Laporan Kasus Skizofrenia

  • Uploaded by: Astrid Avidita
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Skizofrenia as PDF for free.

More details

  • Words: 7,101
  • Pages: 36
Loading documents preview...
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN UMUM KASUS PSIKIATRI “SEORANG WANITA 30 TAHUN DIANTAR KELUARGANYA DENGAN KELUHAN BICARA SENDIRI” Trainer : dr. Yanuarita Tursinawati, Msi. Med

Disusun Oleh : 1. Asep Wahyu G.

H2A008006

2. Abdul Rozak

H2A010001

3. Anggoro Nur F.

H2A010005

4. Astrid Avidita

H2A010007

5. Fithri Ratnasari

H2A010018

6. Gananda Laksa

H2A010021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014

I.

IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama

: Ny. T

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Mrican

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Pendidikan tertinggi : Lulus SMA Status pernikahan

: Bercerai

B. Identitas sumber alloanamnesis Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Hubungan dengan pasien II.

: Ny. A : 35 tahun : perempuan : berjualan di pasar : kakak kandung

ANAMNESIS (Alloanamnesis) Tanggal 13 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB di RSJ Amino Semarang. A. Keluhan utama

: bicara sendiri (alloanamnesis dan autoanamnesis)

B. Perjalanan penyakit sekarang Awalnya 1 tahun yang lalu pasien bercerai dengan suaminya, belum menunjukkan perilaku aneh. Pasien masih bisa beraktivitas dengan baik, sholat 5 waktu dan aktif bersosialisasi dengan tetangga. Waktu luang digunakan untuk mengikuti pengajian. Makan, minum dan mandi dilakukan sendiri atas inisiatif sendiri. Pasien sering ikut kakaknya berjualan di pasar. Perilaku pasien mulai menjadi pendiam, terkadang sering melamun dan menyendiri. Sejak 10 bulan yang lalu pasien mulai menunjukkan perubahan. Pasien mudah tersinggung dan cepat marah jika ditanya tentang suaminya sampai membanting pintu. Waktu luang digunakan untuk menyendiri dan menangis di kamar. Pasien sudah jarang bekerja, bersosialisasi dengan 2

tetangga dan mengikuti pengajian. Pasien masih bisa makan, minum dan mandi sendiri tapi harus disuruh. Kejadian tersebut berlangsung selama 3 bulan. Sejak 7 bulan yang lalu pasien mulai mengurung diri, tidak mau bekerja dan sholat 5 waktu. Pasien sudah tidak pernah bersosialisasi dengan tetangga. Pasien masih dapat makan dan mandi sendiri tapi harus disuruh. Pasien mulai susah untuk diajak berkomunikasi. Kejadian ini berlangsung selama 6 bulan. Sejak 1 bulan yang lalu hingga pasien datang ke klinik, pasien mulai terlihat bicara sendiri dengan seseorang bernama Pak Bambang yaitu pengacara dari mantan suaminya. Waktu luang hanya untuk tidur dan melamun di kamar. Pasien sudah jarang makan, minum dan mandi. Pasien sudah tidak bekerja. C. Riwayat penyakit dahulu 1. Riwayat psikiatri Pasien belum pernah mengalami gangguan seperti ini maupun gangguan jiwa lainnya 2. Riwayat penyakit medis Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat kejang : disangkal Riwayat asma : disangkal Riwayat trauma kepala : disangkal 3. Riwayat penggunaan obat-obatan dan NAPZA : disangkal D. Global Assessment of Function ( GAF ) 1. Pada 1 tahun terakhir, GAF satu tahun terakhir 90 Gejala

: pendiam dan menyendiri

Hendaya

:

a. Fungsi peran : bekerja dan ibadah dilakukan dengan teratur b. Fungsi sosial : dapat berinteraksi dengan keluarga dan tetangga c. Perawatan diri : makan, minum dan mandi sendiri d. Waktu luang : mengikuti pengajian 2. Pada 10 bulan terakhir, GAF 70 3

