Laporan Akhir Farmakognosi

  • Uploaded by: Gitanti Rohmanda Holahola
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Akhir Farmakognosi as PDF for free.

More details

  • Words: 8,585
  • Pages: 42
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI

Disusun oleh: KELOMPOK 4D

1.

FIRDAUS FIRMANSYAH

(G1F010076)

2.

DIAH NURHIDAYATI

(G1F010077)

3.

GLORYA STEVANY

(G1F010078)

4.

ALDI PERMADI

(G1F010079)

5.

HAQOIROH

(G1F010080)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2011

PERCOBAAN 1 PEMBUATAN SIMPLISIA I.

Tujuan Percobaan Mampu membuat simplisia dengan kandungan zat berkhasiat tidak mengalami kerusakan dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.

II.

Dasar Teori Obat tradisional bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebelum obat-obat kimia berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk mengatasi problem kesehatannya. Dari tumbuhan obat tersebut dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, makanan dan minuman. Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi : 1. Simplisia nabati, yaitu simplisia yang berasal dari tanaman, dan

kebanyakan simplisia berasal dari tanaman yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat (isi sel) tanaman. 2. Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berasal dari hewan, dapat berupa

madu, lemak atau bisa. 3. Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berasal dari mineral

(Anonim,1985). Teknik pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut : 1. Pengumpulan bahan baku 2. Sortasi basah

Penyortiran harus segera dilakukan setelah bahan selesai dipanen. 3. Pencucian

Setelah disortir bahan harus segera dicuci sampai bersih. Pencucian harus menggunakan air bersih, seperti : air dari mata air, sumur atau PAM. 4.

Perajangan Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri

dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar rimpang, batang, buah dan lain-lain. 5.

Penirisan dan Pengeringan Pengeringan bertujuan mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. Selain itu menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim.

6.

Sortasi Kering Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya.

7.

Pengemasan Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.

8.

Penyimpanan

9.

Pengolahan Dalam

pengolahan

tanaman

obat

perlu

diperhatikan

teknik

pengolahan yang baik karena menyangkut standar mutu. Hal ini ada hubungannya dengan masalah kebersihan maupun bahan aktif. (Anonim 1985). III. Alat dan Bahan 1.

Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah timbangan, pisau dapur, gunting, alumunium foil, tampah, plastik, label atau etiket dan kertas.

2.

Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini meliputi rimpang, daun, biji, buah, kulit buah, bunga, batang, dan ranting.

IV.

Cara Kerja 1.

Alat dan bahan disiapkan.

2.

Bahan baku simplisia yang telah disiapkan lalu ditimbang dengan seksama sebanyak kurang lebih 50 gram (catat beratnya).

3.

Bahan baku simplisia ditempatkan diatas tampah/nampan.

4.

Dilakukan sortasi basah.

5.

Bahan baku simplisia dicuci.

6.

Bahan baku simplisia dirajang (rimpang, daun, herba), dikupas (buah, biji), dan dipotong (akar, batang, ranting).

7.

Bahan baku simplisia ditempatkan kembali ke tampah.

8.

Dikeringkan dengan cara yang sesuai berdasarkan jenis bagian tanaman dan kandungan zat aktifnya.

9.

Dilakukan sortasi kering.

10. Ditimbang kembali dengan seksama. 11. Dicatat beratnya 12. Bahan baku simplisia dikepak dan dimasukkan kedalam kertas. 13. Disimpan. 14. Laporan dibuat. V.

Hasil Bobot awal : 50 gram Bobot akhir : 4,6 gram

Simplisia Bunga Sepatu (Hibiscus

Rosa Sinensis L)

Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8-10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakanbahan dapat ditekan baik dalam pengolahan maupun waktu penyimpanan VI.

Pembahasan Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan) karena disadari adanya variable bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umum dan cara) panen, serta proses pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa variable tersebut tidak berakibat besar pada mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut dianggap sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut : 1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga

parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi). 2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat

tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat). 3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung

jawab terhadap respon s biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Anonim, 2000) 1.

Pembuatan Simplisia a.

Bahan Baku Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.

b.

Dasar Pembuatan 1) Simplisia Dibuat dengan Cara Pengeringan Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan. 2) Simplisia Dibuat dengan Proses Fermentasi Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan. 3) Simplisia Dibuat dengan Proses Khusus Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan. 4) Simplisia pada Proses Pembuatan Memerlukan Air Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman patogen, logam berat, dan lain-lain (Anonim,1985)

2.

Tahap Pembuatan a.

Pengumpulan Bahan Baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda antara lain tergantung pada : 1) Bagian tanaman yang digunakan 2) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen 3) Waktu panen 4) Lingkungan tempat tumbuh

Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari. Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Bagian Tanaman dan Cara Pengumpulan No. 1.

Bagian Tanaman Kulit batang

Cara pengambilan Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat

2.

Batang

pengelupas bukan logam. Dari cabang, dipotong-potong

dengan

panjang tertentu dan dengan diameter cabang 3. 4. 5.

Kayu

tertentu Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau

Daun

diserut (disugu) setelah dikelupas kulitnya. Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik

Bunga

dengan tangan satu persatu. Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun bunga, dipetik dengan tangan.

6.

Pucuk

Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan

7.

Akar

(mengandung daun muda dan bunga). Dari bawah permukaan tanah, dipotong-

Rimpang

potong dengan ukuran tertentu. Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong

Buah Biji

melintang dengan ketebalan tertentu Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan

8. 9. 10.

mengupas menggunakan tangan, pisau, atau 11.

Kulit buah

menggilas, biji dikupas dan dicuci. Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan

12.

Bulbus

dicuci. Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan memotongnya, dicuci.

b. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil akhir.. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang. c.

Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumuratau air PAM. Cara pencucian pada simplisia rimpang dapat dilakukan dengan cara merendam sambil disikat menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu yang terdapat dalam bahan dapat larut dalam air sehingga mutu bahan menurun. Penyikatan diperbolehkan karena bahan yang berasal dari rimpang pada umumnya terdapat banyak lekukan sehingga perlu dibantu dengan sikat. Tetapi untuk bahan yang berupa daun-daunan cukup dicuci dibak pencucian sampai bersih dan jangan sampai direndam berlama-lama.

d.

