya memperoleh jabatan dan popularitas, dan adakalanya setelah itu dipecat (dari jabatan), hina, dan kehilangan nama. Perkara-perkara ini dan sejenisnya memiliki pengaruh dalam jiwa. Kefakiran dapat membawa kepada kehinaan, kekayaan bisa mengubah akhlak yang baik menjadi kesombongan, dan perilakunya menjadi semakin buruk.

Sakit bisa mengubah watak, sehingga akhlak menjadi tidak lurus, dan seseorang tidak mampu tabah bersamanya. 37 HR. Muslim, (r,o.2664). Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

45

Demikian pula kekuasaan dapat mengubah akhlak dan mengingkari sahabat karib, baik karena buruknya tabiat mauPun sempitnya dada. Sebaliknya dari hal itu ialah pemecatan. Adakalanya hal itu dapat memburukkan akhlak dan menyempitkan dada, baik karena kesedihan yang mendalam maupun karena kurangnya kesabaran.

Begitulah, keadaan-keadaan tersebut menjadi tidak lurus pada garis keadilan, karena keterbatasan, kebodohan, kelemahan, dan kekurangan dalam diri hamba tersebut. Kecuali orang yang beriman kepada qadar dengan sebenarnya, maka kenikmatan tidak membuatnya sombong dan musibah tidak membuatnya berputus asa, kekuasaan tidak membuatnya congkak, pemecatan tidak menurunkannya dalam kesedihan, kekayaan tidak membawanya kepada keburukan dan kesombongan, dan kefakiran pun tidak menurunkannya kepada kehinaan.

Orang-orangyang beriman kepada qadar menerima sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan dengan sikap menerima, bersyukur kepada Allah atasnya, dan menjadikannya sebagai sarana atas berbagai urusan akhirat dan dunia. Lalu, dengan melakukan hal tersebut, mereka mendapatkan, berbagai kebaikan dan keberkahan, yang semakin melipatgandakan kegembiraan mereka. Mereka menerima hal-hal yang tidak disenangi dengan keridhaan, mencari pahala, bersabar, menghadapi apa yang dapat mereka hadapi, meringankan ap^yang dapat mereka ringankan, dan dengan kesabaran yang baik terhadap apa yang harus mereka bersabar terhadapnya. Sehingga mereka, dengan sebab itu, akan mendapatkan berbagai kebaikan yang besar yarg dapat menghilangkan halhal yang tidak disukai, dan digantikan oleh kegembiraan dan harapan yang baik."

'IJmar bin 'Abdul'Aziz'+16 berkata, "Aku memasuki waktu pagi, sedangkan kebahagiaan dan kesusahan sebagai dua kendaraan di depan pintuku, aku tidak peduli yang manakah di antara keduanya yang aku tunggangi."ie

r8

Lihat, al-Hirnmatul'Aaliyah,hd' 22L-230.

3' Al-Kitaabul Jaami' li Sirab '[Jmar bin 'Abdil 'Aziz al'Kbaliifuh al'Khaa-if 46

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah

Qod",

20. Selamat dari kedengkian dan penentangan.

Iman kepada qadar dapat menyembuhkan banyak penyakit yang menjangkiti masyarakat, di mana penyakit itu telah menanamkan kedengkian di antara mereka, misalnya hasad yang hina. Orang yang beriman kepada qadar tidak dengki kepada manusia atas karuniayangAllah berikan kepada mereka, karena keimanannya bahwa AllahJah yang memberi dan menentukan rizki mereka. Dia memberikan dan menghalangi dari siapa yang dikehendaki-Nya, sebagai ujian. Apabila dia dengki kepada selainnya, berarti dia menentang ketentuan Allah. Jika seseorang beriman kepada qadar, maka dia akan selamat dari kedengkian, selamat dari penentangan terhadap hukum-hukum Allah yang bersifat syar'i (syari'at) dan ketentuan-ketentuan-Nya yang bersif.at kauni (sunnatullah), serta menyerahkan segala urusannya kepada Allah semata.no 21. Mengetahui hikmah Allah,Fr. Iman kepada qadar dengan carayangbenar akan mengungkap bagi manusia hikmah Allah & dalam aPayang ditentukan-Ny", berupa kebaikan dan keburukan. Lantas dia mengetahui bahwa di balik pemikirannya dan imaiinasinya adaDzar yang lebih agung, lebih tahu, dan lebih bijaksana. Karena itu, seringkali sesuatu teriadi dan kita tidak menyrrkainya, padahal hal itu baik bagi kita, dan seringkali kita melihat sesuatu memiliki maslahat secara zhahirnya, sehingga kita pun menyukai dan menginginkannya, tetapi hikmah tidak menghendakinya. Sebab, Dzat yang mengatur manusia lebih tahu tentang kemaslahatannya dan akibat perkaranya. Bagaimana tidak, sedangkan Allah $i$ berfirman, b

oi

W'r-'g

"F

i t Q- ;K oi b*3 b 1

al-Kbaasyi', 'IJmar bin Muhammad al-Khadhr, yang dikenal dengan al-Mula',

tahqiq Dr. Muhammad Shidqi al-Burnu, (I/436). 40 Lthat, Majallab al-Buhuuts, (no. 34, hal. 250), pembahasan tentang lVasatbiyyah Ablis Sunnabfi.l Qadar, oleh Dr.'Awwad al-Mu'tiq. Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

47

-/ ti. i ,l TriS \,J&

& trtS"'rs.: y, :h q 1# {@

jadi kamu membenci sesuzttu, padabal ia amat baik, bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padabal ia "...Boleb

amat buruk bagimu, Allah rnengeahui, sedang hamu tidak mengetahui.' (QS. Al-Baqarah : 216)

Di antara rahasia

ayat ini dan hikmahnya adalah, bahwa ayat ini mengharuskan hamba untuk pasrah kepada DzatYangmengetahui berbagai akibat urusannya dan ridha dengan apa yang ditentukan-Nya atasnya, karena dia mengharapkan kepada-Nya akibat baik (dari urusan)nya.

Di antara rahasia lainnya, dia tidak

mencela Rabb-nya dan tidak meminta kepada-Nya sesuatu yangmana ia tidak memiliki penge-

tahuan mengenainya, karena mungkin kemudharatan bagi dirinya terletak di dalamnya, sedangkan ia tidak mengetahui. Ia tidak memilihkan kepada Rabb-nya, tetapi ia meminta kepada-Nya akibat yang baik dalam apa y ang dipilihkan-Nya untuk nya. Baginya, ddak adayanglebih bermanf.aat daripada hal itu. Karena itu, di antara belas kasih Allah kepada hamba-Nya ialah mungkin jiwa hamba menginginkan salah satu hal keduniaan,yang mana ia menganggap dengan hal itu dia dapat mencapai tujuannya. Tapi Allah mengetahui bahwa itu merugikan dan menghalanginya dari apa yang bermanfaatbaginya,lalu Dia pun menghalangi antara dirinya dengan keinginannya itu, sehingga hamba tersebut tetap dalam keadaan tidak suka, sementara itu ia tidak mengetahui bahwa Allah telah berbelas kasih kepadanya, di mana Dia mengokohkan perkara yang bermanf.aat baginya dan memalingkan perkara yang merugikan darinya.tl Betapa banyak manusia -sebagai contoh- yang menyesal, ketika ketinggalan waktu take offpesawat terbang, dan wnyata penyesalan

t'

Lihat, al-Mautaahibur Rabbaanilryab minal Aayaatil Qur-aan, Ibnu Sa'di, hal. 151.

48

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

tersebut hanya sementara. Kemudian dikabarkan tentang jatuhnya pesawat (y^ngtelah lepas landas) dan semua penumpangnya tewas. Betapa banyak manusia yang sesak dan sempit dadanya karena kehilangan sesuatu yang disukai atau datangnya sesuatu yar.g menyedihkan. Ketika perkara itu tersingkap dan rahasia takdir itu diketahui, Anda pasti melihatnya dalam keadaan senang gembira, karena akibatnya ternyata baik baginya. Sungguh indah ucapan orang yang mengatakan: Betapa banyak kenikmatan ydng tidak Anda dnggap sedikit dengan bersyukur kepada Allab dtdsnya bersembunyi dalam lipatan sesudtu yang tidah disukai'2

I-Icapan lainnya: Perkara-perkara itu berjalan sesuai ketentuan qadba' dan dalam lipaan kejadian, yang disuhai dan ydng ti"d"4k disukai

Mungkin menyenangkanku sesuatu ydng dulunya aku hindari dan mungkin buruk bagiku sesuatu yang dulunya aku barapkano3 22.Membebaskan akal dari khurafat dan kebathilan.

Di antara kepastian iman kepada

qadar ialah mengimani bahwa apa yangtelah terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi di alam semesta ini adalah berdasarkan pada qadar (keten-

tuan) Allah &. Dan bahwa qadar Allah adalah rahasia yang tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia tidak memperlihatkannya kepada seorang pun kecuali kepada siapa yang diridhai-Nya, dari Rasul-Nya. Sesungguhnya Dia menjadikan penjaga-penjaga S4alaikat) di muka dan di belakangnya.

Dari titik tolak ini, anda melihat orang yang beriman kepada qadar tidak bersandar kepada para dajjal dan pesulap (pendusta), serta tidak pergi kepada para dukun, peramal dan orang-orang "pintar". Ia tidak bersandar kepada ucapan-ucapan mereka, tidak pula tertipu dengan penyimpangan mereka dan kedustaan mereka. Ia hidup dalam keadaan terbebas dari kesesatan ucapan-ucapan tersebut dan dari semua khurafat dan kebathilan itu. a2 a1

Jannatur Ridhaa'fit Tasliim limaa Qaddara ua Qadhaa', Jannatur Ridhaa'fit Tasliim limaa Qaddara wa Qadbaa',

Bab Pertama: Keyahinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

[I/52). (I/52). 49

Labid bin Rabi'ah 4iY berkata: Sungguh para dukun dan peramal tidak tabu apa yang Allah akan perbuat Bertanyalab kepada mereka, jika kalian mendustakanku kapankab seorang pemuda merasakan kematian atau kapankab bujan akan turunoo

23.Ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Perkara-perkara ini termasuk dari buah keimanan kepada qadar, dan ini termasuk di antara sekian banyak manfaat yang telah disebutkan sebelumnya. Ini merupakan hal yang dicari-cari, tujuan yang didambakan, dan_puncak trrl.r* yang_dimaksud, karena semua manusla mencannya dan berusaha meraihnya' Tapi, sebagaimana dikatakan: Semua ordng dalam hidup ini mencari buruan b any

a saj a, peran gkapny a berbe da- beda

Tidak

ada yangmengetahui perkara-perkara

ini, tidak

ada

yang

merasakan manisnya, dan tidak adayang mengetahui hasil-hasilnya, kecuali orang yang beriman kepada Allah beserta qadha' dan qadarNya. Orangyang beriman kepada qadar hatinya tenang, jiwanya tentram, keadaannya tenang, dan tidak banyak berpikir mengenai keburukan yang bakal datang. Kemudian, jika keburukan tersebut datang, hatinya tidak terbang tercerai-berai, tetapi dia tabah terhadap hal itu dengan mantap dan sabar. Jika sakit, sakitnya tidak menambah keraguannya. Jika sesuatu yang tidak disukai datang kepadanya, dia menghadapinya dengan ketabahan, sehingga dapat meringankannya. Di antara hikmahnya ialah agar manusia tidak menghimpun pada dirinya ant^ra kepedihan karena khawatir terhadap datangnya keburukan dengan kepedihan karena mendapatkan keburukan.

Tetapi dia berbahagia, selagi sebab-sebab kesedihan itu jauh darinya.Jika hal itu terjadi, maka dia menghadapinya dengan keberanian dan keseimbangan jiwa. Anda melihat pada diri orang-orang khusus dari kalangan umat Islam, dari kalangan ularna 'amilin (ulama yang mengamalkan ilmunya) dan ahli ibadah yangtaat lagi mengikuti Sunnah, berupa ke44 Diiutaan Labid bin Rabi-ab, hal. 50

90.

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dakm Masalab Qod",

renangan hati dan ketentraman jiwa yang tidak terbayangkan dalam benak dan tidak pula terbayang dalam imajinasi. Mereka dalam hal ini memiliki derqaryang tinggi dan kedudukan yang semPurna. Inilah Amirul Mukminin,'LJmar bin'Abdil' Aziz'ib-; menga..Aku tidak mendapatkan kegembiraan kecuali dalam haltakan, hal yang sudah diqadha' dan diqadarkan."ns

Syaikhul Islam, Abul'Abbas Ahmad Ibnu TaimiW?h'.,ifvu mengat;kan, "sesungguhnya di dunia ini ada Surga, yangbatang_siapa tidak pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki Surga akhirat."o6 Beliau mengatakan dengan Pernyataan yang terkenal, ketika dimasukkan dalam penjara, "Apakah yang akan diperbuat para musuhku terhadapku, sedangkan Surgaku dan tamanku ada dalam dadaku, ke mana aku pergi maka ia selalu bersamaku, tidak pernah berpisah denganku. DipenjarakanrLy^ aku adalah khulwab (menyepr), pembunuhan terhadapku adalah syahadah (mati sebagai syahid), d"r, p"t grrsiranku dari negeriku adalah wisata."nz

Bahkan Anda melihat ketentraman hati, ketenangan hidup, dan keyakinan yang mantap pada kaum muslimin yang awam,YMB tidak Anda dapatkan pada para tokoh pemikir, penulis dan dokter dari kalangan non muslim. Betapa banyak para dokter dari kalangan non muslim -sebagai contoh- yang heran, ketika menangani Pengobatan pasien muslim. Tampak olehnya bahwa pasien tersebut menderita penyakit yang berbahaya, misalnya kanker. Anda melihat dokter ini bingung bagaimana cara memberitahukan kepada pasien tentang penyakitnya. Anda melihatnya ragu-ragu, dan Anda melihatnya mulai membuka pembicaraan serta membuat beberapa prolog. Semua itu dilakukan karena takut pasien akan shok karena mendengarkan kabar ini. Jaami'ul'(Jluum ual Hiham,Ibnu Rajab, (/287) dan lihat, Siirab'Umar bin 'A bdil' Aziz, Ibnu' Abdilh akam, hal. 97 . a6 Al-lV'aabilush Shayyib minal Kalimitb Thayyib,Ibnul Qayyim, hal' 69 dan asy-Syabaadatuz zahiyyab /ii Tsanaa-il A-immah 'alaa lbni Tairniyyah,karya

's

Mar'il Karami al-Hanbali, hal.

34.

47 Dzail Tbabaqaatil Hanaabilab,Ibnu Rajab, FI/402) dan lihat, al-lvaabilush Sha1ryib,

hal. 69.

Bab Pertama: Kqakinan yang Benar Dakm Masalah Qodo,

51

Namun, ketika dokter memberitahukan kepadanya akan penya-

kitnya dan menjelaskan penyakitnya kepadanya, ternyata pasien ini menerima kabar ini dengan jiwayangridha, dada yang lapang, dan ketenangan yang mengagumkan.

Keimanan kaum muslimin kepada qadha' dan qadar telah mencengangkan banyak kalangan non muslim, lalu mereka menulis tentang perkara ini untuk mengungkapkan ketercengangan mereka dan mencatatkan kesaksian mereka tenrang kekuatan tekad kaum muslimin, kebesaran jiwa mereka, dan penyambutan mereka yang baik terhadap berbagai kesulitan hidup.

Ini adalah kesaksian yang benar dari kaum yang tidak beriman kepada Allah serta kepada qadha' dan qadar-Nya. Di antara orang-orangyangmenulis renrang masalah ini ialah penulis terkenal, R.N.S. Budly, penulis bu,kt: Angin di Aus Padang Pasir dan ar-Rasuul, serta 14 buku lainnya. Dan juga orarrgyang mengemukakan pendapatny^ yaitu Del Carnegie dalam bukunya, Tinggalkan Kegalauan dan Mulailab Kebidupan, dalamarrikel yang berjudul, Aku Hidup Dalam Surga Allab.

Budly menuturkan: "Pada tahun 1918 aku meninggalkan dunia yang telah aku kenal sepanjang hidupku, dan aku merambah ke arah Afrika utara bagian barat, di mana aku hidup di tengah-tengah kaum badui di padang pasir. Aku habiskan waktu di sana selama tujuh tahun. Selama waktu itu aku memperdalam bahasa badui, aku memakai pakaian mereka, makan dari makanan mereka, berpenampilan ala mereka, dan hidup seperti mereka. Aku mempunyai kambing-kambing, dan aku tidur sebagaimana mereka tidur dalam tenda. Aku mendalami studi Islam sehingga aku berhasil menyusun sebuah buku tentang Muhamm"d ffi yang berjudul ar-Rasuul. Tu]uh tahun yang aku habiskan bersama kaum badui yang hidup berpindah-pindah (nomaden) tersebut merupakan tahun-tahun kehidupanku yang paling menyenangkan, dan aku mendapatkan kedamaian, ketentraman, dan ridha terhadap kehidupan ini.

Aku belajar dari bangsa 'Arab padang pasir bagaimana mengatasi kegelisahan, karena mereka sebagai muslim, beriman kepada qadha' 52

Bab Pertama: Kqahinan yang Benar Dalam Masalah Qod",

dan qadar. Dan keimanan ini membantu mereka untuk hidup dalam rasa aman, dan mengambil kehidupan ini pada tempat pengambilan yang mudah dan gampang. Mereka tidak terburu-buru pada suatu perkara, dan tidak pula menjatuhkan diri mereka di tengah-tengah kesedihan karena gelisah terhadap suatu masalah. yang telah ditakdirkan Pasti akan Mereka beriman bahwa ^pa terjadi, dan seorang dari mereka tidak akan tertimpa suatu musibah kecuali apa,y^ngtelah ditentukan Allah untuknya.

Ini bukan berarti bahwa mereka pasrah atau pasif, dengan waiah sedih dan berpangku tangan, sekali-kali tidak." Kemudian, setelah itu, dia mengatakan: "Biarkan aku membuatkan untukmu suatu permisalan terhadap apa yang aku maksudkan: Pada suatu hari angin bertiup kencang yang membawa pasir-pasir padang pasir, melintasi laut tengah, dan menghantam lembah Raun di Prancis. Angin ini sangat Panas, sehingga aku merasakan seakan-akan rambutku terlepas dari tempat tumbuhnya, karena terjangan hawa panas, dan aku merasa seolaholah aku didorong menjadi gila. Tetapi bangsa 'Arab tidak mengeluh sama sekali. Mereka menggerakkan pundak-pundak mereka seraya mengatakan dengan ucaPan mereka yang menyentuh, "Qadha' yang telah tertulis."

Tetapi, angin kencang tersebut memotifasi mereka untuk bekerja dengan semangat yang besar. Mereka menyembelih kambingkambing muda sebelum panas membinasakan kehidupannya, kemudian mereka menggiring ternak ke arah selatan menuju air. Mereka melakukan hal ini dengan diam dan t€nang, tidak tampak suatu keluhan pun dari salah seorang mereka.

Ketua suku, asy-Syaikh, mengatakan, 'Kita tidak kehilangan kita diciptakan untuk kehilangan segala sesuatu. Tetapi puji dan syukur kepada Allah, karena kita masih mempunyai sekitar 4Oo/o dari ternak kita, dan dengan segala kemampuan kita, kita akan memulai aktifitas kita kembali.' Kemudian Budly mengatakan, "Ada kejadian lainnya. Kami menempuh padang pasir dengan mobil pada suatu hari, lalu salah satu ban mobil pecah, sedangkan sopir lupa membawa ban serep. sesuatu yang besar, sebab

Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

53

Aku pun dikuasai kemarahan, kegelisahan, serta kesedihan. Aku bertanya kepada sahabat-sahabatku dari kalangan'Arab badui, 'Apakah yang bisa kita lakukan?' Mereka mengingatkanku bahwa kemarahan sama sekali tidak ada gunanya, bahkan iru dapat mendorong manusia kepada tindakan gegabah dan bodoh. Kemudian mobil berjalan mengangkut kami hanya dengan tiga roda. Tetapi tidak lama kemudian mobil tidak bisa berjalan, dan saya tahu bahwa bensinnya habis. Anehnya, tidak seorang pun dari sahabat-sahabatku dari kalangan

'Arab badui yang marah, dan mereka tetap tenang, bahkan mereka berlalu menyusuri jalan dengan berjalan kaki." Setelah Budly mengemukakan pengalamannya bersama bangsa 'Arab gurun, dia mengomentari dengan pernyataan: "Tujuh tahun yang aku habiskan di padang pasir di tengah-tengah bangsa'Arab nomaden telah memuaskanku, bahwa orang-orartg yangstres, orang-orangyaurtgsakit jiwa, dan orang-orang mabuk yang dipelihara oleh Amerika dan Eropa, mereka tidak lain hanyalah korban peradaban yang menjadikan "sesuatu yang sementara" sebagai landasannya. Saya tidak mengalami kegelisahan sedikit pun ketika tinggal di gurun pasir, bahkan di sanalah, di Surga Allah, saya mendapatkan ketentraman, qana'ab, dan ridha." Akhirnya, dia menutup pernyata nnya dengan ucapannya: "fungkasnya, setelah berlalu tujuh belas tahun sesudah meninggalkan padang pasir, saya tetap mengambil sikap bangsa'Arab berkenaan dengan ketentuan Allah, sehingga saya menghadapi kejadian-kejadian

y^rLgsayatidak berdaya di dalamnya dengan ketenangan, ketundukan, dan ketentraman.

'Watak yangsay^ ambil dari bangsa'Arab ini telah berhasil dalam menentramkan syarafku, yang lebih banyak dibandingkan apa yang dihasilkan oleh ribuan obat-obat penenang dan klinik-

klinik

kesehatan."t8

48 Da'il Qalaq uabdaa-il Hayaab, Del Carnegie,

bil Qadhaa' anl Qadar

toa

Su'ud asy-Syuwai'ir, hal. 54

7

haJ,. 29L-295

dan lihat, al-Iirnaan

Atsaruhu'alal Qalaq an-Nafsi, karya Tharifah bin

4-7 5.

Bab Pertama: Keyakinanyang Benar

Dakm Masalah Qodo,

Pembabasan Ketiga

Dalil-Dalil Iman Kepada Qadha' dan Qadar Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah a1-Qur-an, as-Sunnah, ijma', fitrah, akal, dan panca indera.

Dalil-Dalil dari al-Qur-an Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat banyak, di antaranya firman AllahJ8:

(@ (r:fr13'i;ti;i6fi

b

"...Ddn adalah ketetapan Allab itu suatu ketetapan yang pdsti berlaku. " (QS. Al-Ahzab:38) Juga firman-Nya:

2*:,

S

6t X

"sesungubnya Kami nrcncipukzn xgah sesud.tu rnsnr,ffat ukrtrdn."

(QS. Al-Qamar:49)

Dan juga firman-Ny a yang lain:

)+!;ilii

,

G:

,*,t?

v'r,e

*! ru, u

o!)Y

4@)b "Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kbazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu. " (QS. Al-Hijr: 21) Juga firman-Nya:

(6 oi6i#Y'liOtfr)gJ)Y "Sampai waktu yang ditentukan, hlu Kami tentukan (bentuknya), maha KamiJab sebaik-baik ydng ?Ttenentukan. " (QS. Al-Mursalaat: 22-23) Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

55

Juga firman-Nya yang lain:

i;'"i)'r ;P+

{@

,r'

ii

*

"...Kemudian engkau datang rnenurut uaktu yang ditetapkan hai Musa. '(QS. Thaahaa: 40)

Dan juga firman-Nya:

{e

P,Li':a,.;-*'JL

G

-,>s':

Y

"...Dan Dia telah mencipukan segah rrr,rirr, dan Dia mencapkzn ukuran-ukilrutnny a. dengan serap i-rapiny a. " (QS. Al-Furqaan: 2)

Dan firman-Nya yang lain:

( 6> u-$:'u a;fisb "Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuh. " (QS. Al-A'laa: 3)

Firman-Nyayanglain

(6 ilZ 3ta7ii,i "... (Allab rnernryernukan kedua pasukan itu) agar Dia mehkukan

sildtu urusan yang mesti dilaksanakar..." (QS. Al-Anfaal: 42) Serta firman-Nya yang lain

u.'t:fi c'b'";1i

:

6

o

&:rt)

I $ c*as:b (@ e',

"Dan telab Kami tetaphan terbadap Bani Israil dalam X;iob;tu, 'sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di rnuka bumi ini dua kali..." (QS. Al-Israa': 4)

56

Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masakb Qodo,

Dalil-Dalil dari as-sunnah Sementara dari sunnah ialah seperti sabda Nabi

yang terdapat dalam hadits Jibril

,€:

. ...:r) 9..,

o.

|f

ffi, .'-?.

sebagaimana

z

ctz

:Mu..,:qF)..-

"...Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk... ."'e

Muslim meriwayatkan dalam kitab Sbahiih dari Thawus, dia mengatakan, "Saya mengetahui sejumlah orang dari paru, Sahabat Rasulullah ffi takan, 'segala sesuatu dengan ketenruan takdir.' ^rng Ia melanjutkan, "Dan aku mendengar'Abdullah bin 'I-Jmar mengatakan, 'Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau kecerdasan dan kelemahan."'s0

Nabi

ffi bersabda: 'ots

is

,i)i';i

"; ":)r;: ,,t

',F" ".

.p

'd:.t i',s{s... ot

ir; ct it );' ;A ,p, ,tk')

Jika sesuatu menimp amu, maka

:1*g^nl^h-.r,

gj"t"k*,'

S.andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.' Tetapi ucapkanlah, 'Sudah menjadi kerenruan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi... .''s1 .

Demikianlah (dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam

kitab ini dalil-dalil yang banyak dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa yang telah disebutkan.

Dalil-Dalil dari Iima' Sedangkan menurut ljma', maka kaum muslimin telah bersepakat tentang kewajiban beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk, yang berasal dari Allah. An-Nawawi ,ulil5 berkata, "Sudah jelas 49 50

HR. Muslim, kirab al-limaan, (I/38, no. 8). Muslim, (no. 2655) diriwayatkan juga oleh Ahmad dalam al-Musnad, yang diteliti oleh Ahmad Syakir, Nm/$2, no. 5893), dan diriwayarkan oleh Malik dd,am al-Muuatbthd',

HR. Muslim, (no.

[I/

879).

2664).

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab

@d",

57

dalil-dalil yang qath'i dari al-Qur-an, as-Sunnah, ijma' Sahabat, dan Ablul Hil wal Aqd dari kalangan salaf dan khalaf tentang ketetapan qadar Allah &."s2 Ibnu Hajar uiiir-be:-ka''a, "Sudah menjadi pendapat salaf seluruhnya bahwa seluruh perkara semuanya dengan takdir Allah Ta'ala.us3

Dalil-Dalil dari Fitrah Adapun berdasarkan fitrah, bahwa iman kepada qadar adalah sesuatu yang telah dimaklumi secara fitrah, baik dahulu maupun sekarang, dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali seiumlah kaum musyrikin. Kesalahannya tidak terletak dalam menafikan dan mengingkari qadar, tetapi terletak dalam memahaminya menurut c^ra yang benar. Karena itu, Allah ,!E berfirman tentang kaum musyrikin:

.J:

,

o (

.t,

tATt t;,irt;t:L iiiriUtt-tJrUy -

(@

"

eict;

Orang- orang yd.ng rnempersekutukan Allab, akan mengatakan,

'Jika Allah mengbendaki, niscaya kami dan bapak'bapak kami ti^dak mempersekutukan-Nya... .' " (QS. Al-An'aam: 1a8)

Mereka menetapkan kehendak (masyii-ab) bagi Allah, tetapi mereka berargumen dengannya at^s perbuatan syirik. Kemudian Dia menjelaskan bahwa ini merupakan keadaan umat sebelum mereka, dengan firman-Nya:

{ @ ;4? o, 3)-;fr

+k 3t' i-L^ "' Y

Demihian pulalab oraig-orangydng sebelum mereka telab mendustahan (para Rasul)...." (QS. Al-An'aam: 14S) "...

52 Syarb Sbabiib Muslim, an-Nawawi, (/L55). s3 Fat-bul Bdai, VI/287) lihat, Syarb ushual lltqdad Abli$ Sunnah anl Jarnaa'ab, al-Lalika-i, (Itrl53+538), di mana dia menukil ijma' atas hd itu dari sejumlah besar kaum salaf, dan lihat, Majmuu'ul Fataautad, NIII/449,452,459). 58

Bab Pertama: Kryakinan yang Benar

Dakrn Masakb Qodn

Bangsa

'Arab di

masa

dan tidak Jahiliyyah mengenal takd.ir

ada orang yang berpendapat -.rrgirr[k aritya,serta di o"" 'id"ktelah ada sebelumnya (terjadi p.rtrt" iru memang

il;; ,".r*r,., ;;;gr" sendirinya, tanPa ada Yang menghendakinya)'

mereka' Hal ini kita iumpai secara Lyatadalam sya'ir-sya'ir dan sebagaimana dalam sebagaiman y^tlgJir.bt"k"t' sebelumnya' ^

ucapan'Antarah: tvahai tetumbuhan, ke mana aku akan lari dari kematian jiia Rabb'ku d.i langit telab menentukannyas' ucaPan Tharfah bin al-'Abd: Sebagaimana iuga

Seand.ainyaRabb.kumenghend.aki,niscayaakumenjadiQaisbin

Kbalid

ak'u menjadi'Amr dan sekiranya Rabb-ku mengbendaki' niscaya bin Martsaffs Suwaid bin Abu Kahil berkata: telah mmuliskan YangMaha Pemurah, dan segah puji untuk-Nya' juga kebengkokannyas' keluasan akhlak paia ko*ib'gitu

Al-Mutsaqqib al-'Abdi berkata: Aku yakin, jika Rabb mengbendaki,-

U,t,*oronfi kekuatan d'an"tujuan'Nya akan Zrhair berkata:

sampai kepadahut'

kepada Allab Jangan menyembunyikan

yang ada dalam

d'pd'

jiua

kalian Allah tetaP d.gd.r tersembunYi, dan meskiPun disembunyikan mengetahuinYa

Dia menund.a lalu diletakkan dalam kitab untuk disimpan untuk diberi balasansg Uog, t orl t'rngbisaban', atau d'isegerakan

to Diiwaan'Antarah,

hal. 7 4'

55

Syarh al-Mu'allaqaatil'Asyr, az-Zauzani'

%

A l'M,4fddh'd.haliyy

hal' 119'

aat, al-Mufadh-dhal adh-Dhabi' hal' 197'

s'1 Al-MufddhdhaliyYaat, hal. 151'

58

Syarh

Bab

Diiuaan Zuhair bin Abi Sulma'hil' 25'

Pertaru: Kqakinan yang Benar Dalam Masakb Qadar

s9

kita dapati juga dalam khutbah-khutbah mereka, ::p"Iidalam perrLyataan Hani, bin Mas,ud asy_Syaibani dalam khutbahnya y.Tg pTllur pada hari T'r.ziqrr, ..sJr"rigg.rinya sikap waspada (hati-hati) tidak dapat menyelam"rt r" drri t'"iJir.,,r, seorang pun dari mereka yang menafikan qadar secara Tidrk mutlak, sebagaimanayang ditegaskan oleh salah ,.oirrrg pakar bahasa'Arab, Abul'Abbas Ahmad bin yahya Tsa'lab ,rrwlirngu, ucapannya "Saya tidak mengetahui ada orang .Arab yang meng_ ingkari takdir." Ditanyakan kepadan ya,,, Apakah di hatlorrrri_ orang'Arab terlintas pernyataan menafikan t"kdir?" Ia menjawaL, "Berlindunglah kepada Allah, tidak ada pada bangsa .Arab kecuali menetapkan takdir, yang baik ,r",.rpr'yang bui,rk, baik semasa l.ahiliyyah maupun semasa Islam. p"r.ry"i"* mereka sangar banyak dan jelas." Kemudian dia mengu.rpkrn sya,ir: Takdir-takdir berlaku atas jarum yang mendncap dan tidahlah jarum berjalan *rloirki, dengan'tahd.ir Lalu dia mengucapkan sya,ir milik Umru_ul eais: Sebagaimana

Kesengsaraan pada dua kesengsaraan telab tertuliskan6o

Labid berkatat B_ertakua kepada Rabb kami adarah sebaik-baik kezaajiban dan dengan seizin Altah hidup dan ajalku

memuji Allah dan tidak ada sekutu bagi_Nya kedua ungan'Nya tergengdm kebajikan, opo y*s dikcbendzkiNya pasti terjadi

lky di

Siapa yang diberi petunjuk kepada

jakn kebajikan, maka dia tekb

mendapat petunjuk dan hidupnya menyenangkan

dan siapa.yang dikebendaki-Nya (uniuh diesatkan), maka Dia menyesatkannya'

Al'Amaali, Abu 'Ali al-eali, o./17L), ,Arab, Jambaratul Kbuthabil Ahmad dan Taariikbl )a"U;t Arabi,Ahmad Hu^n o_Z^W^t, 7*r-!hafwaq {./32), hal. 33.

Lihat, syarb usbuul lreaad Abris sunnah aur Jamaa'ah, al-Lalika-i, GII/53g) dan lihat, IV/704-705) dari kitab yang sama. 60

Bab Pertama: Kqtabinan yang Benar Dalarn Masalab

eodo,

Ka'b bin Sa'ad al-Ghanawi berkata: Tidnkkdb engkau nxenget1btti babuta dudukhu tid.ak menjaubkan kematianku darihu dan tidak pula hepergianku mendekatkanku kepada kematian Bersarna takdir yangpasti, bingga kematiznku menimpahu seandainya jian tidak terburu-buru62

Dalil-Dalil dari Akal Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehar memastikan bahwa AllahJah Pencipta alam semesta ini, Yang Mengaturnya dan Y*g Menguasainya. Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat ant'ara i.b"b dan akibat sedemikian rupa ini adalah secara kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya ridak memiliki sistem pada asal wujudnya, lalu bagaimana menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya? maka Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, sudah pasti sesuatu tidak terjadi dalam kekuasaan-Nya melainkan yangdikehendaki dan ditakdirkan-Nya. ^p^ Di antara yang menunjukkan pernyata i ini ialah firman Allah

&,

c, '6',i* r C,tJI ub't:$ ,l: y3s W 7! f i,;''Ai'"oii-6a.'W 2'.)t &1 .t/o

"l t

4JJl

{ @ (b ,u, Jt" LLi b 'fi'bit

"Allah-lab yd.ng rnenciptakan tujub langit dan seperti itu pula burni. Perintab Atlab berlaku padanya, agar kamu mengetabui babw.,awnya

Alkh

Mabakuasa atas segak sesild.ttt, dan sesunguhnya

syarb ushuul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah, al-Lalika-i, (Y/705), dan lihat, Syi'r Labi.d lbn Rabi'ah baina Jaabill,yatib wa Islaamih,Zakxia Shiyam, hal.95. A I -'A s b ma' iyy aat, al-' Ashma' i' Abdul malik bin Quraib, hal' - 7 4 Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

6l

Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." (QS. AthThalaaq: 12)

Kemudian perincian renrang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar disepakati, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Dalil-Dalil dari Panca Indera Adapun bukti secara inderawi, maka kita menyaksikan, mendengar, dan membaca bahwa manusia akan lurus berbagai urusan mereka dengan beriman kepada qadha' dan qadar -dan telah lewat penjelasan tentang hal ini pada pembahasan "Buah Keimanan kepada Qada' dan Qadar"-. Orang-o rang yan1 benar-benar beriman kepadanya adalah manusia yang paling berbahagia, paling bersabar, prli"g berani, paling dermawan, paling sempurna, dan paling berakal. Seandainya keimanan kepada takdir tersebut tidaklah nyara, niscaya mereka tidak mendapatkan semua iru.

Kemudian, Qadar adalah "sisrem rauhid,"53 sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Abbas dan tauhid itu sendiri adalah sebagai ^$F', sistem kehidupan. Maka kehidupan manusia tidak akan benar-benar istiqarnnb (urus), kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan lurus kecuali dengan beriman kepada qadha' dan qadar. Mudah-mudahan apa y^rLg akan disebutkan di akhir kitab ini mengenai kisah-kisah manusia yang menyimpang dalam masalah takdir akan menjadi bukti atas hal itu.

Kemudian dalam perkara yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya ffi,berupa perkara-perkara ghaib di masa mendatang yang telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits, adalah bukti yang jelas dan nyata bahwa iman kepada qadar adalah hak dan benar.

63

62

Majmua'ul Fataatoaa,

(I/ll3)

Bab Pertama: Kqtahinanyang Benar Dalam Masakh

@do,

Pembabasan KeemPat

Kat a-Kata y arlg Berharga Mengenai Takdir Disebutkan dari Salafush shalih sejumlah pernyataan yang indah dan kata-k ata y^rlg berharga (mengenai takdir), yang menjelaskan makna dan urgensinya, menganju rkan agar beriman dan ridha dengan qadha' dan qadar Allah, serta mengingatkan supaya hatihati terhadap kebalikan sikap itu. Demikian juga disebutkan beberap'- pernyata n yafug dikemukakan sebagian penya'ir dan orang-orang bijak.

Di antaranya,

sebagai berikut:

putra Sahabat mulia'Ubadah bin ash-Shatit €5 mengatakan, "Aku menemui'Ubadah saat sedang sakit, aku memperkirakan kematian akan menjemputnya, maka aku katakan, ;Yi"h"i ay ah, berwasiatlah kepadaku dan bersungguh-sungguhlah

1. Al-\flalid,

untukku.' .Dudukkanlah aku!'Ketika aku telah mendudukIa mengatakan, kannya, ia mengatakan, ''Wahai puteraku, sesungguhnya engkau tidak'akan merasakan manisnya iman, dan tidak akan mencapai hakikat pengetahuan tentang Allah &,hingga engkau beriman kepada qadar,yang baik dan yang buruk.' Aku bertanya, '\flahai ayah,bagaimana aku mengetahui apakah qadar yang baik danyangburuk itu?' Ia mengatakan, 'Kamu tahu bahwa aPl-yangtidak mengenaily tidak akarimenimpamu, sedangkan apa yang menimpamu tidak '\rahai puteraku, aku mendengar Rasulullah ffi akan luput darimu. bersabda:

"ql6)2=e

|3i

i ,;ar J|,;?ut ea c'$i iq' i; JiU.\t'r \L a?u\'ilr. Allah ,'Ju

oy

.sesungguhnya makhluk yang perrama kali dicip-takan Ta'ala adalah al-qalam (pena). Kemudian Dia berfirman kepadanya, 'Tulislahi' Lalula menuliskan pada waktu itu segala yang akan terjadi hingga hari Kiamat.' Bab Pertama: Kqtahinan yang Benar Dalam Masakh Qadar

63

Vahai puteraku, jika engkau mari, sedangkan engkau tidak dalam keadaan demikian, niscaya engkau akan masuk Neraka.,,,6a 2. Ibnu 'Abb as c!?, berkata, "Qadar adalah sistem tauhid, barangsiapa yangmentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka sempurnalah tauhidnya, dan barangsiap a y{$ mentauhidkan Allah tapi mendustakan qadar-Nya, maka cacarlah tauhidnya.,,65 3. Dia mengatakan juga, "segala sesuatu ditentukan dengan qadar, hingga keadaanmu saat melerakkan tanganmu di atas pipimu pun (telah ditakdirkan pula,*d)."66

4. 'Ikrimah

berkata, "fbnu 'Abbas ditanya,'Bagaimana (penjelasan mengenai) Nabi Sulaiman (,{*tt) kehilangan Hud-hud di antar a burun g-bu run g?'

Ia menjawab,'Nabi Sulaiman S\l singgah di suatu persinggahan dan dia tidak tahu jarak air, sedangkan Hudhud adalah arsitek. Ketika dia hendak bertanya kepadanya mengenai air, maka dia kehilangan dirinya.'

Aku bertanya,'Bagaimana ia menjadi arsitek,

sedangkan anakanak memasang tali untukn ya lalu, menangkapnya?'

Ia mengatakan, Jika takdir telah ditetapkan, maka ia terhalang dari padan gan mata."'67

5. Ka'b bin Zu,hair gE

berkata:

Seandainya aku kagum terbadap sesudtu, niscaya aku hagum terhadap usaha seordng pemuda, padahal qadar tidak terlibat olebrrya

HR. Imam Ahmad, (l/317) dan ar-Tirmidzi, (no. 4155). Al-Albani berkata, setelah meneliti berbagai jalan periwayataflnya, "Hadits ini shahih tanpa diragukan." Lihat, Haasyiyab Misykaatil Masbaabib, [/34). Majmuu'ul Fataauaa, A[/11.3). 'Abdullah bin Ahmad menyebutkan dalam as-Sunnah ucapan Ibnu 'Abbas yang senada denganny4 @,/422),juga al-Ajurri dalam ary-Syarii'ah, hal. 2L5, dan al-Lalika-i dal,am Syarb [Jshuul lliqddd Abtis 66 67

64

Sunnab anal Jamaa'ah, (IVl681). HR. Al-Bukhari dalam Khalq Afaalil'Ibaad, hal. 26.

HR. 'Abdullah bin Ahmad dalam as-Sunnab, [I/4t2). Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalah Qodo,

Seorang pemuda furusaha untuk berbagai urusdn yang tidak dikeu-huinya jiua itu satu, sedanghan keinginan itu banyah Seseorang selagi masih bidup, maha angd.nnya terbentang

mata tidak berhenti hingga bidup berakbir6s

6. Al-Hasan

a,B berkata, "Allah menciptakan makhluk, lalu

Dia menciptakan mereka dengan qadar, membagi ajal dengan qadar, membagi rizki mereka dengan qadar, serta ujian dan keselamatan dengan qadar pula."6e

7. Dia juga berkata, "Barangsiapa yar.g mendustakan qadar, maka dia telah mendustakan Islam."zo 8. Dia mengatakan dalam sakitnya yang membawa kepada kematiannya, "Allah telah menentuk an ajal, menentukan sakit bersamanya, dan menentukan kematian bersamanya. Barangsiapa yang mendustakan qadar, maka dia mendustakan al-Qur-an dan barangsiapa yang mendustakan al-Qur-an, maka dia telah mendustakan

Allah."71

9.

Berikut ini adalah bait-bait indah karya asy-Syafi'i ,+isa yang menjelaskan hakikat iman kepada qadar, yang dikomentari Imam Ibnu 'Abdilbarr ,rn;A dalam al-Intifua', "Ini merupakan sya'irnya yang tidak diperselisihkan mengenainya, dan ini adalah yang paling shahih darinya."7z Ia mengatakan, "Bait-bait ini merupakan sesuatu yang paling menguatkan mengenai iman kepada qadar."73 Bait-bait tersebut ialah sebagai berikut:

Apa yang Engkau hehendaki pasti terjadi, meskipun aku tidak menghendahi apa ydng aku hehendaki, jika Engkau tidak menghendaki, pasti tidak akan terjadi 68 Diiuaan Ka'b bin Zubair,hal-776e Syarb Ushuul I'tiqaad Ablis Sunnab ual Jamaa'ab, IY /682).

7a Ibid. 7t Ibid.

72 Al-Intifua'fii Fadhaa-ilits Tsalaa*ah al-A-immatil Fuqahaa', Ibnu 'Abdilbarr, hal. 80.

7r Ibid, hal. 91. Bab Pertama: Kqtabinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

65

Engkau menciptakdn para hamba ntenurut apd. yang Engkau ketabui dalarn ilmu itulab seord.ngpemuda dan orangyanglanjut usia berjalan Yang

ini Engkau beri karunia sedangkan yang lainnya Engkau

biarhan yang ini Engkau tolong sedanghan yang itu tidak Engkau tolong Di antara mereka ada yang sengsara dan di antdrd. mereka ada yang berbahagia di antara mereka ada yang buruk dan di antara mereka ada yang tampanTa

Penielasan Sya'ir:

Dia mengatakan: Apa yang Engkau kehendaki, yakni Engkau wahai Rabb-ku, pasti terjadi, yakni dengan perintah-Mu dan tidak muskhil, karena kehendak-Mu terlaksana. Meskipun aku tidzk rnenSbendahi, aku, yaitu hamba. Dan Apa yang aku kehmdaki, jika Engkau tidak rnenghendaki, wahai Rabb-ku, pdsti tidak akan terjadl, karena sesuatu tidak terjadi, kecuali dengan kehendak-Mu. Engkau menciptakan pard hamba menurut d.pd. yd.ng Engkf! ketabul, yakni *..rrtrrt ilmu-Mu yang azali. Dalam ilmu itulah lanjut usiz berjalan, yakni dengan ketentuan ilmu yang terdahulu inilah makhluk berjalan dan melakukan aktifitas, baik anak-anak maupun orang dewasa, serta tidak seorang pun keluar dari ketentuan tersebut.

seordng penTuda dan yang

ini Engkau furi karunia, rahmat dan keutamaary sedangkan yang lainnya Engkau biarkan, karena suaru hikmah dan keadilan. Yang ini Engkau tolong, dengan nikmat dan karunia-Mu, sedanghan yang itu tidzk Engkau tolong, dengan kebijaksanaan dan keadilan-Mu. Di antara mereha ada yang sengsara, yaitu orang-orang yang telah ditakdirkan sengsara sebelumnya, dan di antara mereha ada yang berbahagia, yaitu mereka yang telah ditakdirkan dengan kebaikan dan kebahagiaan sebelumnya. Di d.ntdrct. mereka ada yang buruk Yang

7' Al-Intifua',ha\.80,

dan lihat, al-I'tiqaad, al-Baihaqi' hal' 88, Syarh Ushuul I'tiqaa.d Ahlis Sunnah anl Jamaa'ah, QY/702), dan Diiuaan asy'Syaf i,hal. l3l-l32,diteliti oleh Dr. Muhammad'Abdilmun'im Khafaji. Bab Pertama:

Kqakinanyang Benar DalamMasakb Qodo,

dan di antard mereka ada yang ta.rnpdn, karena Allah € -lah Y*g mem-bentuk mereka dalam rahim, sebagaimana Dia kehendaki' 10.

Imam Ahmad

'a;5 berkata: .

iur

,, o)b

"ii

"Qadar itu adalah qud.ratullaaD ftekuasr"r, ell"t). Ibnul Qayyim berkata, mengomentari ucapan ini, "Ibnu'Uqail menilai baik sekali ucapan ini, dan mengatakan, 'Ini menuniukkan mendalam dan luasnya keilmuan Imam Ahmad dalam mengetahui prinsip-prinsip agama.' LJcapan ini sebagairnana komentar Abul 'wafa', .Sebab mengingkari takdir berarti mengingkari kekuasaan Rabb untuk menciptakan perbuatan-perbuatan hamba, menuliskan dan menakdirk annya."76 tt75

11.

