Laporan Krisis Tiroid Fix

  • Uploaded by: Tiara Eka
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Krisis Tiroid Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 17,599
  • Pages: 73
Loading documents preview...
LAPORAN TUTORIAL C BLOK 14

disusun oleh: Kelompok X Anggota: Laode Mohammad H.

04111001029

M. Reza Pahlevi

04111001032

Tiara Eka Mayasari

04111001035

Yuni Paradita Djunaidi

04111001042

Jim Christiver Niq

04111001076

Liliana Surya F.

04111001080

Meuthia Alamsyah

04111001088

Fadli Aufar Kasyfi

04111001091

Diva Zuniar Ritonga

04111001108

Hanifa

04111001121

Januar Antoni

04111001126

Catri Dwi Utari P.

04111001133

Tutor : dr. Ika Kartika, Sp.PA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

2

DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar.............................................................................................. 1 Daftar Isi....................................................................................................... 2 Pembahasan Skenario: I.

Skenario.............................................................................................. 3

II.

Klarifikasi Istilah................................................................................ 3

III.

Identifikasi Masalah........................................................................... 4

IV.

Analisis Masalah................................................................................ 4

V.

Hipotesis............................................................................................. 42

VI.

Keterkaitan antarmasalah................................................................... 43

VII. Learning issue.................................................................................... 43 VIII. Sintesis............................................................................................... 43 IX.

Kerangka Konsep.............................................................................. 68

3

X.

Kesimpulan......................................................................................... 69

Daftar Pustaka.............................................................................................. 70

I.

SKENARIO

Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru. Pemeriksaan fisik: Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/reguler, RR 24 x/menit, suhu 39C. Kepala: exophthalamus (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk. Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-). Jantung: takikardi; paru: bunyi nafas normal. Abdommen: Dinding perut lemas; hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat. Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-). Pemeriksaan laboratorium:

4

Darah rutin: Hb : 12 g%; WBC : 17.000/mm3. Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl. Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.

II.

KLARIFIKASI ISTILAH

1.

Aloanamnesis

2. 3.

Diare : Delirium

4.

Exophthalamus

5.

Faring hiperemis

6. Oral hygiene 7. Struma diffusa 8. Kaku kuduk 9. Takikardi 10. Tremor : 11. Elektrolit serum 12. TSH : 13.

III.

T4

:

: anamnesis yang dilakukan terhadap keluarga atau kerabat pasien pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal : gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya mencerminkan keadaan keracunan yang biasanya ditandai oleh ilusi, halusinasi, gangguan memori, dan inkoheren : perluasaan lebih tertarik ke depan/mata lebih tertarik ke depan (lateral) secara abnormal : pembengkakan dan ekses (pengeluaran) darah pada bagian faring : perawatan yang benar tentang kebersihan mulut dan gigi : pembesaran tiroid yg tdk berbatas tegas/ setempat : kondisi badan yang kaku karena kerusakan saraf VII : denyut jantung yang cepat abnormal gemetar atau menggigil yang involunter : nilai elektrolit dalam serum hormon kelenjar hipofisis wanterior yang mempunyai afinisitas untuk dan secara spesiafik merangsang kelenjar tiroid hormon yang mengandung yodium yang disekresi kelenjar trroid terdapat secara alami dalam bentuk L-tiroksin, fungsi utama meningkatan kecepatan metabolisme sel

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. 2. Dari aloanamnesia, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan, dan diare frekuensi 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir. 3. Beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru. 4. Pemeriksaan fisik: Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, nadi 140 x/menit reguler, suhu 39°C. Kepala : exophthalmos (+), mulut: faring hipermis, oral hygiene buruk. Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-). Jantung: takikardi; paru: bunyi nafas normal. Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limfa tak teraba, bising usus meningkat. Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-). 5. Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3.

5

Kimia darah: glukosa darah, test fungsi ginjan dan hati normal, elektrolit serum normal. Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T

IV. ANALISIS MASALAH 1. Masalah 1 a. Apa saja tingkatan kesadaran? 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b. Bagaimana perubahan yang terjadi dan mekanisme penurunan kesadaran pada kasus ini? Delirium adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Sedangkan tremor, asteriksis, nistagmus, inkordinasi, dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai awitan yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium adalah suatu sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak penyebab. Kebanyakan penyebab dari delirium ini berasal dari luar sistem 6

saraf pusat, contohnya kebanyakan pada gangguan hepar dan ginjal. Seringkali delirium tidak terdiagnosa karena dianggap sebagai bagian dari suatu penyakit lain seperti ensefalopati metabolik, gagal otak akut, dan lain-lain. Dokter harus segera mengenali adanya delirium untuk mengidentifikasi penyakit penyerta dan mencegah komplikasi. Komplikasi delirium antara lain kecelakaan yang tidak sengaja akibat penurunan kesadaran dan kordinasi yang terganggu. Efek hormon tiroid pada sistem saraf pusat.  Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter. Asetilkolin Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat. Dopamin Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic Neurotransmitter lain Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme circadian dan beta-endorphin. Mekanisme inflamasi Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatan sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperan dalam onset delirium Mekanisme struktural Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam

7

delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium  Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berfikir, tetapi

juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan fungsi ini. Pada pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan dan paranoia.  Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan

neuronal, biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi,

berpikir

konkrit,

dan

inattention)

dalam

delirium.

Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui

produksi

neurotransmiter menyebabkan

oksiradikal

eksitasi.

dan

Adanya

hiperpolarisasi

pelepasan gangguan

membran

yang

glutamat,

neurotransmiter akan

suatu ini

menyebabkan

penyebaran depresi membran.  Pada skenario, gejala delirium yang dialami oleh Nn. SS adalah

manifestasi

neurologi

dari

krisis

tiroid,

yakni

komplikasi

dari

hipertiroidisme dengan faktor pencetus adanya ineksi. Hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Hal ini memacu aktifasi sistem saraf simpatik, sehingga

terjadi

peningkatan

neurotransmitter

terutama

dopaminergic. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan

8

hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.

2. Masalah 2 a. Bagaimana hubungan jenis kelamin, umur, dan pekerjaan dengan gejala yang dialami? Gejala-gejala yang dialami Nn. SS sejak satu minggu yang lalu merupakan tanda dan gejala dari infeksi. Infeksi dapat terjadi pada berbagai usia dan semua jenis kelamin. Infeksi lebih mudah terjadi pada individu dengan daya tahan tubuh atau sistem imun yang lemah. Infeksi juga dapat menjadi pencetusnya suatu keadaan yang lebih parah dari suatu penyakit. Sehingga jenis kelamin, umur dan pekerjaan pada timbulnya gejala selama satu minggu terakhir tidak memiliki hubungan yang terlalu berarti. Sedangkan gejalagejala yang dialami Nn. SS sejak beberapa bulan yang lalu merupakan tanda dan gejala dari hipetiroid atau tirotoksiskosis. Ditambah dengan adanya tanda exophtalmus dan struma diffusa, maka dapat diperkirakan bahwa penyebab tirotoksiskosis Nn.SS adalah hipertiroid yang disebabkan oleh Graves’ disease. Prevalensi Graves’ disease bervariasi pada setiap populasi, tergantung terutama terhadap asupan yodium (asupan yodium yang tinggi berhubungan dengan peningkatan prevalensi Graves’ disease). Graves’ disease terjadi mencapai 2% pada populasi wanita tetapi 1 per 10 sama seringnya (1/10 dari 2%) pada pria. Penyakit ini jarang muncul sebelum adolescence dan biasanya muncul diantara usia 20 dan50 tahun, tetapi mungkin pula terjadi pada orang lanjut usia. b. Bagaimana meanisme dari gejala: - demam tinggi Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah setpoint di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

9

- batuk pilek Mekanisme batuk: • Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. • Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi • Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal. • Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi • Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi Mekanisme pilek: • Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). • Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. • IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. • Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. • Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. • Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &

10

permeabilitas, sekresi mukus • Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek - sakit tenggorokan Dari hasil pemeriksaan fisik ditemui faring hiperemis dan oral hygiene buruk. Ini berarti kemungkinan besar, sakit tenggorokkan adalah dampak dari infeksi gejala akut.

- diare (3-4 kali/hari) Diare pada Nn.SS disebabkan oleh rangsangan berlebih dari tiroid meningkatkan Creatine fosfat yang akan meningkatkan seluruh tingkat aktifitas saluran gastrointestinal,yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter yang berlebih,jadi akan memeperbanyak dan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan ,pengaruh dorongan ini berkaitan juga dengan peningkatan sekresi kelenjar-kelenjar saluran pencernaaan oleh parasimpatis dan yang paling kuat adalah bagian saluran pencernaan bagian atas terutama kelenjar di daerah mulut dan lambung. c. Bagaimana hubungan antar gejala?  Gejala demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan merupakan gejala klinis adanya infeksi. Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Gambaran klinis faringitis akut yaitu dinding tenggorokan menebal atau bengkak, berwarna lebih merah, ada bintik-bintik putih dan terasa sakit bila menelan makanan (Adam, 1997). Etiologi dan Cara Penularan Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae. Cara Penularan Pada umumnya, infeksi ini menular melalui kontak dan secret (lendir) dari hidung maupun ludah (droplet infection). a) Virus, 80 % sakit tenggorokan disebabkan oleh virus, dapat menyebabkan demam . b) Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus) dapat membuat tenggorokan teriritasi. c) Virus coxsackie (hand, foot, and mouth disease). d) Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi tenggorokan ringan yang bersifat kronis (menetap). e) Bakteri streptokokus, dipastikan dengan kultur tenggorok. Tes ini umumnya dilakukan di laboratorium menggunakan hasil usap tenggorok pasien. Dapat ditemukan gejala klasik dari kuman streptokokus seperti nyeri hebat saat menelan, terlihat bintik-bintik putih, muntah – muntah, bernanah pada kelenjar amandelnya, disertai pembesaran kelenjar 11

