Laporan Akhir Praktikum Farmakologi - Antidiare

  • Uploaded by: Nufus Dwianita
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Akhir Praktikum Farmakologi - Antidiare as PDF for free.

More details

  • Words: 3,883
  • Pages: 24
Loading documents preview...
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM “Pengujian Efek Antidiare” 29April 2014 Shift C1 Kamis, 13.00-16.00 KELOMPOK 2 Tiara Indah P

2601101200132

(Teori Dasar)

Yudha Prabowo

2601101200133

(Pembahasan dan Kesimpulan)

Afina Muthi

2601101200134

(Data pengamatan dan Perhitungan)

Diah M. Syauqiresa

2601101200135

(Alat dan Bahan dan Prosedur)

Nufus Dwianita

2601101200136

(Tujuan, Prinsip, dan Editor)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI ORGAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJAJARAN 2014

Nilai

Asisten

PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE I. Tujuan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini pada hewan percobaan dan metode transit intestinal

II. Prinsip Efek obat antidiare dalam menghambat gerak peristaltic usus dapat ditandai dengan terhambatnya tinta cina yang melewati usus

III. Teori Dasar Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal. Terdapat lima jenis klinis penyakit diare, antara lain: 1. Diare akut Diare ini bercampur dengan air, memiliki gejala yang datang tiba-tiba, dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum. 2. Diare kronik Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi. 3. Diare akut bercampur darah Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi. 4. Diare persisten

Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus. 5. Diare dengan kurang gizi berat Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral. Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung (Daldiyono, 1990). Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain 1. Infeksi bakteri Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli). 2. Infeksi virus Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis. 3. Intoleransi makanan Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya pemanis buatan dan laktosa. 4. Parasit Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and Cryptosporidium. 5. Reaksi atau efek samping pengobatan antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu memicu diare. 6. Gangguan intestinal dan kelainan fungsi usus besar (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa (adhesi) , invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. 1. Adhesi Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Daldiyono, 1990). 2. Invasi. Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC)

serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus (Daldiyono, 1990). 3. Enterotoksin. Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heatStabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Daldiyono, 1990).

Penggolongan obat diare : 1. Kemoterapeutika Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab

diare

dengan

antibiotika

(tetrasiklin,

kloramfenikol,

dan

amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon) (Schanack, 1980). 2. Zat penekan peristaltik usus Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

3. Adsorbensia Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007). Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).

Loperamida Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225oC disertai peruraian. Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan kloroform (Farmakope Indonesia IV, 1995). Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian

oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

IV. Alat dan Bahan 4.1 Alat 1. Alas bedah 2. Alat bedah 3. Penggaris 4. Sonde oral mencit 4.2 Bahan 1. Loperamide HCl (0,24 dan 0,48 mg/ml) 2. Suspensi PGA 2% (diwarnai hitam dengan tinta cina/norit 0,1/10 gram sebagai marker) 3. Tinta cina 4.3 Hewan 1. Mencit putih, dipuasakan 18 jam sebelum percobaan dan minum tetap diberikan. A. Gambar Alat

Alat bedah

Penggaris

Sonde oral mencit

V. Prosedur Pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang kemudian dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II di berikan secara per oral. Pada waktu ke- 45 menit, semua kelompok hewan diberikan tinta cina 0,1 ml/10 g mencit secara per oral dan pada waktu ke- 65 menit semua hewan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hatihati sampai usus teregang. Setelah usus teregang, di ukur panjang usus yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum. Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya dan hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel beserta grafiknya. Kemudian, evaluasi hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan untuk waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses dievaluasi masingmasing secara statistik dengan metode ANAVA dan Student’s test. VI. Data Pengamatan

Tabel 1. Bobot berat badan masing-masing mencit No.

Kelompok

Keterangan

Bobot Berat Badan (gram)

1.

I

Mencit 1

12,3 gram

Mencit 2

13,9 gram

Mencit 3

23,5 gram

Mencit 1

22,5 gram

Mencit 2

12,8 gram

Mencit 3

14 gram

Mencit 1

22,6 gram

Mencit 2

12,3 gram

Mencit 3

12,6 gram

Mencit 1

14,5 gram

Mencit 2

11 gram

Mencit 3

18 gram

Mencit 1

16,3 gram

Mencit 2

11,2 gram

Mencit 3

19 gram

Mencit 1

25,2 gram

Mencit 2

12,2 gram

Mencit 3

12,5 gram

2.

II

3.

III

4.

IV

5.

V

6.

VI

Tabel 2. Jumlah volume perlakuan yang diberikan terhadap masing-masing mencit No.