Mahmud al-'Warraq berkata:

ridha dengan ketentuan Allah dalam dPd ydng aku sukai dan yang tidak, aku sukai Dzat Yang m.engatur berbagai urusdn memilibkan dari'Nya a?d. yd.ng terbaik. akibatnya untukku, yang tidak aku k'etahui

Aku tidak memiliki

sesudtu kecuali

Aku berpendapat untuk mengembalikan bal itu hepdda

Dul

Yang memiliki ilmu, yang aku tid^ah mengetahuirty d'/

t2.Yanglain berkata: Apa yang ditentuh,an Allah pasti terjadi dan tidak mustahil ordng yang celaka lagi sdngat bodoh ialab orang yang mencela keadaannya'8

lainnya lagi berkata: Puaslab dcngan apd yang dikaruniakan kepadamu, wabai pemuda sebab Rabb kita tidak lalai terbadap seekor senxut Pun 13. Yang

'5

Majmuu'ul Fataauaa, Cr'III/3o8), Tltariiqul Hijratain, hal. 170, dan Syifaa'ul

'Aliil,hal'

59.

76 Syifaa-ul'Aliil, hal. 59-60. 77 Syarh [Jshuul I'tiqaad Ahlis Sunnab ual Jamaa'ab, lY/693). 78 Sy arh u l'Aqiidab atb -Th ahaauiyyah, hal' - 27 0. Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

67

Jika masa maju ke dEan, maka berdirilah dan jika mundur ke belakang, maka tidurlahT'

Syaikh Muhammad ulama Najd, berkata: 14.

bin'Ali bin Salum +,ig, salah seorang

Perbuatan-perbuatan kita diciptakan A llah tetapi itu kita usahakan, utahai orangyang lalai

dilakukan para bamba fuupa ketaaun dtar4 pun hal yang sebaliknya adalab dikebendaki Segala yang

Oleb Rabb kita, tanpa paksaan dari-Nya kEada kita oleh karenanya, pahamilah dan jangan durbakaso

Pasal Kedua

Cakupan Iman Kepada Takdir

Pembabasan Pertama

Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah Secara LJmum tentang Qadar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah is diranya tentang qadar, maka beliau menjawab dengan jawaban panjang lebar, yang berisi keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara umum mengenai masalah ini. Di antara perny^taanny ^i "Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengenai masalah ini dan yang lainnya ialah (sesuai dengan) apay^n1ditunjukkan oleh al-Qur-an dan as-Sunnah serta apr- yang diikuti para, as-Sabiqunal Auanlun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang 7e lbid. 80 Bair-bait ini dikemukakan Syaikh 'Abdurrahman al-Mahmud dalam kimbnya, al-Qadbaa'ual Qadar, hal. 258. 68

Bab Pertama:

Kqabinan yang Benar Dalarn Masalab Qodo,

yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Yaitu, bahwa Allah Pencipta segala sesuatu, Rabb, dan Yang menguasainya' "a"t"f, Termasuk juga di dalamnya semua benda yang berdiri sendiri dan sifat-sifatn ya yarLgmenyatu dengannya, berupa perbuatan-perbuatan hamba dan selain perbuatan-perbuatan hamba. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan aPayangtidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Tidak ada sesuatu pun dalam wujud ini melainkan terjadi dengan masyii'ab (kehendak) dan kekuasaan-Nya. Tidak ada sesuaru pun yang menghalangi kehendakNya dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, bahkan Dia mengetahui apa yangtelah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak atan terjad i, y ang seandainya terj adi, bagaimana terjadinya. Termasuk dalam kategori hal itu ialah perbuatan-perbuaran para hamba dan hal lainnya. Allah telah menetapkan ketentuant.,"rr,rr"r, para makhluk sebelum menciptakan mereka,- Dia telah menentukin ajal, rizki, dan perbuatan mereka, menuliskan hal itu, dan -.t.riitk"n perjalanin mereka berupa kebahagiaan dan kesengsaraan. Mereka mengimani penciptaan dan kekuasaan-Ny-a terhaJap segala sesuatu, kehendak-Nya terhadap segala flnq tehh terjadi, il-"-Ny" terhadap berbagai hal sebelum te{,ad!' takdir-Nya uniuknya, dan pencatatrn-Nya terhadap berbagai hal tersebut sebelum terjadinya."s' Hingga beliau mengatakan, 'Salaf umat dan para imamnya telah bersepakat juga bahw a para hamba itu diperintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan dilarang terhadap apa yang mereka dilarang terhadapnya, bersepakar atas keimanan kepada janjidan ancaman-Nya yangrerdapat dalam al-Qur-an dan as-Sunnah, dan bersepakat bahwa tidak ada huiiah bagi seorang pun terhadap Allah dalam kewajiban yang ditinggalkannya dan keharaman yang dilakukannya, bahkan Allah memPunyai hujjah yang semPurna atas para hamba-Nya."82

Beliau mengatakan, "Di ant,ira yang disepakati para Salaf umat ini dan para imamnya -di samping mereka beriman kepada qadha' dan qadar, bahwa Allah adala'h Pencipta segala sesuatu, aPayalg

8t Majmuu'ul Fataautaa Syaikbul 8' Mijmuu'ul Fataazona Syaikhul Bab Pertama:

Islaam, $III/449'450).

klaarn, $III/452).

Kqakinan yang Benar Dalam Masalah @do'

69

dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, serta Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjukkan siapa yang dikehendaki-Nya- adalah, bahwa para hamba memiliki kehendak dan kemampuan, mereka berbuat dengan kehendak dan kemampuan mereka yang telah Allah renrukan, disertai pernyataan mereka,'Para hamba tidak berkehendak kecuali bila Allah menghendaki,' sebagaimana firman-Nya:

[i @ ,;'-Li;G o* @ T;i|it-JLb {;itSiS urti'J1i;",ffi;*;.oi t trfi" (@

"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Qur-an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa mengbendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (al-Qur-an) Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah rnenghendabinya. Dia (Allab) adalah Rabb Yangpatut (kita) bertakwa kepada Nya dan berhak memberi dlr7pun. " (QS. Al-Muddatstsir: s4-56)

Pembabasan Kedua

Tingkatan-Tingkatan Qadar dan Rukun-Rukunnya83 Iman kepada qadar berdiri di atas empat rukun yang disebut tingkatan-tingkatan qadar atau rukun-rukunnya, dan merupakan Lrhaq

a I -'A

qi ida b

al-

lVa

a sh

Naadiyyab, Syaikh Zaid bin

it

h

iyy ah den gan penj elasanny a, ar- Raudhah an-

adh, hal. 3 53, at-Tanbihaat al- Lathiifah'ala mabtautaat 'alaihil 'Aqiidah al-\Vaashithiyyab minal Mabaabits al-Muniifab, Syaikh Ibnu Sa'di disertai komentar Samabah Syaikh Ibnu Baz, hal. 75-80. Lihat pula, Syifua-ul 'Aliil, hal. 6l-116, Ma'aarijul Qabuul, Syaikh Hafizh alHakami, F,/225-238), A'harnus Sunnah al-Mansyuurah, al-Hakami, haJ. l2Gl29, Rasaa-il fil 'Aqiidah, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal. 37, Taqriibut Tadmurfiryah, Ibnu 'Utsaimin, hal. 108-109, al-Qadhaa'ual Qadar, Dr. Sulaiman al-Asyqar, hal.29-36, Syarh al-'Aqiidab al-lY'aasithiyyab, Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 15G155, dan Khulazsbab Mu'uqad Abls Sunrub, Syaikh'Abdillah bin Sulaiman

al-Masy'ali, h^1. 70

29

F ayry

-30.

Bab Pertama: Keyakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

pengantar untuk memahami masalah qadar. Iman kepada qadar tidak sempurna kecuali dengan merealisasikutnya secara keseluruhan, sebab sebagiannya berkaitan dengan sebagian lainnya. Barangsiapa yang memantapkannya secara keseluruhan, maka keimanannya kepada qadar telah sempurna, dan barangsiapa yang mengurangi salah satu di antaranya atau lebih, maka keimanannya kepada qadar telah rusak. Rukun-rukun tersebut ialah:

1. Al-'ilm (ilmu). 2. Al-kitaabab (ptencatatan). 3. Al-masyii-aE ftehendak). 4. Al-kbalq (penciptaan). Sebagian penya'ir menyenandungkannya dengan lcapar.nya:

, o o ./.,

u,. o,.r. ,li, ',a1

U_,J13 rfil '

t

' alL-1 i'-;i, UY-; its +

o

,r*u, catatan'Pelind.ung kita, Kehenao[-Nyo dan penciptaan-Nya, yaitu mengadakan dan membentuk

Tingkatan pertama: Al-'ilm (ilmu).

Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, azali (sejak dahulu) dan abadi, baik hal itu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan-Ny" maupun perbuatan-perbuatan para hamba-Nya, sebab ilmu-Nya meliputi apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi yang seandainya terjadi, bagaimana terjadinya. Dia mengetahui yang ada, yang tidak ada, yang mungkin, serta yang mustahil, dan tidak luput dari ilmu-Nya seberat dzarrah pun di langit dan di bumi. Dia mengetahui semua ciptaan-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Dia mengetahui rizki, ajal, ucaptn, perbuatan, maupun semua gerak dan diam mereka, juga siapakah ahli Surga ataupun ahli Neraka. Tingkatan ini -yaitu ilmu yang terdahulu- disepakati oleh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga yang terakhir, disepakati juga oleh semua Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dari umat ini. Tetapi "Majusi" umat ini menyelisihi mereka, yaitu Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dahm Masalab Qadar

7l

Qadariyyah yang amat fanatik.84 Dalil-dalil mengenai tingkatan ini banyak sekali, di antaranya firman Allah,€: bb l-.-, -

i:r--6^tl,Ai ry

i * I 4 rl 6:rll ;firlj,^

P

d/A \ q/-;"' 'Dia-lab Allah Yang tidak ada ilab (yorg berhak untuk diibadabi dengan benar) selain Dia, Yang mengetahui yang gbaib dan yang rydtd... ." (QS. Al-Hasyr:22)

Firman-Nya yanglain: b,

(@ 'e-G:;.+*i3;.c

"...Allab mengetabui apa-apa yang di badapan mereka dan di belakang mereka.... " (QS. Al-Baqarah : 255) Juga firman Allah yang lain: b

g'jiiiertlJqerQl ,4i* ., {l

bi'l:au;i

y

u^'fri'lsr.tl'lt c 1:

(@y*

"...(Rabb-ku) Yang mengetabui yang ghaib. Tidak ada yangtersembunyi dari-Nya seberat dzarrab pun yang ada di langit dan yang ada di bumi, dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebib besar, melainkan tersebut dalam Kiabyangnyd.ta (Lauh Mahfuzh). " (QS.Saba': 3)

Dan firman Allah:

",,6., J+ (\ @... E_r 84 Lihat, Syifaa-ul'Aliil, hal. 72

*

t;i'fni...

Y

51.

Bab Pertama:

Kqakinanyang Benar Dalam Masalah Qodo,

Allab lebih mengetabui di mana Dia menempatkan kerasulan... ." (QS. Al-An'aam: L24) "...

tugas

Juga firman-Nya:

'J?i

e -4-- *'"J2 e ei i

-*:'bl

Y

(@'u-#\

Dia'lab Yang Paling Mengetahui siapa yd.ng sesd.t dari jalan-Nya, dan Dia-lab Yang Paling Mengetahui ord.ng-orangyang mendapat petunjuk. ' (QS. Al-Qalam : 7) "sesunggubnya Rabb-mu,

Serta firman-Nya:

"i7)\1-fr"

l#ie6,Lrytsb Yi 6a1v'sn i;i;s-Hi3li -: t, i)nc".ts*t 'lS q.t\ ;rAL C G

)t--s

ttc

47->

;r

(@*"f

l.

sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidah ada kecuali Dia sendiri, dan Dia mengeabui apa rnengeahuinya ydng yang ada di daratan dan di lautan. Tiddk sebelai daun pun yang gugur mekinkan Dia mengeuhuirtya (p"h), dan tidah jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan ti.dak juga sesuatu yang basah atdupun yang kering melainkan tertulis dalam kitab yangnydtd. (Lauh Mabfuzh). '(QS. Al-An'aam: 59)

"Dan padz

Dan firman Allah yang lain:

(@

(tt- *1"rs:sti e

kv?1

b

Jika muekz brangkat bovmamu, niscarya mereka tidak mmambah kepadamu sehin dari kentsakan fulaka.... " (QS. At-Taubah: 42) Juga firman-Nya:

Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

73

(@t;#il';7'14 t-!_lr3trlr\i'lS y "... Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali hepada d.pd ydng mereka telab dilarang mengerjakannya. Dan sesunguhnya mereka itu adalab pendusta-pendusta belaka." (QS. Al-An'am:28) Serta firman-Nya: t

;A "@i 1;"#:*';; "d fri * (@

"ls y

3t*Fet

"Kalau kiranya Allah mengetabui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereha dapat mendengar. Dan jikalau Allab menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereha memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu)." (QS. Al-Anfaal: 23)

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shabiibnyadari Ibnu'Abbas ut3y,,ia mengatakan, Nabi ffiditanya tentang keadaan anak-anak kaum musyrikin, maka beliau menjawab:

.';)-G "Allah lebih mengetahui tentang Beliau

f;s a pi l,i

apa yang mereka kerjakan. "85

ffi bersabda:

.),ji;t)^:)t

dqi *

u,tVt

,-* "€'&C

,Jt, ji*" i,r, i".i kii"., -.l"irr(rr, ,"lrh dik.,"h,ri "d" tempat tinggalnya, baik di Surga maupun Neraka."86 "Tidali

Tingkatan kedua: Al-kita

ab

ab (penulisan).

Yaitu, mengimani bahwa Allah telah mencatart apa yang telah diketahui-Nya dari ketentuan-ketentuan para makhluk hingga hari Kiamat dalam al-Lauhul Mabfuzh. 85 HR. Al-Bukhari,(IU2l0) dan lihat, al-Fat-h,f.1/493). 86 HR. Muslim dd.am al-Qadr, (no.2647). 74

Bab Pertama: Keyahinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

para Sahabat, Tabi'in, dan seluruh Ahlus Sunnah wal Hadits sepakat bahwa segala yangrcriadi hingga hari Kiamat telah dituliskan d'1"* [Jmmul kito'b, yang dinamakan j'tga al'Laubul Mabfuzh' ad.z-Dzikr, al-Imaamul Mubiin, dan al-Kitaabul Mubiin, se1;;1vanya mempunyai makna yang sama-t' Dalil-dalil mengenai tingkatan ini banyak, baik dari al-Qur-an maupun as-Sunnah. Allah,98 berfirman,

L)" r"rl't

rS,-tai O ;

( @i;;ri

&'fri Li'& Ai b

J"a);iL;#

a-!:,,-'i

"Apahab kamu tidak mengetabui bahua sesunggubnya Allah mingetabui apa saja yang ada di langit d"ry 4i bum.!? Blbzaasanya drmihi)n itu trrdipot dalam sebuab kitab (Lauh Mahfuzh) yoo{ 'sesingguhnyd. ydng demikian itu amat mudab bagi Allah' " (QS'

Al-Hajj: 70) Firman Allah yang lain:

(@ y;cle;,:Z;i ,,...Dun

ru'Ss

*

Kami kurnpulkan dalam Kitab Induk yang nyd.ta (Lauh Mabfuzb).'(QS. Yaasiin: 12) segala sesudtu

Juga firman-Nya:

(@ ...a ii,::4r {l \:1*,;"1AY ,,Katakanlah, ,sekali-kali tidak akan rnenimpa kami melainhan dpa yd.ng telah ditetapkan oteb Allah bagi kami" ' ' "'(QS' AtTaubah:51) Allah u.4 jugaberfirman tentang do'a Nabi Musa '{'9i}\:

(@ '*tl'iliiY4t1 ,Lit*\ n

Syifaa-ul'Aliil,hal. 89.

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

75

"Dan tetapkanlah untuk kami hebajikan di dunia... . " (QS. AlA'raaf.:1,56) Dia berfirman tentang bantahan Nabi Musa $t*llkepada Fir'aun:

U)

' ry

''li L+art

JE@ |t:'ii gtpi Jt: t:"bJLt F b

Fir'aun, 'Maka bagaimanakah keadaan ilnxdt-urnat ydng dabulul'Musa menjauab, 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabb-hu, di dalam sebuah kitab, Rabb-hu tidak akan salah dan tidak (pula) lupa....'" (QS. Thaahaa: 5l-52) Imam Muslim iE meriwayatkan dalam Sbabiihnyadari 'AMullah bin 'Amr bin al-'Ash c#-,, dia mengatakan, "Aku mendengar Ra"Berkata

sulullah

ffi

bersabda:

,?r\?t .>63t'rrX 'oi'& ,i>rat ,:6 ?tt ;? .rAt& 'e';3 iJs ,a; ,-:iJ;" .,

'Allah mencatar seluruh takdir para makhluk

5O.OOO

tahun

sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.'Beliau bersabda, 'Dan adalah'Arsy-Nya beradadi atas air."'88

ffi

Nabi

bersabda:

tU-.

rl

Jl)

a;*-11

.r

t1:tEJ

^.zcto ,irt',.S

lr!_,

Vt/ar/ci-,'3iL7 ,.A

UY

.{$')i ab',5 i;; v1 ,16r J

. t-

I

z

t

"Tidak ada satu jiwa pun yang bernafas melainkan Allah telah menentukan temparnya, baik di Surga araupun di Neraka, dan juga telah dituliskan celaka atau bahagia(nya)."8' 88 HR. Muslim, (UII/51). 8e HR. Al-Bukhari dalam at-Tafsiir, (II/84) dan Muslim

dalatn al-eadar,

(III/

46-47).

76

Bab Pertarna:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qod",

Tingkatan ketiga: Al-masyii-aD (kehendak). Tingkatan ini mengharuskan keimanan kepada masyii-ah Allah t"rl^ksana dan kekuasaan-Nya yang .s9TP.Y.t".'' Apa yang y ^ng iikJhe"daki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya t.rjadi, dan bahwa tidak ada gerak dan diam, hidayah tidak

"krn dan kesesatan, melainkan dengan masyii-ab -Ny a.

"Tingkatan ini ditunjukkan oleh Ijma' ftgsgpakatan) para Rasul, sejak Raiul pertama hingga terakhir, semua kitab yang diturunkan dari sisi-N ya, fhrah yaig padanya A^llah menciptakan makhlukNya, serta dalil-dalil akal dan logika."e0 Nash-nash y^ng menunjukkan dasar ini sangat banyak sekali dari al-Qur-an dan as-Sunnah, di antaranya firman Allah .Ug.

(@ "3t*tit4("{*


"Dan Rabb'mu menciptakan d.Pa. yd.ng Dia kebend"aki dan memi' libnya...." (QS. Al-Qashash: 68)

Firman Allah yang lain:

(@ .1 d3iLrfi;6d,i i'ori6GSb

,,Dan

kzmu tidak dapat mmghmdaki (mmempuh jalan itu) kecuali apabila dikebendaki Alkh, Rabb sernestL alam." (QS. At-Takwiir: 2e)

Dan firman Allah:

-7

u@ IG -A);i"Us A) ,GtiJ,;

VrY

{€> %i;t+oi "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesya91t,'Se' tungihnyo aku ahan mengerjakan itu benk pagi,' kecuali (dengan mrnyebri), 'Inrya Allab....'" (QS. Al-Kahfi: 23-24) eo Syifaa-ul'Aliil,hd'.92. Bab Pertama: Kqtakinanyang Benar Dalam Masalah

Qod"'

77

Juga firman-Nya:

a,i;: slt;*q4ai

!i**.l;s

X'i;u_oi

&tc;

l.j,i'l'ry

C \b ,/J3'"J{ "&b

{@ "Kalau sekiranya Kami turunkan Malaikat kepada mereha, dan orang-orangyang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (p"k) segala sesudtu kehadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki... .' (QS. Al-An'aam: 111) Serta firman-Nya:

Ub \:+

Y'b

t4u,3

ir;jfri #i ,4,,a

F

nL-I

i A I I ah (ke s e s atanny a) n is c ay a disesatkan-Nya, dan barangsiapa yang dikebendaki Allab (untuk mendapat petunjuk), niscaya Dia menjadihannya berada di atas jalan yang lurus. " (QS. Al-An'aam: 39) "... B ar an gs iap a y an g d i k e b endak

Nabi

ffi bersabda:

f

,

;,.-)t eei

i *1.;

w

?31

"q'o"-F o\

.it^-*f'a

c.x-tj

du "sesungguhnya hati manusia semuanya berada di ^nt^J^ jari dari jari-jemari ar-Rahman seperti satu hati, Dia membolakbalikkannya ke mana salala kehendaki."er

" 78

HR. Muslim, (no.2654). Bab Pertama: Kqakinanyang Benar Dalam Masalab Qod",

Masyii-ah ftehendak) Allah yang terlaksana dan kekuasaan-Nya yang sempurna berhimpun dalam aPayarLgtelah terjadi dan apa akan terjadi yang akan terjadi, serta berpisah dalam ^pay^ngtidak dan sesuaru yang tidak ada. Apa yang dikehendaki Allah adanya, maka ia pasti ada dengan kekuasaan-Nyr, dan apa yang tidak dikehendaki adanyamaka ia pasti tidak ada, karena Dia tidak menghendaki hal itu. Bukan karena ketidakadaan kekuasaan-Nya atas

hal itu. Allah iH berfirmant I

J-r

t..

u

[-o

J;i"fii 'F'rljr;ui G r\i ;G "|'t

F

4r,-6r \ \=,/ Allah menghendaki, tidahlab mereka saling nxenlbunub. Akan tetaPi Allab berbuat a.Pd. yd.ng dikehendaki'Nya." (QS. Al-Baqarah:253) Maka, tidak berperangnya mereka bukanlah menunjukkan bahwa kekuasaan Allah tidak ada (untuk mengadakan hal itu), akan tetapi karena Allah tidak menghendakinya, dan hal serupa bisa dilihat dalam firman Allah Ta'ala: "...Seandainya

"...Kalau Altah mengbendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semud dalam petunjuk... ." (QS. Al-An'aam: 35)

Firman Allah yang lain:

(\ @J \=2.

"\;rriufi'i;e

i:b

"Dan kalau Allah menghendaki niscaya mereka tidak mempersekutukan(Nyo) ..." (QS. Al-An'aam: L07) Juga firman-Nya:

( tE "t1;'rALu.'r:{

cu G9't\:;tt isb

Bab Pertama: Keyakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

"Dan jikalau Rabb-mu mengbendaki, tentulab beriman sernila orangyang di muka bumi selurubnya.... ' (QS. Yunus: 99)e2

Tingkatan keempat: Al-kbalq (penciptaan) Tingkatan ini mengharuskan keimanan bahwa semua makhluk adalah ciptaan Allah, dengan dzaq sifat, dan gerakannya, dan bahwa segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang diadakan dari ketidakadaan, ada setelah sebelumnya tidak ada. Tingkatan ini ditunjukkan oleh kitab-kitab samawi, disepakati para Rasul, disetujui fitrah yang lurus, serta akal yang sehat.'r Dalildalil mengenai tingkatan ini nyaris tidak terbilang, di antaranya firman Allah Sii:

(@ "A

llah Yang

menc

ipakan

*rn,hecriiy

segala sesudtu...

.' (QS. Az-Zumar : 62)

Firman Allah yang lain:

$ ':3itY b 'Es etl'lrt ?"J:^aJi|F @fr fi lz @ tyJt')?iWl 4

puji

'segala

bagi

Allab

Yang telab menciptakan langit dan bumi,

dan mengadakan gelap dan terdng... .'(QS. Al-An'aam:

1)

Dan firman-Nya:

Fi *i7*;tA.i{6 o"rai',!L 6,fib (@ t:c C-7

"Yang menjadikan mati dan bidup, sltPrtyd. Diz mengujimu, siapa' kah dianurdntilydngrerbaik amalnya...." (QS. Al-Mulk 2)

nu T ai miyyah, (IIA

92

Lrhaq

93

Lihat, Syifaa-ul'Aliil, hal. 108.

80

a sb

-

S h afad

iyy a h,

Ib

Bab Pertama:

0 9) .

Kqahinan yang Benar Dalam Masalah Qodo,

Serta firman

Allah:

i+3,""^CKt{L 4fii:<J \rftiUdiC-qY "Hai sekalian manusia, bertahualah hepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari yang srttu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allab memperhembangbiakkan laki-laki dan perempuan ydng banyak.... " (QS. An-Nisaa': 1) Juga firman Allah:

b

rJ{-'rAi,

*AiS

_,QiS

jfi'6L ,s;lt iSy (@ t;-;.r"# c

"Dan Dia-lah yangtelah mencipakan ntzkm dan siang mauhai dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. " fQS. Al-Anbiyaa' : 33)

Dan firman-Nya:

"r"r1$:,-t$i

G

&3i 4i ;;,y

u,b

h

(@ "...Adakab pencipta selain Allab yang dapat memberikan rizki hepadamu dari langit dan dari bumi....'(QS. Faathir: 3)

Imam Al-Bukhari alr meriwayatkan dalam kitab Khalq Afaalil 'lbaad dari Hudzaifah Qb, dia menuturkan, "Nabi ffi bersabda:

.laib')tr-nwilE (v ;:;-?rr

Lt

"sesungguhnya Allah menciptakan semua (makhluk) yang berbuat dan juga sekaligus perbuatannya."'n e4 Khalq Afaalil'Ibaad,hil. 25. Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

81

Inilah empat tingkatan qadar, yang mana keimanan kepada qadar tidak sempurna kecuali dengannya. Pembahasan Ketiga

Perbuatan Hamba adalah Makhluk Perbuatan para hamba termasuk dalam kategori keumuman ciptaan Allah dE, dan tidak ada sesuatu pun yang mengeluarkanrLya dari keumuman firman-Nya:

{@ "A

llab Yang mencipakan

-rn"J-,tG'ifiy

segala sesud.tu... . "

(QS. Az'Zumar : 62)

Pembahasan ini saya sebutkan secara khusus (pada bab ini), disebabkan adanya kesamaran di dalamnya.

Ringkasnya, mengenai masalah ini, bahwa perbuatan hamba seluruhnya, baik ketaatan maupun kemaksiatan, termasuk dalam kategori ciptaan Allah, qadha' dan qadar-Nya. Allah,gE mengetahui apa yang akan Dia ciptakan pada paru hamba-Ny a, Dia mengetahui apa yang mereka perbuat, menuliskan hal itu dalam al-Laubul Mahfuzh, dan menciptakan mereka sebagaiman a y ang dikehendakiNya. Berlakulah qadar-Nya atas mereka, lalu mereka melakukan sesuai apa yang Dia kehendaki pada mereka. Allah menunjuki siapa yang telah Dia tetapkan kebahagiaan untuk mereka, dan menyesatkan siapa yang telah Dia tetapkan kesengsaraan atas mereka. Dia mengetahui ahli Surga dan memudahkan mereka untuk beramal dengan amalan ahli Surga, dan Dia pun mengetahui ahli Neraka dan memudahkan mereka untuk beramal dengan amalan ahli Neraka. Perbuatan-perbuatan para hamba adalah berasal dari Allah dalam hal diciptakan, diadakan, dan ditakdirkannya. Sedangkan hal itu berasal dari para hamba dalam hal dikerjakan dan diusahakannya. Allah-lah Yang menciptakan perbuatan mereka, sedangkan merekalah yang melakukannya. Kita beriman kepada semua nash-nash alQur-an dan as-Sunnah yang menuniukkan kesempurnaan penciptaan Allah dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu, baik mengenai

82

Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalarn Masalab Qodm

perbuaran-perbuatan maupun sifat-sifat. Sebagaimana halnya kita mengim"ni nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah yang menunjukkan bahwa para hambalah yang pada hakikartya berbuat kebaikan dan keburukan. Di atas hal inilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah bersepakat.'s Nash-nash yang telah disebutkan pada tingkatan keempat dari pembahasan tingkatan-tingkatan qadar menunjukkan atas hal itu. bi rrrr" terdapat dalil-dalil yang lebih tegas mengenai masalah ini, seperti firman Allah Ta'ala:

(€> tt);t C:"51- i,i'tY ' Allah-lah Yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu. " (QS. Ash-shaaffat: 96) Menurut para ahli tafsir, mengenai makna maa (apa) dalam ayat ini ada dua tinjauan: Pertama, ia bermakna masdar, sehingga maknanya: Allah Yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian. Kedua, bermakna alladzi (y*g), sehingga maknanya: Allah Yang menciptakan kalian dan Yang menciptakan aPayang kalian kerjakan dengan tangan-tangan kalian berupa berhala-berhala.

Ayat ini berisikan dalil bahwa perbuatan hamba itu adalah ciptaan Allah.e6 Lthat, aL-lLasaz-il war Rasa-il,Imam Ahmad bin Hanbal, (/147-L50), dl lbda%h, al-Asy'ari, hal. 107-130, Risaalah ats-Tsagha,r, al-'Asy'ari, \4. 7-5,78, dan 83, al-IHititaaf fiJ Lafzh uar Radd'alzl Jabmiltyah wal Musyabbihah,.Ibnu-Qutaibah, haJ. 2I-23, atJ'iiqaad, al-Baihaqi, hal.73, Lum'atul I'tiqaad,Ibnu- Qudamah, hal. 21, an-Nubuwwaal, Ibnu Taimiyyah, hal. 437, Dar' Ta'aarudbil 'Aql uar-t

Naql, $/85-86), Minbaajus Sunnah,'(I/298,1n'/1.28'129),-Yrfd4'!l-'Aliil,hd'. 108'- 14b, Syarh Qasbiiiah lbnil Qayy im an'N uuniyy aD, Jblu'Isa, (IIA35). Lthat p,J,a,'at-Mdjmu'ah al-KaamAi ii u"'aU|*t asy-Syaikh lbni S4'4,, W6?), al-QaZhaa' wal'Qadar, 'lJmar al-Asyqar, hal. 37. Lihat juga kitab al-Qadhi Abu Ya'la dan kiiab Masaa'ilul limaai, studi dan penelitian, oleh Su'ud bin 'Abdil 'Aziz al-Khalaf, hal. 98-99. Lihat itga, al''Aqiidah al'VaasitbiyYah, dikomentari oleh Syaikh Ibnu Mani', hal. 5O-51, Ma'aarijul Qabuul, QI/238240), at-Ta'lii4aat 'ila Lum'atil I'tiqaad, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 61-64, dan Lum'atul lliqaad, deogan syarah Syaikh Ibnu'lJtsaimin, hal. 95. Zaadul Masiir,Ibnul Jauzi, NII/70) dan lihar, taami'ul Bayaan,Ibnu Jarir ath-Thabari, ff'II/ 7 5), dan Tafs iir al'Qur' aan il' Azh iim, Ibnu Katsir.

Bab Pertarna:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

83

v

Pembabasan Keempat

Macam-M acam Takdir'z Macam-macam takdir itu antara lain:

t.

At-uqdiirul

'aam (takdir yang bersifat umum).

2. At-uqdiirul basyai (takdir yang berlaku untuk manusia). 3. At-taqdiirul'umi (takdir yang berlaku bagi usia). 4. At-taqdiirus sanazpi (takdir yang berlaku tahunan). 5. At-taqdiirulyaumi (takdir yang berlaku harian). 1. At-taqdiirwl'aam (takdir yang bersifat umum). Ialah takdir Rabb untuk seluruh alam, dalam arti Dia mengetahuinya (dengan ilmu-Nya), mencatatnya, menghendaki, dan juga menciptakannya. Jenis ini ditunjukkan oleh berbagai dalil, Allah Ta'ala:

'",t1"r1r1'ltr

di

antaranya firman

rl$i Ct- &'fri Li';a li*

. n: '.. -..11./ -. I (,€)e;ri JLc);:""1 *

i-lt't

"Apakab kamu tidak rnengetabui babzaa sesungguhnya Allah rnengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Babutasanya yang demikian itu terddpat dalam sebuab hitab (Laub Mabfuzb) Sesunggubnyd yang demikian itu amat ntudah bagi Allah. (QS.

Al-Hajj:

Z0)

Dalam Shabiih Muslim dari 'Abdullah Nabi ffi bersabda:

bin'Amr ciy'

,;'lv71,>tjt1)r'rt\ "oi'&,6;lAt

e7 Lihat, A'laamus Sunnab al-Mansyuurah, h^1. Ibnu Baz 84

atas

bahwa

p6 ?nr'3

L29-133 dan komentar Syaikh

al-lVaasithiyyah, hal. 78-80. Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah

Qod",

-?

.etJl

1. tt ozz & *fS

"Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi." Beliau bersabda, "Dan adalah 'Arsy-Nya di atas air.""

2. At-taqdiirwl basyari" (takdir

yang berlaku untuk ma-

nusia). Ialah takdir yangdi dalamnya Allah mengambil janji atas semua manusia bahwa Dia adalah Rabb mereka, dan menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka akan hal itu, serta AIIah menentukan di dalamnya orang-orangyang berbahagia dan orang-orang yang celaka. Dia berfirman:

b-t* n ?tt; 1b e::'Liibh 3#"" A. ;v--e; Jii "&i U i t-;-il '*W ri; ;b t:b (,1y-*;i ?i:;r, -rf

".+:\ \'{'-_

-.-.J

(,

b

\

(@)

"Dan (ingatlab), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anakanak. Adam dari sulbi mereka dan Allab mengambil kesaksian terhadap jiua mereka (serarya hrfirman),'Bukankah Aku ini Rabb' mu.'Mireka menjazaab,'Betul (Engkau Rabb kam), kami menjad'i saksi.' (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu ti.dak mengatakan,'sesungubnya kami (Bani Adam) ddzkh orang-orangyang lengah terbadap ini (keesaan Rabb)''" (QS. AlA'raaf.:t72) e8 HR. Muslim, CVIII/S1). se Syaikh 'Abdul 'Azizb:Jr. Baz memberikan komentar terhadap p-embagian yang kedua ini seraya berucap, "Bahwa takdir yang kedua ini masuk kedalam i"t ii, y*g p.rt"*", oleh sebab itu Abul'Abbas, Ibnu Taimiyyah,.menolaknya dalam

kitib al-,Aqiidab al-lVaasitiyyah,begrttt

Iainnya y ang

say a

juga banyak dari para ulama

ketahui."

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalah Qadar

8s

Dari Hisyam bin Hakim, bahwa seseorang datang kepada Nabi ffi lalu mengatakan, "Apakah amal-amal itu dimulai ataukah ditentukan oleh qadha')" Rasulullah ffi menjawab: a

?t\ {ri t-i ht i! i#i'V al i ,'t*, ca.a)t €:\y',i6 a2t '*q *),"$i t' ,tlr Sr^ir, ,^iAr Jji ,p3'):H ^iJr'1*i', ,rflt .rrlt ;^i,f,o"):H

,Vr"r+"a

,:re;:i'*G

"Allah mengambil keturunan Nabi Adam (,{*tt) dari tulang sulbi mereka, kemudian menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka, kemudian mengumpulkan mereka dalam kedua telapak tangan-Nya seraya berfirman, 'Mereka di Surga dan mereka di Neraka.'Maka ahli Surga dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Surga dan ahli Neraka dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Neraka."loo

3. At-taqdiirul'umri (takdir

yang berlaku bagi usia).

Ialah segala takdir ftetentuan) yang terjadi pada hamba dalam kehidupannya hingga akhir ajalnya, dan juga ketetapan tentang kesengsaraan atau kebahagiaannya.

Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits ash-Shadiqul Mashduq (Nabi Muhamma d M_) dalam Shahiihain dari Ibnu Mas'ud secara marfu': o ,ol cl ? . '."ta, o!, .2o,. ',.r.r J- Jq! - ^r cl-ot-ql 9-.,J rl aot ;rh \'

o

,;t

t'?. 'tib

lzo

lol-../

,,*>- ^5J--l !l

,u;tdd: ,/ d:!- e ,U;'tfui: 0

ro0

.

t

,

. c ///

,J!

-t

t !

(->

A

HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah, yang direliti oleh Syaikh al-Albani, Q,/73), dan al-Albani menilai sanadnya shahih dan para perawinya semuanya terpercaya, dan as-Suyuthi dalam ad-Durul Mantsuur, @,/604), ia mengatakan, "Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Jarir, d,-Bazzar, ath-Thabrani, al-Ajurri dalam a sy - Sy ar ii' ab, Ibnu Mardawaih, dan al-B aihaqi dalam al -A s maa' u a sb S b ifaa t.

86

Bab Pertama: Kqtabinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

"i p'; c.>\;k -; i."rl\'i"i', J-J ,.'l)r ^3 Ub,3.[jr ;''') : '" . ...W 'ri "";;i't ,.i1L'1 ,,L\ ,*")) S. "sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama emPat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan emPat kalimat: untuk menulis rizkinya, ilalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya)... ."'o'

4. At-taqdiirus sanaani (takdir yangberlaku

tahunan).

Yaitu dalam malam Qadar (Lailatul Qod*) pada setiap tahun. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala:

(6.#li,F3;:WY itu dijelaskan (QS. Ad-Dukhaan:4) "Pada malam

segala urttsdn yd.ng penub bikmab. "

Dan dalam firman-Nya:

@ii

, .1,' \

,Y

r ,r trt 9t, (@/-"ri &^ [y ,e5!; ),tJi;'a<JAi Jj; J ,

(,JJ

malam itu turun para Malaikot'do, juga Malaihat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk nxengdtur segala urusdn. Malam itu (penub) kesej abterann sampai terbit fajar.' (QS. Al-Qadr: 4-5) 'Pad.a

Disebutkan, bahwa pada malam tersebut ditulis apa yang akan terjadi dalam setahun (ke depan,'d) met genai kematian, kehidupan, ror FrR. Al-Bukhari, Maj ah,

(I

(tII/210, no. 3208), Muslim, NIII/44, r.o. 2643), dan Ibnu / 29, no. 7 6). p an lafazhrry a adalah dari riw ay ar Muslim,"d )

Bab Pertama:

Kqakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

87

kemuliaan dan kehinaan, jltga rizki dan hujan, hingga (mengenai siapakah) orang-orangy^ng (akan) berhaji. Dikatakan (pada takdir itu), fulan akan berhaji dan fulan akan berhaji. Penjelasan

ini diriwayatkan dari Ibnu 'IJmar

dan Ibnu 'Abbas

S+ , demikian juga al-Hasan serta Sa'id bin Jubair.'02

5. At-taqdiirul

yawmi (takdir yang berlaku harian)

Dalilnya ialah firman Allah

s:

(@, oG "... Setiap zaaktu

c;/i,F

Y

Dia dalam kesibukan. '(QS. Ar-Rahmaan:29)

Disebutkan mengenai tafsir ayat rersebur: "Kesibukan-Nya ialah memuliakan dan menghinakan, meninggikan dan merendahkan (derajat), memberi dan menghalangi, menjadikan kaya dan fakir, membuat tertawa dan menangis, memarikan dan menghidupkan, dan seterusnya."'ot Pembahasan Kelima

Apa Kewaiiban Hamba Berkenaan dengan Masalah Takdir? Kewajiban seorang hamba dalam masalah ini ialah mengimani qadha' Allah dan qadar-Nya, serra mengimani syari'ar, perintah dan larangan-Ny a. Ia berkewajiban unruk membenarkan khabar fterita) dan mentaati perintah. 1oa Jika ia berbuat kebajikan, hendaklah ia memuji Allah dan jika ia berbuat keburukan, hendaklah ia memohon ampun kepada-Nya. Ia pun mengetahui bahwa semua itu terjadi dengan qadha' Allah dan qadar-Nya. Sesungguhnya, ketika Nabi Adam ($4) melakukan dosa, maka dia berraubat, lalu Rabb-nya memilihnya dan memberi

104

88

Llhat, Zaadul Masiir,Ibnul Jauzi, (Vtrl338), Tafsiir al-Qur-aanil'Azhiim,Ibnu Katsir, 0V/t40), dan Fat-bul Qadiir, asy-Syaukani, (Y/572). Lrhat, Zaadul Masiir, (VIJI/114), Tafsiir al-Qur-aanil Azbiim,Ibnu Katsir, (Y /275), dan Fat-hul Qadiir, (V/135). Llhaq Jaami'ur Rasaa-il,Ibnu Taimiyyah, [U34]) dan lihat, Dar' Ta'aarudhil 'Aql oan Naql, $II/405). Bab Pertama:

Kqahinan yang Benar Dalam Masalah Qod",

petuniuk kepadanya. Sedangkan iblis, ia tetap meneruskan dosa dan menghujat, maka Allah melaknat dan mengusirnya. Barangsiapa yang bertaubat, maka ia sesuai dengan sifat Nabi Adam ($*l\), dan barangsiapa yang meneruskan dosanya serta berdalihkan dengan takdir, maka ia sesuai dengan sifat iblis. Maka orang-orangy^rlg berbahagia akan mengikuti bapak mereka, dan orang-orar.gy^ng *.t gikuti musuh mereka, iblis.105 celaka

"k"t

"Dengan pemahaman terhadap qadar Allah dan pelaksanaan terhadap syari'at-Nya secara benar, maka manusia akan menjadi seorang hamba -yang hakiki-, sehingga dia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, /aitu para Nabi, ash-shiddiqin, asysyuhada' dan ash-shalihin. Cukuplah dengan persahabatan ini suatu keberuntungan dan kebahagiaan."'06 Kesimpulannya, ia wajib mengimani keempat tingkatan takdir yang telah disinggung sebelumnya. Yaitu, tidak ada sesuatu pun yangrcrjadi melainkan Allah telah mengetahui, mencatat, menghendaki, dan menciptakannya. Ia mengimani juga bahwa Allah memerintahkan agar mentaati-Nya dan melarang bermaksiat kepadaNya, lalu ia melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Apabila Allah memberi taufik kepadanya untuk melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, maka hendaklah ia memuji Allah dan meneruskan hal itu. Tetapi apabila dirinya dibiarkan dan dipasrahkan (oleh Allah) kepada dirinya sendiri, lalu ia melakukan kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan, maka hendaklah ia beristighfar dan bertaubat. Kemudian, hamba juga berkewajiban untuk bekerja demi kemaslahatan duniawinya, dan menempuh cara-cara yangbenar yang dapat menghantarkan ke sana, lalu ia berjalan di muka bumi dan segala penjurunya. Jika berbagai perkara datangsesuai dengan apa yang dikehendakinya, hendaklah ia memuji Allah, dan jika datang tidak sesuai dengan yang diinginkannya, maka ia terhibur dengan qadar Allah. Ia tahu bahwa itu semua terjadi dengan qadar Allah r05

Lihat, al-Fataauaa, NIII/64) dan Thariiqul Hijratain,hal'. 170.

fii Syarh ar-Risaakh at-Tadmuriyryah, Syaikh Falih bin Mahdi, 0I/l4O) dan lihat, Taqriib at'Tadmuriyyab, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal.119.

'06 At-Tuhfah al-Mahdfiryah

Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qadar

89

,98, dan bahwa apayang menimpanya

tidak pernah luput darinya, sefta apa yang luput darinya tidak akan pernah menimpanya. 'Jika hamba mengetahui secara global bahwa Allah dalam apa yang diciptakan dan diperintahkan-Nya memiliki hikmah yang besar, maka hal ini cukuplah baginya (menjadikannya tenang). Kemudian setiap kali bertambah ilmu dan keimar.ar.nya, maka semakin tampak pula baginya hikmah Allah dan rahmat-Nya yang mengagumkan akalnya, serta menjelaskan kepadanya kebenaran apa y ang dikabarkan Allah dalam kitab-Nya. " 10' Bukan menjadi suatu keharusan bagi setiap orang untuk mengetahui detil pembicaraan tentang iman kepada qadar, tetapi keimanan secara global ini sudah mencukupi. Ahlus Sunnah wal Jama'ah -sebagaimanayang dinyatakan oleh mereka- tidak mewajibkan atas orang yang lemah apa yang diwajibkan atas orang yang mampu. Albamdulillaah,selesailah pembahasan kita mengenai dalildalil syari'at, fitrah, akal, dan secara inderawi, yang tidak ada kontradiksi di dalamnya dan tidak ada kesamaran.

Gap /--

ta7

lS

-

Majmuu'ul Fatawaa, NIII/97). Bab Pertama: Kqtakinan yang Benar Dalam Masalab Qodo,

Bab Ked Syub

Seputar

11

Bab Kedua

SYUBHAT SEPUTAR QADAR Di dalamnya tercakup dua (2) Pasal: Pasal Pertama: Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Takdir Yang di dalamnya tercakup emPat pembahasan: Pembahasan Pertama: Apakah Iman kepada Qadar Menafikan Kehendak Hamba Dalam

Berbagai Perbuatan yang Dapat Dipilihnya? Pembabasan Kedua:

Apakah ]vlelakukan Sebab-Sebab Dapat Menafikan Keimanan kepada Qadha' dan Qadar? Pembahasan Ketiga: @olehkah) Beralasan dengan

Takdir

atas Perbuatan Maksiat atau

dari Meninggalkan Kewajiban? Pembabasan KeemPat:

Kehendak Allah

(al'

Iraadab ar-Rabbaanlryab)

Pasal Kedwa: Berbagai Permasalahan Seputar Takdir dan Jawabannya Yang di dalamnya tercakup tujuh pembahasan: Pembabasan Pertama:

Apakah Keburukan Dapat Dinisbatkan kepada Allah Ta'ala? Pembabasan Kedua: Bagaimana (Penjelasan Mengenai)

Allah Menghendaki

Sesuatu,

sedangkan Dia Tidak MenyukainYa? Bab Kedua: Syubbat SePutar Qadar

93

Pembahasan Ketiga:

Apa Hikmah dari Diciptakan dan Ditakdirkannya Kemaksiatan? Pembahasan Keempat:

Apakah Wajib Ridha terhadap Segala yang Ditakdirkan Allah? Pembahasan Kelima: Masalah Qadar yangTetap dan Qadar yang Tergantung, atau Penghapusan dan Penetapan, serta Bertambah dan Berkurangnya

IJmur. Pembabasan Keenam:

Apakah Manusia Berada dalam Keadaan Terpaksa atau Diberi Pilihan? Pembahhsan Ketujub:

Bagaimana Kita Mengompromikar, antara Pernyataan Bahwa Hanya Allah Yang Mengetahui Apa yang AdaDalam Kandungan, dengan Ilmu Kedokteran (y^ngBerhasil Mengetahui) mengenai Jenis Kelamin Janin Dalam Kandungan, Laki-Laki ataupun Perempuan?

Pasal Pertama

MASALAH-MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN TAKDIR Pembabasan Pertd.rna

Apakah Iman kepada Qadar Menafikan Kehendak Hamba Dalam Berbagai Perbuatan yang Dapat Dipilihnya? Iman kepada qadar -sebagaimana yangtelah disinggung- tidak menafikan keadaan hamba dalam memiliki kehendak pada perbuatanperbuatan yang dipilihnya dan mempunyai kuasa terhadapnya. Hal itu ditunjukkan oleh syari'at dan fakta. Dalam syari'at, dalil-dalit mengenai hal itu sangat banyak sekali, di antaranya firman Allah Ta'ala: Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

( @J gtl -*i: J) tli;t

o*

b

"...Maka barangsiapa yang mengbendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabb-nya. " (QS. An-Naba': 39) Juga firman-Nya yang lain:

(e

i1 Sie;l;:$ itu

"...Maka datangilah tanab ternpdt bercocok-tanarnrnu trTdnd saja kamu kebendahi... .'(QS. Al-Baqarah:223)

b

bagai'

Juga firman-Nya:

(@ "W31)wfi-a$'tY "Allab tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesangupannyd..... " (QS. Al-Baqarah : 286) Dan firman-Nya:

(,€, "e);rpUi*$r*b

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-n1rt... ." (QS.