amandel. Kebanyakan radang tenggorokan disebabkan oleh dua jenis infeksi yaitu virus dan bakteri. Sekitar 80% radang tenggorokan disebabkan oleh virus dan hanya sekitar 10-20% yang disebabkan bakteri. Untuk dapat mengatasinya, penting untuk mengetahui infeksi yang dialami disebabkan oleh virus atau bakteri streptokokus. Infeksi virus biasanya merupakan penyebab selesma (pilek) dan influenza yang kemudian mengakibatkan terjadinya radang tenggorokan. Selesma biasanya sembuh sendiri sekitar 1 minggu begitu tubuh Anda membentuk antibodi melawan virus tersebut (Adams dkk, 1997). Patofisiologi Pada stadium awal,terdapat hiperemia, edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.Dengan hyperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasanya difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel atau bercakbercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Terkenanya dinding lateral, jika tersendiri, disebut sebagai ”faringitis lateral”. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsila, hanya faring saja yang terkena (Mansjoer, 199). Tanda dan Gejala Tanda dan gejala faringitis akut termasuk membran mukosa sangat merah dan tonsil berwarna kemerahan, serta disertai perbesaran serta tekan tekan. Demam dan sakit tenggorok juga bisa timbul. Serak dan batuk bukan hal yang tidak umum (Mansjoer, 1999). Infeksi bakteri memang tidak sesering infeksi virus, tetapi dampaknya bisa lebih serius. Umumnya, radang tenggorokan diakibatkan oleh bakteri jenis streptokokus sehingga disebut radang streptokokus. Seringkali seseorang menderita infeksi streptokokus karena tertular orang lain yang telah menderita radang 2-7 hari sebelumnya. Radang ini ditularkan melalui sekresi hidung atau tenggorokan (George, 1997). Kenali gejala umum radang streptokokus berikut: 1) tonsil dan kelenjar leher membengkak 2) bagian belakang tenggorokan berwarana merah cerah dengan bercakbercak putih. 3) demam seringkali lebih tinggi dari 38 derajat celsius dan sering disertai rasa menggigil 4) sakit waktu menelan  Pada skenario: Gejala demam, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan merupakan gejala adanya infeksi. Faring yang hiperemis menunjukkan adanya inflamasi akut, hal ini mungkin berhubungan dengan oral hygiene yang buruk sehingga kemungkinan terkena infeksi lebih besar. Sakit tenggorokan adalah ciri dari cardinal sign pada inflamasi akut yakni nyeri yang disebabkan oleh respon imun dan sitokin.  diare (3-4 kali/hari) = Efek Gastrointestinal pada hipertiroid: Hormon tiroid merangsang motillitas usus melalui pemecahan kreatinkinase, yang 12

dapat menimbulkan hipermotilitas, dan malabsorpsi sehingga terjadi diare pada hipertiroidisme. d. Bagaimana hubungan gejala-gejala dengan penurunan kesadaran? Gejala-gejala yang dialami Nn. SS sejak satu minggu yang lalu merupakan tanda dan gejala dari infeksi. Sedangkan gejala-gejala yang dialami Nn. SS sejak beberapa bulan yang lalu merupakan tanda dan gejala dari hipertiroid atau tirotoksiskosis yang disebabkan oleh Graves’ disease. Pada hal ini terjadi peningkatan kadar hormon tiroid di atas nilai normal. Hal ini diperparah dengan adanya stress (dalam hal ini infeksi) yang akan meningkatkan kadar katekolamin secara mendadak. Peningkatan katekolamin ini akan merangsang saraf simpatis pada kelenjar tiroid dan menyebabkan sekresi hormon tiroid lebih banyak lagi. Hal ini akan menyebabkan aktivitas metabolik pada berbagai sel tubuh meningkat secara abnormal. Gangguan metabolik ini juga akan menyebabkan gangguan difus yang bersifat metabolik pada kedua belah hemisferium berikut fungsi kompensasi seluruh korteks serebri. Secara klinis hal ini akan memperlihatkan penurunan daya kognitif secara global dengan derajat kesadaran yang kurang cukup secara mendadak. Keadaan penurunan kesadaran yang mendadak ini dikenal juga sebagai delirium.

3. Masalah 3 a. Bagaimana mekanisme: 1. gugup dan mudah cemas Mekanisme gugup secara umum: Saat sedang gugup atau cemas, sistem di otak akan memerintahkan bagian otak yaitu hipotalamus untuk mengeluarkan hormon corticotrophin releasing factor (CRF), selanjutnya hormon ini bisa memicu keluarnya hormon lain yaitu adrenocortocotrophin (ACTH). Hormon ini bisa masuk ke aliran darah menuju kelenjar ginjal untuk merangsang hormon cortisol agar melepaskan adrenalin. Saat itu biasanya orang akan merasakan deg-degan, keringat dingin, gemetar bahkan sampai ingin pipis. Jika cortisol menyerang bagian otak yang menjadi pusat ingatan (hippocampus) maka bisa jadi saat gugup seseorang menjadi lupa dengan segala hal yang ada di otaknya. Pada kasus : Hipertiroid menyebabkan peningkatan T3 dan T4 yang menyebabkan rangsangan pada SSP sehingga jadilah gugup. 2. keluar keringat banyak Adanya peningkatan produksi panas pada pasien akibat hipermetabolisme akan mengakibatkan tubuh melakukan kompensasi dalam menjaga homeostasis, yaitu tubuh mengeluarkan keringat yang berlebihan dan intoleransi panas. Hal inilah yang menyebabkan pasien sering berkeringat (Sherwood, 2011). 3. sulit tidur pada kasus ini sulit tidur disebabkan karena adanya suatu keadaan tidak nyaman, dimana pasien merasa takikardi dan tidak tahan panas, serta adanya diare dengan intensitas sering sehingga mengganggu waktu tidur pasien 4. selalu terburu-buru

13

Tubuh menganggap hipertiroidisme sebagai stress sehingga cortisol secretion rate pada hipertiroidisme meningkat. Hal ini akan menyebabkan Nn. SS menjadi stress sehingga mengerjakan sesuatu dengan terburu-buru. b. Bagaimana hubungan seluruh gejala Nn. SS? Gejala yang dialami pasien dalam beberapa bulan terakhir, yaitu sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur, dan selalu terburuburu, seerta sering mengalami diare 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir merupakan manifestasi klinis dari meningkatnya kadar tiroid. Peningkatan kadar tiroid ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas tubuh yang dipengaruhi oleh hormon tiroid, diantaranya menimbulkan efek pada laju metabolisme basal, meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan pernafasan, menigkatkan motilitas cerna, merangsang sistem saraf pusat terutama aktivasi saraf simpatis yang berlebihan, efek pada fungsi otot termasuk munculnya tremor otot, dan efek pada tidur (efek eksitasi dari hormon tiroid pada sinaps sehingga menimbulkan sulit tidur). Keadaan ini terus berlanjut dan tidak mendapatkan perawatan. Kemudian satu minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Gejala-gejala ini kemungkinan merupakan gejala dari infeksi pada tenggorokan. Adanya infeksi ini akan menimbulkan keadaan stress pada tubuh pasien. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan mendadak kadar katekolamin pada tubuh pasien. Hal ini akan merangsang saraf simpatis pada kelenjar tiroid dan menyebabkan sekresi hormon tiroid lebih banyak lagi. Hal ini terus berlanjut dan berkembang semakin parah tanpa adanya penanganan. Peningkatan ini akan menyebabkan aktivitas metabolik pada berbagai sel tubuh akan semakin meningkat secara abnormal. Gangguan metabolik ini juga akan menyebabkan gangguan difus yang bersifat metabolik pada kedua belah hemisferium berikut fungsi kompensasi seluruh korteks serebri. Secara klinis hal ini akan memperlihatkan penurunan daya kognitif secara global dengan derajat kesadaran yang kurang cukup secara mendadak. Penurunan kesadaran ini juga disertai dengan peningkatan denyut nadi, kecepatan pernafasan, suhu tubuh, tremor, dan lain sebagainya yang disebabkan oleh peningkatan hormon tiroid. Keadaan-keadaan ini terjadi secara akut dan merupakan keadaan gawat, sering dikenal sebagai krisis tiroid atau Thyroid Storm. c. Bagaimana hubungan waktu yang terjadi terhadap gejala? Pada skenario urutan gejala berdasarkan waktu menggambarkan perjalanan penyakit yang dialami ole Nn.SS. - Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburuburu. Gejala ini menandakan bahwa, beberapa bulan yang lalu Nn. SS sudah mengalami hipertiroidisme yang diakibatkan oleh penyakit Graves, yakni penyakit autoimun yang menyebabkan sekresi berlebihan hormon tiroid. Sehingga Kelenjar menjadi membesar (struma diffusa), dan ditemukan gejala trias, yakni eksoftalmus, struma difusa, dan hipertiroidisme. Gejala ini muncul akibat aktifasi simpatis dan hipermetabolisme akibat hipertiroid. Akan tetapi

14

gejala ini belum terdiagnosis sehingga tidak ada tindakan atau pengobatan untuk mengontrol kadar hormon tiroid. - sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Gejala ini menunjukkan Nn. SS mengalami infeksi dengan gambaran gejala tersebut. Pada faring yang hiperemis menggambarkan adanya inflamasi. Didukung oral hygiene yang buruk yg meningkatkan resiko infeksi pada faring. - Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Diare yang tanpa disertai oleh darah dan lendir kemungkinan akibat manifestasi hipertiroid pada sistem gastrointestinal yakni hipermotilitas dan malabsorsi. Sehingga terjadi diare. - penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Hal ini dinamakan krisis tiroid, yakni komplikasi gawat dari hipertiroidisme yang terjadi akibat faktor pencetus adanya infeksi yang dialami oleh Nn. SS. Krisis tiroid ditandai dengan dekompensasi tubuh akibat sekresi dan penggunaan hormon tiroid yang terlalu banyak oleh tubuh sehingga terjadi gangguan pada sistem tubuh. Keadaan ini ditandai oleh adanya penurunan kesadaran (delirium), takikardi (>140 x /menit) dan suhu yang sangat tinggi (39 C).

4. Masalah 4 a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormal Nn. SS? Pemeriksaan fisik: - Kesadaran: delirium;  Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter. Asetilkolin Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat. Dopamin Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic Neurotransmitter lain Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme circadian dan beta-endorphin.  Pada skenario, gejala delirium yang dialami oleh Nn. SS adalah manifestasi

neurologi dari krisis tiroid, yakni komplikasi dari hipertiroidisme dengan faktor pencetus adanya ineksi. Hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Hal ini memacu aktifasi sistem saraf simpatik, sehingga terjadi peningkatan neurotransmitter 15

terutama dopaminergic. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran. -

TD 100/80 mmHg,  Tanda-tanda kardiovaskular pada krisis tiroid yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Pada skenario, tekanan darahnya mulai menurun tapi masih normal. Akan tetapi tekanan nadi menyempit (100-80=20) keadaan ini merupakan abnormal (40-50). Hal ini mengindikasikan adanya pasien mendekati syok. (syok = <20) - Nadi 140 x menit/reguler= Takikardi Normal : 60-80 x/mnt Takikardi : >100 x/mnt Bradikardi : <60 x/mnt Setiap peningkatan suhu 1ºC  peningkatan nadi 10 x/mnt  Mekanisme: Efek tiroid terhadap kardiovaskular: T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik β. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.3 Efek Simpatik Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-β dalam otot jantung, otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-α miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-β dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi dan aritmia. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung : Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara : 1. Komponen metabolisme : 16

a. Meningkatkan jumlah mitokondria b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktinmiosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin. 2. Komponen simpul sinoatrial : Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium. 3. Komponen adrenoreseptor : Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta, dan pengurangan reseptor alfa. Reseptor alfa adalah reseptor khusus hormon tiroid. Sedangkan reseptor alfa sama seperti pada hormon glikorotei lain seperti (LH, FSH, TSH, HCG) Pengaruh tidak langsung : 1. Peningkatan metabolisme tubuh : Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah. 2. Sistem simpato-adrenal : Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpato-adrenal melalui cara : a) Peningkatan kadar katekolamin b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin -

RR 24 x/menit = Normal (16-24 x/menit)

-

suhu 39 C= Febris

17



Normal 36,5 – 37,5 ºC

 Subfebris : 37,5 – 38 ºC  Febris : 38 – 40 ºC  Hiperpireksia : > 40 ºC  Mekanisme = Efek dari kadar hormon tiroid yang terlalu banyak menyebabkan hipermetabolisme, sehingga terjadi peningkatan produksi panas. -

Kepala: exophthalamus (+)

 Eksoftalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otototot bola mata dan jaringan tiroid. Oftalmopati yang terjadi pada penyakit Graves disebabkan oleh antibodi terhadap antigen yang dimiliki bersama oleh otot mata dan tiroid. Antibodi yang melekat pada otot ekstraokuler dan fibroblas orbita merangsang sintesis glikosaminoglikans oleh fibroblas orbita dan menghasilkan pengaruh sitotoksik pada sel otot. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. -

Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk.