Kelompok

Keterangan

Jumlah volume perlakuan yang diberikan (ml)

1.

I

2.

II

3.

III

4.

IV

5.

V

6.

VI

Mencit 1

0,3075 ml

Mencit 2

0,3475 ml

Mencit 3

0,5875 ml

Mencit 1

0,5625 ml

Mencit 2

0,32 ml

Mencit 3

0,35 ml

Mencit 1

0,565 ml

Mencit 2

0,3075 ml

Mencit 3

0,315 ml

Mencit 1

0,3625 ml

Mencit 2

0,275 ml

Mencit 3

0, 45 ml

Mencit 1

0, 4075 ml

Mencit 2

0, 28 ml

Mencit 3

0,475 ml

Mencit 1

0, 63 ml

Mencit 2

0,305 ml

Mencit 3

0,3125 ml

Tabel 3. Tabel perlakuan terhadap masing-masing mencit No.

Waktu 1.

T=0

Perlakuan Mencit 1 diberikan PGA 2% secara per oral Mencit 2 diberikan Loperamid (dosis I) secara per oral Mencit 3 diberikan

Loperamid (dosis II) secara per oral 2.

T= 45 menit

Masing-masing mencit diberikan tinta cina 0,1 mL/10 g mencit secara per oral

3.

T=65 menit

Semua mencit dikorbankan dengan dislokasi tulang leher kemudian dibedah dan dikeluarkan ususnya untuk mengukur panjang usus keseluruhan dan panjang usus yang dilalui oleh tinta cina

Tabel 4. Perbandingan jarak tempuh marker dan rasio terhadap panjang usus keseluruhan Kelompok

Kontrol

Mencit

Panjang

Panjang

Rasio

Tinta (cm)

Usus (cm)

1

11,2

46

0,243

2

18

64

0,28

3

24,5

54

0,4357

4

13,5

53

0,254

5

6

38

0,157

6

11,5

53

0,22

Rata-rata

20,45

51,33

0,265

Uji I

1

0

0

0

0,12 mg/mL

2

12,5

58,5

0,213

3

6,6

36,5

0,1808

4

17

47

0,3617

5

10

55,5

0,18

6

24

40

0,6

Rata-rata

11,683

39,583

0,356

1

0

0

0

2

44

51

0,862

3

7

41

0,1707

4

7,5

56,5

0,1327

5

12

62

0,1935

6

30,5

46

0,66

Rata-rata

16,83

42,75

0,336

Uji II

VII. Perhitungan VII. 1 Perhitungan Perhitungan 1. Perhitungan banyaknya cairan (ml) yang diberikan secara Per oral pada masing-masing mencit tiap kelompok 1. Kelompok 1 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 12,3/20 . 0,5 = 0,3075 ml

Mencit 2. 13,9/20 . 0,5 = 0,3475 ml Mencit 3. 23,5/20 . 0,5 = 0,5875 ml 2. Kelompok 2 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 22,5/20 . 0,5 = 0,5625 ml Mencit 2. 12,8/20 . 0,5 = 0,32 ml Mencit 3. 14/20 . 0,5 = 0,35 ml 3. Kelompok 3 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 22,6/20 . 0,5 = 0,565 ml Mencit 2. 12,3/20 . 0,5 = 0,3075 ml Mencit 3. 12,6/20 . 0,5 = 0,315 ml 4. Kelompok 4 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 14,5/20 . 0,5 = 0,3625 ml Mencit 2. 11/20 . 0,5 = 0,275 ml Mencit 3. 18/20 . 0,5 = 0,45 ml 5. Kelompok 5 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 16,3/20 . 0,5 = 0,4075 ml Mencit 2. 11,2/20 . 0,5 = 0,28 ml Mencit 3. 19/20 . 0,5 = 0,475 ml 6. Kelompok 6 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 25,2/20 . 0,5 = 0,63 ml Mencit 2. 12,2/20 . 0,5 = 0,305 ml Mencit 3. 12,5/20 . 0,5 = 0,3125 ml Keterangan:

Mencit 1 diberikan PGA 2% Mencit 2 diberikan Loperamide dosis I (0,2 mg/0,5 ml) Mencit 3 diberikan Loperamide dosis II (0,24 mg/0,5 ml)