Gejala

: marah jika ditanya tentang suaminya dan membanting pintu

Hendaya : a. Fungsi peran : ibadah tidak teratur dan jarang kerja b. Fungsi sosial : jarang keluar rumah dan bersosialisasi dengan tetangga. c. Perawatan diri : makan, minum dan mandi harus diingatkan d. Waktu luang : menyendiri di kamar 3. Pada 7 bulan terakhir, GAF 50 Gejala

: mengurung diri dan komunikasi tidak nyambung

Hendaya : a. Fungsi peran : sudah tidak bekerja lagi b. Fungsi sosial : tidak mau berinteraksi dengan orang lain c. Perawatan diri : makan, minum dan mandi harus dipaksa d. Waktu luang : menyendiri di kamar 4. Pada 1 bulan terakhir, GAF 40 Gejala

: bicara sendiri

Hendaya a. Fungsi peran : tidak bekerja b. Fungsi sosial : tidak mau berinteraksi dengan orang lain c. Perawatan diri : makan, minum dan mandi harus dipaksa d. Waktu luang : tidur dan melamun didalam kamar

Kurva GAF dan Perjalanan Penyakit 4

10-01 20-11 30-21 40-31

50-41 60-51 70-61 80-71 90-81 1 tahun

10 bulan

7 bulan

1 bulan

E. Riwayat pramorbid 1. Riwayat prenatal dan perinatal : Pasien merupakan anak kedua dan anak yang di harapkan. Selama hamil tidak mengkonsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan. ANC teratur. Pasien

lahir aterm, normal dengan ditolong bidan, lahir

langsung menangis. Tidak ada kelainan bawaan. 2. Riwayat masa anak awal ( 0-3 tahun ) : Pertumbuhan dan perkembangan pasien normal, sesuai dengan usia. ASI tidak eksklusif. Pasien diasuh sendiri oleh ibu pasien. Pasien mulai diajarkan buang air kecil di kamar mandi sejak usia 1 tahun. 3. Riwayat masa anak pertengahan ( 3-11 tahun ) : Pada saat bersekolah, nilai akademik pasien rata-rata. Pada saat pasien usia 3 tahun sampai 13 tahun pasien sering diejek oleh teman-

5

temannya karena tubuh pasien gemuk. Pasien tidak pernah membuat masalah disekolahan dan taat aturan. 4. Riwayat masa anak akhir ( masa pubertas-remaja ) : Pasien tidak memiliki kelompok bergaul tertentu. Pasien mulai haid pada usia 13 tahun. Pasien tidak pernah berpacaran. Pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol. F. Riwayat masa dewasa 1. Riwayat pekerjaan Sebelumnya pasien bekerja di supermarket, kemudian keluar dan pindah bekerja membantu kakaknya berjualan di pasar 2. Riwayat perkawinan dan persahabatan Pasien sudah menikah selama 5 tahun. Pernikahan pasien merupakan pilihan pasien sendiri. Pasien belum mempunyai anak 3. Riwayat militer Tidak ada 4. Riwayat pendidikan Pendidikan terakhir SMA 5. Keagamaan Pasien merupakan seseorang yang taat beragama. 6. Aktivitas sosial Pasien sering mengikuti kegiatan sosial di lingkungan rumahnya, seperti pengajian. 7. Situasi hidup sekarang Pasien tinggal dirumah bersama keluarga kakak kandungnya. Hubungan dengan anggota keluarga lainnya baik. 8. Riwayat hukum Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum dan kepolisian. G. Riwayat psikoseksual Riwayat psikoseksual normal. Pasien tidak pernah mengalami kekerasan seksual. Pasien mulai haid pada usia 13 tahun. Orientasi seksual pasien normal. 6

H. Riwayat keluarga Pasien dan keluarganya tidak pernah mengalami gangguan jiwa

Keterangan : : Laki-laki : laki-laki meninggal : Perempuan : Pasien I. Mimpi, khayalan, nilai hidup Cita-cita pasien berubah-ubah sejak kecil menjadi dokter dan guru namun belum tercapai.