Ali'Imran:

133)

Serta firman-Nya: L t t

t.

s/l 'j{43 ;Gj:,y*;G0.*

6\ lr*:\

b

'...Maba barangsiapa yang ingin Beriman) bendaklab ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafi.r) biarlah ia hafir....'(QS. Al-

Kahfi:29) Sedangkan berdasarkan fakta, maka setiap manusia mengetahui bahwa dia mempunyai kehendak dan kemampuan untuk melakukan

atau meninggalkan suatu perbuatan, serta mamPu membedakan antara apa yang terj adi dengan kehendaknya, seperti berjalan, dan apa yangterjadi dengan selain kehendaknya, seperti gemetar.'

1

Lihat, Minbaajus Sunnah,Ibnu Taimiyyah, @/109-112), at-Ti'byaanfi Aqsaam.tl Qur-aan, Ibnul Qayyim, hal. 45, 166-169. Lihat pula, Rasaa'il fil'Aqiidah,

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

95

Tetapi kehendak dan kemampuannya terjadi karena kehendak dan kekuasaan Allah, berdasarkan firman-Nya:

, -, -i!

oi

oi"&;G o;.Y (@ 34AiLti,ti;t-^-

63it* ct @d+i-

"(Yaitu) bagi siapa di antaramu yang rnau menetrTpub jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semestd alam. " (QS. AtTakwiir: 28-29)

Penjelasannya, adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh al-'A llamah lbnu Sa'di

al,ig

:

'Jika seorang hamba shalat, berpuasa, beramal kebaikan, atau melakukan sesuatu dari kemaksiatan, maka dialah yang melakukan amal yang shalih dan amal yang buruk tersebut. Perbuatannya tersebut, tanpa diragukan lagi, terjadi dengan kesadarannya, dan ia merasa bahwa ia tidak dipaksa untuk melakukan atau meninggalkan. Sekiranya ia suka, niscaya ia tidak melakukannya. Sebagaimana hal tersebut adalah kenyataan, maka hal itu pula yang dinashkan Allah dalam kitab-Nya dan dinashkan Rasul-Nya M, di mana nash tersebut menisbatkan amal yang shalih dan amal yang buruk kepada para hamba serta mengabarkan bahwa merekalah yang melakukannya. Mereka dipuji atas perbuatannya,jika terkait dengan amal shalih, serta diberi pahala, dan mereka dicela, jika yang dilakukan adalah keburukan, serta diberi sanksi atas perbuatan buruk tersebut. Dengan ini jelaslah bahwa perbuatan itu terjadi dari mereka dan dengan kesadaran mereka. Jika suka, mereka bisa melakukannya, dan jika suka, mereka bisa meninggalkannya. Perkara ini nyata secara akal, inderawi, syari'at, dan bisa disaksikan.

Kendati demikian, jika anda ingin tahu bahwa perbuatan ini -meskipun memang demikian keadaannya- terjadi dari mereka, Ibnu 'Utsaimin, hal. 37-38, dar al-Qadbaa'ual Qadar,Ibnu 'Utsaimin, hal. t5-t7. 96

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

bagaimana hal itu termasuk dalam kategori takdir? Dan bagaimana hal itu masuk dalam cakupan masyii-ab? Dan ditanyakan pula: Dengan apakah perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk yang berasal dari hamba itu terjadi? Jawabannya: Dengan kemampuan dan kehendak mereka.

(Allah) Yang menciptakan sesuatu (sarana) yang dengannya perbuatan itu terlaksana, Dia-lah juga Yang menciptakan berbagai perbuatan. Inilah yang bisa menjelaskan permasalahan (problem), dan hamba pun bisa memahami dengan hatinya tentang kesatuan (antara) qadar, qadha', dan ikhtiar (usaha). Kendati demikian, Allah $6 telah menolong kaum mukminin dengan berbagai sebab, kelembutan, bantuan yang bermacam-macam, dan memalingkan berbagai rintangan dari mereka. Sebagaimana sabda Nabi ffi:

. ...r,t3'

,y,J")'H,01>tl)r

ef

S;f 1'1,i "...Adapun orang-oran g yarLgtermasuk orang-orang yang berbahagia, maka mereka dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-oran g yang berbahagia... "2

Demikian pula, Dia meninggalkan kaum yang fasik dan menyerahkan mereka kepada diri mereka sendiri, karena mereka tidak beriman dan bertawakkal kepada-Nya, maka Allah serahkan mereka pada apa yang mereka pilih bagi diri mereka sendiri."l Pembabasan Kedua

Apakah Melakukan Sebab-Sebab Dapat Manafikan Keimanan kepada Qadha' dan Qadar? Melakukan sebab-sebab itu tidak menafikan iman kepada qadar, bahkan melakukannya merupakan kesempurnaan iman kepada qadha' dan qadar.

: 3

HR. Muslim, khab al-Qadr, (no.2647). At-Tanbiihaat al-Lathitfdh,haJ,.82-83. Lihat juga, Lum'atul I'tiqaad,Ibnu Qudamah, hal. 22, Syarb al-lYaasithiyyah, al-Harras, hal.228, dan Sbiyaanatul Insaan 'an lVasuasab asy-Syaitbaan, Syaikh Dahlan, Syaikh Muhammad Basyir as-Sahsawani

al-Hindi, hal.

239 -243.

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

97

"Karena itu, hamba berkewajiban -disamping beriman kepada qadar- untuk bersungguh-sungguh dalam pekerjaan, menempuh faktor-faktor kesuksesan, dan bersandar kepada Allah iH agar memudahkan b aginy a sebab-sebab kebahagiaan, se rta menolon gnya atas hal itu."a Nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah berisikan perintah untuk melakukan upaya-upay a yangdisyari'atkan dalam berbagai urusan kehidupan: memerintahkan bekerja, berusaha mencari rizki, menyiapkan peralatan untuk menghadapi musuh, berbekal untuk perjalanan, dan lain sebagainya.

Allah

fljE

(

berfirman,

6; ua:\ e\ -,J*"tu ;tbi ;+3 .

r

1,u F

"Apabila telab-d.itunaikan sbalat, maka bertebaranlab kamu muka bumi... " (QS. Al-Jumu'ah: 10) Juga firman

d.i

Allah yang lain:

(@ tftr OIF*G. Y '...Maka berjalanlah di segalapenjurunya... " (QS.

Al-Mulk

15)

Juga firman-Nya:

Jai

+L)

s3 i"t G ;a^i,i e & itbis b

t .t4a . =S...'{r'"t, ;ri'j3b

-,

3bi

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuh berperang (yang dengan persizpan itu) kamu mengewrkan musuh Allah, dan musuhrnu..." (QS. Al-Anfaal: 60)

Dia memerintahkan orang-oran g y aurLg pergi haji untuk berbekal, dengan firman-Nya:

a

Syarb Kitanb at-Tauhiid min Shahiih al-Bukhai, Syaikh

'AMullah al-Ghunaiman,

(t/62e). Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

( G) .

"

urti ;Qi ;; 3Y \r"i;s.-. b

,,...Berbekallab, dan sesungubnya sebaih-baih bekal adalab ukzna ... ." (QS. Al-Baqarah 197)

Dia juga memerintahkan untuk berdo'a dan meminta penolongan, dengan firman-Nya:

(@ ""K,*iuf,iH:Js:Y Dan Rabb-mu berfi.rman,' Berdo'alah hepada'Ku,nisc Ku-perkenanhan bagimrt'... ." (QS. Al-Mu'-min: 60) "

ay

a akan

Juga Firman-Nya yang lain:

c. (@ -t!:.)itp\1ta';lb

"Jadikanlah sabar dan sbalat sebagaipenolongmu.... " (QS' AIBaqarah:45) Dia memerintahkan pula untuk melakukan uPaya-vPayaya;ng disyari'atk arL yang menghantarkan kepada keridhaan dan juga Suiga-Nya, seperti shalat, zakat, Puasa dan haji, (dan sebagainya)' Bagitu pula kehidupan Rasulullah ffi dan para Sahabatnya, bahkan kehidupan kaum muslimin secara keseluruhan dan orangorang yang menempuh jalan mereka, semuanya menjadi saksi bahwa -.r.k" *.l"krlk"t, berbagai usaha (mengambil sebab-akibat), giat, dan bersungguh-sungguh.s Syaikh Ibnu Sa'di mengatakan, "Banyak manusia menyangka bahwa menetapkan sebabakibat akan menafikan iman kepada qadha' dan qadar. Ini adalah kesalahan yangf.atal sekali. (Pendapat) ini sama halnya dengan membatalkan takdir dan juga membatalkan hikmah. Seakan-akan orang yang berkeyakinan seperti ini mengatakan .Bahwa iman kepada qadar ialah meyakini keberadan meyakini, daan sesratu dengan ranpa adanya sebab-sebabnyayang bersifat

5

Lihat al-Qadhaa'ual Qadar, karya al-Asyqar, hal. 83-84

Bab Kedua: Syabhat SePutar Qadar

99

syar'i maupun qadari (sunnatullah). Pernyataan ini sama halnya dengan menafikan keberadaan sesuatu itu sendiri. Sebab -sebagaimana telah kami singgung- bahwa Allah telah mengaitkan dan mensistemkan alam semesta ini satu dengan yang lainnya, dan mengadakan sebagiannya dengan sebab perantara yang lainnya. Apakah Anda mengatakan, wahai orangyang berkeyakinan dengan kebodohan, 'Bahwa yang benar adalah pengadaan bangunan dengan tanpa pilar? Pengadaan biji-bijian, buah-buahan, dan berbagai ranaman dengan tanpa ditanam dan diairi? Dihasilkan nya anak-anak dan keturunan dengan tanpa pernikahan? Masuknya seseorang ke Surga dengan tanpa iman dan amal shalih? Serta masuknya seseorang ke Neraka dengan tanpa kekafiran dan kemaksiatan?'

Dengan sangkaan seperti ini otomatis takdir dibatalkan dan hikmah pun dibatalkan pula bersamanya. Tidak tahukah Anda, bahwa Allah dengan hikmah dan kesempurnaan kekuasaan-Nyr, telah menjadikan sebab-akibat? Dan telah menjadikan berbagai jalan dan sarana untuk mencapai tujuan? Dia telah menetapkan hal ini dalam fitrah dan akal, sebagaimana menetapkannya dalam syari'at dan menjalankannya dalam kenyataan. Dia telah memberikan segala sesuatu yang diciptakan-Nya , apa y^ng panras untuknya, kemudian menunjukkan seluruh makhluk kepada apayang telah diciptakan untuknya, berupa berbagai usaha, gerak, dan perangai yang bermacam-macam. Dia membangun perkara-perkara dunia dan akhirat di atas sistem yang indah dan mengagumkan itu yang bersaksi -pertama-tama- kepada Allah, terhadap kekuasaan dan hikmah yang sempurna, serta -yang kedua- menjadikan para hamba sebagai saksi bahwa dengan pengaturan, kemudahan, dan pengarahan ini, Allah mengarahkan orang-orang yang bekerja kepada pekerjaan mereka, dan menggiatkan mereka pada berbagai kesibukan mereka. Seorang pencari akhirat, jika ia mengetahui bahwa akhirat tidak akan diperoleh kecuali dengan beriman dan beramal shalih serta meninggalkan kebalikannya, maka dia akan bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam merealisasikan keimanan dan bersungguhsungguh dalam setiap amal shalih yang menghantarkannya kepada akhirat, serta meninggalkan kebalikan dari hal itu berupa kekafiran 100

Bab Kedaa: Syubhat Seputar Qadar

dan kemaksiatan, dan bersegera untuk bertaubat nashuh (sungguhsungguh) dari segala kesalahan yang dilakukannya. Seorang petani, jika ia mengetahui bahwa tanaman tidak akan diperoleh kecuali dengan menanam, mengairi, dan merawatrtya dengan baik, maka ia akan giat dan bersungguh-sungguh dalam segala cara yaflg dapat mengembangkan dan menyempurnakan tanamannya serta mengusir hama darinya. Seorang pemilik industri, jika ia mengetahui bahwa barangbarang industri dengan berbagai jenis dan manfaatnya tidak akan terwujud kecuali dengan belajar industri, mendalaminya, dan kemudian mengusahakannya, maka dia pun akan bersungguh-sungguh dalam hal itu.

Dan barangsiapa yang ingin mendapatkan anak, atau mengembangkan ternaknya, maka hendaklah berusaha dan bekerja untuk itu. Begitulah seterusnya dalam segala urusan."6 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah '+.;5 berkata, 'Jika hamba meninggalkan apa yang diperintahkan kepadanya dengan bersandarkan pada kitab (catatan takdirnya), bahwa hal itu sudah merupakan suratan takdir yang menghantarkannya sebagai orang yang celaka, maka ucapannya itu tidak ubahnya seperti orang yang mengatakan, 'Aku tidak akan makan dan minum, sebab jika Allah menentukan rasa kenyang dan hilang dahaga, maka hal itu pasti diperoleh, dan jika Dia tidak menghendakinya, maka tidak akan diperoleh.'Atau seperti orang yang mengatakan, 'Aku tidak akan bersenggama dengan istriku, karena jika Allah menentukan kepadaku seorang anak, maka hal itu akan terwujud.'

Demikian pula orang yang melakukan kesalahan dengan tidak berdo'a, atau tidak meminta pertolongan dan tawakkal, karena menyangka bahwa semua itu tidak sesuai dengan qadar. Mereka semua adalah bodoh dan sesat. Bukti mengenai hal ini ialah apa

6

Ar-Riyaadh an-Naadbirab, (no. 125-126). Lihat pula, Sytfaa-ul 'Aliil, hal. 5053, Syaikh 'Abdurrahman ibn Sa'di ua Jubuudubu fii Taailhiibil 'Aqiidab, Dr. 'Abdurr azzaq al: Abbad, hal. 86-89, Taisiir al'Lathiif al'Mannaan fii Kbulaasbah Tafsiiril Qur-aan,Ibnu Sa'di, hal. L2, al-Qadbaa' utal Qadar, Abul \Vafa' Muhammad Darwisy, hal. 53-61, dan alAjubah al'Mufiidah li Muhimtnaatil Aqiidah, Syaikh' Abdurrah m an ad-D ausir i, hal. I 18- 124.

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

101

yang diriwayatkan Imam Muslim ,r:,:a dalam Shabiib-nya dari Nabi ffi bahw a beliau bersabda:

C;.Gi

Jr,

"o!j

:"Ie

i7,; V, 4l., J,bt)'d*-

G

Je

,-f

rl

u!-r ,tk, tk oS ,"rlh ";t i"lr'*U .iri ,iir t:k;*";Li ,:u;ir; c, tr v(_

guhl ah terh a dap ap a- ap a y ang bermanfaat bagimu serta mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah bersikap lemah. Jika sesuatu menimpamu, janganlah mengatakan, 'Seandainya aku melakukan hal itu, niscaya akan demikian dan demikian.' Tetapi katakanlah, 'Ini adalah ketentuan Allah, dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi.'Sebab, kata-kata "rj" (se"ndainya) akan membuka perbuatan syaitan."T "B e rsun gguh-sun

g

Beliau memerintahkannya agar berusaha memperoleh apa yang bermanfaat baginya dan memohon pertolongan kepada Allah, serta melarangnya dari kelemahan, ydru bersandar pada takdir. Kemudian beliau memerintahkan kepadanya, jika sesuatu menimp arya, agar tidak berputus asa terhadap apayangluput darinya, tetapi memandang kepada takdir dan menyerahkan urusannya kepada Allah, sebab, pada posisi seperti ini dia tidak memiliki kemampuan lainnya selain itu. Sebagaimana perkataan sebagian cendekiawan, 'Perkara itu ada dua: perkaruyang bisa disiasati dan perkara yang tidak bisa disiasati. Dalam perkara yang bisa disiasati tidak boleh lemah terhadapnya, dan dalam perkara yang tidak bisa disiasati tidak boleh bersedih karenanya."'8

Di antara yang harus dikatakan kepada orang-orang yang meninggalkan amal karena berdalih dengan takdir adalah: Sesungguhny^yang mengatakan:

'8

HR. Muslim, (r,o.266a). Majmuu'ul Fataawaa, (ryI/25+285). Lihat juga, as-Sunanul llaabiyab, 'Abdulkarim Zaidan, hal. 2l-33.

102

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

/^ 'rr\',ti'# ,?"t\rt o\At irAt ,:6 itrl3 .

il.c

c/

.a;-, .-Ul _::-a *Allah telah menentukan ketentuan-k ulnseluruh "rrn dan bumi"e langit menciptakan 5O.OOO tahun sebelum

*"khlri

dan yang mengatakan: o

&t'r-K lrly Yt/,t,,*'-o;L t*"' y G ,;'a\ "j, \...'-r:.a

'

,(o

o

t/ e

.rtlr,iilt u o

Oz ,.

.

pun dari kalian , tid^k"1" ,.,., ;r*" Orrn yang bernafas, melainkan Allah telah menentukan temPatnya di Surga atau di Neraka."lo

"Tidak

ada seorang

Adalah y ang juga men gatakan:

xi'd, a,H

SS*

lltt.

"Beramallah! Sebab semuanya dimudahkan kepada aPayang ditakdirkan untuknya... ."

(Allah berfirman):

L

'ou -s!;K3-5.)i&3;:i;i cft-

z//

F

(@ "...Apakah kamu beriman kepada sebagian dari al-Kiub (Taurat) dan inghar terhadap sebagian yang lain?... .'(QS. Al-Baqarah:

85).""

e

HR. Muslim, 0ruY50. ro HR. Muslim, NIII/47). " HR. Muslim, NIII/47, no.2647).

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

103

Pembahasan Ketiga

(Bolehkah) Beralasan dengan Takdir atas Perbuatan Maksiat atau dari Meninggalkan Kewaiiban? Keimanan kepada qadar tidaklah memperkenankan pelaku kemaksiatan untuk beralasan dengannya atas kewajiban yang ditinggalkannya atau kemaksiatan yang dikerjakannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah aiii;a berkata, "Tidak boleh seseorang berdalih dengan takdir atas dosa (y^ng dilakukannya) berdasarkan kesepakatan (ulama) kaum muslimin, seluruh pemeluk agama, dan semua orang yang berakal. Seandainya hal ini diterima (dibolehkan), niscaya hal ini dapat memberikan peluang kepada setiap orang untuk melakukan perbuatan yang merugikannya, seperri membunuh jiwa, merampas harta, dan seluruh jenis kerusakan di muka bumi, kemudian ia pun beralasan dengan takdir. Ketika orang yangberalasan dengan takdir dizhalimi dan orang yang menzhaliminya beralasan yang sama dengan takdir, maka hal ini tidak bisa diterima, bahkan kontradiksi. Pernyataan yangkontradiksi menunjukkan kerusakan pernyataan tersebur. Jadi, beralasan dengan qadar itu sudah dimaklumi kerusakannya di permulaan akal."'2

Karena perkara ini menimbulkan banyak bencana, maka inilah pemaparan mengenai sebagian dalil-dalil syar'i, 'aqli (akal), dan kenyataan, yang menjelaskan kebathilan dengan beralasan kepada qadar (takdir) atas perbuatan maksiat, atau dari meninggalkan ketaatan.ll

1. Allah iH berfirman: .te -. "a

tLTiu

fii ;G,j

l;ii

e.

Jruy

lrC.//C-.,

!*lJt OSi)-'i-/- ,. cv*? Majmuu'ul Fataaanaa,

(V[I/

'.lt eic.r;

179). Lihat juga, 'Iqtidhaa' asb-sbiraathal Mus-

taqiim, (IIl858-859). t3

Llha\ Minbaajus Sunnah an-Nabautiyyab, gII/65-78). Dan lihaq Majmuu'ul Fataautaa, (VilI/262-268), Rasaa-ilfil 'Aqiidab, hal. 38-39, dan Lum'atul I'tiqaad bi Syarb Mubammad bin 'Utsaimin,hal.93-95.

104

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

G et t /-

-7rt

c-tb

, t.

r",b"J3"6:t1 lyl:

'piilO#

b

,c'

4t

,;> t> t

t

U

o !7

ct!U 4,7t>cs * (,@, 'or-.F

it

Orang-orang ydng mempersekutuk an A llah, akan mengatak an, 'Jika Atlah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mtngbaramkan barang sesudtu dpa Pun.' Demikian pulalab ordng'ora.ng yang sebelum mereka telab mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan hamu tidak lain banya berdusta. '(QS. Al-An"

'aam: L48)

Kaum musyrikin tersebur berdalih dengan takdir atas perbuaran syirik mereka. Seandainya argumen mereka diterima dan benar, niscaya Allah tidak menimpakan adzab-Nya kepada mereka.

2.

Dia $6 berfirman:

;ti J" ,-,fu.'o&

fi.u"t.Lq|;**:Y llo t

@

"(Mereka Kami utu) selahu Rasul'Rasul pembauta berita gembira dan pemberi peringaun, agdr tidzk ada alasan bagi manusiz untuk membantab Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu.... " (QS. An-

Nisaa': 165) Seandainya berdalih dengan takdir atas kemaksiatan itu diperbolehkan, niscaya tidak ada sebab untuk mengutus para Rasul.

3. Allah memerintahkan hamba dan melarangnya,

serta tidak

membebaninya kecuali apa yang disanggupinya. Allah $6 berfirman:

(('-6r..."kfui Gfiiiraisb ' Ea'; I

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

105

'Mdka bertzkualah kamu kepada Allah menurut kcvngupAnrnu...

."

(QS. At-Taghaabun: 16) Juga firman-Nya yang lain:

(@ "qk}*)w'^i,1*1Y 'Allah tidak membebani

seseorang rnelainkan sesuai d.engan kevng-

gupdnnyd... . " (QS. Al-Baqarah : 286) Seandainya hamba dipaksa untuk melakukan suatu perbuaran, maka dia berarti telah dibebani dengan sesuatu yang dirinya tidak mampu terbebas darinya. Ini adalah suatu kebathilan. Oleh karena itu, jika kemaksiatan terjadi padanya karena kebodohan, lupa atau paksaan, maka tidak ada dosa atasnya karena ia dimaafkan.

4. Qadar adalah rahasia yang tersembunyi, tidak ada seorang makhluk pun yang mengetahuinya kecuali setelah takdir itu terjadi, dan kehendak hamba terhadap apayangdilakukannya adalah mendahului perbuatannya. ladi, kehendaknya untuk berbuat, tidaklah berdasarkan pada pengetahuan tentang takdir Allah. Oleh karena itu, pengakuannya bahwa Allah telah menakdirkan kepadanya demikian dan demikian adalah pengakuan yang bathil, karena ia telah mengaku mengetahui yang ghaib, sedangkan perkara ghaib itu hanyalah diketahui oleh Allah. Dengan demikian, argumennya batal, sebab tidak ada argumen bagi seseorang mengenai sesuaru yang tidak diketahuinya. 5. Seandainya kita membebaskan orang yang berdalih dengan qadar atas perbuatan dosa, niscaya kita telah menafikan syari'at. 6. Seandainya berdalih dengan qadar -semacam ini- bisa menjadi bujjab (argumen), niscaya telah diterima argumentasi dari iblis yang mengatakan, (sebagaimana yang difirmankan oleh Allah):

( O'rr;JJi aL'b

I

L ;J6:'i

6,:*i qoJ G f

"Iblis menjazuab, 'Karena Engkau telah rnengbukumku tersesd.t, ahu benar-benar akan (mengbalangr) mereka dari jalan-Mu yang lurus. " (QS. Al-A'raaf: 16)

106

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

Seandainya dalih mereka diterima juga, niscaya Fir'aun, musuh Allah, ,"rn, dengan Nabi Musa ('{#\), Nabi yang diajak bicara oleh Allah secara langsung. g. Berdalih dengan qadar atas perbuatan dosa dan aib, berarti membenarkan pendapat kaum k4fir, dan ini merupakan kelaziman bagi orang yrt g b.tdrlih, tidak terpisah darinya' 9. Seandainya itu suatu argumen (y^'Bbenar),.niscaya ahli Neraka berargrrmen dengannya, ketika mereka melihat Neraka dan merasa b"h*" mereki akan memasukinya. Demikian pula ketika mereka memasukinya, dan mereka mulai dicela serta dihukum' nprk"h mereka akan berdalih dengan qadar atas kemaksiatan dan kekafiran mereka? mengatakan, sebagaimana Jawabannya: Tidak, bahkan mereka firman Allah,98 tentang mereka:

7.

g: F l)U?i g-,'tar';S*?i,6i (@ -J:1i ,...ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (hembalikan kami ke d.unia) ualaupun dalam anktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan'Mu dan akan mengikuti para Rasul"' '" (QS' Ibrahim:44)

Mereka juga mengatakan:

(@ w'et4tuJ:

b

'...'Yd. Rabb kami, kami telab dikuasai oleh kejahatan kami"' (QS. At-Mu'-minuun: 106)

'"

Mereka juga mengatakan:

( 6/+Ji

Gi

-Ctk

(,'Jrn"ti'4 k ";

Y

sekirany a kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami term.asuh pengbuni Neraka ydng rnenyala-nyala.' (QS. Al-Mulk: 10) ,,...

Bab Ked.ua: Syubhat SePutar Qadar

107

Dan mereka mengatakan:

JrUa

b

"...KAmi dahulu tidak. termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. " (QS. Al-Muddatstsir: 43) Juga perkataan-perkataan mereka lainnya yang mereka katakan.

Seandainya berdalih dengan qadar atas kemaksiaran itu diperbolehkan, niscaya mereka berdalih dengannya, karena mereka sangat membutuhkan sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka dari siksa Neraka Jahannam. . -19. Di antara fiawaban) lain yang dapat menolak pendapat ini adalah, bahwa kita melihat manusia menginginkan sesuatu yang pantas untuknya dalam berbagai urusan dunianya hingga i" jrpri lnemperolehnya. Ia tidak berpaling darinya kepada,.*rt, yrrrg tidak panras unruknya, kemudian berdalih ,tri b..p"lingnya iI darinya tersebut dengan takdir.

. - Lalu mengapa ia berpaling dari apa yang bermanfaat baginya dalam urusan agamanya kepada perkara yrrg -.r.rgikrrrr/" k._ mudian berargumen dengan qadar?! Saya berikan contoh kepadamu yang menjelaskan hal

itu:

Se-

andainya manusia hendak bepergian ke suaru negeri, dan negeri tersebut mempunyai dua jalan: salah satunya amansenrosa d* ylng lainnya terjaditindakan anarkis, kekacauan, pembunuhan,-dai perampasan, manakah di antara keduanya yang akan dilaluinya? Ti{+ diragukan lagi bahwa ia akan menempuh jalan yang per!ama, lalu mengapa ia tidak menempuh jalan ke akhirai -Itrt"i jalan Surga, ranpa melalui jalan Neraka?

Di antarajawaban .berdalih 11,

yang dapat diberikan kepada orang yang dengan takdir ini -berdasarkan madzhabnya- ialah katakan kepadanya, "langanlah engkau menikah! Sebab jika Allah menghendaki kepadamu seorang anak, maka anak itu akan datang kepad-amu dan jika tidak menghendakinya, maka anak tersebut tidak dat*g (walaupun menikah)!" "Janganlah makan dan minum! sebab jikl Allah menakdirkan kepadamu kenyang dan tidak kehausan, maka 108

Bab Kedua: Syubbat Seputar eadar

hal itu akan terwujud dan jika tidak, maka hal itu tidak akan terwujud." 'Jika binatang buas lagi berbahaya menyerangmu, iangan lari darinya! Sebab jika Allah menakdirkan untukmu keselamatan, maka kamu akan selamat dan jika tidak menakdirkan keselamatan untukmu, maka lari tidak bermanfaat bagimu." "Jika kamu sakit, janganlah berobat! Sebab jika Allah menakdirkan kesembuhan untukmu, maka kamu pasti sembuh dan jika tidak, maka obat itu tidak berm anfaat bagimu. " Apakah ia menyetujui kita atas Pernyataan ini ataukah tidak? Jika ia menyepakati kita, maka kita mengetahui kerusakan akalnya dan jika menyelisihi kita, maka kita mengetahui kerusakan ucapannya dan kebathilan argumennya. L2. Orangyang berdalih dengan qadar atas kemaksiatan telah menyerupakan dirinya dengan orang-orang gila dan anak-anak, karena mereka bukan mukallaf (y^ng berlaku padanya hukum syar,i) dan juga tidak mendapatkan sanksi. seandainya ia diperlakukan seperti mereka dalam urusan dunia, niscaya dia tidak akan ridha. 13. Seandainya kita menerima argumen yang bathil ini, niscaya tidak diperlukan lagi istigbfar, tatbat, do'a, jihad, serta amar ma'ruf dan nahi mungkar. 14. Seandainya qadar adalah sebagai argumen atas perbuatan aib dan dosa, niscaya berbagai kemaslahatan manusia terhenti, anarkisme terjadi di mana-mana, ddak diperlukan lagi hudud @atasanbarasan hukum atau hukuman) dan ta'zir (peringatan sebagai hukuman) serta balasan, karena orang yang berbuat keburukan akan beralasan dengan qadar. Kita tidak perlu memberi hukuman kepada orang-orangy^ng zhalimiuga para perampok dan penyamun, ddak perlu pula membuka badan-badan peradilan dan mengangkat para qadhi 6"ki-), dengan alasan bahwa segala yang tetjadi adalah k"r..r. takdir Allah. Dan perkataan ini tidak pernah dinyatakan oleh orang yang berakal. 15. Orang yang berdalih dengan qadar ini yang mengatakan, "Kami tidak akan dihukum, karena Allah telah menentukan hal itu atas kami. Sebab, bagaimana kami akan dihukum terhadap apa yang telah ditentukan atas kami?" Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

109

Kita berikan jawaban unruknya: Kita tidak dihukum berdasarkan catatan terdahulu, tetapi kita hanyalah dihukum karena apa yang telah kita perbuat dan kita usahakan. Kita tidak diperintahkan kepada apa yang Allah telah takdirkan atas kita, tetapi kita hanyalah diperintahkan untuk melaksanakan apa yangDiaperintahkan kepada kita. Ada perbedaan antara apa yangdikehendaki terhadap kita dan apayangdikehendaki dari kita. Apa yang Allah kehendaki terhadap kita, maka Dia merahasiakannya dari kita, adapun apa yang Allah kehendaki dari kita, maka Dia memerintahkan kita supaya melaksanakannya.

Di antara yanglayak untuk dikatakan bagi mereka adalah: Bahwa argumen kebanyakan dari mereka bukanlah muncul dari qana'ab dan keimanan, tetapi hanyalah muncul dari hawa nafsu dan penentangan. Karena itu, sebagian ulama mengatakan mengenai orang yang demikian keadaannya, "Ketika raat, engkau (orang yang berpendapat demikian tadi) menjadi qadari (pengikut paham Qadariyyah) dan ketika bermaksiar, maka engkau menjadi jabari (pengikut paham Jabariyyah).Mazhab apa pun yang selaras dengan hawa nafsumu, maka engkau bermazhab dengannya."la Maksudnya, ketika ia melakukan ketaaran, maka ia menisbatkan hal itu kepada dirinya, dan mengingkari bahwa Allah menakdirkan hal itu kepadanya. Sebaliknya, jika ia melakukan kemaksiaran, maka ia berdalih dengan takdir.

Ringkasnya: Berargumen dengan qadar atas perbuatan maksiat atau meninggalkan ketaatan adalah argumen yang bathil menurut syari'at, akal, dan kenyataan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiryah ,rii4-, berkata renrang orang-orang yang berdalih dengan qadar, "Kaum tersebur, jika tetap meneruskan keyakinan ini, maka mereka itu lebih kafir dari orang Yahudi dan Nashrani."15

t' ls

Majmuu'ul Fataatoaa, (|IJI/tO7). Majmuu'ul Fataaaua, NIII/262).

110

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Kapan Dibolehkan Berdalih dengan Qadar?

Diizinkan berdalih dengan qadar pada saat musibah menimpa manusia, seperti kefakiran, sakit, kematian kerabat, matinya tanaman, kerugian harta, pembunuhanyangtidak disengaia, dan sejenisnya, karena hal ini merupakan kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Maka berdalih dengan takdir hanyalah terhadap musibah, bukan pada perbuatan aib.

"Orang yang berbahagia, ia akan beristighfar dari perbuatan aib dan bersabar terhadap musibah, sebagaimana firman-Nya:

(@

14'y-*i':; 4i q rr*cb

'Maka bersabarlab kamu, karena sesunggubnya janji Allah itu bmar, dzn rnobonkb ampunan untuk dosamu....'(QS. Al-Mu'-min: 55)

Sedangkan orang yang celak a, ia akan bersedih ketika menghadapi musibah, dan berdalih dengan qadar atas perbuatan aib (y^ng

dilakukanny^)."'u

Contoh berikut ini akan menjelaskan hal itu: Seandainya seseorang membunuh orang lain tanpa disengaja, kemudian orang lain mencelanya dan ia berargumen dengan takdir, maka argumennya tersebut diterima, tetapi hal itu tidak menghalanginya untuk diberi sanksi.

Tetapi, seandainya seseorang membunuh yang lainnya dengan sengaja, kemudian pembunuh dikecam dan dicela atas perbuatatnya itu, Ialu ia berdalih dengan qadar, maka alasannya itu tidak bisa diterima. Karena itu, Nabi Adam dapat membantah Nabi Musa D@, sebagaimana dalam sabda Nabi ffi mengenai perdebatan keduanya:

'aL'ti,5iir '" triYbr qn\ t6

lii

'Ci ,;"-; {'ltd

;";

Majmuu'ul Fataauaa, (rrl8s7-8s8).

,;";') i;t'"r r. Ci :1;t {',St- rF 'd':!W

W454).

Lihat juga, Iqti"dbaa'ash'Sbiraatbal Mustaqiim

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

ttl

',olci..y!.1

,y P r$

-$

'-/\ *-d"*' "i.,.

o tol.a!

,.2-

!

ca,)\S.l,

olL,

A

&t

;.jirr#'r;{l"oi t)J\g-

"Nabi Adam dan Nabi Musa D4 berbantah-bantahan. Nabi Musa berkata kepadanya, 'Engkau Adam yang kesalahanmu telah mengeluarkanmu dari Surga?' Nabi Adam menjawab kepadanya, 'Engkau Musa yang dipilih oleh Allah dengan risalah-Nya dan berbicara secara langsung dengan-Nya, kemudian engkau mencelaku aras suaru perkara yang telah ditakdirkan atasku sebelum aku diciptakan?'Maka, Nabi Adam dapat membantah Nabi Musa."17

Nabi Adam $4\ tidak berdalih dengan qadar atas dosa yang dilakukannya, sebagaimana diduga oleh sebagian kalangrrr, d"r,

Nabi Musa *g\ pun tidak mencela Nabi Adam atas dosany", krr..r, dia.mengetahui bahwa Nabi Adam telah memohon ampun kepada Rabb-nya dan bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnyrf -.r.ii-" taubatnya, dan memberi petunjuk kepadanya. Dan orang yang bertaubat dari dosa'adalah seperti' or ang'yang ila* memilifi dosa. _ Seandainya Nabi Musa >{gl msr..la Nabi Adam {+*j\ 21", O"rbuatan dosa yang dilakukannya, niscayaNabi Adam menjawabnya, "Sesungguhnya aku pernah melakukan dosa lalu aku bertaubat, lantas Allah menerima taubatku." Dan niscaya Nabi Adam pun berkata kepadanya, "E-ngkau, wahai Musa, juga pernah membunuh seorang manusia, melemparkan lembaran-lembaran wahyu, dan dosa lain selain itu." Tetapi Nabi Musa hanyalah menghujai dengan musibah,lalu Nabi Adam membantahnya dengan takdii.,8 _ "4p, saja musibah yang telah ditakdirkan, maka wajib pasrah kepadanya, karena hal itu merupakan kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Adapun perbuatan doia, maka tidak Uotet seorang pun melakukan perbuaran dosa. Seandainya pun ia meHR. Muslim, kitab al.Qadr, (V[I/50, no.2652). Lihaq Majmuu'ul

Fataanaaa, ^..ff/l78), Minbaajus Sunnah, (m/78-81), al-Ibtijaaj bil Qadar,Ibnu Taimiyyah, hal. 18-22, al-Furqaaa, Syaikhul Islam, hal. i03705, al-Aadaabusy Syar'iyyaE, Ibnu Muflih, [/258-260), dan al-Bidaayah uan

Nibaayah, Ibnu Katsir,

112

(/

83-87).

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

lakukan suatu dosa, maka ia harus beristighfar dan bertaubat. Jadi, ia (harus) bertaubat dari perbuatan aib dan bersabar terhadap musibah."" Di antara orang yang diperbolehkan berdalih dengan qadar ialah orang yang telah bertaubat dari dosa. Seandainya ada seseorang yang mencela perbuatan dosa yang dia telah taubat darinya, maka dia boleh berdalih dengan qadar. Seandainya ditanyakan kepada seseorang yang telah bertaubat, "Mengapa engkau pernah melakukan demikian dan demikian)" Kemudian dia menjawab, "Ini karena qadha' Allah dan qadar-Nya, sedangkan aku sendiri telah bertaubat serta beristighfar." Niscaya alasan darinya dapat diterima.zo

Kemudian, seseorang tidak boleh mencela orang yang telah bertaubat dari dosanya, sebab yang menjadi pertimbangan ialah kesempurn aarl yangterakhir, bukan kekurangan pada permulaannya.

Pembahasan Keempat

Kehendak Allah (al-Iraadah ar-Rabbaaniyyah) A l - ir a a dah ar - r a b b aa n iyy ab Q<ehendak

Allah,F.) terbagi menj adi

dua macam:

1.

Iraadah kauniyyah qadariyyah (Sunnatullah). Iraadab ini semakna dengan masyii-ab (kehendak Allah), dan mengenai iraadah ini, tidak ada sesuatu pun yang keluar dari ruang lingkupnya. Orang kafir dan muslim sama berada dalam iraadab kauniyyab ini. Sebab, ketaatan dan kemaksiatan semuanya adalah dengan masyii-ab dan iraadah Allah.

Di antara contohnya ialah firman Allah,F.,r: Syarb atb-Thahaauiyyah, hal. 147, dan lihat, al'Fataauaa al'Kubraa,lbr.u Taimiyyah, A / rcr, at-Tadmuriyyab, hal. 23 l, serta lihat, al'Masaa-ilul latii Lahbhhasbahaa Syaihhul Iskam Muhammad bin'Abdil lVabbab min Fataautaa I bni Taimiyyab, hal. 3 4.

Lrhat, Syifaa-ul'Aliil, hal. 35, dan lihat, al-Qadhaa'utal Qadar, As'ad Muh . 24, dan Taqriib at-Tadmuriyyab, Ibnu 'IJtsaimin, hal.115. hammad ash-Shaghirji,

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

113

(@

"d'\;

>a

47;*{\)i lr:il:s...Y

"...Ddn apabila Allah mengbendaki keburukan terhadap sud.tu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya... . " (QS. Ar-Ra'd: 11)

Dan firman-Nya:

b

*Y ,irr*'dr^-,XJj1 oi fiti )r d dlL a ; Gr,ii -* "J;+,^U.- oi "r; u,',

Y

(@

"r-taicru-

"Barangsiapd yd.ng Allab menghendaki akan memberikan kEa-

danya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikebendahi Allah kesesatannya, nisca.ya Allah menjadikan dadanya sesah kgi sempit, seohb-okb iz sedangmmdaki he hngit..... '(QS. Al-An'aam: 125)

2.

Iraadah syar'iyyah diiniyyah (syari'at).

Iraadah ini mencakup kecintaan Allah dan ridha-Nya.

Di antaracontohnya ialah firman Allah

friiaL;

*:

dH:

. - R1 t t-

,d7 t

J

r

,:41 +-4r atll -t-r-r*... F J-\';. {r."-*, \ \=.1

'...Allab mengbendaki kemudahan bagimu, dan ti.dak mengbendaki kesukaran bagimu... ." (QS. Al-Baqarah: 185) Juga firman-Nya yang lain:

aAoi L",-fri,y "Dan Allah hendak mmerima taubatmu... . " (QS.

An-(isaa':

22)

Juga firman-Nya:

ll4

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

,.f,t /cf G 4

i;;x-ni

*j t

F

'...Allab tid.ak bermaksud menyulitkd.nrnrt, tetapi Dia hendih rnembersibkanmu.... " (QS. Al-Maa-idah: 6)2'

Perbedaan antara Kedua kaadah22 Antara iraadab kaunilryah dan iraadah syar'lryah terdapat beberapa perbedaan yang membedakan masing-masing dari keduanya. Di antara perbedaan-perbedaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Iraadah kauniyyab

adakalanya disukai Allah dan diridhaiNya, dan adakalanyatidak disukai dan tidak diridhai-Nya. Adapun iraadab syar'iyyab adalah dicintai Allah dan diridhai-Nya, karena iraadab kaunilryah itu semakna dengan masyii-ah (<ehendak), sedangkan iraadah syar'iyyab itu semakna dengan mahabbah (cinta).

2.

Iraadah hauniyyah adakalanya dimaksudkan untuk yang Iain, misalnya penciptaan iblis dan seluruh keburuk^n, agar dengan sebab itu diperoleh berbagai perkara yang dicintai, seperti taubat, mujahadah, dan istighfar. Adapun iraadab syar'i'1ryah ditujukan untuk dzarnya itu sendiri, sebab Allah menghendaki ketaatan dan mencintainya, mensyari'atkan, dan juga meridhai dzatnya itu sendiri. 3. Iraadab kauniyyah pasti terjadinya, karena jika Allah telah menghendaki sesuatu, maka pasti terjadi, seperti menghidupkan seseorang atau mematikannya, atau selain itu.

:1

Lihat, Minhaajus Sunnah an-Nabawiyyab, [il/l5GL57), alJstiqaamab, [/433), dan lihat, komentar Syaikh Ibnu Baz terhadap al-lVaasithiyyab,hal.4l. 22 Lihat, Minbaaj us Sunnah an-Nabaui1ryar, (III/ 1 80- 1 8 3, V / 460, 414, dan YII/ 72-73). Lihat pula, Syifaa-ul'Aliil,hal.557, Madaarijus Saalihiin, I/264'268), Tanbiib Dzawil Albaab as-saliimab 'anil Vf'uquu'fil Alfuazhil Mubtadi'ab al-Vahhiima&, Syaikh Ibnu Sahman, hal. 6l-62, komentar Ibnu Baz terhadap al-lV'aasithiyyah,hal.4l, Syarbul Vlaasithiyyah, al-Harras, hal. 100, Syarb al-lVaasitbiyyah, Shalih al-Fauzan, hal. 42-43, al-Qadbaa' ual Qadar, al-Asyqar, hal. 1062, dan at-Ta'liqaat 'alaa Lum'atil lTiqaad, Syaikh 'Abdullah bin Jibrin, hal. 60-61. Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

1ls

"l

Adapun iraadah syar'i1ryab, seperti Islam misalnya, maka tidak harus terjadi, tapi bisa terjadi dan bisa tidak terjadi. Seandainya pasti terjadinya, niscaya manusia seluruhnya telah menjadi muslim.

4.

Iraadah kauniyyah adalah berkenaan dengan rububiyyah Allah dan penciptaan-Nya, sedangkan iraadab syar'lryah berkenaan dengan uluhiyryah Allah dan syari'at-Nya.

5.

Dua iraadah ini berhimpun dalam diri orang yangtaat. Orang yang telah melaksanakan shalat, misalnya, maka ia telah mengumpulkan di antara keduanya. Sebab, shalat itu dicintai Allah, Dia memerintahkannya, meridhai, dan mencintainya. Hal tersebut merupakan sisi dari iraadah syar'i1ryah. Dan karena perbuatan tersebut telah terjadi, maka ini menunjukkan bahwa Allah menghendaki adanya, sehingga menjadi iraadah kauniyyah dari sisi ini. Oleh sebab itu, maka d:ua iraadab tersebut berhimpun pada diri orang yangtaat. Sedangkan iraadah kauniyyab, ia menyendiri, misalnya dalam kekafiran orang yangkafir dan kemaksiatan orang yang bermaksiat. Karena hal itu telah terjadi, maka hal ini menunjukkan bahwa Allah menghendaki-Nya, karena sesuatu tidak terjadi kecuali dengan masyii-ab (kehendak)-Nyr. Dan karenahal (lrangterjadi) itu tidak dicintai dan tidak diridhai Allah, maka menunjukkan bahwa ini adalah iraadab kauniyyah bukan iraadab syar'iyyah. Sementara iraadah syar'iyltah pun menyendiri, misalnya dalam keimanan orang kafir dan ketaatan orang yang bermaksiat. Karena hal ini dicintai Allah, maka ini adalah iraadab syar'iyyah. Tapi karena belum terjadi -padahal Allah memerintahkannya dan mencintainya- maka menunjukkan, bahwa ini iraadah syar'i1ryab semata, sebab ini adalah sesuatu yang dikehendaki lagi disukai yang belum terjadi.

6.

Iraadab kaunil,yab lebih umum dari segi keterkaitannya dengan

tidak sukai Allah dan tidak diridhai-Nya, seperti kekafiran dan kemaksiatan, dan lebih khusus dari segi bahwa ia tidak bertalian dengan -misalnya- keimanan orang kafir dan ketaatan orang yang fasik. sesuatu yang

Sedangkan iraadab syar'iyyab, maka ia lebih umum dari segi keterkaitannya dengan segala yang diperintahkan, baik yang sudah 116

Bab Kedua: Syubbat Seputdr Qadar

terjadi maupun yang belum terjadi, tapi lebih khusus dari segi bahwa apa yang terjadi dengan iraadab syar'iyyah adakalanya tidak diperintahkan. Inilah beberapa perbedaan di antara kedua iraadah tersebut. Barangsiapay^ng mengetahui perbedaan di antara keduanya, maka ia selamat dari berbagai syubhat yang telah menggelincirkan banyak telapak kaki dan menyesatkan pemahaman. Barangsiapa yang memandang amalan-am alan yang muncul dari para hamba dengan dua pandangan ini, maka ia telah melihat (dengan benar), dan barangsiapa yang melihat syari'at tanPa qadar atau sebaliknya, maka ia adalah orang yang buta.'i

Contoh-Contoh mengenai Perkara-P erkara Syar'iyyab dan Kauniyyab Sebagaimana (pembagian) lraadah, ada yang kauntlryab qofurryyo!

dan adalug yang syar'iyyah diiniyyab,demikian pula kitaabab (penulisan, ketetapan), perintah, izin, meniadikan, firman, Pengut.rr"rr, pengharaman, pemberian, kebencian, dan sejenisnya- Semua perkara ini, di antaranya adayang syar'i dan ada yang kauni. a. Di antara contoh kitaabah yang bersif.at kauniyyah ialah (seperti) firman Allah &:

(6

-S:tu\

Ui':* I'i*:sY

'Alldh telab meneupkan, Aku dan Rasul'Raswl-Ku pasti menang..- ." (QS. Al-Mujaadilah: 21) Sed'angkan di antara contoh h,itaabah yang bersif-at syar'iyyab ialah (seperti dalam) firman-Nya:

(@

?wiQ,s *

"...Diuajibkan atas kamu berpuasa...." (QS. Al-Baqarah: 183) b. "Perintah" yang bersif.ar kauni ialah (seperti dalam) firmanNya: 23 Liha\

al - I stiqaamab,

Ibnu Taimiyyah,

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

(I/

7

8).

