Laporan Kasus Operkulektomi

  • Uploaded by: Erlinda Amaliyana
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Operkulektomi as PDF for free.

More details

  • Words: 2,439
  • Pages: 15
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Perikoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa makanan pada rongga operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian (1). Sedangkan beberapa peneliti mengatakan bahwa perikoronitis merupakan suatu proses infeksi. Pada gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Operkulum tidak dapat dibersihkan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi (2). Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan perikoronitis (4). Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteribakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona (5). Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (1). Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada operkulum yang menutupi mahkota gigi. Pada beberapa kasus yang lebih parah pasien dapat mengeluhkan keterbatasan membuka mulut (trismus) dan pembengkakan di wajah. (6). Terapi dari perikoronitis dapat dilakukan dengan irigasi di mukosa ruang perikorona menggunakan larutan antimikroba, salin steril, atau larutan povidone iodine 10%. Kemudian pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan air hangat atau larutan salin. Setelah fase akut terlewati, maka dapat dilakukan terapi kuratif yaitu dengan operkulektomi atau dengan odontektomi (1). Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan operkulum secara bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya. Komplikasi 1

sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi (2,3,4).

2

BAB II ISI

2.1. Perikoronitis 2.1.1. Definisi Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (6). Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan oral hygiene yang buruk. (7). Perikoronitis berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya perikoronitis (3).

3

2.1.2. Etiologi Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (8). Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona. Perikoronitis juga diperparah oleh trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memparah perikoronitis (4). Mikroflora Pada Perikoronitis Sixou et al (2003) menyatakan bahwa mikroorganisme yang ditemukan pada kasus-kasus perikoronitis adalah bakteri aerob Gram positif coccusseperti Gamella, Lactococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus, aerob Gram positif bacillus seperti Actinomyces, Bacillus, Corynenebacterium, Lactobasillus, dan propionibacterium, aerob gram negative bacillus seperti Capnocytophaga dan Pseudomonas, anaerob gram positif coccus seperti Peptostreptococcus, anaerob gram

positif

bacillus

seperti

Bacteroides,

Fusobacterium,

Leptotrichia,

Prevotella, dan Porphyromonas (8). Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona terutama bakteri streptococcus, actinomyces, dan prevotella yang dominan, membuat penderita mengalami kondisi akut (4). Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah pada perikorona yang menjadi media subur bagi koloni bakteri. (8).

4

Streptococcus mutans Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil dan tergolong bakteri anaerob fakultatif. Streptococcus mutans memiliki bentuk kokus yang berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-40 oC. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia yang mengalami luka. (9). Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta saling melekat satu sama lain. Dan setelah makin bertambahnya bakteri akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana asam dalam rongga mulut (10). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling dominan peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Actinomyces Actinomyces termasuk genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum perikoronitis. Actinomyces juga banyak ditemukan dalam gigi karies, pada poket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit, actinomyces merupakan bakteri yang cukup berperan dalam patogenesis penyakit periodontal (11).

5

Prevotella Prevotella merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum penderita perikoronitis. Prevotella adalah organisme anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi rongga mulut. Prevotella juga termasuk jenis bakteri yang berperan dalam penyakit periodontal (12).

2.1.3. Patofisiologi Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle, yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket (13). Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri (14). Menurut Keys dan Bartold (2000) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (1).

6

2.1.4. Klasifikasi Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis (1). a. Perikoronitis Akut Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak, disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut. (15). b. Perikoronitis Sub Akut Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik. (15).

7

c. Perikoronitis Kronis Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua (16).

2.1.5. Gejala klinis Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita perikoronitis (17). Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis yang tersebut di atas. Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang terinfeksi (16). Perikoronitis biasanya terjadi unilateral. Pembagian tanda dan gejala klinis dari perikoronitis berdasarkan tahapan inflamasinya adalah sebagai berikut (18):

8

a. Perikoronitis akut : - Rasa sakit menusuk yang hilang timbul - Trimus dan disfagia - Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemi, dan disertai supurasi - Rasa sakit yang terakumulasi - Sakit pada saat palpasi - Rasa tidak enak (foul taste) b. Perikoronitis subakut : - Peradangan dan supurasi pada operkulum berkurang - Rasa sakit yang tumpul berkelanjutan - Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernafasan, dan sakit pada nodul submandibular c. Periokronitis kronik : - Rasa sakit yang kambuh secara periodik - Pemeriksaan

radiologi

menunjukkan

gambaran

kawah

yang

radiolusen

2.1.6. Terapi perikoronitis Terapi dari perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi dengan larutan H2O23% di daerah pseudopoket

9

merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroidatau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat (17). Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda (20). Terapi bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi (21). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya. Perikoronitis dapat dilakukan dengan beberapa jenis perawatan, di antaranya6: a.

Metode konservatif

b.

Metode pembedahan pada flap

c.