Perajangan Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses ini untuk mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil/tipis, maka proses ini dapat diabaikan. Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia

dilakukan

untuk

mempermudah

proses pengeringan,

pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan

langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. e.

Pengeringan Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 30-900 C. Dengan menurunkan kadar air hal tersebut dapat menurunkan reaksi enzimatik sehingga dapat di cegah terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan simplisia.

f.

Sortasi kering Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotr-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

g.

Pengepakan dan penyimpanan Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban. Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan

pengangkutan maupun penyimpananya. Jika belum diolah bahan dapat dikemas dengan menggunakan jala plastik, kertas maupun karung goni yang terbuat dari bahan yang tidak berracun/tidak bereaksi dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan jangan lupa beri label dan cantumkan nama bahan, bagian tanaman yang digunakan, no/kode produksi, nama/alamat penghasil dan berat bersih.Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk ruang penyimpanan, yaitu gudang harus bersih, ventilasi udara cukup baik, tidak bocor, suhu gudang maksimal 30°C, kelembaban udara serendah mungkin 65% dan gudang bebas dari hewan, serangga maupun tikus dll. Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia dari

cemaran

serta

mencegah

adanya

kerusakan.Sedangka

penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus. 3.

Pemeriksaan Mutu Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia Edisi terakhir.(Anonim,1985). Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standarisai suatu simplisia . Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan factor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut: a.

Kebenaran Simplisia Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik

dan

mikroskopik.

Pemeriksaan

organoleptik

dan

makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk

dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia. b.

Parameter non spesifik, meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, dll. 1)

Penetapan kadar abu Penentuan

kadar

abu

dilakukan

untuk

memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak baik yang berasal dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama proses, seperti pisau yang digunakan telah berkarat). Jumlah kadar abu maksimal yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Prinsip penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik yang tersisa.

Tinggi rendahnya kadar abu didipengaruhi oleh : a) cemaran logam b) cemaran tanah

2)

Penetapan susut pengeringan Susut menghilang

pengeringan selama

adalah

proses

persentase pemanasan

senyawa (tidak

yang hanya

menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain

yang

hilang).Pengukuran

sisa zat dilakukan

dengan

pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmosfer

dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. 3)

Kadar air Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan

dalam

simplisia

tersebut.

Dengan

demikian,

penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : a) Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas

dari

kelembaban

udara

(Anonim,

1995).

b) Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena)

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).

c) Metode Gravimetri

Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap(Anonim, 1995).

4)

Kadar Minyak Atsiri Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut.

5)

Uji cemaran mikroba 2.

Uji aflatoksin, untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.

3.

Uji angka lempeng total, untuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^6 CFU/ gram.

4.

Uji angka kapang, untuk mengetahui adanya cemaran kapang. Batasan

angka

lempeng

total

yang

ditetapkan

oleh

Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram. 5.

Most probably number (MPN), untuk mengetahui seberapa banyak cemaran bakteri coliform (bakteri yang hidup di saluran pencernaan).

c.

Parameter Spesifik Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis. Simplisia yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu Kembang Sepatu yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus Rosa Sinensis L. Kembang Sepatu berupa perdu tegak, bercabang, tinggi bisa mencapai 1-4 meter, tempat tumbuh di daerah dataran rendah atau dataran tinggi / pegunungan. Kembang sepatu biasa ditanam dipekarangan rumah yang berfungsi sebagai tanaman hias atau sebagai tanaman pagar. Bunga kembang sepatu digunakan dalam pembuatan simplisia. Bunga kembang sepatu berbentuk lonceng dengan tangkai

sari panjang. Bunga dari berbagai jenis kultivar dan hibrida biasanya berupa bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis). Mahkota bunganya dapat berwarna putih, merah jambu, merah tua, kuning, ungu, atau campuran. Bunganya berukuran besar dan tidak berbau. Bunga berbentuk terompet dengan diameter bunga sekitar 5 cm. hingga 20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar dari dasar bunga. Bunga bisa mekar menghadap ke atas, ke bawah, atau menghadap ke samping. Kandungan bunga sepatu berupa flavonoida dan polifenol. Kegunaannya, baik yang masih segar atau yang telah dikeringkan mempunyai efek farmakologis sebagai obat anti radang, anti viral, peluruh kencing, peluruh dahak, dan menormalkan siklus haid. Bunganya sering digunakan untuk pengobatan batuk, mimisan, disentri, infeksi saluran kencing dan haid tidak teratur. Daunnya juga digunakan untuk obat bisul, radang kulit, gondongan dan mimisan. VII. Kesimpulan Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia, cara pengepakan simplisia. VIII. Daftar Pustaka Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 2000. Simplisia. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php? id=jkpkbppk-gdl-res-2000-drs-1263-simplisia. Diakses 15 Mei 2010.

Anonim. 2002. Kembang Sepatu. http://tanamanobat.org/396/kembang-sepatu/. Diakses 15 Juni 2010. Anonim. 2004. Simplisia. http://agribisnis.deptan.go.id//. Diakses 15 Mei 2010 Anonim. 2006. Hibiscus rosa sinensis. http://toiusd.multiply.com/journal/item/62/Hibiscus_rosa-sinensis. Diakses 15 Juni 2010. Anonim. 2009. Teknologi Pembuatan Simplisia. http://prezz507.blogspot.com/2009/09/teknologi-penyiapansimplisia.html. Diakses 15 Mei 2010. Siskhana. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia. http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapankontrol.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010.

PERCOBAAN 2 PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN KADAR AIR I.

Tujuan Percobaan 1.

Mampu membedakan simplisia secara makroskopik (bentuk,ukuran,dan keadaan fisik lain yang spesifik) dan organoleptik (warna, bau, dan rasa).

2.

Dapat melakukan standarisasi mutu dengan menentukan kadar air simplisia.

II.