177

4@fl\ #"tt7,3ile|i

"sY

"Dan perintab Kami banyalab satu perkataan seperti kejapan matA."

QS. Al-Qamar: 50) Sedangkan yang bersifat syar'iialah (sepeni dalam) firman-Nya:

(6r ,1-*-lisIAWUii'"otsb "Sesunguhnya Allah menyurub (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan... ." (QS. An-Nahl: 90)

c.

"Izin" yang bersifat kauni ialah (seperri dalam) firman-Nya:

(.\7131 "iui q;y.*l

*i b -rijler^ u, f

"...Ddn mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudbarat dengan sibirnya kepada seordng pun, kecuali dengan izin Allab... . " (QS. Al-Baqarah:102) Sedangkan yang bersifat syar'iialah (seperti dalam) firman-Nya:

{@

Srii;t'i J';i

b

"E 3>i',6T...r

"...Apakah Allab telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terbadap Allah?'(QS. Yunus: 5e) Juga (seperi dalam) firman-Nya:

r :?.

O)t{

"l G,.;".Ji G -ii \rL"

lbA ;il ?i b LtiI / ^ Q fr-,,i1... aljl

a-r

"Apakab mereka mempunyai sembahan-sembaban selain Allab ydng rnensyd.ri'atkan untuk mereka d.garnct. yang tidah diizinkan Allah... ." (QS. Asy-Syuura:21)

d.

"Menjadikan" yang bersifat kauni ialah (sepeni dalam) fir-

man-Nya: 118

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

zCu

Y

3"rfl ;",kri'fri J;+ -A).,3-L F (@

1rt'ri

Begitulab A llab menirnpakan s iksa kepada ordng-ordng ydng tidak berirnan. (QS. Al-An'aam: 125) "...

Sedangkan yang syar'i ialah (seperti dalam) firman-Nya:

(@ bt;*s:eb':ri,E;b

"Allah sekali-kali tidak pernab rnensyari'atkan adanya bahiirab, saaibah.... " (QS. Al-Maa-idah: 103)

Adapun dalam firman-Nya:

{6y ?pi,;i'Asii,fri,Ey itu....

" (QS. A1"Allah telah menjadikan Ka'bah, rumab suci Maa-idah:97) Maka pada ayat ini tercakup dua iraadab. Sebab, Allah menjadikannya dengan qadar dan juga dengan syari'at-Nya. e. Demikian pula "kalimat (firman)," di antaranya ada ya;ng kauni, (sepeni) firman-Nya,

"€t

i*

O,ifi

*

u; J3

*,ru; is b I cl 1 (/ G) o_*h\

"Demikianlah telah tetap bukuman Rabb-mu terhadap ordngordng yang fasik,, harena sesunggubnya mereka tidah beriman. " (QS. Yunus: 33) Sedangkan yang syar'i, adalah (seperti dalam) firman-Nya:

(6 fri;r*"b "...1a sempat

y

mendengarfirman Allah.... " (QS. At-Taubah: 5)

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

tt9

Kedua jenis ini berhimpun dalam firman-Nya:

(@, W;,A*C*1Y At-Tahrim: .'

"...DAn di"a rnembenarkan kalimat Rabbnya...

(QS.

t2)

f.. Demikian pula "pengutusan (ba't)," adayangkauni, (seperti dalam) firman-Nya:

t{.....b "...Kami datangkan kepadamu bamba-hamba Kami...." (QS. Al-Israa': 5) Ada pula yang syar'i, (seperti dalam) firman-Nya:

(@, d)ir\)iui.Y "...Maka

Allah mengutus para Nabi...." (QS. Al-Baqarah:213)

Dan firman-Nya: Lou

( ,@ ... ;fi\1

C-;

iz

t

c5/Jr;^ B

'Dia-lab yd.ng rnengutus kepada kaum yang buta buruf.-.." (QS.

Al-Jumu'ah:2) g. Demikian pula pengutusan (irsat) firman-Nya:

ada yang

kauni, (seperti)

(@ d")iUir, is\

Dan Dialab yang meniupkan angin.... '(QS. AI-A'raaf.:57)

Dan ada jugayangsyar'i, (seperti dalam) firman-Nya:

(@ --utt9,{i; U'i G.

iY

"Diz-lah yang lnengutus Rasul-Nya dcngan membauapetunjuk... (QS. Ash-Shaaf:9)

120

.'

Bab Kedaa: Syubbat Seputdr Qadar

h.

"Pengharaman" yangbersifat kauni, (sepeni dalam) firman-

Nya:

,,Dan

Kami cegab Musa dari menyusu kepada perenxPuan-WernPud.n ydng 7r7au menyusui(nya)..- ." (QS. Al-Qashash: 12) Sedangkan yang syar'i (seperti firman-Nya):

( @ ."(? l^3

G

;ti 3;

"# ?is

V

"Dan diharamkan atd,srnu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam keadaan ibram....'(QS. Al-Maa-idah: 95) i. "Pemberian" yangbersifat kauni adalah (seperti dalam) firman-Nya:

(

@

';t:""i ,iLi e.Y"i'i',.Y c_.

'...Allab memberikan pemerintaban kepada daki-Nya.... ' (QS. Al-Baqarah: 247) Sedangkan yang bersi far man-Nya:

siapa yang dikehen'

diini (syar'i) adalah (seperri dalam) fir-

/ /t S lr*r ... 6:.iJ '...Peganghh dcngan tegub apa yang Kami furikan kepa'damu

"' '"

(QS. Al-Baqarah:93)

Dan juga (seperti dalam) firman-Nya,

(@, -l4i;L:Z;i (_

"Alhb memMiknn bikmah kEod" (QS. AI-Baqarah:269)

siapa yang

eiu-

dikebmdaki'Nya"'''

aras mencakup dua jenis iraadab, karena Dia memberikan keduanya: perintah dan agama serta taufik dan ilham'

Ayat di

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

127

j.

Demikian pula "kebencian," adayang kauni, (seperri dalam) firman-Nya:

(@ "&t;i{\i;A,f,, y "...Tetapi Allah tidak menyukai keberargloron mereha... .,, (QS. At-Taubah:45)

Dan

ada juga yang syar'i, seperri dalam

firman-Nya:

{@t K tLYr',3rs ,;Y- ig:tU.'5 S y .'-t:

itu kejahatannyd dlr'tctt dibenci Al-Israa': 38) "Semud

di

sisi

Rabb-mu. " (eS.

Perbedaan-perbedaan di antara perkara-perkara ini -dari satu sisi bahwa di antaranya ada yang syar'i diini dan ada yang kauni qadari- adalah seperri perbedaan-perbedaan antaradua iradah, yaitu ada yang kaunlryah qadarlryab dan ada yang syar'iyyab diinlryah.

Pasal Kedua

BERBAGAI PERMASALAHAN SEPUTAR TAKDIR DAN JA\T/ABANNYA Pembabasan Pertama

Apakah Keburukan Dapat Dinisbatkan kepada Allah Ta'ala? Jika seseorang bertanya: Kita beriman kepada qadar, baik dan buruknya, yang berasal dari Allah, tetapi apakah dibenarkan menisbatkan keburukan kepada Allah Ta'ala? Apakah ada hal yang buruk dalam perbuatan-perbuatan-Nya? Jawabannya: Allah $i! adalah Mahasuci dari keburukan, dan tidak berbuat kecuali kebaikan. Qadar yang dinisbatkan kepada Allah tidak berisikan keburukan dalam satu segi pun. Sebab, ilmu Allah, pencatatan , masyii-ah dan pencipraan-Nya, semuanya iru 122

Bab Kedua: Syubbat Sepiltdr Qadar

murni kebaikan dan sempurna dari segala segi. Keburukan tidak boleh dinisbatkan kepada Allah dari satu segi pun, tidak dalam Dzat-Nya, tidak dalam Asnu (nama-nama) dan sifat-Nya, serta ddak pula dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Seandainya Dia melakukan keburukan, niscaya telah terambil suaru nama dari keburukan rersebut untuk-Ny", dan tidak akan pula semua Asma-Nyaitv husna (indah), tetapi njscaya akan tertuju t.prd*y" hukum dari keburukan. Mahatinggi dan Mahasuci Allah (dari semua itu). Keburukan hanyalah ada pada makhluk-Nya. Keburukan itu berada dalam apa yangditentukan (al-maqdhi), bukan ada dalam kerenruan (al-q)dha). Ia menjadi buruk bila dihubungkan pada suaru rempar, dan baik bila dihubungkan pada tempat lainnya. Adakalanya menjadi baik bila dihubungkan pada tempatnya (atau t.rjrr"n.,ya) dari satu sisi, sebagaimana ia buruk dari sisi lainnya, bahkan itulah yang umum. Hal ini seperri qishash, penegakan hudud, dan membunuh orangorang kafir. Hal itu buruk bagi mereka, bukan dari segala sisi, tetapi lari satu sisi saja, tapi baik bagi selain mereka karena berisi kemaslahatan untuk menjerakan, menghukum, dan menolak keburukan manusia satu sama lainnya. Demikian pula penyakit, meskipun buruk dari satu sisi, tetapi baik dari sisi-sisi lainnya' Kesimpulannya, bahwa keburukan itu tidak dinisbatkan kepada Allah iH, L"r..r" terdapat keterangan dalam Sbahiih Muslim bahwa Nabi ffi menyanjung Rabb-nya dengan mensucikan-Nya dari keburukan, lewat do'a istiftah, yaitu dalam ucaPan beliau:

& 7':,Fi:j:* i

;Uy A'.bt t,:,r;* ; . ...:.iw3',S'rti,4{s'+6i "...Aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati, kebaikan seluruhnya ,da Ji kidua tangan-Mu, dan keburukan tidaklah dinisbatkan kepada-Mu. Aku berlindung dan bersandar kepadaMu, Mahasuci Engkau dan Mahatinggi...

."zo

24 HR. Muslim, kitab Shalaatul Musaafiriin, (/535, rc.771)' Bab Kedua: Syubbat SePutar Qadar

723

Ibnul Q"fyi- ag berkata, mengomentari hadits ini, "Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari penisbatan keburukan kepada-Nya, bahkan segala yang dinisbatkan kepada-Nya ialah kebaikan. Keburukan hanyalah menjadi keburukan karena rerpurus hubungannya kepada-Nya. Seandainya dihubungkan kepada-Nya, niscaya bukan suatu keburukan. Allah menciptakan kebaikan dan keburukan, lalu keburukan itu ada pada sebagian makhluk-Nya, bukan dalam penciptaan dan perbuatan-Nya. Penciptaan, perbuaran, qadha', dan qadar-Nya adalah baik seluruhnya. Karena itu Dia lH suci darikezhaliman, yang mana hakikat darikezhaliman itu sendiri ialah meletakkan sesuaru bukan pada temp atnya. Tidaklah Dia meletakkan sesuatu, kecuali pada tempatnya yang cocok, dan hal itu baik seluruhnya. Keburukan adalah meletakkan sesuaru bukan pada temp atnya,jika diletakkan pada temparnya, maka ia tidak buruk. Dengan demikian telah diketahui bahwa keburukan tidak dinisbarkan kepada-Nya, dan namanama-Nya yang husna membuktikan hal iru."2s Ia jlrga mengatakan, "Nama-nama-Nya yang b usna menghalangi penisbatan kejahatan, keburukan dan kezhaliman kepada-Nya, meskipun Dia $# Pencipta segala sesuaru. Dia Pencipra manusia, perbuatan, gerakan, dan ucapan mereka. Jika hamba melakukan keburukan yang terlarang, maka hamba itu sendirilah yang telah melakukan keburukan.

Allah CE-lah yang membuamya melakukan demikian. PenciptaanNya ini adalah keadilan, hikmah, dan kebenaran. Dia menjadikan orang yang berbuat (untuk kejelekan itu) adalah merupakan suaru kebaikan, sedangkan perbuatan yang dilakukan pelakunya adalah keburukan. Allah ffi, dengan perbuatan ini, telah meletakkan sesuaru pada tempatnya, karena hal itu berisi hikmah yang mendalarnyarrg Dia berhak dipuji karenanya, semua itu adalah kebaikan, hikmah,

2t

Syifua-ul Ati;.t, h^1. 364-365. Lihat juga, Minhaajus Sunnab, III/L42-t44), dtTafsiirul Qaryyim, hal. 550-555, Madaarijus Saalikiin, (/409), Badaa-i'ul Fautaaid,Ibnul Qayyim, (II/214-215), ar-Raudhab an.Nadiyyab, hal. 354-350, dan al-Hikmab fii Afaalillaab, Dr. Muhammad bin Rabi' al-Madkhali, hal. 199204.

124

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

dan kemaslahatan, meskipun perbuatan yangterjadi dari hamba adalah dosa, aib, dan keburukan."26 "Iwalhasil, bahwa keburukan tidaklah dinisbatkan kepada Allah Ta'ala, karena yang dimaksud dengan keburukan ialah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, yaitu kezhaliman, yang lawannya ialah keadilan, dan Allah adalah Mahasuci datikezhaliman' Jika yang dimaksudkan dengan keburukan adalah hukuman y""g aiUltikan, disebabkan dosa yang dilakukannya, maka dengan Allah mengadakan sanksi aras dosa, hal itu bukanlah termasuk keburukan bagi-Nya, bahkan itu adalah keadilan dari-Nya' tidak adanya Jika yang dimaksudkan dengan keburukan itu ialah kebaikan dan faktor-faktor yang menghantarkan kepada kebaikan itu, maka ketidakadaanrLyaitu bukanlah perbuatan, sehingga bisa dinisbatkan kepada Allah. Hamba tidaklah memiliki hak terhadap Allah agar Dia memberikan taufik kepadanya, sebab hal ini adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nyr. Dan, menghalangikarunia bukanlah merupakan suatu kezhaliman dan bukan pula keburukan."2z Syaikhul Islam +s berkata, "Allah tE, tidak membutuhkan seluruh hamba-Ny a. Dia hanya memerinrahkan mereka kepada apa yangbermanfaat bagi mereka, dan melarang mereka dati apa yrrrg -.t rbahayakan mereka. Dia berbuat baik kepada seluruh ir"*ba-Nya dengan memerintahkan kepada mereka, dan berbuat baik kepada mereka dengan menolong mereka dalam ketaaran. Seandainya, seorang alim yang shalih memerinrahkan manusia kepada apayangbermanfaat bagi mereka, kemudian dia membantu ,.brgi"rr^ot".rg .rt t.tk melakukan aP^ yang ia perintahkan kepada *.rJkr, dan tidak membantu yang lainnya, niscaya ia (dianggap) telah berbuat baik kepada mereka seluruhnya secara semPurna, dan tidak berbuat zhalim kepada orang yangia tidak berbuat baik kepadanya. 26 sytfaa-ul ,Aliil,hoJ.366

2'

dan lihat juga hal, 35&385 dari bu_ku yang sama. Lihat Sunnah, iiia. Minhaaius A/A5-146-d^nIII/142-145), al-Hasanab,tas Sayyi-ab, lb"n" Taimiyyah, hal. 52-53, dan Tltariiqul Hijratain,hal' 172-l8l'

Al-Hihmah uat Ta'liil lii Afaaliltaab, hd. 202, dan lihat ptia, Dafu lihaamal Idbtbiraab'an A ayaatil Kiiaab, Syaikh' A llamah Muhammad al-Amin asySyanqithi, hal. 286-287 .

Bab Kedua: Syubbat SePutar Qadar

125

Dan seandainya dia menghukum orang yang berbuat dosa dengan hukuman yang dituntut oleh keadilan dan kebijaksanaanny", ,rircayaia pun dipuji atas hal ini dan juga hal itu. Bandingkanlah hal ini dengan kebijaksanaan Hakim yang paling . .. bijaksana danPenyay,ang Yang paling menyayangi? Sebab, pirintahNya adalah bimbingan, pengajaran, dan petunjuk kepada kebaikan. Jika Dia membanru mereka atas perbu a:zn yang diperintahkan, maka Dia telah menyempurnakan nikmat atas perkara yang diperintahkan, dan Dia disyukuri atas hd ini dan juga hal it". 1ik1 p"n Dia tidak menolongnya, bahkan membiarkannya, sehingga ia melakukan dosa, maka dalam hal ini Dia mempunyai hikmah yang

_

_

lain."28

jika seorang hamba telah mengetahui apayangme.Kemudian rugikan dan apa yang berm anf.aat baginya, maka ia birkehairr"r, untuk tunduk kepada Allah,99.,, sehingga Dia menolongnya untuk mel akukan ap a y ang bermanfaa t baginy a, dan tidak men garakan, "Aku tidak akan berbuat, sehingga Allah menciptakan perbuatan padaku." Demikian pula seandainya musuh atau binaiang buas menyeranglya, maka ia harus lari dan tidak mengatakan,..Aku akan menunBgu, hingga Allah menciptak an laripadaku.',2, Dari sini nampak jelas bagi kita bahwa keburukan itu tidak dapat dinisbatkan kepada Allah,€. Pembabasan Kedua

Bagaimana (Penielasan mengenai) Allah Menghendaki Sesuatu, sedangkan Dia Tidak Menyukainya?3o

Jik" ditanyakan: Bagaimana

(penjelasan mengenai) Allah menghendaki suatu perkara, dan dalam waktu yanB sama Dia tidak me28 Mi.nhaajus Sry1nalt, (IIII38). Lihat juga, al-Ihbtilaaf fil Ldfzh, hal. 34-36, dan Risaalab ats-Tsaghar, hal. 85.

2e Lihat, al-Qadbaa'ual Qadar, al-Mahmud, hal. 2gO. -10 Lihat perincian hal itu dalam syifua-ul-'Aliil, haJ- 364-412 dan 445-460. Lihat pula, Tbariiqul Hiyaatain, hal. 181-183, al-Fawaa-id, hal. 136140, Muqaddimah Miftaah Daaris Sa'aadab, hal. 3 dan sesudahnya dari muqaddimah iersebut,

Madaa.rijus.Saalikiin, (/264-269

danrr/l9o-tst),

syarb al-iAqiidah at-Thahaa-

?tyyah, h^1. 252-256, al-Hikmah wat Ta'liil fii Afialillaab, h^1. 205-210, d^, Lautuaami'ul Anuaaril Babiyyab, (/ 339 -343). 126

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

ridhainya dan tidak menyukainya? Bagaimana mengompromikan anrara kehendak-Nya kepada hal tersebut dan kebencian-Nya? Jawabann ya: Apayang dikehendaki itu ada dua macam: apa yang memang dikehendaki dan apayangdikehendaki unruk selainnya. Apa yang memang dikehendaki, maka itulah yang dituiu lagi dicintai, dan di dalamnya mengandung kebaikan. Inilah yang dimaksud denga n iraadatul gbaayah anal maqaasbid (tulttarn yang dikehendaki). Sedangkan apa y^ng dikehendaki untuk selainnya, adakalanya bukan tujuan yang dikehendaki-Nya dan tidak ada kemaslahatan di dalamnya, apabila melihat dzatnya -meskipun sebagai sarana menuju tujuan dan apa yang dikehendakiNya. Hal ini adalah tidak disukai oleh-Nya dari segi dzatnya, tetapi dikehendaki dari segi qadha'-Nya dan dihubungk^Lnya kepada kehendak-Nya. Maka berhimpunlah dua perkara: kebencian-Ny" dan kehendak-Nya, dan keduanya tidak saling bertentangan. Jadi, Dia tidak menyukai dari satu segi tapi menyukainya dari segi lainnya. Ini adalah perkara yang sudah dimaklumi oleh manusia. (Contohnya) obat yang tidak disukai, baik rasa mauPun baunya, iika manusia mengetahui bahwa di balik obat itu terletak kesembuhannya (denganizin Allah), maka ia membencinyadari satu segi dan menyukainya dari segi yang lain. Jadi, ia tidak menyukainya dari segi kepahitan yang dirasakannya, namun ia menyukainya dari segi bahwa obat itu akan membawanya kepada aPay^ngdisukainya Q<.esehatan).

Seperti itu juga mengenai anggota tubuh yang digerogoti Penyakit, jika ia tahu bahwa dengan mengamPutasinya akan menyelamatkan tubuhnya. Juga seperti menempuh jarak yang berat, jika diketahui bahwa hal itu akan mengantarkan kepada apa yang dikehendakinya dan disukainya. Dan juga seperti orang yang melin-

tasi gurun pasir yang tandus dan sunyi untuk menuju Baitul'Atiq @aitullah/ Ka'bah). Dari sini jelas bagi kita bahwa sesuatu itu apabila di dalamnya berhimpun dua perkara: dibenci dari satu sisi dan disukai dari sisi lainnya, maka keduanya tidak saling menafikan. Ini adalah dalam urusan makhluk, lalu bagaimanahalnya dengan al-Khaliq Yang Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

127

tidak tersembunyi bagi-Nya sesuaru yang rersembunyi dan Yang mempunyai hikmah yang mendalam? Dia $E tidak menyukai sesuatu, dan itu tidak kontradiksi dengan kehendak-Nya kepad any^, karena adanya tujuan yang lain, dan karena hal itu menjadi sebab menuju perkara yang disukai.

tunjukkan kepadamu sebagian contoh atas hal itu: Contoh pertama, penciptaan iblis dan hikmah dari penciptaan tersebut Saya

Allah

menciptakan iblis yang merupakan materi perusak yang melakukan segala kerusakan di muka bumi ini, dalam agama, keyakinan, syahwat, dan syubhat Ia adalah penyebab kesengsaraan para hamba dan perbuatan mereka yang dibenci oleh Allah.gPr. Kendati itu semua, ia adalah sarana menuju berbagai perkarayang dicintai dan berbagai hikmah yang besar. ,99,

Sebelum membicarakan tentang hikmah-hikmah tersebut kami perlu mengingatkan tentang perkara yang penring. Yaitu, bukan suatu keharusan bagi orang yang menetapkan alasan perbuatanperbuatan Allah dengan adanya berbagai hikmah dan kemaslahatan, mengetahui alasan semua perbuatan dan perintah-Nya. Bahkan, dia harus meyakini bahwa Allah .E tidak memperlihatkan kepada makhluk-Nya semua hikmah-Nya, tetapi memberitahukan kepada mereka yang dikehendaki-Nya, dan apa yang disembunyikan ^p^ dari mereka lebih banyak dari apa yang mereka ketahui. Oleh karena itu, setiap muslim wajib meyakini bahwa perbuatan-perbuatan Allah dan perintah-perintah-Nya tidak kosong dari berbagai hikmah yang agungyarLg mencengangkan akal, meskipun tidak diketahui secara terperinci, karena ketidakadaan ilmu renrang sesuaru bukanlah sebagai dalil atas ketidakad aantya. Kedokteran -misalnya- dan operasi bedah, tidaklah diketahui kecuali oleh orang-orang khusus. Demikian pula arsitektur dan selainnya. Ketidakadaan ilmu pada selain -.r.t, tentang perkara tersebur tukanlah menunjukkan aras

ketidakadaannya.

Jika keterangan ini sudah memuaskan, maka saya tunjukkan kepada Anda tentang sebagian hikmah yang dikumpulkan para ulama, mengenai hikmah dari penciptaan iblis: 128

Bab Kedua: Syubbat Seputdr Qadar

kepada para hamba kekuasaan Rabb Ta'ala dalam menciptakan hal-hal yang berlawanan. Dia menciptakan zar ini -iblis- yang merupakan dzat yang paling buruk dan penyebab segala keburukan, tapi Dia menciptakan -sebagai la*annya- Jibril, yang merupakan dzar yang paling mu-1i1, p"lirrg suci, dan merupakan mareri segala kebajikan. Mahasuci Allah y"rrg-..r"tciptakan ini dan itu. Demikian pula kekuasaan-Ny' i"*prk dalam penciptaan malam dan siang, PanT dan dingin, air dan api, p.rry"kit dan obat, kematian dan kehidupan, serta baik dan buruk. Sebab, sesuatu itu akan nampak keindahannya dengan lawannya. Dan ini adalah bukti paling kuar aras kesempurnaan kekuasaan, keperkasaan, dan kekuasaan-Ny". Dia menciptakan hal-hal yang beilaoranan ini, memPertentangkan sebagiannya dengan yang lainnya, menguasakan sebagiannya atas sebagian yanglain, r.rt, -"t jadikannya sebagai temPat tindakan, Pengaturan, dan hikmah-Nya. Kekosongan wujud dari sebagiannya secara umum adalah dapat meniadakan hikmah, kesempurnaan tindakan, dan pengaturan keraj aan-Nya.

1. Agar tampak

2.

Agar Allah menyempurnakan tingkatan-tingkatan'ubudiyyah bagi para kekasih-Nya. Yaitu dengan memerangi iblis dan bala tentaranya, membuatnya murka dengan cara mentaati Allah, memohon perlindungan kepada Allah dariiya, dan berlindung kepada Allah untuk melindungi mereka darinya dan dari tipu dayanya. Akibat dari hal itu mereka mendapatkan berbagai kemaslahatan duniawi dan ukhrawi yang tidak akan diperoleh dengan tanPa hal itu. Kemudian cinta, taubat, tawakkal, sabar, ridha dan sejenisnya adalah jenis-jenis ibadah yang paling dicintai Allah. Semua ini hanya dapat terealisir dengan jihad, mengorbankan jiwa, dan lebih men-cintai Allah ,9P, atas segala sesuatu selain-Nya. Maka penciptaan iblis adalah meniadi sebab adanya perkara-perkara ini. 3. Mendapatkan ujian. Diciptakannya iblis adalah untuk menjadi uiian bagi manusia, agar dengannya meniadi jelas yang buruk dari yang baik. 4. Menunjukkan berbagai pengaruh Asnta Allah t[d, konsekuensi, dan keterkaitannya. Bab Kedua: Syabhat SePutar Qadar

129

Di antara nama-Nya

adalah ar-Raafi'(Yang meninggikan derajat), al-Kbaafidh (Yang merendahkan derajar), al-Mu'izz (yang memuliak an), al-Mudzill (Y ang menghinakan), al-Hakam (y"rg Mahabijaksana), dan al-'Adl (Y"rg Mahaadil).

Nama-nama ini memerlukan kaitan-kaitan yar.g di dalamnya hgkum-hukumnya akan nampak. Dengan demikian, penciptaan iblis adalah faktor untuk menampakkan berbagai pengaruh namanama ini. Seandainya makhluk seluruhnya patuh dan beriman, niscaya berbagai pengaruh nama-nama ini tidak akan nampak. 5. Mengeluarkan apa yang terdapar dalam tabiat manusia berupa kebaikan dan keburukan. Tabiat manusia itu mencakup kebaikan dan keburukan, dan hal itu tersembunyi di dalamnya seperri api dalam sekam. Allah menciptakrn syaitan untuk -"rrg.l.rrrk"r, yang terdapat dalam "i" tabiat pelaku keburukan, berupa potensi untuk berbuat, dan para Rasul diutus untuk mengeluarkan apa yang ada dalam tabiat pelaku kebaikan berupa potensi untuk berbuat. Kemudian HakimYang paling bijaksana (Allah) mengeluarkan apa yang terdapat dalam

diri mereka, berupa kebaikan yang rersembunyi-di dalamnya,

agar

pengaruh-pengaruh-Nya tampak padanya, dan mengeluarkan apa yang ada dalam diri mereka berupa keburukan, agar pengaruhpengaruh dan hikmah-Nya tampak pada kedua golongan itu, dan juga hikmah-Nya terlaksana pada keduanya, serra nampaklah apa yang telah diketahui-Nya sebelumnya, yang selaras dengan ilmuNya yang terdahulu.

6.

Menampakkan banyak tanda-tanda kekuasaan Allah dan

keajaiban ciptaan-Nya.

Disebabkan kekafiran dan kejahatan dari jiwa-jiwa yang kafir serta zhalim, muncul banyak sekali tanda-tanda kekuasaan dan ber-

bagai keajaiban, seperri badai, angin, kebinasaan kaum Tsamud dan Luth, berubahnya api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim (S*I1), berbagai mukjizat yang ditampakkan Allah lewat tangan Nabi Musa ($*lD, dan tanda-tanda kekuasaan lainnya. Seandainya bukan karena takdir kekafiran kaum kafir dan pengingkaran orang-orang yang ingkar, niscaya tanda-tanda kekuasaan yang luar biasa, yang dibicarakan oleh manusia, generasi demi generasi hingga akhir masa ini tidak pernah muncul. 130

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Adapun, bahwa Allah iH menangguhkan iblis hingga hari Kiamat, maka hal itu bukan penghormatan untuknya, tetapi penghinaan untuknya, agar dosanya bertambah, sehingga hukumalnya semakin berat dan adzabnya berlipat ganda. Di samping itu, Allah menjadikannya sebagai ujian untuk memilah yang buruk dari yang baik -sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya- selama masih ada makhluk hingga hari Kiamat, maka hal ini menuntut terhadap keberadaannya, selagi manusia masih ada. Wallahu a'lam.

Contoh kedua, diciptakannya musibah dan kepedihan serta hikmah dari hal itu Demikian pula diciptakannya kepedihan dan musibah yang berisikan berbagai hikmah yanghanya diketahui oleh Allah,Fr, yaitu hikmah-hikmah yang berisikan karunia, keadilan, dan rahmatNya. Di antara hikmah-hikmah tersebut:

1. Melahirkan'ubudiyyab

(ibadah) pada saat kesulitan, yaitu

berupa kesabaran.

Allah llE berfirman: b

"...DAn Kami akan mengujimu dengan keburukan dan hebaikan sebagai cobaan(yang sebenar-benarnya). Dan banya hepada Kamilab kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiyaa':35)

Terhadap ujian (dari Allah) yang berupa kegembiraan dan kebaikan, maka harus disikapi dengan syukur, sedangkan terhadap ujian berupa kesusahan dan keburukan, haruslah disikapi kesabaran. Semua

ini tidak terjadi, kecuali bila Allah membalikkan

atas para hamba, sehingga

Allah Ta'ala. Nabi

vt

otr

tt\

ffi

terlihatlah kejujuran pengabdian kepada

bersabda:

,? k iri ,:y,u'ilt ;\ (:* ;, / to.'ri...;"1 t'

U12i ot': ,N (* JK; t:.'t/o'.

keadaan

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

'r* ,t? ;.t;i o\ ._/#. .'iG- iK *it? 131

"Menakjubkan urusan orang yang beriman itu, sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak terjadi pada seorang pun kecuali pada orang yang beriman. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu adalah baik baginya, dan jika ia mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka hal itu pun adalah baik baginy^.""

2.

Kebersihan hati dan terbebas dari sifat-sif.at yang buruk.

Sebab, sehat itu adakalanya mendorong kepada keburukan, kesombongan, dan kagum dengan diri sendiri, karena seseoranB merasa giat, kuat, tentram keadaannya, dan hidupnya menyenangkan.

Jika dibatasi dengan ujian dan sakit, maka jiwanya menangis, hatinya menjadi lembut, dan bersih dari noda-noda akhlak yang tercela serta sifat-sifat yang buruk, seperti sombong, congkak, 'ujub ftagum dengan diri sendiri), dengki, dan sifat lainnya. Sebagai gantinya ialah ketundukan kepada Allah, menangis di hadapan-Ny", tazaadbu'(rendah hati) kepada manusia, dan tidak congkak terhadap mereka.

Al-Munbaji aiia berkata, "Orangyangtertimpa musibah hendaknya mengetahui bahwa seandainya tidak ada ujian dunia dan berbagai musibahnya, niscaya manusia tertimpa penyakit sombong, 'ujub, congkak, dan keras hati, yang merupakan sebab kebinasaannya, segera maupun tertunda. Di antara rahmat sebaik-baik Dzat Yang Maha Penyayang ialah, Dia memberikan kepadanya -kadangkala- berbagai macam obat berupa musibah t fang akan menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit ini, memelihara kebenaran ibadahnya, serta mengenyahkan berbagai unsur yang merusak, hina, dan membinasakan. Mahasuci Allah yang memberi rahmat dengan ujian-Nya (berupa bencana), dan menguji dengan berbagai kenikmatan-Nya. Sebagaimana dikatakan:

Adakalanya Allah memberi nikmat dengan bencana, meskipun besar

dan Allah pun menguji pula sebagian kaum lainnya dengan berbagai kenikmatan

ir

HR. Muslim, (no.2999), dari hadits Shuhaib.

132

Bab Kedaa: Syubhat Sepatar Qadar

Seandainya Allah tld tidak mengobati hamba-hamba-Nya dengan obat berupa ujian dan cobaan, niscaya mereka melampaui batas,

lalim, angkuh, congkak di muka bumi, dan membuat kerusakan. Karena di antara kebusukan jiwa, jika telah mendapatkan kekuasaan (memerintah dan melarang), kesehatan, peluang, dan bebas mengatakan apa saja tanpa ada penghalang syar'i yang menghalanginya, maka ia merajalela dan berjalan di muka bumi dengan membawa kerusakan, meskipun mereka mengetahui apayang dialami orangorang sebelum mereka, maka apa jadinya seandainya mereka dengan perbuatannya itu- dibiarkan?

Tetapi, ketika Allah $5 menghendaki kebaikan pada hambaNya, Dia meminumkan obat cobaan dan ujian menurut kadar keadaannya, yang akan mengeluarkan penyakit-penyakit berbahaya darinya. Sehingga ketika Dia telah membersihkan dan menjernihkannya, maka Dia menempatkannya pada derajat dunia yang paling mulia, yaitu beribadah kepada-Nya, dan rnenaikkan pada pahala akhirat yang tertinggi, yaitu melihat-Nya.r2

3. Menguatkan

orang yang beriman.

Sebab, musibah itu berisi latihan untuk orang mukmin, ujian bagi kesaba rannya, dan menguatkan keimanannya.

4. Menyaksikan kekuasaan rububiyyab dan ketundukan'ubudiyyab. Karena seseorang tidak bisa lari dari Allah dan qadha'-Nya serta dari hikmah-Nya yang berlaku dan ujian-Nya. Kita adalah hamba Allah, Dia memperlakukan kita sebagaimana yang disukai dan dikehendaki-Ny", dan kita kembali kepada-Nya dalam segala urusan kita. Kepada-Nya tempat kembali, Yang mengumpulkan kita untuk kebangkitan kita.

5. Meraih keikhlasan dalam berdo'a dan kejujuran

dalam ber-

taubat. Sebab, musibah itu membuat manusia dapat merasakan kelemahan dan kefakiran dirinya dihadapan Rabb-nya. Kemudian hal 12 Tasliyab Ablil Masbaa-ib,hil. 25. Bab Kedaa: Syubbat Seputar Qadar

133

itu mendorongnya kepada keikhlasan dalam berdo'a kepada-Nya, ketundukan yang sangat dan kebutuhan kepada-Nya serta juiur dalam bertaubat dan kembali kepada-Nya.

ini, niscaya ia tidak kehinaan. Allah dan pernah terlihat di depan pintu perlindungan ,98 mengetahui kelalaian manusia kepada-Nya, lalu Dia menguji mereka melalui nikmat-nikmat tersebut dengan berbagai gangguan yang mendorong mereka untuk menuju pintu-Nya dan meminta pertolongan kepada-Ny".Jadi, ini adalah kenikmatan yang terbungkus ujian. Sedangkan ujian yang murni ialah apa-aP^yang melalaikanmu dari Rabb-mu. Seandainya bukan karena musibah-musibah

Sufyan bin 'Uyainah ';ig berkata, "Ap" yang tidak disukai hamba adalah lebih baik baginya daripada apa y^ng disukainya. Karena ap^ yang tidak disukainya mendorongnya untuk berdo'a, 33 sedan gkan ap a y ang disukainya akan melen akanny a."

6.

Menyadarkan orang yang diuji dari kelalaiannya.

Betapa banyak orang yang diuji dengan hilangnya kesehatan, mendapatkan taubat yang menyelamatkan. Betapa banyak orang yang diuji dengan kehilangan hartanya, bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah dengan keadaannyayaurLg lebih baik. Betapa banyak orang yang lalai terhadap dirinya serta berpaling dari Rabb-nya, lalu mendapatkan ujian dari Rabb-nya, maka hal itu membangunkannya dari tidurnya, menyadarkannya dari kelalaiannya, dan memotifasinya untuk memperbaharui keadaanny a bersama Rabb-nya.

7. Mengetahui

nilai kesehatan. Karena sesuatu itu tidak diketahui kecuali dengan lawannya, lalu dengan hal itu akan diperoleh rasa syukur yang menyebabkan bertambahnya kenikmatan, karena apa yang dikaruniakan Allah berupa kesehatan itu lebih sempurna, lebih menyenangkan, Iebih banyak, dan lebih besar ketimbang ujian dan sakit yang dideritanya. Kemudian diperolehnya kesehatan dan kenikmatan, setelah kepedihan dan kesusahan itu adalah lebih besar nilainya bagi manusia. 33 Al-Faraj Ba'da ary-Syiddah,Ibnu Abi Dunya, hd'.22. 134

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

8. Di antara kepedihan itu kadangkala ada yang menjadi faktor kesehatan.

Adakalanya seseorang tertimpa suatu penyakit dan ternyata itu menjadi sebab kesembuhan dari penyakit lainnya. Adakalanya seseorang mendapat suatu penyakit lalu ia pergi untuk mengobatinya, maka tersingkaplah bahwa terny^ta dirinya memPunyai penyakit kronis yang tidak tersingkap, kecuali karena sebab penyakit yang datang tiba-tiba ini. Abu ath-Thayyib al-Mutanabbi berkata: Mungkin kecacatanmu itu terpuji akibatnya dan mungkin badan menjadi sebat dengan adanya penyakifo 9. Diperolehnya belas kasih kepada orang-orang yang tertimpa musibah.

Orang yang diuji dengan suatu hal, ia akan mendapati dalam dirinya rasa belas kasih kepada orang-orangyangtertimpa musibah. Belas kasih ini menyebabkan belas kasih Allah dan karuniayang banyak. Sebab barangsiapa-yang berbelas kasih kepada siapa yang berada di muka bumi ini, maka yang berada di langit (Allah dan para Malaikat) akan meryayanginya pula. 10. Memperoleh shalawat fteberkahan y^ng sempurna), rahmat,

dan hidayah dari Allah.

Allah iH berfirman:

G

p3 tAit,):Ft G );b Erns

F

Ai;'3 y"rAi: &'$S )';:rii tn'i t)fu fi 611-r:sn;.,ri &3Gi ttl e. 4^^r, "& ; L'';; "#.r+i 6y -rlrl;i, I b

tt

.l

(@ir'r$ii

3'

Diiu,aan al-Mutanabbi, UI/86).

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

13s

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta, jiua, dan buah-buaban. Dan berikanlab beria gembira kepada orang-ordng yang sabar, (yaitu) orang-ordngyang apabila ditimpa musibab, mereka rnengucapkd.n, 'Inndd. lillaabi ua innaa ilaihi raaji'uun.' Mereka itulab yang mendapatkan keberkaban yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-ord.ngyd.ng lnendapat petunjuh. " (QS. Al-Baqarah

:

155-157)

11. Memperoleh pahala, dicatatnya amal-amal kebaikan, dan dihapusnya kesalahan-kesalahan.

Nabi

.JS

ffi

bersabda:

\\,q

'-o7

.

d.

6_JJl ,;.> 'o'o.,

.

c;..,

o t?

t o , o, j*)l \*4- ,d, i:n

z roz o'1, o/ .a::v; la. a* t*-- ,\ s4-*.',,: 4 ii

t1

ii,r

"Tidak ada sesuatu pun yang menimpa seorang mukmin, meskipun duri yang menusuknya, melainkan Allah mencatat baginya satu kebajikan karenanya atau menghapuskan satu kesalahan dariny a karenanya. "35 Sebagian Salaf berkata, "Seandainya bukan karena musibahmusibah dunia, niscaya kita datang pada hari Kiamat dalam keadaan bangkrut yang hakiki."36

Bahkan pahala tidak hanya dikhususkan untuk orangyailg mendapatkan ujian semata, tetapi juga didapat oleh selainnya. Seorang dokter muslim ketika mengobati orang yang sakit dan diniatkan untuk mencari pahala, maka dituliskan pahala untuknya, dengan seizin Allah. Sebab, barangsiapayang meringankan dari orang yang beriman suatu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan meringankan darinya suatu kesusahan dari kesusahankesusahan pada hari Kiamat.

3s HR. Muslim, (no.2572). 36 Bardul Ahbaad,hal. 46. 136

Bab Kedua: Syubbat Seputdr Qadar

Demikian pula orang yang mengunjungi orang yang sedang sakit, maka dituliskan pahala baginya, juga bagi orang yang merawatnya. 12. Mengetahui tentang hinanya dunia.

Musibah terkecil yang menimpa manusia akan menjernihkan dirinya, memantapkan hidupnya, dan dapat membuatnya lupa akan kelezatan dunia. Orang yang pintar tidak akan tertipu dengan kenikmatan dunia, akan tetapi dia akan menjadikan dunia sebagai ladang bagi akhirat. 13.

Pilihan Allah untuk hamba adalah lebih baik daripada

pili-han hamba untuk dirinya.

Ini merupakan rahasia yang mengagumkan, yang sebaiknya hamba memahaminya. Hal itu karena Allah & adalah sebaik-baik Penyayang dan Hakim Yang paling bijaksana, Dia lebih tahu berbagai kemaslahatan hamba-hamba-Nya, dan lebih sayang kepada mereka dibandingkan diri mereka dan kedua orang tua mereka.

Jika datang kepada mereka sesuatu yang tidak mereka sukai, maka itu lebih baik bagi mereka dibandingkan bila tidak datang kepada mereka, sebagai bentuk perhatian dari-Nya, kebaikan, dan kasih sayang kepada mereka. Seandainya mereka memungkinkan memilih untuk

diri

mereka,

niscaya mereka tidak mampu melakukan hal-hal yang bermaslahat bagi mereka. Tetapi Allah & yang mengatur urusan mereka sesuai dengan ilmu, keadilan, hikmah, dan rahmat-Nya, baik mereka suka maupun tidak suka. 14. Manusia

tidak mengetahui akibat urusannya.

Mungkin ia mencari sesuatu yang tidak terpuji akibatnya, dan mungkin ia tidak menyukai sesuatu yang berm anfaat baginya. Allah.gS lebih tahu tentang akibat suatu urusan. Ibnul Qayyim ,.oiE berkata, "Qadha'-Nya bagi hambayang beriman adalah karunia, meskipun dalam bentuk halangan, dan merupakan suatu kenikmatan, meskipun dalam bentuk ujian, serta ujian-Nya adalah keselamatan, meskipun dalam bentuk bencana.

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

137

Tetapi karena kebodohan hamba dankezhalimannya, ia tidak menganggapnya sebagai anugerah, kenikmatan, dan keselamatan, kecuali apayarLgdapat dinikmatinya dengan segera dan sesuai dengan tabiatnya. Seandainya ia dikaruniai pengetahuan yang banyak, niscaya ia menilai halangan sebagai kenikmatan, dan bencana sebagai rahmat, serta ia merasakan ujian jauh lebih lezat dibandingkan dengan lezatnya keselamatan, merasakan kefakiran jauh lebih lezat dibandingkan kekayaan, dan dalam keadaan sedikit ia jauh lebih bersyukur dibandingkan dalam keadaan banyak."37 1 5. Masuk dalam kelompok orang-oran g yangdicintai Allah .tr.

Orang-orang beriman yang mendapatkan ujian akan masuk dalam rombongan orang-oran g y{Lg dicintai lagi dimuliakan dengan kecintaan Rabb semesta alam. Jika Dia mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Disebutkan dalam as-Sunnah (hadits), yang mengisyaratkan bahwa ujian itu bukti kecintaan Allah kepada hamba-Nya, di mana Nabi ffi bersabda:

C;'Gi ri1 hr oyr,,fit ee C )Ft rlc t -// ot'.-c o.i ,r,ri'., U ?,.. j;i ,.^yrl .LA} u a; Ji'j ,tb')t o1

"sesungguhnya besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian, dan jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia menguji mereka. Barangsiap a yang ridha, maka dia mendapatkan keridhaan, dan barangsiapa yang mar^h (tidak ridha), maka dia mendapatkan kemurkaan."l8 L6. Sesuatu yang

tidak disukai adakalanya mendatangkan

se-

suatu yang dicintai, begitu pula sebaliknya.

Jika pengetahuan hamba tentang Rabb-nya benar, maka ia mengetahui secara yakin bahwa hal-hal yang tidak disukai yang menimpanya dan berbagai ujian yang datang kepadanya iru berisi37 Madaarijus Saalihiin, gI/215-216).

38 HR. At-Tirmidzi, (no. 2396) dan Ibnu Majah, (no. 4031), dari hadits Anas 45, dihasankan oleh at-Tirmidzi juga al-Albani dalam Sbabiib at-Tirmidzi, Qr/286). 138

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

kan berbagai kemaslahatan dan kemanfaatan yang tidak terhitung oleh ilmun ya dan tidak diketahui semuanya oleh pikirannya. Bahkan kemaslahatan hamba pada apa yang tidak disukainya yang disukainya, sebab kemaslalebih besar ketimbang pada ^pa hatan jiwa pada umumnya terletak dalam hal-hal yang tidak disukainya, sebrgai-"na halnya kemudhar atannya dan sebab-sebab kehancurannya pada umumnya terletak dalam hal-hal yang disukainya. Allah ilE berfirman,

U-*f\r j4't€J1;'*

.//

oi5;

*

{@ "...Kd.rena munghin kamu tid.ak menyukai sesuatu, padabal Allab menjadihan padanya hebaikan yang banyah. (QS. An-Nisaa' : 1 9)

Dia juga berfirman: b lt[.(

t'2: iI a-6 -'o-6 .,/'1 tl-i, c '\J ol -'-- JJ-JJ

,r: f 7.,.-ot,

-t

*is

!