Perhitungan 2. Perhitungan banyaknya tinta cina (ml) yang diberikan secara per oral pada masing-masing mencit tiap kelompok 1. Kelompok 1 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 12,3/20 . 0,1 = 0, 0615 ml Mencit 2. 13,9/20 . 0,1 = 0,0695 ml Mencit 3. 23,5/20 . 0,1 = 0,1175 ml 2. Kelompok 2 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 22,5/20 . 0,1 = 0,1125 ml Mencit 2. 12,8/20 . 0,1 = 0,064 ml Mencit 3. 14/20 . 0,1 = 0,07 ml 3. Kelompok 3 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 22,6/20 . 0,1 = 0,113 ml Mencit 2. 12,3/20 . 0,1 = 0,0615 ml Mencit 3. 12,6/20 . 0,1 = 0,063 ml 4. Kelompok 4 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 14,5/20 . 0,1 = 0,0725 ml Mencit 2. 11/20 . 0,1 = 0,055 ml Mencit 3. 18/20 . 0,1 = 0,09 ml 5. Kelompok 5 Perhitungan ml untuk pemberian per oral

Mencit 1. 16,3/20 . 0,1 = 0,0815 ml Mencit 2. 11,2/20 . 0,1 = 0,0,056 ml Mencit 3. 19/20 . 0,1 = 0,095 ml 6. Kelompok 6 Perhitungan ml untuk pemberian per oral Mencit 1. 25,2/20 . 0,1 = 0,126 ml Mencit 2. 12,2/20 . 0,1 = 0,061 ml Mencit 3. 12,5/20 . 0,1 = 0,0625 ml Perhitungan 3. Perhitungan % rasio inhibisi % Inhibisi peristaltik usus Uji I = = % Inhibisi peristaltik usus Uji II = = Perhitungan 4. Perhitungan anava (Desain blok acak) Rasio per-

Mencit

Jumlah

Rataan

Kelompok

1

2

3

1

0,243

0

0,243

0

0,243

2

0,28

0,213

0,45167

0,862

1,35501

3

0,4357

0,1808

0,2624

0,1707

0,7872

4

0,254

0,3617

0,249467

0,1327

0,7484

5

0,157

0,18

0,17683

0,1935

0,5305

6

0,22

0,6

0,4933

0,66

1,48

Jumlah

1,5897

1,5355

2,0189

Rataan

0,26495

0,3071

0,40378

Ho

: π1 = 0, artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare

H1

: π1 ≠ 0, artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare terhadap hewan percobaan 

Y2

= 0,2432 + .....+0,662 = 2,329



Ry

=



Sb

= = 2,986954517



Sy

= 2,329 –



By

=



Py

=

- 2,986954517= - 2,128052562

=



Ey

Sumber variasi

= -2,128052562 – (-0,54564) - 1,5168564 = -3,099268962

dk

JK

KT

F

0.7584282

Rata-rata

1

Blok (rasio)

5

-0,109128

0,344363218

Perlakuan

2

0,7584282

=-2.2024

(jenis obat) Kekeliruan

9

-3,099268962

17

5,428268962

-0,344363218

eksperimen Jumlah



Fhit



F(5%) (5,2) = 9,87

=

=

- 2.2024

Hasil: Fhit < Ftab, makan Ho diterima artinya setiap obat uji tidak memiliki efek yang berbeda terhadap hewan percobaan

VII. 2 Grafik dan Diagram Batang Grafik 1. Grafik rata-rata jarak tempuh marker terhadap rasio

/-

Rata-rata Rasio

Grafik Rata-Rata Rasio Terhadap Perlakuan 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 PGA

Loperamid (Dosis I)

Loperamid (Dosis II)

Perlakuan

Grafik 2. Grafik Jumlah rasio terhadap perlakuan

Grafik Jumlah Rasio Terhadap Perlakuan 2.5

Jumlah Rasio

2 1.5 1 0.5 0 PGA

Loperamid (Dosis I) Perlakuan

VIII. Pembahasan

Loperamid (Dosis II)

Praktikum kali ini tentang pengujian efek antidiare. Tujuan praktikum adalah praktikan dapat mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare dapat menghambat diare yang diinduksi melalui metode transit intestinal. Diare adalah suatu kondisi, buang air besar (defekasi) yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. Penyebab diare dibagi menjadi dua yakni diare sekresi disebabkan Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, dan Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol globulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida. Diare osmotik disebabkan kurangnya asupan makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Prinsip metode transit intestinal ialah metode ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik dimana prinsipnya berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker (tinta cina) dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan. Metode ini digunakan untuk mengetahui efektivitas obat antidiare tanpa hewan percobaan diberi ransangan diare. Obat antidiare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio. Metode ini untuk mengevaluasi obat yang mekanisme kerjanya terhadap motilitas seperti loperamid HCL. Untuk obat yang bekerja mempengaruhi osmotik, sekretorik, eksudatif, dan invasif bakteri maka tidak dapat digunakan metode transit intestinal. Hewan yang digunakan adalah mencit karena memiliki keuntungan mudah ditangani, mudah dikembangbiakan kembali, siklus hidup sempit, terdapat sifat anatomis serta fisiologis dan suhu normal badan 37,4o C menyerupai manusia. Disamping itu efek dosis yang diberikan kepada mencit dapat diubah ke manusia