7

III.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 13 Oktober pukul 11.00 di RSJ Amino Semarang. A. Gambaran umum 1. Penampilan : kebersihan dan kerapian cukup 2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : a. Tingkah laku : normoaktif b. Sikap : kooperatif c. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif d. Kontak psikis : kontak (+) tidak wajar B. Mood dan afek 1. Mood : iritabel 2. Afek : inapropiate 3. Ekspresi emosi yang lain : a. Pengendalian : kurang b. Stabilitas : kurang c. Kesungguhan : sungguh-sungguh d. Kedalaman : cukup e. Arus emosi : cukup f. Empati : tidak bisa dirasakan g. Skala differensial : sulit dinilai C. Pembicaraan 1. Kualitas : kurang 2. Kuantitas : cukup 3. Bicara spontan : (+) 4. Kecepatan : normal 5. D. Gangguan persepsi : 1. Halusinasi a. Visual : (+) e. Taktil : (+) b. Audiotorik : (+) f. Haptik : (-) (±1 bulan – datang ke RS) c. Olfaktorik : (+) g. Kinestetik : (-) (±1 bulan – datang ke RS) d. Gustatorik : (-) h. Autoskopi : (-) 2. Ilusi a. Visual : (+) (±1 bulan – datang ke RS) b. Audiotorik : (-) c. Olfaktorik : (-) d. Gustatorik : (-) e. Taktil : (-) E. Pikiran 1. Bentuk pikir : non realistis 8

2. Arus pikir a. Flight of idea b. Asosiasi longgar c. Inkoherensi d. Tangensial e. Sirkumstansial f. Neologisme g. Jawaban inrelevan 3. Isi pikir a. Waham : Though of echo

: (-) : (+) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

h. Retardasi i. Asosiasi bunyi j. Blocking k. Perseverasi l. Verbigerasi m. Lancar n. Giggling

: (-)

Kebesaran

: (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

: (+)(±1 bulan

– datang ke RS) Kejar : (-) Magic mistik : (-) Waham curiga : (-) Berdosa : (-) Somatik : (-) Nihilistik : (-)

Though of insertion : (-) Though of withdrawal : (-) Though of broadcasting : (-) Though of control : (-) Delution of influence : (-) Delution of passivity : (-) Delution of perfection : (-) b. Obsesi : (-) c. Fobia : (-) d. Kemiskinan isi pikir : (-) F. Sensorium dan kognitif 1. Kesadaran : bingung 2. Orientasi : a. Waktu : jelek b. Tempat : jelek c. Personal : jelek d. Situasi : jelek 3. Daya ingat : a. Daya ingat segera : baik b. Daya ingat jangka pendek : baik c. Daya ingat jangka menengah : baik d. Daya ingat jangka panjang : baik 4. Konsentrasi dan perhatian : jelek 5. Kemampian visuo-spasial : baik 6. Pikiran abstrak : jelek 7. Sumber informasi dan kecerdasan : jelek 8. Tes MMSE : tidak dilakukan G. Tilikan : 1. Penyangkalan sama sekali 2. Agak menyadari bahwa mereka sakit dan butuh bantuan, tetapi dalam waktu bersamaan menyangkal penyakitnya 3. Sadar bahwa mereka sakit, tapi melempar kesalahan pada orang lain pada faktor eksternal/ organik 9

4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui diri pasien 5. Tilikan intelektual, menerima bahwa pasien sakit dan gejala/ kegagalan dalam penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan rasional dalam diri pasien tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk pengalaman dimasa depan 6. Tilikan emosional seseorang, kesadaran emosional tentang motif dan perasaan didalam diri pasien dan orang penting dalam hidupnya yang dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku. H. Empati : tidak dapat diraba rasakan I. Intelegensia : jelek J. Pertimbangan : jelek K. Realibilitas : tidak dapat dipercaya IV.

PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Fisik Umum Tanggal 11 Oktober 2014 pukul 11.45 WIB. 1. Keadaan umum : tampak sehat 2. Kesadaran

: compos mentis, GCS : 15

3. Vital sign a. TD

: 120/80 mmHg

b. Nadi

: 88 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)

c. RR

: 20 x/menit (reguler)

d. Suhu

: 36,7 0C

4. Status Gizi a. BB

: 56 kg

b. TB

: 155 cm

c. BMI

: 23,3 kg/m2 (kesan : normoweight)

5. Status Internus a. Kulit

: warna sawo matang, turgor kulit dapat kembali spontan, ptekie (-)

b. Kepala

: kesan mesocephal, rambut hitam, mudah rontok (-)

c. Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3 mm 10

d. Hidung

: nafas cuping hidung (-), sekret (-)

e. Telinga

: serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

f. Mulut

: bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-)

g. Leher

: pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

h. Thorax : 1) Paru Depan dan belakang 1. Inspeksi

2.

Dextra

Sinistra

Bentuk dada

normal

normal

Hemitorak

Simetris

Simetris

Dextra = sinistra

Dextra = sinistra

Nyerit ekan

(-)

(-)

Pelebaran ICS

(-)

(-)

Palpasi Stem/taktil fremitus

3.

4.

Perkusi

Sonor diseluruh lapang Sonor di seluruh lapang paru

paru

Vesikuler

Vesikuler

ronki (-), whezing (-)

ronki (-), whezing (-)

Auskultasi Suara dasar Suara tambahan

2) Jantung Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi - batas atas

: konfigurasi jantung dalam batas normal : ICS II lin.parasternal sinistra

11

- pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra - batas kanan bawah: ICS V lin.sternalis dextra - kiri bawah

: ICS V 1-2 cm ke arah medial

midclavikula sinistra Auskultasi

: Suara jantung murni: SI, SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

i. Abdomen Inspeksi

: Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal Perkusi

: timpani seluruh regio abdomen, tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra

Palpasi

: nyeri tekan epigastrum (-). Hepar, lien dan ginjal tidak teraba

B. Pemeriksaan Neurologis 1. Kepala : bentuk mesocephal, nyeri tekan (-), rangsang meningal (-) 2. Mata

: gerakan mata bebas ke segala arah pupil bulat, isokor, D 3mm/3mm reflek cahaya direct indiret (+)/(+) diplopia (-)/(-) mata kabur (-)/(-) strabismus (-)/(-) nistagmus (-)/(-)

3. Leher

: simetris, pergerakan bebas, kaku kuduk (-)

4. Motorik :

Superior

Inferior

a. Gerakan

+/+

+/+

b. Tonus

N/N

N/N

c. Klonus

-/-

d. Reflek fisiologis

+N/+N

e. Reflek patologis

-/-

-/+N/+N -/12

f. Kekuatan 5. Fungsi saraf kranial

5/5/5

5/5/5

: t.d.l

6. Fungsi vegetatif : miksi dan defekasi normal C. Pemeriksaan Penunjang : (-) V.

FORMULASI DIAGNOSIS Seorang wanita usia 30 tahun, datang dengan kakaknya. Dari Alloanamnesa didapatkan keluhan utama pasien sering bicara sendiri. Keluhan semakin bertambah berat selama 1 bulan terakhir. Gejala Negatif : terdapat hendaya pada ke empat fungsi peran, sosial, perawatan diri, waktu luang. Gejala positif : terdapat waham kebesaran, halusinasi auditorik, visual, olfaktori, dan taktil. A. Axis I F.20.0 Skizofrenia Paranoid Terdapat gejala waham kebesaran, halusinasi auditorik, visual, dan taktil jangka waktu lebih dari 1bulan. B. Axis II Dari autoanamnesis, tidak didapatkan gangguan kepribadian pada riwayat premorbid. C. Axis III Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan gangguan fisik yang mendasar sehingga pada axis ketiga tidak ada diagnosis. D. Axis IV Dari hasil autoanamnesis didapatkan bahwa terdapat masalah perceraian merupakan stressor pasien E. Aksis V Dari autoanamnesis didapatkan GAF terbaik : 90 (1 tahun yang lalu) GAF mutakhir : 40 (saat datang ke klinik)