Dasar Teori Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat,kecuali dipergunakan sebagai bahan obat,kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia yang akan dipergunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi Materia Medika Indonesia dan Farmakope Indonesia. Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standarisasi suatu simplisia. Pemeriksaan mutu bertujuan agar simplisia memenuhi syarat FI, EFI, MMI dan buku resmi yang disetujui pemerintah. Bermaksud agar adanya keseragaman komponen aktif, aman, berguna/ berkhasiat dan obat/ sediaan selalu tetap mutunya. Serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi). Tujuannya menjamin bahwa produk akhir (obat,ekstrak, atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg) menjadi bahan obat yang berkualitas, aman, dan bermanfaat. Usaha menjaga keajegan mutu simplisia harus dilakukan control terhadap : 1.

Genetik (bibit)

2.

Lingkungan ( tempat tumbuh, iklim)

3.

Rekayasa agronomi (pemupukan, perlakuan selama masa tumbuh)

4.

Panen (waktu dan pasca panen ) Syarat daripemeriksaan mutu simplisia yaitu :

1.

Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku resmi Depkes RI ( FI, EFI, MMI )

2.

Tersedianya contoh simplisia pembanding yang diperbaharui secara periodik.

3.

Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara tepat (kadar air, termakan serangga atau hewan lain, ada tidaknya pertumbuhan kapang / jamur , perubahan warna /bau).

4.

Pemeriksaan lengkap ( Organoleptik, makroskopik,dan mikroskopik, pemeriksaan kimiawi fisika dan uji biologi ).

5.

Parameter standart simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam

pembuatan simplisia, sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada dalam tanaman ( Anonim, 2009 ). Beberapa penjelasan mengenai parameter spesifik misalnya ; 1.

Pemeriksaan Makroskopik Pemeriksaan makroskopik biasanya menggunakan kaca pembesar atau dengan mata telanjang, dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia uji.

2.

Pemeriksaan Organoleptik Pemeriksaan organoleptik dilakukan dengan menggunakan panca indera, untuk mengetahui kekhususan baud an rasa simplisia. Parameter nonspesifik meliputi uji yang terkait dengan pencemaran yang

disebabkan oleh pestisida, jamur, alfatoksin, logam berat, dan lain-lain. Tetapi disini hanya akan dijelaskan mengenai kadar air. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai culup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10 % (Anonim, 1995 ) . Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1.

Metode Titrimetri Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini yaitu stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa factor seperti kadar relative komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan system yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995).

2.

Metode Azeotropi

Metode ini efektif untuk menetapkan kadar air karena penyulingan berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlabihan. System yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembabankadar air. 3.

Metode Grafimetri Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Anonim, 2009).

III. Alat dan Bahan 1.

Alat Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu adalah penggaris, neraca, oven dan nampan.

2.

Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah simplisia yang telah dibuat pada percobaan 1.

IV.

Cara Kerja 1.

Pemeriksaan Makroskopik a.

Simplisia yang telah dibuat pada percobaan I disiapkan.

b.

Simplisia diamati warna dan bentuknya, dan dilakukan pengukuran terhadap simplisia tersebut.

c. 2.

Hasilnya dicatat dalam tabel laporan percobaan II

Pemeriksaan Organoleptik a.

Simplisia yang telah disiapkan diperiksa dengan membau dan merasakan dengan lidah.

b. 3.

Hasilnya dicatat dalam tabel laporan percobaan II.

Uji Kadar Air a.

Sebanyak 10 g ekstrak yang telah disiapkan dan ditimbang dalam wadah yang telah ditara, dimasukkan ke dalam chamber.

b. Dikeringkan pada suhu 105˚C selama 5 jam, dan ditimbang.

c.

Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbang berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %.

V.

Hasil 1.

Pemeriksaan Makroskopik Panjang : 6,5 cm Lebar

: 2,5 cm

Bentuk

: lonjong membulat

Tepi mahkota bunga

: bergelombang

Ujung mahkota bunga : membulat Gambar mahkota bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) 2.

3.

Pemeriksaan Organoleptik a.

Rasa

: sepat

b.

Bau

: menyengat

c.

Warna : kecoklatan kecuali di bagian pangkal berwarna ungu.

Pemeriksaan Kadar Air Bobot awal = 4,8 gr Bobot akhir = 4 gr

VI.

Pembahasan Kebanyakan simplisia adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan atau disebut dengan simplisia nabati. Simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap konsumsi langsung harus memenuhi parameter mutu bahan, yaitu : 1.

Kebenaran jenis (identifikasi)

2.

Kemurnian (bebas kontaminasi kimia & biologi)

3.

Stabilitas (wadah, penyimpanan, transportasi) a.

Trilogy produk kefermasian : Quality-Safety-Efficacy

b.

Spesifikasi kimia : komposisi (jenis & kadar) senyawa.

Standarisasi (secara kefarmasian) adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigm mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standart (kimia,biologi, dan farmasi). Tujuan dari standarisasi yaitu untuk menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg), agar menghasilkan bahan obat yang berkualitas , aman, dan bermanfaat. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari bukubuku resmi Departmen Kesehatan RI, seperti Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, dan Materia Medika Indonesia (MMI). Untuk memenuhi persyaratan umum tersebut harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara tepat, yaitu : 1.

Kurang kering atau mengandung air

2.

Termakan serangga atau hewan lain

3.

Ada atau tidak pertumbuhan kapang

4.

Perubahan warna atau bau Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan secara lengkap, meliputi

pemeriksaan organoleptik, mikroskopik, makroskopik, pemeriksaan kimiawi ± fisika, dan uji biologi. Beberapa persyaratan simplisia yang terdapat pada Farmakope Indonesia yaitu : 1.

Tidak boleh mengandung organisme pathogen.

2.

Harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga & binatang lainnya maupun kotoran hewan.

3.

Tidak boleh ada penyimpangan bau & warna.

4.

Tidak boleh mengandung lender atau menunjukkan adanya kerusakan.

5.

Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2%, kecuali dinyatakan lain. Pemeriksaan makroskopik, dilakukan dengan mata telanjang mengamati

keadaan morfologi dari simplisia uji yaitu daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) untuk mencari kekhususan morfologi ,ukuran dan warna simplisia. Pada percobaan yang telah dilakukan mendapatkan hasil , panjang 6,5 cm, lebar 2,5 cm, bentuk lonjong membulat, tepi mahkota bunga bergelombang, dan ujung mahkota bunga membulat. Hasil ini hamper sesuai

dengan pustaka yang menyebutkan bahwa Bunga Hibiscus rosa-sinensis L. berbentuk terompet dengan diameter bunga sekitar 5 cm (Anonim,2009). Sedangkan pada pemeriksaan organoleptik yang telah dilakukan, mendapatkan hasil, rasa sepat, bau menyengat, warna kecoklatan kecuali daerah pangkalnya. Penetapan kadar air diperlukan untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Anonim,1985). Hasil dari percobaan uji kadar air yang dilakukan tidak sesuai dengan pustaka yang ada, beberapa faktor yang menyebabkan hal ini diantaranya yaitu : 1.

Waktu yang digunakan untuk pengeringan kurang lama, sehingga kandungan air di dalam bahan tidak menguap dengan maksimal.

2.

Ketika pengepakan atau penyimpanan kurang teliti dan hati-hati, sehingga udara di dalam wadah simplisia tersebut menjadi lembab dan kadar air simplisia kembali naik.

VII. Kesimpulan 1.

Setiap simplisia mempunyai karakteristik dan sifat spesifik yang berbedabeda mencakup morfologi serta bau dan rasanya.

2.

Pemeriksaan mutu bertujuan agar simplisia memenuhi syarat FI, EFI, MMI dan buku resmi yang disetujui pemerintah. Bermaksud agar adanya keseragaman komponen aktif, aman, berguna/ berkhasiat dan obat/ sediaan selalu tetap mutunya

3.

Simplisia dinilai culup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.

VIII. Daftar Pustaka Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 2009. Teknologi Pembuatan Simplisia. http://prezz507.blogspot.com/2009/09/teknologi-penyiapansimplisia.html. Diakses 15 Mei 2010.

Bayu, Abang. 2010. Teknologi Pengolahan Simplisia Hingga Menjadi Suatu Produk

Farmasi.

http://lembarabangbayu.blogspot.com/2010/02/teknologi-pengolahansimplisia-hingga.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010. Siskhana. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia. http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapankontrol.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010.

PERCOBAAN 3 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK BAHAN NABATI I.

Tujuan Percobaan 1.

Mengetahui anatomi (irisan melintang dan membujur) bagian tumbuhan (akar, batang, daun, buanga, buah dan biji) termasuk isi sel yang memiliki bentuk tertentu (sebelum melakukan praktikum)

2.

Mampu mengidentifikasi simplisia dengan menggunakan mikroskop serta meyebutkan ciri khas simpleks yang diperiksa (setelah melakukan praktikum)

II.

Dasar Teori Seperti yang kita ketahui setiap makhluk hidup, termasuk tumbuhan tersusun atas organ-organ yang dibuntuk oleh jaringan. Sedangakan jaringan disusun oleh sel, yaitu bagian terkecil dari suatu organisme. Pada praktikum kali ini akan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari simplisia, terhadap fragmen pengenal antara lain stomata, sel batu, kristal Ca-oksalat, lapisan gabus,

kelenjar

minyak,

kelenjar

rambut

dan

berkas

pengangkut

(Anonim,1986). Anatomi tumbuhan biasanya di bagi menjadi tiga bagian berdasarkan hierarki dalam kehidupan, yaitu : 1.

Organologi Organologi mengkaji bagaimana struktur dan fungsi suatu organ. Berikut adalah jaringan-jaringan dasar yang menyusun tiga organ pokok tumbuhan : a.

Akar Akar

tersusun

dari

jaringan-jaringan

seperti,

epidermis,

parenkim, endodermis, kayu, pembuluh (pembuluh kayu dan pembuluh tapis) dan kambium pada tumbuhan dikotil. Permukaan seringkali terlindung oleh lapisan gabus tipis. Bagiaan ujung akar memiliki jaringan tambahan yaitu tudung akar. Ujung akar juga diselimuti oleh lapisan mirip lender yang disebut misel yang berperan penting dalanm perrtukaran hara serta interaksi dengan organism (mikroba) lain. b.

Batang Susunan batang tidak banyak berbeda dengan akar. Batang tersusun dari jaringan berikut, yaitu epidermis, parnkim, endodermis, kayu, jaringan pembuluh dan cambium pada yumbuhan dikotil. Struktur ini tidak bayak berubah, baik di batang utama, cabang, maupun ranting. Permukaan batang berkayu atau tumbuhan berupa pohon seringkali dilindungi oleh lapisan gabus (suber) dan kutikula

yang berminyak (hidrofobik). Jaringan kayu pada batang dikotil atau monokotil tertentu dapat mengalami proses lignifikasi yang sangat lanjut sehingga kayu menjadi sangat keras. c.

Daun Daun lengkap terdiri dari pelepah daun, tangkai daun serta helai daun. Helai daun sendiri memiliki urat daun yang tidak lain adalah kelanjutan dari jaringan penyusun batang yang berfungsi menyalurkan hara atau produk fotosintesis. Helai daun sendiri tersusun dari jaringan-jaringan dasar berikut: epidermis, jaringan tiang, jaringan bunga karang dan jaringan pembuluh.Permukaan epidermis seringkali terlapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus) untuk melindungi daun dari serangga pemangsa, spora jamur, ataupun tetesan air hujan.

2.

Histologi Histologi tumbuhan mengkaji jenis-jenis sel (berdasarkan bentuk dan fungsi) yang menyusun suatu jaringan.Jaringan penyusun tumbuhan antara lain, kodo

(jaringan

pelindung),

kolenkim

(jaringan

penyokong),

sklerenkim (jaringan penyokong), parenkim (jaringan dasar), xilem (jaringan pembuluh/pengangkut), floem (jaringan pembuluh/pengangkut). 3.