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Perubahan vaskular pada inflamasi ditandai dengan peningkatan aliran darah akibat dialatasi kapiler. Jaringan akan terkena akan berwarna lebih merah karena penyumabatan oleh darah yang teroksigenasi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. -

Leher: struma diffusa (+)

 Pada hipertiroidisme et causa Grave’s disease ditemukan adanya kelainan autoimun yang menyebabkan mekanisme feedback negatif tidak berjalan sesuai seharusnya. Hal ini mengakibatkan TRH dan TSH kadarnya turun, tetapi T3 dan T4 kadarnya menjadi semakin tinggi. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. - kaku kuduk (-) = (normal) 18

-

Jantung: takikardi

 Mekanisme: Efek tiroid terhadap kardiovaskular: T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik β. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.3 Efek Simpatik Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-β dalam otot jantung, otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-α miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-β dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi dan aritmia.  Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung : Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara : 1. Komponen metabolisme : a. Meningkatkan jumlah mitokondria b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktinmiosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin. 2. Komponen simpul sinoatrial :

19

Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium. 3. Komponen adrenoreseptor : Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta, dan pengurangan reseptor alfa. Reseptor alfa adalah reseptor khusus hormon tertentu. Sedangkan reseptor alfa sama seperti pada hormon glikorotei lain seperti (LH, FSH, TSH, HCG) Pengaruh tidak langsung : 1. Peningkatan metabolisme tubuh : Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah. 2. Sistem simpato-adrenal : Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpato-adrenal melalui cara : a) Peningkatan kadar katekolamin b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin

-

paru: bunyi nafas normal = Normal

-

Abdommen: Dinding perut lemas; hati dan limpa tidak teraba = Normal

-

bising usus meningkat.

 Efek Gastrointestinal pada hipertiroid: Hormon tiroid merangsang motillitas usus yang dapat menimbulkan peningkatan motilitas dan kontraksi usus, sehingga terjadi diare pada hipertiroidisme. -

Ekstremitas: telapak tangan lembab

 Adanya peningkatan produksi panas pada pasien akibat hipermetabolisme akan mengakibatkan tubuh melakukan kompensasi dalam menjaga homeostasis, yaitu tubuh mengeluarkan keringat yang berlebihan dan intoleransi panas. Hal inilah yang menyebabkan tangan pasien sering terasa basah (Sherwood, 2011). -

tremor (+), 20

 Peningkatan hormon tiroid meningkatkan aktifasi simpatik dengan pengingkatan katekolamin sehingga timbul gejala neurologis. Dari penelitian juga di peroleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yaitu serotonin GABA dan norepineprin. Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada sistem perifer maupun sistem saraf pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam sistem otonomik. Gejala tersebut biasa mencakup unsur tersebut : - Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, sulit konsentrasi, dll) - Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, tremor, dll) - Overaktivitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar, sesak - napas, keluhan lambung, dll).  Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal (Price, 2005). -

refleks patologis (-) = Normal

b. Bagaimana cara-cara pemeriksaan fisik yang abnormal? - Kesadaran GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya. Eye (respon membuka mata) : (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon Verbal (respon verbal) : (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon Motor (respon motorik) : (6) : mengikuti perintah

21

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V… M… Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil : GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan) GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang) GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat) - Kepala, mulut Bola mata Cara Kerja : 1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus. 2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus. 3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri 4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm 5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata. Mulut Cara Kerja : 1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa 2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing 3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa 4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu. 5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi. 6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruf “ A “, amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.

22

-

Leher Pemeriksaan dasar pada leher dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Salah satu komponen penting yang dapat diperiksa pada leher adalah kelenjar tiroid. Dari inspeksi periksa ada tidaknya benjolan pada leher pasein. Benjolan kadang-kadang lebih baik dilihat dari pada di raba. Jika memungkinkan, suruh pasien menelan untuk melihat pergerakan kartilago tiroidea dan ada tidaknya gerakan massa yang dapat ditemukan. Jika memungkinkan, perhatikan pula cara pasien menyangga kepalanya dan kemampuan gerakan leher pasien. Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dengan palpasi, pemeriksaan dilakukan dari depan dan dari belakang. Pembesaran tiroid dapat bersifat difus atau asimetris. Mula-mula, lakukan palpasi dengan jari menyilang trakea kemudian tentukanlah garis bentuk lobus

lateral.

Letakkan

ujung

pada

pinggir

lateral

m.

sternocleidomastoideus dan ujung ibu jari pada garis tengah tepat di atas incisura sternalis. Mintalah pasien untuk menelan. Bila kelenjar tiroid membesar, waktu menelan akan teraba jaringan yang berjalan ke atas di bawah jari pemeriksa. Tiroid normal tidak mudah teraba. Kelenjar yang teraba minimal mungkin normal pada individu yang mempunyai leher tipis, wanita hamil, dan lain-lain. Bila pemeriksa pindah ke belakan pasien periksa, rabal sekali lagi kelenjar tiroid yang membesar. Mula-mula mintalah pasien melakukan sedikit fleksi leher, letakkan jari-jari pemeriksa pada medial terhadap m. sternocleidomastoideus. Dalam posisi ini, kedua tangan dapat melakukan palpasi dengan serentak. Setiap kali menemukan pembesaran tiroid, lakukan auskultasi pada kelenjar tersebut. Bising tiroid menyarankan adanya hipervaskularitas pada kelenjar dan keadaan hipertiroid. Pada penyakit tiroid yang menyebabkan pembesaran difus, lobus piramidalis yang terletak di garis tengah dapat teraba dengan mudah. Kelenjar yang membesar disebut goiter. Isthmus kelenjar ini sering dapat dipalpasi tepat dibawah kartilago krikotiroidea dan diatas kartilago trakea pertama dan kedua. Sifat yang membantu menentukan arti pembesaran adalah tekstur, nodularitas, dan ukuran.

23

Kaku kuduuk merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa adanya spasme leher, atau sering digunakan untuk memeriksa meningitis yang menyebabkan spasme leher dan nyeri yang bertambah berat bila selaput otak terenggang. Cara pemeriksaannya, pasien berbaring dalam posisi supinasi, kemudian lakukan fleksi kepala pasien dengan menyentuhkan dagu ke dada, akan menimbulkan nyeri hebat pada meningitis. Kadang-kadang, gerakan leher dihambat oleh spasme otot leher. Spasme dapat demikian hebat sehingga apabila pemeriksa berusaka menundukan kepala ke depan, seluruh tubuh akan terangkat dari tempat tidur. Maka hal ini dianggap sebagai kaku kuduk positif. -

jantung, paru

PEMERIKSAAN JANTUNG Inspeksi Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital. Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam . Palpasi 24

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2 Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum. Perkusi jantung Cara perkusi Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri. Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan . Auskultasi Jantung Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung. 25

Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah. Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan : a) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran. b) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara. c) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur). PEMERIKSAAN FISIK DADA DAN PARU Gejala umum yang perlu diperhatikan :  Nyeri dada  Sesak nafas  Mengi  Batuk  Sputum mengandung darah (hemoptisis)

1. INSPEKSI 1. Bentuk dada •

Normal : diameter Anterior Posterior – transversal = 1:2



Pigeont Chest / dada burung : sternum menonjol kedepan, diameter Anterior Posterior > transversal



Barrel Chest / dada tong : Anterior Posterior : transversal = 1:1



Funnel Chest : anterior Posterior mengecil, sternum menonjol ke dalam

1. Ekspansi : simestris / tidak 2. Sifat pernafasan : pernafasan dada dan perut 3. Frekuensi pernafasan : 16 – 18 x/menit 18 – 20 x/menit >20x/menit : tachypnea <16x/menit : bradipnea

26

Apnea : tidak terdapatnya pernapasan (mungkin secara periodik) 1. Ritme pernafasan •

Eupnea : irama normal



Kusmaul : cepat dan dalam



Hiperventilasi : pernafasan dalam, kecepatan normal



Biot’S : Cepat dan dalam, berhenti tiba2, kedalaman sama (kerusakan saraf)



Cheyne stoke : bertahap dangkal – lebih cepat dan dalam – lambat –apnea (kerusakan saraf)

1. Retraksi interkosta : kemungkinan retraksi pada obstruksi jalan nafas 2. Orthopnea : sesak pada waktu posisi berbaring 3. Suara batuk : produktif / tidak 4. PALPASI 1. Nyeri dada tekan :kemungkinan fraktur iga 2. Kesimetrisan ekspansi dada •

Caranya :

letakkan kedua telapak tangan secara datar

Bisa pada anterior, sisi dan posterior Anjurkan tarik nafas •

Amati : normal bila gerakan tangan simetris

1. Taktil fremitus •

Caranya :

-letakkan tangan sama dengan cara pemeriksaan ekspansi dada

-anjurkan pasien menyebut tujuh-tujuh / enem-enam -rasakan getaran •

Kurang bergetar : pleura effusion, pneumothoraks

-lakukan pada seluruh permukaan dada (atas,bawah,kiri,kanan, depan,belakang) 1. PERKUSI •

Suara perkusi o

Paru normal : sonor/resonan

o

Pneumothoraks : hipersonor

o

Jaringan padat (jantung, hati) : pekak/datar

o

Daerah yang berongga : tympani

o

Batas organ 

Sisi dada kiri : dari atas ke bawah ditemukan sonor/resonantympani : ICS 7/8 (Paru-lambung)

27



Sisi dada kanan : ICS 4/5 (paru-Hati)



Dinding posterior :-Supraskapularis (3-4jari di pundak) batas atas paru

-Setinggi vertebratorakal 10 garis skapula batas bawah

paru

1. AUSKULTASI •

Suara / bunyi nafas vesikuler o

Terdengar disemua lapang paru normal

o

Bersifat halus, nada rendah

o

Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi

o

Bronchovesikuler 

Ruang interkostal pertama dan kedua area interskapula



Nada sedang, lebih kasar dari vesikuler



Inspirasi sama dengan ekspirasi



Bronchial 

Terdengar di atas manubarium,



Bersifat kasar, nada tinggi



Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi



Suara ucapan 

Anjurkan penderita mengucapkan tujuh-tujuh berulangulang secara berisik sesudah inspirasi



Lakukan dengan intonasi yang sama kuat sambil mendengarkan secara sistematik disemua lapang paru dengan menggunakan stetoskop

 •

Bandingkan bagian kiri dan kanan

Suara tambahan o

Ronchi (ronchi kering)

Suara yang tidak terputus, akibat adanya getaran dalam lumen saluran pernafasan karena penyempitan : ada sekret kental/lengket •