VI.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL Axis 1

: F.20.0 Skizofrenia Paranoid 13

Axis 2

: Tidak ada diagnosa

Axis 3

: tidak ada diagnosis

Axis 4

: masalah perceraian

Axis 5

: GAF satu tahun terakhir 90 GAF 1 bulan yang lalu - saat datang 40

VII. VIII.

TERAPI Farmakologi

: Chlorpromazine 100mg 1x1 (malam)

PROGNOSIS Keterangan Genetik Onset Faktor pencetus Kepribadian premorbid Status marital Status ekonomi Kekambuhan Support lingkungan Gejala positif Gejala negative Respon terapi

Baik Tidak ada Lambat Ada Tidak ada Belum pernah Ada Belum diterapi

Buruk Bercerai Kurang mampu Ada Ada -

Prognosis dari pasien ini : Dubia ad malam

14

Autoanamnesis Dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2014 jam 13.00 di RSJ Amino Semarang. (T = Tanya = Pemeriksa ; J = jawab =Penderita ; I = sumber alloanamnesis ) Tahap perkenalan membangun raport T : Assalamualaikum, namanya siapa ya bu? J : (diam, pandangan tidak mengarah ke pemeriksa) T : ibu umurnya berapa ? J : (diam, pandangan tidak mengarah ke pemeriksa) T : bu Tami, pekerjaannya apa? J : ssssstt jangan berisik ada sidang T : bu tami sudah menikah belum? J : Pak bambang sini donk T : sudah punya anak ? J : ................ Tahap menegakkan daya ingat T : bu, ingat tempat tanggal lahirnya nggak? J : eh saya kan cantik ya? Tahap menilai mood, afek, dan persepsi T : bu tami, apa kabarnya? Gimana perasaannya hari ini bu? J : masak aku tadi dibilang jelek sama pak bambang, padahal aku kan cantik T : pak bambang itu siapa bu? Suaminya ya? J : itu pengacara suami saya Tahap menilai isi pikir dan bentuk pikir T : oh gitu.. Tadi ibu kesini naik apa? Sama siapa bu? J : naik pesawat tu tadi sama mbak tutik, aku kan artis naiknya pesawat. Masak kamu nggak tau sih kalau aku artis? Nggak punya TV ya? T : oh, bu Tami kerjanya jadi artis ya bu? Kerjanya dimana bu, ngapain aja? J : iya, syuting di Jakarta, naik pesawat, ketemu artis-artis terkenal, Julia Roberts, pak bambang, terus foto-foto. T : oh, di Jakarta. Terus ini kok malah disini sekarang? Artis kan sibuk, J : ini kan mau sidang sama pak bambang 15

Menilai daya ingat, orientasi pasien, dan menggali isi pikir T : hmm gitu, bu tami tadi makan pake apa? J : pake pizza hut T : benar tidak, bu atik? (konfirmasi ke sumber alloanamnesis) I : Salah dok, Cuma makan nasi sayur tempe tahu T : bu tami, ini sekarang dimana? J : ini di tempat sidang kan, masa kamu tidak tahu? T : Disini ada siapa saja? J : Ada saya, pengacara saya, pak bambang T : pak bambang yang mana sih bu? Coba ditunjuk J : itu (menunjuk orang lain) T : bu Tami tau nggak, saya siapa? J : kamu kan pak Agus T : bu tami, sekarang disini rame atau sepi bu? J : rame ini mau sidang. Jangan berisik T : bu Tami tahu kenapa datang kesini? I : kan mau sidang, pak bambang tu bilang kalau aku jelek T : bu tami sekarang merasa lagi sakit nggak? I : tidak lah, kan mau sidang gak boleh sakit T : Bu sekarang pagi siang sore atau malam? J : Malam (keadaan saat itu siang hari) T : bu tami bisa berhitung kan bu? coba hitung mundur dari 10 – 0 J : bias dong, aku kan pinter. 10 , 6 , 7, 8 , 2, 1 T : Bu gimana perasaan ibu sekarang? J : (pasien diam, tertawa, kemudian menunduk terlihat sedih) T : bu Tami tahu tidak, beda apel dan mobil? J : apel ditaruh di mobil T : menurut bu Tami, mencuri boleh apa tidak ? J : mencuri hati boleh kan T : bu tami, ngerasa punya salah / dosa ke orang lain nggak bu? J : (geleng-geleng) 16