Sitologi Sitologi mengkaji fungsi berbagai sel dan organel-organel khas pendukung fungsi tersebut (Campbell,1999). Jaringan adalah sekumpulan sel yang mempunyai bentuk, fungsi dan

sifat-sifat yang sama. Secara garis besar jaringan dibedakan sebagai berikut : 1.

Jaringan Muda a.

b.

Jaringan muda primer berkembang dari protomeristem berbentuk: 1) Protoderm

: sistem epidermis.

2) Prokambium

: sistem jaringan pengangkut primer.

3) Meristerm dasar

: jariangan dasr parenkim.

Jaringan muda sekunder, jaringan dewasa yang meristemsatis lagi . 1) Kambium

2) Kambium gabus (felogen), terdiri dari felem (kearah dalam) dan feloderm (kearah luar). 2.

Jaringan Dewasa a.

Jaringan pelindung (epidermis), merupakan jaringan terluar yang melindungi organ dalam, ukuranya sama, dilapisi kutikula dan dapat selapis atau berlapis. Derivatnya :

1) Stomata, ada 6 tipe yaitu : a) Anomositik, jumlah sel tetangga tiga atau lebih, satu sama lain sukar dibedakan. b) Anisositik, jumlah sel tetangga tiga atau lebeih, satu sel jelas lebih kecil dari sel lainya. c) Diasitik, jumlah sel tetangga dua, bidang persekutuaan meyilang celah stomata. d) Parasitik, jumlah sel tetangga dua, bidang perskutuaan segaris dengan celah stomata. e) Aktinositik, sel tetangga berbentuk pipih dan mengelilingi stomata dalam susunan berbentuk lingkaran. 2) Trikoma, ada 2 macam, yaitu : a) Non glanduler (tidak berkelenjar), tidak bersekresi. b) Glanduler (berkelenjar), rambutnya bersekresi tipenya : •

Asteraceae, terdiri dari satu deret sel tangkai dan dua baris sel kelenjar.



Labiataea, terdiri dari satu sel pangkal yang lebar, satu atau beberapa sel tangkai dan sebaris mendatar sel kelenjar sebanyak4, 8, 12 atau lebih sel. 3) Sel motor (sel kipas) 4) Sel silica dan sel gabus b.

Jaringan dasar (parenkim), merupakan jaringan yang terdapat di seluruh bagian tumbuhan, tepatnya di sebelah dalam jaringan epidemis. Pada daun disebut jaringan mesofil yang terdiri dari : 1) Jaringan palisade, berbentuk segiempat atau lonjong, tersusun

rapat dan mengandung klorofil. Tipenya : a) Dorsiventaral, hanya terdapat pada satu sisi epidermis. b) Isolateral, terdapat pada kedua sisi epidemis.

2) Jaringan bunga karang, mempunya ruang antar sel , terdapat

berkas pembuluh, bentuk dan ukuran tidak beraturan. Berdasarkan fungsinya ada 2 macam yaitu : a) Parenkim asimilasi, untuk fotosintesis. b) Parenkim penyimpan, untuk menyimpan makanan, air dan udara. c.

Jaringan penguat, berfungsi untuk member kekuatan dan perimbangan tumbuhan. Jaringan ini ada dua macam, yaitu : 1) Kolenkim, tersusn oleh sel-sel hidup yang plastis. Tipenya: a) Anguler, penebalan dinding terdapat pada bagian sudut sel. b) Lameler, penebalan dinding terdapat pada daerah tangensial. c) Lakuner, penebalan dinding terdapat pada daerah-daerang yang berbatasan dengan ruang antar sel. 2) Sklerenkim, tersusun oleh sel-sel berdinding tebal dank eras karena mengalami lignifikasi (penebalan sekumder) dan tidak berkloroplas. Sklerenkim terdiri dari sklereida dan serabut sklerenkim.

d.

Jaringan Pengangkut 1) Xilem, berfungsi untuk mengangkut air dan zat hara dari akar

kedaun untuk proses fotosintesis. Xilem terdiri atas unsure trakeal atau vassal yang tersusun atas trakea, trakeida, serabut trakeida dan parenkim kayu. Xilem ada dua macam yaitu protoxilem dan metaxilem. 2) Floem, berfungsi untuk mengangkut hasil asimilasi dari daun keseluruh tubuh tumbuhan. Floem terdiri atas unsure tapis atau kribal yang tersusun oleh sklereida, serabut sklereida dan sel-sel parenkim. e.

Jaringan sekretori, merupakan jaringan yang digunakan unruk proses penyisihan zat-zat hasil sekresi, rekresi dan eksresi (Campbell,1999).

Pati atau amylum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud putih bubuk, tawar dan tidak berbau. Jenis-jenis amylum meliputi:

1.

Amylum manihot (pati singkong)

2.

Amylum maydis (pati jagung)

3.

Amylum oryzae (pati beras)

4. Amylum solani (pati kentang) (Riyanthi.2009).

III. Alat dan Bahan 1.

Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah mikroskop, gelas objek, gelas penutup, lampu spritus, kertas saring.

2.

Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Amylum serbuk yaitu : Amylum maizena, Amylum Tritici dan Amylum Mannihot. Serbuk simplisia yang terdiri dari : Guazuma Folium, Glycyrrhizae Radix, Kaempfreriae Rhizoma, Cardomoni Fructus dan Caryophyli Flos serta menggunakn larutan Kloralhidrat 70% LP.

IV.

Cara Kerja 1.

Pengamatan Amylum

a.

Sedian amylum diletakkan di atas kaca kaca objek dan ditetesi dengan air.

b.

Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10 x 10) dan perbesaran kuat (10 x 40).

c.

Amylum yang nampak di bawah mikroskop lalu digambar.

2.

Pengamatan Serbuk Simplisia a.

Serbuk simplisia diletakan di atas kaca kaca objek dan ditetesi dengan kloralhidrat 70% LP.

b.