Rales (ronchi basah)

Suara yang terputus, akibat aliran udara melewati cairan dan terdengar pada saat inspirasi •

Wheezes – wheezing

28

Suara terdengar akibat obstruksi jalan napas, terjadi penyempitan sehingga ekspirasi dan inspirasi terganggu, sangat jelas terdengar saat ekspirasi PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG Gejala umum yang perlu diperhatikan : •

Nyeri dada



Palpitasi



Napas pendek, dispnea, ortopnea,



Edema

1. 1. INSPEKSI •

Ø Bentuk dada o

Normal : simetris

o

Menonjol : pembesaran jantung, efusi pleura, tumor

o

Ø Denyut jantung 

Kekuatan denyutan : amati Apeks atau PMI (ICS 5 Midklavikula kiri)



Denyutan susah nampak bila payudara besar, dinding torak tebal, gemuk

1. 2. PALPASI

Denyut apeks ( letak dan kekuatan ), meningkat bila curah jantung besar, hipertrofi jantung 1. 3. PERKUSI

untuk menegtahui ukuran bentuk jantung secara kasar (foto rontgen), lokasi jantung akan terdengar redup 1. 4. AUSKULTASI •

Ø BJ I (S1) : penutupan katub mitral dan trikuspidalis = LUB



Ø BJ II (S2) : penutupan katub Aorta dan Pulmonal = DUB

Jarak S1 – S2 : 1 detik atau kurang, S1 lebih keras dari S2 •

Ø Tempat mendengarkan BJ : o

Mitral : linea midklavikula kiri ICS 5

o

Trikuspidalis : linea sternal kiri ICS 4

o

Aorta : linea sternal kanan ICS 2

o

Pulmonalis : linea sternal kiri ICS 2

o

Ø BJ Tambahan

29

o

Murmur :getaran yang terjadi dalam jantung atau pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh bertambahnya turbulensi darah / cairan

o

-

BJ3 &BJ4

abdomen

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN 1. DEFENISI Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan organ / sistem dalam bagian perut. Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan 4 (empat) tehnik/cara yaitu •

Inspeksi



Palpasi



Perkusi



Auskultasi

1. INSPEKSI dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda luka, umbilical, kult dinding perut. Abdomen dibagi dalam 4 kwadran yaitu: 1. kwadran I => kanan atas 2. kwadran II => kanan bawah 3. kwadran III => kiri atas 4. kwadran IV => kiri bawah dengan sembilan bagian yaitu : 1. Epigastrik 2. umbilical 3. hipogastrik 4. hipokondrial kanan 5. hipokondrial kiri 6. lumbal kanan 7. lumbal kiri 8. Inguinal kanan 9. Inguinal kiri

30

2. AUSKULTASI untuk memperkirakan gerakan usus dan kemungkinan adanya gangguan vaskular dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena dapat mempegaruhi kualitas dan kuantitas bising usus. auskultasi dapat dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada semua kwadran atau salah satu kwadran. 3. PERKUSI Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani atau redup), Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar danlimpa membesar, maka bunyi perkusi akanmenjadi redup, khususnya perkusi di daerah bawah arkus kosta kanan dan kiri. 4. PALPASI Palpasi merupakan metode yang dilakukan paling akhir pada pengkajian perut. Palpasi dapat dilakukan secara palapsi ringan atau palpasi dalam tergantung pada tujuannya palpasi, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur-struktur dalam perut (intra abdominal) Palpasi ringan dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan, nyeri superficial, dan adanya massa. Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. INSPEKSI 1. pemeriksa berada di sebelah kanan penderita 2. perhatikan kesimetrisan abdomen pada saat respirasi 3. inspeksi tanda luka, umbilical, dan dinding abdomen. AUSKULTASI 1. tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan (bagian diafragma) 2. tanya pasien tentang waktu terakhir makan, suara usus meningkat pada orang setelah makan 3. letakkkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat kwadaran abdomen dan dengan suara peristaltik aktif dan suara mendeguk (gurgling) yang secara normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik dengan durasi 31

kurang atau lebih dari satu detik frekuensi suara tergantung pada status pencernaan atau ada dan tidaknya makanan dalam saluran pencernaan. dalam pelaporannya suara usus dapat dinyatakan dengan : terdengar, tidak ada /hipoaktif, sangat lambat (misalnya hanya terdengar sekali setiap satu menit), dan hiperaktif atau meningkat (misalnya terdengar setiap 3 detik). bila suara usus terdengar jarang sekali / tidak ada maka sebelum dipastikan dengarkan dahulu selama tiga sampai lima menit. PERKUSI 1. perkusi dimulai dari kwadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam 2. perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan 3. lakukan perkusi pada area timpani dan redup, suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan, yang mana suara ini dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara. suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada resonan. suara ini dapat didengarkan pada masa padat misalnya keadaan acites, keadaan distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor hepar dan limfe. PALPASI A. Palpasi Hepar 1. berdirilah disamping kanan pasien 2. letakkan tangan kiri anda pada torak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke 11 atau 12 3. tekankan tangan kiri tersebut keatas sehingga sedikit mengangkat dinding dada 4. letakkan tangan kanan pada atas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal dengan jari-jari kearah tulang rusuk 5. sementara pasien ekhalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 kearah bawah pada batas bawah tulang rusuk 6. jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi / menarik nafas dalam 7. sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan anda yang secara normal terasa dengan kontur regular. bila hepar tak terasa/teraba dengan jelas, maka suruh pasien untuk menarik nafas dalam, sementara anda tetap mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan

32

sedikit lebih dalam. kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas 8. bila hepar membesar, maka lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa cm pembesaran terjadi di bawah batas tulang rusuk B. Palpasi Ginjal secara anatomis lobus atas kedu ginjal menyentuh diafragma dan ginjal turun sewaktu inhalasi. ginjal kanan normalnya lebih mudah dipalpasi dari pada ginjal kiri. ginjal kanan terletak sejajar dengan tulang rusuk ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan tulang rusuk ke 11. ginjal orang dewasa pada umumnya mempunyai ukuran panjang 11 cm, lebar 4-7 cm, dan tebal 2,5 cm. dalam melakukan palpasi ginjal maka posisi pasien diatur supinasi dan perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan pasien. langkah kerja palpasi ginjal adalah : a. dalam melakukan palpaso ginjal kanan, letakkan tangan kiri anda dibawah panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior. b. letakkan tangan kanan anda pada dinding perut anterior pada garis midklavikularis dari pada tepi bawah batas kosta c. tekankan tangan kanan anda secara langsung keatas sementara pasien menarik nafas panjang. pada orang dewasa yang normal ginjal tidak teraba tetapi pada orang yang snagat kurus bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan. bila ginjal teraba rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran, dan adanya nyeri tekan d. untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan disisi seberang tubuh pasien, dan letakkan tangan kiri anda dibawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan. -

ekstremitas

Refleks patologis ¬ Babinsky Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya ¬ Chadock

33

Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti babinsky ¬ Oppenheim Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal. Respon : seperti babinsky ¬ Gordon Cara : penekanan betis secara keras. Respon : seperti babinsky ¬ Schaefer Cara : memencet tendon achilles secara keras Respon : seperti babinsky ¬ Gonda Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4 Respon : seperti babinsky ¬ Stransky Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5 Respon : seperti babinsky ¬ Rossolimo Cara : pengetukan pada telapak kaki Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal ¬ Mendel-Beckhterew Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum Respon : seperti rossolimo ¬ Hoffman Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi ¬ Trommer Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien Respon : seperti hoffman ¬ Leri Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan

34

dengan bgian ventral menghadap ke atas Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku ¬ Mayer Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari

5. Masalah 5 a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium? Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb : 12 g%; WBC : 17.000/mm3. Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl. Jawab :

Darah rutin : 1.

Hb = 12 g% (NORMAL)

Laki-laki = 13,5- 17,5 g% Wanita = 12- 15 g% 2.

WBC= 17.000 /mm3 (ABNORMAL, leukositosis)

Nilai normal : 5.000-10.000/mm3 Mekanisme terjadi peningkatan akibat adanya infeksi yang menyerang kelenjar tiroid sehingga kadar leukosit dalam darah meningkat sebagai mekanisme pertahanan terhadap infeksi . Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Tes fungsi tiroid : 1. Tiroksin (t4) = 7,77 mg/dl (Abnormal, T4 bebas ) Nilai normal dewasa : T4 Bebas = 1,0-2,3 ng/dl T4

= 4,5-11,5 mikrogram/dl

2. TSH = 0,001 mU/L (abnormal, TSH ) Nilai normal Dewasa : 0,35-5,5 mU/L

35

6. Masalah 6 a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis kasus ini? 1. Pada anamnesis didapatkan riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. 2. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5 derajat celcius. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41derajat celcius dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. 3. Kecurigaan akan terjadi krisis thyroid apabila terdapat triad gejala, yaitu menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipetermi. Apabila terdapat triad diatas, maka kita dapat meneruskan dengan skor indeks klinis krisis thyroid dari burch-wartosky 4. Kriteria Burch-Wartofsky yang didasarkan pada disfungsi regulasi suhu, gangguan sistem saraf perifer, disfungsi gastrointestinal-hepar, disfungsi kardiovaskular dengan ditemukannya takikardi, gagal jantung, fibrilasi atrium, dan riwayat pencetus. Riwayat pencetus meliputi persiapan operasi dengan antitiroid inadekuat, infeksi pada tirotoksikosis,

36

penghentian obat antitiroid, trauma, post terapi radioaktif pada tirotoksikosis berat, dan hipoglikemi. Bila didaptkan jumlah dari semuanya lebih atau sama dengan 45 berarti penderita sangat mungkin mengalam krisis tiroid, bila 25-44 ancaman krisis tiroid, dan kurang dari 25 mengindikasikan bukan krisis tiroid. b. Bagaimana diagnosis pada kasus ini? Nn. Ss mengalami krisis tiroid sebagai komplikasi akut dan darurat dari hipertiroidisme akibat adanya infeksi sebagai faktor pencetus. c.

Bagaimana diagnosis banding kasus ini?