dengan menggunakan tabel konversi dosis. Pada mencit yang memiliki berat 20 gram, dengan factor konversi ke manusia berat 70 kg sebesar 387,9 maka dapat ditentukan dengan mudah evaluasi dosis penggunaan obat antidiare pada manusia. Bahan obat yang digunakan adalah loperamid HCL. Obat ini termasuk dalam golongan antimotilitas dan sekresi usus golongan opiat. Obat ini turunan difenoksilat khasiatnya berupa obstipasi. Obat ini tidak menimbulkan kecanduan karena tidak dapat menyebrangi sawar-darah otak dibandingkan opiate lain. Selain loperamid HCL, bahan kedua yang digunakan adalah tinta cina (marker). Marker ini digunakan karena mudah diperoleh dipasaran serta murah, stabil, tidak toksik, tidak dapat diserap dinding usus. Marker dapat mewarnai dinding usus . Adanya bahan ini pada lumen mencit yang sebelumnya sudah diberi obat antidiare menyebabkan kecepatan aliran marker melewati usus akan terhambat.. Terhambatnya disebabkan pemberian loperamid HCL bekerja mengurangi motilitas usus mencit dibandingkan normal. Bahan ketiga adalah PGA 2%. PGA dipilih sebagai kontrol karena PGA dapat melarutkan loperamid HCL dengan baik. Bahan tersebut digunakan sebagai control negatif yang akan dibandingkan terhadap obat antidiare. Alat yang digunakan adalah alat - alat bedah. Mencit yang sudah melewati tahap prosedur metode transit intestinal akan dilakukan dislokasi, lalu pembedahan untuk mengukur rasio marker terhadap panjang usus keseluruhan. Alat selanjutnya meja bedah. Meja bedah ini digunakan sebagai alas pada proses pembedahan mencit. Sonde oral digunakan untuk memasukan obat antidiare, tinta cina, dan marker. Terakhir penggaris digunakan untuk mengukur panjang usus keseluruhan dan panjang jarak penempuhan tinta cina di lumen usus. Prosedur pertama yang dilakukan adalah mengambil tiga ekor mencit tiap kelompok dan menghitung massa mencit. Diperoleh massa mencit adalah kelompok satu 12,3 gram, 13,9 gram, 23,5 gram. Kelompok dua 22,5 gram, 12,8 gram, 14 gram. Kelompok tiga 22,6 gram, 12,3 gram, 12,6 gram. Kelompok empat 14,5 gram, 11

gram, 18 gram. Kelompok lima 16,3 gram, 11,2 gram, 19 gram. Kelompok enam 25,2 gram, 12,2 gram, 12,5 gram Dengan adanya massa hasil penimbangan bisa menentukan berapa banyak volume dosis yang diberikan kepada mencit. Kelompok satu volume yang diberikan 0,3075ml, 0,3475 ml, 0,5875 ml. Kelompok dua 0,5625 ml, 0,32 ml, 0,35 ml. Kelompok tiga 0,565 ml, 0,3075 ml, 0,315 ml. Kelompok empat 0,3625 ml, 0,275 ml, 0,46 ml. Kelompok lima 0,4075 ml, 0,28 ml, 0,475 ml. kelompok enam 0,63 ml, 0,305 ml, 0,3125 ml. Prosedur kedua adalah membagi mencit menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama kontrol (PGA), kedua uji 1 (loperamid HCL 0,24 mg/ml), ketiga uji 2 (loperamid HCL 0,48 mg/ml). pembagian kelompok bertujuan memudahkan untuk perbandingan perlakuan antara mencit yang diberikan PGA, loperamid HCL 0,24 mg/ml, dan loperamid HCL 0,48 mg/ml. Lalu dilakukan pemberian obat yang sudah dihitung jumlah volume pemberiannya ke tiap kelompok melalui peroral. Yang perlu diperhatikan adalah kelompok uji 1 dan kelompok uji 2. Antara dua kelompok itu yang membedakan adalah besarnya dosis. Tujuannya adalah untuk mengetahui dengan adanya perbedaan dosis apakah memiliki kerja farmakologi yang berbeda atau tidak. Pada menit ke 45, semua kelompok hewan diberi tinta cina sebesar 0,1 ml/10 gram mencit secara oral. Tinta cina akan melewati system pencernaan sampai ke usus. Pada usus tinta cina akan berfungsi sebagai penanda usus yang dilalui obat serta dapat mengetahui kerja obat. Kerja obat dapat diketahui dengan menurunnya jarak tinta cina di usus. Pada menit ke 65, dilakukan dislokasi kepada semua mencit. Tujuannya ialah untuk melakukan pembedahan terhadap mencit dengan cara membuka perutnya. Lalu dilakukan proses pembedahan diatas meja bedah. Dilakukan pembedahan perut mencit dengan hati-hati lalu ususnya dikeluarkan. Usus yang sudah dikeluarkan lalu diukur panjang lintasan tinta cina mulai dari pylorus sampai