, tt" 1-

r*" ilu '1o

E

tl -./t

^\J

\.JJJ

tt. /

"^1'

t

o-6

q

*tY €J\t#

i

ol

(,@ 3rt*t jadi kamu membenci sesudt t, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesudtu padabal iz amat buruk bagimu, Allah mmgetabui, sedang kamu tidzk mengeabui." (QS. Al-Baqarah:216) Jika hamba mengetahui bahwa perkara yang tidak disukai adakalanya mendatangkan hal yang dicintai, dan perkatayarLg dicintai adakalanya mendatangkan hal yang tidak disukai. Maka ia tidak merasa aman karena kesusahan bisa datang kepadanya dari sisi kesenangan, dan ia pun tidak berputus asa, karena kegembiraan bisa datang kepadanya dari sisi kesusahan." "...Boleb

re

Lihat perincian pembicaraan renrang hikmah-hikmah musibah dd,am shaidul K b aa tb ir, Ib nui J auzi, hal. 9 t-9 5, I tl -21 5, dan 3 27 -3 28, a l' Fazo aa' id, Ib nul Qayyim, hd.. 13i-139, 178-179, dan 2OO-202, dan Bardul Ahbaad,hal- 37-39.

Bab Kedua: Syabbat Seputar Qadar

139

Dan hikmah-hikmah lainnya yang mungkin diketahui ataupun tidak diketahui manusia.

Dari sini, nampak jelas kepada kita bahwa tidak ada kontradiksi ant^ra kehendak Allah kepada suatu perkara dengan kebencian-Nya kepadanya, karena Dia memiliki berbagai hikmah yang besar dan agung.

"Banyak manusia -bahkan kebanyakan mereka- yang berusaha menyingkap hikmah-hikmah Allah dalam segala sesuaru, tetapi hal tersebut tidaklah bermanfaat bagi mereka, bahkan mungkin merugikan mereka. Dia berfirman:

& c:);q,t os 5r; *lr-,t; Olfi (Sy .

t

ol

2,

. ,-

{6 €#'tl

"Hai orang-ordng yang beriman, janganlab kamu menanyakan (kEod" Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusabkdnnTu.... " (QS. Al-Maa-idah: 101) Masalah ini, yaitu masalah tujuan perbuatan-perbuatan Allah dan akhir dari hikmah ftebijaksanaan)-Nya adalah masalah yang besar, bahkan mungkin merupakan masalah ketuhanan yang paling agung."no

Ibnu Qutaibah {;a berkata, "Pernyataan yang adil mengenai itu Mahaadil. Tidak boleh bertanya,'Bagaimana Dia menciptakan?' Bagaimana Dia menakdirkan? Bagaimana Dia memberi? Dan bagaimana Dia menghalangi? Tidak ada sesuaru pun yang keluar dari kekuasaanqadar ialah, hendaklah Anda mengetahui bahwa Allah

Nya, tidak ada dalam kerajaan-Nya,yairu langit dan bumi, melainkan apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada hutang bagi seorang pun atas-Nya, dan tidak ada hak bagi seorang pun sebelum-Nya. Jika Dia memberi, maka hal itu adalah dengan anugerah dan jika menghalangi, maka hal itu adalah dengan keadilan."nl Mi.nhaajus Sunnab an-Nabautiyyab, (II/39), dan lihat dari buku yang sama, $/+6), it[ajmuu'ul Fataawaa, (VI[/81), dan ighaatsatul Lahfaan,Ibnul Qayyim,

4l

it/tB7-tis). l!-tkhtilaaf fil Lafzb, hal. .35, dan lihat, al-lnaabab Naaj iyab, Ibnu Baththah,

140

'an Syari'atul Firqaab an.

[ / 390).

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Dengan ini menjadi jelas bagi kita tentang berkumpulnya dua perkara dalam hak Allah $li, yaitut kehendak-Nya kepada sesuatu disertai kebencian-Nya kepadanya, dan tidak ada kontradiksi dalam hal itu.

Demikianlah (pembahasan kita ini), dan akan ada tambahan penjelasan mengenai masalah ini dalam pembahasan berikutnya, ketika membicarakan tentang hikmah diciptakan dan ditakdirkannya kemaksiatan. Pembabasan Ketiga

Apa Hikmah dari Diciptakan dan Ditakdirkannya Kemaksiatan? Telah kita singgung sebelumnya bahwa Allah ,F., memiliki hikmah yang mendalam pada apayang diqadha' dan diqadarkanNya, sebagaimana telah disebutkan sebagian contoh yang menunjukkan hikmah Allah,€. Pembicaraan dalam pembahasan ini hanyalah menyempurnakan ape-yangtelah disebutkan sebelumnya. Hal ini dibahas tersendiri karena banyaknya syubhat di sekitarnya, sedikitnya pembicaraan mengenainya, dan karena berralian dengan kebanyakan pembahasan

buku ini. Jawaban mengenai permasalahan ini: Bahwa diciptakan dan ditakdirkannya kemaksiatan memiliki berbagai hikmah yang besar dan rahasiayang indah dan mencengangkan. Tetapi pembicaraan mengenai hal ini sedikit sekali.

Imam Ibnul Qayyim aia berkata, "Ini merupakan pintu yang besar dari pintu-pintu pengetahuan, tapi sedikit manusia yang membukanya. Ia adalah bukti hikmah yang mendalam dari diqadha' dan ditakdirkannya kemaksiatan. Manusia hanyalah membuka pintu hikmah-hikmah dalam perintah dan larangan, mendalaminya, dan mendapatkan apa yang telah dicapai oleh ilmu mereka. Mereka membuka juga pintu hikmah-hikmah bekenaan dengan makhluk, sebagaimana telah kita kemukakan, dan mereka mendapatkan yangdicapai oleh kemampuan mereka. ^pa Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

t4t

Adapun masalah ini, sebagaimana Anda melihat pernyataan mereka mengenainya, maka jarang sekali Anda melihat salah seorang dari mereka memiliki pernyataan yang memuaskan atau memadai. Bagaimana bisa melihat hikmah dalam masalah ini, bagi orang yang berpendapat bahwa perbuatan hamba pada dasarnya bukan diciptakan Allah dan tidak pula berada dalam masyiiab-Nya? Bagimana bisa ia mengetahui hikmahnya atau menetapkannya, atau bagaimana akan melih atnya, orang yang mengatakan: 'Perbuatan adalah ciptaan Allah, tetapi perbuatan-perbuatan-Nya tidak mengandung hikmah?"'n2

Hingga pernyataannya, "Maksudnya, bahwa menyaksikan hikmah Allah dalam berbagai qadha' dan qadar-Ny, yang diberlakukan pada hamba-hamba-Nya dengan ikhtiar dan kehendak mereka adalah perkara paling lembut yang dibicarakan manusia, paling detil, dan paling samar. Mengenai hal itu terdapat hikmahhikmah yang tidak diketahui kecuali oleh Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, dan kita akan menyebutkan sebagiannya?*3 Kemudian beliau tB menyebutkan sejumlah hikmah mengenai masalah ini. Di antara hikmah diciptakan dan ditakdirkannya kemaksiatan ialah sebagai berikutoo:

1.

Bahwa Allah menyukai orang-orangyarLg bertaubat.

Sehingga Dia benar-benar lebih bergembira dengan taubat salah seorang dari mereka dibandingkan kegembiraan seseorang yang menemukan kendaraannya yar,g memuat makanan dan minumannya di tanah yang tandus serta membinasakan, setelah kehilangan kendaraan tersebut dan berputus asa karenanya. Tidak ada jenis kegembiraan yang lebih sempurna dan lebih besar dari kegembiraan ini.

Allah,9P. menakdirkan dosa atas hamba-Nya. Kemudian jika ia termasuk orang yang telah ditentukan kebaikan untuknya, maka Dia menetapkan taubat untuknya, sedangkan jika ia termasuk orang yang telah ditentukan celaka atasnya, maka Dia menegakkan hujjab keadilan-Nya atasnya dan menghukumnya karena dosanya. n2 Miftaab Daaris Sa'aadab, (/286).

43 Ibid. 44 Pembicaraan mengenai hal ini kebanyakan dipetik dari Miftaah Daaris

Sa'az-

dab, (/286-299).

142

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

2. Allah,98 sangat suka untuk memberi

karunia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, serta memperlihatkan kepada mereka berbagai kebaikan dan kemurahan-Nya. Karena itu Dia memberikan kepada mereka jenis karuniayangterbesar dalam segala aspek, baik zhahir maupun bathin.

Di

anrara ftarunia) yang terbesar ialah, Dia berbuat baik kepada

orang yang berbuat buruk, memaafkan orang yang berbuat zhalim, mengampunr orant yang berbuat dosa, menerima taubat orang yang bertaubat kepada-Nya, dan menerima udzur orang yang berudzur kepada-Nya. Allah pun menganiurkan kepada para hamba-Nya untuk melakukan amalan-amalan yang utama dan perbuatan-Perbuatan yang terpuji ini, -(padahal) Dia adalah lebih berhak dengannya daripada mereka- dan dengan ditakdirkan sebab-sebabnya, di sana terdapat berbagai hikmah dan akibat terpuji yang mencengangkan akal. Seandainya Allah menghendaki agar Dia tidak didurhakai di muka bumi ini sekejap mata pun, niscaya Dia tidak didurhakai. Tetapi masyii-ah-Nya menuntut apa yang menyebabkan hikmahNya terlaksana.

3.

Supaya hamba mengetahui keburuhannya akan pemeliharaan

Allah untuknya, pertolongan, dan peniagaan-Nya. Ia seperti anak dalam hal membutuhkan kepada orangyang memeliharanya, sebab jika walinya tidak memeliharanya, menjaganya, dan membantunya, niscaya ia pasti binasa.

4.

Melahirkan berbagai macam ibadah dari hamba tersebut

ketika berdosa.

Di antaranya berupa isti'aadzab (meminta perlindungan), memohon pertolongan, berdo'a, dan tadbarru' Q<.etundukkan), yang mana semua itu merupakan faktor-faktor kebahagiaan dan kesuksesannya yang terbesar.

5.

Menghasilkan kesempurnaan ibadah.

Yaitu, dengan menyempurnakan derapt ketundukan dan kepatuhan, sebab manusia yang paling semPurna peribadatannya ialah yang paling sempurna ketundukan, kepatuhan, dan ketaatannya kepada Allah. Bab Kedaa: Syubbat Sepatar Qadar

143

6.

Hamba mengetahui hakikat dirinya.

Bahwa ia zhalim lagi bodoh, dan bahwa apayangmuncul darinya berupa keburukan benar-benar terbit dari sumbernya, karena kebodohan dar kezhaliman adalah sumber keburukan seluruhnya. Dan, bahwa semua yang terdapat di dalam dirinya berupa kebaikan, ilmu, petunjuk, taubat, dan ketakwaan adalah berasal dari Rabb-nya yang diberikan kepad anya.

Jika hamba diuji dengan dosa, maka ia mengenali dirinya dan kekurangannya,lalu hal itu memberikan berbagai hikmah dan kemaslahatan untuknya. Di antaranya, ia menyadari kekurangannya dan berusaha untuk menyempurnakannya, serta ia mengetahui kefakirannya kepada D zat Y ang menolon g dan memel ihar any a.

7. Mengenalkan hamba terhadap

kemurahan Allah, tabir-Nya,

dan luasnya kesabaran-Nya. Seandainya Dia menghendaki, nicaya Dia segera menghukum atas perbuatan dosanya dan membuka mbir (aibnya) yang menutupinya di tengah-tengah para hamba, sehingga hidupnya tidak nyaman bersama mereka.

Tetapi Allah & menyelimutinya dengan tirai-Nya, menutupinya dengan kemurahan-Nya, dan mendatangkan kepadanya (Ndalaikat) yang menjaganya, padahal ia dalam keadaan demikian. Bahkan Dia menyaksikannya, ketika ia menunjukkan kemaksiatan dan dosa-dosa kepada-Ny".Kendati demikian, Dia tetap menjaganya dengan penglihatan-Nya yang tidak pernah tidur. 8. Mengenalkan hamba kepada kemurahan Allah dalam menerima taubat.

Tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan pemaafan Allah, kemurahan, dan magbfirab (ampunan)-Nyr. Dia-lah yang memberi karunia kepadanya dengan memberi taufik kepadanya untuk bertaubat, mengilhami hal itu kepadanya, kemudian menerimanya darinya. Lalu Dia pun menerima taubatnya, baik yang pertama maupun yang terakhir.

9. Menegakkan hujjab (argumentasi)

atas hamba.

Jika suatu musibah menimpanya, janganlah ia mengatakan, "Dari sebab apa aku ditimpa musibah?" Jangan pula mengatakan, 144

Bab Kedua: Syubbat Sepr,tdr Qadar

"Dosa apakah yang telah aku lakukan?" Sebab tidaklah hamba mendapatkan suatu musibah pun, baik kecil maupun besar, melainkan karena ulah tangannya sendiri, dan apa yang dimaafkan Allah adalah lebih banyak lagi. Agar hamba memperlakukan sesamanya dengan perlakuan yangdia sukai ketika Allah memperlakukannya. 10.

Ia memperlakukan sesamanya berkenaan dengan kesalahankesalahan mereka dan keburukan-keburukan mereka dengan perlakuan yang disukainya ketika Allah memperlakukan keburukan, kesalahan, dan dosanya. Sebab, balasan itu sesuai jenis perbuatan. Barangsiap a y ang memaafkan, maka Allah memaafkan ny a. Bar angsiapa yang memaafkan saudaranya, maka Allah memaafkannya. Dan demikian seterusnya. Kemudian, apabila ia mengetahui bahwa dosa dan keburukan

itu kelaziman bagi manusia, maka keburukan manusia kepadanya tidak dianggap besar baginya. Maka hendaklah ia merenungkan sikapnya terhadap Rabb.nya, bagaimanakah keadaannya, bersamaan dengan sedikitnya kebaikannya terhadap-Nya, dan kebutuhannya kepada Rabb-nya, tetapi sikapnya seperti itu terhadap-Nya. Jika hamba berbuat demikian kepada Rabb-nya, maka bagaimana bisa dipungkiri bila manusia bersikap seperti itu pula kepadanya? 11. Menegakkan

udzur bagi sesama manusia.

Jika seorang hamba berbuat dosa, ia bisa menerapkan udzur kepada manusia, belas kasihnya meliputi mereka, hatinya lapang dari kesempitan, lapang dada terhadap para pelaku kemaksiatan dari ajakannya kepada mereka, dan tidak putus asa untuk mengajak mereka kepada petunjuk. Sebab, ketika dia pernah berbuat dosa, dia melihat dirinya salah seorang dari mereka. Lalu dia memohdn kepada Allah ampunan uqtuk mereka, mengharapkan untuk mereka apa yang diharapkannya untuk dirinya, dan mengkhawatirkan atas mereka apa yangdikhawatirkannya atas dirinya sendiri. Kendati demikian, ia tetap menjalankan perintah Allah berkenaan dengan mereka, karena mentaati Allah, kasih sayang kepada mereka, dan berbuat baik kepada mereka, karena ini adalah kemaslahatan mereka sendiri. Tetapi tidak keras, tidak memaksa, dan tidak kasar. Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

74s

12. Agar ia melepaskan kecongkakan karena ketaatan dari ha-

tinya. Ia mencabut penyakit kecongkakan dan kesombonganyang bukan haknya, serta memakai pakaian ketundukan, kerendahan hati, dan kefakiran (merasa membutuhkan pertolongan Allah). Seandainya kecongkakan tersebut masih bercokol dalam hatinya, niscaya dikhawatirkan terhadapnya penyakit yang lebih besar. Betapa jauhnya pengaruh, kesombongan dan kecongkakan karena ketaatan, dengan pengaruh ketawadhu'an, kerendahan hati, dan kelunakan? 13.

Memotifasi ibadah-ibadah hati.

Hal itu mengingat karena Allah memiliki berbagai macam ibadah atas hati, seperti kbauf, kbas1ryah, isyfaaq, uajafs, dan yang sejenisnya, begitu pula mahabbab (cinta), inaabab (taubat), dan ansiilah (mencari kedekatan), dan yang sejenisnya. Ibadah-ibadah ini mempunyai faktor-faktor yang memotifasi atau mendorongnya. Setiap kali Allah i[# memberikan kepada hamba-Nya sebab-sebab yang memotifasi hal itu, maka im merupakan sebab-sebab rahmat-Nya. Adakalany a dosa mendorong pelakunya kepada kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, taubat, kecintaan, dan berlari kepada Allah, yang tidak dilakukan oleh kebanyakan amal ketaatan. Betapa banyak dosa menjadi sebab istiqamahnya hamba, pelariannya kepada Allah, dan jauhnya dari jalan kesesatan. hamba mengetahui nikmat keselamatan dari Allah, karunia, taufik, dan penjagaan-Nya kepadanya. 14. A.gar

Orang yang terpelihara dalam keselamatan tidak mengetahui se'bagaima na yang dialami orang yang diuji dan tidak mengetahui kadar keselamatan. Seandainya orang-orang yang taat mengetahui bahwa mereka diberi kenikmatan, niscaya mereka mengetahui bahwa Allah berhak mendapatkan rasa syukur mereka melebihi apa yang diberikan kepada selain mereka, meskipun mereka tidur di atas tanah dan mengunyah pasir. Sebab, mereka adalah orangorang yang diberi kenikmatan secara mutlak. Sedangkan orang 4s Semuanya bermakna takut,*d' 146

Bab Kedua: Syubbat Seputdr Qadar

yang Allah dibiarkan (leluasa) arrtara dirinya dengan kemaksiatan kepada-Nya, berarti ia jatuh dari pandangan-Nya dan meniadi hina. Ketika jiwa menuntut seseorang dengan tuntutannya berupa bagian (kesenangan), dan memperlihatkan kepadanya bahwa dia berada dalam ujian dan kesempitan yang telah Allah selamatkan dengan rahmat-Nya, dan mengujinya dengan beberapa dosa. Lalu ia pun melihat keselamatan dan kenikmatan (yang pernah ia alami), seita bahw asanya hal itu tidak bisa dibandingkan -karena di dalamnya berisi berbagai kenikmatan- dengan keuntungan yang dituntut oleh jiwanya. Saat itulah, kebanyakan keinginan dan angannya ialah kembali kepada keadaannya yang semula, dan agar Allah mengaruni ainya dengan keselamatan darinya. 15. Taubat menimbulkan berbagai pengaruh yang mengagumkan

bagi orang yangbertaubat, yaitu berbagai kedudukan yang mulia yang tidak akan dicapaitanpataubat tersebut. Taubat tersebut baginya dapat menimbulkan kecintaan, kelembutan, kehalusan, bersyukur kepada Allah, memuji-Nya, dan ridha kepada-Nya. Kemudian, akibat perbuatan tersebut, dia pun mendapatkan berbagai macam kenikmatan yang tidak akan mampu ia rinci. Bahkan, ia tetap berada dalam keberkahannya dan Pengaruhnya, selagi ia tidak membatalkan atauPun merusaknya. 16.

Menjadikan kenikmatan yang sedikit terasa banyak.

Jika hamba mengakui dosa-dosa, kemaksiatan, dan kelalaiannya terhadap hak Rabb-nya, maka ia melihat nikmat Rabb-nya yang sedikit menjadi banyak -sebenarnya tidak sedikit kenikmatan dariNyr,- karena ia mengetahui bahwa kenikmatan yang datang kepadanya adalah lebih banyak dibandingkan dengan aPa y^rrg diberikan kepada pelaku keburukan semisal dirinya. Dan ia menganggaP sedikit ilmunya yangbanyak, karena ia mengetahui bahwa ilmu yang dipakai untuk membersihkan dirinya semestinya jauh lebih banyak dari apa yang telah diberikan kepadanya. Maka ia senantiasa menganggap sedikit ilmunya, bagaimana pun keadaannya, dan menganggap banyak nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya, meskipun berupa hal kecil. 17. Dosa menyebabkan pelakunya menyadari perangkap dan tipu daya musuhnya. Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

147

Lalu ia mengetahui dari mana pencuri dan perampok itu masuk kepadanya, di mana tempat persembunyiannya, dan dari mana mereka datang (untuk menyergap) nya, juga kapan mereka keluar. Ia siap menghadapi mereka, dan mengetahui dengan apakah ia akan menghadapi keburukan serta tipu daya mereka. Seandainya ia melintas di hadapan mereka dengan tenang, ia merasa tidak aman dari cengkraman dan serangan mereka. 18. Membuat syaitan benci dan marah sekaligus memeranginya.

Hati itu lupa terhadap musuhnya. Apabila hati tertimpa sesuatu yang tidak disukai darinya, maka kekuatannya akan terhimpun kembali dan memerintahkan untuk menuntut balas kepadanya, jika hatinya merdeka lagi mulia. Sebagaimana ketika seorang pria pemberani terluka, tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya, bahkan Anda melihatnya setelah

itu sebagai orang yang termotifasi, mencari, dan gagah berani. Hati yang hina adalah seperti orang yang lemah lagi hina, ketika ia terluka, ia malah lari terbirit-birit, padahal luka berada di pundaknya. Demikian pula singa apabila ia terluka, maka ia tidak mempunyai kekuatan lagi. Maka, tidak ada kebaikan pada orangyang tidak memiliki harga diri, yang tidak menuntut balas kepada musuh yang paling memusuhinya. Tidak ada sesuatu pun yang lebih dapat menyembuhkan hati daripada menuntut balas kepada musuhnya, dan tidak ada musuh yang paling memusuhinya dibandingkan syaitan. Jika ia mempunyai hati, sebagaimana hati para tokoh generasi terdahulu dalam meraih kemuliaan, maka ia akan bersungguh-sungguh dalam menuntut balas, dan membuat musuhnya benar-benar marah serta menderita. Sebagaimana disebutkan dari sebagian Salaf, "Bahwa orang yang beriman benar-benar membuat syaitannya kelelahan, sebagaimana salah seorang dari kalian membuat kendaraannya kelelahan dalam

perjalanannya." 19. Mengetahui

keburukan dan berhati-hati dari terjerumus ke

dalamnya.

Orang yang jatuh dalam dosa akan menjadi seperti dokter yang bermanfaat bagi pasien untuk menyembuhkan dan mengobati mereka. Karena dokter yang mengetahui penyakit secara langsung, 148

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

mengerahui obat dan penyembuhannya, adalah lebih cerdas dan lebih beryengalaman dibandingkan dokter yang mengetahui penyakit secara teori saja. Itu adalah berkenaan dengan penyakit-penyakit badan, demikian pula halnya penyakit-penyakit hati dan obat-obatnya. Karena itu, para Sahabat ,M adalah umat yang paling tahu tentang Islam, perinciannya, pintu-pintunya, dan jalan-jalannya, serta manusia yang paling menyukainya, mencintainya, dan memerangi para musuhnya, karena mereka mengetahui kebalikannya. Jika hamba mengetahui dua hal yang kontradiktif, mengetahui perbedaan dua segi, dan mengetahui sebab-sebab kebinasaan secara mendetil, maka dia pantas mendapatkan kenikmatan y^ng berkelanjutan, selagi dia tidak melakukan sebab-sebab hilangnya kenikmaran tersebut secara sadar. Mengenai permisalan untuk hal ini, seorang penyair berkata: Aku mengetabui keburukan bukan untuk berbuat keburukan tetdpi untuk membentengi diri darinya Barangsiapa yang tidah mengetabui keburukan

yang dilakukan manusia maka ia akan terjerumus ke dalamnya

Inilah keadaan orang mukmin, ia cerdas, pintar, or^ngyang paling tahu tentang keburukan, dan paling jauh darinya. Jika berti."r" rentang keburukan dan sebab-sebabnya, maka Anda menduganya sebagai orang yang paling buruk. Namun, jika Anda berg"rl d.t g"nnya dan mengetahui suara hatinya, maka Anda melihatnya sebagai orang yang paling berbakti. Maksudnya, bahwa orang yang diuji dengan berbagai penyakit, maka ia menjadi orang yang paling tahu mengenai sebab-sebabnya dirinya dan atas orang dan paling mampu untuk mencegahnya ^tas orang yang tidak meatas yrttg *.-inta nasihat kepadanya,iuga minta nasihat kepadanya. 20. Hamba diuji dengan berpaling dari-Nya. Allah .9P, mencicipkan kepada hamba-Nya penderitaan berupa terhalang dari-Nya dan hilangnya hubungan serta kedekatan kepadaNya, untuk menguji hamba-Nya. Jika hamba rela dengan keadaan Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

149

tersebut dan ia tidak melihat jiwanya menuntutnya supaya mengembalikan keadaannya yangterdahulu bersama Allah, bahkan merasa tentram dan tenang kepada selain-Nya, maka Dia tahu bahwa ia tidak layak, lalu Dia meletakkannya pada kedudukan yang cocok

untuknya. (Tetapi) apabila ia meminta pertolongan, seperti permintaan orang yang dianiaya, gelisah, seperti kegelisahan orang yang mendapatkan kesusahan, dan berdo'a kepada-Ny", seperti do'anya orang yang sangat membutuhkan, serta ia mengetahui bahwa dirinya telah kehilangan kehidupannyayanghakiki, lalu ia memohon kepada Rabb-nya agar mengembalikannya kepada keadaan di mana dirinya tidak bisa hidup tanpa hal itu, maka Allah tahu bahwa itulah tempat yang disediakan untuknya. Kemudian Dia mengembalikan kepadanya apa yang paling dibutuhkannya, sehingga kegembiraannya semakin besar, kelezatan dan kenikmatannya semakin sempurna, dan kegembiraannya datang kepadanya. Ketika itulah ia mengetahui nilainya, lalu menggigitnya dengan gigi-gigi geraham, dan melipatnya dengan j ari-jemari. Jika hamba diuji dengan kesunyian sesudah keakraban dan kejauhan sesudah kedekatan, maka jiwanya merindukan kelezatan pergaulan tersebut. Jiwanya rindu, merintih, hancur, dan

meng-inginkan belaian Dzat yang tidak dapat digantikan selamanya. Terutama ketika mengingat kebaikan, kelembutan, kasih sayanB, dan kedekatan-Nya.

21. Hikmah ilahiah menghendaki susunan syahwat dan amarah dalam diri manusia.

Kedua daya ini dalam diri manusia tidak ubahnya sifat-sifat dirinya yang selalu melekat padanya, dan dengan keduanya itulah fitnah dan ujian terjadi. Susunan manusia seperti ini adalah suatu hikmah, dan masingmasing dari dua daya tersebut pasti berpengaruh. Oleh karena itu, pasti terjadi dosa, menyelisihi, dan kemaksiatan.

Seandainya tidak diciptakan dalam diri manusia niscaya dia bukan manusia, tetapi Malaikat. Adapun orang yang terpelihara dari dosa dan dibuatkan di atasnya tenda-tendapenjagaan (yakni 150

Bab Kedua: Syubhat Seputdr Qadar

ma'sbum), maka mereka itu sedikit dari jenis manusia, bahkan mereka itu sari dan intinya, (yaitu para Nabi dan Rasul,-'d'). 22. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia melalaikannya dari melihat berbagai ketaatannya serta mengangkatnya dari hati dan lisannya.

Jika hamba diuji dengan dosa, maka hal itu selalu ada di depan kedua matanya, dan kegelisahan serta kesedihannya seluruhnya adalah terhadap dosanya. Dosanya senantiasa di hadapannya, ketika berdiri atau duduk, pergi atau pun pulang, lalu hal ini menjadi rahmat baginya. Sebagaimana dikatakan sebagian Salaf, "seorang hamba benarbenar melakukan dosa, lalu dosa tersebut terus terPamPang di kedua matuly^. Setiap kali mengingatnya, ia menangis, menyesal, meminta ampunan, merendahkan diri, bertaubat kepada Allah, tunduk dan menangis, serta beramal karenanya dengan berbagai amalan, sehingga hal ini menjadi sebab rahmat untuknya. Sementara itu ada seseorang yang berbuat kebajikan, lalu kebajikan tersebut terus terPam-

pang di kedua matafiya.Ia menyebut-nyebutnya, melihatnya, membanggakannya di hadapan Rabb-nya dan di hadapan manusia, dan congkak dengannya. Ia heran kepada manusia, mengaPa mereka tidak mengagungkan, memuliakan, dan menghormatinya atas kebaikannya itu. Berbagai hal ini terus berlanjut padanya hingga pengaruhnya menguat padanya, sehingga memasukkannya ke dalam Neraka."o6 23. Keharusan bertawadhu'dan

tidak congkak.

Jika seorang hamba melihat dosa-dosa dan kesalahannya' maka hal itu mengharuskan dirinya untuk tidak melihat bahwa ia memiliki kelebihan dan hak atas seoranB Pun, ia tidak menganggaP bahwa ia adalah muslim terbaik yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ia melihat semua hal tersebut dengan lubuk hatinya, maka ia tidak menganggap bahwa dirinya memiliki hak atas manusia untuk dihormati, dan hal ini mereda dalam dirinya, demikian pula manusia pun tidak terganggu oleh keluhan dan kemarahannya terhadap dunia dan penghuninya.

'6

Mifiaah Daaris Sa'aadah, hal. 297-298.

Bab Kedua: Syubbat Sepatar Qadar

1s1

Sungguh betapa harum kehidupannya dan betapa menyenangkan keadaannya! Bandingkan hal ini dengan orang yang senantiasa mencela manusia, mengeluh karena mereka tidak menunaikan haknya, serta membenci mereka, padahal mereka adalah lebih benci kepada dirinyal 24. Sibuk dengan aib orang lain.

diri sendiri dan tidak membicarakan

aib

Dosa mengharuskannya untuk tidak membicarakan aib manusia dan memikirkan mengenainya,karena ia sibuk dengan aib dirinya sendiri. Dan hal ini merupakan tanda-tanda kebahagiaan.

untuk orang-oran g yangberdosa. Jika dosa pernah dilakukan seorang hamba, maka ia melihat dirinya seperti saudara-saudaranya yang melakukan kesalahan. Ia melihat bahwa musibah yang menimpa adalah sama, dan mereka sama-sama membutuhkan bahkan sangat membutuhkan kepada ampunan Allah dan rahmat-Nya. Sebagaimana dia suka bila saudaranya se-Islam memintakan ampunan untuknya, demikian pula ia semestinya memintakan ampunan untuk saudaranya se-Islam. Ini adalah di antara hikmah diciptakannya kemaksiatan dan ditakdirkannya keburukan t fang menjadi jelas dengannya suatu hikmah dariDzat Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana dalam apa yang ditakdirkan dan ditetapkan-Nya. 25. Memohon ampunan

Pembahasan Keempat

Apakah Vaiib Ridha terhadap Segala yang Ditakdirkan Allah? Jawaban dari pertanyaan itu: "Kita tidak diperintahkan supaya ridha dengan segala yang diqadha' dan ditakdirkan oleh Allah. AIQur-an maupun as-Sunnah tidak menunjukkan terhadap hal itu."nz

Tetapi masalah ini ada perinciannya, yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Qashiidah Ta-iyyab-nya mengenai qadar: 47 Syarh al-'Aqiidab ath-Thabaauiyyah, hal.258, dan lihat, Minbaajus Sunnah,

UI/ ts2

205), dan al-Istiqaamah,

$I/ 125-t26). Bab Kedua: Syubhat Seputdr Qadar

Adapun ridba kita kePada qadba' maka kita diperinabkan untuh ridba dengan -semisal- musibab Sepmi penyakit, kefakiran, kemudizn kehinaan dan keterasingan sertd penderitaan yang bukan perbuatan dosa Adapun perbuatan-perbud.tan yang tidak, disukai untuk kita maka tid^4k dd^d nash yang dztang untuk ditaati tentang heridbaan kEadanya Suatu kaum dari abli ilmu mengatahan 'Tidah ada ridha terhadap perbuatan maksiat dan dosa besdr" Suatu golongan mengatakan, "Kita ridha karena disandarkan da.n

kiw tidak

rid.ha kepadzyangditeupkan dari sifatyang

terburuk," Segolongan lainnya mengatakan,

"Kita ridha karena disandarkan

kepada-Nya sedangkan perbuatan Buruk) yang ada pada

kita mak'a kiu rnem-

bencinya" Sebagaimana perbuatan tersebut adalah ciptaan Rabb maha perbuaan itu juga bagi makhluk Nya bukan sepertiperbuaan

naluri Kita ridha dari sisi ciptaan'Nya dan kia benci dari sisi dosanyaos Syaikh'Abdurrahman as-Sa'di mengatakan mengenai penjelasan bait-bait ini: "Yakni, jika suatu pernyataarL dikemukakan kepada kita: bahwa wajib ridha dengan qadha' Allah -bahwa kemaksiatan merupakan qadha' Allah- maka Syaikhul Islam menjawab dengan emPat jawabrrr, y"t g masing-masing darinya sudah mencukupi dan memadai, lalu bagaimana halnya bila semuanya berhimpun? Jawaban pertama: Perkara yang diperintahkan kepada kita supaya ridha ialah terhadap musibah, bukan dosa. Jika kita tertimpa penyakit, kefakiran, atau sejenis keduanya, yaitu mendapatk"., s.i.ratu yang tidak disukai atau kehil angan sesuatu yang diaB Majmuu'ul Fataauaa, (mI/253) dan ad-Dunatul Bahiyyah Syarh al-Qashiidah at-Taa-iyyab karya Ibnu Sa'di, hal. 51.

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

1s3

senangi, maka kita wajib bersabar. Diperselisihkan mengenai kewajiban ridha (dalam musibah tersebut), yang shahih ialah (hanya) dianjurkan, (bukan diwajibkan), karena perintah (ridha) kepadanya tidak berarti menunjukkan kewajiban, karena sulit dilakukan oleh kebanyakan jiwa. Karena sabar ialah menahan diri dari kemarahan, lisan dari keluhan, dan anggota badan dari melakukan runturan kemarahan, seperti menarik-narik rambut, menyobek-nyobek saku baju, melumuri lumpur pada kepala, dan sejenisnya, dan (sabar terhadap hal itu) adalah kewajiban yang mampu dilakukan.

Adapun ridha yang disertai juga ketentraman hati pada saat musibah, dan tidak mengandaikan bahwa musibah tersebut tidak terjadi, maka ini sangat sulit sekali bagi kebanyakan manusia. Karena itu, Allah tidak mewajibkannya, demikian pula Rasul-Ny", tetapi ridha merupakan derqat yang tinggi dan diperintahkan sebagai hal yang disukai (anjuran). Adapun ridha dengan dosa dan aib, maka kita tidak diperintahkan untuk ridha dengannya. Tidak ada nash yang shahih atau pun dha'if yang memerintahkannya, maka bagaimana mungkin membandingkan hal ini dengan hal itu? Jawaban kedua: Apa yang dinyatakan segolongan ulama: Bahwa Allah tidak meridhai kita untuk kafir dan bermaksiat, maka kita harus menyelarasi Rabb kita dalam keridhaan dan kemurkaanNya. Dia berfirman:

b

o)l.:rj .'2'" Jo - ..2l)'

*s

"ru ?*'frisy \#
(6 it ^$i \t#ctb'r6i b

"Jika hamu kafir maka sesunggubnya Allab tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridbai kekafiran bagi bamba-Nya, dan jika kamu hrl,ukur, niscaya Dia meridbai bagimu hesyukuranmu

itu... . '(QS. Az-Zumar:7) Maka agama itu ialah menyelarasi Rabb kita dalam membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, diserrai dengan meninggal154

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

kannya, serta menyelarasi-Nya dalam mencintai syukur, iman, dan kepatuhan, disenai dengan melaksanakannya. (apa Jawaban ketiga: Bahwa qadha' itu bukanlah al'maqdhi yang ditentukan), yaitu perbuatan manusia' Oleh karena itu, kita ridha dengan qadha" karena ia merupakan perbuatan Allah Ta'ala. Adapun al-maqdbi, yaitu perbuatan hamba, maka terbagi meniadi beberapa bagian: iman dan keraaran, yang kita harus ridha dengannya, serta kekafiran dan kemaksiatan, yang kita tidak boleh meridhainya. Bahkan kita harus membencinya dan melakukan vpayaupaya yang dapat melenyapkannya, sePerti taubat, istighfar, kebaikan-kebaikan yang akan menghapuskan dosa, dan menegakkan bad (ht*uman) dan ta'zir atas orang yang melakukannya, sedangkan perbu atan yang mubah adalah ada di anre;ra dua sisi itu ftita tidak ridha dan tidak pula benci terhadapnya,''d'). Jawaban keempat: Bahwa keburukan dan kemaksiatan adalah diperselisihkan mengenai penisbat arLnya. Ia adalah berasal dari Allah dalam hal diciptakan, ditakdirkan, dan diatur, tapi ia adalah berasal dari hamba dalam hal dikerjakan dan ditinggalkan. Karena hal itu dinisbatkan kepada Allah -diqadha' dan ditakdirkan- maka kita meridhainya dari aspek ini. Tapi karena ia dinisbatkan kepada hamba, maka kita membencinya dan berusaha menghilangkannya menurut kemampuan kita.

Inilah jawaban-jawaban mengenai masalah ridha dengan qadha' ini. Sudah jelas bahwa ini tidak menunjukkan sedikit pun dari runruran orang yang menentang (yaitu harus ridha dengan semua qadha')."ne

4s Dunah at.Bahiyah

Syarh al-Qashiidah at.Taa-fryabfii Hillil Murykilab al-QadaLihat pula, Minhaajus Sunnab, (lI/203-209), al'kttqaamal, hal. 51-53. riyyab, gt-/n-Ze), Madaarijus Saalihiin, 0'/268-269), Syarb atb-Tltabaauiyyab, hal. 258, Tasliab Ablil Masbaa'ib, hd'. 152-161, Mukbtashar al-A*ikh wal Ajwibab al-Ushuuliyyab 'alal 'Aqii"dah al'lvaasithiyyah, hal. 124-125, dan al' Muntaqaa min Faraa-idil Fauaa'id, Ibnu'Utsaimin, hal. 109.

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

1s5

Pernbahasan Kelima

Masalah Qadar y^ng Tetap dan Qadar yang Tergantung, atau Penghapusan dan Penetapan, serta Mengenai Bertambah dan Berkurangnya LJmur Mungkin menyulitkan sebagian orang ay^t-ayat dalam Kiubullah dan hadits-hadits Rasulullah ffi. Lalu sebagian mereka bertanya: Jika Allah telah mengetahui segala yangterjadi, dan semua itu ditulis dalam kitab (catatan takdir), lalu apakah makna firman-Nya:

/^or. (6 'Allab

4"it^b"c{\iti;"Y

menghapuskd.n dpd yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kebendaki)... . ' (QS. Ar-Ra'd: 39)

Jika rizki telah dituliskan dan ajal telah ditentukan, tidak bertambah dan tidak berkurang, lalu bagaimana halnya dengan sabda beliau C

ffi: O/

l-)3 u-J(>

o, tt 7/ o, -:/

.<

,o

'i'

-s

cti

',

.

o-t

o / li.

o .

-c .) 4 -b*r_ ,Sl of .f Otl call " "*

Ir*,

pa yangingin diluaskan rizkinyadan dipanj ^ngi.^, usianya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi!"so Jawabannya: Bahwa qadar itu ada dua macam: Pertama: al-qadarul mutsbat (qadar y^ngtetap atau pasd). Yaitu, apa yang telah tertulis dalam Ummul Kitab (al-Laubul Mahfuzh). Qadar ini tetap, tidak berubah. Kedua: al-qadarul mu'allaq atav rnuqaryad (qadar yang tergantung atau terikat). Yaitu, apayangtertulis dalam catatan-catatan Malaikat. Inilah yang bisa dihapuskan dan ditetapkan. Ajal, rizki, umur, dan selainnya ditetapkan dalam Ummul Kiab, tidak berubah dan tergantikan. Adapun dalam lembaranlembaran yang ada pada tangan Malaikat, maka bisa dihapuskan, ditetapkan, ditambah, dan dikurangi. "Barangsia

50 Muttafaq 'alaih: al-Bukhari dengan syarahnya, al-Fat-b, (X/425, no.5985) dan Muslim beserta syarahnya, an-Nawawi, (XVI/114). Lihat al-Qadhaa' walQadar, karya al-Asyqar, hal.66.

156

Bab Kedtta: Syubbat Seputar Qadar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah alg berkata,"'P'jal (umur) itu ,d, irr", ajal mutlak yang diketahui Allah, dan apl yang terikat' Dengan ini menjadi jelaslah makna sabda Rasulullah ffi:

'J*i1 ,:ji'€';'\ti"o/g cf"sl iri'L&."ri

i? ";

,+,

'Barangsip a yangingin diluaskan rizkinya, dan dipanjangkan ,siany", maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi!' Allah memerinrahkan Malaikat untuk mencarat ajal untuknya serayamengatakan, 'Jika ia menyambung tali silaturahmi, maka Aku mena..rb"hk"r, kepadanya demikian dan demikian.' Sedangkan Malaikat tidak tahu apakah bertambah atau tidak. Tetapi Allah mengetahui perkara yang seben arnya. Jika ajal telah datanS, maka

tidak dicepaikan nya dan tidak diakhirkan."5l Beliau mengatakan di tempat lainnya, ketika ditanya tentang rizki: Apakah bertambah atau berkurang? ..Rizki itu dua macam: salah satunya, apayang diketahui oleh Allah bahwa Dia memb eri rizki kepadanya, maka hal ini tidak y^ngdituliskan dan diberitahukannya kepada berubah. Kedua, ^pa para Malaikat, maka hal ini bertambah dan berkurang menurut sebab-sebabnya."s2

Ibnu Hajar +;y, berkata, "seperti dikatakan kepada Malaikat, misalnya, 'IJmur fulan seratus tahun jika menyambung tali silaturahmi dan enam puluh rahun, jika memutuskannya.' Tetapi telah diketahui oleh Allah sebelumnya bahwa ia akan menyambung atau memutusk annya. Apayangada dalam ilmu Allah, maka tidak dimajukan dan tidak ditunda, sedangkan yangada dalam ilmu Malaikat, maka itulah yang mungkin bertambah dan berkurang. Inilah y ang diny atakan lewat firman-NYa:

4 5t

g1..;1

tt ti

*'r-Jlu ;t ',-G {\)t \;;-

b

Majmuu'ul Fdtadleda, FIIIJ/517).

52 Ibid.

Bab Kedua: Syubbat SePutar Qadar

157

"Allah menghapuskan apa yang Diz kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kebendak), dan disisi-Nya'lab terdapat Umntul Kitab (Lauh Mahfuzb). " (QS. Ar-Ra'd: 39)

Maka penghapusan dan penetapan itu adalah berhubungan dengan ap^ yang ada dalam ilmu Malaikat, sedangkan yang tenulis dalam [Jrnmul Kitab, yaitu yang berada dalam ilmu Allah Ta'ala, maka tidak ada penghapusan sama sekali. Untuk qadha' ini dinyatakan dengan qadha' yang bersifat tetap, sedangkan untuk yang disebutkan sebelumnya dinyatakan dengan qadha' yang tergantung."sl

Kemudian, "Sebab-sebab yang dengannya rizki akan diperoleh merupakan bagian dari apa yang ditakdirkan AIIah dan dituliskanNya. Jika telah ditentukan sebelumnya bahwa hamba akan diberi rizki dengan usahanya, maka Allah mengilhamkan kepadanya untuk berusaha. Maka, rizki yang Dia takdirkan untuknya dengan berusaha, tidak akan diperoleh dengan tanpa berusaha, sedangkan rizki yangDia takdirkan untuknya dengan tanpa usaha, sePerti kematian orang yang diwarisinya, maka ia akan datang kepadanya dengan tanpa usaha."so

Hal tersebut tidaklah bertentangan dengan ilmu (Allah) yang terdahulu, bahkan di dalamnya ada hubungan antara sebab-akibat, seperti ditakdirkannya kenyang dan hilangnya dahaga dengan makan dan minum, ditakdirkannya mendapatkan anak dengan Persetubuhan, dan ditakdirkannya memperoleh tanaman dengan menyemai benih. Apakah orang yang berakal akan mengatakan bahwa mengaitkan akibat dengan sebabnya berarti menyelisihi apayang diketahui sebelumnya, ata:u menafikannya dalam salah satu faktor?"5s Fat-bul Baari, (X/430), dan \hat, Ta-uiil al-Mukhtalifil Hadiits,Ibnu Qutaibah, hal. 89, Syarb Shabiih Muslim, an-Nawawi, ff'VI/11'4), dan lfaadah al' Kbabar bin Nasbshibifii Ziyaadatil'(Jmr uta Naqshihi, as-Suyuthi. 54 55

Maj muu'ul Fatddlodd, (VI[/540-54 0. Tanbih at-Afaadhiil 'alaa maa lYarada fii Ziyaadatil '[-Jmr uta Nuqsbaanihi min ad-Dalaa-il, asy-syaukani, hal. 32, dan lihat tafsir Ibnu Sa'di tentang

firman Allah 1s8

ds:

Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

Demikianlah (pembahasan ini), dan telah dibicarakan sebelumnya bahwa iman kepada qadar tidak menafikan untuk melakukan berbagai sebab.s6 Pembahasan Keenam

Apakah Manusia Berada Dalam Keadaan Terpaksa atau Diberi Pilihan? Pertanyaan ini banyak dijawab dalam kitab-kitab filsafat, ilmu kalam, dan kitab-kitab sebagian kalangan muta-akhkhirin. Ada kalangan yang menjawab pertanyaan ini, "Bahwa manusia itu dalam keadaan terpaksa, bukan diberi pilihan." Demikian pula ada kalangan yang memberikan jawaban, "Bahwa manusia itu diberi pi-

lihan, bukan dijalankan (dalam keadaan terpaksa)." Pada hakikatnya,jawaban dari pertanyaan ini dengan cara memutlakkan demikian adalah salah, sebab jawabannya memerlukan beberapa perincian. Segi kesalahan dalam jawaban, "Bahwa manusia berada dalam keadaan terpaksa, bukan diberi pilihan," maka jawaban ini berisi kelemahan. Jika dikatakan, "Bahwa ia dijalankan (dalam keadaan

4'::D

Ul*ttiili*,Y

"Allah menghapuskan aPd ydng Dia kebendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendak ... ." (QS.Ar-Ra'd: 39), (V/116-117), dalam kitab tafsirnya.

56

iE

mengomentari pembahasan yang Samabah Syaikh 'Abdul ' Aziz bin Baaz jelas, bahwa semua jenis qadar "Yang paling telah lewat dengan pernyaraannya, yang di antaranya tergantung aPa Lalu Kitab. seluruhnya ada dalam Ummul dengan sebabnya, maka ia ada ketika adanya sebab, dan aPayangtidak tergantung dengan sebab, maka ia terjadi pada waktunya, tidak disegerakan dan tidak ditunda. Hamba diperintahkan untuk melakukan sebabsebab, menjalankan perintah, dan meninggalkan larangan, dan semuanya telah dimudahyang ditakdirkan untuknya. Sebagaimana Nabi ffi bersabda, kan kepada ^p^ ketika menyebutkan qadar, dan para Sahabat benanya kepada beliau dengan pertanyaan mereka, 'Lalu untuk apa beramal?' Beliau menjawab, 'Beramalhb, horrro senTudnyd dimudahhan kepada dpd yang ditakdirkan untuhnya.' (AlHadits), dan AllahJah yang memberikan taufik."