Metode pembedahan pada gigi

a. Metode konservatif Metode ini dilakukan dengan mengirigasi area operkulum dengan larutan saline hangat. Irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan syringe 10 cc dengan jarum berukuran 20 agar mendapatkan akses ke arah flap yang lebih baik. Selain itu, irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan larutan iodine 1 cc, phenol 5% sebanyak 6 cc, tinktur akonit sebanyak 12 cc, gliserin sebanyak 24 cc. Pasien harus diinstruksikan untuk mengirigasi daerah tersebut setiap jam dan mengkonsumsi obat antibiotik. Irigasi

10

dihentikan hingga simptom akut berhenti dan setelah gigi di ekstraksi. Jika gigi tumbuh dalam posisi normal, maka flap gingiva yang menutupi permukaan oklusal sebaiknya dihilangkan (1). b. Tindakan bedah pada flap Perawatan

bedah

yang

dilakukan

adalah

dengan

melakukan

operkulektomi. Operkulektomi atau perikoronal flap adalah pembuangan jaringan fibrous yang menutupi permukaan pada gigi molar ketiga yang tumbuh sebagian atau seluruhnya. Perawatan perikoronitis tergantung pada derajat keparahan inflamasi. Perawatan ini disarankan apabila gejala akut telah mereda (1).

c. Tindakan bedah pada gigi Tindakan bedah pada gigi molar ketiga yang dapat dilakukan adalah pencabutan.

Pencabutan

tersebut

dapat

dilakukan

jika

telah

mempertimbangkan tipe dan derajat impaksi gigi molar tiga (1).

11

2.2. Operkulektomi 2.2.1. Definisi Operkulum adalah flap yang padat berserat yang mencakup sekitar 50% dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting (21).

2.2.2. Tujuan Operkulektomi dilakukan untuk empertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operculum. Tujuan utama dari operkulektomi ini adalah untuk menghilangkan operculum yang menutupi gigi moler ketiga yang akan erupsi tersebut. Flap periodontal diinsisi menggunakan pisau periodontal atau electrosurgical. Insisi dilakukan mulai dari anterior sampai ke perbatasan anterior ramus dan dibawa ke bawah dan ke depan permukaan distal mahkota sedekat mungkin ke tingkat CEJ, yang akan mendeteksi jaringan lebar yang tajam. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan jaringan distal gigi, serta flap pada permukaan oklusal. Penggoresan yang hanya dilakukan pada bagian oklusal flap meninggalkan poket distal yang dalam, yang mengundang kekambuhan perikoronitis akut (21).

2.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi a. Indikasi (21)

12

-

Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis oklusal)

-

Adanya ruang cukup untuk ditempati koronal, adanya ruangan yang cukup antara ramus dan sisi distal M2

-

Inklinasi yang tegak

-

Ada antagonis dengan oklusi yang baik

b. Kontraindikasi (21) -

Erupsi tegak tetapi erupsi belum sempurna karena tertutup tulang

-

Erupsi horizontal

2.2.4. Alat dan Bahan a. Alat

b. Bahan

1. Alat diagnostic

1. Larutan anastesi

2. Syringe 3 cc

2. Kapas

3. Blade + scalpel

3. Kasa steril

4. Plat Kaca

4. Iodine

5. Probe

5. Suture

6. Gunting

6. Tampon

7. Needle holder

7. Larutan irigasi steril

8. Water syringe

8. Cotton roll, cotton pellet

9. Saliva ejector

13

1. Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial Infection.4th Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company. 2. Keys D and Bartold M. 2000. Periodontal conditions of relevance to the Australian Defence Force. Australian Defence Force Health. 3. Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008.Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th edition. St. Louis Missouri. Mosby Elsevier. 4. Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Ped Health Care. 5. Coulthard et al. 2008. Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology and Oral Medicine in Master Dentistry Volume One. 2nd edition. Churcill Livingstone Elsevier ; Philadelphia. 6. Mansour MH, Cox SC.. Patiens Presenting to the general practitioner with pain from dental origin. Australia Med J. 2006. 7. Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. Respiratory tract infections and contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med J. 1995. 8. Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. Evaluation of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its Susceptibility to Different Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro. 2003. 9. Livia C et al. 2012. Antimicrobial Activity of Essential Oils Againts Streptococcus and Thier Anti Proliferative Effects. Evidence-Based Compl Alternat Med. 10. Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and Row, Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990. Mikrobiologi Dasar jilid 2; Erlangga; Jakarta. 11. Lall Thomas, Shehab Thomas, Valenstein Paul. Isolated Hepatic Actinomicosis.J Med Case Rep. 2010 12. Eduaro AP, Mario JAC. Prevotella Intermedia and Porphyromonas Gingivais Isolated from Osseointegrated Dental Implants: Colonization and Antimicrobial Susceptibility. Brazilian J Microbiol. 2005. 13. Guiterrez and Perez JL. 2004.Third Molar Infections. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 14. Bataineh QM et al. The Predisposing Factors of Pericoronitis of Mandibular Third Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofac surg. 2003. 14

15. Shepherd JP, Brickley M. Surgical removal of third molars. British Med J. 1994 16. Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic Inflamation around painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 17. Soelistiono H. Analgesics in Dental Pain (Clinical Review). PABMI. 2005. 18. Lestari EN, et al. 2010. Clinical report session (crs-impaksi gigu, perikoronitis, dan operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam. 19. Martin MV, Kanatas AN, Hardy P. Antibiotic prophylaxis and third molar surgery. British Dent J.2005. 20. Blakey GH et al. Clinical Biological Outcomes of Treatment for Pericoronitis.J Oral Maxillofac surg.1996. 21. Fragiskos FD. 2007. Oral surgery. New York. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: hal.2.

15

Related Documents

Laporan Kasus Operkulektomi
February 2021 3
Laporan Kasus
February 2021 1
Laporan Kasus Difteri
January 2021 3
Laporan Kasus Glaukoma
February 2021 1
Laporan Kasus Forensik
February 2021 1

More Documents from "Danny Dzurizal"