DIAGNOSIS BANDING • Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastasisi karsinoma tiroid fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium, ( fenomena Jod Basedow ) • Tirotoksikosis tanpa tiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone,radiasi, infark adenoma )asupan hormon tiroid berlebihan (tiritoksikosis factitia ) • Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang emnsekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. mengarah pada adanya miopati b erat yang harus dibedakan dari kelainan neurologis primer. Paralisis periodik tirotoksis biasanya terjadi pada pria Oriental dan datang dengan serangan mendadak paralisis flasid dan hipokalemia. Paralisis membaik sendirinya dan dapat d icegah dengan tambahan K+ dan penghambat beta-adrenergik. Penyakit ini di obati dengan terapi tirotoksik osis yang tepat. Pasien dengan penyakit jantung tiroid muncul terutama dengan gejala keterlibatan jantung --khususnya fibrilasi atrial ref rakter yang tidak peka terhadap digoksin--

37

atau gagal jantung dengan cura h yang tinggi. Kira -kira 50% pasien ini tidak terbukti ada penyakit jantung yang mendasari, dan masalah jantung disembuhkan dengan terapi tirotoksikosis. Pasien-pasien tua akan datang dengan penurunan berat badan, goiter kecil, fibrilasi atrial lambat, dan depresi berat, dan tidak ada gambaran klinis adanya peningk atan reaktivitas katekolamin. Pasien flasid ini menderita "hipertiroidisme apatetik". Akhirnya, beberapa wanita muda mengalami amenorea dan infertilitas sebagai gejala-gejala primer. Pada semua contohcontoh ini, diagnosis penyakit Graves biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris tersebut di atas. Pada sindroma disebut "hipertiroksemia disalbuminenik familial" , protein abnormal seperti albumin ada pada s erum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal ini berakibat peningkatan T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4 bebas, dan TSH normal. Hal yang penting ialah membedakan keadaa n eutiroid dengan hipertiroidisme. Di samping tidak adanya gambaran kli nis hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSH normal akan menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis Banding Penyakit Graves kadang-kadang terdapat dalam bentuk t idak biasa atau atipis, di mana diagnosisnya b isa tidak begitu jelas. Atrofi otot yang menonjol d. Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus ini? Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan 38

prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.1 Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.3 Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis. Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak 39

meningkat. Pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis. Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika

kelenjar

dimanipulasi

selama

operasi,

selama

palpasi

saat

pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin e. Bagaimana kompikasi penyakit pada kasus ini? Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan 40

untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik. f. Bagaimana prognosis penyakit pada kasus ini? Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.  Dari gejala krisis tiroid yang timbul belum terlalu fatal, kesadaran delirium, dan suhu 39 C, belum terjadi hiperpireksia (>41 C)  Pada skenario ini, prognosis nya baik jika ditangani dengan cepat dengan tata laksana yang tepat, yakni dengan mengoreksi hipertiroidisme dan mengobati infeksi sebagai faktor pencetus. g. Bagaimana tatalaksana penyakit pada kasus ini? 1. Konservatif Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut : •

Thioamide



Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari



Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari



Potassium Iodide



Sodium Ipodate



Anion Inhibitor

Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol Surgical 1. Radioaktif iodine.

41

Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif 2. Tiroidektomi. Tindakan

Pembedahan

ini

untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar Penatalakasanaan Krisis Tiroid a. Koreksi Hipertiroidisme 1. Menghambat Sintesis Hormon Tiroid Obat

yang

dipilih

adalah

metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100 mg 2. Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes setiap 6 jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi empat. 3. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid. 4. Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung. Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak berhasil. Terapi Definitif. 1. Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total). 2. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis Terapi Suportif •

Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena



Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen



Multivitamin, terutama vitamin B



Obat aritmia, gagal jantung kongestif



Lakukan pantauan invasif bila diperlukan – Suplemen Oksigen



Obati hipertermia (asetaminofen, kompres dingin).



Glukokortikoid (hidrokortison 100 mg setiap 8 jam atau deksametason 2 mg setiap 6 jam)



Sedasi jika perlu Obat Antiadrenergik

42

Yang tergolong obat ini adalah: penyekat B, reserpin, dan guanetidin. Reserpin dan guanetidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan penyekat B. Penyekat B yang paling banyak dipakai adalah propanolol. Dosis propanolol adalah 20-40 mg po atau 1-5 mg iv setiap 6 jam, bila diperlukan dapat dinaikkan sampai 240-480 mg/ hari/po. Pada penderita dengan kontraindikasi terhadap penyekat B, dapat diberikan guanetidin dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dosis terbagi atau reserpin 2.5-5 mg setiap 46 jam Terapi Untuk Faktor Pencetus Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto dada.Walaupun telah dilakukan pengenalan dan pengobatan dini hipertiroidisme, krisis tiroid masih merupakan kegawatan medik yang dapat mengancam jiwa. Pengenalan segera dan pengobatan agresif dengan pendekatan menyeluruh akan membantu memperbaiki dekompensasi hemeostasis yang merupakan masalah besar pada krisis tiroid. Diperlukan penelitian lanjutan untuk memahami kerja hormon tiroid pada tingkat sel, yang mungkin menambah modalitas pengobatan yang lebih efektif di masa mendatang.

Selain pengobatan medikamentosa: 1) Istirahat. Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balik di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit. 2) Diet. Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif. h. Bagaimana pencegahan penyakit pada kasus ini? Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI (radioactive iodine) untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek

43

dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua i. Bagaimana KDU pada kasus ini? 3A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

V.

HIPOTESIS

Nn. SS, 22 tahun mengalami krisis tiroid sebagai komplikasio gawat dan hipertiroid et causa infeksi

VI.

KETERKAITAN ANTARMASALAH Hipertiroid

Infeksi

Krisis Tiroid

44

VII. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

LEARNING ISSUE

Anatomi tiroid Histologi tiroid Fisiologi tiroid Hipertiroid Krisis tiroid Patologi anatomi tiroid (hipertiroid) – makroskpis dan mikroskopis

VIII. SINTESIS 1. Anatomi tiroid ANATOMI & TOPOGRAFI KELENJAR THYROID Kata “thyroid” berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan trachea. Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6.

45

Gambar 1. Kelenjar thyroid (tampak depan) Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.

I. LOBUS LATERALIS Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu : 1. Apex 2. Basis 3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir

1. APEX •

Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea

46

• Terletak antara M.Constrictor M.Sternothyroideus (di lateral) •

inferior

(di

medial)

dan

Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.

• Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)→Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke apex.

Gambar 2. Topografi kelenjar thyroid (tampak depan) 2. BASIS •

Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.

• Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut. →Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari kelenjar.

3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL(4) Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar : 1. M. Sternothyroideus 2. M. Sternohyoideus 3. M. Omohyoideus venter superior 4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus

47

B. FACIES POSTEROMEDIAL(4) Bagian ini berhubungan dengan : - 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi oesophagus. - 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus. - 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.

C. FACIES POSTEROLATERAL(4) Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral). D. MARGO ANTERIOR Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior. E. MARGO POSTERIOR Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya. Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent. Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3 kemungkinan letaknya : - Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A. Thyroidea inferior. - Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior - Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus recurrent.

48

Gambar 3. Topografi kelenjar thyroid (tampak belakang) II. ISTHMUS Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical ± 1,25 cm. Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) : - Kulit dan fascia superficialis - V. Jugularis anterior - Lamina superficialis fascia cervicalis profunda - Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus. Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima. III. LOBUS PYRAMIDALIS •

Kadang-kadang dapat ditemui.

49



Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.



Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama levator glandula thyroidea.

CAPSULE KELENJAR THYROIDEA 1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda. 2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.

Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea, pembuluh darah.vena yang luas dan banyak.

VASCULARISASI 1. Sistem Arteri • A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule. • A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar. • A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus. • A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.

2. Sistem Vena • V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis) • V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V. Brachiocephalica sin.

50

• V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis int.

Gambar 4. Vascularisasi kelenjar thyroid (tampak depan)

3. Aliran Lymphatic •

Ascending Lymphatic o Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane cricothyroidea o Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.



Descending Lymphatic o Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea o Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.

PENERAPAN KLINIS

51

1. Selama operasi pengangkatan kelenjar thyroid (thyroidectomy) : •

Arteri thyroidea superior diligasi dekat dengan kelenjar untuk mencegah cedera N. Laryngeus externa yang berjalan bersama-sama denagn arteri tersebut.



Arteri thyroidea inferior diligasi jauh dari kelenjar untuk menghindari cedera N. Laryngeus recurrent yang berdekatan letaknya. bila dekat dengan kelenjar. Syaraf ini berjalan di depan/ belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut.



Ligasi juga dilakukan pada pembuluh darah yang terletak di antara kedua lapisan capsul untuk mencegah perdarahan massif.



Saat pengangkatan kelenjar lig. Suspensorium Berry harus dipotong agar kelenjar dapat dimobilisasi dengan mudah.

Gambar 5 Topografi kelenjar thyroid (tampak samping)

2. Kelenjar thyroid bergerak saat menelan, hal ini dikarenakan adanya false capsule (yang berasal dari lamina pretracheal) yang membentuk lig. Suspensorium Berry menambatkan kelenjar ini ke cartilage cricoid. Informasi ini penting untuk menunjukkan terdapatnya pembengkakan pada kelenjar thyroid bila pada proses menelan massa turut bergerak. 3. Pertumbuhan kelenjar thyroid condong kearah belakang sehingga dapat menyebabkan penekanan pada trachea. 4. Selama operasi thyroidectomy partial sebaiknya bagian posterior kelenjar tidak diangkat untuk menghindari terangkatnya kel. Parathyroid

52

5. Selama pembesaran thyroid bisa terjadi gangguan pada jantung. Secara anatomi lamina pretracheal yang membentuk outer false capsule bersambung dengan pericardium fibrosa. Sehingga jika terjadi pembesaran kelenjar lamina pretracheal akan teregang/ tertarik yang berakibat tertariknya pericardium fibrosa.

2. Histologi tiroid Struktur histologi kelenjar tiroid terdiri dari lobus-lobus, masing-masing lobus mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus tersusun oleh 30 – 40 sel folikel (thyrocyte) dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa. Folikel adalah unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel terdiri dari sebuah lapisan sel-sel folikular epitel tunggal, yang membungkus suatu rongga sentral. Epitel folikuler akan berbentuk kolumnar jika distimulasi TSH dan berbentuk kuboid jika kelenjar tidak aktif.2,3,9 Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang disekresikan ke dalam lumen folikel, Tg merupakan protein yang berukuran 660 kDa, yang disintesis di dalam ribosom, mengalami glikosilasi di dalam retikulum endoplasmik dan ditranslokasi pada apparatus golgi. Tg mengandung sekitar 70 asam amino tirosin yang merupakan komponen utama dalam dalam pembentukan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) ketika bersenyawa dengan yodium. Berbentuk kupu-kupu dan terletak di servikal tepatnya di anterior laring. Kelenjar ini berasal dari endoderm usus depan berdekatan dengan bakal lidah. Lobus lateral kanan dan kiri dihubungkan oleh isthmus yang terletak di anterior trakea. Terkadang, lobus piramidalis yang berukuran kecil dapat menonjol ke atas dari isthmus. Berat normal tiroid adalah 30 g dan kaya vaskularisasi dengan suplai darah 80-120 ml per menit. Hormon yang dihasilkan adalah tirosin (T4) dan triiodotironin (T3) yang berperan penting dalam pertumbuhan, diferensiasi sel, kontrol laju

53

metabolisme basal, dan konsumsi oksigen. Selain itu, hormon ini berperan pula dalam metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein.