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

159

terpaksa) secara mutlak," maka kita balik bertanya, "Mengapa ia dihisab apabila ia dijalankan? Dan bagaimana mungkin ia dijalankan sedangkan kita melihat bahwa ia memiliki kehendak, kemampuan, dan pilihan? Lalu bagaimana menerapkan nash-nash yang menetapkan kehendak, kemampuan, dan pilihan untuknya?"

Adapun jika dijawab, "Bahwa ia diberi pilihan, tidak dijalankan," t r"k" kita balik bertanya, "Bagaimana mungkin ia diberi pilihan, sedangkan kita r4elihat bahwa ia lahir dengan tanpa pilih"rrry", sakit dengan tanpa pilihannya, mati dengan tanPa pilihannya, dan perkara-pe rkara lainnya yang keluar dari kehendaknya." Jika dikatakan, "Bahwa ia diberi pilihan dalam perbuatan-perbuatannya yang teriadi dengan kehendaknya dan pilihannya," maka jawabannya, "Demikian pula perbuatan-perbuatan yang disadarinya, terkadang ia menginginkan sesuatu, bertekad untuk melakukannya, dan ia mampu untuk melakukan hal itu, lalu ia melakukannya, dan mungkin tidak melakukannya, karena adakalanya ada suatu aralyangmenghalanginya. Sebab tidak semuayang dikehendaki untuk dilakukannya pasti dilakukannya. Ini adalah suatu hal yang bisa disaksikan. "

Dari sini menjadi jelas bagi kita

segi kesalahan dalam jawaban

ini. Seandainya manusia dijalankan secara mutlak, niscaya ia tidak memiliki kuasa dan kehendak, sedangkan seandainya ia diberi pilihan secara mutlak, niscaya ia bisa melakukan segala yang disukainya. Siapa yang berpendapat bahwa manusia dijalankan secara mutlak, maka ia tebih dekat dengan madzhab labariyyahtlang menga..Bahwa hamba berbuat dalam keadaan terpaksa pada seluruh rakan,

perbuatannya @aik atau buruktya):'dan mereka mengingkari bila ia memiliki kuasa, kehendak, dan perbuatan. Barangsiap a y^ng berpendapat bahwa manusia diberi pilihan secara mutlak, maka ia lebih dekat dengan madzhab Qadariyyah yang menafikan takdir, yang mengatakan, "Bahwa hamba sendirilah yang menciptakan perbuat annya, dan bahwa ia bebas dengan kehendak dan perbuatannya."

160

Bab Kedua: Syubbat SePutar Qadar

Lantas, kalau bagitu, apajasraban dari Pertanyaan ini? Dan apa solusi dari permasalahan ini? Jawabannya: Kebenaran adalah pertengahan di antara dua pendapat di atas, dan petunjuk adalah pertengahan di antara kedua

ini. Jawab arrnya, (mudah-mudahan Allah memberikan taufik) yaitu: Manusia diberi pilihan dari satu sisi dan dijalankan (terpaksa) dari sisi yang lain. Ia diberi pilihan dari sisi bahwa ia mempunyai kehendak untuk memilih, dan kemamPuan untuk melakukannya, berdasarkan firman-Nya: kesesatan

(@

;Y"

- . ;:,y*;G

o^, Y

"...Maka barangsiapa yang ingin periman) bendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafil) biarlab ia krtr.... " (QS- Al-

Kahfi:29) Dan firman-Nya:

(€>

i6i\',ntb

"Dan Kami telah menunjuhkan kepadanya dua jalan. " (QS. AlBalad: 10) Juga firman-Nya:

{@

)-

"fuSf"C;1;'G...Y

"...Maka datangilah tanah ternpdt bercocole-tanarnrnu itu bagai' rnand. saja kamu kehendaki... ."(QS. Al-Baqarah:223) Serta firman-Nya:

(6;r 'g;:6r*u U1-*;,qF ."

"Dan bersegeralab kamu kepada arnpund.n dari Rabb-rnrt -.. (QS.

Ali'Imran:

133)

Dan berdasarkan sabda Nabi

ffi:

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

761

| ...";; Yl i!

;ft)'alk

G

Je

*/t.

"...Bersungguh-sunggrnr* r"rh"d"p aPa yangbermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, serta janganlah lemah...

!"52

Juga sabda beliau:

e/.t

lu;)r

,F

f-k:

"shalatlah sebelum Maghrib."

Lalu beliau mengatakan pada saat ketiga kalinya:

'i*? "Bagi siapa yang menginginkannya."s8 Dan dalil-dalil lainnya yang semakna dengannya. Seorang hamba pun dijalankan (dalam keadaan terpaksa dari sisi lainny";, b"h*" semua perbuatannya masuk dalam kategori takdir, serta kembali kepadanya, karena ia tidak keluar dati apa yang ditakdirkan Allah untuknya. Dalam setiap pilihannya, ia tidak keluar dari ketentuan Allah, berdasarkan firman-Nya:

(@ --aisliei'#4frFF b

"Dia-lah yang menjad.ikan kamu dapat berjalan d.i daratan, d.an (berlayar) di lauan.... 'i (QS. Yunus: 22)

Firman-Nya yang lain:

"'6A

# n(:-rb (@i9t4,k#tiit4

C CtL

c" \t*t it;..Y

57 HR. Muslim, AIIJ/56, no.2664). s8 HR. Al-Bukhari, (Il/49). 162

Bab Kedaa: Syubbat SePatar Qadar

"Dan Rabb-mu menciptakan dpa ydng Dia kebendaki dan memi' lihnya. sekali-kali tidak ada piliban bagi mereka. Mahasuci Allab dan-Mahatingi dari apd yd.ng ntereka persekutukan (dcngan-Nya)"' (QS. Al-Qashash:68)

Dan berdasarkan sabda Rasululllah

,?"r\?, ,>gt1L)t

ffi:

'rr\'oi'# G>rAt '1-rv;' ;nt'JS ',o,/,cc,

. ...2b' .jrlt

'=.-^>.1

"Allah telah menetapkan ketentuan-k"t.rrirr, p"r" -"khl,( 5O.OOO tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi... '"se Dan dalil-dalil lainnya yang semakna dengannya. Karena itu, Allah mengumPulkan kedua perkara ini -bahwa manusia diberi pilihan dari satu sisi dan dijalankan dari sisi lainnya -sebagaimana dalam firman-Nya:

oi

il b:i6 r, @'#" oi'6- ;G oA Y iti;-t*

{G>

"(Yaitu) bagi siapa di antaramu yd.ng 77tau ntenernpuh jalan yang lurus. Dan-kamu tidak dapat mengbendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dihehendaki Allab, Rabb semestd alam. " (QS. AtTakwiir: 28-29)

menetapkan hamba memPunyai kehendak, dan menjelaskan bahwa kehendak hamba itu mengikuti kehendak Allah, dan terjadi dengannya. Demikian pula (ditegaskan) Rasul iS, sebagaimana dalam sab-

Maka, Dia

#t

danya: 'd..

.,

'st'lt ,; ;f ;,. W?P

O, ?. ,

((,;ul-r i>=]l

It'rllt,cY;; :Ju

.l o. ,,t

o

/l

lz\

..oirl t's;s xi t-ut^li ^li l'

o

l-o

gS'-' t";;

J';;:, i.

,'io

5e HR. Muslim, flflIV50. Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

163

t1 . ,t

((..J

.z t n'o z, 9t.

,jt- tJ

,"*1..

Ji

"Tidak ada satu jiwa pun dari kalian melainkan telah diketahui tempatnya, baik di Surga atau di Neraka." Mereka bertanya, "lWahai Rasulullah, lalu untuk apa kita beramal? Mengapa kita tidak pasrah saja?" Beliau menjawab, "Tidak, tapi beramallah! Karena setiap orang telah dimudahkan kepada apa yang ditakdirkan untuknya."6o Hadits ini adalah sebagai dalil dari apayangtelah disebutkan tadi. Ia menunjukkan bahwa manusia itu diberi pilihan, yaitu berdasarkan sabdanya: "Berarnallah,/" Sefta menunjukkan bahwa dalam pilihannya tersebut ia tidak keluar dari ketentuan Allah, berdasarkan sabdanya; "Karena setiap ordng telab dimudahkan kepada apa y ang ditakdirkan untuhnya." Inilah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syar'i dan dalam kenyataan mengenai masalah ini.6'

Mudah-mudahan penjelasan ini berisi jawaban yang memadai, dan mengompromikan nash-nash dalam masalah ini.

Ada baiknya dalam masalah ini memperbaiki pertanyaan dari pada menanyakan: Apakah manusia dijalankan atau diberi pilihan? Yang terbaik ialah dengan menanyakan: Apakah manusia mempunyai kehendak dan kemampuan ataukah tidak? Jawabannya -sebagaimana telah disebutkan sebelumnya- secara ringkas: Bahwa manusia mempunyai kehendak untuk memilih dan kemampuan untuk berbuat, tapi kemampuan dan kehendaknya mengikuti kehendak Allah, dan terjadi dengannya. Dengan jawab.

ini sirnalah permasalahan, dan pertanya n ini pun ter-

Dari sini jelaslah kepada kita kesalahan sebagian kalangan yang menulis tentang qadar, yaitu ketika mereka mengemukakan tulisantulisan mereka tentang qadar dengan pertanyaan tersebut: Apakab 60 HR. Al-Bukhari,

6r

Lihat,

Daf

ffII/2t2)

dan Muslim,

NIII/ 47, no.

2647).

lhaamil ldhthiraab, hd,.286-287 dan Fataataaa al-Lajnab ad-Daa-

imab, (II/377-380).

764

Bab Kedua: Syubbat Seputdr Qadar

manusia dijalankan atau diberi pilihan? Mereka menyelami pembicaraan mengenainy^tanpa membawa hasil yang benar -secara umum,- dan seolah-olah masalah qadar tidak dapat difahami kecuali dengan menjawab pertanyaan tersebut.62

Yang lebih utama bagi mereka -ketika ingin menulis tentang qadar- ialah mengemukakan tulisan tersebut dengan menjelaskan tentang qadar dari asalnya, yang bersumberkan dari nash-nash alQur-an dan as-Sunnah, bukan bersumberkan dari akal yang terbatas. Lalu mereka menjelaskan qadar dengan empat tingkatannya, menjelaskan bahwa Allah memerintah dan melarang, dan bahwa hamba berkewajiban untuk beriman kepada qadar dan mengimani syari'at. Oleh karenanya, ia harus membenarkan berita (wahyu) dan mentaati perintah. Kemudian jika ia melakukan kebajikan, maka hendaklah ia memuji kepada Allah dan jika berbuat keburukan, maka hendaklah ia memohon ampun kepada-Nya. Demikian pula hendaknya mereka menjelaskan bahwa hamba berkewajiban untuk berusaha demi kemaslahatan duniawinya, dan melakukan upaya-upaya yang disyari'atkan serta mubah. Jika ia memperoleh apa yang dikehendakinya, maka hendaklah ia memuji Allah, dan jika perkara yang daane kepadanya berbeda dengan yang diinginkannya, maka hendaklah ia merasa terhibur dengan qadar-Nya. Dan demikianlah (seharusnya)... . Dengan demikian tidak perlu membicarakan secara berlebihan mengenai pertanyaan ini. Sebab, jika manusia memahami masalah qadar seperti ini (yang sesuai dengan metode Salafush Shalih), maka ia selamat dari berbagai syubhat.

62 Lihat,

sebagai contoh, khab al-Qadbaa'u.,al Qadar, Syaikh Muhammad asyhaJ,. 9-12, Mas-aktul Qadhaa' aul Qadar,'Abdulhalim Qunbus dan

Sya'rawi,

Khalid al-'Ik, hal. 15-150, Maa Huua al'Qadhaa'utal Qadar, Muhammad Mahmud'Ajjaj, dan al-Qadhaa'utal Qadar Haqqun ana'Adl, Usta& Hisyam al-Hamshi, h^. lL7-t26. @uku-buku yang disebutkan tersebut adalah contoh dari buku-buku yang ddak membahas permasalahan qadha' dan qadar dengan baik,'d). Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

165

Pembahasan Ketujub

Bagaimana Kita Mengompromikan Antara Pernyataan Bahwa Hanya Allah Yang Mengetahui apa yang Ada Dalam Kandungan, dengan Ilmu Kedokteran (y".g Berhasil Mengetahui) mengenai Jenis Kelamin Janin Dalam Kandungan, Laki-Laki ataupun Perempuan? Permasalahan ini datang dan membingungkan banyak orang. kesimpulan dari perny^taan mereka adalah:

Apabila Allah,99, berfirman dalam surat Luqman:

tfS *s)i &,i'ry,fti L) c3 tG,*:6e 3*ai c2sG3 +-):\J {6i+ ry'1'6;"L#uai Ai,J,,r a:I ("

)L; iAi

Y

bb

./

Allah, banya pada

sisi-Nya sajalab pengetahuan tentang hari Kiamat, dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang "Sesungguhnya

pun yang dapat mengeubui (dengan past, apa yang ahan diusahakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yd.ng dapat mengeabui di bumi mand dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetabui lagi Maba Mengenal. " (QS. Luqman: 34) Dan jika Rasul ffi bersabda, sebagaimana dalam ash-Shabiihain dan selainnya dari Ibnu 'Umar v4{-':

3r Lt y,i';

- .I' \L i+J*;, :;' (eYr

,4

. ... a;t

,f \

I'

A

i:rb

f.-.rdi*

"Lima perkara ghaib yargharryadiketahui ot.t AUrfr. beliau membaca (ayat): 'Hanya pada sisinya sajalah pengeahuan tentangbari Kiamar... .' (hingga akhir ayat)."63 63 HR. Al-Bukhari, (I/18) dan Muslim, (/39, no.9). 766

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Lalu bagaimana kita mengompromikarL antara hal itu dengan apa yar,rg kita ketahui lewat ilmu kedokteran tentang jenis kelamin janin, laki-laki ataukah perempuan? Jawaban tentang permasalahan ini, -albamdulillaab- mudah, tetapi sebelum memasuki jawaban harus dijelaskan terlebih dahulu tentang masalah yang penting. Yakni, "Tidak mungkin teriadi kontradiksi antara ayat al-Qur-ar. y^ngjelas dengan kenyataan yang ada (fakta), selamanya. Jika nampak dalam fakta sesuatu yang zhahirnya bertentangan, maka bisa jadi fakta tersebut sekedar klaim yang tidak ada hakikatnya, dan mungkin al-Qur-an tidak secara tegas menentangnya, karena ayat al-Qur-anyangjelas dan fakta yang hakiki keduanya adalah suatu kepastian (qath'), dan tidak mungkin terjadi kontradiksi di antara dua kepastian selamanya."'o

Inilah yang dinyatakan para ulama di masa dahulu dan sekarang. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah aitr menyusun kitabnya yang sangat bermutu "Dar' Ta'aarudhil 'Aql utan Naql (Menolak Adanya Kontradiksi Antara Akal dan Walryu)," berdasarkin kaidah ini. Bahkan banyak penulis Barat yang obyektif menegaskan hal itu, di antaranya penulis Perancis, Maurice Bucaile, dalam bukunya, Bibel, al-Qur-an, dan Sains Modern.Ia menjelaskan dalam buku ini bahwa Taurat dan Injil yang telah diselewengkan yang ada saat ini bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah. Dalam waktu yang sama, penulis ini mencatat bukti-bukti keunggulan al-Qur-ar,yang mendahului pencapaian sains modern. Ia menegaskan, dari penjelasan tersebut, bahwa al-Qur-an tidak bertentangan selamanya dengan fakta-fakta ilmiah, bahkan sangat selaras dengannya.ut

Jika hal itu telah terbukti, maka kita akan menguraikan Permasalahan ini, dengan jawaban: Majmuu' Fataaa)da

IDa Rasaa-il

al'Muhimmah, Syaikh Muhammad bin'Utsaimin,

ur/77). Buku tersebut di atas telah diterjemahkan ke dalam bahasa'Arab oleh syaikh Hasan Khalid dengan judul at-Taurah wal Injiil ual Qur-aan ual'llm. Bab Kedua: Syabhat Seputar Qadar

767

1.

Kekhususan pengetahuan Allah tentang apa yang ada dalam rahim tidak hanya terbatas pada pengetahuan-Nya renrang apa yang ada di dalamnya berupa lakilaki atau perempuan saja, tetapi lebih luas dari itu. Ia mencakup apa yang ada dalam rahim berupa lakiJaki atau perempuan sejak saat pertama sebelum penciptaan, dan mencakup apa yang ada dalam rahim di setiap saar dan di setiap tahapan berupa keguguran, prematur, dan kehamilan, hingga ketika kehamilan belum memiliki bentuk, juga mencakup paras muka, panca indera, dan tabiatnya.66

Dan ilmu Allah mencakup juga terhadap rizkinya, apakah sedikit atau banyak, d* tentang sifat rizki itu, apakah diambil dengan carayanghalal atau haram. Ilmu Allah juga mencakup tentang umur si hamba, apakah pendek atau panjang, mencakup pula tentang amalnya, apakah diterima atau tidak, dan mencakup kehidupan nya, apakah sengsara atau bahagia.6T

Inilah pengetahuan tentang ap^ y^ng terdapat dalam rahim yang memang hanya diketahui oleh Allah dengan ilmunya. Dia tidak menampakkan hal itu kepada seorang pun kecuali kepada diridhai-Nya, dari Rasul, Malaikat atau selainnya. "Dalam ayat ini tidak ada penegasan dengan penyebutan pengetahuan tentang (enis kelamin) laki-laki dan perempuan (dalam rahim), demikian pula as-Sunnah tidak menyebutkan demikian."68 2. Mengetahui apa yangada dalam rahim, apakah laki-laki atau perempuan, tidak dapat dilakukan kecuali setelah janin tercipta siapa yang

(dengan sempurna).

Adapun masa sebelum janin diciptakan (dengan sempurna) di dalamnya, maka tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, apakah janin laki-laki atau perempuan, karena hal itu termasuk perkara ghaib. "Para ulama bersepakat bahwa ditiupkannya ruh hanyalah setelah empat bulan."6e 66 Lihaq Fii Zbilaalil Qur-aan, Sayyid Quthb, A/2799). 67 Fat-bul Baari, (I/492). " Majmuu'Fataautaa au Rasaa-il,Ibnu 'Utsaimin, (ll/77). 6e Sbabiih Muslirn bi Syarh an-Nauaui,fftWlgl) dan Fat-hul Baari, @l/a%). 168

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Ditiupkannya ruh dalam janin hanyalah setelah sempurna bentuknya, yakni setelah diciptakan dengan sempurna." Setelah penciptaannya, ilmu untuk mengetahui apakah lakilaki atau perempuan bukanlah termasuk dari ilmu mengetahui y*g ghaib. "Karena setelah diciptakan, ia menjadi ilmu kenyataan (pengetahuan yang dapat disaksikan). Hanya saja, ia tersembunyi dalam kegelapan-kegelapan yang sekiranya dihilangkan niscaya menjadi jelas perihalnya.

Tidak mustahil bila dalam apa yang diciptakan Allah berupa cahaya, ada cahaya yang kuat yang dapat menyingkap kegelapan sehingga janin menjadi jelas, laki-laki atau perempuan."zl Karena itu, tidak aneh bila janin diketahui setelah tercipta dengan sempurna melalui USG. Sebab, ini termasuk ilmu nyata, ilmu tentang fenomena kehidupan dunia. Allah ,9P, tidak menafikan hal itu dari manusia, tetapi menetapkannya untuk mereka. Sebagaimana dalam firman-Nya:

( @ ...t!'ui t-ptG

(*3r:r;"Y

"Merekz banya mmgeahuiyanglahir (saja) dai kebid.upan dunia...

."

(QS. Ar-Ruum: 7)

Mengenai taf.sir ayat34, surah Luqman: { ...t6]!i eC &-')...y '...Dia mengetahui apa yang ada dalam rabim...'. " Ibnu Katsir ffi berkata, "Demikian pula tidak adayang mengetahui apa yang hendak diciptakan-Nya, selain Dia. Tetapi ketika Dia memberikan ketentuan terhadap janin tersebut mengenai laki-laki atau perempuan dan celaka atau bahagia, maka Malaikat yang ditugaskan untuk itu mengetahuinya, dan juga siapa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya."'2

Hal ini ditunjukkan oleh dalil-dalil syari'at dan fakta. Adapun dalil-dalil syari'at, maka sebagaimana terdapat dalam ash-Sbahiihain dari Anas gF, bahwa Nabi ffi bersabda: 70 Lthat, Shabiih Muslim bi Syarb an-Nauaai, (XVI/191).

7t

Majmuu'ul Fataauaa uta Rasaa-ili ary-Syaihb lbni'Utsaimin, QII/77).

72 Tafsiir al-Qur-aanil 'Azhiim, (III/473). Bab Kedua: Syubhat Seputar Qadar

169

,;trL

L,

qi

,ru b,

ei,i"iK

rlu?"',1E,

U Lr,si *|r;;tri r;rb":llr t; rin-, ?i el rjf Tiysi ,torU

iJsw'#-ti

ii.,r

lrir;rp

,3i

*:"r;:tuk

"Allah menugaskan satu Malaikat berkenaan dengan rahim, ia mengatakan, 'rVahai Rabb-ku, (sekarang telah masuk) nutfab (air mani). \7ahai Rabb-ku, (sekarang telah menjadi) segumpal darah. Vahai Rabb-ku, (sekarang telah menjadi) segumpal daging.' Jika A1lah menghendaki untuk menyempurnakan penciptaan, maka ia mengatakan, ''Wahai Rabb-ku, laki-laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana rizkinya? Bagaimana qalnya?'Lalu ia menulis hal itu dalam perut ibunya."73 Adapun bukti aktual maka sebagaimana telah disebutkan bahwa janin dapat diketahui melalui USG hanyalah setelah diciptakan dengan sempurna.

'r

HR. Al-Bukhari beserta syarahnya, al-Fat-b, (no. 6595) dan Muslim, (no. 2646).

170

Bab Kedua: Syubbat Seputar Qadar

Bab Ketiga:

Penyimp Dalam M 0adaf:

Bab Ketiga

PENYIMPANGAN DALAM MEMAHAMI QADAR Di dalamnya tercakup dua

(2) pasal

:

Pasal Pertdfira:

KESALAHAN-KESALAHAN (MANUSIA) TERHADAP MASALAH TAKDIR. PasalKe&.a: KESESATAN DAI-AM MASAIAH TAKDIR. Yang di dalamnya tercakup tiga pembahasan: Pembabasan Pertama

Yang Pertama Kali Mengingkari Qadar Dalam Umat Ini. Pembahasan Kedua Kesesatan Dalam Masalah Qadar. Pembabasan Ketiga

Kisah dan Perdebatan bersamaQadariyyah dan Jabariyyah.

Pasal Pertama

KESALAHAN-KESALAHAN (MANUSIA) TERHADAP MASALAH TAKDIR Ada sejumlah kesalahan yangbanyak dilakukan manusia dalam masalah qadar. Kesalahan-kesalahan tersebut, di antaranya adayang Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qodo,

173

berupa ucapan, perbuatan, keyakinan, dan ada pula yang mencakup semua itu. Di antarakesalahan-kesalahan itu ialah sebagai berikut:

1.

Berdalih dengan qadar atas perbuatan aib (dosa).

Sudah kita bahas sebelumnya bahwa berdalih dengan qadar hanya dibolehkan ketika mendapatkan musibah, bukan ketika melakukan dosa.

Ada orang yang berdalih dengan qadar atas perbuatan dosa yang dilakukannya. Ia berdalih dengan qadar atas perbuatan maksiat atau meninggalkan ketaatan yang terus-menerus dilakukannya.

Jika ditanyakan kepadanya, misalnya, "Mengapa anda tidak shalat?" Ia menjawab, "Allah tidak menghendaki demikian kepadaku." Jika ditanyakan kepadanya, "Kapan Anda akan bertaubat?" Ia menjawab, "Jika Allah menghendaki hal itu kepadaku." Ini adalah kesalahan, kesesatan, dan penyimpangan. Karena jikayangdimaksud dengan kehendak di sini adalah kehendak dalam arti kecintaan, maka ia telah membuat kedustaan yang besar terhadap Allah, karena Allah.98 menyukai ketaatan, meridhai, memerintahkan, dan mensyari'atkannya. Jika yang dimaksud dengan kehendak (iraadab) ialah maryii'ah (kehendak), dan bahwa Allah tidak menakdirkan untuknya perbuatan ketaatan, atau menakdirkan untuknya perbuatan kemaksiatan, maka perkataan ini pun salah. Sebab, qadar Allah itu rahasia yang tersembunyi, tidak ada seorang makhluk pun yang mengetahuinya, kecuali setelah terjadinya. Kehendak hamba itu mendahului perbuatannya, sehingga kehendaknya tidak didasarkan pada pengetahuan tentang qadar Allah. Oleh karenanya, alasan tersebut adalah bathil, karena ia telah mengklaim mengetahui perkara ghaib, sedangkan perkara ghaib itu hanya diketahui oleh Allah. Jadi, alasannya itu batal, karena alasan seseorang tidak sah dalam perkara yang tidak diketahuinya. Demikianlah (penjelasannya), dan telah disebutkan sebelumnya tentang kekeliruan berdalih dengan qadar atas perbuatan dosa, secara terperinci. 2. Tidak membantu orang-orangyang membutuhkan pertolongan dan kesusahan, dengan alasan bahwa apayangmenimpa mereka itu adalah dengan kehendak Allah. 174

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Mernahami Qadar

Sebagian manusia ad'- y ang melihat saudara-sau darany a se-Islam

mendapatkan musibah, tapi ia tidak tergerak untuk menolong merek", tidak termotifasi untuk membantu mereka, dan tidak menganjurkan orang lain untuk berbuat demikian, dengan alasan bahwa hal itu terjadi dengan kehendak Allah, dan Dia tidak membolehkan kita untuk membantu mereka, Allah,}8 sedang menghukum mereka. Demikian pula apa yang dijumpai pada sebagian manusia, ketika dikatakan kepada mereka, "Berbuat baiklah kepada kaum fakir dan orang-oran gyang membutuhkan." Maka salah seorang dari mereka menjawab, "Bagaimana kami dapat berbuat baik kepada mereka, sedangkan Allah menghendaki hal itu kepada mereka? Allah memfakirkan mereka sedangkan kamu akan mencukupi mereka?" Atau ia mengatakan, "seandainya Allah menghendaki untuk mencukupi mereka, niscaya Allah mencukupi mereka tanPa bantuan kita." Pernyataan ini dan semisalnya adalah Pernyataan bathil :.anPa diragukan lagi, dan ini menunjukkan kebodohan yang besar atau prr"-p.r." bodoh dan dungu. Sebab, masyii-ah (kehendak Allah) bukanlah sebagai dalih untuk melakukan kemaksiatan atau meninggalkan ketaatan selamanya.

Pernyataan ini pun merupakan kebodohan terhadap hikmah Allah Tabaaraka ua Ta'aala, di mana Allah meninggikan (derajat) sebagian manusia atas sebagian yang lain, menguji sebagian mereka dengan sebagian lainnya, dan menolak sebagian mereka dengan sebagian lainnya. Kemudian harta itu pun (pada hakikatnya) adalah harta Allah. Seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia mengambilnya darimu, wahai orang yang berpendapat dengan pendapat ini. Apakah engkau akan ridha saat itu, ketika engkau sangat membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kesusahanmu, bila dikatakan kepadamu sePerti ^pa

yang engkau ucapkan?

ini adalah kesalahan dan kesesatur y{tg besar. Orangorang yang menyatakan demikian, mereka adalah seruPa dengan kalangan yang disinyalir oleh Allah,€: Pernyataan

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qodo,

17s

6lL'u"iit

*i

Jv fri f*;,

ti trbi t k

sy b

;Ui

e,u.

i1;i:-;Li'Ai iu'--,l ;

(@

t-y-.r;

*i )-$-_l {; i'

./

"Dan apabila dikatakan kepada mereka,'Na/kahkanlah sebagian dari rizki yang diberikan Allah leepadamu,' rnAkd. orang-orang yang kafir itu berkau kepada ordng-ordngyangberiman, Apakab kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allab mengbendaki tentulab Dia akan memberinya makan, tidaklah kamu mehinkan dalam kesesatan ydngnyaa." (QS. Yaasiin: 47)

3. Tidak melakukan sebab-sebab (ikhtiar), dengan dalih tawakkal kepada A1lah serra pasrah kepada qadha' dan qadar-Nya. Di antara manusia ada orang yang tidak melakukan berbagai upaya, dengan dalih bahwa ia bertawakkal kepada Allah, beriman kepada qadha' dan qadar-Nya, serta bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi dalam kekuasaan-Nya, melainkan dengan kehendak-Nya. Pendapat seperti itu adalah seperti pendapat kaum shufi yang mengatakan, "Bahwa tidak melakukan berbagai upaya adalah tingkatan tawakkal yang tertinggi."

Hal ini menyebabkan bencana secara umum dan menyebabkan ujian semakin berat, baik dalam raranan individu maupun umar. IJmat Islam melewati berbagai krisis dan masa-masa yang sulit. Mereka akan dapat keluar darinya dengan pemikiran yang cemerlang, pandangan yang jitu, dan wawasanyangbenar. Lalu mereka mencari sebab-akibat dan memperhatikan akhir dan persiapannya. Kemudian, setelah itu mereka melakukan berbagai upaya dan memasuki "rumah" melalui pintunya. Akhirnya, mereka dapat mengatasi -dengan seizin Allah- berbagai krisis dan keluar dari kesulitankesulitan tersebut, sehingga kejayaan mereka seperti dahulu kembali lagi kepada mereka. Demikianlah umat Islam di masa-masa mereka yang cemerlang.

Adapun pada masa-masa terakhirnyayang diliputi selubung kebodohan, diterjang badai atheisme dan wesrernisasi, serra bid'ah 176

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

dan kesesatan tersebar di dalamnya, maka perkara ini menjadi tidak jelas bagi kebanyakan kaum muslimin. Lalu mereka menjadikan keimanan kepada qadha' dan qadar sebagai sandaran untuk bermalasmalasan, dan sebagai dalih untuk tidak bersungguh-sungguh dan berpikir mengenai perkara-perkara yang mulia serta menggapai kejayaan dan kesuksesan. Akibatnya, mereka lebih suka melakukan hal yang mudah, ringan, dan sedikit (hasilnya), ketimbang melakukan hal yang sulit, berat, danbanyak (hasilnya). Jalan keluar menurut pandangan mereka ialah seseorang harus bersandar pada qadar, bahwa Allah melakukan apayangdikehendaki-Nya, dan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, iraadah-Nyaberlakr, masyii-ah-Nya berjalan, serta qadha' dan qadar-Nya terjadi. Tidak ada daya dan kekuatan bagi kita, dan kita tidak punya kekuatan dalam semua itu.

Begitulah, demikian mudahnya (mereka) pasrah kepada takdir tanpa perlawanan kepadanya, tanpa melakukan upaya-upaya yarLg disyari'atkan lagi diperbolehkan. Ia tidak memerintahkan yang ma'ruf dan tidak mencegah yang mungkar, tidak memerangi para musuh Allah, tidak berkeinginan untuk menyebarkan ilmu dan melenyapkan kebodohan, dan tidak memerangi pemikiran-pemikiran yang merusak serta paham-paham yang menyesatkan. Semua itu dengan dalih bahwa Allah menghendaki hal itu. Pada hakikaffLy^ ini adalah musibah dan kesesatan yang besar yang membawa umat kepada kehinaan berupa kemunduran, menyebabkan para musuh menguasai mereka, dan mereka mendapatkan bencana demi bencana.

Yang benar ialah, bahwa melakukan berbagai sebab atau upaya

itu tidak menafikan keimanan kepada qadar, bahkan hal itu meruAllah ,99..l menghendaki bebepakan salah satu kesempurn ^alnya. menghendaki beberapa hal dari rapa hal mengenai kita, dan Dia kita. Apa yang dikehendaki-Nya mengenai kita, maka Dia menyembunyikannya dari kita, sedangkan apa yang dikehendaki-Nya dari kita, maka Dia memerintahkan kepada kita untuk melakukannya. Dia menghendaki dari kita untuk berda'wah kepada kaum kafir, Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

@d",

177

meskipun Dia tahu bahwa mereka tidak akan beriman. Dia menghendaki dari kita untuk memerangi mereka, meskipun Dia tahu bahwa kita akan kalah di hadapan mereka. Dia menghendaki dari kita agar kita menjadi umat yang saru, meskipun Dia tahu bahwa kita akan bercerai-berai dan berselisih. Dia menghendaki dari kita agar kita bersikap keras terhadap kaum kafir dan kasih sayang di ir^r^kita, meskipun Dia tahu bahwa sikap kebengisan kita kepada sesama kita sangat keras. Dan demikian seterusnya. Maka, mencampuradukkan arftara arPa yarLgdikehendaki mengedari kita, itulah yang menyanai kita dengan ^payarLgdikehendaki markan perkara ini dan menjerumuskan dalam larangan.

Kemudian tidak diragukan lagi bahwa Allah & adalahDzat Yang melakukan apa yangdikehendaki-Nya, Yang menciptakan ,.g"1" sesuatu, dan-Yang di tangan-Nya tergenggam kekuasaan ,.[d, sesuaru, kepunyaan-NyaJah perbendaharaan langit dan bumi. TJtapi, Dia Tab)araka ua Ta'aala menjadikan alam ini memiliki undang-undang, di mana alam tersebut berjalan di atasnya sehingga ,.r",rr-, meskipun Dia Mahakuasa untuk merusak undang-undang tersebut, -meskipun Dia tidak merusaknya-. Beriman bahwa Allah Mahakuasa untuk menolong kaum mukmin atas kaum kafir, tidak berarti bahwa Dia akan menolong kaum mukmin sedangkan mereka tidak melakukan berbagai uP^ya'\! rena pertolongan dengan tanpa melakukan vPaya adalah mustahil, dan kekuas"* e["h itu tidakbertalian dengan suatu yang mustahil. Lagi pula hal itu menafikan hikmah Allah, sedangkan kuasa Allah ,9B itu bertalian dengan hikmah-Nya. Keadaan Allah Y*g Mahakuasa atas segala sesuaru, tidak berarti bahwa individu, komunitas atau umat kuasa atas hal itu pula. Kekuasaan Allah adalah sifat yang khusus untuk-Nya, dan kuasa hamba adalah sifat yang khusus untuknya pula. Maka mencamkekuasaan Allah dan keimanan ke.padanya, puradukk ^ntara ^n i.rrg"r, kemampuan hamba dan pelaksanaan aPa yangdiperintahkan-kepad"rryrf h"l inilah yang membawa kepada kemalasan, serta membahayakan umat dan bangsa.l

I Al-Aioibatul Mufiidah li Mubimmaatil'Aqiidah, Syaikh'Abdurrahman ad'D;;1;; [;i. ltla'ti+ dan Manhaaiul Qurlaan uai Sunnah fi'l Qadbaa' ual Qadar, Muhsin al-Gharib, hd. 42-44.

178

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Mernabami Qadar

Inilah yang diperhatikan oleh salah seorang orientalis Jerman. Ia mengatakan, ketika menuturkan keadaan kaum muslimin pada abad-abad mereka yang terakhir, "Tabiat muslim ialah pasrah kepada kehendak Allah, ridha kepada qadha' dan qadar-Nya, dan t.rrrdrk dengan segala yang dimilikinya kepada Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.

Ketaatan ini mempunyai dua pengaruh yang berbeda: di masa permulaan Islam, ia memainkan peranan yang sangat besar dalam berbagai peperangan dan merealisasikan kemenangan y^ngberturutturut, karena mendorong jiwa pengorbanan kepada para praiurit. Sementara di masa-masa terakhir, ia menjadi sebab kejumudan (statis) yang meliputi segenap dunia Islam, sehingga mengenyahkannya kepada kehinaan dan menghempaskannya dari gelombang peristiwa-peristiwa dunia. "2

4.

Tidak berdo'a dengan dalih bahwa Allah mengetahuihajat hamba-Nya sebelum meminta. Seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia telah memberikan permintaannya kepadanya sebelum meminta, dan bahwa apay^ngmenimpa hamba itu tidak lain hanyalah apayang telah Dia tetapkan untuknya. Ada orang yang menganggap remeh perkara do'a, dan memandang bahwa ia tidak perlu berdo'a serta tidak ada gunanya berdo'a, karena Allah ,}P, mengetahui haiat hamba, dan tidaklah sesuatu menimpa hamba melainkan apa yarlgtelah ditakdirkan untuknya. Barangkali salah seorang dari mereka mengatakan, "Kita tidak perlu berdo'a, ketika bencana datang." Pernyataan ini adalah pernyataan bathil, karena menafikan iman kepada qadar adalah menafikan sebab dan meninggalkan suatu ibadah yang merupakan ibadah paling mulia di sisi Allah,Fr.

Do'a merupakan perkara yang agung dan mulia, sebab ia dapat menolak takdir dan menghilangkan petaka. Ia bermanfaat terhadap apa yang sudah datang dan apa yang belum datang. Nabi

t

M

bersabda:

Al-Islaam Quuautul Gbadd al-'Aalamiyab, Paul Smith, hal. 90 dan lihat al-' I lmaantyy ah, D r. Safar al-Hawali, hal. 5 i 9.

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami

Qadar

179

. ...io!tlr

v1

,uir ';i't

t

"...Tidak adayangdapat menolak takdir, t ..rrrti do'a... ."3 Beliau

Mj"g

bersabda:

,a3)r ot-yf';'.k; ,Gtr i6"&'; j u)) '(*rst'J*J. "oi ";i ;* ?rrjL c3 !i'"-l t*') J'; .,....ie":' Lt>> ,M !\'J";'r'JGi

i

,

.q,Glsu ytt?"e,;

ili I

"Barangsiapa di antara kalian yang dibukakan baginya pintu untuk do'a, maka dibukakan pula baginya pintu-pintu rahmat. Tidaklah Allah dimohon dengan sesuatu, yairrt yang lebih disukai-Nya dibandingkan bila dimohon dengan keselamatan. Sesungguh nya do'a itu bermanfaat terhadap apa yang sudah datang dan apa yang belum datang. OIeh karena itu, wahai hamba-hamba Allah, berdo'alah! "4 Beliau

ffi pun bersabda: ,'.,. )D L.Cg .

.tJl

-f

" .g, t J L*o/

tl!3 ,J-*

"Tidak bermanfaat kehati-hatian terhadap qadar, dan sesungguhnya do'a itu bermanf.aat terhadap apayangtelah datang dan apayang belum datang. Sesungguhnya do'a itu benar-benar HR. Ahmad, N/277),Ibnu Majah, (no. 90) dalam muqaddimah bab al'Qadar, at-Tirmidzi, (no. 139), bab Laa Yarud.dul Qadar illad Du'aa', dan dihasankar oleh al-Albani dalam Shabiihul Jaarni', (no.7687), danhhat, asb-Shabiihah, (no. 154).

HR. At-Tirmidzi, (no. 3548) dan ia mengatakan,"Gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits 'Abdurrahman bin Abi Bakr al-Qarasyi, dan ia dha'if dalam hadits, yang telah didha'i{kan sebagian ahli ilmu dari segi.hafalannya." AI-AIbani menil"i hasan dalam Sbahiibul Jaami', (no.3409) dan lihaq al-Mirykaah, (no. 180

223 4).

Bab Ketiga: Penyirnpangan Dalam Memabarni Qodo,

bertemu dengan bencana, lalu keduanya saling mengalahkan hingga hari Kiamat."s Mungkin sebagian orang yang tidak berdo'a berargumen -seperti sebagian kaum shufi- dengan hadits: o , ,

.Jt*{

tl?

a-"J-c

Jl *,' '}

o t z I

o

|f

cO/

"Aku tidak perlu memohon kepada Dzar yang mengetahui keadaanku."

Hadits ini bathil yang tidak memiliki asal usul (dari Nabi

ffi).

Para ulama telah membicarakannya dan menjelaskan kebathilannya.

Al-Baghawi menyebutkannya dalam tafsir surat a1-Anbiyaa' dengan mengisyaratkan tentang kedha'ifa nnya' seraya mengatakan: Diriwayatkan dari Ubay bin Ka'b, bahwa Nabi Ibrahim:{$\ mengatakan, ketika mereka mengikatnya untuk dilemparkan ke dalam api: -O

t6,

.

JJJ9 cJ^-r.Jl

i

,:jU\tJ\

t-i'aiG; ,ai Vf .lf V

u$i

-60

Y .'3.IlJt

ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Engkau, Mahasuci Engkau Rabb semesta alam, segala puji bagi-

"Tidak

Mu, dan

5

segala kerqaan

milik-Mu, tidak

ada sekutu bagi-Mu."

HR. Ath-Thabrani dalam ad'Du'aa', (IIl800, no. 33), al'Ausath, (no.2519), al-Hakim, Q,/492), dan al-Bazzar -sebagaimana dalam Karyful Astaar, karya a1-Haitsami-, (U29, no. 2165), darr id'an Zakaria ibnu Manzhur al-Anshari, ia mengatakan: Bercerita kepada kami 'Aththaf asy-Syami dari Hisyam bin 'Urwah, dari ayahnya, dari'Aisyah. Al-Hakim berkata, "Sanadnya shahih," tetapi adz-D zahabi mengoment arinya, "Bahwa dalaq sanadnya terdapat

ai kedba'ifeanya."

Al-Haitsami berkata dd,asr Majma'uz ia dinilai tsiqah oleh iumhur, dan didba'ilkan al-Mishri bin Shalih Ahmad oleh dipercaya) ftisa sedangtan perawinya yang lain dapat dipercaya." Al-Albani mengatakan' "Hasa-n,' dilam Shiblihuljaami', (no.7739), dan lihat, al-Misykaah, (no. 2Ba)- Juga dikeluarkan oleh Ahmad , N /234), at-Thabrani dalam al'Kabiir, (XX/{Oi, no. 2Ol), dari ialan Syahr ibnu Hausyab, dari Mu'adz bin Jabal i.r,g* redaksi yang semakna. Al-Haitsami berkata dal'am al-Majma', 6./L46), "Syihr ibnu Khausyab tidak pernah mendengar dari Mu'adz, dan riwayat Isma'il bin 'Iyasy dari ahli Hijaz adalah lemah." Zakaria yang disepak

Zauaa-id, 6/146), "Di dalamnya adaZakaria bin Manzhur,

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

181

Kemudian mereka melemparkannya dengan alat pelontar ke dalam api, lalu Jibril menyambutnya dengan ucapan, "'Wahai Ibrahim, apakah engkau memerlukan sesuatu?" Beliau menjawab, "Adapun kepadamu maka tidak." Jibril berkata, "Memohonlah kepada Rabb-mu." Ibrahim berkata, "Aku tidak. perlu memohon kepada Dzat yang mengetabui keadaanku."6

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan tentang hadits mern-ohon kepada Dzat yang nTengetahui keadaanku,' adalah bathil, menyelisihL apa yang disebutkan Allah tentang Nabi Ibrahim al-Kbalil dan para Nabi selainnya, -yaitu mereka berdo'a kepada-Nya dan memohon kediperintahkan Allah kepada pada-Nya- dan menyelisihi ^payang para hamba-Nya, yaitu memohon kepada-Nya untuk kemaslahatan dunia dan akhirat."' Syaikh al-Albani aiilr berkata tentang hadits ini, "Hadits ini tidak memiliki asal-usul (dari Nabi ffi), sebagian mereka menyebutnya sebagai perkataan Nabi Ibrahim >{,9fl\, padahal termasuk Israiliyyat,dan tidak mempunyai asal-usul dalam hadits marfut."n

ini, "Adapun ucapannya: 'Aku tidak perlu

Beliau (Syaikh al-Albani) mengatakan setelah itu, tentang hadits ini, "Makna ini telah diambil oleh sebagian kalangar.yangmenulis tentang hikmah menurut cara yaflg ditempuh kaum shufi, lalu mengatakan,'Permohonanmu kepada-Nya adalah tuduhan (jelek) kepada-Nya."'10

Kemudian beliau '-tv 1uga mengatakan, mengomentari pernyataan tersebut, "Ini adalah kesesatan yang besar, apakah para Nabi t$. berarti menuduh Rabb mereka, ketika mereka memohon kepada-Nya dengan berbagai macam permohonan?"l1

5. 6 7 8 o 'o tt

Berdo'a dengan ucapanr

Tafsiir Ma'aalimut Tanziil,

Ah47).

Majmuu'ul Fataaraaa, AIIJ/539). Hadits Marfu': Hadits yang disandarkan kepada Nabi gi,*d Silsilab al-Ahaadiits adb-Dbaa'ifub, {./28, no. 21).

Ibid, (/29). Silsilah al-Abaadiits adh-Dhaa'ifah,

782

I/29).

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

.^b'*bi)t:l:**i ;.f,: ,,r2ar i;:lili o";t ,:d)i "Ya Allah, aku tidak memohon kepada-Mu untuk menolak qadha', tetapi aku memohon kepada-Mu kelembutan di dalamnya."

Do'a ini sering dilafazhkan banyak orang, padahal do'a itu tidak patut diucapkan. Karena kita disyari'atkan untuk memohon kepada Allah agar menolak qadha', jika di dalamnya terdapat keburukan. Karena itu, Imam al-Bukhari aiiia membuat satu bab dalam Sbahiih-nya: bab Man Ta'auutadza billaahi min Darkisy Syaqaa' zaa Suu-il Qadhaa'(Orang yang Memohon Perlindungan kepada Allah dari Kesengsaraan yang Berat dan Qadha' (takdir) yang Buruk). Demikian pula firman Allah Ta'ala: )

tl

,.

'*tLI3F

"Katak,anlah, 'Aku berlindung kepada Rabb ydng menguasai Sbubuh, dari kejabatan makhluk Nya."'(QS. Al-Falaq: 1-2) Kemudian beliau mengemukakan sabda Nabi

trt2it

i-r

r,\At !'r3'),,.frt

ffi:

*i:\)L)Li?

"Berlindunglah kepada Allah dari ujian yang berat, kesengsaraanyanghina, dan qadha' (takdir) yang buruk!"12 6. [Jcapan: "Keadaan telah menghendaki, atau takdir telah menghendaki demikian dan demikian." Ini pun termasuk kata-kata yang tidak semestinya diucapkan, karena keadaan dan takdir tidaklah mempunyai kehendak. Syaikh 'Allamah Muhammad ibnu'LJtsaimin tw ditanya tentang kata-kata tersebut, maka beliau menjawab, "Takdir menghendaki dan keadaan menghendaki adalah kata-kata yang mungkar. Karena keadaan ialah waktu, sedangkan waktu tidak mempunyai kehendak. Demikian pula takdir, ia pun tidak mempunyai kehendak.

"

HR. Al-Bukhari, Nrr/2t5).