T : kalau sekarang, bu Tami merasa dikejar-kejar sama orang lain gak? J : ada itu pengacara saya dan fans saya T : Bu, jari dan tangan ibu ada berapa ? J : Tangan 2 jari 5 T : Bu tami bisa nyantet gak bu? Atau punya ilmu hitam? J : tidak T : bu tami pernah merasa jadi utusan tuhan? J : tidak T : bu tami sekarang ibu hidup atau mati? J : ya hidup lah, gimana sih pak T : kalau merasa seperti ada yang mengendalikan ibu ? J : tidak T : Bu merasa pikirannya disedot keluar nggak? Misalnya orang lain bias tahu pikiran ibu apa, pikirannya ibu disiarkan di TV/radio? J : tidak T : bu tami, ini yang saya pegang apa? (buku dan bolpen) J: itu papan tulis sama bolpen T : pernah merasa ada yang bisik-bisikin di telinga nggak bu? J : itu suaranya pak bambang masak gak dengar sih, dia bilang saya jelek terus. Nenek saya juga sering bilang kalau jadi artis, harus tetap baik hati T : trus kalau lagi kumpul sama orang banyak, ngrasa diomongin atau dirasani nggak bu? J : nggak T : bu Tami pernah didatengin sama orang yang sudah meninggal nggak? J : iya, kakek saya kemarin datang, bilang tolong hati-hati, jaga anak-anak dengan baik T : ibu pernah merasa di pegang-pegang sama orang lain nggak? J : iya, pak agus T : Disini baunya apa bu? J : wangi T : oke, sekarang bu tami di periksa dulu ya bu 17

18

PEMBAHASAN Pasien wanita 30 tahun datang ke rumah sakit bersama kakaknya dengan keluhan sering bicara sendiri. 1 tahun yang lalu pasien masih bisa beraktivitas dengan baik, masih aktif bersosialisasi. Masih kerja. kemudian pasien bercerai dengan suaminya. Semenjak itu pasien mulai menjadi pendiam, terkadang sering melamun dan menyendiri. Sejak 10 bulan yang lalu pasien mulai mudah tersinggung dan cepat marah jika ditanya tentang suaminya, sampai membanting pintu. Pasien sering terlihat menyendiri, Pasien sudah jarang bekerja lagi, sudah jarang bersosialisasi. Pasien masih bisa makan dan mandi tanpai disuruh. Sejak 7 bulan yang lalu pasien mulai mengurung diri, tidak mau bekerja lagi, dan tidak mau ibadah. Pasien sudah tidak pernah bersosialisasi, makan dan mandi harus disuruh. Pasien sudah mulai susah untuk diajak berkomunikasi. Sejak 1 bulan sebelum pasien datang ke klinik, pasien mulai terlihat bicara sendiri ,Pasien hanya mengurung diri di kamar, sudah jarang mandi dan jarang makan. Pasien sudah tidak bekerja. Pada pemeriksaan status mental didapatkan mood iritabel, afek inappropriate, terdapat gejala negatif berupa hendaya pada ke empat fungsi peran, sosial, perawatan diri, waktu luang. Terdapat gejala positif yaitu waham kebesaran, halusinasi auditorik, visual, olfaktori, dan taktil sudah > 1 bulan. Pada kasus ini ditetapkan diagnosis yaitu F.20.0 yaitu skizofrenia paranoid karena memenuhi criteria terdapat halusinasi auditorik, visual, olfaktori, dan taktil, serta ada waham kebesaran yang menonjol yang terjadi selama > 1 bulan.