Kaca objek dipanaskan di atas lampu bunsen atau lampu spritus dijaga jangan sampai kering kemudian tutup dengan gelas penutup.

c.

Tambahkan dengan larutan klorohidrat jika perlu, apabila berlebih dihisap dengan kertas saring.

d.

Setelah dingin diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10 x 10) dan jika perlu dengan perbesaran kuat (10 x 40).

e. V.

Hasil 1.

No. 1.

Serbuk simplisia yang nampak di bawah mikroskop lalu digambar.

Pengamatan Amylum Jenis Amylum dan

Perbesarannya Amylum Mannihot Perbesaran : 12,5 x 40

2.

Amylum Maizena Perbesaran : 12,5 x 40

3.

Amylum Tritici Perbesaran : 12,5 x 40

Gambar

2. No. 1.

Pengamatan Serbuk Sinplisia

Jenis Serbuk Simplisia dan Perbesarannya Guazumae Folium Perbesaran : 12,5 x 40

2.

Glycyrrhizae Radix Perbesaran : 12,5 x 40

3

Kaempferiae Rhizoma Perbesaran : 12,5 x 40

Gambar

4

Cardomomi Fructus Perbesaran : 12,5 x 40

5

Caryophylli Flos Perbesaran : 12,5 x 10

VI.

Pembahasan Dari hasil pengamatan amylum dan serbuk simplisia di bawah mikroskop maka di dapatakan ciri-ciri mikroskopik dari masing-masing amylum dan sebuk simplisia.

1.

Amylum (Pati) a.

Amylum Manihot (Pati Singkong) Amylum manihot adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utilissima, Pohl (familia Euphorbiaceae) yang berupa serbuk sangat halus dan putih, secara mikroskopik berupa butir tunggal, agak bulat atau bersegi banyak butir kecil dengan diameter 5µm sampai 10 µm, butir besar bergaris tengah 20 µm sampai 35 µm, hilus tengah berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga, lamela tidak jelas, konsentris, butir majemuk sedikit, terdiri dari 2 atau 3 butir tunggal

yang tidak sama bentuknya. Identifikasi kimiawi yaitu dengan Iodium dimana akan terjadi biru tua yang hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada pendinginan (Riyanthi,2009). b.

Amylum Maizena (Pati Jagung) Amylum maizena adalah pati yang diperoleh dari biji Zea mays, L. (familia Poaceae) yang berupa serbuk sangat halus dan putih. Secara mikroskopik yaitu berupa butir bersegi banyak, bersudut, ukuran 2 µm sampai 23 µm atau butir bulat dengan diameter 25 µm sampai 32 µm, hilus ditengah berupa rongga yang nyata atau celah berjumlah 2 sampai 5, tidak ada lamela. Jika diamati dibawah cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong pada hilus. Untuk identifikasi

secara

kimiawi

sama

dengan

amylum

manihot

(Riyanthi,2009). c.

Amylum Oryzae (Pati Beras) Amylum Oryzae adalah amylum yang diperoleh dari biji Oryza sativa, L. (familia Poaceae) yang berupa serbuk sangat halus dan putih. Secara mikroskopik yaitu berupa butir bersegi banyak ukuran 2 µm sampai 5 µm, tunggal atau majemuk bentuk bulat telur ukuran 10 µm sampai 20 µm. hilus di tengah tidak terlihat jelas, tidak ada lamela konsentris. Jika diamati dibawah cahaya terpolarisasi tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong pada hilus (Riyanthi,2009).

2.

Serbuk Simplisia a.

Guazumae Folium Daun jati Belanda adalah daun Guazuma ulmifolia Lamk., suku Sterculiaceae, berbau aromatic lemah, rasa agak kelat. Secara mikroskopik yaitu serbuk berwarna hijau tua kecoklatan. Mempunyai fragmen pengenal yaitu : 1) Rambut penutup berbentuk bintang, terdiri dari beberapa rambut bersel tunggal yang berimpit pada bagian pangkalnya, dinding

tebal tidak berwarna, panjang berbeda-beda, ruang rambut berwarna coklat. 2) Rambut kelnjar terdiri dari 2 sampai 3 tangkai dan 3 sel kepala, sel kepala lebih besar dari dua sel lainya. 3) Hablur kasium oksalat berbentuk prisma. 4) Fragmen epidermis atas dan epidermis bawah. 5) Pembuluh kayu dengan penebalan tangga (Tampubolon,1981). b. Liquiritiae Radix/Glycyrrhizae Radix

Akar manis adalah akar dan batang di bawah tanah dari tumbuhan Glycyrrhiza glabra var. trpica Reg. Et Hard atau Glycyrrhiza glabra Linn. var. glandulifera Wald. et Kit., suku Leguminosae, bau khas, rasa manis agak tajam, warna coklat kekuningan atau coklat tua. Secara mikroskopik mempunyai beberapa fragmen pengenal yaitu : 1)

Fragmen serat kayu dan serat kulit dengan hablur kalsium oksalat bentuk monoklin yang menempel padanya.

2)

Fragmen parenkim berdinding jernih, sering kali terdapat hablur kalsium coklat di dalamnya.

3)

Fragmen trachea berwarna kuning dengan diameter mencapai 200 µm, pori berbatasan. Kadang-kandang terdapat trachea berbentuk jala dengan tracheid pendamping (Tampubolon,1981). c.

Kaempferiae Rhizoma Rimpang dari tumbuhan kencur (Kaempferia ga’anga L.), suku Zingiberaceae, bau khas tebal pada lidah. Warna putih kecoklatan, secara mikroskopik mempunyai fragmen pengenal antara lain : 1) Butir pati, umumnya tunggal, besar berbentuk bulat telur/tidak

beraturan, salah satu ujung mempunyai putin. Lamela dan hilus tidak jelas. 2) Fragmen periderm dengan parenkim. 3) Fragmen parenkim dengan sel-sel minyak berwarna putih semu kuning. 4) Fragmen periden dengan sel berbentuk hampir persegi panjang, berlapis-lapis (Tampubolon,1981).

d.