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

183

Tetapi yang menghendaki hanyalah Allah #t.Y^, sekiranya manusia mengatakan, "Takdir Allah menghendaki demikian dan demikian," maka tidak mengapa. Adapun kehendak, maka tidak boleh dinisbatkan kepada takdir, karena masyii-ab adalah iraadah ftehendak), sedangkan kehendak itu bukan untuk sifat tetapi untuk yang disifati."ll 7. IJcapan: "Atas kehendak Allah dan kehendak fulan." Ucapan ini adalah syirik kepada Allah .98, karena adanya penyamaan dalam u kata penghubung, yaitu huruf 'j' (dan). Sebab, barangsiapayang menyamakan hamba dengan Allah, -walaupun dalam syirik kecilberarti telah menjadikannya sebagai tandingan bagi Allah &',berdasarkan apa yang diriwayatkan Ibnu 'Abbas q,€y, bahwa seseorang berkata kepada Nabi ffi: cd

|:J'J

oirt

tU

U

"Atas kehendak Allah dan kehendakmu." Maka, beliau bersabda:

.i:-L') iur ,u:, G ,"J

ftlj n 'GJE|

"Apakah kamu menjadikan aku sebagai rrrrdi.rgrn O*t Otr"n, Tetapi katakan, atas kehendak Allah semata."la Dan berdasarkan sabdanya: / ^ c,oll ,t-1,

, t

G :l')'g

i.

z

t.

*<': cd)i ,V)

/ ^ rirt rt-},

,

t

t :Jy- Y t;d i*

;

"Janganlah engkau mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak fulan,' tetapi katakanlah: 'Atas kehendak Allah, kemudian kehendak fulan."'ls

1l

14

Majmuu' Fataau)aa zoa Rasaa-il asy Syaikh Muhammad ibnu' Utsaimin, SII/ 13t-t32). HR. Ahmad, g./214,224,283), dan dishahihkan al-Albani dalam Sbabiih alAdabul Mufradkarya al-Bukhari, (no. 783).

184

-

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

Dari sini jelaslah bagi kita bahwa tidak boleh diucapkan: Atas kehendak Allah dan kehendak fulan, tetapi diucapkan: Atas kehendak Allah, kemudian kehendak fulan. Namun, yang lebih utama dari itu ialah diucapkan: Atas kehendak Allah semata, karena di dalamnya berisi penegasan kepada tauhid yang menafikan kesyirikan dari segala aspek, dan orang yang memiliki bashirah (ilmu) akan memilih untuk dirinya derqat kesempurnaan tertinggi dalam kedudukan tauhid dan keikhlasan." 8. Memastikan akan melakukan sesuatu atau terjadinya sesuatu tersebut di masa yang akan datang, tanpa menyertakannya dengan masyii-ab (kehendak Allah)." Seperti orang yang mengatakan, "Aku akan berbuat demikian dan demikian pada hari ini dan itu," tanpa menyertakan ucapan itu dengan masyii-ah.

Ini adalah kesalahan yang semestinya setiap muslim menjauhinya, berdasarkan firman Allah Ta'ala:

oi

t @ G -z-ts;i"Jrtb u) rGa.'trr; v; I

/ 4'9"r-"^

Ltt: ojtt

l ...

Y

;-tA

"Dan janganlab sekali-kali kamu mengatakan terbadap sesuatu, 'sesunggubnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), 'Insya Allah....'" (QS. Al-Kahfi: 23-24)

Katakanlah hal semacam itu pada orang yang memastikan terjadinya perkara tertentu pada hari tertentu di masa depan, tanpa mengikat hal itu dengan masyii-ah.

9.

Ucapan:

;$;\-r-G Je

3r Lt

HR. Ahmad, N/384,394) dan Abu Dawud, (no. 4980). Al-Albani mengatakan

dilam a*Sikiktusb Sbahiibab, (no. 137) mengenai sanadnya, "Ini adalah sanad

yang shahih." Lrhat, Fat-hul Majiid, Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan, hal.612. 17

Sepeni dengan ucapan:

ir 'L:

of "Jika

Allah menghendaki,"-'d'

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

18s

"sesungguhnya Allah Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya."

Jika terbersit di hati bahwa Allah tidak kuasa kecuali atas apa yang dikehendaki-Ny a saja. Sebagian ulama telah mengisyaratkan kesalahan ungkapan ini, di antaranya Syaikh 'Allamab'Abdurrahman bin Hasan e.ji!r". Sejarawan, 'LJtsman bin Basyir

tE

berkata, "Saya menulis surat

suatu kali untuk beliau -yakni 'Abdurrahman bin Hasan- dan saya mendo'akan untuknya di akhir surat, serta saya mengucapkan di akhir do'a: SesungguhnyaDiaMahakuasa atas apa yang dikehendaki-

Ny". Kemudian beliau menulis surat kepadaku dan mengatakan di tengah jawabannya, "Kata-kata ini sering diucapkan dengan tanpa sengaja, dan ini ucapan banyak orang ketika berdo'a kepada Allah: 'Dan Dia Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.' Sementara ahli bid'ah meniatkan kata-kata tersebut untuk keburukan. Sedangkan yang disebutkan dalam al-Qur-an semuanya (adalah dengan 'r----j 'Dan Din Mabakuasa atas segala se' laf.azh), q."-r-rs ,*t ,f * > suatu.'Tidik'ada dalam al-Qur-an dan as-Sunnah yang menyelisihi hal itu pada prinsipnya, karena kekuasaan itu bersifat umum dan menyeluruh. Qudrab (kekuasaan) dan ilmu adalah dua sifat yang menyeluruh, yang bertalian dengan yang wujud dan yang tidak wujud. Tetapi yang dimaksudkan oleh ahli bid'ah ialah, bahwa Dia Mahakuasa atas apayangdikehendaki-Nya, yakni bahwa qudrab (kekuasaan) tersebut tidak bergantung kecuali kepada apayang dengannya kehendak bergantung."'8 Syaikh 'Allamab Muhammad bin Ibrahim av berkata dalam jawabannya tentang ungkapan ini, "Yang,utama ialah tidak diucapkan, dan yang diucapkan ialah ;$ 'd .f * iul .rl "sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuitu," karena ki,kuasaan Allah mencakup apa yang dikehendaki dan apa yang tidak dikehendaki-

Nyr.""

'8 '[Jnwaanul Majdfii Taariikh Najd, [I/22). t' Fataazaaa Muhammad bin lbrahim, 0:/207). 186

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

Syaikh Dr. Bakr Abu Zaid bafi.zhabullah mengatakan, "Mengucapkan lafazhini memiliki dua keadaan: Pertama,secara umum, dan ini dilarang karena tiga alasan: l. Karena hal ini membatasi aPayangdimutlakkan Allah'

2.

dikehendaki-Nya, Karena akan diduga bahwa ^Payurgtidak maka Dia tidak kuasa terhadaPnYa.

3. Karena ini mengisyaratkan

madzhab Qadariyyah' Kedua, dengan cara dibatasi, sebagaimana telah disinggung'"2c Yakni, boleh dengan dibatasi dengan perbuatan-perbuatan tertentu-

Namun, yang paling jelas -zaallaabu a'lam- bahwa ungkapan ini: ,.Sesungguhnya Allah Mahakuasa aras apa yang dikehendakiNyr," addrfi ungkapan yangbenar dan tidak dianggap salah' Kecuali bila terbersit dalam hati yang mengucapkan bahwa kekuasaan Allah tidak berganrung kecuali kepada apa yarTg dengannya kehendak bergantung. Kend ati yang lebih utama ialah diucapkan: "sesunggrhrry" Rllatr- Mahakuasa atas segala sesuatu," berdasarkan aPa yang telah disebutkan.

Di antara yang menunjukkan keshahihan ungkapan ini ialah Abmad dan sbahiib lutrriimlari hadits 'Abdullah bin Mas'ud QE', , dari Nabi ffi, dalam apa yang diriw ayatkarLnya dari Rabb-nya, dengan redaksi dari riwayat Ahmad: ap^ yangdisebutkan dalam Musnad al-Imaam

'rsiri c &";st)

"Tetapi, Aku Mahakuasa atas aPa yang Aku kehendaki'"2r Sedangkan dalam redaksi Muslim:

G(J(JJ L" K', "Tetapi, Aku Mahakuasa atas aPa yang Aku kehendaki'"22

l0

ll 22

Mu'jamul Manaahi al'Lafzbilyab, Syaikh Bakr Abu Zaid,hal' 331' Al-Musnad,

(/4ll).

Muslim, (/L75, no.

187).

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

787

Keduanya dari jalan'Affan bin Muslim, dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit al-Banani, dari Anas, dari Ibnu Mas'ud u$i,." 10. Kurang yakin bahwa akibat yang baik dan orang-orang yang bertakwa.

itu bagi ketakwaan

Ada orang yang ketika melihat apayangdialami kaum muslimin berupa kelemahan, tercabik-cabik, bercerai-berai, dan melihat para musuh menguasai dan mengalahkan mereka, maka ia berputus asa dari pertolongan Allah, berputus asa dari kejayaan Islam, menganggap mustahil kaum muslimin dapat memimpin kembali, dan menyangka bahwa kebathilan akan rerus mengalahkan kebenaran, sehingga kebenaran menjadi lemah bersamanya.

Hal ini sangat berbahaya, dan dapat mempengaruhi jiwa yang lemah, yang lemah imannya, dan kurang keyakinannya.

Ini termasuk perkara yang menafikan keimanan kepada qadar. Ini juga menunjukkan kurang yakin kepada janji Allah yang benar, dan memandang perkara-perkara lahiriah tanpa memandang akibat dan hakikat berbagai urusan. Jika tidak, bagaimana mungkin ia menduga demikian, padahal AllahJB telah menetapkan kemenangan sejak azali. Kalimar-Nya

telah mendahului bahwa akibat yang terbaik itu

bagi

ketakwaan serta orang-orang yang bertakwa, dan pasukan-Nya23 Asy-Syaikh'Abdul 'Aztzbin Baz memberikan komentar atas hal ini dengan perkataannya, "Kalimar ini tidak dianggap keliru bahkan dibolehkan, sebagaimana Allah berfirman dalam surat asy-Syuura 29:

4:?Di* iu.ti)"6.;;;-Y '...

ii

Y

Dan Dia Mahakudsa rnengumpulkan semuanya apabila dikebendaki-Nya.'

(QS. Asy-Syuuraa:29)

Akan tetapi jika memutlakkannya, maka itu lebih utama, karena irulah yang sesuai dengan kenyataan pada sebagian besar ay^t-ayat al-Qur-an, seperri firman Allah dalam surat al-Baqarah: 109:

{ l.DrF,.G

Jb

i.1"1il1..

>

'...Sesunguhnya Allah Mabakudsd dtas segdk sesuatu./(qS. el-naqarah: 109)

Dan firman-Nya dalam surat al-Kahfi: 45:

4.t@$tt

,, :,

f ["'iri,t* .

Y

'...Dan adalab Allab Mabakuasd atas segala sesuatu.'(qS. el-fahfi: a5) Serta ayat-ayat lainnya yang berbicara secara mutlak, wallaabu zaallryut tau-

fiiq." 188

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

Qod",

lah yang akan menang, serta merekalah y^ng

akan akan diwariskan.

kemenangan-, dan bahwa bumi Nya kepada hamba-hamba-Nya yang shalih? Barangsiap a yang menyangka dengan berbagai persangkaan buruk, ,rrr'k" i" r.lrl, b.rburuk-sangka kepada Rabb-nya, dan menisbattan-Nya kepad a ap^ y^ngtidak selaras dengan keagungan, d^i sifat-sifai-Nya, 1eb-a! pujian, kepetkasaan, hikk;r.;p"r" ^in, menoiak hal itu, dan menolak golongan -rh, ir, ulutriyyah-Nya drn pas.rka.r-Nya dihinakan serra kemenangan diraih oleh kaum musyrik. Barangsiap a yang menyangka demikian, maka ia tidak mengenal-Nya, i""iia* i.rl, m.t g.nal ru.bubiyya6, kekuasaan, dan keSebab, tidak mungkin Allah ,F, -baik secara akal "jrrrg"rr-Nya. ,ri"rrp"r, syrri,rt- akan memenangkan kebathilan atas kebenaran. f.t"pi jtrri* Dia memenangkan kebenaran atas kebathilan, sehingga

-.rrd"p"ikan

sirna.'o

Adapun fenomena yang terlihat berupa berkuasanya kaum kafir, -"k, itu hanyalah kekuasa an yafigbersifat sementara. Ini merupakan p..rgrl.,.ri"r, dan penangguhan dari Allah untuk mereka, ,.rtr^rrrrktiU"ii umat Islam karena jauh dari agamanya Tetapi Sunnatullah berlaku:

{6r...-Lfci"J*)i

}

,,...Barangsiapa yang rnengerjakan kejabatan, niscaya akan diberi

." (QS' An-Nisaa': 123) Sesungguhnya umat ini berdosa, lalu mereka dihukum karena dosa-dosil.r.k" dengan hukuman yang bermacam-macam, di pembalaian d.engan-kejabita',

itu

--.

disebutkan, suPaya mereka kembali kepad" kesad"aran^*.r.k, dan bertaubat kepada Rabb mereka, lalu mereka pun dapat menemPati kedudukan mereka yangllyakl y"rrg dirahmati yang diberi sanksi di Tetapi ,r*", irri ^dil^h.r*"t d.rrria ini, sehingga Allah akan meringankan adzab mereka di akhirat, atau mengampuni dosa-dosa mereka karena sebab bencana yang antaranya dengan

^p^

y*gtelah

menimpa mereka. 24 Lrhat, Haasyiyah lbni Qasim'ala Kitaab at-Taubiid, hal. 360-361. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

Qadar

189

11.

Meminta diperlihatkan masa depan oleh para dukun dan

peramal.

Pergi ke dukun dan peramal, meminta diperlihatkan masa depan oleh mereka, dan mengambil ucapan mereka, serta membenarkan apa yang mereka kabarkan, semua itu adalah kesesaran dalam masalah qadar. Karena qadar adalah perkara ghaib, sedangkan perkara ghaib hanya diketahui oleh Allah semara.

Demikian pula halnya orang yang mempercayai pengaruh namanama dan rasi-rasi bintang, dari apa yang terjadi pada manusia dalam kehidupannya.

Hal ini menafikan iman kepada qadar, dan mendustakan apa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad {S. 12. Bersumpah terhadap Allah ;tr. Misalnya, seseorang mengatakan kepada selainnya, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan." Perkataan ini kadangkala muncul dari orang yang menisbatkan kepada kebaikan (atau merasa telah berbuat baik), yaitu orangyang sedikit pemahaman dan ilmunya. Anda melihatnya, misalnya, berambisi untuk menda'wahi salah seorang pelaku kemaksiatan. Jika

ia melihatnya berpaling dari nasihat, menghalangi kebajikan, dan tetap meneruskan kemaksiaran, maka ia berputus asa darinya

dan tidak lagi menasihatinya. Mungkin ia mengatakan, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu." Demikian, dengan kata yang pasri.

Perkataan ini berbah aya dan memiliki dampak yang buruk akibatnya, karena dapat menyebabkan gugurnya amal.Ini pun termasuk perkara yang menafikan keimanan kepada qadar, karena hidayah itu berada di tangan Allah dan penutup (akhir dari) amal itu hanyalah diketahui oleh Allah. Siapakah yang memberikan kabar kepada orang yang mengucapkan perkaatan ini bahwa Allah tidak akan mengampuni pelaku maksiat itu) Apakah yang mendorongnya untuk menghalangi rahmat Allah ,j9.)

190

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

.U

Karena itu disebutkan dalam Sbahiib Muslim, dari Jundub bahwa Rasulullah ffi bersabda:

ir '* 'l ,irry :'J$ * ) ji ryT.:*f Y ;i *b JU q,rll l) "';

:'J$ Jtk ],r Lty . oYll y>a

Ui';,;

-to,

-.t

tz

a

z

|A)k'-+f)

"Bahwa seseorang mengatakan, 'Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.' Allah Ta'ala berfirman: 'Siapakah yang bersumpah atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Ketahuilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa si fulan dan menghapuskan amalmu."'2s

'";"

'^:lli,

Makna: J:e-:, ialah: bersumpah atas nama-Ku. Kata dengan ditasydid, ialah bermakna sumpah.'u 13. Menolak terhadap takdir. Betapa banyak penolakan terhadap takdir! Betapa sedikitnya orang-oran g y^ngpasrah kepada Allah berkenaan dengannya'

Di antara bentuk penolakan terhadap takdir ialah ucapan sebagian mereka, ketika tertimpa musibah, "Apa yang telah aku lakukan, wahai Rabb-ku? Atau, aku tidak berhak mendapatkan hal itu."

Demikian pula apa yang diucapkan, ketika seseorang tertimpa musibah, "Si fulan itu miskin, sebenarnya tidak layak apa yang menimpanya itu. Takdir telah menzhaliminya, menganiaya haknya, dan kaiar terhadapnya." lJcapan-ucaPan semisal itu yang sering diucapkan lidah banyak orang, hal itu merupakan Penentangan terhaJrp takdir Allah dan bodoh terhadap hikmah-Nya. Oleh karena iru, kata-kata rersebut tidak boleh diucapkan, karena kepunyaan Allah-lah apa yarLg diambil-Nya dan kepunyaan-Ny, aPa yang diberikan-Nya. Dia memPunyai hikmah yang mendalam dalam syari'at, ciptaan, dan perbuatan-Nya. :5 26

HR. Muslim, (no.2621).

Lihat, Taisiir al-'Aziizil Hant.iid, Syaikh Sulaiman bin 'Abdillah, hal' 724, fat-bril Majiid, hal. 726-727, dan Haaryiyab lbni Qasim 'ala Kiaab at-Tauhiid, hal. 388-389.

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

t91

{@ 1r'H"esift"viM"rY "Dia tidak ditanya tentang dpd yang diperbuat-Nya, dan merekalab yang ahan ditanyar. " (QS. Al-Anbiyaa': 23) L

4. IJ capan

"!"

(se".rd ainy a), ketika musibah menimpa.

Hal itu tatkala orang yang menanggung musibah tersebur bersedih, terguncang jiwanya, serta lemahnya keimanan kepada qadar. Seperti keadaan orang yang mengatakan tatkala musibah menimpanya, seperti kerugian harta, tanaman rusak, kematian atau selain itu, ia mengatakan, "seandainya aku melakukan demikian dan demikian, niscaya tidak terjadi demikian dan demikian, arau niscaya keadaannya akan demikian dan demikian." Perkataan ini salah, bodoh, dan kurang akal, karena hamba itu ketika mendapatkan musibah diperintahkan agar bersabar, istirjaa' (mengucapkan: Innaa lillaahi ana innaa ilaibi raaji'uun), dan bertaubat. Ucapan "seandainy a" hany alah mendatangkan kesedihan, disamping perkara yang dikhawatirkan terhadap tauhidnya berupa penentangan kepada qadar, yang pasti tidak akan selamat darinya siapa yang terjerumus di dalamnya kecuali yang dikehendaki Allah.2'

Karena itu, Allah

,9P.

mencela ucapan kaum munafik yang

mengatakan: i t .t

3_

.z.t z (/ (Br t ... $ \--

r.I-J t- iu:t,

;:"ii 3, t1 i{ ?

b

"Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya hita tidak akan dibunub (dikalabhan) di sini.... " (QS. Ali 'Imran: L5a) Juga firman-Nya:

"i_b c (,;tLi

i

lrfr, -ri,?yl;G Uiy y {€)

27 Lihat, Tasliab Ahlil Masbaa-ib,

eJ-Munba1i,haJ,.29-30, Takiir al-Aziizil Hamiid,

hal. 651, dan al-Qaulus Sadiid, karya Ibnu Sa'di, hal. 172-173.

792

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

"

Orang- orang y ang mengatakan kepada sau dara-saudaranya dan

mereka ti.dak turut pergi berperang 'sekiranya mereka mengikuti kita, tentulab rnereka tidak terbunuh...." (QS. Ali 'Imran: 158)

Maka Allah menjawab ucapan mereka dan orang-orang semisal mereka, dengan firmanNya:

GP i3 ol6"tJi'.-L'-Li; g;ixlp

F

{G) "...Katakanlah, 'Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu ordng-ordng yang benar." (QS. Ali'Imran: 158) Demikianlah (penjelasan mengenai permasalahan ini), dan Nabi ffirclah membimbing kita -ketika kita telah melakukan berbagai trpaya dan menginginkan ap^yangbermanfaat bagi kita, namun datang berbeda dengan aPa yarLg kita inginkanperkara-perk aru y ^ng agar salah seorang dari kita tidak mengatakan, "seandainya aku melakukan demikian dan demikian." Tetapi hendaklah mengatakan: .'p it: C:t Ar 'rl.t "Sudah menjadi ketentuan Allab dan apa yang dikebendaki-Nyi pasti terjadl." Sebab kata 'seandainya' akan membuka perbuatan syaitan."28

Hadits ini berisi salah satu bentuk kesempurnaan dalam syari'at. Sebab, Islam mencela setiap muslim larut dalam kesedihannya dan hidup dalam bayang-bayang masa lalunya, karena hal itu tidak memberikan manfaat sedikit pun kepadanya. Demikian pula Islam bermanf.aat dan lebih utamembimbingnya kepada ^payanglebih ma, yaitu terhibur dengan qadar dan berusaha dalam perkara yang bermanfaat di masa depan. 15. Mengucapkan kata

"'d"

(seandainya).

Kata ini sejenis dengan ucapan "'-j" (seandainya). Keduanya tidak bermanf.aar setelah terjadinya perkara yang ditakdirkan. Tetapi, ketika itu seharusnya pasrah kepada Allah, beriman kepadaNya, dan merasa terhibur dengan qadar-Nya, disertai dengan ber28 HR. Muslim, (no.

2664).

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalarn Memahami Qadar

793

baik sangka kepada-Nya dan menginginkan pahala-Nyr. Sebab, itulah hakikat kesuksesan di dunia dan akhirat." Benarlah apayang dikatakan oleh penya'ir: Duhai sekiranya aku mengeuhui, dan di manakah kata "sekiranya" dariku sesungguhnya bata sekiranya dan seandainya itu melelabkan3a Betapa indahnya ucapan Nabighah bin Ja'dah: Dua kekasihku buruk akblaknya sesaat dan memaki serta mencela atas dpd ydng diperbuat oleh masa Janganlab bersedih, sesunggubnya kehidupan ini pendek angdplab ringan berbagai peristiwa yang mengkbazaatirhan, Atau tenanglab

Jika sesuatu yang tidak mampu kalian menolaknya datang maka, janganlah bersedib terbadap apa yang ditentukan Allab dan bersabarlah

Tidakkab kalian melihat babua mencela itu manfaatnya sedikit ketika sesuatu hilang dan pergi Maka, hal itu meninggalkan tangisan dan penyesalan kemudizn tidak mengubah sedikit pwn selain dpa yang telab ditakdirkan3l 16. Melampiaskan perasaan

hati, sebagai penentangan terhadap

takdir. Seperti perbuatan sebagian orang-orang bodoh pada saat mendapatkan musibah, berupa menyobek saku baju, menampar pipi, meratap, menggunduli rambut, mengumpat, dan selainnya dari perbuatan-perbuatan jahiliyah tempo dulu, yang menafikan keimanan kepada qadar dan kepasrahan kepada Allah ,F.,.32 17.

Dengki.

:e

Lrhat, Taisiir al-'Aziizil Hamiid, hal. 662. :rc Bahjah al-Majaalis,Ibnu'Abdilbarr, Q./ 127). 3t Ary'aaril 'Arab, Abu Zaid al-Qarsyi,hal.357. Jambarab r: Lihat, 'Iddatush Shaabiriin,Ibnul Qayyim, hal. 13l-139,325 dan Tasliyah

Ahlil Masbaa-ib, hal. 24-51.

194

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

Dengki adalah penyakit yang kronis dan racun yang mematrkan, tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang terbebas dari kesombongan dan kecongkakan. Karena itu, dikatakan, "Tidak ada seorang pun yang lolos dari kedengkian (orang lain), tetapi orang yang keji akan menampakkannya, sedangkan orang yang mulia akan menyembunyik annya."33 Kedengkian ialah menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang yang didengkinya, atau ketidaksukaan orangyang dengki terhadap datangnya kenikmatan kepada orang yang didengkinya. Dengki pada hakikatrLya adalah menentang qadar Allah, karena orang yang dengki pada hakikatnya tidak ridha dengan qadha' Allah dan tidak pasrah dengan qadar-Nya. Lisan diri orang yang dengki itu mengatakan, "Fulan diberi padahal ia tidak berhak, sedangkan fulan dihalangi padahal ia berhak diberi." Seolah-olah dengan kedengkiannya ini ia sedang membagi-bagi rahmat Rabb-nya di antara para hamba, dan seolah-olah ia mengkritik Rabb-nya pada apa yang dipandangnya sesuai dalam pandangannya. Ia, -dengan kritiknya ini,- mencela hikmah Allah,F, dan apa yang diletakkan-Nya di tempat yang Pantas.

Di antara kesempurnaan iman kepada qadar ialah tidak dengki, dan pasrah kepada Allah dalam segala umsan. Orang mukmin yang sejati tidak dengki kepada manusia atas karuniayangAllah berikan kepada mereka, karena keimanannya bahwa Allahlah yang memberi rizki kepada mereka dan menentukan kepada mereka Penghidupan mereka, Dia memberi siapa yang dikehendaki-Nya karena suatu hikmah dan menghalangi siapa yang dikehendakinya karena suatu hikmah pula. Ketika ia dengki kepada selainnya, maka ia tidak lain hanyalah menentang qadar Allah dan mencela hikmah-

Ny.. Karenanya, dikatakan, "BarangsiaPa yangridha dengan qadha' Allah, maka tidak ada seorang pun yang membencinya dan barangsiapa yang qana'ab dengan pemberian-Ny", maka kedengkian tidak masuk dalam dirinya."ro 33 Majmuu'ul Fataauaa, (X/124-125). 1' Adabud Diln-ydd uad Diin, al-Mawardi, ha[..269. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami

Qodu

t95

18. Mengharap kematian.

Ada orang yang ketika ditimpa bencana yang keras, maka ia berharap mati, agar terbebas -menurur dugaannya- dari penderitaannya, sebagaimana ucapan seseorang dari mereka: Duhai sekiranya kematinn dijual maka aku ahan membelinya sebab kebidupan ini tidak ada kebaihan di dalamnya Ini adalah suatu kesalahan. Tidak boleh seorang mukmin berharap mati. Dan jika pun harus berharap kematian, maka hendaklah ia berdo'a dengan do'ayang ma'-rsur mengenai hal itu. Nabi

ffi bersabda: '"i\ o t5 op /O

,

'o

. ;6Jt i(J) r-J* Je t ,rg/

',.,9r, ca'. ,)

j A

.

o.l

cc;-+,Jl

t'-o

t./a-a...'-

fA" J>l J#^+

Y

ug G "#i'"$i,"jitri :"-#,W o | (o.

j z

c

.G tF;U-;Jl

a

dts tt o";)

'Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, disebabkan bencana yang datane kepadanya. Kalaupun harus berharap kematian, maka ucapkanlah, 'Ya Allah, hidupkanlah aku, apabila kehidupan itu baik bagiku, dan matikanlah aku, apabila kematian itu baik bagiku."'rs Syaikh 'Abdurrahman bin Sa'di ,ay" mengatakan tenrang syarah hadits ini, "Ini adalah larangan dari mengharapkan kematian, disebabkan bencana yang menimpa seorang hamba, seperti penyakit, kefakiran, ketakutan, berada dalam kesulitan dan perkarayarrg membinasakan, atau hal-hal sejenisnya. Sebab, mengharap kematian karena perkara tersebut mengandung beberap a mafsadab Q<erusakan), di antaranya: ia memaklumkan kebencian dan kesedihan terhadap keadaan yang menimpanya, padahal ia diperintahkan untuk bersabar dan melaksanakan kewajibannya. Dan, sepefti diketahui bahwa mengharapkan kematian itu menafikan hal tersebut. Mdfsadah lainnya ialah, hal itu dapat melemahkan jiwa, menyebabkan kemalasan, dan larut dalam kesedihan. 3s HR. Al-Bukhari dalam al.Fat-h,6I/154, no. 6351). 196

Bab Ketiga: Penyirnpdngan Dalam Memabami Qodo,

Yang dituntut dari seorang hamba ialah memerangi perkaraperkara ini, berusaha meminimalkan dan meringankannya menurur kesanggupan, serta memiliki kekuatan hati dan keinginan yang kuat untuk menghilangkan musibrh y*g datang kepadanya' Semua itu menyebabkan dua perkara: kelembutan Ilahi bagi siapa yang melakukan upaya-upaya yang diperintahkan, dan usaha bermanfaat yang mengakibatkan kemantapan dan harapan hati padanya.

Mafsadah lainnya, mengharap kematian adalah kebodohan dan kedunguan, karena ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kematian. Mungkin ia seperti orang yang menyingkir dari suatu bencana kepad, b..r."rn yang lebih buruk darinya, yakni adzab alam Barzakh (siksa kubur) dan kengeriannya. Mafsadab lainnya lagi, kematian akan memutuskan dan menghalangi amalan-amalan shalih atas seorang hamba. Sisa usia orang y"rrg beriman tidak terhingga nilainya, lalu bagaimanaia berharap t..p,rt.rtt ya amal (dengan datangnya kematian), padahal satu atom darirrya aialah lebih baik daripada dunia dan seisinya."36

Melakukan bunuh diri. Ada orang yang ketika kesedihan menghimpitnya dan menyertai perjalanan hidupnya, ia tidak melihat hal yang dapat meringankan kes.rsahannyaierta tidak pula melihatialan keluar (solusi) dari kesempitannya, maka ia melakukan bunuh diri, karena ingin terbebas dari dunia ini dan bebas dari kesusakarannya. 19.

perbuatan ini menafikan keimanan kepada qadar dan kepasrahan kepada Allah ,ffi dalam segala urusan. Ini merupakan perkar^yar.g diharamkan oleh Allah, diperingatkan supaya tidak dilakukan, dan pelakunya diancam dengan ancaman yang keras. Dia berfirman:

'f{oe friil I l-Jini l-r... I \erl G' .! ,-9't-r^9 6L, 6'r-G i!;i "J;i" er'r tStt \-t^

A,rl ((

a " ltc

z

/

\

I

))

c_

(

@ f-.-;" i.rti J'

A;i

i tb3

36 Bahjab Quluubil Abraar,lbnu Sa'di, hal. 251-252. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qodo,

197

"...DAn janganlab kamu mernbunub dirimu, sesunguhnya

Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melangar bak dan berbuat aniaya, rnaka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam Neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allab. " (QS. An-Nisaa': 29-30)

Orang yang melakukan perbuaran ini, sebenarnyaia hanyalah melakukannya karena ingin terbebas dari kesukaran -menurur sangkaannya-. Siapakah yang memberi ilham kepadanya bahwa ia akan mendapatkan ketenangan dan terbebas dari kesukaran, padahal ancaman keras ini menantinya, jika ia melakukan perbuatan tersebut.

20. Tidak suka dengan kelahiran anak wanita. Sebagian kaum muslimin -semoga Allah memberi hidayah kepadanya-jika dikaruniai anak wanira, maka ia tidak menyukainya.

Perbuatan ini -tidak diragukan lagi- termasuk perbuatan Jahiliyyah di masa dahulu, sedangkan akhlak masyarakamya adalah kasar dan orang-orangnya banyak dicela dalam al-Qur-an dan asSunnah.

ini dengan kemarin malam. Sekiranya Anda mengunjungi rumah-rumah bersalin di negeri-negeri kaum Betapa miripnya malam

muslimin, dan anda tatapkan pandangan Anda kepada wajah-wajah hadirin dari kalangan yalg mendapatkan anak perempuan, memperhatikan ucapan dan keadaan mereka, niscaya Anda melihat keselarasan yang mengherankan antara keadaan kebanyakan dari mereka dengan keadaan masyarakat Jahiliyyah, yang berita mereka telah dikisahkan oleh Allah J9., kepada kita: t

P' ti'r:; Aj)3 "JL SI'SE ., 3;i p. c.

-L ;u-,

r;b b

ti,y;pi u ui,-A @i#r

7g c vi"et?i

A,Ai;i >r; jL ,;*-i

( @ otlsec 198

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

@do,

"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kela' biran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sdngdt marab. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan rnemeliharanya dengan mendngung kehinaan itaukab akan menguburkannya ke dalam tanah ftidup'hidup). Ketabuilab, alangkab buruknya apd yang mereka tetapkan itu." (QS. An-Nahl: 58-5e)." Di antara fenomena kebencian kepada anak wanita, yaitu ketika apa y^ng ada dalam rahim berupa laki-laki atau Perempuan bisa dilihat di sebagian rumah sakit melalui USG. Jika ia laki-laki, maka mereka gembira dan jika wanita, maka mereka tidak bergembira.

ini sangat berbahaya dan mengakibatkan seiumlah kekhawatiran, di antar any a: Perkara

a. Menentang qadar Allah .Fr. b. Menolak pemberian-Ny" &,

c.

apalagi untuk mensyukurinya.Itu sudah cukup menyebabkan kebencian (dari Allah) dan layak mendapatkan sanksi. Penghinaan kepada wanita, tidak menghargainya, dan membebani kepadanya apay^ngia tidak mamPu.

d. e.

Menunjukkan kebodohan, kedunguan, dan kurang akal. Menyerupai akhlak masyarakat Jahiliyyah.ss Betapa patutnya setiap muslim menjauhi perilaku-perilaku itu dan menyelamatkan dirinya dari perkara-perkara yang membinasakan tersebut. Karena pasrah kepada qadar Allah adalah perkara yang wajib, dan ridha dengannya termasuk dari sifat orang-orang yang beriman. Keutamaan anak wanita sudah diketahui. Mereka adalah ibu, mereka adalah saudara, mereka adalah isteri, dan mereka adalah separuh masyarakat, serta melahirkan separuh lainnya. Jadi, seolah3' sempurna. olah merek a adalah masyaraka t y ^ng

37 Lihar, Sbaunul Mukarramaat bi Ri'aayatil Banaat, Syaikh Jasim al-Fuhaid ad-Dausari, hal. 16.

38 Llhat, Tuhfatul Mauduudfii Ahkaamil Mauluud,Ibnul Qayyim, hal. 16. re Liha\'Audatul Hiiaab, Dr. Muhammad bin Ahmad bin Isma'il al-Muqaddam, bagian kedua, al-Mar-ab Baina Takriimil Islaam ua lbaanatil Jaahiliyyah. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Mernabami Qadar

199

Di

antara yang menunjukkan keutamaan mereka, bahwa Allah iE menamakan pemberian Allah dengan kelahiran mereka adalah sebagai hibah, dan mendahulukan mereka atas laki-laki dalam firman-Nya:

tl -

-

( @ t;di it*" d!1s "...

k),*.d,,;,

y

Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang

Dia kebendaki dan memberikan anah,-anah lelaki kepada siapa Diz kehendaki. " (QS. Asy-syuuraa: 49) Demikian pula Rasul ffi menjelaskan keutamaan mereka dan memerintahkan supaya berbuat baik kepada mereka, sebagaimana yang

dalam sabdanya:

t7{,;JA'#L

O/

(>-

:s':y q 4'r ld. .;lJl

J.r"

"Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak wanita ini, lalu berbuat baik kepada mereka, niscaya mereka menjadi penghalang baginya dari api Neraka."ao Sungguh indah kata penya'ir.'

Beapa indahnya nikmat Allah yaitu anak-anak wlanita yang sbalihab Mereka adalah untuk cinta dan untuk berketurunan mereka adalah ibarat pepobonan

Dengan berbuat baik kepada mereh,a maha menjadi keberkahann'

2L.Ucapan, bahwa kehendak rakyat merupakan kehendak Allah. Syaikh 'Abdurrahman ad-Dawari ,asg ditanya tentang ucapan ini, maka beliau memberikan jawaban: 40 HR. Al-Bukhari, (no.

4t

1418) dalam al-Fat-b dan

Muslim, (no-

2629).

Shaunul MuhdrrdTrTddt,hd. 27.

200

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

"Ini adalah kedustaan besar terhadap Allah yanglancang dilakukan oleh sebagian filosof berbagai aliran, dan pelaksanaannya merupakan suatu kelancang at yang tidak ada bandingannya di lingkup orang kafir mana pun sepanjang masa. Sebab, puncak apa yang dikisahkan Allah tentang mereka ialah (mengenai) bergantung kepada kehendak, lewat ucapan mereka:

u u*? isstsr7:tL;iufiri;t

{@

',rb c

)G

"Jiha Allab menghendaki, niscaya kami dan bapak'bapak k'ami tidak mempersekutukan'Nya dan tidah (pula) kami nrcngbaramkan barang sesild.tu apd pun.... " (QS. Al-An'aam: 148) Tapi Allah mendustakan mereka, karena mereka menjadikan bangsa yang bimbang memiliki kehendak, untuk menilai baik langkahJangkah yang mereka jalankan. Dari kedustaan ini wajib dibatalkan berbagai konsekuensi bathil dan yang memotifasi pengucapnya. Karena, berdasarkan ucapan mereka yang rusak ini, bangsa memiliki alasan untuk melakukan apa yang disukainya, dan berbuat dalam kehidupannya seperti perb.r"t"t orang yang tidak terikat dengan syari'at dan kitab (wahyu), tetapi berdasarkan hawa nafsunya, berdasarkan materi, syahwat, dan kekuatan. Seperti bangsa-bangsa kafir yang tidak beragama diterima oleh Allah, serta tidak memperhatikan dengan ^gamayang akhlak dan keutamaan. Kedustaan besar ini tidak pernah dilakukan oleh Abu Jahal dan orang-orang sejawatnya, kendati dengan segala kebusukan dan penentangarLnya, karena keburukannya sudah dikenal oleh akal i..rru pasti. Perasaan dan watak bangsa-bangsa itu berbeda-beda. Jika kehendak bangsa dianggap merupakan kehendak Allah, maka berarti paham-paham eksistensialis me, ko munism e, nazisme, zionisme, hukum rimba, dan selainnya adalah termasuk kehendak Allah yang diperintahkan-Nya, sert^segala yang diinginkan nafsu yang jahat dan dirindukan hati yang sakit, berupa perbuatan aib, kebejatan, menenggak minuman keras, naluri yang tercela, dan Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

Qadar

201

mengenyangkan syahwat sesuai keadaan zaman, merupakan perintah Allah?!

Lalu mengapa mereka mengkritik selain mereka dan meneriakinya, jika memang kehendak dan keinginan bangsa merupakan kehendak Allah, dalam kerentuan-Ny" yang diridhai-Nya? Dan untuk apa Allah mengurus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, mensyari'atkan jihad, dan memerintah serta melarang manusia, jika memang kehendak mereka merupakan kehendak Allah yang diridhai-Nya?

Ini adalah suatu hal yang mustahil dan puncak kedurhakaan dan kesesatan. Orang-orang yaflg menyangka kedustaan ini, mereka

pun tidak menerapkannya atas diri mereka sendiri, bahkan mereka mengizinkan diri mereka untuk memerangi bangsa yang tidak tunduk kepada kekuasaan mereka dan tidak berjalan selaras dengan tujuan mereka.

Seolah-olah bangsa yang memerintah dengan kekuatan besi dan api tersebut, mereka adalah bangsa yang kehendaknya berasal dari kehendak Allah. Suatu kebathilan itu pasti kontradiktif, dan menyeru terhadap dirinya dengan kebathilan. Mereka telah menyekutukan Allah dengan kesyirikan yang besar, tatkala mereka menjadikan bangsa sebagai tandingan bagi Allah, dan hawa nafsunya sebagai tandingan bagi syari'at dan hukum-Nya, bukan lagi berhukum kepada Allah, komitmen dengan ketentuan-kerenruan-Nyr, dan menjalankan syari'at-Nya."a2 22. Ucapan sebagian orang awam: "Ini adalah hujan yang tidak tertimbang." Jika hujan semakin deras dan bencana terjadi karenanya.

Ungkapan ini adalah ungkapan yang salah dan menafikan keimanan kepada qadar, sebab, bagaimana mungkin ia menyangka bahwa tetesan hujan yang tunrn dari langit tidak ditimbang? Padahal Allah,99., berfirman, a2 Al-Ajutibatul Mufiidab li Muhimmaatil'Aqii"dah, hal. 77-78. 202

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Mernabami Qadar

)rb. $1;frii ./

Ge

|irf

tr'r"-s

i) ,G o obb 4.@t4s'.

,,Dan

pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannyd melainkan dengan ukuran tertentu. " (QS. Al-Hijr: 21) tid.ah ada sesuatu

Juga firman-Nya:

b

l=u

.;iYl .g '"lkT )riD.YG ,-t-Ai o a;iSY (@, b:34 -r.-,L^t;*6Y /z

"Dan kami turunkan air d.ari langit *rru,,l, suatu ukuran,lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-'benar berkuasa menghilangkannyd. " (QS' AI-Mu' -minuun: 18)

Firman-Nyayanglin:

( @ )tfi r: ,;'r"t "...DAn segala

Ra'd:

sesud.tu

26"

':Je't

Y

pada sisi'Nya ada ukurannya' " (QS' Ar-

8)

23. Sebagian orang mengatakan, "Kalajengking itu mendahului takdir, sedangkan ular adalah diperintahkan." Sebagian orang awam mengucapkan kata-kata ini, dan katakata-kata lainnya. Ia mengatakan, "Jika k"ta tersebrt

-..rgh"silkan kalajengking datang kepadamu pada saat engkau sedang thll"!, atau.duJuk Ji ,rrt, tempat, maka hentikanlah shalat, berdirilah dari tempatmu, dan jaga dirimu darinya, karena kamu tidak aman dari sengatannya. Sebab, ia mendahului takdir. Berbeda jika ular datang kepadamu, maka jangan engkau Putuskan shalat jika engkau sedang menunaikannya, daniangan beraniak dari tempatmu, jika engkau sedang duduk arau terlentang. KemuBab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

dian jangan menjaga diri darinya, tetapi biarkanlah, karena ia adalah diperintahkan." Ucapan ini tertolak. ucapan mereka, "Kalajengking mendahului takdir" adalah ucapan bathil yang menyelisihi ^piy^igdisebutkan dalam al-Qur-an dan as-Sunnah. Juga karena berdasarkan akal dan ijma' bahwa tidak ada sesuaru pun yang terjadi melainkan dengan takdir Allah ,J8, sebagaimana dalil-dalilnya yangtelah lalu. Lantas apakah yang mengeluarkan kalajengking dari keumuman takdir Allah,$9., dan kekuasaan-Nya terhadap ubun-ubun semua binatang yang melata?

Bahkan, nash menyebutkan bahwa qadar tidak didahului sesuatu pun, dan seandainya ada sesuaru yang mendahuluinya niscaya ia didahului oleh 'ain (ytenyakit akibat pengaruh mata dengki,'*'i). Nabi ffi bersabda:

. ...;)t rW

,ttt

"'Ain adalah nyata, dan

e.t-,

,;, Ok";, ,tG, Fi

seand ainya ada sesuaru yang menda-

hului qadar, ,risc"ya ia telah didahului oleh'ain...

.,,a3

Kemudian ucapan mereka, "sesungguhnya ular diperintahkan,,, maka tidak ada keraguan mengenai hal itu. Adapun kita tidak waspada darinya, dengan alasan bahwa ular diperintahkan, maka ini adalah perkataan bathil yang menyelisihi kesempurnaan keimanan kepada qadar. Karena salah satu kesempurn aannya ialah mengambil sebab-sebab (yakni melakukan upaya), dan waspada dari ular termasuk dalam kategori sebab-sebab yang kita diperintahkan untuk melakukannya. Jika tidak, maka segala sesuatu adalah dengan perintah Allah, lantas apakah kita akan meninggalkan sebab-sebab secara keseluruhan?a*

43 HR. Muslim, kitab as-Salaam, (no.2188). 44 samahah Syaikh'Abdul

'AzizbinBaz,,t& mengomenlari hal iru dengan

pernyaraannya: Karena itu, rerdapat hadirs yang shahih dari Nabi beliau bersabda:

,r"*:#;,

$

bahwa

T:'*if;;ff1:f'

"Bunuhlah Aswadain (dua yang hitam) Dalam Sbabiihain dari Nabi ff bahwa beliau bersabda:

204

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami

eadar

24.lJcapan sebagian orang ketika mendengar kematian seseorangr "Apak"h ia mati karena suatu sebab atau qadha' dan qadar?" Ini adalah kesalahan. Kematian karena suatu sebab atau bukan karena suatu sebab, semuanya adalah dengan qadha' Allah dan qadar-Nya. sebaiknya dikatakan: "Apakah ia mati karena suatu sebab atau ranpa suaru sebab? Atau apakah ia mati karena sebab yang jelas atau dengan sebab yang tidak jelas?" 25.1)capan sebagian orang ketika berta'ziab: "Sisa umur itu ada padamu, semoga kamu kekal, semoga kamu panjang umur," atau ucapan y^ngsejenisnya.

Ini adalah suaru kesalahan. Ijmur yang manakah yang masih tersisa, sedangkan

3, ;{ri*-

Allah,98 berfirman'

- ,1, i * s-b t:" $Ei1 1 f-€r- ;6 ti)i...y |

(@ "...Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesdctt Pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al-A'raaf: 34) Mayit itu mati, yang alalnya telah benar-benar semPurna, tidak dimajukan dan tidak ditunda. Lalu di manakah sisa umur tersebut?

Kemudian hal itu pun menyelisihi Sunnah dalam berta'zizh. Yang disunnahkan ialah mengucapkan:

.ei"!.', J,I " !.

i.J|l E

€&-

'r';'14?'-'rt:'st

a".,r

"Ada lima binatang melata semuanya fasik, yang boleh dibunuh baik di tanah halal (uar Makkah) mauPun di tanah haram." Beliau menyebutkan, di antaranya kalajeng\i1g, Sedangkan dalam,riwayat Muslim, diseburkan ular. HR. Al-Bukhari, (I/212) dan Muslim (I/858 no. 1200). Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

20s

"Milik Allah-lah

apayarrg diambil-Nya dan

milik AllahJah

apa

yang diberikan-Nya."

Atau ucapan:

'+ * r, lir y-';;i r,'!';i

i.,r

4i-i

"semoga Allah *.-O.r".kan pahalamu, membaguskan kesabaranmu, dan semogaDia mengampuni dosa jenazahmu." Demikianl ah yang benar.o5

Pasal Kedwa

)

KESESATAN DALAM MASALAH TAKDIR Pembahasan Pertama

Yang Pertama Kali Mengingkari Qadar Dalam Umat

Ini

Sebagaimana telah disebutkan bahwa iman kepada qadar adalah perkara yang bersifat fitrah, dan tidak adapada bangsa'Arab, baik semasa Jahiliyyahnya maupun semasa Islamnya, orang yang mengingkari qadar.

Ketika buku-buku filsafat Yunani dan India masuk ke negerinegeri kaum muslimin, muncullah bid'ah Qadariyyah yang dinilai sebagai awal kesyirikan yang terjadi dalam Islam. Kemunculannya pertama di Damaskus dan Bashrah, serta tidak muncul di Makkah dan Madinah, karena tersebarnya ilmu. Bid'ah ini muncul di akhirakhir masa Sahabat termuda, seperri Ibnu'Abbas dan Ibnu'lJmar J]!,.