Gambaran Histologis Kelenjar Tiroid Secara mikroskopik, parenkim tiroid disusun oleh struktur epithelial berbentuk lingkaran yang disebut folikel tiroid. Setiap folikel berisi koloid yang terdiri dari glikoprotein tiroglobulin, prekursor untuk hormon yang aktif. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya kelenjar dengan simpanan terbanyak. Pada manusia, simpanan tersebut cukup untuk digunakan lebih dari tiga bulan tanpa adanya sintesis yang baru. Bentuk sel folikular yang gepeng dan lumen penuh berisi koloid menandakan bahwa kelenjar inaktif. Sebaliknya, jika sel folikular berbentuk kuboid dan lumen kosong maka kelenjar aktif. Selain itu, sel folikular memiliki inti yang bulat dengan daerah basal yang kaya dengan retikulum endoplasma kasar dan apikal (yang menghadap ke lumen), terdapat kompleks Golgi dan granul sekretorik berisi koloid. Selain sel folikular, terdapat sel parafolikular yang berasal dari krista neuralis yang berukuran lebih besar dan terpulas lebih pucat. Disamping itu, sel ini lebih sedikit mengandung retikulum endoplasmik kasar dan granul hormon polipeptida. Sel tipe ini menghasilkan kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas.

3. Fisiologi tiroid 54

Kelenjar endokrin tiroid terdapat di bawah laring pada kedua sisi, tepatnya pada sisi anterior trakea. Salah satu kelenjar endokrin terbesar ini memiliki berat 15 hingga 20 gram. Kelenjar ini mensekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), keduanya dapat meningkatkan metabolisme tubuh. Tidak hanya itu, terdapat juga hormon kalsitonin yang disekresi kelenjar ini. Hormon tersebut berfungsi dalam metabolisme kalsium. Keseluruhan sekresi hormonhormon di atas diatur oleh sekresi hormon perangsang-tiroid (thyroid stimulating hormon, TSH) yang dihasilkan kelenjar hipofisis anterior. Hormon-hormon tersebut di atas diproduksi di dalam folikel-folikel kelenjar tiroid. Satu folikel memiliki diameter diantara 100 hingga 300 mikrometer. Folikel tersebut dilapisi oleh sel-sel epitel kuboid (gepeng ketika inaktif) yang dinamai sel folikular. Sel folikular mengeluarkan hormon yang dihasilkannya ke bagian dalam folikel yang juga diisi cairan koloid. Koloid terdiri atas glikoprotein tiroglobulin besar, di dalam molekul-molekulnya mengandung hormon tiroid. Proses Pembentukan Hormon Kelenjar Tiroid Bahan Baku Yodium Untuk membuat tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida. Setelah ditelan per oral, iodida akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam darah. Seperlima dari iodida yang beredar di darah akan digunakan oleh kelenjar tiroid sebagai bahan baku. Pompa Iodida (Trapping) Tahap pertama pembuatan hormon tiroid dimulai disini, yakni pengangkutan iodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Iodida akan dipompakan secara aktif oleh membran basal sel tiroid, kemampuan ini disebut iodide trapping. Pada keadaan normal, kelenjar tiroid (pompa iodida) dapat memekatkan iodida 30 kali dari konsentrasinya di dalam darah. Jika pompa menjadi sangat aktif, tingkat kepekatan dapat meningkat menjadi 250 kali lipat. Faktor-faktor yang berperan pada kecepatan trapping antara lain TSH (menaikkan kerja) dan hipofisektomi (mengurangi aktivitas pompa iodida).

55

Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan Triiodotironin Sekresi Tiroglobulin. Retikulum endoplasma dan aparatus Golgi mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin, dengan berat molekul 335.000, ke dalam folikel. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk membentuk hormon tiroid. Hormon tiroksin dan triiodotironin dibentuk dari asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari molekul tiroglobulin selama sintesis hormon tiroid. Oksidasi Ion Iodida. Awalnya, ion yodium berbentuk nascent iodine (Io) atau I3-. Bentuk ion ini harus dioksidasi agar bisa berikatan dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium tersebut ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hidrogen peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal membran sel atau melekat pada membran sel, sehinga menempatkan yodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari alat golgi dan melalui membran sel masuk ke dalam tempat penyimpanan koloid kelenjar tiroid. Iodinasi Tirosin, ‘Organifikasi’ Tiroglobulin. Pengikatan iodium dengan molekul tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Iodium yang sudah teroksidasi akan berikatan langsung, meskipun sangat lambat, dengan asam amino tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, iodium yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim iodinase yang menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik hingga menit. Dengan kecepatan yang sama dengan pelpasan tiroglobulin dari aparatus Golgi, iodium akan berikatan dengan seperenam bagian dari asam amino tirosin yang ada pada molekul tiroglobulin. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya menadi diiodotirosin. Selama beberapa hari berikutnya, makin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling) satu sama lainnya. Reaksi ini disebut coupling reaction. Hasil penggabungan satu molekul monoiodotirosin dengan satu molekul diiodotirosin membentuk 3,5,3’-Triiodotironin (T3). Sementara, jika dua

56

diiodotirosin bergabung, terbentuklah Tiroksin (T4). 93% dari hormon tiroid yang diproduksi adalah tiroksin, 7% lainnya adalah triiodotironin. Namun, di jaringan, tiroksin akan dideionisasi menjadi triiodotironin, yakni hormon tiroid utama yang dipakai jaringan (35 mikrogram digunakan per harinya). Kira-kira hanya ¼ dari total hasil iodinasi tiroglobulin yang menjadi tiroksin dan triiodotironin, selebihnya tetap menjadi diiodotirosin dan monoiodotirosin. Penyimpanan Tiroglobulin. Sesudah hormon tiroid disintesis, setiap molekul tiroglobulin mengandung 30 molekul tiroksin, dan rata-rata terdapat sedikit molekul triiodotironin. Hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tubuh 2 hingga 3 bulan ke depan.

Proses Sintesis Hormon Tiroid Pelepasan Tiroksin dan Triiodotironin Tiroksin dan triiodotironin harus dipecah terlebih dahulu dari molekul tiroglobulin sebelum diedarkan ke sistem sirkulasi tubuh. Awalnya, permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil koloid, sehingga terbentuk vesikel pinositik. Vesikel ini masuk ke dalam apeks sel tiroid, kemudian 57

bergabung dengan lisosom sel untuk mendigestikan molekul-molekul tiroglobulin menggunakan enzim protease. Protease tersebut akan melepaskan tiroksin dan triiodotironin menjadi bentuk bebas. Selanutnya, kedua hormon tersebut berdifusi melalui bagian basal sel-sel tiroid ke pembuluh kapiler di sekelilingnya. Diiodotirosin dan monoiodotirosin yang masih terikat pada molekul tiroglobulin tetap didigesti dengan enzim deiodinase, sehingga iodin yang menempel pada mereka dilepaskan ke sel. Iodin yang dilepaskan ini menjadi bahan baku tambahan bagi sel untuk membuat hormon baru. Pengangkutan ke Jaringan Protein Plasma. 99% hormon tiroid berikatan dengan protein plasma yang disintesis hati. Hormon-hormon tersebut terutama berikatan dengan globulin pengikat-tiroksin (TBG), namun ada juga yang berikatan dengan albumin serta prealbumin pengikat-tiroksin (TBP). Jaringan. Protein plasma memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap hormon tiroid. Akibatnya, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat dilepas ke jaringan. Setiap enam hari, setengah dari jumlah tiroksin di darah dilepaskan ke jaringan, sementara triiodotironin cukup dalam 1 hari saja. Sewaktu memasuki sel, hormon tiroid berikatan dengan protein intrasel, tiroksin sekali lagi berikatan lebih kuat daripada triiodotironin. Hormon-hormon di atas memiliki onset yang lambat dan masa kerja yang lama. Setelah penyuntikan dosis besar tiroksin, misalnya, efek metabolisme belum muncul dalam 2-3 hari pertama. Namun, ketika tiroksin sudah beraktivitas, akan terjadi progresivitas yang sangat tinggi, dan mencapai puncak hingga 10-12 hari. Aktivitas hormon kemudian akan menurun setelah 15 hari, namun tetap bertahan selama kira-kira 1,5-2 bulan. Triiodotironin lebih cepat berespon dibanding tirosin, dengan periode laten 6-12 jam pertama penyuntikan. Aktivitas selular maksimum akan didapatkan pada 2-3 hari. Periode laten ini terjadi akibat ikatan yang kuat antara hormon dengan protein intrasel.

58

Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid Transkripsi Gen. Hormon tiroid merangsang transkripsi inti sejumlah gen, sehingga akan terjadi sintesis protein yang berpengaruh terhadap aktivitas fungsional tubuh. Namun, sebelum bekerja pada gen, kebanyakan tiroksin dikonversi terlebih dahulu menjadi triiodotironin. Reseptor hormon tiroid intrasel mempunyai afinitas yang tinggi terhadap triiodotironin, sehingga lebih dari 90% molekul hormon tiroid yang akan berikatan dengan reseptor adaah triiodotironin. Aktivasi Reseptor Inti Sel. Reseptor hormon tiroid melekat pada DNA. Reseptor ini biasanya membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X (RXR) atau elemen respons hormon tiroid yang spesifik pada DNA. Hal ini akan menyebabkan peningkatan atau penurunan transkripsi gen yang menimbulkan pembentukan

protein.

Sintesis

protein

tersebut

dapat

berpengaruh

ke

pertumbuhan, perkembangan SSP, kardiovaskular (meningkatnya curah jantung, aliran darah, frekuensi, kekuatan jantung, irama pernapasan), atau peningkatan metabolisme (meningkatnya kerja mitokondria, pompa Na+-K+-ATPase, konsumsi oksigen, glukoneogenesis, glikogenolisis, lipolisis, sintesis protein, dan laju metabolisme basal). Fungsi Pertumbuhan dan Metabolik. Hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolisme setinggi 60-100% di atas nilai normal, jika diproduksi dalam jumlah banyak. Kecepatan penggunaan makanan sebagai energi juga sangat meningkat. Dalam metabolisme protein, selain meningkatkan sintesis, kecepatan katabolisme juga dipercepat. Selain itu, hormon ini juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuha, eksitasi proses mental, bahkan aktivitas kelenjar endokrin lain. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid TSH. TSH dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid. Efeknya antara lain meningkatkan proteolisis tiroglobulin, meningkatkan aktivitas pompa yodium, meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan aktivitas sekretorik selsel tiroid, serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid. Namun, efek awal yang paling penting adalah proteolisis tiroglobulin, sehingga, dengan dilepaskannya TSH,

59

akan dilepaskan pula tiroksin dan triiodotironin ke aliran darah. Efek ini perlu waktu berjam-jam hingga berhari-hari. Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP). cAMP berfungsi sebagai caraka kedua dalam efek perangsangan TSH. Efek dari sistem cAMP ini adalah bervariasinya respons sel-sel tiroid yang ditangsang TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TSH dengan reseptor spesifik TSH di basal membran sel. Ikatan ini mengaktifkan adenilil siklase yang meningkatkan pembentukan cAMP. Molekul tersebut kemudian mengaktifkan protein kinase yang digunakan untuk fosforilasi di seluruh sel. Pengaturan Sekresi TSH. Sekresi TSH diatur oleh hipotalamus, yaitu sekresi neurohormon TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone). TRH adalah amida tripeptida yang mempengaruhi kelenjar hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH. Harus ada aliran darah porta yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis, jika tidak, TRH tidak bisa sampai ke hipofisis untuk merangsang pengeluaran TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TRH di dalam membran hipofisis. Ikatan ini mengaktifkan sistem caraka kedua fosfolipase di hipofisis, sehingga terbentuk fosfolipase C, diikuti dengan produksi caraka kedua lain seperti ion kalsium dan diasil gliserol. Efek Umpan Balik. Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan sekresi tiroid meningkat hingga 1,75 kali normal, kecepatan TSH dapat menurun hingga nol. Meskipun hipofisis anterior dipisahkan dari hipotalamus, efek umpan balik negatif tetap bekerja. Sehingga, selain berpengaruh terhadap sekresi TRH pada hipotalamus, efek umpan balik negatif juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior.