Cardomomi Fructus Buah kapulaga adalah buah tumbuhan Amomun cardomomun Auct. non L. (Amomum compactum Soland. ex Maton), suku Zingiberaceae, bau khas aromatic, rasa agak pedas. Serbuk berwarna kelabu kekuningan, secara mikroskopik mempunya fragmen-fragmen pengenal yaitu : 1) Fragmen

epidermis

kulit

biji

berdinding

tebal

bebentuk

memanjang. 2) Fragmen lapisan sel yang mengandung minyak atsiri. 3) Fragmen sklerenkim palisade yang terlihat tangansial berbentuk polygonal. 4) Fragmen farisperm yang penuh dengan butir pati kecil. 5) Fragmen serabut sklerenkim dari berkas pembuluh pada mesokarp. 6) Fragmen sel batu pada masokarp. 7) Fragmen selaput biji. 8) Sel endoderm dengan hablur kalsium oksalat berbentuk prisma (Heyney,1997). e.

Caryophylli Flos Bunga cengkeh adalah kumncup bunga tumbuhan Eugenia caryophyllata Thunb., suku Myrtceae, warna coklat, bau aromatic kuat, rasa khas pedas diikuti oleh rasa tebal pada lidah. Secara mikroskopik mempunya fragmen-fragmen pengenal sebagai berikut : 1) Fragmen tangkai sari dengan kristal kalsium oksalat berbentuk roset. 2) Fragmen kepala sari. 3) Kelenjar skizolisigen, lepas atau dalam jaringan. 4) Pollen berbentuk tetrahedral, garis tengah. 5) 15 sampai 20 µm 6) Trakhea mempunyai penebalan spiral, diding tebal berlignin. 7) Fragmen serabut dengan lumen yang tebal. 8) Parenkim mempunyai sel batu dengan bentuk yang khas (Heyney,1997).

VII. Kesimpulan 1. Menurut teori sel, semua organisme terdiri dari sel atau sekumpulan sel

yang merupakan satuan struktural, fungsional dan penentu faktor genetik dari organisme. 2. Jaringan yakni sekumpulan sel yang mempunyai bentuk, fungsi dan sifat-

sifat yang sama. 3. Pati atau amilum adalah karbohidrat komplek yang tidak larut dalam air,

berwujud putih bubuk, tawar dan tidak berbau. 4. Setiap semplisia baik itu dari akar, rhizom, batang, kulit batang, daun, biji,

kulit biji, buah maupun bunga. Simplisia tersebut menpunyai ciri yang khas baik dari segi mikroskopik maupun organoleptiknya. 5. Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat

perbesaranya disesuikan dengan keperluaan. Simplisia yang di uji merupakan simplisia nabati, dapat berupa sayatan melinyang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. VIII. Daftar Pustaka Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Campbell. 1999. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Heyney, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riyanthi. 2009. Praktikum Identifikasi Amylum dan Simplisia. http://riyanthikedokteran.blogspot.com/. Diakses tanggal 8 Mei 2010. Tampubolon, O.T. 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Jakarta : Penerbit Bharata Karya Aksara. Tjitrosoepomo, G. 2003. Morfologi Tumbuhan .Yogyakarta : UGM Press. PERCOBAAN 4 IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA SECARA KLT I.

Tujuan Praktikum 1.

Mengetahui cara melakukan kromatografi lapis tipis.

2.

Mengidentifikasi kandungan kimia dari bahan alam dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

II.

Dasar Teori Kromatografi merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Metode kromatografi planar dibagi menjadi tiga, yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas dan elektrokromatografi. Ketiganya menggunakan material tipis yang dilapisi gelas, plastik atau permukaan logam. Fase gerak bergerak melalui fase stasioner dengan kapilaritas, terkadang dibantu oleh gravitasi atau tegangan listrik ( Skoog et al., 2004 ). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dengan menggunakan sebuah lapis tipis silica atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa kimia secara kromatografi dan isolasi senyawa murni dalam skala kecil (Rohman, 2007). Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan atau kombinasi padatan-cairan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran pada laju yang berbeda. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Clark, 2007). Gel silica (alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar UV. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigmen tanaman yang berwarna hijau dan kuning (Rohman, 2007). Data yang diperoleh dari KLT adala nilai Rf yang sangat berguna untuk identifikasi senyawa. Rf atau Retention Factor atau Retardation Factor

didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi jarak yang ditempuh oleh pelarut pada kromatografi. Senyawa yang memiliki Rf besar pasti memiliki polaritas yang rendah, karena interaksinya dengan fase gerak lebih besar dari fase stasioner. Sebaliknya senyawa yang memiliki Rf kecil pasti memiliki polaritas yang tinggi, karena interaksinya dengan fase stasioner lebih besar dari fase gerak (Laurent, 2009). Setiap warna akan selalu sama. Namun, jika terdapat perubahan akibat pengaruh suhu, komposisi pelarutan dan sebagainya, maka nilai Rf tersebut akan berubah (Anonim, 2007).

Namun, jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi tidak berwarna dilakukan dengan cara pendarflour dan bercak secara kimia. Seperti yang telah disebutkan diatas, fase diam pada sebuah lempengan tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan ke dalamnya supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar UV. Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna (Anonim, 2009). III. Alat Dan Bahan 1.

Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica GF 254, chamber, hair dryer, sinar UV 254, penggaris, pensil, pipet ukur, filler, mikropipet, tabung reaksi, gelas ukur, oven.

2.

Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam asetat 15% : aquades (3 : 17), kloroform : etil asetat (1 : 1), dan ekstrak simplisia.

IV.

Cara Kerja 1. Isi chamber1 dengan eluen campuran dari 0,75 ml asam asetat 15% dan 4,25

ml aquades. 2. Isi chamber2 dengan eluen campuran dari 2,5 ml kloroform dan 2.5 ml etil

asetat. 3. Tutup rapat chamber1 dan chamber2 kemudian tunggu hingga jenuh. Untuk

mengidentifikasinya jepit kertas saring di antara tutupnya. Apabila kertas saring sedikit berembun/basah berarti larutan sudah jenuh.