,tE9L

.

Sumber-sumber Ahlus Sunnah wal Jama'ah nyaris bersepakat bahwa orang yang pertama kali mempermasalahkan renrang qadar ialah seorang pria dari penduduk Bashrah yang bekerja sebagai pen45 Lihat,

Taslilryab Ablil Masbaa-ib, hal. uta Aafaatil Lisaan, hal. 26.

r2+t3tl

dan al-Kalimaat al-Muhhaalifah

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qodo,

toko yang biasa dipanggil Sansawaih, sebagian lainnya menye6ri rry" Sisa*aih, dan sebagian lainnya menyebutnya-Sausan' Keitu darinya, dan -rdir, Ma'bad al-Juhani mengambil pendapat pendapat dari Ma'bad diambil oleh Ghailan ad-Dimasyqi' Al-Auza'i, imam penduduk Syam, mengatakan, "Orang yang perrama kali mempermasalahkan tenrang qadar ialah seo.rang dari penduduk lrak, yingbiasa dipanggil Sausan. Ia dulunyaberagama irlashr"r,i, kemudian kembali memeluk Islam, kemudian menjadi Nashrani, lalu Ma'bad al-Juhani mengambil pendapat darinya, dan Ghailan mengambil dari Ma'bad."*6 Ma'bad al-Juhani di Bashrah dan Ghailan di Damaskus, tapi keduanya tidak sama kead aanny^. Ma'bad adalah orang yangberjaga

ilmu, tetapi ia terjerumus dalam ^payarLgdialami orang-orangyang dimurkai oleh Allah (Yahudi). Adapun Ghailan bukan orang yang berilmu, tetapi iahanyalah *.rrgr-til pendapat ini lalu menyebarkannya.Ia terjerumus dalam

k"r-

yang sesar (I.{ashrani). Syubhat pada mereka ^p^i^rgdialami a; plrrri"t"annyaadalah, bah*a mereka ingin mensucikan Allah drri k"brr*kan dan dari menciptakan kemaksiatan, lalu yang terjadi adalah mereka menafikan qadar.

para Sahab yangmasih hidup pada waktu itu mengingkari ^t pendapat t".sebrrt, brhkrn mereka sangat menginq\a1i.nfa, sePerti .^U*"r, Ibnu ,Abbas, Anas bin Malik, dan Jabir bin 'Abdillah ibrr., Jh..

47

^:Wa.

muncullah para pemimpin Mu'azilah,seperri \Tashil bin'Atha' dan'Amr bin'Ubaid. Mereka Sesudah Ghailan dan Ma'bad

mengambil pendapat-pendapat tersebut dan menyebarkannya' para ulama menyebut sekte yang menafikan qadar ini dengan nama Qadariyyah, dan mereka menyebut kelompok.ini sebagai "Majusinya umat ini." Karena Majusi berpendapat dengan dua oe Ary-Syarii'ab,karya al-Ajurri, hal. 243 dan Syarb [Jshuul lliqddd Ahlis Sunnab, al-Lalika-i, IV/750). 17 Lihat, as-S)nnah,Imam 'Abdullah bin Ahmad, .(II/420-421), (-fuij1b f1; ilfiiiit Uiniii"6 ua Syarh lligaq( Ablis Sunnab, al-Ashbahani, (IIl1s-15),

fii'"i f"f.,

Syaib rJshuul't'lqaad'Ablis Sunnab, al-Lalika-i, (Y/625,694-730),

dan Lauaami'ul

Anuaar, (/299)-

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

207

prinsip: cahaya dan kegelapan. Menurut mereka, alam mempunyai dua tuhan: tuhan cahaya, yaitu pencipta kebaikan, dan tuhan kegelapan, yaitu pencipta keburukan. Demikian pula Qadariyyah, mereka menyangka bahwa hamba menciptakan perbuatan mereka. Mereka berpendapat bahwa Allah menciptakan manusia, dan manusia menciptakan perbuat annya. Dengan ini, mereka menerapkan dua pencipta, bahkan banyak pencipta, lalu mereka menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu dalam ciptaan-Nya. Jadi, mereka serupa dengan Majusi dalam hal itu. Di antara mereka pun ada yang berlebihan dan menafikan ilmu Allah.98. Sebagai bantahan terhadap Qadariyyah yang menafikan takdir, muncullah orang-oran g yang berlebihJebihan dalam menetapkan takdir. "Sehingga pada akhir masa Bani IJmayyah muncullah sejumlah kalangan yang menyangka bahwa hamba dipaksa (majbur) dalam perbuatannya.Ia tidak punya pilihan dalam ^payangdiambil atau ditinggalkannya. Sedangkan sebagian yang lain menetapkan bahwa hamba mempunyai kekuasaan yang tidak memiliki pengaruh. Orang yangpertama kali memunculkan pendapatyangkeji ini ialah Jahm bin Shafwan. Dan dari bid'ah ini muncul berbagai pendapat yang keji dan kesesatan yang besar."o8

Pembahasan Kedua

Kesesatan-Kesesatan Dalam Masalah Qadar

Batryak golongan yang tersesat dalam masalah qadar, dan sumber kesesatan mereka hanyalah karena mereka mendahulukan akal daripada wahyu, dan mereka memandang nash-nash dengan pandangan yang buruk. Lalu mereka mengambil apa yang selaras dengan hawa nafsu mereka, dan buta atau pura-pura buta terhadap selainnya.

Dalam kesempatan ini kita tidak perlu membanrah secara detil atas sekte-sekte tersebur dan mendiskusikan pendapat-pendapat mereka. Apa yang telah disebutkan berupa bantahan terhadap se48 Lihat, al-Qadhaa'utal Qadar, Dr. 'IJmar al-'Asyqar, hal,.23. 208

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

bagian pendapat berikut penjelasannya, dan memahami masalah qrJr, *"r.rr.rt pemahaman 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sudah cukup untuk menjawab pendapat-pendapat tersebut'

Di antara sekte-sekte yang

rersesat dalam masalah ini ialah se-

bagai berikut:

1.

Qadariyyah. Mereka adalah pengikut Ma'bad al-Juhani dan Ghailan ad-Dimasyqi, serta pengikut \Washil bin'Atha' dan'Amr bin'Ubaid dari-Mu'tazilai. Siapa yang menyetujui pendapat mereka, mereka adalah Qadariyyah. Pendapat mereka tentang qadar adalah: Hamba itu merdeka dengan p"ibr"trt t ya dalam hal kehendak dan kemampuan, sedangk"J.h.rrdak dan kekuasaan Allah tidak memiliki pengaruh di dalamnya. Mereka berpendapat bahwa perbuatan hamba itu bukan ciptaan Allah, tetapi hambalah yang menciptakan perbuatan tersebut. Menurur mereka, dosa yang terjadi bukanlah terjadi dengan kehen-

dak Allah. Bahkan kalangan fanatiknya mengingkari bila Allah telah mengetahuinya. Mereka mengingkari kehendak-Nya yang menyeluruh dan kekuasaan-Nya yang terlaksana. Karena itu, mereka dinamakan dengan "Majusinya" umat ini, karena mereka seruPa dengan Majusi y".rg -.t gatakan bahwa alam semesta memPunyai dua ruhan: tuhan cahaya, sebagai pencipta kebaikan, dan tuhan kegelapan, sebagai pencipta keburukan. Qadariyyah menjadikan sekutu bagi Allah, brt k"" banyak sekutu dalam ciptaan-Nya. Mereka dan -enyargka bahwa hamba menciptakan perbuatan mereka, mereka b.r..grr-.n secara keji dengan sebagian ayat-^yat' sebagaimana dengan firman-Nya:

"(Yaitu) bagi siapa di antara kalian yang nxau menempub jalan yang lurus. " (QS. At-Takwiir:28)

Dan firman-Nya: Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

Q''i=r' rr-;"lr ...

eLi -

yot

ryp

rt-i

dJ-*9...

f

"...Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlab ia kafir.... " (QS. AlKahtu 2e)

Dan mereka menakwilkan (dengan takwil yang bathil) ayat yang lainnya yang menyelisihi pendapat mereka, sebagaimana terhadap firman-Nya:

i,ti;t---ri {t cr:i6

,{. .t?., '/ . y1-< E( (/ . rr )) \_,r-/

\.-r,

GSY

"Dan kamu tidah dapat menghendaki (menempub jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb sernesta alam. " (QS. At-

Takwiin29) Sumber kesesatan mereka pada permulaannya adalah, bahwa mereka ingin mensucikan Allah & dari keburukan, lalu akhirnya mereka menafikan qadar.

Telah kita sebutkan jawaban atas hal itu ketika membicarakan tentang dua tingkatan takdir: penciptaan dan kehendak, ketika membicarakan tentang diciptakannya perbuatan hamba, yaitu bahwa iman kepada qadar tidaklah menafikan apabila hamba mempunyai kehendak dalam perbuatan-perbuatan yang disadarinya (y*g dapat dipilihnya), dan ketika membicarakan diciptakannya keburukan dan hikmah darinya, juga ketika membicarakan tentang hikmah diciptakan dan ditakdirkannya kemaksiatan. Untuk membantah mereka cukuplah dengan firman Allah,F.,:

(@

tt3tc't{rY

i'i'tY

"Padahal Allab-lab Yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. Ash-shaaffac 96)"

4e Llhat al-Muhhtaarfii Ushuulis Sunnah,Ibnu al-Bana,hal.87, Bugbyatul Murt a ad, Ib nu Tai m iryah, hal. 26 l, a b Sb afad ab, / l0 109), 6a l I t iq aama b, ryy [l Q./147,179 dan 431). Lihat pula, Majmuu'ul Fdtaalodd, (rlIJ./258), at-Ta'iifaat, s

2t0

-

-

s

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

2.

Jabariyyah. "Mereka adalah orang-oran g yangberlebihan dalam menetapkan qadar, sehingga mereka mengingkari bila hamba memiliki perbuatan -secara hakiki-. Bahkan seorang hamba, -menurut persangkaan mereka- tidak mempunyai kebebasan dan perbuatan, seakanakan sebuah bulu yang ditiup angin. Perbuatan-perbuatan yang disandarkan kepada seorang hamba hanyalah bersifat majazi. Di' katakan: ia shalat dan puasa, membunuh, mencuri, sebagaimana dikatakan: matahari terbit, angin bertiup, hujan turun. Mereka menuduh Rabb mereka sebagai pihak Yang zhalim, membebani para hamba dengan apa yang tidak mereka sanggupi, dan membalas mereka atas apa yang bukan dari perbuatan mereka sendiri. Mereka menuduh-Nya sia-sia dalam membebani hamba, dan mereka membatalkan hikmah dari perintah dan larangan. Ketahuilah, betapa buruknya apa yar,Lg mereka putuskan."to

Mereka pada hakikatnya menyangka bahwa Allah-lah Pelaku yang hakiki bagi perbuatan-perbuatan mereka, berbeda dengan apayarLgdipahami Ahlus Sunnah yang menyatakan: Allah adalah Pencipta, dan hamba adalah pelaku. Karena itu, perbuatannya mengakibatkan pahala dan sanksi. ariyy ah- disebut j uga Q ada riyy ah Musyrikiyyah, karena mereka menyerupai kaum musyrik dalam ucapan mereka:

Mereka

(

-J

ab

@ s*v 1: rL"iu {\'i ;l'i...Y

al-Jurjani, hal. 181, Syarhul tX/aasitbiyyab, al-Harras, hal.229-230, Rasaa-ilfil 'Aqiidab, hal. 40, al-Mu'tazilah ua Ushuuluhum al-Khamsah,hd,.l5l-159, alMu'tazilah Bainal Qadiim utal Hadiits, Muhammad a1-'Abdah dan Thariq 'Abdulhalim, hal. 57-59, ad-Durrah al-Babiyyab, hal. L7-18, Mukbtasbar atTuhfatul ltsnaa 'Asyariyyab, hal. 90, dan al-Qadbaa' wal Qadar fii Dhau-il Kitaab roas Sunnab, hal. 204-206.

50 Syarh al-lY'aasithtyyah, al-Harras, hal. 230. Lihat pula, al-Ikhtilaaf Lafzb, fil hal. 10, an-Nubua.tu.taat,Ibnu Taimiyyah, hal. 166, al-Fataautaa, NIII/256), Syarb Nuuniyyab lbnil Qayyim, al-Flarras, Q/372), ad-Durar as-Sunniyyab, [/358-359), al-Muntaqaa min Faraa-idil Fauaa-id, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, hal. lO2, dan al-Qadhaa'ual Qadarfii Dbau-il Kitaab uas Sunnab,hd,.203-204.

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

2tt

Allah rnengbendaki, niscaya kami dan bapak-bapak bami tidak mempersekutukan-Nya.... " (QS. AI-An'aam: 1a8) IJcapan mereka ini jelas kacau dan bathil. Telah disebutkan "...Jika

bantahan atas mereka, ketika membicarakan mengenai, bahwa iman kepada qadar tidak menafikan bila hamba mempunyai kehendak dalam perbuatan-perbuatan yang disadarinya (y"tg menjadi pilihannya), juga ketika membicarakan tentang berdalih dengan takdir atas kemaksiatan.

3.

Qadariyyah Iblisiyyah. Yaitu, orang-orangyang membenarkan bahwa dari Allah datang dua hal -yakni bahwa Dia menakdirkan dan Dia memerintah serta melarang,- tetapi mereka berpendapat bahwa hal tersebut kontra-

diktif. Mereka adalah orang-orangyang membantah Allah Ta'ala dan mereka dinamakan lblisiyyab, karena mereka menyerupai iblis dengan ucapannya yang disebutkan Allah dalam al-Qur-an, ketika mengatakan:

( 6 -ra*Jji dL'i"

i

L''3:,r,6:r'i-u.^t

F

"...Kdrend Engkau telab menghukum sdyd. tersesat, sdyd benarbenar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurzs. " (QS. Al-A'raaf: 15).s1

4.

Ghulat Shufiyyah (kaum shufi fanatik).

Yaitu orang-oran g yang berlebihan dalam permasalah an jabr (keterpaksaan manusia). "Dari kalangan yang menyangka telah mencapai tingkatan'menyaksikan hakikat semesta dan rububiyyah yang sempurna,' mereka melihat segala yang timbul dari hamba berupa kezhaliman, kekafiran, dan kefasikan adalah ketaatan yang murni, karena hal itu terjadi selaras dengan apayangdiqadha'dan diqadarkan Allah, dan segala hal yang diqadha' dan diqadarkanNya adalah disukai-Nya lagi diridhai di sisi-Nya. Ketika ia menyelisihi perk ara syari'at, dengan melakukan larangan-larangan ini, maka -menurut mereka- ia telah mentaati kehendak Allah dan 51 Lihat, al-Fataautaa, NIII/260) 212

dzn al-Istiqaamah,

[I/13e).

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalarn Memabami Qadar

menjalankan kehendak-Nya. Barangsiapa yarrg mentaati Allah serca qadha' dan qadar-Nya, maka ia seperti orang yang mentaati-Nya d"lrm perintah dan larangan-Nya. Keduanya telah melakukan hak 'ubudiyyah untuk Allah."s2 "Kemudian tidak boleh pula mencela dan menyalahkan, karena semuanya menraati melalui perbuatannya, karena merupakan kehendak Rabb-nya. Dengan itu mereka membenarkan keyakinan Fir'aun dan para penyembah patung anak sapi, Yahudi, Nashrani, dan Majusi."sr Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Ibnu 'Arabi asShufi dengan ucapannya: Sesunggubnya aku sebelum

bari ini mengingkari sahabatku

jika agamaku tidak sama dengan

d.y*nxdnyd.

Sesunggubnya batiku sekarang menerima segala bentuk

padang rurnput untuh kijang sinagog untuh pendeta

Kuil untuk

berhala, Ka'bah untuk ord.ng bertbataaf

lembaran Taurat dan musbaf Qur'an Aku beragama dengan agama cinta kemana pun k endaradnnya nzenghadap maka cinta adalah agantaku dan imankuso Juga seperti ucapan ku W'ibdatul W'ujud:

'Abdulkarim al-Jili, salah seorang pengi-

Akw menyerahkan jiuaku di mana baua nafsu menundukkanhu aku tidak membantab keputusan kekasib Kadangkala engkau melihatku rukuk di masjid aku juga melakukan kebaktian di gereja Jika aku dalam hukum syari'at adalab bermaksiat maka aku menurut ilmu hakihat adalah orangyang taat.ss 52 Syarb an-Nuuniyyah, al-Harras, Q/372). s3 Al-Mu'tazilab Bainal Qadiim ual Hadiits, hal. 58-59'

5'

Rasaa-il toa Fataazoaa

fii

Dzamm lbni 'Arabi asb-Sbuufi, Dr. Musa ad-Duwaisy,

hal.74, asb-Sbuufiyyab fii Nazhril Islaam, Samih 'Athif az-Zain,hal- 473, Diraasaatfit Tashawuuf,Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 113, Nazbraatfii Mu'uqaad Ibni 'Arabi, Dr. Kamal 'Isa, hal. 42-44, dan asy-Syi'rush Shuufi ila Mathla'il Qarn at-Taasi'lil Hijrah,Dr. Muhammad bin Hasan,hal. 172.

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

213

Juga sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka:

Aku berbuat adalab dengan se h

ingga perbuatank u

se

apd ydng

dipilibkan-Nya untukku

luruhnya adalah kepatuban

Madzhab ini merupakan madzhab yang paling keji, dan tidak diragukan mengenai kekafiran pengikutnya, bahkan ini merupakan jenis kekafiran yang paling buruk.

Syaikhul Islam berkata, "Siapa yangberarqumen dengan qadar dan mengakui kerububiyahan secara umum bagi semua makhluk, serta tidak membedakan antara yang diperintahkan dan yang dilarang, orang-orang yang beriman dan orang-orangyangkafir, ahli taat dan ahli maksiat, maka ia belum beriman kepada seorang Rasul pun dan tidak pula kepada satu kitab suci pun. Baginya iblis dan Adam adalah sama, Nuh dan kaumnya pun sama, Fir'aun dan Musa juga sama, as-Sabiqunal Awwalun (para Sahabat Nabi) dan kaum kafir Quraisy juga sama."56 5. Para filosof., yang "mengingkari pengetahuan Allah Ta'ala terhadap j u z- iyy aat (perkara-perkara rinci).

Menurut mereka, Allah hanya mengetahui hal-hal yang bersifat umum dan tetap. Hakikat ucapan mereka adalah bahwa Dia tidak mengetahui sesuatu pun, sebab segala yang berada di luar adalah juz-ty."s7

Cukuplah firman Allah,9P. untuk membantah pendapat mereka:

Lrt

-W"i,#i

ia; i

{t

t-6;" *)

y'r't

e6,i,.t-4o\

o^'di q ;;iS li J I .l: *l "lS F C *c. fr.lr,l.r.lt'.r;L I '.2 /, .re'. K's3v) yf.c "

55 Haadzihi Hiya asb-Sbuu/iyyab, 'Abdurrahman al-lVakil, hal. 96. t' Majmuu'ul Fatdd|.t)t14, (VlI/100). 57 Syarh al-lYaasithiyyah, al-Harras, hal.. 94, dan lihat, Dar' at-Ta'aarudh al-'Aql utan Naql, (X/397), k*ab ash-Sbafadiyyah,Ibnu Taimiyyah, [/7-8), dan al-Qadhaa' wal Qadar fii Dbau-il Kitaab was Sunnah, hal T 4-7 6. 214

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Mernabami

Qod",

"Dan pada

Allab-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada ydng mengetabuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia ntengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun ydng gugur melainkan Dia mengetabuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau ydng kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Laub Mahfuzb). (QS. Al-An'aam: 59)

6.

sisi

Asya'irah (Asy'ariyyah).

Yaitu kalangan yang hendak mengkompromikan antara Jabariyyah dan Qadariyyah. Mereka membawa teori al-kasb, yang pada puncaknya ialah Jabariyyah murni, karena menafikan kuasa atau pengaruh apa pun bagi hamba. Adapun hakikatnya ialah teori filsafat.

Asya'irah sendiri tidak mampu memahaminya, apalagi memahamkan kepada orang lain. Karena itu, dikatakan:

Di antara

pendapat yang tidak ada bakikatnya kelihaannya logis, dehat kepada pemahaman

Ialah al-kasb menurut Asy'ari padahal sebenarnya itu pendapat al-Bahsyami dan Th afrab an Nazhzhamts -

7.

Rafidhah (Syi'ah).

Hal itu karena mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi, tetapi Allah hanya mengetahui sesuatu yang telah terjadi. Mereka berpendapat bahwa Allah bisa tidak tahu dan lupa. Allah ,*9r, -et rtut Rafidhah, kaget dengan hal-hal yang belum diketahui-Nya, atau berbeda dengan s' apa y ang diketahui-Nya. 58 Manhajul Asyaa'irah fi.I 'Aqiidah, Syaikh Safar al-Hawali, hal. 43, dan lihat, Laaaami'ul Anu!)ddr, I/291-292), ar-Raudhatul Babtyyah fii maa Bainal Asyaa'irah wal MaaturiidiyyaD, Abu 'Adzbah, hal. 42, ar-Raudhatul Baasirn, Ibnul \lazir, (I/21), dan ar-Radd al-Atsaril Mufiid'alal Baijuri, hal. 103-108, dan a l-Qadbaa' uta I Qadar, Syaikh Dr.' Abdurrahman al-Mahmud, hal. 206-213. 5e Lrhay ary-Syii'ab uas Sunnab, Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 53, ar-Radd al'lfaafi 'ala Mugbaalathaat ad-Duktuur 'Ali 'Abduluahid lVafi, hal. 99, Ihsan f,ahrZhohir, Butbhan'Aqaa-id asy-Syii'ah, Muhammad'Abdussattar at-Tunisawi, hd.23, Mauqiifusy Syii'ah min Ablis Sunnah, Muhammad Malullah, hal. 33, Bab Ketiga: Penyimpangan Dalarn Memahami Qadar

2ls

Dan karena mereka berpendapat bahwa para imam mengetahui apa yangtelah terjadi dan apa yang akan terjadi, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi atas mereka. Mereka (para imam) mengetahui kapan mereka mati, dan mereka tidak mati kecuali dengan pilihan mereka, tidak terhalang di hadapan mereka ilmu langit dan bumi, Surga dan juga Neraka, mereka mengetahui manusia dengan hakikat iman dan hakikat nifak, dan mereka mempunyai buku yang berisikan nama-nama ahli Surga, nama-nama golongan mereka, dan nama-nama para musuh mereka.60

Di antara mereka adayang mengatakan, "Allah tidak

mengetahui segala sesuatu sebelum terbentuknya," dan di antara mereka ada yang mengatakan, "Allah tidak mengetahui perkara-perkara j uz' iyyat sebelum terj adinya. "61 Semua itu adalah kesesatan dalam masalah qadar, yang rukun pertamanya ialah mengimani ilmu Allah,9P.. Mereka menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu berkenaan dengan ilmu-Nya, lalu mereka

merobohkan rukun ini dari asasnya. Bagaimana bisa semua pendapat itu muncul, padahal Allah



berfirman:

(@

";$tt;,J;" 14ie6,L,t'.4*$

"Dan pada sisi AllabJah kunci-kunci semua yang gbaib, tidak ada yangmengetabuinya kecuali Diz sendiri... .'(QS. Al-An'aam: 59)

Dan Dia juga berfirman: Mas-alab at-Taqriib Baina Ablis Sunnah zoasy Syii'ah,

Dr. Nashir al-Qafari,

[/334). Lihaq al-Khuthuuthul 'Arii.dhah, Muhibbuddin al-Khathib, haJ. 69, asy-Syii'ab Ilahi Zhahtr, h^1. 66, Ma*alah at'Taqriib, al-Qafari, Dr. Nashir al-Qafari, QI/638-646), alMadzhab asy-Syii'ah, Ushuul [/290), Muujaz fil Madzaahib utal Adyaanil Mu'aasbirab, Dr. Nashir al-'Aql dan Dr. toas Sunnab, Syaikh ihsan

Nashir al-Qafari, hal. 124, asy-Syii'ah al-Imaamiyyah al-ltsnaa'Asyariyyyab fii Miizaanil Islaam, Rabi' bin Muhammad as-Su'udi, hal. 190-193, dan al' Qadhaa'r.oal Qadar, karya Mahmud hal. 213-216. Llhat, Mukbtasbar at-Tuhfatul ltsnaa 'Asyariyyah, hal. 81.

216

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

!.;Ai uz:\:,>'jiJli eG )U* #F L.rt: /d <2.-r\

4JJI \ €/r "Katakanlah, 'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengewbui perkara yang gbaib, kecuali Allab.... " (QS. An-Naml:

6s)

8.

Orang yangpercayaakan pengaruh planet-planet, nama-

nama, dan rasi bintang.

Seperti keadaan orang-oran g yangmemperhatikan bintangbintang dan nama-nama, untuk melihat berbagai rahasia qadar melalui hal itu. Anda melihat mereka mengatakan, "Jika fulan dilahirkan pada rasi bintang anu, atau memiliki nama anu, maka ia akan tertimpa demikian dan demikian, pada hari demikian dan demikian." Di antara yang mereka ucapkan juga, "Berdasarkan namamu kamu dapat mengetahui keberuntunganmu, dan dari bulan kelahiranmu kamu dapat mengetahui keberuntunganmu,"" dan perkataan sejenisnya dari pengetahuan tentang perkara ghaib. Ini adalah kesesatan dalam masalah qadar, karena qadar itu ghaib, dan yang ghaib itu hanya diketahui oleh Allah u;i . Pembahasan Ketiga

Kisah dan Perdebatan bersama Qadariyyah dan Jabariyy ah Qadar, sebagaimana dikatakan Ibnu 'Abbas, adalah sistem tauhid. Dan beriman kepadanya, sebagaiman^yang diimani Ahlus Sunnah, ditunjukkan oleh akal sehat, dan wahyu yang shahih. Sedangkan yang menyelisihinya akan kalah dan argumennya batal. Logika Qadariyyah tidak dapat dipakai sebagai argumentasi untuk 62 Lihat, sebagai contoh, buku Hazbzbuha Ta'rifub min Syahr Miilaadih dan buku Haazbzhuka Ta'rifuh min Ismih. Kedua buku itu tulisan pembohong besar, Humaid al-Azri, yang dijuluki sebagai tokoh astronomi dunia. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qadar

217

menghadapi kaum awam Ahlus Sunnah, terlebih terhadap ulamaulama mereka.u'

Mudah-mudahan dengan mengemukakan sebagian kisah dan perdebatan ini dapat menambah kejelasan dan mengokohkan keshahihan madzhab Salaf dalam masalah qadar. Di antara kisah-kisah dan perbincangan itu ialah sebagai berikut:

1.

LJnta seorang badui dicuri, lalu orang itu datang ke halaqah salah seorang pemuka Mu'tazilah, dan salah seorang yang berpendapat dengan pendapat Qadariyyah. Badui tersebut berkata kepada'Amr, "IJntaku dicuri, maka berdo'alah kepada Allah agar Dia mengembalikannya kepadaku."

'Amr bin 'Ubaid,

'Amr berkata, "Ya Allah, unta orang miskin ini dicuri, dan Engkau tidak menghendaki pencuriannya. YaAllah, kembalikanlah kepadanya." Mendengar itu, badui tersebut berkata, "Aku tidak membutuhkan do'amu." 'Amr bertanya, 'Mengapa?" Ia menjawab, "Aku takut -sebagaimana Dia menghendaki agar unta itu tidak dicuri tapi dicuri,- lalu Dia hendak mengembalikannya tapi tidak dikembalikan!"64

2. Al-Qadhi 'Abduljabbar al-Hamdani, salah seorang tokoh Mu'tazilah, menemui ash-Shahib bin'Ibad, sedang di sisinya ada Abu Ishaq al-Asfarayini, salah seorang imam Sunnah. Ketika ia melihat al-Ustadz (Abu Ishaq), ia mengatakan, "Mahasuci Dzat Yang suci dari kekejian." Maka Ustadz mengatakan, "Mahasuci Dzat Y angtidak ada yangterjadi dalam kerajaan-Nya melainkan sesuatu yang dikehendaki-Nya." AI-Qadhi bertanya, "Apakah Rabb kita berkeinginan untuk di durhakai?" Al-ustadz menjawab, "Apakah Rabb kita di durhakai dengan keterpaksaan?" Al-Qadhi berkata, "Ap, pendapatmu, ketika Dia menghalangi petunjuk kepadaku dan menentukan kehinaan atasku, apakah Dia berbuat kebaikan kepadaku ataukah berbuat keburukan?" Al-IJstadz menjawab, "Jika Dia menghalangimu terhadap yang menjadi milik^pa mu, maka Dia berbuat keburukan. Tapi jika Dia menghalangimu 61 Lthaq al-Qadbaa'wal Qadar, Dr. al-Asyqar, hal. 50. 64 Lihaq Syarb Usbuul lTiqddd Ablis Sunnah ual Jama'ah, IV/739)

dan Syarb al-

'Aqiidab atb-Thahaautiyyah, hal. 250-251.

218

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memabami Qodo,

dari apa yang menjadi milik-Nya, maka Dia mengkhususkan dengan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya." Akhirnya, alQadhi 'Abduljabbar terdiam seribu bahasa.ut

3. Syaikh'Abdurrahman bin Sa'di aiig menyebutkan dalam ad-Dunab al-Babiyyab sejumlah contoh yang menyingkap masalah qadha' dan qadar, di antara contoh-contoh tersebut ialah kisah seorang jabari (pengikut Jabariyyah). Beliau menuturkan: Ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam jabr dan qadar.Ia selalu berdalih dengan qadar dalam segala yang mulia dan yang hina, hingga keadaan tersebut membawanya kepada kerusakan dan melakukan berbagai macam kemaksiatan. Setiap kali dinasihati dan dicela atas perbuatan-perbuatannya, maka ia menjadikan qadar sebagai dalih baginya dalam segala keadaannya. Ia mempunyai sahabat yang selalu mengkritiknya dan menasihatinya tentang pertyata^n yang menyelisihi akal, wahyu dan kenyataan ini. Tapi kritik itu hanya semakin menambah kesesatannya. Sahabatnya ini menunggu kesempatan untuk memojokkannya dalam perkara-perkara yang khusus yang bertalian dengannya. Jabari ini orang berharta yang memiliki hana bermacam-macarn. Ia mempekerjakan banyak pekerja untuk mengurusi harta kekayaannya,. Tiba-tiba, tidak lama kemudian, orangyang mengurus ternaknya datang kepadanya seraya mengatakan, "Ternak mati dan semuanya binasa, karena saya menggembalakannya di tanah yang tandus, tidak ada rumput yang hijau."

Ia (jabar) mengatakan kepadanya, "Kamu mengetahui hal itu dan kamu tahu bahwa tanah yang tandus itu gersang, lalu apa alasanmu mengenai hal itu?" Ia menjawab, "Qadha' Allah dan qadarnya." Iayangpenuh amarah sebelum itu menjadi semakin marah karena mendengar perkataan ini. Amarahnya bergolak, dan ia (penggembala) nyaris mati karena alasan ini. Yang mengurus harta perniagaan datang kepadanya seraya mengatakan, "Aku melewati jalan yang menakutkan itu, lalu pem6s Lihat catatan kaki Syarh al-'Aqiidab ath-Tbabaautiyyab, hal.251 dan lihat, Daf libaamil ldbthiraab, hal. 286-287 . Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

219

begal (ptara perampok dan penyamun) merampok semua harra." Dia mengatakan kepadanya, "Bagaimana kamu melewati jalan yang menakutkan itu, padahal kamu tahu bahwa jalan rersebut menakutkan, dan meninggalkan jalan yang aman yang tidak diragukan keamanannya)" Maka ia menjawab dengan semisal jawaban penggembala rernak, jabari tadi memperlakukannya sebagaimana dia memperlakukan sahabatnya. dan

Kemudian orang yang ditugasi untuk merawar dan menjaga anak-anaknya datang kepadanya seraya mengatakan, "Aku memerintahkan kepada mereka supaya turun di sumur tertenru, agar mereka belajar berenang, lalu mereka tenggelam." Dia bertanya, "Mengapa kamu melakukan demikian, sedangkan kamu tahu bahwa mereka tidak bisa berenang dengan baik? Sumur yang engkau sebutkan bukankah engkau ketahui bahwa sumur itu dalam? Lalu mengapa engkau membiarkan mereka rurun sendirian dan engkau tidak beserta mereka?" Ia menjawab, "Demikianlah qadha' Allah dan qadar-Ny"." Mendengar hal itu dia sangat marah melebihi kemarahan rerini nyaris membunuhnya. Masing-masing dari merekayangditugaskan aras apa yang telah kami sebutkan semakin menambah kemarahannya, ketika masingmasing mengatakan kepadanya, "Ini qadha' A1lah dan qadar-Ny"." Ketika itulah sahabatnya berkata kepadanya, "Mengherankan kamu ini, wahai fulan! Bagaimana engkau menghadapi orang-orang tersebut dengan kemarahan yang sedemikian ini, dan engkau tidak menerima alasan mereka ketika mereka beralasan dengan qadar, bahkan alasan ini semakin menambah kesalahan mereka di sisimu. Sementara kamu, terhadap Rabb-mu -dalam berbagai fteadaanmu) yang memalukan,- engkau pun telah menempuh seperri jalan mereka dan melangkah dengan langkah mereka) hadap dua orang sebelumnya. Kemarahan

Jika engkau punya alasan, maka mereka lebih pantas lagi untuk beralasan. Jika alasan mereka mirip semacam olok-olok, maka bagaimana engkau ridha bersikap demikian terhadap Rabb-mu?

itulah, jabari ini tersadar. Ia sadar, setelah sebelumnya tenggelam dalam sikapnya yang berlebihJebihan seraya mengataSaat

220

Bab Ketiga: Penyimpangan Dalam Memahami Qadar

kan, "segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari apa yang telah aku alami, dan menjadikan untukku nasihat dan peringatan dari berbagai kejadian yang menimpaku ini. Aku dapat merasakan di dalamnya kesalahanku yang keji. Sekarang aku berkeyakinan bahwa apa yar.g aku peroleh berupa nikmat hidayah kepada kebenaran adalah lebih besar bagiku dibandingkan musibahmusibah besar ini. Sebagaimana dalam firman-Nya: b

oiW'r-'e)FirQ-\ifi oi [*t Y 1r;;.t*ir&trt, "€Jji'e'j qU.. j

Ja

z

)

(G) jadi kamu membenci sesnatu, padabal ia amat baik bagimu, dan boleb jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padabal ia alr7dt buruk bagimu. Allab mengetahui, sedang karnu tidak. mengetahui. " (QS. Al-Baqarah 2t6)" "...Boleh

ei,fp

66 Ad-Durratul Babiyyah Syarh al-Qashiidab at-Taa-iyyab fi.i Hillil Muryhilab alQadariyyab, hal. 63-65 dan lihat, Tbariiqul Hijrdtain,hal.15T-163. Bab Ketiga: Penyimpangan Dalarn Memabami

Qadar

221

Penu

PENUTUP Setelah mengarungi pembahasan tentang qadha' dan qadar, inilah ringkasan masalah terpenting yang disebutkan dalam pembahasan tersebut, lewat poin-poin berikut ini:

1,. Iman kepada qadar merupakan pembahasan 'aqidah yang terpenting. Ia merupakan salah satu rukun iman, dan iman kepadanya adalah kesempurnaan tauhid. Kitab-kitab Salafush Shalih dalam masalah'aqidah menaruh perhatian kepadanya dan banyak menyebutnya.

2.

Masalah qadar adalah masalah 'aqidah yang paling sulit, dan tidak mungkin dapat memahami kecuali dengan pemahaman Salafush Shalih -Ahlus Sunnah wal Jama'ah- dan tidak setiap orang bisa memahaminya secara terperinci.

3.

Qadar adalah takdir Allah untuk alam semesta, selaras dengan apa yang telah diketahui oleh-Nya sebelumnya, dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.

Atau, qadar adalah ilmu Allah, pencatatan-Nya mengenai

se-

suatu, dan kehendak serta penciptaan-Nya terhadapnya.

4.

Membicarakan tentang qadar tidak terlarang secara mutlak dan tidak pula dibuka secara mutlak, tetapi ada perincian di dalamnya. Jika pembicaraan tentang qadar dengan metode ilmiah yang shahih serta bersandarkan pada al-Qur-an dan as-Sunnah, dan pembicaraan tersebut diniatkan untuk mencapai kebenaran, maka itu tidak dilarang, bahkan bisa wajib. Tetapi jika pembic raan mengenainya dengan cart-yang bathil, dan dalam memahaminya bersandarkan pada akal semata, atau Penutup

225

untuk menolak, berbantah-bantahan, debat atau menentang, maka ini sama sekali tidak diperbolehkan.

5.

Iman kepada qadar membuahkan berbagai buah yang besar bagi individu dan masyarakat, baik di dunia mauPun di akhirat. 6. Iman kepadaqadar ditunjukkan oleh al-Qur-an, as-Sunnah, ijma', fitrah, akal, dan inderawi.

7.

Iman kepada qadar tegak di atas emPat rukun, yang disebut dengan tingkatan-tingkatan qadar yaitu: al''ilm (ilmu), al'hitaabab (penc at at an),

a I - m a sy i i-

ab (<.ehendak), dan

a I - kb

al q (penciptaan)

.

8.

Perbuatan hamba masuk dalam kategori keumuman ciptaanNya, dan tidak ada sesuatu pun yang mengeluarkannya dari keumuman tersebut.

9.

Takdir itu terbagi meniadi lima macam, yaitu: At-taqdiirul 'aamm (takdir yang bersifat umum). Yaitu un^. tuk semua makhluk. b. At-taqdiirul basyarl (takdir yang berlaku untuk manusia). Yaitu, takdir yang di dalamnya Allah mengambil perjanjian bagi seluruh manusia, bahwa Dia adalah Rabb mereka dan Dia meniadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka dengan hal itu, serta di dalamnya Allah menentukan orang-orangyafrtg bahagia dan orang-o ran g y arlg sen gsara.

c. At-taqdiirul 'umri

(takdir yang berlaku bagi usia). Yaitu, segala ketentuan yang berlaku bagi seorang hamba sejak peniupan ruh padanya hingga akhir {alnya. d. At-taqdiirus sanazai (takdir yang berlaku tahunan). Yaitu, takdir yang berlaku setiap tahun, yaitu pada malam Qadar (Laiktul

Qrd"l

setiap tahun.

yang berlaku harian). Yaitu, takdir yang berlaku setiap hari, sebagaimana firman-Nya:

e. At-taqdiirul yaumi (takdir

c;/i,5 "...Setiap waktu

226

b

Dia dalam kesibukan. '(QS' Ar-Rahmaan:29) PenutuP

Kewajiban atas hamba dalam masalah qadar ialah beriman kepada qadha' Allah dan qadar-Nya, dan beriman kepada syari'at A[ah s.rta perintah dan larangan-Nya.Ia harus membenarkan wahyu dan mentaati perintah. Jika ia berbuat kebaiikan, maka ia memuji Allah Ta'ala dan jika ia berbuat keburukan, maka ia memohon ampun kepada-Nya. Ia tahu bahwa itu teriadi dengan qadar Allah. Ini adalah kewajiban atas hamba, dan tidak harus setiap orang mengetahui pembahasan tentang qadar secara_terPerinci, sebagaiman" hal tersebut ditetapkan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah. lrlereka tidak mewajibkan atas orang yang lemah apa yang diwajibkan atas orang yang mamPu. 11. Iman kepada qadar tidak menafikan bila hamba mcnipunyai kehendak dalam perbuatan-perbuatan ikhtiar (pilihan)nya dan mempunyai kemampuan atas hal itu. Bahkan dia mempunyai kehendak dan kemampuan, dan keduanya mengikuti kehendak Allah 10.

dan kekuasaan-Nya.

Melakukan sebab-sebab (upaya) tidak menafikan iman kepada qadha' dan qadar, bahkan itu merupakan kesempurnaan iman 12.

kepadanya.

Berdalih dengan qadar hanya dibolehkan ketika tertimPa musibah, bukan pada perbuatan dosa74. Iraadah rabbaaniyy ab (Kehendak Allah) terbagi menjadi 13.

dua macam: Kaunilryah qadariyyab (Sunnatullah), dan ini semakna dengan masyii-ah ftehendak). Tidak ada sesuaru pun yang keluar dari kehendak-Nya selamanya, dan pasti terjadi.

a.

Syar'iyyab diiniyyab (syari'at), ini mencakup kecintaan Rabb dan ridha-Nya, dan tidak harus terjadinya. Ini bisa terjadi dan bisa juga tidak. 15. Keburukan tidak boleh dinisbatkan kepada Allah ,98, ka.ena Dia suci dari keburukan dan tidak melakukan kecuali kebajikan. Qadar dalam hal penisbat^nny^ kepada Allah tidak ada keburukan di dalamnya dalam satu aspek pun, karena hal itu merupakan ilmu Allah, pencatatan , maryii'ab ftehendak), dan ciptaan-Nya. Dan hal itu merupakan kebaikan murni. Keburukanhanya ada di dalam

b.

Penutup

sebagian perbuatan manusia (al-maqdb), bukan dalam ketenruan (qadha')-Nya, dan ada dalam obyek-obyek perbuatan (mafuulaat) Allah, bukan dalam perbuatan-perbuatan (afaat)-Nya. 15. Adakalanya Allah menghendaki suatu hal, tapi dalam waktu yang sama Dia tidak menyukainya, karena yang dikehendaki (rnuraad) iw ada dua macam:

a. Dikehendaki dengan sendirinya, yaitu kehendak yang diruju, seperti penciptaan Jibril '$*tl. b. Dikehendaki untuk selainnya, yaitu sebagai sarana kepada selainnya, seperti penciptaan iblis. Ia dibenci Allah dalam hal diri dan dzatnya, tapi dikehendaki oleh-Nya dalam hal qadha'-Nya dan mengatarkan kepada apa yang dikehendaki-Nya. Ia menjadi sebab diperolehnyaberbagai hal yang dicintai. Jadi berhimpunlah dua hal: kebencian-Nya kepadanya dan kehendak-Nya kepadanya, serra keduanya tidak kontradiktif. 17. Allah,99, mempunyai hikmahyangmendalam dalam setiap perbuatan-Nya. Hikmah tersebut adakalanya nampak kepada kita dan adakalanya tersembunyi. Kita tidak harus mengetahui hikmahNya dalam segala sesuatu, atau setiap orang mengetahui hal itu.

ridha kepada qadha' Allah ,J*., terdapat perincian. Jika apa yang diqadha' dan diqadarkan itu diridhai Allah dan dicintai-Nya -seperti keimanan dan semua ketaatan- maka kita meridhainya, dan jika hal itu tidak diridhai Allah dan tidak dicintai-Nya -seperti kemaksiatan dan kekafiran- maka kita tidak meridhainya. Jadi, kita harus menyelarasi Rabb kita dalam keridhaan dan kebencian-Nya. Sebab, agama (ad-Diin) adalah menyelarasi Rabb kita dalam membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, disertai dengan meninggalkannya. Dan menyepakati-Nya dalam mencintai rasa syukur dan ketaatan, disertai dengan mengerjakannya. 18. Mengenai kewajiban

Atau bisa juga dikatakan: kita ridha kepada qadha' yang merupakan perbuatan Allah. Adapun yang ditentukan, yang merupakan perbuatan hamba, maka ada perincian. Jika itu diridhai Allah, maka kita meridhainya dan jika tidak diridhai Allah, maka kita tidak meridhainya. 228

Penutup

19. Qadar

itu

ada dua:

Pertama, al-qadarul mutsbat atart mubram (qadar yang bersifat pasti). Yaitu, ap^yargtertulis dalam Ummul Kitab, maka hal ini tidak berubah.

Kedua, al-qadarul mu'allaq atau muqd.Wdd (qadar yang tergantung). Yaitu, yang tertulis dalam catatan-catatan Malaikat, maka inilah yang bisa terhapus dan ditetapkan. 20. Manusia ada dalam keadaan mukhayyar (dapat menentukan pilihan) dari satu sisi dan rlTusaryar (dalam keadaan terpaksa) dari

sisi lainnya.Ia ada dalam keadaan mukhayyar karena ia memiliki kemampuan, kehendak, dan ikhtiar, sedangkan ia dalam keadaan musaryar karena semua penbuatannya masuk dalam kategori qadar dan tergantung kepadanya, juga karena ia tidak keluar dari apa yang Allah tentukan untuknya. Yang lebih utama daipada ditanyakan: apakah manusia dalam keadaan mukbayyar atav ?nusdyyar,ialah ditanyakan: apakah manusia mempunyai kemampuan dan kehendak ataukah tidak? Jawabannya: Ia mempunyai kehendak dan kemampuan, tetapi kehendak dan kemampuannya terjadi dengan masyii-ab ftehendak) Allah.$8 serta mengikutinya. 21. Dalam pembahasan disebutkan sebagian kesalah an terjadi dalam masalah qadha' dan qadar.

yang

22.Mengingkari qadar tidak pernah dikenal pada bangsa'Arab, baik semasa Jahiliyyahnya maupun semasa Islamnya. Tetapi hal itu datang kepada mereka dari umat-umat lainnya. 23. Orang yang pertama kali mempermasalahkan tentang qadar dalam umat ini ialah seorang priayangdisebut: Sausan, Sisawaih atau Sansawaih.Ia dahrlunya beragama Nashrani lalu masuk Islam kemudian menjadi Nashrani kembali. Bid'ah ini diambil darinya oleh Ma'bad al-Juhani, dan pendapat dari Ma'bad diambil oleh Ghailan ad-Dimasyqi. Kemudian setelah itu pendapat-pendapat tersebut diambil oleh para tokoh Mu'tazilah, dan mereka sebarkan.

24.Bid'ah ini mula-mula muncul pada masa para Sahabat termuda seperti Ibnu 'Abbas, Ibnu 'IJmar, dan Jabir &. Mereka sangat mengingkari bid'ah ini dan mengumumkan keterlepasan mereka darinya. Penutup

229

25. Sejumlah golongan telah tersesat dalam masalah qadar, dan dalam pembahasan ini telah disebutkan ucapan-ucapan mereka serta dijelaskan kesesatan mereka.

26.Dalam pembahasan ini disebutkan sebagian perdebatan dan kisah-kisah bersama Qadariyyah dan labariyyah, yang darinya menjadi jelas kebenaran madzhab Salaf dalam masalah ini.

Inilah ringkasan dari apa yang terdapat dalam buku ini. Sebagai penutup, saya memohon kepada Allah Tabaaraka uta Ta'aala agar memberikan manfaat dalam buku ini dan menjadikannya sebagai amalan yang ikhlas karena mengharap ridha-Nya, sesungguhnya Dia Mahakuasa atas hal itu, dan pantas mengabulkannya. W'allaahu a'lam. Semoga shalawat dan salam, Allah berikan sebanyak-barryaknya atas Nabi Muhammad ffi besertapara keluarganya.

230

Penutup

Related Documents


More Documents from "Yohanes_Vs_Joe_6355"