4. Krisis tiroid Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien hipertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan

60

beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%. Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terusmenerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya. a) Defenisi Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hipermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang disertai dengan hipotensi.4Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. b) Etiologi Krisis tiroid merupakan keadaan hipertiroidisme yang ekstrim, dan biasanya terjadi pada individu dengan hipertiroidisme yang tidak diobati. Faktor pencetus lain termasuk:  Trauma dan tekanan  Infeksi, terutama infeksi paru-paru  Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid  Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme  Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi  Pengobatan dengan radioaktif yodium  Kehamilan  Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung c) Epidemiologi  Frekuensi Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis 61

mempengaruhi sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak frekuensinya kurang dari 5% dari semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves merupakan penyebab umum terjadinya tirotoksikosis pada anak-anak. Dan dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak dan remaja. Sekitar 1-2% neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita tirotoksikosis.  Tingkat mortalitas dan morbiditas Krisis tiroid bersifat akut, merupakan kegawatdaruratan dan mengancam jiwa. Angka mortalitas pada dewasa sangat tinggi (90%) jika diagnosa dini tidak ditegakkan atau pada pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol tirotoksikosis yang baik, dan pengelolaan krisis tiroid yang tepat, tingkat mortalitas pada dewasa berkurang hingga 20%.  Jenis kelamin Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik mengenai insiden jenis kelamin tersebut.  Usia Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada anak-anak berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya terjadi pada decade ke tiga dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak, tirotoksikosis lebih mungkin terjadi pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi pada kelompok usia ini. Meskipun krisis tiroid dapat terjadi di segala usia. d) Patofisiologi Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroidstimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.4 Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian.6 e) Gambaran Klinis dan Kriteria Diagnosis

62

Tidak ada kriteria diagnosis yang absolute. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit (tanda-tanda tiroksikosis yang berat : berdebar-debar, keringat berlebihan, berat badan turun drastis, diare, sesak nafas, gangguan kesadaran).7 Pada anamnesis biasanyapenderita akan mengeluh adanya kehilangan berat badan sebesar 15% dari berat badan sebelumnya, nyeri dada, menstruasi yang tidak teratur pada wanita, sesak nafas, mudah lelah,banyak berkeringat, gelisah dan emosi yang tidak stabil.4 dapat juga menimbulkan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut. 6 Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter..6 Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triad 1:  Menghebatnya tanda tirotoksikosis  Kesadaran menurun  Hipertermia Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari BurchWartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok, yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf1 KRITERIA DIAGNOSIS UNTUK KRISIS TIROID Disfungsi pengaturan panas (suhu)  99-99.0 5  100-100.9 10  101-101.9 15  102-102.9 20  103-103.9 25  > 104.0 30

63

Efek pada susunan saraf pusat  Tidak ada 0  Ringan (agitasi) 10  Sedang (delirium, psikosis, letargi berat) 20  Berat (koma, kejang) 30 Disfungsi gastrointestinal-hepar  Tidak ada 0  Ringan (diare, nausea/muntah/nyeri perut) 10  Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas) 20 Disfungsi kardiovaskular (takikardi)  99-109 5  110-119 10  120-129 15  130-139 20  > 140 25 Gagal jantung  Tidak ada 0  Ringan (edema kaki) 5  Sedang (ronki basal) 10  Berat (edema paru) 15 Fibrilasi atrium  Tidak ada 0  Ada 10 Riwayat pencetus  Ada 0  Tidak ada 10 Ket: pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi. > 45 Highly Suggestive (sangat mungkin krisis tiroid) 25-44 Suggestive of Impending Storm (ancaman krisis tiroid) < 25 kemungkinan kecil Gambaran Laboratorium Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup7 :  T3 dan FT4 meningkat

64

 TSH rendah Bisa ditemukan anemia normositik normokrom dengan limfositosis relative  Hiperglikemia sering ditemukan  Enzim transaminase hati meningkat  Azotemia prarenal akibat gagal jantung dan dehidrasi g) Penatalaksanaan Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika dicurigai terjadinya krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care Unit untuk mempermudah pemantauan tanda vital, untuk pemasangan monitoring invasive, pemberian obat-obat inotropik jika diperlukan.6 Penatalaksanaan krisis tiroid 1,7 :  Perawatan suportif A  tasi factor pencetus segera K  oreksi gangguan cairan dan elektrolit K  ompres atau pemberian antipiretik, asetaminofen lebih dipilih A  tasi gagal jantung dengan oksigen, diuretik, dan digitalis.  Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat, dengan cara: a. Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (loading dose 600-1000mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg. atau dengan metimazol dosis 20 mg tiap 4 jam bisa tanpa atau dengan dosis inisial 60100mg. b. Memblok keluarnya cikal bakal hormone dengan solusio lugol ( 10 tetes tiap 68 jam) atau SSKI ( Larutan Iodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam), diberikan 2 jam setelah pemberian PTU. Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai c. Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol, ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid. propanolol dapat digunakan, sebab disamping mengurangi takikardi juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pemberian propanolol 60-80mg tiap 6 jam per oral atau 1-3 mg IV. Pemberian hidrokortison dosis stress (100mg tiap 8 jam atau deksametason 2mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannnya adalah karena defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4  Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin ( aspirin akan melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free hormone meningkat)

65

 Mengobati factor pencetus (misalnya infeksi) dengan pemberian antibiotic bila diperlukan.  Respon pasien (klinis dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada yang berlanjut hingga seminggu. Tujuan dari terapi medis yang diberikan adalah untuk memblokade efek perifer, inhibisis sintesis hormone, blokade pelepasan hormone, dan pencegahan konversi T4 menjadi T3. Pemulihan keadaan klinis menjadi eutiroid dapat berlangsung hingga 8 minggu. Beta bloker mengurangi hiperaktivitas simpatetik dan mengurangi konversi perifer T4 menjadi T3.Guanetidin dan Reserpin juga dapat digunakan untuk memblokade simpatetik jika adanya kontraindikasi atau toleransi terhadap beta bloker. Iodide dan lithium bekerja memblokade pelepasan hormone tiroid. Thionamid mencegah sintesis baru hormone tiroid. 4 h) Komplikasi Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. i) Prognosis Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.4 j) Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).

5. Patologi anatomi tiroid (hipertiroid) – makroskpis dan mikroskopis Penyakit Graves 66

Pada kasus penyakit Graves yang tipikal, kelenjar tiroid membesar secara difus akibat adanya hipertrofi dan hiperplasia difus sel epitel folikel tiroid. kelenjar biasanya lunak dan licin, dan kapsulnya utuh. Secara mikroskopis, sel epitel folikel pada kasus yang tidak diobati tampak tinggi dan kolumnar serta lebih ramai daripada biasa. Meningkatnya jumlah inii menyebabkan terbentuknya papila kecil, yang menonjol ke dalam lumen folikular. Papila ini tidak memilik inti fibrovaskular, berbeda dangan yang ditemukan pada karsinoma papilar. Koloid di dalam lumen folikel tampak pucat, dengan tepi berlekuk-lekuk. Infiltrat limfoid, terutama terdiri atas sel T dengan sedikit sel B dan sel plasma matang, terdapat di seluruh interstitium; pusat germinativum sering ditemukan. Terapi praoperasi mengubah morfologi tiroid pada penyakit Graves. Kelainan di jaringan ekstratiroid adalah hiperplasia limfoid generalisata. Pada pasien dengan oftalmopati, jaringan orbita tampak edematosa akibat adanya glikosaminoglikan hidrofilik. Selain itu, terjadi infiltrasi oleh limfosit, terutama sel T. Otot orbita mengalami edema pada awalnya tetapi kemudian mengalami fibrosis pada perjalanan penyakit tahap lanjut. Dermopati, jika ada, ditandai dengan menebalnya dermis akibat pengendapan glikosaminoglikan dan infiltrasi limfosit. Gondok Nontoksik Difus dan Gondok Multinodular Patogenesis gondok adalah hipertrofi dan hiperplasia sel folikel tiroid akibat meningkatnya kadar TSH. Pada sebagian besar kasus, perubahan tersebut pada awalnya menyebabkan pembesaran difus simetrik kelenjar (gondok nomtoksik difus). Folikel dilapisi oleh sel kolumnar yang berdesakan, yang mungkin bertumpuk-tumpuk dan membentuk tonjolan serupa dengan yang ditemukan pada penyakit Graves. Jika kemudian yodium dalam makanan ditingkatkan, atau jika kebutuhan hormon tiroid berkurang, epitel folikel yang terakumulasi tersebut akan mengalami involusi membentuk kelenjar besar yang kaya koloid (gondok koloid). Permukaan potongan dari tiroid pada kasus seperti ini biasanya tampak cokelat sedikit berkilap dan translusen. Secara mikroskopis, epitel folikel mungkin hiperplastik pada tahap awal penyakit atau menggepeng dan kubodial pada masa involusi. Koloid banyak ditemukan pada tahap lanjut. Seiring dengan waktu, episode stimulasi dan involusi yang berulang menyebabkan pembesaran tiroid yang iregular dan disebut gondok nodular atau multinodular. Dasar pembentukan nodul ini masih belum jelas. Hal ini mungkin berkaitan dengan kemampuan diferensial sel epitel tiroid normal untuk membelah diri sebagai respons terhadap TSH. Mungkin cariasi potensi pertumbuhan sel ini dapat menyebabkan terbentuknya nodul jika terjadi pajanan TSH kadar tinggi yang siklis dan berkepanjangan. Pada gondok multinodular, kelenjar memiliki banyak lobus, asimetrik, dan membesar yang mungkin mencapai ukuran masif. Pada permukaan potongan, tampak nodul iregular yang mengandung koloid gelatinosa cokelat dalam jumlah bervariasi. Perubahan regresif cukup sering ditemukan, terutama pada lesi lama, dan berupa fibrosis, perdarahan, kalsifikasi, dan pembentukan kista. Gambaran mikroskopik adalah folikel kaya koloid yang dilapisi oleh epitel gepeng inaktif dan daerah hipertrofi dan hiperplasia epitel folikel, disertai oleh perubahan regresif seperti telah disebutkan. Tiroiditis Limfositik Kronis (Hashimoto)