19

TINJAUAN PUSTAKA SKIZOFRENIA A. Definisi Skizofrenia, atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai schizophrenia, adalah nama umum untuk sekelompok reaksi psikotis yang dicirikan dengan adanya pengunduran atau pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional, afektif dan adanya halusinasi, delusi, tingkah laku, negativistis dan kemunduran atau kerusakan progresif. Pada umumnya, penderita skizofrenia kesulitan untuk membedakan antara kenyataan dan dunia fantasi yang ia ciptakan. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. B. Etiologi Seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang 20

tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya. C. Gejala Klinis Seperti halnya berbagai macam penyakit, skizofrenia pun memiliki gejalagejala awal. Berikut ini adalah beberapa indikator premorbid (pra-sakit) preskizofrenia. - Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. - Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). - Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. - Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin. Pada umumnya gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok berikut: 1. Gejala-gejala Positif Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain. Yang termasuk dalam gejala ini antara lain adalah halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). 2. Gejala-gejala Negatif Gejala-gejala ini disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Yang termasuk dalam gejala-gejala ini antara lain adalah kurang atau tidak mampu menampakkan/ mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatankegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia). Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita Skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan Skizofrenia pada kelompok ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau Skizofrenia pada

21

anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan. Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu: 1. Gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. 2. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. 3. Gangguan skizotipal yaitu perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren. Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya tekanan (stresor) lingkungan dan faktor genetik ataupun penggunaan yang salah pada beberapa jenis obat-obatan terlarang.

D. Gambaran Klinis Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) fase berikut ini: 1.

Fase Prodromal Pada fase ini biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala pada fase ini meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk

prognosisnya. 2. Fase Aktif 22

Pada fase ini, gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini. Bila tidak mendapat pengobatan, gejala-gejala tersebut dapat hilang secara spontan tetapi suatu saat mengalami eksaserbasi (terus bertahan dan tidak dapat disembuhkan). 3.

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual. Fase Residual Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase Prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita

skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial). E. Klasifikasi Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Skizofrenia Paranoid Memenuhi kriteria diagnostik

skizofrenia

Sebagai

tambahan

halusinasi dan atau waham harus menonjol : a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. d. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara

relatif

tidak

nyata

/

menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada 23

pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya

dibandingkan

tipe

lain

pasien

skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhatihati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.

Pasien

skizofrenik

paranoid

kadang-kadang

dapat

menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak. 2. Skizofrenia Hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku

menunjukkan

hampa

tujuan

dan

hampa

perasaan;

Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami disorganisasi 24

dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuatbuat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi. 3. Skizofrenia Katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis

skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara): b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal) c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan); e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); f. Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. 25

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta

dapat

juga

terjadi

pada

gangguan

afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri. 4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated). Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu: Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia. 5. Depresi Pasca-Skizofrenia Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini; b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap 6.

salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. Skizofrenia Residual Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua a. Gejala “negative”

dari

skizofrenia

yang

menonjol

misalnya

perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, 26

sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia; c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia; d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut. e. Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat. 7. Skizofrenia Simpleks Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya 27

sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat. 8. Skizofrenia lainnya 9. Skizofrenia YTT Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain : Bouffe delirante (psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kirakira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia. 10. Skizofrenia laten. Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu. a. Oneiroid. Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan 28

didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut. b. Parafrenia. Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi. c. Pseudoneurotik. Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti

kecemasan,

fobia,

obsesi,

dan

kompulsi

selanjutnya

menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah. d. Skizofrenia Tipe I. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan. e. Skizofrenia tipe II. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan

atau

isi

pembicaraan,

penghambatan

(blocking),

dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan. F. Diagnosa Pedoman Diagnostik PPDGJ III 29

• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): 1.- “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau - “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; 2. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); - “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat; 3. Halusinasi Auditorik: * Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau * Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau * Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. 4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain) • Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

30

1. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus; 2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; 3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; 4. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; • Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial. Diagnosis Skizofrenia Paranoid  Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.  Sebagai tambahan :  Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol : a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming

31

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain persaan tubuh : halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol: c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of control),

dipengaruhi

(delusion

of

influence),

atau

“passivity”(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah , atau “passivity”(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas: Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol. Diagnosis Banding :  Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan  Keadaan paranoid involusional  Paranoia G. Prognosis Skizofrenia Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat memberikan prognosis yang baik dan mempengaruhinya seperti: 1. Usia tua 2. Faktor pencetus jelas 3. Onset akut 4. Riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik 5. Gejala depresi 6. Menikah * Riwayat keluarga 7. Gangguan mood * Sistem pendukung baik 8. Gejala positif Sebaliknya, hal-hal berikut ini akan memberikan prognosis yang buruk 1. Onset muda 32

2. Tidak ada faktor pencetus 3. Onset tidak jelas 4. Riwayat sosial buruk 5. Autistik 6. Tidak menikah/janda/duda 7. Riwayat keluarga skizofrenia 8. Sistem pendukung buruk 9. Gejala negatif 10. Riwayat trauma prenatal 11. Tidak remisi dalam 3 (tiga) tahun 12. Sering relaps 13. Riwayat agresif H. Terapi Penatalaksanaan

pada

pasien antara

lain

haloperidol

5mg

2x1,

trihexyphenidil 2mg 2x1 (bila terdapat gejala EPS), chlorpromazine 100mg 1x1 (malam), psikoterapi suportif individual dan kelompok, terapi kerja, edukasi keluarga dan masyarakat. 1. Psikofarmaka Antipsikosis : Haloperidol 2 x 5 mg Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu Antipsikosis tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala negative. Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : - Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama pada dosis ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal) - Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

33

- Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat tertentu sudah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik, efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. - Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala positif, pilihan antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan. - Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : - Onset efek primer (klinis) sekitar 2-4 minggu dan efek sekunder sekitar 2-6 jam - Waktu paruh 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/hari) - Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien. 2. Psikoterapi suportif - Psikoventilasi:

Pasien

dibimbing

untuk

menceritakan

segala

permasalahannya, apa yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari faktor faktor pencetus. - Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum obat dengan rutin. - Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol). - Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri. 3. Terapi Kerja Mengingat usia pasien yang sudah cukup lanjut, terapi kerja dianjurkan hanya sebatas menemukan kegiatan yang bermanfaat namun tidak memberatkan fisik pasien. I. Edukasi 1. Edukasi keluarga Hanya perlu ditekankan kepada keluarga pasien untuk; memahamkan kepada keluarga bahwa kerja sama mereka sangat dibutuhkan untuk 34

memastikan kepatuhan kontrol dan minum obat. Keluarga dianjurkan mengawasi pasien saat minum obat dan memastikan pasien meminum obat dengan rutin di rumah. Juga diberi pengertian kepada keluarga tetap menghargai pasien seperti orang sehat dan juga membesarkan hati pasien, memberi 2.

pertimbangan-pertimbangan

rasional

terhadap

berbagai

keinginannya. Edukasi masyarakat Lingkungan masyarakat pasien masih tabu terhadap penyakit jiwa, sehingga kemungkinan pasien selalu dilecehkan adalah cukup besar. Itulah yang menghambat penyembuhan pasien, dan meningkatkan kemungkinan kambuhnya penyakit pasien. Penting dilakukan edukasi kepada masyarakat khususnya di sekitar pasien tinggal, untuk mensosialisasikan pengertian penyakit jiwa yang sebenarnya. Diharapkan masyarakat akan mengerti sehingga dapat memperlakukan pasien selayaknya manusia yang berhak untuk dihargai.

35

Daftar Pustaka Muslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta Muslim, Rusdi,. 2003. Buku Saku DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA. Jakarta: PT Nuh Jaya Kaplan B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. EGC: Jakarta. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi VII, Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2007. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis . Edisi VII, Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2007. Soekarto, A.. 2002. Psikiatri Klinik Edisi Ke-4. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM. Soewadi. 2002. Simtomatologi Dalam Psikiatri. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM.

36

Related Documents


More Documents from "Muhammad Randi Akbar"

Laporan Kasus Skizofrenia
January 2021 3
February 2021 0
3ra Unidad Ecuaciones
February 2021 0
Cod Analysis_ad Hoc
January 2021 1
November 2019
January 2021 1
February 2021 0