4. Masukkan dua buah lempengan silica gel GF254 ke dalam oven selama beberapa menit. 5. Buat garis start dari tepi bawah dengan pensil pada masing-masing lempeng. 6. Buat dua buah titik dengan jarak tertentu pada garis start. 7. Buat garis front di atas garis start dengan jarak 8 cm. 8. Tetesi titik-titik pada garis start dengan ekstrak simplisia , tunggu sampai kering. Apabila warnanya masih pudar ulangi point di atas sampai warnanya terlihat jelas. 9. Apabila eluen sudah jenuh keluarkan kertas saring dari chamber1 dan

chamber2. 10. Masukkan lempeng silica gel masing-masing satu ke dalam chamber1 dan

chamber2 kemudian tutup rapat. Biarkan hingga eluen naik sampai ke garis front. 11. Setelah eluen sampai di garis front angkat lempeng silica gel kemudian deteksi dengan sinar UV 12. Ukur jarak yang terbentuk oleh bercak simplisia dari garis start kemudian hitung Rf-nya. V.

Hasil 1. Fase gerak1

Asam asetat 15% : aquades 0,75 ml : 4,25 ml

2. Fase gerak2

Kloroform

: etil asetat

2,5 ml : 2,5 ml

VI.

Pembahasan Kromatografi merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembanngan secara menurun (descending) (Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica yang memiliki mekanisme sorpsi adsorbsi. Gel silica dapat digunakan pada senyawasenyawa yang mengandung asam amino, hidrokarbon, vitamin, dan alkaloid. Kebanyakan fase diam dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya (Rohman, 2007). Gel silica adalah bentuk dari silikon dioksida (silica). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan gel silica terdapat ikatan Si-OH selain Si-O-Si. Permukaannya sangat polar dan karenanya gugus –OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai di sekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol (Clark, 2007). Eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silica. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silica) (Rohman, 2007). Sistem fase gerak KLT yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sangat sensitif. Daya elusinya pun harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan (Rohman, 2007).

Percobaan diatas dapat menghasilkan kesimpulan bahwa percobaan dengan menggunakan fase gerak1 yang merupakan campuran dari asam asetat 15% dan aquades kurang optimal, sedangkan percobaan dengan menggunakan fase gerak2 yang merupakan campuran dari kloroform dan aetil asetat lebih optimal. Hal ini dikarenakan fase gerak1 memiliki nilai Rf lebih dari 0,8, sementara fase gerak2 memiliki nilai Rf diantara 0,2-0,8. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedkit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antartotolan. Penotolan ini lebih baik menggunakan pensil. Karena jika penotolan dilakukan dengan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk (Rohman, 2007). Ketika bercak dari campuran itu mengering, gel silica ditempatkan dalam sebuah chamber bertutup berisi eluen. Alasan untuk menutup chamber adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam chamber terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada gel silica, komponen-komponen yang berada dari campuran warna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari gel silica akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi.

1.

Penunjukkan Bercak Secara Kimia Membuat bercak-bercak menjadi tampak gelas dalam beberapa kasus dimungkinkan dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Misalnya adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.

2.

Penunjukkan Bercak Secara Fisika Menggunakan Pendarflour

Fase diam pada sebuah lempengan tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan ke dalamnya., supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar UV. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika lempengan disinari sinar UV, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidak kecil yang gelap. Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, tandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah bercakbercak itu. Setelah sinar UV dimatikan, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali (Rohman, 2007). Reagen yang digunakan sebagai penampak bercak dalam KLT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang berlaku untuk hampir semua senyawa organik) dan reagen selektif (yang hanya mendeteksi jenis atau golongan senyawa tertentu). Cepat lambatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan tergantung pada : 1.

Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.

2.

Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silica. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silica (Haqiqi, 2008). Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada gel

silica lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa sneyawa ini terjerap lebh kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan gel silica dan yang kembali pada larutan dalam pelarut (Anonim, 2009). Senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada gel silica _untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti- dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen

akan menjerap lebih kuat daripada yang hanya tergantung pada interaksi van der Waals sehingga bergerak lebih jauh pada lempengan (Clark, 2007). Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan gel silica. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan gel silica. Bagaimanapun, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik ketika membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut (Clark, 2007). Beberapa keuntungan KLT adalah : 1.

KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis.

2.

Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar UV.

3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),

atau dengan cara elusi dua dimensi. 4.

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Rohman, 2007).

VII. Kesimpulan 1.

KLT merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dengan menggunakan sebuah lapis tipis silica atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.

2.

Fase diam dapat berupa padatan atau kombinasi padatan-cairan dan bersifat menahan komponen canpuran. Sedangkan fase gerak dapat berupa cairan atau gas dan bersifat melarutkan zat komponen campuran.

3. Daya pemisahan pada percobaan dengan menggunakan fase gerak1 kurang

optimal karena nilai Rf >0,8. Sedangkan pada fase gerak2 cukup optimal karena 0,2
Apabila KLT tidak berwarna dapat dideteksi dengan cara pendarflour dan bercak secara kimia.

VIII. Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Kromatografi Lapis Tipis. http://greenhati.blogspot.com/2009_01_23_archive.html. Diakses tanggal 26 Mei 2010. Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapi s_tipis/. Diakses tanggal 26 Mei 2010. Haqiqi, S.H. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. http://d4him.files.wordpress.com/2009/02/paper-kromatografi-lapistipis.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2010. Laurent. Danny. 2009. Laporan Kimia Organik Kromatografi Lapis Tipis. http://www.vbook.pub.com/doc/22942198/Kromatografi-Lapis-Tipis. Diakses tanggal 18 Mei 2010. Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Skoog, DA, West, DM, Holler, FJ, Crouch, SR. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry. Thomson: United States of America.

Related Documents


More Documents from "Cahmi Setiawati"

Laporan Akhir Farmakognosi
February 2021 3