67

Secara makroskopis, tiroid biasanya membesar secara difus dan simetris, meskipun pada sebagian kasus terjadi pembesaran lokal. Kapsul utuh, dan kelenjar biasanya terpisah jelas dari struktur di sekitarnya. Permukaan potongan tampak pucat, abu-abu kecoklatan, padat, dan agak rapuh. Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan infiltrasi luas parenkim oleh infiltrat peradangan mononukleus yang mengandung limfosit kecil, sel plasma, dan sentrum germinativum. Folikel tiroid atrofik pada banyak tempat dilapisi oleh sel epitel dengan sitoplasma, eosinofilik, dan granular yang banyak dan disebut sel Hṻrtle atau sel oksifil. Ini adalah respons metaplastik epitel folikel kuboid yang pendek terhadap cedera yang terus menerus; secara ultrastruktur, sel Hṻrtle ditandai dengan banyaknya mitokondria intrasitoplasma. Jaringan ikat interstitium meningkat dan bertambah jumlahnya. Fibrosis tidak meluas melewati kapsul kelenjar. Walaupun jarang, tiroid mungkin mengecil dan atrofik akibat fibrosis yang luas. Tiroiditis Granulomatosa Subakut (de Quervain) Kelenjar padat, dengan kapsul utuh, dan mungkin membesar secara unilateral atau bilateral. Secara histologis, folikel tiroid tampak mengalami kerusakan, disertai ekstravasasi koloid yang memicu infiltrat polimorfonukleus, yang seiring dengan waktu diganti oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag. Koloid yang keluar tersebut memicu reaksi granulomatosa disertai banyak sel raksasa, yang sebagian mengandung fragmen koloid. Penyembuhan terjadi dengan meredanya peradangan dan fibrosis. Adenomma Tiroid Adenoma tiroid yang tipikal adalah lesi sferis soliter yang menekan tiroid nonneoplastik didekatnya. Tumor dibatasi dari parenkim tiroid disekelilingnya oleh kapsul sempurna, suatu gambaran yang biasanya tidak ditemukan pada nodulhiperplastik. Secara mikroskopis, sel pembentuk tersusun dalam folikel seragam yang mengandung koloid. Berdasarkan derajat pembentukan folikel dan kandungan koloid folikel (misal trabekular, mikrofolikular, makrofolikular) dapat dikenali berbagai subtipe histologik. Pembentukan papila bukan merupakan gambaran khas pada adenoma dan, jika ada, seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya karsinoma papilaris berkapsul. Sel neoplastik tampak seragam, dengan batas sel yang jelas. Kadang-kadang sel neoplastik memperlihatkan sitoplasma granular eosinofilik (perubahan sel Hṻrtle atau oksifil); gambaran klinis dan perilaku adenima folikular dengan oksifilia (adenoma sel Hṻrtle) tidak berbeda dengan adenoma konvensional. Serupa degan tumor endokrin lainnya, bahkan adenoma folikular jinak, kadang kadang memperlihatkan pleomorfisme dan atipia nukleus (atipia endokrin); sebaliknya, karsinoma folikular yang berdiferensiasi baik dapat memperlihatkan gambaran sitologik polos yang menyesatkan. Adanya invvasi kapsul dan/atau pembuluh darah merupakan kriteria paling andal untuk membedakan karsinoma folikular dari adenoma. Karsinoma Papilar Tiroid Karsinoma papilar mungkin bermanifestasi sebagai lesi soliter atau multilokus di dalam tiroid. pada beberapa kasus, lesi berbatas tegas dan bahkan berkapsul; pada kasus yang lain, tumor menginfiltrasi parenkim di sekitarnya dengan batas tak jelas. Lesi mungkin mengandung daerah fibrosis dan kalsifikasi serta sering kistik. Pada permukaan potongan, tumor mungkin tampak granular dan kadang-

68

kadang mengandung fokus papilar yang nyata. Diagnosis pasti karsinoma papilar hanya dapat ditegakkan setelah pemeriksaan mikroskopik. Seperti yang sekarang digunakan, diagnosis karsinoma papilar didasarkan pada gambaran nukleus walaupun tidak ditemukan arsitektur papilar. Nukleus sel karsinoma papilaris mengandung kromatin yang tersebar halus sehingga sel tampak jernih secara optis dan diberi nama nukleus “ground-glass” atau “Orphan Annie”. Selain itu, pada potongan melintang invaginasi sitoplasma dapat memberikan gambaran badan inklusi intranukleus (oleh karena itu disebut pseudo-inklusi). Arsitektus papilar terdapat pada banyak kasus meskipun sebagian tumor terutama atau secara eksklusif terdiri atas folikel; varian folikular ini tetap berperilaku biologis sebagai karsinoma papilar jika memiliki gambaran nukleus seperti yang telah dijelaskan. Jika ada, papila pada karsinoma papilar berbeda dengan yang ditemukan pada daerah hiperplasia. Tidak seperti lesi papilar hiperplastik, papila neoplastik memiliki inti fibrovaskular yang padat. Seiring terdapat struktur konsentris terkalsifikasi yang disebut badan psamomma di dalam papila. Fokus penyebaran tumor melalui limf seiring ditemukan, tetapi invasi ke pembuluh darah relatif jarang, terutama pada lesi kecil. Metastasis ke kelenjar getah bening servikalis di dekatnya diperkirakan terjadi pada sekitar separuh kasus. Karsinoma Folikular Tiroid Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltratif atau berbatas tegas. Ada pemeriksaan makroskopik, lesi yang berbatas tegas dengan invasi minimal mungkin sulit dibedakan dengan adenoma folikular. Lesi yang lebih besar mungkin menginfiltrasi jauh melebihi kapsul tiroid ke dalam jaringan lunak leher. Secara mikroskopis, sebagian besar karsinoma folikular terdiri atas sel yang relatif seragam dan membentuk folikel kecil, mirip dengan tiroid normal. Pada kasus yang lain, diferensiasi folikular mungkin tidak terlalu jelas. Serupa dengan adenoma folikular, mungkin ditemukan varian sel Hṻrtle pada karsinoma folikular. Invasi luas ke parenkim tiroid di sekitarnya menyebabkan diagnosis karsinoma mudah pada beberapa kasus lain, invasi mungkin terbatas ke fokus mikrosikopik invasi kapsul dan/atau pembuluh darah. Lesi ini memerlukan pengambilan sampel histologik yang ekstensif sebelum dapat dibedakan dengan adenoma folikular. Karsinoma Medular Tiroid Karsinoma medular dapat timbul sebagai nodul soliter atau lesi multipel yang mengenai kedua lobus tirois. Pada kasus familial, sering ditemukan multisentrisitas. Lesi besar sering mengandung daerah nekrosis dan perdarahan serta dapat meluas menembus kapsul tiroid. secara mikroskopis, karsinoma medular terdiri atas sel berbentuk poligonal hingga gelendong, yang mungkin membentuk sarang-sarang, trabekula, dan bahkan folikel. Pada banyak kasus, endapan amilooid aselular, yang berasal dari molekul kalsitonin yang mengalami perubahan, terdapat pada stroma di sekitarnya dan merupakan gambaran khusus pada tumor ini. Kalsitonin mudah ditemukan, baik di dalam sitoplasma sel tumor maupun di amiloid stroma dengan metode imunohistokimia. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan granula electrondense terbungkus membran dengan jumlah bervariasi di dalam sitoplasma. Salah satu gambaran unik pada karsinoma medular familial adalah adanya hiperplasia sel C multusentrik di sekitar parenkim tiroid, suatu gambaran yang biasanya tidak ditemukan pada tumor sporadik. Meskipun kriteria pasti untuk

69

menentukan apa yang dimaksud dengan hiperplasia masih eerbeda-beda, adanya kelompok sel C yang menonjol tersebar di seluruh parenkim seyogjanya menimbulkan kecurigaan kemungkinan adanya tumor familial, bahkan jika tidak ada riwayat keluarga. Fokus hiperplasia sel C diperkirakan menceerminkan lesi prekursor tempat karsinoma medular berasal. Karsinoma Anaplastik Tiroid Karsinoma anaplastik bermanifestasi sebagai massa besar yang biasanya tumbuh pesat melebihi kapsul besar yang biasanya tumbuh pesat melebihi kapsul tiroid dan maksud ke struktur leher sekitarnya. Secara mikroskopis, neoplasma terdiri atas sel yang sangat anaplastik, memperlihatkan tiga pola morfologik berbeda, sering dalam kombinasi; sel raksasa pleomorfik besar, sel gelondong dengan penampakan sarkomatosa; atau sel dengan gambaran skuamoid samar. Sebagian tumor, yang dahulu diklasifikasikan sebagai karsinoma “anaplastik sel kecil” karena kemiripannya dengan kanker sel kecil di bagian tubuh lain, ternyata terbukti merupakan karsinoma medular atau limfoma maligna. Fokus diferensiasi papilar atau folikular mungkin ditemukan di sebagian tumor, yang mengisyaratkan asal karsinoma yang berdiferensiasi lebih baik.

IX.

KERANGKA KONSEP Nn. SS, 22 thn mengalami autoimun TSI

Infeksi faringitis

Respon inflamasi

TSI berikatan pada reseptor TSH

TSI berikatan pada reseptor di preorbita I

Katekolamin meningkat

Stimulasi pembentukan hormone thyroid -demam tinggi

Grave disease hyperthyroid

- batuk pilek Sensitivitas adrenergic meningkat

- sakit tenggorokan - WBC meningkat - faring hiperemis

exophthalamus

Aktivasi simpatis meningkat

-nadi meningkat

BMR meningkat

Suhu meningkat

Tidak dpt dihambat oleh T3

RR normal tinggi

-takikardi -cemas

Sulit tidur

-gugup

delirium

Memperburuk keadaan hipertiroid

-diare -keringat banyak -tremor -hipotensi

70

KRISIS THYROID

X.

KESIMPULAN Nn. Ss mengalami krisis tiroid sebagai komplikasi akut dan darurat dari hipertiroidisme akibat adanya infeksi sebagai faktor pencetus.

71

DAFTAR PUSTAKA 

Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States: McGraw-Hill Companies, Inc.



Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta: EGC



Kumar, Vinay, et al. 2012. Buku Ajar Patologi Robbins ed. 7, Vol 2. Jakarta: EGC



McGlynn, Thomas J dan John W. Burnside. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC



Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson, RN, Phd. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6, Vol 1 dan 2. Jakarta EGC



Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat



117321498-KRISIS-TIROID.

pdf

dari

www.vbook.pub.com/mobile/doc/117321498/download 

http://emedicine.medscape.com/article/925147-differential



Yeung SJ, Habra M, Chiu C. Graves disease. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/234233-print.



Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P. Thyroid , thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/213213-print.



Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database. php?key=thyroid_crisis.



Kanbay M, Sengul A, Gilvener N. Trauma induced thyroid storm complicated by multiple organ failure. Chin Med J. 2005;118(11):963-5. 72



Duggal J, Singh S, Kuchinic P, Butler P, Arora R. Utility of esmolol in thyroid crisis. Can J Clin Pharmacol. 2006;13(3):e292-5.



Emdin M, Pratali L, Iervasi G. Abolished vagal tone associated with thyrotoxicosis triggers prinzmetal variant angina and paroxysmal atrial fibrillation. Ann Intern Med. 2000;132(8):679.



Sheng W, Hung C, Chen Y, et al. Antithyroid-drug-induced agranulocytosis complicated by life-threatening infections. Q J Med. 1999;92:455-61.



Harrison’s, Principles Of Internal Medicines 12th Edition, 1991

73

Related Documents


More Documents from "krismon"