pemberhentian terakhir. Lalu dihitung juga panjang usus total mencit dari pylorus sampai rectum. Hasilnya dari data kelompok 2 ialah rasio kelompok kontrol 0,28. Kelompok uji 1 adalah 0,213 dan rasio kelompok uji 2 adalah 0,862. Dari sini dapat diambil kesimpulan dengan peningkatan dosis menyebabkan peningkatan motilitas usus sehingga marker menempuh lintasan lumen usus menjadi besar. Dengan pengolahan data 6 kelompok didapati rasio kelompok kontrol 0,265. Kelompok uji 1 0,256 dan kelompok uji 2 0,336. Dari data enam kelompok juga dapat diambil kesimpulan dengan peningkatan dosis menyebabkan peningkatan motilitas usus. Dari grafik bisa dilihat kurva rata-rata rasio terhadap perlakuan mengalami penurunan pada interval PGA dengan uji 1. Mengalami peningkatan yang signifikan pada interval uji 1 terhadap uji 2. Dari data ini juga diambil kesimpulan dengan peningkatan dosis obat antidiare menyebabkan peningkatkan motilitas usus.. Berdasarkan teori, pemberian loperamid HCL berlebih akan lebih menurunkan kecepatan motilitas usus sehingga kandungan air yang berlebih pada zat yang masuk ke usus dapat diserap dengan lamanya zat tersebut menempati usus. Namun, pada hasil pratikum ini, peningkatan dosis loperamid malah mengakibatkan peningkatan motilitas usus yang ditandai dengan cepatnya marker melewati lumen usus. Adanya kesalahan data pengamatan disebabkan beberapa hal. Pertama kematian mencit kelompok uji 1 dan uji 2 pada kelompok 1. Sehingga dengan kematian mencit, tidak diperoleh data sebaiknya. Kematian ini disebabkan pemberian intraperoral yang tidak baik. Kedua, tidak tepatnya pengukuran dengan menggunakan penggaris yang memiliki ketelitian hanya 0,1 cm. ketiga, kemungkinan tidak dilakukan puasa tepat selama 18 jam sebelum dilakukan percobaan. Keempat, kurang tepatnya volume dosis yang diberikan sesuai perhitungan terhadap massa mencit. Kelima bisa disebabkan banyaknya volume tinta cina yang diberikan sehingga yang fungsi utamanya sebagai penanda obat bekerja di usus malah menyebabkan terlalu encer sehingga dapat denga mudah melintasi usus. Keenam, obat antidiare yang diberikan mengandung kontaminan dan kesalahan

mengambil sonde oral yang bekas digunakan tinta cina, malah digunakan volume obat antidiare loperamid HCL. Lalu dari pengolahan data, diperoleh % rasio 1 sebesar 3,39 % dan % rasio 2 sebesar -26,79 %. Dari data tersebut diperoleh obat loperamid HCL dosis 1 lebih efektif dibandingkan dosis 2. Lalu berdasarkan ANAVA didapati hasil F hitung lebih besar dari F table yang artinya H0 diterima. Obat antidiare loperamid dosis 1 dan 2 yang diberikan tidak memiliki efek yang berbeda terhadap hewan percobaan. IX.

Simpulan Aktifitas obat antidiare dapat diketahui melalui pemberian loperamida pada

mencit dengan menggunakan metode transit intestinal dengan hasil loperamid dosis 1 lebih efektif dibandingkan loperamid dosis 2.

DAFTAR PUSTAKA Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Infomedika. Jakarta.

Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Penerbit UI Press. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Penerbit ITB. Bandung. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 28 April 2014].

Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Related Documents


More Documents from "Harry"